UPAYA MENDORONG MAJELIS UMUM PBB UNTUK MEMBENTUK UN OCEAN BIODIVERSITY AGREEMENT PERIODE 2006 - 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Andre 1113113000044

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017

PERNYATAAI{ BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjdul:

UPAYA GREENPEACE MENDORONG MAJELIS UMUM PBB UNTUK MEMBENTUK AN OCEAN BIODIWRSITY AGREEMENT PERTODE 2006 - 2015

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (Un,f)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Se,rnua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

canfumkan sesuai dengan ketenfuan yang berlaku di universitas Islaur

Negeri On$ Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika di kemudian hmi terbukti k&u saya ini bukan hasil karya asli saya

atau menrpakan hasil jiplakan dari karya omng laiq maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri ruf$ Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Iakert1 5 Jtrli2017 PERSETUJUAI\I PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pernbimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Andre NIM :1113113000044

Program Studi : Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skipsi dengan judul:

T]PAYA GREENPEACE MEIYDORONGMA.TELIS I]MT]M PBB I'NTUK MEMBENTTIK (TN OCEAN BIODIWRSITY AGREEMENT PERIODE 2006 -2015 dan telatr mernenuhi syaratuntuk diuji.

Jakarta, 7lrudiiz0fi PENGESAHAII PANITIA UJIAI\ SKRIPSI

SKRIPSI UPAYA GREENPEACE MENDORONG MAJELIS UMUM PBB UNTUK MEMBENTUK t/I/ OCEAN BIODIYERSITY AGREEMENT PERIODE 2006 -2015

oleh

Andre 1 1 131 13000044

Telah dipertatrankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (Ufi.D Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Juli 2017. Slaipsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan lnternasional.

Sekretaris,

NIP.

Robi Sugara. M.Sc

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulus[n pada tanggal 14 Juli z}n.

Ketua Program Studi Hubungan Internasional

t

NIP.

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis upaya Greenpeace mendorong Majelis Umum PBB untuk membentuk UN Ocean Biodiversity Agreement. UN Ocean Biodiversity Agreement atau yang dikenal dengan perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS, dinegosiasikan di dalam UN Ad Hoc Open-ended Informal Working Group Biodiversity on Beyond National Jurisdiction (BBNJ) pada periode 2006 - 2015. Di awal pertemuan Kelompok Kerja BBNJ, terdapat penolakan dari beberapa negara, seperti AS, Rusia, Kanada, Jepang, Korea Selatan, Islandia, dan Norwegia, terkait gagasan pembentukan perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS tersebut. Namun, di dalam pertemuan Kelompok Kerja BBNJ terakhir serta sidang Majelis Umum PBB ke-69 pada tahun 2015, Majelis Umum PBB, melalui konsensus, berhasil mengadopsi Resolusi Majelis Umum PBB 69/292 Tahun 2015 (A/RES/69/292) yang menindaklanjuti negosiasi perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS ke proses selanjutnya, yaitu Preparatory Committee (PrepCom). Oleh karena itu, pertanyaan penelitian dari skripsi ini ialah bagaimana upaya Greenpeace dalam mendorong Majelis Umum PBB untuk membentuk UN Ocean Biodiversity Agreement periode 2006-2015? Dalam menganalisis upaya Greenpeace, skripsi ini menggunakan Green Political Theory beserta konsep desentralisasi dan peran non-governement organization, activist group, dan global environment movements. Sedangkan, skripsi ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data, yaitu studi pustaka dan wawancara. Skripsi ini menemukan bahwa upaya Greenpeace, antara lain: Penelitian dan Analisis (Research and Analysis); Pengawasan dan Respon Cepat (Watch-Dogging and Rapid Response); Mempertunjukkan Fungsi Operasional (Performing Operational Functions); Pengembangan Kebijakan dan Pengaturan Agenda (Policy Development and Agenda Setting); Melaporkan Proses Negosiasi (Negotiations Reporting); dan Menyebarkan Sinyal Domestik (Enhancing Domestic Signaling).

Kata Kunci: Greenpeace, Majelis Umum PBB, Kelompok Kerja BBNJ, Suaka Laut Global, UN Ocean Biodiversity Agreement, UNCLOS

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrrahim, dengan memanjatkan puji serta syukur kepada Allah SWT, penguasa alam semesta. Atas segala rakhmat dan hidayat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa dihaturkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademis di Universitas Islam Negeti Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Hubungan Internasional. Selain itu, skripsi ini juga didedikasikan untuk kemajuan organisasi Greenpeace dengan mengevaluasi dan memberikan rekomendasi terhadap upaya Greenpeace, khususnya upaya pembentukan suaka laut global melalui UN Ocean Biodiversity Agreement. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan, dukungan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada:

1. Keluarga penulis, Ayahanda Setiawan Prasetyo, Ibunda Agustini, serta kakak-kakak penulis, Melisa Prasetyo dan Melinda Prasetyo, yang senantiasa memberikan doa, motivasi, nasehat kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Irfan R. Hutagalung, LL.M., selaku dosen seminar proposal skripsi sekaligus dosen pembimbing skripsi, yang senantiasa memberikan bimbingannya kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

3. Seluruh dosen-dosen Hubungan Internasional UIN Jakarta yang turut serta dalam memberikan ilmu kepada penulis selama menjadi mahasiswa di FISIP UIN Jakarta.

4. Bang Arifsyah Nasution dan Bang Fausi, selaku staff Unit Kampanye Laut sekaligus mentor penulis di Greenpeace Indonesia, yang selalu memberikan fasilitas dan dukungan kepada penulis selama menjadi relawan dan magang Greenpeace Indonesia.

v

5. Seluruh staff Greenpeace Indonesia yang yang turut serta dalam memberikan dukungan kepada penulis selama menjadi menjadi relawan dan magang Greenpeace Indonesia.

6. Seluruh narasumber, antara lain: Richard Page, selaku Ocean Sanctuaries Project Leader Greenpeace Internasional; Veronica Frank, Nathalie Rey, dan Sofia Tsenikli, selaku delegasi Greenpeace Internasional di Kelompok Kerja BBNJ; Arifsyah Nasution, John Hocevar, Magnus Eckeskog, Frida Bengtsson, Sarah King, Taehyun Park, dan Kazue Komatsubara, selaku Oceans Campaigner Greenpeace NROs; Haryo Budi Nugroho, Budi Atyasa, Elizabeth Kim, dan Prof. Tullio Scovazzi, selaku delegasi negara di Working Group dan Preparatory Committee BBNJ; serta Mufti Petala Patria dan Prof. Ann Powers, selaku pakar dari isu-isu yang berkaitan dengan skripsi ini.

7. Affalia Maydi Hatika, yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi, serta doa kepada penulis selama dua tahun terakhir.

8. Sahabat mahasiswa HI UIN 2013, antara lain: Kartika, Shabrina, Riri, dan Ina; Auzan, Faris, Zhafir, Ghalib, dan Iqbal, selaku kawan-kawan dari Kajian Rumah Ojan; Auzan, Faris, Zhafir, Luthfan, Opin, Arum, Nurul, Sarah, Innes, Tata, Hanna, dan Madinna, selaku kawan-kawan dari Regionalismile, serta kawan-kawan mahasiswa HI UIN 2013 lainnya.

9. Sahabat relawan di Greenpeace Indonesia, antara lain: Faris, Zulfa, Maydi, Mazaya, Luthfi, Cici, Hasna, Tiorys, Elena, Arshie, Jessika, Rafa, Siska, Ka Sapi, Silo, Echa, Ayya, Akmal, Habib, Farhan, Ka Rilin, Nugo, serta kawan-kawan Greenpeace Indonesia lainnya.

10. Sahabat alumni KIR 66 - Solience, antara lain: Mareta, Inayah, Ira, Rasyid, Adit, Kekes, Zein, Aldy, Fikri, serta kawan-kawan alumni dan adik-adik anggota KIR 66 - Solience lainnya.

vi

11. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, selama proses penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga atas segala bantuan serta dukungannya mendapatkan ridha dan berkah dari Allah SWT.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran penulis terima demi perbaikan penelitian ini di masa mendatang. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktik.

Jakarta, 5 Juli 2017

Andre

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... iv KATA PENGANTAR ...... v DAFTAR ISI ...... viii DAFTAR LAMPIRAN ...... x DAFTAR SINGKATAN ...... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah ...... 1 B. Pertanyaan Penelitian ...... 8 C. Tujuan dan Manfaat ...... 8 D. Tinjauan Pustaka ...... 8 E. Kerangka Teoritis ...... 10 1. Green Political Theory...... 10 2. Konsep Peran Non-Government Organization, Activist Group, dan Global Environment Movements ...... 13 F. Metode Penelitian ...... 15 G. Sistematika Penulisan ...... 17

BAB II PROFIL ORGANISASI DAN KAMPANYE LAUT GREENPEACE A. Profil Greenpeace ...... 19 1. Sejarah Pembentukan Greenpeace ...... 19 2. Prinsip Dasar Organisasi Greenpeace ...... 22 3. Struktur Organisasi Greenpeace ...... 24 4. Status Greenpeace di dalam Sistem PBB ...... 25 B. Profil Kampanye Laut Greenpeace ...... 28 1. Pencapaian Kampanye Laut Greenpeace ...... 28 a. Menghentikan Ujicoba Nuklir Perancis di Pasifik Selatan ...... 28 b. Menghentikan Perburuan dan Perdagangan Paus ...... 29 c. Melindungi Antartika dari Eksploitasi...... 31 d. Menghentikan Pembuangan Limbah Radioaktif di Laut ...... 32 2. Kampanye Perlindungan Laut Lepas “Oceans Sanctuaries” Greenpeace ...... 33

BAB III PROSES NEGOSIASI PEMBENTUKAN UN OCEAN BIODIVERSITY AGREEMENT DI DALAM PERTEMUAN INTERNASIONAL PBB A. Profil Kelompok Kerja Biodiversity on Beyond National Jurisdiction (BBNJ) ...... 37 1. Pembentukan Kelompok Kerja BBNJ ...... 37 2. Fungsi dan Tugas Kelompok Kerja BBNJ ...... 39 B. Proses Negosiasi Pembentukan UN Ocean Biodiversity Agreement .. 41 1. Pertemuan Kelompok Kerja BBNJ ...... 41 a. Pertemuan Pertama (13-17 Februari 2006) ...... 42

viii

b. Pertemuan Keempat (31 Mei - 3 Juni 2011) ...... 44 c. Pertemuan Kesembilan (20-23 Januari 2015)...... 46 2. Pertemuan Internasional di Luar Kelompok Kerja BBNJ ...... 50 a. UN Conference on Sustainable Development (KTT Rio+20) pada 20-22 Juni 2012 ...... 50 b. Sidang Majelis Umum PBB (19 Juni 2015) ...... 51

BAB IV UPAYA GREENPEACE MENDORONG PEMBENTUKAN SUAKA LAUT GLOBAL MELALUI UN OCEAN BIODIVERSITY AGREEMENT A.Upaya Greenpeace ...... 53 1. Penelitian dan Analisis (Research and Analysis) ...... 55 2. Pengawasan dan Respon Cepat (Watch-Dogging and Rapid Response) ...... 60 3. Mempertunjukkan Fungsi Operasional (Performing Operational Functions) ...... 62 4. Pengembangan Kebijakan dan Pengaturan Agenda (Policy Development and Agenda-Setting) ...... 65 a. Level Internasional ...... 66 1) Menyediakan Keahlian Ilmiah dan Hukum (Providing Scientific and Legal Expertise) ...... 68 2) Memastikan Kontinuitas pada Negosiasi (Providing Continuity Throughout the Negotiations) ...... 71 3) Hubungan Personal (Personal Relations) ...... 73 4) Pembentukan Koalisi (Coalition Formation) ...... 75 5) Memprotes Pembatasan Partisipasi (Protesting Against Restriction Participation) ...... 77 b. Level Domestik ...... 78 1) Memberikan Masukan dalam Pembangunan Kebijakan (Providing Inputs into Policy Development) ...... 79 2) “Name and Shame” melalui Kampanye publiks ...... 83 5. Melaporkan Proses Negosiasi (Negotiations Reporting) ...... 87 6. Menyebarkan Sinyal Domestik (Enhancing Domestic Signaling) ...... 88 B. Kendala-Kendala dalam Upaya Greenpeace ...... 90

BAB V PENUTUP Kesimpulan ...... 94

DAFTAR PUSTAKA ...... xiii LAMPIRAN-LAMPIRAN ...... xxxi

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hak Istimewa (Priveleges) dalam Status Konsultatif dari ECOSOC ...... xxvi Lampiran 2 Diagram Partisipasi Delegasi pada Pertemuan Kelompok Kerja BBNJ ...... xxviii Lampiran 3 Skema Upaya Greenpeace ...... xxix Lampiran 4 Diagram dan Tabel Pengeluaran Kampanye Laut Greenpeace „Worlwide‟ Periode 2006-2015 ...... xxx Lampiran 5 Diagram dan Tabel Pemasukan Greenpeace „Worlwide‟ Periode 2006-2015 ...... xxxi Lampiran 6 Tabel Posisi Aliansi / Blok pada Pertemuan Kelompok Kerja BBNJ ...... xxxii Lampiran 7 Tabel Posisi Negara pada Pertemuan Kelompok Kerja BBNJ ...... xxxvii Lampiran 8 Tabel Posisi Greenpeace pada Pertemuan Kelompok Kerja BBNJ ...... l Lampiran 9 Tabel Wawancara ...... li Lampiran 10 Pemberian Dokumen Internal Greenpeace oleh Nathalie Rey melalui Email pada 15 Juni 2017 ...... liii Lampiran 11 Pemberian Dokumen Internal Greenpeace oleh Veronica Frank melalui Email pada 5 Juni 2017 ...... liv Lampiran 12 Pemberian Dokumen Internal Greenpeace oleh Sofia Tsenikli melalui Email pada 12 Juni 2017 ...... lv

x

DAFTAR SINGKATAN

ABMT Area-based Management Tool ABNJ Area Beyond National Jurisdiction ABS Acces and Benefit-Sharing AS Amerika Serikat ASEAN Association of Southeast Asian Nations ASOC Antarctic and Southern Ocean Coalition BBNJ Biodiversity Beyond National Jurisdiction CARICOM Caribbean Community CBD Convention on Biological Diversity CCAMLR Commission for the Conservation of Antarctic Marine Living Resources CFP EU Common Fisheries Policy CITES Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora CMS Convention on Migratory Species CoP Conference of Parties CRAMRA Convention on the Regulation of Antarctic Mineral Resource Activities EBSA Ecologically and Biologically Sensitive Area ECOSOC UN Economic and Social Council EIA Environmental Impact Assessment ENB Earth Negotiations Bulletin FAO UN Food and Agriculture Organitation G-77 Group of 77 GEF Global Environment Facility GPT Green Political Theory LDC Least Developed Countries IISD International Institute for Sustainable Development IGO International Governmental Organization IMO International Maritime Organisation IPR Intellectual Property Right ISA International Seabed Authority IUCN International Union for Conservation of Nature IUU Illegal, Unregulated, and Unreported IWC International Whaling Commission KTT Konferensi Tingkat Tinggi MEA Multilateral Environment Agreement MGR Marine Genetic Resource MPA Marine Protected Area MSR Marine Scientific Research NAFO Northwest Atlantic Fisheries Organization NEAFC North East Atlantic Fisheries Commission NGO Non-Governmental Organization

xi

NPT Non-Proliferation Treaty NRDC Natural Resources Defense Council NRO National / Regional Office OECD Organisation for Economic Cooperation and Development PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa PrepCom Preparatory Committee RFMO Regional Fisheries Management Organization SIDS Small Island Developing States SEA Stategic Impact Assessment SDG Sustainable Development Goals SGC Stichting Greenpeace Council UE Uni Eropa UN United Nations UNCLOS UN Law of the Sea Convention UNCSD UN Conference on Sustainable Development UNEP United Nations Environment Programme UNFSA UN Fish Stocks Agreement UNICPOLOS UN Consultative Process on Oceans and the Law of the Sea WIPO World Intellectual Property Organization WSSD World Summit on Sustainable Development WWF World Wildlife Fund

xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini membahas tentang upaya Greenpeace mendorong Majelis Umum

PBB untuk membentuk UN Ocean Biodiversity Agreement pada periode 2006-

2015. Skripsi ini menganalisis bagaimana upaya Greenpeace untuk mendorong negara-negara Majelis Umum PBB, dimulai dari pertemuan pertama dari Ad Hoc

Open-ended Informal Working Group Biodiversity on Beyond National

Jurisdiction (BBNJ) pada tahun 2006, yang dibentuk melalui Resolusi MU 59/24

Tahun 2004 (A/RES/59/24), hingga persetujuan MU PBB terhadap rekomendasi dari Kelompok Kerja BBNJ melalui Resolusi Majelis Umum PBB 69/292 Tahun

2015 (A/RES/69/292).

Suaka laut global atau ocean sanctuaries adalah salah satu jenis dari kawasan laut lindung atau marine protected areas (MPAs), yaitu area lautan di mana semua pemanfaatan yang bersifat konsumtif dan ekstraktif, termasuk penangkapan ikan, secara efektif dilarang serta praktik campur tangan manusia lainnya diminimalisir,1 sedangkan kawasan laut lindung (MPAs) adalah area intertidal (zona yang terendam ketika air laut sedang pasang dan terlihat ketika air laut sedang surut) maupun subtidal (zona yang selalu terendam air laut baik saat pasang maupun surut) beserta dengan air yang melapisinya, flora, fauna, fitur sejarah dan budaya yang berkaitan, yang telah dilindungi oleh hukum atau cara

1 Jack A. Sobel dan Craig P. Dalgren, Marine Reserves: A Guide to Science, Design, and Use (Washington: Island Press, 2004), Hal. 21

1

lainnya yang secara efektif bertujuan melindungi bagian dari lingkungan tersebut.2

Dalam beberapa forum internasional, kebutuhan untuk menciptakan MPAs di wilayah laut lepas semakin disuarakan dengan maksud untuk melindungi keanekaragaman hayati di laut lepas.3 Hal tersebut dikarenakan laut lepas adalah wilayah di mana pengaturan dan perlindungannya paling minim di dunia.4

Fakta yang menggambarkan minimnya perlindungan laut lepas adalah hingga tahun 2016, hanya 3% wilayah dari laut lepas dunia yang diatur dalam hukum internasional dan hanya 1% yang benar-benar dilindungi secara kuat dengan dijadikan sebagai suaka laut,5 meskipun laut lepas memiliki luas 64% dari total luas lautan di seluruh dunia.6 Laut lepas berada di luar batas yurisdiksi nasional dan diatur oleh UN Law of the Sea Convention (UNCLOS) yang masih mengutamakan hak kebebasan untuk mengakses dan memanfaatkan sumber daya laut lepas untuk semua negara. Hal tersebut memungkinkan bagi negara untuk melakukan navigasi, mengadakan penelitian, menangkap ikan, memasang kabel dan pipa bawah laut, hingga membuat instalasi lain seperti kilang pengeboran dan bahkan pulau-pulau buatan.7 Atas dasar fakta tersebut, akhirnya Majelis Umum

PBB memutuskan untuk mulai mendiskusikan isu konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman laut di luar wilayah yurisdiksi nasional.

2 Sobel dan Dalgren, Marine Reserves, Hal. 22 3 Yoshifumi Tanaka, A Dual Approach to Ocean Governance: The Cases of Zonal and Integrated Management in International Law of the Sea (Burlington: Ashagate Publishing, 2008), Hal. 163 4 Callum M. Roberts, dkk., Roadmap to Recovery: A Global Network of Marine Reserves (York: University of York, 2006), Hal. 9 5 Daniel Mittler, Protecting What Protects Us (2016) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/protecting-what- protects-us/blog/58177/ diakses pada 7 Desember 2016 6 Greenpeace, The Need for A High Seas Biodiversity Agreement: No More “Wild West” Oceans (Amsterdam: Greenpeace, 2013), Hal. 3 7 Roberts, Roadmap to Recovery, Hal. 9

2

Pada tahun 2004, Majelis Umum PBB akhirnya membentuk sebuah Ad Hoc

Open-ended Informal Working Group of the General Assembly to study issues relating to the conservation and sustainable use of marine biological diversity beyond areas of national jurisdiction melalui Resolusi Majelis Umum 59/24.8

Rapat pertama Kelompok Kerja tersebut diselenggarakan pada 13-17 Februari

2006, dan dilanjutkan pada tahun 2008, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014 (dua kali), dan 2015.9 Selain itu, di luar Kelompok Kerja BBNJ, pada 2012, PBB menyelenggarakan UN Conference on Sustainable Development atau yang dikenal dengan KTT Rio+20 yang diadakan di Rio de Janeiro. Awalnya, KTT tersebut memberikan harapan akan lahirnya suatu instrumen hukum baru untuk melindungi laut lepas yang menjadi target dari CoP ketujuh CBD pada tahun 2004.10

Meskipun di dalam KTT tersebut muncul koalisi dari mayoritas negara anggota yang mendukung dibentuknya perjanjian yang mengatur dan melindungi laut lepas, akan tetapi, kesepakatan untuk meluncurkan negosiasi formal gagal dicapai hingga pada akhirnya, konferensi tersebut menunda keputusan untuk menegosiasikan UN Ocean Biodiversity Agreement hingga batas tahun 2015.11

Menindaklanjuti penundaan keputusan pada KTT Rio+20, Kelompok

Kerja BBNJ di dalam pertemuan kesembilannya pada Januari 2015, mengeluarkan

8 UN, Marine Biological Diversity Beyond Areas of National Jurisdiction: Legal and Policy Framework dari http://www.un.org/depts/los/biodiversityworkinggroup/webpage_legal%20and%20policy.pdf diakses pada 24 April 2016. 9 UN, Marine Biological Diversity Beyond Areas of National Jurisdiction. 10 Sofia Tsenikli, Rio+20 Not the Oceans Summit but High Seas Protection Gains Support and Prominence (2012) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/rio20-not-the-oceans- summit-but-high-seas-pro/blog/41156/ diakses pada 24 April 2016. 11 Tsenikli, Rio+20 Not the Oceans Summit.

3

rekomendasi kepada Majelis Umum PBB untuk memulai negosiasi perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS untuk membentuk suaka atau wilayah konservasi di laut lepas. Selain itu, Majelis Umum PBB secara resmi mengakui bahwa pengaturan laut adalah tentang perlindungan, bukan hanya tentang 'pengelolaan eksploitasi' sumber daya lautan.12

Rekomendasi dari Kelompok Kerja BBNJ akhirnya diadopsi lebih awal pada

Juni 2015 dari jadwal sebelumnya, pada September 2015, dengan menghasilkan konsensus dari negara-negara anggota Majelis Umum PBB untuk mengadopsi

Resolusi MU PBB 69/292 dan mengembangkan perjanjian pelaksanaan di bawah

UNCLOS,13 yang mengikat secara hukum untuk pelestarian kehidupan laut di luar wilayah yurisdiksi nasional,14 yang dikenal dengan UN Ocean Biodiversity

Agreement (Perjanjian Keanekaragaman Hayati Laut Lepas),15 atau berdasarkan

Resolusi MU PBB 69/292 yang disebut dengan International Legally Binding

Instrument under the UNCLOS on the Conservation and Sustainable Use of

Marine Biological Diversity of Areas Beyond National Jurisdiction.16 Di dalam resolusi tersebut, Majelis Umum PBB memutuskan untuk membentuk

12 Tsenikli, Rio+20 Not the Oceans Summit. 13 Implementing Agreement under UNCLOS adalah istilah yang muncul dalam diskusi pada pertemuan Working Group BBNJ. 14 High Seas Alliances, UN General Assembly Adopts Resolution to Develop New Marine Biodiversity Treaty for the High Seas and Beyond (2015) dari http://highseasalliance.org/content/un-general-assembly-adopts- resolution-develop-new-marine-biodiversity-treaty-high-seas-and diakses pada 25 April 2016. 15 UN Ocean Biodiversity Agreement adalah istilah yang digunakan oleh NGO untuk mengartikan hasil akhir dari Implementing Agreement under UNCLOS, seperti UN Fish Stock Agreement. 16 International Legally Binding Instrument under the UNCLOS on the Conservation and Sustainable Use of Marine Biological Diversity of Areas Beyond National Jurisdiction adalah istilah resmi berdasarkan Resolusi MU PBB 69/292 untuk didiskusikan pada pertemuan Preparatory Committee BBNJ. UN, General Assembly Resolution 69/292, Para. 1, dari https://documents-dds- ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N15/187/55/PDF/N1518755.pdf?OpenElement diakses pada 25 April 2016.

4

Preparatory Committee (PrepCom), sebelum penyelenggaraan konferensi antar- pemerintah, yang bertugas untuk menyiapkan rekomendasi substantif terkait elemen-elemen dari rancangan teks perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS, yang akan dilaporkan kembali pada akhir 2017 kepada Majelis Umum PBB.17 Di dalam proses pengakuan negara-negara anggota Majelis Umum PBB atas pentingnya perlindungan laut lepas hingga Majelis Umum PBB mengadopsi rekomendasi dari Kelompok Kerja BBNJ, Greenpeace secara aktif ikutserta dalam mendorong Majelis Umum PBB untuk menciptakan suaka laut global.

Greenpeace sebagai International Non-Governmental Organization (INGO) yang berfokus pada isu-isu lingkungan hidup telah menyerukan perlunya dibentuk instrumen hukum internasional untuk menjaga dan menjamin kelestarian keanekaragaman hayati di lautan. Suaka laut global yang diajukan Greenpeace adalah perlindungan zona laut lepas di luar yurisdiksi negara seluas 40% dari laut global untuk menjadi zona bebas praktik eksploitasi sumber daya alam,18 yang kemudian diimplementasikan dengan mendorong negara-negara anggota Majelis

Umum PBB membentuk UN Ocean Biodiversity Agreement.19

Greenpeace baik secara mandiri maupun kolektif dengan aliansi antar-NGO lingkungan lainnya selalu aktif menghadiri pertemuan Kelompok Kerja BBNJ serta konferensi PBB lainnya yang membahas tentang isu kelautan dan aktif

17 UN, General Assembly Resolution 69/292, Para. 1 (a). 18 Greenpeace. Ocean Sanctuaries dari http://www.greenpeace.org/international/en/campaigns/oceans/marine-reserves/ diakses pada 25 April 2016. 19 Greenpeace, The Need for An Ambitious UN Ocean Biodiversity Agreement: No More “Wild West” Oceans (Amsterdam: Greenpeace, 2013), Hal. 6

5

melobi negara-negara anggota Majelis Umum PBB untuk membuat UN Ocean

Biodiversity Agreement untuk melindungi laut lepas. Greenpeace tercatat telah mengirimkan delegasinya untuk menghadiri dan berperan aktif mendorong negara-negara yang hadir dalam pertemuan Kelompok Kerja BBNJ sejak pertemuan pertama yang diselenggarakan pada 13-17 Februari 200620 hingga pertemuan kesembilan Kelompok Kerja BBNJ yang diselenggarakan pada 20-23

Januari 2015.21 Dari kesembilan pertemuan tersebut, Kelompok Kerja BBNJ telah menghasilkan konsensus untuk menghasilkan rekomendasi kepada Majelis Umum

PBB yang diadopsi pada sidang Majelis Umum PBB ke-69 untuk mengembangkan intrumen internasional yang mengikat secara hukum di bawah

UNCLOS.22 Meskipun begitu, di dalam proses perundingan pada Kelompok Kerja

BBNJ maupun pada forum internasional lainnya, Greenpeace menghadapi berbagai penolakan dari negara-negara yang memiliki kepentingan di laut lepas.

Pengaturan akses hingga pelarangan eksploitasi sumber daya di laut lepas, dipandang oleh beberapa negara bertentangan dengan kepentingan nasionalnya, sehingga dalam beberapa forum internasional PBB, di mana, upaya negosiasi formal perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS diajukan, seringkali muncul penolakan dari beberapa negara. Sejak awal pertemuan Kelompok Kerja BBNJ

20 IISD, Summary of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 13-17 February 2006 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 25 (IISD, 2006) dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2525e.pdf diakses pada 10 Mei 2016. 21 IISD, Summary The Ninth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 20-23 January 2015 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 94 (IISD, 2015) dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2594e.pdf diakses pada 10 Mei 2016. 22 IISD, Summary The Session of The Preparatory Committee on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 28 March – 8 April 2016 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 106 (IISD, 2016) dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb25106e.pdf diakses pada 10 Mei 2016.

6

pada 2004, AS, Jepang, Norwegia, Korea Selatan, Islandia, dan Rusia menyatakan penolakannya terhadap proposal Uni Eropa yang mengajukan pembentukan perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS,23 hingga pertemuan ketujuh pada tahun 2014, AS, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Norwegia, Islandia, dan Rusia masih menyatakan keraguannya akan kebutuhan dibentuknya instrumen hukum baru.24 Selain itu, di dalam penyelenggaraan KTT Rio+20 pada 2012 AS, Kanada,

Rusia, Tiongkok, Jepang, dan Venezuela juga menyatakan penolakannya atas upaya negosiasi formal perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS.25

Meskipun di dalam pembahasan perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS begitu banyak penolakan dan hambatan yang ditunjukkan oleh negara-negara yang memiliki kepentingan nasional terhadap sumber daya alam di laut lepas, atas berbagai upaya Greenpeace untuk mendorong negara-negara anggota Majelis

Umum PBB yang dilakukan baik di dalam dan di luar pertemuan Kelompok Kerja

BBNJ, akhirnya, pada 19 Juni 2015, sidang Majelis Umum PBB berhasil menghasilkan konsensus untuk mengadopsi rekomendasi dari Kelompok Kerja

BBNJ dan menyetujui untuk menindaklanjuti negosiasi UN Ocean Biodiversity

Agreement ke tahap berikutnya, yaitu Preparatory Committee (PrepCom), melalui

Resolusi MU 69/292.

23 IISD, Summary of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction. 24 IISD, Summary The Seventh Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 1-4 April 2014 dalam Briefing Note on UNGA WG on Marine Biodiversity (IISD, 2014) dari http://www.iisd.ca/oceans/marinebiodiv7/brief/brief_marinebiodiv7e.pdf diakses pada 6 April 2017. 25 Tsenikli, Rio+20 Not the Oceans Summit

7

B. Pertanyaan Masalah

Oleh karena itu, peneliti membuat pertanyaan penelitian dalam skripsi ini yaitu, Bagaimana upaya Greenpeace dalam mendorong Majelis Umum PBB untuk membentuk UN Ocean Biodiversity Agreement periode 2006 - 2015?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan menganalisis upaya Greenpeace dalam mendorong Majelis Umum

PBB untuk membentuk UN Ocean Biodiversity Agreement periode 2006 - 2015, skripsi ini memiliki tujuan secara teoritis untuk mem-verifikasi asumsi dari Kate

O‟Neill bahwa Non-Government Organization, Activist Group, dan Global

Environment Movements memainkan peran penting dalam menyoroti masalah lingkungan global, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tata kelola lingkungan global,26 sedangkan secara praktis tujuan dari skripsi ini ialah menjadi referensi untuk NGO, baik Greenpeace maupun NGO lainnya, dalam membuat upaya yang ditujukan untuk mendorong aktor negara untuk membuat kebijakan terkait isu-isu lingkungan hidup tertentu.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang peran maupun upaya NGO lingkungan secara umum telah dilakukan sebelumnya, seperti pada beberapa jurnal di bawah ini:

Remi Parmentier, Role and Impact of International NGOs in Global Ocean

Governance. Jurnal ini menjelaskan setidaknya ada lima jenis intervensi NGO terhadap pengaturan lingkungan maritim dunia, antara lain: (1) pembangunan

26 Kate O'Neill, The Environment and International Relations. (Cambridge: Cambridge University, 2009), Hal. 57

8

kebijakan dan pengaturan agenda; (2) pembangunan pengetahuan, kapabilitas, dan kesadaran publik; (3) manajemen lingkungan hidup dan konservasi; (4) ilmu pengetahuan; serta (5) pengawasan dan respon secara cepat.

Katherine M. Crosman, The Roles of Non-Governmental Organization in

Marine Conservation. Jurnal ini menjelaskan empat peran keterlibatan NGO dalam upaya konservasi maritim dengan menganalisis peran organisasi tersebut, antara lain, sebagai advocate, expert, manager, watchdog, dan enabler. Katherine

M. Crosman juga menjelaskan motivasi NGO untuk terlibat sebagai pendorong dalam upaya konservasi maritim, antara lain, misi organisasi, konteks konservasi, dan kebutuhan untuk mengamankan dana mereka.

Kal Raustiala, States, NGOs, and International Environmental Institutions.

Jurnal menjelaskan setidaknya ada enam peranan NGO dalam kerjasama dan hukum lingkungan hidup internasional, antara lain, melakukan penelitian dan pengembangan kebijakan, mengawasi komitmen negara, sebagai alarm, membuat laporan tentang negosiasi yang sedang berjalan, menyebarkan respon domestik, hingga memfasilitasi ratifikasi. Kal Raustiala juga menjelaskan tentang pola dan tren partisipasi NGO, yaitu dengan mengelaborasi pola NGO secara umum serta menganalisis studi kasus pola partisipasi NGO di dalam Global Environment

Facility (GEF).

Barbara Gemmill dan Abimbola Bamidele-Izu, The Role of NGOs and Civil

Society in Global Environmental Governance. Jurnal ini menjelaskan setidaknya ada lima peranan masyarakat sipil dalam tata kelola lingkungan hidup gobal,

9

antara lain: mengumpulkan, menyebarkan, dan menganalisis informasi; memberikan masukan dalam proses pengaturan agenda dan pembangunan kebijakan; menjalankan fungsi operasional; mengukur kondisi lingkungan hidup dan memantau kepatuhan perjanjian lingkungan hidup; dan advokasi keadilan lingkungan.

Jurnal-jurnal di atas sangat membantu skripsi ini dengan memberikan gambaran tentang peran NGO secara umum dalam tata kelola lingkungan hidup global. Hasil penelitian-penelitian tersebut juga akan digunakan sebagai referensi terkait upaya Greenpeace dalam mendorong Majelis Umum PBB untuk membentuk UN Ocean Biodiversity Agreement. Skripsi ini menindaklanjuti penelitian di atas dalam menganalisis upaya Greenpeace secara spesifik, dikarenakan tidak semua NGO memiliki upaya yang sama satu sama lain, melainkan masing-masing NGO memiliki perbedaan objektif maupun upaya yang

berbeda-beda.

E. Kerangka Teoritis

1. Green Political Theory

Di antara berbagai asumsi-asumsi dari Green Political Theory, GPT memiliki posisi yang berkaitan dengan pertanyaan tentang tatanan dunia, yaitu kritik GPT terhadap sistem negara. Implikasi dari argumen GPT terhadap struktur politik global cukup jelas. O'Riordan menyajikan tipologi posisi yang yang muncul dari “limits to growth account of sustainability” yang diadopsi oleh GPT.

Pertama, aktor negara terlalu besar dan terlalu kecil untuk melindungi lingkungan hidup secara efektif, sehingga struktur regional dan global baru (bersamaan

10

dengan desentralisasi di dalam negara) diperlukan untuk melindungi lingkungan hidup secara efektif.27

Posisi kedua, apa yang O'Riordan sebut sebagai „centralised authoritarianism.‟ Gagasan ini pada umumnya mengikuti logika „tragedy of the commons‟ dari Garrett Hardin, yang menunjukkan bahwa sumber daya yang dimiliki bersama akan dimanfaatkan secara berlebih. Metafora ini menghasilkan argumen bahwa struktur politik global terpusat diperlukan untuk memaksa perubahan perilaku untuk mencapai keberlanjutan. Dalam beberapa versi, gagasan ini mengadopsi apa yang disebut dengan „lifeboat ethics‟, di mana kelangkaan ekologi berarti bahwa negara-negara kaya harus melakukan ujicoba triage dalam skala global untuk „pull up the ladder behind them.‟ Argumen ini, secara garis besar merupakan versi ekologis dari proposal versi 'idealis' pemerintahan dunia dari liberal internationalism yang telah ditolak oleh GPT.28

Posisi ketiga, serupa dengan hal di atas yang menunjukkan bahwa authoritarianism mungkin diperlukan, namun menolak gagasan bahwa hal ini dapat dilakukan dalam skala global. Visi dari posisi ini adalah untuk komunitas berskala kecil dan erat yang berjalan sesuai dengan garis hierarkis dan konservatif dengan prinsip swasembada dalam penggunaan sumber daya mereka. Posisi ketiga ini memiliki pandangan yang sama dengan posisi sebelumnya, bahwa kebebasan dan egoisme yang telah menyebabkan krisis lingkungan, dan bahwa

27 Scott Burchill, dkk., Theories of International Relations, Third Edition (New York: Palgrave Macmillan, 2005), Hal. 242 28 Burchill, Theories of International Relations, Hal. 242-243

11

kecenderungan ini perlu dikendalikan untuk menghasilkan masyarakat yang berkelanjutan.29

Posisi terakhir yang dijabarkan oleh O'Riordan disebut dengan „anarchist solution.‟ Hal ini telah menjadi posisi yang diadopsi oleh GPT sebagai interpretasi terbaik dari implikasi batas pertumbuhan ekonomi. Istilah 'anarkis' digunakan secara umum dalam tipologi ini yang berarti bahwa GPT membayangkan jaringan global komunitas swadaya dalam skala kecil. Posisi ini biasanya mengaitkan gagasan dari para pakar seperti E. F. Schumacher, serta bioregionalis seperti

Kirkpatrick Sale yang berpendapat bahwa masyarakat ekologi harus diorganisir dengan fitur lingkungan alami seperti daerah aliran sungai yang membentuk batas-batas antara masyarakat.30

GPT juga sering mengkritik aktor negara karena alasan anarkis. Misalnya,

Spretnak dan Capra mengemukakan bahwa anarkis adalah ciri yang diidentifikasi oleh Weber sebagai sifat dasar kenegaraan yang merupakan masalah dalam sudut pandang GPT. Kemudian, Bookchin memberikan argumen serupa, menunjukkan bahwa negara adalah institusi hierarki tertinggi yang mengkonsolidasikan semua institusi hierarkis lainnya. Di lain pihak, Carter mengemukakan bahwa negara adalah bagian dari dinamika masyarakat modern yang telah menyebabkan krisis lingkungan saat ini. Dia menguraikan tentang 'dinamika lingkungan yang berbahaya,' di mana „negara yang terpusat, pseudo-representative, dan quasi- democratic berusaha untuk menstabilsasi hubungan ekonomi inegaliter dan

29 Burchill, Theories of International Relations, Hal. 243 30 Burchill, Theories of International Relations, Hal. 243

12

kompetitif untuk mengembangkan teknologi “tidak ramah” dan menyebabkan kerusakan berat pada lingkungan, di mana produktivitasnya mendukung (secara nasionalistik dan militeristik) kekuatan koersif yang memberdayakan negara.'

Dengan demikian, dalam sudut pandang GPT, negara tidak hanya tidak diperlukan, namun juga tidak diinginkan secara positif. Selain itu, salah satu slogan politik GPT yang paling terkenal adalah „think globally, act locally‟ yang berasumsi bahwa sementara masalah lingkungan dan sosial-ekonomi global beroperasi dalam skala global, mereka dapat dengan sukses merespons hanya dengan menghancurkan struktur kekuatan global yang dihasilkan melalui tindakan lokal dan pembangunan komunitas politik skala kecil dan ekonomi mandiri. 31

Argumen-argumen dari Green Political Theory di atas membantu menjelaskan bagaimana peran aktor non-negara, khususnya Greenpeace, sebagai komunitas masyarakat sipil menjadi bentuk dari desentralisasi di dalam negara, di mana Greenpeace memainkan peran-perannya dalam mengadvokasikan perlindungan lingkungan maupun melindungi lingkungan melalui kegiatan konservasi. Selain itu, tekait dengan „centralised authoritarianism,‟ juga diperjuangkan oleh Greenpeace atas pembentukan UN Oceans Biodiversity

Agreement, sebagai rezim internasional yang dapat mengatur dan mencegah kegiatan-kegiatan destruktif di laut lepas.

2. Peran NGO, Activist Group, dan Global Environment Movements

Kelompok aktivis lingkungan memainkan peran penting dalam menyoroti masalah lingkungan global, dan secara langsung atau tidak langsung

31 Burchill, Theories of International Relations, Hal. 243

13

mempengaruhi tata kelola lingkungan global.32 Banyak jenis kelompok, yang mewakili banyak kepentingan yang berbeda, yang aktif di kancah politik dunia, dari NGO profesional hingga kelompok-kelompok lokal kecil yang membuat jaringan satu sama lain melalui internet. Kelompok-kelompok ini berbeda secara luas dalam ideologi, upaya, bentuk organisasi, dan target (tidak semua dari mereka bahkan akan mendefinisikan diri mereka fokus pada "lingkungan"), tapi berbagi perhatian atas kondisi lingkungan global dan peran serta hak manusia terhadap lingkungan, dan kebutuhan akan suara yang berbeda untuk didengar dalam proses pemerintahan global.33 Aktivisme lingkungan hidup global telah berpengaruh dalam beberapa cara. Pertama, banyak kelompok, di antaranya,

Greenpeace, WWF, Climate Action Network, telah memusatkan perhatian mereka pada masalah-masalah global secara eksplisit. Kedua, kelompok lingkungan sangat aktif menghadiri negosiasi internasional dan pada KTT global. Ketiga, munculnya jaringan advokasi transnasional dan masyarakat global telah menjadi salah satu perkembangan yang paling signifikan dalam studi aktivisme dan gerakan sosial selama dekade terakhir.34

Selain itu, komunitas aktivis selalu memberikan perhatian terhadap tata kelola lingkungan global dan telah melakukan beberapa fungsi penting dalam proses negosiasi.35 Pertama, NGO telah memainkan peran kunci dalam pengaturan agenda, dengan cara membawa masalah pada perhatian masyarakat internasional, dan mendorong solusi tertentu. Kedua, NGO telah berfungsi sebagai "conscience

32 O'Neill, The Environment and International Relations, Hal. 57 33 O'Neill, The Environment and International Relations, Hal. 57 34 O'Neill, The Environment and International Relations, Hal. 58-59 35 O'Neill, The Environment and International Relations, Hal. 91

14

keeper" masyarakat internasional, dengan tidak sekadar menyoroti masalah moral dan etika untuk memecahkan masalah lingkungan global, namun juga terus mendorong partisipasi yang lebih luas dalam pertimbangan ini, mengingatkan penyelenggara dan peserta negosiasi tentang masyarakat yang menyaksikan secara luas. Ketiga, mereka membawa banyak keahlian untuk menghadapi masalah dan dampak lingkungan global.36 Mereka melobi para delegasi untuk mengambil posisi tertentu, menyusun rancangan bahasa perjanjian (yang terkadang diadopsi ke dalam teks final), dan menghasilkan laporan harian, dan terkadang setiap jam, tentang kegiatan pertemuan, yang dengan cepat dan disebarluaskan.37

Konsep peran NGO sangat relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian ini dikarenakan GPT mengakui adanya peran aktor non-negara yang memiliki andil yang cukup besar dalam menyuarakan pelestarian lingkungan hingga menjadi isu global. Menurut O‟Neill, NGO juga memiliki kemampuan untuk mempengaruhi aktor negara untuk menegosiasikan isu-isu lingkungan ke dalam forum-forum dunia. Dalam konteks penelitian ini, GPT dapat membantu peneliti untuk menjelaskan bagaimana upaya Greenpeace dalam mendorong Majelis

Umum PBB untuk membentuk UN Ocean Biodiversity Agreement.

F. Metode Penelitian

Dalam skripsi ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif.

Prosedur-prosedur kualitatif memiliki pendekatan yang lebih beragam dalam penelitian akademik ketimbang metode-metode kuantitatif. Penelitian kualitatif

36 O'Neill, The Environment and International Relations, Hal. 91-92 37 O'Neill, The Environment and International Relations, Hal. 92

15

juga memiliki asumsi-asumsi filosofis, upaya-upaya penelitian, dan metode- metode pengumpulan, analisis, dan interpretasi data yang beragam.38 Adapun beberapa karakteristik penelitian kualitatif menurut John W. Creswell, antara lain:

(1) lingkungan alamiah; (2) peneliti sebagai instrument kunci; (3) beragam sumber data; (4) analisis data induktif; (5) makna dari partisipan; (6) rancangan yang berkembang; (7) perspektif teoritis; (8) bersifat penafsiran; dan (9) pandangan menyeluruh.39 Oleh karena itu, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti dapat menganalisis upaya Greenpeace mendorong pembentukan suaka laut global melalui UN Ocean Biodiversity Agreement secara mendalam.

Menurut John W. Creswell, ada empat prosedur pengumpulan data di dalam metode kualitatif, antara lain: (1) observasi kualitatif; (2) wawancara kualitatif; (3) dokumen-dokumen kualitatif; serta (4) materi audio dan visual,40 sedangkan, di dalam skripsi ini, peneliti mengumpulkan data melalui studi pustaka dokumen- dokumen terkait (seperti dokumen resmi PBB, laporan Greenpeace, Earth

Negotiation Bulletin, jurnal, serta dokumen-dokumen lainnya) dan melakukan wawancara terhadap aktor-aktor terkait, antara lain: Oceans Sanctuaries Project

Leader Greenpeace Internasional, yaitu Richard Page; Political Advisor

Greenpeace Internasional sekaligus Chair of Greenpeace Delegation, yaitu

Nathalie Rey, Sofia Tsenikli, dan Veronica Frank; Oceans Campaigner

Greenpeace national/regional offices (NROs), yaitu John Hocevar, Magnus

38 David Silverman, Doing Qualitative Research: A Practical Handbook (London: SAGE Publication, 2000), Hal. 8 39 Creswell, Research Design, Hal. 261-263 40 Creswell, Research Design, Hal. 267-270

16

Eckeskog, Frida Bengtsson, Sarah King, Arifsyah Nasution, Taehyun Park, dan

Kazue Komatsubara; delegasi negara-negara pada Kelompok Kerja BBNJ, yaitu

Haryo Budi Nugroho, Budi Atyasa, Elizabeth Kim, dan Prof. Tullio Scovazzi; serta para pakar hukum laut internasional dan biologi kelautan, yaitu Prof. Ann

Powers dan Dr. rer. nat. Mufti Petala Partia, M.Sc. Akan tetapi, dalam skripsi ini penulis menyadari adanya kekurangan narasumber, yaitu dari pihak PBB untuk diwawancarai.

G. Sistematika Penulisan

BAB 1: PENDAHULUAN Bab 1 merupakan pendahuluan dari skripsi ini. Pada Bab 1 menjelaskan beberapa bagian, antara lain, pernyataan masalah yang menjelaskan terkait signifikansi masalah dalam skripsi ini, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritis yang menjelaskan terkait landasan teori dalam skripsi ini, tinjauan pustaka yang menjelaskan terkait penelitian-penelitian terdahulu; metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II: PROFIL ORGANISASI DAN KAMPANYE LAUT GREENPEACE Pada Bab 2 dijelaskan tentang profil keorganisasian, yang terdiri dari sejarah pembentukan Greenpeace, prinsip dasar organisasi Greenpeace, struktur organisasi Greenpeace, dan status Greenpeace di dalam sistem PBB, serta profil kampanye perlindungan laut Greenpeace, yang terdiri dari pencapaian kampanye laut Greenpeace dan kampanye perlindungan laut lepas “ocean sanctuaries”

Greenpeace.

17

BAB III: PROSES NEGOSIASI PEMBENTUKAN UN OCEAN BIODIVERSITY AGREEMENT DI PBB Pada Bab 3 dijelaskan bagaimana proses pembentukan negosiasi UN

Ocean Biodiversity Agreement baik di dalam pertemuan pertama hingga kesembilan Kelompok Kerja BBNJ maupun di dalam pertemuan internasional lainnya, yaitu UN Conference on Sustainable Development (Rio+20) dan sidang

Majelis Umum PBB Ke-69. Bab 3 juga menunjukkan bagaimana perubahan posisi beberapa negara yang awalnya menentang pembentukan perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS hingga akhirnya Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Resolusi MU PBB 69/292 Tahun 2015 melalui konsesus.

BAB IV: UPAYA GREENPEACE MENDORONG PEMBENTUKAN SUAKA LAUT GLOBAL MELALUI UN OCEAN BIODIVERSITY AGREEMENT

Di dalam Bab 4, penulis menganalisis upaya Greenpeace dalam upayanya mendorong Majelis Umum PBB untuk membentuk UN Ocean Biodiversity

Agreement. Upaya yang dianalisis tidak hanya yang dilakukan oleh Greenpeace di dalam pertemuan-pertemuan Kelompok Kerja BBNJ, melainkan juga upaya

Greenpeace secara keseluruhan yang berkaitan dengan upaya perlindungan laut lepas serta upaya Greenpeace kepada negara-negara anggota Majelis Umum PBB.

Bab 4 ini juga menjelaskan tentang kendala-kendala yang dialami oleh

Greenpeace dalam upayanya mendorong Majelis Umum PBB untuk membentuk

UN Ocean Biodiversity Agreement.

BAB V: PENUTUP

18

BAB II PROFIL ORGANISASI DAN KAMPANYE LAUT GREENPEACE

Pada Bab 2 ini dijelaskan tentang profil keorganisasian, yang terdiri dari sejarah pembentukan Greenpeace, prinsip dasar organisasi Greenpeace, struktur organisasi Greenpeace, dan status Greenpeace di dalam sistem PBB, serta profil kampanye perlindungan laut Greenpeace, yang terdiri dari pencapaian kampanye laut Greenpeace dan kampanye perlindungan laut lepas “Ocean Sanctuaries”

Greenpeace. Penjelasan tersebut diuraikan untuk memperkuat asumsi dari Kate

O‟Neill dari studi kasus perjalanan kontribusi Greenpeace sebagai Non-

Governement Organization dalam upaya perlindungan laut melalui pembentukan perjanjian lingkungan internasional, seperti Non-Proliferation Treaty (NPT) pada

1 Mei 1996, moratorium perburuan paus komersil oleh IWC pada tahun 1982,

Protocol on Environmental Protection to the Antarctic Treaty pada tahun 1991, hingga amandemen London Dumping Convention pada tahun 1993.

A. Profil Greenpeace

1. Sejarah Pembentukan Greenpeace

Greenpeace adalah organisasi yang lahir dari pergerakan yang pada awalnya menentang invasi Amerika Serikat ke Vietnam pada tahun 1960an, yang menimbulkan 150.000 penentang yang akhirnya pindah ke Kanada.41 Pergerakan tersebut semakin meningkat sejak bulan Agustus 1969, ketika AS mengumumkan pengujian bom nuklir berkekuatan satu megaton, bernama “Milrow,” yang

41 Steve Erwood, The Greenpeace Chronicles: 40 Years of Protecting the Planet (Amsterdam: Greenpeace, 2011), Hal. 8

19

diledakan pada bulan Oktober di Pulau Amcithka dan menghasilkan gempa sebesar 6,9 SR.42 Sayangnya, ambisi pemerintah AS untuk melakukan ujicoba nuklir masih berlanjut, hingga pada bulan November 1969, Kementerian

Pertahanan AS kembali mengumumkan ujicoba termo-nuklir berkekuatan lima megaton, bernama “Cannikin,” yang dijadwalkan pada musim gugur 1971.43

Sebagai respon terhadap pengumuman tersebut, kelompok untuk memprotes rencana tersebut yang bernama “Don‟t Make a Wave Committee,” melakukan pelayaran menggunakan kapal Phyllis Cormack yang dimulai pada 15 September

1971 dari Vancouver.44 Dalam pelayarannya, di saat kru kapal Phyllis Cormack meninggalkan Pulau Akutan dan melanjutkan pelayaran menuju Amchitka, pada tanggal 30 September, mereka ditahan oleh Kapal Penjaga Pantai AS Confidence atas tuduhan melanggar UU Tarif AS Tahun 1930 karena tidak melapor kepada

Bea Cukai AS dengan waktu maksimal 48 jam setelah memasuki wilayah AS.45

Oleh karena itu, Phyllis Cormack diperintahkan untuk beralih ke Kepulauan

Shumagin, yang letaknya jauh dari Amchitka, untuk menyelesaikan urusan kepabeanan di sana.46 Dengan kegagalan pelayaran tersebut untuk mencapai lokasi ujicoba di Amchitka, menjadi misi terakhir bagi kapal Phyllis Cormack yang kembali digunakan sebagai kapal ikan dan digantikan dengan Edgewater

42 Marc Montgomery, History: Sept 15, 1971, the Canadian origins of Greenpeace (2015) dari http://www.rcinet.ca/en/2015/09/16/history-sept-15-1971-the-canadian-origins-of-greenpeace/ diakses pada 19 Maret 2017. 43 Montgomery, History: Sept 15, 1971. 44 Greenpeace, The Founders of Greenpeace dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/history/founders/ diakses pada 19 Maret 2017. 45 , Greenpeace: How A Group of Ecologists, Journalists, and Visionaries Changed the World (Vancouver: Raincoast Books, 2004), Hal. 115 46 Weyler, Greenpeace: How A Group of Ecologists, Hal. 115

20

Fortune, yang dikenal sebagai Greenpeace Too. Kapal Greenpeace Too kemudian melanjutkan misi untuk mengejar batas waktu ujicoba nuklir yang akan dilakukan pada 4 November.47 Akan tetapi, pada 6 November bom hidrogen berkekuatan 5 megaton diledakkan dengan kedalaman 1,8 km di bawah permukaan Amchitka.48

Karena Phyllis Cormack tidak pernah mencapai Amchitka, dan kehadiran

Edgewater Fortune tidak menggoyahkan pemerintah AS, anggota Don‟t Make a

Wave Committee mengira bahwa semua upaya mereka akhirnya berujung sia- sia.49 Akan tetapi, pada kenyataannya, dengan menggunakan taktik dramatis yang terinspirasi oleh, filosofi konfrontasi tanpa kekerasan yang berakar pada konsep

“bearing witness” dari Quaker,50 dan juga konsep intervensi tanpa kekerasan dari

Mahatma Gandhi dan Martin Luther King, Jr, ditambah pula dengan taktik "mind bomb" dari Robert Hunter,51 dapat memicu oposisi publik terhadap ujicoba nuklir dan melahirkan kampanye perlucutan senjata yang pada akhirnya membuat

Komisi Energi Atom AS menghentikan ujicoba nuklir Amchitka pada bulan

Februari 1972,52 serta mengembalikan status dan fungsi Pulau Amchitka sebagai suaka margasatwa.53

47 Erwood, The Greenpeace Chronicles, Hal. 11 48 Nuclear Risks, Amchitka, USA: Nuclear Weapons Test Site dari http://www.nuclear- risks.org/en/hibakusha-worldwide/amchitka.html diakses pada 19 Maret 2017. 49 Erwood, The Greenpeace Chronicles, Hal. 11 50 University of Wollongong, Case Study: Greenpeace dari https://www.uow.edu.au/~sharonb/STS300/environment/case/artcase5.html diakses pada 19 Maret 2017. 51 Bill Kovarik, Greenpeace dari http://environmentalhistory.org/people/greenpeace/ diakses pada 16 Januari 2017. 52 Erwood, The Greenpeace Chronicles, Hal. 11 53 Greenpeace, Our History (2010) http://www.greenpeace.org.uk/about/impact/history diakses pada 19 Maret 2017

21

2. Prinsip Dasar Organisasi Greenpeace

Misi Greenpeace adalah organisasi kampanye yang bersifat independen, yang menggunakan konfrontasi kreatif non-kekerasan dalam memecahkan masalah lingkungan global, dan untuk menawarkan solusi yang penting untuk masa depan yang hijau dan damai. Selain itu, tujuan dari Greenpeace adalah untuk memastikan kemampuan bumi untuk memelihara kehidupan dalam segala keragamannya. Oleh karena itu, untuk mencapai misi dan tujuan tersebut,

Greenpeace berkampanye untuk:54

 melindungi keanekaragaman hayati dalam segala bentuknya

 mencegah pencemaran dan penyalahgunaan laut, tanah, udara, dan air di bumi

 mengakhiri semua ancaman nuklir

 mempromosikan perdamaian, perlucutan senjata, dan non-kekerasan secara

global.

Adapun di setiap aktivitas kampanye untuk mencapai misi dan tujuan organisasi, Greenpeace memiliki prinsip dasar (core value), antara lain:55

a. Tanggung Jawab Pribadi dan Tanpa Kekerasan Dalam aksi-nya, aktivis Greenpeace mengambil tanggung jawab pribadi atas

tindakan mereka, dan berkomitmen terhadap prinsip non-kekerasan. Prinsip-

prinsip ini terinspirasi dari konsep “bearing witness” milik kelompok Quaker,

yaitu tentang mengambil tindakan berdasarkan hati nurani dan tanggung

jawab pribadi.

54 Greenpeace, Our Core Value dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/our- core-values/ diakses pada 16 Januari 2017. 55 Greenpeace, Our Core Value.

22

b. Independen Greenpeace menjamin independensi keuangan dari kepentingan politik

maupun komersial. Greenpeace tidak menerima dana dari salah satu

perusahaan atau pemerintah. Kontribusi individu serta yayasan hibah adalah

satu-satunya sumber pendanaan Greenpeace. Prinsip independen tersebut

memberikan otoritas yang dibutuhkan untuk menghadapi kekuasaan dan

membuat perubahan yang nyata dapat terjadi. Dengan begitu, kampanye-

kampanye yang dilakukan oleh Greenpeace juga terhindar dari kepentingan

pihak perusahaan maupun politik. c. Tidak Memiliki Aliansi maupun Musuh Permanen Dalam mengungkap ancaman dan mencari solusi terhadap lingkungan,

Greenpeace tidak memiliki aliansi maupun musuh permanen. Jika pemerintah

ataupun perusahaan bersedia untuk berubah dan berkomitmen untuk menjadi

lebih baik, Greenpeace akan bekerjasama (di luar kerjasama finansial) dengan

mereka untuk mencapai tujuannya. Namun, jika pemerintah ataupun

perusahaan melanggar komitmennya, Greenpeace akan kembali

mengkonfrontir pihak tersebut. d. Mempromosikan Solusi Greenpeace mencari solusi dan mempromosikannya secara terbuka terkait

pilihan lingkungan kepada masyarakat. Greenpeace tidak bekerja untuk

mengelola masalah lingkungan, melainkan bekerja untuk menyelesaikannya.

Oleh karena itu, untuk menunjang kampanye-nya Greenpeace

mengembangkan penelitian dan mempromosikan langkah-langkah konkret

menuju masa depan yang hijau dan damai. Sebagai contoh, Greenpeace

23

mengembangkan roadmap untuk menyelamatkan laut melalui pembentukan

Marine Reserves dan cetak biru Energy [R]evolution yang menunjukkan cara

menuju ekonomi bersih.

3. Struktur Organisasi Greenpeace

Greenpeace adalah organisasi lingkungan global, yang terdiri dari

Greenpeace Internasional (Stichting Greenpeace Council) di Amsterdam, dan 26 kantor nasional dan regional atau yang dikenal dengan national/regional offices

(NROs) independen di seluruh dunia yang mencakup kampanye di lebih dari 55 negara.56 NROs tersebut bersifat independen dalam melaksanakan upaya kampanye global dalam konteks lokal dan mencari dukungan finansial dari donatur untuk mendanai pekerjaan mereka.57

Nama resmi Greenpeace Internasional, yaitu Stichting Greenpeace Council berasal dari istilah Belanda “Stichting” (terjemahan yang mendekati ialah yayasan) yang berbasis di Amsterdam, Belanda.58 Objektif dari Stichting adalah untuk mempromosikan konservasi alam dengan melakukan tugasnya, antara lain:

(1) mengkoordinir national organizations dalam pelaksanaan objective mereka,

(2) untuk meminjamkan bantuan bila diperlukan, dan untuk melayani semua kepentingan mereka di arti luas; serta (3) melakukan semua tugas-tugas lain untuk

56 Greenpeace, Greenpeace Worlwide dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/worldwide diakses pada 16 Januari 2017. 57 Greenpeace, Greenpeace Structure and Organization dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/how-is-greenpeace-structured/ diakses pada 16 Januari 2017. 58 Greenpeace, Stichting Greenpeace Council: Rules of Procedure (2016) dari http://www.greenpeace.org/international/Global/international/publications/greenpeace/2014/S GC-Rules-of-Procedure.pdf diakses pada 16 Januari 2017.

24

mencapai objektif-nya.59 Stichting juga memiliki anggota yang terdiri dari tiga jenis organisasi, antara lain:60

a. Organisasi Nasional: ini adalah lembaga-lembaga nasional yang diakui oleh

resolusi Board of the Stichting yang disahkan melalui konsensus pada rapat di

mana seluruh anggota Board of the Stichting hadir;

b. Organisasi Regional: Lembaga yang beroperasi di lebih dari satu negara,

diakui oleh resolusi Board of the Stichting yang disahkan melalui konsensus

pada rapat di mana seluruh anggota Board of the Stichting hadir. Organisasi

Regional memiliki hak dan tanggungjawab yang sama dengan Organisasi

Nasional;

c. Organisasi Kandidat: ini adalah anggota yang diakui oleh Board of the

Stichting sebagai Organisasi Kandidat.

4. Status Greenpeace di dalam Sistem PBB

NGO telah aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan di PBB sejak didirikan pada tahun 1945, dengan berkontribusi dalam kegiatan-kegiatan PBB termasuk penyebaran informasi, peningkatan kesadaran, pengembangan edukasi, advokasi kebijakan, proyek operasional bersama, partisipasi dalam proses antar-pemerintah, serta kontribusi jasa dan keahlian teknis.61 Pasal 71 dari Piagam PBB, yang membentuk UN Economic and Social Council (ECOSOC), menyatakan bahwa:

“ECOSOC dapat membuat sistem pengaturan yang sesuai untuk konsultasi dengan organisasi-organisasi non-pemerintah yang fokus pada isu-isu dalam

59 Greenpeace, Stichting Greenpeace Council. 60 Greenpeace, Stichting Greenpeace Council. 61 UN, Working with ECOSOC: An NGOs Guide Consultative Status (New York: UN, 2011), Hal. 1

25

kewenangan ECOSOC.”62 Pasal tersebut membuka pintu untuk memberikan pengaturan yang sesuai untuk konsultasi dengan organisasi-organisasi non- pemerintah. Hubungan konsultatif dengan ECOSOC diatur pada Resolusi

ECOSOC 1996/31, yang menguraikan persyaratan untuk status konsultatif, hak dan kewajiban dari NGO di status konsultatif, prosedur untuk penarikan atau penangguhan status konsultatif, peran dan fungsi Komite ECOSOC terhadap

NGO, serta tanggungjawab dari Sekretariat PBB dalam mendukung hubungan konsultatif.63 Pada tahun 1946, setidaknya sebanyak 41 NGO diberikan status konsultatif oleh ECOSOC, kemudian, pada tahun 1992 lebih dari 700 NGO telah mendapatkan status konsultatif dan jumlahnya terus meningkat hingga lebih dari

3.400 organisasi pada saat ini.64

Adapun NGO yang telah memiliki status konsultatif dapat berkontribusi dengan menggunakan keahlian dan pengalamannya di dalam sistem PPB, antara lain: (1) menyediakan analisis pakar terkait suatu isu langsung dari pengalaman di lapangan; berperan sebagai early warning agent; (2) membantu pengawasan dan pelaksanaan perjanjian internasional; (3) membantu peningkatan kesadaran publik tentang isu-isu yang relevan; (4) memainkan peran besar dalam memajukan tujuan dan sasaran PBB; (5) berkontribusi dengan informasi penting di acara-acara organisasi. Selain itu, ECOSOC juga memberikan kesempatan NGO yang telah memiliki status konsultatif untuk mendapatkan akses, antara lain: (a) menghadiri

62 UN, Working with ECOSOC, Hal. 1 63 UN, Economic and Social Council Resolution 1996/31: Consultative Relationship Between the United Nations and Nongovernmental Organizations dari http://www.un.org/documents/ecosoc/res/1996/eres1996-31.htm diakses pada 10 Mei 2016. 64 UN, Working with ECOSOC, Hal. 2

26

konferensi dan acara internasional; (b) membuat laporan tertulis dan lisan di acara internasional; (c) menyelenggarakan side event; (d) akses ke kantor-kantor PBB; serta (e) memiliki kesempatan untuk menambah jaringan dan melakukan lobi. 65

Status yang diberikan kepada NGO pun dibagi menjadi tiga kategori, antara lain:66 (1) General Consultative Status, yang dapat diajukan oleh organisasi yang wilayah kerjanya melingkupi sebagian besar dari agenda ECOSOC, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi substantif dan secara berkelanjutan, di mana keanggotaannya secara luas mewakili mayoritas masyarakat di banyak negara di berbagai wilayah di dunia; (2) Special Consultative Status, yang dapat diajukan oleh organisasi yang memiliki kompetensi dan lingkup kerja yang terbatas pada beberapa bidang khusus dalam kegiatan ECOSOC; (3) Roster

Consultative Status, dapat diajukan oleh organisasi yang tidak memenuhi kriteria di atas, namun dapat memberikan kontribusi dalam satu kesempatan yang berguna bagi pekerjaan ECOSOC.67

Greenpeace yang merupakan salah satu NGO yang telah mendapatkan

“General Consultative Status” pada tahun 1998 di dalam daftar milik ECOSOC68 yang memungkinkan beberapa partisipasi langsung dalam proses perundingan

65 UN, Working with ECOSOC, Hal. 7 66 Hak istimewa dari tiga jenis status konsultatif dari ECOSOC tersedia di Lampiran 1. 67 Jurij Daniel Aston, The United Nations Committee on Non-Governmental Organizations: Guarding the Entrance to A Politically Divided House dalam (European Journal of International Law, 2001) Hal. 947 68 UN, List of Non-Governmental Organizations in Consultative Status with the Economic and Social Council as of 1 September 2014 (2014) dari http://csonet.org/content/documents/E-2014- INF-5%20Issued.pdf diakses pada 10 Mei 2016.

27

antar-pemerintah.69 Di dalam Resolusi ECOSOC 31 Tahun 1996 (ECOSOC/Res

E/2996/31), pada Bagian IV: Cosultation with the Council, 70 menjelaskan NGO yang telah terakreditasi sebagai “General Consultative Status” mendapat hak, antara lain:71

 Mengirimkan delegasi untuk menghadiri pertemuan internasional;

 Menyampaikan laporan tertulis dalam penyelenggaraan sidang;

 Membuat pernyataan lisan;

 Menemui delegasi resmi pemerintah dan perwakilan NGO lainnya;

 Mengatur dan menghadiri acara paralel yang berlangsung selama

penyelenggaraan sidang;

 Berpartisipasi dalam debat, dialog interaktif, diskusi panel, dan pertemuan

informal.

B. Profil Kampanye Laut Greenpeace

1. Pencapaian Kampanye Perlindungan Laut Greenpeace

a. Menghentikan Ujicoba Nuklir Perancis di Pasifik Selatan

Perancis, yang menolak untuk meratifikasi Partial Test Ban Treaty pada tahun 1963 bersama dengan India dan Cina, mulai melakukan ujicoba nuklir atmosfer-nya di Atoll Moruroa dan Kepulauan Fangataufa di Polinesia Perancis pada tahun 1963.72 Oleh karena itu, dalam upayanya untuk menghentikan ujicoba

69 Aline Baillat, NGO Status at the UN (2000) dari https://www.globalpolicy.org/ngos/links-and- resources-on-ngos/31833-ngo-status-at-the-un.html diakses pada 10 Mei 2016. 70 UN, Economic and Social Council Resolution 1996/31. 71 UN, Working with ECOSOC, Hal. 11 72 Bruce E. Barnes, The French Nuclear Test in The South Pacific: Case Study of An International Environmental Dispute (Honolulu: Program on Conflict Resolution University of Hawai’i at Manoa, 1987) Hal. 2

28

tersebut, Greenpeace kembali melakukan pelayaran yang dilakukan oleh David

McTaggart dengan menggunakan yacht-nya, yaitu 'Vega.‟73 Di dalam pelayarannya, Ann-Marie Horne bertugas untuk merekam misi tersebut dengan menggunakan kamera tersembunyi, yang berhasil merekam aksi penganiayaan oleh para personil militer Perancis kepada McTaggart dan kru-nya, Nigel Ingram, yang kemudian disebarkan secara luas dan berhasil mempengaruhi opini publik terhadap ujicoba nuklir Perancis.74

Atas tindakan penganiayaan tersebut, McTaggart pun menjalani proses pengadilan panjang melawan pemerintah Perancis, hingga akhirnya, pada tahun

1974, McTaggart memenangkan kasusnya, di mana keputusan pengadilan

Perancis menyatakan bahwa pemerintah Perancis terbukti bersalah. Pada tahun yang sama pula, Perancis mengumumkan bahwa mereka akan mengakhiri program ujicoba nuklir atmosfer-nya.75 Perancis akhirnya menghentikan ujicoba nuklir secara keseluruhan pada Februari 1996 dan menandatangani Non-

Proliferation Treaty (NPT) pada 1 Mei 1996.76

b. Menghentikan Perburuan dan Perdagangan Paus

Pada tahun 1970, jumlah total paus biru, paus humpback, dan spesies lainnya, menurun menjadi kurang secara drastis. Banyaknya kapal pemburu yang dilengkapi dengan tombak harpoon menjadi penyebab dari pembantaian populasi

73 Greenpeace, 1974 - France Ends Atmospheric Nuclear Tests in the South Pacific dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/history/Victories-timeline/nuclear-testing/ diakses pada 21 Maret 2017. 74 Erwood, The Greenpeace Chronicles, Hal. 24-25 75 Greenpeace, 1974 - France Ends Atmospheric Nuclear Tests in the South Pacific. 76 Tish Falco, French Nuclear Test in South Pacific dari http://mandalaprojects.com/ice/ice- cases/mururoa.htm diakses pada 21 Maret 2017.

29

paus di dunia.77 Oleh karena itu, Greenpeace meluncurkan kampanye anti- perburuan ikan paus pada tahun 1973.78 Kemudian, pada Juni 1975, dengan menggunakan Phyllis Cormack, Greenpeace mengkronfontir armada kapal pemburu paus Rusia di dekat pesisir California.79 Dokumentasi dari aksi tersebut pun langsung dipublikasikandan menciptakan kesadaran publik tentang realitas perburuan paus secara komersil hingga membuat opini publik untuk menentang industri pemburu paus.80

Ketika aksi penghadangan dan pengambilan dokumentasi yang dilakukan di laut, Greenpeace berkampanye di seluruh dunia untuk menghimpun dukungan publik di darat, dengan cara menyebarkan selebaran dan mengumpulkan petisi untuk mendesak pemerintah nasional untuk merespon tekanan internasional tersebut.81 Upaya lobi terbayar ketika pada tahun 1982, IWC akhirnya menyetujui pembentukan moratorium penangkapan ikan paus secara komersil yang mulai berlaku pada tahun 1986,82 meskipun hanya berlaku untuk perburuan paus komersial, sedangkan perburuan paus untuk kepentingan penelitian serta yang dilakukan oleh Suku Aborigin masih diperbolehkan.83

77 Erwood, The Greenpeace Chronicles, Hal. 64 78 Greenpeace, 1982 - Moratorium Puts an End to Commercial Whaling dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/history/Victories-timeline/whaling- moratorium/ diakses pada 27 Maret 2017. 79 Summer Miller Walfish, Greenpeace Campaigns Against Whaling, 1975-1982 (2010) dari http://nvdatabase.swarthmore.edu/content/greenpeace-campaigns-against-whaling-1975-1982 diakses pada 27 Maret 2017. 80 Erwood, The Greenpeace Chronicles, Hal. 64 81 Erwood, The Greenpeace Chronicles, Hal. 64 82 IWC, Catch Limits and Catches Taken dari https://iwc.int/catches diakses pada 27 Maret 2017. 83 SBS, At-A-Glance: Whaling Moratorium (2010) dari http://www.sbs.com.au/news/article/2010/06/21/glance-whaling-moratorium diakses pada 27 Maret 2017.

30

c. Melindungi Antartika dari Eksploitasi

Pada awal tahun 1980, ancaman eksploitasi komersial dari ekosistem ini tampak besar,84 akibat dari informasi cadangan minyak dan batubara serta kandungan mineral yang berada di Antartika85 yang membuat pemerintah dan perusahaan berbaris untuk memulai eksplorasi.86 Oleh karena itu, Greenpeace mulai meluncurkan kampanye Antartica World Park pada tahun 1983. Pada tahun

1987, MV Greenpeace berlayar ke Antartika87 dan beberapa minggu kemudian, tim ekspedisi Greenpeace membangun 'World Park Antarctica Base' Di Cape

Evans, Pulau Ross,88 untuk mengekspos berbagai skandal yang dilakukan di sana.89 Di samping itu, Greenpeace dan Antarctic and Southern Ocean Coalition

(ASOC) juga berkampanye secara aktif menentang penandatanganan Convention on the Regulation of Antarctic Mineral Resource Activities (CRAMRA), berkoordinasi dengan Greenpeace NROs yang melobi pemerintah nasional mereka untuk mengambil posisi terhadap perlindungan Antartika serta menjaring dukungan dari orang-orang terkemuka.90

Pada akhirnya, berbagai upaya yang dilakukan oleh Greenpeace berhasil mendorong negara-negara untuk menghasilkan Protocol on Environmental

84 Erwood, The Greenpeace Chronicles, Hal. 88 85 Discovering Antarctica, Mineral Resources dari http://discoveringantarctica.org.uk/challenges/sustainability/mineral-resources/ diakses pada 27 Maret 2017. 86 Erwood, The Greenpeace Chronicles, Hal. 88 87 Greenpeace, 1991 - International Treaty Saves the Antarctic from Deadly Threat dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/history/Victories-timeline/Antarctic-Treaty/ diakses pada 27 Maret 2017. 88 Antarctic Treaty Secretariat, Greenpeace History in the Antarctic dari http://www.ats.aq/documents/ATCM25/ip/ATCM25_ip101_e.pdf diakses pada 27 Maret 2017. 89 Greenpeace, 1991 - International Treaty Saves the Antarctic from Deadly Threat. 90 Erwood, The Greenpeace Chronicles, Hal. 89

31

Protection to the Antarctic Treaty (Madrid Protocol) yang ditandatangani di

Madrid pada tahun 1991 dan mulai berlaku pada 1998 sebagai bentuk dari kesadaran yang tumbuh di antara negara-negara Antartika terkait kepentingan global terhadap lingkungan hidup Antartika.91

d. Menghentikan Pembuangan Limbah Radioaktif di Laut

Limbah yang dihasilkan pada setiap tahap siklus bahan bakar nuklir memiliki potensi berbahaya untuk ratusan ribu tahun lamanya. Namun, sejak tahun 1940-an, industri nuklir telah memilih laut lepas sebagai lokasi utana untuk membuang limbah mereka dan selama bertahun-tahun, negara diperbolehkan melakukan praktek ini seperti AS, Uni Soviet, Perancis, Inggris, Jerman, Swedia dan negara-negara lain yang menggunakan laut sebagai tempat pembuangan mereka, baik di Pasifik maupun di Atlantik.92 Hingga pada akhirnya, kapal MV

Greenpeace berhasil mendokumentasikan tiga kapal Rusia yang membuang limbah saat melakukan pengisian bahan bakar kapal selam bersenjata nuklir di sebelah barat Hokkaido dan tenggara Vladivostok,93 yang didokumentasikan dalam sebuah policy briefing berjudul “Russia's Radioactive Waste Crisis - The

Cold War's Red Hot Legacy” yang melaporkan bahwa dalam periode 1950-an

91 Australian Government: Departement of the Environment and Energy, Australian Antarctic Division: Leading Australia’s Antarctic Program dari http://www.antarctica.gov.au/law-and- treaty/history diakses pada 27 Maret 2017. 92 Remi Parmentier, Greenpeace and the Dumping of Wastes at Sea: A Case of Non-State Actors Intervention in International Affairs dalam International Negotitation Vol. 4 No. 3 (Hague: Kluwer Law International, 1999), Hal. 1 93 World Information Service on Energy, Russia Resumes Sea Dumping (1993) dari https://www.wiseinternational.org/nuclear-monitor/400-401/russia-resumes-sea-dumping diakses pada 27 Maret 2017.

32

hingga 1980-an, Rusia secara rahasia membuang 18 reaktor nuklir dari kapal selam dan kapal pemecah es sebanyak 2,5 juta curie limbah radiasi ke laut.94

Publikasi tersebut kemudian mampu membuat Jepang untuk menarik dukungannya terhadap aktivitas pembuangan limbah radioaktif di laut setelah mendapatkan tekanan publik atas aktivitas pembuangan limbah nuklir oleh Rusia di laut Jepang.95 Kemudian, AS juga beralih mengajukan pelarangan segala aktivitas pembuangan limbah nuklir berskala rendah, meskipun ditolak oleh

Perancis dan Inggris.96 Hingga pada akhirnya, pada November 1993, dengan adanya suara bulat dari negara-negara peratifikasi London Dumping Convention untuk mengadopsi amandemen yang melarang segala pembuangan dan pembakaran limbah industri di laut, serta dengan suara mayoritas melarang pembuangan limbah radioaktif.97

2. Kampanye Perlindungan Laut Lepas “Ocean Sanctuaries” Greenpeace

Dalam menjalankan kampanye Ocean Sanctuaries, Greenpeace menggunakan tiga prinsip dasar, yaitu "don‟t take anything,” "don‟t brake anything,” dan "don‟t pollute anything.”98 Suaka laut atau oceans sanctuaries

94 Kristin Moody O’Grady, Nuclear Waste Dumping in the Oceans: Has the Cold War Taught Us Anything? dalam Natural Resources Journal, Vol. 35, No. 3 (1995) Hal. 697 95 Peter Hadfield dan Debora Mackenzie, Nuclear Dumping at Sea Goads Japan Into Action (1993) https://www.newscientist.com/article/mg14018980-500-nuclear-dumping-at-sea-goads-japan- into-action/ diakses pada 27 Maret 2017. 96 Melissa Healy, U.S. to Seek Ban on Ocean Dumping of Nuclear Waste (1993) dari http://articles.latimes.com/1993-11-04/news/mn-53260_1_nuclear-waste diakses pada 27 Maret 2017. 97 Parmentier, Greenpeace and the Dumping of Wastes at Sea, Hal. 6-7 98 Greenpeace, Ocean Sanctuaries dari http://www.greenpeace.org/international/en/campaigns/oceans/marine-reserves/ diakses pada 25 April 2016.

33

yang diajukan oleh Greenpeace merupakan salah satu jenis dari kawasan laut lindung atau marine protected areas (MPAs). Dalam hal melindungi lingkungan laut, suaka laut menawarkan tingkat perlindungan tertinggi, layaknya taman nasional di laut. Suaka laut juga tertutup untuk semua pemanfaatan ekstraktif, seperti perikanan dan pertambangan, juga untuk kegiatan industri dan pembuangan limbah. Greenpeace menyerukan suaka laut global berskala besar untuk menutupi sekitar 40% permukaan laut dunia, yang memiliki zona inti di mana tidak ada aktivitas manusia yang diizinkan, misalnya wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah referensi ilmiah atau wilayah di mana terdapat habitat atau spesies yang sangat sensitif.99

UNCLOS menyediakan kerangka dasar konstitusi untuk tata kelola lautan global. Sampai saat ini, Implementing Agreement Part XI UNCLOS mengenai seabed mining100 dan United Nations Fish Stocks Agreement (UNFSA)101 merupakan perjanjian pelaksanaan atas prinsip utama yang terdapat dalam

UNCLOS.102 Oleh karena itu, Greenpeace menyerukan kepada PBB untuk membuat perjanjian pelaksanaan UNCLOS ketiga atau yang disebut dengan UN

Ocean Biodiversity Agreement, yaitu sebuah kesepakatan komprehensif dan mengikat secara hukum yang akan menerapkan ketentuan-ketentuan UNCLOS, yang mewajibkan negara-negara untuk mengambil langkah-langkah khusus untuk

99 Greenpeace, Black Holes in Deep Ocean Space: Closing the Legal Voids in High Seas Biodiversity Protection (Amsterdam: Greenpeace, 2008), Hal. 7 100 Dikenal dengan Agreement relating to the Implementation of Part XI of the UNCLOS. 101 Dikenal dengan Agreement for the Implementation of the Provisions of the UNCLOS of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks. 102 Greenpeace, Black Holes in Deep Ocean Space, Hal. 4

34

melindungi keanekaragaman hayati di laut lepas. Selain untuk menyelaraskan mandat kelembagaan dan meningkatkan koordinasi, perjanjian pelaksanaan ini akan memfasilitasi pembentukan jaringan suaka laut global di laut lepas. Pada perjanjian tersebut diharapkan juga akan membentuk "interpol lautan,” sebuah badan pemantauan, pengendalian, dan penegakan hukum terpusat.103

Greenpeace menambahkan, bahwa sistem peraturan pada lautan internasional yang ada saat ini tidak mencakup perlindungan keanekaragaman hayati di laut lepas secara eksplisit dan komprehensif, antara lain: (1) sekalipun terdapat banyak komitmen, seringkali ada kekurangan political will untuk menjamin kesejahteraan kehidupan laut jangka panjang daripada kepentingan negara jangka pendek; (2) minimnya sanksi atas ketidakpatuhan negara; keanggotaan negara terhadap perjanjian internasional bersifat terbatas dan negara non-anggota tidak diwajibkan untuk mematuhi tindakan konservasi dan pengelolaan; (3) kurangnya koordinasi di antara instrumen yang relevan; kurangnya peraturan yang jelas untuk mengatur akses dan pembagian keuntungan yang berasal dari sumber daya genetik (MGRs) di laut lepas; (4) kurangnya perangkat pelaksanaan yang memadai seperti mandat untuk menetapkan suaka laut (no-take zones) di luar wilayah yurisdiksi nasional; (5) serta tidak dilakukannya fungsi pemantauan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan ekstraktif dan berpotensi mencemari, terutama penangkapan ikan di laut lepas.104

103 Greenpeace, Black Holes in Deep Ocean Space, Hal. 4 104 Greenpeace, Black Holes in Deep Ocean Space, Hal. 4

35

Selain mengadopsi langkah-langkah jangka pendek, Greenpeaace memandang penting untuk merevisi sistem tata kelola laut saat ini untuk mencapai tujuan konservasi UNCLOS dan CBD dalam jangka menengah dan jangka panjang, perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS harus mencantumkan:105

 Mandat eksplisit untuk perlindungan, konservasi, dan pemanfaatan

berkelanjutan keanekaragaman hayati di luar wilayah yurisdiksi nasional;

 Perangkat implementasi, seperti mekanisme untuk membuat, memantau, dan

mengendalikan suaka laut global; dan untuk melakukan environmental impact

assessments (EIAs) dan upayac impact assessments (SEAs) di luar wilayah

yurisdiksi nasional;

 Harmonisasi dan koordinasi antara instrumen yang relevan atau badan

regional, internasional, dan antar-pemerintah;

 Mekanisme akses dan pembagian keuntungan yang adil atas pemanfaatan

sumber daya genetik (MGRs); dan

 Sistem pemantauan, pengendalian dan kepatuhan terpusat dengan daftar dan

database semua kapal penangkap ikan di laut lepas.

105 Greenpeace, The Need for A High Seas Biodiversity Agreement: No More “Wild West” Oceans (Amsterdam: Greenpeace, 2013), Hal. 4

36

BAB III PROSES NEGOSIASI PEMBENTUKAN UN OCEAN BIODIVERSITY AGREEMENT DI DALAM PERTEMUAN INTERNASIONAL PBB

Pada Bab 3 ini dijelaskan bagaimana proses pembentukan negosiasi perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS ketiga yang dikenal dengan UN Ocean

Biodiversity Agreement, baik di dalam pertemuan Kelompok Kerja BBNJ maupun di dalam pertemuan internasional lainnya. Bab 3 ini juga menjelaskan bagaimana perubahan posisi beberapa negara yang awalnya menentang pembentukan perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS hingga akhirnya pada sidang ke-69,

Majelis Umum berhasil mengadopsi rekomendasi dari Kelompok Kerja BBNJ menjadi Resolusi MU 69/292 Tahun 2015 melalui konsesus.

A. Profil Kelompok Kerja Biodiversity on Beyond National Jurisdiction (BBNJ)

1. Pembentukan Kelompok Kerja BBNJ

Diskusi yang mengarah ke pertanyaan terkait keanekaragaman hayati di luar wilayah yurisdiksi nasional (BBNJ) telah dimulai beberapa tahun yang lalu. Di antara tonggak penting diskusi ini dimulai pada CoP kedua CBD di Jakarta pada bulan November 1995 yang mengadopsi Keputusan II/10, meminta Sekretaris

Eksekutif untuk melakukan studi mengenai hubungan antara CBD dan UNCLOS mengenai konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya genetik di laut dalam.106 Selanjutnya, pada tahun 2002, Majelis Umum PBB menyerukan organisasi antar-pemerintah termasuk FAO, Sekretariat CBD, dan Sekretariat

106 Gulardi Nurbintoro dan Haryo Budi Nugroho, Biodiversity Beyond National Jurisdiction: Current Debate and Indonesia’s Interest dalam Indonesia Law Review (Depok: Universitas Indonesia, 2016), Hal. 294

37

PBB untuk mempertimbangkan penyelesaian mendesak untuk mengintegrasikan dan meningkatkan pengelolaan risiko terhadap keanekaragaman hayati laut lepas di bawah UNCLOS. Seruan ini disampaikan kembali pada tahun 2003, melalui permintaan Majelis Umum PBB untuk sebuah laporan termasuk berbagai pendekatan potensi dan perangkat untuk melindungi dan mengelola laut lepas.107

Kemudian, negara-negara anggota CBD merespon pada Februari 2004, yang secara khusus meminta Majelis Umum PBB dan IGO lainnya untuk mengambil langkah-langkah jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang diperlukan untuk mengatasi maupun mencegah praktek-praktek perusakan laut lepas, seperti larangan sementara praktek perusakan yang berdampak terhadap keanekagaraman hayati laut yang difokuskan pada area laut dalam yang bersifat rentan dengan cara membuat moratorium penggunaan pukat dasar laut dalam.108

Pada tahun 2004, telah muncul pengakuan negara-negara akan pentingnya perlindungan laut lepas pada World Summit on Sustainable Development

(WSSD).109 Pada tahun yang sama, di dalam sidang Majelis Umum PBB ke-59 pada 17 November 2004,110 tepatnya pada rapat pleno ke-56, berhasil menghasilkan dua resolusi yang menjadi proses awal untuk melestarikan keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional. Resolusi pertama

107 Duncan E.J. Currie, Protecting the Deep Sea Under International Law: Legal Options for Addressing High Seas Bottom Trawling (Amsterdam: Greenpeace, 2004), Hal. 3 108 Currie, Protecting the Deep Sea Under International Law, Hal. 3 109 Callum M. Roberts, dkk., Roadmap to Recovery: A Global Network of Marine Reserves (York: University of York, 2006), Hal. 11 110 UN, General Assembly, Concered About World’s Marine Ecosystems, Adopt Texts on Law of Sea, Sustainable Fisheries (2004) dari http://www.un.org/press/en/2004/ga10299.doc.htm diakses pada 1 April 2017.

38

yaitu Resolusi MU 59/25 Tahun 2004 (A/RES/59/25)111 yang diadopsi melalui konsensus, yang menunjukkan perhatian Majelis Umum PBB pada kegiatan overfishing yang mengganggu stok dan migrasi ikan di berbagai wilayah di dunia.112 Selain itu, sidang tersebut juga menghasilkan Resolusi MU 59/24 Tahun

2004 (A/RES/59/24)113 yang diadopsi melalui proses voting dengan didukung oleh 141 negara, ditentang oleh 1 negara (Turki), dan 2 negara memutuskan untuk abstain (Kolombia dan Venezuela).114

2. Fungsi dan Tugas Kelompok Kerja BBNJ

Berdasarkan Resolusi Majelis Umum 60/30, dua Co-Chairpersons ditunjuk oleh Presiden Majelis Umum, dalam konsultasi dengan negara anggota dan memperhitungkan kebutuhan untuk perwakilan dari negara-negara maju dan berkembang, untuk mengkoordininir pertemuan Kelompok Kerja BBNJ. Co-

Chairpersons menguraikan format untuk diskusi dan memfasilitasi pekerjaan

Working Group, sesuai dengan aturan prosedur dan praktek Majelis Umum.

Berdasarkan paragraf 79 dari Resolusi MU 60/30 menjelaskan bahwa pertemuan

Kelompok Kerja BBNJ akan dilakukan melalui sidang pleno, yang akan terbuka untuk semua negara anggota PBB dan semua negara anggota Konvensi, dengan aktor lain diundang sebagai pengamat sesuai dengan praktek PBB, dan memberi

111 UN, General Assembly Resolution 59/25 (2004) dari http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/59/25 diakses pada 1 April 2017. 112 UN, General Assembly, Concered About World’s Marine Ecosystems, Adopt Texts on Law of Sea, Sustainable Fisheries (2004) dari http://www.un.org/press/en/2004/ga10299.doc.htm diakses pada 1 April 2017. 113 UN, General Assembly Resolution 59/24, Paragraf 73 (2004) dari http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/59/24 diakses pada 1 April 2017. 114 UN, General Assembly, Concered About World’s Marine Ecosystems, Adopt Texts on Law of Sea, Sustainable Fisheries (2004) dari http://www.un.org/press/en/2004/ga10299.doc.htm diakses pada 1 April 2017.

39

catatan bahwa pertemuan tersebut dapat dilakukan dalam sesi tertutup, jika sesuai.115

Berdasarkan paragraf 73 dari Resolusi MU 59/24, Majelis Umum memutuskan bahwa Kelompok Kerja BBNJ akan mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional yang memiliki empat tugas Kelompok Kerja, antara lain; (1) meninjau aktivitas-aktivitas PBB dan organisasi internasional lainnya yang berkaitan dengan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional pada masa lalu maupun sekarang; (2) melakukan pengujian pada aspek ilmiah, teknis, ekonomi, hukum, lingkungan, sosial ekonomi dan aspek lain dari masalah tersebut; (3) mengidentifikasi masalah-masalah kunci dan pertanyaan- pertanyaan yang dapat memfasilitasi pertimbangan negara dalam permasalahan tersebut melalui studi-studi latar belakang yang lebih rinci; serta (4) mengajukan pilihan-pilihan dan pendekatan-pendekatan yang mempromosikan kerjasama dan koordinasi internasional terkait upaya konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional.116 Laporan dari

Co-Chairpersons akan dilaporkan pada sidang Majelis Umum, dalam bentuk adendum untuk dilaporkan kepada Secretary General on oceans and the law of the sea untuk mengidentifikasi isu-isu kunci dan pertanyaan dari studi latar

115 UN, Report of the Ad Hoc Open-ended Informal Working Group to Study Issues Relating to the Conservation and Sustainable Use of Marine Biological Diversity Beyond Areas of National Jurisdiction, Appendix 1, Para. 1 (2006) dari https://documents-dds- ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N06/277/50/PDF/N0627750.pdf?OpenElement diakses pada 5 Maret 2017. 116 UN, General Assembly Resolution 59/24, Para. 73.

40

belakang yang lebih rinci yang dapat memfasilitasi pertimbangan negara terhadap isu yang berkaitan dengan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional serta masalah yang membutuhkan perhatian lebih lanjut dari perspektif kebijakan.117

B. Proses Negosiasi Pembentukan UN Ocean Biodiversity Agreement

1. Pertemuan Kelompok Kerja BBNJ

Karena pertemuan di dalam Working Group tidak disertai oleh dokumen pertemuan resmi, sehingga dokumen-dokumen mengenai pertemuan Kelompok

Kerja BBNJ yang dipublikasikan oleh PBB hanya berbentuk Letter from the Co-

Chairpersons of the Ad Hoc Open ended Informal Working Group to the

President of the General Assembly yang tidak merinci proses diskusi dan perdebatan yang terjadi beserta para pihak yang mengajukan dan merespon berbagai isu selama pertemuan Kelompok Kerja BBNJ.118 Oleh karena itu, skripsi ini mereferensi Earth Negotiations Bulletin (ENB),119 yaitu buletin yang melaporan diskusi dalam pertemuan Kelompok Kerja BBNJ secara lengkap yang dipublikasi oleh International Institute for Sustainable Development (IISD).120

117 UN. Report of the Ad Hoc Open-ended Informal Working Group, Appendix 1, Paragraf 6-9. 118 UN, Ad Hoc Open-ended Informal Working Group to Study Issues Relating to the Conservation and Sustainable Use of Marine Biological Diversity Beyond Areas of National Jurisdiction dari http://www.un.org/Depts/los/biodiversityworkinggroup/biodiversityworkinggroup.htm diakses pada 6 Maret 2017. 119 IISD, Earth Negotiations Bulletin (ENB) dari http://enb.iisd.org/enb/ diakses pada 6 Maret 2017. 120 Posisi lengkap dari aliansi / blok maupun negara selama pertemuan pertama hingga terakhir Working Group BBNJ tersedia di Lampiran 6 dan Lampiran 7.

41

a. Pertemuan Pertama (13 - 17 Februari 2006) 121

Pada pertemuan Kelompok Kerja BBNJ pertama, terdapat banyak perdebatan di antara negara partisipan yang membentuk posisi yang beragam dan prioritas pada banyak isu. Salah satu isu utama adalah pertanyaan tentang status hukum sumber daya genetik (MGRs), yaitu apakah tunduk pada prinsip kebebasan pada laut lepas (Freedom of the High Seas) atau rezim warisan bersama untuk umat manusia (Common Heritage of Mankind). Posisi bersama G-77/Cina memprioritaskan prinsip warisan bersama untuk umat manusia dengan menggarisbawahi bahwa manfaat dari MGRs tidak harus menjadi hak istimewa negara yang memiliki ekonomi dan teknologi maju, tetapi bersama dengan negara-negara berkembang melalui peraturan internasional baru. Di dalam blok

G-77/Cina, beberapa negara menganjurkan untuk memperluas mandat

International Seabed Authority (ISA), sementara negara lain mendukung untuk membentuk lembaga baru. Akan tetapi, posisi G-77/Cina terkait penerapan rezim warisan bersama untuk umat manusia untuk MGRs tidak mendapat dukungan dari negara lain. AS dan Jepang menolak penerapan UNCLOS Bagian XI (Area) terhadap MGRs, dengan alasan bahwa rezim ini hanya berlaku untuk sumber daya mineral, sedangkan Uni Eropa juga tidak mendukung penerapan UNCLOS Bagian

XI ataupun rezim laut lepas untuk MGRs di luar wilayah yurisdiksi nasional, melainkan lebih menyoroti kebutuhan untuk memperjelas status hukumnya.

121 IISD, Summary of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 13-17 February 2006 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 25 (IISD, 2006) dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2525e.pdf diakses pada 6 April 2017.

42

Isu lain yang muncul selama diskusi adalah "kesenjangan implementasi," yaitu belum memadainya pelaksanaan perjanjian dan mekanisme yang telah ada dan kontraposisi atau koeksistensi terhadap "kesenjangan tata kelola" yang menggambarkan kebutuhan dibentuknya instrumen internasional baru untuk mengatur isu-isu yang belum diatur. Uni Eropa menegaskan bahwa dua kesenjangan tersebut perlu ditangani secara bersamaan, dan mengajukan proposal untuk perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS baru, terutama berfokus pada kawasan laut lindung (MPAs) di laut lepas, untuk mengisi kesenjangan tata kelola.

Didukung oleh NGO, yang juga berfokus pada praktik penangkapan ikan yang merusak dan pembentukan sebuah lembaga pengawas. Ide perjanjian pelaksanaan baru juga mendapatkan perhatian dari negara Australia, Kanada, dan Selandia

Baru. Di lain pihak, proposal UE tersebut tidak mendapatkan perhatian dari G-

77/Cina, dikarenakan proposal tersebut sedikit atau bahkan tidak membahas tentang isu MGRs yang merupakan prioritas bagi negara-negara berkembang. Ide perjanjian pelaksanaan baru juga ditentang oleh AS, Jepang, Korea Selatan,

Norwegia, dan Islandia, yang meragukan proses panjang dan ketidakpastian dalam negosiasi instrumen internasional baru dan berpendapat bahwa implementasi penuh dari perjanjian yang telah ada cukup untuk mengatasi ancaman yang paling mendesak terhadap keanekaragaman hayati laut.

Isu utama ketiga dari pertemuan tersebut adalah kebutuhan untuk berfokus pada langkah-langkah jangka pendek untuk mengatasi ancaman yang paling mendesak bagi keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional.

Dalam hal ini, di awal pertemuan para delegasi sepakat bahwa illegal,

43

unregulated, and unreported (IUU) fishing dan praktik penangkapan ikan destruktif merupakan ancaman utama bagi keanekaragaman hayati laut. Oleh karena itu, Meksiko, Selandia Baru, Uni Eropa, IUCN, dan Greenpeace menyerukan langkah-langkah mendesak. Palau, yang didukung oleh NGO, menyerukan untuk secepatnya menerapkan moratorium terhadap penggunaan pukat dasar laut dalam (high seas bottom-trawling) yang belum diatur dan menyoroti ketidakmampuan Regional Fisheries Management Organizations

(RFMO) untuk mengatur praktik tersebut yang dilakukan oleh kapal berbendera negara non-anggota RFMO. Selain itu, Kanada mengajukan reformasi RFMO dan peninjauan UNFSA sebagai langkah-langkah jangka pendek yang pragmatis.

Dengan demikian, kesimpulan dari Kelompok Kerja BBNJ adalah pengakuan perlunya tindakan segera untuk melestarikan keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional.

b. Pertemuan Keempat (31 Mei - 3 Juni 2011)122

Di awal pertemuan keempat ini, para delegasi menyampaikan masukan mereka pada unsur-unsur substantif yang diperlukan untuk memastikan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan BBNJ, yang menyajikan ide-ide baru dan mengungkapkan kemauan bersama untuk menyepakati perlunya “pedoman, aturan, atau mekanisme,” seperti yang ditegaskan oleh Selandia Baru akan pentingnya kerjasama di antara anggota pertemuan tersebut.

122 IISD, Summary The Fourth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 31 May - 3 June 2011 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 70 (IISD, 2011) dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2570e.pdf diakses pada 6 April 2017.

44

G-77/Cina dan Uni Eropa yang telah bersatu pada pertemuan ketiga untuk mendorong perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS, pada pertemuan kali ini mereka juga lebih menyatu pada kebutuhan untuk menghasilkan “paket” isu-isu yang akan dibahas pada kepentingan yang sama. Oleh karena itu, G-77/Cina mulai mengadopsi gagasan „pembagian keuntungan,‟ yang merupakan gagasan dari UE pada pertemuan sebelumnya, dibandingkan dengan terus menekankan prinsip warisan bersama untuk umat manusia, dan menyatakan dukungan terhadap tindakan konservasi, yang juga menjadi prioritas UE. Uni Eropa tidak hanya tetap mendukung pembagian keuntungan dari MGRs yang merupakan prioritas negara- negara berkembang, tetapi juga mendukung dibentuknya rezim internasional tentang akses MGRs. NGO yang hadir pun menyambut terbentuknya aliansi ini, terutama karena mereka telah mengusulkan perjanjian pelaksanaan sebagai keputusan.

Akan tetapi, aliansi yang juga terbentuk pada pertemuan tahun 2010

(Jepang, Islandia, AS, Kanada dan Rusia) tetap menentang perjanjian pelaksanaan baru dan gagasan untuk membatasi penelitian ilmiah kelautan (MSR) dengan membentuk rezim akses dan pembagian keuntungan (ABS). Islandia dan

Norwegia secara pragmatis menunjuk institusi-institusi regional sebagai cara yang paling cepat untuk membuat kemajuan pada MPAs dan analisis dampak lingkungan (EIA), bersama Kanada yang juga menggarisbawahi manfaat dari kode etik secara sukarela dalam pelaksanaan MSR dan pembuatan „pilot sites‟ agar dapat menguji modalitas untuk identifikasi dan pengelolaan MPAs. AS juga mengajukan pendekatan yang sama untuk diadopsi dalam pembahasan sektor

45

perikanan dasar laut pada MPAs dan meminta kepada Majelis Umum untuk mendorong dan memantau kemajuan pengelolaan MPAs oleh negara maupun

RFMO berdasarkan pedoman internasional, seperti pekerjaan ecologically and biologically sensitive areas (EBSAs) di bawah CBD.

Menjelang akhir pertemuan, terlihat tanda-tanda kompromi muncul dari UE,

G-77/Cina, dan Meksiko yang telah sepakat akan pengembangan perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS; Islandia menerima gagasan pembagian keuntungan; dan AS menerima gagasan untuk dilakukannya transfer teknologi dan pembangunan kapasitas, serta pengembangan dari perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS. Hingga pada akhirnya, pertemuan Kelompok Kerja BBNJ keempat berhasil menghasilkan “paket 2011” yang direkomendasikan kepada

Majelis Umum bahwa kerangka hukum untuk konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan BBNJ secara efektif membahas: MGRs, termasuk pertanyaan mengenai pembagian keuntungan, tindakan seperti perangkat manajemen berbasis wilayah (ABMTs), termasuk MPAs, EIA, pembangunan kapasitas dan transfer

teknologi kelautan.

c. Pertemuan Kesembilan (20 - 23 Januari 2015)123

Pada awal pertemuan kesembilan Kelompok Kerja BBNJ, para delegasi membuat pernyataan umum. Afrika Selatan, atas nama G-77/Cina, menekankan: kesenjangan hukum dalam ketentuan UNCLOS tentang ABS dari MGRs; warisan bersama untuk umat manusia sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional

123 IISD, Summary The Ninth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 20-23 January 2015 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 94 (IISD, 2015) dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2594e.pdf diakses pada 6 April 2017.

46

dan prinsip untuk perjanjian pelaksanaan baru; dan isu-isu yang telah ditetapkan dalam paket 2011. Maroko, atas nama African Group, berpendapat bahwa adopsi perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah eksploitasi BBNJ. Trinidad and Tobago, atas nama

Caribbean Community (CARICOM), menekankan perlunya perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS yang dibentuk berdasarkan prinsip warisan bersama untuk umat manusia dan memperkuat UNCLOS dengan mengatasi kesenjangan dalam pelaksanaan konservasi dan pemanfaatan MGRs di ABNJ.

Maladewa, atas nama Alliance of Small Island Developing States (AOSIS), mengingatkan bahwa sekarang adalah waktu untuk bertindak dan menyerukan peluncuran negosiasi formal perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS.

Italia, atas nama Uni Eropa, mendesak digelarnya konferensi antar- pemerintah sesegera mungkin dan, didukung oleh Singapura, mendesak konferensi tersebut harus menyelesaikan tugasnya dalam batas waktu yang telah disepakati. Maroko menyerukan digelarnya konferensi antar-pemerintah untuk menyusun instrumen hukum pada BBNJ, dengan menekankan bahwa paket 2011 telah disetujui oleh Majelis Umum dan tidak boleh dirubah. Jamaika mengatakan bahwa pertemuan kali ini merupakan momentum bagi Kelompok Kerja BBNJ untuk merekomendasikan mandat negosiasi formal terhadap perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS, dengan menggunakan pendekatan ekosistem, dan prinsip warisan bersama untuk umat manusia kepada Majelis Umum.

Meksiko menyarankan untuk menghasilkan konsensus di berbagai area tentang perlunya instrumen hukum baru dan hukum kebiasaan internasional, serta

47

menyerukan pendekatan pragmatis untuk negosiasi formal berdasarkan kerangka rezim hukum, efisiensi biaya, dan promosi insentif ekonomi. Kosta Rika menyarankan bahwa rekomendasi kepada Majelis Umum harus menyerukan konferensi antar-pemerintah, disertai dengan proses persiapan, berdasarkan paket

2011. Venezuela meminta perhatian terhadap negara-negara non-anggota

UNCLOS, dengan memberi catatan instrumen baru pada BBNJ bisa dikembangkan di bawah CBD.

Australia menyarankan untuk menghasilkan rekomendasi melalui konsensus yang jelas dan konkret kepada Majelis Umum untuk memberikan panduan ringkas tentang ruang lingkup dan parameter dari perjanjian pelaksanaan baru, serta pada proses dan batas waktu negosiasi yang inklusif dan transparan, termasuk proses persiapan untuk konferensi antar-pemerintah. Selandia Baru mengingatkan bahwa tekanan publik dan dampak kumulatif pada BBNJ telah meningkat, serta kesenjangan hukum dan fragmentasi dari kerangka hukum yang telah ada, menunjukkan perlunya perjanjian pelaksanaan baru.

Islandia menegaskan posisinya bahwa instrumen internasional yang baru harus berfokus pada kesenjangan hukum, seperti MGRs, dan menolak pembahasan ulang isu-isu yang sudah diatur pada rezim internasional yang telah ada, seperti isu perikanan. Kanada menyatakan bahwa negaranya mempertanyakan apakah peluncuran negosiasi pada instrumen baru adalah cara terbaik untuk segera mencapai hasil yang sebenarnya dan menyarankan negosiasi yang akan dilakukan harus dipandu oleh kebutuhan untuk menjaga balance of interests, dan hak-hak serta kewajiban yang ada, menghormati kerangka kerja regional dan sektoral yang

48

telah ada, langkah-langkah yang ditargetkan dan realistis berdasarkan pengetahuan ilmiah terbaik yang tersedia, menghindari proses birokrasi yang berlebihan untuk MSR, keikutsertaan para pemangku kepentingan dari para pemerintah, non-pemerintah, dan industri, serta jangka waktu yang cukup untuk mengelaborasikan pilihan secara keseluruhan.

Jepang menyatakan bahwa konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan BBNJ tidak harus mengganggu kerangka kerja internasional yang telah ada, sedangkan,

Rusia menyatakan keraguannya terkait kebutuhan dibentuknya perjanjian baru, dan menyarankan untuk mengecualikan sektor perikanan di laut lepas serta mengidentifikasi kesenjangan hukum terlebih dahulu sebelum negosiasi dimulai.

AS berpendapat bahwa kasus persuasif untuk perjanjian pelaksanaan baru belum dibuat, dengan alasan bahwa paket 2011 tidak lebih dari daftar topik potensial untuk dibahas lebih lanjut. Korea Selatan menegaskan bahwa konsensus belum dicapai pada beberapa isu, termasuk tentang cara untuk memastikan kesesuaian dengan instrumen dan badan yang telah ada tanpa mempengaruhi mandat mereka.

Pada akhirnya, di dalam pertemuan kesembilan Kelompok Kerja BBNJ ini, menghasilkan rekomendasi kepada Majelis Umum, antara lain:

 Memutuskan untuk mengembangkan sebuah instrumen yang mengikat secara

hukum internasional tentang BBNJ di bawah UNCLOS dan untuk itu,

sebelum mengadakan konferensi antar-pemerintah, memutuskan untuk

mendirikan sebuah PrepCom untuk membuat rekomendasi substantif kepada

Majelis Umum pada akhir 2017;

49

 Memutuskan, sebelum akhir sidang ke-72, dan dengan mempertimbangkan

laporan PrepCom, pada penyelenggaraan konferensi antar-pemerintah untuk

mempertimbangkan rekomendasi dari PrepCom dan menguraikan teks

instrumen yang mengikat secara hukum internasional di bawah UNCLOS;

 Memutuskan negosiasi akan membahas topik yang diidentifikasi dalam

“paket 2011” tentang pemanfaaatan konservasi dan berkelanjutan BBNJ

secara khusus, yaitu MGRs, termasuk pertanyaan pembagian keuntungan,

langkah-langkah seperti perangkat manajemen berbasis wilayah (ABMTs),

termasuk MPAs, EIAs, pembangunan kapasitas dan transfer teknologi

kelautan;

2. Pertemuan Internasional di Luar Kelompok Kerja BBNJ

a. UN Conference on Sustainable Development (KTT Rio+20) pada

20-22 Juni 2012

UN Conference on Sustainable Development (UNCSD) atau yang dikenal dengan KTT Rio+20 diselenggarakan pada 20-22 Juni 2012 di Rio de Janeiro,

Brazil. Selama tiga hari, pertemuan tersebut dihadiri oleh 191 Kepala Negara atau

Pemerintah, dan Wakil Presiden, Menteri dan kepala delegasi.124 Di dalam KTT

Rio+20 juga diselenggarakan debat yang membahas 20 poin isu, terkait: (1) identifikasi target waktu untuk memulihkan kesehatan, produktivitas, dan ketahanan lautan dan ekosistem laut; (2) bagaimana cara untuk merujuk pada

UNCLOS; (3) apakah untuk “menyetujui untuk memulai, sesegera mungkin,

124 Sustainable Development Knowledge Platform, United Nations Conference on Sustainable Development, Rio+20 dari https://sustainabledevelopment.un.org/rio20.html diakses pada 6 April 2017.

50

negosiasi, dalam kerangka kerja Majelis Umum PBB, perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS yang akan mengatur konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional;” (4) pembahasan sektor perikanan, termasuk referensi untuk tingkat stok, hasil yang berkelanjutan, dan karakteristik biologis; serta (5) pembahasan tentang subsidi.125

Akan tetapi, di dalam pertemuan tersebut, sekali lagi blok dari AS dan

Venezuela, yang didukung oleh Kanada, Rusia, dan Jepang, menolak untuk meluncurkan negosiasi formal sebagai tindaklanjut akhir dari perundingan

126 Kelompok Kerja BBNJ sejak tahun 2006. Oleh karena itu, hasil dari “Future We

Want” hanya menghasilkan keputusan yang salah satunya: mengakui pentingnya konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional dan pekerjaan yang sedang berlangsung di Kelompok

Kerja BBNJ, serta berkomitmen untuk mengatasi masalah ini, termasuk dengan mengambil keputusan tentang pengembangan perjanjian pelaksanaan di bawah

UNCLOS, sebelum akhir sidang Majelis Umum PBB ke-69.127

b. Sidang Majelis Umum PBB (19 Juni 2015)

Rekomendasi dari Kelompok Kerja BBNJ akhirnya diadopsi pada 19 Juni

2015, lebih awal dari jadwal yang ditargetkan oleh Rio+20 pada September

125 IISD, Summary of The United Nations Conference on Sustainable Development: 13-22 June 2012 dalam Earth Negotiation Bulletin Vol. 27 No. 51 (IISD, 2012) dari http://enb.iisd.org/download/pdf/enb2751e.pdf diakses pada 6 April 2017. 126 Sofia Tsenikli, Rio+20 Not the Oceans Summit but High Seas Protection Gains Support and Prominence (2012) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/rio20-not-the-oceans- summit-but-high-seas-pro/blog/41156/ diakses pada 6 April 2017. 127 IISD, Summary of The United Nations Conference on Sustainable Development.

51

2015,128 yaitu di dalam sidang Majelis Umum PBB ke-69, Majelis Umum menindaklanjuti rekomendasi dari Kelompok Kerja BBNJ terkait konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman laut di luar wilayah yurisdiksi nasional, Majelis Umum mengadopsi, melalui konsensus, Resolusi MU PBB

69/292 Tahun 2015 (A/RES/69/292) berjudul, “Development of An International

Legally-binding Instrument under the UNCLOS on the Conservation and

Sustainable Use of Marine Biological Diversity in Areas Beyond National

Jurisdiction”129

Di dalam resolusi tersebut, Majelis Umum PBB memutuskan untuk membentuk Preparatory Committee (PrepCom), sebelum penyelenggaraan konferensi antar-pemerintah, yang bertugas untuk menyiapkan rekomendasi substantif mengenai elemen-elemen dari rancangan teks instrumen internasional yang mengikat secara hukum di bawah UNCLOS, yang akan dilaporkan kembali pada akhir 2017 kepada Majelis Umum PBB.130 Hingga pada akhirnya, sebelum sidang Majelis Umum PBB ke-72, atau hingga September 2018, Majelis Umum

PBB akan menentukan penyelenggaraan konferensi antar-pemerintah, beserta penentuan waktu penyelenggaraannya, untuk merundingkan dan memfinalisasi teks dari perjanjian baru tersebut.131

128 High Seas Alliance, UN General Assembly Adopts Resolution to Develop New Marine Biodiversity Treaty for the High Seas and Beyond (2015) dari http://highseasalliance.org/content/un-general-assembly-adopts- resolution-develop-new-marine-biodiversity-treaty-high-seas-and diakses pada 7 April 2017. 129 UN, General Assembly Resolution 69/292 (2015) dari http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/69/292 diakses pada 7 April 2017. 130 UN, General Assembly Resolution 69/292, Para. 1 (a). 131 UN, General Assembly Resolution 69/292, Para. 1 (k).

52

BAB IV UPAYA GREENPEACE MENDORONG PEMBENTUKAN SUAKA LAUT GLOBAL MELALUI UN OCEAN BIODIVERSITY AGREEMENT

Pada Bab 4 ini menganalisis bagaimana upaya yang dimainkan oleh

Greenpeace secara khusus untuk mendorong negara anggota Majelis Umum PBB untuk meluncurkan negosiasi formal perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS ke tahap selanjutnya, melalui Resolusi MU 69/292 Tahun 2015. Bab 4 ini juga menjelaskan berbagai kendala-kendala yang dialami oleh Greenpeace dalam upayanya mendorong pembentukan suaka laut global melalui UN Ocean

Biodiversity Agreement.

Di dalam pandangan Green Political Theory, nation-state dianggap sebagai entitas yang terlalu besar dan terlalu kecil untuk melindungi lingkungan hidup secara efektif. Menurut Bookchin, hal tersebut dikarenakan negara merupakan institusi hierarki tertinggi yang mengkonsolidasikan semua institusi hierarkis lainnya, di mana, menurut Carter, negara yang terpusat, pseudo-representative, dan quasi-democratic berusaha untuk menstabilsasi hubungan ekonomi inegaliter dan kompetitif untuk mengembangkan teknologi “tidak ramah” dan menyebabkan kerusakan berat pada lingkungan, di mana produktivitasnya mendukung kekuatan koersif yang memberdayakan negara.132 Sehingga, menurut „tragedy of the commons‟ dari Garrett Hardin, bahwa sumber daya alam yang dimiliki bersama akan dieksploitasi secara berlebih, khususnya oleh negara-negara maju yang

132 Scott Burchill, dkk., Theories of International Relations, Third Edition (New York: Palgrave Macmillan, 2005), Hal. 243

53

memiliki kemajuan teknologi yang pesat.133 Argumen ini selaras dengan fakta bahwa aktor negara, di mana, berdasarkan dokumen internal Greenpeace, yaitu

“Annex 1: Country Analysis for Political Strategy 2012-2014,” negara-negara maju, seperti AS, Rusia, Kanada, Norwegia, Islandia, Jepang, dan Korea Selatan, memiliki kepentingan terhadap sumber daya mineral dan genetik di laut lepas yang mempengaruhi kebijakan negara-negara tersebut untuk mengamankan kepentingannya dengan menggagalkan upaya pembentukan instrumen hukum baru di bawah UNCLOS untuk melindungi laut lepas.134

Karena aktor negara dipandang tidak efektif, GPT berargumen bahwa struktur regional dan global, bersamaan dengan desentralisasi di dalam negara diperlukan untuk melindungi lingkungan hidup secara efektif, atau yang dijelaskan oleh O'Riordan dalam konsep „centralised authoritarianism,‟ bahwa struktur politik global terpusat diperlukan untuk memaksa perubahan perilaku untuk mencapai keberlanjutan.135 Oleh karena itu, Greenpeace sebagai bentuk desentralisasi aktor negara, berupaya untuk melindungi keanekaragaman hayati di laut lepas dengan mendorong pembentukan UN Ocean Biodiversity Agreement yang dipandang sebagai sebuah kesepakatan komprehensif dan mengikat secara hukum yang akan menerapkan ketentuan UNCLOS tentang tanggungjawab negara untuk bekerjasama dalam perlindungan lingkungan laut lepas.136

133 Burchill, Theories of International Relations, Hal. 242 134 Greenpeace, Annex 1: Country Analysis for Political Strategy 2012-2014 (Dokumen Internal Greenpeace) 135 Burchill, Theories of International Relations, Hal. 242 136 Greenpeace, Black Holes in Deep Ocean Space, Hal. 4

54

A. Upaya Greenpeace

Selain konsep desentralisasi, GPT secara khusus juga menjelaskan tentang peran dari non-governement organization, activist group, dan global environment movements, di mana, menurut Kate O‟Neill, kelompok aktivis lingkungan memainkan peran penting dalam menyoroti masalah lingkungan global, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tata kelola lingkungan global.137 Selain menggunakan argumen dari Kate O‟Neill, dalam analisis upaya

Greenpeace ini peneliti juga mereferensi artikel yang menjadi tinjauan pustaka dari skripsi ini, antara lain: Role and Impact of International NGOs in Global

Ocean Governance oleh Remi Parmentier, States, NGOs, and International

Environmental Institutions oleh Kal Raustiala, The Role of NGOs and Civil

Society in Global Environmental Governance oleh Barbara Gemmill dan

Abimbola Bamidele-Izu, The Roles of Non-Governmental Organization in Marine

Conservation oleh Katherine M. Crosman, dan The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity in Marine Areas Beyond National Jurisdiction oleh Robert

Blasiak, dkk., yang relevan dalam kasus upaya Greenpeace.

1. Penelitian dan Analisis (Research and Analysis)

Barbara Gemmill dan Abimbola Bamidele-Izu berpandangan bahwa NGO memiliki banyak hal untuk ditawarkan dalam peran pengumpulan, diseminasi, dan analisis informasi.138 Menurut Remi Parmentier, motivasi dan pekerjaan NGO

137 Kate O'Neill, The Environment and International Relations. (Cambridge: Cambridge University, 2009), Hal. 57 138 Barbara Gemmill dan Abimbola Bamidele-Izu, The Role of NGOs and Civil Society in Global Environmental Governance dalam Daniel C. Esty dan Maria H. Ivanova. Global Environmental

55

secara intrinsik berbasis ilmiah, meskipun tidak selalu terlibat dalam kegiatan ilmiah.139 Sifat dari pekerjaan ilmiah yang dilakukan oleh NGO dapat dibagi menjadi dua kelompok yang berbeda, yaitu: tinjauan pengetahuan ilmiah dan asumsi yang timbul dari pengetahuan itu (dan dari kesenjangan pengetahuan); dan penelitian ilmiah di laboratorium dan di lapangan.”140

Dalam kasus Greenpeace, organisasi ini telah memiliki Science Unit lebih dari 20 tahun yang berbasis di University of Exeter, Inggris, di mana tim dari peneliti memberikan masukan kepada para jurukampanye organisasi tersebut dan melakukan penelitian yang membantu kampanye Greenpeace,141 sedangkan database literatur ilmiah yang ekstensif telah dibangun sejak tahun 1986 dan berfungsi sebagai sumber informasi inti mencakup sejumlah disiplin ilmu, termasuk toksikologi, analisis kimia organik dan anorganik, biokimia, serta ekologi terestrial dan laut.142 Greenpeace Research Laboratories tercatat telah meluncurkan laporan mengenai lingkungan laut sejak tahun 1998 dengan judul

“Greenpeace Report on the Worlds Oceans,” yang membahas tentang dampak lingkungan laut yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pembuangan limbah, perikanan, akuakultur, pelayaran, dsb.143 Kemudian, Greenpeace bekerjasama dengan University of York meluncurkan laporan “Roadmap to

Governance: Options and Opportunities (Yale: Yale School of Forestry and Environmental Studies, 2002), Hal. 13 139 Remi Parmentier, Role and Impact of International NGOs in Global Ocean Governance, dalam Aldo Chircop, dkk., ed., Ocean Yearbook 26 (Leiden and Boston: Martinus Nijhoff Publisher, 2012), Hal. 223 140 Parmentier, Role and Impact of International NGOs, Hal. 223 141 Parmentier, Role and Impact of International NGOs, Hal. 224 142 Greenpeace, Greenpeace Research Labrotaties dari http://www.greenpeace.to/greenpeace diakses pada 26 Mei 2017. 143 Paul Johnston, Greenpeace Report on the Worlds Oceans (Exeter: Greenpeace Research Laboratories Report, 1998)

56

Recovery: A Global Network of Marine Reserves” pada tahun 2006,144 di mana, menurut Richard Page, laporan tersebut menjadi penelitian kunci untuk membantu negara-negara dalam mengidentifikasi wilayah laut lepas mana yang potensial untuk dijadikan jaringan suaka laut berdasarkan kondisi lingkungan beserta keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.145

Selain Science Unit dari Greenpeace Internasional yang secara rutin melakukan penelitian, beberapa Greenpeace national/regional offices (NROs) juga melakukan studi lapangan di wilayahnya masing-masing. Seperti yang dilakukan oleh tim riset dari Greenpeace AS pada tahun 2007 dan 2012 di dasar Laut Bering yang memimpin sebuah eksplorasi ngarai bawah laut pertama di dunia,146 untuk meneliti ngarai bawah laut terbesar di dunia di Laut Bering,147 bersama University

California dan NOAA,148 yang didokumentasikan pada suatu jurnal ilmiah berjudul “Structure-Forming Corals and Sponges and Their Use as Fish Habitat in Bering Sea Submarine Canyons.”149

144 Callum M. Roberts, dkk., Roadmap to Recovery: A Global Network of Marine Reserves (York: University of York, 2006) 145 Wawancara Pribadi dengan Richard Page. Via Skype, 17 Mei 2017. 146 Jackie Dragon, The Best Science on Alaska’s Bering Sea Canyons Just Got Better (2015) dari http://www.greenpeace.org/usa/the-best-science-on-alaskas-bering-sea-canyons-just-got-better diakses pada 26 Mei 2017. 147 John Hocevar, Greenpeace Explores Underwater Canyons, Calls for Their Protection (2012) http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/greenpeace-explores- underwater-canyons-calls-/blog/41355/ diakses pada 26 Mei 2017. 148 Juliet Eilperin, Fishery Managers Could Call for a Review of Massive Underwater Canyons (2012) dari https://www.washingtonpost.com/national/health-science/fishery-managers-could- call-for-a-review-of-massive-underwater- canyons/2012/04/02/gIQAfjN6rS_story.html?utm_term=.6db8edd1988e diakses pada 26 Mei 2017. 149 Robert J. Miller, dkk., Structure-Forming Corals and Sponges and Their Use as Fish Habitat in Bering Sea Submarine Canyons (Amerika Serikat: PLoS ONE, 2012)

57

Menurut Gulardi Nurbintoro dan Haryo Budi Nugroho, dalam proses negosiasi UNCLOS, negara memiliki sedikit pengetahuan tentang keberadaan sumber daya hayati di luar wilayah yurisdiksi nasional, khususnya di the Area.150

Pada era tersebut, negara mengasumsikan bahwa minimnya sinar matahari di laut dalam membuat fotosintesis tidak mungkin terjadi, sehingga tidak ada kehidupan di wilayah tersebut. Kurangnya pengetahuan ini membuat perancang UNCLOS fokus pada sumber daya mineral dan mengabaikan sumber daya hayati.151

Padahal, menurut Dr. rer. nat. Mufti Petala Patria, Marine Biologist Universitas

Indonesia, adanya hydrothermal vent atau “black smoker,” memungkinkan organisme di dasar laut dapat hidup meskipun minim intensitas sinar matahari yang menembus di laut dalam, karena cerobong gunung bawah laut tersebut mengeluarkan nutrisi yang dibutuhkan oleh organisme untuk hidup.152 Argumen ilmiah ini pun juga dijelaskan oleh Greenpeace di dalam salah satu laporannya:153

As well as providing for coral growth, seamounts have a great influence over other life in the high seas. Where they rise near to the surface they can throw off circling current gyres that drag nutrients from the deep toward sunlit waters. This stimulates plankton growth, and these patches of high production attract fish, birds and marine mammals to feed.

Sehingga, hal tersebut menggambarkan bahwa Greenpeace mencoba mematahkan asumsi sebelumnya dengan menunjukkan bahwa di wilayah laut lepas, baik di dasar laut maupun di kolom airnya, terdapat banyak keanekaragaman hayati yang unik dan bersifat rentan, sehingga menjadi dasar argumen untuk menjadikan wilayah laut di luar yurisdiksi nasional sebagai wilayah suaka laut.

150 Nurbintoro dan Nugroho, Biodiversity Beyond National Jurisdiction, Hal. 286. 151 Nurbintoro dan Nugroho, Biodiversity Beyond National Jurisdiction, Hal. 286. 152 Wawancara Pribadi dengan Dr. rer. nat. Mufti Petala Patria. Depok, 17 Mei 2017. 153 Roberts, Roadmap to Recovery, Hal.14

58

Selain membuat penelitian ilmiah di lapangan, Greenpeace juga melakukan analisis hukum untuk menunjukkan kekosongan maupun kesenjangan regulasi dari instrumen hukum serta kelemahan dari institusi internasional yang telah ada berkaitan dengan tata kelola laut lepas. Laporan analisis hukum Greenpeace pertama pada isu BBNJ diluncurkan pada tahun 2004, “Protecting the Deep Sea

Under International Law: Legal Options for Addressing High Seas Bottom

Trawling” yang secara khusus membahas tentang pengaturan penggunaan pukat dasar laut dalam yang menjadi kegiatan ekstraktif utama di laut lepas.154

Greenpeace bahkan juga meluncurkan suatu draft text untuk perjanjian yang diajukan pada tahun 2008, berjudul “Suggested Draft High Seas Implementing

Agreement for the Conservation and Management of the Marine Environment in

Areas Beyond National Jurisdiction.”155 Atas dasar argumen adanya kekosongan dan kesenjangan regulasi dalam tata kelola laut lepas, memperkuat argumen

Greenpeace untuk mengatur serta melindungi laut lepas melalui perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS.156

Selain berperan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tentang keanekaragaman hayati di laut lepas, menurut Dr. rer. nat. Mufti Petala Patria,

NGO juga berperan dalam mengolah data-data ilmiah serta menyampaikan informasi tersebut kepada para pembuat kebijakan agar dapat dijadikan sebagai

154 Duncan E.J. Currie, Protecting the Deep Sea Under International Law: Legal Options for Addressing High Seas Bottom Trawling (Amsterdam: Greenpeace, 2004) 155 Greenpeace, Suggested Draft High Seas Implementing Agreement for the Conservation and Management of the Marine Environment in Areas Beyond National Jurisdiction (Amsterdam: Greenpeace, 2008) 156 Greenpeace, Black Holes in Deep Ocean Space, Hal. 4.

59

dasar pembuatan kebijakan oleh pemerintah.157 Oleh karena itu, dari berbagai riset lapangan yang dilakukan oleh peneliti dari Greenpeace Internasional dan NROs serta analisis hukum yang dilakukan oleh para penasehat hukum dari Greenpeace

Internasional,158 selanjutnya dirangkum menjadi sebuah policy briefing yang dikirimkan oleh para jurukampanye kepada para pemerintah nasional maupun diajukan para delegasi Greenpeace pada pertemuan Kelompok Kerja BBNJ.159

2. Pengawasan dan Respon Cepat (Watch-Dogging and Rapid Response)

Remi Parmentier berpendapat bahwa fungsi "watchdog" atau pengawas yang diasumsikan oleh banyak NGO lingkungan, terdiri dari pemantauan dan pelaporan mengenai kinerja pemerintah dan perusahaan untuk meminimalisir dampak lingkungan dari aktivitas mereka dan apakah mematuhi hukum maupun regulasi lingkungan yang relevan, merupakan salah satu kegiatan yang meningkatkan visibilitas, kredibilitas, dan popularitas NGO.160 Kemudian, menurut Katherine M. Crosman, sebagai pengawas NGO berusaha mengekspos pelanggaran serta mencegah atau menghentikan kegiatan ilegal maupun kegiatan yang dianggap tidak sesuai dengan tujuan konservasi dan keberlanjutan.161

Di dalam kampanye Ocean Sanctuaries, selain melakukan penelitian ilmiah di dasar laut lepas, Greenpeace juga melakukan ekspedisi untuk mengekspos aktivitas illegal dan desktruktif di berbagai wilayah laut lepas di laut lepas.

157 Wawancara Pribadi dengan Dr. rer. nat. Mufti Petala Patria. Depok, 17 Mei 2017. 158 Greenpeace, Legal Unit dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/Legal-Unit/ diakses pada 26 Mei 2017. 159 Dibahas secara khusus pada sub-bab Policy Development and Agenda Setting. 160 Parmentier, Role and Impact of International NGOs, Hal. 225 161 Katherine M. Crosman, The Roles of Non-Governmental Organization in Marine Conservation (Michigan: University of Michigan, 2013), Hal. 15

60

Kegiatan tersebut dapat terlihat dengan banyaknya publikasi dari hasil ekspedisi kapal Greenpeace, seperti Rainbow Warrior, Esperanza, dan Arctic Sunrise, di berbagai wilayah lautan di dunia, seperti “„Defending Our Pacific‟ Expedition: 29

August - 19 October 2009” pada tahun 2009;162 “Rainbow Warrior Indian Ocean

Expedition 2012” pada tahun 2013;163 dsb. Selain melakukan ekspedisi di berbagai wilayah laut lepas di dunia, Greenpeace juga melakukan investigasi untuk mengekspos secara khusus kegiatan-kegiatan ilegal yang terjadi di laut lepas, seperti bioprospeksi;164 penambangan dasar laut;165 IUU fishing;166 hingga perbudakan dan perdagangan manusia di laut lepas;167 dsb. Dalam beberapa kasus,

Greenpeace juga melakukan investigasi terhadap aktivitas-aktivitas ilegal yang dilakukan oleh armada kapal dari negara-negara tertentu untuk mengekspos lemahnya pengawasan dari pemerintah nasional negara-negara tersebut, seperti armada kapal Spanyol,168 Jepang,169 Taiwan,170 dsb.

Jika informasi yang dihasilkan dari penelitian bawah laut yang dilakukan oleh Greenpeace bertujuan untuk menunjukkan keanekaragaman hayati serta keunikan dari lingkungan laut lepas, informasi yang didapatkan dari ekspedisi

162 Greenpeace, Summary of Findings by Greenpeace Esperanza ‘Defending Our Pacific’ Expedition: 29 August - 19 October 2009 (Amsterdam: Greenpeace, 2009) 163 Sari Tolvanen dan Helene Bours, Rainbow Warrior Indian Ocean Expedition 2012: Summary of Findings 8 September - 11 November 2012 (Amsterdam: Greenpeace, 2013) 164 Greenpeace, Bioprospecting in the Deep Sea (Amsterdam: Greenpeace, 2005) 165 Alicia Craw, Deep Seabed Mining: An Urgent Wake-Up Call to Protect Our Oceans (Amsterdam: Greenpeace, 2013) 166 Greenpeace, Monster Boats: The Scourge of the Oceans (Amsterdam: Greenpeace, 2014) 167 Greenpeace, Slavery and Labour Abuse in the Fishing Sector (Amsterdam: Greenpeace, 2014) 168 Saskia Richartz, Espana, the Destructive Practices of Spain's Fishing Armada (Amsterdam: Greenpeace, 2010) 169 Greenpeace, Whaling On Trial March 2011 Updated (Amsterdam: Greenpeace, 2011) 170 Tim McKinnel, Jodie Yi Chiao Lee, dan Dan Salmon, Made in Taiwan (Amsterdam: Greenpeace, 2016)

61

atau kegiatan pengawasan dilaporkan untuk menunjukkan kelemahan dari instrumen maupun institusi yang sudah ada sehingga mengakibatkan kekosongan pengaturan dan pencegahan aktivitas-aktivitas ilegal yang terjadi di laut lepas.

Seperti yang dijelaskan oleh John Hocevar, Ocean Campaign Director

Greenpeace AS, “We almost every year have ship expeditions that expose illegal activities in the high seas and we connected this work back to this campaign and negotiation at the UN.”171

3. Mempertunjukkan Fungsi Operasional (Performing Operational Functions)

Menurut Barbara Gemmill dan Abimbola Bamidele-Izu, NGO sangat berguna dalam konteks operasional, karena mereka dapat memberikan implementasi yang disesuaikan dengan kondisi tertentu dan dapat "melakukan yang tidak dapat maupun tidak boleh dilakukan oleh pemerintah," 172 sedangkan,

Remi Parmentier berpendapat bahwa dalam beberapa kasus, NGO memperluas mandat mereka dari promotor menjadi pengelola instrumen konservasi.173

Kemudian, menurut Katherine M. Crosman, NGO yang bertindak sebagai manager berusaha untuk secara langsung menerapkan konservasi maupun membantu pemerintah melalui pengelolaan suaka laut dan restorasi habitat.174

Meskipun bukan merupakan organisasi konservasi layaknya WWF ditambah dengan sulitnya penerapan konservasi di wilayah lautan yang jauh lebih kompleks dari wilayah terestrial, Greenpeace juga melakukan penunjukkan fungsi

171 Wawancara Pribadi dengan John Hocevar. Via Skype, 10 Mei 2017. 172 Barbara Gemmill dan Abimbola Bamidele-Izu, The Role of NGOs and Civil Society, Hal. 16 173 Remi Parmentier, Role and Impact of International NGOs, Hal. 219 174 Crosman, The Roles of Non-Governmental Organization, Hal. 12

62

operasional kepada pemerintah untuk membentuk suaka laut yang ideal, dengan cara melindungi suatu kawasan laut secara langsung. Contoh kasusnya ialah yang dilakukan oleh Greenpeace European Unit terhadap Natura 2000.175 Meskipun

Natura 2000 merupakan kawasan laut lindung terluas di dunia yang ditetapkan oleh European Commission, akan tetapi, sebagian besar negara-negara Eropa tidak mengimplementasikan perlindungan wilayah kelautan tersebut dengan alasan, EU Common Fisheries Policy (CFP) tidak memberikan wewenang untuk mengatur atau melarang kegiatan perikanan.176 Atas dasar minimnya kewenangan dan political will dari negara-negara Uni Eropa, Greenpeace berinisiatif untuk melindungi beberapa wilayah di dalam Natura 2000 dengan melakukan penyebaran trawling obstacles berupa balok-balok batu granit untuk mencegah kegiatan penangkapan ikan menggunakan pukat dasar di Natura 2000. Pada tahun

2008, Greenpeace menyebarkan 320 trawling obstacles di Sylt Outer Reef,

Jerman.177 Selanjutnya, pada tahun 2009, dengan menggunakan kapal Beluga II dan Fehn Coast,178 Greenpeace juga menyebarkan 180 trawling obstacles di

175 Natura 2000 adalah wilayah berkembangbiak dan peristirahatan utama untuk spesies dan habitat alami langka yang dilindungi dalam Birds Directive yang diadopsi pada 1979 (79/409/EEC) dan Habitats Directive pada 1992 (92/43/EEC). European Commission, Natura 2000 dari http://ec.europa.eu/environment/nature/natura2000/index_en.htm diakses pada 31 Mei 2017. 176 Greenpeace, Greenpeace Granite Shield Protects Unique Marine Life (2009) dari http://www.greenpeace.org/international/en/press/releases/2009/greenpeace-granite-shield- prot diakses pada 31 Mei 2017. 177 Greenpeace, Marine Reserves - Just A Stone's Throw Away (2009) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/features/sweden-marine-reserve- stones110809 diakses pada 31 Mei 2017. 178 Arook, Placing Stones in Swedish Waters, Ledger's Posthumous Music Video, A Greenpeace Victory, and More (2009) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/placing-stones-in- swedish-waters-ledgers-post/blog/10353 diakses pada 31 Mei 2017.

63

Fladen and Lilla Middlegrund, Swedia.179 Kemudian, Greenpeace kembali menyebarkan beberapa trawling obstacles di Sylt Outer Reef pada tahun 2011.180

Rangkaian aksi tersebut dilakukan oleh Greenpeace adalah bentuk solusi jangka pendek untuk mencegah kegiatan penangkapan ikan menggunakan bottom trawl yang menyebabkan kerusakan di dasar laut, yang tidak dapat dilakukan oleh

Uni Eropa karena tidak adanya wewenang bagi negara-negara Uni Eropa untuk mengatur dan melarang kegiatan tersebut.181 Oleh karena itu, Greenpeace juga mengajukan sebuah submission yang diajukan kepada European Commisson untuk mereformasi CFP, yaitu “Sea... the Future for European Fisheries,

Greenpeace Submission: CFP Reform.”182 Dokumen tersebut diajukan ketika

European Commisson mengadakan debat dan konsultasi publik secara luas untuk membuka masukan dari berbagai pemangku kepentingan, baik institusi pemerintah, asosiasi industri perikanan, hingga NGO, untuk mengajukan pandangannya terhadap reformasi CFP.183 Hingga akhirnya, pada 13 Juli 2011,

European Commisson mengajukan sebuah proposal terkait reformasi CFP, dan disetujui oleh European Council dan European Parliament yang mulai berlaku pada 1 Januari 2014.184

179 Greenpeace, Greenpeace Granite Shield Protects Unique Marine Life. 180 Thilo Maack, Saving Europe’s Oceans (2011) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/saving-europes- oceans/blog/36314 diakses pada 31 Mei 2017. 181 Greenpeace, Marine Reserves - Just A Stone's Throw Away. 182 Greenpeace, Sea... the Future for European Fisheries, Greenpeace Submission: CFP Reform (Amsterdam: Greenpeace, 2009) 183 EU, Contributions dari https://ec.europa.eu/fisheries/reform/consultation/received diakses pada 31 Mei 2017. 184 EU, Reform of the Common Fisheries Policy dari https://ec.europa.eu/fisheries/reform_en diakses pada 31 Mei 2017.

64

Meskipun aksi penyebaran trawling obstacles yang dilakukan di Natura

2000 ditujukan untuk mereformasi kebijakan perikanan di tingkat Uni Eropa, namun dengan keberhasilan Greenpeace untuk mereformasi CFP, menunjukkan kesuksesan upaya Greenpeace untuk melindungi Natura 2000 sebagai suaka laut terluas di dunia yang kemudian dijadikan model oleh Greenpeace sebagai political will nyata dan mendorong negara-negara lain untuk mengikuti jejak Uni Eropa.

Seperti yang dijelaskan oleh Veronica Frank, Chair of Greenpeace Delegation at

PrepCom BBNJ 2015 - sekarang, bahwa posisi yang diambil oleh Uni Eropa untuk secara aktif mendukung dibentuknya perjanjian pelaksanaan di bawah

UNCLOS pada Kelompok Kerja BBNJ dipengaruhi oleh keberhasilan Greenpeace yang telah memulai kampanye Oceans Sanctuaries untuk diterapkan di laut

Eropa, khususnya North and Baltic Sea, sejak tahun 2004, sehingga Uni Eropa ingin mendorong negara lain untuk membuat kebijakan serupa untuk melindungi laut lepas di seluruh wilayah dunia.185

4. Pengembangan Kebijakan dan Pengaturan Agenda (Policy Development and Agenda-Setting)

Kal Raustiala berpendapat bahwa manfaat terpenting dari partisipasi NGO adalah informasi tentang pilihan kebijakan, karena lingkungan global adalah area isu yang memiliki ketidakpastian dan kompleksitas. Sebagian besar masalah lingkungan lintas batas relatif baru, dan sedikit pengalaman untuk memandu proses pembuatan kebijakan. Oleh karena itu, masukan dari NGO sangat penting bagi negara-negara berkembang, yang tidak hanya kekurangan sumber daya,

185 Wawancara Pribadi dengan Veronica Frank. Via Skype, 5 Juni 2017.

65

melainkan juga infrastruktur intelektual, dan keahlian untuk menghasilkan kebijakan yang memadai.186 Kemudian, Remi Parmentier berargumen bahwa

NGO secara aktif memberikan kontribusi terhadap pengembangan dan perbaikan kebijakan administrasi publik, dengan tujuan untuk mempengaruhi legislasi dan peraturan di tingkat lokal, nasional, maupun internasional (regional dan global) untuk meningkatkan kinerja dan efektivitas mereka.187 Oleh karena itu, menurut

Kate O‟Neill, dengan memberikan informasi dan gagasan kepada negosiator, mereka membantu perantara perjanjian mengenai isu-isu yang sulit, dan menerangi pemahaman global akan masalah tertentu.188

a. Level Internasional

Berdasarkan dari dokumen internal Greenpeace Internasional, yaitu

“Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014”189 dan “Ocean

Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015,”190 di level internasional,

Greenpeace menentukan objektif, antara lain: (1) diluncurkannya negosiasi formal untuk UN Oceans Biodiversity Agreement; (2) memastikan champion countries mengajukan pembentukan instrumen hukum yang kuat dan mencakup elemen- elemen utama yang diidentifikasi oleh Greenpeace, termasuk mandat dan mekanisme pembentukan suaka laut global; (3) menetralisir ataupun merubah

186 Kal Raustiala, States, NGOs, and International Environmental Institutions dalam International Studies Quarterly, Vol. 41, No. 41. (Wiley on Behalf of The International Studies Association, 1997), Hal. 727-728 187 Parmentier, Role and Impact of International NGOs, Hal. 212-213 188 O'Neill, The Environment and International Relations, Hal. 91-92 189 Greenpeace, Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014 (Dokumen Internal Greenpeace) 190 Greenpeace, Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015 (Dokumen Internal Greenpeace)

66

posisi opponent countries. Selain itu, sesuai dengan keputusan dari KTT Rio+20, yaitu “Future We Want,” bahwa peluncuran negosiasi formal harus diputuskan sebelum sidang Majelis Umum PBB ke-69 berakhir, sehingga, Greenpeace terus memastikan paling tidak ada satu champion country yang akan mengajukan negosiasi tersebut untuk diputuskan paling tidak melalui pemungutan suara pada sidang Majelis Umum PBB ke-69. Dalam upayanya, Greenpeace mengantisipasi proses pengambilan keputusan melalui pemungutan suara, karena melihat resistensi penolakan yang kuat dari AS, Rusia, dan negara lainnya, dengan menargetkan setidaknya terdapat 100 negara yang memberikan suaranya untuk mendukung peluncuran negosiasi formal perjanjian pelaksanaan, yang dikenal dengan simple majority.191

Oleh karena itu, dalam kalkulasi upayanya, Greenpeace memilih berfokus untuk menjaring dukungan yang kuat dari like-minded countries untuk mengantisipasi proses pengambilan suara pada sidang Majelis Umum. Greenpeace mencoba memaksimalkan dukungan dan posisi bersama dari negara-negara di regional Eropa, Amerika Latin, Afrika, Asia Tenggara, dan Pasifik.192 Greenpeace juga memastikan negara-negara tesebut memasukkan ketentuan yang kuat dalam perjanjian keanekaragaman hayati di masa depan, termasuk pembentukan jaringan suaka laut. Di sisi lain, Greenpeace juga memaksimalkan kampanye publik di dalam opponent countries dengan meningkatkan tekanan publik melalui upaya

“name and shame” untuk mengisolasi dan melemahkan argumen opponent

191 Greenpeace, Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015. 192 Greenpeace, Annex 1: Country Analysis for Work Plan 2014-2015 (Dokumen Internal Greenpeace)

67

countries agar tidak memblok upaya negara-negara lain untuk meluncurkan negosiasi formal.193

1) Menyediakan Keahlian Ilmiah dan Hukum (Providing Scientific and Legal Expertise)

Menurut Robert Blasiak, dkk., paket isu yang diidentifikasi pada tahun 2011 mencakup berbagai topik yang memerlukan jenis keahlian yang berbeda sehingga delegasi dapat berperan aktif dalam negosiasi substantif. Seperti yang disampaikan oleh seorang delegasi negara:194

In the beginning, [the BBNJ working group meetings] were confusing, having so many issues at stake. Although it was rather impossible to separate the two distinct maritime areas involved, the [General Assembly] decision to tackle such a broad issue, namely all marine biodiversity and both maritime areas (the high seas and the Area) made it a huge issue and a very difficult one to address.

Selain itu, delegasi negara juga mengalami kendala, di mana, pada awalnya, beberapa negara memandang proses BBNJ utamanya mendiskusikan tentang isu- isu lingkungan, sehingga delegasi mereka dipimpin oleh pejabat kementerian lingkungan, mengakibatkan apa yang oleh seorang responden sebut sebagai

“confusion [regarding] how to tackle this issue in the context of the law of the sea.” Sedangkan, dalam kasus lain, delegasi negara yang didominasi oleh staf misi permanen, memiliki pengetahuan yang terbatas dengan berbagai aspek konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya kelautan.195

Dalam upaya ini, di setiap rekomendasi yang diajukan oleh Greenpeace di tiap pertemuan Kelompok Kerja BBNJ terdapat analisis ilmiah dan hukum yang

193 Greenpeace, Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015. 194 Robert Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity in Marine Areas Beyond National Jurisdiction dalam Marine Policy Vol. 81 (Elseiver, 2017), Hal. 4 195 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 4

68

dirangkum dari laporan-laporan Greenpeace. Salah satu contohnya, pada tahun

2011, di dalam rekomendasinya Greenpeace merujuk proposalnya untuk membantu para pengambil kebijakan dalam mengidentifikasi wilayah-wilayah yang perlu dijadikan sebagai suaka laut:196

The report- Emergency Oceans Rescue Plan: Implementing the Marine Reserves Roadmap to Recovery - focuses on priority marine areas both on the high seas and national waters within country exclusive economic zones (EEZs) where immediate action should be taken, and outlines the practical steps needed to establish fully protected marine reserves across the world‟s oceans.

Selain itu, dalam pernyataan yang disampaikan pada pertemuan kedua Kelompok

Kerja BBNJ tahun 2008, Greenpeace menjelaskan tentang penelitian bawah laut yang dilakukan oleh Greenpeace AS di Laut Bering yang berhasil menemukan spesies spons yang bersifat rentan di wilayah tersebut. Atas dasar temuan tersebut, delegasi Greenpeaace kemudian menyerukan perlindungan Laut Bering melalui perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS.197 Kemudian, selama pertemuan

Kelompok Kerja BBNJ maupun lokakarya, Duncan Currie, Legal Adviser

Greenpeace Internasional, mengajukan dua submission, yaitu “Synthesis of Gaps

Identified in Co-Chair‟s BBNJ Workshop”198 dan “Overview of Legal and

Regulatory and Implementation Gaps in the Conservation and Sustainable Use of

199 Biodiversity in Marine Areas Beyond National Jurisdiction.”

196 Greenpeace, Submission with Regards to the Conservation and Sustainable Use of Marine Biological Diversity in Areas Beyond National Jurisdiction (Tidak Terpublikasi), Hal. 4 197 IISD, Summary The Second Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 28 April - 2 May 2008 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 49 (IISD, 2008) dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2549e.pdf diakses pada 2 Juni 2017. 198 Duncan Currie, Synthesis of Gaps Identified in Co-Chair’s BBNJ Workshop (2013) dari http://highseasalliance.org/sites/highseasalliance.org/files/BBNJ%202013%20Gaps%20analysis% 20with%20exsummary%20final%20text-2.pdf diakses pada 2 Juni 2017. 199 Duncan Currie, Overview of Legal and Regulatory and Implementation Gaps in the Conservation and Sustainable Use of Biodiversity in Marine Areas Beyond National Jurisdiction

69

Di luar pertemuan Kelompok Kerja BBNJ, Greenpeace bersama dengan

NGO lainnya yang tergabung dalam Deep Seas Conservation Coalition dan High

Seas Alliance, berkolaborasi untuk menyelenggarakan side events maupun lokakarya untuk memberikan informasi dan rekomendasi kepada para delegasi negara. Salah satu side events dari High Seas Alliance diselenggarakan pada 2

April 2014, bersamaan dengan pertemuan Kelompok Kerja BBNJ ketujuh, dengan tema “Scope, Parameters and Feasibility of a High Seas Marine Biodiversity

Agreement”.200 Selain itu, Duncan Currie201 dan Prof. Robert Callum,202 yang bekerjasama dengan Greenpeace dalam kampanye Oceans Sanctuaries, dijadikan sebagai panelis pada lokakarya yang diselenggarakan oleh Majelis Umum PBB dengan tema “Intersessional Workshop on Conservation and Management Tools,

Including Area-Based Management and Environmental Impact Assessments.”203

Berdasarkan penjelasan dari Veronica Frank, meskipun objektif utama

Greenpeace di dalam Kelompok Kerja BBNJ ialah kawasan laut lindung (MPAs) dan analisis dampak lingkungan (EIA), namun di dalam policy briefing dan

(2014) dari http://highseasalliance.org/sites/highseasalliance.org/files/BBNJ%202014%20Gaps%20analysis% 20-Main-FINAL.pdf diakses pada 2 Juni 2017. 200 High Seas Alliance, Side Event Draws Discussions in Favour of an Implementing Agreement (2014) dari http://highseasalliance.org/content/side-event-draws-discussions-favour- implementing-agreement diakses pada 2 Juni 2017. 201 Duncan Currie, Trends of New and Emerging Uses of, and Experimental Activities in, Areas Beyond National Jurisdiction and Implications for the Conservation and Sustainable Use of Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction (2013) dari http://www.un.org/Depts/los/biodiversityworkinggroup/workshop2_currie.pdf diakses pada 2 Juni 2017. 202 Callum Roberts, Human Impacts on Fisheries Productivity in Areas Beyond National Jurisdiction (2013) dari http://www.un.org/Depts/los/biodiversityworkinggroup/workshop2_roberts.pdf diakses pada 5 Juni 2017. 203 UN, Intersessional Workshop on Conservation and Management Tools, Including Area-Based Management and Environmental Impact Assessments (2013) dari http://www.un.org/Depts/los/biodiversityworkinggroup/workshop2_panels_website.pdf diakses pada 2 Juni 2017.

70

submission Greenpeace juga menyediakan informasi terkait akses dan pembagian keuntungan dari sumber daya genetik (MGRs),204 di mana, menurut Richard

Page205 dan Nathalie Rey206 hal tersebut bertujuan untuk menunjukkan posisi

Greenpeace yang juga mendukung keadilan bagi negara-negara berkembang untuk mendapatkan keuntungan dari pemanfaatan MGRs. Dengan demikian,

Greenpeace juga dapat menjaring dukungan dari negara-negara G-77/Cina.

2) Memastikan Kontinuitas pada Negosiasi (Providing Continuity Throughout the Negotiations)

Dibandingkan dengan proses negosiasi PBB lainnya, negosiasi BBNJ telah berlangsung dalam waktu yang sangat lama, di mana, pada tahap Working Group sendiri berlangsung dari tahun 2006 sampai 2015, yang masih harus melewati tahap PrepCom dan konferensi antar-pemerintah. Mengingat panjangnya proses dalam Kelompok Kerja BBNJ, kontinuitas di dalam komposisi delegasisangat penting untuk menjaga keahlian dan memastikan kemajuan terus-menerus dalam negosiasi daripada mengulangi diskusi sebelumnya.207 Oleh karena itu, NGO telah berkontribusi untuk menjembatani kesenjangan dalam kontinuitas keahlian antara para delegasi negara dengan memberikan publikasi yang menggambarkan sejarah proses BBNJ dan juga aspek dari masing-masing isu di dalam paket 2011. lokakarya intersesional dan side events yang diselenggarakan oleh NGO dan IGO juga merupakan media yang berguna untuk membantu anggota delegasi negara

204 Wawancara Pribadi dengan Veronica Frank. Via Skype, 5 Juni 2017. 205 Wawancara Pribadi dengan Richard Page. Via Skype, 17 Mei 2017. 206 Wawancara Pribadi dengan Nathalie Rey. Via Skype, 15 Juni 2017. 207 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 5

71

yang baru mengambil tanggungjawab mereka agar meningkatkan pemahaman tentang paket BBNJ.208

Menurut Nathalie Rey, Chair of Greenpeace Delegation at Working Group

BBNJ 2011-2013, di antara empat individu yang menghadiri keseluruhan pertemuan Kelompok Kerja BBNJ,209 salah satunya ialah Duncan Currie yang merupakan delegasi Greenpeace yang juga berperan sebagai penasehat hukum untuk Deep Sea Conservation Coalition dan High Seas Alliance.210 Itu sebabnya

Duncan Currie ditugaskan untuk melakukan pertemuan secara rutin dengan para perwakilan tetap di PBB untuk meng-update berbagai isu yang didiskusikan pada pertemuan Kelompok Kerja BBNJ bersama Peggy Kalas211 yang juga menghadiri keseluruhan pertemuan Kelompok Kerja BBNJ. Dengan memiliki perwakilan yang telah menghadiri keseluruhan pertemuan Kelompok Kerja BBNJ, membuat

Greenpeace memiliki kapabilitas untuk menjembatani kesenjangan dalam kontinuitas keahlian antara para delegasi negara, khususnya delegasi dari negara- negara berkembang, yang sering mengalami pergantian individu.212

Di dalam penyelenggaraan side event dan lokakarya yang diselenggarakan oleh Greenpeace maupun Deep Sea Conservation Coalition dan High Seas

Alliance, selain bertujuan untuk menyampaikan informasi-informasi dari analisis ilmiah dan hukum, NGO juga berupaya meng-update diskusi-diskusi yang telah dan sedang berkembang di dalam pertemuan Kelompok Kerja BBNJ. Apresiasi

208 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 6 209 Diagram partisipasi delegasi dalam pertemuan Working Group BBNJ tersedia di Lampiran 2. 210 Wawancara Pribadi dengan Nathalie Rey. Via Skype, 15 Juni 2017. 211 Peggy Kalas menjabat sebagai UN Coordinator dari Deep Sea Conservation Coalition dan sebagai Director dari High Seas Alliance. 212 Wawancara Pribadi dengan Nathalie Rey. Via Skype, 15 Juni 2017.

72

delegasi negara terhadap manfaat dari lokakarya oleh NGO pun disampaikan oleh delegasi Aljazair yang menyampaikan rasa terima kasih, di dalam pernyataan penutupnya, kepada IUCN dan High Seas Alliance yang telah menyelenggarakan lokakarya untuk para delegasi dari negara-negara African Group sebelum pertemuan Kelompok Kerja BBNJ kedelapan berlangsung.213

3) Hubungan Personal (Personal Relations)

Responden dari delegasi negara dan NGO yang diwawancarai oleh Robert

Blasiak, dkk., sepakat mengenai pentingnya hubungan personal untuk memastikan arus informasi yang konstruktif. Beberapa responden menekankan bahwa hubungan semacam itu memerlukan waktu untuk dapat terbentuk, dan seringkali merupakan hubungan informal daripada hubungan institusional atau resmi, seperti hubungan antara individu, bukan antara delegasi negara tertentu dengan NGO tertentu.214 Pada tahap awal proses Kelompok Kerja BBNJ, saat NGO berusaha untuk menjalin kerjasama yang efektif dengan negara-negara, sebuah fokus ditempatkan pada kontak pertama yang responden sebut sebagai negara

215 "sympathetic" atau "champions" pada pertemuan dan lokakarya intersesional.

Dalam upaya ini, menurut Arifsyah Nasution, Oceans Campaign Team

Leader Greenpeace Asia Tenggara - Indonesia, berpendapat bahwa komposisi dari tim delegasi Greenpeace merepresentasikan regional yang menjadi target dari

213 IISD, Summary The Eighth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 16-19 June 2014 dalam Briefing Note on UNGA WG on Marine Biodiversity (IISD, 2014) dari http://www.iisd.ca/oceans/marinebiodiv8/brief/brief_marine_biodiv8.pdf diakses pada 5 Juni 2017. 214 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 6 215 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 6

73

Greenpeace, misalnya, Sofia Tsenikli (Yunani), Nathalie Rey (Belanda), Veronica

Frank (Portugal), dari Eropa; Milko Schvartzman (Argentina) dari Amerika Latin;

Rachel Pearlin Muthumanickam (India) dan Zelda Soriano (Filipina) dari Asia.216

Menurut Arifsyah Nasution, hal tersebut karena Greenpeace ingin memastikan para delegasi negara-negara regional tersebut berkomunikasi dengan orang yang sama, baik di tingkat regional maupun internasional, sehingga delegasi

Greenpeace dapat membangun koneksi serta kepercayaan secara personal dari delegasi. Dengan menghadirkan perwakilan dari regional yang menjadi target

Greenpeace, orang-orang tersebut juga dapat membantu tim delegasi Greenpeace dalam menganalisis latar belakang dari posisi yang diambil oleh negara, misalnya berdasarkan dari kepentingan nasional, sejarah, nilai-nilai lokal, dan lainnya.217

Menurut Prof. Ann Powers, Center for Environmental Legal Studies of Pace

Law School, delegasi NGO memanfaatkan hubungan personal dengan delegasi maupun pejabat dari pemerintahan nasional untuk melakukan pertemuan informal di sela-sela sesi Kelompok Kerja BBNJ, seperti pada waktu rehat sarapan dan makan siang untuk memberikan masukan kepada delegasi negara.218 Hal serupa juga diakui oleh Elizabeth Kim, Chair of US Delegation at Working Group BBNJ, bahwa ia seringkali melakukan pertemuan maupun diskusi informal dengan delegasi NGO, minimal sebanyak satu kali pertemuan, di sela-sela sesi Kelompok

Kerja BBNJ.219

216 Wawancara Pribadi dengan Arifsyah Nasution. Jakarta, 7 Juni 2017. 217 Wawancara Pribadi dengan Arifsyah Nasution. Jakarta, 7 Juni 2017. 218 Wawancara Pribadi dengan Ann Powers. Via Skype, 13 Juni 2017. 219 Wawancara Pribadi dengan Elizabeth Kim. Via Phone, 26 Mei 2017.

74

4) Pembentukan Koalisi (Coalition Formation)

Seperti dalam perundingan internasional lainnya, pembentukan koalisi telah menghasilkan efisiensi dan penguatan pesan antara NGO selama Kelompok Kerja

BBNJ. Hal tersebut dikarenakan pada tahap awal proses Kelompok Kerja BBNJ,

NGO memiliki suara yang sangat lemah, dan dalam beberapa kasus delegasi negara tidak terlalu tertarik oleh komentar dari NGO.220 Hingga pada akhirnya, suara NGO berangsur-angsur berkembang selama proses Kelompok Kerja BBNJ, dan perkembangan penting yang digarisbawahi oleh beberapa pihak ialah sejak pembentukan High Seas Alliance di tahun 2011. Sejak dibentuk pada tahun 2011,

High Seas Alliance bertujuan untuk menyelaraskan dan mengkoordinir kerja NGO mengenai masalah BBNJ untuk mencapai dampak yang lebih luas dan lebih masif dalam proses negosiasi.221

Selain menjadi anggota pendiri dari High Seas Alliance yang terbentuk pada tahun 2011, Greenpeace juga menjadi salah satu anggota pengarah dari Deep Sea

Conservation Coalition yang telah terbentuk pada tahun 2004.222 Meskipun di awal pembentukannya koalisi ini berfokus pada isu pukat dasar laut dalam, namun

Deep Sea Conservation Coalition juga berperan aktif pada isu BBNJ.223 Salah satu bentuk kolaborasi antar-anggota aliansi tersebut yaitu menyelenggarakan lokakarya regional yang diselenggarakan oleh berbagai NGO di berbagai regional.

220 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 6 221 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 6 222 Greenpeace, Closing Statement at 6th WG BBNJ August 2013 (2013) dari http://highseasalliance.org/sites/highseasalliance.org/files/Greenpeace-Closing-Statement- final.pdf diakses pada 7 Juni 2017. 223 Deep Sea Conservation Coalition, About Us: Overview dari http://savethehighseas.org/aboutus/ diakses pada 7 Juni 2017.

75

Lokakarya yang diselenggarakan selama periode Kelompok Kerja BBNJ, antara lain: untuk negara-negara Amerika Latin yang diselenggarakan di Brasilia, Brazil; untuk negara-negara African Group yang diselenggarakan di Maputo,

Mozambique dan di New York, AS; untuk negara-negara CARICOM yang diselenggarakan di Kingston, Jamaika; untuk negara-negara ASEAN yang diselenggarakan di Manila, Filipina; dan untuk negara-negara Pasifik yang diselenggarakan di New York, AS.224

Bentuk kerjasama tersebut dapat meringankan beban dan mengefisiensikan tugas dari masing-masing organisasi, termasuk Greenpeace. Di antara regional yang menjadi target Greenpeace, Afrika dan Pasifik menjadi regional yang tidak terdapat personal in charge dari Greenpeace untuk bertanggungjawab menyusun upaya politik, karena minimnya kapasitas NROs di wilayah tersebut. Oleh karena itu, upaya politik di regional Afrika dan Pasifik dilakukan oleh Greenpeace secara kolaboratif dengan anggota Deep Sea Conservation Coalition dan High Seas

Alliance lainnya,225 sedangkan, menurut Veronica Frank, Greenpeace juga tidak dapat melakukan upaya politik di beberapa opponent countries, seperti Jepang di mana Greenpeace Jepang memiliki akses terbatas untuk berkomunikasi dengan pemerintah Jepang, Rusia di mana Greenpeace Rusia tidak memiliki kampanye laut, serta di Islandia di mana Greenpeace tidak memiliki kantor nasional, menyebabkan Greenpeace tidak dapat melakukan lobi politik dengan pemerintah negara-negara tersebut. Akan tetapi, dengan adanya NGO lokal dari berbagai

224 High Seas Alliance, HSA Members Host Series of Regional BBNJ Workshops (2014) dari http://highseasalliance.org/content/hsa-members-host-series-regional-bbnj-workshops diakses pada 7 Juni 2017. 225 Greenpeace, Annex 1: Country Analysis for Work Plan 2014-2015.

76

negara yang menjadi anggota dari High Seas Alliance dan Deep Sea Conservation

Coalition, seperti Iceland Nature Conservation Association, Korean Federation for Environmental Movement, dan NGO lokal lainnya, membuat upaya lobi politik dapat dilakukan melalui NGO lokal tersebut. 226

5) Memprotes Pembatasan Partisipasi (Protesting Against Restriction Participation)

Meskipun Kelompok Kerja BBNJ bersifat terbuka atas partisipasi NGO, namun dalam beberapa kasus, terdapat beberapa sesi tertutup di mana delegasi

NGO dan IGO tidak dapat berpartisipasi dalam sesi tersebut. Setidaknya pada pertemuan Kelompok Kerja BBNJ keempat hingga keenam (2011-2013), proses perancangan rancangan rekomendasi Kelompok Kerja BBNJ dihasilkan melalui konsultasi informal dan closed-door drafting group yang dikenal sebagai Friends of the Co-Chairs.227 Hal tersebut dipandang sebagai upaya pembatasan partisipasi

NGO di dalam proses negosiasi hingga menimbulkan protes dari delegasi NGO, seperti pada pertemuan keenam, di mana NGO pada pernyataan penutup atas nama Pew, WWF, NRDC, Greenpeace, Deep Sea Conservation Coalition, dan

High Seas Alliance,228 NGO menegaskan bahwa pengecualian masyarakat sipil adalah pelanggaran terhadap Aarhus Convention on Access to Information dan

Almaty Guidelines on Promoting the Application of the Principles of the Aarhus

Convention in International Forums, terkait partisipasi publik dalam pengambilan

226 Wawancara Pribadi dengan Veronica Frank. Via Skype, 5 Juni 2017. 227 IISD, Summary The Fifth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 7-11 Mei 2012 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 83 (IISD, 2012) dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2583e.pdf diakses pada 7 Juni 2017. 228 High Seas Alliance, Update: Day Five - Member Interventions (2013) dari http://highseasalliance.org/content/update-day-five-member-interventions diakses pada 9 Juni 2017.

77

keputusan dan akses terhadap keadilan dalam masalah lingkungan; serta mendesak delegasi negara untuk mengembalikan transparansi proses negosiasi

BBNJ dengan membuka partisipasi dari perwakilan masyarakat sipil.229

Selain itu, dukungan terhadap partisipasi NGO juga datang dari beberapa delegasi negara yang mendesak dilakukannya proses negosiasi yang terbuka untuk partisipasi NGO, seperti, Argentina, Brazil, Venezuela, dan Uni Eropa, pada pertemuan kelima,230 serta dari Uni Eropa, Meksiko, Australia, dan G-77/Cina pada pertemuan keenam. Hingga pada akhirnya, Co-Chair Kohona menyetujui saran yang diajukan oleh para delegasi tersebut untuk diterapkan pada pertemuan- pertemuan Kelompok Kerja BBNJ selanjutnya.231

b. Level Domestik

Berdasarkan dari dokumen internal Greenpeace Internasional, yaitu

“Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014”232 dan “Ocean

Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015,”233 di level domestik, Greenpeace menentukan objektif yang berbeda di antara Greenpeace NROs yang berada di

“champion countries” dengan Greenpeace NROs yang berada di “opponent countries.” Greenpeace NROs di champion countries menargetkan untuk:

229 IISD, Summary The Sixth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 19-23 August 2013 dalam Briefing Note on UNGA WG on Marine Biodiversity (IISD, 2013) dari http://www.iisd.ca/oceans/marinebiodiv6/brief/brief_marinebiodiv6e.pdf diakses pada 9 Juni 2017. 230 IISD, Summary The Fifth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction. 231 IISD, Summary The Sixth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction. 232 Greenpeace, Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014. 233 Greenpeace, Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015.

78

memperoleh pernyataan publik dari Menteri maupun pengambil keputusan utama lainnya untuk mendukung UN Ocean Biodiversity Agreement dan pembentukan jaringan suaka laut global, termasuk pada saat pernyataan pembuka kepala negara pada sidang Majelis Umum PBB; serta memicu jangkauan politik regional dari champion countries untuk menghasilkan dukungan maupun posisi bersama regional yang lebih luas untuk mendukung UN Ocean Biodiversity Agreement.234

Sedangkan, untuk NROs di opponent countries menargetkan untuk: memperoleh pernyataan publik dari oposisi maupun tokoh atau anggota parlemen yang berpengaruh secara politis untuk mendukung UN Ocean Biodiversity Agreement dan pembentukan jaringan suaka laut global; serta mengekspos upaya opponent countries yang mempengaruhi negara lainnya agar ikut menentang UN Ocean

Biodiversity Agreement.235

1) Memberikan Masukan dalam Pembangunan Kebijakan (Providing Inputs into Policy Development)

Menurut Arifsyah Nasution, secara umum tugas para jurukampanye di berbagai Greenpeace NROs adalah menyampaikan berbagai dokumen intervensi

Greenpeace, seperti policy briefing kepada para pejabat-pejabat utama di dalam pemerintah nasional.236 Berdasarkan penjelasan dari para jurukampanye yang menjadi narasumber dalam skripsi ini, upaya pengiriman dokumen intervensi tersebut atau yang dikenal dengan “endorsement” dapat melalui komunikasi lewat telepon ataupun surel, bertemu dalam rapat khusus, berpartisipasi dalam kegiatan diskusi (seperti FGD maupun lokakarya) yang diselenggarakan oleh pemerintah,

234 Greenpeace, Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015. 235 Greenpeace, Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015. 236 Wawancara Pribadi dengan Arifsyah Nasution. Jakarta, 7 Juni 2017.

79

maupun mengundang perwakilan pemerintah dalam kegiatan diskusi (seperti FGD maupun lokakarya) yang diselenggarakan oleh Greenpeace. Menurut Arifsyah

Nasution, upaya tersebut dilakukan untuk mengintervensi secara langung dalam proses pembuatan posisi negara atau paling tidak untuk membuat para delegasi diinformasikan secara baik terhadap isu-isu yang akan dibahas sebelum menghadiri pertemuan Kelompok Kerja BBNJ. Selain itu, endorsement kepada para delegasi dari champion countries dan like-minded countries, khususnya negara-negara berkembang, dibutuhkan untuk meningkatkan kapabilitas mereka agar dapat berdebat dengan para delegasi dari opponent countries, melihat bahwa minimnya kapabilitas negara, khususnya negara-negara berkembang.237

Beberapa contoh kasus upaya yang dilakukan oleh Greenpeace NROs, antara lain: Greenpeace AS, di mana, menurut John Hocevar, Greenpeace beserta

NGO lain telah berkomunikasi sebanyak 24 kali dengan tujuh hingga delapan pejabat dari Kementerian Luar Negeri AS;238 Greenpeace Indonesia, di mana, menurut penjelasan dari Arifsyah Nasution, sejak awal peluncuran kampanye kelautannya di Asia Tenggara, ditandai dengan kedatangan kapal Rainbow

Warrior III pada tahun 2013, telah bertemu langsung dengan pihak Kementerian

Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan, maupun Kementerian

Koordinator Kemaritiman;239 Greenpeace Swedia, di mana menurut Frida

Bengtsson, Senior Oceans Campaigner - Swedia, juga menjalin komunikasi dengan pemerintah nasional Swedia, salah satunya dengan

237 Wawancara Pribadi dengan Arifsyah Nasution. Jakarta, 7 Juni 2017. 238 Wawancara Pribadi dengan John Hocevar. Via Skype, 10 Mei 2017. 239 Wawancara Pribadi dengan Arifsyah Nasution. Jakarta, 7 Juni 2017.

80

Isabella Lovin, Menteri Kerjasama Pembangunan Internasional dan Iklim

Swedia;240 Greenpeace Kanada, di mana, menurut Sarah King, Senior Oceans

Strategist Greenpeace Kanada, secara rutin berkomunikasi dengan pejabat dari

Kementerian Perikanan dan Kelautan Kanada serta Kementerian Luar Negeri

Kanada, baik melalui telefon maupun pertemuan langsung;241 hingga Greenpeace

Korea Selatan, di mana, menurut Taehyun Park, Senior Oceans Campaigner

Greenpeace Asia Timur - Korea Selatan, sering menginisiasi pertemuan langsung dengan pejabat pemerintah.242

Menurut Sofia Tsenikli, Chair of Greenpeace Delegation at Working Group

BBNJ 2013-2015, selain melakukan komunikasi pollitik secara langsung dengan pemerintah nasional, Greenpeace berkolaborasi dengan NGO lain menyelenggarakan lokakarya regional.243 Di antara berbagai lokakarya regional yang diselenggarakan oleh NGO yang tergabung dalam Deep Seas Conservation

Coalition dan High Seas Alliance, Greenpeace bersama Pew Charitable Trust,

PICAF, dan pemerintah Filipina,244 secara langsung menyelenggarakan “Regional

Workshop for ASEAN Member States on Sustainable Use and Conservation of

Marine Environment Beyond Areas of National Jurisdiction” di Filipina pada 9-13

Desember 2014.245 di mana, menurut pengakuan dari Budi Atyasa, Kementerian

240 Wawancara Pribadi dengan Frida Bengtsson. Via Skype, 29 Mei 2017. 241 Wawancara Pribadi dengan Sarah King. Via Email, 29 Mei 2017. 242 Wawancara Pribadi dengan Taehyun Park. Via Email, 23 Juni 2017. 243 Wawancara Pribadi dengan Sofia Tsenikli. Via Email, 12 Juni 2017. 244 High Seas Alliance, HSA Members Host Series of Regional BBNJ Workshops. 245 UN, Conferences/Meetings/Workshops/Training Courses Attended by the UN Legal Counsel or a Representative of the DOALOS to Provide Information on the Legal Regime in the UNCLOS and Related Agreements, as well as Policy Development in Ocean Affairs and the Law of the Sea at the UN: From 1 September 2014 to 31 August 2015 dari http://www.un.org/depts/los/reference_files/meetings.pdf diakses pada 12 Juni 2017.

81

Luar Negeri RI, yang menghadiri lokakarya regional tersebut bersama Sora Lokita dari Kementerian Koordinator Kemaritiman RI, menyatakan bahwa, “banyak informasi dan data yang saya pribadi juga baru mengetahuinya dari lokakarya tersebut dan tentunya berguna buat pemerintah dalam menentukan posisinya terkait perlindungan laut lepas.”246 Hal tersebut menggambarkan bahwa informasi yang diberikan oleh Greenpeace dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam mengambil keputusan, khususnya negara berkembang, yang tidak memiliki kapabilitas untuk melakukan penelitian terhadap keanekaragaman hayati di laut lepas. Menurut Dr. rer. nat. Mufti Petala Partia akibat dari tingginya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian bawah laut di laut dalam, menyebabkan informasi tentang keanekaragaman hayati di wilayah tersebut masih terbatas.247

Meskipun demikian, upaya komunikasi yang dilakukan Greenpeace NROs kepada pemerintah nasional di level domestik masih bergantung pada akses dan respon yang diberikan oleh pemerintah nasional tersebut. Hubungan baik dijalin oleh Greenpeace dengan pemerintah Indonesia dan Swedia, di mana Greenpeace diberikan akses untuk melakukan endorsement dalam proses pembuatan posisi negara. Menurut Haryo Budi Nugroho, Utusan Khusus Presiden RI untuk Urusan

Perbatasan Maritim,248 dan Budi Atyasa,249 pemerintah Indonesia secara terbuka mengundang Greenpeace untuk terlibat langsung dalam proses pembuatan posisi negara Indonesia serta pembentukan tim delegasi seperti melalui FGD.

246 Wawancara Pribadi dengan Budi Atyasa. Jakarta, 2 Juni 2017. 247 Wawancara Pribadi dengan Mufti Petala Partia. Depok, 17 Mei 2017. 248 Wawancara Pribadi dengan Haryo Budi Nugroho. Jakarta, 5 Mei 2017. 249 Wawancara Pribadi dengan Budi Atyasa. Jakarta, 2 Juni 2017.

82

Kondisi berbeda dialami oleh Greenpeace AS, di mana, meskipun menurut

Elizabeth Kim, pemerintah AS memberikan akses terbuka kepada partisipasi

NGO dalam proses pembuatan kebijakan,250 akan tetapi, menurut John Hocevar,

NGO yang mengangkat isu BBNJ, mendapatkan ancaman dari salah satu pejabat

Kementerian Luar Negeri AS, yaitu Ambassador Dave Bolton, agar para NGO tersebut tidak ikut campur dalam isu tersebut.251 Sedangkan, dalam kasus

Greenpeace Denmark, menurut Magnus Eckeskog, Senior Oceans Campaigner

Greenpeace Nordic - Denmark, upaya Greenpeace untuk mengadalam pertemuan langsung dengan pemerintah Denmark selalu ditolak oleh pihak pemerintah.252

Kasus yang lebih buruk dialami oleh Greenpeace Jepang, di mana, menurut Kazue

Komatsubara, Senior Oceans Campaigner Greenpeace Jepang, kampanye perburuan paus Greenpeace telah membuat reputasi Greenpeace menjadi buruk bagi pemerintah Jepang, sehingga membuat komunikasi dengan pemerintah

Jepang menjadi mustahil, khususnya dalam isu perikanan.253

2) “Name and Shame” melalui Kampanye publiks

Selain melakukan lobi politik, Greenpeace NROs juga memainkan upaya untuk membangun kesadaran publik hingga tekanan publik dengan melakukan kampanye publik. Upaya ini dilakukan ketika Greenpeace kesulitan merubah posisi opponent countries, terutama di negara-negara di mana pemerintah nasionalnya memberikan akses yang terbatas kepada NGO untuk berkomunikasi

250 Wawancara Pribadi dengan Elizabeth Kim. Via Phone, 26 Mei 2017. 251 Wawancara Pribadi dengan John Hocevar. Via Skype, 10 Mei 2017. 252 Wawancara Pribadi dengan Magnus Eckeskog. Via Skype, 16 Mei 2017. 253 Wawancara Pribadi dengan Kazue Komatsubara. Via Email, 3 Juli 2017.

83

dan melakukan lobi politik.254 Oleh karena itu, kegiatan kampanye publik ditujukan untuk mempengaruhi opini publik untuk mengisolasi opponent countries dan melemahkan argumen mereka dengan melakukan upaya “name and shame” kepada negara-negara tersebut.255 Berdasarkan dokumen internal

Greenpeace “Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014,” pada tahun

2013-2014, Greenpeace berfokus pada kampanye publik meningkatkan opini publik serta membangun dukungan korporasi dan pasar terhadap perlindungan laut lepas dengan meluncurkan tiga kampanye, yaitu “Monster Boats,”256 “Deep

Sea Mining,257 serta “Arctic Sanctuary,”258 yang bertujuan untuk mengekspos kepentingan opponent countries atas aktivitas eksploitasi di laut lepas.259

Contoh kasus “name and shame” yang paling besar dilakukan oleh

Greenpeace NROs ialah, sebelum penyelenggaraan Our Ocean Conference,

Greenpeace AS membuat suatu surat terbuka kepada Menlu John Kerry berjudul,

“Dear John, We Need to Talk: Will You Commit to Our Oceans‟ Future?” yang ditulis oleh Phil Kline, Senior Oceans Campaigner Greenpeace AS,260 dan Kumi

Naidoo, Direktur Greenpeace Internasional,261 untuk mempertanyakan komitmen

254 Greenpeace, Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014. 255 Greenpeace, Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015. 256 Greenpeace, Monster Boats: The Scourge of the Oceans. 257 Michelle Allsopp, dkk., Review of the Current State of Development and the Potential for Environmental Impacts of Seabed Mining Operations (Amsterdam: Greenpeace, 2013) 258 Neil T. M. Hamilton, Arctic Sanctuary: Global Commons, Environmental Protection and Future-Proofing (Amsterdam: Greenpeace, 2014) 259 Greenpeace, Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014. 260 Phil Kline, Dear John, We Need to Talk: Will You Commit to Our Oceans’ Future? (2014) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/our-oceans/blog/49370 diakses pada 13 Juni 2017. 261 , Dear John, We Need to Talk: Will You Commit to Our Oceans’ Future? (2014) dari http://www.huffingtonpost.com/kumi-naidoo/dear-john-we-need-to- talk_b_5371236.html?utm_hp_ref=tw diakses pada 13 Juni 2017.

84

John Kerry yang sempat memberikan pernyataan, “There can be no doubt that the ocean requires our protection and our collective action” dan membandingkannya dengan kebijakan AS yang kontradiktif dengan berusaha menggagalkan upaya pembentukan perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS.262 Kemudian, pada saat

Our Ocean Conference sedang diselenggarakan, Greenpeace AS juga melakukan aksi “photo opportunities” yang ditujukan kepada Menlu John Kerry,263 dan didukung oleh Greenpeace Swedia, Jerman, Perancis, India, Australia, Korea

Selatan, dan Argentina yang melakukan aksi „direction communication‟ di

Kedutaan Besar AS, dengan memberikan surat “Dear John” kepada Duta Besar

AS untuk mendesak Menlu John Kerry "Act for the High Seas.”264

Kasus “name and shame” lainnya ditujukan kepada Rusia, di mana para aktivis Greenpeace melakukan „direction action‟ di oil platform “Prirazlomnaya” milik perusahaan minyak asal Rusia, yaitu Gazprom, yang terletak di Laut

Pechora di wilayah Arktik pada 18 September 2013.265 Meskipun aksi tersebut berakhir dengan penahanan kepada 28 aktivis Greenpeace, dua jurnalis, beserta kapal Arctic Sunrise hingga 39 Desember 2013,266 akan tetapi, fenomena tersebut juga dapat mempengaruhi kebijakan Rusia, antara lain: delegasi Rusia

262 Kline, Dear John, We Need to Talk. 263 Daniel Mittler, Ocean Action in Washington – But High Seas Ignored (2014) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/support-ocean- sanctuaries-united-nations/blog/49665 diakses pada 15 Juni 2017. 264 Sofia Tsenikli, Major Breakthrough for Ocean Lovers: UN Takes Landmark Step Towards High Seas Biodiversity Agreement (2015) dari http://www.greenpeace.org/canada/en/Blog/major- breakthrough-for-ocean-lovers-un-takes-/blog/51974 diakses pada 15 Juni 2017. 265 Greenpeace, Update from the Arctic Sunrise Activists (2014) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/features/From-peaceful-action-to-dramatic- seizure-a-timeline-of-events-since-the-Arctic-Sunrise-took-action-September-18-CET/ diakses pada 15 Juni 2017. 266 Greenpeace, Update from the Arctic Sunrise Activists.

85

mengumumkan kepada Arctic Council bahwa pemerintah Rusia mendukung pembentukan istrumen hukum untuk mencegah tumpahan limah minyak di wilayah Arktik; Presiden Vladimir Putin memerintahkan kepada pemerintah dan perusahaan minyak Rusia untuk melakukan langkah-langkah perlindungan keanekaragaman hayati di wilayah Arktik dari tumpahan minyak bekerjasama dengan para ilmuwan dan NGO dan kebijakan lainnya.267 Aksi serupa juga dilakukan di oil rig “Transocean Spitsbergen” milik perusahaan asal Norwegia, yaitu Statoil, di Laut Barents di wilayah Arktik pada 27 Mei 2014. Dalam merespon aksi tersebut, Badan Lingkungan Hidup Norwegia mengumumkan bahwa proyek eksplorasi minyak Statoil dihentikan sementara, sambil menunggu pengaduan dari Greenpeace yang didukung oleh 50.000 tandatangan.268 Dalam rangkaian aksi tersebut, Greenpeace menuntut negara-negara di wilayah Arktik, seperti AS, Rusia, Kanada, Norwegia, dan Denmark untuk menjadikan Laut

Arktik bagian tengah menjadi Arctic Sanctuary.269

Berdasarkan pengalaman dari Prof. Tullio Scovazzi, Chair of the EU

Council Working Group on the Law of the Sea, ketika NGO tidak berhasil mengintervensi proses pengambilan kebijakan oleh pemerintah nasional secara langsung, mereka akan berupaya mempengaruhi opini publik untuk menekan pemerintah nasional secara tidak langsung. Prof. Tullio Scovazzi juga mengakui

267 Maria Favorskaya, How the Peaceful Protest at Prirazlomnaya Made Positive Change in Russia (2014) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/how- peaceful-protest-made-positive-change-in-Russia/blog/50222/ diakses pada 15 Juni 2017. 268 Greenpeace, Greenpeace Activists Climb Statoil Rig to Protest the Northernmost Oil Drilling in the Norwegian Arctic (2014) dari http://www.greenpeace.org/international/en/press/releases/2014/Greenpeace-activists-climb- Statoil-rig-to-protest-the-northernmost-oil-drilling-in-the-Norwegian-Arctic/ diakses pada 15 Juni 2017. 269 Hamilton, Arctic Sanctuary, Hal. 12

86

bahwa upaya kampanye publik cukup efektif untuk mempengaruhi para pengambil kebijakan, khususnya di negara-negara demokratis, seperti yang dilakukan Greenpeace kepada Menlu AS John Kerry.270

5. Melaporkan Proses Negosiasi (Negotiations Reporting)

Menurut Kate O‟Neill, NGO telah dikenal memainkan peran penting dalam meningkatkan transparansi perundingan internasional. Selain melobi para delegasi untuk mengambil posisi tertentu, menyusun rancangan bahasa perjanjian

(terkadang dijadikan sebagai teks final), NGO juga seringkali menghasilkan laporan harian, dan terkadang setiap jam, tentang kegiatan pertemuan yang dengan cepat disebarluaskan.271 Kal Raustiala menambahkan, pelaporan negosiasi yang sedang berlangsung adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh pemerintah dengan mudah ataupun efektif. Jika ada satu pemerintah yang berusaha memberikan laporan semacam itu, laporan tersebut akan diragukan sebagai informasi yang bias dan tidak representatif.272

Meskipun Greenpeace tidak memproduksi sebuah laporan dalam bentuk buletin seperti Earth Negotiations Bulletin (ENB) yang dilaporkan secara rutin oleh IISD, namun di tiap pertemuan internasional, khususnya sejak pertemuan

Kelompok Kerja BBNJ keempat pada tahun 2011, delegasi Greenpeace selalu melaporkan tentang diskusi maupun perdebatan yang terjadi di dalam pertemuan tersebut kepada publik. Contoh dari laporan tersebut, misalnya: “A Step Forward

270 Wawancara Pribadi dengan Tullio Scovazzi. Via Phone, 21 Juni 2017. 271 O'Neill, The Environment and International Relations, Hal. 92 272 Raustiala, States, NGOs, and International Environmental Institutions, Hal. 730

87

for Our Oceans at the UN”273 yang menceritakan kondisi dalam pertemuan

Kelompok Kerja BBNJ keempat pada tahun 2011 tentang adanya kemajuan yang tercapai oleh G-77/Cina dan Uni Eropa terkait beberapa isu, seperti seperti kebutuhan untuk pembagian keuntungan dari pemanfaatan MGRs dan kebutuhan perlindungan laut lepas; “Governments Make Slow Progress on High Seas

Protection but People‟s Wave of Change is Growing Fast”274 yang membahas tentang lambatnya perkembangan yang dicapai oleh negara-negara dalam pertemuan Kelompok Kerja BBNJ keenam pada tahun 2013; hingga “Major

Breakthrough for Ocean Lovers: UN Takes Landmark Step Towards High Seas

Biodiversity Agreement,” yang melaporkan bagaimana pencapaian yang dihasilkan dari pertemuan Kelompok Kerja BBNJ kesembilan dan sidang Majelis

Umum PBB ke-69 yang menghasilkan Resolusi 69/292.275

6. Menyebarkan Sinyal Domestik (Enhancing Domestic Signaling)

Menurut Kate O‟Neill, NGO telah bertindak sebagai "conscience-keepers" dari masyarakat internasional. NGO tidak hanya menyoroti masalah moral ataupun etika untuk memecahkan masalah lingkungan global, namun juga terus mendorong partisipasi yang lebih luas dalam pertimbangan ini, mengingatkan penyelenggara dan peserta negosiasi terkait audiens mereka yang lebih luas.

Mereka juga menyediakan hubungan penting antara masyarakat lokal dengan

273 Sofia Tsenikli, A Step Forward for Our Oceans at the UN (2011) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/a-step-forward-for-our- oceans-at-the-un/blog/35131 diakses pada 17 Juni 2017. 274 Sofia Tsenikli, Governments Make Slow Progress on High Seas Protection but People’s Wave of Change is Growing Fast (2013) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/governments-make- slow-progress-on-high-seas-p/blog/46396 diakses pada 17 Juni 2017. 275 Tsenikli, Major Breakthrough for Ocean Lovers.

88

pemerintahan global, di mana kepentingan masyarakat lokal tersebut mungkin tidak direpresentasikan oleh pemerintah mereka sendiri.276

Dalam upaya ini, Greenpeace menghimpun petisi publik untuk menjaring dukungan masyarakat dan menekan para pemerintah untuk menyetujui diluncurkannya negosiasi formal terkait pembentukan perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS, yaitu “Support Oceans Sanctuaries.”277 Greenpeace bersama

High Seas Alliance juga menghimpun petisi yang dikhususkan untuk para ilmuwan untuk menandatangani surat terbuka melalui alamat surel [email protected] Selain itu, Greenpeace juga menjaring dukungan lewat sosial media dengan tagar #OceanLovers279 dan

#WaveofChanges. Alhasil, Greenpeace berhasil menjaring dukungan publik lebih dari 23,5 juta tandatangan dari petisi Support Oceans Sanctuaries, serta lebih dari

10.000 tweet lewat tagar #OceanLovers dan #WaveofChanges.280

Hasil dari kampanye publik yang dilakukan oleh Greenpeace NROs juga disampaikan oleh delegasi Greenpeace pada pertemuan Kelompok Kerja BBNJ, salah satu contohnya di dalam rekomendasi Greenpeace pada pertemuan kedelapan Kelompok Kerja BBNJ tahun 2014:281

276 O'Neill, The Environment and International Relations, Hal. 91-92 277 Greenpeace, Support Oceans Sanctuaries dari https://act.greenpeace.org/ea- action/action?ea.client.id=1844&ea.campaign.id=27037 diakses pada 19 Juni 2017. 278 High Seas Alliance, An Open Letter from International Scientists on the Need for a High Seas Biodiversity Agreement (2013) dari http://highseasalliance.org/content/open-letter- international-scientists-need-high-seas-biodiversity-agreement diakses pada 19 Juni 2017. 279 Veronica Frank, 7 Resolutions for #OceanLovers (2015) dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/support-oceans- sanctuaries/blog/51835 diakses pada 19 Juni 2017. 280 Tsenikli, Governments Make Slow Progress. 281 Greenpeace, Greenpeace Briefing to the United Nations Ad-Hoc Open-ended Informal Working Group to Study Issues Relating to the Conservation and Sustainable Use of Marine Biological

89

At the opening day of the BBNJ in April, Greenpeace volunteers organized an activity outside the UN, tweeting and sending photo messages to delegates, calling for high seas protection and the need for a new UN agreement to deliver ocean sanctuaries across the oceans. On the same day Greenpeace launched our “Support Ocean Sanctuaries” petition. The message is simple and clear: Governments need to act now to protect the oceans and our future/

Menurut Nathalie Rey, setiap delegasi negara akan selalu mengklaim bahwa posisinya di dalam forum internasional merepresentasikan kepentingan nasionalnya, sehingga Greenpeace berupaya untuk menciptakan oposisi publik melalui kampanye publik dan mengekspos bahwa posisi yang diambil oleh opponent countries tidak sesuai dengan keinginan warganegaranya untuk melemahkan argumen dari delegasi negara-negara tersebut.282

B. Kendala-Kendala dalam Upaya Greenpeace

Dalam upayanya untuk mendorong Majelis Umum PBB membentuk suaka laut global melalui UN Ocean Biodiveristy Agreement, Greenpeace mengalami berbagai kendala yang menyebabkan lamanya proses peluncuran negosiasi UN

Ocean Biodiveristy Agreement di Kelompok Kerja BBNJ selama sembilan tahun.

Hal tersebut dikarenakan, selama proses di Kelompok Kerja BBNJ, terdapata perdebatan panjang pada status hukum sumber daya genetik yang ditemukan di

ABNJ, karena UNCLOS tidak secara khusus membahas tentang masalah ini.

Beberapa negara maju berargumen bahwa MGRs di the Area berada di bawah rezim Kebebasan pada laut lepas yang diatur di dalam Bagian VII UNCLOS.283 Di

Diversity Beyond Areas of National Jurisdiction (2014) dari http://highseasalliance.org/sites/highseasalliance.org/files/Greenpeace%20Opening%20Stateme nt%20BBNJ%202014%20final.pdf diakses pada 19 Juni 2017. 282 Wawancara Pribadi dengan Nathalie Rey. Via Skype, 15 Juni 2017. 283 Elisabeth Druel dan Kristina M. Gjerde, Sustaining Marine Life Beyond Boundaries: Options for an Implementing Agreement for Marine Biodiversity Beyond National Jurisdiction under the

90

lain pihak, negara-negara berkembang yang tergabung dalam G-77/Cina memiliki posisi yang berlawanan, dengan menjadikan Resolusi MU PBB 2749 tahun 1970 sebagai dasar argumen bahwa MGRs di laut lepas termasuk dalam warisan bersama untuk umat manusia yang diatur pada di dalam Bagian XI .284

Adapun kendala-kendala yang dialami Greenpeace di antaranya, di level internasional, meskipun Kelompok Kerja BBNJ bersifat terbuka atas partisipasi

NGO, namun dalam beberapa kasus, terdapat beberapa sesi tertutup di mana delegasi NGO dan IGO tidak dapat berpartisipasi dalam sesi tersebut. Setidaknya pada pertemuan Kelompok Kerja BBNJ keempat hingga keenam (2011-2013), proses perancangan rancangan rekomendasi Kelompok Kerja BBNJ dihasilkan melalui konsultasi informal dan closed-door drafting group yang dikenal sebagai

Friends of the Co-Chairs.285

Sedangkan, di level domestik, upaya komunikasi yang dilakukan

Greenpeace NROs kepada pemerintah nasional di level domestik masih bergantung pada akses dan respon yang diberikan oleh pemerintah nasional tersebut. Kondisi tersebut dialami oleh beberapa Greenpeace NROs, seperti

Greenpeace AS, di mana, meskipun menurut Elizabeth Kim, pemerintah AS memberikan akses terbuka kepada partisipasi NGO dalam proses pembuatan kebijakan,286 akan tetapi, menurut John Hocevar, NGO yang mengangkat isu

United Nations Convention on the Law of the Sea dalam Marine Policy Vol. 49 (Elseiver Ltd, 2013), Hal. 92 284 Druel dan Gjerde, Sustaining Marine Life Beyond Boundaries, Hal. 92 285 IISD, Summary The Fifth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 7-11 Mei 2012 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 83 (IISD, 2012) dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2583e.pdf diakses pada 7 Juni 2017. 286 Wawancara Pribadi dengan Elizabeth Kim. Via Phone, 26 Mei 2017.

91

BBNJ, mendapatkan ancaman dari salah satu pejabat Kementerian Luar Negeri

AS, yaitu Ambassador Dave Bolton, agar para NGO tersebut tidak ikut campur dalam isu tersebut.287 Sedangkan, dalam kasus Greenpeace Denmark, menurut

Magnus Eckeskog, upaya Greenpeace untuk mengadalam pertemuan langsung dengan pemerintah Denmark selalu ditolak oleh pihak pemerintah.288 Kasus yang lebih buruk dialami oleh Greenpeace Jepang, di mana, menurut Kazue

Komatsubara, kampanye perburuan paus Greenpeace telah membuat reputasi

Greenpeace menjadi buruk bagi pemerintah Jepang, sehingga membuat komunikasi dengan pemerintah Jepang menjadi mustahil, khususnya dalam isu perikanan.289

Akibat dari berbagai kendala yang dialami dalam upayanya mendorong pembentukan suaka laut global melalui UN Ocean Biodiversity Agreement, setidaknya dalam periode 2006-2015 Greenpeace „Worldwide‟ mengeluarkan biaya total sebesar 96.427.000 euro dalam Oceans Campaign Unit secara keseluruhan (belum termasuk pengeluaran unit Media and Communications,

Marine Operations and Action Support, Public Information and Outreach, dan,

Political, Science, and Business).290 Berdasarkan dari laporan tahunan

Greenpeace, dana tersebut didapatkan dari berbagai macam pemasukan seperti

287 Wawancara Pribadi dengan John Hocevar. Via Skype, 10 Mei 2017. 288 Wawancara Pribadi dengan Magnus Eckeskog. Via Skype, 16 Mei 2017. 289 Wawancara Pribadi dengan Kazue Komatsubara. Via Email, 3 Juli 2017. 290 Akumulasi total pengeluaran kampanye laut Greenpeace ‘Worldwide’ (Greenpeace Internasional dan Greenpeace NROs) berdasarkan laporan tahunan Greenpeace periode 2006- 2015. Diagram dan tabel pengeluaran kampanye laut Greenpeace tersedia di Lampiran 4

92

hibah, donasi, bunga, penjualan, lisensi, dan lainnya, dengan total sebesar

2.245.887.000 euro dalam periode 2006-2015.291

Pada Bab 4 ini telah dijelaskan berbagai upaya yang dimainkan oleh

Greenpeace untuk mendorong pembentukan suaka laut global melalui UN Ocean

Biodiversity Agreement, antara lain: Penelitian dan Analisis (Research and

Analysis); Pengawasan dan Respon Cepat (Watch-Dogging and Rapid Response);

Mempertunjukkan Fungsi Operasional (Performing Operational Functions);

Pengembangan Kebijakan dan Pengaturan Agenda (Policy Development and

Agenda Setting); Melaporkan Proses Negosiasi (Negotiations Reporting); dan

Menyebarkan Sinyal Domestik (Enhancing Domestic Signaling).292 Selain itu,

Bab 4 ini juga menjelaskan kendala-kendala yang dialami oleh Greenpeace dalam upayanya mendorong pembentukan suaka laut global melalui UN Ocean

Biodiversity Agreement.

291 Akumulasi total pemasukan Greenpeace ‘Worldwide’ (Greenpeace Internasional dan Greenpeace NROs) berdasarkan laporan tahunan Greenpeace periode 2006-2015. Diagram dan tabel pemasukan Greenpeace tersedia di Lampiran 5. 292 Skema upaya Greenpeace tersedia di Lampiran 3.

93

BAB V PENUTUP

Kesimpulan

Dalam mendorong Majelis Umum PBB untuk menciptakan suaka laut global melalui UN Ocean Biodiversity Agreement, Greenpeace melakukan berbagai upaya, antara lain: antara lain:

Penelitian dan Analisis (Research and Analysis). Greenpeace secara rutin melakukan penelitian ilmiah di laut dalam, yang dilakukan oleh peneliti dari

Science Unit Greenpeace Internasional, Greenpeace NROs, maupun berkolaborasi dengan peneliti dari universitas maupun instansi lainnya. Selain melakukan penelitian ilmiah, Greenpeace juga melakukan analisis hukum yang dilakukan oleh penasehat hukum dari Legal Unit Greenpeace Internasional. Informasi dari penelitian ilmiah tersebut dijadikan dasar argumen bagi Greenpeace bahwa laut dalam memiliki keanekaragaman hayati serta habitat yang bersifat unik dan rentan, sehingga harus dilindungi dengan dijadikan sebagai suaka laut global.

Sedangkan, analisis hukum dilakukan untuk menunjukkan adanya kesenjangan maupun kekosongan tata kelola laut lepas, sehingga harus dilengkapi dengan membentuk perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS.

Pengawasan dan Respon Cepat (Watch-Dogging and Rapid Response).

Hampir setiap tahun, Greenpeace melakukan ekspedisi di laut lepas dengan menggunakan kapal Rainbow Warrior, Esperanza, dan Arctic Sunrise, untuk melakukan pengawasan, investigasi, maupun direction action. Informasi dari

94

investigasi yang dilakukan selama ekspedisi ditujukan untuk mengekspos lemahnya instrumen maupun instansi yang telah ada, seperti RFMO, ISA, dll., untuk mencegah aktivitas-aktivitas destruktif di laut lepas.

Mempertunjukkan Fungsi Operasional (Performing Operational Functions).

Pada kondisi tertentu, Greenpeace dapat melakukan perlindungan lingkungan laut secara langsung, seperti yang dilakukan oleh Greenpeace European Unit untuk melindungi Natura 2000 dengan melakukan penyebaran trawling obstacles di wilayah tersebut sebagai solusi jangka pendek. Hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan solusi sementara yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi laut lepas. Akan tetapi, aksi penyebaran trawling obstacles tetap ditujukan untuk mereformasi instrumen yang ada, dalam kasus ini ialah EU

Common Fisheries Policy (CFP), sebagai solusi permanen.

Pengembangan Kebijakan dan Pengaturan Agenda (Policy Development and

Agenda Setting). Dalam upaya menyampaikan informasi-informasi yang diperoleh di lapangan beserta dengan rekomendasi Greenpeace, upaya policy development and agenda-setting dilakukan di level internasional oleh delegasi Greenpeace yang dipimpin oleh Political and Business Unit Greenpeace Internasional, serta di level domestik oleh jurukampanye Greenpeace NROs. Pada level internasional, khususnya dalam pertemuan Kelompok Kerja BBNJ berlangsung, para delegasi

Greenpeace memainkan berbagai upaya, antara lain: menyediakan keahlian ilmiah dan hukum (providing scientific and legal expertise), memastikan kontinuitas pada negosiasi (providing continuity throughout the negotiations), hubungan personal (personal relations), pembentukan koalisi (coalition formation), dan

95

memprotes penbatasan partisipasi (protesting against restriction participation).

Sedangkan, di level domestik, para jurukampanye di berbagai Greenpeace NROs memainkan upaya, yaitu memberikan masukan dalam pembangunan kebijakan

(providing inputs into policy development) dan “name and shame” melalui kampanye publiks.

Melaporkan Proses Negosiasi (Negotiations Reporting). Selama perundingan berlangsung di Kelompok Kerja BBNJ, delegasi Greenpeace seringkali menginformasikan proses diskusi maupun perdebatan yang terjadi di dalam perundingan tersebut melalui laporan berkala. Dalam laporan tersebut,

Greenpeace juga melakukan “name and shame” kepada opponent countries yang dianggap menghalangi upaya perlindungan laut lepas melalui instrumen hukum baru di bawah UNCLOS. Hal tersebut juga dilakukan untuk menciptakan pengawasan publik atas apa yang dilakukan oleh para delegasi negara di dalam forum tersebut.

Menyebarkan Sinyal Domestik (Enhancing Domestic Signaling). Hasil dari kampanye publik yang dilakukan oleh Greenpeace NROs kemudian disampaikan oleh delegasi Greenpeace, melalui policy briefing maupun general statement, pada pertemuan Kelompok Kerja BBNJ untuk menunjukkan peningkatan tekanan publik kepada para delegasi negara agar mendukung peluncuran negosiasi formal terkait pembentukan perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS. Tekanan publik tersebut dapat berbentuk pengumpulan petisi maupun melalui media sosial.

96

DAFTAR PUSTAKA

SUMBER BUKU Burchill, Scott, dkk. 2005. Theories of International Relations, Third Edition. New York: Palgrave Macmillan. Creswell, John W. 2009. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Third Edition. California: SAGE Publication. Erwood, Steve. 2011. The Greenpeace Chronicles: 40 Years of Protecting the Planet. Amsterdam: Greenpeace. O'Neill, Kate. 2009. The Environment and International Relations. Cambridge: Cambridge University. Silverman, David. 2000. Doing Qualitative Research: A Practical Handbook. London: SAGE Publication. Sobel, Jack A. dan Craig P. Dalgren. 2004. Marine Reserves: A Guide to Science, Design, and Use. Washington: Island Press. Tanaka, Yoshifumi. 2008. A Dual Approach to Ocean Governance: The Cases of Zonal and Integrated Management in International Law of the Sea. Burlington: Ashagate Publishing. Weyler, Rex. 2004. Greenpeace: How A Group of Ecologists, Journalists, and Visionaries Changed the World. Vancouver: Raincoast Books.

SUMBER JURNAL Aston, Jurij Daniel. 2001. The United Nations Committee on Non-Governmental Organizations: Guarding the Entrance to A Politically Divided House. European Journal of International Law. Barnes, Bruce E. 1987. The French Nuclear Test in The South Pacific: Case Study of An International Environmental Dispute. Honolulu: Program on Conflict Resolution University of Hawai‟i at Manoa. Blasiak, Robert. 2017. The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity in Marine Areas Beyond National Jurisdiction dalam Marine Policy Vol. 81. Elseiver. Crosman, Katherine M. 2013. The Roles of Non-Governmental Organization in Marine Conservation. Michigan: University of Michigan. Druel, Elisabeth dan Kristina M. Gjerde. 2013. Sustaining Marine Life Beyond Boundaries: Options for an Implementing Agreement for Marine Biodiversity Beyond National Jurisdiction under the United Nations

xiii

Convention on the Law of the Sea dalam Marine Policy Vol. 49. Elseiver Ltd. Gemmill, Barbara dan Abimbola Bamidele-Izu. The Role of NGOs and Civil Society in Global Environmental Governance dalam Daniel C. Esty dan Maria H. Ivanova. 2002. Global Environmental Governance: Options and Opportunities. Yale: Yale School of Forestry and Environmental Studies. Miller, Robert J., dkk. 2012. Structure-Forming Corals and Sponges and Their Use as Fish Habitat in Bering Sea Submarine Canyons. Amerika Serikat: PLoS ONE. Nurbintoro, Gulardi dan Haryo Budi Nugroho. 2016. Biodiversity Beyond National Jurisdiction: Current Debate and Indonesia‟s Interest dalam Indonesia Law Review. Depok: Universitas Indonesia. O‟Grady, Kristin Moody. 1995. Nuclear Waste Dumping in the Oceans: Has the Cold War Taught Us Anything? dalam Natural Resources Journal, Vol. 35, No. 3 Hal. 697 Parmentier, Remi. 2012. Role and Impact of International NGOs in Global Ocean Governance, dalam Aldo Chircop, dkk., ed., Ocean Yearbook 26. Leiden and Boston: Martinus Nijhoff Publisher. Hal. 209-229. Raustiala, Kal. 1997. States, NGOs, and International Environmental Institutions dalam International Studies Quarterly, Vol. 41, No. 41. Wiley on Behalf of The International Studies Association. Warner, Robin M. 2014. Conserving Marine Biodiversity in Areas Beyond National Jurisdiction: Co-evolution and Interaction with the Law of the Sea dalam Frontiers in Marine Science Vol. 1 Art. 6. Wollongong: University of Wollongong.

SUMBER LAPORAN Craw, Alicia. 2013. Deep Seabed Mining: An Urgent Wake-Up Call to Protect Our Oceans. Amsterdam: Greenpeace. Currie, Duncan E.J. 2004. Protecting the Deep Sea Under International Law: Legal Options for Addressing High Seas Bottom Trawling. Amsterdam: Greenpeace. Greenpeace. 2005. Bioprospecting in the Deep Sea. Amsterdam: Greenpeace. ______. 2008. Black Holes in Deep Ocean Space: Closing the Legal Voids in High Seas Biodiversity Protection. Amsterdam: Greenpeace. ______. 2008. Suggested Draft High Seas Implementing Agreement for the Conservation and Management of the Marine Environment in Areas Beyond National Jurisdiction. Amsterdam: Greenpeace.

xiv

______. 2009. Sea... the Future for European Fisheries, Greenpeace Submission: CFP Reform. Amsterdam: Greenpeace. ______. 2009. Summary of Findings by Greenpeace Esperanza „Defending Our Pacific‟ Expedition: 29 August - 19 October 2009. Amsterdam: Greenpeace. ______. 2011. Whaling On Trial March 2011 Updated. Amsterdam: Greenpeace. ______. 2014. Monster Boats: The Scourge of the Oceans. Amsterdam: Greenpeace. ______. 2014. Slavery and Labour Abuse in the Fishing Sector. Amsterdam: Greenpeace.Johnston, Paul. 1998. Greenpeace Report on the Worlds Oceans. Exeter: Greenpeace Research Laboratories Report. Hamilton, Neil T. M. 2014. Arctic Sanctuary: Global Commons, Environmental Protection and Future-Proofing. Amsterdam: Greenpeace. McKinnel, Tim, Jodie Yi Chiao Lee, dan Dan Salmon. 2016. Made in Taiwan. Amsterdam: Greenpeace. Michelle, Allsopp, dkk. 2013. Review of the Current State of Development and the Potential for Environmental Impacts of Seabed Mining Operations. Amsterdam: Greenpeace. Richartz, Saskia. 2010. Espana, the Destructive Practices of Spain's Fishing Armada. Amsterdam: Greenpeace. Roberts, Callum M., dkk. 2006. Roadmap to Recovery: A Global Network of Marine Reserves. York: University of York. Tolvanen, Sari dan Helene Bours. 2013. Rainbow Warrior Indian Ocean Expedition 2012: Summary of Findings 8 September - 11 November 2012. Amsterdam: Greenpeace. UN. 2011. Working with ECOSOC: An NGOs Guide Consultative Status. New York: UN.

SUMBER DOKUMEN ELEKTRONIK Antarctic Treaty Secretariat. Greenpeace History in the Antarctic dari http://www.ats.aq/documents/ATCM25/ip/ATCM25_ip101_e.pdf diakses pada 27 Maret 2017. Currie, Duncan. 2013. Synthesis of Gaps Identified in Co-Chair‟s BBNJ Workshop dari http://highseasalliance.org/sites/highseasalliance.org/files/BBNJ%202013%

xv

20Gaps%20analysis%20with%20exsummary%20final%20text-2.pdf diakses pada 2 Juni 2017. ______. 2013. Trends of New and Emerging Uses of, and Experimental Activities in, Areas Beyond National Jurisdiction and Implications for the Conservation and Sustainable Use of Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction dari http://www.un.org/Depts/los/biodiversityworkinggroup/workshop2_currie.p df diakses pada 2 Juni 2017. ______. 2014. Overview of Legal and Regulatory and Implementation Gaps in the Conservation and Sustainable Use of Biodiversity in Marine Areas Beyond National Jurisdiction dari http://highseasalliance.org/sites/highseasalliance.org/files/BBNJ%202014% 20Gaps%20analysis%20-Main-FINAL.pdf diakses pada 2 Juni 2017. Greenpeace. 2013. Closing Statement at 6th WG BBNJ August 2013 dari http://highseasalliance.org/sites/highseasalliance.org/files/Greenpeace- Closing-Statement-final.pdf diakses pada 7 Juni 2017. ______. 2014. Greenpeace Briefing to the United Nations Ad-Hoc Open- ended Informal Working Group to Study Issues Relating to the Conservation and Sustainable Use of Marine Biological Diversity Beyond Areas of National Jurisdiction dari http://highseasalliance.org/sites/highseasalliance.org/files/Greenpeace%20O pening%20Statement%20BBNJ%202014%20final.pdf diakses pada 19 Juni 2017. ______. 2016. Stichting Greenpeace Council: Rules of Procedure dari http://www.greenpeace.org/international/Global/international/publications/g reenpeace/2014/SGC-Rules-of-Procedure.pdf diakses pada 16 Januari 2017. IISD. 2006. Summary of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 13-17 February 2006 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 25 dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2525e.pdf diakses pada 10 Mei 2016. ____. 2008. Summary The Second Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 28 April - 2 May 2008 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 49 dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2549e.pdf diakses pada 10 Mei 2016. ____. 2011. Summary The Fourth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 31 May - 3 June 2011 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 70 dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2570e.pdf diakses pada 10 Mei 2016. ____. 2012. Summary The Fifth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 7-11 Mei 2012 dalam

xvi

Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 83 dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2583e.pdf diakses pada 10 Mei 2016. ____. 2012. Summary of The United Nations Conference on Sustainable Development: 13-22 June 2012 dalam Earth Negotiation Bulletin Vol. 27 No. 51 (IISD, 2012) dari http://enb.iisd.org/download/pdf/enb2751e.pdf diakses pada 6 April 2017. ____. 2013. Summary The Sixth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 19-23 August 2013 dalam Briefing Note on UNGA WG on Marine Biodiversity dari http://www.iisd.ca/oceans/marinebiodiv6/brief/brief_marinebiodiv6e.pdf diakses pada 10 Mei 2016. ____. 2014. Summary The Seventh Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 1-4 April 2014 dalam Briefing Note on UNGA WG on Marine Biodiversity dari http://www.iisd.ca/oceans/marinebiodiv7/brief/brief_marinebiodiv7e.pdf diakses pada 10 Mei 2016. ____. 2014. Summary The Eighth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 16-19 June 2014 dalam Briefing Note on UNGA WG on Marine Biodiversity dari http://www.iisd.ca/oceans/marinebiodiv8/brief/brief_marine_biodiv8.pdf diakses pada 10 Mei 2016. ____. 2015. Summary The Ninth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 20-23 January 2015 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 94 dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb2594e.pdf diakses pada 10 Mei 2016. ____. 2016. Summary The Session of The Preparatory Committee on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 28 March – 8 April 2016 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 106 dari http://www.iisd.ca/download/pdf/enb25106e.pdf diakses pada 10 Mei 2016. IWC. 2013. International Whaling Commission Fact Sheet dari http://www.whales.org.au/history/2013-international-whaling-commission- fact-sheet.pdf diakses pada 27 Maret 2017. OSPAR. Historic Dumping of Low-Level Radioactive Waste in the North-East Atlantic dari http://www.ospar.org/site/assets/files/1173/factsheet_historic_dumping_fina l.pdf diakses pada 27 Maret 2017. UN. Ad Hoc Open-ended Informal Working Group to Study Issues Relating to the Conservation and Sustainable Use of Marine Biological Diversity Beyond Areas of National Jurisdiction dari

xvii

http://www.un.org/Depts/los/biodiversityworkinggroup/biodiversityworking group.htm diakses pada 6 Maret 2017. ___. Conferences/Meetings/Workshops/Training Courses Attended by the UN Legal Counsel or a Representative of the DOALOS to Provide Information on the Legal Regime in the UNCLOS and Related Agreements, as well as Policy Development in Ocean Affairs and the Law of the Sea at the UN: From 1 September 2014 to 31 August 2015 dari http://www.un.org/depts/los/reference_files/meetings.pdf diakses pada 12 Juni 2017. ___. Marine Biological Diversity Beyond Areas of National Jurisdiction: Legal and Policy Framework dari http://www.un.org/depts/los/biodiversityworkinggroup/webpage_legal%20a nd%20policy.pdf diakses pada 24 April 2016. ___. 2004. General Assembly Resolution 59/24 dari http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/59/24 diakses pada 1 April 2017. ___. 2004. General Assembly Resolution 59/25 dari http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/59/25 diakses pada 1 April 2017. ___. 2006. Report of the Ad Hoc Open-ended Informal Working Group to Study Issues Relating to the Conservation and Sustainable Use of Marine Biological Diversity Beyond Areas of National Jurisdiction dari https://documents-dds- ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N06/277/50/PDF/N0627750.pdf?OpenElemen t diakses pada 5 Maret 2017. ___. 2013. Intersessional Workshop on Conservation and Management Tools, Including Area-Based Management and Environmental Impact Assessments dari http://www.un.org/Depts/los/biodiversityworkinggroup/workshop2_panels_ website.pdf diakses pada 2 Juni 2017. ___. 2014. List of Non-Governmental Organizations in Consultative Status with the Economic and Social Council as of 1 September 2014 dari http://csonet.org/content/documents/E-2014-INF-5%20Issued.pdf diakses pada 10 Mei 2016. ___. 2015. General Assembly Resolution 69/292 dari https://documents-dds- ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N15/187/55/PDF/N1518755.pdf?OpenElemen t diakses pada 25 April 2016. Roberts, Callum. 2013. Human Impacts on Fisheries Productivity in Areas Beyond National Jurisdiction dari

xviii

http://www.un.org/Depts/los/biodiversityworkinggroup/workshop2_roberts. pdf diakses pada 5 Juni 2017.

SUMBER SITUS INTERNET Arook. 2009. Placing Stones in Swedish Waters, Ledger's Posthumous Music Video, A Greenpeace Victory, and More dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/placi ng-stones-in-swedish-waters-ledgers-post/blog/10353 diakses pada 31 Mei 2017. Australian Government: Departement of the Environment and Energy. Australian Antarctic Division: Leading Australia‟s Antarctic Program dari http://www.antarctica.gov.au/law-and-treaty/history diakses pada 27 Maret 2017. Baillat, Aline. 2000. NGO Status at the UN dari https://www.globalpolicy.org/ngos/links-and-resources-on-ngos/31833-ngo- status-at-the-un.html diakses pada 10 Mei 2016. British Antarctic Survey. Mining dari https://www.bas.ac.uk/about/antarctica/environmental-protection/mining/ diakses pada 27 Maret 2017. CBC. Greenpeace: Young Canadians Launch A Groundbreaking Movement with Environmental Ideals and Public Relations Savvy dari http://www.cbc.ca/history/EPISCONTENTSE1EP16CH2PA2LE.html diakses pada 19 Maret 2017. Chrisafis, Angelique. 2013. French Nuclear Test „Showered Vast Area of Polynesia with Radioactivity‟ dari https://www.theguardian.com/world/2013/jul/03/french-nuclear-tests- polynesia-declassified diakses pada 21 Maret 2017. Deep Sea Conservation Coalition. About Us: Overview dari http://savethehighseas.org/aboutus/ diakses pada 7 Juni 2017. Discovering Antarctica. Mineral Resources dari http://discoveringantarctica.org.uk/challenges/sustainability/mineral- resources/ diakses pada 27 Maret 2017. Dragon, Jackie. 2015. The Best Science on Alaska‟s Bering Sea Canyons Just Got Better dari http://www.greenpeace.org/usa/the-best-science-on-alaskas- bering-sea-canyons-just-got-better diakses pada 26 Mei 2017. Eilperin, Juliet. 2012. Fishery Managers Could Call for a Review of Massive Underwater Canyons dari https://www.washingtonpost.com/national/health- science/fishery-managers-could-call-for-a-review-of-massive-underwater-

xix

canyons/2012/04/02/gIQAfjN6rS_story.html?utm_term=.6db8edd1988e diakses pada 26 Mei 2017. EU. Contributions dari https://ec.europa.eu/fisheries/reform/consultation/received diakses pada 31 Mei 2017. ___. Reform of the Common Fisheries Policy dari https://ec.europa.eu/fisheries/reform_en diakses pada 31 Mei 2017. European Commission. Natura 2000 dari http://ec.europa.eu/environment/nature/natura2000/index_en.htm diakses pada 31 Mei 2017. Falco, Tish. French Nuclear Test in South Pacific dari http://mandalaprojects.com/ice/ice-cases/mururoa.htm diakses pada 21 Maret 2017. Favorskaya, Maria. 2014. How the Peaceful Protest at Prirazlomnaya Made Positive Change in Russia dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/how- peaceful-protest -made-positive-change-in-Russia/blog/50222/ diakses pada 15 Juni 2017. Frank, Veronica. 2015. 7 Resolutions for #OceanLovers dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/supp ort-oceans-sanctuaries/blog/51835 diakses pada 19 Juni 2017. Greenpeace. 1974 - France Ends Atmospheric Nuclear Tests in the South Pacific dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/history/Victories- timeline/nuclear-testing/ diakses pada 21 Maret 2017. ______. 1982 - Moratorium Puts an End to Commercial Whaling dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/history/Victories- timeline/whaling-moratorium/ diakses pada 27 Maret 2017. ______. 1991 - International Treaty Saves the Antarctic from Deadly Threat dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/history/Victories- timeline/Antarctic-Treaty/ diakses pada 27 Maret 2017. ______. 1993 - Dumping of Radioactive Waste at Sea Gets Banned dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/history/Victories- timeline/radioactive-dumping/ diakses pada 27 Maret 2017. ______. Greenpeace Structure and Organization dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/how-is-greenpeace- structured/ diakses pada 16 Januari 2017. ______. Greenpeace Worlwide dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/worldwide diakses pada 12 Juni 2017.

xx

______. Legal Unit dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/Legal-Unit/ diakses pada 26 Mei 2017. ______. Ocean Sanctuaries dari http://www.greenpeace.org/international/en/campaigns/oceans/marine- reserves/ diakses pada 25 April 2016. ______. Our Core Value dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/our-core-values/ diakses pada 16 Januari 2017. ______. Support Oceans Sanctuaries dari https://act.greenpeace.org/ea- action/action?ea.client.id=1844&ea.campaign.id=27037 diakses pada 19 Juni 2017. ______. The Founders of Greenpeace dari http://www.greenpeace.org/international/en/about/history/founders/ diakses pada 19 Maret 2017. ______. Greenpeace Research Labrotaties dari http://www.greenpeace.to/greenpeace diakses pada 26 Mei 2017. ______. 2009. Greenpeace Granite Shield Protects Unique Marine Life dari http://www.greenpeace.org/international/en/press/releases/2009/greenpeace- granite-shield-prot diakses pada 31 Mei 2017. ______. 2009. Marine Reserves - Just A Stone's Throw Away dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/features/sweden-marine- reserve-stones110809 diakses pada 31 Mei 2017. ______. 2010. Our History http://www.greenpeace.org.uk/about/impact/history diakses pada 19 Maret 2017. ______. 2014. Greenpeace Activists Climb Statoil Rig to Protest the Northernmost Oil Drilling in the Norwegian Arctic dari http://www.greenpeace.org/international/en/press/releases/2014/Greenpeace -activists-climb-Statoil-rig-to-protest-the-northernmost-oil-drilling-in-the- Norwegian-Arctic/ diakses pada 15 Juni 2017. ______. 2014. Update from the Arctic Sunrise Activists dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/features/From-peaceful- action-to-dramatic-seizure-a-timeline-of-events-since-the-Arctic-Sunrise- took-action-September-18-CET/ diakses pada 15 Juni 2017. Hadfield, Peter dan Debora Mackenzie. 1993. Nuclear Dumping at Sea Goads Japan Into Action https://www.newscientist.com/article/mg14018980-500- nuclear-dumping-at-sea-goads-japan-into-action/ diakses pada 27 Maret 2017.

xxi

Healy, Melissa. 1993. U.S. to Seek Ban on Ocean Dumping of Nuclear Waste dari http://articles.latimes.com/1993-11-04/news/mn-53260_1_nuclear-waste diakses pada 27 Maret 2017. High Seas Alliance. 2013. An Open Letter from International Scientists on the Need for a High Seas Biodiversity Agreement dari http://highseasalliance.org/content/open-letter-international-scientists-need- high-seas-biodiversity-agreement diakses pada 19 Juni 2017. ______. 2014. HSA Members Host Series of Regional BBNJ Workshops dari http://highseasalliance.org/content/hsa-members-host- series-regional-bbnj-workshops diakses pada 7 Juni 2017. ______. 2014. Side Event Draws Discussions in Favour of an Implementing Agreement dari http://highseasalliance.org/content/side-event- draws-discussions-favour-implementing-agreement diakses pada 2 Juni 2017. ______. 2014. Update: Day Five - Member Interventions dari http://highseasalliance.org/content/update-day-five-member-interventions diakses pada 9 Juni 2017. ______. 2015. UN General Assembly Adopts Resolution to Develop New Marine Biodiversity Treaty for the High Seas and Beyond dari http://highseasalliance.org/content/un-general-assembly-adopts-resolution-develop- new-marine-biodiversity-treaty-high-seas-and diakses pada 25 April 2016. Hocevar, John. 2012. Greenpeace Explores Underwater Canyons, Calls for Their Protection http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/green peace-explores-underwater-canyons-calls-/blog/41355/ diakses pada 26 Mei 2017. IISD. Earth Negotiations Bulletin (ENB) dari http://enb.iisd.org/enb/ diakses pada 6 Maret 2017. IWC. Catch Limits and Catches Taken dari https://iwc.int/catches diakses pada 27 Maret 2017. Kline, Phil. 2014. Dear John, We Need to Talk: Will You Commit to Our Oceans‟ Future? dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/our- oceans/blog/49370 diakses pada 13 Juni 2017. Kovarik, Bill. Greenpeace dari http://environmentalhistory.org/people/greenpeace/ diakses pada 16 Januari 2017.

xxii

Los Angeles Times. 1993. 37 Nations Vote to Ban Dumping of Nuclear Waste in Oceans dari http://articles.latimes.com/1993-11-13/news/mn- 56499_1_nuclear-waste diakses pada 27 Maret 2017. Maack, Thilo. 2011. Saving Europe‟s Oceans dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/savin g-europes-oceans/blog/36314 diakses pada 31 Mei 2017. Mittler, Daniel. 2014. Ocean Action in Washington – But High Seas Ignored dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/supp ort-ocean-sanctuaries-united-nations/blog/49665 diakses pada 15 Juni 2017. ______. 2016. Protecting What Protects Us dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/prote cting-what-protects-us/blog/58177/ diakses pada 7 Desember 2016. Montgomery, Marc. 2015. History: Sept 15, 1971, the Canadian origins of Greenpeace dari http://www.rcinet.ca/en/2015/09/16/history-sept-15-1971- the-canadian-origins-of-greenpeace/ diakses pada 19 Maret 2017. Naidoo, Kumi. 2014. Dear John, We Need to Talk: Will You Commit to Our Oceans‟ Future? dari http://www.huffingtonpost.com/kumi-naidoo/dear- john-we-need-to-talk_b_5371236.html?utm_hp_ref=tw diakses pada 13 Juni 2017. Nuclear Risks. Amchitka, USA: Nuclear Weapons Test Site dari http://www.nuclear-risks.org/en/hibakusha-worldwide/amchitka.html diakses pada 19 Maret 2017. NZ History. Nuclear-free New Zealand: Nuclear Testing in the Pacific dari https://nzhistory.govt.nz/politics/nuclear-free-new-zealand/testing-in-the- pacific diakses pada 21 Maret 2017. SBS. 2010. At-A-Glance: Whaling Moratorium dari http://www.sbs.com.au/news/article/2010/06/21/glance-whaling-moratorium diakses pada 27 Maret 2017. Stuff. 2013. Mururoa Fallout Worse than First Thought dari http://www.stuff.co.nz/world/south-pacific/8872214/Mururoa-fallout-worse- than-first-thought diakses pada 21 Maret 2017. Sustainable Development Knowledge Platform. United Nations Conference on Sustainable Development, Rio+20 dari https://sustainabledevelopment.un.org/rio20.html diakses pada 6 April 2017. Tsenikli, Sofia. 2011. A Step Forward for Our Oceans at the UN dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/a- step-forward-for-our-oceans-at-the-un/blog/35131 diakses pada 17 Juni 2017.

xxiii

______. 2012. Rio+20 Not the Oceans Summit but High Seas Protection Gains Support and Prominence dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/rio20 -not-the-oceans-summit-but-high-seas-pro/blog/41156/ diakses pada 24 April 2016. ______. 2013. Governments Make Slow Progress on High Seas Protection but People‟s Wave of Change is Growing Fast dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/gove rnments-make-slow-progress-on-high-seas-p/blog/46396 diakses pada 17 Juni 2017. ______. 2015. Major Breakthrough for Ocean Lovers: UN Takes Landmark Step Towards High Seas Biodiversity Agreement dari http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/supp ort-ocean-sanctuaries/blog/51956 diakses pada 17 Juni 2017. UN. 1996. Economic and Social Council Resolution 1996/31: Consultative Relationship Between the United Nations and Nongovernmental Organizations dari http://www.un.org/documents/ecosoc/res/1996/eres1996-31.htm diakses pada 10 Mei 2016. ___. 2004. General Assembly, Concered About World‟s Marine Ecosystems, Adopt Texts on Law of Sea, Sustainable Fisheries dari http://www.un.org/press/en/2004/ga10299.doc.htm diakses pada 1 April 2017. University of Wollongong. Case Study: Greenpeace dari https://www.uow.edu.au/~sharonb/STS300/environment/case/artcase5.html diakses pada 19 Maret 2017. Walfish, Summer Miller. 2010. Greenpeace Campaigns Against Whaling, 1975- 1982 dari http://nvdatabase.swarthmore.edu/content/greenpeace-campaigns- against-whaling-1975-1982 diakses pada 27 Maret 2017. World Information Service on Energy, Russia Resumes Sea Dumping (1993) dari https://www.wiseinternational.org/nuclear-monitor/400-401/russia-resumes- sea-dumping diakses pada 27 Maret 2017.

SUMBER DOKUMEN TIDAK TERPUBLIKASI Greenpeace. 2011. Submission with Regards to the Conservation and Sustainable Use of Marine Biological Diversity in Areas Beyond National Jurisdiction (Tidak Terpublikasi) ______. 2012. Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014 (Dokumen Internal Greenpeace)

xxiv

______. 2012. Annex 1: Country Analysis for Political Strategy 2012-2014 (Dokumen Internal Greenpeace) ______. 2014. Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015 (Dokumen Internal Greenpeace) ______. 2014. Annex 1: Country Analysis for Work Plan 2014-2015 (Dokumen Internal Greenpeace)

SUMBER WAWANCARA Wawancara Pribadi dengan Ann Powers. Via Skype, 13 Juni 2017. Wawancara Pribadi dengan Arifsyah Nasution. Jakarta, 7 Juni 2017. Wawancara Pribadi dengan Budi Atyasa. Jakarta, 2 Juni 2017. Wawancara Pribadi dengan Mufti Petala Patria. Depok, 17 Mei 2017. Wawancara Pribadi dengan Elizabeth Kim. Via Phone, 26 Mei 2017. Wawancara Pribadi dengan Frida Bengtsson. Via Skype, 29 Mei 2017. Wawancara Pribadi dengan Haryo Budi Nugroho. Jakarta, 5 Mei 2017. Wawancara Pribadi dengan John Hocevar. Via Skype, 10 Mei 2017. Wawancara Pribadi dengan Kazue Komatsubara. Via Skype, 3 Juli 2017. Wawancara Pribadi dengan Magnus Eckeskog. Via Skype, 16 Mei 2017. Wawancara Pribadi dengan Nathalie Rey. Via Skype, 15 Juni 2017. Wawancara Pribadi dengan Richard Page. Via Skype, 17 Mei 2017. Wawancara Pribadi dengan Sarah King. Via Email, 29 Mei 2017. Wawancara Pribadi dengan Sofia Tsenikli. Via Skype, 12 Juni 2017. Wawancara Pribadi dengan Taehyun Park. Via Email, 23 Juni 2017. Wawancara Pribadi dengan Tullio Scovazzi. Via Phone, 21 Juni 2017. Wawancara Pribadi dengan Veronica Frank. Via Skype, 5 Juni 2017.

xxv

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 Hak Istimewa (Priveleges) dalam Status Konsultatif dari ECOSOC.

(1) General Consultative Status, yang dapat diajukan oleh organisasi yang wilayah kerjanya

melingkupi sebagian besar dari agenda ECOSOC, yang diharapkan dapat memberikan

kontribusi substantif dan secara berkelanjutan, di mana keanggotaannya secara luas

mewakili mayoritas masyarakat di banyak negara di berbagai wilayah di dunia. Hak

istimewa yang didapatkan oleh pemegang status ini adalah yang paling banyak di antara

status lainnya, di mana organisasi dapat menunjuk perwakilan di PBB, menjadi undangan

di konferensi PBB, diperbolehkan untuk menghadiri pertemuan PBB, diperbolehkan

memberikan pernyataan secara lisan maupun tertulis sebanyak 2.000 kata pada pertemuan

ECOSOC, maupun pada pertemuan badan subsider ECOSOC, hingga dapat mengusulkan

isu ke dalam agenda ECOSOC;1

(2) Special Consultative Status, yang dapat diajukan oleh organisasi yang memiliki

kompetensi dan lingkup kerja yang terbatas pada beberapa bidang khusus dalam kegiatan

ECOSOC. Organisasi pemegang status ini memiliki hak istimewa yang sama dengan

pemegang General Consultative Status, kecuali tidak dapat mengajukan isu ke dalam

agenda ECOSOC serta tidak dapat memberikan pernyataan secara lisan. Adapun perbedaan

lainnya, yaitu hanya diperbolehkan untuk memberikan pernyataan tertulis sebanyak 500

kata pada pertemuan ECOSOC dan 1.500 kata pada pertemuan badan subsider ECOSOC;2

1 Jurij Daniel Aston, The United Nations Committee on Non-Governmental Organizations: Guarding the Entrance to A Politically Divided House dalam (European Journal of International Law, 2001) Hal. 947 2 Aston, The United Nations Committee on Non-Governmental Organizations, Hal. 948 xxvi

(3) Roster Consultative Status, dapat diajukan oleh organisasi yang tidak memenuhi kriteria di

atas, namun dapat memberikan kontribusi dalam satu kesempatan yang berguna bagi

pekerjaan ECOSOC. Organisasi pemegang status ini memiliki hak istimewa yang terbatas,

yaitu dapat menunjuk perwakilan di PBB, menghadiri pertemuan PBB, dan diundang pada

konferensi PBB.3

3 Aston, The United Nations Committee on Non-Governmental Organizations, Hal. 948 xxvii

Lampiran 2 Diagram Partisipasi Delegasi pada Pertemuan Working Group BBNJ.

Sumber: Robert Blasiak, 20174

Berdasarkan analisis list of participants dalam Working Group BBNJ yang dilakukan oleh Robert Blasiak, dkk., terlihat bahwa ada pergantian yang luar biasa dalam partisipasi individu di pertemuan-pertemuan Working Group BBNJ. Sebanyak 1.523 orang bergabung dalam setidaknya satu pertemuan Working Group BBNJ, namun hanya 45 orang yang menghadiri lebih dari setengah dari kesembilan pertemuan Working Group BBNJ; 36 dari individu-individu ini mewakili NGO atau negara-negara maju yang merupakan anggota dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Hanya empat individu yang menghadiri kesembilan pertemuan Working Group BBNJ, dan adanya tingkat kontinuitas yang sangat rendah di antara delegasi dari small island developing states (SIDS), least developed countries (LDCs), dan anggota G-77/Cina. Tidak ada individu dari 134 negara anggota G-77 yang menghadiri lebih dari enam pertemuan Working Group BBNJ.5

4 Robert Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity in Marine Areas Beyond National Jurisdiction dalam Marine Policy Vol. 81 (Elseiver, 2017), Hal. 5 5 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 5 xxviii

Lampiran 3 Skema Upaya Greenpeace

Keterangan: Research and Analysis Watch-Dogging and Rapid Response Performing Operational Functions Policy Development and Agenda-Setting Negotiation Reporting Enhancing Domestic Signaling G Government P Public State Position

xxix

Lampiran 4 Diagram dan Tabel Pengeluaran Kampanye Laut Greenpeace „Worlwide‟ Periode 2006-2015

14000

12000

10000

8000

6000

4000

2000

0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

No. Tahun Pengeluaran (Euro)

1. 2006 9.694.000 2. 2007 9.819.000 3. 2008 9.479.000

4. 2009 7.365.000 5. 2010 7.277.000 6. 2011 9.567.000 7. 2012 11.743.000 8. 2013 9.598.000 9. 2014 9.848.000 10. 2015 11.082.000 Total Pengeluaran 95.472.000

xxx

Lampiran 5 Diagram dan Tabel Pemasukan Greenpeace „Worlwide‟ Periode 2006-2015

400000

350000

300000

250000 Lain-lain 200000 Penjualan dan Lisensi Bunga 150000 Hibah dan Donasi 100000

50000

0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 -50000

No. Tahun Jenis-Jenis Pemasukan Total Hibah dan Bunga Penjualan Lain-lain Pemasukan Donasi dan Lisensi Tahunan (Euro) 1. 2006 171.367.000 4.863.000 768.000 23.000 177.021.000 2. 2007 204.982.000 7.063.000 194.000 77.000 212.316.000 3. 2008 196.620.000 4.583.000 -474.000 1.834.000 202.563.000 4. 2009 195.867.000 1.744.000 150.000 2.087.000 199.857.000 5. 2010 226.277.000 1.472.000 97.000 2.711.000 230.557.000 6. 2011 236.862.000 1.999.000 -167.000 2.421.000 241.114.000 7. 2012 264.940.000 2.113.000 -978.000 2.250.000 268.325.000 8. 2013 282.455.000 1.346.000 281.000 4.278.000 288.360.000 9. 2014 292.319.000 - - 4.307.000 296.626.000 10. 2015 341.508.000 - - 4.640.000 346.148.000 Total Pemasukan Periode 2006-2015 2.245.887.000

xxxi

Lampiran 6 Tabel Posisi Aliansi / Blok pada Pertemuan Working Group BBNJ.

ALLIANCES / WORKING STATEMENTS BLOCS GROUP MEETINGS Uni Eropa 1st (2006)  menolak penerapan UNCLOS Bagian XI ataupun rezim laut lepas untuk MGRs, melainkan lebih menyoroti kebutuhan untuk memperjelas status hukum  mendukung pengembangan pedoman untuk mengatur pemanfaatan MGRs  mengajukan proposal untuk implementing agreement UNCLOS baru berfokus pada MPAs di laut lepas  menyerukan langkah-langkah mendesak untuk mengatasi IUU fishing dan praktik penangkapan ikan destruktif 2nd (2008)  menyatakan keprihatinannya mengenai aktivitas-aktivitas yang tidak diatur, implementasi yang buruk, dan pendekatan yang terfragmentasi dalam implementasi perjanjian yang sudah ada  menyerukan dibentuknya implementing agreement di bawah UNCLOS untuk menghasilkan rezim yang lebih terintegrasi dengan mengajukan beberapa proposal untuk tindakan jangka pendek 3rd (2010)  menyerukan pendekatan dua langkah dalam jangka pendek, termasuk resolusi Majelis Umum PBB terkait pelaksanaan EIA dan pengembangan pedoman internasional tentang EIA dan SEA, yang berkaitan dengan tugas CBD  mengingatkan bahwa saat ini belum ada prinsip-prinsip yang menyeluruh terkait konservasi lintas sektoral dan lintas regional untuk keanekaragaman hayati di ABNJ  menyerukan pendekatan terpadu yang dibuat secara pararel dalam jangka menengah 4th (2011)  mendukung benefit-sharing dari MGRs pembentukan rezim internasional tentang akses ke MGRs  menahan diri dari gagasan untuk mempercepat pembentukan alat bantu konservasi  sepakat akan pengembangan implementing agreement di bawah UNCLOS, dibandingkan dengan pembentukan negosiasi baru 5th (2012)  merekomendasikan kepada Working Group BBNJ mengembangkan mandatnya untuk meluncurkan negosiasi implementing agreement UNCLOS sesegera mungkin dan mengadakan workshop yang bersifat komplementer, inklusif, dan dibatasi oleh waktu dan jumlah 6th (2013)  menyatakan bahwa Rio+20 telah memberikan mandat politik

xxxii

yang jelas untuk menghasilkan keputusan dari pembahasan BBNJ, dan unsur-unsur yang dibahas dalam workshop intersesional dilakukan bersama-sama dan secara keseluruhan harus membentuk kerangka implementing agreement baru di bawah UNCLOS  merekomendasikan untuk memulai proses persiapan untuk perundingan politik yang diperlukan implementing agreement untuk disimpulkan pada tenggat waktu yang telah disepakati di Rio+20 7th (2014)  menegaskan bahwa Uni Eropa telah menjadi pendukung kuat dari pengembangan implementing agreement baru di bawah UNCLOS pada BBNJ yang akan mengelaborasi kewajiban UNCLOS tentang konservasi lingkungan laut, tugas atas kerjasama dan EIA, serta menguraikan prinsip-prinsip tata kelola lautan yang baik  menggarisbawahi kebutuhan untuk menetapkan prosedur tentang konsultasi dan koordinasi antarorganisasi internasional dan regional yang ada dengan mandat untuk mengatur kegiatan di ABNJ atau untuk melindungi lingkungan laut, pembahasan tentang kejelasan hubungan antara instrumen baru dengan instrumen yang telah ada, dan mengadopsi pendekatan pragmatis pada MGRs, bukan common heritage of mankind  memberi catatan bahwa partisipasi NGO sangat penting dalam musyawarah tersebut 8th (2014)  berpendapat bahwa pertemuan sebelumnya menunjukkan political will dari mayoritas negara untuk bergerak maju pada BBNJ, dan menyambut revisi compilation of state views dan paper yang disampaikan oleh Norwegia  menegaskan bahwa perundingan tentang implementing agreement baru harus membahas semua aspek dari paket 2011 dan menawarkan pendekatan global yang koheren untuk seluruh sektor dan kerangka kerja regional yang telah ada dengan membangun prosedur untuk koordinasi di antara mereka 9th (2015)  mendesak digelarnya konferensi antarpemerintah sesegera mungkin yang harus menyelesaikan tugasnya dalam batas waktu yang telah disepakati G-77/Cina 1st (2006)  mengusulkan prinsip common heritage of mankind untuk MGRs  mendukung AS: penyusunan kode etik dengan melakukan MSR untuk menghindari dampak buruk pada ekosistem laut  menolak proposal UE: implementing agreement UNCLOS baru

xxxiii

2nd (2008)  menyerukan peningkatan penelitian dan pemantauan iklim  peningkatan pemahaman dan regulasi dalam beberapa aspek kekayaan intelektual dan pembangunan kapasitas  menyoroti pentingnya koordinasi antar sektor, lembaga, negara anggota, dengan CBD 3rd (2010)  menekankan pentingnya Majelis Umum dan UNCLOS, dan peran komplementer dari CBD berkaitan dengan keanekaragaman hayati di ABNJ  menekankan penerapan prinsip common heritage of mankind untuk MGRs di bawah laut dan dasar laut di luar yurisdiksi nasional  menekankan kebutuhan untuk melaksanakan ketentuan UNCLOS pada pembangunan kapasitas, transfer teknologi, dan pengetahuan ilmiah 4th (2011)  mengadopsi gagasan dari UE tentang „benefit-sharing‟ dibandingkan dengan terus menekankan prinsip common heritage of mankind dan menyatakan dukungan terhadap tindakan konservasi  sepakat akan pengembangan implementing agreement di bawah UNCLOS, dibandingkan dengan pembentukan negosiasi baru 5th (2012)  menekankan peran Majelis Umum dan UNCLOS  menjelaskan relevansi common heritage of mankind sebagai prinsip dan bagian dari customary international law  menekankan kesenjangan dalam pelaksanaan ketentuan- ketentuan UNCLOS pada pembangunan kapasitas dan transfer teknologi  menekankan kebutuhan untuk membahas hak kekayaan intelektual dalam Working Group BBNJ 6th (2013)  menegaskan peran sentral Majelis Umum PBB dan UNCLOS untuk konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan BBNJ  menekankan pemahaman tentang dasar laut di luar batas yurisdiksi nasional termasuk sumber daya biologisnya sesuai dengan Resolusi MU PBB 27/49 sebagai bagian dari customary international law  menekankan kesenjangan pelaksanaan terbesar menyangkut transfer teknologi  menekankan pentingnya IPRs terkait pemahaman tentang eksploitasi MGRs  menegaskan mandat yang muncul dari keputusan Rio+20 terkait pembentukan konferensi antarpemerintah untuk instrumen hukum baru pada BBNJ 7th (2014)  menegaskan bahwa eksploitasi oleh beberapa negara terhadap MGRs yang berada di wilayah yang diatur pada prinsip xxxiv

common heritage of mankind umat manusia bersifat tidak konsisten dengan prinsip-prinsip umum hukum internasional, seperti prinsip keadilan  mendukung pengembangan implementing agreement di bawah UNCLOS, berdasarkan prinsip common heritage of mankind, untuk membahas paket isu yang disepakati oleh Working Group BBNJ pada tahun 2011  merekomendasikan untuk mempertimbangkan IPRs 8th (2014)  menyerukan kepada negara anggota maupun non-anggota UNCLOS untuk saling bekerjasama dalam merealisasikan konservasi BBNJ, dengan mengembangkan implementing agreement di bawah UNCLOS untuk mengatur eksplorasi dan pemanfaatan MGRs ke dalam rezim common heritage of mankind  menyerukan untuk membangun kerangka kelembagaan menyeluruh untuk mengatasi kesenjangan dan kekurangan dalam kerangka hukum yang telah ada 9th (2015)  menekankan kesenjangan hukum dalam ketentuan UNCLOS tentang ABS dari MGRs  menekankan common heritage of mankind umat manusia sebagai bagian dari customary international law dan prinsip untuk implementing agreement baru; dan paket 2011 Pacific Small 6th (2013)  menyarankan bahwa perundingan tentang implementing Island agreement baru meliputi EIA dan SEA, MPAs, MGRs, Developing termasuk benefit-sharing, IPRs, penelitian ilmiah, States pengembangan kapasitas, dan transfer teknologi 8th (2014)  menyoroti perlunya tindakan mendesak pada semua tingkatan untuk melestarikan BBNJ Pacific Islands 3rd (2010)  merekomendasikan untuk mencapai target untuk menciptakan Forum jaringan MPAs pada tahun 2012  meningkatkan ketersediaan, arus dan pengkajian informasi  meningkatkan kerjasama, koordinasi dan integrasi dalam kerangka kelembagaan yang ada Alliance of 9th (2015)  mengingatkan bahwa sekarang adalah waktu untuk bertindak Small Island dan menyerukan peluncuran negosiasi implementing Developing agreement baru sesegera mungkin States (AOSIS) Caribbean 8th (2014)  mendesak untuk memulai negosiasi implementing agreement Community baru, dengan memberi catatan diputuskan melalui konsensus (CARICOM)  menekankan penerapan rezim common heritage of mankind dan menyarankan perluasan mandat untuk ISA untuk mengawasi pelaksanaan kewajiban berdasarkan perjanjian baru

xxxv

9th (2015)  menekankan perlunya implementing agreement baru di bawah UNCLOS yang dibentuk berdasarkan prinsip common heritage of mankind dan memperkuat UNCLOS dengan mengatasi kesenjangan dalam pelaksanaan konservasi dan pemanfaatan MGRs di ABNJ

xxxvi

Lampiran 7 Tabel Posisi Negara pada Pertemuan Working Group BBNJ.

STATES WORKING STATEMENTS GROUP MEETINGS Amerika 1st (2006)  menolak penerapan UNCLOS Bagian XI (Area) terhadap MGRs Serikat dengan alasan bahwa rezim ini hanya berlaku untuk sumber daya mineral  mengusulkan penyusunan kode etik dengan melakukan MSR untuk menghindari dampak buruk pada ekosistem laut  menolak proposal UE untuk implementing agreement UNCLOS baru 2nd (2008)  menyerukan implementasi penuh dari perjanjian dan komitmen yang sudah ada dan langkah-langkah untuk meregulasi sektor perikanan yang belum diatur 3rd (2010)  menentang rezim internasional baru untuk MGRs di ABNJ dengan memprioritaskan diskusi mengenai langkah-langkah praktis tentang EIA dan MPAs yang membutuhkan konsistensi terkait kebebasan akses laut lepas termasuk untuk MSR 4th (2011)  menentang implementing agreement UNCLOS baru dan gagasan untuk membatasi MSR dengan mendirikan ABS  mengajukan pendekatan yang sama untuk diadopsi terkait pembahasan penangkapan ikan di dasar laut pada MPAs dan meminta kepada Majelis Umum untuk mendorong dan memantau kemajuan pengelolaan MPAs oleh negara maupun RFMO berdasarkan pedoman internasional, seperti pekerjaan EBSAs di bawah CBD  menerima gagasan untuk dilakukannya transfer teknologi dan pembangunan kapasitas, dan pengembangan dari kesepakatan internasional baru pada kerangka yang ditetapkan oleh UNCLOS 6th (2013)  menegaskan kebutuhan untuk memperkuat pelaksanaan komitmen yang telah ada, meningkatkan koordinasi dan kerjasama antara negara, lembaga, dan sektor, serta mengingatkan bahwa proposal dari UE menghasilkan beberapa kekhawatiran  menyatakan keraguannya terhadap implementing agreement diperlukan atau dapat membantu kemajuan pada diskusi BBNJ, dan menentang pandangan bahwa MGRs di ABNJ diatur di bawah rezim laut lepas atau gagasan bahwa MGRs dianggap sebagai common heritage of mankind umat manusia menurut customary international law 7th (2014)  mengakui kebutuhan untuk memperkuat komitmen untuk melestarikan dan memanfaatkan sumber daya laut lepas secara berkelanjutan dengan membangun struktur dan mekanisme yang

xxxvii

telah ada  mengidentifikasi aktivitas perikanan yang tidak berkelanjutan, shipping, dan pertambangan di laut, sebagai ancaman terbesar bagi BBNJ, dan mempertanyakan apakah ada kegiatan lain yang perlu diatur oleh instrumen baru  mempertanyakan perlunya instrumen internasional baru untuk mengatur MPAs, karena negara mampu membangun MPAs di ABNJ, dan berpendapat bahwa UNCLOS menyediakan akses luas ke MGRs di ABNJ untuk manfaat kemanusiaan seperti ketersediaan produk baru dan pengetahuan ilmiah yang berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat dan pangan yang lebih terjangkau di seluruh dunia  mempertanyakan apakah instrumen internasional yang baru akan menghambat penelitian dan pengembangan di MGRs 8th (2014)  menyerukan kekhususan dalam diskusi Working Group BBNJ, dengan memberi catatan bahwa banyak pertanyaan yang sudah diajukan pada pertemuan sebelumnya yang belum terjawab, seperti bagaimana instrumen baru akan berinteraksi dengan mekanisme internasional yang ada? Keuntungan apa yang akan dibagi, bagaimana, dan dengan siapa? Dan akankah akses dan transfer MGRs juga diatur? 9th (2015)  berpendapat bahwa kasus persuasif untuk implementing agreement baru belum dibuat, dengan alasan bahwa paket 2011 tidak lebih dari daftar topik potensial untuk dibahas lebih lanjut Jepang 1st (2006)  menolak penerapan UNCLOS Bagian XI (Area) terhadap MGRs dengan alasan bahwa rezim ini hanya berlaku untuk sumber daya mineral  menolak proposal UE untuk implementing agreement UNCLOS baru 2nd (2008)  menekankan pentingnya dan keahlian dari FAO dan RFMOs 4th (2011)  menentang implementing agreement UNCLOS baru dan gagasan untuk membatasi MSR dengan mendirikan ABS 5th (2012)  menyatakan keraguannya tentang pentingnya pembentukan implementing agreement UNCLOS baru dan menyerukan untuk membangun konsensus tentang kesenjangan implementasi 6th (2013)  menggarisbawahi kebutuhan untuk mempromosikan penelitian ilmiah di ABNJ dan menghormati kebebasan penelitian di wilayah ini, serta menyerukan kesepakatan tentang kesenjangan implementasi pada instrumen yang ada  menyatakan keraguannya tentang pentingnya implementing agreement baru 7th (2014)  menyatakan keraguannya tentang perlunya instrumen multilateral baru pada BBNJ 9th (2015)  menyatakan bahwa konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan xxxviii

BBNJ tidak harus mengganggu kerangka kerja internasional yang telah ada Kanada 1st (2006)  mendukung AS dalam penyusunan kode etik dengan melakukan MSR untuk menghindari dampak buruk pada ekosistem laut  mendukung proposal UE tentang implementing agreement UNCLOS baru; mengajukan reformasi RFMOs dan pengujian Fish Stocks Agreement 3rd (2010)  memprioritaskan pelaksanaan yang lebih efektif dari instrumen yang sudah ada melalui peningkatan kerjasama dan koordinasi antar sektor laut yang ada 4th (2011)  menentang implementing agreement UNCLOS baru dan gagasan untuk membatasi MSR dengan mendirikan ABS  menggarisbawahi manfaat dari kode etik secara sukarela dalam pelaksanaan MSR dan pembuatan situs percontohan agar dapat menguji modalitas untuk identifikasi dan pengelolaan MPAs 6th (2013)  mendukung AS tentang keraguan terhadap implementing agreement diperlukan atau dapat membantu kemajuan pada diskusi BBNJ, dan menentang pandangan bahwa MGRs di ABNJ diatur di bawah rezim laut lepas atau gagasan bahwa MGRs dianggap sebagai common heritage of mankind umat manusia menurut customary international law 7th (2014)  menyatakan keraguannya tentang perlunya instrumen multilateral baru pada BBNJ  menyarankan untuk melibatkan semua pemangku kepentingan serta mengambil semua pandangan, dan memperingatkan bahwa UNFSA seharusnya tidak terpengaruh secara negatif oleh instrumen baru, dan kegiatan yang berkaitan dengan MGRs masih bersifat baru dan mampu berevolusi dengan cepat 8th (2014)  memberi catatan ke dalam perjanjian yang akan dinegoisasikan terkait kebutuhan untuk menghindari duplikasi pekerjaan dengan organisasi dan instrumen yang telah ada, dengan menyerukan dilakukannya diskusi yang lebih mendalam untuk mencegah terjadinya “forum-shopping”  mempertanyakan apakah instrumen baru hanya akan merekomendasikan penunjukan MPAs, meninggalkan penentuan implikasi pengelolaan dari organisasi yang telah ada, mengatasi hubungan antara kegiatan yang berbeda di ABNJ daripada mengatasi masalah IPRs, yang diatur di bawah mandat WIPO 9th (2015)  menyatakan bahwa negaranya masih mempertanyakan apakah peluncuran negosiasi pada instrumen baru adalah cara terbaik untuk segera mencapai hasil yang sebenarnya  menyarankan bahwa negosiasi yang akan dilakukan harus dipandu oleh kebutuhan untuk menjaga balance of interests, dan hak-hak serta kewajiban yang ada, rasa hormat kepada kerangka

xxxix

kerja regional dan sektoral yang telah ada, langkah-langkah yang ditargetkan dan realistis berdasarkan pengetahuan ilmiah terbaik yang tersedia, menghindari proses birokrasi yang berlebihan untuk MSR, keikutsertaan para pemangku kepentingan dari para pemerintah, non-pemerintah, dan industri, serta jangka waktu yang cukup untuk mengelaborasikan pilihan secara keseluruhan Australia 1st (2006)  mendukung proposal UE terkait implementing agreement UNCLOS baru 2nd (2008)  menekankan kebutuhan untuk mengatasi penyebab dan dampak dari penangkapan ikan yang berlebihan dan bersifat destruktif serta fokus pada ancaman dan perlindungan ekosistem laut yang rentan 3rd (2010)  menggarisbawahi inkonsistensi dalam standar dan pendekatan yang berkaitan dengan EIA dan menyerukan pembentukan program untuk mencapai target MPAs di ABNJ pada 2012  mendukung diskusi yang sedang berlangsung tentang kemungkinan kesenjangan dalam kerangka hukum dan kelembagaan yang terkait dengan MGRs 4th (2011)  mengusulkan untuk menggabungkan benefit-sharing dari MGRs dengan insentif untuk eksplorasi, pengembangan, dan difusi teknologi dan menyarankan benefit-sharing non-moneter dari MGRs secara langsung melalui kerjasama penelitian dan pembagian informasi penelitian 5th (2012)  merekomendasikan untuk membawa diskusi ke titik keputusan dan tindakan dalam periode waktu yang terbatas daripada dalam mode terbuka, dan berfokus pada pilihan substantif untuk meningkatkan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan BBNJ 6th (2013)  mendukung negosiasi implementing agreement baru dengan argumentasi bahwa belum adanya kerangka global yang mengatur manajemen berbasis wilayah termasuk identifikasi dan pengelolaan MPAs, ruang lingkup dan substansi dari EIAs, dan koordinasi antar rezim sektoral dan regional  menyerukan proses formal untuk memenuhi komitmen Rio+20 dan menyatakan siap untuk mengeksplorasi ruang lingkup implementing agreement baru 7th (2014)  mengidentifikasikan konvergensi dalam kesenjangan pada MPAs, EIAs, MGRs, serta koordinasi dan kerjasama di semua sektor dan rezim wilayah, dan menggarisbawahi kebutuhan untuk memastikan konsistensi dari UNCLOS dan untuk melengkapi peraturan regional dan sektoral yang telah ada 8th (2014)  menyatakan kepuasannya tentang konsensus untuk menegoisaskan perjanjian baru untuk mendalami, mengakui, dan melengkapi arsitektur hukum yang telah ada berdasarkan paket 2011, dengan memberi catatan kebutuhan untuk menciptakan

xl

struktur pemerintahan yang efektif, efisien, dan tidak menghambat kerangka kerja yang telah ada 9th (2015)  menyarankan untuk menghasilkan rekomendasi melalui konsensus yang jelas dan konkret kepada Majelis Umum untuk memberikan panduan ringkas tentang ruang lingkup dan parameter dari implementing agreement baru, serta pada proses dan batas waktu negosiasi yang inklusif dan transparan, termasuk proses persiapan untuk konferensi antarpemerintah Selandia 1st (2006)  mendukung proposal UE terkait implementing agreement Baru UNCLOS baru; menyerukan langkah-langkah mendesak untuk mengatasi IUU fishing dan praktik penangkapan ikan destruktif 2nd (2008)  mendesak eksplorasi lebih lanjut tentang status MGRs di wilayah di luar yurisdiksi nasional  mendesak pembentukan jaringan MPAs serta panduannya 3rd (2010)  mendorong untuk berfokus pada kepatuhan tentang MPAs di ABNJ dan selanjutnya membahas rezim hukum MGRs di ABNJ, dengan catatan kesimpulannya tidak mencegah pemanfaatan MGRs dalam proses ilmiah dan medis baru 6th (2013)  menyarankan untuk fokus pada bagaimana cara pelaksanaan mandat dari Rio+20 dengan langkah-langkah yang dilakukan melalui diskusi yang lebih rinci tentang ruang lingkup perundingan baru, dengan menekankan bahwa unsur-unsur dari paket yang disepakati oleh Working Group BBNJ tahun 2011 adalah inti dari negosiasi dan perjanjian masa depan 9th (2015)  mengingatkan bahwa tekanan publik dan dampak kumulatif pada BBNJ telah meningkat, serta kesenjangan hukum dan fragmentasi dari kerangka hukum yang telah ada, menunjukkan perlunya implementing agreement baru Korea 1st (2006)  menolak proposal UE untuk implementing agreement UNCLOS Selatan baru 6th (2013)  mengusulkan pembahasan MGRs yang dilakukan secara terpisah dari MSR, dan berfokus pada penguatan pelaksanaan instrumen yang telah ada daripada membentuk aturan wajib baru 7th (2014)  menyoroti kebutuhan untuk meninjau perjanjian yang telah ada dan menentang perluasan ruang lingkup instrumen internasional baru ke wilayah yang sudah diatur oleh institusi yang telah ada 8th (2014)  menyatakan bahwa ruang lingkup instrumen baru harus dibatasi hanya pada wilayah yang belum memiliki instrumen regional 9th (2015)  menegaskan bahwa konsensus belum dicapai pada beberapa isu, termasuk tentang cara untuk memastikan kesesuaian dengan instrumen dan badan yang telah ada tanpa mempengaruhi mandat mereka Norwegia 1st (2006)  menolak proposal UE untuk implementing agreement UNCLOS baru xli

2nd (2008)  menolak pembahasan masalah MPAs dan konservasi keanekaragaman hayati di luar yurisdiksi nasional yang dipandang dapat mengabaikan kebijakan-kebijakan di dalam yurisdiksi nasional 3rd (2010)  menekankan bahwa RFMO sangat penting dalam melindungi keanekaragaman hayati di ABNJ 4th (2011)  menunjuk institusi-institusi regional sebagai cara yang paling cepat untuk membuat kemajuan pada MPAs dan EIAs 5th (2012)  merekomendasikan untuk memasukkan dokumen keputusan Rio+20 tentang pesan yang jelas untuk mendukung pekerjaan Working Group BBNJ 6th (2013)  menyatakan bahwa negaranya tidak menentang negosiasi implementing agreement baru, tetapi menyerukan untuk memprioritaskan pembahasan rinci terkait kemungkinan kelemahan pada UNCLOS, dengan memberi catatan bahwa ketiadaan political will tidak akan teratasi oleh peraturan baru  menggarisbawahi kesulitan untuk memulai negosiasi tanpa mengklarifikasi apakah prinsip common heritage of mankind dan regulasi lanjutan mengenai perikanan relevan untuk BBNJ 7th (2014)  menyatakan keraguan tentang perlunya instrumen multilateral baru pada BBNJ  menentang diskusi awal yang dijadikan sebagai sifat dan ruang lingkup dari instrumen baru, dengan alasan bahwa dalam paket sudah disepakati oleh Working Group BBNJ pada 2011 terkait unsur-unsur tertentu yang dapat menimbulkan berbagai tantangan 8th (2014)  mengusulkan kepada Working Group BBNJ untuk memberikan rumusan yang jelas tentang tujuan yang harus dicapai oleh implementing agreement baru Islandia 1st (2006)  menolak proposal UE untuk implementing agreement UNCLOS baru 2nd (2008)  mempertanyakan perlunya pembuatan perjanjian global baru dan menyerukan pelaksanaan UNCLOS yang telah ada 3rd (2010)  mendukung dilanjutkannya perdebatan pada solusi yang setara, adil, dan praktis tentang MGRs di ABNJ termasuk benefit- sharing dalam kerangka hukum yang ada 4th (2011)  menentang implementing agreement UNCLOS baru dan gagasan untuk membatasi MSR dengan mendirikan ABS 5th (2012)  mendukung Jepang terkait seruan untuk membangun konsensus tentang kesenjangan implementasi  mendukung Norwegia terkait rekomendasi untuk memasukkan dokumen keputusan Rio+20 tentang pesan yang jelas untuk mendukung pekerjaan Working Group BBNJ 6th (2013)  berpendapat bahwa negosiasi implementing agreement baru xlii

bukan satu-satunya jalan keluar, dengan menentang pembahasan sektor perikanan dalam perjanjian baru, dan menyarankan untuk berfokus pada isu-isu substantif yang didiskusikan selama workshop intersesional 7th (2014)  mengakui kebutuhan untuk memperkuat kerjasama antar instrumen yang ada dan mendefinisikan kesenjangan sebelum memutuskan perlunya instrumen baru  menyebutkan bahwa MGRs di dasar laut mungkin dapat diidentifikasikan sebagai kesenjangan, tetapi ia menolak pembahasan masalah-masalah yang sudah diatur dalam rezim internasional seperti sektor perikanan di laut lepas 8th (2014)  memperingatkan untuk tidak berfokus pada kesenjangan lain selain hukum 9th (2015)  menegaskan posisinya bahwa instrumen internasional yang baru harus berfokus pada kesenjangan hukum, seperti MGRs, dan menolak pembahasan ulang isu-isu yang sudah diatur pada rezim internasional yang telah ada, seperti isu perikanan Meksiko 1st (2006)  menyerukan langkah-langkah mendesak untuk mengatasi IUU fishing dan praktik penangkapan ikan destruktif 2nd (2008)  mendesak pertimbangan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam UNCLOS dan membentuk institusi hukum baru atau memperkuat insitusi hukum yang telah ada dan mekanisme konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut 4th (2011)  mendukung pengembangan MPAs dan EIA  sepakat akan pengembangan implementing agreement di bawah UNCLOS, dibandingkan dengan pembentukan negosiasi baru 5th (2012)  menyerukan Working Group BBNJ untuk bekerja menuju pembentukan komite negosiasi antarpemerintah untuk implementing agreement UNCLOS 6th (2013)  menyerukan untuk memulai proses negosiasi instrumen hukum baru untuk menjalankan ABS pada MGRs, MPAs, EIA, pembangunan kapasitas, dan transfer teknologi, dengan maksud untuk mengubah Working Group BBNJ menjadi komite antarpemerintah 8th (2014)  menyerukan pendekatan pragmatis untuk MGRs, dengan menekankan kebutuhan untuk benefit-sharing moneter maupun non-moneter 9th (2015)  menyarankan untuk menghasilkan konsensus di berbagai wilayah tentang perlunya instrumen baru yang mengikat secara hukum di bawah UNCLOS dan international customary law, serta menyerukan pendekatan pragmatis untuk negosiasi formal berdasarkan kerangka rezim hukum, efisiensi biaya, dan promosi insentif ekonomi xliii

Palau 1st (2006)  mendorong penerapan moratorium terhadap penggunaan high seas bottom-trawling 2nd (2008)  menyerukan untuk mengoptimalkan pelaksanaan dari rezim yang sudah ada seperti RFMO 3rd (2010)  meminta perhatian kepada para delegasi pertemuan Working Group BBNJ tentang dampak perubahan iklim pada masa sekarang maupun masa depan terhadap laut dan mendorong upaya untuk meningkatkan pemahaman dan mengurangi dampak tersebut Argentina 2nd (2008)  menekankan perlunya dasar ilmiah yang kuat untuk di setiap regional laut lepas  mempertanyakan kapabilitas RFMO untuk mengatur masyarakat internasional dan memberikan catatan bahwa keputusan mereka bersifat tidak mengikat terhadap negara-negara non-anggota 3rd (2010)  memprioritaskan pertanyaan tentang rezim hukum yang berlaku untuk MGRs dan mempertegas bahwa MGRs adalah subjek dalam pendekatan common heritage of mankind 5th (2012)  mendukung posisi G-77/Cina 7th (2014)  menolak pendekatan unilateral yang “anarki” dalam melestarikan BBNJ, dengan mengungkapkan preferensi untuk jangka panjang dan pendekatan universal melalui instrumen internasional baru  menggarisbawahi kebutuhan untuk bersifat tegas jika amandemen terhadap mandat ISA diperlukan 9th (2015)  berpendapat bahwa tantangan yang berkaitan dengan BBNJ tidak dapat diabaikan melalui tindakan unilateral atau organisasi dengan keanggotaan terbatas Kenya 2nd (2008)  menyoroti masalah IUU fishing Kepulauan 2nd (2008)  menyerukan pengurangan pendanaan terhadap aktivitas IUU Marshall fishing Trinidad 2nd (2008)  menekankan kebutuhan untuk memperkuat atau membentuk and Tobago mekanisme untuk mendorong pembagian sumber daya informasi dan pengetahuan 3rd (2010)  mempertegas bahwa MGRs adalah subjek dalam pendekatan common heritage of mankind 7th (2014)  mendesak untuk berfokus pada prinsip common heritage of mankind, dan juga pada kebutuhan untuk membangun prinsip- prinsip tata kelola laut seperti langkah pencegahan dan manajemen berbasis ekosistem Venezuela 2nd (2008)  menegaskan relevansi keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional ke CBD dan menekankan peran kunci CBD untuk dapat mengatasi di masalah tersebut di masa depan

xliv

3rd (2010)  mengingatkan kemungkinan untuk mengubah lingkup CBD untuk memasukkan komponen keanekaragaman hayati di ABNJ, dengan menggarisbawahi kebutuhan untuk mengembangkan kerangka hukum yang transparan dan inklusif bagi negara- negara non-anggota UNCLOS 5th (2012)  menyatakan bahwa negaranya tidak mendukung pernyataan dari G-77/Cina  menyampaikan kebutuhan untuk membahas rezim hukum baru berdasarkan Rio Declaration on Environment and Development 9th (2015)  meminta perhatian negara-negara non-anggota UNCLOS, dengan memberi catatan instrumen baru pada BBNJ bisa dikembangkan di bawah CBD Cina 2nd (2008)  menyoroti peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengelolaan keanekaragaman hayati laut mendesak peningkatan penelitian ilmiah 3rd (2010)  menekankan peran pembangunan berkelanjutan dalam menghindari penekanan yang berlebihan pada perlindungan atas pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di ABNJ 7th (2014)  menggarisbawahi kebutuhan untuk menghormati konsensus yang telah dicapai dalam pertemuan Working Group BBNJ pada tahun 2011 sehubungan dengan paket elemen yang akan dibahas dalam instrumen baru, menekankan bahwa perjanjian baru harus mencakup pengaturan substantif pada pembangunan kapasitas, transfer teknologi, menghormati mandat dari ISA, RFMO, dan IMO, serta hak dan kewajiban yang berasal dari perjanjian lainnya 8th (2014)  menegaskan dukungannya pada prinsip untuk memulai negosiasi implementing agreement baru berdasarkan konsensus yang telah dicapai pada ruang lingkup, parameter dan kelayakan, dengan memberi catatan kebutuhan untuk sepenuhnya menghormati hak-hak untuk MSR 9th (2015)  memberi catatan bahwa instrumen baru pada BBNJ tidak harus mencakup mekanisme yang mengikat secara hukum atau bersifat terlalu spesifik, dan menolak referensi dari mekanisme EIAs lintas batas dan mekanisme penyelesaian sengketa, serta menentang pengaturan jadwal untuk melakukan negosiasi implementing agreement baru Brazil 2nd (2008)  menyerukan penelitian lebih lanjut terkait keanekaragaman di dasar laut, eksplorasi hak paten MGRs, benefit-sharing dari pemanfaatan sumber daya tersebut, dan menguji kerugian dalam kerangka hukum pada pelaksanaan kebijakan port-states dan flag-states 3rd (2010)  mempertegas bahwa MGRs adalah subjek dalam pendekatan common heritage of mankind xlv

5th (2012)  mendukung posisi G-77/Cina  mempertegas pentingnya prinsip kehati-hatian, Working Group BBNJ sebagai forum untuk negosiasi, dan workshop sebagai format alternatif untuk melanjutkan pekerjaan Working Group BBNJ 6th (2013)  menyarankan fokus pertemuan untuk menentukan ruang lingkup implementing agreement baru 7th (2014)  menegaskan ruang lingkup perjanjian internasional baru harus ditentukan oleh paket yang sudah disepakati oleh Working Group BBNJ pada 2011, dengan benefit-sharing menjadi inti dari kepentingan khusus bagi negara berkembang yang dilindungi oleh UNCLOS 8th (2014)  berpendapat bahwa kesenjangan peraturan di BBNJ menjustifikasi perlunya negosiasi implementing agreement baru berdasarkan paket 2011 India 2nd (2008)  berpendapat bahwa prinsip-prinsip umum dari MSR yang terkandung dalam UNCLOS terkait dengan kepentingan umat manusia dan bukan sebagai dasar hukum untuk kepentingan ekosistem laut 3rd (2010)  mempertegas bahwa MGRs adalah subjek dalam pendekatan common heritage of mankind 7th (2014)  menyerukan jaminan atas ABS untuk umat manusia secara keseluruhan, membahas tentang IPRs dan transfer teknologi secara komprehensif, menemukan pendekatan yang seimbang antara pembentukan area-based management tools dan freedom of the high seas, serta hak-hak negara ketiga, dan memastikan partisipasi semua pemangku kepentingan 9th (2015)  menyatakan bahwa instrumen yang diinginkan adalah rezim hukum yang proporsional, dan memperingatkan bahwa hak-hak yang terkait dengan kebebasan laut lepas tidak dapat dikompromikan oleh MPAs dan tindakan konservasi berbasis wilayah lainnya Afrika 2nd (2008)  menekankan pendekatan ekosistem dan manajemen kelautan Selatan berbasis wilayah 3rd (2010)  mempertegas bahwa MGRs adalah subjek dalam pendekatan common heritage of mankind  merekomendasikan bahwa Working Group BBNJ secara eksplisit diamanatkan untuk menegosiasikan implementing agreement untuk UNCLOS dalam hal tersebut 5th (2012)  menyerukan implementing agreement baru dan mendukung untuk memasukkan dokumen keputusan Rio+20 sebagai referensi 6th (2013)  mendukung inisiatif untuk memulai negosiasi implementing agreement baru dan mengungkapkan kekhawatirannya bahwa xlvi

forum selain Majelis Umum PBB dapat mengambil alih diskusi ini dan mengeluarkan standar global Rusia 3rd (2010)  menyatakan bahwa UNCLOS cukup untuk mengatur kegiatan yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati di ABNJ, yang relevan dengan prinsip common heritage of mankind untuk sumber daya selain mineral di kawasan tersebut 4th (2011)  menentang implementing agreement UNCLOS baru dan gagasan untuk membatasi MSR dengan mendirikan ABS 5th (2012)  mendukung Jepang terkait seruan untuk membangun konsensus tentang kesenjangan implementasi 6th (2013)  menganggap terlalu dini untuk membicarakan implementing agreement baru di bawah UNCLOS, dengan mengungkapkan adanya kemungkinan kesenjangan peraturan yang akan muncul 7th (2014)  menekankan bahwa implementing agreement hanya salah satu opsi yang dipertimbangkan pada Rio+20, dengan memberi catatan kebutuhan terhadap pemahaman lebih mengenai subjek dari instrumen baru  mengingatkan bahwa balance of interests dilindungi oleh perjanjian yang telah ada, seperti UNCLOS dan UNFSA, dan menyerukan kepada negara “penerima keuntungan besar dari pemanfaatan komersial MGRs” untuk menawarkan usulan konkret tentang benefit-sharing 9th (2015)  menyatakan keraguannya terkait kebutuhan dibentuknya perjanjian baru, dan menyarankan untuk mengecualikan sektor perikanan di laut lepas dan mengidentifikasi kesenjangan hukum terlebih dahulu sebelum negosiasi dimulai Sri Lanka 3rd (2010)  mempertegas bahwa MGRs adalah subjek dalam pendekatan common heritage of mankind 6th (2013)  menggarisbawahi pentingnya sebuah rezim hukum baru untuk menjalankan pembagian manfaat dan ajudikasi hukum, dan mempertegas perbedaan antara MSR murni dan terapan 7th (2014)  berpendapat bahwa manajemen berbasis wilayah dapat dibahas di dalam instrumen baru, tetapi harus menetetapkan kriteria untuk memastikan penggunaan penuh untuk ilmu pengetahuan, ABS pada MGRs di ABNJ perlu dibahas secara konsisten dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan, menyerukan diskusi tentang apakah model ISA bisa diadaptasi untuk itu, dan bahwa benefit- sharing harus mencakup manfaat moneter dan non-moneter 9th (2015)  menekankan kebutuhan untuk mengatasi IPRs dan kesempatan untuk pembagian hasil MSR Chile 5th (2012)  mendukung posisi G-77/Cina 6th (2013)  mengingatkan bahwa sektor perikanan telah diatur oleh perjanjian yang sudah ada dan implementing agreement baru harus mengakui relevansi prinsip common heritage of mankind xlvii

dari MGRs, dengan mempertimbangkan isu-isu ekonomi, hak kekayaan intelektual, perdagangan internasional, dan hukum lingkungan  mengusulkan kepada Working Group BBNJ untuk membahas ruang lingkup dan substansi dari implementing agreement baru Filipina 5th (2012)  menekankan prinsip kehati-hatian, transfer teknologi dan pembangunan kapasitas Jamaika 6th (2013)  menggarisbawahi kebutuhan untuk mengambil tindakan awal pada instrumen internasional baru di bawah UNCLOS sebagai prioritas, memperkuat tugas dari CBD dan Nagoya Protocol on Access and Benefit-sharing, sambil memastikan koherensinya dengan tugas dari FAO, WTO, dan WHO dalam mengajukan implementing agreement dengan mempertimbangkan langkah terbaik dari program regional  mempertimbangkan tugas yang sedang dilaksanakan di bawah ISA dan implikasinya bagi BBNJ 7th (2014)  menggarisbawahi kebutuhan untuk ketentuan hukum atas akses yang adil dan benefit-sharing pada MGRs di ABNJ sebagai common heritage of mankind umat manusia, tetapi menolak pengurangan peran ISA dalam menangani isu-isu berkaitan dengan dasar laut di ABNJ  menyerukan dimasukkannya ketentuan penilaian, pemantauan, dan penegakkan dalam implementing agreement baru, dan mengembangkan pengaturan benefit-sharing dengan memfasilitasi transparansi, pembagian informasi, dan pembangunan kapasitas 9th (2015)  mengatakan bahwa pertemuan kali ini merupakan momentum bagi Working Group BBNJ untuk merekomendasikan pemberian mandat negosiasi formal terhadap pembentukan perjanjian internasional di bawah UNCLOS, dengan menggunakan pendekatan ekosistem, dan prinsip common heritage of mankind bagi umat manusia kepada Majelis Umum Benin 7th (2014)  menyerukan dibentuknya konferensi antarpemerintah untuk mengembangkan instrumen yang mengikat secara hukum pada BBNJ, termasuk aturan tentang transfer teknologi, benefit- sharing, dan IPRs dalam kaitannya dengan MGRs Kosta Rika 7th (2014)  menggarisbawahi kebutuhan untuk memperluas mandat ISA untuk mencerminkan penerapan prinsip common heritage of mankind pada MGRs di ABNJ 9th (2015)  menyarankan bahwa rekomendasi kepada Majelis Umum harus menyerukan konferensi antarpemerintah, disertai dengan proses persiapan, berdasarkan paket 2011 Peru 7th (2014)  menyerukan pembentukan instrumen baru untuk mengatasi keterkaitan antara isu-isu yang dipertaruhkan, mendukung xlviii

pemanfaatan yang bersifat adil dan berkelanjutan, dan memberikan kontribusi untuk tatanan ekonomi yang lebih adil 9th (2015)  memastikan bahwa kesepakatan baru terbuka untuk semua negara Vietnam 8th (2014)  mendesak pengembangan instrumen internasional baru untuk menetapkan mekanisme internasional serupa dengan ABNJ Kuba 8th (2014)  menggarisbawahi kebutuhan untuk benefit-sharing non-moneter dan memperjelas asal geografis dari MGRs Guatemala 8th (2014)  menekankan perlunya perjanjian baru yang akan dihormati oleh negara anggota maupun non-anggota dan untuk membangun prinsip-prinsip UNCLOS 9th (2015)  menyatakan bahwa peluncuran perundingan tentang implementing agreement baru meskipun dibutuhkan, namun masih bersifat jangka panjang, dengan alasan masih perlunya pembahasan semua masalah yang berada di luar mandat Working Group BBNJ Thailand 8th (2014)  menyerukan benefit-sharing yang adil, termasuk transfer teknologi kelautan dan pembangunan kapasitas Singapura 9th (2015)  mendukung UE terkait penyelenggaraan konferensi antarpemerintah yang harus menyelesaikan tugasnya dalam batas waktu yang telah disepakati  menganjurkan penundaan pembahasan konsep khusus ke dalam negosiasi formal kesepakatan pelaksanaan baru Maroko 9th (2015)  menyerukan digelarnya konferensi antarpemerintah untuk menyusun instrumen yang mengikat secara hukum pada BBNJ, dengan menekankan bahwa paket 2011 telah disetujui oleh Majelis Umum dan tidak boleh dirubah

xlix

Lampiran 8 Tabel Posisi Greenpeace pada Pertemuan Working Group BBNJ.

INGOs WORKING STATEMENTS GROUP MEETINGS Greenpeace 1st (2006)  menyerukan langkah-langkah mendesak untuk mengatasi IUU fishing dan praktik penangkapan ikan destruktif 2nd (2008)  menyerukan untuk melengkapi regulasi di bawah UNCLOS untuk mengatur wilayah Laut Bering 3rd (2010)  memprioritaskan adopsi mekanisme internasional untuk membangun MPAs di laut lepas, yang memerlukan EIA dan SEA, dan membahas kegiatan-kegiatan baru dan yang sedang berkembang, serta MGRs, dengan mengadakan sebuah konferensi diplomatik pada tahun 2011 5th (2012)  menggarisbawahi bahwa sebagian besar negara menyatakan dukungan terhadap pembentukan implementing agreement UNCLOS baru di dalam proses Rio+20, dan memberi catatan bahwa beberapa negara tertentu menginginkan Working Group BBNJ untuk menginformasikan posisi mereka terkait hal tersebut di Rio+20  menyerukan kepada Working Group BBNJ untuk meminta Majelis Umum pada sesi berikutnya untuk memulai perundingan tentang perjanjian tersebut pada tahun 2013 6th (2013)  mengapresiasi kemajuan yang dihasilkan di bawah CBD tentang ecologically and biologically sensitive areas (EBSAs) dan menyerukan perundingan terkait implementing agreement baru secara cepat sebelum mencapai titik kritis 7th (2014)  menyatakan harapan yang tinggi terhadap musyawarah yang konstruktif dan transparan pada pertemuan Working Group BBNJ ini 8th (2014)  menyerukan kepada AS untuk mendukung pengembangan implementing agreement baru 9th (2015)  menyerukan untuk menegosiasikan implementing agreement yang kuat dalam kurun waktu yang ditentukan

l

Lampiran 9 Tabel Wawancara.

Delegasi Jurukampanye Delegasi Negara Akademisi Greenpeace Greenpeace Internasional NROs Informan Nathalie Rey John Hocevar Elizabeth Kim Prof. Ann Powers. (Chair of (Oceans (Chair of US Pace University Greenpeace Campaign Delegation at (Center for Delegation at Director Working Group Environmental Working Group Greenpeace USA) BBNJ) Legal Studies, BBNJ Pace Law School) 2011-2013) Sofia Tsenikli Sarah King Prof. Tullio Dr. rer. nat. Mufti (Chair of (Senior Oceans Scovazzi, (Chair Petala Partia, Greenpeace Strategist of the EU M.Sc. (Maritime Delegation at Greenpeace Council Working Center Indonesia, Working Group Canada) Group on the Universitas BBNJ Law of the Sea) Indonesia) 2013-2015) Veronica Frank Magnus Eckeskog Haryo Budi (Chair of (Senior Oceans Nugroho Greenpeace Campaigner (Special Envoy Delegation at Greenpeace to the President Preparatory Nordic - Denmark) of the Republic Committee BBNJ of Indonesia for 2015-sekarang) Maritime Delimitation) Richard Page Frida Bengtsson Budi Atyasa (Ocean (Senior Ocean (Ministry of Sanctuaries Campaigner Foreign Affairs) Project Leader Greenpeace Greenpeace Nordic - Sweden) International) Taehyun Park (Senior Oceans Campaigner - Seoul)

li

Kazue Komatsubara (Senior Oceans Campaigner Greenpeace Japan) Arifsyah Nasution, (Ocean Campaigner Greenpeace SEA - Indonesia) Target Mengetahui Mengetahui upaya Mengetahui Mengetahui peran Informasi upaya Greenpeace di posisi negara Greenpeace Greenpeace di level domestik di terhadap upaya dalam proses tata level berbagai negara negosiasi kelola lingkungan internasional perjanjian hidup global dan pelaksanaan di pengembangan bawah UNCLOS ilmu pengetahuan kelautan Mengetahui Mengetahui Mengetahui Mengetahui kendala-kendala kendala-kendala respon negara batasan dari yang dihadapi di yang dihadapi di terhadap upaya Greenpeace level level domestik Greenpeace dalam upayanya internasional terhadap mendorong pembentukan pembentukan suaka laut global perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS

lii

Lampiran 10 Pemberian Dokumen Internal Greenpeace oleh Nathalie Rey melalui Email pada 15 Juni 2017.

liii

Lampiran 11 Pemberian Dokumen Internal Greenpeace oleh Veronica Frank melalui Email pada 5 Juni 2017.

liv

Lampiran 11 Pemberian Dokumen Internal Greenpeace oleh Sofia Tsenikli melalui Email pada 12 Juni 2017.

lv