Journal of Arts & Humanities
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Load more
Recommended publications
-
Bab 1 Mengenal Kendang
Bab 1 Mengenal Kendang 1. STANDAR KOMPETENSI Setelah mempelajari bab ini, pembaca memiliki pengetahuan tentang kendang Sunda meliputi bentuk kendang, nama-nama bagian kendang, panakol kendang, pelarasan kendang, dan notasi kendang. 2. INDIKATOR 1. Mampu menjelaskan gambaran umum ttg kendang 2. Mengetahui bentuk-bentuk kendang 3. Mampu menyebutkan nama-nama bagian kendang 4. Mengetahui peranan panakol kendang 5. Mengetahui tentang pelarasan kendang 6. Mengetahui dan mampu membaca notasi kendang TOPIK PEMBAHASAN 1. Kendang 2. Bentuk Kendang 3. Nama-Nama Bagian Kendang 4. Panakol Kendang 5. Pelarasan Kendang 6. Notasi Kendang Metode Pembelajaran Tepak Kendang Jaipongan | 1 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 3. URAIAN MATERI 3.1 Kendang Kendang adalah waditra1 membranophones yang terbuat dari kulit sebagai wangkisnya (muka bidang) dan kayu berongga sebagai badannya. Kendang dalam karawitan Sunda temasuk salah satu waditra yang terdapat dalam gamelan pélog saléndro maupun gamelan degung. Tutup kedua wangkis kendang yang berasal dari kulit kerbau atau sapi, memberikan ciri khas warna bunyi kendang yang membedakan dengan waditra lainnya. Meskipun warna bunyinya tidak memiliki nada seperti dalam gamelan, namun bunyi kendang dapat dilaras tinggi rendahnya dengan menggunakan gamelan sebagai dasar pelarasan sehingga hasilnya memberikan ciri larasan kendang dalam berbagai jenis kesenian. Kendang memiliki peranan yang sangat penting dari bebe rapa waditra yang terdapat dalam gamelan saléndro untuk terlaksananya sajian karawitan. Kendang lebih mendominasi -
Innovative Approaches to Melodic Elaboration in Contemporary Tabuh Kreasibaru
INNOVATIVE APPROACHES TO MELODIC ELABORATION IN CONTEMPORARY TABUH KREASIBARU by PETER MICHAEL STEELE B.A., Pitzer College, 2003 A THESIS SUBMITTED IN PARTIAL FULFILLMENT OF THE REQUIREMENTS FOR THE DEGREE OF MASTER OF ARTS in THE FACULTY OF GRADUATE STUDIES (Music) THE UNIVERSITY OF BRITISH COLUMBIA August 2007 © Peter Michael Steele, 2007 ABSTRACT The following thesis has two goals. The first is to present a comparison of recent theories of Balinese music, specifically with regard to techniques of melodic elaboration. By comparing the work of Wayan Rai, Made Bandem, Wayne Vitale, and Michael Tenzer, I will investigate how various scholars choose to conceptualize melodic elaboration in modern genres of Balinese gamelan. The second goal is to illustrate the varying degrees to which contemporary composers in the form known as Tabuh Kreasi are expanding this musical vocabulary. In particular I will examine their innovative approaches to melodic elaboration. Analysis of several examples will illustrate how some composers utilize and distort standard compositional techniques in an effort to challenge listeners' expectations while still adhering to indigenous concepts of balance and flow. The discussion is preceded by a critical reevaluation of the function and application of the western musicological terms polyphony and heterophony. ii TABLE OF CONTENTS Abstract ii Table of Contents : iii List of Tables .... '. iv List of Figures ' v Acknowledgements vi CHAPTER 1 Introduction and Methodology • • • • • :•-1 Background : 1 Analysis: Some Recent Thoughts 4 CHAPTER 2 Many or just Different?: A Lesson in Categorical Cacophony 11 Polyphony Now and Then 12 Heterophony... what is it, exactly? 17 CHAPTER 3 Historical and Theoretical Contexts 20 Introduction 20 Melodic Elaboration in History, Theory and Process ..' 22 Abstraction and Elaboration 32 Elaboration Types 36 Constructing Elaborations 44 Issues of "Feeling". -
Masyarakat Kesenian Di Indonesia
MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Muhammad Takari Frida Deliana Harahap Fadlin Torang Naiborhu Arifni Netriroza Heristina Dewi Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara 2008 1 Cetakan pertama, Juni 2008 MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Oleh: Muhammad Takari, Frida Deliana, Fadlin, Torang Naiborhu, Arifni Netriroza, dan Heristina Dewi Hak cipta dilindungi undang-undang All right reserved Dilarang memperbanyak buku ini Sebahagian atau seluruhnya Dalam bentuk apapun juga Tanpa izin tertulis dari penerbit Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara ISSN1412-8586 Dicetak di Medan, Indonesia 2 KATA PENGANTAR Terlebih dahulu kami tim penulis buku Masyarakat Kesenian di Indonesia, mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkah dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku ini pada tahun 2008. Adapun cita-cita menulis buku ini, telah lama kami canangkan, sekitar tahun 2005 yang lalu. Namun karena sulitnya mengumpulkan materi-materi yang akan diajangkau, yakni begitu ekstensif dan luasnya bahan yang mesti dicapai, juga materi yang dikaji di bidang kesenian meliputi seni-seni: musik, tari, teater baik yang tradisional. Sementara latar belakang keilmuan kami pun, baik di strata satu dan dua, umumnya adalah terkonsentasi di bidang etnomusikologi dan kajian seni pertunjukan yang juga dengan minat utama musik etnik. Hanya seorang saja yang berlatar belakang akademik antropologi tari. Selain itu, tim kami ini ada dua orang yang berlatar belakang pendidikan strata dua antropologi dan sosiologi. Oleh karenanya latar belakang keilmuan ini, sangat mewarnai apa yang kami tulis dalam buku ini. Adapun materi dalam buku ini memuat tentang konsep apa itu masyarakat, kesenian, dan Indonesia—serta terminologi-terminologi yang berkaitan dengannya seperti: kebudayaan, pranata sosial, dan kelompok sosial. -
Music in a Marriage Ceremony Sunda Tradition "Nyawer" 1)
Jurnal International Seminar on Languages, Literature, Art and Education (ISLLAE) e-ISSN: 2685 - 2365 e-Jurnal:http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/isllae Volume 1 Issue 2, July 2019 DOI: doi.org/10.21009/ISLLAE.01247 Received: 5 June 2018 Revised: 10 June 2018 Accepted: 14 August 2018 Published: 31 July 2019 Music in A Marriage Ceremony Sunda Tradition "Nyawer" 1) Dr. Caecilia Hardiarini, M.Pd1,a) Universitas Negeri Jakarta1) [email protected]) Abstract This study aims to determine the existence of Sundanese art, especially in traditional Sundanese marriage in terms of music and supporting tools. The method used is descriptive qualitative, located in Gunungsindur Regency Bogor by observation observe directly Nyawer process, interview and document analysis as complement of data. The results show that music in the Nyawer marriage ceremony contains the meaning that is spoken in the form of songs to be more impregnated very deeply. The poems that are written give meaning to the greatness of God who has brought together the couple and should the couple be able to interpret the life more wisely, able to be responsible to his partner Nyawer ceremony performed by Nyawer (male and female or both), with the accompaniment of Degung Gamelan instrument, or flute and vocals. Supporting tools in the form of materials that symbolize the source of sustenance and longevity for the bridal couple is placed on the bokor symbol of preservation of tradition. Key Words: Sunda Tradition, Music Ceremony, Nyawer Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan seni Sunda, khususnya dalam pernikahan tradisional Sunda dalam hal musik dan alat pendukung. -
Gamelan Gender Wayang of Bali: Form and Style
..................~~.~.~.. ~------------------ WESLEYAN UNIVERSITY Gamelan Gender Wayang of Bali: Form and Style by Kalafya Brown A thesis submitted to the facuIty of Wesleyan University in partial fulfillment of the requirements for the degree of Master of Arts in Music May, 2000 Middletown, Connecticut My teacher, Kak Luweng, and myself playing gender (above) and just sitting (below), 2 Introduction and Acknowledgements I began studying gamelan music in 1994 while I was an undergraduate at the Massachusetts Institute of Technology. No one tends offhand to associate gamelan with MIT. but there it is. Professor Evan Ziporyn has been directing the gong kebyar ensemble Gamelan Galak Tika at MIT since 1993, and I was an active member from 1994 until 1997. Unfortunately the pressure of my studies at Wesleyan has not allowed me to play with Galak Tika as much as I would like in the past few years. For the three years of my tenure with Galak Tika we were blessed with the artistry of the Balinese husband and wife team of I Nyoman Catra and Desak Made Suarti Laksmi. The magnificent teaching and performance prowess of Evan, Catra and Desak formed the basis of my introduction to gamelan music. In 1997 I came to Wesleyan University to study for the degree of Master of Arts in Music, of which this thesis is a part. Here at Wesleyan I have had the great honor of studying with I. M. Harjito and Sumarsam, two Javanese artists. I sincerely thank them for broadening my awareness of the multifaceted natures of Indonesian music and for sharing with me the great beauty of the central Javanese court gamelan. -
Performance in Bali
Performance in Bali Performance in Bali brings to the attention of students and practitioners in the twenty-first century a dynamic performance tradition that has fasci- nated observers for generations. Leon Rubin and I Nyoman Sedana, both international theatre professionals as well as scholars, collaborate to give an understanding of performance culture in Bali from inside and out. The book describes four specific forms of contemporary performance that are unique to Bali: • Wayang shadow-puppet theatre • Sanghyang ritual trance performance • Gambuh classical dance-drama • the virtuoso art of Topeng masked theatre. The book is a guide to current practice, with detailed analyses of recent theatrical performances looking at all aspects of performance, production and reception. There is a focus on the examination and description of the actual techniques used in the training of performers, and how some of these techniques can be applied to Western training in drama and dance. The book also explores the relationship between improvisation and rigid dramatic structure, and the changing relationships between contemporary approaches to performance and traditional heritage. These culturally unique and beautiful theatrical events are contextualised within religious, intel- lectual and social backgrounds to give unparalleled insight into the mind and world of the Balinese performer. Leon Rubin is Director of East 15 Acting School, University of Essex. I Nyoman Sedana is Professor at the Indonesian Arts Institute (ISI) in Bali, Indonesia. Contents List -
Glossary.Herbst.Bali.1928.Kebyar
Bali 1928 – Volume I – Gamelan Gong Kebyar Music from Belaluan, Pangkung, Busungbiu by Edward Herbst Glossary of Balinese Musical Terms Glossary angklung Four–tone gamelan most often associated with cremation rituals but also used for a wide range of ceremonies and to accompany dance. angsel Instrumental and dance phrasing break; climax, cadence. arja Dance opera dating from the turn of the 20th century and growing out of a combination of gambuh dance–drama and pupuh (sekar alit; tembang macapat) songs; accompanied by gamelan gaguntangan with suling ‘bamboo flute’, bamboo guntang in place of gong or kempur, and small kendang ‘drums’. babarongan Gamelan associated with barong dance–drama and Calonarang; close relative of palégongan. bapang Gong cycle or meter with 8 or 16 beats per gong (or kempur) phrased (G).P.t.P.G baris Martial dance performed by groups of men in ritual contexts; developed into a narrative dance–drama (baris melampahan) in the early 20th century and a solo tari lepas performed by boys or young men during the same period. barungan gdé Literally ‘large set of instruments’, but in fact referring to the expanded number of gangsa keys and réyong replacing trompong in gamelan gong kuna and kebyar. batél Cycle or meter with two ketukan beats (the most basic pulse) for each kempur or gong; the shortest of all phrase units. bilah Bronze, iron or bamboo key of a gamelan instrument. byar Root of ‘kebyar’; onomatopoetic term meaning krébék, both ‘thunderclap’ and ‘flash of lightning’ in Balinese, or kilat (Indonesian for ‘lightning’); also a sonority created by full gamelan sounding on the same scale tone (with secondary tones from the réyong); See p. -
Analisis Instrumen Kendang Dalam Karawitan Jawa Di Tinjau Dari Nilai Luhur Tamansiswa
JURNAL JPSD Vol. 4 No. 2 Tahun 2017 ISSN 2356-3869 (Print), 2614-0136 (Online) ANALISIS INSTRUMEN KENDANG DALAM KARAWITAN JAWA DI TINJAU DARI NILAI LUHUR TAMANSISWA Arya Dani Setyawan1, Ardian Arief2, Akbar Al Masjid3 1, 2, 3 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta [email protected] [email protected] [email protected] Informasi artikel ABSTRAK Sejarah artikel Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan analisis estetika karawitan Jawa Diterima : 15/10 dalam kaitannya dengan nilai-nilai luhur Tamansiswa. Penelitian ini Revisi : 20 Dipublikasikan : 28/12/2107 menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus Kata kunci: yaitu mengamati secara langsung ke lapangan dengan melakukan Analisis estetika, wawancara kepada pelaku seni, lembaga, dan masyarakat sekitar. Hasil karawitan Jawa, wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang kekuatan, nilai luhur Tamansiswa kelemahan, peluang, dan hambatan dari masing-masing kelompok karawitan yang ada dilingkungan Tamansiswa. Hasil wawancara di analisis menggunakan analisis SWOT kemudian dipetakan dengan matriks EFAS dan IFAS. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah merumuskan strategi analisis estetika pada karawitan jawa yang berada di Yogyakarta dan khususnya berada di lingkungan Tamansiswa. Gamelan dan Tamansiswa menjadi satu kesatuan estetika karena nilai yang terkandung dalam gamelan itu sendiri erat dengan ajaran Tamansiswa yaitu Tri Saksi Jiwa (Cipta, Rasa, Karsa) cipta selalu terkait dengan bentuk instrument gamelan sedangkan rasa adalah manifestasi dari hasil yang di bunyikan dari gamelan kemudian karsa adalah ciri khas kebudayaan yang meliputi kekuatan gotong-royong (kebersamaan) dalam menyajikan pertunjukan gamelan. ABSTRACT Keyword: This study aims to describe the aesthetic analysis of Javanese Karawitan in Aesthetic analysis, relation to noble values Tamansiswa. -
Fenomena Dan Dampak Arus Globalisasi Terhadap Perkembangan Kesenian Joged Bumbung
Fenomena dan Dampak Arus Globalisasi Terhadap Perkembangan Kesenian Joged Bumbung Oleh I Nyoman Mariyana Mahasiswa Pascasarjana (S2) ISI Denpasar Joged Bumbung Gamelan joged bumbung adalah sebuah barungan gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi tarian joged bumbung, sebuah tari pergaulan yang ada di Bali. Dalam tarian ini, seorang penari wanita berhiaskan sejenis legong menjawat (memilih) seorang penonton untuk di ajak menari. Gamelan joged bumbung disebut juga gamelan grantangan, karena pokok- pokok instrumennya adalah grantang yaitu gender yang terbuat dari bambu, berbentuk bumbung dan memakai laras selendro lima nada. Larasnya serupa dengan gamelan gender wayang. Dalam buku Evolusi Tari Bali, gamelan joded bumbung disebutkan “bumbung” berarti tabung (bamboo), sebuah istilah untuk memberikan nama kepada seperangkat gamelan joged. Dalam hal ini ialah gamelan joged bumbung (proyek panggilan/pembinaan seni budaya klasik/tradisional dan baru). Bila dilihat dari instrumentasinya, gamelan Joged Bumbung terdiri dari berbagai instrumen diantaranya ; 1. Grantang, yang terdiri dari empat grantang gede dan dua grantang kecil, berfungsi sebagai pembawa melodi pokok, dimainkan dengan dua tangan mempunyai tekhnik pukulan sejenis gender wayang dengan memakai polos dan sangsih. 2. Gong Pulu dibuat dari besi atau kerawang. Bentuknya seperti jegogan di dalam gamelan gong, berbilah dua (nada yang sama ngumbang dan ngisep) berfungsi sebagai finalis didalam lagu-lagu joged bumbung, menggantikan gong gede di dalam gamelan gong. 3. Tawa-tawa, sebuah instrument pembawa matra. Bentuk kettle ( atau gong kecil ) 4. Klenang, sejenis kajar, berfungsi sebagai penombal kajar. 5. Kecek adalah ceng-ceng kecil yang berfungsi untuk memperkaya ritme didalam gamelan joged bumbung. 6. Kendang satu buah berfungsi untuk pemurba irama, pengatur tinggi rendah dan cepat lambatnya dari lagu-lagu joged bumbung. -
Source Readings in Javanese Gamelan and Vocal Music, Volume 3
THE UNIVERSITY OF MICHIGAN CENTER FOR SOUTH AND SOUTHEAST ASIAN STUDIES MICHIGAN PAPERS ON SOUTH AND SOUTHEAST ASIA Editorial Board A. L. Becker Peter E. Hook Karl L. Hutterer John K. Musgrave Nicholas B. Dirks, Chair Ann Arbor, Michigan USA KARAWITAN SOURCE READINGS IN JAVANESE GAMELAN AND VOCAL MUSIC Judith Becker editor Alan H. Feinstein assistant editor Hardja Susilo Sumarsam A. L. Becker consultants Volume 3 MICHIGAN PAPERS ON SOUTH AND SOUTHEAST ASIA Center for South and Southeast Asian Studies The University of Michigan Number 31 Open access edition funded by the National Endowment for the Humanities/ Andrew W. Mellon Foundation Humanities Open Book Program. Library of Congress Catalog Card Number: 82-72445 ISBN 0-89148-034-X Copyright ^ by © 1988 Center for South and Southeast Asian Studies The University of Michigan Publication of this book was assisted in part by a grant from the Publications Program of the National Endowment for the Humanities. Additional funding or assistance was provided by the National Endowment for the Humanities (Translations); the Southeast Asia Regional Council, Association for Asian Studies; The Rackham School of Graduate Studies, The University of Michigan; and the School of Music, The University of Michigan. Printed in the United States of America ISBN 978-0-89148-041-9 (hardcover) ISBN 978-0-472-03820-6 (paper) ISBN 978-0-472-12770-2 (ebook) ISBN 978-0-472-90166-1 (open access) The text of this book is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International License: https://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/ CONTENTS ACKNOWLEDGMENTS vii APPENDIX 1: Glossary of Technical Terms Mentioned in the Texts 1 APPENDIX 2: Javanese Cipher Notation (Titilaras Kepatihan) of Musical Pieces Mentioned in the Texts 47 APPENDIX 3: Biographies of Authors 429 APPENDIX 4: Bibliography of Sources Mentioned by Authors, Translators, Editors, and Consultants 447 GENERAL INDEX 463 INDEX TO MUSICAL PIECES (GENDHING) 488 This work is complete in three volumes. -
Perkembangan Gender Wayang Kayumas Oleh
Perkembangan Gender Wayang Kayumas Oleh : Ni Ketut Suryatini, SSKar., M.Sn dan Ni Putu Tisna Andayani, SS Perkembangan Variasi, Komposisi Gender Wayang sebagai kesenian yang tetap eksis di masyarakat karena keterkaitannya dengan upacara agama, akhir-akhir ini mendapat pula sentuhan variasi dari para seniman pendukungnya terutama dari seniman akademis dan generasi muda. Pemberian variasi sifatnya sah-sah saja sepanjang tidak meninggalkan unsur-unsur musikal nilai estetika dan etika. Sejarah Gender Wayang pada abad ini mengarah pada persimpangan jalan yang diwarnai dengan adanya saling mempengaruhi dengan gamelan-gamelan lain, termasuk gong kebyar, yang menonjol pertama sebagai musik instrumental untuk gong di Bali Utara pada tahun 1914 dan kemudian dikembangkan sebagai iringan tari. Setelah gong baru itu mulai berkobar di Bali Selatan (Sekehe gong di Pangkung Tabanan, Belahan Denpasar, Peliatan Gianyar), komposisi- komposisi baru untuk pelegongan dan semar pagulingan dari Kuta juga mulai diserap oleh gong kebyar, yang sampai saat itu mendapat pengaruh dalam perkembangannya berdasarkan tradisi gong sebagai titik tolak. Wayang Lotring adalah seorang tokoh dalam pelegongan dan gender wayang yang pernah belajar tradisi-tradisi gender yang lain disamping dari desanya sendiri, termasuk di Kayumas Kaja Denpasar dan Sukawati, dan latar belakang tersebut merupakan sebuah harta karun dalam karya-karya baru dari imajinasinya. Dalam penggalian tradisi gender dia mentransfer gending Sekar Gendot dengan penyesuaian, perubahan dan penambahan ke pelegongan. Proses peminjaman dan transformasi itu dari gender ke gong kebyar juga dilakukan di Jagaraga termasuk bentuk gineman sehingga dikembangkan suatu urutan tertentu dalam kebyar : kebyar, gineman, gegenderan dan bagian-bagian berikutnya seperti gilak, bapang dan playon dalam berbagai kombinasi. Inspirasi dari gender dalam kebyar dan perkembangan saih pitu pada masa ini masih berjalan; sebuah kutipan dari ”Pemungkah” gaya Kayumas bagian lainnya seperti ”Tulang Lindung”, telah muncul juga dalam kreasi gong. -
Pengembangan Aplikasi Game Simulasi Virtual Tingklik Dan Suling Bali Berbasis Android
ISSN 2252-9063 Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 2, Nomor 6, Agustus 2013 PENGEMBANGAN APLIKASI GAME SIMULASI VIRTUAL TINGKLIK DAN SULING BALI BERBASIS ANDROID I Nyoman Agus Permadi 1, I Gede Mahendra Darmawiguna 2, I Made Gede Sunarya 3 Jurusan Pendidikan Teknik Informatika Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Bali E-mail: [email protected] 1, [email protected] 2, [email protected] 3 Abstrak —Tingklik adalah alat musik rubber on it's tip), Tingklik made of bamboo and tradisional Bali dan dimainkan dengan cara di generally played by farmers in their fields. Flute pukul dengan panggul. Panggul adalah bambu/kayu is a traditional Balinese musical instrument that yang diujungnya terdapat karet berbentuk often played together with Tingklik. Flute imade lingkaran, tingklik terbuat dari bambu dan of bamboo and played by blowing. As modern umumnya di mainkan oleh para petani di sawah mereka. Suling adalah alat musik tradisional Bali musical instruments are getting more popular, yang sering dimainkan bersamaan dengan tingklik, Tingklik and Suling are being forgotten.s suling terbuat dari bambu dan dimainkan dengan This study aims to (1) design an android-base cara ditiup. Seiring berjalannya waktu kedua alat Tingklik and Suling simulation game, (2) musik tradisional itu makin dilupakan karena implement the design of android-base Tingklik tergeser oleh adanya alat musik modern. and Suling simulation game. This simulation Penelitian ini bertujuan untuk (1) merancang game developed for android smartphone by using aplikasi game simulasi tingklik dan suling Bali the Waterfall method and implemented in the berbasis android; (2) mengimplementasikan Java programming language using Eclipse rancangan aplikasi game simulasi tingklik dan suling Bali berbasis android.