Fahrudin: Konglomerasi Media

KONGLOMERASI MEDIA: STUDI EKONOMI POLITIK TERHADAP MEDIA GROUP

Dedi Fahrudin Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [email protected]

Abstract. Indonesia today has had some large-scale enterprises in the field of mass media. Those companies have been controlling many types of media which later evolving into a conglomerate. The individual owner, who owns media conglomerate, not only controls media content but also gives significant influence in politics. Moreover, some of the media owners become a chairman of a political party such as Surya Paloh, Media Group owner and the chairman of Nasional Demokrat party. This study is to find out how Surya Paloh uses mass media as the instruments of his political ambition. Research findings showed that the media oligopoly that is currently happening has reached a stage that endanger citizens' rights to information since the media are managed as a business that only represent the interests of owners and power it represents. The facts show that the media owners tend to make the contents of the media as a commodity, and make the people only as consumers. Media conglomerate also controls a lot of information and media products that generate profits.

Keywords: political economy, conglomeration, media

Abstrak. Indonesia dewasa ini telah memiliki beberapa perusahaan skala besar di bidang media massa. Perusahaan tersebut menguasai berbagai jenis media yang kemudian berkembang menjadi konglomerasi. Perusahaan konglomerat media ini dimiliki oleh individu pemilik yang dengan kekuatan media yang dikuasainya tidak saja memiliki kontrol terhadap isi media tetapi juga mampu memberikan pengaruh di bidang politik. Terlebih lagi, beberapa pemilik media juga menjadi ketua atau pengurus partai politik seperti Media Group milik Surya Paloh. Artikel ini merupakan hasil penelitian yang mempelajari bagaimana Surya Paloh menggunakan media massa yang dikuasainya sebagai instrumen untuk mencapai ambisi politiknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek oligopoli media yang saat ini terjadi telah berada pada tahap yang membahayakan hak warga terhadap informasi karena media dikelola sebagai bisnis yang hanya mewakili kepentingan pemilik dan kekuasaan yang diwakilinya. Fakta menunjukkan bahwa pemilik media cenderung menjadikan isi media sebagai komoditas, dan menjadikan warga hanya sebagai konsumen. Konglomerasi media juga mengontrol banyak informasi dan produk media yang menghasilkan banyak keuntungan.

Kata kunci: ekonomi politik, konglomerasi, media

PENDAHULUAN kekuasaan yang harus dijamin Demokratisasi abad ke 19 dan 20 pada kebebasannya sebagai the fourth estate of praktiknya kadang disalah artikan oleh democracy, untuk mewujudkan banyak institusi, baik negara maupun pemerintahaan yang baik. maupun aparatusnya, termasuk media. Perkembangan teknologi komunikasi, Sementara media massa merupakan globalisasi, liberalisasi dan komersialisasi komponen penting untuk mengontrol telah memunculkan pergeseran. Media pemerintah sebagai “power”. Di sini massa tumbuh tidak hanya menjadi media diposisikan sebagai “watch dog” kekuatan pengontrol kekuasaan, tetapi

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013 Fahrudin: Konglomerasi Media

telah menjadi kekuatan politik, ekonomi challenging is the system of private dan budaya. Media telah menjadi “power” control over public resources; The First baru, yang apabila dibiarkan liar tak Amendment means that democracy terkendali justru bisa menjadi ancaman requires free access to ideas and opinions; bagi proses demokratisasi, karena Democracy in America is not functioning kehilangan tanggung jawab sosialnya in an ideal sense but more in the sense that (Acemoglu, 2008). Lippmann noted in Public Opinion (where Herman & Chomsky (1988) a specialized class of about 20 percent of menganalisis adanya konspirasi para elit the people -- but who are also a target of yang melakukan kontrol pemberitaan dan progaganda -- manages democratic informasi. Dengan menggunakan istilah functioning) and, in effect, are under Manufacturing Consent, tokoh kritis ini control of a power elite, who more or less melihat media menjadi alat kepentingan own the institutions. The masses of people politik, ekonomi, dan kultur kalangan (80 percent) are marginalized, diverted ekslusif. Menurutnya para gate keeper and controlled by what he calls Necessary menjadi pion politisi dan industriawan Illusions; Manufacturing consent is untuk mencari keuntungan. Dengan kata related to the understanding that lain atas nama kepentingan bangsa, para indoctrination is the essence of pejabat mengatur pemberitaan sesuai propaganda. In a "democratic" society keinginan mereka. Adapun atas nama indoctrination occurs when the techniques pertumbuhan ekonomi, para pebisnis atau of control of a propaganda model are pedagang melakukan hal yang sama sesuai imposed -- which means imposing kepentingan ekonomi mereka. Necessary Illusions. Chomsky's Dalam bukunya Manufacturing Propaganda Model says American media Consent, Herman & Chomsky (dalam have "filters" -- ownership, advertising, Engstrom, 2008: 17) menyatakan bahwa: news makers, news shapers -- which Propaganda is to democracy what together emphasize institutional memory, violence is to a dictatorship; Ordinary limited debate and media content people have remarkable creativity; emphasizing the interests of those in People have a fundamental need for control. creative work, which is not being met in Apa yang diungkapkan Herman dan systems where people are like cogs in a Chomsky diatas sering dikenal sebagai machine; What would make more sense as analisis instrumentalis (Ferrante, 2010) a way to govern is a form of rationalist- Fokusnya pada penggunaan media sebagai libertarian socialism -- not one that instrumen para kapitalis untuk membuat increasingly functions without public komoditas informasi yang diproduksi oleh input. Chomsky advocates a system where industri media menjadi sesuai dengan a community and its members run things kepentingan mereka. Chomsky in a democratic fashion and whose people menggambarkan model propaganda yang do not function as some sort of wage diterapkan dalam industri media Amerika slaves; People need to be able to detect Serikat oleh kelompok pemilik modal forms of authority and coercion and yang membuat kelompok ini mampu challenge those that are not legitimate; menetapkan premis-premis wacana publik, The major form of authority that needs menentukan informasi apa yang boleh

82

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

dikonsumsi publik, dan terus menerus (Phillips et al., 2009; Croucher, 2011; mengelola pendapat publik melalui Scheufele, 1999). propaganda (Castells, 2007; Boczkowski, Pada tahun 2012 sebuah penelitian 2010; Christian, 2012) yang dilakukan CIPG (Center for Ekonomi politik memiliki cara Innovation Policy and Governance) dan pandang tersendiri terhadap media yang HIVOS yang didanai oleh Ford tertarik pada bentuk-bentuk perluasan Foundation meluncurkan hasil riset konsentrasi perusahaan media, terutama “Memetakan Kebijakan Media di sangat tertarik dengan kepemilikan yang Indonesia” (Mapping Media Policies in merupakan elemen utama dalam definisi Indonesia). Penelitian tersebut konsentrasi media, karena perhatian memaparkan bagaimana media di konsentrasi kepemilikan dapat membatasi Indonesia yang mengisi ruang publik kini arus informasi dengan membatasi banyak ditunggangi oleh kepentingan keberagaman produksi dan distribusi politik pemiliknya dan menjadi salah satu (Boyd & Ellison, 2007; Conchie & Burns, alat ampuh untuk meraup keuntungan 2008) bisnis. Menurut penelitian ini diluar bisnis, Konglomerasi dapat melemahkan politik, dan fundamentalis agama, secara fungsi kontrol media, terutama yang tarik menarik media masih digunakan terkait dengan kepentingan pemilik. Media sebagai ajang pengaruh mempengaruhi Indonesia dan Metro TV enggan (Berglez, 2008; Brundidge, 2010) memberitakan keterlibatan pemiliknya Scheufele, 2007). Surya Paloh dalam kredit macet Bank Penelitian ini juga mengulas Mandiri. dan TVONE tak mau bagaimana lima belas tahun terakhir memberitakan lumpur Lapindo yang perkembangan industri media di Indonesia melibatkan perusahaan Bakrie yang ternyata mencerminkan kepentingan sekaligus pemilik kedua televisi itu (CIPG modal dan logika akumulasi laba yang & HIVOS, 2012) mengakibatkan oligopoli dan konsentrasi RCTI, TPI, Global TV, Koran Sindo kepemilikan media. Penelitian ini tidak memberitakan keterlibatan pemilik menganggap praktek oligopoli media yang mereka dalam berbagai kasus. saat ini terjadi telah berada pada tahap Melemahnya fungsi kontrol jurnalistik yang membahayakan hak warga terhadap makin meluas akibat konsentrasi informasi karena media dikelola sebagai kepemilikan media. Mungkin saja Lativi, bisnis yang hanya mewakili kepentingan jika tidak dibeli Bakri dan berubah nama pemilik dan kekuasaan yang diwakilinya. menjadi TVONE, akan memberitakan Fakta menunjukkan bahwa pemilik media kasus Lapindo secara berimbang. cenderung menjadikan isi media sebagai Konglomerasi media juga mengontrol komoditas, dan menjadikan warga hanya banyak informasi dan produk media sebagai konsumen (www.ciptamedia.org). dengan itu mereka menghasilkan banyak Penelitian juga mengulas tentang keuntungan. Mereka sangat efisien dalam penguasaan 12 grup media besar yang memproduksi informasi dan menguasai hampir seluruh kanal media di menyebarkannya melaui jaringan media Indonesia, yaitu MNC Grup, Kompas seperti televisi, radio dan media cetak Gramedia Group, JawaPos, dalam satu perusahaan yang mereka miliki Group, Elang Mahkota Teknologi, CT

83

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

Corp, Visi Media Asia, Media Group, dalam laporannya berjudul Memetakan MRA Media, Femina Group, Tempo Inti Kebijakan Media di Indonesia bahwa Media, dan Beritasatu Media Holding. penelitian oleh Hill dan Sen tentang media Para pemilik kelompok media ini juga di Indonesia (Media, Culture and Politics terafiliasi dengan partai-partai politik, in Indonesia oleh David T. Hill dan seperti Surya Paloh (Media Group) dan Krishna Sen mungkin merupakan yang Hari Tanoesoedibjo (MNC Group) dengan paling banyak dikutip, karena penelitian partai Nasional Demokrat, kemudian ini meliputi dinamika pers, media arus pecah kongsi. Hari Tanoesoedibjo pindah utama, dan kebudayaan populer di ke Hanura dan kemudian mendirikan Indonesia selama Orde Baru. Tidak partai baru, dan Aburizal Bakrie (Visi banyak studi yang berhasil memahami Media Asia) dengan partai Golongan media nasional karena terkait dengan Karya. keberadaan sebuah rezim otoriter yang Seringkali pemberitaan-pemberitaan menentang berbagai bentuk kebebasan menyangkut kepentingan politiknya pers. Dengan kondisi tersebut, melakukan menjadi bias. Media telah menjadi suatu penelitian tentang media selama Orde mekanisme yang digunakan pebisnis dan Baru merupakan hal yang ‘sulit’. politisi untuk menyampaikan kepentingan Menurut Nugroho (2012), dalam Don’t mereka. Terjunnya para pemilik media ke Shoot the Messenger (Piper, 2009), Tessa kancah politik praktis semakin Piper melaporkan tantangan-tantangan memperuncing masalah, media tentunya kebijakan yang dihadapi media di akan digunakan semaksimal mungkin Indonesia, menguraikan beragam fakta untuk menyampaikan pesan-pesan penting tentang perkembangan terbaru politiknya (Kandlousi et al., 2010; Ellison, dalam kebebasan pers, dan kebebasan 2006; Ferguson, 1992). Surya Paloh berekspresi di Indonesia. Laporan tersebut sebagai pemilik Media Group semakin menggarisbawahi fakta penting bahwa aktif dan atraktif memainkan media yang industri media yang membesar serta mereka miliki sebagai intsrumen penting bertambahnya jumlah pekerja media tidak penunjang mesin politiknya. terkait dengan pemeliharaan kebebasan Media Group yang membawahi Metro pers. Kebijakan publik berperan penting TV, Media Indonesia, Lampung Post, dalam menciptakan atmosfer yang Borneo News, tabloid Prioritas sangat “menciutkan hati” para jurnalis, aktivis menarik untuk diteliti, terutama setelah informasi, dan publik secara umum, yang pemilik Media Group Surya Paloh terjun memangkas keinginan mempraktikkan ke kancah politik yang mengusung partai kebebasan untuk menciptakan dan Nasional Demokrat (NASDEM). Tentunya membagikan informasi. media sebagai alat yang efektif untuk Menurut Nugroho (2012), dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya, yang sama, Toby Mendel, didanai oleh dimana seharusnya media netral dan Open Society Foundation, menulis laporan terbebas dari kepentingan-kepentingan Audiovisual Media Policy, Regulations politik segelintir orang. and Independence in Southeast Asia (2010). Ia menyediakan pandangan Media di Indonesia. Sebagaimana mengenai kebijakan media, terutama dikemukakan oleh Nugroho et. al (2012) regulasi penyiaran, di negara-negara Asia

84

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

Tenggara, dan mengaitkannya dengan mendukung kepentingan pembuat karakter pemerintahan dan/atau rezim kebijakan; (ii) bahwa ada badan masing-masing. Penelitian itu memberikan pemerintahan yang memiliki otoritas pandangan penting mengenai batasan yang eksesif dan tanggung jawab yang tumpang dihadapi kebijakan media yang ada di tindih; (iii) bahwa proses pembuatan kawasan tersebut, tidak hanya di kebijakan media tidak transparan dan tidak Indonesia. Hampir semua negara akuntabel. menunjukkan perilaku yang serupa terkait Studi lain yang dilaksanakan oleh hak warga negara atas media, sehingga Jeremy Wagsta , South East Asian Media: kebijakan media menjadi indikator penting Patterns of Production and Consumption dari proses demokrasi secara keseluruhan (2010) menawarkan perbandingan dan di Asia Tenggara. Mendel juga mencoba pandangan mengenai perkembangan menilai sejauh mana media baru mampu media saat ini di Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai alternatif bagi penyiaran populasi yang besar, ASEAN saat ini tradisional. diperlakukan sebagai pasar sekaligus basis Menurut Nugroho (2012), Freedom produksi yang menguntungkan. Studi Institute dan FNS meluncurkan studi tersebut mengkaji tren terbaru media di 10 berjudul Ensuring the Law and Civil dari 11 negara. Penelitian itu mengkon Rights: Press, Film and Publishing (2010). rmasi pendapat mengenai perkembangan Penelitian gabungan ini merupakan contoh terbaru dari peningkatan penggunaan penelitian yang menggunakan perspektif Internet di negara-negara Asia dan hak warga negara dalam mengamati potensinya untuk mendorong ekonomi perkembangan terbaru media dan pers di regional. Penelitian tersebut juga Indonesia. Secara khusus, penelitian ini menjabarkan perilaku publik dalam mendiskusikan hak warga negara dalam menggunakan beragam bentuk media ruang lingkup pers, lm, dan literatur. dengan memperhatikan infrastruktur yang Laporan penelitian tersebut tersedia. Rekan-rekan di Aliansi Jurnalis mengemukakan bahwa meski reformasi Independen juga menerbitkan laporan telah berlangsung, masyarakat luas masih mengenai pers dan institusi media di menghadapi banyak hambatan dalam Indonesia (misalnya AJI, 2009, laporan menjalankan hak mereka. Buktinya bisa yang diterbitkan) setiap tahun. Tiap dilihat dari sejumlah kasus pelarangan laporan menunjukkan perhatian spesi k peredaran buku, pencemaran nama baik terkait praktik kebebasan pers dari sudut yang dituduhkan kepada jurnalis dan pandang para pekerja media. Laporan AJI anggota masyarakat yang kritis, serta menyediakan pandangan yang beragam kebijakan yang saling tumpang tindih mengenai sejumlah bahaya yang dihadapi sehingga menghambat penggalakan kalangan pers, umumnya berupa kasus kebebasan berekspresi. Dalam kaitannya pencemaran nama baik. Selain AJI, ada dengan kebijakan, sejumlah temuan beberapa organisasi masyarakat sipil (civil penting yang mendukung kerangka kerja society organization/CSO) di Indonesia analitis dari penelitian kami adalah: (i) yang telah membuat laporan dan analisis bahwa ada kebijakan dan peraturan yang mengenai peran kebijakan dalam saling tumpang tindih yang bisa perkembangan media—meskipun ada diinterpretasi secara sepihak demi hambatan dalam hal kebebasan

85

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

berekspresi dan hak atas media, terutama mengetahui bahwa pemilik modal media pasca-reformasi yang menjadi perhatian massa Group MNC dan Group Bakrie mereka. Sebagian besar laporan lebih condong ke kubu Prabowo-Hatta. menunjukkan bagaimana pemerintah Temuan SatuDunia mencatat, hingga tampak ragu-ragu untuk memperluas akses 23 Juni, persentase iklan pasangan publik dalam memperoleh dan Prabowo-Hatta di RCTI sebesar 26,86 memproduksi informasi (Johnson, 2003) persen, Global TV sebesar 8,70 persen, Sementara itu menurut Cahyadi (2013) MNC TV sebesar 12,77 persen, TV One dalam tulisannya ‘Save Media Massa, 17,78 persen, ANTV sebesar 6,63 persen Atur Konglomerasi Media di Indonesia’ dan sisanya baru iklan di televisi lain. pemilihan presiden (pilpres) 2014 ini telah Belum jelas benar apakah hal itu berkaitan membuka mata mengenai betapa carut dengan diskon tarif iklan dari media massa marutnya pengelolaan media massa di yang pemilik modalnya mendukung capres negeri ini. Carut marut itu diawali dari terntentu itu. Sementara itu, seperti ditulis ketidaktegasan pemerintah dalam oleh sebuah media massa, disebutkan mengatur kepemilikan media yang bahwa Partai Nasdem menyumbang terpusat pada segelintir orang pasangan Jokowi-JK sebanyak Rp 42.1 (konglomerasi media). Pemerintah harus miliar, dalam bentuk iklan media televisi segera mengatur konglomerasi media dan cetak. Pertanyaannya kemudian massa di Indonesia, jika tidak ingin pilar adalah, apakah yang dimaksud sumbangan demokrasi ke-4 itu roboh. dalam bentuk iklan itu di media massa Sepanjang pelaksanaan pilpres, publik dalam naungan media group, MetroTV disuguhkan dengan tontontan media massa dan Harian Media Indonesia? Jika benar besar yang menjadi partisan karena demikan, apakah media group telah pemilik modalnya menjadi pendukung menjadi milik Partai Nasdem? salah satu calon presiden (capres). Media- media massa partisan itu tanpa malu-malu Ekonomi Politik. Menurut Johnson lagi mempublikasikan berita-berita yang (2003) dalam kamus ekonomi politik, hanya menguntungkan salah satu capres menyebutkan bahwa ekonomi politik terntentu saja. Akibatnya, publik tidak merupakan suatu cabang dalam ilmu-ilmu mendapatkan informasi yang benar sosial yang mempelajari saling keterkaitan sebagai bekal mengambil keputusan untuk antara lembaga dan proses politik dengan menentukan pilihan.” lembaga dan proses ekonomi. Para ahli Aksi media-media partisan itu tidak ekonomi politik tertarik untuk hanya tercermin dalam pemberitaan, menganalisis dan menjelaskan beragam namun juga tercermin dalam prioritas dampak yang ditimbulkan pemerintah belanja iklan capres di media massa. terhadap aplikasi sumber daya terbatas Temuan SatuDunia yang dipublikasikan dalam masyarakat, melalui ketetapan melalui website www.iklancapres.org ; hukum dan kebijakannya. Ketertarikan misalnya menunjukan bahwa kubu serupa ditujukan pada mekanisme Prabowo-Hatta lebih banyak beriklan di berjalannya sistem ekonomi. Juga perilaku MNC TV Group (MNCTV, RCTI, dan masyarakat dan pengaruhnya pada bentuk Global TV) dan televisi milik Group pemerintah dan jenis ketetapan hukum Bakrie (ANTV dan TV One). Publik serta kebijakan yang diambilnya.

86

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

Ilmu ekonomi politik secara mekanisme pasar dan tangan gaib (market konvensional mempelajari anatomi sistem mechanisme and invisible hand). Setiap politik dan ekonomi suatu negara yang individu berkerja dengan tujuan untuk diterapkan untuk masyarakat dan dalam mencari keuntungan secara maksimal praktik pemerintahan sehari-hari. Hal yang karena faktor kelangkaan sumber daya dipelajari adalah bagaimana sistem (Mosco, 1996) kekuasaan dan pemerintahan dipakai Di dalam sistem kapitalisme, sebagai instrumen atau alat untuk kepemilikan (ownership) terletak di tangan mengatur kehidupan sosial atau sistem individu yang digunakan untuk tujuannya ekonomi. Sistem kekuasaan menjadi sendiri, yakni tujuan untuk mencari paling utama dalam ilmu ekonomi politik keuntungan (profit). Individu juga dapat yang konvensional tersebut (Garnham, mengambil inisiatif membentuk dan 1990). mengembangkan perusahaan-perusahaan, Secara konvensional, ada dua kutub baik dilakukan secara partnership atau sistem ekonomi politik, yaitu sistem korporasi. Salah satu prinsip kapitalisme kapitalisme dan sistem sosialisme. adalah kebebasan dalam kompetisi pasar Pembagian anatomis ini dapat dilakukan yang sekaligus merupakan kelemahan berdasarkan sifat-sifat dasar dari sistem sistem ekonomi kapitalisme. Kompetisi tersebut, terutama sifat dari eksistensi berkaitan dengan efisiensi dan skala usaha mekanisme pasar, insentif pendirian (economic of scale). badan usaha, motif mencari keuntungan, Pengertian dari sosialisme didasarkan dan sebagainya (Dixit, 2000) pada sistem sosial berdasarkan prinsip Jika diperluas, maka dalam garis kolektif dalam kepemilikan alat-alat besarnya setidaknya ada empat bentuk produksi dan distribusi. Di dalam konsep sistem ekonomi politik yang cukup atau ideologi sosialisme ini, perhatian dominan saat ini, yakni kapitalisme, terhadap kesejahteraan sosial lebih tinggi sosialisme, komunisme, dan sistem dibandingkan dengan sistem ekonomi ekonomi campuran (mixed economic lainnya. Kelompok komunis menganggap system). Bentuk murni dalam pelaksanaan bahwa sosialisme adalah satu tahap untuk masing-masing sistem tersebut hampir menuju kepada masyarakat komunisme tidak ada, tetapi berbagai sistem ekonomi yang sempurna. Engels dan Marx suatu negara dapat diidentifikasi ke dalam mengklaim bahwa Marxisme telah kelompok-kelompok sistem ekonomi menggeser sosialisme dari bentuknya yang tersebut (Johnson 2003:198-199). utopis menjadi lebih realistis dan Deskripsi normatif dari sistem membumi berdasarkan keilmuan. Sistem kapitalisme ini, antara lain gambaran ekonomi campuran (mixed economy) manusia merdeka yang legal secara politis merupakan panduan dari dua bentuk maupun ekonomi. Ada pengakuan akan sistem ekonomi sosialisme dan kenyataan bahwa manusia bersifat kapitalisme. merdeka. Di dalam kegiatan ekonomi, Usaha penyatuan ini dilakukan untuk buruh dan pekerja menjual tenaganya menyerap elemen-elemen positif dan kepada pemilik modal di pasar tenaga dinamis dari keduanya. Sistem ini kerja dengan kontrak. Ada eksistensi pasar dibangun dengan usaha untuk komoditi yang harganya ditentukan oleh meninggalkan unsur-unsur lemah dari dua

87

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

bentuk sistem ekonomi politik tersebut. konflik, pemaksaan, dan bahkan Motif mencari keuntungan adalah unsur irasionalitas, namun secara empirik dapat penting di dalam kegiatan ekonomi dan diobservasi. Sebagaimana Martin produksi, tetapi bukan segalanya Staniland, bagaimana politik menentukan sebagaimana ditekankan di dalam sistem aspek-aspek ekonomi dan bagaimana ekonomi kapitalisme. Tanpa motif institusi-institusi ekonomi menentukan keuntungan, tidak akan ada usaha dan proses-proses politik. pertumbuhan ekonomi akan mejadi Kemudian Gilpin memberi idea-idea lamban bila motif ini ditekan dan dengan membuka sejumlah pertanyaan dimatikan seperti di negara komunis. untuk mencari tahu konsep-konsep Sistem ekonomi campuran tetap berbasis Ekonomi politik: bagaimana negara dan pada prinsip pasar yang terkendali oleh proses politik yang terkait didalamnya aturan pemerintah (Rachbini 2006:13-20). mempengaruhi produksi dan distribusi Studi ekonomi politik yang hirau kekayaan, bagaimana keputusan- terhadap the economics publik policy keputusan politik dan kepentingan- antara lain sebagaimana yang kepentingan yang ada mempengaruhi dideskripsikan Robert Gilpin: ”siapa yang lokasi aktivitas ekonomi tersebut, dan diuntungkan, siapa yang dirugikan dan dengan cara apa sebaliknya, serta bagaimana pula prosesnya.” Begitu pula bagaimana kekuatan-kekuatan ekonomi pendapat Dwight Y. King, mengenai mempengaruhi penyebaran kekuasaan dan pendekatan ekonomi politik, sebagai kemakmuran diantara aktor-aktor politik variabel dominan. Pengamatannya banyak dan diantara negara-negara. Akhirnya, tertuju pada segi-segi politik yang bagaimana kekuatan-kekuatan ekonomi mengubah aspek-aspek ekonomi (Prisma, tersebut mengubah distribusi politik dan No.3,1989). Pandangan ini berbeda militer pada peringkat internasional (Ikbar dengan mazhab sosialis di mana mereka 2007:2-5). secara agresif menempatkan pendekatan ekonomi politik berupa Neo-klasik Konglomerasi Media. Vincent Mosco kedalam seluruh rentangan pembuatan (1996:141-245) memetakan substansi keputusan publik maupun privat. ekonomi politik dalam tiga konsep dasar Penganut faham ini umumnya yaitu komodifikasi (commodification), menganggap politik bukan sebagai sebab, spasialisasi (spatialization) dan strukturasi tetapi akibat proses produksi, dan lebih (structuration). Pertama, komodifikasi jauh lagi pusat perhatiannya diarahkan (commodification), yaitu pemanfaatan pada pertentangan kelas-kelas masyarakat. barang dan jasa dilihat dari kegunaannya Ilmu ekonomi (market) yang lebih yang kemudian ditransformasikan ke banyak beranjak kepada aksioma dalam komoditas yang memiliki nilai jual, kebebasan memilih secara individual atau ungkapan singkatnya comodification melalui prosedur deduktif eksplorer suatu is the process of tranforming use value dunia imajiner dari rasionalitas yang tidak into exchange value. dipaksakan. Sebaliknya dengan ilmu Ekonomi politik dalam cakupan yang politik (power), yang intinya cenderung lebih luas memasukkan pula sosial produk memperhatikan persoalan-persoalan yang komunikasi yaitu khalayak dan tenaga berkaitan dengan aspek kekuasaan, kerja. Selanjutnya Mosco membagi tiga

88

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

bentuk komodifikasi yaitu: pertama, dorongan kekuatan persaingan. Termasuk komodifikasi isi (commodification of transformasi ruang bersama/fasilitas sosial content), komodifikasi khalayak, menjadi pusat perbelanjaan/mall, dan komodifikasi cybernetic, dan komodifikasi meningkatnya kepercayaan sponsor tenaga kerja. Komodifikasi isi yakni komersial terhadap museum, olah raga dan proses mengubah pesan dan sekumpulan festival-festival. data ke dalam sistem makna menjadi Komodifikasi tenaga kerja produk-produk yang dapat dipasarkan oleh menyangkut dua proses. Proses pertama media. Seperti dalam acara TV dibuat yaitu penggunaan sistem komunikasi dan sebuah program yang dijadikan satu paket teknologi untuk memperluas komodifikasi produksi acara tv dengan iklan yang dapat proses tenaga kerja, termasuk industri dijual oleh media. komunikasi, dengan menambah Komodifikasi khalayak (audience fleksibilitas dan pengendalian pada commodification) diartikan sebagai proses majikan atau pemilik. Proses kedua, media massa memproduksi khalayak dan ekonomi politik digambarkan sebagai menyerahkannya kepada pengiklan. proses ganda dimana tenaga kerja Program-program media digunakan untuk dikomodifikasi dalam proses menarik khalayak. Pemasang iklan menghasilkan komoditas barang dan jasa. membayar perusahaan media untuk Konsep ekonomi politik kedua yang mengakses khalayak, dengan demikian dikemukakan Mosco adalah spasialisasi dapat dikatakan khalayak ”diserahkan” (spatialization) yaitu the institusional kepada perusahaan pengiklan. extension of corporate in the Cybernetic commodity terdiri dari communication industry. Ekonomi-politik intrinsic commodification dan extensive dapat mengambil keuntungan dengan commodification. Intrinsic melihat spasialisasi sebagai suatu cara commodification adalah pendapat yang untuk memahami hubungan power- memandang khalayak sebagai komoditas geometris bagi proses menetapkan ruang, yang berpusat pada rating khalayak khususnya ruang yang dilalui arus (Boyd-Barret, 1995). Dalam hal ini, rating komunikasi. Bahasan Mosco tentang menjadi acuan suatu komoditas laku di spasialisasi adalah mengenai integrasi pasaran atau tidak, sehingga perusahaan secara horizontal dan vertikal. Integrasi media sangat menjaga kestabilan bahkan horizontal adalah when a firm in one line kenaikan rating yang berarti peningkatan of media buys a major interest in another pemasukan melalui iklan, alih-alih media operations, not directly related to memperhatikan kualitas produk media. the original business, or when it takes a Jadi yang dipertukarkan bukan pesan atau major stake in a company entirelyoutside khalayak melainkan rating. Sedangkan of the mediasebuah perusahaan yang ada extensive commodification merupakan dalam jalur media yang sama membeli kajian yang menjelaskan tentang proses sebagian besar saham pada media lain, komodifikasi yang menjangkau seluruh yang tidak ada hubungannya langsung wilayah kelembagaan seperti pendidikan dengan bisnis aslinya atau ketika umum, informasi pemerintah, media, perusahaan mengambil alih sebagian besar budaya dan telekomunikasi yang pastinya saham dalam suatu perusahaan yang sama membuat jarak yang tak terjangkau sekali tidak bergerak dalam bidang media.

89

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

Sementara integrasi vertikal adalah the sesuatu dari kosmologi melalui etika. Pada concentration of firms within a line of praktek sosial yang digambarkan dan business that extends a company’s control dikontekskan dalam kehidupan struktur. over the process of production. Konsentrasi perusahaan dalam suatu jalur METODE usaha yang memperluas kendali sebuah Permasalahan yang akan dikaji pada perusahaan atas produksi. Contoh yang penelitian ini merupakan masalah yang diberikan Mosco, ketika MCA sebagai bersifat sosial dan dinamis. Oleh karena produsen film Hollywood, membeli itu, peneliti memilih menggunakan metode Cineplex-Odeon sehingga dia memiliki penelitian kualitatif untuk menentukan kemampuan mengendalikan distribusi film cara mencari, mengumpulkan, mengolah (Dixit, 2000) dan menganalisis data hasil penelitian ini. Konsep ketiga yang dikemukakan Penelitian kualitatif dapat digunakan untuk Mosco adalah strukturisasi (structuration) memahami interaksi sosial, misalnya yaitu konsep yang menjelaskan proses dengan wawancara mendalam sehingga melalui mana struktur dibangun dari akan ditemukan pola-pola yang jelas. agensi manusia, meskipun mereka Dalam penelitian ini digunakan metode menyediakan “medium” dari konstitusi itu. kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu Kehidupan sosial itu sendiri terdiri atas penelitian yang memberi gambaran secara konstitusi struktur dan agensi. cermat mengenai individu atau kelompok Karakteristik penting dari teori strukturasi tertentu tentang keadaan dan gejala yang ini adalah kekuatan yang diberikan pada terjadi. Penelitian kualitatif adalah perubahan sosial. penelitian yang bermaksud untuk Proses perubahan sosial adalah proses memahami fenomena tentang apa yang yang menggambarkan bagaimana struktur dialami oleh subjek penelitian dan dengan diproduksi dan direproduksi oleh agen cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan manusia yang bertindak melalui medium bahasa, pada suatu konteks khusus yang struktur ini. Strukturasi ini alamiah dan dengan memanfaatkan menyeimbangkan kecenderungan dalam berbagai metode alamiah. analisis politik ekonomi untuk Dalam penelitian kualitatif, hal yang menggambarkan struktur seperti lembaga menjadi bahan pertimbangan utama dalam bisnis dan pemerintahan dengan pengumpulan data adalah pemilihan menunjukan dan menggambarkan ide-ide informan. Teknik sampling yang agensi, hubungan sosial dan proses serta digunakan oleh peneliti adalah purposive praktek sosial. sampel yaitu teknik penentuan sampel Agensi merupakan konsepsi sosial dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, fundamental yang mengacu pada para 2009:85). Selanjutnya menurut Arikunto individu sebagai aktor sosial yang (2010:183) pemilihan sampel secara perilakunya dibangun oleh matriks purposive pada penelitian ini akan hubungan sosial dan positioning termasuk berpedoman pada syarat-syarat yang harus kelas, ras dan gender. Proses strukturasi dipenuhi sebagai berikut: 1) Pengambilan ini mengkonstruksi hegemoni, sesuatu sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, yang apa adanya, masuk akal, cara berfikir sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang alamiah tentang dunia termasuk segala merupakan ciri-ciri pokok populasi; 2)

90

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

Pengumpulan data dapat diperoleh dari beberapa hal yang sangat menarik yaitu hasil observasi, wawancara, dokumentasi, terjadinya komodifikasi dengan berbagai dan gabungan/triangulasi. Pada penelitian variannya di Media Group. ini peneliti menggunakan teknik Pertama, komodifikasi isi pengumpulan data dengan cara observasi, (commodification of content), yakni proses dokumentasi, dan wawancara. mengubah pesan dan sekumpulan data ke dalam sistem makna menjadi produk- HASIL DAN PEMBAHASAN produk yang dapat dipasarkan oleh media. Hasil Penelitian. Sebagaimana telah Seperti yang diungkapkan seorang awak dijelaskan sebelumnya bahwa media bahwa penghasilan terbesar Media komodifikasi (commodification) Indonesia (MI) adalah dari iklan, jika merupakan pemanfaatan barang dan jasa dibandingkan dengan biaya produksi dan ditinjau dari kegunaannya yang kemudian penjualan tentunya mereka akan rugi, ditransformasikan ke dalam komoditas tetapi dengan banyaknya iklan mampu yang memiliki nilai jual, atau ungkapan menutupi biaya produksi yang berada singkatnya comodification is the process diatas harga jual koran, bahkan dari of tranforming use value into exchange iklanlah mereka menangguk untung besar. value. Dari penelitian ini ditemukan

Tabel 1 Komodifikasi di Media Grup Komodifikasi Temuan Commodification of content Dalam sebuah media yang memuat berita/program memuat juga berbagai iklan yang menjual. Audience commodification Yang dijual kepada pengiklan adalah berapa besar pembaca/penonton Cybernetic commodity Rating masih menjadi salah satu acuan suatu program/berita laku dipasaran Komodifikasi tenaga kerja • Karyawan tetap • Karyawan outsourcing • Kontributor/VJ • Tenaga magang

Wawancara dengan awak Media darah segar yang menghidupi sebuah Indonesia terungkap bahwa untuk perusahaan media, untuk menutupi biaya memproduksi koran itu sebenarnya rugi. produksi, dimulai dari wartawan yang Biaya untuk memproduksi satu koran mencari berita, hingga ke meja redaksi, berada pada kisaran 5000 sampai 6000 dari proses pencetakan hingga distribusi tapi dijual dengan harga 3000, tapi yang memakan waktu dan membutuhkan kerugian itu bisa ditutupi dari iklan. Jadi sumber daya sebagai unsur produksi memproduksi koran itu rugi jika hanya sebuah berita, hingga dapat dinikmati mengharapkan penjualan berdasarkan pembaca. Mereka mengemas berita harga satuan koran. Iklan merupakan 91

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

menjadi sebuah produk yang laku dijual di yang mengharap keuntungan dari proses pasar kepada khalayak pembaca. ekonominya. Kedua, audience commodification, Semakin banyak pembaca koran atau yaitu komoditi khalayak dimana media penonton televisi yang menyaksikan massa menghasilkan proses di mana program acara tertentu, maka semakin perusahaan media memproduksi khalayak banyak pula khalayak yang dapat dan menyerahkannya pada pengiklan. diakumulasikan menjadi angka-angka Khalayak merupakan komoditas utama yang kemudian ditransformasikan menjadi media massa, dimana media menawarkan target audiens, yang bisa ditawarkan berapa pembaca dalam hal ini koran, yang kepada pemasang iklan. Bagi pemasang membeli dan mengkonsumsi media, iklan berarti semakin banyak khalayak semakim banyak khalayak yang yang mengkonsumsi jenis media tertentu mengkonsumsi media akan semakin maka semakin banyak terpaan iklan yang banyak mendatangkan iklan. Logikanya bisa diterima khalayak, yang beroientasi adalah pembaca adalah market/pasar dari pada produk konsumtif. Hal ini akan sebuah produk yang akan diiklankan, mendorong khalayak untuk membeli semakin banyak khalayak yang produk tertentu walaupun belum tentu mengkonsumsi media maka penetrasi mereka membutuhkan produk tersebut. pasar akan semakin bagus, dan ini Ketiga, cybernetic commodity, yaitu berkorelasi dengan pendapatan iklan dari khalayak sebagai komoditas yang berpusat sebuah media. Sebagaimana dikemukakan pada rating khalayak, rating menjadi seorang narasumber: acuan suatu komoditas laku dipasaran atau tidak. Untuk Media Indonesia (pendapatan iklan) Mungkin 80- menggunakan laporan rating yang dibuat 90%. Mungkin kira-kira kalo lembaga riset media Nielsen, itu pun pendapatan dari Koran bisa 1 hanya tiga bulan sekali, berbeda dengan miliyar atau 1,5 miliyar atau 2 televisi yang bisa memperbaharui rating miliyar, tapi kalo dari iklan kita setiap hari, jadi media hanya sebagai bisa dapat sampai 10 atau 11, jadi pengguna data. Seorang narasumber di kecil sekalikan persentasinya. Kalo Media Indonesia yang tidak ingin tv kan 100% dari iklan. disebutkan identitasnya mengatakan bahwa pengiklan tidak melulu mencari Jadi jelas di sini bahwa yang rating besar ketika memasang iklan: ditawarkan kepada pengiklan oleh media adalah khalayak, semakin banyak Rating Kick Andy besar di khalayaknya maka peluang pengiklan Metrotv tapi jika dibandingkan menggunakan media tersebut akan dengan program lain di tv lain semakin tinggi, semakin tinggi iklan termasuk kecil juga dibanding masuk maka akan semakin tinggi pula hiburan, yang dikejar Kick Andy income bagi perusahaan, untuk menutupi itu ya kualitas, image, artinya tidak biaya produksi dan keuntungan tentunya, selamanya betul jika orang pasang karena media disamping memproduksi iklan disuatu program itu karena budaya, juga merupakan institusi bisnis, rating. Mungkin Kick Andy jika dibandingkan dengan program

82

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

acara sejenis di tv lain memang konsep umum, bahwa semakin tinggi kecil, tapi penghasilan iklannya rating akan semakin tinggi iklan yang besar. Artinya tidak selamanya masuk. Hal ini dibuktikan dengan tetap rating semakin besar rating itu ditayangkannya acara tersebut. semakin banyak iklan. Jadi ada Keempat, komodifikasi tenaga kerja. faktor atau variabel lain yang Tenaga kerja di Media Group terbagi ke membuat rating itu menjadi dewa dalam beberapa beberapa jenis tenaga dan belum tentu program yang kerja sebagai sumber daya yang ratingnya bagus adalah program menggerakkan roda bisnis media, yang berkualitas. berdasarkan wawancara dengan awak media terungkap ada perbedaan perlakuan Dari sini terlihat bahwa Metro TV dan antara karyawan tetap dengan kontributor. Media Indonesia di bawah Media Grup Sebagaimana dikemukakan seorang masih mengandalkan rating sebagai acuan narasumber: sebuah produk media laku di pasaran ataupun tidak. Terutama televisi masih “Wartawan dan koresponden itu sangat mengandalkan rating sebagai acuan berbeda. Sekeras apapun wartawan sebuah acara laku ditonton atau tidak, bekerja atau tidak, tetap saja mereka semakin tinggi rating maka akan akan mendapatkan gaji yang sudah berbanding lurus dengan pemasukan ditetapkan per bulan. Untuk iklannya, semakin rendah rating sebuah koresponden atau kontributor berbeda, acara maka dapat dipastikan pemasang ia akan dibayar berdasarkan berita iklan enggan memasng iklan pada acara mereka yang tayang.” tersebut. Namun ada yang menarik dalam acara Adapun secara umum dapat dipetakan Kick Andy yang ditayangkan Metro TV. penggunaan sumber daya manusia Tayangan ini jika dibandingkan dengan meliputi karyawan tetap, karyawan acara lain di televisi lain termasuk kontrak (outsourcing), contributor dan memiliki rating rendah, apalagi jika tenaga magang. Karyawan tetap dibandingkan dengan televisi hiburan. mendapatkan pembayaran tunggal, baik Mereka mengakui bahwa rating kecil ada pekerjaan, banyak pekerjaan, maupun bukan berarti pemasukan iklan kecil, dan hanya standby mereka tetap mendapatkan tidak selamanya rating menjadi dewa gaji tetap per bulannya. Untuk setiap berita dalam semua acara televisi, ini merupakan yang diproduksi karyawan tetap bisa poin penting yang seharusnya ditetapkan direproduksi kembali dalam bentuk berita di media yang tidak hanya mementingkan derivasi lainnnya, seperti koran, televisi keuntungan ekonomi semata juga dan online, tapi karyawan tetap tidak tanggung jawab sosial untuk mendapatkan tambahan penghasilan dari mencerdaskan audiens. apa yang mereka produksi. Dengan alasan Di sini kita bisa melihat bahwa mereka sudah mendapatkan gaji tetap baik masyarakat sudah mulai cerdas dengan ada pekerjaan ataupun tidak, atau hanya menyaksikan acara-acara berbobot seperti stanby. Mereka juga mendapatkan jaminan Kick Andy, yang dapat mematahkan asuransi kesehatan dan penunjang lainnya.

83

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

Karyawan kontrak (outsourcing). mahasiswa mendapatkan pengalaman dan Media Group juga menggunakan pihak skill. lain untuk mendapatkan tenaga kerja yaitu kerjasama denggan perusahaan Spasialisasi. Dalam ekonomi-politik outsourcing. Penggajiannya lebih rendah media, spasialisasi sebagai suatu cara dibandingkan dengan karyawan tetap. untuk memahami hubungan power- Kontributor adalah kelompok karyawan geometris bagi proses menetapkan ruang, yang dibayar berdasarkan berita yang khususnya ruang yang dilalui arus

mereka produksi. Sebagaimana komunikasi. Bahasan Mosco tentang dikemukakan seorang sumber, ”Di Media spasialisasi adalah mengenai integrasi Group untuk kontributor jika beritanya secara horizontal dan vertikal. Integrasi digunakan dalam satu group mereka tetap horizontal terjadi ketika sebuah mendapatkan pembayaran atas perusahaan yang ada dalam jalur media penggunaan beritanya, baik cetak, televisi yang sama membeli sebagian besar saham maupun online. Mereka tidak pada media lain, yang tidak ada mendapatkan fasilitas asuransi dan hubungannya langsung dengan bisnis penunjang lainnya,” kata seorang sumber. aslinya atau ketika perusahaan mengambil Tenaga magang. Karena tuntutan alih sebagian besar saham dalam suatu tenaga kerja yang lebih banyak dan lebih perusahaan yang sama sekali tidak efisien, Media Group juga menggunakan bergerak dalam bidang media. tenaga magang mahasiswa. Dengan Secara horizontal Media Group pembayaran di bawah standar pekerja memiliki usaha yang jauh dari bisnis biasa, namun dengan pekerjaan yang media yaitu hotel, catering, batubara, hampir sama dengan karyawan. Peserta energi, dan yayasan kemanusiaan. magang ini biasanya dari mahasiswa Sedangkan secara vertikal Media Grup perguruan tinggi yang praktek memiliki usaha di bidang media, untuk kerja/magang, mereka mendapatkan televisi yaitu Metro TV, untuk media cetak beberapa fasilitas seperti kupon makan dan ada Media Indonesia dan Lampung Post, uang transport. Disini terjadi simbiosis seperti diutarakan seorang awak media: mutualisme dimana media mendapatkan sumber daya manusia sedangkan “Suatu perusahaan, hotel,

84

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

cathering, dll dikumpulin entah Jadi ada integrasi digabung namanya paguyuban atau arisan dengan metronews.com orang- dinamakan Media Grup. Borneo orang yang bekerja ini sebagian itu kepemilikan saham dan sudah orang-orang MI, jadi merjer kita kembalikan saham itu. Kalo antara metrotvnews.com dengan lampung pos punya surya paloh. MI”

Murdock menggunakan istilah Dari hasil wawancara dengan awak konglomerasi media, yaitu perusahaan media, Media Group merupakan bentuk penyiaran yang menggabungkan integrasi beberapa jenis perusahaan yang pengoperasian televisi dengan surat kabar, dimiliki oleh Surya Paloh, tapi tidak terbitan buku, radio siaran, dan televisi memiliki perusahaan tersendiri atau kabel melalui integrasi horizontal holding company yang mengelola sub-sub kekuasaan informasi. Konglomerasi ini perusahaan, dan tidak memiliki karyawan mengarah kepada kepemilikan perusahaan khusus yang mengelolanya, bukan grup pribadi (private companies), atau sebagai organisasi. Jadi hanya menyatukan setidaknya kelompok kepentingan tertentu beberapa perusahaan dibawah bendera yang kontrolnya baik secara langsung Media Group, yang memiliki berbagai maupun tidak langsung saling jenis usaha, tujuannya tentu saja efisiensi. mempengaruhi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Kita punya Media Group, cuma Media Grup masuk kedalam konglomerasi Media Group ini bukan holding komunikasi (communication company dalam arti perusahaan conglomerates) yang menurut Murdock sendiri yang membawahi adalah perusahaan yang fokus usahanya (perusahaan-perusahaan), tapi dalam industri media dan informasi. semacam mengintegrasikan saja Media Group memiliki beberapa media perusahaan-perusahaan yang massa yaitu: Metro TV, koran Media berada dibawah kepemimpinan Indonesia, Lampung Post, Borneonews Surya Paloh. Jadi Media Group dan tabloid Prioritas. ini bukan holding tersendiri, Media Grup juga termasuk dalam punya PT sendiri, punya konglomerasi jasa (service conglomerates) karyawan sendiri terus perusahaan-perusahaan yang membawahi perusahaan- memfokuskan usahanya pada jenis jasa perusahaan, tidak seperti itu. seperti real estate, jasa keuangan dan Tapi itu usaha saja retail, tetapi mereka juga memiliki usaha mengintegrasikan agar tidak media. Disamping usaha media yang terpisah-pisah, itu model yang merupakan core bisnis Media Grup, digunakan Media Group. mereka juga memiliki The Papandayan Hotel yang melayani jasa penyewaan Media Grup berbeda dengan grup kamar, dan Yayasan Sukma yang bergerak perusahaan pada umumnya yang memiliki dalam bidang kemanusiaan, serta usaha holding company atau perusahaan induk catering yang melayani kebutuhan yang membawahi sister company atau makanan. perusahaan sebentuk yang memiliki

85

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

beberapa perusahan lagi di bawahnya. media terutama televisi yang Media Group tidak memiliki badan hukum menggunakan frekuensi publik yang tersendiri yang menaungi perusahaan- seharusnya digunakan untuk kepentingan perusahaan dibawahnya, namun hanya publik, dapat digunakan pula oleh pemilik sebatas konsep untuk menyatukan media sebagai alat popularitas bagi perusahaan-perusahaan dibawah kepentingan politiknya, yang tidak ada kepemilikan Surya Paloh. Perusahaan kaitannya dengan kepentingan publik, dibawah bendera Media Grup sangat bahkan mementingkan kepentingan beragam dari perusahan media yang individu dan kelompok politik tertentu. berbasis jasa hingga pertambangan dan Dalam penelitian ini ditemukan catering. penggunaan media untuk kepentingan politik Surya Paloh sebagai pemilik Media Strukturasi. Kehidupan sosial itu sendiri Grup. Siaran berita Metro TV sering kali terdiri atas konstitusi struktur dan agensi. menampilkan liputan mengenai Partai Karakteristik penting dari teori strukturasi Nasional Demokrat (Nasdem). Media ini adalah kekuatan yang diberikan pada dijadikan alat politik oleh pemiliknya, perubahan sosial. Proses perubahan sosial media dijadikan sebagai alat political adalah proses yang menggambarkan publicity atau publisitas politik untuk bagaimana struktur diproduksi dan memperkenalkan sosok atau partai dari direproduksi oleh agen manusia yang berbagai sisi, dari visi misi walaupun bertindak melalui medium struktur- secara abstrak diungkapkan dalam gambar, struktur ini. Strukturasi ini hingga kegiatan partai. menyeimbangkan kecenderungan dalam Metro TV milik Surya Paloh sering analisis politik ekonomi untuk digunakan untuk meliput dan menggambarkan struktur seperti lembaga memberitakan apa dan bagaimana aktifitas bisnis dan pemerintahan dengan politik pemilik media maupun aktifitas menunjukan dan menggambarkan ide-ide partainya. Bahkan hal-hal yang tidak agensi, hubungan sosial dan proses serta memiliki nilai berita atau news values praktek sosial. yang wajib adanya bagi sebuah berita, tetap diberitakan, karena lagi-lagi sang “Jangankan grup, perusahaan pemilik media hadir atau tampil pada lainpun boleh membantu partai. acara tertentu. Tetapi partai tidak boleh di bawah grup karena itu suatu yang SIMPULAN & SARAN berbeda, yang satu profit, yang satu Dari uraian diatas dapat ditarik tidak. Kalo yayasan dikeluarin dari kesimpulan bahwa Media Group yang situ karena bukan di bawah grup,” dipimpin Surya Paloh mengalami proses kata salah seorang narasumber. konglomerasi baik secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal Media Group Mereka menampik bahwa partai memiliki perusahaan media, seperti Metro berada dibawah Media Grup, namun TV, Media Indonesia, Lampung Pos. mengakui jika grup bisa membantu partai, Sedangkan horizontanya Media Group analogi ini umum untuk perusahan yang memiliki usaha lain yang tidak bergerak dibidang lain, namun untuk berhubungan dengan usaha media seperti

82

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

hotel, catering, dan pertambangan. Media digunakan untuk meliput dan dijadikan alat politik atau publisitas politik memberitakan apa dan bagaimana aktifitas (political publicity) oleh pemiliknya untuk politik pemilik media maupun aktifitas memperkenalkan partai Nasdem dari partainya. berbagai sisi, mulai dari visi dan misi hingga kegiatan partai. Media juga

DAFTAR PUSTAKA Acemoglu, Daron, Michael Golosov and Media. Journal of Communication Oleg Tsyvinski (2008) “Political Inquiry 36: 340-356, Economy and the Structure of CIPG (Centre for Innovation Policy and Taxation” mimeo. Governance) & Hivos (2012); Mapping Berglez, Peter (2008) What is Global the landscape of the media industry in Journalism. Journalism Studies 9 (6): contemporary Indonesia. 845–58. Conchie, Stacey and Burns, Calvin (2008) Bidya, Dash (2009) A study on Trust and Risk Communication in Performance Management through High-Risk Organizations: A Test of Recession Metrics during downturn. Principles from Social Risk Research. Journal of Advances in Management, Journal of Risk Analysis, 28(1), p. 141- 2(10), p. 27-30. 149. Boczkowski, P. J. (2010). Is there a gap Cottle, Simon and David Nolan 2007. between the news choices of journalists ‘Global Humanitarianism and the and consumers? A relational and Changing Aid-Media Field: Everyone dynamic approach. International Was Dying for Footage’ Journalism Journal of Press/Politics 15(4), 430- Studies 8 (6): 862–78. 440. Croucher, S. M. (2011). Social networking Boyd, D. M., & Ellison, N. B. (2007). and cultural adaptation: A theoretical Social network sites: Definition, model. Journal of International and history, and scholarship, Journal of Intercultural Communication, 4(4), Computer-Mediated Communication, 259-264. 13(1), 210- 230. Deuze, Mark (2008). The Changing Brundidge, Jennifer (2010) Encountering Context of News Work: Liquid “Difference” in the Contemporary Journalism and Monitorial Citizenship. Public Sphere: The Contribution of the International Journal of Internet to the Heterogeneity of Communication 2: 848–65. Political Discussion Networks. Journal Ellison, N. B., Hineo, R., & Gibbs, J. of Communication 60: 680–700 (2006). Managing impressions online: Castells, Manuel (2007) ‘Communication, Self-presentation processes in the Power and Counter-Power in the online dating environment. Journal of Network Society’. International journal Computer-Mediated Communication, of Communication 1: 238–66. 11(2), 415–441. Christian, Aymar Jean (2012) The Web as Engstrom, Erika (2008) Unraveling The Television Reimagined? Online Knot: Political Economy and Cultural Networks and the Pursuit of Legacy Hegemony in Wedding Media. Journal

83

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013

Fahrudin: Konglomerasi Media

of Communication Inquiry 32: 60-82 of Business and Management, 5(10), p. Ferguson, Marjorie (1992). The 51-61. Mythology about Globalization. Phillips, A., Singer, J. B., Vlad, T., & European Journal of Communication 7: Becker, L. B. (2009). Implications of 69–93. technological change for journalists’ Ferrante, Pamela (2010) Risk and Crisis tasks and skills. Journal of Media Communication. Journal of Business Studies, 6(1), 61-85. Professional Safety, June 2010, p. 38- Rachbini, Didik J (2006). Ekonomi Politik 45. dan Teori Pilihan Publik, Bogor: Hermida, A. (2010a). From TV to Twitter: Ghalia Indonesia, cet ke-2. How ambient news became ambient Scheufele, D. A. (1999). Framing as a journalism. Journal of Media and theory of media effects. Journal of Culture, 13(2), 1-10. Communication, 49(1), 103-122. Ikbar, Yanuar (2007). Ekonomi Politik Scheufele, D. A., & Tewksbury, D. Internasinal 2 : Implementasi Konsep (2007). Framing, agenda setting, and dan Teori, Bandung : PT. Refika priming: The evolution of three media Aditama, 2007. effects models. Journal of Kandlousi et al. (2010) Organizational Communication, 57(1), 9-20. Citizenship Behavior Concern of Subiakto, Hendry., Rachmah Ida (2012) Communication Satisfaction: The role Komunikasi Politik, Media dan of the formal and informal Demokrasi, Jakarta : Kencana Prenada communication. International Journal Media Group.

82

Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, No. 01, Mei 2013