KEBIJAKAN POLITIK PANGAN DI INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN SBY-BOEDIONO ( STUDI KASUS : KEBIJAKAN PENGADAAN BERAS UNTUK KEBUTUHAN MASYARAKAT DI INDONESIA )

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana ( S-1 ) pada Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

DISUSUN OLEH: WAHYUDI RAKIB 120906076

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh: Nama : Wahyudi Rakib NIM : 120906076 Departemen : Ilmu Politik Judul : Kebijakan Politik Pangan Di Indonesia Pada Masa Pemerintahan SBY-Boediono Studi Kasus: Kebijakan Pengadaan Beras Untuk Kebutuhan Masyarakat Di Indonesia )

Menyetujui:

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

(Warjio, M.A Ph.D) (Drs. Zakaria Taher, M.SP) NIP. 197408062006041003 NIP. 195801151986011002

Mengetahui: Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(Husni Thamrin,S.Sos,M.SP) NIP. 197203082005011001

i

Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh:

Nama : NIM : Judul : Dilaksanakan pada: Hari : Tanggal : Pukul : Tempat : Majelis Penguji: Ketua : Nama : ( ) NIP : Penguji Utama: Nama : ( ) NIP : Penguji Tamu: Nama : ( ) NIP :

ii

Universitas Sumatera Utara Halaman Pernyataan

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan sesungguhnya :

1. Karya tulis ilmiah saya dalam bentuk Skripsi dengan Judul “Kebijakan Politik Pangan Di Indonesia Pada Masa Pemerintahan SBY Boediono (Studi Kasus: Kebijakan Pengadaan Beras Untuk Kebutuhan Masyarakat Di Indonesia ) 2. adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar Akademik, baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain. 3. Skripsi ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain, kecuali arahan dari tim pembimbing dan penguji. 4. Di dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau di publikasikan orang lain, kecuali ditulis dengan cara menyebutkan pengarang dan mencantumkannya pada daftar pustaka. 5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran di dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena skripsi ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma dan ketentuan hokum yang berlaku.

Medan, 27 Maret 2017 Yang Menyatakan

Wahyudi Rakib NIM 120906076

iii

Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

WAHYUDI RAKIB (120906076) KEBIJAKAN POLITIK PANGAN DI INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN SBY-BOEDIONO (STUDI KASUS: KEBIJAKAN PENGADAAN BERAS UNTUK KEBUTUHAN MASYARAKAT DI INDONESIA) Rincian Isi Skripsi Terdiri dari 125 halaman, 10 tabel, 1 bagan, 17 buku, 14 situs internet, 4 wawancara

ABSTRAK Beras merupakan pangan pokok untuk sebagian masyarakat di Indonesia. Dari jumlah 252,2 juta penduduk pada tahun 2014, tingkat konsumsi beras di Indonesia pada masa pemerintahan SBY-Boediono mencapai 239,6 juta jiwa atau sekitar 95% dari jumlah penduduk. Angka konsumsi bervariasi satu daerah dengan daerah lainnya serta konsumsi beras mencapai 139,15 kg per kapita/tahun sehingga beras memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dari aspek ekonomi, tenaga kerja, lingkungan hidup, sosial, budaya dan politik. Dalam hal ini sangat diperlukan peran pemerintah dalam menangani proses pengadaan beras di Indonesia melalui kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Penelitian ini mencoba untuk menguraikan alasan pemerintahan SBY- Boediono periode 2009-2014 membuat kebijakan pengadaan beras di Indonesia untuk kebutuhan masyarakat di Indonesia, dalam hal ini penulis meneliti 19 kebijakan pengadaan beras di Indonesia. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang diperoleh dari sumber primer yaitu wawancara dan sumber sekunder. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Terdapat temuan penting dalam penelitian ini diantaranya adalah; pertama, pemerintah membuat berbagai kebijakan pengadaan beras di Indonesia untuk menjaga stabilitas harga beras dan meningkatkan kesejahteraan para petani sebagai produsen. Kedua, di sisi lain pemerintah pada saat itu dalam membuat kebijakannya tidak sesuai dengan tujuan pemerintah di Indonesia. Ketiga, kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah sepenuhnya belum efektif dan kebijakan tersebut tidak berpihak kepada masyarakat dan petani lokal di Indonesia.

Kata Kunci:Kebijakan Publik, Politik Pangan, Pengadaan Beras

iv

Universitas Sumatera Utara UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCES DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

WAHYUDI RAKIB (120906076)

THE POLITICS OF FOOD POLICY IN INDONESIA DURING THE REIGN OF SBY-BOEDIONO (CASE STUDY: RICE PROCUREMENT POLICIES TO THE NEEDS OF SOCIETY IN INDONESIA) Details of the contents of the Thesis consists of 125 pages, 10 tables, 1 chart, 17 books, 14 internet sites, 4 interview

ABSTRACT Rice is the staple food for most people in Indonesia. Of the total 252.2 million residents by 2014, the level of consumption of rice in Indonesia during the reign of SBY-Boediono reached 239.6 million or about 95% of the population.Consumption figures vary one region with other regions as well as the consumption of rice reached 139.15 kg per capita/year so rice has a very important role in the life of society Indonesia from economic aspects, labour, environmental, social, cultural and political. In this case sdesperately needed the role of Government in dealing with the process of procurement of rice in Indonesia through the policies made by the Government. This research tries to outline the reasons the Government of SBY- Boediono period 2009-2014 making procurement policy of rice in Indonesia for the needs of the communities in Indonesia, in this case the author examines the procurement policy 19 rice in Indonesia. The methods used in this research is descriptive method by using data collection techniques gleaned from primary sources i.e. interviews and secondary sources. Data analysis in this study uses qualitative analysis. There were important findings in this study are; First, the Government made various policy procurement of rice in Indonesia to maintain stability of rice prices and improve the welfare of farmers as producers. Second, on the other hand the Government at that time in making its policies do not comply with the objectives of the Government in Indonesia. Third, the policy implemented by the Government is not yet fully effective, such policies do not favour to society and local farmers in Indonesia.

Keywords: Public Policy, Food Politics, Procurement Of Rice

v

Universitas Sumatera Utara

Karya ini dipersembahkan untuk Ibunda Tercinta dan Ayahanda Tercinta

vi

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang memberikan manusia kemampuan berpikir dan hati hingga sebagai hambaNya, kita dapat selalu menuju kebenaran serta merendahkan hati dengan penuh syukur dan ikhlas agar mencapai ketaqwaan sebagai wujud penghambaan yang sesungguhnya. Shalawat dan salam juga kita berikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan kebenaran agar manusia dapat menjadi insan yang mulia di hadapan Allah SWT.

Alhamdulillah, ucapan syukur yang tiada hentinya saya ucapkan kepada

Allah SWT karena berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kebijakan Politik Pangan di Indonesia pada Masa Pemerintahan SBY-

Boediono (Studi Kasus: Kebijakan Pengadaan Beras untuk Kebutuhan

Masyarakat di Indonesia”. Berkat rahmat-Nya saya diberikan kemudahan baik dalam proses pencarian ide untuk penulisan, penelitian, penulisan hingga sidang meja hijau sebagai bentuk ujian yang nyata terhadap kompetensi saya sebagai peneliti.

Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kedua orang tua saya, yang tidak pernah bosan mendoakan dan memberikan dukungan hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini, kepada kakak saya terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Sehingga skripsi ini bermanfaat bagi siapapun yang

vii

Universitas Sumatera Utara memerlukannya. Karena penulis sadar apa yang telah ditulis ini masih jauh dari kata memuaskan.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H, M. Hum, selaku Pejabat Rektor

Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Dr. Muriyanto Amin. S.Sos, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik;

3. Bapak Warjio, SS. M.A, Ph.D, selaku Ketua Departemen Ilmu Politik

FISIP USU;

4. Bapak Adil Arifin, S.Sos, M.A, selaku Dosen PA saya selama

menempuh studi di Departemen Ilmu Politik FISIP USU;

5. Bapak Drs. Zakaria Taher M.Sp, selaku Dosen Pembimbing Skripsi saya

yang telah membimbing dan memberi dukungan kepada saya hingga

dapat menyelesaikan hasil skripsi ini;

6. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Departemen Ilmu Politik FISIP USU

yang telah memberikan ilmu kepada saya hingga saya dapat

menyelesaikan studi;

7. Kepada Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Perum Bulog

dan Serikat Petani Indonesia yang telah menjadi responden dalam

penelitian ini;

8. Keluarga Besar Departemen Ilmu Politik, terkhusus kawan-kawan

stambuk 2012;

viii

Universitas Sumatera Utara 9. Keluarga Besar sekaligus pengurus Serikat Petani Indonesia (SPI) dan

Yayasan Sintesa, Bang Henry Saragih, Ibu Zubaidah, Bang Haris, Bang

Wawan, Mas Purwanto, Bang Brem, Bang Jeanari, Bang Ijon dan Bang

Zulfie.

10. Keluarga Besar HMI Komisariat FISIP USU terkhusus untuk kawan-

kawan stambuk 2012.

11. Keluarga besar Sumatran Youth Food Movement (SYFM).

12. Untuk sahabat terdekat, Ricki Santoso, Nurul Huda, Ardiya acip, Andri

Mora, Andry Harahap, Andry , Ridho Ramadhan, Fandy Blek,

Fadhli Bayung, Marlan Lase, Jeje, Haris Fadhil, Ananda Gema, Rien

A.P.

13. Kepada kakanda senioren, Fahri Riza, Akbar Hadi, Joenanda Ajo,

Mujahid Widian, Sayed Daulay, Afgan Kaban, Amri Pane, Sandy,

Lutfan, Said Furqon, Aga, Randa Sinaga, Aditya Hartomo, Cristian

Pasaribu, Ovi Aldino, Ricky Warman, Veni Judo, Syahputra, Yurial

Lubis dan Abdul Rasid Pasaribu, Ismuhar, Ismael Naibaho.

14. Kepada adinda, Rudi, Akbar Tan, Sofyan Tole, Faiz Nasution, Boan

Siregar, Alwi, Putri Evi, Erick, Tanu, Agung, Tommy, Alid, Imam,

Fatma, Fani.

15. Kepada Seluruh Petani di Indonesia yang telah memberi asupan gizi dan

penunjang kehidupan di negeri ini. Tanpa Petani Kita Bukan Apa-Apa;

16. Kepada teman hidup saya, Mia Nabilla yang telah memberikan

dukungan dan semangat hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

ix

Universitas Sumatera Utara Demikian ucapan syukur dan terimakasih penulis kepada semuanya yang telah berkontribusi dalam penulisan Skripsi ini, penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, tapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, 27 Maret 2017

Wahyudi Rakib

x

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ...... i Halaman Pengesahan ...... ii Halaman Pernyataan ...... iii Abstrak ...... iv Abstract ...... v Halaman Persembahan ...... vi Kata Pengantar ...... vii Daftar Isi ...... xi Daftar Tabel dan Bagan ...... xv BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1. Latar Belakang Masalah ...... 1 1.2. Rumusan Masalah ...... 11 1.3. Pembatasan Masalah ...... 12 1.4. Tujuan Penelitian ...... 12 1.5. Manfaat Penelitian ...... 12 1.6. Kerangka Teori...... 13 1.6.1. Teori Kebijakan Publik ...... 13 1.6.2. Teori Elit Politik Lokal ...... 18 1.6.2.1.Elit Menurut Para Ahli ...... 20 1.7. Defenisi dan Konsep ...... 22 1.7.1. Konsep Kedaulatan Pangan (Food Soverignty) ...... 22 1.8. Studi Terdahulu ...... 23 1.9. Metode Penelitian...... 27 1.9.1. Jenis Penelitian ...... 27 1.9.2. Teknik Pengumpulan Data ...... 28 1.9.3. Teknik Analisa Data ...... 29 1.10. Sistematika Penulisan...... 30

BAB II Gambaran Umum Pemerintahan SBY-Boediono ...... 31 2.1. Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik di Indonesia di era

xi

Universitas Sumatera Utara Pemerintahan SBY – Boediono ...... 31 2.2. Visi dan Misi Pemerintahan SBY – Boediono ...... 38 2.3. Kebijakan Pangan pada masa Pemerintahan SBY-Boediono ...... 41 2.4. Kebijakan Pengadaan Beras di Indonesia pada masa Pemerintahan SBY-Boediono ...... 48 2.4.1. Perlindungan Lahan Pertanian ...... 50 2.4.2. Kesesuaian LP2B di dalam RTRW ...... 51 2.4.3. Program Food Estate...... 55 2.4.4. Pengamanan Harga di Tingkat Produsen dan Konsuen ...... 56 2.4.5. Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah ...... 57 2.4.6. Penyediaan Pangan dan Pendistribusian Beras kepada Golongan Masyarakat Tertentu ...... 58 2.4.7. Pelaksanaan Impor Beras ...... 60

BAB III ANALISIS KEBIJAKAN PENGADAAN BERAS DI INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN SBY – BOEDIONO ...... 62 3.1. Alasan Pemerintah Membuat Kebijakan Pengadaan Beras di Indonesia pada Masa Pemerintahan SBY – Boediono ...... 62 3.1.1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ...... 63 3.1.2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan ...... 70 3.1.3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian ...... 74 3.1.4. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Insentif Perlindungan Lahan ...... 76 3.1.5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ...... 78 3.1.6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan...... 80 3.1.7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Usaha Budidaya Tanaman...... 82 3.1.8. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Bantuan

xii

Universitas Sumatera Utara Langsung Benih Unggul dan Pupuk ...... 85 3.1.9. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Perberasan ...... 88 3.1.10. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim ...... 91 3.1.11. Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Pengamanan Cadangan Beras yang Dikelola oleh Pemerintah dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim ...... 95 3.1.12. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah ...... 97 3.1.13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.02/2009 Tentang Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah ...... 102 3.1.14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 66/Permentan/ OT.140/12/2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Untuk Pertanian..... 103 3.1.15. Peraturan Menteri Pertanian Selaku Ketua Dewan Harian Ketahanan Pangan Nomor 27/Permentan/PP/200/2012 Tentang Pedoman Harga Pembelian Gabah dan Beras di Luar Kualitas oleh Pemerintah ...... 106 3.1.16. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 04/M-DAG/PER/1/2012 Tentang Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah Untuk Stabilisasi Harga ...... 109 3.1.17. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012 Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras...... 112 3.1.18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan ...... 114 3.1.19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/OT.140/1/2012 Tentang Pedoman Pengelolaan Bantuan Sosial Kementerian Pertanian ... 115

BAB IV Penutup ...... 117 4.1. Kesimpulan ...... 117 4.2. Saran ...... 118

xiii

Universitas Sumatera Utara Daftar Pustaka ...... 121

xiv

Universitas Sumatera Utara DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Alur Distribusi Raskin di Indonesia ...... 60

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Nasional, 2008-2012 ...... 5 Tabel 2.1. Daftar Nama-Nama Menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II ...... 32 Tabel 2.2. Tabel LP2B di dalam RTRW Kabupaten/Kota...... 52 Tabel 2.3. Tabel Harga Pembelian Pemerintah Tahun 2009-2012 ...... 56 Tabel 2.4. Tabel Harga Pembelian Pemerintah Tahun 2012-2015 ...... 57 Tabel 3.1. Alokasi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Nonpertanian Selama Tahun 2000-2002 ...... 65 Tabel 3.2. Rekapitulasi Perda RTRW yang telah Mencantumkan LP2B di Daerah ...... 69 Tabel 3.3. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Nasional 2008-2014 ...... 92 Tabel 3.4. Pedoman Harga Pembelian Gabah di Luar Kualitas oleh Pemerintah di Penggilingan ...... 107 Tabel 3.5. Pedoman Harga Pembelian Beras di Luar Kualitas di Gudang Bulog ...... 108 DAFTAR GRAFIK Grafik 3.2. Impor Beras 2000-2013 di Indonesia ...... 113 Grafik 3.1. Sebaran Geografis Produksi Beras di Indonesia ...... 83 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Prinsip Dasar Kedaulatan Pangan ...... 72

xv

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada diantara benua Asia dan Australia serta diantara samudra

Pasifik dan samudra Hindia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan negara yang dianugerahi alam yang subur dan kaya,

Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, selain merupakan negara maritim, Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris, yang artinya negara yang salah satu penunjang perekonomiannya adalah sektor pertanian, Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan yang sangat luas dan keanekaragaman hayati yang sangat beragam.1

Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi di dunia setelah Brazil.Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi sehingga banyak tumbuhan dapat hidup dan tumbuh dengan baik.Banyak jenis pangan yang dihasilkan di negara ini yang menggambarkan Indonesia adalah negara agraris.dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk

Indonesiamempunyai pencaharian di bidang pertanianatau bercocok tanam. Hal inididasarkan pada kenyataan bahwa negara ini memiliki lahan seluas lebih dari

31 juta ha yangtelah siap tanam.2Pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi ekspor, antara lain padi, jagung, kedelai, sayur- sayuran, cabai, ubi, dan singkong. Disamping itu, Indonesia juga dikenal dengan

1 M.C Ricklefs, 2007, Sejarah Indonesia Modern. PT Serambi Ilmu Semesta: Jakarta,hal. 71. 2Ibid., hal. 3.

1

Universitas Sumatera Utara hasil perkebunannya, antara lain adalah karet, kelapa sawit, coklat, dan sebagainya.

Sesuai Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 1,

Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku

Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.3 Tersedianya pangan yang bermutu dan layak dikonsumsi merupakan hal utama yang harus diatur oleh negara untuk kehidupan bangsanya, karena pangan menentukan nasib suatu bangsa. Gizi pangan yang memadai merupakan hak dasar dan esensial bagi kehidupan, seperti dapat dilihat dalam Deklarasi HAM PBB; the UNDeclaration of Human Rights serta the UN Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. Pernah terjadi bahwahak atas pangan dan penghapusan kelaparan serta kemanan pangan ditegaskan kembali oleh the World Food Summit di Roma tahun 1996.4

Dari jumlah penduduk Indonesia dengan jumlah 252,2 juta penduduk pada tahun 20145, tingkat konsumsi beras mencapai 239,6 juta jiwa atau sekitar 95%, artinya 95% rumah tangga di indonesia mengkonsumsi beras dari jumlah penduduk 252,2 juta penduduk, angka konsumsi ini tentunya bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Indonesia merupakan konsumen beras terbesar

3 Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 Pasal 1. 4 Isabelle Delforge, 2005. Dusta Industri Pangan Penulusuran Jejak Monsanto. : INSISTPress. hal. xxi. 5 Dikutip dari Badan Pusat Statistik (Output Tabel Dinamis) tahun 2014.

2

Universitas Sumatera Utara di dunia dengan konsumsi beras mencapai 139,15 kg perkapita/tahun6 dan seperti yang diketahui, bahwa sekitar 80% kebutuhan karbohidrat berasal dari beras.

Mengingat bahwa populasi Indonesia mengkonsumsi beras dalam kuantitas besar, dan mengingat resiko dari menjadi importir beras saat harga bahan-bahan makanan naik (yang membebani rumah tangga miskin karena mereka menghabiskan lebih dari setengah dari total pengeluaran mereka untuk bahan-bahan makanan), Indonesia menempatkan prioritas tinggi untuk mencapai swasembada beras.Bahkan, negara ini memiliki niat untuk menjadi eksportir beras.Pemerintah Indonesia mengumumkan rencananya untuk mengalokasikan lebih banyak anggaran negara, yang dihasilkan dari pengurangan subsidi bahan bakar negara, untuk pembangunan infrastruktrur di sektor agrikultur.7

Beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, dan ketahanan/stabilitas politik nasional.8Bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia, beras bukan hanya sekedar komoditas pangan atau ekonomi saja, tetapi sudah merupakan komoditas politik dan keamanan.Sebagian besar penduduk Indonesia masih tetap menghendaki adanya pasokan (penyediaan) dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu, terdistribusi secara merata, dan dengan harga yang terjangkau.Kondisi ini menunjukkan bahwa beras masih menjadi komoditas strategis secara politis oleh pemerintah.Beras memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dipandang dari aspek ekonomi, tenaga kerja, lingkungan

6Ibid. 7 Indonesia-Investments, dimuat di bertita online, tersedia di http://www.indonesiainvestments.com/id/bisnis/komoditas/beras/item183, di akses pada 26Desember 2016 pukul 20.00 WIB. 8Suryana dan S. Mardianto, 2005, Bunga Rampai Ekonomi Beras. LPEM FEUI: Jakarta, hal. 30.

3

Universitas Sumatera Utara hidup, sosial, budaya dan politik.Masalah beras bukan hal yang sederhana dan sangat sensitif sehingga penanganannya harus dilakukan secara hati-hati.

Kesalahan yang dilakukan dalam kebijaksanaan perberasan akan berdampak tidak saja pada kondisi perberasan nasional tetapi juga pada berbagai bidang lain yang terkait. Beras dapat dikatakan sebagai komoditas pangan yang paling banyak mendapat perhatian, baik di tingkat akademik, maupun di tingkat politis, mulai dari sistem produksi, distribusi, perdagangan ekspor dan impor, disparitas harga, pola konsumsi masyarakat, dinamika pembangunan daerah dan sebagainya. Pemerintah bahkan perlu secara berkala megeluarkan kebijakan perberasan, walaupun lebih banyak terfokus pada kebijakan harga, tepatnya penentuan harga pembelian pemerintah (HPP).

Di Indonesia, permasalahan yang paling mendasar dari sektor pertanian ini adalah semakin menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan. Lahan merupakan faktor utama dalam pengembangan pertanian.Oleh karena itu, pada tahun 2009 Pemerintah bersama-sama dengan DPR mengesahkan lahirnya

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan (LP2B).Pengembangan LP2B sendiri dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi sesuai UU Nomor 41 Tahun 2009.Pada areal sentra padi, luas sawah yang teridentifikasi dalam LP2B di Kabupaten adalah sekitar 5.482.338,34ha dan di kota adalah sekitar 20.172,25ha di Indonesia.9Pada pelaksanaan kebijakaan intensifikasi sudah dilakukan rutin oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah seperti penyuluhan dan pemberian benih unggul walaupun kualitasnya masih kurang baik.Program ekstensifikasi pada lahan sawah

9 Dikutip dari Dokumen Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Kementerian Pertanian 2015.

4

Universitas Sumatera Utara kawasan LP2B ternyata secara spesifik belum dilakukan oleh pemerintahseperti pengalihan fungsi lahan non pertanian menjadi LP2B.10

Pada tahun 2011,terjadi penurunan produksi akibat kondisi cuaca ekstrem, namun pada tahun 2012 produksi meningkat lagi.Pada tahun 2012, produksi padi

(GKG) mencapai 69.045.141 ton (setara dengan 43.498.439 ton beras), yang bersumber dari luas panen 13.443.443 ha dan produktivitas 5.136 kg GKG/ha.

Tabel 1.1

Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Nasional, 2008-2012

Produksi (Ton)

Tahun Luas Panen Produktivitas (ha) (kg GKG/ha) GKG Beras

2008 60.325.925 38.005.333 12.327.425 4.894

2009 64.398.890 40.571.301 12.883.576 4.999

2010 66.469.394 41.875.718 13.253.450 5.015

2011 65.385.183 41.192.665 13.224.379 4.944

2012 69.045.141 43.498.439 13.443.443 5.136

Sumber: Data dari Kementerian Pertanian 2012

Peningkatan luas panen padi disebabkan oleh peningkatan IP (Indeks

Pertanaman) padi dan pencetakan sawah baru walaupun tidak banyak, sementara perbaikan produktivitas merupakan hasil dari program SLPTT pada tahun 2012, yang di dalamnya terdapat program BLBU (Bantuan Langsung

Benih Unggul) dan BLP (Bantuan Langsung Pupuk). Namun jika melihat program SLPTT yang demikian gencar dengan anggaran yang cukup besar, perbaikan produktivitas tersebut dapat dikatakan tidak signifikan. Apalagi jika

10Ibid.

5

Universitas Sumatera Utara dibandingkan dengan produktivitas pada tahun 2010 yang mencapai 5.015 kg/ha, peningkatan produktivitas tersebut hanya 121 kg GKG/ha atau 2,41%. Salah satu permasalahan penting yang dijumpai dalam pelaksanaan program SLPTT adalah benih padi yang diberikan kepada petani kurang bagus, datang terlambat dan varietasnya tidak selalu sesuai dengan yang diinginkan petani.11Terkait dengan penurunan produktivitas pada tahun 2011, presiden SBY mengeluarkan kebijakan

Inpres Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pengaman Produksi Beras Nasional dalam

Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim.Pada tahun 2012, tahap produksi juga terjadi peningkatan yang signifikan.Meskipun dibayangi kekhawatiran terjadinya penurunan produksi beras karena dampak perubahan iklim pada tahun 2011.

Sentra produksi beras adalah Jawa (53%) dan Sumatera (23%).Selebihnya adalah Sulawesi (11%), Kalimantan (7%), Nusatenggara (5%) dan Indonesia timur (Maluku dan Papua). Dengan sebaran geografis produksi padi demikian, dimana tekanan penduduk terhadap lahan di Jawa makin berat, maka produksi diluar Jawa perlu ditingkatkan lebih cepat, karena daya dukung Jawa sebagai sentra produksi beras akan terus menurun.12Pada bulan-bulan tertentu, terutama pada musim panen raya (Februari-Mei), pasokan beras melimpah.Sedangkan pada musim paceklik (Agustus-September) pasokan beras cenderung berkurang, bahkan sering terjadi kerawanan pangan pada daerah-daerah tertentu. Persediaan beras antar daerah tidak merata karena kemampuan produksi antar wilayah tidak sama. Sehingga pengaturan distribusi pangan yang baik sangat diperlukan.

Proses distribusi beras di Indonesia dilakukan dengan melalui Bulog dan mekanisme pasar. Bulog hanya menguasai sekitar 20% marketshare beras,

11 Dikutip dari Dokumen RPJMN Bidang Pangan dan Pertanian Direktorat Pangan Dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2015. 12Ibid., hal 92.

6

Universitas Sumatera Utara sedangkan sisanya melalui mekanisme pasar. Bulog hanya berperan sebagai stabilisator harga untuk pengadaan beras dalam negeri, bukan sebagaipenentu harga pasar beras secara keseluruhan.Pembelian gabah secara nasionalbertujuan memberikan harga yang wajar pada petani terutama pada saat panen raya melalui

HPP, sebagai sumber pengadaan dalam negeri.Kemudian gabah dan beras hasil pengadaan dalam negeri akan menjadi persediaan yang tersimpandalam gudang gudang di seluruh tanah air sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dapat digunakan pemerintah sebagai sumber bantuan sosial, operasi pasar, keperluan darurat dan suplai pasar tertentu.

Terkait dengan hal ini, presiden meninstruksikan Inpres Nomor 7 Tahun

2009 Tentang Kebijakan Perberasan. Beberapa isi kebijakan tersebut di antaranya; mendorong dan memfasilitasi penggunakan benih padi unggul bersertifikat, penggunakan pupuk anorganik dan organik secara seimbang, tentang pengurangan kehilangan pasca panen padi, tentang irigasi, memfasilitasi perluasan lahan penghijauan sebagai tempat tangkapan air, fasilitas investasi, tentang kebijakan pembelian gabah/beras dalam negeri, penyediakan beras bersubsidi untuk masyarakat rendah, tentang penyediaan cadangan beras pemerintah, dan kebijakan ekspor-impor.13

Namun, dalam melakukan stabilisasi harga dan penyaluran beras di seluruh wilayah Indonesia, presiden mengeluarkan Inpres Nomor 7 Tahun 2009 dan presiden SBY mengeluarkan kembali Inpres Nomor 3 Tahun 2012 tentang

Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah dan

Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No 04/M-

13Bulog Dinilai Tepat Melakukan Impor, dimuat diberita online, tersedia di http://www.bulog.co.id/berita/37/2767/10/10/2011diakses pada 26 Desember 2016 Pukul 21.00 WIB.

7

Universitas Sumatera Utara DAG/PER/1/2012 Tentang Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah untuk

Stabilisasi Harga. Hal ini terjadi karena Bulog tidak bisa menyerap beras petani karena berebut dengan tengkulak.Bulog selalu membeli gabah ke petani dengan

HPP yang lebih rendah dari para tengkulak sehingga bulog mengalami kesulitan dalam stabilisasi harga beras di Indonesia dan pada akhirnya dari tahun ke tahun terjadi kenaikan harga yang signifikan di Indonesia.Sehingga beberapa kalangan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah tidak memiliki daya beli terhadap beras.

Dalam menyikapi ketersediaan beras untuk masyarakat berpenghasilan rendah, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor 99/PMK.02/2009 untuk pemberian bantuan subsidi kepada masyarakat berpendapatan rendah, pemerintahmenyelenggarakan program bantuan pemberian subsididengan anggaran Rp 13,1 triliun, setiap rumah tangga sasaran menerima 15 kilogram beras per bulan selama 12 bulan pada tahun 2010. Menyalurkan raskin untuk keluarga miskin dengan anggaran tiap tahun terus meningkat.Dan pada tahun

2014 anggaran untuk pemeberian subsidi mencapai Rp 18,8 triliun.14

Dalam meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia, ternyata pemerintahan SBY-Boediono juga melakukan impor beras guna menjaga cadangan beras nasional dan menjaga stabilitas harga beras di Indonesia, impor beras ini dilakukan berdasarkan Inpres Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Kebijakan

Perberasan di Indonesia. Pada tahun 2009 pemerintah SBY-Boediono mengimpor

14Bagian II: Kebijakan Beras Tak Pernah Tuntas, dimuat di berita online, tersedia di http://kompaspedia.kompas.com/Riset/Kronologi/Maret-2015/Bagian-II-Kebijakan-Beras-Tak- PernahTuntas.aspxdiakses pada tanggal 26 Desember 2016 Pukul 21.30 WIB.

8

Universitas Sumatera Utara beras dengan jumlah 248.454 ton, pada tahun 2010 berjumlah 686.108 ton dan puncaknya adalah tahun 2012 berjumlah 2.698.990 ton.15

Dalam fenomena pengadaan beras di Indonesia untuk kehidupan masyarakat, pemerintah memiliki peranan dalam mengatur ketersediaan beras di

Indonesia dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan agar ketahanan pangan serta kedaulatan pangan di Indonesia bisa tercapai.Adapun kebijakan pengadaan beras pada era pemerintahan -Boediono, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan mengenai pengadaan beras di Indonesia dengan tujuan untuk terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Berikut merupakan kebijakan-kebijakan yang dibuat ketika era SBY-Boediono.

Undang-Undang

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

Peraturan Pemerintah

1. PP Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman

2. PP Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan alih Fungsi Lahan Pertanian

3. PP Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Insentif Perlindungan Lahan

4. PP Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan

5. PP Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan

15Dikutip dari Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014.

9

Universitas Sumatera Utara Peraturan Presiden

1. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Bantuan Langsung Benih

Unggul dan Pupuk

Instruksi Presiden

1. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 Tentang

Kebijakan Perberasan

2. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang

Kebijakan Pengamanan Cadangan Beras yang Dikelola oleh Pemerintah

dalam Mengahadapi Kondisi Iklim Ekstrim

3. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 Tentang

Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim

Ekstrim

4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 Tentang

Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras Dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah

Peraturan Menteri

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.02/2009 Tentang Subsidi Beras

untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah

2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 66/Permentan/ OT.140/12/2010 telah

ditetapkan Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Untuk Pertanian

3. Peraturan Menteri Pertanian Selaku Ketua Dewan Harian Ketahanan Pangan

Nomor27/Permentan/PP/200/2012 Tentang Pedoman Harga Pembelian Gabah

dan Beras di Luar Kualitas oleh Pemerintah

10

Universitas Sumatera Utara 4. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 04/M-

DAG/PER/1/2012 Tentang Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah Untuk

Stabilisasi Harga

5. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 06/M-

DAG/PER/2/2012 Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras

6. Peraturan Menteri Pertanian No 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang

Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan

Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan

7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/OT.140/1/2012 Tentang

Pedoman Pengelolaan Bantuan Sosial Kementerian Pertanian

Pada masa pemerintahan SBY-Boediono, pemerintah mengeluarkan kebijakan sebanyak 19 butir kebijakan sebagai bentuk mewujudkan tujuan dari kebijakan pangan itu sendiri, yaitu membuat masyarakat cukup akan pangan dan mensejahterakan petani di Indonesia, khususnya petani gurem. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait pengadaan beras di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Mengacu pada pemaparan masalah pada latar belakang mengenai fenomena dan bentuk kebijakan dalam pengadaan beras di Indonesia dari tahun

2009-2014.Maka akan menimbulkan pertanyaan yang penting untuk dijawab pada penelitian ini, yaitu :

1. Mengapa pemerintah mengeluarkan 19 kebijakan terkait pengadaan beras di

Indonesia pada masa pemerintahan SBY-Boediono periode 2009-2014?

11

Universitas Sumatera Utara 1.3. Pembatasan Masalah

Dalam melakukan penelitian, perlu membuat pembatasan masalah terhadap apa yang akan dianalisa dan diteliti, dengan tujuan untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dan hasil penelitian yang dihasilkan tidak menyimpang dari tujuan awal penulisan yang ingin dicapai. Penulisan ini hanya berfokus pada penelitian yang mengkaji tentang alasan pemerintah mengeluarkan

19 kebijakan di Indonesia pada tahun 2009-2013 pada Masa Pemerintahan SBY-

Boediono.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis alasan pemerintah membuat kebijakan

terkait proses pengadaan beras di Indonesia pada masa pemerintahan SBY-

Boediono.

2. Untuk mengetahui isi dari kebijakan politik pangan pada masa pemerintahan

SBY-Boediono.

1.5. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, diharapkan mampu memberikan masukan, informasi yang bermanfaat, baik bagi penelitimaupun bagi orang lain, yaitu :

1. Secara akademis, Penelitian diharapkan dapat menambahkan pengetahuan

ilmiah di bidang politik terkait dengan menganalisis kebijakan-kebijakan

politik yang dikeluarkan pemerintah.

2. Bagi institusi, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi atau

sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal yang

12

Universitas Sumatera Utara berkaitan dengan kebijakan pengadaan beras untuk kebutuhan masyarakat di

Indonesia.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang

diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam mencapai kesejahteraan

masyarakat di Indonesia.

1.6. Kerangka Teori

1.6.1 Teori Kebijakan Publik

Kebijakan publik merupakan suatu ilmu multidisipliner karena melibatkan banyak disiplin ilmu seperti ilmu politik, sosial, ekonomi, dan psikologi. Studi kebijakan berkembang pada awal 1970-an terutama melalui tulisan Harold D.

Laswell. Definisi dari kebijakan publik yang paling awal dikemukakan oleh

Harold Laswell dan Abraham Kaplan yang mendefinisikan kebijakan publik/public policy sebagai “suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan- tujuan, nilai-nilai, dan praktik-praktik tertentu (aprojected of goals, values, and practices)”. Menurut Thomas R. Dye dalam kebijakan publik adalah “segala yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan perbedaan yang dihasilkannya (what government did, why they do it, and what differences it makes)”. Dalam pemahaman bahwa “keputusan” termasuk juga ketika pemerintahmemutuskan untuk “tidak memutuskan” atau memutuskan untuk

“tidak mengurus” suatu isu, maka pemahaman ini juga merujuk pada definisi

Thomas R. Dye yang menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan “segala sesuatu yangdikerjakan dan tidak dikerjakan oleh pemerintah”.16Senada dengan

16 H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho.2008. Kebijakan Pendidikan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal. 185.

13

Universitas Sumatera Utara definisi Dye, George C. Edwards III dan Ira Sharkansky juga menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan:

“Apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang dapat ditetapkandalam peraturan perundang-undangan atau dalam policy statement yang berbentuk pidato-pidatodan wacana yang diungkapkan pejabat politik dan pejabat pemerintah yang segera ditindaklanjuti dengan program-program dan tindakan pemerintah.”17

Kedua definisi baik dari Dye dan Edwards III dan Sharkansky sama-sama menyetujui bahwa kebijakan publik juga termasuk juga dalam hal “keputusan untuk tidak melakukan tindakan apapun”. Memberi contoh bahwa keputusan pemerintah untuk menunda pelaksanaan Undang-Undang Anti Pornografi dan

Pornoaksi sehingga dalam hal ini pemerintah tidak melakukan tindakan apapun untuk menjalankan Undang-Undang tersebut juga termasuk kebijakan publik.18Berdasarkan definisi-definisi kebijakan publik yang dipaparkan di atas, maka kebijakan publik memiliki konsep-konsep sebagai berikut :

A. Kebijakan publik berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktik/pelaksanaannya.

B. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi

swasta.

C. Kebijakan publik tersebut menyangkut pilihan yang dilakukan atau tidak

dilakukan oleh pemerintah.

Menurut Subarsono kebijakan publik dapat berupa Undang-Undang,

Instruksi Kepresidenan, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi,

Peraturan Pemerintah Kota/Kabupaten, dan Keputusan Walikota/Bupati.

Berdasarkan Peraturan Menteri ini, pernyataan pejabat publik juga merupakan bagian kebijakan publik.Hal ini dapat dipahami karena pejabat publik adalah salah

17 Sri Suwitri. Konsep Dasar Kebijakan Publik. Universitas Diponegoro:Semarang, hal. 9. 18 Ibid., Sri Suwitri, hal. 11.

14

Universitas Sumatera Utara satu aktor kebijakan yang turut berperan dalam implementasi kebijakan itu sendiri.19

Kebijakan dapat juga dipandang sebagai sistem.Bila kebijakan dipandang sebagai sebuah sistem, maka kebijakan memiliki elemen-elemen pembentuknya.Menurut Thomas R. Dye terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk sistem kebijakan. Dye menggambarkan ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai kebijakan publik/public policy, pelaku kebijakan/policystakeholders, dan lingkungan kebijakan/policy environment.20

Ketiga elemen ini saling memiliki andil dan saling mempengaruhi.Sebagai contoh, pelaku kebijakan dapat mempunyai andil dalam kebijakan, namun mereka juga dapat pula dipengaruhi oleh keputusan pemerintah.Lingkungan kebijakan juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik itu sendiri. Dalam Bukunya Dunn menyatakan,

“Oleh karena itu, sistem kebijakan berisi proses yang dialektis, yang berarti bahwa dimensi obyektif dan subyektif dari pembuat kebijakan tidak tepisahkan di dalam prakteknya”.21

Jika kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem, maka kebijakan juga dapat dipandang sebagai proses. Dilihat dari proses kebijakan, Nugroho menyebutkan bahwa teori proses kebijakan paling klasik dikemukakan oleh David

Easton. David Easton menjelaskan bahwa proses kebijakan dapat dianalogikan dengan sistem biologi:

“Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara mahluk hidup dan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik

19 A.G Subarsono. 2005. Analisa Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar:Yogyakarta, hal. 3. 20 William N Dunn. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Press: Yogyakarta, hal. 110. 21 Ibid.,William N Dunn, hal. 111.

15

Universitas Sumatera Utara dengan model sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atauoutput dari sistem (politik). Seperti dipelajari dalam ilmu politik,sistem politik terdiri dari input, throughput, dan output, seperti digambaran sebagai berikut.”22

Model proses kebijakan publik dari Easton mengasumsikan proses kebijakan publik dalam sistem politik dengan mengandalkan input yang berupa tuntutan (demand) dan dukungan (support).Model Easton ini tergolong dalam model yang sederhana, sehingga model Easton ini dikembangkan oleh para akademisi lain seperti Anderson, Dye, Dunn, serta Patton dan Savicky. Menurut

Winarno di dalam buku yang berjudul Teori dan Proses Kebijakan Publik dengan mengutip teori kebijakan publik dari Anderson yang mengatakan bahwa konsep kebijakan mempunyai beberapa implikasi yaitu:23

1. Kebijakan publik berorientasi pada maksud dan tujuan.

2. Kebijakan publik merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh

pejabat-pejabat pemerintah.

3. Kebijakan adalah usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka

mengatur atau mengendalikan, bukan apa yang diinginkan pemerintah.

4. Kebijakan publik dalam bentuknya bersifat positif dan negatif.

Selanjutnya baik Dunn maupun Patton &Sawicky mengemukakan model- model proses kebijakan yang lebih bersifat siklis daripada tahap-tahap/stages.

Dunn menambahkan proses forecasting, recommendation, dan monitoring.

Hampir sama seperti Anderson, dkk. maupun Dye, Dunn membuat analisis pada tiap tahap dari proses kebijakan dari model Anderson, dkk. dan Dye. Dunn menjelaskan pada tiap tahap kebijakan Dunn mendefinisikan analisis kebijakan yang semestinya dilakukan.Pada tahap penyusunan agenda/agenda setting, analisis

22 Riant Nugroho. 2014. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo:Jakarta, hal. 383. 23B Winarno, 2002,Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo: Yogyakarta, hal. 68.

16

Universitas Sumatera Utara yang mesti dilakukan adalah perumusan masalah/identification of policy problem.

Dalam hal ini Dunn membuat sintesis dari model Anderson, dkk. dan Dye yaitu menggabungkan tahapan antara identification of problem dan agenda setting dari

Dye dengan tahap policy agenda dari Anderson. Pada tahap formulasi kebijakan/policy formulation, terdapat langkah analisis yang seharusnya dilakukan yaitu peramalan/forecasting. Dunn menjelaskan :

“Peramalan dapat menguji masa depan yang plausibel, potensial, dan secara normatif bernilai, mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau yang diusulkan, mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan, dan mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan.”24

Dunn memberi contoh forecasting pada kebijakan asuransi kesehatan di

AS dengan proyeksi statistik yang menyebutkan bahwa pemerintah AS akan kehabisan dana asuransi kesehatan masyarakat pada tahun 2005 jika tidak ada pendapatan tambahan. Pada tahap adopsi kebijakan/policy adoption yang merupakan tahap yang dikemukakan Anderson, dkk.seharusnya dilakukan analisis rekomendasi kebijakan. Rekomendasi kebijakan merupakan hasil dari analisis berbagai alternatif kebijakan setelah alternatif-alternatif tersebut diestimasikan melalui peramalan.25Mengenai implementasi kebijakan, Nugroho menyatakan :

“Rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20% sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini masalah-masalah yang 23 kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan.Selain itu, ancaman utama, adalah konsistensi implementasi.”26

Melihat bahwa implementasi merupakan tugas yang memakan sumber daya/resources paling besar, maka tugas implementasi kebijakan juga sepatutnya mendapatkan perhatian lebih.Terkadang dalam praktik proses kebijakan

24Ibid.,William N Dunn. hal. 27 25Ibid., hal. 27. 26Ibid., Riant Nugroho. hal. 50.

17

Universitas Sumatera Utara publik,terdapat pandangan bahwa implementasi akan bisa berjalan secara otomatis setelah formulasi kebijakan berhasil dilakukan. Nugroho menyatakan implementation myopia yang sering terjadi di Indonesia salah satunya adalah

“Selama ini kita anggap kalau kebijakan sudah dibuat, implementasi akan jalan dengan sendirinya”.Terkadang sumber daya sebagian besar dihabiskan untuk membuat perencanaan padahal justru tahap implementasi kebijakan yang seharusnya memakan sumber daya paling besar, bukan sebaliknya.

Dalam hal ini, teori kebijakan publikberguna sebagai pisau analisis pada pembahasan kebijakan pengadaan beras di Indonesia pada masa pemerintahan

SBY-Boediono dalam penulisan skripsi ini.

1.6.2. Teori Elit Politik Lokal

Adapun elit politik lokal yang dimaksud adalah mereka yang menduduki posisi jabatan politik di ranah lokal. Perjalanan sejarah mencatat bahwa posisi mereka sebagai elit politik lokal mengalami „pasang naik‟ dan „pasang surut‟ paralel dengan perubahan yang terjadi. Mereka yang pada rentang waktu tertentu mengalami pembatasan dari struktur yang ada, berubah nasibnya menjadi mengalami pemberdayaan pada kurun waktu yang lain. Demikian pula ada di antara mereka yang semula mengalami pemberdayaan berubah menjadi mengalami pembatasan dari struktur.

Realitas pentas politik Indonesia menunjukkan, tatkala rezim otoritarian

Orde Baru berkuasa, ada sekelompok elit politik lokal yang mengalami pembatasan dari struktur yang ada dan ada pula sejumlah elit politik lokal lainnya yang mengalami pemberdayaan. Tumbangnya pemerintahan Orde Baru menghasilkan kehadiran sistem politik yang bercorak demokrasi memungkinkan

18

Universitas Sumatera Utara terjadinya perubahan pemaknaan struktur yang ada, elit politik lokal yang semula memaknai struktur sebagai pembatasan berubah menjadi pemberdayaan, dan mereka yang tadinya memaknai sebagai pemberdayaan berubah menjadi pembatasan.27

Kata elit selalu menarik perhatian, justru karena ia sering diartikan sebagai

“orang-orang yang menentukan”. Pendekatan elit dalam studi ilmu sosial memang tidak kebal dari kritik namun sangat membantu menjelaskan fenomena struktur sosial, khususnya struktur kekuasaan seperti bentuk piramida.Para elit adalah mereka yang berada dalam puncak piramida itu, mereka yang punya pengaruh danmenentukan.Bottomore yang menemukan konsep keseimbangan sosial, yang apabila direfleksikan dengan dinamika politik, sebagai bagian dari dinamika sosial lebih luas. Elit akan sangat terkait dengan upaya menuju tercapainya kondisi keseimbangan politik (political equilibrium).28

Sofian Effendi secara sederhana memberi batasan tentang elit lokal adalah kelompok kecil yang biasanya oleh masyarakat tergolong disegani, dihormati, kaya, dan berkuasa. Kelompok elit yang kerapkali dinyatakan sebagai kelompok minoritas superior, yang posisinya berada pada puncak strata, memiliki kemampuan mengendalikan aktivitas perekonomian dan sangat dominan mempengaruhi proses pengambilan keputusan terutama keputusan-keputusan yang berdampak kuat dan berimbas luas terhadap tatanan kehidupan. Mereka tidak hanya ditempatkan sebagai pemberi legitimasi tetapi lebih daripada itu

27Haryanto, Elit Politik Lokal dalam Perubahan Sistem Politik.Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume 13,Nomor 2. November 2009 (131-148). ISSN 1410-4946, hal 134. 28 Bottomore,T.B. 2006. Elit dan Masyarakat, Akbar Tandjung Istitute:Jakarta, hal.6.

19

Universitas Sumatera Utara adalah panutan sikap dan cermin tindakan serta senantiasa diharapkan dapat berbuat nyata bagi kepentingan bersama.29

1.6.2.1.Elit Menurut Para Ahli

Elite menurut Suzzana Keller, berasal dari kata elligere, yang berarti memilih, dalam perkataan biasa kata itu berarti bagian yang menjadi pilihan atau bunga suatu bangsa, budaya, kelompok usia dan juga orang-orang yang menduduki posisi sosial yang tinggi. Dalam arti umum elite menunjuk pada sekelompok orang dalam masyarakat yang menempati kedudukan-kedudukan tertinggi. Dengan kata lain, elite adalah kelompok warga masyarakat yangmemiliki kelebihan daripada warga masyarakat lainnya sehingga menempati kekuasaan sosial di atas warga masyarakat lainnya.30

Vilfredo Pareto mendefenisikan elite sebagai kelompok orang yang mempunyai indeks kemampuan yang tinggi dalam aktivitas mereka, apapun bentuknya akan tetapi dia kemudian mengkonsentrasikan dirinya pada apa yang disebut dengan elit penguasa yang dipertentangkan dengan massa yang tidak berkuasa.

Gaetano Mosca mengembangkan teori elit dan mengklasifikasikan ke dalam dua status yaitu elit yang berada dalam stuktur kekuasaan dan elit yang diluar stuktural.Elit berkuasa menurut Mosca yaitu elit yang mampu dan memiliki kecakapan untuk memimpin serta menjalankan kontrol sosial. Dalam proses komunikasi, elit berkuasa merupakan komunikator utama yang mengelola dan mengendalikan sumber-sumber komunikasi sekaligus mengatur lalu lintas

29 Sofyan Effendi.1992. Membangun Martabat Manusia: Peranan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pembangunan. Gajah Mada University Press:Yogyakarta, hal.64. 30 Suzanne Keller. 1995. Penguasa dan Kelompok Elite, Peranan Elite Penentu dalam Masyarakat Modern. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, hal. 35.

20

Universitas Sumatera Utara transformasi pesan-pesan komunikasi yang mengalir. Elit berkuasa menjalin komunikasi dengan elit masyarakat untuk mendapatkan legitimasi dan memperkuat kedudukan sekaligus mempertahankan status quo.Sedangkan elit yang berada diluar struktural yaitu elit masyarakat merupakan elit yang dapat mempengaruhi masyarakat lingkungan di dalam mendukung atau menolak segala kebijaksanaan elit berkuasa.31

Menurut Laswell Elit Politik mencakup semua pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan politik.Elit ini terdiri dari mereka yang berhasil mencapai kedudukan dominan dalam system politik dan kehidupan masyarakat.Mereka memiliki kekuasaan, kekayaan dan kehormatan.Elite merupakan orang-orangyang berhasil yang mampu menduduki jabatan tinggi dan dalam lapisan masyarakat.

Karena itu Vilfredo Pareto berpandangan bahwa masyarakat terbagi atas dua kelas, yaitu lapisan atas, yaitu pertama elit yang terbagi dalam elit yang memerintah (governing elite) dan elit yang tidak memerintah (non governing elite),dan yang kedua lapisan rendah, yaitu non-elite. Pareto sendiri lebih memusatkan perhatiannya kepada elit yang memerintah.

Pendorong elit politik atau kelompok-kelompok elit untuk memainkan peranan aktif dalam politik adalah menurut para teoritisi politik karena hanya dorongan kemanusiaan yang tidak dapat dihindarkan atau diabaikan untuk meraih kekuasaan.Politik, menurut mereka merupakan permainan kekuasaan dan karena individu menerima keharusan untuk melakukan sosialisasi serta penanaman nilai- nilai guna menemukan ekspresi bagi pencapaian kekuasaan tersebut, maka upaya

31 A.P. Sumarno. 1989. Dimensi-Dimensi Komunikasi Politik.PT Acitra Aditya Bakti:Bandung, hal.149.

21

Universitas Sumatera Utara pun mereka lakukan untuk memindahkan penekanan dari para elit dan kelompok kepada individu.

Perbedaan yang tidak mungkin terelakkan di antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dinyatakan sebagai titik awal bagi munculnya kelompok-kelompok yang mempunyai keunggulan. Anggota masyarakat yang mempunyai keunggulan tersebut pada gilirannya akan tergabung dalam suatu kelompok yang dikenal dengan sebutan kelompok elit.

Keunggulan yang melekat pada dirinya akan menggiring mereka tergabung dalam kelompok elite yang mempunyai perbedaan dengan anggota masyarakat kebanyakan lainnya yang tidak memiliki keunggulan. Sebutan elite atau terminologi elite, sebagaimana diungkapkan oleh Vilfredo Pareto, Gaetano

Mosca, Suzanne Keller dan pemikir yang tergolong dalam elite theorits, memangmenunjukkan pada kelompok atau golongan yang ada di suatu masyarakatyang memiliki keunggulan atau superioritas apabila dibandingkan dengan kelompok atau golongan lainnya.

1.7. Defenisi dan Konsep

1.7.1 Konsep Kedaulatan Pangan (Food Sovereignty)

Kedaulatan Pangan atau Food Sovereigntyadalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.Artinya, kedaulatan pangan sangat menjunjung tinggi prinsip diversifikasi pangan sesuai dengan budaya lokal yang ada.Kedaulatan pangan juga merupakan pemenuhan hak manusia untuk menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang

22

Universitas Sumatera Utara lebih menekankan pada pertanian berbasiskan keluarga yang berdasarkan pada prinsip solidaritas.

Menurut Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,

Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat.Kedaulatan pangan adalah hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional. Terdapat tujuh prasyarat utama untuk menegakkan kedaulatan pangan, antara lain adalah :

1. Pembaruan Agraria;

2. Adanya hak akses rakyat terhadap pangan;

3. Penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan;

4. Pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan;

5. Pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi;

6. Melarang penggunaan pangan sebagai senjata;

7. Pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.32

1.8. Studi Terdahulu

Penelitian ini pada dasarnya tidak bisa di lepaskan dari penelitian- penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. Penelitian terdahulu menjadi rujukan dan pembanding dalam penelitian ini. Ada beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini. Penelitian tersebut ”Analisis Kebijakan

Politik Pangan SBY-Boediono Tahun 2009-2014”yang dibuatSamuel Nicholas.

32Kedaulatan Pangan, dimuat di berita online, tersedia di https://www.spi.or.id/isu-utama/kedaulatan- pangan/ diakses pada 10 Oktober 2016 pukul 20.00 WIB.

23

Universitas Sumatera Utara Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, memaparkan tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui isi dari kebijakan Politik Pangan SBY-Boediono pada periode 2009-2014.Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan politik pangan SBY-Boediono 2009-

2014.

Perkembangan pangan sebagai kebutuhan dasar manusia adalah hal yang mendasar yang diutamakan setiap negara.Secara umum pangan di setiap negara diatur dalam system yang disebut ketahanan pangan. Ketahanan pangan yaitu kondisi mensyaratkan terpenuhinya dua sisi secara simultan yaitu (a) sisi ketersediaan, yaitu tersedianya pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dalam jumlah, mutu, keamanan dan keterjangkauannya serta stabilitas ketersediaannya secara lestari dan (b) sisi konsumsi, yaitu adanya kemampuan setiap rumah tangga mengakses pangan yang cukup tinggi bagi masing – masing anggotanya untuk tumbuh, sehat, produktif dan bermanfaat dari waktu kewaktu Setiap negara memiliki program-program yang khusus mengatur ketahanan pangan dalam bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui kebijakan publik.

Secara khusus Indonesia sebagai negara yang agraris memiliki kebijakan- kebijakan yang mengontrol ketahanan pangan, dan menjadikan pangan sebagai media dalam meningkatkan pendapatan negara dengan menjalin kerja sama ekspor pangan dengan sejumlah negara. Teori yang digunakan dalam menganalisis kebijakan pangan secara khusus kebijakan politik pangan pada pemerintahan SBY-Boediono adalah dengan menggunakan teori analisis kebijakan publik, dan teori perumusan kebijakan dan teori analisis kebijakan publik William.H.dunn.Dalam menganalisis kebijakan politik pangan SBY-

24

Universitas Sumatera Utara Boediono pada tahun 2009 diperlukan pendekatan –pendekatan dalam menganalisis kebijakan tersebut, yaitu pendekatan empiris,valuatif dan normatif.Secara Khusus Kebijakan politik pangan pada pemerintahan SBY-

Boediono pada tahun 2009-2014 ditulis di dalam KUKP (kebijakan umum ketahanan pangan) yang berisikan kebijakan-kebijakan yang mengatur pangan dari tahap pembibitan,produksi, distribusi dan siap konsumsi ataupun untuk di ekspor guna meningkatkan pendapatan negara. Adapun yang dapat disimpulkan dalam penilitian ini adalah kebijakan politik pangan pada pemerintahan SBY-

Boediono adalah kebijakan lanjutan dari kebijakan Universitas Sumatera Utara pemerintahan sebelumnya yang memiliki target utama yaitu menghasilkan swasembada pangan secara khususnya beras yang sama seperti pada periode sebelumnya, namun pada kenyataanya kebijakan ini masih memiliki banyak kekurangan dengan meningkatnya jumlah bencana alam, ahli fungsi lahan serta pemanasan global, sedangkan secara empiris kebijakan ketersedian pangan hadir agar kebutuhan pangan tersedia bagi masyarakat, secara valuatif kebijakan keterjangkauan pangan mengatur harga yang didapat dijangkau masyarat sedangkan secara normatif kebijakan pangan dan gizi mengatur tentang peraturan terkait kandungan gizi yang dikonsumsi dan program-program dalam meningkatkan kualitas pangan.33

Penelitian berikutnya, adalah penelitian yang dilakukan Rethna Hessie dengan judul “Analisis Produksi dan Konsumsi Beras dalam Negeri serta

Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia”. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis produksi dan konsumsi beras di Indonesia.

33Dikutip dari SkripsiAnalisis Kebijakan Politik Pangan Pemerintahan SBY-Boediono 2009-2014, pada 25 Oktober 2016 pada Pukul 19.30 WIB.

25

Universitas Sumatera Utara Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis perkembangan produksi dan konsumsi beras di Indonesia, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi beras di Indonesia, dan (3) memproyeksikan produksi dan konsumsi beras di Indonesia untuk lima tahun mendatang (2009-2013), serta implikasinya terhadap swasembada beras di

Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data time series selama 38 tahun (1969-2006). Jawaban untuk tujuan pertama digunakan analisis deskriftif dan untuk menjawab tujuan kedua digunakan analisis persamaan simultan dengan metode pendugaan 2SLS (Two Stage Least Squares), sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga menggunakan parameter elastisitas yang diperoleh dari hasil pendugaan model untuk menghitung proyeksi produksi dan konsumsi beras di Indonesia serta implikasinya terhadap swasembada beras di

Indonesia dianalasis secara deskriptif.

Perkembangan produksi dan konsumsi beras di Indonesia dari tahun ke tahun berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami peningkatan tiap tahunnya.

Selama kurun waktu 37 tahun Indonesia masih belum dapat menutupi konsumsi beras total, sehingga pemerintah masih mengimpor beras. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi (yang direpresentasikan dari luas areal panen dan produktivitas) padi adalah rasio harga riil gabah di tingkat petani dengan upah riil buruh tani, jumlah penggunaan pupuk urea, luas areal intensifikasi dan trend waktu.Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras adalah harga beras dan populasi, sedangkan harga beras hanya dipengaruhi secara nyata oleh harga riil beras tahun sebelumnya. Hasil Proyeksi produksi dan konsumsi beras di Indonesia tahun 2009-2013 menunjukan bahwa Indonesia defisit beras hingga tahun 2010

26

Universitas Sumatera Utara sehingga untuk menutupi kebutuhan akan beras pemerintah dapat mengimpor beras dalam jangka pendek atau meningkatkan luas areal panen pada tahun

2009seluas 195,20 ribu Ha dan pada tahun 2010 seluas 77,40 ribu Ha. Pada tahun

2011 Indonesia dapat mencapai swasembada beras dalam arti surplus beras.34

1.9. Metode Penelitian

Metode Penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah. Metode dan langkah- langkah dalam penelitian ini menyangkut jenis penelitian, sumber data, teknik penelitian dan teknik analisis data.Pendekatan kualitatif ini diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang diamati dari suatu individu, kelompok masyarakat dan atau organisasi tertentu dalam suatu konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan holistik.35Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis dan mengkaji data dan bahan penelitian dalam skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif.

1.9.1 Jenis Penlitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.Penelitian library research (tinjuan pustaka) bukan hanya sebuah tulisan diskursif yang berisi publikasi atau penelitian yang sebelumnya secara berurutan dan di susun secara deskriptif semata.Tinjauan pustaka juga bukansekedar laporan yang berisi rangkaian simpulan atas berbagai literatur yang telah dibacadalam topik terkait.Lebih dari itu, sebuah tinjauan pustaka seyogyanya

34Dikutip dari SkripsiAnalisis Produksi Dan Konsumsi Beras Dalam Negeri Serta Implikasinya TerhadapSwasembada Beras di Indonesia, hal. i pada 25 Oktober 2016 pada Pukul 19.30 WIB. 35 Soewadji Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Mitra Wacana Media:Jakarta, hal. 52.

27

Universitas Sumatera Utara merupakan sebuahtulisan yang mampu memaparkan tema dan mengidentifikasi tren, termasuk teori-teori yangrelevan. Oleh karenanya, dalam menyusun tinjauan pustaka, peneliti tidak hanya berusahauntuk membuat daftar tentang semua publikasi dan penelitian terkait tetapi harus sekaligus dapat melakukan sintesis dan evaluasi terhadap berbagai publikasi dan penelitian tersebutseusai dengan permasalahan dalam penelitian yang akan dilakukan.Dengan menyusun tinjauan pustaka seperti ini, maka peneliti berupaya untuk dapatmengintegrasikan apa saja yang telah dikatakan atau dilakukan oleh peneliti lain sebelumnyamengkritisi hasil penelitian atau publikasi ilmiah yang ada, dan menjembatani berbagai areatopik terkait, ataupun mengidentikasi isu utama dalam bidang terkait.

Penelitian kualitatif deskriptif yaitu menggambarkan suatu masalah dengan kata-kata, dengan bahasa, dengan gambar, sebagaimana adanya sesuatu situasi atau kejadian tertentu.Angka yang banyak tertuang dalam table-tabel, bukanlah merupakan ciri penelitian kualitatif.36

1.9.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulam data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah library research, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dijalankan dengan cara mengadakan penelitian dengan mencari data dari buku dan penelitian dari hasil peneliti lainnya.

Sumber Data dalam Penelitian ini dikelompokan menjadi dua bagian yakni data primer dan data sekunder:

1. Data Primer adalah data yang sudah tersedia kemudian dikutip oleh peneliti

dalam penelitianya. Dimana data primer adalah data yang diperoleh langsung

36 A. Muri Yusuf. 1997.Metode Penelitian Dasar – Dasar Penyelidikan Ilmiah. UNP Press: Padang, hal. 32.

28

Universitas Sumatera Utara melalui wawancara mendalam kepada sumbernya, adapun yang menjadi

narasumber yaitu sebagai berikut :

a) Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda

Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan

Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian).

b) Bapak Agung (Analis Data dan Informasi Bidang Cadangan

Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Kementerian

Pertanian)

c) Bapak Muhammad Ikhwan (Satuan Pengawasan InternPerum

Bulog)

d) Mujahid Widian Saragih, S. IP (StafBidang Politik Serikat Petani

Indonesia)

2. Data sekunder adalah data yang diambil oleh peneliti sendiri dari sumber

utama, seperti berita baik dari media elektronik maupun cetak, buku, jurnal

dan sebagainya yang membahas tentang kebijakan ketahanan pangan,

khususnya kebijakan pengadaan beras di Indonesia.

1.9.3. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa deskriptif kualitatif yang dimulai dari analisis berbagai data yang terhimpun dari suatu penelitian, kemudian bergerak kearah pembentukan kesimpulan kategoris atau ciri-ciri umum tertentu.37

37 Burhan Bungin.2001.Metode Penelitian Social: Format-format kuantitatif dan kualitatif. Airlangga University Pers:Surabaya, hal. 26.

29

Universitas Sumatera Utara 1.10. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan untuk lebih mempermudah dan terarah dalam penulisan karya ilmiah. Agar mendapatkan gambaran yang jelas dan terperinci, maka penulis membagi penulisan skripsi ini kedalam 4 (empat) bab. Adapun susunan sistematika penulisan skripsi ini adalah:

BAB I : INDONESIA DAN PERKEMBANGAN KEBIJAKAN POLITIK

PANGAN PENGADAAN BERAS

Pada Bab ini berisi tentang Latar belakang Masalah,Rumusan Masalah,Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian dan

Sistematika Penulisan.

BAB II: GAMBARAN UMUM KONDISI SOSIAL, EKONOMI DAN

POLITIK, KEBIJAKAN POLITIK PANGAN DAN KEBIJAKAN

PENGADAAN BERAS MASA PEMERINTAHAN SBY-BOEDIONO

Pada Bab ini menguraikan gambaran umum kondisi sosial, ekonomi dan politik masa pemerintahan SBY- Boediono dan kebijakan pengadaanberas pemerintahan pada masa pemerintahan SBY – Boediono.

BAB III: ANALISISKEBIJAKAN PENGADAANBERAS DI

INDONESIAPADA MASA PEMERINTAH SBY – BOEDIONO

Pada Bab ini akan menyajikan analisisdari kebijakan pengadaan beras dalam menjaga stabilitas pangan.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi, yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil yang telah dilakukan.

30

Universitas Sumatera Utara BAB II

GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN SBY-BOEDIONO

2.1 Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik di Indonesia di era Pemerintahan

SBY – Boediono

Terpilihnya SBY - Boediono sebagai presiden dan wakil presiden dalam

Pemilu 2009 merupakan celah yang menjadi upaya terbesar Partai demokrat, dan

SBY dalam menjalankan pemerintahan dalam bentuk keberlanjutan pembangunan sejak tahun 2004 – 2009 sampai akhir masa jabatan dalam periode kedua. Pada pemilihan presiden, kalau dilihat dari hasil rekapitulasi perolehan suara sah yang masuk adalah sebanyak 121.504.481 suara.Pasangan SBY-Boediono memperoleh kemenangan di lebih dari 20% jumlah seluruh provinsi di Indonesia.Data perolehan hasil rekapitulasi penghitungan suara masing-masing calon adalah.

1. Pasangan Capres/Cawapres Megawati-Prabowo sebanyak 32.548.105

suara sah secara nasional atau 26,79%.

2. Pasangan Capres/Cawapres SBY-Budiono sebanyak 73.874.562 suara sah

secara nasional atau 60,80%.

3. Pasangan Capres/Cawapres JK- sebanyak 15.081.814 suara atau

12,41% suara sah secara nasional.38

Dalam perspektif ideologis, gambaran partai politik dan kemenangan

Presiden dan Wakil Presiden masih di pegang oleh kelompok nasionalis- religius.Partai yang berbasis aliran masih tetap laku walaupun dukungannya bersifat konstan.Kabinet Indonesia Bersatu jilid II telah diumumkan dan tanggal

38Peta Politik Nasional dan Lokal, dimuat di berita online, tersedia di http://www.yayasankorpribali.org/index.php/artikel/22-peta-politik-nasional-dan-lokal pada27 November 2016 Pukul 22.00 WIB.

31

Universitas Sumatera Utara 22 Oktober 2009 dilantik.Komposisi kabinet tersebut menjadi gambaran arah koalisis partai politik dalam menjalankan roda pemerintahan.Tampak Partai

Demokrat sebagai pemenang pemilu mendudukkan menterinya relatif banyak (6 menteri) ditambah menteri dari kalangan profesional.Mitra koalisi pada saat pemilihan presiden mendapatkan bagian-bagian menteri yang proporsional. PKS dengan 4 menteri, PAN mendapat 2 menteri, serta PKB juga mendapatkan 2 menteri. yang awalnya menjadi rival politik pada saat pemilihan presiden, pada akhirnya mendapat 3 jatah menteri. Sementara PDI-P, dengan terpilihnya

Taufik Kiemas menjadi ketua MPR didukung oleh salah satunya partai Demokrat, rapat pleno DPP PDI-P telah memutuskan tidak beroposisi terhadap pemerintah, tetapi akan memposisikan diri sebagai partai yang kritis, konstruktif dan strategis sebagai penyeimbang pemerintah. Sedangkan partai Hanura dan Gerindra akan memilih oposisi.

Berikut merupakan nama-nama menteri yang tergabung dalam Kabinet

Indonesia Bersatu jilid II.

Tabel 2.1.

Daftar Nama-Nama Menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II

Kementerian Nama Catatan / Mantan

Menteri Koordinator Politik, Mars. TNI Purn Djoko Independen

Hukum, dan Keamanan Suyanto

Menteri Koordinator PAN / Menteri

Perekonomian Sekretaris Negara

32

Universitas Sumatera Utara Menteri Koordinator Golkar Agung Laksono Kesejahteraan Rakyat

Ind./ Sekretaris Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi Kabinet

Ind./Gubernur Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi Sumatera Barat

Ind./ Mantan Duta Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa Besar RI PBB

Ind./Menteri Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro ESDM

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar PAN

Ind./Menteri Menteri Keuangan Keuangan

Menteri Energi dan Sumber Daya Demokrat Darwin Zahedy Saleh Mineral

Golkar/Ketua Menteri Perindustrian MS Hidayat KADIN

Ind./ Menteri Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu Perdagangan

Menteri Pertanian Suswono PKS

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan PAN

Demokrat/ Menteri Menteri Perhubungan Freddy Numberi Kelautan dan

33

Universitas Sumatera Utara Perikanan

Golkar / Gubernur Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad Gorontalo

Menteri Tenaga Kerja dan PKB Muhaimin Iskandar Transmigrasi

Ind. / Menteri

Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto Pekerjaan Umum

Endang Rahayu Ind./ Dokter Menteri Kesehatan Sedyaningsih

Menteri Pendidikan Nasional M Nuh Ind./ Menkominfo

PKS / Dubes RI Menteri Sosial Salim Assegaf Aljufrie Arab Saudi

Menteri Agama Suryadharma Ali PPP

Demokrat /

Menteri Menteri Kebudayaan dan Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik Pariwisata

Menteri Komunikasi dan PKS

Informatika Tifatul Sembiring

Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata PKS

Menteri Negara Urusan Koperasi Demokrat Syarifudin Hasan dan UKM

Menteri Lingkungan Hidup Gusti Moh Hatta Ind./ Prof.

34

Universitas Sumatera Utara Universitas

Lambung

Mangkurat

Menteri Pemberdayaan Ind./ Ketua Umum Linda Amalia Sari Perempuan dan Perlindungan Kowani

Menteri Pendayagunaan Aparatur Demokrat / Kader EE Mangindaan Negara dan Reformasi Birokrasi

Menteri Pembangunan Daerah PKB Helmy Faisal Zaini Tertinggal

Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana Independen

Golkar/ Dirut Menteri BUMN Mustafa Abubakar Bulog

Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa PPP

Demokrat / Juru Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng Bicara Presiden

Catatan: Ind. (Independen) dan catatan disamping menunjukkan posisi terakhir yang

39 dijabatnya.

Berdasarkan kalkulasi politik tersebut dapat dikatakan bahwa peta politik baik nasional maupun lokal akan bergerak sangat dinamis. Hal ini disebabkan oleh sistem politik demokratis telah memberikan ruang gerak kebebasan untuk mendirikan partai politik.Rakyat sudah mulai merasakan dan menikmati kebebasan politik. Kesadaran akan perbedaan pilihan partai sudah mulai tumbuh.Ikatan ideologi partai terdegradasi, sehingga seseorang bisa dengan

39Inilah 34 Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dan Catatannya, dimuat di berita online, tersedia di https://nusantaranews.wordpress.com/2009/10/21/inilah-menteri-kabinet-indonesia-bersatu-ii-catatannya/ pada 4 Desember 2016 pada pukul 22.00 WIB.

35

Universitas Sumatera Utara leluasaberpindah-pindah.Harapan kedepan sejatinya dengan sistem politik yang demkratis, setiap kekuatan politik yang ada bersaing dan berlomba-lomba untuk berbuat yang terbaik untuk rakyat, membangun kesejateraan yang adil dan merata sehingga makna politik dan demokrasi substantif yakni kesetaraan, keadilan, kebebasan dan kesejahteraan dapat terwujud.

Dalam kurun waktu 2 Tahun pertama Kabinet Indonesia Bersatu II mengalami banyak proses reshuffle dengan berbagai alasan. Pada 19 Mei 2010,

Presiden SBY mengumumkan pergantian Menteri Keuangan pada tanggal 18

Oktober 2011, Presiden SBY mengumumkan perombakan Kabinet Indonesia

Bersatu II, beberapa wajah baru masuk ke dalam kabinet dan beberapa menteri lainnya bergeser jabatan di dalam kabinet pada tanggal 13 Juni 2012.

Sebuah unit kerja juga dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono yang bertugas menjalankan tugas-tugas khusus sehubungan dengan kelancaran pemenuhan program kerja Kabinet Indonesia Bersatu IIyang dinamakan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian

Pembangunan (disingkat UKP-PPP, atau sering juga disingkat UKP4). Kuntoro

Mangkusubroto menjabat sebagai kepalanya, yang penunjukan dan pelantikannya dilakukan bersamaan dengan Kabinet Indonesia Bersatu II.UKP4 secara resmi terbentuk pada 8 Desember 2009 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54

Tahun 2009.UKP4 merupakan kelanjutan dari Unit Kerja Presiden Pengelolaan

Program dan Reformasi(UKP3R).

UKP4 berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Dalam melaksanakan tugasnya, UKP4 dibantu oleh Wakil Presiden serta berkoordinasi serta memperoleh informasi dan dukungan teknis dari Kementerian,

36

Universitas Sumatera Utara Lembaga Pemerintah non Kementerian, Pemerintah aerah (Pemda), dan pihak lain yang terkait. Tugas utama UKP4, menurut pasal 3 Perpres 54 Tahun 2009 yang telah diubah dengan Perpres Nomor 10 tahun 2012 pada Pasal 3 ayat (2) ditambah dua huruf baru yaitu huruf „e‟ dan „f‟, adalah membantu Presiden dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian pembangunan sehingga mencapai sasaran pembangunan nasional dengan penyelesaian penuh, penjabarannya ialah.

 Pengawasan, yakni mengawal konsistensi-sinkronisasi program/proyek

yang termasuk dalam "Prioritas Nasional" penjabaran dari Visi-Misi

Pemerintahan SBY-Boediono 2010-2014 atau "Visi-Misi Indonesia 2014"

dengan memantau dan memfasilitasi koordinasi lintassektoral dan

lintaswilayah. Dalam konteks pengawasan ini, UKP4 bekerja sama dengan

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Dalam

Negeri (Kemendagri). Visi Pemerintahan SBY-Boediono 2009-2014

adalah terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan.

Upaya yang diperlukan untuk meraih visi itu dirumuskan dalam Misi: (1)

melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera, (2)

memperkuat pilar-pilar demokrasi, (3) memperkuat dimensi keadilan di

semua bidang. Visi-Misi itu lantas dijabarkan ke dalam, dan menjadi, 11

Prioritas Nasional yang kesemuanya merupakan tema-tema pokok dari

program Pemerintah 2010-2014, yakni:

1. Reformasi birokrasi dan tata-kelola

2. Pendidikan

3. Kesehatan

37

Universitas Sumatera Utara 4. Penanggulangan kemiskinan

5. Ketahanan pangan

6. Infrastruktur

7. Iklim investasi dan iklim usaha

8. Energi

9. Lingkungan hidup dan pengelolaan bencana

10. Daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik

11. Kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi.

 Debottlenecking, yakni melakukan analisis, koordinasi, dan fasilitasi untuk

mengurai masalah-masalah yang terjadi dalam implementasi.

 Kajian cepat terhadap hal-hal yang dinilai strategis dan berpotensi

menghambat atau bahkan mempercepat proses tata-kelola pemerintahan,

kemudian mengusulkan kepada Presiden atau Wakil Presiden untuk

menyikapinya.

 Pengoperasian ruang kendali-operasi (situation room) Presiden di Bina

Graha untuk mendukung pengambilan keputusan strategis.

 Penugasan khusus dari Presiden dan Wakil Presiden untuk menyelesaikan

dan/atau memberikan saran atas langkah-langkah yang harus diambil

dalam waktu cepat.40

2.2 Visi dan Misi Pemerintahan SBY – Boediono

Guna melanjutkan pembangunan Indonesia yang telah dilaksanakan pada pemerintahan sebelumnya, meneruskan apa-apa yang sudah baik dan melakukan

40Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembanguan, dimuat di berita online, tersedia https://id.wikipedia.org/wiki/unit_kerja_presiden_bidang_pengawasan_dan_pengendalian_pembangunan diakses pada 28 November 2016 pukul 23.00 WIB.

38

Universitas Sumatera Utara Perubahan yang diperlukan (Change) untuk hal-hal yang belum berhasil dilaksanakan agar mencapai hasil yang lebih baik lagi untuk memajukan Bangsa dan Negara Indonesia dan memberikan Kesejahteraan bagi segenap Rakyat

Indonesia.

Adapun yang menjadi visi dan misi SBY-Boediono adalah

Visi:

Terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur

1. Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera

2. Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi

3. Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang

Misi:

Mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera aman dan damai dan meletakan fondasi yang lebih kuat bagi Indonesia yang adil dan demokratis.

1. Melanjutkan pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai

kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Melanjutkan upaya menciptakan Good Government dan Good

Corporate Governance.

3. Demokratisasi embangunan dengan memberikan ruang yang cukup

4. Untuk partisipasi dan kreativitas segenap komponen bangsa.

Melanjutkan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memberantas korupsi.Belajar dari pengalaman yang lalu dan dari negara-negara lain, maka

39

Universitas Sumatera Utara pembangunan masyarakat Indonesia adalah pembangunan yang inklusif bagi segenap komponen bangsa.41

Guna mewujudkan visi dan misi pemerintah di Indonesia maka telah dirancang 13 Pokok-pokok Program Kerja sebagai berikut:42

1. Melanjutkan Program Pendidikan Nasional.

2. Melanjutkan Program Kesehatan Masyarakat.

3. Melanjutkan Program Pengentasan Kemiskinan.

4. Menciptakan lebih banyak lagi Lapangan Kerja bagi Rakyat

Indonesia.

5. Melanjutkan Program Pembangunan Infrastruktur Perekonomian

Indonesia.

6. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Swasembada Beras, Gula,

Jagung, dsb.

7. Menciptakan Ketahanan Energy dalam menghadapi Krisis Energi

Dunia.

8. Menciptakan Good Goverment dan Good Corporate Governance.

9. Melanjutkan proses Demokratisasi.

10. Melanjutkan pelaksanaan Penegakan Hukum dan Pemberantasan

Korupsi.

11. Pengembangan Teknologi.

12. Perbaikan Lingkungan Hidup.

13. Pengembangan Budaya Bangsa.

41Masa Pemerintahan SBY selama 10 Tahun, dimuat di berita online, tersedia di https://www.academia.edu/9239416/Masa_PemerintahanSBYselama10tahundiakses pada 28 November 2016pada pukul 19.30 WIB. 4213 Pokok-Pokok Program Kerja, dimuat di berita online, tersedia dihttp://www.setneg.go.id/kepmen/jurnalnegarawandiakses pada28 November 2016 pada pukul 20.00 WIB.

40

Universitas Sumatera Utara 2.3 Kebijakan Pangan pada masa Pemerintahan SBY-Boediono

Ketahanan Pangan masih merupakan isu yang penting bagi bangsa

Indonesia.Sekalipun saat ini Indonesia telah berhasil mencapai swasembada beras, namun ketahanan pangan masih menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. Hal ini antara lain karena pangan (beras) merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak bisa disubstitusi dengan bahan lain. Sementara, pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat memerlukan penyediaan bahan pangan dalam jumlah yang sangat besar.Pemerintah menempatkan pembangunan ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas nasional.Dalam kaitan dengan pembangunan ketahanan pangan, pemerintah memberikan penekanan pada perbaikan subsistem ketersediaan pangan, subsistem distribusi pangan dan subsistem konsumsi pangan.Pembangunan subsistem ketersediaan diarahkan guna menjamin ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.Dalam hal ini, Pemerintah berupaya mencapai swasembada dan mempertahankan swasembada berkelanjutan bagi komoditas pangan strategis khususnya pada beras, melalui sinergi dan keterpaduan antar sektor.

Indonesia sebagai salah satu anggota PBB berkomitmen untuk melaksanakan aksi-aksi mengatasi kelaparan, kekurangan gizi serta kemiskinan dunia. Komitmen tersebut antara lain tertuang dalam Deklarasi World Food

Summit 1996 dan ditegaskan kembali dalam World food Summit: five years later

2002, serta Millenium Development Goals tahun 2000, untuk mengurangi angka kemiskinan ekstrim dan kerawanan pangan dunia sampai setengahnya di tahun

2015. Pada intinya diketahui bahwa pencapaian sasaran tersebut sangat sulit dicapai dan perlu ada upaya sungguh-sungguh dari masyarakat dunia untuk

41

Universitas Sumatera Utara mencapainya. Beberapa konvensi internasional yang memuat komitmen bangsa- bangsa di dunia termasuk Indonesia terhadap pembangunan di bidang pangan, gizi dan kesehatan antara lain adalah :

a. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of

Human Rights) tahun 1948 yang menyatakan bahwa hak atas pangan

adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia

b. Konvensi Internasional tentang ekonomi, sosial dan budaya (ECOSOC)

tahun 1968, yang mengakui hak setiap indvidu atas kecukupan pangan dan

hak dasar (asasi) untuk terbebas dari kelaparan

c. Konvensi tentang Hak Anak (International Convention on the Right of

Child) yang salah satu itemnya menyatakan bahwa negara anggota

mengakui hak asasi dari setiap anak kepada standar kehidupan yang layak

bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak, juga

mengakui hak anak untuk mendapatkan gizi yang baik.43

Setiap pemerintahan suatu negara mempunya kewajiban memenuh hak masyarakat atas pangan.Sejarah perekonomian pangan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) mencatat dengan jelas bahwa para pempinan negara secara konsisten meletakkan ekonomi pangan sebagai sesuatu hal yang sangat strategis.Presiden RI pertama, Ir. Soekarno menyadar betul pentingnya penyediaan pangan bagi kelangsungan kehidupan bangsanya. Pada tanggal 27

April 1952, saat acara peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas

Pertanian Universitas Indonesia di Bogor, Presiden Soekarno menyatakan bahwa:

“……apa yang saya hendak katakan itu, adalah amat penting, bahwa mengenai soal mati-hidupnya bangsa kita di kemudian hari……… oleh

43 Dikutip dari Dokumen Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014, hal. 10.

42

Universitas Sumatera Utara karena itu, soal yang hendak saya bicarakan itu mengenai soal persediaan makan rakyat”.“………Kita harus menghasilkan sendiri bahan-bahan pangan khususnya beras dalam jumlah yang kita telah ketahui agar kestabilan dari pada harga beras itu betul-betul akan terjamin………”. Pada bagian lain Presiden Soeharto berujar “…….kalau kita simpulkan keseluruhannya jelas daripada harga beras yang tidak bisa dikendalikan, stabilitas nasional akan terganggu...... ”.

Dalam pidato Presiden Soeharto ini, dengan sangat jelas pangan itu di artikan sebagai beras.44Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, filosofi kebijakan umum ketahanan pangan pada intinya tetap sama dengan era pemerintahan sebelumnya, dengan variasi pada tataran kebijakan operasionalnya.

Penegasan sikap ini ditanda dengan pencanangan Revitalisasi Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan (RPPK) oleh Presiden RI tanggal 11 Juni 2005 di

Waduk Jati Luhur, Purwakarta, Jawa Barat. Tujuan RPPK adalah membangun ketahanan pangan dengan:

a) Mengoptimalkan pemanfaatan dan meningkatkan kapasitas sumberdaya

pertanian.

b) Meningkatan daya saing, produktivitas, nilai tambah dan kemandirian

produksi dan distribusi

c) Melestarikan lingkungan hidup dan memanfaatkan sumberdaya alam

secara berkelanjutan. Sepert halnya pada awal reformasi, keinginan untuk

mengulang swasembada juga menjadi impian pemerintah dengan

mengembangkan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN).

Arah pembangunan ketahanan pangan pada masa SBY-Boedino mengacu pada hasil KTT Pangan 2009, yang antara lain menyepakati untuk menjamin pelaksanaan langkah-langkah yang mendesak pada tingkat nasional, regional dan

44Ibid., hal. 20.

43

Universitas Sumatera Utara global untuk merealisasikan secara penuh target MDGs (Millennium Development

Goals)Nomor 1 dan WFS (World Food Summit) 1996, yaitu mengurangi penduduk dunia yang menderita karena lapar dan malnutrisi setengahnya. Dengan demikian, arah Kebijakan Umum Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional

2010-2014 adalah untuk:

a. Meningkatkan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan

b. Meningkatkan sistem distribusi dan stabilisasi harga pangan

c. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan.

Dalam hal peningkatan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, kebijakan ketahanan pangan diarahkan untuk:

a. Meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi pangan di dalam

negeri menuju kemandirian pangan

b. Mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah

dan masyarakat secara sinergs dan partisipatif

c. Mencegah dan menanggulang kondisi rawan pangan secara dinamis.

Kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan pangan dari sektor pertanian di arahkan untuk mencapai ”Empat Sukses” yaitu sukses dalam Swasembada

Berkelanjutan, Diversivikasi Pangan, Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor, serta Peningkatan Kesejahteraan Petani.45

Pada tahun 2008 swasembada beras kembal diraih, setelah tahun 1984. Hal ini merupakan wujud dar keberhasilan meningkatkan produktivitas padi hingga lebih dua kali lipat, dari 2,42 ton per hektar pada tahun 1969 menjad 4,88 ton per hektar pada tahun 2008. Keberhasilan peningkatan produktivitas padi erat

45Ibid., hal. 21.

44

Universitas Sumatera Utara kaitannya dengan penerapan teknologi produksi seperti varietas padi baru, manajemen usaha tani seperti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu

(SLPTT), pemberian insentif berproduksi seperti subsidi input (benih, pupuk, modal kerja), jaminan harga gabah/beras, dan perlindungan perdagangan internasional.46

Kebijakan operasional adalah bagian utama dalam kebijakan ketahanan pangan, kebijakan-kebijakan yang termasuk di dalam adalah kebijakan ketersediaan pangan, salah satunya adalah beras. Adapun kebijakan ketersedian pangan yaitu :

A. Pencapaian surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014 antara lain:

1. Rehabilitasi irigasi dan pencetakan sawah

2. Subsidi input (pupuk, benih)

3. Jaminan harga output (HPP)

4. Perlindungan dari gagal panen

5. Diseminasi teknologi dan revitalisasi penyuluhan

B. Impor pangan pokok dilakukan bila produksi domestik dan cadangan pangan

tidak memenuhi (the last resort)

C. Penyediaan beragam pangan berdasarkan potensi sumberdaya dan budaya

lokal dengan pendekatan efisiensi dan proteksi

1. Kebijakan promosi dan proteksi

2. Pemberdayaan petani dan pelaku usaha sepanjang rantai nilai (value chain)

D. Menyediakan cadangan beras nasional yang cukup untuk mengatasi gejolak

pasokan dan harga.

46Ibid., hal. 23.

45

Universitas Sumatera Utara 1. Cadangan beras pemerintah yang memadai sekitar 2 juta ton

2. Cadangan beras dan pangan lain Pemda, Prov, Kab/Kota

3. Lumbung pangan masyarakat47

Kebijakan kedua adalah kebijakan keterjangkuan pangan pokok salah satunya adalah beras, diartikan sebagai kebijakan yang menyasar siapa-siapa saja yang menjadi bagian dari kebijakan ketahanan pangan, pendistribusian serta menjamin keamanan dan stabilitas harga dan stabiltas kebutuhan masyrakat.

Adapun yang menjadi bagian dari kebijakan tersebut adalah :

A. Menjaga stabilitas pasokan dan harga beras sepanjang tahun dan pangan

lainnya pada periode khusus/tertentu (Ramadan, Lebaran, Natal, Tahun Baru).

B. Pembelian domestik

C. Operasi pasar

D. Penyaluran pangan dengan sasaran penerima tertentu (temporer).

1. Kebijakan impor/ekspor

2. Kebijakan fiskal

E. Memperlancar distribusi pangan ke seluruh wilayah Nusantara (konektivitas,

pengembangan jaringan, dan sistem transportasi).

F. Melaksanakan penyaluran pangan bagi masyarakat rawan pangan

kronis/warga miskin:

1. Saat ini berupa program Raskin (ke depan perlu diperluas menjadi

Pangkin)

2. Pemberian bantuan pangan untuk masyarakat rawan pangan transien

akibat bencana alam, sosial, dan ekonomi48

47Ibid., hal. 27. 48Ibid., hal. 29.

46

Universitas Sumatera Utara Dan kebijakan terakhir adalah kebijakan pangan dan gizi, kebijakan yang mengatur dan mengontrol kualitas pangan dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat

Indonesia,agar tingkat kekurangan gizi menurun dan masyarakat memperoleh gizi yang cukup.Dalam arah kebijakan dan strategi nasional, prioritas ketahanan pangan memiliki 6 (enam) substansi utama, yaitu: a. Lahan, pengembangan kawasan dan tata ruang pertanian di laksanakan dengan

penataan regulasi untuk menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian,

pengembangan areal pertanian baru seluas dua juta hektar, dan penertiban dan

optimalisasi penggunaan lahan terlantar b. Infrastruktur di laksanakan melalui pembangunan dan pemeliharaan sarana

transportasi dan angkutan, jaringan listrik serta teknologi komunikasi dan

sistem informasi nasional yang melayani daerah-daerahsentra produksi

pertanian demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi serta kemampuan

pemasarannya c. Penelitian dan pengembangan bidang pertanian, dalam kemampuan

menciptakan benih unggul dan penelitiannya d. Investasi pangan pertanian dan industri perdesaan berbasis pangan lokal,

penyediaan pembiayaan dan subsidi yang menjamin ketersediaan benih

unggul, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang tepat waktu, tepat

jumlah dan terjangkau e. Peningkatan kualitas gizi dan keanekaragaman pangan melalu Pola Pangan

Harapan (PPH)

47

Universitas Sumatera Utara f. Pengambilan langkah konkrit terkait adaptasi dan antisipasi sistem pangan dan

pertanian terhadap perubahan iklim.49

2.4 Kebijakan Pengadaan Beras di Indonesia pada masa Pemerintahan

SBY-Boediono

Beras merupakan komoditas strategis, sehingga kebijakan perberasan menjadi penentu kebijakan pangan nasional dalam pemenuhan hak pangan dan kelangsungan hidup rakyat.Kebijakan perberasan juga merupakan bagian penting kebudayaan serta penentu stabilitas ekonomi dan politik Indonesia.Hampir semua pemerintah di dunia, baik di negara berkembang maupun negara maju, selalu melakukan kontrol dan intervensi terhadap komoditas pangan strategis seperti beras untuk ketahanan pangan dan stabilitas politik.Berikut merupakan kebijakan

– kebijakan politik perberasan pada masa pemerintahan SBY-Boediono.

Undang-Undang

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

Peraturan Pemerintah

1. PP Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman

2. PP Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan alih Fungsi Lahan Pertanian

3. PP Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Insentif Perlindungan Lahan

4. PP Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan

49Ibid.,hal. 26.

48

Universitas Sumatera Utara 5. PP Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan

Peraturan Presiden

1. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Bantuan Langsung Benih

Unggul dan Pupuk

Instruksi Presiden

1. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 Tentang

Kebijakan Perberasan

2. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang

Kebijakan Pengamanan Cadangan Beras yang Dikelola oleh Pemerintah

dalam Mengahadapi Kondisi Iklim Ekstrim

3. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 Tentang

Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim

Ekstrim

4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 Tentang

Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras Dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah

Peraturan Menteri

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.02/2009 Tentang Subsidi Beras

untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah

2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 66/Permentan/ OT.140/12/2010 telah

ditetapkan Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Untuk Pertanian

3. Peraturan Menteri Pertanian Selaku Ketua Dewan Harian Ketahanan Pangan

Nomor27/Permentan/PP/200/2012 Tentang Pedoman Harga Pembelian Gabah

dan Beras di Luar Kualitas oleh Pemerintah

49

Universitas Sumatera Utara 4. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 04/M-

DAG/PER/1/2012 Tentang Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah Untuk

Stabilisasi Harga

5. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 06/M-

DAG/PER/2/2012 Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras

6. Peraturan Menteri Pertanian No 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang

Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan

Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan

7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/OT.140/1/2012 Tentang

Pedoman Pengelolaan Bantuan Sosial Kementerian Pertanian

Dalam merealisasikan kebijakannya, pemerintah merancang program kegiagatan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia, khususnya dalam mencapai swasembada beras pada saat itu, berikut merupakan program dan kegiatan pemerintah.

2.4.1.Perlindungan Lahan Pertanian

Lahan merupakan faktorutama dalam pengembangan pertanian.Pengembangan kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (kawasan

P2B) dan lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) difokuskan pada kegiatan

Intensifikasi dan Ekstensifikasi. Program intensifikasi yang harus dikembangkan di dalam Kawasan P2B danLP2B meliputi:

1. Peningkatan kesuburan tanah

2. Peningkatan kualitas bibit

3. Diversifikasi tanaman pangan

4. Pencegahan dan penanggulangan HPT

50

Universitas Sumatera Utara 5. Pengembangan irigasi

6. Pemanfaatan teknologi pertanian

7. Pengembangan inovasi pertanian

8. Penyuluhan pertanian

9. Jaminan akses permodalan

Sedangkan Program Ekstensifikasi meliputi kegiatan:

1. Pencetakan LP2B

2. Penetapan lahan pertanian pangan menjadi LP2B

3. Pengalihan fungsi lahan non pertanian menjadi LP2B50

2.4.2. Kesesuaian LP2B di dalam RTRW

Sesuai dengan amanat UU No. 41 Tahun 2009, kebijakan LP2B ditetapkan di dalamRTRW kabupaten/kota. Berdasarkan hasil kajian dari Direktorat Jenderal

Prasarana danSarana Pertanian, Kementerian Pertanian di tahun 2013 dan 2014 tentang KajianInventarisasi LP2B dihasilkan hal-hal sebagai berikut.

50Dikutip dari Dokumen Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) hal. 56.

51

Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2

Tabel LP2B di dalam RTRW Kabupaten/Kota

52

Universitas Sumatera Utara

53

Universitas Sumatera Utara

54

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Dokumen Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(LP2B) 2015.

2.4.3. Program Food Estate

Food Estate dinisbatkan sebagai konsep pengembangan produksi pangan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, dan peternakan di suatu kawasan dengan lahan yang luas.Pada tahap awal yang menjadi fokus dalam produksinya adalah tanaman padi.Adapun hasil pengembangan Food Estate sebagai pasokan ketahanan pangan nasional dan untuk ekspor serta akan membuat stabilitas harga pangan khususnya beras. Beberapa hal yang diatur ialah soal luas minimum dan maksimum lahan, jangka waktu usaha, penggunaan subsidi bagi pelaku usaha, ketentuan fasilitas kredit, saham maksimum yang bisa dimiliki asing, dan sebagainya.

Konsep dan kebijakan mengenai Food Estate memiliki pendukung fanatif.Kalangan pengusaha besar menyambut baik kebijakan Food Estate ini.

Sejak September 2010, perusahaan ini telah melakukan uji coba penanaman padi hibrida Bernas Super, Prima dan Rokan, dengan hasil rata – rata 8,6 ton GKP.

Perusahaan ini terus mengembangkan luasan penanaman padi hibrida di wilayah

55

Universitas Sumatera Utara tersebut.Selain mengembangkan areal tanam padi hibrida, PT SAS juga telah melakukan uji coba pengembangan penanaman kedelai, hortikultura dan peternakan sapi.

2.4.4. Pengamanan Harga Ditingkat Produsen dan Konsumen

Pemerintah pada saat itu melakukan pengamanan harga ditingkat produsen yaitu petani dan pada konsumen yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia, berikut merupakan langkah-langkahnya.

1. Melakukan pembelian gabah dan beras sesuai dengan Inpres Nomor 7 Tahun

2009 dan Inpres Nomor 3 Tahun 2012

2. Melakukan Operasi Pasar

3. Pelaksanaan pasar murah untuk jenis beras premium.51

Perum Bulog dalam melakukan pembelian gabah/beras langsung kepada petani, harus menggunakan harga acuan dalam pembelianya, berikut merupakan table HPP pada tahun 2009-2012 dan 2012-2015.

Tabel 2.3

Tabel Harga Pembelian Pemerintah Tahun 2009-2012

Harga Pembelian Pemerintah

Gabah Kering Panen (GKP) Rp. 2.640,00

Gabah Kering Giling (GKG) Rp. 3.300,00

Beras Rp. 5.060,00

Sumber: Inpres Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Perberasan.

51 Dikutip dari Laporan Hasil Reviu Atas Pelaksanaan Program Ketahanan Pangan yang menjadi Fungsi Perum Bulog Nomor: LR-159/D502/3/2016 hal. 6.

56

Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4

Tabel Harga Pembelian Pemerintah Tahun 2012-2015

Harga Pembelian Pemerintah

Gabah Kering Panen (GKP) Rp. 3.300,00

Gabah Kering Giling (GKG) Rp. 4.150,00

Beras Rp. 6.600,00

Sumber: Inpres Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Perberasan.

2.4.5. Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah

Cadangan Beras Pemerintah (CBP) merupakan sejumlah beras tertentu milik pemerintah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan beras dan dalam rangka mengantisipasi masalah kekurangan pangan, gejolak harga, keadaan darurat akibat bencana dan kerawanan pangan.

Berikut merupakan upaya pemerintah dalam mengelola CBP.

1. Menyalurkan Cadangan Beras Pemerintah untuk kebutuhan Operasi Pasar

tahun 2011 sebesar 144.974 ton dan menyalurkan untuk kebutuhan bencana

alam.

2. Kerjasama dengan PT. Pertani dalam penyerapan gabah/beras. PT. Pertani

menjadi anggota Satuan Kerja Pengadaan Dalam Negeri (Satker ADA DN)

Perum Bulog, dan memberikan informasi tentang lokasi panen, taksiran harga

dan kualitas, bersama-sama Satker ADA DN melakukan pembelian di

lapangan.

57

Universitas Sumatera Utara 3. Kerjasama dengan mitra Perum Bulog (CV Panggan Makmur) tentang

pengadaan gabah/beras untuk keperluan PSO maupun komersial dengan tetap

mengacu pada ketentuan Perum Bulog.52

2.4.6. Penyediaan Pangan dan Pendistribusian Beras kepada Golongan

Masyarakat Tertentu

Dalam melakukan pengadaannya, pemerintah melakukan upaya – upaya sebagai berikut.

1. Pengadaan komoditas beras sesuai ketentuan HPP/harga acuan dan atau harga

pasar untuk komoditas yang langsung diperjualbelikan.

2. Menambah pasokan dari impor untuk memperkuat stok nasional.

3. Penjualan beras melalui jalur distribusi komersial, artinya mengoptimalkan.

Jalur distribusi yang sudah dikenal pasar saat ini.53

Pemerintah melakukan upaya untuk memberikan kecukupan pangan kepada masyarakat berpendapatan rendah lewat Raskin. Raskin adalah bagian dari

Program penanggulangan kemiskinan yang berada pada kluster I, yaitu kegiatan perlindungan sosial berbasis keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok bagi mayarakat kurang mampu. Raskin mempunyai multifungsi, yaitu memperkuat ketahanan pangan keluarga miskin, sebagai pendukung bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pendukung usaha tani padi dan sektor lainnya danpeningkatan pemberdayaan ekonomi daerah.Disamping itu

Raskin berdampak langsungpada stabilisasi harga beras, yang akhirnya juga berperan dalam menjaga stabilitasekonomi nasional.

52Ibid., hal. 6. 53Ibid.,hal. 7.

58

Universitas Sumatera Utara Sasaran Program Raskin tahun 2009 adalah berkurangnya beban pengeluaran 18,5 juta Rumah Tangga Sasaran melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15Kg/RTS/bulan selama 12 bulan dengan harga Rp1.600/Kg netto ditempat penyerahan yang disepakati (titik distribusi). Tahun 2010, sasaran

Program Raskin tahun 2010 adalah berkurangnya beban pengeluaran 17,5 juta

Rumah Tangga Sasaran melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak

156kg/RTS/Tahun atau setara dengan 13Kg/RTS/bulan selama 12 bulan dengan harga Rp1.600/Kg netto ditempat penyerahan yang disepakati (titik distribusi).

Tahun 2012, program raskin menyediakan beras bersubsidi kepada 17,5juta RTS-

PM dengan kondisi sosial ekonomi terendah di Indonesia (kelompok miskin dan rentan miskin). Sedangkan untuk tahun 2013, Program Raskin menyediakan beras bersubsidi kepada 15,5 juta RTS-PM. Jumlah RTS-PM Program Raskin nasional tahun 2014 adalah sebanyak 15.530.897 rumah tangga (tidak mengalami perubahan dari tahun 2013), yaitu rumah tangga yang menerima Kartu

Perlindungan Sosial (KPS) sebagai penanda kepesertaannya, atau Surat

Keterangan Rumah Tangga Miskin (SKRTM) untuk rumah tangga pengganti hasil musyawarah desa/kelurahan (musdes/muskel).54 Berikut merupakan alur distribusi raskin oleh pemerintah kepada masyarakat berpendapatan rendah.

54 Dikutip dari Pedoman Umum Penyaluran Raskin Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah hal. Ii.

59

Universitas Sumatera Utara Bagan 2.1.

Alur Distribusi Raskin di Indonesia

Sumber: Perum Bulog 2009.

2.4.7. Pelaksanaan Impor Beras

Melakukan impor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sesuai dengan izin Kementerian Perdagangan dari Vietnam, Thailand, Tiongkok,

60

Universitas Sumatera Utara Pakistan.Impor beras dilakukan untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, untuk masyarakat miskin dan kerawanan pangan.55

55 Dikutip dari Dokumen Laporan Hasil Reviu Atas Pelaksanaan Program Ketahanan Pangan yang menjadi Fungsi Perum Bulog Nomor: LR-159/D502/3/2016,hal. 7.

61

Universitas Sumatera Utara BAB III

ANALISIS KEBIJAKAN PENGADAAN BERAS DI INDONESIA PADA

MASA PEMERINTAHAN SBY – BOEDIONO

3.2. Alasan Pemerintah Membuat Kebijakan Pengadaan Beras di

Indonesia pada Masa Pemerintahan SBY-Boediono

Pada bab ini, akan dibahas alasan pemerintah merumuskan 19 kebijakan terkait dengan pengadaan beras di Indonesia pada masa pemerintahan SBY-

Boediono. Pemerintah dalam hal ini membuat kebijakan untuk mengatasi masalah pangan di Indonesia, khususnya pada pengadaan beras di Indonesia dalam bentuk

Undang-Undang, Instruksi Presiden, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri. Dalam melakukan pembahasan, akan dipakai teori-teori sebagai berikut.

Menurut Winarno di dalam buku yang berjudul Teori dan Proses

Kebijakan Publik dengan mengutip teori kebijakan publik dari Anderson yang mengatakan bahwa konsep kebijakan mempunyai beberapa implikasi yaitu:56

1. Kebijakan publik berorientasi pada maksud dan tujuan.

2. Kebijakan publik merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh

pejabat-pejabat pemerintah.

3. Kebijakan adalah usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka

mengatur atau mengendalikan, bukan apa yang diinginkan pemerintah.

4. Kebijakan publik dalam bentuknya bersifat positif dan negatif.

56Budi Winarno, 2002,Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo: Yogyakarta, hal. 68.

62

Universitas Sumatera Utara Menurut Laswell Elit Politik mencakup semua pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan politik.Elit ini terdiri dari mereka yang berhasil mencapai kedudukan dominan dalam sistem politik dan kehidupan masyarakat.Mereka memiliki kekuasaan, kekayaan dan kehormatan.Elite merupakan orang-orangyang berhasil yang mampu menduduki jabatan tinggi dan dalam lapisan masyarakat.

Karena itu Vilfredo Pareto berpandangan bahwa masyarakat terbagi atas dua kelas, yaitu lapisan atas, yaitu pertama elit yang terbagi dalam elit yang memerintah (governing elite) dan elit yang tidak memerintah (non governing elite),dan yang kedua lapisan rendah, yaitu non-elite. Pareto sendiri lebih memusatkan perhatiannya kepada elit yang memerintah.

Berdasarkan pada teori dari Anderson mengenai teori Kebijakan Publik dan Laswell dengan teorinya Peran Elit, penulis akan melakukan analisis 19 kebijakan pengadaan beras pada Pemerintahan SBY-Boediono sesuai dengan teori tesebut.

3.2.1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

Sektor pertanian masih menjadi sektor unggulan di Indonesia.Selain tenagakerja yang terserap cukup besar, sektor ini juga masih mampu memberikankontribusi pendapatan yang cukup besar bagi perekonomian nasional.Akantetapi, permasalahan yang paling mendasar dari sektor pertanian ini adalahsemakin menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan.Lahan merupakan faktorutama dalam pengembangan pertanian.57

57Dikutip dari Dokumen Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Tahun 2015, hal.v.

63

Universitas Sumatera Utara Lahan merupakan faktor utamadalam pengembangan pertanian.Sebagai negara agraris yang memiliki serapan tenagakerja terbanyak dibandingkan sektor ekonomi lainnya, sektor pertanian menjadi salah satutumpuan pembangunan nasional, khususnya dalam penyediaan pangan.Pasokan panganlokal menjadi tumpuan bagi penyediaan pangan nasional.Namun, seiring denganpeningkatan jumlah penduduk, peningkatan aktivitas ekonomi, serta peningkatankebutuhan pangan menyebabkan upaya mencapai ketahanan pangan nasional di masamendatang menjadi semakin berat.Apalagi ditunjang dengan kenyataan bahwa penyediaanpangan lokal belum mampu memenuhi permintaan pangan nasional.Hal ini disebabkanoleh meningkatnya permintaan dan turun naiknya produksi dan produktivitas pangannasional. Dengan kata lain, produksi pangan sangat dipengaruhi iklim, ditambah pada saat itu pada sektor pertanian dihadapkan pada fenomena iklim yang tidak menentu sebagai akibat terjadinyaperubahan iklim (climate change).

Yang terjadi beberapa tahun belakangan adalah semakintergerusnya lahan- lahan pertanian oleh aktivitas ekonomi manusia, terutama untukpermukiman, pembangunan infrastruktur (jalan, bendungan, dan sebagainya), ataupunindustri.Pembangunan yang terus dilaksanakan menyebabkan banyak lahan pertanianyang harus beralih fungsi menjadi non-pertanian.Alih fungsi lahan semakin masif terjadidi wilayah perkotaan. Hal ini senada apa yang dikatakan oleh seorang Staf Divisi Politik Serikat Petani Indonesia.

“Saya melihat permasalahan produksi masih menjadi masalah utama dalam hal ini. Ketersediaan lahan pertanian yang terancam oleh praktik alih fungsi lahan yang massif.”58

58 Hasil Wawancara dengan Sdr. Mujahid Widian(Staf Divisi Politik DPP Serikat Petani Indonesia),tanggal7 Februari 2017, pukul 13.00-14.30 WIB, di Kantor DPP Serikat Petani Indonesia Jakarta.

64

Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1.

Alokasi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Nonpertanian Selama Tahun

2000-2002

Wilayah Luas Alokasi Penggunaan Sawah yang dikonversi

Konversi (000/th)

(000 Perusahaan/

ha/th) Perumahan Industri Perkantoran Lainnya

32,68 5,35 3,42 2,15

Jawa 43,60 (74,96) (12,27) (7,84) (4,93)

Luar 21,25 3,69 12,61 29,01

Jawa 66,56 (31,92) (5,55) (18,94) (43,59)

53,93 9,05 16,02 31,16

Total 110,16 (48,96) (8,21) (14,55) (28,29)

Sumber: Sensus Kementerian Pertanian2000-2002.

Selama tahun 2000-2002, luas konversi lahan sawah yang ditujukan untuk kegiatan nonpertanian seperti kawasan perumahan, industri, perkantoran, jalan dan sarana publik lainnya rata-rata sebesar 110,16 ribu hektar pertahun. Secara nasional, konversi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian terutama dialokasikan untuk pembangunan perumahan dengan pangsa sebesar 48,96 persen

(Tabel 3.1). Pada posisi kedua ditempati dengan pembangunan jalan dan sarana publik lainnya sebesar 28,29 persen. Konversi lahan sawah ke pembangunan perumahan sangat besar di pulau Jawa yaitu sebesar 32,68 ribu hektar atau setara dengan 74,96 persen, sedangkan di luar Jawa seluas 21,25 ribu hektar per tahun

65

Universitas Sumatera Utara atau 31,92 persen. Sebaliknya konversi lahan yang ditujukan untuk kegiatan lainnya jauh lebih besar di luar jawa yang mencapai 29,01 ribu hektar per tahun atau setara dengan 43,59 persen sedangkan di pulau Jawa hanya seluas 2,15 ribu hektar per tahun atau sebesar 4,93 persen.Harga lahan yang cukuptinggi menjadi salah satu faktor pemicu para petani untuk melepas kepemilikan lahannyake investor untuk dialihfungsikan.Artinya, motif ekonomi menjadi penyebab utama darialih fungsi lahan. Adapun petaninya itu sendiri memanfaatkan hasil penjualan lahannyatersebut dalam berbagai keperluan, seperti pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji,warisan, membeli lahan baru di wilayah yang jauh dari perkotaan, biaya anak sekolah karena biaya pendidikan makin tinggi.

Akibatnya keadaan ini menyebabkan kemampuan lahan pertanian untuk memenuhikebutuhan makanan bagi penduduk semakin berkurang. Apabila hal ini tidak ditindaklanjuti, makaakan terjadi penurunan produksi pangan, khususnya padi. Akibatnya, kemampuan produksipangan lokal semakin tidak mampu memenuhi tekanan demand pangan yang cukup tinggi,selanjutnya pemerintah akan melakukan impor atas komoditas pangan. Dampak berikutnyaadalah semakin besar anggaran pemerintah untuk pengadaan pangan impor atau terjadinyapengeluaran sumber daya kapital ke luar negeri (capital flight). Dan berikut merupakan pernyataan dari Bapak Edi Nasution saat di wawancarai di kantor Kementerian Pertanian mengenai alasan UU Nomor 41 Tahun 2009

Tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

“Melihat kondisi yang semakin mengkhawatirkan atas konversi lahan di Indonesia, Pemerintah bersama-sama dengan DPR mengesahkan lahirnya Undang-Undang No.41 Tahun 2009 Tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Pada saat perumusan, undang-undang ini diharapkan dapat menahan laju konversi lahan sawah khususnya sawah dengan irigasi teknis sehingga dapat menopang ketahanan pangan

66

Universitas Sumatera Utara nasional. Di samping itu, pemerintah menginginkan memiliki lahan pertanian abadi dalam rangka penyediaan pangan karena di dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa lahan-lahan yang termasuk di dalam kategori lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) tidak dapat dialihfungsikan ke peruntukan lain. Dengan kata lain, pemerintah tidak akan memberi rekomendasi alih fungsi atas tanah yang telah ditetapkan sebagai lahan LP2B.”59

Melihat galaknya fenomenan alih fungsi lahan di Indonesia, pemerintah bersama-sama dengan DPR mengesahkan kebijakan Undang-Undang Nomor 41

Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada tahun 2009. Dengan diterbitkannya undang-undang ini,pemerintah padasaat itu berharap dapat melindungi lahan-lahan pertanian pangan dari konversi lahandan menjadikan lahan tersebut menjadi lahan abadi bagi pertanian.Namun, tentunyaundang-undang ini tidak dapat berjalan dengan baik apabila petani sebagai pemilik lahantidak mengetahui keberadaan dari undang-undang tersebut.

Untuk memperkuat kedudukan UU Nomor 41 Tahun 2009, selanjutnya pemerintah mengeluarkanperaturan perundangan yang berfungsi memperjelas fungsi dan kedudukan dari undang-undangtersebut, yaitu.

(i) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan alih

Fungsi Lahan Pertanian

(ii) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Insentif Perlindungan

Lahan

(iii) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Sistem Informasi

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(iv) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

59Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

67

Universitas Sumatera Utara Hal ini senada apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution di Kantor

Kementerian Pertanian mengenai 4 kebijakan diatas.

“Untuk memperkuat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012, dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012, pemerintah berharap tidak ada lagi alih fungsi lahan untuk lahan pertanian kedepannya.”60

Pengembangan LP2B dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.

Intensifikasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan dilakukan denganpeningkatan kesuburan tanah, peningkatan kualitas benih/bibit, pendiversifikasian tanaman pangan, pencegahan dan penanggulangan hama tanaman, pengembangan irigasi, pemanfaatan teknologi pertanian, pengembangan inovasi pertanian, penyuluhan pertanian, dan jaminan akses permodalan.Ekstensifikasi Kawasan Pertanian Pangan

Berkelanjutan dan Lahan PertanianPangan Berkelanjutan dapat dilakukan dengan pencetakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, penetapan lahan pertanian pangan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan pengalihan fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi Lahan PertanianPangan Berkelanjutan.

Pengalihan fungsi lahan non-pertanian dapat dilakukan terhadap tanah telantar dan tanah bekas kawasan hutan yang belum diberikan hak atas tanah sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundangan tentang alih fungsi lahan di lahan LP2B hanya dapat dilakukan untuk kepentingan publik saja sedangkan alih fungsi lainnya tidak

60Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

68

Universitas Sumatera Utara diperkenankan.Dan berikut merupakan tabel rekapitulasi Rencana Tata Ruang

Wilayah yang telah mencantumkan LP2B di daerah.

Tabel 3.2

Rekapitulasi Perda RTRW yang telah Mencantumkan LP2B di Daerah

Jumlah Perda Wilayah Jumlah Perda yang Luas Lahan RTRW menetapkan LP2B (Ha) LP2B Provinsi 25 4 2.410.299,89

Kabupaten 329 174 5.482.338,34

Kota 84 18 20.172,25

Sumber: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Kementan 2015.

Berdasarkan data di atas, hanya 25 provinsi yang telah mengeluarkan

Perda RTRW,namun dari 25 provinsi tersebut hanya ada 4 provinsi yang telah menetapkan LP2B didalam RTRW. Di samping itu, hanya 174 kabupaten yang telah menetapkan LP2B didalam RTRW sedangkan di tingkat kota baru 18 kota yang telah menetapkan. Untuk jumlah lahanpada areal sentra padi, luas sawah yang teridentifikasi dalam LP2B diprovinsi sebesar 2.410.299,89 ha, di kabupaten adalah sekitar 5.482.338,34ha dan di kota adalah sekitar 20.172,25 hadi

Indonesia.Iniberarti, Provinsi ataupun kabupaten/Kota yang telah menetapkan

LP2B di dalam RTRWnyakurang dari 50%.Hal ini menunjukkan respon daerah di dalam menetapkan LP2Bmasing sangat kurang.61

Hasil survey menunjukkan bahwa penilaian atas aspek pengembangan yangmenitikberatkan pada program intensifikasi dan ekstensifikasi pada kawasan

61Dikutip dari Dokumen Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Tahun 2015, hal. 39.

69

Universitas Sumatera Utara P2B danLP2B di wilayah-wilayah studi secara spesifik belum dilakukan. Namun, programintensifikasi seperti yang disebutkan diatas merupakan kegiatan reguler dari PemerintahPusat/Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di daerah, baik yang daerah yang telahmenetapkan LP2B di dalam peraturan daerah maupun yang belum menetapkannya.Dengan kata lain, program intensifikasi menjadi bagian rutinitas dari program daerah.Sedangkan program ekstensifikasi yang terkait dengan program kawasan P2B dan LP2Bbelum dilakukan. Walaupun ada program cetak sawah, namun bukan merupakan bagiandari kegiatan pertanian pangan berkelanjutan.62

3.2.2. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

Terbitnya UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan merupakan terbitnya undang-undang tentang pangan terbaru setelah UU Nomor 7 Tahun

1996.Undang-undang ini terbit pada hampir diujung masa pemerintahan SBY-

Boediono. Setelah 16 tahun berjalannya undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 ini, barulah terbit Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Alasan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 dimunculkan, karena adanya tuntutan dari berbagai Kelompok Tani, LSM dan Organisasi Masyarakat Tani mengenai pengadaan pangan di Indonesia dengan sebuah konsep yang disebut Kedaulatan

Pangan. Hal ini sesuai dengan Teori Sistem dari David Easton bahwa proses kebijakan publik dalam sistem politik dengan mengandalkan input yang berupa tuntutan (demand) dan dukungan (support).

Pada saat itu, pemerintah mencita-citakan swasembada pangan yang kesuksesannya diukur dengan swasembada beras di Indonesia karena beras

62Ibid., hal. 56.

70

Universitas Sumatera Utara merupakan pangan utama di Indonesia yang artinya banyak permintaan beras dari masyarakat untuk dikonsumsi.Swasembada beras ditandai dengan 90% permintaan beras oleh masyarakat tercukupi. Hal ini senada apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution.

“Di Indonesia, dikatakan swasembada beras apabila 90% permintaan masyarakat terpenuhi.”63

Pemerintah sampai saat ini masih menggunakan paradigma ketahanan pangan dalam membuat kebijakan pangan di Indonesia. Paradigma ketahanan pangan adalah membuat masyarakat Indonesia kecukupan pangan khususnya pangan pokok masyarakat Indonesia yaitu beras walaupun itu dengan kebijakan impor. Atas dasar itu beberapa organisasi tani di Indonesia meminta pemerintah untuk tidak melakukan impor pangan khususnya beras karena akan merugikan petani sebagai produsen lewat sebuah konsep Kedaulatan Pangan. Setelah itu pemerintah menerbitkan UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan dengan menambah konsep Kedaulatan Pangan didalamnya, selain dari itu UU Nomor 18

Tahun 2012 jauh lebih komprehensif dari UU Nomor 7 Tahun 1996 Tentang

Pangan. Berikut merupakan pernyataan dari Bapak Edi Nasution di Kantor

Kementrian Pertanian.

“UU No. 18 Tahun 2012 itu adalah pembaharuan dan lebih mendetailkan pada pangan.Mulai dari stabilisasinya, ketersediannya, keterjangkauan, ini lebih komprehensif, dan juga penambahan konteks Kedaulatan Pangan di dalamnya. Kedaulatan Pangan adalah kedaulatan kita dalam menentukan kebijakan, itu garis besarnya. Jadi jika kita sudah menentukan kebijakan kita dan sudah kuat dan tidak akandiintervensi oleh asing, kita akan berdaulat. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

63Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

71

Universitas Sumatera Utara 2012diterbitkan atas tuntutan dari berbagai organisasi tani untuk tidak melakukan impor.”64

Kedaulatan Pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.Kedaulatan pangan juga merupakan pemenuhan hak manusia untuk menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang lebih menekankan pada pertanian berbasiskan keluarga yang berdasarkan pada prinsip solidaritas.65Berikut adalah gambar yang menjelaskan prinsip dasar Kedaulatan Pangan.

Gambar 3.1.

Prinsip Dasar Kedaulatan Pangan

Sumber DPP Serikat Petani Indonesia2012

64Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta. 65Kedaulatan Pangan, dimuat di berita online, tersedia dihttps://www.spi.or.id/isu-utama/kedaulatan- pangan/diaksespada 15 Februari 2017 pukul 20.00 WIB.

72

Universitas Sumatera Utara Dengan mengacu pada permasalahan diatas, masyarakat khususnya para petani dan pemerintah pada saat itu berharap dalam pengadaannya pangannya, terutama pangan pokok di Indonesia tidak akan lagi melakukan impor pangan khususnya beras apalagidengan terbitnya UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang

Pangan ini. Namun, dalam implementasinya pemerintah ternyata masih melakukan impor beras walaupun nyatanya di Indonesia sudah surplus beras.

“Dikeluarkannya UU 18 tahun 2012 mengenai pangan sebenarnya menjadi upaya pemerintah dalam menangani permasalahan pangan di Indonesia, salah satunya beras.Berdasarkan Catatan Akhir Tahun SPI, tahun 2014, praktik impor bahan pangan utama sepanjang 2004 sampai 2014 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2004, impor beras sebanyak 237 ribu ton, kemudian jumlah impor beras naik menjadi 438 ribu ton pada tahun 2006 dan mencapai 1,4 juta ton pada 2007. Walupun volume impor beras sempat menurun selama dua tahun antara tahun 2008 dan 2009, tren impor beras kembali naik ditahun 2010, 2011, dan 2012 menjadi masing-masing sebesar 687 ribu ton, 2,7 juta ton serta 1,9 juta ton. Selanjutnya pada tahun 2013, produksi beras Indonesia diberitakan surplus namun konsistensi impor negara ini tetap berlanjut dengan mengimpor beras dari Vietnam, Thailand, India, Pakistan dan Myanmar sebanyak 472 ribu ton ditahun tersebut (BPS).”66

Dari pernyataan Sdr. Mujahid Widian salah satu Staf Politik dari Serikat

Petani Indonesia mengatakan bahwa dengan diterbitkannya UU Nomor 18 Tahun

2012 merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi masalah pangan di Indonesia, dengan ditambahnya konsep Kedaulatan Pangan di dalam Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan seharusnya pemerintah tidak lagi mengimpor beras dari negara lain karena akan merugikan petani, namun nyatanya pemerintah Indonesia masih mengambil kebijakan impor beras ke Indonesia.

66Hasil Wawancara dengan Sdr. Mujahid Widian(Staf Divisi Politik DPP Serikat Petani Indonesia),tanggal7 Februari 2017, pukul 13.00-14.30 WIB, di Kantor DPP Serikat Petani Indonesia Jakarta.

73

Universitas Sumatera Utara 3.2.3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan

Alih Fungsi Lahan Pertanian

Peraturan pemerintah ini ditandatangani oleh Presiden SBY pada tanggal 5

Januari 2011 yang kedudukannya untuk memperkuat UU Nomor 41 Tahun 2009

Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Tujuan pemerintah mengeluarkan kebijakan ini adalah untuk mewujudkan dan menjamin tersedianya lahan pertanian pangan berkelanjutan, mengendalikan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan, mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional, meningkatkan pemberdayaan, pendapatan, kesejahteraan petani, memberikan kepastian usaha bagi pelaku usaha tani, dan mewujudkan keseimbangan ekologis.67

Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah tingginya tekanan terhadap lahan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang masih sekitar

1,49 persen per tahun, sementara luas lahan yang ada relatif tetap, produktivitas lahan pertanian pangan mengalami pelandaian (leveling off)serta kompetisi pemanfatan lahan untuk pembangunan, termasuk pemekaran wilayah provinsi dan kabupaten/kota, sehingga ketersediaan lahan untuk memenuhi kecukupan pangan nasional semakin terancam. Selain itu, rata-rata penguasaan lahan pertanian pangan oleh petani makin sempit disebabkan oleh pewarisan kepemilikan lahan, terjadi juga persaingan yang tidak seimbang dalam penggunaan lahan, terutama antara sektor pertanian dan non-pertanian.

Dalam keadaan seperti ini, apabila paradigma dan sudut pandang para pemangku kepentingandalam perencanaan pemanfaatan ruang hanya terfokus

67Dikutip dari Dokumen Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian.

74

Universitas Sumatera Utara pada`nilaiekonomi sewa lahan, maka tidak ada`keseimbangan pembangunan pertanian dengan pembangunan sektor lainnya. Keadaan demikian ini akan berpengaruh terhadap penurunan daya dukung lahan danlingkungan. Hal itu terlihat dari makin meningkatnya laju besaran alih fungsi lahan pertanian dari tahun ke tahun. Alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non-pertanian dari tahun

2000 sampai dengan tahun 2002 diperkirakan seluas 110.16 ribu hektar/tahun.

Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan berbagai dampak langsung dan tidak langsung dan berimplikasi serius berupa dampak negatif terhadap produksi pangan, lingkungan, dan budaya masyarakat yang hidup di bagian hulu dan sekitar lahan yang dialihfungsikan tersebut.Permasalahannya semakin kompleks, terutama lahan pertanian pangan subur terdapat di pulau Jawa yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan sektor, sementara lahan-lahan di luar pulau Jawa belum dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian pangan karena tingkat kesuburan tanah rendah dan keterbatasan infrastruktur. Dengan demikian alih fungsi lahan pertanian tidak hanya menyebabkan kapasitas memproduksi pangan turun, tetapi merupakan salah satu bentuk pemubaziran investasi, degradasi agroekosistem, degradasi tradisi dan budaya pertanian, dan secara perlahan-lahan para pelaku usaha pertanian pangan akan meninggalkan sektor tanaman pangan apabila tidak diimbangi dengan pengendalian alihfungsi, pemberian insentif, dan pemberdayaan masyarakat.

Selama ini berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pengendalian alih fungsi lahan pertanian, terutama lahan sawah beririgasi sudah banyak diterbitkan berupa peraturan perundang-undangan, akan tetapi implementasinya tidak efektif karena peraturan perundang-undangan tersebut tidak memuat sanksi pidana.

75

Universitas Sumatera Utara Selain itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak sungguh-sungguh untuk melaksanakannya. Didalam (Tabel 2.2) pada bab II, tidak ada penjelasan mengenai penetapan LP2B di dalamRTRW tersebut apakah sebelum ditetapkan

LP2B tersebut disosialisasikan ke masyarakatatau tidak. Selanjutnya juga tidak dijelaskan apakah LP2B yang ditetapkan tersebut telahmengakomodasi usulan

68 dari masyarakat yang terkena LP2B atau tidak.

3.2.4. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Insentif

Perlindungan Lahan

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Insentif

Perlindungan Lahan merupakan kebijakan yang sifatnya memperkuat kedudukan dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan yang mengatur mengenai insentif kepada Petani guna memberikan penghargaan kepada Petani. Insentif merupakan bentuk perhatian dan penghargaan pemerintah dan emerintah daerah terhadap Petani yang lahannya bersedia ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

“Insentif dilakukan sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada petani untuk menjaga lahannya dari praktik alih fungsi lahan pertanian ke non- pertanian agar kedaulatan pangan dapat terwujud.”69

Insentif yang diberikan kepada Petani dapat berupa keringanan pajak bumi dan bangunan, pengembangan infrastruktur pertanian, pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul, kemudahan dalam mengakses

68Dikutip dari Dokumen Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Tahun 2015, hal.14. 69Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

76

Universitas Sumatera Utara informasi dan teknologi, penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian, jaminan penerbitan sertifikat hak atas tanah pada Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan melalui pendaftaran tanah secara sporadik dan sistematik, dan penghargaan bagi Petani berprestasi tinggi.

Petani penerima insentif memiliki kewajiban diantaranya untuk memanfaatkan tanah sesuai dengan peruntukannya sebagai Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan, mencegah kerusakan irigasi, menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah, mencegah kerusakan lahan, serta memelihara lingkungan.

Didalam kebijakan ini ada yang dinamakan disinsentif, yang dalam Peraturan

Pemerintah ini disebut pencabutan insentif, dilakukan apabila Petani sebagai penerima insentiftidak melakukan kewajibannya dengan tidak melakukan perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dimilikinya dengan melanggar norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta apabila lahannya telah dialihfungsikan. Pencabutan insentif dikenakan secarabertahap dengan melalui pemberian peringatan tertulis, pengurangan pemberian insentif, dan pencabutan insentif. Hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution.

“Insentif yang diberikan pemerintah kepada para petani yang lahannya masuk kategori LP2B, yaitu perbaikan infrastruktur pertanian, pembiayaan penelitian benih dan varietas unggul, kemudahan akses informasi dan teknologi, penyediaan prasarana dan sarana produksi, bantuan penerbitan sertifikat tanah, penghargaan bagi petani berprestasi, dan keringanan pajak bumi dan bangunan. Adapun disinsentif diberikan jika petani melanggar aturan LP2B, dan alih fungsi LP2B.”70

Namun nyatanya, beberapa wilayah di Indonesia belum mencantumkan

LP2B di dalam regulasi karena belum siap dengan mekanisme insentif dan disinsentif dan penerapan insentif dalam kebijakan ini masih rancu karena insentif

70Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

77

Universitas Sumatera Utara yang diberikan kepada masyarakat yang terkena LP2B mirip dengan kegiatan reguler dari Dinas Pertanian/Tanaman Pangan sehingga tidak ada bedanya antara masyarakat petani yang terkena LP2B dengan yang tidak terkena LP2B.71 Dengan demikian, penerapan atas insentif, disinsentif, dan alih fungsi lahan P2B tidak dilaksanakan.Beberapa faktor belum diterapkannya insentif dan disinsentif ini antara lain:

1. Pemerintah daerah masih belum memahami insenstif yang akan diberikan

kepada petani

2. Jenis insentif yang diberikan sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2009 tidak

menarikpetani

3. Pemerintah daerah belum mampu menyediakan dana jika harus

memberikan insentifkepada petani LP2B72

Kebijakan pemerintah dalam memberikan insentif kepada petani belum dilaksanakan secara maksimal di berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini dapat menjadikan praktik konversi atau alih fungsi lahan di Indonesia dari lahan pertanian ke non-pertanian masih galak terjadi di Indonesia.

3.2.5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Sistem

Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Sistem Informasi

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini merupakan peraturan yang juga berfungsi sebagai pelaksana dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009.

Peraturan Pemerintah ini ditandatangani pada 23 Februari 2012 oleh Presiden

71Dikutip dari Dokumen Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Tahun 2015, hal.52. 72Ibid., hal. 66.

78

Universitas Sumatera Utara SBY pada saat itu.Kebijakan ini disusun dengan tujuan sebagai dasar dari perencanaan, penetapan, pemanfaatan dan pengendalian kawasan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan. Hal ini yang juga dikatakan oleh Bapak

Edi Nasution saat diwawancarai di Kantor Kementerian Pertanian.

“Kebijakan ini disusun bertujuan untuk menghasilkan data dan informasi yang akurat, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan yang digunakan sebagai dasar perencanaan, penetapan, pemanfaatan, dan pengendalian kawasan serta lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan yang dapat diakses oleh masyarakat dan pemangku kepentingan.”73

Penyusunan Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan memperhatikan dinamika pembangunan yang sedang berkembang antara lain meliputi tantangan globalisasi, pemanasan global, otonomi dan aspirasi daerah, pembangunan pertanian di luar Jawa dan perlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan terutama di pulau Jawa dan Bali, serta pelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan.74 Untuk mengantisipasi dinamika pembangunan tersebut maka upaya pembangunan pertanian harus terintegrasi dengan pembangunan sektor lainnya.

Di lain pihak, dinamika pembangunan di segala sektor membutuhkan lahan sebagai media, pertambahan penduduk sekitar 1,5% per tahun, kondisi kesehatan masyarakat semakin baik, tingkat harapan hidup manusia semakin meningkat yang bermuara pada penyediaan pangan yang lebih besar. Di samping itu, kompetisi pemanfaatan ruang dan alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari sehingga pengaturan Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

73Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta. 74Dikutip dari Dokumen Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, hal. 15.

79

Universitas Sumatera Utara dipandang sangat penting dan strategis dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan ketersediaan pangan.

Sistem Informasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan difokuskan untuk mendapatkan data tentang kawasan pertanian di kawasan pedesaan yang merupakan dominasi pembangunan pertanian pada umumnya. Sistem Informasi

Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan bagian dari pola ruang budidaya pertanian khususnya tanaman pangan yang menjadi bagian dari rencana tata ruang Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Penetapan Kawasan Pertanian

Pangan Berkelanjutan ini menjadi bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai wujud dari jaminan tersedianya

Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

3.2.6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Pembiayaan

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Pembiayaan

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dibuat untuk memperkuat kedudukan dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Pembiayaan PLP2B adalah suatu pendanaan dalam rangkamelindungi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Tujuan dari dirumuskan kebijakan ini adalah untuk menjamin pendanaan dalam perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, hal ini senada apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution.

Tujuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 adalah menjamin tersedianya pendanaan dalam penyelenggaraan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam

80

Universitas Sumatera Utara rangka pencapaian kemandirian, ketahanan,dan kedaulatan pangan nasional.75

Kebijakan PembiayaanPerlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan mengatur pembiayaanpada keseluruhan sistem danproses

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, meliputiperencanaan dan penetapan, pengembangan, penelitian, pemanfaatan, pembinaan, pengendalian, pengawasan, sistem informasi, serta perlindungan dan pemberdayaan Petani.

Untuk memenuhi Pembiayaansistem dan proses Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan tersebut, ada tiga hal utama yang perlu diatur dalam kebijakan PembiayaanPerlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan, yaitu pertama, kegiatan-kegiatan yang perlu dibiayai terkait dengan perencanaan dan penetapan, pengembangan, penelitian, pemanfaatan, pembinaan, pengendalian, pengawasan, sistem informasi, serta perlindungan dan pemberdayaan petani, yang merupakan bagian Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan.Kedua,sumber-sumber dan bentuk

PembiayaanPerlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi,serta Anggaran Pendapatandan Belanja

Daerah (APBD) Kabupaten/Kota terhadap kegiatan-kegiatan yang perlu dibiayai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketiga, penyelenggaraan

PembiayaanPerlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.76

75Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta. 76Dikutip dari Dokumen Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

81

Universitas Sumatera Utara Pada pembiayaan untuk perlindungan lahan di Indonesia ternyata sumber pendanaannya tidak hanya dari APBN, APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan swadaya dari petani melainkan juga dari hibah atau bantuan dari pihak swasta.

Seperti yang terjadi di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang pendanaannya disokong oleh bantuan pihak swasta dalam perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Artinya, dalam melaksanakan kebijakan tersebut, terdapat adanya peran dari pihak swasta melalui bantuan pendanaannya. Hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution.

“Sumber pembiayaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutantidak hanya berasal dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/kota dan swadaya masyarakat petani, ada juga berasal dari pihak swasta, seperti yang terjadi di Bandung, Jawa Barat.”77

Dalam hal ini, peran swasta yang ikut mendanai pelakasanaan kebijakan dalam perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

3.2.7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Usaha

Budidaya Tanaman

Pengembangan produksi pangan di Indonesia dengan upaya penanaman modal untuk kebutuhan kehidupan manusia merupakan target dari pemerintah untuk mencapai kedaulatan pangan di Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 18

Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman ini ditandatangani oleh Presiden

SBY pada tanggal 28 Januari 2010 bertujuan untuk pengembangan produksi pangan di Indonesia, khususnya gabah/beras di Indonesia.

Pemerintah melihat sebaran produksi beras di Indonesia tidak merata, di wilayah Maluku dan Papua menjadi wilayah yang paling rendah dalam hal

77Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

82

Universitas Sumatera Utara produksi beras di Indonesia.Ditambah dengan mahalnya harga beras di wilayah

Jayapura. Hal ini senada apa yang dikatakan Bapak Edi di Kantor Kementerian

Pertanian.

“PP ini di jalankan dalam bentuk program Food Estate dengan perluasan areal untuk produksinya tinggi dan PP ini dibuat atas alasan mahalnya harga beras rendahnya produksi beras di Papua (Merauke).”78

Pemerintah merumuskan kebijakan ini berharap dapat meningkatkan kedaulatan pangan di Indonesia dan mampu mengekspor bahan pangan ke luar negeri dan membuat harga beras di Indonesia menjadi stabil.Berikut merupakan gambar sebaran produksi di Indonesia.

Grafik3.1

Sebaran Geografis Produksi Beras di Indonesia

Sumber: RPJMN Bidang Pangan dan Pertanian Direktorat Pangan Dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2015

Pada gambar diatas (Grafik 3.1), merupakan sebaran geografis produksi beras di Indonesia. Pulau Jawa merupakan pulau dengan jumlah produksi beras terbanyak diantara wilayah Sumatera (23%), Sulawesi (11%), Kalimantan (7%),

78Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

83

Universitas Sumatera Utara Nusatenggara (5%) dan Maluku serta Papua (1%) dengan angka 53%. Terlihat secara geografis, Pulau Jawa menjadi produsen padi terbanyak dan pemerintah harus mendukung dan mendamping para petani dalam memproduksi beras nasional untuk kebutuhan masyarakat Indonesia. Dan juga melihat pada (Grafik

3.1) diatas, produksi beras di Indonesia tidak merata dengan melihat angka diatas karena kemampuan produksinya tidak sama. Dengan melihat Maluku dan Papua yang paling sedikit dalam memproduksi gabah/beras, pemerintah mengeluarkan kebijakan pengembangan produksi beras di wilayah Papua (Merauke).

“Dalam menjalankan program food estate ini, pemerintah melakukan kerjasama dengan perusahaan swasta asing maupun lokal. Misalnya, kelompok usaha Artha Graha Network melalui anak usahanya PT. Sumber Alam Sutera (SAS) mendukung program pengembangan Food Estate di kawasan ekonomi khusus Kabupaten Merauke, PT SAS mendapatkan jatah pencadangan lahan seluas 2.500 ha di distrik Kurik, Kampung Obaka, Merauke dan Perusahaan Asing Bin Laden Corporation.”79

Program Food Estate yang merupakan realisasi dari Peraturan Pemerintah

Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan kerjasama pemerintah Indonesia dengan perusahaan swasta dalam negeri maupun asing seperti Bin Laden

Corporation dan PT. Sumber Alam Sutera. Adanya kerjasama dengan perusahaan asing untuk menjadikan lahanFood Estate di Merauke untuk dijadikan lahan investasi berarti menunjukan adanya peran dari tokoh elit untuk mengelola sistem politik dan perekonomian di Indonesia.

Melihat apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution, kebijakan ini melibatkan pemerintah dan perusahaan swasta lokal maupun asing dalam realisasinya. Artinya ada konsensus antara pemerintah dengan perusahaan swasta

79Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

84

Universitas Sumatera Utara lokal maupun asing dalam perumusan kebijakannya, sehingga dalam pengelolaannya melibatkan perusahaan swasta.

Secara garis besar atas beberapa pernyataan diatas, pemerintah merancang

Food Estate yang menjadi usaha dalam pengembangan produksi padi/gabah adalah karena sempitnya lahan oleh petani sehingga dengan program ini akan meningkatkan kesejahteraan petani, untuk meningkatkan pasokan ketahanan pangan, untuk di ekspor serta untuk stabilisasi harga beras di Indonesia khususnya di wilayah Papua.Namun, program Food Estate di Indonesia mengalami kendala dalam pelaksanaannya.Hal yang ini diungkapkan oleh Bapak Edi Nasution.

Food estate itu bagus, hanya realisasinya tidak jalan karena kemauan masyarakat setempat menginginkan tanaman coklat dan sagu bukan beras.80

Penduduk setempat yang sebagian besarnya mengkonsumsi sagu dan coklat dipaksa untuk tidak mengkonsumsi sagu dan coklat, melainkan beras sebagai pangan pokoknya.

3.2.8. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Bantuan

Langsung Benih Unggul dan Pupuk

Presiden SBY mengeluarkanPeraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2011

Tentang Bantuan Langsung Benih Unggul dan Pupuk karena pada tahun 2011 terjadi fenomena cuaca ekstrim atau kemarau berkepanjangan.

“Cuaca ekstrim pada tahun 2010 dan 2011 menyebabkan gangguan pada produksi gabah/beras di Indonesia sehingga pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk memberikan bantuan benih dan pupuk.”81

80Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta. 81Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

85

Universitas Sumatera Utara Didalam perumusannya, pemerintah menerima masukan atau informasi dari kelompok tani mengenai fenomena kondisi iklim ekstrim di Indonesia, lalu

Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN. Hal ini senada apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution.

“Pelaku kebijakan pada Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Bantuan Langsung Benih Unggul dan Pupukadalah Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN dan kelompok tani memberi informasi tentang keluhan-keluhan mereka pada saat itu.”82

Di dalam kebijakan tersebut, telah diatur bahwa Menteri Pertanian ditugaskan untuk memberi bantuan benih unggul dan pupuk. Menteri pertanian pada saat itu juga ditugaskan berkoordinasi dengan Menteri BUMN dalam penyediaan benihnya. Dan dalam pelaksanaan pemberian bantuannya kepada berbagai wilayah di Indonesia, Menteri Pertanian berkoordinasi dengan Gubernur untuk menerima usulan mengenai jumlah lokasi penerima bantuannya.

Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Bantuan Langsung

Benih Unggul dan Pupukmengatur Kementerian Pertanian ditugaskan menyediakan dan menyalurkan bantuan benih, pupuk dan pestisida secara cepat kepada petani yang mengalami gagal panen (puso) dan bagi petani yang mengalami puso diberikan bantuan usaha tani. Pemerintah melalui Direktorat

Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian telah melaksanakan pengadaan pupuk. Untuk kegiatan Bantuan Langsung Pupuk, barang yang diadakan adalah pupuk NPK sebanyak 113.255.700 kg seharga Rp 725,5 milyar, dan pupuk organik granular (POG) sebanyak 339.767100 kg seharga Rp 642,3 milyar, dan pupuk organik cair (POC) sebanyak 2.265.114 liter seharga Rp 143 milyar,jadi

82 Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

86

Universitas Sumatera Utara total keseluruhan mencapaiRp 1.710,7 milyar dan penyaluran pupuk tersebut dilakukan pada 31 provinsi penerima.83

Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2011 tentang Bantuan Langsung

Benih Unggul dan Pupuk yang keluar Maret lalu ternyata belum bisa membantu petani untuk mendapatkan benih tepat waktu. Kebijakan ini menugaskan kepala dinas pertanian daerah untuk menjadi kepala pelaksana pembagian benih ke petani di daerahnya. Di sisi lain, penyaluran benih subsidi dan benih bantuan dari pemerintah di satu daerah harus terlebih dahulu diusulkan oleh Gubernur dan

Bupati.

“Menurut catatan akhir tahun SPI, panjangnya birokrasi ini membuat benih baru sampai ke petani setelah musim tanam ada saat itu, petani menyiasatinya dengan menggunakan benih bersubisidi yang sudah dipakai sebelumnya meski berdampak pada produktivitas gabah. Petani lebih memilih menanam padi serentak daripada menunggu benih baru yang datangnya tidak bisa diperkirakan.Benih masih menjadi faktor utama yang harus diperhatikan untuk mencapai produktivitas tinggi daripada pemakaian pupuk.”84

Seperti apa yang diungkapkan oleh Sdr. Mujahid Widian selaku Staf

Divisi Politik Serikat Petani Indonesia, petani kesulitan mendapatkan bantuan benih dari pemerintah karena birokrasi dan administrasi yang sulit walaupun pemerintah dengan sigap langsung menyiapkan kebijakan untuk mengantisipasi gangguan produksi akibat kondisi iklim ekstrim.

83Dikutip dari Dokumen RPJMN Bidang Pangan dan Pertanian Direktorat Pangan Dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2015. 84Hasil Wawancara dengan Sdr. Mujahid Widian(Staf Divisi Politik DPP Serikat Petani Indonesia),tanggal7 Februari 2017, pukul 13.00-14.30 WIB, di Kantor DPP Serikat Petani Indonesia Jakarta.

87

Universitas Sumatera Utara 3.2.9. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Kebijakan

Perberasan

Inpres Nomor 7 Tahun 2009 di antaranya berisiuntuk mendorong dan memfasilitasi penggunakan benih padi unggul bersertifikat, penggunakan pupuk anorganik dan organik secara seimbang, tantang pengurangan kehilangan pasca panen padi, tentang irigasi, memfasilitasi perluasan lahan penghijauan sebagai tempat tangkapan air, fasilitas investasi, tentang kebijakan pembelian gabah/beras dalam negeri, penyediakan beras bersubsidi untuk masyarakat rendah, tentang penyediakan cadangan beras pemerintah, dan kebijakan ekspor- impor.

Disini penulis mewawancarai salah seorang Fungsional Analis Ketahanan

Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan

Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Bapak Edi Nasution mengenai alasan mengapa presiden mengeluarkan Inpres Nomor 7 Tahun 2009, berikut yang disampaikan beliau.

“Inpres Nomor 7 Tahun 2009 dirumuskan karena tingginya harga beras dunia yang terjadi karena berbagai masalah di negara-negara produsen, seperti bencana alam dan tingginya harga minyak juga menjadi salah satu pertimbangan perubahan kebijakan HPP. Kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk subsidi pada April 2010 yang berdampak pada tingginya usahatani padi, juga menjadi salah satu alasan pemerintah kembali menaikkan HPP sebesar 10 persen dengan mengeluarkan Inpres No. 7 Tahun 2009 yang mulai diberlakukan pada Januari 2010. Diharapkan dengan penyesuaian HPP tersebut, pendapatan petani tidak menurun dan peningkatan produksi beras nasional tidak terganggu.”85

Pada Inpres Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Perberasan menurut hasil wawancara diatas dengan Bapak Edi Nasution, kebijakan tersebut di rumuskan dengan alasan harga beras dunia karena masalah yang terjadi di negara-

85Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

88

Universitas Sumatera Utara negara produsen dan harga eceran pupuk bersubsidi. Pemerintah pada saat itu menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi dengan besaran sekitar 30-35 persen.Dengan kenaikan harga tersebut maka HET pupuk urea dari harga sebelumnya Rp 1.200 naik menjadi Rp 1.600 per kilogram, pupuk SP-36 dari Rp 1.550 menjadi Rp 2.000 per kilogram, pupuk ZA dari Rp 1.050 menjadi

Rp 1.400 per kilogram, dan pupuk NPK naik dari kisaran Rp 1.586-Rp 1.830 menjadi Rp 2.300/kg serta pupuk organik semula Rp 500/kg menjadi Rp 700/kg.

Kenaikan HET pupuk yang telah berlaku mulai 9 April 2010 tersebut diumumkan

Menteri Pertanian, Bapak Suswono di Kementerian Pertanian Jakarta.Alasan

Menteri Pertanian pada saat itu menaikkan harga pupuk bersubsidi adalah:

1. Dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk

2. Mengurangi distorsi pasar pupuk akibat disparitas harga pupuk bersubsidi

dengan non subsidi

3. Menghemat devisa negara dalam pengadaan bahan baku pupuk fosfor dan

kalium yang diimpor.86

Berdasarkan pernyataan dari Bapak Edi Nasution, penulis juga berpendapat bahwa esensi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) pada dasarnya adalah memberikan insentif bagi para Petani dengan cara memberikan jaminan harga diatas keseimbangan (price market clearing), terutama pada saat panen raya. Melalui kebijakan HPP ini pemerintah mengharapkan produksi padi dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pasokan dalam negeri, stabilisasi harga padi, dan pendapatan petani dan usaha tani meningkat. Dalam ilmu ekonomi pertanian, harga panen yang baik akan menjadi insentif berharga untuk

86Harga Pupuk Bersubsidi Naik Petani Tercekik, dimuat di berita online, tersedia di http://www.gerbangpertanian.com/2010/04/harga-pupuk-bersubsidi-naik-petani.htmldiakses pada tanggal 13 Februari 2017 pukul 21.30 WIB.

89

Universitas Sumatera Utara meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pangan pada putaran produksi musim berikutnya.87

Dalam melakukan perumusan kebijakan dalam pengadaan beras di

Indonesia khususnya pada era pemerintahan SBY-Boediono, pemerintah melibatkan beberapa stakeholder (pelaku kebijakan)dalam perumusannya kebijakan ini dengan tujuan dapat meningkatkan kesejahteraan petani sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen dapat membeli beras sebagai pangan pokok dengan harga yang terjangkau.

“Stakeholder dalam perumusan kebijakan Inpres Nomor 7 Tahun 2009 yaitu pemerintah, perusahaan swasta, Perum Bulog, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perekonomian, dan juga LSM biasanya HKTI dan KTNA dan LSM lainnya juga ikut dilibatkan. Pemerintah mengajak LSM dalam perumusan kebijakan karena tidak semata-mata pemerintah memaksakan harga sekian.Dalam mengkaji HPP, pemerintah menerima informasi dari gapoktan – gapoktan (gabungan kelompok tani), lalu kami melihat hasil dari lapangan, dan informasi dari Bulog dan diajukan berdasarkan perhitungan dan dirapatkan kembali di Kementerian Keuangan dan diputuskan juga di DPR. Pemerintah sudah mencover kebijakan publik dan masih panjang proses politiknya.”88

Didalam perumusannya, ternyata melibatkan pihak swasta dalam menentukan HPP, perusahaan swasta ternyata ikut mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan dalam Inpres ini dan kelompok tani posisinya hanya sebagai kelompok yang mendapatkan dampak langsung dari kebijakan ini dan memberikan masukan atau tuntutan yang sesuai pada Teori Sistem dari David

Easton.

87 Prof.Dr. Bustanul Arifin, 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. PT. Rajagrafindo Persada:Jakarta. hal. 61. 88Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

90

Universitas Sumatera Utara Namun, kenaikan HPP ini belum menggembirakan para petani.HPP tersebut belum sesuai dengan harga pasar.Melihat HPP tersebut belum mampu menutupi ongkos produksi petani.Disebabkan karena upah tenaga kerja, bahan bakar traktor, penyewaan lahan dan alat produksi, benih, serta pupuk melonjak seiring kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).Harga Gabah Kering Panen

(GKP), Gabah Kering Giling (GKG) dan Beras dibawah Harga Pembelian

Pemerintah (HPP) tidak sesuai Inpres Nomor 7 tahun 2009.

3.2.10. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pengamanan

Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim

Inpres Nomor 5 Tahun 2011Tentang Pengamanan Produksi Beras

Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim dibuat dengan alasan untuk mengamankan produksi gabah/beras nasional serta antisipasi dari respon cepat untuk menghadapi kondisi iklim ekstrim. Pada tahun 2010 dan 2011, di Indonesia mengalami perubahan cuaca atau iklim ekstrim sehingga hal ini berpengaruh pada hasil produksi padi di Indonesia.

91

Universitas Sumatera Utara Tabel 3.3

Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Nasional, 2008-2014

Tahun Produksi (Ton) LuasPanen Produktivitas

(ha) (kg GKG/ha)

GKG Beras

2008 60.325.925 38.005.333 12.327.425 4.894

2009 64.398.890 40.571.301 12.883.576 4.999

2010 66.469.394 41.875.718 13.253.450 5.015

2011 65.385.183 41.192.665 13.224.379 4.944

2012 69.045.141 43.498.439 13.443.443 5.136

2013 71.279.709 40.076.000 13.835.252 5.152

2014 70.846.465 39.824.000 13.797.307 5.135

Sumber: Data dari Kementerian Pertanian 2014 Berdasarkan data diatas, terjadi penurunan produksi di tahun 2011.Pada tahun 2010, produksi Gabah Kering Giling (GKG) sebesar 66.469.394 ton yang setara dengan 41.875.718 ton Beras.Pada tahun 2011 produksi mengalami penurunan sebesar 65.385.183 ton GKG yang setara dengan 41.192.665 ton

Beras.Menurut Menteri Pertanian pada saat itu, Bapak Suswono mengatakan masalah cuaca ekstrem menjadi penyebab utama penurunan produksi tersebut.

Meskipun ada faktor-faktor lain yang sudah menjadi masalah klasik seperti irigasi rusak dan serangan hama. Berikut yang dikutip dari Berita Detik Finance.

“Kemarau yang berkepanjangan, irigasi banyak yang rusak, hama penyakit.Sebenarnya ada masalah-masalah itu yang bisa diatasi oleh pemerintah daerah. Misalnya kasus di Cirebon, yaitu ada panen yang dikawal ketat bisa mencapai produksi 9,8 ton per hektar. Tidak jauh dari

92

Universitas Sumatera Utara kawasan itu justru ada hama tikus. Ini kesigapan pemerintah setempat, Kalau ada seperti ini seolah-olah pusat yang disalahkan padahal pusat sudah memberikan dukungan ke daerah”.89

Karena cuaca ekstrim yang menimpa Indonesia pada tahun 2010 dan 2011, sektor pertanian di Indonesia mengalami dampak yang merugi, salah satunya sektor pertanian sentra produksi padi.90Inpres Nomor 5 Tahun 2011 memberi arahan cukup detail kepada 11 Menteri, Kepala Polri/Panglima TNI, tiga Kepala

LPNK (Lembaga Pemerintah Non-Kementerian), serta para gubernur dan bupati se-Indonesia untuk mengambil langkah-langkah secara terkoordinasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing guna mengamankan produksi gabah dan beras serta antisipasi dan respons cepat menghadapi kondisi iklim ekstrim.

Beban pekerjaan untuk meningkatkan dan mengamankan produksi padi tentu saja sebagian besar berada di Menteri Pertanian, dengan tugas melakukan analisis risiko dampak iklim, memastikan dukungan bagi kegiatan usaha tani yang prima seperti pengelolaan air irigasi, ketersediaaan pupuk, benih, dan pestisida, alat mesin pertanian, tata kelola usaha tani, sampai peningkatan kinerja petugas di lapangan. Tugas lainnya ialah meningkatkan kegiatan pascapanen, memperkuat cadangangabah dan beras pemerintah, dan meningkatkan penganekaragaman konsumsi dan cadangan pangan berbasis pangan lokal.

Bentuk dari pelaksanaan kebijakan adalah bantuan usaha tani bagi daerah yang mengalami puso. Bantuan tersebut khusus untuk mengganti biaya tenaga kerja yang telah digunakan dalam proses produksi. Total dana yang sudah disiapkan dalam APBN tahun ini untuk menghadapi cuaca ekstrem tersebut

89Ini Alasan Mentan Soal Turunnya Produksi Pertanian, dimuat di berita online, tersedia di http://finance.detik.com/ekonomi-bisnis/1757413/ini-alasan-mentan-soal-turunnya-produksi- pertaniandiakses pada 10 Februari pukul 20.27 WIB. 90Cuaca Ekstrim dan Serangan Hama Serang Beberapa Sentra Produksi, dimuat di berita online, tersedia di http://www.bulog.co.id/berita/37/2514/10/6/2011diakses pada tanggal 10 Februari 2017 pukul 21.00 WIB.

93

Universitas Sumatera Utara sebanyak Rp 2 triliun.Untuk mendapatkan bantuan pupuk, benih, dan pestisida petani mengajukan ke Dinas Pertanian di Kabupaten melalui kelompok tani.Kemudian, Kementerian Pertanian meminta PT. Sang Hyang Sri,Pertani dan

PT. Pusri untuk menyalurkannya kepada petani.Dalam Inpres ini diatur, pemberian bantuan dilakukan dengan dua cara, yaitu mekanisme pasif dan aktif, dimana dalammekanisme pasif, petani yang mengalami puso mengajukan bantuan melalui kelompok tani ke Dinas Pertanian dan diajukan ke pusat, dana akan ditransfer ke rekening poktan. Sedangkan dalam mekanisme aktif, pemerintah pusat mendatangi daerah yang mengalami puso dan kemudian memberikan bantuan. Hal ini sesuai apa yang dikatakan Bapak Edi Nasution dalam sesi wawancara di Kantor Kementerian Pertanian.

“Cara pencairan dananya itu dialirkan melalui rekening kelompok tani.Sedangkan mekanisme aktif artinya, pemerintah pusat berdasarkan informasi dari media aktif mendatangi daerah yang mengalami puso, dan kemudian memberikan bantuan.”91

Namun, ternyata dari kelompok tani sendiri mengatakan bahwa prosedur dalam mendapatkan bantuan ganti rugi dari pemerintah agak sulit bagi petani yang tidak mengerti prosedurnya. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Sdr. Mujahid

Widian di Kantor DPP Serikat Petani Indonesia.

“Pemerintah pada saat itu seharusnya melakukan penyederhanaan dalam proses penyaluran bantuan ganti rugi kepada petani. Akibatnya pada saat itu ada beberapa petani yang tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah.”92

Dari pernyataan tersebut menunjukan bahwa bantuan dari pemerintah kepada petani yang mengalami gagal panen akibat cuaca ekstrim pada saat itu ada

91Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta. 92Hasil Wawancara dengan Sdr. Mujahid Widian(Staf Divisi Politik DPP Serikat Petani Indonesia),tanggal7 Februari 2017, pukul 13.00-14.30 WIB, di Kantor DPP Serikat Petani Indonesia Jakarta.

94

Universitas Sumatera Utara yang tidak tepat sasaran karena prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah tidak dimengerti oleh petani.

3.2.11. Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Kebijakan

Pengamanan Cadangan Beras yang Dikelola oleh Pemerintah dalam

Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim

Untuk melengkapi sikap berjaga-jaga pemerintah dalam rangka menjaga stabilitas harga beras, mengantisipasi gangguan produksi, serta kenaikan harga gabah dan beras akibat kondisi iklim ekstrem, pada bulan berikutnya pemerintah mengeluarkan Inpres tentang Kebijakan Pengamanan Cadangan Beras yang dikelola oleh pemerintah dalam menghadapi kondisi iklim ekstrim (Inpres Nomor

8 Tahun 2011, terbit 15 April 2011). Pengaturan dalam Inpres ini terfokus pada pengamanan cadangan beras pemerintah, pelaksanaannya dilaksanakan oleh

Perum Bulog, serta pembelian gabah dan beras oleh Perum Bulog diperbolehkan dengan harga lebih tinggi dari HPP.Menteri Keuangan diinstruksikan mengalokasikan anggaran yang diperlukan untuk kegiatan ini.Berikut merupakan alasan dibuatnya kebijakan ini yang dikemukakan oleh Bapak Edi Nasution.

“Kebijakan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2011 ini bertujuan untuk mengamankan cadangan beras yang dikelola pemerintah, serta menjaga stabilitas harga beras dan untuk mengantisipasi gangguan produksi dan kenaikan harga gabah/beras yang disebabkan oleh kondisi iklim ekstrim, pembelian gabah/beras oleh Perum Bulog dalam rangka pengamanan cadangan beras yang dikelola oleh pemerintah dilakukan dengan memperhatikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).”93

Di dalam perumusan inpres ini melibatkan beberapa kementerian, yaitu

Kementerian Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian,

93Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

95

Universitas Sumatera Utara Kementerian BUMN dan Badan Pusat Statistik. Dalam perumusannya juga melibatkan kelompok tani dan Perum Bulog untuk informasi cadangan beras pemerintah. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution.

“Pelaku kebijakan ini selain dari lembaga kepresidenan, melibatkan kementerian perekonomian, kementerian keuangan, kementerian pertania, kementerian BUMN, BPS untuk memperoleh data- data serta masukan atau informasi dari kelompok tani dan dari Bulog untuk informasi cadangan beras pemerintah.”94

Pada kebijakan ini, pemerintah mempersilahkan Perum Bulog membeli beras ke pada petani langsung diatas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang sudah ditetapkan pada Inpres Nomor 7 Tahun 2009 karena terjadinya fenomena iklim ekstrim. Karena petani pada saat itu banyak mengalami puso (gagal panen) di berbagai wilayah di Indonesia, pembelian gabah/beras diatas HPP yang sudah ditetapkan kepada petani dapat dilakukan oleh Perum Bulog.Pemerintah menetapkan harga pokok pembelian (HPP) untuk beras pada 2011 sebesar

Rp5.060 per kilogram, gabah kering panen Rp2.640 per kilogram, gabah kering giling Rp3.345 per kilogram. Namun, Perum Bulog pada saat itu tidak melakukan itu kepada petani langsung. Perum Bulog lebih memilih melakukan pengadaan untuk kepentingan cadangan beras dengan metode Mitra Kerja Pengadaan (MKP), hal ini yang dikatakan oleh Bapak Muhammad Ikhwan sebagai Satuan

Pengawasan Intern Divisi Akuntansi Perum Bulog di Kantor Perum Bulog.

“Dalam melakukan pengamanan cadangan beras akibat kondisi iklim ekstrim, Perum Bulog melakukan pengadaan atau penyerapan beras/gabah dengan melakukan kerjasama dengan mitra kerja untuk memasok beras ke Bulog.”95

94Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta. 95Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad Ikhwan(Satuan Pengawasan Intern Perum Bulog), pada Tanggal 13 Febrauri 2017 pukul 9.00-11.00 WIB di Kantor Perum Bulog Jakarta.

96

Universitas Sumatera Utara Dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 8 Tahun 2011, seharusnya Bulog dapat membeli gabah/beras diatas Harga Pembelian Pemerintah untuk menyerap beras dari petani lokal untuk pengamanan cadangan beras pemerintah. Namun,

Perum Bulog tidak melakukan pembelian langsung kepada petani, melainkan melakukan pembelian dari Mitra Kerja Pengadaan (MKP) yang membuat rantai pasok beras di Indonesia semakin panjang dan merugikan petani.

3.2.12. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Kebijakan

Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Pengadaan

Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah dirumuskan dengan alasan

Harga Pembelian Pemerintah untuk gabah/beras pada Inpres Nomor 7 Tahun 2009 terlalu rendah bagi petani dan untuk membenahi alur distribusi gabah/beras agar tidak terjadi gejolak harga pada konsumen di Indonesia. Hal ini senada apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution.

“Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 dibuat untuk menaikkan HPP pada gabah/beras dan untuk stabilisasi harga beras di Indonesia agar tidak kemahalan harga beras di masyarakat perkotaan.”96

Fokus utama penerbitan Inpres Nomor 3 Tahun 2012 ialah pencapaian stabilisasi ekonomi nasional dan stabilisasi harga beras melalui kebijakan pengadaan gabah dan beras serta penyaluran beras.Terkait dengan kualitas beras, dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2012 telah diatur secara eksplisit. Di dalam Inpres tersebut yang ditetapkan adalah HPP untuk GKG dan beras kualitas medium, yang

96Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

97

Universitas Sumatera Utara ditetapkan berdasarkan kriteria kadar air, kadar hampa, butir patah, kadar menir, dan derajat sosoh.

Didalam perumusan kebijakan ini, pihak yang terlibat dalam perumusannya sama seperti pada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2009 Tentang

Kebijakan Perberasan, termasuk pihak swasta yang ikut serta dalam mempengaruhi kebijakan penetapan HPP dan penyaluran beras di Indonesia.

Pemerintah menaikkanHPP didalam Inpres Nomor 3 tahun 2012 yaitu

Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp 3.350, Gabah Kering Giling (GKG) sebesar Rp 4.200, dan beras sebesar Rp 6.600.Pemerintah pada saat itu menaikkan

Harga Pembelian Pemerintah karena melihat biaya produksi dari petani terus meningkat sehingga para petani pun enggan menjual beras kepada Perum Bulog karena harga beli pemerintah pada saat itu dibawah biaya produksi petani.Pemerintah menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) didalam Inpres ini bertujuan untuk menstimulus para petani untuk terus memproduksi gabah/beras dan mengamankan harga ditingkat konsumen.Selain itu, Inpres ini juga digunakan untuk memotong jalur distribusi beras di Indonesia yang pada saat ini dinilai terlalu panjang yang menyebabkan naiknya harga beras di Indonesia.

Pengadaan beras di Indonesia dilakukan dengan mekanisme yang telah ditetapkan, yaitu oleh Bulog sebagai eksekutor dalam pengadaannya.Cadangan pangan merupakan hal yang sangat penting bagi ketahanan pangan suatu negara, termasuk negara Indonesia yang bersifat agraris. CBP merupakan sejumlah beras tertentu milik Pemerintah yang sumber dananya berasal dari APBN dan dikelola oleh Perum Bulog yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan beras dan dalam rangka mengantisipasi masalah kekurangan

98

Universitas Sumatera Utara pangan, gejolak harga, keadaan darurat akibat bencana dan kerawanan pangan serta memenuhi kesepakatan Cadangan Beras Darurat ASEAN (ASEAN

Emergency Rice Reserve, AERR).97

Perum Bulog yang bertugas sebagai eksekutor pada pengadaan gabah/beras dalam negeri memiliki 3 tugas pokok yaitu menjaga Harga Pembelian

Pemerintah (HPP), mengelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP), serta menyalurkan beras bersubsudi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan rawan pangan serta untuk menanggulangi keadaan darurat dan bencana.

Dalam melaksanakan tugas yang tertera diatas, secara operasional kegiatan

Pengadaan Dalam Negeri merupakan kegiatan Perum Bulog yang memiliki peran ganda, yaitu dalam pengamanan harga gabah/beras ditingkat produsen (Petani) dan pemupukan stok untuk memenuhi kebutuhan penyaluran. Kegiatan pengadaan memiliki peran yang strategis dalam operasional Perum Bulog secara keseluruhan.Pelaksanaan pengadaan dalam negeri baik dari segi kuantitas maupun kualitas akan sangat berpengaruh pada kegiatan penyimpanan, distribusi stok, perawatan gabah/beras dan penyaluran). Dalam melakukan pengadaannya, Perum

Bulog membagi dua kegiatannya.Yang pertama adalah PSO (Public Service

Obligation) yaitu melayani kebutuhan publik atau masyarakat di Indonesia dan yang kedua adalah pengadaan komersil.

Dalam menjalankan PSO atau Public Service Obligation, Bulog memiliki peran dengan mengambil beras dari petani langsung di berbeagai daerah di seluruh Indonesia.Setelah itu, Bulog menyalurkan beras dari hasil pembelian dari petani langsung sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP).Beras dibeli dari

97Sekilas CBP, dimuat di berita online, tersedia di http://www.bulog.co.id/sekilas_cbp.phpdiakses pada tanggal 14 Februari 2017 pukul 19.30 WIB.

99

Universitas Sumatera Utara petani langsung berdasarkan Inpres tersebut dengan mekanisme penggunaan tabel

Rafraksi.

Yang kedua dengan pengadaan beras komersil.Beras komersil merupakan pengadaan beras melalui Mitra Kerja Pengadaan (MKP). Kemitraan Pengadaan adalah hubungan kerja yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan mitra kerja dan/atau pihak lain dalam rangka mendukung keberhasilan pencapaian target pengadaan gabah/beras dalam negeri.98 Perum Bulog melakukan proses ikatan dengan kemitraan dengan sebuah perjanjian kontrak pengadaan. Dalam hal ini, yang melakukan proses pembelian terhadap petani langsung adalah perusahaan kemitraan tersebut bukan dari Perum Bulog. Hal ini sesuai pernyataan dari Bapak Agung selaku Analis Data dan Informasi Bidang Cadangan Pangan

Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian.

“Pengadaan beras di Indonesia pada masa pemerintahan Pak SBY- Boediono itu dengan PSO atau Public Servuce Obligation dan pengadaan beras komersil.Public Service Obligation itu tujuannya untuk di salurkan ke msyarakat berpendapatan rendah dan komersil itu menggunakan mekanisme rekanan (kemitraan).PSO itu Bulog membeli langsung ke petani dengan membawa timbangan dan tabel rafraksi.Kalau pengadaan komersil, Perum Bulog hanya menunggu beras dari perusahaan kemitraan. Jadi jika ada pengadaan beras dengan cara impor, melalui inilah Perum Bulog mengimpor beras dengan perusahaan rekanan yang melakukan transaksi.”99

Perum Bulog hanya menguasai sekitar 20% marketshare (pangsa pasar)beras. Bulog saat itu tidak memiliki kekuasaan menentukan harga beras, sebab mereka hanya menguasai 20%-25% pangsa pasar beras di

Indonesia.Sebaliknya pengusaha beras menguasai 75%-80% pangsa pasar. Data

98 Direktorat Pengadaan Divisi Pengadaan. 2014, Pedoman Umum dan Standar Operasional Prosedur Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri di Perum Bulog.hal. 4. 99 Hasil Wawancara dengan Bapak Agung (Analis Data dan Informasi Bidang Cadangan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 8 Februari 2017 pukul 10.00-12.00 WIB di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

100

Universitas Sumatera Utara ini terungkap berdasarkan penelusuran Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) di lapangan. Hal inilah yang dikatakan oleh Komisioner KPPU (Komisi

Persaingan Pengawas Usaha), Syarkawi Rauf pada salah satu media elektronik

Media Kontan.

“Kebutuhan beras nasional mencapai 2,5 juta ton per bulan. Dari jumlah tersebut, Bulog hanya memiliki market share yang kecil di pasar beras. Jadi kalau para pengusaha beras yang mendominasi pangsa pasar kompak melakukan kartel, maka peran Bulog tidak ada artinya“100

Perum Bulog hanya memegang pangsa pasar dalam pengadaan beras di

Indonesia sekitar 20% berdasarkan KPPU.Berdasarkan pernyataan diatas mengenai pengadaan gabah/beras di Indonesia, hal tersebut juga sesuai apa yang dikatakan oleh Bapak Muhammad Ikhwan mengenai pengadaan gabah/beras di

Indonesia.

“Memang benar Perum Bulog dalam pengadaan gabah/beras di Indonesia masih bergantung pada mitra kerja atau perusahaan swasta pengadaan gabah/beras. Hal ini dilakukan karena untuk menghindari kerugian didalam perusahaan ini. Perum Bulog lebih banyak menyerap beras bukan gabah jika dari perusahaan swasta karena jika Perum Bulog menyerap gabah, butuh biaya lebih untuk melakukan proses sampai menjadi beras.101

Namun, jika membandingkan dengan tahun 2012, maka penyerapan Bulog per Mei 2013 jauh lebih sedikit. Pemerintah masih menggunakan Inpres Nomor 3

Tahun 2012. Sementara harga beras terus meningkat akibat biaya produksi yang meningkat dan sangat dimungkinkan para spekulan berasyang menahan harga beras tetap tinggi di level konsumen. Adanya harga beras yang tinggi di level konsumen tidak berarti menguntungkan petani, hal ini dibuktikan dengan di

10080% Pangsa Pasar Dikontrol Pedagang Swasta, dimuat di berita online, tersedia di http://nasional.kontan.co.id/news/80-pangsa-pasar-beras-dikontrol-pedagang-swastadiakses pada tanggal 17 Februari 2017 Pukul 18.30 WIB. 101Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad Ikhwan(Satuan Pengawasan Intern Perum Bulog), pada Tanggal 13 Febrauri 2017 pukul 9.00-11.00 WIB di Kantor Perum Bulog Jakarta.

101

Universitas Sumatera Utara berbagai daerah sentra beras petani menjual di bawah HPP. Harga beras yang tinggi di level konsumen jelas menguntungkan para spekulan beras. Mereka menikmati keuntungan dengan membeli harga rendah pada saat panen raya sementara menjual ke konsumen dengan harga yang tinggi.

3.2.13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.02/2009 Tentang

Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah

Untuk mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan angka kesejahteraan masyarakat di Indonesia serta menjaga menjaga kualitas dan kuantitas CBP, pemerintah menugaskan Bulog untuk mendistribusikannya kepada keluarga miskin melalui Raskin (Beras Miskin). Dalam hal Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.02/2009 Tentang

Subsidi Beras Untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah, Menteri Keuangan pada saat itu, Sri Mulyani, membuat Peraturan Menteri tersebut berdasarkan Instruksi

Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan dan Perum Bulog diberikan penugasan oleh pemerintah untuk menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Bapak Agung di Kantor Kementerian.

“Kebijakan ini dilakukan dengan program raskin bertujuan untuk membantu kelompok miskindan rentan miskin mendapat cukup pangan dan nutrisi karbohidrat tanpa kendala. Efektivitas raskin sebagai perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan sangat bergantung pada kecupan nilai transfer pendapatan dan ketepatan sasaran kepada kelompok miskin dan rentan.”102

102Hasil Wawancara dengan Bapak Agung (Analis Data dan Informasi Bidang Cadangan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 8 Februari 2017 pukul 10.00-12.00 WIB di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

102

Universitas Sumatera Utara Perusahaan Umum (Perum) Bulog melakukan pengadaan beras bersubsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah sejumlah 3.330.000 ton.Kuantum penyaluran beras bersubsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah sebanyak

3.330.000 ton diperhitungkan berdasarkan asumsi durasi penyaluran selama 12 bulan, jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima manfaat sebanyak

18.500.000 RTS, alokasi per RTS sebanyak 15 kg/RTS perbulan, dan harga jual sebesar Rp 1.600,00 per kg di titik distribusi. Dalam rangka penyelenggaraan

Subsidi Beras Masyarakat Berpendapatan Rendah, Pemerintah menetapkan tarif

Subsidi Beras Masyarakat Berpendapatan Rendah sebesar Rp3.900,00 per kg, yang diperoleh dari selisih antara Harga Pembelian Beras oleh Pemerintah sebesar

Rp5.500,00 per kg dengan harga jual beras bersubsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah sebesar Rp1.600,00.

Pemerintah telah melakukan penyaluran beras bersubsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah sebanyak 3.330.000 ton dan tarif Subsidi Beras Masyarakat

Berpendapatan Rendah sebesar Rp3.900,00 per kg, dan pemerintah telah mengalokasikan dana yang berasal dari subsidi pangan program Raskin dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009 sebesar

Rp12.987.000.000.000,00.103

3.2.14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 66/Permentan/ OT.140/12/2010

Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Untuk Pertanian

Pemerintah mengeluarkan kebijakan ini terkait dengan Bantuan sosial lewat sebuah program Cadangan Beras Masyarakat dengan membangun lumbung beras di daerah sentra padi dan non sentra padi.Cadangan Beras Masyarakat

103Dikutip dari Dokumen Pedoman Umum Penyaluran Raskin Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah.

103

Universitas Sumatera Utara merupakan tugas dari Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian.Cadangan

Beras Masyarakat merupakan salah satu komponen penting dalam ketersediaan pangan yang dapat berfungsi menjaga kesenjangan antara produksi dengan kebutuhan, disamping itu juga dapat digunakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya pengurangan pangan yang bersifat sementara disebabkan karena gangguan atau terhentinya pasokan beras misalnya karena putusnya prasarana dan sarana transportasi akibat bencana alam.

Pengembangan Cadangan Beras Masyarakat dilakukan dalam rangka pemberdayaan dan perlindungan masyarakat dari kerawanan pangan dengan memfasilitasi pembangunan fisik lumbung gabah/beras, pengisian cadangan beras dan penguatan kelembagaan kelompok.Melalui pemberdayaan tersebut masyarakat pada saat itu diharapkan dapat mengelola cadangan pangan yang ada di kelompok dan juga dapat meningkatkan peran dalam menjalankan fungsi ekonomi bagi anggotanya sehingga mampu mempetahankan dan mengembangkan cadangan beras sebagai pangan pokok yang mereka miliki.104

Alasan Cadangan Beras Masyarakat ini menjadi penting karena Indonesia masih bergelut dengan kemiskinan, dimana masih banyak penduduk miskin, yakni

11,37% dan rawan pangan pokok sebesar19,46%. Dan juga, dampak anomali iklim sulit diprediksi yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian produksi

(gagal panen, banjir, kemarau panjang) dan kejadian bencana.Akibat dari kondisi ini diantaranya adalah masa panen tidak merata antar waktu dan daerah, sehingga mengharuskan adanya cadangan pangan, khususnya beras yang menjadi pangan pokok.Banyak kejadian darurat memerlukan adanya cadangan beras untuk

104 Dikutip dari Dokumen Laporan Direktori Klasifikasi Tingkat Kemandirian LPM (Lumbung Pangan Masyarakat).

104

Universitas Sumatera Utara penanganan pasca bencana, penanganan rawan pangan utama dan bantuan pangan wilayah.105

Berikut pernyataan Bapak Agung selaku Analis Data dan Informasi

Bidang Cadangan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Kementerian

Pertanian menganai program cadangan beras masyarakat dalam bentuk bantuan sosial.

“Program ini dirancang dengan tujuan untukmenyediakan bahan pangan ketikabencana.Bantuan untuk kelompok tani berkaitan dengan pengadaan stok gabah atau beras.Besarannya berapa tergantung perencanaannya kelompok tani.Kami memberikan 20jt dengan dua kali pemberian.Pertama 20 juta selanjutnya 20 juta lagi untuk penguatan modal.Hitungannya pertahapan. Ada tiga tahapan, pertama penumbuhan, pengembangan dan kemandirian. Penumbuhan ini difasilitasi dengan dibangun gudang atau lumbungnya dari dana DAK (Dana Alokasi Khusus). Tahap pengembangan dan kemandirian masing masing 20 juta per poktan (kelompok tani) melalui proses seleksi.Stok cadangannya, masyarakat harus punya 2,5 ton minimal cadangan beras/gabah pada masa paceklik atau bencana alam lainnya.”106

Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara tersebut menguatkan bahwa alasan kebijakan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14/ Permentan/

OT.140/ 12/ 2010 dirancang adalah untuk mengembangkan cadangan pangan pokok yang mereka miliki dengan dana yang diberikan oleh pemerintah sebesar

20 juta pada tahapan pengembangan dan 20 juta lagi pada tahapan kemandirian.

Dalam pembangunan gudang atau lumbung pangan di berbagai wilayah di

Indonesia, pemerintah membagikan dana 20 juta pada tahap pengembangan dan kemandirian melalu Dana Alokasi Khusus (DAK). Pada kebijakan ini, pemerintah pada saat itu mengharapkan para kelompok tani di seluruh wilayah di Indonesia

105Dikutip dari Dokumen Laporan Direktori Klasifikasi Tingkat Kemandirian LPM (Lumbung Pangan Masyarakat). 106Hasil Wawancara dengan Bapak Agung (Analis Data dan Informasi Bidang Cadangan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 8 Februari 2017 pukul 10.00-12.00 WIB di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

105

Universitas Sumatera Utara dapat meningkatkan volume stok cadangan pangan untuk menjamin akses dan kecukukupan pangan yang mengalami kerawanan pangan khususnya beras.

“Dalam proses perumusan kedua kebijakan pedoman bantuan sosial diatas itu melibatkan Kementerian Pertanian, lalu Badan Pemeriksa Keuangan juga ikut, Pemerintah Daerah dari provinsi sampai desa.”107

Di dalam perumusan kebijakan ini melibatkan Kementerian Pertanian,

Badan Pemeriksa Keuangan, dan Pemerintah Derah. Tentunya dalam perumusan kebijakan ini pemerintah berharap dapat mencapai tujuan dari kebijakan ini. Di dalam implementasinya sampai tahun 2014, penulis memasukkannya pada pembahasan kebijakan Peraturan Menteri Pertanian Nomor

02/Permentan/OT.140/1/2012 Tentang Pedoman Pengelolaan Bantuan Sosial

Kementerian Pertanian pada sub bab 3.1.19.

3.2.15. Peraturan Menteri Pertanian Selaku Ketua Dewan Harian Ketahanan

Pangan Nomor 27/Permentan/PP/200/2012 Tentang Pedoman Harga

Pembelian Gabah dan Beras di Luar Kualitas oleh Pemerintah

Kebijakan ini diterbitkan pemerintah pada tangal 19 April 2012 setelah diterbitkannya Inpres Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Pengadaan

Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah pada 27 Februari 2012 dengan alasan supaya Perum Bulog dapat lebih meningkatkan penyerapan hasil panen para petani.

“Kebijakan ini dibuat agar Bulog terus memaksimalkan penyerapan gabah atau beras dari petanidengan kualitas yang telah diatur menurut HPP yang berlaku maupun di luar kualitas yang diatur oleh pemerintah pada tahun 2012 supaya pendapatan petani dapat meningkat.”108

107Hasil Wawancara dengan Bapak Agung (Analis Data dan Informasi Bidang Cadangan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 8 Februari 2017 pukul 10.00-12.00 WIB di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta. 108Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

106

Universitas Sumatera Utara

Karena Bulog terkendala pada opsi HPP yang telah ditetapkan pemerintah hanya untuk kategori Gabah Kering Panen, Gabah Kering Giling dan Beras.Disini pemerintah memberikan keleluasaan kepada Perum Bulog dengan harga berikut.

Tabel 3.4

Pedoman Harga Pembelian Gabah di Luar Kualitas oleh Pemerintah

di Penggilingan

Kriteria (%) Harga

No. Kualitas Kadar Air Kadar Hampa (Rp/Kg)

1 Gabah Kering Giling Maks 4 Maks 3 4.150

Gabah Kering Simpan-1 Maks 4 4-6

2 15-18 Maks 6 3.750

3 Gabah Kering Simpan-2 14-18 7-10 3.650

4 Gabah di Luar Kualitas-1 14-18 11-15 3.475

5 Gabah Kering Panen 19-25 7-10 3.350

Gabah di Luar Kualitas-2 19-25 11-15

6 26-30 Maks 10 3.100

7 Gabah di Luar Kualitas-3 26-30 11-15 2.950

Sumber: Peraturan Menteri Pertanian Selaku Ketua Dewan Harian Ketahanan Pangan Nomor

27/Permentan/PP/200/2012 Tentang Pedoman Harga Pembelian Gabah dan Beras di Luar Kualitas oleh

Pemerintah

107

Universitas Sumatera Utara Tabel 3.5

Pedoman Harga Pembelian Beras di Luar Kualitas di Gudang Bulog

Kriteria (%)

No. Kualitas Mutu Derajat Kadar Butir Butir Harga

Sosoh Air Patah Menir (Rp/Kg)

(min) (maks) (maks) (maks)

Kualitas

1 Premium I 95 14 10 2 7.000

Kualitas

2 Premium II 95 14 15 2 6.800

Kualitas

3 Premium (HPP) 95 14 20 2 6.600

Kualitas

4 Rendah 95 14 25 2 6.450

Sumber: Peraturan Menteri Pertanian Selaku Ketua Dewan Harian Ketahanan Pangan Nomor

27/Permentan/PP/200/2012 Tentang Pedoman Harga Pembelian Gabah dan Beras di Luar Kualitas oleh

Pemerintah Ini berarti Bulog dapat membeli gabah danberas di luar kualitas yang berlaku. Bulog dapat membeli gabah di bawah HPP, dengan kualitas yang lebih rendah. Sementara untuk beras, Bulog dapat membeli dengan kualitas di atas berasmedium (beras kualitas Premium) dan membeli beras kualitas rendah di bawah kualitas medium.Hal ini sebenarnya memberikan peluang yang lebih besar bagi Bulog untuk membeli gabah danberas untuk mengisi stoknya. Namun, fakta dilapangan menunjukkan bahwa harga aktual lebihtinggi daripada harga menurut

108

Universitas Sumatera Utara peraturan tersebut, sehingga pilihan impor digunakan oleh Bulog. Hal ini senada yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution.

“Walaupun pemerintah telah membuat kebijakan mengenai pedoman harga pembelian gabah/beras di luar kualitas, Perum Bulog tetap melakukan impor beras karena harga dilapangan lebih tinggi dari pada harga yang ditetapkan oleh pemerintah.”109

Dari pernyataan tersebut, Perum Bulog melakukan impor beras walaupun pemerintah telah membuat kebijakan pedoman harga pembelian gabah/beras di luar kualitas oleh pemerintah, hal ini membuat para petani merasa dirugikan dan menambah rantai distribusi pada beras. Dalam hal ini seharusnya Perum Bulog memaksimalkan dalam penyerapan gabah/beras dari petani lokal yang akan menguntungkan petani sebagai produsen dan membuat kenaikan angka produksi beras lokal.

3.2.16. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 04/M-

DAG/PER/1/2012 Tentang Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah

Untuk Stabilisasi Harga

Kebijakan ini ditandatangani oleh Menteri Perdagangan pada saat itu pada tanggal 18 Januari 2012.Kebijakan ini dirumuskan bertujuan untuk menjaga tingkat inflasi melalui stabilisasi harga pangan pokok khususnya beras ditingkat masyarakat.Sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya lonjakan harga pangan yang mengakibatkan keresahan di masyarakat.Pemerintah menggunakan program Operasi Pasar dan penyaluran Raskin dengan menggunakan cadangan beras pemerintah untuk stabilisasi harga. Hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh

Bapak Edi Nasution.

109Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

109

Universitas Sumatera Utara “Upaya untuk stabilisasi harga sangat perlu karena beras merupakan pangan pokok masyarakat Indonesia. Hal ini membuat beras rentan akan terjadi kelonjakan harga ditingkat konsumen dan beras itu sifatnya fluktuatif secara harga.”110

Khusus untuk komoditas beras, stabilisasi harga dilakukan oleh Bulog,baik pada tingkat produsen maupun konsumen secara terintegrasi melalui kegiatan penyerapan gabah/beras, penumpukan stok serta penyaluran beras melalui Raskin dan Operasi Pasar (OP). Penyerapan gabah/beras Bulog pada tahun 2014 mencapai 2,4 juta ton.111Jumlah tersebut menurun dibandingkan dengan tahun lalu, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir.Penurunan penyerapan pada tahun 2014 disebabkan oleh turunnya produksi dan lebarnya selisih antara Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dengan harga gabah/beras di pasaran. Di tengah turunnya angka penyerapan, harga di tingkat produsen sepanjang tahun 2014 secara umum cukup terkendali, meskipun rata-rata harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) sepanjang tahun 2014 berada diatas HPP. Hal ini memberikan insentif dan keuntungan bagi petani padi agar terus berproduksi dan juga memberikan insentif pada peningkatan kesejahteraan petani.

Di tingkat konsumen, upaya stabilisasi harga beras dilakukan melalui penyediaan stok, OP dan melanjutkan penyaluran Beras untuk orang miskin

(Raskin). Jumlah stok sepanjang tahun 2014 terus dijaga untuk berada dalam posisi aman diatas 1,5 juta ton sehingga dapat memberikan efek psikologi yang cukup besar kepada pedagang beras untuk tidak melakukan spekulasi.

110Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta. 111Dikutip dari Dokumen Laporan Hasil Reviu Atas Pelaksanaan Program Ketahanan Pangan yang menjadi Fungsi Perum Bulog Nomor: LR-159/D502/3/2016.

110

Universitas Sumatera Utara Pelaksanaan OP pada pada tahun 2014 dilaksanakan melalui dua model yaitu OP beras jenis medium dan OP beras jenis premium.OP Beras jenis medium menggunakan beras Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang penggunaannya diatur dalam peraturan Menteri Perdagangan No. 04/M-DAG/PER/1/2012 tentang

Penggunaan CBP untuk stabilisasi harga.

Sementara itu, OP beras jenis premium menggunakan stok beras murni milik Bulog di luar CBP yang kewenangannya sepenuhnya diatur oleh Bulog sendiri.Selama tahun 2014, realisasi OP CBP mencapai 91.135 ton sementara OP premium mencapai 92.288 ton. Jumlah Raskin yang disalurkan pada tahun 2014 mencapai 2,76 juta ton atau kurang lebih 9% dari konsumsi nasional Indonesia.

Dengan jumlah tersebut raskin memberikan efek signifikan terhadap stabilisasi harga dengan menekan permintaan beras ke pasar.Pengaruh Raskin ini sangat terlihat terutama pada akhir tahun 2014 dimana di bulan November – Desember tidak ada penyaluran Raskin.

Untuk menstabilkan harga yang sempat meningkat akibat tidak adanya penyaluran Raskin November – Desember, penurunan produksi padi, dan juga kenaikan harga BBM maka dikembangkan operasi pasar dengan sasaran khusus.Pada dasarnya operasi pasar ini dilaksanakan sebagaimana raskin yaitu melalui intervensi dari sisi permintaan dengan berkurangnya permintaan ke pasar oleh 15,5 juta RTS. Namun, operasi pasar dengan model ini tidak cukup efektif mengingat volume beras yang disalurkan ke masyarakat justru lebih kecil dari yang dibutuhkan, atau hanya sebesar 230 ribu ton/bulan.112

112Dikutip dari Dokumen Laporan Kegiatan Tim Koordinasi Pemantauan dan Pengedalian Inflasi Tahun 2014 hal.xxi.

111

Universitas Sumatera Utara 3.2.17. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 06/M-

DAG/PER/2/2012 Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras

Kebijakan yang ditetapkan pada 3 Februari 2012 ini ditandatangani oleh

Menteri Perdagangan pada saat itu, Gita Wirjawan, dibuat untuk menjaga ketersediaan beras nasional, menciptakan stabilitas ekonomi nasional dan karena adanya pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization

(keikutsertaan Indonesia ke dalam Organisasi Perdagangan Dunia). Beras yang diimpor berguna untuk stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, dan kerawanan pangan (pos tarif/HS 1006.30.99.00) dengan ketentuan tingkat kepecahan paling sedikit 25%.113 Kebijakan ini hanya mengatur ketentuan impor beras dan tidak membahas mengenai ketentuan ekspor beras keluar. Hal ini senada apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution mengenai alasan pemerintah impor beras.

“Kebijakan mengenai impor beras dilakukan atas rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Pemerintah mengambil kebijakan impor untuk pembangunan stok beras nasional dan sebagai antisipasi kelonjakan harga di Indonesia, pemerintah tidak ingin mengambil resiko terjadi krisis pangan di Indonesia.”114

Dalam melakukan perumusan kebijakan ini terkait dengan ketentuan impor beras, stakeholder dalam kebijakan ini yaitu Kementerian Perdagangan,

Kementerian Perekonomian, Kementerian Pertanian sebagai pelaku rekomendasi dan Perum Bulog serta pihak swasta. Hal ini yang dikatakan oleh Bapak Edi

Nasution.

113Dikutip dari DokumenPeraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012 Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras. 114Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

112

Universitas Sumatera Utara “Untuk pelaku kebijakan pada impor beras, Kementerian perdagangan melibatkan Kementerian perekonomian, kementerian pertanian, kami memberikan rekomandasi kepada menteri perdagangan, perum bulog dan juga pihak swasta ikut menjadi pelaku kebijakannya.”115

Grafik 3.2

Impor Beras 2000-2013 di Indonesia

Pemerintah melakukan impor beras pada tahun 2012 sebesar 1.810.000 ton dan pada tahun 2013 sebesar 473.000 ton yang berguna untuk stabilisasi harga, penyaluran kepada warga miskin dan untuk stok beras nasional.Didalam kebijakan ini mengatur jenjang waktu untuk kapan pemerintah bisa mengimpor beras, seperti saat panen raya pemerintah juga tetap mengambil kebijakan impor beras yang tertera pada pasal 3 pada poin ke 2. Kebijakan ini tidak sesuai dengan tujuan pemerintah yaitu untuk meningkatkan pendapatan petani, karena saat masa panen raya beras di berbagai wilayah di Indonesia sedang melimpah, namun

115Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

113

Universitas Sumatera Utara pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak sesuai dengan Konsep Kedaulatan

Pangan yang dibuat oleh pemerintah.

3.2.18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2012

tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan

dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Menteri Pertanian mengeluarkan kebijakan ini dimaksudkan sebagai dasar teknis pelaksanaan pelayanan bagi pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penetapan kriteria dan persyaratan

Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang berkeadilan dan dengan kepastian hukum bagi seluruh pihak termasuk memberikan perlindungan hukum bagi petani dan pelaku usaha pertanian.Sedangkan tujuannya untuk meningkatkan kelancaran pelayanan pelaksanaan Penetapan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan (LP2B). Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Bapak Edi Nasution.

“Kebijakan ini dibuat untuk memperkuat UU Nomor 41 Tahun 2009 dan untuk meningkatkan kelancaran pada pelaksanaan PLP2B.”116

Pemerintah membuat kebijakan dengan menyesuaikan dari Perda RTRW

(Rencana Tata Ruang Wilayah) dan bagi pemerintah Provinsi atau

Kabupaten/Kota yang belum menetapkan Kawasan Pertanian Pangan

Berkelanjutan ke dalam RTRW Provinsi maupun Kabupaten/Kota, maka rencana perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan ditetapkan dengan peraturan

Gubernur, Bupati/Walikota. Didalam kebijakan ini, terdapat persyaratan Lahan

Cadangan Pertanian Berkelanjutan, yaitu sedang tidak dalam sengketa, status

116Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

114

Universitas Sumatera Utara kepemilikan dan penggunaan tanah yang sah dan termuat didalam rencana perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

“Pelaksanaan kebijakan ini belum maksimal dan terbukti belum efektif sebagai peraturan menteri pertanian untuk memperkuat kebijakan UU Nomor 41 Tahun 2009.”117

Didalam pelaksanaannya, pemerintah mengatakan bahwa kebijakan ini dalam pelaksanaannya belum efektif seperti halnya pada pelaksanaan dari program ekstensifikasi dan intensfikasi untuk menjalankan program dari Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 2009.

3.2.19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/OT.140/1/2012

Tentang Pedoman Pengelolaan Bantuan Sosial Kementerian

Pertanian

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/OT.140/1/2012

Tentang Pedoman Pengelolaan Bantuan Sosial Kementerian Pertanian dirumuskan dengan alasan, pertama untuk memberdayakan kelompok sasaran melalui penguatan permodalan, penyediaan dan rehabilitasi prasarana dan sarana pertanian,peningkatan kapasitas kelembagaan, kemampuan sumber daya manusia pelaku usaha.Lalu yang kedua untuk memberikan perlindungan sosial kepada kelompok sasaran dari risiko rawan pangan dan kegagalan usaha tani.Ketiga, untuk menanggulangi kemiskinan kelompok sasaran dari ketidakmampuan berusaha tani. Keempat, untuk meringankan beban petani pasca bencana sehingga proses produksi pertanian tetap dapat berlangsung.Latar belakang dari pelaksanaan bantuan sosial dari pemerintah ini sebelumnya telah dijelaskan dalam

117Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

115

Universitas Sumatera Utara sub bab 3.1.14 diatas. Program untuk bantuan sosial ini sebenarnya berlaku untuk

5 tahun, namun kebijakan akan pedomannya dirumuskan kembali pada 2012 karena memulai dari awal pada tahap kemandirian dan pengembangannya. Hal sesuai apa yang dikatakan oleh Bapak Agung di Kantor Kementerian Pertanian.

“Pedoman umum kami dibuat pada tahun 2012 karena memulai dari awal untuk pembiayaan tahap kemandirian dan pengembangannya dan program ini berlaku untuk 5 tahun.”118

Sampai pada tahun 2014, telah dibangun sebanyak 3.385 unit lumbung pangan pokok masyarakat dan telah difasilitasi pengisian cadangan pangan sebanyak 1.662 kelompok, dan yang masuk pada tahap kemandirian sebanyak

1.523 kelompok.119Tentunya, dalam melaksanakan kebijakan ini terdapat pada para petani yang berada di daerah non sentra padi, seperti yang dikemukakan oleh

Bapak Agung dibawah ini.

“Kesulitan dalam melakukan mekanisme ini, kesulitannya kebanyakan di daerah non sentra padi, mereka harus melakukan pembelian di luar daerah mereka. Ongkos tidak kami tanggung kami hanya memberi 20juta untuk membeli bahan baku Lalu yang kedua, mereka tidak mempunyai link atau channel sehingga mereka capek keliling. Itu dari sisi pengadaannya. Lalu harga gabah tinggi ketika uang sudah cair.”120

Kesulitan yang dialami para petani di daerah non sentra padi karena mereka mengalami kesulitan dalam membeli bahan baku sehingga mereka sedikit mengalami kerugian dalam hal tenaga dan biaya, karena biaya transportasi dalam melakukan pembelian bahan baku tidak ditanggung oleh pihak BKP.

118Hasil Wawancara dengan Bapak Agung (Analis Data dan Informasi Bidang Cadangan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 8 Februari 2017 pukul 10.00-12.00 WIB di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta. 119 Dikutip dari Dokumen Laporan Direktori Klasifikasi Tingkat Kemandirian LPM (Lumbung Pangan Masyarakat). 120Hasil Wawancara dengan Bapak Agung (Analis Data dan Informasi Bidang Cadangan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 8 Februari 2017 pukul 10.00-12.00 WIB di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

116

Universitas Sumatera Utara BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Beras merupakan pangan pokok sebagian besar masyarakat di Indonesia.

Hal tersebut menjadi upaya pemerintah untuk membuat pengaturan pengadaan beras di Indonesia. Penulis telah melakukan pembahasan dan analisis terkait kebijakan pengadaan beras di Indonesia pada masa Pemerintahan SBY-Boediono periode 2009-2014. Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada pembahasan pada bab-bab sebelumnya dengan melihat alasan pemerintah pada masa Pemerintahan SBY-Boediono dalam merumuskan kebijakan pengadaan beras di Indonesia, maka kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Secara umum kebijakan pemerintahan masa SBY-Boediono dengan membuat

19 kebijakan pengadaan beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di

Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan petani belum baik karena para

petani masih merasa rugi dalam melakukan pengadaan beras dan alur

distribusi pasok beras di Indonesia masih terlalu panjang yang akibatnya

ketidakstabilan pada harga beras.

2. Pemerintahan pada masa SBY-Boediono di Indonesia dalam membuat

kebijakan pengadaan beras di Indonesia pada saat itu melindungi para

konsumen dan para petani sebagai produsen dengan membuat kebijakan

seperti kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(PLP2B), penerapan konsep Kedaulatan Pangan, penetapan Harga Pembelian

117

Universitas Sumatera Utara Pemerintah (HPP), kebijakan penyaluran beras di Indonesia, bantuan benih

kepada petani ketika mengalami kerugian, dan bantuan sosial kepada petani.

3. Namun, pemerintah pada saat itu juga membuat kebijakan yang tidak

berpihak kepada petani dan masyarakat di Indonesia, seperti kebijakan untuk

melaksanakan impor beras dari berbagai negara, ditambah kebijakan impor

beras pada saat panen raya berlangsung yang mengakibatkan kerugian kepada

petani lokal dan kebijakan budidaya tanaman dengan program Food Estatedi

daerah Merauke yang pengelolaannya dilakukan oleh perusahaan swasta lokal

maupun asing.

4. Pemerintah telah menyiapkan dasar kebijakan untuk melakukan penyerapan

gabah/beras di Indonesia pada saat pemerintahan SBY-Boediono. Namun,

dalam melakukan penyerapan gabah/beras di Indonesia pada saat itu melalui

Perum Bulog tidak sesuai yang diharapkan karena Perum Bulog pada saat itu

tidak membeli atau gabah/beras langsung dari petani lokal yang

mengakibatkan kerugian di pihak petani dan ketidakstabilan harga beras di

Indonesia.

4.2. Saran

Setelah melakukan penelitian mengenai kebijakan pengadaan beras di

Indonesia pada masa pemerintahan SBY-Boediono, penulis dalam hal ini juga memberikan saran yang berguna untuk memberikan manfaat sebagai pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam kebijakan pengadaan beras di

Indonesia kedepannya.

1. Pemerintahan SBY-Boediono sebaiknya dalam melakukan perumusan

kebijakan khususnya dalam pengadaan beras di Indonesia melakukan

118

Universitas Sumatera Utara peramalan/forecasting secara lebih mendalam untuk melihat kendala-kendala

dan akibat dari pelaksanaan kebijakannya.

2. Dalam melakukan upaya untuk pengaturan pengadaan beras di Indonesia,

penulis menyarankan agar sebaiknya pemerintah lebih efektif dalam

melakukan perlindungan lahan kepada petani di setiap daerah agar tidak ada

lagi alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian karena lahan adalah faktor

utama dalam sektor pertanian.

3. Dalam melakukan pengadaan beras di Indonesia, pemerintah sebaiknya tidak

melakukan impor, khususnya pada saat panen raya, hal ini mengakibatkan

kerugian kepada petani dan pemerintah seharusnya memaksimalkan

pembelian beras langsung kepada petani diatas harga produksi mereka dan

meminimalkan penyerapan melalui prosedur Mitra Kerja Pengadaan (MKP)

karena hal tersebut dapat meningkatkan pendapatan petani dan menjaga

kestabilan harga beras di Indonesia.

4. Terkait dengan program pengembangan produksi Food Estate, dalam

pengelolaannya diserahkan kepada peusahaan swasta lokal maupun asing. Hal

tersebut tidak sesuai dengan konstitusi negara Indonesia pasal 33 Undang-

Undang Dasar 1945 bahwa pengelolaan sumber daya alam harus dipelihara

oleh negara bukan pihak swasta. Penulis menyarankan agar dalam

pengelolaan lahan dan sektor pertanian seharusnya adalah negara bukan

swasta.

5. Penulis menyarankan agar pemerintah dalam melaksanakan kebijakan pangan

khususnya kebijakan pengadaan beras di Indonesia, harus berdasarkan

Konsep Kedaulatan Pangan yang tertera pada Undang-Undang Nomor 18

119

Universitas Sumatera Utara Tahun 2012 Tentang Pangan, karena prinsip Kedaulata Pangan yang tertera didalamnya dapat menyelesaikan permasalahan pangan di Indonesia dan meningkatkan pendapatan petani di Indonesia.

120

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Prof. Dr. Bustanul. 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Bungin, Burhan.2001.Metode Penelitian social : Format-format kuantitatif dan kualitatif.Surabaya: Airlangga University Pers.

Delforge,Isabelle. 2005. Dusta Industri Pangan Penulusuran Jejak Monsanto. Yogyakarta: INSIST Press.

Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Effendi, Sofyan.1992. Membangun Martabat Manusia: Peranan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Keller, Suzanne. 1995. Penguasa dan Kelompok Elite, Peranan Elite Penentu dalam Masyarakat Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Khudori. 2008. Ironi Negeri Beras.Yogyakarta: Insist Press.

Mardianto S, dan Suryana.2005. Bunga Rampai Ekonomi Beras. Jakarta: LPEM FE UI.

Nugroho, Riant. dan H.A.R Tilaar. 2008. Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riant Nugroho, Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Ricklefs, M.C. 2007. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Subarsono, A.G. 2005. Analisa Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumarno, A.P. 1989. Dimensi-Dimensi Komunikasi Politik. Bandung: PT. Acitra Aditya Bakti.

Suwitri, Sri. Konsep Dasar Kebijakan Publik. Semarang: Universitas Diponegoro.

T.B, Bottomore. 2006. Elit dan Masyarakat. Jakarta: Akbar Tandjung Istitute.

Winarno, Budi, 2002.Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.

121

Universitas Sumatera Utara Yusuf, Muri. 1997. Metode Penelitian Dasar – Dasar Penyelidikan Ilmiah. Padang: UNP Press.

Undang-undang

Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 Pasal 1.

Peraturan Pemerintah

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 06/M- DAG/PER/2/2012 Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras.

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Dokumen-Dokumen

Badan Pusat Statistik (Output Tabel Dinamis) tahun 2014.

Dokumen Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Kementerian Pertanian.

Dokumen Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Laporan Hasil Reviu Atas Pelaksanaan Program Ketahanan Pangan yang menjadi Fungsi Perum Bulog Nomor: LR- 159/D502/3/2016.

Dokumen Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

Dokumen Laporan Direktori Klasifikasi Tingkat Kemandirian LPM (Lumbung Pangan Masyarakat).

Dokumen Laporan Hasil Reviu Atas Pelaksanaan Program Ketahanan Pangan yang menjadi Fungsi Perum Bulog Nomor: LR-159/D502/3/2016.

Dokumen Laporan Kegiatan Tim Koordinasi Pemantauan dan Pengedalian Inflasi Tahun 2014.

Dokumen RPJMN Bidang Pangan dan Pertanian tahun 2015.

122

Universitas Sumatera Utara Pedoman Umum dan Standar Operasional Prosedur Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri di Perum Bulog.

Pedoman Umum Penyaluran Raskin Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah.

Jurnal

Haryanto, Elit Politik Lokal dalam Perubahan Sistem Politik.Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume 13,Nomor 2. November 2009 (131-148). ISSN 1410-4946.

Situs Internet

13 Pokok-Pokok Program Kerja, dimuat di berita online, tersedia di http://www.setneg.go.id/kepmen/jurnalnegarawandiakses pada Jumat 28 November 2016 pada pukul 20.00 WIB.

80% Pangsa Pasar Dikontrol Pedagang Swasta, dimuat di berita online, tersedia di http://nasional.kontan.co.id/news/80-pangsa-pasar-beras-dikontrol- pedagang-swasta diakses pada tanggal 17 Februari 2017 Pukul 18.30 WIB.

Bagian II: Kebijakan Beras Tak Pernah Tuntas, dimuat di berita online, tersedia http://kompaspedia.kompas.com/Riset/Kronologi/Maret-2015/Bagian-II- Kebijakan-Beras-Tak-PernahTuntas.aspxdiakses pada tanggal 26 Desember 2016 Pukul 21.30 WIB.

Bulog Dinilai Tepat Melakukan Impor, dimuat diberita online, tersedia di http://www.bulog.co.id/berita/37/2767/10/10/2011diakses pada 26 Desember 2016 Pukul 21.00 WIB.

Cuaca Ekstrim dan Serangan Hama Serang Beberapa Sentra Produksi, dimuat di berita online, tersedia di http://www.bulog.co.id/berita/37/2514/10/6/2011 diakses pada tanggal 10 Februari 2017 pukul 21.00 WIB.

Harga Pupuk Bersubsidi Naik Petani Tercekik, dimuat di berita online, tersedia di http://www.gerbangpertanian.com/2010/04/harga-pupuk-bersubsidi- naik-petani.htmldiakses pada tanggal 13 Februari 2017 pukul 21.30 WIB.

Indonesia-Investments, dimuat di bertita online, tersedia di http://www.indonesiainvestments.com/id/bisnis/komoditas/beras/item183, di akses pada 26 Desember 2016 pukul 20.00 WIB.

Ini Alasan Mentan Soal Turunnya Produksi Pertanian, dimuat di berita online, tersedia di http://finance.detik.com/ekonomi-bisnis/1757413/ini-alasan-

123

Universitas Sumatera Utara mentan-soal-turunnya-produksi-pertaniandiakses pada 10 Februari pukul 20.27 WIB.

Inilah 34 Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dan Catatannya, dimuat di berita online, tersedia di https://nusantaranews.wordpress.com/2009/10/21/inilah-menteri- kabinet-indonesia-bersatu-ii-catatannya/ pada 4 Desember 2016 pada pukul 22.00 WIB.

Kedaulatan Pangan, dimuat di berita online, tersedia di https://www.spi.or.id/isu- utama/kedaulatan-pangan/ diakses pada 10 Oktober 2016 pukul 20.00 WIB.

Masa Pemerintahan SBY selama 10 Tahun, dimuat di berita online, tersedia di https://www.academia.edu/9239416/Masa_PemerintahanSBYselama10ta hundiakses pada 28 November 2016 pada pukul 19.30 WIB.

Peta Politik Nasional dan Lokal, dimuat di berita online, tersedia dihttp://www.yayasankorpribali.org/index.php/artikel/22-peta-politik- nasional-dan-lokal pada27 November 2016 Pukul 22.00 WIB.

Sekilas CBP, dimuat di berita online, tersedia di http://www.bulog.co.id/sekilas_cbp.phpdiakses pada tanggal 14 Februari 2017 pukul 19.30 WIB.

Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembanguan, dimuat di berita online, tersedia https://id.wikipedia.org/wiki/unit_kerja_presiden_bidang_pengawasan_d an_pengendalian_pembangunan diakses pada 28 November 2016 pukul 23.00 WIB.

Wawancara

Hasil Wawancara dengan Bapak Agung (Analis Data dan Informasi Bidang Cadangan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 8 Februari 2017 pukul 10.00-12.00 WIB di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

Hasil Wawancara dengan Bapak Edi Nasution (Fungsional Analis Ketahanan Pangan Muda Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi, dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian), pada Tanggal 9 Februari 2017 pukul 10.00-13.00 WIB, di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.

Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad Ikhwan (Satuan Pengawasan Intern Perum Bulog),pada Tanggal 13 Febrauri 2017 pukul 9.00-11.00 WIB di Kantor Perum Bulog, Jakarta.

124

Universitas Sumatera Utara Hasil Wawancara dengan Sdr. Mujahid Widian (Staf Divisi Politik DPP Serikat Petani Indonesia),tanggal 7 Februari 2017, pukul 13.00-14.30 WIB, di Kantor DPP Serikat Petani Indonesia Jakarta.

125

Universitas Sumatera Utara