rtin

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK ------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 01/PHPU-PRES/XVII/2019

PERIHAL PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2019

ACARA PEMERIKSAAN PERSIDANGAN (MENDENGARKAN JAWABAN TERMOHON, KETERANGAN PIHAK TERKAIT, DAN KETERANGAN BAWASLU, SERTA PENGESAHAN ALAT BUKTI) (II)

J A K A R T A

SELASA, 18 JUNI 2019

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 01/PHPU-PRES/XVII/2019

PERIHAL

Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden Tahun 2019

PEMOHON

1. Prabowo Subianto 2. Sandiaga Salahuddin Uno

TERMOHON

KPU RI

ACARA

Pemeriksaan Persidangan (Mendengarkan Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu, serta Pengesahan Alat Bukti) (II)

Selasa, 18 Juni 2019, Pukul 09.05 – 17.31 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Anwar Usman (Ketua) 2) Aswanto (Anggota) 3) Arief Hidayat (Anggota) 4) I Dewa Gede Palguna (Anggota) 5) Saldi Isra (Anggota) 6) Enny Nurbaningsih (Anggota) 7) Suhartoyo (Anggota) 8) Wahiduddin Adams (Anggota) 9) Manahan MP Sitompul (Anggota)

Mardian Wibowo Panitera Pengganti Achmad Edi Subiyanto Panitera Pengganti Yunita Rhamadani Panitera Pengganti Syukri Asy’ari Panitera Pengganti Hani Adhani Panitera Pengganti Ery Satria Pamungkas Panitera Pengganti Saiful Anwar Panitera Pengganti Anak Agung Dian Onita Panitera Pengganti Dian Chusnul Chatimah Panitera Pengganti

i Pihak yang Hadir:

A. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Ahmad Riza Patria 2. Habiburokhman 3. Sufmi Dasco Ahmad 4. M. Maulana Bungaran 5. Teuku Nasrullah 6. Iskandar Sonhadji 7. Bambang Widjojanto 8. Ayub Laksono 9. M. Iqbal 10. Kuswara 11. Nita Puspita Sari 12. Muhtadin 13. Wigati Ningsih 14. RR. Duni Nirbayati 15. Hanfi Fajri 16. Hendarsam Marantoko

B. Termohon:

1. Arief Budiman 2. Pramono Ubaid Tanthowi 3. Wahyu Setiawan 4. Ilham Saputra 5. Hasyim Asy’ari 6. Viryan 7. Evi Novida Ginting Manik

C. Kuasa Hukum Termohon:

1. Ali Nurdin 2. Arif Effendi 3. Muhammad Reza Hendrajaya 4. Sigit Joyowardono 5. Muhammad Rudjito 6. M. Ridwan Saleh 7. Asep Andryanto 8. Rakhmat Mulyana 9. Hendri Sita Ambar 10. Matheus Mamun Sare 11. Rika Nurhayati 12. Greta Santismara

ii D. Kuasa Hukum Pihak Terkait:

1. Yusril Ihza Mahendra 2. Taufik Basari 3. Ade Irfan Pulungan 4. Teguh Samudera 5. Andi Syafrani 6. Pasang Haro Rajagukguk 7. I Wayan Sudirta 8. Fahri Bachmid 9. Eri Hertiawan 10. Nelson Simanjuntak 11. Destinal Armunanto 12. Muhammad Nur Aris 13. Luhut M. P. Pangaribuan 14. Nurmala 15. Christina Aryani 16. Juri Ardiantoro 17. Ikhsan Abdullah 18. Arteria Dahlan 19. Arsul Sani 20. Trimedya Panjaitan 21. Tanda Perdamaian Nasution 22. Christophorus Taufik 23. Hermawi Taslim 24. Ignatius Andi 25. Sirra Prayuna 26. Gugum Ridho Putra 27. Muslim Jaya Butar-Butar

E. Badan Pengawas Pemilu:

1. Fritz Edward Siregar 2. Abhan 3. La Bayoni 4. Ferdinand Eskol Tiar Sirait 5. Yusti Erlina 6. Agung B.G.B.I. Atmaja 7. Purnomo 8. Fajar Saka 9. M. Nur Ramadhan

iii SIDANG DIBUKA PUKUL 09.05 WIB

1. KETUA: ANWAR USMAN

Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

KETUK PALU 3X

Assalamulaikum wr. wb. Selamat pagi, om swastiastu. Hari ini atau pagi ini adalah sidang lanjutan Nomor 1/PHPU.PRES-XVII/2019. Agenda persidangan adalah untuk Mendengar Jawaban Pihak Terkait ... Termohon, kemudian Keterangan Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu. Sebelumnya, dipersilakan Pemohon untuk memperkenalkan lagi, siapa saja yang hadir pada hari ini? Silakan!

2. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Terima kasih, Bapak Ketua Majelis Mahkamah Konsitusi. Ada 3 hal, Pak, yang ingin dikemukakan hari ini. Bagian yang pertama, saya didampingi oleh Tim Lawyers, kolega saya, Teuku Nasrullah dan Iskandar Sonhadji. Ada Tim Pendamping ada Bapak Dasco dan Pak Riza. Tim Asistensi ada di belakang, saya tidak sebut satu per satu namanya. Kami membagi tugas, Pak, Tim Lawyers kami karena harus tetap konsolidasi barang bukti. Nah, bagian yang kedua. Pak Ketua, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Mahkamah Konsitusi karena kemarin alat-alat bukti kita sudah mulai masuk, Pak, sudah diterima dan dikerjakan dengan sangat baik oleh tim, itu sebabnya saya ingin mengucapkan terima kasih pada saat ini dan mudah-mudahan hari ini kita bisa selesaikan. Bagian ketiga yang terakhir, Pak Ketua. Setelah nanti pembacaan jawaban, kami akan menyerahkan 2 surat, Pak Ketua, yang ditunjukan ... kami tunjukan kepada Pak Ketua Mahkamah Konsitusi, tapi nanti biarkan serahkan kemudian.

3. KETUA: ANWAR USMAN

Ya.

4. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Terima kasih, Pak Ketua. Dan yang terakhir mungkin daftar typo itu juga akan kami serahkan nanti. Typo error di wording, ya. Kira-kira itu saja, Pak Ketua. Terima kasih.

1 5. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Termohon, siapa yang hadir? Silakan!

6. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Bismillahirrahmaanirrahiim. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamulaikum wr. wb. Dari Pihak Termohon hadir jajaran Pimpinan KPU ada Pak Ketua (Pak Arief Budiman), ada Pak Hasyim Asy’ari, ada Ibu Evi Novida Ginting, ada Pak Ilham Saputra, ada Pak Pramono Ubaid Tanthowi, ada Pak Wahyu Setiawan, dan Pak Viryan. Untuk Tim Kuasa Hukum, saya sendiri Ali Nurdin, di sebelah kanan saya ada Arif Effendi, di belakang ada Muhammad Rudjito, M. Ridwan Saleh, Asep Andryanto, Rakhmat Mulyana, Hendri Sita Ambar, Matheus Mamun Sare, Rika Nurhayati, dan Greta Santismara. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.

7. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Dari Pihak Terkait? Silakan!

8. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: YUSRIL IHZA MAHENDRA

Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pihak Terkait yang hadir pada kesempatan ini Para Pendamping, pertama adalah Pak Trimedya Panjaitan di sebelah saya ini, kemudian Pak Asrul Sani, kemudian Pak Arteria Dahlan di belakang, ya, ada 3 orang Pendamping. Sedangkan prinsipal tidak hadir pada kesempatan ini. Adapun Para Advokat yang hadir pada kesempatan ini, saya sendiri Yusril Ihza Mahendra, Saudara Taufik Basari, Saudara I Wayan Sudirta, kemudian Saudara Ade Irfan Pulungan, Saudara Luhut Pangaribuan, Saudara Teguh Samudera, Saudara Destinal Armunanto di belakang, kemudian Saudari Nurmala, kemudian Saudara Pasang Haro Rajagukguk, Saudara Andi Syafrani, Saudari Christina Aryani, Saudara Juri Ardiantoro, Saudara Muhammad Aris, Saudara Ikhsan Abdullah, Saudara Fahri Bachmid, Saudari Eri Hertiawan, dan terakhir Saudara Nelson Simanjuntak. Adapun nanti pada sisi kedua itu ada pergantian, Yang Mulia, Saudara Chris Taufik, Saudara Hermawi Taslim, Saudara Tanda Perdamaian itu sebagai Pendamping, kemudian Saudara Ignatius Andi, Saudara Sirra Prayuna, Saudara Gugum Ridho Putra, dan Saudara Muslim Jaya Butar-Butar. Demikan, Yang Mulia.

9. KETUA: ANWAR USMAN

Baik. Bawaslu? Silakan!

2 10. BAWASLU: ABHAN

Terima kasih, Ketua dan Majelis Konstitusi Yang Mulia. Kami Bawaslu hadir, saya sendiri Abhan, didampingi oleh Kepala Biro, Pak La Bayoni, kemudian Pak Ferdinand, dan Kabag Pak Agung, beserta jajaran Staf Pendukung. Demikian, terima kasih, Yang Mulia.

11. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik, terima kasih. Sebelum Termohon menyampaikan jawaban, perlu disampaikan untuk Pemohon, penyerahan alat bukti tambahan sekiranya ada masih diberi kesempatan sampai besok pagi, sebelum hari sidang. Kemudian untuk Termohon dan Pihak Terkait, sampai hari Kamis pagi, ya, sebelum sidang. Baik, silakan Termohon dengan jawabannya boleh di podium seperti Pemohon kemarin atau di situ. Oh, ya, satu lagi sebentar! Ada lagi yang mengajukan permohonan untuk jadi pihak lain atau Pihak Terkait. Sebagaimana yang disampaikan kemarin, permohonan semacam itu tidak dapat diterima. Jadi ada 16, kemarin 15 tambah 1 lagi. Ya, mungkin itu saja. Kemudian, alokasi waktu, ya, sama seperti Pemohon, maksimum 3 jam, ya, kalau kurang dari itu juga, ya, boleh, malah bagus. Ya, silakan! Mau di podium atau di situ? Oh, silakan!

12. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Bismillahirrahmaanirrahiim. Terima kasih, Yang Mulia. Kami akan menyampaikan Jawaban Termohon, terhadap Permohonan Pemohon Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Nomor Urut 02 atas nama H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno yang diterima Mahkamah Konstitusi pada hari Jumat, 24 Mei 2019, pukul 22.35 WIB dan diregister pada tanggal 11 Juni 2019, pukul 12.30 WIB dengan Nomor Perkara 1/PHPU.PRES-XVII/2019 beserta Lampiran Perbaikan Permohonan Pemohon yang diterima Mahkamah pada tanggal 10 Juni 2019. Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi, yang bertanda tangan di bawah ini. Nama, Arief Budiman. Jabatan, Ketua KPU Republik Indonesia. Bertindak untuk dan atas nama KPU RI sebagai Termohon dalam Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XVII/2019 yang diajukan Calon Pemohon (Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Nomor Urut 02) atas nama H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 24/PY.01.1SU/03/KPU/VI/2019 tertanggal 11 Juni 2019 memberikan kuasa dengan hak subtitusi kepada Ali Nurdin, S.H., Arif Effendi, S.H., Muhammad Rudjito, S.H., Muchammad Alfarizi, S.H., Syamsudin Slawat,

3 S.H., Subagio Aridarmo, S.H., Budi Rahman, S.H., M. Ridwan Saleh, S.H., Deni Martin, S.H., Moh. Agus Riza, S.H., Asep Andryanto, S.H., Febi Hari Oktavianto, S.H., Agus Koswara, S.H., Rakhmat Mulyana, S.H., Hendri Sita Ambar, S.H., Hijriansyah Noor, S.H., Pieter Tasso, S.H., Matheus Mamun Sare, S.H., Rian Wicaksana, S.H., Guntoro, S.H., Rika Nurhayati, S.H., Nina Kartina, S.H., Happy Ferovina, S.H., Greta Santismara, S.H., Bagas Irawanputra, S.H., Imam Hadi Wibowo, S.H., Partahi Gabe, S.H., Bagia Nugraha, S.H., Saffana Zatalini, S.H., Devi Indriani, S.H., Fadel Sabir, S.H., dan Joshua Christian M. K., S.H. Kesemuanya berkewarganegaraan Indonesia. Pekerjaan advokat dan aliansi advokat dari Kantor Hukum Ali Nur and Partners yang tergabung dalam Tim Advokasi Komisi Pemilihan Republik Indonesia. Selanjutnya, disebut sebagai Termohon. Bahwa sebelum Termohon mengajukan jawaban terhadap Permohonan Pemohon, terlebih dahulu perkenankanlah Termohon menyampaikan beberapa hal sebagai berikut. Satu. Bahwa Termohon menghormati sikap Mahkamah dalam persidangan pada hari Jumat, tanggal 14 Juni 2019 yang telah memutuskan, “Memberikan kesempatan kepada Termohon untuk membuat jawaban dengan menanggapi Perbaikan Permohonan Pemohon pada hari Selasa, 18 Juni 2019.” Bahwa Jawaban Termohon atas Perbaikan Permohonan Pemohon dibuat selain sebagai bentuk penghormatan kepada Mahkamah, juga sebagai bentuk pertanggungjawaban publik atas penyelanggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 oleh Termohon. Sekaligus, menggunakan hak jawan … hak jawab Termohon atas tuduhan Pemohon yang disampaikan secara terbuka pada Sidang tanggal 14 Juni 2019. Meskipun demikian, Jawaban Termohon dimaksud masih tetap dalam koridor sikap Termohon yang menolak Perbaikan Permohonan Pemohon. Penolakan terhadap Perbaikan Permohonan Pemohon adalah merupakan sikap tegas Termohon terhadap ketaatan hukum acara yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tahapan Kegiatan dan Jadwal Penanganan Perkara Hasil Pemilihan Umum sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2019 dalam rangka menjaga ketertiban umum, kepastian hukum, dan rasa keadilan bagi semua pihak. Bahwa Perbaikan Permohonan Pemohon yang dibacakan dalam Sidang pada tanggal 14 Juni 2019 memiliki perbedaan yang sangat mendasar, baik dalam Posita maupun Petitumnya, sehingga dapat dikualifikasikan sebagai permohonan yang baru. Dalam Posita Permohonan Pemohon tanggal 24 Mei 2019, contohnya Pemohon sama sekali tidak menguraikan adanya kesalahan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon dan penghitungan yang benar menurut Pemohon. Begitu juga dalam Petitumnya, Pemohon

4 tidak menuntut adanya penghitungan suara yang benar menurut Pemohon. Hal ini sangat penting bagi Termohon untuk menanggapinya karena dua hal. Pertama, Permohonan Pemohon tersebut tidak memenuhi persyaratan pengajuan permohonan yang dapat menimbulkan konsekuensi Permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Mengenai hal ini, sesuai dengan ketentuan Pasal 475 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 75 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, serta Pasal 8 ayat (1) huruf b angka 4 dan 5 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2018 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang pada pokoknya menyatakan, “Pokok permohonan memuat penjelasan mengenai kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan perhitungan suara yang benar menurut Pemohon.” “Petitum memuat permintaan untuk membatalkan penetapan hasil penghitungan suara oleh Termohon dan menetapkan perhitungan perolehan suara yang benar menurut Pemohon.” Kedua, dengan tidak adanya dalil Pemohon mengenai kesalahan penghitungan perolehan suara yang dilakukan oleh Termohon, menunjukkan bahwa Pemohon telah mengakui hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon, sehingga Permohonan Pemohon tersebut menjadi bukti bahwa Termohon tidak pernah melakukan kecurangan manipulasi perolehan suara yang merugikan Pemohon ataupun menguntungkan Pihak Terkait, sekaligus membantah isu yang berkembang pada sebagian kelompok masyarakat bahwa KPU curang. Karena apabila Pemohon memilki bukti bahwa KPU curang melakukan manipulasi perolehan suara yang telah ditetapkan sebagaimana terdapat dalam objek sengketa, tentunya sejak awal Pemohon akan mengajukan permohonan yang menguraikan kesalahan hasil penghitungan suara, baik pada tingkat TPS, desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi sampai tingkat nasional. Fakta ini juga sekaligus membantah pernyataan dari Calon Presiden Nomor Urut 2 Bapak H. Prabowo Subianto pada tanggal 17 April 2019 yang menyatakan telah memenangkan Pilpres 2019 dengan perolehan suara 62%. Akan tetapi, dalam Perbaikan Permohonannya, Pemohon telah menambah Posita dan Petitum baru mengenai kesalahan hasil penghitungan suara oleh Termohon dan penghitungan suara yang benar menurut Pemohon. Walaupun dalil tersebut tidak jelas dari mana asalnya karena Pemohon hanya menguraikan perolehan suaranya sampai pada tingkat provinsi. Sedangkan penetapan perolehan suara yang ditetapkan Termohon, merupakan hasil rekapitulasi secara berjenjang dari provinsi, tingkat kabupaten/kota, tingkat kecamatan, sampai dengan tingkat TPS.

5 Oleh karenanya, penambahan dalil Pemohon mengenai adanya kesalahan hasil penghitungan suara oleh Termohon terlihat jelas semata- mata ditujukan untuk mememenuhi persyaratan pengajuan permohonan kepada Mahkamah, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 475 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pemilu, Pasal 75 Undang-Undang MK, dan Pasal 8 ayat (1) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK Nomor 4 Tahun 2018. Begitu juga Posita lainnya, yang menyangkut tuduhan masifnya kecurangan dalam Pilpres 2019 yang ditujukan kepada Termohon, mulai halaman 81 sampai dengan halaman 96 Perbaikan Permohonan Pemohon tidak pernah ada sebelumnya dalam Permohonan Pemohon tanggal 24 Mei 2019. Tidak adanya tuduhan kecurangan yang masif dalam Permohonan Pemohon menunjukkan bahwa Pemohon tidak memiliki bukti-bukti nyata adanya kecurangan yang dilakukan oleh Termohon. Karena jika betul-betul Pemohon memiliki buktinya, tentunya sudah diajukan Pemohon dalam Permohonannya. Oleh karenanya, Permohonan Pemohon bertanggal 24 Mei 2019 menjadi bukti bahwa Termohon telah bekerja dengan benar dalam melaksanakan Pilpres 2019. Adanya tambahan dalil Pemohon mengenai kecurangan masif yang dilakukan oleh Termohon, terlihat semata-mata hanya untuk melengkapi gugatan Pemohon, menambah unsur adanya pelanggaran masif oleh Termohon sebagai penyelenggara pemilu. Sebagaimana terbukti dari dalil- dalil yang diajukan oleh Pemohon yang mengakui ketidakjelasan lokasi tempat kejadian yang dituduhkan. Tuduhan Pemohon mengenai hal ini sangat tidak jelas karena tidak menguraikan kapan kejadian pelanggaran kecurangan terjadi, di mana lokasinya, siapa pelakunya, bagaimana kejadiannya, dan apa pengaruhnya terhadap perolehan suara pasangan calon. Pentingnya penambahan dalil adanya kecurangan masif oleh Termohon sebagai penyelenggara pemilu, rupanya baru disadari oleh Pemohon belakangan, setelah Permohonan pertama diajukan karena pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif harus memenuhi unsur adanya keterlibatan penyelenggara pemilu dan dampaknya terhadap perolehan suara pasangan calon. Sebagaimana yurisprudensi tetap Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 17/PHPU.D-VIII/2010, tanggal 11 Juni 2010, halaman 69, “Yang dimaksud dengan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif adalah pelanggaran yang melibatkan sedemikian banyak orang, dirancang secara matang, dan melibatkan pejabat, serta penyelenggara pemilu secara berjenjang.” Hal ini bisa dilihat dari dalil Pemohon mengenai masifnya kecurangan, akan tetapi merujuk kepada kasus-kasus yang bersifat lokal, sporadis, dan acak, serta spontan pada beberapa TPS, yang bahkan lokasi TPS tersebut diakui oleh Pemohon tidak diketahui. Begitu pula dalil Pemohon mengenai perubahan perolehan suara hanya semata-mata digantungkan ke dalam kesalahan input data Situng di 21 TPS dari 813.336 TPS. Suatu jumlah yang sangat tidak signifikan, apalagi terhadap

6 kesalahan input data pada Situng yang dimaksud sudah dilakukan perbaikan, termasuk jika terdapat kesalahan sumber data C-1 yang dipindai, sudah dilakukan koreksi pada rapat pleno terbuka di tingkat kecamatan yang dihadiri Bawaslu, dan jajarannya, dan saksi peserta pemilu, termasuk saksi Pemohon. Berdasarkan adanya Posita baru dan Petitum yang berbeda, sebagaimana contoh yang diuraikan di atas, maka perbaikan permohonan haruslah dianggap sebagai permohonan baru yang berbeda dengan Permohonan Pemohon tertanggal 24 Mei 2019. Atau kalaupun dianggap sebagai perbaikan permohonan, maka permohonan tersebut telah memasukkan substansi baru yang tidak bisa dijadikan dasar pemeriksaaan perkara dalam persidangan PHPU pilpres di Mahkamah Konstitusi. Bahwa Termohon pada dasarnya tidak berkeberatan dengan adanya perbaikan permohonan, selama regulasi yang mengatur perbaikan permohonan tersebut jelas dasar hukumnya, seperti dalam PHPU Pilpres Tahun 2014 dan Sengketa Perselisihan Hasil Pilkada Serentak Tahun 2015 sampai dengan 2018 di Mahkamah Konstitusi, di mana Termohon beserta jajarannya menanggapi dengan baik seluruh perbaikan permohonan yang diajukan sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan demi menjaga tertibnya hukum acara, kepastian hukum, dan keadilan bagi semua pihak. Bahwa Termohon perlu menyampaikan ketegasan sikap Mahkamah dalam menangani sengketa persidangan hasil pemilihan pilkada serentak terhadap perbaikan permohonan yang diajukan di luar tenggang waktu yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi. Sikap Mahkamah terhadap perbaikan permohonan hanya diterima sepanjang menyangkut perbaikan atas kesalahan redaksional, bukan terhadap posita atau petitum baru. Sikap tegas Mahkamah dalam ... terhadap perbaikan permohonan dapat dilihat pada Putusan Nomor 1/PHP.KOT-XVI/2018 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Tegal Tahun 2018. Oleh karena itu, Perbaikan Permohonan yang diserahkan Pemohon pada tanggal 27 Juni 2018 yang menyangkut penambahan substansi permohonan sejak awal memang tidak akan dipertimbangkan Mahkamah karena melewati tenggang waktu sebagaimana ditentukan oleh PMK Nomor 5 Tahun 2017. Mahkamah dalam persidangan juga menegaskan bahwa perbaikan permohonan yang dipertimbangkan adalah perbaikan Pemohon ... Perbaikan Permohonan bertanggal 5 Juli 2018 yang diterima oleh Kepaniteraan pada tanggal 10 Juli 2018. Dengan demikian karena sejak awal Mahkamah tidak menganggap ada Perbaikan Permohonan setelah persidangan, sehingga yang akan diperiksa Pokok Permohonannya dan dipertimbangkan oleh Mahkamah Pokok Permohonannya adalah dari Perbaikan Permohonan yang diterima tanggal 10 Juli 2018 dan mengesampingkan perbaikan tanggal 27 Juli

7 2018 yang melewati batas waktu, terlebih lagi perbaikan tersebut menyangkut substansi Permohonan. Bahwa argumentasi yang disampaikan Pemohon dalam Perbaikan Permohonannya dengan merujuk kepada PHPU Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 tidak memiliki dasar hukum sama sekali karena hukum acara yang digunakan dalam menangani perkara PHPU presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi pada waktu itu, kebetulan saya hadir sebagai Kuasanya, yaitu PMK Nomor 4 Tahun 2014 memang mengatur adanya perbaikan permohonan. Akan tetapi, PMK Nomor 4 Tahun 2014 tersebut sudah dinyatakan tidak berlaku ... tidak berlaku lagi oleh PMK Nomor 4 Tahun 2018. Ketentuan PMK Nomor 5 Tahun 2018 hanya mengatur perbaikan permohonan dalam perkara PHPU legislatif, sedangkan untuk PHPU presiden dan wakil presiden dikecualikan atau dilarang. Begitu juga dasar hukum yang dipakai oleh Pemohon merujuk pada keterangan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi karena keterangan juru bicara bukan merupakan dasar hukum yang tidak termasuk ke dalam hierarki ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi sumber hukum. Bahwa sebagaimana lazimnnya administrasi perkara di Mahkamah Konstitusi, cap register perkara berada pada bagian perbaikan permohonan sebagaimana bisa dilihat oleh masyarakat luas di laman info penanganan pemilu, website Mahkamah Konstitusi untuk berbagai jenis permohonan perselisihan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota. Artinya, perbaikan permohonan itulah yang menjadi dasar pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutusnya. Adanya cap register oleh Mahkamah Konstitusi pada perbaikan permohonan dimaksud karena hukum acaranya mengatur mekanisme penerimaan Perbaikan Permohonan oleh Para Pemohon sebagaimana terdapat dalam Pasal 13 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Mahkamah Konsititusi Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Selain itu, hukum acara yang digunakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam menangani perselisihan umum presidan dan wakil presiden sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sama sekali tidak mengatur adanya perbaikan permohonan terhadap permohonan yang sudah diajukan oleh Pemohon dalam jangka waktu 3 hari setelah penetapan perolehan suara oleh Termohon pada tanggal 21 Mei 2019. Bahwa selain itu, dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, pada pokoknya menyatakan bahwa tahapan pemeriksaan kelengkapan Permohonan Pemohon dan tahapan perbaikan kelengkapan Pemohon dikecualikan

8 terhadap penanganan PHPU presiden dan wakil presiden. Artinya, Perbaikan Permohonan Pemohon dalam PHPU pilpres dilarang atau tidak diperbolehkan, ketentuan ini diperkuat dengan Lampiran PMK Nomor 5 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK Nomor 2 Tahun 2019 yang memuat tabel tahapan kegiatan dan jadwal penanganan Perkara PHPU Pilpres Tahun 2019. Pengajuan permohonan PHPU DPR dan DPRD, permohonan PHPU DPD, permohonan PHPU presiden dan wakil presiden dijadwalkan pada tanggal 21 Mei – 24 Mei 2019. Pada tahap pemeriksaan kelengkapan permohonan pemohon untuk PHPU anggota DPR dan DPRD, dan PHPU DPRD dijadwalkan pada tanggal 21 – 27 Mei 2019. Dan penyampaian APBL kepada pemohon pada tanggal 21 – 28 Mei 2019. Tahap perbaikan kelengkapan permohonan pemohon untuk PHPU DPR dan DPRD, PHPU DPD dijadwalkan pada tanggal 28 Mei – 31 Mei 2019. Sedangkan untuk tahapan perbaikan kelengkapan permohonan pemohon PHPU presi ... presiden dan wakil presiden tidak dijadwalkan. Berdasarkan ketentuan dalam PMK Nomor 5 Tahun 2018 sebagaimana diubah terakhir dengan PMK Nomor 2 Tahun 2019, maka berkas bundel yang bertuliskan Tim Kuasa Hukum Prabowo – Sandi, Perbaikan Permohonan Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat dikualifikasi ... dikualifikasikan sebagai Perbaikan Permohonan yang menjadi dasar hukum materi pemeriksaan PHPU Pilpres Tahun 2019 di Mahkamah Konstitusi. Bahwa demi menjaga tegaknya hukum dan keadilan, serta tertibnya tata beracara di Mahkamah Konstitusi, penegakan hukum acara di Mahkamah Konstitusi harus dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan memutuskan menolak bundel berkas Perbaikan Permohonan oleh Pemohon yang diajukan tanggal 10 Juni 2019, pukul 16.59 WIB. Bahwa untuk selanjutnya, Jawaban Termohon terhadap Permohonan Pemohon beserta Lampiran Perbaikan Permohonan Pemohon adalah sebagai berikut. Satu, pendahuluan. Bahwa Termohon perlu menyampaikan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019, pada prinsipnya berlangsung sesuai jadwal, program, dan tahapan, serta berjalan dengan baik, aman, dan kondusif, serta dilaksanakan sesuai asas-asas pemilu, yaitu langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta sesuai dengan prinsip-prinsip kepemiluan, yakni Termohon telah bersikap dan bertindak profesional dan independen, serta menjujung tinggi asas jujur dan adil dengan tetap mengedepankan asas kepentingan umum dan transparansi, tanpa mengesampingkan proporsionalitas, dan kepastian hukum, serta asas akuntanbilitas, efisien, dan efektifitas. Termohon, selaku penyelenggara pemilu telah berupaya semaksimal mungkin untuk menghasilkan pemilu yang berkualitas dan legitimate sebagaimana diinginkan oleh semua pihak.

9 Dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas, serta membangun partisipasi publik untuk mengawal kemurnian suara pemilih, Termohon menempuh kebijakan proses perhitungan di tempat pemungutan suara dapat didokumentasikan oleh para saksi, pengawas pemilu, pemantau, dan masyarakat yang hadir, termasuk mewajibkan KPU kabupaten/kota untuk me-upload hasil perhitungan suara pada tingkat TPS ke Situng KPU, supaya dapat dipantau dan diawasi oleh masyarakat luas dalam rangka mengatisipasi adanya kecurangan rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara oleh penyelenggara pemilu. Selanjutnya, untuk memastikan validitas hasil pemilu pada rekapitulasi hasil perhitungan suara di tingkat kecamatan, dilakukan dalam rapat pleno secara terbuka yang dihadiri oleh saksi peserta pemilu dan jajaran dari pengawas pemilu, sehingga apabila terdapat kesalahan pencatatan data pemilu mengenai data pemilih, data pengguna hak pilih, data surat suara, dan data perolehan suara pada tingkat TPS, maka akan segera dikoreksi berdasarkan persetujuan bersama yang dituangkan dalam Formulir Model DAA1-PPWP berupa sertifikat rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara pasangan calon presiden dan wakil presiden dari setiap TPS dalam wilayah kecamatan untuk masing-masing desa atau kelurahan. Proses rekapitulasi secara berjenjang sampai dengan tingkat nasional selalu melibatkan saksi pasangan calon dan Bawaslu RI sesuai dengan tingkatannya, di mana Bawaslu telah melaksanakan pengawasan pada setiap tahapan pemilu sampai pada tingkat TPS, sehingga apabila ada kesalahan perhitungan suara atau kesalahan rekapitulasi hasil perhitungan suara akan diperbaiki pada jenjang di atasnya. Seluruh upaya dan kebijakan tertulis di atas adalah juga merupakan tekad Termohon guna menutup ruang bagi pihak-pihak tertentu, bahkan termaksud jajaran Termohon sendiri yang bermaksud melakukan kecurangan dan/atau pelanggaran. Pilpres 2019 dilaksanakan secara luber dan jurdil. Termohon menyadari bahwa Pemilu Tahun 2019 ini menjadi batu ujian bagi semua pihak dalam melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi, hukum, dan hak asasi manusia. Karena baru pertama kalinya dalam sejarah demokrasi di Indonesia, pemilu presiden dan pemilu legislatif dilaksakan secara serentak. Dengan jumlah pemilih terbesar sepanjang sejarah bangsa Indonesia, yaitu sebanyak 192.770.611 pemilih dengan tingkat partisipasi sebesar 82%. Ada 158.012.506 pemil … pengguna hak pilih yang tersebar di 34 provinsi dan luar negeri, 514 kabupaten/kota, 7.201 kecamatan, 85.530 desa/kelurahan PPN, dan 813.336 TPS. Pelaksanaan Pemilu Pilpres 2019 di Indonesia telah mendapatkan pujian dari berbagai negara di dunia karena berlangsung secara aman, damai, tanpa ada kecurangan yang berarti. Termohon selaku penyelenggara Pemilu Pilpres dan Pileg 2019 secara serentak menyadari sepenuhnya bahwa pemilu yang dilaksanakan di Indonesia merupakan

10 sarana perwujudan kedaulatan rakyat sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan dengan menurut Undang- Undang Dasar 1945. Makna dari kedaulatan berada di tangan rakyat, yaitu bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak, dan kewajiban untuk segera … untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan, guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Oleh karena itu, sebagai penyelenggara pemilu, Termohon telah berupa … berusaha melaksanakan asas penyelenggaraan pemilu, yaitu asas langsung, umum, bebas, dan rahasia, jujur, dan adil, sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juncto Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sehingga dalam penyelenggaraan Pilpres 2019 dapat tercapai adanya persamaan hak, kesetaraan, dan kebebasan rakyat. Kedudukan Termohon sebagai penyelenggara Pemilu 2019 berbeda dengan penyelenggaraan pemilu sebelum Era Reformasi, yang mana saat itu merupakan bagian dari pemerintah. Setelah Era Reformasi, berdasarkan ketentuan Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juncto Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Pemilu, Termohon merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) sampai dengan ayat (8) Undang- Undang Pemilu, mekanisme pemilihan anggota KPU dilakukan oleh DPR, berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan. Anggota DPR terdiri dari partai politik pendukung Pemohon, dan partai politik pendukung Pihak Terkait dengan komposisi yang hampir berimbang, sehingga tidak dimungkinkan adanya dominasi dari salah satu kelompok. Berdasarkan hasil pemilihan oleh DPR tersebut, Presiden mengesahkan dan melantik anggota KPU. Sebagai lembaga yang mandiri, sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Pemilu, Termohon bebas dari pengaruh pihak manapun berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Termohon selalu berpegang kepada prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien. Termohon tidak berpihak. Termohon telah melaksanakan kewajibannya untuk memperlakukan peserta pemilu secara adil dan setara, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 huruf b Undang-Undang Pemilu. Sehingga tidak benar jika ada tuduhan bahwa Termohon telah berpihak atau tidak berlaku adil dengan merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon dalam Pilpres 2019. Misalnya dengan cara mengubah perolehan suara pasangan calon hasil pilihan rakyat atau bentuk-bentuk kecurangan lainnya.

11 Bukti bahwa Termohon tidak melakukan kecurangan dalam Pilpres 2019 bisa dilihat sejak … dari sejak awal tahapan pemilu sampai dengan adanya sengketa hasil PHPU pilpres di Mahkamah Konstitusi, tidak ada satu pun utusan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu-satunya lembaga yang diberi tugas dan kewajiban berdasarkan Undang-Undang Pemilu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu yang menyatakan bahwa Termohon telah melanggar kode etik, berbuat curang dengan melakukan perbuatan yang memihak kepada salah satu pasangan calon. Mahkamah Konstitusi telah bertindak sebagai pengawal konstitusi. Bahwa berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat nasional untuk Pemilu Pilpres 2019, Termohon telah menerbitkan Keputusan Termohon Nomor 98 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilu Tahun 2019 dan Berita Acara Nomor 135 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilu Tahun 2019. Di mana Pasangan Calon Nomor Urut 1 atas nama Ir. H. Joko Widodo dan Prof. Dr. K. H. Ma'ruf Amin memperoleh suara terbanyak sebesar 85.607.362 suara. Sedangkan Pasangan Calon Nomor Urut 2 atas nama H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno memperoleh suara terbanyak sebesar 68.650.239 suara. Dengan total suara sah adalah 154.257.601 suara. Terhadap keputusan tersebut, Pemohon mengajukan Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi tertanggal 24 Mei 2019. Pemohon menuduh adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, DPT yang tidak masuk akal, kekacauan Situng KPU dalam kaitannya dengan DPT, dokumen C-7 secara sengaja dihilangkan di berbagai daerah. Dalam Permohonannya, lebih dari 1/3 halaman, Pemohon berulang kali menuntut agar Mahkamah Konstitusi jangan bertindak sebagai mahkamah kalkulator. Akan tetapi, harus bertindak sebagai pengawal konstitusi yang dapat mengadili kecurangan pemilu atau pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang melanggar asas-asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Permohonan Pemohon seperti ini berbeda dengan permohonan pada umumnya yang biasanya lebih menitikberatkan kepada materi pemeriksaaan perkara yang menyangkut substansi permasalahan mengenai fakta-fakta hukum adanya berbagai jenis bentuk pelanggaran pemilu yang berpengaruh terhadap perolehan suara pasangan calon. Termohon melihat seakan-akan terdapat upaya pengalihan isu dari ketidakmampuan Pemohon dalam merumuskan berbagai fakta hukum yang menjadi dasar pemeriksanaan perkara dalam persidangan menjadi semata-mata karena kesalahan Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa,

12 mengadili, dan memutus perkara ini yang tidak sesuai dengan keinginan Pemohon. Dalil Pemohon tersebut terkesan mengada-ada dan cenderung menggiring opini publik bahwa seakan-akan Mahkamah Konstitusi akan bertindak tidak adil. Atau seperti menyimpan bom waktu, seakan-akan apabila nantinya Permohonan Pemohon ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi telah bersikap tidak adil. Apabila kekhawatiran Termohon ini benar, maka dalil-dalil Pemohon yang mempertanyakan independensi dan kewenangan Mahkamah amat sangat membahayakan kelangsungan demokrasi yang sudah dibangun susah payah, hasil kerja keras seluruh komponen bangsa Indonesia dalam melaksanakan reformasi untuk membangun budaya hukum, substansi hukum, dan struktur hukum yang lebih demokratis. Pemohon rupanya tidak mengikuti dengan utuh keseluruhan perjalanan Mahkamah Konstitusi dalam menangani sengketa pemilu, termasuk dalam menangani sengketa Pilkada Serentak Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2018. Dalam menangani perkara pilkada dimaksud, sikap Mahkamah tidak pernah keluar dari yurisprudensi yang dibuat Mahkamah dalam penanganan Pilkada Jawa Timur Tahun 2008. Jadi, Mahkamah tidak pernah mengembalikan dirinya sebagai mahkamah kalkulator. Oleh karenanya, dalil Pemohon yang mengkhawatirkan Mahkamah akan bertindak sebagai mahkamah kalkulator adalah suatu bentuk penghinaan terhadap eksistensi Mahkamah Konstitusi yang sudah dibangun selama ini oleh Yang Mulia Para Hakim Konstitusi. Sebagai buktinya, Termohon telah membuat catatan dalam Pilkada Serentak Tahun 2015. Dari 8 pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota yang perkaranya masuk pada tahap pembuktian atau tahap pemeriksaan persidangan setelah putusan dismissal di Mahkamah Konstitusi, terdapat 5 pemilihan yang diputuskan oleh Mahkamah untuk melaksanakan pemungutan suara ulang, yaitu di Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sula, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Teluk Bintuni, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Muna, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Mamberamo Raya, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Selatan. Begitu juga dalam Pilkada Serentak Tahun 2017. Dalam catatan Termohon, dari 9 pemilihan yang perkaranya masuk pada tahap pembuktian atau pemeriksaan persidangan di Mahkamah Konstitusi, terdapat 6 pemilihan yang diputuskan oleh Mahkamah untuk melaksanakan pemungutan suara ulang, yaitu di Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Maybrat, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Gayo Lues, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bombana, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Yapen, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Intan Jaya.

13 Selain itu, dalam Pilkada Serentak Tahun 2018. Dalam catatan Termohon, dari 9 pemilihan yang perkaranya masuk pada tahap pembuktian atau tahap pemeriksaan persidangan, terdapat 5 pemilihan yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi untuk melaksanakan pemungutan suara ulang, yaitu Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Utara, Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Cirebon, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Deiyai, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sampang, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Timor Tengah Selatan. Berdasarkan uraian di atas, dari 26 perselisihan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota yang memasuki tahap pembuktian, Mahkamah Konstitusi telah menjatuhkan putusan pemungutan suara ulang di 16 daerah pemilihan atau sekitar 61,5%. Dari 16 daerah pemilihan tersebut, tidak ada satu pun pertimbangan hukum yang didasarkan semata-mata karena adanya kesalahan hasil penghitungan suara, akan tetapi karena adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap asas pemilihan yang luber dan jurdil. Besarnya persentase ini menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi telah menegaskan kedudukan dan kewenangannya dalam menangani sengketa pemilu, bukan sebagai mahkamah kalkulator. Oleh karena itu, sikap Pemohon yang mempertanyakan kembali dan mengkhawatirkan Mahkamah akan menjadi lembaga mahkamah kalkulator adalah merupakan sikap yang ahistoris. Beban pembuktian, tanggung jawab Pemohon. Bahwa dalam Perbaikan Permohonannya pada halaman 93 sampai dengan halaman 96, Pemohon menuntut beban pembuktian tidak hanya dibebankan kepada Termohon, akan tetapi juga dibebankan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memanggil ke persidangan para saksi dan ahli mengenai kecurangan pemilu serta meminta Mahkamah untuk menyiapkan sistem perlindungan saksi, Pemohon ... untuk menyiapkan perlindungan saksi, Pemohon juga meminta agar Mahkamah dapat menempatkan informasi dari media massa sebagai alat bukti. Bahwa dalil Pemohon yang menyatakan, “Beban pembuktian, tidak hanya dibebankan kepada Pemohon, akan juga ... akan tetapi, juga dibebankan kepada Mahkamah,” adalah dalil yang tidak berdasar karena merupakan prinsip yang bersifat universal, siapa yang mendalilkan, maka dialah yang harus membuktikan. Berdasarkan asas hukum umum, yaitu Asas Actori Incumbit (Onus) Probatio. Dalam kasus ini, Pemohon menuduh berbagai jenis pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh Pihak Terkait dan/atau kecurangan yang dilakukan oleh Termohon. Karena Pemohon yang mendalilkan kecurangan, maka sudah seharusnya Pemohon pula yang membuktikan. Kesulitan yang dihadapi oleh Pemohon bukanlah semata-mata karena faktor adanya ancaman atau intimidasi yang selama ini digembar- gemborkan oleh Pemohon. Akan tetapi karena ketidakjelasan dalil yang dibangun oleh Pemohon yang tidak didasari oleh fakta-fakta dan bukti-

14 bukti yang jelas. Misalnya, dalil Pemohon yang dibangun mengenai adanya kecurangan oleh Termohon seperti pembukaan kotak suara di parkiran, sebagaimana terdapat pada halaman 81. Ternyata Pemohon sendiri tidak mengetahui lokasinya dan hanya menggunakan cuplikan rekaman video bahwa lokasinya di sebuah parkiran toko swalayan Alfamart. Terdapat belasan ribu toko Alfamart di Indonesia, sehingga di mana peran Mahkamah dalam memanggil saksi terkait kasus tersebut? Dalam kasus seperti ini, sudah pasti tidak bisa terungkap. Bagaimana hubungan kasus tersebut dengan perolehan suara pasangan calon? Memaksakan Mahkamah untuk dibebani pembuktian memanggil saksi terhadap dalil-dalil Pemohon yang tidak jelas adalah merupakan pelanggaran asas-asas peradilan yang cepat, murah, dan sederhana. Dengan demikian, dalil Pemohon mengenai hal ini tidak beralasan dan oleh karenanya harus ditolak. Tuntutan Pemohon yang menuntut Mahkamah agar menciptakan sistem perlindungan saksi adalah merupakan tuntutan yang tidak berdasar dan cenderung berlebihan karena sesungguhnya ... karena Pemohon sesungguhnya sudah menyadari bahwa Mahkamah Konstitusi hanya memiliki tugas dan kewenangan yang berkaitan dengan penanganan sengketa hasil pemilu, pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, sengketa kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945, pembubaran partai politik, dan impeachment presiden dan wakil presiden. Tidak ada satu pun ketentuan, baik dalam konstitusi maupun dalam Undang-Undang MK yang memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi untuk membuat sistem perlindungan saksi. Pemohon sesungguhnya menyadari bahwa sistem perlindungan saksi sudah ditangani secara langsung oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014. Dengan demikian, dalil Pemohon mengenai hal ini tidak beralasan dan oleh karenanya harus ditolak. Dalil Pemohon yang menuntut agar link berita dijadikan sebagai alat bukti adalah tidak berdasar. Karena sesuai dengan Pasal 36 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2018 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, alat bukti meliputi surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan para pihak, petunjuk hakim, dan alat bukti lain yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Bahwa berdasarkan Pasal 37 ayat (1) PMK Nomor 4 Tahun 2019 yang dimaksud alat bukti surat atau tulisan, yaitu berupa; (a) Keputusan Termohon tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara. Keputusan Termohon tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden beserta lampirannya. Keputusan Termohon tentang Penetapan

15 Nomor Urut Pasangan Calon. Berita Acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh penyelenggara pemilu sesuai dengan tingkatannya. Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dokumen tertulis lainnya. Tuntutan Pemohon yang meminta Mahkamah menggunakan tautan berita sebagai dasar pemeriksaan perkara di Mahkamah Konstitusi merupakan pelanggaran terhadap tata beracara dalam persidangan yang harus merujuk kepada alat bukti surat dan keterangan saksi di muka persidangan, sebagaimana sudah diatur dalam PMK Nomor 4 Tahun 2018. Mengenai kedudukan link berita sebagai alat bukti yang diajukan oleh Pemohon, Bawaslu RI telah membuat pertimbangan dalam Perkara Nomor 01 yang menyatakan pada pokoknya, menolak laporan Termohon[Sic!] karena ... maaf saya koreksi, menolak laporan Pemohon karena alat bukti yang diajukan oleh Pemohon tidak memenuhi syarat alat bukti, yaitu hanya printout berita online. Printout berita online bukan merupakan dokumen resmi yang dapat menjadi rujukan dalam pembuktian suatu perkara. Berdasarkan tersebut, bukti link berita yang diajukan Pemohon bukan merupakan alat bukti surat atau tulisan. Dengan demikian, alat bukti yang diajukan oleh Pemohon tidak memenuhi syarat. Pelangaran TSM memiliki unsur pokok adanya keterlibatan penyelenggara pemilu dan dampaknya terhadap perolehan suara yang signifikan mempengaruhi perolehan suara, serta dampaknya terhadap kebebasan pemilih dalam menentukan pilihan sesuai hati nuraninya. Bahwa sikap Mahkamah dalam menerapkan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif, sebagaimana dalam perkara presiden dan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota diberlakukan terhadap pelanggaran yang tidak berdiri sendiri, tidak bersifat lokal, dan tidak bersifat acak, serta melibatkan penyelenggara pemilu dan dampaknya terhadap perolehan suara. Dalam hal pelanggaran yang menyangkut pelanggaran yang mengancam kelangsungan demokrasi, harus diikuti dampaknya terhadap kebebasan pemilih dalam menentukan pilihannya sesuai dengan hati nuraninya. Mengacu pada yurisprudensi tetap Mahkamah Konstitusi yang tertuang dalam Putusan MK Nomor 17, tanggal 11 Juni 2010, halaman 69, “Yang dimaksud dengan pelanggaran TSM adalah pelanggaran yang melibatkan sedemikian banyak orang, direncanakan secara matang, dan melibatkan pejabat, serta penyelenggara pemilu secara berjenjang.” Bahwa dalam Permohonan dan Perbaikan Permohonannya, pada pokoknya mempersoal … Pemohon mempersoalkan sebagai berikut. a. Pelanggaran TSM atas pemilu yang jujur dan adil yang dituduhkan kepada Pihak Terkait meli … meliputi 5 bentuk kecurangan, yaitu penyalahgunaan APBN dan program pemerintah, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan aparatur negara, pembatasan kebebasan media dan pers, diskriminasi perlakuan penyalahgunaan penegakan hukum.

16 b. Kecurangan yang dituduhkan kepada Termohon meliputi tahapan penyelenggara pemilu dan pelanggaran pemilu, yaitu pendaftaran Bakal Pasangan Calon atas nama Prof. Dr. K.H. Ma’ruf Amin yang dianggap tidak memenuhi syarat calon. Laporan dana kampanye Pasangan Calon Nomor Urut 1 yang dianggap melanggar hukum. Kecurangan pemilu yang masif, seperti pembukaan kotak suara di parkiran, surat suara tercoblos sebelum digunakan, pembukaan kotak suara tanpa saksi, petugas TPS melakukan pencoblosan untuk Paslon 01, sisa surat yang tidak terpakai dan dicoblos ramai-ramai, manipulasi data pilpres dalam Situng KPU, rekayasa daftar pemilih tetap, adanya DPT tidak wajar sebanyak 17.000.000, dan DPK tidak wajar, perolehan suara Pemohon lebih besar daripada Pihak Terkait. Bahwa dalil Pemohon dalam Permohonannya mengenai adanya pelanggaran secara TSM oleh Pihak Terkait akan ditanggapi secara proporsional oleh Termohon karena dampak yang ditimbulkan dari tuduhan tersebut akan melibatkan Termohon, seperti pembatalan objek sengketa, pembatalan pasangan calon, ataupun dilaksanakannya pemungutan suara ulang, maka Termohon perlu mendudukkan apa yang dimaksud dengan pelanggaran TSM yang sudah menjadi yurisprudensi tetap di Mahkamah Konstitusi dalam rangka mencari kebenaran dan keadilan bagi semua pihak. Sedangkan terhadap fakta-fakta mengenai ada tidaknya pelanggaran dimaksud, bukan merupakan tugas dan tanggung jawab Termohon untuk menanggapinya, melainkan tanggung jawab Pihak Terkait. Bahwa sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dalil Pemohon mengenai adanya pelanggaran secara TSM oleh Pihak Terkait sama sekali tidak melibatkan Termohon, atau paling tidak, Pemohon tidak menguraikan adanya keterlibatan atau kerja sama antara Termohon dengan Pihak Terkait dalam melakukan pelanggaran dimaksud. Padahal, berdasarkan yurisprudensi tetap Mahkamah Konstitusi, yang dimaksud dengan pelanggaran masif, sistematis, dan struktur adalah pelanggaran yang melibatkan sedemikian banyak orang, direncanakan secara matang dan melibatkan pejabat, serta penyelenggara pemilu secara berjenjang. Bahwa penjelasan Pasal 20 … 286 ayat (3) Undang-Undang Pemilu mengatur pengertian pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif yaitu: a. Yang dimaksud dengan pelanggaran terstruktur adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan, secara kolektif atau secara bersama-sama. b. Yang dimaksud dengan pelanggaran sistematis adalah pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. c. Yang dimaksud dengan pelanggaran masif adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilihan, bukan hanya sebagian.

17 Bahwa berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi, dan merujuk kepada pengertian pelanggaran TSM dalam Undang-Undang Pemilu, maka terdapat 2 unsur pokok yang harus dipenuhi, yaitu adanya keterlibatan penyelenggara pemilu dan pengaruhnya terhadap hasil perolehan suara. Adanya keterlibatan penyelenggara pemilu secara berjenjang dalam suatu pelanggaran yang sifatnya TSM, berkaitan erat dengan adanya hubungan kausalitas antara pelanggaran yang terjadi dengan pengaruhnya terhadap perolehan suara pasangan calon. Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilukada Jawa Timur Tahun 2018, dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah Konstitusi menyatakan, “Pelanggaran tersebut terjadi secara sistematis, terstruktur, dan masif yang dengan sendirinya telah mempengaruhi hasil akhir perolehan suara bagi masing-masing pasangan calon yang dapat menjelaskan, hubungan kausal yang terjadi dengan tidak netralnya aparat desa dan penyelenggara pemilukada.” Bahwa selain tidak menguraikan keterlibatan Termohon dalam pelanggaran secara TSM yang dituduhkan kepada Pihak Terkait, Pemohon juga tidak mampu menguraikan dengan jelas apa hubungan dan sejauh mana korelasinya antara pelanggaran yang dituduhkan dengan perolehan suara Pemohon ataupun Pihak Terkait. Beberapa jenis pelanggaran TSM yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu yang mempengaruhi perolehan hasil dan dapat dikenakan sanksi pembatalan pasangan calon, justru tidak pernah dipersoalkan oleh Pemohon dalam Permohonannya. Misalnya, mengenai money politics dan/atau pelanggaran administrasi pemilu, yaitu pelanggaran atas ketentuan Pasal 284 juncto Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Pemilu mengenai, “Larangan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi … untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu, dan/atau pemilih dan pelanggaran adminisitrasi pemilu.” Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 460 juncto Pasal 463 Undang- Undang Pemilu yang meliputi, “Penyelenggaraan terhadap tata cara prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggara pemilu yang tidak termasuk tindak pidana pemilu dan pelanggaran kode etik.” Akan tetapi, dilakukan secara TSM, sehingga Termohon dapat memberikan sanksi pembatalan pasangan calon sebagai bentuk tindak lanjut rekomendasi atau putusan Bawaslu atas pelanggaran TSM tersebut. Bahwa dalam Permohonannya, Pemohon tidak mempersoalkan pelanggaran atas adanya perbuatan money politics ataupun pelanggaran administrasi pemilu sebagaimana tersebut di atas. Namun demikian, menuntut adanya sanksi diskualifikasi terhadap Pasangan Calon Nomor 1 atas pelanggaran yang meliputi 5 bentuk, yaitu penyalahgunaan APBN, penyalahgunaan birokrasi BUMN, ketidaknetralnya aparatur negara,

18 pembatasan kebebasan media, diskriminasi perlakuan, dan penyalahgunaan penegakan hukum. Bahwa dalam uraian menya … mengenai 5 bentuk pelanggaran yang dimaksud … koreksi, Pemohon … di sini Termohon harusnya Pemohon tidak mampu menjelaskan hubungan kausalitas antara pelanggaran tersebut dengan kebebasan pemilih dalam menentukan pilihannya. Apakah bentuk-bentuk pelanggaran tadi telah memberikan dampak salah nyata yang mempengaruhi para pemilih pada suatu wilayah, sehingga pemilih tidak bebas lagi menentukan pilihannya yang melanggar asas langsung, umum, bebas, dan rahasia? Selain itu, Pemohon juga tidak bisa merumuskan bagaimana dampaknya atau pengaruhnya terhadap perolehan suara masing-masing pasangan calon. Dengan demikian, dalil Pemohon mengenai pelanggaran yang bersifat TSM atas 5 bentuk pelanggaran dimaksud tidak berpengaruh terhadap perolehan suara pasangan calon, sehingga dalil Pemohon mengenai hal ini haruslah ditolak atau dikesampingkan. Dalil Pemohon mengenai sanksi diskualifikasi yang merujuk kepada kasus Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat, Pilkada Kabupaten Selatan, Pilkada Kota Tebing Tinggi, dan Pilkada Kabupaten Supiori adalah tidak relevan dan tidak berdasar menurut hukum. Kasus pembatasan … kasus pembatalan pasangan calon tersebut pada dasarnya terbagi 2. a. Adanya pasangan calon yang tidak memenuhi syarat calon, sebagaimana terjadi dalam pilkada di Kabupaten Bengkulu Selatan, Kota Tebing Tinggi, dan Kabupaten Supiori, yaitu tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih sebagaimana diatur dalam Pasal 58 huruf f Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam kasus di Kabupaten Bengkulu Selatan, pasangan calon yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena calon bupati atas nama H. Dirwan Mahmud telah pernah dijatuhi pidana penjara karena tindak pidana pembunuhan, ancaman lebih dari 5 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Putusan MK Nomor 57 Tahun 2008, halaman 124. Dalam kasus di Kota Tebing Tinggi, pasangan calon dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena Calon Walikota atas nama Muhammad Syafri Chap telah pernah dijatuhi pidana penjara karena tidak … tindak pidana korupsi, acaman lebih dari 5 tahun melalui putusan MK Nomor 20 … 256/2008. Putusan MK Nomor 12, halaman 90. Dalam kasus di Kabupaten Supiori, pasangan calon dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena Calon Bupati atas nama Drs. Hendrik Jan Rumkabu ditetapkan sebagai calon bupati Kabupaten Supiori Tahun 2010, padahal yang bersangkutan telah pernah dijatuhi pidana penjara karena tindak pidana korupsi, ancaman lebih dari 5 tahun, melalui putusan MA Nomor 2215 Tahun 2009, sehingga tidak memenuhi syarat calon. Vide Putusan MK 182, halaman 86.

19 b. Adanya pelanggaran yang sangat serius yang membahayakan demokrasi dan mencederai prinsip-prinsip hukum dan prinsip pemilukada yang luber dan jurdil. Dalam kasus di Kotawaringin Barat, Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa selain terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dalam bentuk pembagian uang secara masif kepada masyarakat, serta janji pembagian tanah seluas 2 hektare per orang, juga terjadi pelanggaran yang serius karena adanya pengancaman kepada para pemilih dengan melakukan teror yang membuat ketakutan bagi para pemilih, sehingga tidak bisa menggunakan hak pilihnya dengan bebas sesuai dengan hati nuraninya yang mengancam prinsip pemilu yang luber dan jurdil. Putusan MK Nomor 45, halaman 191. Sebagai catatan, dalam perkara tersebut Pasangan Calon H. Sugianto-Eko tidak masuk sebagai Pihak Terkait sehingga tidak bisa mengajukan bantahan atas tuduhan yang didalilkan oleh Pemohon. Ketiga kasus diskualifikasi akibat pasangan calon tidak memenuhi syarat seperti di Pilkada Bengkulu Selatan, Kota Tebing Tinggi, dan Supiori, tidak bisa dipersamakan dengan kasus tuduhan ketidaklengkapan persyaratan Calon K. H. Ma’ruf Amin. Karena dalam pilkada-pilkada di Kabupaten Bungkul Selatan, Kota Tebing Tinggi, dan Kota Supiori, dan Kabupaten Supiori … maaf, kami koreksi … terdapat persyaratan calon tidak pernah dijatuhi pidana penjara yang ancaman pidananya 5 tahun atau lebih, sedangkan calon bupati yang bersangkutan melanggar ketentuan tersebut. Sedangkan, dalam Calon Prof. Dr. K.H. Ma’ruf Amin dalam kedudukannya Dewan Pengawas Syariat Bank Mandiri Syariat dan Bank Syariat Mandiri tidak melanggar ketentuan harus mengundurkan diri dari jabatan BUMN karena kedua bank dimaksud bukan BUMN. Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara mengatur pengertian BUMN, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam kasus ini, kedua bank dimaksud tidak mendapatkan penyertaan langsung dari kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga tidak dikategorikan sebagai BUMN. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2018 tentang Perbankan Syariat telah mengatur bahwa Dewan Pengawas Syariat termasuk kategori pihak yang memberikan jasanya kepada bank syariat, seperti halnya akuntan publik, penilai, dan konsultan hukum. Kedudukan hukum Dewan Syariat adalah bukan pejabat yang berbeda dengan pihak komisaris, direksi, pejabat, dan karyawan bank syariat, sehingga tidak ada kewajiban bagi Calon Wakil Presiden atas nama Prof. Dr. K. H. Ma’ruf Amin untuk mundur dari jabatannya sebagai Dewan Pengawas Syariat dari PT Bank BNI Syariat dan PT Bank Syariat Mandiri.

20 Bahwa tuduhan Pemohon melalui pelanggaran yang dilakukan oleh Pihak Terkait dalam Pilpres 2019 tidak ada satupun yang memiliki pola sama dengan perkara di Kotawaringin Barat. Karena Pemohon dalam Permohonannya, tidak mendalilkan adanya pelanggaran oleh Pihak Terkait dalam bentuk pembagian uang atau janji kepada masyarakat, ataupun dalil Pemohon yang menuduh Pihak Terkait melakukan perbuatan pengancaman serius kepada para pemilih yang membuat masyarakat tidak dapat menggunakan hak pilihnya dengan bebas sesuai hati nuraninya. Bahwa sanksi diskualifikasi oleh Mahkamah Konstitusi, tidak bisa serta merta diterapkan kepada pasangan calon atas pelanggaran yang bersifat TSM. Karena sanksi tersebut hanya diterapkan dalam pilkada di Kotawaringin Barat atas adanya perbuatan yang membahayakan demokrasi dalam bentuk pengancaman kepada para pemilih dengan melakukan teror yang membuat ketakutan bagi pemilih, sehingga tidak bisa menggunakan hak pilihnya dengan bebas sesuai hati nuraninya yang mengancam prinsip pemilu yang luber dan jurdil. Berbeda halnya dengan kasus Pilkada Jawa Timur, di mana Mahkamah Konstitusi menyatakan adanya pelanggaran yang TSM. Dengan menjatuhkan putusan pemungutan suara ulang di Kabupaten Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan suara ulang di Kabupaten Pamekasan. Walaupun menyatakan terbukti ada pelanggaran yang TSM, akan tetapi Mahkamah tidak menjatuhkan sanksi diskualifikasi ataupun pemungutan suara ulang di seluruh wilayah Jawa Timur. Dengan alasan untuk melindungi hak konstitusional para pemilih yang beriktikad baik, yang memilih Pasangan Calon Karsa. Dalam pertimbangan hukumnya halaman 131, Mahkamah Konstitusi menyatakan, “Menimbang bahwa opsi untuk mendiskualifikasi perolehan suara Calon Karsa di daerah kabupaten-kabupaten yang terkena dampak pelanggaran struktural sebagaimana diuraikan di atas, baik dengan maupun tanpa memperhitungkan pada perolehan suara Pasangan Kaji untuk kemudian melakukan penghitungan perolehan suara. Berdasarkan hasil kondisi pemungutan suara yang telah terjadi demikian, dapat dipandang mencederai hak-hak demokrasi pemilih Pasangan Calon Karsa yang beriktikad baik karena menjadi tidak diperhitungkan dalam proses demokrasi secara sewajarnya.” Bahwa terkait dengan dalil Pemohon yang merujuk contoh kasus dalam Pilkada Kota Makassar atas Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara Nomor 250, yang membatalkan Pasangan Calon Mohammad Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari. Karena Calon Walikota Mohammad Ramdhan Pomanto selaku incumbent dianggap melanggap ... melanggar Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah tidak berdasar. Karena dalam perkara dimaksud, sudah ada hukum positif yang mengatur ketentuan larangan bagi gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil waliko ... wakil walikota, untuk

21 menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan dirinya sebagai petahana. Pelanggaran atas Pasal 71 ayat (3) Undang- Undang Pilkada yang dimaksud dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (5) Undang- Undang Pilkada. Dengan demikian, dalam kasus Pilkada Kota Makassar sudah terdapat hukum positif yang mengatur larangan penyalagunaan wewenang dengan sanksi pembatalan calon. Sedangkan dalam perkara pemilu presiden, tidak ada sanksi pembatalan atas larangan penyalagunaan wewenang. Karena dasar hukumnya berbeda, perbandingan antara kasus Pilkada Kota Makassar yang diputuskan oleh Mahkamah Agung, tidak bisa disejajarkan atau diperbandingkan dengan perkara perselisihan hasil pemilihan umum pilpres yang ditangani oleh Mahkamah Konstitusi. Sehingga, terhadap tuduhan pelanggaran yang dilakukan oleh Pihak Terkait dalam sengketa Pilpres 2019 tidak bisa diterapkan Undang-Undang Pilkada yang mengatur pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dalil Pemohon mengenai adanya pelanggaran TSM oleh Pihak Terkait yang perlu dikenakan sanksi diskualifikasi adalah tidak relevan dan tidak berdasar menurut hukum, sehingga Permohonan Pemohon dalam hal ini haruslah dikesampingkan. Termohon telah menyelenggarakan pemilu dengan baik. Dari sisi penyelenggara pemilu, Termohon sudah melaksanakan Pemilihan Presiden 2019 sesuai asas yang disebutkan di atas. Termohon memperlakukan semua pasangan calon pilpres secara adil, transparan, terbuka, dan profesional. Setiap tahapan pelaksanaan pilpres, Termohon melibatkan semua pasangan calon, menerima masukan-masukan dari semua pasangan calon, merespon kritik-kritikan semua pasangan calon, dan melayani pasangan calon, tanpa membeda-bedakan. Hal ini didukung oleh fakta bahwa tidak ada putusan Bawaslu yang menyatakan Termohon telah melakukan pelanggaran secara TSM. Bahwa DPT yang dipersoalkan oleh Pemohon merupakan persoalan yang sudah diselesaikan secara bersama-sama sejak awal antara Termohon, Pemohon, Pihak Terkait serta Bawaslu. Dalam catatan Termohon, terdapat 7 kali koordinasi antara Termohon dengan Pemohon, yaitu pada tanggal 15 Desember 2018, 19 Desember 2018, 19 Februari 2019, 1 Maret 2019, 15 Maret 2019, 29 Maret 2019, dan 14 April 2019. Termohon telah menindaklanjuti seluruh laporan Pemohon dengan melakukan pengolahan data, berkoordinasi dengan Ditjen Dukcapil, mengadakan rapat koordinasi dengan KPU, KIP provinsi kabupaten/kota, melakukan verifikasi faktual dengan metode sampling, melakukan diskusi terbatas dengan ahli demografi dan ahli statistik, serta melakukan pencocokan, dan penelitian terbatas berdasarkan kesepakatan rapat tanggal 29 Maret 2019 antara Termohon dengan peserta pemilu.

22 Pada intinya, semua data yang dipermasalahkan oleh Pemohon, setelah dilakukan verifikasi secara bersama-sama antara Pemohon, Termohon, Bawaslu, dan Pihak Terkait, ternyata memenuhi syarat sebagai pemilih. Bukti atas laporan ini kami ajukan sebagai ... buku atas hasil tindak lanjut ini kami ajukan sebagai bukti. Dalil Pemohon yang menyebutkan ada 17.500.000 pemilih yang tidak wajar karena memiki tanggal lahir yang sama sebanyak 9.817.003 orang, yang tanggal lahirnya 1 Juli sebanyak 5.377.401 orang, yang tanggal lahirnya 31 Desember, dan sebanyak 2.359.304 orang yang tanggal lahirnya 1 Januari adalah dalil yang tidak berdasar menurut hukum karena mereka semua memang terdata sebagai pemilih yang terdaftar dalam sistem administrasi kependudukan. Adanya penanggalan tanggal lahir yang sama kepada para pemilih tersebut, merupakan pelaksanaan kebijakan sistem informasi manajemen kependudukan sejak tahun 1970 yang diterapkan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Di mana terhadap penduduk yang tidak tahu tanggal dan bulan lahirnya, maka akan dicatat pada tanggal 31 Desember. Sedangkan, saat menggunakan sistem administrasi kependudukan sejak tahun 2004, bagi penduduk yang tidak tahu tanggal dan bulan lahirnya, akan dicatat pada tanggal 1 Juli. Kebijakan pemerintah tersebut bukanlah merupakan hal yang baru, sebagaimana terdapat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pada bagian tata cara pengisian formulir biodata penduduk untuk perubahan data warga negara Indonesia. Formulir F-1 ... 1.06. Di mana untuk pengisian data individu angka 9 tentang tanggal lahir disebutkan bahwa tanggal lahir ditulis sesuai dengan tanggal, bulan, dan tahun lahir. Jika Pemohon tidak mengetahui tanggal lahirnya, harap ditulis tanggal 01 bulan 7 (Juli), sedangkan tahun sesuai dengan pengakuannya. Bahwa tuduhan Pemohon yang menyimpulkan Termohon melakukan kecurangan yang didasari perolehan suara Pemohon adalah 0 merupakan dalil yang tidak berdasar. Karena Termohon sama sekali tidak bisa mengatur dan tidak mungkin melakukan rekayasa atas hasil perolehan suara pasangan calon. Proses pemungutan dan penghitungan perolehan suara dilakukan secara terbuka yang disaksikan oleh masyarakat banyak dan dihadiri oleh saksi peserta pemilu. Apabila saksi Pemohon tidak ada di TPS, masih ada saksi partai politik pendukung Pemohon yang berada di TPS yang dapat mengawasi dan melaporkan jika ada masalah. Bahkan di seluruh TPS yang ada, Bawaslu telah menempatkan setiap pengawas TPS untuk mengawasi jalannya pemungutan suara sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Sampai saat ini, tidak ada laporan

23 dari Bawaslu atau jajarannya mengenai permasalahan perolehan suara yang diperoleh pasangan calon sebanyak 0 suara. Fenomena jumlah suara pasangan calon sebanyak 0 suara tidak hanya dialami oleh Pemohon, akan tetapi juga dialami oleh Pihak Terkait. Bahkan dalam sengketa Pilpres Tahun 2014, permasalahan perolehan suara pasangan calon sebanyak 0 suara juga pernah dipermasalahkan. Terhadap permasalahan tersebut, Mahkamah Konstitusi telah membuat pertimbangan hukum yang pada pokoknya menyatakan bahwa dalam praktik pemilu, Mahkamah memang menemukan dalil terkait dengan fakta adanya perolehan suara 100% untuk satu peserta pemilu dan perolehan suara 0% bagi peserta yang lain di TPS-TPS tertentu, khususnya di Kabupaten Nias Selatan, Madura, , , Maluku, dan Maluku Utara. Hal ini pada umumnya terjadi di daerah-daerah tertentu yang memiliki ikatan sosial kemasyarakatan adat yang kuat, yang praktik pemilihannya dilakukan secara kesepakatan, meskipun tidak menggunakan sistem noken atau sistem ikat. Terhadap hal tersebut, Mahkamah tidak memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang. Karena faktanya, para saksi peserta pemilu tidak mengajukan keberatan serta jumlah perolehan suara di TPS tersebut tidak signifikan memengaruhi peringkat perolehan suara pun telah seandainya dilakukan pemungutan suara ulang berdasarkan Putusan Mahkamah Nomor 1 Tahun 2014, halaman 5605. Dalil Pemohon yang mempersoalkan mengenai kesalahan pencatatan hasil perhitungan suara dengan merujuk kesalahan input data dari C1- PPWP yang dipindai ke dalam Situng KPU dan kesalahan pencatatan data pada sumber data C1-PPWP yang dipindai ke dalam Situng KPU adalah tidak berdasar. Dalam Perbaikan Permohonannya, Pemohon hanya menguraikan terjadi manipulasi perolehan suara karena terjadi kesalahan input data pada 21 TPS, halaman 81 sampai dengan halaman 91. Padahal, jumlah TPS dalam Pemilu Pilpres 2019 adalah sebanyak 813.336 TPS. Sehingga jika diperbandingkan jumlah total TPS, maka kesalahan input data Situng hanya berkisar 0,0026%, tidak sampai 0,01%, sangat kecil dan tidak signifikan. Jadi, kalaupun benar terjadi kesalahan input data, maka tidak bisa disimpulkan adanya rekayasa untuk melakukan manipulasi perolehan suara. Tuduhan rekayasa Situng untuk memenangkan salah satu pasangan calon adalah tuduhan yang tidak benar atau bohong sebagaimana dikembangkan oleh salah satu pendukung Pemohon, yaitu WN, yang baru satu hari yang lalu pada hari Senin kemarin ditangkap oleh Bareskrim Polri karena telah menyebarkan berita bohong bahwa server KPU bocor, di- setting untuk memenangkan Pasangan Calon Ir. Joko Widodo dan Kiai Haji Ma’ruf Amin dengan tetap menjaga kemenangan suara Pihak Terkait sebesar 57%. Pemohon tidak pernah mempersoalkan proses perhitungan suara di TPS-TPS dan rekapitulasi hasil perhitungan suara secara manual dalam

24 rapat pleno di kecamatan yang menjadi dasar penetapan penghitungan perolehan suara tingkat nasional. Pencatatan data pada Situng KPU bukan merupakan sumber data rekapitulasi berjenjang yang menjadi dasar penghitungan perolehan suara pada tingkat nasional. Karena pengelolaan data pada Situng KPU hanyalah merupakan alat bantu yang berbasis teknologi informasi untuk mendukung akuntabilitas kinerja dalam pelaksanaan tahapan pemungutan penghitungan rekapitulasi serta penetapan hasil perhitungan suara Pemilu 2019, sebagaimana ditegaskan dalam Keputusan Termohon Nomor 536 Tahun 2009 tentang Petunjuk Penggunaan Sistem Informasi Penghitungan Suara Pemilu 2019. Dengan demikian, Pemohon telah keliru atau gagal paham dalam menempatkan Situng pada proses penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara. Dalam Pasal 61 ayat (9) dan ayat (10) PKPU Nomor 3 Tahun 2019 mengenai pemungutan dan penghitungan suara dalam Pemilu disebutkan bahwa KPU kabupaten/kota wajib memindai atau scan salinan Formulir Model C-KPU, C-1 KPU, C-1 DPR, Model C-1 DPD, C-1 DPRD provinsi, dan C-1 DPRD kabupaten/kota, serta wajib mengirimkan hasil pindai tersebut kepada KPU melalui Situng untuk diumumkan di laman KPU. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat sebagai bentuk pelaksanaan prinsip penyelenggara pemilu yang jujur, adil, akuntabel, dan terbuka, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang- undang Pemilu dan pelaksanaan atas kewajiban Termohon untuk menyampaikan semua informasi penyelenggara pemilu kepada masyarakat sesuai Pasal 14 huruf c Undang-Undang Pemilu. Oleh karena itu, hasil scan formulir melalui C-KPU dan lampirannya berupa C-1 dimaksudkan untuk diumumkan, bukan sebagai bahan dasar untuk proses rekapitulsasi di tingkat kecamatan. Selain itu, pada laman Info Pemilu 2019 yang menampilkan Situng KPU terdapat tulisan disclaimer yang menyatakan bahwa: a. Data entri yang ditampilkan pada menu hitung suara adalah data yang disalin apa adanya. Sesuai dengan angka yang tertulis pada salinan Formulir C-1 yang diterima kabupaten/kota dari KPPS. b. Apabila terdapat kekeliruan pengisian data pada Formulir C-1, dapat dilakukan perbaikan pada rapat pleno terbuka rekapitulasi di tingkat kecamatan. c. Apabila terjadi … apabila terdapat perbedaan data antara entri di Situng dan salinan Formulir C-1, akan dilakukan koreksi sesuai data yang tertulis di salinan Formulir C-1. d. Data yang ditampilkan di Situng bukan merupakan hasil resmi penghitungan perolehan suara. Penetapan hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dilakukan secara berjenjang sesuai tingkatannya dalam rapat pleno terbuka. Dengan diumumkannya hasil scan model C dan C-1 kepada masyarakat melalui Situng, maka masyarakat dapat memberikan masukan

25 atau mengawasi hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon beserta jajarannya dalam semua tingkatan. Sehingga proses penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon, dapat diawasi oleh semua pihak, dapat dikontrol masyarakat luas agar peluang untuk terjadinya kecurangan menjadi semakin sempit. Terkait dengan adanya kesalahan input data C-1 ke Situng KPU, Termohon telah mengembangkan 2 model koreksi, yaitu berdasarkan laporan dari masyarakat dan monitoring secara internal. Dimana setelah di kate … ada kesalahan input data, maka segera dilakukan perbaikan input data oleh masing-masing operator yang berwenang pada kabupaten/kota yang bersangkutan. Kesalahan input terjadi tidak saja untuk perolehan suaranya Pemohon, akan tetapi juga perolehan suara Pihak Terkait yang sifatnya acak, sporadis, sehingga tidak bisa disimpulkan hanya untuk memenangkan salah satu pasangan calon. Mengenai adanya kesalahan sumber data pada C-1 yang dipindai, Termohon dan operator pada tingkat KPU kabupaten/kota tidak bisa melakukan koreksi karena data yang ditampilkan haruslah data apa adanya. Apabila Termohon memiliki kewenangan untuk memperbaiki C-1 yang dipindai, malah dapat menimbulkan kecurigaan yang lebih besar bahwa Termohon dapat mengubah perolehan suara paslon. Koreksi atas kesalahan sumber data tersebut sudah ada mekanismenya dalam rapat pleno tingkat kecamatan yang dihadiri oleh Bawaslu, saksi paslon, termasuk saksi Pemohon yang hasilnya dituangkan dalam Formulir Model DA, DA-1, dan DA-1 PPWP. Rapat pleno tingkat kecamatan dilaksanakan secara terbuka dan dapat disaksikan masyarakat luas. Dengan adanya koreksi pencatatan data hasil penghitungan suara dalam Formulir Model DA-1 PPWP yang berisi data pada tingkat TPS untuk per desa, maka rekapitulasi perhitungan suara pada tingkat kecamatan bisa dilaksanakan dari semua data desa, sebagaimana Formulir DA-1 PPWP. Begitu seterusnya. Rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara berjenjang, sampai tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional. Persoalan Situng KPU nebis in idem. Temuan atas kesalahan input data C-1 pada Situng KPU dan kesalahan sumber data C-1 yang dipindai, bukanlah merupakan hal yang baru. Karena sebelumnya telah dilaporkan oleh Tim Pendukung Pemohon ke Bawaslu RI dalam Perkara Nomor 07. Laporan tersebut telah diperiksa dan diputus oleh Bawaslu pada tanggal 16 Mei 2019. Dengan amar putusan yang pada pokoknya menyatakan, “Memerintahkan KPU untuk memperbaiki tata cara dan prosedur dalam input data sistem informasi pemungutan suara.” Dalam pertimbangan hukum Bawaslu pada perkara tersebut, tidak ada satu pun pendapat Bawaslu yang mengaitkan temuan kesalahan input data yang dipindai dan temuan kesalahan pencatatan sumber data pada C-1 yang dipindai dengan keuntungan atau kerugian salah satu pasangan calon.

26 Dengan demikian karena Bawaslu telah memeriksa, mengadili, dan memutus laporan Tim Pendukung Pemohon mengenai kekacauan Situng, maka gugatan atas permohonan Situng dalam Permohonan Pemohon haruslah dikategorikan sebagai nebis in idem. Sehingga Mahkamah Konstitusi harus menyatakan bahwa Permohonan mengenai hal ini haruslah dikesampingkan atau tidak dapat diterima. Bahwa tuduhan Pemohon yang mempersoalkan Termohon tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu di Kota Surabaya dan di Provinsi adalah tidak berdasar. Karena rekomendasi yang dimaksud Pemohon dalam Permohonannya ternyata merujuk kepada rekomendasi dalam pemilu pileg, bukan dalam konteks pemilu pilpres. Di mana terhadap rekomendasi tersebut, sesungguhnya telah ditindaklanjuti oleh Termohon. Dalil Pemohon mengenai rekomendasi Bawaslu di Kota Surabaya, untuk melaksanakan pemungutan suara ulang ternyata rekomendasi dimaksud bukanlah untuk melaksanakan pemungutan suara ulang, melainkan penghitungan surat suara ulang. Begitu juga rekomendasi di Provinsi Papua, ternyata berkaitan dengan kesalahan pencatatan dalam pemilu legislatif, bukan pemiliu pilpres. Di mana atas rekomendasi tersebut sudah ditindaklanjuti oleh Pihak Termohon. Oleh karena itu, dalil Pemohon mengenai masalah ini haruslah dikesampingkan. Selanjutnya, tuduhan Pemohon mengenai daftar hadir C-7 yang sengaja dihilangkan di berbagai daerah adalah tidak benar dan tidak jelas. Termohon beserta dengan jajaran telah melakukan pengadministrasian dokumen pemilu, di mana semua dokumen pemilu pada tingkat TPS seperti, C-KPU, C1-PPWP, C2-KPU, C3-KPU, C6-KPU, dan termasuk juga C7-DPT, C7-DPTb, C7-DPK dimasukkan ke dalam sampul kertas, disegel, dan kemudian dimasukkan ke dalam kotak suara. Di mana kemudian kotak suara tersebut ditempel label, disegel, dan dikunci sesuai dengan Pasal 57 PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu, sebagaimana diubah terakhir dengan PKPU Nomor 9 Tahun 2019. Majelis Hakim Konstitusi, Yang Mulia. Sebelum Pemohon mengajukan Permohonannya, hal-hal yang dipermasalahkan oleh Pemohon sudah beredar di berbagai media massa dan di media sosial, terutama mengenai masalah DPT dan Situng. Kemudian setelah mencermati isi Permohonan semua tuduhan yang diajukan oleh Pemohon adalah tidak benar, tidak jelas, dan tidak relevan. Oleh karenanya, tuduhan-tuduhan Pemohon terkesan lebih merupakan upaya membangun opini publik mengenai kecurangan pilpres, ketimbang mencari kebenaran hukum yang hakiki. Dalil Pemohon yang menyatakan ada banyak daerah lain yang Formulir Model C-7 nya tidak ada adalah dalil tidak benar dan tidak berdasar karena Pemohon tidak menguraikan dokumen C7-KPU dan TPS mana saja yang dihilangkan? Siapa yang menghilangkan dokumen

27 tersebut? Kapan dan di mana kejadiannya? Bagaimana caranya menghilangkan dokumen C7-KPU? Termohon beserta jajaran selalu melaksanakan tahapan pemilu sesuai dengan peraturan KPU. Terkait dokumen pemilu dalam pelaksanaan tahap pemungutan dan penghitungan suara pada tingkat TPS, seperti dokumen hasil perhitungan suara sebagaimana terdapat dalam Formulir C-1, daftar hadir pemilih sebagaimana dalam Formulir Model C7-KPU selalu disimpan dalam kotak suara sebagaimana ketentuan PKPU Nomor 3 Tahun 2019. Bahwa Pemohon mempersoalkan mengenai pembukaan kotak suara adalah dalil yang tidak berdasar karena pembukaan kotak suara di maksud yang dilakukan di berbagai daerah untuk tujuan mempersiapkan bukti, guna diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Di mana berdasarkan Peraturan Mahkamah Konsutitusi Nomor 5 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2019, Termohon dijadwalkan untuk mengajukan Jawaban Termohon dan alat bukti pada tanggal 12 Juni 2019, satu hari setelah Permohonan Pemohon diregister pada tanggal 11 Juni 2019. Bahwa benar menurut Pasal 401 Undang-Undang Pemilu, KPU kabupaten/kota menyimpan, menjaga, dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara. Akan tetapi, Termohon tidak dilarang membuka kotak suara pascarekapitulasi penghitungan suara. Berdasarkan Pasal 95 ayat (1) PKPU Nomor 4 Tahun 2019, Termohon dapat membuka kotak suara untuk mengambil formulir yang digunakan sebagai alat bukti dalam penyelesaian perselisihan hasil pemilu. Bahwa pembukaan kotak suara yang dilakukan oleh KPU kabupaten/kota adalah merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Termohon Nomor 877 tentang Penyiapan Kronologi dan Daftar Alat Bukti Atas Permohonan Perselisihan Hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi, tertanggal 26 Mei 2019. Pembukaan kotak suara dimaksud dibuka oleh Termohon sesuai dengan ketentuan, yaitu berkordinasi dengan Bawaslu kabupaten/kota dan kepolisian setempat dalam melaksanakan pembukaan kotak suara sesuai dengan amanat Pasal 95 ayat (2) PKPU Nomor 4 Tahun 2019. Dengan demikian, dalil Pemohon yang menyatakan pembukaan kotak suara tersebut melanggar prosedur adalah dalil yang tidak berdasar oleh karenanya harus dikesampingkan. Untuk selanjutnya, Termohon akan menyampaikan jawaban Temohon dalam Eksepsi dan dalam Pokok Perkara sebagai berikut. Dalam Eksepsi. Materi Pemohon tidak memenuhi syarat ketentuan materi permohonan, bagian ini sudah dikupas dari bagian pendahuluan. Untuk gambaran umum, kami menyampaikan pelaksanaan tahapan … seluruh tahapan Pemilu Pilpres 2019, mulai dari tahap pendaftaran penetapan calon, penyusunan DPT, dan penetapan DPT, sosialisasi

28 kampanye, laporan dana kampanye, kemudian pemungutan penghitungan suara, serta beberapa permasalahan dan rekomendasi Bawaslu sudah kami sampaikan di dalam jawaban Termohon yang kami anggap sudah dibacakan, begitu juga untuk tanggapan Termohon terhadap masing- masing dalil Pemohon, baik dalam Permohonan Pemohon dan juga dalam Perbaikan Permohonan, sudah kami jawab dalam jawaban Termohon ini, yang pada pokoknya sudah kami sampaikan tadi dalam bagian pendahuluan. Petitum. Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, Termohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut. Dalam Eksepsi. Menerima Eksepsi Termohon. Dalam Pokok Perkara. Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan benar Keputusan KPU Republik Indonesia Nomor 987 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional dalam Pemilu Tahun 2019, tertanggal 21 Mei 2019. Menetapkan perolehan suara Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2019 yang benar adalah sebagai berikut. Nama pasangan calon: 1. Ir. H. Joko Widodo dan Prof. Dr. K. H. Ma’ruf Amin=85.607.362 2. H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno=68.650.239 Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Hormat kami Kuasa Termohon, Ali Nurdin, S.H., dan kawan-kawan. Demikian kami sampaikan. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb.

13. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Terima kasih. Lanjut ke Pihak Terkait, silakan juru bicara Pihak Terkait! Ya, boleh di podium boleh di tempat duduk. Di podium? Silakan! Ya, waktu yang disediakan sama seperti Termohon, 3 jam maksimal, tapi kalau kurang dari itu, ya, lebih baik juga. Nanti pukul 12.00 WIB kalau belum selesai nanti kita skors dulu. Silakan, Prof!

14. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: YUSRIL IHZA MAHENDRA

Terima kasih, Yang Mulia. Bismilahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Saudara-Saudara Para Kuasa Hukum Pemohon, Saudara-Saudara Para Kuasa Hukum dan Prinsipal Termohon,

29 Bawaslu, Rekan-Rekan Para Kuasa Hukum Pihak Terkait, Hadirin, Hadirat yang saya muliakan. Izinkanlah kami, Yang Mulia, untuk secara bergantian membacakan pokok-pokok keterangan atau Jawaban Pihak Terkait dalam persidangan ini yang secara bergantian akan kami bacakan sebagai awal, kemudian akan dilanjutkan oleh rekan kami, Saudara I Wayan Sudirta, dan kemudian akan dilanjutkan lagi oleh rekan kami, Saudara Luhut Pangaribuan. Jadi, kami akan secara bergantian membacaran Pokok- Pokok Permohonan ini, Yang Mulia. Kemudian, oleh karena pokok-pokok keterangan ini cukup panjang, maka kami akan memilah-milah, sebagian kami bacakan, sebagian tidak kami bacakan, dan mohon kiranya apa yang kami sampaikan kepada Mahkamah Konstitusi kemarin dianggap seluruhnya sudah dibacakan. Mohon demikian, Yang Mulia.

15. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, silakan!

16. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: YUSRIL IHZA MAHENDRA

Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, sebelum menguraikan secara rinci Keterangan Pihak Terkait ini, perkenankanlah Pihak Terkait untuk lebih dahulu menyampaikan kalimat-kalimat pendahuluan sebagai berikut. Pertama-tama izinkanlah kami Para Kuasa Hukum Pihak Terkait menggunakan kesempatan yang baik ini sehubungan dengan suasana di bulan Syawal untuk mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan, kepada Para Kuasa Hukum Termohon … Termohon, serta Hadirin, dan Hadirat yang mulia pada sidang yang berbahagia ini. Izinkanlah pula kami, Para Yang Mulia, untuk menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Para Pemohon dan Para Kuasa Hukumnya yang berkenan membawa permasalahan ini, permasalahan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 ini ke Mahkamah Konstitusi untuk memperoleh penyelesaian dan putusan secara konstitusional. Pihak Terkait dan kami, Para Kuasa Hukumnya, yakin dan percaya bahwa hukum adalah mekanisme untuk menyelesaikan perbedaan kepentingan, bahkan konflik kepentingan secara damai, adil, dan bermartabat. Kami tetap memiliki kepercayaan yang tinggi kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan sengketa hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden dengan seadil-adilnya, tanpa pengaruh dan tekanan dari pihak mana pun juga. Perkara yang sedang diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sekarang ini adalah perkara perselisihan hasil pemilihan umum yang menjadi kewenangannya sebagaimana diatur oleh Pasal 24C Undang-

30 Undang Dasar Tahun 1945 yang kemudian dirinci oleh Pasal 10 ayat (1) huruf d, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, serta peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Perselisihan ini adalah perselisihan yang lazim dan sangat mungkin akan terjadi dalam kehidupan demokrasi di suatu negara modern yang jika dilihat dari perspektif Islam hal-hal seperti itu akan dapat diselesaikan oleh badan-badan peradilan yang imparsial dan objektif. Alquran telah memberikan pedoman dan bimbingan mengenai pembentukan Mahkamah untuk memutuskan berbagai perselisihan dalam kehidupan demokrasi sebuah negara modern sebagaimana tertuang di dalam surat An-Nisa ayat (58) yang terjemahannya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada barang siapa yang berhak untuk menerimanya. Nah, apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah sebaik- baik pemberi pelajaran kepadamu. Sesungguhnya Allah maha melihat, maha mendengar, lagi maha melihat.” Dalam Surat An-Nisa’ ayat (135) yang dipampangkan di depan Ruang Persidangan Mahkamah Konstitusi ini, Alquran menyatakan, “Wahai orang-orang yang beriman jadilah kalian penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri, atau terhadap kedua orang tuamu. Jika mereka kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu akan kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian memutar balikan kata- kata atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah bahwa Allah maha teliti terhadap segala sesuatu yang kalian kerjakan.” Kemudian di dalam Surat Al-Maidah ayat (8), Allah S.W.T berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman jadilah kalian penegak keadilan karena Allah dan jika kalian menjadi saksi, hendaklah memberikan keterangan dengan adil dan janganlah kebencian kalian terhadap sesuatu golongan mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil lah karena sesungguhnya adil itu lebih dekat kepada takwa.” Hal yang diperselisihkan oleh Pemohon dan Termohon dalam perkara perselisihan pemilihan umum pemilihan presiden dan wakil presiden ini bukanlah berkaitan dengan persisihan mengenai konsepsi ketuhanan yang menjadi doktrin teologis sesuatu agama yang tidak mungkin dapat diselesaikan oleh para pemimpin dan pemeluk agama-agama yang berbeda di atas dunia ini. Apapun dan bagaimanapun argumentasi teologis yang mereka kemukakan terhadap persoalan-persoalan atau perselisihan fundamental berkaitan dengan doktrin teologis yang tidak mungkin dapat diselesaikan melalui perdebatan-perdebatan oleh manusia di atas dunia ini, maka Allah S.W.T berfiman dalam 2 ayat Alquran yakni Surat Al-Hajj ayat (69) dan Surat As-Sajdah ayat (25) yang dikutip

31 Pemohon pada halaman 1 Permohonannya akan diselesaikan oleh Allah S.W.T di hari akhirat nanti. Kedua ayat yang dikutip oleh Pemohon itu tidak berkaitan dengan perselisihan yang timbul karena perhitungan akhir hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang menurut keyakinan kami sebagai Pihak Terkait dalam perkara ini seharusnya dapat diselesaikan dengan seadil- adilnya oleh Para Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia yang wajib memutuskan setiap perkara dengan irah-irah, “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Sehingga pada hemat Pihak Terkait akan dapat diputuskan dengan adil oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tanpa harus menunggu datangnya hari kiamat, di mana Allah S.W.T akan memberikan keputusannya. Apa yang nantinya diputuskan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia ini, semuanya akan sangat tergantung kepada fakta- fakta yang terungkap dalam persidangan ini. Pihak Terkait berkeyakinan bahwa putusan Mahkamah tidaklah mungkin akan didasarkan kepada opini yang dibentuk melalui agitasi dan propaganda yang dikemukakan baik dalam media cetak, media elektronik, media sosial, serta pidato- pidato, dan ceramah-ceramah yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Selanjutnya izinkanlah kami, Yang Mulia, untuk menguraikan tanggapan kami atas Permohonan Pemohon sebagai berikut. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat. Pemilihan umum, baik pemilihan umum presiden dan wakil presiden, maupun pemilihan anggota DPR RI, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota telah berlangsung tanggal 17 April 2019 yang lalu dengan aman, damai, dan demokratis. Suasana rakyat … suara rakyat telah diberikan melalui surat-surat suara di tiap-tiap tempat pemungutan suara. Melalui perhitungan dan rekapitulasi berjenjang, maka hasil Pemilu Tahun 2019 kemudian ditetapkan secara nasional oleh KPU Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 2019. Suara yang telah diberikan rakyat merupakan pelaksanaan dari asas kedaulatan rakyat yang dianut oleh konstitusi kita, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rakyat telah memilih, rakyat telah menentukan pilihannya. Apapun hasilnya, itulah kehendak rakyat. Oleh karena itu, menghormati hasil pilihan rakyat yang diberikan melalui pemilihan umum adalah wujud dari pelaksanaan demokrasi dan menerima hasil pemilu sebagai kehendak rakyat adalah bentuk dari sikap demokratis seorang pemimpin dan sikap kenegarawanannya. Pemilu 2019 adalah pemilu pertama yang dilakukan serentak dengan menggabungkan pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden dengan pemilihan legislatif. Berbeda dengan pilpres secara umum hasil pemilihan legislatif secara nasional dapat diterima oleh partai-partai peserta pemilu. Jika terdapat sengketa perselisihan hasil suara ke Mahkamah Konstitusi, itu terjadi

32 karena beberapa daerah pemilihan disebabkan adanya dugaan selisih perhitungan suara yang terjadi dalam proses rekapitulasi yang dilakukan secara berjenjang. Namun secara garis besar, tidak ada satu pun partai politik yang menolak total hasil keseluruhan pemilu legislatif secara nasional. Kedewasaan partai-partai politik juga ditunjukkan dengan memberikan penghormatan terhadap sistem penyelesaian sengketa yang telah disusun bersama dengan menggunakan sarana-sarana yang tersedia ketika merasa terdapat hal atau pelanggaran yang patut untuk diselesaikan. Tantangan Pemilu 2019 di Era Post-Truth. Tantangan terbesar yang dihadapi proses Pemilu 2019 ini adalah fenomena politik pascakebenaran atau post-truth politics yang menguat beberapa tahun terakhir ini. Ciri-ciri dari post-truth adalah penggunaan strategi untuk membangun narasi politik tertentu, untuk meraih emosi publik dengan memanfaatkan informasi yang tidak sesuai dengan fakta, yang membuat preferensi politik publik lebih didominasi oleh faktor emosional dibandingkan dengan faktor rasional. Para elite politik memiliki tanggung jawab agar praktik politik Indonesia tetap berdasarkan pada nilai-nilai moral, penyebaran berita bohong (hoax), fitnah, penggunaan sentimen suku, agama, dan ras yang sempat mewarnai proses Pilpres 2019 ini tidak boleh terus-menerus berlanjut dan harus dijadikan pelajaran berharga untuk membangun kehidupan politik yang sehat, berkeadaban di masa-masa yang akan datang. Metode firehose of falsehood sebagai teknik propaganda politik adalah metode selayaknya tidak dipergunakan dalam praktik politik Indonesia. Untuk itulah Pancasila sebagai landasan falsafah bernegara tetap harus kita jadikan landasan moral dan filosofis dalam membangun kehidupan politik yang demokratis. Oleh karena itu, Pihak Terkait memandang sangatlah penting untuk memilih … untuk memilah dan mengkritisi bangunan narasi yang dijadikan Permohonan Pemohon. Narasi kecurangan yang diulang-ulang terus- menerus tanpa menunjukkan bukti-bukti yang sah menurut hukum, klaim kemenangan tanpa menunjukkan dasar angka yang valid, upaya mendelegitimasi kepercayaan publik pada lembaga-lembaga penyelenggara pemilu dan lembaga peradilan hendaknya tidak dijadikan dasar untuk membangun kehidupan politik yang pesimistik dan penuh curiga. Setiap narasi yang berisi sebuah tuduhan, hendaknya tidaklah berhenti pada sebatas tuduhan. Setiap tuduhan haruslah dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sah menurut hukum. Tanpa itu, tuduhan hanyalah sekadar tuduhan belaka sebagai cara untuk melampiaskan emosi, ketidakpuasan, bahkan kebencian. Namun, hal itu tidaklah baik dalam upaya kita membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang sehat dan demokratis. Adanya pembuktian yang sah menurut hukum dalam persidangan Mahkamah

33 Konstitusi yang merupakan kewajiban Pemohon akan dapat memastikan, apakah narasi dugaan kecurangan dan pelanggaran yang selama ini dibangun hanya merupakan narasi imajiner semata? Ataukah narasi fakta yang dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum atau tidak? Indonesia adalah negara hukum dan Mahkamah Konstitusi adalah pengawal konstitusi (the guardian of the constitution). Amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah membentuk lembaga kekuasaan kehakiman yang baru di negara kita, yakni Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah yang kewenangannya antara lain untuk menyelesaikan perselisihan tentang hasil pemilihan umum, Pasal 24C ayat (1) Undang- Undang Dasar Tahun 1945. Sedangkan pemilihan umum itu, mencakup pula pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden. Kewenangan ini diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam undang-undang ini, kewenangan Mahkamah Konstitusi telah disebutkan dengan … dan dipertegas lagi dalam undang … dalam undang- undang ini, kewenangan Mahkamah Konstitusi yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dipertegas lagi, antara lain untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, Pasal 10 dari … huruf d Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Apa yang dimaksud dengan perselisihan? Ialah perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil pemilihan pres … pemilu presiden dan wakil presiden secara nasional, Pasal 473 ayat (3) Undang-Undang Pemilu. Mahkamah juga merujuk pada kewenangan yang sama, yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan undang-undang, yaitu penetapan hasil perhitungan perolehan suara nasional oleh KPU, Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2018. Oleh karena itu, jika ada kesalahan hasil perhitungan suara ditetapkan oleh Termohon, yakni KPU, Pasal 8 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2018. Berdasarkan fakta yang didukung oleh alat-alat bukti, maka Mahkamah akan menyatakan, “Membatalkan penetapan hasil perhitungan perolehan suara oleh Termohon serta menetapkan hasil perhitungan perolehan suara yang benar.” Pasal 51 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2019. Jika konsisten dengan ketentuan hukum yang diuraikan tadi, apakah nantinya Mahkamah hanya akan sampai pada keadilan prosedural saja? Konkretnya, apakah Mahkamah hanya akan menjadi lembaga kalkulator saja? Jawabannya, tidak sama sekali. Perlu diingat bahwa ketentuan prosedural atau hukum acara sangat penting dan fundamental dalam rangka hukum yang demokratis … dalam negara hukum yang demokratis,

34 yang menghormati fundamental rights. Tanpa adanya ketentuan prosedural, negara akan kacau dan anarkis karena tanpa norma prosudural mengikuti hukum acara, setiap orang boleh main hakim sendiri, setiap orang, setiap kelompok, boleh menentukan sendiri apa yang menurutnya benar dan apa yang menurutnya adil. Tentu ini bukanlah substansi negara hukum yang dimaksudkan ... yang dimaksudkan dalam demokrasi dan konstitusi kita. Relevan dengan hal ini, doktrin dari Cesare Beccaria yang menyatakan bahwa hal ini berbahaya sebagai berikut, dia mengatakan, yang terjemahannya, “Jika seorang hakim dipaksa untuk memutus perkara berdasarkan pemikirannya saja, sekalipun terdapat dua silogisme di dalamnya, ia memberikan peluang untuk adanya suatu ketidakpastian.” Kemudian dia melanjutkan, “Tidak ada yang lebih berbahaya daripada dalil umum bahwa kita harus menunjuk pada semangat dari hukum tersebut, spirit of law pada saat sudah terdapat ketentuan hukum yang jelas mengaturnya.” Apakah dengan demikian keadilan dinamus ... yang dimaksudkan dalam penyelenggaraan pemilu kita dengan ketentuan yang ada itu hanya akan sampai pada kadin ... pada tingkat keadilan prosedural saja, yakni hanya sebatas untuk menghitung angka-angka perolehan suara saja? Jawabannya tentu tidak. Ketentuan Undang-Undang Pemilihan Umum kita juga telah memuat keadilan substantif dalam berbagai ketentuan yang mengatur pemilihan umum kita, konsep keadilan prosedural atau keadilan formil dan substantif, semuanya sudah diatur sebagaimana mestinya. Dengan Undang-Ungang Pemilu, keadilan prosedural dan keadilan substantif, keduanya sekaligus telah diatur dan diadopsi dengan sebaik- baiknya, ini sesuai dengan doktrin yang dikemukakan oleh John Rawls dalam bukunya The Theory of Justice yang mengatakan, “We're fine form the justice the rule of law in the ownering of delegitimate of the expectation you likely to find substantive justice as well.” Jadi dengan demikian nyata bahwa sistem yang kita anut itu bukan hanya menganut atau mengedepankan aspek keadilan substantif ... prosedural, tapi juga sekaligus menampung aspirasi tentang keadilan yang bersifat substantif. Bahwa Undang-Undang Pemilu yang merupakan produk legislasi yang dihasilkan dan disetujui bersama oleh berbagai fraksi di DPR RI, termasuk di dalamnya gabungan partai politik pengusung Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 2 (in casu Pemohon) yang tergabung dalam berbagai fraksi di dalam DPR bersama Presiden telah mengatur secara jelas tentang berbagai cara penyelesaian serta forum yang telah ditunjuk dalam hal terjadinya sengketa, baik dalam tahapan persiapan penyelenggaraan pada saat dan setelah dilakukannya pemilihan umum, baik pemilihan presiden dan wakil presiden ataupun pemilihan legislatif. Sebagaimana diketahui secara formil Undang-Undang Pemilu ini dibentuk dengan pertimbangan sebagai landasan hukum bagi pemilihan umum

35 secara serentak untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Undang-Undang Pemilu ini telah disatukan substansi pengaturan dalam 3 undang-undang yang ada sebelumnya, termasuk temuan kaidah hukum atau rechtsvinding pelanggaran terha ... yang bersifat Terstruktur, Sistematif, dan Masif (TSM) dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang yang substansi yang pengaturannya disatukan itu ialah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, dan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam penjelasan umumnya, dinyatakan ketiga Undang-Undang di atas juga diatur mengenai kelembagaan yang melaksanakan pemilu, yakni KPU, Bawaslu, serta DKPP. Kedudukan ketiga lembaga tersebut diperkuat dengan ... dan diperjelas tugas dan fungsinya, serta disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan pemilu. Penguatan kelembagaan dimaksud untuk dapat menciptakan penyelenggara pemilu yang lancar, sistematik, dan demokratis. Bahwa Undang-Undang Pemilu mengatur keberadaan lembaga-lembaga untuk menyelesaikan perselisihan yang berkaitan dengan pemilihan umum yang berkenaan dengan substansi maupun prosedur pelaksanaan pemilu, hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 huruf d Undang-Undang Pemilu. Lembaga-lembaga itu ada yang bersifat peradilan, seperti peradilan umum untuk menyelesaikan perkara pidana dalam penyelenggaraan pemilu, pengadilan tata usaha negara untuk menyelesaikan sengketa administrasi penyelenggaraan pemilu, dan Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu. Di samping itu, ada lembaga- lembaga yang bersifat kuasi peradilan seperti Bawaslu untuk laporan pidana pelanggaran administrasi, dan administrasi TSM, serta DKPP yang kewenangannya terbatas pada pelanggaran etik penyelenggaraan pemilu. Dengan adanya lembaga-lembaga peradilan dan kuasi peradilan ini, maka pemilu yang jujur, adil, dan demokratik adalah merupakan perwujudan dari keadilan substantif, sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 22E Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Demikian pula, hal-hal yang bersifat prosedural yang sebagiannya menjadi kewenangan Bawaslu dan sebagian lagi menjadi kewenangan pengadilan tata usaha negara. Menjadi pertanyaan Pihak Terkait, apakah

36 Pemohon yang merasa telah terjadi berbagai kecurangan dan pelanggaran, telah membawa permasalahan yang dihadapi Pemohon kepada lembaga-lembaga ini, baik peradilan maupun quasi peradilan? Sepengetahuan kami Pihak Terkait, hal itu sudah dilakukan oleh Pemohon. Itu berarti bahwa lembaga-lembaga itu telah memutuskan sesuatu kepada para pihak yang terlibat dalam sengketa, termasuk juga kepada Pemohon. Bahwa apabila putusan itu tidak memuaskan Pemohon, hal itu adalah lumrah dalam setiap proses peradilan. Dalam putusan badan peradilan atau kuasi peradilan, akan ada selalu ada pihak yang kalah dan pihak yang menang. Itulah ensensi dari due process of law. Dalam negara hukum yang demokratis, segala sesuatu harus ada akhirnya meskipun ada pihak-pihak yang tidak puas atas keputusan tersebut. Mungkin pihak yang tidak puas itu kiranya dapat memetik hikmah dari kekalahan itu, sebab sebagaimana dikatakan Alquran Surat Al-Baqarah ayat (216), “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu ... bagimu dan boleh jadi pula, kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. Mahkamah adalah lembaga kekuasaan kehakiman yang merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan. Keberadaan Mahkamah sebagaimana disebutkan di dalam Penjelasan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi adalah sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan yang stabil. Hakim Mahkamah Konstitusi adalah negarawan yang menguasai konstitusi, dan ketatanegaraan, dan dia memiliki integritas, dan kepribadian yang tidak tercela, Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang MK. Sebelum menduduki jabatannya Hakim Konstitusi wajib mengucapkan sumpah atau janji akan menjalankan segala peraturan perundang- undangan dengan selurus-lurusnya, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, serta berbakti kepada nusa dan bangsa, Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang MK. Oleh karena itu, Mahkamah adalah lembaga kekuasaan kehakiman yang harus dihormati dan dipercaya sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution) adalah tidak pada tempatnya untuk mengatakan dan meragukan integritas Mahkamah, seperti mencurigai Mahkamah sebagai bagian dari rezim koruptif, padahal proses perkara pun belum dimulai sama sekali. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Hadirin yang kami muliakan, selanjutnya kami membacakan Eksepsi terhadap Permohonan Pemohon. Dalam Eksepsi. Mahkamah tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa di luar hasil penghitungan suara. Berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap

37 Undang-Undang Dasar 1945, memutuskan sengketa kewenangan lembaga antar negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, ditegaskan kembali bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Bahwa meskipun yang menjadi objek pekara dalam Permohonan yang diajukan Pemohon adalah penetapan hasil pemilu secara nasional, namun Pasal 475 ayat (2) Undang-Undang Pemilu pada pokoknya mengatur bahwa permohon ... bahwa permohonan keberatan terhadap hasil pemilu presiden dan wakil presiden hanya terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali, pada pemilu presiden dan wakil presiden. Adanya kata hanya dalam ketentuan pasal tersebut, demi hukum membatasi cakupan substansi hal yang dapat dipermasalahkan ke Mahkamah Konstitusi, yakni terbatas hanya pada hasil perolehan suara. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 75 huruf a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, “Dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang kesalahan hasil suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon.” Dan b, “Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.” Lebih jauh Mahkamah juga mengatur dalam Pasal 8 ayat (1) poin b angka 4 dan 5 PMK Nomor 4 Tahun 2018 tentang apa saja yang harus dimuat dalam permohonan pemohon. Dalam pokok permohonan ditentukan pemuatan mengenai kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh pemohon ... yang ditetapkan oleh termohon ... dan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon. Sedangkan di dalam petitum dimuat adanya permohonan menetapkan hasil perhitungan perolehan suara yang benar menurut Pemohon. Bahwa Pemohon dalam Permohonannya tidak menerangkan tentang perselisihan hasil perolehan suara sebagai objek perkara yang seharusnya menjadi syarat formil permohonan. Hal ini terbukti dalam Permohonan Pemohon yang sama sekali tidak mendalilkan adanya perselisihan hasil perolehan suara dengan Pihak Terkait, termasuk argumentasi Pemohon yang memuat tentang kesalahan hasil perhitungan suara yang ditetapkan

38 oleh Termohon maupun hasil perhitungan suara yang benar menurut Pemohon. Di antaranya, apakah Pemohon sebanarnya pemenang dalam pemilu presiden dan wakil presiden? Berapa perolehan suara yang seharusnya, sehingga Pemohon dapat dikatakan sebagai peraih suara yang terbanyak? Apakah ada pengurangan atau penggelembungan suara? Bagaimana? Oleh siapa? Dan di mana terjadinya pengurangan dan penggembungan suara itu? Akan tetapi, ternyata dalam Permohonannya yang diajukan pada tanggal 24 Mei 2019 yang lalu, Pemohon hanya mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif sebagaimana disebutkan dalam dalil Pemohon pada halaman 15 sampai halaman 29, yang mana dalil-dalil Pemohon adalah merupakan asumsi, tidak disertai bukti-bukti yang sah, dan tidak pula dapat terukur secara pasti, bagaimana dan sebesar apa dampaknya terhadap perolehan suara dalam pemilu presiden dan wakil presiden? Padahal berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, tuduhan adanya pelanggaran-pelanggaran yang didalilkan oleh Pemohon tersebut ada mekanisme penyelesaian hukumnya tersendiri yang diatur dalam Pasal 286 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan: 1. Ayat (1), “Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pelaksana kampanye dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih.” 2. Ayat (2), “Pasangan calon, serta calon anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon serta calon anggota DPRD, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota oleh KPU. 3. Ayat (3), “Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pelanggaran yang terjadi secara struktur, sistematis, dan masif. Sehingga penyelesaian pelanggaran hukum yang didalilkan Pemohon tersebut penyelesaiannya bukanlah di Mahkamah Konstitusi.” Secara keseluruhan di dalam Permohonannya, Pemohon tidak sedikitpun membantah hasil perhitungan perolehan suara pemilihan presiden dan wakil presiden yang ditetapkan oleh Termohon. Pemohon hanya mendalilkan contoh-contoh peristiwa tanpa ada kaitan dan signifikansinya dengan perolehan suara. Dalam Permohonan Pemohon sama sekali tidak memberikan gambaran klaim kemenangan 62% sebagaimana Pidato Pemohon pada tanggal 17 April 2019 ataupun klaim kemenangan 54,24% sebagaimana presentase Badan Pemenangan Nasional atau BPN Pemohon pada tanggal 14 Mei 2019. Dengan tidak

39 didalilkannya perolehan suara versi Pemohon, maka klaim kemenangan tersebut menjadi gugur dengan sendirinya. Bahwa sebagaimana termaksud dalam Pasal 51 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa Amar Putusan Mahkamah menyatakan: A. Permohonan tidak dapat diterima apabila Pemohon dan/atau permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8. B. Permohonan ditolak apabila permohonan terbukti tidak beralasan menurut hukum. C. Permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan menurut hukum dan selanjutnya Mahkamah menyatakan membatalkan penetapan hasil penghitungan suara, perhitungan perolehan suara oleh Termohon, serta menetapkan hasil perhitungan perolehan suara yang benar. Berdasarkan Pasal 51 a quo, telah secara jelas dan tegas bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus Permohonan a quo. Ketentuan Pasal 51 ini memberikan penegasan atas kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal menjatuhkan amar putusan terhadap sengketa hasil pemilu presiden dan wakil presiden. Bahwa berdasarkan uraian dan argumentasi yuridis tadi, sudah cukup kiranya alasan bagi Mahkamah Konstitusi yang mulia untuk menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk mengadili Permohonan Pemohon, sehingga beralasan hukum bagi Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima atau niet onvantkelijk verklaard. Permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur. Permohonan Pemohon tidak jelas dengan alasan-alasan sebagai berikut. Bahwa Permohonan Pemohon dalam pokok perkara, halaman 7 sampai halaman 13, menjelaskan tentang perlunya Mahkamah menerima Permohonan Pemohon untuk diadili dan diputus. Uraian Permohonan dalam subjudul, “MK adalah pengawal konstitusi, sehingga perlu mengadili kecurangan.” Dalam bagian Pokok Perkara, jika dibaca lebih saksama dan teliti, pada pokoknya merupakan keinginan Pemohon sendiri untuk menambahkan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Frasa sehingga perlu mengadili secara eksplisit dan verbatim menunjukkan kehendak subjektif Pemohon agar Mahkamah mempertimbangkan untuk menerima Permohonan Pemohon untuk diproses beyond the law atau diluar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Bahwa Pemohon sejak awal telah sadar ada ketentuan hukum yang mengatur tentang PHPU presiden dan wakil presiden yang telah diuraikan pada bagian 21 Keterangan Pihak Terkait di atas. Karena itulah, Pemohon membuat uraian yang sangat panjang tentang keinginan agar Mahkamah dapat menerima Permohonannya berdasarkan putusan-putusan

40 Mahkamah sebelumnya yang sudah diintregasikan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait tentang tuduhan pelanggaran TSM. Pemohon membangun konstruksi hukum seolah-olah telah terjadi dugaan adanya pelanggaran dan kecurangan agar Mahkamah dapat memeriksa, mengadili, dan memutus Permohonan Pemohon yang hal ini justru menjadikan Permohonan Pemohon menjadi tidak jelas. Bahwa selain itu, Pemohon dalam Petitumnya pada poin 7 memerintahkan kepada Termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh wilayah Indonesia tanpa ada satupun menguraikan dalil yang relevan dalam Positanya. Misalnya, di TPS mana harus diulang dan karena apa sebab sehingga harus diulang? Termasuk apakah Pemohon sebelumnya telah mengajukan keberatan sebagaimana mekanisme hukum yang telah dimuat dalam Berita Acara Keberatan sebagaimana mestinya? Apakah ada rekomendasi, baik dari Bawaslu RI, Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota, panwas kecamatan, panwas kelurahan/desa, dan panitia pengawas lapangan yang memerintahkan Pihak Termohon untuk dilakukan pemungutan suara ulang? Dengan demikian, terdapat ketidaksesuaian antara Posita dengan Petitum yang diajukan Pemohon dalam Permohonannya. Sehingga demikian .. dengan demikian, Permohonan menjadi kabur dan tidak jelas secara hukum. Dalam Petitum Permohonan Pemohon poin 2 disebutkan sebagai berikut, “Menyatakan Batal dan tidak sah Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 987 Tahun 2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, dan DPD, dan DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional dalam Pemilihan Umum 2019, dan Berita Acara KPU RI Nomor 135 dan seterusnya Tahun 2019 tentang Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara Di Tingkat Nasional dan penetapan hasil Pemilihan Umum Tahun 2019.” Dengan Petitum demikian, Pemohon meminta agar keseluruhan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Nomor 987 Tahun 2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota Secara Nasional Dalam Pemilu Tahun 2019 dinyatakan batal dan tidak sah. Padahal dalam keputusan Termohon yang dijadikan obyek perkara tersebut juga memuat hasil perolehan suara untuk pemilihan umum legislatif, sementara tidak ada satu pun Posita yang menguraikan tentang tidak sahnya hasil pemilu legislatif. Pemohon tidak menguraikan secara tegas dan jelas hasil pemilu mana yang menjadi pokok permohonannya. Oleh karena itu, Permohonan Pemohon harus dinyatakan tidak dapat diterima. Bahwa pada Permohonan Pemohon bagian 2, Kewenangan Mahkamah, butir ke-4 huruf c, halaman 6. Pemohon menyebutkan bahwa dasar kewenangan Mahkamah untuk mengadili Permohonan Pemohon adalah Pasal 474 ayat (1) Undang-Undang Pemilu. Setelah kami, Pihak

41 Terkait, menelaahnya secara saksama, ternyata pasal a quo bukanlah dasar hukum tentang kewenangan Mahkamah untuk mengadili PHPU presiden dan wakil presiden. Akan tetapi, pasal tersebut mengatur tentang kewenangan Mahkamah untuk mengadili PHPU pileg, DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta DPD RI. Oleh karena itu, Permohonan Pemohon menjadi kabur dan tidak jelas, yakni apakah Permohonan Pemohon adalah penyelesaian sengketa PHPU presiden dan wakil presiden, atau PHPU DPR, DPRD, atau DPD RI? Bahwa serangkaian pelanggaran nyata terhadap ketentuan formil, permohonan sebagaimana argumentasi yuridis Pihak Terkait di atas, membuktikan bahwa Pemohon dalam mengajukan Permohonan ini tidak memahami konteks, substansi, dan tata cara dalam mengajukan permohonan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi. Aturan-aturan yang dibuat berdasarkan Pasal 475 Undang-Undang Pemilu beserta peraturan Mahkamah Konstitusi yang menjadi turunannya, dibuat dalam rangka menyederhanakan serta memperjelas koridor substansi dan tata cara proses penyelesaian sengketa hasil perhitungan suara pemilu presiden dan wakil presiden. Hingga saat Permohonan diajukan, tidak ada satu pihak pun yang menggugat keabsahan maupun konstitusionalitas dari ketentuan Pasal 475 Undang-Undang Pemilu. Artinya, implementasi terhadap Pasal 475 Undang-Undang Pemilu beserta aturan-aturan turunannya menjadi sahih dan tidak terbantahkan, serta memiliki daya ikat dan daya laku untuk dipatuhi dan dijalankan baik oleh Pemohon, Termohon, maupun Pihak Terkait. Pihak Terkait dalam menguraikan bagian Eksepsi Terkait dengan formalitas pengajuan serta substansi Permohonan Pemohon adalah bukan untuk mencari-cari kesalahan Pemohon. Namun, kesalahan dan kelalaian itu nyata adanya. Pemohon telah gagal secara formil memenuhi ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018, terlebih lagi alat-alat bukti yang diajukan Pemohon tidak mempunyai nilai pembuktian. Bahwa berdasarkan pada alasan-alasan hukum di atas, berdasar secara hukum bagi Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Permohonan Pemohon kabur dan karenanya tidak dapat diterima. Perbaikan Permohonan Pemohon melanggar ketentuan hukum acara di Mahkamah Konstitusi. Bahwa tentu Pemohon sadari dalam perkara perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden tidak ada kesempatan yang diberikan secara hukum kepada Pemohon untuk memperbaiki berkas Permohonan, Pasal 33 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018. Berdasarkan pada ketentuan a quo, hanya Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu saja yang diberikan hak secara hukum untuk mengajukan perbaikan jawaban atau keterangan. Artinya, berkas Permohonan yang telah diajukan Pemohon pada tanggal 24 Mei 2019 adalah bersifat final dan apa adanya.

42 Pengajuan Perbaikan Permohonan yang dilakukan Pemohon tidak dapat dibenarkan secara hukum dan karenanya patut untuk ditolak dan dikesampingkan oleh Mahkamah. Jika dibenarkan, maka hal ini akan melanggar dan merugikan hak hukum Termohon dan Pihak Terkait untuk mendapatkan kesempatan yang cukup untuk membantah dalil-dalil Pemohon dan … dalam Perbaikan Permohonannya, baik dalam jawaban maupun keterangan. Perbaikan Permohonan yang diajukan Pemohon dan diterima Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 10 Juni 2019, pukul 16.59 WIB tidak saja tidak berdasar secara hukum, bahkan telah melampaui kebiasaaan dalam hukum acara tentang makna perbaikan gugatan atau permohonan. Di dalam ... dimana dalam perbaikan, dalil-dalil pokok dalam Permohonan awal tidak boleh ditambah. Faktanya, Perbaikan Permohonan yang diajukan Pemohon bertambah 5 kali lipat banyaknya daripada Permohonan awal. Dimana Permohonan yang diterima pada tanggal 24 Mei 2019 hanya berjumlah 37 halaman, sedangkan Perbaikan Permohonan berjumlah 146 halaman. Dengan tambahan jumlah halaman Perbaikan Permohonan Pemohon tidak lagi menjadi sekadar perbaikan, tapi telah berubah menjadi Permohonan baru. Selain itu, sebagaimana dapat terlihat dari situs resmi Mahkamah, Perbaikan Permohonan tidak diregistrasi. Mahkamah hanya meregistrasi Permohonan yang diajukan Pemohon pada tanggal 24 Mei 2019. Bahwa berbeda dengan sengketa PHPU legislatif, dimana Undang- Undang Pemilu secara eksplisit memberikan kesempatan adanya perbaikan permohonan dalam jangka waktu 3x24 jam sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah, vide Pasal 474 ayat (3). Untuk sengketa PHPU presiden dan wakil presiden, tidak diatur mengenai perbaikan permohonan, vide Pasal 475. Jika pembuat undang-undang menghendaki adanya perbaikan permohonan untuk PHPU presiden dan wakil presiden, maka sudah pasti ketentuan ini dituliskan secara tegas sebagaimana ketentuan untuk PHPU legislatif. Aturan tidak adanya perbaikan permohonan dalam PHPU presiden dan wakil presiden ditegaskan kembali dalam Pasal 6 ayat (1) juncto Pasal 33 PMK dan Pasal 3 ayat (2) PMK Tahun 2018. Dalam pasal terakhir ini ... dalam pasal terakhir ini, secara eksplisit disebutkan bahwa tahapan perbaikan permohonan terhadap pen ... penanganan PHPU presiden dan wakil presiden dikecualikan. Artinya, perbaikan permohonan untuk PHP presiden dan wakil presiden ... penanganan perkara PHP di mah ... bukan merupakan salah satu tahapan dalam penangan perkara PHP di Mahkamah. Lampiran PMK Nomor 5 Tahun 2018 dan perubahan- perubahannya yang berisi tahapan jadwal dan waktu PHP menegaskan hal ini. Lagipula, perbaikan permohonan diterima, maka batas waktu permohonan tidak lagi menjadi 3 hari sejak objectum litis diumumkan Termohon. Namun, berubah menjadi 17 hari karena perbaikan

43 permohonan diterima Mahkamah pada tanggal 10 Juni 2019. Dan seterusnya, kami lampaui. Untuk selanjutnya, dalam Pokok Permohonan akan dibacakan oleh rekan kami, yaitu Saudara I Wayan Sudirta. Kemudian, ada koreksian. Ini poin nomor 2.3.5 dari halaman 18, itu tidak dibacakan dan memang sudah dikoreksi dari Permohonan. Demikian, Yang Mulia. Silakan, Pak Wayan!

17. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, silakan!

18. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: I WAYAN SUDIRTA

Majelis Hakim yang kami muliakan, kami lanjutkan membaca Perbaikan Keterangan Pihak Terkait sebagai berikut di bawah ini. Sebelum kami membacakan dalam Pokok Permohonan, terlebih dahulu izinkan kami mohon maaf karena ada renvoi mengenai ... bacaan 2.3.5 yang tadi telah disinggung oleh rekan kami terdahulu. Tapi alangkah baiknya, kami ... setelah ada renvoi, kami bacakan seutuhnya sebagai berikut bunyi pasal ... bunyi 2.3.5 sebagai berikut. Bahwa karena Perbaikan Permohonan Pemohon tidak berdasar secara hukum, maka Pihak Terkait menyatakan menolak seluruh dalil baru yang ditambahkan Pemohon di dalam Perbaikan Permohonannya dan akan menanggapinya secara tersendiri, pada Bab IV Perbaikan Pihak Terkait ini. Oleh karenanya, beralasan juga bagi Mahkamah untuk menyatakan menolak Perbaikan Permohon ... Permohonan Pemohon yang diajukan pada tanggal 10 Juni 2019. Demikian, Majelis. Selanjutnya, kami akan bacakan mengenai dalam Pokok Permohonan. Majelis yang kami hormati. Bahwa Pihak Terkait menolak seluruh dalil-dalil yang disampaikan oleh Pemohon di dalam Pokok Permohonannya, kecuali dinyatakan sebaliknya di dalam Keterangan Pihak Terkait ini. Karena pada prinsipnya, dalil-dalil Permohonan Pemohon dalam pokok perkara ini lebih bersi ... bersifat asumtif, tidak disertai bukti- bukti yang sah dan tidak pula dapat terukur secara pasti, bagaimana dan sebesar apa dampaknya terhadap perolehan suara dalam pemilu. Dan karena itu, dalil-dalil Pemohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum, bahkan cenderung dipaksakan hanya untuk membangun narasi kecurangan secara emosional belaka. Bahwa untuk menghindari adanya pengulangan, maka hal-hal yang telah diuraikan pada bagian Pendahuluan dan Eksepsi, secara mutatis

44 mutandis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan tanggapan pada bagian keterangan Pihak Terkait dalam Pokok Permohonan ini. Bahwa berdasarkan Keputusan Temohon Nomor 987/PL.01.8- Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten secara nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2019, dalam lampiran 1, Bukti PT-3. Dan Berita Acara KPU RI Nomor 135/PL.01.8-DA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019, Bukti PT-4, perolehan suara masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden secara nasional adalah sebagai berikut. Tabel 1 tentang Rekapitulasi Total Pelo ... Perolehan Suara Paslon Secara Nasional, Pasangan 01 (Ir. H. Joko Widodo dan Prof. Dr. (H.C.) K. H. Ma'ruf Amin) memperoleh suara 85.607.362, sebesar 55,50%. Selanjutnya, Nomor Urut 2 (H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno) memperoleh suara 68.650.239, berarti sebesar 44,50%. Jadi, ada selisih sebesar 16.957.123 alias 11%. Adapun rincian hasil per ... perolehan suara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 per provinsi berdasarkan pada keputusan Termohon, vide Bukti PT-3 dan Bukti PT-4 adalah sebagai berikut. Tabel 2 proble ... perolehan suara paslon berdasarkan provinsi, kami tidak membacakan perolehan suara dari sampai dengan Kalimantan Utara, bahkan luar negeri. Tapi, kami akan menyampaikan jumlah semua perolehan suara nasional, yaitu Paslon Nomor 1 sebesar 85.607.362, kemudian Paslon Nomor 2=68.650.239. Suara sah=154.257.601. Dari hasil perolehan suara tersebut di atas, maka selisih suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait adalah 16.957.123 suara atau 11%. Artinya, untuk dapat dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih, Pemohon berkewajiban untuk membuktikan dalam Permohonannya bahwa hasil perolehan suara Pemohon adalah lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden atau sekurang-kurangnya memperoleh 77.128.801 suara. Namun, Pemohon dalam Permohonannya tidak mendalilkan perolehan suaranya, bahkan sama sekali tidak memuat perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon. Pemohon juga tidak menguraikan berapa banyak perolehan suara yang diklaim Pemohon, yakni suara yang diraih Pemohon lebih unggul daripada Pihak Terkait dengan persentase 52,2%. Menurut exit poll internal Badan Pemenangan Nasional Pemohon, ini disampaikan dalam … oleh Pemohon dalam pidato tanggal 17 April 2019, di Jalan Kertanegara, Jakarta, sekitar pukul 17.00 WIB. Itu dapat dilihat pada Bukti PT-5 yang kami ajukan.

45 Kemudian, persentase itu bertambah menjadi lebih dari 62%, disampaikan Pemohon dalam pidato kemenangan tanggal 18 April 2019, sekitar pukul 20.35 WIB, di Jalan Kertanegara, Jakarta, Bukti PT-6. Terakhir kalinya, Badan Pemenangan Nasional Pemohon mengumumkan kemenangan Pemohon atas Pihak Terkait dengan presentase sebesar 5, … 54,24%, ini disampaikan di Hotel Grand Sahid, Jakarta, tanggal 14 Mei 2019, Bukti PT-7. Dengan demikian, berapa kah sesungguhnya presentase dan/atau angka kemenangan yang diklaim oleh Pemohon atas Pihak Terkait? Bukan saja tidak diketahui secara pasti oleh ter … Pihak Terkait, tapi juga tidak diketahui secara pasti oleh Pemohon sendiri. Jadi, tidak berlebihan kiranya, jika para pengamat berpandangan bahwa Pemohon tersebut bersifat imajinatif. Permohonan Pemohon hanya mendalilkan hal yang bersifat kualitatif, dengan mencantumkan contoh-contoh peristiwa yang kemudian diklaim Pemohon sebagai pelanggaran yang bersifat struktural, sistematis, dan masif tanpa menguraikan hubungannya dengan data kuantitatif hasil perolehan suara yang pada pokoknya terdiri dari 9 poin dalil: a. Ketidaknetralan aparatur negara, dalam hal ini polisi dan intelijen. b. Diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegak hukum. c. Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN. d. Penyalahgunaan anggaran belanja negara dan program pemerintah. e. Penyalahgunaan anggaran BUMN. f. Pembatasan kebebasan media dan pers. g. DPT tidak masuk akal. h. Kekacauan Situng KPU dalam kaitannya dengan DPT. i. Dokumen C-7 secara sengaja dihilangkan di berbagai daerah. Pemohon semestinya tidak saja mengkontruksi berbagai bentuk dugaan kecurangan dan pelanggaran berdasarkan narasi yang bersifat kualitatif saja, tetapi Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dan gamblang, baik locus maupun tempusnya. Apa? Kapan? Di mana? Siapa? Dan bagaimana terjadinya dugaan kecurangan dan pelanggararan itu terjadi? Kemudian argumentasi serta dalil Pemohon lainnya dalam Permohonan akan Pihak Terkait tanggapi, terbatas untuk dalil-dalil yang berkaitan dengan posisi piska … pihak terkait antara lain sebagai berikut. Mahkamah Konstitusi bukan forum penyelesaian dugaan kecurangan dan pelanggaran pemilu. Bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final, antara lain memutus perselisihan tentang Hasil Pemilihan Umum.” Kewenangan yang sama juga telah dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun

46 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Bahwa Pasal 473 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selanjutnya disebut Undang-Undang Pemilu, telah menguraikan ruang lingkup perselisihan tentang hasil pemilihan umum khususnya dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden adalah perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden secara nasional, meliputi perselisihan penetapan suara yang dapat mempengaruhi penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden. Bahwa berdasarkan uraian angka 3.10 dan 3.11 di atas, dapat dipahami bahwa yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum adalah Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, perlu dicermati secara saksama bahwa wewenang Mahkamah untuk memeriksa dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum itu terdapat pembatasan yang diberikan oleh undang-undang. Norma Pasal 475 ayat (2) Undang-Undang Pemilu secara tegas menyatakan bahwa keberatan atas penetapan perolehan hasil pemilu presiden dan wakil presiden, hanya terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada pemi … pemilu presiden dan wakil presiden. Dengan demikian, wewenang Mahkamah hanya terbatas untuk memeriksa perselisihan menyangkut penghitungan perolehan suara saja, sehingga Mahkamah Konstitusi bukanlah forum untuk menyelesaikan permohonan penyelesaian dugaan pelanggaran dan kecurangan pemilu. Pemohon mencampuradukkan kewenangan Mahkamah dengan kewenangan Bawaslu. Bahwa dalam bagian Pokok Permohonan dengan subjudul 5.I, maka adalah pengawal kostitusi, MK adalah pengawal kon … mak … kami ulangi ... MK adalah pengawal konstitusi, sehingga perlu mengadili kecurangan. Lalu, di halaman 7 sampai dengan 13 Permohonan Pemohon, pada pokoknya mendalilkan Mahkamah berwenang untuk menerima dan memeriksa Permohonan Pemohon. Dalam pokok perkara dengan mendasarkan pada alasan-alasan hukum di dalam konstitusi maupun putusan-putusan Mahkamah dalam sengketa pilkada, sebelum berlakunya perubahan rezim sengketa hukum pilkada dan pemilu dalam undang- undang terbaru sejak tahun 2015, vide Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Berikut perubahan-perubahannya dan Undang-Undang Pemilu hingga saat ini. Bahwa terkait dengan dalil Pemohon sebagaimana diuraikan pada angka tika ... 3.12 di atas, Pihak Terkait menegaskan bahwa perumusan penegakan hukum pemilu dan pilkada sebagaimana yang telah dilakukan oleh pembentuk undang-undang di masa yang lalu dan telah dikuatkan

47 oleh berbagai yurisprudensi Mahkamah Agung menyangkut penanganan dan penyelesaian sengketa yang memeriksa dugaan pelanggaran yang bersifat TSM dalam pemilu maupun pilkada, telah diadopsi ... dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Bahwa pelanggaran TSM telah diinkorporasikan sebagai norma hukum yang secara tegas diatur dalam Pasal 286 ayat (3) Undang-Undang Pemilu yang berbunyi sebagai berikut. Pasal 26 ... 286 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Pemilu yang kami kutip, tidak kami bacakan. Mohon diangggap sudah dibacakan. Bahwa penjelasan pasal a quo telah dikutip juga oleh Pemohon pada angka 25, halaman 14, yang berarti Pemohon seharusnya telah memahami tentang konsep pelanggaran TSM. Akan tetapi, anehnya Pemohon tidak menerima keseluruhan aturan tersebut yang secara tegas memberikan kewenangan penanganan sengketa TSM kepada Bawaslu, padahal ini masih dalam satu ketentuan pasal yang sama. Bahwa untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum, setiap dugaan pelanggaran dan kecurangan yang bersifat TSM haruslah memenuhi unsur-unsur sebagaimana yang diatur dalam norma Pasal 286 Undang-Undang Pemilu di atas. Oleh karena itu, upaya Pemohon yang me ... memohon Mahkamah untuk mengadili dugaan pelanggaran dan kecurangan yang bersifat TSM dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 dengan merujuk kepada yurisprudensi yang lama, yang diputus berdasarkan Undang-Undang Pemilu dan Pilkada yang lama, sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, nyata- nyata sudah tidak relevan dijadikan sebagai dasar hukum untuk diterapkan dalam perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 ini. Bahwa jika Pemohon membaca Putusan Mahkamah Agung Nomor 97/PUU-XI/2013, bertanggal 19 Mei 2014, akan terlihat jelas bahwa rezim pilkada bukanlah bagian, apalagi sama dengan pemilu. Karena nomenklatur dan posisi hukum yang berbeda antara pemilu dengan pilkada, maka menggunakan putusan dan cerita pilkada untuk kasus pilpres merupakan analogi yang keliru dan tidak dapat dibenarkan secara hukum. Hal ini sebagaimana juga ditegaskan dalam asas nit agit exemplum litem quo lite resolvit, di mana karena pemilu dan pilkada adalah dua kategori hukum yang berbeda, maka penganalogian keduanya menjadi salah dan merupakan kesesatan berpikir. Bahwa kedua ... kedudukan hukum yurisprudensi sangat berbeda dengan undang-undang, terlebih juga norma yurisprudensi tersebut telah dijadikan bagian dalam undang-undang menjadi statutory presiden sebagaimana ditegaskan oleh doktrin yang dikemukakan oleh Grend Lemon. Kutipan Grand Lemon tidak saya bacakan, agar dianggap sebagai sudah dibacakan. Maka dalil-dalil Pemohon yang menggunakan dasar yurisprudensi pilkada untuk memaksa Mahkamah menerima

48 Permohonannya, merupakan argumen yang tidak relevan secara kontekstual hukum karena yurisprudensi terikat pada konteks kasus in casu pilkada yang berbeda secara konstitusional dengan pemilu. Selain itu, secara hukum, yurisprudensi tidak dapat dijadikan dasar prima facie untuk kasus-kasus yang diajukan Pemohon dalam permohonannya karena undang-undang telah secara tegas mengaturnya. Bahwa konsep TSM yang dimuat didalam Pasal 286 ayat (3) Undang- Undang Pemilu dan Penjelasannya adalah wewenang Bawaslu, bukan wewenang Mahkamah. Pengalihan kewenangan untuk memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran dan kecurangan yang bersifat TSM dari Mahkamah kepada Bawaslu merupakan legal policy pembentuk undang- undang untuk memurnikan pelaksanaan Pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang secara tegas menyatakan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Oleh karena itu, para pembentuk undang-undang berpandangan bahwa kewenangan untuk memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran dan kecurangan bersifat TSM tidak lagi ditangani Mahkamah Konstitusi, tetapi ditangani oleh lembaga yang lain dalam hal ini Bawaslu Republik Indonesia. Selain itu, pembentuk undang-undang mempertimbangkan dugaan pelanggaran dan kecurangan bersifat TSM itu adalah pelanggaran dan kecurangan yang berada dalam tahapan proses pemilihan umum dan bukan menyangkut perselisihan hasil pemilihan umum. Bahwa Norma Pasal 475 ayat (2) Undang-Undang Pemilu mengatur bahwa permohonan keberatan terhadap hasil pemilu presiden dan wakil presiden hanya terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipillih kembali pada pemilu presiden dan wakil presiden. Kata hanya dalam pasal a quo menunjukkan bahwa kewenangan dan kompetensi Mahkamah secara limitatif hanyalah untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum termasuk pemilihan umum presiden dan wakil presiden dan bukan memeriksa hal-hal yang lain seperti dugaan pelanggaran dan kecurangan yang bersifat TSM. Bahwa berdasarkan pada uraian tersebut di atas, beralasan secara hukum bagi Mahkamah untuk menolak seluruh dalil Pemohon terkait keinginan untuk menerima pelanggaran TSM sebagai kewenangan Mahkamah dan karenanya patut secara hukum untuk menyatakan menolak Permohonan Pemohon tersebut secara keseluruhan. Karena seluruh konstruksi Permohonan Pemohon didasarkan pada landasan dalil ini. Tanggapan tentang dalil ketidaknetralan aparat polisi dan intelijen. Terkait dalil Pemohon tentang ketidaknetralan aparat negara, khususnya polisi dan inteligen, dalam bagian a, halaman 18 sampai 19. Pihak Terkait menyampaikian terlebih dahulu keterangan sebagai berikut.

49 Bahwa merupakan fakta yang tak terbantahkan tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 sampai dengan hari pemungutan suara tanggal 19 April 2019 telah berlangsung secara aman, damai, tertib, dan demokratis. Setiap warga negara dalam melaksanakan hak konstitusionalnya datang ke tempat pemungutan suara tanpa tekanan ataupun rasa ketakutan. Warga negara bebas menggunakan hak pilihnya tanpa ada halangan dari pihak manapun juga. Ini semua dapat terlaksana berkat kerja keras dari penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu yang notabene didukung oleh aparat keamanan TNI dan Polri. Rasa aman warga negara dalam menyatakan hak konstitusionalnya membawa dampak kepada tingginya partisipasi dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 yakni mencapai angka 81%. Bahwa sejak Pemilu Tahun 2009 angka partisipasi pemilih berkisar di angka 70%, kemudian pada Pemilu 2014 angka partisipasi pemilih menjadi 75%, dan pada Pemilu 2019 angka partisipasi pemilih mencapai angka tertinggi yakni 81%. Bahwa dalil Pemohon mengenai ketidaknetralan aparat bersifat asumtif dan tendensius karena didasarkan pada dugaan-dugaan keliru dan tidak berdasar. Pemohon juga tidak menguraikan secara jelas dan spesifik kejadian, pelanggaran seperti apa yang dilakuan aparat kepolisian dan intelijen. Di mana terjadinya? Kapan waktunya? Bagaimana kejadiannya? Siapa pelakunya? Bagaimana akibat dan hubungannya terhadap perolehan suara pasangan calon? Bahwa terkait dengan netralitas Polri, Kapolri di setiap kesempatan menyampaikan dan memerintahkan jajarannya agar selalu bersikap netral dan tidak memihak, bahkan untuk memperkuat peneguhan sikap tersebut, Kapolri telah mengeluarkan perintah tertulis agar aparat kepolisian menjaga netralitasnya, yaitu dalam bentuk: a. Telegram Kapolri ber-Nomor STR/126/III/OPS.1.1.1/2019, bertanggal 8 Maret 2019, yang memerintahkan agar anggota Polri menjaga netralitas dalam Pemilu 2019. Telegram Kapolri tersebut memerintahkan 14 larangan, yaitu … ke- 14 larangan ini tidak saya bacakan, mohon dianggap sudah dibacakan. Ini kami lampirkan juga Bukti PT-9 dan Bukti PT-10. Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2018, melalui Surat Nomor ST/2660/X/Res.1.24/2018, Kapolri juga telah memerintahkan kepada seluruh kapolda se-Indonesia untuk bekerja secara profesional, menjaga netralitas, menghindari conflict of interest dalam Pemilu 2019, dan menghindari langkah-langkah yang menyudutkan Polri berpihak dalam politik, Bukti PT-11. Bahwa terhadap dalil Pemohon yang menyatakan, “Salah satu bukti ketidaknetralan Polri adalah adanya bukti pengakuan dari Kapolsek Pasirwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, AKP Sulman Aziz yang mengaku diperintahkan oleh Kapolres Garut untuk menggalang dukungan kepada Pihak Terkait.” Adalah dalil yang mengada-ada dan tidak berdasar karena tuduhan Pemohon telah dibantah oleh AKP Sulman Aziz sendiri,

50 berdasarkan rekaman video pengakuannya dan telah juga terpublikasi melalui media massa. Kami lampirkan Bukti PT-12. Bahwa tuduhan Pemohon sama sekali tidak memberikan dampak bertambahnya perolehan suara bagi Pihak Terkait di Kabupaten Garut, justru sebaliknya, jumlah perolehan suara Pemohon jauh lebih besar daripada Pihak Terkait, yaitu sebanyak 1.064.444, alias 72% … 72,16%. Sedangkan Pihak Terkait hanya meraih suara 412.036 suara, alias 27,84%. Kami lampirkan Bukti PT-13. Dengan demikian, patutlah dalil Pemohon ini untuk dikesampingkan dan dinyatakan tidak beralasan menurut hukum. Terkait dalil Pemohon yang menyatakan adanya indikasi ketidaknetralan Polri karena adanya akun Instagram Alumni Sambar sebagai akun induk Tim Buser Anggota Polri di setiap polres berdasarkan cuitan akun Twitter Shudomin opposite6890, menurut Pihak Terkait, dalil Pemohon ini mengada-ada, serta tidak mendasar. Kenapa? Dalil Pemohon didasarkan pada sumber akun sosial media yang Shudomin yang tidak jelas siapa penanggungjawabnya, terlebih lagi konten yang selalu disebarkan kebanyakan konten yang bersifat hoax. Bagaimana mungkin dalil tersebut dijadikan suatu dalil hukum dalam perkara sengketa hasil pilpres? Oleh karena itu, dalil Pemohon tersebut mengada-ada, tidak berdasar hukum dan patut untuk dikesampingkan oleh Mahkamah. Bahwa Pemohon mendalilkan adanya pendapat … pendataaan kekuatan dukungan capres yang dilakukan oleh Polri sebagaimana pengakuan dari Haris Azhar. Terkait hal ini, disampaikan bahwa temuan ini berhubungan dengan pengakuan AKP Sulman Aziz, yang sebagaimana telah diuraikan di atas, keterangannya telah dicabut. Faktanya, peristiwa tersebut tidak pernah dilaporkan Pemohon kepada Bawaslu. Berdasarkan pada hal ini, maka dalil Pemohon sudah sepatutnya dikesampingkan oleh Mahkamah. Bahwa Pemohon mendalilkan ketidaknetralan aparat inteligen, tuduhan tersebut berdasarkan pernyataan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden RI Tahun 2004-2014) dalam jumpa pers pada tanggal 23 Juni 2018 di Bogor. Terkait dengan hal ini, Pihak Terkait terangkan bahwa pernyataan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono sama sekali tidak berhubungan dengan Pemilu 2019, melainkan terkait dengan Pilkada Serentak pada Tahun 2018. Pemohon memenggal konteks ucapan SBY dan membuat penggiringan serta memanipulasi pernyataan seakan terkait dengan situasi Pemilu 2019. Atas tuduhan tersebut, maka dalil Pemuhun … Pemohon a quo patut untuk dikesampingkan oleh Mahkamah. Tanggapan atas dalil Pemohon tentang tuduhan diskriminasi hukum. Pemohon mendalilkan mengenai adanya diskriminasi perlakuan dan penegakan hukum dengan menyampaikan 11 kasus yang dituduhkan kepada Pihak Terkait. Menanggapi hal ini, Pihak Terkait memberikan keterangan sebagai berikut.

51 Bahwa 6 kasus yang didalilkan Pemohon, yakni pose jari , pose jari Luhut Binsar Panjaitan, d.k.k., kasus kades di Mojokerto, kasus camat di Makassar, kasus kepala daerah di Bengkulu, kasus kepala daerah di Barat, kasus , dan kepala daerah di Jawa Tengah. Huruf a, b, c, d, f. Dan hal ini merupakan kasus yang telah dilaporkan dan ditangani oleh Bawaslu. Bahwa terkait dengan berita tentang deklarasi dukungan gubernur dan 9 bupati di Bengkulu. Huruf e. Enam Kepala Daerah di Maluku Utara berdir … di Maluku Utara hadiri deklarasi dukung Jokowi-Ma’ruf. Dalam huruf i. Hal tersebut merupakan hak warga negara yang dijamin oleh undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) Undang-Undang Pemilu mengenai hari libur sebagai hari yang bebas untuk melakukan kampanye. Apalagi deklarasi dukungan itu dilakukan dalam kapasitas pribadi. Dan bukan dalam kapasitas sebagai kepala daerah. Sedangkan terkait dengan berita tentang 12 kepala daerah di Barat, deklarasi dukung Jokowi. Huruf h. Hal tersebut dilakukan pula sesuai dengan norma Pasal 303 ayat (1) Undang-Undang Pemilu. Lagipula, tidak ada korelasi antara deklarasi para kepala daerah ini dengan perolehan suara Pihak Terkait karena faktanya berdasarkan data dalam tabel 2 perolehan suara berdasa … berdasarkan provinsi di atas, Pihak Terkait kalah dibanding Pemohon di Provinsi Bengkulu, Maluku Utara, apalagi di Provinsi Sumatera Barat. Bahwa atas tuduhan diskriminasi perlakuan yang disampaikan Pemohon, Pihak Terkait tidak memahami apa maksud dari tuduhan diskriminasi perlakuan yang dimaksud Pemohon? Karena jika dibaca lebih jauh, kasus-kasus yang diajukan Pemohon justru membuktikan bahwa pihak-pihak yang dilaporkan dan diproses oleh Bawaslu adalah pendukung Pihak Terkait. Artinya, hukum telah berlaku untuk siapapun tanpa pandang bulu. Dan warga pemilih bebas untuk menyampaikan laporan kepada Bawaslu, sebagaimana diberikan haknya oleh Undang-Undang Pemilu. Sedangkan, mengenai putusan Bawaslu terhadap laporan-laporan tersebut merupakan ranah independensi penegakan hukum yang tak dapat diintervensi oleh siapapun. Apakah tuduhan Pemohon dengan terminologi diskriminasi lebih karena didorong oleh judul kliping berita terkait dengan Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) yang dilaporkan karena pose 2 jarinya sebagaimana tertulis pose 2 jari di acara Gerindra, Anies terancam 3 tahun penjara? Karena menggunakan frasa terancam 3 tahun penjara dalam judul, kemudian muncul seakan adanya tindakan diskriminasi. Padahal faktanya, kasus tersebut telah dinyatakan tidak dapat dilanjutkan karena tidak memenuhi unsur hukum oleh Bawaslu berdasarkan proses pemerikaan yang fair dan transparan. Ini kami buktikan dengan Bukti PT-14.

52 Bahwa pada huruf k Permohonannya, Pemohon menyatakan kasus- kasus Hary Tanoe, akhirnya berhenti setelah partainya mendukung Joko Widodo. Setelah Pihak Terkait menelusuri, pernyataan-pernyataan yang dikutip oleh Pemohon adalah pernyataan-pernyataan yang berasal dari 2 tokoh Partai Gerindra, yakni dan Desmond J. Mahesa. Ini kami buktikan dengan Bukti PT-15 dan Bukti PT-16. Pernyataan-pernyataan demikian tentulah bersifat politis dan subyektif yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh partai pendukung Pemohon. Oleh karenanya, pernyataan-pernyataan tersebut barulah bersifat asumsi yang dilandasi oleh kepentingan politik dan sama sekali belum dapat dijadikan bukti secara hukum. Oleh karenanya, berda … berdasar bagi Mahkamah untuk mengenyampingkan dalil-dalil a quo dan menyatakan tidak beralasan menurut hukum. Tanggapan atas dalil Pemohon tentang penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, penyalahgunaan APBN, dan program pemerintah, serta penyalahgunaan anggaran BUMN. Bahwa selanjutnya Pemohon mendalilkan adanya penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, men … penyalahgunaan APBN, dan/atau program pemerintah. Penyalahgunaan anggaran BUMN poin c, d, e, halaman 22-28. Terhadap dalil-dalil ini, Pihak Terkait memberikan keterangan sebagai berikut. a. Bahwa berdasarkan asumsi Pemohon, tindakan Pihak Terkait selaku Petahana, berikut jajarannya pejabat pemerintah lainnya yang merupakan bagian dari kabinet kerja, dalam menjalankan kewajibannya sebagai pelayan rakyat dianggap sebuah pelanggaran atau kecurangan, sebagaimana didalilkan oleh Pemohon dalam poin nomor 29 sampai dengan 35. Seperti tampak pada halaman 15 dan 16. Terkait dengan asumsi ini, Pihak Terkait menerangkan sebagai berikut. a. 1. Bahwa persoalan yang disampaikan oleh Pemohon adalah persoalan normatif yang telah diatur dalam undang-undang. Pengaturan soal batasan bagi pejabat dalam pemilu sudah sangat banyak, baik di dalam Undang-Undang Pemilu maupun undang-undang lainnya yang terkait. Dalam Undang-Undang Pemilu disebutkan antara lain dalam Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 304, serta Pasal 547 terkait dengan pidana bagi pejabat yang membuat tindakan menguntungkan atau merugikan salah satu peserta kampanye. Selain itu, di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga diatur norma tentang larangan adanya konflik kepentingan antara lain dalam Pasal 24, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 45. Bahwa Mahkamah dalam Putusan Nomor 60/PUU/XI ... 60/PUU- XIV/2016, bertanggal 17 Juli 2017, telah memberikan pertimbangan hukum mengenai pandangan yang disampaikan oleh Pemohon tentang tuduhan incumbent yang tidak cuti sebagai bentuk kecurangan, vide Permohonan poin nomor 33, halaman 15, 16.

53 Pendapat mana sebenarnya telah dimasukkan oleh Pemohon dalam Permohonan dalam poin nomor 35, halaman 16. Akan tetapi Pemohon memenggal kalimat pertimbangan hukum Mahkamah hanya pada bagian yang dianggap menguntungkan kepentingan hukum Pemohon. Pada kalimat awal, paragraph [3.14], halaman 100, Pertimbangan Mahkamah dalam putusan a quo disebutkan, “Menimbang bahwa Mahkamah tidak setuju dengan pendapat yang menyatakan Petahana yang tidak cuti sudah pasti akan menyalahgunakan jabatan dan/atau kekuasaaannya sebagaimana kepala daerah untuk memenangkan diri dalam pemilihan kepala daerah yang dia ikuti.” Bukti PT-17. Bahwa berdasarkan pada kutipan utuh dari paragraf Pertimbangan Hukum Mahkamah yang dikutip sendiri oleh Pemohon, terlihat nyata bahwa pendapat Pemohon dalam Permohonannya tidak disetujui oleh Mahkamah. Akan tetapi, untuk kepentingan Permohonan, Pemohon hanya mengambil cuplikan pendapat Mahkamah yang dianggap sesuai dengan kepentingan Pemohon sendiri. Bahwa dalam putusan lainnya Nomor 10/PUU-XVII/2019, bertanggal 13 Ap ... Maret 2019, Mahkamah telah memberikan pertimbangan hukum dalam butir [3.10] terkait dengan posisi calon presiden atau wakil presiden petahana untuk kampanye, kami lampirkan Bukti PT-18. Mahkamah menegaskan pada poin A dan B, halaman 33-34 dalam putusan a quo sebagai berikut. Karena agak panjang, kami tidak bacakan kutipan ini. Mohon dianggap sudah dibacakan. Bahwa berdasarkan pada uraian di atas, dalil Pemohon menyangkut persoalan abuse of power terkait cuti petahana adalah dalil yang bersifat asumtif yang tidak disetujui oleh Mahkamah dan tidak berdasar secara hukum karenanya terhadap dalil tersebut beralasan secara hukum bagi Mahkamah untuk menyatakan menolak dalil tersebut dan mengesampingkannya. Bahwa dalil-dalil Pemohon berbasis pada bias antipetahana, sebuah istilah yang pertama kali atau setidaknya banyak ditemukan dalam konteks politik di India dengan mengek ... eksploitasi sisi pe ... me ... pembangunan narasi incumbent disadvantages, Bukti PT-19. Kelemahan apapun dalam pemerintahan dijadikan peluru bagi penantang untuk mendegradasi kapasitas petahama ... petahana dengan menciptakan naris ... narasi besar berupa disasosiasi atau keterputusan program pemerintah kepada petahana. Cara ini semakin menemukan momentumnya saat ini ketika akselerasi komunikasi di media sosial semakin cepat dan luas yang menimbulkan fenomena penyebaran hoax, serta dengan berkembangnya fenomena post-truth. Seluruh dalil Pemohon berupa contoh yang disebutkan sebagaimana rangkaian pelanggaran dan kecurangan penyalagunaan birokrasi, dan BUMN, serta penyalagunaan APB dan program pemerintah adalah tidak benar. Tuduhan Pemohon hanya bersumber dari potongan berita daring dan tidak secara langsung terkait dengan hasil pemilu. Bahwa perlu

54 ditegaskan terkait dengan APBN dan program pemerintah, yang pastinya semua didanai oleh APBN merupakan hasil kesepatak ... kesepakatan bersama antara pemerintah dengan DPR yang disusun dalam wujud Undang-Undang APBN. Penyusunan Undang-Undang APBN melibatkan anggota DPR, yang mana di dalam nya juga terdapat wakil rakyat dari partai politik, termasuk partai politik pendukung Pemohon. Fungsi anggaran melekat pada DPR RI sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang karenanya sangat tidak beralasan secara hukum jika hal ini dituduhkan secara sepihak kepada Pihak Terkait. Selain itu, DPR RI juga memiliki fungsi pengawasan yang setiap saat dalam masa sidang, para anggota wakil rakyat dapat memanggil dan meminta keterangan kepada para menteri, direktur BUMN, serta pejabat negara lainnya terkait dengan program, dana, atau pelaksanaan kegiatan yang telah, sedang, atau akan dilakukan. Semua ini bukanlah menjadi urusan pemilu, akan tetapi menyangkut jalannya pemerintahan as well. Yang mana baik ada atau tidaknya ... adanya pemilu, hal tersebut wajib dilakukan. Oleh karenanya, dalil Pemohon yang memaksakan urusan roda pemerintahan sebagai bagian dari bentuk kecurangan pemilu oleh Pihak Terkait, apalagi diakui sendiri bahwa semua peristiwa tersebut terjadi sebelum masa tahapan kampanye dimulai. Seakan menyiratkan munculnya anggapan bahwa jika ada calon petahana maka sebaiknya roda pemerintahan jangan dijalankan karena pasti akan dijadikan alat untuk memenangkan dirinya. Pandangan ini tidak saja berbahaya karena akan merugikan rakyat banyak, tapi juga akan mengandaikan bahwa mekanisme check and balances yang dalam sistem demokrasi kita diwujudkan melalui relasi kerja, lembaga eksekutif dan legislatif tidak berjalan sama sekali. Ini sama dengan mengganggap anggota DPR tidak pernah ada atau bekerja, termasuk anggota DPR RI yang berasal dari partai pendukung Pemohon sendiri dan ini juga sama dengan menegasikan posisi Pemohon sendiri sebagai Ketua Umum Partai Politik yang memiliki kursi di DPR RI hingga DPRD. Bahwa kesimpulan terhadap asumsi Pemohon tersebut menemukan pijakannya berdasarkan pada dalil-dalil Pemohon yang membangun proposisi dan logika berpikir yang tidak tepat sebagaimana tertulis dalam halaman 27 sebagai berikut, kami tidak bacakan kutipannya. Di mana bagi Pemohon berdasarkan pada uraian tersebut, program pemerintah adalah vote buying yang sama juga dengan money politics. Apakah dengan logika berpikir ini Pemohon ingin mengatakan seluruh rakyat indonesia yang menerima program pemerintah melalui APBN atau APBD berarti diduga telah ikut atau menjadi penerima money politics? Termaksud seluruh pejabat atau struktur negara yang menerima gaji dari APBN ... APBD. Atau kesimpulan yang kedua yang mungkin muncul dari pro ... preposisi Pemohon adalah karena tidak terkait adalah calon petahana, maka seluruh program pemerintah yang dilakukan merupakan vote buying yang

55 karenanya di anggap sebagai money politics. Kesimpulan kedua inilah yang disebut sebagai manifestasi dari bentuk anti-incumbency bias sebagaimana telah disinggung di atas. Bawa dalil Pemohon tersebut bersifat over generali ... overgeneralization dan exaggerating tanpa penjelasan lebih lanjut yang logis dan rasional tentang bagaimana program pemerintah tersebut dapat berpengaruh terhadap pilihan para pemilih di TPS. Padahal realitasnya banyak sekali ditemukan aparatur negara yang digaji oleh negara melalui pemerintah pun bahkan menjelek-jelekan pemerintah dan tidak memilih Pihak Terkait sebagai calon petahana. Karena kita telah menerima prinsip demokrasi berdasarkan hukum, maka hal tersebut harus diterima sebagai realitas politik yang absah dan konstitusio ... konstitusional. Karena faktanya program pemerintah bukan ditunjukan untuk mendukung salah satu peserta pemilu tapi untuk seluruh rakyat yang berhak tanpa adanya kriminal ... diskriminasi berdasarkan apapun, terlebih berdasarkan pilihan politik. Bahwa terkait dengan hal ini, Pemohon telah secara serampangan dan keliru mengutip pandangan Indonesianis dari University of Melbourne Prof. Tim Lindsey dengan menuduh Pihak Terkait selaku petahana sebagai rezim otoriter dan Orde Baru. Tulisan Lindsey sebagaimana terlihat dari judulnya Is Indonesia sliding towards a ‘Neo-New Order merupakan tulisan opini singkat yang bersifat pertanyaan, tidak ada jawaban tegas terkait pertanyaan dalam judul yang diungkap ... diungkapkan olehnya. Tulisan yang dibuat tahun 2017 ini merespon beberapa kejadian politik di indonesia, yang dianggapnya sebagai tantangan bagi Jokowi hingga dua tahun kedepan saat Pemilu 2019. Lindsey justru memprediksi kelompok civil society akan tetap memilih Jokowi jika dihadapkan pada pilihan, memilih dirinya atau Prabowo Subianto, sebagai mana termaktub secara eksplisit dalam tulisannya “After all, if former general Prabowo Subianto runs again againts him, most of civil society will have little chance but to stick with Jokowi”. Dalil Pemohon ini karenanya bersifat asumtik dan tidak tepat sebagaimana dimaksud oleh penulisnya sendiri dan karenanya merupakan tindakan tidak etis secara intelektual setelah tidak patut secara hukum. Berdasarkan hal ini maka kiranya beralasan bagi Mahkamah untuk mengenyampingkan dalil ini. Bahwa berdasarkan pada uraian tersebut di atas, dalil-dalil Pemohon tidak memiliki dasar secara hukum dan karenanya patut untuk dijadikan ... untuk dinyatakan ditolak oleh Mahkamah.

19. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, Pak Wayan, kita akhiri dulu, ya (…)

56 20. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: I WAYAN SUDIRTA

Ya, baik.

21. KETUA: ANWAR USMAN

Untuk skors, untuk salat, istirahat makan dulu. Ya, baik. Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu, kita skors sampai pukul 13.30 WIB. Ya, baik, sidang diskors.

KETUK PALU 1X

SIDANG DISKORS PUKUL 12.07 WIB

SKORS DICABUT PUKUL 13.36 WIB

22. KETUA: ANWAR USMAN

Bismillahirrahmanirrahim. Skors dicabut.

KETUK PALU 1X

Pihak Terkait, silakan lanjutkan pembacaan keterangannya, Pak Wayan! Waktu 1 jam 25 menit lagi, sisa waktunya, maksimal.

23. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: I WAYAN SUDIRTA

Majelis yang kami hormati, kami lanjutkan tentang tanggapan atas dalil Pemohon tentang pembatasan media dan pers.

24. KETUA: ANWAR USMAN

Ya.

25. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: I WAYAN SUDIRTA

Bahwa Pemohon mendalilkan adanya pembatasan media dan pers dengan menunjukkan bukti tidak diliputnya Reuni 2012 oleh media mainstream. Pembatasan tayangan tvOne dan pemblokiran situs Jurdil. Mengenai hal ini Pihak Terkait memberikan keterangan sebagai berikut.

57 A. Pihak Terkait meyakini kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi yang dilindungi konstitusi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28F Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam konteks ini pihak terkait tidak pernah mengeluarkan larangan atau kebijakan yang membatasai kebebasan pers untuk kepentingan Pihak Terkait dalam konteks Pemilu 2019. Karena pers bersifat bebas, maka upaya apapun yang melawan sifat kebebasan tanpa dasar hukum tidak dapat dibenarkan. Termasuk memaksa pers mainstream untuk meliput sebuah pristiwa in casu Reuni 2012. Keinginan Pemohon agar media utama meliput Reuni 12 … 2012, secara a contrario justru dapat me … dikategorikan sebagai upaya untuk melawan kebebasan pers itu sendiri. Media mainstream keseluruhannya bukan milik pemerintah, melainkan berbentuk korporasi milik swasta dan tidak berhubungan sama sekali dengan Pihak Terakit. Kebebasan pers dilindungi secara tegas berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan diawasi oleh lembaga independen yakni Dewan Pers. Lembaga inilah yang diberikan kewenangan oleh hukum untuk menilai independensi pers dan jurnalistik. Jika Pemohon menuduh media mainstream telah tidak independen dengan tidak mempublikasikan aktivitas Reuni Alumni 2012, maka secara hukum Pemohon seharusnya mengadu ke Dewan Pers. Kerja Dewan Pers sama sekali tidak terikat dengan Pihak Terkait karena Dewan Pers bersifat independen. Hal yang sama juga berlaku terkait program-program tvOne yang tidak ada sangkut pautnya dengan Pihak Terkait karena tvOne merupakan entitas korporasi yang memiliki struktur kepemilikan pengurus, serta tata kelola perusahaan yang berlaku di internal mereka. Pemblokiran situs Jurdil merupakan kewenangan dan permintaan dari Bawaslu yang dilaksanakan oleh Kementerian Kominfo selaku pihak yang mengampu ruang cyber nasional. Bawaslu menetapkan Prawedanet, lembaga yang terdaftar sebagai pemantau telah menyalahgunakan izinnya karena melakukan tindakan selain pemantauan, yakni membuat hitungan cepat di website yang dikelolanya. Sedangkan, lembaga tersebut tidak tercatat di KPU sebagai salah satu lembaga survei yang akan melakukan fungsi survei atau hitungan cepat. Hal ini sepenuhnya merupakan kewenangan Bawaslu dan tidak berhubungan sama sekali dengan Pihak Terkait. Bahwa berdasarkan pada uraian di atas, tampaknya jelas dalil-dalil yang diajukan Pemohon tidak berdasar secara hukum dan tidak ada hubungannya dengan Pihak Terkait dalam konteks pilpres. Karenanya, beralasan bagi Mahkamah untuk menolak dalil-dalil Pemohon a quo karena tidak beralasan secara hukum. Tanggapan atas dalil Pemohon terkait tuduhan DPT yang tidak masuk akal, kekacauan Situng, dokumen C-7 yang sengaja dihilangkan. Bahwa meskipun persoalan DPT, Situng KPU, dan dokumen C-7

58 merupakan ranah Termohon untuk menjawabnya. Namun, Pihak Terkait perlu meluruskan cara pandang Pemohon yang keliru terhadap persoalan DPT dan Situng KPU. Bahwa Pemilu 2019 menggunakan 1 DPT yang sama untuk pilpres dan pileg dalam hal menetapkan DPT beserta perubahan hasil update-nya, Termohon selalu membuka ruang untuk kepada seluruh peserta pemilu, baik pasangan calon, calon DPD, dan partai-partai politik peserta pemilu. Tidak ada satu ruang pun ditutup bagi peserta pemilu untuk mengawasi ataupun mengajukan keberatan terhadap proses penetapan DPT ketika tahapan tersebut berlangsung. Semua pihak yang menjadi peserta pemilu memiliki kepentingan yang sama memastikan DPT ditetapkan dengan sempurna. Sayangnya Pemohon tidak menguraikan secara detail, terdapat di mana saja permasalahan DPT yang didalilkan yang masih bermasalah? Di TPS desa? Kecamatan? Kabupaten? Kota? Provinsi mana saja? Dengan jumlah berapa dan apa saja masing-masing permasalahannya? Kemudian apa yang sudah dilakukan Pemohon terkait adaya mekanisme keberatan yang tersedia? Apa hasilnya? Dan apa saja yang dianggap masih ada kekurangan dari proses keberatan yang dilakukan? Pemohon tidak memberikan informasi yang utuh dalam Permohonannya bahwa Pemohon telah mengajukan keberatan terhadap penetapan DPT dan telah dilakukan verifikasi faktual atas sam … sampel dari data yang diajukan keberatan dan ternyata tidak terbukti adanya pelanggaran. Oleh karena itu adalah keliru apabila menganggap jika ada permasalahan dalam hal penetapan DPT, maka itu berarti bagian dari upaya kecurangan yang dilakukan dan menguntungkan salah satu peserta pemilu. Sementara Pemilu 2000 … 2019 ini diikuti multipeserta, tidak hanya pasangan calon pilpres, tetapi juga calon perseorangan anggota DPD, dan partai-partai politik peserta pemilu. Bahwa Pihak Terkait juga perlu meluruskan cara pandang yang keliru dan menyesatkan dari Pemohon terkait informasi penghitungan suara (Situng) Termohon. Situng adalah sistem yang dibuat dalam rangka transparansi pemilihan umum dan membuka peran serta masyarakat yang di-design secara update mengikuti data yang masuk ke dalam sumber data milik Termohon. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 382, Pasal 393, Pasal 398, Pasal 402, Pasal 405 Undang-Undang Pemilu. Bahwa yang menjadi sumber untuk hasil penghitungan resmi adalah dokumen hasil penghitungan suara dan rekapitulasi berjenjang secara manual, mulai dari C-1 di TPS, DAA-1, dan DA-1 di pleno tingkat kecamatan, DB-1 tingkat kabupaten, DC-1 tingkat provinsi, dan DD-1 tingkat nasional. Dalam tiap jenjang rekap tersebut, setiap saksi peserta pemilu, baik saksi pasangan calon, maupun saksi calon perserorangan anggota DPD, dan saksi partai politik dapat melihat langsung, mengajukan keberatan, dan meminta koreksi apabila ditemukan kesalahan. Oleh karena itu, tidaklah tepat jika Pemohon mempersoalkan Situng Termohon

59 seolah-olah hasil Situng Termohon merupakan hasil perolehan suara yang resmi, apalagi kemudian Permohonan dalam permo … Pemohon dalam Permohonannya sama sekali tidak menjanji … menyajikan data perbandingan hasil penghitungan suara yang berbeda menurut Pemohon. Demikian pula dengan dalil Pemohon tentang tuduhan dokumen C-7 yang sengaja dihilangkan yang tidak menyebutkan di TPS mana kejadiannya? Bagaimana peristiwanya? Kapan terjadi atau diketahuinya? Dan alangkah … dan langkah hukum atau laporan apa saja yang telah dilakukan terkait oleh hal tersebut? Atas dalil yang tidak jelas seperti itu, sulit bagi Pihak Terkait untuk mengetahui maksud argumentasi Pemohon dalam mendalilkan Permohonannya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, cukup alasan bagi Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan dalil-dalil Pemohon tersebut tidak berdasar dan beralasan hukum. Sekarang, Pemohon tidak mampu menguraikan hubungan sebab- akibat antara peristiwa yang didalilkan dengan signifikansi terhadap perolehan suara. Dari uraian dalil-dalil Pemohon yang telah ditanggapi Pihak Terkait di atas, terlihat bahwa Pemohon tidak mampu menguraikan hubungan sebab antara peristiwa yang didalilkan dengan signifikansi terhadap perolehan suara. Pemohon hanya mencantumkan contoh-contoh peristiwa tanpa ada uraian yang jelas dan lengkap mengenai apa, kapan, di mana, siapa, dan bagaimana kaitan dengan perolehan suara. Oleh karena itu, Pemohon … Permohonan Pemohon mestinya ditolak karena tidak di dasar … berdasar dan tidak beralaskan hukum. Tanggapan Pihak Terkait, permintaan Pemohon untuk didiskualifikasi pasangan calon. Bahwa tehadap hal ini telah Pihak Terkait tanggapi sebelumnya pada bagian A dan B. Oleh karenanya, argumentasi tersebut berlaku mutatis-mutandis pada bagian ini. Pemohon mendalilkan tentang sanksi diskualifikasi bagi kecurangan STM pada bagian akhir pokok permohonan Pemohon dengan memberikan rujukan beberapa putusan Mahkamah terkait pilkada. Terhadap dalil Pemohon tersebut, berikut tanggapan Pihak Terkait. A. Temuan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan tentang pilkada tentang pendiskualifikasian paslon telah diinkorporasi sebagai norma hukum dalam Undang-Undang Pemilu. B. Dalam Undang-Undang Pemilu, sanksi pembatalan dapat dijatuhkan kepada peserta pemilu yang terbukti melakukan pelanggaran- pelanggaran yang bersifat administratif, Pasal 338 tentang Keterlambatan Penyerahan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) partai politik, Pasal 463 juncto Pasal 286 tentang Pelanggaran Administrasi Terkategori TSM. Lalu pelanggaran pidana Pasal 285 mengenai adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap karena pelanggaran Pasal 280, dan Pasal 284, serta batal secara hukum bagi peserta yang telah ditetapkan terpilih karena 4 alasan hukum, yaitu Pasal 426 ayat (2).

60 Khusus untuk pembatalan peserta pemilu dengan dasar adanya dugaan pelanggaran administratif TSM telah diatur dalam Pasal 286 juncto Pasal 463 Undang-Undang Pemilu yang diselesaikan Bawaslu. Berdasarkan hal tersebut sesuai ketentuan Pasal 465 Pemilu, Bawaslu telah menetapkan Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Adminsitratif Pemilihan Umum yang merupakan pedoman hukum untuk penyelesaian sengketa adminsitrasi TSM. Semua ketentuan hukum inilah yang menjadi norma positif dan sumber legalitas bagi setiap pihak yang diberikan hak oleh hukum untuk mengajukan permohonan pembatalan peserta pemilu in casu calon presiden dan wakil presiden. Dengan kata lain, produk hukum ini merupakan perwujudan dari oleh prinsip rechtmatigheid yang tak perlu dikesampingkan begitu saja. Untuk menguatkan dalil Permohonan, Pemohon juga mencantumkan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang pernah mendiskualifikasi pasangan calon peserta pilkada. Putusan Mahkamah tentang Pilkada Kotawaringin Barat adalah satu-satunya putusan Mahkamah yang mendiskualifikasi pasangan calon didasarkan pada dalil money politics yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Sementara putusan- putusan lainnya yang disebutkan dalam Permohonan Pemohon, yakni Putusan tentang Pilkada Bengkulu Selatan Tahun 2008, Putusan Pilkada Tebing Tinggi 2010, dan Pilkada Supiori Tahun 2010 adalah putusan tentang tidak terpenuhinya syarat pencalonan, sehingga sangat tidak relevan jika dijadikan rujukan dalam Permohonan a quo. Bahwa terhadap putusan-putusan atas pembatalan calon peserta pilkada adalah merupakan rezim pilkada terdahulu yang sama sekali berbeda dengan Undang-Undang Pemilu 2017. Sehingga tidak dapat dijadikan landasan untuk menguatkan dalil-dalil Permohonan a quo. Oleh karenanya, dalil Pemohon patut untuk dikesampingkan. Bahwa untuk dalil-dalil dalam Permohonan Pemohon selebihnya yang tidak ditanggapi oleh Pihak Terkait dinyatakan ditolak oleh Pihak Terkait karena tidak relevan dengan posisi hukum Pihak Terkait atau tidak memiliki dasar bukti dan alasan hukum yang jelas menyangkut hasil pemilu. Berdasarkan keseluruhan Uraian keterangan Pihak Terkait tersebut di atas, beralasan hukum bagi Mahkamah untuk menyatakan menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Keterangan tentang Posita dan Petitum Pemohon yang disampaikan dalam Sidang Pendahuluan tanggal 14 Juni 2019. Bahwa apa yang telah disampaikan pada bagian di atas merupakan satu kesatuan dengan apa yang diterangkan pada bagian ini. Pihak Terkait tetap pada pendirian bahwa apa yang disampaikan oleh Pemohon dalam Sidang Pendahuluan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sebagaimana telah dijelaskan dalam Keterangan Pihak Terkait bagian Eksepsi 2.3 di atas. Karena Pihak Terkait menolak seluruh dalil-dalil Posita dan Petitum Pemohon yang disampaikan dalam Sidang Pendahuluan untuk dijadikan dasar penerimaan, pemeriksaan, dan pembuktian dalam persidangan.

61 Bahwa ketentuan hukum acara Mahkamah Konstitusi untuk PHPU presiden dan wakil presiden telah diatur dengan lengkap di dalam PMK Nomor 1 Tahun 2018, PMK Nomor 4 Tahun 2018, PMK Nomor 5 Tahun 2018, dan perubahan-perubahannya, serta dipertegas posisinya melalui PMK Nomor 3 Tahun 2019. Sehingga tidak ada kekosongan hukum yang mengakibatkan perlunya Mahkamah membuat ketentuan tersendiri, khususnya terkait dengan keabsahan perbaikan permohonan. Dalam konteks ini dalam Sidang Pendahuluan, Ketua Majelis Mahkamah telah secara tegas menyampaikan kepada Pemohon agar Pemohon membacakan permohonan bertitik tolak dari Permohonan yang disampaikan pada tanggal 24 Mei 2019. Penyampaian pem … Pemohon terhadap materi Permohonan yang disampaikan dalam Sidang Pendahuluan tidak bertitik tolak dari materi yang disampaikan Pemohon pada tanggal 24 Mei 2019. Akan tetapi pada materi Permohonan yang disampaikan bertanggal 10 Juni 2019, tindakan Pemohon ini jelas tidak sesuai dengan permintaan Ketua Majelis dan tidak pula sesuai dengan ketentuan hukum acara di atas. Bahwa jika ditelaah dari aspek keadilan dan kesempatan yang sama secara hukum, Pemohon telah secara tidak adil mendapat kesempatan yang lebih lama untuk membuat perbaikan permohonan, yakni selama 17 hari sejak mengajukan permohonannya. Sedangkan Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu hanya memiliki 7 hari sejak Mahkamah menyampaikan Permohonan. Perpanjangan waktu penyerahan berkas perbaikan jawaban, Keterangan Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu pada hari Selasa, 18 Juni 2019 oleh Mahkamah belum sama sekali memberikan waktu yang sama yang telah dinikmati oleh Pemohon. Bahwa pada dasarnya dalil-dalil baru yang disampaikan Pemohon merupakan dalil indikatif, di mana terbukti kata indikasi digunakan sebanyak 44x dalam berkas yang dibacakan Pemohon atau setidaknya 26x pada saat disampaikan dalam Sidang Pendahuluan, vide Risalah Sidang bertanggal 14 Juni 2019. Dengan demikian, Pemohon sendiri tidak yakin dengan dalil-dalil yang disampaikan … disampaikannya apalagi membuktikannya. Wajar jika kemudian Pemohon menuntut Mahkamah sendiri untuk ikut membuktikan dalil-dalil Pemohon. Hal mana merupakan tuntutan yang tidak berdasar hukum serta merupakan upaya yang sangat berbahaya dalam sistem peradilan karena menjebak Mahkamah sebagai bagian dari pihak yang berpekara dan berpotensi merusak sistem keadilan dan penegakan hukum dalam sistem hukum apapun di dunia ini. Bahwa meskipun demikian, Pihak Terkait akan memberikan keterangan tentang apa yang disampaikan Pemohon yang kami sebut sebagai Permohonan baru dalam Sidang Pendahuluan. Disebut sebagai Permohonan baru karena alasan-alasan, antara lain sebagai berikut:

62 a. Diajukan di luar batas waktu yang ditentukan peraturan perundang- undangan. b. Berisi materi muatan di luar dari apa yang sudah diajukan sebelumnya, bahkan berisi dalil-dalil Posita dan Petitum yang baru dan berbeda sama sekali. c. Tidak sesuai dengan permintaan Mahkamah dalam Sidang Pendahuluan untuk bertitik tolak pada Permohonan yang diajukan pada tanggal 24 Mei 2009. Dan yang paling penting adalah, d. Tidak bercap registrasi Kepaniteraan Mahkamah. Demikian. Untuk selanjutnya perbaikan permohonan Pemohon disebut sebagai Permohonan baru dalam keterangan ini. Majelis yang kami hormati, adapun tambahan Keterangan Pihak Terkait selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut dan dilanjutkan oleh rekan kami, Saudara Luhut Pangaribuan. Terima kasih.

26. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Silakan, Pak Luhut! Ya, bisa.

27. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Izin dilanjutkan, Bapak Ketua. Bapak Ketua dan Majelis Hakim yang terhormat, sidang yang kami muliakan. Dalam Eksepsi, Permohonan Pemohon kabur atau tidak jelas. Dalil Posita dan Petitum Pemohon yang disampaikan dalam Sidang Pendahuluan semakin menunjukkan ketidakjelasan atau kekaburan Permohonan Pemohon karena alasan-alasan sebagai berikut. Ketidaksesuaian Posita dan Petitum. Pemohon meminta Mahkamah untuk memerintahkan Termohon melaksanakan pemungutan suara ulang di provinsi: 1. Jawa Barat, 2. Jawa Tengah, 3. Jawa Timur, 4. , 5. DKI Jakarta, 6. Sumatera Utara, 7. Sumatera Selatan, 8. , 9. Sulawesi Tengah, 10. Sulawesi Selatan, 11. Papua, dan 12. Kalimantan Tengah. Akan tetapi, tidak ada … tidak ada satu pun dalil dalam Posita yang menjelaskan alasan-alasan khusus terkait Permohonan ini karena dalil-dalil

63 Pemohon juga mencakup provinsi lain, yakni antara lain Sulawesi Tenggara dan seterusnya. Apa yang membedakan 12 provinsi yang dimintakan Pemohon untuk melaksanakan PSU dengan provinsi lainnya yang juga didalilkan Pemohon tidak tertulis jelas perbedaan ini. Oleh karenanya, Permohonan Pemohon ini kabur. Pemohon meminta Mahkamah untuk memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner, tapi enggak disebut siapa, maksudnya mungkin KPU, dan melakukan rekrutmen baru untuk mengisi jabatan … untuk mengisi jabatan Komisioner KPU, vide Petitum Nomor 13 Permohonan baru. Permohonan ini pun tidak didasarkan pada dalil yang jelas karena tidak ada satu pun argumen yang disampaikan Pemohon menyangkut hal ini dalam Positanya. Dengan demikian, Permohonan ini merupakan Permohonan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu, dimana kewenangan Mahkamah tidak pada aspek yang menyangkut tentang penyelewengan pemilu, tapi hanya terkait dengan hasil pemilu. Permohonan yang tidak berdasar secara hukum kepada Mahkamah juga terkait dengan Petitum nomor 15, dimana Pemohon memohon Mahkamah untuk memerintahkan KPU untuk melakukan audit terhadap sistem informasi penghitungan suara khususnya, namun tidak terbatas pada Situng. Pemohon dalam Petitum Nomor 8 memohon Mahkamah untuk menyatakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 (Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma’ruf Amin) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara terstruktur, sistematis, dan masif. Setelah Pihak Terkait membaca kembali dalil-dalil posita yang dituliskan Pemohon dalam Permohonan barunya, tidak ditemukan adanya satu dalil pun yang menerangkan tentang tuduhan penggelembungan dan pencurian suara yang dilakukan Pihak Terkait. Petitum Pemohon tidak berdasar hukum. Petitum Pemohon nomor 13 a quo tidak berdasarkan hukum sebagaimana tadi dijelaskan pada bagian sebelumnya. Permohonan yang tidak berdasar secara hukum kepada Mahkamah juga terkait dengan Petitum nomor 15, dimana Pemohon memohon Mahkamah untuk memerintahkan KPU, untuk melakukan audit terhadap sistem informasi perhitungan suara khususnya, namun tidak terbatas pada Situng. Hal ini bukan merupakan kewenangan Mahkamah sebagaimana telah diuraikan pada bagian Eksepsi Bagian 2.1 dan Bagian 3, Dalam Pokok Permohonan Sub Bagian A dan B di atas. Petitum Pemohon saling bertabrakan. Misalnya, Petitum nomor 3 meminta ditetapkan perolehan suara yang sah menurut Pemohon, akan

64 tetapi pada Petitum 5 meminta Mahkamah mendiskualifikasi Pihak Terkait yang di bagian Petitum nomor 3 dimintakan ditetapkan perolehan suaranya. Permohonan Pemohon merupakan dalil indikatif dan prediktif, sebagaimana telah dijelaskan pada poin 4.5 di atas, Pemohon mendalilkan sesuatu yang masih bersifat indikasi, bukan fakta. Bahkan dalam mendalilkan tentang salah coblos pada tabel halaman 138, secara eksplisit Pemohon menggunakan kata prediksi. Dalil-dalil Pemohon karenanya menjadi tidak jelas atau kabur sebab didasarkan pada sesuatu yang tidak nyata, tidak jelas, dan tidak dapat diverifikasi secara faktual dan hukum. Bahwa berdasarkan uraian tersebut, beralasan bagi Mahkamah untuk menyatakan Permohonan Pemohon dalam Permohonan baru tidak dapat diterima. B. Dalam Pokok Perkara tentang Syarat Calon Wakil Presiden Pihak Terkait. Seluruh persyaratan pendaftaran Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01 telah sesuai dengan ketentuan. Keputusan Komisi Pemilihan Umum tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden … Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019 tanggal 20 September 2018 juncto untuk Keputusan KPU Nomor 1142 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Presiden Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 tanggal 12 September 2018, telah memenuhi seluruh persyaratan pendaftaran pasangan calon sebagaimana diatur dalam Pasal 227 Undang-Undang Pemilu. Dalam mengeluarkan keputusan KPU sebagaimana tersebut di atas, kami mencermati KPU telah melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal calon dalam menetapkan dan mengumumkan nama pasangan calon presiden dan wakil presiden. Lagi pula, seluruh dan setiap proses verifikasi sebagaimana disebutkan di atas, diawasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia. Oleh karena itu, apabila ditemukan pelanggaran ataupun kelalaian sehubungan dengan penetapan pasangan calon, baik Pemohon maupun masyarakat dapat mengadukannya kepada Bawaslu sesuai ketentuannya. Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, penyelesaian terhadap persoalan ini ada di tangan Bawaslu. Dan jika para pengadu merasa tidak puas atas putusan Bawaslu, mereka dapat membawa permasalahan ini ke PTUN. Dengan demikian, penyelesaian masalah terhadap persyaratan calon ini bukanlah menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutuskannya. Pada faktanya, sampai dengan saat ini, tidak pernah ada, sekali lagi, tidak pernah ada pengajuan keberatan ataupun aduan yang dilakukan oleh Pemohon maupun masyarakat kepada Bawaslu, jika menduga adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Pihak Terkait mengenai persyaratan pendaftaran pasangan calon, sebagaimana diatur Pasal 227 Undang-Undang Pemilu. Kalaupun ada, quod non jangka waktu pengajuan laporan dugaan pelanggaran telah lewat waktu karena laporan

65 yang dimaksud hanya dapat diajukan dalam waktu 7 hari sejak diketahuinya terjadinya dugaan pelanggaran pemilu. Terlebih lagi, Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kompetensi absolut untuk menerima, memeriksa, dan memutus adanya pelanggaran persyaratan pendaftaran pasangan calon, sebagaimana Pasal 227 Undang-Undang Pemilihan Umum. Kompetensi absolut dimaksud hanya dimiliki oleh pengadilan tata usaha negara. Bahwa berdasarkan pada uraian tersebut, dalil Pemohon tidak berdasar secara hukum dan karenanya patut juga dikesampingkan. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang terhormat, BNI Syariat dan Bank Syariat Mandiri, bukan BUMN. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, “BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” Berdasarkan ketentuan tersebut, jelas bahwa yang disebut BUMN adalah perusahaan yang modalnya harus secara langsung dimiliki oleh negara. Dengan kata lain, harus melalui penyertaan secara langsung. Penyertaan secara langsung tersebut harus ditetapkan sengan suatu peraturan pemerintah untuk penyertaan yang bersumber dari APBN dan suatu keputusan RUPS untuk penyertaan yang bersumber dari kapitalisasi cadangan dan/atau sumber lainnya. Faktanya, berdasarkan anggaran dasar PT Bank BNI Syariat, sebagaimana dimuat dalam pernyataan keputusan para pemegang saham sebagai pengganti Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank BNI Syariat, tertanggal 7 Januari 2016, yang dibuat di hadapan Fatiah Helmi, S.H., Notaris di Jakarta, saham PT Bank BNI Syariat dimiliki oleh. Pertama, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, sebesar 99,94% dan kedua PT BNI Life Insurance … Life Insurance sebesar 0,06%. Begitu juga halnya dalam pernyataan keputusan di luar Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank Syariat Mandiri, Nomor 9, tanggal 7 Desember Tahun 2016, “Komposisi pemegang saham PT Bank Mandiri Syariat adalah pertama, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 99,99998%. Dan kedua, PT Mandiri Securitas 0,000002%. Dengan demikian, jelas tidak ada sedikitpun modal PT BNI Syariat atau PT Bank Syariat Mandiri yang dimiliki oleh negara melalui suatu penyertaan langsung, sebagaimana dipersyaratkan dalam Undang-Undang BUMN. Dengan demikian, jelas tidak ada Rp1,00 pun modal PT Bank BNI Syariat ataupun PT Bank Syariat Mandiri dimiliki oleh negara melalui suatu penyertaan langsung, sebagaimana dipersyaratkan dalam Undang-Undang BUMN itu. Berdasarkan fakta di atas, jelas bahwa PT Bank BNI Syariat dan PT Bank Syariat Mandiri bukanlah BUMN, melainkan anak perusahaan BUMN. Adapun pengertian dari anak perusahaan BUMN, sebagaimana kami kutip dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri BN … BUMN Tahun 2012

66 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara, sebagai berikut, “Anak perusahaan BUMN adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN.” Selain itu, apabila merujuk kepada Keputusan Menteri Hukum dan HAM Tahun 2010 tentang Pengesahan Badan Hukum Perseroan dan Surat Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 16 September 1999, Penerbitan kedua SK dimaksud tidak mendasarkan kepada undang-undang terkait BUMN, melainkan hanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Lebih lanjut, berdasarkan halaman situs jaring resmi dari Kementerian Negara BUMN, PT Bank BNI Syariat dan PT Bank Syariat Mandiri tidak terdaftar sebagai … sebagai BUMN. Berikut kami screenshoot daftar BUMN yang diakui oleh sebagai Kementerian BUMN sebagai … kami akses pada tanggal 14 Juni 2009 melalui jejaring ... sebagaimana kami masukkan di dalam Keterangan Pihak Terkait, mohon kami tidak bacakan selengkapnya, Bapak Ketua. Sidang Mahkamah yang kami muliakan, Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01 bukan karyawan dan/atau pejabat BUMN. Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01 bukan berstatus sebagai karyawan dan/atau pejabat dari PT Bank Syariat Mandiri dan PT Bank BNI Syariat. Posisi Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01 adalah sebagai Dewan Pengawas Syariat yang mana jelas bukan karyawan karena tidak diangkat sebagai karyawan di PT Bank Syariat Mandiri dan PT Bank BNI Syariat. Posisi Dewan Pengawas Syariat adalah hasil dari proses rekomendasi Dewan Syariat Nasional Majelis Ulama Indonesia sebagaimana hal tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 7 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia, Bank Umum Syariat Nomor 11/3/PBI/2019 sebagaimana kami kutip di bawah ini. Pengajuan calon anggota DPS, maksudnya Dewan Pengawas Syariat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Selain itu, Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01 bukan pejabat PT Bank Syariat Mandiri dan PT Bank BNI Syariat karena sebagai Dewan Pengawas Syariat, Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01 bertanggung jawab kepada DSN MUI, bukan RUPS PT Bank Syariat Mandiri dan PT Bank BNI Syariat layaknya direksi dan komisaris. Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Pasal 10 ayat (3) Peraturan Organisasi Majelis Ulama Indonesia Tahun 2016 tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Dewan Syariat Nasional Majelis Ulama Indonesia sebagai kami kutip di bawah ini. DPS bertanggung jawab kepada DSN MUI dalam melaksanakan tugasnya. Dalam peraturan a quo, ditentukan bahwa kedudukan DPS merupakan perangkat DSN MUI yang berada dalam struktur lembaga keuangan syariat, lebih tegas soal kedudukan DPS ini disebutkan dalam Pasal 1 angka 15 huruf b Undang-Undang Perbankan Syariat Nomor 21

67 Tahun 2008, di mana dalam pasal a quo DPS dinyatakan, “Sebagai pihak terafiliasi yang disamakan dengan konsultan hukum, akuntan publik, atau penilai selaku pihak pemberi jasa kepada bank syariat atau unit usaha syariat.” Dengan demikian, tidak ada kewajiban Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01 untuk mundur dari jabatannya sebagai Dewan Pengawas Syariat sebagai syarat mengikuti Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Tentang dana kampanye. Dalil Pemohon bahwa seolah terdapat penggunaan dana kampanye yang absurd dan melanggar hukum adalah tidak benar. Dalam gugatan, tak ada bukti apa pun tentang penggunaan tersebut dan karenanya terbantahkan. Bahwa sesuai Pasal 325 ayat (2) juncto Pasal 335 Undang-Undang Pemilu, penerimaan maupun pengeluaran dana kampanye Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01 telah dilaporkan serta diaudit oleh kantor akuntan publik independen yang ditunjuk oleh KPU, dalam hal ini KAP Anton Silalahi. KAP Anton Silalahi telah melakukan audit secara lengkap dan mengeluarkan laporan assurance independen, tertanggal 31 Mei 2019, yang kesimpulannya kami kutip sebagai berikut, “Menurut opini kami, assertion Pasangan Nomor Urut 01 (Ir. H. Joko Widodo dan Prof. Dr. (H.C.) K. H. Ma’ruf Amin) dalam laporan dana kampanye tersebut di atas dalam semua hal yang material telah sesuai dengan kriteria yang berlaku sebagaimana diatur dalam peraturan pelaporan dana kampanye.” Rekening bank penerima sumbangan dana kampanye atas nama TKN Jokowi-Ma’ruf Amin dan pihak-pihak yang memberikan sumbangan dana kampanye kepada Pasangan Calon Nomor Urut 01, baik perorangan, partai politik, kelompok, atau badan usaha nonpemerintah diperiksa, dan telah diverifikasi, serta konfimasi secara langsung oleh KAP Anton Silalahi tersebut, sehingga tidak ada sumbangan fiktif seperti yang didalilkan Pemohon. Pihak Terkait juga ingin menegaskan bahwa baik Calon Presiden atau Wakil Presiden Nomor Urut 01 tidak memberikan sumbangan dana kampanye dalam kapasitas pribadi seperti yang dimaksud Pemohon. Dengan kata lain, dalil Pemohon tentang sumbangan pribadi Joko Widodo adalah tidak benar. Poin 4729 ada revoi, Bapak Ketua, dimulai dengan kalimat perlu Pihak Terkait luruskan sumbangan tertulis, jadi kalimat perlu Pihak Terkait luruskan tidak tercantum, mohon direnvoi dalam kesempatan ini.

28. KETUA: ANWAR USMAN

Dicoret … ya, Baik.

29. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Perlu Pihak Terkait luruskan sumbangan tertulis dalam laporan penggunaan dana kampanye yang dilaporkan melalui sistem dana

68 kampanye atau Sidakam KPU sebesar Rp19.558.272.030,00 adalah dana yang dikeluarkan dari rekening TKN Jokowi-Ma’ruf Amin yang dikelola Tim Kampanye Nasional dengan Nomor akun 023001003819302 di BRI kepada tim kampanye daerah. Namun karena teknis pengimputan data, sehingga tertulis nama pengirim Joko Widodo, padahal nama pemilik rekening yang sesungguhnya adalah TKN Jokowi-Ma’ruf Amin. Sebagaimana kami lampirkan bukti tentang hal ini, yaitu PT-26. Demikian pula tuduhan Pemohon tentang sumber dana kampanye fiktif adalah tidak benar. Sumber dana kampanye telah melalui proses audit oleh KAP Anton Silalahi sebagaimana kami singgung di atas. Tidak ada masalah dengan sumbangan dari perkumpulan Golfer TRG, dan kumpulan Golfer TBIG, dan dari beberapa penyumbang yang berlokasi di Semarang. Karena hal ini telah masuk dalam laporan dana kampanye dan jelas, lengkap keterangan identitas induvidu-individu yang memberikan sumbangannya sebagaimana telah dikonfirmasi oleh KAP Anton Silalahi yang telah ditunjuk KPU itu. Berdasarkan pada uraian di atas, dalil Pemohon tidak berdasar hukum dan karenanya patut untuk di kesampingkan. Majelis Yang Terhormat, tentang perlunya Mahkamah menjaga konstitusional pemilu yang luber, jujur, dan adil. Pada bagian ini, halaman 19 sampai halaman 33 Permohonan baru, Pemohon mendalilkan berbagai macam pandangan ahli yang pada intinya menyatakan bahwa Mahkamah harus mengedepankan keadilan substansial dan tidak menjadi mahkamah kalkulator. Seluruh pendapat ahli yang dikutip pada dasarnya tidak terkait dengan pemilu, namun pilkada, dan/atau disampaikan sebelum Undang- Undang Pemilu Tahun 2017 disahkan. Lagipula, penganalogian pemilu dengan pilkada adalah sebuah kesalahan berpikir dan keliru secara hukum. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian 3.17. Perlu kami ingatkan, Pemohon secara tersurat telah melabelkan Mahkamah Konsitusi Yang Mulia ini dengan Mahkamah kalkulator, sebagaimana tertulis pada halaman 1 Pemohon ... Pemohon. Hal ini dapat dikualifikasi sebagai sebuah tindakan contempt of court karena disampaikan secara resmi dalam persidangan melalui permohonan tertulis bukan sekadar opini di luar persidangan. Tindakan tidak etis dan merusak martabat Mahkamah ini tidak dapat ditoleransi untuk menjaga martabat dan kemuliaan Mahkamah yang berperan sebagai penjaga konsitusi. Pemohon mendalilkan agar Mahkamah menjaga konstitusionaltas pemilu, akan tetapi telah secara terang-terangan menyebut Mahkamah menjadi mahkamah kalkulator di bagian awal Permohonan. Pernyataan ini telah menurunkan kredibilitas Pemohon dalam membangun seluruh argumennya dihadapan Mahkamah. Karenanya patut bagi Mahkamah untuk menolak seluruh Permohonan Pemohon karena telah merusak martabat Mahkamah, menyerang integritas Mahkamah, dan menghancurkan kepercayaan terhadap hukum, serta merupakan contempt of court.

69 Bahwa berdasarkan pada keterangan di atas, dalil-dalil Pemohon pada bagian yang patut untuk dikesampingkan secara hukum. Tentang pelanggaran Pilpres 2019 yang TSM. Pada poin 3.36 Pihak Terkait telah membantah dalil Pemohon mengenai tuduhan penyamaan pemerintah Presiden Joko Widodo dengan rezim Orde Baru dengan mengutip pendapat Tim Lindsey. Perlu ditambahkan di sini, bantahan langsung yang disampaikan oleh yang bersangkutan, sebagaimana yang disampaikan juga kepada Tim Pihak Terkait dan telah dipublikasikan di media massa, yakni saya bacakan terjemahannya tidak resmi, Bapak Ketua. Terjemahannya sebagai berikut, “Artikel saya tidak ditulis tentang Pemilu,” kata Tim Lindsey, “Itu ditulis tahun 2017. Tim Hukum Prabowo yang memasukkan kutipan dari artikel saya dalam Permohonannya. Satu, diambil keluar dari konteks. Dua, berisi penekanan (penebalan, garis bawah, dan lain-lain) yang tidak asli. Dan tiga, tidak mendukung argumen yang mereka katakan. Dalam artikel saya, saya hanya mendiskusikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi Jokowi di tahun 2017. Saya tidak mengatakan Jokowi otoriter, sebagaimana klaim Tim Hukum Prabowo. Dan saya tidak mengatakan terdapat kecurangan dalam pemilu. Tim Hukum Prabowo tidak mendiskusikan penggunaan artikel saya dengan saya dan mereka tidak pernah meminta persetujuan. Saya tidak ada kaitannya dengan persiapan kasus Prabowo. Tim Hukum Jokowi telah memeriksa artikel saya. Mereka mengumumkan secara publik melalui Arsul Sani, salah satu Anggota Tim Jokowi bahwa artikel tersebut tidak sesuai dengan yang diklaim Tim Prabowo. Tim Hukum Jokowi setuju bahwa saya telah disalahkutipkan atau disalahgunakan oleh Tim Hukum Prabowo. Salam, Tim Lindsey.” Tom Power (Mahasiswa Doktor Australian National University) yang dikutip Pemohon juga dalam dalilnya, telah menyampaikan keberatan terhadap dalil Pemohon yang dianggap tidak tepat dan tidak lengkap. Tom sama sekali tidak pernah menyatakan pemerintahan Jokowi sebagai rezim otoriter, sebagaimana didalilkan Pemohon, vide Bukti PT-28. Dalil-dalil Pemohon oleh karena itu patut dikesampingkan. Persidangan yang dimuliakan. Tidak ada pelanggaran terhadap asas pemilu yang bebas dan rahasia dalam Pemilu 2019 yang dilakukan Pihak Terkait. Pemohon mendalilkan Pihak Terkait melanggar prinsip rahasia dan bebas dalam pemilu karena menginstruksikan pemilihnya menggunakan baju putih saat mendatangi TPS di hari pemungutan suara. Dan secara dramatis mengatakan, “Adanya tekanan psikologis dan intimidatif bagi pemilih karena ajakan pakai baju putih ini.” Dalil Pemohon ini sangat berlebihan karena faktanya pada hari pemungutan suara berlangsung aman, tidak ada satu pun laporan intimidasi kepada para pemilih yang ditemukan atau dilaporkan kepada Bawaslu atau kepolisian. Bahkan realitasnya, partisipasi pemilih meningkat secara drastis sebagaimana telah diuraikan pada poin 3.22. Faktanya, Pemohon sendiri juga mengajak

70 para pemilihnya untuk menggunakan baju putih, sebagaimana disampaikan dalam Surat Badan Pemenangan Nasional (BPN) bertanggal 12 April 2019 yang ditandatangani oleh Jenderal TNI Purnawirawan Djoko Santoso selaku Ketua dan Hanafi Rais selaku Sekretaris, vide Bukti PT-29. Apakah berarti Pemohon juga telah melakukan hal yang sama, yang melakukan tindakan intimidatif dan tekanan psikologis kepada para pemilih? Apakah hanya karena Joko Widodo adalah Presiden Petahana, maka otomatis pernyataannya menjadi intimidatif dan mengandung tekanan psikologis kepada para pemilih? Inilah cara pandang bias antipetahana yang sangat fatal dan kebablasan, yang mengarah pada kebencian terhadap petahana. Tidak ada aturan hukum yang dilanggar terkait dengan penggunaan baju putih pada saat pencoblosan. Sebagaimana diatur dalam undang-undang pemilu, maupun PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum berikut perubahan-perubahannya. Karena itulah Tim TKN maupun BPN, sama-sama meminta para pemilihnya menggunakan baju putih saat pencoblosan. Dalil Pemohon ini juga tidak sama sekali menjelaskan adanya korelasi antara seruan pemakaian baju putih dengan pilihan dan hasil suara pemilih, terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden. Sehingga dalil ini hanya asumsi dan perasaan Pemohon semata yang tidak dapat ditemukan kebenaran faktualnya secara hukum. Dengan demikian, patut bagi Mahkamah untuk mengenyampingkan dalil Permohonan ini. Tidak ada penyalahgunaan anggaran belanja negara dan program pemerintah. Pemohon dalam dalil nomor 110 sampai dengan 132, mendalilkan 7 program pemerintah, yakni menaikkan gaji dan membayar rapelan gaji PNS, TNI, dan Polri, menjanjikan pembayaran gaji ke-13 dan THR lebih awal, menaikkan gaji perangkat desa, menaikkan dana kelurahan, mencairkan dana Bansos, menaikkan dan mempercepat penerimaan PKH atau Program Keluarga Harapan, dan menyiapkan skema rumah DP 0% untuk ASN, TNI, dan Polri, sebagaimana bagian dari kecurangan pemilu TSM dan modus vote buying atau money politics dalam Permohonan baru nomor 111. Secara umum, terkait dalil-dalil ini Pihak Terkait telah memberikan keterangan pada poin 3.31 hingga 3.35. Secara khusus, terkait dengan program-program pemerintah yang dituduhkan Pemohon di sini, Pihak Terkait menerangkan sebagai berikut. Bahwa secara umum program-program tersebut merupakan kebijakan pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang, di mana semua program tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentutan dalam undang-undang, khususnya Undang-Undang tentang APBN adalah sesuatu yang tidak mungkin dan salah secara hukum, jika program- program tersebut dilakukan tanpa adanya ketentuan alokasi dana yang telah tertuang dalam Undang-Undang APBN. Undang-undang ini

71 merupakan kesepakatan bersama antara pemerintah dengan DPR selaku pembuat undang-undang. Semua program tersebut dibuat dengan berdasarkan pada ketentuan hukum. Kenaikan gaji PNS misalnya, ditetapkan berdasarkan PP Nomor 15 Tahun 2019, gaji perangkat desa ditetapkan berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2019. Program PKH didasarkan pada Permensos Nomor 10 Tahun 2017 juncto Permensos Nomor 1 Tahun 2018. Program DP 0% bagi PNS, Polri, dan TNI merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bagi aparatur sipil negara dan oleh banyak kalangan direspon positif sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi praktik korupsi, mengingat rumah merupakan kebutuhan primer. Pembayaran gaji ke-13 dan THR merupakan program rutin tahunan yang tidak terkait dengan pemilu. Kebetulan pembayaran gaji yang ke-13 dan THR kali ini berdekatan dengan waktu pemilu dan faktanya tidak diberikan sekaligus. Berdasarkan uraian di atas, dalil Pemohon tidak beralasan dan tidak memiliki kekorelasi dengan hasil perolehan suara pasangan calon dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019. Tidak ada penyalahgunaan birokrasi dan BUMN. Bahwa Pemohon dalam Permohonan baru yang disampaikan di persidangan Mahkamah Konstitusi tanggal 14 Juni 2019, mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat TSM yang dilakukan oleh Pihak Terkait dengan menyalahgunakan birokrasi dan BUMN, baik itu melalui Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kemenkominfo, dan BUMN. Secara umum, terhadap dalil ini, Pihak Terkait telah memberikan keterangan pada poin 3.31 sampai dengan 3.35. Tuduhan penyalahgunaan birokrasi dan BUMN adalah tuduhan yang tidak berdasar sama sekali. Perlu Pihak Terkait tegaskan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan pernyataan secara langsung kepada seluruh aparatur sipil negara terkait netralitas ASN. Kemudian, diterbitkan Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Pelaksanaan Netralitas Aparatur Sipil Negara atau ASN, pada pemilihan presiden dan wakil presiden, serta pemilihan legislatif, tertanggal 26 Maret 2019. Secara khusus terkait dengan program-program pemerintah yang dituduhkan Pemohon di sini, Pihak Terkait menerangkan sebagai berikut. Tuduhan terhadap Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo) yang telah dituduh oleh Pemohon tidak bersikap netral dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dan dituduh justru melakukan kampanye terselubung kepada ASN untuk mendukung Pihak Terkait. Bahwa dalil yang disampaikan oleh Pemohon dalam Permohonan baru nomor 137 tentang arahan yang disampaikan Tjahjo Kumolo pada saat Rakor Program Pengembangan SDM Kepala BPSDM se-Indonesia di

72 The Ritz Jogja Hotel, Sleman, Provinsi D.I. tidak sengaja dipotong ... telah sengaja dipotong isi beritanya oleh Pemohon dengan framing negatif untuk mendorong opini publik, sehingga seolah-olah Mendagri (Tjahjo Kumolo) menginstruksikan agar tidak boleh netral dalam pemilihan presiden dan wakil presiden adalah benar adanya. Padahal, apabila kita baca secara utuh pernyataan yang disampaikan oleh Tjahjo Kumolo, maka tentu kita akan menemukan fakta, dalil Pemohon tidak benar dan menyesatkan. Karena konteks pernyataan tersebut dalam rangka memberikan pembinaan kepada ASN, agar loyal dan patuh kepada pimpinan dari partai manapun, baik itu kepada bupati, gubernur, termasuk presiden. Dengan mendukung program yang telah dicanangkan oleh pemimpin tersebut.

30. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, mohon perhatian waktu, tinggal 30 menit.

31. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Baik.

32. KETUA: ANWAR USMAN

Mohon diatur, silakan!

33. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Berikut adalah pernyataan lengkapnya, saya loncat untuk mempercepat. Kemudian bahwa hal yang sama juga Pemohon lakukan di halaman dalil 138 Permohonan Baru Pemohon, seolah-olah Mendagri Tjahjo Kumolo benar telah melibatkan birokrasi dengan memberikan instruksi kepada Rakor Satpol PP dan Satlitmas di 30 Januari 2019 untuk ikut terlibat mengkampanyekan Pihak Terkait. Padahal, sebagaimana bukti Pemohon ajukan, apabila dibacakan secara … maka pernyataan adalah sebagai berikut. Tidak dibacakan, mohon dianggap dibacakan, Bapak Ketua.

34. KETUA: ANWAR USMAN

Ya.

73 35. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Selanjutnya bahwa berdasarkan huruf A1 dan A2 di atas, maka berulang kali Pihak Terkait sampaikan, Pemohon dalam mendalilkan Permohonannya disandarkan pada asumsi dan imajinasi Pemohon, seolah- olah kalau ada kalimat menyampaikan program atau keberhasilan pemerintah adalah serta-merta merupakan kampanye Pasangan Calon Nomor 01 sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden. Padahal kampanye pasangan dan calon berupa pemaparan visi dan misi pasangan calon dan/atau citra diri, sedangkan program permerintah sudah ditetapkan di dalam Undang-Undang APBN dan peraturan perundang-undangan lainnya di mana Pemohon sendiri melalui wakilnya yang duduk di DPR RI ikut terlibat dalam merumuskan program-program pemerintah tersebut. Selain itu, pernyataan-pernyataan di atas tidak terbatas pada pemerintah pusat saja, tapi juga pemerintah daerah yang jelas dipegang oleh kepala daerah dengan berbagai macam latar belakang partai politik, bukan hanya partai politik yang mengusung Pihak Terkait. Pernyataan Mendagri berisi sesuatu yang normatif sesuai dengan ketentuan, yakni terkait dengan loyalitas kepada pimpinan baik di daerah maupun di pusat. Tidak ada satupun pernyataan yang disampaikan oleh Mendagri berisi ajakan memilih dan memenangkan Pihak Terkait dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019. Bahkan secara tegas di berbagai media masa menda ... Mendagri berkali-kali menyatakan ASN harus netral dalam pemilu. Bahwa karena dalil Pemohon hanya karena bersifat asumsi dan dilakukan dalam rangka menggiring opini publik semata, maka pada akhirnya permohonan di dalam permohonannya tidak dapat mengonstruksikan bagaimana proses pelanggaran TSM yang dituduhkan terhadap Tjahjo Kumolo selaku Mendagri, bekerja di daerah mana saja hal tersebut dilakukan, dan bagaimana pengaruhnya terhadap perolehan suara Pemohon dan/atau perolehan suara Pihak Terkait. Tentang tuduhan permohonan terhadap Pihak Terkait mengenai mobilisasi dukungan pemerintah desa dan vote-buying terhadap aparatur desa karena peningkatan anggaran desa secara terus menerus, dan menaikkan kesejahteraan kepala desa, dan aparat desa, serta pendamping desa, sebagaimana tertuang dalam Permohonan baru, diterangkan sebagai berikut. Bahwa sebelum memberikan keterangan dalil-dalil yang disampaikan oleh Pemohon, maka terlebih dahulu perlu kiranya Pihak Terkait sampaikan beberapa hal terkait dengan desa sebagai berikut. Bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kemudian dikeluarkan beberapa peraturan pemerintah, ya. Dan … yang disahkan dan ditanda tangani oleh Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo.

74 Bahwa dikeluarkannya peraturan pemerintah sebagaimana tersebut di dalam poin b di atas adalah merupakan kewajiban pemerintah untuk melaksanakan amanat undang-undang tentang desa dengan harapan agar terwujudnya pemerintahan pembangunan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukan hanya di kota-kota besar, di Pulau Jawa seperti yang terjadi selama ini. Bahwa atas dasar pemikiran tersebut, pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla secara konsisten dan bertahap, hampir setiap tahun APBN selalu berusaha meningkatkan anggaran dana desa. Akan tetapi, berhubung anggaran b ... APBN yang belum memadai, khususnya untuk peningkatan kesejahteraan kepala desa dan aparat desa, baru bisa direalisasikan pada tahun 2019 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintahan Nomor 11 Tahun 2019 yang merupakan perubahan dari peraturan pemerintah sebelumnya. Bahwa mekanisme dan jadwal pencairan dana desa sudah dilaksanakan 4 tahun berturut-turut dan tidak terkait sama sekali dengan Pemilu 2019 sejak Undang-Undang Desa disahkan. Bahkan … bahwa terkait dengan penghasilan tetap (siltap) untuk perangkat desa sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 paling lambat baru akan diberikan mulai Januari 2020 melalui APBN, kecuali bagi desa yang telah memenuhi ketentuan 81A, PP Nomor 11 Tahun 2019. Sejauh ini, di tahun 2019, hanya beberapa kabupaten saja yang telah melaksanakan pembayaran siltap bagi perangkat desa, yakni Kabupaten Solok, Solok Selatan, Majalengka, Purbalingga, Tuban, dan Purworejo. Bahwa atas dasar hal tersebut di atas, dalil-dalil Pemohon yang menyatakan upaya pemerintah meningkatkan anggaran desa, peningkatan kesejahteraan kepala desa, dan aparat desa, serta pendamping desa sebagai modus operandi money politics atau pembelian suara pemilih atau vote-buying dan merupakan penyalahgunaan anggaran dan program negara atau misuse of state budgets sangat melukai hati para kepala desa dan aparat desa yang telah lama berjuang untuk hal ini. Bahwa pertanyaan kemudian, sebegitu rendahkan penilaian Pemohon terhadap kepala desa, perangkat desa, dan pendamping desa yang sehari-hari menemani dan melayani masyarakat sehingga suaranya bisa dibeli dengan uang sebagaimana yang dituduhkan oleh Pemohon? Sudah tidak adakah di mata Pemohon melihat kepala desa, aparat desa, dan pendamping desa yang dengan tulus ikhlas melakukan pengabdian kepada bangsa dan negara yang kita cintai ini? Bahwa perlu kiranya kami sampaikan, bahwa banyak kepala desa, perangkat desa, dan pendamping desa yang bekerja dengan ikhlas. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal, warisan luhur budaya bangsa Indonesia, bangsa dalam membangun desanya untuk kesejahteraan masyarakat desa. Berjuang meningkatkan kualitas hidup dan terus melakukan pembangunan sarana dan prasarana yang di kampung-kampung, mengembangkan potensi ekonomi lokal dengan

75 Bumdes, serta pengembangan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan untuk generasi penerus bangsa. Meskipun hal tersebut dilakukan dengan kesejahteraan yang masih belum memadai untuk mereka hidup dan menghidupi keluarganya. Tentu terhadap hal ihwal demikian, harus terus kita apresiasi dan berikan penghargaan yang sangat tinggi, yang pasti bukan dengan dipolitisi terlebih dahulu, bisa dibeli dengan uang. Bahwa selanjutnya terhadap tuduhan Pemohon dengan mengenai Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Honorarium dan Bantuan Biaya Operasional Tenaga Pendamping Profesional, keterangan Pihak Terkait sebagai berikut. Bahwa keluarnya keputusan menteri sebagaimana tersebut di atas didasarkan banyaknya keluhan dan aduan dari pendamping desa yang ada di daerah-daerah baik melalui surat dan/atau disampaikan secara langsung. Keluhan tersebut intinya berisi tentang beban biaya operasional yang selama ini diberikan tidak mencukup biaya operasional kegiatan pendamping desa. Akan tetapi dikarenakan anggaran belum ada, Kementrian Keuangan baru dapat memenuhi permintaan dari Kementerian Pembangunan Desa, Tertinggal, dan Transmigrasi pada bulan Maret 2009. Bahwa penting untuk diketahui bahwa Pemohon mengenai pendamping desa adalah hal-hal sebagai berikut. Bahwa mengingat anggaran APBN dan APBD kita yang terbatas, maka sampai dengan saat ini baru bisa membiayai tenaga pendamping desa profesional dari tingkatan pendamping … profesional tingkat desa sampai dengan tingkat pendamping kabupaten. Bahwa untuk tenaga ahli madya tingkat provinsi dan tenaga ahli madya tingkat tingkat pusat tidak menggunakan dana APBN dan APBD, melainkan menggunakan bantuan dana dari The World Bank hingga untuk pengangkatan dan pertanggungjawaban kegiatannya, bukan kepada Kementrian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. Bahwa dikarenakan anggaran yang terbatas, maka untuk 1 orang pendamping lokal desa bertanggungjawab untuk melakukan pendampingan di 3-4 desa dalam 1 kecamatan dengan honorarium dan operasional setiap bulannya rata-rata untuk mendapatkan upah sebesar Rp2.500.000,00. Bahwa di tingkat kecamatan ada 2 orang pendamping, yakni 1 orang pendamping desa pemberdayaan, dan 1 orang pendamping desa teknik infrastruktur dengan honorarium operasional setiap bulannya rata-rata setiap kecamatan ditiap kabupaten mendapatkan Rp3.800.000,00. Bahwa di tingkat kabupaten ada tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang berjumlah paling sedikit 2 orang dan paling banyak 6 orang, tergantung dari banyaknya kecamatan di kabupaten tersebut.

76 Bahwa kenaikan honorarium dan bantuan biaya operasional yang diterima oleh pendamping desa yang terbuka pada tanggal 1 April 2009, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal … tahun 2009 tentang Honorarium dan bantuan biaya operasional tenaga pendamping profesional yang dialihkan oleh pemohon untuk tahun 2019, sebenarnya yang mengalami kenaikan hanya terhadap bantuan operasional bagi pendamping lokal desa sebesar Rp200.000.00. Sehingga yang tadinya mendapatkan honorarium biaya operasional rata- rata Rp2.500.000,00 per bulannya naik menjadi Rp2.700.000.00. Bahwa adanya perbedaan honorarium dan bantuan operasional bagi pembangunan desa, pendamping desa tingkat kecamatan dengan ahli desa di tingkat kabupaten antara daerah yang satu dengan yang lain itu berbeda, dikarenakan sumber pendanaan untuk honorarium dan bantuan operasional dibiayai oleh APBN dan APBD. Bahwa berdasarkan poin 4 sebagaimana tersebut di atas, maka dalil Pemohon yang menyatakan pernah ada surat dari DPP PDIP yang mendorong seluruh kadernya untuk mendaftar sebagai pendamping desa, bahkan DPP PDIP meminta setiap DPD dan DPC untuk mendata nama- nama kader yang mendaftar sebagai pendamping desa menjadi kehilangan relevansinya. Mengingat beberapa kepala daerah justru berasal dari partai pengusung Pemohon. Selain itu, untuk pendamping lokal desa dan pendamping desa serta tenaga ahli ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagaimana yang diatur oleh Kementrian Desa. Bahwa seandainya benar, quod non ada pengaruh antara dana pendamping desa, aparat desa dan kepala desa, dan pemilu, maka seharusnya Menteri Desa PDT dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo merupakan orang yang pertama dan secara langsung dapat menikmati dalil khayalan Pemohon ini. Faktanya, Menteri yang menjadi Caleg DPR RI dari Partai Kebangsaan … Bag … Partai Kebangsaan ini … Partai Kebangkitan Bangsa … ya mo … koreksi … di Dapil Bengkulu ini, gagal terpilih dalam Pemilu Legislatif 2019 kemarin. Ini merupakan bukti paling konkret tentang tidak adanya hubungannya antara dana dan program pemerintah terhadap pejabat yang melaksanakan dengan rakyat pemilih dan Pemilu. Bahwa permohonan dalam permohonan baru yang dibacakan di hadapan, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang terhormat, mendalilkan tentang penggalangan dukungan yang dilakukan Pihak Terkait didalam grup komunikasi Whatsapp yang pembentukannya didasarkan melalui Surat 2017 oleh Kementrian Desa, Pembanguan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia, Direktorat Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Terhadap dalil tersebut, keterangan Pihak Terkait adalah sebagai berikut. Bahwa permohonan kembali membangun narasi seolah-olah apapun yang dibuat oleh Pemerintah adalah dalam rangka penggalangan dukungan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Sehingga dengan

77 demikian, Pemohon telah melakukan kesalahan berpikir dalam menyusun argumentasinya karena telah melakukan generalisasi atas suatu kejadian secara keseluruhan dan/atau melepaskan akibat dari sebab-akibatnya. Bahwa Kementrian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi Indonesia melalu Direktorat Pembangunan dan Pemberdayaan Desa, mengeluarkan Surat Tahun 2017 dilakukan agar memudahkan sarana komunikasi dan konsultasi terkait program-program yang akan dilaksanakan dan realisasi dari program yang telah dilaksanakan. Dengan demikian, semanjak awal tidak ada niatan sedikitpun pembuatan grup tersebut dalam rangka melakukan konsolidasi dan/atau mobilisasi dukungan untuk Pihak Terkait. Bahwa kemudian muncul melalui pesan dalam grup tersebut sebagai yang didalilkan oleh Pemohon, di mana pada hari Jumat pada tanggal 14 Desember 2018, terdapat instruksi pimpinan yang mewajibkan seluruh tenaga pendamping profesional Kalimantan Selatan untuk melakukan nge-tweet bareng, gerakan 10 kali nge-tweet, 50 kali retweet, dengan hashtag membangun desa. Ini dilakukan sebagai upaya penyebaran informasi tentang keberhasilan kegiatan pendamping dan pembangunan pemberdayaan desa melalui dana desa. Bahwa penyebaran informasi tentang keberhasilan kegiatan pendamping dan pembangunan sumber daya … desa … melalui dana desa, tentu bukanlah suatu barang haram untuk dilakukan oleh Pemerintah. Karena hal tersebut sesuai dengan fakta yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan bukan hoax. Bahwa kemudian, kenapa yang dimunculkan kemudian tagline Jokowi membangun desa? Bisa jadi dikarenakan begitu derasnya fitnah dan hoax yang ditujukan kepada pribadi Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia, baik itu tuduhan antek asing, boneka, dan lain-lain. Sehingga sebagai ekspresi kecintaan masyarakat, muncul tagline tersebut. Bahwa apabila dihubungkan dengan hasil perolehan suara di Provinsi Kalimantan Selatan, maka dalil Pemohon dengan sendirinya kehilangan relevansinya. Karena faktanya berdasarkan rekapitulasi perolehan suara yang dilakukan Termohon, Pemohon justru unggul jauh dibandingkan Pihak Terkait yang hanya mendapatkan 823.939 suara, sedangkan Pemohon memperoleh suara sebanyak 1.470.163 suara. Berdasarkan hal tersebut, maka dalil Pemohon yang mendalilkan Pihak Terkait telah melakukan pelanggaran TSM. Dengan melakukan mobilisasi dan pelanggaran kampanye melalui birokrasi adalah tidak berdasar dan hanya rekaan belaka. Tentang tuduhan Pemohon dalam Permohonan baru yang disampaikan dalam Sidang Pendahuluan bahwa Pihak Terkait telah menggunakan kampanye terselubung, melalui iklan keberhasilan pemerintah yang diputar di bioskop oleh Kemenkominfo, sebagaimana yang terdapat di dalam dalil Nomor 150 diterangkan sebagai berikut.

78 Bahwa iklan pembangunan infrastruktur di bioskop yang dilakukan oleh Kemenkominfo dengan menggunakan anggaran negara adalah merupakan sosialisasi keberhasilan pemerintah. Bahwa kalaupun Pemohon beranggapan hal tesebut merupakan kampanye terselubung yang dilakukan Presiden Joko Widodo sebagai Calon Presiden dengan memanfaatkan anggaran negara, seharusnya Pemohon telah mengambil langkah-langkah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang Pemilu. Akan tetapi, sejauh ini tidak diketahui adanya laporan mengenai hal ini yang dilakukan oleh pemilih, pemantau, ataupun Pemohon. Bahwa terkait hal ini, sebenarnya Termohon melalui salah satu komisionernya telah secara tegas menyatakan iklan tersebut tidak dapat diklasifikasi ke dalam kampanye, sebagaimana diatur di dalam Undang- Undang Pemilu. Karena iklan tersebut tidak mengandung visi, misi, dan program dari pasangan calon yang bertujuan memengaruhi masyarakat pemilih. Sedangkan mengenai citra diri karena iklan tesebut merupakan iklan pemerintah, maka tidak mengandung citra diri dari pasangan calon, baik itu berbentuk foto, gambar, atau buk ... suasana pasangan capres cawapres berpasangan yang dipasang, Bukti PT-30. Bahwa terkait dengan dalil Pemohon Nomor 148 sampai dengan 149 diterangkan bahwa perbuatan atau penyataan yang dituduhkan Pemohon bukanlah pelanggaran Pemilu karena merupakan kegiatan resmi yang tidak berhubungan dengan kampanye pilpres, serta tidak pernah dinyatakan sebagai pelanggaran pemilu oleh Bawaslu, baik berdasarkan keten ... temuan ataupun laporan. Bahwa seluruhnya, Pemohon mendalilkan dukungan tentang dukungan yang diberikan oleh kepala daerah terhadap Pihak Terkait sebagaimana pelanggaran TS ... sebagai pelanggaran TSM. Kerap dalil demikian, maka Keterangan Pihak Terkait adalah sebagai berikut. Dalil tersebut tidak berkolerasi dengan perolehan suara Pihak Terkait, sebagaimana dapat dilihat tabel berikut dan disandingkan dengan tabel 2 sebelumnya yang kami sebut di atas. Tabelnya mohon dianggap dibacakan, saya akan loncat, Bapak Ketua. Terlihat nyata dari banyak wilayah yang … yang didalilkan di atas, Pemohon lebih banyak menang dibandingkan dengan Pihak Terkait. Sehingga dalil TSM yang diajukan oleh Pemohon tidak memiliki korelasi signifikan terhadap perolehan suara Pihak Terkait. Di samping itu, Pemohon tidak menguraikan secara jelas tentang perbuatan lanjutan dari deklarasi para kepala daerah untuk memenangkan Pihak Terkait, berikut akibatnya terhadap perolehan suara. Bahwa permohonan mendal... bahwa Pemohon mendalilkan pada tanggal 16 Januari 2019, Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi mengeluarkan surat yang pada intinya meminta BNI untuk membantu pembiayaan kegiatan Presiden Petahana Jokowi dalam acara di Garut dalam masa kampanye. Terhadap dalil ini kami terangkan sebagai berikut.

79 Bahwa kegiatan tersebut bukanlah kegiatan kampanye sebagaimana ditegaskan oleh Kemendes. Karena kegiatan Jokowi di Kabupaten Garut tersebut terkait dengan kegiatan pemerintah ... pemerintahan pada Kementerian Desa dalam melakukan sosialisasi dana desa di De Art Center Tarogong, Garut pada tanggal 19 Januari 2019, sekalian dengan peresmian perumahan yang dikerjakan oleh Kemendes di daerah Banyuresmi, Kabupaten Garut. Kegiatan sosialisasi dana desa seperti itu telah dilakukan sejak tahun 2015 dan karenanya tidak terkait dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019. Bahwa dalam rangkaian kegiatan sosialisasi dana desa tersebut, BNI 46 hadir sebagai salah satu pengisi acara. Terkait adanya kerja sama BNI 46 dengan Kementerian Desa untuk dapat membuka kantor di desa-desa seluruh Indonesia dengan menggunakan Bumdes. Kerja sama ini dinilai Kemdes akan menguntungkan kedua belah pihak. Bahwa karena ada pihak BNI yang terlibat dalam kegiatan tersebut, maka atas dasar itulah Kemdes meminta BNI untuk sharing pembiayaan pelaksanaan kegiatan. Sehingga anggaran yang dikeluarkan oleh negara tidak terlalu banyak untuk program sosialisasi dan peresmian perumahan tersebut. Bukan tanpa alasan yang jelas meminta BNI untuk membiayai kegiatan Presiden Jokowi di Kabupaten Garut sebagaimana yang dituduhkan oleh Pemohon. Bahwa fakta yang tidak dapat terbantahkan oleh Pemohon adalah mengenai perolehan suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Kabupaten Garut, dimana Pemohon menang telak. Bahwa terkait dengan Permohonan Pemohon Nomor 15 tentang Pengerahan Karyawan BUMN pada tanggal 13 April 2019, diterangkan bahwa tidak benar ada kegiatan pengerahan 1.000...150.000 karyawan BUMN pada tanggal tersebut. Acara tersebut dibatalkan oleh Kementerian BUMN dan dinyatakan diundur menjadi tanggal 20 April 2019 atau setidaknya acara tersebut tidak pernah terjadi pada waktu yang dituduhkan Pemohon. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dalil Pemohon hanya bersifat rekaan yang tidak berbasis pada fakta dan kebenaran yang terkait dengan hasil pemilu. Oleh karena itu, patut Mahkamah untuk menyatakan menolak dalil-dalil Pemohon a quo dan mengenyampingkan. Tidak ada ketidaknetralan aparator... aparatur negara, polisi, dan inteligen. Pemohon mendalilkan terdapat ketidaknetralan aparat negara, dalam hal ini polisi dan inteligen negara, khususnya Badan Inteligen Negara, sehingga akibat dari ketidaknetralan polisi dan inteligen tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan ruang kontestasi. Secara umum terhadap dalil ini, Pihak Terkait telah memberikan keterangan pada poin 3.2 sampai dengan poin 3.3. Saya tidak bacakan lagi, saya loncat dan mohon dianggap sebagai … telah dibacakan.

80 36. KETUA: ANWAR USMAN

Ya.

37. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Tidak ada pembatasan kebebasan media dan pers. Ini juga sudah tadi dibacakan, mohon itu dianggap dibacakan.

38. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Waktu sis … sisa 10 menit, ya.

39. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Tidak ada diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum. Ini mohon juga dianggap dibacakan. Kemudian tentang sanksi diskualifikasi bagi kecurangan ... kecurangan TSM. Mungkin ini juga sudah dianggap dibacakan. Tanggapan terhadap argumentasi kuantitatif dalam permohonan baru Pemohon. Saya bacakan sedikit. Bahwa Pemohon menyampaikan argumentasi kualitatif dan permohonan yang sebagaimana tertulis, halaman 95-143. Pihak Terkait menolak seluruh argumentasi kualitatif tersebut karena merupakan asumsi dan didasarkan pada analisis Pemohon yang muna ... manipulatif dan tidak berdasar. Selanjutnya, saya … apa … loncat dan kemudian sebagai penutup saya … mohon dilanjutkan oleh Ketua Tim.

40. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Silakan!

41. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: YUSRIL IHZA MAHENDRA

Terima kasih, Yang Mulia. Izinkan kami melanjutkan pembacaan keterangan Pihak Terkait yang tadi dibacakan oleh Pak Luhut Pangaribuan.

42. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Silakan!

81 43. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: YUSRIL IHZA MAHENDRA

Di halaman 71, tanggapan terhadap tuduhan adanya suara permohonan berjumlah 0, tanggapan tentang perolehan suara versi Pemohon, kami anggap sudah dibacakan.

44. KETUA: ANWAR USMAN

Ya.

45. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: YUSRIL IHZA MAHENDRA

Dan kemudian juga dalil-dalil permohonan yang salah tersebut dikutipkan dan seterusnya dianggap juga sudah dibacakan. Dan yang paling akhir ingin kami kemukakan adalah tanggapan terhadap beban pembuktian yang dikemukakan oleh Pemohon, yang pada intinya kami menolak seluruh dalil-dalil yang dikemukakan oleh Pemohon, yakni membebankan pembuktian tidak saja bagi Pemohon, tapi juga pembuktian kepada pihak-pihak lain, termasuk Mahkamah untuk mencari alat bukti dalam persidangan ini, kami seluruhnya menolak dalil-dalil yang dikemukakan oleh Pemohon. Dalam hal ini, bukti-bukti yang dapat digunakan oleh Pemohon juga harus merujuk pada bukti-bukti yang telah ditentukan oleh Hukum Acara yang berlaku Pasal 36 ayat (1) PMK Nomor 4 Tahun 2018 mengatur Alat Bukti, berupa surat atau tulisan. B. Keterangan para pihak, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan pihak lain, alat bukti lain, dan/atau petunjuk. Uraian ini dengan jelas menyimpulkan bahwa Pemohon tidak mampu membuktikan dalil-dalil tuduhannya, berdasarkan alat-alat bukti yang sah. Pemohon jelas melanggar Hukum Acara Pembuktian dalam perkara a quo, sehingga Majelis Hakim Konstitusi, Yang Mulia, sudah sepatutnya menolak atau setidak-tidaknya menyatakan tidak menerima seluruh permohonan Pemohon. Bahwa perlu pula diingatkan tentang pesan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, r.a. yang mengatakan, “Seandainya manusia diberikan kebebasan untuk menuduh, maka orang-orang akan sesuka hatinya menuduh atau mengklaim kepemilikan harta dan hak terhadap nyawa orang lain, akan tetapi bukti itu wajib bagi si penuduh dan sumpah bagi mereka yang mengingkari tuduhan.” Sejalan dengan prinsip ini, beban pembuktian kepada pihak yang menuduh telah menjadi persoalan dasar dalam Hukum Acara, di mana pun di dunia ini, sebagai tercermin dalam Legal Maxim yang berbunyi, “Actori incumbit probatio.”

82 Yang Mulia, pada akhirnya, berdasarkan seluruh uraian yang telah kami kemukakan tadi, maka beralasan bagi Mahkamah untuk menyatakan dalil-dalil Pemohon tidak beralasan hukum seluruhnya dan permohonan Pemohon karenanya patut untuk dinyatakan ditolak untuk seluruhnya. Petitum. Berdasarkan seluruh uraian, sebagaimana tersebut di atas, Pihak Terkait memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut. Dalam eksepsi. 1. Menerima eksepsi Pihak Terkait untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Mahkamah Konstitusi tidak berwenang memeriksa permohonan Pemohon atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Dalam pokok permohonan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Demikian keterangan Pihak Terkait, disampaikan kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, mudah-mudahan dapat dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Demikian pembacaan kami, Yang Mulia. Terima kasih.

46. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Terima kasih. Lanjut ke Bawaslu, Silakan! Dengan catatan nanti pukul 15.30 WIB, kita skors dahulu untuk salat Asar.

47. BAWASLU: ABHAN

Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr.wb., Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, Para Pihak Pemohon, Terlapor, Pihak Terkait, mohon maaf ya … Pemohon, terlapor … Termohon, ya … dan Pihak Terkait, ya … Pihak Terkait, dan Kawan-Kawan Bawaslu, dan hadirin semuanya yang kami hormati. Pertama-tama, izinkan kami mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk menyampaikan keterangan tertulis Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, sehubungan dengan adanya Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang telah diajukan dan didaftarkan di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, pada tanggal 24 Mei 2019 dan telah diregister dalam Perkara Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019. Sesuai dengan kedudukan Bawaslu sebagai pihak pemberi keterangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2018, Bawaslu memiliki tanggung jawab untuk memberikan keterangan terkait dengan dalil-dalil Permohonan PHPU Presiden dan Wakil Presiden yang khususnya menyebutkan secara tegas

83 tugas wewenang dan fungsi kelembagaan Bawaslu dalam penyelenggaraaan tahapan pemilu termasuk dalil-dalil dalam Perbaikan Permohonan. Keterangan tertulis Bawaslu ini disampaikan dalam 2 bagian. Bagian pertama, merupakan keterangan berkenaan dengan pokok-pokok Permohonan yang didalilkan pada Permohonan pertama. Dan bagian kedua, merupakan keterangan berkenaan dengan pokok-pokok Permohonan yang didalilkan pada perbaikan Permohonan. Kedua bagian tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari keterangan tertulis Bawaslu yang disampaikan dalam persidangan hari ini. Dan kami akan menyampaikan tidak secara keseluruhan, namun resume dari pokok- pokok keterangan Bawaslu. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia dan hadirin yang kami hormati. Pada pokoknya, keterangan tertulis Bawaslu mencakup empat hal. Pertama adalah pelaksanaan pengawasan. Yang kedua adalah tindak lanjut laporan dan/atau temuan. Yang ketiga, keterangan berkaitan dengan pokok permasalahan yang dimohonkan oleh Pemohon. Yang keempat, uraian singkat mengenai jumlah dan jenis pelanggaran yang terkait dengan pokok Permohonan. Sebelum sampai kepada keterangan yang berkenaan dengan pokok Permohonan, izinkan kami menyampaikan keterangan berkenaan dengan gambaran umum Pelaksanaan Pengawasan Penyelenggaran Pemilu Tahun 2019 yang telah ... yang telah dilakukan oleh jajaran Bawaslu. Sesuai kedudukan, tugas, dan wewenang yang telah digariskan Undang-Undang Pemilu, Bawaslu telah melaksanakan tugas dan wewenang pada setiap Tahapan Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019. Baik di bidang pengawasan, di bidang pencegahan, maupun di bidang penindakan pelanggaran pemilu, maupun penyelesaian sengketa proses, dan penanganan pelanggaran administratif pemilu. Di bidang pengawasan, Bawaslu telah melakukan pengawasan pada seluruh Tahapan Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019. Dimulai dari tahapan penyusunan dan penetapan daftar pemilih, tahap masa kampanye, tahapan pengadaan, dan distribusi logistik, tahapan pemungutan dan penghitungan suara, hingga tahapan rekapitulasi perhitungan perolehan suara. Di bidang pencegahan, Bawaslu telah meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu Tahun 2019 yang disebut dengan IK … IKP 2019. IKP 2019 merupakan upaya dari Bawaslu untuk melakukan pemetaan dan deteksi dini terhadap berbagai potensi pelanggaran dan kerawanan untuk kesiapan menghadapi pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara serentak tahun 2019. Mengingat begitu pentingnya IKP sebagai acuan utama bagi Bawaslu dalam menyusun strategi pencegahan dan pengawasan pemilu, maka kembali melakukan pemutakhiran atau revisi IKP 2019 yang diluncurkan pada tanggal 9 April 2019, menjelang hari pemungutan suara.

84 Bawaslu juga telah membangun sinergitas dengan pihak Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), tentara nasional, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sinergitas tersebut mewujudkan ke dalam suatu MoU dan ditindaklanjuti ke dalam satu perjanjian kerjasama antara Bawaslu dengan TNI, dan, Polri, dan KASN sebagai suatu komitmen bersama dalam rangka memastikan dan menjamin netralitas dari Anggota TNI, Polri, dan ASN. Khusus mengenai netralitas ASN, Bawaslu telah menerbitkan surat himbauan kepada … netralitas ASN kampanye oleh pejabat negara lainnya, serta larangan penggunaan fasilitas negara. Selain itu, Bawaslu melalui siaran pers juga telah memberikan himbauan kepada peserta pemilu agar tidak menjadikan car free day sebagai ajang kampanye politik menjelah Pemilu 2019. Bawaslu meminta fungsi car free day di daerah … dikembalikan sesuai dengan peraturan daerah dan peraturan gubernur maupun bupati/walikota untuk kepentingan tersebut. Bawaslu telah menginstruksikan kepada Bawaslu tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk mengawasi kegiatan car free day di wilayahnya masing-masing. Bawaslu juga telah menggelar apel siaga patroli pengawasan tepatnya 2 hari menjelang masa tenang dan pelaksanaannya juga dilakukan di tingkat Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota. Patroli pengawasan di masa tenang ini adalah cara Bawaslu mencegah, menekan, dan menolak terjadinya politik uang dan pelanggaran lainnya, seperti propaganda, isu SARA, semua jajaran pengawas pemilu seluruh Indonesia harus turun melakukan patroli pengawasan. Hasilnya antara lain, terdapat 25 kasus di sebaran di seluruh Indonesia di kabupaten/kota yang tertangkap tangan hingga 16 April 2019, khususnya persoalan dugaan politik uang. Di bidang penindakan pelanggaran hingga bulan Juni 2019, Bawaslu telah memproses 15.052 temuan atau laporan dugaan pelanggaran Pemilu Serentak 2019 dengan rincian 1.581 laporan dan 14.462 temuan, sebagian besar temuan atau laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2019 tersebut di atas adalah pelanggaran administratif pemilu. Sebanyak 12.138 temuan atau laporan pelanggaran pidana sebanyak 533 temuan atau laporan, dan pelanggaran kode etik sebanyak 182 temuan atau laporan. Pelanggaran hukum lainnya sebanyak 1.096 temuan atau laporan. Bukan kategori pelanggaran sebanyak 980 temuan atau laporan dan 148 temuan atau laporan hingga saat ini masih dalam proses penanganan. Untuk pelanggaran pidana dari 533 temuan atau laporan sebanyak 114 perkara telah diputus oleh pengadilan. Dengan perincian 106 putusan telah berkekuatan hukum tetap, dan 8 putusan dalam proses banding. Adapun jenis pelanggaran pidana yang kerap terjadi dapat dilihat pada tabel, sebagaimana tertulis pada halaman 15 dan 16 pada keterangan tertulis Bawaslu. Mohon dianggap telah dibacakan keseluruhannya.

85 Khusus untuk pidana politik uang dari 25 perkara yang dilimpahkan dan telah diputus oleh pengadilan, 24 perkara diantaranya telah berkekuatan hukum tetap, dan 1 putusan dalam proses banding. Adapun rincian dari 24 putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut, 7 putusan terbukti, 5 putusan tidak terbukti, 1 putusan terbukti tetapi bukan tindak pidana, dan 1 putusan tidak diterima. Mengenai modus dan 1 sebaran provinsi dapat dilihat pada halaman 17 dalam keterangan tertulis Bawaslu ini. Mohon untuk dianggap telah dibacakan. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, hadirin yang kami hormat. Setelah mencermati, membaca isi permohonan pertama dari Pemohon, maka Bawaslu memberikan tanggapan keterangan sebagai berikut. Satu, terkait dengan dalil ketidaknetralan aparatur negara, polisi dan intelijen. Dapat kami sampaikan. Bawaslu Republik Indonesia telah melakukan upaya pencegahan untuk menjaga netralitas anggota Polri, anggota TNI, dan pegawai aparatur sipil negara dengan menginisiasi kerja sama yang diwujudkan ke dalam 1 MoU, tangal 23 Maret 2019. Yang ditandatangani oleh Ketua Bawaslu, Panglima TNI, Kapolri, dan Ketua KSN. Kemudian, ditindaklanjuti ke dalam suatu perjanjian kerja sama secara terpisah dengan Polri, TNI, dan KSN. Mengenai dalil permohonan terkait ketidaknetralan Kapolres Garut, berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kapolsek Pasir Wangi. Setelah dilakukannya proses investigasi, Bawaslu Kabupaten Garut berkesimpulan bahwa, peristiwa tersebut tidak dapat dijadikan sebagai temuan dan juga tidak ada laporan pelanggaran pemilu. Karena, tidak terpe ... terpenuhinya syarat formil materil, sehingga dihentikan. Terkait dalil Pemohon bahwa telah terjadinya pendataan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh oknum polisi, serta keberpihakan intelijen kepada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diterangkan. Bahwa Bawaslu hingga jajaran panwaslu kelurahan desa belum pernah menemukan atau menerima laporan terkait dengan keberadaan anggota Polri yang melakukan pendataan dukungan masyarakat kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden, juga keberpihakan intelijen kepada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia dan hadirin yang kami hormati. Yang kedua terkait dalil diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum. Terkait dengan pose salam 2 jari yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta atas nama H. Anies Baswedan, pada acara Konferensi Nasional Partai Gerindra di Sentul International Convention Center, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dan, pose 1 jari yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada Forum Penutupan Pertemuan Tahunan IMF World Bank di Bali. Terhadap kedua peristiwa tersebut merujuk pada hasil kajian awal dugaan pelanggaran pemilu. Bawaslu berkesimpulan bahwa, kedua peristiwa yang dilaporkan tersebut diduga

86 merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 547 Undang-Undang Pemilu. Namun, setelah dilakukan pendalaman terhadap barang bukti, alat bukti, klarifikasi kepada pihak-pihak pelapor, terlapor, dan saksi-saksi, Sentra Gakkumdu kepada pembahasan kedua yang berkesimpulan, bahwa laporan pelapor tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 547 Undang-Undang Pemilu, sehingga prosesnya dihentikan. Mengenai adanya ... mengenai dalil adanya tuntutan pidana 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun kepada Kepala Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, atas nama Suhartono yang mendukung Paslon 02 dengan dugaan tindak pidana. Bawaslu menerangkan bahwa kasus a quo bermula dari temuan Bawaslu Kabupaten Mojokerto. Temuan tersebut kemudian dilimpahkan kepada Sentra Gakkumdu Kabupaten Mojokerto dan diputuskan perbuatannya dilakukan kepada … dan diputuskan perbuatan dilakukan Kepala Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto atas nama Suhartono memenuhi unsur tindak pidana pemilu, sehingga diteruskan pada proses penyidikan, dan penuntutan, dan peradilan telah memutus dengan hukuman penjara percobaan dan menyalahi ketentuan Undang- Undang Pasal 282 juncto Pasal (ucapan tidak terdengar jelas) Undang- Undang Pemilu 7 Tahun 2017. Kasus yang serupa juga terjadi, yang dilakukan oleh kepala desa yang mendukung Paslon 01, tepatnya di Jawa Barat, ya. Atas nama Jajang Haerudin Bin Anan, dalam kapasitasnya sebagai Kepala Desa Cimareme, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut. Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemilu dengan divonis hukuman 2 bulan penjara. Berikutnya bisa kami sampaikan juga bahwa Bawaslu juga telah melakukan penanganan dugaan pelanggaran administratif pemilu yang diduga dilakukan oleh Saudara Eko Putro Sandjojo, selaku Menteri Desa Tertinggal. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pendalamaan yang dilakukan oleh Bawaslu, Menteri Desa tersebut terbukti melakukan pelanggaran administratif pemilu, sebagaimana dimaksud pada Pasal 281 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemilu karena terlapor tidak memberi … tidak memiliki izin cuti untuk ikut serta dalam kegiatan deklarasi forum Satu Nusantara … Satu Nusantara Fortuna Jokowi-Amin di Sultra, di Pelataran eks MTQ Kendari, pada tanggal 22 Februari 2019. Bawaslu dalam putusannya memberikan sanksi teguran, serta mengingatkan kepada terlapor sebagai bagian dari pelaksana kampanye tingkat nasional Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01, Joko Widodo dan K. H. Ma’ruf Amin agar tidak mengulangi perbuatan yang terlibat di dalam kegiatan kampanye tanpa keputusan cuti dari atasannya. Hal ini menunjukkan bahwa adalah bentuk konsistensi Bawaslu dalam penegakan hukum pemilu.

87 Selanjutnya Bawaslu telah menerima laporan yang diajukan oleh Saudara Basri, tanggal 21 Februari 2019 terkait video dukungan kepada Pasangan Calon Nomor Urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Yang diduga dilakukan oleh Saudara Syahrul Yasin Limpo, yang dikenal sebagai mantan Gubernur Sulawesi Selatan dan 15 camat se-Kota Makassar. Berdasarkan kajian awal dugaan pelanggaran pemilu, Bawaslu berkesimpulan bahwa peristiwa yang dilaporkan terdapat dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara yang dilakukan camat se-Kota Makassar dan mantan Gubernur Sulawesi Selatan dan penangananya dilimpahkan kepada Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan pendalaman yang dilakukan oleh Sentra Gakkumdu Provinsi Sulawesi Selatan dan setelah mendengar keterangan ahli pidana, ahli ATN, Sentra Gakkumdu pada pembahasan kedua berkesimpulan bahwa laporan pelapor tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilu, sebagaimana dimaksud pada Pasal 493 juncto Pasal 280 ayat (2) huruf f Undang-Undang Pemilu, Pasal 494 juncto 280 ayat (3) Undang-Undang Pemilu, dan Pasal 547 Undang-Undang Pemilu. Dan meneruskan rekomendasi kepada KSN terkait pelanggaran netralitas pegawai ASN yang dilakukan oleh 15 camat se-Kota Makassar. Demikian pula terkait tindakan Gubernur dan 9 Bupati di Provinsi Bengkulu yang melakukan deklarasi dukungan terhadap Jokowi-Ma’ruf, yang dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2019, bertempat di Persada Bung Karno, Kota Bengkulu. Terhadap peristiwa ini, Bawaslu Provinsi Bengkulu menemukan adanya dugaan tindak pidana pemilu yang diduga dilakukan oleh Saudara Rohidin Mersyah dalam jabatannya selaku Gubernur Bengkulu, serta dalam kedudukannya sebagai Ketua DPD Partai Golkar Bengkulu, Saudara Hidayatulah Syahid dalam jabatannya selaku Bupati Kepahiang, serta kedudukan sebagai Kader Pengurus Partai Nasdem, Kabupaten Kepahiang. Dan Saudara Gusnan Mulyadi dalam jabatannya selaku Bupati Kepahiang dan dalam kedudukan sebagai kader pengurus partai. Temuan tersebut telah diteruskan kepada Sentra Gakkumdu Provinsi Bengkulu untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut. Setelah melakukan pendalaman dan klarifikasi pihak-pihak dan alat bukti, Sentra Gakkumdu Provinsi Bengkulu pada tahap pembahasan kedua … ketiga, berkesimpulan bahwa dugaan pelanggaran yang dilakukan terlapor tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilu dan penanganannya perkara dihentikan. Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat juga menemukan adanya dugaan pelanggaran pidana pemilu terkait beredarnya viral sebuah video berdurasi 12 detik, yang didalamnya diduga Eni Anwar Adnan Saleh (Wakil Gubernur Sulawesi Barat), Andi Ibrahim Masdar (Bupati Polewali Mandar) Agus Ambo Djiwa (Bupati Mamuju Utara), Ramlan Badawi, Bupati Mamasa), Habsi Wahid (Bupati Mamuju) dan H. Aras (Bupati Mamuju Tengah) yang menyatakan, “Bupati se-Sulawesi Barat dan Wakil Gubernur

88 Sulawesi Barat mendukung Jokowi 2 periode.” Temuan tersebut diteruskan kepada Sentra Gakkumdu, Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat, untuk dilakukan pembahasan bersama dengan unsur kepolisian, kejaksaan. Setelah melakukan pendalaman dan klarifikasi lebih lanjut, Sentra Gakkumdu Provinsi Sulawesi Barat pada tahap pembahasan kedua sampai pada kesimpulan akhir bahwa tidak dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan karena tidak terpenuhi 2 alat bukti. Selanjutnya, mengenai dalil Pemohon. Bahwa terdapat dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf yang dilakukan oleh 15 gubernur, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Maluku Utara. Bawaslu menyatakan bahwa peristiwa yang dimaksudkan terjadi sebelum tahapan kampanye dimulai, sehingga tidak termasuk ke dalam pelanggaran pemilu. Selain itu, Bawaslu juga tidak menemukan dan tidak menerima laporan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh masing-masing gubernur. Selanjutnya, terhadap dalil bahwa terdapat dukungan kepada Jokowi yang dilakukan oleh 12 kepala daerah di Sumatera Barat. Dukungan tersebut dilakukan pada kegiatan kampanye Jokowi di Danau Cimpago, Padang, Sumatera Barat. Terkait dalil ini, Bawaslu Provinsi Sumatera Barat telah menemukan adanya dugaan pelanggaran pejabat negara yang tidak melaksanakan cuti pada kegiatan kampanye rapat umum pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dilakukan terlapor Kortanius Sabeleake (Bupati Kepulauan Mentawai), Yusuf Lubis (Bupati Pasaman), dan Zuldafri Darma (Bupati ... Wakil Bupati Tanah Datar). Terhadap ketiga temuan tersebut, telah diteruskan kepada Sentra Gakkumdu untuk dibahas lebih lanjut. Dari hasil klarifikasi, dan pengumpulan, serta penelusuran bukti dan fakta-fakta hukum, Sentra Gakkumdu pada tahap pembahasan kedua sampai pada kesimpulan. Bahwa terhadap ketiga temuan tersebut, tidak ditemukan adanya pelanggaran tindak pidana pemilu dan tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan. Selanjutnya, terhadap dalil bahwa tedapat 6 kepala daerah di Maluku Utara menghadiri kegiatan Deklarasi Dukung Jokowi-Ma’ruf di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta. Bawaslu Provinsi Maluku Utara menerangkan bahwa Deklarasi Dukung Jokowi-Ma’ruf yang dihadiri oleh 6 kepala daerah di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta, tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu. Berkenaan dengan adanya Deklarasi Pemenangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Jokowi-Kiai Ma’ruf Amin yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan 31 kepala daerah, Bawaslu Provinsi Jawa Tengah memutuskan bahwa tidak terbukti tindak pidana pemilu. Namun, tindakan Gubernur Jawa Tengah dan 31 kepala daerah adalah melanggar aturan lainnya. Tetapi bukan aturan kampanye yang

89 dilanggar, melainkan aturan netralitas PNS. Bawaslu Provinsi Jawa Tengah telah meneruskan, merekomendasikan penanganan kasus ini kepada Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. Namun, sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia atas rekomendasi dari Bawaslu Provinsi Jawa Tengah. Uraian penanganan dugaan pelanggaran kasus tersebut, dapat dilihat pada halaman 74 sampai 77 dan mohon dianggap telah dibacakan secara keseluruhannya. Terakhir, berkenaan dengan dugaan pemberhentian kasus Hary Tanoe setelah partainya menyatakan dukungan kepada Calon 01, Bawaslu serta jajarannya tidak pernah menerima laporan terkait dugaan pelanggaran pemilu atau dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh Hary Tanoe. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia dan hadirin yang kami hormati. Berikutnya, terkait dengan dalil nomor 3. Penyalahgunaan wewenang, propaganda, program, dan anggaran pemerintah dan badan usaha milik negara. Terhadap dugaan penyalahgunaan birokrasi dan BUMN yang berkenaan dengan dalil Pemohon, Jokowi mendapatkan dukungan dalam acara Silaturahmi Nasional Kepala Desa di Stadion Tennis Indoor Jakarta. Pameran mobil jadi kampanye, tagar Jokowi 2 periode. Dan Menteri Perindustrian dalam acara penyaluran CSR PT Surveyor Indonesia mengajak ibu-ibu yang hadir dalam acara tersebut untuk meneriakkan, “Jokowi Presiden.” Ketiga kegiatan tersebut, pada dasarnya tidak ada surat pemberitahuan sebagai kegiatan kampanye yang disampaikan kepada pengawas pemilu. Selain itu, tidak ada laporan berkaitan dengan dugaan pelanggaran pemilu yang disampaikan oleh peserta pemilu, pemantau pemilu, dan masyarakat umum, kepada pengawas pemilu, dan tidak ada temuan pengawas pemilu. Bawaslu juga telah menerima laporan dari masyarakat atas nama Juliana, terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Tjahjo Kumolo (Menteri Dalam Negeri) yang menyatakan, “ASN jangan netral, sampaikan program Jokowi.” Bedasarkan hasil kajian awal, laporan terlapor telah memenuhi syarat formil, namun belum memenuhi syarat materiil. Oleh karena itu, Bawaslu meminta pelapor untuk melengkapi syarat materiil laporan dugaan pen ... memperjelas perbuatan atau pernyataan, mana yang diduga sebagai tindakan yang merugikan atau menguntungkan peserta pemilu atau pela ... pelanggaran pemilu lainnya? Namun hingga batas waktu yang ditentukan, pelapor tidak juga memperbaiki dan melengkapi laporannya, sehingga laporan tersebut dinyatakan tidak diregister. Penjelasan hal tersebut dapat dilihat pada halaman 78 sampai dengan halaman 81 dan mohon dianggap telah dibacakan. Demikian pula, terkait Pokok Permohonan Pemohon tentang penyalahgunaan anggaran belanja negara dan/atau program pemerintah sebagaimana yang didalikan Pemohon Bawaslu DKI Jakarta telah melakukan proses pencegahan dengan mengeluarkan surat imbauan

90 kepada Kepala Kepolisian Daerah Provinsi DKI Jakarta dan kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta, perihal penyampaian larangan ASN, TNI dan Polri dalam kampanye Pemilu 2019. Bawaslu juga telah menerima dan memproses beberapa laporan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan birokrasi yang dilakukan oleh menteri-menteri dalam jajaran kabinet Presiden Jokowi, namun sebagian besar penanganan laporan dugaan pelanggaran tersebut pada akhirnya berstatus tidak diregister dan dihentikan penanganan laporannya karena tidak cukup bukti. Sebagaimana telah diuraikan pada halaman 82 sampai 87 dan mohon dianggap telah dibacakan. Terkait dalil Pemohon mengenai peresmian MRT, agenda publik yang jadi agenda politik, kegiatan tersebut tidak ada pemberitahuan sebagai kegiatan kampanye kepada pengawas pemilu, selain itu juga tidak ada laporan dugaan pelanggaran kampanye pemilu oleh peserta pemilu, pemantau pemilu, maupun masyarakat umum. Demikian pula terhadap dalil penyalahgunaan anggaran BUMN untuk kepentingan pencalonan Ir. Joko Widodo sebagai Presiden dalam Pemilihan Umum Tahun 2019, berupa gratis naik Trans Jakarta setiap hari Senin, sejak bulan Maret sampai bulan April 2019, jurusan Summarecon Bekasi-Tanjung Priok, dan juga diperluas dengan KRL gratis pulang Bekasi-Jakarta dan gratis naik commuter line setiap Senin dari Bekasi-Jakarta pulang-pergi yang diberikan oleh BUMN PT Jasamarga Cikarang Bekasi selama mulai bulan Maret sampai April 2019. Tidak terdapat temuan dan laporan pelanggaran pemilu yang ditangani dan/atau ditindaklanjuti Bawaslu Provinsi Jawa Barat dan juga tidak terdapat temuan atau laporan mengenai dugaan pelanggaran pemilu yang ditangani oleh … dan ditindaklanjuti oleh Bawaslu RI. Hal yang sama juga berkenaan dengan dalil jual Rp1.000.000,00 paket sembako murah pada 1 sampai 13 April 2019 diberbagai daerah di Indonesia yang merupakan hasil produksi BUMN dan jual paket murah bio solar bagi nelayan dengan harga Rp12.500,00,- per paket, dimana setiap paket berisi 5 liter bio solar dari Pertamina, serta cuitan Said Didu bahwa program BUMN disusupi pesan-pesan untuk mendukung Pasangan 01 juga terlihat dari desain kaus perayaan gabungan HUT BUMN yang mencantumkan foto Jokowi dan pesan-pesan tertentu, juga tidak terdapat temuan dan dugaan pelanggaran pemilu. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia dan hadirin semua yang kami hormati. Selanjutnya, terkait nomor 4 pemba ... dalil pembatasan kebebasan me … media dan pers. Terkait dalil Pemohon bahwa berita Reuni 212 tidak diliput oleh media massa dan tayangan Indonesia Lawyer Club tidak ditayangkan sampai dengan waktu yang tidak terbatas merupakan salah satu bentuk pembatasan akses terhadap media dan pers. Bawaslu dan seluruh jajarannya tidak pernah menerima laporan ataupun temuan terkait dengan pembatasan akses terhadap pers maupun lembaga penyiaran

91 yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Terhadap dalil situs jurdil2019.org telah diblokir oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika atas permintaan Bawaslu merupakan salah satu bentuk pembatasan akses terhadap media dan pers. Bawaslu menerangkan bahwa PT Prawedanet Aliansi Teknologi adalah salah satu di antara lembaga pemantau yang telah terakreditasi oleh Bawaslu telah menyalahgunakan Sertifikat Akreditasi Nomor 063 Bawaslu/IV/2019 yang dikeluarkan Bawaslu. Sertifkat tersebut hanya dapat digunakan oleh PT PAT untuk tujuan pemantauan pemilu, sedangkan faktanya PT PAT telah melakukan quick count dan memublikasikan hasil quick count tersebut melalui media situs www.jurdil2019.org padahal melakukan publikasi, hasil quick count hanya boleh dilakukan oleh lembaga survei yang telah terdaftar di KPU. Terhadap fakta tersebut, Bawaslu menilai bahwa kegiatan PT PAT tidak lagi netral sebagai lembaga pemantau, sehingga dikualifisir sebagai perbuatan yang memenuhi larangan dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c dan k, Pasal 21 huruf a, c, dan i, Pasal 26 ayat (2) Perbawaslu Nomor 4 Tahun 2018. Dan oleh karenanya, Bawaslu mencabut akreditasinya sebagai pemantau pemilu dan merekomendasikan kepada Kemenkominfo untuk menutup website jurdil.org terebut. Selanjutnya, terkait dengan nomor 5 dalil persoalan daftar pemilih. Terkait persoalan daftar pemilih, Bawaslu telah melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahapan pemungutan data pemilih dan memberikan rekomendasi pencermatan terhadap daftar pemilih pemilu 2019 yang ditetapkan oleh KPU mengenai uraian lengkap keterangan Bawaslu terkait soal daftar milik ini dapat dilihat pada halaman 95 sampai 135, selain itu juga diuraikan pada bagian keterangan tambahan di luar pokok permohonan dari keterangan tertulis Bawaslu dan mohon dianggap telah dibacakan secara keseluruhan. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia dan Hadirin yang kami hormati. Selanjutnya dalil ke-6, mengenai persoalan aplikasi Situng KPU. Terkait aplikasi Situng KPU, Bawaslu telah menerima laporan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU terkait aplikasi Situng pada tanggal 2 Mei 2019, dengan register laporan Nomor 07/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019, tertanggal 6 Mei 2019. Setelah menggelar persidangan pelanggaran … setelah menggelar persidangan dugaan pelanggaran administratif pemilu dengan melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan dari pelapor, terlapor, saksi-saksi dan ahli, Bawaslu menilai keberadaan Situng merupakan bentuk pelaksanaan dari kewenangan KPU berdasarkan Pasal 13 huruf b Undang-Undang Pemilu, sehingga keberadaan Situng tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu. Situng KPU memiliki urgensi bagi pemenuhan keterbukaan akses informasi bagi publik dan dijalankan sebagai bentuk

92 akuntabilitas KPU kepada publik. Namun, Bawaslu memberikan catatan bahwa data diinput ke aplikasi Situng KPU haruslah data yang telah terverifikasi, memiliki validitas, dan tingkat akurasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Atas kesalahan tata cara penginputan data ke Situng KPU, Bawaslu memutuskan KPU melanggar tata cara dan prosedur dalam input data Situng, dan memerintahkan KPU untuk menem … memperbaiki tata cara dan prosedur dalam input data Situng. Selanjutnya mengenai dalil ke-7 persoalan penghilangan dokumen C- 7. Mengenai persoalan penghilangan dokumen C-7, Bawaslu memberikan keterangan untuk kejadian yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Terkait kejadian tersebut, Panwaslu Kecamatan Sidoarjo telah merekomendasikan kepada PPK Kecamatan Sidoarjo untuk membuka kotak suara untuk 3 TPS, yaitu TPS 29, TPS 30, dan TPS 33 Desa Bluru Kidul untuk mendokumentasikan Formulir C-7 KPU dan sudah ditindaklanjuti oleh PPK Kecamatan Siodarjo pada tanggal 25 April 2019. Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia dan Hadirin yang kami hormati, selanjutnya izinkan kami memberikan keterangan berkenaan dengan pokok-pokok permohonan yang didalilkan Pemohon dalam perbaikan permohonan. Terhadap pokok-pokok permohonan tersebut, Bawaslu menerangkan sebagai berikut. Pertama, terkait dalil cacat formil persyaratan calon wakil presiden. Merujuk pada pengawasan Bawaslu terhadap dokumen KPU tentang tanda terima dan hasil penelitian kelengkapan dokumen syarat pencalonan dan syarat calon bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilu tahun 2019, secara formil bakal pasangan calon telah memenuhi persyaratan calon wakil presiden, selain itu juga tidak terdapat temuan dan/atau laporan mengenai dugaan pelanggaran pemilu yang ditangani dan/atau ditindaklanjuti Bawaslu perkenaan dengan tahapan pencalonan. Berkenaan dengan syarat calon yang berstatus sebagai karyawan anak perusahaan BUMN pada kasus pencalonan pemilu legislatif, Bawaslu ada kasus telah menerima, memeriksa, dan mengadili sengketa proses pemilu terkait keberadaan Partai Gerindra terhadap keputusan KPU yang menyatakan Bakal Calon DPR RI Dapil 6 Jawa Barat, tidak ditetapkan dalam DCT anggota DPR RI Pemilu tahun 2019, atas nama Mira Sumirat, S.E. dengan status tidak memenuhi syarat karena dianggap sebagai pegawai BUMN, Mira Sumirat tidak menyerahkan surat pengunduran diri sebagai karyawan dari anak perusahaan BUMN, yaitu PT JLJ. Setelah dilakukan mediasi mela … dalam proses sengketa di Bawaslu antara Pemohon Partai Gerindra dan Termohon KPU RI, tercapai putusan kesepakatan bahwa Bakal Calon DPR Dapil 6 Jawa Barat atas nama Mira Sumirat, S.E. ditetapkan memenuhi syarat sebagai DCT Dapil 6 Partai Gerindra. Bawaslu memilih … menilai Mira Sumirat, S.E. bukan karyawan BUMN, melainkan hanya karyawan anak perusahaan BUMN. Selanjutnya mengenai dalil kedua, cacat materiil Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1 terkait dengan penggunaan dana kampanye

93 yang obs … yang obscuur dan melanggar hukum. Berkenaan dengan dalil tersebut, Bawaslu telah melaksanakan pengawasan langsung terhadap penyerahan, penyampaian Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) Pemilu 2019, Laporan Penerimaan Dan Pengurangan Dana Kampanye (LPPDK) peserta Pemilu 2019, dan Laporan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) peserta Pemilu 2019 mengenai gambaran jumlah awal dan sumber dana kampanye, jumlah penerimaan, pengeluaran, dan sisa saldo dana kampanye, total sumbangan jenis, dan sumbangan … dan sumber sumbangan dari paslon nomor urut selan … Nomor Urut 01 selengkapnya ada di dalam keterangan Bawaslu lebih lanjut dan mohon dianggap telah dibacakan. Dan untuk selanjutnya keterangan lebih lanjut akan dibacakan oleh sahabat saya Bapak Fritz Edward Siregar, dipersilakan!

48. KETUA: ANWAR USMAN

Atau begini, Pak Abhan, nanti saja sekalian habis skorsing dulu, ya? Untuk shalat Asar, ya?

49. BAWASLU: ABHAN

Inggih.

50. KETUA: ANWAR USMAN

Nanti dilanjutkan?

51. BAWASLU: ABHAN

Inggih.

52. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik, silakan duduk dulu! Ya, masuk saja pukul 16.00 WIB. Jadi, kita skors dulu sidang sampai pukul 16.00 WIB kita mulai lagi, ya? Baik. Begitu, Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu? Ya, sidang diskors.

KETUK PALU 1X

SIDANG DISKORS PUKUL 15.30 WIB

94 SKORS DICABUT PUKUL 16.07 WIB

53. KETUA: ANWAR USMAN

Skors dicabut.

KETUK PALU 1X

Ya, sidang kita lanjutkan dengan mendengar lebih lanjut keterangan dari Bawaslu. Silakan!

54. BAWASLU: FRITZ EDWARD SIREGAR

Yang Terhormat Ketua dan Majelis Konstitusi Yang Mulia. Izinkan kami untuk melanjutkan pembacaaan pokok-pokok keterangan Badan Pengawas Pemilu. Nomor 3. Sebagaimana yang telah didalilkan oleh Pemohon. Keberpihakan dan ketidaknetralan dilakukan oleh tenaga ahli madya bidang pelayanan sosial dasar bersama-sama dengan pendamping desa menunjukkan dukungannya terhadap Pasangan Calon Nomor Urut 01 di Provinsi dan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Bawaslu Provinsi Gorontalo, berdasarkan hasil pengawasan menemukan adanya dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan 8 orang tenaga pendamping desa, berupa me-posting gambar foto di media sosial Facebook dengan latar belakang foto Paslon Nomor Urut 1. Berdasarkan hasil penanganan pelanggaran, Bawaslu Provinsi Gorontalo menyatakan para terlapor terbukti melakukan pelanggaran pemilu terhadap peraturan perundang-undang lain, dan meneruskan kepada Kemendes PDTT untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sampai dengan disusunnya keterangan tertulis ini, belum ada tindak lanjut dari Kemendes PDTT. Sementara untuk Kota Banjarmasin, Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan tidak menemukan adanya temuan dan/atau menerima laporan terkait dengan dugaan pelanggaran pemilu yang didalilkan Pemohon. Dugaan kampanye terselubung oleh Presiden Petahana Joko Widodo melalui iklan pembangunan infrastruktur pemerintah yang ditayangkan di bioskop. Terhadap dugaan kampanye terselubung ini tidak ada laporan atau temuan dugaan pelanggaran pemilu terkait dengan peristiwa yang didalilkan Pemohon yang disampaikan atau yang ditangani oleh Bawaslu. Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia. Para Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, dan hadirin yang kami hormati. Dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh 11 kepala daerah di Provinsi , 12 kepala daerah di Provinsi Kalimantan Selatan, seluruh kepala daerah di Provinsi Kalimantan Tengah, serta gubernur dan 3 kepala daerah di Provinsi Sulawesi Selatan karena ikut serta dalam deklarasi dukungan kepada Pasangan Calon Nomor Urut 01.

95 Bawaslu Provinsi Riau menemukan adanya dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan 11 kepala daerah di Provinsi Riau, yakni Bupati Siak, Bupati Pelalawan, Bupati Kampar, Walikota Pekanbaru, Bupati Rokan Hulu, Bupati Bengkalis, Walikota Dumai, Bupati Indragiri Hilir, Bupati Kuantan Sengigi, Bupati Rokan Hilir, dan Bupati Kepulauan Meranti karena hadir dalam acara deklarasi Relawan Projo Riau dan melakukan penandatanganan pernyataan dukungan dengan mengatasnamakan jabatannya sebagai bupati atau walikota untuk mendukung salah satu Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1, Joko Widodo- K.H. Ma’ruf Amin. Setelah dilakukan pendalaman, klarifikasi, dan berkoordinasi dengan Sentra Gakkumdu, Bawaslu Provinsi Riau berkesimpulan bahwa perbuatan kesebelas kepala daerah di Provinsi Riau tersebut tidak secara sempurna memenuhi unsur ketentuan Pasal 547 Undang-Undang Pemilu, namun secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu melanggar Pasal 1 angka 3, Pasal 61 ayat (2), Pasal 67 huruf c, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hasil temuan Bawaslu Provinsi Riau ini, selanjutnya diteruskan kepada Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri telah menindaklanjutinya dengan memberikan teguran. Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan, menemukan adanya dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan 11 Kepala Daerah di Provinsi Kalimantan Selatan karena ikut dalam acara deklarasi dukungan Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten se-Kalimantan Selatan kepada Pasangan Calon Nomor Urut 01, Joko Widodo-K. H. Ma’ruf Amin. Temuan Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan ini telah diteruskan ke Sentra Gakkumdu untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut. Setelah dilakukan pendalaman dan klarifikasi kepada pelapor, terlapor, dan saksi serta pendalaman terhadap bukti-bukti Sentra Gakkumdu, berkesimpulan bahwa temuan Bawaslu Kalimantan Selatan tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut dan dihentikan karena tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilu, sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 547 Undang- Undang Pemilu dengan alasan kedua belas Kepala Daerah di Provinsi Kalimantan Selatan sesuai faktanya tidak menggunakan fasilitas negara dan secara otomatis tidak perlu mengambil hak … hak cuti karena kegiatan tersebut dilakukan pada hari libur. Untuk itu, Sentra Gakkumdu merekomendasikan dihentikan proses penanganan tindak pidana pemilu. Mengenai keterlibatan seluruh kepala daerah di Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan hasil pengawasan di 14 kau … Bawaslu kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah dinyatakan tidak menerima laporan dugaan pelanggaran pemilu dan tidak menemukan adanya temuan dugaan pelanggaran terkait sosialisasi dan kampanye pemilu presiden dan wakil presiden.

96 Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia. Bawaslu Provinsi Selatan menerima laporan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan dan 3 kepala daerah, yaitu Walikota Makassar dan walikat … dan Walikota Palopo karena hadir dan memberikan dukungan dalam kegiatan Deklarasi Dukungan Kepada Pasangan Calon Nomor Urut 01 Joko Widodo-K.H. Ma’ruf Amin dengan menunjukkan simbol dukungan bentuk jari telunjuk dan ibu jari, serta memakai kaus bertuliskan “01” sebagai bentuk dukungan untuk Pasangan Calon Nomor Urut 01 Joko Widodo-K.H. Ma’ruf Amin, serta dugaan penggunaan fasilitas negara pemerintah dalam pelaksanaan kampanye pemilu. Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan telah melimpahkan penanganan laporan dugaan pelanggaran pemilu tersebut kepada Bawaslu Kota Makassar. Berdasarkan hasil pembahasan kedua Sentra Gakkumdu pada Bawaslu Kota Makassar disimpulkan, laporan terkait dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan dan 2 kepala daerah tersebut, tidak memenuhi unsur ketentuan Pasal 521 juncto Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pemilu dan direkomendasikan proses penanganan dugaan tindak pidana pemilu tersebut dihentikan, dengan alasan Gedung Celebes Convention Center yang digunakan untuk kegiatan kampanye Pasangan Calon Nomor Urut 01 Joko Widodo-K.H. Ma’ruf Amin merupakan aset pemerintah yang disewakan, sehingga dikecualikan sebagai fasilitas yang dilarang untuk digunakan dalam kampanye pemilu. Selain itu, pelaksanaan kegiatan kampanye pemilu dilakukan di hari Sabtu yang merupakan hari libur dan bukan hari kerja, sehingga tidak membutuhkan izin cuti bagi pejabat negara. Nomor 7. Terkait dengan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Gubernur Provinsi Bali atas nama Saudara karena melakukan kampanye mendukung Pasangan Calon Nomor Urut 1 Joko Widodo-K.H. Ma’ruf Amin pada acara Millennial Road Safety Festival yang digelar Kepolisian Daerah Bali di Lapangan Renon, Kota Denpasar terhadap dalil Pemohon ini, Bawaslu Provinsi Bali telah menerima laporan pelanggaran pemilu yang dilakukan Saudara I Wayan Koster selaku Gubernur Bali, mengampanyekan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1 Joko Widodo-Kiai … K.H. Ma’ruf Amin pada acara Millennial Road Safety Festival yang digelar Kepolisian Daerah Bali di Lapangan Renon, Kota Denpasar. Setelah dilakukan kajian, dinyatakan bahwa laporan tersebut belum memenuhi syarat materiil dikarenakan pelapor belum menyertakan nama-nama saksi atas dugaan pelanggaran pemilu dan diberikan kesempatan untuk memenuhi syarat materiil laporan paling lambat 3 hari sejak laporan diterima. Hingga batas waktu yang ditentukan, pelapor tidak juga dapat memenuhi syarat materiil, sehingga laporan pelapor dinyatakan tidak dapat diregistrasi. Selanjutnya, Bawaslu Provinsi Bali menindaklanjuti informasi awal dugaan pelanggaran ter … pelanggaran tersebut dengan membentuk tim investigasi. Berdasarkan rapat pleno pembahasan hasil investigasi,

97 diputuskan bahwa dugaan pelanggaran pemilu yang dimaksud dinyatakan sebagai temuan yang selanjutnya diteruskan pe … pembahasannya di Sentra Gakkumdu. Berdasarkan hasil pembahasan kedua di Sentra Gakkumdu, terdapat peristiwa … terhadap peristiwa tersebut, disimpulkan tidak memenuhi unsur pidana pemilu sebagaimana Pasal 547 Undang- Undang Pemilu. Namun, memenuhi unsur pelanggaran terhadap peraturan … peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu Ketentuan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dan selanjutnya, diteruskan ke Kementerian Daerah dan diteruskan ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 8. Dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh petugas KPPS di Kabupaten Nias yang melakukan pencoblosan kertas suara dengan menggunakan pulpen. Bawaslu Kabupaten Nias, pada tanggal 18 April 2018, telah … maaf … Bawaslu Kabupaten Nias, pada tanggal 18 April 2019, telah menerima laporan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu terkait dugaan pencoblosan yang dilakukan oleh KPPS. Berdasarkan pembahasan ketiga, disimpulkan bahwa telah dilakukan pemberkasan dan direkomendasikan, dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Gunungsitoli. Berdasarkan Surat Kejaksaan Negeri Gunungsitoli Nomor B.94 dan seterusnya, perihal pengembalian berkas tindak pidana pemilihan atas nama tersangka Yasmin Bawamenewi dan kawan-kawan, tanggal 11 Juni 2019. Hasil penyelidikan atas nama tersangka Yasmin Bawamenewi dan kawan-kawan dinyatakan belum lengkap. Ketua dan Majelis Konstitusi Yang Mulia, hadirin yang kami hormati. Nomor 9. Seseorang tanpa surat izin dan tanpa pendampingan dari Bawaslu serta pihak keamanan membawa sejumlah Formulir C-1 wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan keterangan Bawaslu Kota Administrasi Kota Jakarta Timur, seseorang yang diduga membawa sejumlah Formulir C-1 sebagaimana yang dimaksudkan Pemohon adalah Ketua Panwaslu Kecamatan Duren Sawit. Salinan C-1 yang dibawa adalah salinan C-1 milik Panwaslu Kecamatan Duren Sawit yang digunakan untuk melakukan pengecekan terhadap proses rekapitulasi penghitungan yang dilakukan oleh PPK karena proses rekapitulasi di tingkat PPK sudah selesai dan calinan ... dan salinan C-1 tersebut akan dikirim ke Bawaslu Kota Administrasi Jakarta Timur. Kesalahpahaman bermula ketika akan membawakan salinan C-1 tersebut, mobil Toyota Avanza dengan Nomor B 288 TQN milik Panwaslu Kecamatan Duren Sawit dihadang oleh Laskar BPN 02 dan Tim Advokasi BPN 02. Namun, yang bersangkutan tidak dapat menunjukkan tanda pengenal dan mempertanyakan barang yang berada di dalam mobil, termasuk mempertanyakan salinan C-1 milik panwaslu kecamatan.

98 Panwaslu Kecamatan Duren Sawit sudah mencoba menjelaskan, tetapi tidak didengar oleh yang bersangkutan dan seorang Laskar BPN 02 mendokumentasikan melalui video, kemudian menyebarkan dengan komentar yang berbeda pada video yang ter ... kemudian menyebarkan dengan komentar yang berbeda pada video tersebut. Setelah dilakukan klarifikasi atas kejadian tersebut, Laskar BPN 02 dan Tim Advokasi BPN memahami salinan C-1 yang dibawa Panwaslu Kecamatan Duren Sawit dan Panwaslu Kelurahan Pondok Kelapa bukan C-1 berhologram milik KPU ataupun milik dari PPK, tetapi salinan C-1 milik Panwaslu Kecamatan Duren Sawit yang berasal dari pengawas TPS yang diberikan oleh KPPS pada pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara di TPS dan meminta maaf kepada Ketua Panwaslu Kecamatan Duren Sawit atas kesalahpahaman tersebut. 10. Bupati Nias Selatan melakukan sidak ke gudang logistik KPU ... ke KPU Kabupaten Nias Selatan dan menemukan Formulir C-1 asli yang berhologram tidak didistribusikan ke TPS, melainkan hanya Formulir C-1 yang difotokopi yang didistribusikan ke tiap-tiap TPS. Bawaslu Kabupaten Nias Selatan dalam melakukan pengawasan menemukan adanya tindakan Bupati Nias Selatan, Saudara Hilarius Duha yang merupakan pengurus salah satu partai politik di Kabupaten Nias Selatan, sedang mengatur dan mengarahkan pekerja dan 2 Anggota KPU Kabupaten Nias Selatan di gudang KPU untuk menghitung Form C-1 KPU Kabupaten Nias Selatan yang berhologram. Terhadap tindakan yang dilakukan oleh bupatas ... terhadap tindakan yang dilakukan Bupati Nias Selatan Saudara Hilarius Duha ini, Ketua Bawaslu Kabupaten Nias Selatan melakukan pencegahan dengan melarang yang bersangkutan untuk tidak mengurus dokumen- dokumen Form 1 C-1 KPU tersebut karena itu adalah tugas, kewajiban, dan wewenang KPU sekaligus untuk menghindari pelanggaran pemilu yang berpotensi akan terjadi. 11. Surat suara untuk pemilihan presiden dan wakil presiden sudah tercoblos ke Pasangan Calon Nomor Urut 01 Joko Widodo-K.H. Ma’ruf Amin sebelum digunakan di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan dan di Kecamatan Klender Kota Administratif Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan laporan hasil pengawasan yang dilakukan oleh pengawas TPS, pada TPS 42 Desa Jenetallasa, Kecamatan Palangga, Kabupaten Gowa terdapat surat suara untuk presiden dan wakil presiden yang diduga sudah tercoblos. Berdasarkan laporan hasil pengawasan panwaslu, pada pokoknya menerangkan dalam proses rekapitulasi perhitungan suara di tingkat kecamatan untuk TPS-42, di Desa Jenetallasa, Kecamatan Palangga, Kabupaten Gowa, jumlah perolehan suara untuk Pasangan Calon Nomor Urut 01=45 suara dan Pasangan Calon Nomor Urut 02=131 suara. Hal ini menunjukkan tidak ada perubahan data perolehan suara mulai dari tingkat TPS hingga rekapitulasi di tingkat desa.

99 Selain itu, berdasarkan rekapitulasi penanganan dugaan pelanggaran pemilu, pada pokoknya Bawaslu Kabupaten Gowa berserta jajarannya tidak menemukan maupun menerima dari masyarakat ataupun saksi peserta pemilu berkaitan dengan peristiwa kejadian dugaan pelanggaran adanya kertas suara yang tercoblos untuk salah satu peserta Pemilu Tahun 2019. Mengenai Kecamatan di Klender, berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan secara langsung oleh Panwaslu Kelurahan Klender, menemukan bahwa terdapat pemilih yang melaporkan kepada Ketua KPPS TPS-171 Kelurahan Klender bahwa surat suara untuk presiden dan wakil presiden sudah tercoblos di gambar Pasangan Nomor Urut 01, Joko Widodo-K.H. Ma’ruf Amin. Untuk alasan transparansi, Ketua KPPS TPS-171 Kelurahan Klender menjelaskan kejadian tersebut kepada saksi dan pemilih yang hadir, jika menemukan surat suara yang rusak atau salah tercoblos dapat ditukar dan diganti sebanyak 1 kali. Pada saat Ketua KPPS TPS 171 Kelurahan Klender menyampaikan imbauan tersebut itu, saksi untuk pasangan ... pada saat Ketua KPS ... pada saat Ketua KPPS Desa TPS 171 Kelurahan Klender menyampaikan imbauan tersebut, saksi untuk Pasangan Calon Nomor Urut 2 tidak hadir. Terhadap surat suara yang sudah tercoblos sebelum di ... digunakan dan oleh saksi dan anggota KPPS menyepakati surat suara dinyatakan sebagai surat suara yang ... surat suara rusak. Kemudian, di hadapan saksi dan pemilih yang hadir di TPS, Ketua KPPS langsung mencoret, membubuhkan tanda silang pada surat suara tersebut sebagai surat suara yang rusak. Majelis Hak ... Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, Hadirin yang kami hormati, terkait dengan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Ketua PGRI Kabupaten Banjarnegara karena ikut dalam kegiatan kampanye pemilu dengan simbol jari telunjuk dan menggunakan atribut untuk mendukung Pasangan Calon Nomor Urut 01, Joko Widodo-K.H. Ma’ruf Amin. Bawaslu Kabupaten Banjarnegara telah menerima laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Ketua PGRI Kabupaten Banjarnegara. Berdasarkan laporan tersebut, Bawaslu Kabupaten Banjarnegara melakukan investigasi dan pendalaman terhadap keterangan pihak-pihak terkait dan barang bukti atas informasi awal yang berasal dari laporan masyarakat. Dan didapatkan keterangan bahwa kegiatan kampanye pemilu Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo-K.H. Ma’ruf Amin di kap ... di Kabupaten Banjarnegara mengundang pihak partai politik koal ... koalisi dan para relawan di Kabupaten Banjarnegara. Tidak mengundang maupun mengikutsertakan ASN. Berdasarkan fakta tersebut, penanganan laporan terhadap Ketua PGRI Kabupaten Banjarnegara dihentikan dan tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak cukup bukti. Dugaan pelanggaran pe ... pemilu yang dilakukan 10 kepala desa di Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara. Bawaslu Kabupaten

100 Batubara telah menerima laporan dugaan pelanggaran pemilu terkait postingan Facebook milik Oky Iqbal Frima selaku Wakil Bupati Batubara berisi tentang adanya surat pernyataan sikap keterlibatan yang diduga terlapor terlibat oleh politik praktis untuk memenangkan Paslon Nomor Urut 1 Joko Widodo-K.H. Ma’ruf Amin. Setelah dilakukan kajian awal, dugaan pelanggaran, laporan tersebut ditindaklanjuti ke Sentra Gakkumdu. Berdasarkan hasil pembahasan kedua, Sentra Gakkumdu berkesimpulan bahwa peristiwa yang dilaporkan tidak memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 493 juncto Pasal 280 ayat (2) huruf h dan huruf i Undang-Undang Pemilu dan dihentikan proses tindak pidana pemilu ini. 14. Dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh PPK Kecamatan Medan Denai yang membawa dan memindahkan formulir C-1 seluruh Kecamatan Medan Denai tanpa ada pendampingan dari pihak Panwaslu Kecamatan Medan Denai dan pihak kepolisian. Bawaslu Kota Medan menerima laporan tentang pengeluaran formulir C-1 dari ruang panitia pemilihan Kecamatan PPK ke dalam sebuah mobil di kecamatan Medan Denai yang terjadi pada tanggal 22 April 2019. Setelah melakukan klarifikasi terhadap pelapor dan terlapor, Sentra Gakkumdu dan Bawaslu Kota Medan setelah melakukan pembahasan kedua menghentikan proses pengana ... penanganan laporan ... laporan tersebut karena tidak memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 551 Undang-Undang Pemilu. Adapun alasannya, formulir C-1 yang ditemukan adalah salinan C-1 dan itu merupakan kewajiban PPS untuk menempelkan di kantor kelurahan sesuai dengan ketentuan Pasal 391 dan Pasal 508 Undang-Undang Pemilu. Sedangkan C-1 hologram yang masih berada di dalam kotak suara dan tidak pernah bergeser. Belum ditemukan adanya surat suara yang ditambah maupun dikurangi dari masing-masing peserta pemilu tahun 2019. Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, Hadirin yang kami hormati, peristiwa di TPS 172 Mangunjaya Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat dimana sejumlah kotak suara tidak tersegel karena segel yang disediakan oleh KPU tidak lagi tersedia atau habis. Bawaslu Kabupaten Bekasi menemukan laporan dari Panwaslu Kecamatan Tambun Selatan bahwa terjadi kejanggalan pada saat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS 172 Desa Mangunjaya dimana terdapat kejadian tidak terdapat segel, gembok, dan anak kunci yang berada dalam kotak suara. Panwaslu Kecamatan Tambun Selatan meminta kepada PPK Tambun Selatan untuk mengantisipasi ketiadaan gembok dan segel dengan memenuhi ketidaksediaan gembok dan segel tersebut karena ketersediaan gembok dan segel di PPS dan di PPK sudah tidak ada. Berdasarkan kesepakatan KKPS, Pengawas TPS, PPS, dan Panwaslu Desa Mangunjaya dan saksi yang hadir, gembok dan segel diganti dengan

101 menggunakan kabel ties, sehingga proses pemungutan suara dapat dilanjutkan. Selanjutnya, Bawaslu Kabupaten Bekasi melakukan pengecekan terhadap proses pendistribusian logistik pemilu dan tidak terdapat Berita Acara penyerahan logistik pemilu dari PPK kepada PPS. Atas kejadian pada TPS 172 Desa Mangunjaya tidak dicatatkan pada sebuah kejadian khusus di TPS dalam Formulir Model C-2 KPU. 16. Peristiwa di TPS 05 Limau Asri Barat, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua ditemukan sisa surat suara yang tidak dapat dipak ... yang tidak dapat terpakai dicoblos secara beramai-ramai bahkan oleh anak-anak. Berdasarkan keterangan dari Bawaslu Provinsi Papua, Bawaslu Kabupaten Mimika tidak pernah menerima laporan dugaan pelanggaran pemilu dari TPS 05 Kampung Limau Asli Barat distrik ... Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. 17. Peristiwa di TPS 11 Kelurahan Plaju Ulu, Kota , Provinsi Sumatera Selatan ditemukan surat suara telah tercoblos Pasangan Calon Nomor Urut 01. Berdasarkan pengawasan di TPS yang dilakukan oleh jajaran Bawaslu Kota Palembang pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara pada tanggal 17 April 2019, benar, ditemukan surat suara yang tercoblos Pasangan Calon Nomor Urut 01 Joko Widod-Kiai ... K.H. Ma’ruf Amin di TPS 11 Kelurahan Plaju Ulu, Kecamatan Plaju, Kota Palembang, masing-masing 2 surat suara untuk surat suara presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD RI, dan DPRD Provinsi Sumatera Selatan. Terhadap ... terhadap surat suara yang telah tercoblos tersebut, anggota KPPS, pengawas TPS, dan saksi yang hadir di kecamat ... yang hadir di TPS 11, Kelurahan Plaju Ulu, Kecamatan Plaju, Kota Palembang bersepakat bahwa surat suara yang telah tercoblos tersebut dianggap surat suara rusak atau surat suara tidak sah dan dibuatkan berita acara yang ditanda tangani oleh KPPS, pengawas TPS, dan saksi yang hadir. Selain itu tidak ada temuan laporan dugaan pelanggaran atau tindak pidana pemilu terkait dengan peristiwa yang didalilkan oleh Pemohon. 18. Rekomendasi Bawaslu Kota Surabaya terkait penghitungan surat suara ulang diseluruh TPS Kota Surabaya yang tidak dilaksanakan oleh KPU Kota Surabaya dan 22 rekomendasi dari Bawaslu Kabupaten/Kota di Provinsi Papua yang tidak dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota di Provinsi Papua. Bawaslu Kota Surabaya telah menyampaikan rekomendasi kepada KPU Kota Surabaya yang meminta KPU Kota Surabaya … yang memerintahkan KPU ... maaf … kepada KPU Kota Surabaya yang meminta KPU Kota Surabaya memerintahkan PPK beserta jajarannya untuk di antaranya melakukan penghitungan suara ulang pada rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK se-Kota Surabaya dan hasil koreksinya segera disampaikan saksi peserta pemilu yang menyerahkan mandat dan panwaslu kecamatan, dan penghitungan suara ulang untuk TPS dilakukan dengan cara membuka kotak suara dan hanya dilakukan di kantor PPK. Terkait rekomendasi tersebut, KPU Kota Surabaya meminta

102 penjelasan kepada Bawaslu Kota Surabaya dan Bawaslu Kota Surabaya pun memberikan penjelasan kepada KPU Kota Surabaya yang pada intinya menerangkan di antaranya apabila terdapat ketidaksesuaian atau selisih pada Formulir Model C-1 berhologram, Formulir Model C-1 Plano, dan Formulir Model C-7, maka dilakukan penghitungan surat suara. Terhadap dalil terdapat 22 rekomendasi dari Bawaslu Kabupaten/Kota di Provinsi Papua tidak dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota di Provinsi Papua. Bawaslu Provinsi Papua menerangkan bahwa Bawaslu Provinsi ... Provinsi Papua telah menyampaikan rekomendasi pemungutan suara ulang, pemungutan suara susulan, dan pemungutan suara lanjutan di 22 kabupaten/kota. Beberapa rekomendasi telah ditindaklanjuti, namun terdapat pula beberapa rekomendasi yang belum ditindaklanjuti. 17. Indikasi rekayasa terhadap DPT terkait dengan pemilu di bawah umur, data kependudukan ganda, dan NIK kecamatan siluman. Mengenai soal DPT ini pada prinsipnya telah dijelaskan pada Keterangan Bawaslu yang telah disampaikan ke Mahkamah dan dianggap telah dibacakan. Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, Hadirin yang kami hormati. Dalam keterangan tertulis ini, Bawaslu juga menyampaikan keterangan tambahan di luar pokok permohonan, terdapat beberapa hal yang urgent bagi Bawaslu untuk memberikan keterangan tambahan di luar pokok permohonan. Mengenai pencegahan pengawasan terkait ... terkait dengan DPT, Bawaslu telah mengeluarkan serangkaian rekomendasi kepada KPU, di antaranya berisi himbauan kepada KPU terkait penetapan DPT, DPTHP-1, DPTHP-2, dan DPT-HP3. Bawaslu juga telah mengeluarkan instruksi kepada seluruh Ketua Bawaslu Provinsi dan Ketua Bawaslu Kabupaten/Kota se-Indonesia untuk melakukan pengawasan melekat terhadap tahapan pemutakhiran dan rekapitulasi daftar pemilu tetap berdasarkan hasil perbaikan DPT-HP1 di tingkat desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi DPT-HP2, dan DPT-HP3. Pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara Pemilu Tahun 2019, jajaran pengawas pemilu juga telah menerbitkan rekomendasi sebanyak 2.770 TPS dengan rincian 1.000 ... maaf ... 1.053 TPS untuk dilakukan PSU, 837 TPS untuk dilakukan PSL atau pemilu susulan, dan 880 TPS PSS ... maaf ... saya ulangi, 1.053 TPS untuk PSU, 837 TPS PSL, dan 880 TPS PSS. Dari 2.770 TPS yang direkomendasikan untuk dilakukan PSU, PSL, dan PSS, hanya 2.000 ... hanya 2.468 TPS dilaksanakan oleh KPU dengan rincian 836 TPS PSU, 770 TPS PSL, dan 880 TPS PSS. Jadi, terdapat 284 TPS yang direkomendasikan, namun tidak dilaksanakan dengan rincian 1 ... maaf ... dengan rincian 217 TPS PSU dan 67 TPS PSL. Sedangkan untuk TPS yang direkomendasikan PSS, semuanya dilaksanakan KPU. Adapun alasan tidak ditindaklanjutinya rekomendasi tersebut adalah hasil kajian KPU tidak terpenuhinya unsur-unsur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar bagi jajaran KPU untuk melaksanakan pemungutan suara ulang, dan pemungutan suara

103 lanjutan, keterbatasan waktu, kesiapan penyediaan logistik pemilu, dan logistik ... dan ... ket ... dan ... ketersediaan logistik pemilu. Ketua dan Majelis Mahkamah Konstitusi yang kami hor ... yang kami muliakan serta Para Hadirin yang kami hormati. Demikianlah keterangan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Keterangan tertulis ini telah disetujui dan diputuskan dalam rapat pleno Badan Pengawas Pemilihan Umum rep ... maaf ... dengan badan pengawas ... telah diputuskan dalam rapat pleno Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb., salam sejahtera untuk kita semua.

55. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Terima kasih, Pak Fritz. Ya, berikutnya adalah pengesahan alat bukti dari Termohon. Termohon ada mengirim surat, ya, terkait dengan keberadaan alat bukti yang diajukan. Ya, isinya pada pokoknya menegaskan bahwa alat bukti yang tidak ada fisiknya (…)

56. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Ditarik.

57. KETUA: ANWAR USMAN

Namun, tercantum di daftar bukti yang tidak terleges. Dan yang menjadi catatan kekurangan dari hasil verifikasi yang tercantum di dalam T3B (Tanda Terima Tambahan Berkas), kami nyatakan tidak kami sampaikan sebagai bukti.

58. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

59. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Adapun terhadap bukti lainnya di 34 provinsi yang sudah dimasukkan dan sudah lengkap, kami nyatakan sebagai barang bukti, ya? Oke, baik (...)

60. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

104 61. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Kemudian, untuk daftar bukti yang sudah diverifikasi, ya? Ini banyak sekali dari 34 provinsi dan dari KPU RI sendiri. Saya mulai dari KPU RI, kode T.01.KPU-001 sampai dengan TE ... ini T0 atau TO ... TO, ya?

62. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

TO, Yang Mulia.

63. KETUA: ANWAR USMAN

TO, baik. Saya ulangi, TO.I.KPU-001 sampai dengan TE.I-012?

64. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

65. KETUA: ANWAR USMAN

Kemudian, bukti tambahan TO.0I.KPU-009 sampai dengan TE.I-023?

66. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

67. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Sudah diverifikasi, ya. Kita sahkan dulu yang dari KPU RI.

KETUK PALU 1X

Kemudian, dari Provinsi Kepulauan Riau, TB.II.Kepri-001 sampai dengan TE.II.Kepri ... Kep-A6-001?

68. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

69. KETUA: ANWAR USMAN

Betul. Kemudian, Nomor Urut 2, Kalimantan Utara, TB.I.Kaltara-001 sampai dengan TE.III.Kaltara.Malinau, betul?

105 70. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

71. KETUA: ANWAR USMAN

Baik. 3. Gorontalo. TB.II.Gorontalo-001 sampai dengan TE.III.Gorontalo … K.Gorontalo- 001?

72. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

73. KETUA: ANWAR USMAN

4. DKI Jakarta. TB.II.Prov. DKI Jakarta-001 sampai dengan TE.II.Prov. DKI Jakarta- 003?

74. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

75. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. 5. Sulawesi Barat. TB.II.Sulbar-001 sampai dengan TD.IV.Sulbar.Pasangkayu-004?

76. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

77. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. 6. Bali. TB.II.Bali-001 sampai dengan TE.III-001?

78. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

106 79. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. 7. Yogyakarta. TB.II.DIY-001 sampai dengan TE.III.DIY.Sleman-007?

80. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

81. KETUA: ANWAR USMAN

8. Kalimantan Timur. TB.II.Prov. Kaltim-001 sampai dengan TE.III.Kaltim.TPU-001?

82. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

83. KETUA: ANWAR USMAN

9. Bengkulu. TB.II.Bengkulu-001 sampai dengan TE.III.Bengkulu.Bengkulu-002?

84. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

85. KETUA: ANWAR USMAN

10. Kalimantan Barat. TB.II.Kalbar-001 sampai dengan TE.III.Kalbar.Kapuas Hulu-001?

86. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

87. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. 11. Sulawesi Selatan. TB.II.Sulsel-001 sampai dengan TE.III.Sulsel.K.Palopo-002?

107 88. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

89. KETUA: ANWAR USMAN

12. Jawa Tengah. TB.II.Jateng-001 sampai dengan TE.III.Jateng.K.Tegal-003?

90. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

91. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. 13. Aceh. TB.II.Aceh-001 sampai dengan TD.IV.Aceh.Simeulue-004, betul?

92. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

93. KETUA: ANWAR USMAN

14. Sulawesi Utara, T … tapi ada tambahan yang Aceh itu, TB.III.Aceh.Aceh Jaya-001 sampai TD.IV.Aceh.Aceh Tengah-004 ya, tambahannya?

94. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Ya. Betul, Yang Mulia.

95. KETUA: ANWAR USMAN

14. Sulawesi Utara. TB.II.Sulut-001 sampai dengan TE.III.Sulut.Talaud-001?

96. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

97. KETUA: ANWAR USMAN

Ya.

108 15. Maluku. TB.II.Maluku-001 sampai dengan TE.III.Maluku.Seram Bagian Barat- 001?

98. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

99. KETUA: ANWAR USMAN

16. . TB.II.Jambi-001 sampai dengan TD.IV.Jambi.K.Sungai Penuh-004?

100. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

101. KETUA: ANWAR USMAN

17. Banten. TB.II.Banten-001 sampai dengan TE.III.Banten.Serang-002?

102. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

103. KETUA: ANWAR USMAN

18. NTB. TB.II.NTB-001 sampai dengan TE.III.NTB.K-Bima-002?

104. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

105. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. 19. Sulawesi Tenggara. TB.II.Sultra-001 sampai dengan TE.III.Sultra.Wakatobi-001?

106. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

109 107. KETUA: ANWAR USMAN

20. Maluku Utara. TB.II.Malut-001 sampai dengan TE.III.Maluku Utara.Kepsul-001, betul?

108. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

109. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. 21. Papua. TB.II.Papua-001 sampai dengan TE.III.Papua.K-Jayapura-003?

110. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

111. KETUA: ANWAR USMAN

22. Jawa Barat. TB.II.Jawa Barat-001 sampai dengan TE.III-Jabar.K-Banjar-001?

112. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul.

113. KETUA: ANWAR USMAN

Tambahan. TB.III.Jawa Barat.K-Tasikmalaya-001 sampai dengan TE.III.Jawa Barat.K-Tasikmalaya-002?

114. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

115. KETUA: ANWAR USMAN

23. Papua Barat. TB.II.Pabar-001 sampai dengan TE.Pabar-004, betul?

110 116. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

117. KETUA: ANWAR USMAN

24. Riau. TB.II.Riau-001 sampai dengan TD.IV.Riau.K-Dumai-004?

118. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

119. KETUA: ANWAR USMAN

25. Lampung. TB.II.Lampung-001 sampai dengan TD IV.Lampung Way Kanan-004.

120. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

121. KETUA: ANWAR USMAN

26. Sumatera Selatan. TD.II.Sumsel-001 sampai dengan TE.II.Sumsel-001.

122. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

123. KETUA: ANWAR USMAN

27. NTT. TD.II.NTT-001 sampai dengan TE.III.NTT.K-Kupang-001.

124. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

125. KETUA: ANWAR USMAN

28. Sumatera Utara. TB.II.Sumut-001 sampai dengan TE.IV.Sumut.K-Tebing Tinggi-001.

111 126. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

127. KETUA: ANWAR USMAN

29. Bangka Belitung. TB.II.Kep.Babel-001 sampai dengan TE.III.Kep. Babel-001.

128. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

129. KETUA: ANWAR USMAN

30. Kalimantan Selatan. TB.III.Kalsel-001 sampai dengan TE.III.Kalsel.K-Banjar Baru-001.

130. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

131. KETUA: ANWAR USMAN

31. Kalimantan Tengah. TB.II.Kalteng-001 sampai dengan TE.III.Kalteng.K-Palangkaraya-001.

132. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

133. KETUA: ANWAR USMAN

32. Sulawesi. TB.II.Sulteng-001 ... jadi, saya ulangi ini Sulawesi Tengah. TB.II.Sulteng-001 sampai dengan TE.III.Sulteng.Tolitoli-01.

134. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

135. KETUA: ANWAR USMAN

33. Jawa Timur. TB.II.Jawa Timur-001 sampai dengan TE.III.Jawa Timur.Kediri-001.

112 136. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

137. KETUA: ANWAR USMAN

Terakhir. Sumatera Barat. TB.II.Sumbar-001 sampai dengan TD.IV.Sumbar.K-Pariaman-002.

138. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

139. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Betul, ya?

140. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul.

141. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, sudah diverifikasi dan dinyatakan sah.

KETUK PALU 1X

Ya, masih ada tambahan, ya? Tapi belum diverifikasi?

142. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Sambil berjalan, Yang Mulia.

143. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Kemudian untuk Pihak Terkait, PT-1 sampai dengan PT-30, betul?

144. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Betul, Yang Mulia.

113 145. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Sudah diverifikasi dan dinyatakan sah.

KETUK PALU 1X

Kemudian, dari Bawaslu: a. Alat bukti awal PK-1 sampai dengan PK-134. Catatan: yang tidak ada bukti fisik=PK-7. Kemudian tidak sesuai dengan bukti fisik ada satu, PK-30.

146. BAWASLU: ABHAN

Ya, betul, Yang Mulia.

147. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Alat bukti tambahan PK-135 sampai dengan PK-203 seluruhnya belum ada bukti fisiknya, betul?

148. BAWASLU: ABHAN

Betul, Yang Mulia.

149. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Jadi yang sudah diverifikasi tadi, yaitu PK-1 sampai dengan PK-134. Kecuali yang tidak ada bukti fisik PK-7. Dan yang tidak sesuai dengan bukti fisik PK-30. Selain itu, sudah diverifikasi dan dinyatakan sah.

KETUK PALU 1X

Ya, baik. Jadi, persidangan hari ini dan untuk bukti tambahan dari Pemohon sekaligus karena masih ada, besok disahkan. Kan, masih ada yang belum diserahkan dan akan diverifikasi lebih lanjut. Baik. Kemudian, perlu disampaikan lagi bahwa pengajuan bukti tambahan untuk Pemohon paling lambat besok sebelum persidangan dimulai langsung ke Kepaniteraan. Kemudian untuk Pihak Terkait... eh ... Pihak Termohon dulu, Terkait, dan Bawaslu kalau masih ada juga. Hari Kamis juga sebelum sidang dimulai. Sidangnya pukul 09.00 WIB. Itu yang pertama.

114 Kemudian yang kedua ya, besok mulai pemeriksaan saksi ya, saksi masing-masih pihak. Untuk besok, Pemohon ada 15 saksi dan 2 orang ahli. Sama untuk Termohon juga, Terkait juga, 15 saksi dan 2 ahli. Kemudian, daftar nama saksi, ya? Alamat, kemudian fotokopi kartu identitas masing-masing saksi. Begitu juga untuk ahli supaya diserahkan paling tidak besok pagi, dilampiri dengan CV-nya untuk ahli. Kemudian, hal lain yang penting adalah saksi maupun ahli, pokok-pokok keterangan yang ingin disampaikan itu supaya disampaikan sekaligus dalam daftar nama saksi. Kemudian, penyerahan daftar saksi dan ahli untuk Pemohon, tentu besok pagi sebelum sidang dimulai pukul 09.00 WIB. Kemudian, Termohon, hari Kamis, tanggal 20 Juni 2019, sebelum sidang. Kemudian Pihak Terkait, hari Jumat tanggal 21 Juni 2019 sebelum Pukul 09.00 WIB, artinya sebelum sidang dimulai. Kemudian, hal lain yang ingin disampaikan, kalau ada saksi atau ahli yang ingin didengar melalui vicon, nanti bisa Para Pihak berhubungan dengan Kepaniteraan bagaimana teknisnya, tentu sebelum persidangan. Jadi, hari ini misalnya, kalau untuk Pemohon besok ada saksi atau ahli yang ingin menggunakan vicon sudah bisa berhubungan dengan Kepaniteraan. Itu hal-hal yang perlu disampaikan. Kemudian, untuk sidang selanjutnya. Saya ulangi untuk besok, hari Rabu, tanggal 19 Juni 2019, pukul 09.00 WIB, kita mulai dengan agenda Mendengar Keterangan Saksi dan Ahli dari Pemohon, serta pengesahan alat bukti tambahan, kalau ada dari Pemohon. Ya?

150. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Yang Mulia, Termohon (...)

151. KETUA: ANWAR USMAN

Sebentar … sebentar. Jadi, pemberitahuan ini berlaku sebagai panggilan resmi, ya? Baik untuk Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait maupun Bawaslu. Jadi, tidak ada panggilan melalui surat. Jadi, panggilan ini panggilan resmi. Ya, jadi persidangan besok terutama untuk Pemohon. Ya, Pemohon mau mengajukan apa? Silakan!

152. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Terima kasih, Pak Ketua.

153. KETUA: ANWAR USMAN

Sebentar, sebentar! Siapa yang duluan tadi? Pemohon, ya? Pemohon dahulu!

115

154. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Terima kasih, Pak Ketua. Yang pertama, sampai sekarang kami belum mendapatkan keterangan dari Pihak Terkait maupun dari Pihak Bawaslu. Tadi kami sudah dapat jawaban dari Termohon, hard copy-nya, Pak Ketua. Tapi kami belum mendapatkan keterangan dari Pihak Terkait dan Pihak Bawaslu, mudah-mudahan nanti sebelum kami pulang diharapkan kami sudah dapat keterangannya, lebih baik lagi kalau sudah bisa dapat soft file-nya.

155. KETUA: ANWAR USMAN

Nanti selesai sidang (…)

156. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Ya ... ya, saya ... saya hanya mengingatkan (...)

157. KETUA: ANWAR USMAN

Ya (…)

158. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Saya yakin nanti akan diberikan.

159. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik.

160. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Terus yang kedua, Pak Ketua.

161. KETUA: ANWAR USMAN

Ya.

162. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Ada 2 surat yang akan kami ajukan. Surat pertama adalah surat yang merupakan hasil konsultasi kami dengan LPSK. Saya tidak menjelaskan apa isi suratnya, saya akan sampaikan saja kepada Pak Ketua isi suratnya. Tapi pada prinsipnya adalah berdasarkan berdiskusi dengan

116 LPSK, ada satu gagasan bahwa untuk melindungi saksi, maka kemudian LPSK mengusulkan, kalau LPSK diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi untuk menjalankan fungsi perlindungan, dia akan menjalankan itu. Pasal 28G ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan lain-lainnya. Begitupun seharusnya dia mendapatkan perlindungan ketika menjadi saksi di Mahkamah, tapi ada keterbatasan di Undang-Undang LPSK, itu sebabnya kemudian berdasarkan konsultasi itu kami membuat surat dan kami akan sampaikan sepenuhnya apa yang mesti dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi karena faktanya memang ada kebutuhan itu. Terus yang kedua, masih berkaitan dengan saksi. Seperti yang tadi dikemukakan oleh Pihak Terkait, ada kebutuhan saksi dari petugas atau aparat penegak hukum yang sudah kami hubungi yang menjadi salah satu potensial saksi kami. Dia mengatakan kalau ada perintah dari Mahkamah Konstitusi untuk bisa hadir, maka dia akan hadir. Nah, bersama surat ini, kami juga meminta supaya kemudian terhadap saksi tersebut bisa dipanggil oleh Mahkamah Konstitusi. Ini ada suratnya ada 2, Pak Ketua, saya akan berikan kepada Panitera. Terus yang lainnya juga adalah ada perbaikan wording dari kemarin yang sudah dibacakan. Kami sudah siapkan 12 eksemplar, 12 ini ... kami juga akan serahkan perbaikan wording. Jadi, wording semuanya. Kalimat- kalimat, misalnya kata-kata Pemohon menjadi Termohon atau sebaliknya. Jadi, semuanya ini supaya lebih memudahkan untuk pembacaan, kami sudah siapkan. Jadi, ada 3 surat dan Permohonan yang tadi saya kemukakan. Terus 1 lagi, Pak Ketua. Hari ini, kami mengucapkan terima kasih sudah dibantu untuk … apa namanya ... bukti-bukti kami. Sekarang masih terus jalan, mudah-mudahan ini bisa selesai. Dan memang ada Formulir C-1 kami yang sekarang masih ada di bawah, yang mudah-mudahan nanti bisa dibantu. Karena Formulir 1 yang rangkap 12-nya sudah kami masukkan semua, cuma Formulir C-1 yang aslinya, kemudian ada campur sedikit dengan yang fotokopinya. Mudah-mudahan ini juga bisa dibantu untuk diselesaikan dan mudah-mudahan malam ini bisa selesai semua. Itu saja. Terima kasih kepada teman-teman Panitera di bawah. Itu sudah … surat yang ingin … sudah kami sampaikan. Soal saksi, Pak Ketua. Kami ingin mengatakan 1 hal saja. Mahkamah Konstitusi sesuai aturan memang mempunyai kewenangan untuk menentukan jumlah saksi. Tapi dari sisi kami, Pak Ketua, ada problem. Kalau ingin membuktikan seluruh argumentasi yang hendak kami kemukakan ... yang sudah kami kemukakan, itu rasanya 15 saksi fakta dan 2 ahli tidak mungkin untuk membuktikan itu semua. Kami tentu tidak menghendaki bahwa hukum acara justru membatasi kami untuk membuktikan dalil kami karena adanya pembatasan saksi. Itu sebabnya, besok akan kami sampaikan saksi-saksi yang hendak kami ajukan. Dan kami memohon dengan sangat, mudah-mudahan kami diberikan

117 keleluasaan untuk bisa membuktikan dalil-dalil kami dengan saksi yang proporsional tentunya. Kami juga tidak ingin mengada-ada dan nanti bisa diperiksa oleh Pak Ketua dan Majelis Hakim yang lain. Itu permohonan dan sungguh-sungguh ini kami kemukakan untuk kepentingan bisa membuktikan argumen yang kami ajukan. Kira-kira itu, Pak Ketua. Terima kasih.

163. KETUA: ANWAR USMAN

Sebentar! Termohon dulu. Tadi Termohon, mau menyampaikan apa?

164. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Ya. Pada pokoknya, sama sebagaimana yang disampaikan oleh Pemohon, kami belum mendapatkan keterangan Bawaslu dan Pihak Terkait. Demikan, Yang Mulia. Agar kami bisa … juga bisa mendapatkan hardcopy dan softcopy-nya. Terima kasih.

165. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Nanti setelah sidang, bisa berhubungan dengan Kepaniteraan.

166. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Yang kedua, Yang Mulia, Termohon.

167. KETUA: ANWAR USMAN

Ya.

168. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Terkait dengan adanya surat tadi, kalau bisa kami juga bisa melihat isinya paling tidak ke depan supaya ada akses keterbukaan dan tranparansi, Yang Mulia. Sejauh mana kebutuhan untuk perlindungan saksi dimaksud?

169. KETUA: ANWAR USMAN

Ya.

118 170. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Terima kasih, Yang Mulia.

171. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, itu yang kita mau tanggapi dulu. Ya, silakan, Pak Suhartoyo Yang Mulia.

172. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Baik. Terima kasih, Pak Ketua. Pak Bambang, terutama begini, pembatasan saksi dulu, ya, meskipun yang disampaikan yang terakhir. Bahwa dalam sebuah perkara yang pada lazimnya ada … kontennya adalah sengketa kepentingan, di situ ada para pihak. Sesungguhnya, badan peradilan di mana pun, termasuk Mahkamah, itu bersifat “pasif”. Artinya, dalam ruang lingkup peradilan yang bersifat privat, yang di dalamnya adalah sengketa-sengketa para pihak begini, pengadilan harus sangat hati-hati ketika kemudian malah akan mengambil sikap yang kontennya kemudian justru bisa kontraproduktif. Bahwa di sana kemudian bisa dinilai oleh pihak lain, barangkali ini sebuah keberpihakan. Oleh karena itu, dalam praktik-praktik peradilan di mana pun untuk saksi dalam perkara yang ruang lingkupnya adalah sengketa kepentingan dalam ruang lingkup privat, itu dihadirkan oleh … memang oleh para pihak yang bersangkutan. Itu argumen 1 … argumen Mahkamah yang pertama. Kemudian yang kedua, kenapa saksi dibatasi, Pak Bambang? Yang ke ... reasoning-nya begini, kalau kita cermati tentang susunan alat bukti dalam perkara PHPU, keterangan surat itu selalu ditempatkan di nomor 1. Dalam perkara sengketa pilpres juga nomor 1. Kemudian, di dalam perkara pidana misalnya, justru nomor 1-nya saksi, bukan surat lagi. Pak Bambang mungkin firmed soal ini. Dalam perkara perdata, kembali surat lagi nomor 1. Baru yang kedua adalah kalau dalam perkara pilpres, nomor 2 adalah keterangan para pihak, saksi nomor 3. Dalam perkara pe … pengujian undang-undang, baru keterangan saksi nomor 2. Dalam perkara pidana, itu kemudian baru ahli, baru saksi nomor 3 ... surat nomor 3, baru petunjuk, kemudian keterangan terdakwa atau keterangan tersangka. Artinya, ada beberapa skala prioritas, kenapa penempatan alat bukti itu kemudian ditempatkan nomor 1, nomor 2? Nomor 1 selalu surat dalam soal yang isinya adalah sengketa kepentingan. Di situlah yang harus diutamakan adalah pembuktian yang berupa surat kaitan dengan soal formalitas. Demi ... demikian juga, kenapa keterangan para pihak kemudian ditempatkan kepada nomor 2 dalam sengketa pilpres? Karena memang keterangan para pihak itulah mempunyai skala prioritas nomor 2 setelah surat, baru saksi.

119 Nah, dalam konteks … kenapa kemudian membatasi, Pak Bambang? Karena yang pertama, di samping ada skala prioritas tadi, memang ketika bicara surat, Mahkamah memang betul-betul karena itu sesuatu yang sangat primer, Mahkamah tidak membatasi. Ketika tidak dibatasi, para pihak bisa melihat keadaan di Mahkamah tentang bukti surat itu. Bagaimana dengan waktu yang hanya 14 hari Mahkamah bisa mempelajari surat yang ber ... kata Pak Bambang, “Bertruk-truk.” Sementara dari Termohon maupun Pihak Terkait, meskipun tidak bicara bertruk-truk, tapi mungkin kontennya tidak kalah juga. Sampai ruangan setiap Hakim itu tidak muat untuk mempelajari surat itu. Kemudian, keterangan para pihak. Kenapa kami selalu ... sangat sungguh-sungguh mendengar keterangan para pihak ini dan kami memang tidak pernah memotong para pihak untuk diberi kesempatan? Karena itu kualitas alat bukti nomor 2. Nah, giliran saksi, Pak Bambang dan Para Pihak Termohon, dan Terkait, dan Bawaslu. Kami kalau kemudian tidak di ... tidak membatasi saksi, kami juga akan berhadapan pada situasi yang mungkin tidak bisa untuk memeriksa saksi itu secara optimal. Mungkin secara kuantitas, ya, tapi secara kualitas, Pak Bambang. Ditambah memang paradigma Mahkamah ke depan dalam pemeriksaan saksi besok, Mahkamah akan memeriksa saksi satu per satu, tidak lagi secara gelondongan seperti pemeriksaan pada persidangan-persidangan sebelumnya. Karena apa? Mahkamah beranggapan bahwa Mahkamah ingin lebih menggali kualitas dari kesaksiannya daripada kuantitas. Nah, dengan berbagai pertimbangan itulah, makanya Mahkamah minta kepada pengertian para pihak, tanpa mengurangi esensi. Karena sesungguhnya, walaupun apa yang didalilkan Pemohon, apa yang disanggah oleh Termohon, dan apa yang disampaikan oleh keterangan Pihak Terkait, meskipun secara oral tidak dibuktikan, kami juga tidak kemudian menampikkan itu, kemudian tidak kami pelajari. Kami pelajari semua, sesungguhnya. Bahkan, kalau Para Bapak-Bapak tahu bahwa kami Sabtu-Minggu pun ada di kantor ini untuk mempelajari bukti-bukti yang disampaikan Bapak-Bapak semua. Ketika kami hanya memaknai itu hari kerja, saya enggak bisa menjamin bahwa kami bisa bekerja secara ... meskipun dalam sehari itu 24 jam sekalipun. Itu ... itu dalam konteks pembatasan saksi tadi, Pak Bambang. Kemudian yang kedua, mengenai surat dari LPSK. Ya, terus terang Mahkamah tidak bisa kemudian mengamini itu. Karena apa? Karena memang tidak ada landasan hukum untuk memberikan kewenangan itu kepada LPSK, sementara jelas-jelas LPSK undang-undang ... di dalam sistem bekerjanya mereka adalah berdasarkan undang-undang. Undang- undang yang menjadi landasan LPSK bekerja sendiri, tidak membolehkan atau memang scope-nya terbatas pada soal-soal yang berkaitan dengan tindak pidana. Itu juga sudah kami pelajari sesungguhnya. Sehingga, kalau kemudian Pak Bambang membawa persoalan ini kepada ... apa ...

120 yang menjadi semangat yang ada di konstitusi Pasal 28J, I, dan G, dan sebagainya itu, itu sesungguhnya ... itu dalam posisi sebagai warga negara, semua orang berhak untuk mendapatkan itu. Tapi, tidak dalam posisi kemudian MK dihadapkan harus memerintahkan kepada LPSK. Karena ketika MK kemudian memerintahkan kepada LPSK, sementara landasan hukumnya tidak ada, justru apakah nanti dari kajian-kajian landasan yuridisnya juga banyak dipertanyakan? Tapi kalau soal kemudian setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan dalam keadaan tidak aman, ancaman, saya kira ada lembaga yang berwenang untuk itu. Kalau Mahkamah, barangkali hanya sampai pada bisa memberi jaminan, keamanan, ketika yang bersangkutan sudah ada di ruang sidang ini. Atau paling tidak, ketika sudah hadir di persidangan di sekitar Mahkamah, Mahkamah kemudian menempatkan. Karena besok ada mekanisme baru bahwa ketika saksi sudah hadir, kemudian disumpah, akan ditempatkan di ruang yang dijamin keamanannya dan steril. Artinya, saksi-saksi tidak bisa kemudian berkomunikasi dengan saksi yang sudah didengar, kemudian bisa saling berkoordinasi, atau yang pada hakikatnya bisa mengganggu independensi, ataukah keobjektifitasan daripada saksi yang ... keterangan saksi yang sudah diberikan maupun yang akan diberikan itu. Kemudian, yang ketiga apa, ya, Pak Ketua, permintaan Pak Bambang tadi? Oh, itu juga tidak bisa dipisahkan, satu-kesatuan dengan argumen bahwa pada prinsipnya saksi siapa pun memang yang berkewajiban menghadirkan adalah pihak. Jadi, Mahkamah sekali lagi, dengan argumentasi bahwa nanti jangan kemudian ada nuansa-nuansa keberpihakan memang dalam perkara yang sifatnya adversarial sekitar kepentingan yang ada nuansa-nuansa peradilan privat itu memang para saksi itu dihadirkan oleh para pihak yang berkepentingan, yang bersangkutan. Mungkin itu dulu, Pak Ketua, nanti kalau masih berkembang bisa saya tambahkan. Terima kasih.

173. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Boleh ditanggapi, Pak Ketua?

174. KETUA: ANWAR USMAN

Sebentar, sebentar, Pak Bambang. Masih ada tambahan dari Yang Mulia Pak Palguna, silakan!

175. HAKIM ANGGOTA: I GEDE DEWA PALGUNA

Begini, Pak Ketua, terima kasih. Saya ingin menegaskan bahwa sesuai dengan konstitusi, tidak boleh ada satu orang pun yang merasa terancam ketika memberikan keterangan di hadapan Mahkamah Konstitusi. Dan sepanjang sejarah Mahkamah Konstitusi sejak berdiri

121 tahun 2003, belum pernah ada orang yang merasa terancam ketika memberikan keterangan di hadapan Mahkamah. Saya ingin mendirikan ... menegaskan itu kepada seluruh hadirin karena sidang ini terbuka untuk seluruh tanah air. Dan oleh karena itu, ketika seseorang memberikan keterangan, entah sebagai saksi, atau sebagai ahli, atau sebagai pihak-pihak yang berada dalam pelaksanaan kewenangan Mahkamah, selama berada di dalam ruangan Mahkamah Konstitusi, tidak boleh ada satu orang pun yang merasa terancam. Itu yang bisa diberikan oleh Mahkamah. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan seolah-olah sidang ini dianggap begitu menyeramkan sehingga orang merasa terancam untuk memberikan keterangannya di hadapan Mahkamah karena hingga saat ini, mohon saya dikoreksi kalau keliru, belum pernah satu kali pun peristiwa dimana seseorang yang sedang memberikan keterangan di Mahkamah Konstitusi atau akan memberikan keterangan di Mahkamah Konstitusi terancam, hingga saat ini. Belum pernah terjadi peristiwa seperti itu. Jadi, oleh karena itu, dalam persoalan ini sekaligus saya ingin menegaskan kepada Pak Bambang, itulah posisi Mahkamah. Jadi, selama dia memberikan keterangan di sini, selama beliau memberikan keterangan dalam ... tidak boleh ada ... tidak ada boleh seorang pun yang merasa terancam ketika melaksanakan hak konstitusional secara damai di hadapan Mahkamah. Terima kasih, Pak Ketua.

176. KETUA: ANWAR USMAN

Baik, silakan! Bagaimana, Pak Bambang?

177. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Yang pertama, terima kasih atas 2 pendapat Hakim Mahkamah Konstitusi. Saya senang ada pernyataan seperti ini. Tapi apakah kita menjamin bahwa kekerasan akan muncul tidak di ruangan sidang ini? Pasca dia memberikan persidangan? Jadi, ada soal seperti itu, Pak Anggota Majelis Hakim. Justru kami hadir karena orang yang kami hubungi itu mengatakan seperti itu, Pak. Saya bilang, ”Saya enggak bisa memberikan jaminan itu.” Saya konsultasi, kami konsultasi ke LPSK dan kemudian setelah kami konsultasi ke LPSK, ada 2 opsi, Pak. Kalau memang kami diperintahkan, kami akan lakukan. Atau diambil alih oleh MK dan dia menjadi ... lembaga ini menjadi subordinatnya untuk menjalankan fungsi penga ... pengamanan itu karena itu kalau di LPSK bisa sampai 6 bulan, Pak, perlindungannya itu. Dan itu yang terjadi, perlindungan saksi itu tidak hanya di ruangan sidang, Pak Ketua, dan Bapak Anggota, maksud saya. Jadi, itu. Saya yakin kalau penegasan tadi luar biasa, Pak. Saya yakin

122 semua orang yang mau menjadi saksi sekarang menjadi terbuka lebar dan mudah-mudahan kemudian tertarik untuk menjadi saksi. Kami, kami berangkat dari sebuah fakta seperti itu. Nah, itu sebabnya kami mengajukan surat, semuanya ini akan tergantung dari Mahkamah karena ada kebutuhan seperti itu. Begitupun dengan orang yang mau dihadirkan. Ada, enggak, perintah dari Mahkamah? Di dalam salah satu pasal, saya lupa, Pak, nanti bisa diperiksa itu, Mahkamah bahkan bisa mengang ... memanggil saksi yang diperlukan.

178. HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA

Pak Bambang, itu kalau kebutuhannya ada di kebutuhan Mahkamah. Tapi kan, tadi sudah dijelaskan bahwa karena ini ada para pihak, kewajiban itu ada di para pihak. Kami, Mahkamah, mampu memberikan perlindungan itu di sini. Kan, ini kan, juga didengar oleh banyak aparat, ya? Ada juga kewajiban bagi aparat untuk ... untuk ... apa ... untuk memberikan perlindungan seperti itu. Jadi, soal yang di sini kan, kita sama-sama pernah punya pengalaman di Mahkamah Konstitusi, Pak Bambang. Jadi, tidak perlu terlalu didramatisirlah yang soal-soal begini. Pokoknya yang di dalam ruang sidang, besok semua saksi yang Pak Bambang hadirkan itu keamanan, keselamatannya akan dijaga oleh Mahkamah.

179. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Oke, saya akan serahkan kepada Mahkamah. Surat saya akan ajukan, kalau toh itu ditolak, itu hak Mahkamah karena ini berbasis pada kebutuhan. Pak Ketua dan Hakim Anggota yang lain, bahkan dalam diskusi kami dengan LPSK, mungkin ke depan perlu judicial review terhadap itu, saya bilang. Tapi itu persoalan yang lain lagi. Terima kasih atas penjelasannya (...)

180. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO

Pak Bambang, ini saya potong. Saya hendak potong Pak Bambang. Kalau kita baca Undang-Undang Perlindungan Saksi kan, pihak-pihak yang merasa atau khawatir terancam keselamatannya itu yang akan memohon kepada LPSK. Jadi, silakan saja kalau Pemohon mau minta perlindungan kepada LPSK untuk menjamin saksi-saksinya.

181. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Ada keterbatasan, Pak Hakim Anggota, waktu kami konsultasi. Yang LPSK bisa lakukan kalau itu berkaitan dengan tindak pidana. Dan kalau itu tidak berkaitan dengan tindak pidana, itu ada masalah. Saya ingin

123 mengatakan gini, Mahkamah ini adalah Mahkamah yang sangat diharapkan, saya akan mengajukan persoalan ini untuk diselesaikan. Kalau memang kemudian ini tidak mampu diselesaikan, ini bukan kesalahan Mahkamah. Itu mungkin masalah kita bersama. Saya tidak ingin menyudutkan Mahkamah, tapi ini adalah fakta yang sesungguhnya terjadi. Itu sebabnya, konstruksi hukum kami menjelaskan di dalam poin keempat, ada problem dengan aparat penegak hukum kita. Saya tidak ingin memperpanjang ini, saya akan serahkan saja, dan terima kasih atas perhatiannya. Dan besok soal jumlah saksi, saya setuju dengan Pak Suhartoyo, cuma saya ingin menyediakan saksi itu, nanti bisa dicek, Pak. Karena memang jumlahnya tidak banyak, Pak. Tapi 2 kali lipat yang diajukan oleh teman-teman Mahkamah Konstitusi, kami sendiri akan melakukan ... apa namanya ... seleksi. Tapi yang sekarang sudah di tangan kami sekitar 30-an, Pak, dan jumlah saksi ahlinya juga tidak banyak, hanya sekitar 5 sebenarnya, tapi kami nanti akan ajukan besok. Mohon pertimbangannya Mahkamah. Terima kasih.

182. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik.

183. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Bapak Ketua (...)

184. HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA

Sebentar! Sebentar!

185. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Boleh ... oh, ya, terima kasih.

186. HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA

Pak … Pak Ketua ... Pak ... Pak Bambang, jadi ini jumlah 15 sudah fixed? Pak Bambanglah dengan tim yang menentukan berdasarkan kepentingan dalil yang ada dalam Permohonan untuk menentukan, mana dari 30 yang versi Pak Bambang itu yang besok akan kami ambil sumpahnya? Jangan diberikan beban itu kepada Mahkamah untuk menentukan. Kami tadi memang meminta supaya Kuasa Pemohon membuat poin-poin karena itu akan jadi acuan bagi kami untuk mendalami, kalau itu diperlukan pendalaman dari ... dari Hakim Konstitusi. Soal menentukan mana, itu wilayahnya ada di wilayah pemegang kuasa

124 sendiri. Jadi, jangan tambah beban Mahkamah soal-soal yang begini, Pak Bambang. 2 ahli dan 15 orang saksi, tentukan sendiri berdasarkan dalil- dalil Permohonan. Dan yang paling penting bagi Mahkamah itu, Pak Bambang adalah kualitas kesaksian, bukan pada kuantitas saksi yang dihadirkan.

187. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Terima kasih, Bapak

188. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Izin, Majelis.

189. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, Pihak Terkait, silakan.

190. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Terima kasih, Bapak Ketua. Hal yang dikemukakan oleh Pemohon tadi, itu sungguh serius dan langsung dan … atau tidak langsung, ada hubungannya dengan Pihak Terkait. Oleh karena itu, izinkan kami Kuasa Hukum Pihak Terkait, untuk menyatakan sesuatu yang berkaitan dengan soal ancaman, soal konsultasinya dengan LPSK, dan seterusnya. Kalau ini tidak diklirkan, nanti akan menjadi semacam insinuasi. Menjadi sesuatu, seolah-olah tidak diperhatikan oleh Mahkamah Konstitusi, tidak diperhatikan oleh persidangan ini. Langsung atau tidak langsung, ada hubungannya dengan Pihak Terkait. Apalagi dikaitkan dengan sudah konsultasi dengan LPSK, ya. Jadi, semakin serius. Supaya persidangan yang terbuka untuk umum ini, yang didengarkan oleh masyarakat yang luas, kalau dia sungguh-sungguh itu ada, apakah dia bisa disampaikan ancaman yang diterima? Dan apakah selain konsultasi kepada LPSK, apakah sudah menyampaikan kepada pihak yang berwajib? Apakah telah menyampaikan kepada pihak kepolisian dan seterusnya? Dan ini tidak baik dibiarkan, tidak dituntaskan karena nanti menjadi sifatnya insinuatif, akan menimbulkan prejudice. Jadi, seolah-olah drama, ya, yang tidak memperhatikan orang lain dalam persidangan ini. Dan yang kedua, kami sangat tidak setuju tadi dikatakan menjadi, “Insubordinasi,” katanya, Mahkamah ini tadi dalam soal perlindungan saksi.

125 Saya kira, itu juga harus diklirkan. Mahkamah yang terhormat ini disebutkan tadi kalau saya ... saya dengar tadi, “Insubordinat,” katanya, untuk perlindungan. Dan itu saya kira, menurut kami itu tidak benar, ya.

191. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Saya keberatan, Pak Ketua. Ada pernyataan-pernyataan yang sebenarnya tidak tepat.

192. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, sebentar, sebentar!

193. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Dan ini yang drama yang seperti ini, Pak Ketua.

194. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, sebentar, Pak Bambang!

195. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Jadi, jangan bermain-main drama di sore hari dan itu tidak pantas dilakukan (...)

196. KETUA: ANWAR USMAN

Sebentar, sebentar, Pak Bambang!

197. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Oleh seseorang yang bernama Luhut!

198. KETUA: ANWAR USMAN

Nanti ... nanti habis ... biar Pak Luhut dulu! Sudah se ... sebentar, Pak Bambang!

199. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Saudara Bambang ini tidak hormat sama seniornya, ya. Saya tidak ... tadi memotong dia untuk berbicara dan saya tidak drama. Yang mau saya katakan adalah jangan kita dramatisasi sesuatu yang enggak ada. Kalau betul ada (...)

126 200. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Saya keberatan dengan kata-kata dramatisasi itu, Pak.

201. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Kalau betul ada (...)

202. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Saya keberatan dengan kata-kata dramatisasi.

203. KETUA: ANWAR USMAN

Bisa ditanggapi nanti, ya!

204. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: LUHUT M. P. PANGARIBUAN

Kalau betul ada, tolong disampaikan kepada persidangan ini. Dan siapa pun, saya kira, kita punya kewajiban untuk membantu karena sidang ini objektif, ya, dan seluruh masyarakat Indonesia menunggu hasilnya. Jadi, jangan dibiarkan sesuatu itu gelap, ya. Ter ... apa namanya ... tidak diklirkan, ya. Jadi, Bapak Ketua dan Majelis Mahkamah Yang Terhormat, ini tolong dituntaskan. Ini tadi, ya, syukur kalau betul ini bukan drama, tapi adalah sungguh-sungguh. Kalau sungguh-sungguh, marilah kita dengarkan, gitu. Dan kita punya kewajiban, khususnya Pihak Terkait, punya kewajiban langsung atau tidak langsung untuk memperlancar apa yang diharapkan supaya pembuktian dalam persidangan ini berjalan dengan baik. Sekian, terima kasih.

205. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Silakan, Pak Bambang!

206. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Baik, Pak Ketua.

207. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, terakhir, ya?

127 208. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Apakah kami diperkenankan nanti membuat surat dan menjelaskan langsung orang-orang yang merasa terancam itu? Kalau memang itu mau dibuka, silakan. Tapi kalau ada, kemudian ancaman itu faktual terjadi, siapa yang bertanggung jawab?

209. HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA

Pak ... Pak Bambang, begini, jadi gini (...)

210. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Jadi, ini … mohon, Pak Ketua, saya mohon selesaikan dulu, Pak Ketua.

211. KETUA: ANWAR USMAN

Ya (…)

212. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Saya tidak pernah menyelak Pak Ketua dan Anggota.

213. KETUA: ANWAR USMAN

Masih ada?

214. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Masih ada.

215. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, silakan!

216. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Jadi, kalau memang itu tuntutannya, kami harus jelaskan, baik, kami akan jelaskan. Dan … tapi, usul kami tidak mungkin dijelaskan kepada publik, saya jelaskan kepada Pimpinan, bukan kepada Pihak Terkait. Kami akan jelaskan itu. Kalau perlu memang dikirim sendiri orangnya atau kami akan sampaikan orangnya untuk bertemu, silakan. Tapi saya ingin mengakhiri perdebatan ini, saya menyerahkannya sebenarnya kepada Pak Ketua. Tapi, jangan kemudian ini dikorek-korek menjadi sesuatu (…)

128 217. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya.

218. KUASA HUKUM PEMOHON: BAMBANG WIDJOJANTO

Yang seolah-olah drama. Ini tidak drama, ini sungguh-sungguh. Jangan mempermainkan nyawa orang di ruang persidangan seperti ini oleh kolega-kolega dari Pihak Terkait, itu tidak pantas dan tidak baik. Terima kasih, Pak Ketua.

219. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik.

220. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya. Terima kasih, Pak Ketua. Begini, Pak Bambang. Bahwa sesungguhnya apa yang disampaikan Pak Bambang tadi juga sudah klir. Ada beberapa poin yang Mahkamah tidak bisa memenuhi. Itu klir, Pak Luhut. Sebenarnya tidak ... ketika Pak Bambang mengatakan bahwa ancaman itu bisa datang ketika sudah pulang dari kesaksian, kemungkinan-kemungkinan itu bisa. Tapi, sebatas apapun Mahkamah tidak bisa memberikan perlindungan itu, kecuali dalam area persidangan ini, sudah tanggung jawab Mahkamah itu. Selebihnya yang berkaitan dengan LPSK, Mahkamah sudah bersikap, tidak bisa memenuhi itu. Jadi, sebenarnya sudah tidak ada yang perlu dipersoalkan lagi. Karena Pak Bambang juga sudah bisa menerima, “Apa sikap Mahkamah sebenarnya?” Bahkan, beliau tadi mengatakan bahwa ini persoalan kita bersama, katanya. Subordinat keamanan pun apabila Mahkamah kemudian bisa mengabulkan itu, quod and quod mungkin menjadi seperti apa yang diilustrasikan Pak Bambang itu sebenarnya. Tapi, saya kira Pak Luhut juga minta penjelasan juga ada reasonable-nya. Tapi saya kira, kita anggap selesailah, Pak. Karena yang penting, apa yang sampaikan pe ... Pemohon sudah … kita tidak bisa penuhi. Memang satu ... satu dan lain … dan lain sebagainya adalah dengan berbagai pertimbangan yang saya sampaikan dan Para Hakim yang lain juga sudah menyampaikan alasan-alasannya tadi. Saya kira sudah cukup, Pak Ketua. Kita (...)

221. HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA

Ya, ini tambahan dari Yang Mulia Pak Suhartoyo. Ini kan karena sudah muncul ini di persidangan, besok ahli-ahli yang … apa ... ahli dan

129 saksi yang hadir kita tanya saja, “Apakah Anda merasa terancam?” Satu. “Atau ada yang mengancam?” Pak Bambang pun tidak tertutup member ... memberikan surat kepada kami. Sekaligus, kan informasi dari Pak Bambang itu akan jadi dasar bagi kami untuk menanya saksi dan ahli yang dihadirkan di ruang sidang ini. Jadi, besok itu menjadi sangat terbuka. Jadi, enggak ada syak wasangka dan segala macam yang soal-soal begini. Karena begini yang paling penting, kita dalam ruangan sidang ini semuanya berkewajiban menciptakan suasana teduh. Nah, itu harus dipegang oleh semua pihak yang ada dalam persidangan ini karena kitalah yang akan mengalirkan energi teduh keluar ruang sidang ini. Kalau tidak, kan kita menjadi tidak maksimal upaya kita menggunakan cara-cara konstitusional untuk hadir di ruangan ini. Ini perlu disampaikan kepada semua pihak. Terima kasih, Pak Ketua.

222. KETUA: ANWAR USMAN

Jadi, itu sudah jelas, ya, Pak … Pak Bambang. Nanti surat yang dari LPSK bisa disampaikan ke sini. Dan kalau mau juga memberi tambahan penjelasan mengenai apa yang disampaikan tadi, bisa. Dan seperti yang disampaikan oleh Para Yang Mulia tadi, bisa ditanyakan secara terbuka besok. Ya, tidak ada lagi, ya, yang ingin disampaikan? Sudah cukup? Ya, baik. Jadi, termasuk surat yang dari LPSK. Kalau dari Termohon dan Pihak Terkait itu, nanti bisa setelah selesai sidang ini, ya. Bisa sekaligus dengan mau inzage alat bukti lainnya, ya.

223. KUASA HUKUM TERMOHON: ALI NURDIN

Terima kasih, Yang Mulia.

224. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Baik. Kalau sudah tidak ada lagi, sekali lagi, saya sampaikan bahwa sidang ditunda besok pagi, pukul 09.00 WIB, dengan acara mendengar keterangan saksi dan ahli dari Pemohon.

130 Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup.

KETUK PALU 3X

SIDANG DITUTUP PUKUL 17.31 WIB

Jakarta, 18 Juni 2019 Panitera,

t.t.d.

Muhidin NIP. 19610818 198302 1 001

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

131