PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI 5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA KARAKTERISTIK BEACH ROCKS DI PANTAI SADRANAN, KECAMATAN TEPUS, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA

Muhammad Hidayat1 Anastasia Dewi Titisari2* 1Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada 2*Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada *corresponding author: [email protected]

ABSTRAK Tidak seperti pantai lain di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa, di pantai Sadranan, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul dapat dijumpai beach rocks. Beach rocks merupakan batuan sedimen yang belum terkonsolidasi ataupun yang sudah terkonsolidasi yang terdiri dari campuran endapan berukuran butir kerikil sampai pasir yang disemen oleh mineral karbonat dan terbentuk di sepanjang garis pantai. Oleh karenanya, istilah beach rocks umumnya dipakai untuk endapan yang berumur Kuarter. Mengacu pada peta geologi regional Lembar Surakarta – Giritontro (Surono et al., 1992), beach rocks di sepanjang pantai Sadranan dimasukkan ke dalam Formasi Wonosari – Punung yang berumur Miosen Tengah sampai Miosen Atas. Pantai selatan Jawa dikenal dengan ombaknya yang besar, menyebabkan proses abrasi menjadi sangat intensif sehingga keterdapatan beach rocks di Pantai Sadranan menjadi menarik untuk diteliti karakteristiknya. Singkapan di lapangan menunjukkan beach rocks pantai Sadranan tersebar secara setempat-setempat, sejajar dengan garis pantai. Beach rocks tersebut memperlihatkan warna putih kekuningan, dengan ukuran butir bervariasi dari kerikil sampai pasir, sortasi sedang, bentuk butiran subangular-subrounded, struktur kompak, dengan butiran yang berukuran kasar disusun oleh pecahan cangkang fosil dan koral, sedangkan butiran yang berukuran pasir kasar sampai pasir sedang didominasi oleh fosil yang berbentuk subrounded. Hasil pengamatan petrografi, memperlihatkan beach rocks bertekstur grain supported dengan fragmen yang berukuran lebih dari 2 mm didominasi oleh pecahan cangkang fosil dan koral, dan butiran yang berukuran pasir didominasi oleh Baculogypsina sphaerulata. Penelitian ini merupakan studi tahap awal dari penelitian karakteristik beach rocks pantai Sadranan yang akan dilanjutkan dengan penelitian lebih detail pada karakteristik geokimianya. Kata Kunci : beach rocks, karakteristik, pantai sadranan, baculogypsina sphaerulata

1. Pendahuluan Formasi Wonosari-Punung telah banyak menjadi subjek penelitian geologi, diantaranya penelitian-penelitian mengenai : perkembangan Formasi Wonosari pada kala Miosen (Lokier 1999), fasies terumbu Formasi Wonosari (Siregar et al., 2004), sekuen stratigrafi dan diagenesa batuan karbonat Formasi Wonosari (Jauhari & Toha, 2005), lingkungan pengendapan batuan karbonat Formasi Wonosari daerah timur Pacitan (Mukti et al., 2005), paleo-reef Punung (Premonowati et al., 2012), batugamping merah Formasi Wonosari- Punung di daerah Ponjong (Titisari & Atmoko, 2015, Atmoko et al., 206), dan batugamping merah Formasi Wonosari-Punung di pantai Siung (Titisari & Hendrawan, 2017). Namun penelitian mengenai beach rocks yang dijumpai di pantai Sadranan Formasi Wonosari- Punung belum pernah menjadi subjek penelitian geologi. Beach rocks yang dijumpai di pantai Sadranan tersebar secara setempat-setempat, sejajar dengan garis pantai dan berdimensi luas sekitar 10-30 m2. Pantai selatan Jawa dikenal dengan ombaknya yang besar, menyebabkan proses abrasi menjadi sangat intensif sehingga keterdapatan beach rocks di Pantai Sadranan menjadi menarik untuk diteliti karakteristiknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik petrografi beach rocks pantai

842 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

Sadranan PdEaRnSPmEKeTruIFpaILkManU KtEaBhUapMaInANaDwAaLlAMdaKrAiJIApeNnBeEliNtiCaAnNAkaGrEaOkLteOrGiIstDikI INbDeOaNchESIrAock pantai Sadranan yang pada ta5ha–p6aSnEPpTeEnMeBliEtiRan201b8e,rGikRuHtAnySAaBHakAaPnRAdMilAaNnAjutkan lebih detail pada penelitian karakteristik geokimianya. 1.1. Lokasi penelitian Lokasi penelitian berada di wilayah sekitar Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta di pantai Sadranan (Gambar 1). Lokasi penelitian dapat dicapai melalui jalur darat menggunakan kendaraan bermotor melalui Jalan Wonosari menuju pantai Sadranan yang berjarak ±70 km dari Kota Yogyakarta.

1.2. Geologi regional 1.2.1. Fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi Jawa bagian timur dan Madura menjadi 7 zona fisiografi, yaitu Zona Pegunungan Selatan, Zona Solo, Zona Kendeng, Zona Randublatung, Zona Rembang, Dataran Aluvial Jawa Utara, dan Gunungapi Kuarter. Dari ke tujuh zona tersebut, zona yang paling relevan dengan daerah penelitian adalah Zona Pegunungan Selatan. Zona Pegunungan Selatan merupakan suatu blok yang terangkat dan termiringkan ke arah selatan. Zona ini membentang mulai dari Pantai Parangtritis di sebelah barat hingga Semenanjung Blambangan di sebelah timur. Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh gawir yang kompleks di sebelah utara dan Samudera Hindia di sebelah selatan. Lebar Zona Pegunungan Selatan sekitar 25 km (selatan Blitar) hingga 55 km (selatan Surakarta) (Van Bemmelen, 1949). Van Bemmelen (1949) membagi Zona Pegunungan Selatan menjadi 3 subzona, yaitu Subzona Utara, Subzona Tengah, dan Subzona Selatan. Subzona Utara merupakan lajur - lajur pegunungan yang tersusun oleh batuan volkanik berelief kuat, yang terdiri dari lajur Baturagung, lajur Panggung, lajur Plopoh, dan lajur Kambengan. Subzona Tengah merupakan suatu dataran tinggi di daerah Wonosari dan Baturetno. Subzona Selatan tersusun oleh batugamping yang membentuk bentang alam kars atau biasa disebut sebagai Gunung Sewu. Subzona Gunung Sewu dibatasi oleh gawir – gawir erosi di bagian selatan dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Sementara, Subzona Gunung Sewu di bagian utara berbatasan dengan Cekungan Wonosari, Cekungan Baturetno, dan lajur Panggung. Subzona Gunung Sewu didominasi oleh batuan karbonat Formasi Wonosari-Punung yang membentuk perbukitan kars dengan orientasi timut tenggara – barat barat laut. Mengacu pada pembagian zona dan subzona tersebut, daerah penelitian dapat dikategorikan dalam Zona Pegunungan Subzona Selatan, subzone Gunung Sewu bagian selatan. 1.2.2. Stratigrafi Menurut Toha et al. (1994), stratigrafi regional daerah Pegunungan Selatan dari tua ke muda adalah Formasi Kebo-Butak, Formasi Besole, Formasi Mandalika, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Jaten, Formasi Wuni, Formasi Nampol, Formasi Wonosari-Punung dan Formasi Kepek. Urut - urutan stratigrafi penyusun Zona Pegunungan Selatan dapat dilihat pada Gambar 2. Mengacu pada peta geologi regional Lembar Surakarta – Giritontro (Surono et al., 1992), formasi batuan yang berasosiasi dengan kondisi di Pantai Sradanan dan sekitarnya adalah Formasi Wonosari – Punung. Formasi ini terusun oleh 2 fasies, yaitu fasies karbonat dan fasies klastika. Fasies karbonat tersusun oleh batugamping terumbu, batugamping bioklastik, batugamping pasiran, dan napal. Fasies karbonat diendapkan pada lingkungan paparan pada umur Miosen Tengah – Miosen Akhir (N9 – N16). Fasies klastika tersusun oleh perselingan batupasir tufan, batupasir gampingan, batulanau, dan

843 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

serpih.PEFRasSiPeEsKkTlIaFsItLikMaUbKeErBuUmMuIrAMN DioAsLeAnMAKkAhJiIrAN(NB1E5N)CdAaNnAtGeEreOnLdOaGpIkDaInINpDaOdNaEpSaIlAeobatimetri neritik luar (Sartono,51–964S)E.PTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA 1.2.3. Struktur geologi Menurut Sudarno (1997), struktur geologi yang berkembang di Pegunungan Selatan terdiri dari 4 pola, yaitu pola Meratus, pola Sunda, pola Jawa, dan pola antitetik Meratus. Pola antitetik Meratus merupakan kelompok struktur – struktur geologi yang memiliki orientasi barat laut – tenggara. Struktur – struktur ini sebagian besar berupa sesar geser dekstral yang terbentuk akibat gaya kompresi pada umur Pliosen. Sedangkan mengacu pada peta Lembar Surakarta – Giritontro (Surono et al., 1992), tidak ada struktur geologi regional yang berkembang mempengaruhi daerah penelitian (Gambar 3).

1.3. Geologi daerah penelitian Daerah penelitian merupakan terletak di pantai Selatan Pulau Jawa. Jika mengacu pada peta geologi regional lembar Surakarta – Giritontro (Surono, dkk. 1992) (Gambar 3) yang berskala 1:100.000, daerah penelitian terpetakan sebagian dari Formasi Wonosari- Punung. Dengan melihat pola-pola sumbu secara yang ada secara geomorfologi pada Gambar 3, daerah penelitian bisa dikelompokkan ke dalam daerah yang berlereng landai. 2. Metode Penelitian 2.1.Bahan atau materi penelitian Materi yang akan diteliti adalah singkapan beach rocks di Pantai Sradanan dan sekitarnya, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul. Sampel beach rocks yang diambil dari lapangan akan dianalisis petrografis.

2.2.Prosedur penelitian Penelitian dapat dibagi menjadi 4 tahapan penelitian yaitu : 2.2.1. Tahap pendahuluan Pada tahap ini dilakukan studi pustaka dengan mempelajari landasan teori yang mendukung penelitian ini, mencari informasi mengenai penelitian-penelitian yang pernah dilakukan di daerah Gunungkidul, mencari peta geologi daerah Sadranan dan mengadakan peta topografi serta peta rupa bumi daerah penelitian yang akan digunakan sebagai peta dasar dalam pekerjaan lapangan, dan melakukan reconnaissance pada lokasi penelitian. 2.2.2. Tahap pekerjaan lapangan Pada tahapan ini dilakukan pembuatan parit atau horizontal – vertical section (sedalam ± 1 m, lebar ±1 m, dan panjang ±5 m) dan memanjang lateral ke arah laut sebanyak 2 buah. Pada puritan tersebut dilakukan pengambilan sampel, measurement stratigraphy dan pembuatan kolom stratigrafi. Pengambilan sampel merepresentasikan beach rocks di sepanjang parit. 2.2.3. Tahap pemrosesan dan analisis data Pada tahap ini dilakukan analisis sampel beach rocks untuk mendapatkan karakteristik beach rocks, baik analisis data lapangan maupun analisis data laboratorium. a. Analisis data lapangan Pada tahapan ini dilakukan analisis dari data yang telah dikumpulkan saat berada di lapangan, yaitu data singkapan beach rocks, sampel batuan beach rocks, dan kolom stratigrafi beach rocks. b. Analisis laboratorium Pada tahapan ini dilakukan analisis dari sampel yang telah dikumpul dari pekerjaan lapangan di laboratorium, yaitu analisis data petrografi untuk dapat 844 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPmEKeTnIjFelIaLsMkUanKEkBaUraMkItAeNrisDtAikLAbMeaKcAhJIrAoNckBsENbCeArdNaAsaGrEkOaLnOiGdIeDnItiIfNiDkaOsNiEtSeIkAstur batuan dan mine5ra–l 6peSEnPyTuEsuMnBnEyRa2. 018, GRHA SABHA PRAMANA 2.2.4. Tahap integrasi hasil analisis Pada tahap ini dilakukan sintesa dan integrasi hasil analisis singkapan, sampel batuan, kolom stratigrafi, dan analisis petrografi dari beach rocks untuk dapat menjelaskan karakteristik beach rocks di daerah penelitian. 3. Data Data geologi yang diperoleh berasal dari dua buah parit yang dibuat secara horizontal – vertical section. Parit-parit tersebut yaitu parit AB dan parit CD. 3.1. Parit AB Memiliki koordinat 455863/9099624. Dengan dimensi panjang 5 m, lebar 1 m, dan kedalaman 80 cm. Kolom stratigrafi parit AB dapat dilihat pada Gambar 4. Diperoleh dua buah lapisan antara lain : 3.1.1. Endapan pasir karbonatan (sampel MH-a) Hasil identifikasi petrologi pada endapan pasir karbonatan menunjukkan warna kuning keputihan, berukuran butir fragmen 2 mm dan matrik 1 mm, bentuk butir subangular, tidak terkonsolidasi, dengan ketebalan 70 cm. Butiran penyusun endapan tersebut adalah fragmen batugamping (30%) dan material cangkang fosil (40%), material pasir batugamping (30%) (Gambar 5.1). Hasil pengamatan petrografi pada sampel MH-a menunjukkan warna coklat (ppl) dan kuning kecoklatan (xpl), ukuran butir 1-2 mm, tidak terkonsolidasi. Komposisi fragmen skeletal fragmen (40%) dan kalsit (23,33%), micrite (10%), dan sparite (16,67%) (Gambar 5.2 dan 5.3) 3.1.2. Sparse Biomicrite (Folk,1962) (beach rocks) (sampel MH- b) Identifikasi petrologi pada sampel MH-b menunjukkan warna kuning keputihan, berukuran butir fragmen 4 mm dan massa dasar kurang dari 1 mm, bentuk butir subangular, kemas terbuka. Struktur masif. Komposisi fragmen batugamping (10%) dan material cangkang fosil (20%), mineral kalsit (40%) dan material pasir batugamping (30%) (Gambar 6.1 dan 6.2) Analisis petrografi menunjukkan warna coklat kekuningan (ppl dan xpl), ukuran butir kurang dari 1-4 mm, hubungan antar butir grain supported dengan tipe porositas interpartikel. Komposisi fragmen skeletal fragmen (20%) dan pasir batugamping (16,67%), micrite (33,33%) dan sparite (30%) (Gambar 6.3 dan 6.4)

3.2. Parit CD Memiliki koordinat 455813/9099597. Dengan dimensi panjang 5 m, lebar 1 m, dan kedalaman 70 cm. Kolom stratigrafi parit CD ditunjukkan pada Gambar 7. Diperoleh dua buah lapisan antara lain : 3.2.1. Endapan pasir karbonatan (sampel MH-g) Analisis petrologi menunjukkan warna kuning keputihan, berukuran butir fragmen 2 mm dan massa dasar 1 mm, bentuk butir subangular, tidak terkonsolidasi, dengan ketebalan 70 cm. Komposisi fragmen batugamping (20%) dan material cangkang fosil (40%), material pasir batugamping (40%) (Gambar 8.1) Analisis petrografi menunjukkan warna coklat kekuningan (ppl) dan kuning kecoklatan (xpl), ukuran butir 1-3 mm, tidak terkonsolidasi dan tidak memiliki tipe porositas. Komposisi fragmen skeletal fragmen (36,67%) dan pasir batugamping (13,33%), micrite (20%), dan sparite (20%) (Gambar 8.2 dan 8.3)

845 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU K3E.2B.U2M. IASNpaDrAsLeABMioKmAiJIcArNiteBE(FNoClAkN,1A9G6E2O)L(ObGeIaDchI INroDcOkNs)ES(sIAampel MH- 5 – 6 SEPTEhM)BER 2018, GRHA SABHA PRAMANA Analisis petrologi menunjukkan warna kuning keputihan, berukuran butir fragmen 4 mm dan massa dasar kurang dari 1 mm, bentuk butir subangular, kemas terbuka. Struktur masif. Komposisi fragmen batugamping (10%) dan material cangkang fosil (20%), mineral kalsit (40%) dan material pasir karbonatan (30%) (Gambar 9.1 dan 9.2) Analisis petrografi menunjukkan warna coklat kekuningan (ppl dan xpl), ukuran butir kurang dari 1-4 mm, hubungan antar butir grain supported dengan tipe porositas interpartikel. Komposisi fragmen skeletal fragmen (20%) dan pasir batugamping (10%), micrite (35%) dan sparite (35%) (Gambar 9.3 dan 9.4)

4. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan analisis data singkapan, sampel batuan, kolom stratigrafi dan petrografi dari masing-masing parit (AB dan CD), dapat didiskusikan hal-hal sebagai berikut : 4.1. Pasir batugamping Analisis petrologi dan petrografi menunjukkan kelimpahan pasir dengan komposisi batugamping di endapan pasir karbonatan semakin berkurang di parit CD (sampel MH-g), yaitu parit yang berada di sebelah barat. Sedangkan analisis petrologi untuk beach rocks menunjukkan kandungan pasir batugamping yang sama dari kedua parit (sampel MH-a dan MH-g), namun analisis petrografi menunjukkan bahwa kandungan pasir batugamping semakin berkurang di parit CD (sampel MH-g). Hal ini mencirikan bahwa terjadinya pengurangan kandungan pasir berkomposisi batugamping di daerah sebelah barat dari pantai Kerakal karena proses abrasi terjadi lebih intensif di bagian barat pantai Kerakal sehingga tidak ada kesempatan bagi pasir berkomposisi batugamping untuk dikembalikan oleh ombak dan diendapkan. 4.2. Komposisi pecahan cangkang fosil (skeletal fragmen) Analisis petrologi menunjukkan bahwa kandungan skeletal fragmen pada sampel endapan pasir karbonatan a dan g memiliki kelimpahan yang sama (40%). Begitu juga kandungan skeletal fragmen pada sampel b dan h (beach rocks) memiliki kelimpahan yang sama (20%). Material cangkang fosil butiran ini didominasi oleh fosil foraminifera besar, yaitu Baculogypsina sphaerulata (Parker & Jones, 1860). Analisis petrografi menunjukkan bahwa kandungan skeletal fragmen pada sampel endapan pasir karbonatan a dan g memiliki kelimpahan yang relatif sama secara berturut-turut yaitu 40% dan 36,67%. Sedangkan kandungan skeletal fragmen pada sampel b dan h (beach rocksi) memiliki kelimpahan yang sama (20%). Hal ini mengindikasikan bahwa pada endapan pasir karbonatan masih berlangsung penambahan material pecahan cangkang fosil oleh ombak, sedangkan pada beach rocks yang relatif sudah terkonsolidasi, saat proses litifikasi berlangsung juga terjadi proses sortasi butiran sehingga menghasilkan batuan yang butirannya relatif seragam. 4.3. Komposisi semen karbonat (Micrite dan Sparite) Kandungan semen karbonat micrite dan sparite hanya bisa dianalisis secara petrografi. Pada sampel endapan pasir karbonatan MH-a, kelimpahan micrite dan sparite secara berturut-turut ialah 10% dan 16,67%. Sedangkan pada sampel endapan pasir karbonatan MH-g, kandungan micrite dan sparite mengalami kenaikan yang tidak begitu signifikan kelimpahannya secara berturut-turut yaitu 20% dan 20%. Pada sampel beach rocks MH-b, kelimpahan micrite dan sparite secara berturut-turut ialah 33,33% dan 30%. Sedangkan pada sampel beach rocks MH-h, kelimpahan

846 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

micPrEitReSPdEaKnTsIFpaILriMteU sKeEcBaUraMIbAeNrtDuAruLtA-MturKuAtJIjAuNgaBEmNeCnAgNaAlaGmEOi LkOeGnIaDikIaINnDyOaNnEgSItAidak begitu signifikan yaitu 355%– 6dSaEnP3T5E%MB. ER 2018, GRHA SABHA PRAMANA Kelimpahan semen karbonat yang lebih dominan pada beach rocks mencirikan bahwa semen tersebut berperan besar dalam proses litifikasi menjadi beach rocks. Parit CD (sampel MH-g dan MH-h) memiliki kandungan micrite dan sparite yang lebih tinggi dibandingkan parit AB (sampel MH-a dan MH-b). Hal tersebut diinterpretasikan bahwa proses sementasi lebih intensif terjadi di sebelah barat pantai Kerakal.

5. Kesimpulan Dari hasil analisis data singkapan, sampel batuan, kolom stratigrafi dan petrografi dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : 1. Proses abrasi terjadi lebih intensif di bagian barat pantai Kerakal sehingga kandungan pasir berkomposisi batugamping lebih sedikit dijumpai karena tidak ada kesempatan bagi material tersebut untuk dikembalikan oleh ombak dan diendapkan. 2. Pada endapan pasir karbonatan terjadi pengkayaan kandungan pecahan cangkang fosil dibanding pada beach rocks yang sudah mengalami konsolidasi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada endapan pasir karbonatan masih berlangsung penambahan material pecahan cangkang fosil karena aktifitas ombak laut. 3. Yang berperan besar dalam proses litifikasi beach rocks ialah komponen semen karbonat micrite dan sparite.

Acknowledgements Penulis mengucapkan terimakasih kepada Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan dana hibah untuk membiayai pelaksanaan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan kerja di lapangan Lutfian Rusdi Daryono yang juga telah berkenan menyumbangkan foto udara yang diambil menggunakan drone. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada M. Zharfan Bimantoro sebagai teman kerja di lapangan serta teman berbagi ilmu selama pekerjaan berlangsung.

Daftar Pustaka Atmoko, D. D. dan Titisari, A. D. (2015). Genesis of Ponjong Pink Limestone, Gunungkidul, Special Region of Yogyakarta-Indonesia. Proceeding, Seminar Nasional Kebumian Ke-8. Atmoko, D. D. dan Titisari, A. D. (2018). Geochemical Characteristics of Limestone of Wonosari-Punung Formation, Gunungkidul District, Yogyakarta – Indonesia (third-revision). Indonesian Journal on Geoscience Atmoko, D. D., Titisari A. D. dan Idrus, A. (2016). Mineralogi dan Geokimia Batugamping Merah Ponjong, Gunungkidul, Yogyakarta. Yogyakarta. RISET Geologi dan Perkembangan Departemen Teknik Geologi UGM. Avcioglu, M., Yigitbas, E., Erginal, A.E. (2015). Beachrock formation on the coast of Gökçeada Island and its relation to the active tectonics of the region, northern Aegean Sea. Quartenary International Vol. xxx p. 1 – 12. doi:10.1016/j.quaint.2015.10.108.

847 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA Berner, R.A., Westrich,5 –R6.GSE.,PTSEMmBitEhR, 2J0.1,8,MGRaHrtAenSsA,BHCA. PR(1A9M7A8N).A Inhibiton of Aragonite Precipitation from Supersaturated Seawater, a Laboratory and Field Study. American Journal of Science Vol. 278 p.816 – 837. Boggs Jr., S. (2009). Petrology of Sedimentary Rock. New York. Cambridge University Press. Brathwraite, Colin J.R. (2005). Carbonate Sediments and Rocks. Dunbeath. Whittles Publishing. Cooper, J.A.G. (1991). Beachrock Formation in Low Latitudes: Implication for Coastal Evolutionary Models. Marine Geology Vol. 98 p. 145 – 154. Ginsburg, R.N. (1953). Beachrock in South Florida. Journal of Sedimentary Petrology Vol. 23 p. 85 – 92. Gischler, E., Lomando, A.J. (1997). Holocene Cemented Beach Deposits in Belize. Sedimentary Geology Vol. 110 p. 277 – 297. Hendrawan, A. dan Titisari, A. D. (2017). Genesa Batugamping Merah di Daerah Siung dan Sekitarnya, Kecamatan Tepus dan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul. Proceeding, Seminar Nasional Kebumian Ke-10. James, N.P., Choquette, P.W. (1983). Limestones – The Sea Floor Diagenetic Environment. Geoscience Canada Vol. 10 p. 162 – 179. Jauhari, U., Toha. (2005). High resolution sequence stratigraphy and diagenesis in carbonate rocks, Wonosari Formation, Yogyakarta: an outcrop analog for modeling chalky limestone reservoir distribution. Conference: Thirtieth Annual Convention. Jones, R.W. (1994). The Challenger Foraminifera. Oxford University Press p.149. Kelletat, D. (2006). Beachrock as Sea-Level Indicator? Remarks from a Geomorphological Point of View. Journal of Coastal Research Vol. 22 p. 1558 – 1564. Krumbein, W.E. (2009). Photolithotropic and Chemoorganotrophic Activity of Bacteria and Algae as Related to Beachrock Formation and Degradation (Gulf of Aqaba, Sinai). Geomicrobiology Journal Vol. 1 p. 139 – 203. Lokier, S. (1999). The development of the Miocene Wonosari Formation, south central . Conference: 27th IPA. , Indonesia. Longman, M.W. (1980). Carbonate Diagenetic Textures from Nearsurface Diagenetic Environments. AAPG Bulletin, vol. 64, no. 4 p. 461 – 487. Maxwell, W.G.H. (2008). Lithification of Carbonate Sediments in the Heron Island Reef, Great Barrier Reef. Journal of Geological Society of Australia Vol. 8 p. 217 – 238. McCutcheon, J., Nothdurft, L., Webb, G.E., Paterson, D., Southam, G. (2016). Beachrock Formation via Microbial Dissolution and Re-Precipitation of Carbonate Minerals. Marine Geology Vol. 382 p. 122-135. doi:10.1016/j.margeo.2016.10.010. Moore, C.H. (1973). Intertidal Carbonate Cementation in Grand Cayman, West Indies. Journal of Sedimentary Petrology Vol. 43 p. 591 – 602. Morse, J.W., Mackenzie, F.T. (1990). Geochemistry of Sedimentary Carbonates. New York. Elsevier.

848 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA Mucci, A. (1986). Grow5th– 6KSiEnPeTtEicMsBaEnRd20C18o,mGpRoHsAitSioAnBHoAfPMRAaMgAnNesAian Calcite Overgrowths Precipitated from Seawater: Quantitative Influence of Orthophosphate Ions. Geochimica et Cosmochimica Acta Vol. 50 p. 2255 – 2265. Mukti, dkk. (2005). Analisa Fasies dan Lingkungan Pengendapan Formasi Wonosari Berdasarkan Jalur MS Sungai Ngrendeng di Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan. Yogyakarta .Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM. Nichols, G. (2009). Sedimentology and Stratigraphy. Oxford.Wiley-Blackwell. Neumeier, U. (1999). Experimental Modelling of Beachrock Cementation under Microbial Influence. Sedimentary Geology Vol. 126 p. 35 – 46. Premonowati, B., Pratistho, I. M. 2012. Allostratigraphy of Punung Paleoreef based on Lithofacies Distributions, Jlubang Area, Pacitan Region-. Indonesian Journal on Geoscience Pulunggono, A. dan Martodjojo, P. (1994). Perubahan Tektonik Paleogene-Neogene Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa. Prosiding Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa Sejak Akhir Mesozoik hingga Kuarter, Universitas Gadjah Mada p. 253 – 274. Puri, H.S., Collier, A. (1967). Role of Microorganisms in Formation of Limestones. Gulf Coast Association of Geological Societies Transactions Vol. 17 p. 355 – 367. Russell, R.J., McIntire, W.G. (1965). Southern Hemisphere Beach Rock. The Geographical Review Vol. 55 p.17 – 45. Scholle, P. A. & Ulmer-Scholle, D. S. (2003). A Color Guide to the Petrography of Carbonate Rocks: Grains, Textures, Porosity, Diagenesis. Oklahoma. The American Association of Petroleum Geologists Tulsa. Scoffin, T. P. (1987). An Introduction to Carbonate Sediments and Rocks. New York. Chapman and Hall. Siregar, M. S., Kamtono, Praptisih & Mukti, M. (2004). Reef Facies of the Wonosari Formation, South of . RISET - Geologi dan Pertambangan. Surono, Toha, B. & Sudarno, I. (1992). Geological Map of the Surakarta - Giritontro Quadrangles, Jawa. Geological Research and Development Centre. Bandung skala 1:100.000, 1 lembar. Surono. (2009). Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi Vol. 19 p. 209 – 221. Tucker, M.E. (1991). an Introduction to the Origin of Sedimentary Rocks. London.Blackwell Science Ltd. Van Bemmelen, R. W. (1970). The Geology of Indonesia: General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. Netherland. The Haque. Vieira, M.M., Sial, A. N., De Ros, L.F., Morad, S. (2017). Origin of holocene beachrock cements in northeastern Brazil: Evidence from carbon and oxygen isotopes. Journal of South American Earth Sciences vol. 79 p. 401 – 408.

849 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA Vousdoukas, M.I., Vele5g–ra6kSiEsP, TEAM.FB.E,R P20lo1m8,aGrRitHisA, SATB.AHA. P(R2A0M0A7)N.A Beachrock Occurrence, Characteristics, Formation, Mechanisms, and Impacts. Earth-Science Reviews 85 p. 23-46. Vousdoukas, M.I., Velegrakis, A.F., Karambas, T.V. (2009). Morphology and sedimentology of a microtidal beach with beachrocks: Vatera, Lesbos, NE Mediterranean: Continental Shelf Research vol. 29 p. 1937 – 1947.

Click or tap here to enter text.

850 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA 5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

AB CD

Gambar 1. Peta Indeks lokasi penelitian berdasarkan Peta Administrasi Provinsi DI Yogyakarta menggunakan citra satelit Google Maps dibantu dengan hasil pengambilan Foto udara menggunakan Drone. Foto udara menunjukkan lokasi Parit AB dan Parit CD.

Gambar 2. Stratigrafi regional Pegunungan Selatan (Toha et al., 1994 digambar ulang) dan formasi yang berhubungan dengan daerah penelitian yang ditandai dengan kotak berwarna merah.

851 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA 5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3. Peta geologi pada sebagian daerah dari lembar Surakarta – Giritontro (Surono et al., 1992) dan posisi daerah penelitian.

852 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA 5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 4. Kolom stratigrafi parit AB

853 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA 5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 5. (1) Foto singkapan pasir karbonatan pada parit AB serta posisi sampel MH-a; (2) Fotomikrograf sampel MH-a pada posisi nikol sejajar dan (3) Fotomikrograf sampel MH-a pada posisi nikol bersilang. Note: sf = skeletal fragmen; mc = micrite; sp =sparit.

Gambar 6. (1) Foto singkapan beach rocks pada parit AB dan posisi sampel MH-b; (2) Foto conto setangan sampel MH-b; (3) Fotomikrograf sampel MH-b pada posisi nikol sejajar dan (4) Fotomikrograf sampel MH-b pada posisi nikol bersilang. Note: sf = skeletal fragmen; mc = micrite; sp =sparit.

854 PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA 5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 7. Kolom stratigrafi parit CD

855