Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Identifikasi Pengaruh Fenomena Siklon Tropis Cempaka Terhadap Sebaran Abu Vulkanik Gunung Agung menggunakan Model PUFF dengan Inputan Data Radar dan Data Visual

(Identification of the Effect of Cempaka Phenomenon on Mount Agung Volcanic Ash Distribution using PUFF Model with Radar Data Input and Visual Data Input)

Abdul Hamid Al Habib1*), I Wayan Gita Giriharta1, Citra Mutia Lestari1, Richard Mahendra Putra1, dan Imma Redha Nugraheni1

1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Letusan Gunung Agung yang terjadi pada akhir November 2017 telah mempengaruhi aktivitas penerbangan di wilayah dan . Hal tersebut diketahui dari informasi NOTAM Bandara Ngurah Rai Denpasar dan Bandara Internasional Lombok yang menyatakan close aerodrome akibat abu vulkanik Gunung Agung. Tercatat penutupan sementara Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, terdapat 445 penerbangan yang terdampak, baik penerbangan menuju maupun dari Bali. Pada awalnya, secara umum abu vulkanik bergerak ke arah Pulau Lombok yang menyebabkan Bandara Internasional Lombok menjadi area terdampak, tetapi saat Siklon Tropis Cempaka mulai terbentuk di wilayah selatan Jawa, hal ini mengakibatkan perubahan arah sebaran abu vulkanik menjadi ke arah barat daya dan Bandara Ngurah Rai menjadi area terdampak. Berdasarkan hal tesebut, maka diperlukan kajian sebaran abu vulkanik dengan menggunakan model dispersi abu vulkanik PUFF pada letusan gunung Agung tanggal 25 sampai 29 November 2017. PUFF mensimulasikan partikel abu dengan pendekatan Lagrangian dan membutuhkan data prediksi medan angin u (zonal) dan v (meridional) 4-dimensi. Data inputan model PUFF menggunakan data Radar dan data Visual. Hasil sebaran diverifikasi dengan deteksi abu vulkanik dari citra satelit. Monitoring arah sebaran abu vulkanik Gunung Agung dilakukan dengan penginderaan jauh dengan mengolah data satelit Himawari-8 menggunakan program GMSLPD.exe yang divisualisasikan dengan citra komposit RGB (Red-Green-Blue). Berdasarkan verifikasi citra satelit dan model PUFF menunjukkan bahwa adanya korelasi yang kuat pengaruh Siklon Tropis Cempaka terhadap sebaran abu vulkanik gunung Agung.

Kata kunci: Siklon Tropis, Cempaka, Abu Vulkanik, model PUFF, Citra Satelit, Citra Radar

ABSTRACT - The eruption of Mount Agung that occurred at the end of November 2017 has affected flight activities in Bali and Lombok. This is known from information from the NOTAM of Denpasar's Ngurah Rai Airport and Lombok International Airport which stated that the aerodrome was closed due to the volcanic ash of Mount Agung. Recorded the temporary closure of Bali's I Gusti Ngurah Rai Airport, there are 445 affected flights, both flights to and from Bali. In the beginning, it generally moved towards Lombok Island which caused Lombok International Airport to become an affected area, but when the Tropical Cyclone Cempaka began to form in the southern region of , this resulted in a change in the direction of volcanic ash to the southwest and Ngurah Rai Airport into an area affected. Based on this, a study of the distribution of volcanic dust is needed by using the PUFF volcanic ash dispersion model at the Gunung Agung eruption on November 25-29, 2017. PUFF simulates ash particles with the Lagrangian approach and requires u (zonal) and v (meridional) wind field prediction data 4-dimensional. The input data of the PUFF model uses Radar data and Visual data. Distribution results are verified by detection of volcanic ash from satellite images. Monitoring the direction of Mount Agung volcanic ash distribution is done by remote sensing by processing Himawari- 8 satellite data using the GMSLPD.exe program visualized by RGB (Red-Green-Blue) composite imagery. Based on the verification of satellite images and PUFF models, it shows that there is a strong correlation between the effect of Cempaka Tropical Cyclone on the distribution of volcanic ash from Mount Agung.

Keywords: Tropical Cyclone, Cempaka, Volcanic Ash, PUFF Model, Satellite Image, Radar Image

172 Identifikasi Pengaruh Fenomena Siklon Tropis Cempaka Terhadap Sebaran Abu Vulkanik Gunung Agung menggunakan Model PUFF dengan Inputan Data Radar dan Data Visual (Al Habib, A.H., dkk) 1. PENDAHULUAN merupakan negara kepulauan dengan gunung api aktif terbanyak di dunia, terdapat ratusan gunung api aktif yang memiliki potensi erupsi sehingga Indonesia termasuk dalam jalur ring of fire Pasifik. Secara keseluruhan Indonesia memiliki 129 gunung api aktif (15,6% dari dunia) yang terbentang dari barat (Pulau Sumatera) ke timur (Pulau Nusa Tenggara) (Kharisma, 2017). Dampak yang ditimbulkan dari erupsi gunung api menimbulkan kerugian di berbagai bidang, salah satunya bidang transportasi. Abu vulkanik hasil letusan gunung api sangat berbahaya bagi lalu lintas penerbangan. Berdasarkan penilaian keselamatan penerbangan yang dilakukan ICAO, densitas abu vulkanik lebih 4 g/m3 merupakan level bahaya bagi pesawat komersil (Kelleher, 2010). Selama kurun waktu 30 tahun terakhir abu vulkanik mengakibatkan lebih dari 100 pesawat mengalami kerusakan dan mengancam puluhan ribu jiwa (Webley dan Mastin, 2009). Pada tahun 1982, keempat mesin jet pesawat Boeing 747 mati saat terbang melintasi abu vulkanik letusan gunung Galunggung (Casadevall, 1993). Serta pada April 2010 seluruh penerbangan di Eropa ditutup akibat abu letusan gunung Eyjafjallajkull, Islandia, dan industri penerbangan mengalami kerugian 1,7 milyar dolar Amerika (Palsson, 2010; IATA, 2010). Saat ini penerbangan domestik dan internasional di Indonesia semakin padat sehingga penerbangan menjadi semakin rentan terhadap abu vulkanik. Pada tanggal 25 November 2018 terjadi erupsi Gunung Agung, Bali diikuti fenomena Siklon tropis Cempaka di wilayah perairan selatan Jawa. Salah satu akibat yang ditimbulkan adanya Siklon Tropis Cempaka adalah mempengaruhi arah dan kecepatan sebaran abu vulkanik Gunung Agung yang menyebabkan close aerodrome Bandara Ngurah Rai Denpasar dan Bandara Internasional Lombok. Bandara Internasional Lombok yang terletak di Pulau Lombok, ditutup pada 26 November 2017, namun dibuka kembali keesokan harinya. Sedangkan Bandara Internasional Ngurah Rai, terletak di ujung selatan Pulau Bali dan sebelah barat daya dari Gunung Agung, ditutup pada 27 November 2018. Penutupan sementara Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali mengakibatkan 445 penerbangan yang terdampak, baik penerbangan menuju maupun dari Bali. Dampak dari erupsi gunung Agung juga dapat mengganggu penerbangan karena jarak pandang yang menjadi pendek dan dapat merusak mesin pesawat terbang. Informasi mengenai letusan seperti waktu letusan, lokasi gunung api, serta ketinggian plume diperoleh dari Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA) yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dibutuhkan oleh model PUFF untuk mengetahui sebaran abu vulkanik. Sebaran abu vulkanik yang ditampilkan adalah berupa luasan, dispersi, serta arah sebaran abu vulkanik. Model PUFF merupakan model dispersi yang menggunakan metode Lagrangian. PUFF terbukti mampu dalam prediksi sebaran abu vulkanik dan banyak dikembangkan (Searcy dkk., 1998; Peterson dan Dean, 2003; Webley dkk., 2008). Model PUFF juga membutuhkan data masukan medan angin baik data medan angin horizontal u (zonal) dan v (meridional). Data medan angin yang digunakan adalah data hasil luaran model prediksi cuaca global oleh National Center for Environmental Prediction (NCEP) yang bernama Global Forecast System (NCEP-GFS atau GFS). Model PUFF menggunakan formulasi Lagrangian 3-dimensi untuk adveksi, difusi turbulen, dan sedimentasi (Searcy dkk., 1998). Abu vulkanik merupakan obyek yang sering tidak terlihat dan tidak teramati di radar pesawat sehingga diperlukan pemanfaatan penginderaan jarak jauh dalam mengamati abu vulkanik. Data ketinggian plume yang dibutuhkan oleh model PUFF juga dapat diperoleh dari radar cuaca karena akan lebih optimal apabila menggunakan bantuan penginderaan jauh. Radar cuaca mampu mengamati partikel abu vulkanik yang berukuran sangat kecil dengan radius lebih dari 5 km dari pos pengamatan (Wardoyo, 2015). Radar cuaca merupakan salah satu penginderaan jauh yang mempunyai resolusi spasial dan temporal yang baik dalam mengidentifikasi material abu vulkanik serta dapat memberikan informasi ketinggian suatu kolom udara hasil dari erupsi (Marzano dkk., 2006). Beberapa negara sudah menggunakan radar cuaca dalam memberikan prakiraan ketinggian abu vulkanik dan informasi peringatan dini khususnya terhadap penerbangan. Ketinggian erupsi abu vulkanik yang teramati lebih baik karena radar cuaca mampu memprakirakan jumlah abu dan konsentrasi abu vulkanik selama masih dalam area cakupan radar (Marzano dkk., 2013). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui performa model PUFF dalam menampilkan sebaran abu vulkanik. Hasil luaran model PUFF diverifikasi dengan informasi data citra satelit Himawari-8 yang mencakup liputan yang luas, frekuensi pencitraan yang sering dan multi resolusi spasial memadai untuk diolah guna melakukan pemantauan sebaran abu vulkanik secara langsung dan kontinyu.

173 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

2. METODE

Lokasi penelitian terletak pada koordinat 802035’’LU 115030’25’’ BT. Wilayah tersebut mencakup pada erupsi Gunung Agung pada kejadian 25-29 November 2017. Sedangkan, kejadian Siklon Tropis Cempaka terdeteksi tumbuh pada koordinat 8,6o LS dan 110,8o BT.

Gambar 1. LokasiPenelitian

Gunung Agung merupakan gunung tertinggi di Pulau Bali dengan ketinggian 3.031 mpdl. Gunung ini terletak di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia. Gunung Agung adalah gunung berapi tipe stratovolcano, gunung ini memiliki kawah yang sangat besar dan sangat dalam yang kadang- kadang mengeluarkan asap dan uap air. Data utama dalam penelitian ini merupakan data citra radar dan data visual. Data citra radar cuaca polarisasi tunggal dari Stasiun Meteorologi Lombok pada tanggal 25-29 November 2017. Produk yang digunakan adalah CMAX, VCUT, dan MCAPPI. Sedangkan data visual diambil dari Volcano Observatory Notice For Aviation (VONA) Badan Geologi – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi yang dapat diakses melalui https://magma.vsi.esdm.go.id. Data lainnya yang digunakan adalah data GFS (Global Forecast System) yang dapat digunakan untuk prediksi medan angin dengan pendekatan model prediksi cuaca numerik. Data pendukung dalam penelitian ini diantaranya adalah data citra satelit Himawari-8 Kanal IR4, IR2, VIS pada tanggal 25-29 November 2017 yang dapat diakses melalui situs lokal ftp://satelit.bmkg.go.id. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis baik pada hasil tampilan radar cuaca maupun tampilan model PUFF. Radar cuaca akan digunakan dalam menentukan ketinggian plume, pengelompokkan jenis abu vulkanik berdasar ketinggian, dan sebaran abu vulkanik berdasar arah angin yang teramati radar cuaca. Kemudian, hasil dari pengolahan data radar cuaca dan data visual VONA berupa waktu letusan dan ketinggian plume akan dimasukkan ke dalam model PUFF. Model PUFF yang digunakan dalam penelitian ini merupakan model yang dibangun oleh Tanaka (1994) kemudian ditulis secara rinci oleh Searcy dkk. (1998) sebagai aplikasi model dispersi polutan. Model PUFF ini didasarkan pada bentuk Lagrangian tiga dimensi (3D) dari persamaan Navier-Stokes. Lagrangian menghitung lintasan dari kordinat partikel. Dalam kerangka Lagrangian, penyebaran material ditentukan oleh gerakan fluida, dan difusi digambarkan dengan proses stokasitik dari gerakan acak. Model dispersi plume terdiri dari cukup banyak variabel acak 풓풊 풕 ,풊 = ퟏ~푴, menggambarkan posisi vektor dari partikel 푴 dari kawah gunung vulkanik. Dengan kenaikan waktu diskrit ∆풕 , bentuk Lagrangian dari persamaan adalah sebagai berikut:

풓풊 ퟎ =푺, 풊=ퟏ~푴, 풇풐풓풕=ퟎ, 풓풊 풕+∆풕 =풓풊 풕 +푽∆풕 +풁∆풕 +푮∆풕, (ퟏ) 풊 =ퟏ~푴,풇풐풓풕> ퟎ,

풓풊 = 풙,풚,풛 adalah posisi vektor dari partikel 풊pada waktu t. 푺 menentukan lokasi awal partikel sebagai istilah sumber. 푽 = (풖,풗,풘) adalah kecepatan angin lokal untuk penyebaran partikel, sedangkan 푽=

174 Identifikasi Pengaruh Fenomena Siklon Tropis Cempaka Terhadap Sebaran Abu Vulkanik Gunung Agung menggunakan Model PUFF dengan Inputan Data Radar dan Data Visual (Al Habib, A.H., dkk)

풄풉,풄풉,풄풗 merupakan kecepatan difusi yang dihasilkan oleh bilangan acak Gausian, dan G =(0,0,- 풘풕) adalah kecepatan gravitational fallout yang diaproksimasi oleh hukum stokes. Pada kasus erupsi di masa lampau seperti pada penelitian ini data angin yang digunakan adalah urutan dari data inisial. Erupsi gunung berapi menghasilkan berbagai ukuran partikel, namun model PUFF fokus pada partikel yang melayang di udara untuk waktu yang lama (Tanaka, 2016). Model PUFF membutuhkan beberapa informasi untuk menghasilkan sebuah model sebaran debu vulkanik. Produk yang dihasilkan oleh model ini adalah sebaran spasial debu vulkanik terhadap waktu. Dalam penelitian ini, data GFS yang digunakan adalah prediksi hingga 51 jam kedepan pada tanggal 25, 26, dan 28 November 2017 beresolusi spasial 0.5°×0.5°. Data GFS yang digunakan adalah untuk prediksi 3 hari ke depan dengan keluaran setiap 3 jam. Model GFS memiliki waktu inisial (cycle) 00, 06, 12, 18 UTC. Ketersediaan data hasil model GFS adalah 3 jam setelah setelah waktu cycle. Data masukan yang diperoleh dari data radar cuaca dan pengamatan visual yang bersumber dari VONA akan digunakan sebagai data inputan untuk proses running menggunakan data GFS hingga diperoleh data koordinat partikel dan ketinggian debu vulkanik keluaran dari model PUFF. Hasil dari model PUFF diverifikasi dengan informasi satelit Himawari-8. Raw data satelit diolah menggunakan program GMSLPD.exe menggunakan metode split windows channels RGB (Red-Gren-Blue) pada bagian mix color GMSLPD. Abu vulkanik yang ditampilkan dengan metode ini menggunakan 3 kanal yaitu, S1, S2 dan I4, sehingga abu yang teramati berwarna merah kekuningan. Selain itu, aplikasi Grads digunakan untuk menganalisis trajektori Siklon Tropis Cempaka dan menampilkan data angin dari ECMWF (Europian Center Medium Range Weather Forecast) yang dapat diakses melalui https://apps.ecmwf.int/datasets/data/interim-full-daily.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Karakteristik pada Radar Cuaca 1. Analisis Reflektifitas Abu erupsi gunung api memiliki karakteristik berbeda dengan awan, terutama jika diamati dari radar cuaca. Perbedaannya adalah nilai reflektifitas yang teramati radar cuaca. Karakteristik abu vulkanik yang teramati pada cuaca memiliki nilai reflektifitas antara-20 dBz hingga 20 dBz (Selex, 2013). Sebaran abu vulkanik juga meluas pada 21.50 UTC seperti pada Gambar 2. Fase erupsi dengan kondisi cuaca yang cerah tersebut menjadi dasar dalam data masukan model PUFF. Tabel 1. Klasifikasi Nilai Reflektifitas Abu Vulkanik Fine Ash, Tumbling -12.7484 dBZ Fine Ash, Oblate -12.0257 dBZ Fine Ash, Prolate -13.1592 dBZ Coarse Ash, Tumbling 17.1295 dBZ Coarse Ash, Oblate 17.8018 dBZ CoarseAsh,Prolate 16.8287dBZ

(A) (B) Gambar 2. Nilai reflektifitas citra radar (A) produk CMAX, (B) produk VCUT Ketinggian abu vulkanik pada tanggal 27 November 2017 pukul 23.50 UTC berdasarkan VONA Magma Indonesia merupakan waktu erupsi dengan ketinggian plume tertinggi, dimana ketinggian abu vulkanik berdasarkan produk VCUT citra radar mencapai 8,5 km. Hal ini seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Informasi Ketinggian Plume dari Citra Radar

175 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Tanggal Waktu letusan Laporan dirilis (VONA) Ketinggian plume (Radar) 25/11/2017 09.20 UTC 10.08 UTC 15.226 ft

25/11/2017 21.45 UTC 21.50 UTC 25.920 ft

27/11/2017 23.10 UTC 23.16 UTC 28.044 ft

3.2 Informasi Ketinggian plume VONA dan Citra Radar Berdasarkan data VONA yang dikeluarkan pada tanggal 25 November 2017 jam 10.08 UTC bahwa teramati telah terjadi letusan pada jam 09.20 UTC dengan ketinggian debu vulkanik 4.642 m. Pada tanggal yang sama dikeluarkan laporan jam 21.50 UTC bahwa teramati telah tejadi letusan pada jam 21.45 UTC dengan ketinggian debu vulkanik 6.142 m. Pada tanggal 27 November 2017 dikeluarkan laporan pada jam 23.16 UTC bahwa teramati telah terjadi letusan pada jam 23.10 UTC dengan ketinggian debu vulkanik 7.142 m. Sedangkan pada tanggal 28 November 2018 dikeluarkan laporan pada jam 23.49 UTC bahwa telah terjadi letusan jam 22.45 UTC dengan ketinggian debu vulkanik 5.142 m. Tabel 3. Informasi Ketinggian Plume dari VONA Tanggal Waktu letusan Laporan dirilis (VONA) Ketinggian plume (Visual)

25/11/2017 09.20 UTC 10.08 UTC 14.854 ft

25/11/2017 21.45 UTC 21.50 UTC 19.654 ft

27/11/2017 23.10 UTC 23.16 UTC 22.854 ft

3.3 Hasil Keluaran Model PUFF Sejak terbentuknya tropical depression di Laut Jawa pada tanggal 24 November 2017 sampai masa disipasi Siklon Tropis Cempaka, menurut informasi dari PVMBG Gunung Agung mengalami tiga kali erupsi yaitu sebanyak 2 kali pada tanggal 25, 26 dan 28 November 2017 waktu setempat. Gambar 3 mengilustrasikan hasil dari model PUFF untuk dispersi plume 5, 9 dan 12 jam setelah erupsi yang terjadi pada pukul 09.20 UTC atau 16.20 waktu lokal pada tanggal 25 November 2017. Gambar 3 menunjukkan prediksi sebaran plume sebelum letusan kedua terjadi pada hari yang sama pada jam 21.45 UTC. Gambar 3 merupakan hasil dari model PUFF dengan inputan data pengamatan visual dan Gambar 4 merupakan hasil model PUFF dengan inputan data radar cuaca. Warna partikel mengindikasikan perbedaan ketinggian plumeyang dinyatakan dalam satuan feet (kaki). Lima jam setelah erupsi terlihat bahwa sebaran plumemengarah ke arah tenggara. Sementara untuk lapisan di atas 20000 ft terlihat ada pergerakan angin baratan yang kuat sehingga plume bergerak sedikit ke timur. Pada gambar dengan inputan data radar cuaca terdapat partikel pada ketinggian lapisan 20000-30000 ft sementara pada gambar dengan inputan data visual hanya mencapai ketinggian 10000-20000 ft. Hasil ketinggian plume dengan inputan data radar memiliki elevasi lebih tinggi daripada hasil inputan data visual, terlihat pada Gambar 5 terdapat plume dengan ketinggian lebih dari 20000 ft. Untuk plume pada lapisan 0-10000 ft terlihat bergerak ke arah utara dan selatan.

176 Identifikasi Pengaruh Fenomena Siklon Tropis Cempaka Terhadap Sebaran Abu Vulkanik Gunung Agung menggunakan Model PUFF dengan Inputan Data Radar dan Data Visual (Al Habib, A.H., dkk)

Gambar 3. Sebaran Debu Vulkanik Model PUFF dengan Inputan Data Visual Pada 5, 9, dan 12 Jam Pertama Setelah Erupsi pada Tanggal 25 November 2017 Jam 9.20 UTC

Gambar 4. Sebaran Debu Vulkanik Model PUFF dengan Inputan Data Radar Cuaca Pada 5, 9, dan 12 Jam Pertama Setelah Erupsi pada Tanggal 25 November 2017 Jam 09.20 UTC

Gambar 5 mengilustrasikan hasil dari model PUFF dengan inputan data pengamatan visual untuk dispersi plume 3, 6 dan 12 jam pasca erupsi Gunung Agung yang terjadi pada pukul 21.45 UTC 25 November 2017 atau 04.45 waktu lokal pada tanggal 26 November 2017. Pada tiga jam pertama terlihat abu vulkanik bergerak ke arah tenggara, hasil output model dengan inputan data radar menunjukkan sebaran plume pada ketinggian lebih dari 20000 ft lebih luas daripada output model dengan inputan data visual. Prediksi sebaran plume pada 6 jam setelah erupsi menunjukkan plume masih bergerak ke arah tenggara, hasil output model ini sangat mirip antara inputan data visual dan radar data cuaca. Prediksi sebaran abu vulkanik 12 jam setelah erupsi menunjukkan plume pada lapisan di atas 10000 ft cenderung bergerak ke timur. Hal ini mengindikasikan adanya angin baratan yang cukup kuat pada ketinggian di atas 20000 ft sehingga pada lapisan ini plume bergerak ke arah timur. Ketinggian plume dengan inputan data radar (Gambar 6) lebih tinggi daripada hasil inputan data visual, luasan plume dengan ketinggian di atas 20000 ft lebih luas pada inputan data radar daripada data visual. Untuk plume pada lapisan 0-10000 ft terlihat masih bergerak ke arah utara dan selatan. Berdasarkan VONA ketinggian plume teramati secara visual mencapai ketinggian 6142 m di atas permukaan laut, sementara berdasarkan pengamatan menggunakan Radar cuaca tercatat ketinggian plume mencapai ketinggian 7900 m. Berdasarkan informasi NOTAM pada tanggal 26 November 2017 pukul 17.15 WITA plume bergerak menuju ke wilayah Lombok dan Bandara Internasional Lombok ditutup untuk sementara waktu.

177 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Gambar 5. Sebaran Debu Vulkanik Model PUFF dengan Inputan Data Visual pada 3, 6, dan 12 Jam Setelah Erupsi pada Tanggal 25 November 2017 Jam 21.45 UTC

Gambar 6. Sebaran Debu Vulkanik Model PUFF dengan Inputan Data Radar Cuaca pada 3, 6, dan 12 jam Setelah Erupsi pada Tanggal 25 November 2017 Jam 21.45 UTC

Gambar 7 mengilustrasikan hasil dari model PUFF untuk dispersi plume 3, 6 dan 12 jam setelah erupsi yang terjadi pada pukul 23.10 UTC 27 November 2017 atau 06.10 waktu lokal pada tanggal 28 November 2017. Erupsi Gunung Agung pada tanggal 28 November 2017 ini terjadi bersamaan dengan Siklon Tropis Cempaka di Selatan Pulau Jawa. Dampak siklon yang ditimbulkan kemungkinan besar mempengaruhi arah dan kecepatan angin di berbagai lapisan yang dapat mempengaruhi dispersi plume. Menurut data VONA ketinggian kolom abu vulkanink pada saat itu adalah 7142 m, sementara berdasarkan hasil pegolahan data radar oleh penulis didapatkan tinggi sebaran debu vulkanik pada saat ini mencapai 8500 m. Pada tiga jam pertama terlihat abu vulkanik bergerak ke arah barat daya, hasil output model dengan inputan data radar menunjukkan sebaran plume pada ketinggian lebih dari 20000 ft lebih luas daripada output model dengan inputan data visual. Pada hasil data Prediksi sebaran plume pada 6 jam setelah erupsi menunjukkan plume masih bergerak ke barat daya, namun terlihat pada hasil dari inputan data radar (Gambar 8) menunjukkan ketinggian plume mencapai ketinggian lebih dari 30000 ft yang ditunjukkan oleh titik-titik berwarna kuning yang bergerak ke arah selatan. Terdapat perubahan arah angin yang signifikan jika dibandingkan dengan 2 hari sebelumnya. Secara umum, berdasarkan Gambar 7 dan Gambar 8 terlihat plume mengalami perubahan arah menuju arah barat daya. Perubahan arah ini telah mempengaruhi aktivitas penerbangan khususnya di wilayah Bali. Hal ini diketahui dari informasi NOTAM Bandara Ngurah Rai Bali yang menyatakan close aerodrome akibat abu vulkanik Gunung Agung. Hal ini sesuai dengan model PUFF yang menyatakan pergerakan abu vulkanik menuju arah bandara yang menutupi Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali. Mulai terbentuknya Siklon Tropis Cempaka menyebabkan perubahan arah angin yang awalnya berhembus dari arah barat berganti arah dari arah timur.

178 Identifikasi Pengaruh Fenomena Siklon Tropis Cempaka Terhadap Sebaran Abu Vulkanik Gunung Agung menggunakan Model PUFF dengan Inputan Data Radar dan Data Visual (Al Habib, A.H., dkk)

Gambar 7. Sebaran Debu Vulkanik Model PUFF dengan Inputan Data Visual pada 3, 6, dan 12 Jam Setelah Erupsi pada Tanggal 27 November 2017 Jam 23.10 UTC

Gambar 8. Sebaran Debu Vulkanik Model PUFF dengan Inputan Data Data Radar pada 3, 6, dan 12 Jam Setelah Erupsi pada Tanggal 27 November 2017 Jam 23.10 UTC

Gambar 9 menggambarkan perspektif 3D dari sebaran abu vulkanik dari gunung Agung pada pukul 12:10 UTC pada tanggal 28 November 2017. Warna-warna partikel menunjukkan ketinggian plume yang berbeda, dan proyeksi ke tanah ditandai dengan titik-titik hitam. Gambar ini lebih informatif untuk menggambarkan sebaran abu vulkanik per lapisan dan melihat dari sudut yang berbeda. Tiga belas jam pasca erupsi terlihat sebagian besar abu vulkanik bergerak menuju arah barat daya. Puncak plume pada hasil gambar 11 (kanan) terlihat plume mencapai ketinggian lebih dari 20000 ft, angin timuran yang kuat mendorong plume ke arah barat dan tenggara.

179 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Gambar 9. Perspektif 3D Sebaran Abu Vulkanik dari Gunung Agung Pukul 12:10 UTC pada Tanggal 28 November 2017 untuk Prediksi 13 Jam Pasca Erupsi. Model Ini Hasil Inputan Data Visual (Kiri) dan Data Radar Cuaca (Kanan)

Gambar 10 menggambarkan penampang lintang zonal-ketinggian (X-Z) dan meridional-ketinggian (Y-Z) untuk setiap jam mulai dari awal letusan. Plume untuk jam pertama berbentuk kolom vertikal. Hasil dari bagian X-Z menunjukkan pergerakan abu udara ke arah barat yang disebabkan oleh angin di ketinggian. Ketinggian plume berangsur-angsur berkurang seiring dengan waktu, dan area konsentrasi pada plume miring ke barat seiring naiknya ketinggian. Hasil dari penampang Y-Z menunjukkan bahwa plume tingkat atas, menengah, dan rendah bergerak ke selatan. Jelas bahwa plume dari awal letusan tertarik meuju arah ke barat daya pada semua lapisan ketinggian karena pengaruh sikon Tropis cempaka yang sangat kuat.

Gambar 10. Penyebaran plume dalam penampang zonal-ketinggian (X-Z) dan meridional-ketinggian (Y-Z) untuk setiap jam sejak permulaan letusan pada 23:10 UTC pada tanggal 27 November 2017 dengan inputan data radar

180 Identifikasi Pengaruh Fenomena Siklon Tropis Cempaka Terhadap Sebaran Abu Vulkanik Gunung Agung menggunakan Model PUFF dengan Inputan Data Radar dan Data Visual (Al Habib, A.H., dkk) 4. Analisis Spasial Sebaran Abu Vulkanik dengan Metode RGB Citra Stelit

(A) (B) (C) (D)

Gambar 11. Sebaran Abu Vulkanik Berdasaarkan Citra Satelit RGB, a. 25/11/2017 23.40 UTC, b. 26/11/2017 19.40 UTC, c. 27/11/2017 20.50 UTC, d. 28/11/2017 15.00 UTC, e. 29/11/2017/19.40 UTC

Berdasarkan verifikasi sebaran abu vulkanik dengan metode RGB citra satelit. Menunjukkan bahwa arah pergerakan sebaran abu vulkanik dengan model PUFF dengan inputan data radar lebih mendekati identik daripada inputan data visaual. Untuk mewakili kondisi sebelum, saat dan setelah dipengaruhi Siklon Tropis Cempaka berturut-turut digunakan citra satelit sebagai berikut: 1. Gambar 11a dan 11b menunjukkan sebaran abu vulkanik pada 25 November 2017 23.40 UTC sampai 26 November 2017 19.40 UTC menuju ke arah timur hingga tenggara. 2. Gambar 11c dan 11d pada tanggal 27 November 2017 20.50 UTC sampai 28 November 2017 15.00 UTC saat sudah terbentuk Siklon Tropis Cempaka, sebaran abu vulkanik terlihat berubah menjadi ke arah barat daya.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian identifikasi pengaruh siklon tropis Cempaka terhadap sebaran abu vulkanik menggunakan model PUFF dengan inputan data radar dan data visual, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Siklon tropis Cempaka pada fase Tropical Storm (27 – 29 November 2017) mempengaruhi arah dan kecepatan angin di wilayah gunung Agung, sehingga mengakibatkan arah sebaran abu vulkanik tertarik ke barat daya. 2. Hasil verifikasi citra satelit, arah pergerakan sebaran abu vulkanik dengan inputan data radar lebih mendekati identic daripada inputan data visual. 3. Sebaran abu vulkanik tiap angin lapisan pada model PUFF dengan inputan data radar cenderung lebih heterogen daripada inputan data visual. 4. Ketinggian plume berdasarkan produk VCUT citra radar lebih akurat daripada data visual dari VONA sebab dapat menangkap objek dengan ukuran kecil. 5. Data sebaran abu vulkanik dengan model PUFF dapat digunakan dalam penyampaian informasi kepada pilot sebab datanya lebih detail dan dapat memprediksi hingga 24 jam sesudah erupsi.

6. UCAPAN TERIMA KASIH Kami ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan penulis yang telah memberikan sumbangsih pemikiran serta tenaga dalam menyelesaikan penelitian ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Imma Redha Nugraheni sebagai pembimbing dalam penelitian ini. Terima kasih kepada Stasiun Meteorologi Klas I Lombok sebagai penyedia data penelitian.

181 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

7. DAFTAR PUSTAKA

Casadevall T. J. (1993). Volcanic Hazards and Aviation Safety: Lessons of The Past Decade. FAA Aviation Safety Journal, 2(3):1–11. Kelleher, P., 2010. Volcanic Ash International Teleconference. UK Civil Aviation Authority Kharisma, S., 2017. Identifikasi Karakteristik Sebaran Debu Vulkanik Menggunakan Model PUFF dengan Inputan Pengamatan Citra Radar Gematronik (Studi Kasus Erupsi Gunung Rinjani 1 Agustus 2016). Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017. STMKG. Jakarta. Marzano, F.S., Barbieri, S., Ferrauto, G., dan Rose, W.I. (2006). Can We Use Weather Radar to Retrieve Volcanic Ash Eruption Clouds? A Model and Experimental Analysis, 4th European Radar Conference, Barcelona. Marzano, F.S, Picciotti, E., Montopoli, M., dan Vulpiani, G. (2013). Inside Volcanic Clouds, Remote Sensing of Ash Plumes Using Microwave Weather Radars, Bull. Amer. Meteor. Soc., No. 10, Vol. 94, p.1567-1586. Peterson, R. dan Dean, K., 2003. Sensitivity of PUFF: A Volcanic Ash Particle Tracking Model. Technical report, Geophysical Institute, University of Alaska Fairbanks. Searcy C., Dean K., dan Stringer W., 1998. Puff: A High-Resolution Volcanic Ash Tracking Model. Journal of Volcanology and Geothermal Research. 80(1–2):1 – 16. Selex. 2013. Software Manual Rainbow 5 Product & Algorithms, Selex ES GmbH, Germany. Tanaka, H.L., Iguchi, M., dan Nakada, S., 2014. Numerical Simulations of Volcanic Ash Plume Dispersal from Kelud Volcano in Indonesia on February 13, 2014. Center for Computational Sciences, University of Tsukuba, Japan. Wardoyo, E., 2015. The Capabilitiy of Single Polarization C-Band Radar to Detect Volcanic Ash (Some cases of Volcanic Eruption in Indonesia). 37th Conference on Radar Meteorology, Oklahoma. Webley P. dan Mastin L., (2009). Improved Prediction and Tracking of Volcanic Ash Clouds. Journal of Volcanology and Geothermal Research, 186(1–2):1 – 16.

182