Ayat-Ayat Sajadah Dalam Al-Qur'an Perspektif
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
AYAT-AYAT SAJADAH DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF FENOMENOLOGI Moh Jazuli Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep [email protected] Abstrak Ayat-ayat sajadah merupakan ayat-ayat yang apabila membaca atau mendengarnya disunnahkan untuk melakukan sujud tilawah. Cara memperlakukan ayat ini berbeda dengan ayat-ayat yang bukan ayat sajadah. ayat ini merupakan ayat yang diperlakukan istimewa oleh umat islam. Jika pada ayat yang lain mereka hanya disunnahkan untuk mengucapakan kalimat tertentu, semisal kata amîn ketika membaca akhir surat al-Fatihah, tapi pada ayat ini umat islam disunnahkan untuk melakukan sujud tilawah. Kata yang digunakan dalam ayat sajadah ini (yang menyebabkan ayat tersebut tergolong dalam ayat-ayat sajadah) berbeda-beda. Ada kata yang menggunakan redaksi berita (khabari) dan yang ada menggunakan redaksi perintah (insya’i yang amar). Meskipun redaksi yang digunakan dalam ayat sajadah ini berbeda-beda, namun kesunnahan untuk melakukan sujud bagi yang membaca dan mendengar ayat ini tidak hilang karena perbedaan redaksi. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa fenomena yang terdapat dalam ayat-ayat sajadah ini adalah berbeda-bedanya redaksi yang digunakan dalam ayat ini. Perbedaan tersebut tidak dapat menghilangkan eksistensi ayat sajadah tersebut. Bahkan, perintah yang menggunakan redaksi khabari lebih tegas perintahnya dari pada redaksi yang menggunakan amar. Kata Kunci: Ayat-Ayat Sajadah, al-Qur’an, dan Fenomenologi Pendahuluan Turunnya al-Qur’an merupakan salah satu peristiwa besar yang terjadi dalam sejarah umat Islam. al-Qur’an yang merupakan kitab suci bagi umat Islam ini diturunkan kepada seorang utusan yang al- amîn untuk disampaikan kepada umatnya sebagai pegangan hidup. Kitab suci ini menyebut dirinya sebagai hudan (petunjuk) bagi Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |171 manusia. Kandungan yang terdapat didalamnya dapat menyelamatkan manusia dari kesesatan dan menunjukkannya pada jalan yang lurus. Isi dari kitab al-Qur’an ini mencakup pada setiap lini kehidupan manusia, mulai dari kehidupan manusia yang pertama hingga berakhirnya kehidupan dunia. Bahkan kehidupan setelah kehidupan dunia ini juga tercakup didalamnya sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa kitab ini sholih li kulli zaman wa makan. Pada dasarnya al-Qur’an turun sebagai wahyu untuk menyampaikan pesan-pesan Allah kepada makhluk-Nya melalui lisan Nabi Muhammad SAW. al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Proses turun secara berangsur- angsur ini dimaksudkan agar manusia dengan mudah menghafal dan dapat mengaplilkasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat mengaplikasikan isi al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, maka manusia khususnya umat Islam di tuntut untuk melakukan interaksi dengan kitab yang telah menjadi pegangan hidup umat Islam ini. Dengan demikian manusia mampu menangkap pesan yang terkandung didalamnya, sehingga pesan-pesan itu dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Berinteraksi dengan al-Qur’an, mulai dari proses membaca, memahami hingga mengaplikasikan dalam kehidupan nyata tidak akan pernah berhenti dalam denyut nadi umat Islam. Usaha-usaha tersebut selalu muncul kepermukaan selaras dengan kebutuhan dan tantangan yang mereka hadapi, hal ini disebabkan al-Qur’an merupakan kitab suci yang selalu relevan bagi mereka sepanjang masa. Relevansi kitab suci ini terlihat pada petunjuk-petunjuk 172|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195 (guidance) yang diberikannya kepada mereka dalam seluruh aspek dan sendi-sendi kehidupan.1 Salah satu bentuk interaksi dengan al-Qur’an adalah melakukan aktifitas tertentu sesuai dengan bacaan. Dalam suatu riwayat, Rasulullah memerintahkan untuk membaca ‚amîn‛ apabila bertemu dengan ayat yang berbunyi ‚waladh-dhoollîn‛.2 Ada beberapa ayat yang juga disunnahkan untuk dijawab manakala menjumpainya, misalnya terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 286 اهيي sunnah dijawab dengan فاًصرى على القوم الكافريي ,yang berbunyi dan masih banyak lagi ayat-ayat yang sunnah ,برحوتكيا ارحن الرحويي dijawab ketika membaca atau mendengarnya.3 Selain itu, Rasulullah juga memberi contoh dengan bersujud ketika mendengar atau membaca ayat-ayat tertentu, yaitu yang disebut dengan ayat-ayat sajadah. Ayat sajadah merupakan beberapa ayat dalam al-Qur’an yang apabila dibaca atau didengarnya disunnahkan untuk melakukan sujud tilawah bagi orang yang membaca atau mendengarnya. Dibanding ayat-ayat al-Qur’an lainnya, ayat-ayat sajadah termasuk ayat-ayat yang unik dan istimewa. Cara memperlakukannya berbeda dengan ayat yang lainnya, jika pada ayat-ayat tertentu cara memperlakukannya dengan mengucapkan bacaan tertentu, seperti membaca ‚Amîn‛ ketika sampai pada ayat yang berbunyi ‚waladh- dhôllîn‛, maka pada ayat-ayat sajadah ini diperlakukan dengan cara 1 Fathurrosyid, Kisah Nabi Sulaiman AS dan Ratu Balqis dalam Al-Qur’an (Kajian Structuralisme-Semiotik). Tesis. Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya 2011), 1. 2 Abi Zakaria Yahya Bin Syarifuddin An-Nawawi Asy-Syafi’i, At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an, (Surabaya: Alhidayah, tt), 106. 3 Waqid Yusuf, dkk. SKIA (Syarat-Syarat Kecakapan Ibadah Amaliyah) (Sumenep: Pondok Pesantren Annuqayah, 2010), 185. Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |173 bersujud yang kemudian sujud itu disebut dengan sujud tilawah (sujud karena bacaan). Bahkan, dalam keadaan sholatpun sujud ini tetap dianjurkan untuk dilakukan ketika musholli (orang yang sholat) membaca atau mendengar bacaan ayat-ayat sajadah dari imamnya jika dia melakukan sholat secara berjama’ah. Sujud tilawah merupakan sujud yang dilakukan karena membaca atau mendengar bacaan ayat-ayat sajadah. Menurut Ahmad Mujab al-Mahalli, sujud tilawah adalah sujud karena bacaan. Maksudnya, bagi orang yang membaca ayat-ayat sajadah disunnahkan untuk melakukan sujud, demikian pula bagi orang yang mendengarnya.4 Secara umum, sujud tilawah merupakan sujud yang dilakukan oleh seseorang ketika membaca atau mendengar orang lain membaca ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an baik ketika melakukan sholat maupun diluar shalat.5 Ayat sajadah hanya terdapat dalam 15 ayat dalam al-Qur’an. Namun, jumlah ini masih diperselisihkan dikalangan para ulama’. Biasanya, dalam al-Qur’an yang ada sekarang terdapat tanda kubah atau simbol tertentu yang menjadi penanda ayat sajadah. Bagi orang- orang yang tidak mengetahui letak ayat sajadah, simbol-simbol ini sangat membantu untuk mengetahi dimana ayat sajadah tersebut berada. Dalam 15 ayat tersebut, kata-kata (lafadz) yang menyebabkan ayat tersebut disebut dengan ayat sajadah dan mengharuskan untuk melakukan sujud tilawah tidak semua menggunakan kata imperatife (kata yang bermakna perintah). 4 Ahmad Mujab Mahalli, Hadits-hadits ahkam Riwayat As-Syafi’ie (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 305. 5 Fathurrosyid, Kisah Nabi Sulaiman AS dan Ratu Balqis dalam Al-qur’an, 4. 174|JPIK Vol. 3 No. 1, Maret 2020: 170-195 Bentuk interaksi umat Islam terhadap ayat-ayat sajadah yang memiliki redaksi yang berbeda (perintah dan bukan perintah untuk bersujud) merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Bagi ayat sajadah yang redaksinya bermakna perintah untuk bersujud, kemudian orang yang membaca dan mendengar ayat tersebut melakukan sujud tilawah, mungkin hal itu wajar dan memang seharusnya dilakukan berdasarkan perintah dari ayat tersebut, namun dalam kebanyakan ayat sajadah yang redaksinya bukan perintah, juga diperlakukan sama oleh umat Islam. Kitab-kitab tafsir yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah kitab tafsir klasik. Kitab-kitab tafsir klasik ini dipilih karena perlakuan istimewa terhadap ayat-ayat sajadah ini sudah diajarkan sejak masa nabi, sehingga ulama’-ulama’ klasik ini lebih awal mengetahui segala aspek yang berkenaan dengan ayat-ayat sajadah dari pada ulama’ kontemporer yang hanya merujuk pada kitab-kitab tafsir klasik. Dalam hal ini, penulis mencukupkan dengan mengkaji dua kitab tafsir, yakni tafsir al-Qur’ân al-Adzîm karya Ibn Katsir dan al-Durru al-Mantsûr fî al-Tafsir bi al-Ma’tsûr karya Jalaluddin as- Suyuti. kedua kitab tersebut merupakan kitab tafsir klasik yang sama-sama menggunakan metode penafsiran tahlili. Alasan penulis memilih dua kitab tersebut, selain karena kitab-kitab tersebut sudah sering dijadikan sebagai sumber rujukan oleh kebanyakan orang, kitab-kitab tersebut juga menjelaskan secara mendetail setiap ayat yang ditafsirkannya, mulai dari makna mufradat, susunan kalimat hingga tafsir ayat. Penelitian ini hendak mengungkap dua persoalan penting. Pertama, bagaimana fenomena ayat-ayat sajadah dalam al-Qur’an? Moh Jazuli, Ayat-Ayat Sajadah dalam Al-Qur’an |175 Kedua, mengapa ada perbedaan dan persamaan dalam lafadz ayat- ayat sajadah dalam al-Qur’an? Untuk menjawab dua persoalan ini, penulis menggunakan pendekatan filosofis dan fenomenologis. Pendekatan filosofis merupakan pendekatan yang menjelaskan objek yang diteliti secara mendalam. Dalam penelitian ini, pendekatan ini digunakan untuk menjelaskan ayat-ayat sajadah dalam al-Qur’an dengan sejelas-jelasnya. Pendekatan fenomenologi digunakan untuk menganalisis fenomena-fenomena yang berkenaan dengan ayat-ayat sajadah dalam al-Qur’an. Studi yang berkaiatan dengan tema sujud tilawah sudah banyak dilakukan oleh para akademisi. Namun demikian, studi tersebut banyak mengarah pada persoalan yang bersifat normatif yaitu kajian fiqih, seperti Fiqhi Sunnah6 dan Fiqhi Shalat, Panduan Lengkap Shalat Seperti Nabi7 karya Sayyid Sabiq, Fikih Keseharian Gus Muskarya KH.A. Musthafa Bisri8 dan Hadits-Hadits Ahkam Riwayat Asy-Syafi’i karya Ahmad Mudjab Mahalli.9 Dalam buku-buku tersebut terdapat