Lensa Budaya, Vol. 12, No. 2, Oktober 2017. 9 - 14 Lensa Budaya: JournalEdisi ofKhusus Cultural Persembahan Sciences, 12(2), Untuk Okt Edward 2017 L Poelinggomang ISSN: 0126 - 351X

LAUT YANG MENYATUKAN: MENGUNGKAP RUANG-JEJARING LAUT MALUKU

Alex John Ulaen Universitas Sam Ratulangi, Manado

Abstrak

Transportasi laut berperan dalam menyatukan pesisir yang satu dengan pesisir yang lain dan me- mungkinkan adanya gerak perpindahan penduduk. Kehadiran berbagai kelompok komunitas baik Nusantara maupun mancanegara di kota-kota pelabuhan di Sulawesi dan Maluku yang terjadi se- jak lima abad yang lalu, membenarkan pernyataan Lombard bahwa “...Laut yang tampaknya memisahkan, sebenarnya juga mempersatukan”. Jika warga dari berbagai komunitas etnis Nusan- tara hidup bertetangga di kota-kota pelabuhan atau telah kawin-mawin di tempatnya yang baru dengan penduduk setempat, dipandang sebagai salah satu penanda bahwa tindakan mereka telah mengintegrasikan dirinya dalam komunitas yang ada, maka pertanyaannya adalah: bukankah ini juga merupakan pertanda awal dari sebuah proses integrasi yang lebih luas, yakni dalam ke- hidupan berbangsa-bernegara? Jika para pelaut peniaga membentuk jaringan komunikasi karena saling membutuhkan, menyatu dalam organisasi seperti Roepelin karena kesamaan profesi serta kepentingan, bukankah hal itu dapat pula dipandang sebagai akar-akar dari proses integrasi bangsa? Adanya jaringan pelayaran antar pulau tidak sekedar memfasilitasi gerak perpindahan orang, tetapi mendekatkan mereka satu dengan yang lainnya di tempat yang baru, memungkinkan setiap warga masuk dan menyatu dengan komunitas yang didatanginya.

Kata kunci: transportasi laut, integrasi negara-bangsa,

Abstract

Maritime transportation has the role of unifying one coast with another and allowing population mobility. The existence of various communities from Nusantara or overseas in coastal cities in Su- lawesi and Maluku since five centuries ago confirms what Lombard wrote, “...Sea seems to to separate but alsu unify.” If members of various ethnic communities from Nusantara live side by side in coastal cities or have married each other in their new places with local population can be seen as a sign that they have integrated themselves to the existing communities, the question is: is this not an early sign of wider integration process, namely in nation-state? If sailors-traders formed a communication networks because they needed each other organized themselves in organizations such as the Ropelin because of being in similiar profession and mutual needs, is that not the roots of national integration? The existence of of inter-island shipping does not only to facilitate popula- tion mobility but to bring closer one with another in new places, allowing new member to enter and to integrate with the existing community.

Keywords: martime transportation, nations-state integration, Indonesia

Author correspondence Email: Available online at http://journal.unhas.ac.id/index.php/jlb Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

PENDAHULUAN gambar-kasar dari realita-kesejarahan Denys Lombard, seorang sejarawan yang begitu kaya dari sebuah kawasan dalam NUSA JAWA: SILANG BUDAYA (laut) yang – dari masa ke masa – menyatakan: menghadirkan beragam kisah dan pen- “...Laut yang tampaknya memisahkan, galaman kesejarahan anak manusia dan sebenarnya juga mempersatukan. Hubun- tak mungkin disarikan hanya dalam be- gan ekonomi dan kebudayaan lebih sering berapa halaman. Apabila, ada banyak hal terjalin di antara pantai yang satu dan yang tercecer dan tak sempat tergoreskan pantai yang lain daripada di antara suatu dalam “sketsa” ini, hal itu kiranya dapat- daerah dan daerah lain di pulau yang lah dimaklumi. sama” (Denys Lombard, 1996: 14). Lebih lanjut, ia memaparkan MENELUSURI “RUANG-JEJARING” adanya enam kawasan laut yang menyatu- SULAWESI-MALUKU kan sejumlah pulau di Nusantara. Mulai Dari “ingatan-bersama” (collective memory) dari arah barat Nusantara, yakni (1) Ka- yang diwariskan secara temurun maupun wasan Selat Malaka yang menyatukan rekaman para pemerhati, penyiar agama, pulau Sumatera bagian utara dan pesisir pelaut-pengembara, pejabat kolonial dan timur dengan semenanjung Malaka, kepu- ilmuan, akan terbaca-jelas betapa dari lauan Riau hingga Sambas dan Pontianak masa ke masa, kawasan Laut Maluku – di pesisir barat Kalimantan; (2) Kawasan yang menghubungkan pesisir timur pulau Selat Sunda yang menyatukan ujung sela- Sulawesi dengan kepulauan Maluku – tan pulau Sumatera dengan pesisir barat diramaikan oleh jaringan pelayaran yang dan utara Jawa Barat; (3) Kawasan Laut ditandai oleh ciri-ciri tertentu disetiap pe- Jawa yang menghubungkan pesisir utara riode. Ciri-cirinya terlihat baik pada alat Jawa dan pulau Madura dengan pesisir transportasi yang digunakan, waktu-waktu selatan Kalimantan; (4) Kawasan Laut berlayar, dan sifat pelayaran itu sendiri. sekeliling pulau Bali yang menghubung- G.E.P. Collins setidaknya merekam kan pesisir timur pulau Jawa dengan pu- karakteristik alam dalam judul bukunya lau Bali dan pulau Lombok; (5) Kawasan East Monsoon (Collins, 1937) yang mengi- Laut Makassar yang menghubungkan pu- sahkan itinerer perahu layar Mula Mulai lau-pulau Sumbawa dan Flores di selatan milik pak Haji Badong. Memang, seperti dengan pesisir Sulawesi Selatan dan Su- halnya dengan kawasan lainnya di linta- lawesi Tenggara hingga Samarinda dan san katulistiwa, iklim di (laut) Maluku pesisir timur pulau Kalimantan; dan (6) dikenal dengan sebutan “iklim mu- Kawasan Laut Maluku dan Laut Sulawesi son” (“Iklim yang ditandai oleh per- yang menghubungkan kepulauan Maluku, gantian arah angin dan musim hujan atau pesisir timur pulau Sulawesi hingga kepu- kemarau selang lebih kurang enam bulan, lauan Sulu dan pesisir selatan Mindanao mengikuti posisi matahari pada bulan Juni (Denys Lombard, 1996: 14-17). dan Desember, terdapat di daerah tropis Catatan ini – seperti yang diminta dan subtropis yang diapit oleh benua dan oleh panitia – berusaha memaparkan jar- samudera” KBBI, 1989:591 (lema ingan pelayaran Sulawesi dan Maluku “monsun”)). Peralihan dari muson basah dan dampaknya bagi jalinan hubungan (Oktober – April) ke muson kering (Juni) antar pulau tersebut (dalam mempertang- dengan hembusan angin baratlaut diman- guh integrasi bangsa) (lihat Kerangka faatkan oleh para pelaut berlayar dari sisi Acuan Kegiatan halaman 3). Sebagai pen- barat ke timur kawasan ini (Laut Maluku). gantar dialog (interaktif) kesejarahan, Sebaliknya, peralihan dari muson kering catatan ini sekedar sebuah sketsa atau ke muson basah dengan hembusan angin

102 Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017 tenggara kemudian timur laut merupakan THE DESIGN OF PLANKED BOATS OF kesempatan bagi para pelaut berlayar dari THE MOLUCCAS. National Maritime sisi timur ke sisi barat kawasan Laut Museum Monograph No. 38, London, Maluku (lihat, selain buku teks geografi, 1978; dan THE OR PRAHU BOT. antara lain R.W.van Bemmelen, THE GE- National Maritime Museum Monograph OLOGY OF INDONESIA, 1970 dan A.J. No. 39, London, 1979). Kehadiran bangsa Whitten, et.al. EKOLOGI SULAWESI, asing turut menambah keanekaragaman 1987. Lihat juga Edward L. Poelinggo- alat transportasi laut, seperti terbaca mang, MAKASSAR ABAD XIX. KPG dalam berbagai tulisan, antara lain dalam 2002). Dan sangatlah ekspresif ketika Pa- artikelnya H.W. Dick, Prahu Shipping in ramita Abdurachman, seorang sejarawan Eastern Indonesia (Dick, 1975). senior spesialis Maluku dan Portugis di Meskipun artikel Dick ini memba- Indonesia dalam salah satu artikelnya has periode sebelum dan sesudah kemer- menggunakan judul: NEW WIND, NEW dekaan, dan kaya informasi tentang jarin- FACES, NEW FORCES (Abdurachman, gan pelayaran dan perniagaan di kawasan 2008), menggambarkan kehadiran setiap timur Indonesia, namun dapat pula dite- penguasa baru di “Kepulauan Raja- mukan keterangan tentang masa-masa raja” (“Kepulauan Raja-raja” (Jaza’irul sebelumnya. Keterangan tentang jaringan Muluk atau Jazirat-al-Muluk yang berarti pelayaran dari Sulawesi ke kawasan timur The Land of Many Kings). Lihat, C.J. Bohm diperkaya pula oleh karya Heather Suther- MSC & Frits Pangemanan, SEJARAH land, “Trepang and wangkang, the China GEREJA KATOLIK MALUKU UTARA trade of eighteenth-century Makassar c. 1720s – 1534 – 2009. Kanisius, 2010:9) ini berkore- 1840s (Sutherland, 2000: 73 – 94). lasi dengan iklim (dan perputaran angin). Berbeda dengan keterangan yang Ciri lainnya adalah alat transportasi terbaca dalam dua artikel di atas, karya yang digunakan. Pada periode-periode R.Z. Leirissa, lebih spesifik mengisahkan awal kedatangan bangsa barat di kawasan jaringan pelayaran dan perniagaan antar ini, Kora-kora – dalam berbagai ukuran pulau di Maluku (Leirissa, 1996: 41 – 56) merupakan alat transportasi utama yang maupun tentang perubahan pola-niaga- digunakan oleh para raja (kemudian Sul- bahari di Laut Seram (Leirissa, 1994: 99 – tan) di kawasan Laut Maluku. Kesaksian 114). Pada awal abad ke- 19, pihak Inggris dan berbagai deskripsi tentang alat trans- menjalin hubungan-niaga dengan Nuku portasi yang disebut Kora-kora ini terbaca dan adiknya Zainalabidin. Lebih lanjut, dalam banyak dokumen asing, antara lain Leirissa memaparkan kehadiran pelaut- yang diterjemahkan dan diedit oleh H.Th. peniaga Cina, Bugis-Makassar, Jawa dan Jacobs dari berbagai dokumen Spanyol Melayu di Ternate. Sehingga pihak pen- dan Portugis dan kemudian diterbitkan guasa kolonial harus mengangkat pejabat dengan judul, The Treatise on the Moluccas yang bergelar Kapitein der Chineezen untuk (Jacobs, 1975); dan karya (monumental) komunitas Cina, Kapitein der Makassaren Valentijn (Valentijn, 1924-6). Tentu saja, untuk komunitas Bugis-Makassar, dan selain Kora-kora, terdapat berbagai tipe Kapitein der Burgerij untuk komunitas alat transportasi laut (perahu), Orembai “Borgo” (Burgerij). Di kepulauan Seram, dan Jungku di pulau-pulau selatan & teng- terutama di pesisir utara pulau Seram dan gara Maluku; Giop di Halmahera; Padewa- pulau-pulau kecil sekitarnya, terjalin kang, di Sulawesi Selatan (Karya hubungan erat antara “penguasa negeri” yang menyajikan informasi lengkap ten- dengan para peniaga. Kekayaan para pen- tang tipe-tipe alat transportasi laut di ka- guasa negeri terukur dari kepemilikan wasan ini antara lain dari G.A. Horrigde, perahu. Dokumen sejarah merekam

113 Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017 bahwa pada tahun 1771, para penguasa lingua franca bagi para peniaga. Bahasa- negeri-negeri Kilbon, Kilawaru, Kiltai dan bahasa setempat juga mulai menyerap Kuaus beberapa kali mengirim ekspedisi kata-kata Melayu dalam percakapan se- ke Bali. Setiap pelayaran mereka men- hari harinya (lihat, James T. Collins, BA- girim tiga hingga empat buah Jungku be- HASA MELAYU BAHASA DUNIA. Sejarah serta muatannya. Keadaan seperti itu ber- Singkat. Yayasan Buku Obor, 2005, serta lanjut hingga dekade-dekade pertama sejumlah artikel dari penulis yang sama abad ke- 19. Karya Leirissa juga mencatat tentang Bahasa Melayu). Berbagai do- jumlah pemilikan perahu dagang berupa kumen dan catatan pada jamannya juga Jungku yang dimiliki oleh para penguasa ditulis dalam aksara Arab dan dikenal negeri di Seram timur dan berniaga den- dengan sebutan Arab-Melayu. Antara gan tujuan pulau Bali (Leirissa, 1996: 45- lain, “Naskah Ridjali” yang banyak 47). digunakan oleh François Valentijn (lihat Jaringan pelayaran dari satu tepian pula keterangan yang sama dari Willard ke tepian lain turut mempengaruhi A. Hanna & Des Alwi, TERNATE DAN perkembangan “kota-kota niaga” atau te- TIDORE, Masa Lalu Penuh Gejolak. patnya “kota-kota pelabuhan” (lihat Pustaka Sinar Harapan, 1996:3). “Ruang- antara lain karya Edward Polinggomang jejaring Melayu” ini tidak hanya sebatas MAKASSAR ABAD XIX. KPG 2002; Sulawesi dan Maluku atau seperti yang karya La Ode Rabani, KOTA-KOTA PAN- digambarkan oleh Lombard dalam peta- TAI DI SULAWESI TENGGARA. Penerbit ruang-laut La Mer de Molluque (Lombard, Ombak, 2010; dan karya R.Z. Leirissa, 1996: 17); tetapi jangkauannya hingga pe- “The Bugis-Makassarese in the port towns, sisir utara pulau Mindanao, dengan Ambon and Ternate through the nineteenth adanya “jaringan niaga Sulu – Butuan – century” dalam Roger Tol, Kees van Dijk Ternate” (Ulaen, 2010). “Ruang-jejaring & Greg Acciaioli (Eds.) AUTHORITY (niaga) Melayu” ini tampak dan AND ENTERPRISE AMONG THE PEO- dipertegas pula oleh jaringan pelayaran PLES OF SOUTH SULAWESI. KITLV peniaga-peniaga Tionghoa, sebagaimana Press, 2000: 241 – 255). Di berbagai kota dilaporkan oleh Ma Huan (lihat J.V.G. pelabuhan dapat ditemukan Mills (Ed./Transl.) YING-YAI SHENG- “perkampungan” dengan nama tempat- LAN (THE OVERALL SURVEY OF THE asal pemukim, semisal “kampung Makas- OCEAN’S SHORES) Cambrigde, Pub- sar”, “kampung Bugis”, dan sebagainya lished for the Hakluyt Society at the Uni- yang dapat ditemukan di kota Ternate versity Press. Dan karya lainnya dari pe- serta beberapa tempat lainnya. Begitu pula nulis yang sama, “Chinese Navigators in sebaliknya. Selain itu, dapat ditemukan Insulinde about A.D. 1500” ARCHIPEL, misalnya, Labuan Bajo di beberapa pulau No. 18, 1979). Baik para pelaut Cina, di kawasan timur Indonesia. Labuan maupun pelaut Eropa, ketika melayari Papua di pesisir utara pulau Seram. Dan kawasan ini (bagian timur Nusantara), masih ada nama-nama lainnya di sepan- menggunakan jasa pelaut Melayu sebagai jang pesisir yang mengindikasikan ke- pemandu (Penggunaan jasa pelaut Melayu hadiran warga komunitas luar yang per- sebagai pemandu juga dapat dibaca dalam nah menetap – dan menetap sementara laporan perjalanan ekspedisi Magellan maupun berkunjung – di tempat itu. yang ditulis oleh Antonio Pigaffeta). Aktivitas pelayaran dan perniagaan Kehadiran pelaut Eropa di kepu- ini kemudian menciptakan sebuah lauan Maluku menandi “Ruang-jejaring “Ruang-jejaring” yang ditandai dengan Niaga” yang ada dengan ciri kolonial, di- tradisi-Melayu. Bahasa Melayu menjadi mana setiap usaha niaga disertai pula den-

124 Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

gan upaya-upaya penaklukan. Salah satu dalam organisasi yang disebut Roekoen cirinya adalah penerapan surat izin berlayar Pelayaran Indonesia disingkat Roepelin. (zijlpas) oleh VOC terhadap perahu layar Organisasi mana setahun kemudian men- dan peniaga. Pada masa yang bersamaan, dapat subsidi dari pemerintah Hindia pelayaran niaga yang dilakoni oleh peni- Belanda (Dick, 1975:78). aga-peniaga Cina tetap berlanjut terutama Pada masa Pemerintahan Orde di bagian selatan kepulauan Maluku dan Baru, PT Pelni mulai memperluas jarin- berpusat di pelabuhan Makassar, terutama gan pelayarannya ke Sulawesi dan mengumpulkan hasil laut berupa teripang, Maluku. Meskipun belum sepenuhnya seperti yang dideskripsikan oleh Suther- menyamai jaringan pelayaran seperti yang land (Roger Tol, dkk., 2000: 73 – 94). dilayari oleh KPM, menghubungkan kota pelabuhan antar propinsi dan pulau di Su- “RUANG-JEJARING PELAYARAN lawesi dan Maluku. Selain itu, dengan NUSANTARA” perkembangan teknologi, hampir sebagian Pada awal abad ke- 19, (1827) pemerintah besar perahu layar menggunakan mesin. Hindia Belanda dengan Nederlandsch Han- Bahkan ada yang sama sekali mengguna- del-Maatschappij disingkat NHM mengusa- kan mesin dan tidak lagi mengandalkan hakan pelayaran dari Batavia – Makassar layar. Perahu-perahu motor inilah yang – Maluku. Kemudian disusul dengan ke- menghubungkan kota-kota kecamatan hadiran Stoompaketvaart atau pelayaran yang memiliki fasilitas pelabuhan yang Kapal api yang juga melayari jalur Bata- tersebar di pesisir Sulawesi dan Maluku. via – Semarang – Surabaya – Makassar – Ambon – Ternate – Kema – Menado CATATAN AKHIR setiap bulan. Menjelang akhir abad ke-19, Transportasi laut berperan dalam men- Pemerintah Hindia Belanda mengoperasi- yatukan pesisir yang satu dengan pesisir kan Perusahaan Pelayaran Kerajaan yang lain dan memungkinkan adanya (Koninklijk Paketvaart Maatschappij) dising- gerak perpindahan penduduk. Kehadiran kat KPM (lihat Poelinggomang, 2002:106 berbagai kelompok komunitas baik –124). Nusantara maupun mancanegara di kota- Kehadiran dan berjayanya perusa- kota pelabuhan di Sulawesi dan Maluku haan pelayaran ini tidak melumpuhkan yang terjadi sejak lima abad yang lalu, pelayaran rakyat baik yang beroperasi membenarkan pernyataan Lombard yang antar kota pelabuhan di Sulawesi dan dikutip pada awal catatan ini, bahwa Maluku. Pada paroh pertama abad ke- 20, “...Laut yang tampaknya memisahkan, perahu yang tercatat (teregistrasi) di Su- sebenarnya juga mempersatukan”. Jika lawesi sebanyak 1665 perahu pada tahun warga dari berbagai komunitas etnis 1935 dan 2168 perahu pada tahun 1956/7. Nusantara hidup bertetangga di kota-kota Di Maluku, tercatat sebanyak 345 perahu pelabuhan atau telah kawin-mawin di pada tahun 1935 dan 357 perahu pada tempatnya yang baru dengan penduduk tahun 1956/7 (Dick,1975:71). Tipe perahu setempat, dipandang sebagai salah satu yang teregistrasi ini antara lain pinisi, pa- penanda bahwa tindakan mereka telah duwakang, lambo, sedangkan jenis kora-kora mengintegrasikan dirinya dalam komuni- dari tahun ke tahun semakin berkurang. tas yang ada, maka pertanyaannya adalah: Hal yang perlu dicatat dalam kai- bukankah ini juga merupakan pertanda tannya dengan keberadaan perahu ini awal dari sebuah proses integrasi yang adalah inisiatif dari Nadjamoeddin Daeng lebih luas, yakni dalam kehidupan ber- Malewa pada tahun 1935 yang mengor- bangsa-bernegara? Jika para pelaut peni- ganisir para nakhoda perahu layar ini aga membentuk jaringan komunikasi

135 Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017 karena saling membutuhkan, menyatu Monograph No. 39. 9 dalam organisasi seperti Roepelin karena H.W. Dick. November 1975. Prahu Shipping In kesamaan profesi serta kepentingan, bu- Eastren Indonesia dalam Buletin Of In- kankah hal itu dapat pula dipandang seba- donesian economic Studies, vol.XI, No. 2 gai akar-akar dari proses integrasi bangsa? Juli 1975 & Vol. XI, No. 3. Hal yang dapat dicatat adalah, adanya Heather Sutherland. 2000. Trepang and wang- jaringan pelayaran antar pulau tidak seke- kang, the China trade of eighteenth- cen- dar memfasilitasi gerak perpindahan tury Makassar c. 1720s-1840s” dalam orang, tetapi mendekatkan mereka satu Roger tol, Kees van Dijk & G r e g A c - dengan yang lainnya di tempat yang baru. ciaioli (Eds.) Authority And Enterprise Memungkinkan setiap warga masuk dan Among The Peoples Of South Sulawesi. menyatu dengan komunitas yang di- Leiden: KITLV Press. datanginya. Dan, tidak hanya sebatas itu. R.Z. Leirissa. 1996. Halmahera Timur dan Raja Dengan kehadiran pelaut peniaga man- Jailolo. : Balai Pustaka. canegara di kawasan ini, membuat R.Z. Leirissa, 1994. Changing Maritime trade mereka mengenal orang lain selain warga patterns in the Seram Sea dalam G.J. komunitasnya sendiri. Mengenal berbagai Schutte (Ed.) State And Trade In The tradisi dan peradaban yang hadir ber- Indonesian Archipelago. Leiden: KITLV samaan dengan para pelaut peniaga tadi. Press. Laode Rabbani. 2010. Kota-kota Pantai di Su- DAFTAR PUSTAKA lawesi Tenggara. Yogyakarta Penerbit Ombak. Denis Lombard. 1996. Nusa Jawa Silang Bu- R.Z. Leirissa. 2000. The Bugis-Makassarese in daya, Batas-batas Pembaratan. Jakarta: the port towns, Ambon and Ternate Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. trough the nineteenth century dalam G.E.P. Collins. 1937. East Monsoon. New York, Roger Tol, Kees van Dijk & Greg A c - Charles Scribner’s Sons, 1937 ciaioli (Eds.) Authority and Enterprise R.W.van Bemmelen. 1970. The Geology Of In- Among the Peoples of South Sulawesi. donesia. Leiden: KITLV Press. A.J. Whitten, et.al. 1987 Ekologi Sulawesi. James T. Collins. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Edward L Poelinggomang. 2002. Makassar Dunia. Sejarah Singkat. Jakarta: Yayasan Abad XIX. Jakarta: KPG Buku Obor. Paramitha R. Abdurachman. 2008. Bunga Angin Willard A. Hanna & Des Alwi, 1996. Ternate Portugis di Nusantara, Jejak-Jejak Kebu- Dan Tidore, Masa Lalu Penuh Gejolak. dayaan Portugis di Indonesia. Jakarta: Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. LIPI & Yayasan Obor Indonesia. A.J. Ulaen. 2010. Nusa Utara Dalam Peta Se- C.J. Bohm MSC & Frits Pangemanan,. 2010. jarah Bahari. Marin-CRC. Sejarah Gereja Katolik Maluku Utara J.V.G Mills (Ed./Transl.). Ying-Yai Sheng-LAN 1534-2009. Yogyakarta: Kanisius. (The Overall Survey Of Ocean’s Shores). H.Th. Jacobs, (ed. & transl.) 1975. The Treatise Cambridge, Published for the Hakluyt on Moluccas. Roma: Jesus Historical Society at the University Press. Institute. J.V.G Mills. 1979. Chinese Navigators in Insu- F. Valentijn. 1924. Oud En Nieuw Oost-Indien. linde abaout A.D. 1500 Archipel, no. 18. G.A. Horrigde. 1978. The Design Of Planked Boats Of The Moluccas. London: Na- tional Maritiem Museum Monograph No. 38. G.A. Horrifde. 1979. The Lambo Or Prahu Bot. London: National Maritiem Museum

146