Sapa Laut Februari 2019. Vol. 4(1): 23-29 E- ISSN 2503-0396

PREFERENSI HABITAT BINTANG LAUT (Asteroidea) DI PADANG LAMUN PERAIRAN DESA LANGARA BAJO, KONAWE KEPULAUAN

Habitat Preference Of Sea Star (Asteroidea) In Beds in The Langara Bajo Waters Konawe Islands

Nur Alfatmadina1, Ira2, La Ode Muhammad Yasir Haya3

1,2,3 Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo. Jl. H.E.A Mokodompit Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232 1Email: [email protected]

Abstrak Bintang laut merupakan salah satu kelompok hewan dalam Filum Echinodermata yang ditemukan hampir di semua perairan di Indonesia. Bintang laut biasanya ditemukan pada ekosistem yang ada di pesisir, termasuk ekosistem lamun. Lamun merupakan tempat bagi sebagian besar organisme khususnya bintang laut untuk mencari makan, berpijah dan tempat berlindung dari predator. Perbedaan pemilihan habitat pada organisme biasanya disebabkan oleh faktor internal (genetik) dan eksternal (kemampuan adaptasi dengan lingkungannya). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan kepadatan bintang laut dan lamun di Perairan Desa Langara Bajo berdasarkan jenis substratnya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2018 di perairan Desa Langara Bajo Konawe Kepulauan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadrat sebanyak tiga kali pengulangan pada sertiap stasiun pengamatan.Penelitian ini menemukan tiga jenis bintang laut, yaitu Protoreaster nodosus, Linckia laevigata dan typicus dengan kepadatan berkisar 1.63-2 ind/m2. Jenis lamun yang ditemukan berasal dari jenis Enhalus acoroides dengan kepadatan berkisar 189.7-589.7 tegakan/m2. Jenis bintang laut P.nodosus banyak ditemukan di stasiun yang kerapatan lamunnya tinggi denan substrat berpasir, sedangkan jenis A. typicus ditemukan pada stasiun yang kerapatan lamunnya jarang dengan substrat berpasir.

Kata Kunci: Bintang Laut, Lamun, Kepadatan, Substrat, Konawe Kepulauan

Absrtact Sea stars are one of the groups of in Phylum found in almost all Indonesian waters. Sea stars are usually found in coastal ecosystems, including seagrass ecosystem. is a place for most organisms, especially sea stars, to forage, spawn and shelter from predators. Differences in habitat selection in organisms are usually caused by internal (genetic) and external (adaptability to the environment). The purpose of this study was to determine the and density of sea star and seagrasses in the waters of Langara Bajo based on the type of substrate. This research was conducted in April-June 2018 in the Langara Bajo Waters, Konawe Islands. Data retrieval was done by using the transect squared method as many as three repetitions at each observation station. This study found three species of sea star, namely Protoreaster nodosus, Linckia laevigata and Archaster typicus with density ranged from 1.63 - 2 ind / m2. Seagrass species found was Enhalus acoroides species with density ranged from 189.7-589.7 stands / m2. The sea star species P.nodosus was found in stations with high seagrass density with sand substrates, whereas species A. typicus was found in stations with rare seagrass densities with sand substrates.

Keywords: , seagrass, density, substrate, Konawe Islands

Pendahuluan Indonesia merupakan negara dan subtropis adalah bintang laut kepulauan terluas di dunia yang memiliki (Asteroidea). sekitar 13 ribu gugusan pulau, serta Pengetahuan tentang biota laut di memiliki letak yang strategis dan garis suatu perairan sangatlah penting karena pantai terpanjang sehingga merupakan menyangkut dengan cara pengelolaan dan tempat hidup bagi berbagai biota laut. Salah pemanfaatannya, yang kemudian diketahui satu biota yang hidup pada perairan tropis populasi yang dominan pada suatu perairan.

http://ojs.uho.ac.id/index.php/jsl

Sapa Laut Februari 2019. Vol. 4(1): 23-29

Perairan yang memiliki keanekaragaman Pulau Wawonii merupakan sebuah biota laut yang tinggi dapat dimanfaatkan hamparan territorial tersendiri yang terletak oleh manusia baik sebagai bahan makanan, digugusan perairan laut Banda dan hiasan maupun komoditas untuk di ekspor merupakan bagian integral dari wilayah salah satunya hewan benthos (Bintang laut) administratif Kabupaten Konawe. Pulau ini (Yumima dan Jaida, 2013). memiliki keanekaragaman hayati laut yang Bintang laut merupakan anggota berlimpah terutama pada ekosistem kelompok Echinodermata, mereka pesisirnya yang salah satunya adalah merupakan salah satu biota laut yang ekosistem lamun dimana banyak organisme berasosiasi kuat dengan padang lamun dan yang berasosisasi di lamun salah satunya berperan dalam siklus rantai makanan di bintang laut. Organisme tersebut ekosistem tersebut. Tingginya tutupan memanfaatkan lamun sebagai tempat vegetasi lamun di perairan memungkinkan mencari makan, memijah maupun kehadiran berbagai biota yang berasosiasi menjadikannya sebagai daerah asuhan dan dengan padang lamun termasuk bintang laut lain lain. Berdasarkan latar belakang diatas, untuk mencari makan, tempat hidup, maka perlunya dilakukan penelitian memijah dan tempat berlindung untuk mengenai preferensi habitat bintang laut menghindari predator (Supono dan Arbi, pada derah padang lamun. 2010). Distribusi bintang laut di perairan Bahan dan Metode sangat tergantung pada faktor- faktor Penelitian ini dilaksanakan pada lingkungan diantaranya terkait dengan Bulan April–Juni 2018 di Perairan Wawonii, substrat dan ketersediaan makanan. Kabupaten Konawe Kepulauan yang Keberadaan bintang laut di perairan dapat meliputi; studi literatur, survey ditemukan hingga kedalaman 10 meter dan awal/observasi, pengambilan data di biasanya hidup secara berkelompok sesuai lapangan, pengolahan data, analisis data dan penyebarannya. Kerusakan ekosistem lamun penyusunan hasil penelitian. Analisis dapat menyebabkan keberadaan bintang laut kualitas air dan tekstur substrat dilakukan di di perairan menjadi terancam dan Laboratorium Pengujian Bahan dan populasinya berkurang (Rompis dkk., 2013). Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Perbedaan pemilihan habitat Halu Oleo, Kendari. Peta lokasi penelitian di oleh organisme dipengaruhi oleh beberapa Perairan Desa Langara Bajo , Konawe faktor (internal dan eksternal). Menurut Lee Kepulauan dapat di lihat pada Gambar 1. dan Shin (2013), beberapa faktor yang Prosedur penelitian meliputi; survey mempengaruhi keberadaan organisme pendahuluan, penentuan stasiun penelitian, adalah faktor genetik, dan tingkat adaptasi pengambilan data lamun dan Bintang laut, terhadap habitat lainnya. Selain itu bintang pengukuran kualitas perairan dan laut membutuhkan habitat yang mampu pengambilan sampel sedimen, dan analisis menyediakan makanan serta tempat yang laboratorium. aman digunakan untuk berlindung larva dari Tahap survey pendahuluan dilakukan predator yang dapat memangsanya. untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian, Menurut Puspitasari dkk., (2012), penentuan titik stasiun dalam pengambilan dalam penelitiannya dijelaskan bahwa sampel dan persiapan peralatan yang akan sebagian besar bintang laut yang diteliti dari digunakan di lapangan. Berdasarkan survey genus Linckia dan Nardoa mampu bertahan pendahuluan yang telah dilakukan, lokasi hidup dari mukus yang dihasilkan oleh penentuan stasiun penelitian dilakukan hewan karang dan spons. Genus Acanthaster berdasarkan kondisi dan keberadaan lamun ditemukan di daerah berpasir dan genus yaitu; Stasiun I, terletak dibagian Barat desa Protoreaster dan Echinaster ditemukan di Langara Bajo, berada pada titik koordinat daerah padang lamun. Keberadaan (123° 00’ 13,7” BT - 3° 59’ 50” LS) dengan organisme tersebut pada ekosistem kondisi lamun yang lebih padat merupakan suatu hal yang sangat penting dibandingkan dengan stasiun II dan stasiun karena adanya hubungan timbal balik yang III. Stasiun II, terletak dibagaian Barat desa berpengaruh terhadap habitatnya (Gaffar Langara Bajo namun dekat dengan hutan dkk., 2015). , berada pada titik koordinat (123°

Preferensi Habitat Bintang Laut (Alfatmadina et al.) 24

Sapa Laut Februari 2019. Vol. 4(1): 23-29

00’ 1,69” BT - 3° 59’ 46,5” LS) dengan Pengukuran kualitas perairan kondisi lamun lebih jarang dibandingkan dilakukan secara insitu yang bertujuan untuk dengan stasiun I. Stasiun III, terletak mengetahui kondisi perairan habitat bintang dibagian Barat desa Langara, berada pada laut yang meliputi; pengukuran suhu, titik koordinat (122° 59’ 43,8” BT - 4° 00’ salinitas, kecepatan arus, pH, kecerahan, 44,3” LS) dengan kondisi lamun yang lebih kedalaman perairan serta uji tekstur substrat jarang dibandingkan stasiun I dan II. dilakukan di laboratorium. Berdasarkan data parameter kualitas perairan, jenis Bintang laut dan jenis lamun, data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif yaitu memberikan gambaran dalam bentuk tabel dan grafik. Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan untuk mengetahui kepadatan Bintang laut dan lamun. Kepadatan adalah jumlah individu persatuan luas. Kepadatan masing-masing jenis pada setiap stasiun dihitung dengan menggunakan rumus Odum (1993) : 푛 D = 푖 i A Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Perairan dimana : Di = Kepadatan Bintang laut Wawonii, Konawe Kepulauan. 2 (ind/m ), ni = Jumlah total individu (individu), A = Luas daerah yang disampling Pengambilan data populasi bintang (m2) laut dilakukan dengan menggunakan Kepadatan lamun dihitung dengan metode transek kuadrat. Transek garis menggunakan rumus yang diekmukakan oleh dengan panjang 100 meter yang (Soegianto, 1994) yaitu sebagai berikut : N dibentangkan tegak lurus terhadap garis D = dimana : pantai, yang dilakukan pada saat air laut A D=Kepadatan jenis ke-i (tegakan/m2), N= surut atau menjelang surut terendah. Mulai Jumlah total tegakan jenis ke-i, A= Luas area dari titik nol diletakkan transek kuadrat plot pengamatan (m2) 1×1 meter dengan jarak 10 meter, Analisis ukuran butir substrat sedangkan jarak untuk tiap transek garis dilakukan dengan metode saringan bertingkat adalah 20 meter dengan 3 kali pengulangan menggunakan skala Wenworth (Hutabarat (Khouw, 2008). dan Evans, 1985).

Tabel 1. Skala Wenworth untuk mengkalasifikasikan partikel partikel sedimen (Hutabarat dan Evans, 1985). Ukuran (mm) Keterangan > 256 Kerakal 2 – 256 Kerikil 1 – 2 Pasir sangat kasar 0.5 – 1 Pasir kasar 0.25 – 0.5 Pasir agak kasar 0.125 – 0.25 Pasir halus 0.0625 – 0.125 Pasir sangat halus 0.0039 – 0.00625 Lanau < 0.0039 Lempung

Preferensi Habitat Bintang Laut (Alfatmadina et al.) 25

Sapa Laut Februari 2019. Vol. 4(1): 23-29

Hasil dan Pembahasan Sloan (1981) bahwa bintang laut jenis Jenis bintang laut yang ditemukan A.typicus dan A. angukatus ditemukan pada pada lokasi penelitian berjumlah 3 jenis, yaitu daerah berpasir. Protoreaster nodosus, Linckia laevigata dan Selain kedua jenis bintang laut Archaster typicus. Jenis yang paling banyak tersebut, pada stasiun III ditemukan bintang ditemukan adalah dari jenis P.nodosus dan laut jenis L.laevigata yang umumnya hidup yang paling sedikit ditemukan adalah jenis pada ekosistem terumbu karang. L.laevigata (Tabel 3). Hal ini dikarenakan Ditemukannya jenis L.laevigata pada daerah penelitian ini hanya dilakukan pada daerah padang lamun, diduga karena adanya padang lamun yang pada dasarnya hanya gangguan dari kondisi lingkungan yang tidak sebagian kecil jenis bintang laut yang dapat memungkinkan organisme ini hidup pada berasosiasi dengan lamun. terumbu karang. Selain hidup pada daerah Berdasarkan penelitian yang terumbu karang, bintang laut jenis ini juga dilakukan di Perairan Desa Langara Bajo, dapat hidup di terumbu karang yang setiap stasiun memiliki kepadatan jenis yang ditumbuhi alga karena merupakan makanan bebeda-beda. Kepadatan tertinggi berada pada baginya. Hal ini sesuai dengan pernyataan stasiun III yaitu 2 ind/m2 dengan jumlah Zamani (2015) bahwa bintang laut individu 60 spesies, yang diikuti oleh stasiun I L.laevigata hidup pada daerah yang banyak diperoleh 1,63 ind/m2 dengan jumlah individu ditumbuhi alga dan mengkonsumsi alga 49 spesies kemudian dilanjutkan dengan sebagai makanannya. stasiun II yaitu diperoleh 1,07 ind/m2 dengan Berdasarkan hasil penelitian, parameter jumlah individu 32 spesies. lingkungan di Perairan Desa Lagara Bajo Bintang laut jenis P.nodosus ditemukan masih memungkinkan untuk melimpah pada semua stasiun penelitian. Hal perkembangbiakan bintang laut, diantaranya ini dikarenakan pada lokasi penelitian adalah suhu, salinitas pH dan substrat. Suhu ekosistem padang lamun yang merupakan merupakan salah satu faktor yang salah satu tempat mencari makan bagi bintang mempengaruhi keberlangsungan hidup laut jenis ini yang mana makanannya berupa organisme di lautan. Suhu mempengaruhi mikrofauna serta menyukai substrat pasir. Hal proses metabolisme pada organisme, selain itu ini sesuai pernyataan Moosleitner (2004) juga berperan dalam proses fisiologi dan bahwa bintang laut P.nodosus merupakan respirasi mahluk hidup (Marsh et al, 1986). bintang laut yang berukuran besar yang Pengamatan yang dilakukan pada Perairan diketahui menyukai daerah padang lamun dan Desa Langara Bajo diperoleh suhu 28-29 °C. substrat yang berpasir. Sedangkan jenis Suhu mempengaruhi hewan benthos maupun A.typicus ditemukan secara berkelompok- lamun dan organisme lainnya yang hidup kelompok kecil yang menempati daerah berasosiasi pada lingkungan perairan tersebut. perairan dangkal dengan substrat berpasir. Hal ini sesuai pernyataan Zimmerman dkk., Keberadaannya pada lokasi penelitian karena (1987), bahwa kisaran suhu optimal untuk sebagian besar lokasi penelitian adalah tipe pertumbuhan lamun dan organisme benthos substrat berpasir. Hal ini sesuai pernyataan berkisar antara 29 - 30 °C.

Tabel 2. Jenis dan jumlah bintang laut yang ditemukan pada Perairan Desa Langara Bajo, Konawe Kepulauan No. Jenis Bintang Laut Jumlah Stasiun I Stasiun II Stasiun III 1 Protoreaster nodosus 49 32 47 2 Linckia laevigata 0 0 1 3 Archaster typicus 0 0 12

Tabel 3. Kepadatan jenis bintang laut di Perairan Desa Langara Bajo, Konawe Kepulauan Stasiun Kepadatan Bintang laut (Ind/m2) I 1,63 II 1,07 III 2

Preferensi Habitat Bintang Laut (Alfatmadina et al.) 26

Sapa Laut Februari 2019. Vol. 4(1): 23-29

Tabel 4. Hubungan Kepadatan lamun dengan Bintang Laut di Perairan Desa Langara Bajo, Konawe Kepulauan Stasiun Kepadatan Lamun (Tegakan/m2) Kepadatan Bintang Laut (Ind/m2) I 589.66 1,63 II 340.33 1,07 III 189.66 2

Tabel 5. Hasil pengukuran kualitas Perairan di desa Langara Bajo, Konawe Kepulauan Suhu Kecepatan Kedalaman Salinitas Kecerahan Stasiun (°C) Arus (m/s) (m) pH (ppt) (%) I 28 0.07 3,1 7 30 100 II 29 0.08 2 7 29 100 III 29 0.13 1,5 7 29 100

Tabel 6. Analisis tekstur substrat di Perairan Desa Langara Bajo Partikel (%) Stasiun Pasir sangat Pasir Pasir Kategori Kerikil Lempung kasar kasar halus I 2,68 19,57 28,84 50,7 2,18 Pasir II 12,89 28,44 21,6 3475 2,28 Pasir III 3,8 16,94 21,11 55,36 2,81 Pasir

Derajat keasaman atau pH merupakan cenderung normal sehingga sangat baik untuk kadar asam dan basa di suatu perairan. Hasil keberadaan organisme benthos. Hal ini sesuai penelitian mengenai pH pada Perairan Desa pernyataan Santoso (1988), bahwa pH dengan Langara Bajo diperoleh salinitas pada semua kisaran 5-9 tidak mempengaruhi biota laut stasiun adalah 7 (Tabel 6) dimana pH ini khususnya hewan benthos. tergolong netral. pH air laut memang Salinitas merupakan konsentrasi rata- memiliki habitat yang spesifik baik itu padang rata seluruh garam yang terkandung dalam air lamun, terumbu karang maupun daerah tubir. laut. Nilai salinitas sangat berpengaruh Bintang laut memiliki siklus hidup yang terhadap kehidupan organisme di perairan. sangat erat kaitannya dengan ekosistem Hasil penelitian salinitas pada Perairan Desa lamun. Bintang laut memanfaatkan padang Langara Bajo (Tabel 6) menunjukkan masih lamun sebagai tempat untuk mencari makan, dalam batas toleransi terhadap memijah serta sebagai tempat berlindung dari perkembangbiakan makrozoobenthos. Hal ini seragan predator. Bintang laut jenis P.nodosus diperkuat oleh pernyataan Mudjiman (1981) menyukai habitat berpasir. Adapun jenis bahwa batas toleransi salinitas untuk lamun yang menyukai substrat berpasir adalah perkembangbiakan makrozoobenthos jenis E.acoroides. Lamun ini tersebar luas dan khususnya bintang laut adalah berkisar 15-45 tumbuh subur pada daerah dengan substrat ppt. berpasir. Hal ini sesuai pernyataan Takaen dan Tipe substrat pada lokasi penelitian Azkab (2010), bahwa spesies adalah pasir. Tipe substrat sangat Enhalus acoroides Thalassia mempengaruhi keberadaan hewan benthos hemprichii, dan Syringodium iseotifolium terutama bintang laut. Bintang laut banyak adalah spesies tumbuhan lamun yang tumbuh ditemukan membenamkan diri dan hidup pada substrat pasir dan patahan karang mati, secara berkelompok. Selain itu jenis bintang terbuka saat surut, jauh dari pantai dan selalu laut biasanya ditemukan pada habitat tertentu digenangi air. sesuai preferensi habitat ekosistem contohnya Padang lamun merupakan suatu habitat jenis P.nodosus ditemukan pada ekosistem yang sangat penting bagi suatu organisme lamun, Achantaster plancii pada ekosistem (Vonk et al., 2010). Struktur umum tumbuhan terumbu karang. Hal ini sesuai pernyataan lamun yang memiliki akar, batang dan daun. Susetiono (2007), bahwa bintang laut Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,

Preferensi Habitat Bintang Laut (Alfatmadina et al.) 27

Sapa Laut Februari 2019. Vol. 4(1): 23-29 ditemukan hanya satu jenis lamun yaitu jenis lamun dapat berfotosintesis dengan baik pada Enhalus acoroides dengan skala kerapatan tingkat kecerahan yaitu 10-37%. pada stasiun I yaitu 589,7 tegakan/m2 dimana Kedalaman perairan juga merupakan lamunnya lebih rapat dibandingkan dengan salah satu faktor pendukung terjadinya proses stasiun II yaitu 340,3 tegakan/m2. Sedangkan fotosintesis oleh lamun. Kedalaman air di kerapatan lamun pada stasiun II lebih rapat Perairan Desa Langara Bajo yaitu 1,5-3,1 m. dibandingkan dengan stasiun III yaitu 189,7 Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, tegakan/m2. diketahui bahwa kepadatan lamun yang ada di Lamun jenis E.acoroides yang Perairan Langara Bajo masih sangat subur merupakan tempat berlindung organisme dari karena selain peraiannya yang tidak terlalu hantaman gelombang secara langsung. Selain dalam, juga paparan sinar matahari masih itu, dapat pula menjadi penstabil substrat, masuk sampai ke dasar perairan. Hal ini sesuai mengurangi kekeruhan air, serta menghalangi pernyataan Ira (2011) bahwa kedalaman paparan sinar matahari. Daun lamun yang perairan sangat mempengaruhi proses biasanya ditumbuhi alga epifit merupakan fotosintesis pada lamun serta proses salah satu sumber makanan bagi bintang laut sedimentasi yang membawa makanan bagi dan organisme lainnya (Moosleitner, 2004). organisme benthos. Penelitian yang dilakukan di Perairan Preferensi habitat masing-masing dari Langara Bajo ditemukan hanya satu jenis berbagai jenis bintang laut adalah tergantung lamun yaitu jenis E.acoroides. Lamun ini pada kondisi substrat dan kemampuan suatu memiliki karakteristik daun berukuran lingkungan untuk memenuhi kebutuhan panjang bisa mencapai 1 meter dan memiliki hidupnya atau sumber makanan baginya. Hal akar yang menyerupai rambut. Lamun jenis ini ini sesuai pernyataan Scheibling (1980) bahwa tumbuh subur pada daerah dengan substrat tipe substrat yang tidak sesuai dengan berpasir dan berarus tenang. Hal ini sesuai kebutuhan pakan akan membatasi sebaran pernyataan Arifin dan Jompa (2005) bahwa suatu spesies bintang laut di perairan. lamun jenis E.acoroides dan Thalassia hemprichii hidup pada perairan yang relatif Simpulan tenang dan substrat berpasir. Berdasarkan penelitian yang telah Kecepatan arus merupakan faktor dilakukan di Perairan Desa Langara Bajo yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dapat disimpulkan bahwa : lamun, selain itu juga dapat mempengaruhi 1. Jenis bintang laut yang ditemukan di keberadaan makrozoobenthos. Berdasarkan Perairan Desa Langara Bajo adalah penelitian yang telah dilakukan diperoleh P.nodosus, L.laevigata dan A.typicus. kecepatan arus sebesar 0,07-0,13 m/s (Tabel Dengan kepadatan berkisar antara 1,07 6) dimana ini masih tergolong arus lambat dan 2,00 ind/m2. sehingga masih baik untuk keberlangsungan 2. Jenis lamun yang ditemukan di Perairan hidup organisme khususnya bintang laut. Hal Desa Langara Bajo adalah E.acoroides ini diperkuat oleh pernyataan Ayyakkannu et dengan kepadatan berkisar antara 189,7 al. (1991) bahwa makrozoobenthos menyukai dan 589,7 tegakan/m2. jenis perairan yang berarus tenang yaitu 3. Jenis bintang laut P.nodosus banyak sekitar 0,38-0,01 m/s. Sedangkan kecerahan ditemukan di perairan yang tingkat berkaitan erat dengan proses fotosintesis oleh kerapatan lamunnya tinggi, sedangkan lamun yang terjadi di perairan. Selain itu juga jenis A.typicus ditemukan pada substrat berpengaruh terhadap keberadaan bintang laut berpasir yang jarang ditumbuhi lamun di perairan. Jenis lamun E.acoroides yang atau dominan substrat pasir. merupakan jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi oleh bintang laut. Dalam Daftar Pustaka pertumbuhannya, lamun sangat membutuhkan Arifin dan Jompa, J. 2005. Studi Kondisi dan cahaya untuk kelangsungan hidupnya. Potensi Ekosistem Padang Lamun Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di sebagai Daerah Asuhan Biota Laut. Perairan Desa Langara Bajo diperoleh Jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan kecerahan 100% yang mana masih sangat baik Indonesia. 12(2): 73-79. untuk proses pertumbuhan lamun. Hal ini Ayyakkannu, K., C. Raghunathan and T. sesuai pernyataan Zimmerman (2006), bahwa Rajkumar, 1991. Socioeconomic

Preferensi Habitat Bintang Laut (Alfatmadina et al.) 28

Sapa Laut Februari 2019. Vol. 4(1): 23-29

profiles of fisherman communities from dan Kali Banjir Kanal Barat Hulu di the Southeast coast of India. Journal Kotamadya Semarang. Skripsi. Phuket Marine. Biological Center Fakultas Peternakan Universitas Special Publication. No. 9 : 49-55. Diponegoro. Semarang. Gaffar, S., Neviaty, P. Z. Dan Pradina, P. Scheibling, R.E. 1980. Dynamic and Feeding 2015. Preferensi Mikrohabitat Bintang Activity of Hight-Density Aggregation Laut Perairan Pulau Hari, Sulawesi of Oreaster reticulatus Tenggara. Jurnal Ilmu dan Tekhnologi (Echinodermata : Asteroide) in Sand Kelautan Tropis. 6(1). 1-15. Patch Habitat. Marine Ecology Series Hutabarat, S dan S. M. Evans. 1985. 2. 321-327. Pengantar Oseanografi. Universitas Sloan, N. A. 1980. Aspect of The Feeding Indonesia. Press. Jakarta. Biology of Asteroids. Oseanografi. Ira. 2011. Keterkaitan Padang Lamun Marine Biology. Ann. Sebagai Pemerangkap dan Penghasil Soegianto. 1994. Ekologi Kuantitatif. Usaha Bahan Organik Dengan Struktur Nasional. Jakarta. Komunitas Makrozoobenthos di Supono dan U, Y, Arbi, 2010. Struktur Perairan Pulau Barrang Lompo. IPB. Komunitas Echinodermata di Padang Bogor. Lamun Perairan Kema. Oseanologi Khouw, A. S. 2008. Metode dan Analisa dan Limnologi di Indonesia. ISSN Kuantitatif dalam Bioteknologi Laut. 0125-9830. Universitas Pattimura. Ambon. Susetiono. 2007. Lamun dan Fauna di Teluk Lee, T. Dan S. Shin. 2013. Echinoderms Kuta, Pulau Lombok. Pusat Penelitian Fauna of Kosrae, the Federation States Oseanografi-LIPI. Jakarta. of Micronesia. J. Of Takaendengan, K dan Azkab, M.H, 2010. Systematics, 29(1):1-17. Struktur Komunitas Lamun di Perairan Marsh J. A, Dennison, W. C. dan Alberte, R. Pulau Talise, Sulawesi Utara. Jurnal C. 1986. Effect of Temperature on Oseanografi dan Limnologi-LIPI, Photosyintesis and Respiration in Sulawesi Utara. Vol.36. No 1: 85-95. Eelgrass (Zostera marina L.) Journal Vonk JA, Christine MJ, dan Stapel J. 2010. Exp Mar Biol Ecol. 101: 257-267. Abundance Edge Effect, and Moosleitner. H. 2004. Observation of Seasonality of Fauna in Mixed-Spesies Asteroidea (Echinodermata) Arroun Seagrass Meadows in Southeast the Indonesian Island of Bali, Sulawesi. Indonesia. Mar. Biol. Res. 6 : Munche. London. 245- (3). 22-291. 248. Yumima, S. dan Jaida Idris. 2013. Studi Mudjiman, A. 1981. Budidaya Udang Windu. kepadatan dan keanekaragaman jenis PT. Penebar Swadaya. Jakarta. organisme bentos pada daerah padang Odum, E. P. 1993. Fundamental of Ecology. lamun di perairan pantai kelurahan Universitas Gajah Mada – Press. kastela kecamatan pulau ternate. Jurnal Jogjakarta. bioedukasi. 2(1). 154-162. Puspitasari, Suryanti dan Ruswahyuni. 2012. Zamani, N, P. 2015. Kondisi Terumbu Studi Taksonomi Bintang Laut Karang dan Asosiasinya dengan (Asteroidea, Echinodermata) Dari Bintang Laut (Linckia laevigatai) di Kepulauan Karimunjawa. Jepara. Perairan Pulau Tunda, Kabupaten Journal of Management of Aquatic Seram, Provinsi Banten. Jurnal Resources. 6(1). Teknologi Perikanan dan Kelautan. Rompis, B. R., Marnix, L. D. L., Deidy. Y. K 6(1): 1-10. dan Adelfia. P. 2013. Diversitas Zimmerman RC, Smith RD, Alberte RS. Echinodermata di Meras Kecamatan 1987. Is growth of the Eelgrass Bunaken Sulawesi Utara. FMIPA. nitrogen Universitas Sam Ratulangi. Manado. limited a numerical simulation of effect Santoso, A., 1988. Komposisi Hewan of light and nitrogen on the Makrozoobentos pada Kali Banjir growth dynamics of Zostera marina. Kanal Marine Ecology Progress Series Timur, Kali Banjir Kanal Barat Hilir 41:167-176.

Preferensi Habitat Bintang Laut (Alfatmadina et al.) 29