SEMINAR KEBUDAYAAN MINANGKABAU GEBU MINANG 2010 SKM-GM 2010 , 12 - 13 Desember 2010

PEDOMAN PENGAMALAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH SYARAK MANGATO ADAT MAMAKAI, ALAM TAKAMBANG JADI GURU

Didahului dengan Pidato Kunci ( Keynote Speaker) Dari Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A.

Disepakati dalam Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang 2010 SKM-GM 2010 Padang, 13 Desember 2010

SEKRETARIAT GERAKAN EKONOMI DAN BUDAYA MINANG JAKARTA, 2010

Jl. Kayumanis I No.24 RT.002/02 Jakarta Timur 13130 Telp./Faks : 021. 859 03567, 0812 822 0321

DAFTAR ISI

I. UMUM

A. Sekapur Sirih Dewan Eksekutif Gebu Minang B. Pidato Kunci Prof.Dr. Azyumardi Azra, M.A. C. Kata Sambutan Ketua Umum Gebu Minang D. Laporan Ketua Umum Panitia Penyelenggara SKM-GM 2010 E. Rekomendasi Terpilih Dari Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang Kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat F. Pegiat Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang 2010 G. Daftar FGD ( Focused Group Discussion )

II. PEDOMAN PENGAMALAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH SYARAK MANGATO ADAT MAMAKAI, ALAM TAKAMBANG JADI GURU

I. PENDAHULUAN 1. Minangkabau dalam Lintasan Sejarah. 2. Tantangan, Peluang, dan Rujukan. a. Tantangan dan Peluang. b. Rujukan Ayat-ayat Al Quran dan Hadits Nabi yang Terkait dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. c. Pepatah dan Petitih yang Terkait dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. d. Rujukan Hukum. e. Rujukan Kelembagaan.

II. BAGIAN PERTAMA A. Ajaran. 1. Pengertian. 2. Hakikat Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. 3. Intisari Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. 4. Fungsi Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

B. Tolok Ukur Perwujudan. 1. Tolok Ukur Rohaniah. 2. Tolok Ukur Lahiriah.

III. BAGIAN KEDUA A. Kelembagaan. 1. Wilayah Kebudayaan Minangkabau. 2. Koordinasi Pembangunan Nagari. 3. Lembaga-lembaga Kewaspadaan terhadap Bencana.Alam.

B. Tatanan Sosial Minangkabau. 1. Tiga Jenis Lareh. 2. Lareh Koto Piliang. 3. Lareh Bodi Caniago. 4. Lareh nan Panjang.

C. Unsur-unsur Tatanan Sosial Minangkabau. 1. Kaum dan Tanah Ulayat Kaum. 2. Suku dan Tanah Ulayat Suku. 3. Nagari dan Ulayat Nagari. 4. Peranan Harta Pusaka.

2

D. Hubungan Kekerabatan dan Nama Diri Orang Minangkabau. 1. Hubungan Kekerabatan. 2. Anak-anak Minangkabau. 3. Keluarga dan Harato Pusako Randah. 4. Malakok. 5. Bundo Kanduang/Kaum Perempuan. 6. Kaum Muda. 7. Nama Diri. 8. Pemberian Gelar Sako dan Sangsako.

E. Kesetaraan dan Jejaring Kerjasama antara Warga Minangeanah dan Minangrantau. F. Kepemimpinan Sosial. 1. Tungku Tigo Sajarangan. 2. Forum Tungku Tigo Sajarangan. 3. Jejaring Informasi dan Koordinasi.

IV. BAGIAN KETIGA A. Akhlak. 1. Ruang Lingkup. 2. Akhlak Ibu dan Kaum Perempuan Minangkabau. 3. Akhlak Bapak dan Kaum Pria Minangkabau. 4. Akhlak Anak dan Kaum Muda Minangkabau. 5. Akhlak Penghulu, Tungganai, dan Mamak. 6. Peran Alim Ulama dan Pembinaan Akhlak Umat. 7. Kewajiban Mengubah Nasib. 8. Akhlak Berusaha.

B. Pembekalan Para Pelaku Utama Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. 1. Pembekalan Calon Ibu dan Calon Bapak. 2. Pembekalan Calon Alim Ulama. 3. Pembekalan Calon Pemangku Adat.

C. Jaminan Nafkah yang Memadai bagi Alim Ulama dan Pemangku Adat Purnawaktu. 1. Jaminan Nafkah Tetap. 2. Sumber Jaminan Nafkah Tetap.

V. BAGIAN KEEMPAT ; SANKSI TERHADAP PELANGGARAN a. Sanksi MoraL dan Sanksi Sosial. b. Sanksi Adat. c. Sanksi Hukum. d. Paga Nagari.

VI. BAGIAN KELIMA : IKHTIAR MEMBANGUN KESEJAHTERAAN. A. Bidang Sosial Ekonomi. 1. Badan Usaha. 2. Pendayagunaan Sumber Daya Alam di Darat dan di Laut. 3. Pembangunan Potensi Maritim. 4. Dukungan Modal Usaha. 5. Kepariwisataan.

B. Bidang Sosial Budaya. 1. Bahasa Minang. 2. Pepatah Petitih. 3. Kesenian. 4. Pencak Silat dan Olah Raga Tradisional Lainnya.

VII. BAGIAN KEENAM : PENANGGULANGAN BENCANA. 1. Penanggulangan Bencana 2. Tujuh Saran Kebijakan Pemerintah Jangka Pendek dan Jangka Menengah. 3. Kewaspadaan terhadap Ancaman terhadap Nilai-nilai Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

3

VIII. BAGIAN KETUJUH : LINGKUP KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA. A. Hak, Tanggung Jawab, dan Kewajiban Kewarganegaraan. 1. Filsafat, Ideologi, dan Hukum Nasional. 2. Hak Asasi Manusia. 3. Harmonisasi Hukum.

B. Kerjasama dan Program Prioritas. a. Kerjasama Kelembagaan. b. Program Prioritas. c. Pembekalan Pejabat Pemerintah.

IX. BAGIAN KEDELAPAN

A. Bahan Kajian. a. Kajian Norma. b. Kajian Kelembagaan. c. Kajian Hukum. d. Kajian Kesejarahan.

B. Lembaga-lembaga Kajian dan Advokasi. a. Lembaga Kajian dan Advokasi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. b. Lembaga Kajian dan Advokasi Pembangunan Nagari. c. Lembaga Kajian dan Advokasi Pembanagunan Potensi Maritim. d. Lembaga Kajian dan Advokasi Pemulihan Hak atas Tanah Ulayat.

X. BAGIAN KESEMBILAN : PELAKSANAAN.

1. Pengamalan dan Penyempurnaan Pedoman Pengamalan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. 2. Pembentukan Forum Tungku Tigo Sajarangan. 3. Pengubahan Pedoman Pengamalan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

III. LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. Pokok - pokok ajaran adat minangkabau, Adat Basandi Syarak - Syarak Basandi Kitabullah beserta penjelasannya dan berlaku untuk seluruh wilayah minangkabau B. Kesimpulan Hasil Pembahasan SKM GM 2010 1. Komisi A : ABS-SBK Dan Tungku Tigo Sajarangan 2. Komisi B : Membangun Nagari Kemasa Depan Di Sumatera Barat 3. Komisi C : Pendayagunaan Pottensi Maritim Dan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir 4. Komisi D : Pemulihan Hak Atas Tanah Ulayat 5. Komisi E : Masalah Mitigasi Bencana Dan Kegiatan Pasca Bencana 6. Transkrip Tulis tangan hasil SKM-GM 2010

C. Hasil Seminar Dalam Rangka Pra KKM - Revolusi Biru Dan Penanggulangan Bencana, 7-8 Agustus 2010 di Teluk Bayur D. Hasil Pra Kongres Kebudayaan Minangkabau 12 Oktober 2010 di Padang E. Hasil Kesepakatan Pertemuan Antara Gebu Minang Dengan Para Tetua Masyarakat Kurai Lima Jorong 21 November 2010 F. Daftar Hadir Sidang Komisi SKM-GM 2010 G. Daftar Hadir Peserta SKM-GM 2010 H. Makalah-makalah Pembicara pada SKM GM 2010 I. Daftar Bacaan J. Photo Dokumentasi

4

5

SEKAPUR SIRIH DEWAN EKSEKUTIF GEBU MINANG

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa taala, kepengurusan Gerakan Ekonomi dan Budaya Minang (Gebu Minang) periode 2005-2010 mempersembahkan naskah ‘Pedoman Pengamalan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah; Syarak Mangato Adat Mamakai; Alam Takambang Jadi Guru” — yang dibahas dan disempurnakan dalam Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang di Padang pada tanggal 12-13 Desember 2010 - kepada seluruh masyarakat Minangkabau, baik di Ranah maupun di Rantau.

Pasal 4 Anggaran Dasar Gebu Minang (2005) menegaskan bahwa Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah; Syarak Mangato Adat Mamaki; Alam Takambang Jadi Guru adalah merupakan dasar organisasi, yang jelas harus ditindaklanjuti. Namun, oleh karena belum tersedianya rujukan yang memadai, Gebu Minang merasa perlu untuk mengambil prakarsa untuk memulai rumusan yang amat mendasar tersebut.

Upaya penyusunan ini dimulai dengan rangkaian seminar, lokakarya, serta focused group discussion, di Jakarta dan di berbagai kota di Sumatera Barat, yang kemudian dilewakan kepada seluruh orang Minangkabau melalui fasilitas internet. Naskah ini dibangun dan juga dilewakan setapak demi setapak, untuk menampung [hampir] seluruh pendapat dan pandangan mengenai tema ini, paling akhir dalam Drat 19, bulan November 2010 .

Sedianya, naskah ini direncanakan untuk dibahas dan diputuskan oleh seluruh – atau sebagian besar orang Minangkabau – dalam sebuah Kongres Kebudayaan Minangkabau ( KKM ). Namun rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh karena satu dan lain hal, sehingga jadwal pelaksanaan KKM tersebut terpaksa tertunda beberapa kali. Upaya membahas dan mengambil kesimpulan terhadap naskah ini akhirnya dapat dilangsungkan dalam format Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang 2010.

Harus diakui bahwa tidaklah mudah untuk merumuskan sebuah naskah yang mampu menampung semua pandangan dan disetujui oleh semua orang . Terdapat demikian banyak pendapat dan tafsir terhadap materi yang akan dibahas, yang kelihatannya telah demikian lama tidak sempat atau belum sempat dibahas secara mendasar dan mendalam.

Syukur Alhamdulillah, setelah melalui rangkaian panjang kegiatan yang sangat melelahkan, dan didukung oleh berbagai kalangan yang juga merasakan adanya kebutuhan untuk merumuskan dan menyepakati Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah; Syarak Mangato Adat Mamaki; Alam Takambang Jadi Guru sebagai jati diri, identitas kultural, dan rujukan moral, akhirnya Pedoman Pelaksanaan ini dapat disepakati.

Sudah barang tentu Pedoman Pelaksanaan ini belumlah sempurna. Selain oleh karena ada sebagian masyarakat Minangkabau yang merasa pandangannya belum terwadahi dalam Pedoman Pelaksanaan ini, juga oleh karena adat yang salingka nagari beserta pemahaman kita tentang syarak tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu kepengurusan Gebu Minang periode 2005-2010 berharap agar dokumen ini dapat disempurnakan secara berlanjut di masa datang.

Kepada seluruh fihak dan kalangan yang dengan bermurah hari telah memberikan saran, masukan, bahkan kritik – khususnya kepada para sanak yang telah datang dari nagari-nagari yang jauh untuk hadir dalam Seminar Kebudayaan Minagkabau 2010 – kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu melimpahkan rahmat, nikmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Jakarta, 31 Desember 2010.

6 KONSOLIDASI KULTURAL SUKU BANGSA MINANGKABAU: Aktualisasi ABS-SBK di tengah Tantangan Lokal, Nasional dan Global

Oleh : Azyumardi Azra

“Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah; Syarak mangato, adaik mamakai ”

Konsolidasi kultural suku bangsa Minangkabau? Kenapa ada gagasan seperti ini? Bukankah suku bangsa Minangkabau terkenal di seantero Nusantara sebagai sebuah suku yang distingtif, yang relatif memiliki karakternya yang khas? Begitu distingtifnya berbagai aspek kehidupan suku bangsa ini sehingga menjadi sasaran penelitian para ahli dan peneliti, mulai dari tradisi matrilinealnya yang unik, adat istiadatnya yang khas, budaya merantau yang tidak pernah pudar, sampai kepada Islam yang dipandang sangat kuat baik di masa lampau maupun kontemporer.

Tetapi pada saat yang sama, berbagai aspek kehidupan suku bangsa Minangkabau juga cenderung cair, karena kebudayaannya yang terbuka, yang ‘eksvolutif’, berbeda dengan kebudayaan suku Jawa yang ‘involutif’—melingkar ke dalam jika kita meminjam kerangka Clifford Geertz tentang ‘involusi pertanian di Jawa’. Karena itu, kebudayaan suku Minangkabau cenderung sangat terbuka bagi budaya luar, dengan mengorbankan budayanya sendiri, yang lebih lama menjadi distingsinya.

Gejala kebudayaan Minangkabau yang ‘eksvolutif’ itu bisa terlihat dalam perjalanan sejarah budaya, sosial dan keagamaan suku bangsa ini. Sejak ekspansi Islam yang menemukan momentumnya mulai abad 16, Islam adalah sesuatu yang datang dari luar, yang bagaimanapun diterima secara bertahap ‘naik’. Sebaliknya, adat berasal dari darek , wilayah pusat alam Minangkabau, yang ‘menurun’ ke pesisir dan rantau. Perkembangan ini tergambar dalam prinsip agamo mandaki, adaik manurun . Bagaimanapun, merupakan keniscayaan bagi adat untuk menerima Islam, yang kemudian ditempatkan sejajar: adaik basandi syarak, syarak basandi adaik .

Dalam perkembangan berikutnya, Islam tidak lagi terbendung. Dinamika pembaharuan internal di dalam komunitas yang lebih berorientasi Islam—persisnya antara tasawuf jalan damai (Tuanku Nan Tuo dan Syekh Jalaluddin) dengan mereka yang ala Wahabi (Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Imam Bonjol) akhirnya menempatkan Islam di atas adat seperti tercermin dan prinsip adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah , yang sampai sekarang ini menjadi simbolisme ‘ketundukan’ adat di bawah hegemoni agama.

Meski demikian konsolidasi agama dan amalgamasinya dengan adat kelihatan tidak pernah tuntas. Tarik menarik dalam Islam Minangkabau itu sendiri juga tidak pernah selesai, begitu juga di antara Islam pada satu pihak dengan adat pada pihak lain. Pada ranah agama, gelombang pembaruan yang dilancarkan Haji Abdulkarim Amrullah (Haji Rasul), Haji Abdullah Ahmad dan Kaum Muda lainnya mengakibatkan ‘Islam surau’ (tradisi) pada posisi defensif dan marjinal, yang dampaknya masih terlihat sampai sekarang ini, yang diakui banyak tokoh Minangkabau sebagai ‘kelangkaan ulama’.

Sementara itu, ‘tarik tambang’ antara agama dengan adat juga terus berlangsung. Ini terlihat dari riwayat Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang bermukim di Mekkah, yang mengritik adat Minangkabau yang menurut dia belum sepenuhnya sesuai sesuai dengan ortodoksi Islam. Dan ini terus berlanjut di masa Buya Hamka, yang memandang perlu adanya sebuah ‘revolusi’ adat Minangkabau agar lebih sesuai dengan ortodoksi Islam. Hingga sekarang ini, pergumulan antara Islam dan adat tetap saja belum berakhir apalagi ada prinsip ‘ adaik nan sabana adaik atau adaik nan sabatang panjang; dicabuik indak mati, diajak indak layua, indak lapuak dek hujan, indak lakang dek paneh ; sebuah prinsip idealistik yang bisa diperdebatkan, ketika berbagai perubahan cepat dan berdampak panjang terus melanda ranah Minangkabau.

Perubahan-perubahan dalam setengah abad terakhir—khususnya sejak selesainya PRRI pada akhir 1960an yang kemudian diikuti pemerintahan Orde Baru—juga terjadi sangat sangat cepat dan berdampak panjang dalam berbagai aspek kehidupan suku bangsa Minang. Perubahan itu bukan hanya menyangkut kehidupan sosial yang pada gilirannya juga menimbulkan dampak-dampak tertentu dalam kehidupan adat istiadat dan keagamaan, tetapi juga psikologi orang Minang. Semua perubahan ini bukan tidak menimbulkan disorientasi dan dislokasi di kalangan suku bangsa Minang, yang sampai sekarang ini masih terlihat sisa-sisanya, yang cenderung terus menggayuti filsafat hidup, cara pandang dan gaya hidup orang Minang baik di ranah maupun di rantau.

Karena itu, jika kita berbicara tentang ‘konsolidasi kultural’ suku bangsa Minangkabau, maka hal ini nampaknya merupakan sebuah keharusan yang bahkan sebenarnya sudah lama tertunda. Ke depan, dengan konsolidasi kultural itu, suku bangsa Minangkabau dapat menemukan kembali jati dirinya—yang agaknya mesti kontekstual dengan realitas hari ini dan tantangan ke depan baik pada tingkat lokal, nasional, maupun global. 7

ABS-SBK: Retrospeksi

Wacana tentang ‘Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah’ (ABS-SBK) yang beriringan dengan gagasan ‘kembali ke nagari’ dan sekaligus ‘kembali ke surau’ telah bergaung dalam beberapa tahun terakhir di kalangan para ulama, pemimpin Minang baik di Sumatera Barat maupun di rantau. Kemunculan wacana, gagasan dan bahkan juga konsep filosofis dan praksis seperti ditawarkan Naskah Seminar Kebudayaan Minangkabau 2010, tidak ragu lagi berkaitan dengan perkembangan politik masa pasca-Soeharto, ketika kebijakan desentralisasi dan otonomisasi daerah menemukan momentumnya dan memberikan peluang bagi konsolidasi atau rekonsolidasi kebudayaan Minangkabau dalam berbagai aspeknya.

Meskipun demikian, masih jadi tanda tanya besar tentang seberapa jauh wacana ABS-SBK dan gerakan “kembali ke nagari’ dan ‘kembali ke surau” tersebut bisa berhasil. Pengamatan selintas di lapangan menunjukkan, belum terlihat tanda-tanda meyakinkan bahwa ketiga gagasan dan bahkan mungkin juga semacam gerakan dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan.

Bagaimanapun, wacana atau gagasan tentang ABS-SBK dan ‘kembali ke nagari’ dan ‘kembali ke surau’ pada satu segi boleh jadi masih mencerminkan ‘romantisme’ sejarah orang Minang sekarang tentang keunggulan dan distingsi kebudayaan Minangkabau di masa silam. Baik ‘adat’, ‘nagari’ dan ‘surau’ dipandang sebagai ‘ local genius ’ dalam kehidupan adat, sosial-politik, dan keagamaan Minangkabau, sehingga menghantarkan suku bangsa ini ke dalam posisi terkemuka di antara suku-suku bangsa lain di Nusantara.

Dalam ingatan bersama ( collective memory ) masyarakat Minangkabau ketiga ‘ local genius ’ itu memberikan suasana yang kondusif untuk kelahiran sejumlah ulama besar, pemikir, cendekiawan, pemimpin politik puncak, budayawan, dan sastrawan. Mereka memainkan peran penting dalam kancah nasional sejak masa pergerakan sampai dasawarsa awal pasca-kemerdekaan; secara sangat simbolik mereka menampilkan distingsi dan keunggulan sistem adat, agama, sosial-budaya dan sosio-politik Minangkabau.

Selanjutnya adalah ratapan tentang ‘batang tarandam’, eksistensi ‘keminangan’ yang dipandang sudah pudar. Hampir seluruh forum yang membahas tentang berbagai aspek kehidupan masyarakat Minang dalam waktu sekitar setengah abad terakhir—sejak akhir 1960an—hampir mengandung pesan ekplisit maupun implisit tentang sudah saatnya bagi suku bangsa Minangkabau untuk ‘mambangkik batang tarandam’. Riuh rendah gagasan ini sering terdengar di ranah Minang sendiri; menjadi wacana tidak hanya di kalangan cerdik pandai, alim ulama dan tokoh-tokoh informal lainnya, tetapi juga merupakan pembicaraan—jika tidak kebijakan—di kalangan para pejabat pemerintahan di Provinsi Sumatera Barat. Tokoh-tokoh Minang pada berbagai levelnya di rantau juga menjadikan wacana ini sebagai topik pembicaraan yang hangat dan berkepanjangan.

Dalam gemuruh wacana tentang ‘mambangkik batang tarandam’, atau kini mungkin digantikan: “Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu sendiri tidak mengubahnya” (al-Qur’an, surat al- Ra’d 11). Ayat ini secara tipikal digunakan kaum Muslim di manapun ketika mereka berada pada posisi defensif—tidak menguntungkan ketika berhadapan dengan kekuatan-kekuatan lain yang sering sulit tertandingi.

Semua kecenderungan ini pada satu segi mencerminkan ‘romantisme’ sejarah masyarakat Minangkabau sekarang tentang masa silam mereka yang penuh kebanggaan; yang memiliki berbagai ‘ local genius ’ dan distingsi dalam kehidupan agama, adat, dan sosial-budaya. Sering sekali juga, romantisme itu menyimpan semacam sikap apologetik dan defense mechanism , ketika masalah yang dihadapi terasa begitu berat, rumit dan kompleks; ketika semua optimisme dan harapan nyaris tidak terlihat. Nuansa pesimisme dan ketiadaan harapan itu cukup merajalela dalam psyche banyak kalangan masyarakat Minang. Karena itu, tidak heran sejak masa Gubernur Harun Zain berbagai usaha dilakukan untuk memulihkan harga diri, harkat, marwah, dan martabat etnis Minang; usaha yang terus berlanjut sampai sekarang ini.

Strategi Kebudayaan dan Politik

Memandang perjalanan historis suku bangsa Minangkabau dan pengalaman pergumulan adat dan Islam, kenestapaan pasca-PRRI, dan perubahan politik, agama, adat, dan sosial budaya, konsolidasi kultural suku bangsa ini masih terus menghadapi banyak tantangan dan kendala.

Pada bidang politik, kembali kepada pemerintahan lembaga nagari masih menunggu integrasi pranata dan lembaga adat dan agama dengan birokrasi resmi. Pemerintahan nagari yang secara tradisional mencakup kepemimpinan keagamaan—yang bertumpu pada lembaga-lembaga keagamaan seperti surau—dan kepemimpinan adat dan kepemimpinan ‘ cadiak-candikio ’ dan ‘ tigo tungku sajarangan ’, perlu pemulihan yang sistemik, bukan sekedar wacana dan konsep. Pada saat yang sama, adat dan agama juga memerlukan konsolidasi yang melibatkan kontekstualisasi dan revitalisasi baik pada tingkat konsep normatif maupun kerangka praksis; juga kelembagaan dan 8 kepemimpinannya. Ini tidak lain, karena adat dan agama berhadapan dengan perubahan-perubahan struktur sosial masyarakat Minang yang berlangsung kian cepat dalam tiga dasawarsa terakhir. Kini, keluarga Minangkabau semakin menjadi ‘keluarga nuklir’, di mana ayah hampir sepenuhnya menjadi penanggungjawab berbagai aspek kehidupan istri dan anak-anaknya. Mamak tidak lagi memikul tanggungjawab aktual sehari-hari terhadap kemenakan, karena mereka juga sibuk dengan tanggungjawab masing-masing terhadap anak-anak mereka sendiri. Mamak memang masih dikonsultasi sang ayah dan ibu dalam hal-hal sangat esensial dan krusial menyangkut anak mereka (kemenakan sang mamak) seperti soal pernikahan misalnya; tetapi, keputusan kini hampir sepenuhnya berada di tangan ayah dan ibu.

Juga, karena urbanisasi yang terus berlangsung semakin cepat atau ‘meng-urban-nya’ wilayah-wilayah pedesaan, anak laki-laki semakin jarang tidur di surau; mereka kini sudah mempunyai ‘kamar’ di rumah orangtua mereka masing-masing. Dengan demikian, salah satu ‘ritus peralihan’ ( rite de passage ), sangat penting baik secara adat maupun agama dalam kehidupan anak-anak Minang terus kian lenyap.

Dalam perkembangan lebih jauh, dengan menguatnya keluarga nuklir, tanggungjawab atas pendidikan— termasuk pendidikan agama—semakin menjadi tanggungjawab keluarga daripada paguyuban adat dan lingkungan lebih luas yang diwakili surau dan nagari. Keluarga—atau ayah dan ibu—yang memiliki pengetahuan keagamaan, mungkin relatif tidak mengalami masalah serius dalam penanaman pendidikan agama ini, karena mereka sendiri bisa mengajari anak-anak mereka. Tetapi bagi ayah atau ibu yang tidak memiliki pengetahuan dan kecakapan keagamaan, dan tidak secara konsisten mendorong anak-anaknya ke surau (mushalla dan langgar) untuk belajar mengaji, dan juga tidak mampu mendatangkan guru mengaji ke rumah, maka mengakibatkan terjadinya pengikisan keislaman di kalangan generasi muda Minang.

Dalam kehidupan sosial budaya, perubahan-perubahan yang dimunculkan pembangunan (modernisasi) Orde Baru, menimbulkan urbanisasi yang berlangsung dan meningkat secara cepat di Sumatera Barat—seperti juga terjadi di banyak wilayah lainnya. Semakin banyak anak-anak muda Minang yang masih bujangan dan yang sudah berumahtangga—baik laki-laki maupun perempuan—yang merantau ke wilayah-wilayah urban, baik di lingkungan Sumatera Barat sendiri maupun ke wilayah-wilayah lain. Nagari, surau dan lubuk tapian pun ditinggalkan; banyak persawahan dan lahan-lahan perkebunan dibiarkan begitu saja menyemak membelukar.

Sementara di rantau sendiri keadaannya tidak kunjung membaik. Persaingan di kota-kota seperti Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya dan sebagainya semakin sulit. Karena itu, dalam dua dasawarsa terakhir setidak- tidaknya, perantau-perantau Minang bisa ditemukan di berbagai pelosok terpencil di Indonesia, membuka kedai nasi Padang. Tidak terlihat kemajuan signifikan para perantau ini. Para perantau Minang umumnya tidak mampu melangkah keluar sektor kaki lima, dan sektor-sektor informal lainnya. Lihatlah, apakah ada dan berapa banyak perantau Minang yang berhasil menjadi pengusaha besar nasional dalam dua atau tiga dasawarsa terakhir ini.

Menghadapi berbagai tantangan dan realitas yang tidak kondusif itu, maka tidak ada pilihan, kecuali perlunya sebuah strategi kebudayaan dan politik. Dalam bacaan saya, Naskah Seminar Kebudayaan Minangkabau 2010 telah memberikan kerangka yang relatif komprehensif menyangkut strategi kebudayaan dan politik tersebut. Bagaimanapun kerangka itu memerlukan political will kepemimpinan birokrasi kepemerintahan; dan juga kesediaan kepemimpinan agama dan adat untuk membangun kesepakatan, baik pada tingkat konsep, kerangka, dan praksis konsolidasi kultural suku bangsa Minangkabau tersebut. Tanpa itu, keinginan untuk perubahan ke arah lebih baik, bisa berarti bahwa ‘kaum’ Minangkabau itu sendiri tidak mau mengubah nasibnya. Wallahu a’lam bish-shawab .

*Azyumardi Azra, lahir 4 Maret 1955, adalah Guru besar sejarah; dan Direktur Sekolah PascaSarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sejak Januari 2007 sampai sekarang. Ia juga pernah bertugas sebagai Deputi Kesra pada Sekretariat Wakil Presiden RI (April 2007-20 Oktober 2009). Sebelumnya dia adalah Rektor IAIN/UIN Syarif Hidayatullah selama dua periode (IAIN,1998-2002, dan UIN, 2002-2006). Memperoleh gelar MA, MPhil dan PhD dari Columbia University, New York (1992), pada Mei 2005 dia memperoleh DR HC dalam humane letters dari Carroll College, Montana, USA. Ia juga gurubesar kehormatan Universitas Melbourne (2006-9); Selain itu juga anggota Dewan Penyantun International Islamic University, Islamabad, Pakistan (2005-sekarang); Komite Akademis The Institute for Muslim Society and Culture (IMSC), International Aga Khan University (London, 2005-2010). Dalam bidang ilmu pengetahuan dan riset, dia adalah anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI, 2005-sekarang); anggota Dewan Riset Nasional (DRN, 2005-sekarang). Juga anggota Southeast Asian Regional Exchange Program (SEASREP, Tokyo, 1999-2001); Asian Research Foundation-Asian Muslim Action Network (ARF-AMAN, Bangkok, 2004-sekarang); The Habibie Center Scholarship (2005-sekarang); Ford Foundation International Fellowship Program (IFP-IIEF, 2006-sekarang); Asian Scholarship Foundation (ASF, Bangkok, 2006-sekarang); Asian Public Intellectual (API), the Nippon Foundation (Tokyo, 2007-sekarang); anggota Selection Committee Senior Fellow Program AMINEF-Fulbright (2008). 9 Selain itu, dia anggota Dewan Pendiri Kemitraan—Partnership for Governance Reform in Indonesia (2004-sekarang); Dewan Penasehat United Nations Democracy Fund (UNDEF, New York, 2006-8); International IDEA (Institute for Democracy and Electoral Assistance), Stockholm (2007-sekarang); Multi Faith Centre, Griffith University, Brisbane (2005-sekarang); Institute of Global Ethics and Religion, USA (2004- sekarang); LibforAll, USA (2006-sekarang); Center for the Study of Contemporary Islam (CSCI, University of Melbourne, 2005-7); Tripartite Forum for Inter-Faith Cooperation (New York, 2006-sekarang); anggota World Economic Forum’s Global Agenda Council on the West-Islam Dialogue (Davos 2008-sekarang). Dia juga adalah pemimpin redaksi Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies (Jakarta, 1994-sekarang); Journal of Qur’anic Studies (SOAS, University of London, 2006-sekarang); Journal of Usuluddin (Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 2006-sekarang); Jurnal Sejarah (Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 2005-sekarang); The Australian Journal of Asian Law (Sydney, Australia, 2008-sekarang); IAIS Journal of Civilisation Studies (International Institute of Advanced Studies, Kuala Lumpur, 2008-sekarang); Journal of Royal Asiatic Society ( JRAS , London, 2009-sekarang); dan Journal of Islamic Studies (Oxford Centre for Islamic Studies, 2010-sekarang). Dia telah menerbitkan lebih dari 21 buku, yang terakhir adalah Indonesia, Islam and Democracy: Dynamic in a Global Context (Jakarta & Singapore, TAF, ICIP, Equinox-Solstice, 2006); Islam in the Indonesian World: An Account of Institutional Development (Mizan International: 2007); (co-contributing editor), Islam Beyond Conflict: Indonesian Islam and Western Political Theory (London: Ashgate: 2008); Varieties of Religious Authority: ¨Changes and Challenges in 20th Century Indonesian Islam (Singapore: ISEAS, 2010). Lebih 30 artikelnya dalam bahasa Inggris telah diterbitkan dalam berbagai buku dan jurnal pada tingkat internasional. Pada 2005 ia mendapatkan The Asia Foundation Award dalam rangka 50 tahun TAF atas peran pentingnya dalam modernisasi pendidikan Islam; dalam rangka Peringatan Hari Kemerdekaan RI, pada 15 Agustus 2005 mendapat anugerah Bintang Mahaputra Utama RI atas kontribusinya dalam pengembangan Islam moderat; dan pada September 2010, ia mendapat penghargaan Honorary Commander of the Order of British Empire (CBE) dari Ratu Kerajaan Inggris atas jasa-jasanya dalam hubungan antar-agama dan peradaban

10

KATA SAMBUTAN KETUA UMUM GEBU MINANG PADA SIDANG PLENO KEDUA SEMINAR KEBUDAYAAN MINANGKABAU GEBU MINANG PADANG, 12 DESEMBER 2010

Para ninik mamak nan gadang basa batuah; alim ulama suluah bendang dalam nagari; dan para cadiak pandai, serta para peserta Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang 2010 yang saya hormati,

Profesor Dr Azyumardi Azra, M.A selaku keynote speaker yang saya hormati, Profesor Dr H. Musril Zahari, M.Pd yang saya hormati, Para panelis, Tamu dan undangan,

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakuh,

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah subhana wa taala, i zinkanlah saya menyampaikan salam hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesudian kita sekalian untuk meluangkan waktu `dari kesibukan pekerjaan sehai-hari untuk hadir dalam Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang (SKM GM) 2010 sekarang ini. Seperti kita ketahui bersama, bahan-bahan yang akan dibahas dalam sidang dan rapat-rapat SKM GM ini sudah dipersiapkan dan dilewakan lebih dari satu tahun, dan telah banyak memperoleh tanggapan dalam masyarakat. Dengan demikian, maka sesungguhnya SKM GM 2010 sudah berlangsung lama dalam kenyataannya di dalam masyarakat kita, suatu hal yang rasanya belum pernah terjadi selama ini. Saya percaya bahwa para hadirin yang belum mendapat bahan-bahan secara langsung dari panitia atau dari media elektronik, akan memperolehnya dari berita dan kolom surat kabar serta dari tanggapan para warga masyarakat Minangkabau pada umumnya. Sudah barang tentu adalah manusiawi bagi kita sekalian untuk bertanya, dan memperoleh jawaban, tentang apakah latar belakang, maksud, dan tujuan diselenggarakannya Seminar kebudayaan ini, baik tujuan yang tersurat maupun tujuan yang tersirat ? Jawaban dan penjelasan terhadap latar belakang, maksud dan tujuan diselenggarakannya Kongres, yang sekarang kita namakan Seminar kebudayaan ini sudah sering kami sampaikan melalui media massa, namun mungkin baik jika saya menyampaikan rangkumannya secara langsung di depan sidang yang mulia ini. Tema utama yang dijadikan rujukan dalam Seminar kebudayaan ini adalah Sabda Ilahi yang tercantum dalam Al Quranulkarim, Surah Ar Ra’d ayat 11, yang menyatakan dengan jelas bahwa Allah SWT tak akan mengubah nasib suatu kaum kalau bukan kaum itu sendiri yang mengubahnya. Saya rasa tidak memerlukan banyak penjelasan lagi, bahwa kita semua ingin mengubah nasib kita sekarang – yang mungkin sekali kita rasakan kurang memuaskan – ke arah nasib yang lebih baik, yang jelas hanya bisa kita ubah dengan ikhtiar kita sendiri, seperti tercantum dalam Sabda Ilahi yang saya rujuk tadi. Jika kita sependapat dengan pengamatan ini, maka yang perlu kita bahas adalah apa kebijakan dasar dan bagaimana caranya menjabarkan Sabda Ilahi tersebut ke dalam kenyataan. Sebagai titik tolak, Gebu Minang merujuk kepada ajaran yang sudah lama kita anut, yaitu ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS SBK), oleh karena ABS SBK ini telah menyatukan secara harmonis antara ajaran adat Minangkabau yang sudah ada selama ratusan tahun, dengan ajaran agama Islam yang baru datang ke Minangkabau ini – kira-kira – 400 tahun yang lalu. Seperti kita ketahui. ABS SBK ini sudah menjadi dasar Gebu Minang, seprti tercantum dalam Pasal 4 Anggaran Dasar Gebu Minang, yang ditetapkan di Sawah Lunto, bulan Desember 2005. Ada suatu masalah dalam melaksanakan ABS SBK ini ke dalam kenyataan, yaitu belum adanya rincian lebih lanjut tentang apa pengertiannya, apa hakikatnya, apa tujuannya, apa tolok ukurnya, serta apa lembaga- lembaga yang akan kita andalkan dalam menindaklajutinya. Sudah barang tentu masalah ini tidak akan terasa sewaktu kita menghayatinya secara perseorangan, atau di dalam kaum, bahkan di tingkat nagari. Masalah ini baru akan jelas terasa jika kita akan menindaklanjutinya secara kelembagaan di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, tingkat provinsi, atau tingkat Indonesia. Masalah ini perlu kita jawab, oleh karena sebagai sebuah suku perantau kita tentu tidak ingin wawasan kita terbatas pada tingkat nagari saja, betapapun pentingnya peranan nagari dalam kehidupan kita sebagai pribadi. Lagi pula, selain sebagai warga suku bangsa Minangkabau, kita adalah bagian menyeluruh dari bangsa Indonesia yang ikut kita bangun dan kita pertahankan. Gebu Minang sudah lama menunggu adanya rincian lebih lanjut tentang ABS-SBK ini, dan oleh karena belum ada sampai sekarang, sesuai dengan Pasal 4 Anggaran Dasar, sejak tahun 2007 telah beberapa kali mencoba mengkaji latar belakang sejarah lahir dan berkembangnya ABS SBK ini. Seiring dengan itu, dengan segala keterbatasan yang ada, Gebu Minang mencoba merangkum kandungan isi ABS SBK ini, dan 11 menuliskannya dalam berbagai drafts , sampai draft paling akhir yang ada di tangan kita sekalian, yang kami lakukan sebagai pelaksanaan dari saran Engku Y. Sutan Mangkuto. Untuk menindaklanjutnya nanti, Gebu Minang mengharapkan berfungsinya kerjasama dari unsur-unsur Tungku Tigo Sajarangan, yaitu niniak mamak, alim ulama dan cadiak pandai. Kita sudah lama mendengar tentang Tungku Tigo Sajarangan ini, dan kita ingin agar kerjasama tersebut benar-benar terwujud `dalam kenyataan. Untuk memperoleh masukan yang lebih dalam tentang aspek-aspek kepemimpinan Minangkabau ini, kita mengharapkan pencerahan dari dua guru besar, yaitu Prof Dr Azyumardi Azra, M.A, dan Prof Dr H. Musril Zahari, M.Pd Sudah barang tentu draft yang disiapkan Gebu Minang itu masih jauh dari sempurna, dan oleh karena ABS SBK merupakan milik kita semua, rumusan tersebut harus kita sepakati bersama, setidak-tidaknya disepakati oleh sebagian besar warga Minangkabau, dalam sebuah kongres kebudayaan seperti sekarang ini. Adalah merupakan hasrat Gebu Minang bahwa kongres kebudayaan ini dapat dihadiri oleh semua unsur dalam masyarakat Minangkabau. Namun seperti kita ketahui bersama, hasrat ini belum dapat diwujudkan, dan kongres ini dapat dihadiri oleh bapak-bapak dan ibu-ibu yang mewakili sebagian besar nagari dari seluruh Sumatera Barat. Namun seperti kita ketahui bersama, format kongres ini dengan berat hati terpaksa kami batalkan dan atas saran dari Walikota Padang Bpk. Dr. Fauzi Bahar, M.Si diganti menjadi Seminar kebudayaan Minangkabau. Sekali lagi atas nama pengurus Gebu Minang, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya atas kehadiran kita sekalian dalam kongres kebudayaan ini. Suatu masalah yang juga timbul dalam masyarakat kita, terutama di Rantau, adalah apa yang dimaksud dengan ‘Kitabullah’ dalam ABS SBK. Bagi kita yang berdiam di Ranah mungkin sekali pertanyaan ini akan terasa agak ganjil, oleh karena sudah barang tentu yang kita maksud dengan Kitabullah adalah Al Quranulkarim. Namun jika kita pikir-pikir, memang ada baknya ditegaskan bahwa yang kita maksud dengan ‘Kitabullah’ adalah Al Quranulkarim, oleh karena dalam ajaran agama kita sendiri ada beberapa buah kitab- kitab. Dalam hubungan ini, secara berkebetulan, Gebu Minang mendapatkan wakaf hak pengarang dari keluarga buya Fachruddin Hs, yang dalam tahun 1969 pernah menerbitkan sebuah buku kecil berjudul “Petunjuk Al Quran dalam Berbagai Persoalan Disusun Menurut Alfabet”. Buku kecil ini telah disunting dan diterbitkan kembali oleh Yayasan Sepuluh Agustus untuk Gebu Minang, dan diwakafkan lagi untuk para peserta Seminar kebudayaan agar dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Hadirin dan hadirat yang saya muliakan, Sudah barang tentu jernihnya pemahaman kita tentang ABS SBK be,lumlah memadai, betapapun pentingnya. Sama pentingnya adalah bagaimana kita menindaklanjutnya dalam kenyataan, untuk meningkatkan kesejahteraan kita secara lahir batin, baik dalam suasana damai maupun dalam suasana ancaman bencana yang melanda daerah Sumatera Barat dalam tahun-tahun belakangan ini. Oleh karena itu, seiring dengan menyajikan sebuah konsep yang cukup sistematik tentang ABS SBK, Gebu Minang juga menyajikan serangkaian gagasan mengenai pembangunan sosial ekonomi, baik tentang pembangunan nagari dan kesejahteraan masyarakat petani, yang penting untuk nagari-nagari di darek; maupun tentang pendayagunaan potensi laut/maritim serta kesejahteraan masyarakat pasisia , yang rasanya akan bermanfaat untuk masyarakat enam kabupaten/kota di daerah pesisir Barat. Oleh karena tanah ulayat memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat kita – yang sebagian telah lepas dari kepemilikan masyarakat-hukum adat kita-- Panitia mengajak kita sekalian untuk mencurahkan fikiran tentang upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk memulihkannya kembali. Seperti juga halnya dengan konsep tentang ABS SBK, dua konsep ini , termasuk tentang konsep tentang tanah ulayat, memerlukan penyempurnaan dari kita sekalian. Seperti kita alami bersama, juga pada saat kita sedang berkumpul sekarang ini, daerah Sumatera Barat sedang berada dalam ancaman bencana yang entah kapan atau dimana akan terjadi. Oleh karena itu, adalah wajar, jika kita mencurahkan perhatian pada upaya yang harus dilakukan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, serta upaya yang harus dilakukan pada dan setelah terjadinya bencana. Untuk memperoleh masukan mengenai masalah ini, kita mengharapkan pencerahan dari instansi-instansi serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat terkait. Saya mengharapkan agar waktu yang dua hari ini kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mengoreksi dan menyempurnakan berbagai bahan yang telah disiapkan dan dilewakan oleh Panitya. Kami mengharapkan adanya masukan tertulis, disamping sumbangan secara lisan yang akan disampaikan dalam komisi-komisi. Seluruhnya itu akan dicatat dan diolah oleh para notulis yang diperbantukan. Prinsipnya – seperti yang sudah dilakukan sebelum ini – semua masukan ditampung dan diwadahi dalam kesimpulan seminar kebudayaan ini. Sebagian akan kita laksanakan dalam seminar ini, sebagian lagi setelah seminar, sekiranya saran dan masjukan tersebut memerlukan pembahasan lebih lanjut. Setelah selesainya seminar ini, Gebu Minang mengharapkan terbentuknya empat lembaga kajian yang akan membahas, menindaklanjuti, serta mencerahkan masyarakat tentang lima tema yang dibahas, yaitu: 1) Lembaga Kajian dan Advokasi ABS SBK; 2) Lembaga Kajian dan Advokasi Pembangunan Nagari, Kesejahteraan Masyarakat Petani, dan Pemulihan Hak atas Tanah Ulayat; 3) Lembaga Kajian dan Advokasi Pendayagunaan Potensi Maritim dan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir; dan 4) Lembaga Kajian dan Advokasi Kesiagaan Menghadapi Bencana. Sudah arang tentu bagaimana bentuk finalnya nanti bergantung pada perkembangan keadaan. 12 Sudah barang tentu, seluruh kesepakatan kita dalam kongres ini tidak akan terlaksana besok pagi. Masih diperlukan upaya yang bersungguh-sungguh dalam waktu yang panjang untuk menindaklanjutinya dalam kenyataan. Apa yang dapat kita lakukan dalam kongres ini adalah mengenal masalahnya, membahas berbagai segi dari masalah itu, merumuskan pokok-pokok yang dapat kita sepakati dalam menangani pelaksanaannya, serta merencanakan pembentukan lembaga-lembaga yang kita harapkan untuk menindaklanjutinya dalam tahun-tahun mendatang. Secara khusus atas nama jajaran Gebu Minang, saya mengucapkan terima kasih, dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Walikota Padang, Bapak Dr. Fauzi Bahar, M.Si, serta kepada Saudara Basrizal Koto yang telah memberikan dukungan perlindungan dan bantuan yang sangat diperlukan pada moment-moment kritis pelaksanaan Seminar ini yang sebelumnya bernama Kongres Kebudayaan Minangkabau. Akhirulkalam, seluruh manfaat yang diharapkan timbul dalam rangkaian pembicaraan dalam seminar dua hari ini, kita sumbangkan untuk masyarakat Minangkabau pada khususnya dan kepada daerah Sumatera Barat pada umumnya. Semoga Allah subhana wa taala selalu memberkati kita sekalian. Amin.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

GERAKAN EKONOMI DAN BUDAYA MINANG

MAYJEN TNI (Purn) H. ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP Ketua Umum

13

Sekretariat : Jl. Kayumanis I No.24 RT.002/02 Jakarta Timur 13130 Telp./Faks : 021. 859 03567, 0812 822 0321

LAPORAN KETUA UMUM PENYELENGGARA SEMINAR KEBUDAYAAN MINANGKABAU GEBU MINANG PADANG, 12 DESEMBER 2010

Assalamualaikum Wr.Wb.

Bapak Walikota Padang, Dr H Fauzi Bahar, M.Si yang saya hormati, Bapak Prof Dr Azyumardi Azra, M.A. Bapak Prof Dr Musril Zahari, M.Pd Para pejabat pemerintah, sipil, POLRI dan militer, Saudara-saudara anggota Tim Pemantau dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Para ninik mamak nan dianjuang tinggi diambak gadang, nan gadang basa batuah, alim ulama palito nan indak namuah padam duduaknyo bacamin kitan, tagaknyo rintang jo pitua, taruih kapado cadiak pandai pagaran kokoh suluah bendang dalam nagari. Para Bundo Kanduang, limpapeh rumah nan gadang, sumarak alam Minangkabau, Urang mudo samo didalam, Kepada Bapak-bapak, Ibu-ibu, kok kete indak taimbau namo, gadang indak basabui gala. Izinkanlah saya pertama-tama mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak-bapak serta Ibu-Ibu dan Saudara-sekalian, yang telah sudi meringankan langkah menghadiri alek gadang Minangkabau yang diprakarsai oleh salah satu organisasi para Perantau, yaitu Gerakan Ekonomi dan Budaya Minangkabau – Gebu Minang – yang sekarang ini sudah berusia lebih dari dua dasawarsa. Sebagai sapangka , kami ingin menyediakan pelayanan yang terbaik bagi kita sekalian, namun seperti kita ketahui bersama, hal itu tidak mungkin kami lakukan, oleh karena demikian banyaknya halangan, hambatan, bahkan rintangan yang kami hadapi untuk dapat melaksanakan alek gadang yang sekarang dinamakan sebagai Seminar Kebudayaan Minangkabau. Oleh karena itu, sebagai sepangka saya mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya atas segala ketidaknyamanan yang para Hadirin dan hadirat rasakan sebelum dan selama berlagsungnya Seminar ini. Saya percaya bahwa kita sekalian dapat memahami latar belakang terjadinya seluruh ketidak-nyamanan ini. Ada dua bagian dalam Panitia Pelaksana ini, yaitu Panitia Pengarah ( Steering Committee) yang telah bekerja selama lebih dari setahun ini, dan Panitia Pelaksana Lapangan ( Organizing Committee) yang harus bekerja keras selama sebulan terakhir. Panitia Pengarah telah berusaha keras untuk menghimpun dan merumuskan berbagai rumusan awal dari bahan yang diperlukan untuk lancarnya Seminar yang mempunyai lima tema yang ingin kita bahas bersama selama dua hari ini. Sudah barang tentu, tanpa adanya berbagai rumusan awal tersebut adalah mustahil untuk mengharapkan lancarnya pembahasan dalam Seminar yang dihadiri oleh kurang lebih seribu orang, yang dari lebih 534 nagari dari Seluruh Sumatera Barat. Apalagi jika kita ingat bahwa para peserta Seminar ini berasal dari berbagai latar belakang, yang sebelum ini – mungkin – belum pernah kenal satu sama lainnya. Ada suatu masalah serius dalam bidang Panitia Pengarah yang perlu saya jernihkan dalam laporan ini, oleh karena masalah ini dalam pandangan kami telah merupakan akar penyebab dari demikian banyak hambatan, kesukaran, dan rintangan selama ini. Masalah itu adalah isu yang tidak berdasarkan fakta yang disebarkan secara luas dan sistematis. Tanpa mengadakan klarifikasi secara langsung kepada kami sebagai sipangka, ada fihak-fihak tertentu yang secara berkelanjutan melancarkan isu tersebut dalam masyarakat, Walau selintas isu yang dilontarkan itu hampir tidak masuk akal, oleh karena bagaimana mungkin sebuah seminar yang hanya berlangsung dua hari, akan mampu mengubah sebuah sistem sosial yang sudah berlangsung selama ratusan tahun, bahwa Seminar mempunyai tujuan akan mengganti sistem kekerabatan matrilineal dengan sistem kekerabatan patrilineal. Seperti kita ketahui bersama, sistem kekerabatan matrilineal adalah rujukan paling dasar dari tatanan sosial Minangkabau yang sudah mapan dan melekat dalam jiwa raga masyarakat Minangkabau selama ratusan tahun. Demikianlah, Seminar yang sedianya akan dilaksanakan di kota Bukittinggi, bukan saja harus kami undur beberapa kali, tetapi juga akhirnya harus kami pindahkan ke kota Padang yang indah ini. Kami telah mencoba menghubungi fihak-fihak yang kontra, baik dengan maksud memberi klarifikasi (penjelasan) maupun untuk meminta masukan dan koreksi secara langsung. Seluruhnya itu tidak pernah berhasil. Sampai saat ini kami belum pernah berhasil. Baik untuk memberikan penjelasan secara langsung ataupun untuk menerima masukan dan koreksi dari fihak yang bersangkutan. Bahkan Gubernur Sumatera 14 Barat telah memprakarsai pra kongres tanggal 12 Oktober 2010 dengan maksud agar pihak yang tadinya kontra akan hadir, namun demikian usaha tersebut tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak yang akhirnya menemui jalan buntu, sedangkan peserta yang hadir sebanyak 163 orang tetap menghendaki agar kegiatan KKM tetap dilaksanakan. Sungguh kami tidak mengetahui secara persis motivasi apa sesungguhnya yang mendorong dilancarkannya gerakan menggagalkan kongres/seminar ini, walaupun tentunya kami dapat menduga dan mengira-ngira dorongan dan upaya melalui demikian banyak tulisan, artikel, melalui media, ataupun demikian banyak pesan-singkat yang kami terima. Kami serahkan hal ini kepada seluruh masyarakat Minangkabau untuk menilainya apa sesungguhnya yang melatarbelakangi seluruh upaya tersebut. Namun ada sisi positif dari gencarnya isu yang dilancarkan kelompok tertentu tersebut, yaitu lebih meyakinkan kami untuk meneruskan ikhtiar mengadakan Seminar Kebudayaan Minangkabau ini, khususnya lebih mendalami hal-hal yang terkait dengan pengamalan ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS SBK) dalam kehidupan kita sehari-hari. Kami percaya bahwa isu negatif yang gencar itu yang justru menyebabkan timbul perhatian masyarakat kita untuk mengetahui apa yang sesungguhnya yang ditawarkan oleh Gebu Minang dalam acara ini, sebagian di antaranya malah mendaftar dan hadir sebagai peserta dalam seminar ini. Oleh karena itu, kami percaya bahwa masyarakat kita sudah mengetahui – setidak-tidaknya secara garis besar -- bahan-bahan yang telah kami sebar-luaskan secara terbuka sejak awal tahun ini, baik melalui 13 kali acara tatap muka dalam berbagai diskusi terarah ( focused group discussion) dengan utusan dari Nagari-nagari di Minangkabau maupun secara tidak langsung melalui media internet. Hadirin dan hadirat yang saya muliakan, Dalam bidang tugas Panitia Pelaksanaan Lapangan dapat saya sampaikan, bahwa seandainya Bapak Walikota Padang – Dr. H Fauzi Bahar, M.Si – tidak dengan cepat turun tangan memberikan dukungan moril, bantuan dan perlindungan, kita semua tidak akan dapat hadir dalam acara pembukaan ini, ikhlas kami terpaksa hijrah dari Bukittinggi ke Padang. Akhirnya dengan dukungan dan perlindungan yang diberikan oleh Bapak Walikota Padang adalah layak bahwa untuk seluruh dukungan dan bantuan Bapak Walikota, atas nama Gebu Minang dan seluruh jajaran Panitia penyelenggara SKM Gebu Minang 2010 saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga beliau sukses dalam membuat Kota Padang yang terbuka untuk semua masyarakat yang ingin melakukan kegiatan yang positif. Secara khusus kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Basrizal Koto, yang telah menyediakan fasilitas ruang pertemuan dan kamar hotel yang mampu memberikan akomodasi untuk sekitar 800 orang peserta. Semoga Allah subhana wa taala selalu memberikan rahmat, taufiq, hidayat, dan inayah-Nya untuk kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Padang, 12 Desember 2010

Ir. H. R. Ermansyah Jamin Dt. Tanmaliputi Ketum Peyelenggara Seminar Kebudayaan Minangkabau 2010

15

REKOMENDASI TERPILIH DARI SEMINAR KEBUDAYAAN MINANGKABAU GEBU MINANG KEPADA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

1. Umum. a. Sesuai dengan arahan Gubernur Sumatera Barat pada acara Pra Kongres tanggal 12 Oktober 2010 dan kehendak para peserta Seminar Kebudayaan Gebu Minang 2010 pada tanggal 13 Desember 2010, Pemerintah Daerah Sumatera Barat agar menyelenggarakan Kongres Kebudayaan Minangkabau dalam tahun 2011 ini. b. Seluruh peserta Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang 2010 agar diundang sebagai peserta dalam Kongres Kebudayaan Minangkabau 2011 tersebut.

2. Pedoman Pengamalan Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah; Syarak Mangato Adat Mamakai; Alam Takambang Jadi Guru. a. Pemerintah Daerah agar memfasilitasi terbentuknya Forum Tungku Tigo Sajarangan disetiap tingkatan sebagai unsur kepemimpinan kolektif masyarakat Minangkabau dalam menyelesaikan masalah serta dalam mencari mufakat untuk menghadapi tantangan masa datang. b. Mendorong agar unsur-unsur Forum Tigo Sajarangan -- yaitu lembaga-lembaga ninik mamak, alim ulama, dan lembaga cadiak pandai, berada di bawah satu atap. c. Secara pro aktif melayani keinginan masyarakat untuk tegaknya moral dan budi berdasar adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. d. Mendorong Mahkamah Agung R.I untuk menghidupkan kembali peradilan adat dalam kasus-kasus sengketa adat. e. Meminta kepada jajaran kepolisian daerah agar telebih dahulu bekerjasama dengan tokoh- tokoh masyarakat-hukum adat setempat sebelum melakukan penangkapan/penahanan dalam kasus tindak pidana ringan yang melibatkan warga masyarakat hukum adat. f. Mensosialisasikan naskah ini kepada seluruh jajaran Pemerintah Daerah sebagai masukan, khususnya kepada para pejabat yang berasal dari luar daerah. g. Lebih mengaktifkan unsur Sekretariat Daerah menangani pembangunan nagari dan sejenisnya dan masyarakat perantau.

3. Pembangunan Nagari & sejenisnya dan Kesejahteraan Masyarakat Petani . a. Menuntut Pemprov Sumatera Barat untuk memperjuangkan dipulihkannya otonomi Nagari berdasarkan hak asal-usul menurut penjelasan Pasal 18 Undang Undang Dasar 45 dan Masyarakat Hukum Adat yang berlaku di Minangkabau. b. Mendorong pemerintah kabupaten dan kota untuk membentuk peraturan daerah yang akan memberi status badan hukum ( legal standing) kepada nagari-nagari, agar dapat membela dan memanfaatkan hak tradisionalnya sebagai Pemohon pada Mahkamah Konstitusi, jika merasa haknya itu dilanggar oleh undang-undang. c. Secara bertahap memfasilitasi pembuatan peta partisipasi tentang batas nagari-nagari.

d. Membantu penyediaan modal yang berasal dari dana corporate social responsibility untuk lembaga-lembaga keuangan mikro, seperti koperasi simpan pinjam dan baitul mal wa tamwil yang berbasis syariah yang telah mulai tumbuh di daerah Sumatera Barat.

Sekretariat : Jl. Kayumanis I No.24 RT.002/02 Jakarta Timur 13130 Telp./Faks : 021. 859 03567, 0812 822 0321 16

e. Untuk mencegah isolasi dan untuk membangun komunikasi yang cepat antara nagari dan sejenisnya dengan para perantaunya, agar memfasilitasi kegiatan pelatihan serta pengoperasian internet di nagari-nagari. f. Perlu disiapkan kebijakan untuk menampung dinamika masyarakat nagari.

4. Pendayagunaan Potensi Maritim dan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir. a. Pemerintah Daerah agar memberikan perhatian khusus kepada pemberdayaan sumber daya perikanan dan kelautan. b. Memfasilitasi kebangkitan kembali budaya bahari di sepanjang pantai Barat provinsi Sumatera Barat. c. Mendukung kebijakan Kementerian Kelautan & Perikanan agar Provinsi Sumatera Barat menjadi sentra pengembangan potensi daya maritim untuk kawasan Indonesia bagian barat yang berpusat di Teluk Bayur. d. Mendeklarasikan lautan di depan pantai Barat Sumatera Barat dan pantai Timur kepulauan Mentawai sebagai Lautan Minangkabau atau Tabek Gadang Minangkabau yang merupakan ulayat tinggi. e. Secara bertahap memfasilitasi terbentuknya lembaga masyarakat yang mengkoordinasikan seluruh kegiatan pendayagunaan potensi maritim. f. Memfasilitasi terbentuknya komunitas maritim di Sumatera Barat, yang terdiri dari unsur- unsur syahbandar, lembaga-lembaga pendidikan maritim, masyarakat nelayan, stasiun TNI- Angkatan Laut dan unsur-unsur Kementerian Kelautan & Perikanan, dan organisasi nelayan pesisir, antara lain organisasi seperti KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan). g. Memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya budi daya perikanan. h. Memimpin proses rehabilitasi terumbu karang yang telah rusak berat oleh karena eksploitasi yang melanggar hukum. i. Menindak lanjuti kesediaan Kementerian Kelautan & Perikanan untuk menghibahkan kapal-kapal pelatih untuk nelayan pesisir dalam rangka meningkatkan kemampuan menangkap ikan di Zona Ekonomi Ekslusif 200 Mil. j. Memperhatikan secara khusus peningkatan pendapatan nelayan pantai yang ada dengan membentuk koperasi-koperasi, serta depot penyediaan bahan bakar, termasuk penyediaan bahan bakar bersubsidi. k. Dalam jangka pendek memfasilitasi kerjasama operasional yang saling menguntungkan antara nelayan dari daerah tetangga yang sudah lebih maju dengan nelayan tradisional setempat. l. Sebagai bagian menyeluruh dari Sumatera Barat perlu diberikan perhatian dan pelayanan khusus kepada masyarakat kepulauan Mentawai, antara lain dengan memasukan kep. Mentawai sebagai bagian dari sentra pembangunan maritim. m. Oleh karena mempunyai potensi yang sangat besar untuk mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Mentawai perlu dikembangkan fasilitas untuk wisata maritim. n. Untuk mengatasi gejolak harga penjualan ikan, sewaktu-waktu tertentu meningkat (pada waktu musim panen), kepada pemerintah diminta untuk dapat membeli hasil panen tangkapan nelayan, dan memprakarsai pembangunan industry pengolahan dengan memanfaatkan dana yang dialokasikan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. o. Mencegah akibat yang lebih buruk dari abrasi yang terjadi disepanjang pantai Sumatera Barat dengan melakukan penanaman pohon bakau. p. Memanfaatkan para penyuluh yang dibentuk oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. q. Memanfaatkan semaksimal mungkin Gerakan Nasional Masyarakat Minapolitan yang resmi dicanangkan di Pariaman baru-baru ini oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan RI dan Kementerian Kominfo dengan sasaran Indonesia menjadi produsen ikan terbesar pada tahun 2015.

17

5. Pemulihan Hak atas Tanah Ulayat.

I. Masalah Tanah Ulayat Selama Ini

Sebelum Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) dan Domein Verklaring tahun 1870 diundangkan di zaman penjajahan Belanda, praktis seluruh tanah di Indonesia ini adalah tanah ulayat, baik yang dikuasai oleh raja maupun oleh kelompok suku, kaum, marga, desa, nagari, dsb. Di zaman kemerdekaan ini, pemerintah RI lalu mengeluarkan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria), No.5 tahun 1960, yang dasarnya adalah pengakuan akan eksistensi tanah adat. Namun sejak masa diberlakukannya Agrarische Wet sampai ke UUPA, dan bahkan berlanjut sampai sekarang, struktur dan sistem perekonomian nasional telah mengalami perubahan yang cukup berarti dan mendasar. Sistem dan struktur perekonomian di Indonesia, dalam praktek, telah menjurus kepada yang bersifat kapitalistik, liberal dan individualistik, kendati pasal 33 UUD 1945 menginginkan agar “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan,” yang karenanya secara formalistis masih diakui keberadaan dari tanah komunal adat dengan nama tanah ulayat itu. Pengakuan formal ini malah dikukuhkan dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945, di mana dikatakan: ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang- undang.” Atas dasar itulah Pemerintah Daerah Sumatera Barat mengeluarkan Perda No. 6 th 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pamanfaatannya, pada tgl 22 Juli 2008, yang pasal 2 nya a.l. mengatakan: (1) Asas utama tanah ulayat bersifat tetap berdasarkan filosofi adat Minangkabau “jua indak dimakan bali, gadai indak dimakan sando;’ (2) Asas pemanfaatan tanah ulayat adalah manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat adat, berkeadilan dan bertanggung jawab, sesuai dengan falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Namun, pada waktu yang sama, pasal 33 ayat (2) UUD 1945 juga mengatakan, bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dengan sistem dan struktur ekonomi yang dikembangkan oleh negara, terutama sejak masa Orde Baru dan berlanjut sampai saat Reformasi sekarang ini, yaitu dengan mengajak perusahaan-perusahaan multi-nasional kapitalistik yang juga didukung dan diperan sertai oleh perusahaan-perusahaan nasional, dan BUMN, maka di manapun, termasuk di Sumatera Barat sendiri, keberadaan tanah ulayat tinggal kenangan pahit masa lalu, karena sebagian terbesar telah dikonsesikan oleh pemerintah sendiri berupa tanah HGU kepada perusahaan-perusahaan multi-nasional dan nasional itu, dengan mengalihkan tanah ulayat menjadi tanah negara. Meski masa kontraknya berakhir, atau tidak diperpanjang lagi, tanah ulayat yang dikonversikan menjadi tanah negara itu tidak dikembalikan kepada rakyat sebagai tanah ulayat semula. Karenanya, di tengah-tengah kesukaran rakyat untuk mendapatkan tanah untuk menjalankan usaha-usahanya, baik di bidang pertanian, perkebunan, perternakan, atau galian lain, dsb, kita juga menyaksikan ribuan hektar tanah yang tadinya tanah ulayat itu dibiarkan terlantar, karena tidak digarap oleh para perusahaan yang memegang konsensi HGU tanah itu. Dalihnya adalah karena mereka pemegang hak konsensi HGU yang berlaku selama minimal 30 tahun yang bahkan juga dapat diperpanjang lagi.

II. Alternatif Penyelesaian ke Masa Depan

Untuk mengoreksi dan membenahi penyimpangan kebijakan Negara terhadap hak atas tanah ulayat ini sesuai dengan semangat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, berikut disampaikan beberapa alternatif : 18

(1) Dengan Kebijakan Pemerintah Daerah Sumatera Barat seperti tercantum dalam Perda No. 6 th 2008 itu perlu ditindak lanjuti dengan langkah-langkah konkrit dalam upaya mengembalikan tanah ulayat yang diHGUkan sebagai tanah negara itu dalam jangka waktu yang ditentukan, sehingga semua tanah ulayat kembali ke tangan rakyat, dan dipergunakan untuk “sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

(2) Bagi tanah ulayat rakyat yang masih berupa cadangan, artinya yang belum digarap, perlu ada penyelesaian secara tuntas, baik mengenai hak pemilikan kolektif kaum, suku, maupun nagari, dengan penentuan batas-batas wilayah yang jelas dan terinventirasi serta terkodifikasi melalui Prona dan Undang-undang keagrariaan lainnya.

(3) Secara hukum adat maupun syarak, sesuai dengan prinsip ABS-SBK, tanah ulayat rakyat dalam kaum, suku maupun nagari, diperlakukan sebagai tanah wakaf kaum, suku, maupun nagari, yang tidak dibagi secara hukum faraidh, karena bukan milik dari seorang tertentu yang meninggal, tapi milik kolektif kaum, suku dan nagari secara turun-temurun.

(4) Dalam menyelesaikan sengketa tanah-tanah ulayat kaum, suku dan nagari, fihak Pengadilan harus memahami dan menjunjung tinggi prinsip tanah ulayat yang berfungsi sebagai tanah wakaf, yang karenanya tidak boleh dibagi dan disesuaikan dengan undang-undang keagrariaan yang sifatnya individual.

(5) Pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten beserta DPRD terkait, di Sumatera Barat, didukung seluruh lapisan kepemimpinan masyarakat Minangkabau, perlu memprioritaskan usaha penyelesaian masalah sengketa tanah ulayat ini, baik dengan pihak luar manapun, maupun dengan pihak dalam sendiri dalam suku, kaum dan nagari.

(6) Terhadap tanah-tanah ulayat yang dapat dipakai dan dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan di masa datang, norma konstitusi yang tercantum dalam pasal 33 ayat (2) UUD 1945 harus menjadi pedoman, prinsip, dan tujuan, dalam membangun Daerah dan Negara.

(7) Semangat serta kebijakan yang terkandung dalam Perda No. 6 th 2008 mengenai Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya perlu ditindaklanjuti secara aktif agar tanah ulayat kembali kepada rakyat, sesuai dengan motto konstitusi “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(8) Mendorong Pemerintah Pusat untuk meratifikasi Konvensi ILO Nomor 169 Tahun 1989 Tentang Hak Masyarakat Hukum Adat dan Kelompok Persukuan di Negara- negara Merdeka.

(9) Mengadakan inventarisasi tentang kondisi tanah ulayat.

(10) Melindungi hak-hak ulayat adat agar jangan berpindah kepada pihak lain.

19 6. Mitigasi Kebencanaan.

(1) Mendorong terbentuknya wadah partisipasi masyarakat dalam rangka mitigasi bencana.

(2) Mencantumkan program-program mitigasi kebencanaan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Sumatera Barat, dengan prioritas untuk kota Padang sebagai Ibukota Provinsi.

DEWAN EKSEKUTIF

Mayjen TNI (Purn.) H. Asril Hamzah Tanjung, S.IP Warni Darwis Ketua Umum Wkl. Sekretaris Jenderal

MENGETAHUI Penyelenggara Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang 2010 & Mubes V Gebu Minang

Ir. H. R. Ermansyah Jamin Dt. Tanmaliputi Ketua Umum

Dr. Saafroedin Bahar St. Majolelo Drs. Zulhendri Chaniago Ketua SC SKM GM 2010 Ketua OC SKM GM 2010

20

Sekretariat : Jl. Kayumanis I No.24 RT.002/02 Jakarta Timur 13130 Telp./Faks : 021. 859 03567, 0812 822 0321

PEGIAT SEMINAR KEBUDAYAAN MINANGKABAU GEBU MINANG 2010

TINGKAT PUSAT

Pimpinan Gebu Minang : Mayjen TNI (Purn.) H Asril. Hamzah Tanjung, S.Ip

Pimpinan Panitia Penyelenggara : Ir. H. R. Ermansyah Jamin Dt. Tanmaliputi.

Panitia Pengarah : 1. Dr.Saafroedin Bahar. 2. Dr. Mochtar Naim. 3. Drs H. Farhan Muin Dt Bagindo, M.Si. 4. H. Amri Aziz, M.Sc 5. Ny. Ir. Sulfah Achni E. Jamin. 6. Drs. H. Nafis Thalib 7. Hj. Inneke Azizchan 8. Warni Darwis. 9. Drs. Mishar Dt. Mangkuto Sapuluah 10. Ir. Muhammad Nur.

Panitia Pelaksana : Drs. Zulhendri Chaniago Ir. HM. Roestam Hamsyal, MM Ir. Ruslan A. Gani Ir. Elfiwadri C. Tanjung Drs. Firdaus Effendi Ir. Erwan Drs Ambiar Lani Roosdinal Salim Andri Nasrun Revy Nasrun Zul Fasli, SS Syafruddin Al Ridwan (Wan Gondrong)

Tim Advokasi : Ibrani, SH Yulianto Syahyu, SH. MH

Tim Sekretariat 1. Warni Darwis 2. Andri Sukamto 3. Romi Irwanto, S.Pd.I 4. Zulfahmi, SS 5. Amanda Damayanti 6. Ihsan 7. Evi Anwar 8. Sylvi 9. Edi 10. Mezi Martha Yoga, SH (Mahasiswa Univ. Muhammadiyah Bukittinggi) 11. Fitrah Idul Fitri (Mahasiswa Univ. Muhammadiyah Bukittinggi) 12. Prima Gusman (Mahasiswa Univ. Muhammadiyah Bukittinggi) 13. Hidayatul Ulya (Mahasiswa Univ. Muhammadiyah Bukittinggi) 14. A. Haris Syuhada 21 (Mahasiswa Univ. Muhammadiyah Bukittinggi) 15. Hayatin Nufus (Mahasiswa Univ. Muhammadiyah Bukittinggi) 16. Sri Dzarrah Hayati (Mahasiswa Univ. Muhammadiyah Bukittinggi) 17. Chea Monica Besthari (Mahasiswa Univ. Muhammadiyah Bukittinggi) 18. Edo Anrefson (Mahasiswa UNP – Sumbar) 19. Rila Muspita (Mahasiswa UNP – Sumbar) 20. Rahmi Khalida (Mahasiswa UNP – Sumbar) 21. Nofri (Mahasiswa UNP – Sumbar) 22. Desi Anggraini (Mahasiswa UNP – Sumbar) 23. Muspardi (Mahasiswa UNP – Sumbar) 24. Muhammad Habibie (Mahasiswa UNP – Sumbar) 25. Radigus (Mahasiswa UNP – Sumbar) 26. Efriazi (Mahasiswa UNP – Sumbar) 27. S. Sibet (Mahasiswa UNP – Sumbar)

TINGKAT DAERAH

Penasehat Buya Drs H. Hasan Byk Dt. Marajo Kelompok Pengarah H.Syahruji Tanjung Muhardi Rajab, SH. MH. Ermen Bachtiar, SH Drs. Nurmatias Zakaria Drs. Syafnir Aboe Naim Dt. Kando Marajo. Boyke Tuan Khatib Kayo, SH Mairul Marlis, SH.I Undri

Kelompok Lapangan Armen Zulkarnain Amir Dian Syahdan, SH Heri Roesli

22

Daftar FGD ( Focused Group Discussion )

NO HARI/TGL ACARA KETERANGAN 1 Kamis, 4 Februari 2010. FGD di Kampus UNAND - Menjelaskan KKM 2010 Padang – Fakultas Sastra kepada para akademisi, alim ulama, LKAAM Sumbar, Budayawan, Pemuda - Dihadiri + 60 Peserta

2 Sabtu, 27 Februari 2010. FGD di Solok - Menjelaskan KKM 2010 Gd. Nan Indah Koto Baru kepada para Wali Nagari dan Solok KAN di Kotamadya Solok, Kab. Solok, dan Kab. Solok Selatan. - Dihadiri + 120 peserta

3 Sabtu, 6 Maret 2010. FGD di Jakarta. - Menjelaskan KKM 2010 Balairung Sapta Pesona kepada IKM-IKM, BAKOR- Gd. Menbudpar Jakpus BAKOR se-Jakarta, dan tokoh masyarakat Minang di rantau. - Dihadiri + 109 peserta perwakilan IKM-IKM, BAKOR- BAKOR se-Jakarta

4 Jum’at, 19 Maret 2010. FGD di FISIP UNAND - Menjelaskan KKM 2010 Jam 10.00 – 15.00 - Dihadiri + 46 Peserta Tentang Perempuan/Bundo Kandung

5 Minggu, 21 Maret 2010. FGD di Payakumbuh - Menjelaskan KKM 2010 dengan Wali Nagari & KAN kepada para Wali Nagari dan Wilayah : Kodya KAN Payakumbuh, Kab. 50 - Dihadiri + 87 Peserta Kota, Kab. Tanah Datar

6 Selasa, 23 Maret 2010. FGD di Bukittinggi - Menjelaskan KKM 2010 Dengan Wali Nagari & KAN kepada para Wali Nagari dan Wilayah : Kodya KAN Bukittinggi, Kodya Padang - Dihadiri + 170 Peserta Panjang, Kab. Agam, Kab. Pasaman Barat, Kab. Pasaman Timur

7 Rabu, 24 Maret 2010. FGD Terkait dengan - Menjelaskan KKM 2010 Kepemudaan - Dihadiri + 130 Peserta Di UNP – Sumatera Barat (mahasiswa, dan pemuda)

8 Rabu, 24 Maret 2010. Pertemuan dengan - Menjelaskan KKM 2010, dan pengurus LKAAM LKAAM Sumbar meminta Sumatera Barat untuk merubaha nama Majelis Adat dan Syarak (MAS) menjadi Forum Adat dan Syarak (FAS)

9 Kamis, 25 Maret 2010. FGD di Sawahlunto - Menjelaskan KKM 2010 Sijunjung kepada para Wali Nagari dan 23 NO HARI/TGL ACARA KETERANGAN Dengan KAN, Kapalo KAN Nagari - Dihadiri + 65 Peserta Wilayah : Sawahlunto, Sawahlunto Sijunjung, Dharmasraya (3 Daerah)

10 Jum’at, 26 Maret 2010. FGD Di Kota Padang. - Menjelaskan KKM 2010 Wilayah : Kota Padang, kepada para Wali Nagari dan Pesisir Selatan, Kab. KAN Padang Pariaman, Kota - Dihadiri + 139 Peserta Pariaman.

11 Jum’at, 26 Maret 2010. Pertemuan ke II dengan Menjelaskan KKM 2010, dengan pengurus LKAAM kesimpulan menyetujui KKM Sumatera Barat. 2010 sesuai dengan kesepakatan.

12 Selasa, 27 April 2010. FGD di Jakarta dengan Membahas Kerangka Acuan & Perwakilan Bakor-Bakor & Draft Mufakat Kongres IKM-IKM Se-Jabodetabek Kebudayaan Minangkabau 2010.

13. Selasa, 11 Mei 2010 FDG di Kampus Lubuk Membahas Kerangka Acuan & Lintah IAIN – Bonjol, Draft Mufakat Kongres Sumatera Barat Kebudayaan Minangkabau 2010.

14. Sabtu, 5 Juni 2010 FGD di Kampus STIE 1. Tentang Ekonomi Syariah Widya Jayakarta – Jakarta 2. Shariah Banking 3. Modern Barter Exchange

24

II

PEDOMAN PENGAMALAN ADAT BASANDI SYARAK SYARAK BASANDI KITABULLAH

SYARAK MANGATO ADAT MAMAKAI ALAM TAKAMBANG JADI GURU

25

PEDOMAN PENGAMALAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH SYARAK MANGATO ADAT MAMAKAI, ALAM TAKAMBANG JADI GURU

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu sendiri tidak mengubahnya (Q : Surah Ar Ra’d, ayat 11)

A. PENDAHULUAN

1. Minangkabau dalam Lintasan Sejarah.

Sejak abad ke 13 Masehi, masyarakat Minangkabau telah mengalami rangkaian goncangan dan perubahan sosial, yang secara mendasar telah mempengaruhi sistem nilai dan tatanan kelembagaan masyarakat Minangkabau yang berbasis nagari. Agama Hindu-Budha yang dianut oleh keluarga kerajaan-kerajaan Minangkabau lama selama berabad- abad sejak abad ke 13 tersebut tidak banyak berpengaruh kepada masyarakat Minangkabau, yang tetap berpegang pada adat Minangkabau, yang berpedoman pada ajaran alam takambang jadi guru . Berbeda dengan agama Hindu Budha tersebut, agama Islam yang masuk dalam abad ke 16 Masehi secara bertahap dianut oleh masyarakat Minangkabau, dan tumbuh sebagai faktor yang paling penting dalam perkembangan sejarah dan kebudayaan Minangkabau dalam abad-abad sesudahnya. Namun, pada mulanya ada perbedaan ajaran antara adat Minangkabau dan agama Islam – khususnya dalam masalah hukum kekerabatan dan hukum waris – telah menyebabkan timbulnya serangkaian masalah dalam hukum perdata, yang memerlukan penyesuaian mendasar dalam kaidah hukum serta kelembagaan sosial. Oleh karena masyarakat Minangkabau tidak mempunyai tatanan kelembagaan di atas tingkat nagari, maka rangkaian goncangan dan perubahan sosial tersebut hanya diselesaikan secara setempat-setempat, dan belum pernah dikonsolidasikan secara menyeluruh, terarah, terpadu, dan terencana. Abad ke 19 Masehi adalah abad yang paling menentukan dalam sejarah dan kebudayaan Minangkabau. Dalam abad ini bukan saja telah terjadi rangkaian upaya pemurnian dan pembaharuan terhadap akidah dan pengamalan adat dan syarak, tetapi juga telah terjadi campur tangan kaum kolonialis Hindia Belanda yang mengadu domba kaum adat dan kaum agama, yang sama-sama menganut agama Islam. Setelah mengalami konflik berkepanjangan yang disusul oleh perang saudara yang dahsyat antara tahun 1803-1821, yang disusul oleh Perang Minangkabau antara tahun 1821- 1838 untuk menghadapi balatentara kolonial Hindia Belanda, pada tahun 1832 Tuanku Imam Bonjol memberikan fatwa ishlah yang menjadi dasar untuk pengembangan Ajaran Adat Basandi Syarak,Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai (ABS SBK) – yang kemudian dilengkapi dengan ‘Alam Takambang Jadi Guru – sebagai nilai dasar dalam menata masyarakat Minangkabau. Fatwa Tuanku Imam Bonjol ini kemudian dikukuhkan dalam Sumpah Satie Bukit Marapalam pada tahun 1837 di Bukit Pato, Lintau, dekat Batu Sangkar. Oleh karena kemudian seluruh Minangkabau dijajah oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda yang melancarkan politik adu domba dan politik tanam paksa, yang disusul oleh dua kali Perang Dunia, dua kali Perang Kemerdekaan, serta rangkaian konflik dalam negeri yang berkepanjangan, Nilai Dasar dan Ajaran Adat Basandi Syarak,Syarak Basandi Kitabullah tersebut belum sempat terhimpun dan disatukan secara terpadu dalam suatu dokumen yang disahkan bersama oleh masyarakat Minangkabau. Pada abad ke 20, masyarakat Minangkabau telah aktif ikut serta, baik dalam pergerakan kemerdekaan nasional, dalam membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, maupun dalam pembelaan menghadapi ancaman dari dalam dan dari luar negeri. Baik sistem hukum nasional maupun hukum internasional hak asasi manusia pada dasarnya menghormati, melindungi, memfasilitasi, dan memenuhi hak suku bangsa dan masyarakat hukum adat. Pengakuan konstitusional terhadap kemajemukan masyarakat Indonesia ini tercantum dalam sesanti ‘Bhinneka Tunggal Ika’pada Lambang Negara.

26 Masyarakat Minangkabau memperhatikan dengan sungguh-sungguh berbagai masalah nasional yang dihadapi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam abad ke 21 ini, dan sangat prihatin dengan kenyataan bahwa walaupun telah 65 tahun berada dalam alam kemerdekaan, dan walaupun telah lebih dari sepuluh tahun mengadakan reformasi, namun dua tujuan nasional dan empat tugas pemerintahan yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 masih belum tercapai dengan memuaskan. Masih diperlukan kelanjutan reformasi dalam berbagai bidang, secara lebih terarah, terencana, terorganisasi, serta terkendali, baik pada tingkat nasional, tingkat daerah, serta pada tingkat lokal. Baik untuk mengadakan konsolidasi ke dalam, maupun untuk mempersiapkan diri, memanfaatkan peluang, menjawab tantangan, dan menunaikan kewajiban sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar Pancasila, dipandang perlu untuk menetapkan secara formal Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah sebagai jati diri dan identitas ٛ ultural suku bangsa dan masyarakat hukum adat Minangkabau serta mengembangkan aspek kelembagaan, norma etika, serta dasar-dasar kebijakan dalam tindaklanjutnya.

2. Tantangan, Peluang, dan Rujukan.

a. Tantangan dan Peluang. Masyarakat Minangkabau telah berkembang dari bentuk nagari-nagari yang berdiri sendiri-sendiri dengan Adat Nan Salingka Nagari, menjadi bagian menyeluruh dari Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga merupakan bagian dari dunia baru yang meliputi seluruh umat manusia yang berkembang dengan amat dinamis. Dalam perkembangan nagari ini, agama Islam telah menjadi satu-satunya landasan keimanan, ketakwaaan dalam kerangka persatuan bagi seluruh warga masyarakat nagari, yang sebelum itu selain berdiri sendiri-sendiri, juga tidak jarang saling berperang satu sama lain. Pengalaman menunjukkan bahwa walaupun seluruh masyarakat Minangkabau secara rohaniah mematuhi lima Rukun Islam dan enam Rukun Iman, namun masih bersilang pendapat mengenai masalah-masalah muamalah , yang perlu dibenahi dan dikonsolidasikan secara mendasar, terencana, melembaga, dan berkesinambungan. Silang pendapat mengenai masalah-masalah muamalah tersebut di atas telah menyebabkan terjadi sengketa berkepanjangan dalam suku dan dalam keluarga, khususnya mengenai harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah , dan batas wilayah antar Nagari, yang tidak jarang berujung pada sengketa di pengadilan negeri, sampai kasasi ke tingkat Mahkamah Agung RI. Secara lambat laun, masyarakat Minangkabau yang telah berkembang ini terbagi dalam dua bagian besar, yaitu masyarakat Minangkabau yang tetap bermukim di Ranah Minang yang umumnya mempunyai mata pencaharian dalam bidang pertanian yang masih tetap terkait erat dengan adat sebagai hukum tak terulis dan sebagian kecil mempunyai mata pencaharian dalam bidang perdagangan dan jasa; dan masyarakat Minangkabau yang sudah bermukim di daerah Rantau, yang hampir secara menyeluruh mempunyai mata pencaharian dalam bidang perdagangan, jasa, dan industri yang lebih terbuka untuk pengaruh kebudayaan nasional dan global. Hubungan antara dua bagian besar dari masyarakat Minangkabau yang telah berkembang tersebut – yang dapat disebut sebagai Minangranah dan Minangrantau – belum sempat ditata secara melembaga sebagai landasan untuk kerjasama yang saling mendukung. Suatu masalah yang sangat merisaukan dalam dasawarsa terakhir ini adalah sangat sedikitnya komunikasi, susahnya memupuk rasa kebersamaan dan merenggangnya rasa persatuan dikalangan masyarakat Minangkabau. antara berbagai golongan yang ada dalam masyarakat Minangkabau, yang merupakan hambatan utama dalam merancang dan menindaklanjuti kerjasama antara sesama warga Minangkabau. Namun bila dipandang dari sisi sejarah dan kebudayaan, masyarakat Minangkabau mempunyai hubungan persaudaraan dengan masyarakat suku-suku bangsa lainnya di Indonesia, antara lain dengan anak jameu di Aceh Selatan, masyarakat Mandailing di Tapanuli Selatan, masyarakat Melayu di Riau, masyarakat Pucuak Jambi Sambilan Lurah di Jambi, dan suku bangsa Bugis Makassar di Indonesia, serta dengan masyarakat kerajaan Negeri Sembilan di Malaysia. Antara tahun 1347 sampai tahun 1378 berperan raja Adityawarman di Minangkabau, yang selain secara pribadi mempunyai hubungan darah dengan ibunya seorang putri Minangkabau dan bapaknya seorang petinggi kerajaan Majapahit juga telah menerapkan struktur pemerintahan Majapahit dalam kerajaannya, yang secara tidak langsung berpengaruh kepada sebagian masyarakat Minangkabau di bekas daerah pengaruhnya.. Dalam tatanan ini terdapat lembaga Basa Ampek Balai, Langgam nan Tujuah, Tanjuang nan Ampek, dan Lubuak nan Tigo. Sejak tahun 1451 Istano Basa Pagaruyung telah dipimpin oleh 23 orang sultan yang beragama Islam, dan pada saat ini diperkirakan berjumlah 2.000- 3.000 orang kerabat, yang hidup tersebar di berbagai daerah. Menurut catatan, struktur pemerintahan kerajaan adat terdiri dari 56 kerajaan di daerah-daerah, yang disebut sebagai sapiah balahan, kuduang karatan, kapak radai, timbang pacahan.

27 Baik dalam jumlah maupun dalam gaya hidup, secara lambat laun masyarakat Minangkabau yang bermukim di Ranah Minang dan di Rantau tersebut di atas sudah berada dalam kedudukan setara. Masyarakat Minangkabau yang telah berkembang tersebut belum sempat mengadakan konsolidasi ke dalam setelah mengalami rangkaian perobahan sosial yang dahsyat dari tatanan sosial tingkat nagari menuju tatanan baru pada tingkat nasional dan global. Konsolidasi ke dalam antara masyarakat Minangkabau yang bermukim di Ranah Minang dan berbasis nagari dan masyarakat Minangkabau yang bermukim di Rantau, dalam ruang lingkup kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan suatu kemutlakan, oleh karena seluruh masyarakat Minangkabau merupakan satu suku bangsa dengan identitas kultural dan jati diri yang pada dasarnya adalah sama. Belum selesainya konsolidasi ke dalam tersebut selain telah menimbulkan sengketa berkepanjangan mengenai hubungan kekerabatan dan harta pusaka, juga telah menyebabkan menurunnya mutu pengelolaan kaum, suku dan nagari pada khususnya, serta terjadinya kemunduran suku bangsa Minangkabau, yang pada umumnya sangat merugikan posisi masyarakat Minangkabau secara menyeluruh. Generasi muda Minangkabau -- yang lahir dan menjadi dewasa dalam kurun perubahan yang amat cepat serta dalam suasana belum terkonsolidasinya sistem nilai serta lembaga-lembaga adat dan agama tersebut – selama ini tidak memperoleh pendidikan yang teratur secara melembaga tentang warisan budaya yang terbaik dari sejarah masa lampau Minangkabau, dan telah menunjukkan gejala kehilangan pegangan hidup dan terombang-ambing oleh berbagai pengaruh dari luar yang tidak seluruhnya bermanfaat bagi diri mereka serta bagi masa depannya. Sambil memanfaatkan peluang yang terbuka dari kehidupan berbangsa dan bernegara serta berdunia tersebut di atas, perlu diadakan konsolidasi ke dalam dan diteguhkan jati diri serta identitas kultural Minangkabau sebagai norma moral dan etika sosial kolektif bagi seluruh warga masyarakat Minangkabau, baik yang bermukim di Ranah Minang maupun yang bermukim di Rantau. Rumusan jati diri dan identitas kultural Minangkabau yang sudah disepakati adalah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah; Syarak Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru yang tumbuh, berkembang, dan memasyarakat dalam perjalanan sejarah dan kebudayaan Minangkabau. Pengalaman menunjukkan, antara lain di Kabupaten Agam, bahwa ajaran dan moral Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru, dapat dijabarkan, ditindaklanjuti, serta diamalkan secara kreatif dalam bidang ekonomi ( Baitul Mal wa Tamwil ), khususnya untuk memberantas kemiskinan di nagari-nagari. Demi kepastian rujukan dan sebagai bahan pendidikan kepada generasi muda Minangkabau, serta sebagai pernyataan resmi ke dunia luar, rumusan jati diri serta identitas kultural yang sudah disepakati tersebut perlu dituliskan secara lugas, lengkap, dan mudah difahami, serta disosialisasikan melalui pendidikan kebudayaan secara terus menerus. Untuk menindaklanjuti pembinaan jati diri serta identitas kultural Minangkabau tersebut di atas, perlu dibentuk sebuah lembaga musyawarah kepemimpinan sosial Minangkabau dengan nama Forum Tungku Tigo Sajarangan

Peneguhan jati diri serta identitas kultural Minangkabau serta pembentukan Forum Adat dan Syarak / Forum Tungku Tigo Sajarangan tersebut perlu dibahas dan disepakati dalam Seminar Kebudayaan Minangkabau. b. Rujukan Ayat-ayat Al Quran dan Hadits Nabi yang Terkait dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, antara lain.

1) Tentang Keimanan a. “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia termasuk orang-orang yang rugi” (Q:3:85). b. “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam” (Q:3:19). c. “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus- putusnya” (Q:95:2-5) d. “Kebajikan apapun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi. (Q4:79). e. “Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah nasib mereka sendiri. Dan apalabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Q:13:11). f. “ Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmat_nya untukmu lahir 28 bathin.Tetapi di antara manusia juga ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”(Q:31:20) g. “Bukanlah orang yang paling baik daripadamu itu yang meninggalkan dunianya karena akhiratnya, dan tidak ada pula yang meninggalkan akhiratnya karena dunianya, sebab dunia itu penyampaikan kepada akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban atas manusia.” (H.R. Ibnu ‘Asakir). h. “Telah kutinggalkan bagimu dua perkara yang tak akan tersesat kamu jika berpegang pada keduanya, yaitu kitab Allah (AlQur’an) dan Sunnah Rasul-Nya”. ( H.R.Ibn Abdul Barri)

2) Tentang Pentingnya Persatuan a. “Dan taatilah Allah dan Rasul-nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang sabar” (Q: 8:46). b. “Bertolong-tolonganlah pada kebaikan dan ketakwaan dan jangan kamu bertolong-tolongan pada perbuatan dosa dan permusuhan”. (Q:s Al Maidah::2).

3) Tentang Kegiatan Menuntut Ilmu dan Mencari Nafkah a. “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q: 4:32). b. “Tuhanmulah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari karunia- Nya. Sungguh Dia Maha Penyayang terhadapmu”. (Q: 17:66). c. “Barang siapa yang mencari nafkah untuk keluarganya dari jalan yang halal, maka dia seperti berjihad di jalan Allah dan barang siapa yang mencari keduniawian dengan memelihara diri sendiri dari jalan yang hina (atau menjaga harga diri) maka dia mendapat tingkat para syuhada (orang-orang yang mati syahid).” (Hadits, diriwayatkan oleh AtThabrany dari Abu Hurairah.) d. “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka dalam ilmunya itu Allah mempermudah jalan ke surga”. (Hadits diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah.). e. “Dari Ibnu Umar r.a. katanya: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda ‘setiap kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawabannya tentang yang dipimpinnya. Kepala Negara adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang yang dipimpinnya. Suami sebagai pemimpin dalam keluarga dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang yang dipimpinnya. Isteri adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabab tentang yang dipimpinnya. Pelayan/buruh adalah sebagai pemimpin dalam dalam harta tuan/majikan, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang yang dipimpinnya dan semua kamu sebagai pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang yang dipimpin” (Hadits diriwayatkan Al Bukhary dan Muslim.) f. “Pergunakanlah lima kesempatan sebelum datangnya lima kesempitan.(1) Pergunakanlah kesempatan sehatmu sebelum datangnya sakitmu.(2) Pergunakanlah kesempatan lapangmu sebelum datang kesibukan/kesempatan. (3) Pergunakanlah hari mudamu sebelum datang hari tuamu.(4) Pergunakanlah kesempatan waktu engkau kaya, sebelum datang kemiskinanmu, dan (5) Pergunakanlah kesempatan masa hidupmu sebelum datang saat kematianmu.” (H.R.Baihaqi). g. “Rasullullah s.a.w ditanya (tentang) apakah pekerjaan yang paling baik ? Rasul bersabda:” Yang paling baik) “ Ialah pekerjaan seseorang dengan usaha (tangan sendiri) dan perdagangan yang bersih”. (H.R. Al Hakim dari Sa’ad bin Umar dari pamannya). h. “Berpagi-pagilah kamu dalam mencari rizqi dan segala keperluan/hajat, karena sesungguhnya di pagi hari itulah terdapat barakah dan keuntungan”.(H.R. Tabrani).

4) Tentang Pentingnya Akhlak a. “Wahai orang-orang yang beriman, tepatilah semua janji.” (Q:5:1). b. Ucapkanlah “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai cuaca subuh dan kejahatan makhlukNya, dan kejahatan malam bila ia telah gelap gulita, dari kejahatan peniup buhul dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia menjalankan peran kedengkian”. (Q: 113:1-5). c. “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu menggunjing/mengumpat sebagian yang lain. Apakah suka salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu benci/jijik mamakannya. Sesungguhnya Allah itu Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang”. (Q:49:12). 29 d. “Bahwasanya aku diutus Allah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak (budi pekerti)”. (H.R.Ahmad). e. “Seutama-utama orang mu’min Islamnya, ialah yang dapat selamat sekalian orang muslimin dari gangguan lidah dan tangannya. Dan seutama-utama orang mu’min imannya, ialah yang paling baik akhlaknya. Dan seutama-utama orang yang hijrah ialah orang yang yang meninggalkan semua larangan Allah, dan seutama-utama jihad ialah orang yang dapat memerangi hawa nafsunya sendiri untuk melaksanakan perintah-perintah Allah”.( H.R. Tabrani dari Ibn Umar). f. “Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga, (1) Kalau berbicara bohong, (2) kalau berjanji menyalahi, dan (3) kalau dipercaya ia berkhianat”. (H.R.Bukhari dan Muslim.) g. “Tidak beriman seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai diri sendiri.” H.R Bukhari dan Muslim). h. “Jauhilah sifat hasad, oleh karena sesungguhnya sifat hasad itu akan memakan amal-amal yang baik sebagaimana api memakan kayu bakar.” (Hadits diriwayatkan Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah.}. i. “Seseorang tidak akan mencapai kesempurnaan hakikat manusia sehingga ia meninggalkan berbantah-bantahan walaupun dia di pihak yang benar” ( Hadits diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dari Abu Hurairah).

5) Tentang Pentingnya Penghormatan kepada Kedua Orang Tua a. ” Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya.Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” (Q:31:14) b. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (Q:17:23).

6) Tentang Hutang a. “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai ia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkannya, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q:2:280). b. “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutangnya” (Hadits, diriwayatkan Muslim). c. .”Rasul bersabda :” (Ketahuilah) seorang yang berhutang apabila bertutur ia berkata bohong, dan bila berjanji ia berdusta”.(Hadits, dirawikan ?).

c. Pepatah Petitih yang Terkait dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

1) Hubungan adat Minangkabau dengan Agama Islam

a) Hubungan Adat dan Syarak a. Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah; Syarak Mangato Adat mamakai; Adat manurun syarak mandaki. b. Pariangan manjadi tampauk tangkai, Pagaruyuang pusek Tanah Data, Tigo Luhak rang mangatokan; Adat jo syarak kok bacarai, tampek bagantuang nan alah sakah, bakeh bapijak nan alah taban. c. Tasindorong jajak manurun, tatukiak jajak mandaki; Adat jo syarak kok tasusun, bumi sanang padi manjadi. d. Bumi sanang padi manjadi, padi kuniang jaguang maupiah, taranak bakambang biak, anak buah sanang santosa, bapak kayo mande batuah, mamak disambah urang pulo, ka tapi bagantang urai, ka tangah bagantang bodi.

b) Kebenaran sebagai Kebajikan Tertinggi Kamanakan barajo ka mamak; mamak barajo ka panghulu; panghulu barajo ka mufakat; mufakat barajo ka kabanaran; kabanaran tagak sandirinyo.

c) Tentang Pentingnya Akhlak. a. Nan kuriak iolah kundi, nan sirah iolah sago; nan baiak iolah budi, nan indah iolah baso. b. Kuat rumah karano sandi, rusak sandi rumah binaso; kuat bangso karano budi, rusak budi hancualah bangso.

30 c. Dek ribuik rabahlah padi, dicupak Datuak Tumanggung; hiduik kalau tidak berbudi, duduak tagak kamari tangguang. d. Nan dikatokan urang sabana urang, tahu diawa jo nan akie, tahu di lahie jo nan batin, tahu dihereang sarato gendeang, tahu di malu dengan sopan, raso jo pareso. e. Urang cadiak candokio, arif bijaksano. Budinyo tinggi, banyak. Mamanuhi syaraik martabat manusia. Hiduiknyo manjadi contoh tuladan. f. Satali pambali kumayan, sakupang pambali katayo; Sakali lancuang di ujian, saumua hiduik urang indak picayo g. Nak mulia tapati janji, nak taguah paham dikunci. h. Bajalan paliharokan kaki, bakato paliharokan lidah; kaki tataruang inai padahanno, lidah tataruang ameh padahannyo. i. Ka mudiak sahantak galah, ka hilia sarangkuah dayuang, sakato lahia dengan batin, sasuai muluik dengan hati. j. Gadang jan malendo, panjang jan malindih, cadiak jan manjua, ingek-ingek nan di ateh, nan di bawah kok maimpok. k. Nan elok di awak, katuju dek urang, lamak dek awak lamak dek urang, sakik dek awak sakik dek urang. l. Jan disisik padi jo ilalang, jan dicampuakan sadah jo tapuang, jan dicampuakan minyak jo aia, jan dipadakekkan api jo rabuak, jan dicampuakan durian jo antimun. m. Pucuak pauah silaro pauah, panjuluak buah ligundi, nak jauah silang sangketo, pahaluih baso jo basi. n. Galundi di sawah ladang, sariak indak babungo lai, budi kalau kalihatan dek urang, hiduik indak baguno lai. o. Pisang ameh baok balayia, masak sabuah di dalam peti, hutang ameh dapek dibayia, hutang budi dibao mati. d) Kewajiban Menghormati Kedua Orang Tua a. “Silasiah badaun rampak,batangnyo usah ditimpokan Baitu kasiah induak jo apak, alah gadang jan dilupokan”. e) Selalu Mencari yang Terbaik dalam Kehidupan Mancaliak tuah ka nan manang, maambiak contoh ka nan sudah, manuladan ka nan baiak. f) Kerukunan, Kerjasama, dan Persatuan. a. Bulek aia di pambuluah, bulek kato dek mufakat; Aia batitisan batuang, manusia batitisan bana. b. Tuah sakato, cilako basilang, nan bana kato saiyo, nan rajo kato mufakat. c. Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang; Ka bukik samo mandaki, ka lurah samo manurun; Sakabek bak siriah, sarumpun bak sarai, satampuak bak pinang, Sadanciang bak basi, saciok bak ayam. d. Mandapek samo balabo, kahilangan samo marugi; Sakik samo disilau, mati samo dijanguak; Nan rusuah samo dibujuak, Di kaba baiak baimbauan, di kaba buruak bahambauan. e. Tatilantang samo minum ambun, tatungkuik makan tanah; tarapuang samo hanyuik, tarandam samo basah; tatangguak di ikan samo dikaruntuangkan, tatanguah di sarok samo diserakkan. f. Nan tuo dimuliekan, nan ketek disayangi; Samo gadang lawan bakawan; Duduak samo randah, tagak samo tinggi. g. Tukang indak mambuang kayu, gapuak indak mambuang lamak; Gadang jan malendo, panjang jan malindih. h. Kaluak paku kacang balimbiang, tampuruang lenggang-lenggangkan, baok manurun ka Saruaso, tanamlah siriah di ureknyo; anak dipangku kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan, tenggang nagari jan binaso, tenggang sarato jo adatnyo. i. Duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang, kato surang dibulati, kato basamo dipaiyokan. g) Pentingnya Kerja Keras untuk Mencapai Kesejahteraan dan Kemakmuran. a. Barakik-rakik ka hulu, baranang-ranang ka tapian, basugi timbakau jao; basakik-sakik dahulu, basing- sanang kamudian, marugi mako balabo. b. Alang tukang binaso kayu, alang cadiak binaso adat, alang alim rusak agamo. c. Handak kayo badikik-dikik; handak tuah batabua urai; handak mulia tapati janji; handak luruih rantangkan tali; handak buliah kuaik mancari; handak namo tinggakan jaso; handak pandai rajin baraja; dek sakato mangkonyo ado; dek sakutu mangkonyo maju; dek ameh mangkonyo kameh; dek padi mangkonyo manjadi. d. Nan lorong tanami tabu; nan tunggang tanami bambu; nan gurun buek kaparak; nan bancah jadikan sawah; nan munggu pandam pakuburan; nan gauang katabek ikan; nan padang kubangan kabau; nan rawang ranangan itiak. 31 e. Dek ameh kameh, dek padi manjadi; Majilih di tapi aie, maradeso di paruik kanyang; Hilang bangso indak baameh, hilang rono dek pinyakik; Kain palinduang miang, pitih panyaok malu. f. Ka tapi bagantang urai, ka tangah bagantang pudi; Bapak kayo mande batuah, mamak disambah urang pulo. h) Peranan Pemimpin a. Luhak nan bapanghulu, rantau nan barajo, kampuang banantuo, rumah nan batungganai, kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka panghulu, panghulu barako ka mufakat, mufakat barajo ka nan bana, bana manuruik alua jo patuik, b. Tumbuah karano ditanam, tinggi karano dianjuang, gadang karano dilambuak, mulie karano diambah, bukan mancucuah dari langik, indak mambasuik dari bumi. c. Rajo adie rajo disambah, rajo zalim rajo disanggah. d. Walaupun inggok nan mancangkam, kuku nan tajam indak baguno, bago mamagang tampuak alam, kato mufakat nan kuaso. e. Kamano jalan ka Kurai, sasimpang jalan ka Ampek Angkek, Kok iyo panghulu ka jadi lantai, kok tapijak jan manjongkek. f. Adat taluak timbunan kapa, adat gunuang timbunan kabuik, adat bukik timbunan angin; biaso pamimpin tahan upek. g. Guntiang nan dari Ampek Angkek, disalang urang ka Biaro, kok datang gunjiang jo upek, sangko sitawa jo sidingin, baitu pamimpin sabananyo. h. Ingek di runciang ka mancucuak, dahan ka mahimpok, unak ka manyangkuik; malantai sabalun lapuak, ingek-ingek sabalun kanai, siang dicaliak-caliak, malam didanga- danga. i. Maelo karajo jo usaho, maelo parang jo barani. j. Duduak marawik ranjau, tagak maninjau jarak. k. Mangauak sahabih saung, mahawai sahabih raso, dikana awa jo akhia, dipikiakan elok jo buruak, ditimbang labo jo rugi, sarato mudarat dan mufaat. l. Bulek baru digolekkan, picak baru dilayangkan, data balantai papan, licin balantai kulik. i) Tentang Hutang Hutang lansai dek babayia, ketek hutang dek angsuran. j) Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. a. Adat badunsanak, dunsanak dipaliharo; Adat basuku, suku dipaliharo; Adat banagari, nagari dipaliharo; Adat benegara, Negara samo dipaliharo; Adat babangso, bangso samo dipaliharo; Adat bamasyarakat, manusia samo dipaliharo; Sanda manyanda bak aue jo tabiang. b. Di mano bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang; Dimano sumua digali, di sinan aie disauak;Dimano nagari dihuni, di sinan adaik dipakai. c. Ka Tiku urang bamain, ambiak lagundi kapatanak, dek suku balain-lain, dek budi kito badunsanak. k) Kekerabatan Suku a. Elok tapian di nan mudo, Elok kampuang di nan tuo ; Elok Nagari dek pangulu, Elok Musajik dek Tuanku ; Elok rumah dek bundo kanduang ; Nan tuo dipamulie, Nan ketek dikasihi ; Samo gadang lawan bakawan. b. Barek samo dipikue, Ringan samo di jinjiang ; kok bukik samo mandaki, ka lurah samo manurun; Sakabek bak siriah, Sarumpun bak sarai ; Satumpuak bak pinang, Sadanciang bak basi, Saciok bak ayam. c. Limbago urang ba dunsanak, Jiko jauah cinto mancinto ; jiko hampie jalang manjalang ; kok kakurangan tukuak manukuak, kok sampik lapang malapangi d. Sakaian sabaju, Salauak Sanasi ; Sabanta sakalang hulu, Salapiak sakatiduran. e. Saumpamo aue jo tabiang, Umpamo ikan jo aia; Bak baliuang jo asahan, Bak tangguak jo bingkaiyo ; Samo saujuik sapangana, Samo sapaham sahakikaik. f. Saketek agiah bacacah, banyak agiah baumpuak ; Hati tungau samo dipalik, Hati gajah samo dilapah ; Nan tidak samo dicari, Nan lai samo dimakan. g. Mandapek samo balobo, kahilangan samo barugi; sakik samo disilau, Mati samo dijanguak; Nan rusuah samo dibujuak, Di Kaba baiak baimbauan, Di kaba buruak bahambauan h. Limbago urang badunsanak, Hanyuik samo dipinteh; Tabanam samo disalami, Tarandam samo basah; Tahampai samo kariang, Hilang samo dicari; Luko samo manyiuik, Sakik samo maaduah, Tuah samo sakato i. Hino samo ditutupi, Jauah cinto mancinto; Dakek jalang manjalang, Singkek uleh mauleh; Panjang karek mangarek, Senteang bilai mambilai; Kok kakurangan tukuak manukuak, Kok Sampik lapang malapangi; Condoang samo manungkek. j. Lamah samo manueh, Rabah samo manumpang

32 k. Tatilantang samo minum ambun, Tatungkuik samo makan tanah; Tarupuang samo hanyuik, tarandam samo basah; Tatangguak di Ikan samo dikaruntuangkan, Tatangguak di sarok samo diserakkan. l. Tidak samo ditampuang, Maleleh samo dipalik; Urek nan basaluak, Pucuak nan baampeh ; Satu nyao duo badan, Tali jan putuih, Kaitan jan sakah m. Kaluak paku kacang bilimbiang, Tampuruang lenggang lenggokkan; bao manurun ka Saruso, Tanamlah sirieh jo ureknyo; anak dipangku kamanakan dibimbiang; Urang kampuang dipatenggakan; Tenggang nagari jan binaso, tenggang sarato jo adaiknya. n. Duduak surang basampik-sampik, Duduak basamo balapang-lapang; Kato surang dibulek-I, kato basamo dipaiyokan o. Ka mudiak saantak galah, ka hilie sarangkuah dayuang; Sakato lahie jo batin, Sausuai muluik jo hati p. Gadang jan malendo, Panjang jan malindih; Gapuak indak mambuang lamak, Cadiak indak mambuang kawan; Nan elok ambiak jo mupakaik, Nan buruak buang jo etongan. q. Ganggam nan bauntuak, malu nan tak dapek diagiah; Suku tak dapek dianjak, kamanakan manyambah lahie, mamak manyambah dalam batin. r. Ka hilie jalan ka kumani, Sasimpang jalan ka singkarak; Saukue mangkonyo jadi, Sasuai mangkonyo rancak. s. Adaik badunsanak, dunsanak samo dipaliharo; Adaik basuku, suku samo dipaliharo, Adaik sakampuang, kampuang samo dipaliharo, Adaik sabangso, bangso samo dipaliharo, Adaik banagera, Negara samo dipaliharo, sanda basanda nak aue jo tabiang. t. Nagari bapaga undang, kampuang bapaga buek ;Tiok lasuangba ayam gadang, Salah tampuah buliah diambek. d. Rujukan Hukum : 1. Pasal 18 B ayat (2), Pasal 28 I ayat (3), Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 36 A Undang-Undang Dasar 1945. 2. Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tanggal 9 November 2001 Tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria. 4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 5. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. 6. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 8. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air. 9. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. 10. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 11. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial. 12. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. 13. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Hak Sipil dan Politik. 14. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005- 2025. 15) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. 16) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. 17) Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara. 18) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1971 Tentang Kompilasi Hukum Islam. 19) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Tentang [Tanah Ulayat]. 20) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah. 21) Peraturan bersama menteri dalam negeri dan menteri kebudayaan dan pariwisata Nomor : 42 Tahun 2009 Nomor : 40 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan 22) Peraturan Daerah Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari Propinsi Sumatera Barat. 23) Peraturan Daerah Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Tanah Ulayat. 24) Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kerjasama Pemerintah Daerah Sumatera Barat dengan Perantau Minangkabau. 25) Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 08 Tahun 1984 Tentang Pedoman Acara Penyelesaian Sengketa Adat di Lingkungan Kerapatan Adat Nagari (KAN). 26) Surat Edaran Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Barat Nomor W.3.DA.04.02-3633 Tanggal 27 Mei 1985 tentang penyelesaian sengketa pusako tinggi agar dilakukan terlebih dahulu melalui Kerapatan Adat Nagari (KAN) atau Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau. e. Rujukan Kelembagaan.

33 1) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat, 2005. 2) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Adat dan Kebudayaan Minangkabau (LAKM), Jakarta. 3) Hasil-hasil Ketetapan Musyawarah Besar (Mubes) IX Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat, 2005. 4) Anggaran Dasar Gerakan Ekonomi dan Budaya Minang (Gebu Minang), 2005. 5) Deklarasi Koto Baru, Solok, 19 Januari 2005. 6) Rangkaian diskusi kelompok terarah (focused group discussions) di daerah Sumatera Barat dan di luar daerah Sumatera Barat6) Makalah dan Tanggapan Peserta dalam Sidang Kongres Kebudayaan Minangkabau 2010. 7) Kesimpulan Komisi-komisi dalam Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang, 12-13 Desember 2010.

34 B. BAGIAN PERTAMA

A. AJARAN

1. Pengertian.

a. Kesepakatan : Perihal setuju, semufakat; sependapat, konsensus.

b. Kebudayaan : 1) Hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia spt kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; 2) keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya dalam suatu kerangka nilai yang relevan.

c. Ajaran : Sesuatu yang diajarkan, nasihat, petuah, petunjuk.

2. Hakikat Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

a. Ajaran ‘Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah; Syarak Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru’ – disingkat sebagai ABS - SBK – adalah penyatuan intisari dari kaidah- kaidah ajaran agama Islam yang bersifat universal dengan adat Minangkabau yang bersifat lokal, secara terencana, teratur, terpadu, dinamis, dan saling mendukung. b. Sesuai dengan Sumpah Satie Bukit Marapalam i, masyarakat Minangkabau telah sepakat menjadikan agama Islam sebagai satu-satunya agama yang dianut oleh masyarakat Minangkabau. c. Perpaduan antara adat dan syarak adalah termasuk adat Nan Sabana Adat atau adat nan sabatang panjang , dicabuik indak mati, diajak indak layua, indak lapuak dek hujan, indak lakang dek paneh dan berlaku di seluruh Minangkabau. d. Dalam hal terdapat perbedaan atau pertentangan antara kaidah ajaran Islam dengan adat Minangkabau, maka yang diutamakan adalah kaidah ajaran Islam. e. Penyesuaian antara adat Minangkabau dengan kaidah ajaran Islam dilakukan secara damai, bertahap, dan melalui jalan musyawarah untuk mufakat., sehingga pada suatu saat di masa depan syarak akan menjadi adat. f. Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah merupakan rumusan jati diri dan identitas kultural Minangkabau, yang menjadi rujukan dalam kehidupan pribadi, keluarga, suku, dan masyarakat Minangkabau, di Ranah Minang dan di Rantau.

3. Intisari.Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. a. Intisari Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah adalah dengan menyuruh berpegang teguh kepada tali Allah yang berlandaskan kepada iman Islam dan menegakkan kebenaran yang terkandung dalam adat Minangkabau, seluruh warga Minangkabau harus bersatu padu agar dapat mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memanfaatkan anugerah Ilahi di atas dunia, dengan cara belajar secara sungguh-sungguh dan mencari nafkah dengan jalan yang halal, sehingga dapat hidup sejahtera di dunia dan di akhirat. b. Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah bertujuan untuk terwujudnya masyarakat Minangkabau yang berbudi luhur dan berakhlak mulia, selamat di dunia dan akhirat. c. Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah menyuruh selalu bersyukur terhadap rahmat dan nikmat Allah subhana wa taala, melarang sifat dengki, iri hati, dan mencederai janji, serta bekerja keras mengubah nasib dengan mencari nafkah secara halal dengan usaha sendiri.

4. Fungsi. Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. a. Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah berfungsi sebagai pedoman dasar untuk mewujudkan masyarakat Minangkabau yang aman dan makmur, baik lahir maupun bathin, dan diridhai oleh Allah subhana wa taala. b. Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah merupakan ajaran moral yang perlu disosialisasikan secara terencana, bertahap, serta berkesinambungan kepada seluruh warga masyarakat Minangkabau, baik di Ranah Minang maupun di Rantau.

5. Himpunan Kaidah Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. 35 a. Untuk adanya kepastian dalam pemahaman dan pengamalannya, norma Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah perlu dituliskan. b. Himpunan kaidah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah bertumpu pada kaidah agama, adat, dan undang-undang, yang berlaku bagi seluruh masyarakat Minangkabau. c. Untuk terwujudnya rasa persatuan dan kesatuan seluruh alam Minangkabau, secara bertahap perlu disusun himpunan kaidah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang bersifat umum terdapat pada seluruh Minangkabau. d. Kompilasi Kaidah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang sabatang panjang dan berlaku untuk seluruh masyarakat Minangkabau harus dapat diselesaikan sebelum Kongres Kebudayaan Minangkabau berikutnya.

B. TOLOK UKUR PERWUJUDAN

1. Tolok Ukur Rohaniah . a. Tolok ukur terwujudnya ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah pada sisi rohaniah adalah : b. Luhurnya akhlak dari seluruh warga Minangkabau, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. c. Terbebasnya masyarakat dari suasana curiga mencurigai dan sikap berprasangka buruk. d. Pembentukan akhlak mulia berdasar Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga yang terdiri dari ibu, bapak, dan anak-anak; pengajaran dan contoh tauladan dari para ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai serta suasana yang mendukung dari masyarakat sekitar. e. Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah sebagai kurikulum wajib (muatan lokal) sejak sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas dan sederajat termasuk penyiapan guru dan prasarana penunjang lainnya.

3. Tolok Ukur Lahiriah dan Perwujudannya. a. Tolok ukur terwujudnya Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah pada sisi lahiriah adalah: 1) Tercapainya taraf hidup yang sejahtera, baik lahir maupun bathin, baik secara umum bagi seluruh warga masyarakat Minangkabau, maupun secara khusus untuk anak-anak, pemuda, kaum perempuan, penyandang cacat, dan orang tua. 2) Tidak adanya sengketa atau tidak berkurangnya harta pusaka. 3) Terbebasnya masyarakat dari berbagai ancaman penyakit masyarakat, khususnya narkotika, pornografi, pornoaksi, dan kejahatan lainnya. 4) Terbebasnya masyarakat dari korupsi dan jeratan hutang piutang berkepanjangan.

b. Untuk mencapai taraf hidup yang sejahtera lahir dan bathin tersebut di atas, perlu dimanfaatkan berbagai program pembangunan, baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional.

36 C. BAGIAN KEDUA

A. KELEMBAGAAN

1. Wilayah Kebudayaan Minangkabau. a. Luhak 1) Luhak merupakan wilayah inti kebudayaan Minangkabau di sekitar Gunung Marapi, yaitu Luhak Agam, Luhak Tanah Datar, dan Luhak Lima Puluh Kota, yang terdiri dari nagari-nagari mandiri, hidup terutama dari bidang pertanian, yang merupakan persekutuan dari sekurang-kurangya empat suku, mempunyai tanah ulayat sebagai harta kepemilikan kaum, dan dipimpin bersama melalui musyawarah mufakat berdasar ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. 2) Setiap suku terdiri dari beberapa paruik atau pariuak yang dipimpin oleh penghulu, dan orang ampek jinih, yang mempunyai tanah ulayat suku sebagai harta kepemilikan kaum.

b. Rantau 1) Menurut perkembangannya terdapat tiga wilayah rantau, yaitu : rantau dalam pengertian tradisional, rantau yang ada di luar Sumatera Barat, dan rantau yang ada diluar indonesia. 2) Rantau dalam pengertian tradisional adalah wilayah diluar luhak yang selalu berkembang dan meluas, yang merupakan pemukiman warga masyarakat Minangkabau, yang dipimpin oleh kepemimpinan masyarakat yang bersangkutan, dan mempunyai keterkaitan kebudayaan dengan Luhak. 3) Rantau yang ada diluar Sumatera Barat dan diluar Indonesia tetap berpedoman pada ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dan dapat mengembangkan tatanan masyarakat yang sesuai dengan latar belakang sejarah dan kebudayaan wilayah Rantau. 4) Jejaring kekerabatan kerajaan Pagaruyung Islam – termasuk 56 kerajaan-kerajaan lainnya di Minangkabau - yang masih ada dan berfungsi, dan yang berada di luar Propinsi Sumatera Barat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun mempedomani adat istiadat Minangkabau, adalah merupakan lembaga wilayah Rantau. 5) Dalam berhubungan dengan masyarakat tempatan, masyarakat Minangkabau berpedoman pada azas “dimana bumi dipijak di sana langit dijunjung, dima aia disauak, di sinan ranting dipatah”.

c. Pesisir, Lautan di Depan Pantai Sumatera Barat, dan Wilayah Dirgantara 1) Pesisir adalah wilayah Rantau yang membentang dari pesisir Barat sampai ke keseluruhan Zona Ekonomi Eksklusif 200 mil laut di muka pantai Sumatera Barat, yang mata pencaharian penduduknya terutama dalam bidang pelayaran, perdagangan, penangkapan ikan dan perikanan. 2) Lautan yang terbentang di depan daratan Sumatera Barat adalah merupakan pusako tinggi Minangkabau yang harus diselamatkan dari penjarahan dan harus dapat didayagunakan sebagai lahan untuk berusaha seluruh warga masyarakat Minangkabau, terutama nelayan pesisir. 3) Di wilayah Pesisir difungsikan kembali lembaga Nangkodo atau Panglima Laut, untuk menjaga kelestarian sumber daya maritim, mencegah terjadinya pencurian sumber daya perikanan laut, membuka lapangan kerja bagi kaum muda, mendukung program wisata bahari, dan meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Minangkabau. 4) Pesisir dan lautan di depan pantai Sumatera Barat merupakan wilayah harapan masa depan Minangkabau. 5) Mengingat Minangkabau dilintasi oleh ekuatorial, maka potensi dirgantara dan angkasa luar diatas wilayah ekuatorial Minangkabau merupakan sumber daya yang bernilai ekonomis (untuk penempatan satelit komunikasi, seperti satelit komunikasi Palapa)

2. Koordinasi Pembangunan Nagari.

a. Untuk memperlancar dan meningkatkan koordinasi dalam pembangunan nagari, baik dengan para perantau maupun dengan Pemerinah Daerah, perlu dibentuk organisasi persatuan wali nagari se Sumatera Barat. b. Untuk keperluan perencanaan pembangunan yang yang berdaa guna dan berhasil guna, setiap nagari perlu menyusun dan mengesahkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nagari.

37 3. Lembaga-lembaga Kewaspadaan terhadap Bencana Alam.

Mengingat wilayah kebudayaan Minangkabau terletak di atas patahan Semangko di pulau Sumatera, bersamaan dengan mengamalkan ajaran Ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, kepemimpinan masyarakat Minangkabau harus membangun, menyiagakan, dan memfungsikan lembaga-lembaga yang diperlukan untuk menghadapi bencana alam gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan tsunami..

B. TATANAN SOSIAL MINANGKABAU.

1. Tiga Jenis Lareh a. Tatanan sosial Minangkabau yang disebut lareh, yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagaimana yang dituangkan dalam Tambo Minangkabau, terdiri dari: 1) Lareh Koto Piliang. 2) Lareh Bodi Chaniago 3) Lareh nan Panjang. b. Dalam perkembangannya dalam kenyataan, tiga bentuk tatanan sosial tersebut di atas semakin lama semakin membaur satu sama lain.

2. Lareh Koto Piliang a. Tatanan sosial berdasar Lareh Koto Piliang disusun secara bertingkat, berazaskan ‘batanggo naiak, bajanjang turun’. b. Suku-suku yang menganut faham Lareh Koto Piliang dipimpin oleh penghulu pucuak, yang kepemimpinannya berbentuk federasi dilaksanakan oleh datuak-datuak kapalo waris.

3. Lareh Bodi Caniago a. Tatanan sosial berdasar Lareh Bodi Chaniago disusun secara mendatar berazaskan ‘duduak samo randah, tagak samo tinggi’. b. Suku-suku yang menganut faham lareh Bodi Chaniago dipimpin oleh seorang Pengulu bernama pangulu andiko, kepemimpinannya berbentuk demokratis dengan melibatkan urang ampek jinih.

4. Lareh nan Panjang Daerah-daerah lain di luar wilayah asal pengaruh Lareh Koto Piliang dan Bodi Chaniago tersebut di atas menganut Lareh nan Panjang, yang memuat unsur-unsur yang dipandangnya baik dari kedua sistem sosial tersebut di atas.

C. UNSUR-UNSUR TATANAN SOSIAL MINANGKABAU

1. Kaum dan Tanah Ulayat Kaum a. Kaum adalah unsur yang paling dasar dalam tatanan sosial Minangkabau, yang terdiri dari orang- orang yang mempunyai pertalian darah yang diurut menurut garis ibu, yang terlihat dalam ranji kaum, mempunyai rumah gadang, tanah ulayat kaum sebagai harta pusaka tinggi, pandam pekuburan, serta sako kaum atau gelar adat. b. Untuk memelihara keselarasan kehidupan perkauman sebagai unsur tatanan sosial Minangkabau, maka orang sekaum sebaiknya menghindari perkawinan endogami, yang bertentangan dengan ketentuan adat Minangkabau. c. Untuk kepastian hukum, tanah ulayat kaum perlu dibuatkan ranji dan peta.

2. Suku dan Tanah Ulayat Suku a. Suku adalah himpunan dari kaum yang mempunyai nenek moyang yang sama, ditata menurut garis ibu, dan juga dilengkapi dengan tanah ulayat sebagai harta pusaka tinggi. b. Setiap suku harus membuat ranji -nya masing-masing, yang selain diketahui dan dibagikan kepada seluruh warga suku, juga disahkan oleh Kerapatan Adat Nagari dan Wali Nagari. c. Orang sesuku yang mempunyai panghulu yang sama dan berdiam di nagari yang sama, dianjurkan untuk tidak kawin mawin. d. Untuk kepastian hukum, tanah ulayat suku perlu dibuatkan peta. e. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pembinaan, dan pengembangan, perlu diadakan registrasi dari seluruh suku yang ada, yang semula berasal dari empat suku asal, yaitu Koto, Piliang, Bodi, dan Chaniago, kemudian berkembang menjadi lebih dari 60 suku . 38

3. Nagari dan Ulayat Nagari a. Nagari adalah wilayah geografi Minangkabau, yang merupakan himpunan dari paling sedikit empat suku, mempunyai batas-batas yang jelas, mempunyai pemerintahan sendiri dalam pengertian adat, serta mempunyai tanah ulayat nagari. b. Untuk kepastian hukum, tanah ulayat nagari perlu dibuatkan peta.

4. Peranan Harta Pusaka a. Harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah berperan sebagai sumber daya cadangan untuk melindungi kaum perempuan serta mereka yang nasibnya kurang beruntung, sebagaimana pepatah mengatakan ganggam nan bauntuak , hiduik nan bapangadok. b. Oleh karena harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah jumlahnya terbatas, maka selain tetap diberikan perhatian pada masalah pewarisan yang adil, juga perlu diberikan perhatian pada pemeliharaan dan pengembangan harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah tersebut. c. Untuk menjaga kelestarian harta pusaka tinggi, diperlukan pembinaan dan pengawasan oleh mamak kapalo waris secara terus menerus. d. Harta pusako tinggi tidak boleh diperjualbelikan, karena mengandung falsafah dijual tidak dimakan beli, tasando indak dimakan gadai. e. Menurut ajaran adat Minangkabau, maka manfaat harta pusaka tinggi adalah untuk pembiayaan kaum kerabat, antara lain: (a) Biaya pemeliharaan rumah gadang katirisan. (b) Biaya perhelatan bagi para gadis yang hendak menikah. (c) Biaya penyelenggaraan jenazah.

D. HUBUNGAN KEKERABATAN DAN NAMA DIRI ORANG MINANGKABAU

1. Hubungan Kekerabatan a. Hubungan Kekerabatan Matrilineal. Kekerabatan Matrilineal adalah hubungan lintas kemasyarakatan yang diawali dengan hubungan keluarga kerabat perempuan, hubungan rumah tangga pariuak, jurai , kemasyarakatan suku, nagari, hubungan mamak dengan kemenakan, hubungan sako jo pusako , serta peranan orang tua laki-laki sebagai bapak biologis dan hubungan bapak sebagai mamak dalam suku bapaknya. Masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal yaitu mengambil garis kekerabatan kepada pihak Ibu (bersuku ke ibu), dengan keterangan sebagai berikut.

Kekerabatan Minangkabau adalah meliputi rumah tangga secara syariah Islam dan persemendaan berdasarkan adat, dalam lingkup kemasyarakatan yang menata kedudukan anak, kemenakan, ibu, bapak, ninik mamak, penghulu, termasuk dalam lintas kehidupan pariuak , kaum, suku, nagari.Untuk menata hubungan kekerabatan dalam sistem matrilineal yang berlandaskan syariah Islami, perlu disiapkan secara terencana dan berkelanjutan Pemangku Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah beserta pemangku adat lainnya, yang terdiri dari: 1) Penghulu. 2) Alim ulama. 3) Imam. 4) Malin. 5) Katik. 6) Dubalang. b. Penunjukan dan tata cara pengangkatan Pemangku Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah beserta jajarannya, sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Pasal ini diatur lebih lanjut sesuai dengan kesepakatan dan Peraturan masing-masing Nagari. c. Matrilineal adalah kerangka dasar dan sumber kehidupan beradat suku. Minangkabau. Mengambil garis keturunan dari pihak Ibu dalam arti bahwa dalam kehidupan sosial dan lintas kehidupan masyarakat Minangkabau sumber utamanya adalah dari pihak Ibu tanpa mengurangi dan bahkan menghargai serta memuliakan hak seorang Bapak atau keluarga Bapak yang disebut Bako (babako-babaki ). Kehidupan matrilineal sepanjang sejarah telah dapat mempersatukan masyarakat Minangkabau, membentuk keperibadian dan kehidupan sopan santun dan berbudi. Menganut faham Matrilineal Minangkabau tidak ada larangannya dalam agama Islam, dan bahkan kedudukan seorang Ibu sangat dimuliakan. Matrilineal tidak dapat diubah atau digabung seperti parental dan sebagainnya. Karena hal tersebut. bukan budaya Minangkabau

d. Kehidupan matrilineal berurat tunggang kepada sako dan pusako 1) Suku anak sama dengan suku Ibu 2) Sebagai pedoman dalam penyelesaian masalah pusako dan pemberian gelar adat

39 3) Memuliakan dan menghormati Bapak dalam kehidupan rumah tangga, bahkan rumah pusako istrinya disebut rumah Bapak 4) Ciri-ciri kehidupan matrilineal : Keturunan berdasarkan garis ibu, suku berdasarkan garis ibu, tiap orang diharuskan kawin diluar garis sukunya (eksogami), kekuasaan suku dilaksanakan oleh saudara laki-laki, perkawinan bersifat matrilokal, suami bertempat tinggal dirumah istrinya, ayah diluar suku istri dan anak-anaknya, harato pusako diwariskan oleh mamak kepada kemenakan perempuan. e. Sesuai dengan ajaran agama Islam, masyarakat Minangkabau juga mengakui garis keturunan Bapak (bernasab ke bapak). Bapak sebagai oramg Sumando memiliki kedudukan yang tinggi dalam keluarga dan kerabatnya, karena memiliki dua fungsi, yaitu sebagai bapak biologis bagi anak-anaknya menurut tuntunan syariah Islam dan sebagai mamak bagi kemenakannya menurut tuntunan adat yang disebut babako babaki.

f. Rincian lebih lanjut dari sistem kekerabatan matrilineal tercantum pada Lampiran 1 Naskah ini, yang merupakan bagian menyeluruh dari Pedoman ini.

2. Anak-anak Minangkabau a. Setiap anak yang dilahirkan dari kedua orang tuanya yang berasal dari Minangkabau, baik yang lahir di Ranah maupun di Rantau, disebut sebagai orang Minangkabau. b. Setiap anak yang yang dilahirkan dari ibu yang bukan Minangkabau, baik yang lahir di Ranah maupun di Rantau, disebut sebagai anak orang Minangkabau. c. Kedudukan anak sebagaimana yang dimaksud dalam ayat a. dan b. di atas memiliki fungsi dan kedudukannya masing-masing menurut adat serta berhak memperoleh perlindungan secara adat, yang dikenal sebagai babako-babaki, bainduak bako baanak pisang. d. Kedudukan anak orang Minangkabau menurut ayat b. di atas akan seutuhnya menjadi orang Minangkabau apabila dalam lingkup keluarganya telah melakukan tatacara malakok menurut tatacara yang lazim atau dikenal dalam adat Nagari setempat.

3. Keluarga dan Harato Pusako Randah a. Berdasarkan hukum syariah dan hukum nasional, maka bapak, ibu, dan anak-anaknya adalah keluarga inti, dalam pengaturan garis keturunan bernasab kepada bapak, serta menempatkan bapak sebagai kepala keluarga dalam keluarga yang bersendikan syarak, syarak bersendi Kitabullah. b. Sesuai dengan ajaran adat, maka maka tatanan keluarga Minangkabau menganut hubungan persemendaan, yang menempatkan ibu dan anak-anaknya dalam satuan keluarga yang bersuku kepada ibu dan menempatkan saudara laiki-laki ibu (mamak) sebagai kepala kaum. c. Sesuai dengan ajaran adat Minangkabau, seorang laki-laki yang sudah berkeluarga maka selain ia sebagai bapak bagi anak-anaknya, ia juga adalah mamak bagi kemenakannya, yaitu anak-anak dari saudara perempuannya, berdasar tuntunan adat anak dipangku kemenakan dibimbing. d. Harta peninggalan yang berasal dari mata pencaharian yang diperoleh dari pasangan suami isteri Minangkabau atau salah satu pasangan bukan orang Minangkabau, merupakan harato pusako randah dan diwariskan kepada keluarganya, anak-anaknya, suami isteri, orang tua, atau saudara kandungnya, yang masih hidup, berdasarkan hukum pewarisan Islam (hukum faraidh.) )Pada saat harta pusaka rendah itu terbuka, maka ahli waris segera menyusun Surat Keterangan Ahli Waris berdasarkan ketentuan yang berlaku. Surat Keterangan Ahli Waris ini menunjukkan silsilah keluarga dan hubungan nasab antara orang-orang yang mempunyai hubungan darah. e. Besaran pembagian harta warisan/harta pusaka rendah itu diperhitungkan dalam Fatwa Waris yang diputuskan oleh Pengadilan Agama setempat;

4. Malakok a. Penduduk Sumatera Barat dan urang sumando yang bukan berdarah Minangkabau, yang ingin mengukuhkan jati dirinya sebagai orang Minangkabau berdasarkan ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dapat diterima dalam tatanan sosial Minangkabau dengan cara malakok. b. Termasuk dalam tata cara malakok ini anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang bukan berasal dari Minangkabau, yang ingin beroleh suku dari kaum bapaknya. c. Tata cara malakok diatur sesuai dengan adat Nagari setempat.

5. Bundo Kanduang / Kaum Perempuan a. Kedudukan perempuan menurut adat Minangkabau memegang peranan sentral dalam hubungan kekerabatan, dan berfungsi sebagai perangkat hukum adat, yang dilambanhkan dalam symbol Bundo Kanduang Limpapeh Rumah nan Gadang.

40 b. Bundo Kanduang atau kaum perempuan mengemban tanggung jawab penuh terhadap pemanfaatan dan pengelolaan harato pusako, di bawah pengendalian Mamak Kepala Waris, termasuk menetapkan sako yang ada di dalam kaum itu serta hal lain-lain yang dianggap perlu. c. Bundo Kanduang harus mempunyai peranan yang jelas dan efektif dalam keseluruhan proses pembuatan keputusan yang terkait dengan adat istiadat Minangkabau. Oleh karena itu, para ninik mamak wajib menghormati keputusan bundo kanduang itu, terutama yang terkait dengan masalah sako dan pusako sebagaimana yang diatur dalam adat Minangkabau . d. Sehubungan dengan kaidah yang tersebut dalam huruf b. di atas, Bundo Kanduang adalah seluruh perempuan Minangkabau yang sudah berumah tangga, dan penerus garis keturunan menurut adat, yang silsilah keturunannya diuraikan dalam ranji. e. Dalam artian luas, Bundo Kanduang adalah seluruh perempuan Minangkabau yang sudah berumah tangga, dan selain memegang peranan dalam melanjutkan keturunan seperti tercantum dalam r anji : saparuik, sajurai, sakaum, kaum dan suku, juga mengemban peran sebagai pemelihara nilai-nilai moral dan akhlak di dalam masyarakat. f. Bundo Kanduang atau kaum perempuan juga mengemban peran sebagai pemelihara nilai-nilai moral dan akhlak di dalam masyarakat brdasarkan agama Islam.

6. Kaum Muda a. Kaum muda adalah warga masyarakat – baik laki-laki maupun perempuan -- yang sedang dalam proses menjadi warga masyarakat secara penuh, dan berperan sebagai kader masa depan dari masyarakat Minangkabau. b. Kaum muda diharapkan mengenal dengan baik sejarah masa lampau Minangkabau; tantangan dan peluang masa kini; dan harapan yang terbuka di masa depan.

7. Nama Diri a. Untuk memudahkan pengenalan identitas dan jati diri orang Minangkabau di tengah kemajemukan bangsa Indonesia, nama diri warga Minangkabau secara ideal terdiri dari empat unsur, yaitu : 1) Nama kecil, yang bernuansa Minangkabau atau Islami. 2) Nama diri bapak. 3) Nama suku ibu. 4) Gelar sako adat dari mamak. b. Penggunaan gelar sako adat disesuaikan dengan kebiasaan setiap nagari. c. Setiap ninik mamak harus dipanggil dengan gelar sako dan dilarang dipanggil dengan nama kecilnya. d. Ketentuan tersebut di atas tidak berlaku untuk pembuatan kartu penduduk dan dokumen administrasi umum lainnya, yang lazimnya hanya menuliskan nama kecil dan nama diri bapak.

8. Pemberian Gelar Sako dan Sangsako a. Pemberian gelar sako disesuaikan dengan adat salingkaf nagari. b. Gelar kehormatan sangsako dapat diberikan kepada tokoh-tokoh masyarakat yang patut menerimanya.

E. KESETARAAN DAN JEJARING KERJASAMA ANTARA WARGA MINANGRANAH DAN MINANGRANTAU

a. Dalam melaksanakan dan merealisasikan pemahaman ajaran, akhlak, serta kelembagaan Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah, warga Minangranah adalah setara dengan warga Minangrantau dan memiliki kewajiban yang sama dalam mematuhi kaidah-kaidah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah tersebut. b. Secara bertahap perlu dibangun jejaring kerjasama secara melembaga antara warga Minangranah dengan warga Minangrantau.

F. KEPEMIMPINAN SOSIAL

1. Tungku Tigo Sajarangan a. Tungku Tigo Sajarangan adalah kepemimpinan kolektif masyarakat Minangkabau, terdiri dari ninik mamak, alim ulama, cadiak panda, dan lain-lain yang dianggap perlu . b. Ninik mamak adalah pemimpin /perangkat adat termasuk orang ampek jinih, mempunyai tugas dan fungsi memimpin kaumnya serta memelihara harta pusaka tinggi. c. Alim ulama adalah penasihat/ahli agama (mengenai masalah-masalah keagamaan dan kerohanian) dari seluruh kaum di Minangkabau

41 d. Cadiak pandai adalah para cendekiawan,seniman, budayawan serta kaum intelektual lainnya, yang bertugas dan berfungsi memberikan pencerahan kepada seluruh kaum di Minangkabau mengenai bidangnya masing-masing. e. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, ninik mamak, alim ulama, serta cadiak pandai dapat berkiprah baik sendiri-sendiri maupun sebagai suatu kesatuan.

2. Forum Tungku Tigo Sajarangan a. Forum Tungku Tigo Sajarangan adalah forum musyawarah kepemimpinan sosial terpadu dari unsur ninik mamak, alim ulama, dan cerdik pandai, ditambah dengan unsur bundo kanduang dan kaum muda, yang dibentuk berdasar kesepakatan b. Forum Tungku Tigo Sajarangan mempunyai tugas pokok dan fungsi : 1) Memberikan pelayanan kelembagaan secara terpadu untuk pelaksanaan dan peningkatan fungsi ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai, sebagai sekretariat bersama dari ‘Tungku nan Tigo Sajarangan’ di tingkat nagari, kecamatan, kabupaten. Kota, dan provinsi. 2) Melakukan pengkajian berlanjut tentang kandungan isi / rumusan dan penjabaran Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah, sejak dari tingkat nagari, kecamatan, kabupaten, kota, dan provinsi. 3) Memprakarsai dan mendorong kompilasi kaidah Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah. 4) Menyelenggarakan penataran dan sertifikasi sejarah dan kebudayaan Minangkabau bagi kader kepemimpinan sosial masyarakat Minangkabau pada umumnya, dan bagi kader tungku nan tigo sajarangan pada khususnya. 5) Menilai dan membahas kecenderungan perkembangan dan perubahan sosial masyarakat Minangkabau. 6) Menyampaikan petunjuk dan nasihat kepada masyarakat Minangkabau dalam menanggapi perkembangan dan perubahan sosial. 7) Memberikan saran terpadu kepada pejabat pemerintah mengenai masalah yang terkait dengan adat istiadat dan kebudayaan Minangkabau. 8) Mempersiapkan dan menyelenggarakan rangkaian pembahasan tentang Kebudayaan Minangkabau. 9) Mewakili pandangan budaya suku bangsa dan masyarakat-hukum adat Minangkabau pada forum nasional dan forum internasional. 10) Dalam melaksanakan kegiatannya, Forum Tungku Tigo Sajarangan bekerjasama erat dengan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Barat. 11) Forum Tungku Tigo Sajarangan dapat dibentuk di Rantau. 12) Forum Tungku Tigo Sajarangan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas pokoknya kepada Kongres Minangkabau.

c. Forum Tungku Tigo Sajarangan diharapkan terdiri dari wakil-wakil atau unsur-unsur Lembaga Kerapatan Adat Minangkabau (LKAAM), Majelis Ulama Indonesia Sumatera Barat atau organisasi para alim ulama lainnya, dan unsur-unsur perguruan tinggi serta kaum cendekiawan dan budayawan, dan untuk memudahkan koordinasi, diharapkan berada pada satu kantor yang sama. d. Tungku Tigo Sajarangan, sebagai kepemimpinan sosial masyarakat Minangkabau saling bekerjasama dengan para penyelenggara Negara Kesatuan Republik Indonesia guna menyusun program jangka menengah sampai tahun 2015, dalam rangka mewujudkan delapan Sasaran Pembangunan Millenium 2015, yang terdiri dari : 1) Menghapuskan kemiskinan dan kelaparan. 2) Mewujudkan terpenuhinya pendidikan dasar. 3) Mendorong pemberdayaan kaum perempuan. 4) Mengurangi angka kematian anak. 5) Memperbaiki kesehatan kaum ibu. 6) Menanggulangi penyakit HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya. 7) Menjamin kelestarian lingkungan. 8) Mengembangkan kerjasama sejagat untuk pembangunan. e. Jika dipandang perlu, sebelum berperkara di pengadilan negeri, menurut tingkatannya Forum Tungku Tigo Sajarangan dapat melakukan mediasi terhadap sengketa sako dan pusako yang diajukan oleh fihak-fihak yang bersengketa dalam masyarakat Minangkabau.

3. Jejaring Informasi dan Komunikasi a. Untuk memelihara hubungan silaturrahmi antara sesama warga masyarakat Minangkabau – baik yang bermukim di Ranah Minang maupun yang bermukim di Rantau -- dibangun, hendaknya dikembangkan, serta didayagunakan jejaring komunikasi dan informasi yang berbudaya dan

42 berkesian Minangkabau berdasarkan filsafah Adat Basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah, melalui media massa dan media elektronik. b. Pengembangan komunikasi dan informasi melalui media massa, antara lain koran, tabloid; media elektronik: televisi, internet, website, web blog , dan mailing list , termasuk bahan promosi Minangkabau lainnya berupa bulletin, leaflet, pamphlet dari warga Minangkabau di Ranah dam di Rantau, sebagai media yang berdayaguna dan berhasil guna bagi kemajuan masyarakat Minangkabau secara keseluruhan. c. Bagi warga Minangkabau pada umumnya dan bagi warga Minangkabau yang bermukim di Ranah pada khususnya perlu diberikan kesadaran tentang pentingnya informasi global, dengan pengendalian pada Forum Tungku nan Tigo Sajarangan berdasar Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. d. Untuk memudahkan pemasaran produk nagari dan memperlancar komunikasi dengan warga nagari di Rantau, secara bertahap setiap nagari diharapkan membangun dan mengoperasikan website- nya sendiri.

43 D. BAGIAN KETIGA

A. AKHLAK

1. Ruang Lingkup Pelaku ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah mencakup a. Anggota keluarga inti Minangkabau: bapak, ibu, dan anak. b. Anggota kaum, yaitu mamak, tungganai, penghulu, serta jajaran pemangku adat. c. Tungku nan Tigo Sajarangan.

2. Akhlak Ibu dan Perempuan Minangkabau a. Setiap wanita Minangkabau harus menyadari kedudukan dan fungsinya, khususnya dalam peran sebagai ibu rumah tangga yang memberikan kasih sayang di dalam keluarganya, yaitu untuk suami dan anak-anaknya, serta memberikan bimbingan kepada ank-anak di keluarga besarnya, dalam kedudukannya sebagai bako , sebagaimana yang selama ini dikenal dalam adat Minangkabau . b. Dalam perannya sebagaimana disebutkan dalam ayat a di atas, seorang ibu dan perempuan Minangkabau harus mampu mengembangkan dasar-dasar kepribadian berdasarkan landasan agama, moral, etika, dan nilai-nilai kepatutan seperti tata karma dan sopan santun, menurut ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. c. Masyarakat diharapkan membantu dan mendukung upaya pengembangan dan peningkatan kemampuan setiap wanita Minangkabau, serta tanggung jawab keibuannya di dalam sistem kekerabatan Minangkabau, serta tanggung jawab sosialnya di dalam masyarakat, sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam pembinaan kepribadian Indonesia pada umumnya dan Minangkabau pada khususnya. d. Sehubungan dengan pembinaan akhlak ibu dan perempuan tersebut di atas, maka pelu melembagakan Majelis Taklim kaum Ibu di setiap pelosok Ranah Minang sebagai upaya yang paling efektif untuk memperoleh pendidikan agama secara informal yang berkesinambungan sesuai dengan falsafah ‘menuntut ilmu semenjak lahir sampai ke lubang kubur.’ e. Kepribadian seorang anak diarahkan untuk tumbuh dan berkembangnya kemampuan dan bakat kemanusiaannya sesuai dengan ajaran Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah dan kaidah-kaidah umum pembinaan kepribadian sesuai dengan perkembangan zaman.

3. Akhlak Bapak dan Pria Minangkabau a. Pria Minangkabau dalam kedudukannya sebagai bapak adalah penanggung jawab utama dalam keluarga sehingga bertanggung jawab dalam pemberian nafkah bagi anak dan isterinya, yang meliputi sandang, pangan, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan bagi anggota keluarganya. b. Selain sebagai suami, pria Minangkabau juga berperan sebagai mamak di dalam kaumnya, yang melindungi anggota kerabat di dalam kaum dan sukunya dalam hubungan antar masyarakat Minangkabau. c. Di dalam pengaturan rumah tangga adat Minangkabau ini kedudukan pria Minangkabau sebagai suami adalah sebagai urang sumando di dalam kekerabatan isterinya, sehingga suku seorang bapak berbeda dari suku isteri dan anak-anaknya. d. Adanya hubungan persemendaan dalam sistem kekerabatan menurut adat Minangkabau seperti tersebut dalam huruf a, b, dan c di atas maka meskipun anak-anak Minangkabau bersuku kepada ibunya, namun hubungan rahim antara anak dan bapaknya terikat kuat dalam pertalian darah yang tidak bisa terputus baik di dunia maupun di akhirat menurut syariat Islam. e. Dalam menunaikan tanggung jawab utamanya itu, sebagai seorang bapak dalam rumah tangga Islam serta dalam memberikan perlindungan di dalam kaumnya, maka semua pria Minangkabau, baik warga Minangranah maupun Minangrantau, harus mengembangkan potensi diri secara professional dengan mendayagunakan sumber daya yang tersedia, baik yang berasal kemampuannya secara terus menerus menurut tuntutan Islam. f. Seluruh pria Minangkabau harus mengupayakan memperoleh penghasilan secara halal bagi keluarganya serta dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sebagaimana yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

44 4. Akhlak Anak dan Generasi Muda Minangkabau a. Di bawah ajaran dan pendidikan bapak dan ibu serta bimbingan mamak di dalam keluarganya, anak-anak Minangkabau dipersiapkan sebagai generasi muda pemilik masa depan Bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Setiap anak dipersiapkan agar mampu memanfaatkan peluang dan kesempatan serta menjawab tantangan masa depan sehingga ia dapat menjadi generasi muda yang berguna, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi kaum dan sukunya, bagi masyarakat, dan bagi bangsanya. c. Setiap anak Minangkabau harus diasah kecerdasan intelektualnya, kecerdasan emosionalnya, serta kecerdasan spiritualnya, melalui lembaga pendidikan formal dan informal sehingga memiliki daya juang untuk bersaing di dalam era globalisasi serta memiliki kesetaraan kemampuan dan ketrampilan dengan anak-anak generasi muda lainnya di dunia. d. Surau – atau lembaga pendidikan berasrama yang sejenis – yang sebelumnya telah terbukti ampuh dalam mengasah kecerdasan inteltual, emosional, dan spiritual seperti yang diharapkan dalam huruf c. perlu diaktifkan kembali sebagai sarana pendidikan keislaman dan kebudayaan Minangkabau, untuk mengantarkan generasi muda Minangkabau dalam mencapai kebaikan di dunia dan di akhirat menurut pola fastabiqul khairaat. e. Metoda didikan subuh yang sudah ada selama ini perlu dipelihara dan dimantapkan.

5. Akhlak Penghulu, Tungganai, dan Mamak a. Sumpah para Penghulu sebagai pucuk pimpinan kaum dan suku di nagari berbunyi : “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan Selain Allah, bahwa Islam adalah agama saya, dan Muhammad sallahu alaihi wassallam adalah Utusan Allah, dan berjanji akan melaksanakan tugas kepenghuluan saya sebagai amanat persukuan dan nagari, dan kalau saya melanggar akan dikutuk oleh Allah swt, ka ateh indak bapucuak, ka bawah indak baurek, di tangah-tangah digiriak kumbang”. b. Penghulu, tungganai, dan mamak bertanggung jawab memelihara dan mengembangkan harta pusaka tinggi sehingga bermanfaat secara berkelanjutan bagi kesejahteraan seluruh anak kemenakan. c. Penghulu, tungganai, dan mamak mendayagunakan harta pusaka tinggi untuk mendukung tugas kaum ibu dan kegiatan para anak kemenakannya di dalam sukunya masing-masing. d. Untuk lebih terbina dan terayominya anak cucu dan para kemenakan dalam pelaksanaan ABS SBK, dan untuk kelancaran penyelesaian berbagai masalah yang terkait dengan persoalan Abs SBK,, sebaiknya penghulu/datuk/ninik mamak tinggal atau berada di kampung halaman, di tengah anak cucu, dan anak kemenakannya. e. Setiap tahun penghulu, tungganai, dan mamak mendorong dan mengawasi tersusunnya laporan pemeliharaan, pengembangan, dan pendayagunaan harta pusaka tinggi, dan menyampaikannya kepada seluruh anak kemenakannya untuk diketahui dan disahkan. f. Untuk keperluan administratif, baik ke dalam maupun keluar, setiap penghulu disarankan mempunyai: 1) Datuk panungkek atau jabatan sejenis . 2) Manti atau sekretaris 3) Kop surat dan stempel pribadi atau stempel jabatannya.

6. Peran Alim Ulama dan Pembinaan Akhlak Ummat. a. Alim Ulama bertanggung jawab dalam pembangunan akhlak warga Minangkabau, ke arah pengembangan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual masyarakat melalui thausiyah, istighosah, kuliah, dan ceramah kerohanian Islam, yang bertujuan untuk memagari akidah umat Islam yang berada di Ranah Minang. b. Alim ulama mewaspadai kegiatan pendangkalan akidah, pemurtadan terhadap orang Minangkabau oleh pihak non Islam, serta mencegah masuknya akiran dan paham-paham baru yang memecah persatuan dan kesatuan masyarakat Islam di Ranah Minang. c. Apabila terdapat hal-hal yang disengaja, diduga, atau patut dipersangkakan akan menimbulkan keresahan warga masyarakat, sebagaimana diuraikan dalam huruf b di atas maka para alim ulama segera memberitahukan kepada Forum Tungku Tigo Sajarangan untuk menindaklanjutinya bersama dengan aparat keamanan terkait. d. Pendapat dan sara para alim ulama tersebut merupakan pertimbangan dalam keputusan rapat berkala ataupun rapat tahunan dari Forum Tungku Tigo Sajarangan.

45 7. Kewajiban Mengubah Nasib Sendiri a. Oleh karena nasib seseorang terletak dalam tangannya sendiri, maka ia dilarang menyerah pada nasibnya itu, dan wajib berfikir positif, berwawasan jauh ke depan, mempunyai cita-cita, menyusun rencana, dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan cita-cita hidupnya itu melalui jalan yang halal dan diridhai Allah subhana wa taala. b. Oleh karena manusia adalah makhluk masyarakat dan oleh karena adalah mustahil untuk sepenuhnya memperbaiki nasib dengan tenaga sendiri, dalam ikhtiar memperbaiki nasibnya itu, ia perlu membangun jejaring kerjasama yang luas dengan berbagai kalangan. c. Setiap warga Minangkabau wajib menuntut ilmu dan ketrampilan, dan dalam menuntut ilmu dan ketrampilan itu harus berlaku jujur dan dilarang menyontek dan melakukan plagiat.

8. Akhlak Berusaha a. Setiap pengusaha Minangkabau harus mencontoh akhlak berusaha yang dicontohkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wassalam. b. Khusus untuk pasar syariah ada delapan syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1) Barang yang dijual harus halal; 2) Alat timbangan dan ukur harus tepat; 3) Pedagang harus menjaga kebersihan; 4) Pedagang tidak boleh berbohong dalam bertransaksi. 5) Pedagang dan pengunjung tidak boleh merokok di dalam pasar; 6) Harga barang berbagai barang harus murah meriah. 7) Menjauhi transaksi riba. 8) Tidak ada transaksi jual beli laki-laki muslim di waktu shalat Jumat. c. Kepercayaan langganan adalah kunci keberhasilan dalam berusaha, yang harus dibangun, dipelihara, dan dikembangkan secara terus menerus. d. Setiap pengusaha Minangkabau dalam bidang apapun juga harus menghindari dan menghentikan cara-cara yang dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan langganan.

B. PEMBEKALAN PARA PELAKU UTAMA AJARAN ADAT BASANDI SYARAK SYARAK BASANDI KITABULLAH

1. Pembekalan Calon Ibu dan Calon Bapak a. Agar dapat menunaikan tugas pokoknya dengan sebaik-baiknya sebagai Ibu dan Bapak dalam keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, diadakan pembekalan. b. Pelaksanaan pembekalan terhadap calon ibu dan calon bapak menjadi tanggung jawab dari keluarga dan suku masing-masing, dengan bantuan instansi yang berwenang. c. Pokok-pokok yang harus disampaikan kepada para calon ibu dan calon bapak adalah: 1) Pendalaman Rukun Iman dan Rukun Islam. 2) Sistem kekerabatan berdasar ABS SBK. 3) Akhlak. 4) Kematangan pribadi. 5) Ekonomi rumah tangga. 6) Keluarga Berencana. 7) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 8) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

2. Pembekalan Calon Alim Ulama a. Agar para alim ulama memiliki kemampuan dalam menerapkan apa yang disyariahkan berdasarkan prinsip syarak mangato adat mamakai, maka para calon alim ulama diberikan pembekalan adat nan sabana adat berdasarkan kaidah-kaidah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, yang cakupannya menjangkau seluruh alam Minangkabau. b. Pelaksanaan pembekalan bagi para calon alim ulama antara lain dapat diberikan berupa pendidikan dan pelatihan, lokakarya, seminar, diskusi, dan pelatihan yang bersifat penyegaran secara regular atau berkala. c. Pelaksanaan pembekalan bagi para calon alim ulama ini merupakan merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah, di bawah koordinasi Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sumatera Barat. d. Pokok-pokok yang harus disampaikan dalam pendidikan dan pelatihan calon Alim Ulama adalah: 1) Kompilasi hukum adat berdasarkan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, dan pendalaman sejarah masuknya Islam ke Minangkabau hingga terjadinya reformasi adat Minangkabau berdasarkan Sumpah Satie Bukit Marapalam. 2) Sejarah dan kebudayaan Minangkabau, khususnya sistem kekerabatan matrilineal.. 3) Kebijakan dan strategi dakwah.

46 4) Kewaspadaan dan pemahaman aksi-aksi pendangkalan akidah dan pemurtadan di Minangkabau dan cara-cara penanggulanggannya. 5) Sistem kekerabatan berdasar ADAT BASANDI SYARAK SYARAK BASANDI KITABULLAH. 6) Manajemen ummat, mesjid, dan surau yang berdampak bagi ketahanan akidah umat.. 7) Dasar-dasar mediasi.

3. Pembekalan Calon Pemangku Adat a. Agar dapat menunaikan tugas pokoknya dengan sebaik-baiknya sebagai Pemangku Adat dalam buah paruik, kaum, suku, dan nagari, diadakan pembekalan. b. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap para calon pemangku adat menjadi tanggung jawab dari kaum dan suku masing-masing, dengan bantuan instansi yang berwenang. c. Pokok-pokok yang harus disampaikan kepada para calon pemangku adat adalah: 1) Sejarah dan kebudayaan Minangkabau. 2) Pokok-pokok ABS SBK. 3) Sistem kekerabatan berdasar Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah 4) Manajemen Suku. 5) Pengetahuan tentang hukum agraria. 6) Dasar-dasar manajemen harta pusaka tinggi. 7) Pengetahuan tentang perlindungan hukum nasional terhadap masyarakat-hukum adat. 8) Dasar-dasar pengetahuan mediasi.

C. JAMINAN NAFKAH YANG MEMADAI BAGI ALIM ULAMA DAN PEMANGKU ADAT PURNAWAKTU

1. Jaminan Nafkah Tetap a. Khusus bagi para Alim Ulama dan Pemangku Adat yang menunaikan tugasnya secara purnawaktu, diberikan jaminan nafkah yang memadai. b. Jaminan nafkah yang memadai tersebut berwujud: 1) Sebuah rumah yang layak untuk alim ulama dan pemangku adat. 2) Sebidang tanah dengan hak guna usaha. 3) Penghasilan tetap bulanan. 4) Jaminan kesehatan.

2. Sumber Jaminan Nafkah Tetap a. Sumber jaminan bagi para alim ulama dan pemangku adat yang memerlukan dalam menunaikan tugasnya secara purnawaktu adalah: 1) Iuran dari jemaah dan anak kemenakan. 2) Anggaran pendapatan dan belanja Nagari. 3) Hasil dari Harta pusaka tinggi. 4) Infaq dan sadaqah ummat. 5) Bantuan dari perantau. 6) Sumber-sumber halal lainnya dan yang tak mengikat.

47 E. BAGIAN KE EMPAT

SANKSI TERHADAP PELANGGARAN

1. Sanksi Moral dan Sanksi Sosial

Sanksi moral dan sanksi sosial yang bersifat pribadi terhadap mereka yang melanggar kaidah Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah dijatuhkan oleh warga masyarakat sendiri sesuai dengan adat dan kebiasaan yang berlaku setempat.

2. Sanksi Adat a. Sanksi adat terhadap mereka yang melanggar Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah akan berkenaan dengan pengurangan hak-hak sako dan pusako yang bersangkutan dalam kaum atau sukunya, dijatuhkan oleh para pemangku adat kaum dan sukunya sendiri. b. Jajaran Kepolisian Republik Indonesia diharapkan tidak campur tangan dalam sanksi adat yang dijatuhkan oleh para pemangku adat kaum dan suku dalam kasus-kasus pelanggaran Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah yang dilakukan oleh warga sukunya sendiri. c. Jika oleh karena satu dan lain hal Kepolisian Republik Indonesia harus atau akan memproses pengaduan warga suku terhadap para penghulunya, diharapkan berkonsultasi terlebih dahulu dengan pimpinan Forum Tungku Tigo Sajarangan.

3. Sanksi Hukum a. Pelanggaran terhadap kaidah Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah yang sudah termasuk ranah hukum perdata atau hukum pidana yang tidak dapat lagi diselesaikan secara sosial atau adat dapat diajukan sebagai gugatan atau pengaduan kepada aparat penegak hukum. b. Sanksi hukum terhadap tergugat atau tersangka dijatuhkan oleh pengadilan yang berwenang.

4. Paga Nagari a. Untuk menegakkan kaidah ABS SBK secara melembaga di tingkat suku dan nagari, Forum Tungku Tigo Sajarangan memanfaatkan lembaga ‘dubalang adat’ sebagai inti Paga Nagari. b. Pelatihan dan bimbingan teknis dari para dubalang adat dan Paga Nagari dilakukanoleh Kepolisian Republik Indonesia dan aparatur keamanan lainnya

48 F. BAGIAN KELIMA

IKHTIAR MEMBANGUN KESEJAHTERAAN

A. BIDANG SOSIAL EKONOMI

1. Badan Usaha a. Untuk mengembangkan dan mendayagunakan seluruh potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia Minangkabau, perlu didorong terbentuknya badan-badan usaha yang efektif, efisien, dan dikelola dengan baik, dengan memanfaatkan sumber-sumber keuangan dari perbankan dengan persyaratan yang ringan, peluang dan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah. b. Dalam menggerakan badan-badan usaha tersebut di atas, dilarang menjual tanah ulayat sebagai kepemilikan bersama.

2. Pandayagunaan Sumber Daya Alam, di Darat dan di Laut a. Wilayah Sumatera Barat yang subur mampu mendukung bidang pertanian yang tinggi produktivitasnya, baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Sumatera Barat sendiri maupun untuk kepentingan provinsi lainnya di Indonesia. b. Perikanan laut dan potensi maritim lainnya sampai ke batas Zona Ekonomi Eksklusif 200 mil laut perlu didayagunakan sebagai sumber mata pencaharian baru bagi nelayan pesisir, dan khusus untuk generasi muda Minangkabau. c. Bersamaan dengan bidang pertanian dan perikanan, perlu dikembangkan industri rumah yang mampu menyerap tenaga kerja potensial.

3. Pembangunan Potensi Maritim. b. Laut pedalaman antara pantai Barat pulau Sumatera dengan pantai Timur kepulauan Mentawai diusulkan untuk diberi nama Laut Minangkabau atau Tabek Gadang Minangkabau. c. Oleh karena telah terjadi kerusakan yang parah dari terumbu karang di Laut Minangkabau atau Tabek Gadang Minangkabau tersebut, di atas, perlu dilakukan rehabilitasi secara terencana dan meluas, dengan mengikutsertakan masyarakat pesisir. d. Dalam jangka panjang, pengembangunan potensi maritim antara lain meliputi: 2) Tersedianya fasilitas pendidikan dan pelatihan para nelayan dan masyarakat pesisir, khususnya dalam mengoperasikan kapal penangkap ikan modern. 3) Tersedianya fasilitas armada induk perikanan. 4) Pengaturan pembangunan dan kegiatan bagan penagkap ikan di laut. 5) Pengaturan pembangunan dan kegiatan tambak ikan di darat.. 6) Pembudidayaan rumput laut. e. Untuk menjamin kelangsungan pendapatan nelayan dan masyarakat pesisir, perlu dijamin adanya kebijakan tentang : 1. Penyediaan depot-depot bahan bakar. 2. stabilitas harga ikan.

4. Dukungan Modal Usaha. a. Untuk mendukung kegiatan badan-badan usaha yang didirika oleh anak nagari, perlu diprakarsai pembentukan badan-badan yang bergerak dalam bidang permodalan, seperti Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Mal wa Tamwil. b. Bank-bank perkreditan rakyat yang pembentukannya difasilitasi oleh Gebu Minang diharapkan agar lebih meningkatkan peranannya dalam pembangunan potensi kewiraswastaan du nagari, dengan melakukan pendampingan.

5. Kepariwisataan a. Keindahan alam Minangkabau/Sumatera Barat merupakan anugerah Ilahi yang luar biasa bagi masyarakat Minangkabau pada khususnya, Indonesia, dan mancanegara pada umumnya. b. Keindahan alam tersebut harus dipelihara, dibangun, dikembangkan, dan dinikmati bersama, baik oleh masyarakat Minangkabau sendiri maupun oleh masyarakat luar daerah serta masyarakat internasional. c. Kegiatan pariwisata yang terkait dengan keindahan alam dan budaya diprioritaskan dan dilaksanakan sebagai wisata budaya dan wisata alam

49 B. BIDANG SOSIAL BUDAYA

1. Bahasa Minang. a.Untuk melestarikan Bahasa Minang, hendaknya orang Minang yang berada di perrantauan mempergunakan bahasa Minang dalam pergaulan sehari-hari dengan sesame orang Minang, baik di Rantau maupun di kampong halaman. b. Keluarga Minang yang salah satu orang tuanya bukan keturunan Minang diharapkan untuk mengajarkan bahasa Minang kepada putra-putrinya.

2. Pepatah-petitih. Untuk melestarikan pepatah dan petitih yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Minangkabau, pepatah petitih per;u dibukukan, dibakukan, dan dipatenkan.

3. Kesenian a. Kesenian Minangkabau, baik berwujud seni sastra, seni suara, seni rupa, seni ukir, seni arsitektur dan cabang-cabang kesenian lainnya adalah merupakan kekayaan budaya yang harus dipelihara, dimanfaatkan, serta dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat Minangkabau dan bangsa Indonesia. b. Sesuai dengan ajaran Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah, perlu diadakan pembedaan antara kaba, gurindam, pepatah petitih yang sudah dijiwai oleh Syarak, dan kaba, gurindam, pepatah petitih yang masih belum dijiwai oleh syarak dan bisa menyesatkan. c. Kesenian Minangkabau terbuka untuk menerima hal-hal yang baik dari kesenian suku bangsa manapun, sepanjang keterbukaan tersebut memperkaya dan mempertinggi mutu kesenian Minangkabau. d. Masyarakat harus waspada dan menolak masuknya unsur-unsur yang merusak kesenian dan bersifat pornografi dan pornoaksi.

4. Pencak Silat dan Olah Raga Tradisional Lainnya a. Kekayaan budaya Minangkabau berwujud pencak silat, randai, tari-tarian dan olah raga berburu yang bermanfaat dalam pembentukan kepibadian dan kesehatan, perlu dipelihara, dikembangkan, dan didayagunakan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat. b. Para pesilat Minangkabau perlu ikut dalam gelanggang persilatan nasional dan internasional.

50 G. BAGIAN KE ENAM

PENANGGULANGAN BENCANA

1. Penanggulangan Bencana a. Dari segi geologis, daerah Sumatera Barat yang terletak pada patahan Semangka di Pulau Sumatera, adalah rentan terhadap bencana alam berupa gempa bumi, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan tsunami. b. Untuk memperkecil korban dari bencana tersebut serta untuk menggalang kerjasama antara sesama warga masyarakat Minangkabau jika terjadi bencana, perlu dibentuk: 1) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Barat, sebagai badan resmi yang mengoordinasikan instansi-instansi pemerintah terkait. 2) Sekretariat Bersama Penanggulangan Bencana Sumatera Barat, atau dengan nama lainnya, sebagai wadah koordinasi dari lembaga masyarakat di Rantau dan di Ranah, yang berpeduli dalam penangungan bencana.

2. Tujuh Saran Kebijakan Pemerintah Jangka Pendek dan Jangka Menengah. Sehubungan dengan perkiraan akan terjadinya gempa bumi dengan kekuatan 8.9 skala Richter yang akan diikuti oleh gelombang besat tsunami, menyarankan tujuh pilihan kebijakan kepada Pemerintah Republik Indonesia sebagai berikut. a. Mendinding pantai, b. Relokasi penuh warga pesisir Sumatera Barat. c. Relokasi khusus untuk zona merah. d. Membuat bangunan perlindungan ( shelter), e. Membuat bangunan penyelamatan ( escape building). f. Menentukan jalur evakuasi, dan g. Menaman pohon trembesi dan bakau di pantai.

3. Kewaspadaan terhadap Ancaman terhadap Nilai-nilai Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah Sesuai dengan semangat yang terkandung dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, perlu diwaspadai berbagai kegiatan penyebaran agama lain, baik sebelum, selama, maupun sesudah terjadinya bencana.

51 H. BAGIAN KETUJUH

LINGKUP KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

B. HAK, TANGGUNGJAWAB DAN KEWAJIBAN KEWARGANEGARAAN

1. Filsafat, Ideologi, dan Hukum Nasional a. Ajaran Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah dijabarkan dan dilaksanakan dengan menghormati Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi, dan rangkaian hukum positif nasional lainnya. b. Masyarakat Minangkabau harus melanjutkan sumbangan kebudayaan secara mendasar dalam pembelaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dalam pembangunan nasional, antara lain dengan sentuhan semangat kerakyatan, demokrasi, dan kesetaraan antara sesama suku bangsa Indonesia yang majemuk, serta budaya politik yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, demi terwujudnya cita-cita nasional yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Hak Asasi Manusia Kandungan isi ajaran Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah diperkaya dengan nilai-nilai yang terdapat dalam instrumen hukum internasional hak asasi manusia yang tidak bertentangan dengan hakikat dan fungsi Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah.

3. Harmonisasi Hukum a. Sehubungan dengan telah terjadinya pelanggaran terhadap kebijakan asli ( original intent) dari Para Pendiri Negara yang mengakui hak asal usul masyarakat hukum adat, seperti tercantum pada Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, dengan berbagai undang-undang organik sejak tahun 1960, yang secara terus menerus dan sistematis telah menafikan hak-hak masyarakat-hukum adat, mengamanahkan kepada seluruh penyelenggara Negara, baik dalam cabang legislatif, eksekutif, dan yudikatif, untuk mengadakan harmonisasi hukum antara semangat Undang-Undang Dasar 1945 dengan berbagai undang-undang organik yang telah melanggarnya. b. Pelaksanaan amanah tersebut dalam ayat (1) tersebut di atas diamanahkan secara khusus kepada anggota DPR RI dan DPD RI yang mewakili daerah pemilihan Sumatera Barat.

C. KERJASAMA DAN PROGRAM PRIORITAS.

1. Kerjasama a. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Forum Tungku Tigo Sajarangan mengadakan kerjasama dengan pihak lain, baik dengan lembaga-lembaga masyarakat-hukum adat sejenis, baik di provinsi-provinsi lainnya di Indonesia maupun di mancanegara maupun dengan lembaga-lembaga pemerintahan. b. Untuk memperjuangkan kepentingan suku bangsa Minangkabau dan masyarakat-hukum adat Minangkabau pada tingkat nasional dan internasional, dibangun hubungan kerjasama dengan:

1) Presiden Republik Indonesia dan para pejabat negara terkait, khususnya dengan: a) Menteri Dalam Negeri. b) Menteri Agama. c) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. d) Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. e) Menteri Pendidikan Nasional. f) Menteri Sosial. g) Menteri Kehutanan. h) Menteri Pertanian. i) Menteri Perindustrian dan Perdagangan. j) Menteri Pertambangan dan Sumber Daya Energi. k) Menteri Kelautan dan Perikanan. l) Dan menteri-menteri lain yang terkait

2) Dewan Perwakilan Daerah R.I, khususnya dengan para anggota yang mewakili daerah Sumatera Barat.

52 3) Mahkamah Agung. 5) Mahkamah Konstitusi. 6) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). 7) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 8) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). 9) Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat (Setnas MHA). 10) The U.N. Development Programme (UNDP). 11) The International Labour Organizaztion (ILO). 12) U.N Special Rapporteur on Indigenous Peoples’ Issues.

2. Program Prioritas. a. Kerjasama dengan Mahkamah Konstitusi. Pengkajian dan inventarisasi masyarakat-hukum adat di Sumatera Barat, berdasar Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. b. Kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. - Mendorong terbentuknya Undang-undang Tentang Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat. - Dirumuskannya pokok-pokok kebijakan tentang pemulihan hak atas tanah ulayat.. c. Kerjasama dengan Kementerian Luar Negeri. - Diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 169 Tahun 1989 Tentang Hak Masyarakat Hukum Adat dan Kelompok Persukuan di Negara-negara Merdeka. d. Kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan 1). Pengesahan nama Laut Minangkabau atau Tabek Gadang Minangkabau. 2). Penyediaan kapal-kapal latih modern. 3) Penyediaan depot-depot bahan bahan. 4). Fasilitas pemasaran, di dalam negeri dan di luar negeri. e. Kerjasama dengan Kementerian Agama. - Mendorong dihidupkannya kembali lembaga P3N.

3. Pembekalan Pejabat Pemerintah a. Sehubungan dengan ciri khas kebudayaan Minangkabau, diharapkan kepada Presiden Republik Indonesia dan Ketua Mahkamah Agung untuk memerintahkan para pejabat eksekutif dan pejabat yurikatif yang sudah atau akan bertugas di daerah Sumatera Barat untuk membekali diri dengan latar belakang sejarah dan kebudayaan Minangkabau serta dengan aspirasi dan kepentingan masyarakatnya. b. Forum Tungku Tigo Sajarangan dapat membantu memberikan pembekalan bagi para pejabat eksekutif dan yudikatif yang bersangkutan.

53 I. BAGIAN KEDELAPAN

A. BAHAN KAJIAN

1. Kajian Norma a. Merumuskan secara jernih kandungan empat jenis adat: adat nan sabana adat; adat nan teradat; adat nan diadatkan; dan adat istiadat. b. Mengkaji masalah penyebaran agama selain Islam ke kalangan suku bangsa Minangkabau, yang dapat merusak jati diri dan identitas kultural Minangkabau. 2. Kajian Kelembagaan a. Inventarisasi keseluruhan suku di Minangkabau, serta hubungannya satu sama lain. b. Inventarisasi penghulu/perangkat adat dari tingkat nagari sampai pada tingkat propinsi. c. Inventarisasi jumlah, luas, dan status hukum tanah ulayat kaum, suku, dan nagari, dan mendorong pemetaannya melalui program pemetaan partisipatif. d. Pengkajian kebutuhan jumlah dan kualitas penghulu, alim ulama, dan cadiak pandai yang dibutuhkan untuk mengelola masyarakat Minangkabau yang ber-Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah e. Perencanaan penyediaan guru untuk mengisi muatan lokal Budaya Adat Minangkabau (BAM). f. Persiapan kursus kader kepemimpinan Minangkabau yang selain memahami sejarah dan latar belakang sosial budaya Minangkabau juga mempunyai wawasan nasional yang luas. g. Sinkronisasi kegiatan antara organisasi ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang, dan pemuda. h. Kemungkinan menghidupkan kembali peradilan/mahkamah adat untuk menyelesaikan sengketa- sengketa adat. i. Mendorong terbentuknya peraturan daerah baik nagari, kabupaten kota dan provinsi untuk mendukung pelaksanaan sanksi adat dan sanksi hukum. j. Penyegaran, pemulihan, dan pemeliharaan suasana saling percaya mempercayai dan komunikasi dinamis antara warga Minangranah dan Minangrantau. k. Penyegaran dan pemulihan martabat dan harga diri suku bangsa Minangkabau. l. Penerimaan secara formal sebagai warga Minangkabau para transmigran yang telah menjadi penduduk Sumatera Barat di kabupaten Pasaman, Sijunjung, Dharmasraya dan Pesisir Selatan. 3. Kajian Hukum a. Mendorong pengkajian dan pengembangan hukum adat Minangkabau nan sabatang panjang (yang bersifat universal) b. Mendorong pembahasan dan pengundangan Rancangan Undang-undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat-Hukum Adat dan Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 169 Tahun 1989. 4. Kajian Kesejarahan a. Sejarah kerajaan-kerajaan tradisional Minangkabau serta peranan kebudayaannya pada masa kini berdasar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2007, antara lain : 1) Rajo nan Tigo Selo. 2) Basa Ampek Balai. 3) Dan lain-lain b. Memperbaharui buku ‘Sejarah Minangkabau’, 1970, yang ditulis oleh Drs Buchari M.D., Dra Asmaniar Idris, Drs. Amrin Imran, Penerbit [Bhratara], Jakarta. (Buku ini ditulis atas permintaan mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta di Batusangkar) c. Mendorong dibangunnya museum mini dan diorama perang gerilya dan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (1948-1949). d. Mempersiapkan seminar nasional/international mengenai pra-, peristiwa, dan pasca Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat, 1958-1961, dan peristiwa G30S/PKI di Sumatera Barat tahun 1965.

B. LEMBAGA-LEMBAGA KAJIAN DAN ADVOKASI (TERMASUK KEGIATAN PEMBINAAN, PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN).

Untuk melakukan kajian dan advokasi tentang ajaran, kelembagaan, serta akhlak berdasar Adat Bersendi Syarak. Syarak Bersendi Kitabullah tersebut di atas, perlu dibentuk lembaga-lembaga kajian dan advokasi, antara lain: a. Lembaga Kajian dan Advokasi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. b. Lembaga Kajian dan Advokasi Pembangunan Nagari. c. Lembaga Kajian dan Advokasi Pendayagunaan Potensi Maritim. d. Lembaga Kajian dan Advokasi Pemulihan Hak atas Tanah Ulayat. e. Lembaga-lembaga kajian lainnya yang dianggap perlu.

54 J. BAGIAN KESEMBILAN

PELAKSANAAN

1. Pengamalan dan penyempurnaan Pedoman Pengamalan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Oleh karena adat adalah salingkar nagari, dan pemahaman terhadap syarak tumbuh dan berkembang, pengamalan dan penyempurnaan Pedoman ini dalam kehidupan sehari-hari dilakukan secara mandiri, berkelanjutan, dan sedapat mungkin terkoordinasikan oleh Forum Tungku Tigo Sajarangan.

2. Pembentukan Forum Tungku Tigo Sajarangan Pembentukan Forum Tungku Tigo Sajarangan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan nagari, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan rantau.

3. Pengubahan Pedoman Pengamalan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Pengubahan Pedoman Pengamalan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah ini dapat dilakukan dalam Kongres Kebudayaan Minangkabau yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Sumatera Barat.

Hal-hal yang belum tercakup dan belum diatur dalam Pedoman ini akan dibahas bersama di waktu mendatang.

Disimpulkan Di : Padang. Pada Tanggal : 13 Desember 2010.

SEMINAR KEBUDAYAAN MINANGKABAU GEBU MINANG 2010 KOMISI A

KETUA, SEKRETARIS,

H.Ahmad Syahrudji Tanjung . H. Muhardi Rajab, SH., M.H.

MENGETAHUI, DEWAN EKSEKUTIF

Mayjen TNI (Purn.) H. Asril Hamzah Tanjung, S.IP Warni Darwis Ketua Umum Wkl. Sekretaris Jenderal

Penyelenggara Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang 2010 & Mubes V Gebu Minang

Ir. H. R. Ermansyah Jamin Dt. Tanmaliputi Ketua Umum

Dr. Saafroedin Bahar St. Majolelo Drs. Zulhendri Chaniago Ketua SC SKM GM 2010 Ketua OC SKM GM 2010

i

55

III

LAMPIRAN - LAMPIRAN

56

A. POKOK - POKOK AJARAN ADAT MINANGKABAU, ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH BESERTA PENJELASANNYA DAN BERLAKU UNTUK SELURUH WILAYAH MINANGKABAU ”

Pasal 1. Tentang Filosofi Alam Takambang jadi guru

Alam takambang jadi guru adalah falsafah nenek moyang kita orang Minangkabau. Nenek moyang kita belajar kepada alam seperti pada air, udara, energi dan apa yang ada pada alam seperti binatang, tumbuh- tumbuhan dan dari diri kita sendiri. Belajar atau berguru kepada alam dengan mengambil sesuatu yang baik dari sifat alam, seperti sifat memberi, menjadi contoh tauladan, mana yang baik dipakai dan mana yang buruk dibuang. Filosofi alam takambang jadi guru bagi orang Minangkabau menempatkan dirinya sebagai orang yang berilmu dan dengan itu orang Minangkabau selalu mengutamakan amal kebajikan, berbuat baik (berbudi) dan hidup dalam kebenaran, tolong menolong dan alam takambang selanjutnya dikenal Sunnatullah yang segala sesuatunya dijadikan untuk iktibar bagi manusia. Akal pikiran bagi orang Minangkabau haruslah dikendalikan oleh jantung dan hati, karena disanalah bermuaranya rasa hiba, tenggang rasa, rasa santun, saling harga menghargai. Apa yang ada pada hati itu dipancarkan langsung keotak atau akal pikiran sebagai mana diungkapkan dalam pepatah “ Ulu budi talago undang, pincuran tajunan aka “ Dek ribuik runduaklah padi, dicupak datuak tumanggung, hiduik nan kalau tak babudi, duduak tagak kumari canggung. Belajar kepada alam juga dimaknai belajar kepada aturan-aturan alam, bahkan mempelajari aturan alam bagi orang Minangabau lebih tua dari agama yang dianutnya ( Islam ). Bulan mengelilingi bumi, sejak dari satu hari bulan, lalu bulan empat belas hari, menurun kepada dua puluh sembilan atau tiga puluh, dia lebih cepat mengedari bumi dari pada bumi mengedari matahari. Lalu dengan itu timbulah pergiliran cahaya, siang dan malam, pasang naik dan pasang surut, perobahan letak bintangpun diperhatikannya sehingga orang Minangkabau mengetahui perputaran musim dan dengan demikian mereka dapat menjalani kehidupan. Undang-undang alam itu bersifat tetap sebelum riwayat peredaran alam itu ditutup oleh siempunya alam (Allah SWT.). Berbudi baik, rasa malu dan sopan santun, menghargai orang lain didapatkan contohnya pada alam itu. Seperti sebatang pisang mempunyai budi yang tinggi sebagaimana ungkapannya, “ Dululah nyato dari umbuik, kini batang lah mulai mangalupak, daunlah mulai mangurisiak, pucuak nan indak tumbuah lai, takana badan nak babudi, dek tumbuah karano ditanam, daun rimbum karano digabuak, jaso jo apo kadibaleh. Bialah jantuang kataulua manjulai dilua badan, nan baiak takana juo, malakik badan kamati, bapantang pisang tak babuah, baguno diurang banyak, anak baririk manggantikan” . Itulah contohnya budi dari alam takambang , sebagai pertanda kesolehan sosial yang diperturun panaiakkan oleh orang Minangkabau.

Pasal 2 Tentang Adat nan Ampek

(1) Adat nan sabana adat

Adat nan sabana adat adalah semua aturan-aturan, sifat-sifat dan segala ketentuan yang terdapat pada alam atau pada alam takambang yang merupakan Sunnatullah. Ketentuan-ketentuan itu bersifat pasti dan tidak berobah sebagaimana dicontohkan pada aia mambasah, api mambaka, gunung bakabuik, batuang babuku, karambia bamato yang maksudnya untuk dipelajari sebagai sumber hukum dan sebagai iktibar . Pada awalnya alam takambang jadi guru merupakan bagian utama dari Adat Nan Sabana Adat . Dalam perjalanan yang panjang adat Minangkabau mulai menyatu dengan Islam dan dalam rentang waktu perang Paderi diperkirakan tahun 1837 terjadi kesepakatan yang disebut perjanjian Bukit Marapalam antara pemuka adat dan pemuka agama dibuat suatu kesepakatan yang berbunyi : Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah yang selanjutnya disebut sebagai jati diri dan identitas kultural Minangkabau disingkat sebagai ABS SBK. Kemudian ABS-SBK ini masuk dalam kategori Adat Nan Sabana Adat. Adat nan Sabana Adat ini juga disebut sebagai cupak usali atau adat nan babuhua mati ( tidak dapat dan tidak boleh diubah ) Penjelasan tentang Adat nan sabana adat a. Adat nan sabana adat disebut juga adat nan sabatang panjang b. Adat nan sabana adat indak lapuak dek hujan, indak lakang dek paneh, dibubuik indak layua dianjak indak mati c. Pepatah petitih sebagai ayat-ayat adat

(2) Adat Nan Teradat Adat Nan Teradat pada hakekatnya adalah adat yang mendasarkan kepada Adat Nan Sabana Adat yang diciptakan oleh Allah SWT. Kemudian dikembangkan oleh nenek moyang kita Dt.Perpatih Nan Sabatang dan Dt.Ketumanggungan berupa aturan-aturan yang berlaku umum di Minangkabau seperti matrilineal, kekerabatan suku, demokrasi adat , kepemimpinan suku (penghulu), sako pusako seperti harato pusako tinggi dan harato pusako randah , luhak dan rantau serta Nagari di Minangkabau dan sebagainya. Adat Nan Teradat ini juga termasuk kepada cupak usali atau adat nan babuhua mati . Karena adat ini ( adat nan teradat ) termasuk

57 buatan manusia maka diubah atau tidak diubah semuanya tergantung kepada kesepakatan alam Minangkabau seperti Kongres Kebudayaan Minangkabau yang melibatkan nagari-nagari sebagai masyarakat adat yang mempunyai otoritas untuk itu.

(3) Adat Nan Diadatkan Adat Nan Diadatkan merupakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dibuat dan diputuskan dengan hasil musyawarah mufakat oleh Ninik Mamak pemangku adat dalam suatu Nagari dan berlaku pada Nagari yang bersangkutan. Putusan-putusan ini mengatur lintas kehidupan bersuku dan bermasyarakat dalam Nagari, melalui musyawarah lembaga Kerapatan Adat Nagari . Keputusan adat ini dapat ditingkatkan statusnya dalam peraturan Nagari atau dipernakan (Peraturan Nagari) untuk menjadi keputusan hukum yang mengikat. Peraturan Nagari tersebut dibuat oleh Badan Musyawarah Nagari ( BAMUS ) dan diketahui oleh Wali Nagari

(4) Adat Istiadat Adat Istiadat adalah peraturan-peraturan yang dibuat dan telah berlaku dalam suatu nagari yang disesuaikan menurut alua jo patuik , seperti cara bertunangan, kesenian nagari, perhelatan, olah raga dan sebagainya. Adat Nan Diadatkan dan Adat Istiadat ini disebut adat nan babuhua sintak atau cupak buatan yang selanjutnya juga disebut Adat Nan Salingka Nagari. Adat nan salingka nagari pada umumnya tidak sama dengan adat pada Nagari lainnya sesuai dengan pepatah lain padang lain belalang lain lubuak lain ikannyo.

Pasal 3 Tentang Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah adalah penyatuan antara Adat Minangkabau dan Islam sebagai sebuah sistem nilai dan norma. Nilai adat yang bersumber kepada alam takambang jadi guru dipandang oleh agama Islam sebagai Sunnatullah menjadikan adat Minangkabau dapat beradaptasi dan berinteraksi dengan ajaran Islam. Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah merupakan persenyawaan dua nilai yang pada akhirnya menjadi landasan kultural dan pandangan hidup orang Minangkabau, yang intinya terdapat hubungan Insyaniah sebagai manusia dan Ilahiyah sebagai Khalik dan dengan itu terjalinnya hubungan dengan Allah ( hablumminallah ) dan hubungan dengan manusia ( hablumminannas ). Islam merupakan perekat ajaran adat, menyatu dan bersenyawa dengan ajaran Islam sebagai agama Rahmatanlila’lamin . Islam telah menyempurnakan ajaran adat yang bersumber kepada alam takambang jadi guru dan persenyawaan antara ajaran adat dan Islam telah membentuk suatu sistem nilai dan norma yang dengan demikan nilai Ketuhanan dan Insyaniah menjadi landasan ABS-SBK. Nilai-nilai adat yang bersumber alam takambang telah berhasil mengantarkan manusia pada taraf hidup dan pergaulan manusia yang sempurna, berperilaku yang baik, sopan santun, menghargai dan menghormati orang lain yang disebut dengan budi . Budi adalah hasil pemahaman dari raso, pareso , malu jo sopan pada sisi lain Islam telah mengenalkan orang Minangkabau terhadap alam takambang yang diyakininya sebenarnya adalah ayat-ayat Allah yang merupakan Sunnatullah . Dengan demikian adat Minangkabau sangat cepat menangkap bahwa Islam adalah satu-satunya agama dan Allah adalah maha pencipta bagi seluruh alam ini. Mengakui Islam berarti orang Minangkabau menerima dengan tegas hukum Islam dan Rukun Iman dan Al-Qur’an adalah Kitab Allah yang diturunkan melalui Rasulnya Nabi Muhammad SAW. Sebagai petunjuk bagi seluruh manusia dimuka bumi ini termasuk warga Minangkabau. Kesepakatan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang dianut oleh orang Minangkabau dinyatakan pada kesepakatan bersama antara kaum adat dan pemuka agama dalam perjanjian sumpah sakti Bukik Marapalam terjadi pada tahun 1837. Pada waktu itu telah diikrarkan bahwa Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah adalah satu-satunya ajaran, pandangan hidup, landasan berfikir, jati diri dan landasan kultural Masyarakat Minangkabau yang selanjutnya menjadikan ABS-SBK sebagai falsafah hidup orang Minangkabau baik di Ranah Minangkabau maupun di Rantau..

Beberapa penjelasan tentang ABS-SBK a. Dengan ABS-SBK kita hidup dengan dua aturan yaitu aturan adat Minangkabau dan aturan agama Islam yang saling mendukung satu sama lainnya ibarat aua jo tabiang. b. Adat bagi masyarakat Minangkabau adalah aturan-aturan atau pandangan hidup yang berpangkal kepada budi jo alam takambang jadi guru c. Fungsi adat untuk mengatur kehidupan pribadi, suku, kaum serta masyarakat Minangkabau secara umum d. Tujuan adat Minangkabau agar terwujud masyarakat Minangkabau yang berbudi luhur, berakhlak mulia selamat hidupnya didunia dan di akhirat, padi masak jaguang maupiah, taranak bakambang biak, bapak kayo mande batuah, mamak disambah urang pulo. e. Syarak adalah kaidah dan kumpulan aturan agama Islam sebagai satu-satunya agama Masyarakat Minangkabau yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah f. Yang dimaksud dengan Al-Qur’an adalah kitab suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW g. Yang dimaksud dengan Sunnah adalah hadist-hadist Nabi SAW yang sahih dan contoh tauladan Rasulullah SAW

58

Beberapa penjelasan Syarak mangato adat mamakai a. Segala sesuatu yang diperintahkan oleh syarak atau aturan agama Islam wajib dilaksanakan oleh adat b. Segala sesuatu yang dilarang atau diharamkan oleh aturan Syarak atau agama Islam wajib ditaati dan dihentikan oleh adat

Pasal 4. Tentang Matrilineal

i. Matrilineal adalah kerangka dasar dan sumber kehidupan beradat suku Minangkabau. Mengambil garis keturunan dari pihak Ibu dalam arti bahwa dalam kehidupan sosial dan lintas kehidupan masyarakat Minangkabau sumber utamanya adalah dari pihak Ibu tanpa mengurangi dan bahkan menghargai serta memuliakan hak seorang Bapak atau keluarga Bapak yang disebut Bako ( babako-babaki ). Kehidupan matrilineal sepanjang sejarah telah dapat mempersatukan masyarakat Minangkabau, membentuk keperibadian dan kehidupan sopan santun dan berbudi. Menganut faham Matrilineal Minangkabau tidak ada larangannya dalam agama Islam, dan bahkan kedudukan seorang Ibu sangat dimuliakan. Matrilineal tidak dapat diubah atau digabung seperti parental dan sebagainnya. Karena hal tersebut. bukan budaya Minangkabau ii. Kehidupan matrilineal berurat tunggang kepada sako dan pusako iii. Suku anak sama dengan suku Ibu iv. Sebagai pedoman dalam penyelesaian masalah pusako dan pemberian gelar adat v. Memuliakan dan menghormati Bapak dalam kehidupan rumah tangga, bahkan rumah pusako istrinya disebut rumah Bapak vi. Ciri-ciri kehidupan matrilineal i : Keturunan berdasarkan garis ibu, suku berdasarkan garis ibu, tiap orang diharuskan kawin diluar garis sukunya (eksogami), kekuasaan suku dilaksanakan oleh saudara laki-laki, perkawinan bersifat matrilokal, suami bertempat tinggal dirumah istrinya, ayah diluar suku istri dan anak-anaknya, harato pusako diwariskan oleh mamak kepada kemenakan perempuan.

Pasal 5 Tentang kekerabatan Matrilineal

Kekerabatan Matrilineal adalah hubungan lintas kemasyarakatan yang diawali dengan hubungan keluarga kerabat perempuan, hubungan rumah tangga pariuak, jurai , kemasyarakatan suku, nagari, hubungan mamak dengan kemenakan, hubungan sako jo pusako , serta peranan orang tua laki-laki sebagai bapak biologis dan hubungan bapak sebagai mamak dalam suku bapaknya. Pasal 6 Tentang Adat Minangkabau

(1) Adat menurut pengertiannya adalah sistem nilai dan norma yang mengatur tata kehidupan suatu kesatuan masyarakat hukum adat. Adat Minangkabau tersebut adalah semua peraturan-peraturan adat yang berlaku di Minangkabau yang telah dituangkan dalam kesepakatan bersama melalui Kongres Kebudayaan Minangkabau atau musyawarah yang diadakan untuk itu dan adat Minangkabau yang belum memperoleh kesepakatan bersama dipandang masih tetap berlaku. (2) Adat Minangkabau yang bersifat universal, adat nan sabana adat atau adat nan sabatang panjang dan ABS-SBK (3) Adat yang berlaku pada tiap-tiap nagari yang disebut adat istiadat atau adat nan salingka nagari

Pasal 7 Tentang Kesatuan masyarakat hukum adat

Kesatuan masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun hidup diwilayah geografis tertentu berdasarkan asal usul leluhur, mempunyai hak-hak yang lahir dari hubungan yang kuat dengan sumber daya alam dan lingkungannya memiliki adat, nilai dan identitas budaya yang khas yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum yang ditegakkan oleh lembaga-lembaga adat

Pasal 8 Tentang Wilayah adat (1) Wilayah adat adalah suatu kawasan geografis yang dikuasai, dimiliki, digunakan dan dimanfaatkan oleh kesatuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan. (2) Wilayah adat meliputi tanah, air dan udara termasuk kekayaan yang terkandung diatas dan didalam tanah (3) Untuk menetapkan wilayah-wilayah adat suatu kesatuan masyarakat hukum adat dilakukan pengukuran dan pemetaan secara kadaster yang dimulai oleh lembaga adat dari kesatuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan yang bekerja sama dengan pemerintah setempat kemudian ditetapkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (4) Batas wilayah adat diberi tanda-tanda batas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (5) Ulayat Nagari

59

Ulayat Nagari adalah tanah/hutan, air dan kekayaan alam yang ada diatas dan dibawahnya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat adat atau sebagai cadangan milik bersama masyarakat adat dalam suatu nagari. Ulayat nagari tidak termasuk didalamnya tanah ulayat suku, ulayat kaum (6) Ulayat Suku Ulayat Suku adalah tanah milik bersama suku/beberapa kaum yang secara bersama-sama diwarisi menurut adat Minangkabau secara matrilinineal (7) Ulayat kaum Ulayat Kaum adalah tanah milik bersama anggota kaum yang diwarisi secara bersama-sama turun temurun menurut garis keturunan ibu atau matrilineal

Pasal 9 Tentang Harato Pusako Tinggi

(1) Harato pusako tinggi adalah harato turun temurun menurut garis Ibu sesuku dan merupakan harato tua atau harato musabalah yaitu harato atau hasil yang diambil manfaatnya saja dari harato tersebut. sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku dari dahulu sampai sekarang (2) Bilamana keturunan suku kebawah habis atau tidak punya anak perempuan, maka harato tersebut pindah kepada saudara atau keluarga yang terdekat sesuai dengan ketentuan “ Nan saeto nan sajangka, nan satampok sabuah jari “ (3) Demi untuk menjaga keturunan menurut garis yang telah ditentukan oleh adat dan untuk menjaga tali jan nyo putuih, jajak jannyo lipua serta untuk menjaga ulayat jangan berpindah, maka pusako tinggi menurut adat tidak boleh dijual “ dijua indak diamakan bali, tagadai indak dimakan sando “ (4) Pewarisan pusako hanya dapat dilakukan ke pusako juga (5) Harato pusako tinggi tidak boleh dibagi-bagi

Pasal 10 . Tentang Harato Pusako Randah

(1) Harato pusako randah adalah harato yang diperoleh oleh seorang suami dan atau istri semasa hidupnya dan harato tersebut disebut harato pencaharian dan diwarisi oleh anak-anak keturunannya menurut hukum faraidh atau hukum Islam (2) Harato bawaan istri ( harato pusako tinggi ) sebelum kawin disebut harato saurang. (3) Pencaharian istri bila berusaha atau bekerja menjadi harato basamo

Pasal 11 Tentang Nagari

(1) Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu dan berwenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan mengurus kepentingan masyarakatnya sesuai dengan filosofi ABS-SBK (2) Setiap nagari harus dibuatkan peta desa/nagari (3) Penduduk nagari yang bertempat tinggal di nagari dan mempunyai KTP (4) Anak nagari adalah putra putri yang dilahirkan menurut garis keturunan ibu, dan orang yang diakui dan diterima sepanjang adat dalam suatu nagari. (5) Nagari berkembang dari taratak, dusun/jorong/korong, koto.

Pasal 12 Tentang Penghulu

(1) Penghulu adalah orang yang diangkat oleh kaum dan sukunya untuk memimpin anak kamanakan dalam pasukuannya dan kepadanya diberi gala pusako . Ia wajib dihormati oleh payung pasukuan lainnya, karena duduaknyo samo randah dan tagaknyo samo tinggi dengan pasukuan lainnya. Ia adalah pemimpin dalam pasukuan dan pemimpin dalam nagari. Panggilannya adalah datuak dengan gala pusako yang dipusakoi sukunya secara turun temurun. (2) Tugas Penghulu : manuruik alua nan luruih, manampuah jalan nan pasa, mamaliharo harato pusako, mamaliharo anak kamanakan (3) Penghulu dalam kelarasan Budi Caniago disebut penghulu andiko (4) Penghulu dalam kelarasan Koto Piliang disebut penghulu pucuak (5) Ninik mamak adalah sebutan penghulu dan pemangku adat lainnya

Pasal 13 . Tentang Bundo Kandung

(1) Bundo Kanduang adalah nama panggilan terhadap wanita atau perempuan Minangkabau. Bundo artinya ibu, kanduang artinya sejati. Bundo Kanduang adalah ibu yang sejati yang telah berumah tangga dan memiliki sifat-sifat keibuan dan kepemimpinan.

60

(2) Seorang wanita atau perempuan yang dinamakan bundo kanduang adalah wanita atau perempuan yang mempunyai sifat-sifat terpuji menurut adat, mempunyai kecakapan dan pengetahuan sesuai dengan kemampuan seorang wanita dan baik budi pekertinya. (3) Martabat Bundo Kanduang : ingek dan jago pado adat , berilmu, bermakrifat, berpaham, ujud dan yakin tawakal pada Allah, murah dan mahal dalam laku dan parangai yang berpatutan, kayo dan miskin pado ati dan kebenaran, saba jo ridho , imek jimek, lunak lambuik bakato-kato (4) Sumbang salah Bundo Kanduang menurut adat : Sumbang duduak, sumbang tagak, sumbang diam, sumbang bajalan, sumbang pergaulan, sumbang perkataan, sumbang penglihatan, sumbang pakaian, sumbang pekerjaan, sumbang tanyo, sumbang jawab, sumbang kurenah.

Pasal 14 Tentang Hukum Adat

(1) Hukum Ilmu , adalah menjatuhkan hukuman dengan ilmu. Bila akan menjatuhkan hukuman janganlah bertentangan dengan ilmu hukum yang dipelajari. Kalau akan menghukum suatu sengketa hukumlah dengan seadil-adilnya dan hukumlah diri sendiri terlebih dahulu. (2) Hukum Bainah , adalah hukum bersumpah artinya memutuskan suatu sengketa dengan melakukan putusan sumpah (3) Hukum Kurenah , seorang hakim memutuskan suatu perkara dengan jalan berdasarkan kurenah /tingkah laku yang terlihat dari air muka tertuduh maupun yang menggugat (4) Hukum Perdamaian , hukum yang dilaksanakan keputusannya dengan cara penyelasaian oleh niniak mamak pemangku adat tentang sengketa yang terjadi dalam suatu kelompok yang mempunyai hubungan kekeluargaan

Pasal 15 Tentang Badan Peradilan Adat

(1) Pada tingkat nagari dapat dibentuk badan peradilan adat untuk menyelesaikan suatu perkara, masalah perselisihan atau persengketaan antara sesama suku maupun dengan pihak ketiga lainnya. Yang dapat diadili adalah masalah perdata atau masalah pidana ringan. Penyelesaian suatu perkara dengan jalan mediasi yaitu dengan cara perdamaian menurut adat yang berlaku pada suatu nagari. Setiap penyelesaian perkara yang telah diputuskan harus melaporkan hasilnya kepada pihak kepolisian. (2) Penyelesaian perkara sesuku diselesaikan oleh orang ampek jinih suku dan diputus oleh Penghulu (3) Penyelesaian perkara antar suku atau dengan pihak ketiga lainnya diselesaikan oleh badan peradilan adat Kerapatan Adat Nagari (KAN). (4) Materi pokok Undang-undang nan Duo Puluah a. Bagian yang berkenaan dengan pidana ringan dan berat Sumbang salah, laku parangai; dago dagi, mambari malu; maling curi, taluang dindiang; upeh racun, batabuang sayak; sia baka, sabatang suluah; samun saka, tagak dibateh; tikam bunuah, padang badarah; umbuak umbi, budi marangkak. b. Bagian yang berkenaan dengan cemo / sangkaan dan tuduhan yang dapat diberlakukan untuk subjek/materi hukum yang berkenaan dengan : talalok takaja, tasindorong jajak manurun; tacancang tarageh, tatukiak jajak mandaki; talacuik tapukua, batimbang jawek batanyo; tumbang ciek, alah bauriah bak sipasin; Putuih tali, lah bajajak nan bak bakiek; anggang lalu, atah jatuah. c. Berkenaan dengan tuduhan/dugaan/dakwaan : Pulang pagi babasah basah; bajua bamurah-murah; bajalan bagageh gageh; dibao pikek dibao langau; kacondongan mato rang banyak; dibaok ribuik dibaok angin

(5) Menjelang adanya ketentuan baru berdasarkan UU atau Perda mengenai hak asal usul /otonomi atau yang ada kaitannya dengan peradilan nagari atau peradilan adat. Maka tingkat nagari dapat melaksanakan wewenang mengadili dengan jalan : 1. Mengadili perkara pidana ringan dengan system putusan perdamaian secara musyawarah ( system mediasi / arbiter ) 2. Mengadili seluruh jenis perkara / sengketa perdata dengan sistem perdamaian secara musyawarah (sistem mediasi/arbiter 3. atau tidak tertutup kemungkinan untuk dilakukan pada tingkat peradilan negara

Pasal 16 Budi menurut adat dan Akhlak menurut Syarak

(1) Budi menurut adat Adat Minangkabau merupakan suatu sistem yang sempurna yang meliputi kehidupan orang dan masyarakat dan mempunyai ide kehidupan yang senantiasa menghayati budi pekerti yang baik terhadap sesamanya. Ibu adalah sumber utama perkembanganm hidupnya budi yang baik. Dengan perkataan lain ibu yang baik dan berbudi akan melahirkan insan yang baik dan berbudi pula.

61

Budi adalah suatu perbuatan, perangai, tingkah laku yang didasarkan atas perasaan yang terkandung dalam ajaran adat Minangkabau. Karena itu budi adalah pokok ajaran adat. Ajaran adat Minangkabau bertujuan untuk mendidik masyarakatnya dalam segala bentuk dan prilaku untuk mencapai suatu tujuan hidup yang bahagia, berbudi pekerti yang terpuji. Karena itu budi adalah pokok pangkal kebahagian hidup orang Minangkabau.

• Pepatah petitih yang berhubungan dengan budi

Pisang emas bawa berlayar Pisang batu didalam peti Utang emas boleh dibayar Utang budi dibawa mati

Pulau pandan jauh ditangah Dibaliak pulau angso duo Hancua badan dikandung tanah Budi baiak takana juo

Dek ribuik runduaklah padi Dicupak datuak tumanggung Hiduik kalau indak babudi Duduak tagak kumari tanggung

Nan kuriak iyolah kundi Nan merah iyolah sago Nan baiak iyolah budi Nan indah iyolah baso

Kuat rumah karano sandi Rusak sandi rumah binaso Kuat bangso karano budi Rusak budi hancurlah bangso

• Orang yang berbudi haruslah tahu dengan :

Raso adalah segala sesuatu yang dirasakan atas diri, umpama disakiti, dicaci, diperlakukan dengan tidak baik seperti perkataan kasar yang menyakitkan hati dan itu tidak boleh dilakukan

Pareso yang dirasakan oleh hati dan perasaan. Umpama kita tidak boleh menyakiti orang lain karena orang akan merasakan sakitnya itu dan sebaliknya bagaimana kalau hal yang demikian terjadi bagi kita

Malu adalah tingkatan dari raso jo pareso sehingga kita dapat menahan diri untuk tidak mengerjakanpekerjaan yang tidak baik

Sopan adalah hasil perbuatan dari malu dan orang itu dinamakan berbudi,kita selalu berbuat dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik yang disukai oleh orang lain

• Tahu dinan ampek

Kato mandaki perlakuan dan pembicaraan yang dilakukan kepada orang yang lebih tinggi tingkatannya dari kita, seperti bicara kepada Ibu Bapak bicara kepada Mamak dan semua orang tua atau yang dituakan Kato manurun adalah perbuatan dan cara berbicara dengan orang yang lebih rendah tingkatannya dari kita seperti berbicara dengan anak, kemanakan pembicaraan itu harus mendidik dan dilakukan dengan penuh kasih saying

Kato mandata cara bicara dengan orang yang setingkat dengan kita, pembicaraan itu juga dilakukan dengan sopan santun dari hasil ketiga tsb. Diatas sebagaimana ungkapan yang kecil dikasihi yang tua dihormati samo gadang lawan baiyo

62

Kato melereng adalah perkataan yang dilakukan secara hati-hati. Kita menjaga orang lawan bicara kita jangan sampai tersinggung apalagi perkataan dan perbuatan terhadap orang sumando dan iapar bisan dsb.

(2) Akhlak menurut Syarak

a. Pengertian akhlak Akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat dan kebiasaan

b. Tujuan Akhlak Agar setiap orang berbudi pekerti (berakhlak), bertingkah laku, berperangai atau beradat istiadat yang baik sesuai dengan ajaran Islam

c. Dasar Akhlak Dalam Islam yang menjadi dasar atau alat pengukur yang menyatakan sifat seseorang itu baik atau buruk adalah Al Quran dan Sunnah. Apa yang baik menurut al Quran dan Sunnah, itulah yang dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari,sebaliknya apa yang tidak baik menurut Al Quran dan Sunnah haruslah dijahui. Pribadi Nabi Muhammad SAW adalah contoh yang paling baik dan tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk pribadi masing-masing. Begitu juga akhlak para sahabat karena mereka semua berpedoman kepada Al Quran dan Sunnah Nabi.

d. Dasar Akhlak Nabi Muhammad SAW • Sesungguhnya Engkau (ya Muhammad) mempunyai akhlak (budi pekerti) yang amat tinggi (mulia). ( Al-Qalam : 4) • Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (budi pekerti) yang mulia (H.R.Ahmad) • Sesungguhnya pada diri Rasullullah terdapat suri tauladan yang baik bagimu (manusia) (Al Ahzab : 21) • Orang mukmin yang sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya (budi pekertinya ( H.R.Tirmidzi)

e. Contoh akhlak yang baik - Benar - Amanah - Menepati janji - Sabar (tabah) - Pemaaf - Pemurah

f. Contoh Akhlak yang tidak baik - Sombong / takabur - Dengki - Dendam - Mengadu domba/menghasut - Mengumpat - Riya - Khianat - Zalim

g. Akhlak yang terpuji : • Berbakti kepada Ibu Bapak “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya mengandung dengan susah payah. Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan” (Al.Ahqaf : 15) “TuhanMu telah mewajibkan bahwa tidak boleh kamu menyembah melainkan Dia, dan Ia wajibkan kamu berbuat baik kepada Ibu Bapaknya” (Bani Israil : 23) “Dan jika kedua Ibu Bapak memaksamu supaya mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik” ( S.Lukman : 15) “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah lalu ia bertanya : Ya Rasulullah, masih adakah kebaikan yang dapat saya kerjakan untuk ibu bapak sesudah keduanya meninggal? Ada jawab Rasullah : Yaitu menshalatkan (jenazah), meminta ampun kepada Tuhan, menyempurnakan janjinya, memuliakan sahabatnya dan selalu bersilaturrami dengan keluarga yang ada hubungan dengan keduanya” (H.R. Abu Daud)

• Sopan terhadap guru - Muliakanlah orang yang kamu belajar dari padanya (gurumu) “(H.R. Abul Hasan al-Mawardi) - Barangsiapa yang menghormati orang yang berilmu (alim) berarti ia menghormati Tuhannya “ (H.R. Abul Hasan al-Mawardi) 63

- Dapatkah disamakan antara mereka yang mengetahui dengan yang tidak mengetahui.Sesungguhnya yang dapat menyadari hanyalah orang-orang yang sempurna akal pikirannya” ( Q.S Az Zumar : 9) - Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya diantara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada yang telah diturunkan kepadamu (Al-Quran) dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, orang-orang itulah yang akan kami berikan kepada mereka pahala yang besar” ( Q.S An-Nisa’ : 162)

• Berbuat baik kepada Tetangga - Barang siapa beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian, hendaklah ia memuliakan tetangganya” (H.R.Bukhari) - Hak tetangga yaitu : Kalau ia ingin meminjam, engkau meminjami; kalau ia meminta tolong, engkau menolongnya; kalau ia sakit, engkau mengunjunginya; kalau ia punya hajat/keperluan, engkau memberinya; kalau ia mendapat kesenangan engkau menggembirakannya; kalau ia mendapat kesusahan, engkau menghiburnya; kalau ia meninggal, engkau mengantarkan jenazahnya; jangan engkau membuat rumah lebih tinggi dari rumahnya, karena akan menghalangi masuknya udara,kecuali dengan izinnya, jangan engkau menyusahkannya dengan bau masakan, melainkan engkau memberi kepadanya sebagian dari masakan itu, jika engkau membeli buah-buahan , engkau hadiahkan sebagian kepadanya; dan kalau tidak engkau beri hendaklah engkau bawa masuk kedalam rumahmu dengan tersembunyi dan engkau jangan mengizinkan anakmu keluar rumah membawa buah-buahan itu, karena anaknya akan menginginkan buah-buahan itu” (Al- Hadis)

• Berbuat baik kepada saudara - Agama Islam memerintahkan agar kita berbuat baik kepada sanak saudara kaum kerabat ahli famili dan keluarga yang terdekat dengan itu, hidup rukun dan damai dapat dicapai apabila kita dapat menjalin hubungan baik dengan tolong menolong dan saling pengertian dengan saudara kita. - Berbuat baiklah kepada ibu bapakmu, saudaramu perempuan dan saudaramu laki-laki, sesudah itu kepada kerabat yang lebih dekat, kemudian yang lebih dekat” (H.R. an Nas-i) - Hendaklah kamu sembah Allah dan janganlah kamu menyekutukan Dia dengan suatu apapun, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak dan kaum kerabat, anak yatim dan orang- orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat ibnu sabil dan hamba sahayamu, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. ( An- Nisa’ : 36)

• Suka menolong orang lain - Dalam hidup ini jarang sekali orang yang tidak memerlukan pertolongan orang lain. Adakalanya karena dalam keadaan sengsara dalam hidup bahkan dalam keadaan kaya sekalipun kita sangat membutuhkan pertolongan orang lain. Dinegari kita yang selalu ditimpa musibah atau bencana tidak sedikit saudara kita yang mengalami korban baik korban harta maupun korban nyawa.. Hati orang mukmin akan tergerak untuk memberikan bantuan sesuai dengan batas-batas kesanggupannya. Bila tidak ada berupa uang atau benda atau bila kita tidak punya kemampuan untuk membantu kita dapat menghibur, memberi nasehat dan bahkan bantuan tenaga kitapun mungkin sangat diharapkannya. - Dan sadakah itu adalah bukti (keimanan dan kasih sayang seseorang” (HR.Muslim) - Jagalah dirimu dari siksa api neraka dengan cara bersedekah walaupun dengan separoh biji korma dan bilamana tidak dapat, maka dengan kata-kata yang baik” (Muttafaqun alaih)

• Mencintai Allah - Sungguh telah kami ciptakankan manusia dengan sebaik-baik bentuk” (Q. S At Tin : 4) - Kalau kamu betul-betul mencintai Allah turutlah aku, niscaya kamu akan dicintai oleh Allah dan kemudian diampuniNya dosa-dosamu, Allah itu pengampun dan penyayang” ( Q.S Al Imran : 31) - Barang siapa yang terdapat padanya tiga perkara, maka ia akan merasai manisnya Iman, yaitu mencintai Allah dan RasulNya melebihi cinta kepada yang lain, mencintai manusia karena cinta kepada Allah semata; membenci kepada kufur (ingkar) seperti orang yang benci untuk dilemparkan kedalam api “ (H.R.Bukhari dan Muslim)

64

• Mencintai Rasul - Apapun yang dibawa oleh Rasul itu, hendaklah kamu ambil dan apa yang dilarang, hendaklah kamu jahui” (Q.S Al-Hasyr : 7) - Katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah Aku niscaya Allah mengasihimu” (Q.S Ali-Imran :31) - Hai orang-orang yang beriman, Taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri (pemimpin) diantara kamu”(Q.S An Nisa : 59)

• Tujuh golongan orang yang mendapat perlindungan Allah 1. Imam atau pemimpin yang adil 2. Pemuda yang tekun beribadah kepada Allah 3. Laki-laki yang terpaut hatinya dalam Masjid 4. Dua orang laki-laki yang saling menyayangi karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah 5. Laki-laki yang mengingat Allah diwaktu sunyi kemudian berlinang air matanya 6. Laki-laki yang menolak rayuan wanita (H.R.Buchari & Muslim) 7. Laki-laki yang memberikan sedekah secara diam-diam

Itulah akhlak orang –orang yang terpuji dan mereka dikasihi oleh Allah.

• Akhlak terhadap binatang - Binatang dijadikan Allah untuk diambil manfaatnya untuk manusia seperti tenaganya, dagingnya, air susunya, madunya dsb. Karena itu kita haruslah berakhlak yang baik kepadanya. Kita dilarang menyakiti binatang apalagi menganiayanya. Menyembelih binatang ternak sekalipun ada adabnya yaitu dengan membaca kalimat Bismillahirrahmanirrahim. Memotong hewan tidak boleh dilakukan dihadapan hewan lain. Semua binatang diciptakan semuanya untuk manusia dan memberi manfaat yang besar bagi manusia itu. Bahkan sebagian binatang itu belum diketahui manfaatnya atau faedah bagi kita karena ilmu pengetahuan kita belum sampai disitu. - “Dan Allah telah menciptakan segala jenis hewan dari air, maka sebagian dari jenis hewan- hewan itu ada yang berjalan diatas perutnya, sebagian berjalan dengan dua kaki, sedangkan sebagian lain berjalan dengan empat kaki, Allah menciptakan apa yang dikehendakiNya, sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuaatu”( Q.S An Nur : 45)

• Akhlak terhadap tumbuh-tumbuhan - Tumbuh-tumbuhan adalah anugrah Allah yang diberikan kepada manusia. Sebahagian makanan dan keperluan hidup manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan dan oleh karena itu peliharalah dan sayangilah tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan itu sejak dari batangnya, akarnya daunnya dan buahnya diciptakan Allah untuk manusia. Mangga berbuah bukan untuk mangga tetapi mangga berbuah untuk manusia, begitu juga pisang kelapa dsb. - “Allah yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu dibumi itu jalan-jalan dan menurunkan air hujan maka kami tumbuhkan dengan air itu berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatang ternakmu, sesungguhnya pada yang demikian itu sungguh-sungguh terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang berakal” (Q.S. Thaha : 53-54)

• Benar - Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa kepada sorga. Seseorang yang membiasakan diri berkata benar sehingga tercatat disisi Allah sebagai orang yang benar”(HR Muttafaq Alaih) - Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (At Taubah : 119) - “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan didunia ini dan diakhirat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim (salah) dan memperbuat apa yang Dia kehendaki” (Q.S Ibrahim : 27) - “Tinggalkanlah apa yang engkau ragu-ragu kepada apa yang tidak engkau ragu- ragukan.Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada ketenangan dan dusta itu menimbulkan keragu-raguan”(HR.Tarmizi)

• Berani - “Bukanlah dinamakan pemberani orang yang kuat bergulat, sesungguhnya pemberani itu ialah orang yang sanggup menguasai dirinya diwaktu marah”(HR.Muttafaq ‘Alaih) 65

Nabi Muhammad SAW tidak pernah gentar menghadapi musuh sebagaimana firman Allah - “ Yaitu orang-orang yang mencintai Allah dan Rasulnya dan kepada mereka ada orang yang mengatakan; sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab”Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung’ Maka mereka kembali dengan nikmat dan kurnia yang lebih besar dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keredaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (Al-Imran 173-174)

Karena itu orang harus berani mengambil keputusan pada saat-saat yang tepat. Orang harus berani mengemukan dan menyampaikan yang benar itu benar dan yang salah itu salah

• Amanah. - Amanah adalah kepercayaan, kesetian atau ketulusan. Amanah itu adakalanya berbentuk titipan benda, rahasia, tugas, jabatan dsb. - “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah lalu bertanya : “Bilakah kiamat itu akan terjadi ya Rasulullah? Dijawab oleh Rasullullah : “ Bila amanah (kepercayaan) diabaikan, maka tunggulah kiamat itu. Bagaimana pula mengabaikan kepercayaan itu ? jawab Rasulullah : Apabila urusan atau pekerjaan diserahan kepada orang yang tidak ahli, maka tunggulah kiamatitu” (HR.Bukhari)

• Menepati janji - Janji dalam Islam adalah hutang dan hutang itu harus dibayar dan ditepati. Pelanggaran terhadap janji berarti berbuat dosa orang mukmin itu harus satu kata dengan perbuatannya. - “Hai orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan.Sungguh besar murka Allah jika kamu mengatakan yang tidak kamu kerjakan”(Shaf : 34) - “ Hai orang yang beriman tepatilah janjimu (janji-janji) itu “( Q.S Al Maidah : 1) - “Tepatilah janji, sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggung jawabannya” (Q.S Al Isra’ : 34) - “Tanda orang munafiq itu ada tiga: 1. Apabila berkata ia berdusta 2. Apabila ia berjanji mungkir 3. Apabila ia diberi amanah (kepercayaan) ia khianat”( HR.Bukhari Muslim)

• Sabar - Hidup manusia dibunia tidak luput dari susah dan senang, sehat dan sakit, suka dan duka. - “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepada kamu dan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita kepada orang-orang yang sabar(yaitu) orang-orang yang ditimpa musibah mereka berkata, Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada Nya kami akan kembali. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhanya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S Al Baqarah : 155-157) - “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepadaMu) (Q.S Al A’raf : 126) - “Maka bersabarlah kamu seperti bersabarnya orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-Rasul”( Q.S Al Ahqaf : 35)

• Pemaaf - “Dan hendaklah mereka bermaaf maafan dan berlapang dada.Apakah kamu tidak ingin, bahwa Allah mengampuni dan Allah adalah maha pengampu lagi maha penyayang” (Q.S An Nur : 22) - “ yaitu orang-orang yang menafkan hartanya, baik diwaktu lapang maupun diwaktu sempit, dan orang-orang yang menahan marahnya dan memaafkan kesalahan orang.Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”( Q.S Ali Imran : 134)

• Pemurah - Agama Islam mengajak para pemeluknya agar bermurah hati, suka berkorban dan berbuat unuk kepentingan masyarakat, mau mengulurkan tangan kepada siapa saja yang memerlukannya - “Orang-orang yang menafkahkan di malam hari dan disiang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala dari Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati” (Q.S Al Baqarah : 274) - “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu

66

secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhan”( Q.S Al Isra’ : 26-27)

• Ikhlas - Ikhlas artinya bersih, suci murni tidak bercampur dengan yang lain. Mengerjakan ibadah atau kebajikan hanya karena Allah semata-mata serta mengharapkan keredhaanNya, bukan mengharap pujian manusia. - “Sesungguhnya Kami turunkan Al Quran itu kepada engkau dengan kebenaran.Oleh sebab itu sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama karenanya semata mata.Ketahuilah bahwa agama yang suci murni hanyalah kepunyaan Allah”( Q.S Az Zumar 2-3) - “Dan mereka hanya diperintah supaya menyembah Allah dengan tulus ikhlas beragama untuk Allah semata-mata, berdiri lurus menegakkan shhalat dan membayar zakat.Dan itulah agama yang betul”( Q.S Al Bayinah: 5)

• Hidup sederhana - “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah pembelanjaan itu ditengah-tengah antara yang demikian” (Q.S Al Furqan:67) - “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.Dan orang yang disempitkan rejekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya, Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”( Q.S Al Thatalaq : 7)

67

KESIMPULAN /KESEPAKATAN KESIMPULAN HASIL PEMBAHASAN KOMISI A ABS-SBK DAN TUNGKU TIGO SAJARANGAN

Bismillahirrahmanirrahiim

Salah satu agenda penting dalam Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang 2010 (SKM-GM 2010), adalah menyepakati pedoman pengamalan “Adaik Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah”. Dalam hal ini Panitia SKM-GM 2010 telah mempersiapkan dengan baik pedoman pengamalan Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai. Dalam pembahasan di Komisi A, selain pedoman pengamalan ASB-SBK, yang menjadi rujukan pembahasan, tulisan (Makalah) yang disampaikan oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, dalam diskusi panel SKM-GM 2010 berjudul Konsolidasi Kultural Suku Bangsa Minangkabau.

Aktualisasi ABS-SBK di tengah tantangan lokal, nasional dan global, dan tulisan (Makalah) Dr. Mochtar Naim yang berjudul ABS-SBK, dijadikan pula sebagai masukan yang sangat berguna dalam memperkaya dan melengkapi konsep yang telah dibuat oleh Panitia SKM-GM 2010, terutama betapa pentingnya melakukan konsolidasi kultutal Suku Bangsa Minangkabau untuk mengaktualisasi ABS-SBK ditengah tantangan local, nasional, dan Global.

Setelah melalui pembahasan yang cukup alot, serius dan dinamis, telah disepakati kesimpulan/hasil pembasahan Komisi A, meliputi 2 hal pokok, yaitu : 1. Pandangan dan pendapat tentang buku pedoman pengamalan ABS-SBK. 2. Komentar, usul, saran, dan rekomendasi untuk memperkuat pengamalan ABS-SBK.

Dengan ini kami menyampaikan kesimpulan/hasil pembahasan Komisi A, sebagai berikut :

I. PANDANGAN DAN PENDAPAT TENTANG BUKU PEDOMAN PENGAMALAN ABS-SBK. 1. Pada prinsipnya pedoman pengamalan ABS-SBK yang telah dipersiapkan dengan baik melalui proses kajian dan dari berbagai masukan dapat dijadikan pedoman pengamalan ABS-SBK dengan melakukan penyempurnaan secara berkelanjutan, sehingga pengamalan ABS-SBK dapat menjawab tantangan zaman, up to date dan berkemajuan. 2. Berkaitan dengan diterima dan dapat dijadikannya buku pedoman pengamalan ABS-SBK, disepakati pula untuk melengkapi dan memasukan pokok-pokok pikiran untuk menyempurnakan, sebagai berikut : a. Menegaskan bahwa Kitabullah yang dimaksud dalam ABS-SBK adalah Kitab Suci Al-Qur’anul Kariim. b. Dalam menempatkan Al Qur’an sebagai rujukan yang terkait dengan ABS-SBK harus secara Kaffah, tidak hanya menyangkut pada beberapa aspeknya, seperti aspek keimanan, persatuan, kegiatan menuntut ilmu dan mencari nafkah, pentingnya akhlak, pentingnya penghormatan kepada orang tua dan tentang hutang saja. c. Masalah belum tuntasnya tentang kapan waktu dimulainya Ikrar “ Perjanjian Sumpah Sati Bukit Marapalam” perlu penelitian lebih lanjut. Tulisan inyiak canduang, sulaiman Arrasuli dapat dijadikan referensi. d. Tentang pemberian sako dan sangsako (Halaman 18) point a, agar disempurnakan dengan disesuaikan dengan apa yang berlaku di Salingka Nagari, seperti di Padang Pariaman : gelar sako diperoleh dari garis keturunan Bapak, dalam hal gelar Bagindo, Sutan, dan SIdi, sementara gelar penghulu tetap dari garis keturunan Ibu. e. Tentang Adat Nan Ampek, yang terdapat pada Halaman 33, pasal 2, diubah strukturnya menjadi pasal 2 ayat 1 : Adat nan sabana adat. Ayat 2 ; Adat Nan diadatkan, Ayat 3 : Adat Nan Teradat, dan ayat 4 : Adat Istiadat.

KOMENTAR, USUL, SARAN, DAN REKOMENDASI UNTUK MEMPERKUAT PENGAMALAN ABS-SBK.

1. Banyak sekali komentar yang disampaikan oleh peserta sidang komisi A, tentang hal-hal, sebagai berikut : a. Telah terjadi berbagai krisis dalam pelaksanaan dan pengamalan ABS-SBK dalam masyarakat Minangkabau. b. Muncul kecemasan dan kekhawatiran pengamalan ABS-SBK hanya sekedar retorika dan suatu ketika akan lenyap dalam kehidupan generasi mendapat.

68

c. Lemah dan dangkalnya pengetahuan tentang ABS-SBK dikalangan sementara Penghulu, Datuak dan Ninik Mamak. d. Sulitinya mendapatkan ketauladanan dari penghulu, Datuak, dan Ninik Mamak dalam pelaksanaan ABS-SBK, hal ini karena masih adanya tindak tanduk, sikap dan kepribadian, sementara penghulu, datuk, dan ninik mamak, yang tidak mencerminkan akhlak mulia. e. Sulitnya pengamalan ABS-SBK, juga karena berbenturan antara Hukum adat dan hukum positif serta sulitnya melaksanakan eksekusi terhadap sanksi dan pelanggaran Hukum dan ketentuan adat. f. Tidak atau belum berjalannya menurut semestinya. Sosialisasi nilai-nilai dan ajaran ABS-SBK terhadap masyarakat khususnya generasi Muda.

2. Usul, Saran Dan Rekomendasi Telah Disepakat, Sebagai Berikut : a. Berkenaan dengan pelaksanaan pendidikan budaya adat alam Minangkabau di sekolah-sekolah sebagai kurikulum muatan local, hendaknya semakin diperkuat dan disempurnakan baik kurikulum silabus dan metodenya, dalam hal ini perlu pendekatan dengan Pemda, dalam hal ini Dinas Pendidikan. b. Untuk meningkatkan kualitas SDM, Penghulu, Datuak dan Ninik Mamak, agar dilaksanakan langkah dan kebijakan kongkrit dengan mengadakan pelatihan, penataran, diskusi dan kegiatan lainnya yang dapat menambah wawasan tentang berbagai hal khususnya tentang ABS-SBK. c. Dalam pelaksanaan ABS-SBK, dimana peranan Tungku Tigo Sajarangan sangat signifikan dan menentukan serta untuk mengantisipasi terjadinya perbedaan Visi dan Misi dari Tungku Tigo sajarangan diperlukan adanya wadah atau forum konsultasi Tungku Tigo sajarangan, syukur bila dapat diujudkan adanya kantor atau sekretariat bersama atau atap Tungku Tigo sajarangan. d. Untuk melestarikan petatah dan petitih, yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Minangkabau, disarankan agar petatah dan petitih dibuku-kan, dibaku-kan, dan kalo perlu dipatenkan. e. Masih ditemukan perbedaan yang cukup prinsip, antara Fatwa Adat dengan agama Islam, seperti persoalan kawin sesuku, harta warisan dan lainnya. Dalam hal ini diperlukan penegasan yang lebih konkrit, berdasarkan kajian dan argumentasinya yang shahih, untuk itu direkomendasikan agar ulama dan penghulu, Datuk/Ninik Mamak mendudukkan masalah tersebut, sehingga ditemukan solusinya. f. Dalam hal bila terjadi pertentangan antara ketentuan adat dengan ajaran Islam, hendaknya ditegaskan ketentuan ajaran Islam yang harus dilaksanakan. g. Agar nilai ABS-SBK dapat diwarisi oleh generasi muda perlu dilakukan usaha dan program sosialisasi ABS-SBK sedini mungkin kepada anak-anak dan generasi muda, termasuk dengan memberikan contoh dan tauladan yang baik, serta akhlak yang mulia dari orang tua dan khususnya Tungku Tigo sajarangan. h. Mengenai Keberadaan dan jumlah suku berikut dengan jumlah pecahan suku-suku di Minangkabau diperlukan ada kejelasan dari Penghulu/Datuk/Ninik Mamak yang berkompeten. i. Untuk lebih terbina dan terayominya anak-cucu dan kemenakan, dalam pelaksanaan ABS-SBK dan penyelesaian berbagai masalah yang terkait dengan persoalan ABS-SBK, sebaiknya Penghulu/Datuk/Ninik Mamak tinggal atau berada dikampung halaman, ditengah-tengah anak, cucu dan kemenakannya. j. Untuk melestarikan Bahasa Minang, hendaknya orang-orang Minang yang berada diperantauan mempergunakan bahasa Minang bila berbicara dengan sesama orang Minang, baik ketika berada di rantau, apalagi ketika pulang kekampung. Tak ada orang Minang yang bersuami atau ber-istri yang tidak berasal dari Minangkabau hendaknya menanamkan juga kepada keluarga dan anak-anaknya nilai dan ajaran ABS-SBK, serta mengajarkan Bahasa Minang kepada anaknya. k. Merekomendasikan kepada Kementerian Agama propinsi/Kabupaten Kota untuk mengembalikan fungsi dan kewenangan P3N sebagaimana semula. l. Sehubungan dengan berbagai hal yang muncul dari komentar, usul dan saran dari peserta siding Komisi A tersebut diatas, diperlukan dalam waktu yang tidak terlalu lama mewujudkan atau mendirikan sebuah lembaga yang bekompeten dan representative untuk melalukan pembinaan dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan Minangkabau dalam memperkuat pengamalan ABS-SBK. m. Dalam kehidupan sosial di Masyarakat, kita perlu melestarikan panggilan : Uda, Uni, etek, Mak Tuo, Pak Tuo n. Tentang Datuk harus berdomisili di Nagari-perlu ditinjau ulang, karena pemilihan datuk diserahkan ke masing-masing suku tersebut yang mengenal situasi dan kondisi suku mereka.

69

Demikianlah kesimpulan/pembahasan rumusan Komisi A SKM-GM 2010, semoga dapat disempurnakan dalam siding pleno SKM-GM 2010.

Padang, 13 Desember 2010 Tim Perumus

Ketua : H. Ahmad Syahrudji Tanjung Sekretaris : H. Muhardi Rajab, SH. MH Anggota : 1. Anggi, 2. Erma Sumiarti 3. Fadhilah Dt. Sari Alam Peserta : Daftar hadir terlampir.

70

KESIMPULAN /KESEPAKATAN KOMISI B MEMBANGUN NAGARI KEMASA DEPAN DI SUMATERA BARAT

Dizaman Globalisasi saat ini dan otonomi daerah membuat kita jauh berfikir dan harus berfikir dalam menanggulangi berbagai permasalahan yang terjadi ditengah masyarakat Minang di Sumatera Barat, oleh karena itu tokoh-tokoh Minang yang ada di Rantau maupun yang tinggal didaerah Sumatera Barat selalu berfikir untuk perkembangan anak kemenakan yang disebut generasi penerus di ranah Minang dalam hal ini pemerintah membuat program untuk kemajuan Ranah Minang kedepan. Perlu kita berfikir sejenak dan merangkul orang rantau untuk menulis suatu gagasan dan konsep pembangunan nagari, karena anak kemenakan kebanyakan berada dikampung atau nagari. Dalam hal ini kami dari Komisi B yang membahas dengan ringkas persoalan tersebut. 1. Persoalan Ekonomi yang dihadapi oleh pemerintahan Nagari a. Kurang termanfaatkannya bantuan pemerintah di sebagian Nagari b. Kurangnya penyuluhan dari pemerintah daerah ke pertanianm kelompok perkebunan, perikanan, peternakan dan industry kecil yang ada di Nagari c. Tidak adanya pemasaran pengrajin Industri kecil seperti tenun songket, dll. d. Tolong SKM-GM untuk mewadahi pendanaan modal melalui BPR GM 2. Sosial Budaya, Permasalahannya : a. Masih banyaknya generasi muda Minang yang gaya hidupnya kebarat-baratan b. Budaya malu mulai menipis digenerasi muda Minang. c. Ada lembaga Bamus yang mestinya bersinergi dengan Wali Nagari, kebanyakan hanya mencari-cari kesalahan wali nagari d. Masih ada Ninik Mamak yang mestinya berfungsi kapai tampek batanyo, ke apulan tampek babasito. e. Kelompok petani dan industry kecil tidak mempunyai modal yang cukup untuk mengolah industry.

3. Pembangunan fisik mempunyai permasalahan a. Pembangunan pembukaan bodi jalan kelahan pertanian, perkebunan penduduk selalu terkendala oleh tanah ulayat. b. Anggaran Nagari tidak mencukupi, dalam hal ini wali nagari hanya bisa membuat surat ke pemerintah daerah berupa permohonan. c. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan goro untuk pembukaaan bodi jalan.

4. Kesejahteraan dan pelayanan masyarakat Nagari a. Sulitnya masyarakat dalam pengurusan KTP. b. Tidak bolehnya wali nagari memiliki kartu sehat. c. Sedikitnya dana DAUN yang masuk ke Nagari jika dibandingkan dengan kebutuhan Nagari. d. Sebagian Nagari tidak memiliki alat komunikasi yang bagus yang menghubungikan antar Nagari dan online ke pemerintah daerah dan pusat e. Nagari tidak begitu dapat perhatian dari Pemerintah Pusat, jika dibandingkan desa di Jawa dan harapan kembalikan Nagari menjadi Desa. f. Di beberapa Nagari keberadaan LPMN tidak jelas statusnya, apa dibawah Wali Nagari, Bamus, atau Camat. 71

g. Di beberapa Nagari/disetiap Nagari kesejahteraan Wali Nagari Minim Sekali.

5. Usulan-usulan a. Pengelolaan SDA, Menurut UU Pertambangan No.4/2009, Para investor harus membangun pabrik agar dapat menampung tenaga kerja masyarakat dan menanggulangi kemiskinan. Seperti : tambang biji besi, emas, dll. b. Perlu adanya kawan hutan rakyat pada kawasan hutan lindung yang dilarang pihak kehutanan, seperti petani karet/kopi, kakao, dll c. Agar dapat diperjuangkan kepada pembuat kebijakan (Pemerintah, DPR) d. Meningkatkan SDM kita, baik dibidang pertanian, peternakan, dagang, perkebunan, dan teknologi. Pentingnya teknologi mendapatkan informasi usaha dengan informasi mengembangkan SDA, dengan SDM yang kuat maka kita bisa manfaatkan SDA dengan baik. e. Membuat usaha Mikro kecil menengah. f. Legalitas/hak milik tentang kesenian tradisional Minangkabau tolong dibukukan dan dimasukkan database ditingkat daerah, nasional maupun internasional. Supaya kesenian tradisional didaerah kita ini tidak mudah diambil atau diklaims oleh daerah atau Negara lain/. 6. Advokasi : Upaya pencerahan kepada masyarakat, mencakup semua aspek yang terjadi di Nagari, problem/masalah apa yang dihadapi di Nagari. Kesimpulan : - Disetiap nagari mempunyai website nagari, yang menjadi salah satu sarana komunikasi dengan perantau, atau mencari pemecahan masalah yang dihadapi oleh Nagari. - Masalah pembukaan jalan di nagari diusahakan tanpa biaya pembebasan lahan, serta keihklasan dari yang punya lahan dengan mengajak duduk bersama, bermusyawarah serta memberikan pengertian kepada yang punya lahan, bahwa nilai tanah akan menjadi lebih tinggi dengan dibukanya jalan yang melalui lahannya. - Pemerintahan nagari harus memberikan visi dan misi yang harus disampaikan kepada Pemuda, dan membentuk organisasi wali Nagari-se Sumatera Barat dalam usaha pembangunan masing-masing Nagari. - Masalah RPJM Nagari harus diselesaikan, dan itulah yang menjadi acuan pembangunan nagari. - Dana pembangunan Nagari, harus ada bantuan dari perantauan dengan adanya komunikasi pemerintah nagari dengan para perantauan. - Peningkatan penanaman/perkebunan coklat, karet, dsb, untuk meningkatkan ekonomi masyarakat Nagari. - Pemberian pinjaman untuk modal para petani dan usaha-usaha kecil lainnya dengan bunga yang kecil. - Memberikan kesempatan untuk investor menanamkan modalnya di nagari dengan adanya kesepakatan-kesepakatan yang tidak merugikan kedua belah pihak.

PIMPINAN SIDANG Muhammad Hilmi, S.Sos.I PENDAMPING I: Ibrani, SH PEDAMPING II : Armen Zulkarnain

72

KESIMPULAN /KESEPAKATAN KOMISI C : PENDAYAGUNAAN POTTENSI MARITIM DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR

1. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat nelayan, perlu dilakukan modernisasi peralatan nelayan seperti : pengadaan bantuan kapal penangkap ikan yang lebbih modern dan cangggih 2. Perlu dilakukan peningkatan SDM nelayan dengan melakukan pelatihan-pelatihan dan diklat-diklat, sehingga kemampuan nelayan dalam peningkatan produksi juga meningkat. 3. Diperlukan adanya sebuah lembaga atau organisasi seperti misallnya Koperasi yang berfungsi untuk mewadahi nelayan dan memperjuangkan aspirasi dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) 4. Perlu dilakukan pemetaan lokassi sepanjang pantai Sumatera Barat yang berpotensi untuk pengembangan budidaya rumput laut dan pertambakan (udang dan Bandeng) 5. Perlu agar budidaya rumpu lauut untuk daerah—daerah yang memungkinkan 6. Mencegah akibat yang lebih buruk dari abrasi yyang terjadi secara terus menerus di pantai sepanjang Sumatera Barat, serta perlu dilakukan penanaman poko bakau 7. Dalam waktu dekat, perlu sesegera mungkin diharapkan Gebu Minang dapat mengadakan kapal-kapal penangkap ikan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan diipergunakan sebagai Pilot Project Percontohan untuk nelayan Sumatera Barat. 8. Untuk mengatasi gejolak harga penjualan ikan, sewaktu-waktu tertentu meningkat (pada waktu musim panen), kepada Pemerintah diminta untuk dapat membeli hasil panen tangkapan nelayan. 9. Pada daerah sentra nelayan, diusulkan agar disediakan depot-depot bahan bakar yang kapan saja dapat dimanfaatkan oleh nelayan. 10. Kalau bisa SKM GM, waktu nelayan panen, tolong diwadahi pembelian ikan.

Juru Bicara Komisi C : Awaluddin.

73

KESIMPULAN DAN KESEPAKATAN KOMISI D

“PEMULIHAN HAK ATAS TANAH ULAYAT”

Seminar Kebudayaan Minangkabau, Gebu Minang, 12-13 Des 2010, di Padang

1 Masalah Tanah Ulayat di Sumatera Barat

Kendati di luar Sumatera Barat tanah ulayat di mana-mana telah mengalami proses peleburan menjadi tanah-tanah pribadi ataupun perusahaan sejak diundangkannya Agrarische Wet (Undang-undang Agraria) dan Domein Verklaring tahun 1870, di Sumatera Barat sendiri proses yang sama baru efektif bermula sejak awal 1970-an, di awal era Orde Baru, yakni ketika dibukanya peluang kepada perusahaan-perusahaan perkebunan multi- maupun nasional lainnya untuk meluaskan sayap usahanya, terutama di wilayah lingkaran luar, seperti di Kabupaten Pasaman, Darmasyraya, Solok Selatan dan Pesisir Selatan. Proses pengalihan hak ini terjadi dengan memindahkan tanah ulayat menjadi tanah negara dan dengan itu memberi HGU kepada perusahaan-perusahaan di bidang perkebunan, kehutanan, galian SDA lainnya, dsb. Sejak itu rakyat yang memiliki tanah ulayat tidak lagi bisa berbuat banyak kecuali menjadi buruh lepas dan pekerjaan rendahan lainnya di bekas tanah ulayat mereka dengan persentase kecil juga kebagian menjadi anggota pekebun plasma yang dikendalikan oleh perusahaan. Sementara itu, di lingkaran dalam sendiri, yaitu di daerah-daerah berpenduduk relatif padat di bagian tengah Sumbar, juga terjadi proses deulayatisasi dari tanah-tanah komunal kaum, suku dan nagari, sebagai akibat dari makin tidak berimbangnya jumlah penduduk yang terus bertambah dengan luas tanah garapan yang makin mengecil. Proses ini juga berbarengan dengan makin menipisnya usaha-usaha di bidang perekonomian yang tadinya berbentuk komunal yang kemudian menjurus ke arah yang berbentuk individual. Sebagai akibat dari dualisme ekonomi yang menyebabkan terjadinya jurang sosial dan ekonomi yang makin menganga antara penduduk pribumi yang tadinya memiliki tanah ulayat luas sekali dengan kelompok kapitalis multinasional dan nasional sekalipun, justeru setelah kita memasuki era pembangunan nasional di masa Orde Baru, keinginan untuk mengembalikan tanah ulayat yang telah dikonversikan menjadi tanah negara untuk diHGUkan kepada perusahaan-perusahaan multi nasional dan nasional itu menjadi menguat yang berujung dengan dikeluarkannya Perda Prov Sumbar No 6 th 2008 yang menginginkan dikembalikannya tanah ulayat yang telah menjadi tanah negara itu kepada rakyat. Namun pelaksanaan pengembalian tanah ulayat kepada rakyat ini tidak secepat yang diharapkan karena tidak atau belum disiapkannya prosedur serta mekanisme pengembalian tanah ulayat itu.

2 Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses pengembalian tanah ulayat

Karena tuntutan untuk pengembalian tanah ulayat ini juga dilindungi oleh UUD 1945 sendiri, terutama pasal 18 B dan pasal 33 ayat (1), di samping Undang-Undang Pokok Agraria no. 5 th 1960, pelaksanaan perealisasian Perda No.6 th 2008 sudah harus merupakan program mendesak ke masa depan di Sumatera Barat dengan penjadwalan terinci. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: Pertama , tanah-tanah ulayat yang telah diHGUkan atas nama tanah negara itu perlu diinventarisasi sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Kedua , sesuai dengan bunyi pasal 2 Perda Prov tersebut, dalam prosedur, proses dan mekanisme pengembaliannya tidak bersifat menghalangi dimungkinkan berlanjutnya kerjasama dengan pihak investor bersangkutan untuk menyelesaikan HGUnya sampai berakhirnya masa pakai, tanpa juga menghalangi kemungkinan diperbaharuinya HGU yang sama dengan pihak pewaris tanah ulayat di atas tanah yang sama dengan prosedur baru. Ketiga, di atas tanah ulayat yang telah dikembalikan itu diberlakukan sistem ekonomi kekeluargaan (pasal 33 ayat 1 UUD1945) dengan bentuk usaha koperasi syariah atas prinsip ABS-SBK dalam wadah badan usaha milik Nagari (BUMNagari) dari nagari bersangkutan. Dengan sistem ekonomi kekeluargaan ini juga terbuka peluang untuk melakukan hubungan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan (profit sharing) dengan para investor swasta manapun, dari dalam maupun luar negeri sekalipun. Keempat, dalam menggerakkan usaha-usaha di bidang perekonomian di atas tanah ulayat ini BUMNagari perlu melakukan kerjasama dengan bank-bank pemerintah maupun swasta yang bersifat saling menguntungkan.

74

Kelima, tanah ulayat yang diolah sebagai usaha ekonomi kekeluargaan ini juga perlu dimanfaatkan bagi keperansertaan secara aktif dan dinamis dari para anggota kaum dalam suku dan nagari dalam menumbuh- kembangkan semangat berusaha dan berwiraswasta dalam artian kontemporer dan moderen dengan semangat ABS-SBK.

Keenam, pemerintah dan lembaga-lembaga sosial-ekonomi dari masyarakat sendiri perlu mengambil manfaat dari keberadaan tanah ulayat untuk tujuan menumbuh-kembangkan ekonomi kekeluargaan berdasarkan koperasi syariah dengan semangat ABS-SBK ini dalam membina ekonomi Sumatera Barat ke masa depan. ***

MASUKAN & SARAN

• Cara menangani tanah ulayat 1. Bagaimana kronologisnya dari awal 2. Bagaimana kita melihat perkembangannya 3. Bagaimana sebaiknya kita mengembangkan tanah ulayat. 4. Intervensi apa yang kita lakukan/saran, semua ini kita berikan dalam garis besar saja. • Tanah Ulayat Minang ini paling unik didunia • Masalah tanah ulayat ini harus diusulkan keatas, bukan hanya menjadi catatan. • Solok : penyebab lepasnya tanah ulayat karena murahnya para pemodal membeli tanah tersebut Caranya : - Meninjau ulang UU tentang pertanahan. - Buat sebuah komitmen didalam negeri.

Menjelaskan tanah ulayat dan jajarannya di Minang. Bagaimana kaitannya tentang UU Pokok Agraria.

Tanah ulayat ditanda-tangani oleh Mamak yang punya Tanah Ulayat : - Sudah berlalu - Sudah memakai - Sudah laia - Tanah Ulayat tidak bisa diperjual belikan di Tanah Minangkabau.

• Walinagari Solok : Peran Ninik Mamak dari dahulu telah melunturkan kekuasaan. SDM Wali Nagari kurang mampu dibidang adat. Kekuasaan tunggal di Wali Nagari bukan Ninik Mamak, Wali Nagari merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah sendiri • Di zaman Orba tanah ulayat diambil dulu, kita tarik dizaman sekarang ini, kita baru mengetahui secara terang benderang, Sumbar tanahnya terbagi dalam Nagari. Ulayat nagari. Inilah yang dipermasalahkan sekarang, UU Agraria harus diperbaharui sekarang. • Tanah Ulayat hendaknya dikuasai secara komunal dan berada dibawah payung hukum adat. • Diberi pengumuman dikantor Wali Nagari suatu keputusan dibuat tidak ada yang menguntungkan masing- masing pihak.

Flora (proyek nasional) Bagaimana langkah kita secepatnya untuk mempertahankan tanah ulayat di nagari. UU No. 41 semuanya sudah INKS . Hak niniak mamak sudah dirampas dari orba sampai sekarang 1. Pemerintah sangat banyak mengambil tanah ulayat. Tolong kembalikan tanah ulayat supaya tanah bisa bermamfaat bagi anak nagari Tanah pinus tidak ada mamfaatnya bagi masyarakat 2. Investor jangan menanam sawit lagi, karena tidak menyentuh ekonomi masyarakat / menimbulkan sistem ketergantungan/ menimbulkan masalah ekosistem 3. Tolong berikan hak rakyat

Tanggapan dari Wali Nagari Solok Selatan : 1. Tanah ulayat, terutama di Solok Selatan sudah hampir tidak ada lagi.

- Sebagian besar termasuk Taman nasional Kerinci (TNKS)

- Sebagian lagi dikuasai oleh PT. AMT

75

- Sebagian dikuasai oleh Belanda sebagai perkebunan dan akhirnya dikuasai oleh Negara, dan diserahkan kepada PT. Perkebunan.

2. Tanah Ulayat yang tinggal hanyalah tanah bekas lading yang sudah ditanami masyarakat.

3. Mohon diberikan paying hukum dengan jelas melalui Perda yang akomodatif, yang memihak kepada hak ulayat masing-masing suku dan nagari di Sumatera Barat.

Sijunjung - Bagaimana caranya kita tidak ada sengketa soal tanah

Katiagam / Pasaman Barat - Berikan penghargaan untuk niniak mamak secara moril

Kayu Tanam - Mengharapkan pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia

Pasaman - Tolong dibahas seluruh wilayah yang dikuasai niniak mamak, tapi tanah ulayat nagari ditetapkan secara sepihak jadi hutan lindung pemerintah

(Kehabisan tanah ulayat) kesimpulan 1. Permasalahan pada suatu perda bisa diusulkan ke mahkamah konstitusi persoalan tanah ulayat berbeda dengan pilkada 2. Orang minang tidak kompak / bercerai berai

St. Syahrir 1. Pengangkatan niniak mamak tidak sesuai dengan adat di minangkabau 2. Orang yang jadi datuak harus disuruh belajar dan akan ditanya oleh bundo kanduang

Kesimpulan : 1. Silahkan pakai tanah ulayat tapi jangan ditanam yang bertentangan dengan peraturan UU yang berlaku 2. Pakai tanah ulayat tapi jangan bertentangan dengan falsafah kehidupan orang minang 3. Pakai tanah ulayat tapi jangan di borohkan ke bank 4. Pakai tanah ulayat tapi jika habis masa kontrak, secara otomatis kembali ke pemilik kecuali perpanjangan kontrak 5. Berinvestasi harus bermamfaat bagi masyarakat 6. GEBU MINANG membuat LBH untuk tanah ulayat 7. Gebung Minang tulang punggung dari rakyat

Cara pengambilan tanah ulayat 1. Di regulasi / aturan mainnya, UU Pokok agrarian No. 15 tahu 1960 harus ditinjau lagi 2. Meminta keistimewaan daerah 3. UU perbankan pejelasan pasal 18 UUD 1945, keistimewaan mengenai tanah ulayat khusus sumbar 4. Kalau ada oknum setempat yang bermain, tolong itu diusut untuk keseluruhan tanah wilayah Minangkabau 5. Khusus untuk nagari, apapun surat yang sudah masuk ke pemerintah daerah tolong di usut lagi kebawah Masalah hokum tidak pernah berdiri sendiri, selaku terkait dengan kepentingan ekonomi, dan politik sejak orde lama telah berubah

Jalan keluar dari semua persoalan ini adalah : 1. Kembali kejalan semula 2. Kembali kepada ekonomi kerakyatan 3. Semua tanah ulayat dikembalikan kepada nagari ulayat masing-masing 4. Membentuk BUMN (Badan Usaha Milik Nagari)

Notulis Komisi D : Boyke Tuan Khatib Kayo, SH

76

KESIMPULAN /KESEPAKATAN

KOMISI E: MASALAH MITIGASI BENCANA DAN KEGIATAN PASCA BENCANA

1. Penanggulangan bencana alam baik sebelum terjadi bencana maupun pasca bencana alam yang berbasiskan adat dan agama dengan melibatkan semua unsur di Minangkabau ini, seperti bagaimana peran aktif Tigo Tungku Sajarangan yang selama ini pemerintah tidak melibatkannya. 2. Gebu Minang melalui Yayasan yang dibentuk hendaknya mempunyai tim yang betul-betul dibutuhkan oleh masyarakat Minangkabau, seperti membentuk Tim Recue/SAR untuk bencana alam, bencana disini bukan bencana alam saja yang akan kita bentuk dari segi social juga harus kita bentuk dan himbauan kita kepada Ninik Mamak mempunyai peranan penting dalam anak dipangku kemenakan dibimbing. 3. Wadah tanggap darurat yang independen, BPBN dari SKM-GM

NOTULIS. Penasehat : Hj. Murkasianis Ketua : Hariza Riko (DPD KNPI Padang 0813 63259473) Sekretaris : Meri Erawati.

77

DAFTAR BACAAN

A. Adat Minangkabau, Agama Islam, dan Provinsi Sumatera Barat

1. Abdullah, Taufik. 1987. Islam dalam Lintasan Sejarah: Pantulan Sejarah Indonesia. LP3ES. Jakarta. 2. Abidin, H.Mas’oed. 2004. Implementasi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. PPIM. Padang 3. ------. 2004. Adat dan Syarak di Minangkabau. PPIM. Padang. 4. Aman, Prof Drs H Syofyan, SH. 2007. Kiprah Perantau Minang di Malang, Jawa Timur. Yayasan Tuanku Imam Bonjol. Malang. 5. Amir, Adriyetti, et.al. 2006. Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Andalas University Press. Padang. 6. Amran,Rusli, 1985, Sumatera Barat Pelakat Panjang, PT Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 7. ------. 1988. Sumatera Barat:Pemberontakan Pajak 1908. Bag ke 1 Perang Kamang. [PT Pesero Gita Jaya. Jakarta.] 8. ------. 1997. Cerita-cerita Lama dalam Lembaran Sejarah. Balai Pustaka. Jakarta. 9. Arifin, Zainal, et.al. 2007. Permusuhan dalam Persahabatan (Budaya Politik Masyarakat Minangkabau). […] 10. Asnan, Gusti.2003. Kamus Sejarah Minangkabau. PPIM.Padang. 11. ------. ed. 2006. Demokrasi, Otonomi, dan Gerakan Daerah: Pemikiran Orang Minang Tahun 1950-an. Yayasan Citra Budaya Indonesia. Padang. 12. ------. 2006. Pemerintahan Daerah Sumatera Barat, dari VOC hingga Reformasi. Penerbit Citra Pustaka. Yogyakarta. 13. ------. 2007. Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera. Penerbit Ombak, Yogyakarta. 14. Azwar, Nulhendri. 2001. Matrilokal dan Status Perempuan dalam Tradisi Bajapuik. Galang Press. Yogyakarta. 15. Bahar, Dr Mahdi, S.Kar, M.Hum, ed. 2004. Seni Tradisi Menentang Perubahan. Bunga Rampai. STSI. Padang Panjang. 16. Bahar, Dr. Saafroedin, dan Ir Mohammad Zulfan Tadjoeddin, 2004. Masih Ada Harapan: Posisi Sebuah Etnik Minoritas dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Yayasan Sepuluh Agustus. Jakarta. 17. von Benda-Beckmann, Keebet, Terj Dr Indira Simbolon. 2000. Goyahnya Tangga Menuju Mufakat: Peradilan Nagari dan Pengadilan Negeri di Minangkabau. Grasindo. Jakarta. 18. Bosa XIV, Dr Fadlan Maalip SKM Tuanku. 2007. Adaik Salingka Nagari Talu. Lembaga Adat Nagari Talu, Pasaman. 19. ------. 2009. Dari Ranah Minang menuju Kasunan Surakarta Hadiningrat melalui Betawi dan Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Penerbit Baiturrahim Press. Jambi. 20. Daya, Dr Burhanuddin. 1990. Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam, Kasus Sumatera Thawalib. PT Tiara Wacana. Yogyakarta. 21. Djamaris, Dr Edwar. 2002. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 22. Dobbin, Christine, Terj.Lilian Tedjasudhana, 2008, Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi: Minangkabau 1784-1847 , Komunitas Bambu, Jakarta. 23. Dt Bandaro, Ch N. Latief S.H, M.Si. 2004. Fungsi Suku bagi Hari Depan Etnis Minang/ Klub Buku Adat Budaya Minangkabau, Gebu Minang. Bandung. 24. Dt Bandaro Panjang, Suwardi Idris. 2004. Sekitar Adat Minangkabau. Penerbit Kulik-Kulik Minang. Jakarta .. 25. Dt Bagindo,Azmi, 2008, Polemik Adat Minangkabau di Internet, Yayasan Citra Pendidikan Indonesia dan LAKM, Jakarta. 26. Dt Majo Indo, A.B,1999, Kato Pusako: Pepatah, Petitih, Mamang, Pantun, Ajaran dan Filsafat Minangkabau. MPAAM dan PT Rora Karya, Jakarta. 27. Dt Malako nan Putiah, H. Julius. 2007. Mambangkik Batang Tarandam dalam Upaya Mewariskan dan Melestarikan Adat Minangkabau menghadapi Modernisasi Kehidupan Bangsa Penerbit Citra Umbara. Bandung. 28. Dt Kando Marajo, Drs Sjafnir Abu Nain. 2006. Sirih Pinang Adat Minangkabau:Pengetahuan Adat Minangkabau Tematis. Sastra Budaya. Padang. 29. ------. Edisi revisi 2008. Tuanku Imam Bonjol: Sejarah Intelektual Islam di Minangkabau (1784-1832). Penerbit Esa. Padang. 30. Dt. Mangguang nan Sati, Amir MS. 1997. Adat Minangkabau: Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. PT Mutiara Sumber Widya. Jakarta. 31. Dt. Mangguang nan Sati, Amir MS. 2005. Masyarakat Adat Minangkabau Terancam Punah. PT Mutiara Sumber Widya. Jakarta. 32. Dt. Mangguang nan Sati, Amir MS. 2009. Pewarisan Harato Pusako Tinggi & Harato Pencaharian di Minangkabau. PT Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

78

33. Dt Perpatih nan Tuo,S.H, M.H. H.N. et.al, eds. 2002. Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah: Pedoman Hidup Banagari. LKAAM Sumatera Barat. 34. Dt. Putih, Asral, [2006?]. Dua Belas Jurus Pertahanan Melawan Serangan. [ Penerbit?] 35. Dt Radjo nan Gadang, Koenoen, 1996. Arung Makkunrai Rilodana: dari Fragmen Kaba Minangkabau Anggun nan Tongga. Yayasan Pembina Generasi Penerus Indonesia (YPGPI), Pare-Pare bekerjasama dengan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), Lembaga Kesenian Sulawesi Selatan DKI Jaya (LKSS-DKI Jaya). 36. Dt. Rajo Mangkuto, H. Asbir, tanpa tahun, Minangkabau Tua, belum diterbitkan 37. Dt. Rajo Mangkuto, H. Asbir, tanpa tahun, Perang Tuak belum diterbitkan 38. Dt. Rajo Mangkuto, H. Asbir, tanpa tahun, Bai’ah Marapalam belum diterbitkan 39. Dt Rajo Penghulu,H.Idrus Hakimy, 1986, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Remaja Karya, C.V. Bandung. 40. Dt Sangguno Dirajo, Ibrahim. 1988. Mustika Adat Alam Minangkabau. CV Pustaka Indonesia. Bukit Tinggi. 41. ------2003. Curaian Adat Minangkabau. Kristal Multimedia. Bukit Tinggi. 42. Esten, Prof Dr Mursal, 1993. Minangkabau: Tradisi dan Perubahan. Penerbit Angkasa Raya. Padang. 43. Erwin, Dr. 2006. Tanah Komunal: Memudarnya Solidaritas Sosial pada Masyarakat Matrilineal Minangkabau. Andalas University Press. Padang. 44. Fachruddin Hs. Anita Saafroedin ( penyunting). 2010. Petunjuk Al Quran tentang Berbagai Masalah disusun menurut Alfabet. Penerbit Yayasan Sepuluh Agustus. Jakarta. 45. Gazalba, drs Sidi. 1983. Mesjid, Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Pustaka Antara. Jakarta. 46. Graves, Elizabeth E. 2007. Asal Usul Elite Minangkabau Modern: Respons terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 47. von Grunebaum, Gustave. TerjemahanEffendi N. Yahya. 1983. Islam: Kesatuan dalam Keragaman. Yayasan Obor Indonesia dan Lembaga Studia Islamika. Jakarta. 48. Hadler, Jeffrey, “A Historiography of Violence and the Secular State in Indonesia: Tuanku Imam Bondjol and the Uses of History”, The Journal of Asian Studies, Vol 67 No. 3 (August) 2008, 971-1010. 49. ------, 2010, Sengketa Tiada Putus: Matriarkat, Reformisme Islam, dan Kolonialisme di Minangkabau. The Freedom Institute, Jakarta. 50. HAMKA, 1985, Islam dan Adat di Minangkabau , PT Pustaka Panji Mas, Jakarta. 51. Hasbi, Drs Mohammad et.al. 1990. Nagari, Desa, dan Pembangunan Pedesaan di Sumatera Barat. Yayasan Genta Budaya. Padang. 52. Herwandi, ed, 2007. Kebijakan Setengah Hati dan Kerisauan tentang Degradasi Kebudayaan Minangkabau. Pusat Studi Humaniora dan Panitia Peringatan 25 Tahun Fakultas Sastra Universitas Andalas. Padang. 53. ------dan Zaiyardam Zubir, eds. 2006. Menggugat Minangkabau. Andalas University Press. Padang. 54. Huri, Irdam S.Sos. 2006. Filantropi Kaum Perantau: Studi Kasus Kedermawanan Sosial Organisasi Perantau Sulit Air Sepakat (SAS), Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Penerbit Piramedia, Depok. 55. Idris, Suwardi. 2008. Antologi Cerpen Pergolakan Daerah: Senarai Kisah Pemberontakan PRRI. Beranda Publishing. Yogyakarta. 56. Imran, Amrin, et.al. eds 2002. Menelusuri Sejarah Minangkabau. Yayasan Citra Budaya-LKAAM Sumbar. Padang. 57. ------.et.al. PDRI dalam Perang Kemerdekaan . Perhimpunan Kekerabatan Nusantara. Jakarta. 58. Jabbar, Hamid dan Edy Utama. 2000. Gebu Minang: dariTradisi ke Inovasi. Lembaga dan Yayasan Gebu Minang. Jakarta. 59. Jamna, Prof. Dr. Jamaris, M.Pd. 2004. Pendidikan Matrilineal. PPIM.Padang. 60. Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau: Suatu Problema Sosiologi Sastra. PN Balai Pustaka. Jakarta. 61. Kahin, Audrey. 2005. Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatera Barat dan Politik Indonesia, 1929- 1998. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 62. Kamal. Prof Dr. H Tamrin, M.S. 2005. Purifikasi Ajaran Islam pada Masyarakat Minangkabau: Konsep Pemnaharuan H.Abdul Karim Amrullah Awal Abad ke 20. Penerbit Angkasa Raya. Padang. 63. Kato,Tsuyoshi,Terj. Gusti Asnan, Akiko Iwata. 2005. Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah. Balai Pustaka, Jakarta. 64. Kleden, Ignas. et.al. 1988. Kebudayaan sebagai Perjuangan: Perkenalan dengan Pemikiran S.Takdir Alisjahbana. PT Dian Rakyat. Jakarta. 65. Mahyuddin, H.Suardi, S.H. 2009. Dinamika Sistem Hukum Adat Minangkabau dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung. PT Candi Cipta Paramuda. Jakarta. 66. al-Maududi, Abul A’la, cetakan ke III, 1985, Esensi Ajaran Al-Quran: Filsafat, Politik, Ekonomi, Etika. Penerbit Mizan. Bandung.

79

67. Miko, Alfan, ed. 2006. Pemerintahan Nagari dan Tanah Ulayat: 70 Tahun Prof Dr Sjahmunir A.M., S.H. Andalah University Press. Padang.

68. Muhammad, Drs Abubakar. n.d. Membangun Manusia Seutuhnya Menurut Al Quran. Penerbit Al Ichlas. Surabaya. 69. Nafis, Anas. 1996. Peribahasa Minangkabau. Penerbit Inter Masa. Jakarta. 70. ------. 2004. Animisme di Minangkabau. PPIM. Padang. 71. Naim, Dr. Mochtar. 1984. Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 72. Navis, A.A. 1984. Alam Takambang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. PT Grafiti Pers. Jakarta. 73. Nizar, Prof Dr. Hayati, M.A. 2004. Bundo Kanduang dalam Kajian Islam dan Budaya. PPIM/ Padang. 74. Nurhasim, Moch. ed. 2007. Penguatan Kapasitas Desa di Indonesia:Studi Kasus Desa Baluk, Tepus, Tegalrejo, dan Sulit Air. LIPI. Jakarta. 75. Pamuntjak-Djohan, Laksmi dan Agus Edy Santoso, eds, Cetakan ketiga edisi revisi 2004. Tidak Ada Negara Islam: Surat-surat Politik Nurcholis Madjid –Mohamad Roem. Penerbit Djambatan. Jakarta. 76. Pelly, Usman. 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. LP3ES. Jakarta. 77. Pide, Andi Suryaman Mustari, disertasi, 2004. Eksistensi Yuridis dan Realita Sosial Hak Kolektif Masyarakat Hukum Adat Pasca Undang-undang Pokok Agraria. Program Pascasarjana (3) Universitas Hasanuddin. Makassar. 78. Rahardjo, Prof. Dr Dawam. 1996. Ensiklopedi Al Quran: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci. Penerbit Paramadina. Jakarta. 79. ar-Rasuli, Syekh Suleman, “Maklumat Sumpah Satie Bukik Marapalam” Adaek Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah”, 7 Juni 1964. 80. Rivai, Drs. H.Moh.1980. 300 Hadits Bekal Dakwah dan Pembina Pribadi Muslim. Penerbit PT Wicaksana. Semarang. 81. Sanusi, Drs Shalahuddin. 1967. Integrasi Umat Islam. Perguruan Tinggi Dakwah Islam. Bandung. 82. Sachs, Jeffrey D. 2005. The End of Poverty: Economic Possibilities of Out Time. Penguin Books.London.England. 83. Samad, drs. H. Duski, M.Ag. 2002. Syekh Burhanuddin dan Islamisasi Minangkabau (Syarak Mandaki Adat Manurun ). The Minangkabau Foundation dan Yayasan Pengembangan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta. 84. Salim, Emil. 1993. Gebu Minang: Latar Belakang, Kondisi, dan Masa Depannya. Lembaga Gebu Minang. Jakarta. 85. Saydan, Gouzali, Bc TT. 2004. Kajian Adat dan Syarak Minangkabau: Deskripsi, Arti, dan Maknawi Pepatah dan Petitih Minangkabau. PPIM.Padang. 86. Sikki, Nawir, et.al. 2004. Pemberdayaan dan Penguatan Posisi Masyarakat Nagari/Laggai. Jembatan Pemilu. Padang. 87. Subekti, Nanang , et.al. eds , 2007, Membangun Masa Depan Minangkabau dari Perspektif Hak Asasi Manusia, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta. 88. Sukma, Rizal dan Clara Joewono. 2007. Gerakan dan Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer . CSIS. Jakarta . 89. Surin, Bachtiar. 1978. Terjemah & Tafsir Al Quran Huruf Arab dan Latin. Penerbit Fa Sumatra. Bandung. 90. at-Tubani, Riwayat. 2005. Erosi Moralitas di Minangkabau. Media Eksplorasi. Padang. 91. Taib, Hj Gusnawirta, S.Pd. Abrar Yusra. eds. […]. Tantangan Sumatera Barat Mengembalikan Keunggulan Pendidikan Berbasiskan Budaya Minangkabau. Penerbit Citra Pendidikan. Jakarta. 92. Tanjung, S.Sos. Bagindo Armaidi. 2008. Mereka yang Terlupakan: Tuanku Menggugat. Pustaka Artaz. Padang. 93. Umar, M.Nuruddin. 1982. Klasifikasi Ayat Al Quran (Pedoman Mencari Ayat Al Quran). Penerbit Al Ikhlas. Surabaya. 94. Verayanti, Lanny, et.al. 2003. Partisipasi Politik Perempuan Minang dalam Sistem Masyarakat Matrilineal. LP2M, The Asia Foundation. Padang. 95. Warman , Kurnia. 2006. Ganggam Bauntuak Menjadi Hak Milik: Penyimpangan Konversi Hak Tanah di Sumatera Barat. Andalas University Press. Padang. 96. Zaini, Drs Syahminan. 1986. Isi Pokok Ajaran Al Quran. Penerbit Kalam Mulia. Jakarta. 97. Zainuddin, H. Musyair. 2008. Implementasi Pemerintahan Nagari berdasarkan Hak Asal-Usul Adat Minangkabau. Penerbit Ombak. Yogyakarta. 98. Zed,Mestika, et.al. 1992, Perubahan Sosial di Minangkabau: Implikasi Kelembagaan dalam Pembangunan Sumatera Barat. Pusat Studi Pembangunan dan Perubahan Sosial Budaya Universitas Andalas, Padang.

80

99. Zuriati. 2007. Undang-undang Minangkabau dalam Perspektif Sufi. Fakultas Sastra Universitas Andalas. Kampus Limau Manis. Padang.

B. Masyarakat-Hukum Adat, Bangsa Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pengetahuan Umum

1. Amin, A.Riawan, cetakan ketiga 2008. Satanic Finance: The True Conspiracies. Celestial Publishing. Jakarta. 2. Bahar, Dr, Saafroedin, 2002. Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia. Postaka Sinar Harapan. Jakarta. 3. ------. 2009. Membangun Indonesia: Negara-Kebangsaan dan Masyarakat-Hukum Adat, Verbum Publishing. Jakarta. 4. Bakar, Abdul Latif dan Hanipah Husin, eds. 2004. Kepemimpinan Adat Melayu Serumpun. Institut Seni Malaysia. Melaka. 5. Damsar, Prof Dr. M.A. 2006 . Sosiologi Uang. Andalas University Press. Padang. 6. Diamond, Jared. 2005. Collapse: How Societies Choose to Fail or Succeed. Penguin Books. London. 7. DINTEG and UNDP. 2007. Indigenous Peoples and the Human Rights-Based Approach to Development. UNDP. Bangkok. 8. Hidayah, Zulyani. 1997. Ensiklopedi Suku Bangsa Indonesia. LP3ES. Jakarta. 9. Fukuyama, Francis. 1995. Trust: The Social Virtues & The Creation of Prosperity. The Free Press. New York. 10. Green , Penny dan Tony Ward. 2009. Kejahatan Negara: Pemerintah, Kekerasan, dan Korupsi. Komnas HAM. Jakarta. 11. Hamengku Buwono X, Sultan. 2007. Merajut Kembali Keindonesiaan Kita. PT Gramedia Pusataka Utama. Jakarta. 12. Hatta. Mohammad, 1985. Membangun Ekonomi Indonesia. Inti Idayu Press. Jakarta. 13. Ismail, Taufiq, 2007. Budidaya Malu Dikikis Habis Gerakan Syahwat Merdeka. Pidato Kebudayaan. Taman Ismail Marzuki. Jakarta. 14. Jamieson, James, et.al, Eds, 2010, Adat dalam Politik Indonesia. Yayasan Obor Indonesia dan KITLV, Jakarta. 15. Lubis, Mochtar, cetakan ketujuh 1986. Manusia Indonesia, Sebuah Pertanggungjawaban. Inti Idayu Press. Jakarta. 16. Munoz, Paul Michel. Terjemahan Tim Media Abadi. 2009. Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaya. Peberbit Mitra Abadi. Yogyakarta. 17. Moertono, Soemarsaid . 1985. Negara dan Usaha Bina-Negara di Jawa Masa Lampau: Studi tentang Mataram II, Abad XVI sampai XIX. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 18. Nurudin, et.al. eds. 2006 . Kebijakan Elitis Politik Indonesia. FISIP Universitas Muhammadiyah Malang dan Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 19. Sumardjono, Prof Dr. Maria S.W. S.H. MCL., MPA. 2008. Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. 20. Republik Indonesia. 2004. Indonesia:Laporan Pembangunan Manusia. Ekonomi dan Demokrasi. Membiayai Pembangunan Manusia Indonesia. BPS. Bappenas. UNDP. Jakarta. 21. ------. 2006. Masyarakat Hukum Adat: Hubungan Struktural dengan Suku Bangsa, Bangsa, dan Negara. Komnas HAM. Jakarta. 22. ------. 2007. Mewujudkan Hak Konstitusional Masyarakat-Hukum Adat. Komnas HAM. Jakarta. 23. Schnitzer, F.M. 1989. The Forgotten Kingdoms in Sumatra. Oxford University Press, Oxford. 24. Simarmata, Rikardo. 2006. Pengakuan Hukum terhadap Masyarakat Adat di Indonesia. RIPP UNDP. Bangkok. 25. Sujono, Capt R.P. 2003. Peperangan Kerajaan di Nusantara:Penelusuran Kepustakaan Sejarah. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 26. Warnaen, Prof. Dr Suwarsih. 2002. Stereotip Etnis dalam Masyarakat Multietnis. Penerbit Mata Bangsa. Yogyakarta. 27. Prasetyawan, Wahyu, “The Unfinished Privatization of Semen Padang: The Structure of the Political Economy in Post-Suharto Indonesia”, Indonesia, 61, April 2006. 28. Redana, Bre, “Kebudayaan Pop dan Identitas” Seri Diskusi, Komunitas Salihara , 20 Januari 2010. 29. Seminar, 1968, Hukum Tanah dan Hukum Waris di Minangkabau .Padang. 30. Seminar, 2003. Minangkabau di Tepi Jurang, Jakarta 31. Seminar, 2003. Minangkabau yang Gelisah, Bandung, 32. Seminar,2007. Gerakan dan Perang Paderi, Jakarta.

81

C. MAKALAH DAN ARTIKEL.

1. Jasmi, Khairul, ‘ Pak SBY, Tolonglah Kami …. ‘, harian Singgalang, Padang, 25 November 2010. 2. Moenir, Darman. “ Rekomendasi Kongres Kebudayaan Minangkabau 2006”.[n.d]. 3. ------. “Kongres Kebudayaan Gebu Minang?”. [n.d.]. 4. Naim, Mochtar, “ABS SBK: Antara Pengikraran dan Pentadbiran: dalam Rangka Menyambut Kongres Kebudayaan Minangkabau Pertama, 10-12 Juli 2010 di Balai Sidang Bung Hatta, Bukittinggi”, [n.d.]. 5. Deklarasi dan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa. 6. The U.N. Convention on the Law of The Sea, 1982. 7. The ILO Convention No. 169/1989 on The Rights of Indigenous Peoples and Tribal Groups in Independent Countries. 8. The U.N. Declaration on the Rights of Persons Belonging to National or Ethnic, Religious, and Linguistic Minorities, 18 December 1992. 9. The U.N. Declaration on the Rights of Indigenous Peoples, 7 September 2007. 10. Makalah-makalah utama dan makalah-makalah sumbangan dalam Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang, Padang, 12-13 Desember 2010.

82