PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

WACANA HUMOR KRITIK SOSIAL DALAM STAND UP COMEDY INDONESIA SEASON 4 DI KOMPAS TV: TINJAUAN PRAGMATIK

Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

Oleh Marius Peng Mitang 124114003

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Skripsi ini saya persembahkan kepada keluarga: Bapa Bonefasius Osias, Mama Petronela Emiliana Nimat, serta Adik Yoseph Venansius Mitang dan Yohana Dalima Mitang

Tinggallah di dalam Aku,

sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa

(Yoh, 15:14-15)

Sangkan Paraning Dumadi

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang tidak jemu memberikan rahmat, penyertaan, dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Wacana Humor Kritik Sosial dalam Stand Up Comedy Indonesia Season 4 di Kompas TV: Tinjauan Pragmatik”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Skripsi ini terselesaikan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum. selaku dosen pembimbing I yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Tuntunan dan dukungan moril beliau banyak bermanfaat dalam membentuk dan mematangkan kemampuan berpikir penulis. 2. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan banyak masukan dalam penyusunan skripsi ini. Ilmu dan petuah yang beliau berikan dalam perjalanan akademik ini telah menuntun penulis menuju ke kematangan berpikir dan kematangan jiwa. 3. Segenap dosen Program Studi Sastra Indonesia Indonesia: Drs. Hery Antono, M.Hum., Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Drs. F.X. Santosa, M.S., S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dra. F. Tjandrasih Adji, M. Hum., dan Sony Christian Sudarsono, S.S., M.Hum. yang telah menuntun dan membekali berbagai ilmu pengetahuan, semangat spiritual, dan falsafah kehidupan kepada penulis. 4. Segenap staf sekretariat Fakultas Sastra atas pelayanan administrasi. 5. Keluarga penulis, yang senantiasa bernama anugerah, doa, motivasi, pengorbanan, dan terima kasih: Bapa Bonefasius Osias, Mama Petronela Emiliana Nimat, serta adik Yoseph Venansius Mitang dan Yohana Dalima Mitang. 6. Ibu Agnes Triana sekeluarga. Terima kasih atas segala kebaikan yang tersemat dalam setiap kebersamaan, dukungan, dan doa yang terucap.

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Mitang, Marius Peng. 2016. “Wacana Humor Kritik Sosial dalam Stand Up Comedy Indonesia Season 4 di Kompas TV: Tinjauan Pragmatik”. Skripsi Strata Satu (S-1). Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini membahas wacana humor kritik sosial (WHKS) dalam acara Stand Up Comedy Indonesia Season 4 (SUCI 4) di Kompas TV. Dua masalah yang dibahas: (a) siapa sasaran kritik dan apa hal yang dikritik dalam WHKS SUCI 4; serta (b) bagaimana kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam WHKS SUCI 4 pada prinsip kerja sama? Kajian dilakukan dengan pendekatan pragmatik. Data penelitian ini berupa WHKS yang diperoleh dari situs YouTube yang menayangkan pertunjukan SUCI 4. Data dikumpulkan dengan metode simak, lalu ditranskrip sebagai bahasa tulis. Data kemudian dianalisis menggunakan metode padan dengan submetode padan pragmatik. Hasil penelitian disajikan dengan metode informal dan formal. Hasil penelitian ialah sebagai berikut. Pertama, pihak yang dikritik dan hal yang dikritik adalah: (a) pemerintah (kebijakan diskriminatif, kinerja, dan kegagalan penegakan aturan); (b) anggota DPR (kinerja, kebiasaan tidur saat rapat, dan perilaku korupsi); (c) anggota ormas (sikap munafik dan sikap intoleransi); (d) perempuan Indonesia (kesalahpahaman atas konsepsi kesetaraan gender, profesi perempuan, kecemburuan yang berlebihan, dan kesadaran wanita muslim untuk berkerudung,); (e) pertelevisian Indonesia (kualitas program, jam tayang iklan, diskriminasi peran keaktoran); (f) pedangdut wanita (musikalitas); (g) orangtua (pola asuh terhadap anak); (h) masyarakat lokal (sikap apatis pemuda Betawi pada tanjidor, kesadaran masyarakat Jakarta dalam penanganan banjir, perilaku penonton dangdut, tingkah laku pelajar Bintaro, stigma masyarakat terhadap orang kurus); (i) masyarakat luas (sikap politik dalam Pileg dan Pilpres 2014, minimnya penghargaan terhadap dokter, sikap individualistis akibat penggunaan handphone); (j) persepakbolaan (kualitas permainan tim nasional Indonesia, kualitas wasit Indonesia, tindakan provokasi); (k) institusi pendidikan (implementasi metode pembelajaran kontekstual, ketiadaan pembelajaran sasando, pelaksanaan MOS, kualitas gizi di pesantren); (l) tokoh (pemilihan lokasi pendeklarasian sebagai capres, dan tindakan kekerasan fisik). Kedua, humor pada WHKS dalam SUCI 4 diciptakan dengan mematuhi dan/atau tidak mematuhi prinsip kerja sama. Kepatuhan dan ketakpatuhan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu: (a) tuturan yang mematuhi tiga maksim, tetapi tidak mematuhi satu maksim (Tipe I); (b) tuturan yang mematuhi dua maksim, tetapi tidak mematuhi dua maksim (Tipe II); (c) tuturan yang mematuhi satu maksim, tetapi tidak mematuhi tiga maksim (Tipe III).

Kata kunci: humor, kritik sosial, SUCI 4, prinsip kerja sama, pragmatik

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Mitang, Marius Peng. 2016. “The Social Criticism Humor Discourse in Stand Up Comedy Indonesia Season 4 on Kompas TV: Pragmatics Study”. An Undergraduate Thesis. Study Program of Indonesian Letters, Faculty of Letters, Sanata Dharma University.

This research discusses the social criticism humor discourse (TSCHD) in Stand Up Comedy Indonesia Season 4 (SUCI 4) show on Kompas TV. There are two matters to be observed: (a) who are the targets of criticism and what are the criticisms of humor in SUCI 4; and (b) how does the obedience and disobedience utterance of TSCHD in SUCI 4 to cooperative principle? The main problems were analyzed with pragmatics approach. The data are TSCHD that collected from YouTube contains SUCI 4 show. The method that be used to collect data is simak method, and then the data were transcribed into written language. The data were analyzed using padan method and padan pragmatics sub-method. The researcher served informal method and formal method to present the analytic result. The researcher finds out two results of this research. First, the targets of criticism and the criticisms in SUCI 4 humor discourse are (a) the government (discriminatory policy, achievement, and regulation established); (b) the People‟s Representative Council Members (achievement, sleep in the meeting, and corruption); (c) the mass organization members (the hypocrisy and intolerant behavior); (d) the Indonesian women (misunderstanding of gender equality concept, occupation, excessive jealousy in relationship, and awareness to wear a hijab); (e) Indonesian television (the program quality, the time of commercial break, and discrimination on role play scenarios); (f) the women dangdut musician (musicality); (g) the parents (parenting), (h) the local society (Betawi youth is apathy toward tanjidor, awareness to beating the Jakarta floods, the behavior of Bintaro‟s student, and stigma of being naturally skinny); (i) the general society (political preference in Indonesian Legislative Election and Presidential Election in 2014, unappreciated for the doctor‟s kindness, and individualistic disposition caused by cellphone usage); (j) football (Indonesian national team quality, Indonesian referee quality, the provocation); (k) the educational institutions (implementation of contextual learning method, lack of sasando learning, implementation of orientation programs, and nutritional quality of food in pesantren); (l) the public figure (the place where to declaration as a presidential candidate, and the violent behavior). Second, humor of TSCHD in SUCI 4 are created by obeying and/or disobeying cooperative principle. The obedience and disobedience are classified to three types, which include: (a) the utterance that obeys three maxims, but disobeys one maxim (Type I); (b) the utterance that obeys two maxims, but disobeys two maxims (Type II); (c) the utterance that obeys one maxim, but disobeys three maxims (Type III).

Keywords: humor, social criticism, SUCI 4, cooperative principle, pragmatics

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR SINGKATAN

1 O : orang pertama dalam wacana SUCI 4 berupa dialog

O2 : orang kedua dalam wacana SUCI 4 berupa dialog

O3 : orang ketiga dalam wacana SUCI 4 berupa dialog

O4 : orang keempat dalam wacana SUCI 4 berupa dialog

SUC : Stand Up Comedy

SUCI 4 : Stand Up Comedy Indonesia Season 4

WHKS : Wacana Humor Kritik Sosial

DAFTAR TANDA PADA DATA

U : Tanda garis bawah menandai punch line atau tuturan yang mengandung

efek humor

B : Tulisan bercetak tebal menandai sasaran kritik dan hal yang dikritik dalam

wacana.

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ...... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...... v HALAMAN PERSEMBAHAN ...... vi KATA PENGANTAR ...... vii ABSTRAK ...... ix ABSTRACT ...... x DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA ...... xi DAFTAR ISI ...... xii DAFTAR TABEL ...... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 a. Latar Belakang Masalah ...... 1 b. Rumusan Masalah ...... 11 c. Tujuan Penelitian ...... 11 d. Manfaat Penelitian ...... 11 e. Tinjauan Pustaka ...... 13 f. Landasan Teori ...... 17 1.6.1 Pengertian Wacana ...... 17 1.6.2 Pengertian Humor ...... 18 1.6.3 Wacana Humor Kritik Sosial ...... 19 1.6.4 Prinsip Kerja Sama ...... 20 a. Maksim Kuantitas ...... 21 b. Maksim Kualitas ...... 21 c. Maksim Relevansi ...... 22 d. Maksim Cara ...... 22 1.6.5 Penciptaan Humor secara Pragmatis ...... 23

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.6.6 Konteks ...... 24 1.6.7 Komponen Tutur ...... 24 1.6.8 Struktur Wacana Stand Up Comedy ...... 25 1.7 Metode dan Teknik Penelitian ...... 26 1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...... 26 1.7.2 Metode Analisis Data ...... 27 1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ...... 31 1.8 Sistematika Penyajian ...... 32

BAB II SASARAN KRITIK DAN HAL YANG DIKRITIK DALAM WACANA HUMOR KRITIK SOSIAL SUCI 4 ...... 33 2.1 Pengantar ...... 33 2.2 Pemerintah ...... 35 2.2.1 Kebijakan Diskriminatif ...... 37 2.2.2 Kinerja Pemerintah ...... 40 2.2.3 Kegagalan Penegakan Aturan ...... 43 2.3 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ...... 45 2.3.1 Kinerja Anggota DPR ...... 47 2.3.2 Kebiasaan Tidur saat Rapat ...... 50 2.3.3 Perilaku Korupsi ...... 52 2.4 Anggota Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) ...... 54 2.4.1 Kemunafikan Anggota Ormas Islam ...... 56 2.4.2 Sikap Intoleransi Ormas Islam ...... 56 2.5 Perempuan Indonesia ...... 57 2.5.1 Kesalahpahaman atas Konsepsi Kesetaraan Gender ...... 59 2.5.2 Profesi Perempuan...... 60 2.5.3 Kecemburuan yang Berlebihan ...... 61 2.5.4 Kesadaran Wanita Muslim untuk Berkerudung ...... 63 2.6 Pertelevisian Indonesia ...... 64 2.6.1 Kualitas Program ...... 66 2.6.2 Jam Tayang Iklan...... 69

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.6.3 Diskriminasi Peran Keaktoran ...... 71 2.7 Pedangdut Wanita ...... 72 2.7.1 Musikalitas ...... 73 2.8 Orangtua ...... 74 2.8.1 Pola Asuh terhadap Anak ...... 76 2.9 Masyarakat Lokal ...... 79 2.9.1 Sikap Apatis Pemuda Betawi pada Tanjidor ...... 80 2.9.2 Kesadaran Masyarakat Jakarta dalam Penanganan Banjir ...... 82 2.9.3 Perilaku Penonton Dangdut ...... 83 2.9.4 Tingkah Laku Pelajar Bintaro ...... 84 2.9.5 Stigma Masyarakat terhadap Orang Kurus ...... 85 2.10 Masyarakat Luas ...... 86 2.10.1 Sikap Politik dalam Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014 ...... 88 2.10.2 Minimnya Penghargaan terhadap Dokter ...... 89 2.10.3 Sikap Individualistis akibat Penggunaan Handphone ...... 90 2.11 Persepakbolaan ...... 91 2.11.1 Kualitas Permainan Tim Nasional Indonesia ...... 93 2.11.2 Kualitas Wasit Indonesia ...... 94 2.11.3 Tindakan Provokasi...... 95 2.12 Institusi Pendidikan ...... 96 2.12.1 Ketiadaan Pembelajaran Sasando ...... 98 2.12.2 Pelaksanaan Masa Orientasi Siswa ...... 99 2.12.3 Kualitas Gizi di Pondok Pesantren ...... 100 2.13 Tokoh ...... 101 2.13.1 Pemilihan Tempat Pendeklarasian sebagai Calon Presiden ...... 103 2.13.2 Tindakan Kekerasan Fisik ...... 104

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III KEPATUHAN DAN KETAKPATUHAN TUTURAN DALAM WACANA HUMOR KRITIK SOSIAL SUCI 4 PADA PRINSIP KERJA SAMA ...... 106 3.1 Pengantar ...... 106 3.2 Tuturan yang Mematuhi Tiga Maksim, tetapi Tidak Mematuhi Satu Maksim (Tipe I) ...... 109 3.2.1 Subtipe Ia ...... 109 3.2.2 Subtipe Ib ...... 113 3.2.3 Subtipe Ic ...... 115 3.3 Tuturan yang Mematuhi Dua Maksim, tetapi Tidak Mematuhi Dua Maksim (Tipe II) ...... 117 3.3.1 Subtipe IIa ...... 117 3.3.2 Subtipe IIb ...... 119 3.3.3 Subtipe IIc ...... 122 3.3.4 Subtipe IId ...... 130 3.3.5 Subtipe IIe ...... 133 3.4 Tuturan yang Mematuhi Satu Maksim, tetapi Tidak Mematuhi Tiga Maksim (Tipe III) ...... 136 3.4.1 Subtipe IIIa ...... 136 3.4.2 Subtipe IIIb ...... 137

BAB IV PENUTUP ...... 140 4.1 Kesimpulan ...... 140 4.2 Saran ...... 144

DAFTAR KEPUSTAKAAN ...... 145 PUSTAKA LAMAN ...... 147 LAMPIRAN ...... 149

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Sasaran Kritik dan Hal yang Dikritik dalam WHKS SUCI 4 ...... 33

Tabel 2: Tipe-tipe Kepatuhan dan Ketakpatuhan Tuturan dalam WHKS SUCI 4 pada Prinsip Kerja Sama ...... 108

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini membahas wacana humor kritik sosial (WHKS) dalam pertunjukan Stand Up Comedy Indonesia Season 4 (SUCI 4) yang ditayangkan di

Kompas TV secara pragmatis. Stand up comedy (SUC) adalah salah satu bentuk komedi verbal yang dilakukan secara perseorangan atau bermonolog mengenai suatu topik di hadapan penonton secara langsung

(https://id.wikipedia.org/wiki/pelawak_tunggal). SUC dapat disebut juga sebagai komedi tunggal. Di Indonesia, pelaku SUC biasa disebut comic, komika, atau stand up comedy-an.

SUCI 4 adalah kompetisi SUC atau ajang pencarian bakat di bidang SUC musim keempat yang ditayangkan di Kompas TV pada Februari sampai Juni 2014.

Tahapan penyelenggaraan kompetisi ini diawali dengan audisi di beberapa kota- kota besar di Indonesia. Para comic yang lolos babak audisi tampil pada babak utama di Jakarta. Pada babak utama, pertunjukan diadakan sekali dalam seminggu. Pada setiap pekannya para juri akan mengeliminasi salah seorang comic. Puncak dari babak utama ini menyisakan atau menghasilkan dua comic yang bertarung pada babak final untuk memperebutkan status jawara dalam kompetisi ini.

Humor dalam SUC berbeda dengan genre komedi-komedi lainnya.

Kekuatan SUC terletak pada penggunaan bahasa verbal yang sangat dominan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

Comic secara aktif bercerita tentang hasil pengalaman, pengamatan, dan aspirasinya terhadap kehidupan di sekitarnya yang dikemas menjadi sesuatu yang lucu kepada penonton.

Mengacu pada hal tersebut, sebagai entitas komunikasi verbal, tuturan di dalam SUCI 4 pun tidak terlepas dari maksud dan tujuan tertentu. Sebagaimana

Leech (1983: 24) menyatakan bahwa di dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities). Tuturan yang disampaikan oleh penutur pada hakikatnya dilandasi oleh maksud dan tujuan tertentu. Demikian pun dengan wacana SUC –yang di dalamnya tercakup berbagai dimensi makna dan maksud yang luas. Pertunjukan SUC tidak hanya sebagai sarana hiburan semata, tetapi juga dapat berperan sebagai media didaktis karena informasi atau materi yang disampaikan mengandung pesan-pesan yang bersifat informatif dan mengedukasi para penonton.

Di panggung pertunjukan SUCI 4, para comic sering kali membawakan materi humor yang mengandung kritik sosial. Secara umum, kritik sosial tersebut meliputi kritik terhadap konstelasi sosial, ekonomi, dan tirani kekuasaan, baik dalam lingkup daerah asal comic maupun dalam lingkup nasional. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini akan dibahas dua masalah terkait dengan WHKS dalam

SUCI 4. Pertama, siapa sasaran kritik dan apa hal yang dikritikkan comic?

Perhatikan beberapa contoh WHKS dalam SUCI 4 berikut ini.

(1) Cewek itu sering banget ngomongin masalah kesetaraan gender. Bener nggak sih? Lagian kesetaraan gender itu maksudnya apa sih? Setara itu kan artinya sama, padahal sama belum tentu proporsional, belum tentu pas. Contohnya begini. Gua naik bis, gua naik kereta sama adek gua. Tempat duduknya cuma satu. Adik gua duduk, gua berdiri; nggak setara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

tetapi proporsional karena gua lebih kuat, hitungannya setara. Atau pakai solusi yang kedua, gua duduk, adik gua gua pangku. Ini cewek mintanya kesetaraan gender, tapi giliran di kereta tempat duduk cuma satu gua duduk dia berdiri, ngelihatin gua terus. Ya, nggak gua kasih. Kan setara. Kalau mau, pakai solusi yang kedua: elu gua pangku. Iya, nggak? Kalau elu gua pangku, ya adik gua berdiri. Iya kan? Kalau masih nggak mau juga, ya sudah silakan duduk, tapi elu pangku gua, ya adik gua berdiri lagi. (Dzawin, show 10).

(2) Ketika semua yang di sini sudah bersistem dengan online, di tempat saya itu, aduh, oh lain, lain dari yang lain. (Abdur, show 3).

(3) Nih ya, gua kasih tahu. Anak-anak Cilincing tekun-tekun, maksudnya nurut, nggak kayak di daerah gua, Masya Allah, anak sekolahnya bandel bener. Anak kecil di sekolahan gue, cewek-ceweknya kalau nongkrong pakai baju you can see. Ya Allah, kita gerah kalau ngelihatin yang kayak gitu, you can see. Kita samperin; kita omelin.

O1: Neng, mohon maaf nih. Kenape pakai baju you can see? O2: Bang, mohon maaf nih Bang. Aye mendingan pakai baju you can see daripada you can touch. Ya Allah gue kesel, gua marahin. O1: Eh, anak sape loe? Pulang sono! O2: Ngapain, Bang? O1: Ganti you can touch. (David, show 7).

Sasaran kritik comic dalam wacana (1) adalah kaum perempuan, secara khusus yang sering kali membicarakan dan menuntut persamaan hak dengan kaum laki-laki. Hal tersebut ditandai melalui kalimat Cewek itu sering banget ngomongin masalah kesetaraan gender.

Hal yang dikritik pada wacana ini ihwal kesalahpahaman kaum perempuan terhadap konsepsi kesetaraan gender. Hal ini ditunjukkan melalui tuturan Lagian kesetaraan gender itu maksudnya apa sih? Setara itu kan artinya sama, padahal sama belum tentu proporsional, belum tentu pas. Dalam ilustrasinya di atas: seorang wanita di kereta api yang tengah berdiri karena tidak mendapatkan kursi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

kosong; ia selalu memandangi comic yang sedang duduk bersama adiknya, dengan harapan comic mempersilakan wanita tersebut menduduki kursinya.

Comic tidak memberikan kursinya untuk ditempati oleh wanita tersebut karena (1) ia memiliki hak untuk tetap menduduki kursi yang sudah ditempatinya sejak awal dan (2) ia merasa tidak adil jika ia harus berdiri karena memberikan kursi yang didudukinya ditempati oleh wanita tersebut. Dengan kata lain, wanita itu ingin berusaha mendapatkan haknya untuk menduduki kursi tersebut dengan melanggar atau mengabaikan hak comic menempati kursi itu.

Comic penutur wacana (2) bernama Abdur, yang berasal dari Desa

Lamakera, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Yang menjadi sasaran kritik comic adalah pemerintah. Hal tersebut ditunjukkan dalam tuturan di tempat saya itu, aduh, oh lain, lain dari yang lain. Tuturan tersebut mengimplikasikan kegagalan pemerintah dalam pengadaan teknologi informasi di kampung halaman comic.

Kritikan comic menyiratkan sikap diskrimitif pemerintah dalam memeratakan fasilitas teknologi informasi pada berbagai daerah di Indonesia.

Pada wacana ini, comic mengungkapkan dikotomi keberadaan dan kemajuan teknologi antara daerah asalnya yang sangat memprihatinkan, yang ditandai melalui tuturan oh lain, dengan Jakarta, yang diungkapkan melalui frasa di sini, yang perkembangan teknologinya informasinya sudah maju, yaitu tersistematisasinya berbagai aktivitas berbasis online. Hal ini diterangkan melalui tuturan semua yang di sini sudah bersistem dengan online.

Comic yang mennuturkan wacana (3) adalah David, yang berasal dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

Bintaro, Jakarta Selatan. Wacana di atas disampaikannya di hadapan para siswa

SMAN 52 Jakarta di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Sasaran kritik comic adalah pelajar di Bintaro, yang ditandai melalui tuturan nggak kayak di daerah gua, Masya Allah, anak sekolahnya bandel bener.

Hal yang dikritik pada wacana ini adalah perihal tingkah laku pelajar

Bintaro. Kritikan tersebut ditunjukkan melalui tuturan Anak kecil di sekolahan gue, cewek-ceweknya kalau nongkrong pakai baju you can see. Adapun tuturan pada frasa baju you can see mengimplikasikan masalah tingkah laku pelajar yang dimaksud, karena merunut pada konteks etika sosial, baju you can see atau baju tanpa lengan dianggap tidak memenuhi kaidah kesopanan.

Kedua, bagaimana kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam WHKS

SUCI 4 pada prinsip kerja sama Grice? Masalah ini terkait dengan proses penciptaan humor secara pragmatis. Menurut Wijana (2003:6), salah satu bentuk penciptaan wacana humor yaitu melalui penciptaan tuturan yang tidak mematuhi norma-norma pragmatik bahasa, yang terdiri prinsip kerja sama (cooperative principle) Grice dan prinsip kesopanan (politeness principle) Leech. Dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas prinsip kerja sama.

Grice (1975), menyebut ada empat maksim percakapan dalam prinsip kerja sama yang berfungsi untuk mengatur proses komunikasi antara peserta tutur, yaitu maksim kuantitas (quantity maxim), maksim kualitas (quality maxim), maksim relevansi (relation maxim), dan maksim cara (manner maxim). Maksim kuantitas menekankan setiap peserta tutur memberikan kontribusi yang secukupnya yang dibutuhkan atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Maksim

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

kualitas mewajibkan setiap peserta tutur mengatakan hal yang sebenarnya atau apa adanya. Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Maksim cara mewajibkan setiap peserta tutur berbicara secara jelas, tidak ambigu, tidak kabur, serta runtut.

Wijana (2003: 6) menyebutkan, wacana humor secara tekstual dan interpersonal tidak patuh pada (salah satunya) prinsip kerja sama Grice. Dengan menyimpangkan tuturan dari keempat maksim di atas, tujuan penutur dalam menyampaikan humornya dapat tercapai, yaitu timbulnya efek lucu (comic effect).

Di samping itu, proses penciptaan humor pada wacana SUCI 4 ini tidak hanya menekankan pada penciptaan tuturan yang tidak mematuhi prinsip pragmatik Grice. Penelitian ini juga mengemukakan bahwa tuturan yang mematuhi prinsip kerja sama dapat memberikan efek lucu dan komunikatif – sebagaimana hakikat komunikasi– bagi yang menyaksikan pertunjukan SUCI 4.

Perhatikan contoh berikut ini:

(4) Cewek itu sering banget ngomongin masalah kesetaraan gender. Bener gak sih? Lagian kesetaraan gender itu maksudnya apa sih? Setara itu kan artinya sama, padahal sama belum tentu proporsional, belum tentu pas. Contohnya begini. Gua naik bis, gua naik kereta sama adek gua. Tempat duduknya cuma satu. Adik gua duduk, gua berdiri; nggak setara tetapi proporsional karena gua lebih kuat, hitungannya setara. Atau pakai solusi yang kedua, gua duduk, adik gua gua pangku. Ini cewek mintanya kesetaraan gender, tapi giliran di kereta tempat duduk cuma satu gua duduk dia berdiri, ngelihatin gua terus. Ya, nggak gua kasih. Kan setara. Kalau mau, pakai solusi yang kedua: elu gua pangku. Iya, nggak? Kalau elu gua pangku, ya adik gua berdiri. Iya kan? Kalau masih nggak mau juga, ya sudah silakan duduk, tapi elu pangku gua, ya adik gua berdiri lagi. (Dzawin, show 10).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

(5) Ketika semua yang di sini sudah bersistem dengan online, di tempat saya itu, aduh, oh lain, lain dari yang lain. (Abdur, show 3).

(6) Nih ya, gua kasih tahu. Anak-anak Cilincing tekun-tekun, maksudnya nurut, nggak kayak di daerah gua, Masya Allah, anak sekolahnya bandel bener. Anak kecil di sekolahan gue, cewek-ceweknya kalau nongkrong pakai baju you can see. Ya Allah, kita gerah kalau ngelihatin yang kayak gitu, you can see. Kita samperin; kita omelin.

O1: Neng, mohon maaf nih. Kenape pakai baju you can see? O2: Bang, mohon maaf nih Bang. Aye mendingan pakai baju you can see daripada you can touch. Ya Allah gue kesel, gua marahin. O1: Eh, anak sape loe? Pulang sono! O2: Ngapain, Bang? O1: Ganti you can touch. (David, show 7).

Wacana (4) memiliki tuturan yang mematuhi maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim relevansi, tetapi tidak mematuhi maksim cara. Wacana ini mematuhi maksim kuantitas karena sumbangan informasi yang disampaikan oleh comic memadai. Yang menjadi pokok permasalahan pada wacana di atas yaitu perihal kesalahpahaman konsepsi kesetaraan gender oleh kaum perempuan. Hal tersebut terimplikasi melalui tuturan comic yang mempersoalkan keseringan kaum perempuan membicarakan masalah kesetaraan gender serta mempertanyakan esensi dari konsepsi kesetaraan tersebut. Berikut tuturan kuncinya: Lagian kesetaraan gender itu maksudnya apa sih? Setara itu kan artinya sama, padahal sama belum tentu proporsional, belum tentu pas.

Untuk mengurai kesalahpahaman tersebut, comic lantas memberikan informasi pendukung berupa ilustrasi praktis dan solusi terkait masalah tersebut.

Berikut tuturan kuncinya: Contohnya begini. Gua naik bis… dan seterusnya.

Wacana di atas juga mematuhi maksim relevansi karena pokok

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

pembicaraannya bersangkut paut secara langsung dengan infromasi pendukung.

Selain itu, wacana ini memiliki tuturan yang mematuhi maksim kualitas. Hal tersebut ditunjukkan melalui tuturan Cewek itu sering banget ngomongin masalah kesetaraan gender. Jika merunut pada faktanya, persoalan kesetaraan gender menjadi salah satu isu aktual dan kontekstual yang masih dan sering kali diperbicarakan dalam berbagai forum perbincangan kaum perempuan.

Tuturan yang menimbulkan efek humor terletak pada ambiguitas frasa adik gua. Pada awal tuturan, frasa adik gua bermakna „saudara kandung yang lebih muda‟. Sementara pada akhir tuturan, frasa „adik gua‟ (yang bergaris bawah) dapat bermakna „kemaluan laki-laki‟ mengalami ketaksaan, terutama saat diikuti oleh kata kerja „berdiri‟. Maknanya tidak saja berarti tunggal „saudara mudanya yang berdiri‟, namun bisa juga berarti „kemaluannya berereksi‟. Dengan demikian, tuturan ini tidak mematuhi maksim cara.

Wacana (5) memiliki tuturan yang mematuhi maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim cara, tetapi tidak mematuhi maksim relevansi. Wacana ini mematuhi maksim kuantitas karena sumbangan informasi yang disampaikan oleh comic tidak kurang dan tidak lebih.

Wacana ini juga mematuhi maksim kualitas. Berikut penjelasannya. Comic yang menuturkan wacana (5) adalah Abdur, seorang warga Desa Lamakera,

Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tuturan comic berkenaan dengan kondisi faktual pembangunan atau keberadaan sarana dan pra-sarana dalam bidang informasi dan teknologi di Desa Lamakera atau daerah-daerah di

NTT yang belum terlaksana atau memadai. Provinsi NTT mengalami

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

keterbelakangan dalam hal perkembangan dan pertumbuhan informasi dan teknologi. Wacana ini juga mematuhi maksim cara karena karena comic menyampaikan tuturannya secara jelas dan tidak ada tuturan yang ambigu.

Wacana (5) tidak mematuhi maksim relevansi. Hal tersebut diterangkan melalui tuturan online dan oh lain. Terminologi online memiliki makna

„konektivitas antarperanti elektronik atau peranti elektronik dengan jaringan internet‟. Pada wacana ini, tuturan tersebut mengimplikasikan kemajuan teknologi informasi di Pulau Jawa, khususnya Jakarta. Sementara itu, tuturan oh lain bukan merupakan terminologi khusus sebagai antitesis dari istilah online, meskipun tuturan tersebut mengimplikasikan disparitas perkembangan teknologi informasi di Nusa Tenggara Timur, secara khusus Larantuka.

Wacana (6) berikut ini memiliki tuturan yang mematuhi maksim cara, tetapi tidak mematuhi maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim relevansi.

Wacana ini mematuhi maksim cara karena penuturannya jelas dan tidak mengandung informasi yang ambigu.

Wacana tersebut mengandung tuturan yang tidak mematuhi maksim kualitas. Hal ini tampak pada tuturan you can touch. Tuturan ini diasumsikan sebagai model baju yang mengumbar aurat. Pada kenyataannya, baju yang memiliki desain atau nama tersebut tidak ada.

Wacana di atas juga memiliki tuturan yang tidak relevan, yaitu tampak pada percakapan O1 dan O2. Percakapan berawal dari pertanyaan O1 kepada O2 mengenai alasannya memakai baju yang mengumbar aurat tersebut. O1 bertanya dengan maksud memarahi O2 dan menasihatinya agar memakai pakaian yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

lebih sopan. O2 menjawabnya tidak secara langsung. O2 berasumsi bahwa O1 menganggapnya sebagai gadis yang nakal. Melalui tuturan aku mendingan pakai you can see daripada you can touch, O2 ingin menegaskan bahwa ia bukanlah gadis yang seperti disangkanya karena baju yang dikenakannya masih dalam tataran wajar. O1 yang bertambah kesal terhadap jawaban O2 karena iktikad baiknya ditolak sontak berang, menanyakan siapa orangtuanya, lalu menyuruhnya pulang. Dalam percakapan yang wajar, seseorang yang disuruh pulang atau diusir umumnya akan memberikan dua kemungkinan jawaban: iya atau tidak. Akan tetapi, O2 justru balik bertanya kepada O1 untuk apa dia harus pulang. Di sinilah letak ketidakterkaitan pertama tuturan di atas.

Pada akhir percakapan, O1 menyuruh O2 untuk mengganti baju you can see- nya dengan baju you can touch. Ungkapan O1 ini tidak selaras atau relevan dengan sikapnya pada awal percakapan yang kesal dengan perangai buruk gadis- gadis di kampung halamannya. Hal ini bisa berarti bahwa maksud dan motivasi baik dari comic mengalami pembiasan, yakni O1 menggoda O2. Oleh karena tuturan O1 yang berlebihan tersebut, maka tuturan itu tidak mematuhi maksim kuantitas.

Peneliti memilih topik ini sebagai objek kajian penelitiannya berdasarkan alasan-asalan berikut. Pertama, pertunjukan SUCI 4 di Kompas TV masih relatif baru, sehingga sejauh kajian tinjauan pustaka yang dilakukan oleh peneliti, kajian wacana humor verbal secara pragmatik, khususnya mengkaji kepatuhan dan ketakpatuhan tuturannya pada prinsip kerja sama Grice sebagai wahana penciptaan humor belum pernah dilakukan. Kedua, penelitian terhadap penciptaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

wacana humor pada umumnya masih ditinjau berdasarkan aspek ketidakpatuhan prinsip kerja sama. Melalui kajian ini, peneliti tidak hanya akan mengkaji proses penciptaan wacana humor SUCI 4 berdasarkan ketakpatuhan tuturannya pada prinsip kerja sama, tetapi juga akan mengkajinya berdasarkan kepatuhan tuturannya tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Siapa sasaran kritik dan apa hal yang dikritik dalam WHKS SUCI 4?

2. Bagaimana kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam WHKS SUCI 4 pada

prinsip kerja sama Grice?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan siapa sasaran kritik dan apa hal yang dikritik dalam WHKS

SUCI 4.

2. Mendeskripsikan kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam WHKS SUCI 4

pada prinsip kerja sama Grice.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian berjudul “Wacana Humor Kritik Sosial dalam Stand Up

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

Comedy Indonesia Season 4 di Kompas TV: Tinjauan Pragmatik” adalah deskripsi tentang: (1) sasaran kritik dan hal yang dikritik dalam WHKS SUCI 4; serta (2) kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam WHKS SUCI 4 pada prinsip kerja sama Grice. Adapun manfaat hasil penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.

1.4.1. Manfaat Teoretis

Secara pragmatis, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan penjelasan bagaimana mengkaji (mengungkap) sasaran kritik dan hal yang dikritik dalam wacana humor kritis verbal serta proses penciptaan WHKS pada SUCI 4 berdasarkan kepatuhan dan ketakpatuhan tuturannya pada prinsip kerja sama

Grice. Sejauh penelusuran peneliti, kajian perihal aspek-aspek penciptaan wacana humor verbal pada umumnya hanya berdasarkan ketakpatuhan tuturannya pada prinsip kerja sama dan kesopanan saja. Oleh karena itu, penelitian ini, secara khusus kajian ihwal penciptaan humor berdasarkan kepatuhan tuturannya pada prinsip kerja sama, dapat menjadi informasi atau referensi bagi penelitian- penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan secara praktis agar dapat melakukan kritikan yang jenaka dan tidak menyinggung perasaan orang yang dikritik.

Penelitian ini juga dapat dipakai sebagai salah satu acuan bagi untuk melakukan

SUC dengan memanfaatkan prinsip-prinsip pragmatik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

1.5 Tinjauan Pustaka

Kajian tentang wacana humor yang berkaitan dengan linguistik pernah dilakukan oleh Sudarsono (2013), Cahyaprasetya (2015), Wati (2013), Sari

(2012), Fadilah (2015), dan Wijayanti (2015). Sudarsono (2013), melalui skripsinya “Wacana Gombal dalam Bahasa Indonesia: Kajian Struktural,

Pragmatis, dan Kultural”, melihat penciptaan humor dalam wacana gombal melalui proses berikut ini. Pertama, pemanfaatan aspek kebahasaan dari tataran yang rendah hingga tataran yang tinggi, yaitu (1) aspek fonologi, berupa permainan fonem dan penambahan suku kata, (2) aspek sintaksis, berupa pertalian kata dalam frasa dan pertalian antarklausa, (3) aspek semantik, berupa polisemi, homonimi, idiom, peribahasa, hiperbola, elipsis, metafora, dan personifikasi, dan

(4) aspek wacana, berupa pantun, silogisme, dan entailmen. Kedua, proses penciptaan humor dalam wacana gombal dilakukan dengan membelok dari prinsip kerja sama untuk menghasilkan nilai rasa gombal. Wujud pelanggaran prinsip kerja sama berupa sumbangan informasi yang berlebihan, kurang logis, keluar dari konteks, dan ambigu.

Cahyaprasetya (2015), dalam skripsinya: “Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesopanan dalam Acara Tatap Mata Trans 7 sebagai Wahana

Menciptakan Humor Verbal Lisan”, menemukan hasil kajiannya sebagai berikut.

Pertama, ditemukan wujud pelanggaran prinsip kerja sama sebagai wahana penciptaan humor dalam acara Tatap Mata Trans 7, yang meliputi: (1) maksim kuantitas berupa informasi yang berlebihan dan informasi yang kurang informatif,

(2) maksim kualitas berupa informasi yang salah dan informasi tidak logis, (3)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

maksim relevansi berupa informasi tidak relevan dengan masalah pembicaraan, dan (4) maksim pelaksanaan berupa kesalahan dalam menafsirkan mitra tutur, informasi implisit. Kedua, ditemukan wujud pelanggaran prinsip kesopanan, yaitu

(1) maksim kebijaksanaan berupa perintah yang mempermalukan mitra tutur dan informasi yang membingungkan mitra tutur, (2) maksim kemurahan berupa pemanfaatan ketidaktahuan mitra tutur dan permintaan sesuatu kepada mitra tutur,

(3) maksim penerimaan berupa merendahkan mitra tutur dan mencela mitra tutur,

(4) maksim kerendahan hati berupa bangga terhadap diri sendiri, (5) maksim kecocokan berupa informasi tidak sebenarnya, dan (6) maksim kesimpatian berupa sikap antipati terhadap kesusahan mitra tutur.

Wati (2013) mengkaji humor SUC dalam skripsinya yang berjudul “Bahasa

Humor Pertunjukan: Kajian Prinsip Kerja Sama terhadap Pertunjukan Stand Up

Comedy Show di Metro TV”. Penelitian ini membahas bentuk pendayagunaan maksim-maksim dalam prinsip kerja sama Grice dan implikatur tuturan humor yang mendayagunakan prinsip kerja sama dalam SUC Show di Metro TV. Berikut ini adalah hasil penelitiannya. Pertama, pendayagunaan maksim kualitas pada terbagi atas sembilan jenis: pelesetan, pemahaman yang salah, dianggap salah oleh comic, generalisasi yang salah, tidak masuk akal, tidak didukung bukti-bukti, hal yang belum tentu benar, pemikiran yang menyimpang atau tidak lazim, dan kombinasi tidak masuk akal dan dianggap salah oleh comic. Kedua, pendayagunaan maksim cara terdiri atas penuturan yang tidak jelas, kabur, dan tidak langsung. Ketiga, pendayagunaan maksim relevansi terdiri dari selipan, ketidaksinambungan dengan pernyataan sebelumnya dalam satu topik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

pembicaraan, ketidaksinambungan karena ambiguitas, ketidaksinambungan karena tuturan yang kurang lengkap, dan penggunaan kata yang kurang tepat.

Sari (2012), dalam skripsi berjudul “Humor dalam Stand Up Comedy oleh

Raditya Dika (Kajian Tindak Tutur, Jenis, dan Fungsi)”, mengkaji tentang jenis tindak tutur dan penerapan prinsip kerja sama beserta penyimpangan yang terjadi dalam humor SUC oleh Raditya Dika serta mengetahui jenis dan fungsi humor yang digunakan. Adapun hasil penelitiannya sebagai berikut. Pertama, jenis tindak tutur dalam humor SUC oleh Raditya Dika yang menimbulkan kelucuan adalah tindak tutur lokusi naratif, deskriptif, dan informatif; ilokusi asertif, direktif, deklaratif, dan ekspresif; serta tindak tutur perlokusi. Kedua, ditemukannya penerapan dan penyimpangan maksim-maksim prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun dalam tuturan untuk memancing tawa penonton. Ketiga, jenis humor yang terdapat dalam SUC oleh Raditya Dika adalah guyonan parikena, satire, sinisme, plesetan, analogi, unggul-pecundang, dan apologisme. Keempat, fungsi yang termuat di dalam SUC oleh Raditya Dika adalah fungsi (1) membantu pendidikan anak muda, (2) meningkatkan solidaritas suatu kelompok, (3) sebagai sarana kritik sosial, (4) memberikan suatu pelarian yang menyenangkan dari kenyataan, dan (5) mengubah pekerjaan yang menyenangkan menjadi permainan.

Fadilah (2015), melalui skripsinya: “Humor dalam Wacana Stand-up

Comedy Indonesia Season 4 di Kompas TV”, mengemukakan hasil penelitiannya sebagai berikut. Pertama, penciptaan humor SUCI 4 menggunakan teknik praanggapan, teknik implikatur, dan teknik dunia kemungkinan. Kedua, tuturan humor SUCI 4 berfungsi sebagai penyalur keinginan dan gagasan, pemahaman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

diri untuk menghargai orang lain, pemahaman kritis terhadap masalah yang ada, penghibur, penyegaran pikiran, dan peningkatan rasa sosial.

Wijayanti dalam tesisnya: “Analisis Wacana Stand Up Comedy Indonesia

Session 4 Kompas TV” menemukan bahwa struktur wacana SUCI 4 terdiri atas struktur wajib, yaitu isi lawakan yang terdiri atas pengantar dan punch line, serta unsur opsional yang terdiri atas salam pembukan, pertanyaan kabar, kalimat penutup, dan penyebutan nama. Selain itu, kepaduan antarpremis dalam wacana ditemukan wacana yang kohesif saja, kohesif dan koheren, serta tidak kohesif dan koheren.

Wijayanti juga menemukan berbagai fenomena kebahasaan dalam acara

SUCI 4 untuk menimbulkan efek humor, yaitu permainan bunyi yang terdiri atas penggantian bunyi pada kata dan suku kata, ambiguitas yang terdiri dari ambiguitas gramatikal (kata majemuk, frasa, amfipoli) dan ambiguitas leksikal

(polisemi dan homonimi), relasi leksikal (hiponimi dan kohiponimi, meronimi, kolokasi, sinonimi, antonimi), permainan unsur pembatas, metonimi, hiperbola, simile, visualisasi referen, dan entailment. Fungsi komunikatif SUCI 4 yaitu untuk bercanda, menertawakan diri sendiri, menyindir, mengkritik, mempengaruhi penonton, dan menginformasikan budaya.

Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka di atas, kebaruan yang ditemukan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, penciptaan wacana humor secara pragmatis, terutama humor dalam SUCI 4, tidak hanya dapat dilakukan dengan tidak mematuhi prinsip pragmatik saja, tetapi juga dengan mematuhi prinsip pragmatik tersebut. Penelitian ini melengkapi tesis Wijayanti (2015) yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

hanya mengkaji humor dalam SUCI 4 secara struktural dan skripsi Fadilah (2015) yang hanya mengkaji proses penciptaan humor dengan teknik praanggapan, teknik implikatur, dan teknik dunia kemungkinan. Kedua, entitas wacana SUCI 4 adalah komunikasi verbal. Di dalam pragmatik, kegiatan berbicara berorientasi pada maksud dan tujuan. Humor dalam pertunjukan SUC tersebut tidak semata-mata untuk menghibur para penonton, tetapi juga menyingkap banyak persoalan sosial masyarakat Indonesia. Di atas panggung, para comic menyuarakan kritikan dan aspirasi melalui lawakan-lawakannya. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini akan membahas secara komprehensif siapa sasaran kritik dan apa hal yang dikritik oleh comic di dalam SUCI 4. Pembahasan ini tidak ditemukan di dalam penelitian pada tinjauan pustaka di atas.

1.6 Landasan Teori

Dalam landasan teori ini dipaparkan tentang (1) wacana, (2) humor, (3) wacana humor kritik sosial, (4) prinsip kerja sama, (5) penciptaan humor secara pragmatis, (6) konteks, (7) komponen tutur, dan (8) struktur wacana SUC.

1.6.1 Wacana

Poerwadarminta (dikutip Baryadi, 2002: 1) mendefinisikan kata wacana merunut pada akar atau asal-usul katanya. Kata wacana berasal dari kata vacana yang berarti „bacaan‟ dalam bahasa Sanskerta yang kemudian masuk sebagai kosakata bahasa Jawa Kuna dan Jawa Baru wacana yang berarti „bicara, kata, ucapan‟. Dalam linguistik, istilah wacana dipandang sebagai satuan kebahasaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

tertinggi atau terbesar karena mencakup kalimat, gugus kalimat, alinea, penggalan wacana, dan wacana utuh (Ibid., hlm.2).

1.6.2 Humor

Humor menurut KBBI (Sugono, dkk. (eds.), 2008: 512) berarti (i) sesuatu yang lucu dan (ii) keadaan yang menggelikan hati; kejenakaan, kelucuan.

Sedangkan menurut Wijana (2003: xx), humor adalah rangsangan verbal dan, atau visual yang secara spontan dimaksudkan dapat memancing senyum dan tawa pendengar atau orang yang melihatnya. Berkenaan dengan hal tersebut, ada tiga aspek yang layak diperhatikan, yakni tindakan verbal atau nonverbal yang merupakan stimulusnya, aktivitas kognitif dan intelektual sebagai alat persepsi dan evaluasi rangsangan itu, dan respon yang dinyatakan dengan senyum (Ibid., hlm.37).

Menurut Danandjaja, seperti dikutip Wijana (2003: 3), menyatakan bahwa di dalam masyarakat, humor, apapun bentuknya, harus dapat menjadi pelipur lara.

Humor, melalui reaksi emosional, misalnya tawa, dapat mengendurkan ketegangan batin dan pikiran akibat persoalan sosial yang dihadapi masyarakat tersebut. Dengan demikian, humor bukan hanya sebagai hiburan semata, melainkan dapat menciptakan kondisi psikis seseorang menjadi lebih baik dan keseimbangan jiwa tetap terjaga.

Wacana di dalam SUC termasuk wacana humor karena penciptaannya ditujukan untuk menghibur para penonton. Di dalam pertunjukan SUC, manifestasi dari penikmatan humor berupa tawa dan/atau tepukan tangan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

1.6.3 Wacana Humor Kritik Sosial

Untuk menerangkan pengertian WHKS, diuraikan terlebih dahulu pengertian kritik sosial. Istilah kritik sosial terdiri dari dua kata, yaitu kritik dan sosial. Kata kritik, secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani krinein yang artinya „memisahkan, memerinci dan menimbang‟. Pengkritik berarti orang yang membuat pemisahan, perincian, dan penimbangan antara nilai dan yang bukan nilai, arti dan yang bukan arti, baik dan jelek (Kwant, 1975: 12). Kritik di dalam

KBBI (Sugono, dkk. (eds.), 2008: 742) berarti „kecaman atau tanggapan, kadang- kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya‟.

Seorang pengkritik harus lebih dahulu mengenal dan mengetahui kenyataan dari hal yang dikritiknya, menentukan apakah kenyataan yang dihadapinya itu benar-benar seperti apa yang seharusnya, lalu mengidealkan kenyataan yang dinilainya itu sesuai norma, hukum, atau falsafah masyarakat yang bersangkutan.

Sementara itu, orang yang dikritik memiliki kewajiban untuk memenuhi kritikan atau harapan pengkritik (Kwant, 1975: 11).

Kata sosial berasal dari bahasa Latin socius yang berarti „teman, kawan‟, dan kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris social yang artinya „berteman, bersama, berserikat‟ (Shadily, 1993: 1). Kata social pun lalu diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi sosial yang berarti „berkenaan dengan masyarakat‟

(Sugono, dkk. (eds.), 2008: 1331).

Berdasarkan pengertian kata kritik dan sosial di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kritik sosial adalah gambaran, kecamanan, tanggapan dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

penilaian terhadap persoalan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Damono

(1983: 22) menyebutkan, persoalan itu mencakup masalah manusia dengan lingkungannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan kelompok sosial, manusia dengan kelompok penguasa, dan manusia dengan institusi-institusi yang ada.

WHKS adalah wacana hiburan yang penciptaannya ditujukan untuk menghibur penonton (membangkitkan rasa tawa) di samping sebagai wahana kritik sosial terhadap segala bentuk ketimpangan yang terjadi di tengah masyarakat. Humor merupakan salah satu sarana yang efektif di saat saluran kritik lainnya tidak dapat menjalankan fungsinya (Wijana, 2003: 1). Dengan humor, manusia dapat menghadapi persoalan sosial dengan canda dan tawa, terutama bagi masyarakat yang tengah menghadapi situasi yang pelik (Ibid., hlm.3). Sementara itu, bagi sasaran kritik dalam WHKS, kritikan-kritikan yang diungkapkan tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan karena disampaikan dengan jenaka.

1.6.4 Prinsip Kerja Sama

Grice (1975: 45), yang diterangkan kembali oleh Baryadi (2015: 88-89), mengemukakan prinsip kerja sama sebagai berikut.

“Make your conversation contribution such as is required, at the stage at which it occurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged”. „Buatlah percakapan Anda sebagaimana yang diminta, sesuai dengan taraf percakapan itu terjadi, dengan tujuan dan arah yang dapat diterima dalam pertukaran percakapan yang Anda terlibat di dalamnya‟.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

Lebih lanjut, Grice (1975: 47) menjelaskan bahwa dengan memperhatikan dan menaati prinsip kerja sama ini, tuturan-tuturan yang diutarakan dapat diterima secara efektif oleh mitra tutur. Dalam prinsip kerja sama ini, Grice menyebutkan empat maksim percakapan yang harus dipatuhi oleh setiap partisipan tutur, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim, relevansi, dan maksim cara.

a. Maksim Kuantitas

Menurut Grice (1975: 45), yang diperjelas oleh Baryadi (2015: 89), ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk menegakkan maksim kuantitas, yaitu: (1) Make your contribution as informative as is required (for current purposes of the exchange). „Sampaikan informasi seinformatif mungkin (sesuai dengan tujuan percakapan)‟; (2) Do not make your contribution more informative than required.

„Jangan menyampaikan informasi yang berlebihan yang melebihi yang dibutuhkan‟. Tuturan yang tidak mematuhi ketentuan ini maka dianggap tidak mematuhi maksim kuantitas.

b. Maksim Kualitas

Grice (1975: 46), yang dikemukakan kembali oleh Baryadi (2015: 89), menjelaskan bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk menegakkan maksim kualitas, yaitu: (1) Do not say what you believe to false. „Jangan mengatakan sesuatu yang tidak benar‟; (2) Do not say that for which you lack adequate evidence. „Jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai‟. Tuturan yang tidak mematuhi ketentuan ini maka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

dianggap tidak mematuhi maksim kuantitas.

c. Maksim Relevansi

Berikut pendapat Grice (1975: 46), yang diperjelas kembali oleh Baryadi

(2015: 89) tentang maksim relevansi.

Under the category of RELATION I place single maxim, namely, „Be relevant.‟ Di bawah kategori hubungan saya menempatkan sebuah maksim tunggal, „Usahakan relevan‟.

Maksim ini menekankan mewajibkan setiap peserta tutur memberikan kontribusi yang relevan dengan persoalan yang sedang diperbincangkan.

d. Maksim Cara

Menurut Grice (1975: 46), yang diterangkan kembali oleh Baryadi (2015:

90), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menegakkan maksim ini.

Finally, under the category of MANNER, which I understand as relating not (like the previous categories) to what is said but, rather, to HOW what is said is to be said, I include the supermaxim –„Be perspicuous‟– and various maxims such as. „Akhirnya, dalam kategori CARA, dalam hal ini saya memahami bukan sebagai apa yang dikatakan (seperti kategori sebelumnya), melainkan tentang BAGAIMANA apa yang dikatakan itu harus diungkapkan, saya merumuskan supermaksim –Ungkapan secara tepat– dan bermacam-macam maksim sebagai berikut.

1. Avoid obscurity of expression. „Hindari ungkapan yang kabur‟. 2. Avoid ambiguity. „Hindari ketaksaan‟. 3. Be brief (avoid unnecessary prolixity). „Buatlah ringkas (hindari ungkapan yang berkepanjangan‟. 4. Be orderly. „Ungkapkanlah sesuatu itu secara runtut‟.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

Maksim cara berhubungan dengan cara mengutarakan maksud.

Pengungkapan maksud tuturan dilakukan dengan cara berbicara secara langsung, menghindari tuturan yang kabur, menyampaikan tuturan yang bukan mulitinterpretatif atau tidak taksa, berbicara secara singkat (tidak berlebih- lebihan), dan runtut (berbicara dengan teratur, tidak berbelit-belit).

1.6.5 Penciptaan Humor secara Pragmatis

Penciptaan wacana humor dapat dilakukan dengan memanfaatkan aspek- aspek lingual maupun prinsip-prinsip pragmatik. Pemanfaatan kedua aspek tersebut dapat menimbulkan efek ketidakterdugaan bagi mitra tutur. Unsur ketidakterdugaan ini menjadi hal yang pokok dalam proses penciptaan humor agar menimbulkan reaksi emosial dari mitra tutur (Ibid., hlm.280-281). Lebih lanjut,

Wijana (Ibid., hlm.17 dan 36) mengemukakan, unsur ketidakterdugaan dapat diperoleh dengan melakukan penyimpangan pada aspek semantis bahasa dan prinsip-prinsip pragmatik.

Di samping itu, berkenaan dengan kajian ini, penciptaan humor juga dapat dilakukan dengan mematuhi aspek-aspek tersebut, secara khusus aspek pragmatis.

Di dalam penelitian ini, penciptaan wacana humor SUC tidak hanya menekankan pada bentuk tuturan-tuturan yang tidak mematuhi prinsip kerja sama agar dapat menggelakkan penonton. Sebagai pertunjukan komedi yang mengedepankan aspek verbal, tuturan di dalam SUC pun dilandasi oleh maksud dan tujuan tertentu. Salah satunya untuk menyampaikan kritik. Agar kritikan tersebut tersampaikan dan terpahami oleh penonton, maka tuturan dalam wacana humor

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

SUC pun haruslah komunikatif dan informatif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menyampaikan tuturan yang mematuhi prinsip kerja sama.

1.6.6 Konteks

Menurut Kridalaksana (2008: 134), konteks adalah (1) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait-mengkait dengan ujaran tertentu; (2) pengetahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksud pembicara. Sementara itu, di dalam

KBBI (Sugono, dkk. (eds.), 2008: 728) konteks didefinisikan sebagai (1) bagian suatu uraian atau kalimat yg dapat mendukung atau menambah kejelasan makna;

(2) situasi yg ada hubungannya dengan suatu kejadian. Sementara itu, Leech

(1983: 13) menerangkan bahwa konteks merupakan pengetahuan latar apapun yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur yang membantu mitra tutur dalam menafsirkan apa yang dimaksud oleh penutur.

1.6.7 Komponen Tutur

Teori komponen tutur yang digunakan dalam kajian ini adalah teori komponen tutur yang dikemukakan oleh Poedjosoedarmo (via Baryadi, 2015: 24-

25). Adapun komponen-komponen tutur tersebut yang digunakan dan berkaitan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, orang ke-satu (O1), yaitu penutur –dalam pertunjukan SUC mengacu pada comic. Pribadi si penutur berkaitan dengan dua hal, yaitu siapakah O1 dan dari manakah asal atau latar belakang O1. Kedua, orang ke-dua (O2), yaitu mitra tutur –dalam pertunjukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

SUC mengacu pada penonton. Dalam kajian ini, peneliti juga bertindak sebagai penonton. Ketiga, maksud dan tujuan percakapan. Maksud dan kehendak O1 sangat mempengaruhi bentuk-bentuk tutur yang diujarkannya.

1.6.8 Struktur Wacana SUC

Struktur atau bagian utama dari wacana SUC terdiri atas setup dan punch line. Menurut Dean (2012: 14), setup adalah bagian pertama dari humor SUC, yang menyiapkan orang untuk tertawa. Punch line adalah bagian kedua dari humor SUC, yang membuat orang tertawa. Dengan kata lain, setup menciptakan ekspektasi dan punch line menghadirkan kejutan. Bagian setup menuntun penonton menuju sebuah ekspektasi. Selanjutnya, punch line mengejutkan penonton, namun berbeda dengan ekspektasi yang telah terbentuk di dalam benak penonton. Dean (Ibid., hlm.18) memberi contoh sebagai berikut.

(7) Saya sudah menikah selama empat puluh tahun dan cinta sejati saya hanya ada di satu perempuan. Andai istri saya kenal perempuan itu, saya bisa dibunuh.

Setup: Saya sudah menikah selama empat puluh tahun dan cinta sejati saya hanya ada di satu perempuan.

Saat dan setelah comic mengucapkan setup-nya, di benak penonton akan tercipta asumsi pada tuturan tersebut yang kira-kira seperti ini: Pria ini membanggakan betapa ia mencintai istrinya sepenuh hati. Mereka sudah menikah selama empat puluh tahun dan mereka sangat bahagia. Pria ini tidak pernah sekali pun berselingkuh dan akan setia seumur hidupnya.

Melalui asumsi itu, para penonton akan menduga dan berekspektasi bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

perempuan yang dicintai laki-laki itu adalah istrinya sendiri. Akan tetapi, comic memberikan punch line dan sekaligus mematahkan atau membelokkan ekspektasi penonton.

Punch Line: Andai istri saya kenal perempuan itu, saya bisa dibunuh.

Ternyata, meskipun sudah menikahi istrinya selama empat puluh tahun, laki-laki ini tidak bahagia dan lebih memilih untuk mencintai perempuan lain.

Akan tetapi, laki-laki ini merasa takut dibunuh oleh istrinya jika mengetahui perselingkuhannya dengan perempuan lain.

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Objek penelitian ini adalah (1) siapa sasaran kritik dan apa hal yang dikritik dalam WHKS SUCI 4 dan (2) bagaimana kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam WHKS SUCI 4 pada prinsip kerja sama Grice. Objek ini berada dalam data berupa wacana humor SUCI 4. Data-data diperoleh dari situs YouTube yang menayangkan pertunjukan SUCI 4 pada Februari sampai Juni 2014.

Data yang dikumpulkan berupa tuturan yang mengandung nilai humor kritik sosial. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data-data ini adalah metode simak, yaitu metode yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa

(Sudaryanto, 2015: 203). Metode ini diwujudkan dalam dua teknik penjaringan data. Dalam kajian ini, teknik sadap berperan sebagai teknik dasar; teknik simak bebas libat cakap sebagai teknik lanjutannya; lalu diakhiri dengan teknik catat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

Pelaksanaan teknik sadap dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang (Ibid., hlm.203). Sementara itu, teknik simak bebas libat cakap dilakukan dengan hanya menyimak tuturan yang disampaikan oleh penutur secara reseptif atau tanpa terlibat dalam pembentukan dan pemunculan calon data (Ibid., hlm.203). Untuk melengkapi teknik ini, digunakan teknik catat, yaitu teknik yang dilakukan dengan mentranskripsikan tuturan humor yang mengandung kritik sosial.

1.7.2 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data sesuai rumusan masalah dan tujuan penelitian dalam kajian ini adalah metode padan pragmatis. Metode padan pragmatis yaitu metode yang alat penentunya mitra tutur (Ibid., hlm.18).

Dalam metode padan pragmatis, segala reaksi atau tanggapan mitra tutur menjadi penentu identitas satuan-satuan lingual tertentu. Adapun dalam kajian ini, peneliti berperan sebagai penonton SUCI 4 sekaligus penafsir tuturan comic. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi tuturan-tuturan humor yang mengandung kritik sosial.

Dalam penerapannya, metode ini akan didahului dengan mengidentifikasi clue (tanda, isyarat) (Titscher, dkk. via Subagyo, 2012: 59). Clue dalam wujud tanda baca, kata, frasa, kalimat atau tuturan tunggal, gugus kalimat atau gugus tuturan, hingga paragraf. Selanjutnya, clue tersebut diidentifikasikan, ditafsirkan, dan dipaparkan sesuai konteks (Ibid., hlm.59). Pada kajian ini, pengidentifikasian clue untuk menentukan dan mendeskripsikan: (1) sasaran kritik dan hal yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

dikritik dalam WHKS SUCI 4; (2) kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam

WHKS SUCI 4 pada prinsip kerja sama.

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang akan dikaji di dalam penelitian ini, maka tahapan analisis data dilakukan sebagai berikut.

Pertama, untuk mendeskripsikan siapa sasaran kritik dan apa hal yang dikritik dalam WHKS SUCI 4, maka dilakukan pengidentifikasian clue berupa kata ganti orang, nama orang, nama lembaga, dan pernyataan-pernyataan bermuatan informasi kritik sosial, lalu dideskripsikan, ditafsirkan, dan dijelaskan sesuai konteks WHKS SUCI 4. Selanjtunya, data-data yang telah dianalisis diklasifikasi menurut kesamaan sasaran kritiknya. Berikut ini adalah contoh analisis datanya.

(8) Saya itu memiliki kelembutan hati seperti Ibu saya. Kalau saya melihat pengemis, dia itu kasihan, naik turun angkot susah. Saya pengen nganu, mbarengi. Saya pengen membonceng dia. Saya kan naik motor.

O1: Ayo Bu, saya bonceng. Naik motor saya. Ngeng. O1: Silakan turun, Bu. Kita sudah sampai. O2: Di mana nih? O1: Kantor Satpol PP.

Kartini membuat emansipasi tidak mengajarkan wanita untuk mengemis. (Dodit, show 8).

Sasaran tutur pada wacana (8) mengacu pada kaum perempuan. Hal tersebut ditunjukkan dengan kata pengemis dan Bu. Tuturan ini mengimplikasikan seorang ibu yang berprofesi sebagai pengemis. Pada wacana (8), comic mengimbau kaum perempuan untuk mengilhami dan memanifestasikan perjuangan Kartini. Hal ini ditandai melalui tuturan Kartini membuat emansipasi tidak mengajarkan wanita untuk mengemis.

Kartini mengangkat martabat perempuan Indonesia agar dapat hidup secara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

mandiri, cerdas, produktif, dan tangguh. Berkat kegigihannya itu, dewasa ini, sudah banyak perempuan-perempuan Indonesia yang menjadi sosok penting dan sumber inspirasi bagi rakyat Indonesia. Namun, pada kenyataan lain, gambaran nasib kaum perempuan Indonesia ada yang masih memilukan. Comic mencontohkan perempuan yang berprofesi sebagai pengemis: para perempuan yang hanya mendapat uang hasil rasa haru orang lain.

Pada wacana (8) diceritakan bahwa comic (O1) menaruh iba pada seorang perempuan pengemis (O2) yang kesulitan menaiki dan menuruni angkutan umum.

Oleh karena itu, O1 pun berinisiatif untuk mengantar O2 dengan menggunakan sepeda motornya. Tanpa disadari oleh O2, O1 justru mengantarnya ke kantor

Kesatuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). O1 bermaksud agar O2 mendapat pembinaan agar kelak tidak mengemis lagi. Menilik sikap comic pada seorang perempuan pengemis yang semula dikasihaninya, hal ini dimaksudkan agar siapapun dapat terlibat dan bahu-membahu bersama para aparatur pemerintah terkait dalam pengentasan persoalan pada penyandang masalah kesejahteraan sosial. Di samping itu, comic juga memberi peringatan kepada kaum perempuan agar terus menghidupkan semangat, perjuangan, dan cita-cita Kartini untuk memperadabkan diri perempuan itu sendiri maupun kaum perempuan pada umumnya.

Kedua, untuk mendeskripsikan kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam

WHKS SUCI 4 pada prinsip kerja sama Grice, maka dilakukan pengidentifikasian data (tuturan) yang menghasilkan tawa. Langkah berikutnya adalah mendeskripsikan setiap tuturan yang telah teridentifikasi berdasarkan kepatuhan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

dan ketakpatuhan pada prinsip kerja sama. Langkah terakhir dalam tahapan ini adalah mengelompokkan setiap tuturan berdasarkan tipe-tipe kepatuhan dan ketakpatuhannya pada prinsip kerja sama. Berikut ini adalah contoh hasil analisis datanya.

(9) Saya itu memiliki kelembutan hati seperti Ibu saya. Kalau saya melihat pengemis, dia itu kasihan, naik turun angkot susah. Saya pengen nganu, mbarengi. Saya pengen membonceng dia. Saya kan naik motor.

O1: Ayo Bu, saya bonceng. Naik motor saya. Ngeng. O1: Silakan turun, Bu. Kita sudah sampai. O2: Di mana nih? O1: Kantor Satpol PP.

Kartini membuat emansipasi tidak mengajarkan wanita untuk mengemis. (Dodit, show 8).

Wacana (9) mematuhi maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim cara, tetapi tidak mematuhi maksim relevansi. Bagian wacana ini yang mematuhi maksim kuantitas dapat dilihat dari tuturan O1 yang menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang memiliki kelembutan hati dan punya empati terhadap orang lain. Hal ini ditunjukkan melalui tuturan Saya itu memiliki kelembutan hati seperti

Ibu saya. Kalau saya melihat pengemis, dia itu kasihan. Sebagai bukti kebaikan hatinya, lantas comic menerangkannya berupa tuturan tambahan melalui dialog.

O2, yang merupakan seorang pengemis, dibantu oleh O1 dengan memboncengkannya di sepeda motornya karena tidak tahan melihat O2 yang kesulitan saat keluar-masuk dari angkutan umum. Nahasnya, O1 tidak mengantarkan O2 ke tempat yang dikehendakinya, melainkan menurunkannya di kantor Kesatuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Sementara itu, bagian wacana (9) yang mematuhi maksim kualitas yakni

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

terdapat pada tuturan Saya pengen membonceng dia dan Ayo Bu, saya bonceng.

Kedua tuturan ini mengimplikasikan keselarasan perbuatan dan perkataan comic.

Selain itu, wacana ini mematuhi maksim cara karena penuturan comic jelas dan tidak ada tuturan yang taksa. Berkenaan dengan ketaksaan, tuturan yang bergaris bawah di atas menimbulkan reaksi tawa karena adanya pemahaman penonton terhadap konteks tuturan tersebut, yakni bahwa pengemis yang dibawa maupun ditahan di kantor tersebut pada umumnya akan diberi pendampingan dan pembinan agar tidak mengemis lagi. Hal ini justru tidak dikehendaki oleh pengemis karena meminta-minta adalah satu-satunya jalan bagi mereka agar tetap hidup.

Wacana di atas tidak mematuhi maksim relevansi karena tuturan awal O1 yang mengklaim dirinya sebagai pribadi yang memiliki kelembutan hati, tidak sejalan dengan realitasnya, yaitu ketika O1 memboncengi O2, O1 justru mengantarkannya ke kantor Satpol PP.

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode infromal dan metode formal. Metode informal menyajikan hasil analisis data berupa kata-kata biasa yang dapat dipahami secara mudah oleh pembaca, sedangkan metode formal menyajikan hasil analisis data berupa tanda dan lambang (Sudaryanto, 2015: 241).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

1.8 Sistematika Penyajian

Penyajian hasil penelitian ini dijabarkan ke dalam empat bab. Bab I merupakan pendahuluan, yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi pembahasan perihal sasaran kritik dan hal yang dikritik dalam WHKS SUCI 4.

Bab III berisi analisis kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam WHKS SUCI 4 pada prinsip kerja sama. Bab IV merupakan bab penutup, yang mencakup kesimpulan dan saran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

BAB II

SASARAN KRITIK DAN HAL YANG DIKRITIK

DALAM WACANA HUMOR KRITIK SOSIAL SUCI 4

2.1 Pengantar

Stand Up Comedy merupakan genre komedi yang disampaikan melalui aktivitas berbicara (secara lisan). Di dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan. Dengan demikian, pertunjukan SUC, termasuk SUCI 4, dilandasi oleh orientasi pada tujuan tertentu, di samping sebagai media hiburan. Di dalam penelitian ini, tujuan komedi para comic dalam

SUCI 4 berorientasi pada kritik sosial. Berkenaan dengan itu, hal yang dikaji dalam bab ini adalah siapa sasaran kritik dan apa hal yang dikritikkan oleh comic.

Pada pembahasan berikut ini, data pertama-tama diklasifikasi menurut siapa sasaran kritik, kemudian ditelaah apa saja hal yang dikritik. Sasaran kritik dan hal yang dikritik dalam WHKS dijabarkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1 Sasaran Kritik dan Hal yang Dikritik dalam WHKS SUCI 4

No. Sasaran Kritik Hal yang Dikritik Kebijakan Diskriminatif 1 Pemerintah Kinerja Pemerintah Kegagalan Penegakan Aturan Kinerja Anggota DPR 2 Anggota DPR Kebiasaan Tidur saat Rapat Perilaku Korupsi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

Kemunafikan Anggota Ormas Islam 3 Anggota Ormas Sikap Intoleransi Ormas Islam Kesalahpahaman atas Konsepsi Kesetaraan Gender Perempuan Profesi Perempuan 4 Indonesia Kecemburuan yang Berlebihan Kesadaran Wanita Muslim untuk Berkerudung Kualitas Program Pertelevisian 5 Jam Tayang Iklan Indonesia Diskriminasi Peran Keaktoran 6 Pedangdut Wanita Musikalitas 7 Orangtua Pola Asuh Orangtua terhadap Anak Sikap Apatis Pemuda Betawi pada Tanjidor Kesadaran Masyarakat Jakarta dalam Penanganan Banjir 8 Masyarakat Lokal Perilaku Penonton Dangdut Tingkah Laku Pelajar Bintaro Stigma Masyarakat terhadap Orang Kurus Sikap Politik dalam Pileg dan Pilpres 2014

9 Masyarakat Luas Minimnya Penghargaan terhadap Dokter Sikap Individualistis akibat Penggunaan Handphone Kualitas Permainan Timnas Indonesia 10 Persepakbolaan Kualitas Wasit Indonesia Tindakan Provokasi Ketiadaan Pembelajaran Sasando 11 Institusi Pendidikan Pelaksanaan MOS Kualitas Gizi di Pondok Pesantren Pemilihan Lokasi Pendeklarasian sebagai Capres 12 Tokoh Tindakan Kekerasan Fisik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

2.2 Pemerintah

Pemerintah, baik pusat maupun daerah, merupakan badan negara yang bertanggung jawab atas tata kelola pemerintahan. Adapun tugas pemerintah secara garis besar yaitu menjalankan kekuasaan atas tugas (undang-undang dan peraturan/hukum) yang dibuat oleh anggota legislatif (Tim Nasional Dosen

Pendidikan Kewarganegaraan, 2010: 91). Pelaksanaan kekuasaan tersebut meliputi wewenang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik dalam suatu kelompok masyarakat dan wilayah, baik pada tataran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah bertanggung jawab secara penuh dan langsung terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat. Oleh karena perannya tersebut, pemerintah pun menjadi salah satu lembaga negara yang mendapat perhatian publik. Masyarakat melaksanakan fungsi pengawasan untuk mengetahui dan mengkritisi kinerja pemerintah. Perhatikan ketiga wacana berikut.

(10) Teman-teman, teman-teman tahu gedung Kementerian Desa Tertinggal itu ada di mana? Ada di Jakarta. Fungsinya apa? Itu sama seperti kita buat orang-orangan sawah taruh di laut. Buat apa? Mau usir paus pakai orang-orangan sawah, hah? Maksud saya, tempatkan segala sesuatu itu berdasarkan fungsinya. Kementerian Desa Tertinggal ya taruh di desa tertinggal begitu. Taruh di desa tertinggal. Kalau taruh di Jakarta, tiap pagi dia bangun buka jendela, begitu. Dia buka.

O1: Wah, bangunan sudah banyak, gedung sudah banyak. Wah, Indonesia sudah maju. Kalau taruh di desa tertinggal, begitu buka jendela. O1: Hei, ini jendela di mana ini?

Saking tertinggalnya, jendela saja tidak ada. Mungkin itu karena namanya Kementerian Desa Tertinggal, jadi menterinya di sini, desanya ditinggal. (Abdur, show 17).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

(11) Saya kasih tahu ya, kehidupan di Lampung itu keras, ekstrim. Tingkat kejahatan di Lampung itu tinggi, bahkan lebih tinggi daripada Jakarta. Di Jakarta ini kan jarang ada begal, ada rampok, rampok motor. Kalau di Lampung itu banyak betul. Iya serius ini. Tawa kamu. Di Lampung itu banyak begal. Kalau orang naik motor sendirian, apalagi kalau di jalan sepi, udah itu. Berharap aja di rumah punya nyawa cadangan, karena pasti dibegal. Iya. Orang mau ke pasar aja kebegal. Bahkan mau ke warung aja kebegal. Orang mau ngebegal, dibegal. Karena begal itu suka nyari tempat sepi; bawa golok nungguin orang datang. Tiba-tiba di belakangnya ada begal, bawa pistol, todong.

O1: Oi, sini motor kamu. O2: Oi, saya ini begal. Kok kamu begal? Saya ini bawa golok saya ini. O1: Woi, saya bawa pistol. O2: Senjata kamu lebih canggih rupanya. Ya udahlah, ambil motor saya. Udahnya, dia nelpon polisi kan. O2: Pak, tolong Pak. Ini motor saya dibegal Pak. O3: Oh iya, tunggu, Dek. Saya juga lagi dibegal ini. (Wendi, pre show 2).

(12) Ngomongin transportasi, khususnya di Jakarte, orang Betawi punya peran penting: jaga parkir. Parkir itu vital banget di Jakarta, sampai ada kebijakan dilarang parkir. Yang ngelanggar dicabut pentilnya. Tapi, kebijakan itu gagal. Ya iyalah. Pentil doang mah bisa beli. Kalau mau sukses, pentilnya loe taroh, motornya loe angkut. (David, show 10).

Sasaran tutur pada ketiga wacana tersebut mengacu pada pemerintah.

Wacana (10) ditandai dengan frasa kementerian desa tertinggal. Tuturan ini mengimplikasikan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, yang juga termasuk dalam jajaran pemerintah. Wacana (11) ditunjukkan melalui tuturan

Tingkat kejahatan di Lampung itu tinggi. Tuturan ini mengimplikasikan pemerintah provinsi Lampung, yang berfungsi sebagai penanggung jawab dalam memberikan perlindungan dan pengamanan bagi masyarakat Lampung. Wacana

(12) ditandai melalui tuturan parkir itu vital banget di Jakarta, sampai ada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

kebijakan dilarang parkir. Tuturan ini mengimplikasikan pemerintah sebagai sasaran kritik –karena sebagai pencanang dan pelaksana aturan tersebut.

Hal-hal yang dikritik kepada pemerintah adalah sebagai berikut. Pertama, kebijakan diskriminatif pemerintah pusat. Kedua, kinerja pemerintah. Ketiga, kegagalan penegakan aturan.

2.2.1 Kebijakan Diskriminatif

Wacana (13) memuat kritikan comic atas sikap diskriminasi pemerintah pusat perihal pelaksanaan dan pemerataan pembangunan daerah-daerah di

Indonesia.

(13) Saya heran, pembangunan itu selalu dibeda-bedakan, selalu dibeda-bedakan. Padahal, kita ini kan satu Ibu Pertiwi, teman- teman, satu Ibu Pertiwi. Saya itu terkadang berpikir itu dengan frasa Ibu Pertiwi. Kalau kita memang satu Ibu Pertiwi begitu, apakah memang dulu itu ada satu seorang perempuan, kemudian melahirkan pulau-pulau di Indonesia kah? Iya, jadi kamar bersalin begitu, lampu terang, follow spot di mana-mana begitu, kemudian Ibu Pertiwi berbaring.

O1: Ya, Ibu Per. Ini panggilan akrab Ibu Pertiwi, ya. O1: Ya, Ibu Per, tarik nafas dalam-dalam, Ibu. Terus Ibu, terus, iya, terus, kuat, terus, kepalanya sudah keluar, oke, ya. Sumatera.

Sumatera lahir, dan itu adalah pulau yang paling susah lahir karena gunungnya paling banyak. Itu Ibu Pertiwi sampai robek- robek itu. Dan mungkin setelah itu, Kalimantan lahir, Jawa lahir, Bali lahir, dan pulau-pulau di bagian Indonesia Timur itu lahirnya paling terakhir.

O1: Ya, Ibu Per, tarik nafas dalam-dalam, Ibu. Terus Ibu, iya terus, sedikit lagi, sedikit lagi, kepalanya sudah keluar, oke, iya, listrik mati.

Begitulah cara kami lahir. Makanya wajar kalau kami gelap-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

gelap. (Abdur, show 17).

Wacana di bawah ini berisi kritikan comic atas sikap diskriminasi pemerintah pusat perihal pemerataan pembangunan infrastruktur daerah-daerah di

Indonesia.

(14) Di Malang itu teman-teman, saya suka sekali nonton Arema di stadion; dan aremania di sana itu sudah mulai ada kubu- kubunya. Jadi, ada aremania tribun utara, tribun selatan, tribun ekonomi, manajemen, akuntasi, oi macam-macam, macam- macam. Akhirnya saya berpikir, kayaknya saya juga harus buat kubu sendiri. Saya beri nama Aremania tribun tenggara timur laut. Yang lain bawa terompet, kami bawa kompas. “Ini tenggara timur laut di bagian mana?” Begitu dapat tempat duduk, ada yang protes, “ Ah, di sini bukan tenggara timur laut. Di sini ini selatan barat daya.” Akhirnya harus cari lagi. Begitu dapat tempat duduk yang benar, pertandingan sudah bubar. Tapi teman-teman, paling tidak enak itu kalau kalian nonton dari tribun timur, karena kalau di tribun barat itu nonton pakai lampu, cahaya terang kelap-kelip di mana-mana, tapi di tribun timur itu masih gelap, listrik tidak ada. Di tribun barat itu dikasih kursi, dikasih sofa, makan enak-enak, tapi di tribun timur itu masih beralaskan tanah, makan seadanya. Bahkan orang dari tribun barat itu berteriak ke tribun timur, “Woi, kalian yang ada di tribun timur, sabar saja, nanti kami bangun kursi di situ. Kami kasih makan enak.” Tetapi, sampai pertandingan berakhir tidak ada yang datang. (Abdur, show 9).

Wacana (15) mengandung kritikan comic atas sikap diskriminasi pemerintah pusat terhadap penanggulangan bencana alam di daerah terpencil di Indonesia.

(15) Teman-teman, di sini ada yang tahu Rokatenda? Tidak ada. Inilah suara minor yang mau saya bawa malam ini. Teman- teman, Rokatenda adalah gunung berapi di Pulau Flores. Dia meletus dari bulan Oktober 2012 sampai Desember 2013. Empatbelas bulan, empatbelas bulan. Bahkan dari pertama kali dia meletus sampai dia ulang tahun yang pertama, tiup- tiup lilin, tidak ada kado yang datang, tidak ada. Wajar kalau teman-teman tidak tahu karena memang berita Rokatenda meletus pada waktu itu, itu tertutup oleh berita banjir Jakarta. Bahkan berita banjir Jakarta itu diarahkan menjadi bencana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

nasional karena merugikan negara hampir duapuluh triliun. Rokatenda selama empatbelas bulan meletus itu negara cuma rugi seribu rupiah. Iya, dua koin lima ratus untuk tutup telinga. (Abdur, show 1).

Abdur, penutur wacana (13) merupakan comic yang berasal dari Desa

Lamakera, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Dalam penampilannya, Abdur sering kali mengungkapkan keprihatinannya dengan mengangkat isu sosial seputar kehidupan masyarakat Indonesia Timur (kawasan Indonesia yang merujuk pada daerah Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara).

Pada wacana (13), comic mengkritisi sikap diskriminatif pemerintah pusat dalam melaksanakan pembangunan (seperti pembangunan manusia dan pembangunan infrastruktur) di Indonesia Timur. Hal ini ditandai melalui tuturan

(1) Saya heran, pembangunan itu selalu dibeda-bedakan, selalu dibeda-bedakan dan (2) Pulau-pulau di bagian Indonesia Timur itu lahirnya paling terakhir.

Kedua tuturan kunci di atas mengimplikasikan kesenjangan dan dikotomi pembangunan manusia dan pembangunan infrastruktur antara daerah-daerah di

Indonesia, khususnya di kawasan Indonesia Timur. Dalam pembangunan nasional,

Indonesia Timur memang selalu dikebelakangkan.

Pada wacana (14), comic mengkritisi perbedaan perlakuan pemerintah dalam pemerataan pembangunan daerah-daerah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan pada tuturan Tapi teman-teman, paling tidak enak itu kalau kalian nonton dari tribun timur, karena kalau di tribun barat itu nonton pakai lampu, cahaya terang kelap-kelip di mana-mana, tapi di tribun timur itu masih gelap, listrik tidak ada.

Di tribun barat itu dikasih kursi, dikasih sofa, makan enak-enak, tapi di tribun timur itu masih beralaskan tanah, makan seadanya. Pernyataan ini merupakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

tuturan figuratif yang mengimplikasikan konteks ketidakmerataan pembangunan di Indonesia. Frasa tribun timur mengacu pada daerah-daerah Indonesia Timur yang digambarkan miskin infrastruktur dan kebutuhan hidup. Sebaliknya, frasa tribun barat mengacu pada daerah-daerah Indonesia Barat yang dilukiskan memiliki pembangunan infrastruktur yang baik dan berpenduduk sejahtera.

Pada wacana (15), comic mengeluhkan minimnya perhatian pemerintah pusat pada daerah-daerah terpencil di Indonesia. Hal ini ditandai pada kalimat

Bahkan dari pertama kali dia meletus sampai dia ulang tahun yang pertama, tiup- tiup lilin, tidak ada kado yang datang, tidak ada. Tuturan ini mengimplikasikan periode terakhir letusan Gunung Rokatenda yang terjadi selama satu tahun, yakni pada Oktober hingga Desember 2013. Rokatenda merupakan gunung berapi yang tepatnya berada di Pulau Palue, sebelah utara Pulau Flores. Akibat letusan ini, beberapa desa dihujani kerikil dan abu vulkanik, ketersediaan pangan dan air bersih berkurang, dan lima warga sekitar Rokatenda meregang nyawa akibat tersapu awan panas. Meskipun bencana alam ini berlangsung lama, comic mengklaim bahwa pemerintah pusat tidak memberikan bantuan logistik dan uang kepada korban letusan Rokatenda.

2.2.2 Kinerja Pemerintah

Wacana (16) berikut memuat kritikan terhadap kinerja Kementerian Negara

Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia.

(16) Teman-teman, teman-teman tahu gedung Kementerian Desa Tertinggal itu ada di mana? Ada di Jakarta. Fungsinya apa? Itu sama seperti kita buat orang-orangan sawah taruh di laut. Buat apa? Mau usir paus pakai orang-orangan sawah, hah?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

Maksud saya, tempatkan segala sesuatu itu berdasarkan fungsinya. Kementerian Desa Tertinggal ya taruh di desa tertinggal begitu. Taruh di desa tertinggal. Kalau taruh di Jakarta, tiap pagi dia bangun buka jendela, begitu. Dia buka.

O1: Wah, bangunan sudah banyak, gedung sudah banyak. Wah, Indonesia sudah maju. Kalau taruh di desa tertinggal, begitu buka jendela. O1: Hei, ini jendela di mana ini? Saking tertinggalnya, jendela saja tidak ada. Mungkin itu karena namanya Kementerian Desa Tertinggal, jadi menterinya di sini, desanya ditinggal. (Abdur, show 17).

Wacana berikut berisi kritikan terhadap kinerja pemerintah Lampung dalam melindungi dan mengamankan masyarakat Lampung dari tindakan kejahatan.

(17) Saya kasih tahu ya, kehidupan di Lampung itu keras, ekstrim. Tingkat kejahatan di Lampung itu tinggi, bahkan lebih tinggi daripada Jakarta. Di Jakarta ini kan jarang ada begal, ada rampok, rampok motor. Kalau di Lampung itu banyak betul. Iya serius ini. Tawa kamu. Di Lampung itu banyak begal. Kalau orang naik motor sendirian, apalagi kalau di jalan sepi, udah itu. Berharap aja di rumah punya nyawa cadangan, karena pasti dibegal. Iya. Orang mau ke pasar aja kebegal. Bahkan mau ke warung aja kebegal. Orang mau ngebegal, dibegal. Karena begal itu suka nyari tempat sepi; bawa golok nungguin orang datang. Tiba-tiba di belakangnya ada begal, bawa pistol, todong.

O1: Oi, sini motor kamu. O2: Oi, saya ini begal. Kok kamu begal? Saya ini bawa golok saya ini. O1: Woi, saya bawa pistol. O2: Senjata kamu lebih canggih rupanya. Ya udahlah, ambil motor saya. Udahnya, dia nelpon polisi kan. O2: Pak, tolong Pak. Ini motor saya dibegal Pak. O3: Oh iya, tunggu, Dek. Saya juga lagi dibegal ini. (Wendi, pre show 2).

Pada wacana (16), comic mengkritisi kinerja Kementerian Negara

Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia. Hal ini ditandai berupa tuturan Teman-teman tahu gedung Kementerian Desa Tertinggal itu ada di mana?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

Ada di Jakarta. Fungsinya apa? Tuturan ini mengimplikasikan gagasan comic yang menganggap bahwa hasil kinerja Kementerian Negara Pembangunan Daerah

Tertinggal dalam pembangunan dan pengembangan daerah tertinggal tidak berjalan optimal. Comic beranggapan bahwa hal ini terjadi karena lokasi kantor kementerian tersebut berada di Jakarta, sehingga tidak menjangkau dan melihat persoalan rakyat secara dekat dan empiris.

Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa 2014, terdapat 20.168 desa tertinggal. Adapun sebaran desa tertinggal terbanyak di Pulau Papua, dengan jumlah mencapai 6.139 desa. Secara umum, desa-desa tertinggal banyak terdapat pada wilayah yang berada di kawasan Indonesia Tengah dan Indonesia Timur

(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/20/141445026/20.168.Desa.di.I ndonesia.Masih.Tertinggal).

Menilik pada kenyataan itu, comic berpandangan bahwa pengurangan jumlah desa tertinggal di Indonesia dapat ditempuh dengan menempatkan kantor

Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal di kawasan atau daerah yang tergolong tertinggal. Langkah ini bertujuan agar kementerian tersebut mengenal secara dekat persoalan dan kebutuhan masyarakat desa tertinggal, sehingga kebijakan dan program untuk mengurangi keberadaan dan pertumbuhan desa tertinggal pun dapat terimplementasi dengan baik.

Pada wacana (17), comic mengkritisi kinerja pemerintah Lampung dalam memberikan perlindungan dan keamanan bagi masyarakatnya seiring dengan maraknya aksi kejahatan begal di Lampung saat itu. Hal tersebut ditunjukkan pada tuturan Kehidupan di Lampung itu keras, ekstrim. Tingkat kejahatan di Lampung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

itu tinggi dan Di Lampung itu banyak begal. Tuturan ini mengimplikasikan tingginya angka kejahatan begal di Lampung.

Berikut ini adalah fakta kejahatan begal yang terjadi di Lampung pada

2014 lalu. Teraslampung.com (18/9/14) mewartakan, gembong komplotan begal bersenjata api asal Lampung Timur berhasil diringkus Resmob Subdit III

Ditkrimum Polda Lampung, Kamis (18/9) siang. Tersangka yang diamankan yaitu

Suheili, warga Dusun Mas, Desa Tebing, Kecamatan Melinting, Kabupaten

Lampung Timur dan Afen Kurniawan, warga Maringgai, Kecamatan Labuhan

Maringgai, Kabupaten Lampung Timur.

Kedua tersangka telah melakukan pencurian motor puluhan kali di beberapa tempat. Dalam beraksi, keduanya membekali diri dengan senjata api maupun senjata tajam. Seorang wanita pernah menjadi korban pembunuhan mereka saat menjalankan aksi pencurian (http://www.teraslampung.com/2014/09/gembong- komplotan-begal-bersenpi.html).

2.2.3 Kegagalan Penegakan Aturan

Wacana (18) berisi kritikan terhadap kegagalan pemerintah DKI Jakarta dalam menegakkan aturan tertib parkir kendaraan bermotor.

(18) Ngomongin transportasi, khususnya di Jakarte, orang Betawi punya peran penting: jaga parkir. Parkir itu vital banget di Jakarta, sampai ada kebijakan dilarang parkir. Yang ngelanggar dicabut pentilnya. Tapi, kebijakan itu gagal. Ya iyalah. Pentil doang mah bisa beli. Kalau mau sukses, pentilnya loe taroh, motornya loe angkut. (David, show 10).

David adalah comic yang berasal dari suku Betawi. Dalam penampilannya,

David sering kali menuangkan keresahannya dengan mengangkat isu sosial

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

seputar kehidupan masyarakat Betawi dan masyarakat Jakarta pada umumnya.

Pada wacana (18), comic mengkritisi kegagalan kebijakan pemerintah DKI

Jakarta dalam memberlakukan sanksi pencabutan pentil pada kendaraan bermotor yang melanggar rambu larangan parkir dan berhenti di bahu jalan raya. Hal ini ditandai melalui tuturan Parkir itu vital banget di Jakarta, sampai ada kebijakan dilarang parkir. Tapi, kebijakan itu gagal.

Pada 2014 yang lalu, pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan aturan berupa larangan memarkir dan memberhentikan kendaraan bermotor di bahu jalan yang telah diberi rambu larangan tersebut sebagai upaya untuk menegakkan kembali aturan lalu lintas dan mengurai kemacetan. Comic mengungkapkan bahwa aturan ini gagal ditegakkan. Sanksi atas pelanggaran peraturan itu tidak membuat jera karena pelanggar akan dengan mudah membeli dan memasang kembali pentil pada kendaraan bermotornya.

Berikut ini adalah salah satu penyebab gagalnya aturan ini ditegakkan, seperti penuturan Kompas.com (24/9/2013). Tukang parkir yang menyediakan lahan parkir di bahu jalan tidak mau kalah dengan aksi cabut pentil ban kendaraan oleh petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Mereka memberi jaminan pentil dan dipompa. Di samping itu, minimnya fasilitas parkir yang tersedia di Jakarta menyebabkan pemilik kendaraan kembali pada kebiasaan lamanya, yakni parkir secara serampangan (http://nasional.kompas.com/read/2013/09/24/0842289/

Tukang.Parkir.Beri.Garansi.Pentil.Ban.yang.Dicabut).

Pemerintah melalui Dinas Perhubungan harus lebih keras dalam menindak para pelaku parkir liar. Comic pun mengusulkan agar kendaraan bermotor, baik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

sepeda motor maupun mobil, yang diparkir di badan jalan secara liar untuk diderek atau diangkut ke kantor dinas atau lembaga terkait untuk menimbulkan efek jera bagi pemilik kendaraan tersebut.

2.3 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik pusat maupun daerah, merupakan salah satu lembaga tinggi negara yang secara konstitusional mengemban tugas melaksanakan kedaulatan rakyat. Berdasarkan UUD 1945, DPR RI memiliki wewenang dan fungsi sebagai berikut: membentuk undang-undang bersama-sama presiden, menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara bersama-sama presiden dan melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan atas kebijaksanaan pemerintah (Budiardjo, (eds.), 1993: 8).

Sementara itu, pada tataran daerah (provinsi dan kabupaten/kota), DPR

Daerah (DPRD) berwewenang dan berfungsi sebagai berikut: membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah, menetapkan anggaran dan belanja daerah bersama-sama kepala daerah dan melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan peraturan daerah dan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Sebagai institusi demokrasi, DPR belum menjalankan fungsinya dengan baik (Ibid., hlm.5). Oleh karena itu, kiprah dan kinerja para legislator ini pun selalu dipantau oleh para konstituennya maupun rakyat Indonesia secara umum.

Adapun fungsi pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengetahui tanggung jawab dan komitmen anggota DPR dalam menjalankan fungsi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

keterwakilan dan sebagai pelayan masyarakat. Perhatikan ketiga wacana di bawah ini.

(19) DPR itu tugasnya kan untuk mendengarkan suara rakyat, aspirasi rakyat. Tapi, gimana caranya DPR mendengarkan suara rakyat ketika DPR dihalangi oleh tembok yang begitu tinggi, pakai, naik ke kantor, ke kantor itu pakai Camry. Ya kan? Seharusnya DPR itu bukan diletakkan di Senayan, tapi di tengah-tengah pasar. Iya. Di pasar itu kan segala macam ada kan? Dari tukang ayam sampai tukang cabe, ayam kampus, cabe-cabean. Ada gitu. (Dzawin, show 6).

(20) Caleg. Caleg ini mereka berebut kursi, tapi setelah mereka menang dan duduk di kursi itu, mereka malah tidur, dan lebih parahnya lagi yang mimpin rapat udah tahu yang dengerin tidur, rapatnya masih gitu-gitu aja. Ini