Moluska Di Pulau Kabaena, Muna, Dan Buton, Sulawesi Tenggara
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2016 1(2): 61–72 Moluska di Pulau Kabaena, Muna, dan Buton, Sulawesi Tenggara Molluscs in Kabaena, Muna, and Buton Islands, Southeast Sulawesi Hendrik A.W. Cappenberg Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Email: [email protected] Submitted 7 March 2016. Reviewed 22 June 2016. Accepted 21 July 2016. Abstrak Pulau Kabaena, Muna, dan Buton di perairan Sulawesi Tenggara memiliki daerah rataan terumbu (reef flat) yang cukup luas dan kaya akan biota laut, termasuk moluska. Untuk mengetahui kondisi komunitas moluska di perairan tersebut, dilakukan penelitian pada bulan Mei 2006 di lima lokasi, yaitu di Pulau Kabaena (2 stasiun), Pulau Muna (1 stasiun), dan Pulau Buton (2 stasiun). Metode yang digunakan ialah metode transek kuadrat mulai dari tepi pantai tegak lurus ke arah laut (tubir). Dari penelitian ini didapat 74 spesies moluska yang terdiri dari 49 spesies dari kelas Gastropoda dan 25 spesies dari kelas Bivalvia. Polinices tumidus, Engina alveolata, Vexillum sp., dan Morula margariticola dari kelas Gastropoda serta Gafrarium tumidum, Tellina sp.1, dan Barbatia decussata dari kelas Bivalvia adalah moluska yang memiliki penyebaran relatif luas. Kepadatan moluska tertinggi terdapat di Teluk Kalimbungu (19,2 individu/m2) dan yang terendah di Lakeba (3,5 individu/m2). Haelicus variegatus merupakan spesies yang mendominasi substrat pasir di Teluk Kalimbungu. Moluska yang ditemukan dalam penelitian ini adalah spesies yang umum tersebar di perairan tropis. Nilai indeks keanekaragaman spesies (H’) berkisar 1,54–2,88. Nilai ini menunjukkan keanekaragaman spesies moluska dalam kondisi sedang. Indeks kemerataan spesies (J’) berkisar 0,56–0,92 dan nilai indeks dominasi spesies (C) berkisar 0,08–0,40. Kedua nilai tersebut menunjukkan bahwa komunitas moluska di setiap lokasi penelitian berada dalam kondisi yang cukup baik. Kata kunci: moluska, Gastropoda, Bivalvia, komunitas, Sulawesi Tenggara. Abstract Kabaena, Muna, and Buton islands in Southeast Sulawesi waters have quite wide reef flats and rich in marine life, including molluscs. To determine the condition of mollusc communities in these waters, a study was conducted in May 2006 in five locations, namely Kabaena Island (2 stations), Muna Island (1 station), and Buton Island (2 stations). The method used was transect squares starting from the beachfront perpendicular to the direction of the sea (the edge). From this study, 74 species of molluscs were obtained that consisted of 49 species of the class Gastropoda and 25 species of the class Bivalvia. Polinices tumidus, Engina alveolata, Vexillum sp., and Morula margariticola of the class Gastropoda and Gafrarium tumidum, Tellina sp.1, and Barbatia decussata of the class Bivalvia were molluscs that had a relatively wide distribution. The highest mollusc density was found in Kalimbungu Bay (19.2 individuals/m2) and the lowest was in Lakeba (3.5 individuals/m2). Haelicus variegatus was a species that dominated the sand substrate in 61 Cappenberg Kalimbungu Bay. The molluscs found in this study were common species in tropical waters. The value of species diversity index (H') ranged from 1.54 to 2.88. This value indicated the diversity of mollusc species was of moderate condition. Evenness index (J') ranged from 0.56 to 0.92 and dominance index (C) ranged from 0.08 to 0.40. Both values showed that the mollusc communities in each study site were in a good condition. Keywords: molluscs, Gastropoda, Bivalvia, community, Southeast Sulawesi. Pendahuluan Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki banyak pulau yang tersebar dari utara hingga Moluska merupakan salah satu biota laut selatan. Beberapa pulau besar yang terletak cukup yang mempunyai keanekaragaman jenis yang berdekatan dengan daratan utama adalah Pulau tinggi dan memiliki peran cukup penting dalam Kabaena, Pulau Muna, dan Pulau Buton. Selain suatu ekosistem sebagai komponen dalam rantai memiliki sumber daya perikanan yang sangat makanan, baik sebagai pemangsa (predator), potensial, ketiga pulau ini juga kaya akan bahan maupun menjadi mangsa. Dengan cara hidupnya tambang seperti nikel yang terdapat di Pulau yang menempel, membenamkan diri atau menetap Kabaena, aspal dan batu marmer yang tersebar di dalam substrat, maka kehadiran dan distribusi Pulau Muna dan Pulau Buton. Di sepanjang moluska sangat dipengaruhi oleh perubahan yang pesisir pantai lokasi pengamatan tumbuh vegetasi terjadi dalam ekosistem lingkungan (Fadillah, bakau dengan kondisi yang masih baik dan 2006; Hartoni & Agussalim, 2013). Berdasarkan didominasi oleh Rhizophora apiculata (Tarigan, cara hidupnya, moluska sering dipakai sebagai 2008). Di bagian tengah rataan pasang surut indikator dalam menentukan tingkat pencemaran tumbuh lamun dan alga dengan persentase tutupan suatu perairan (Rachmawaty, 2011). yang bervariasi. Berdasarkan kerapatan, tutupan, Salah satu bagian dari ekosistem pesisir dan dan biomassanya, keberadaan lamun di perairan laut adalah daerah pasang surut (intertidal). Zona ketiga pulau tersebut berada dalam kondisi cukup intertidal merupakan daerah yang paling sempit baik. Bakau, lamun, dan karang, selain memiliki dibandingkan zona laut yang lain (Nybakken, nilai ekologis yang cukup penting, juga memiliki 1992), terletak antara pasang tertinggi dan surut peran fisik yang cukup besar untuk melindungi terendah. Semakin landai suatu pantai, maka zona daerah pantai dari abrasi akibat ombak besar atau intertidalnya semakin luas. Sebaliknya, semakin badai/tsunami. terjal pantai maka zona intertidalnya semakin Perairan Sulawesi Tenggara dan sekitarnya sempit. Dalam zona ini secara periodik terjadi dipengaruhi oleh massa air Laut Banda dan Laut perubahan suhu yang cukup ekstrem akibat proses Flores, sehingga faktor fisik maupun kimia pasang surut. Dengan kondisi seperti ini, maka perairan yang ada sangat terkait dengan hanya biota yang mampu beradaptasi dengan karakteristik massa air Laut Banda (Simbolon & lingkungan tersebut dapat bertahan hidup dan Tadjuddah, 2008). Hal ini sangat memengaruhi berkembang biak. Pada saat surut, moluska akan keberadaan biota laut termasuk moluska di pesisir membenamkan dirinya dalam substrat pasir atau pantai Pulau Kabaena, Pulau Muna, dan Pulau lumpur, menutup rapat operkulum, atau Buton. Keberadaan moluska di ketiga pulau berlindung di balik daun lamun, bakau atau tersebut belum pernah diteliti sebelumnya, karang, sehingga tidak kehilangan air dan dapat sehingga informasi tentang kondisi moluska bertahan hidup. belum ada. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan Berbagai penelitian tentang moluska di penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi perairan pantai sudah banyak dilakukan di jenis, kepadatan, dan keanekaragaman moluska di Indonesia (Cappenberg, 2006; Dibyowati, 2009: daerah intertidal, serta keberadaan berbagai Islami & Mudjiono, 2009; Mudjiono, 2009; Arbi, spesies moluska di lokasi tersebut. 2010; Istiqlal et al., 2013), sehingga keberadaan spesies tertentu dan struktur komunitas moluska di sebagian wilayah pantai sudah dapat diketahui Metodologi dengan pasti, namun di beberapa daerah lain struktur komunitas moluska masih belum banyak Penelitian dilakukan di lima lokasi yaitu diketahui. Teluk Kalimbungu dan Teluk Pising di Pulau Kabaena, Teluk Lasongko di Pulau Muna, serta 62 Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2016 1(2): 61–72 Labuhan Belanda dan Lakeba di Pulau Buton, S = jumlah spesies pada bulan Mei 2006 (Gambar 1). Pengambilan sampel moluska secara kuantitatif dilakukan Indeks Dominasi spesies (C): dengan menggunakan metode transek kuadrat C = ∑ (ni/N)2 (Loya, 1978; Heryanto et al., 2006). Tali transek Keterangan : ditarik tegak lurus garis pantai sepanjang 100 m ni = jumlah individu tiap spesies yang dimulai dari tepi pantai ke arah tubir saat air N = jumlah total individu semua spesies surut. Plot pengambilan sampel moluska menggunakan kerangka aluminium berukuran 1 x Nilai kepadatan jenis dihitung menurut Misra in 1 m2 yang dilakukan setiap jarak 10 m di Hermanto (2014) sebagai berikut: sepanjang garis transek. Moluska yang ditemukan dalam kuadrat tersebut dicatat jumlahnya. Tipe Jumlah total individu tiap spesies Kepadatan jenis = substrat di setiap lokasi pengamatan dicatat untuk Luas total memberi gambaran zonasi fauna tersebut. Identifikasi spesies moluska dilakukan dengan merujuk pada Abbott & Dance (1990), Poutiers Hasil (1998), dan Dharma (2005). Penghitungan nilai-nilai struktur komunitas Karakteristik Habitat seperti indeks keanekaragaman spesies (H’), Kondisi substrat di empat lokasi indeks kemerataan spesies (J’), dan indeks pengamatan, yakni Teluk Kalimbungu, Teluk dominasi (C) dilakukan berdasarkan Odum Pising, Teluk Lasongko, dan Labuhan Belanda (1971), sebagai berikut : umumnya didominasi oleh substrat pasir-lumpur Indeks Shannon atau keanekaragaman spesies: di bagian tepi pantai, diikuti pasir kasar, pecahan H’ = ∑ (ni/N) ln (ni/N) moluska, dan patahan (fragmen) karang. Keempat Keterangan : lokasi ini terletak di dalam teluk dan memiliki ni = jumlah individu setiap spesies perairan yang relatif tenang. Sebaliknya, Lakeba N = jumlah total individu semua spesies yang terletak di bagian barat daya Pulau Buton memiliki substrat pasir, pasir kasar, dan karang Indeks Evenness (J’) atau kemerataan spesies: mati. Profil daerah pantai (intertidal) di kelima J’ = H’/lnS lokasi pengamatan cukup landai dengan panjang Keterangan : rataan terumbu (reef flat) bervariasi. H’ = indeks keanekaragaman spesies Gambar 1. Stasiun penelitian di Pulau Kabaena, Pulau Muna, dan Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Figure 1. Research stations