INTERNASIONALISASI LESBIAN, GAY, BISEKS, DAN TRANSGENDER OLEH AMERIKA SERIKAT PERIODE 2011-2016

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Rizkiana Yuniarti 1111113000006

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018

ABSTRAK

Skripsi ini menjelaskan upaya-upaya internasionalisasi lesbian, gay, biseks, dan transgender oleh Amerika Serikat periode 2011-2016. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi apa saja upaya-upaya yang dilakukan Amerika Serikat dalam mempromosikan LGBT ke dunia internasional. Selain itu, skripsi ini juga mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh Amerika Serikat dalam mempromosikan LGBT ke dunia internasional. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi pustaka dari sumber buku, jurnal, dan laporan-laporan yang dikeluarkan oleh lembaga terkait, dan juga dari artikel surat kabar elektronik. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan konsep kebijakan luar negeri, diplomasi dan bantuan luar negeri. Dengan menggunakan konsep-konsep tersebut, penulis menemukan bahwa mempromosikan LGBT ke dunia internasional merupakan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Untuk menjalankan kebijakan luar negerinya tersebut, Amerika Serikat melakukan berbagai upaya baik dengan cara diplomasi menggunakan duta besarnya, menunjuk utusan khusus, menemui pemimpin negara, dan juga melakukan konferensi-konferensi serta menyuarakan ajakan untuk melindungi kaum LGBT di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Selain itu, Amerika Serikat juga memberikan bantuan baik secara finansial maupun teknis kepada aktivis pembela kaum LGBT, pemerintah, ataupun bekerjasama dengan sektor swasta, agar dapat lebih menjamin hak-hak kaum LGBT di negara-negara lain. Namun serangkaian upaya tersebut juga menghadapi tantangan-tantangan yang harus dihadapi oleh Amerika Serikat baik dari negara- negara yang masih mendiskriminasi dan mengkriminalisasi LGBT, maupun dari aktivis LGBT itu sendiri.

Kata kunci: Amerika Serikat, LGBT, upaya, hak, tantangan, diskriminasi.

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil„alamin, segala puji dan syukur kepada Allah

Subhanahu wa Ta‟ala atas nikmat, karunia, dan petunjuknya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Internasionalisasi Lesbian, Gay,

Biseks, dan Transgender Oleh Amerika Serikat Periode 2011-2016”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Sosial pada program studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penyelesaian skripsi ini tentu tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Orang tua penulis, Ayahanda Suyud, Ibunda (almarhumah) Ety Hiastuti,

dan juga Ibunda Sapta Rahini, serta kakak penulis Meilani Yudiastuti,

dan juga adik-adik penulis Bagus Ferian Chandra, dan Muhammad Fiqri

yang telah memberikan perhatian, semangat, nasihat, dan selalu

mendoakan penulis dengan tulus agar penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dan lulus dari UIN Jakarta.

2. Bapak A. Syaifuddin Zuhri, S.IP., L.M., selaku dosen pembimbing

skripsi yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan

mengkoreksi serta memberikan masukan dan motivasi terhadap penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ahmad Al Fajri, M.A., selaku Ketua Program Studi Hubungan

Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak

vi

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi dan lulus dari UIN

Jakarta.

4. Ibu Eva Mushoffa, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Program Studi

Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang juga

telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dan lulus dari UIN

Jakarta.

5. Bapak Febri Dirgantara Hasibuan, M.M., selaku dosen penguji skripsi

penulis, yang telah memberikan arahan dan saran-saran kepada penulis

supaya skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Bapak M. Adian Firnas, S.IP., M.SI., selaku dosen pembimbing

proposal skripsi penulis, dan sekaligus sebagai dosen yang memberikan

motivasi dan semangat kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Hubungan Internasional Fakultas

Ilmu Sosial dan lmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu yang banyak dan

bermanfaat kepada penulis selama belajar di UIN Jakarta.

8. Keluarga besar penulis dari pihak Ibu (almarhumah) Ety Hiastuti,

termasuk Nenek penulis dan juga Bude Pakde, Bulik, Paklik, dan juga

sepupu-sepupu penulis. Serta keluarga besar penulis dari pihak Ayah,

termasuk Mbah Putri, dan Pakde, Bude, Bulik, Paklik, dan seluruh

sepupu penulis yang telah memberikan do‟a yang tulus dan semangat

kepada penulis.

vii

9. Sahabat penulis, Arizky Nurillahi, yang telah menjadi tempat curahan

hati selama penulis berusaha menyelesaikan skripsi ini dengan baik,

baik perihal skripsi maupun perihal pribadi lainnya. Sekaligus sebagai

teman yang memberikan solusi ketika penulis menemui kesulitan dalam

proses mengerjakan skripsi.

10. Monna Fathia Sukma teman penulis yang baik hati, memberikan arahan

kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi, sekaligus sebagai

teman curhat pada saat penulis ingin memulai menulis skripsi ini.

11. Teman seperjuangan menyelesaikan skripsi, Selvy Afriyani dan Tiwi

Endarwati yang telah banyak memberikan dorongan semangat, dan

motivasi, serta bantuan-bantuan ketika penulis menemukan hambatan

dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Sahabat penulis, Maulidya Istiqfani terimakasih telah memberikan

semangat luar biasa dan juga do‟a kepada penulis selama proses

mengerjakan skripsi.

13. Asisten rumah tangga penulis, Mbak Narti yang banyak memberikan

dorongan motivasi kepada penulis terutama ketika penulis sedang

merasa tidak percaya diri dalam mengerjakan skripsi. Terimakasih telah

menghibur penulis ketika penulis sedang sedih, sehingga penulis

kembali merasa senang, dan percaya diri melanjutkan pengerjaan

skripsi.

14. Ardhi Setiawan, dan Amar Raunsfikry, selaku teman penulis, sahabat-

sahabat penulis Kiki, Ressy, Sinta, Reny, April, Ajeng, serta semua

viii

teman-teman seperjuangan di Jurusan Hubungan Internasional 2011

UIN Jakarta, dan Kelompok KKN Matahari 2014, yang telah

memberikan semangat kepada penulis demi meraih gelar sarjana sosial.

Semoga apapun bentuk bantuan yang diberikan untuk penulis, mendapatkan imbalan di sisi Allah Subhanahu wa Ta‟ala sebagai amal ibadah, dan semoga

Allah azza wa jalla membalas kebaikan mereka serta memberikan kemudahan- kemudahan untuk segala urusan dan rezeki mereka. Aamiin ya Allah. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan kedepannya.

Jakarta, 31 Mei 2018

Rizkiana Yuniarti

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ...... i LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... iii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...... iv ABSTRAK ...... v KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR ISI ...... x DAFTAR TABEL...... xii DAFTAR GAMBAR...... xiii DAFTAR SINGKATAN...... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah...... 1 B. Pertanyaan Penelitian...... 6 C. Tujuan Penelitian...... 6 D. Tinjauan Pustaka...... 6 E. Kerangka Pemikiran...... 12 F. Metode Penelitian...... 20 G. Sistematika Penulisan...... 21

BAB II LESBIAN, GAY, BISEKS, DAN TRANSGENDER DI AMERIKA SERIKAT A. Kemunculan Kaum Gay dan Pergerakannya di Abad ke 20....24 B. Don‟t Ask Don‟t Tell (DADT)...... 28 C. Defense of Marriage Act (DOMA)...... 32 D. Abad ke 21...... 34 1. Di Bawah Kepemimpinan Presiden ...... 34

BAB III LESBIAN, GAY, BISEKS, DAN TRANSGENDER DI MATA DUNIA INTERNASIONAL A. Hak Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender Dalam Hak Asasi Manusia...... 43 B. Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender Menurut Negara- Negara di Dunia...... 50 1. Amerika Serikat dan Kanada...... 50 2. Negara-Negara Eropa Timur...... 52 3. Negara-Negara di Afrika...... 55 4. Negara-Negara Asia Selatan...... 57

x

5. Negara-Negara Asia Tenggara...... 58 6. Negara-Negara Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia...... 59 7. Negara-Negara di Timur Tengah...... 64 8. Negara-Negara Asia Timur...... 65 9. Negara-Negara Eropa Barat...... 68

BAB IV UPAYA INTERNASIONALISASI LESBIAN, GAY, BISEKS, DAN TRANSGENDER OLEH AMERIKA SERIKAT A. Upaya Internasionalisasi Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender...... 70 1. Diplomasi...... 70 2. Forum Internasional...... 74 3. Menerima Pengungsi Dari Negara-Negara yang Mengkriminalisasi LGBT...... 78 4. Memberikan Sanksi...... 80 5. Memberikan Bantuan Luar Negeri...... 82 B. Tantangan yang Dihadapi Amerika Serikat...... 86 1. Rusia Menyebarkan Propaganda anti LGBT...... 86 2. Diplomasi Amerika Serikat...... 88 3. Dalam Forum Internasional...... 91 4. Pemberian Suaka untuk Kaum LGBT...... 92 5. Negara Tidak Terpengaruh dengan Ancaman dan Pemberian Sanksi...... 93

BAB V Kesimpulan...... 97

Daftar Pustaka...... xv

xi

DAFTAR TABEL

Tabel III.A.1. Negara-negara yang Memberikan Suara Pada Resolusi 17/19 Human Rights, Sexual Orientation and Gender Identity ...... 46 Tabel III.A.2. Negara-negara yang Memberikan Suara Pada Resolusi 27/32 Human Rights, Sexual Orientation and Gender Identity ...... 47 Tabel III.A.3. Negara-negara yang Memberikan Suara Pada Resolusi 32/2 Protection Against Violence and Discrimination Based on Sexual Orientation and Gender Identity ...... 49

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Jumlah wanita dan pria berorientasi seksual LGBT yang keluar dari kemiliteran Amerika Serikat karena kebijakan Don’t Ask, Don’t Tell...... 31 Gambar II.2. Jumlah Persentase Kaum LGBT di Amerika Serikat…….41 Gambar II.3. Jumlah Persentase Penerimaan Masyarakat Amerika Serikat Terhadap Kaum LGBT Amerika Serikat………...42 Gambar IV.1. Perkembangan Kontribusi Global Equality Fund 2011- 2015...... 85

xiii

DAFTAR SINGKATAN

AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome DOMA Defense of Marriage Act DADT Don‟t Ask, Don‟t Tell EJAF Elton John AIDS Foundation GEF Global Equality Fund HRW Human Rights Watch ICCPR International Covenant on Civil and Political Rights ICESCR International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights IGLHRC International Gay and Lesbian Human Rights Commission ILGA International Lesbian and Gay Association LSM Lembaga Swadaya Masyarakat LGBT Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender LGBTI Lesbian, Gay, Biseks, Transgender dan Interseks ORAM The Organization for Refuge, Asylum & Migration PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa PEPFAR The President‟s Emergency Plan for AIDS Relief RUU Rancangan Undang-Undang SHR Society for Human Rights UDHR Universal Declaration of Human Rights UN United Nations USAID U.S. Agency for International Development WHO World Health Organization

xiv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini membahas tentang upaya Amerika Serikat dalam mempromosikan Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender (LGBT) ke dunia internasional. Di Amerika Serikat sendiri, fenomena LGBT dan pergerakannya sudah ada sejak lama. Pada tahun 1996 kelompok ini mendapat perhatian dari pemerintah Amerika Serikat dengan disahkannya undang-undang federal Amerika

Serikat yang dinamakan Defense of Marriage Act (DOMA)1. Bagian/pasal 3 undang-undang tersebut mendeskripsikan tentang pernikahan di pemerintahan federal negara Amerika Serikat, dimana pernikahan hanya diakui sebagai suatu bentuk penyatuan antara laki-laki dan perempuan sebagai suami dan istri. Selain itu, DOMA tidak melarang pernikahan sesama jenis, hanya mengatur bahwa pasangan sesama jenis yang sudah menikah pada negara bagian tertentu, tidak akan bisa mendapat berbagai fasilitas seperti tunjangan kerja, asuransi kesehatan federal, jaminan sosial, dan lain-lain yang didapat oleh pasangan berlawanan jenis yang menikah.

Pada masa pemerintahan Barack Obama, isu LGBT kembali menguat di

Amerika Serikat, Obama dianggap sangat mendukung keberadaan para LGBT di

Amerika Serikat. Hal itu terlihat pada tahun 2009 dimana Obama menandatangani

1 Claude J. Summers, Defense of Marriage Act, (Encyclopedia copyright glbtq) dalam http://www.glbtqarchive.com/ssh/defense_of_marriage_act_S.pdf diakses pada 9 Desember 2017.

1

Deklarasi PBB yang menyerukan penghentian diskriminasi terhadap homoseksual. Amerika Serikat yang merupakan negara pembela hak asasi manusia juga menghimbau untuk menghormati hak asasi manusia semua orang.2

Selain itu, Obama juga mengumumkan bahwa bulan Juni menjadi bulan kebanggan bagi lesbian dan gay.3

Dukungan Obama terhadap LGBT semakin menguat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2010, Presiden Obama menyatakan keinginannya untuk mencabut undang-undang yang bernama “Don’t ask, don’t tell” (DADT). Undang-undang tersebut berisi tentang larangan bagi orang-orang yang bekerja sebagai tentara di kemiliteran Amerika Serikat untuk mengungkapkan orientasi seksualnya sebagai seorang lesbian atau gay. Jika seorang tentara Amerika Serikat mengatakan atau diketahui dia adalah seorang gay atau lesbian, maka ia dapat diberhentikan dari pekerjaannya.4 Tahun 2011 Obama berhasil mencabut DADT, hal itu memberikan perubahan besar bagi kaum gay dan lesbian di Amerika Serikat. Kaum gay tidak lagi harus menutupi orientasi seksualnya jika ingin menjadi atau tetap menjadi tentara Amerika Serikat.5

2 Sue Pleming, “In turnaround, US sign UN gay rights document”, Reuteurs, dalam https://www.reuters.com/article/us-rights-gay-usa/in-turnaround-u-s-signs-u-n-gay-rights- document-idUSTRE52H5CK20090318?pageNumber=2&virtualBrandChannel=10112 diakses pada 9 Desember 2017. 3 Jennifer Riley, “Obama declares June LGBT month”, Christian Post, dalam https://www.christianpost.com/news/obama-declares-june-lgbt-month-38955/ diakses pada 9 Desember 2017. 4 David F. Burrelli, “Don’t ask don’t tell: The law and military policy on same-sex behavior” Congressional Research Service, 2010, 1, dalam https://fas.org/sgp/crs/misc/R40782.pdf diakses 12 April 2018. 5 Karen MCVeigh dan Paul Harris, “US Military Lifts Ban On Openly Gay Troops”, The Guardian, dalam https://www.theguardian.com/world/2011/sep/20/us-military-lifts-ban-gay- troops diakses 12 APril 2018.

2

Beberapa hari setelah DADT dicabut, Presiden Obama mengeluarkan sebuah aturan yang mengizinkan pendeta menikahkan pasangan sesama jenis di kemiliteran Amerika Serikat. Namun pernikahan tersebut hanya dapat dilakukan di negara bagian yang mengizinkan pernikahan sesama jenis, dan hanya dapat dilakukan oleh pendeta yang meyakini bahwa pernikahan sesama jenis diizinkan dalam ajaran agamanya.6 Dukungan Amerika Serikat terhadap kaum LGBT terus meningkat tidak hanya di dalam negeri, namun juga di luar negeri. Tahun 2011,

Amerika Serikat mengatakan bahwa negaranya akan mempromosikan hak-hak kaum LGBT ke dunia internasional serta akan menjadikannya sebagai kebijakan luar negerinya.7

Amerika Serikat memandang bahwa kesetaraan hak dan tidak adanya diskriminasi terhadap kaum LGBT itu sangat penting, karena hal tersebut juga merupakan poin penting dari hak asasi manusia. Orang-orang yang mempunyai orientasi LGBT dianggap warga negara kelas dua yang penuh dengan diskriminasi, bahkan dalam hal konsep keluarga, para LGBT tidak bisa diakui dan tidak dapat membentuk sebuah keluarga.8

Diantara hak-hak LGBT yang mengalami diskriminasi adalah diskriminasi ketenagakerjaan, para LGBT tidak diperbolehkan mendapatkan pekerjaan untuk

6 Charley Keyes, “Military Chaplains allowed to perform same-sex weddings”, CNN, dalam https://edition.cnn.com/2011/09/30/us/same-sex-marriage-military/index.html diakses pada 12 April 2018. 7 Sean Lyngaas, “LGBT Rights Become Pillar of U.S. Foreign Policy”, Washington Diplomat, dalam http://www.washdiplomat.com/index.php?option=com_content&id=11900:gay-rights- becomes-pillar-of-us-foreign-policy&Itemid=428 diakses 12 April 2018.. 8 Global Equality, “Lesbian, gay, bisexual, and transgender rights in the united states”, The Council for Global Equality,2010, 1, dalam http://www.globalequality.org/storage/documents/pdf/iccpr_lgbt_shadow_report_2010_final.p df diakses pada 10 Desember 2017.

3 membiayai hidup mereka, selain itu kaum LGBT mengalami kesulitan untuk mengakses fasilitas kesehatan untuk dirinya. Kaum LGBT juga menerima perlakuan seperti penyiksaan, pembunuhan, pemerkosaan, mutilasi, penahanan yang sewenang-wenang, penculikan, pelecehan, serangan fisik dan mental

(bullying), hasutan kebencian, dan tekanan dari pihak luar lainnya yang mengakibatkan keinginan untuk bunuh diri.9

Selain itu, kaum LGBT di negara-negara lain juga menghadapi kriminalisasi dari pemerintah negaranya. Terdapat sekitar 70 negara di dunia yang menerapkan kriminalisasi terhadap kaum LGBT, diantaranya menerapkan hukuman mati bagi seseorang yang terbukti mempunyai hubungan pernikahan sesama jenis. Akibat dari diskriminasi dan kriminalisasi kepada kaum LGBT, Amerika Serikat merasa perlu adanya tindakan yang efektif untuk mengurangi bahkan menghilangkan diskriminasi dan kriminalisasi tersebut baik dari pemerintah maupun dari pihak swasta, sehingga dapat tercipta penghormatan keragaman seksual dan gender di dunia.10

Diskriminasi yang ditujukan kepada kaum LGBT mengakibatkan hilangnya hak-hak yang harusnya melekat pada diri mereka, maka hal ini tidak selaras dengan hak asasi manusia yang tercantum pada Piagam PBB bab 1 pasal 1 ayat 3.

Pada Piagam tersebut, disebutkan bahwa dunia internasional harus menghormati

9 United Nations, “Action needed to stop violations of LGBT people’s right worldwide, expert tells UN”, UN News Centre, dalam http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=57981#.Wizzm1WWbIU diakses pada 10 Desember 2017 10 United Nations, “Action needed to stop”.

4 hak asasi manusia dan prinsip kebebasan tanpa membeda-bedakan.11 Hal tersebut menguatkan pendapat bahwa para LGBT juga harus mendapatkan kebebasan untuk memiliki orientasi seks yang berbeda dengan orang-orang pada umumnya.

Penjaminan atas hak asasi manusia juga tercantum pada Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia pasal 2. Dalam deklarasi tersebut dikatakan bahwa semua orang berhak akan hak dan kebebasan, tanpa pembedaan di segala hal seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, kepemilikan harta benda, kelahiran dan status-status lainnya.12 Di tengah keadaan negara-negara di dunia yang memandang bahwa orang-orang berkepribadian LGBT adalah orang- orang yang tidak boleh diakui keberadaannya dan pantas dihukum penjara atau hukuman mati, Amerika Serikat dengan lantang membela kaum LGBT, tidak hanya di dalam negaranya, namun hal ini juga menjadi kebijakan luar negerinya.13

Penelitian ini akan berfokus pada tahun 2011 sampai 2016, mengingat tahun

2011 merupakan tahun dimana Amerika Serikat memulai untuk mempromosikan dan mendukung kaum LGBT ke dunia internasional, dan tahun 2016 merupakan tahun terakhir Barack Obama menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, dan digantikan oleh Donald Trump.

11 Juneau Gary, “Are LGBT rights human rights? Recent developments at the united nations”, American Psychological Association, dalam http://www.apa.org/international/pi/2012/06/un-matters.aspx diakses pada 10 Desember 2017. 12 Gary, “Are LGBT rights human rights?” 13 Sarah Wheaton, “Obama faces gay rights challenge in Kenya”, Politico, dalam https://www.politico.com/story/2015/07/your-obama-seen-as-promoting-lgbt-rights-in-anti-gay- kenya-120511 diakses pada 15 Februari 2018.

5

B. Pertanyaan Penelitian

Dari pernyataan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah:

Apa saja upaya internasionalisasi lesbian, gay, biseks, dan transgender yang dilakukan Amerika Serikat pada tahun 2011 sampai 2016?

C. Tujuan Penelitian

Skripsi ini bertujuan untuk mengindentifikasi cara-cara yang ditempuh oleh

Amerika Serikat dalam mempromosikan LGBT ke dunia internasional. Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian yang berikutnya, khususnya pada penelitian yang terkait dengan isu-isu LGBT yang tengah berkembang, baik dalam ranah nasional maupun internasional. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan informasi mengenai hak asasi manusia untuk orang-orang berorientasi LGBT yang dijamin oleh PBB dan ditekankan oleh Amerika Serikat, sekaligus juga memberikan informasi mengenai pengakuan hak-hak LGBT di negara-negara lain.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang pertama adalah sebuah jurnal bernama Health and

Human Rights yang ditulis oleh Suzanne M. Marks, dengan judul Global

Recognition of Human Rights for Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender

6

People, yang diterbitkan tahun 2006.14 Di dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pasal 1,2,3,5,6,7,16 setiap individu telah dijamin persamaan, kebebasan dari diskriminasi, namun pasal tersebut menurut beberapa negara tidak berlaku untuk kaum LGBT. Kaum

LGBT sering mendapatkan diskriminasi, tidak hanya dalam bentuk kekerasan, bulliying, namun juga dalam jaminan kesehatan, dan pekerjaan.

Di negara-negara tertentu, kaum LGBT dieksekusi dengan cara dibunuh.

Negara-negara yang mengeksekusi kaum LGBT misalnya negara-negara muslim seperti Iran, Arab Saudi. Selain itu, negara-negara yang mengkriminalisasi kaum

LGBT diantaranya Nepal, Uganda, Zimbabwe, Kamerun, Kolombia. Namun terdapat beberapa negara yang menjamin hak-hak kaum LGBT, misalnya di negara Kanada, Belgia, Belanda, Spanyol dan negara-negara Uni Eropa lainnya.

Di negara-negara tersebut kaum lesbian dan gay mendapatkan haknya untuk menikah dan membentuk keluarga.

Karena adanya diskriminasi dan kekerasan terhadap kaum LGBT, banyak organisasi-organisasi internasional yang mengusahakan agar kaum LGBT bebas dari diskriminasi dan kekerasan, organisasi itu adalah Human Rights Watch

(HRW), International Gay and Lesbian Human Rights Commission (IGLHRC),

International Lesbian and Gay Association (ILGA), dan juga United Nations

(UN). UN menyatakan bahwa kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum LGBT tidak dapat ditolerir, karena hal tersebut melanggar perjanjian nondiskriminasi dan privasi pasal 2 dan 26.

14 Suzanne M. Marks, “Global recognition of Human Rights for Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender People”, Health and Human Rights Vol. 9 No. 1, (2006).

7

Penelitian ini akan berbeda dengan penelitian dari jurnal tersebut, dalam jurnal ini hanya dijelaskan mengenai pandangan dunia kepada hak-hak LGBT, sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan adalah untuk menjelaskan upaya- upaya apa saja yang ditempuh oleh Amerika Serikat untuk mendukung dan melindungi hak-hak kaum LGBT di dunia internasional dan juga tantangan yang dihadapi.

Tinjauan pustaka yang kedua adalah sebuah jurnal bernama The

International Lawyer, ditulis oleh David W. Austin, dengan judul Sexual

Orientation and Gender Identitiy yang diterbitkan tahun 2011.15 Di dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengajak negara- negara di dunia untuk menghentikan diskriminasi terhadap kaum gay dan lesbian, mencabut undang-undang yang mengkriminalisasi homoseksualitas, menghapus hukuman mati untuk pelanggaran yang melibatkan hubungan seksual sesama jenis, serta mengatur hukum di domestik negara masing-masing untuk mengizinkan transgender mengubah jenis kelaminnya pada kartu identitas pribadinya.

Dukungan untuk menghentikan diskriminasi terhadap lesbian dan gay serta transgender juga datang dari Uni Eropa yang mengatakan bahwa individu yang mempunyai orientasi seksual LGBT bukanlah seorang yang mempunyai penyakit mental, oleh karena itu World Health Organization (WHO) mencabut pernyataannya bahwa kaum LGBT adalah orang-orang yang mempunyai ganguan mental dan perilaku.

15 David W. Austin, “Sexual Orientation and Gender Identitiy”, The International Lawyer, Vol. 46 No. 1, (2011).

8

Amerika Serikat juga berupaya untuk menghapuskan diskriminasi kaum

LGBT di negaranya. “Don’t Ask, Don’t Tell”, dan juga Defense of Marriage Act menjadi sebuah perubahan besar bagi kaum LGBT untuk mendapatkan kehidupan yang lebih terjamin. Tercatat sampai akhir 2011, negara-negara yang sudah melegalkan pernikahan sesama jenis meliputi Argentina, Belgia, Kanada, Islandia,

Belanda, Norwegia, Portugal, Spanyol, Afrika, dan Swedia. Sedangkan di

Amerika Serikat, pernikahan sesama jenis hanya diakui di beberapa negara bagian saja.

Namun negara-negara di dunia juga masih banyak yang menganggap gay dan lesbian serta transgender merupakan hal yang harus disingkirkan. Dalam hal ini, Rusia menjadi negara yang anti lesbian, gay dan transgender. Selain Rusia,

Uganda dan Malaysia menjadi negara yang anti LGBT, bahkan Uganda akan menghukum kaum LGBT dengan hukuman mati.

Di dalam jurnal itu juga di paparkan mengenai masalah yang dihadapi kaum

LGBT di seluruh dunia, yaitu bullying, untuk mengatasi tindakan tersebut, pemerintah negara yang melarang diskriminasi terhadap kaum LGBT membuat peraturan yang melarang bullying. Individu LGBT yang menerima tekanan yang keras dari negaranya akibat orientasi seksualnya yang menyimpang akhirnya menjadi pencari suaka ke negara lain yang mengizinkan kaum LGBT dan mempunyai hukum-hukum yang melindungi kaum LGBT.

Penelitian ini akan berbeda dengan jurnal tersebut, karena di dalam jurnal tersebut hanya dijelaskan mengenai penerimaan negara-negara terhadap kaum

9

LGBT, dan juga masalah-masalah yang dihadapi oleh kaum LGBT di seluruh negara.

Tinjauan pustaka selanjutnya adalah sebuah artikel penelitian yang ditulis oleh Alexander J. Martos, Patrick A. Wilson, dan Ilan H. Meyer, yang berjudul

Lesbian, gay, bisekual, and transgender (LGBT) health services in the United

States: Origins, Evolution, and Contemporary Landscape, dipublikasikan tahun

2017.16 Di dalam artikel tersebut dijelaskan awal mula adanya pergerakan LGBT di Amerika Serikat dengan munculnya dua organisasi besar berisi kaum gay dan lesbian yaitu Mattachine Society dan Daughters of Billitis yang secara berkala mengedarkan buletin berisi info-info mengenai gay dan lesbian. Dua organisasi tersebut berupaya keras dalam menyebarkan paham bahwa homoseksualitas adalah hal yang normal yang ada di tengah-tengah masyarakat.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi tersebut adalah salah satu bentuk perlawanan kepada pemerintah yang menganggap bahwa pergerakan- pergerakan semacam itu membahayakan keamanan nasional. Sehingga banyak individu LGBT yang ditangkap oleh kepolisian.

Selama tahun 1970 sampai 1980, transgender di bedakan pengelompokannya dengan lesbian, gay, dan biseks, karena dianggap sebagai kelainan iden titas jenis kelamin. Hal tersebut berbeda dengan lesbian, gay, dan biseks (LGB) yang tidak merubah jenis kelamin, hanya berorientasi seksual menyukai sesama jenis. Dalam artikel penelitian ini juga dijelaskan bahwa awal mula adanya pelayanan kesehatan untuk LGB yaitu dengan berdirinya Fenway

16 Alexander J. Martos, Patrick A. Wilson , dan Ilan H. Meyer, “Lesbian, gay, bisexual, and transgender (LGBT) health services in the United States: Origins, Evolution, and Contemporary Landscape”, 2017.

10

Community Health, yang menjadi pusat kesehatan LGB. Sejak berdirinya Fenway

Community Health di Massachusettes, layanan kesehatan LGB juga bermunculan di Los Angeles, New York, Chicago, dan Philadelphia.

Kemudian artikel ini menjelaskan mengenai epidemi HIV yang terjadi di

Amerika Serikat pada tahun 1980, saat itu pemerintah Amerika Serikat lambat dalam menangani epidemi tersebut. Komunitas LGB menjadikan hal tersebut sebagai alat untuk lebih meningkatkan aktivitas mereka dan membentuk kelompok advokasi seperti Gay Men’s Health Crisis. Organisasi-organisasi semacam itu dengan cepat merespon dan menawarkan dukungan emosional untuk mereka yang terkena dampak HIV, konseling, pendidikan seks, perawatan, dan layanan sosial lainnya. Komunitas transgender juga menggunakan isu HIV itu untuk meningkatkan advokasinya pada isu kesehatan transgender. Kemudian organisasi LGB yang berfokus pada kesehatan bergabung dengan organisasi transgender yang berfokus pada kesehatan, sehingga mereka bekerja sama agar orang-orang LGBT mendapatkan pelayanan kesehatan, dan perhatian yang lebih untuk kesehatan mereka. Gerakan kesehatan LGBT telah menghasilkan lebih dari

200 pusat layanan kesehatan komunitas LGBT di seluruh Amerika Serikat.

Terlihat jelas bahwa gerakan kesehatan LGBT telah tumbuh dengan baik untuk melayani kebutuhan kesehatan orang-orang LGBT di Amerika Serikat.

Penelitian ini akan berbeda dengan artikel penelitian tersebut, karena di dalam artiket tersebut hanya dijelaskan mengenai kemunculan organisasi LGBT yang bergerak di bidang kesehatan.

11

E. Kerangka Pemikiran

Untuk menjawab penelitian skripsi ini, penulis menggunakan kerangka pemikiran atau konsep-konsep yang relevan dan dapat mendukung jawaban dari pertanyaan penelitian. Penulis menggunakan konsep kebijakan luar negeri, bantuan luar negeri, dan diplomasi.

1. Kebijakan Luar Negeri

Menurut K.J. Holsti, kebijakan luar negeri adalah tindakan suatu negara yang merupakan output dari para pembuat kebijakan.17 Kebijakan luar negeri merupakan suatu bentuk usaha pemerintah untuk mencari solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi oleh negaranya, baik permasalahan yang bersumber dari domestik maupun eksternal suatu negara, kebijakan luar negeri juga digunakan untuk mengubah perilaku sebuah atau beberapa aktor negara maupun non negara, dan juga bertujuan untuk mengubah atau mempertahankan kondisi di lingkungan eksternal.18

Kebijakan luar negeri juga merupakan sebuah instrumen suatu negara dalam menjalin hubungan dengan aktor lain dalam dunia internasional,19 oleh karena itu sebuah kebijakan luar negeri harus dirancang dengan baik. Dalam penerapan kebijakan luar negeri, selalu melibatkan strategi, tindakan, metode, arahan, pemahaman, dan kesepakatan dari suatu negara ke negara lain,20 adapun hasil dari

17 K.J. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, (London:Printice-Hall, 1988), 199. 18 Holsti, International Politics, 272. 19 K.J. Holsti, National Role Conceptions In The Study of Foreign Policy, (London: University of British Columbia, 2012), 222. 20 Robert Jackson dan George Sorensen, Pengantar Hubungan Internasional: Teori dan Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), 439.

12 kebijakan luar negeri suatu negara dimaksudkan untuk mengubah atau mempengaruhi tindakan atau pola suatu negara.21

Definisi yang serupa dengan K.J. Holsti juga dikemukakan oleh Marijke

Breuning yang mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai cara suatu negara dalam berinteraksi dengan dunia internasional melalui cara-cara tertentu yang telah terlebih dahulu dirancang dengan baik oleh para pembuat kebijakan.22

Kebijakan luar negeri suatu negara selalu dimaksudkan untuk mencapai kepentingan nasionalnya, dan untuk mencapainya diperlukan usaha-usaha dibidang politik, ekonomi, militer, propaganda ataupun diplomasi. Masing-masing bidang tersebut mempunyai caranya tersendiri, misalnya ekonomi dengan bantuan luar negeri, tarif, dan investasi. Politik melalui hubungan diplomatik, sedangkan pertahanan dengan kerjasama militer.23 Melihat dari konsep kebijakan luar negeri yang telah dipaparkan, Amerika Serikat berusaha untuk mengubah dan mempengaruhi tindakan suatu negara atau kelompok tertentu melalui kebijakan luar negerinya.

2. Bantuan Luar Negeri

Pengertian bantuan luar negeri menurut Holsti diartikan sebagai transfer sumber daya baik berupa uang atau barang, serta teknologi dari negara satu ke

21 K.J. Holsti, Politik Internasional: Kerangka Untuk Analisis (Jakarta:Erlangga,1998), 158. 22 Marijke Breuning, Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction, (Newyork: Palgrave Macmillan, 2007), 5. 23 Yanuar Ikbar, Metodologi dan Teori Hubungan Internasional, (Bandung: Refika Aditama, 2014), 208.

13 negara lain.24 Bantuan luar negeri juga diartikan sebagai suatu bentuk instrumen yang digunakan oleh negara dalam interaksinya terhadap negara lain.25

Bantuan luar negeri dibedakan menjadi dua, yaitu bantuan luar negeri bilateral dan bantuan luar negeri multilateral. Bantuan luar negeri bilateral biasanya dilakukan oleh negara pendonor yang langsung disalurkan ke negara penerima. Sedangkan bantuan luar negeri multilateral disalurkan oleh pihak ketiga, misalnya melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Bank Dunia, yang nantinya pihak ketiga tersebut yang menyalurkan ke negara penerima.26

Menurut Todaro, pemberian bantuan luar negeri yang bersifat bilateral maupun multilateral sudah pasti terlebih dahulu mempertimbangkan aspek-aspek baik politik, militer ataupun pertimbangan-pertimbangan khusus oleh negara pendonor.27 Oleh karena itu, bantuan luar negeri yang diberikan negara pendonor pasti bertujuan untuk memenuhi kepentingan dari negara pendonor, baik dari segi politik, ekonomi, atau lainnya.28

Baik negara pendonor maupun negara penerima sudah pasti mendapatkan keuntungan tertentu dari bantuan luar negeri tersebut. Negara penerima mendapatkan keuntungan baik keuangan, perlengkapan, pengetahuan atau militer yang negara penerima harapkan. Sedangkan negara pendonor mendapatkan keuntungan jangka panjang baik dari segi pengaruh politik maupun ekonomi atau

24 K.J. Holsti, International Politics: A Framework forAnalysis 6th Edition, (New Jersey: Prentice-Hall.inc, 1992), hal.192. 25 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 8. 26 Steven Radelet, A Primer of Foreign Aid, Center for Global Development, Working Paper, Juli 2006, 5, tersedia di https://www.cgdev.org/files/8846_file_WP92.pdf 27 Michael P. Todaro, Economic Development (4th Edition), (UK: Addison Weasley Longman, 2000), 591-597. 28 Todaro, Economic Development, 137.

14 lainnya.29 Selain memberikan keuntungan baik dari segi politik, ekonomi ataupun lainnya, bantuan luar negeri juga memiliki fungsi lain, yakni memperluas pengaruh budaya, tanda persetujuan diplomatik, menambah pengaruh di negara penerima.30 Fungsi dari bantuan luar negeri menurut Lancaster adalah untuk menanamkan pengaruh negara pendonor secara lebih kuat ke negara penerima bantuan, dapat juga sebagai cara berterimakasih karena negara penerima telah mengikuti kehendak dari negara pendonor.31

Pemberian bantuan luar negeri oleh negara pendonor tidak terlepas dari pemenuhan kepentingan nasional suatu negara. Karena pada dasarnya, bantuan luar negeri memang dijadikan alat sebuah negara. Terdapat beberapa motivasi negara pendonor memberikan bantuan luar negerinya kepada negara penerima32, yaitu:

a. Motivasi kemanusiaan yang berarti bertujuan untuk mengurangi angka

kemiskinan di negara penerima.

b. Motivasi politik yang berarti bertujuan untuk mendapatkan perhatian

dan sanjungan serta reputasi yang baik bagi negara pendonor dihadapan

negara penerima.

c. Motivasi keamanan nasional yang berarti bertujuan untuk menjaga

stabilitas politik di dunia internasional dengan cara memberikan bantuan

29 K.J Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis, (Bandung: Bina Cipta, 1992), 321-328. 30 Carol Lancaster, Foreign aid, Diplomacy, Development, Domestic Politics, (Chicago: The Chicago University Press, 2007), 8. 31 Lancaster, Foreign aid, 10. 32 Alan Rix, Japan Foreign Aid Challenge: Policy Reforn and Aid leadership, (Routledge: London and New York, 1993), 18-19

15

ekonomi ke negara penerima sehingga pertumbuhan ekonomi negara

tersebut dapat tumbuh dengan baik.

d. Motivasi kepentingan nasional yang berarti bantuan luar negeri yang

diberikan bertujuan untuk mendapatkan kepentingan nasional negara

pendonor.

Melihat motivasi dari bantuan luar negeri yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi Amerika Serikat adalah motivasi kepentingan nasional karena tidak terlepas dari kehendak dan kepentingan Amerika Serikat.

Bantuan luar negeri Amerika Serikat juga dapat dikategorikan sebagai bantuan luar negeri multilateral yang menggunakan pihak ketiga dalam memberikan bantuan tersebut.

3. Diplomasi

Diplomasi merupakan cara berhubungan antara dua negara atau lebih yang diwakilkan oleh diplomat yang ditugaskan di negara lain dan juga diplomat negara lain yang ditugaskan di negara sendiri.33 Dengan demikian, diplomasi merupakan salah satu instrumen negara-negara untuk berkomunikasi.

Ada dua kategori diplomasi, yaitu first track diplomacy yang menekankan pada hubungan antara pemerintah dengan pemerintah, diplomasi ini bersifat eksklusif karena biasanya diplomasi ini bersifat rahasia, dan dilakukan untuk mengakhiri suatu konflik atau pertikaian antar negara.34 Sedangkan yang kedua adalah multi track diplomacy yang menekankan pada kegiatan diplomasi dari

33 Berridge. G.R. dan Alan James, A Dictionary of Diplomacy, (New York: Palgrave, 2001), 9. 34 Louise Diamond dan John McDonald, Multi-Track Diplomacy: A Systems Approach to Peace Third Edition, (West Hartford: Kumarian Press: 1996), 7.

16 pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat ke masyarakat lain.

Diplomasi ini juga lebih menekankan pada kegiatan mempengaruhi masyarakat negara lain dengan pendekatan terlebih dahulu seperti memahami keadaan masyarakat negara lain, mempelajarinya, kemudian baru mempengaruhinya. Hal tersebut dilakukan agar diplomasi yang dilakukan lebih efektif.35

Diplomasi menjadi konsep yang penting dalam hubungan internasional, karena dapat menjadi cara suatu negara maupun organisasi internasional dalam mendapatkan kepentingannya. Kepentingan yang dibawa oleh aktor internasional tidak terlepas dari isu-isu keamanan, ekonomi, hak asasi manusia (HAM), budaya.

Diplomasi dipahami sebagai cara yang ditempuh oleh aktor internasional dengan cara yang damai melalui negosiasi.36 Definisi diplomasi menurut Svarlien adalah sebagai suatu perundingan, dan suatu ilmu perwakilan negara. Menurut Sir Ernest

Satow, diplomasi didefinisikan sebagai suatu bentuk taktik bagi pemerintah negara-negara pada pelaksanaan hubungan diantara keduanya.37

Diplomasi juga terdiri berbagai macam cara, diantaranya diplomasi publik dan diplomasi kebudayaan. Diplomasi publik merupakan salah satu bentuk instrumen soft power yang dipakai oleh negara-negara di dunia internasional.38

Menurut Jan Mellisen, inti dari diplomasi publik adalah mempengaruhi opini dan sikap orang lain tentang negara sendiri.39

35 Diamond, Multi-Track Diplomacy, 7. 36 S.L. Roy, Diplomacy, diterjemahkan oleh Harwanto, Misrawati, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 5. 37 Roy, Diplomacy, 2. 38 Citra Hennida, “Diplomasi Publik dalam Politik Luar Negeri”, Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik, Volume 22 No. 1, (Surabaya: Universitas Airlangga, 2009), 17. 39 Jan Mellisen, “Public Diplomacy Between Theory and Practice”, The Present and Future of Public Diplomacy: An European Perspective – The 2006 Madrid Conference on Public

17

Diplomasi publik menurut Bruce Gregory diartikan sebagai instrumen yang digunakan oleh negara, dan juga oleh aktor-aktor dibawah negara untuk memahami sikap, nilai, budaya, perilaku, selain itu juga bertujuan untuk mempengaruhi pemikiran dengan cara melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan kepentingan negara.40 Diplomasi publik ini selalu melibatkan peran publik dalam kegiatannya, karena dianggap penting untuk mengukur keefektifisan dari hasil yang diharapkan dari tindakan tersebut.41

Sedangkan diplomasi kebudayaan menurut S.L Roy adalah suatu cara sebuah negara untuk mengejar kepentingan nasionalnya tidak dengan kekuatan fisik, melainkan dengan menggunakan budaya dalam interaksinya dengan negara lain. Cara ini dianggap efektif karena dapat menimbulkan hubungan erat antara satu negara dengan negara lain tanpa menimbulkan permusuhan diantara kedua belah pihak.42 Selain itu, diplomasi kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai cara diplomasi yang menggunakan kebudayaan seperti tari, musik dan lain-lain yang dapat menarik minat orang lain.43

Sedangkan menurut Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari, diplomasi kebudayaan adalah sebuah cara yang dilakukan oleh negara dengan menggunakan budaya sebagai alat diplomasinya untuk mewujudkan kepentingan negaranya.

Diplomacy, Working Paper 2006, 10, tersedia di http://www.realinstitutoelcano.org/wps/wcm/connect/ebc7338045e54b8a95f2fd762a2d4af9/W P29- 2006_Noya_Public_Diplomacy_Europe.pdf?MOD=AJPERES&CACHEID=ebc7338045e54b8a95f2fd 762a2d4af9 40 Bruce Gregory, “American Public Diplomacy : Enduring Characteristics, Elusive Transformation”, The Hague Journal of Diplomacy volume 6 nomor 3-4, (2011), 353. 41 Caitlin Byrne, “Public Diplomacy”, Foreign Policy: Theories Actors, cases, (3rd ed), Steve Smith, dan Amelia Hadfield, Tim Dunne (eds), (Oxford:Oxford University Press, 2016), 173. 42 Roy, Diplomacy, 5. 43 Ranny Emilia, Praktek Diplomasi, (Jakarta: Baduose media. 2013), 138.

18

Diplomasi kebudayaan dilakukan dengan berbagai cara, misalnya seperti kesenian, ilmu pengetahuan, pendidikan maupun olahraga.44 Tujuan utama dari diplomasi kebudayaan adalah untuk mempengaruhi pemikiran negara ataupun umum, yang tidak hanya dilakukan oleh negara, namun dapat juga dilakukan oleh aktor selain negara misalnya individu ataupun kelompok masyarakat dan juga organisasi.45

Terdapat berbagai bentuk dari diplomasi, yaitu diplomasi bilateral, diplomasi multilateral, diplomasi asosiasi dan diplomasi konferensi. Diplomasi bilateral merupakan diplomasi yang dilakukan oleh dua negara tanpa melibatkan negara atau aktor lain, diplomasi ini juga dikenal dengan diplomasi tradisional.46

Sedangkan diplomasi multilateral adalah diplomasi antara tiga aktor atau lebih, dan dikenal juga dengan diplomasi modern.47 Kemudian diplomasi asosiasi adalah bentuk diplomasi yang dilakukan antara aktor-aktor negara yang telah berserikat, atau bersekutu. Yang terakhir adalah diplomasi konferensi, diplomasi ini dibentuk untuk mendiskusikan masalah-masalah yang muncul dengan mencari solusi yang tepat untuk masalah tersebut secara cepat.48

Diplomasi yang digunakan Amerika Serikat dalam hal ini termasuk dalam dua kategori, yaitu first track diplomacy dan multi track diplomacy. Selain itu,

Amerika Serikat juga menggunakan diplomasi publik dan juga diplomasi

44 Tulus Warsito dan Wahyu Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan: Konsep dan Relevansi bagi Negara Berkembang, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007), 4. 45 Warsito, Diplomasi Kebudayaan, 4. 46 Graham Evans dan Jeffrey Newnham, Dictionary of International Relations, (New York : Penguin book,1998), 50. 47 Graham, Dictionary of International Relations, 340. 48 Roy, Diplomacy, 146.

19 kebudayaan dalam upaya internasionalisasi lesbian, gay, biseks, dan transgender.

Bentuk diplomasi yang digunakan Amerika Serikat adalah diplomasi bilateral.

F. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kualitatif, menurut

Creswell, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan suatu hasil akhir yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau kuantifikasi (pengukuran).49 Sedangkan menurut Bogdan dan Biklen, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan bukan berupa angka-angka.50

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ada empat tipe, yaitu observasi, interview, dokumen, dan gambar visual.51 Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang akan dilakukan adalah melalui library research yang berarti mengumpulkan data-data atau informasi melalui buku-buku yang bersifat akademik, makalah yang bersifat akademik, jurnal, artikel-artikel dari media, seperti melalui media cetak, ataupun media online, dokumen resmi atau fact sheet maupun fact book, laporan resmi dari berbagai organisasi internasional, dan juga website yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan informasinya, serta semua sumber-sumber lain yang dapat menunjang penelitian ini, sehingga menjadikan penelitian ini bersifat ilmiah. Melihat dari bentuk-bentuk data yang akan dicantumkan dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan data

49 J. Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches (Thousand Oaks, CA: Sage publication, 1994), 24. 50 R. Bogdan dan S. Biklen, Qualitative Research for Education (, MA: Allyn and Bacon, 1992), 21-22. 51 Creswell, Research Design, 149.

20 yang bersifat sekunder. Menurut Moh. Nazir, data sekunder adalah data yang diperoleh dari data yang sudah ada.52 Sedangkan menurut Ulber Silalahi, data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari tangan kedua, atau dari sumber- sumber yang ada sebelum penelitian tersebut.53

Data data yang berasal dari buku-buku, serta jurnal ataupun artikel-artikel diperoleh dari perpustakaan. Misalnya perpustakaan milik FISIP UIN Jakarta,

Perpustakaan Pusat UIN Jakarta, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,

Perpustakaan Universitas Indonesia yang terletak di Kampus Universitas

Indonesia, Perpustakaan IISIP Jakarta, Freedom Institute, serta Perpustakaan

Umum Jakarta Selatan. Selain itu, penelitian ini juga akan bersumber dari buku, jurnal, artikel, ataupun berita online melalui akses internet. Jurnal juga dapat diperoleh melalui akses internet dari American Corner Perpustakaan Pusat UIN

Jakarta.

Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yang berarti teknik yang menggunakan pola penggambaran keadaan fakta atau peristiwa tertentu disertai argumen dan fakta-fakta yang relevan dengan penelitian yang dibahas. Kemudian hasil uraian tersebut dianalisis, diiringi dengan upaya pengambilan kesimpulan dan jawaban atas pertanyaan penelitian.54

G. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

52 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 112. 53 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), 291. 54 Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), 73.

21

Di dalam bab pendahuluan ini penulis membahas mengenai pernyataan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, metode penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender di Amerika Serikat

Pada bab II ini fokus pembahasannya adalah mengenai kemunculan kaum

LGBT di Amerika Serikat, beserta pergerakannya. Selain itu, dalam bab ini juga dibahas mengenai perkembangan Presiden Amerika Serikat pada masa

Barack Obama dalam mengakui kaum LGBT dalam lingkup domestik negaranya, dan keputusannya untuk melakukan upaya internasionalisasi kaum LGBT ke dunia internasional.

Bab III Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender di Mata Dunia Internasional

Selanjutnya dalam bab III penulis membahas mengenai pandangan dunia internasional terhadap kaum LGBT, di dalamnya termasuk negara-negara yang menentang dan menghukum kaum LGBT di domestik negaranya, dan juga negara yang menjamin hak-hak kaum LGBT. Selain itu juga akan dipaparkan mengenai pandangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam melihat hak LGBT sebagai hak asasi manusia.

Bab IV Upaya Internasionalisasi Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender

Oleh Amerika Serikat

22

Dalam bab IV penulis membahas mengenai upaya-upaya internasionalisasi lesbian, gay, biseks dan transgender yang ditempuh oleh Amerika Serikat.

Upaya-upaya yang ditempuh oleh Amerika Serikat tidak terlepas dari konsep yang sudah dipaparkan oleh penulis dalam subbab kerangka pemikiran. Dalam bab ini juga dipaparkan mengenai tantangan yang dihadapi oleh Amerika Serikat dalam upaya internasionalisasi LGBT.

Bab V Kesimpulan

Pada bab ini penulis menarik kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya, selain itu penulis juga memaparkan jawaban singkat atas pertanyaan penelitian skripsi ini.

23

BAB II

LESBIAN, GAY, BISEKS, DAN TRANSGENDER DI AMERIKA

SERIKAT

A. Kemunculan Kaum Gay dan Pergerakannya di Abad ke 20

Kaum Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender (LGBT) di Amerika Serikat sudah ada sejak abad 16, hal tersebut terlihat pada sebuah penelitian oleh Rachel

Hope Cleves, seorang profesor sejarah. Cleves mengatakan bahwa seorang penjajah dari Spanyol menuliskan sebuah laporan yang berisi tentang kebiasaan kaum yang tinggal di pesisir pantai, mereka mempunyai kebiasaan menikah dengan sesama jenis mereka, terutama laki-laki dengan laki-laki. Kemudian pada abad ke 18 dan 19, juga ditemukan bahwa terdapat banyak pasangan lesbian menikah.55

Pada tahun 1924, seorang bernama Henry Geber mendirikan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bernama Society for Human Rights

(SHR) yang bertujuan untuk mempromosikan dan melindungi kepentingan kaum gay di Amerika Serikat khususnya di Chicago. Namun LSM yang didirikan oleh

Geber ditentang oleh pemerintah setempat, dan juga polisi di daerah tersebut.

Geber akhirnya ditangkap dan dipenjara, LSM yang Geber dirikan juga dibubarkan.56

55 Sarah Kaplan, “The Improbable, 200-year-old story of one America’s first same-sex marriages”, Washington Post, dalam https://www.washingtonpost.com/news/morning- mix/wp/2015/03/20/the-improbable-story-of-one-of-americas-first-same-sex-marriages-from- over-200-years-ago/?utm_term=.41f30f8acb3d diakses pada 26 Maret 2018. 56 Vern Bullough, “When did the gay rights movement begin?” dalam https://historynewsnetwork.org/article/11316 diakses pada 27 Maret 2018.

24

Tahun 1940, muncul gerakan yang mempromosikan kaum gay di Amerika

Serikat khususnya di Los Angeles. Peristiwa itu dimulai dengan adanya seorang jurnalis bernama Lisa Ben yang menerbitkan buletin-buletin membahas tentang kehidupan kaum gay di Los Angeles. Setelah beberapa tahun, Ben berhenti menulis buletin-buletinnya karena ia berhenti menjadi seorang jurnalis.57

Pada tahun 1950, dibentuk sebuah organisasi bernama Mattachine Society di

Los Angeles. Organisasi itu kemudian berkembang pesat dan berubah menjadi organisasi yang cukup besar, anggotanya tidak hanya berasal dari Los Angeles, namun juga menyebar sampai California.58 Kemudian tahun 1955 didirikan organisasi Daughters of Bilitis, organisasi tersebut merupakan organisasi hak sipil dan politik lesbian pertama yang berbasis di San Fransisco. Baik Mattachine

Society dan Daughters of Bilitis bertujuan sebagai wadah diskusi dan penelitian bagi para kaum gay dan lesbian, dan juga sebagai alat untuk memberi dukungan secara moral kepada orang lain yang berorientasi seksual sama dengan mereka.59

Di tahun 1952 terbentuk ONE, ONE adalah sebuah organisasi LGBT yang juga cukup besar, dan juga merupakan sebuah organisasi yang membuat pergerakan organisasi LGBT memiliki dampak yang besar, serta berpengaruh di masyarakat umum. Organisasi ONE juga menerbitkan sebuah majalah yang dinamakan sebagai majalah ONE. Majalah tersebut berhasil dipublikasikan

57 Vern Bullough, When did the gay rights movement begin?. 58 Vern Bullough, When did the gay rights movement begin?. 59 Kristy Simon, “Brief History of the LGBT movement in the United States”, Version Daily, dalam http://www.versiondaily.com/brief-history-of-the-lgbt-movement-in-the-united-states/ diakses pada 29 Maret 2018

25 kepada masyarakat umum di Amerika Serikat, majalah tersebut diedarkan ke kios koran di beberapa tempat di Los Angeles dan California.60

Peristiwa penolakan kaum LGBT terjadi 28 Juni 1969, pada saat itu

Stonewall Inn yang merupakan sebuah bar khusus laki-laki gay yang berada di

Greenwich Village, New York City digerebek polisi setempat, polisi juga melakukan pelecehan-pelecehan seksual kepada pengunjung bar tersebut.

Homoseksualitas sebenarnya juga menjadi hal serius bagi pemerintah Amerika

Serikat dan kepolisian Amerika Serikat, karena adanya hukum yang melarang sodomi dan tindakan seksual lainnya antara orang-orang yang mempunyai jenis kelamin yang sama.61

Kaum LGBT pada tahun 1970 mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk diterima di tengah-tengah masyarakat umum dengan dikeluarkannya sebuah pernyataan oleh American Psychiatric Association. Asosiasi tersebut menyatakan bahwa homoseksualitas bukanlah sebuah penyakit. Oleh sebab itu, masyarakat umum jadi lebih sedikit toleran terhadap kaum homoseksualitas dan mulai menerima keberadaan kaum gay di tengah-tengah mereka. Beberapa mahasiswa di beberapa universitas juga menunjukkan dukungannya terhadap kaum gay dengan membentuk Gay Liberation Front sebagai bentuk dukungan mereka.62

Kemudian pada tahun 1972, mulai bermunculan film-film yang diputar di negara tersebut dengan adanya tokoh transgender di dalam film itu. Genre film tersebut biasanya berkisar antara komedi, dan juga musikal, serta kartun animasi.

60 Kristy Simon, “Brief History of the LGBT movement in the United States”. 61 Kristy Simon, “Brief History of the LGBT movement in the United States”. 62 Kristy Simon, “Brief History of the LGBT movement in the United States”.

26

Selain film-film tersebut, kaum LGBT juga masuk dalam industri perfilman pornografi, dan industri musik.63

Pada tahun 1978 terjadi demonstrasi di San Fransisco dengan menggunakan

Bendera Berwarna Pelangi (Rainbow Flag) yang menjadi lambang dari pergerakan kaum LGBT di seluruh negara di dunia.64 Pada 2 Maret 1982, negara bagian Wisconsin menjadi negara bagian pertama yang melarang diskriminasi berdasarkan orientasi seksual.65

Pada tanggal 30 November 1993 Presiden Bill Clinton menandatangani sebuah hukum yang dinamakan dengan “Don’t Ask, Don’t Tell”.66 Kemudian pada tanggal 21 September 1996, Presiden Bill Clinton menyetujui Defense of

Marriage Act, undang-undang tersebut adalah tentang pelarangan untuk mengakui pernikahan sesama jenis, menurut undang-undang tersebut, pernikahan hanyalah tentang penyatuan antara laki-laki sebagai suami dan wanita sebagai istri.67

Meskipun terdapat DADT dan DOMA, penentangan diskriminasi terhadap kaum LGBT terus berlangsung, dukungan dari pemuka agama juga menjadi salah satu bagian dari sejarah perjuangan penghapusan diskriminasi terhadap kaum

LGBT. Pada bulan April 1998, seorang mantan istri dari Martin Luther King Jr.'s yang bernama Coretta Scott King, melakukan tindakan perubahan untuk mendukung kaum LGBT, saat itu Coretta meminta bantuan dari para komunitas

63 George Chauncey, Gay New York: Gender, Urban Culture, and the Making of the Gay Male World, 1890-1940, (New York: Basic Books, 1994), 9. 64 Kristy Simon, “Brief History of the LGBT movement in the United States”. 65 CNN Library, LGBT Rights Milestones Fast Facts, CNN, dalam https://edition.cnn.com/2015/06/19/us/lgbt-rights-milestones-fast-facts/index.html diakses pada tanggal 30 Maret 2018. 66 CNN Library, LGBT Rights Milestones Fast Facts. 67 CNN Library, LGBT Rights Milestones Fast Facts.

27 yang memperjuangkan hak-hak sipil agar membantunya dalam menghilangkan homofobia yang berada di tengah-tengah masyarakat Amerika Serikat.68

Gerakan-gerakan yang mendukung kaum LGBT semakin besar, gerakan tersebut menekan pemerintah untuk lebih memperhatikan kaum LGBT dan menghilangkan diskriminasi serta mempromosikan persamaan hak kaum LGBT dengan masyarakat sipil pada umumnya. Namun penolakan atas tuntutan dari para pendukung LGBT juga muncul, penolakan tersebut datang dari politisi konservatif dan juga dari para pemimpin agama yang memandang LGBT bukanlah hal yang umum, dan merupakan salah satu penyimpangan baik secara sosial, maupun dari segi agama.69

B. Don’t Ask, Don’t Tell (DADT)

Don’t ask, Don’t tell (DADT) adalah sebuah kebijakan di Amerika Serikat yang dibuat pada masa Presiden Bill Clinton, kebijakan ini disahkan oleh Kongres

Amerika Serikat pada tahun 1993. Kebijakan ini ditujukan kepada semua anggota militer Amerika Serikat yang mempunyai orientasi seksual gay, lesbian, dan biseks (mempunyai ketertarikan seksual kepada laki-laki dan wanita sekaligus).

Kebijakan DADT mengharuskan semua anggota militer yang mempunyai orientasi seksual LGB yang mengakui bahwa mereka adalah LGB, diberhentikan dari keanggotaan militer. Anggota militer yang berusaha melakukan tindakan homoseksual akan segera diberhentikan dari keanggotaan militer, serta anggota

68 CNN Library, LGBT Rights Milestones Fast Facts. 69 George Chauncey, Gay New York, 10.

28 militer yang menikah dan berusaha menikah dengan sesama jenis juga akan diberhentikan dari keanggotaan militer.70

Kebijakan Don’t ask, Don’t tell telah membuat tekanan tersendiri kepada anggota militer Amerika Serikat. Dalam kebijakan tersebut, seseorang yang mempunyai orientasi seksual gay, lesbian, dan biseks dilarang untuk mengungkapkan jati dirinya sebagai orang-orang yang mempunyai orientasi seksual berbeda.71

Kebijakan ini bermula pada tahun 1992. Ketika itu Bill Clinton belum menjadi Presiden Amerika Serikat, namun janji kampanye Bill Clinton adalah memperjuangkan hak kaum gay dan lesbian agar dapat menjadi anggota militer di

Amerika Serikat, namun hal tersebut mendapat penentangan dari warga Amerika

Serikat.72 Pada saat itu, kaum gay dan lesbian serta biseks memang dianggap tidak pantas jika menjadi anggota militer. Oleh karena itu, siapapun yang diketahui bahwa dirinya adalah seorang gay atau lesbian atau biseks, maka mereka harus diberhentikan dari tugas kemiliteran, dan menjadi warga sipil biasa.

Ketika Presiden Bill Clinton menjabat, Clinton mulai mewujudkan janji kampanyenya untuk memperjuangkan hak kaum gay, lesbian dan biseks, namun penentangan dari Kongres membuat Bill Clinton tidak bisa menghapuskan peraturan terdahulu tentang kaum tersebut di kemiliteran. Untuk membuat

70 Jody Feder, Don’t ask, don’t tell: a legal analysis, Congressional Research Service, 2013, https://fas.org/sgp/crs/misc/R40795.pdf diakses 2 April 2018. 71 William Institute, Discharges under the don’t ask/don’t tell policy: women and racial/ethnic minorities, 1, https://williamsinstitute.law.ucla.edu/wp-content/uploads/Gates- Discharges2009-Military-Sept-2010.pdf diakses 1 April 2018. 72 Derek C. Araujo, Repealing Don’t Ask, Don’t Tell, 2010, 3, https://www.centerforinquiry.net/uploads/attachments/dont-ask-dont-tell.pdf diakses 1 April 2018.

29

Kongres bersifat lebih toleran terhadap kaum gay, lesbian, dan biseks di kemiliteran, Presiden Clinton mengajukan kebijakan baru. Kebijakannya yaitu kaum gay, lesbian dan biseks dapat terus menjadi anggota militer jika mereka tidak mengungkapkan orientasi seksualnya tersebut. Petugas penerimaan calon anggota militer di Amerika Serikat juga dilarang untuk menanyakan orientasi seksual dari para pelamar keanggotaan militer.73 Oleh sebab itu, kebijakan ini dinamakan kebijakan Don’t ask, Don’t tell.

Namun kebijakan Don’t ask, Don’t tell, tetap menjadi kontroversi, karena kemiliteran Amerika Serikat mendapat kerugian atas kebijakan tersebut74, misalnya:

1. Anggota militer Amerika Serikat mengalami penurunan, karena banyak

anggota militer yang berorientasi seksual gay, lesbian, dan biseks secara

sukarela mengundurkan diri.

2. Seorang tentara Amerika Serikat yang berorientasi seksual menyimpang

dan memilki kemampuan-kemampuan tertentu yang signifikan, misalnya

menguasai banyak bahasa, memiliki keahlian insinyur tempur, dan seorang

pilot mengundurkan diri.75 Pengunduran diri tersebut menyebabkan

kemiliteran Amerika Serikat kehilangan ahli terbaiknya.

3. Biaya yang dihabiskan untuk merekrut calon anggota baru lebih mahal.

Banyak anggota militer yang mengundurkan diri dan harus digantikan

73 William J. Clinton , President’s News Conference, in Public Papers of the Presidents of the United States, January 29, 1993, 20. 74 Araujo, Repealing Don’t Ask, Don’t Tell, 2010, 5. 75 Lawrence J. Korb, The Cost of Don’t Ask, Don’t Tell, https://www.americanprogress.org/issues/security/news/2009/03/02/5714/the-costs-of-dont- ask-dont-tell/ diakses 2 April 2019.

30

dengan anggota militer yang baru. Data yang dirilis oleh Kantor

Akuntabilitas Pemerintah Amerika Serikat menemukan bahwa biaya yang

dihabiskan pemerintah untuk merekrut anggota militer baru,

menghabiskan dana $190,5 juta pada 10 tahun pertama setelah kebijakan

tersebut dikeluarkan.76

Gambar II.1. Jumlah wanita dan pria berorientasi seksual LGBT yang keluar dari kemiliteran Amerika Serikat karena kebijakan Don’t Ask, Don’t Tell.

Sumber: William Institute, Discharges under the don’t ask/don’t tell policy: women and racial/ethnic minorities, https://williamsinstitute.law.ucla.edu/wp- content/uploads/Gates-Discharges2009-Military-Sept-2010.pdf

Dari grafik di atas dapat dilihat pada tahun 1994 setelah DADT disahkan, jumlah wanita dan pria yang keluar dari kemiliteran disebabkan oleh DADT adalah 617 orang, kemudian meningkat dari tahun ke tahun, sampai tahun 1998 berjumlah 1.145 orang yang terdiri dari 317 wanita dan 828 pria. Kemudian

76 Korb, The Cost of Don’t Ask, Don’t Tell.

31 mengalami penurunan dan naik kembali tahun 2001 yang berjumlah 1.227, terdiri dari 373 wanita dan 854 pria. Dari tahun 2002 sampai tahun 2009 mengalami penurunan sampai berjumlah 428, yang terdiri dari 169 wanita dan 259 pria.

C. Defense of Marriage Act (DOMA)

Defense of Marriage Act adalah sebuah undang-undang yang dikhususkan untuk pasangan sesama jenis di Amerika Serikat, kebijakan itu tidak memperbolehkan pasangan sesama jenis mendapatkan tunjangan dan hak-hak mereka dari pemerintah federal Amerika Serikat, termasuk diantaranya pengakuan secara hukum atas pernikahan mereka, tunjangan pekerjaan dari pasangan sesama jenisnya, hak waris, serta perlindungan kekerasan dalam rumah tangga.77

DOMA mulai diberlakukan pada tahun 1996 pada masa pemerintahan

Presiden Bill Clinton. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa pada tingkat federal, pernikahan yang diakui adalah pernikahan yang terdiri dari suami dan istri yang berbeda jenis kelamin. Oleh karena itu negara-negara bagian yang tidak mengakui pernikahan sesama jenis, tidak diharuskan untuk mengakui pasangan sesama jenis yang sudah menikah di negara bagian lain.

Karena pasangan sesama jenis tidak bisa diakui oleh pemerintah federal, maka pasangan sesama jenis yang mengadopsi anak juga akan kehilangan hak-hak nya. Mereka secara hukum tidak diakui oleh pemerintah bahwa telah mengadopsi anak, mereka juga tidak bisa mengajukan tunjangan untuk anak adopsi mereka, mereka juga tidak mempunyai hak cuti untuk mengurus anak adopsi mereka atau

77 Britannica, Defense of Marriage Act, https://www.britannica.com/topic/Defense-of- Marriage-Act diakses 3 APril 2018.

32 bahkan pasangan sesama jenis mereka yang sedang sakit, mereka juga tidak bisa mengajukan hak asuh anak apabila mereka memutuskan untuk berpisah.78

DOMA ditandatangani oleh Presiden Bill Clinton, DOMA mendefinisikan nilai-nilai tradisional dari sebuah pernikahan, baik di tingkat federal maupun di negara-negara bagian. DOMA mempunyai 2 bagian/pasal yang penting, yaitu bagian 2 dan bagian 3. Bagian 2 DOMA mengatur bahwa negara-negara bagian di

Amerika Serikat bisa mengakui atau menolak pernikahan sesama jenis yang dilakukan di negara bagian lain yang memperbolehkan pernikahan semacam itu.79

Bagian 3 DOMA menjelaskan bahwa kata “pernikahan” hanya mengacu pada sebuah penyatuan yang sah antara satu pria dengan satu wanita sebagai suami dan istri, kata “pasangan” juga hanya mengacu pada dua orang yang berbeda jenis kelamin sebagai suami dan istri. Namun, bagian 3 ini juga hanya berlaku pada hukum federal, di negara-negara bagian yang mengizinkan pernikahan sesama jenis, bagian 3 DOMA tidak berlaku.80

Negara-negara bagian di Amerika Serikat banyak yang mengadopsi hukum

DOMA tersebut menjadi hukum di wilayahnya, terhitung pada tahun 2010 sebanyak 41 negara bagian mengikuti DOMA. Namun 5 negara bagian yaitu

Connecticut, Iowa, , New Hampshire, Vermont dan Distrik

Columbia, mengizinkan pernikahan sesama jenis di wilayahnya.81

78 Britannica, Defense of Marriage Act. 79 Family Research Council, The Defense of Marriage Act: What It Does and Why It Is Vital For Traditional Marriage in America, (Washington DC: 2010, 7). 10. 80 Family Research Council, The defense of marriage act, 14. 81 Family Research Council, The defense of marriage act, 17.

33

D. Abad ke-21

Dukungan-dukungan dan penentangan terhadap undang-undang yang mendiskriminasi kaum LGBT terus bermunculan. Negara-negara bagian di

Amerika Serikat satu persatu menyatakan dukungannya terhadap kaum LGBT.

Negara bagian Vermont pada bulan April tahun 2000 melegalkan pembentukan serikat-serikat sipil yang beranggotakan orang-orang yang mempunyai ketertarikan dengan sesama jenis.82

Pada tahun 2003, Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan untuk mengakhiri pelarangan perilaku atau aktivitas seksual seperti sodomi di negara bagian Texas.83 Setelah undang-undang pelarangan sodomi berhasil diubah menjadi legal, para pendukung LGBT mulai berusaha untuk melegalkan pernikahan sesama jenis di seluruh Amerika Serikat.

1. Di bawah Kepemimpinan Presiden Barack Obama

Pada tahun 2009, Barack Obama untuk pertama kalinya sebagai Presiden

Amerika Serikat menyatakan dukungannya terhadap kaum LGBT. Presiden

Obama menyatakan dukungannya tidak hanya di Amerika Serikat namun juga di dunia internasional. Pada bulan Maret tahun 2009, Presiden Obama memutuskan untuk menandatangani deklarasi PBB untuk menghapuskan diskriminalisasi terhadap homoseksual. Selain itu, Menteri Luar Negeri pada pertemuan townhall di Brussels mengatakan bahwa hak asasi manusia akan selalu

82 History, Vermont, https://www.history.com/topics/us-states/vermont diakses 16 April 2018. 83 CNN Library, LGBT Rights Milestones Fast Facts.

34 menjadi perhatian utama bagi Amerika Serikat.84 Presiden Obama juga mengumumkan bahwa bulan Juni menjadi bulan kebanggan untuk kaum LGBT setiap tahunnya.85

Kemudian pada tahun yang sama, Presiden Obama menandatangani undang- undang yang bernama the Matthew Shepard and James Byrd Jr. Hate Crimes

Prevention Act. Undang-undang tersebut terbentuk atas dasar respon Presiden

Obama dalam kasus pembunuhan Matius Shepard dan James Byrd Jr., yang disebabkan oleh motivasi kebencian terhadap orientasi seksual, serta identitas gender. Undang-undang ini mengatur tentang kejahatan dan kebencian yang berkaitan dengan agama, warna kulit termasuk ras, dan juga kewarganegaraan seseorang.86

Pada Januari tahun 2010, Presiden Obama menunjuk seorang transgender bernama Amanda Simpson untuk menjadi penasihat teknik senior di Departemen

Perdagangan bagian industri dan keamanan. Amanda Simpson menjadi transgender pertama yang ditunjuk langsung oleh Presiden, dan mendapat posisi yang baik di dalam pemerintahan.87 Bulan April 2010, Presiden Obama memerintahkan kepada Departemen Kesehatan Amerika Serikat untuk mengeluarkan aturan baru perihal perizinan seorang LGBT yang dirawat di rumah

84 Sue Pleming, “In Turnaround, U.S. Sign U.N. Gay Rights Document”, Reuters, https://www.reuters.com/article/us-rights-gay-usa/in-turnaround-u-s-signs-u-n-gay-rights- document-idUSTRE52H5CK20090318?pageNumber=2&virtualBrandChannel=10112 diakses pada 10 April 2018. 85 Barrack Obama, “Proclamation Lesbian, Gay , Bisexual, Transgender Month 2009”, https://obamawhitehouse.archives.gov/realitycheck/the_press_office/Presidential- Proclamation-LGBT-Pride-Month diakses 10 April 2018. 86 CNN, “Obama signs hate crimes bill into law”, CNN, dalam http://edition.cnn.com/2009/POLITICS/10/28/hate.crimes/ diakses 11 April 2018. 87 Joanne Herman, “Amanda Simpson: A Transgender Rocket Scientist Goes To Washington”, https://www.huffingtonpost.com/joanne-herman/amanda-simpson-a- transgen_b_410400.html diakses 10 April 2018.

35 sakit agar dapat dikunjungi oleh anggota keluarganya ataupun pasangan sesama jenisnya. Perizinian itu juga mencakup izin untuk dapat mengambil keputusan tindakan medis bagi pasangan sesama jenisnya yang dirawat di rumah sakit. Hal tersebut dilakukan Obama, karena Obama melihat banyak kasus di Amerika

Serikat, ketika seseorang berorientasi seksual LGBT dirawat di rumah sakit, maka anggota keluarganya atau pasangan sesama jenisnya dilarang untuk menjenguk, dan itu membuat pasien tersebut mempunyai usia harapan hidup yang kecil.88

Pada September tahun 2011 Presiden Obama akhirnya menghapuskan kebijakan Don’t Ask, don’t Tell (DADT), Presiden Obama membebaskan semua kaum LGBT dari masalah psikologis yang ditanggung oleh mereka selama bertahun-tahun dengan menyembunyikan identitas seksual mereka kepada orang lain. Kepurtusan Presiden Obama atas pencabutan kebijakan DADT selain karena alasan mendukung kaum LGBT, juga karena hal tersebut bisa menghentikan pemerintah Amerika Serikat untuk menghabiskan banyak biaya untuk perekrutan anggota militer baru karena keluarnya anggota militer lama yang berorientasi seksual berbeda, sehngga hal tersebut dapat meningkatkan keamanan nasional

Amerika Serikat.89 Tercatat selama 18 tahun diberlakukannya kebijakan DADT sebanyak 13.000 pria dan wanita keluar dari kemiliteran Amerika Serikat.90 Pada

Desember 2011, Presiden Obama juga mengatakan bahwa Amerika Serikat akan

88 Sheryl Gay Stoberg, “Obama Widens Medical Rights for Gay Partners”, New York Times, https://www.nytimes.com/2010/04/16/us/politics/16webhosp.html diakses tanggal 9 April 2018. 89 Karen McVeigh, “US Military lifts ban on openly gay troops”, https://www.theguardian.com/world/2011/sep/20/us-military-lifts-ban-gay-troops diakses 3 April 2018. 90 Nicole Puglise, “Don’t ask don’t tell military members out and proud five years after repeal”, https://www.theguardian.com/us-news/2016/sep/27/dont-ask-dont-tell-repeal- anniversary-us-military diakses 3 April 2018.

36 mempromosikan hak-hak kaum LGBT ke dunia internasional dan juga menjadikannya sebagai kebijakan luar negeri Amerika Serikat.91

Pada April tahun 2012, Presiden Obama menyatakan keberatannya dan menentang pemungutan suara yang dilakukan di negara bagian Minnesota yang akan mendiskriminasi pasangan sesama jenis dengan menetapkan definisi baku bahwa pernikahan di negara bagian Minnesota hanya antara laki-laki dan perempuan.92 Bulan Mei tahun 2012, Presiden Obama berpendapat bahwa setiap warga negara Amerika Serikat mempunyai hak yang sama untuk menikah, tidak terkecuali kaum LGBT.93

Partai Demokrat yang merupakan partai Presiden Obama di tahun 2012 menyatakan dukungannya terhadap kaum LGBT dengan mendukung pernikahan sesama jenis di Amerika Serikat, hal tersebut terdapat pada platform nasional di

Konvensi Nasional Partai Demokrat.94

We support the right of all families to have equal respect, responsibilities, and protections under the law. We support marriage equality and support the movement to secure equal treatment under law for same-sex couples. We also support the freedom of churches and religious entities to decide how to administer marriage as a religious sacrament without government interference. We oppose discriminatory federal and state constitutional amendments and other attempts to deny equal protection of the laws to committed same-sex couples who seek the same respect and responsibilities as other married couples. We support the full repeal of the so- called Defense of Marriage Act and the passage of the Respect for Marriage Act.

91 Sean Lyngaas, “LGBT Rights Become Pillar of U.S. Foreign Policy”, Washington Diplomat, dalam http://www.washdiplomat.com/index.php?option=com_content&id=11900:gay-rights- becomes-pillar-of-us-foreign-policy&Itemid=428 diakses 12 April 2018.. 92 Luke Johnson, “Obama Oposses Minnesota Anti-gay Mariage Constitutional Amandment”, https://www.huffingtonpost.com/2012/04/09/obama-minnesota-gay-marriage- amendment_n_1412902.html diakses 10 April 2018. 93 Sam Stein, “Obama Backs gay Marriage”, https://www.huffingtonpost.com/2012/05/09/obama-gay-marriage_n_1503245.html diakses 10 APril 2018. 94 Richard Adams, “Democrats’ 2012 platform policy comes complete with rolled-back rhetoric”, The Guardian, dalam https://www.theguardian.com/world/2012/sep/04/democrats- 2012-platform-rolled-back-rhetoric diakses 11 April 2018.

37

(Kami mendukung hak semua keluarga untuk memiliki rasa hormat, tanggung jawab, dan perlindungan yang setara di bawah hukum. Kami mendukung kesetaraan pernikahan dan mendukung gerakan untuk mengamankan perlakuan yang sama di bawah hukum untuk pasangan sesama jenis. Kami juga mendukung kebebasan gereja dan lembaga keagamaan untuk memutuskan bagaimana mengatur pernikahan sebagai sakramen agama tanpa campur tangan pemerintah. Kami menentang diskriminasi federal dan amendemen konstitusi negara bagian dan upaya-upaya lain untuk menolak perlindungan hukum yang sama untuk berkomitmen dengan pasangan sesama jenis yang mencari rasa hormat dan tanggung jawab yang sama seperti pasangan menikah lainnya. Kami mendukung pencabutan dari apa yang disebut Defense of Marriage Act dan kami mendukung Respect for Marriage Act). (Democratic Party Platform 4 September, 2012).

Setelah dukungan kuat dari Presiden dan Partai Demokrat di Amerika

Serikat pada kaum LGBT, kemudian muncul politisi pemerintah pertama bernama

Tammy Baldwin yang merupakan seorang lesbian. Tammy Baldwin juga menjadi wanita pertama dari negara bagian Wisconsin yang kemudian terpilih menjadi anggota senat Amerika Serikat.95

Tahun 2013 Presiden Obama menyetujui untuk membayar sisa gaji atau pendapatan semua tentara yang telah dikeluarkan dari kemiliteran karena DADT.

Hal itu dilakukan karena ketika para tentara LGBT itu dikeluarkan, mereka hanya menerima dari separuh gaji mereka.96 Di tahun ini Obama juga mengkritisi undang-undang yang dimiliki Rusia atas diskriminasinya terhadap kaum gay.97

Di tahun 2013 juga terdapat kasus hukum yang bernama United States v.

Windsor, kasus hukum ini sangat terkenal, karena Mahkamah Agung Amerika

95 Emmanuella Grinberg, “Wisconsin’s Tammy Bladwin if first openly gay person elected to senate”, CNN, dalam https://edition.cnn.com/2012/11/07/politics/wisconsin-tammy-baldwin- senate/index.html diakses 11 April 2018. 96 Carlos Santoscoy, “Gay Troos Discharged Under DADTTo Receive Full Severance Pay”, http://www.ontopmag.com/article/14048/Gay_Troops_Discharged_Under_DADT_To_Receive_F ull_Severance_Pay diakses 10 APril 2018. 97 Washington Post, “Obama Cancels meeting with Vladimir Putin Criticizes Russian Anti Gay Legislation”, www.washingtonpost.com/world/obama-cancels-meeting-with-vladimir-putin- criticizes-russian-anti-gay-legislation/2013/08/07/da43f24a-ff98-11e2-9711- 3708310f6f4d_story.html diakses 10 April 2018.

38

Serikat berhasil menghapuskan bagian 3 dari DOMA, yaitu tentang pendefinisian pernikahan yang sah secara hukum hanya antara pria dan wanita. Presiden Obama dalam hal ini juga menyatakan dukungannya untuk mengkaji ulang bagian 3

DOMA. Presiden Obama berpendapat bahwa bagian 3 DOMA adalah sesuatu yang tidak perlu dipertahankan di Amerika Serikat, dan harus segera dicabut.

Presiden Obama juga mengatakan agar Departemen Kehakiman Amerika Serikat tidak lagi membela konstitusionalitas dari DOMA.98 DOMA dianggap telah melanggar jaminan Konstitusi tentang perlindungan yang sama di bawah hukum bagi semua warga Amerika Serikat.99

Bulan Juli 2014 Obama menandatangani Perintah Eksekutif 13672, dengan menambahkan kata “identitas gender” terhadap orang-orang yang dilindungi dalam perekrutan tenaga kerja sipil federal. Selain itu, ditambahkan juga kata

"orientasi seksual" dan "identitas gender" sebagai orang-orang yang dilarang untuk mendapat diskriminasi pada regulasi perekrutan pegawai swasta.100

Pada tanggal 26 Juni 2015, Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan bahwa pernikahan sesama jenis adalah hak konstitusional. Oleh karena itu, kaum gay dan lesbian memiliki hak untuk menikah di setiap negara

98 Ian Saleh, “Defense Marriage Act: Obama Administration Will No Longer Defend Legality of Measure”, Washington Post, http://www.washingtonpost.com/wp- dyn/content/article/2011/02/23/AR2011022305361.html diakses 6 April 2018. 99 National Public Radio, “Obama Administration Urges Supreme Court To Rethink Doma”, https://www.npr.org/sections/thetwo-way/2013/02/23/172767887/obama-administration- urges-supreme-court-to-rethink-doma diakses pada 6 April 2018. 100 White House, Executive Order -- Further Amendments to Executive Order 11478, Equal Employment Opportunity in the Federal Government, and Executive Order 11246, Equal Employment Opportunity, https://obamawhitehouse.archives.gov/the-press- office/2014/07/21/executive-order-further-amendments-executive-order-11478-equal- employmen diakses 10 April 2018.

39 bagian di negara Amerika Serikat.101 Hal ini berarti bagian/pasal 2 DOMA telah dicabut.

Kemudian bulan Juni tahun 2016, dibidang kemiliteran untuk pertama kalinya seorang gay yang bernama Eric Fanning dijadikan sekretaris Angkatan

Darat Amerika Serikat,102 Hal tersebut menunjukkan semakin terbukanya peluang dan semakin kecilnya diskriminasi yang diterima oleh kaum gay dan lesbian di

Amerika Serikat. Di tahun yang sama, Presiden Barack Obama meresmikan monumen nasional Stonewall menjadi monumen nasional kaum LGBT, untuk mengenang kerusuhan Stonewall pada tahun 1969.103

Pada 20 Juni 2016, Amerika Serikat memutuskan untuk mengakhiri diskriminasi terhadap kaum transgender, sehingga memperbolehkan transgender menjadi anggota miiter Amerika Serikat. Dukungan Amerika Serikat untuk kaum

LGBT terus menguat dibawah kepemimpinan Presiden Barack Obama, militer

Amerika Serikat menganggap orientasi seksual tidaklah penting, yang penting adalah bagaimana kekuatan militer Amerika Serikat menguat, dan anggota militer

Amerika Serikat memiliki kualitas yang baik.104 Kemudian bulan Oktober 2016,

Obama mendukung seorang perempuan biseks untuk menjadi Gubernur di Oregon

101 Charlotte Alter, “Why June 26 Should Be a National Holiday to Honor Progress”, Time, http://time.com/3937884/gay-marriage-supreme-court-june-26/ diakses 16 April 2018. 102 Michael S. Schmidt, “Eric Fanning confirmed as Secretary of The Army”, New York Times, https://www.nytimes.com/2016/05/18/us/eric-fanning-army- secretary.html?mtrref=www.google.co.id&gwh=A1104B33B78E3B1446A6BEE98A84A7B4&gwt=p ay diakses 11 April 2018. 103 Eli Rosenberg, “Stonewall inn named national monument, a first for the gay rights movement”, New York Times, https://www.nytimes.com/2016/06/25/nyregion/stonewall-inn- named-national-monument-a-first-for-gay-rights-movement.html diakses 10 April 2018. 104 Advocate, “Pentagon on Trans Troops: “These are the Kind of People We Want”, https://www.advocate.com/transgender/2016/6/30/breaking-pentagon-ends-ban-transgender- service-members

40 yang bernama Kate Brown. Kate Brown ini kemudian menjadi wanita biseks pertama yang menjadi Gubernur di Amerika Serikat.105

Di Amerika Serikat, masyarakat yang teridentifikasi mempunyai orientasi seksual LGBT meningkat setiap tahunnya. Meskipun begitu, jumlah penerimaan kaum LGBT di tengah-tengah masyarakat Amerika Serikat juga menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Gambar II.2. Jumlah Persentase Kaum LGBT di Amerika Serikat

Sumber: Gallup, In U.S., More Adults Identifying as LGBT, https://news.gallup.com/poll/201731/lgbt-identification-rises.aspx

Dalam gambar tersebut terlihat jelas persentase masyarakat Amerika Serikat yang teridentifikasi sebagai LGBT meningkat dari tahun 2012 yang berjumlah

3,5% menjadi 4,1% di tahun 2016. Jumlah perkiraan populasinya juga meningkat dari 8,3 juta di tahun 2012, menjadi 10,052 juta di tahun 2016.

105 Chris Johnson, “Kate Brown becomes first openly LGBT person elected governor”, Washinngton Blade, http://www.washingtonblade.com/2016/11/08/kate-brown-becomes-first- openly-lgbt-person-elected-governor/ diakses 10 April 2018.

41

Gambar II.3. Jumlah Persentase Penerimaan Masyarakat Amerika Serikat Terhadap Kaum LGBT Amerika Serikat

Sumber: Statista, Are Gay and Lesbian Relationships Morally Acceptable?, https://www.statista.com/statistics/226147/americans-moral-views-on-gay-or- lesbian-relations-in-the-united-states/

Dalam grafik tersebut terihat penerimaan masyarakat Amerika Serikat pada kaum LGBT menunjukkan peningkatan yang signifikan. Tahun 2011 tercatat 56% dan meningkat pada tahun 2016 tercatat 60% masyarakat Amerika Serikat menerima kaum LGBT berada di tengah-tengah mereka.

42

BAB III

LESBIAN, GAY, BISEKS DAN TRANSGENDER DI MATA DUNIA

INTERNASIONAL

A. Hak Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender Dalam Hak Asasi Manusia

Kaum lesbian, gay, biseks, dan transgender (LGBT) merupakan kaum yang sering mengalami diskriminasi di banyak negara-negara di dunia. Namun sebenarnya kaum LGBT mempunyai hak yang sama dengan orang lain. Dalam pasal 1 Universal Declaration of Human Rights (UDHR), dikatakan bahwa “All human beings are born free and equal in dignity and rights, ....” (semua manusia dilahirkan bebas dan setara dalam martabat dan hak-hak).106 Pasal 1 tersebut di interpretasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai sebuah pasal yang mengikat semua orang di dunia termasuk orang-orang yang mempunyai orientasi seksual lesbian, gay, biseks, dan transgender (LGBT).

Oleh karena itu, kaum LGBT memiliki hak yang sama dengan orang lain, yaitu berhak mendapatkan perlindungan dari hukum hak asasi manusia internasional, berhak untuk hidup, berhak mempunyai keamanan privasi, berhak untuk bebas dari penangkapan sewenang-wenang dan juga penyiksaan, bebas dari diskriminasi, bebas untuk berkespresi, serta bebas untuk berserikat.107

106 United Nations, “Universal Declaration of Human Rights”, http://www.un.org/en/universal-declaration-human-rights/ diakses 19 April 2018. 107 Human Rights Council, “Report of The United Nations High Commissioner for Human Rights”, 4, http://www2.ohchr.org/english/bodies/hrcouncil/docs/19session/a.hrc.19.41_english.pdf diakses 19 April 2018.

43

Selain itu, hak asasi manusia bagi kaum LGBT juga dijamin pada

International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) pasal 26,108:

Article 26. All persons are equal before the law and are entitled without any discrimination to the equal protection of the law. In this respect, the law shall pro hibit any discrimination and guarantee to all persons equal and effective protection against discrimination on any ground such as race, .colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status. (Semua orang setara di hadapan hukum dan berhak mendapatkan perlindungan hukum yang setara tanpa adanya diskriminasi. Dalam hal ini, undang-undang harus melarang diskriminasi dan menjamin perlindungan yang setara bagi semua orang dan perlindungan yang efektif terhadap diskriminasi atas dasar apa pun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, kebangsaan, properti, kelahiran atau status lainnya).

dan juga pasal 2 International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights

(ICESCR)109:

“The States Parties to the present Covenant undertake to guarantee that the rights enunciated in the present Covenant will be exercised without discrimination of any kind as to race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status.” (Negara-negara pada perjanjian ini berjanji untuk menjamin bahwa hak-hak yang tercantum dalam perjanjian ini akan dilaksanakan tanpa diskriminasi dalam bentuk apa pun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, kebangsaan, properti, kelahiran atau status lainnya).

Selain itu dalam Vienna Declaration and Programme of Action, dijelaskan bahwa kewajiban negara adalah termasuk melindungi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi warga negaranya, terlepas dari apapun sistem politik, ekonomi, budaya, serta agama dan latar belakang sejarah negara tersebut.110

108 International Covenant on Civil and Political Rights. Adopted by the General Assembly of the United Nations on 19 December 1966, https://treaties.un.org/doc/publication/unts/volume%20999/volume-999-i-14668-english.pdf diakses 17 April 2018. 109 International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights on 3 January 1976, http://www.ohchr.org/EN/ProfessionalInterest/Pages/CESCR.aspx diakses 17 April 2018. 110 General Assembly, “Discriminatory Laws and Practices and Acts of Violence Against Indoviduals Based on Their Sexual Orientation and Gender Identity”, 4,

44

Menurut PBB, diskriminasi terhadap kaum LGBT tidak diperbolehkan karena melanggar prinsip utama hak asasi manusia, yaitu hak atas persamaan dan larangan diskriminasi. Jaminan atas persamaan dan larangan diskriminasi tersebut dijamin oleh hukum hak-hak asasi manusia internasional, tanpa memandang jenis kelamin, orientasi seksual dan identitas gender.

Dalam General Assembly resolution 60/251 of 15 March 2006, telah ditetapkan bahwa Human Rights Council dibentuk sebagai ganti dari Commission on Human Rights. Human Rights Council berada dibawah pengawasan General

Assembly dengan tugas mempromosikan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi seluruh warga negara di negara manapun dengan tidak membedakan dari segi apapun. Human Rights Council juga bertugas untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh negara-negara di dunia, sekaligus sebagai forum untuk dialog tentang hak asasi manusia, dan memberikan pendidikan dan pembelajaran sekaligus sebagai penasihat bagi negara-negara tentang hak asasi manusia.111

Tahun 2011, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Human

Rights Council Resolution, yang bernama 17/19 Human rights, sexual orientation and gender identity. Resolusi tersebut berisi tentang rencana PBB untuk mengidentifikasi negara-negara di seluruh dunia yang mendiskriminasi kaum

LGBT di negaranya. Selain itu, PBB juga akan mengadakan panel diskusi untuk

http://www.ohchr.org/Documents/Issues/Discrimination/A.HRC.19.41_English.pdf diakses 25 April 2018. 111 General Assembly, “Resolution Adopted by The General Assembly”, http://www2.ohchr.org/english/bodies/hrcouncil/docs/A.RES.60.251_En.pdf diakses 25 APril 2018.

45 membicarakan mengenai solusi-solusi tepat yang dapat dilakukan untuk menghentikan diskriminasi terhadap kaum LGBT di seluruh dunia.112

Tabel III.A.1. Negara-negara yang Memberikan Suara Pada Resolusi 17/19

Human Rights, Sexual Orientation and Gender Identity

Argentina, Belgia, Brazil, Chili, Kuba, Ekuador,

Prancis, Guatemala, Hongaria, Jepang, Jumlah negara

Negara yang Mauritius, Meksiko, Norwegia, Polandia, yang

menyetujui Republik Korea, Slowakia, Spanyol, Swiss, menyetujui =

Thailand, Ukraina, Inggris Raya dan Irlandia 23 negara

Utara, Amerika Serikat, Urugay

Angola, Bahrain, Bangladesh, Kamerun, Jumlah negara

Djibouti, Arab Saudi, Uganda, Gabon, Ghana, yang Negara yang Yordania, Malaysia, Maladewa, Senegal, menentang = 19 menentang Mauritania, Nigeria, Pakistan, Qatar, Republik negara

Moldova, Federasi Rusia

Jumlah negara Negara yang Burkina Faso, Tiongkok, Zambia yang abstain = abstain 3 negara

Sumber: Human Rights Council, 17/19 Human Rights, Sexual Orientation, and Gender Identity, diakses dari https://documents-dds- ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G11/148/76/PDF/G1114876.pdf?OpenElement

112 Human Rights Council, “17/19 Human Rights, Sexual Orientation, and Gender Identity”, https://documents-dds- ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G11/148/76/PDF/G1114876.pdf?OpenElement diakses 24 April 2018

46

Pada tahun 2014 PBB kembali mengeluarkan Human Rights Council

Resolution yang bernama 27/32 Human Rights, Sexual Orientation, and Gender

Identity, yang berisi tentang laporan yang telah dikeluarkan oleh PBB mengenai diskriminasi-diskriminasi yang diterima oleh kaum LGBT di seluruh dunia, kewajiban-kewajiban negara untuk melindungi kaum LGBT, dan juga hukum- hukum yang diberlakukan di negara-negara di dunia yang mendiskriminasi kaum

LGBT.113

Tabel III.A.2. Negara-negara yang Memberikan Suara Pada Resolusi 27/32

Human Rights, Sexual Orientation and Gender Identity

Argentina, Austria, Brasil, Chili, Kosta Rika,

Kuba, Republik Ceko, Republik Korea, Jumlah Negara Venezuela, Estonia, Prancis, Jerman, Irlandia, Negara yang yang Italia, Jepang, Meksiko, Montenegro, Peru, menyetujui menyetujui = Filiphina, Rumania, Afrika Selatan, Republik 25 negara Makedonia, Inggris Raya dan Irlandia Utara,

Amerika Serikat, Vietnam

Aljazair, Botswana, Côte d’Ivoire, Ethiopia, Jumlah negara Negara yang Gabon, Indonesia, Kenya, Kuwait, Maladewa, yang menentang Maroko, Pakistan, Federasi Rusia, Arab Saudi, menentang =

113 Human Rights Council, “27/32 Human Rights, Sexual Orientation, and Gender Identity” https://documents-dds- ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G14/177/32/PDF/G1417732.pdf?OpenElement diakses 24 April 2018.

47

Uni Emirat Arab 14 negara

Jumlah negara Negara yang Burkina Faso, Kongo, Tiongkok, India, yang abstain = abstain Kazakhstan, Namibia, Sierra Leone 7 negara

Sumber: Human Rights Council, 27/32 Human Rights, Sexual Orientation, and Gender Identity, https://documents-dds- ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G14/177/32/PDF/G1417732.pdf?OpenElement

Pada tahun 2016, PBB mengeluarkan resolusi 32/2 mengenai Protection against violence and discrimination based on sexual orientation and gender identity. Resolusi itu menegaskan bahwa setiap manusia yang dilahirkan ke dunia merupakan manusia yang bebas, termasuk bebas memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan orang lain pada umumnya. Resolusi itu juga berisi tentang kekhawatiran PBB atas kekerasan yang diterima oleh kaum LGBT, serta penunjukkan seorang pakar PBB yang bertugas untuk mengobservasi kekerasan yang diterima kaum LGBT secara langsung, bernegosiasi dan memberi masukan melalui diskusi-diskusi kepada negara-negara untuk menjamin keselamatan dan keamanan kaum LGBT.114

114 Human Rights Council, “Protection against violence and Discrimination Based On Sexual Orientation and Gender Identity”, http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/HRC/RES/32/2 diakses 24 April 2018.

48

Tabel III.A.3. Negara-negara yang Memberikan Suara Pada Resolusi

Protection Against Violence and Discrimination Based on Sexual Orientation

and Gender Identity

Albania, Belgia, Bolivia, Kuba, Ekuador, El

Salvador, Prancis, Georgia, Jerman, Mongolia, Jumlah Negara

Negara yang Belanda, Panama, Paraguay, Portugal, Republik yang

menyetujui Korea, Slovenia, Swiss, Republik Makedonia, menyetujui =

Inggris Raya dan Irlandia Utara, Venezuela, 23 negara

Vietnam, Latvia, Meksiko

Aljazair, Bangladesh, Burundi, Tiongkok, Jumlah negara

Negara yang Kongo, Ethiopia, Indonesia, Kenya, Kyrgyzstan, yang

menentang Maladewa, Maroko, Nigeria, Qatar, Rusia, Arab menentang = 18

Saudi, Togo, Uni Emirat Arab, Pantai Gading negara

Jumlah negara Negara yang Bostwana, Ghana, India, Namibia, Filipina, yang abstain = abstain Afrika Selatan 6 negara

Sumber: Human Rights Council, Protection against violence and Discrimination Based On Sexual Orientation and Gender Identity, http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/HRC/RES/32/2

49

B. Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender Menurut Negara-Negara di Dunia

Kaum LGBT di seluruh negara di dunia mendapat perlakuan yang berbeda- beda baik dari pemerintah negaranya, maupun dari masyarakat disekitarnya.

Terdapat beberapa pemerintah negara di dunia yang mendiskriminasi kaum LGBT dengan melakukan upaya kriminalisasi kepada mereka, menangkapnya dan memasukkan mereka ke penjara. Namun juga terdapat beberapa pemerintah negara yang menerima kemunculan kaum LGBT di negaranya. Negara tersebut juga melakukan upaya-upaya untuk menjamin hak-hak kaum LGBT di negaranya.

Berikut ini adalah pemaparan mengenai keadaan kaum LGBT di negara-negara dunia:

1. Amerika Serikat dan Kanada

Pada tahun 2011, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton mengatakan pada peringatan berdirinya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia di Palais des

Nations Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, bahwa hak-hak gay adalah hak asasi manusia. Hillary Clinton juga mengatakan bahwa orang-orang gay sama seperti masyarakat pada umumnya, dan gay bukanlah bagian dari kebudayaan barat yang disebarkan oleh negara-negara barat.115

Pernyataan dari Clinton menjadi pernyataan pertama di dunia internasional, mengenai hak kaum gay. Tidak ada negara di dunia yang pernah mengatakan hal tersebut dalam forum internasional yang dihadiri oleh menteri luar negeri dari

115 BBC, “Hillary Clinton Declares gay right are human rights”, BBC, http://www.bbc.com/news/world-us-canada-16062937 diakses 19 April 2018

50 negara-negara lain beserta diplomat-diplomatnya.116 Beberapa perwakilan dari negara-negara yang hadir dalam forum tersebut merupakan negara yang memandang homoseksualitas adalah pelanggaran kriminal.117

Selanjutnya negara Kanada, negara ini merupakan negara yang sudah menjamin anti diskriminasi terhadap kaum LGBT di negaranya sejak tahun 1996, hal tersebut tercantum pada Canadian Human Rights Act. Sebelum tahun 1969,

Kanada menjadi negara yang menghukum pasangan sesama jenis yang melakukan aktivitas seksual dengan hukuman penjara. Wilayah Quebec menjadi wilayah pertama di Kanada yang menjamin pelarangan diskriminasi terhadap kaum

LGBT. Jaminan anti diskriminasi tersebut tercantum dalam piagam hak asasi manusia provinsi Quebec.

Kanada juga menjadi negara yang menjamin kaum LGBT mendapatkan hak yang sama dengan masyarakat umumnya, dalam hal akses publik dan juga dalam hal perpajakan. Jaminan tersebut berlaku mulai tahun 2000 di Kanada setelah

Parlemen Kanada berhasil mengesahkan Bill C-23. Kemudian pada tahun 2005,

Kanada memberlakukan Undang-undang Perkawinan Sipil yang berisi tentang pernikahan sesama jenis. Dalam undang-undang tesebut pemerintah Kanada mengizinkan pasangan sesama jenis untuk menikah di wilayah manapun di

Kanada.118

116 Mira Patel, “The Littke-Known Origin of Gay Rights Are Human Rights”, Advocate, https://www.advocate.com/commentary/2015/12/08/little-known-origin-gay-rights-are-human- rights diakses 19 April 2018. 117 BBC, “Hillary Clinton Declares gay right are human rights”, BBC, http://www.bbc.com/news/world-us-canada-16062937 diakses 19 April 2018. 118 Government of Canada, “Rights of LGBTI Persons”, https://www.canada.ca/en/canadian-heritage/services/rights-lgbti-persons.html diakses 9 Mei 2018.

51

2. Negara-negara Eropa Timur

Pelegalan homoseksualitas di Ukraina pernah terjadi ketika Ukraina masih

dalam pemerintahan Soviet. Namun hal tersebut sekarang sudah tidak berlaku,

karena kaum LGBT baik di pemerintahan dan di tengah-tengah masyarakat tidak

mendapatkan penerimaan yang baik. Pada tahun 2012, di Ukraina terdapat

Rancangan Undang-Undang nomor 8711 yang mengatur tentang pelarangan

membicarakan isu LGBT di media dengan ancaman denda dan 5 tahun penjara.

Rancangan Undang-Undang tersebut juga mengakibatkan kaum LGBT tidak

dapat mendapatkan pendidikan mengenai seks yang aman dari AIDS, akibatnya

jumlah penderita AIDS di Ukraina meningkat.

Selain itu, penolakan terhadap keberadaan kaum LGBT di Ukraina juga

terlihat pada saat pawai besar-besaran di jalanan Ukraina untuk memperingati

Hari Internasional Melawan Homofobia dan Transfobia. Pawai tersebut

dibatalkan oleh polisi karena ada kelompok anti LGBT yang tidak suka dengan

pawai tersebut.119

Selanjutnya negara Rusia, pada mulanya Rusia merupakan negara yang menerima kaum LGBT berkembang dan tinggal di negaranya, diskriminasi terhadap kaum LGBT juga jarang ditemukan di Rusia. Namun sentimen dari masyarakat Rusia yang tidak menyukai homoseksualitas berkembang di negaranya semakin banyak. Selain itu, gereja ortodoks juga tidak menyukai apabila homoseksualitas menyebar di Rusia. Oleh karena itu, mereka mendesak

119 Elton John, “Gay Rights Are Human Rights?”, The Guardian, https://www.theguardian.com/commentisfree/2012/jul/01/gay-rights-human-rights-elton-ohn diakses 23 April 2018.

52 pemerintah untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional Rusia dan konservatisme yang tidak toleran dengan kaum LGBT.120

Tahun 2012 di kota St. Petersburg, diberlakukan undang-undang mengenai kriminalisasi kaum LGBT. Politisi Rusia dan gereja ortodoks juga mendukung kriminalisasi terhadap kaum LGBT tersebut. Mereka menganggap bahwa orientasi seksual LGBT adalah sebuah penyakit. Mereka juga berpendapat bahwa jika LGBT dilegalkan maka akan mempengaruhi psikologis anak-anak di Rusia sekaligus membawa pengaruh buruk terhadap anak-anak tersebut. Tindakan mempromosikan secara sembunyi maupun terang-terangan di tengah-tengah masyarakat Rusia mengenai kaum LGBT juga akan mendapatkan hukuman denda sebanyak 5.000 Rubel sampai 500.000 Rubel.121.

Pada tahun 2012 juga terdapat rencana untuk menjadikan homoseksualitas

sebagai sesuatu yang ilegal di seluruh Rusia. Hal itu mengakibatkan kekerasan

serta diskriminatif terhadap kaum LGBT meningkat dan dianggap sebagai

sesuatu yang biasa oleh masyarakat Rusia.122 Pada Juni tahun 2013, Presiden

Rusia Vladimir Putin menyetujui sebuah undang-undang yang melarang

propaganda hubungan seksual sesama jenis. Undang-undang tersebut berlaku

pada tingkat federal, sehingga berlaku di seluruh wilayah Rusia. Undang-undang

tersebut juga berlaku pada warga negara asing dengan orientasi seksual LGBT

120 Miriam Elder, “Russian Parliament to Consider Federal Anti-Gay Law”, The Giardian https://www.theguardian.com/world/2012/nov/30/russian-parliament-federal-anti-gay-law diakses 24 April 2018. 121 Miriam Elder, “St Petersburg Bans homosexual Propaganda”, The Guardian, https://www.theguardian.com/world/2012/mar/12/st-petersburg-bans-homosexual-propaganda diakses 23 April 2018. 122 Miriam Elder, “Gang Attack Blamed on Russia’s Ban on Gay Propaganda”, The Guardian, https://www.theguardian.com/world/2012/nov/04/gang-attack-russia-gay diakses 24 April 2018.

53

yang sedang menetap di Rusia. Mereka terancam dipenjara selama 15 hari atau

bahkan dideportasi dari negara Rusia jika terbukti melakukan propaganda LGBT

di Rusia.123

Selanjutnya negara Belarusia, Belarusia termasuk negara yang tidak ramah terhadap kaum LGBT. Aktivis LGBT yang membela kaum LGBT di Belarusia dituduh sebagai agen Barat, mereka ditangkap oleh pemerintah, dan juga dianiaya.

Di negara tersebut juga dilarang mendirikan komunitas dan organisasi gay. Klub- klub malam khusus gay banyak yang diperiksa oleh polisi dan para gay di klub tersebut ditangkap serta dianiaya. Selain itu, Belarusia juga mempunyai rancangan undang-undang yang akan mendiskriminasikan kaum LGBT. RUU itu memang tidak secara jelas merujuk pada kaum LGBT, namun RUU itu melarang propaganda yang dapat merusak nilai-nilai dari sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Rancangan undang-undang (RUU) tersebut dilakukan oleh

Belarusia untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional negaranya.124

Sebagian besar negara-negara Eropa Timur merupakan negara-negara yang tingkat diskriminasi terhadap kaum LGBT masih tinggi. Selain Rusia, Ukraina, dan Belarusia, negara Moldova Latvia dan Lithuania juga termasuk negara-negara

Eropa Timur yang tidak aman bagi kaum LGBT.125

123 Human Rights First, “How To Stop Russia From Exporting Homophobia”, https://www.humanrightsfirst.org/resource/how-stop-russia-exporting-homophobia diakses 29 April 2018. 124 Human Rights First, “ The Hill: Abusive Belarus Dictator Doesn’t Deserve Hockey Championship”, https://www.humanrightsfirst.org/resource/hill-abusive-belarus-dictator-doesn- t-deserve-hockey-championship diakses 27 April 2018. 125 Samuel Osborne, “The 15 Worst Countries To Be Gay in Europe”, https://www.independent.co.uk/news/world/europe/the-15-worst-countries-to-be-gay-in- europe-azerbaijan-russia-armenia-a7024416.html diakses 9 Mei 2018.

54

3. Negara-negara di Afrika

Di kawasan Afrika diskriminasi dan tindakan kekerasan terhadap kaum

LGBT banyak terjadi. Negara-negara yang masih melakukan tindakan kekerasan dan perlakuan diskriminatif terhadap kaum LGBT misalnya, Mozambik, Zambia,

Kenya, Ghana, Rwanda, Malawi Uganda, Namibia, dan Boswana.126 Di Uganda dan Kenya banyak LGBT diculik, diperkosa, dan juga mendapatkan tindakan kekerasan. Kaum LGBT yang tinggal di Uganda dan Kenya juga tidak dapat hidup tenang, karena mereka harus sering berpindah-pindah tempat tinggal untuk mengindari identitas orientasi seksualnya diketahui oleh tetangga maupun oleh polisi. Selain itu, tindakan pemerasan juga dilakukan oleh polisi, jika ada seseorang yang diketahui berorientasi LGBT, maka seseorang tersebut dapat ditangkap, dan untuk menghindari penangkapan tersebut, seringkali harus membayar sejumlah uang kepada polisi.127

Di negara Tanzania, pemerintah negara Tanzania melarang adanya propaganda LGBT yang dilakukan oleh komunitas atau organisasi yang beranggotakan kaum LGBT. Sebagian besar negara-negara di Afrika sangat mendiskriminasi perilaku dan pelaku LGBT, bahkan mereka juga mengkriminalisasinya dengan menangkap dan menghukum para pelaku LGBT. Di

Aljazair seorang gay dapat dipenjara selama 2 tahun dan dikenakan denda. Di

Botswana pelaku homoseksual dapat dipenjara selama 7 tahun. Negara Afrika lain

126 Human Rights First, “African Voices For Equality”, http://www.humanrightsfirst.org/sites/default/files/African-Voices-for-Equality.pdf diakses 26 April 2018. 127 Human Rights First, “The Road to Safety” Strengthening Protection for LGBTI Refugees in Uganda and Kenya, https://www.humanrightsfirst.org/resource/road-safety-strengthening- protection-lgbti-refugees-uganda-and-kenya diakses 26 April 2018.

55 yang juga memenjarakan pelaku homoseksual adalah Burundi, Kamerun, Etiopia,

Libya, Ghana. Lain halnya dengan negara Gambia, seorang homoseksual yang melakukan aktivitas seksualnya dapat dikenakan hukuman penjara sampai 14 tahun, namun jika pasangan homoseksualnya berumur kurang dari 18 tahun atau pasangannya mempunyai penyakit AIDS, maka hukumannya adalah penjara seumur hidup.

Di negara islam seperti Mauritania, hukuman atas aktivitas seksual antara laki-laki gay adalah dengan dirajam sampai meninggal. Aktivitas seksual antara perempuan lesbian dihukum dengan dua tahun penjara dan denda. Di Nigeria, 12 negara bagian yang mayoritas masyarakatnya beragama islam memberlakukan hukum syariah, mereka menghukum laki-laki gay dengan hukuman kematian, dan untuk perempuan lesbian adalah dicambuk atau dipenjara.128

Sementara itu negara di Afrika yang melegalkan kaum LGBT adalah Afrika

Selatan. Sejak tahun 1996, Afrika Selatan menjadi negara yang melindungi orang yang berorientasi seksual LGBT dari diskriminasi. Perkembangan penerimaan

LGBT oleh pemerintah Afrika Selatan mencapai puncaknya tahun 2006, ketika

Afrika Selatan melegalkan pernikahan sesama jenis di negaranya. Namun walaupun pemerintah Afrika Selatan sudah melegalkan pernikahan sesama jenis, dan juga dapat menerima adanya kaum LGBT di negaranya, tetapi penolakan

128 Conor Gaffey, “Where is it illegal to be gay in Africa?”, News Week, http://www.newsweek.com/where-it-illegal-be-gay-africa-630113 diakses 10 Mei 2018.

56 masih datang dari masyarakat Afrika Selatan yang memandang kaum LGBT sebagai kaum yang tidak seharusnya ada di Afrika Selatan.129

4. Negara-Negara Asia Selatan

Pada Desember 2013 India memberlakukan kembali pasal 377 undang- undang pidana mengenai kriminalisasi terhadap kaum gay. Pasal tersebut merupakan sebuah pasal yang sudah ada pada jaman kolonial di India, dan diberlakukan untuk mengkriminalisasi perilaku homoseksual. Dengan menggunakan undang-undang tersebut, kaum gay di India banyak ditangkap, dan tidak lagi dapat bebas menunjukkan orientasi seksualnya. Pada tahun 2014, sekitar

600 orang ditangkap hanya karena orientasi seksual yang mereka miliki sebagai seorang LGBT. Mereka yang ditangkap mendapatkan ancaman penjara seumur hidup, berdasarkan pasal 377 undang-undang pidana di India.130 Selain itu, undang-undang pasal 377 dipandang nenjadi salah satu alasan mengapa kaum

LGBT di India sulit untuk mendapatken kesehatan bagi yang terserang virus

HIV/AIDS.131

Selanjutnya negara Bangladesh, negara ini merupakan negara yang mayoritas masyarakatnya menganut agama islam. Penerimaan kaum LGBT di

129 Jasmine Andersson, “What Is Happening to LGBT+ Rights in South Africa?”, Pink News, https://www.pinknews.co.uk/2018/02/09/what-is-happening-to-lgbt-rights-in-south-africa/ diakses 10 Mei 2018. 130 Human Rights First, “ Letter t President Obama on Visit to India”, https://www.humanrightsfirst.org/resource/letter-president-obama-visit-india diakses 1 Mei 2018. 131 Caroline Mortimer, “India’s Supreme Court Could Be About To Decriminalise Gay Sex In Major Victory for LGBT Rights”, Independent, https://www.independent.co.uk/news/world/asia/india-homosexuality-legalise-law-gay-lgbt- couples-supreme-court-ruling-a8148896.html diakses 3 Maret 2018.

57 negara ini sangat buruk. Kemunculan kelompok-kelompok islam garis keras juga merupakan salah satu alasan kaum LGBT tidak aman berada di Bangladesh.

Kaum LGBT di Bangladesh menerima banyak ancaman-ancaman dari kelompok- kelompok islam radikal. Ancaman-ancaman yang datang tidak hanya secara langsung, namun juga melalui telepon dan juga media sosial. Kelompok islam radikal ini juga memprovokasi masyarakat Bangladesh untuk tidak menyetujui berkembangnya LGBT di tengah-tengah masyarakat Bangladesh.

Kelompok-kelompok islam di Bangladesh juga melakukan lobi kepada pemerintah untuk memberlakukan undang-undang yang mengkriminalisasi kaum

LGBT dan juga kegiatan seksualnya dengan hukuman penjara maksimal 10 tahun.

Tidak adanya undang-undang anti diskriminasi terhadap kaum LGBT juga menjadi alasan kelompok-kelopok islam radikal melakukan pelecehan, dan kekerasan.132

5. Negara-negara Asia Tenggara

Singapura termasuk salah satu negara di Asia Tenggara yang tidak menerima perilaku orientasi seksual LGBT di negaranya. Tindakan pelecehan seksual dan pemerkosaan serta penganiayaan banyak diterima oleh mereka yang gay dan lesbian. Tidak hanya Singapura, namun juga Brunei, Malaysia, Indonesia, dan Myanmar serta Laos tidak mempunyai hukum untuk melindungi kaum LGBT dari diskriminasi dan tindakan kekerasan serta pelecehan seksual.

132 Inge Amundsen, “The Ruins of Bangladesh’s LGBT Community”, East Asia Forum, http://www.eastasiaforum.org/2018/03/23/the-ruins-of-bangladeshs-lgbt-community/ diakses 9 Mei 2018.

58

Brunei merupakan negara yang menggunakan hukum syariah islam, sehingga individu yang berorientasi seksual gay dan melakukan sodomi dapat dihukum rajam sampai mati, atau dicambuk. Sedangkan Malaysia dan Myanmar dapat menghukum pelaku homoseksualitas dengan hukuman penjara.

Di negara Thailand, hak asasi manusia untuk transgender sudah dijamin lebih baik dengan adanya hukum yang mengatur tentang perlindungan transgender dari diskriminasi. Namun di seluruh negara Asia Tenggara, tidak ada satupun negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis, pengadopsian anak untuk pasangan sesama jenis juga tidak diperbolehkan, karena pernikahan yang diakui hanyalah pernikahan antara laki-laki dan perempuan.

Di negara Vietnam, Thailand, dan Filipina, mendapatkan pekerjaan dan juga layanan kesehatan menjadi sebuah tantangan untuk kaum LGBT. Karena stigma sosial menjadikan mereka sulit mendapatkan pekerjaan. Jika mereka ingin mendapatkan pekerjaan yang layak, mereka harus dapat menyembunyikan orientasi seksualnya. Namun banyak juga LGBT yang menjadi pekerja seks komersial untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Organisasi dan komunitas

LGBT juga dilarang terbentuk dan berkembang di negara-negara Asia Tenggara, sehingga pergerakan propaganda LGBT tidak dapat berkembang dengan baik.133

6. Negara-negara Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia

Kaum LGBT di negara-negara Amerika Tengah seperti El Salvador dan

Honduras sangat rentan menerima tindakan kekerasan dari masyarakat, dan

133 Dominique Mosbergen,”Being LGBT in Souteast Asia: Storeis of Abuse, Survival, and Tremendous Courage”, Huffington Post, https://www.huffingtonpost.com/entry/lgbt-in- southeast-asia_us_55e406e1e4b0c818f6185151 diakses 9 Mei 2018.

59 gangster yang berkuasa di kota-kota negara tersebut. Keamanan dan keselamatan para kaum LGBT tidak pernah dijamin oleh pemerintah. Tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh gangster terhadap kaum LGBT tidak pernah membuat pemerintah menghukum atau menangkap para gangster.

Tidak hanya tindakan kekerasan secara fisik, kekerasan seksual juga diterima oleh kaum LGBT. Bahkan tindakan pembunuhan kepada laki-laki gay juga banyak terjadi di Honduras. Tindakan kekerasan dan pembunuhan yang terus-menerus terjadi mengakibatkan banyak kaum LGBT di negara tersebut mengungsi ke negara lain terutama ke Meksiko dan Amerika Serikat.134 Selain kedua negara tersebut, negara Amerika Tengah yang tidak dapat menerima kaum

LGBT di negaranya adalah Guatemala, Nikaragua, dan Kostarika.135

Negara-negara Amerika Selatan seperti Kolombia, Brazil, Chili, Uruguay,

Argentina merupakan negara yang pemerintahannya lebih toleran terhadap keberadaan kaum LGBT di negaranya. Negara-negara Amerika Selatan tersebut beberapa diantaranya mempunyai hukum yang mengatur tentang larangan diskriminasi terhadap orang yang berorientasi seksual LGBT, pernikahan sesama jenis, dan penggantian status jenis kelamin pada kartu tanda pengenal untuk para transgender, serta larangan untuk mendiskriminasi pekerja berdasarkan orientasi seksual mereka.

134 Anastasia Moloney, “Terrorize at home, Central America’s LGBT People to Flee For Their Lives: Report”, Reuters, https://www.reuters.com/article/us-latam-lgbt-rights/terrorized- at-home-central-americas-lgbt-people-to-flee-for-their-lives-report-idUSKBN1DR28O diakses 8 Mei 2018. 135 Marilia Brocchetto, “The Perplexing Narrative About Being Gay In Latin America”, CNN, https://edition.cnn.com/2017/02/26/americas/lgbt-rights-in-the-americas/index.html diakses 8 Mei 2018.

60

Di Chili, kelompok-kelompok anti LGBT berkembang dan mereka tidak toleran terhadap kaum LGBT. Meskipun begitu, hukum di negara Chili sudah mengatur banyak hal untuk melindungi dan menjamin hak-hak kaum LGBT.

Akan tetapi, rasa ketidaksukaan kelompok tersebut membuat kelompok anti

LGBT itu melakukan tindakan kekerasan terhadap kaum LGBT. Tindakan kekerasan yang dilakukan kelompok-kelompok tersebut kepada kaum LGBT dalam beberapa kasus menyebabkan kematian.

Lain halnya dengan Venezuela, Venezuela merupakan negara Amerika

Selatan yang tidak mempunyai hukum-hukum yang dapat menjamin hak-hak kaum LGBT. Pasangan sesama jenis tidak diakui oleh negara jika mereka menikah, transgender juga tidak bisa mengganti jenis kelamin dan namanya di kartu tanda identitas mereka.136

Agama menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi toleransi kepada kaum LGBT. Di wilayah Amerika Tengah dan Amerika Selatan, negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik akan lebih toleran terhadap kaum

LGBT. Sedangkan negara yang mayoritas penduduknya beragama Protestan kurang toleran terhadap kaum LGBT.137

Selanjutnya negara-negara di wilayah Karibia, Republik Dominika menjadi negara di Kepulauan Karibia yang mendiskriminasi kaum LGBT. Masyarakat

Republik Dominika tidak bisa menerima adanya kaum LGBT yang hidup di tengah-tengah mereka, oleh karena itu homofobia dan transfobia menjadi 2 fobia

136 Marilia Brocchetto, “The Perplexing Narrative About Being Gay In Latin America”. 137 Javier Corrales, “The Influence of Structure, Movements, Institutions, and Culture”, 2015: 26-27, https://globalstudies.unc.edu/files/2015/04/LGBT_Report_LatAm_v8-copy.pdf diakses 9 Mei 2018.

61 yang berkembang baik di Republik Dominika. Selain diskriminasi, kaum LGBT di Republik Dominika juga mendapatkan kekerasan dan juga ancaman serta ujaran-ujaran kebencian dari masyarakat negara tersebut.

Individu yang berorientasi seksual gay dan lesbian tidak hanya datang dari kalangan masyarakat sipil, namun juga di kepolisian. Oleh karena itu, kepolisian

Republik Dominika mempunyai peraturan untuk para anggota kepolisian untuk tidak melakukan aktivitas seksual sesama jenis yang diatur dalam undang-undang

285-66. Republik Dominika juga mempunyai peraturan yang melarang adanya pernikahan sesama jenis di negaranya.

Keadaan diskriminasi dan homofobia serta transfobia di Republik Dominika diperparah dengan tidak adanya hukum atau undang-undang yang mengatur tentang kejahatan ujaran kebencian, dan diskriminasi. Negara ini juga tidak mengakui adanya identitas khusus transgender, sehingga transgender di negara

Republik Dominika tidak diakui keberadaannya.

Transgender di negara ini sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, karena mereka tidak diterima di masyarakat. Peluang satu-satunya pekerjaan untuk mereka adalah dengan menjadi pekerja seks komersial, oleh karena itu banyak transgender wanita di Republik Dominika menjadi pekerja seks komersial demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Transgender wanita dan lesbian juga sering menerima tindakan pemerkosaan, karena mereka dianggap kaum dengan harga diri yang rendah oleh masyarakat Republik Dominika.

Selain sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, kaum LGBT Republik

Dominika juga kesulitan untuk mendapatkan akses memiliki rumah, pendidikan,

62 dan perawatan kesehatan. Selain pemerintah yang kurang memperhatikan terjaminnya hak-hak kaum LGBT, dan juga kepolisian yang ikut mendiskriminasi kaum LGBT, tokoh-rokoh agama di Republik Dominika juga menjadi salah satu penyebab homofobia dan transfobia di kalangan masyarakat Republik Dominika menjadi semakin tinggi.138

Negara selanjutnya yaitu Jamaika, diskriminasi dan kriminalisasi kaum

LGBT di Jamaika sudah berlangsung dari tahun 1986. Pada tahun tersebut terdapat undang-undang tentang pelarangan sodomi dengan ancaman penjara hingga 10 tahun. Kaum LGBT di Jamaika juga mendapatkan diskriminasi terhadap akses publik dan hak-hak dasar yang dimiliki oleh masyarakat Jamaika lain. Selama tahun 2009 sampai 2012 telah tercatat diskriminasi dan tindakan kekerasan kepada kaum LGBT sebanyak 231 kasus. Selain itu, kaum LGBT

Jamaika mendapatkan diskriminasi terhadap akses untuk mempunyai rumah, pekerjaan bahkan mendapatkan perawatan kesehatan di rumah sakit.

Kaum LGBT yang mendapatkan kekerasan baik secara fisik maupun secara mental pada akhirnya mengalami tekanan mental yang buruk. Keluarga individu yang berorientasi seksual LGBT juga tidak dapat menerima keadaan anggota keluarganya itu, sehingga individu LGBT itu diusir dan menjadi tunawisma.

Masyarakat Jamaika juga tidak menyukai jika lingkungan tetangganya adalah

138 Human Rights First, “Hope Will Prevail: Advancing the Human Rights of LGBT People in The Dominican Republic”, https://www.humanrightsfirst.org/resource/hope-will-prevail- advancing-human-rights-lgbt-people-dominican-republic diakses 1 Mei 2018.

63 seorang dengan orientasi seksual LGBT. Karena kaum LGBT di Jamaika dianggap seorang manusia yang tidak bermoral.139

Selanjutnya negara Trinidad dan Tobago, negara ini menerapkan hukum penjara 25 tahun untuk pasangan sesama jenis yang melakukan sodomi. Negara ini juga tidak memiliki hukum yang dapat melindungi orang-orang berorientasi seksual LGBT dari diskriminasi.140

7. Negara-negara di Timur Tengah

Negara-negara di Timur Tengah merupakan negara-negara yang sangat keras penolakannya terhadap kaum LGBT. Kebanyakan negara-negara di Timur

Tengah menerapkan hukum yang sangat berat untuk para kaum LGBT dan aktivitas seksual mereka yang menyimpang. Negara-negara seperti Iran, Arab

Saudi, dan Yaman menerapkan hukuman maksimal kepada para kaum LGBT yang melakukan sodomi. Mereka yang tertangkap sedang melakukan sodomi, akan diadili dan dapat dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah negara mereka.

Namun tidak semua negara islam menerapkan hukuman mati untuk kaum

LGBT dan tindakan sodomi yang mereka lakukan, Negara-negara seperti Aljazair,

Bahrain, Kuwait, Libanon, Libya, Maroko, Oman, Qatar, Somalia, Tunisia memberlakukan hukuman penjara. Selain di dalam pemerintahan, kaum LGBT juga tidak dapat diterima di tengah-tengah masyarakat, hal itu juga ditambah

139 Human Rights First, “LGBT Issues in Jamaica”, http://www.humanrightsfirst.org/sites/default/files/Jamaica-LGBT-Fact-Sheet.pdf diakses 27 April 2018. 140 Joshua Surtees, “Homophobic Laws in Caribbean Could Roll Back in Landmark case”, The Guardian, https://www.theguardian.com/world/2018/apr/07/caribbean-anti-gay-law-ruling- high-court-trinidad-tobago diakses 9 Mei 2018.

64 dengan keadaan ulama-ulama islam yang sangat menentang keberadaan kaum

LGBT.

Sementara itu, negara-negara islam lain yang tidak mempunyai undang- undang dan peraturan spesifik mengenai perilaku kaum LGBT dan orientasi seksualnya, maka hukuman yang dijatuhkan kepada mereka adalah hukuman atas kejahatan lain. Misalnya Mesir yang tidak punya undang-undang yang mengatur sodomi, maka mereka akan diadili dengan undang-undang mengenai pelacuran.

Namun juga ada negara yang tidak terlalu mementingkan isu LGBT berkembang di negaranya. Misalnya Irak dan juga Suriah yang merupakan dua negara islam yang sedang mengalami konflik, isu LGBT menjadi tidak terlalu diperhatikan oleh pemerintah.

Selain gay dan lesbian yang banyak dikecam di negara-negara muslim, transgender juga menjadi kaum selanjutnya yang banyak menerima diskriminasi.

Di Kuwait, seorang transgender dapat dikenakan hukuman penjara 1 tahun dan denda yang cukup mahal. Kuwait juga tidak mempunyai hukum yang mengatur bahwa seorang transgender dapat mengubah identitas jenis kelaminnya, oleh karena itu, seorang transgender yang sudah melakukan operas kelamin, tetap akan terdaftar dengan jenis kelamin awalnya.141

8. Negara-Negara Asia Timur

Negara Asia Timur seperti Jepang mempunyai cara pandang tersendiri

dalam melihat isu LGBT. Di Jepang, kaum LGBT bukanlah sesuatu yang dapat

141 Brian Whitaker, “Everything You Need To Know About Being Gay in Muslim Countries”, The Guardian, https://www.theguardian.com/world/2016/jun/21/gay-lgbt-muslim-countries- middle-east diakses 2 Mei 2018.

65

menarik perhatian umum seperti di negara-negara muslim di Timur Tengah.

Masyarakat dan pemerintahan Jepang kurang peduli terhadap isu tersebut. Hal

yang sama terjadi pada, Hong Kong, Makau, dan Tiongkok.

Mayoritas masyarakat di Asia Timur memeluk agama Buddha dan

Konghucu atau sebagiannya lagi tidak beragama. Hal tersebut membuat agama

bukanlah menjadi sebuah hal pertimbangan atau salah satu faktor yang

menentukan dalam pembuatan kebijakan baru atau peraturan perundang-

undangan, terutama dalam isu LGBT. Pemerintah negara-negara Asia Timur

tetap mempertahankan prinsip-prinsip tradisionalnya dengan mengatakan bahwa

pernikahan adalah penyatuan antara wanita dan pria yang berbeda jenis

kelamin.142

Seksualitas menjadi hal yang dianggap tidak pantas untuk dibicarakan dan

dipamerkan di depan umum, terutama di Tiongkok dan Jepang. Jika terdapat

seorang gay di tengah-tengah masyarakat Jepang, maka dia tidak akan

mengatakan bahwa dia seorang gay di depan umum, karena hal tersebut bukanlah

norma yang benar, dan orang lain pun tidak peduli dengan hal tersebut. Menjadi

seorang gay dan menikah dengan sesama jenis dianggap suatu hal yang tidak

pantas karena hal tersebut dapat berdampak pada keluarga individu LGBT

tersebut. Tiongkok dan Jepang merupakan negara yang tidak pernah melarang

142 Eamonn Fingleton, “ If Gay Mariage is so great, Whys Is It Shunned in East Asia?” https://www.forbes.com/sites/eamonnfingleton/2015/04/12/why-hasnt-gay-marriage-caught- on-in-east-asia/#56e3df026478 diakses 3 Mei 2018.

66

adanya homoseksualitas di negaranya. Oleh karena itu, Tiongkok dan Jepang

menerima tindakan homoseksual sebagai salah satu realita kehidupan.143

Lain halnya dengan Korea Selatan, Korea Selatan menjadi negara yang

cukup tidak toleran terhadap kaum LGBT. Hal tersebut terjadi karena masyarakat

Korea Selatan yang beragama Kristen menolak kehadiran kaum LGBT di tengah-

tengah mereka. Mereka memandang bahwa individu yang berorientasi seksual

LGBT merupakan individu yang tidak seharusnya dibiarkan berkembang, karena

melanggar dan bertentangan dengan ajaran Kristen.144 Jika masyarakat Korea

Selatan khususnya yang beragama Kristen menolak LGBT, pemerintah Korea

Selatan tidak mempunyai sikap tertentu yang tegas mengenai hal ini. Tahun 2014,

Walikota Seoul membatalkan pengesahan piagam hak asasi manusia kota Seoul,

hanya karena ada tekanan publik yang tidak menginginkan orientasi seksual

dimasukkan kedalam piagam tersebut sebagai kriteria yang tidak boleh

didiskriminasi.145

Lain lagi dengan Taiwan yang menjadi satu-satunya wilayah yang terlihat

lebih memperhatikan isu LGBT ini di wilayahnya. Tahun 2015, pemerintah

Taiwan khususnya legislatif, mulai mempertimbangkan pelegalan pernikahan

143 Alice King, “East Asian Attitudes To Homosexuality In Comparisan To The West”, http://www.weareresonate.com/2016/08/east-asian-attitudes-homosexuality-comparison-west- gay-community/ diakses 3 Mei 2018 144 Jihye Lee, “For South Korea’s LGBT Community, AN Uphill Battle For Rights”, National Public Radio, https://www.npr.org/sections/parallels/2017/07/25/538464851/for-south-koreas- lgbt-community-an-uphill-battle-for-rights diakses 8 Mei 2018. 145 Human Rights Watch, “South Korea: Supreme Court Affirms LGBT Rights”, https://www.hrw.org/news/2017/08/04/south-korea-supreme-court-affirms-lgbt-rights diakses 8 Mei 2018.

67 sesama jenis terjadi di wilayahnya. Kemudian setahun setelahnya, pernikahan sesama jenis menjadi legal di Taiwan.146

9. Negara-Negara Eropa Barat

Negara-negara di Eropa Barat lebih dapat menerima keberadaan kaum

LGBT, bahkan negara-negara Eropa Barat mulai membuat peraturan perundang- undangan di negara masing-masing untuk menghentikan diskriminasi terhadap kaum LGBT. Jaminan kehidupan yang lebih layak dan lebih baik bagi kaum

LGBT Eropa Barat menjadi salah satu agenda pemerintahan negara-negara Eropa

Barat. Hal tersebut terlihat pada negara Belanda yang menjadi negara pertama yang melegalkan pernikahan sesama jenis di Eropa.

Negara-negara seperti Belgia, Inggris, , Finlandia, Prancis,

Islandia, Irlandia, Luksemburg, Norwegia, Portugal, Spanyol, dan Swedia menjadi negara-negara selanjutnya yang melegalkan pernikahan sesama jenis di negaranya. Selain itu, untuk memperoleh anak dari pernikahan sesama jenis, negara-negara Eropa Barat mengizinkan pasangan sesama jenis untuk mengadopsi anak dan membesarkannya. Negara-negara yang mengizinkan hal tersebut adalah negara Belgia, Inggris, Denmark, Prancis, Belanda, Spanyol, dan

Swedia.

Bagi pasangan sesama jenis yang menikah namun tidak ingin mengadopsi anak, mereka bisa mendapatkan bantuan untuk memiliki anak dengan menggunakan tekonologi surrogacy atau bisa disebut juga ibu pengganti. Negara-

146 Alice King, “East Asian Attitudes To Homosexuality In Comparisan To The West”..

68

negara yang memperbolehkan hal seperti itu adalah negara Austria, Belgia,

Inggris, Belanda, Spanyol dan negara-negara Nordik.147

Dengan demikian, adanya diskriminasi dan kriminalisasi LGBT di negara-

negara di dunia dapat dilihat dari seberapa kuat pengaruh agama di negara

tersebut. Negara-negara Timur Tengah yang kental dengan agama islam dan

hukum syariahnya, lebih keras dalam menolak adanya kaum LGBT dan perilaku

seksualnya. Hal yang sama terjadi pada negara Korea Selatan dan Amerika

Tengah serta Selatan yang masyarakatnya lebih banyak yang beragama Kristen

dan lebih taat terhadap agamanya, maka penolakan kaum LGBT juga lebih keras

di negara tersebut.

Di Eropa Timur dan negara-negara Afrika memandang fenomena LGBT

menyimpang dari nilai-nilai moral negaranya, dan bukan merupakan identitas

negaranya. Mereka menganggap bahwa LGBT adalah produk barat yang sengaja

disebarkan oleh negara-negara barat. Lain halnya di negara-negara Eropa Barat,

dan Amerika Serikat yang lebih menjunjung hak asasi manusia, maka mereka

lebih toleran terhadap kaum LGBT dan aktivitas seksualnya.

147 Straitsitstimes, “Homosexuality: From The Death Penalty To Gay Marriage”, https://www.straitstimes.com/asia/east-asia/homosexuality-from-the-death-penalty-to-gay- marriage diakses 3 Mei 2018.

69

BAB IV

UPAYA INTERNASIONALISASI LESBIAN, GAY, BISEKS, DAN

TRANSGENDER OLEH AMERIKA SERIKAT

A. Upaya Internasionalisasi Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender

Amerika Serikat merupakan negara yang sangat menyuarakan hak asasi manusia. Hal itu dilakukan baik di dalam negeri Amerika Serikat, maupun di forum-forum internasional. Tahun 2011, Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Obama, memutuskan untuk melakukan upaya-upaya internasionalisasi LGBT di negara-negara lain.148 Oleh karena itu, Amerika

Serikat melakukan berbagai upaya yang diperlukan agar negara-negara di dunia dapat menerima kaum LGBT di negaranya tanpa adanya diskrminasi dan kriminalisasi.

1. Diplomasi

Pada tahun 2011, kedutaan besar Amerika Serikat mengadakan sebuah upacara perayaan kebanggan gay, lesbian, dan transgender di Islamabad, Pakistan.

Upacara tersebut dilakukan oleh kedutaan besar Amerika Serikat dalam rangka upaya mempromosikan LGBT di negara Pakistan, sekaligus sebagai dukungan

Amerika Serikat kepada kaum LGBT di Pakistan.149 Upacara tersebut juga

148 Sean Lyngaas, “LGBT Rights Become Pillar of U.S. Foreign Policy”, Washington Diplomat, dalam http://www.washdiplomat.com/index.php?option=com_content&id=11900:gay-rights-becomes- pillar-of-us-foreign-policy&Itemid=428 diakses 12 April 2018. 149 BBC, “Pakistan: Religious Groups Condemn US Embassy Gay event”, http://www.bbc.com/news/world-south-asia-14010106 diakses 23 Mei 2018

70 dihadiri oleh perwakilan militer Amerika Serikat, dan pemimpin kelompok advokasi LGBT Pakistan. Dukungan dari Amerika Serikat di Pakistan terhadap kaum LGBT dinilai sebagai sebuah dukungan yang besar oleh kelompok advokasi

LGBT Pakistan.150 Dukungan Amerika Serikat diharapkan dapat membuat perubahan yang lebih baik untuk kaum LGBT di Pakistan.

Pada tahun 2016, Amerika Serikat melakukan upaya untuk mempromosikan

LGBT ke dunia internasional dengan cara diplomasi. Diplomasi dianggap soft power yang cukup efektif dalam mendapatkan kepentingan nasional suatu negara.

Dalam kasus ini, Amerika Serikat melalui utusannya menggunakan diplomasi dalam bentuk pertunjukan musik broadway. Pertunjukan yang diselenggarakan tersebut adalah acara penyerahan sebuah penghargaan yang ditambahkan agenda musik broadway yang menampilkan drama tentang kehidupan lesbian dan gay.

Acara tersebut mengundang 17 Duta Besar PBB dari berbagai negara, diantaranya

Rusia, Australia, Namibia, Norwegia, Meksiko, Uruguay, dan Vietnam. Acara musik broadway ini bertujuan untuk memberikan penjelasan kepada para Duta

Besar di negara-negara dunia, mengenai stigma LGBT yang melekat di berbagai negara.151

Presiden Obama juga melakukan pendekatan langsung antar pemimpin negara dengan mendatangi negara Kenya pada tahun 2015 untuk berdiskusi dengan Presiden Kenya. Kenya merupakan salah satu negara di Afrika yang

150 The News, “US Embassy Holds Gay, Lesbian Ceremony in Islamabad”, https://www.thenews.com.pk/archive/print/614955-us-embassy-holds-gay,-lesbian-ceremony- in-islamabad diakses 23 Mei 2018 151 Mark Tran, “US Promotes Gay Rights At United Nations With Broadway Musical Visit”, The Guardian, https://www.theguardian.com/world/2016/mar/02/us-promotes-gay-rights- united-nations-broadway-musical-fun-home diakses 14 Mei 2018.

71 menganggap orientasi seksual LGBT adalah ilegal. Masyarakat Kenya juga tidak dapat menerima kaum LGBT di negaranya. Oleh karena itu, dalam kunjngannya ke Kenya, Obama mengatakan bahwa kaum LGBT merupakan kaum yang sama dengan masyarakat lain pada umumnya, mereka juga mempunyai kehidupan yang sama, namun mereka mempunyai kecenderungan menyukai individu yang sama jenis kelaminnya dengan mereka, dan itu bukan merupakan suatu kesalahan.

Obama juga menyampaikan kepada Presiden Kenya, bahwa tindakan dan perlakuan yang berbeda kepada kaum LGBT dari pemerintah dan masyarakat suatu negara merupakan tindakan diskriminasi.yang tidak dibutuhkan.

Pada tahun 2015, duta besar Amerika Serikat untuk Yordania menghadiri sebuah acara yang diadakan oleh komunitas LGBT Yordania. Kedatangan duta besar tersebut adalah salah satu upaya Amerika Serikat dalam mendukung kaum

LGBT dan komunitas LGBT di Yordania.152 Pada Juni 2016, Amerika Serikat menunjukkan dukungannya terhadap kaum LGBT di India dengan menyalakan lampu berwarna pelangi di Kedutaan Besar Amerika Serikat di India. Warna pelangi merupakan warna identitas kaum LGBT.153

Upaya lain yang dilakukan Amerika Serikat adalah dengan menempatkan 6 duta besar berorientasi seksual gay di berbagai negara tahun 2013. Duta-duta besar itu adalah John Berry sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Australia,

James Brewster Duta Besar Amerika Serikat untuk Republik Dominika, Ted

152 Aaron Magid, “America’s Misguided LGBT Policy”, Foreign Affairs, https://www.foreignaffairs.com/articles/middle-east/2016-08-22/americas-misguided-lgbt-policy diakses 15 Mei 2018. 153 The Times of India, “US Embassy in New Delhi Lights Up in Solidarity with LGBT Community”, https://timesofindia.indiatimes.com/india/US-embassy-in-New-Delhi-lights-up-in- solidarity-with-LGBT-community/articleshow/52736512.cms diakses 15 Mei 2018.

72

Osius Duta Besar untuk Vietnam, James Costos Duta Besar Amerika Serikat untuk Spanyol, Daniel Baer Duta Besar Amerika Serikat untuk Organisasi untuk

Keamanan dan Kerjasama di Eropa, dan Rufus Gifford Duta Besar Amerika

Serikat untuk Denmark. Penempatan para Duta Besar gay tersebut merupakan suatu bentuk komitmen Amerika Serikat atas upayanya dalam mempromosikan

LGBT di dunia internasional, sehingga negara-negara lain juga dapat menerima kaum LGBT dengan baik tanpa adanya diskriminasi dan kriminalisasi baik pada tingkat pemerintahannya maupun masyarakatnya.154

Pada Februari tahun 2015, Amerika Serikat memutuskan untuk menggunakan cara diplomasi yang lebih terarah untuk mempromosikan hak-hak

LGBT ke negara-negara di dunia. Oleh karena itu, Amerika Serikat menunjuk utusan khusus untuk hak asasi manusia bagi kaum LGBT, yaitu Randy Berry.

Tugas utama Randy Berry adalah mempromosikan serta mendukung kaum LGBT di dunia internasional dengan cara menjalin hubungan dengan aktivis LGBT, perusahaan-perusahaan dan pemerintah negara-negara di dunia termasuk di negara yang anti LGBT. Selain itu, Randy Berry juga mempunyai tugas untuk menjalin kerjasama dengan negara-negara yang pemerintahannya sudah menerima kaum

LGBT dan menjamin hak-hak LGBT di negaranya untuk melakukan serangkaian

154 Colby Itkowitz, “The Six Openly Gay U.S. Ambassadors Were Together in Room”, Washington Post, https://www.washingtonpost.com/blogs/in-the-loop/wp/2015/03/25/the-six- openly-gay-u-s-ambassadors-were-together-in-one- room/?noredirect=on&utm_term=.1b1cd1502e92 diakses 14 Mei 2018.

73 tindakan yang diperlukan untuk mempromosikan dan mendukung kaum LGBT di negara-negara yang masih menentang.155

Selain itu, Amerika Serikat juga mengirimkan 3 atlet yang berorientasi seksual gay sebagai delegasi resmi Amerika Serikat ke Olimpiade Musim Dingin di Sochi Rusia tahun 2013. Pengiriman atlet berorientasi seksual gay tersebut merupakan respon atas sikap Rusia meresmikan undang-undang anti-gay di negaranya. Presiden Obama dan istrinya serta Wakil Presiden juga tidak akan datang ke Rusia untuk menghadiri Olimpiade tersebut. Hal itu dilakukan sebagai bentuk protes dari Presiden Amerika Serikat kepada Rusia. Tindakan pengiriman atlet gay tersebut juga sebagai bukti kepada dunia internasional bahwa Amerika

Serikat mengakui kesetaraan antara individu berorientasi seksual LGBT dengan masyarakat pada umumnya.156

2. Forum Internasional

Pada tahun 2013, dalam Pan-American Health Organization World Health

Organization, Amerika Serikat mengeluarkan sebuah Resolusi tentang kesehatan kaum LGBT. Agenda ini merupakan agenda Amerika Serikat yang bekerjasama dengan World Health Organization (WHO). Resolusi tersebut berisi tentang desakan untuk anggota Pan-American Health Organization World Health

Organization untuk lebih menjamin layanan kesehatan bagi kaum LGBT,

155 Nahal Toosi, “America’s New LGBT Envoy”, Politico, https://www.politico.com/story/2015/04/randy-berry-lgbt-envoy-state-department-117347 diakses 16 Mei 2018. 156 Matt Spetalnick, “Obama Sends Message by Including Gay Athletes in Sochi Deelegations”, https://www.reuters.com/article/us-usa-olympics-obama/obama-sends-message- by-including-gay-athletes-in-sochi-delegation-idUSBRE9BJ1E020131220 diakses 23 Mei 2018.

74 menjamin kesetaraan kaum LGBT dengan masyarakat pada umumnya dalam akses layanan kesehatan, perawatan kesehatan dan akses ke alat-alat kesehatan.157

Pada tahun 2014, terdapat upaya dari Amerika Serikat untuk mengubah kalimat yang terdapat pada Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pasal 16 yang berbunyi The family is the natural and fundamental group unit of society. Hal tersebut dilakukan oleh Amerika Serikat untuk memperjuangkan hak kaum LGBT. Dalam kalimat tersebut, keluarga hanya diartikan sebagai unit kelompok masyarakat yang alami dan mendasar, yang berarti hanya antara suami, istri dan anak-anak. Hal tersebut akan bertentangan dengan hak berkeluarga dan membentuk keluarga yang seharusnya juga dimiliki oleh kaum LGBT. Dalam pasal tersebut, hak pasangan sesama jenis yang ingin membentuk keluarga, menjadi tidak terjamin.158

Pada bulan Juni 2014, Amerika Serikat menyelenggarakan Forum on

Global LGBT Human Rights untuk pertama kalinya di Gedung Putih. Forum tersebut dihadiri oleh pemimpin agama di beberapa negara, pemimpin bisnis, para pemimpin organisasi kesehatan, dan juga perwakilan dari masyarakat sipil. Dalam forum tersebut, Amerika Serikat membahas mengenai upaya-upaya yang harus dilakukan oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain untuk melindungi hak

157 Resolution Pan American Health Organization World Health Organization, “Addressing the Causes of Disparities in Health Service Access and Utilization for LGBT Persons”, September 2013. 158 Stefano Gennarini, “Obama Team Tries To Scrap Parts of Universal Declaration of Human Rights”, Center for Family and Human Rights, https://c-fam.org/friday_fax/obama-team- tries-to-scrap-parts-of-universal-declaration-of-human-rights/ diakses 16 Mei 2018.

75 asasi manusia kaum LGBT di negara-negara di seluruh dunia, dan juga membahas upaya untuk mempromosikan hak-hak asasi manusia bagi kaum LGBT.159

Dalam pertemuan itu, Susan Rice sebagai Penasihat Keamanan Nasional

Amerika Serikat mengatakan bahwa hak asasi manusia merupakan sesuatu yang diberikan oleh Tuhan kepada semua manusia, dan oleh karena itu tidak ada seorangpun di dunia yang dapat mengambil hak itu. Susan Rice juga mengatakan bahwa tidak ada anak-anak yang dapat dipisahkan dari orangtuanya hanya karena orang tuanya adalah pasangan sesama jenis. Hal tersebut terjadi di Rusia, disebabkan oleh undang-undang anti propaganda yang Rusia miliki dan terapkan di negaranya. Keprihatinan tersebut yang membuat Amerika Serikat harus bertindak dan melakukan upaya-upaya untuk membela hak asasi manusia bagi kaum LGBT di seluruh dunia.160

Kemudian pada November 2014, Amerika Serikat melalui Departemen Luar

Negeri dan U.S. Agency for International Development (USAID) menyelenggarakan Annual Conference to Advance the Human Rights of and

Promote Inclusive Development for Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender and

Intersex Persons (LGBTI). Konferensi itu merupakan konferensi yang cukup besar, dan dihadiri oleh 30 perwakilan negara, 8 institusi multilateral, dan 50 organisasi masyarakat sipil dari 50 negara untuk mendiskusikan tantangan dan

159 White House, The White House Hosts the First-Ever Forum on Global LGBT Human Rights, https://obamawhitehouse.archives.gov/blog/2014/06/25/white-house-hosts-first-ever- forum-global-lgbt-human-rights diakses 24 Mei 2018. 160 White House, “Remarks by National Security Advisor Susan E. Rice”, https://obamawhitehouse.archives.gov/the-press-office/2014/06/24/remarks-national-security- advisor-susan-e-rice-white-house-forum-global- diakses 24 Mei 2018.

76 peluang dalam memajukan hak asasi manusia untuk lesbian, gay, biseks, transgender dan interseks (LGBTI).

Konferensi ini menghasilkan poin-poin penting yang disetujui oleh para anggota konferensi. Dalam konferensi itu disetujui bahwa negara-negara dan organisasi-organisasi pendukung LGBTI harus lebih meningkatkan upaya untuk melindungi hak asasi manusia khususnya kaum LGBTI, harus lebih menjamin adanya hukum yang berlaku untuk melindungi kaum LGBTI dari kekerasan, anggota konferensi mendukung semua lembaga pendukung LGBTI dan juga masyarakat sipil pendukung LGBTI dan meminta lembaga serta masyarakat sipil tersebut untuk tidak melakukan tindakan yang dapat membahayakan kaum LGBT, upaya diplomasi akan terus dilakukan oleh anggota konferensi terhadap negara- negara di dunia untuk memastikan bahwa kaum LGBTI dapat lebih diterima di masyarakat dan pemerintahan, upaya kerjasama dengan pemerintah dan sektor swasta juga akan dilakukan, memastikan komunitas LGBTI di suatu negara harus diikutsertakan dalam program pemerintah, pemberi dana, organisasi-organisasi lain dalam pemantauan hak asasi manusia untuk LGBTI, mendorong PBB untuk memberikan dana bantuan untuk membantu mensukseskan upaya promosi hak- hak LGBTI, menyediakan bantuan teknis untuk pemerintah yang telah berkomitmen untuk menjamin hak asasi manusia untuk kaum LGBTI.161

Kemudian pada tahun 2016, Amerika Serikat ikut serta dalam pertemuan tingkat tinggi yang diadakan PBB untuk membahas penanggulangan AIDS di

161 Report, “Conference to Advance the Human Rights of and Promote Inclusive Development for Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, and Intersex (LGBTI) Persons”, November 2014, tersedia di https://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/1868/ConferencetoAdvancetheHumanRig htsofandPromoteInclusiveDevelopmentforLGBTIPersons.pdf diakses 24 Mei 2018.

77 dunia. Pertemuan tersebut mengundang 11 organisasi-organisasi gay dan transgender di dunia, serta negara-negara di dunia termasuk Amerika Serikat dan juga negara-negara islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam

(OKI). PBB mengundang organisasi-organisasi gay dan transgender di dunia, disebabkan karena orang-orang yang berorientasi seksual LGBT dianggap kelompok yang lebih mudah tertular AIDS daripada orang-orang yang tidak berorientasi seksual LGBT.162

3. Menerima pengungsi dari negara-negara yang mengkriminalisasi LGBT

Untuk mempromosikan dan mendukung kaum LGBT di dunia internasional,

Amerika Serikat juga melakukan tindakan pemberian suaka kepada pengungsi dari negara lain yang berorientasi seksual LGBT. Amerika Serikat ingin menunjukkan kepada negara-negara di dunia bahwa Amerika Serikat adalah negara yang benar-benar menjunjung hak asasi manusia untuk kaum LGBT.

Sekaligus memberikan gambaran bahwa kaum LGBT adalah individu yang normal sama seperti masyarakat lain, hanya saja mereka mempunyai kecenderungan terhadap sesama jenis, dan hal itu bukan merupakan sesuatu yang dapat dihakimi. Oleh karena itu, Presiden Obama memerintahkan agensi-agensi federal luar negerinya untuk memberikan suaka kepada para kaum LGBT yang mengalami tindakan kekerasan di negaranya dan mengungsi ke Amerika Serikat.

Presiden Obama juga memerintahkan Departemen Negara dan Keamanan

Dalam Negeri Amerika Serikat untuk mengatur berbagai cara yang diperlukan

162 Michelle Nichols, “Muslim States Block Gay Groups From U.N. AIDS Meeting; U.S. Protest”, https://www.reuters.com/article/us-un-lgbt-aids/muslim-states-block-gay-groups-from- u-n-aids-meeting-u-s-protests-idUSKCN0Y827F

78 untuk menjamin bahwa pengungsi beorientasi LGBT dapat memiliki akses yang sama terhadap perlindungan dan keamanan. Selain itu, Presiden Obama juga memerintahkan kepada Departemen Negara, Kehakiman, dan Keamanan Dalam

Negeri Amerika Serikat untuk segera menangani pengungsi-pengungsi yang datang dengan mengidentifikasinya, kemudian memberikan tempat untuk para pengungsi tinggal di Amerika Serikat.163

Amerika Serikat juga bekerja sama dengan The Organization for Refuge,

Asylum & Migration (ORAM) dalam menangani pengungsi kaum LGBT.

Amerika Serikat juga menjamin kesehatan fisik dan mental para pengungsi, dan juga membantu para pengungsi untuk mendapatkan bantuan-bantuan federal.164

Selain itu, Amerika Serikat juga memudahkan pengungsi LGBT dengan menerapkan peraturan baru pada tahun 2015. Sebelumnya pengungsi LGBT yang datang ke Amerika Serikat dapat membawa serta pasangan sesama jenisnya dan anaknya yang kurang dari 21 tahun untuk tinggal bersama dan diterima di

Amerika Serikat, hanya jika mereka mempunyai dokumen resmi pernikahan mereka. Namun karena pengungsi tersebut merupakan pengungsi dari negara yang mengkriminalisasi LGBT, maka mereka tidak mempunyai dokumen pernikahan tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 2015 Amerika Serikat mengeluarkan

163 Paul Bedard, “Obama Offers Asylum to Overseas Gays”, US News, https://www.usnews.com/news/blogs/washington-whispers/2011/12/06/obama-offers-asylum- to-overseas-gays diakses 17 Mei 2018. 164 Erwin de Leon, “Advocacy Group Releases First EverGuide to Welcoming LGBTI Refugees to The U.S.”, https://www.huffingtonpost.com/entry/oram-rainbow- bridges_b_1443606.html diakses 17 Mei 2018.

79 peraturan baru sehingga pengungsi yang membawa keluarganya dapat masuk ke

Amerika Serikat tanpa dokumen resmi pernikahan mereka.165

4. Memberikan sanksi

Pada bulan Juni 2014, Amerika Serikat memberhentikan bantuan luar negerinya ke Uganda dengan memberlakukan pembatasan visa untuk orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia termasuk juga pelanggaran terhadap hak-hak gay dan juga membatalkan sejumlah latihan militer gabungan yang didanai oleh Amerika Serikat. Amerika Serikat juga menghentikan $ 2,4 juta bantuan untuk kepolisian Uganda, dan juga mengalihkan dana-dana bantuan lain seperti dana untuk program – program kesehatan Kementerian Kesehatan Uganda dialihkan ke lembaga-lembaga non pemerintah yang juga menangani program- program kesehatan. Selain itu, Amerika Serikat juga membatalkan bantuan dana sebesar $ 3 juta untuk lembaga-lembaga kesehatan publik Uganda lainnya, dan dialihkan untuk negara lain. Pertemuan National Institutes of Health Genomics yang direncanakan dilakukan di Uganda juga dipindahkan ke negara Afrika

Selatan. Hal tersebut dilakukan Amerika Serikat sebagai respon Amerika Serikat karena Uganda mengesahkan undang-undang yang mengkriminalisasi homoseksual di negaranya.166

165 Sharita Gruberg, “Obama Administration Makes Refugee Program More LGBT- Inclusive”, American Progress, https://www.americanprogress.org/issues/lgbt/news/2015/10/30/124632/obama- administration-makes-refugee-program-more-lgbt-inclusive/ diakses 17 Mei 2018. 166 White House, “Further U.S. Efforts to Protect Human Rights in Uganda”, https://obamawhitehouse.archives.gov/blog/2014/06/19/further-us-efforts-protect-human- rights-uganda diakses 24 Mei 2018

80

Amerika Serikat merasa perlu untuk mengambil tindakan tegas sebagai upaya untuk menguatkan posisinya di mata dunia, sebagai negara yang mendukung penuh hak asasi manusia termasuk hak-hak LGBT. Hal ini juga menjadi suatu tindakan yang akan menunjukkan kepada banyak negara-negara

Afrika lain yang mengkriminalisasi kaum LGBT, bahwa Amerika Serikat dapat memberlakukan sejumlah tindakan termasuk memberikan sanksi atau memberhentikan bantuan dan kerjasama dengan negara-negara Afrika yang masih mengkriminalisasi kaum LGBT dan perilaku seksualnya. Walaupun Uganda memiliki posisi yang penting bagi Amerika Serikat, karena merupakan sekutu

Amerika Serikat dalam memerangi ekstrimisme islam di Somalia.

Uganda menjadi negara yang menerapkan hukuman penjara seumur hidup kepada seseorang yang tertangkap sedang melakukan tindakan seksual sesama jenis bersama pasangannya, juga tindakan seksual kepada sesama jenis dengan anak di bawah umur, serta tindakan seksual sesama jenis dengan orang yang terinveksi HIV. Hukum tersebut berlaku sejak Presiden Uganda menandatangani undang-undang tersebut pada Februari 2014. Selain itu, Uganda juga mengkriminalisasi orang-orang yang berusaha untuk menyembunyikan keluarga atau kerabatnya yang mempunyai orientasi seksual lesbian atau gay dan juga membantu orang-orang sesama jenis untuk melakukan tindakan seksualnya.167

167 Reuters, “U.S. Targets Aid in Uganda, Cancels Military Exercise Over Homosexuality Law”, News Week, http://www.newsweek.com/us-targets-aid-uganda-cancels-military-exercise- over-homosexuality-law-255590 diakses 18 Mei 2018.

81

5. Memberikan bantuan luar negeri

Amerika Serikat melalui The President’s Emergency Plan for AIDS Relief

(PEPFAR) bekerjasama dengan banyak pemerintahan dan juga lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk menanggulangi penyebaran acquired immune deficiency syndrome (AIDS) terutama dikalangan kaum LGBT. Pada tahun 2015, PEPFAR bekerjasama dengan Elton John AIDS Foundation (EJAF), dan memberikan bantuan dana sebesar $10 juta yang ditujukan kepada negara-negara di Sub-

Sahara Afrika untuk membantu menghentikan penyebaran AIDS pada kaum

LGBT di negara-negara tersebut. Bantuan dari PEPFAR dan EJAF ini juga membantu kaum LGBT untuk terhindar dari lingkungan penuh stigma negatf terhadap mereka. PEPFAR dan EJAF bekerjasama dengan masyarakat sipil dan juga pembela hak-hak asasi manusia bagi kaum LGBT di Sub-Sahara Afrika, serta bekerjasama dengan lembaga yang menyediakan layanan tersebut di negara- negara itu. Bantuan tersebut akan menargetkan kemajuan yang signifikan sampai tahun 2030.168

Pada tahun 2016, PEPFAR dan EJAF telah mengkonfirmasi bahwa dana bantuan tersebut akan diterima oleh International HIV/AIDS Alliance (The

Alliance) and the Global Forum on MSM & HIV (MSMGF). Dua mitra tersebut akan bekerja untuk mengatasi stigma yang berkembang di masyarakat negara- negara Sub-Sahara Afrika tentang kaum LGBT dan juga bekerja untuk meminimalisir diskriminasi terhadap kaum LGBT, selain itu mereka juga akan menjamin bahwa kaum LGBT yang terkena AIDS mendapatkan pelayanan

168 Eltho John Foundation, “The Elton John AIDS Foundation and The U.S. PEPFAR”, https://london.ejaf.org/aids-news/ejaf-pepfar-partnership-launch/ diakses 27 Mei 2018.

82 kesehatan terbaik, dan juga mendapatkan serangkaian informasi untuk menghindari tertular AIDS. Mitra-mitra tersebut juga bekerjasama dengan

UNAIDS untuk mendapatkan akses dan informasi lebih banyak mengenai kaum

LGBT dan hubungan mereka dengan AIDS, serta perkembangan jumlah jiwa yang terkena AIDS di Sub-Sahara Afrika. PEPFAR juga bekerjasama dengan

United States Agency for International Development (USAID) dalam memerangi

HIV AIDS di negara-negara lain.169

Selain itu, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat juga membentuk

Global Equality Fund (GEF) yang bertujuan untuk memberdayakan kaum LGBT agar bisa mendapatkan hak-haknya dengan memberikan peluang bisnis dengan menghubungkan aktivis LGBT dengan pemerintah atau swasta. GEF juga memberikan pelatihan kepada aktivis-aktivis LGBT untuk dapat memajukan kesetaraan hak-hak kaum LGBT. Pelatihan tersebut didanai sepenuhnya oleh

GEF. Peran GEF di Afrika adalah memberikan pelatihan pada para pemuka agama untuk dapat menjadi pembela kepentingan dan hak kaum LGBT, mereka juga dilatih untuk menjadi pemimpin dan memberikan pelatihan lanjutan kepada pemuka agama lain. Hasil yang diharapkan dari pelatihan ini adalah untuk mengimbangi stigma buruk yang melekat pada kaum LGBT di negara-negara

Afrika.

Peran GEF di Filipina juga sangat signifikan, GEF bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan swasta dengan memberikan pelatihan dan panduan untuk menciptakan suasana di tempat kerja menjadi lebih ramah terhadap kaum LGBT.

169 Elton John Foundation, “Elton Announces First LGBT Fund Recipients With PEPFAR”, https://london.ejaf.org/aids-news/3898/ diakses 27 Mei 2018.

83

Dengan adanya pelatihan yang diberikan GEF kepada perusahaan-perusahaan swasta, kaum LGBT dapat lebih bebas untuk bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut, dan tidak menerima perlakuan diskriminatif baik dari perusahaan maupun dari lingkungan kerja.

GEF juga mendukung organisasi yang bergerak dibidang hukum mengenai hak-hak asasi manusia di Amerika Selatan. GEF mendanai pelatihan untuk para pengacara agar lebih meningkatkan kemampuan mereka dibidang hukum mengenai hak-hak agar dapat menjamin dan membela kaum LGBT yang didiskriminasi oleh masyarakat umum, dan juga membela keluarga kaum LGBT dari ujaran kebencian masyarakat umum.

Sejak GEF didirikan oleh Amerika Serikat tahun 2011, GEF telah banyak berkontribusi di negara-negara dunia. GEF juga telah banyak mendanai sejumlah kegiatan dan pelatihan untuk memajukan dan melindungi hak-hak kaum LGBT yang banyak mendapat diskriminasi oleh pemerintah dan masyarakat di dunia.170

170 Global Equality Fund, “Global Equality Fund Annual Report 2015”, 23. Tersedia di https://2009-2017.state.gov/documents/organization/259217.pdf

84

Gambar IV.1. Perkembangan Kontribusi Global Equality Fund 2011-2015

Sumber: Global Equality Fund, “Global Equality Fund Annual Report 2015”, 23. Tersedia di https://2009-2017.state.gov/documents/organization/259217.pdf

Dari gambar grafik tersebut dapat terlihat perkembangan signifikan kontribusi GEF di negara-negara di dunia. Tahun 2011 terhitung 8 negara yang bekerjasama dengan GEF, tahun 2012 meningkat menjadi 38, tahun 2013 menjadi

52, tahun 2014 menjadi 61, dan tahun 2015 menjadi 80. GEF juga memberikan kontribusi signifikan pada dana bantuan yang GEF berikan kepada sektor swasta dan pemerintahan. Tercatat total bantuan teknis, bantuan darurat dan juga dana hibah yang diberikan GEF pada tahun 2011 sebesar $ 2 juta, tahun 2012 sebesar

85

$3,6 juta, tahun 2013 sebesar $ 2,7 juta, tahun 2014 sebesar $ 8,8 juta, dan tahun

2015 sebesar $ 10,8 juta.

B. Tantangan Yang Dihadapi Amerika Serikat

Upaya-upaya yang dilakukan oleh Amerika Serikat untuk meyakinkan negara lain agar menerima kaum LGBT dan juga menjamin hak-hak kaum LGBT tidak semua berjalan dengan baik. Amerika Serikat juga menghadapi tantangan dan kendala-kendala dalam mewujudkan tujuannya tersebut. Tantangan dan kendala yang dihadapi Amerika Serikat tidak terlepas dari penolakan ide-ide menyetarakan hak-hak asasi manusia bagi kaum LGBT oleh masyarakat atau bahkan dari komunitas pendukung LGBT yang tidak ingin dibantu oleh Amerika

Serikat.

1. Rusia Menyebarkan Propaganda anti LGBT

Pada tahun 2013, Rusia mengesahkan sebuah undang-undang federal anti propaganda LGBT. Rusia menganggap bahwa LGBT merupakan nilai-nilai yang datang dari Barat, dan tidak sesuai dengan nilai-nilai konservatif yang ada di

Rusia. Undang-undang tersebut melarang orang-orang di Rusia untuk menyebarkan materi dan nilai-nilai mengenai LGBT. Tidak hanya individu yang dilarang oleh pemerintah, media dan organisasi serta orang asing yang sedang berada di Rusia juga dilarang menyebarkan materi dan nilai-nilai LGBT.

Hukuman yang diterima berupa denda mencapai 5.000 Rubel untuk individu, denda 1.000.000 Rubel untuk organisasi serta pelarangan aktivitas organisasi

86 selama 90 hari, sedangkan untuk warga negara asing dijatuhi hukuman penjara 15 hari, dideportasi, dan dikenakan denda sebesar 100.000 Rubel.171

Sejak Rusia memberlakukan hukum anti propaganda LGBT di negaranya, negara-negara disekitar Rusia, khususnya negara-negara Eropa Timur dan Asia

Tengah juga mulai merancang undang-undang serupa. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha Rusia untuk membendung pengaruh Barat, dengan menyebarkan nilai- nilai konservatif di negara-negara Eropa Timur.

Negara yang mulai merancang hukum serupa adalah negara Armenia.

Armenia pada tahun 2013 menerapkan hukum yang bertujuan mempertahankan nilai-nilai keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Selain Armenia,

Belarusia juga mempunyai RUU yang melarang adanya penyebaran nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai pernikahan antara laki-laki dan perempuan.

Selanjutnya tahun 2014 anggota parlemen Kyrgyzstan mengeluarkan RUU yang akan mendiskriminasi kaum LGBT di negaranya, dengan melarang adanya propaganda-propaganda LGBT di masyarakat dan juga larangan untuk membentuk komunitas dan organisasi yang dicurigai sebagai gerakan propaganda

LGBT. Hukuman yang mungkin didapatkan adalah hukuman penjara dan juga denda. Namun RUU harus dikaji ulang sampai 3 kali karena mendapat pertentangan dari para aktivis hak asasi manusia. Sampai saat ini, RUU itu masih dikaji dan terdapat kemungkinan untuk disahkan.

Lithuania juga merupakan negara yang merancang undang-undang serupa pada tahun 2014, RUU itu juga bertujuan untuk menahan penyebaran nilai-nilai

171 Miriam Elder, “Russia passes law banning gay propaganda”, The Guardian, https://www.theguardian.com/world/2013/jun/11/russia-law-banning-gay-propaganda daikses 11 Mei 2018.

87

LGBT di Lithuania dan juga untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional keluarga dan pernikahan. Selanjutnya tahun 2013, anggota parlemen Moldova mengajukan RUU untuk melarang propaganda hubungan sesama jenis di negaranya. Namun RUU tersebut mengalami penolakan, dan kembali diajukan pada tahun 2016. Negara-negara Eropa Timur dan Asia Tengah yang merancang undang-undang untuk mengkriminalisasi LGBT, hampir semua bertujuan untuk mempertahankan nilai-nilai dari keluarga dan pernikahan yang hanya diakui sebagai penyatuan antara laki-laki dan perempuan. RUU itu dikeluarkan setelah melihat kesuksesan Rusia dalam mengesahkan dan memberlakukan undang- undang semacam itu di negaranya.172

2. Diplomasi Amerika Serikat

Upaya diplomasi yang dilakukan Amerika Serikat dalam mempromosikan dan mendukung LGBT, adalah dengan mengadakan pertunjukan musik broadway yang disisipkan nilai-nilai LGBT di dalam pertunjukan tersebut. Namun cara tersebut tidak dapat langsung berpengaruh terhadap suatu negara. Duta Besar negara-negara yang hadir pada acara tersebut merasa tidak dapat menerima ide dari penerimaan kaum LGBT. Hal tersebut terlihat ketika acara tersebut sudah selesai, Duta Besar beberapa negara mengatakan bahwa mereka tidak memahami tujuan pertunjukan musik broadway tersebut.173

172 Human Rights First, “Spread of Russian Style Propaganda Laws”, https://www.humanrightsfirst.org/resource/spread-russian-style-propaganda-laws diakses 10 Mei 2018. 173 Mark Tran, “US Promotes Gay Rights At United Nations With Broadway Musical Visit”.

88

Amerika Serikat juga mengadakan kunjungan ke Yordania. Duta besar

Amerika Serikat untuk Yordania datang ke acara yang diselenggarakan oleh komunitas LGBT di Yordania dengan tujuan mendukung acara tersebut dan juga mendukung komunitas LGBT tersebut, namun kunjungan duta besar tersebut tidak berakhir baik. Kedatangan duta besar tersebut dianggap sebagai sebuah bukti bahwa nilai-nilai LGBT merupakan nilai-nilai yang datang dari Barat, oleh karena itu tidak akan pernah dapat diterima oleh nilai-nilai Timur. Acara tersebut berakhir dengan dihentikan oleh masyarakat Jordania melalui tindakan kekerasan.

Selain itu, komunitas LGBT di Yordania juga tidak menyukai bantuan dukungan promosi dari Amerika Serikat. Mereka berpikir bahwa mereka dapat memperjuangkan hak-hak mereka sendiri. Hal tersebut terjadi karena adanya sentimen anti Barat di komunitas LGBT tersebut dan juga pada masyarakat

Yordania.174

Melihat dari peristiwa penolakan Duta Besar Amerika Serikat di Yordania, membuktikan bahwa upaya-upaya yang dianggap perlu dilakukan oleh Amerika

Serikat untuk mendukung dan mempromosikan hak-hak kaum LGBT di negara- negara lain, tidak selalu disambut dengan baik. Bahkan dukungan Amerika

Serikat pada hak-hak asasi manusia di PBB juga telah membuat negara-negara anggota PBB terbagi menjadi kelompok yang mendukung dan kelompok yang menentang dengan keras. Banyak delegasi dari negara-negara anggota PBB lain yang merasa delegasi Amerika Serikat di PBB terlalu memaksa semua hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak LGBT dibahas di PBB. Hal tersebut membuat

174 Aaron Magid, “America’s Misguided LGBT Policy”.

89 negara-negara lain semakin menganggap bahwa isu LGBT merupakan hasil dari pemikiran Barat, sehingga negara-negara lain yang anti Barat semakin anti Barat.

Sedangkan negara-negara lain di dunia yang sudah banyak menerapkan hak asasi manusia tampaknya belum siap untuk meningkatkan jaminan hak asasi manusia untuk kaum LGBT di negaranya. Selain itu, isu LGBT ini tidak akan pernah dapat diterima oleh agama. Agama-agama yang diakui di dunia dan mempunyai jumlah penganut yang tinggi, tidak akan dapat dengan mudah menerima ide-ide tentang

LGBT dan juga kaum LGBT.175

Selain itu, upaya penunjukkan Randy Berry sebagai utusan khusus Amerika

Serikat untuk mempromosikan hak-hak LGBT ke negara-negara di dunia, juga menjadi alasan yang digunakan untuk orang-orang dan pemerintah yang anti

LGBT dalam membenarkan aksi penolakan mereka terhadap ide-ide dan kaum

LGBT. Mereka menganggap upaya Amerika Serikat terlalu berlebihan dalam memperjuangkan hak-hak asasi manusia untuk LGBT. Oleh karena itu, aktivis- aktivis LGBT di negara-negara yang anti LGBT juga kurang menerima dan mempunyai sikap kewaspadaan terhadap segala bentuk bantuan yang mereka terima dari Randy Berry.176

Selanjutnya tantangan yang dihadapi Amerika Serikat juga berasal dari sikap penolakan negara dan pemerintahan negara-negara lain. Kegiatan upacara yang dilakukan oleh kedutaan besar Amerika Serikat di Islamabad Pakistan, memicu banyak protes dari kalangan partai islam di Pakistan. Upacara tersebut

175 Stefano Gennarini, “How Their Refusal To Tolerate Dissen is Creating a Global Backlash Against LGBT People”, The Federalist, http://thefederalist.com/2018/01/11/refusal-tolerate- dissent-creating-global-backlash-lgbt-people/ diakses 16 Mei 2018. 176 Nahal Toosi, “America’s New LGBT Envoy”.

90 dikecam dan dianggap sebagai sebuah terorisme budaya yang dilakukan oleh

Amerika Serikat kepada Pakistan. Kecaman tersebut datang dari cendekiawan dan pemimpin agama serta partai politik Pakistan merupakan negara yang menerapkan hukum syariah di negaranya. Tindakan dan aktivitas homoseksual dapat dikenakan hukuman cambukan, penjara, bahkan kematian. Masyarakat

Pakistan juga tidak bisa menerima kaum LGBT di negaranya, mereka menganggap kaum LGBT adalah kaum yang mempunyai penyakit dan tidak dapat hidup berdampingan dengan masyarakat biasa pada umumnya, kaum LGBT juga dinilai tidak pantas untuk menjadi seorang muslim di Pakistan.177

. Upaya Obama di Kenya juga mendapatkan penentangan. Presiden Kenya,

Uhuru Kenyatta menentang pernyataan dari Presiden Obama. Presiden Kenya mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak berhak untuk mengatur dan mencampuri urusan negara lain, karena LGBT dianggap tidak sesuai dengan nilai- nilai yang berlaku di Kenya, dan hal itu merupakan bentuk identitas negara

Kenya.178

3. Dalam forum internasional

Amerika Serikat juga berupaya untuk mengubah kalimat pasal 16 dalam

Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Namun upaya tersebut mengalami kegagalan karena ditolak oleh negara-negara anggota PBB. Meskipun dukungan untuk perubahan kalimat tersebut juga datang dari negara-negara Eropa

177 BBC, “Pakistan: Religious Groups Condemn US Embassy Gay event”. 178 David Smith, “Barack Obama Tells African States To Abandon Anti-Gay Discrimination”, The Guardian, https://www.theguardian.com/us-news/2015/jul/25/barack-obama-african- states-abandon-anti-gay-discrimination diakses 14 Mei 2018.

91 yang lebih menjamin kehidupan dan hak-hak kaum LGBT di negaranya, namun upaya tersebut tetap tidak terwujud dengan baik.179

Pertemuan tingkat tinggi untuk membahas penanggulangan AIDS di dunia yang dilakukan PBB mendapat penentangan dari negara-negara muslim yang tergabung ke dalam Organisasi Kerjasama Islam. Negara-negara tersebut berusaha untuk memblokir organisasi-organisasi gay dan transgender untuk berpatisipasi dalam pertemuan tingkat tinggi tersebut.

Amerika Serikat melalui duta besarnya merespon penolakan dari sejumlah negara-negara islam tersebut, dengan mengatakan bahwa pemblokiran tersebut hanya akan berdampak buruk bagi upaya untuk menghentikan penyebaran AIDS di seluruh dunia. Selain itu, duta besar Amerika Serikat untuk PBB juga menunjukkan keprihatinannya terhadap hal semacam ini yang sudah beberapa kali terjadi jika ada agenda pertemuan PBB yang mengikutsertakan atau membahas mengenai isu LGBT.180

4. Pemberian suaka untuk kaum LGBT

Upaya Amerika Serikat dalam memberikan suaka kepada pengungsi LGBT di negara lain juga mendapatkan hambatan. Hambatan itu disebabkan karena

Amerika Serikat hanya menerima pengungsi dari 24 negara yang mengkriminalisasi LGBT di dunia. Negara-negara yang tidak termasuk ke dalam

24 negara tersebut tidak dapat menjadi pengungsi yang menetap di Amerika

179 Stefano Gennarini, “Obama Team Tries To Scrap Parts of Universal Declaration of Human Rights”. 180 Michelle Nichols, “Muslim States Block Gay Groups From U.N. AIDS Meeting; U.S. Protest”, https://www.reuters.com/article/us-un-lgbt-aids/muslim-states-block-gay-groups-from- u-n-aids-meeting-u-s-protests-idUSKCN0Y827F diakses 23 Mei 2018.

92

Serikat.181 Hal ini menjadikan negara Amerika Serikat terlihat masih memprioritaskan kaum LGBT dari negara-negara tertentu saja, tidak kepada semua kaum LGBT yang mendapatkan perlakuan kriminalisasi.

5. Negara tidak terpengaruh dengan ancaman atau pemberian sanksi

Uganda yang menerapkan hukuman mati untuk kaum LGBT yang melakukan aktivitas seksualnya, mendapatkan sanksi dari Amerika Serikat. Sanksi tersebut berupa pembatalan latihan militer gabungan, serta pembatasan visa bagi masyarakat Uganda baik dari kalangan pemerintahan atau pegawai pemerintahan yang terlibat dalam upaya mengkriminalisasi LGBT. Meskipun Amerika Serikat memberikan sanksi kepada Uganda, Uganda tetap mempertahankan undang- undang yang telah disahkan oleh Presiden Yoweri Museveni untuk mengkriminalisasi kaum LGBT dan aktivitas seksualnya. Menurut Presiden

Yower Museveni, Uganda adalah negara yang berdaulat, dan tidak dapat dipengaruhi oleh negara manapun atau aktor internasional dalam memutuskan undang-undang atau hukum yang berlaku di negaranya. Selain itu, Uganda adalah negara yang beranggapan bahwa homoseksualitas adalah sesuatu yang tidak normal dan tidak bermoral, sehingga Uganda tidak akan mentolerir masyarakatnya yang mempunyai orientasi seksual semacam itu. Segala bentuk ancaman dan pemutusan bantuan dari negara-negara Barat tidak akan membuat

Uganda meninjau ulang hukum yang telah Uganda tetapkan di negaranya.182

181 Sharita Gruberg, “Obama Administration Makes Refugee Program More LGBT- Inclusive”. 182 Reuters, “U.S. Targets Aid in Uganda, Cancels Military Exercise Over Homosexuality Law”.

93

Namun pada Bulan Agustus 2014, undang-undang tersebut dianggap tidak sah oleh pengadilan konstitusi Uganda, karena anggota parlemen yang hadir pada pemungutan suara pada saat itu tidak memenuhi kuota untuk dijadikan sebagai syarat undang-undang tersebut disahkan. Meskipun begitu, Uganda tetap memberlakukan hukuman penjara maksimal 14 tahun untuk individu yang mempunyai orientasi seksual gay dan lesbian yang tertangkap sedang melakukan aktivitas seksualnya.183

Selain Uganda, Amerika Serikat juga mengancam menjatuhkan sanksi kepada Nigeria dengan mengurangi atau memotong bantuan untuk Nigeria pada dukungan pemberantasan AIDS di Nigeria dan juga program pemberantasan malaria.184 Pada Januari 2014, Presiden Nigeria Goodluck Jonathan menandatangani sebuah undang-undang yang mengkriminalisasi LGBT. Pasangan sesama jenis yang diketahui oleh negara akan diberikan hukuman penjara 14 tahun, selain itu individu yang terbukti membantu pasangan sesama jenis menyembunyikan orientasi seksual mereka, dan juga terlibat dalam klub ataupun organisasi dan komunitas gay akan diberi hukuman penjara selama 10 tahun.

Sikap pemerintah yang mengkriminalisasi LGBT di Nigeria mengakibatkan banyak terjadi kekerasan yang dilakukan masyarakat Nigeria kepada kaum LGBT

Nigeria. Selain itu, kaum LGBT juga menerima ancaman hukuman cambuk bagi

183 Saskia Houttuin, “Gay Uganda Face New Threat From Anti-Homosexuality Law”, The Guardian, https://www.theguardian.com/world/2015/jan/06/-sp-gay-ugandans-face-new-threat- from-anti-homosexuality-law diakses 18 Mei 2018. 184 Nigerian Bulletin, “Gay Marriage Law: US threatens To Sanction Nigeria”, https://www.nigerianbulletin.com/threads/gay-marriage-law-us-threatens-to-sanction-nigeria- vanguard.37173/ diakses 22 Mei 2018.

94 mereka yang diadili di Nigeria bagian Utara, yang menerapkan hukum syariah islam.185

Meskipun ada ancaman yang datang dari Amerika Serikat, Nigeria tetap tidak akan mengubah atau membatalkan undang-undang yang sudah disahkan tersebut. Nigeria mempunyai pemahaman yang sama dengan Uganda, menganggap bahwa negaranya adalah negara yang berdaulat dan mampunyai hak untuk membuat undang-undang di negaranya tanpa ada intervensi negara lain.

Nigeria juga merupakan negara yang mempunyai tradisi dan kepercayaan yang kuat, sehingga Amerika Serikat tidak bisa mengatur Nigeria untuk menjalankan apa yang negaranya yakini.186

Negara-negara seperti Uganda dan Nigeria merupakan negara yang tidak akan terpengaruh oleh ancaman sanksi yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Hal ini merupakan tantangan yang cukup besar bagi Amerika Serikat. Negara-negara seperti Uganda dan Nigeria yang mempunyai nilai konservatif dan juga identitas negara, serta kepercayaan dan tradisi yang kental, tidak akan mudah untuk dipengaruhi oleh negara lain. Terlebih lagi, LGBT dinilai merupakan suatu bentuk pelanggaran dalam agama dan menyalahi aturan yang sudah ada, tidak sesuai dengan nilai-nilai moral yang baik, serta LGBT dinilai sebagai ide dan nilai yang diperkenalkan oleh Barat. Amerika Serikat tidak akan bisa membuat negara-

185 Washington Post, “Nigeria’s Anti Gay Law Demands a Response From The West”, https://www.washingtonpost.com/opinions/nigerias-anti-gay-law-demands-a-response-from- the-west/2014/02/10/23b19570-9276-11e3-b227- 12a45d109e03_story.html?utm_term=.c37ecee9cb88 diakses 22 Mei 2018. 186 Mfonobong Nsehe, “ Obama Fights Nigerian Anti-Gay Bil Threatens To Cutt Off Aid”, Forbes, https://www.forbes.com/sites/mfonobongnsehe/2011/12/09/obama-fights-nigerian- anti-gay-bill-threatens-to-cut-off-aid/#6bb19e854f7b diakses 22 Mei 2018.

95 negara semacam Nigeria dan Uganda untuk mengubah peraturan dalam negeri mereka sesuai dengan yang diinginkan oleh Amerika Serikat.

96

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada pemaparan bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Amerika Serikat yang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, pada tahun 2011 memutuskan untuk mempromosikan dan mendukung kaum LGBT di dunia internasional. Amerika Serikat merasa perlu membela hak-hak kaum LGBT di dunia internasional, karena masih banyak kaum LGBT di negara-negara di dunia yang menerima diskriminasi dan kriminalisasi dari pemerintah negaranya dan juga masyarakat.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh Amerika Serikat berpusat pada 4 hal, yaitu yang pertama adalah dengan cara diplomasi, dengan mengadakan kegiatan seperti pertunjukan musik, mengadakan upacara, bertemu dengan pemimpin negara Kenya. Amerika Serikat juga melakukan penunjukkan beberapa duta besar yang berorientasi seksual gay untuk ditempatkan di sejumlah negara, serta menunjuk utusan khusus untuk membantu mempromosikan hak-hak LGBT di negara-negara di dunia. Selain itu, Amerika Serikat juga mengadakan konferensi- konferensi untuk mengajak negara-negara lain agar ikut membantu Amerika

Serikat melindungi dan memperjuangkan hak-hak kaum LGBT di dunia internasional. Kedua adalah dengan memberikan perlindungan kepada pengungsi

LGBT yang mendapatkan kekerasan baik secara mental dan fisik di negaranya,

97 serta mendapatkan diskriminasi dan juga yang dikriminalisasi oleh pemerintah negaranya.

Ketiga adalah melawan kriminalisasi kaum LGBT yang dilakukan oleh pemerintahan negara-negara di dunia khususnya Uganda dan Nigeria. Amerika

Serikat mengancam dan juga memberikan sanksi agar pemerintah negara-negara tersebut membatalkan undang-undang yang mengkriminalisasi kaum LGBT.

Pemberian sanksi oleh Amerika Serikat kepada Uganda berupa pembatalan latihan militer, pembatasan visa untuk individu yang terlibat dalam pengkriminalisasian tersebut, dan juga pengalihan sejumlah bantuan kesehatan.

Sedangkan ancaman pemberian sanksi oleh Nigeria adalah menghentikan sejumlah bantuan untuk pemberantasan AIDS di Nigeria dan juga program pemberantasan malaria.

Keempat adalah memberikan bantuan luar negeri. Amerika Serikat berupaya untuk memajukan dan melindungi hak-hak kaum LGBT dengan memberikan sejumlah bantuan luar negeri melalui organisasi yang dibentuknya. Amerika

Serikat juga bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain untuk memberikan perlindungan hak-hak kaum LGBT di negara lain, baik dalam segi kesehatan, lingkungan kerja, dan perlindungan hukum.

Dalam upayanya tersebut, Amerika Serikat juga menghadapi tantangan- tantangan yang cukup signifikan. Tantangan yang pertama adalah pengaruh Rusia di Eropa Timur. Sejak Rusia mengesahkan dan memberlakukan undang-undang anti propaganda LGBT di negaranya, Rusia menyebarkan pengaruh tersebut di negara-negara sekitarnya, agar juga dapat mengkriminalisasi kaum LGBT sama

98 seperti Rusia. Hal itu juga dilakukan Rusia untuk membendung pengaruh dan nilai-nilai barat di negara-negara sekitar Rusia.

Tantangan yang kedua adalah adanya anggapan bahwa LGBT adalah nilai- nilai dari Barat, sehingga banyak negara-negara lain yang anti Barat menolak nilai-nilai LGBT. Bahkan aktivis LGBT di Yordania tidak ingin menerima bantuan dan perhatian dari duta besar Amerika Serikat dalam memperjuangkan hak-hak LGBT di Yordania. Selanjutnya Amerika Serikat juga masih menghadapi kesulitan di forum PBB dalam mengganti kata-kata dalam pasal 16 UDHR yang tidak mencerminkan kesetaraan hak pasangan sesama jenis yang memiliki anak dapat dikatakan sebagai keluarga. Kemudian Amerika Serikat juga masih menerapkan pembatasan pemberi suaka kepada negara-negara tertentu saja.

Sehingga Amerika Serikat masih dianggap melindungi kaum LGBT dari negara tertentu saja.

Tantangan yang terakhir adalah sikap keras dari Uganda dan Nigeria yang mendapat ancaman dan diberikan sanksi oleh Amerika Serikat, namun tetap mempertahankan undang-undang yang mengkriminalisasi kaum LGBT di negaranya. Kedua negara tersebut meyakini bahwa tidak ada aktor internasional manapun yang dapat mengatur negara tersebut dalam mengeluarkan undang- undang untuk domestik negaranya.

99

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Berridge, G.R. dan Alan James. A Dictionary of Diplomacy. New York: Palgrave, 2001.

Bogdan, R dan S. Biklen. Qualitative Research for Education. Boston, MA: Allyn and Bacon, 1992.

Breuning, Marijke. Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction. Newyork: Palgrave Macmillan, 2007.

Byrne, Caitlin. Public Diplomacy, Foreign Policy: Theories Actors. Oxford: Oxford University Press, 2016.

Chauncey, George. Gay New York: Gender, Urban Culture, and the Making of the Gay Male World, 1890-1940. New York: Basic Books, 1994.

Council. Family Research. The Defense of Marriage Act: What It Does and Why It Is Vital For Traditional Marriage in America. Washington DC: 2010.

Creswell, J. Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. Thousand Oaks, CA: Sage publication, 1994.

Diamond, Louise dan John McDonald. Multi-Track Diplomacy: A Systems Approach to Peace Third Edition. West Hartford: Kumarian Press, 1996.

Emila, Ranny. Praktek Diplomasi. Jakarta: Badouse Media, 2013.

Evans, Graham dan Jeffrey Newnham. Dictionary of International Relations. New York : Penguin book,1998.

Holsti, KJ. International Politics: A Framework for Analysis 6th Edition. New Jersey: Prentice-Hall.inc, 1992.

------. National Role Conceptions In The Study of Foreign Policy. London: University of British Columbia, 2012.

------. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Bandung: Bina Cipta, 1992.

Ikbar, Yanuar. Metodologi dan Teori Hubungan Internasional. Bandung: Refika Aditama, 2014.

Jackson, Robert dan George Sorensen. Pengantar Hubungan Internasional: Teori dan Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009.

xv

Lancaster, Carol. Foreign aid, Diplomacy, Development, Domestic Politics. Chicago: The Chicago University Press, 2007.

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Rix, Alan. Japan Foreign Aid Challenge: Policy Reforn and Aid leadership. Routledge: London and New York, 1993.

Roy, S.L. Diplomacy, diterjemahkan oleh Harwanto, Misrawati. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2010.

Todaro, Michael P. Economic Development (4th Edition). UK: Addison Weasley Longman, 2000.

Warsito, Tulus dan Wahyu Kartikasari. DIplomasi Kebudayaan Konsep dan Relevansi Bagi Negara Berkembang.Yogyakarta: Ombak, 2007.

Jurnal

Austin, David W. “Sexual Orientation and Gender Identitiy”. The International Lawyer, Vol. 46 No. 1, (2011).

Gregory, Bruce. “American Public Diplomacy: Enduring Characteristics, Elusive Transformation”. The Hague Journal of Diplomacy, volume 6 No. 3-4. (2011).

Hennida, Citra. “Diplomasi Publik dalam Politik Luar Negeri”. Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik, Volume 22 No.1. (2009).

Marks, Suzanne M. “Global recognition of Human Rights for Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender People”. Health and Human Rights Vol. 9 No. 1. (2006).

Martos, Alexander J., Patrick A. Wilson , dan Ilan H. Meyer. “Lesbian, gay, bisexual, and transgender (LGBT) health services in the United States: Origins, Evolution, and Contemporary Landscape”. (2017).

xvi

Dokumen Elektronik

“Action needed to stop violations of LGBT people’s right worldwide, expert tells UN”. 2017. UN News Centre. United Nations. Tersedia di http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=57981#.Wizzm1WWbIU

Amundsen, Inge. “The Ruins of Bangladesh’s LGBT Community”. East Asia Forum. 2018. Tersedia di http://www.eastasiaforum.org/2018/03/23/the- ruins-of-bangladeshs-lgbt-community/

Araujo, Derek C. “Repealing Don’t Ask, Don’t Tell”. Center for Inquiry. 2010. Tersedia di https://www.centerforinquiry.net/uploads/attachments/dont-ask- dont-tell.pdf

“Are Gay and Lesbian Relationships Morally Acceptable?”. 2018. Statista. Tersedia di https://www.statista.com/statistics/226147/americans-moral- views-on-gay-or-lesbian-relations-in-the-united-states/

Bullough, Vern. “When did the gay rights movement begin?”. History News. 2005. Tersedia di https://historynewsnetwork.org/article/11316

Burrelli, David F. “Don’t ask don’t tell: The law and military policy on same-sex behavior” Congressional Research Service. 2010. Tersedia di https://fas.org/sgp/crs/misc/R40782.pdf

“Conference to Advance the Human Rights of and Promote Inclusive Development for Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, and Intersex (LGBTI) Persons”. 2014. USAID Report. Tesedia di https://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/1868/ConferencetoAdv ancetheHumanRightsofandPromoteInclusiveDevelopmentforLGBTIPersons .pdf

Corrales, Javier Corrales. “The Influence of Structure, Movements, Institutions, and Culture”. 2015. Tersedia di https://globalstudies.unc.edu/files/2015/04/LGBT_Report_LatAm_v8- copy.pdf

“Defense of Marriage Act”’. 1996. Britannica. Tersedia di https://www.britannica.com/topic/Defense-of-Marriage-Act

“Discharges under the don’t ask/don’t tell policy: women and racial/ethnic minorities”. 2010. William Institute. Tersedia di https://williamsinstitute.law.ucla.edu/wp-content/uploads/Gates- Discharges2009-Military-Sept-2010.pdf

“Discriminatory Laws and Practices and Acts of Violence Against Indoviduals Based on Their Sexual Orientation and Gender Identity”. 2011. Human Rights Council. Tersedia di

xvii

http://www.ohchr.org/Documents/Issues/Discrimination/A.HRC.19.41_Engl ish.pdf

“Elton Announces First LGBT Fund Recipients With PEPFAR”. 2016. Elton John Foundation. Tersedia di https://london.ejaf.org/aids-news/3898/

Feder, Jody.. “Don’t ask, don’t tell: a legal analysis”. Congressional Research Service. 2013. Tersedia di https://fas.org/sgp/crs/misc/R40795.pdf

“Further U.S. Efforts to Protect Human Rights in Uganda”. 2014. Obama White House. Tersedia di https://obamawhitehouse.archives.gov/blog/2014/06/19/further-us-efforts- protect-human-rights-uganda

Gates, Gary J. “In U.S., More Adults Identifying as LGBT”. Gallup News. 2017. Tersedia di https://news.gallup.com/poll/201731/lgbt-identification- rises.aspx

Gary, Junaeau. “Are LGBT rights human rights? Recent developments at the united nations”. American Psychological Association. 2012. Tersedia di http://www.apa.org/international/pi/2012/06/un-matters.aspx

Gennarini, Stefano. “Obama Team Tries To Scrap Parts of Universal Declaration of Human Rights”. Center for Family and Human Rights. 2014. Tersedia di https://c-fam.org/friday_fax/obama-team-tries-to-scrap-parts-of-universal- declaration-of-human-rights/

“Global Equality Fund Annual Report 2015”. 2015. Global Equality Fund. Tersedia di https://2009-2017.state.gov/documents/organization/259217.pdf

Gruberg, Sharita. “Obama Administration Makes Refugee Program More LGBT- Inclusive”. American Progress. 2015. Tersedia di https://www.americanprogress.org/issues/lgbt/news/2015/10/30/124632/oba ma-administration-makes-refugee-program-more-lgbt-inclusive/

“Hope Will Prevail: Advancing the Human Rights of LGBT People in The Dominican Republic”. 2015. Human Rights First. Tersedia di https://www.humanrightsfirst.org/resource/hope-will-prevail-advancing- human-rights-lgbt-people-dominican-republic

“How To Stop Russia From Exporting Homophobia”. 2014. Human Rights First. Tersedia di https://www.humanrightsfirst.org/resource/how-stop-russia- exporting-homophobia

“International Covenant on Civil and Political Rights. Adopted by the General Assembly of the United Nations on 19 December 1966”. 1996. United Nations. Tersedia di

xviii

https://treaties.un.org/doc/publication/unts/volume%20999/volume-999-i- 14668-english.pdf

Korb, Lawrence J. “The Cost of Don’t Ask, Don’t Tell”. American Progress. 2009. Tersedia di https://www.americanprogress.org/issues/security/news/2009/03/02/5714/th e-costs-of-dont-ask-dont-tell/

“Lesbian, gay, bisexual, and transgender rights in the united states”. 2010. The Council for Global Equality. Tersedia di http://www.globalequality.org/storage/documents/pdf/iccpr_lgbt_shadow_re port_2010_final.pdf

“Letter to President Obama on Visit to India”. 2015. Human Rights First. Tersedia di https://www.humanrightsfirst.org/resource/letter-president- obama-visit-india

“LGBT Issues in Jamaica”. 2012. Human Rights First. Tersedia di http://www.humanrightsfirst.org/sites/default/files/Jamaica-LGBT-Fact- Sheet.pdf

Mellisen, Jan. “Public Diplomacy Between Theory and Practice”, The Present and Future of Public Diplomacy: An European Perspective – The 2006 Madrid Conference on Public Diplomacy. Tersedia di http://www.realinstitutoelcano.org/wps/wcm/connect/ebc7338045e54b8a95f2fd 762a2d4af9/WP29- 2006_Noya_Public_Diplomacy_Europe.pdf?MOD=AJPERES&CACHEID=ebc733804 5e54b8a95f2fd762a2d4af9 “Resolution Adopted by The General Assembly”. 2006. General Assembly. Tersedia di http://www2.ohchr.org/english/bodies/hrcouncil/docs/A.RES.60.251_En.pdf

“Proclamation Lesbian, Gay , Bisexual, Transgender Month 2009”. 2009. Obama White House. Tersedia di https://obamawhitehouse.archives.gov/realitycheck/the_press_office/Preside ntial-Proclamation-LGBT-Pride-Month

“Protection against violence and Discrimination Based On Sexual Orientation and Gender Identity”. 2016. Human Rights Council. Tersedia di http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/HRC/RES/32/2

Radelet, Steven. 2006. “ A Primer of Foreign Aid”. Center for Global Development. Working Paper. Tersedia di https://www.cgdev.org/files/8846_file_WP92.pdf

“Remarks by National Security Advisor Susan E. Rice”. 2014. Obama White House. Tersedia di https://obamawhitehouse.archives.gov/the-press-

xix

office/2014/06/24/remarks-national-security-advisor-susan-e-rice-white- house-forum-global-

“Report of The United Nations High Commissioner for Human Rights”. 2011. Human Rights Council.. Tersedia di http://www2.ohchr.org/english/bodies/hrcouncil/docs/19session/a.hrc.19.41 _english.pdf

“Rights of LGBTI Persons”. 2017. Government of Canada. Tersedia di https://www.canada.ca/en/canadian-heritage/services/rights-lgbti- persons.html

“South Korea: Supreme Court Affirms LGBT Rights”. 2017. Human Rights Watch. Tersedia di https://www.hrw.org/news/2017/08/04/south-korea- supreme-court-affirms-lgbt-rights

“Spread of Russian Style Propaganda Laws”. 2016. Human Rights First. Tersedia di https://www.humanrightsfirst.org/resource/spread-russian-style- propaganda-laws

Summers, Claude J “Defense of Marriage Act” (Encyclopedia copyright glbtq). . 2015. Tersedia di http://www.glbtqarchive.com/ssh/defense_of_marriage_act_S.pdf

“The Elton John AIDS Foundation and The U.S. PEPFAR”. 2015. Elton John Foundation. Tersedia di https://london.ejaf.org/aids-news/ejaf-pepfar- partnership-launch/

“The Hill: Abusive Belarus Dictator Doesn’t Deserve Hockey Championship”. 2014. Human Rights First. Tersedia di https://www.humanrightsfirst.org/resource/hill-abusive-belarus-dictator- doesn-t-deserve-hockey-championship

“The Road to Safety Strengthening Protection for LGBTI Refugees in Uganda and Kenya”. 2012. Human Rights First. Tersedia di https://www.humanrightsfirst.org/resource/road-safety-strengthening- protection-lgbti-refugees-uganda-and-kenya

“The White House Hosts the First-Ever Forum on Global LGBT Human Rights”. 2014. Obama White House. Tersedia di https://obamawhitehouse.archives.gov/blog/2014/06/25/white-house-hosts- first-ever-forum-global-lgbt-human-rights

“Universal Declaration of Human Rights”. United Nations. Tersedia di http://www.un.org/en/universal-declaration-human-rights/

“17/19 Human Rights, Sexual Orientation, and Gender Identity”. 2011. Human Rights Council. Tersedia di https://documents-dds-

xx

ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G11/148/76/PDF/G1114876.pdf?OpenElemen t

“27/32 Human Rights, Sexual Orientation, and Gender Identity”. 2014. Human Rights Council. Tersedia di https://documents-dds- ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G14/177/32/PDF/G1417732.pdf?OpenElemen t

Artikel Surat Kabar

Adams, Richard. 2012. “Democrats’ 2012 platform policy comes complete with rolled-back rhetoric”. The Guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2012/sep/04/democrats-2012-platform- rolled-back-rhetoric

Alter, Charlotte. 2015. “Why June 26 Should Be a National Holiday to Honor Progress”. Time. Tersedia di http://time.com/3937884/gay-marriage- supreme-court-june-26/

Andersson, Jasmine. 2018. “What Is Happening to LGBT+ Rights in South Africa?”. Pink News. Tersedia di https://www.pinknews.co.uk/2018/02/09/what-is-happening-to-lgbt-rights- in-south-africa/

Bedard, Paul. 2011. “Obama Offers Asylum to Overseas Gays”. US News. Tersedia di https://www.usnews.com/news/blogs/washington- whispers/2011/12/06/obama-offers-asylum-to-overseas-gays

Board, Editorial. 2014. “Nigeria’s Anti Gay Law Demands a Response From The West”. Washington Post. https://www.washingtonpost.com/opinions/nigerias-anti-gay-law-demands- a-response-from-the-west/2014/02/10/23b19570-9276-11e3-b227- 12a45d109e03_story.html?utm_term=.c37ecee9cb88

Brocchetto, Marilia. 2017. “The Perplexing Narrative About Being Gay In Latin America”. CNN News. Tersedia di https://edition.cnn.com/2017/02/26/americas/lgbt-rights-in-the- americas/index.html

Bulletin, Nigerian. 2014. “Gay Marriage Law: US threatens To Sanction Nigeria”. Nigerian Bulletin. Tersedia di https://www.nigerianbulletin.com/threads/gay-marriage-law-us-threatens-to- sanction-nigeria-vanguard.37173/

Ehrenfreund, Max. 2013. “Obama Cancels meeting with Vladimir Putin Criticizes Russian Anti Gay Legislation.” Washington Post. Tersedia di

xxi

www.washingtonpost.com/world/obama-cancels-meeting-with-vladimir- putin-criticizes-russian-anti-gay-legislation/2013/08/07/da43f24a-ff98- 11e2-9711-3708310f6f4d_story.html

Elder, Miriam. 2012. “Gang Attack Blamed on Russia’s Ban on Gay Propaganda”. The Guardian. https://www.theguardian.com/world/2012/nov/04/gang-attack-russia-gay

------. 2012. “Russian Parliament to Consider Federal Anti-Gay Law”. The Guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2012/nov/30/russian-parliament- federal-anti-gay-law

------. 2013. “Russia passes law banning gay propaganda”. The Guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2013/jun/11/russia-law- banning-gay-propaganda

------. 2012. “St Petersburg Bans homosexual Propaganda”. The Guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2012/mar/12/st-petersburg- bans-homosexual-propaganda

Fingleton, Eamonn. 2015. “ If Gay Mariage is so great, Whys Is It Shunned in East Asia?”. Forbes. Tersedia di https://www.forbes.com/sites/eamonnfingleton/2015/04/12/why-hasnt-gay- marriage-caught-on-in-east-asia/#56e3df026478

Gaffrey, Conor. 2017. “Where is it illegal to be gay in Africa?”. News Week. Tersedia di http://www.newsweek.com/where-it-illegal-be-gay-africa- 630113

Grinberg, Emmanuella. 2012. “Wisconsin’s Tammy Bladwin if first openly gay person elected to senate”. CNN News. Tersedia di https://edition.cnn.com/2012/11/07/politics/wisconsin-tammy-baldwin- senate/index.html

Herman, Joanne Herman. 2010. “Amanda Simpson: A Transgender Rocket Scientist Goes To Washington”. Huffington Post. Tersedia di https://www.huffingtonpost.com/joanne-herman/amanda-simpson-a- transgen_b_410400.html

“Hillary Clinton Declares gay right are human rights”. 2011. BBC News. Tersedia di http://www.bbc.com/news/world-us-canada-16062937

Houttuin, Saskia. 2015. “Gay Uganda Face New Threat From Anti- Homosexuality Law”. The Guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2015/jan/06/-sp-gay-ugandans-face- new-threat-from-anti-homosexuality-law

xxii

Itkowitz, Colby. 2015. “The Six Openly Gay U.S. Ambassadors Were Together in Room”. Washington Post. Tersedia di https://www.washingtonpost.com/blogs/in-the-loop/wp/2015/03/25/the-six- openly-gay-u-s-ambassadors-were-together-in-one- room/?noredirect=on&utm_term=.1b1cd1502e92

Johnson, Chris. 2016. “Kate Brown becomes first openly LGBT person elected governor”. Washington Blade. Tersedia di http://www.washingtonblade.com/2016/11/08/kate-brown-becomes-first- openly-lgbt-person-elected-governor/

Johnson, Luke. 2012. “Obama Oposses Minnesota Anti-gay Mariage Constitutional Amandment”. Huffington Post. Tersedia di https://www.huffingtonpost.com/2012/04/09/obama-minnesota-gay- marriage-amendment_n_1412902.html

John, Elthon. 2012. “Gay Rights Are Human Rights?”. The Guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/commentisfree/2012/jul/01/gay-rights- human-rights-elton-ohn

Kaplan, Sarah. 2015. “The Improbable, 200-year-old story of one America’s first same-sex marriages”. Washington Post. Tersedia di https://www.washingtonpost.com/news/morning-mix/wp/2015/03/20/the- improbable-story-of-one-of-americas-first-same-sex-marriages-from-over- 200-years-ago/?utm_term=.41f30f8acb3d

Keyes, Charles. 2011. “Military Chaplains allowed to perform same-sex weddings”. CNN News. Tersedia di https://edition.cnn.com/2011/09/30/us/same-sex-marriage- military/index.html

Leon, Erwin de. 2012. “Advocacy Group Releases First Ever Guide to Welcoming LGBTI Refugees to The U.S.”. Huffington Post. https://www.huffingtonpost.com/entry/oram-rainbow- bridges_b_1443606.html

Library, CNN. 2015. “LGBT Rights Milestones Fast Facts”. CNN News. Tersedia di https://edition.cnn.com/2015/06/19/us/lgbt-rights-milestones-fast- facts/index.html

Lyngaas, Sean. 2015. “LGBT Rights Become Pillar of U.S. Foreign Policy”. Washington Diplomat. Tersedia di http://www.washdiplomat.com/index.php?option=com_content&id=11900: gay-rights-becomes-pillar-of-us-foreign-policy&Itemid=428

xxiii

Magid, Aaron. 2016. “America’s Misguided LGBT Policy”. Foreign Affairs. https://www.foreignaffairs.com/articles/middle-east/2016-08-22/americas- misguided-lgbt-policy

Moloney, Anastasia. 2017. “Terrorize at home, Central America’s LGBT People to Flee For Their Lives: Report”. Reuters. Tersedia di https://www.reuters.com/article/us-latam-lgbt-rights/terrorized-at-home- central-americas-lgbt-people-to-flee-for-their-lives-report- idUSKBN1DR28O

Mortimer, Caroline. 2018. “India’s Supreme Court Could Be About To Decriminalise Gay Sex In Major Victory for LGBT Rights”. Independent. Tersedia di https://www.independent.co.uk/news/world/asia/india- homosexuality-legalise-law-gay-lgbt-couples-supreme-court-ruling- a8148896.html

Mosbergen, Dominique. 2015. ”Being LGBT in Souteast Asia: Storeis of Abuse, Survival, and Tremendous Courage”. Huffington Post. Tersedia di https://www.huffingtonpost.com/entry/lgbt-in-southeast- asia_us_55e406e1e4b0c818f6185151

Nations, United. 2017. “Action needed to stop violations of LGBT people’s right worldwide, expert tells UN”. UN News Centre. Tersedia di http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=57981#.Wizzm1WWbIU

News, The. 2011. “US Embassy Holds Gay, Lesbian Ceremony in Islamabad”. The News. Tersedia di https://www.thenews.com.pk/archive/print/614955- us-embassy-holds-gay,-lesbian-ceremony-in-islamabad

Nichols, Michelle. 2016. “Muslim States Block Gay Groups From U.N. AIDS Meeting; U.S. Protest”. Reuters. https://www.reuters.com/article/us-un-lgbt- aids/muslim-states-block-gay-groups-from-u-n-aids-meeting-u-s-protests- idUSKCN0Y827F

Nsehe, Mfonobong. 2011. “Obama Fights Nigerian Anti-Gay Bil Threatens To Cutt Off Aid”. Forbes. Tersedia di https://www.forbes.com/sites/mfonobongnsehe/2011/12/09/obama-fights- nigerian-anti-gay-bill-threatens-to-cut-off-aid/#6bb19e854f7b

“Obama signs hate crimes bill into law”. 2009. CNN News. Tersedia di http://edition.cnn.com/2009/POLITICS/10/28/hate.crimes/

Osborne, Samuel. 2016. “The 15 Worst Countries To Be Gay in Europe”. Independent. Tersedia di https://www.independent.co.uk/news/world/europe/the-15-worst-countries- to-be-gay-in-europe-azerbaijan-russia-armenia-a7024416.html

xxiv

“Pakistan: Religious Groups Condemn US Embassy Gay event”. 2011. BBC News. Tersedia di http://www.bbc.com/news/world-south-asia-14010106

Pleming, Sue. 2009. “In turnaround, US sign UN gay rights document”. Reuteurs. Tersedia di https://www.reuters.com/article/us-rights-gay-usa/in- turnaround-u-s-signs-u-n-gay-rights-document- idUSTRE52H5CK20090318?pageNumber=2&virtualBrandChannel=10112

Puglise, Nicole. 2016. “Don’t ask don’t tell military members out and proud five years after repeal”. The Guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/us-news/2016/sep/27/dont-ask-dont-tell- repeal-anniversary-us-military

Radio, National Public. 2013. “Obama Administration Urges Supreme Court To Rethink Doma”. NPR. Tersedia di https://www.npr.org/sections/thetwo- way/2013/02/23/172767887/obama-administration-urges-supreme-court-to- rethink-doma

Riley, Jennifer. 2009. “Obama declares June LGBT month”. Christian Post. Tersedia di https://www.christianpost.com/news/obama-declares-june-lgbt- month-38955/

Rosenberg, Eli. 2016. “Stonewall inn named national monument, a first for the gay rights movement”. New York Times. Tersedia di https://www.nytimes.com/2016/06/25/nyregion/stonewall-inn-named- national-monument-a-first-for-gay-rights-movement.html

Saleh, Ian. 2011. “Defense Marriage Act: Obama Administration Will No Longer Defend Legality of Measure”. Washington Post. Tersdia di http://www.washingtonpost.com/wp- dyn/content/article/2011/02/23/AR2011022305361.html

Santoscoy, Carlos. 2013. “Gay Troos Discharged Under DADTTo Receive Full Severance Pay”. Ontop Mag. Tersedia di http://www.ontopmag.com/article/14048/Gay_Troops_Discharged_Under_ DADT_To_Receive_Full_Severance_Pay

Simon, Kristy. 2016. “Brief History of the LGBT movement in the United States”. Version Daily, Tersedia di http://www.versiondaily.com/brief-history-of- the-lgbt-movement-in-the-united-states/

Smith, David. 2015. “Barack Obama Tells African States To Abandon Anti-Gay Discrimination”, The Guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/us-news/2015/jul/25/barack-obama-african- states-abandon-anti-gay-discrimination

xxv

Spetalnick, Matt. 2013. “Obama Sends Message by Including Gay Athletes in Sochi Deelegations”. Reuters. Tersedia di https://www.reuters.com/article/us-usa-olympics-obama/obama-sends- message-by-including-gay-athletes-in-sochi-delegation- idUSBRE9BJ1E020131220

Stein, Sam. 2012. “Obama backs gay marriage”. Huffington Post. Tersedia di https://www.huffingtonpost.com/2012/05/09/obama-gay- marriage_n_1503245.html

Stoberg, Sheryl Gay. 2010. “Obama Widens Medical Rights for Gay Partners”. New York Times. Tersedia di https://www.nytimes.com/2010/04/16/us/politics/16webhosp.html

Surtees, Joshua. 2018. “Homophobic Laws in Caribbean Could Roll Back in Landmark case”. The Guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2018/apr/07/caribbean-anti-gay-law- ruling-high-court-trinidad-tobago

Toosi, Nahal. 2015. “America’s New LGBT Envoy”. Politico. Tersedia di https://www.politico.com/story/2015/04/randy-berry-lgbt-envoy-state- department-117347

Veigh, Karen MC dan Paul Harris. 2011. “US Military Lifts Ban On Openly Gay Troops”. The Guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2011/sep/20/us-military-lifts-ban-gay- troops

Wheaton, Sarah. 2015. “Obama faces gay rights challenge in Kenya”. Politico. Tersedia di https://www.politico.com/story/2015/07/your-obama-seen-as- promoting-lgbt-rights-in-anti-gay-kenya-120511

Whitaker, Brian. 2016. “Everything You Need To Know About Being Gay in Muslim Countries”. The Guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2016/jun/21/gay-lgbt-muslim- countries-middle-east///

xxvi