STUDI ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN (Tor spp.) DI HULU DAS WAMPU KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

OLEH :

JENI ARIYANTI 140302049

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Universitas Sumatera Utara STUDI ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TOR (Tor spp.) DI HULU DAS WAMPU KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

JENI ARIYANTI 140302049

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Universitas Sumatera Utara STUDI ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TOR (Tor spp.) DI HULU DAS WAMPU KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

JENI ARIYANTI 140302049

Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Jeni Ariyanti

NIM : 140302049

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “STUDI ASPEK

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TOR (Tor spp.) DI HULU DAS SUNGAI

WAMPU KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA” adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

Skripsi ini.

Medan, Mei 2018

Jeni Ariyanti NIM. 140302049

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

JENI ARIYANTI. Studi Aspek Biologi Reproduksi Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Dibimbing oleh DESRITA.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aspek biologi dan aspek reproduksi dari Ikan Tor (Tor spp.). Aspek biologi reproduksi meliputi sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang berat, ukuran pertama kali matang gonad, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), diameter telur dan fekunditas serta histologi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode purposive sampling. Data primer yang digunakan yaitu panjang dan berat tubuh, berat gonad ikan dan fekunditas yang didapatkan dari hasil sampling di lapangan. Ikan yang diperoleh terdiri dari dua spesies yaitu Tor soro dan dengan total keseluruhan adalah 221 ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi panjang Ikan Tor soro adalah 75-322 mm dan sebaran frekuensi panjang Ikan Tor tambroides adalah 106-415. Pola pertumbuhan Ikan Tor (Tor spp.) bersifat allometrik negatif. Indeks kematangan gonad Tor soro dan Tor tambroides jantan lebih besar daripada betina. Tingkat kematangan gonad yang diperoleh yaitu Tor soro jantan TKG I, II, III, IV dan Tor soro betina TKG I, II, dan IV. Tingkat kematangan gonad yang diperoleh pada Ikan Tor tambroides jantan adalah TKG I, II, III dan Tor tambroides betina TKG I dan II. Ukuran pertama kali matang gonad Ikan Tor soro jantan lebih besar dibanding Ikan Tor soro betina. Fekunditas Ikan Tor soro berkisar antara 1.250-1.270 butir.

Kata Kunci : Ikan Tor (Tor spp.), Biologi Reproduksi, Hulu DAS Wampu

i Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

JENI ARIYANTI. Study of Aspect Biological Reproductive of Tor Fish (Tor spp.) in Upper DAS Wampu Langkat Regency of North Sumatera. Supervised by DESRITA.

The purpose of this research is to know the biological aspect and reproduction aspect of Tor fish (Tor spp.). Reproductive biology aspects include the distribution of long-term frequency, the relationship of length of weight, the size of the first mature gonad, the sex ratio, the maturity level of gonad (TKG), gonad maturity index (IKG), egg diameter and fecundity and histology. The research method used is purposive sampling method. Primary data used are the length and body weight, gonad weight of fish and fecundity obtained from the sampling in the field. The fish obtained consists of two species, Tor soro and Tor tambroides with a total of 221 total. The results showed that the length of Tor soro fish was 75-322 mm and the frequency distribution of Tor tambroides was 106-415. Tor fish growth patterns (Tor spp.) are allometrically negative. The maturity index of Tor soro gonad and Tor tambroides male is larger than females. Gonad maturity level obtained is Tor soro male TKG I, II, III, IV and Tor soro female TKG I, II, and IV. The maturity levels of gonads obtained on Tor tambroides male were TKG I, II, III and Tor tambroides female TKG I and II. The size of the first matured gonad Tor soro male fish is bigger than the Tor soro female fish. Tor soro fish fecundity ranges from 1.250-1.270 grains.

Keywords: Tor fish (Tor spp.), Reproductive Biology, Upper DAS Wampu

ii Universitas Sumatera Utara RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Rantauprapat pada

tanggal 18 Januari 1996. Anak dari pasangan Bapak Ali

Imran (alm) dan Ibu Riana (almh) dan merupakan putri

kedua dari 2 bersaudara.

Pendidikan formal pertama diawali di TKQ Nur

Ibrahimy yang berakhir pada tahun 2003 dan

dilanjutkan di SDN 116874 Rantauprapat pada tahun

2003-2008. Bersamaan dengan berakhirnya pendidikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan di MTs Negeri Rantauprapat dan selesai pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 3 Rantau Utara dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan

S-1 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SBMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten

Laboratorium Fisika dan Kimia Air, Mikrobiologi Akuatik, Biologi Perikanan,

Produktivitas Perairan dan Rancangan Percobaan. Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pelabuhan Perikanan Nusantara

Sibolga.

iii Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyesuaikan usulan penelitian yang berjudul “Studi Aspek Biologi Reproduksi Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai satu dari beberapa syarat memenuhi kelulusan untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan pada Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Ali Imran (alm) dan Ibunda Riana (almh)

yang telah membesarkan dan merawat penulis.

2. Abangda terkasih Andi Irawan yang selalu memberikan do’a, motivasi serta

membantu dan memberi dukungan kepada penulis.

3. Uwak Riani, Paman Saiful dan seluruh keluarga yang telah memberikan do’a,

dukungan, nasihat serta membantu penulis.

4. Dana Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara, Talenta Dosen Muda

yang telah membiayai penulis dalam melakukan penelitian.

5. Ibu Desrita, S.Pi, M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan

banyak sekali ilmu, masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis.

6. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku dosen penguji dan Ketua Program Studi

Manajemen Sumberdaya Perairan.

7. Ibu Ipanna Enggar Susetya, S. Kel., M. Si. selaku dosen penasihat akademik

penulis.

iv Universitas Sumatera Utara 8. Bapak/Ibu dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan

pegawai tata usaha Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Bapak

Ashari Wardana.

9. Saudara penulis Andre Surya Dinata, Sandy Financy, Saidina Ali, Nurianto

yang telah memberikan do’a dan semangat kepada penulis.

10. Sahabat yang penulis sayangi khususnya Tri Hartati Uyun Matondang, Indah

Karina Lestari Lubis, Nurhayati Rambe, Tiara Dwi Sandri, Siti Hamidah,

Yuliana Handayani Gea, Nur Arlia Yusnita, Wini Aafini Junita Harahap,

IMAMANG dan teman-teman seperjuangan MSP angkatan 2014.

11. Nelayan di DAS Sungai Wampu Bapak Noval, Bapak Boidi serta kepada

seluruh pihak yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan kontribusi

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang pengelolaan sumberdaya perairan dan perikanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2018

Penulis

v Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...... i ABSTRACT ...... ii RIWAYAT HIDUP ...... iii KATA PENGANTAR ...... iv DAFTAR ISI ...... vi DAFTAR GAMBAR ...... viii DAFTAR TABEL ...... x DAFTAR LAMPIRAN ...... xi PENDAHULUAN Latar Belakang ...... 1 Perumusan Masalah ...... 3 Kerangka Pemikiran ...... 4 Tujuan Penelitian ...... 6 Manfaat Penelitian ...... 6 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tor (Tor spp.) ...... 7 Distribusi Habitat Ikan Tor (Tor spp.) ...... 9 Pertumbuhan ...... 11 Reproduksi Ikan ...... 11 Seksualitas Ikan ...... 12 Rasio Kelamin ...... 13 Tingkat Kematangan Gonad ...... 14 Indeks Kematangan Gonad ...... 17 Fekunditas ...... 17 Diameter Telur ...... 19 Kualitas Air ...... 20 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ...... 24 Alat dan Bahan ...... 24 Tahapan Penelitian ...... 25 Pengambilan Sampel ...... 26 Deskripsi Lokasi Pengambilan Sampel ...... 27 Pengamatan Ikan Contoh di Lapangan dan Laboratorium ...... 29 Pengukuran Panjang-Berat Total Ikan Contoh ...... 29 Pembedahan Ikan Contoh ...... 29 Penentuan Indeks Kematangan Gonad...... 29 Perhitungan Fekunditas ...... 29 Pengukuran Diameter Telur ...... 30 Analisis Data ...... 30

vi Universitas Sumatera Utara Aspek Pertumbuhan ...... 30 Sebaran Frekuensi Panjang ...... 30 Hubungan Panjang dan Berat Ikan ...... 31 Aspek Reproduksi ...... 31 Rasio Kelamin ...... 31 Uji Chi-Square ...... 32 Indeks Kematangan Gonad ...... 32 Ukuran Pertama Kali Matang Gonad ...... 33 Fekunditas dan Diameter Telur ...... 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ...... 35 Kondisi Perairan Hulu DAS Wampu ...... 35 Hasil Tangkapan Ikan Tor (Tor spp.) ...... 36 Aspek Pertumbuhan ...... 38 Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu ...... 38 Hubungan Panjang dan Berat Ikan Tor (Tor spp.) ...... 40 Aspek Reproduksi ...... 43 Rasio Kelamin Ikan Tor (Tor spp.) ...... 43 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor (Tor spp.)...... 45 Indeks Kematangan Gonad Ikan Tor (Tor spp.) ...... 49 Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Tor (Tor spp.) ...... 51 Fekunditas Ikan Tor (Tor spp.) ...... 52 Diameter Telur Ikan Tor (Tor spp.) ...... 52 Histologi Gonad Ikan Tor (Tor spp.) ...... 53 Pembahasan ...... 60 Kondisi Umum Lokasi Pengamatan di Hulu DAS Wampu ...... 60 Hasil Tangkapan Ikan Tor (Tor spp.) ...... 64 Aspek Pertumbuhan ...... 66 Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu ...... 66 Hubungan Panjang dan Berat Ikan Tor (Tor spp.) ...... 67 Aspek Reproduksi ...... 69 Rasio Kelamin Ikan Tor (Tor spp.) ...... 69 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor (Tor spp.)...... 71 Indeks Kematangan Gonad Ikan Tor (Tor spp.) ...... 75 Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Tor (Tor spp.) ...... 76 Fekunditas Ikan Tor (Tor spp.) ...... 78 Diameter Telur Ikan Tor (Tor spp.) ...... 80 Histologi Gonad Ikan Tor (Tor spp.) ...... 81 Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tor (Tor spp.) ...... 82 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...... 84 Saran ...... 84 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vii Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran ...... 5

2. Morfologi Ikan Tor (Tor spp.) ...... 7

3. Peta Lokasi Penelitian ...... 24

4. Tahapan Penelitian ...... 26

5. Lokasi I ...... 28

6. Lokasi II ...... 28

7. Hasil Penangkapan Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan .... 36

8. Hasil Penangkapan Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan ...... 37

9. Hasil Penangkapan Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan .... 37

10. Hasil Penangkapan Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan ...... 38

11. Histogram Distribusi Ukuran Ikan Tor soro Jantan dan Betina Berdasarkan Kelas Panjang ...... 39

12. Histogram Distribusi Ukuran Ikan Tor tambroides Jantan dan Betina Berdasarkan Kelas Panjang ...... 40

13. Grafik Hubungan Panjang-Berat Ikan Tor soro Jantan dan Betina ..... 41

14. Grafik Hubungan Panjang-Berat Ikan Tor tambroides Jantan dan Betina ...... 41

15. Grafik Hubungan Panjang-Berat Ikan Tor soro Jantan dan Betina ..... 42

16. Grafik Hubungan Panjang-Berat Ikan Tor tambroides Jantan dan Betina ...... 42

17. Rasio Kelamin Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu Berdasarkan Bulan Pengamatan...... 45

viii Universitas Sumatera Utara 18. Histogram Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan...... 47

19. Histogram Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan...... 47

20. Histogram Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan...... 48

21. Histogram Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan...... 48

22. Histogram IKG Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan...... 49

23. Histogram IKG Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan 50

24. Histogram IKG Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan...... 51

25. Histogram IKG Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan 51

26. Kurva Hubungan Berat dengan Fekunditas ...... 52

27. Sebaran Diameter Telur Ikan Tor (Tor spp.) ...... 53

ix Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Tingkat Kematangan Gonad Secara Umum...... 16

2. Kisaran nilai parameter kualitas air di Hulu DAS Wampu ...... 35

3. Hubungan Panjang-Berat Ikan Tor (Tor spp.) ...... 43

4. Rasio Kelamin Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu ...... 44

5. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor (Tor spp.) secara morfologi .... 46

6. Gonad Jantan Ikan Tor soro Sungai Berkail ...... 54

7. Gonad Betina Ikan Tor soro Sungai Berkail ...... 55

8. Gonad Jantan Ikan Tor tambroides Sungai Berkail ...... 56

9. Gonad Betina Ikan Tor tambroides Sungai Berkail ...... 57

10. Gonad Jantan Ikan Tor soro Sungai Bahorok ...... 57

11. Gonad Betina Ikan Tor soro Sungai Bahorok ...... 59

12. Gonad Jantan Ikan Tor tambroides Sungai Bahorok ...... 59

13. Gonad Betina Ikan Tor tambroides Sungai Bahorok ...... 60

x Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Alat dan Bahan ...... 92

2. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan ...... 95

3. Pembedahan Ikan ...... 95

4. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Bahorok Juli 2017 ...... 96

5. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Bahorok Agustus 2017 ...... 97

6. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Bahorok September 2017 .... 98

7. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Berkail Juli 2017 ...... 99

8. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Berkail Agustus 2017 ...... 100

9. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Berkail September 2017 ...... 101

10. Perhitungan Indeks Kematangan Gonad ...... 103

11. Perhitungan Fekunditas ...... 107

12. Rasio Kelamin Ikan Tor (Tor spp.) ...... 108

13. Contoh Perhitungan Pengelompokan Umur Pertama Kali Matang Gonad Ikan Tor (Tor spp.) ...... 109

14. Sebaran Diameter Telur Ikan Tor soro ...... 110

xi Universitas Sumatera Utara 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Indonesai memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan 70% dari luas adalah lautan (5,8 juta km2).

Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut melaporkan bahwa potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia adalah sebesar 6,4 Juta ton/tahun dengan porsi terbesar dari jenis ikan pelagis kecil yaitu sebesar 3,2 juta ton pertahun (52,54 %), jenis ikan demersal 1,8 juta ton pertahun (28,96%) dan perikanan pelagis besar 0,97 juta ton pertahun (15,81%). Potensi sumberdaya perikanan yang sangat besar tersebut sesungguhnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tapi sampai saat ini potensi tersebut belum dioptimalkan (Primyastanto et. al., 2013). Sumberdaya perikanan tidak hanya terdapat di laut namun juga terdapat pada perairan umum yaitu sungai, danau, rawa dan waduk.

Sungai merupakan wilayah yang dilalui badan air yang bergerak dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah, sungai merupakan sudut pandang yang digunakan dalam pengelompokan jenis wilayah perairan dari sudut morfologi, ekologi, antopogenik atau campur tangan manusia pada wilayah perairan tersebut

(Maryono, 2007). Unsur hara mudah larut di dalam air akan memperbaiki kualitas air sungai dan sangat baik bagi organisme air (Lentera, 2002). Hulu sungai mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian daerah aliran sungai mencirikan kerapatan drainase yang tinggi karena banyaknya mata air yang membentuk anak-anak sungai, umumnya didominasi oleh kawasan hutan yang

Universitas Sumatera Utara 2

berperan untuk tata air, hilir sungai umumnya ditandai dengan kawasan yang landai hingga datar (Rauf, 2011). Sungai yang mengalir dari hulu ke hilir biasanya berasal dari suatu aliran sungai besar yang disebut dengan Daerah Aliran

Sungai (DAS). Sungai Bahorok, Sungai Landak dan Sungai Berkail merupakan sungai yang alirannya berasal dari DAS Wampu.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu merupakan salah satu sumber daya perairan yang dimiliki Kabupaten Langkat di Propinsi Sumatera Utara dengan panjang sungai 105 km, lebar 100 m, dan volume normal 80 km3. Sungai ini melewati daerah Kecamatan Bahorok, Salapian, Kuala, Selesai, Stabat, Hinai,

Secanggang dan Tanjung Pura. Total luas areal DAS Wampu mencapai 2.569 ha sehingga menjadi salah satu perairan yang memiliki potensi sumber daya perikanan yang beragam. Data jumlah produksi perikanan di Kabupaten Langkat yang berasal dari Perairan Umum yaitu sungai dan rawa adalah 122,3 Ton pada tahun 2013 (BPS Kabupaten Langkat, 2013). Ikan yang terdapat pada hulu DAS

Wampu cukup beragam misalnya ikan genus Rasbora, Ikan Baung, Ikan Siluang dan yang paling banyak adalah ikan dari genus Tor.

Ikan genus Tor merupakan ikan air tawar lokal Indonesia yang keberadaannya terancam punah. Berdasarkan Daftar Merah Jenis Terancam

Punah yang diterbitkan oleh IUCN tahun 1990 tercantum 29 jenis ikan dari

Indonesia, diantaranya semua Genus Tor. Terbitan IUCN tahun 2012 tercantum

12 jenis dari ikan Genus Tor yang terancam punah, diantaranya Tor Tambraides dan dari Indonesia. Di Indonesia terdapat empat jenis ikan genus Tor yaitu Tor tambroides Blkr, Tor douronensis (C.V.), Tor Tambra (C.V.) dan Tor soro (C.V.). Ahli sebelumnya memberi nama Labeobarbus, dan membedakan

Universitas Sumatera Utara 3

jenisnya berdasarkan ukuran cuping pada bibir bawah. Secara taksonomi dan sistematik jenis ikan dari Genus Tor belum jelas (Rahayu dan Nugroho, 2014).

Ikan Jurung (Tor spp.) umumnya ditemukan di hulu sungai dengan dasar perairan bebatuan, berarus deras dan airnya jernih, jenis ikan ini merupakan perenang aktif yang menyukai bagian sungai berarus (Haryono, 2006). lkan Tor

(Tor spp.) merupakan jenis asli setempat yang banyak diburu karena mempunyai harga yang mahal, Secara umum kondisi populasi alami dari jenis-jenis ikan anggota marga Tor mengalami penurunan akibat penangkapan yang berlebihan dan kerusakan habitatnya, sementara upaya domestikasi/penangkaran belum banyak dilakukan. Sesuai dengan sifatnya Sumber Daya Alam akan mengalami penurunan daya guna apabila pengaruh lingkungan yang ditimbulkan oleh aktifitas manusia, penurunan dayaguna ini berupa penurunan kualitas air yang bersifat fisik, kimia, maupun biologi yang dampaknya terhadap kehadiran ikan

(Tobing, 2015). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan terhadap Ikan Tor guna menjamin keberadaan dan kelangsungan hidup dari populasi ikan ini. Upaya optimasi penangkapan, pemanfaatan dan pelestarian Ikan Tor memerlukan informasi mengenai aspek reproduksi Ikan Tor. Sebab, reproduksi merupakan salah satu mata rantai dalam melestarikan suatu spesies.

Rumusan Masalah

Ikan Tor merupakan salah satu jenis ikan yang terdapat di DAS Wampu yang memiliki nilai ekonomis. Ikan ini memiliki kontribusi dalam meningkatkan perekonomian nelayan, namun seiring dengan tingginya penangkapan ikan ini di

DAS Wampu maka jumlah populasi ikan ini di perairan semakin sedikit.

Penurunan populasi ini akan terus terjadi apabila tidak dilakukan pengelolaan dan

Universitas Sumatera Utara 4

pengembangannya. Upaya optimasi penangkapan, pemanfaatan dan pelestarian

Ikan Tor di DAS Wampu memerlukan informasi tentang aspek reproduksi dari

Ikan Tor. Reproduksi merupakan salah satu mata rantai dalam pelestarian spesies atau individu guna menjamin kelangsungan hidup dari suatu populasi.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pertumbuhan Ikan Tor (sebaran frekuensi panjang, hubungan

panjang berat ikan) di Hulu DAS Wampu ?

2. Bagaimana aspek biologi reproduksi (Rasio kelamin, TKG, IKG, ukuran

pertama kali matang gonad, fekunditas dan diameter telur) Ikan Tor di Hulu

DAS Wampu ?

Kerangka Pemikiran

DAS Wampu merupakan daerah aliran sungai yang dialiri oleh anak-anak sungai termasuk Sungai Bahorok, Landak dan Sungai Berkail. Sungai ini terdapat di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Ikan Tor merupakan salah satu jenis ikan yang terdapat di DAS Wampu memiliki potensi yang besar terutama dalam peningkatan ekonomi nelayan karena ikan ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Seiring dengan berjalannya waktu, populasi ikan ini semakin berkurang karena dipengaruhi oleh aktivitas penangkapan yang sudah melebihi batas tangkap optimum. Untuk menjamin kelangsungan hidup dari populasi Ikan

Tor, diperlukan suatu pengelolaan. Untuk melakukan pengelolaan diperlukan pengamatan mengenai beberapa aspek reproduksi ikan (nisbah kelamin, indeks kematangan gonad, tingkat kematangan gonad, fekunditas dan diameter telur) dari

Ikan Tor, aspek pertumbuhan serta beberapa parameter fisika-kimia perairan.

Universitas Sumatera Utara 5

Sehingga dengan diketahui beberapa aspek reproduksi Ikan Tor dapat diketahui

langkah tepat yang dapat diambil dalam melakukan pengelolaan Ikan Tor untuk

menjamin kelestarian dan ketersediaanya di alam.

Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian tentang beberapa aspek

biologi reproduksi ikan Tor di DAS Wampu baik dari segi pertumbuhan,

reproduksi ikan Tor dan kualitas air habitat ikan tor di DAS Wampu yang

selanjutnya dapat diberikan rekomendasi pengelolaan untuk ikan tersebut. DAS Wampu

Penangkapan

Ikan Tor (Tor spp.)

Aspek Pertumbuhan Aspek Reproduksi Parameter Fisika- Kimia Air

Sebaran Frekuensi Rasio Kelamin Suhu Panjang Uji Chi-Square Kecepatan Arus Hubungan Panjang Berat IKG Kedalaman

TKG Kecerahan

Fekunditas pH Diameter Telur DO

Rekomendasi Pengelolaan Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara 6

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pertumbuhan Ikan Tor (sebaran frekuensi panjang,

hubungan panjang berat ikan) di Hulu DAS Wampu.

2. Untuk mengetahui aspek biologi reproduksi (Rasio kelamin, TKG, IKG,

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad, fekunditas dan diameter telur) Ikan

Tor di Hulu DAS Wampu.

3. Untuk mengetahui parameter fisika dan kimia perairan di Hulu DAS

Wampu.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam melakukan pengelolaan, baik untuk kegiatan budidaya maupun perikanan tangkap yang optimal dan berkelanjutan di Hulu DAS Wampu Kabupaten

Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara 7

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tor (Tor spp.)

Ikan Jurung (Tor spp.) merupakan ikan yang bernilai tinggi umumnya masih hidup liar dengan kualitas air yang mempunyai kandungan oksigen yang tinggi (Haryono, 2006). Ikan dengan genus Tor umunya memiliki tubuh pipih memanjang, moncong agak meruncing mulut tebal, letaknya inferior dan subinferior bibir bawah tidak terputus dengan ada-tidaknya cuping. Morfologi

Ikan Tor (Tor spp.) dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Morfologi Ikan Tor (Tor spp.)

Deskripsi Ikan Tor secara umum adalah tubuh memanjang, tubuh pipih.

Moncong lebih atau kurang menonjol; mulut inferior atau subinferior, tapal kuda berbentuk; rahang atas sangat protractile. Bibir lebih atau kurang tebal, bibir menyambung, yang lebih rendah dengan lipatan melintang terganggu, bagian tengah bibirnya berkembang menjadi lobus. Memiliki empat sungut: pasangan rostral anterior, pasangan lain di balik sudut mulut. Tulang suborbital sempit, sirip punggung nya memiliki 8-9 tulang cabang dan bersisik pada dasarnya; tulang dorsal diperbesar dan halus. Sirip anus memiliki 5 cabang. Sisik besar, dengan

Universitas Sumatera Utara 8

duri, sisik berbentuk longitudinal atau konvergen, gurat sisi terdapat di tengah- tengah ekor, lengkap dengan 21-28 sisik (Haryono dan Tjakrawidjaja, 2006).

Menurut Kotellat (2012), dalam ilmu biologi ikan jurung diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class :

Subclass : Neopterygii

Order :

Family :

Genus : Tor

Tor soro memiliki sirip punggung dengan 3 jari-jari keras dan 8,0-9 sinar; sirip anus dengan 3 jari-jari keras dan 5 sinar; Sirip dada dengan 1 jari-jari keras dan 14-16 sinar; sirip perut dengan 2 jari-jari keras dan 8 sinar; jumlah sisik pada linea leteralis 24- 28 sisik. Moncong agak menonjol dan hampir dua kali di ruang interorbital; mulut inferior. Bibir cukup tebal, bagian median bibir bawah tanpa lobus, tapi tetap pada kulit, operkulum panjang, dorsal lebih dekat ke moncong daripada ke dasar caudal, berlawanan, sebelum sirip perut dipisahkan oleh 8 atau

9 sisik dari oksiput. Duri punggung, tulang belakangnya yang ketiga mengeras, kuat, agak lebih pendek dari kepala, tanpa bagian yang fleksibel lebih pendek dari kepala tanpa moncong. Sirip anus miring, tidak mencapai sirip ekor saat tertekan, sinar terpanjangnya agak kurang dari tulang belakang sirip punggung, sirip perut lebih pendek dari pada sirip dada dan jauh lebih pendek dari tinggi sirip dada,

Universitas Sumatera Utara 9

sirip dada lebih pendek dari ketinggian sirip punggung, jauh dari ventrikel, lobusnya menunjuk banyak lebih panjang dari kepala. Batang ekor dikelilingi oleh

12 sisik, berwarna keperakan (Haryono dan Tjakrawidjaja, 2006).

Karakteristik ikan T. soro daripada genus Tor lainnya dapat diketahui secara visual. Haryono dan Tjakrawidjaja (2005), membedakan melalui keberadaan dua cuping di bibir bawah mulut ikan. Pembeda lainnya diketahui berdasarkan ukuran sirip anal yang lebih rendah daripada sirip punggung dan terdapat warna perak mengkilap di bagian punggung.

Tor tambroides memiliki sirip punggung dengan 3 jari-jari keras dan 9-10 sinar; sirip anus dengan 3 jari-jari keras dan 5 sinar; sirip dada dengan 1 jari-jari keras dan 15-16 sinar; sirip perut dengan 2 jari-jari keras dan 8 sinar; pada linea leteralis terdapat 23- 24 sisik Bibir lebar, bengkak, tebal, menyambung, bagian atas umumnya dengan lobus anterior, awal sirip punggung di tengah antara ujung moncong dan awal sirip ekor, dipisahkan oleh 8 atau 9 sisik dari oksiput, sirip punggung cekung, tulang belakang ketiga mengeras, bagiannya yang kaku sepanjang kepala tanpa moncong. Panjang batang ekor 1 ½ kali panjangnya, dikelilingi dengan 12 timbangan, keperakan, kembali gelap, seperti juga siripnya

(Haryono dan Tjakrawidjaja, 2006).

Distribusi Habitat Ikan Tor (Tor spp.)

Ikan Tor (Tor spp.) merupakan ikan yang banyak diburu karena mempunyai tekstur daging yang tebal. Ikan Tor (Tor spp.) menyukai tipe habitat yang berarus sedang sampai deras, warna airnya lelatif jernih, substrat berupa batuan, kerikil dan pasir. Sebaliknya ikan dewasa yang beratnya >3 kg lebih banyak dijumpai di lubuk-lubuk yang dalam. Perilakunya sangat agresif terutama

Universitas Sumatera Utara 10

pada saat mengejar makanan/mangsa atau pada saat merasa terganggu

(Haryono, 2006).

Habitat Ikan Tor dapat dibedakan menjadi 3 tipe berdasarkan ukurannya.

Habitat untuk larva/juvenil dengan ukuran 5 – 50 mm umumnya pada bagian tepi sungai yang ditandai oleh substrat dasar perairan pasir, arus tenang, warna air jernih dan dangkal. Habitat ikan ukuran kecil sampai sedang/remaja dengan ukuran 5 – 20 cm yang mempunyai karakteristik dasar perairan bebatuan arus air sedang sampai deras, warna air jernih, substrat tersusun dari kerikil dan pasir.

Habitat ikan ukuran besar dengan ukuran minimal 21 cm umumnya merupakan lubuk sungai, arus tenang sampai lambat, dasar perairan bebatuan, substrat tersusun dari pasir dan kerikil warna air jernih (Haryono dan Subagja, 2008).

Ikan Tor soro termasuk ikan pelagis yang bergerak aktif karena merupakan penghuni sungai pada hutan tropis terutama pada kawasan pegunungan, bagian hulu sungai yang merupakan daerah perbukitan dengan air yang jernih dan berarus kuat. Ikan Tor bersifat pemakan segala atau omnivor.

Dilihat dari bentuk lambung, ikan Tor soro memiliki lambung yang membulat seperti kantong dengan usus berbentuk gulungan dan panjang usus 2- 3 kali panjang tubuh (Sinaga et. al., 2016)

Penyebaran ikan tor di Indonesia dapat ditemukan di Sumatera,

Kalimantan, dan Jawa (Haryono 2006). Ikan tor dapat ditemui di sungai atau perairan umum yang bersubstrat bebatuan. Hal ini dikarenakan ikan tor dapat tumbuh baik di kondisi perairan dengan tipe substrat berbatu, jernih, berkebutuhan oksigen tinggi, dan berarus dari sedang sampai deras (Wibowo 2012).

Universitas Sumatera Utara 11

Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan proses utama dalam hidup ikan, selain reproduksi. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran ikan dalam jangka waktu tertentu, ukuran ini bisa dinyatakan dalam satuan panjang, berat maupun volume.

Ikan bertumbuh terus sepanjang hidupnya, sehingga dikatakan bahwa ikan mempunyai sifat pertumbuhan tidak terbatas (Rahardjo et. al., 2011).

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, faktor internalnya meliputi berat tubuh, kelamin, umur, kesuburan, kesehatan, dan faktor eksternalnya meliputi faktor abiotik dan biotiknya. Faktor abiotik terdiri dari tekanan, suhu, salinitas, kandungan oksigen air, buangan metabolit CO2, NH3, pH, cahaya, musim, Faktor-faktor kimia perairan dalam keadaan ekstrim mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan missal karbon dioksida, hydrogen sulfida, keasaman dan alkalinitas, dimana pada akhirnya akan memengaruhi terhadap kecernaan makanan (Effendie, 2002).

Reproduksi Ikan

Reproduksi merupakan kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya

(Fujaya, 2004). Nikolsky (1963) menyatakan bahwa reproduksi merupakan mata rantai dalam siklus hidup yang berhubungan dengan mata rantai yang lain untuk menjamin keberlanjutan spesies. Sebagian besar organisme akuatik menghabiskan sebagian besar hidup dan energinya untuk bereproduksi (Royce, 1972).

Ikan memiliki variasi strategi reproduksi agar keturunannya mampu bertahan hidup. Ada tiga strategi reproduksi yang paling menonjol : 1) memijah hanya bilamana energi (lipid) cukup tersedia; 2) memijah dalam proporsi

Universitas Sumatera Utara 12

ketersediaan energi; dan 3) memijah dengan mengorbankan semua fungsi yang lain, jika sesudah itu individu tersebut mati. Berdasarkan strategi reproduksi yang dimiliki oleh ikan maka dikenal tipe reproduksi seksual dengan fertilisasi internal dan reproduksi seksual dengan fertilisasi eksternal (Fujaya, 2004).

Proses reproduksi ikan pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu periode pre-spawning, periode spawning, dan periode post-spawning.

Periode pre-spawning merupakan periode dimana proses penyiapan gonad untuk menghasilkan telur dan sperma, peningkatan kematangan gonad dan penyiapan telur dan sperma yang akan dikeluarkan berlangsung. Periode ini merupakan bagian paling panjang dalam proses reproduksi, sedangkan periode spawning merupakan bagian paling pendek. Pada periode spawning berlangsung pengeluaran telur dan sperma serta pembuahan telur oleh sperma. Periode ketiga yaitu periode post-spawning merupakan periode berlangsungnya perkembangan telur yang telah dibuahi, penetasan telur dan pembesaran dari telur menjadi embrio, larva sampai menjadi anak ikan (Solihatin, 2007).

Seksualitas Ikan

Perkembangan organ reproduksi (gonad) secara garis besar dibagi dua tahap yaitu (a) tahap perkembangan gonad hingga ikan mencapai dewasa kelamin

(seksual mature) dan (b) tahap pematangan produk seksual (gamet). Tahap pertama berlangsung sejak telur menetas atau lahir hingga mencapai dewasa kelamin dan tahap kedua berlangsung setelah ikan dewasa. Proses yang kedua akan terus berlangsung dan berkesinambungan selama fungsi reproduksi berjalan normal. Ikan yang organ seksualnya mulai berkembang memiliki tanda-tanda luar

Universitas Sumatera Utara 13

atau seksual sekunder yang dapat dijadikan pedoman untuk membedakan jantan dan betina (Lisna, 2013).

Penentuan jenis kelamin ikan dilakukan berdasarkan ciri seksual primer.

Ciri seksualitas primer diamati dengan cara menseksi dan melihat perbedaan gonad antara ikan jantan dan ikan betina (testis dan ovarium). Tingkat kematangan gonad (TKG) ditentukan secara morfologis mencakup warna, bentuk dan ukuran gonad. Perkembangan gonad ikan secara kualitatif ditentukan dengan mengamati tingkat kematangan gonad berdasarkan morfologi gonad

(Sjafei et. al., 2008).

Ciri seksual skunder berguna dalam membedakan ikan jantan dan ikan betina yang dapat dilihat dari luar. Ciri seksual skunder dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : (a) seksual skunder yang bersifat sementara yang hanya muncul pada saat musim pemijahan saja. (b) seksual skunder yang bersifat permanen yang munculnya sudah ada sebelum dan sesudah musim pemijahan (Lisna, 2013).

Rasio Kelamin

Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan

50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies (Ball dan

Rao, 1984). Namun pada kenyataanya di alam perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan

(Effendie, 1997).

Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya.

Universitas Sumatera Utara 14

Keseimbangan rasio kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina dalam kondisi yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina (Ball dan Rao, 1984).

Dalam menentukan rasio kelamin dihitung melalui perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dengan rumus :

Keterangan : M = jumlah ikan jantan,

F = jumlah ikan betina.

Selanjutnya untuk menguji keseimbangan rasio kelamin digunakan rumus menurut Walpole (1992) sebagai berikut :

Keterangan :

X2 = Chi Square (nilai peubah acak X2 yang sebaran penarikan

contohnya mendekati Chi kuadrat). oi = Frekuensi ikan jantan atau betina ke - i yang diamati. ei = Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan ikan betina yang

Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad ikan ialah tahap tertentu dari perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Tang dan Affandi (2004) menjelaskan bahwa kematangan gonad merupakan berbagai tahap kematangan gonad sampai dengan kematangan akhir (final maturation) dari kematangan sperma atau ovum.

Universitas Sumatera Utara 15

Pengetahuan ini untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan atau belum melakukan proses reproduksi. Di samping itu untuk mendapat keterangan bilamana ikan akan memijah, baru memijah, atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan pada saat pertama kali gonadnya masak ada hubungan dengan pertumbuhan ikan, faktor lingkungan yang mempengaruhinya yaitu suhu, makanan, dan hormon. Metabolisme optimal untuk perkembangan gonad pada saat proses reproduksi sehingga berkorelasi dengan penambahan berat gonad pada ikan betina

10-25% sedangkan pada jantan 5-10 % dari berat tubuh.

Pengamatan kematangan gonad dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan membuat irisan gonad dan diamati struktur histologisnya, melihat morfologi gonad secara visual. Pengamatan morfologi gonad pada ikan betina berupa : bentuk ovarium, besar-kecilnya ovarium, pengisian ovarium dalam rongga tubuh, warna ovarium, halus-tidaknya ovarium, secara umum ukuran telur dalam ovarium, kejelasan bentuk dan warna telur dengan bagianbagiannya, ukuran (garis tengah) telur, dan warna telur. Sedangkan untuk ikan jantan yang diamati berupa : bentuk testis, besar-kecilnya testis, pengisian testis dalam rongga tubuh, warna testis, keluar-tidaknya cairan dari testis (dalam keadaan segar)

(Effendie, 1979).

Menurut Holden dan Rait (1974) dalam Suwarso dan Sadhotomo (1995) tingkat kematangan gonad (TKG) secara umum adalah sebagai berikut: TKG I

(immature), TKG II (maturing), TKG III (maturing ripe), TKG IV (ripe), dan

TKG V (spent) dengan deskripsi dalam Tabel 1.

Universitas Sumatera Utara 16

Tabel 1. Tingkat Kematangan Gonad Secara Umum (Holden dan Rait, 1974) dalam Suwarso dan Sadhotomo, (1995). TKG Tahapan Visual Mikroskopis I Immature Ovari kecil dan testis 1/3 dari Telur kecil, tidak rongga badan, bentuk telur oval. nampak oleh mata Warna ovari merah muda, telanjang, diameter transparan, testis keputihan 1-16 m, transparan. II Maturing Ovari kecil dan testis 1/2 dari Telur tidak tampak rongga badan, memanjang. oleh mata Warna ovari merah muda, telanjang, telur transparan, testis keputihan agak jernih, ukuran simetris diameter 10- 21 m. III Maturing Ripe Ovari kecil dan testis 1/2-2/3 dari Telur tampak rongga badan, kanan dan kiri buram tidak gonad tidak simetris. Warna ovari transparan, ukuran kuning, tampak granula dan diameternya 29- pembuluh darah di 52 m. permukaan,testis warna keputihan IV Ripe Ovari dan testis 2/3 sampai penuh Telur masak semi dalam rongga badan, warna transparan, ukuran orange-merah muda, pembuluh diameternya 45- darah di permukaan, testis abuabu 70 m. dan lembut V Spent Ovari dan testis 2/3 sampai penuh Telur masak semi dalam rongga badan, warna transparan, ukuran orange-merah muda, pembuluh diameternya 51- darah di permukaan, testis abuabu 93 m. dan lembut.

Ikan betina memiliki nilai berat lebih besar dibanding ikan jantan dipengaruhi ukuran berat dan panjang tubuh yang semakin besar serta adanya peningkatan TKG. Peningkatan nilai faktor kondisi relatif terdapat pada waktu gonad ikan terisi dengan jenis kelamin dan mencapai puncaknya sebelum terjadi pemijahan. Dengan demikian fluktuasi faktor kondisi pada ikan tidak hanya dipengaruhi oleh berat gonad tetapi juga oleh aktifitas selama pematangan dan pemijahan (Effendie, 1997).

Universitas Sumatera Utara 17

Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan gonad atau dinamakan juga “Maturity indeks” atau disebut juga “Gonado Somatic Indeks” adalah persentase perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan. Indeks ini menunjukkan perubahan gonad terhadap kondisi ikan secara morfologis. Indeks Kematangan gonad akan meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie, 1997). Sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme tubuh dipergunakan untuk perkembangan gonad sehingga berat gonad terus bertambah dengan semakin matangnya gonad tersebut

(Soenanthi, 2006).

Kematangan gonad dapat diketahui dengan menghitung indeks kematangan gonad (IKG), yaitu perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian vitellogenesis, yaitu pengendapan kuning telur, sehingga terjadi perubahan- perubahan pada gonad dan beratnya menjadi bertambah. Menurut Effendi (1997) gonad ikan jantan mengalami viteloogenesis terjadi peningkatan berat 5-10%, sedangkan pada betina 10-25% (Solang, 2010).

Fekunditas

Fekunditas secara tidak langsung kita dapat menafsirkan jumlah anak ikan yang akan dihasilkan, erat hubungannya dengan strategi reproduksi dalam rangka mempertahankan spesies tersebut (Effendie, 2002). Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar pada umumnya memijah di daerah permukaan tanpa perlindungan terhadap keturunannya. Sedangkan spesies dengan fekunditas kecil

Universitas Sumatera Utara 18

biasanya melindungi telur dari pemangsa dengan cara menyimpan dalam kantung telur atau menempelkan telur pada tanaman atau substrat lainnya. Peningkatan fekunditas berhubungan dengan peningkatan berat tubuh dan berat gonad

(Nikolsky, 1969). Ovary biasanya memiliki dua macam bagian telur, telur yang berukuran besar dan berukuran kecil, telur yang besar akan dikeluarkan tahun ini sedangkan telur yang kecil akan di keluarkan tahun berikutnya, tetapi sering terjadi jika kondisi telur baik maka telur yang berukuran kecil pun akan dikeluarkan menyusul telur yang besar (Effendie, 2002).

Tingkat kematangan gonad dapat dipergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan (Sulistiono, 2001). Effendie (1979) menyatakan tingkat kematangan gonad dikelompokkan menjadi tujuh tahap yaitu TKG I (dara), TKG

II (dara berkembang), TKG III (perkembangan 1), TKG IV (perkembangan 2),

TKG V (bunting), TKG VI (mijah), TKG VIII (salin), fekunditas ikan dapat di hitung pada masa TKG IV. Jenis ikan ini melakukan pemijahan pada musim hujan karena akan terjadi stimulus faktor lingkungan di antaranya suhu, perubahan kimia air, dan aliran air flooding (Haryono, 2006).

Penentuan fekunditas dilakukan dengan mengambil ovari ikan betina yang matang gonad pada TKG III dan IV. Fekunditas diasumsikan sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari pada ikan yang telah mencapai TKG III dan IV.

Fekunditas total dihitung dengan menggunakan metode sub-contoh berat gonad atau disebut metode gravimetrik. Cara mendapatkan telur yaitu mengambil telur ikan betina dengan mengangkat seluruh gonadnya dari dalam perut ikan dan ditimbang. Kemudian gonad tersebut diambil sebagian untuk ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik, selanjutnya butiran telur dihitung. Gonad

Universitas Sumatera Utara 19

tersebut diawetkan dengan larutan Gilson untuk melarutkan dinding gonad sehingga butiran telur terlepas. Larutan Gilson dapat melarutkan jaringan-jaringan pembungkus telur sehingga memudahkan dalam perhitungan butir-butir telur

(fekunditas). Selanjutnya fekunditas dihubungkan dengan panjang tubuh ikan dan berat tubuh. Fekunditas ikan ditentukan dengan menggunakan metode gravimetrik dengan rumus (Unus dan Omar, 2010) :

Keterangan :

F = fekunditas (butir);

G = berat tubuh (g);

Q = berat gonad contoh (g); dan

N=jumlah telur pada gonad contoh (butir).

Diameter Telur

Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang sebuah telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Diameter telur semakin besar pada tingkat kematangan gonad lebih tinggi terutama saat mendekati waktu pemijahan. Telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar dari pada telur yang berukuran kecil, hal ini berkaitan dengan nutrisi.

Untuk menilai perkembangan gonad ikan betina selain dilihat dari hubungan antara indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan gonad, dapat pula dihubungkan dengan perkembangan diameter telur yang dikandungnya.

Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad, karena semakin mendekati waktu pemijahan (Effendie, 2002)

Universitas Sumatera Utara 20

Ukuran telur dapat mempengaruhi ukuran larva yang dihasilkan dan juga berhubungan dengan kelangsungan hidup larva. Pada populasi ikan laut terdapat hubungan antara ukuran telur dengan ukuran ikan selama siklus hidupnya, hal ini didukung oleh proses rekruitment (Chambers dan Leggett 1996). Ikan yang memiliki diameter telur yang sama pada semua bagian gonadnya akan melakukan pemijahan secara total sedangkan ukuran telur yang berbeda dalam tubuh ikan betina menandakan pemijahan secara bertahap. Telur ikan demersal umumnya melekat pada beberapa substrat padat seperti batu (Russell 1976).

Diameter telur diukur di bawah mikroskop binokuler dengan bantuan mikrometer okuler yang telah ditera sebelumnya. Pengukuran ini dilakukan pada telur-telur yang berada pada tingkat kematangan gonad III dan IV. Selanjutnya diameter telur dianalisis dalam bentuk histogram. Diameter telur dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Rodriquez et. al., 1995):

Dimana:

Ds = diameter telur sebenarnya (mm),

D = diameter telur secara horizontal (mm), d = diameter telur secara vertikal (mm).

Kualitas Air

Lingkungan perairan seperti daerah aliran sungai merupakan salah satu lingkungan yang paling sering terkena dampak pencemaran karena hampir semua limbah dibuang ke lingkungan perairan. Hal ini karena pada daerah aliran sungai terdapat berbagai pengguna lahan seperti hutan, perkebunan, pertanian lahan

Universitas Sumatera Utara 21

kering dan persawahan, pemukiman, pariwisata, perikanan, industri dan sebagainya (Fadil, 2011).

Kualitas air merupakan sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter kualitas air yang meliputi parameter fisika seperti suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya; parameter kimia yang mencakup pH, oksigen terlarut,

BOD, kadar logam-logam dan lain-lain; parameter mikrobiologi meliputi keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya (Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 20 Tahun 1990).

Dissolved of Oxygen (DO)

Oksigen terlarut atau Dissolve of Oxygen (DO) merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagaian besar organisme air (Barus, 2004). Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan hewan air, ikan adalah hewan yang membutuhkan oksigen tertinggi, oksigen dapat berasal dari hasil fotosintesis tanaman air dan bergantung pada suhunya perairan (Fardiaz, 1992).

Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis, banyaknya oksigen terlarut tergantung pada luas permukaan air, suhu, oksigen yang berasal dari hasil fotosintesis berasal dari kerapatan tumbuhan air yang berada di perairan tersebut (Suin, 2002). Berdasarkan toleransinya terhadap konsentrasi oksigen terlarut organisme air dibedakan antara stenooxybiont yaitu organisme air yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit terhadap fluktuasi

Universitas Sumatera Utara 22

oksigen terlarut dan euryxybiont yaitu organisme air yang toleransi yang luas terhadap fluktuasi oksigen terlarut (Barus, 2004).

Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas bagi lingkungan perairan, dimana sebagian besar organisme perairan tidak dapat memanfaatkan oksigen bebas secara langsung (Fisesa et. al., 2014). Oksigen yang terlarut/DO dalam air sangat dibutuhkan untuk mendukung kehidupan organisme akuatik.

Sumber utama DO yaitu fotosintesis (Angelier, 2003). Secara umum, DO berfluktuasi yang semakin menurun ke arah hilir (Siahaan, 2012). pH

pH perairan adalah indikator penting penentuan kualitas air dan pencemaran sungai. Jika pH air lebih rendah dari 5 dan lebih tinggi dari 9 mengindikasikan perairan tersebut telah tercemar sehingga kehidupan biota air akan terganggu dan tidak layak digunakan untuk keperluan rumah tangga

(Yisa dan Jimoh, 2010). Perubahan pH menjadi hal yang peka bagi sebagian besar biota akuatik. Organisme akuatik lebih menyukai pH mendekati pH netral

(Novotny dan Olem, 1994).

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktifitas sion hydrogen dan secara matematis dinyatakan dengan pH = log l/H+ dimana H+ merupakan ion hydrogen dalam mol per liter larutan kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hydrogen akan menunjukan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa, dalam air bersih jumlah konsentarasi ion H+ dan ion OH- berada dalam keseimbangan atau disebut netral, peningkatan ion hydrogen akan menyebakan

Universitas Sumatera Utara 23

nilai pH turun atau disebut asam, sebaliknya jika ion hydrogen berkurang makan akan bersifat basa (Barus, 2004).

pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium yang bersifat toksik akan semakin tinggi yang akan mengancam kelangsungan hidup organisme air sedangkan pH yang tinggi akan menyebakan kadar ammonium dan amoniak akan meningkat, toleransi organisme terhadap pH yang rendah disebut dengan stenoion, pada pH yang tinggi disebut dengan euryion (Barus, 2004).

Suhu

Temperatur air merupakan pembatas utama pada suatu perairan karena organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan-perubahan temperatur. Menurut hukum Vant’s Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10°C akan menaikkan metabolisme 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat.

Dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang (Barus, 1996).

Kecepatan Arus

Kecepatan arus pada ekosistem lotik merupakan faktor pembatas yang utama karena arus berperan dalam penyebaran gas-gas vital, nutrien, jasad-jasad hidup dan zat-zat tersuspensi lainnya. Pada aliran yang deras dengan dasar yang keras dapat menyediakan permukaan yang cocok untuk organisme (hewan dan tumbuhan) untuk menempel atau melekat (Odum, 1993).

Universitas Sumatera Utara 24

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Hulu DAS Wampu Kabupaten Langkat

Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan sampel ikan dan pengukuran parameter fisika kimia perairan akan dilaksanakan pada bulan Juli-September 2017. Analisis sampel diameter telur ikan akan dilaksanakan di Balai Karantina Ikan,

Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Medan II. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.

Skala Peta 1 : 300.000 Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian di lapangan dan laboratorium adalah

GPS (Global Positioning System), penggaris, cool box, toples, cawan petri, timbangan analitik, kertas milimeter blok, botol film, satu set alat bedah,

Universitas Sumatera Utara 25

mikroskop stereoscopic, object glass, gelas ukur, pipet tetes, kamera dan alat tulis.

Alat untuk mengukur kualitas air berupa secchi disk, termometer, tongkat berskala, DO meter, pH meter, tongkat skala, tali rafia, stopwatch dan bola duga.

Adapun bahan yang digunakan adalah sampel Ikan Tor (Tor spp.), formalin 10%, kertas label dan tissue.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang telah dilaksanakan dimulai dari pengambilan sampel Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu yaitu di Sungai Bahorok dan

Sungai Berkail. Kemudian dilakukan pengukuran parameter fisika dan kimia perairan secara in situ. Parameter fisika yang akan diukur adalah suhu, kedalaman, arus. Parameter kimia yang akan diukur adalah pH dan DO.

Setelah itu, sampel ikan yang didapat diteliti. Aspek yang diukur adalah pertumbuhan (pengukuran panjang dan berat) serta aspek reproduksi dengan melakukan pembedahan pada ikan sampel. Dari pembedahan diambil gonad sampel kemudian diamati jenis kelamin, TKG, IKG dan nisbah kelamin.

Kemudian gonad ini diamati fekunditas dan diameter telurnya, pengukuran fekunditas dan diameter telur dilakukan di Balai Karantina Ikan, Pengendalian

Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Medan II. Setelah didapatkan hasil dari penelitian tersebut kemudian dilakukan analisis mengenai aspek pengelolaan terhadap spesies Ikan Tor (Tor spp.) agar kesinambungan persediaan Ikan Tor

(Tor spp.) di DAS Wampu dapat terjaga dan tidak terjadi kepunahan terhadap ikan

Tor. Tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar 4.

Universitas Sumatera Utara 26

Pengambilan Data (insitu)

Sampel Ikan Tor Pengukuran Parameter

(Tor spp.) Kualitas Air

Pertumbuhan Reproduksi Fisika Kimia

Kedalaman pH

Kecerahan DO

Suhu

Arus

Analisis Data

Hasil Gambar 4. Tahapan penelitian

Pengambilan Sampel

Sampel diambil di DAS Wampu yang dibagi menjadi 2 lokasi.

Pengambilan sampel berupa Ikan Tor (Tor spp.) dan sampel air untuk pengukuran

fisika dan kimia perairan. Pengambilan sampel ikan dilakukan 3 kali dalam 3

bulan dengan interval pengambilan sampel 1 bulan (4 minggu), ikan ditangkap

dengan alat tangkap backpack electrofishing units.

Penangkapan ikan di masing-masing stasiun pengambilan sampel

menggunakan alat backpack electrofishing units dimana arus listrik yang

dihasilkan bersumber dari batere 12 volt dan 9 ampere. Alat ini sangat efektif

digunakan untuk perairan yang dangkal seperti sungai dan anak sungai. Metode

Universitas Sumatera Utara 27

yang digunakan adalah multiple-pass depletion atau removal methods yang didasarkan pada teknik Zipanpin (1958) in SFCC (2007). Pengoperasian electrofishing dengan mengikuti alur zig zag menyusur kedua tepi anak sungai tersebut. Operator electrofishing akan bergerak berlawanan arah dengan arus sungai (bergerak ke arah hulu), dibantu oleh satu atau dua anggota pembawa dipnet (net persons) dengan ukuran mesh size 2 inci untuk membantu memindahkan ikan yang pingsan ke wadah plastik berisi air. Semua sampel ikan yang tertangkap diambil, kemudian diletakkan pada cool box kemudian telur yang sudah dibedah diawetkan dengan larutan formalin 10%.

Seperti halnya sampel ikan, pengukuran kualitas air dilakukan dilakukan 3 kali dalam 3 bulan dengan interval pengambilan sampel 1 bulan (4 minggu).

Parameter fisika kimia perairan yang diukur berupa pengukuran suhu dan DO dengan menggunakan DO meter, kedalaman dengan tongkat skala, kecepatan arus dengan bola duga, pH diukur langsung dengan pH meter.

Deskripsi Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi I Lokasi ini berada di salah satu Sub DAS Wampu bagian hulu

yaitu Sungai Bahorok yang terdapat di Desa Bukit Lawang,

Kabupaten Langkat dan terletak pada koordinat 098°05,574 BT

03°33,327’ LU. Kecepatan arus daerah aliran sungai ini cepat

sampai kecil, substrat didominasi oleh batuan besar, air jernih,

perairan dangkal dan daerah aliran sungai ini dikelilingi oleh

pepohonan dengan intensitas yang rapat (Gambar 5).

Universitas Sumatera Utara 28

Gambar 5. Lokasi I

Lokasi II Lokasi ini berada di salah satu Sub DAS Wampu bagian hulu

yaitu Sungai Bekail yang terdapat di Desa Batujonjong

Kabupaten Langkat dan terletak pada koordinat 098°07’56,75”

BT 03°28’48,34” LU. Kecepatan arus daerah aliran sungai ini

cepat sampai kecil, substrat didominasi oleh batuan besar, air

jernih, perairan dangkal dan daerah aliran sungai ini dikelilingi

oleh pepohonan dengan intensitas yang rapat (Gambar 6).

Gambar 6. Lokasi II

Universitas Sumatera Utara 29

Pengamatan Ikan Contoh di Lapangan dan Laboratorium

Pengukuran Panjang-Berat Total Ikan Contoh

Panjang total ikan diukur dari ujung kepala terdepan sampai ujung sirip ekor belakang dengan menggunakan penggaris. Berat ikan ditimbang dengan menggunakan timbangan.

Pembedahan Ikan Contoh

Ikan contoh yang didapat dibedah langsung di lapangan dengan menggunakan pisau bedah. Pembedahan dimulai dari anus menuju bagian atas perut di bawah garis linea lateralis sampai ke bagian belakang operkulum kemudian ke arah sentral hingga ke dasar perut. Otot dibuka sehingga organ dalam ikan dapat terlihat. Kemudian gonad ikan diambil lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dan diawetkan dengan menggunakan larutan formalin 10%.

Penentuan Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Berat gonad ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Berat gonad ini diperlukan dalam penentuan IKG. Kemudian berat gonad dibandingkan dengan berat tubuh dan hasilnya diperoleh dalam bentuk persen (%).

Perhitungan Fekunditas

Prosedur dalam penentuan fekunditas dilakukan dengan menggunakan metode gabungan yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama dengan mengangkat telur TKG IV dari dalam perut ikan. Tahap kedua diambil bagian posterior, anterior dan tengah gonad. Tahap ketiga gonad contoh ditimbang (berat gonad contoh) setelah itu diletakkan dalam botol lalu diencerkan dengan air sebanyak 10

Universitas Sumatera Utara 30

ml air kemudian sebanyak 1 ml pengenceran diambil menggunakan pipet tetes lalu dihitung jumlah telurnya.

Pengukuran Diameter Telur

Diameter telur Ikan Tor diamati dengan mengambil gonad ikan contoh yang memiliki TKG IV, kemudian tiap gonad ikan diambil 3 bagian yaitu posterior, anterior dan bagian tengah gonad. Masing-masing bagian gonad contoh tersebut diambil telurnya masing-masing bagian 30 butir. Setelah itu diamati dengan menggunakan mikroskop stereoscopic, mikrometer okuler kemudian dihitung diameter telurnya.

Analisis Data

Aspek Pertumbuhan

Sebaran Frekuensi Panjang

Langkah-langkah dalam membuat sebaran frekuensi panjang adalah sebagai berikut (Walpole, 1992) :

1. Menentukan banyaknya kelompok ukuran yang diperlukan dengan rumus :

n = 1 + 3,32 Log N

Keterangan : n = Jumlah kelompok ukuran

N = Jumlah ikan pengamatan

2. Menentukan lebar kelas setiap kelompok ukuran dengan rumus :

Keterangan :

C = Lebar kelas c = Kelas

Universitas Sumatera Utara 31

a = Panjang maksimum Ikan Tor b = Panjang minimum Ikan Tor

3. Menentukan batas bawah kelompok ukuran yang pertama kemudian

ditambahkan dengan lebar kelas dikurangi satu untuk mendapatkan batas atas

kelompok ukuran yang berikutnya.

4. Melakukan hal yang sama hingga kelompok ukuran ke-n.

5. Masukkan frekuensi masing-masing kelompok ukuran yang ada kemudian

menjumlahkan kolom frekuensi yang jumlahnya harus sama dengan data

seluruhnya.

Hubungan Panjang dan Berat Ikan

Secara umum hubungan panjang berat ikan dinyatakan dalam rumus

(Effendie, 1979) :

Keterangan :

W : Berat ikan (gram)

L : Panjang ikan (cm) a dan b : Konstanta

Aspek Reproduksi

Rasio Kelamin

Nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan ikan betina (Setiawan, 2007) :

Universitas Sumatera Utara 32

Keterangan :

Rk : Nisbah kelamin

M : Jumlah ikan jantan (ekor)

F : Jumlah ikan betina (ekor)

Uji Chi-Square

Nisbah kelamin Ikan Tor (Tor spp.) betina dan jantan ditabulasi dan dihitung dengan menggunakan uji chisquare (X2). Hipotesis (H0) dalam studi ini adalah nisbah kelamin betina dan jantan dalam kondisi seimbang (1:1) pada tingkat kepercayaan 95%. Analisis chi-square menggunakan rumus sebagai berikut (Hedianto dan Purnamaningtyas, 2013):

Dimana :

X2 : Nilai chi-square

Oi : Frekuensi ikan jantan/betina hasil observasi ei : Frekuensi yang diharapkan

Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan gonad diukur dengan membandingkan berat tubuh dengan berat gonad ikan (Effendie, 1979) :

Keterangan :

IKG : Indeks kematangan gonad (%)

Bg : Berat gonad (gram)

Bi : Berat ikan (gram)

Universitas Sumatera Utara 33

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

Ukuran panjang pertama kali matang gonad dapat dihitung dengan persamaan Udupa (1986) yaitu :

⁄ ∑

Keterangan:

Pi = ri/ni dan ni = ni + 1

Jika selang kepercayaan 95% (α = 0,05), maka selang ukuran pertama kali matang gonad dapat dihitung dengan : √

Keterangan :

M : Log panjang ikan pada kematangan gonad pertama

Xk : Log nilai tengah kelas panjang dimana semua ikan (100%) sesudah

matang gonad

Pi : Proporsi ikan matang pada kelas ke-i

Ri : Jumlah ikan matang pada kelas panjang ke-i

Ni : Jumlah seluruh ikan pada kelas panjang ke-i

Fekunditas dan Diameter Telur

Perhitungan fekunditas teur ikan dilakukan menggunakan metode gabungan yaitu gavimetrik dan volumetrik (Effendi, 1979):

Keterangan:

F = Fekunditas (butir)

G = Berat Gonad (gram)

Q = Berat Telur contoh (mm)

Universitas Sumatera Utara 34

V = Volume pengenceran (mm)

X= Jumlah telur yang ada dalam 1 cc

Pengukuran diameter telur menggunakan micrometer okuler (0,01 mm) merek UYCP-12. Kemudian jumlah sampel telur ikan contoh diukur 90 butir.

Universitas Sumatera Utara 35

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Perairan Hulu DAS Wampu

Tabel 2. Kisaran nilai parameter kualitas air di Hulu DAS Wampu Sungai Parameter Satuan Bahorok Berkail Fisika Suhu °C 25,53 24,73 Arus m/s 1,06 1,20 Kedalaman cm 62,04 86,31 Kecerahan cm 62,04 86,31 Kimia pH - 6,86 8,40 DO mg/l 7,64 8,09

Hasil pengamatan kisaran nilai parameter kualitas air di Hulu DAS

Wampu berdasarkan parameter fisika dan kimia perairan dapat dilihat pada tabel 2. Penelitian ini dilakukan di 2 anak sungai DAS Wampu di bagian hulu yaitu Sungai Bahorok dan Sungai Berkail. Parameter kualitas air yang diukur terdiri dari parameter fisika (arus, kedalaman, suhu dan kecerahan ) dan parameter kimia perairan (pH dan DO). Selama penelitian berlangsung, kecepatan arus tertinggi terdapat di Sungai Berkail yaitu 1,2 m/s dan terendah Sungai Bahorok yaitu 1,06 m/s. Kedalaman dan kecerahan tertinggi terdapat di Sungai Berkail yaitu 86,31 cm dan terendah Sungai Bahorok yaitu 62,04 cm. Suhu tertinggi terdapat di Sungai Bahorok yaitu 25,53 °C dan suhu terendah adalah Sungai

Berkail yaitu 24,73 °C. DO tertinggi terdapat di Sungai Berkail yaitu 8,09 mg/l dan terendah Sungai Baorok yaitu 7,64 mg/l. pH tertinggi adalah pH di Sungai

Berkail yaitu 8,4 sedangkan pH terendah yaitu Sungai Bahorok dengan nilai 6,86.

Universitas Sumatera Utara 36

Hasil Tangkapan Ikan Tor (Tor spp.)

Sungai Bahorok

Jumlah keseluruhan ikan Tor soro yang tertangkap selama penelitian berlangsung di Sungai Bahorok adalah 90 ekor. Jumlah ikan yang paling banyak tertangkap yaitu pada bulan September sebanyak 49 ekor, kemudian pada bulan

Juli 27 ekor dan pada bulan Agustus sebanyak 14 ekor dan merupakan hasil penangkapan terendah. Hasil penangkapan Ikan Tor soro selama penelitian dapat dilihat pada gambar 7.

60

50

40

30 Juli Agustus 20 September (ekor) IkanJumlah 10

0 Juli Agustus September Bulan Pengamatan

Gambar 7. Hasil Penangkapan Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan

Jumlah keseluruhan ikan Tor tambroides yang tertangkap selama penelitian berlangsung di Sungai Bahorok adalah 10 ekor. Jumlah ikan yang paling banyak tertangkap yaitu pada bulan September sebanyak 5 ekor, kemudian pada bulan Juli 4 ekor dan pada bulan Agustus sebanyak 1 ekor dan merupakan hasil penangkapan terendah. Hasil penangkapan Ikan Tor tambroides selama penelitian dapat dilihat pada gambar 8.

Universitas Sumatera Utara 37

6

5

4

3 Juli Agustus 2 September (ekor) IkanJumlah 1

0 Juli Agustus September Bulan Pengamatan

Gambar 8. Hasil Penangkapan Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan

Sungai Berkail

Jumlah keseluruhan ikan Tor soro yang tertangkap selama penelitian berlangsung di Sungai Berkail adalah 96 ekor. Jumlah ikan yang paling banyak tertangkap yaitu pada bulan September sebanyak 54 ekor, kemudian pada bulan

Agustus 28 ekor dan pada bulan Juli 14 ekor dan merupakan hasil penangkapan terendah. Hasil penangkapan Ikan Tor soro selama penelitian dapat dilihat pada gambar 9.

60

50

40 (ekor)

30 Juli Ikan Agustus 20 September Jumlah Jumlah

10

0 Juli Agustus September

Bulan Pengamatan

Gambar 9. Hasil Penangkapan Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan

Universitas Sumatera Utara 38

Jumlah keseluruhan ikan Tor tambroides yang tertangkap selama penelitian berlangsung di Sungai Berkail adalah 25 ekor. Jumlah ikan yang paling banyak tertangkap yaitu pada bulan Agustus sebanyak 14 ekor, kemudian pada bulan September 10 ekor dan pada bulan Juli hanya tertangkap 1 ekor dan pada

Bulan Juli merupakan hasil penangkapan terendah. Hasil penangkapan Ikan Tor tambroides selama penelitian dapat dilihat pada gambar 10.

16 14

12

(ekor) 10 8 Juli Ikan 6 Agustus September Jumlah Jumlah 4

2

0 Juli Agustus September

Bulan Pengamatan

Gambar 10. Hasil Penangkapan Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan

Aspek Pertumbuhan

Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu

Jumlah Ikan Tor soro jantan yang paling banyak tertangkap di Sungai

Bahorok yaitu pada selang kelas 137-167 mm sebanyak 12 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 261-291 mm. Pada selang kelas ini, tidak ada Ikan Tor soro yang tertangkap. Sedangkan pada Ikan Tor soro betina yang paling banyak tertangkap pada selang kelas 137-167 yaitu sebanyak

12 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 261-291 yaitu 0 ekor.

Universitas Sumatera Utara 39

Hasil tangkapan Ikan Tor soro jantan yang paling banyak tertangkap di

Sungai Berkail yaitu pada selang kelas 106-136 yaitu sebanyak 27 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 261-291 yaitu sebanyak 0 ekor. Pada Ikan Tor soro betina hasil tangkapan tertinggi terdapat pada selang kelas 106-136 yaitu sebanyak 18 ekor dan hasil tangkapan terendah berada pada selang kelas 261-291 yaitu 0 ekor. Masing-masing hasil tangkapan pada setiap sungai dan tiap selang kelas dapat dilihat pada gambar 11.

30

25

20

15 Jantan (S. Bahorok)

Frekuensi Betina (S. Bahorok) 10 Jantan (S. Berkail) 5 Betina (S. Berkail) 0

Selang Kelas

Gambar 11. Histogram Distribusi Ukuran Ikan Tor soro Jantan dan Betina Berdasarkan Kelas Panjang Jumlah Ikan Tor tambroides jantan yang banyak tertangkap di Sungai

Bahorok yaitu pada selang kelas 106-167 sebanyak 3 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 230-291, 291-353, dan pada selang kelas 354-415 yaitu sebanyak 0 ekor. Sedangkan pada Ikan Tor tambroides betina hanya pada selang kelas 168-229 yang tertangkap yaitu sebanyak 1 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit terdapat pada selang kelas awal dan pada selang kelas berikutnya sampai selang kelas terakhir yaitu sebanyak 0 ekor.

Universitas Sumatera Utara 40

Hasil tangkapan Ikan Tor tambroides jantan yang paling banyak tertangkap di Sungai Berkail yaitu pada selang kelas 106-167 yaitu sebanyak 5 ekor dan hasil tangkapan yang paling sedikit yaitu pada selang kelas 230-291,

292-353, 354-415, 416-477 mm yaitu sebanyak 0 ekor. Pada Ikan Tor tambroides betina hasil tangkapan tertinggi terdapat pada selang kelas 106-167 yaitu sebanyak 11 ekor dan hasil tangkapan terendah berada pada selang kelas selanjutnya hingga selang kelas terakhir yaitu sebanyak 0 ekor. Masing-masing hasil tangkapan pada setiap sungai dan setiap selang kelas dapat dilihat pada gambar 12.

12

10

8 6 Jantan (S. Bahorok)

Frekuensi 4 Betina (S. Bahorok) Jantan (S. Berkail) 2 Betina (S. Berkail)

0

Selang Kelas

Gambar 12. Histogram Distribusi Ukuran Ikan Tor tambroides Jantan dan Betina Berdasarkan Kelas Panjang

Hubungan Panjang dan Berat Ikan Tor (Tor spp.)

Sungai Bahorok

Dari hasil analisis hubungan panjang-berat Ikan Tor soro jantan dan betina di Sungai Bahorok menghasilkan kurva panjang-berat dengan nilai determinasi

(R2) 0,934. Sedangkan pada kurva panjang-berat Ikan Tor tambroides jantan dan betina menghasilkan kurva panjang-berat dengan nilai koefisien determinasi (R2)

Universitas Sumatera Utara 41

0,952. Kurva analisis panjang-berat Ikan Tor soro dan Tor tambroides dapat dilihat pada gambar 13 dan gambar 14..

350

300

250

0.3172 200 y = 51.251x R² = 0.934 150 Panjang Panjang (mm) 100

50

0 0 50 100 150 200 250 300

Bobot (gram)

Gambar 13. Grafik Hubungan Panjang-Berat Ikan Tor soro Jantan dan Betina (gabungan)

450

400 350 y = 44.176x0.3376

R² = 0.952 300 250

200

Panjang Panjang (mm) 150 100

50 0 0 200 400 600 800 1000 Bobot (gram)

Gambar 14. Grafik Hubungan Panjang-Berat Ikan Tor tambroides Jantan dan Betina (gabungan)

Sungai Berkail

Dari hasil analisis hubungan panjang-berat Ikan Tor soro jantan dan betina di Sungai Berkail menghasilkan kurva panjang-berat dengan nilai determinasi (R2)

Universitas Sumatera Utara 42

0,9785. Sedangkan pada kurva panjang-berat Ikan Tor tambroides jantan dan betina menghasilkan kurva panjang-berat dengan nilai koefisien determinasi (R2)

0,9105. Kurva analisis panjang-berat Ikan Tor soro dan Tor tambroides dapat dilihat pada gambar 15 dan gambar 16.

350

300 y = 51.362x0.317

250 R² = 0.9785 200

150

Panjang Panjang (mm) 100

50

0 0 50 100 150 200 250 300 350 Bobot (gram)

Gambar 15. Grafik Hubungan Panjang-Berat Ikan Tor soro Jantan dan Betina (gabungan)

200 180 160

140 y = 53x0.3068 120 R² = 0.9105 100 80 Panjang Panjang (mm) 60 40 20 0 0 10 20 30 40 50 Bobot (gram)

Gambar 16. Grafik Hubungan Panjang-Berat Ikan Tor tambroides Jantan dan Betina (gabungan)

Universitas Sumatera Utara 43

Persamaan panjang-berat ikan diperoleh nilai koefisien korelasi (r) ikan

Tor soro jantan dan betina di Sungai Bahorok dan Berkail mendekati 1 yaitu

0,9664 dan 0,9892. Sedangkan pada ikan Tor tambroides jantan dan betina, nila koefisien korelasi (r) di Sungai Bahorok dan Berkail yaitu 0,9757 dan 0,9542.

Kisaran nilai b (α=0,05) dinyatakan mendekati 3 dan setela uji T (α=0,05) hasilnya alometrik negatif. Hasil uji T dapat diliat pada tabel 3.

Tabel 3. Hubungan Panjang-Berat Ikan Tor (Tor spp.) Pola Persamaan Nama Jenis Pertumbuhan Sungai Hubungan R2 Spesies Kelamin Setelah Uji T Panjang-Berat (α=0,05) Jantan Sungai Alometrik Tor soro dan y = 51,25x0,3172 0,934 Bahorok negatif Betina Jantan Tor Alometrik dan y = 44,176x0,3376 0,952 tambroides negatif Betina Jantan Sungai Alometrik Tor soro dan y = 51,362x0,317 0,9785 Berkail negatif Betina Jantan Tor Alometrik dan y = 53x0,317 0,9105 tambroides negatif Betina

Aspek Reproduksi

Rasio Kelamin Ikan Tor (Tor spp.)

Ikan Tor (Tor spp.) yang tertangkap selama penelitian berlangsung terdiri dari 2 spesies yaitu Gemo (Tor soro) dan Jurung (Tor tambroides). Jumlah Ikan

Tor soro yang tertangkap di Sungai Bahorok adalah 47 ekor yang terdiri dari 25 ekor ikan jantan dan 22 ekor ikan betina dengan nisbah kelamin 1,14, sedangkan

Ikan Tor tambroides yang tertangkap sebanyak 6 ekor yang terdiri dari 5 ekor ikan jantan dan 1 ekor ikan betina dengan nisbah kelamin 5,0. Ikan Tor soro yang tertangkap di Sungai Berkail lebih banyak dengan jumlah tangkapan sebanyak 83

Universitas Sumatera Utara 44

ekor yang terdiri dari 49 ekor ikan jantan dan 34 ekor ikan betina dengan nisbah kelamin 1,44 dan Ikan Tor tambroides yang tertangkap adalah 17 ekor yang terdiri dari 6 ekor ikan jantan dan 11 ekor ikan betina dengan nisbah kelamin 0,55.

Nisbah kelamin Ikan Tor (Tor spp.) dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rasio Kelamin Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu Frekuensi Nisbah Kelamin Sungai Nama Spesies Jantan Betina (J/B) Sungai Tor soro 25 22 1,14 Bahorok Tor tambroides 5 1 5

Sungai Berkail Tor soro 49 34 1,44

Tor tambroides 6 11 0,55

Selama penelitian berlangsung, jumlah Ikan Tor soro jantan yang tertangkap di Hulu DAS Wampu pada Bulan Juli adalah 21 ekor dan ikan betina sebanyak 13 ekor. Pada Bulan Agustus jumlah Tor soro jantan yang tertangkap adalah 13 ekor dan ikan betina sebanyak 2 ekor. Pada Bulan September Tor soro jantan yang tertangkap sebanyak 40 ekor dan betina sebanyak 31 ekor. Hasil tangkapan Tor tambroides pada Bulan Juli yaitu jantan 4 ekor dan betina 0 ekor.

Hasil tangkapan Tor tambroides pada Bulan Agustus yaitu 5 ekor jantan dan 8 ekor betina. Hasil tangkapan Tor tambroides pada Bulan September adalah jantan

2 ekor dan betina 4 ekor. Hasil tangkapan Ikan Tor (Tor spp.) pada masing- masing sungai berdasarkan bulan pengamatan dapat dilihat pada gambar 17.

Universitas Sumatera Utara 45

35 30 30

25 20 18 15 15 13 13 10 11 8 8 10 6 4 5 4 Jantan 5 2 3 0 1 0 1 0 0 1 0 0 Betina 0

Juli Juli Juli Juli Agustus Agustus Agustus Agustus

September September September September Tor soro Tor tambroides Tor soro Tor tambroides Sungai Bahorok Sungai Berkail

Gambar 17. Rasio Kelamin Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu Berdasarkan Bulan Pengamatan

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor (Tor spp.)

Pengamatan tingkat kematangan gonad secara makroskopik berbeda pada ikan jantan dan ikan betina. Pada ikan jantan digunakan tanda-tanda seperti bentuk testes, besar kecilnya testes dan warna testes, sedangkan pada ikan betina didasarkan pada bentuk ovarium, besar kecilnya ovarium, warna ovarium, halus tidaknya permukaan ovarium serta ukuran telur di dalam ovarium

(Effendie, 1979). Karakteristik makroskopik gonad ikan jantan dan betina Tor soro dan Tor tambroides disajikan pada Tabel 5.

Universitas Sumatera Utara 46

Tabel 5. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor (Tor spp.) secara morfologi TKG Jantan Betina BB Belum ditemukannya gonad Belum ditemukannya gonad I Testis kecil tak sepanjang rongga Ovari sepanjang rongga perut, perut, bentuk seperti benang bentuk seperti benang,, tak halus, transparan. berwarna, halus, butiran telur belum terlihat. II Testis 1/2 dari rongga perut, Ovari sepanjang rongga perut, berbentuk pita dengan lebar ½ erbentuk benang agak tebal, warna rongga perut, berwarna putih bening agak buram, tekstur rata, kemerahan, tekstur rata, licin dan licin dan lunak. lunak. III Testis memenuhi 2/3 dari rongga Berbentuk silinder, sebesar 1/3 perut, pita 1/3 lebar testis, rongga perut, ovari berwarna erwarna putih susu, lebarnya ½ kuning, berbentuk benjol-benjol tapi rongga perut, tekstur padat datar, ovari tampak dengan mata bergelombang. telanjang, bentuk nyata, kuning, belum bebas. IV Testis 5/6 sampai penuh Ovari 2/3 sampai penuh dalam dalam rongga perut, berwarna rongga perut, ovari berwarna putih buram, pita ½ kali lebar kuning tua, bentuk nyata, kuning testis, tekstur padat, rata dan licin, tua, besar, telur sudah bebas. cairan sperma keluar.

Tingkat kematangan gonad Tor soro dan Tor tambroides I, II, III, dan IV dilihat secara morfologi. Penelitian berlangsung selama 3 bulan yaitu pada Bulan

Juli-September 2017 di Hulu Sungai Bahorok dan Berkail. Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa berdasarkan hasil tangkapan di Sungai Bahorok jumlah Ikan Tor soro dengan TKG I adalah 6 ekor, TKG II adala 22 ekor, TKG

III yaitu 5 ekor dan TKG IV 14 ekor. Jumlah Ikan Tor tambroides dengan TKG I adalah 1 ekor, TKG II adalah 4 ekor, TKG III yaitu 1 ekor dan 0 ekor untuk ikan

TKG IV. Histogram jumlah tangkapan Ikan Tor (Tor spp.) berdasarkan Tingkat

Kematangan Gonad dapat dilihat pada gambar 18 dan gambar 19.

Universitas Sumatera Utara 47

14

12

10

8 TKG I 6 TKG II TKG III 4 Jumlah Ikan (ekor) IkanJumlah TKG IV

2

0 Juli Agustus September

Bulan Pengamatan

Gambar 18. Histogram Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan

4.5

4 3.5

3 2.5 TKG I 2 TKG II 1.5 TKG III Jumlah Ikan (ekor) IkanJumlah 1 TKG IV

0.5 0 Juli Agustus September Bulan Pengamatan

Gambar 19. Histogram Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan

Berdasarkan hasil tangkapan Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Berkail jumlah

Ikan Tor soro dengan TKG I adalah 51 ekor, TKG II 15 ekor, TKG III yaitu 7 ekor dan TKG IV sebanyak 10 ekor. Jumlah Ikan Tor tambroides dengan TKG I adalah 12 ekor, TKG II adalah 5 ekor, TKG III dan TKG IV berjumlah 0 ekor.

Universitas Sumatera Utara 48

Histogram jumlah tangkapan Ikan Tor (Tor spp.) berdasarkan Tingkat

Kematangan Gonad dapat dilihat pada gambar 20 dan gambar 21.

40

35

30

25 TKG I 20 TKG II 15 TKG III

Jumlah Ikan (ekor) IkanJumlah 10 TKG IV

5

0 Juli Agustus September Bulan Pengamatan

Gambar 20. Histogram Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan

9 8

7

6 5 TKG I 4 TKG II 3 TKG III

(Ekor) IkanJumlah TKG IV 2 1

0 Juli Agustus September Bulan Pengamatan

Gambar 21. Histogram Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan

Universitas Sumatera Utara 49

Indeks Kematangan Gonad Ikan Tor (Tor spp.)

Berdasarkan nilai rata-rata indeks kematangan gonad Ikan Tor (Tor spp.) dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat kematangan gonad maka nilai indeks kematangan gonad juga semakin tinggi.

Sungai Bahorok

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Sungai Bahorok, IKG tertinggi pada Ikan Tor soro jantan dan betina terdapat pada Bulan September dengan nilai IKG rata-rata jantan dan betina berturut-turut adalah 2,31% dan

0,92% dan rata-rata IKG terendah pada Bulan Agustus yaitu 0% pada ikan jantan dan IKG betina terendah yaitu pada Bulan Juli dengan nilai IKG rata-rata adalah

0,78%. IKG rata-rata Ikan Tor tambroides jantan tertinggi terdapat pada Bulan

Agustus dengan nilai IKG rata-rata adalah 1,25% dan IKG rata-rata betina tertinggi adalah Bulan September dengan nilai IKG rata-rata 0,02%. Sedangkan

IKG rata-rata jantan terendah terdapat pada Bulan September yaitu 0% dan IKG rata-rata betina terdapat pada Bulan Juli dan Agustus yaitu 0%. Histogram IKG

Ikan Tor soro dan Tor tambroides berdasarkan bulan pengamatan dapat dilihat pada gambar 22 dan gambar 23 . 2.5

2

1.5

Jantan

IKG IKG (%) 1 Betina 0.5

0 Juli Agustus September Bulan Pengamatan

Gambar 22. Histogram IKG Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan

Universitas Sumatera Utara 50

1.4

1.2

1

0.8

0.6 Jantan IKG (%) IKG Betina 0.4

0.2

0 Juli Agustus September Bulan Pengamatan

Gambar 23. Histogram IKG Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan

Sungai Berkail

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Sungai Berkail, IKG tertinggi pada Ikan Tor soro jantan dan betina terdapat pada Bulan Juli dengan nilai IKG rata-rata jantan dan betina berturut-turut adalah 1,55% dan 1,17% dan rata-rata IKG terendah pada Bulan September dengan nilai IKG rata-rata jantan dan betina berturut-turut adalah 0,39% dan 0,08%. IKG rata-rata Ikan Tor tambroides jantan dan betina tertinggi terdapat pada Bulan Agustus dengan nilai

IKG rata-rata jantan dan betina berturut-turut adalah 0,35% dan 0,29%.

Sedangkan IKG rata-rata jantan dan betina terendah terdapat pada Bulan Juli yaitu

0%. %. Histogram IKG Ikan Tor soro dan Tor tambroides berdasarkan bulan pengamatan dapat dilihat pada gambar 24 dan gambar 25.

Universitas Sumatera Utara 51

1.8 1.6

1.4

1.2 1 0.8 Jantan IKG IKG (%) 0.6 Betina 0.4 0.2 0 Juli Agustus September Bulan Pengamatan

Gambar 24. Histogram IKG Ikan Tor soro Berdasarkan Bulan Pengamatan

0.4 0.35 0.3

0.25 0.2 Jantan

IKG IKG (%) 0.15 Betina 0.1 0.05 0 Juli Agustus September Bulan Pengamatan

Gambar 25. Histogram IKG Ikan Tor tambroides Berdasarkan Bulan Pengamatan

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Tor (Tor spp.)

Penentuan ukuran pertama kali matang gonad menggunakan metode

Sperman Karber (Heltonika, 2009). Kriteria matang gonad pada TKG III, IV dan

V menggunakan ukuran pertama kali matang gonad Ikan Tor soro dan Tor tambroides dapat dilihat dari hubungan panjang total dengan tingkat kematangan gonad III, IV dan V yang memadai. Di Sungai Bahorok, ukuran pertama kali matang gonad Ikan Tor soro jantan adalah 99,383-203,899 mm dan betina adalah

Universitas Sumatera Utara 52

±359,56 mm. Ukuran pertama kali matang gonad Ikan Tor soro yang tertangkap di Sungai Berkail adalah 75,540-150,088 mm pada ikan jantan dan

56,878-1423,903 mm pada ikan betina (Lampiran 13).

Fekunditas Ikan Tor (Tor spp.)

Fekunditas Ikan Tor (Tor spp.) pada TKG IV yang diperoleh selama penelitian dihitung dengan mengambil bagian gonad contoh pada bagian anterior, posterior dan tengah. Fekunditas Ikan Tor (Tor spp.) antara 1.250-1.270 butir

(Lampiran 11).

Berdasarkan kurva hubungan fekunditas dengan berat tubuh Ikan Tor soro didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,8602 yang berarti terdapat hubungan yang erat antara fekunditas dengan berat tubuh Ikan Tor soro. Kurva hubungan berat dengan fekunditas dapat dilihat pada gambar 26.

636

634

632

630 y = 0.2426x + 557.77 R² = 0.8602 628 Fekunditas (butir) Fekunditas 626

624 280 285 290 295 300 305 310 315 320 325 Bobot (gram) Gambar 26. Kurva Hubungan Berat dengan Fekunditas

Diameter Telur Ikan Tor (Tor spp.)

Diameter telur ikan yang diamati berasal dari Ikan Tor (Tor spp.) betina yang berada pada TKG IV. Pengukuran dilakukan dengan mengambil gonad betina bagian anterior, posterior dan bagian tengah masing-masing sebanyak 30

Universitas Sumatera Utara 53

butir kemudian diukur garis tengah telur dengan menggunakan mikroskop okuler dengan perbesaran 40×. Sebaran diameter telur Ikan Tor (Tor spp.) dapat dilihat pada gambar 27.

30

25 20

15

Frekuensi 10 5 0

Selang Kelas (µm) Gambar 27. Sebaran Diameter Telur Ikan Tor (Tor spp.)

Histologi Gonad Ikan Tor (Tor spp.)

Histologi telur Ikan Tor soro dan Tor tambroides diperoleh dari gonad ikan yang memiliki TKG I sampai TKG IV, dimana cara melihat histologi ini dengan menggunakan mikroskop okuler dengan perbesaran 1000×. Histologi gonad Ikan Tor (Tor spp.) dapat dilihat pada tabel 6.

Universitas Sumatera Utara 54

Tabel 6. Gonad Jantan Ikan Tor soro Sungai Berkail No Gambar Keterangan 1. TKG I : Sperma masih sg tampak bening dan bertekstur halus Selnya belum berdiferensiasi Pinggiran selnya berbentuk 1 gerigi

2. TKG II : Sel-sel sperma s mulai tampak dan membesar Lebih jelas dari TKG I namun inti belum nampak jelas

3. TKG III : Inti sel mulai s membesar dan terlihat dengan jelas Mulai terlihat alur- alur di dalam bagian sel

Universitas Sumatera Utara 55

4. TKG IV :

st Ukuran sel tampak besar Alur-alur pada testis tampak jelas

Keterangan : sg (spermatogonium), s (spermatosit), st (spermatid)

Tabel 7. Gonad Betina Ikan Tor soro Sungai Berkail No Gambar Keterangan 1. TKG I : og Ovarium masih terlihat polos tanpa inti Ukuran gonad kecil Berbentuk sepertii cincin

2. TKG II : og Ukuran gonad mulai membesar os Lebih jelas dari TKG I Bentuk sel mulai terlihat dan tersusun

Universitas Sumatera Utara 56

3. ov TKG IV : Gonad membesar mencapai ukuran maksimal Inti sel sudah terlihat jelas dan ot banyak yang terlihat matang Mulai terlihat rongga-rongga tempat pelepasan telur Keterangan : og (oogonium), os (oosit), ov (ovum), ot (ootid)

Tabel 8. Gonad Jantan Ikan Tor tambroides Sungai Berkail No Gambar Keterangan 1. TKG II : Sel-sel sperma sg mulai tampak dan membesar Lebih jelas dari TKG I namun inti belum nampak jelas

Keterangan : sg (spermatogonium)

Universitas Sumatera Utara 57

Tabel 9. Gonad Betina Ikan Tor tambroides Sungai Berkail No Gambar Keterangan 1. TKG I : og Ovarium masih terlihat polos tanpa inti Ukuran gonad kecil Berbentuk sepertii cincin

2. TKG II : Ukuran gonad og mulai membesar Lebih jelas dari TKG I Bentuk sel mulai terlihat dan tersusun

os

Keterangan : og (oogonium), os (oosit)

Tabel 10. Gonad Jantan Ikan Tor soro Sungai Bahorok No Gambar Keterangan 1. TKG I : Sperma masih tampak bening dan sg bertekstur halus Selnya belum berdiferensiasi Pinggiran selnya berbentuk 1 gerigi

Universitas Sumatera Utara 58

2. TKG II : Sel-sel sperma s mulai tampak dan membesar Lebih jelas dari TKG I namun inti belum nampak jelas

3. TKG III : Inti sel mulai membesar dan terlihat dengan jelas s Mulai terlihat alur- alur di dalam bagian sel

4. TKG IV : st Ukuran sel tampak besar sz Alur-alur pada testis tampak jelas

Keterangan : sg (spermatogonium), s (spermatosit), st (spermatid), sz (spermatozoa)

Universitas Sumatera Utara 59

Tabel 11. Gonad Betina Ikan Tor soro Sungai Bahorok No Gambar Keterangan 1. TKG II : og Ukuran gonad mulai membesar Lebih jelas dari TKG I Bentuk sel mulai terlihat dan tersusun

os

2. TKG IV : ov Gonad membesar mencapai ukuran maksimal ot Inti sel sudah terlihat jelas dan banyak yang terlihat matang Mulai terlihat rongga-rongga tempat pelepasan telur Keterangan : og (oogonium), os (oosit), ov (ovum), ot (ootid)

Tabel 12. Gonad Jantan Ikan Tor tambroides Sungai Bahorok No Gambar Keterangan 1. TKG III :

s Inti sel mulai membesar dan terlihat dengan jelas Mulai terlihat alur- alur di dalam bagian sel

Keterangan : ss (spermatosit)

Universitas Sumatera Utara 60

Tabel 13. Gonad Betina Ikan Tor tambroides Sungai Bahorok No Gambar Keterangan 1. TKG I : Ovarium masih terlihat og polos tanpa inti Ukuran gonad kecil Berbentuk sepertii cincin

Keterangan : og (oogonium)

Pembahasan

Kondisi Umum Lokasi Pengamatan di Hulu DAS Wampu

Kondisi umum di Hulu DAS Wampu selama penelitian berlangsung digambarkan melalui informasi beberapa nilai parameter kualitas air. Parameter fisika-kimia yang diukur selama penelitian terdiri dari suhu, kecerahan, DO

(oksigen terlarut), kedalaman, arus dan pH yang telah disajikan pada tabel 2.

Suhu merupakan parameter fisika yang tidak dapat dipisahkan dari setiap penelitian. Suhu rata-rata yang diperoleh selama penelitian berlangsung yaitu

25,53 °C di Sungai Bahorok dan 24,73°C di Sungai Berkail. Nilai suhu di Hulu

DAS Wampu masih menunjukkan nilai yang normal serta masih sesuai bagi kehidupan biota akuatik. Secara alami suhu optimal untuk pertumbuhan biota akuatik bersifat spesifik untuk jenis biota tertentu (Pasisingi et. al., 2014).

Rendahnya suhu pada bagian hulu merupakan akibat ketinggian dari permukaan laut. Nilai suhu yang diperoleh masih berada pada kisaran suhu pada penelitan

Muhtadi et. al. (2017) di Hulu DAS Wampu yaitu dengan kisaran 23-29,3 °C.

Universitas Sumatera Utara 61

Suhu yang terdapat di Sungai Bahorok lebih tinggi jika dibandingkan dengan suhu yang terdapat di Sungai Berkail. Hal ini dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang masuk ke badan perairan dan juga dipengaruhi oleh vegetasi di sekitar sungai. Lokasi penelitian di Sungai Bahorok memiliki vegetasi yang lebih terbuka, sedangkan di Sungai berkail vegetasi yang tersusun di sekitar sungai lebih rapat. Menurut Sittadewi (2008), suhu air yang tinggi disebabkan oleh intensitas sinar matahari yang masuk ke badan air cukup tinggi karena lokasi pengukuran sampel merupakan daerah terbuka yang terkena sinar matahari secara langsung. Intensitas paparan radiasi sinar matahari yang masuk ke badan air serta kerapatan vegetasi di sekitar bantaran sungai juga mempengaruhi suhu air sungai.

Semakin banyak intensitas radiasi sinar matahari yang mengenai badan air maka akan membuat suhu air sungai akan semakin tinggi. Vegetasi mempunyai fungsi ekologi antara lain sebagai stabilisator temperatur dan kelembaban udara, pemasok oksigen, penyerap CO2.

Kecepatan arus rata-rata yang diperoleh selama penelitian adalah 1,06 m/s di Sungai Bahorok dan 1,20 m/s di Sungai Berkail. Perbedaan kecepatan pada masing-masing stasiun dipengaruhi oleh tipe dasar, lebar sungai dan adanya hambatan aliran. Dasar sungai yang curam memiliki kecepatan air yang lebih tinggi dari pada yang landai. Sungai Bahorok dan Sungai Berkail memiliki tipe substrat batuan sedang hingga besar. Kondisi substrat berbatu dan berarus deras menandakan segmen sungai bagian hulu, seperti hasil penelitian Pasisingi et al.

(2014), mendapatakan segmen hulu sungai Cileungsi bersubtrat batu dan berarus deras. Lebih lanjut dijelaskan dalam penelitian Muhtadi et. al. (2017) yang

Universitas Sumatera Utara 62

menejelaskan bahwa kisaran arus yang terdapat di Sungai Bahorok adalah 0,4-2,4 m/s dan di Sungai Berkail 0,4-3,0 m/s.

Kecepatan arus penting diamati sebab menurut Angelier (2003) merupakan faktor pembatas kehadiran organisme di dalam sungai. Menurut

Siahaan et. al. (2012), kecepatan arus sungai berfluktuasi yang semakin melambat ke bagian hilir. Faktor gravitasi, lebar sungai dan material yang dibawa oleh air sungai membuat kecepatan arus di hulu paling besar. Menurut Mason (1993) perairan dikategorikan dalam perairan yang berarus sangat deras jika kecepatan arus > 1 m/detik, berarus deras yaitu 0,5 - 1 m/detik, berarus sedang yaitu 0,25 -

0,5 m/detik, berarus lambat 0,1 - 0,5 m/detik, dan berarus sangat lambat yaitu 0,1

- 0,25 m/detik. Berdasarkan kategori tersebut, Sungai Bahorok dan Sungai Berkail termasuk perairan yang berarus sangat deras dengan nilai kecepatan arus rata-rata berturut-turut adalah 1,06 m/s dan 1,20 m/s.

Kedalaman air sungai secara keseluruhan relatif dangkal dengan rerata di

Sungai Bahorok 62,04 cm dan kedalaman di Sungai Berkail 86,31cm atau setinggi pinggang orang dewasa. Kedalaman air di stasiun pengamatan bervariasi dan tidak ada kecenderungan peningkatan kedalaman, meskipun lebar sungai mengalami peningkatan. Nilai kisaran yang diperoleh selama penelitian masih termasuk dalam kisaran kedalaman yang telah diteliti oleh Muhtadi et. al. (2017) yaitu kedalaman rata-rata sungai Bahorok dan Sungai Berkail 30-200 cm.

Kedalaman rata-rata di Hulu DAS Wampu selama penelitian tidak mengalami perubahan. Hal ini terjadi karena aktivitas masyarakat di Hulu DAS

Wampu masih sedikit, khususnya Sungai Berkail yang terdapat pada lokasi hutan lindung sehingga tidak terjadi pendangkalan di Hulu DAS Wampu. Menurut

Universitas Sumatera Utara 63

Medeiros dan Arthington (2008), pendangkalan menyebabkan kedalaman perairan yang menciptakan relung besar bagi spesies ikan menjadi berkurang terutama dalam mendukung siklus hidup seperti reproduksi dan mencari makan.

Pada bagian hulu DAS Wampu didapatkan nilai kecerahan sampai pada dasar perairan (100%). Nilai kecerahan di Sungai Bahorok dan Sungai Berkail rata-rata adalah 62,04 cm dan 86,31 cm. Nilai kecerahan erat kaitannya dengan sedimen, bahan organik dan anorganik dalam air. Tingginya kecerahan pada bagian hulu ini juga terkait dengan substrat dasar dimana pada bagian hulu merupakan bebatuan dan kerikil (Muhtadi et. al., 2017).

Hasil pengukuran pH di Hulu DAS Wampu selama penelitian adalah 6,86 di Sungai Bahorok dan 8,40 di Sungai Berkail. Manurut Tatangindatu (2013), pH yang ideal bagi kehidupan biota air tawar adalah antara 6,8 - 8,5. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai kisaran pH di Hulu DAS Wampu berada pada kisaran cukup ideal pada stasiun penelitian. Lebih lanjut dijelaskan dalam

Muhtadi et. al. (2017), nilai pH di perairan hulu DAS Wampu berkisar antara 6,5 -

7,5. Nilai pH perairan pada bagian hulu cendrung netral, karena rendahnya bahan organik pada bagian hulu sehingga tingkat dekomposisi organik menjadi rendah.

Dengan demikian Oksigen selalu lebih tinggi dan CO2 rendah, sehingga pH cenderung netral. Nilai pH dan oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang menjadi indikator kesehatan ekosistem perairan (Goudey, 2003). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH.

Konsentrasi oksigen terlarut rata-rata bagian hulu DAS Wampu adalah

7,64 mg/l di Sungai Bahorok dan 8,09 mg/l di Sungai Berkail, kandungan oksigen di DAS Wampu sangat sesuai untuk kehidupan Ikan Tor. Pada umumnya Ikan Tor

Universitas Sumatera Utara 64

hidup di perairan dengan kandungan oksigen >5 ppm (Wahyuningsih dan

Supriharti, 2004). Tingginya konsentrasi oksigen terlarut ini disebabkan arus yang cukup deras di daerah ini. Perairan mengalir cenderung memiliki kandungan oksigen terlarut yang tinggi dibandingkan dengan perairan tergenang, karena spergerakan air memberikan peluang terjadinya difusi oksigen dari udara ke air

(Radwan et. al., 2003). Haryono (2004), menjelaskan bahwa bahwa kandungan oksigen >6 ppm, pH >6, dan kisaran suhu antara 25 °C sampai 30 °C merupakan kondisi periaran yang cocok mendukung kehidupan ikan.

Hasil Tangkapan Ikan Tor (Tor spp.)

Hasil tangkapan Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu terdiri dari

2 (dua) spesies yaitu Tor soro dan Tor tambroides. Lokasi penelitian terdiri dari dua anak Sungai Wampu bagian hulu yaitu Sungai Bahorok dan Sungai Berkail.

Jumlah tangkapan Ikan Tor (Tor spp.) berfluktuasi setiap bulannya.

Hasil tangkapan ikan Tor soro selama penelitian berlangsung di Sungai

Bahorok adalah 90 ekor dengan jumlah tangkapan terbesar yaitu pada bulan

September sebanyak 49 ekor, kemudian pada bulan Juli 27 ekor dan pada bulan

Agustus sebanyak 14 ekor dan merupakan hasil penangkapan terendah.

Sedangkan hasil tangkapan Ikan Tor tambroides lebih sedikit dimana ikan Tor tambroides yang tertangkap selama penelitian di Sungai Bahorok adalah 10 ekor.

Jumlah ikan yang paling banyak tertangkap yaitu pada bulan September sebanyak

5 ekor, kemudian pada bulan Juli 4 ekor dan pada bulan Agustus sebanyak 1 ekor.

Ikan Tor (Tor spp.) yang tertangkap di Sungai Berkail juga terdiri dari dua spesies yaitu Tor soro dan Tor tambroides. Ikan Tor soro yang tertangkap selama penelitian berlangsung adalah 96 ekor. Jumlah ikan yang paling banyak

Universitas Sumatera Utara 65

tertangkap yaitu pada bulan September sebanyak 54 ekor, kemudian pada bulan

Agustus 28 ekor dan pada bulan Juli 14 ekor. Hasil tangkapan Tor soro di Sungai

Berkail cenderung meningkat setiap bulannya. Sedangkan ikan Tor tambroides yang tertangkap selama penelitian berlangsung lebih banyak daripada hasil tangkapan Tor tambroides di sungai Bahorok yaitu berjumlah 25 ekor dimana jumlah ikan yang paling banyak tertangkap yaitu pada bulan Agustus sebanyak

14 ekor, kemudian pada bulan September 10 ekor dan pada bulan Juli hanya tertangkap 1 ekor.

Perbedaan jumlah hasil tangkapan pada setiap bulan dan pada setiap lokasi penelitian diduga disebabkan perbedaan kondisi perairan di Hulu DAS Wampu.

Hasil tangkapan di Sungai Berkail lebih tinggi dibanding dengan hasil tangkapan di Sungai Bahorok, karena Sungai Berkail memiliki vegetasi pepohonan yang lebih rapat dibandingkan dengan Sungai Bahorok. Menurut Haryono (2006), ikan muda menyukai bagian sungai yang dangkal/tepian dan banyak dijumpai di anak- anak sungai khususnya di daerah yang dangkal, airnya jernih, berarus sedang, dan banyak terdapat pohon lindungan. Lowe-McConnel (1987) menyatakan bahwa terjadinya fluktuasi kondisi perairan dan adanya migrasi, mortalitas dan pemijahan menyebabkan fluktuasi pada populasi ikan, hal lain yang diduga mempengaruhi perbedaan frekuensi adalah tersedianya makanan yang cukup.

Total hasil tangkapan Ikan Tor tambroides baik di Sungai Bahorok maupun

Sungai Berkail tergolong rendah yaitu 35 ekor. Menurut Yustina (1998), rendahnya hasil tangkapan yang diperoleh diduga karena adanya beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan/hasil tangkapan ikan yaitu kondisi perairan, musim dan tingkah laku ikan. Selain itu, permukaan air sungai yang naik

Universitas Sumatera Utara 66

dapat menambah luas area ruaya ikan sehingga peluang ikan untuk tertangkap semakin kecil.

Aspek Pertumbuhan

Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu

Sebaran frekuensi panjang Ikan Tor yang didapatkan secara keseluruhan tidak merata di setiap selang kelas. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah tangkapan ikan yang diperoleh tiap jenis nya pada setiap lokasi penelitian, dimana jumlah sampel Tor soro jantan dan betina yang didapat di Sungai Bahorok adalah 25 ekor dan 22 ekor. Jumlah tangkapan Tor soro jantan dan betina di Sungai berkail adalah 49 ekor dan 34 ekor. Sedangkan jumlah hasil tangkapan Ikan Tor tambroides jantan dan betina di Sungai Bahorok adalah 5 ekor dan 1 ekor, hasil tangkapa Tor tambroides jantan dan betina di Sungai Berkail adalah 6 ekor dan 11 ekor.. Hal ini sesuai Subagja et. al. (2009) yang menyatakan bahwa jumlah contoh yang sedikit menyebabkan sebaran frekuensi panjang tidak menyebar secara merata.

Berdasarkan kisaran ukuran pada gambar 11 dan 12 dapat diketahui bahwa

Ikan Tor yang tertangkap belum mencapai ukuran yang maksimal. Hasil tangkapan Ikan Tor yang belum mencapai ukuran maksimal diduga karena telah terjadi penurunan populasi terhadap ikan ini karena tingginya aktivitas penangkapan, sehingga ikan yang terdapat di lokasi penelitian belum mencapai ukuran maksimal namun sudah tertangkap oleh nelayan sekitar. Hal ini dapat dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya di Hulu DAS Barito dimana sempat tertangkap Ikan Tambra dengan berat 20 kg dan panjangnya 120 cm

Universitas Sumatera Utara 67

(Haryono, 2003). Menurut Smith (1945), jenis ikan tertentu dari marga Tor dapat mencapai berat di atas 30 kg dan panjang tubuh lebih dari 1 m.

Hubungan Panjang dan Berat Ikan Tor (Tor spp.)

Analisis hubungan panjang dan berat Ikan Tor soro menggunakan data panjang dan berat ikan. di Sungai Bahorok data panjang dan berat ikan yang dianalisis sebanyak 47 ekor terdiri dari 25 ekor jantan dan 22 ekor ikan betina dan di Sungai Berkail jumlah panjang dan berat ikan yang dianalisis sebanyak 83 ekor yang terdiri dari 49 ekor ikan jantan dan 34 ekor ikan betina. Sedangkan analisis hubungan panjang berat Ikan Tor tambroides di Sungai Bahorok menggunakan data panjang dan berat ikan sebanyak 6 ekor yang terdiri dari 5 ekor ikan jantan dan 1 ekor ikan betina. Analisis hubungan panjang berat Ikan Tor tambroides di

Sungai Berkail menggunakan data panjang dan berat ikan sebanyak 17 ekor dimana ikan jantan 6 ekor dan betina 11 ekor.

Persamaan hubungan panjang dan berat Ikan Tor soro jantan dan betina di

Sungai Bahorok dan Sungai Berkail berturut-turut adalah W = 51,25x0,3172 dan

W = 51,362x0,317 (gambar 13 dan 15). Persamaan hubungan panjang dan berat

Ikan Tor tambroides betina di Sungai Bahorok dan Berkail adalah

W = 44,176x0,3376 dan W = 53x0,317 (gambar 14 dan 16). Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa nilai b<3. Hal ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan Ikan

Tor bersifat alometrik negatif dimana laju pertambahan panjang lebih cepat daripada laju pertambahan berat. Pernyataan ini juga didukung oleh hasil analisis hubungan panjang dan berat Ikan Tor dengan uji-t pada selang kepercayaan 95% diperoleh pola pertumbuhan Ikan Tor soro dan Tor tambroides terhadap nilai t yang menunjukkan bahwa Ikan Tor memiliki pola pertumbuhan yang bersifat

Universitas Sumatera Utara 68

alometrik negatif. Hal ini diduga karena pergerakan Ikan Tor yang lebih banyak untuk melawan kecepatan arus pada perairan tempat Ikan Tor hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muchlisin (2010) yang menyatakan bahwa besar kecilnya nilai b dipengaruhi oleh perilaku ikan, misalnya ikan yang berenang aktif menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang pasif. Perbedaan tampilan pertumbuhan dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan serta kondisi biologis masing-masing individu ikan. Menurut Nofrita et. al. (2013) secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, letak geografis dan teknik sampling dan juga kondisi biologis.

Dari persamaan panjang dan berat diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi (R2) Ikan Tor soro di Sungai Bahorok dan Berkail adalah 0,934 dan

0,9785. Sedangkan nilai koefisien determinasi (R2) Ikan Tor tambroides di kedua sungai tersebut adalah 0,952 dan 0,9105. Hal ini menjelaskan bahwa model dugaan dapat menjelaskan model sebenarnya sebesar 93,4% dan 97,85% untuk

Ikan Tor soro, 95,2% dan 91,05% untuk Ikan Tor tambroides. Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh selama penelitian dapat menggambarkan sekitar 91,05%-97,85% keadaan yang sebenarnya di alam serta keragaman yang dipengaruhi variabel lain cukup kecil. Nilai (R²) dari hubungan panjang dan berat ikan tertangkap relatif cukup besar, menurut Walpole (1992) besarnya nilai tersebut yang mendekati 1, menunjukkan bahwa keragaman yang dipengaruhi oleh variabel lain cukup kecil dan hubungan antara panjang dan berat ikan sangat erat. Hal ini diduga karena kondisi perairan yang mampu mendukung kehidupan ikan yang tertangkap cukup baik.

Universitas Sumatera Utara 69

Nilai koefisien korelasi (r) ikan Tor soro jantan dan betina di Sungai

Bahorok dan Berkail mendekati 1 yaitu 0,9664 dan 0,9892. Pada ikan Tor tambroides jantan dan betina, nilai koefisien korelasi (r) di Sungai Bahorok dan

Berkail yaitu 0,9757 dan 0,9542. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hubungan panjang-berat tubuh Ikan Tor baik Tor soro maupun Tor tambroides memiliki korelasi yang sangat kuat, ini berarti apabila panjang bertambah maka berpengaruh terhadap pertambahan beratnya. Hal ini sesuai dengan pendapat

Andy Omar (2005) yang menyatakan bahwa apabila nilai koefisien korelasi

0,90-1,00 menunjukkan korelasi yang sangat kuat.

Aspek Reproduksi

Rasio Kelamin Ikan Tor (Tor spp.)

Nisbah kelamin pada ikan penting diketahui terhadap kestabilan populasi ikan tersebut di alam. Dalam suatu populasi apabila nisbah kelaminnya tidak seimbang, maka perkembangan populasi ikan akan terhambat (Nasution, 2008 ).

Populasi ikan jantan lebih banyak jumlahnya dari ikan betina maka akan dapat membahayakan suatu populasi ikan (Pramadika, 2014). Rasio ikan jantan tinggi dalam suatu populasi dapat mengganggu kelestarian spesies. Saat rasio jantan lebih banyak tetapi telur yang dihasilkan betina sedikit meski keberadaan sel sperma melimpah di perairan karena jumlah betina sedikit maka akan menghasilkan anakan atau keturunan yang sedikit. Perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap diduga karena perbedaan tingkah laku, penyebaran

Ikan jantan betina tidak merata serta faktor penangkapan.

Universitas Sumatera Utara 70

Perbandingan kelamin Ikan Tor soro jantan dan betina di Sungai Bahorok dan Berkail adalah 1,14:1 dan 1,44:1. Sedangkan perbandingan kelamin Ikan Tor tambroides jantan dan betina di Sungai Bahorok dan Berkail adalah 5:1 dan

1:1,83. Menurut Effendie (2002), perbedaan jumlah ikan betina dan jantan yang tertangkap berkaitan dengan pola tingkah laku ruaya ikan (untuk memijah dan mencari makan), perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan laju mortalitas, dan perbedaan umur pertama kali matang gonad. Rasio jenis kelamin Ikan Tor dan jenis ikan air tawar lainnya selalu berubah tergantung populasi dan kondisi perairan yang ada. Dengan demikian informasi mengenai rasio jenis kelamin di atas dapat berubah tergantung situasi di perairan itu sendiri (Kiat, 2004).

Berdasarkan hasil uji chi-square Tor soro di Sungai Bahorok dan Berkail pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dimana nilai x2 hitung lebih besar daripada x2 tabel dengan nilai (8,8528>5,9915) dan

(15,2844>5,9915). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah Ikan Tor soro jantan dan betina di Sungai Bahorok dan Berkail tidak seimbang. Penyimpangan nisbah kelamin dari pola 1:1 dapat timbul dari berbagai faktor yang mencakup perbedaan distribusi, aktifitas dan gerakan ikan (Türkmen et. al., 2002); pergantian dan variasi seksual jantan dan betina dalam masa pertumbuhan, mortalitas dan lama hidup (longevity) (Sadovy, 1996); dan pengasuhan anakan (Mazzoni &

Caramaschi, 1997; Liang et. al., 2005). Selanjutnya Nikolsky (1963) menyatakan bahwa jika ketersediaan makanan berlimpah maka ikan betina akan lebih dominan dan sebaliknya ikan jantan dominan saat ketersediaan makanan berkurang.

Sedangkan hasil uji chi-square Tor tambroides di Sungai Bahorok dan berkail menunjukkan tidak berbeda nyata dimana nilai x2 hitung lebih kecil

Universitas Sumatera Utara 71

daripada x2 tabel dengan nilai (1,5<5,9915) dan (3,9542<5,9915). Sehingga dari hasil uji chi-square dengan selang kepercayaan 95% untuk nisbah kelamin Tor tambroides secara keseluruhan adalah seimbang karena Xhit

(Aisyah et. al., 2014).

Perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama musim pemijahan, dalam ruaya ikan untuk memijah ikan jantan lebih banyak mengalami perubahan nisbah kelamin secara teratur, pada awalnya ikan jantan lebih banyak daripada ikan betina, kemudian rasio berubah menjadi 1:1 diikuti dengan dominansi ikan betina (Nikolsky, 1969).

Secara keseluruhan melihat rasio kelamin pada pengambilan sampel bulan

Juli-September terlihat perbandingan jantan dan betina Ikan Tor soro dan

Tor tambroides yang mendekati 1:1 yang diduga musim pemijahan terjadi pada selang waktu ini atau sebelumnya. Keseimbangan rasio kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina berada dalam kondisi seimbang, lalu didominasi ikan betina.

Untuk mempertahankan kelestarian populasi ikan diharapkan perbandingan ikan jantan dan ikan betina berada dalam kondisi seimbang atau ikan betina lebih banyak (Hawa, 2002). Bakhris (2008) menyatakan bahwa nisbah kelamin berpengaruh terhadap proses pemijahan karena pemijahan akan berlangsung baik pada saat proporsi ikan betina sama dengan ikan jantan.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Tor (Tor spp.)

Tingkat kematangan gonad adalah tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah (Effendie, 1997). Tingkat kematangan

Universitas Sumatera Utara 72

gonad Ikan Tor (Tor spp.) jantan dan betina ditentukan melalui pengamatan secara morfologis. Pengamatan morfologis tingkat kematangan gonad ikan dilakukan sesuai dengan jenis kelamin. Effendie (1979) menyatakan bahwa untuk ikan betina yang diamati adalah bentuk, ukuran, warna, kehalusan, pengisian ovarium dalam rongga tubuh, warna dan ukuran telur dalam ovarium, sedangkan untuk ikan jantan yang diamati adalah bentuk, ukuran, warna, dan pengisian testes dalam rongga tubuh serta keluar tidaknya cairan dari testes (keadaan segar).

Jenis kelamin ditentukan setelah dilakukan pembedahan terhadap ikan sampel. Kemudian tingkat kematangan gonad ditentukan dengan menggunakan klasifikasi tingkat kematangan gonad berdasarkan Effendie (1979). Tingkat kematangan gonad Ikan Tor (Tor spp.) secara morfologi dapat dilihat pada

Tabel 5.

Berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh diperoleh bahwa Ikan

Tor soro jantan dan betina di Sungai Bahorok didominasi oleh ikan TKG II

(Gambar 17). Frekuensi tertinggi ikan jantan dan betina TKG II terdapat pada bulan September 2017 sebanyak 13 ekor, sedangkan di Sungai Berkail Ikan

Tor soro jantan dan betina didominasi oleh ikan TKG I yaitu pada Bulan

September sebanyak 36 ekor. Pada Ikan Tor tambroides di Sungai Bahorok didominasi oleh Ikan dengan TKG II pada bulan Juli sebanyak 4 ekor dan di

Sungai Berkail didominasi oleh TKG I pada Bulan Agustus sebanyak 8 ekor.

Meningkatnya TKG dicirikan oleh warna, ukuran, dan bentuk. Pada ikan jantan dipakai tanda-tanda seperti bentuk testes, besar kecilnya testes dan warna testes.

Sedangkan pada ikan betina didasarkan pada bentuk ovarium, besar kecilnya

Universitas Sumatera Utara 73

ovarium, warna ovarium, halus tidaknya permukan ovarium, serta ukuran telur didalam ovarium (Effendie, 1979).

Hasil penelitian selama tiga bulan dari bulan Juli sampai dengan

September menunjukkan bahwa gonad Ikan Tor soro di Sungai Bahorok dan

Berkail mengalami perkembangan pada bulan Juli dan September. Berdasarkan pengamatan, tidak ditemukan Ikan Tor soro ber-TKG III dan TKG IV baik pada jenis jantan dan betina pada Bulan Agustus di Sungai Bahorok. Pada TKG I Ikan

Tor soro juga tidak ditemukan. Pada Ikan Tor tambroides hanya Bulan Juli TKG

II yang ditemukan di Sungai Bahorok, pada Bulan Agustus hanya TKG III dan pada Bulan September hanya TKG I yang ditemukan. Di Sungai Berkail dari

Bulan Juli sampai dengan September tidak ditemukan ikan pada TKG III dan IV.

Perkembangan gonad ikan selama penelitian dipengaruhi oleh suhu dan curah hujan. Burhanuddin (2010) menyebutkan faktor yang mempengaruhi reproduksi ikan terdiri atas beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal meliputi curah hujan, suhu, sinar matahari, tumbuhan dan beberapa ikan jantan. Faktor internal meliputi kondisi dan adanya hormon reproduksi yang cukup untuk memacu kematangan gonad diikuti ovulasi dan pemijahan.

Berdasarkan pengamatan Ikan Tor soro di Sungai Bahorok yang berada pada TKG I memiliki kisaran berat 9,5-57,12 gram. Pada TKG II berada pada berat 14,63-55,19 gram, pada TKG III pada berat 26,78-43,18 gram dan pada

TKG IV berat Ikan Tor soro berada pada rentang 18,02-284,15 gram. Di Sungai

Berkail yang berada pada TKG I memiliki kisaran berat 5,8-56,67 gram. Pada

TKG II berada pada berat 3,3-105,28 gram, pada TKG III pada berat 16,7-73,21 gram dan pada TKG IV berat Ikan Tor soro berada pada rentang 22,22-319,61

Universitas Sumatera Utara 74

gram. Sedangkan pada Ikan Tor tambroides di Sungai Bahorok yang berada pada

TKG I memiliki kisaran berat 48,98 gram. Pada TKG II berada pada berat

32,7-46,24 gram, pada TKG III pada berat 800 gram dan tidak ditemukan ikan dengan TKG IV di sungai tersebut. Di Sungai Berkail yang berada pada TKG I memiliki kisaran berat 13,05-43,06 gram. Pada TKG II berada pada berat 11,09-

32,41 gram, tidak ditemukan Ikan Tor tambroides pada TKG III dan IV. Adanya kecenderungan semakin tinggi TKG maka kisaran panjang dan berat tubuh semakin tinggi. Selain itu dijumpai pula ikan dengan ukuran kisaran panjang dan berat yang sama tidak mempunyai TKG yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan dimana ikan tersebut hidup, ada tidaknya ketersediaan makanan, suhu, salinitas dan kecepatan pertumbuhan ikan itu sendiri Dikatakan selanjutnya bahwa perbedaan awal mula suatu individu ikan mengalami matang gonad disebabkan umur, ukuran dan faktor fisiologi ikan itu sendiri (Yustina dan

Arnentis, 2002).

Reproduksi ikan sangat ditentukan oleh tingkat kematangan gonadnya.

Gonad yang telah mencapai tingkat kematangan gonad yang sempurnalah yang dapat menjadi individu baru melalui pembuahan eksternal. Kedewasaan pada ikan diawali dengan berkembangnya gonad (Bakhris, 2008). Perkembangan gonad dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah faktor lingkungan dan hormon. Faktor lingkungan yang dominan dalam mempengaruhi perkembangan gonad adalah suhu, makanan, selain itu periode cahaya dan musim

(Tang dan Raiman, 2001).

Universitas Sumatera Utara 75

Indeks Kematangan Gonad Ikan Tor (Tor spp.)

Indeks Kematangan Gonad (IKG) diketahui untuk melihat perubahan yang terjadi didalam gonad secara kuantitatif (Rochmatin et. al., 2014). Indeks kematangan gonad Ikan Tor (Tor spp.) bervariasi setiap bulan. Nilai rata-rata IKG

Tor soro jantan di Sungai Bahorok dan Berkail pada Bulan Juli adalah 2,15% dan

1,55%, sedangkan pada Tor soro betina nilai IKG rata-rata adalah 0,78% dan

1,17%. Pada Bulan Agustus nilai IKG rata-rata jantan di Sungai Bahorok dan

Berkail adalah 0% dan 0,66%, dan IKG rata-rata betina adalah 0,88% dan 0,91%.,

Pada Bulan September nilai IKG rata-rata Tor soro jantan adalah 2,31% dan

0,39%, sedangkan nilai IKG rata-rata betina adalah 0,92% dan 0,08%.

Nilai rata-rata IKG Tor tambroides jantan di Sungai Bahorok dan Berkail pada Bulan Juli adalah 0,36 % dan 0%, sedangkan pada Tor tambroides betina nilai IKG rata-rata adalah 0%. Pada Bulan Agustus nilai IKG rata-rata jantan di

Sungai Bahorok dan Berkail adalah 1,25% dan 0,35%, dan IKG rata-rata betina adalah 0% dan 0,29%., Pada Bulan September nilai IKG rata-rata Tor tambroides jantan adalah 0% dan 0,11%, sedangkan nilai IKG rata-rata betina adalah 0,02% dan 0,22%.

Secara keseluruhan, nilai IKG rata-rata Ikan Tor (Tor spp.) jantan memiliki nilai yang lebih besar daripada IKG rata-rata pada ikan betina. IKG rata- rata Tor soro jantan yang diperoleh adalah 1,18% sedangkan IKG rata-rata betina adalah 0,79%. IKG rata-rata Tor tambroides jantan adalah 0,34% sedangkan IKG rata-rata Tor tambroides betina adalah 0,09. Hal ini terjadi karena selama penelitian berlangsung jumlah ikan jantan yang matang gonad lebih banyak dibandingkan dengan ikan betina, jumlah Ikan Tor (Tor spp.) betina yang matang

Universitas Sumatera Utara 76

gonad hanya berjumlah 3 ekor sedangkan Ikan Tor (Tor spp.) jantan yang berada pada TKG III dan IV berjumlah 34 ekor. Seiring bertambahnya gonad maka akan semakin besar gonad dan beratnya. Menurut Effendi (1997), sejalan dengan pertambahan gonad, maka gonad akan semakin bertambah besar dan berat sampai batas maksimum ketika terjadi pemijahan. Menurut Makmur (2003), nilai rataan

IKG ikan betina lebih besar daripada IKG ikan jantan pada TKG yang sama. Hal ini disebabkan pertambahan berat ovarium selalu lebih besar daripada penambahan berat testis.

Nilai IKG yang diperoleh yaitu < 20%, yang mengindikasikan bahwa Tor

(Tor spp.) merupakan kelompok ikan yang bernilai IKG kecil dan dikategorikan sebagai ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali tiap tahunnya. Hal ini sesuai dengan Bagenal (1978) dalam Sharfina (2011), yang menyatakan bahwa ikan yang mempunyai nilai IKG lebih kecil dari 20% adalah kelompok ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali setiap tahunnya.

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Tor (Tor spp.)

Ukuran awal kematangan gonad merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan ukuran terkecil ikan yang ditangkap atau yang boleh ditangkap. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan.

Berkurangnya populasi ikan di masa mendatang dapat terjadi karena ikan yang tertangkap adalah ikan yang akan memijah atau ikan yang belum memijah, sehingga tindakan pencegahan diperlukan penggunaan alat tangkap yang selektif seperti ukuran mata jaring yang dugunakan harus disesuaikan dengan jenis ikan

Universitas Sumatera Utara 77

target, agar pemanfaatan sumberdaya ikan layang dapat berkelanjutan dan terjamin kelestariannya (Dahlan et. al., 2015).

Ukuran pertama kali matang gonad didapat berdasarkan pengelompokan tingkat kematangan gonad menurut panjang total tubuh ikan. Perhitungan data ukuran pertama kali matang gonad Ikan Tor (Tor spp.) dapat dilihat pada lampiran 13. Hasil penelitian yang dilakukan pada Ikan Tor (Tor spp.) yang ber

TKG III dan IV. di Sungai Bahorok, ukuran pertama kali matang gonad Ikan Tor soro jantan adalah 99,383-203,899 mm dan betina adalah ±359,56 mm. Ukuran pertama kali matang gonad Ikan Tor soro yang tertangkap di Sungai Berkail adalah 75,540-150,088 mm pada ikan jantan dan 56,878-1423,903 mm pada ikan betina (Lampiran 13). Ukuran rata-rata tertangkap merupakan hal yang penting untuk dipelajari karena dengan menghubungkan ukuran rata-rata tertangkap ukuran pertama kali matamg gonad maka dapat disimpulkan apakah sumberdaya tersebut merupakan sumberdaya yang lestari atau tidak, artinya dapat diketahui apakah pada ukuran tertangkap tersebut ikan tersebut telah mengalami pemijahan atau belum mengalami pemijahan (Saputra et. al., 2009).

Ukuran pertama kali matang gonad Tor soro di Sungai Bahorok dan

Berkail berbeda walaupun satu spesies. Perbedaan ukuran pertama kali matang gonad di Sungai Bahorok dan Berkail dipengaruhi oleh faktor internal yaitu ukuran, umur ikan dan sifat fisiologi ikan. Di Sungai Berkail kecepatan arus sungai lebih besar jika dibandingkan dengan kecepatan arus di sungai berkail, arus yang besar lebih disukai Ikan Tor soro yang berukuran anakan, sehingga di

Sungai Berkail Ikan Tor soro yang tertangkap memiliki kisaran ukuran pertama kali matang gonad lebih besar dibanding dengan Ikan Tor soro di Sungai

Universitas Sumatera Utara 78

Bahorok. Selain itu ukuran pertama kali matang gonad juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu perbedaan wilayah penyebaran dan ketersediaan makanan.

Kecepatan arus yang lebih besar juga mempengaruhi ketersediaan nutrien di suatu perairan. Sungai Berkail dengan kecepatan arus yang lebih besar umumnya memiliki kandungan nutrien yang lebih rendah sehingga mempengaruhi ukuran ikan pertama kali matang gonad Ikan Tor soro di sungai tersebut. Hal ini sesuai dengan Effendie (2002) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan mencapai matang gonad yaitu spesies, umur, ukuran, dan sifat- sifat fisiologi ikan tersebut. Setiap spesies ikan dan bahkan pada spesies yang sama tidak memiliki kesamaan awal matang gonadnya, hal ini dapat disebabkan perbedaan wilayah penyebaran dan banyaknya makanan. Menurut pernyataan

Effendie (2002) bahwa ukuran ikan pertama kali matang gonad tidak sama untuk tiap-tiap spesies. Demikian pula ikan yang sama spesiesnya, jika tersebar pada lintang yang berbeda lebih dari lima derajat, akan mengalami perbedaan ukuran dan umur pertama kali matang gonad.

Fekunditas Ikan Tor (Tor spp.)

Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Terdapat 3 ekor Ikan Tor soro betina yang memiliki TKG IV, sedangkan pada Ikan Tor tambroides tidak ditemukan ikan betina yang memiliki

TKG III maupun IV. Jumlah telur minimum ditemui pada TKG IV sebanyak

1.250 butir telur dengan panjang tubuh 321 mm. Sedangkan jumlah telur maksimum ditemukan pada TKG IV sebanyak 1.270 butir telur dengan panjang tubuh 317 mm (Lampiran 11).

Universitas Sumatera Utara 79

Effendie (2002) menjelaskan fekunditas suatu jenis ikan berkaitan erat dengan lingkungannya diantaranya suhu air, kedalaman air dan oksigen terlarut.

Suhu air di Hulu DAS Wampu relatif hampir sama pada kedua sungai yang menjadi lokasi penelitian, hanya kedalaman dan kecerahan sungai yang berbeda.

Oksigen terlarut di Hulu DAS Wampu bekisar 7,64-8,09 mg/l. Faktor alat tangkap juga mempengaruhi hasil tangkapan. Alat yang digunakan pada waktu pengambilan ikan contoh adalah backpack electrofishing units dengan arus 12 volt dan 9 ampere.

Fekunditas Tor soro berkisar antara 1.250-1.270 butir telur pada kisaran berat tubuh 284,15-319,61 gram (Lampiran 11). Tidak selamanya ikan yang mempunyai berat tubuh maksimal memiliki fekunditas yang banyak. Hal ini diduga karena berat tubuh meningkat disebabkan oleh berat lambung yang besar, sedangkan berat gonadnya kecil, sehingga fekunditas pada berat tersebut berkurang. Penyebab lainnya adalah dengan adanya persediaan makanan tambahan. Menurut Effendie (2002), sampai ukuran/berat tertentu fekunditas akan bertambah kemudian menurun lagi akibat respon terhadap perbaikan makanan melalui kematangan gonad yang terjadi lebih awal, menambah kematangan individu yang lebih gemuk dan mengurangi jarak antara siklus pemijahan. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap fekunditas, namun hal ini sangat sulit untuk diketahui secara pasti. Menurut Bagenal (1963) bahwa satu-satunya faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap fekunditas ikan adalah ketersediaan makanan yang tinggi.

Berdasarkan kurva hubungan berat tubuh dengan fekunditas diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,8602. Hubungan linier antara

Universitas Sumatera Utara 80

fekunditas dengan berat tubuh mengindikasikan bahwa jumlah telur di dalam ovarium mengikut secara proporsional terhadap berat tubuh Ikan Tor soro. Hal ini didukung oleh pernyataan Suwarso et. al. (2000) yang menyatakan bahwa jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan akan meningkat sejalan dengan semakin besarnya gonad. Sedangkan Nikolsky (1963) menyatakan bahwa pada umumnya fekunditas meningkat dengan meningkatnya ukuran ikan betina. Semakin banyak makanan maka pertumbuhan ikan semakin cepat dan fekunditasnya semakin besar.

Selanjutnya, Andy Omar (2005) menyatakan bahwa fekunditas pada setiap individu betina tergantung pada umur, ukuran, spesies, dan kondisi lingkungan, seperti ketersediaan pakan (suplai makanan). Djuhanda (1981) menambahkan bahwa besar kecilnya fekunditas dipengaruhi oleh makanan, ukuran ikan dan kondisi lingkungan, serta dapat juga dipengaruhi oleh diameter telur. Umumnya ikan yang berdiameter telur 0.50-1.00 mm mempunyai fekunditas 100,000 –

300,000 butir.

Diameter Telur Ikan Tor (Tor spp.)

Diameter telur ikan bervariasi antar spesies maupun antar individu dalam spesies yang sama. Diameter telur Ikan Tor soro di Hulu DAS Wampu pada TKG

IV berkisar antara 10,2 µm – 32,2 µm atau setara dengan 0,0102 mm-0,0322 mm pada selang kelas 316 mm-321 mm.

Ikan Tor (Tor spp.) pada stadia fully matured, terdapat dua macam ukuran telur, yaitu telur yang berukuran kecil (masih muda) dan telur berukuran besar

(sudah matang). Hal ini mengindikasikan bahwa Ikan Tor (Tor spp.) mengalami kematangan dan melakukan pemijahan secara bertahap sehingga tipe pemijahannya bersifat partial spawner. Unus dan Andy Omar (2008) menemukan

Universitas Sumatera Utara 81

hal yang sama pada pada ikan malalugis biru, distribusi diameter telur dalam ovari ikan (TKG III dan TKG IV) beragam mulai dari telur berdiameter kecil hingga telur berdiameter besar. Beragamnya distribusi diameter telur tersebut menunjukkan bahwa perkembangan telur dalam ovari tidak secara bersamaan sehingga ditemukan beberapa kelompok telur yang telah matang dan telur yang belum matang. Adanya kelompok telur yang belum matang tersebut menunjukkan bahwa ikan malalugis biru memijah secara parsial (partial spawning). Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (2002) bahwa pada ikan dan avertebrata sering dijumpai distribusi diameter telur bimodal atau dua modus, yaitu modus pertama terdiri dari telur belum matang gonad dan modus kedua terdiri dari telur matang.

Model pemijahan ini disebut pemijahan parsial.

Histologi Gonad Ikan Tor (Tor spp.)

Anatomi mikro atau histologi adalah ilmu yang mempelajari suatu organ atau bagian tubuh hewan atau tumbuhan secara cermat dan rinci. Usaha atau cara untuk dapat mengamati, mempelajari dan meneliti jaringan-jaringan tertentu dari suatu orgnisme dapat ditempuh dengan jalan penyiapan spesimen histologi

(Perceka ,2011).

Pengamatan histologi mengunakan preparat gonad Ikan Tor (Tor spp.) karena dalam gonad Tor (Tor spp.) terjadi perkembangan-perkembangan sel.

Tahap-tahap perkembangan dari setiap sel gonad itu juga akan mempengaruhi fungsi reproduksi Ikan Tor (Tor spp.) dan berpengaruh terhadap kondisi tubuh ikan. Hal ini sesuai dengan Manalu (2014), yang menjelaskan bahwa gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan. Ikan pada umumnya mempunyai sepasang

Universitas Sumatera Utara 82

gonad dan jenis kelamin umumnya terpisah. Ikan memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda, tergantung tingakah laku dan habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun berukuran kecil sebagai konsekuensi dari kelangsungan hidup yang rendah. Sebaliknya, ikan yang memiliki jumlah telur yang sedikit.

Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tor (Tor spp.)

Kegiatan penangkapan terhadap sumberdaya Ikan Tor (Tor spp.) sangat tinggi khususnya di Hulu DAS Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara, sehingga mengakibatkan terjadinya kondisi tangkap lebih (overfishing).

Penangkapan yang tinggi apabila tidak dibarengi dengan usaha rehabilitasi atau pelestarian terhadap sumberdaya ikan khususnya Ikan Tor (Tor spp.) lama kelamaan akan mengakibatkan kepunahan terhadap ikan ini. Untuk itu, perlu dilakukannya pengelolaan berbasis lingkungan guna mempertahankan keberadaan dan kelestarian Ikan Tor (Tor spp.).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam melakukan pengelolaan sumberdaya ikan ini adalah dengan menerapkan aturan tentang ukuran ikan yang boleh ditangkap. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, secara keseluruhan diketahui bahwa Ikan Tor soro jantan mengalami matang gonad pada ukuran

75,540-203,899 mm dan pada Ikan Tor soro betina matang gonad pada ukuran

56,878-1423,903 mm. Sehingga untuk kegiatan penangkapan hanya diperbolehkan menangkap ikan pada ukuran diatas batas ukuran tersebut, agar ikan yang belum matang gonad dapat matang gonad dan bereproduksi. Untuk Ikan

Tor spesies Tor tambroides pada panjang tubuh 415 mm dan berat tubuh 800 gram belum mengalami matang gonad, sehingga untuk spesies ini disarankan agar

Universitas Sumatera Utara 83

tidak melakukan penangkapan terhadap spesies ini agar ikan tersebut dapat berkembangbiak dan jumlah stok Tor tambroides di alam dapat terjaga.

Selain itu upaya lainnya yang dapat dilakukan guna menjaga kelestarian spesies ikan khususnya Ikan Tor (Tor spp.) perlu dilakukan restocking yaitu melakukan penebaran ke daerah tertentu, ikan yang ditebar tentunya harus sesuai dengan habitatnya dan ukurannya. Tujuan penebaran ini ada dua macam pertama untuk menambah populasi ikan agar tetap lestari dan kedua untuk meningkatkan jumlah tangkapan sebagai sumber pangan.

Penulis juga menyarankan agar pembudidayaan terhadap berbagai spesies

Ikan Tor (Tor spp.) dapat lebih ditingkatkan terutama pembudidayaan Ikan Tor dari jenis Tor tambroides. Karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan satu pun ikan betina dari spesies Tor tambroides yang mengalami matang gonad dan hasil tangkapan yang didapat hanya sedikit, sehingga untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan tersebut perlu dilakukan pembudidayaan agar dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat pengambilan Ikan Tor di alam dapat diminimalisir. Sebelum melakukan budidaya, ikan terlebih dahulu di domestikasi agar ikan terbiasa hidup dilingkungan terkontrol. Domestikasi merupakan suatu upaya agar hewan, termasuk ikan, yang biasa hidup liar (tidak terkontrol) menjadi dapat hidup dan dikembangbiakkan dalam kondisi yang terkontrol.

Universitas Sumatera Utara 84

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat dua jenis Ikan Tor (Tor

spp.) yang tertangkap di Hulu DAS Wampu yaitu jenis Tor soro dan

Tor tambroides. Berdasarkan analisis aspek pertumbuhan dengan

menggunakan persamaan panjang-berat terhadap kedua jenis ikan tersebut

diperoleh bahwa pola pertumbuhan Ikan Tor (Tor spp.) bersifat alometrik

negatif.

2. Aspek reproduksi Ikan Tor (Tor spp.) untuk nisbah kelamin Tor soro tidak

seimbang, sedangkan pada Ikan Tor tambroides berada dalam kondisi

seimbang. Tingkat kematangan gonad yang diperoleh pada Ikan Tor soro

jantan adalah TKG I, II, III, IV dan Tor soro betina TKG I, II, dan IV.

Tingkat kematangan gonad yang diperoleh pada Ikan Tor tambroides jantan

adalah TKG I, II, III dan Tor tambroides betina TKG I dan II. Ukuran

pertama kali matang gonad Ikan Tor soro jantan lebih besar daripada

Tor soro betina.

Saran

Penelitian ini merupakan data dasar dalam melakukan pengkajian stok terhadap Ikan Tor (Tor spp.) di Hulu DAS Wampu. Perlindungan ekologi di Hulu

DAS Wampu perlu diperhatikan kelestariaannya sebagai habitat bagi komunitas ikan penghuninya, termasuk Ikan Tor (Tor spp.).

Universitas Sumatera Utara 85

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S., D. Bakti, Desrita. 2014. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lemeduk (Barbodes Schwanenfeldii) di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumateraa Utara, Medan.

Andy Omar, S. Bin. 2005. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Jurusan Perikanan. Universitas Hasanuddin, Makassar. 168 hal.

Angelier, E. 2003. Ecology of Streams and Rivers. Science Publishers, Inc., Enfield and Plymouth.

Badan Pusat Statistik. 2013. Kabupaten Langkat dalam Angka. BPS Kabupaten Langkat, Langkat.

Bagenal, T.B. 1963. Variation inplaice fecundity in the Clyde Area. Journal of Marine Biological Association of the United Kindom. 43 : 391–399.

Bakhris, V. D. 2008. Aspek Reproduksi Ikan Motan (Thynnichthys polylepis Bleeker, 1860) di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ball, D. V. dan K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 250 hal.

Barus, T.A, 1996. Metodologi Ekologis untuk Menilai Kualitas Perairan Lotik. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Barus, T.A, 2004. Pengantar Limnology, Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press : Medan.

Burhanuddin, A. I. 2010. Ikhtiologi, Ikan dan Aspek Kehidupan. PT. Yayasan Citra Emulsi. Makasar. 322 hal.

Chambers, R. C. dan W. C. Leggett. 1996. Maternal Influences on Variation in Temperate Marine Fishes. Journal America Zoology. 36 : 180-196.

Dahlan, M. A., S. B. A. Omar, J. Tresnati. 2015. Nisbah Kelamin dan Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Layang Deles (Decapterus macrosoma Bleeker, 1841) di Perairan Teluk Bone, Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 25 (1) : 25-29. ISSN : 0853-4489.

Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico. Bandung Press, Bandung. 190 h.

Effendie. M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara 86

Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.

Fadil M.S. 2011. Kajian Beberapa Aspek Parameter Fisika Kimia Air dan Aspek Fisiologis Ikan yang Ditemukan pada Aliran Buangan Pabrik Karet di Sungai Batang Arau. Universitas Andalas, Padang.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. ITB. Kanisus: Yogyakarta

Fisesa, E. D., I. Setyobudiandi, M. Krisanti. 2014. Kondisi Perairan dan Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Depik. 3 (1) : 1-9. ISSN : 2089-7790.

Fujaya Y. 2004. Fisiologi ikan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Goudey, R. 2003. Nutrient Objectives for Rivers and Streams-Ecosystem Protection. Information Bulletin, Epa Victoria, Australia.

Haryono. 2003. Komunitas Ikan di Perairan Sekitar Bukit Batikap Kawasan Pegunungan Muller, Kalimantan Tengah. [Laporan Perjalanan]. Bogor: Puslit Biologi-LIPI.

Haryono. 2004. Komunitas Ikan Suku Cyprinidae di Perairan Sekitar Bukit Batikap Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah. Jurnal Iktiologi Indonesia. 4(2): 79-84.

Haryono dan A.H. Tjakrawidjaja. 2005. Pengenalan Jenis Ikan Tambra yang Bernilai Komersial Tinggi dan Telah Rawan Punah untuk Mendukung Domestikasinya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Haryono. 2006. Aspek Biologi Ikan Tambra (Tor tambroides Blkr) yang Eksotik dan Langka Sebagai Dasar Domestikasi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. 7 (2): 195-198.

Haryono dan A. H. Tjakrawidjaja. 2006. Morphological Study for Identification Improvement of Tambra Fish (Tor spp.: Cyprinidae) from Indonesia. Jurnal Biodiversitas. 7 (1) : 59-62. ISSN : 1412-033X.

Haryono dan Subagja, J. 2008. Populasi dan habitat ikan tambra, Tor tambroides (Bleeker, 1854) di Perairan Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah.LIPI-Bogor. Jurnal Biodiversitas, 9(4): 306- 309.

Hawa, A. M. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta (Id) : Gadjah Mada University Press.

Hedianto, D.A dan S.E.Purnamaningtyas. 2013. Biologi Reproduksi Ikan Golsom (Hemichromis elongatus, Guichenot1861) diWaduk Cirata, Jawa Barat. BAWAL Wid.Ris.Perik.Tangkap. 5 (3): 159-166.

Universitas Sumatera Utara 87

Heltonika, B. 2009. Kajian Makanan dan Kaitannya dengan Reproduksi Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kiat, Ng Chi. 2004. The Kings of The Rivers in Malayan and The Region. Selangor: Inter Sea Fishery.

Kottelat, M. 2012. Tor tambra. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2015.2. . Downloaded on 20 June 2018.

Lentera, Tim. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras. Agromedia Pustaka: Jakarta.

Lisna. 2013. Seksualitas, Nisbah Kelamin dan Hubungan Panjang-Berat (Rasbora argyrotaenia) di Sungai Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. 15 (2) : 07-14.

Lowe-Mc Connell R.H. 1987. Ecological Studies in Tropical Fish Communities. Cambridge University Press, London.

Makmur, S. 2003. Biologi Reproduksi, Makanan dan Pertumbuhan Ikan Gabus (Channa striata Bloch) di Daerah Banjiran Sungai Musi Sumatera Selatan. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Manalu, T. N. 2014. Pengamatan Histologi Gonad Ikan Bilih (Mystacoleucus padangesis). Universitas Sumatera Utara, Medan.

Maryono, Agus. 2007. Restorasi Sungai. Gadjah Mada University Press. UGM : Yogyakarta.

Mason, C.F. 1993. Biology of Freshwater Pollution. Longman Scientific and Technical, New York.

Mazzoni, R. and E.P. Caramaschi. 1997. Observation on The Reproductive Biology of Female Hypostomus Luetkeni Lacépède1803. Ecology of Freshwater Fish 6:53-55.

Medeiros, E.S.F., A.H. Arthington. 2008. The Importance of Zooplankton in The Diets of Three Native Fish Species in Floodplain Waterholes of a Dryland River, The Macintyre River, Australia. Hydrobiologia. 614:19–31. DOI 10.1007/s10750-008-9533-7.

Muchlisin, Z. A. 2010. Biodeversity of Freshwater Fishes in Aceh Province, Indonesia With Emphasis on Several Biological Aspects of The Depik (Rasbora tawarensis) an Endemic Species in Lake Laut Tawar. [Disertasi]. Universiti Sains Malaysia, Penang.

Universitas Sumatera Utara 88

Muhtadi, A., O. R. Dhuha, Desrita, T. Siregar, Muammar. 2017. Kondisi Habitat dan Keragaman Nekton di Hulu Daerah Aliran Sungai Wampu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Depik. 6 (2) : 90-99.

Nasution, S.H 2008. Ekobiologi dan Dinamika Stok Sebagai Dasar Pengelolaan Ikan Endemik Bonti-bonti (Praratherinastriata aurich). di Danau Towuti, Sulawesi Selatan. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York. 325 p.

Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fisheries. Translated from Russian by L. Barkett. Academic Press. London.

Nikolsky, G. V. 1969. Theory of Fish Population Dynamic, as The Biological Background of Rational Exploitation and Management of Fishery Resources. Academic Press. New York.

Nofrita, Dahelmi, H. Syandri., dan D. Tjong. 2013. Hubungan Tampilan Pertumbuhan dengan Karakteristik Habitat Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blekeer). Universitas Bung Hatta, Padang.

Novotny, V. dan H. Olem. 1994. Water Quality : Prevention, Identification and Management of Diffuse Pollution. New York : Van Nostrand Reinhold.

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi, edisi ke-3. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Pasisingi, N., N. T. M. Pratiwi, M. Krisanti. 2014. Kualitas Perairan Sungai Cileungsi Bagian Hulu Berdasarkan Kondisi Fisik-Kimia. Jurnal Depik. 3 (1) :56-64. ISSN : 2089-7790.

Perceka, M. L. 2011. Analisis Deskriptif Kemunduran Mutu Kulit Ikan Bandeng (Chanos chanos) Selama Penyimpanan Suhu Chilling Melalui Pengamatan Histologis. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pramadika, I.C. 2014.Kajian Biologi Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus Richardson, 1846). di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banter. [SKRIPSI]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Primyastanto, M., A. Efani, Somarno, S. Muhammad. 2013. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Payang Jurung di Selat Madura. Jurnal Wacana. 16 (1). ISSN : 2338-1884.

Radwan, M., P. Willems, A. El-Sadek, J. Berlamont. 2003. Modelling of Dissolved Oxygen and Biochemical Oxygen Demand in River Water Using a Detailed and a Simplified Model. International. Journal of River Basin Management. 1(2): 97–103.

Universitas Sumatera Utara 89

Rahardjo, M.F., D.S. Sjafei., R.Affandi dan Sulistiono. 2011. Ikhtiology. Penerbit Lubuk Agung, Bandung.

Rahayu, D. A. dan E. D. Nugroho. 2014. Pendekatan Fenetik Taksonomi dalam Identifikasi Kekerabatan dan Pengelompokkan Ikan Genus Tor di Indonesia. Jurnal Bioedukasi. 7 (1) : 60-64. ISSN : 1693-2654.

Rauf, A. 2011. Dasar-Dasar Pengolahan Daerah Aliran Sungai. USU PRESS : Medan.

Rochmatin, S. Y., A. Solichin, S. W. Saputra. 2014. Aspek Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) di Perairan Rawa Pening Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Diponegoro Journal of Maquares. 3 (3) : 153-159.

Sadovy, Y.J. 1996. Reproductive of Reef Fishery Species. pp: 15-19. in: N.V.C. Polunin and C.M. Roberts (eds.). Reef Fisheries. Chapman and Hall, London.

Saputra, S. W., P. Soedarsono dan G. A. Sulistyawati. 2009. Beberapa Aspek Biologi Ikan Kuniran (Upeneus spp) di Perairan Demak. Jurnal Saintek Perikanan. 5 (1) : 1 - 6.

Scottish Fisheries Co-Ordination Centre (SFCC). 2007. Fisheries Management SVQ Level 3: Manage Electrofishing Operations. Training Manual for Electrofishing Team Leader.

Sharfina, M. 2011. Aspek Biologi Ikan Selar Kuning (Caranx leptolepis) yang Didaratkan di TPI Tasik Agung I Rembang. [Skripsi]. Universitas Diponegoro, Semarang.

Siahaan, R., A. Indrawan, D. Soedharma, L. B. Prasetyo. 2012. Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat - Banten (Water Quality of Cisadane River, West Java - Banten). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sittadewi, E. H. 2008. Identifikasi Vegetasi di Koridor Sungai Siak dan Peranannya dalam Penerapan Metode Bioengineering. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 10 : 112-118.

Setiawan, B. 2007. Biologi Reproduksi dan Kebiasaan Makanan Ikan Lampam (Barbonymus schwanenfeldii) di Sungai Musi, Sumatera Selatan. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sinaga, E. S., C. P. Pulungan, dan D. Efizon. 2016. Length-weight and length- length relationship among the body parts of batak fish (Tor soro) from the upstream of the Aek Godang River, North Sumatera Province. Universitas Riau, Riau.

Universitas Sumatera Utara 90

Sjafei, D. S., C. P. H. Simanjuntak, dan M. F. Rahardjo. 2008. Perkembangan Kematangan Gonad dan Tipe Pemijahan Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Jurnal Iktiologi Indonesia. 8 (2).

Smith, H.M. 1945. The Freshwater fishes of Siam, or Thailand. Washington: Smithsonian Institution, United States National Museum.

Soenanthi, K.D. 2006. Studi Reproduksi Ikan Lidah (Cynoglossus lingua Hamilton-Buchanan) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Solang, M. 2010. Indeks Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus L) yang Diberi Pakan Alternatif dan Dipotong Sirip Ekornya. Jurnal Saintek. 5 (2).

Subagja, A. Wibowo, Marson. 2014. 2009. Pertumbuhan Ikan Semah (Tor tambra, Valenciennes, 1842) di Perairan Sungai Musi, Sumatera Selatan. Jurnal BAWAL. 2 (4) : 133-138.

Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Edisi 2. Universitas Andalas Padang : Padang.

Sulistiono, T. H. K., E. Riani, dan S. Watanabe. 2001. Kematangan Gonad Beberapa Jenis Ikan Buntal (Tetraodon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. 1 (2) : 25-30. ISSN 1693-0339.

Suwarso, D., W. Pralampita dan M. Wahyono. 2000. Biologi Reproduksi Malalugis Biru, Decapterus macarellus di Sulawesi Utara. Prossiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan 1999/2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Esplorasi Laut dan Perikanan.

Tang , U. M. dan A. Raiman. 2001. Biologi Reproduksi Ikan. Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan Universitas Riau. Pekanbaru. Halaman 153.

Tang, U. M. dan R. Affandi. 2001. Biologi Reproduksi Ikan. IPB Press, Bogor.

Tatangindatu, F., O. Kalesaran, R. Rompas. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. Jurnal Budidaya Perairan. 1 (2) : 8-19.

Tobing, V. H. L. 2015. Kepadatan dan Pola Pertumbuhan Ikan Jurung (Tor spp.) di Perairan Sungai Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Türkmen, M., O. Erdoğan, A. Yildirim and I. Akyurt. 2002. Reproductive Tactics, Age and Growth of Capoeta Capoeta Umbla Heckel 1843 from The Aşkale Region of The Karasu River, Turkey. Fisheries Research 54:317-328.

Universitas Sumatera Utara 91

Udupa. K., S. 1986. Statistical Method of Estimating The Size At First Maturity In Fisher. Universitas of Agricultural Sciences. India.

Unus, F. dan S. B. A. Omar. 2008. Analisis Fekunditas dan Diameter Telur Ikan Malalugis Biru (Decapterus macarellus Cuvier, 1833) di Perairan Kabupaten Banggai Kepulauan, Propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 20 (1) : 37-43. ISSN: 0853-4489.

Wahyuningsih, H. dan D. Suprihartini. 2004. Kepadatan Populasi Ikan Jurung (Tor sp.) di Sungai Bahorok Kabupaten Langkat. Jurnal Komunikasi Penelitian. 16 (5).

Walpole, U. O. 1992. Estimate of The Maximum Sustainable Yield of Sergestid Shrimp in The Waters Off Southwestern Taiwan. Journal of Marine Science and Technology. 18 : 652-658.

Wootton, R. J. 1990. Ecology of Teleost Fishes. University College of Wales,Aberystwyth. London. 403 p.

Yisa, J. dan T. Jimoh. 2010. Analytical Studies on Water Quality Index of River Landzu. American Journal of Applied Sciences. 7(4):453-458.

Yustina. 1998. Aspek Ekologi dan Reproduksi Ikan Kapiek (Puntius schawanefeldi Bleeker) di Sungai Rangau Kabupaten Rokan Hilir Riau. Universitas Riau, Riau.

Yustina dan Arnentis, 2002. Aspek Reproduksi Ikan Kapiek (Puntius schwanenfeldii Bleeker) di Sungai Rangau-Riau, Sumatra. Jurnal Matematika dan Sains. 7 (1) : 5-14.

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Alat dan Bahan

Milimeter Blok Satu Set Alat Bedah

GPS Cool Box

DO Meter pH Meter

Universitas Sumatera Utara

Timbangan Analitik Alat Tulis

Penggaris Kertas Label

Formalin 10% Sampel Ikan Tor (Tor spp.)

Universitas Sumatera Utara

Backpack Electrofishing Units Lampiran 2. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan

Pengkuran DO dan Suhu Pengukuran Kecerahan

Lampiran 3. Pembedahan Ikan

Pembedahan Awal Pemeriksaan Gonad

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Bahorok Juli 2017 Jenis Panjang Berat Total No. Nama Spesies TKG Kelamin Total (mm) (gram) 1 Tor soro J III 150 32,32 2 Tor soro J II 130 27,7 3 Tor soro J III 160 43,18 4 Tor soro J IV 170 47,44 5 Tor soro J IV 135 24,6 6 Tor soro J IV 167 19,28 7 Tor soro J IV 150 30,92 8 Tor soro J IV 150 28,63 9 Tor soro J II 127 20,09 10 Tor soro J I 100 9,5 11 Tor soro J III 145 26,78 12 Tor soro J IV 140 23,33 13 Tor soro J IV 245 129,34 14 Tor soro J IV 190 71,57 15 Tor soro J II 181 52,52 16 Tor soro B I 175 50,31 17 Tor soro B I 180 57,12 18 Tor soro B II 150 34,76 19 Tor soro B II 140 25,02 20 Tor soro B II 120 14,99 21 Tor soro B II 120 14,63 22 Tor soro B I 113 11,52 23 Tor soro B II 165 40,04 24 Tor tambroides J II 120 33,09 25 Tor tambroides J II 170 46,24 26 Tor tambroides J II 149 32,7 27 Tor tambroides J II 161 41,19

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Bahorok Agustus 2017 Jenis Panjang Berat Total No. Nama Spesies TKG Kelamin Total (mm) (gram) 1 Tor soro B II 145 30,61 2 Tor tambroides J III 415 800

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Bahorok September 2017 Jenis Panjang Berat Total No. Nama Spesies TKG Kelamin Total (mm) (gram) 1 Tor soro J IV 235 114,7 2 Tor soro J IV 173 40,1 3 Tor soro J III 178 40,67 4 Tor soro J II 162 50,15 5 Tor soro J IV 159 39,2 6 Tor soro J II 153 29,63 7 Tor soro J IV 129 18,02 8 Tor soro J III 144 26,98 9 Tor soro J IV 146 27,18 10 Tor soro J I 124 14,78 11 Tor soro B IV 321 284,15 12 Tor soro B II 183 55,19 13 Tor soro B II 184 46,5 14 Tor soro B II 160 36,94 15 Tor soro B II 182 52,83 16 Tor soro B II 154 32,3 17 Tor soro B II 171 39,95 18 Tor soro B II 152 29,75 19 Tor soro B II 155 31,7 20 Tor soro B II 152 28,52 21 Tor soro B II 145 25,21 22 Tor soro B I 138 20,46 23 Tor soro B II 137 21,38 24 Tor tambroides B I 176 48,98

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 7. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Berkail Juli 2017 Jenis Panjang Berat Total No. Nama Spesies TKG Kelamin Total (mm) (gram) 1 Tor soro J II 89 4,92 2 Tor soro J III 205 73,21 3 Tor soro J IV 140 23,31 4 Tor soro J II 117 10,36 5 Tor soro J IV 161 48,6 6 Tor soro J I 168 41,45 7 Tor soro B II 75 3,3 8 Tor soro B IV 317 319,61 9 Tor soro B II 210 80,6 10 Tor soro B I 185 56,67 11 Tor soro B I 162 42,26

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 8. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Berkail Agustus 2017 Jenis Panjang Berat Total No. Nama Spesies TKG Kelamin Total (mm) (gram) 1 Tor soro J II 234 105,28 2 Tor soro J I 119 15,54 3 Tor soro J IV 197 65,26 4 Tor soro J III 156 36,98 5 Tor soro J II 128 18,93 6 Tor soro J I 131 18,43 7 Tor soro J II 122 18,3 8 Tor soro J II 132 18,43 9 Tor soro J I 133 22,55 10 Tor soro J I 133 23,4 11 Tor soro J IV 144 30,47 12 Tor soro J I 126 18,47 13 Tor soro J III 135 24,59 14 Tor soro B IV 316 289,5 15 Tor soro B II 149 22,65 16 Tor soro B II 209 83,46 17 Tor soro B II 157 36,11 18 Tor soro B I 131 18,4 19 Tor soro B I 119 16,1 20 Tor soro B I 132 19,75 21 Tor soro B I 119 16,43 22 Tor soro B I 116 14,7 23 Tor soro B I 94 7,23 24 Tor soro B I 86 5,8 25 Tor tambroides J I 176 43,06 26 Tor tambroides J I 139 25,89 27 Tor tambroides J II 141 26,57 28 Tor tambroides J I 150 25,79 29 Tor tambroides B I 152 30,9 30 Tor tambroides B II 150 32,41 31 Tor tambroides B I 145 26,54 32 Tor tambroides B II 152 31,1 33 Tor tambroides B I 134 22,41 34 Tor tambroides B I 124 15,67 35 Tor tambroides B I 143 28,75 36 Tor tambroides B II 106 11,09

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9. Sampling Ikan Tor (Tor spp.) di Sungai Berkail September 2017 Jenis Panjang Berat Total No. Nama Spesies TKG Kelamin Total (mm) (gram) 1 Tor soro J I 116 14,76 2 Tor soro J I 142 23,68 3 Tor soro J I 130 21,99 4 Tor soro J I 127 18,08 5 Tor soro J I 132 20,16 6 Tor soro J I 147 21,98 7 Tor soro J I 142 24,98 8 Tor soro J I 112 11,44 9 Tor soro J II 135 21,36 10 Tor soro J I 134 22,17 11 Tor soro J I 131 19,65 12 Tor soro J I 124 16,17 13 Tor soro J IV 142 22,22 14 Tor soro J I 143 25,21 15 Tor soro J II 135 24,3 16 Tor soro J III 146 23,64 17 Tor soro J I 137 21,05 18 Tor soro J III 145 26,08 19 Tor soro J III 142 23,9 20 Tor soro J IV 145 26 21 Tor soro J IV 160 35,19 22 Tor soro J I 125 15,7 23 Tor soro J I 136 21,4 24 Tor soro J I 131 17,95 25 Tor soro J I 135 20,1 26 Tor soro J I 130 19,91 27 Tor soro J IV 145 24,36 28 Tor soro J I 124 16,5 29 Tor soro J III 127 16,7 30 Tor soro J I 104 9,29 31 Tor soro B II 144 25,14 32 Tor soro B I 135 18,64 33 Tor soro B I 144 23,4 34 Tor soro B I 144 25,75 35 Tor soro B II 132 24,36 36 Tor soro B I 135 20,14 37 Tor soro B I 132 20,17 38 Tor soro B I 129 16,76 39 Tor soro B I 130 16,07 40 Tor soro B I 145 22,67 41 Tor soro B I 135 21,66

Universitas Sumatera Utara

42 Tor soro B I 130 17,26 43 Tor soro B I 134 20,36 44 Tor soro B I 120 14,85 45 Tor soro B I 140 23,7 46 Tor soro B I 131 17,06 47 Tor soro B I 132 18,6 48 Tor soro B I 126 16,29 49 Tor tambroides J I 139 23,86 50 Tor tambroides J I 140 22,04 51 Tor tambroides B I 139 19,2 52 Tor tambroides B II 142 26,11 53 Tor tambroides B I 122 13,05

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 10. Perhitungan Indeks Kematangan Gonad Panjang Jenis BT BG IKG No. Nama Spesies TKG Total Kelamin (gram) (gram) (%) (mm) 1 Tor soro J III 150 32,32 0,63 1,95 2 Tor soro J II 130 27,7 0,36 1,30 3 Tor soro J III 160 43,18 0,96 2,22 4 Tor soro J IV 170 47,44 0,86 1,81 5 Tor soro J IV 135 24,6 0,61 2,48 6 Tor soro J IV 167 19,28 0,88 4,56 7 Tor soro J IV 150 30,92 0,86 2,78 8 Tor soro J IV 150 28,63 0,81 2,83 9 Tor soro J II 127 20,09 0,12 0,60 10 Tor soro J I 100 9,5 0,009 0,09 11 Tor soro J III 145 26,78 0,041 0,15 12 Tor soro J IV 140 23,33 0,97 4,16 13 Tor soro J IV 245 129,34 4,99 3,86 14 Tor soro J IV 190 71,57 2,25 3,14 15 Tor soro J II 181 52,52 0,17 0,32 16 Tor soro B I 175 50,31 0,22 0,44 17 Tor soro B I 180 57,12 0,38 0,67 18 Tor soro B II 150 34,76 0,74 2,13 19 Tor soro B II 140 25,02 0,34 1,36 20 Tor soro B II 120 14,99 0,09 0,60 21 Tor soro B II 120 14,63 0,07 0,48 22 Tor soro B I 113 11,52 0,04 0,35 23 Tor soro B II 165 40,04 0,09 0,22 24 Tor tambroides J II 120 33,09 0,12 0,36 25 Tor tambroides J II 170 46,24 0,14 0,30 26 Tor tambroides J II 149 32,7 0,13 0,40 27 Tor tambroides J II 161 41,19 0,15 0,36 28 Tor soro B II 145 30,61 0,27 0,88 29 Tor tambroides J III 415 800 10 1,25 30 Tor soro J IV 235 114,7 4,49 3,91 31 Tor soro J IV 173 40,1 1,87 4,66 32 Tor soro J III 178 40,67 0,21 0,52 33 Tor soro J II 162 50,15 0,25 0,50 34 Tor soro J IV 159 39,2 1,54 3,93 35 Tor soro J II 153 29,63 0,24 0,81 36 Tor soro J IV 129 18,02 0,72 4,00 37 Tor soro J III 144 26,98 0,42 1,56 38 Tor soro J IV 146 27,18 0,86 3,16

Universitas Sumatera Utara

39 Tor soro J I 124 14,78 0,01 0,07 40 Tor soro B IV 321 284,15 14,33 5,04 41 Tor soro B II 183 55,19 0,2 0,36 42 Tor soro B II 184 46,5 0,13 0,28 43 Tor soro B II 160 36,94 0,2 0,54 44 Tor soro B II 182 52,83 0,2 0,38 45 Tor soro B II 154 32,3 0,27 0,84 46 Tor soro B II 171 39,95 0,31 0,78 47 Tor soro B II 152 29,75 0,28 0,94 48 Tor soro B II 155 31,7 0,14 0,44 49 Tor soro B II 152 28,52 0,2 0,70 50 Tor soro B II 145 25,21 0,25 0,99 51 Tor soro B I 138 20,46 0,04 0,20 52 Tor soro B II 137 21,38 0,11 0,51 53 Tor tambroides B I 176 48,98 0,01 0,02 54 Tor soro J II 89 4,92 0,09 1,83 55 Tor soro J III 205 73,21 1,08 1,48 56 Tor soro J IV 140 23,31 0,59 2,53 57 Tor soro J II 117 10,36 0,016 0,15 58 Tor soro J IV 161 48,6 1,59 3,27 59 Tor soro J I 168 41,45 0,005 0,01 60 Tor soro B II 75 3,3 0,08 2,42 61 Tor soro B IV 317 319,61 7,68 2,40 62 Tor soro B II 210 80,6 0,25 0,31 63 Tor soro B I 185 56,67 0,1 0,18 64 Tor soro B I 162 42,26 0,22 0,52 65 Tor soro J II 234 105,28 0,23 0,22 66 Tor soro J I 119 15,54 0,08 0,51 67 Tor soro J IV 197 65,26 1,84 2,82 68 Tor soro J III 156 36,98 0,45 1,22 69 Tor soro J II 128 18,93 0,12 0,63 70 Tor soro J I 131 18,43 0,05 0,27 71 Tor soro J II 122 18,3 0,06 0,33 72 Tor soro J II 132 18,43 0,04 0,22 73 Tor soro J I 133 22,55 0,09 0,40 74 Tor soro J I 133 23,4 0,08 0,34 75 Tor soro J IV 144 30,47 0,04 0,13 76 Tor soro J I 126 18,47 0,04 0,22 77 Tor soro J III 135 24,59 0,31 1,26 78 Tor soro B IV 316 289,5 16,45 5,68 79 Tor soro B II 149 22,65 0,16 0,71 80 Tor soro B II 209 83,46 0,33 0,40

Universitas Sumatera Utara

81 Tor soro B II 157 36,11 0,21 0,58 82 Tor soro B I 131 18,4 0,06 0,33 83 Tor soro B I 119 16,1 0,04 0,25 84 Tor soro B I 132 19,75 0,05 0,25 85 Tor soro B I 119 16,43 0,06 0,37 86 Tor soro B I 116 14,7 0,03 0,20 87 Tor soro B I 94 7,23 0,03 0,41 88 Tor soro B I 86 5,8 0,05 0,86 89 Tor tambroides J I 176 43,06 0,13 0,30 90 Tor tambroides J I 139 25,89 0,16 0,62 91 Tor tambroides J II 141 26,57 0,1 0,38 92 Tor tambroides J I 150 25,79 0,03 0,12 93 Tor tambroides B I 152 30,9 0,02 0,06 94 Tor tambroides B II 150 32,41 0,12 0,37 95 Tor tambroides B I 145 26,54 0,06 0,23 96 Tor tambroides B II 152 31,1 0,15 0,48 97 Tor tambroides B I 134 22,41 0,06 0,27 98 Tor tambroides B I 124 15,67 0,06 0,38 99 Tor tambroides B I 143 28,75 0,05 0,17 100 Tor tambroides B II 106 11,09 0,04 0,36 101 Tor soro J I 116 14,76 0,01 0,07 102 Tor soro J I 142 23,68 0,01 0,04 103 Tor soro J I 130 21,99 0,01 0,05 104 Tor soro J I 127 18,08 0,01 0,06 105 Tor soro J I 132 20,16 0,01 0,05 106 Tor soro J I 147 21,98 0,03 0,14 107 Tor soro J I 142 24,98 0,01 0,04 108 Tor soro J I 112 11,44 0,01 0,09 109 Tor soro J II 135 21,36 0,08 0,37 110 Tor soro J I 134 22,17 0,01 0,05 111 Tor soro J I 131 19,65 0,01 0,05 112 Tor soro J I 124 16,17 0,01 0,06 113 Tor soro J IV 142 22,22 0,12 0,54 114 Tor soro J I 143 25,21 0,01 0,04 115 Tor soro J II 135 24,3 0,04 0,16 116 Tor soro J III 146 23,64 0,22 0,93 117 Tor soro J I 137 21,05 0,01 0,05 118 Tor soro J III 145 26,08 0,23 0,88 119 Tor soro J III 142 23,9 0,3 1,26 120 Tor soro J IV 145 26 0,49 1,88 121 Tor soro J IV 160 35,19 0,59 1,68 122 Tor soro J I 125 15,7 0,01 0,06

Universitas Sumatera Utara

123 Tor soro J I 136 21,4 0,01 0,05 124 Tor soro J I 131 17,95 0,01 0,06 125 Tor soro J I 135 20,1 0,01 0,05 126 Tor soro J I 130 19,91 0,03 0,15 127 Tor soro J IV 145 24,36 0,46 1,89 128 Tor soro J I 124 16,5 0,01 0,06 129 Tor soro J III 127 16,7 0,11 0,66 130 Tor soro J I 104 9,29 0,01 0,11 131 Tor soro B II 144 25,14 0,08 0,32 132 Tor soro B I 135 18,64 0,01 0,05 133 Tor soro B I 144 23,4 0,01 0,04 134 Tor soro B I 144 25,75 0,05 0,19 135 Tor soro B II 132 24,36 0,04 0,16 136 Tor soro B I 135 20,14 0,01 0,05 137 Tor soro B I 132 20,17 0,01 0,05 138 Tor soro B I 129 16,76 0,01 0,06 139 Tor soro B I 130 16,07 0,01 0,06 140 Tor soro B I 145 22,67 0,01 0,04 141 Tor soro B I 135 21,66 0,01 0,05 142 Tor soro B I 130 17,26 0,01 0,06 143 Tor soro B I 134 20,36 0,01 0,05 144 Tor soro B I 120 14,85 0,01 0,07 145 Tor soro B I 140 23,7 0,01 0,04 146 Tor soro B I 131 17,06 0,01 0,06 147 Tor soro B I 132 18,6 0,01 0,05 148 Tor soro B I 126 16,29 0,01 0,06 149 Tor tambroides J I 139 23,86 0,04 0,17 150 Tor tambroides J I 140 22,04 0,01 0,05 151 Tor tambroides B I 139 19,2 0,01 0,05 152 Tor tambroides B II 142 26,11 0,14 0,54 153 Tor tambroides B I 122 13,05 0,01 0,08

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. Perhitungan Fekunditas Nama PT BT BG V Q X F No. TKG Spesies (mm) (gram) (gram) (ml) (gram) (Butir) (Butir) 1 Tor soro IV 317 319,61 9,97 15 3,77 32 1.270 2 Tor soro IV 316 289,5 7,40 15 2,47 28 1.260 3 Tor soro IV 321 284,15 4,74 15 1,48 26 1.250

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 12. Rasio Kelamin Ikan Tor (Tor spp.) Jantan Betina Total Lokasi Bulan Nama Spesies TKG TKG TKG TKG TKG TKG TKG TKG TKG TKG TKG TKG Pengamatan Pengamatan I II III IV I II III IV I II III IV Sungai Tor soro Juli 1 3 3 8 3 5 0 0 4 8 3 8 Bahorok Agustus 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 September 1 2 2 5 1 11 0 1 2 13 2 6 Tor tambroides Juli 0 4 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 Agustus 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 September 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 Sungai Tor soro Juli 1 2 1 2 2 2 0 1 3 4 1 3 Berkail Agustus 5 4 2 2 7 3 0 1 12 7 2 3 September 20 2 4 4 16 2 0 0 36 4 4 4 Tor tambroides Juli 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Agustus 3 1 0 0 5 3 0 0 8 4 0 0 September 2 0 0 0 2 1 0 0 4 1 0 0

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 13. Contoh Perhitungan Pengelompokan Umur Pertama Kali Matang Gonad Ikan Tor (Tor spp.)

Pi*Q/Ni- SKB SKA SK Nilai Tengah Xk ri ni Pi X(i+1)-Xi Q=1-Pi 1 100 133 100-133 116,5 2,07 1 5 0,2000 0,1112 0,80 0,04 134 167 134-167 150,5 2,18 11 13 0,8462 0,0885 0,15 0,01 168 201 168-201 184,5 2,27 4 5 0,8000 0,0735 0,20 0,04 202 235 202-235 218,5 2,34 1 1 1,0000 0,0628 0,00 0,00 236 269 236-269 252,5 2,40 1 1 0,0000 0,0549 1,00 0,00 270 303 270-303 286,5 2,46 0 0 0,0000 0,0487 1,00 0,00 304 337 304-337 320,5 2,51 0 0 0,0000 0,0000 1,00 0,00 JUMLAH 18 25 0,7200 0,4395 0,1099

Log M 2,153363884 m 142,352 dengan limit kepercayaan 95% Antilog(logM±1,96√(pi-qi)/(ni-1)) Plus 2,309414509 203,8987 Minus 1,997313259 99,38326

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 14. Sebaran Diameter Telur Ikan Tor soro

Diameter telur Diameter telur (µm) (µm) 24,4 25,8 30,8 26 27,3 25,1 25,3 26,5 30,6 25,5 29,6 26,8 27,4 22,4 30,7 22,8 31,6 25,6 32,2 26,1 29 22,7 22 28,2 19,2 28 15,8 22,4 18,4 26,1 26,1 26,1 22,1 21,6 29,2 22,3 23,3 20,9 27,4 14 27,1 10,9 23,6 14 24,3 14,5 28,8 12,7 20,8 14 24,9 14,4 18,6 15,5 18,7 15,5 20,4 14,8 25,3 10,2 25,6 27,6 25,4 17,4

Universitas Sumatera Utara

Min 10,2

Max 32,2

Rata-rata 23,00469

Wilayah 22 n 64

Komponen 3,3

Banyak 6,960394 7 kelas Panjang 3,160741 4 kelas

SKB SKA SK BB BA

10,2- 10,2 13,2 9,7 13,7 13,2 14,2- 14,2 17,2 13,7 17,7 17,2 18,2- 18,2 17,2 17,7 17,7 17,2 22,2- 22,2 25,2 21,7 25,7 25,2 26,2- 26,2 29,2 25,7 29,7 29,2 30,2- 30,2 33,2 29,7 33,7 33,2 34,2- 34,2 37,2 33,7 37,7 37,2

Bin Frequency 13,7 3 17,7 10 17,7 0 25,7 27 29,7 19 33,7 5 37,7 0 More 0

Universitas Sumatera Utara