67

PEMBANGUNAN PULAU RUPAT DAN PENGELOLAAN DAMPAK TERHADAP EKOSISTEM PESISIR

Yeeri Badrun1), Mubarak2) 1Jurusan Biologi, Fakultas Mipa dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Email: [email protected] 2 Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Riau

ABSTRAK Pulau Rupat merupakan salah satu pulau yang berada di wilayah Kabupaten Provinsi Riau. Pulau Rupat tergolong pada Pulau Kecil. Dalam RPJMD Bengkalis dipaparkan bahwa Pulau Rupat akan dijadikan sebagai pusat pariwisata unggulan daerah, sektor perkebunan, sektor peternakan, perikanan dan kelautan. Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil menghadapi berbagai ancaman baik dari aspek ekologi yaitu terjadinya penurunan kualitas lingkungan, seperti pencemaran, perusakan ekosistem. Kajian ini dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan pembnagunan di Pulau Rupat dan potensi dampak yang akan berpengaruh terhadap ekosistem Pesisir Pulau Rupat. Kajian diharapkan bermanfaat sebagai salah satu masukan bagi pemerintah daerah dalam merancang kebijakan dan strategi pembangunan pulau Rupat untuk memperkecil dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dari pembangunan tersebut.. Metode kajian dilakukan dengan pendekatan desk study, dengan menggunakan berbagai literatur penelitian yang pernah dilakukan di lokasi kajian. Data pendukung lainnya juga dikumpulkan dari dokumen-dokumen resmi yang diterbitkan instansi lembaga Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis dan Provinsi Riau. Pengamatan lapangan secara visual juga dilakukan untuk lebih mengenali dan mengetahui kondisi di Pulau Rupat secara langsung. Pulau Rupat menghadapi dua potensi ancaman langsung sekaligus terhadap ekosistemnya, yaitu Perubahan Iklim dan pemanfaatan Sumberdaya alam yang meningkat seiring dengan rencana menjadikan pulau Rupat Bagian Utara menjadi kawasan Pariwisata sedangkan bagian selatan menjadi kawasan perkebunan dan pertanian. Oleh karenanya pengelolaan wilayah ini harus mengintegrasikan wilayah daratan dan lautnya menjadi satu kesatuan dan keterpaduan pengelolaan serta mengintegrasikan dan mempaduserasikan antara misi konservasi dengan misi ekonomi.

Kata Kunci: Pulau Kecil, Pembangunan, Dampak, Perubahan Iklim, Pemanfaatan Sumberdaya alam

1. PENDAHULUAN Pulau Rupat merupakan salah satu pulau yang berada di wilayah Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Luas wilayah Pulau Rupat 1.524,85 km2 (BPS Bengkalis, 2016 ) dengan panjang garis pantai sekitar 157 km (DKP Bengkalis 2015) . Pulau Rupat memiliki 15 buah pulau‐pulau kecil yang telah memiliki nama dengan karakteristik merupakan endapan‐endapan geologis hasil dinamika arus dan angin di perairan sekitarnya (RPJMD Bengkalis 2016-2021 ). Merujuk pada UU No. 27 Tahun 2007, disebutkan bahwa pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 Km2 beserta kesatuan ekosistemnya, maka Pulau Rupat tergolong pada Pulau Kecil.

Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017

68

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Bengkalis, Pulau Rupat disebutkan sebagai Gerbang Pesisir Provinsi Riau. Selain itu, potensi wisata bahari yang ada di pulau terluar tersebut masuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KPSN). Dimana dalam RPJMD dipaparkan bahwa Pulau Rupat akan dijadikan sebagai pusat pariwisata unggulan daerah, sektor perkebunan, sektor peternakan, perikanan dan kelautan. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Rupat Utara merupakan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Untuk mewujudkan program pemerintah tersebut, hingga saat ini telah menggelontorkan biaya hingga Rp 300 miliar untuk membangun jalan lingkar Pulau Rupat, melalui sistem multiyears dan masih akan melanjutkan pekerjaan pembangunan jalan lingkar yang baru selesai 80 persen. Selain jalan lingkar yang merupakan jalan utama, pembangunan jalan poros antar desa juga harus dilakukan, demikian juga halnya dengan pelabuhan, baik itu pelabuhan ferry penyeberangan roro dan pelabuhan kapal penumpang. Sebagai wilayah pulau kecil pembangunan yang masif didaratan pulau pasti memberikan dampak terhadap ekosistem di lingkungan pesisir di sekelilingnya. Pengembangan kawasan pulau-pulau kecil seperti Pulau Rupat merupakan suatu proses yang akan membawa suatu perubahan pada ekosistemnya. Perubahan-perubahan tersebut akan membawa pengaruh pada lingkungan hidup. Semakin tinggi intensitas pengelolaan dan pembangunan yang dilaksanakan semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya yang ujungnya juga akan berdampak pada perubahan-perubahan lingkungan yang akan terjadi di kawasan pulau tersebut. Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil menghadapi berbagai ancaman baik dari aspek ekologi yaitu terjadinya penurunan kualitas lingkungan, seperti pencemaran, perusakan ekosistem. Oleh karena itu, di dalam mengantisipasi perubahan-perubahan dan ancaman- ancaman tersebut, maka haruslah dilakukan kajian secara komprehensif dan terpadu sebelum melakukan mengembangkan dan memanfaatkan pulau Rupat tersebut. Kajian ini dilakukan bertujuan untuk mengindentifikasi kegiatan-kegiatan Pulau Rupat dan potensi dampak yang akan berpengaruh terhadap ekosistem Pesisir Pulau Rupat. Kajian diharapkan bermanfaat sebagai salah satu masukan bagi pemerintah daerah dalam merancang kebijakan dan strategi pembangunan pulau Rupat untuk memperkecil dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dari pembangunan tersebut.

2. METODA Kajian ini difokuskan pada wilayah pulau Rupat Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Kajian dilakukan dari bulan Juli hingga Oktober 2017. Metode kajian dilakukan dengan pendekatan desk study, dengan menggunakan berbagai literatur penelitian yang pernah dilakukan di lokasi kajian. Data pendukung lainnya juga dikumpulkan dari dokumen-dokumen resmi yang diterbitkan instansi lembaga Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis dan Provinsi Riau. Pengamatan lapangan secara visual juga dilakukan untuk lebih mengenali dan mengetahui kondisi di Pulau Rupat secara langsung. Pengamatan yang dilakukan meliputi kondisi visual perairan, lahan, pemukiman masyarakat, dan ekosistem pantai di daerah tersebut. Hasil pengamatan digunakan untuk melengkapi data dan informasi yang digunakan dalam pembahasan kajian ini.

Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017

69

3. HASIL Secara geografis Pulau Rupat Berada pada Koordinat 2°6'35.79" - 1°42'29.12"LU dan 101°23'22.91" -101°46'32.87"BT. Di Sebelah Utara dan Timur, Pulau Rupat Berhadapan langsung dengan Selat Malaka, yang berarti berbatasan dengan Negara Malaysia, dan di sebelah Selatan dan barat berhadapan dengan Selat Rupat dan Kota . Pulau Rupat berada diantara 2 jalur pelayaran internasional, yaitu Selat Malaka dan Selat Rupat (www.shipmap.org). Wilayah Pulau Rupat merupakan bagian dari Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Pulau Rupat terdiri dari 2 kecamatan yaitu Kecamatan Rupat dan Kecamatan Rupat Utara. Kecamatan Rupat meliputi 16 desa/kelurahan dan Kecamatan Rupat Utara meliputi 8 desa/kelurahan. Secara administratif, Pulau Rupat berbatasan dengan: Sebelah utara : berbatasan dengan Selat Malaka Sebelah selatan : berbatasan dengan Kota Dumai Sebelah barat : berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Dumai Sebelah timur : berbatasan dengan Kecamatan Bengkalis

Gambar 1. Lokasi Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis

Berdasarkan kondisi geologis, formasi-formasi utama yang menyusun Pulau Rupat terdiri dari formasi Endapan Permukaan Muda (Qh) dan Formasi Endapan Permukaan Tua (QP). Pulau Rupat tersusun atas 8 (delapan) sistem lahan, yaitu sistem-sistem lahan Beliti, Gambut, Kahayan, Kajapah, Mendawai, Muara Beliti, Puting, dan Sungai. Sedangkan berdasarkan ekoregion, pulau Rupat terbagi menjadi Dataran Fluvomarine dan Lahan Gambut. Sistem lahan yang memiliki luasan terbesar adalah sistem lahan Mendawai (A11), yaitu seluas 48,954.69 hektar atau 32.20% dari keseluruhan luas Pulau Rupat. Sistem lahan ini merupakan rawa-rawa gambut dangkal. Satuan lahan di Pulau Rupat dapat dikelompokkan kedalam 2 kelompok satuan lahan, yaitu kelompok satuan lahan kubah gambut (D) dengan areal terluas adalah kubah gambut oligotropik air tawar (38.430,94 ha) dan kelompok satuan lahan marin (B) yang meliputi 41,85% luas Pulau Rupat. Jenis tanah di Pulau Rupat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah kelompok tanah mineral dengan tingkat perkembangan muda, baik dengan ciri hidromorfik maupun tanpa ciri hidromorfik. Seluas 52.613,46 Ha

Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017

70

kelompok kedua adalah kelompok tanah-tanah organik, atau secara populer sering disebut sebagai tanah gambut seluas 88.409,62 Ha. Pulau Rupat berbentuk dataran rendah. Ketinggian maksimum adalah 25 m di atas permukaan laut (dpl). Pulau Rupat memiliki topografi datar. Kelas kemiringan lereng dominan adalah kelas 0-3%. Tipe iklim Tropis, Jumlah curah hujan 2,356 mm/tahun, Temperatur udara 25,5-26,4 oC, Tekanan udara rata-rata 1.010,5 mmHg. Pulau Rupat memiliki 6 buah sungai, yaitu Sungai Senebak, Sungai Raya, Sungai Rempang, Sungai Nyiur, Sungai Sair dan Sungai Penonton. Lebar Sungai berkisar antara 8 - 15 m dengan kedalaman 0,5 – 1,5 m. Debit sesaat diperkirakan berkisar antara 3,6 – 6,0 m3/dtk, dengan dasar sungai berlumpur, pasir dan kwarsa. Potensi sedimentasi seluruh sungai berkisar antara 8,09 – 31,6 ton/tahun. Kedalaman perairan di sekitar Selat Rupat terdapat palung-palung yang relatif terjal. Perairan di sebelah barat, yaitu yang mengarah ke Selat Malaka memiliki dataran bawah lautnya relatif datar. Kedalaman perairan sebelah timur, selatan dan utara Pulau Rupat berkisar antara 10 sampai 30 m, sedangkan kedalaman perairan di sebelah timur laut dan timur berkisar antara 30 sampai >50 m.

Pulau Rupat mempunyai beberapa tipologi ekosistem, di antaranya semak belukar, habitat hutan mangrove, dan habitat hutan sekunder. Ekosistem semak belukar dan habitat hutan sekunder hampir dapat dijumpai di seluruh wilayah pulau, sedangkan habitat hutan mangrove dijumpai di sepanjang pesisir pulau. Ekosistem ini memiliki keterkaitan yang erat dengan vegetasi yang tumbuh dan satwa yang dapat hidup di habitat tersebut. Liputan lahan Pulau Rupat mencakup 7 (tujuh) jenis liputan lahan, yaitu Sungai / Danau, Hutan, Pemukiman, Perkebunan, Rawa, Sawah Irigasi, dan Tanah Ladang. Wilayah pesisir Pulau Rupat dapat dibagi menjadi 2 zona utama, yaitu Zona utara dan timur yang didominasi tipe pantai berpasir karena berhadapan langsung dengan Selat Malaka dan sebagian kecil ditutupi vegetasi mangrove. Sedangkan bagian barat dan selatan didominasi oleh pantai lumpur berpasir dengan tutupan vegetasi mangrove hingga ke bibir pantai. Sebagai wilayah pulau kecil pembangunan yang masif didaratan pulau pasti memberikan dampak terhadap lingkungan pesisir di sekelilingnya. Dari seluruh lahan seluas 1.524,85 km2, sebahagian telah dibuka dan menjadi lahan perkebunan. Total seluruh jumlah penduduk Pulau Rupat tahun 2016 di Kecamatan Rupat 33.470 jiwa sedangkan di kecamatan Rupat Utara 14.399 Jiwa. Kepadatan Punduk Pulau ini sebesar 31 Jiwa/Km2. Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan dari Kementerian Kehutanan (Baplan, 2002), lahan di Pulau Rupat tergolong dalam 3 status hutan (Gambar 3a), yaitu Hutan/Kawasan Lindung, Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Konversi (HPK). Kawasan Lindung mencakup kawasan di pinggiran Selat Morong di bagian utara pulau. HPT mencakup sebagian besar Pulau Rupat dimulai di bagian tengah, sedangkan HPK mencakup kawasan pinggiran pulau. Hasil analisis liputan lahan Widiatmaka at al (2014) menunjukkan bahwa liputan lahan yang memiliki luasan terbesar adalah rawa, meliputi 56,49 % luas seluruh pulau atau 92.278,14 hektar. perencanaan hanya dapat dilakukan pada bagian kawasan yang dapat diizinkan untuk penggunaan budidaya, yaitu pada HPK, inipun tentu harus melalui proses pelepasan kawasan hutan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Kawasan lindung, dengan zona inti di bagian tengah harus tetap dijaga sebagai kawasan resapan dan perlindungan pulau.

Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017

71

Gambar 2. (a) kawasan hutan Pulau Rupat (Baplan, 2002), (b) tutupan lahan (Widiatmaka at a,l 2014),

Komponen penyusun tataguna lahan dan tataruang meliputi: (i) Komponen pengembangan wilayah berbasis eko-wisata, dikonsentrasikan di bagian utara pulau; bagian ini dibangun berdasarkan tataruang wisata yang telah direncanakan terdahulu (Pemkab Bengkalis, 2004); (ii) Komponen pengembangan wilayah berbasis pertanian dan perkebunan, dikonsentrasikan di bagian barat dan timur pulau, dengan pusat pengembangan di Teluk Lencah di bagian timur, yang dirancang berdasarkan potensi sumberdaya kesesuaian untuk perkebunan hasil analisis penelitian ini, (iii) Komponen pengembangan wilayah berbasis perikanan, meliputi perairan Pulau Rupat dan Selat Morong, dengan pusat pengembangan di Pangkalan Nyirih yang terletak di bagian hilir Sungai Morong, sekaligus untuk memudahkan pembangunan darmaga perikanan; komponen ini dibangun berdasarkan hasil analisis kesesuaian budidaya perikanan, dan (iv) Komponen pusat pemerintahan dan administrasi dikonsentrasikan di Pangkalan Nyirih di bagian timur atau Batu Panjang di bagian selatan.

Gambar 3. Alokasi Ruang Untuk Berbagai Penggunaan di Pulau Rupat (Widiatmaka at a,l 2014),

Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017

72

Menurut Rencana Tata Ruang, Total areal Pulau Rupat yang telah direncanakan pemanfaatan ruangnya sebagai berikut.

Tabel 1. Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang Pulau Rupat Berdasarkan RTRWP Riau 2015. Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang Luas (ha)

Gambut yang Harus Dideliniasi Melalui Penelitian Lapangan 34,401.0 Kawasan Hutan Produksi Tetap 10,043.9 Kawasan Pantai Berhutan Bakau 18,006.2 Kawasan Perkebunan Besar Negara/Swasta (Termasuk 61,062.0 KawasanKoperasi) Perkebunan Rakyat 2,876.2 Kawasan Pertanian Lahan Basah 18,605.6 Kawasan Wisata Alam - Pantai dan Laut 3,403.5 Pulau-pulau kecil dipertahankan sebagai hutan alam 369.9 Jumlah 148,795.3

Tabel 2. Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang Pulau Rupat Berdasarkan RTRWK Bengkalis.

Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang Luas (ha) Kawasan Hutan Lindung Gambut 12,658.5 Kawasan Hutan Produksi Tetap (Mencakup Lindung Gambut 32,171.7 Yang Harus Didelineasi) Kawasan Pantai Berhutan Bakau 21,303.5 Kawasan Pendidikan dan Penelitian Pertanian 5,001.6 Kawasan Perkebunan Besar Negara/Swasta (Termasuk 47,466.0 Koperasi)Kawasan Perkebunan Rakyat 25,844.1 Kawasan Perkebunan Rakyat (Dominasi Tanaman Kelapa) 728.8 Kawasan Pertanian Lahan Basah (Jenis Tanaman Padi Sawah) 2,935.8 Kawasan Pertanian Lahan Basah (Jenis Tanaman Sagu) 699.9 Kawasan Pertanian Lahan Kering 3,949.0 Kawasan Wisata 313.8 Permukiman Pedesaan Eksisting 841.0 Jumlah 153,913.5

Pengembangan infrastruktur wilayah difokuskan kepada wilayah-wilayah yang di dorong perkembangannya pada wilayah utara, selatan dan bagian timur. Kebijakan pengembangan infrastruktur dibatasi kearah tengah pulau karena merupakan area kawasan lindung. Kebutuhan air bersih bagi Pulau Rupat secara garis besar dibedakan menjadi 2 kategori utama, yaitu untuk kegiatan rumah tangga dan untuk kegiatan non rumah tangga. Untuk kegiatan rumah tangga, kebutuhan adalah sebesar 3.040.160 liter/hari. Untuk kegiatan non

Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017

73

rumah tangga, kebutuhan adalah sebesar 912.048 liter/hari. Pada tahun 2021 kebutuhan rumah tangga diperkirakan sebesar 5.312.800 liter/hari, sedangkan untuk kegiatan non-rumah tangga adalah sebesar 1.593.840 liter/hari. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut, terdapat beberapa alternatif yang dapat dilakukan, yaitu: Penggunaan air baku dari Sungai Raya, untuk wilayah-wilayah perencanaan sekitar Pangkalan Nyirih, Tanjung Makeruh, Sungai Cingam dan sebagian lokasi transmigrasi Morong Timur. Penggunaan air baku Sungai Sahir untuk lokasi transmigrasi Morong Barat dan Titi Akar. Daerah yang sumber airnya berasal dari tanah gambut, diperlukan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Gambut (IPAG) disertai dengan pembuatan waduk penampungan air hujan. Penggunaan IPAG untuk sebagian lokasi Morong Barat dan sebagian lokasi Morong Timur. Penggunaan polder sistem untuk lokasi Morong Barat Daya. Perkiraan kebutuhan energi listrik pada tahun 2021 di Pulau Rupat sebesar 16.71 MVA. Kebutuhan listrik ini mencakup kegiatan permukiman yang memerlukan tambahan kebutuhan listrik sebesar 12,64 MVA. Untuk kebutuhan komersial adalah sebesar 1,26 MVA dan untuk kebutuhan fasilitas sosial sebesar 0.63 MVA. Untuk melayani kebutuhan listrik bagi seluruh penduduk serta kegiatan kegiatan lainnya yang direncanakan di Pulau Rupat seperti kegiatan pariwisata, industri, dan lain-lain, maka pada akhir tahun rencana penyediaan kebutuhan listrik sebesar 30 MVA beserta jaringannya. Aktivitas di Pulau Rupat pada Tahun 2021 akan memproduksi sampah sebesar 815.620 m3 per hari. Kerja sama antara berbagai stakeholders serta peran serta dari masyarakat sendiri dalam pengelolaan persampahan merupakan salah satu syarat agar pengelolaan yang dilakukan dapat berhasil. Untuk kebutuhan pada tahun 2021 maka berdasarkan jumlah penduduk yang ada dari hasil proyeksi akan diperlukan adanya kebutuhan fasilitas pendidikan sejumlah 53 TK, 27 SD, 5 SMP (15 lokal) dan 3 SMA (10 lokal). Pengembangan jaringan jalan di Pulau Rupat di arahkan pada peningkatan jalan yang telah ada dengan konstruksi beton dan pengembangan jaringan jalan baru. Pembangunan jalan yang direncanakan adalah jalan dengan lebar jalan 15 meter dengan badan jalan memiliki lebar 7 m. Jalan seperti ini diharapkan akan dapat melayani aktivitas ekonomi seperti pengangkutan/perpindahan barang dan orang secara baik. Pembangunan dermaga sangat diperlukan khususnya pada Sungai Morong dengan alternatif di Pangkalan Nyirih ke arah (timur) muara dari sungai Morong sebagai dermaga utama untuk pengembangan alternatif kotanya untuk mendukung daerah hinterland. Pengembangan pelabuhan memerlukan penyediaan ruang untuk alat angkut tersebut, tempat berhenti (untuk bongkar muat), mengatur kegiatan perangkutan, menentukan tempat perhentian, lokasi untuk berproduksi dan lebih jauh melakukan tempat pengolahan ikan sampai dengan pengalengan ikan.

4. PEMBAHASAN

Pulau-pulau kecil didefinisikan berdasarkan dua kriteria utama yaitu luasan pulau dan jumlah penduduk yang menghuninya. Definisi pulau-pulau kecil yang dianut secara nasional sesuai dengan Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 adalah pulau yang berukuran

Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017

74

kurang atau sama dengan 10.000 km2 , dengan jumlah penduduk kurang atau sama dengan 200.000 jiwa. Di samping kriteria utama tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga bersifat insular; mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; memiliki daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya. Berdasarkan tipenya, pulau-pulau kecil dibedakan menjadi pulau benua, pulau vulkanik dan pulau karang. Masing-masing tipe pulau tersebut memiliki kondisi lingkungan biofisik yang khas, sehingga perlu menjadi pertimbangan dalam kajian dan penentuan pengelolaan agar berkelanjutan. Hal ini akan berpengaruh pula terhadap pola permukiman yang berkembang di pulau-pulau kecil berdasarkan aktivitas yang sesuai dengan kondisi lingkungan biofisik tersebut. Misalnya tipologi pulau kecil tersebut lebih dominan ke arah pengembangan budidaya perikanan, maka kemungkinan besar pola permukiman yang berkembang adalah masyarakat nelayan. Wilayah pesisir Pulau Rupat memiliki ekosistem yang memiliki keterkaitan erat dengan daerah daratannya (upland) baik melalui aliran air sungai, air permukaan (run off) maupun air tanah (ground water), dan dengan aktivitas manusia serta kencederungan perubahan iklim yang berpontensi menaikkan muka air laut, perubahan arus dan tinggi gelombang, serta perubahan pola pasang surut. Keterkaitan tersebut menyebabkan terbentuknya kompleksitas dan kerentanan di wilayah pesisir. Secara konseptual, hubungan tersebut dapat digambarkan dalam keterkaitan antara lingkungan darat (bumi), lingkungan laut, dan aktivitas manusia. Pesisir pulau Rupat tersusun dari beberapa ekosistem itu satu sama lain saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu pesisir pasti akan dipengaruhi oleh kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di kawasan sekitarnya termasuk daratan (upland areas) maupun laut lepas (oceans). Kondisi pesisir Pulau Rupat yang rentan tersebut mensyaratkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir Rupat harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis (ecological linkages) yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir dengan melibatkan seluruh stakholder yang berkepentingan termasuk masyarakat lokal yang turun-temurun tinggal diwilayah ini. Berdasarkan hasil analisis kondisi Pulau Rupat yang telah diuraikan sebelumnya, dapat tergambarkan secara ringkas kondisi ekosistem, sosial budaya dan ekonomi Pulau Rupat berpotensi menguntungkan secara ekonomi bagi masyarakat Pulau Rupat maupun Kabupaten Bengkalis. Namun demikian terlihat juga adanya ancaman yang dihadapi oleh ekosistem pulau Rupat termasuk manusia yang bermukim didalamnya. Ancaman pertama adalah adanya perubahan iklim dan pemanasan global. Menurut IPCC (2001), Perubahan iklim dan pemanasan global diprediksi akan mempengaruhi kehidupan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di berbagai belahan dunia. Naiknya suhu permukaan global menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan selatan bumi sehingga terjadilah kenaikan muka laut (Sea Level Rise). Mimura (1999) menyebutkan bahwa Pulau-pulau kecil (small islands) merupakan salah satu daerah yang paling rentan terhadap kenaikan muka

Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017

75

laut. Hal ini tentunya juga berdampak terhadap Pulau Rupat. Bappenas (2011) melaporkan bahwa perubahan iklim dunia telah memberikan dampak di berbagai sek-tor secara langsung maupun tidak langsung di . Di sektor kelautan dan perikanan, dilaporkan bahwa pada tahun 2005 hingga 2007, Indonesia telah kehilangan 24 pulau kecil. Di sektor pertanian, kekeringan dan banjir telah mengganggu hasil panen pertanian di berbagai daerah di Indonesia dan penurunan kapasitas produksi sumber daya lahan, sumber air, dan infrastruktur pertanian (irigasi). Ancaman kedua, menurut Theodora (2013) , pulau-pulau kecil mempunyai karakteristik sangat rentan terhadap aktivitas ekonomi, terbatasnya daya dukung sumber daya alam, dan sumber daya manusia. Aktivitas sosial dan ekonomi pulau-pulau kecil merupakan interaksi kawasan terestrial (daratan) dan lingkungan laut sehingga hampir semua bentuk aktivitas pembangunan akan berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Pulau-pulau kecil seperti Pulau Rupat memiliki kendala dan permasalahan yang cukup kompleks dalam pengelolaannya, yaitu: i) belum jelasnya definisi operasional pulau-pulau kecil; ii) kurangnya data dan informasi tentang pulau-pulau kecil; iii) kurangnya keberpihakan pemerintah terhadap pengelolaan pulau-pulau kecil; iv) pertahanan dan keamanan; v) disparitas perkembangan sosial ekonomi; vi) terbatasnya sarana dan prasarana dasar; vii) konflik kepentingan dan viii) degradasi lingkungan hidup akibat pembukaan lahan dan alih fungsi lahan. Parameter-parameter yang sangat perlu diperhatikan oleh pemerintah, masyarakat dan seluruh stakholder dalam melaksanakan pembangunan di Pulau rupat adalah menyusun dan mematuhi tata ruang Pulau Rupat, minimalisasi reklamasi pantai, mengedalikan pencemaran perairan, menata permukiman kumuh disepanjang pesisir pantai, mengembalikan fungsi sempadan pantai, menegdalikan masalah banjir, mengendalikan masalah abrasi dan sedimentasi.

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

Pulau Rupat menghadapi dua potensi ancaman langsung sekaligus terhadap ekosistemnya, yaitu Perubahan Iklim dan pemanfaatan Sumberdaya alam yang meningkat seiring dengan rencana menjadikan pulau Rupat Bagian Utara menjadi kawasan Pariwisata sedangkan bagian selatan menjadi kawasan perkebunan dan pertanian. Oleh karenanya pengelolaan wilayah ini harus mengintegrasikan wilayah daratan dan lautnya menjadi satu kesatuan dan keterpaduan pengelolaan serta mengintegrasikan dan mempaduserasikan antara misi konservasi dengan misi ekonomi. Semua ini mungkin terjadi apabila dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan pembangunan Pulau Rupat melibatkan seluruh stakholder terkait serta mengajak serta masyarakat lokal yang telah tinggal dipulau ini turun temurun. Kebijakan yang perlu segera dirumuskan : 1. Pengaturan tata ruang wilayah yang berkelanjutan (sustainable spatial planning) dan dijalankan secara konsisten dalam wilayah Pulau Rupat. 2. Fungsi pengawasan dan pengendalian. Kebijakan ini harus dapat meningkatkan peran serta seluruh “stakeholders” dan masyarakat.

Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017

76

5.2. SARAN Melakukan kajian agar dapat pengkajian skim pembayaran terhadap jasa ekosistem wilayah pesisir (Payment for Watershed Services, PWS) dari setiap pemanfaatannya untuk kegiatan pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Planologi, Kementerian Kehutanan (Baplan). 2002. Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan. Badan Planologi, Kementerian Kehutanan RI. 2. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bengkalis, 2016. Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bengkalis Tahun 2015. 3. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bengkalis, 2017. Bengkalis Dalam Angka Tahun 2016. 4. BAPPENAS, 2011. Indonesia adaptation strategy. Improving capacity to adapt. Jakarta: Bappenas. 5. Dahuri, R. 1999. Pengelolaan Wilayah Pesisir dalam Kontek Pengembangan Kota Pantai dan Kawasan Pantai Secara Berkelanjutan Seminar Nasional Kemaritiman, Jakarta. 6. Dinas Kelautan Dan Perikanan (DKP) Pemerintah Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau, 2015. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP3K) Kabupaten Bengkalis Tahun 2015 -2020. 7. Grace Theodora, 2013. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Terluar Di Provinsi Sulawesi Utara. Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr- Jun/2013. 8. https://www.shipmap.org/; dikunjungi tanggal 01 Juli 2017 9. IPCC. Climate change 2001: impacts, adaptation, and vulnerability. Contribution of Working Group II to the third assessment report of the Intergovermental Panel on Climate Change. Cambridge University Press, New York. 1032 p. 10. Kottek, M., J. Grieser, C. Beck, B. Rudolf, and F. Rubel, 2006: World Map of the Köppen- Geiger climate classification updated. Meteorol. Z., 15, 259-263. DOI: 10.1127/0941- 2948/2006/0130. 11. Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis, 2016. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupten Bengkalis Tahun 2016-2021. 12. Widiatmaka, Wiwin Ambarwulan, M. Ardiansyah, Benar Darius Ginting Soeka, M. Arsyad Nurdin, 2014. Kesesuaian Lahan Dan Informasi Spasial Sumberdaya Alam Untuk Perencanaan Tataguna Lahan Pulau Kecil Di Kawasan Perbatasan Negara: Studi Kasus Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis. Prosiding Konferensi Teknik dan Sains Informasi Geospasial Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial Yogyakarta, 20 September 2014.

Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa SINALTSUB – I , 4 DESEMBER 2017