, Lingkungan Budaya, dan Hukum dalam Perspektif Ketatanegaraan Indonesia

Moh. Mahfud MD Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta e-mail: [email protected]

Abstrak: Indonesia bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekular. Indonesia telah memilih bentuk religious nation state, yakni negara berdasarkan atas Pancasila. Di dalam sistem hukum Pancasila, hukum yang berlaku adalah hukum nasional. Hukum nasional yang berlaku merupakan serapan dari beberapa nilai-nilai luhur agama, budaya, serta adat-istiadat yang tumbuh mengakar dalam masyarakat Indonesia yang plural. Umat Muslim dapat melaksanakan hukum Islam tanpa harus ada pemberlakuan resmi oleh negara dalam hukum privat, terutama dalam bidang hukum keluarga. Untuk bidang hukum publik, hukum Islam Indonesia bisa diperjuangkan keberlakukan nilai- nilai substantifnya (al-jawhar) melalui strategi eklektisisme dengan sumber- sumber hukum materiil (bahan pembuatan hukum) lainnya yang kemudian menjadi hukum nasional. Kata Kunci: Pancasila, hukum Islam, hukum privat, hukum nasional

Abstract: Indonesia is not a theocratic state, but at the same time it is not a secular state. Indonesia has chosen a form of religious nation state, namely a state which have a base of Pancasila. Within the Pancasila’s law system, the effective law is nati- onal law, and this national law is absorbed from great values of different religions, cultures, and customary laws which are deeply rooted among the Indonesian pluralistic society. The Moslem people are allowed to practice Islamic law related with the private and domestic law. But in the domain of public law, the Moslems are struggling to insert the subtance or essence of the Islamic law through the eclectisim strategy with other material sources of law to become the national law Keywords: Pancasila, Islamic law, private law, national law

Pendahuluan kan sepenuhnya urusan negara dan uru- Indonesia bukan negara agama, te- san agama. Negara Pancasila bukan nega- tapi juga bukan negara sekular. Indo- ra agama, sebab negara agama member- nesia telah memilih bentuk religious nation lakukan satu agama sebagai agama resmi state, negara kebangsaan yang berke- negara.1 tuhanan, yakni negara berdasarkan atas Pancasila. Negara Pancasila bukan negara 1 Konsep negara agama ialah negara yang men- sekular, sebab negara sekular memisah- cantumkan salah satu agama sebagai dasar kon-

KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24 No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 Moh. Mahfud MD

Indonesia tidak mendasarkan diri ra (founding parents) sudah berdebat, apa- pada satu agama, tetapi melindungi sege- kah negara kita akan berdasar agama nap warga negaranya untuk melaksana- atau kebangsaan yang pada akhirnya di- kan ajaran agama yang dipeluknya ma- capai modus vivendi (mîtsâq ghalîzh) bah- sing-masing sebagai hak asasi manusia. wa negara kita dibangun berdasar Panca- Jadi, di negara Pancasila negara tidak sila yang berpaham religious nation state.4 memberlakukan hukum agama, tetapi Begitu juga di dalam Sidang Konstituante melindungi warga negara yang ingin me- yang dibentuk berdasar hasil Pemilu 1955 laksanakan ajaran agamanya. Tepatnya, perdebatan antara golongan nasionalis Is- negara tidak memberlakukan hukum a- lam dan nasionalis sekular berlangsung gama, tetapi melindungi para pemeluk- sengit sampai akhirnya Presiden Soekar- nya yang ingin mengamalkannya.2 no menyatakan Konstituante deadlocked Dasar bernegara seperti itu sudah dan membahayakan negara, sehingga diterima sebagai kesepakatan para pendi- membubarkannya melalui Dekrit Presi- ri negara setelah melalui perdebatan pan- den tanggal 5 Juli 1959.5 jang, mendalam, dan penuh pengertian. Di BPUPKI3 dan PPKI para pendiri nega- apkan” rancangan UUD 1945 yang akan dipakai jika Indonesia merdeka; sedangkan PPKI adalah stitusi. Sedangkan negara sekular ialah negara badan yang dibentuk pada bulan Agustus 1945 dengan tugas “menyiapkan” kemerdekaan atau yang sama sekali tidak melibatkan unsur agama di dalam urusan Negara. Moh. Mahfud MD, peralihan kekuasaan dari penjajah kepada peme- rintahan nasional, termasuk mensahkan atau “Politik Hukum dalam Perda Syari’ah”, Jurnal Hukum 14 (Januari, 2007): 13. menetapkan berlakunya UUD. Dengan demikian, BPUPKI memang hanya berhak menyusun ran- 2 Jaminan kebebasan beragama bagi semua pe- cangan UUD, sedangkan PPKI berhak mene- meluk agama diatur dalam Undang-Undang Da- tapkan berlakunya UUD, termasuk melakukan sar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun berubahan atas rancangan yang telah ada. Moh. 1945, khususnya pada pasal 29 ayat 2 dikatakan Mahfud MD, “Politik Hukum”. bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap 4 Religious Nation–State atau Negara yang Berke- penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing tuhanan merupakan pilar kebangsaan yang sesuai dan untuk beribadat menurut agamanya dan keper- dengan Republik Indonesia yang bersifat plural, cayaannya itu”. Hal itu diperkuat pada beberapa majemuk, dan multikutural. Disampaikan pada pasal sebelumnya yang mengatur tentang HAM, saat penulis menjadi keynote speaker pada acara yakni pada pasal 28E dikatakan bahwa “(1) Setiap seminar nasional yang bertajuk “Bonus Demog- orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, me- rafi, Pemuda, dan Penguatan Pilar Kebangsaan,” nyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nura- yang diselenggarakan oleh Majelis Permusya- ninya, (2) Setiap orang berhak atas kebebasan berse- waratan Rakyat (MPR) RI, Fraksi Partai Kebang- rikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Demi- kitan Bangsa (F-PKB) MPR RI, dan Dewan Koor- kian pula dijelaskan pada pasal 28I bahwa “(1) dinasi Nasional (DKN) Garda Bangsa, di Jakarta Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemer- pada tanggal 30 November 2012. dekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak 5 untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pri- Salah satu dasar pertimbangan dikeluarkannya badi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah gagalnya kon- atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi stituante melaksanakan tugasnya. Hal ini bisa manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan dilihat dari salah satu konsideran Dekrit tersebut apa pun.” yang berbunyi “Bahwa berhubung dengan per- 3 BPUPKI, yang memulai sidang-sidangnya sejak nyataan sebagian besar anggota sidang pembuat 29 Mei 1945, adalah sebuah badan yang dibentuk Undang-Undang Dasar untuk tidak menghadiri pada bulan April 1945 dengan tugas “menyi- lagi sidang, konstituante tidak mungkin lagi me- KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 2 |

Islam, Lingkungan Budaya, dan Hukum

Berdasarkan atas Dekrit tersebut, ’î, kesepakatan ini harus dilaksanakan secara konstitusi dan ketatanegaraan, In- dengan konsekuen sebagai semacam mî- donesia kembali ke UUD 1945 yang di- tsâq ghalîzh7 (kesepakatan luhur) dan kita sahkan tanggal 18 Agustus 1945, sehingga tidak boleh mengkhianatinya. Itulah se- kedudukan Pancasila sebagai dasar nega- babnya kita sepakat dengan pernyataan ra semakin dikukuhkan. Perdebatan ideo- yang sangat arif dari Rais Am Nahdlatul logis memang masih bersambung setelah (1984-1998), KH. Achmad Siddiq, Dekrit Presiden 5 juli 1959 itu, sebab ma- bahwa Pancasila dan NKRI merupakan sih ada yang mengatakan bahwa Dekrit dasar dan bentuk negara yang final bagi Presiden mengakui Piagam Jakarta seba- Indonesia.8 Umat Muslim tidak perlu lagi gai bagian tak terpisahkan dari UUD 19- mempersoalkannya melainkan harus me- 45, sehingga pemberlakuan syariat Islam laksanakannya, sebab umat Muslim tidak secara resmi bagi pemeluk-pemeluk Is- terhalangi sedikit pun untuk beribadah lam masih dimungkinkan. Tetapi pan- melaksanakan ajaran agama sesuai de- dangan itu tidak dapat diterima oleh ngan syari’at Islam. banyak kalangan lainnya dengan alasan Dekrit itu tidak memberlakukan Mukad- Dasar Teologis Negara Pancasila dimah (Piagam Jakarta) yang dibuat tang- Di kalangan umat Muslim, kadang- gal 22 Juni 1945, melainkan member- kala masih ada pertanyaan tentang bagai- lakukan UUD yang disahkan tanggal 18 mana dasar pembenaran agama yang se- Agustus 1945 dengan Pembukaan yang suai dengan akidah (dasar teologis) ter- sudah direvisi berdasar kesepakatan PP- kait dengan posisi syari’at Islam di dalam KI. Perdebatan itu diakhiri dengan Inpres No. 12 Tahun 1968, yang menyatakan 7 Mîtsâq ghalîzh mengandung arti perjajian yang bahwa Pancasila yang berlaku adalah kokoh atau kesepakatan yang luhur. Di dalam al- Qur’an, istilah mîtsâq ghalîzh setidaknya disebut Pancasila yang dimuat di dalam Pem- tiga kali, yakni dalam surah al-Ahzâb ayat 7, bukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal “…dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian 18 Agustus 1945.6 dari para nabi dan dari engkau (sendiri), dari Nuh, Perjuangan serius untuk member- Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam, dan Kami telah lakukan secara formal syariat Islam, mengambil dari mereka perjanjian yang teguh (mîstâq ghalîzh).” Demikian pula dalam surah al-Mâ`idah tepatnya hukum Islam, sudah dilakukan, ayat 154, “…dan Kami telah mengambil dari mereka tetapi pada akhirnya kesepakatan yang perjanjian yang kokoh (mîtsâq ghalîzh).” Masih diambil adalah mendirikan negara ke- dalam surah al-Mâ`idah (5): 21, “….dan bagaimana bangsaan berdasar Pancasila. Secara syar- kamu mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka istri-istrimu telah mengambil perjanjian yang nyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kuat (mitsâq ghalîzh) dari kamu.” Indonesia kepadanya”. Dikutip dari butir kedua 8 KH. Ahmad Siddiq (1926-1991) adalah tokoh konsideran Dekrit Presiden 5 Juli 1959 seperti ter- kharismatik Nahdlatul Ulama (NU) asal Jember, muat dalam Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Indo- Jawa Timur, langsung KH. Hasyim Asy’ari nesia, cet. III (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), 100; dan pernah menjadi sekretaris pribadi KH. Wahid Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, cet. III Hasyim. Beliau adalah Rais Aam PBNU (1984-19- (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), 134. 91) yang juga dikenal sebagai tokoh perumus pe- 6 Lihat Intruksi Presiden Nomer 12 Tahun 1968 nerimaan NU terhadap Pancasila sebagai asas Tentang Pancasila sebagai dasar negara yang sah tunggal dan kembalinya NU ke khittah. dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 |3

Moh. Mahfud MD

sistem ketatanegaraan berdasarkan atas Negara dan kekuasaan politik merupakan Pancasila sebagai sumber dari segala hu- alat untuk melaksanakan kewajiban, yang kum. Beberapa kaidah hukum Islam bisa jika hal itu tidak dimiliki, maka kewa- menjelaskan hal tersebut dengan pernya- jiban tidak akan terlaksana dengan baik. taan utama bahwa dasar negara Pancasila Dengan demikian, mempunyai negara adalah modus vivendi atau kesepakatan merdeka itu wajib, sebab sesuatu yang luhur, yang dalam konteks agama sering menjadi syarat terpenuhinya kewajiban, disebut sebagai mîtsâq ghalîzh.9 Oleh kare- maka menjadi wajib pula adanya. Kaidah na dasar ideologi negara yang harus men- ushûl al--nya, “Mâ lâ yatimmu al-wâjib jadi sumber hukum nasional sudah di- illâ bihi fahuwa wâjib.”13 sepakati melalui musyawarah yang ter- Ketiga, kaidah tersebut dalam kon- buka, penuh kebebasan, dan saling pe- teks politik bisa dirujukkan pada pan- ngertian, maka umat Muslim di Indonesia dangan al-Ghazâlî bahwa “perjuangan harus menerima Pancasila sebagai pro- menegakkan ajaran agama dan mempu- duk mîtsâq ghalîzh. Dasar-dasar teolo- nyai kekuasaan politik (sulthân, kekua- gisnya bisa dirunut dengan pemikiran- saan negara) adalah saudara kembar. Aja- pemikiran sebagai berikut: ran agama adalah dasar perjuangan, se- Pertama, kaum Muslim wajib beri- dangkan sulthân adalah pengawalnya. Se- badah kepada Allah, melakukan amar gala sesuatu yang tak dikawal niscaya makruf dan nahi munkar (mendakwah- gagal. “Al-dîn wa al-sulthân taw’amâni, al- kan kebaikan dan melawan kemung- dîn ushûl wa al-sulthân hâris, wa mâ lâ hâris karan) guna membumikan Islam sebagai lahu fa hadamuhu lâzim.”14 rahmat bagi seluruh alam. “Wa mâ kha- Keempat, untuk menjadikan negara laqtu al-jinn wa al-ins illâ li ya’budûni,”10 Indonesia sebagai alat melaksanakan ke- “Waltakun minkum ummah yad‘ûna ilâ al- wajibannya, umat Muslim sudah mem- khayr wa ya’murûna bi al-ma’rûf wa yanhaw- perjuangkan dasar negara Islam, tetapi na ‘an al-munkar,”11 dan “Wa mâ arsalnâka perjuangan tersebut tidak berhasil selu- illâ rahmah li al-‘âlamîn”.12 ruhnya melainkan menghasilkan kesepa- Kedua, untuk melaksanakan kewa- katan luhur (mîtsâq ghalîzh).Terkait de- jiban itu, umat Muslim memerlukan alat. ngan itu, berlakulah kaidah “jika tidak bisa mengambil seluruhnya, jangan ting- 9 Moh. Mahfud MD, “Kontribusi Nilai-nilai Hu- galkan seluruhnya” (mâ lâ yudraku kulluhu kum Islam pada Tataran Hukum Nasional,” (Kuli- lâ yutraku kulluhu).15 Jika tidak bisa men- ah Umum di IAIN Sultan Thaha, Jambi, Selasa 24 Nopember 2015). dirikan negara berdasar Islam, maka ja- 10 “Dan tiadalah jin dan manusia itu diciptakan kecuali hanya untuk ibadah kepada-Ku.” (Qs. al-Dzâriyât 13 Jalâl al-Dîn Abû Bakr al-Suyûthî, al-Asybâh wa (51): 56) al-Nazhâ’ir (Surabaya: Hidayah, 1963), 101 dan 11 “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan ‘Abdullâh ibn Sa’îd Muhammad ‘Abbâdî, Îdlâh al- orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh Qawâ’id al-Fiqhîyah (Jeddah: Al-Haramayn, t.th.), (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang 79. mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang 14 Al-Ghazâlî, Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn (Beirut: Dâr al- beruntung.” (Qs. Âli ‘Imrân (3): 104) Fikr, t.th.), 134. 12 “Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau 15 Al-Bahr al-Râ`iq, Juz VI, 431 (Maktabah Syâmi- (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi lah) semesta alam.” (Qs. al-Anbiyâ’ (23): 107) KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 4 |

Islam, Lingkungan Budaya, dan Hukum

ngan tinggalkan tempat perjuangan, me- ngan realitas multikulturalnya tentu ber- lainkan teruslah berjuang melalui pelu- beda dengan kebutuhan dengan masa- ang-peluang yang tersedia sesuai dengan masa lalu dan di tempat lain. kesepakatan bangsa. Kelima, kaidah “mâ lâ yudraku kul- Membangun Budaya Islami luhu lâ yutraku kulluhu”dalam konteks Sebenarnya penetapan Pancasila se- bernegara Indonesia bisa diartikan, “Jika bagai dasar ideologi negara membuka pe- tidak bisa menjadikan negara berdasar luang bagi dilakukannya dakwah Islam Islam secara formal, maka jangan ting- melalui jalur-jalur budaya yang hidup di galkan peluang-peluang yang masih ada kalangan bangsa Indonesia. Penyebaran untuk memperjuangan nilai-nilai sub- Islam yang dilakukan oleh para , stantif ajaran Islam sebagai bagian dari misalnya, banyak dilakukan melalui jalur substansi yang bisa disumbangkan kepa- budaya. da hukum nasional”. Kaidah yang bisa Sunan Kalijaga berdakwah dengan dipakai untuk ini adalah “al-’ibrah fî al- wayangan semalam suntuk, tetapi saat Islâm bi al-jawhar lâ bi al-madzhar” (pato- masuk waktu subuh mengajak istirahat, kan dasar dalam memperjuangkan Islam karena dirinya mau melaksanakan salat adalah memperjuangkan nilai substan- subuh terlebih dahulu. Ketika penonton sinya, bukan formalitas-simboliknya). bertanya, salat itu apa dan Sang Sunan Keenam, ada lagi kaidah yang sering menjelaskannya. Kemudian banyaklah dipakai agar hukum Islam tidak kaku penonton wayang itu yang menyatakan pada teks, melainkan harus sesuai de- ikut masuk Islam. Sunan Kalijaga sendiri ngan konsteks asal maqâshid al-syarî’ah16 menciptakan cerita wayang yang ber- atau tujuan syar’îyah-nya tetap diper- substansi tauhid, yakni lakon “Jimat Kali- tahankan sebagai substansi hukum, yaitu mosodo” yang berintikan kalimah syaha- kaidah “lâ yunkaru taghayyur al-ahkâm bi dat. Sunan Bonang membangun tradisi taghayyur al-azmân wa al-amkân wa al-‘awâ- berlebaran dengan simbol-simbol kupat ’id” (tak terbantah bahwa hukum Islam dan penjelasan laku sing papat (lebar, lebur, bisa berubah sesuai dengan perubahan luber, labur). zaman, tempat, dan budayanya).17 Kebu- Para wali juga tidak mencampakkan tuhan hukum Indonesia masa kini de- tradisi yang sudah lama hidup di Indo- nesia, misalnya, membakar kemenyan 16 Maqâshid al-syarî’ah adalah maksud dan tujuan atau mendoakan para leluhur. Adalah dari lahirnya hukum Islam itu sendiri. Menurut menarik juga untuk dicontohkan ketika al-Syâthibî, tujuan utama diturunkannya syariat adalah untuk kemaslahatan manusia. Di samping Ketua PBNU, Abdurrahman Wahid, itu juga bertujuan untuk dipahami dan dijadikan membudayakan salam “assalâmu’alay- taklif, serta memasukkan manusia di bawah kum” dalam forum-forum pertemuan res- ketentuan syariat. Abû Ishâq al-Syâthibî, al-Mu- mi maupun saat menyapa orang lain. wâfaqât fî Ushûl al-Syarî’ah, Juz II (t.t.: Dâr al-Fikr, Semula Gus Dur membuat pendapat t.th.), 2-3. 17 Ahmad ibn Muhammad al-Zarqâ`, Syarh Qawâ- yang mengagetkan banyak orang ketika ’id al-Fiqhîyah (Beirut: Dâr al-Qalam, 1989), 227 dia mengatakan bahwa mengucapkan dan ‘Ubayd, al-Qawâ’id al-Fiqhîyah (Beirut: Dâr al- “assalâmu’alaykum” sama saja dengan me- Turmudzî, 1989), 626. ngucapkan “selamat pagi, sore, atau ma-

KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 |5

Moh. Mahfud MD

lam”, karena intinya sama-sama bersalam yang buruk dan kurang baik bisa di- dengan doa agar kita selamat, damai, dan haramkan atau dimakruhkan. Dalam sejahtera. Pada saat itu, Gus Dur dikecam konteks ini, tugas dakwah Islam melalui oleh banyak orang, karena dianggap me- budaya di Indonesia dapat kita lakukan nurunkan kelas “assalâmu’alaykum” men- secara damai melalui strategi “meng- jadi salam yang tidak religius. Tetapi indonesiakan Islam” bukan “mengis- karena pernyataan Gus Dur itulah seka- lamkan Indonesia”. Meski secara sepintas rang sapaan “assalâmu’alaykum” menjadi terdengar hampir sama, tetapi mengin- budaya yang hampir merata. Upacara- donesiakan Islam tidak sama dengan upacara resmi kenegaraan, rapat-rapat di mengislamkan Indonesia. Mengindo- berbagai kantor pemerintah maupun nesiakan Islam lebih merupakan mem- swasta selalu dimulai dengan salam bawa masuk Islam melalui budaya yang “assalâmu’alaykum”, meskipun yang me- sudah hidup di Indonesia sambil mem- mimpin acara bukan Muslim. bangun akulturasi antara nilai-nilai bu- Penulis mempunyai banyak teman daya Indonesia dengan nilai-nilai Islam, yang beragama non-Muslim tetapi selalu sedangkan mengislamkan Indonesia lebih menyapa dengan “assalâmu’alaykum”. Ke- merupakan semacam intervensi dan for- tika penulis tanya, mengapa mereka malisasi, sehingga Islam harus muncul menggunakan “assalâmu’alaykum”, mere- dalam simbol-simbol formal. Padahal di ka menjawab, karena kata Gus Dur dalam negara yang multikultural seperti “assalâmu’alaykum” sama dengan ucapan Indonesia, penanaman nilai-nilai Islam doa keselamatan. Dengan demikian, uca- bisa dilakukan melalui penanaman maqâ- pan salam “assalâmu’alaykum” yang ber- shid al-syarî’ah dan nilai-nilai substan- asal dari Islam sudah membudaya dan sinya. diterima dengan baik oleh masyarakat tanpa konflik. Islam sebagai Sumber Hukum Hal yang sama terjadi dengan bu- Dengan disepakatinya Pancasila se- sana-busana yang dalam Islam disebut bagai dasar negara, maka hukum nasi- hijab atau jilbab, yang sekarang sudah onal yang berlaku di Indoensia adalah membudaya tanpa paksaan dari Islam hukum yang bersumber dari Pancasila sendiri. Di kampus-kampus terkemuka dan sistem hukum Pancasila. Dari sistem atau di kantor-kantor pemerintah seka- hukum Pancasila ini kemudian lahirlah rang sudah banyak profesor atau pejabat politik hukum nasional yang berpe- perempuan yang memakai jilbab sebagai doman pada kaidah penuntun politik kebiasaan sehari-hari tanpa dipaksa oleh hukum nasional, yang terdiri dari empat siapa pun. Jilbab sudah menjadi budaya kaidah penuntun, yaitu: Pertama, hukum bangsa yang Islami. harus menjamin integrasi teritori dan Islam sendiri mempunyai kaidah ideologi; kedua, hukum harus ada dalam “al-‘âdah muhakkamah”,18 adat-istiadat itu keseimbangan antara membangun de- bisa dijadikan hukum. Yang baik bisa mokrasi dan menegakkan nomokrasi; ke- dijadikan sebagai sunah atau mubah, tiga, hukum harus membangun keadilan sosial; dan keempat, hukum harus menjaga 18 al-Zarqâ`, Syarh Qawâ’id al-Fiqhîyah, 227. toleransi beragama yang berkeadaban. KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 6 |

Islam, Lingkungan Budaya, dan Hukum

Oleh karena Indonesia bukan nega- pembuatan hukum formal). Sumber hu- ra agama, maka hukum agama, termasuk kum materiil bisa berasal dari semua a- hukum Islam, tidak bisa diberlakukan gama yang ada, budaya, adat, dan lain- sebagai hukum yang berdiri sendiri. Hu- lain, sedangkan sumber hukum formal a- kum yang berlaku di Indonesia adalah dalah hukum-hukum yang sudah mem- hukum nasional yang berwatak pris- punyai bentuk tertentu karena disahkan matik, menampung nilai-nilai yang baik keberlakuannya secara formal oleh nega- dari berbagai sumber materialnya ter- ra dan dipergunakan sebagai acuan resmi masuk nilai hukum-hukum Islam sebagai dalam pelaksanaan hukum maupun pe- bagiannya, bukan sebagai satu-satunya. nyelesaian konflik.20 Meski begitu, bukan berarti secara Meski begitu, harus ditegaskan bah- mutlak dan hitam putih nilai–nilai hu- wa hukum nasional yang merupakan kum Islam tidak bisa berlaku sebagai hu- produk eklektik dari berbagai nilai-nilai kum yang hidup di Indonesia. Nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat pada hukum Islam tetap bisa diberlakukan dasarnya berlaku untuk hukum publik. dengan cara memasukkan substansinya Sedangkan untuk hukum privat atau hak- yang dieklektikkan (dipadukan nilai-nilai hak keperdataan, terutama hukum kelu- baiknya) dengan nilai-nilai hukum lain arga dan ibadah-ibadah mahdlah masih untuk dimasukkan ke dalam hukum na- berlaku sebagai pilihan ketundukan hu- sional. Di sini yang kita masukkan adalah kum. ‘jawhar’ atau substansi dan bukan formal- Keberlakuan hukum perdata sesuai simboliknya. Kaidahnya, al-‘ibrah fî al-Is- dengan penundukan diri pada hukum- lâm bi al-jawhar lâ bi al-madzhar.19 Jadi hukum perdata tertentu didasarkan ke- makna pernyataan bahwa “Islam adalah bijakan pemerintah Hindia-Belanda yang sumber hukum nasional” bukanlah ber- sudah lama mengeluarkan politik hu- arti hukum Islam menjadi hukum negara, kum, yang membagi penduduk ke dalam melainkan nilai-nilai Islam menjadi bahan tiga golongan yang boleh tunduk pada pembuatan hukum yang harus dieklek- hukumnya sendiri-sendiri sesuai dengan tikkan dengan sumber-sumber hukum pilihannya. Hal itu diatur di dalam Pasal yang lain, yang sesuai dengan Pancasila. 131 dan Pasal 163 Indische Staatsregelings Artinya, sumber hukum di Indonesia bu- yang mulai diberlakukan sejak tahun 19- kan hanya Islam, melainkan juga agama- 26. agama lain dan adat yang tumbuh dan Pasal 131 mengatur penduduk diba- berkembang di Indonesia. gi ke dalam tiga golongan (Eropa, Bumi Sumber hukum tidak selalu berarti Putera, dan Timur Asing) yang tunduk hukum (formal) yang sudah mempunyai pada hukumnya sendiri-sendiri, sedang- bentuk tertentu, melainkan bisa juga se- kan Pasal 163 mengatur tentang elemen- bagai sumber hukum materiil (bahan elemen masyarakat atau jenis komunitas

19 Substansi ajaran Islam dalam bidang hukum 20 Hukum agama sebagai sumber hukum di sini dan konstitusi misalnya perintah tentang pene- diartikan sebagai sumber hukum materiil (sumber gakan keadilan, kejujuran, pemimpin yang ama- bahan hukum) dan bukan harus menjadi sumber nah, perlindungan HAM, demokrasi, dan seba- hukum formal (dalam bentuk tertentu) menurut gainya. peraturan perundang-undangan. KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 |7

Moh. Mahfud MD

yang tercakup dalam setiap golongan yang berlaku adalah hukum nasional penduduk itu.21 berdasarkan atas sistem hukum Pancasila Bagi penduduk golongan Eropa ber- dengan segala kaidah penuntun hukum- laku hukum Barat (KUH Perdata), bagi nya. Negara tidak memberlakukan hu- golongan Bumi Putera berlaku hukum kum agama, tetapi negara harus mem- adat masing-masiang sesuai dengan pe- buat hukum yang melindungi warganya nundukan dirinya, dan bagi golongan yang mau melaksanakan ajaran-ajaran Timur Asing berlaku hukum adat ma- hukum agamanya. sing-masing pula. Dengan politik hukum Negara tidak membuat hukum yang ini, orang-orang Islam bisa menundukkan mewajibkan Muslim naik haji atau mem- diri pada hukum perdata Islam. bayar zakat, tetapi negara bisa membuat hukum yang memberi perlindungan agar Eklektisasi Nilai-nilai Hukum Islam umat Muslim yang ingin melaksanakan Dengan fakta bahwa Indonesia bu- ibadah haji dan membayar zakat dapat kan negara agama dan bukan negara se- melakukannya dengan baik dan aman. kular, hukum-hukumnya pun harus ber- Jadi, negara tidak memberlakukan hu- sifat nasional-inklusif.22 Artinya, hukum kum agama, tetapi memberi proteksi bagi warga untuk melaksanakan ajaran aga- 21 Pada tanggal 23 Juni 1925,Regerings Reglement manya. (RR) diubah menjadi Indische Staatsregeling (IS) a- Dalam politik hukum nasional yang tau peraturan ketatanegaraan Hindia Belanda berdasarkan atas Pancasila, keberlakuan yang termuat dalam Staatsblad (1925) Nomor 415, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1926. hukum Islam harus dibedakan ke dalam Pada masa berlakunya IS, tata hukum yang ber- hukum privat dan hukum publik. Untuk laku di Hindia Belanda adalah pertama-tama hukum-hukum privat, terutama yang yang tertulis dan yang tidak tertulis (hukum adat) berkaitan dengan peribadatan dan hu- dan sifatnya masih pluralistis khususnya hukum kum keluarga, politik hukum nasional perdata. Hal ini tampak pada ketentuan pasal 131 IS yang juga menjelaskan bahwa pemerintah Hin- berdasar Pasal II Aturan Peralihan UUD dia Belanda membuka kemungkinan adanya usa- 1945 sudah membolehkan berlakunya hu- ha untuk unifikasi hukum bagi ketiga golongan kum Islam bagi pemeluk-pemeluknya penduduk Hindia Belanda, yaitu Eropa, Timur A- sesuai dengan kesadaran hukum masing- sing, dan Bumi Putera (Pribumi) yang ditetapkan masing. Ada pun untuk hukum-hukum dalam Pasal 163 IS. publik yang berlaku adalah hukum 22 Sistem hukum nasional harus dibangun ber- 23 dasarkan cita-cita bangsa, tujuan negara, cita hu- nasional. kum, dan penuntun yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945.Artinya, tidak boleh ada 23 Sistem hukum nasional kita adalah sistem hu- produk hukum yang bertentangan dengan hal-hal kum yang bukan berdasar agama tertentu, tetapi tersebut di atas. Sistem hukum nasional menca- memberi tempat kepada agama-agama yang dia- kup dimensi yang luas, yang oleh Friedman disa- nut oleh rakyat untuk menjadi sumber hukum rikan ke dalam tiga unsur besar, yaitu substansi atau memberi bahan terhadap produk hukum na- atau isi hukum (substance), struktur hukum (struc- sional. Hukum agama sebagai sumber hukum di ture), dan budaya hukum (culture). Lawrence M. sini diartikan sebagai sumber hukum materiil Friedman, A History of American Law (New York: (sumber bahan hukum) dan bukan harus menjadi Simon and Schuster, 1973) dan Lawrence M. sumber hukum formal (dalam bentuk tertentu) Friedman, American Law; an Introduction (New menurut peraturan perundang-undangan. York: W.W. Norton and Company, 1984). KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 8 |

Islam, Lingkungan Budaya, dan Hukum

Dalam politik hukum nasional24 lektikkan dari berbagai sumber, se- yang seperti itu, politik hukum Islam dangkan hukum Islam hanya merupakan dilakukan dengan strategi memasukkan salah satu dari sumber-sumber tersebut. nilai-nilai Islam sebagai rahmah li al- Banyak juga yang berpendapat, di ‘âlamîn ke dalam hukum nasional tanpa dalam sistem hukum Islam tidak ada menjadi hukum tersendiri yang diberi lembaga legislatif yang berwenang mem- bentuk formal. Nilai-nilai Islam yang buat hukum, sebab dasar primer hukum penuh rahmat yang perlu dimasukkan di Islam adalah al-Quran dan sunah. Di dalam hukum nasional adalah nilai-nilai dalam sistem hukum Islam, negara dan substantifnya tanpa harus diikuti simbol- pemerintah hanya melaksanakan dan simbol formalnya. Pemasukan nilai-nilai membuat peraturan pelaksanaannya, hukum Islam dilakukan melalui proses yang memang dibolehkan melakukan pe- eklektis (menyatu dan saling mengu- nyesuaian dengan konteks situasi zaman, atkan) dengan nilai-nilai hukum lain, tempat, dan budaya. Ini berbeda dengan yang kemudian disepakati sebagai hu- hukum di negara demokrasi yang men- kum nasional yang bersifat publik. Yang jadikan lembaga legilatif (parlemen) seba- perlu dimasukkan di dalam proses ek- gai pembentuk hukum. Tetapi untuk hu- lektis itu adalah nilai-nilai substantif kum keluarga, misalnya, hukum Islam bi- yang menjamin hidupnya maqâshid al- sa berlaku bagi setiap orang Islam sepan- syarî’ah (maksud dan tujuan diturun- jang hal itu merupakan kesadaran dan pi- kannya hukum syara’). lihan hukumnya sendiri, sebab di dalam hukum perdata memang didasarkan pa- Nilai-nilai yang Diaktualkan da prinsip kesukarelaan dan penundukan Dengan demikian, “sangat banyak” diri sebagai pilihan hukum. Ini sesuai nilai-nilai dasar hukum Islam yang bisa dengan politik hukum yang berlaku sejak dimasukkan ke dalam hukum nasional zaman kolonial yang terus diberlakukan melalui proses eklektis tanpa harus men- berdasar Aturan Peralihan UUD 1945 dan jadi hukum tersendiri yang eksklusif. Is- peraturan-peraturan lanjutannya.25 tilah “sangat banyak” sengaja dipakai di Perbedaan lain yang cukup men- dalam tulisan ini, karena tidak semua ni- dasar antara sistem hukum Islam dan lai-nilai hukum Islam bisa dimasukkan hukum sekular adalah mengenai hubung- dan diberlakukan di dalam sistem hukum an antara hukum dengan umat manusia. nasional. Alasannya, karena dasar negara Di dalam hukum sekular modern, hukum dan sistemnya berbeda, sehingga juga a- ada dan berlaku di dalam masyarakat se- da perbedaan-perbedaan yang cukup mendasar. Alasan lainnya adalah hukum 25 Seandainya pada tanggal 18 Agustus 1945 Pa- nasional yang sifatnya publik harus diek- nitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ti- dak mengubah Mukaddimah UUD yang telah 24 Jika hukum diartikan sebagai “alat” untuk me- disahkan pada sidang tanggal 10–16 Juli 1945 oleh raih cita-cita dan mencapai tujuan bangsa dan ne- Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemer- gara, maka politik hukum diartikan sebagai arah dekaan Indonesia (BPUPKI), maka pemberlakuan yang harus ditempuh dalam pembuatan dan pe- syariat Islam sebagai sumber hukum formal (pe- negakan hukum guna mencapai cita-cita dan tu- raturan perundang-undangan) dalam berbagai juan bangsa dan negara. aspek akan dapat dengan mudah dilakukan.

KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 |9

Moh. Mahfud MD

suai dengan dalil “ubi societas ibi ius” (di Begitu juga di dalam hukum pidana, mana ada masyarakat, di sana ada hu- meskipun tidak sama persis dengan hu- kum). Jadi hukum hanya ada jika ada kum jinâyâh yang memberlakukan hu- komunitas atau kehidupan bersama antar kum Islam secara apa adanya tentang manusia yang lebih dari satu orang. Di hukum hadd28 dan qishâsh, sesungguhnya dalam hukum Islam, hukum ada dan ber- sudah banyak nilai-nilai hukum Islam laku kepada manusia tanpa harus selalu yang dimuat di dalam hukum pidana dikaitkan dengan manusia lain sebagai kita, seperti adanya hukuman mati dan masyarakat. Pertanggungjawaban hukum hukuman berat lainnya bagi kejahatan dalam hukum Islam adalah pertang- yang sangat membahayakan terhadap gungjawaban manusia terhadap Allah se- agama, jiwa, harta, martabat, dan ketu- suai dengan dalil “aynamâ tuwallû fa runan manusia. Begitu juga adanya ke- tsamma wajh Allâh” (ke mana pun kamu wenangan ta’zîr (kewenangan menentu- menghadapkan wajahmu, maka di sana kan hukuman yang setimpal berdasarkan ada kekuasaan Allah [dengan segala hu- atas pertimbangan , selain hadd dan kum-hukunya]).26 qishash)29 merupakan peluang untuk me- Jika ditelaah secara mendalam, masukkan substansi nilai-nilai hukum sebenarnya sudah sangat banyak sub- Islam dengan mengacu pada tujuan syar- stansi ajaran Islam yang mempunyai ni- ’î (maqâshid al-syarî’ah). lai-nilai hukum yang masuk ke dalam Adalah menarik bahwa banyak se- hukum nasional kita. Pengakuan negara kali asas-asas hukum Islam yang sudah atas berlakunya hukum Islam dalam bi- digali dan tergali sejak berabad-abad dang hukum keperdataan (muamalah), utamanya hukum keluarga, sebenarnya adalah: pertama, merupakan landasan utama bagi merupakan bukti nyata bahwa nilai-nilai hubungan dan titik temu antaragama yang dapat dikembangkan melalui perjumpaan, dialog yang hukum Islam berlaku di dalam hukum konstruktif, dan berkesinambungan untuk menca- nasional, meski terbatas pada masalah ke- pai derajat kemanusiaan yang hakiki. Kedua, de- perdataan tertentu. Beberapa nilai sub- ngan kalimah sawâ` tidak berarti meniadakan per- stantif ajaran Islam pada saat ini sudah bedaan antara agama-agama, melainkan adanya masuk pula di dalam bidang hukum lain. pola-pola pandangan yang sama tentang perma- salahan sosial yang dihadapi. Ketiga, memberikan Adanya keharusan adil bagi pemimpin aura fundamental tentang pluralisme. Lihat Qs. atau permusyawaratan dalam pemerin- Âli ‘Imrân (3): 65. tahan yang berlaku di dalam hukum tata 28 Hudud adalah sanksi-sanksi kemaksiatan yang negara kita merupakan ketentuan yang telah ditetapkan kadarnya dalam rangka hak Al- nilai-nilainya bersumber dari hukum Is- lah. Dinamakan hudud karena pada umumnya mencegah orang yang berbuat maksiat untuk (ti- lam setelah dieklektiskan dengan hukum- dak) kembali kepada kemaksiatan yang telah dite- hukum lain yang bernuansa kalimah sa- tapkan hadnya. wâ’.27 29 Qishâsh adalah istilah dalam hukum Islam yang berarti pembalasan (memberi hukuman yang se- 26 Qs. al-Baqarah (2): 115 timpal), mirip dengan istilah “hutang nyawa diba- 27 Istilah kalimah sawâ` dipahami sebagai titik temu yar nyawa”. Dalam kasus pembunuhan, hukum diantara beberapa nilai yang terkandung dalam qishâsh memberikan hak kepada keluarga korban norma-norma agama dengan norma-norma lain- untuk meminta hukuman mati kepada pembu- nya. Setidaknya kontribusi konsep kalimah sawâ` nuh. KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 10 |

Islam, Lingkungan Budaya, dan Hukum

yang lalu ternyata sejalan dengan asas- Selain tertulis di dalam al-Qur’an, asas hukum umum yang modern, se- dalam berhukum kita harus taat pada hingga penulis pernah mengatakan, “hu- Allah, taat pada Rasul, dan taat pada kum Islam sudah modern lebih dulu penguasa yang sah menurut syara’ untuk daripada hukum yang katanya modern”. membuat taqnîn (pemberlakuan fiqih se- Hal-hal tersebut bisa dilihat dari contoh- cara resmi), ketentuan tentang penjen- contoh sebagai berikut: jangan peraturan perundang-undangan

1. Penjenjangan Hukum bisa dilihat juga dari hadits Nabi yang Di dalam hukum tata negara lahir dari dialog beliau saat akan meng- modern ada teori stuffenbau30 atau pen- utus Mu’âdz ibn Jabal ke Yaman. Ketika jenjangan peraturan perundang-unda- ditanya tentang dasar-dasar penyelesaian ngan, yang menyatakan bahwa hukum- hukum jika menghadapi masalah, Mu- hukum di dalam negara harus tersusun ’âdz mengatakan bahwa dirinya akan secara hierakis dengan prinsip urutan berpedoman pada al-Qur’an yang jika yang lebih rendah harus bersumber dari tidak terdapat ketentuannya yang pasti di peraturan yang urutannya terletak di dalam al-Qur’an, maka dia akan berpe- atasnya (lebih dulu) serta tidak boleh doman pada sunah Rasul. Jika di dalam bertentangan dengannya. Menurut teori sunah Rasul tidak ditemukan juga cara yang diajarkan oleh Hans Kelsen ini, pe- penyelesaiannya yang pasti, Mu’âdz akan raturan perundang-undangan yang ter- menggunakan ra’y untuk berijtihad, yakni tinggi adalah konstitusi yang kemudian menggali sendiri sesuai dengan kemam- disusul oleh UU dan seterusnya ke ba- puan akalnya untuk menemukan hukum- wah. Ajaran penjenjangan ini sudah di- hukum syara’ dari al-Qur’an dan sunah. kenal di dalam hukum Islam, yang sejak awal menegaskan bahwa pengambilan 2. Perubahan Hukum Sesuai Situasi hukum harus berjenjang mulai dari al- Di dalam hukum konstitusi atau hu- Qur’an, sunah Nabi, dan yang kum tata negara ada teori resultante, yakni lahir dari pemikiran-pemikiran menda- teori bahwa isi konstitusi tak lain adalah lam fuqaha’.31 kesepakatan (resultante) bangsa atau anta- ra para pembentuknya di negara yang 30 Stuffenbau Theory adalah teori mengenai sistem bersangkutan. Di dalam teori yang diba- hukum oleh Hans Kelsen, yang menyatakan bah- ngun oleh KC. Wheare tersebut, dinya- wa sistem hukum merupakan sistem anak tangga takan bahwa isi konstitusi adalah ke- dengan kaidah berjenjang, di mana norma hukum sepakatan yang dibuat sesuai dengan yang paling rendah harus berpegangan pada nor- ma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum kebutuhan sosial, ekonomi, politik, dan 32 yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpe- budaya pada saat konstitusi itu dibuat. gangan pada norma hukum yang paling men- Artinya, isi konstitusi itu mengikuti situ- dasar (grundnorm). Hans Killsen, General Theory of asi dan kondisi masyarakat, jika situa- Law and State (New York: Russell, 1973), 14. 31 Ulama mazhab dalam Islam memperkenalkan sumbernya, yakni pertama, al-Qur’an, kedua, ha- beberapa metode penetapan hukum Islam (istin- dits, ketiga, ’, dan keempat, qiyâs. bâth al-ahkâm), sebagaimana menurut al-Syâfi’î 32 KC. Wheare, The Modern Constitutions, 3rd Im- bahwa hukum Islam bisa digali berdasarkan pada pression (London–New York–Toronto: Oxford U- niversity Press, 1975), 29. KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 |11

Moh. Mahfud MD

sinya berubah, maka isi konstitusinya kecuali sudah ada peraturan lebih dulu pun bisa berubah. Jika tuntutan kebutu- yang melarang dan mengancam perbu- han masyarakat berubah, maka isi aturan atan itu dengan hukuman tertentu). hukum pun bisa diubah, karena hukum Hukum Islam juga mengenal asas memang harus berkembang sesuai de- tersebut, yakni asas yang menentukan ngan kebutuhan masyarakat. Substansi bahwa orang tidak boleh dihukum tanpa teori resultante ini sudah diajarkan lebih kesalahan dan tanpa ada peraturan hu- dulu dalam hukum Islam jauh sebelum kum yang mendahuluinya. Di dalam al- Wheare lahir. Nabi pernah bersabda, Qur’an ada ayat, “wa mâ kunnâ muadz- “antum a’lam bi umûr dunyâkum”,33 (eng- dzibîna hatta nab’atsa rasûlan”, (Kami (Al- kau lebih tahu tentang urusan duniamu). lah) takkan menjatuhkan azab (hukum- Di dalam kaidah ushûl al-fiqh, misalnya, an), hingga kami mengutus Rasul [yang sudah ada dalil, “hukum berubah sesuai memberitahu berlakunya hukum]).36 dengan ilatnya, ada atau tiadanya”34 (al- hukm yadûru ma’a illatihi wujûdan wa 4. Putusan Hakim Mengikat ‘adaman). Ada juga kaidah yang berbunyi, Di dalam teori dan prinsip hukum “tak bisa diingkari, perubahan hukum peradilan, ada ketentuan bahwa putusan terjadi sejalan dengan perubahan zaman, hakim yang sudah final (inkracht van tempat, dan budaya” (lâ yunkaru gewijsde) mengikat dan harus dilaksa- taghayyur al-ahkâm bi taghayyur al-azmân, nakan, terlepas dari kenyataan ada yang wa al-amkân, wa al-‘awâ’id).35 setuju atau tidak setuju atau bahkan mungkin salah. Hal ini penting, karena 3. Asas Legalitas kalau putusan hakim sudah inkracht37 lalu Salah satu asas yang sangat terkenal tidak dilaksanakan dengan alasan ada di dalam hukum pidana adalah asas le- yang tidak setuju atau dengan alasan ada galitas, yakni asas yang menentukan bah- yang menilai putusan itu tidak adil atau wa orang hanya boleh dihukum jika me- salah, maka bisa jadi semua putusan langgar aturan hukum yang ada lebih pengadilan dipersoalkan dan masalahnya dulu, atau aturan hukum serta ancaman tidak akan selesai-selesai. Oleh sebab itu, hukuman yang sudah ada sebelum per- diberlakukanlah prinsip bahwa kalau vo- buatan yang dikategorikan melanggar itu nis sudah inkracht, maka ia berlaku, tidak terjadi. Orang tidak boleh dijatuhi huku- usah dipersoalkan salah atau benarnya. man dengan hukuman yang ancamannya Kalau belum inkracht terhadap sebu- dibuat setelah orang melakukan perbu- ah vonis, bisa dilakukan dengan perlawa- atan tersebut. Asas legalitas ini bersen- nan hukum seperti banding dan kasasi. dikan dalil “nullum delictum noella poena Kalau ternyata putusan itu salah tetapi sine prevea lege poenale” (tidak ada per- sudah inkracht, tetap saja vonis itu ber- buatan jahat yang bisa dijatuhi hukuman laku tetapi yang melakukan kesalahan bi- sa dihukum jika bisa dibuktikan yang 33 Abû al-Husayn Muslim ibn al-Hajjâj al- Qusyayrî al-Naysâbûrî, Shahîh Muslim (Riyad: Dâr 36 Qs. al-Isrâ` (15): 15 al-Mughnî, 1998), 1286. 37 Inkracht adalah suatu putusan yang telah mem- 34 al-Zarqâ`, Syarh Qawâ-’id al-Fiqhîyah, 227. peroleh kekuatan hukum tetap. 35 Ibid. KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 12 |

Islam, Lingkungan Budaya, dan Hukum

bersangkutan membuat kesalahan secara kum. Pertama, untuk hukum privat teru- sengaja, seperti memalsu dokumen, me- tama dalam bidang hukum keluarga, nyuap, memberi keterangan palsu, dan umat Muslim dapat melaksanakan hu- sebagainya. Di dalam hukum Islam pun kum Islam tanpa harus ada pember- ada dalil bahwa “putusan hakim itu me- lakuan resmi lagi oleh negara. Ini sesuai ngakhiri sengketa”, (hukm al-hâkim yarfa’ dengan politik hukum yang berlaku sejak al-khilâf). Kalau hakim sudah memutus zaman kolonial tentang penggolongan secara inkracht, ikutilah putusan itu. Ti- penduduk dan keberlakuan hukum dak usah diperdebatkan salah atau benar- perdatanya yang tetap berlaku sampai nya, adil atau tidaknya, kecuali ada fakta sekarang berdasar Aturan Peralihan Pasal baru yang sangat menentukan sebelum II UUD 1945 dan peraturan-peraturan vonis dieksekusi. turunannya. Kedua, untuk bidang hukum pub- 5. Hukum Umum dan Khusus lik, hukum Islam Indonesia bisa diper- Kalau di dalam hukum umum ada juangkan keberlakukan nilai-nilai sub- dalil “lex specialis derogat legi generali”, stantifnya (al-jawhar) melalui strategi ek- yang berarti bahwa “ketentuan atau lektisisme dengan sumber-sumber hu- hukum khusus itu menghapus kum materiil (bahan pembuatan hukum) keberlakuan hu-kum umum”, di dalam lainnya yang kemudian menjadi hukum hukum Islam pun ada ketentuan tentang nasional.[] hukum ‘âmm dan khâshsh. Begitu juga, jika di dalam hukum umum ada kaidah Daftar Pustaka “lex posteriori derogat legi periori”, yang Arifin, Bustanul. Pelembagaan Hukum berarti “hukum yang baru menghentikan Islam di Indonesia: Akar, Sejarah, berlakunya hukum lama yang levelnya Hambatan dan Prospeknya. Jakarta: sejajar atau lebih rendah”, di dalam Gema Insani Press, 1996. hukum Islam juga ada kaidah nâsikh dan Friedman, M. Lawrence. A History of Ame- mansûkh. Jika di dalam hukum umum ada rican Law. New York: Simon and hukum dispensasi, di dalam hukum Schuster, 1973. Islam juga ada rukhshah. Friedman, M. Lawrence. American Law; an Introduction. New York: W.W. Penutup Norton and Company, 1984. Di negara Indonesia yang berdasar- Ghazâlî, Muhammad ibn Muhammad al-. kan atas Pancasila, hukum Islam memang Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn. Beirut: Dâr al- tidak bisa diberlakukan secara formal dan Fikr, t.th. atau utuh. Di dalam sistem hukum Pan- Instruksi Presiden (Inpres) Nomer 12 Tahun casila, hukum yang berlaku adalah hu- 1968 Tentang Pancasila. kum nasional dan atau hukum-hukum Joeniarto. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, yang diberlakukan melalui otoritas pem- cet. III. Bandung: Bumi Aksara, bentuk hukum nasional. Meskipun begi- 1990. tu, ada dua hal yang bisa dipergunakan Kelsen, Hans. General Theory of Law and oleh umat Muslim Indonesia untuk tetap State. New York: Russell & Rus- melaksanakan agamanya dari sudut hu- sell, 1973.

KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 |13

Moh. Mahfud MD

Lev, S. Daniel. Hukum dan Politik di Pembinaan Hukum Nasional. Ban- Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1990. dung: Sinar Baru, 1985. Mahfud MD, Moh. Politik Hukum di Saifuddin Ashari, Endang. Piagam Jakarta Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1997 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus dan Jakarta: PT RajaGrafindo Nasional antara Nasionalis Islam Persada Rajawali Pers, 2009. dan Nasionalis Sekular tentang Mahfud MD, Moh. Membangun Politik Dasar Negara Republik Indonesia Hukum Menegakkan Konsritusi, 1945-1949. Bandung: Penerbit cet. iii. Jakarta: PT. RajaGrafindo, Pustaka, 1983. Rajawali Pers, 2012. Soemantri M, Sri. “Pembangunan Hukum Mahfud MD, Moh. “Politik Hukum Nasional dalam Perspektif Kebi- dalam Perda Syari’ah,” Jurnal jaksanaan”.tanggal 19-21 Hukum 14 (Januari, 2007): 13-24. Oktober 1997. Mahfud MD, Moh. Kontribusi Nilai-nilai Suyûthî, Abû Bakar, Jalâl al-Dîn al-. al- Hukum Islam pada Tataran Hukum Asybâh wa al-Nazhâ`ir. Surabaya: Nasional, Kuliah Umum di IAIN Hidayah, 1963. Sultan Thaha, Jambi, Selasa 24 Syâthibî, Abû Ishâq al-. al-Muwâfaqât fî Nopember 2015. Ushûl al-Syarî’ah. t.t.: Dâr al-Fikr, Mc. T. Kahin, George. Nationalism and t.th. Revolution in Indonesia. New Undang-Undang Dasar Negara Republik York: Cornell University Press, Indonesia (UUD NRI) 1945. 1952. ‘Ubaid. al-Qawâ’id al-Fiqhîyah. Beirut: Dâr Muhammad ‘Abbâdî, ‘Abdullâh ibn Turmudzî, 1989. Sa’îd. Îdlâh al-Qawâ’id al-Fiqhîyah. Wheare, KC. The Modern Constitutions, 3rd Jeddah: Al-Haramain, t.th. impression, London–New York– Muslim ibn al-Hajjâj, Abû al-Husayn al- Toronto: Oxford University Qusyayrî al-Naysâbûrî. Shahîh Press, 1975. Muslim. Riyad: Dâr al-Mughnî, Zarqâ`, Ahmad ibn Muhammad al-. Syarh 1998. Qawâ’id al-Fiqhîyah. Beirut: Dâr Rahadjo, Satjipto. Beberapa Pemikiran ten- al-Qalam, 1989. tang Ancangan Antardisiplin dalam

ÓÓÓ

KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 24, No. 1, Juni 2016: 1-14 Copyright (c)2016 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v24i1.992 14 |