Hastati, et al. (2021) ISSN 2776-4621

Karakteristik Arsitektural Bangunan Indis Pada Perumahan Pegawai PJKA Pengok Blok A & B di

Fauza Hastati1*, Giska Ayu Pradana Putri Kamase1, Pascaghana Jayatri Putra1 1Prodi Arsitektur / Fakultas Teknik, Universitas Mataram Jl. 62, Kota Mataram, NTB - *Email: [email protected]

Abstrak Rumah Indis adalah sebutan untuk rumah tinggal orang-orang Belanda asli maupun Indo-Belanda yang dibangun pada masa kolonial Belanda dalam gaya percampuran wujud arsitektur Eropa khususnya Belanda dengan arsitektur lokal (Jawa). Percampuran wujud ini menghasilkan karakteristik arsitektural rumah Indis yang berbeda dengan rumah tradisional. Dalam proses perencanaan dan perancangannya rumah Indis mendapat pengaruh dari banyak faktor seperti faktor iklim setempat yang sangat berbeda dengan iklim asalnya di negeri Belanda, faktor status sosial, dan juga faktor percampuran wujud bangunan Eropa dengan bangunan tradisional setempat. Perumahan pegawai Perusahaan Jawatan Kereta Api Pengok blok A dan B di Yogyakarta sebagai salah satu bangunan perumahan bergaya Indis peninggalan kolonial Belanda mempunyai keunikan yang tercermin dalam tampilan settingnya dengan latar belakang berbagai faktor yang mempengaruhinya. Penelitisn ini menggunakan metode rasioalistik-kualitatif dengan pendekatan pada kerangka teori yang dibangun berdasarkan parameter pengkajian karakteristik arsitektural bangunan rumah tinggal menurut Habraken (1978) yang terdiri dari spatial system, physical system, dan stylistic system. Perumahan PJKA Pengok Yogyakarta mendapat pengaruh gaya arsitektur dari dua masa perkembangan arditektur Indis di Indonesia yaitu pertama, masa perkembangan arsitektur Indis tahun 1800 sampai tahun 1902 (the Empire Style) dan kedua, masa perkembangan arsitektur Indis tahun 1902 sampai tahun 1920. Karakteristik ini sebagian besar dipengaruhi oleh faktor status sosial yang berlaku ke dalam melalui pemisahan yang tegas antara hoofdgebouw dan bijgebouw serta status sosial yang berlaku ke luar yaitu antara penghuni rumah di lingkungan perumahan tersebut terkait dengan jabatannya di Centrale Werkplaats (Balai Yasa). Faktor lain yang mempengaruhi adalah adalah iklim lokal yang menyebabkan bangunan perumahan tersebut tampil dalam ciri rumah tropis. Aspek iklim adalah merupakan pertimbangan penting dalam rumah Indis sebagai upaya menciptakan kenyamanan dalam rumah. Selanjutnya faktor percampuran wujud bangunan Belanda dengan bangunan tradisional (Jawa) juga mempengaruhi tampilan arsitektur pada perumahan ini.Bentuk-bentuk Eropa terlihat terlihat pada elemen-elemen bangunan seperti pintu, jendela, luifel, gavel, cerobong asap, lantai dan lain-lain, sedadngkanunsur lokal terlihat pada pola tata masa bangunan, keberadaan ruang terbuka berupa beranda depan, komposisi ruang terbuka dan ruang tertutup serta penggunaan vegetasi. Kata Kunci : Rumah Indis, karakteristik arsitektural, hoofdgebouw, bijgebouw

Abstract

Indis house is a designation for the living house that occupied by both Dutch and the Indo-Dutch that built in the Dutch Colonial age in style of combining between Europe architectural forms especially Dutch and local architectural (). This combining created architectural characteristics of Indis house that are different from traditional house. In planning and designing process, Indis house is influenced by many factors such as the condition of surroundings, tropical climate which are very different from the climate in Netherland, social status, and also combining forms between Europe architecture and local architecture. The housing of Pegawai Perusahaan Jawatan Kereta Api Pengok at block A and B in Yogyakarta as one of the Indis housing of Dutch Colonial inheritance has uniqueness that reflected on its setting whith background of many factors influenced it. This literatur uses rationalistic-qualitative metheod in approach to theoretical framework that is built base on assessment parameters of architectural characterictics of living house according to Habraken (1978) including spatial system, physical system, and stylistic system. The Housing of PJKA Pengok at Block A and B in Yogyakarta was influenced by arhitectural style from two periods of Indis architecture development in Indonesia, the first one is the period in 1800-1902 (the Empire Style), and the second one is the period in 1902-1920. It most influnced by sosial status of users that reflected on its physical building setting. This sosial status prevailed to inner that reflected on distinct separation between hoodgebouw and bijgebouw, and also the social status prevailed to outside was inter-occupants of the houses location based on level of positions in Centrale Werkplaats (Balai Yasa). Another factor that also influenced the architectural characteristics is local climate that makes this housing looks in characterictics of tropical house. Climate aspect is an essential consideration in Indis house as an effort to create freshness inside the house. Next, combining factors between Ducth architectural forms and the traditional (Java) also influenced the architectural setting. Europe forms seem at building elements like door, window, luifel, gevel, chimney, and floor while the local ones seem at pattern of figure ground, the existence of open space in form of front veranda, the compositition of open space and building, and also vegetation. Keywords : Indis housing; architectural characteristic; hoofdgebouw; bijgebouw

28 | SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021

Pendahuluan Pengok/Pengokweg). Komplek perumahan dengan gaya arsitektur Indis ini terdiri dari 7 blok (blok A-G) Pada masa kolonial Belanda, Indonesia mengalami yang dibagi menurut besar kecilnya rumah. Kondisi pengaruh occidental (Barat) dalam berbagai segi rumah selain di blok A dan B sudah banyak kehidupan termasuk kebudayaan dan arsitektur, salah mengalami perubahan baik dari tata ruang maupun satunya adalah bangunan Indis. Penyebutan tampilan fasadenya sehingga sulit menemukan gaya bangunan Indis di Indonesia digunakan untuk Indis yang asli. menyebut bangunan-bangunan yang bercorak Eropa/Barat. Corak bangunan ini dibawa ke Indonesia oleh orang-orang Belanda pada saat masa kolonial. Gunadi dan Hatmaji (1997) menyatakan bahwa bangunan Indis semula merupakan sebutan untuk bentuk bangunan rumah tinggal para pejabat pemerintahan Hindia Belanda yang memiliki ciri-ciri perpaduan antara bentuk bangunan Belanda dengan arsitektur tradisional. Berlage menyebutnya dengan istilah Indo Europeesche Bowkunst. Van de Wall menyebutnya dengan istilah Indische Huizen, dan Pramono Atmadi menyebutnya dengan istilah arsitektur Indis. Arsitektur Indis merupakan asimilasi atau campuran dari unsur-unsur budaya Barat terutama Belanda Gambar 1. Letak blok-blok rumah di Perum PJKA Pengok dengan budaya Indonsesia khususnya Jawa. Faktor- Yogyakarta faktor yang ikut berintegrasi dalam proses Sumber : Seksi Tanah dan Bangunan DAOP VI Yogyakarta perancangan arsitektur Indis antara lain faktor lingkungan, iklim, atau cuaca, ketersediaan material, teknik pembuatan, kondisi sosial, politik, ekonomi, kesenian, dan agama. Dari segi politis, pengertian bangunan Indis dimaksudkan untuk membedakannya dengan bangunan tradisional yang telah eksis terlebih dahulu. Bahkan oleh pemerintah Belanda bentuk bangunan Indis dikukuhkan sebagai gaya yang harus ditaati sehingga menjadi simbol kekuasaan, status sosial, dan kebesaran penguasa saat itu. Salah satu pemukiman Indis yang terdapat di kota Gambar 2. Siteplan Perum PJKA Pengok Blok A dan B Yogyakarta adalah perumahan pegawai Perusahaan Sumber : Seksi Tanah dan Bangunan DAOP VI Yogyakarta Jawatan Kereta Api (PJKA) Pengok yang merupakan peninggalan masa kolonial Belanda. Menurut Soekiman (1997), rumah tinggal pegawai PJKA ini Karakteristik Arsitektural termasuk ke dalam tipe atau bentuk bangunan yang didirikan oleh Perusahaan Perumahan Kotapraja Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakteristik (Gemeentelijk Woningsbedrijf), termasuk di berasal dari kata dasar „karakter‟ yang memiliki sifat- dalamnya Jawatan Kereta Api, Pelayaran, sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang Ondememing, dan sebagainya. Perumahan PJKA membedakan seseorang dengan yang lain; tabiat, Pengok ini muncul sebagai konsekuensi watak. Kata‟karakter‟ dalam encyclopedie berasal berkembangnya kekuasaan kolonial di bidang dari bahasa Yunani ‘character’ yang berarti transportasi khususnya perkeretaapian di Yogyakarta. pemahat. Namun selanjutnya kata ‘character’ Menurut Poerwokoesoemo (1986) stasiun kereta api mempunyai makna lebih luas yang dibedakan Lempuyangan dibangun pada tanggal 2 Maret 1872 menjadi dua jenis, yaitu karakter fisik dan karakter dan kemudian dibangun pula bengkel kereta api di moral intektual. Kedua jenis karakter tersebut terdiri Pengok di mana kedua dimiliki oleh NISM dari karakter essentiel, distinctif/accidentiel, dan (Nederland Indische Spoorweg Matchapij). Sebagai karakter relative. Karakter essentiel dapat fasilitas penunjang keberadaan perangkat digolongkan dalam tiga tingkatan yaitu : perkeretaapian inilah selanjutnya pada tahun 1911 1. Sesuatu yang mengandung makna esensial, makna didirikan perumahan PJKA Pengok tepat di depan sesungguhnya atau sari dari suatu objek. bengkel kereta api Pengok yang dinamakan Balai 2. Merupakan tanda yang berbeda atau modifient. Yasa (dahulu Centrale Werkplaats). Perumahan ini 3. Suatu ciri khas yang menjadi milik suatu objek. terletak di pusat Kota Yogyakarta tepatnya di Jalan Langensari dan Jalan Koesbini (dahulu Jalan

SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021 | 29

Hastati, et al. (2021) ISSN 2776-4621

Pengertian karakter relative berkaitan dengan alam Kesatuan komponen yang mewujudkan bentuk, sebagai pengaruh eksternal dan faktor lokal terhadap meliputi bentuk bangunan dan elemen bangunan. karakter atau karya arsitektur yang terdiri dari udara, iklim, dan tanah. Adanya pengaruh faktor eksternal terhadap karya arsitektur dapat mempengaruhi Tabel 1. Katagori tema-tema dalam unit bangunan dan karakter dari peradaban atau seni suatu bangsa. siteplan pada Perumahan PJKA Pengok blok A dan B Komponen pembentuk bangunan Komponen Sistem Sistem Sistem Bentuk Pembentuk Spasial Fisik Bentuk Elemen Ruang Makna esensial, tanda Bangunan Bentuk Luar/siteplan yg berbeda atau Sumbu & Karaktr modifient, & ciri khas Orientasi Dinding Pintu Kontur tanah Essentiel simetri Sumbu Lantai Hirarki Jendela Orientasi & simetri Tidak Hirarki Atap Skala Kolom Pola jalan

Karakter tetap & Geometri Pola tata Skala Tiang/kolom Lantai Distinctif/ hanya dasar masa accidentiel muncul Perletakan sewaktu Pola tata karakter Entrance Gevel mundur/

suatu objek suatu masa Karakter fisik& Karakter -waktu Mengungkap setback Pola tata Pembagian karakter moral inteletual moral karakter Konsol Karakte ruang kavling Fungsi Cerobong r Pengaruh eksternal Teritori relative atau faktor lokal ruang asap Besaran Fasade ruang Entrance Kawasan

Sirkulasi Vegetasi Gambar 3. Skema pengertian karakter Infrastruktur Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat Sumber: Analisis berdasarkan Habraken (1978) disimpulkan bahwa karakteristik adalah merupakan sari dari suatu objek, merupakan tanda yang berbeda atau modifient, dan suatu atribut atau ciri khas yang menjadi milik suatu objek sehingga dapat dibedakan sebagai sesuatu yang sifatnya individual. Dengan demikian karakteristik dapat digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi baik fisik maupun non-fisik tergantung kandungan/muatan isi objek dengan penekanan pada ciri-ciri yang spesifik dan khusus yang membuat objek tersebut dapat dikendalikan dengan mudah.

Ada dua hal yang dapat diperoleh melalui pendekatan karakteristik arsitektural ini yaitu karakter fisik yang terlihat dan karakter non-fisik yaitu hal-hal yang tidak terlihat (hubungannya dengan faktor-faktor lain seperti sosial budaya, politik, iklim, dan lain-lain). Gambar 2. Skema kerangka teori Karakter fisik adalah hal-hal yang terlihat pada fisik sebuah bangunan meliputi keseluruhan aspek Perkembangan Arsitektur Indis di Indonesia arsitektur yang terkait pada bangunan tersebut dan lingkungan yang melingkupinya. Menurut Habraken Kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda yang (1978), untuk memahami karakteristik sebuah cukup lama memberikan pengaruh yang besar pada bangunan dapat dilakukan dengan dengan melihat perkembangan arsitektur Indis di Hindia Belanda bangunan tersebut sebagai satu kesatuan sistem yang khususnya Indonesia. Menurut Handinoto (1996), terdiri dari : perkembangan arsitektur Indis ini dapat dibagi dalam empat periode yang masing-masing menghasilkan 1. Spatial Sysem (sistem spasial) produk arsitektural yang berbeda satu dengan yang Berkaitan dengan organisasi ruang, mencakup lainnya sehingga memberikan karakteristik hubungan ruang, hirarki ruang, orientasi, pola arsitektural yang berbeda pula. Keempat periode hubungan ruang, dan lain sebagainya. tersebut adalah : 2. Physical System (sistem fisik) Mencakup penggunaan material (bahan) dan a. Periode abad ke-16 sampai tahun 1800-an konstruksinya. Pada periode ini didominasi oleh bangunan arsitektur 3. Stylistic System (sistem bentuk) perbentengan, gereja, dan balai kota yang merupakan perwujudan kekuasaan kolonial di tanah jajahan.

30 | SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021

ISSN 2776-4621 Karakteristik Arsitektural Bangunan Indis…..

Bangunan pada masa ini merupakan jiplakan dari lahan yang tersedia karena mahalnya harga tanah. arsitektur perbentengan di negeri asalnya tanpa Hal ini menyebabkan rumah-rumah dengan type mempertimbangkan kondisi iklim lokal. Dalam buku sulit dipertahankan. Selain itu munculnya Indonesian Herritage disebutkan bahwa pada masa perkembangan ketersediaan material baru sehingga awal ini rumah-rumah yang dibangun adalah terjadi beberapa perubahan pada rumah landhuis kepunyaan kelas-kelas saudagar atau pedagang, tersebut, misalnya penggunaan kolom bahan pipa dibangun dengan kuat, secara relatif merupakan besi sebagai kolom teras pengganti kolom batu, struktur-struktur tertutup yang menggambarkan cara penggunaan luifel dari seng bergelombang serta hidup Eropa yang inward-looking (berorientasi ke penggunaan konsol besi dengan motif keriting. dalam) yang sungguh berbeda dengan gaya hidup c. Periode tahun 1902 sampai tahun 1920 tropis. Rumah-rumah dibangun di dalam benteng dengan bentuk yang rapat dan disusun bersama dalam Pada awal abad ke-20 merupakan masa kejayaan site yang sempit. Meskipun demikian, rumah-rumah arsitektur Indis di Indonesia. Periode ini ditandai yang muncul pada masa ini dari segi ukuran biasanya dengan adanya kebijakan baru pemerintah Hindia prosentasinya lebih besar dari jumlah keluarga yan Belanda yaitu kebijakan desentralisasi sehingga menempatinya dengan ukuran tanah bisa mencapai mengakibatkan munculnya kota-kota yang 110 m lebar dan 20 meter panjang yang menghadap independen dan terus berkembang. Pada masa ini ke jalan (street frontage). Bentuk rumah-rumah berkembang gaya arsitektur Indis modern dengan tersebut cenderung panjang dan tipis dengan tidak lagi menggunakan bentuk klasik tradisional. bubungan atap yang tinggi dan curam dan ditambah Berkembangnya arsitektur pada masa ini juga dengan gevel. Kenyataannya tipe rumah seperti ini didukung oleh hadirnya arsitek-arsitek handal dari walaupun telah direncanakan dengan cukup baik di Belanda. Ciri bangunan gaya arsitektur Indis modern Eropa, namun terbukti sama sekali tidak cocok ini antara lain; simplicity, sobriety, dan truth. Adanya terhadap iklim tropis basah di Hindia Belanda; peningkatan pada bidang arsitektur ditandai dengan miskin ventilasi dan kelembaban udara yang tinggi munculnya peran arsitek atau ahli bangunan pertama membuat rumah-rumah dalam benteng ini menjadi pada tahun 1909, memberikan konsep yang lebih sesak dan tidak nyaman untuk ditinggali. Satu- jelas, antara lain; bangunan memiliki nilai tambah satunya pertimbangan terhadap kondisi lokal selain terhadap lingkungannnya sendiri dan tata kota secara penggunaan material lokal adalah overhang atap keseluruhan (salah satunya dengan upaya pengolahan yang lebar. tampak), perletakan bangunan dengan konsep setback sehingga memberikan jarak pandang yang leluasa b. Periode tahun 1800-an sampai tahun 1902 bagi orang untuk melihat keseluruhan bangunan, dan Muncul gaya arsitektur Hindia Belanda yang upaya memunculkan kesan monumental pada dipopulerkan oleh Daendels yang dikenal dengan bangunan dengan prinsip simetri dan skala pada sebutan The Empire Style. Istilah gaya arsitektur ini tampak. kemudian lebih dikenal dengan sebutan colonial d. Periode tahun 1920 sampai tahun 1940 Indies style, Indisch classicism, atau the Dutch colonial villa. Gaya inilah yang melanda seluruh Munculnya perkembangan baru dalam arsitektur Jawa pada abad ke-19. Gaya The Empire Style ini Indis yang menginginkan bentuk khas arsitektur Indis merupakan gaya arsitektur neo-klasik yang banyak yang berciri Eropa dengan mengambil sumber pada diterapkan di Eropa (terutama Perancis, bukan arsitektur tradisional Indonesia sehingga tercipta Belanda). Kemudian gaya ini oleh pemerintahan arsitektur Indis yang lebih spesifik. Konsep ini Belanda diterjemahkan secara bebas di Hindia diterapkan baik pada tatanan tampak yang simetri, Belanda. Pada periode ini sudah ada upaya adaptasi elemen-elemen detail, ragam hias yang rumit sudah terhadap kondisi lokal yaitu iklim dan ketersediaan mulai ditinggalkan. material. Ciri bangunan rumah Indis abad ke-19 di

Hindia Belanda yaitu terbuka, bentuk denah simetris, atap perisai, memiliki serambi depan dan belakang Rumah Indis atau Indische Woonhuizen dengan atap menjorok, terdapat pilar bergaya Yunani pada kedua serambi sebagai pendukung atap, ruang Rumah Indis adalah sebutan untuk rumah tinggal tengah atau gang berfungsi sebagai penghubung tempat tinggal orang Belanda asli mapupun Indo- kedua serambi dan penghubung antar kamar. Belanda yang dibangun pada masa pemerintahan Terdapat gevel atau mahkota di atas serambi depan kolonial Belanda dengan karakteristik bangunan yang dan belakang, plester dinding putih, terletak pada berbeda dengan rumah tradisional sebagai upaya lahan yang luas (landhuis) dan terdapat masa menunjukkan perbedaan status sosial, politik, dan bangunan tambahan (bijgebouw) sebagai area servis budaya terhadap masyarakat pribumi. Walaupun yang dihubungkan oleh doorloopt atau selasar memiliki unsur-unsur ke-Eropa-an, rumah Indis tidak menuju bangunan utama. Kemudian diakhir abad ke- terlepas dari unsur-unsur tradisional lokal sebagai 19 terjadi beberapa peruabahan terhadap gaya The upaya beradapatasi dengan lingkungan sekitarnya. Empire Style yang didorong oleh semakin sempitnya Perpaduan inilah yang kemudian melahirkan sebutan „rumah Indis‟.

SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021 | 31

Hastati, et al. (2021) ISSN 2776-4621

Menurut Heuken dan Pamungkas (2001), kuantitatif dan diolah secara kualitatif. Menurut perkembangan arsitektur Indis di Indonesia Djunaedi (2000), penelitian rasionalistik-kualitatif khususnya pada bangunan rumah tinggal dapat menggunakan kerangka teori yang berbentuk uraian- dibedakan dalam beberapa gaya arsitektur yaitu : uraian kualitatif. Oleh karena itu penelitian ini gaya tradisional Barat, klasisisme Indische, art deco, diarahkan oleh kajian pustakan atau kerangka teori Amsterdamse school, gaya villa, dan gaya modern. tertentu untuk membantu proses analisis. Dalam hal Khusus pada gaya klasisme Indische merupakan gaya ini kerangka teori yang digunakan adalah dari arsitektur yang mulai berkembang pada akhir abad Habraken tentang cara memahami karakteristik ke-18 sampai dengan akhir abad ke-19 di mana sebuah bangunan khususnya rumah tinggal melalui sezaman denga masa pembangunan perumahan PJKA tiga kesatuan sistem yaitu spatial system, physical Pengok Yogyakarta yaitu pada tahun 1911. system, dan stylistic system. Gaya klasisisme Indische pada rumah tinggal ini Kemudian dari kedua parameter tersebut dilakukan sering disebut dengan istilah Indische Woonhuizen, analisis terhadap objek bangunan perumahan PJKA yang dibangun dalam perkarangan yang luas sejuk, Pengok blok A dan B di Yogyakarta. Analisis yang dan jauh dari jalan serta lebih bercorak lokal daripada dilakukan meliputi: klasisisme (gaya bangunan yang sejak akhir abad ke-

19 menggunakan elemen-elemen seni bangunan klasik zaman Yunani dan Romawi) (Heuken dalam Analisis Komponen Pembentuk Ruang Luar Heuken dan Pamungkas, 2001). Beberapa kebutuhan (Siteplan) mengharuskan tipe rumah ini berlantai satu, denah Analisis ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dasar sederhana yang selalu mencakup dua beranda serta koridor tengah dengan dua sampai tiga kamar di perumahan PJKA Pengok sebagai pemukiman sisi kanan kirinya. Bijgebouw atau bangunan samping /perumahan yang tentunya memiliki tata lingkungan yang mempengaruhi desain kawasan dan perumahan terletak di belakang rumah dengan bentuk tersebut. Analisis ini meliputi; perbedaan elevasi memanjang di sisi kiri atau kanan rumah, atau lahan perumahan terhadap jalan, pola jalan kawasan, berbentuk U mengelilingi halaman belakang rumah. Bijgebouw ini biasanya adalah bangunan yang pola perletakan bangunan, pencapaian, perletakan berfungsi sebagai area service dan letaknya mundur atau setback, pembagian kavling rumah, teritori, fasade kawasan, dan sarana-prasarana dihubungkan oleh doorloopt atau selasar ke lingkungan. hoofdgebouw (rumah induk).

Indische woonhuizen dibangun dalam gaya yang lazim disebut klasisisme tropis dengan unsur-unsur Analisis Komponen Pembentuk Bangunan klasiknya yang telah luntur. Pengaruh iklim dan penggunaan material lokal yang tersedia seperti batu Analisis ini meliputi analisis 3 kesatuan sistem untuk bata, plesteran putih, atap genteng, batu alam atau menemukan karakteristik bangunan rumah Indis di marmer untuk lantai telah melunakkan ciri khas kawasan perumahan PJKA Pengok blok A dan B di klasisisme Eropa. Rumah ini mungkin tidak berseni Yogyakarta meliputi; spatial system, physical system, tinggi jika dipandang dari ukuran klasik Eropa, dan stylistic system. namun sangat cocok untuk iklim yang panas serta lembab. Langit-langit tinggi dari papan kayu dan pintu-pintu dengan lubang angi besar di bagian Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi atasnya serta jendela-jendela yang lebar dan tinggi Karakteristik Arsitektural Perumahan PJKA memungkinkan pertukaran hawa secara optimal. Pengok di Yogyakarta Selanjutnya dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik arsitektural Metode Penelitian tersebut berdasarkan temuan-temuan, studi literatur dan lain-lain. Penelitian ini mengunakan metoda rasionalistik- kualitatif dengan studi kasus pada bangunan perumahan pegawai PJKA Pengok blok A dan blok B Hasil dan Pembahasan di Yogyakarta. Penelitian dengan metode ini menggunakan data yang bersifat kualitatif dan Komponen Pembentuk Ruang Luar/Siteplan

32 | SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021

ISSN 2776-4621 Karakteristik Arsitektural Bangunan Indis…..

Tabel 2. Komponen Pembentuk Ruang Luar pada Perumahan PJKA Pengok blok A dan B

Komponen Pembentuk Karakteristik Arsitektural Faktor-faktor yang Mempegaruhi 1. Elavasi lahan terhadap a. Pemanfaatan potensi tapak melalui Sebagai barrier kebisingan terhadap jalan ketinggian kontur terhadap jalan pada bengkel kereta api dan test track (rel untuk sisi sebelah Selatan pada blok A dan B tes lokomotif) yang terdapat di depan yang berbatasan dengan Balai Yasa rumah-rumah di blok A dan B yang b. Pemanfaatan tapak untuk boulevard menhadap ke Selatan dan area hijau (vegetasi) 2. Pola jalan kawasan a. Pola jalan utama yang linier dan Merupakan konsep klasik Eropa dalam jalan lingkungan yang merancang sebuah kawasan permukiman menghubungkan keduanya membentuk untuk memudahkan aksesbilitas dan aspek enclave pada blok A dan B estetika untuk menghilangkan kesan b. Sebagai pembagi antara 2 blok, di monoton bagian belakang rumah diletakkan sebuah jalan lingkungan yang disebut brandgang 3. Pola perletakan bangunan a. Pola perletakan bangunan tidak Merupakan ciri perumahan Indis dengan berdasarkan pada tipe rumah, semua konsep blokkenbouw yang saling tipe tersebar di kedua blok mengikat satu sama lainnya (kopel dan b. Rumah paling besar terdapat di blok gandeng). Bentuk kopel dan gandeng B merupakan respon terhadap mahalnya harga tanah pada masa perumahan ini c. Perletakan rumah dengan bentk dibangun. Bentuk bkokkenbouw ini akan kopel dan gandeng lebih menghemat lahan. d. Letak bijgebouw terhadap brandgang dibedakan berdasar posisi rumah . Bijgebouw rumah pojok posisinya sejajar atau memotong brandgang, sedangkan bijgebouw pada rumah di tepi jalan selalu memotong brandgang 4. Pencapaian a. Pencapaian utama dengan 2 akses Jumlah titik masuk utama ke halaman masuk pada rumah pojok dan 1 akses rumah berdasarkan tipe rumah dan posisi apda rumah di tepi jalan rumah. Pencapaian dari brandgang untuk membedakan arah keluar-masuk pelayan b. Pencapaian sekunder dari brandgang dengan tuan rumah 5. Perletakan mundur / set Semua rumah dimiliki set back Perletakan bangunan dengan set back back terhadap jalan. Set back paling jauh memberikan jarak pandang yang leluasa terdapat pada blok A yang menghadap untuk menikmati visual bangunan, ke Selatan memberikan ruang gerak bagi pemadam kebakaran, membedakan status sosial orang-orang Belanda terhadap masyarakat pribumi. 6. Pembagian kavling tanah Pembagian kavling tanah berdasarkan Pembagian kavling tanah berdasarkan tipe-tipe rumah dan letak rumah pada kedudukan sosial penghuni yang (rumah pojok memiliki lahan paling bekerja di Centrale Werkplaats. Rumah luas) pojok dengan kavling paling luas memungkinkan adanya vegetasi yang lebih banyak untuk mengantisipasi iklim karena arahnya yang menghadap ke Barat-Timur. 7. Teritori Pembentuk teritori pada lingkungan Teritori merupakan refleksi dari kehidupan rumah adalah tembok setinggi ± 4 m di masyarakat kolonial yang menghendaki bagian belakang dan samping serta privasi yang tinggi. pagar transparan dari kayu di bagian depan. 8. Fasade kawasan a. Kesan garis vertikal pada fasade Aspek estetika dalam perancangan untuk ditunjukkan oleh bentuk atap segitiga memberikan kesan megah pada rumah dan sedangkan garis horizontal muncul memberikan identitas melalui kesan pada bentuk masa bangunan yang keseragaman dalam kawasan memanjang b. Komposisi fasade dengan pengulangan bentuk

SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021 | 33

Hastati, et al. (2021) ISSN 2776-4621

Komponen Pembentuk Karakteristik Arsitektural Faktor-faktor yang Mempegaruhi 9. Vegetasi Kecenderungan perletakan jenis Pertimbangan iklim untuk mereduksi vegetasi pelindung di sepanjang Jl. panas dan juga sebagai barrier terhadap Koesbini berupa pohon Kenari yang suara dari bengkel dan test track di rindang dan tinggi depannya 10. Sarana dan Prasarana Brandgang sebagai unsur penting pada Pada masa kolonial memang semua lingkungan perumahan ini digunakan untuk tempat infratsruktur bangunan Indis sudah utilitas perumahan berupa saluran air didesain dengan sangat baik, terutama bersih, air kotor, hydrant, sampah yang berkaitan dengan masalah rumah tangga, dan juga sebagai jalan kenyamanan dan keselamatan service

Komponen Pembentuk Bangunan Perumahan PJKA Pengok Blok A dan B yang menjadi objek dalam penelitian ini terdiri dari 26 unit rumah yang dinamai dengan rumah kasus 1 sampai dengan rumah kasus K-26 (K-1 s/d K-26). Untuk memudahkan identifikasi rumah maka rumah-rumah tersebut dibagi dalam 6 tipe menurut luas dan kesamaan bentuk denah yang dibagi sebagai berikut:

Tabel 3. Pembagian Kasus-Kasus Rumah Tipe Kode Keterangan Rumah Rumah yang paling besar terletak di pojok, orientasi ke arah Barat. A K-1 Dahulunya rumah ini ditempati oleh kepala Centrale Werkplaats (Balai Yasa) Spatial System (Sistem Spasial) Terdiri dari 3 rumah di K-2, K-7, K-8, B pinggir jalan, dan 1 a. Orientasi Rumah K-26 rumah di pojok jalan Secara umum semua hoofdgebouw (bangun induk) Terdiri dari 8 kasus K-3, K-4, K-6, berorintasi ke jalan utama dengan arah Utara-Selatan rumah, terletak tersebar C K-11, K-12, K- kecuali pada empat kasus rumah pojok yang dalam site, 2 kasus 20, K-22, K-23 berorientasi ke jalan arah Barat-Timur. Sedangkan terletak di pojok jalan bijgebouw (bangunan penunjang/area service) yang Terletak tersebar dalam dihubungkan oleh doorloopt (selasar terbuka tanpa K-5, K-10, K- site, tidak ada rumah tipe D dinding di kedua sisi) menghadap ke halaman 21, K-24, K-25 D yang terletak di pojok samping atau belakang rumah. Konsep orientasi jalan menghadap ke jalan merupakan salah satu ciri konsep Rumah dengan luasan orientasi rumah Indis yang street frontage. Perletakan K-13, K-14, K- terkecil, semua terletak dengan orientasi ke arah jalan dalam pemikiran E 15, K-16, K- di blok B tersusun secara budaya barat adalah untuk kepentingan aksesbilitas 17, K-18, K-19 linier, orientasi ke jalan demi menciptakan kemudahan pencapaian. di bagian Selatan Sedangkan orientasi bijgebouw yang menghadap ke Memiliki bentuk denah area terbuka di halaman samping atau belakang sama persis dengan tipe dipengaruhi oleh faktor pemikiran barat yang rasional C, perbedaannya terletak yaitu untuk menciptakan kenyaman ruang dengan pada penampilan bentuk sirkulasi udara dan pencahayaan alami yang baik. F K-9 tampak bangunan Perletakan bangunan rumah yang menghadap Utara- terutama pada bentu atap Selatan di wilayah tropis akan akan meminimalisir dan jendela. Dahulunya efek cahaya matahari siang dan membantu ruangan ditempati oleh dokter tetap nyaman. Pengecualian pada 4 kasus rumah yang Centrale Werkplaats terletak di pojok jalan yang mengahadap arah Barat- Timur. Untuk mengurangi intensitas cahaya matahari maka di halaman rumah ditanami dengan pepohonan

34 | SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021

ISSN 2776-4621 Karakteristik Arsitektural Bangunan Indis….. rindang. Hal ini sangat memungkinkan karena 2. Rumah tipe C, D, dan F (luas lahan antara mengingat 4 kasus rumah di pojok ini memiliki lahan 639,86 m² s/d 802,86 m²) termasuk dalam yang cukup besar. middlegroote stadwoning. 3. Rumah tipe E (luas lahan 460,65 m²) termasuk Selain berkaitan dengan aspek iklim, orientasi juga dalam kleine woningen. dipengaruhi oleh budaya setempat (Jawa). Orientasi dengan arah Utara-Selatan merupakan respon Dari penggolongan kelas bangunan rumah ini terhadap kultur Jawa khususnya Yogyakarta. menunjukkan bahwa status sosial penghuni Perletakan orientasi bangunan di arah Utara-Selatan perumahan PJKA Penggok Blok A dan B yang adalah faktor penting dalam hubungannya dengan digambarkan melalui kedudukan/jabatan kepercayaan terhadap dunia makrokosmos yang penghuninya di Centrale Werkplaats Yogyakarta melingkupinya. Letak rumah-rumah tradisional (sekarang ini Balai Yasa). Pada masa kolonial, Yogyakarta selalu menghadap Utara-Selatan, jalan semakin tinggi keduddukan pegawai di Centrale tidak menjadi tolok ukur dalam menentukan orientasi Werkplaats maka rumah yang didapat pun akan rumah, malainkan arah mata angin. Pada kasus ini semakin besar. Hal ini dikarenakan besar kecilnya terlihat proses alkuturasi konsep orientasi Barat rumah dalam masyarakat Indis merupakan salah satu (street frontage) yang merupakan konsep dalam indikasi yang menggambarkan status sosialnya. Hal arsitektur klasisisme Belanda dengan konsep ini senada dengan yang diutarakan oleh Supangat dan arsitektur lokal. Setianingsih (1995) yang menyatakan bahwa penonjolan pada ukuran besar kecilnya bangunan b. Skala (perbandingan luas rumah dengan luas rumah Indis lebih kepada hal yang berkenaan pada lahan) perbedaan status sosial penghuninya. Semua rumah memiliki halaman (ruang terbuka) c. Keseimbangan (Simetri/Asimetri) yang luas. Dari pengukuran dan perhitungan didapati perbandingan yang cukup mencolok antara luas Ruang-ruang dalam denah disusun berdasarkan bangunan dengan luas lahan, yaitu 1:3.7 yang paling sumbu yang membagi denah menjadi dua bagian. kecil dan 1:6 yang paling besar. Rata-rata Semua denah hoofdgebouw dan bijgebouw adalah perbandingan adalah 1:4.5. Luas lahan ini selain asimetri. Pembagian ruang berdasarkan garis sumbu dipengaruhi oleh tipe rumah juga dipengaruhi oleh dengan besaran ruang yang berbeda di antara letak rumah, di mana letak rumah pojok memiliki keduanya namun tetap memberikan kesan luas bangunan dan lahan lebih besar. Perbandingan keseimbangan. Pada kasus ini terlihat adanya ruang terbuka yang cukup besar ini menunjukkan pergeseran konsep bangunan Indis di mana pada bahwa keluasan ruang terbuka menjadi hal penting masa sebelumnya (1800-an) bentuk-bentuk denah pada perancangan rumah Indis. Hal ini dimaksudkan simetri cenderung diperuntukkan bagi rumah untuk memberikan pergerakan udara sehingga golongan atas, namun pada perumahan PJKA Pengok membantu menciptakan penghawaan yang nyaman blok A dan B yang dibangun pada tahun denah dalam rumah. Selain pertimbangan iklim, luasnya bangunannya justru berbentuk asimetri. Munculnya ruang luar juga menunjukkan status sosial bentuk-bentuk asimetri ini merupakan salah satu penghuninya. Hal ini agaknya adalah merupakan pengaruh gaya arsitektur Indis yang berkembang penerusan dari ciri-ciri rumah Indismasa tahun 1800- pada abad 20-an di Indonesia yaitu gaya arsitektur an dengan halaman luas menunjukkan status Indis modern dengan penekanan pada simplicity kehidupan penghuninya yang tinggi. sobriety, dan truth. Pada masa itu arsitektur berkembang lebih kreatif salah satunya adalah pada Menurut Heuken dan Pamungkas (2001) berdasarkan pengolahan tampak dan denah yang tidak lagi harus luas lahan maka rumah Indis dapat dikategorikan simetris seperti pada masa-masa sebelumnya. Dapat dalam beberapa kelas, yaitu : dikatakan bahwa pada perumahan PJKA Pengok ini 1. 1000 m² atau lebih tergolong dalam kelas groote unsur-unsur bentuk simetri atau asimetri tidak stadvilla (rumah atau villa besar) menjadi ukuran untuk menentukan kelas atau 2. 500-800 m² tergolong dalam kelas middlegroote golongan penghuni rumah. Bentuk-bentuk yang stadwooning (rumah dengan ukuran sedang) dihasilkan lebih kepada estetika perancangan rumah 3. 500 m² tergolong dalam kelas kleine woningen dalam sebuah konteks lingkungan. (rumah dengan ukuran kecil) d. Hirarki Berdasarkan kriteria di atas maka rumah-rumah pada Hirarki ruang pada denah rumah di perumahan ini perumahan PJKA Pengok Blok A dan B dapat dapat terlihat dari 3 hal yaitu; (1) hirarki ruang diklasifikasikan sebagai berikut : dengan perbedaan wujud dan perletakan masa 1. Rumah tipe A dan B (luas lahan masing-masing bangunan hoofdgebouw dan bijgebouw, (2) hirarki 21734,4 m² dan 900,63 s/d 1333,12 m²) termasuk ruang berdasarkan perbedaan perletakan ruang, serta dalam groote stadvilla. (3) hirarki ruang berdasarkan besaran ruang.

SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021 | 35

Hastati, et al. (2021) ISSN 2776-4621

Hirarki ruang berdasarkan perbedaan wujud dan untuk dapat diakses dari semua ruang di dalam perletakan masa bangunan terlihat pada ukuran masa rumah. Hal yang berbeda pada perumahan PJKA bangunan yang mencolok anatara hoofdgebouw dan Pengok ini adalah bahwa beranda belakang bukan bijgebouw serta perletakan masa bangunan keduanya merupakan ruang terbuka seperti pada lazimnya yang dipisahkan oleh gallerij. Hoofdgebouw rumah Indis lainnya. Hal ini dikarenakan terbatasnya diletakkan di depan dan sedangkan bijgebouw ruang-ruang yang ada di dalam rumah. Namun kesan diletakkan di samping atau di belakang rumah. terbuka tetap terlihat dengan banyaknya bukaan Perletakan ini menunjukkan hirarki masa berdasarkan berupa jendela dan pintu besar yang tingkat kepentingan baangunan. Hal ini menunjukkan menghubungkannya ke doorloopt yang terbuka pemisahan yang tegas antara bangunan untuk tuan menuju bijgebouw. rumah (hoofdgebouw) dan bangunan untuk pelayan e. Pola Tata Ruang rumah tangga (bijgebouw). Orang pribumi yang bekerja di rumah-rumah orang Belanda pada masa itu Pola tata ruang dalam ruang rumah disusun selalu ditempatkan di bijgebouw yang identik dengan berdasarkan organisasi grid yang terpola meskipun tempat orang-orang jajahan dan selalu diposisikan di tidak selalu memberikan luasan yang sama. Pola bawah kepentingan kaum penjajah. yang terbentuk adalah bujur sangkar dan persegi panjang membentuk kubisme yang menjadi ciri Hirarki ruang berdasarkan perbedaan perletakan bangunan Indis. Pola-pola ruang dengan bentuk grid ruang ditunjukkan dari perletakan ruang-ruang dalam sering sekali digunakan pada bangunan-bangunan bangunan rumah. Pada hoofdgebouw tingkat Indis dengan pertimbangan bahwa pola seperti ini kepentingan ruang berdasarkan letak ditunjukkan memaksimalkan penggunaan ruang dengan tingkat pada beranda belakang di mana semua ruang-ruang efisiensi yang tinggi. Pola tata ruang disusun dalam hoofdgebouw dipertemukan dalam satu titik di berdasarkan fungsi ruang. Ruang yang memiliki beranda belakang. Ruang tidur menjadi ruang yang fungsi utama (ruang-ruang untuk pemilik rumah) paling dominan dari segi jumlah dibandingkan denga diletakkan di bagian depan. Sedangkan ruang-ruang ruang lainnya. Ruang tidur sebagai ruang privat denga fungsi service diletakkan di belakang atau di selelau terletak di sisi kiri/kanan gang atau juga di samping hoofdgebouw. Berbeda denga rumah tipe A sisi kiri/kanan beranda depan dan belakang. dan b, pada rumah-rumah tipe C,D,E, dan F tidak Sedangkan pada bijgebouw tidak terlihat adanya terdapat gang/gallerij di tengah rumah dan memiliki hirarki yang kuat berdasarkan perbedaan perletakan susunan pola yang lebih sederhana. Gang pada rumah ruang. Perbedaan mencolok hanya pada perletakan tipe A dan B ini merupakan sirkulasi penghubung km/wc tuan rumah dan pelayan yang keduanya antara beranda depan dengan beranda belakang di diletakkan di bagian belakang dari bijgebouw (dekat mana di samping kiri kanannya terdapat ruang tidur. dengan dinding pembatas dengan brandgang). Letak Pola dan bentuk ruang seperti ini merupakan pola dan km/wc di belakang ini diduga adalah wujud dari bentuk ruang gaya arsitektur Indis yang berkembang alkuturasi konsep rumah Jawa yang selalu antara tahun 1800-an sampai tahun 1902 di Indonesia meletakkan km/wc di luar rumah induk. Konsep khususnya di Jawa yang dikenal dengan sebutan The seperti ini dalam rumah tradisional Jawa muncul Empire Style. The Empire Style ini adalah merupakan karena pemikiran bahwa km/wc dianggap sebagai gaya arsitektur neoklasik yang banyak diterapkan di sesuatu yang kotor yang harus disembunyikan Eropa (terutama Perancis, bukan Belanda). Kemudian sehingga diletakkan di belakang rumah, terpisah gaya ini oleh pemerintahan Belanda diterjemahkan dengan rumah induk. Sedangkan pada rumah-rumah secara bebas di Hindia Belanda. Gaya inilah yang di Belanda, tidak lazim meletakkan km/wc di luar kemudian melanda di seluruh Jawa pada abad ke-19. rumah. Hal seperti ini pada masyarakat Indis yang selalu berfikir rasional tampaknya ada pengecualian Pada perumahan ini tidak semua elemen gaya di mana mereka mengadopsi pemikiran Jawa ini ke bangunan masa the Empire Style diterapkan namun dalam perwujudan rumah tinggal mereka. Walaupun pengaruhnya masih dapat dilihat. Bentuk denah konsekuensi yang muncul adalah jarak menuju rumah sebagian besar tidak lagi simetris seperti km/wc dari hoodfgebouw menjadi sangat tidak halnya pada the Empire Style. Penggunaan kolom- efisien namun pemilihan letaknya di bijgebouw tetap kolom batu berganti menjadi kolom-kolom dari kayu, menjadi pilihan. hal ini disebabkan karena rumah-rumah yang ada di perumahan PJKA Pengok blok A dan B ini umumnya Hirarki berdasarkan besaran ruang di hoofdgebouw tidak sebesar dans emegah seperti pada rumah-rumah terdapat pada ruang beranda belakang yang memiliki villa pada zaman the Empire Style. Pengecualian besaran ruang paling luas. Melalui susunan pola dan pada rumah tipe A yang paling besar masih besaran ruang terlihat bahwa setiap ruangan menggunakan kolom-kolom batu di beranda dipertemukan dalam satu titik yakni di beranda depannya. belakang yang juga merangkap sebagai ruang keluarga. Beranda belakang sebagai ruang inti Bentuk tata ruang pada rumah-rumah di blok A dan B memiliki tingkat kepentingan tinggi bagi para yang dibangun pada tahun 1911 ini mengalami anggota keluarga dan kerabat dekat dan direncanakan pergeseran bentuk yang lebih fleksibel dari gaya

36 | SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021

ISSN 2776-4621 Karakteristik Arsitektural Bangunan Indis….. bangunan the Empire Style. Hanya dua rumahyang kenyamanan udara dalam rumah. Selain itu paling besar (tipe A dan B) yang masih memiliki perletakan masa bangunan compound merupakan ciri yang ciri the Empire Style yang kental. Unsur pemisahan yang jelas antara hoofdgebouw dan gang di tengah rumah merupakan salah satu ciri khas bijgebouw. Hal ini menunjukkan pemisahan yang yang masih dipertahankan pada kedua rumah jelas dan tegas antara hoofdgebouw untuk tuan rumah tersebut.Untuk rumah dengan ukuran sedang dan dengan bijgebouw untuk area pelayan (dahulunya kecil, tata ruangnya lebih sederhana. Tata ruang yang budak). Terlihat bahwa perbedaan status sosial sederhana ini selain dipengaruhi oleh luas lahan juga digambarkan dengan jelas tidak hanya terhadap dipengaruhi oleh gaya arsitektur yang bercirikan penghuni antar rumah juga terhadap sesama penghuni simplicity, sobriety, dan truth. Jadi dapat dikatakan dalam rumah yang digambarkan melalui peruntukan bahwa bentuk pola ruang rumah-rumah di perum ruang-ruang dalam bangunan. PJKA Pengok ini dipengaruhi oleh dua gaya Selain itu pola masa bangunan compound pada arsitektur yairu masa the Empire Style (1800-an s/d bangunan rumah Indis di Jawa menurut 1902) dan gaay arsitektur yang berkembang pada Wiyatiningsih (2000) merupakan bentuk alkuturasi masa rumah tersbut dibangun yaitu tahun 1902-1920. dengan rumah tradisional Jawa, khususnya pada f. Pola Tata Masa rumah bangsawan. Menurut Dakung (1982) untuk membedakan rumah bangsawan Jawa dengan Pola tata masa pada perumahan PJKA Pengok blok A masyarakat biasa selain pada bnetuk atap, juga pada dan B ini dapat dibedakan atas masa tungga dan pola tingkat kelengkapan ruangnya. Perbedaannya adalah masa berbentuk compound (lebih dari satu masa bahwa pada rumah bangsawan Jawa memiliki masa bangunan) yang diatur berdasarkan kelengkapan bangunan compound akibat pemisahan fungsi kebutuhan ruang. Masa-masa bangunan tersebut yaitu bangunan yang terdiri dari pendhapa, pringgitan, hoofdgebouw (bangunan induk) dan bijgebouw dalem, dan gandhok. Pada rumah-rumah masyarakat (bangunan samping) yang membentuk susunan biasa ruang-ruang tersebut menjadi satu. depan-belakang atau depan-samping. Pada rumah type besar (A dan B) membentuk pola tata masa g. Fungsi Ruang compound dengan satu hoofdgebouw dan dua Fungsi ruang pada hoofdgebouw adalah beranda bijgebouw. Sedangkan tipe-tipe rumah lainnya depan, ruang tidur, gang, dan beranda belakang yang membentuk masa tunggal yaitu satu hoofdgebouw merangkap sebagai ruang makan dan ruang keluarga. dan satu bijgebouw yang dihubungkan oleh Sedangkan pada bijgebouw digunakan sebagai area doorloopt. service yang mewadahi fungsi gudang, ruang tisur Pola tata masa yang terdiri dari hoofdgebouw dan pembantu, dapur, tempat cuci, km/wc tuan rumah dan bijgebouw ini merupakan salah satu ciri rumah Indis pembantu (masing-masing terpisah), doorloopt, khususnya di Jawa. Rumah-rumah dengan dua selasar, dan garasi. Perbedaan fungsi ruang dan bijgebouw menunjukkan tingkat status sosial jumlah fungsi ruang yang diwadahi memperlihatkan penghuninya yang lebih tinggi daripada rumah tingkat besar kecilnya rumah. Ada dua fungsi ruang dengan satu bijgebouw. Pola masa bangunan tambahan yang dimiliki oleh dua rumah paling besar compound dimungkinkan pada lahan yang luas. Di yaitu gang di tengah rumah dan garasi mobil. Belanda, masa bangunan compound dengan Banyaknya fungsi ruang dalam rumah pemisahan antara hoofdgebouw dan bijgebouw tidak menggambarkan status sosial penghuninya. Makin dikenal dikarenakan lahan yang sempit sehingga besar rumah makin banyak pula fungsi ruang yang rumah dibangun memanjang ke belakang sebagai diwadahi, makin banyak pula ruang pembantu yang upaya efisiensi lahan. dimiliki. Menurut Soekiman (2000) banyaknya budak yang dimiliki oleh seorang pejabat di Hindia Belanda Masa bangunan compound dan tunggal dengan adalah suatu tanda kekayaan dan simbol pemisahan antara hoofdgebouw dan bijgebouw prestise.Budak-budak ini tinggal dalam lahan yang seperti ini merupakan pola-pola rumah Indis pada sama dengan majikannya namun pada bangunan yang tahun 1800-an sampai dengan tahun 1902 di mana berbeda yang disebut bijgebouw. Dahulunya jumlah pada saat itu sepertinya menjadi trend pada rumah- budak yang dimiliki oleh seorang pejabat bisa rumah Indis yang terletak di pusat kota. Thomas Nix mencapai ratusan orang, namun pada masa-masa (dalam Heuken dan Pamungkas, 2001) dalam selanjutnya selanjutnya karena sistem perbudakan bukunya Steedebouw en de stedebouwkundige dihapuskan maka budak-budak diganti oleh para vormgeving.., mengatakan bahwa hoofdgebouw pembantu rumah tangga yang terdiri dari juru masak, berdiri sendiri di dalam pekarangan dengan gaya tukang kebun, tukang selokan, tukang kuda, supir, terbuka (tidak berdempetan dengan bangunan lain) dan lain-lain. Selain banyaknya fungsi, panjang dan hanya bijgebouw saja yang berdempetan dengan doorloopt juga mengidentifikasi perbedaan status bijgebouw tetangganya karena dibangun persis di sosial penghuni rumah. Doorloopt yang lebih panjang perbatasan. Walaupun berdempetan bijgebouw tetap akan memperlihatkan keanggunan dan kewibawaan menghadap ke ruang luar yaitu halaman belakang tuan rumah saat melewatinya menuju ke bijgebouw. rumah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan

SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021 | 37

Hastati, et al. (2021) ISSN 2776-4621 h. Sirkulasi dinding dalam 15 cm (susunan ½ bata). Ketinggian dinding mencapai 4,5 m sampai 4,8 m dari Pola sirkulasi yang terbentuk pada hoofdgebouw tipe permukaan lantai dengan sistem struktur dinding A dan B adalah sirkulasi komposit (gabungan pola pemikul/bearing wall. Bahan pelapis dinding yang sirkulasi linier dan radial) sedangkan pada rumah- digunakan adalah plesteran halus berwarna putih. rumah tipe lain adalah membentuk pola sirkulasi Dinding luar yang lebih tebal daripada dinding dalam radial. Sedangkan pola sirkulasi di Bijgebouw adalah merupakan upaya adaptasi iklim untuk menghambat sirkulasi linier yang dipengaruhi oleh letak masa panas dari luar sehingga ruang dalam tetap sejuk. bangunan yang memanjang. Dinding yang cukup tinggi dengan langit-langit yang i. Besaran ruang juga tinggi memungkinkan lancarnya pergerakan udara dalam ruang. Perbedaan besaran ruang yang cukup signifikan antara hoofdgebouw dan bijgebouw. Pada b. Peninggian lantai hoofdgebouw besaran ruang yang paling besar adalah Terdapat peninggian lantai rumah yang cukup beranda belakang. Beranda belakang pada rumah signifikan di semua rumah di blok A dan B, rata-rata Indis memiliki arti penting, berfungsi sebagai ruang 40 cm dari permukaan tanah, kecuali rumah dengan inti yang memiliki tingkat kepentingan tinggi bagi type paling besar mencapai 60 cm dari permukaan para anggota keluarga dan kerabat dekat. Di Beranda tanah. Menurut Soekiman (2000) pembuatan pondasi belakang ini berbagai kegiatan kekeluargaan yang lebih tinggi dari permukaan tanah ini yang berlangsung misalnya minum teh di sore atau malam disebut dengan “berbatur tinggi di atas permukaan hari, sebagai ruang dansa dan mendengarkan music, tanah” adalah untuk menghindari kelembaban dari dan ruang berkumpul bersama keluarga. Bagi tamu tanah dan udara basah sehingga lantai dan ruangan yang tidak memiliki hubungan sangat dekat dengan dalam tetap dalam keadaan kering. Selain itu dinding tuan rumah tidak diperkenankan memasuki ruang bagian bawah juga tidak gampang berlumut dan kotor beranda belakang ini. Ini menunjukkan betapa yang merupakan musuh utama bangunan di daerah pentingnya nilai privasi pada masyarakat masyarakat tropis. kolonial Belanda. Menurut Soekiman (2000) kemewahan ruang beranda belakang menunjukkan c. Atap tingkat hirarki sosial penghuninya yang dapat Terdapat dua jenis atap yang digunakan pada rumah dipamerkan kepada kerabat dan teman-teman dekat dengan ukurna besar di blok A dan B yaitu kombinasi pemilik rumah. Selanjutnya ruang kedua terbesar atap limasan dan pelana dengan kemiringan atap 45°. adalah serambi depan. Beranda depan merupakan Struktur atap menggunakan kuda-kuda kayu dan ruang terbuka dengan akses langsung ke halaman gunungan dengan bahan penutup atap genting tanah depan, memiliki arti penting bagi masyarakat Indis yang merupakan bahan lokal yag gampang ditemui. khususnya di Jawa. Beranda depan mer upakan Pada rumah dengan ukuran kecil, atap yang implementasi bentuk hubungan sosial dalam digunakan hanya saru jenis yaitu atap pelana saja. masyarakat Indis. Tamu, teman, dan tetangga Bentuk atap dan variasinya menunjukkan tingkat diterima di beranda depan ini. Secara khusus dapat besar kecilnya rumah. Kmiringan atap yang cukup dikatakan bahwa beranda depan memiliki arti signifikan mencapai 45° dan overhang atap yang hubungan keluar (hubungan sosial kemasyarakatan) cukup lebar selain untuk melancarkan buangan air dan beranda belakang memiliki arti hubungan ke hujan dan meminimalisir cahaya matahari juga dalam ( hubungan antar anggota keluarga dan kerabat menjadikan rumah tampak tinggi dan megah karena dekat). terkesan tinggi. Ketinggian ini juga membentuk j. Entrance ruang di bawah atap yang cukup luas dan membuat pergerakan udara cukup lancar sehingga tercipta Entrance bangunan dibedakan atas dua macam, yaitu kesejukan di ruang-ruang di bawahnya. main entrance yang menuju ke hoofdgebouw dan side entrance menuju ke bijgebouw dari brandgang. d. Tiang/Kolom dab Konsol Perletakan side entrance yang dicapai dari Pada semua beranda depan untuk menopang atap brandgang dimaksudkan untuk memberikan alur digunakan kolom kayu yang dibuat bermotif khusus sirkulasi yang berbeda antara sirkulasi tuan rumah kecuali pada rumah tipe A yang paling besar dan pelayan. menggunakan kolom dari batu yang juga dibuat bermotif sehingga terlihat berbeda dengan rumah- rumah lainnya. Pada bifgebouw untuk menopang atap Physical System (Sistem Fisik) selasar dan atap doorloopt juga menggunakan tiang- a. Dinding tiang dari kayu. Penggunaan kolom atau tiang dari batu dan besi pada beranda depan merupakan ciri Struktur dinding yang digunakan pada perumahan bangunan Indis pada abad ke-19 yang merupakan PJKA Pengok ini adalah struktur dinding pemikul pengaruh dari gaya arsitektur Eropa yang sudah ada dengan dinding luar 30 cm (susunan 1 bata) dan tebal sejak masa awal kedatangan Belanda ke Indonesia.

38 | SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021

ISSN 2776-4621 Karakteristik Arsitektural Bangunan Indis…..

Selanjutnya gaya kolom pada masa abad ke-19 juga secara fungsional dan wajar serta terkesan akrab. terinspirasi dari kolom pad rumah Jawa. Pada rumah- Namun untuk ukuran pintu dan jendela dibuat cukup rumah di Perum PJKA Pengok blok A dan B tinggi sehingga terkesan megah. penggunaan kolom-kolom besi digantikan dengan Entrance penggunaan kolom kayu dan satu rumah besar menggunakan kolom dari batu. Bentuknya lebih Letak entrance utama ke dalam rumah selalu terletak kepada bentuk kolom pada rumah Jawa, begitu pula di tengah berupa pintu ganda besar yang dipertegas dengan model dekorasi pada kolom kayu seperti pada dengan adanya tiga tingkatan anak tangga/step model dekorasi kolom rumah Jawa. menuju beranda yang posisinya sejajar dengan pintu utama. Tiga tingkatan anak tangga atau lebih pada

rumah Indis merupakan elemen-elemen tipikal Sylistic System (Sistem Bentuk) arsitektur Indis pada abad ke-19 yang digambarkan dari sebuah vocabulary arsitektur Eropa. Letak pintu a. Bentuk Bangunan utama yang selalu terletak di tengah bidang fasade Simetri/Asimetri depan dimaksudkan untuk memberikan kesan balance pada bentuk fasade asimetri. Sebagian besar bentuk fasade rumah-rumah di perumahan PJKA Pengok blok A dan B adalah Geometri Dasar berbentuk asimetri kecuali pada rumah tipe C yang Bentuk fasade pada rumah-rumah di perumahan berbentuk simetri. Bentuk fasade secara keseluruhan PJKA Pengok blok A dan B ini menggunakan prinsip (komposisi hoofdgebouw dan bijgebouw) bentuk-bentuk geometri dasar yaitu pengulangan menghailkan bentuk asimetri namun memberikan bentuk-bentuk segiempat dan segitiga pada atap. kesan balance karena letak bijgebouw yang saling Bentuk-bentuk geometri segiempat merupakan unsur berdempetan. Rumah-rumah dengan bentuk fasade ciri-ciri konsep arsitektur Indis yang lebih asimetri jika berupa rumah kopel amka akan menonjolkan bentuk-bentuk kubisme pada bangunan. berbentuk simetri.Berbeda dengan rumah-rumah Indis yang dibangun pada awal abad ke-19 yang lebih didominasi oleh bentuk-bentuk simetri, rumah-rumah b. Elemen Bangunan di perumahan PJKA Pengok yang dibangun pada wal Pintu dan Lubang Angin abad ke-20 ini sepertinya mulai mengalami variasi bentuk pada fasadenya. Bentuk pintu utama adalah pintu dua daun dengan model ganda (dua lapis pintu di bagian dalam dan Hirarki luar). Material yang digunakan adalah dari kayu Jati Hirarki pada tampak bangunan ditunjukkan oleh untuk pintu luar dan kayu dikombinasikan dengan artikulasi bentuk bangunan melalui ukuran, kaca timah pada pntu bagian dalam. Ciri yang cukup perletakan, dan wujud. Hirarki yang ditunjukkan oleh mencolok dalah tinggi pintu yang diatas rata-rata ukuran adalah perbedaan yang sangat mencolok yaitu mencapai 3m dengan lebar 1,4 dan 1,2 m. antara bidang fasade hofdgebouw dengan bidang Selain itu terdapat lubang angin berbentuk jalusi dari fasade bijgebouw di mana bidang fasade kayu dengan motif susunan geometri. Bentuk pintu hoofdgebouw lebih besar daripada bijgebouw. Hirarki pada bijgebouw lebih sederhana yaitu berupa pintu yang ditunjukkan melalui perletakan adalah posisi dari kayu jati polos dengan lubang jalusi dari kawat. letak keduanya dalam tapak. Hoofdgebouw terletak di Penggunaan material kaca menunjukka aspek depan sdangkan bijgebouw terletak di belakang atau kedudukan sosial dalam masyarakat, hal ini samping. Ukuran dan letak ini memberikan hirarki dikarenakan bahan kaca pada awal abad ke-20 pada fasade depan rumah. Terlihat perbedaan unsur- merupakan bahan bangunan yang tergolong mahal unsur yang lebih dipentingkan. Hirarki yang sehingga rumah yang menggunakan material tersebut ditunjukkan oleh perbedaan wujud adalah adanya dapat digolongkan sebagai rumah orang yang berada. bentuk-bentuk komposisi fasade yang sangat Selain itu dsain pintu yang tinggi dan lebar dengan mencolok antara hoofdgebouw dan bijgebouw. lubang angin di atasnya memungkinkan pertukanran Bidang fasade pada hoofdgebouw lebih diutamakan udara secara maksimal di dalam ruang sehingga dengan bentuk-bentuk berupa kolom-kolom hias dari kenyamanan penghawaan dalam ruang tetap terjaga. batu dan kayu dan undakan menuju serambi depan. Jendela dan Luifel Semua rumah memiliki beranda depan yang menjadi fokus view karena didesain terbuka dan menjadi Sama halnya dengan pintu, jendela pada rumah Indis penanda akses masuk ke dalam rumah. ini juga memiliki ukuran yang cukup besar dan tinggi. Bentuk jendela juga rangkap dua dengan Skala bagian luar dari kayu jati model krapyak dan bagian Skala pada fasade yang terlihat adalah berupa skala dalam dari bahan kaca timah dengan susunan petak- manusia/normal/natural dimana perbedaan ukuran petak kaca (glazen ruiten). Ukuran lebar mencapai tinggi dan lebar bangunan hampir sama, didesain 1,2 m sampai dengan 1,8 m dan tinggi 2,5 m. Pada

SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021 | 39

Hastati, et al. (2021) ISSN 2776-4621 bagian fasade depan yang dinaungi atap pelana selelu dapur di bijgebouw. Keberadaan cerobong asap ini diberikan luifel di atas jendela dengan bentuk tidak lazim pada bangunan di wilayah tropia seperti flat/datar dan ditarik oleh empat tali besi. Indonesia kareana tidak ada keekstriman musim. Penggunaan daun jendela rangkap dua lapis ini Pada perumahan PJKA Pengok ini keberadaan dimaksudkan agar kondisi penghawaan ruang dalam cerobong asap lebih kepada untuk mengalirkan asap diatur, misalnya apda malm hari yang dingin daun saat memasak supaya tidak berkumpul dalam jendela lapis dua ini dapat menghambat udara dingin ruangan. sedangkan jika udara panas cukup ditutup dengan jendela daun krapyak saja. Pemikiran seperti sangat tepat diterapkan di lingkungan tropis lembab seperti Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik di Indonesia. Luifel selalu dibuat di bidang fasade arsitektural Perumahan PJKA Pengok di Blok A yang posisi atapnya cukup tinggi sehingga dengan dan B adanya luifel dapat meminilaisir paparan langsung a. Faktor status sosial cahaya matarahi dan tampias air hujan ke arah jendela. Selain itu keberadaan luifel juga dapat Karakteristik arsitektural yang dipengaruhi oleh menjadi unsur dekoratif pada rumah-rumah di faktor status sosial penghuni perumahan PJKA perumahan PJKA Pengok ini. Pengok Blok A dan B dapat dibedakan atas dua jenis status sosial yaitu; (1) status sosial yang berlaku ke Kolom, Konsol, dan Pagar dalam (antar tuan rumah dan pelayan), dan (2) status Sebagian besar rumah menggunakan kolom dari kayu sosial yang berlaku keluar (antar penghuni rumah) dan pada rumah yang paling besar menggunakan berdasarkan tingkat jabatan di Balai Yasa (dahulu kolom batu. Pada bijgebouw semua kolom di Centale Werkplaats). Status sosial yang berlaku ke selasarnya menggunakan bahan kayu. Pada beranda dalam dapat dilihat dari perbedaan perletakaan depan juga menggunaka pagar/railing dari bahan hoofdgebouw dan bijgebouw sedangkan status sosial kayu. Keberadaan pagar di beranda ini adalah muncul yang berlaku keluar terlihat pada perbedaan kelas- dari bentuk-bentuk pagar pada beranda rumah Eropa. kelas rumah sesuai dengan jabatan penghuninya. Karena tritisan atap yang lebar maka digunakan Dahulu pada saat ditempati oleh orang-orang konsol kayu untuk menopangnya. Konsol ini Belanda, kesesuaian jabatan penghuni di Centrale berbentuk segitiga sama sisi yang dipasang tegak Werkplaats dengan kelas rumah sangat ketat lurus terhadap dinding. diterapkan. Sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa birokrasi hirarki warisan zaman kolonial pada Lantai perumahan PJKA Pengok Blo A dan B ini. Satu hal Secara umum pola lantai pada semua ruang adalah yang unik ditemukan bahwa ada satu rumah sama kecuali pola lantai pada ruang beranda depan diperuntukan untuk dokter bagi karyawan Centrale yang menggunakan pola lantai gabungan antara tegel Werkplaats. Rumah untuk profesi dokter ini memiliki ubin bermotif warna abu dengan tegel ubin bermotif bentuk sistem spasial dan sistem fisik yang sama bunga warna merah tua. Menurut Soekiman (2000), namun memiliki sistem bentuk yang berbeda. penggunaan lantai ubin bermotif bunga merah lazim b. Faktor akulturasi wujud antara elemen-elemen digunakan pada rumah-rumah Indis pada abad ke-18 bangunan Eropa (Belanda) dengan bangunan sampai abad ke-19 yang terbuat dari bahan jerambah tradisional (Yogyakarta) batu Koromandel warna merah tua atau abu-abu. Pengunaan bahan penutup lantai dengan ubin berpola Karakteristik arsitektural yang dipengaruhi oleh ini memberikan kesan mewah pda rumah-rumah percampuran wujud bangunan Jawa dan Belanda Indis. terlihat pada bnetuk-bentuk ruang terbuka yang menyatu dengan lingkungan luar (halaman rumah), Gevel orientasi, penataan masa banguna merupakan Semua rumah memiliki gevel yang letaknya di ujung adaptasi terhadap rumah tradisional Jawa dann atap berbentuk segitiga. Gavel ini menggunakan lingkungannya. Selain itu unsur-unsur lokal dan bahan kayu yang disusun seperti jalusi dengan fungsi Eropa terdapat pada elemen bangunan seperti bentuk untuk penghawaan di bawah atap. Gavel adalah pintu, jendela, kolom, gevel, dan lain-lain. bentuk segitiga atau bentuk lainnya yang mengikuti Keberadaan bangunan-bangunan Indis yang didirikan konstruksi atap dan berdiri tegak lurus pada ujung oleh orang-orang Belanda ternyata juga tidak bangunan dengan dua sisi miring (Soemalyo, 1993). mengabaikan unsur-unsur lokal yang ada sehingga Gavel merupakan representatif bentuk aslinya dari keberadaannya memberikan suatu ciri khas tersendiri arsitektur vernacular di negeri Belanda. di antara bangunan-bangunan lokal. Cerobong Asap c. Faktor iklim Hal yang unik pada bangunan rumah-rumah di Karakteristik arsitektural yang dipengaruhi oleh perumahan PJKA Pengok ini adalah adanya cerobong aspek iklim ini terbentuk karena adanya asap yang terletak di puncak atap tepatnya di atas pertimbangan iklim lokal yang sungguh berbeda

40 | SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021

ISSN 2776-4621 Karakteristik Arsitektural Bangunan Indis….. dengan iklim negara asalnya di negeri Belanda. Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Perbedaan iklim ini menjadikan perancangan Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit kawasan dan rumah-rumah tinggal Indis di Hindia Andi, Yogyakarta. Belanda khususnya di Jawa yang beriklim tropis Heuken SJ, Adolf dan Pamungkas ST, Grace. 2001. basah menghasilkan ciri bentuk yang juga berbeda. Menteng ‘Kota Taman’ Pertama di Indonesia. Pada perumahan PJKA Pengok blok A dan B Yayasan Cipta Lokas Caraka, Jakarta. pertimbangan iklim lokal ini terlihat pada bentuk Poerwokoesoemo, Soedarisman. 1986. Sejarah Lahirnya atap, penambahan shading di jendela, bukaan berupa Kota Yogyakarta. Lembaga Javanologi, Yayasan jendela-jendela yang lebar dan tinggi, ketinggian Ilmu Penegetahuan dan Kebudayaan Peninggalan bangunan, ruang luar terbuka yang lebih besar Yogyakarta. daripada bangunan, dan penambahan vegetasi Praawoto, Eko A. 1999. Pengantar pada Pameran Dua peneduh di area halaman maupun di pinggir jalan Abad Arsitektur di Belanda ‘Twee Architectuur in perumahan. Nederland’. Kerjasama UKDW dengan Kerta d. Faktor kedekatan dengan Centrale Werkplaats Pustaka, Yogyakarta. (Balai Yasa) Susanti, BM. 2000. Loji Londo – Studi Tata Ruang Bangunan Indis. Lemabaga Penelitian Institut Seni Perletakan bangunan perumahan PJKA Pengok blok Indonesia Yogyakarta. Yayasan untuk Indonesia, A dan B di bagian Utara Centrale Werkplaats (Balai Yogyakarta. Yasa) adalah merupakan pertimbangan terhadap aspek aksesbilitas. Sebagai blok kelas atas pada Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Kota Yogyakarta perumahan PJKA Pengok ini, pertimbangan (1890 – 1930) Suatu Tinjauan Historis Perkembangan Sosial. Yayasan unruk Indonesia, aksesbilitas ke Centrale Werkplaats dari perumahan Yogyakarta. di blok A dan B menmberikan kemudahan pergerakan dari dan ke Centrale Werkplaats. ______. Sekilas Gambaran Tentang Balai Yasa Perumka Sedangkan blok-blok lain memiliki jarak yang relatif Yogyakarta (Facts and Figures Perumka’s lebih jauh terhadap Centrale Werkplaats. Workshop of Yogyakarta. Balai Yasa, Perusahaan Umum Kereta Api. e. Faktor kenyamanan terhadap suara dari test treck ______. Penelitian Awal Tata Kota Yogyakarta (Kota Keberadaan kontur tanah yang lebih tinggi dari jalan Yogyakarta dan Sekitarnya). dan lahan Centrare Werkplaats, pohon-pohon peneduh sepanjang jalan, area boulevard di bagian Selatan merupakan barrier sebagai upaya untuk mengurangi kebisingan dari ditimbulkan dari bengkel terutama test treck yang digunakan untuk tes lokomotif.

Daftar Pustaka

Blijstra, R. 1996. Dutch Architecture After 1900. PN van Kampen and Zoon N.V, Amsterdam. Budiharjo, Eko. 1997. Preservation and Conservation of Cultural Herritage in Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Clark, Robert dan Pause, Michael. 1986. Preseden dalam Arsitektur. Intermatra, . Gunadi dan Hatmaji, Tri. 1997. Kelestarian dan Pelestarian Bangunan Indis di Jawa Tengah. Diskusi Ilmiah Arkeologi VIII, Yogyakarta. Habraken, N.J. 1978. General Principles of about the Way Environment Exist,. Departement of Architecture, MIT Massachusetts. Handinoto, 1996a. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940. Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit Andi, Yogyakarta. Handinoto, 1996b. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang. Kerjasama Lembaga

SADE – VOLUME I, NO.1, APRIL 2021 | 41