perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat terbentuk melalui sejarah yang panjang, tapak demi tapak,
trial dan error. Pada titik-titik tertentu terdapat peninggalan-peninggalan
yang eksis atau terekam sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya. Warisan budaya menurut Davidson diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok bangsa (1991). Warisan budaya menurut Galla merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible) dri masa lalu. Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage) inilah yang berasal dari budaya lokal yang ada di Nusantara, meliputi; tradisi, cerita rakyat dan legenda, bahasa ibu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukkan), kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat setempat. Warisan budaya fisik (tangible heritage) sering diklasifikasikan menjadi warisan budaya tidak
bergerak (immovable heritage) dan warisan budaya bergerak (movable
heritage). Warisan budaya tidak bergerak biasanya berada di tempat terbuka
dan terdiri dari: situs, tempat-tempat bersejarah, bentang alam darat maupun
air, bangunan kuno dan bersejarah, patung-patung pahlawan. Warisan
budaya bergerak biasanya berada di dalam ruangan dan terdiri dari: benda
warisan budaya, karya seni, arsip, dokumen dan foto, karya tulis cetak,
audio visual berupa kaset, video, dan film (2001).
Nusantara mempunyai keaneragaman budaya bangsa yang terbentuk
dari budaya-budaya lokal. Budaya bangsa mewarisi nilai-nilai unggulan dari
budaya-budaya lokal yang selanjutnya menjadi warisan budaya (cultural
heritage) bagi bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan keberadaannya.
Salah satu warisan keaneragaman budaya bangsa Nusantara yang terbentuk dari budaya lokal dengancommitkarakteristik to user khas yang menjadi indentitas
1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
tersendiri bagi masyarakat yang berada disekitarnya adalah Desa
Manggarmas, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan. Sebuah tempat
yang mempunyai keunikan alam berupa api yang tidak pernah padam atau
yang dikenal dengan api abadi Mrapen dengan nilai historis Kerajaan
Demak pada masa pemerintahan Raden Patah.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu
terakhir di Nusantara, menambah luas wilayah Kerajaan Demak dan menjadikannya satu-satunya pusat pemerintahan Islam di pulau Jawa. Salah satu wilayahnya adalah tanah Mrapen. Tanah Mrapen pada masa Kesultanan Demak Bintoro, merupakan tanah perdikan Kadilangu (daerah istimewa) hadiah dari Raden Patah untuk Sunan Kalijaga atas perjuangan dan pengabdiannya kepada Kesultanan Demak. Pada hakekatnya tanah di seluruh kerajaan adalah milik raja. Secara mutlak raja adalah pemilik semua tanah. Hal ini didukung oleh teori Rouffaer tentang kepemilikan tanah Raja (vorstendomein) bahwa Raja adalah pemilik tanah seluruh kerajaan dan dalam pemerintahannya. Raja dibantu oleh para birokrat yang terdiri dari sentana dan narapraja dan diangkat oleh Raja berdasarkan orientasi status.
Raja adalah pemilik tanah seluruh kerajaan seperti yang telah disebutkan
dalam peribahasa jawa “sakurebing langit salumahing bumi” bahwa semua
yang ada di bawah langit dan di atas bumi adalah milik raja (Noer Fauzi,
1999).
Raja adalah satu-satunya pemilik tanah dalam artian bahwa secara
teoritis ia adalah yang berkuasa di atasnya dan berhak melakukan apa saja
atas tanah kekuasaannya. Seperti halnya dengan apa yang dilakukan oleh
Raden Patah selaku Raja dari Kerajaan Demak memberi hadiah tanah
Mrapen kepada Sunan Kalijaga atas jasanya.
Sunan Kalijaga menjadikan tanah Mrapen sebagai pusat pembuatan
persenjataan Kerajaan Demak. Karena disana terdapat sumberdaya alam
yang memadai untuk menempa senjata, yaitu adanya api abadi. Kemudian commit to user
2 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Pemerintah juga mengakui tanah
perdikan Mrapen dan menyebutnya “negara kecil” (Suara Merdeka, 2001).
Tahun 1946, tanah Mrapen mempunyai sertifikat atas nama Nyi
Parminah, yaitu keturunan dari juru kunci Mrapen. Sejak masa
pemerintahan Sultan Trenggono di Kesultanan Demak Bintoro, kompleks
Mrapen sangat diperhatikan, sehingga ditugaskan seorang demang bernama
Singodirono untuk menjaga atau sebagai juru kunci di kompleks Mrapen tersebut. Juru kunci ditentukan secara turun-temurun, yaitu dari Demang Singodirono, Singogemito, Kertosemito, Kertoleksono, Kromohardjo, dan yang terakhir adalah Nyi Parminah (Haryadi, 1986). Api Abadi yang berada di tanah Mrapen ini sering digunakan untuk ritual keagamaan. Sejumlah peristiwa penting juga pernah terjadi di lokasi tersebut. Seperti pada November 1963, api abadi tersebut diambil untuk menyalakan obor Ganefo I dan merupakan pertama kalinya Api Abadi di tanah Mrapen ini dikenal didunia Olahraga Nasional. Tahun 1981 digunakan untuk upacara pengambilan Api PON X, Februari tahun 1983 digunakan dalam upacara pengambilan Api POR PWI I, dan PON XII tahun 1989. Kemudian PON XIV pada tahun 1996. Hingga pada tahun 2008 api
abadi Mrapen juga digunakan dalam Asian Beach Games (ABG) I di Bali,
Asian Beach Games II di Muscat, Asian Beach Games di Oman 2010, dan
Asian Beach Games III di China. Selanjutnya pada 23 November 2011, api
abadi Mrapen digunakan untuk menyalakan api Sea Games 2011 di
Palembang.Dan yang terakhir adalah Islamic Solidarity Games (pesta
olahraga multievent negara-negara Islam dunia) 2013 di Pekanbaru, Riau
(Suara Merdeka, 2013).
Tanah Api Abadi Mrapen sebagai tanah perdikan pada masa kerajaan
Islam Demak, dalam perkembangannya juga tidak lepas dari pentingnya
peranan tanah bagi kehidupan manusia, karena tanah mempunyai fungsi
sebagai tempat kegiatan manusia itu sendiri. Tanah juga sebagai sumber
penghidupan demi kelangsungan kehidupan manusia. Begitu pentingnya peranan akan tanah, tanah jugacommit tidak to lepas user dari perkembangan suatu wilayah
3 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
di mana peningkatan jumlah penduduk yang secara otomatis akan
menjadikan aktifitas manusia juga berkembang secara dinamis. Oleh karena
itu, tiap daerah berupaya keras untuk memenuhi kebutuhan dan
meningkatkan taraf perekonomiannya. Dengan mengelola daerahnya sendiri
dan mengoptimalkan semua potensi wilayah yang dimiliki guna
mendapatkan pemasukan yang sebesar-besarnya.
Wacana tersebut juga diikuti oleh Pemerintah Kabupten Grobogan untuk mengembangkan pelestarian semua potensi wilayahnya. Pengembangan pelestarian sektor pariwisata di Kabupaten Grobogan menempati prioritas utama dalam Renstra pembangunan wilayah I dengan pola arus wisata yang dibentuk berdasarkan dari letak geografis dan jaringan jalan yang ada, di mana Kabupaten Grobogan terletak berdekatan dengan Kabupaten Surakarta dan Kabupaten Demak dan mempunyai beragam potensi sumberdaya yang dapat dijual sebagai daerah tujuan wisata, baik alam maupun buatan. Salah satu target pengembangan pelestarian Kabupaten Grobogan di sektor pariwisata adalah Tanah Mrapen sebagai salah satu warisan budaya lokal di Nusantara (RIPP Kabupaten Grobogan, 2004).
Adishakti membagi beberapa prinsip penting dalam proses pelestarian
kebudayaan nasional Indonesia yaitu; 1. Masyarakat sebagai pusat
pengelolaan (people-contered management), 2. Pentingnya kerjasama/
kolaborasi antar disiplin ilmu maupun sektor, 3. Tercipta mekanisme
kelembagaan yang mampu mengakomodasikan partisipasi dan aksi
masyarakat, 4. Dukungan dan penegakan aspek legal, dan perlu
diwujudkannya pasar pelestarian untuk menunjang kesinambungan
pengelolaan. Pelaksanaan pelestarian benda cagar budaya mengalami
berbagai benturan dan diperlukan kemampuan publik dalam
melindunginya, seperti berikut; 1. Benturan-benturan ini merupakan
bagian dari dinamika kehidupan yang selalu tumbuh dan berkembang
sepanjang jaman, 2. Keberhasilan upaya pelestarian terletak pada kemampuan publik dalamcommit memperdulikan to user aset yang dimilikinya. Wujud
4 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sebuah kota terkait dengan masa lampau, sehingga perencanaan serta
pengarahan pertumbuhan kota sekarang dan di masa mendatang harus
dengan perspektif sejarah. Warisan sejarah mencakup bangunan, kawasan,
struktur berupa patung, air mancur, taman, pepohonan. Daya tarik
terhadap warisan sejarah ini dapat bersumber dari signifikannya dalam
hal arsitektur, estetis, historis, ilmiah, kultural dan sosial (2000).
Tanah Api Abadi Mrapen menjadi salah satu aset daerah di kabupaten Grobogan, usaha pelestarian kompleks Mrapen ini meliputi pelestarian fisik dan non fisik. Pelestarian fisik, yaitu dengan dibantu Pemerintah Daerah Grobogan meliputi upaya pengembangan dan pengelolaan Kompleks Mrapen. Perawatan non fisik yaitu adanya anggapan dari masyarakat luas bahwa Mrapen merupakan tempat bersejarah dengan fenomena alam api abadi, sehingga menarik minat masyarakat luas untuk menyaksikan secara dekat atau langsung. Hal ini akan menambah pendapatan keuangan daerah. Dan dari pendapatan ini akan bisa menunjang perawatan dan pengelolaan kopleks Mrapen sebagai salah satu obyek potensial di Kabupaten Grobogan. Pada tahun 2004 Pemerintah daerah Kabupaten Grobogan memasukkan Api Abadi Mrapen sebagai target pengembangan dalam
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Grobogan, dengan
kategori obyek wisata alam yang mempunyai sumber daya wisata alam
dan budaya yang jarang ditemui di tempat lain. Sehingga memungkinkan
Api Abadi Mrapen menjadi daya tarik wisata dan obyek wisata andalan
Grobogan. Rencana Pemkab Grobogan dalam mengembangkan Api
Abadi Mrapen sebagai obyek wisata alam sebagai mana tersebut dalam
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Grobogan tahun
2006 belum dapat terealisasikan. Karena pada akhir tahun 2008 hubungan
kerjasama pengelolaan Api Abadi Mrapen antara Pemerintah kabupaten
Grobogan dengan ahli waris (alm) Nyi Parminah terhenti. Sehingga
diputuskan untuk menghentikan kerjasama antara Pemkab Grobogan
dengan ahli waris Tanah Api Abadi Mrapen dan menyerahkan commit to user
5 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sepenuhnya hak pengelolaan dan perawatan obyek kepada keluarga/ ahli
waris (Suara Merdeka, 2008).
Berhentinya pengelolaan bersama antara Pemda dan ahli waris
Mrapen, warisan budaya ini tidak terurus dengan baik. Upaya pelestarian
warisan budaya lokal berarti upaya memelihara warisan budaya lokal untuk
waktu yang sangat lama. Karena upaya pelestarian merupakan upaya
memelihara untuk waktu yang sangat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan (sustainable), yaitu berbasis pada kekuatan dalam, kekuatan lokal, kekuatan swadaya. Pelestarian berkelanjutan diperlukan penggerak, pemerhati, pecinta dan pendukung dari berbagai lapisan masyarakat. Kekayaan budaya lokal seperti yang dimiliki Api Abadi Mrapen yang mempunyai nilai-nilai historis juga merupakan aset yang sangat penting bagi Indonesia untuk bisa berkompetisi dan kemudian turut berpartisipasi dalam perubahan global melalui penanaman nilai-nilai budaya dalam pendidikan. Pembelajaran sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter anak didik dengan menggali kembali kearifan budaya lokal yang diintegrasikan dalam sistem pembelajaran Sejarah Lokal.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji
secara mendalam tentang permasalahan pengelolaan tanah perdikan
Kesultanan Demak dan relevansinya terhadap nilai-nilai pendidikan
nasionalisme, dalam penulisan skripsi dengan judul Pengelolaan Tanah Api
Abadi Mrapen Tahun 1963-2008 sebagai Warisan Budaya dan Relevansinya
bagi Pembelajaran Sejarah Lokal.
commit to user
6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka
penulis merumuskan beberapa masalah antara lain :
1. Bagaimana sejarah tanah Api Abadi Mrapen?
2. Bagaimana pengelolaan tanah Api Abadi Mrapen tahun 1963-2008?
3. Bagaimana pengelolaan tanah Api Abadi Mrapen sebagai warisan
budaya? 4. Bagaimana relevansi penelitian pengelolaan tanah Api Abadi Mrapen bagi pengembangan pembelajaran Sejarah Lokal?
C. Tujuan Penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah tanah Api Abadi Mrapen. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan tanah Api Abadi Mrapen pada tahun 1963-2008. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan tanah Api Abadi Mrapen sebagai warisan Budaya. 4. Untuk mengetahui bagaimana relevansi penelitian pengelolaan tanah Api
Abadi Mrapen bagi pengembangan pembelajaran Sejarah Lokal
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoriti.
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas
wawasan pengetahuan ilmiah bagi para peminat sejarah dan masyarakat
pada umumnya mengenai pengelolaan tanah Mrapen dan relevansinya bagi
pengembangan pembelajaran Sejarah Lokal di jurusan Sejarah. Dengan
demikian kecintaan untuk menggali sejarah lokal di daerah-daerah tidak
terhenti, akan tetapi terus berkembang secara mantap.
commit to user
7 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis
a. Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar sarjana Kependidikan
Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Dapat memberikan motivasi kepada para mahasiswa Sejarah untuk selalu
mengadakan penelitian ilmiah.
commit to user
8