SeptiawanMediaTor, Santana VolK dkk, 10 (2), Komunikasi Desember Subkultur 2017, 165-176 Religius NU, ...

Komunikasi Subkultur Religius NU, Muhammadiyah, Persis, dan Syarikat Islam di Kalangan Pengajar Unisba

1Septiawan Santana K, 2Nurrahmawati Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Islam , Jl. Tamansari No.1 Bandung-. E-mail: [email protected], [email protected]

Abstrak. Indonesia memiliki keragaman kelompok keagamaan Islam, membawa beragam karakteristik budaya komunikasi kelompok keislaman. Dalam komunikasi antarbudaya, hal ini merepresentasikan karakteristik subkultur komunikasi religius dari masing-masing kelompok organisasi keislaman, seperti (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), dan Syarikat Islam (SI). Demikan pula dengan Universitas Islam Bandung (Unisba), yang ber- statuta sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang tidak berasas keorganisasian keislaman tertentu. Para pengajarnya, di antaranya, memiliki keragaman subkultur komunikasi religius keislaman. Penelitian ini mengkaji bagaimanakah subkultur kelompok keislaman melakukan komunikasi antarbudaya di Unisba. Dengan menggunakan observasi dan wawancara sebagai teknik pengumpulan data, penelitian ini mengangkat pemaknaan makrosubjektif (seperti makna norma dan nilai dari misalnya, dalam kajian ini makna budaya keislaman tertentu), dan mikosubjektif (seperti makna ahlak mulia, makna kedewasaan, dan sebagainya). Dari sanalah, penelitian ini merumuskan temuan kategori-kategori dari komunikasi “subkultur” religius dari NU, SI, Persis dan Muhammadiyah, di dalam ruang komunikasi antarbudaya di Unisba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap individu subkultur kelompok keislaman meluruh ke dalam interaksi ahlakul kharimah keunisbaan, yang bervisi dan misi pengembangan keislaman dalam dunia akademik.

Kata kunci: komunikasi antarbudaya, komunikasi religius, subkultur komunikasi religius

Abstract. Indonesia has a diversity of Islamic religious groups, bringing diverse cultural characteristics of Islamic group communication. In intercultural communication, this represents the characteristics of the subculture of religious communication from each group of Islamic organizations, such as Nahdlatul Ulama (NU), Muhamadiyah, Persatuan Islam (Persis), and Syarikat Islam (SI). In addition, the Islamic University of Bandung (Unisba), which the statute as an Islamic higher education institution, is not based on certain Islamic organizations. Unisba lecturers, among them, have a diversity of Islamic organizations subculture. This research uses descriptive method, in Communication Research Method, from the domain of Qualitative Research using “social reality as qualitative data”. This study examines how the subculture of Islamic groups engages in intercultural communication at Unisba. By using observations, and interviews, as a technique of data retrieval, this study raises meaning macro-subjective (such as the meaning of norms and values of for example, in this study the meaning of certain Islamic culture), and micro- subjective (such as the meaning of noble ahlak, meaning maturity, and so on). This study formulated the findings of categories from the religious “subculture” communication of NU, SI, Persis and Muhamadiyah, in the intercultural communication room at Unisba. The result of this research shows that every individual subculture of Islamic group decays into the interaction of Unisba’s ahlakul kharimah, which has a vision and a mission of Islamic development in the academic world.

Keywords: intercultural communication, religious communication, religious

165 MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 165-176

PENDAHULUAN itu, di Unisba menunjukkan visi dan Universitas Islam Bandung misinya berdasar “aliran”-keorganisasian (Unisba), menurut Sejarah Yayasan Islamnya. Universitas Islam Bandung; Realitas, Tantangan dan Eksistensi (Safrudin dkk, Nahdlatul ‘Ulama 2008). merupakan salah satu Perguruan Nahdlatul ‘Ulama (NU) Tinggi Islam Swasta (PTIS) yang adalah sebuah organisasi Islam didirikan pada 15 Nopember Tahun 1958, di Indonesia. Organisasi ini berdiri berlokasi di Kota Bandung, Jawa Barat. 31 Januari 1926 dan bergerak di Visi Unisba, menurut Laporan Rektornya bidang keagamaan, pendidikan, sosial, (Wiradipradja, 2002); “Menjadi dan ekonomi. Tujuan: Keagamaan dan perguruan tinggi Islam terkemuka dan sosial (Islam). Jumlah anggota: 90 juta maju, berlandaskan nilai-nilai Islam, (2015). Rais Aam Syuriah: Dr.(HC).KH. pelopor pembaharuan pemikiran dan Ma’ruf Amin. Ketua Umum Tanfidziyah: pelaksanaan kehidupan beragama, dan Dr. K.H. , MA. Awalnya, pembina insan berakhlak karimah yang ialah (Kebangkitan bermanfaat bagi diri sendiri, umat, Tanah Air) yang dibentuk pada 1916. masyarakat, bangsa dan negara”. Misi Dilanjutkan, pada 1918, dengan Unisba adalah “Menyelengarakan didirkannya Taswirul Afkar atau pendidikan, penelitian dan pengabdian dikenal juga dengan “Nahdlatul Fikri” kepada masyarakat, membina kehidupan (kebangkitan pemikiran), sebagai kampus yang dinamis ilmiah, dan wahana pendidikan sosial politik kaum mengembangkan lingkungan fisik dan dan keagamaan kaum . Dari sosial berlandaskan nilai-nilai Islam”. situ, berkembang Nahdlatut Tujjar, Unisba, menurut Wiwitan dan (pergerakan kaum saudagar), sebuah Yulianita (Jurnal MediaTor Juni 2017, sarikat untuk memperbaiki perekonomian 1-10), “merupakan Perguruan Tinggi rakyat. Keberadaan Nahdlatul Tujjar itu, Islam Swasta yang tergabung dalam membawa Taswirul Afkar berkembang BKS-PTIS dan tidak dipengaruhi oleh menjadi lembaga pendidikan, dengan organisasi massa (ormas) Islam mana cabang di beberapa kota. pun.” Posisi ini merupakan branding yang Berbagai komite dan organisasi dipegang Unisba, yakni menekankan tersebut menjadi embrio untuk membentuk perguruan tinggi Islam swasta yang tak organisasi para ulama yang lebih berkiblat kepada organisasi massa mana besar. Untuk itu, pada 31 Januari 1926 pun. (16 Rajab 1344 H), di Kota , Dalam pada itulah, Unisba menjadi Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) sebuah wadah bagi kader-kader Islam didirikan, dipimpin oleh K.H. Hasjim dari berbagai organisasi massa Islam di Asy’ari (Rais Akbar). Elan pemikiran Indonesia. Berbagai kader yang bergerak, yang melatarbelakanginya, ialah tradisi atau memilih aktivitas di jalur pendidikan keilmuan ulama yang menjadi dasa tinggi. Unisba menjadi sebuah magnet. bagi pergerakan pembaruan pemikiran Magnet itu menarik berbagai kelompok keagamaan. Para kiai pesantren atau aliran – yang dalam hal ini, ialah mendesak berdirinyanya jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dibentuk. K.H. Hasjim Persatuan Islam (Persis), dan Syarikat Asy’ari menetapkan kitab Qanun Islam (SI) – untuk ber ahlakul kharimah Asasi (prinsip dasar), dan kitab I’tiqad antarsesama kelompok, dalam satu tujuan: Ahlussunnah Wal Jamaah, menjadi khittah mengembangakan Islam melalui dunia NU, sebagai referensi pikiran dan tindakan akademik. Ketika berkomunikasi “trans sosial, keagamaan dan politik di kalangan budaya”, berbagai kelompok keislaman NU. Hal itu diejawantahkan ke dalam

166 Septiawan Santana K dkk, Komunikasi Subkultur Religius NU, Muhammadiyah... anggaran dasar, sebagai berikut: Bahwa di mana pemerintah Hindia Belanda “Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyah mewaspadainya. Diniyah islamiah berasas Islam menurut Meski pada awalnya menolak, akan paham Ahli Sunnah wal-Jamaah.” Ia tetapi pada kemudiannya, pemerintah menganut salah satu dari empat mashab Belanda mengakui SI sebagai organisasi (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali). yang berbadan hukum, yakni, pada Pengurus besarnya mengambil tempat ibu 10 September 1912. “Kemajuan SI kota Negara Republik Indonesia. yang pesat saat itu membuat penasehat Pola pikir NU mengambil pemerintah kolonial, Snouck Hurgronye, jalan tengah rasionalis dengan menulis dalam majalah Indologen skripturalis. Rujukan tokoh teologi Blad, meminta pemerintah mewaspadai pemikirannya antara lain ialah Abu kebangkitan gerakan Islam ini dan jangan al-Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur sampai lengah,” Demikian dicatat Alwi Al Maturidi. Secara fikih, cenderung Shahab (2008; blogspot). “Setelah HOS bermazhab Imam Syafi’i, dengan tetap Tjokroaminoto duduk dalam pimpinan memberi tempat pada Imam Hanafi, Syarikat Islam (SI), kemajuan SI makin Imam Maliki,dan Imam Hanbali. Pada hebat dengan semangat berkobar-kobar 1984, NU menggariskan “kembali ke sehingga SI dipandang sebagai ‘Ratu khitah”: meraut kembali warna ajaran Adil’. ahlussunah wal jamaan, dan berbagai Setelah berbadan hukum pun ukuwah pergerakkan lainnya, dalam SI terus bergerak memperjuangkan konteks kemasyarakatan dan kebangsaan. kemerdekaan. Gerakan SI menimbulkan gejolak tersendiri di kalangan bangsa Syarikat Islam (SI) Belanda di Hindia saat itu. Pada sisi inilah, Tiga tahun sebelum Budi Utomo SI bisa dinilai sebagai organisasi Islam muncul, Syarikat Dagang Islam SDI di Indonesia yang terpanjang dan tertua didirikan, yakni 16 Oktober 1905, di umurnya. Warna keislamannya membawa kota Solo. Organisasi perserikatan perjuangan nasionalisme tumbuh sejak ini dicetuskan oleh seorang pemuda jaman Hindia Belanda. “Di bawah Lawean, Solo, asal Klaten, bernama Haji pimpinan trio politikus yang terkenal — Samanhudi. Ia, yang kini dikenal sebagai Tjokroaminoto, , dan Abdul salah satu tokoh pergerakkan Indonesia, Muis — SI menjadi organisasi massa mendirikan organisasi ini untuk tujuan, pertama yang bukan hanya menuntut di antaranya, membangun kekuatan tapi memperjuangkan kemerdekaan RI,” kesadaran pada Bangsa Hindia (pribumi) tulisa Alwi Shahab. Sifat nasionalime saat itu guna mengusir kolonialisme SI membawa keanggotaan organisasi Belanda. tersebar di seluruh Indonesia. Para Beberapa tahun kemudian, kata pemimpin SI pun muncul dari berbagai “Dagang” dihilangkan, Syarikat Dagang kepulauan Indonesia. Islam berubah menjadi Syarikat Islam Syarikat Islam (SI), walaupun (SI). Warna “Islam” dikuatkan dalam menjadi “kelompok (aliran) organisasi organisasi ini. Dalam pergerakkan yang tidak mempermasalahkan masalah- nasionalisme Indonesia, nama SI masalah furu’iyyah (aliran fiqih) di dalam kemudian tercatat memiliki banyak Islam”, namun menekankan perhatian aktivitas yang menyumbang akselerasi pada “masalah akidah–politik dan sosial.” kesadaran berbangsa di kalangan pribumi Indonesia saat itu. Kehadiran Persatuan Islam (Persis) HOS Tjokroaminoto, di kepemimpinan Persatuan Islam (Persis), SI, menambah bobot perjuangan merupakan organisasi yang memokuskan pergerakan Indonesia ke banyak momen diri pada pengembangan “budaya”

167 MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 165-176

Islam di masyarakat: “sebagai dampak School Moehammadijah, lalu Madrasah pemahaman (fikih) terhadap nilai-nilai Mu’allimin Muhammadiyah (laki-laki) ajaran Islam yang sakral dan pengutamaan dan Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah terhadap Al Quran dan Assunah” (Perempuan) di Yogyakarta. Persis, menurut berbagai situs internet, Pada fase 1912-1923, didirikan pada 12 September 1923, di Muhammadiyah berkembang Bandung, oleh sekelompok orang yang di berbagai keresidenan berminat dalam pendidikan dan aktivitas (Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, keagamaan. Pemimpin saat itu ialah Haji dan Pekajangan). Pada 1925, meluas Zamzam dan Haji Muhammad Yunus . ke Sumatera Barat. Dan kemudian Persis dibentuk untuk tujuan memberikan bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, pemahaman Islam yang sesuai dengan dan Kalimantan. Pada 1938, aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh Saw dan memberikan pandangan berbeda Indonesia. dari pemahaman Islam tradisional yang Berbagai kegiatannya tertuju dianggap sudah tidak orisinal karena pengorganisasian pembangunan tata bercampur dengan budaya lokal, sikap sosial dan kemajuan pendidikan, berbasis taklid buta, sikap tidak kritis, dan keislaman yang dinamis di segala tidak mau menggali Islam lebih dalam aspek kehidupan. Hal itu, misalnya, dengan membuka Kitab-kitab Hadis muncul dalam butir ke-6 Mukadimah yang shahih. Oleh karena itu, lewat para Anggaran Dasarnya, yang menegaskan ulamanya seperti Ahmad Hassan yang peran keorganisasian yang bergerak juga dikenal dengan Hassan Bandung mengembangkan tujuan tersebut. atau Hassan , Persis mengenalkan Berbagai hasil bentukan pergerakannya Islam yang hanya bersumber dari Al- di antaranya ialah pendirian rumah sakit, Quran dan Hadis (sabda Nabi). Persis panti asuhan, dan tempat pendidikan di bukan organisasi keagamaan yang seluruh Indonesia. berorientasi politik namun lebih fokus terhadap pendidikan Islam dan dakwah METODE dan berusaha menegakkan ajaran Islam Berbagai penelitian komunikasi secara utuh tanpa dicampuri khurafat, lintasbudaya, menurut West dan Turner syirik, dan bid’ah, yang telah banyak (2007:43), mengutip Asante (1987), menyebar di kalangan awam orang Islam. diketahui dan dipahami melalui pola pemikiran Barat. “Banyak dari kita Muhammadiyah yang menginterpretasikan kejadian Muhammadiyah ialah organisasi dan perilaku melalui kacamata Eropa masyarakat Islam, dalam aktivitas (Amerika)”. Implikasinya, di antaranya, Keagamaan, pendidikan, dan sosial, yang memberi bentukan pada pemahaman kini memiliki Ketua Umum: Dr. KH. komunikasi keagamaan/religius (religious Haedar Nashir, M.Si. communication) di dalam bahasan 18 November 1912 (8 Dzulhijjah komunikasi interkultural (intercultural 1330 H), Muhammadiyah dibentuk communication). Bagaimana komunikasi K.H. , di Kampung antarkelompok keagamaan diwadahi Yogyakarta. Kegiatannya komunikasi antarbudaya. Bagaimana bermula mefokuskan kepada dakwah, persepsi kelompok keagaamaan, melalui pengajian (Sidratul Muntaha). sebagai subkultur, mengembangkan Pada kemudian, aktivitasnya melebar ke interaksi sosialnya melalui komunikasi pendidikan sekolah dasar dan sekolah antarbudaya. lanjutan – dengan nama awal Hogere Hal ini didasari oleh asumsi School Moehammadijah, lalu Kweek bahwa komunikasi adalah kebudayaan.

168 Septiawan Santana K dkk, Komunikasi Subkultur Religius NU, Muhammadiyah...

Setiap kebudayaan memiliki dimensi “sikap dan perilaku dan tindakan individu komunikasi. Dalam hal kultur keislaman dan kelompok” serta bentukan ”nilai di Indonesia, maka dapat dijelaskan kelompok masyarakat dan sistim dunia”. bahwa keragaman kelompok keislaman Dari berbagai observasi dan membawa berbagai karakteristik kultur wawancara kemudian diangkat dan komunikasi kelompok keislaman. bentukan pemaknaan makrosubjektif Berbagai karakteristik tersebut terolah dan mikosubjektif. Menurut Bungin dalam proses persepsi subkultur ketika (hlm.106), makrosubjektif ialah menjalin komunikasi antarbudaya. pemaknaan seperti makna norma dan Tersebut, dalam kajian ini, akan nilai dari misalnya (dalam kajian ini) diteliti melalui penelitian deskriptif, makna budaya keislaman tertentu. Makna yang menurut Rahkmat, (1985: 34- mikrosubjektif terkait dengan hal-hal 35), bertujuan di antaranya untuk seperti “makna ahlak mulia, makna mengumpulkan informasi aktual secara kedewasaan”, dan sebagainya. terperinci untuk menggambarkan gejala Dari sanalah, kajian ini coba yang ada. Fenomena kajian diidentifikasi merumuskan temuan kategori-kategori berbagai kondisi atau perilaku-perilaku dari komunikasi “subkultur” religius dari sosialnya. Kajian mencoba mengamati NU, SI, Persis, dan Muhammadiyah, di apa yang terjadi guna kepentingan dan dalam ruang komunikasi antarbudaya kebutuhan masa nanti. di kalangan pengajar di Unisba. “Ciri lain metode deskriptif,” Berbagai kategori tersebut dibahas di menurut Rahkmat (hlm.35), “pada dalam kerangka konstruksi pemaknaan observasi dan suasana alamiah makrosubjektif dari komunikasi (naturalistic setting). Peneliti melakukan keislaman di Indonesia. pengamatan, mencatat berbagai kategori perilaku, mengamati gejala, dan Kerangka Pemikiran merekamnya ke dalam catatan observasi. Di dalam kebudayaan, tercakup Untuk itu, jenis data yang digunakan sistem tujuan-tujuan dan nilai-nilai dakam kajian ini ialah data kualitatif. (Soekanto, 1983:21). Nilai ialah ukuran Bungin (2007:103-104) menjelaskan patokan keyakinan banyak orang di suatu dengan sebutan “realitas sosial sebagai lingkup kebudayaan tertentu, tentang data kualitatif”. Realitas subkultur yang benar, pantas, dan baik. Krech keislaman dalam kajian ini dibahas dalam (1962:346) menyebutnya, meliputi nilai- uraian-uraian yang bersifat subjektif dari nilai, norma-norma, kepercayaan yang sisi narasumber yang dipakai sebagai menjadi dasar perilaku, dan pegangan objek analisis. Pada sisi ini, ranah yang dianggap baik. kuantitatif kuesioner tidak menjadi Komunikasi interbudaya ukuran validitas. Tatanan subjektif, dari (interkultur) terjadi, menurut Samovar & data yang terkumpul, telah memberi Porter & Jain (1981: 4), ketika kontak dan aksentuasi kealamiahan “realitas sosial” interaksi lintas-budaya berlangsung di yang cukup signifikan. sebuah tempat. Komunikasi interbudaya Fenomena komunikasi antarbudaya, ialah hubungan budaya dan komunikasi dalam jenis komunikasi religius, ini antarbudaya. dicari melalui pemaknaan, yang menurut Bungin (hlm.105), “dari setiap data yang Kebudayaan dapat diungkapkannya”. Dalam strata Budaya, menurut Mulyana pemaknaan “makna individu, makna (2003: 18), dalam ranah komunikasi kelompok, makna masyarakat,” ditelusuri antarbudaya, merupakan tatanan bagaimana konstalasi data “konkrit pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, sampai abstrak” di dalam bentukan nilai, sikap, makna, hiearki, agama,

169 MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 165-176

waktu, peranan, hubungan ruang, konsep Communication, and Media (2006: xiii- alam semesta, objek-objek materi dan xiv). Komunikasi merupakan hal esensial milik yang diperoleh sekelompok besar di dalam perilaku prayer, sermons, orang dari generasi ke generasi melalui ritual, and congregational fellowship. usaha individu dan kelompok. Budaya Berbagai kajian komunikasi di dalam bukan suatu yang dibawa sejak lahir dan soal religiusitas ini membahas bagaimana tidak akan terjadi dengan sendirinya, bentukan komunikasi religius di tatanan melainkan merupakan sesuatu yang dapat intrapersonal, interpersonal, group, and dibentuk melalui proses pendidikan, societal levels of communication into a interaksi sosial dalam suatu masyarakat single resource. tertentu. Di tatanan level intrapersonal, “Pusat-pusat kota dapat menjadi bahasannya tertuju pada komunikasi arena kebudayaan yang menarik di mana manusia dengan hal-hal yang bersifat komunikasi terjadi antara anggota ko- ketuhanan, seperti: religious experience, budaya yang berbeda”, menurut West dan sacred in some religious communities, Turner (2007:43), ketika menjelaskan thought communication in religious komunika lintasbudaya. Budaya ialah meditation, justified in some religious sebuah entitas komunitas makna dan circles, reinforce religious customs sistem pengetahuan lokal bersama and values, dan chanting of religious (Gonzales, Houston, & Chen: 5; seperti Communications. dikutip West dan Turner). Komunikasi keagamaan Geertz (1973:4-5), mengutip mengidentifikasi ritualisasi di berbagai Clyde Kluckhohn’s di bukunya Mirror kelompok, seperti public confession, of Man, mendeskripsikan pendefinisian body decoration in religious groups, the kebudayaan (culture), antara lain: sacred through metaphoric movement, (1) “the total way of life of a people”; feasts a form of religius, organizational (2) “the social legacy the individual communication of religion. acquires from his group; Kajiannya juga membahas (3) ”a way of thinking, feeling, and perhubungan komunikasi kelompok- believing”; kelompok keagamaan dari sisi “inside (4) “an abstrac group”; and outside religious denominations”. (5) “a theory on the part of the Bahasannya membawa aspek-aspek anthropologist about the way in historis, teknologi, dan kultur keagamaan, which a group of people in fact seperti: religion change during the behave”; historical transition from orality to (6) a “store-house of pooled learning”; literacy, printing contribute to the (7) “a set of standardized orientations diffusion of religious values in the world, to recurrent problems”; religious novels grown in popularitas, (8) “learned behaviour”; television considered a religious (9) a mechanism for the normative medium, the Internet affected religious regulation of behaviour; congregations and communities, dan (10) “a set of techniques for adjusting religious media literacy. both to the external environment and to other men”; Subkultur “Religious (11) “a precipitateof history”. Communication” Dalam fenomena dunia Islam, “Religious Communication” Indonesia memiliki berbagai kekuatan “Communication is the sine subkultur. Bentukannya, antara lain, qua non of religion,” menurut Stout, melalui pengelompokan keorganisasian, dalam Encyclopedia of Religion, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan

170 Septiawan Santana K dkk, Komunikasi Subkultur Religius NU, Muhammadiyah... sebagainya. Dalam perkembangannya, TEMUAN DAN PEMBAHASAN tiap pengelompokkan merepresentasi “Interculural Religious kekuatan-kekuatan tertentu, Communication” di Unisba Berbagai kekuatan pengelompok- Beberapa narasumber kajian ini, kannya menampilkan eksistensi. yang juga menjadi sivitas akademika Masing-masing membawa subkultur Unisba, melakukan proses belajar keislaman di Indonesia. Masing-masing interkultural religius keislaman (dengan membawakan representasi keunikan dan melakukan catatan, refleksi, dan respon) keanggotaan subkultur keislaman. Bila dengan cara masing-masing ketika diterakan, masing-masing merepresentasi menjadi member di dalam pranata dan “pengalaman, latar belakang, nilai- tatanan keuniversitasan di Universitas nilai sosial, dan ekspektasi” keislaman Islam Bandung – yang dalam kajian ini tertentu. disebut menjadi “seorang Unisba”. Secara keindonesiaan, setiap Mereka membawa muatan subkultur keislaman masing-masing subkultur pengelompokkan keislaman kelompok membawakan keberagaman tertentu, seperti NU, Muhammadiyah, warna kelompok keislaman. Masing- Persis, dan sebagainya. Masing-masing masing berbeda. Tiap subkultur kelompok memiliki representasi keunikan dan keislaman memiliki pola persepsi perilaku keanggotaan subkultur keislaman, di komunitas yang berbeda. dalam “pengalaman, latar belakang, nilai- Dari sana, terlihat ada kultur yang nilai sosial, dan ekspektasi” keislaman memengaruhi persepsi pengelompokan tertentu. Mereka dilatarbelakangi keislaman. Ada kultur yang memengaruhi pemilikan pola persepsi perilaku perilaku komunikasi kelompok- komunitas yang berbeda. Masing-masing keislaman. Persepsi dan perilaku dipengaruhi kultur pengelompokan komunikasi kelompok-keislaman mereka keislaman, perilaku komunikasi terbentuk dalam proses dan interaksi kelompok-keislaman. budaya kelompok-keislaman tertentu. Ketika mereka masuk ke Unisba, Bagaimana masing-masing kelompok- mereka menjadi sosok yang harus keislaman berkomunikasi. Bagaimana membawakan keanggotaan kultur masing-masing memformat komunikasi keunisbaan dimana mereka bekerja keislaman. Bagaimana bahasa dan gaya, sebagai sivitas akademik. Kultur sampai perilaku nonverbal komunikasi keunisbaan mengharuskan masing-masing keislaman masing-masing kelompok mereka untuk mengikuti tujuan beserta mewarnai keislaman di Indonesia. pranata aturan dan nilai keunisbaan. Kesemua bentuk komunikasi Dalam hal Unisba, sebagai sebuah keislaman-kelompok mereka didasari universitas yang menetapkan keislaman oleh proses “tanggapan dan fungsi” dari sebagai domain karakteristiknya, mereka bagaimana kultur keislaman bergerak pun harus membawakan warna religius di sekitar mereka. Respon terhadap keislaman di dalam perilaku komunikasi kultur keislaman yang menyeruak di masing-masing ketika berinteraksi. sekitar mereka. Mereka memfungskan Dalam proses tersebut, mereka potensi kultur keislaman di Indonesia, melakukan komunikasi religius. melalui persepsi subkultur yang mereka Mereka membawa latar belakang kerangka, untuk tujuan dan kepentingan subkultur kelompok keislaman, yang masing-masing. Dari sinilah, terlihat menjadi orientasi di dalam kehidupan perbedaan seperti Persis dengan NU di ahlakul kharimah masing-masing, dalam berkomunikasi, membawa dimensi saat berinteraksi dengan sivitas Unisba kepentingan tertentu, dalam mosaik lainnya. Mereka membawa subkultur keislaman di Indonesia. NU, SI, Persis, dan Muhammadiyah.

171 MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 165-176

Mereka memiliki perilaku prayer dalam proses dan interaksi budaya (berdoa), sermons (gaya khutbah), ritual, kelompok-keislaman tertentu. Apa yang dan congregational fellowship (gaya memengaruhi masing-masing kelompok- pengelompokan) masing-masing. Hal keislaman ketika berkomunikasi. itu terlihat di dalam perilaku religious Bagaimana masing-masing kelompok- communication mereka di dalam tatanan keislaman memformat religious intrapersonal dan interpersonal, atau keislaman communication. Bagaimana group dan societal levels. masing-masing kelompok-keislaman Secara intrapersonal, mereka memroses bahasa dan gaya komunikasi membawa warna NU, SI, Persis, keunisbaan masing-masing di dalam dan Muhammadiyah dalam religious berinteraksi dengan sesama sivitas. experience. Mereka memiliki kesakralan Hal itu bisa ditelusuri dari berbagai (sacred) religious communities masing- kategorisasi yang didapat dalam kajian masing. Mereka memiliki thought studi kualitatif ini. Berikut ini adalah communication dalam religious meditation proses pengembangan bagaimana masing-masing. Ketika menjadi sivitas subkultur kelompok keislaman di Unisba (“seorang Unisba”), mereka Indonesia meluruh ke dalam intercultural membawa latar belakang justified in communication yang berdimensi religious some religious circles, reinforce religious keislaman di Unisba, sebuah perguruan customs and values, dan chanting of tinggi Islam di Bandung, Jawa Barat. religious Communications. Prosesnya dijelaskan dalam rangkaian Mereka juga membawa elemen-elemen subkultur komunikasi identifikasi ritualisasi NU, SI, Persis, keislaman (religious communication). dan Muhammadiyah, seperti: public Dengan memakai kerangka confession, body decoration in religious pengertian Religious “subkultur” groups, the sacred through metaphoric Communication, bisa dijelaskan, movement, feasts a form of religius, bagaimana mereka masing-masing organizational communication of melakukan Religious “keislaman” religion. Communication ketika berada di Unisba. Dan pada sisi tertentu, mereka juga Ini menyebabkan, antara lain, mereka membawa warna sejarah perkembangan tidak meributkan hal-hal yang terkait NU, SI, Persis, dan Muhammadiyah dengan perbedaan ritual tertentu. di Indonesia, ketika melakukan Hal itu terlihat dari pandangan nara transliterasi “inside and outside religious sumber berikut ini. denominations”, dalam aspek-aspek Apa saja yang dianggap “hal historis, teknologi, dan kultur keagamaan, penting” saat mereka berinteraksi dengan seperti: perkembangan dari fase oral ke sesama sivitas. “Yang paling penting di literasi, pemakaian alat cetak sebagai dalam berinteraksi di Unisba,” menurut distribusi religius, atau penggunaan seorang narasumber: media televisi, internet, dan media literasi religius lainnya. adalah memahami dan bertoleransi dengan pandangan orang lain, empati “Religious Subcultur dan responsive terhadap persoalan Communication” di Unisba masyarakat Unisba, berperilaku yang Berbagai karakteristik dan baik dengan orang lain. bentukan mereka masing-masing itu bisa dikatakan membawa subkultur religious Dalam mikrosubjektivitas seperti communication masing-masing. Perilaku itu, bisa dielaborasi ke dalam pemaknaan komunikasi kelompok-keislaman makrosubjektif yang menetapkan mereka, ketika di Unisba, berada dalam keislaman sebagai tujuan utama di

172 Septiawan Santana K dkk, Komunikasi Subkultur Religius NU, Muhammadiyah... dalam berinteraksi dan perhubungan kultur yang membahayakan dari antarindividu berdasar kosmologi sebuah kebijakan. Atau, dari realitas keunisbaan. Unisba menjadi representasi sosial yang membentuk kultur baru: keislaman dari akumulasi harapan apa yang positif atau negatifnya, baik berbagai pengelompokkan yang menyatu, atau buruknya. dan terintegrasi di dalam acuan dunia pendidikan tinggi. Tindakan komunikasi mereka Representasi tersebut muncul dalam merupakan hasil belajarnya terhadap variasi pandangan mikrosubjektif. Hal itu komunikasi keislaman (religious misalnya bisa terbaca dalam ungkapan communication), dalam proses naras umber lain yang menyatakan komunikasi interkultural (intercultural sebagai berikut: communication), yang mereka persepsi ketika berada di ruang lingkup kultur “Husnuzon (berbaik sangka); keislaman Unisba. Mereka melakukan Menghargai orang lain dengan pencatatan, refleksi, dan respons terhadap segala kelebihan dan kekurangannya; berbagai elemen kultur keislaman Ungkapkan benar adalah benar, salah keunisbaan. adalah salah”. Komunikasi “subkultur” keislaman NU/SI/Persis/Muhammadiyah mereka Representasi itu pula terlihat dalam berlangsung dalam upaya pengintegrasian, berbagai upaya keindividualitasan-dari- melalui sikap dan perilaku komunikasi warna –kelompok-keislaman tertentu persuatif dan emotif yang memakai yang coba mengitegrasikan diri ke daya empati yang cukup tinggi dan ruang kosmologi keunisbaan. Masing- luas. Berbagai perangkat komunikasi, masing nara sumber, ketika di Unisba, dari yang bersifat kepunyaan pribadi melakukan upaya penyeleksian, evaluasi, sampai perangkat normatif yang berlaku dan pengorganisiran stimuli berbagai di ruang perguruan tinggi keunisbaan, lambang-lambang keislaman yang dinilai coba dipahami sebagai sebuah medium merupakan kultur keunisbaan. untuk “peluruhan diri” ke dalam integrasi Hal itu terlihat dari bagaimana keislaman Unisba. Pemahaman tersebut proses pembelajaran keislaman yang kemudian menjadi modal dan mereka ketika berada di ruang sosial dorongan untuk melaksanakan tindakan- keakademisan Unisba, sebagai sebuah tindakan komunikasi yang berada dalam perguruan tinggi Islam di Indonesia. Satu kesepahaman keislaman yang ditetapkan nara sumber menyerap domain kultur dalam visi dan misi Unisba. keunisbaan melalui “berbagai media dan Mereka misalnya mencatat proses”, sebagai berikut: beberapa hal penting di dalam “berkomunikasi” di domain kultur proses pertama, melalui dokumentasi, Unisba, sebagai berikut: pedoman. Proses selanjutnya melalui pelatihan-pelatihan, dan pengarahan- bahasa yang baik dan mudah pengarahan. Demikian juga lewat dimengerti; menggunakan lingkungan akademik sarana komunikasi yang ada, sepertihandphone, majalah dan Atau, dalam Bahasa nara sumber sebagainya; lewat diskusi dan seminar; lain: harus santun; besar rasa hormat dan waspada; juga harus memberi manfaat Saya melakukan pembelajaran melalui dan kebaikan. hal-hal positif yang mengembang. Saya juga mencermatinya terhadap Berbagai energi yang bersifat fisik-

173 MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 165-176

keunisbaan diinternalisasi mereka, di para pemimpin di berbagai lini dan sektor dalam diri masing-masing ketika berada di Unisba agar mewaspadai, mencermati, di Unisba, agar menjadi referensi field dan menyiapkan Unisba tidak terjatuh and experience communication mereka. ke dalam gerakan persuasi nilai-nilai Untuk itu, mereka membuat berbagai “sesat” di masyarakat. Mereka sangat “objek” penting di ruang keakademisan meminta agar Unisba tidak berada dalam Unisba, yang harus dijadikan sebagai “kesesatan” dari nilai-nilai kultur religi tujuan-tujuan komunikasi keislaman, yang bertentangan dengan keislaman. yakni “mengusung dan mengajak Setelah sekian tahun menjadi pengembangan visi dan misi Unisba”. sivitas Unisba, mereka pun melakukan Berbagai nara sumber misalnya internalisasi sosio-kultural keunisbaan menyatakan bahwa orientasi keislaman ke dalam keyakinan, nilai, sikap, mereka di Unisba tertuju pada objek-objek pandangan hidup masing-masing. Mereka sebagai berikut: “lingkungan akademik, memandang berbagai persoalan sosial perpustakaan, masjid, bina infak di kemasyarakatan, bahkan pemerintahan, mahasiswa, fasilitas pengembangan berdasar persepsi keislaman keunisbaan ilmu.” mereka. “Kejadian sosial” yang dianggap Berbagai “Status Sosial” yang penting di Unisba dtelaah berdasarkan terbentuk di Unisba, mereka sadari “Kajian keumatan, kajian ke-Islaman, berasal dari lingkungan yang beragam, kajian politik, hukum, psikologis dan dalam gambaran-gambaran nilai- komunikasi.” Kajian tersebut digunakan nilai yang bersifat: “egaliter, toleransi, untuk menangkap berbagai kejadian empati”. Keadaannya, menurut salah satu sosial yang kerap terjadi di Unisba, yakni nara sumber, “sangat memprihatinkan “demontrasi mahasiswa, acara milad terutama terhadap budaya cenderung Unisba, tamu-tamu penting yang datang duniawi”. Hal ini bila tidak disadari dan ke Unisba.” diwaspadai akan bisa berdampak “pada Berbagai kejadian sosial, yang dalam persaingan dalam kehidupan ekonomi, hal ini bersangkutan dengan kejadian- dan persaingan kebutuhan.” kejadian keislaman dari ruang pendidikan Untuk itu, mereka berada dalam tinggi Unisba, berada dalam spektrum upaya pengelakan terjebak dalam positif (membawa harum pencitraan dorongan tersebut. Mereka pun mencari Unisba di masyarakat, misalnya), atau alokasi keyakinan yang dapat menjadi spektrum negatif (membawa nama tambatan bersama dalam membangun buruk bagi Unisba sebagai perguruan kebersamaan. tinggi Islam di masyarakat). Kedua Hal itu kemudian mereka spektrum ini dinilai oleh para naras alokasikan ke dalam “keyakinan- umber terkait dengan “kepekaan” keyakinan” mikrosubjektif yang harus atau “kekurangpekaan” sivitas Unisba menjadi pemahaman keindividualan- terhadap orientasi-orientasi keislaman subkultur-keislaman mereka. Mereka yang baik dan buruk yang terjadi di terapkan berbagai keyakinan itu pada masyarakat. Contoh, orientasi keislaman bentukan-betukan nilai dan norma yang buruk, yang harus diwaspadai dan keislaman, seperti tidak boleh musyrik, dihindari, bahkan ditanggulangi, ialah tidak boleh bid’ah, atau berlandaskan “nilai dan kultur sesat secara Islam” yang nilai-nilai teologis keislaman. Semua itu tengah berlangsung di masyarakat, seperti mereka gabungkan dengan nilai dan sikap “budaya pakaian maksiat”. sebagai pekerja dari sebuah perguruan Untuk fenomena seperti ini, tinggi keislaman yang menginginkan para narasumber amat berharap, dan Unisba menjadi maju dan berkembang. menggantungkan orientasinya kepada Untuk itu, mereka tetapkan nilai dan

174 Septiawan Santana K dkk, Komunikasi Subkultur Religius NU, Muhammadiyah... sikap pekerja umat Islam yang berada Perbedaan latar belakang dari dalam dimensi-dimensi sebagai “ikhlas, keragaman kultur kelompok (aliran) optimis dan kerja keras”. harus disikapi dengan pemahaman Mereka angkat berbagai nilai- hendak “mengembangkan ruhuddin nilai subkultur keislaman mereka ke keislaman.” Masing-masing anggota dalam regulasi keislaman Unisba yang kultur kelompok-keorganisasian Islam memfokus pada dimensi-dimensi seperti saling berinteraksi dan berkomunikasi “Al-Quran dan Al-Hadis, hasil Ijtihad, berdasar tujuan tersebut. penemuan-penemuan ilmiah, serta visi Demikianlah, beberapa elemen dan misi Unisba.” Dalam hal ini pun, subkultur keislaman yang terdapat di mereka berada dalam spektrum orientasi Unisba, saat beberapa penghuni subkultur sikap dan nilai seorang pekerja Unisba “kelompok” keislaman berkomunikasi yang “jujur, amanah, ihlas, tanggung “trans budaya”. jawab dan kerja keras”, di dalam upaya mencapai pergerakan keislaman SIMPULAN berdimensi keunisbaan tadi. Bila dirangkum dalam kesimpulan, Untuk itu pula mereka mencari dan mosaik persepsi subkultur keislaman itu, menetapkan sikap-sikap pengintegrasian adalah sebagai berikut: subkultur-keindividualan-kelompok- (1) Komunikasi “subkultur” keislaman keislaman masing-masing ke dalam para pengajar perguruan tinggi kosmologi keislaman yang menjaga Islam, secara makrosubjektif, “marwah” Unisba, seperti “menghargai memiliki dimensi persuatif dan perbedaan aliran dan paham, toleran emotif yang berdaya empati. terhadap perbedaan pendapat, cinta (2) Berbagai tindak komunikasinya kepada Islam, dan suka kepada ideologi menginternalisasi sosio-kultural negara dan bangsa, peka terhadap realitas keislaman yang ditetapkan visi dan sosial masyarakat Unisba.” misi perguruan tinggi Islam, Dalam bentukan subkultur- (3) Berbagai “keyakinan” keislaman-keakademisan yang mereka mikrosubjektif para pengajar di patok, dan dijadikan acuan, bagi perguruan tinggi Islam, Unisba, perkembangan diri sebagai member meluruhkan keindividualitasan di pengelompokan sivitas akademika subkultur keislaman ke dalam Unisba, mereka menyatakan bahwa nilai dan sikap pekerja yang nilai dan orientasi dan sikap yang harus hendak mengembangkan lembaga dikedepankan ialah “Senang berbuat pendidikan menjadi maju dan baik, Puas dengan membantu orang berkembang. lain, Senang menambah wawasan, (4) Mereka mencari dan menetapkan Menghormati pemikiran orang lain.” sikap-sikap pengintegrasian Dalam orientasi makrosubjektif, subkultur-keindividualan- para nara sumber menegaskan bahwa kelompok-keislaman masing- sivitas Unisba berada dalam dimensi- masing ke dalam kosmologi dimensi sebagai berikut: “tidak sekuler, keislaman yang menjaga “marwah” tidak liberal, cenderung moderat, aktif perguruan tinggi Islam. dan positif mengonsep bagaimana Unisba Temuan makrosubjektif dan lebih maju, dan bertujuan citra Unisba mikrosubjektif tentang para pengajar di harus lebih baik.” Dari sana, para sivitas perguruan tinggi Islam ini diharapkan pun berani untuk menjadikan subkultur menjadi salah satu pijakan asumsi bagi keislaman individunya berbuat “adil, pengembangan kajian komunikasi hemat (efektif dan efisien), serta harus budaya keislaman. Pengembangan merasa memiliki secara positif.” dialokasikan pada minimnya kajian

175 MediaTor, Vol 10 (2), Desember 2017, 165-176 mengenai komunikasi budaya keislaman Penelitian Komunikasi. Bandung: di ranah subkultur organisasi massa Remadja Karya. keislaman di dalam konteks-interaktif Safrudin, Irfan; dan Ramlan Sasmita, di lingkungan perguruan tinggi Islam di Odang Muchtar; Adang S Tsaury. Indonesia. Kajian dapat dkembangkan (2008). Sejarah Yayasan Universitas ke berbagai dimensi sivitas akademika di Islam Bandung; Realitas, Tantangan perguruan tinggi Islam, bisa pula ke ranah Dan Eksistensi. Bandung: Yayasan nomenklatur budaya keorganisasian Universitas Islam Bandung. keislaman di Indonesia yang memiliki Samovar, Larry A., & Richard E.Porter, & keragaman, atau ke pengembangan adab Nemi C.Jain. (1981). Understanding dan kultur akademis (atau manajemen) Intercultural Communication. perguruan tinggi Islam di pelebaran wacana Belmont, California: Wadsworth globalisasi dan industrialisasi dalam Publishing Company. orientasi westernization. Kajian Kualitatif Sekilas Sejarah Pemuda Persatuan Islam, yang antara lain menekankan unsur why http://pemudapersis-regol.blogspot. dan how diharapkan akan menjelaskan com/, diakses Desember 2009 bagaimana kontur komunikasi religius Soekanto, Soeryono. (1983). Pribadi keislaman di Indonesia bila diperspektif dan Masyarakat : Suatu Tinjauan secara komunikasi antarbudaya. Sosiologis. Bandung: Alumni. Stout, Daniel A. Editor. (2006). Encyclopedia Of Religion, Communication, and DAFTAR PUSTAKA Media. New York: Routledge, 270 Bungin, HM Burhan. (2007). Penelitian Madison Avenue, NY 10016 Kualitatif. Komunikasi, Ekonomi, Syarikat Islam, http://alwishahab.wordpress. Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial com/2008/07/16/syarikat-islam/; Lainnya. Jakarta: Prenada Media Grup. diakses Desember 2009 Geertz, Clifford. (1973). The Interpretation Syarikat Islam, http://syarikat-islam.blogspot. of Cultures. New York: Basic Books, com/, diakses Desember 2009 Inc., Publishers West, Rrichard and Lynn H. Turner. (2007). Krech, David, et al. 1988. Individual in Introducting Communication Theory: Society : A Text Book of Social Analysis and Application. USA: Mc Psychology, : McGraw Hill graw Hill. International Editions. Wiradipradja, Saefullah. (2002). Laporan Muhammadiyah, https://id.wikipedia. Rektor Milad ke 44 UNISBA, 26 org/wiki/Muhammadiyah, diakses Sya’ban 1423 H / 2 Nopember 2002 6/26/2017 1:09:32 PM M. Lihat juga H. Odang Muchtar, Mulyana, Deddy. (2003). Komunikasi Drs. (2008), “… Yang Istiqomah Antarbudaya. Bandung: Remaja Di Unisba”; Tulisan menyambut Rosdakarya. “70 Tahun Prof. Dr. H.E. Saefullah Nahdlatul ‘Ulama, https://id.wikipedia.org/ Wiradipradja, SH., LL.M.” wiki/Nahdlatul_%27Ulama, diakses Wiwitan, Tresna & Yulianita, Neni. (2017). 6/26/2017 1:09:32 PM “Strategi ‘Marketing Public Relations’ Persatuan Islam, http://id.wikipedia.org/wiki/ Perguruan Tinggi Islam Swasta: Persatuan_Islam, diakses Desember Peluang dan Tantangan di Era MEA.“ 2009 Jurnal Komunikasi MediaTor Vol 10 Rahkmat, Jalaluddin. (1985). Metode (1), Juni 2017, 1-10. Hlm 2.

176