PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN HONJE HUTAN hemisphaerica (Blume) R.M.Sm TERHADAP KADAR GLUKOSA DAN KADAR MALONDIALDEHID Mus musculus SWISS WEBSTER YANG TERPAPAR

MERKURI KLORIDA (HgCl2)

SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

ANNISA PUTRI RAMADHANTI H1A011020

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BENGKULU 2016

i

ii

iii

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BENGKULU FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER Alamat WR. Supratman Bengkulu, Telepon (0736) 209192117

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Annisa Putri Ramadhanti NPM : H1A011020 Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi : Pendidikan Dokter Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu seluruhnya merupakan hasil karya saya sendiri. Bagian tertentu dalam penulisan skripsi dikutip dari karya orang lain yang telah dicantumkan sumbernya secara jelas sesuai norma, etika dan kaidah penulisan ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan perundangan yang berlaku. Bengkulu, 18 Februari 2016

Annisa Putri Ramadhanti

iv

ABSTRAK

Annisa Putri Ramadhanti, H1A011020, 2016. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Honje Hutan Etlingera hemisphaerica (Blume) R.M.Sm terhadap Kadar Glukosa dan Kadar Malondialdehid (MDA) Mus musculus Swiss Webster yang Terpapar Merkuri Klorida (HgCl2). Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Bengkulu, Bengkulu. Latar Belakang: Senyawa HgCl2 akan memicu pembentukan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel β pankreas penghasil insulin sehingga tubuh mengalami hiperglikemia. Radikal bebas yang berlebihan juga menyebabkan kerusakan struktur yang dibentuk oleh lipid yaitu malondialdehid (MDA) akibat stres oksidatif. Honje hutan (Etlingera hemisphaerica) memiliki kandungan flavonoid yang dapat memulihkan kerusakan organ akibat toksisitas logam berat HgCl2. Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik eksperimental dengan 4 kelompok yaitu P0 (Kontrol), P1(Perlakuan HgCl2 5 mg/kg berat badan (BB) ), ® P2 (Perlakuan HgCl2+ Imunos 0,2 mg/g BB), P3 (Perlakuan HgCl2+ ekstrak E. hemisphaerica 0,39 mg/g BB) dan 9 kali pengulangan. Data kadar glukosa darah dinilai dengan menggunakan glukometer dan data kadar MDA menggunakan uji TBARS (Thiobarbituric Acid Reactive Subtance). Data yang didapat akan dianalisis menggunakan uji one way Anova yang dilanjutkan dengan uji post hoc Duncan. Hasil Penelitian: Hasil perhitungan rata-rata kadar glukosa adanya peningkatan pada (P1) 151,11 mg/dL, namun terjadi penurunan pada (P2) 119,00 mg/dL dan (P3) 121,00 mg/dL, dan kadar MDA menunjukkan peningkatan pada (P1) 0,99 mg/dL, namun terjadi penurunan pada (P2) 0,49 mg/dL dan (P3) 0,48 mg/dL. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar yang signifikan setelah ® pemberian HgCl2 (P1) dan terjadi penurunan kadar setelah pemberian Imunos (P2) dan ekstrak daun E. hemisphaerica (P3). Uji ANOVA kadar glukosa didapatkan nilai p= 0,004 (p< 0,05) dan kadar MDA didapatkan nilai p= 0,001 (p< 0,05) yang berarti terdapat perbedaan nyata dari setiap kelompok perlakuan. Simpulan: Ekstrak daun E. hemisphaerica memberikan pengaruh yang bermakna terhadap pemulihan kadar glukosa dan kadar MDA pada M. musculus yang terpapar HgCl2.

Kata kunci: Etlingera hemisphaerica, merkuri klorida, glukosa darah, MDA.

v

ABSTRACT

Annisa Putri Ramadhanti, H1A011020, 2016. The effect of Etlingera hemisphaerica (Blume) R.M.Sm leaf extract against glucose levels and the levels of malondialdehyde (MDA) of Mus musculus Swiss Webster exposed by mercury chloride (HgCl2). Mini Thesis. Faculty of Medicine and Health Sciences, University of Bengkulu, Bengkulu. Background: HgCl2 compounds will trigger the formation of free radicals that can cause damage to β cells of pancreas that produce insulin involve hyperglycemia of the body. Excessive free radicals also cause damage to structures formed by lipids, that is malondialdehyde (MDA) as a result of oxidative stress. Etlingera hemisphaerica contains flavonoids that can restore organ damage because of heavy metal toxicity HgCl2. Method: This study was an analytical study of experimental that divided into four groups: P0 (control), P1 (5 mg of HgCl2/kg body weight (BW), P2 (HgCl2 + 0.2 mg of Imunos®/gBW), P3 (HgCl2 + 0.39 mg of E. hemisphaerica extract/g BW) with 9 repetitions. Blood glucose level were assessed using glucometer and MDA level with TBARS (Thiobarbituric Acid Reactive Subtance). The data obtained was be analyzed using One Way Anova test followed by Duncan post hoc test. Results: The average calculation of glucose levels were increased in (P1) 151.11 mg/dL, but decreased in (P2) 119.00 mg/dL and (P3) 121.00 mg/dL. The MDA levels showed increase in (P1) 0.99 mg/dL, but decreased in (P2) 0.49 mg/dL and (P3) 0.48 mg/dL. It means that the levels were increased significantly after administration of HgCl2 (P1) and decreased after administration Imunos® (P2) and extract of E. hemisphaerica (P3). The result of ANOVA test for glucose levels with p value = 0.004 (p <0.05) and MDA with p value = 0.001 (p <0.05), that means there was significant difference from each treatment group. Conclusion: Leaf extract E. hemisphaerica provide significant effect on recovery of glucose levels and MDA levels in M. musculus that exposed by HgCl2.

Keywords: Etlingera hemisphaerica, mercury chloride, blood glucose, MDA.

vi

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Honje Hutan Etlingera hemisphaerica (Blume) R.M.Sm terhadap Kadar Glukosa dan Kadar Malondialdehid Mus musculus Swiss Webster yang Terpapar Merkuri Klorida (HgCl2)” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Bengkulu. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Bapak Dr. Ridwan Nurazi, SE, M.Sc. selaku Rektor Universitas Bengkulu. 2. Dr. Aceng Ruyani, M.S. selaku pembimbing utama dan dr. Sylvia Rianissa Putri, M.Sc. selaku pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, arahan, saran, dan nasehat kepada penulis hingga penulisan skripsi ini selesai. 3. Dra. Rochmah Supriati, M.Sc. selaku penguji utama dan dr. Hernita Taurustya selaku penguji pendamping yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan dan masukan yang bermanfaat hingga penulisan skripsi ini selesai. 4. dr. Hernita Taurustya selaku pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat, bimbingan, dan motivasi kepada penulis selama pendidikan. 5. Orang tua tercinta, Drs. H. Basyirin Ali, MM. dan Dra. Hj. Ermina Nurbaiti, MM. yang tiada hentinya mendoakan, memotivasi, mengingatkan, mendukung, serta selalu menanti dengan sabar keberhasilan penulis untuk menjadi seorang dokter yang sukses. Adikku Anugrah Harri Ramadhan yang turut serta mendoakan sehingga skripsi ini dapat selesai. 6. Seluruh anggota keluarga besar Ir. H. Muis Abdullah dan H. Ali Kidin yang sangat antusias terhadap keberhasilan proses pendidikan penulis. 7. Muhammad Al Fatih, SE. yang memotivasi, menyemangati, serta menemani melewati setiap proses dalam pembuatan skripsi ini. 8. Seluruh dosen, staf dan karyawan PSPD UNIB yang telah membimbing dan memberikan ilmunya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. 9. Sahabat-sahabatku Donda, Eva, Raisya, Betty, Engla, Meliza, Ana, Lovina, Lala, Dila, Jessica, Santi, Vero, Syepti atas kebersamaan, dukungan, bantuan, dan perhatian yang tulus. 10. Rara, Fanny, Putri, Sri, Sulfia, Chea saudara, sahabat, tempat berbagi keluh kesah, dan selalu memberikan dukungan kepada penulis hingga saat ini. 11. Mardhiyah Fithriana Mufti, Anne Andina, Natalia Violina, Yunike Karunia Putri sahabat terbaik yang selalu mendukung dan menjadi penyemangat disaat lemahku.

vii

12. Angelia Vionica Sandy sahabat seperjuangan dari awal masuk Universitas Bengkulu. 13. Asep, Alan, Fandy yang telah membantu dalam terlaksananya penelitian skripsi ini. 14. Mas Deni, Mas Enci, Mas Yoga, Mas Rahmad, Dang Fauzi, Douglas, Melly, Elva, Mutiara, Nova, Mbak Yuli, Mbak Mareta yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian hingga skripsi ini selesai. 15. Calon saudara kandung berdasarkan KODEKI, rekan-rekan angkatan 2011 Ihiiww, Dwi, Vivi, Chandra, Ama, Ica, Nisa, Hari, Astri, Aca, Joniko, Galuh, Arya, Nadia, Darwan, Mona, Laily, Devi, Annisa Arum, Marlia, Nizar, Stela, Ibob, Rima, Junita, Alfin, Reva, Kasih, Zenit, Eka, Imam, Uci, Nouval, Ridho, Muthi’ah, Risda, Nopriza, dan Puspita yang telah mengenalkan arti sebuah perjuangan. 16. Kakak tingkat maupun adik tingkat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu, serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kemajuan serta perkembangan ilmu kedokteran.

Bengkulu, 18 Februari 2016

Annisa Putri Ramadhanti

viii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...... i HALAMAN PERSETUJUAN ...... ii HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ...... iii HALAMAN PERNYATAAN ...... iv ABSTRAK ...... v ABSTRACT ...... vi PRAKATA ...... vii DAFTAR ISI ...... ix DAFTAR TABEL ...... xi DAFTAR GAMBAR ...... xii DAFTAR LAMPIRAN ...... xiii BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 4 1.3 Tujuan ...... 4 1.3.1 Tujuan Umum ...... 4 1.3.2 Tujuan Khusus ...... 5 1.4 Manfaat Penelitian ...... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 7 2.1 Honje Hutan (Etlingera hemisphaerica) ...... 7 2.1.1 Flavonoid ...... 9 2.1.2 Saponin ...... 10 2.1.3 Tanin ...... 11 2.1.4 Alkaloid ...... 12 2.2 Mencit (Mus musculus) ...... 12 2.3 Glukosa Darah ...... 14 2.3.1 Pengertian Glukosa ...... 14 2.3.2 Metabolisme Glukosa ...... 15 2.3.3 Keadaan Patologis ...... 17 2.3.4 Cara Pemeriksaan ...... 17 2.4 MDA (Malondialdehid) ...... 19 2.5 Merkuri Klorida (HgCl2) ...... 21 2.6 Imunos® ...... 23 2.6.1 Selenium ...... 23 2.6.2 Echinacea ...... 24 2.6.3 Zinc Picolinate ...... 24 2.6.4 Ascorbic Acid ...... 25 2.7 Kerangka Pemikiran ...... 26 2.7.1 Kerangka Teori ...... 26 2.7.2 Kerangka Konsep ...... 28

ix

2.8 Hipotesis ...... 29 BAB III METODE PENELITIAN...... 30 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...... 30 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...... 30 3.2.1 Alat Penelitian ...... 30 3.2.2 Bahan Penelitian ...... 31 3.3 Desain Penelitian ...... 31 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...... 32 3.4.1 Kriteria Inklusi ...... 32 3.4.2 Kriteria Eksklusi ...... 32 3.5 Prosedur Penelitian...... 32 3.5.1 Pembuatan Ekstrak Etlingera hemisphaerica ...... 32 3.5.2 Persiapan Hewan Uji ...... 33 3.5.3 Konversi Dosis ...... 34 3.5.4 Pemberian Perlakuan...... 34 3.5.5 Pengambilan Data ...... 35 3.5.5.1 Proses Homogenasi Jaringan Hati ...... 36 3.5.5.2 Pemeriksaan Thiobarbituric Acid Reactive Subtance (TBARS) .. 36 3.5.5.3 Pemeriksaan Glukosa ...... 37 3.6 Variabel Penelitian ...... 37 3.6.1 Variabel Bebas (Independent Variable) ...... 37 3.6.2 Variabel Terikat (Dependent Variable) ...... 38 3.7 Analisis Data ...... 38 3.8 Definisi Operasional...... 38 3.9 Alur Penelitian ...... 40 BAB IV HASIL PENELITIAN ...... 41 4.1 Seleksi Subjek ...... 41 4.2 Kadar Glukosa ...... 42 4.3 Kadar Malondialdehid (MDA) ...... 43 BAB V PEMBAHASAN ...... 44 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ...... 44 5.2 Kadar Glukosa ...... 44 5.3 Kadar Malondialdehid (MDA) ...... 49 5.4 Keterbatasan Penelitian ...... 52 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ...... 53 6.1 Simpulan ...... 53 6.2 Saran ...... 54 DAFTAR PUSTAKA ...... 55 LAMPIRAN ...... 65

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Data Biologis Mus musculus Jantan...... 13 Tabel 3.1 Jadwal Pemberian Perlakuan ...... 35 Tabel 3.2 Cara Kerja TBARS ...... 36 Tabel 3.3 Definisi Operasional ...... 39 Tabel 4.1 Rata-rata Berat Badan M. musculus Sebelum Perlakuan ...... 42 Tabel 4.2 Rata-rata Kadar Glukosa Darah M. musculus ...... 42 Tabel 4.3 Rata-rata Kadar MDA M. musculus ...... 43

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1a Bunga Etlingera hemisphaerica ...... 8 Gambar 2.1b Tanaman Etlingera hemisphaerica ...... 8 Gambar 2.2 Mus musculus ...... 13 Gambar 2.3 Struktur Glukosa ...... 14 Gambar 2.4 Mekanisme Insulin Mengatur Kadar Gula Darah ...... 16 Gambar 2.5 Kerangka Teori ...... 27 Gambar 2.6 Kerangka Konsep ...... 28 Gambar 3.1 Alur Penelitian...... 40

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian ...... 66 Lampiran 2 Cara Pembuatan Ekstrak ...... 67 Lampiran 3 Alat dan Bahan yang Digunakan ...... 69 Lampiran 4 Data Berat Badan M. musculus...... 72 Lampiran 5 Perhitungan Pembuatan Larutan ...... 73 Lampiran 6 Kadar Glukosa Darah ...... 74 Lampiran 7 Kadar MDA ...... 77 Lampiran 8 Dokumentasi Hasil Penelitian ...... 80

xiii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia memiliki beragam tanaman obat yang dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Tanaman obat adalah tanaman yang di dalamnya mengandung bahan-bahan yang dapat digunakan untuk pengobatan dan bahan aktifnya dapat digunakan sebagai bahan obat sintetik (Sukmono, 2009). Tanaman obat ini sudah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat jauh sebelum pelayanan kesehatan modern yang menggunakan obat-obatan sintetik merambah masyarakat. Tanaman obat banyak dipakai masyarakat karena mudah dijangkau, mudah dibuat, harga lebih murah, dan memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan obat-obatan modern (Oktora, 2006).

Salah satu tanaman obat yang masih banyak digunakan oleh orang-orang di daerah Bengkulu adalah honje hutan (Etlingera hemisphaerica) atau dikenal juga dengan sebutan kecombrang. Tanaman ini biasanya digunakan untuk penyakit yang berhubungan dengan kulit, seperti penyakit campak. Selain sebagai obat masyarakat masih banyak menggunakan tanaman ini untuk diolah menjadi sayur atau bumbu makanan. Etlingera hemisphaerica merupakan tanaman yang di dalamnya terkandung alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin, dan minyak atsiri (Naufalin et al., 2005). Berdasarkan hasil penelitian Jackie (2011) diketahui bahwa tanaman E. hemisphaerica mengandung senyawa polifenol dan flavonoid sehingga tanaman ini menjadi tanaman obat yang mujarab untuk memulihkan 1 2

kerusakan organ tubuh yang ditimbulkan akibat toksisitas logam berat merkuri.

Penelitian lain menyebutkan bahwa kandungan antioksidan dari daun E. hemisphaerica lebih tinggi dibandingkan dengan bunga dan rimpang (Chan et al.,

2011).

Merkuri klorida (HgCl2) yang dapat memicu pembentukan radikal bebas memiliki efek yang sangat berbahaya bagi tubuh. Adanya radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan yang berdampak pada fungsi fisiologis tubuh. Kerusakan sel-sel beta pankreas penghasil insulin merupakan salah satu akibat dari paparan merkuri yang berlebihan. Kerusakan ini dapat menyebabkan tubuh mengalami hiperglikemia. Rusaknya sel beta pankreas akan menyebabkan jumlah insulin berkurang bahkan tidak ada. Hal tersebut menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan menumpuk dalam darah sehingga menyebabkan kondisi hiperglikemia (Szkudelski, 2001).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Rozi (2012) tentang hematologi darah menyatakan bahwa ekstrak daun E. hemisphaerica berpotensi dalam menurunkan kadar gula darah. Penelitian oleh Ruyani et al. (2014) menyatakan bahwa ekstrak daun E. hemisphaerica berpotensi menurunkan kadar gula darah sebesar 36,2% dan kadar trigliserida sebesar 21,19% pada mencit yang mengalami hiperglikemia dan hipertrigliserida, tetapi belum ada yang melakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak daun E. hemisphaerica terhadap kadar malondialdehid (MDA) ataupun stres oksidatif lainnya.

Malondialdehid merupakan suatu struktur yang dibentuk oleh lipid di dalam tubuh manusia yang akan rusak jika tubuh terpapar oleh radikal bebas (Durak,

3

2010). Peroksidasi lipid ini terjadi pada membran ketika radikal bebas bereaksi dengan polyunsaturated fatty acid (PUFA). Reaksi tersebut terjadi secara berantai dan pada bagian akhir dari reaksi tersebut akan terbentuk hidrogen peroksida

(H2O2). Hidrogen peroksida ini dapat menyebabkan dekomposisi beberapa produk aldehid yang bersifat toksik terhadap sel, salah satunya MDA (Putri, 2011). Radikal bebas yang semakin lama semakin menumpuk akan mengalahkan jumlah antioksidan di dalam tubuh sehingga tubuh akan mengalami stres oksidatif (Durak,

2010). Radikal bebas dapat merusak dan mengubah fungsi biomembran dan dapat menyebabkan kerusakan patologis yang lebih parah (Gutteridge, 1993).

Salah satu faktor yang dapat meningkatkan radikal bebas bagi tubuh adalah merkuri. Paparan merkuri yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya fungsi enzim yang akan mengganggu proses metabolisme organ-organ dalam tubuh, salah satunya adalah organ hati (Darmono, 1995). Jika fungsi hati sebagai detoksifikasi terhambat akibat terpapar merkuri terus menerus enzim-enzim yang berperan dalam detoksifikasi akan menjadi jenuh sehingga terjadilah penurunan aktivitas metabolisme di dalam hati. Karena ketidakefektifan proses detoksifikasi tersebut, efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati seperti kongesti, nekrosis, edema, serta hemoragik akan muncul (Ressang, 1984).

Sebagai penatalaksanaan dari kasus toksisitas merkuri, selenium yang mengandung selenoprotein menjadi salah satu antioksidan yang disarankan untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan karena selenium membantu dalam mencegah kerusakan sel, mencegah kanker, mencegah penyakit kardiovaskular, membantu melindungi tubuh dari efek beracun logam berat dan zat berbahaya lainnya

4

(Fairweather et al., 2011; Escott, 2008). Selain selenium, flavonoid juga memiliki efek antioksidan. Flavonoid merupakan salah satu kandungan yang terdapat pada tanaman E. hemisphaerica. Karena dugaan tersebut penulis melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian ekstrak E. hemisphaerica terhadap kadar glukosa dan kadar malondialdehid plasma mencit yang terpapar HgCl2.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1) Bagaimana pengaruh paparan HgCl2 terhadap kadar glukosa pada M.

musculus?

2) Bagaimana pengaruh paparan HgCl2 terhadap kadar MDA pada M.

musculus?

3) Bagaimana pengaruh ekstrak daun E. hemisphaerica terhadap pemulihan

kadar glukosa pada M. musculus yang telah terpapar HgCl2?

4) Bagaimana pengaruh ekstrak daun E. hemisphaerica terhadap pemulihan

kadar MDA pada M. musculus yang telah terpapar HgCl2?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh ekstrak daun E. hemisphaerica terhadap pemulihan kadar glukosa dan kadar MDA pada M. musculus yang telah terpapar HgCl2.

5

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui pengaruh pemberian HgCl2 terhada[p kadar glukosa pada M.

musculus.

b. Mengetahui pengaruh pemberian HgCl2 terhadap kadar MDA pada M.

musculus.

c. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun E. hemisphaerica terhadap

pemulihan kadar glukosa pada M. musculus yang terpapar HgCl2.

d. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun E. hemisphaerica terhadap

pemulihan kadar MDA pada M. musculus yang terpapar HgCl2.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengetahui efek yang ditimbulkan dari pemberian ekstrak

daun E. hemisphaerica terhadap pemulihan kadar glukosa dan plasma

MDA M. musculus yang telah terpapar HgCl2.

2. Bagi Instansi Terkait

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan bahan referensi

tambahan untuk Universitas Bengkulu mengenai pengaruh ekstrak daun

E. hemisphaerica terhadap pemulihan kadar glukosa dan kadar MDA M.

musculus yang terpapar HgCl2.

6

3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

a. Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan menambah

pengetahuan mengenai pengobatan tradisional yaitu ekstrak daun E.

hemisphaerica terhadap pemulihan kadar glukosa dan kadar MDA M.

musculus yang terpapar HgCl2.

b. Penelitian ini dapat menjadi sumber acuan dan pengembangan

penelitian selanjutnya mengenai efektivitas ekstrak daun E.

hemisphaerica terhadap pemulihan kadar glukosa dan kadar MDA.

4. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa

ekstrak daun E. hemisphaerica berpotensi menjadi fitofarmaka.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Honje hutan (Etlingera hemisphaerica)

Honje hutan atau Etlingera hemisphaerica (Gambar 2.1) yang juga dikenal dengan sebutan kecombrang atau unji sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat di Indonesia (Hidayat, 1991). Berdasarkan penelitian Habsah et al.

(2005), tanaman ini dapat digunakan sebagai obat pada penyakit berat seperti kanker dan tumor. Selain digunakan sebagai obat, bunga dari kecombrang digunakan sebagai bahan kosmetik alami yang dapat digunakan sebagai campuran untuk bahan pencuci rambut serta daun dan rimpang digunakan sebagai bahan campuran bedak (Chan et al., 2007). Klasifikasi E. hemisphaerica menurut

Newman (2004) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae.

Division : Magnoliophyta.

Class : Lilliopsida.

Orde : .

Family : .

Genus : Etlingera.

Spesies : Etlingera hemisphaerica.

730 8

a. b.

Gambar 2.1 a. Bunga E. hemisphaerica, b. Tanaman E. hemisphaerica.

Tumbuhan E. hemisphaerica merupakan tanaman hutan yang berasal dari suku jahe-jahean (Zingiberaceae). Habitat tanaman ini banyak terdapat di hutan hujan tropis dataran tinggi yang tumbuh pada lahan yang subur. Di Indonesia tanaman ini terkenal dengan berbagai macam nama sesuai dengan daerah masing-masing, di Bengkulu dikenal dengan sebutan unji, dan di Tanah Karo disebut dengan asam cekala (Seidemann, 2005).

Tumbuhan ini merupakan tanaman yang tumbuh setiap tahun yang berbentuk semak dengan tinggi 1-3 m. Tanaman ini memiliki batang semu berwarna hijau, tegak, berpelepah membentuk rimpang. Daun memiliki panjang sekitar 20-30 cm dan lebar 5-15 cm, ujung dan pangkal runcing tetapi rata, berwarna hijau, petulangan daun menyirip, dan daunnya tunggal. Bunganya berbentuk bongkol dengan panjang tangkai 40-80 cm. Panjang benang sarinya 7,5 cm dan berwarna kuning. Bunganya memiliki putik kecil dan putih, mahkota bunga bertaju, berbulu jarang dan warnanya merah jambu. Bijinya berbentuk kotak dan kadang-kadang

9

bulat telur berwarna putih atau merah jambu. Buahnya kecil dan berwarna cokelat, dengan akar berbentuk serabut dan berwarna kuning gelap (Syamsuhidayat, 1991).

Berdasarkan hasil penelitian tentang E. hemisphaerica ditemukan bahwa tanaman ini mengandung alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin, dan minyak atsiri (Naufalin et al., 2005). Berdasarkan hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun E. hemisphaerica mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, terpenoid, dan tidak mengandung steroid. Adapun senyawa tanin yang terkandung di dalam E. hemisphaerica didapatkan hasil (++) sedangkan senyawa yang lainnya didapatkan hasil (+) (Widiya, 2015). Di Bengkulu, Indonesia setelah dilakukan penelitian pada spesies kecombrang yang didapatkan bahwa setelah dilakukan ekstrak etanol

E. hemisphaerica terjadi penurunan kadar glukosa darah sebesar 36,2% dan trigliserida 21,19% pada M. musculus yang hiperglikemia dan hipertrigliserida

(Ruyani et al., 2014).

2.1.1 Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman dalam bentuk glikosida. Pada bagian buah, tepung sari dan akar tumbuhan rata-rata mengandung flavonoid (Sirait, 2007). Flavonoid dibedakan atas beberapa golongan yang dilihat dari tingkat oksida rantai propan. Golongan tersebut antara lain flavon, flavonol, isoflavon, kalkon, dihidrokalkon, auron, antisianidin, katekin, dan leukoantisianidin (Lenny, 2006).

Jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan didasari oleh sifat kelarutan dan reaksi warna kemudian diikuti dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang telah

10

dihidrolisis secara kromatografi satu arah dan pemeriksaan ekstrak etanol dua arah.

Akhirnya flavonoid dapat dipisahkan dengan proses kromatografi. Flavonoid dapat berubah warna jika ditambahkan basa atau amonia karena flavonoid merupakan senyawa fenol (Sirait, 2007). Rozi (2012) melakukan uji golongan flavonoid yang terkandung dalam E. hemisphaerica didapatkan hasil flavonoid tersebut berwarna kuning yang merupakan flavonoid golongan flavon.

Salah satu senyawa flavon adalah kuersetin. Kuersetin memiliki kerja dalam menurunkan kadar glukosa darah yakni menjaga sel β pankreas tetap bekerja secara normal (Gregory, 2011). Selain itu, senyawa flavonoid dapat memberi perlindungan terhadap serangan radikal bebas karena flavonoid bersifat sebagai antioksidan (Lenny, 2006).

2.1.2 Saponin

Saponin merupakan senyawa berbentuk glikosida dan tersebar pada tumbuhan. Saponin akan membentuk larutan koloid dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam (Harborne,

1987). Saponin merupakan senyawa yang rumit dan memiliki massa serta molekul yang besar (Burger et.al., 1998). Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid

(C27) dengan molekul karbohidrat. Setelah terhidrolosis akan dihasilkan suatu aglikon yang dikenal dengan saraponin, sedangkan saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat dan akan menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin (Hartono, 2009). Fungsi saponin bagi

11

tumbuh-tumbuhan yang diketahui saat ini adalah sebagai tempat penyimpanan karbohidrat, produk buangan, dan metabolisme tumbuh-tumbuhan, dan pelindung terhadap serangan serangga sedangkan pada manusia saponin digunakan sebagai sumber antibakteri dan antivirus, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengurangi kadar gula darah, dan mengurangi penggumpalan darah (Kim, 1989).

2.1.3 Tanin

Tanin adalah senyawa makromolekul yang dihasilkan oleh tanaman dan berperan sebagai penolak nutrisi dan penghambat enzim yang akan menyebabkan rendahnya hidrolisis pati serta menurunkan respons pembentukan gula darah pada hewan (Matsushita et al., 2002). Senyawa tanin terdapat pada tanaman memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan protein kompleks, dan dengan senyawa pati.

Senyawa kompleks tersebut bersifat racun yang dapat berperan dalam menghambat pertumbuhan dan mengurangi nafsu makan herbivora melalui penghambatan aktivitas enzim pencernaan yaitu α-amylase (Makkar et al., 2007).

Tanin memiliki fungsi sebagai antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor dan menghambat enzim. Kekurangan dari kandungan zat ini bila berlebihan dapat meracuni hati (Robinson, 1995). Selain itu, tanin memiliki khasiat untuk mengobati diare, keputihan, obat kumur, luka bakar, sariawan, dan luka berdarah (Djauhariya dan Hernani, 2004).

12

2.1.4 Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia yang mengandung atom nitrogen dasar.

Alkaloid diproduksi dari berbagai macam organisme seperti bakteri, jamur, tanaman, dan hewan. Bermacam alkaloid juga ada yang beracun bagi organisme lain. Karena kandungan racun ini, alkaloid akan menimbulkan efek farmakologis bagi tubuh. Menurut Dinara et al. (2007), senyawa alkaloid dapat mencegah terjadinya peroksidasi lipid dan menangkap radikal bebas dengan cara menghentikan reaksi berantai dari radikal bebas dan antioksidan.

2.2 Mencit (Mus musculus)

Mencit atau Mus musculus (Gambar 2.2) adalah hewan yang biasanya digunakan untuk penelitian di laboratorium sebagai hewan coba. Alasan M. musculus sering digunakan sebagai hewan coba adalah karena kedekatan antara taksonomi, struktur fisiologi dan anatomi mencit dengan manusia (Fox et al.,

2007). Penggolongan hewan ini termasuk dalam kelompok tikus yang merupakan hewan pengerat (Ordo Rodensia). Mus musculus diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia.

Filum : Chordata.

Kelas : Mamalia.

Ordo : Rodentia.

Famili : Muridae.

Subfamili : Muridae.

Genus : Mus.

13

Spesies : Mus musculus (Schwiebert, 2007).

Gambar 2.2 M. musculus.

Berdasarkan morfologinya, M. musculus memiliki bentuk badan yang silindris dengan warna putih atau kelabu, badannya ditutupi rambut dengan tekstur yang lembut dan halus. Bobot tubuh M. musculus berkisar antara 20-40 g, memiliki hidung yang berbentuk kerucut, berhabitat di rumah, gudang, serta sawah, dan memiliki daya reproduksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan hewan menyusui lainnya (Holy dan Guo, 2005).

Tabel 2.1 Data Biologis M. musculus Jantan.

Kriteria Nilai Lama hidup 1-2 tahun Umur dewasa 35 hari Berat dewasa 20-40 g Glukosa 62,8-176 mg/dL Kadar MDA Belum tersedia (Schwiebert, 2007; Nomura, 1975).

14

2.3 Glukosa Darah

2.3.1 Pengertian Glukosa

Glukosa merupakan monosakarida yang penting bagi tubuh. Monosakarida ini merupakan golongan aldosa yang memiliki enam rantai karbon yang seperti bentuk D. Dalam keadaan sehari-hari glukosa dapat ditemukan pada buah-buahan, tumbuhan, serta madu (Campbell, 2004). Glukosa merupakan produk utama yang terbentuk dari hidrolisis karbohidrat kompleks di peredaran darah. Glukosa akan dioksidasi sehingga menghasilkan energi dan disimpan di dalam hati serta otot sebagai glikogen (Campbell, 2004). Pembentukan glikogen akan melalui proses glikogenesis, sedangkan pemecahan glikogen yang disimpan di dalam sel untuk menghasilkan kembali glukosa disebut proses glikogenolisis (Ganong, 2008).

Gambar 2.3. Struktur Glukosa (Guyton, 2007).

Glukosa merupakan bentuk akhir dari transpor karbohidrat ke sel dan jaringan. Metabolisme yang terjadi sebelumnya berawal dari disakarida yang berasal dari rongga mulut setelah makanan bercampur dengan saliva (α-amylase) kemudian disekresikan oleh kelenjar parotis. Setelah itu disakarida masuk ke

15

lambung selama 1 jam dan dilanjutkan menuju usus halus (duodenum) yang akan bercampur dengan sekresi di pankreas untuk dicerna lebih lanjut. Disakarida tersebut akan dipecah menjadi monosakarida oleh enzim-enzim epitel usus.

Laktosa akan dipecah menjadi satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa.

Sukrosa dipecah menjadi satu molekul fruktosa dan satu molekul glukosa. Maltosa dan isomer glukosa lainnya semua dipecah menjadi molekul-molekul glukosa.

Produk akhir dari pencernaan karbohidrat adalah monosakarida (Guyton, 2007).

2.3.2 Metabolisme Glukosa

Dalam proses metabolisme, sumber utama glukosa yang beredar di dalam sel tubuh adalah karbohidrat. Glukosa dimanfaatkan sel tubuh dan sistem saraf pusat sebagai sumber energi (Campbell, 2004). Saat glukosa masuk ke dalam sel pada keadaan normal glukosa difosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat yang dikatalisis oleh enzim heksokinase, sedangkan di hati bekerja enzim glukokinase yang memiliki spesifisitas yang lebih tinggi untuk glukosa. Berbeda dengan enzim heksokinase, enzim glukokinase kadarnya akan meningkat oleh insulin (Gambar

2.4) dan menurun pada keadaan kelaparan dan diabetes. Glukosa-6-fosfat kemudian dipolimerisasi menjadi glikogen atau katabolisis (Ganong, 2008).

16

Gambar 2.4. Mekanisme Insulin Mengatur Kadar Gula Darah (Coffe, 1998).

Selain hormon insulin, glukagon juga merupakan hormon yang bertugas dalam pengaturan kadar glukosa di dalam tubuh. Glukagon adalah hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau Langerhans pada saat kadar glukosa mengalami penurunan. Jika insulin berperan dalam menurunkan kadar glukosa, glukagon berfungsi sebaliknya yaitu untuk menaikkan kadar glukosa darah. Kedua hormon inilah yang berperan mempertahankan keseimbangan kadar glukosa darah. Efek utama glukagon terhadap metabolisme glukosa adalah pemecahan glikogen hati atau glikogenolisis dan meningkatkan proses pembuatan glukosa di hati

(glukoneogenesis) (Guyton, 2007).

Glikogen yang merupakan simpanan dari glukosa akan dirombak kembali menjadi glukosa jika tubuh dalam keadaan kekurangan makanan. Saat kadar glukosa darah di dalam tubuh berlebihan hormon insulin yang berasal dari pankreas

17

akan teraktivasi untuk merangsang sel menggunakan glukosa atau menyimpan glukosa tersebut di dalam jaringan (Ganong, 2008).

2.3.3 Keadaan Patologis

Pengaturan kadar glukosa di dalam tubuh tidak terlepas dari kerja sel-sel beta pankreas penghasil insulin. Jika terjadi kerusakan pada sel beta pankreas maka akan berdampak pada produksi insulin. Rusaknya produksi insulin akan menyebabkan gangguan terhadap pengaturan kadar glukosa di dalam tubuh dan akhirnya tubuh akan mengalami hiperglikemia. Hiperglikemia adalah kondisi kadar glukosa darah yang tinggi akibat dari defisiensi insulin (Gaglia et al., 1985). Keadaan glukosa darah yang meningkat secara tiba-tiba memicu disfungsi endotel, reaksi inflamasi, dan stres oksidatif. Jika peningkatan ini berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan pada jaringan, terutama pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah dan degenerasi neuron terjadi melalui 3 jalur metabolik utama yaitu pembentukan

AGEs (Advanced Glycation End Products), aktivasi Protein Kinase C (PKC), dan hiperglikemia intraseluler karena kerusakan jalur polyol. Karena kerusakan tersebut akhirnya terjadi peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga menyebabkan stres oksidatif (Agustien, 2013).

2.3.4 Cara Pemeriksaan

Ada beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan terhadap glukosa darah antara lain dengan menggunakan glukometer atau metode kolorimetrik.

Glukometer adalah alat untuk melakukan pengukuran kadar glukosa darah kapiler,

18

hasil pengukurannya akan keluar dalam hitungan detik (Weisberg, 2008). Salah satu merk glukometer yang beredar di pasaran adalah Accu-Chek®. Glukometer

Accu-Chek® dirancang untuk mengukur secara kuantitatif kadar glukosa darah dan bisa dipakai mandiri oleh pasien karena pemakaiannya yang sederhana. Sensitivitas

Accu-Chek® sebesar 100% sedangkan spesifisitasnya 96% (Dacus et al., 1989).

Glukometer ini terdiri dari meter, code chip, dan strip. Prinsip pengujian

Accu-Chek® adalah amperometri yaitu enzim glukosa dehidrogenase dalam koenzim pada strip uji mengkonversi glukosa dalam sampel darah menjadi glukonolakton (Manual Accu-Chek®, 2006).

Selain dengan menggunakan glukometer sebagai alat yang sederhana untuk pemeriksaan glukosa, pemeriksaan dengan metode enzimatik yang lebih spesifik untuk glukosa merupakan salah satu standar baku dari pemeriksaan glukosa darah.

Metode ini menggunakan enzim glukosa oksidase atau heksokinase, yang bekerja hanya pada glukosa dan tidak pada gula dan bahan pereduksi lainnya. Perubahan enzimatik glukosa dihitung berdasarkan reaksi perubahan warna sebagai reaksi akhir dari rangkaian reaksi kimia atau berdasarkan konsumsi oksigen pada elektroda pendeteksi oksigen. Adanya perubahan warna ini dikenal dengan teknik kolorimetri. Untuk sampel yang digunakan pada pemeriksaan ini bisa berupa serum atau plasma. Serum dan plasma tersebut dipisahkan terlebih dahulu dari sel-sel darah merah untuk mencegah hemolisis (Hardjoeno, 2003).

19

2.4 Malondialdehid (MDA)

Stres oksidatif adalah suatu keadaan ketidakseimbangan dimana jumlah radikal bebas lebih banyak dibandingkan jumlah antioksidan. Terjadinya stres oksidatif disebabkan biomolekul penyusun sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh reaksi yang terjadi karena keberadaan radikal bebas (Halliwell,

2006). Karena terjadinya stres oksidatif, maka terjadi kerusakan pada komponen penyusun membran sel seperti kerusakan lipid, kerusakan protein, karbohidrat, dan

DNA (Kevin et al., 2006). Akibat dari kerusakan lipid akan berdampak pada produksi dari malondialdehid (MDA) yang merupakan hasil akhir dari peroksidasi lipid (Yoshikawa dan Naito, 2002). Kerusakan ini akan berujung pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya bermacam-macam penyakit degeneratif serta akan berdampak pada berbagai kondisi patologis seperti kerusakan sel, jaringan, hingga ke organ-organ seperti hati, ginjal, dan jantung (Kevin et al., 2006;

Valko et al., 2006).

Radikal bebas adalah salah satu produk reaksi kimia dalam tubuh yang gugus elektronnya tidak berpasangan pada orbital luar. Hal inilah yang menyebabkan senyawa ini bersifat tidak stabil. Salah satu bagian dari radikal bebas yang merupakan produk metabolisme dari sel normal adalah reactive oxygen species

(ROS). Di dalam tubuh, radikal bebas menyebabkan proses peroksidasi lipid

(Favier, 1995). Peroksidasi lipid adalah kerusakan oksidatif asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid) yang akan menghasilkan senyawa malondialdehid. Hal inilah yang mendasari MDA dapat digunakan sebagai indeks pengukuran aktivitas radikal bebas dalam tubuh (Haliwell, 1999).

20

Radikal bebas juga dapat meningkat jika tubuh mengalami hiperglikemia.

Peningkatan radikal bebas tersebut disebabkan oleh proses autooksidasi pada hiperglikemi yang memicu pembentukan radikal bebas. Bila berlanjut hal ini dapat mengakibatkan kerusakan sistem membran sel dan kematian sel (Yasa et al., 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Slatter (2000) menyatakan bahwa konsentrasi kadar MDA meningkat pada diabetes melitus.

Dalle et al., (2006) telah melakukan penelitian menggunakan tikus yang diinduksi CCl4 sehingga terbentuklah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Untuk melihat efek dari kerusakan yang terjadi dilakukan pemeriksaan pada produk lipid, protein dan DNA yang diukur melalui sampel plasma darah dan urin kemudian dilihat bagaimana hubungannya berdasarkan dosis dan waktu terjadinya. Setelah itu didapatkan kesimpulan bahwa kadar plasma

MDA dan kadar isoprostan dalam plasma urin sebagai penanda biologis dari stres oksidatif dapat diterima.

Pengukuran kadar MDA dapat dilakukan dengan uji thiobarbituric acid reactive subtance (TBARS) yang dilakukan dengan cara spektrofotometri (Konig dan Berg, 2002). Dasar pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri sederhana. Molekul MDA akan dipecah menjadi 2 molekul asam

2-thiobarbiturat. Reaksi ini akan berjalan dengan pH 2-3. Kadar MDA dapat diperiksa dengan baik di plasma jaringan maupun urin (Konig dan Berg, 2002;

Dalle-Donne et al., 2006). Pada uji ini, supernatan plasma (setelah protein diendapkan) akan bereaksi dengan asam tiobarbiturat dan menghasilkan kromofor

21

berwarna merah muda yang dibaca dengan panjang gelombang 532 nm (Jusman,

2001).

2.5 Merkuri Klorida (HgCl2)

Salah satu bentuk dari logam berbahaya tetapi banyak dimanfaatkan masyarakat saat ini salah satunya merkuri. Pemanfaatan merkuri saat ini hampir mencakup seluruh aspek kehidupan. Merkuri telah banyak digunakan pada bidang kedokteran, kosmetik, industri, dan pertanian (Alfian, 2006), selain itu pajanan merkuri di tempat kerja lebih sering terjadi, contohnya pada pengeluaran Hg dari bijih tambang, tempat pembuatan arang, pabrik termometer, barometer, pabrik baterai kering, dan lampu uap. Di bidang pertanian, pajanan merkuri dapat terjadi akibat penggunaan pestisida dan fungisida yang di dalamnya terkandung merkuri.

Pada wanita, kebanyakan paparan merkuri akibat pemakaian obat pelangsing tubuh dan penggunaan krim pencerah wajah yang amat digemari padahal semakin sering terpapar maka akan menimbulkan dampak seperti timbul bintik-bintik hitam pada kulit, iritasi, bahkan menimbulkan kerusakan pada otak. Di bidang kedokteran salah satu contoh pemaparan merkuri ialah penggunaan amalgam pada penambalan gigi (Horsted et al., 1999). Hal-hal kecil seperti inilah yang akan memberikan dampak buruk pada kesehatan.

Merkuri klorida (HgCl2) merupakan senyawa merkuri anorganik yang lebih toksik jika dibandingkan dengan bentuk merkuri (HgCl), hal ini dikarenakan bentuk divalen lebih mudah larut daripada bentuk monovalen. Bentuk HgCl2 lebih cepat dan lebih mudah diabsorpsi sehingga daya toksisitasnya lebih tinggi (Alfian,

22

2006). Uap yang dihasilkan oleh logam merkuri ini sangat berbahaya apalagi jika terhisap oleh organ pernapasan. Sekitar 80% dari logam ini akan terserap oleh alveoli paru-paru dan jalur pernapasan lainnya, setelah itu akan ditransfer ke dalam darah dan akan mengalami proses oksidasi yang dilakukan oleh enzim katalase

2+ sehingga Hg akan menjadi Hg . Selanjutnya ion ini akan diedarkan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah (Palar, 2004).

Penumpukan dan penyerapan merkuri juga terjadi pada otak, hati, dan ginjal.

Penumpukan yang terjadi pada organ hati dan ginjal masih dapat dikeluarkan bersama urin dan sebagian lagi akan tetap menumpuk di organ empedu, dalam hal ini retensi logam merkuri di ginjal memerlukan waktu yang singkat sehingga tidak terlalu memberikan pengaruh (Palar, 2004).

Keracunan merkuri ini dapat menyebabkan masalah pada saluran pencernaan

(colitis, gingivitis, stomatitis, dan permasalahan kelenjar saliva) serta dapat terjadi pula kelainan metabolisme tubuh seperti proteinuria, hematuria, disuria, dan uremia. Jika senyawa berkontak dengan kulit dapat terjadi iritasi kulit. Pada organ hati akan terjadi pembentukan kompleks antara HgCl2 dengan glutation hati yang akan disekresikan dalam bentuk kompleks merkuri-glutation atau merkuri-sistein.

Selain itu, HgCl2 juga membentuk kompleks dengan garam empedu yang akan disekresikan bersama feses, tetapi kompleks yang dihasilkan dari HgCl2 dengan garam empedu ini di dalam usus besar dapat diabsorbsi kembali ke dalam tubuh manusia (Syahputra, 2009).

23

2.6 Imunos®

Imunos® merupakan suplemen yang sering digunakan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh selama infeksi akut dan kronis. Imunos® mengandung selenium 15 μg, Echinacea (EFLA 894) 500 mg, zinc picolinate 10 mg, dan ascorbic acid 50 mg (Pramudianto, 2013).

Hasil uji fitokimia Imunos® didapatkan bahwa Imunos® memiliki kandungan flavonoid dan tanin, sedangkan kandungan alkaloid, saponin, terpenoid, dan steroid tidak terdapat pada Imunos® (Widiya, 2015) .

2.6.1 Selenium

Selenium merupakan salah satu mineral yang penting bagi tubuh. Tubuh memerlukan selenium walaupun dalam jumlah kecil, karena selenium penting untuk kesehatan. Fungsi selenium di dalam tubuh antara lain kofaktor regulator dan katalitik untuk protein (enzim) yang mengandung selenosistein seperti

GSH-peroksidase, tioreduksi reduktase, iodotironin deiodinase, dan selenoprotein

P, sebagai antioksidan imunokompetensi selular dan hormonal, membantu tubuh melindungi diri setelah vaksinasi, serta berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa selenium dapat membantu dalam mencegah kanker, mencegah penyakit kardiovaskular, membantu melindungi tubuh dari efek beracun logam berat dan zat berbahaya lainnya (Escott, 2008; Grober, 2012; Fairweather et al.,

2011).

Berdasarkan penelitian Magos dan Webb (1980) didapatkan bahwa terjadi peningkatan kadar merkuri sebesar tiga kali lipat pada otak yang telah terpapar

24

merkuri dalam waktu 24 jam, kemudian setelah disuntikkan selenium dalam bentuk selenit terjadi eliminasi merkuri di seluruh tubuh termasuk otak dalam waktu yang cepat. Selain itu, selenium juga berfungsi penting untuk mengaktifkan enzim glutation peroksidase. Enzim ini sangat penting dalam tubuh untuk menetralisir radikal-radikal bebas yang menyebabkan stres oksidatif (Atmosukarto dan

Rahmawati, 2003).

2.6.2 Echinacea

Echinacea merupakan tanaman obat yang sudah banyak dimanfaatkan saat ini. Echinacea digunakan sebagai obat untuk penyakit infeksi saluran pernapasan

(Foster dan Tyler, 2000). Selain itu, Echinacea juga digunakan untuk mengobati luka ringan, berbagai infeksi kulit, gigitan ular dan serangga. Echinacea dapat meningkatkan jumlah sel darah putih dan meningkatkan daya tahan tubuh, merangsang sel-sel killer dan menunjukkan aktivitas antivirus (Bartram, 2001).

2.6.3 Zinc Picolinate

Zinc picolinate merupakan zinc yang bioavailabilitasnya lebih besar dibandingkan dengan zinc jenis lain. Asupan zinc picolinate per hari yang disarankan oleh Scientific Committee on Food (SCF) sebesar 25 mg/hari (Aguilar,

2009). Zinc picolintae merupakan mikronutrien yang memiliki peranan penting terhadap sistem imunitas, akibatnya jika terjadi defisiensi zinc maka akan terjadi defisiensi imun (Hunt et al., 2004). Fungsi lainnya adalah komponen membran sel, menstabilkan fungsi RNA, DNA, dan ribosom, menstabilkan kompleks hormon

25

dan reseptornya, serta berperan dalam meregulasi polimerisasi tubulin (Hunt et al.,

2004; King dan Keen, 2005).

2.6.4 Ascorbic Acid

Asam askorbat adalah antioksidan yang sudah banyak dihasilkan secara sintetik. Asam ini bisa ditambahkan ke dalam daging sebagai antioksidan. Asam askorbat akan rusak jika dilakukan pemanasaan (Fardiaz et al., 1980). Asam askorbat mudah terdegradasi oleh suhu, cahaya atau logam dan dalam larutan

(Jatmiko et al., 2007). Asam ini penting untuk biosintesis kolagen, kreatinin, dan berbagai neurotransmitter. Manusia tidak dapat mensintesis asam askorbat karena tidak memiliki enzim gulonolactone oxidase, oleh sebab itu asam askorbat disuplai dari luar tubuh yang bersumber dari buah, sayuran, atau suplemen vitamin C. Selain sebagai antioksidan, fungsi lainnya adalah sebagai antiaterogenik dan immunomodulator (Naidu, 2003). Sebagai antioksidan, asam askorbat dapat menetralkan kerusakan yang ditimbulkan dari radikal bebas pada sel normal, protein, dan lipid. Hal inilah yang akan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Iswara, 2009).

Penelitian Trijono (2012) tentang efektivitas dari ekstrak kelopak bunga rosela menurunkan kadar MDA membuktikan bahwa kandungan asam askorbat yang tinggi, yaitu 260-280 mg dalam setiap 100 g pada kelopak bunga tersebut dapat menurunkan kadar MDA yang sebelumnya meningkat akibat terpapar radikal bebas.

26

2.7 Kerangka Pemikiran

2.7.1 Kerangka Teori

Salah satu logam berat yang dapat menyebabkan toksisitas pada tubuh adalah

HgCl2. Apabila HgCl2 terakumulasi di dalam tubuh akan menyebabkan tubuh mengalami gangguan metabolisme. Penggunaan HgCl2 saat ini sudah hampir mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan lingkungan, untuk itu diperlukan pengobatan atau pemulihan untuk kasus toksisitas HgCl2.

Tumbuhan E. hemisphaerica merupakan salah satu pengobatan tradisional yang dapat digunakan pada kasus toksisitas merkuri. Hal ini dikarenakan pada tumbuhan tersebut terkandung senyawa flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan sehingga dapat memulihkan organ tubuh akibat toksisitas HgCl2.

Untuk menguji kemampuan flavonoid dalam pemulihan organ tubuh maka peneliti menggunakan hewan uji coba yaitu M. musculus. Hewan ini sering digunakan sebagai hewan uji dikarenakan secara fisiologis memiliki kesamaan dengan manusia. Ekstrak E. hemisphaerica diberikan pada M. musculus secara di gavage dan diharapkan dapat memulihkan kadar glukosa dan MDA M. musculus. Paparan di atas dapat dilihat pada Gambar 2.5.

27

Imunos® (sumber selenium) Metabolisme HgCl2 xenobiotik

Membentuk ikatan antara merkuri dengan glutation (GSH)

Ekstrak Etlingera hemisphaerica

HgCl2 terakumulasi Jaringan hati dalam sel hati Penurunan kadar

mengalami antioksidan GSH kerusakan

Peningkatan jumlah radikal bebas (stres Fungsi metabolisme oksidatif) hati terganggu

Peningkatan kadar MDA Peningkatan metabolisme glukosa

Gambar 2.5 Kerangka Teori.

28

2.7.2 Kerangka Konsep

Paparan HgCl2 akan berpengaruh pada organ-organ di dalam tubuh salah

satunya hati. Jika fungsi hati sebagai detoksifikasi terhambat akibat paparan HgCl2

secara terus menerus enzim-enzim yang berperan dalam proses detoksifikasi akan

menjadi jenuh sehingga terjadilah penurunan aktivitas metabolisme di dalam hati.

Selain itu, akibat paparan HgCl2 yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan

jumlah radikal bebas di dalam tumuh. Ekstrak daun E. hemisphaerica memiliki

senyawa flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan yang berguna untuk

dektosifikasi HgCl2 dan dapat menurunkan produksi radikal bebas di dalam tubuh.

Paparan diatas dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Glukosa

Toksisitas Terganggunya pada hati fungsi hati

Paparan HgCl2

Penurunan kadar GSH Jumlah radikal bebas

Imunos® Ekstrak E. MDA (sumber selenium) hemisphaerica

Gambar 2.6 Kerangka Konsep.

29

2.8 Hipotesis

1) Paparan HgCl2 meningkatkan kadar glukosa pada M. musculus.

2) Paparan HgCl2 meningkatkan kadar MDA pada M. musculus.

3) Ekstrak daun E. hemisphaerica menurunkan kadar glukosa pada M.

musculus yang terpapar HgCl2.

4) Ekstrak daun E. hemisphaerica menurunkan kadar MDA pada M.

musculus yang terpapar HgCl2.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Gedung Basic Science Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Bengkulu dan

Sumber Belajar Ilmu Hayati (SBIH). Penelitian ini berlangsung selama 5 bulan 3 minggu (23 minggu), dari awal bulan September sampai dengan pertengahan bulan

Februari 2016.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) kandang mencit, 2) timbangan analitik, 3) nampan plastik, 4) botol minuman, 5) ram kawat, 6) sarung tangan, 7) pipet suspensi, 8) pipet tetes, 9) tissue gulung, 10) handscoon, 11) kertas saring, 12) labu Erlenmeyer 500 mL, 13) water bath, 14) corong pemisah, 15) kertas saring, 16) spidol, 17) spuit insulin, 18) oral gavege, 19) kertas koran, 20) gunting, 21) rotary evaporator, 22) alumunium foil, 23) glukometer, 24) kolorimetrik, 25) alcohol swab.

30 31

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) HgCl2,

2) selenium bermerk Imunos®, 3) M. musculus jantan galur Swiss Webster inbred berjumlah 36 ekor, 4) pakan (pelet), 5) aquades/air murni, 6) sekam padi, 7) ekstrak daun E. hemisphaerica, 8) etanol 96%, 9) minyak wijen, 10) asam asetat.

3.3 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode eksperimental dengan 4 perlakuan. Mus musculus dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu kontrol (P0),

® perlakuan (P1) yang diberi HgCl2, perlakuan (P2) yang diberi HgCl2 dan Imunos , dan perlakuan (P3) yang diberi HgCl2 dan ekstrak E. hemisphaerica.

Masing-masing kelompok perlakuan dilakukan dengan 9 kali pengulangan.

Banyaknya ulangan pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus pengulangan Federer yaitu (t – 1) (r – 1) > 15, dengan t adalah banyaknya perlakuan dan r adalah banyaknya pengulangan.

(t – 1) (r – 1) > 15

(4 – 1) (r – 1) ≥ 15

3 (r – 1 ) ≥ 15

3r – 3 ≥ 15

3r ≥ 15 + 3

3r ≥ 18

r ≥ 6

32

Berdasarkan rumus di atas, diperoleh pengulangan minimal sebanyak 6 kali pada penelitian ini untuk setiap perlakuan.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini:

a. Mus musculus galur Swiss Webster inbred jantan.

b. Usia 2-3 bulan.

c. Berat badan 20-40 g.

d. Belum pernah menerima perlakuan/bahan kimia dengan cara

apapun.

e. Kondisi sehat dan gerakan aktif.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Hewan uji yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini adalah M. musculus yang mati atau meloloskan diri dari kandang selama penelitian.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pembuatan Ekstrak Etlingera hemisphaerica

Daun E. hemisphaerica yang digunakan sebagai bahan penelitian didapatkan dari Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Bagian daun E. hemisphaerica yang digunakan adalah daun yang berada di pangkal batang, setelah daun diambil selanjutnya daun dicuci bersih dan kemudian dipotong kecil-kecil. Berikutnya daun

33

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di atas kertas selama 2 minggu di dalam ruangan yang tidak terpapar cahaya matahari agar senyawa flavonoid yang terkandung di dalam E. hemisphaerica tidak rusak. Daun yang telah dikeringkan kemudian ditimbang sebanyak 400 g, lalu diletakkan di dalam botol kaca dan dimaserasi dengan etanol 96% sebanyak 8 L atau hingga daun terendam. Maserasi dilakukan selama 7 hari dan setiap hari harus diguncang agar merata. Setelah dimaserasi selama 7 hari, dilakukan tahap penyaringan dan akan didapatkan filtrat berwarna hijau tua. Filtrat kemudian dipekatkan dengan penguapan menggunakan rotary evaporator dan penangas listrik hingga diperoleh ekstrak kental daun E. hemisphaerica.

3.5.2 Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan merupakan M. musculus galur Swiss Webster yang indukannya diperoleh dari Sekolah Tinggi Ilmu Hayati Institut Teknologi

Bandung (STIH ITB) dilakukan inbreeding keturunan pertama dari indukan.

Hewan tersebut dipelihara di dalam kandang. Kandang terdiri dari 4 kelompok yang dibagi menjadi 1 kelompok kontrol, dan 3 kelompok perlakuan.

Masing-masing kandang dimasukkan 9 ekor M. musculus untuk setiap kelompok.

Selanjutnya dilakukan adaptasi M. musculus selama satu minggu di Kebun Biologi

Sumber Belajar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu.

Selama adaptasi, M. musculus dipelihara dalam kandang secara individu pada kondisi lingkungan yang homogen dan diberi pakan berupa pelet dan air minum secara ad libitum, kemudian M. musculus tersebut ditimbang dan dikelompokkan

34

secara acak menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pengelompokan

M. musculus sebagai berikut:

P0 = Kontrol (tidak mendapat perlakuan).

P1 = Pemberian HgCl2 dengan dosis 5 mg/kg BB.

P2 = Pemberian HgCl2 dengan dosis 5 mg/kg BB + Imunos® dengan dosis 0,2

mg/g BB.

P3 = Pemberian HgCl2 dengan dosis 5 mg/kg BB + ekstrak E. hemisphaerica

dengan dosis 0,39 mg/kg BB.

3.5.3 Konversi Dosis

Berdasarkan penelitian Ruyani et al. (2014), dosis efektif daun E. hemisphaerica yang digunakan sebesar 0,39 mg/gBB, sedangkan untuk dosis

® Imunos yang digunakan sebesar 0,2 mg/gBB. Dosis HgCl2 yang digunakan pada penelitian ini sebesar 5 mg/kgBB yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif di hati.

3.5.4 Pemberian perlakuan

Sebelum diberi perlakuan M. musculus dipuasakan terlebih dahulu beberapa jam sebelum perlakuan dan dipastikan mencit dalam keadaan sehat. Untuk pemberian ekstrak daun E. hemisphaerica digunakan pelarut minyak wijen yang diberikan dengan metode gavage melalui oral, pemberian HgCl2 digunakan pelarut akuades lalu dilakukan penyuntikan intraperitoneal sedangkan untuk Imunos® dilarutkan dengan akuades lalu diberikan dengan metode gavage. Untuk

35

menentukan dosis yang digunakan pada saat penyuntikan dilakukan terlebih dahulu penimbangan berat badan menggunakan timbangan analitik pada setiap mencit yang akan diberi perlakuan.

Tabel 3.1 Jadwal Pemberian Perlakuan

Kelompok Aktivitas hewan coba

Kode N Hari -1 Hari -2 & 3 Hari -4 Hari -5 & 6 Hari -7

P0 9 Diberi air Istirahat Diberi air Istirahat Pengukuran kadar glukosa dan MDA

P1 9 HgCl2 5 Istirahat Diberi air Istirahat Pengukuran mg/kgBB kadar glukosa dan MDA

® P2 9 HgCl2 5 Istirahat Imunos Istirahat Pengukuran mg/kgBB 0,2 mg/g kadar glukosa BB dan MDA

P3 9 HgCl2 5 Istirahat Ekstrak Istirahat Pengukuran mg/kgBB honje 0,39 kadar glukosa mg/g BB dan MDA

Total 36

3.5.5 Pengambilan data

Pengukuran kadar glukosa darah dan kadar malondialdehid plasma diukur pada hari ke-7 setelah pemberian perlakuan.

36

3.5.5.1 Proses Homogenasi Jaringan Hati

Mus musculus yang telah diberi perlakuan dibedah dan dipisahkan hatinya.

Untuk pemeriksaan kadar MDA, hati M. musculus ditimbang kemudian dilarutkan dengan larutan KCl dingin 1,5% dengan perbandingan 1:10 hingga didapatkan sampel jaringan yang homogen (Bukan et al., 2003). Setelah itu dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Cairan plasma yang telah terpisah dari jaringan hati kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan kadar MDA menggunakan uji TBARS.

3.5.5.2 Pemeriksaan Thiobarbituric Acid Reactive Subtance (TBARS)

Untuk pemeriksaan kadar MDA dilakukan dengan mengambil organ hati kemudian diuji dengan menggunakan uji thiobarbituric acid reactive subtance

(TBARS) yang ditampilkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Cara Kerja TBARS

Bahan Uji Blanko

Supernatan 1 0,25 mL -

Akuades - 0,25 mL

Larutan TCA 0,50 mL 0,50 mL 10% Larutan dihomogenkan, disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit, dan diambil supernatannya.

Larutan TBA 0,75 mL 0,75 mL 0,67% Larutan dihomogenkan kemudian dimasukkan ke penangas mendidih selama 10 menit, dinginkan, dibaca dengan spektofotometer dengan panjang gelombang 532 nm.

37

Penghitungan kadar MDA menggunakan rumus:

ΔA = C.ɛ. l

Keterangan:

ΔA = selisih absorbansi sampel dan blanko.

ɛ= 1,56 x 105 M-1 cm-1 (Ahmad et al., 2008).

C = konsentrasi (mol/L plasma).

l = panjang/ jarak = 1 cm.

3.5.5.3 Pemeriksaan Glukosa

Konsentrasi glukosa darah pada mencit Mus musculus diukur dengan menggunakan glukometer merek Accu-Chek® dengan cara setetes darah mencit yang berasal dari ujung ekor diteteskan pada strip glukosa yang telah dimasukkan ke dalam glukometer. Sebelumnya glukometer dilakukan penyesuaian kode yang tertera pada kemasan strip glukosa. Setelah darah diteteskan pada strip, tunggu ± 5 detik untuk menunggu hasil pembacaan nilai konsentrasi glukosa darah oleh glukometer. Nilai yang tertera pada glukometer merupakan nilai konsentrasi glukosa darah mencit dengan satuan mg/dL.

3.6 Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah dosis merkuri

klorida (HgCl2) dan ekstrak E. hemisphaerica.

38

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah data kadar glukosa

darah dan kadar MDA pada M. musculus.

3.7 Analisis Data

Data yang didapat dari pengukuran kadar glukosa darah dan kadar MDA pada

M. musculus kemudian akan dianalisis dengan menggunakan uji statistik one way analysis of varians (ANOVA) untuk melihat perbedaan yang muncul di setiap kelompok. Jika ditemukan perbedaan nyata antara setiap kelompok akan dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan uji post hoc Duncan. Jika variabel tidak terdistribusi normal atau variasi tetap tidak sama setelah transformasi data maka dilakukan uji nonparametrik Kruskal-Wallis.

3.8 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan pada peneliian ini ditampilkan pada

Tabel 3.3.

39

Tabel 3.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur operasional

Kadar Kadar Finger prick test Glucometer Kadar Numerik glukosa glukosa glukosa ® darah darah yang (Accu-Chek ) (dinyatakan dihitung dalam pada hari mg/dL) ke-7 perlakuan

Kadar Kadar MDA Metode Spektofotometer Kadar MDA Numerik MDA yang kolorimetrik (dinyatakan dihitung pada panjang dalam pada hari gelombang 532 mol/L) ke-7 nm perlakuan

Dosis Ukuran Penghitungan Timbangan Dosis Numerik merkuri takaran dari dan analitik merkuri merkuri penimbangan (dinyatakan untuk dalam mg) memberikan efek toksik pada hewan coba sebesar 5 mg/kgBB

Dosis Dosis Penghitungan Timbangan Dosis Numerik ekstrak ekstrak dan analitik ekstrak honje honje pada penimbangan honje penelitian ini (dinyatakan adalah 0,39 dalam mg) mg/g BB (Ruyani et al., 2014)

Sumber Sumber Penghitungan Timbangan Dosis Numerik selenium selenium dan analitik Imunos® (Imunos®) yang penimbangan (dinyatakan digunakan di dalam mg) dalam produk Imunos® sebesar 0,2 mg/gBB

40

3.9 Alur Penelitian

Penelitian ini menggunakan M. musculus galur Swiss Webster Jantan dengan jumlah 36 ekor. Setiap kelompok memiliki 9 kali pengulangan. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.1.

M. musculus Swiss Webster Jantan 36 ekor, usia 2-3 bulan, 20-40 g, sehat

P1 (9 ekor) P2 (9 ekor) P3 (9 ekor) P4 (9 ekor)

Tanpa HgCl2 5 mg/kgBB secara intraperitoneal perlakuan

Tanpa Ekstrak daun E. Imunos® 0,2 Tanpa perlakuan hemisphaerica mg/gBB secara perlakuan 0,39 mg/gBB gavage oral secara gavage oral

Pengukuran kadar glukosa dan MDA

Analisis data penelitian

Pelaporan hasil penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Seleksi Subjek

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Mus musculus galur

Swiss Webster. Mus musculus kemudian dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dan masing-masing perlakuan berjumlah 9 ekor. Selanjutnya dilakukan adaptasi selama 7 hari. Setelah adaptasi selama 7 hari, M. musculus ditimbang dan mulai diberi perlakuan berdasarkan kelompok masing-masing. Pada kelompok perlakuan

P0 hanya diberikan air, kelompok perlakuan P1 diberi merkuri klorida (HgCl2),

® kelompok perlakuan P3 diberi HgCl2 dan Imunos , sedangkan kelompok perlakuan

P3 diberi HgCl2 dan ekstrak E. hemisphaerica.

Total M. musculus yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 50 ekor.

Dari 50 ekor tersebut 14 ekor tidak dapat digunakan sebagai subjek penelitian dikarenakan sebagian mati setelah proses gavage dilakukan. Tiga puluh enam ekor lainnya memenuhi syarat dan tidak ada yang masuk ke dalam kriteria eksklusi, sehingga dapat digunakan sebagai subjek penelitian.

Berat badan M. musculus pada penelitian ini diukur sebelum dan setelah perlakuan (Lampiran 4). Dari seluruh sampel, data berat badan sebelum perlakuan diambil sebanyak 36 ekor, sedangkan data setelah perlakuan terdapat 21 ekor yang berat badannya tidak tercatat sehingga hanya terkumpul 15 ekor data berat badan

41 42

setelah perlakuan. Rata-rata berat badan M. musculus yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rata-rata Berat Badan M. musculus sebelum Perlakuan.

Kelompok n x ±SD (mg/dL) Sebelum Perlakuan P0 9 34,333 + 4, 974 P1 9 35,777 + 4,763 P2 9 31,444 + 6,635 P3 9 34, 667 + 5,93 N 36

4.2 Kadar Glukosa

Setelah M. musculus diberikan perlakuan selama tujuh hari, kemudian dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah pada M. musculus. Darah yang digunakan berasal dari darah pada ekor M. musculus. Glukosa darah yang diukur adalah glukosa darah sewaktu. Hasil pengukuran kadar glukosa darah sewaktu dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rata-rata Pengukuran Kadar Glukosa Darah Sewaktu M. musculus yang

telah Diinduksi HgCl2 dan yang Telah Diberi Ekstrak Daun E.

hemisphaerica.

No Kelompok n Rentang Kadar Rerata Glukosa Darah x ±SD (mg/dL) (mg/dL) 1 P0 (Kontrol) 9 77-149 121,22 ± 19,823a b 2 P1 (HgCl2) 9 111-174 151,11 ± 18,031 ® a 3 P2 (HgCl2 + Imunos ) 9 86-149 119,00 ± 22,085 a 4 P3 (HgCl2 + ekstrak E. 9 78-147 121,00 ± 19,506 hemisphaerica)

43

Berdasarkan Tabel 4.2 didapatkan bahwa pada kelompok perlakuan P3 yang diberi ekstrak E. hemisphaerica diperoleh penurunan kadar glukosa darah yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok P1 yang diberikan HgCl2 saja, tetapi tidak memiliki makna berbeda jika dibandingkan dengan kelompok P0 sebagai kontrol dan P2 yang diberikan Imunos®.

4.3 Kadar Malondialdehid (MDA)

Setelah pengukuran kadar glukosa darah, M. musculus dibedah lalu diambil hatinya kemudian dilakukan pemeriksaan kadar MDA. Hasil pengukuran kadar

MDA dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Rata-rata Pengukuran Kadar MDA M. musculus yang Telah Diinduksi

HgCl2 dan yang Telah Diberi Ekstrak Daun E. hemisphaerica.

No Kelompok n Rentang Kadar Rerata MDA (mol/L) x ±SD (mol/L) 1 P0 (Kontrol) 9 0,20-1,03 0,48 ± 0,291a b 2 P1 (HgCl2) 9 0,68-1,45 1,00 ± 0,288 ® a 3 P2 (HgCl2 + Imunos ) 9 0,20-1,00 0,50 ± 0,283 a 4 P3 (HgCl2 + ekstrak E. 9 0,21-1,02 0,48 ± 0,282 hemisphaerica)

Berdasarkan Tabel 4.3 didapatkan bahwa pada kelompok perlakuan P3 yang diberi ekstrak E. hemisphaerica diperoleh penurunan kadar MDA yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok P1 yang diberikan HgCl2 saja, tetapi tidak memiliki makna berbeda jika dibandingkan dengan kelompok P0 sebagai kontrol dan P2 yang diberikan Imunos®.

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan Lampiran 4 dapat dilihat berat badan Mus musculus yang digunakan pada penelitian ini berkisar antara 20-40 g. Semua M. musculus yang digunakan berjenis kelamin jantan dan dalam keadaan sehat. Setelah dilakukan perlakuan pada setiap kelompok perlakuan didapatkan perbedaan berat badan pada

M. musculus dari sesudah dan sebelum perlakuan.

5.2 Kadar Glukosa

Pemberian merkuri klorida (HgCl2) dilakukan dengan cara penyuntikan intraperitoneal sedangkan pemberian ekstrak Etlingera hemisphaerica dilakukan dengan cara gavage oral. Pada perlakuan P0 (kontrol) M. musculus hanya diberikan air minum biasa, perlakuan P1 diinjeksi HgCl2, pada perlakuan P2 diinjeksi HgCl2

® kemudian diberi Imunos dan perlakuan P3 diinjeksi HgCl2 kemudian diberi ekstrak E. hemisphaerica. Pada penelitian ini air biasa digunakan sebagai kontrol negatif sedangkan Imunos® sebagai kontrol positif.

Glukosa merupakan produk utama yang terbentuk dari hidrolisis karbohidrat kompleks di peredaran darah (Campbell, 2004). Pada Tabel 4.2 dapat dilihat adanya perbedaan kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan P1 dengan rata-rata 151,11 mg/dL, P1 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan P0

44 45

dengan rata-rata 121,22 mg/dL, dan mengalami penurunan kadar glukosa setelah diberikan E. hemisphaerica pada kelompok perlakuan P3 dengan rata-rata 121,00 mg/dL. Dapat dilihat bahwa E. hemisphaerica dapat mengembalikan kadar glukosa mendekati ke kadar P0 sebagai kontrol. Selain itu juga terjadi penurunan pada kelompok perlakuan P2 dengan rata-rata 119,00 mg/dL yang diberikan Imunos®.

Peningkatan kadar glukosa terjadi pada kelompok perlakuan P1 yang hanya diberikan HgCl2 saja. Senyawa HgCl2 merupakan logam berbahaya yang dapat menimbulkan efek yang buruk bagi tubuh (Alfian, 2006). Keracunan HgCl2 dapat menyebabkan masalah pada berbagai macam organ tubuh salah satunya hati

(Syahputra, 2009). Pada organ hati akan terjadi pembentukan kompleks antara

HgCl2 dengan glutation hati yang akan disekresikan dalam bentuk kompleks merkuri-glutation atau merkuri-sistein, sehingga akan menyebabkan gangguan pada fungsi metabolisme hati yang berakibat pada peningkatan kadar glukosa darah dan terjadi peningkatan kadar malondialdehid (MDA) akibat dari peningkatan ROS di dalam tubuh (Syahputra, 2009). Selain kerusakan pada organ hati, sel  pankreas akan mengalami kerusakan akibat stres oksidatif yang ditimbulkan dari paparan

HgCl2 (Chen et al., 2006). Senyawa HgCl2 akan menurunkan fungsi sekresi insulin dan menurunkan fungsi sel HIT-T 15 pada sel pankreas yang akan meningkatkan pembentukan reactive oxygen species (ROS) di dalamnya. Ketika terjadi ROS,

HgCl2 menaikkan proses pengikatan sub-G1 hypodiploid dan annexin-V di dalam sel HIT-T15 yang menunjukkan bahwa HgCl2 memiliki kemampuan untuk menginduksi proses apoptosis. Senyawa ROS juga menyebabkan peningkatan pembentukan TNFα yang menyebabkan resistensi insulin melalui penurunan

46

autofosforilasi reseptor insulin, perubahan reseptor insulin, dan penurunan GLUT 4

(Widowati, 2008). Akibat lain yang ditimbulkan adalah gangguan pada potensial membran mitokondria, meningkatkan pelepasan sitokrom c mitokondria, dan menyebabkan aktivasi poli(ADP-ribosa) polimerase (PARP). Sel HIT-T15 juga menyebabkan adenosin trifosfat (ATP) intraseluler menipis dan meningkatkan pelepasan lactate dehydrogenase (LDH) (Chen et al., 2010). Hal inilah yang menyebabkan disfungsi dari sel pankreas.

Berdasarkan penelitian Chen et al. (2010) didapatkan bahwa paparan senyawa merkuri menyebabkan kerusakan pada pulau pankreas yang disebabkan oleh gangguan pada proses kematian sel di dalam tubuh atau dikenal dengan istilah apoptosis. Penelitian lain yang dilakukan Chen et al. (2012) didapatkan bahwa terdapat peningkatan kadar glukosa darah yang signifikan dan terjadi penurunan kadar insulin pada M. musculus yang diinjeksi HgCl2. Hal ini disebabkan terjadinya apoptosis sel  pankreas lebih awal akibat dari paparan HgCl2, dan membran vesikel pecah sehingga menyebabkan pengeluaran insulin yang berlebihan.

Berbeda dengan kelompok perlakuan P1, pada kelompok perlakuan P2 dan

P3 terjadi penurunan kadar glukosa darah setelah diberi perlakuan Imunos® dan ekstrak E. hemisphaerica. Imunos® merupakan suplemen yang dapat merangsang sistem kekebalan tubuh. Kandungan yang terdapat di dalamnya adalah selenium, ekstrak Echinacea, zinc picolinate, dan ascorbic acid (Pramudianto, 2013).

Selenium memiliki efek sebagai antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari efek beracun logam berat dan zat berbahaya lainnya (Fairweather et al.,

2011). Selenium juga mampu menurunkan kadar glukosa darah dengan

47

memperkuat fosforilasi Akt dan PI3 kinase sebagai protein yang terlibat dalam proses pensinyalan insulin (Hwang et al., 2007). Selain itu, berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan oleh Widiya (2015), Imunos® memiliki kandungan flavonoid dan tanin, sedangkan pada ekstrak E. hemisphaerica memiliki kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan terpenoid. Flavonoid pada tanaman ini bersifat sebagai antioksidan, selain itu flavonoid memiliki senyawa kuersetin yang berfungsi untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan cara menjaga sel β pankreas tetap bekerja secara normal (Gregory, 2011). Secara in vitro, kuersetin berpotensi sebagai inhibitor transpor glukosa oleh intestinal glucose transporter

GLUT2 dan GLUT5 yang bertanggung jawab pada absorbsi glukosa di dalam usus halus (Gastelu, 2004). Mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan terjadi melalui dua jalur yaitu dengan meredam radikal bebas secara langsung dengan cara menyumbangkan atom hidrogennya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu fungsinya serta memutus reaksi berantai dari radikal bebas, dan melalui peran dalam chelating ion logam dimana atom pendonor elektron membentuk ikatan koordinat dengan sebuah atom logam tunggal. Atom pendonor yang utama sebagai chelating agent adalah N, O, S dan P. Setelah terbentuk ikatan koordinat, masing-masing atom pendonor akan membentuk sebuah cincin yang berisi atom tunggal (Nijveldt et al., 2001; Kumalaningsih, 2007; Kirk dan Othmer, 1993).

Flavonoid juga dapat menghambat kerja enzim α-glukosidase (Hogan, 2010).

Enzim ini memiliki peranan penting terhadap pembentukan glukosa di usus halus.

Jika aktivitas enzim α-glukosidase berlebihan dapat memicu timbulnya penyakit diabetes melitus tipe 2 dikarenakan jumlah hormon insulin yang dihasilkan oleh

48

kelenjar pankreas tidak mampu mengimbangi kadar glukosa darah di dalam tubuh.

Flavonoid akan bekerja sebagai penghambat dari kerja enzim α glukosidase sehingga mencegah terjadinya kondisi hiperglikemik di dalam tubuh (Chiasson,

2004).

Selain memiliki senyawa flavonoid ekstrak daun E. hemisphaerica juga mengandung senyawa aktif lain yaitu tanin. Tanin memiliki sifat sebagai antioksidan serta sering dimanfaatkan sebagai adsorbent logam berat sebagai chelating ion logam dan diketahui juga berpotensi sebagai pengikat HgCl2

(Hoonga, 2009; Ruyani et al., 2014). Kekurangan dari kandungan zat ini adalah apabila berlebihan dapat meracuni hati (Robinson, 1995)

Analisis lanjutan untuk melihat perbandingan kadar glukosa darah yang

® diberi HgCl2, Imunos dan ekstrak E. hemisphaerica dianalisis dengan menggunakan one way Anova diperoleh nilai p = 0,004 (p< 0,05) yang berarti terdapat perbedaan nyata dari setiap kelompok perlakuan. Pada uji lanjutan Duncan juga dapat dilihat hasil yang didapatkan pada kelompok P3 yang diberikan ekstrak

E. hemisphaerica memiliki hasil yang berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kelompok P1 yang diinduksi HgCl2, tetapi kelompok perlakuan P3 tidak berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kelompok P0 sebagai kontrol dan kelompok

P2 yang diberikan Imunos®. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun E. hemisphaerica memiliki potensi sebagai alternatif terapi yang digunakan pada kasus toksisitas HgCl2, akan tetapi masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis E. hemisphaerica yang lebih kecil.

49

5.3 Kadar MDA

Mus musculus dibedah lalu diambil hatinya dan dilakukan penimbangan berat hati menggunakan timbangan analitik, kemudian dilakukan pemeriksaan kadar

MDA. Stres oksidatif adalah suatu keadaan ketidakseimbangan jumlah radikal bebas yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah antioksidan di dalam tubuh (Haliwell, 2006). Akibat dari stres oksidatif ini akan berdampak pada kerusakan lipid yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan pada produksi malondialdehid sebagai hasil akhir peroksidasi lipid (Yoshikawa dan Naito, 2002).

Pada Tabel 4.3 dapat dilihat adanya perbedaan kadar MDA pada kelompok perlakuan P1 dengan rata-rata 1,00 mol/L, P1 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan P0 dengan rata-rata 0,48 mol/L, dan mengalami penurunan kadar MDA setelah diberikan E. hemisphaerica pada kelompok perlakuan P3 dengan rata-rata 0,48 mol/L dan diberikan Imunos® pada kelompok perlakuan P2 dengan rata-rata 0,50 mol/L. Dapat dilihat bahwa E. hemisphaerica dapat mengembalikan kadar MDA mendekati ke kadar P0 sebagai kontrol.

Akibat paparan dari HgCl2 terjadi peningkatan pada kadar MDA yang dapat dilihat pada perlakuan P1. Merkuri klorida (HgCl2) merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh (Darmono, 1995). Radikal bebas inilah yang nantinya akan menyebabkan proses peroksidasi lipid (Favier,

1995). Peroksidasi lipid adalah kerusakan oksidatif asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid) yang akan menghasilkan senyawa malondialdehid. Target utama peroksidasi lipid oleh ROS adalah asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) dalam membran lipid. Peroksidasi lipid akan terus

50

membentuk reaksi berantai yang terus berkelanjutan sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh radikal bebas dan oleh sistem antioksidan tubuh (Retno, 2012).

Hal inilah yang mendasari MDA dapat digunakan sebagai indeks pengukuran aktivitas radikal bebas dalam tubuh (Haliwell, 1999). Karena produksi radikal bebas yang berlebihan dalam tubuh dan kandungan antioksidan menjadi lebih sedikit menyebabkan tubuh mengalami stres oksidatif (Haliwell, 2006), sehingga pada perlakuan P1 terjadi peningkatan kadar MDA pada M. musculus.

Berdasarkan penelitian Chen et al. (2012) terjadi peningkatan kadar MDA pada mencit yang terpapar HgCl2. Hal ini disebabkan karena produksi ROS di dalam tubuh meningkat.

Berbeda dengan kelompok perlakuan P1, pada kelompok perlakuan P2 dan

P3 terjadi penurunan kadar MDA setelah diberi perlakuan Imunos® dan ekstrak E. hemisphaerica. Kandungan selenium yang terdapat pada Imunos® memiliki efek antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari efek beracun logam berat selain itu selenium juga berfungsi mengaktifkan enzim glutation peroksidase, enzim ini sangat penting untuk menetralisir radikal-radikal bebas yang dapat menyebabkan stres oksidatif (Fairweather et al., 2011; Atmosukarto dan

Rahmawati, 2003). Imunos® juga memiliki kandungan asam askorbat yang dapat menurunkan kadar MDA yang sebelumnya meningkat akibat terpapar radikal bebas

(Trijono, 2012). Kandungan echinacea dan zinc picolinate yang terdapat di dalam

Imunos® belum diketahui pengaruhnya terhadap pemulihan kadar MDA yang terpapar HgCl2, sedangkan pada ekstrak E. hemisphaerica terdapat kandungan flavonoid, tanin, dan alkaloid yang bersifat sebagai antioksidan, sehingga

51

memberikan perlindungan terhadap serangan radikal bebas (Lenny, 2006;

Sudirman, 2011). Aktivitas antioksidan pada flavonoid dikarenakan senyawa ini merupakan senyawa fenol yaitu senyawa dengan gugus –OH yang terikat pada karbon cincin aromatik. Karena termasuk dalam senyawa fenol, flavonoid mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan atom hidrogen (H), dan mempengaruhi radikal bebas di dalam tubuh menjadi stabil (Sudirman, 2011).

Pendonoran atom hidrogen (H) dari gugus hidroksil kepada ROS akan merubah bentuk flavonoid menjadi fenoksil flavonoid (FIO). Proses tersebut dapat digambarkan dengan reaksi (FI – OH + R -> FIO + RH) (Aulanni’am et al., 2012).

Selanjutnya FIO yang terbentuk akan diserang kembali oleh ROS sehingga membentuk FIO yang kedua dan serangan ROS akan direspon oleh FIO dengan menyeimbangkannya melalui mekanisme delokalisasi elektron sehingga menghasilkan senyawa yang stabil (Sofia, 2013). Adanya respons delokalisasi elektron yang muncul merupakan akibat ikatan rangkap terkonjungasi yang dimiliki oleh FIO. Mekanisme tersebut menyebabkan penurunan kadar ROS yang berimbas pada penurunan stres oksidatif dan turunnya kadar MDA.

Senyawa alkaloid bertindak sebagai penangkap radikal bebas dan dapat mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada hepatik mikrosomal (Dinara et al.,

2007). Berdasarkan penelitian Alli dan Adanlawo (2014) senyawa saponin dapat menurunkan stres oksidatif pada tikus yang diinduksi aloksan, saponin bertindak sebagai antioksidan dan memiliki kemampuan dalam menangkap radikal bebas.

Analisis lanjutan untuk melihat perbandingan kadar MDA yang diberi HgCl2,

Imunos® dan ekstrak E. hemisphaerica dianalisis dengan menggunakan one way

52

Anova diperoleh nilai p = 0,001 (p< 0,05) yang berarti terdapat perbedaan nyata dari setiap kelompok perlakuan. Pada uji lanjutan Duncan juga dapat dilihat hasil yang didapatkan pada kelompok P3 yang diberikan ekstrak E. hemisphaerica memiliki hasil yang berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kelompok P1 yang diinduksi HgCl2, tetapi kelompok perlakuan P3 tidak berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kelompok P0 sebagai kontrol dan kelompok P2 yang diberikan Imunos®. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun E. hemisphaerica memiliki potensi sebagai alternatif terapi yang digunakan pada kasus toksisitas HgCl2, akan tetapi masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis E. hemisphaerica yang lebih kecil.

Berdasarkan hasil analisis data pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa paparan HgCl2 dapat meningkatkan kadar glukosa darah dan kadar MDA darah.

Setelah diberikan ekstrak E. hemisphaerica terjadi penurunan yang signifikan dari kadar glukosa darah dan kadar MDA darah. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis kerja pada penelitian ini dapat diterima.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini berat badan M. musculus pada kelompok sesudah perlakuan tidak lengkap sehingga tidak dapat dilakukan analisis karakteristik berat badan yang digunakan.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Paparan merkuri klorida (HgCl2) menyebabkan peningkatan kadar

glukosa darah pada M. musculus.

2. Paparan HgCl2 menyebabkan peningkatan kadar malondialdehid

(MDA) pada M. musculus.

3. Pemberian ekstrak daun honje hutan (Etlingera hemisphaerica)

berpengaruh terhadap pemulihan kadar glukosa darah M. musculus

yang telah terpapar HgCl2 dimana terjadi penurunan kadar glukosa

yang mendekati normal.

4. Pemberian ekstrak E. hemisphaerica berpengaruh terhadap pemulihan

kadar MDA M. musculus yang telah terpapar HgCl2 dimana terjadi

penurunan kadar MDA yang mendekati normal.

53 54

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh ekstrak daun

E. hemisphaerica terhadap kadar glukosa darah dan kadar MDA pada

M. musculus yang terpapar merkuri pada fase kronik.

2. Perlu dilakukan uji klinik untuk mengetahui dosis efektif dari ekstrak

daun E. hemisphaerica terhadap toksisitas HgCl2, sebelum digunakan

sebagai alternatif pengobatan di masyarakat.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang membandingkan seberapa

efektif penggunaan ekstrak daun E. hemisphaerica jika dibandingkan

dengan penggunaan Imunos® sebagai pengobatan untuk kasus

toksisitas HgCl2.

DAFTAR PUSTAKA

Aguilar FUR, Charrondiere B, Dusemund P, Galtier J, Gilbert DM, Gott S, Grilli R (2009). Chromium picolinate, zinc picolinate and zinc picolinate dehydrate added for nutritional purposes in food supplements. The EFSA Journal, 1113: 1-41 http://www.efsa.europa.eu/de/efsajournal/pub/1113 - Diakses 18 September 2015.

Agustien R (2013). Efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan memori jangka pendek pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Cipondoh Tangerang. Fakultas Ilmu Keperawatan Program Studi Magister keperawatan Kekhususan Keperawatan Medical Bedah. Skripsi.

Ahmad R, Tripathi AK, Tripathi P, Singh S, Singh R, dan Singh RK (2008). Malondialdehyde and protein carbonyl as biomarkers for oxidative stress and disease progression in patients with chronic myeloid leukemia. India: Departements of Biochemistry and Medicine, C.S.M.Medical University, Lucknow, 22:525−528.

Alfian Z (2006). Merkuri antara manfaat dan efek penggunaannya bagi kesehatan manusia dan lingkungannya. Medan: Universitas Sumatera Utara Repository. Tesis.

Alli SYR dan Adanlawo IG (2004). In Vitro and In Vivo antioxidant activity of saponin extracted from the root ff garcinia kola (bitter kola) on alloxan-induced diabetic rats. J Pharm Pharm Sci, 3(7):8–26.

Atmosukarto K, Rahmawati M (2003). Mencegah penyakit degeneratif dengan makanan. Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: PT Kalbe Farma, pp 41–47.

Aulanni’am A, Rosdiana, Rahmah NL (2012). The potency of Sargassum duplicatum bory extract on inflammatory bowel disease therapy in Rattus norvegicus. Life Sci, 6: 144–154.

Bartram T (2001). Bartram’s encyclopedia of herbal medicine: New York; Marlowe.

55 56

Bukan N, Sancak B, Yavuz O, Koca C, Tutkun F, Ozcelikay AT dan Altan N (2003). Lipid peroxidation and scavenging enzyme levels in the liver of streptozotocin-induced diabetic rats. Indian J Biochem Biophys, 447-450.

Burger I, Burger BV, Albrecht CF, Spicies HSC, Sandor P (1998). Triterpenoid saponin from Bacium gradivlona Var. Obovatum Phytochemistry. Pp 2087-2089.

Campbell NA (2004). Biologi jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Erlangga.

Chan EW, Lim YY, Omar M (2007). Antioxidant and antibacterial activity of leaves of Etlingera species (Zingiberaceae) in Peninsular Malaysia. Food Chem, 104(4): 1586-1593.

Chan EW, Lim YY, Tan Sp (2011). Standardised herbal extract of chorogenic acid from leaves of Etlingera elatior (Zingiberaceae). Pharmacognosy Res, 3(3):178–84.

Chen YW, Huang CF, Tsai KS, Yang RS, Yen CC, Yang CY, Lin-Shiau SY, Liu SH (2006). Methylmercury induces pancreatic β-cell apoptosis and dysfunction. Chem Res Toxicol, 19:1080–85.

Chen YW, Huang CF, Yang CY, Yen CC, Tsai KS, Liu SH (2010). Inorganic mercury causes pancreatic β-cell death via the oxidative stress-induced apoptotic and necrotic pathways. Toxicol Appl Pharmacol, 243:323–31.

Chiasson JL, Josse RG, Gomis R, Hanefeld M, Karasik A, Laakso M (2004). Acarbose for the prevention of type 2 diabetes, hypertension and cardiovascular disease in subjects with impaired glucose tolerance: facts and interpretations concerning the critical analysis of the STOP-NIDDM Trial data. Diabetologia,47:969–75.

Coffee CJ(1998). Integrated medical sciences. 1st edition. Jakarta: EGC.

57

Dacus J, Schulz K, Averill A, Sibai B (1989). Comparison of Capillary Accu-Chek Blood Glucose Values to Laboratory Values: Am J Perinatol, 6(3):334–6.

Dalle-Donne I, Rossi R, Colombo R, Giustarini D, Milzani A (2006).Biomarkers of Oxidative Damage in Human Disease. Clin Chem, 52: 601–23.

Darmono (1995). Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. Jakarta: Universitas Indonesia.

Dinara JM, Marc FR, Jane MB, Joa APAH, Jenifer S (2007). Antioxidant properties of β-carboline alkaloids are related to their antimutagenic and antigenotoxic activities. Mutagenesis, 22(4):293-302.

Djauhariya E, Hernani (2004). Gulma berkhasiat obat. Jakarta: Penebar Swadaya, pp 3.

Durak D, Kalender S, Uzun FG, Demir F, Kalender Y (2010). Mercury chloride induced oxidative stress in human erythrocytes and the effect of vitamin C dan E in vitro. Afr J Biotechnol, 9(4):488-495.

Escott SS (2008). Nutrition and diagnosis related care. 6th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins. Source: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002414.htm - Diakses 18 September 2015.

Fairweather T, Susan J, Bao Y, Broadley MR, Collings R, Ford D, Hesketh JE, Hurst R (2011). Selenium in human health and disease. School of Medicine, Health Policy and Practice. University of East Anglia: United Kingdom.

Fardiaz D, Fardiaz S, Winarno FG (1980). Pengantar teknologi pangan. Jakarta: Gramedia.

Farnsworth NR (1966). Biological and phytochemical screening of . J Pharm Sci, 55:225–36.

58

Favier AE (1995). Analysis of free radicals in biological systems. Birkhauser Voulagh Basel: Switzerland, p-102.

Foster S, Tyler V (2000). Honest herbal. New York: Haworth Herbal Press.

Fox JG, Barthold SW, Davisson MT, Newcomer CE, Quimby FW, Smith SL (2007). The mouse in biomedical research. 2nd Edition. San Diego, CA: Academic Press.

Ganong WF (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.

Gaglia W, Hi CS, Howell SL (1985). Effects on flavonoids on insulin secretin & 4SCa2 Handling in rat islet of Langerhans. J Endocrinol, 107:18.

Gastelu D (2004). All about bioflavonoids. http:/www.supplementfacts.com- Diakses Januari 2016.

Gutteridge JM (1993). Free radicals in disease processes: a compilation of cause and consequence. Free Radic Res Commun, 19:141–58.

Guyton AC, Hall JE (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Gregory T (2011). Hypoglycemia low blood sugar in people without diabetes. http://www.healthlinkbc.ca/kb/content/mini/rt1050html- Diakses Oktober 2015.

Gregory S, Kelly ND (2011). Quercetin. AMR,16(2):172-94.

Grober U (2012). Mikronutrien penyelarasan metabolik, pencegahan dan terapi. Jakarta: EGC.

59

Habsah M, Lajis NH, Sukari MA, YapYH, Kikuzaki H, Nakatani N, Ali AM (2005). Antitumour-Promoting and Cytotoxic Constituentss of Etlingera Elatior. Malays J Med Sci, 12(1):6-12.

Halliwell B, Gutteridge JMC (1999). Free Radical in Biology and Medicine. 3rd Edition. Oxford: Oxford University Press.

Halliwell B (2006). Reactive Spesies and Antioxidants: Redox Biology is a Fudamental Theme of Aerobic Life. Physiol, 141:312–22.

Harborne JB (1987). Metode fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Edisi 2. Bandung: ITB.

Hardjoeno H (2003). Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Jakarta: EGC.

Hartono T (2009). Saponin. http://www.farmasi.dikti.net - Diakses 15 September 2015.

Hidayat SS, Hutapea JR (1991). Inventaris tanaman obat Indonesia. Edisi 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Holy T,Guo Z(2005). Ultrasonic of male mice. PLOS Biol, 3(12): e386

Hoonga YB, Paridaha MT, Luqmanb CA, Kohc MP, Lohd YF (2009). Fortification of sulfited tannin from the bark of Acacia mangium with phenol-formaldehyde for use as plywood adhesive, Industrial. Crops Products, 30:416–21.

Horsted BP, Magos L, Holmstrup P, Arenholt BD (1999). Tambalan amalgam berbahaya untuk kesehatan. Jakarta: EGC.

60

Hunt JR, Gallagher SK, Johnson LK, Lykken GI (2004). Effect of zinc supplementation on immune and inflamatory responses in pediatric patient with Shigellosis. Am J Clin Nutr, 79:444–50.

Hwang EI, Lee YM, Lee SM, Yeo WH, Moon JS, Kang Th, Park KD, Kim SU (2007). Inhibition of chitin synthase 2 and antifungal activity of lignans from the stem bark of Lindera erythrocarpa. Planta Med, 73(7):679-82.

Iswara A (2009). Pengaruh pemberian antioksidan vitamin C dan E terhadap kualitas spermatozoa tikus putih terpapar allethrin. Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang. Skripsi.

Jackie T, Nagaraja H, Srikumar C (2011). Antioxidant effects of Etlingera elatior flower extract against lead acetate induced perturbations in free radical scavenging enzymes and lipid peroxidation in rats. BMC Res Notes. http://www.biomedcentral.com/1756-0500/4/67 - Diakses 21 januari 2015.

Jatmiko S, Siti F, Titi S (2007). Stabilitas asam askorbat dalam kombinasi dengan seng sulfat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 4(2): 67-71.

Jusman SA (2001). Bawang prei (Allium fistulosum Linn) dan metabolism: Penghambat Kenaikan Kandungan Peroksida Lipid Hati karena Radikal Bebas pada Tikus yang diratembagani CCl4. Majalah Kedokteran Indonesia, 45(10):588–91.

Kevin C, Kregel HJ, Zhang (2006). An integrated view of oxidative stress in aging: basic mechanisms, functional effects, and pathological considerations. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol, 292(1):18–36.

Kim NO (1989). Zat-zat toksik yang secara alamiah ada pada tumbuhan nabati. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran, No. 58.

King JC dan Keen CL (2005). Zinc dalam modern nutrition in health and disease. 10th ed. (Shils M, Olson J.A., Shike M., eds). Lea& Febiger, Malvern.

61

Kirk dan Othmer (1993). Encyclopedia of chemical technology. Edisi 5. Canada: Wiley Interscience.

Konig D, Berg A (2002). Exercise and oxidative stress: is there a need foradditional antioxidant. Osterreichisches J Fur Sportmedizin, 3:6–15.

Kumalaningsih S (2006). Antioksidan alami, penangkal radikal bebas, sumber, manfaat, cara penyajian dan pengolahan. Surabaya: Trubus Agrisarana. pp:6–10.

Lenny S (2006). Senyawa flavonoida, fenipropanoida, dan alkaloida. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Magos L, Webb M (1980). The interactions of selenium with cadmium and mercury. CRC. Crit Rev Toxicol, 8:1-42.

Makkar HPS, Shiddurajju P, Becker K (2007). Plant secondary metabolites. New Jersey: Human Press.

Manual Accu-Check Advantage II (2006).

Matsushita H, Mio T, Haruko O (2002). Porcine pancreatic α-amylase shows binding activity toward N-linked oligosaccharides of glycoproteins. J Biol Chem, 4680–86.

Naidu KA (2003). Vitamin C in human health and disease is still a mystery. An overview. http://www.nutritionj.com/content/2/1/7- Diakses 18 September 2015.

Naufalin R, Jenie BSL, Kusnandar F, Sudarwamto M, Rukmini H (2005). Kajian sifat antimikroba ekstrak bunga kecombrang terhadap berbagai mikroba patogen dan perusak pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 16(2):119–25.

62

Newman, Weinman R, West, Mc Manus,Ali (2004). Checklist of Zingiberaceae of Malesia. United States Departmen of Agriculture, Agriculture Research Service, Beltsville Area Germplasm. http://www.ars-grin.gov/cgi-bin/npgs/gtml/taxon.pl?409479#ref - Diakses 19 november 2014.

Nijveldt RJ (2001). Flavonoid: A review of probable mechanism of action and potential applications. Am J Clin Nutr, 74:418–25.

Oktora L (2006). Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya http://journal.ui.ac.id/index.php/mik/issue/view/211. diakses pada 19 Mei 2016.

Palar H (2004). Pencemaran dan toksikologi logam berat. Jakarta: Rineka cipta.

Pramudianto A. Evaria (ed) (2013). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 12. Jakarta: BIP.

Putri DR (2011). Efek antioksidan fraksi larut etil asetat ekstrak etanol daun jambu biji pada kelinci yang dibebani glukosa. http://www.etd.eprints.ums.ac.id./6090/I/KI00050059.pdf. – Diakses Januari 2016.

Ressang AA (1984). Patologi khusus veteriner. Edisi 2. Bali: NV.

Retno T (2012). Pengaruh pemberian isoflavon terhadap peroksidasi lipid pada hati tikus normal. Indonesia Medicus Veterinus, 1(4):483–91.

Robinson T (1995). Kandungan organik tumbuhan tinggi. Edisi 4. Bandung: ITB Press.

Rozi ZF (2012). Uji potensi ekstrak daun honje Etlingera hemisphaerica terhadap kadar gula darah Mus musculus serta implementasinya sebagai Modul pembelajaran metabolisme karbohidrat. Bengkulu: Universitas Bengkulu. Tesis.

63

Ruyani A, Sudaryono A, Fahrur RZ, Samitra D, Gresinta E (2014). Potential assesment of leaf ethanolic ekstrak honje (Etlingera hemisphaerica) in regulating glucose and tryglicerides on mice (Mus musculus). Bengkulu. Int J Sci, 3(1): 69-76.

Schwiebert R (2007). The laboratory mouse. Singapore: NUS.

Seidemann J (2005). World spice plants economic usage botany, taxonomy. New York: Springer.

Sirait M (2007). Penuntun fitokimia dalam farmasi. Bandung: Penerbit ITB.

Slatter DA, Bolton CH, Bailey AJ (2000). The importance of lipid-derived malondialdehyde in diabetes melitus. Diabetologia, 43(5):7–550.

Sofia V, Aulanni’an, Mahdi C (2013). Studi pemberian ekstrak rumput laut coklat (Sargassum prismaticum) terhadap kadar malondialdehida dan gambaran histologi jaringan ginjal pada tikus (Rattus norvegicus) diabetes melitus tipe 1. Kimia Student Journal, 1(1):119–125.

Sudirman S, Nurhjanah AA (2011). Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif kangkung air (Ipomoea aquatica forsk.). Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Sukmono JK (2009). Mengatasi Aneka Penyakit dengan Terapi Herbal. Jakarta: Agromedia pustaka. Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Syahputra A (2009). Merkuri anorganik. http://www.chem-istry.org/materi kimia/kimia anorganik/khelasi-merkuri/merkurianorganik/ - Diakses Januari 2016.

Syamsuhidayat SS (1991). Inventarisasi tanaman obat Indonesia. Departemen Kesehatan RI: Badan Penelitian dan Pengembangan, Jakarta.

64

Szkudelski T (2001). The mechanism of aloxan and streptozotosin action in β cell of pancrease. J Physiol,50:536–46.

Trijono S (2012). Pemberian ekstrak kelopak bunga rosela menurunkan malonaldehida pada tikus yang diberi minyak jelantah. Denpasar: Universitas Udayana. Tesis.

Valko M, Rhodes CJ, Moncol J, Izakovic M, Mazur M (2006). Free radicals, metals and antioxidants in oxidative stress-induced cancer. Chem Biol Interact, 160:1–40.

Widiya M (2015). Profil protein otak mencit (Mus musculus) pada induksi merkuri klorida (HgCl2) melalui pemberian ekstrak daun honje (Etlingera hemisphaerica) sebagai modul pembelajaran sistem saraf. Bengkulu: Universitas Bengkulu. Tesis.

Widowati W, Sastiono A, Jusuf R (2008). Efek toksik logam pencegahan dan penanggulangan pencemaran. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Weisberg SP, Leibel R, Tortoriello DV (2008). Dietary curcumin significantly improves obesity-associated inflammation and diabetes in mouse models of diabesity. Endocrinol, 149:3549–58.

Yasa IWPS, Suastika K, Djelantik AAGS, Astawa INM (2007). Hubungan positif antara ulkus kaki diabetik dengan presentase sel bermarkah CD 4+ pembawa malondialdehid. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/sutirta_yasa_pdf.pdf. – Diakses Oktober 2015.

Yoshikawa T, Naito Y (2002). What is oxidative stress ? Japan Med Assoc J, 45(7):271–76.

65 66

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan direncanakan berjalan selama 5 bulan 3 minggu dengan rincian kegiatan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Waktu Kegiatan Penelitian September Oktober November Desember Januari Februari No Nama Kegiatan 2015 2015 2015 2015 2016 2016 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pembuatan proposal 2 Seminar proposal 3 Persiapan penelitian 4 Pemilihan subyek penelitian 5 Pemberian perlakuan 6 Pengambilan sampel darah dan penghitungan kadar glukosa dan kadar MDA 7 Analisis data penelitian 8 Pembuatan hasil 9 Seminar hasil

67

Lampiran 2. Cara Pembuatan Ekstrak

Gambar 1. honje hutan (E. Gambar 2. Proses pengeringan daun hemishpaerica) honje hutan (E. hemishpaerica)

Gambar 3. Simplisia daun honje Gambar 4. Proses maserasi daun hutan (E. hemishpaerica) honje hutan

Gambar 5. Proses pembuatan Gambar 6. Proses penyaringan filtrat filtrat

68

Gambar 7. Proses rotary Gambar 8. Hasil rotary evaporator evaporator

Gambar 9. Proses water bath Gambar 10. Ekstrak daun honje hutan (E.hemisphaerica)

69

Lampiran 3. Alat dan Bahan yang Digunakan

Gambar 11. Sentrifugasi Gambar 12. Spektrofotometer

Gambar 13. Water bath Gambar 14. Timbangan Analitik

Gambar 15. Timbangan Digital Gambar 16. Pipet tetes, gelas

ukur, tabung evendop

70

Gambar 17. Mortar Gambar 18. Penjepit

Gambar 19. Glukometer Gambar 20. Kandang mencit, pakan, botol minuman

Gambar 21. KCl 1,5%, TCA 10%, Gambar 22. Ekstrak E.

TBA 0,67%, Akuades hemisphaerica

71

Gambar 23. Minyak wijen Gambar 24. Imunos®

Gambar 25. Merkuri klorida

(HgCl2)

72

Lampiran 4. Data Berat Badan M. musculus

Tabel 2. Data berat badan M. musculus sebelum dan sesudah perlakuan.

Kelompok Berat badan sebelum Berat badan setelah perlakuan perlakuan (g) (g) P0U1 28 P0U2 31 P0U3 39 P0U4 32 P0U5 33 P0U6 28 P0U7 40 42 P0U8 40 41 P0U9 38 40 P1U1 36 31 P1U2 35 P1U3 40 P1U4 40 P1U5 28 P1U6 29 P1U7 40 35 P1U8 34 28 P1U9 40 41 P2U1 32 33 P2U2 32 P2U3 25 38 P2U4 23 28 P2U5 32 P2U6 36 P2U7 40 35 P2U8 23 20 P2U9 40 33 P3U1 39 P3U2 39 P3U3 38 P3U4 37 P3U5 24 25 P3U6 39 P3U7 29 P3U8 28 P3U9 39 40

73

Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Larutan HgCl2, Ekstrak Daun E. hemisphaerica, dan Imunos®

a. 10 mg HgCl2 dilarutkan dalam 10 mL larutan aquades dengan dosis

HgCl2 5 mg/kgBB maka didapatkan rumus perhitungan jumlah larutan

yang disuntikkan sebagai berikut:

X = (BB mencit(g) x 0,005 mg/gBB x 10 mL

10 mg

X = ...... mL

b. 700 mg ekstrak kental daun E. hemisphaerica dilarutkan dalam 7 mL

minyak wijen dengan dosis ekstrak daun E. hemisphaerica 0,39

mg/gBB maka didapatkan rumus perhitungan jumlah larutan yang di

gavage sebagai berikut:

X = (BB mencit(g) x 0,39 mg/gBB x 7 mL

700 mg

X = ...... mL

c. 1160 mg Imunos® dilarutkan dalam 20 mL larutan aquades dengan

dosis Imunos® 0,2 mg/gBB maka didapatkan rumus penghitungan

jumlah larutan yang di gavage sebagai berikut:

X = (BB mencit(g) x 0,2 mg/gBB x 20 mL

1160 mg

X = ...... mL

74

Lampiran 6. Kadar Glukosa Darah

Tabel 3. Perhitungan kadar glukosa darah M. musculus.

Ulangan Kadar glukosa darah (mg/dL) P0 P1 P2 P3 1 136 166 149 140 2 122 147 126 118 3 123 164 105 123 4 128 151 130 128 5 118 149 120 117 6 77 111 87 78 7 127 154 128 125 8 111 144 86 113 9 149 174 140 147 Rata-rata 121,22 151,11 119,00 121,00

Keterangan: P0 = Kontrol P1 = Pemberian HgCl2 ® P2 = Pemberian HgCl2 dan Imunos P3 = Pemberian HgCl2 dan ekstrak E. hemisphaerica

Analisis Data

Tabel 4. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk untuk pengukuran kadar glukosa darah M. musculus yang telah diinjeksi HgCl2 dan diberi ekstrak E. hemisphaerica.

Perlakuan Statistic Shapiro-Wilk Sig. Df P0 0,892 9 0,208 P1 0,888 9 0,191 P2 0,922 9 0,411 P3 0,896 9 0,229

75

Tabel 5. Hasil uji homogenitas Levene dari varians untuk pengukuran kadar glukosa darah M. musculus yang telah diinjeksi HgCl2 dan diberi ekstrak E. hemisphaerica.

Fhitung db1 db2 Sig.

0,330 3 32 0,803

Tabel 6. Hasil uji one way ANOVA untuk pengukuran kadar glukosa darah M. musculus yang telah diinjeksi HgCl2 dan diberi ekstrak E. hemisphaerica.

Ftabel Sig.

SK JK DB KT Fhitung 5% 1% (p) Perlakuan 6390,306 3 2130,102 5,371** 2,90 4,46 0,004 Galat 12690,444 32 396,576 Total 19080,750 35

Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata

Tabel 7. Hasil uji lanjutan Duncan untuk pengukuran kadar glukosa darah M. musculus yang telah diinjeksi HgCl2 dan diberi ekstrak E. hemisphaerica.

Glukosa

Duncan

Subset for alpha = 0.01 Perlaku an N 1 2

2 9 119.0000

3 9 121.0000

0 9 121.2222

1 9 151.1111

Sig. .826 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

76

Hasil uji Lanjut DMNRT (Duncan New Range Multiple Test) pengukuran kadar glukosa darah M. musculus yang telah diinjeksi HgCl2 dan diberi ekstrak E. hemisphaerica.

LSR = SSR x X¯S

X¯S = = = 6,63

LSR = SSR x X¯S = 4,150 x 6,63 = 27,51

Perlakuan Rata-rata Selisih LSR Notasi

A B c D 1%

P2 119,00 0 27,51 a P3 121,00 2 0 a P0 121,22 2,22 0,22 0 a P1 151,11 32,11 30,11 29,89 0 b

77

Lampiran 7. Kadar MDA

Tabel 8. Perhitungan kadar MDA M. musculus.

Ulangan Kadar MDA (mol/L) P0 P1 P2 P3 1 1,03 1,45 1,00 1,02 2 0,69 1,16 0,62 0,69 3 0,25 0,71 0,21 0,26 4 0,25 0,77 0,30 0,26 5 0,21 0,75 0,20 0,21 6 0,49 1,30 0,52 0,50 7 0,20 0,68 0,24 0,21 8 0,75 1,21 0,80 0,72 9 0,47 0,96 0,57 0,49 Rata-rata 0,48 0,99 0,49 0,48

Keterangan: P0 = Kontrol P1 = Pemberian HgCl2 ® P2 = Pemberian HgCl2 dan Imunos P3 = Pemberian HgCl2 dan ekstrak E. hemisphaerica

Analisis Data

Tabel 9. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk untuk pengukuran kadar MDA M. musculus yang telah diinjeksi HgCl2 dan diberi ekstrak E. hemisphaerica.

Perlakuan Statistic Shapiro-Wilk Sig. Df P0 0,885 9 0,175 P1 0,897 9 0,237 P2 0,908 9 0,305 P3 0,885 9 0,176

78

Tabel 10. Hasil uji homogenitas Levene dari varians untuk pengukuran kadar MDA

M. musculus yang telah diinjeksi HgCl2 dan diberi ekstrak E. hemisphaerica.

Fhitung db1 db2 Sig. 0,063 3 32 0,979

Tabel 11. Hasil uji one way ANOVA untuk pengukuran kadar MDA M. musculus yang telah diinjeksi HgCl2 dan diberi ekstrak E. hemisphaerica.

Ftabel Sig.

SK JK DB KT Fhitung 5% 1% (p) Perlakuan 1,767 3 0,589 7,193** 2,90 4,46 0,001 Galat 2,620 32 0,082 Total 4,387 35

Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata

Tabel 12. Hasil uji lanjutan Duncan untuk pengukuran kadar MDA M. musculus yang telah diinjeksi HgCl2 dan diberi ekstrak E. hemisphaerica.

MDA

Duncan

Subset for alpha = 0.01 Perlaku an N 1 2

0 9 .4822

3 9 .4844

2 9 .4956

1 9 .9989

Sig. .927 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

79

Hasil uji Lanjut DMNRT (Duncan New Range Multiple Test) pengukuran kadar

MDA M. musculus yang telah diinjeksi HgCl2 dan diberi ekstrak E. hemisphaerica.

LSR = SSR x X¯S

X¯S = = = 0,095

LSR = SSR x X¯S = 4,150 x 0,095 = 0,39

Perlakuan Rata-rata Selisih LSR Notasi

a b C D 1%

P0 0,4822 0 0,39 a P3 0,4844 0,0022 0 a P2 0,4956 0,0134 0,0112 0 a P1 0,9989 0,5167 0,5145 0,5033 0 b

80

Lampiran 8. Dokumentasi Hasil Penelitian

Gambar 26. Penyuntikan HgCl2 Gambar 27. Gavage melalui secara intraperitoneal oral

Gambar 28. Pengecekan kadar Gambar 29. Proses pembedahan glukosa darah melalui darah pada ekor M. musculus

81

Gambar 30. Penimbangan berat Gambar 31. Pembuatan

hati homogenat hati

Gambar 32. Pemisahan Gambar 33. Supernatan 0,25 mL + supernatan dan jaringan hati larutan TCA 0,50 mL

82

Gambar 34. Pemisahan Gambar 35. Supernatan 1 + supernatan 1 melalui proses larutan TBA 0,65% sentrifugasi

Gambar 36. Hasil setelah dipanaskan dengan water bath