Arsitektur Islam Pada Bangunan Masjid Di Kudus, Yogya Dan Aceh

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Arsitektur Islam Pada Bangunan Masjid Di Kudus, Yogya Dan Aceh Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN, 5 September 2019, hal: 239-244, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti. MUHAMMAD RIFQI SALIM ARSITEKTUR ISLAM PADA BANGUNAN MASJID DI KUDUS, YOGYA DAN ACEH ISLAMIC ARCHITECTURE IN THE MOSQUE OF KUDUS, YOGYA AND ACEH Muhammad Rifqi Salim1), Ady Rizalsyah Thahir²), Julindiani Iskandar³) 1)Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti 2)Dosen Pembimbing Utama Mata Kuliah PAA (Corresponding Author) 3)Dosen Pembimbing Pendamping Mata Kuliah PAA (Corresponding Author) 1)[email protected] ABSTRAK Pada saat ini, arsitektur Islam dikaitkan dengan atap lengkung serta kemegahan, seperti bentuk kubah pada masjid. Namun menurut Prof K Cresswell, bentuk atap kubah pada masjid bukanlah berasal dari Islam dan tidak menjelaskan makna arsitektur yang berdasarkan ajaran Islam. Tulisan ini akan membahas penggunaan arsitektur Islam pada perancangan masjid menggunakan tiga studi banding. Untuk mengetahui bagaimana penerepan konsep arsitektur Islam pada masjid, unsur fisik masjid menjadi bahan pembahasan. Komparasi menjadi metode penelitian yang digunakan, dengan membandingkan tiga bangunan masjid yang menggunakan konsep arsitektur Islam. Unsur fisik yang diteliti terdiri dari bentuk bangunan, bentuk atap, menara, serambi, ruang shalat, dan mihrab. Kata Kunci : Arsitektur Islam, Masjid, Unsur Fisik. ABSTRACT At this time, Islamic architecture is associated with curved roofs and grandeur, like the dome shape of a mosque. But according to Prof. K Cresswell, the shape of the dome on the mosque is not derived from Islam and does not explain the meaning of architecture based on Islamic ways.. This paper will discuss the use of Islamic architecture in the design of the mosque using three comparative studies. To find out how the forerunners of the concept of Islamic architecture in the mosque, the physical elements of the mosque were discussed. Comparison is the research method used, comparing three mosque buildings that use the concept of Islamic architecture. The physical elements studied consisted of the shape of the building, the shape of the roof, the tower, the porch, the prayer room, and the mihrab. Keywords : Islamic Architecture, Mosque, Physical Elements. 239 Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN, 5 September 2019, hal: 239-244, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti. MUHAMMAD RIFQI SALIM A. PENDAHULUAN kehadiran Islam desain masjid sangat sederhana, namun dengan tumbuhnya masyarakat muslim, Pada masa kini, telah terdapat banyak macam arsitektur masjid berkembang sangat signifikan konsep dalam arsitektur. Berbagai macam konsep (Fanani. 1993). hadir untuk mewujudkan desain yang lebih inovatif. Salah satunya adalah konsep arsitektur Menurut Utami (2004) dalam penelitiannya, Islami. Menurut Fanani (1993), lewat arsitektur arsitektur Islami adalah ide dan karya arsitektur masjid dapat ditelisik keadaan masyarakat muslim, yang sejalan dengan nilai dan syari’at-syari’at pemahaman tentang keagamaannya, di waktu dan Islam. Arsitektur Islam adalah ide dan karya tempat karya arsitektur masjid tersebut berada. arsitektur yang sesuai dengan syari’at-syari’at Arsitektur masjid dapat menuntun pola prilaku, Islam. Namun tidak menutup kemungkinan keinginan, dan ide keagamaan masyarakat muslim arsitektur Islam berkembang dan menyesuaikan di area masjid tersebut. pada lokasi yang terdapat penduduk nonmuslim didalamnya. Jadi, arsitektur Islam bukanlah konsep Tulisan ini ini akan membahas mengenai arsitektur yang terdapat di tanah Arab atau pada keadaan masjid berdasarkan arsitektur Islamnya. bangunan peribadatan masjid saja. Pada bagian ini Tulisan ini akan menjabarkan penggunaan konsep akan membahas mengenai bentuk bangunan, Islami pada bangunan masjid, dengan kasus Masjid bentuk atap, menara, ruang shalat dan mihrab. Menara Kudus di Kota Kudus, Masjid Gedhe Kauman di Yogyakarta, dan Masjid Raya Dalam penelitian Muti’ah (2011) yang meneliti Baiturrahman di Aceh. Mengkaji bagian-bagian arsitektur bangunan masjid, pada awal masjid perancangan pada arsitektur bangunan, yakni ruang didirikan berbentuk segi empat dengan dinding di luar dan ruang dalam pada masjid. Bentuk sekelilingnya. Kemudian di bagian dalamnya bangunan, bentuk atap, menara, serambi, ruang terdapat serambi yang langung berhubungan shalat, dan mihrabnya menjadi aspek untuk dengan lapangan terbuka. Dengan berkembangnya membantu penulisan. teknologi dalam arsitektur, bentuk kubahpun muncul sebagai penutup bangunan masjid. B. Masjid dan Arsitektur Islami Meskipun Islam tidak secara langsung mengajarkan tentang tata bentuk arsitektur, namun “Masjid dapat diartikan sebagai tempat untuk ajaran Islam mengajarkan umatnya untuk melaksanakan ibadah bagi umat muslim” menentukan pilihan yang sesuai dengan akal dan (Sumalyo. 2006). Kata masjid sendiri berasal dari kebutuhannya. kata sajada-sujud, yakni memiliki makna patuh, taat, serta tunduk. Sedangkan dalam praktiknya, Bentuk kubah telah berkembang selama ratusan sujud yakni berlutut, meletakan dahi, dan tahun oleh berbagai macam kelompok masyarakat. meletakan kedua tangan ke tanah. oleh karena itu, Sejarah mengenai berkembangnya bentuk kubah masjid dapat dikatakan yakni tempat untuk dan fungsinya sangat luas dan banyak makna, bersujud. bahkan telah menjadi simbol yang khas bagi Masjid merupakan bangunan yang menarik berbagai agama dan budaya tertentu (Sopandi. perhatian para pengamat. Meskipun pada awal 2013). 240 Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN, 5 September 2019, hal: 239-244, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti. MUHAMMAD RIFQI SALIM mihrab dianggap memiliki nilai sosial-budaya yang Menurut Azizul Azli dk (2012) dalam tulisanya bisa ditonjolkan secara visual. Bentuk fisik mihrab yang berjudul “Wacana dan Teori Reka Bentuk memiliki peran sebagai sarana untuk menunjukkan Menara Masjid di Nusantara”, menara bukanlah nilai atau budaya dari perancanganya atau refleksi ciri asal pembangunan sebuah masjid, menara dari masyarakat sekitarnya. Mihrab juga umumnya untuk azan dipinjamkan dari kerajaan Byzantium menjadi bagian masjid yang bisa memperlihatkan oleh umat Islam pada zaman perluasan wilayah ketinggian derajat suatu kaum, sehingga dihiasi Islam diluar tanah Arab. Di Mesir, menara yang berbagai ornamen dan kaligrafi. terdapat pada tiap masjid menyerupai bentuk menara yang terdapat di Alexandria, dimana C. METODE PENELITIAN menara berbentuk segi empat kemudian berubah menjadi lebih kecil dan berbentuk segi delapan Metode yang digunakan adalah metode pada bagian puncaknya. kualitatif dengan mengkomparasi unsur arsitektur Islami pada bangunan masjid di 3 studi kasus. Menurut Utami (2013) pada penelitiannya yang Menurut Sugiyono (2014) metode komparatif berjudul “Konsep Islam pada Perancangan adalah metode penelitian yang membandingkan Arsitektur Masjid Salman ITB Bandung”, ruang keadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih shalat yang bebas dari kolom merupakan tujuan sampel yang berbeda. Metode pengumpulan data agar tidak ada shaf yang terputus. Kemudian berupa studi literatur dan studi kasus, diperoleh bentuk bangunannya yang persegi panjang melalui buku atau e-book, jurnal, dan website. merupakan hasil dari tujuan tersebut, dan juga Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan tiang-tiang di sekeliling bangunannya. Ruang data mengenai pengertian dan kriteria unsur shalat dibagi menjadi dua, yakni ruang shalat untuk arsitektur Islami pada masjid. Mengambil sampel pria dan ruang shalat untuk wanita. Kemudian tiga bangunan masjid di Indonesia yang menurut Kusumawardani (2011), ruang shalat menerapkan arsitektur Islam juga akulturasi budaya adalah ruang yang paling penting dalam sebuah pada bangunannya, dengan kasus yang diambil masjid. Ruangan ini berupa ruang kosong tanpa adalah Masjid Menara Kudus di Kota Kudus, furniture, alasnya dilapisi sajadah atau karpet Masjid Gedhe Kauman di Kota Yogyakarta dan sebagai alas shalat, namun ada juga masjid yang Masjid Raya Baiturrahman di Kota Aceh. lantainya sudah diberikan pola sebagai pengganti sajadah. Bentuknya memiliki dua kemungkinan, D. DATA & ANALISA yang pertama berbentuk bujur sangkar, bentuk ini banyak dijumpai pada masjid-masjid tradisional Berikut ini merupakan preseden menurut karena sisi-sisinya sama panjang. Bentuk yang bangunan masjid yang menggunakan konsep kedua yakni empat persegi panjang, dengan dua arsitektur Islam yang dilihat dari beberapa aspek, sisi yang mengarah ke kiblat dan dua sisinya yang yaitu : tegak lurus kearah kiblat. D.1. BENTUK BANGUNAN Menurut Fanani (1993) dalam bukunya berjudul “Arsitektur Masjid”, mihrab merupakan sebuah inovasi pada awal arsitektur Islam, kuhususnya pada sebuah masjid. Menurut Syamsiah (2007), Gambar 1 Bentuk bangunan 3 Kasus 241 (sumber: diolah dari Google Image) Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN, 5 September 2019, hal: 239-244, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti. MUHAMMAD RIFQI SALIM Bentuk bangunan dari Masjid Menara Kudus (kiri) mengadaptasi bentuk bangunan pura dari agama Hindu, namun elemen Islami juga dikombinasikan pada bangunan. Pada Masjid Gedhe Kauman (tengah), unsur rumah Jawa digunakan dalam perancangan bangunanya, seperti D.3. MENARA penerapan kepercayaan Kejawen yang mengatur orientasi bangunan yang searah dengan aliran angin, sehingga bangunan
Recommended publications
  • The Wayangand the Islamic Encounter in Java
    25 THE WAYANG AND THE ISLAMIC ENCOUNTER IN JAVA Roma Ulinnuha A Lecture in Faculty of Ushuluddin, Study of Religion and Islamic Thoughts, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas hubungan antara wayang dan proses penyebaran Islam. Wayang adalah fenomena budaya Jawa yang digunakan oleh para wali pada sekitar abad ke-15 dan ke-16 sebagai media dakwah Islam. Tulisan ini fokus pada Serat Erang-Erang Nata Pandawa yang mengulas tentang karakter Pandawa dalam hubungannya dengan Islam. ﻣﺴﺘﺨﻠﺺ – (Wayang ) ) . ( . (Serat Erang-Erang Nata Pandawa ) - ( ) . Keywords: Wayang, Serat Erang-Erang, Javanese, Wali A. Introduction It has been an interesting stance to discuss the relationship between religion and community in terms of the variety of possibilities of some unique emergences in the process. While people regards religious realms a total guidance that relates the 26 Millah Vol. X, No. 1, Agustus 2010 weakness of human being to the powerful—the Covenant, Javanese people, views religion providing a set of beliefs, symbols and rituals which have been faced a rigorous encounter along with the development of communities in the past, in the present and in the future. The dawn of Islam in Java shared the experience of this relationship, found in why and how the wali used the wayang in supporting their religious types of activities under the authority of the Court of Demak. The research discusses the relationship between the wayang and the role of wali ‘Saint’ in spreading Islam under the patron of the Court of Demak from the fifteenth to the sixteenth centuries. There have been some research conducted on the same field, but this aims at discussing the wayang as the phenomena of cultural heritage of the Javanese descendents and inhabitants, while the wali ‘Saint’ is framed as the element of religious representation in Java at the time.
    [Show full text]
  • Akulturasi Di Kraton Kasepuhan Dan Mesjid Panjunan, Cirebon
    A ULTURASI DI KRATON KA URAN DAN MESJID PANJUNAN, CIREBON . Oleh: (.ucas Partanda Koestoro . I' ... ,.. ': \.. "\.,, ' ) ' • j I I. ' I Pendukung kebiidayaan adalati manusia. Sejak kelahirannya dan dalam proses scis.ialisasi, manusia mendapatkan berbagai pengetahu­ an. Pengetahuan yang didapat dart dipelajari dari lingkungan keluarga pada lingkup. kecil dan m~syarakat pa.da. lingkup besar, mendasari da:µ mendorong tingkah lakunya. .dalam mempertahankan hidup. Sebab m~ri{isjq ti.da.k , bertin~a~ hanya k.a.rena adanya dorongan untuk hid up s~ja, tet~pi i1:1g~ kp.rena ~ua~u desakan baru yang berasal dari ·budi ma.nusia dan menjadi dasar keseluruhan hidupnya, yang din<lmakan - · ~ \. ' . kebudayaan. Sehingga s~atu . masyarakat ketik? berhadapan dan ber- i:riteraksi dengan masyarakat lain dengan kebudayaan yang berlainan, kebudayaan baru tadi tidak langsung diterima apa adanya. Tetapi dinilai dan diseleksi mana yang sesuai dengan kebudayaannya sendiri. Budi manusia yang menilai ben.da dan kejp.dian yang beranek~ ragam di sekitarhya kemudian memllihnya untuk dijadikan tujuan maupun isi kelakuan ·buda\ranva (Su tan Takdir Alisyahbana, tanpa angka tahun: 4 dan 7). · · II. Data sejarah yang sampai pada kita dapat memberikan petunjuk bahwa masa Indonesia-Hindu selanjutnya digantikan oleti masa Islam di Indonesia. Kalau pada masa Indonesia-Hindu pengaruh India men~ jadi faktor yang utama dalam perkembangari budaya masyarakat Iri­ donesia, maka dalam masa Islam di Indonesia, Islam pun inenjadi fak­ tor yang berpengaruh pula. Adapun pola perkembangan kebudayaan Indonesia pada masa masuknya pengaruh Islam~ pada dasarnya 'tidak banyak berbeda dengan apa yang terjadi dalam proses masuknya pe­ ngaruh Hindu. Kita jumpai perubahan-perubahan dalam berbagai bi­ dang .
    [Show full text]
  • R. Tan the Domestic Architecture of South Bali In: Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde 123 (1967), No: 4, Leiden, 442-4
    R. Tan The domestic architecture of South Bali In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 123 (1967), no: 4, Leiden, 442-475 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com10/01/2021 05:53:05PM via free access THE DOMESTIC ARCHITECTURE OF SOUTH BALI* outh Bali is the traditional term indicating the region south of of the mountain range which extends East-West across the Sisland. In Balinese this area is called "Bali-tengah", maning centra1 Bali. In a cultural sense, therefore, this area could almost be considered Bali proper. West Lombok, as part of Karangasem, see.ms nearer to this central area than the Eastern section of Jembrana. The narrow strip along the Northern shoreline is called "Den-bukit", over the mountains, similar to what "transmontane" mant tol the Romans. In iwlated pockets in the mwntainous districts dong the borders of North and South Bali live the Bali Aga, indigenous Balinese who are not "wong Majapahit", that is, descendants frcm the great East Javanece empire as a good Balinese claims to be.1 Together with the inhabitants of the island of Nusa Penida, the Bali Aga people constitute an older ethnic group. Aernoudt Lintgensz, rthe first Westemer to write on Bali, made some interesting observations on the dwellings which he visited in 1597. Yet in the abundance of publications that has since followed, domstic achitecture, i.e. the dwellings d Bali, is but slawly gaining the interest of scholars. Perhaps ,this is because domestic architecture is overshadowed by the exquisite ternples.
    [Show full text]
  • Sasana Sewaka: Tinjauan Semantik Arsitektur Jawa Kraton Kasunanan Surakarta
    SASANA SEWAKA: TINJAUAN SEMANTIK ARSITEKTUR JAWA KRATON KASUNANAN SURAKARTA Galuh Puspita Sari Jurusan Kritik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) - Surabaya e-mail: [email protected] ABSTRAK Sasana Sewaka merupakan pendhapa di Kraton Kasunanan Surakarta Solo, yang tumbuh dan berkembang dari nilai- nilai arsitektur Jawa yang dipengaruhi perjumpaan dengan arsitektur Eropa. Perjumpaan Arsitektur Eropa pada Arsitektur Jawa berpotensi memberikan pengaruh pada arsitektur yang telah ada sebelumnya. Suatu wujud arsitektur akan mendeskripsikan (komposisi) bahasa rupa melalui visualitas yang dimengerti sesuai dengan tampilannya, sehingga wujud arsitektur yang terbentuk memberikan makna yang dapat dikomunikasikan. Kata kunci: semantik, arsitektur jawa, sasana sewaka ABSTRACT Sasana Sewaka is a pendhapa (an open pavilion) in Kraton (Palace) Kasunanan Surakarta Solo which grew and developed from Javanese architectural values under the influence of European architectural encounters. The meeting of Javanese and European Architectures has a potential to influence the existing architecture. A form of architecture will describe the visual language (composition) through a comprehendible visualization according to its appearance and thus the forming result of architecture can give a meaning that can be communicated. Keywords: semantik, javanese architecture, sasana sewaka PENDAHULUAN tasnya. Di masa pemerintahan Paku Buwono X banyak melakukan pembangunan di berbagai bidang. Kraton Surakarta merupakan lambang keles- Pada bidang arsitektur, Paku Buwana selain tetap tarian budaya Jawa, sebagai pusat pelestarian adat- mengusung arsitektur Jawa juga terlihat adanya per- istiadat yang diwariskan secara turun temurun dan jumpaan dengan arsitektur Eropa. Perjumpaan yang masih berlangsung hingga saat ini (Harjowirogo Jawa dan yang Eropa menghadirkan kemungkinan 1979:7). Dalam pola pikir masyarakat Jawa, kraton konsep yang berbeda dari arsitektur yang ada sebe- merupakan representasi jagat raya dalam bentuk kecil lumnya.
    [Show full text]
  • Study on the History and Architecture
    DIMENSI − Journal of Architecture and Built Environment, Vol. 46, No. 1, July 2019, 43-50 DOI: 10.9744/dimensi.46.1.43-50 ISSN 0126-219X (print) / ISSN 2338-7858 (online) LINEAR SETTLEMENT AS THE IDENTITY OF KOTAGEDE HERITAGE CITY Ikaputra Department of Architecture & Planning, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika no. 2, Kampus UGM, Yogyakarta 55281, Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT The Javanese Palace City including the old city of Kotagede is mostly described by using the existence of the four components—Palace (kraton), Mosque (mesjid), Market (pasar) and Square (alun-alun)—as its city great architecture and identity. It is very rarely explored its folk architecture and settlement pattern as a unique identity. The linearity of settlements found in the study challenges us to understand Kotagede old city has specific linear settlements as its identity complemented to the existing Javanese four components. This study is started to question the finding of previous research (1986) titled as ―Kotagede between Gates‖–a linier traditional settlement set in between ―two-gates‖, whether can be found at other clusters of settlement within the city. This study discovered that among 7 clusters observed, they are identified as linear settlements. The six-types of linear patterns associated with road layout that runs East-West where jalan rukunan (‗shared street‖) becomes the single access to connect Javanese traditional houses in its linearity pattern. It is urgent to conserve the Kotagede‘s identity in the future, by considering to preserve the existence and the uniqueness of these linear settlements. Keywords: Architectural Heritage; city identity; linear settlement; morphology; Kotagede-Yogyakarta.
    [Show full text]
  • Download Article (PDF)
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 552 Proceedings of the 4th International Conference on Arts and Arts Education (ICAAE 2020) Life Values in Gapura Bajangratu Katrin Nur Nafi’ah Ismoyo1,* Hadjar Pamadhi 2 1 Graduate School of Arts Education, Yogyakarta State University, Yogyakarta 55281, Indonesia 2 Faculty of Languages and Arts, Yogyakarta State University, Yogyakarta 55281, Indonesia *Corresponding author. Email: [email protected] ABSTRACT This study employed the qualitative research method with Hans-George Gadamer’s semiotic approach and analysis based on Jean Baudrillard’s hyperreality. According to Gadamer, truth can be obtained not through methods, but dialectics, where more questions may be proposed, which is referred to as practical philosophy. Meanwhile, Jean Baudrillard argues that “We live in a world where there is more and more information, and less and less meaning …”. This paper discusses the life values of Gapura Bajang Ratu in its essence, as well as life values in the age of hyperreality. Keywords: Gapura Bajangratu, life values, hyperreality, semiotics 1. INTRODUCTION death of Bhre Wengker (end 7th century). There is another opinion regarding the history of the Bajangratu Gapura Bajangratu (Bajangratu Temple) is a Gate which believe it to be one of the gates of the heritage site of the Majapahit Kingdom which is located Majapahit Palace, due to the location of the gate which in Dukuh Kraton, Temon Village, Trowulan District, is not far from the center of the Majapahit Kingdom. Mojokerto Regency, East Java. Gapura Bajangratu or This notion provides historical information that the the Bajangratu Gate is estimated to have been built in Gapura gate is an important entrance to a respectable the 13-14th century.
    [Show full text]
  • Analisis Spasial Obyek Wisata Situs Sejarah Dan Budaya Unggulan Untuk Penyusunan Paket Wisata Kabupaten Sleman
    ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Geografi Fakultas Geografi Oleh: MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 PROGRAM STUDI GEOGRAFI FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020 PERSETUJUAN ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN PUBLIKASI ILMIAH oleh: MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh : Dosen Pembimbing (Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si.) NIK. 554 i LEMBAR PENGESAHAN PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN Oleh : MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Senin, 16 Desember 2019 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Dewan Penguji : 1. Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si. (…………………….) Ketua Dewan Pembimbing 2. Drs. Priyono, M.Si. (…………………….) (Anggota I Dewan Penguji) 3. M. Iqbal Taufiqurrahman Sunariya, S.Si., M.Sc., M.URP. (……………………………….) (Anggota II Dewan Penguji) Dekan Fakultas Geografi, Drs. Yuli Priyana, M.Si. ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
    [Show full text]
  • Bab Iv Pembahasan
    BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Obyek Penelitian 1. Sejarah Singkat Menara Kudus Menara Kudus sebenarnya memiliki dua versi jika dilihat berdasarkan siapa pendirinya atau peninggalan dari siapa. Adapun dua versi tersebut yaitu versi pertama bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari masyarakat terdahulu, sedangkan versi kedua bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari sunan Kudus. Diantara kedua versi tersebut, masyarakat Kudus lebih mempercayai bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari Sunan Kudus. Adapun alasan masyarakat Kudus lebih mempercayai hal tersebut yaitu yang pertama dengan melihat dari tata letak bangunan Menara Kudus yang mengahadap ke barat hal ini dikarenakan pintu Menara terletak dibagian barat, sedangkan alasan yang kedua yaitu pada bangunan Menara Kudus tidak ditemukan ukiran atau relief yang menceritakan tentang kehidupan manusia terdahulu dan alasan yang ketiga yaitu tidak ditemukannya arca atau patung. Berdasarkan tiga alasan tersebutlah masyarakat mempercayai bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari sunan Kudus. Sampai detik ini belum ada yang bisa memastikan kapan bangunan Menara Kudus didirikan, hal itu dikarenakan tidak adanya catatan maupun data- data yang menjelaskan mengenai kapan Menara Kudus didirikan. Menara Kudus dapat diperkirakan kapan didirikan yaitu dengan berlandasan atau berdasarkan fungsi dari Menara Kudus itu sendiri yaitu bangunan yang dijadikan sebagai tempat mengumandangkan adzan. Sehingga dapat ditarik benang merahnya yaitu adanya keterkaitan antara masjid dengan Menara Kudus.
    [Show full text]
  • Exploring Sense of Place for the Sustainability of Heritage District in Yogyakarta
    architecture&ENVIRONMENT Vol. 16, No. 2, Oct 2017: 75 - 92 EXPLORING SENSE OF PLACE FOR THE SUSTAINABILITY OF HERITAGE DISTRICT IN YOGYAKARTA Emmelia Tricia Herliana*, Himasari Hanan**, Hanson Endra Kusuma** *) Student at Doctoral Program in Architecture, School of Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia **) Lecturer at Doctoral Program in Architecture, School of Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia e-mail: [email protected] ABSTRACT Yogyakarta is well-known as a historical city and the centre of Javanese culture that attracts many tourists to come. In recent year, Yogyakarta has been very popular to domestic and international tourists in that many heritage places in the city have been developed to distinctive tourist destinations, yet no reasonable criteria has been developed to guide its development. This study assumed that places with distinctive identity or character or uniqueness are the most interested object of attraction for tourists. Therefore, the study will explore the sense of place as the important success factor in sustaining a heritage place as tourist attraction and identify aspects of a place that might contribute to its sustainability. Two heritage districts: Kotagede and Kotabaru are selected for evaluating aspects of place that are significantly contributing to the historical and cultural image of the city of Yogyakarta. The study identify and analyze the existing condition of physical attributes, performed activities and conception of the place. Indicators being used are developed from the current research undertaken by geographer and environmental psychologist. The study resulted to the conclusion that an interconnection of many aspects rather than identity of the place is the critical factor for the sustainability of a heritage place.
    [Show full text]
  • The Influence of Raden Fatah Towards Spiritual Value on Tombs and Great Mosque of Demak
    INTERNATIONAL JOURNAL OF SCIENTIFIC & TECHNOLOGY RESEARCH VOLUME 8, ISSUE 12, DECEMBER 2019 ISSN 2277-8616 The Influence Of Raden Fatah Towards Spiritual Value On Tombs And Great Mosque Of Demak Marwoto, Sugiono Soetomo , Bambang Setioko, Mussadun Abstract: Raden Fatah was the first Moslem king in Java. Historically, it had huge influences on Javanese civilization and culture. Therefore, Demak becomes the center for pilgrims to visit ancient buildings and tombs as the Sultanate's remains. Even though the Sultanate of Demak had fallen since the 16th century, the spread of Islam and pilgrimage to tombs of Wali (a name given to a wise and religious person teaching Islam) are still famous nowadays. Raden Fatah and other Wali become the icon of Demak. This study is aimed to reveal the fame of Raden Fatah and Wali which make their tombs and mosques are visited by the people as they form of tradition and religion ritual. The method applied are historical descriptive analysis, grounded theory, and phenomenological observation on site. The result revealed that the tombs and the great mosque of Demak have become the symbol of a religious tourism spot. This has happened because the king of Demak had placed the base of Islamic values on a city in Demak. Index Terms: Spiritual Space, Cultural and Tradition Space, Sustainability of Culture. —————————— —————————— 1. INTRODUCTION simple. Islam Jawa is intertwined with nationality, modernity, The founding of Demak was a part of history that is globalization, local culture and wisdom, and every contemporary unseparated from Raden Fatah. The Sultanate of Demak is discourse happening nowadays.
    [Show full text]
  • Morphological Typology and Origins of the Hindu-Buddhist Candis Which Were Built from 8Th to 17Th Centuries in the Island of Bali
    計画系 642 号 【カテゴリーⅠ】 日本建築学会計画系論文集 第74巻 第642号,1857-1866,2009年 8 月 J. Archit. Plann., AIJ, Vol. 74 No. 642, 1857-1866, Aug., 2009 MORPHOLOGICAL TYPOLOGY AND ORIGINS OF THE MORPHOLOGICALHINDU-BUDDHIST TYPOLOGY CANDI ANDARCHITECTURE ORIGINS OF THE HINDU-BUDDHIST CANDI ARCHITECTURE IN BALI ISLAND IN BALI ISLAND バリ島におけるヒンドゥー・仏教チャンディ建築の起源と類型に関する形態学的研究 �������������������������������������� *1 *2 *3 I WayanI Wayan KASTAWAN KASTAWAN * ,¹, Yasuyuki Yasuyuki NAGAFUCHINAGAFUCHI * ² and and Kazuyoshi Kazuyoshi FUMOTO FUMOTO * ³ イ �ワヤン ��� カスタワン ��������,永 渕 康���� 之,麓 �� 和 善 This paper attempts to investigate and analyze the morphological typology and origins of the Hindu-Buddhist candis which were built from 8th to 17th centuries in the island of Bali. Mainly, the discussion will be focused on its characteristics analysis and morphology in order to determine the candi typology in its successive historical period, and the origin will be decided by tracing and comparative study to the other candis that are located across over the island and country as well. As a result, 2 groups which consist of 6 types of `Classical Period` and 1 type as a transition type to `Later Balinese Period`. Then, the Balinese candis can also be categorized into the `Main Type Group` which consists of 3 types, such as Stupa, Prasada, Meru and the `Complementary Type Group` can be divided into 4 types, like Petirthan, Gua, ������ and Gapura. Each type might be divided into 1, 2 or 3 sub-types within its architectural variations. Finally, it is not only the similarities of their candi characteristics and typology can be found but also there were some influences on the development of candis in the Bali Island that originally came from Central and East Java.
    [Show full text]
  • Candi, Space and Landscape
    Degroot Candi, Space and Landscape A study on the distribution, orientation and spatial Candi, Space and Landscape organization of Central Javanese temple remains Central Javanese temples were not built anywhere and anyhow. On the con- trary: their positions within the landscape and their architectural designs were determined by socio-cultural, religious and economic factors. This book ex- plores the correlations between temple distribution, natural surroundings and architectural design to understand how Central Javanese people structured Candi, Space and Landscape the space around them, and how the religious landscape thus created devel- oped. Besides questions related to territory and landscape, this book analyzes the structure of the built space and its possible relations with conceptualized space, showing the influence of imported Indian concepts, as well as their limits. Going off the beaten track, the present study explores the hundreds of small sites that scatter the landscape of Central Java. It is also one of very few stud- ies to apply the methods of spatial archaeology to Central Javanese temples and the first in almost one century to present a descriptive inventory of the remains of this region. ISBN 978-90-8890-039-6 Sidestone Sidestone Press Véronique Degroot ISBN: 978-90-8890-039-6 Bestelnummer: SSP55960001 69396557 9 789088 900396 Sidestone Press / RMV 3 8 Mededelingen van het Rijksmuseum voor Volkenkunde, Leiden CANDI, SPACE AND LANDscAPE Sidestone Press Thesis submitted on the 6th of May 2009 for the degree of Doctor of Philosophy, Leiden University. Supervisors: Prof. dr. B. Arps and Prof. dr. M.J. Klokke Referee: Prof. dr. J. Miksic Mededelingen van het Rijksmuseum voor Volkenkunde No.
    [Show full text]