Peranan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam (Jakarta Islamic Centre) dalam Memajukan Islam di Jakarta (2003-2016)

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humanoira untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Disusun oleh: Mulyadi (1113022000019)

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M

i

Peranan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre) dalam Memajukan Islam di Jakarta (2003-2016) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Saijana Humaniora (S.Hum)

Oleh : Mulyadi NIM : 1113022000019

Pembimbing

Dr. Saidun Derani, M.Ag. NIP. 195702271992031001

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M

ii

Lembar Pengesahan

Skripsi berjudul Peranan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre) dalam Memajukan Islam di Jakarta (2003- 2016) ini telah diujikan dalam sidang skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 26 Mei 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) pada program Studi Sejarah dan Peraban Islam.

Ciputat, 26 Mei 2020

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekertaris Merangkap Anggota,

Dr. Awalia Rahma, M.A. Hikmah Irfaniah, M.Hum. NIP. 197106212001122001 NIP. 198410082019032010

Penguji I, Penguji II,

Dr. H. Abd. Chair, M.A. H. Nurhasan, S.Ag,. M.A. NIP. 1954123111983031030 NIP. 196907241997031001

Pembimbing,

Dr. Saidun Derani, M.Ag. NIP. 195702271992031001

iii

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Peranan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre) dalam Memajukan Islam di Jakarta (2003-2016)”, penelitian ini secara khusus mengkaji sejarah berdiri dan perannya dalam memajukan agama Islam di Jakarta. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder, sedangkan pengumpulan datanya menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Temuan dalam penelitian ini yaitu Jakarta Islamic Centre (JIC) merupakan organisasi non struktural di bawah Pemda Provinsi DKI Jakarta yang berdiri di eks lokasi resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pada tahun 1970-an dan 1980-an tempat ini sangat populer sebagai kawasan prostitusi terbesar di Jakarta yang kemudian ditutup pada tahun 1999 oleh Gubernur DKI Jakarta, H. Sutiyoso. Kemudian tempat ini dirubah menjadi sebuah pusat pengkajian dan pengembangan Islam Jakarta yang di dirikan oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta dengan beberapa fasilitas seperti Peribadatan, Pendidikan dan Bisnis, dengan harapan dapat menjadi pusat pembaharuan Agama Islam di .

Kata Kunci : Jakarta Islamic Centre (JIC), Peranan, Kramat Tunggak.

iv

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah berkat Rahmat dan Karunia Allah, skripsi yang berjudul “Peranan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre) dalam Memajukan Islam di Jakarta (2003-2016)” dapat diselesaikan dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat untuk menyelesaikan program Strata I (SI) pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Sang Revolusioner sejati, Nabi Muhammad SAW, keluarga serta para sahabat yang telah membawa perubahan dengan menghadirkan peradaban Islam rahmatalilalamin. Penelitian ini penting bagi penulis untuk dilakukan, sebagai wujud rasa tanggung jawab akademik untuk mengembangkan kajian ilmu-ilmu Islam sekaligus sebagai rasa tanggung jawab social dan pengabdian kepada masyarakat. Penulis sangat menyadari, dalam menyelesaikan penelitian ini sudah barang tentu penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kepada mereka penulis sampaikan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya dengan iringan do’a semoga mendapat balasan dari Allah dan dicatat sebagai amal sholeh. Amin. Namun secara khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc. M.A. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. Saiful Umam M.A. Ph.D. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. 3. Dr. Awalia Rahma M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora. 4. Dr. Saidun Derani M. Ag. selaku pembimbing, sebab ditengah-tengah kesibukannya telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan mendorong penulisan skripsi ini. 5. Kepada para dosen Fakultas Adab dan Huamniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih karena telah

v

memberikan kontribusi ilmiahnya dan mengantarkan penulis pada jenjang pendidikan Strata I (SI) hingga selesai. 6. Kepada pimpinan dan segenap karyawan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan dan kesempatan memanfaatkan buku-buku dan fasilitas lain yang diperlukan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. Kepada orang tua penulis sampaikan terima kasih beserta do’a kepada Ayahanda Sairi dan Ibunda Jubaedah yang selalu memberikan bimbingan, motivasi, dan do’a semenjak penulis masih kecil agar kelak menjadi orang yang bermanfaat. Demikian pula, ucapan terima kasih yang sedalam- dalamnya penulis sampaikan kepada kakanda yang memberi semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. 8. Kepada Rizky Cahyo Putro dan Liena yang telah memberi semangat dan motivasi kepada penulis secara terus menerus. 9. Kepada Sahabat SPI Angkatan 2013, khususnya kepada Elis Khairunnisa, Durotul Goliyah, Sania Qulkarni, Burhanudin, dan M. Fikri Fauzan, yang selalu membantu dan memberi semangat kepada penulis. Untuk itu, kepada semuanya penulis berdo’a semoga amal tersebut dicatat sebagai amal sholeh dan dibalas dengan balasan yang setimpal. Dan penulis senantiasa berharap semoga penelitian ini berguna dan bermanfaat. Amin. Jakarta, 26 Mei 2020

Mulyadi NIM: 1113022000019

vi

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ...... i

LEMBAR PERSETUJUAN ...... ii

LEMBAR PENGESAHAN ...... iii

ABSTRAK ...... iv

KATA PENGANTAR ...... v

DAFTAR ISI ...... vii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Pembahasan dan Perumusan Masalah ...... 6 C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...... 7 D. Studi Pendahuluan ...... 8 E. Kerangka Teori...... 9 F. Metode Penelitian...... 10 G. Sistematika Penulisan ...... 12

BAB II: LATAR BELAKANG LAHIRNYA JAKARTA ISLAMIC CENTRE (JIC)

A. Latar Belakang Berdirinya JIC...... 14 B. Dampak Ekonomi...... 22 C. Dampak Kriminal ...... 24 D. Dampak Sosial kemasyarakatan ...... 26 E. Dampak Kesehatan...... 28

BAB III: PERKEMBANGAN JIC (JAKARTA ISLAMIC CENTRE) DALAM BEBERAPA MASA KEPEMIMPINAN

A. Mayjen. TNI (Purnawiran) Dr. H. Djailani ...... 33 B. Drs. H. M. Effendi Anas M.Si ...... 34 C. Drs. H. Muhayat M.Se ...... 35 D. Drs. KH. A. Shodri HM ...... 36

BAB IV: PERAN JIC DALAM MEMAJUKAN ISLAM DI JAKARTA

A. Peran Agama ...... 40 B. Peran Sosial dan Pendidikan ...... 60

vii

C. Peran Ekonomi ...... 73

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 74 B. Saran-saran ...... 75

DAFTAR PUSTAKA ...... 77

TRANKSKIP WAWANCARA ...... 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...... 84

viii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Jakarta merupakan sebuah kota yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa bagian barat. Letaknya yang strategis membuatnya dijadikan sebagai bagian penting bagi kekuasaan bangsa asing seperti Portugis, Belanda, dan Jepang di wilayah nusantara. Pada masa Republik Indonesia pun kota ini diposisikan sebagai pusat pemerintahan. Seiring dengan beralihnya kekuasaan, biasanya nama kota ini turut serta berubah, mulai dari Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, hingga menjadi Jakarta seperti sekarang. Penamaan Jakarta merujuk pada penamaan sebelumnya, yakni Jayakarta. Jaya berarti “kemenangan” dan karta berarti “dalam damai, tidak terganggu”.Dengan berpegangan pada makna kata tersebut, nama Jakarta dapat diartikan kemenangan yang membawa kedamaian. Sewajarnya kota-kota besar, Jakarta memiliki permasalahan yang cukup beragam. Apalagi Jakarta menjadi salah satu pusat perekonomian sekaligus pusat pemerintahan Republik Indonesia. Dengan begitu, laju perpindahan penduduk ke Jakarta menjadi tak terelakkan. Masalahnya, tidak semua kaum urban memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di Jakarta. Kaum urban yang tidak mampu bersaing di Jakarta nantinya melahirkan masalah seperti pemukiman kumuh, kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, sampai masalah prostitusi.1 Pada awal masa kemerdekaan, Jakarta mengalami situasi yang kurang kondusif untuk melakukan pembangunan. Dilanda gejolak revolusi pada akhir 1940-an yang diwarnai konflik bersenjata dan kemudian memasuki tahun 1950- an serta 1960-an dimana masa Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin sarat akan perselisihan, membuat kondisi kehidupan masyarakat Jakarta seperti terabaikan. Kondisi tersebut mengakibatkan pemerintah daerah

1 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Edisi ke-2) (: Tiara Wacana Yogya, 2003), h. 63-72.

1

2

Jakarta kurang maksimal dalam menghasilkan pendapatan daerah. Anggaran senilai Rp.66.000.000 pada 1966 harus mampu mengelola wilayah Jakarta yang mencapai 577 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 3.060.000 orang.1 Anggaran yang terbatas membuat pembangunan Jakarta berjalan lambat. Infrastruktur yang ada dianggap tidak bisa melayani kebutuhan penduduknya. Jalan raya mutlak dibutuhkan sebagai penggerak roda perekonomian. Faktanya, kemacetan telah terjadi di Jakarta di 1960-an. Panjang jalan raya yang mencapai 800 km, sebagian besar keadaannya sempit dan rusak, harus melayani jumlah kendaraan yang mencapai 160.000 buah.2 Seandainya kendaraan tersebut berada di jalan raya secara bersamaan, tiap kendaraan hanya mampu berjalan dengan kecepatan 5 km per jam. Saat jam- jam sibuk seperti pagi dan sore hari, tentu kemacetan mudah ditemukan di jalan-jalan utama ibukota. Keterbatasan infrastruktur tersebut masih ditambah oleh arus urbanisasi yang terus menambah beban Jakarta. Berdasarkan hasil sensus penduduk pada 19613, jumlah penduduk Jakarta 2.906.533 jiwa. Sebagai perbandingan, sebelum Perang Dunia II pemerintah kolonial Belanda memproyeksikan Jakarta untuk melayani 600.000 jiwa.4 Melihat angka yang dihasilkan sensus tahun 1961, jelas bahwa Jakarta adalah kota yang kelebihan beban. Dari jumlah penduduk yang dihasilkan sensus tahun 1961, yang lahir bukan di Jakarta mencapai 1.389.726 jiwa atau 41,8%. Angka ini bisa saja bertambah mengingat 33.575 jiwa lainnya atau 1,2% tidak diketahui tempat lahirnya. Menariknya, setiap provinsi di Indonesia mempunyai “perwakilan” di Jakarta. Sehingga, setuju atau tidak, Tuhan telah menciptakan manusia Indonesia di Jakarta karena para pendatang dan penduduk asli membaur dalam beberapa aktivitas mereka.

1 Ramadhan Karta Hadimaja, Bang Ali Demi Jakarta, 1966-1977,(Jakarta: Sinar Harapan, 1992), h. 24-25. Menurut hasil sensus, jumlah penduduk Jakarta tahun 1966 sejumlah 3.639.465 jiwa. Perbedaan angka ini mungkin disebabkan data dikeluarkan pada bulan yang berlainan pada tahun yang sama. 2 Ramadhan Karta Hadimaja, (Bang Ali Demi Jakarta, 1966-1977), h.98 3 Sensus penduduk tahun 1961 yang dilansir oleh BPS (Badan Pusat Statistik) DKI Jakarta. 4 Soetjipto Wirosardjono, Gita Jaya: Catatan H. Ali Sadikin, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977, (Jakarta: Pemerintah DKI Jakarta, 1977), h. 221.

Kelebihan beban dan anggaran yang terbatas menjadikan Jakarta kota yang semrawut. Jakarta seperti kampung besar dengan penduduk yang padat dan sekitar 60% penduduk Jakarta tinggal di sana. Penduduk yang padat menghasilkan kondisi kampung yang buruk. Mereka tinggal di rumah-rumah yang sempit dan lingkungan yang kotor tanpa sarana air, listrik, serta kebutuhan sehari-hari lain yang layak. Selain itu, keberadaan gubuk-gubuk liar menjadi salah satu efek negatif dari urbanisasi. Pada 1966, sekitar 20.000 gelandangan mendirikan gubuk-gubuk tersebut di sembarang tempat seperti di bantaran kali. Kondisi seperti di atas adalah kondisi yang dihadapi oleh Ali Sadikin saat diangkat menjadi Gubernur Jakarta pada 1966. Ali Sadikin ditunjuk oleh Presiden Soekarno untuk memimpin Jakarta menggantikan Soemarno Sosroatmodjo. Tepat 28 April 1966, Ali Sadikin dilantik oleh Presiden Soekarno di Istana Negara sebagai Gubernur DKI Jakarta.5Tugas yang tidak mudah bagi Ali Sadikin mengingat sejumlah permasalahan Jakarta memerlukan penyelesaian yang cepat dan menyeluruh. Sebagai upaya membangun Jakarta, Ali Sadikin merujuk kepada rencana inti Jakarta. Secara umum, rencana Inti Jakarta mengatur tentang penggunaan tanah yang meliputi kegunaan untuk tempat tinggal, perkantoran, perindustrian, tempat-tempat rekreasi, dan lain sebagainya.6 Misalnya saja letak wilayah yang diproyeksikan untuk tempat tinggal memiliki jarak yang dekat atau memiliki akses yang mudah dengan perkantoran sehingga tidak menimbulkan kemacetan. Terkait rencana Inti, dunia prostitusi di Jakarta ikut pula ditertibkan agar tercipta suatu tata kota yang teratur dan rapi. Tempat-tempat prostitusi di Jakarta pada 1960-an antara lain Boker di Cijantung, di sekitar jalan Kramat

5 Ramadhan Karta Hadimaja, Bang Ali Demi Jakarta, 1966-1977,(Jakarta: Sinar Harapan, 1992), h. 18 6 Soetjipto Wirosardjono, Gita Jaya: Catatan H. Ali Sadikin, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977, (Jakarta: Pemerintah DKI Jakarta, 1977), h. 223.

Raya, dan daerah Planet Senen.7 Berlandaskan Rencana Induk tersebut kemudian titik- titik prostitusi tadi ditertibkan oleh pemerintah daerah dengan jalan mendirikan lokasi resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak. Lokasi resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak merupakan bentuk praktek prostitusi yang dilegalkan dan dikonsentrasikan pada suatu tempat. Kebijakannya ini membuat praktek prostitusi di Jakarta menjadi terkonsentrasi sehingga tidak mudah untuk menemukan pelacur berseliweran di pinggir jalan ibu kota. Lokasi resosialisasi (Lokres) ini mengharuskan laki-laki yang ingin menggunakan mereka pergi ke Kramat Tunggak. Sehingga, hanya mereka yang benar-benar ingin menggunakan jasa pelacur yang pergi ke Kramat Tunggak. Mereka yang memiliki niat setengah-setengah kemungkinan enggan untuk pergi ke sana. Lokasi resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak terletak di Kecamatan Tanjung Priok, Kota Madya Jakarta Utara. Kramat Tunggak didirikan sebagai tindak lanjut dari Surat Keputusan Gubernur tahun 1970 No. Ca.7/1/13/70 tentang lokasi resosialisasi pelacur.8 Letak wilayah ini terpisah dari pemukiman penduduk. Hal ini dimaksudkan agar lokasi resosialisasi (Lokres) tidak berdampak buruk terhadap masyarakat. Saat pertama kali berdiri, luas bangunan di lokasi resosialisasi (Lokres) mencapai 6,2 hektar.9 Sementara, luas tanah yang disiapkan untuk lokasi resosialisasi (Lokres) mencapai 20 hektar. Luas bangunan awal masih sangat mungkin bertambah seiring razia yang dilakukan petugas terhadap para pelacur di luar Kramat Tunggak. Kebijakan Ali Sadikin yang meresosialisasi praktek prostitusi di Jakarta tampak kontroversial mengingat mayoritas penduduk Jakarta beragama Islam Ali Sadikin sendiri beragama Islam. Dalam ajaran Islam, melakukan hubungan badan bukan dengan pasangan yang terikat dengan pernikahan adalah dilarang, apalagi di lokasi resosialisasi (Lokres) dan dilegalkan. Tidak hanya agama Islam, agama lain pun melarang tindakan seperti di atas. Ali

7 Ramadhan Karta Hadmaja, Bang Ali Demi Jakarta, 1966-1977,(Jakarta: Sinar Harapan, 1992), h. 205-206. 8 Ramadhan Karta Hadimaja, Bang Ali Demi Jakarta, 1966-1977, h.79 9 Ramadhan Karta Hadimaja, Bang Ali Demi Jakarta, 1966-1977, h.80

Sadikin tentu punya argument kuat untuk menghadapi orang-orang yang berseberangan dengannya. Lokasi resosialisasi (Lokres) ini tumbuh dan berkembang dengan pesat yang akhirnya menimbulkan masalah baru pada masyarakat di lingkungan sekitarnya dan sekaligus citra Jakarta yang tidak bisa dipisahkan dari sejarahnya sebagai sebuah kultur Betawi yang sangat identik sebagai komunitas Islam yang terbuka, bersemangat multikultur, toleran dan sangat mencintai Islam sebagai identitas utama kebudayaan mereka. Kondisi demikian ini menimbulkan desakan yang tidak henti-hentinya dari ulama dan masyarakat agar Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Teratai Harapan Kramat Tunggak ditutup. Adanya desakan yang semakin menguat tersebut pada akhirnya dilakukan penelitian oleh Dinas Sosial bersama Universitas Indonesia untuk tentang sejauh mana penolakan masyarakat terhadap PSKW Teratai Harapan Kramat Tunggak. Kemudian pada era gubernur sutiyoso area lokasi resosialisasi (Lokres) ini di tutup. pada tahun 1997 direkomendasikan agar Lokres tersebut ditutup. Pada tahun 1998 dikeluarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 495/1998 tentang penutupan panti sosial tersebut selambat-lambatnya akhir Desember 1999. Pada 31 Desember 1999, Lokres Kramat Tunggak secara resmi ditutup melalui SK Gubernur KDKI Jakarta No. 6485/1998. Selanjutnya Pemda Provinsi DKI Jakarta melakukan pembebasan lahan eks lokres Kramat Tunggak. Setelah adanya konsultasi terus menerus antara masyarakat, ulama, praktisi baik skala lokal maupun regional bahkan international akhirnya diwujudkan dalam sebuah rencana pembangunan JIC pada tahun 2002. Kemudian dalam rangka memperkuat ide dan gagasan pembangunan JIC, pada agustus 2002 dilakukan studi komparasi ke Islamic Centre di Mesir, Iran, Inggris dan Perancis. Pada tahun yang sama, dilakukan perumusan Organisasi dan Manajemen JIC. Kehadiran JIC ternyata sesuatu yang sangat fenomenal sebagai produk zaman yang strategis dan monumental. Dalam rangka menyongsong cita-cita besar umat Islam yang digantungkan kepada Jakarta Islamic Centre, dikeluarkan SK Gubernur KDKI No. 99/2003 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Pusat

Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre). Selanjutnya pada tahun April 2004, Badan Pengelola Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamci Centre) diangkat/dilantik melalui SK Gubernur KDKI Jakarta No. 651/2004. Namun selanjutnya, kehadiran JIC tidak sekedar hanya merubah tanah hitam menjadi putih, atau hanya sebuah masjid saja, melainkan lebih dari itu JIC diharapkan menjadi salah satu simpul pusat peradaban Islam di Indonesia dan Asia Tenggara yang menjadi simbol kebangkitan Islam di Asia dan Dunia. Ciri peradaban yang dimaksud adalah dengan adanya kelengkapan fasilitasi fungsi- fungsi kemakmuran masjid yang terdiri dari fungsi peribadatan, fungsi kediklatan dan fungsi pedagangan/bisnis.10

B. Permasalahan penilitian 1. Identifikasi Masalah Sesuai dengan judul skripsi di atas, yaitu “JIC (Jakarta Islamic Center) : Sejarah Berdiri dan perannya dalam memajukan Islam di Jakarta. Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, dapat diidentifikasi permasalahan pada penelitian ini antara lain sejarah berdirinya JIC yang semula daerah lokasi resosialisasi (Lokres) yang terbesar di Asia tenggara menjadi sebuah tempat untuk kemajuan Islam khususnya di daerah Jakarta. Dalam kajian ini penulis ingin mengangkat sejarah berdirinya Jakarta Islamic Center (JIC) dan perannya dalam memajukan islam karena membuat hal yang luar biasa yang dapat merubah tanah hitam menjadi tanah putih. 2. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah agar pengkajian masalah dalam penelitian ini dapat lebih terfokus dan terarah. Karena keterbatasan yang dimiliki penulis baik dalam hal kemampuan, dana, waktu dan tenaga maka penulisan ini

10 Rakmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, ( Jakarta, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta JIC), h. 3-5.

hanya membatasi masalah pada sejarah berdiri dan perannya dalam memajukan Islam di Jakarta. 3. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di dalam penulisan ini, maka hal yang dapat dijadikan permasalahan penulisan yang dituangkan ke dalam bentuk pertanyaan penulisan adalah: a. Bagaimana awal mula lahirnya Jakarta Islamic Centre (JIC)? b. Bagaimana perkembangan JIC dalam beberapa masa kepemimpinan? c. Apa peran Jakarta Islamic Centre (JIC) dalam memajukan Islam di Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan rumusan masalah di dalam penelitian ini, maka penelitian ini bertujuan untuk: a. Untuk mengetahui Sejarah awal mula lahirnya Jakarta Islamic Centre (JIC). b. Untuk mengetahui perkembangan JIC dalam beberapa masa kepemimpinan. c. Untuk mengetahui peran Jakarta Islamic Center (JIC) dalam memajukan Islam di Jakarta. 2. Manfaat Penelitian Melihat sedikit sekali yang memperhatikan dan bahkan belum ada yang melakukan pada penelitian terhadap kasus ini. Maka penulis mencoba mengangkat ke permukaan mengenai perhatian penulis terhadap berdiri dan peran JIC dalam memajukan Islam di Jakarta. Adapun manfaat yang ingin penulis sampaikan melalui penulisan ini adalah: a. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam bidang akademik yang sekiranya dapat bermanfaat bagi para peneliti yang hendak melakukan penelitian sejenis pada waktu dan lokasi yang berbeda. Penelitian ini diharpakan bermanfaat untuk menjadi bahan bacaan atau sumber

referensi ilmiah khususnya mengenai Jakarta Islamic Center (JIC). Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk memperluas pengetahuan masyarakat tentang peran Jakarta Islamic Center (JIC) dalam memajukan Islam. b. Untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah dengan membuat skripsi ini secara ilmiah dan sistematis. Selain itu penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai Jakarta Islamic Center (JIC) sebagai Pusat peradaban Islam khusunya di Jakarta.

D. Studi Pendahuluan Beberapa penilitian juga pernah dilakukan seputar permasalahan Sejarah JIC dan perannya dalam memajukan islam, diantaranya adalah : 1. Buku yang berjudul “Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels” yang di tulis oleh Rakmad Zailani Kiki, Paimun Abdul Karim, dan Erni Arie Susanti yang diterbitkan oleh JIC. Isinya buku ini memberikan informasi tentang sejarah berubahnya daerah Kramat tunggak menjadi JIC, pandangan terhadap ulama-ulama Betawi, dan gambaran ibukota menjadi pusat gagasan peradaban. Buku ini cukup memberikan hal- hal menarik tentang Ulama – ulama dibetawi yang terlibat dalam awal berdirinya JIC. 2. Buku yang berjudul “ Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota” yang ditulis oleh Rakmad Zailani Kiki, Paimun Abdul Karim, dan Hanny Fitriyah yang diterbitkan oleh JIC. Isinya buku ini memberikan informasi tentang lahirnya JIC dari tanah hitam menjadi tanah putih, kepemimpinan JIC dari sang Jendral sampa Ulama, dan Jakarta Islamic Centre (JIC) membangun peradaban Islam di Ibukota. Buku ini cukup menggambarkan situasi lahirnya JIC dan para pemimpin JIC dari Jendral hingga Ulama. 3. Buku yang berjudul “Bang Ali Demi Jakarta, 1966-1977” adalah history Ali Sadikin saat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ramadhan K. H. yang menyusun buku ini. Isinya merupakan tulisan para wartawan

dan kolumnis koran maupun majalah yang ditulis saat Ali Sadikin menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Buku ini cukup menggambarkan sosok Ali Sadikin yang apa adanya dalam beberapa hal, salah satunya dalam mengambil suatu kebijakan. Walaupun subjektivitasnya cukup tinggi, buku memberikan hal-hal menarik di balik pengambilan kebijakan dan sosok Ali Sadikin.

E. Kerangka Teori Sesuai dengan judul yang ingin dikaji penulis yaitu: “ Jakarta Islamic Center (JIC): Sejarah berdiri dan perannya dalam memajukan Islam di Jakarta“ Penulisan ini mencoba menggunakan Teori yang berhubungan dengan Skripsi ini yaitu Teori Perubahan Sosial dalam menjawab pertanyaan dalam penilitian ini. Sejarah adalah ilmu tentang sesuatu yang mempunyai makna social,11 dengan mempelajari sejarah seseorang dapat mengetahui peristiwa-peristiwa masa lalu. Pada dasarnya masyarakat pernah mengalami perubahan. Adanya perubahan tersebut dapat dilihat apabila melakukan suatu perbandingan dengan meneliti sekelompok masyarakat pada masa tertentu, lalu kemudian dibandingkan dengan keadaan masyarakat pada waktu yang lain sebelum atau sesudah. Proses perubahan yang terjadi secara terus-menerus yang dikatakan oleh sartono kartodirdjo yang disebut gejala sejarah. Dapat dijelaskan bahwa gejala sejarah merupakan suatu proses perkembangan sejarah yang dapat mendefinisikan waktu, tempat, pelaku, mengapa gejala sejarah itu terjadi dan bagaimana gejala sejarah yang terjadi sebelumnya, sesudahnya, atau adanya hubungan fungsionalisme dalam satu sistem.12

11 Kuntowijoyo, Pengantar ilmu Sejarah ( Yogyakarta: Benteng Budaya, 1995), h. 15 12 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metode Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 99.

Dari prespektif di atas, maka gejala sejarah bisa dikatakan sebagai suatu momentum gerakan historis atau lazim disebut dengan perubahan sosial, menurut sartono kartodirdjo konsep perubahan sosial bertolak dari dua referensi, yaitu :13 a. Dalam dinamika masyarakat menujukan pergerakan dari tingkat perkembangannya yang terdahulu ke yang kemudian, lazimnya dari yang sederhana ke yang lebih maju, unsur-unsur mana yang berubah dan faktor- faktor apakah yang menyebabkan perubahan. b. Dalam beberapa teori, perubahan sosial mempunyai dari yang sederhana bentuknya ke yang kompleks, artinya perubahan sosial yang terjadi sering kali mengarah ke arah yang lebih baik. Studi sejarah perubahan sosial mengkaji berbagai persoalan yang berkaitan dengan pola, struktur, dan tedensi dalam proses perubahan sosial. Soerjono sokanto mengatakan bahwa perubahan sosial yaitu sebuah proses perubahan yang mencakup berbagai fenomena sosial di setiap sisi kehidupan masyarakat.14 F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.15 2. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Dalam studi ini jenis data yang dikumpulkan adalah sejarah JIC dan peran JIC di Jakarta 1) yang termasuk dalam awal adanya lokasi resosialisasi (Lokres) di Kramat tunggak pada masa Ali Sadikin dan setelahnya peran JIC dalam memajukan Islam, jenis data yang dibutuhkan sejarah Jakarta pada masa gubernur Ali sadikin dan peran JIC dalam memajukan Islam 2)

13 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metode Sejarah, h. 99. 14 Soerjono Sokanto, Teori Sosiologi Tentang Perubaahan Sosial (Jakarta: Ghalia, Indonesia, 1983), h. 6. 15 Lexy J Meleong, Metedologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 6.

menarasikan dan mengutarakan awal terbentuknya JIC jenis data yang dibutuhkan bagaimana proses lokasi resosialisasi (Lokres) Kramat Tungga hingga bisa menjadi JIC. 3) serta peranan JIC dalam memajukan Islam di Jakarta jenis data yang dibutuhkan apa saja kontribusi JIC dalam memajukan Islam di Jakarta. 3. Sumber data a. Sumber Data Primer Sumber Data Primer terdapat dua jenis, yaitu, 1) buku-buku karya tentang Jakarta Islamic Center, 2) wawancara pengamatan langsung di lapangan dan arsip-arsip yang sesuai pembahasan. b. Sumber Data Sekunder Adapun sumber data sekunder antara lain, karya tulis yang memeliki relevansi dengan sumber data premier dari berbagai laporan penelitian, jurnal, majalah, makalah, buku, media cetak, dan elektronik, dan hasil penelitian. c. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dapat dilakukan oleh peneliti adalah dengan penelitian kepustakaan ( Library Research). Adapun tekhnik kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data dari referensi-referensi. Tekhnik semacam ini dimaksudkan untuk memperoleh konsep atau teori serta materi-materi yang dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya. Sumber data diperoleh penulis berupa data sekunder melalui kepustakaan berupa buku-buku, jurnal, artikel, berita online, dan tulisan-tulisan lainnya yang relevan dengan permasalahan penelitian. Penelitian ini melakukan kunjungan keperpustakaan-perpustakaan, seperti perpustakaan Universitas Indonesia, perputakaan Nasional, dan perpustakaan Jakarta Islamic Centre. d. Langkah-Langkah Penelitian Data yang terkumpul di editing dan kemudian di klarifikasikan untuk dikategorisasi. Selanjutnya di pilah-pilah berdasarkan relevansi

dengan subyek kajian. Tahap kategorisasi bertujuan mengelompokan setiap data ke dalam unit-unit analisis berdasarkan kesesuaian antara satu tema dengan tema lainnya sehingga menggambarkan keseluruhan analisis yang utuh. Adapun penulis mencari sumber informasi data dari berbagai sumber buku. Buku-buku tersebut didapatkan dari koleksi pribadi penulis, untuk menyempurnakan hasil penulisan. Karena penelitian memeliki sumber informasi yang banyak maka penulis menambahkan sumber dari koleksi buku diperpustakaan yang ada di UIN Syarif Hidayatullah, Koleksi buku diperpustakaan Universitas Indonesia, dan koleksi buku diperpustakaan Jakarta Islamic Centre. Dari hasil pencarian sumber ini penulis membandingkan sumber satu dengan yang lainnya dan tidak lupa juga penulis melakukan wawancara untuk memperkuat hasil penulisan dan hasil buku-buku yang penulis temukan.16

G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan ini akan disajikan suatu rangkaian pembahasan secara sistematis saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Pengkajian terhadap masalah pokok yang disebutkan di atas dibagi dalam lima bab, yaitu: Bab pertama, di dalamnya tardiri atas: latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,landasan teori, metode penelitian, serta sistematika pembahasan. Dalam bab ini digunakan untuk mengarahkan pembaca pada substansi penelitian sebagai pijakan pembahasan berikutnya. Bab kedua, dibahas tentang Latar belakang lahirnya Jakarta Islamic Centre (JIC) Bab ketiga, dibahas tentang Profil Jakarta Islamic Centre (JIC) meliputi latar belakang berdirinya Jakarta Islamic Centre (JIC). Bab keempat, dibahas tentang peran JIC dalam memajukan Islam di Jakarta.

16 Dudung Abdurrahman, Metede Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), h. 69.

Bab kelima sebagai bagian akhir penulisan ini. Berisi kesimpulan dari uraian yang telah dikemukakan dalam skripsi dan merupakan hasil dari penelitian ini.

BAB II LATAR BELAKANG LAHIRNYA JIC (JAKARTA ISLAMIC CENTRE)

Jakarta Islamic Centre yang selanjutnya disingkat menjadi JIC saja dalam penulisan tugas akhir ini didirikan oleh pemda DKI Jakarta pada masa Gubernur Pak Sutiyoso, beliau menutup tempat ini yang awalnya adalah lokasi resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak yang sudah berdiri pada tahun 1970-an didirikan oleh Gubernur Jakarta saat itu, Bapak Ali Sadikin. Dahulu di sekitaran senen dan daerah Kramat Raya pada saat malam banyak pelacur beroperasi sehingga tidak etis rasanya hal seperti itu terlihat di ibukota Negara, Maka dikumpulkanlah mereka oleh Pak Ali Sadikin di lahan seluas 11 hektar ini untuk mereka tinggal dan di seberangnya ada masjid At Taubah, masjid At-Taubah ini adalah masjid untuk mereka ibadah untuk mereka taubat, diberi nama At-Taubah dengan tujuan menggugah hati mereka agar suatu saat bisa taubat. Mereka di sini diperiksa dari segala penyakit dan diobati oleh Dinas kesehatan. Disediakan pula panti untuk mereka diberi pengarahan dan pelatihan oleh Dinas sosial, namanya Panti Sosial Karya Wanita Teratai Harapan dengan tujuan memberikan pembinaan kepada mereka, namun pada kenyataannya mereka kembali beroperasi dan malah membuka praktek di sini selain digunakan sebagai tempat tinggal. Pada saat itu terdapat 300 wanita tunasusila dan 76 mucikari, Seharusnya mereka dikumpulkan dari beberapa daerah di Jakarta itu untuk dibina atau dibimbing, namanya saja lokasi Resosialisasi harusnya mereka dipindah ke sini diberi pembekalan untuk dikembalikan lagi ke masyarakat agar tidak mengulangi lagi profesi itu, tapi mereka malah buka praktek disini. semakin lama di sini semakin berkembang dari 300 sampai 500 wanita tunasusila puncaknya itu tahun 80-an hampir 2000 orang totalnya karena menjelang penutupan itu tinggal sekitar 1615 orang ini setahun sebelum ditutup. Sebenarnya bukan hanya faktor ekonomi yang membuat mereka terjun ke dunia prostitusi dan mereka kebanyakan berasal dari daerah Pantura. Bentuk awal

14

15

rumah mereka di sini semi permanen tapi belakangan naik tingkat rata-rata dua hingga tiga tingkat, karena Jakarta pajaknya besar maka mereka berkamuflase jadi bagian depan rumahnya kelihatan satu lantai tapi belakangnya tinggi. Lantai ke-2 itu kamar-kamar atau tempat prakteknya mereka. Sampailah DKI Jakarta dipimpin oleh pak Sutiyoso, keberadaan Kramat Tunggak dengan dunia prostitusinya ini dianggap meresahkan, dari tahun 70-an sampai mau penutupan itu umat Islam unjuk rasa terus-menerus meminta lokasi resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak ditutup, setidaknya mereka demo tiap minggu minta ditutup tempat lokasi resosialisasi (Lokres) ini. Pada tahun 1998 Pak Sutiyoso membuat surat Penutupan tempat ini, karena itulah akhirnya dengan surat penutupan tersebut dipersiapkanlah segala proses penutupan ini yaitu satu tahun. Sebelum penutupan para WTS ini dimasukan ke pelatihan Tata Boga, Tata Busana, Tata Rias kecantikan agar mereka ketika di pulangkan diharap bisa beralih ke profesi lain. Pada saat penutupan dilaksanakan hampir tidak ada perlawan, berbeda dengan lokasi resosialisasi (Lokres) Doli atau Kali Jodoh. Jadi pada tahun 1999 ditutup pada tahun 2000 dilakukan pembebasan lahan seluas 11 hektar dan pembangunannya 2001, 2002 selesai, 2003 kemudian diresmikan. Sempat ada tarik menarik di awal, lahan seluas ini mau dijadikan apa? Ada yang berpendapat dijadikan Mall atau Perkantoran. Pak sutiyoso punya ide agar dibangun Masjid, kemudian beliau menelpon Pak Azumardi Azra, menyampaikan niatnya bahwa di Kramat Tunggak ini akan dijadikan Masjid. Tentu saja Pak Azumardi yang pada saat itu menjabat rektor IAIN medukung penuh pendapat Pak Sutiyoso Kemudian didirikanlah tiga bangunan, bangunan Pendidikan, Sosial Budaya dan Masjid.18 Siapa sangka daerah yang tadinya terpencil jauh dari pemukiman penduduk, jauh dari keramaian orang dan hingar bingar kendaraan, tidak berisik oleh hentakan house music dan aktivitas perekonomian, bahkan bisa dikatakan lokasi tersebut adalah tempat jin buang anak yang menunjukkan begitu

18 Paimun Abdul Karim, Staf divisi pengkajian dan pendidikan di JIC, Wawancara pribadi, Jakarta Utara, 3 maret 2020, pkl 10.05 wib.

16

terisolirnya daerah tersebut, kemudian menjadi daerah yang sering diperbincangkan oleh banyak orang, menjadi pusat protitusi terbesar di Asia Tenggara pada Zamannya. Terlepas dari pro kontra pembicaraan yang ada, jelas bagi para mucikari dan wanita yang ingin mengadu nasib di sana. Atmosfir pembicaraan yang ada adalah bahwa tempat tersebut adalah tempat penuh kenikmatan, melambungkan angan-angan, surga dunia serta tempat yang uang menjadi tiada berguna. Hal ini berbeda dengan kalangan yang memahami agama dan sedikit berpikir realistis. Mereka berpendapat bahwa tempat tersebut adalah tempat penuh kemaksiatan, kerusakan yang timbul lebih besar dibandingkan dengan keuntungan sehingga layak untuk tidak dikunjungi bahkan perlu sesegera mungkin ditutup. Inilah Kramat Tunggak! Daerah yang secara geografis menempati luas sekitar kurang 11 Hektar, namun dari sisi kemashurannya terkenal bukan hanya untuk kalanagan local Jakarta atau Indonesia namun lebih dari itu terkenal hingga kawasan Asia Tenggara. Luar biasa. Sungguh ini adalah hal yang luar biasa. Sekalipun kemashuran yang ada bukan lah-hal yang positif tapi hal yang membuat bulu kuduk kita merinding bila mendengar dan memperhatikan lebih dalam apa yang ada di sana.19 Menurut sesepuh warga di sekitar Kramat Tunggak, nama Kramat Tunggak sendiri berasal dari sebuah tunggak (batang pohon bamboo yang terpotong dan yang tertinggal hanya bagian bawah) yang letaknya 2 km dari lokasi resosialisasi (lokres). Kayu tersebut ditancapkan di pinggir pantai yang digunakan untuk menambatkan perahu para nelayan yang sekaligus berprofesi sebagai pedagang serta sebagai mubaligh yang mensyiarkan Islam di daerah tersebut. Mungkin tunggak kayu ini memiliki ‘kramat’ (kekuatan) atau dimiliki oleh sekelompok orang yang dianggap keramat. Lokasi lokres Kramat tunggak terletak di Jalan Kramat Jaya, RW 019 Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara. Areal tersebut tepatnya menempati lahan seluas 109.435 m2 yang terdiri dari 9 rukun tetangga

19 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), (Jakarta: Pusat Pengakajian dan Pengembangan Islam JIC), h. 1-2.

17

(RT). Batas lokasi yang ada adalah di sebelah Barat berbatasan dengan jalan Kramat Jaya, di sebelah Utara dengan pemukiman penduduk (Blok R), di sebelah Timur dengan pemukiman penduduk Kampung Beling, (Kecamatan Cilingcing) dan di sebelah selatan berbatasan dengan Rumah Sakit Tugu (milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta). Resminya, memang, Kramat Tunggak adalah tempat lokasi Resosialisasi bagi para pelacur. Namun dalam perkembangan nya akhirnya Kramat Tunggak identic dengan ‘dunia hitam’ pusat prostitusi. Dunia tempat bersemainya aktivitas yang dibenci, baik oleh akal sehat manusia, apalagi oleh Sang Pencipta Manusia. Di Kramat Tunggak tanpa perlu malu-malu dan ragu-ragu lagi bisa melaksanakan ‘hajat bejat’ berupa praktek perzinaan, mabuk-mabukan, perkelahian antar geng bahkan pusat peredaran barang-barang psikotropika. Kenapa seperti itu kondisinya? Jelas karena keberadaan ‘dunia hitam’ di Kramat Tunggak sah secara hukum. Walaupun ‘niat’ awalnya ingin merelokasi, merehabilitasi, membina para pelacur yang banyak berkeliaran di pinggir-pinggir jalan untuk disadarkan kembali pada jalan yang lurus, namun dengan tidak dilarangnya para pelacur untuk tetap membuka praktek dengan tegas bahkan secara hukum walau atas persetujuan dari dinas sosial melindungi dan melegalkan mucikari-mucikari yang ada untuk tetap menampung para pelacur, maka dapat dengan mudah diambil logika bahwa secara hokum, siapa saja sah dan dilindungi hukum untuk melampiaskan napsu bejatnya, sehingga apabila ada pihak-pihak yang justru menghalangi keberadaan, aktivitas dan hal-hal yang masih terkait dengan perikehidupan di Kramat Tunggak pada hakikatnya dia telah melanggar hokum. Ditambah lagi dalam perkembangannya, kwantitas para pelacur maupun para mucikarinya semakin meningkat. Inilah yang menjadi dasar mengapa tuntutan dari masyarakat dan kebijakan menutup lokres Kramat Tunggak tersebut seperti ‘menegakkan benang basah’. Sulit dan seperti di awang-awang.20

20 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), h. 4.

18

Ide lokasi resosialisasi (Lokres) pada pelacur atau wanita tuna susila (WTS) Kramat Tunggak berawal dari keresahan yang muncul bukan hanya dari masyarakat luas kota Jakarta tetapi juga para eksekutif pemerintah Provinsi (Pemrov) DKI Jakarta ketika melihat fenomena penyakit sosial di masyarakat. Di tahun 1970-an di pusat-pusat keramaian, jalan-jalan protocol hingga lorong- lorong sempit banyak berkeliaran para pelacur. Terutama yang paling ramai di sepanjang Kramat Raya dan Senen. Operasi mereka di tempat-tempat umum dengan kecenderungan mempertontonkan aurat dan sensasi seks guna mencari perhatian dari para pria hidung belang untuk ‘sudi mampir’ ke tempatnya. Tujuan pendirian lokres Kramat Tunggak yang sebenarnya bisa dilacak, setidaknya melalui buku Bang Ali, Demi Jakarta 1966-1977. Dalam buku ini, Gubernur Ali Sadikin Gubernur Jakarta saat itu- mengakui bahwa pemberantasan pelacuran memang masalah yang sangat sulit. Sebab pekerjaan itu sudah merupakan mata pencaharian mereka. Namun demikian pemrov (dahulu pemda) DKI tidak dapat membenarkan atau membiarkan saja perbuatan asusila itu dilakukan di tempat-tempat ramai, di tempat-tempat terbuka. Apalagi ada sebagian pelacur yang umurnya masih belasan tahun. Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah adanya istilah ‘becak komplit’ karena kendaraan roda tiga tersebut selain menawarkan jasa mengantarkan seseorang jika ingin pergi ke suatu tempat juga sekaligus membawa keliling wanita pelacur untuk dijajakan.21 Dalam buku itu juga dinyatakan bahwa kondisi ini akhirnya memicu kondisi masalah sosial yang bukan hanya mengenai sang pelacur saja tetapi menyebar hingga masyarakat luas. Pengaruh negative yang muncul diantaranya adalah para perepuan remaja dengan mudahnya meniru pakaian seronok dari para pelacur yamg sebenarnya tidak pantas untuk ditiru, pergaulan bebas laki-laki dan perempuan yang akhirnya menimbulkan gaya hidup seks bebas di kalagan remaja serta rusaknya norma-norma keluarga akibat tindak serong dan main mata daro orang-orang yang ‘tidak kuat’ memandang ‘mautnya’ lirikan sang pelacur.

21 Ramadhan Karta Hadmaja, Bang Ali Demi Jakarta, 1966-1977,(Jakarta: Sinar Harapan, 1992), h. 8

19

Beranjak dari masalah sosial ini dimana kian hari kian semarak dan memprihatinkan, yang mau tidak mau harus dicarikan jalan pemecahan setepatnya. Berbagai kalangan masyarakat akhirnya memberikan solusi atas permasalahan di atas. Salah satunya adalah bahwa pelacuran harus ditampung dan disalurkan ke berbagai proyek setelah diindoktrinasi. Usulan ini tidak dipakai oleh Gubernur Ali Sadikin, sebab jumlah pelacur puluhan ribu, sementara penganggur pun tidak sedikit jumlahnya. Disamping itu, wanita-wanita pelacur sudah ‘keenakan’ dengan ‘pekerjaan’ yang mudah untuk menghasilkan uang. Akhirnya solusi yang diambil oleh Pemrov DKI Jakarta kala itu adalah membuat lokasi Resosialisasi di Kramat Tunggak. Masih dalam buku itu dijelaskan pula latar belakang pengambilan kebijakannya. Latar belakang keputusan yang dimaksud adalah tatkala Gubernur Ali Sadikin melakukan kunjungan ke Bangkok yang terkenal dengan ‘industri seks’ nya. Ketika di sana Gubernur bertanya kepada orang Kedutaan Besar Indonesia: Dimana itu tempat-tempat industry seks itu? Kok saya tidak melihatnya? memang secara kasat mata waktu itu tempat-tempat pelacuran tidak nampak di jalan-jalan. Di sini ada tempatnya, Pak, jawab orang kedutaan. Disini di lokasi resosialisasi (Lokres). Gubernur Ali Sadikin kemudian dibawa ke tempatnya. Penasaran, mau tahu, bagaimana tempat-tempat melokalisai perempuan-perempuan itu. Hal ini lah yang menimbulkan pemikiran Gubernur Ali Sadikin untuk menerapkan apa yang dilihatnya itu di Jakarta. Pertimbangannya supaya Ibu Kota tidak kelihatan kotor, tidak jorok. Inilah yang akhirnya menjadi kebijakan dari Gubernur untuk memindahkan wanita pelacur dari Senen dan Kramat Raya itu ke Kramat Tunggak. Para pelacur yang beroperasi di jalanan kemudian disatukan dalam tempat yang sama. Tujuannya agar mereka tidak ‘menjajakan’ lagi cintanya di pinggir-pinggir jalan meminimalisasi dan meresosialisasi praktik- praktikprostitusi ini serta merehabilitasi mental spiritual mereka, mendidik perilaku mereka agar baik dan benar, mengobati penyakit yang diakibatkan oleh

20

seks bebas, memberikan ketrampilan agar bisa dijadikan gantungan hidup setelah sadar nanti.22 Akhirnya, masih dalam buku Bang Ali, Demi Jakarta 1966-1977, keberadaan lokasi resosialisasi (Lokres) Wanita Tuna Susila Kramat Tunggak ditetapkan dengan SK Gubernur KDKI Jakarta No. Ca.7/I/13/1970 tanggal 27 April 1970, tentang pelaksanaan usaha lokasi resosialisasi (Lokres) /relokasi wanita tuna susila serta pembidangan dan tanggung jawab. Dalam SK tersebur disebutkan pertimbangannya, antara lain : (1) memencilkan dan menjauhkan prkatek pelacuran dari lingkungan pemukiman penduduk, (2) membebaskan masyarakat dari pengaruh dan gangguan langsung. Dalam perkembangannya, dengan melihat kejadian-kejadian yang ada, dilakukan peningkatan fungsi, yang ditetapkan dalam SK Gubernur KDKI Jakarta No.1659 tahun 1989 menjadi lokasi resosialisasi (Lokres) Rehabilitasi WTS sebagai UPT Dinas Sosial, dengan fungsi : (1) menerima/ menampung WTS hasil penertiban, (2) melaksanakan rehabilitasi/pembinaan WTS untuk kembali ke masyarakat. Namun entah mengapa, siapa yang memulai dan siapa yang bersalah, pada akhirnya perkembangan lokasi resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak begitu pesat hingga terkenal ke seluruh Asia Tenggara sebagai pusat jajan terbesar bagi kaum hidung belang.23 Di Lokres Kramat Tunggak pada awal pembukaannya tahun 1970an, terdapat 300 orang pelacur dengan 70 orang mucikari. Jumlah ini terus bertambah seiring dengan perjalanan waktu. Pada decade tahun 1980-1990, jumlah pelacur telah mencapai lebih dari 2000 orang di bawah kontrol sekitar 280 mucikari. Hal ini dipertegas Suciardji, Kepala Panti Sosial Karya Wanita Teratai Harapan bahwa lokasi resosialisasi Kramat Tunggak telah menghidupi 1615 pekerja seks, 258 pengasuh alias mucikari, lebih dari 700 pembantu pengasuh, sekitar 800 pedagang

22 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), (Jakarta: Pusat Pengakajian dan Pengembangan Islam JIC), h. 5. 23 Ramadhan Karta Hadmaja, Bang Ali Demi Jakarta, 1966-1977,(Jakarta: Sinar Harapan, 1992), h. 82-85

21

asongan dan 155 tukang ojek. Belum lagi tukang cuci dan pemilik warung-warung makanan yang bertebaran di sekitarnya.24 Jumlah ini terus membengkak menjelang akhir ditutupnya lokasi resosialisasi Kramat Tunggak tahun 1999. Jumlahnya sekitar 1600 orang pelacur di bawah asuhan 258 mucikari. Para pelacur ini tinggal di 277 unit bangunan yang memiliki 3546 kamar. Bukan hanya dalam sisi jumlah pelacur dan mucikarinya saja yang mengalami penambahan atau perkembangan, tetapi juga luasan areal yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai lokasi resosialisasi Kramat Tunggak. Kondisi berimbas erat dengan jumlah bangunan termasuk peningkatan status lokasi resosialisasi Kramat Tunggak yang akhirnya teropini menjadi tempat prostitusi legal dan dilindungi hokum. Hal ini nampak pada perkembangan selanjutnya, yaitu jumlah lahan yang disediakan oleh pemerintah sebagai lokasi resosialisasi Kramat Tunggak yang sedianya hanya lima hektar bertambah hingga 10 hektar lebih ketika akan ditutup. Demikian juga dengan wilayah lokasi resosialisasi Kramat Tunggak yang semula merupakan daerah rawa-rawa dan jauh dari pemukiman penduduk, dengan adanya pertumbuhan yang berujung pada pertambahan penduduk, baik yang disebabkan oleh natalitas (pertambahan penduduk sebagai akibat dari adanya kelahiran) maupun migrasi (pertambahan penduduk sebagai akibat dari adanya perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain), akhirnya lokasi resosialisasi Kramat Tunggak semakin lama semakin dekat dengan pemukiman penduduk. Pada tahun-tahun akhir sebelum penutupan, sudah sulit lagi membedakan batas –batas yang jelas antara lokasi resosialisasi Kramat Tunggak dengan pemukiman penduduk. Hal ini bisa dilihat dari posisi lokasi resosialisasi Kramat Tunggak yang berhadap-hadapan di sebelah barat dengan pusat perekonomian penduduk, yaitu pasar Koja. Itupun hanya dipisahkan dengan jalan Kramat Jaya. Sedangkan di sebelah utara berdempetan dengan pemukiman penduduk (blok R), demikian juga pada sebelah timurnya, berdampingan dengan pemukiman penduduk Kampung Beling (Kecamatan Cilincing) ddan sebelah selatan berdampingan dengan Rumah

24 Rakmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, ( Jakarta, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta JIC), h. 3.

22

Sakit Tugu (Milik Pemrov DKI Jakarta). Ini menunjukkan bahwa posisi lokasi resosialisasi Kramat Tunggak dalam perkembangannya telah berada di pusat keramaian kota. Kondisi inilah yang nampaknya jauh-jauh hari sebelumnya tidak diperhitungkan sama sekali oleh pengambil kebijakan terdahulu, sehingga pada akhirnya menimbulkan beribu permasalahan tersendiri bagi Pemrov DKI Jakarta ketika terjadi perkembangan dan pemekaran kota.25 Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan lokasi resosialisasi Kramat Tunggak membawa dampak bagi masyarakat sekitarnya. Apakah dampak yang seolah-olah kelihatan positif, maupun dampak yang benar-benar negatif. Beberapa dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat terurai pada bagian di bawah ini: 1. Dampak Ekonomi Seiring dengan perkembangannnya, selain pelacur, ada pula sejumlah pekerja lain yang mencoba mengadu nasib di lokasi resosialisasi Kramat Tunggak. Misalnya ada pramuwisma yang jumlahnya sekitar 578 yang kesemuanya tinggal di dalam lokasi resosialisasi Kramat Tunggak, juga 400 pedagang asongan dan sekitar 100 tukang ojek dan beberapa jenis pekerjaan yang lain. Akhirnya, dapat dipahami bahwa lapangan kerja yang diciptakan oleh lokasi resosialisasi (Lokres) inilah yang membuat masyarakat sekitarnya tidak menerapkan tekanan yang besar terhadap keberadaan komplek Lokres ini. Artinya lokasi resosialisasi Kramat Tunggak memang telah berkembag menjadi tumpuan hidup bagi sebagian masyarakat di daearah sekitar lokasi tersebut.26 Hal ini juga diakui oleh Fredy Setiawan, Sekretaris Kelurahan Tugu Utara. Menurutnya, sebagian penduduk di sekitar lokasi Kramtung juga ikut mengambil manfaatberupa pemberian layanan berupa pencucian pakaian, sprei, pembungkus bantal dan yang lainnya. Pendapatan dari pemberian jasa ini, menurutnya cukup memberikan andil besar dalam menopang perekonomian sebagian masyarakat yang memberikan jasa tersebut. Belum lagi, pekerjaan parkir kendaraan bermotor

25 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), (Jakarta: Pusat Pengakajian dan Pengembangan Islam JIC), h. 7. 26 Paimun Abdul Karim, Staf divisi pengkajian dan pendidikan di JIC, Wawancara pribadi, Jakarta Utara, 3 maret 2020, pkl 10.05 wib

23

atau menjadi pak ogah yang mengatur arus lalu lintas kendaraan yang keluar masuk ke areal lokres juga memberikan andil yang sama besarnya bagi masyarakat. Ungkapan senada juga diungkapkan oleh beberapa warga sekitar lokasi resosialisasi Kramat Tunggak. Keberadaan lokasi resosialisasi (Lokres) dari segi ekonomi yang kapitalistik dan sekuler memang dinilai dan pasti ada manfaatnya. Paling tidak, sedikit membuka lapangan pekerjaan bagi remaja atau penduduk sekitar yang mengganggur karena sulitnya mencari pekerjaan dan minimnya tingkat serapan lapangan pekerjaan terhadap tenaga/pekerja. Ditambah lagi kondisi krisis ekonomi yang terus berlangsung hingga sekarang. Tentu, keberadaan lapangan pekerjaan walaupaun kecil dan tercampur dngan sedikit kemaksiatan akan tetap diambil. Logika keliru ‘yang haram saja susah, apalagi yang halal’ pun semakin tertancap ke dalam benak masyarakat. Persepsi inilah, yang pada akhirnya menjadi dalil dan dalih pembenar terhadap pekerjaan yang dia lakukan apalagi ditambah dengan alasan himpitan beban berat ekonomi. Inilah bisnis yang tak kenal resesi, musim dan waktu. Pelacuran berkembang sama tuanya dengan peradaban manusia. Mereka tidak akan pernah ada tanpa deakan kebutuhan. Diam-diam, puluhan trilyun rupiah berputar di bisnis ini setiap tahunnya. Menurut Terence (dalam buku Pelacuran di Indonesia, Sejarah dan Perkembangannya), ketika industri lain babak belur dihajar nadai krisis moneter, industri seks Indonesia justru bisa menyumbang 3,3 milyar USD per tahun, dimana salah satu koponen penyumbang terbesarnya adalah lokasi resosialisasi Kramat Tunggak. Suatu jumlah yang tak bisa dipandang enteng.27 Para pelacur dalam industri seks tersebut terbagi dalam tiga kelas: kelas bawah, menengah dan atas. Para pelacur Kramat Tunggak termasuk dalam kategori kelas bawah. Bayaran para pelacur itu sekitar Rp 30-100 ribu. Lebih lanjut Terence menjelaskan, untuk perhitungan dengan estimsi rendah, diperkirakan pendapatan bersih rata-rata pekerja seks kelas bawah sekitar Rp 200 ribu per bulan atau Rp 2,4 juta setahun. Namun seiring krisi ekonomi, tarif mereka

27 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), (Jakarta: Pusat Pengakajian dan Pengembangan Islam JIC), h. 9.

24

justru meningkat pesat. Untuk kelas bawah minimal tarif sekitar Rp 75 ribu. Angka itu belum termasuk sewa kamar yang juga mengalami kenaikan.

2. Dampak Kriminal Slogan ‘Tiada hari tanpa kekerasan atau kerusuhan’ di lokasi resosialisasi Kramat Tunggak memang akhirnya tidak bisa dilepaskan. Bagaimana tidak? ‘Toleransi’ yang diberikan masyarakat sekitar atas kehadiran lokasi resosialisasi (Lokres) belum sepenuhnya menghapus ancaman bagi pekerja seks yang tinggal di sana. Pembunuhan, perampasan, perkelahian kerap terjadi di Kramat Tunggak. Hampir setiap minggu terjadi pembunuhan di sana. Konon, sehabis beraksi, para pelaku tindak Kriminal jalanan pun biasa merayakan keberhasilan mereka disini. Pembunuhan, perkelahian kerap kali terjadi karena hal-hal yang sepele. Semisal, rebutan lahan parkir, rebutan lahan kekuasaan, ataupun karena ‘cewek’ idamannya ‘dipakai’ orang lain, akibat mabuk berat sehingga mendapat perlakuan kurang simpatik sedikit, mengakibaatkannya naik darah dan terjadi perkelahian yang berujung pada pembunuhan. Sudah menjadi jamaknya masyarakat umum, bila suatu tempat dijadikan tempat prostitusi ditambah dengan minum-minuman keras, dan obat-obatan terlarang maka tingkat kriminalitas yang beerujung pada aksi perkelahian dan pembunuhan aalah suatu hal yang biasa. Seks bebas, minum-minuman keras, dan obat-obatan terlarang adalah tiga serangkai dalam menyumbang tingginya tingkat kriminalitas. Bahkan menurut masarakat sekitar lokasi resosialisasi Kramat Tunggak, kalau di lokres situasinya diam-diam saja atau tenang-tenang saja tanpa ada keributan, perkelahian dan pembunuhan justru itu meerupakan berita yang spektakuler. Berita yang terasa aneh. Kondisi ini yang akhirnya membawa keresahan bagi masyarakat. Dampak yang diakibatkan oleh pembunuhan dan perkelahian, bukan hanya dirasakan oleh penghuni lokasi resosialisasi Kramat Tunggak saja, tetapi juga diraasakan oleh masyarakat sekitar. Hal yang nampak dirasakan oleh masyarakaat adalah adanya preman-preman yang berkeliaran di luar lokasi resosialisasi Kramat Tunggak yang membawa sifat-sifat premanismenya. Di samping itu juga, mereka –para

25

preman- akhirnya banyak yang berdomisili di sekitar pemukiman penduduk dekat lokasi resosialisasi (Lokres) yang tujuannya untuk lebih memudahkan akses ke lokasi resosialisasi Kramat Tunggak. Kondisi ini akhirnya menbawa rasa tidak aman dan nyaman bagi warga. Palint tidak, tampang, tabiat dan perilaku kasarnya, terasa mengancam ketenangan warga sekitar. Warga merasa, seolah-olah ada sesuatu yang siap ‘meledak’ jika ada suatu kejadian sepele. Apalagi jika preman yang bermukim itu tidak hanya satu orang, namun berupa kelompok atau geng, tentu ini akan membawa konsekuensi yang lebih dari sekedar ketegangan sosial. Adanya opini atau berita perkelahian dan pembunuhan yang terjadi setiap hari juga berakibat buruk bagi suasana psikologis masyarakat. Terutama bagi kalangan remajanya. Para remaja di sana akhirnya rentan dengan tindak kriminalitas. Hal ini disebabkan karena setiap harinya, selalu dipertontonkan adegan peerkelahian dan pembunuhan yang sadis. Tanpa disadari, sebenarnya telah terjadi proses pembelajaran secara langsung bagi masyarakat untuk menjadi masyarakat yang kriminalis. Maka, tidak heran jika daerah Kramat Tunggak dikategorikan oleh pihak kepolisisan sebagai daerah rawan kriminalitas dari sekian daerah rawan tindak kriminalitas di Jakarta. Semua orang pun paham, bahwa lokasi resosialisasi Kramat Tunggak adalah tempat transaksi, baik minum-minuman keras maupun obat-obatan psikotropika. Di lokasi resosialisasi (Lokres) ini dengan mudah didapatkan minuman keras dari kelas teri (dengan kadar alkohol rendah) hingga kelas wahid (dengan kadar alkohol tinggi) atau akan dapat denagn mudah jga menemukan obat-obatan psikotropika dengan kadar zat aditifnya yang ringan hingga kadarnya yang tinggi. Semuanya tinggal memilih sesuai dengan ketebalan kantong. Keberaaannnya pun legal. Orang akan dengan mudah mendapatkannnya, tanpa harus ragu atau takut razia atau sweeping terhadap minuman keras dan obat-obatan psikotropika. Kondisi ini secara langsung maupun tidak berpengaruh terhadap perikehidupan masyarakat sekitar. Bagi masyarakat yang tingkat keberagamaannya tinggi tentu akan dengan mudah menghindarinya. Tapi, bagi masyarakat yang tingkat keberagamaannya rendah ditambah lagi dengan himpitan ekonomi akan dengan mudah menjadi pemakai aktif, penyalur ataupun sebagai

26

perantara terhadap bisnis yang satu ini. Masyarakat pu sudah tahu sama tahu bahwa nilai jual atau keuntungan yang didapat dari bisnis haram ini sangatlah besar.28 3. Dampak Sosial Kemasyarakatan Di balik keuntungan kecil tersebut ada beberapa kekhawatiran yang mengancam dan itu lebih mengerikan. Hal ini disebabkan para penjaja seks di kawasan tersebut tidak hanya beroperai di dalam kompleks saja, namun pada akhirnya lebih sering mencari mangsanya di luar kompleks. Dari sinilah mulai muncul persoalan baru. Banyak dari warga di sekitar lokasi resosialisasi Kramat Tunggak yang mencemaskan keluarganya, karena praktik asusila tersebut telah dilakukan secara terang-terangan di luar lokasi. Kekhawatiran ini khususnya terhadap anak-anaknya, jangan-jangan mereka ikut terjerumus atau menjerumuskan diri karena tergiur oleh kenikmatan semu uang dan fisik lembah hitam tersebut. Kekuatan uang dan keglamoran suasana hidup akan mampu melenakan impian seorang remaja putri dalam rangka memanifestasikan keberadaan akan dirinya di tengah-tengah pergaulan dengan teman-temannya. Apalagi jika dikaitkan dengan tekana dan himpitan beban pemenuhn kebutuhan ekonomi yang morat-marit akibat krisis ekonomi sekarang. Sungguh, uang bisa melupakan dan menyeret orang baik-baik untuk melakukn suatu pekerjaan yang sebenarnya dari dalam lubuk hatinya yang paling dalam menolak dan mengingkarinya. Tapi, bagaimana lagi kalau sudah berbenturan dengan kebutuhan perut? Tentu menjadi suatu hal yang dilematis buat mereka. Efek lain yang dirasakan adalah adanya tingkat pergaulan bebas antara remaja putra dan putri di daerah sekitar lokasi resosialisasi Kramat Tunggak yang semakin meningkat tajam. Adalah menjadi hal yang biasa dan lazim adanya remaja putra dan putri berdua-duaan, bergandengan tangan, saling berciuman atau lebih dari itu melakukan perzinaan. Masyarakat, walaupun pada galibnya tidak setuju dengan hatinya membenci perbuatan tersebut, akan tetapi karena sudah menjadi trend akhirnya rasa benci

28 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), h. 11.

27

dan tidak setuju seperti tertelan oleh deburan ombak. Bahkan bisa jadi terkikis sedikit demi sedikit hingga habis. Tidak mempunyai perasaan benci atau tidak setuju. Hal ini bisa dipahami sebagai akibat dari : a. adanya opini yang seolah- olah menjadi sesuatu yang biasa atau sah-sah saja jika ada sepasang muda-mudi yang berpelukan, bermesraan atau bahkan sampai tingkat yang lebih jauh dari itu, baik itu dilakukan di jalan-jalan, mal, pasar maupun tempat keramaian lain ataupun rumah-rumah mereka; b. Hal ini sebagai akibat dari adanya contoh riil terhadap hal-hal di atas di lokasi resosialisasi Kramat Tunggak. Adanya contoh riil inilah yang akhirnya menjadi penguat bagi mereka yang ingin bergaul bebas – yang berijung paa seks bebas di antara mereka- untuk secara aktif melakukan perbuatan hina tersebut. Dampak lainnya adalah adanya ancaman terhadap ketahanan keluarga bahagia pada masyarakat sekitar. Hal ini nampak pada adnya fenomena banyaknya pelanggan yang datang ke lokasi resosialisasi Kramat Tunggak mempunyai keluarga sendiri di rumah. Yang dating kesana bukan hanya kalangan remaja tapi justru banyak dari orang yang sudah beranak dan beistri. Kondisi ini menunjukkan betapa banyak pria yang telah mengkhianati kesetiaan istri mereka. Dengan kondisi ini, akhirnya perceraian dan pertengkaran dalam keluarga menjadi hal yang biasa. Terlepas siapa yang salah, yang jelas adanya fenomena ini menunjukkan bahwa : a. banyaknya pribadi-pribadi yang masih kurang kalau tidak mau dikatakan tidak mempunyai keimanan sama sekali. Sehingga, dengan mudahnya tergoda oleh bujuk rayu, kerlingan manja atau hanya karena terangsang ketika melihat pelacur b. secara hakiki bahwa munculnya naluri seksual akibat dari rangsangan luar. Fenomena rangsanagn luar menjadi sesuatu yang jamak di lokasi resosialisasi Kramat Tunggak. Apalagi daerah operai dari para pelacur ini sudah bukan hanya di dalam lokasi resosialisasi (Lokres) tapi sudah mengarah keluar lokasi resosialisasi (Lokres). Kondisi ini menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk tabah melihat adegan mesum di depan matanya. Sehingga adalah suatu hal yang

28

wajar jika tindak serong para hidung belang semakin meningkat sebagai akibat dari adanya tontonan aurat tersebut.

4. Dampak Kesehatan Kekhawatiran lain adalah bahwa salah satu dampak realita prostitusi yang berusaha ditutupi di Lokres Kramat tunggak khususnya dan daerah Jakarta pada umumnya adalah sebagai sector penyebaran HIV. Sebagaimana diketahui HIV adalah penyakit yang belum ada obatnya dan mematikan. Virus HIV pada mereka yang terinfeksi terutama terdapat di dalam darah, cairan sperma atau cairan vagina, sehingga hubungan seksual yang diharamkan ini adalah salah satu perilaku utama yang dapat menularkan virus ini dari mereka yang terinfeksi ke orang yang sehat. Maka, jika ada pelacur yang tertular HIV, maka kemungkinan pelacur tersebut mendapatnya dari tamu mereka. Selanjutnya pekerja seks tersebut akan menularkannya lagi pada tamu lain. Sayangnya siapa saja para pelanggan pekerja seks ini lebih tidak jelas lagi dan selalu terasa tabu untuk dibicarakan. Padahal jika 1 pekerja seks saja melayani 5 orang tamu setiap minggunya, paling tidak ada sekitar 75 000 laki-laki yang membeli pelayanan pekerja seks setiap minggunya dan itu potensi tertular virus HIV sangat besar. Jika mereka semua berinteraksi dengan masyarakat luas bisa dibayangkan bagaimana jadinya negeri ini. Ancaman penyakit mematikan ini bukan hanya khusus buat penghuni dan pemanfaat lokasi resosialisasi (Lokres) tapi juga masyarakat sekitar. Adanya aktivitaa pergaulan bebas semakin memperlebar peluag bagi masyarakat sekitar terjangkiti penyakit mematikan ini. Bukan hanya itu, penyakit menular yang lain akibat hubungan seksual di luar nikah ini, sangat rawan terjangkit di daerah lokasi resosialisasi (Lokres) atau sekitarnya. Penyakit sipilis, raja singa dan yang lain sangat mudah muncul. Semua ini pun termasuk penyakit yang mematikan, sekalipun mereka diberikan pelayanan kesehatan setiap bulan selama 10 kali oleh pemerintah yang bekerja sama dengan sukarelawwan dari sebuah yayasan khusus untuk masalah penyakit yang ditularkan akibat hubungan seksual. Ini dilakukan seiring dengan program 6 bulan yang mereka jalani untuk membekali diri denagn ketrampilan untuk mandiri

29

setelah selesai program seperti menjahit, menyanyi, membuka salon dan sebaginya. Idealnya, harapan Pemrov DKI Jakarta, setelah 6 bulan mereka tidak boleh berada di kompleks lagi. Tapi peraturan ini tentunya punya banyak celah, aeperti halnya Eneng yang sudah satu tahun tinggal di sana dan tidak ikut program rehabilitasi.29 Ulama tidak tinggal diam dengan dampak-dampak negative yang timbul dari lokasi resosialisasi Kramat Tunggak seperti yang disebutkan di atas, walaupun ada ulama yang tetap mendukung keberadaannya dengan beerbagai alasan. H.M. Syarifien Maloko, S.H, M.Si, M.M, salah seorang tokoh Jakarta Utara yang gigih memperjuangkan penutupan lokasi resosialisasi Kramat Tunggak, menyatakan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi lokasi resosialisasi Kramat Tunggak. Ada sebagian yang berpendapat bahwa lokasi resosialisasi (Lokres) pelacuran dianggap boleh karena kondisinya dalam keadaan darurat, dalam artian kondisi ekonomi Indonesisa masih belum mapan sehingga kehadirannya sangat dibutuhkan untuk menopang ekonomi Negara. Dan beberapa ulama lainnya berpendapat lain. lokasi resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak harus ditutup. Segala cara kami tempuh untuk tercapainya tujuan tersebut. Dakwah terhadap orang-orang yang ada di Kramat Tunggak hamper setiap bulan dilakukan melalui pengajian di Mesjid At-Taubah yang berada tepat di depan komplek lokasi resosialisasi (Lokres) Kramtung. Para ulama ini berusaha mengingatkan para pelacur lokasi resosialisasi Kramat Tunggak untuk berhenti dari aktivitas maksiat tersebut, namun tidak membuahkan hasil karena suara pengajian kalah bersaing dengan hingar binger surara music dari lokasi resosialisasi Kramat Tunggak. Cara lain pun ditempuh oleh ulama tersebut, yaitu denagn meminta pejabat terkait di Pemrov DKI Jakarta agar menutup lokasi resosialisasi (Lokres) tersebut. Menurut H.M. Syarifien Maloko, S.H, M.Si, M.M, ia pernah berbicara empat mata dengan walikotamadya Jakarta Utara yang waktu itu dijabat oleh Bapak Suprawito. Namun alasan yang disampaikannya selalu klasik, yaitu Jakarta Utara

29 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), h, 14.

30

hanya ketempatan saja. Semua kebijakan ada di pusat dan kotamadya tidak bisa menutup lokasi resosialisasi (Lokres) tersebut. Selanjutnya, ia mengusulkan kepada walikota bahwa Walikota tidak perlu mengeluarkan aturan untuk menutup lokasi resosialisasi Kramat Tunggak. Cukup dengan membuat aturan yang melarang setiap warga Jakarta Utara untuk masuk ke lokasi resosialisasi Kramat Tunggak dan melarang para pelacur untuk berkeliaran di luar lokasi resosialisasi Kramat Tunggak. Sampai lokasi resosialisasi Kramat Tunggak ditutup, aturan tersebut tidak jga dikeluarkan. Namun, adanya desakan masyarakat yang domotori para ulamayang semakin meluas serta didukung hasil penelitian tahun 1996/1997 dan 1997/1998 atas kerjasa antara Dinas Sosial dan UI (Universitas Indonesia) yang menghasilkan rekomendasi : a. relokasi dan lokasi resosialisasi Kramat Tunggak menjadi pemukiman. b. mengalihkan fungsi lokasi resosialisasi (Lokres) menjadi kawasan bisnis dengan bekerja sama dengan pihak ketiga (investor), menjadi daasar bagi diterbitkannya SK Gubernur KDKI Jakarta No. 495 Tahun 1998 tanggal 15 September 1998 tentang Penutupan Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Teratai Harapan Kramat Tunggak Kodya Jakarta Utara yang berisikan –antara lain- penrnyataan bahwa lokasi resosialisasi (Lokres) ini harus ditutup selambat- lambatnya akhir Desember 1999. Tepat pada tanggal 31 Desember 1999, melali Surat Keputusan (SK) Gubernur KDKI Jakarta No. 6485 Tahun 1998 secara esmi ditutup oleh Gubernur Yang ditunjukkan secara simbolis membuka papan pengumuman kepada masyarakat denagn tulisan tebal berwarna hitam dengan latar belakang putih. Penutupan ini tak pelak menjadi kelegaan umat Islam Jakarta. Beranjak dari berbagai macam persoalan dan kekhawatiran warga terhadap keberadaan dan efek yang ditimbulkan oleh Lokres Kramat Tunggak akhirnya warga di sekitar lokasi resosialisasi Kramat Tunggak beberapa kali melontarkan protes, meminta agar gubernur sesegera mungkin menutup lokasi tersebut. Protes tesebut bukan hanya muncul dari warga Jakarta saja tapi lebih dari itu beberapa tokoh agama, ormas- ormas Islam dan lembaga-lembaga yang lain pun ikut juga mengajukan desakan baik dengan saluran resmi ataupun melalui demonstrasi ke Balaikota agar lokasi

31

resosialisasi Kramat Tunggak ditutup. Namun protes ini, pada awal-awalnya berlalu ibarat angin lalu. Hingga akhirnya ketika pemerintahan Gubernur H. Sutiyoso, protes tersebut mendapat sambutan yang baik. Sejarah panjang tempat prostitusi terbesar di ibukota Jakarta itu kini telah terkubur dan tinggal sebuah kisah-kisah masa lalu yang kelam. Potret hitam Kramat Tunggak sudah berubah. Wisma-wisma yang dihuni penjaja seks dan mucikari pun sudah lenyap. Wanita penjaja seks pun sudah meninggalkan lokasi itu. Kisah-kisah pembunuhan dan penjambretan pun menjadi kisah masa lampau. Kramat Tunggak pernah dihuni oleh 1615 wanita tuna susila, 258 mucikari, 700 pembantu pengasuh 800 pedagang asongan serta 155 tujang ojek dan tukang cuci, namun yang jekas dan pasti, lokasi resosialisasi (Lokres) pelacuran yang sudah ada pada tahun 1970-an itu telah lenyap dari tanah kramat Tunggak, yang ada sekarang ini adalah bangunan Jakarta Islamic Centre yang berdiri megah dengan sebuah bangunan Masjid. Krama Tunggak tidak lagi hingar bingar dengan suara segala jenis musik yang memekakan telinga, melainkan suara-suara anak manusisa yang sedang membaca Al-Qur’an dan mengkaji ayat-ayat Allah swt. Kalau masyarakat menghendaki yang hitam menjadi putih dan pemerintah merespon, tidak ada yang tidak bisa berubah. Contohnya adalah Kramat Tungak yang sekarang ini menjadi bagian kompleks Jakarta Islamic Centre, kata kepala Badan pengelola Jakarta Islamic centre, H Djailani. Lembah hitam bernama kramat Tunggak itu secara resmi ditutup pemerintah provinsi DKI Jakarta tanggal 31 Desember 1999, dan di atas lahan seluas kurang lebih 11 hektar tersebut dibangun Jakarta Islamic centre. Selain banguna Masjid yang sudah berdiri sejak September 2002 dan diresmikan pada maret 2003, di bekas tempat prositusi itu nantinya akan berdiri fasilitas pendukung berupa bangunan untuk pendidikan dan pelatihan, sera pusat bisnis syariah (perhotelan, perkantoran dan convention hall) Bangunan Masjid JIC yang berdiri kokoh dengan menara menjulang ke langit seakan-akan menjadi pertanda bahwa kramat Tunggak sekarang dan mendatang bukan Kramat Tunggak yang menjadi tempat mengumbar nafsu.

32

Perubahan wajah Kramat Tunggak yang boleh dibilang penuh catatan tersendiri dalam dunia prostitusi di Jakarta itu adalah sebuah keniscayaan. Meski demikian boleh jadi pelacuran hilang di Kramat Tunggak tetapi di tempat lain di Jakarta hidup, dan memang misi utama Jakarta Islamic Centre bukan untuk menghilangkan prostitusi, tetapi melaksanakan dakwah dalam berbagai hal mengajak orang untuk berubah menjadi baik. Jadi tidak otomatis pelacuran hilang dari Jakarta dengan adanya Jakarta Islamic Centre. Lagi pula tidak ada proses perubahan yang instan, termasuk menyangkut sikap mental dan moral religius. Jakarta Islamic Centre sekurangnya telah memberi warna lain yang lebih tenang dan sejuk dengan berbagai aktivitas keagamaan yang menjadi menu utamnaya. Dengan dukungan Pemda Prov. DKI Jakaarta, Ulama dan masyarakat luas terhadap Jakarta Islamic centre diharapkan menjadi lokomotif terhadap upaya- upaya untuk mendorong, umat bersama-sama berubah Jakarta menjadi lebih baik dan bermoral.30

30 Rakmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, ( Jakarta, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta JIC), h. 3-5.

BAB III

PERKEMBANGAN JIC (JAKARTA ISLAMIC CENTRE) DALAM BEBERAPA MASA KEPEMIMPIMAN

1. Mayjen. TNI (Purn.) dr. H. Djailani (2004-2010) Perubahan wilayah Kramat Tunggak dari lokasi prostitusi ke Jakarta Islamic Centre, bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan sosok pemimpin yang memiliki visi, misi dan tangguh dalam mewujudkannya. Setelah diresmikan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta H. Sutiyoso pada 2003, JIC untuk pertama kalinya mempunyai badan pengelola yaini Bapa dr. H. Djailani. Dr. H Djailani lahir di Jakarta pada 17 Juni 1942, merupakan anak dari pasangan H.M. Napis dan HJ. Fatimah. Beliau berkecimpung di JIC pada 2004- 2010, setelah sebelumnya menjabat sebagai wakil Gubernur Prov. DKI Jakarta bidang KESRA pada era kepemimpinan Gubernur Sutiyoso (1997-2002). Kehadirannya memberikan pondasi yang kuat bagi pembangunan JIC ke depan. Hal tersebut terlihat dari cara pandangnya tentang kegiatan yang ada di JIC. Di mata beliau JIC harus go internasional tapi tetap peduli lokal. Baginya JIC adalah perjuangan dan ladang amal bagi keseimbangan hidup duniawi yang telah dilaluinya di militer ataupun sebagai kepala RSPD Gatot Subroto. Pada masa kepemipinan beliau, JIC membuka pintu selebar-lebarnya untuk dapat dilihat, dikunjungi, dikenal bankan dipelajari baik oleh wartawan, ulama, akademisi, jamaah dan masyarakat bahkan wisatawan dari mancanegara sebagai lembaga Islam non struktural dari Pemda Provinsi DKI Jakarta yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Banyak hal yang menjadi perhatiannya, mulai dari perencanaan jangka panjang, kedisiplinan karyawan, transparansi keuangan, memuliakan ulama dan jamaah serta estetika terhadap fisik bangunan yang ada di JIC. Beberapa hal telah dilakukan, diantara adalah pembangunan fisik Masjid dan penetapan Masjid JIC sebagai masjid raya, pembangunan gedung sosial budaya, perencanaan konsepsi pendidikan dan konsepsi hotel JIC serta terbentuknya Forum Komunikasi dan Kerjasama Islamic Centre Se-Indonesia (Forum Islamic Centre) sebagai forum silaturahmi Islamic Centre se-Indonesia

33

yang berpusat di Jakarata Islamic Centre. Melalui Forum ini JIC lebih mudah dan strategis dalam menyuarakan ide-ide dalam membangun peradaban Islam. Cita-cita Jakarata Islamic Centre menjadi Pusat Peradaban Islam adalah cita-cita besar, dan cita-cita besar perlu keteguhan, kesabaran dan proses yang cukup panjang untuk mewujudkannya. Bapak Mayjen. TNI (Purn.) dr. H. Djailani telah melakukan itu. Tekad dan niat memajukan JIC masih sekuat baja namun Allah SWT berkehendak lain. Beliau mengalami sakit yang cukup kronis sehingga tidak mampu lagi memimpin Jakarata Islamic Centre. Kepemimpinan beliau berakhir pada 2010 dan pada 15 Januari 2011 di usianya yang ke 69 tahun, beliau dipanggil oleh Allah SWT. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosanya dan Allah terima segala amal baiknya, amiin.31

2. Drs. H. M. Effendi Anas, M.Si Pasca berakhirnya kepemimpinan Mayjen. TNI (Purn.) dr. H. Djailani, kepemimpinan JIC mengalami kekosongan. Dengan kondisi tersebut maka Pemda Provinsi DKI Jakarta melalukan kepemimpinan transisi dengan mengangkat Drs. H. M. Effendi Anas yang pada saat itu masih menjabat sebagai Asisten Kesejahtraan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta. Latar belakang pendidikan agama di IAIN Sunan Ampel, perjalanan karirnya di birokrasi, serta pengalaman melayani masyarakat ketika menjadi Walikota Jakarta Utara menjadikan Drs. H. M. Effendi Anas pemimpin yang mumpuni menjalankan JIC di akhir masa pensiunnya sebagai pegawai negeri sipil Pemda Provinsi DKI Jakarta. Drs. H. M. Effendi Anas, lahir di Denpasar pada 26 Agustus 1953. Beliau memiliki sikap tegas terhadap bawahan dan santun terhadap jamaah serta hormat pada ulama. Beliau berpandangan moderat dan memiliki kedekatan dengan para ulama di Jakarta dengan dipilihnya beliau sebagai ketua ICMI DKI Jakarta.

31 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), (Jakarta: Pusat Pengakajian dan Pengembangan Islam JIC), h. 61-62.

Kehadiran Bapak Drs. H. M. Effendi Anas di JIC hanya satu tahun (2010 – 2011) karena beliau ditugaskan untuk memimpin Satpol PP Pemda DKI Jakarta, namun harapannya sangat besar terhadap kemajuan JIC, diantaranya beliau berharap JIC memiliki tim riset dan kajian yang dapat memproduksi hasil riset dan kajiannya paling tidak setahun sekali. JIC juga diharapkan mampu menjadi rujukan keislaman yang berbasis keindonesiaan dan kajian kejakartaan. Secara internal beliau berharap para karyawan JIC memiliki tanggung jawab yang besar dan professional dalam pengelolaan dan manajemen JIC.32

3. Drs. H. Muhayat, M.Sc Setelah Drs. H. M. Effendi Anas, M.Si resmi diangkat menjadi Kepala Satpol PP DKI Jakarta, kepemimpinan JIC kembali mengalami kekosongan. Kemudian Gubernur Fauzi Bowo menunjuk Drs. H. Muhayat, M.Sc yang telah selesai masa baktinya sebagai PNS Pemda DKI Jakarta dengan jabatan terakhir sebagai Sekda DKI Jakarta untuk mengabdikan dirinya di Jakarta Islamic Centre. Haji Muhayat, lahir di Jakarta, 27 April 1951, beliau seorang figure birokrat yang akomodatif dengan para alim ulama, sehingga keberadaannya sangat dihargai dan dicintai oleh mereka. Hal tersebut ditandai dengan beberapa kepercayaan yang diberikannya untuk memimpin beberapa organisasi Islam seperti Forum Ulama dan Habaib Jakarta dan Ketua Majelis Taklim Al Fauz. Terpilihnya H. Muhayat menjadi pemimpin baru JIC terbilang sangat pendek yaitu tahun 2011-2012. Pendeknya masa kepemimpinan H. Muhayat berkaitan dengan berpindahnya tampuk kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo kepada Joko Widodo. Terpilihnya Gubernur baru Joko Widodo mengubah pola, konsep dan pemimpin baru Jakarta Islamic Centre yang sejalan dengan konsep Jakarta Baru. Walaupun hanya satu tahun memimpin, banyak harapan diinginkannya terhadap Jakarta Islamic Centre antara lain secara internal beliau ingin adanya penataan administrasi dan karyawan JIC agar terwujud lembaga yang berwibawa

32 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), h. 62-63.

serta pelayanan prima terhadap masyarakat. Untuk itu perlu adanya perda yang dapat menguatkan lembaga Jakarta Islamic Centre. Secara eksternal beliau berharap JIC bukan hanya menjadi Pusat Peradaban Islam di Jakarta tapi juga pada tingkat nasional dan Internasional.33

4. Drs. KH. A. Shodri HM Drs. K. H. Shodri HM lahir di Cakung pada 1 Januari 1953 dari pasangan H. Mu’alim Muhir bin Poan dan Hj. Ma’anih bin Salim. Sejak kecil beliau belajar agama di Pondok Pesantren Al Wathoniyah Pusat dan berguru dengan seorang Mu’alim besar K. H. Hasbiyallah Bin Mu’alim H. Gaiyasr. Tidak hanya itu, untuk memuaskan keilmuannya beliau belajar di Pesantren Krapyak Yogyakarta dan kuliah di IKIP Rawamangun (sekarang UNJ) jurusan bahasa Arab. Hingga saat ini rasa haus akan ilmu agama beliau lampiaskan dengan menghadirkan para mualim dan ulama ke kediamannya melalui kegiatan pengajian yang rutin dilakukan pada pagi hari. Hal tersebut dilakukan selain menimba ilmu sebanyak-banyaknya juga untuk menjalin silaturahmi dengan para ulama lainnya, tokoh masyarakat, pejabat dan masyarakat sekitar. Maka tidak salah rasanya jika beliau dipercaya untuk menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Kodya Jakarta Timur, Dewan Penasehat Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Jakarta Timur, Ketua Umum DPP-Forum Ulama Habaib Betawi (FUHAB) juga sebagai Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Provinsi DKI Jakarta. Dalam hal pendidikan beliau tidak hanya menjadi pengajar sejak muda namun juga pemilik sekaligus Ketua Yayasan Al Wathoniyah Asshodiyah 9. Pergantian Gubernur Jakarta pada 2012 memiliki arti penting bagi JIC yang memiliki posisi non structural di Pemda Provinsi DKI Jakarta. Terpilihnya Gubernur baru Joko Widodo yang memiliki simbol perubahan menuntut JIC merubah diri menjadi lembaga yang dinamis dan bermanfaat bagi kemajuan masyarakat Islam di Jakarta. Kondisi tersebut mengharuskan JIC memiliki pemimpin yang baru yang dapat menjawab permasalahan, mampu memberikan

33 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), h. 63-64.

perubahan bessar yang lebih baik dan menjadi “Jakarta Islamic Centre Baru”. Dari sekian kandidat calon pemimpin JIC maka sosok multidimensi dari seorang Drs. K. H. Shodri HM menjadikan dirinya dipercaya oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk menjadi pemimpin Jakarta Islamic Centre periode 2013-2016. Memimpin Jakarta Islamic Centre di era Jakarta Baru tidaklah mudah. Perlu ketegasan, kesabaran serta kerja keras dalam membina karyawan dan mengantarkan Jakarta Islamic Centre agar memiliki ‘Bargaining Position” atau posisi tawar dan aset fisik serta mental yang berharga bagi Pemda Privinsi DKI Jakarta. Alhamdulillah pada satu tahun kepemimpinannya lahir Peraturan Daerah (PERDA) Jakarta Islamic Centre yang memberikan peluang bagi Jakarta Islamic Centre untuk lebih memaksimalkan potensi berkembang, baik dari segi fisik bangunan maupun dari pelaksanaan kegiatan. Perda Jakarta Islamic Centre adalah langkah strategis menuju Pusat Peradaban Islam. Masih banyak harapan dan impian yang ingin dicapai pada masa kepemimpinannya. Cita-cita tinggi tersebut, jika tanpa campur tangan Pemda Provinsi DKI Jakarta, tanpa kepercayaan pemerintah daerah untuk menyerahkan pengelolaan aset bangunn sosial budaya dan kompleks bisnis yang telah rampung dibangun dan tanpa peran ulama di Ibu Kota melalui Jakarta Islamic Centre, mustahil dapat dicapai. Secara Internal, Drs. K. H. Shodri HM dikenal sebagai pemimpin yang kritis dan detail serta perfektionis terhadap kondisi internal JIC. Beliau ingin para bawahannya memiliki kinerja dan kepemimpinan dan penampilan yang baik, tidak hanya bekerja sekedarnya tapi menunjukkan prestasi di bidang masing – masing. Dalam mewujudkan SDM yang berkualitas, beliau tidak sungkan-sungkan melakukan penyegaran karyawan dengan merotasi beberapa kali hingga menemukan posisi yang tepat atau bahkan memberikan peringatan dan sanksi bagi para karyawannya. Hal ini dilakukan untuk menata organisasi dan managemen yang sehat dan berkualitas demi kemajuan Jakarta Islamic Centre. Di samping ketegasan, semangat dan rasa humornya dalam memimpin rapat-rapat JIC, beliau juga punya warna khas kyai Betawi. Sebagai contoh ketika Hari Raya di Jakarta Islamic Centre beliau hadir dan memberikan khotbah, para

karyawan juga hadir dan berlebaran dengan beliau. Namun ternyata hal ini belum cukup sebelum para karyawan hadir juga untuk berlebaran di rumah beliau. Warna tersebut saat ini sangat jarang di DKI Jakarta, bukan karena senioritas tapi hanya ingin menjaga dan menyambung silaturahmi dengan karyawan secara kekeluargaan tanpa dibatasi oleh adanya birokrasi. Masih banyak harapan yang menunggu pencapaian. Beliau ingin JIC memiliki kelengkapan fisik sebagaimana tertuang dalam master plan JIC, boarding school yang berskala internasional, menjadiakn JIC sebagai rujukan Islamic Centre di dunia serta memberikan manfaat yang besar bagi warga di sekitarnya. JIC tidak bisa berdiri sendiri tapi perlu peran dan partisipasi para ulanma dan para birokrat DKI Jakarat untuk sama-sama maju dan mengembangkannya menjadi Pusat Peradaban Islam.34 Sejak pak KH. Shodri masuk ke JIC diangkat tahun 2013 mengantikan pa Muhayat, yg mengundurkan diri di tengah masa jabatannya, lembaga kita masih berdasarkan pergub 49 tahun 2019 masih berupa lembaga pusat pengkajian dan pengembangan, dari peraturan gubernur tersebut masih ada yang belum tercover dari sisi pengelolaan aset dan kesejahteraan karyawan. 2013 itu kita coba usung yang namanya perda, apa yag sudah digagas oleh pemimpin sebelumnya berkaitan dengan rancangan peraturan daerah. 2014 keluarlah perda tentang pusat pengembangan dan pengkajian Islam Jakarta setelah satu tahun sebelumya diusung perda tersebut, itu perda kawasan, di mana kawasan JIC ini 11 hektar ada tiga bangunan utama, bangunan ibadah, sosial budaya wisma dan bisnis center. Tahun 2015 keluarlah pergub tentang badan manajemen, tahun 2015 kita masuk masa transisi, dalam perda tersebut mengamanahkan bahwa lembaga ini dikelola oleh tiga unsur; unsur badan Pembina, unsur badan management dan unsur sekretariat pusat pengkajian dan pengembangan Islam Jakarta. Dua unsur pertama badan Pembina dan managemen, itu unsur murni masyarakat sedangkan sekretariat adalah unsur pemerintah daerah, Kepanjangan tangan dari pemprov dalam rangka untuk supporting badan management, baik dari pemeliharaan,

34 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), h. 64-66.

perawatan sampai kepada program-program kegiatan yang sifatnya pelayanan kepada masyarakat, jadi 2015 kita masa transisi, 2016 baru berlaku. Sekretariat ini awalnya dia Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sendiri, terus ada peraturan pemerintah berkaitan dengan pemangkasan birokrasi. Sempat SKPD kemudian menjadi Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) ketika SKPD enak, kita bisa buat platform sendiri, sedangkan ketika sekarang jadi UKPD unit kerja di bawah dinas sosial mau tidak mau harus berada dibawah platform dinas soial. Ada beberapa kegiatan yang belum masuk kode rekeningnya jadi tidak bisa diback up APBD Jika ada kegiatan yang tidak dibackup APBD kita biayai dari dana umat, dana masyarakat misalnya dari keropak msjid sholat jumat, jadi begitu jika ada kegiatan penting yang menjadi wajah JIC belum bisa di back up APBD kita pakai dana umat, misalnya khitanan masal, dan secara koordinasi laporan via dinas sosial. Pak KH Shodri sendiri berada di badan management. Kalo ada badan Pembina kita enak bisa ada koneksi dengan gubernur jadi lebih mudah.35

35 Sofyan Jamaludin, Kepala Bagian Umum di JIC, Wawancara pribadi, Jakarta Utara, 3 maret 2020, pkl 14.00 wib

BAB IV PERAN JIC DALAM MEMAJUKAN ISLAM DI JAKARTA

Sejak awal didirikan JIC ini memang untuk memajukan Islam tapi karena tema peradaban saat itu menarik jadi pihak pengelola memasang Visi Pusat Peradaban itu dijabarkan ke dalam 3 hal yang menjadi peranan untuk memajukan islam di Jakarta, yaitu Peran Sepiritual (agama), peran sosial pendidikan, dan peran Ekonomi. Para pengelola JIC sepakat bahwa JIC sebagai Prototype pengembangan Islamic Centre se-Indonesia. 2014 ini JIC di kuatkan Dengan PERDA ini puncak pengayom Hukum kita, sebelumya hanya SK Gubernur, peraturan gubernur. JIC ini mempunya Hotel setara bintang 4 awalnya dulu untuk wisma atau asrama haji. Kemudia di gedung sosial budaya ini ada Hotel, Convention (gedung pertemuan), perkantoran. Kenapa JIC tidak pakai bahasa Indonesia juga bukan pakai bahasa arab kenapa pakai bahasa Inggris Karena Islamic Centre itu kan 2 suku kata Islam itu sifatnya, Centre itu fungsinya. Kalau orang berbicara centre itu bukan hanya pusat tapi teknik pengkajianya seperti Amin Rais Centre, Habibi Centre, Megawati Centre itu lembaga pengkajian ini Islamic Centre maka disebut lembaga pengkajian Islam, jadi nama JIC ini adalaha Jakarta Islamic Centre Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta. Terus Kenapa centre bukan center biar tidak dianggap pro Amerika. tidak bisa dipungkiri bahwa asal muasal Islamic Centre tuh dari Eropa karena di Inggris ada sebuah Gereja yang diubah menjadi Islamic Centre.36

A. Peran Agama Dalam peran agama, tentu saja JIC digunakan sebagai tempat beribadah seperti sholat, dan dakwah. Selain itu JIC membentuk komunitas- komunitas yang merupakan unsur dari masyarakat, ada komunitas falakiah dan sains jadi

36 Paimun Abdul Karim, Staf divisi pengkajian dan pendidikan di JIC, Wawancara pribadi, Jakarta Utara, 3 maret 2020, pkl 10.05 wib

40

merekalah yang bergerak di luar dari pendanaan yang ada karena memang keterbatasan anggaran, tidak bisa banyak memberikan. ada komunitas Majlis Isthigozah di takmir, kalau ini komunitas yang ada di divisi pendidikan, jadi di JIC ini ada majlis-majlis setiap hari senen sampai hari kamis, kalau menjelang dhuhur ada Majlis Ta’lim ibu-ibu, tapi mereka tergabung dalam MAIS (Majlis Isthigozah Jakarta Islamic Centre). Kegiatan-kegiatan inilah yang menghidupkan dan memakmurkan, karena lagi-lagi ada keterbatasan yang JIC itu tidak bisa mengambil peran banyak, jadi masyarakat kita buka untuk berperan juga dalam bentuk komunitas. Jadi JIC kegiatannya bukan hanya dalam internal tapi juga dari komunitas, JIC sangat mendorong banyak komunitas yang hidup di daerah sekitarnya yang melakukan banyak kegiatan, jadi sebenarnya masyarakatlah yang banyak berperan, JIC melatih mereka dan tidak ingin mereka hanya menjadi objek, tapi juaga subjek. Ada lagi komunitas Remaja Masjid, Madaris, Majlis Remaja Pemuda Masjid Jakarta Islamic Centre, JIC tidak bisa berharap banyak dari SDM Internal yang ada di JIC sendiri maka masyarakatlah yang digerakkan.

Bidang pengkajian juga mengkaji tentang persoalan-persoalan keagamaan di Jakarta contoh misalnya di jakarta pernah terjadi sesuatu yang menghebohkan tentang penglihatan hilal, dulu di jaman menteri agama prof dr. Said Agil Munawar, ketetapan sidang Isbat memakai hasil Ru’yat Cakung, padahal Cakung ini menurut para ahli astronomi baik dari LAPAN ataupun Ulama-Ulama Falakiah itu sudah tidak layak lagi digunakan hasil Ruyatnya karena posisi ufuknya itu sudah susah melihat hilal, ada di tengah keramaian masyarakat, polusi udara dan polusi cahaya yang tinggi, ada bangunan tinggi, tapi dipake, pernah waku itu saat ruyat itu ada banyak terhalang awan dan gerimis, Pada tahum itu Jakarta selalu jadi rujukan juga untuk sidang Isbat, JIC sebagai sebuah lembaga merasa miris, karena jika dibiarkan begini akan melawan daripada atau tidak sesuai dengan hitung-hitungan dan ilmu para Ulama ahli falak dalam Ru’yatul hilal. Dahulu Cakung memang sebelum era sekarang itu bagus untuk Ruyat karena belum banyak permukiman udara masih bersih sehingga tidak

banyak polusi udara dan cahaya, jadi ruyatnya masih bisa dipertangungjawabkan, valid, masih akurat, Tapi semakin kesini susah. JIC melihat ada banyak warisan ulama betawi dalam Ruyatul hilal, ada yang di Cakung, Basmol, Jembatan Lima Guru Manshur, ada yang di Al-Makmur, ada yang di kantor kemetrian agama lantai tujuh, itu kita lihat satu-satu mana yang masih bisa. tapi secara umum Jakarta sudah tidak mungkin lagi jadi tempat ruyat, lalu kita di sini melakukan pusat pengkajian, apalagi divisi pengkajian yang saya pegang, kalau misalkan Jawa barat punya Pelabuhan Ratu yang ufuknya masih bagus karena ada di lepas pantai, kalau juga punya Anyer, Jakarta punya apa? Lama-lama tempat ruyat yang ada di Jakarta ini sudah tidak layak lagi, Basmol aja udah kritis, karena posisinya terhalang ole gedung-gedung, JIC mengundang dari kementrian agama pusat, ahli falaknya ahli hisabnya, kita undang dari lembaga Ru’yatul hilal Indonesia RHI namanya, dari Jogjakarta dari JIC juga ada tim falakiah, mereka berangkat mencari di sekitaran Jakarta sampai ke Pulau Seribu, Alhamdulillah Allah masih memberi tempat indah untuk ruyatul hilal ya di pulau Karya salah satu pulau di kepulaun seribu, tapi tetap masih kita pakai khazanah ulama masa lalu dari betawi seperti kitab Sulamunnurain masih diajarkan di sini, walaupun bagi sebagaian orang kitab itu sudah tidak layak dipake, bagi JIC tidak, tetap kita pake karena harus ada sanad atau ketersambungan, walaupun kita pakenya sekarang metode epimeris, newcom, perhitungan falakiah modern, tetap ini jangan sampai tidak diajarkan, supaya tidak mati obor, ada sanadnya. Ada beberapa opsi pulau di kepualuan seribu, tapi akhirnya ditetapkan pulau karya, maka diundanglah kementrian agama pusat, karena kalau ruyat itukan ada beberapa komponen, tidak hanya ahli falaknya saja, karena syaratnya harus ada sumpah, tatacara sumpah saksi terhadap hakim yang melihat hilal, jadi JIC itu terdaftar dari sekitar 114 tempat ruyatul hilal di Indonesia ada di nomer 4, dan tahun 2015 lalu baru aja mendapat hilal di pulau Karya yang diseminarkan dan mendapat SK mentri agama dibacakan dalam sidang isbat, jadi JIC sudah berperan dalam sekala nasional, selalu diundang dalam sidang isbat. Bahkan mentri agama sampai mengirim surat kepada gubernur, tentang apresiasi terhadap

JIC yang berperan dalam dunia pendidikan dan ruyatul hilal, diberikanlah JIC itu kewenangan untuk mengembangkan falakiah di Jakarta. Peran ini tidak mudah melalui proses dan riset untuk menggeser tempat hilal sampai akhirnya diakui pemerintah. Jakarta Islamic centre yang merupakan salah satu intitusi yang berkepentingan dalam rangka menangkal dampak negative dari pemanfaatan teknologi informasi demi turut membangun sebuah peradaban Islam. Hal ini diwujudkan dalam dua agenda berwawasan teknologi informasi dan pengembangan situs di dunia maya. Jakarta Islamic Centre berupaya untuk mengembangkan sajian informasi Islam yang bertujuan untuk dapat menyajikan informasi yang cepat dan akurat juga efektif dalam rangka turut membangun sebuah peradaban bagi umat Islam dan syiar Islam. Untuk turut berkiprah dalam rangka mengkonter informasi Islam yang berkembang khususnya di dunia maya, JIC tengah mengembangkan teknologi informasinya dengan membangun sebuah situs dakwah di Jakarta. Situs ini akan menyajikan informasi tentang perkembangan JIC secara actual, selain memberikan informsai dan link dengan lembaga keislaman yang lain JIC juga berharap dapat membanagun komunikasi intelektual muslim dalam rangka menjadikan syiar Islam semkakin harum Komunitas yang dibangun akan dihimpun dalam sebuah wadah yaitu, Jakarta Islamic Cyber Centre. JICC merupakan suatu wadah yang digagas oleh Jakarta Islamic Centre dalam peranannya yang nyata di bidang Pengembangan Teknologi Informasi. Dengan demikian diharapkan JICC akan mampu melakukan dakwah dengan lebih luas lagi, melakukan upaya peningkatan keterampilan umat untuk memanfaatkan kemajuan teknologi informasi namun tetap dibentengi dengan akidah Islamiyah yang mantap, sehingga dengan ini kemajuan teknologi informasi akan dapat memeberi dampak yang positif bagi dakwah Islam di Dunia. Kegiatan yang akan dilakukan JICC ini antara lain pelatihan bagi masyarakat, Islamic Medida Centre, forum komunikasi lembaga dinas berbasis teknologi informasi dan penampungan dan penyaluran peralatan teknologi informasi. Pelatihan yang dimaksudkan untuk menciptakan keterampilan dan

keahlian sesuai bidang yang diminati masyarakat. Forum komunikasi lembaga dinas yang berbasid teknologi informasi serta penampungan dan penyaluran perangkat lunak teknologi informasi.37 Sebagai sebuah lembaga dengan visi dan misinya menjadi pusat peradaban Islam, Jakarta Islamic Centre mencoba memanfaatkan fasilitas internet dengan membuat website atau situs dialamat www.islamic-center.or.id atau www. Info- jic.org. sesuai dengan fungsinya wbsite yang dibuat di Jakarta Islamic Centre ini juga berusaha untuk menampilkan data dan informasi untuk umat.38 Mulai dimunculkan pada tahun 2005, website JIC tampil dengan desain sederhana dengan tujuan untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan Jakarta Islamic Centre, kegiatan umat islam dan berita-berita dalam lingkup nasional yang bersifat satu arah yaitu masyarakat hanya bisa membaca tapi tidak bisa ikut memberikan komentar mengemukakan pendaptanya pada setiap berita atau informasi yang ditampilkan di website. Redesain website ini memberikan pengaruh terhadap pengunjung website JIC yang mengalami peningkatan. Bulan januari 2009 misalnya, jumlah pengunjung wbsite sebanyak 2867 dari 19 negara, untuk februari mengalami peningkatan sebanyak 766 pengunjung dan untuk bulan maret jumlah pengunjung menjadi 5422 orang dengan jumlah 26 negara . Peningkatan jumlah pengunjung ini juga diharapkan mampu menjadi motivasi bagi Jakarta Islamic centre untuk terus memberikan pelayanan memberikan informasi yang terbaik bagi umat sehingga apa-apa yang disampaikan benar-benar mencerahkan dan bermanfaat. Tentunya motifasi ini juga diharapkan bisa menjadi motivasi bagi masyarakat Muslim umumnya dan ulama atau da’I secara khusus agar lebih pro aktif dalam turut serta memanfaatkan multimedia sebagai sarana berdakwah dan mencari bahan untuk materi dakwah. Kemajuan teknologi semakin hari-semakin

37 Rakmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels h. 43-44. 38 https://islamic-center.or.id/category/publikasi/ diakses pada tanggal 30 maret 2020 pukul 16.00 WIB.

tidak bisa dibendung, oleh karena itu disamping harus bisa disikapi secara arif juga bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk dakwah dan kepentingan Islam.39 Gagasan menjadikan maulid sebagai icon JIC diawali oleh pengkajian terhadap fenomena unik maulid khas betawi. Masyarakat Betawi atau orang betawi adalah salah satu suku bangsa di Indonesia yang sangat memuliakan maulid mereka hidup dari waktu ke waktu dengan upacara maulid itu. Berdasar atas akar tradisi masyarakt betawi tersebut, jic mencoba menjadikan tradisi itu sebagai icon aktifitas sosial budaya yang bernuansa tontonan dan tuntunan. Masyarakat diharapkan bisa menonton berbagai macam aktifitas seni, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, produksi dan sebagainya, namun juga mendapatkan tuntunan sehingga tetap dalam koridor mendekatkan diri kepada Allah serta menyelamatkan manusia dari sifat-sifat hedonism dan materialisme. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, pada tahun 2004 JIC menyelenggarakan kajian model-model maulid khas betawi, yang oleh ahli-ahli budaya betawi telah disepakati dan dibakukan pula model khas maulid betawi. Pada tahun 2005 dilaksanakan maulid nabi khas betawi. Selanjutnya pada tahun 2006 digagas festifal maulid nusantara sebagai salah satu bentuk realisasi misi pengkajian dan pengembangan budaya nusantara yang bernuansa islami. Tahun 2007 tepatnya pada tanggal 26-31 Maret, JIC kembali meng- empowering gagasan tersebut dalam bentuk festival Maulid Nusantara II selama enam hari, yang menampilkan prosesi maulid Nabi dari 15 provinsi di Indonesia, yaitu Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Barat, Kalimantan selatan, Kalimantan Timur, Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Even ini lebih besar dari yang telah diselenggarakan pada tahun 2006 yang diikuti oleh 6 provinsi yaitu Sumatra Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Klimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Namun satu hal yang pastiinti dari prosesi Maulid yang diselenggarakan oleh berbagai suku bangsa ini, adalah untuk memuliakan dan mengagungkan Nabi Muhammad. Dimuliakan

39 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, ( Jakarta, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta JIC), h. 46-48.

buka karena semata-mata kultus justru di sana dicari relevansi keteladanan beliau untuk dijadikan pattern pola panduan kehidupan di era modern Festival Maulid Nusantara II ini dimuliakan pila oleh beberapa public figure antara lain artis asrtis Betawi, Bolot, Akri, Ustad Jefry Al-Bukhari, tim Nasyid Snada, dll juga ada training kaligrafi oleh Josue Rashid Vega dari Amerika Serikat Melalui festifal ini ddiharapkan menjadi modal sosial bahwa kita meskipun berbeda-beda suku, budaya bisa bersatu melalui maulid. Untuk kepentingan umat dan bangsa Indonesia, Maulid ini bisa dijadikan salah satu faktor integrasi nasional. Apalagi di dalam momentum maulid Nabi seperti yang sudah dilaksanakan pada tahun 2005 dan 2006 yang lalu, termasuk di tahun 2007 ini telah mampu memepertemukan berbagai kaum profesi di JIC. Ada kalangan Nelayan, Petani, pegawai dan banhkan ada tentara. Jarak sosial sipil-militer yang beberapawaktu terakhir dicoba direnggangkan atau dijauhkan menjadi direkatkan kembali oleh JIC melalui Maulid Nabi. Ini lah momentum yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai ajang silaturahmi Nusantara sekaligus sebagai sarana pemersatu bangsa. Melalui festival ini pula diharapkan terwujud sinergisitas antar peradaban dan pencerahan baru bagi masyarakat untuk kembali kepada suri tauladan yang sesungguhnya, yaitu Rasulullah Muhammad.40 Bagi JIC sendiri, peringatan Maulid Nabi telah menjadi icon. Jika mengingat JIC, orang akan teringat dengan festival maulidnya yang kini telah menjadi milik Indonesia yang digelar bergilir dari provinsi ke provinsi. Gagasan menjadikan maulid sebagai icon JIC di awali oleh kajian terhadap tradisi maulid khas betawi yang oleh ahli-ahli budaya betawi telah disepakati dan dibakukan pula model khas maulid betawi. Pada tahun 2005, dilaksanakan maulid Nabi khas betawi Selanjutnya pada tahun 2006 digagas festival Maulid Nusantara sebagai salah satu bentuk realisasi misi pengkajian dan pengembangan budaya nusantara yang bernuansa Islami tahun 2007, tepatnya pada tanggal 26-31 Maret 2007, JIC

40 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, h. 50-52.

kembali meng-empoering gagasan tersebut dalam bentuk festival maulid Nusantara II selama enam hari, yang menampilkan prosesi maulid Nabi dari 15 provinsi di Indonesia. Even ini lebih besardari yang telah diselenggarakan pada tahun 2006 yang diikuti oleh 6 provinsi. Setahun kemudian, tepatnya dari tanggal 14 sampai dengan tanggal 20 maret 2008, diadakan festival Maulid Nusantara III di mana 16 provinsi ikut berpartisipasi. Acara pada tahun ini dikemas dalam bentuk prosesi, pertunjukan seni budaya daerah yang islami, pameran dan ekspresi anak-anak. Menurut Salehuddin, Festival Maulid Nusantara terdiri atas empat unsur acara, yaitu prosesi Maulid Nusantara, pameran dan Bazar, silaturahmi dan ekpresi anak Muslim. Dan pada tahun 2009 ini festival maulid Nusantara diadakan di luar provinsi DKI Jakarta, yaitu Bangka Belitung. Keberhasilan pelaksanaan festifal Maulid di JIC ini tentu saja tidak terlepas dari campur tangan pemerintah provinsi. Terutama dukungan yang sangat kuat yang datang dari Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo bahkan yang sangat menggembirakan adalah pernyataan beliau yang menetapkan peringatan maulid Nabi dalam sebuah policy atau kebijakan di lingkungan kerja Pemprov. DKI Jakarta. Hal ini dinyatakan sendiri ketika beliau memberikan kata sambutannya di tengah-tengah ribuan umat Islam yang memadati masjid JIC pada acara peringatan Maulid Nabi s.a.w., senin 9 Maret yang lalu. Beliau menyatakan begitu mendalamnya hikmah yang dapat diambil dari begitu besarnya manfaat peringatan ini, sehingga acara ini diwajibkan olehnya untuk diikuti pejabat pemprov. DKI Jakarta dari Pejabat Tertinggi sampai pegawai kelurahan. Kebijakan gubernur ini bukan sesuatu yang mengagetkan, karena masyarakat tahu bahwa gubernurnya adalah kecil dan besar dalam tradisi ini. Namun tetap saja kebijakan yang dapat mengembangkan dan mengokohkan Maulid Nabi tidak menjadikan Maulid hanya sebatasperingatan, tetapi dapat

memberikan manfaat luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.41 Sebagai tradisi yang memiliki kemaslahatan bagi umat, JIC memandang perlu untuk memperingati Isra’ Mi’raz yang akan diisi dengan acara djikir, tabligh kabar dan ditruskan dengan kegitan pelatihan sholat khusu’. Djikir akan dipimpin oleh KH. Saifudin Amsir sedangkan akan diisi oleh KH. Zainudin MZ, sementara pelatihan shalat khusyu’ akan dipimpin oleh Ustadz Sambo dan tim Manajeman shalat.42dalam rangka menunjang kehuyusuan ibadah umat di bulan Ramadhan, Jakarta Islamic centre (JIC) dengan visi menjadi pusat peradaban Islam meraancang serangkaian program bermakna dan bersinergi dengan segenap stake holder seperti; para alim ulama, pejabat, pengusaha dan masyarakat luas. Melalui program-program tersebut diharapkan akan terjalin silaturahmi dan komunikasi antar umat guna mewujudkan umata terbaik yang dapat berkontribusi bagi penciptaan kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kegiatan amaliyah ramadhan yang diadakan tahun ini bertujuan agar menjadi sarana penempaan diri untuk meningkatkan iman dan takwa serta menumbuhkan semnagat ukhwuah Islamiyah, sehingga terwujudnya pribadi muslim yang kaffah, dan berkualitas berbagai bentuk kegiatan yang diadakan Jakarta Islamic centre terbagi menjadi dua tahapan yaitu, kegiatan menyambut Ramadahn (tarhib) dan saat Ramadha. Ada yang berbeda pada kegiatan Tarhib Ramadhan tahun ini di JIC, jika sebelumnya hanya hisab rukyat, karnaval TK/TPA, untuk tahun ini ada beberapa kegiatan baru yang dilaksanakan seperti pelatihan shalat khusu yang dipimpin ustad ansufri idrus sambo dan lomba mewarnai serta menggambar untuk tingkat TK-SD kegiatan Tarhib Ramadhan tersebut memang sudah lewat, namun bukan bearti semangat untuk menjalani Ramadhan semakin berkurang. Berbagai kegiatan dalam rangka menyemarakan Ramadhan pun masih akan terus digelar

41 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, h. 54-56. 42 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, h. 67.

JIC, diantaranya ESQ kids, obrolan hikmah Ramadhan (OHR) dilaksanakan selama 5 hari di awal bulan Ramadhan dengan bentuk kegiatan Tanya jawab dan obrolan seputar bulan Ramadhan yang akan diisi oleh beberapa pembicara diantaranya Ustadz Subki al bughuri, habib novel jindan dan ahmad Gozali. Kegiatan OHR ini dilaksanakan pukul 16.00 dan diakhiri dengan shalat Maghrib berjamaah acara lainnya yaitu jamboree Ramadhan untuk SMU/sederajat kelas 3, kegiatan pelatihan bagi 500 remaja Muslim se jabodetabek ini menghadirkan materi training motivasi, Tausiyah, talk show, games dan acara lainnya dengan narasumber diantaranya Adhyaksa Dault, Samsul Arifin dan Karebet Widjajakusuma selain kegitan tersebut, tidak ketinggalan pula kegiatan amaliyah Ramadhan. JIC memberikan kesempatan kepada Jamaah untuk dapat belajar dan memahami Islam dengan mengikuti kajian tafsir tematik setiap Dhuha Tadarus Al-Qur’an bersama setelah Shalat Ashar dan kajian kitab Riyadhus Shalihin menjelang berbuka. Agenda lainnya yang juga tidak boleh dilupakan bagi anda yang ingin menyempurnakan ibadah Ramadhan adalah dengan I’tikaf yang akan diisi dengan acara training motivasi dan sirah Nabawiyah Semarak Ramadhan juga akan diisi dengan peringatan Nuzulul Qur’an yang akan diselenggarakan di ruang ibadah Utama Jakarta Islamic Centre, selasa dengan menampilkan Ketua MPR RI, Dr. H Hidayat Nur Wahid dalam tausyiahnya dengan tema “kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah” Ibadah Ramadhan memang memberikan janji perolehan pahala yang besar, dengannya kita terangsang untuk beramal shaleh yang sebanyak- banyaknya, lalu kita jadi terbiasa melakukannya dan mengisinya dengan kesungguhan. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa begitu banyak keistimewaan bulan Ramadhan yang membuat kita tidak boleh mengabaikannya begitu saja. Karena itu kehadiran Ramadhan pada tahun ini harus kita optimalkan sebagai momentum untuk meningkatkan prosestarbiyah (pendidikan) bagi diri, keluarga dan masyarakat kita ke arah terwujudnya pribadi, keluarga dan

masyarakat yang selalu berada dalam ketaqwaan kepada Allah.43 Sebagai lembaga pengkajian dan pengembangan Islam, Jakarta Islamic Centre berupaya menjadikan tradisi ilmiah senantiasa ada dalam seluruh ruang aktivitas sebagai masjid dan pusat ketamadunan umat, JIC tentu tidak henti-hentinya mendorong kesalehan pribadi dan kesalehan sosial umat melalui beragam aktivitas ibadah. Terlebih lagi dalam momentum bulan suci Ramadhan Untuk Jamaah JIC telah disediakan sarana perpustakaan untuk mendorong minat baca jamaah. Perpustakaan memiliki sekitar 15.000 judul koleksi buku dan multimedia Islam dan umum yang terbuka lebar untuk melayani aktivitas ilmiah masyarakat. Selain itu, digagas beragam kajian baik klasik dan kontemporer yang memberikan pencerahan keilmuan bagi masyarakat. Sedangkan bagi karyawan JIC, selama bulan Ramadhan ini karyawan ditugaskan untuk membaca dan menelaah Ensiklopedia Islam Imam Syaffii karya Dr. Ahmad Nahrawi Abdussalam al-Indunisi. Buku setebal 773 halaman yang diterbiktan oleh JIC dan hikmah Mizan ini merupakan terjemahan dari disertasi ulama betawi ini di universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Selanjutnya setelah di baca, seluruh karyawan diminta untuk membuat resume sesuai dengan sudut pandang masing-masing Tradisi ilmiah seperti ini adalah sebuah upaya kecil dalam putaran arus besar membangun Peradaban Islam. Tentunya akan menjadi energy positif buat kaum muslimin jika dapat ditularkan dan disebarluaskan kepada komunias jamaah dan masjid-masjid di seluruh Indonesia.44 Dalam waktu lima tahun, JIC dikenal oleh masyarakat Jakarta, Indonesia dan Asia Tenggara bankan dunia internasional melalui tiga hal yaitu pertama aspek kesejarahannya yang berdriri di area eks lokasi rehabilitasi Kramat Tunggak, sampai saat ini masih menjadi rujukan perihal tentang proses perubahan atau penutupan kawasan hitam menjadi kawasan putih. Menjadi satu-satunya lokasi yang meperlihatkan sebuah perubahan sosial lingkungan yang terjadi atas keinginan kuat dari masyarakat, dukungan penuh dari kalangan ulama dan

43 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, h. 79-81. 44 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, h. 88-89.

tentunya tidak lepas dari good will pemerintah daerah DKI Jakarta mencanangkan lokasi tersebut menjadi titik awal kebangkitan Islam di Indonesia bahkan di Asia Tenggara dengan mendirikan Jakarta Islamic Centre Kedua, aspek konsepsi Jakarta Islamic Centre yang unik dan tidak dimiliki daerahlain. JIC menjadi satu-satunya wadah yang memerankan dua fungdi utama sekaligus yakni integrative dankomprrehensih, yakni menjadi pusat aktifitas keagamaan masyarakat Jakarta dan pusat pengkajian Islam. Konsepsi ini bahkan sudah meluas ke seluruh Indonesia sehingga menjadikan JIC sebagai prptotype pengembangan Islamic centre di Indonesia. Model pengembangan seni budaya religi melalui festival maulid nusantara juga menempatkan JIC semakin dikenal luas provinsi-provinsi di Indonesia meminta agar event FMN tidak hanya milik JIC dan Jakarta saja, bahkan diharapkan menjadi milik Nusantara. Hasil ini ditandai dengan kesiapan pemda pemprov. Kepulauan Bangka Belitung melaksanakan FMN 4 tahun 2009, FMN 5 tahun 2010 di Palu, FMN 6 2011 di NTB, 2012 di Banten dan 2013 di Jawa Timur. Di tataran Asia Tenggara, dengan konsepsinya tersebut JIC menjadi harapan untuk mampu memberikan solusi bagi pengembangan manajeman masjid di Kawasan Asia Tenggara dalam bentuk Regional Islamic centre Ketiga, aspek pembangunan Umat, JIC menerapkan model pembangunan Umat berbasis masjid tanpa membeda-bedakan alian atau mazhab tertentu sehingga menjadi rujukan dalam memoderasi Islam yang beragam tersebut dapat hadir di JIC Ketiga aspek tersebut di atas ternyata telah mampu menarik minat berbagai kalangan untuk berkorespondensi atau bahkan hadir di JIC. Telah hadir beberapa pimpinan organisasi agama pemerintahan dari beberapa provinsi dan Negara di dunia. Salah satu kasus yang menarik adalah pada saat bupati dan pejabat pemda kabupaten Wonogiri studi banding tentang Islamic centre ke beberapa Negara Eropa. Di mana pada saat kunjungan ke Islamic centre Brusell- Belgia, ketika ditanyakan tentang model terbaik konsepsi pengembangan Islamic centre yang layak dicontoh, jawaban yang diperoleh ternyata mereka disarankan semestinya mereka studi banding ke Jakarta Islamic centre. Dari hal ini ternyata

opini tentang JIC sudah mendunia berkat media website yang telah ikembangkan JIC dan diresmikan oleh gubernur DKI Jakarta pada Nuzulul Qur’an tahun lalu. Saat inini website JIC sudah dikunjungi oleh sekitar 68 negara dengan rata-rata perbulan 48 negara dengan jumlah pengunjung sekitar 12.748 orang dari data tersebut diketahui bahwa pengunjung website JIC ternyata bukan hanya dari Negara-negara berpenduduk non muslim. Hanya saja meskipun demikian konsepsi JIC tersebut belum bisa diimplementasikan secara total karena fisik bangunan belum selesai secara tuntas yang berakibat fungsi-fungsi JIC tidak bisa berjalan optimal. Ada ekses lain dari konsepsi JIC dan master plan yang dipublikasikan melalui website dan penerbitan JIC yakini telah membentuk opini masyarakat luas bahwa master plan JIC seakan- akan sudah terwujud pada akhir tahun 2007 yang lalu. Kejadian ini diketahui dari kedatangan tamu muallaf asal Belanda ke JIC yang inigin studi sekaligus menginap di hotel JIC. Barangkali apabila komplek banguna JIC tersebut dapat diselesaikan, maka misi kita menjadi landmark Jakarta dan prototype Islamic Centre dapat diwujudkan. Dengan demikian seluruh fungsi-fungsi JIC juga dapat berjalan dengan optimal dalam menyonngsong kebangkitan Islam di Indonesia sebagai Negara dengan masyarakat Muslim terbesar di dunia. Dari msjid inilah diiharapkan kebangkitan tersebut dapat diwujudkan sebagaimana Rasulullah s.a.w telah mencontohkannya melaui msjid Nabawi. Sebagai lembaga pengkajian, Jakarta Islamic Centre senantiasa mengkreasikan berbagai aktifitas menyambut momentum Ramadhan sehinga dari tahun ke tahun terdapat peningkatan dalam hal program dan produk-produk pemikirannya. Tahun ini ada tiga kelompok kegiatan ramadhan yaitu pelayanan peribadahan, pelayanan kemasyarakatan dan program peningkatan SDM umat melalui tradisi ilmiah Ramadhan. Salah satu program unggulan JIC adalah pendidikan spiritual wisata peradaban bagi anak-anak dan pelajar se-DKI Jakarta serta kegiatan Jambore Ramadhan bagi mahasiswa se-Jabodetabek Purwakarta dan Serang dengan harapan dapat membekali peserta dengan wawasan peradaban dan semangat ke-Ilahiyahan.

Salah satu tradisi ilmiah yang dikembangkan tiap tahun di JIC adalah menghasilkan produk pemikiran baru yang bernuansa Islam dan dari khazanah betawi. Setelah tahun lalu JIC meluncurkan secara resmi buku ensiklopedia Imam Syafii karya salah satu ulama Betawi, Dr. Ahmad Nahrawi Abdussalam maka Ramadhan kali ini melalui program betawi corner, JIC kembali meluncurkan produk Genelogi intelek tual Ulama Betawi yang merupakan hasil kajian komprehensif JIC tentang silsilah keguruan ulama-ulama betawi dari abad ke-19 hingga sekarang untuk merintis Ulama-ulama Betawi Masa depan. Semoga menjadi sumbangsih JIC dan Jakarta untuk memperkaya Khazanah Islam Betawi di Indonesia.45 Momentum qurban 1430 H ini, Jakarta Islamic Centre selaku Masjid Raya Provinsi DKI Jakarta, berupaya untuk memaksimalkan partisipasi instansi pemerintah, swasta dan masyarakat di DKI Jakarta melalui program Jakarta Berqurban 2009. Dengan harapan dapat menjadikan Idul Adha sebagai syiar Islam yang lebih peduli dan menumbuhkan kebersamaan namun lebih professional dalam persiapan, penerimaan, pemotongan dan penyaluran hewan qurban serta menghadirkan suasana keberkahan dan kebahagiaan bagi yang berqurban dan menerimanya. Sebagaimana tahun lalu, dalam pendistribusiannya, JIC bekerja sama dengan masjid-mesjid yang tergabung dalam Jaringan Kerja Masjid (JKM) dan jaringan majelis taklim JIC.46 Pada tanggal 26-28 Januari 2007 lalu di Jakarta Islamic Centre (JIC) diadakan training Ummat Terbaik Hidup Berkah!! Pihak JIC bertindak sebagai pelaksana yang bekerja sama dengan JNA inspiration and idea dan disponsori oleh PT. Balimunda Persada. JNA inspiration and idea adalah sebuah spiritual business coaching firm yang didedikasikan khusus untuk membantu dan mendampingi para pengusaha dan pimpinan perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya. Training ini sendiri merupakan sebuah program pengembangan pribadi praktis selama ± 21 jam yang telah terbukti membantu kesuksesan banyak

45 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, h. 93-96. 46 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, h. 105.

pengusaha dan pimpinan perusahaan. Program yang bersumber dari Al-qur’an dan Al-Hadist ini dikembangkan khusus untuk membangkitkan dan meledakkan kekuatan yang telah ada pada diri manusia. Agar dapat menjadi pemimpin, pejuang dan teladan baik bagi diri sendiri maupun untuk orang lain. Sehingga secara bersama-sama menjadi ummat terbaik dan hidup penuh keberkahan, yaitu senantiasa bertambahkan kebaikan/nilai yang diciptakan. Training yang diselenggarakan mulai dari pukul 8.30 sampai 17.30 pada bulan Januari ini merupakan yang kedua. Adapun event perdananya dilaksanakan pada tanggal 15-17 Desember 2006 dan berhasil menarik perhatian para peserta. Terbukti peserta yang terdaftar dan hadir sekitar 130% melebihi kursi yang disediakan. Training kedua ini dihadiri oleh peserta lebih banyak lagi, hampir dua kali lipat dari yang pertama. Pihak JIC sendiri tidak menduga acara ini akan sesukses ini. Peserta terdiri dari pengusaha, pimpinan perusahaan dan aktivis pada lembaga-lembaga dakwah, seperti Jakarta Islamic Centre, Majelis Ulama Indonesia, Dewan Masjid Indonesia, Pelajar Islam Indonesia dan Korps Da’I Indonesia, serta kalangan dosen dan mahasiswa. Peserta juga dating dari beberapa ormas-ormas Islam, pengusaha masjid, pondok pesantren dan majelis dzikir. Pembelajaran selama tiga hari tersebut mampu mewujudkan pengemban dakwah yang mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan, peka terhadap permasalahan pokok, mampu menangkap peluang-peluang perbaikan kwalitas hidup (keberkahan) diri dan lembaga dakwah, menyeimbangkan kehidupan materi, kemanusiaan, etika dan spiritual, memilih jalan hidup yang benar yang akan menambah kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain, memperjelas visi keberkahan hidup yang mampu diwujudkan, memperkuat keyakinan akan perjuangan memerdekakan ummat, fokus yang tepat pada kekuatan, peluang dan hasil, menyusun langkah-langkah strategi perjuangan lembaga dakwah, memanfaatkan potensi pribadi dan lembaga dakwah secara optimal, bekerjasama dengan sesame pengemban dakwah dan ummat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, selalu bersemangat kendati dalam kondisi yang sangat sulit, mengajak orang lain agar mau dengan sukarela mengikuti langkah-langkahnya mewujudkan

visi bersama serta mendapatkan apa yang benar-benar diimpikan dengan jalan yang benar dan niat yang ikhlas. Hadir sebagai fasilitator utama pada Training Ummat Terbaik Hidup Berkah ini adalah Samsul Arifin. Dia adalah seorang potential initiator dan performance booster dari JNA inspiration and idea. Beliau juga pernah menjadi salah satu nominate The Young Maarketer Award dari Majalah SWA, Tabloid marketing, Indonesian marketing Association dan Markplus and Co pada 2003 dan 2004. Pada tahun 2004 juga beliau menjadi salah satu nominae The Best Sales Manager pada Indonesian Sales Award dari Majalah Warta Ekonomi dan Markplus & Co. Ia pension muda setelah berhasil meningkatkan kinerja/berkarya pada beberapa perusahaan baik swasta maupun nasional, multinasional dan BUMN. Ia aktif sebagai fasilitator pada Markplus & Co, dosen luar biasa pada beberapa perguruan tinggi dan nara sumber pada beberapa majalah dan radio bisnis. Para peserta dibuat tercengang dengan materi-materi yang disampaikan pak Samsul. Salah satu peserta training pertama, Ir. H. Tata Saputra, Dekan salah satu perguruan tinggi swasta, bertutur tentang training ini, “Hebat! Tidak muluk- muluk! Aplikatif! Saya terkesan, semoga tetap istiqomah dan tetap berbagi dengan sesame. Terima kasih kepada pak Samsul, kami telah menjadi ummat terbaik hari ini!!” Hal senada juga disampaikan oleh Melly. “Training ini telah membuka lebar-lebar pintu cakrawala pemikiran saya yang selama ini tertutup”, ujar Melly yang juga aktivis Bulan Sabit Merah Indonesia ini. Dalam rangka pembentukan komunitas jamaah masjid JIC, para alumni training ini diekatkan dalam wadah forum silaturahmi komunitas Ummat Terbaik Hidup Berkah yang telah terbentuk 1 Muharram 1428 H lalu. Selanjutnya komunitas tersebut akan dikumpulkan setiap akhir bulan di masjid Jakarta Islamic Centre dalam bentuk coaching rutin tentang materi-materi lanjutan training Ummat Terbaik Hidup Berkah sebagai bentuk pendampingan dan penjagaan motivasi bagi alumni untuk meraih “mimpi” yang mereka harapkan. Adapun untuk menambah jumlah komunitas jamaah, JIC akan menyelenggarakan training

berikutnya pada tanggal 17-19 Maret 2007 mendatang. Dengan harapan akan terbentuk komunitas Ummat Terbaik Hidup Berkah, komunitas peradaban Islam yang diidamkan di Jakarta Islamic Centre.47 JIC berupaya menjalin sinergi yang lebih kongkret dengan seluruh komponen keumatan. Dalam bidang pendidikan dan latihan dibentuk komunitas pendidikan atau pembelajaran (community college) dari level masyarakat bawah selaku pengguna maupun masyarakat dari level atas yang terdiri dari para pakar dan praktisi pendidikan. Melalui community college ini diharapkan tercipta lingkungan pembelajaran dan pengembangan ilmu pengeteahuan, keterampilan dan spiritualitas masyarakat Muslim Jakarta secara cerdas, amanah, professional, berkualitas dan terjangkau serta berorientasi pada tanggung jawab sosial. Bidang sosial budaya, membentuk komunitas pemberdayaan masyarakat (community development) yang diharapkan terjalin komunikasi yang baik antara pihak yang memiliki komitment untuk mengembangkan masyarakat dalam bentuk social responsibility dan masyarakat sebagai objek yang ingin diberdayakan. Dalam istilah lebih khusus, yaitu bidang perzakatan dikenal istilah muzakki dan mustahik Demikian pula halnya dengan bidang informasi komunikasi dan bisnis. Program informasi komunikasi merekatkan komunitas lembaga dakwah dalam lingkungan berbasis teknologi informasi dalam kerangka penggerakan dakwah berjamaah di DKI Jakarta. Komunitas lembaga dakwah di DKI Jakarta. Komunitas lembaga dakwah berbasis TI ini diwujudkan dalam bentuk Jakarta Islamic cyber Centre. Sdangkan bidang bisnis menggiatkan semangat berjamaah dari kalangan pakar dan praktisi bisnis syariah untuk mewujudkan One Stop Shopping Shariah di JIC dalam kerangka menuju pusat bisnis dan ekonomi syariah di Jakarta dan Indonesia. Dalam program kemasjidan, bidang takmir JIC secara kongkret menggalang kerjasama dengan komunitas ulama dan mubaligh yang tergabung dalam tim penceramah JIC, komunitas pemakmur masjid.

47 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, h. 110-113.

Terkait upaya memakmurkan masjid JIC, pada tanggal 13 Desember 2005 JIC menggelar silaturahim dan rapat koordinasi dengan komunitas pengguna masjid yang merupakan mitra dan jaringan kerja JIC. Hadir dalam forum tersebut utusan dari lembaga keagamaan di DKI Jakarta (MUI, KODI, DMI provinsi DKI Jakarta) majlis taklim ibu-ibu, Bank Syariah Mandiri cabang Jakarta Utara, PT. Telkom Jakarta Utara, MQTV, pesantren Suryalaya, tim kajian ilmiah karyawan ASTRA, radio Multazam dan lembaga keislaman masyarakat sekitar. Acara ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan gerak langkah dalam membangun peradaban Islam melalui masjid JIC sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam kerangka bersama-sama mewujudkan pusat pengkajian dan pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre sebagai salah satu simpul kebangkitan Islam Indonesia dan Asia Tenggara. Menurut kepala badan pengelola JIC, dr. H Djailani, kehadiran JIC tidak sekedar merubah tanah hitam menjadi putih. Haram jadah menjadi sajadah. JIC didesain tidak hanya menjadi sebuah masjid namun merupakan sebuah fungsi- fungsi kemakmuran masjid yang difasilitasi secara utuh dengan tiga ciri utama yaitu fungsi peribadatan, fungsi pendidikan dan fungsi perdagangan. Dalam fisi yang lebih besar, JIC diharapkan menjadi salah satu simpul pusat peradaban Islam di Indonesia dan Asia Tenggara yang merupakan wilayah konsentrasi baru kebangkitan islam di dunia, sehingga keberdayaannya diibukota Negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar dapat menunjukan peran strastegisnya sebgai pusat pembaruan menuju tata nilai kehidupan tang lebih Islami Silaturahmi ini sangat penting dilakukan dalam rangka menjalin kebersamaan menyongsong peradaban Islam. JIC tidak mun gkin bekerja sendiri dalam mengurusi seluruh persoalan umat yang ada tetapi harus bersinergi, tegas Ahmad Syafii Mufid, kepala Sekretariat JIC Adapun agenda spesifik dan bersifat jangka pendek yang dibahas dalam kegiatan silaturahim tersebut adalah agenda memakmurkan msjid JIC dengan kegiatan-kegiatan keislaman. Agenda dan jadwal kegiatan tersebutakan disusun

menjadi satu paket kegiatan Jakarta Islamic Centre dengan mitra kerja JIC lainya untuk selanjutnya dituangkan dalam kalender kegiatan JIC 2006.48 Konsepsi Jakarta Islamic Centre adalah Masjid yang melaksanakan fungsi secara utuh dan menyeluruh yang difasilitasi secara lengkap dalam sebuah master plan. Konsepsi ini diharapkan dapat memberikan dorongan dan semangat baru pada manajemen masjid sehingga pembinaan umat berbasis masjid dapat dilaksanakan secara luas dalam konteks kehidupan sosial intra dan antar umat (komunitas), bermasyarakatberbangsa dan bernegara. Pusat pengkajian dan pengembangan Islam Jakarta juga diharapkan dapat menjadi salah satu simpul pusat kebangkitan Islam di Indonesia sehinga diharapkan akan bangkit pusat Islam di provinsi-provinsi lain. Secara konsepsional, JIC telah ditrima dan diikuti diIndonesia melalui kehadiran tamu-tamu, untuk studi banding, dijadikan prototype oleh forum komunikasi dan kerjasama Islamic Centre di Indonesia (yang terdiri dari Islamic centre dan masjid-masjid di provinsi/kabupaten/kota di Indonesia). Di lingkungan Asia Tenggara JIC telah ditunjuk menjadi sentra pengembangan Masjid Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Filipina dan kamboja). Kehadiran JIC melalui proses penutpan lokasi pelacuran Kramat Tunggak di samping mempunyai nilai historis tersendiri juga menjadi bahan kajian dari beberapa kalangan akademisi dan pemerintah daerah. Dari sisi strategi pelaksanaan fungsi-fungsi JIC, telah disusun penyempurnaan Renstra 2002-2005 dengan Renstra 2006-2009 yang meletakan dasar-dasar kegiatan pada kelima bidang fungsi. Dalam implementasinya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuandari kemungkinan fasilitas pendukung yang ada, sehingga belum bisa mencapai hasil sesuai dengan konsepsi. Dengan memperhatikan perkembangan tahapan pembangunan saat ini dan kemungkinan lima tahun ke depan maka perlu Renstra baru 2010-2015 Bidang takmir masjid, output yang diharapkan adalah terbentuknya komunitas JIC yang hadir dari pelaksanaan jenis-jenis kegiatan sehingga pada akhirnya terbentuklah komunitas/jamaah JIC. Kegiatan yang telah dilakukandi

48 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, h. 123-125.

samping kegiatan rutin peribadatan dan peringatan hari besar Islam, telah terbentuk forum ahad Dhuha, Majlis-Majlis Taklim JIC, forum kajian Fiqih kontemporer dan kajian Al-Quran tematik, PAUD, TKA, TPA, Madrasah Diniyah, Majlis Pemuda dan remaja, jaringan pendidikan pra sekolah se Jakarta Utara dan forum orang Tua Murid. Dalam bidang pendidikan dan latihan secara konsepsi aka nada empat jenis pendidikan yang bernaung di bawah community collage JIC yaitu; pendidikan yang difasilitasi (PDU, PKU, PKM, kursus Bahasa Arab dan baca Al- Quran) pendidikan dengan franchise (bidang bahasa, teknologi informasi, dan pengembangan SDM), pendidikan denngan kerja sama (ESQ, umat terbaik hidup berkah, broadcast Islam dan community development) dan pendidikan sepesifik JIC (pelatihan Multimedia dakwahdan trend peradaban, Pelatihan Manajemen Masjid, pelatihan husnul khatimah, pelatihan kewirausahaan, pelatihan perbankan syariah, pelatihan kompiter profesi, pelatihan komputer untuk Da’I, Pelatihan public speaking Islami dan wisata peradaban) Sedangkam dalam aspek pengkajian, telah dikembangkan program betawi corner yang diarahkan untuk mengkaji perkembanagan Islam di Jakarta, antara lain tentang keulamaan, tantangan yang hadir dan sikap yang perlu dilakukan dalam mengantisipasi tantangan yang ada. Saat ini telah dilakukan kajiankeulamaan betawi, karya-karya intelektualnya dan silsilah keguruannya dalam bentuk genealogi intelektual ulama betawi. Bidang sosial budaya telah melaksanakan kajian dan riset pemetaan kondisi sosial masyarakat masjid di Jakarta Utara untuk pemberdayaan masyarakat berbasis masjid. Dalam sekala lebih luas telah disusun konsepsi kampong madani Nusantara. Hal yang paling menggembirakan adalah diangkatnya festival maulid Nusantara ke tingkat nasional (peresmian FMN 4 di provinsi kepulauan Bangka Belitung oleh menteri agama atas nama presiden Republik Indonesia), yang bermula dari kajan tentang maulid Nabi saw khas betawi. Dalam bidang informasi dan komunikasi, telah teerbentuk perpustaka (koleksi 10.689 judul dan 531 anggota tetap), website (dengan 5.422 pengunjung

dari 26 negara dan 38 kota di Indonesia) dan pusat data Islam berbasis masjid. Dari hasil kajian ulama betawi telah diterbitkan terjemahan al-Imran al-Syafi’I fi Mazhabihi al-qodim wa al-Jadid karya Dr. Ahmad Nahrawi Abdus Salam menjadi ensiklopedia Imam Syafi’I disamping penerbitan buku saku jum’at, naskah Khutbah, panduan kurban panduan amaliyah Ramadhan majalah suara peradaban, dan buku Islam Rahmat bagi semesta alam. Radio dengan frekuensi 107.7 FM dan 1152 AM telah beroperasi sebagai penguatan media penyiaran yang telah dikerjasamakan dengan harian Republika (Rubrik Islam Ibukota Dialog Jumat) Dalam bidang bisnis telah dilakukan kajian-kajian menyonsong konsepsi dan rencana pembangunan komplek bisnis antara lain dengan manajeman hotel Grand Bidakara, hotel sahid, hotel sofyan dan hotel grand cempaka. Melihat perkembangan dan akses jalan, maka konsepsi tentang bisnis kiranya perlu pengkajian ulang.49 B. Peran Sosial dan Pendidikan Selain dijadikan sebagai tempat ibadah, JIC juga mempunyai peran dalam pendidikan, seperti dibangunnya PAUD, RA (Raudhotul Athfal), Madrasah Diniyah, dan perpistakaan yang difungsikan sebagai tempat belajar bagi anak- anak yang ingin menuntut ilmu. Selain itu ada pula peran sosial seperti adanya pelatihan terhadap remaja pelajar untuk pelatihan motivasi, produknya power of dream, itu sudah jalan, lalu kemudian pembinaan masyarakat terkait kapasitas building peningkatan kapasitas masyarakat dalam pemberdayaan. Tadi sudah saya sebut bukan hanya sekedar membuat kue tapi juga skill untuk memanage komunitas dan sebagainya, ini kalau sasaran sosial budayanya sebenrnya lebih ke pemuda atau leadership. Lalu fungsi pengkajian dan pendidikan, ini mengkaji warisan-warisan ulama terdahulu dari pemikiran, karya-karyanya Karya tulis maupun karya intelektual seperti kitab-kitab yang dikarang oleh para ulama atau pun risalah, ini kita teliliti bukan sekedar kitabnya tapi juga figurnya kemudian diterbitkan dalam sebuah buku yaitu genelogi intelektual ulama betawi. Banyak orang bertanya kenapa JIC tidak mengangkat Habaib karena kita melihat kalau habaib itu sudah

49 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, h. 129-132.

banyak yang melesetarikannya melalui Rabithah al Alawiah baik profil atau pun karyanya, tapi kalau Ulama Betawi siapa yang melestarikannya? Maka JIC cepat- cepat melakukan pelestarian khazanah-khazanah Ulama Betawi dengan menuliskan profil mereka supaya tidak mati obor atau kehilangan sejarahnya karena ahli waris sudah banyak yang wafat lama kelamaan habis maka di sinilah peran dari pusat pengkajian. Divisi takmir, kegiatannya diantara lain memakmurkan masjid, Kultum, PHBI, takmir, lalu kajian, kajian Majlis Taklim pembinaan remaja ada sub divisi BIRENA pembinaan remaja dan anak, ada kelas-kelas untuk anak-anak, masyarakat di sini udah percaya menyerahkan pendidikan anaknya di JIC, ada TK dan Diniyah.50 Harapan untuk menjadi pusat pengkajian dan pengembangan khazanah intelektual Islam Betawi tidak akan pernah berhenti. Pada tahun 2006 dilakukan pengkajian genealogi intelektual ulama betawi. Dimulai dari meneliti kehidupan ulama betawi yang dewasa ini masih berkarya, dilanjutkan relasinya dengan sesama ulama dan guru-guru mereka, kelak akan dapat digambarkan jaringan intelektual tersebut. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan karya-karya dan pemikirannya dalam membangun dan menguatkan kebudayaan betawi. Kajian ini telah berhasil mengumpulkan banyak kitab yang ditulis oleh ulama betawi dan bahkan KH. Muhajirin, Bekasi yang dikenal sebagai ahli imu falak, menulis buku, Syarah kitab Bulughul Maram sebanyak delapan jilid dalam bahasa Arab. Mualim Syafi Hadzami dan ulama lainnya juga memiliki karya-karya yang sangat berharga. Semua itu belum banyak dikenali kecuali oleh kalangan terbatas yaitu keluarga dan murid-muridnya. Mengapresiasi karya intelektual betawi ini yang menjadi “concern” JIC untuk menerbitkan buku-buku karya mereka. Kajian tentang masyarakat betawi yang merupakan inti masyarakat Jakarta memiliki signifikansi sebagai berikut; pertama, memeperkuat identitas JIC sebagai lembaga kajian yang menempatkan masyarakat sekitar sebagai subjek dan latar kajian selanjutnya. Kedua masyarakat Betawi, khususnya dapat memperoleh

50 Rakhmad Zailani Kiki, Kepala Divisi Pengkajian dan Pendidikan di JIC, Wawancara pribadi, Jakarta Utara, 3 maret 2020, pkl 12.30 wib.

informasi berkaitan dengan transformasi sosial yang terus berlangsung. Ketiga, dengan data dan analisis masyarakat islam di Jakarta, masyarakat keilmuan dari berbagai pergururan tinggi dan mancanegara dapat memulai kajian tentang Islam kontemporer di Indonesia dengan menjadikan pusat pengkajian dan pengembangan Islam Jakarta sebagai sebagai pintu masuk.51 KH Saifudin Amsir Mengadakan soft launching sebuah lembaga baru dengan nama Zawiyah Jakarta atau Betawi corner sedangkan grand launching nya akan diadakan di Jakarta Islamic Centre (JIC) pada bulan Maret nanti. Konsen lembaga baru ini adalah pada bidang pengkajian dan pengembangan dakwah kultural. Dipilihnya hari dan tanggal tersebut karena bertepatan dengan tiga peristiwa, yaitu Harlah Nahdatul ‘Ulama (NU) ke-83, Harlah Mu’alim KH. Syafi’I Hadzami, dan Harlah shohibul bait sendiri yang sekarang masih menjabat sebagai salah satu Rais Syuri’ah PB NU. Istilah Zawiyah Jakarta dicetuskan pertama kali oleh Syaikh KH. Saifuddin Amsir. Istilah ini yang dalam Bahasa Indonesia berrti Sudut Jakarta sarat dengan makna sufistik. Zawiyah Jakarta adalah sudut spiritualitas yang diharapkan dapat mencerahkan dan membebaskan ummat dari kesempitan hati yang berada di tengah-tengah pertarungan hidup dan bergulat denagn segala pertarungannya; sudut spiritualitas yang menjadi rumah bagi siapapun yang tersingkir dan merasa kalah oleh kekuatan dan tipu daya duniawi, gamang kepada ajaran-ajaran Islam yang hakiki, dan mendampingi mereka untuk mencapai derajat insan kamil. Keberadaan Zawiyah Jakarta dilatarbelakangi oleh kegelisahan beliau atas maraknya aliran atau ajaran sesat dan menyesatkan ibukota. Majlis taklim dan halaqoh yang ada belum cukup ampuh untuk menjadi oase penghilang dahaga spiritualitas ummat Islam yang mengikuti aliran dan ajaran tersebut. Selain itu, untuk mengantisipasi terjadinya permutadan orang Betawi akibat kedangkalan aqidah. Karena data yang diterima beliau cukup mengagetkan, yaitu sepanjang rentang tahun 2005 sampai 2008 saja sudah 100 (seratus) orang Betawi yang

51 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, ( Jakarta, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta JIC), h. 146- 147.

pindah agama, bahkan angka itu bisa dua atau tiga kali lipatnya. Sedangkan istilah Betawi Corner beliau cetuskan kemudian sebagai sudut intelektualitas yang melengkapi sudut spiritualitas. Sudut ini juga sebagai sudut tandingan atau antitesa dari sudut Amerika (American Corner) yang bercokol di berbagai universitas bergengsi di Indonesia yang ditenggarai mempunyai agenda tersendiri untuk merusak Islam dan semua agama yang ada melalui program liberalism dan pluralism pemikiran. Untuk menggolkan pemikiran beliau sehingga menjadi sebuah institusi, bukan perkara mudah. Butuh proses yang panjang, pemikiran dan pertimbangan matang, yang melibatkan Jakarta Islamic Centre (JIC) sebagai fasilitator dan ulama, para pakar serta pemerhati Betawi dari JIC dan di luar JIC yang bertindak sebagai ‘tim bidan’ dari kelahiran lembaga tersebut. Bermula dari Halaqah Khusus Ulama Betawi yang diadakan oleh Jakarta Islamic Centre (JIC) pada hari Kamis, 10 Mei 2007, ide tentang Betawi Corner dikemukan oleh Syaikh KH. Saifuddin Amsir. Konsep beliau tersebut kemudian dimatangkan kembali setahun kemudian oleh ulama, pakar, pemerhati dan budayawan Betawi, yaitu KH. Fatahillah Ahmadi, Prof. Dr. Yasmine Zaki Shahab, Alwi Shahab, Dr. Sechan Shahab, dr. H. Djailani, Drs. KH. Azhari Baedlawie, Yahya Andi Saputra, Dr. Ahmad Syafi’I Mufid, Drs. Achmad Syahrofi, MSi., tepatnya hari Selasa tanggal 18 Maret 2008 pada acara semiloka Betawi Corner di JIC. Untuk menguatkan idenya tentang keberadaan Betawi Corner, beliau secara kilas balik menceritakan tentang kwalitas ke-Islaman orang betawi tempo dulu. Menurut beliau, dulu, ke-Islaman orang Betawi sangatdikenal. Snouck C. Hurgronje, mengutip dari pendapat Ridwan Saidi, menyatakan tidak ada di Nusantara ini yang lebih relijius dari Orang Betawi. Begitu kuatnya Orang Betai memegang ke-Islamannya, Snouck C. Hurgronje sendiri tidak dapat menanamkan pengaruhnya ke tanah betawi. Bahkan Snouck pun menjadikan Guru Mughni, Kuningan sebagai rujukannya. Khusus dalam hal dakwak kultural, ulama Betawi juga sangat mumpuni. Sebagai contohnya adalah Guru Abdul Mujib, Tanah Abang mampu mengarang senandung Maulid dalam bahasa Betawi yang kini kitabnya sudah tidak ditemui lagi.

Namun, masih menurut Syaikh KH. Saifuddin Amsir, jika melihat kondisi sekarang ini, sangat sedikit ulama Betawi yang konsen di bidang dakwah kultural. Padahal tantangannya dakwah pada zaman sekarang ini dating dari ranah kultural. Sebagai contoh, mengutip dari paparan Prof. Dr. Yasmine Zaki Shahab dan Drs. Yahya Andi Saputra, agama lain telah mampu memproduksi kitab suci dalam Bahaa Betawi dan telah digunakan untuk memurtadkan Orang Betawi. Bahkan di Kampung Sawah, mereka telah berani memakai busana dan atribut yang merupakan simbol-simbol ke-Islaman orang Betawi dalam kepribadian mereka. Sedangkan dari ulama Betawi belum ada karya baru atau aksi yang dapat menandingi dan membungkam gerakan kultural mereka. Nama Betawi Corner kemudian disandingkan oleh Syaikh KH. Saifuddin Amsir dengan nama Zawiyah Jakarta, sehingga menjadi Zawiyah Jakarta/Betawi Corner. Diharapkan Zawiyah Jakarta/Betawi Corner dapat menjadi wadah pergerakan dakwah kultural yang manfaatnya diharapkan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Betawi saja tetapi juga oleh masyarakat luas.52 Sebagai bentuk apresiasi terhadap jasa-jasa Ulama falak di antaranya Guru Manshur Jembatan lima dan KH. Muhajirin Amsar Ad-Dary dan untuk mengaktualisasikan kembali hasil-hasil pemikiran mereka, Jakarta Islamic Centre pada hari selasa 11 September 2007 bertempat di aula serbaguna akan menggelar seminar dengan tema “kontribusi ulama Betawiterhadap hisab dan rukyat (Guru Manshur jembatan lima dan KH. Muhajirin Amsar Ad-Dary)”. Selain pembicara dari kedua belah pihak, Dr. T. Djamaluddin dari LAPAN, Bandung juga tampil sebagai pembahas utama. Selain sebagai sarana apresiasi dan aktualisasi, seminar ini juga dimaksudkan sebagai langkah awal untuj menyatukan pandangan-pandangan guna tercapainya sitem tunggal penanggalan Islam di Indonesia. 53Kehadiran JIC tidak hanya sekedar membangun image, mengubah yang hitam menjadi yang putih (JIC) dalam bentuk fisik, angunan dalam bentuk yang indah dan megah, tetapi lebih dari itu, yakni menjadi

52 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels h. 161-164. 53 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels h. 189.

markas besar dan pusat pengkajian dan pengembngan dakwah. Pada dasarnya, ada tiga tema utama dalam apa yang didmaksud dakwah di sisni. Pertama, pembangunan wawasan tentang peradaban Islam dan pengembangannya. Kedua, jalan menuju keluargasakinah dan Islam sebagai rahmatan lil alami. Tema pertama diharapkan dapat dipaparkan untuk setiap ceramah tujuh menit Kultum, yang diselenggarakan setiap selesai shalat dhuhur berjamaah.Sebagian besar penceramah adalah dari kalangan MUI, KODI, DMI dan BP JIC sendiri serta ulama sekitar. Tema kedua, keluarga sakinah, merupakan materi inti untuk kajian dhuha. Tema seperti ini, jamaah yang dating ke JIC memiliki pengetahuan dan contoh bagaimana membangun keluarga sakinah berikut profil keluarga sakinah yang telah terlebih dahulu sukses. Jika tema ini dapat diterima dan terbukti kebenarannya, tidak mustahil, JIC menjadi pusat pengkajian dan pengembangan model-model pembentukan keluarga sakinah tidak saja menarik warga masyarakat sekitar, tetapi juga untuk masyarakat yang lebih luas. Tema ketiga, adalah untuk khutbah Jum’at. Melalui khutbah dengan tema Islam sebagai rahmatan lil alamin, jamaah diharapkan akan menjadi mukmin yang beramal saleh dengan landasan pengetahuan yang benar. Penceramah dan khatib yang menjadi subjek utama kegiatan kuliah dhuha dan khutbah Jum’at adalah para ulama, sarjana dan mubaligh terpilih. Harapannya, khutbah mingguan ini dapat dijadikan tausyiah basyariyah yang berfungsi perlindungan dan penyelamatan dari kemungkaran dan mampu memeberikan motivasi meraih duniawi dan ukhrawi. Dakwah bil hal juga menjadi salah satu tugas pokok JIC. Dakwah dengan cara demikian akan dilaksanakan oleh bidang sosial budaya. Tentu saja strategi dan metodologi yang dipilih adalah berbeda degan dakwah sebgaimana telah disebutkan di muka. Untuk pengembangan dakwah yang demikian perlu informasi, data, sumber daya manuasia, teknologi dan manajemen tersendiri. Selain problem manajerial, dakwah Islam dewasa ini juga dihadapkan pada masalah interpretasi (hermeneutika). Ada banyak kasus masjid yang lambat dalam pengembangan kejamaahan disebabkan masalah ini. Persoalan khilafiyah, demikian masyarakat umum menyebutnya. Tidak ada seorang ulama atau sarjana

muslim ketika berkeinginan untuk menjelaskan tentang Islam yang tidak merujuk kepada nash. Dalam banyak kasus, masih sering terjadi dominasi sekelompok orang terhadap kelompok yang lain disebabkan prasangka yang dibangunnya sendiri. Meminjam istilah Michel Foucault, knowledge is power, eksklusivitas hermeneutika dapat menyebabkan kelemahan tidak saja dalam kejamaahan tetapi juga bangunan keilmuan. Proses keadaban senantiasa muncul dari sebuah proses. Apakah dari pendekatan deduktif maupun induktif. Pendekatan pertama telah berlalu, yakni munculnya Rasulullah, dilanjutkan oleh tegaknya khalifah, bnagunan keumatan syariah yang ditaati, penegakan hukum, dan pembangunan fisik yang kontinyu. Hasilnya adalah Baghdad, kairo, istambul, kordova, Isfahan, new delhi dan kota-kota pusat peradaban Islam lainnya. Kini semua itu tinggal kenangan. Umat yang tersegmentasi dalam berbagai madzhab pemikiran dan organisasi gerakan tidak mungkin bersinergi dan bekerja sama tanpa pengembangan toleransi (tasamuh)terhadap perbedaan pendapat dan penafsiran. Oleh karena itu perlu pendekatan kedua, yakni induktif, maksudnyakita mulai dengan yang kcil dan sederhana. Mengumpulka kasus demi kasus keberhasilan dakwah dan rekayasa umat di suatu tempat dan masa. Memikirkan dan mengkaji kasus demi kasus tersebut, kemudian direkontruksi dalam bentuk pemikiran dan aksi. Dicoba untuk diterapkan dan dievaluasi secara berkesinambungan.54 Jakarta Islamic Centre (JIC), Saat ini mulai mengembangkan masjid sebagai sentral dari sebuah pusat pengkajian dan pengembangan Peradaban Islam di Jakarta. Kegiatan dan pengkajian keislaman ini, diakomodir dalama satu wadah kegiatan bidang pendidikan dan latihan (Bidang Diklat) Strategi fungsional yang dijalankan bidang diklat JIC adalah dalam rangka menyelenggarakan pelatihan bermutu tentang berbagai aspek penting untuk segenap segmen umat guna peningkatan iman, taqwa, ilmu dan keahlian. Juga menyelenggarakan pendidikan non formal bermutu tentang berbagai bidang penting bagi umat. Selain itu bidang diklat JIC bertujuan menyelenggarajan kajian

54 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels h. 7-10.

tentang berbagai topic menarik (tekstual dan aktual) dan urgent bagi pengembangan pemikiran dan wawasan keislaman melalui berbagai forum skala nasional, regional dan internasional. Untuk meraih cita-cita dan harapan luhur JIC tersebut, juga telah diawali dengan serangkaian kegiatan program fungsi bidang Diklat yang mengarah pada peletakan dasar-dasar pendidikan dan latihan yang hendak diselenggarakan di wilayah pengembangan Jakarta Islamic Centre. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain, kegitan studi banding yang dilaksanakan ke sekolah- sekolah menenengah Islam unggulan dan Ponpes Modern Al-Zaitun sebagai pelaksana pendidikan formal yang telah berkibar pesat membawa bendera Islam. Selain itu studi terhadap lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan non formal di bidang pengembangan bahasa, komputer dan manjeman SDM di wilayah Jakarta mewakili lembaga-lembaga professional di bidangnya. Disertai juga diskusi-diskusi yang serius dan mendalam bersama para pakar dan praktisi pendidikan untuk membahas model pendidikan dan latihan yang tepat untuk diselenggarakan di JIC. Kegitan pengkajian ini terus berlangsung dan pada tahun 2005 tim perumus bidang diklat tengah merancang kurikulum dan modul yang akan digunakan dalam rangka mengembangkan fungsi fungsi DIKLAT JIC untuk kemaslahatan bersama umat Islam Pertengahan tahun 2005, fasilitas gedung Diklat Mulai dibangun. Dalam Master Plan JIC menempati area tanah 8000 m dan luas bagunanan 13.791 m, yang terdiri dari tiga lantai, dengan fasilitas ruang kelas dan Islamic studies. Selain dilengkapi sarana laboratorium bahasa dan laboratorium multimedia , gedung Diklat JIC juga dilengkapi dengan ruang perpustakaan konvensional dan digital ditambah dengan ruang pameran dan ruang audio visual, tentunya hal ini akan menawarkan fasilitas pendidikan yang lengkap dan modern untuk menunjang segenap fungsi pendidikan . Strategi bidang diklat ada empat jenis. Pertama, memfasilitasi pendidikan yang telah dikembangkan lembaga-lembaga keagamaan yang telah ada dilingkungan JIC. MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengembangkan PDU (Pendidikan Dirasah Ulya) dan KPU (Pendidikan Kadrr Ulama), sedangkan KODI

(KOrdinator Dakwah Indonesia) menyelenggarakan PKM (Pendidikan Kader Mubaligh). Kedua dan ketiga, Bidang Diklat JIC melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan baik di bawah pemerintah maupun di sector swasta baik dalam bentuk franchise maupun sharing. Di samping jenis fasilitasi dan kerjasama, dikembangkan pula bentuk diklat yang spesifik milik JIC. Program Diklat unggulan dan spesifik JIC di rancang dan dikelompokan dalam tiga jenis, yaitu kebahasaan, teknologi informasi dan manajemen. Jenis program unggulan tersebut antara lain program pelatihan ekstension untuk management dan trent peradaban modern, pelatihan-pelatihan manajeman masjid, training for trainer untuk para guru dan trainer pemula, kursus bahasa inggris dengan didukung software “Tell Me More’ pelatihan manajemen perencanaan program pelatihan ekonomi syariah, pelatihan kewira usahaan, pelatihan keuangan perbankan syariah pelatihan jurnalistik dan broadcast Islami, pelatihan creative learning dengan metode MIND MAP, Program Workshop 3D Movie Masker, Pelatihan AL Goritma pemograman komputer dengan animasi Alice 3D serta pelatihan-pelatihan terintegrasi yang dibuat berdasar permintaan konsumen Keseluruhan program pengembangan Diklat JIC tersebut disusun secara sistematik dan dirancang dalam rangka memajukan kualitas pendidikan umat menjadi umat yang berkualitas berperan aktif dalam membangun peradaban Islam sesuai visi dan misi JIC.55 Bidang sosial budaya Jakarta Islamic Centre (JIC) menggagas prototype model pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui msjid yang diawali dengan sebuah program pemetaan kondisi sosial budaya masyarakat di sekitar msjid JIC. Menurut Syafii Mufid, program pemetaan ini suatu yang baru dari yang pernah ada karena disusun dalam perspektif Antropologi. Ada pun prinsip-prinsip pendekatan yang dipakai antara lain; Pertama, mengutamakan pendekatan partisipatif di dalam mengelola program dengan melibatkan masyarakat atau jamaah dan stakeholder, sehingga agenda perubahan yang mereka wujudkan merupakan hasil dari kreatifitas yang disadari secara kritis dan dikembangkan dengan penuh tangung jawab.

55 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels h. 18-20.

Kedua, mengutamakan proses daripada sekedar capaian. Proses dirancang secara aspiratif dengan rangkaian kegiatan yang bersifat makroskopis sampai kepada yang bersifat mikroskopis. Pendekatan proses ini membutuhkan durasi program yang panjang sehingga pengembangan model pemberdayaan dapat dimonitor dan dikontrol dengan baik. Ketiga, menekankan kerja dan aksi kemitraan sehingga melahirkan bentuk kegiatan dan capaian yang terpercaya dan dijunjung tinggi oleh para partisipasinya. Keempat mengedepankan kekuatan atas kesadaran kritis guna melawan kesadaran semu sehingga mewujudkan kegiatan yang kongkret Akhirnya diharapkan, masyarakat dan jamaah di sekitar masjid mampu secara mandiri mencukupi kebutuhan mereka yang selanjutnya dapat memakmurkan masjid di masa depan.56 Jakarta Islamic Centre, sebagai pusat pengkajian dan pengembangan Islam di Jakarta, tentunya memiliki tanggung jawab moril untuk memfasilitasi umat dalam rangka menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang lengkap dan modern untuk membangun pemikiran umat lewat penyediaan sarana perpustakaan sebagai pusat informasi dunia. Perpustakaan yang akan dikembangkan dalam dua bentuk, selain dengan bentuk konvensional perpustakaan Jakarta Islamic Centre akan dikembangkan dengan digital Library/perpustakaan digital. Hal ini diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi perpustakaan sebagai sumber informasi Islam di Jakarta dan di dunia Islam. Perpustakaan Jakarta Islamic Centre memiliki beberapa keunggulan antara lain dalam segi pelayanan, dengan memunculkan konsep corner-corner antara lain Kids corner dan sakinah Corner diharapkan dengan adanya dua sisi pelayanan plus ini akan tumbuh kecintaan masyarakat untuk kembali menjadikan buku sebagai sumber informasi, sumber pengetahuan dan pelajaran serta hiburan yang apik bagi masyarakat, pelajar mahasiswa, pengusaha ulama bhakan anak sejak usia balita hingga remaja. Pada tahap awal akan dilakukan sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat antara lain dengan adanya kegiatan “telling story for kids” di mana

56 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels h. 23-24.

akan diangkat cerita-cerita dan kisah-kisah yang menarik bagi anak, juga akan diadaknnya bedah buku yang membahaspermasalahan seputar gaya hidup, trend dan ilmu pengetahuan yang layak diangkat menjadi isu dan ramai dibicarakan di tengah masyarakat sehingga menggugah masyarakat menjadi muncul keingintahuannya dan mulai gemar dating dan membaca berbagai rujukan permasalahan di tengah umat dengan kembali ke perpustakaan dan kembali pada solusi Islam Dengan langkah ini, Jakarta Islamic centre berharap agar dapat berperan menjadi “learning resource centre” dengan memberikan layanan dan fasilitas yang lengkap bagi masyarakat. Adanya kelengkapan fasilitas perpustakaan konvensonal dan digital yang terhubung dengan perpustakaan-perpustakaan umum lainnya, juga laboratorium bahasa, ruang diskusi, ruang konferensi serta ruang kursus dan unit-unit produksi audio visual dan multimedia dilengkapi dengan komputer, maka tujuan pembelajaran dan fungsi sumber informasi akan dapat dilaksanakan dengan baik untuk melayani kebutuhan masyarakat dan membangun sebuah kecemerlangan berfikir umat. Peran berikutnya adalah tentang penyembelihan hewan kurban secara higienis, JIC ini lembaga yang menjembatani kampus-kampus Islam dengan masyarakat kalau kampus lembaga akademis, mencetak intelektual, objek dan subjeknya adalah kaum intelektual kalau JIC objeknya ini masyarakat umum subjeknya hasil kajian dari paara pakar, jadi JIC menjembatani jika ada persoalan umat. Kita lihat dalam penyembelihan hewan kurban, masyarakat itu alakadarnya aja, tidak memperhatikan sisi higienitasnya, di halaman masjid sambil ngerokok, siapa aja boleh motong, bagi kita ini persoalan yang tidak kecil, karena kan menyebar atau muncul tempat potong hewan dadakan, ini kan berbahaya, karena kontak manusia denagan hewan sembelihan itu rentan terhadap virus atau bakteri, apalagi kalau misalnya lolos dari pemeriksaan tim dokter hewan jika berpenyakit. JIC kemudian mencari siapa yang bisa diajak bekerja sama tenteng membuat proses penyadaran masyarakat, tentang pentingnya penyembelihan hewan kurban yang syar’i dan higienis, selama ini kan kebanyakan masyarakat hanya tau tentang

syar’inya saja, asal menghadap kiblat saja baca doa tapi pada saat prakteknya kurang higienitas apalagi ada hewannya belum mati udah di potong kakinya, kan tidak beradab. JIC mengundang dokter hewan saat itu dokter Amir Mahmud, beliau punya panduan penyembelihan hewan kurban yang higienis dalam bukunya yang disebut HACP, Hazard Analisis Critical Point, itu model penyembelihan hewan di industry pemotongan hewan, jadi bagaimana dalam prakteknya, penyembelih itu harus menggunakan masker, tutup kepala, sarung tangan karena itu tempat bakteri jangan sampai kena ke daging hewan. yang diperhatikan itu bukan hanya hewannya tapi juga penyembelihnya jangan sampai sedang dalam keadaan sakit, kemudian peralatanya mulai dari pisaunya, alasnya jangan sampai daging kontak langsung dengan tanah, wadahnya jangan pelastik keresek, hewannya pun jangan sampai stres. sudah kita terapkan bertaun-tauhun dan menjadi model pernah masuk headline di Republika. JIC meerapkan dan melatih setiap tahun di masyarakat, caranya bagaimana? kita undang pihak pihak masjid yang sering menyelenggarakan penyembelihan hewan kurban dan kita beri penyuluhan, Bahwa JIC ini memiliki keterbatasan sumber daya manusia untuk melaksanakan tugas-tugas dan program kegitan, maka itu JIC membentuk komunitas- komunitas yang merupakan unsur dari masyarakat, ada komunitas falakiah dan sains jadi merekalah yang bergerak di luar dari pendanaan yang ada karena memang keterbatasan anggaran, tidak bisa banyak memberikan. ada komunitas Majlis Isthigozah di takmir, kalau ini komunitas yang ada di divisi pendidikan, jadi di JIC ini ada majlis-majlis setiap hari senen sampai hari kamis, kalau menjelang dhuhur ada Majlis Ta’lim ibu-ibu, tapi mereka tergabung dalam MAIS (Majlis Isthigozah Jakarta Islamic Centre). Kegiatan-kegiatan inilah yang menghidupkan memakmurkan, karena lagi- lagi ada keterbatasan yang JIC itu tidak bisa mengambil peran banyak, jadi masyarakat kita buka untuk berperan juga dalam bentuk komunitas. Jadi JIC kegiatannya bukan hanya dalam internal tapi juga dari komunitas, JIC sangat mendorong banyak komunitas yang hidup di daerah sekitarnya yang melakukan banyak kegiatan, jadi sebenarnya masyarakatlah yang banyak berperan, JIC

melatih mereka dan tidak ingin mereka hanya menjadi objek, tapi juaga subjek. Ada lagi komunitas Remaja Masjid, Madaris, Majlis Remaja Pemuda Masjid Jakarta Islamic Centre, JIC tidak bisa berharap banyak dari SDM Internal yang ada di JIC sendiri maka masyarakatlah yang digerakkan. Lalu ada pelatihan terhadap remaja pelajar untuk pelatihan motivasi, produknya power of dream, itu sudah jalan, lalu kemudian pembinaan masyarakat terkait kapasitas building peningkatan kapasitas masyarakat dalam pemberdayaan. Tadi sudah saya sebut bukan hanya sekedar membuat kue tapi juga skill untuk memanage komunitas dan sebagainya, ini kalau sasaran sosial budayanya sebenrnya lebih ke pemuda atau leadership. Lalu fungsi pengkajian dan pendidikan, ini mengkaji warisan-warisan ulama terdahulu dari pemikiran, karya-karyanya Karya tulis maupun karya intelektual seperti kitab-kitab yang dikarang oleh para ulama atau pun risalah, ini kita teliliti bukan sekedar kitabnya tapi juga figurnya kemudian diterbitkan dalam sebuah buku yaitu genelogi intelektual ulama betawi. Banyak orang bertanya kenapa JIC tidak mengangkat Habaib karena kita melihat kalau habaib itu sudah banyak yang melesetarikannya melalui Rabithah al Alawiah baik profil atau pun karyanya, tapi kalau Ulama Betawi siapa yang melestarikannya? Maka JIC cepat- cepat melakukan pelestarian khazanah-khazanah Ulama Betawi dengan menuliskan profil mereka supaya tidak mati obor atau kehilangan sejarahnya karena ahli waris sudah banyak yang wafat lama kelamaan habis maka di sinilah peran dari pusat pengkajian. JIC ini lembaga yang harus bisa merespon cepat terhadap persoalan- persoalan di Jakarta, missalnya sekarang ini masalah corona, kita riset ternyata yg lebih bahaya paniknya dari masyarakat kita seminarkan karena kita harus peka sensitive harus bisa menjawab persoalan yag ada di masyarakat, kita undang nih ada ahli medisnya, ulamanya.

C. Peran Ekonomi

Dalam bidang ekonomi jelas pemberdayaan ekonomi disini bukan hanya teori tapi juga praktek, melatih masyarakat agar tumbuh jiwa kewiraushaanya, di sini tidak hanya dikasih pusat pelatihan teori saja tapi ada tempat untuk praktek pembuatan roti, mie dan kue yang di support oleh Pt. Bogasari yaitu berupa alat masaknya, alat pembuat roti dan mie biayanya puluhan juta yang dihibahkan ke JIC dan sudah berkali-kali dilakukan pelatihan. Adapun fungsi-fungsi lainnya secara berurutan dari bawah, Fungsi infokom (informasi dan komunikasi) memberikan wawasan informasi pengetahuan kepada masyarakat melalui siaran radio, website kemudian media sosial tentang khazanah keislaman sehingga masyarakat dapat menambahkan wawasan infomasi tentang keislaman ini kan jelas untuk memajukan dan kemudian tentu untuk memajukan umat. Lalu fungsi sosial budaya dimana kultur tradisi adat istiadat yang hidup dimasyarakat yang terkait yang tidak bertentangan dengan ajaran islam itu di lestarikan dan dikembangkan. Misalnya ada tradisi maulid nabi Muhammad, JIC mengakomodir kemudian mensiarkanya melalui festival maulid nusantara itu pernah diadakan dahulu sampai menjadi agenda nasional dibuka oleh menteri agama. Kemudian diadakan di berbagai daerah di NTB, Sumatra, Kalimantan dll. Walaupun setelah itu tidak diadakan lagi terkait anggaran yang tidak memungkinkan, sebab posisi dananya bukan lagi pada hibah, kalau hibah masih bisa tapi tetap akan dihidupkan lagi dengan cara apa pun yang penting JIC sudah pernah mengadakannya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Jakarta Islamic Centre (JIC) merupakan sebuah lembaga pusat pengkajian dan pengembangan Islam di Jakarta yang terletak di Kramat Tunggak, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sebelum didirikannya JIC, Kramat Tunggak merupakan sebuah lokasi resosialisasi (Lokres) yang dibuat oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur DKi Jakarta, Ali sadikin yang pada saat itu menjabat, berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. Ca.7/1/13/1970 tanggal 27 April 1970 tentang pelaksanaan usaha lokasi resosialisasi (Lokres) / Relokasi wanita tuna susila. Didirikannya lokasi ini bertujuan untuk menjauhkan praktik prostitusi dari lingkungan masyarakat yang saat ini sedang merebak di Jakarta. Keberadaan Kramat Tunggak dengan prostitusinya dianggap sangat meresahkan masyarakat hingga muncul desakan dari masyarakat, ormas dan ulama agar menutup tempat tersebut. Kemudian ketika berganti pemerintahan Gubernur DKI Jakarta menjadi H. Sutiyoso, atas desakan itu lah yang kemudian pada tanggal 31 Desember 1999 menutup secara resmi Lokres Kramat Tunggak melalui surat keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 6485 Tahun 1998. Setelah itu, Sutiyoso memberikan ide dan gagasan untuk mendirikan sebuah Islamic Centre. Dan pada tahun 2001 didirikanlah Jakarta Islamic Centre (JIC) yang diharapkan dapat menjadi pusat peradaban Islam di Indonesia. Jakarta Islamic Centre (JIC) semakin berkembang dalam beberapa masa kepemimpinan, seperti pada masa kepemimpinan Mayjen, TNI (Purn), dr. H. Djailani (2004-2010). Banyak hal yang menjadi perhatiannya, mulai dari perencanaan jangka panjang, kedisiplinan karyawan, transparansi keuangan, memuliakan ulama hingga jamaah, dan juga estetika terhadap fisik bangunan JIC, seperti pembangunan fisik

74

masjid dan penetapan Masjid Jakarta Islamic Centre (JIC) sebagai masjid raya, selain itu juga terdapat pembangunan gedung sosial budaya, perencanaan konsepsi pendidikan, konsepsi hotel JIC sebagai aspek bisnis, dan membentuk forum komunikasi dan kerjasama Islamic Centre se-Indonesia sebagai Forum Silaturrahmi Islamic Centre se-Indonesia yang berpusat di JIC. Sedangkan pada kepemimpinan Drs. H. M Effendi Anas, Drs. H. Muhayat, dan Drs. KH. Shodri lebih memfokuskan kepada pengelolaan dan karyawan, karena melihat masa jabatannya yang tidak lama. Dalam fungsinya sebagai pusat peradaban islam, Jakarta Islamic Centre mempunyai beberapa aspek, diantaranya Aspek spiritual, pada aspek ini bisa terlihat adanya masjid sebagai tempat beribadah dan dakwah umat islam, serta mempelajati agama Islam. Kemudian aspek ekonomi, pemberdayaan ekonomi di JIC bukan hanya sekedar teori saja, akan tetapi juga menerapkan praktek guna melatih masyarakat agar tumbuh jiwa kewirausahaannya dengan memberikan pelatihan. Adapula aspek sosial budaya, yaitu dengan cara melestarikan dan mengembangkan tradisi yang hidup di masyarakat terkait keagamaan, seperti Maulid Nabi Muhammad yang kemudian disyiarkan melalui festival Maulid Nusantara yang rutin diselenggarakan. Selain itu JIC juga memberikan wawasan informasi pengetahuan kepada masyarakat melalui siaran radio, website dan sosial media tentang khazanah keislaman. Dan ada pula aspek pendidikan yang dituangkan dalm lembaga pendidikan seperti PAUD, TK, TPA, dan Madrasah Diniyyah, serta ada perpustakaan sebagai pendukung sarana pendidikan yang dibuka untuk umum dan pelajar atau mahasiswa.

B. Saran Untuk melengkapi penelitian ini, penulis ingin memberikan saran yang mungkin bisa bermanfaat, yaitu:

1. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini masih belum sempurna, hendaknya diadakan penelitian lebih lanjut mengenai peranan Jakarta Islamic Centre (JIC) dalam memajukan peradaban Islam di Jakarta khususnya, dan di Indonesia pada umumnya. 2. Bagi Jakarta Islamic Centre (JIC) hendaknya lebih meningkatkan SDM dan mengembangkan aspek-aspek yang ada di JIC sendiri agar terwujud cita-cita dan harapan Islamic Centre ke depannya. 3. Bagi pemerintah agar lebih memperhatikan dan mendukung penuh, serta menjaga eksistensi Jakarta Islamic Centre (JIC) saat ini. 4. Bagi Masyarakat hendaknya ikut serta menjaga dan memanfaatkan sebaik mungkin keberadaan Islamic Centre tersebut.

77

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999.

Aziz, Abdul, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,2001.

Chodijah, H. Dkk, Jakarta Islamic Centre : Dari Ufuk Timur yang Cemerlang, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2003.

Hadimaja, Rahmadhan Karta, Bang Ali Demi Jakarta 1966-1977, Jakarta: Sinar Harapan,1992.

Kiki, Rakhmad Zailani, Geneologi Intelektual Ulama Betawi (Melacak Jaringan Ulama Betawi dari awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21), Jakarta: Jakarta Islamic Centre, 2011.

Kiki, Rakhmad Zailani, Islam Ibukota dari Kramtung hingga ke Brussels, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta JIC,2009.

Kiki, Rakhmad Zailani, Jakarta Islamic Centre Membangun Ibukota (Peran & Kontribusi Ulama Jakarta), Jakarta: Pusat Pengakajian dan Pengembangan Islam JIC,2018.

Kartodirjo, Sartono, pendekatan ilmu sosial dalam metodologi sejarah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1992.

Kuntowijoyo, Pengantar ilmu Sejarah, Yogyakarta: Benteng Budaya, 1995.

Meleong , Lexy J, Metedologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.

Sedyaningsih, Endang R. Mamahit, Perempuan-Perempuan Kramat Tunggak, Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2010.

Sutiyoso, Jihad Sang Gubernur ( Refleksi Kebijakan Sutiyoso Memutihkan Tanah Hitam di Jakarta), Jakarta: Pustaka Cerdas, 2001.

Sokanto, Soerjono, Teori Sosiologi Tentang Perubaahan Sosial, Jakarta: Ghalia, Indonesia, 1983.

Wirosardjono, Soetjipto, Gita Jaya: Catatan H. Ali Sadikin, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977, Jakarta: Pemerintah DKI Jakarta, 1977.

Wawancara :

Jamaludin, Sofyan, Kepala Bagian Umum di JIC, Wawancara pribadi, Jakarta Utara, 3 maret 2020, pkl 14.00 wib

Karim, Paimun Abdul, Staf divisi pengkajian dan pendidikan di JIC, Wawancara pribadi, Jakarta Utara, 3 maret 2020, pkl 10.05 wib.

Kiki, Rakhmad Zailani, Kepala Divisi Pengkajian dan Pendidikan di JIC, Wawancara pribadi, Jakarta Utara, 3 maret 2020, pkl 12.30 wib.

TRANSKIP WAWANCARA

Wawancara 1

Mulyadi : Bagaimana sejarah Berdirinya JIC dari beberapa aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan agama?

Pak Paimun : Ya pertama nama saya Paimun Abdul Karim, saya sejak 2004 di Jakarta Islamic Centre dulu di bidang informasi dan komunikasi baru 2019 pindah ke bidang pengkajian dibawah pak Kiki. JIC ini sebagaimana kita tau kan didirikan oleh pemda DKI Jakarta pada era Pak Sutiyoso, nah beliau menutup tempat ini bekas dari lokalisasi kramat tunggak yang sudah berdiri pada tahun 1970an. Pada tahun 70an lokasi ini dibuat oleh pak ali sodikin lokasi seluas 11 hektar, dulu tuh di senen, kramat raya tuh banyak dan kalau malam tuh tidak enak untuk ibu kota, sementarakan pak ali tuh berfikir jakarta ini kota metropolitan. Sehingga beliau kumpulkan dilahan seluas 11 hektar, disini ini, ini lahan untuk mereka tinggal disebrangnya ada masjid At taubah, masjid at taubah ini ada masjid untuk mereka ibadah untuk mereka taubat, karena mereka disini ini di cek segala penyakit dan diobati oleh dinas kesehatan, mereka kalau mau sholat ke depan yaitu masjid at taubah dan ada juga panti untuk mereka di beri pengarahan dan pelatihan karena itu dinas sosial namanya adalah panti sosial karya wanita teratai harapan. Tapi mereka tuh tinggalnya aja tuh disini, karena pada saat itu terdapat 300 wanita tunasusila (WTS) dan 76 germo sehingga mereka berkreasi malam –malam praktek.

Semestinya mereka dikumpul kan dari beberapa daerah dijakarta ingin dibinalah atau dibimbing namanya saja lokasi resosialisasi harusnya mereka dipindah kesini dan dikembalikan lgi ke masyarakat harusnya tidak mengulangi lagi profesi itu, tapi mereka malah buka praktek disini. Makin lama disini makin berkembang dari 300an kemudian 500an nah puncaknya itu tahun 80an hampir 2000 orang totalnya karna menjelang penutupan tuh tinggal 1615an ini setahun sebelum ditutup. Mereka tidak disini tidak hanya faktor ekonomi saja, mereka kebanyakan dari daerah pantura. Bentuk awal rumah mereka tuh semipermanen tapi belakangan naik tingkat rata” 2 hingga 3 tingkat, karena jakarta pajaknya besar maka mereka berkamuflase jadi rumahnya depanya kelihatan 1 lantai tapi belakngnya tinggi. Lantai ke 2 itu kamar-kamar atau tempat prakteknya mereka. Kemudian hingga era pak sutiyo ini dianggap meresahkan, dari tahun 70an sampai mau penutupan itu umat islam demo terus-terusan minta lokasi kramat tunggak ditutup, setidaknya mereka demo tiap minggu minta ditutup tempat lokalisasi ini. Pada tahun 1998 pak Sutiyo membuat surat Penutupan tempat ini, karena itulah akhirnya dengan surat penutupan ini di persiapkanlah segala proses penutupan ini yaitu 1 tahun. Jadi sebelum penutupan para wanita ini di masukan ke pelatihan

tataboga, tatabusana , merias kecantikan agar mereka ketika di pulangkan diharap bisa merubah ke profesi lain. Nyaris pada penutupan ini tidak ada perlawan dan demo berbeda dengan doli dan kali jodoh. Jadi pada tahun 1999 ditutup pada tahun 2000 lahan seluas 11 hektar melakukan pembebasan dan pembangunannya 2001 dan 2002 selesai kemudian 2003 diresmikan. Cuma ada tarik menarik di awal, lahan seluas ini mau dijadikan apa? Ada yang bilang mau dijadikan Mall ada yang bilang mau dijadikan Perkantoran. Pak sutiyoso punya ide agar di buat masjid, kemudian beliau menelpon pak Azumardi azra dia menyampaikan niat nya bahwa di kramat tunggak ini dijadikan masjid, kemudian pak Azumardi medukung penuh pendapat pak Sutiyoso karna pada waktu itu pak Azumardi rektor IAIN.

Kemudian di dirikan 3 bangunan, bangunan Pendidikan, Sosial Budaya dan Masjid. Kalau peran JIC dalam memajukan islam, Sejak awal mendidirikan JIC ini memang untuk memajukan Islam tapi karena tema peradaban itu lagi menarik pada waktu itu jadi kita masang Visi kita Pusat Peradaban, nah peradaban itu dijabarkan 3 hal atau gerakan yaitu gerakan spiritual, gerakan sosial dan gerakan ekonomi. Islamic Centre itu Harus Masjid, Masjid yang punya fungsi lengkap tidak hanya aspek spiritual karena pada waktu itu masjid hanya digunankan untuk sholat aja, nah kita ingin berubah minimal ada sekolahan. Maka tidak bisa dinamanya Islamic centre kalau tidak memiliki 3 fungsi yatiu spritual, pendidikan dan ekonomi. Dan kita simpulkan sepakat bahwa JIC sebagai Prototype pengembangan Islamic centre se Indonesia. 2014 ini JIC di kuatkan Dengan PERDA nah ini puncak pengayom Hukum kita, sebelunya hanya SK gubernur , peraturan gubernur. JIC ini mempunya Hotel setara bintang 4 awalnya dulu untuk wisma atau asrama haji. Nah di gedung sosial budaya ini ada Hotel, Convention ( gedung pertemuan), perkantoran. Nah ini kenapa JIC ini kenapa tidak pakai bahasa Indonesia juga bukan pakai bahasa arab kenapa pakai bahsa Inggris Karena Islamic centre itu kan 2 suku kata Islam itu sifatnya centre itu funsinya. Kalau orang berbicara centre itu bukan hanya pusat tapi teknik pengkajianya seperti amin rais centre , habibi centre, megawati centre itu tuh lembaga pengkajian nah ini Islamic Centre maka disebut lembaga pengkajian Islam, jadi nama JIC ini adalah Jakarta Islamic Centre Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta. Terus Kenapa centre bukan center biar tidak anggap pro amerika. Nah kita pungkiri bahwa asal muasal islamic centre tuh dari Eropa karena di Inggris tuh ada sebuah Gereja yang diubah menjadi Islamic Centre.

Wawancara tanggal, 3 maret 2020 jam 10.05 WIB

Wawancara 2

Mulyadi : Kiprah atau pernan JIC dalam memajukan Islam di Jakarta tuh apa saja?

Pak Kiki : JIC ini memiliki fungsi-fungsi atau Visi dari JIC ini sebagai pusat peradaban islam. Ada Fungsi-Fungsi Ketakmiran, ada Fungsi Pendidikan pusat pengkajian, ada fungsi sosial budaya, ada fungsi bisnis, dan ada fungsi Infokom( informasi komunikasi). Ini semuanya bergerak untuk memajukan masyarakat, kalau ekonomi kan jelas kan pemberdayaan ekonomi disini bukan hanya teori tapi juga praktek, melatih masyarakat agar tumbuh jiwa kewiraushaanya, disini tidak hanya dikasih pusat pelatihan teori saja tapi ada tempat untuk praktek yang di support oleh Pt. Bogasari yaitu berupa alat pembuat roti dan mie. Fungsi infokom (informasi dan komunikasi) memberikan wawansan informasi pengetahuan kepada masyarakat melalui siaran radio, website kemudian media sosial tentang khazanah keislaman sehingga masyarakat dapat menambahkan wawasan infomasi tentang keislaman ini kan jelas untuk memajukan dan kemudian tentu untuk memajukan umat.

Lalu fungsi sosial budaya dimana kultur tradisi adat istiadat yang hidup dimasyarakat yang terkait yang tidak bertentangan dengan ajaran islam itu di lestarikan dan dikembangkan. Misalnya ada tradisi maulid nabi Muhammad SAW, kemudian mensiarkanya melalui festival maulid nusantara itu pernah diadakan dan menjadi agenda nasional dan Kemudian diadakan di berbagai daerah di NTB , sumatra , kalimantan dll. Lalu fungsi pengkajian dan pendidikan, ini kita mengkaji warisan” ulama terdahulu dari karya” pemikiran, Karya” tulis maupun karya” intelektual seperti kitab” yang dikarang oleh para ulama ataupun risalah ini kemudian kita terbitkan dalam sebuah buku yaitu genelogi intelektual ulama betawi. Nah banyak orang bertanya kenapa JIC tidak mengakat habib karena kita melihat kalau habaib itu sudah banyak yg melesetarikannya tapi kalau ulama betawi siapa yang melestarikannya? Maka JIC cepat” melakukan pelestarikan supaya tidak mati sejaranya karena kan ahli waris sudah banyak yang wafat lama” kan habis maka disinilah peran dari pusat pengkajian. Juga bidang pengkajian juga mengkaji tentang persoalan” keagamaan di jakarta contoh misalnya dijakarta pernah terjadi sesuatu yang menghebohkan tentang penglihatan hilal, dulu ada di cakung basmol dan jembatan lima untuk melihat hilal. Karena makin kesini jakarta semakin susah untuk melihat hilal makan JIC memberikan pengkajian untuk menetapkan tempat untuk melihat hilal,maka didatangkan lah ahlinya dan dari JIC ada team falakiyah sampai lah di pulau seribu, ternyata dijakarta masih ada tempat indah untuk melihat hilal, yaitu pulau karya. Kemudian penyembelihan hewan qurban secara higenis.

Wawancara 3

Mulyadi : Bagaimana Perkembangan JIC pada Masa KH. Shodri?

Pak Sofyan : Sejak pak KH. Shodri masuk ke JIC diangkat tahun 2013 mengantikan pa Muhayat, yg mengundurkan diri di tengah masa jabatannya, lembaga kita masih berdasarkan pergub 49 tahun 2019 masih berupa lembaga pusat pengkajian dan pengembangan, dari peraturan gubernur tersebut masih ada yang belum tercover dari sisi pengelolaan aset dan kesejahteraan karyawan. 2013 itu kita coba usung yang namanya perda, apa yag sudah digagas oleh pemimpin sebelumnya berkaitan dengan rancangan peraturan daerah. 2014 keluarlah perda tentang pusat pengembangan dan pengkajian Islam Jakarta setelah satu tahun sebelumya diusung perda tersebut, itu perda kawasan, di mana kawasan JIC ini 11 hektar ada tiga bangunan utama, bangunan ibadah, sosial budaya wisma dan bisnis center. Tahun 2015 keluarlah pergub tentang badan manajemen, tahun 2015 kita masuk masa transisi, dalam perda tersebut mengamanahkan bahwa lembaga ini dikelola oleh tiga unsur; unsur badan Pembina, unsur badan management dan unsur sekretariat pusat pengkajian dan pengembangan Islam Jakarta. Dua unsur pertama badan Pembina dan managemen, itu unsur murni masyarakat sedangkan sekretariat adalah unsur pemerintah daerah, Kepanjangan tangan dari pemprov dalam rangka untuk supporting badan management, baik dari pemeliharaan, perawatan sampai kepada program-program kegiatan yang sifatnya pelayanan kepada masyarakat, jadi 2015 kita masa transisi, 2016 baru berlaku. Nah sekretariat ini awalnya dia Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sendiri, terus ada peraturan pemerintah berkaitan dengan pemangkasan birokrasi. Kemudian 2017 itu menginduk kepada Dinas sosial sampai hari ini. Sempat SKPD kemudian menjadi Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) ketika SKPD enak, kita bisa buat platform sendiri, sedangkan ketika sekarang jadi UKPD unit kerja di bawah dinas sosial mau tidak mau harus berada dibawah platform dinas soial. Ada beberapa kegiatan yang belum masuk kode rekeningnya jadi tidak bisa diback up APBD Jika ada kegiatan yang tidak dibackup APBD kita biayai

dari dana umat, dana masyarakat misalnya dari keropak msjid sholat jumat, jadi begitu jika ada kegiatan penting yang menjadi wajah JIC belum bisa di back up APBD kita pakai dana umat, misalnya khitanan masal, dan secara koordinasi laporan via dinas sosial. Pak KH Shodri sendiri berada di badan management. Kalo ada badan Pembina kita enak bisa ada koneksi dengan gubernur jadi lebih mudah.

84

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Wawancara Dengan Pak Paimun Abdul Karim (Staf divisi pengkajian dan pendidikan di JIC)

85

Wawancara Dengan Pak Rakhmad Zailani Kiki (Kepala Divisi Pengkajian dan Pendidikan di JIC)

86

Wawancara dengan Pak Sofyan Jamaludin (Kepala Bagian Umum di JIC)

87

Perpustakaan JIC

Struktur Organisasi di JIC

88

Ruang Dalam Hall JIC

89

Masjid JIC dari Tampak Depan dan Belakang

90

Hotel di JIC