Kunjungan PDSPK Kemendikbud, Yang Dalam Hal Ini Diwakili Oleh Noorman Sambodo, S.Kom Dan Fitri Sumairawati, S.Psi Ke Dinas Pendidikan Kota Tegal

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Kunjungan PDSPK Kemendikbud, Yang Dalam Hal Ini Diwakili Oleh Noorman Sambodo, S.Kom Dan Fitri Sumairawati, S.Psi Ke Dinas Pendidikan Kota Tegal Kunjungan PDSPK Kemendikbud, yang dalam hal ini diwakili oleh Noorman Sambodo, S.Kom dan Fitri Sumairawati, S.Psi ke Dinas Pendidikan kota Tegal. Kami bertemu dengan Ibu Nur Vera Zenina, S.Kom , selaku Kasubag Umum dan Program di Dinas Pendidikan Kota Tegal, mengatakan bahwa di Kota Tegal banyak potensi cagar budaya yang ada dikarenakan peninggalan bangunan dari jaman belanda. Sementara ini sudah ditetapkan dengan penetapan daerah. Kota tegal juga berencana untuk membangun Museum Kebudayaan yang akan berisi kebudayaan lokal khas Kota Tegal, seperti baru-baru ini ditetapkan dua tarian khas Kota Tegal. Pertemuan selanjutnya dengan Sekretaris Dinas, Mochammad Mashar, A.h.T, yang membahas indikator APK APM, dikarenakan Kota Tegal sebagai kota yang banyak dijumpai oleh siswa siswi yang berasal dari daerah luar Kota Tegal. Info yang kami dapat mengenai acara kebudayaan adalah 18 April 2018 mendatang merupakan hari jadi Kota Tegal, yang mana akan diselenggarakan banyak acara yang berpusat di alun-alun Kota Tegal, seperti “Jateng Gayeng” yang merupakan pertunjukan ketoprak jawa dimana pejabat provinsi Jawa Tengah seperti Gubernur, Pejabat dari Dinas Pendidikan Dinas Pariwisata, DPRD maupun Sekda Kota Tegal akan menjadi aktor lakon pagelaran tersebut. Lalu akan ada “Tegal Tempoe Doeloe”, yang rencana akan diadakan akhir April dimana akan ada bangunan yang berisi oleh kuliner tradisional dan permainan tradisional yang akan tersaji disana. Selain itu akan ada Wayang Spektakuler yang merupakan kolaborasi dari 9 Dalang dari Kota Tegal yang akan mengisi pertunjukkan tersebut. PDSPK Kemendikbud sedang berada di ruang sidang dari Dinas Pendidikan Kota Tegal, melakukan sosialisasi APK APM dan verval stat dan membahas indikator yang berasal dari data dapodik. Untuk Cagar Budaya yang berada di Kota Tegal, sudah ada setidaknya 37 bangunan yang terindikasi bangunan cagar budaya, semoga , dapat menambah pengetahuan tentang kebudayaan di Kota Tegal dan bermanfaat bagi generasi mendatang. Total sampai tahun 2018, terdapat 37 Bangunan Yang Diduga Cagar Budaya. Berikut 6 Bangunan Yang Diduga Cagar Budaya di Kota Tegal. 1. Kelenteng Tek Hay Kiong Usia klenteng Tek Hay Kiong ini diperkirakan sudah mencapai 323 tahun. Tepatnya berdiri pada tahun 1690. Berada di jalan Gurameh No.4 Tegal, menempati areal tanah 660 meter dengan luas bangunan 420 meter, panjang bangunan ± 21 meter. Lebar bangunan ± 20 meter dan mempunyai tinggi bangunan ± 8 meter, berada di bawah Yayasan Tri Dharma Tegal. Bangunan klenteng ini melayani peribadatan agama Kong Hu Cu, Tao, dan Budha. Hal ini ditunjukkan dengan 3 tempat persembahyangan yang berbeda. Dewa pujaan utama dalam bangunan klenteng ini adalah Ze Hai Zhen Ren / Tek Hay Cin Jien, yang nama aslinya Konco Guo Liuk Kwan [Kwee Lak Kwa]. Arti dari penamaan itu adalah, “Seorang insan yang telah mencapai Ke Tuhanan dan Kebajikan seluas lautan". 2. Kantor Pos Tahun 1860-an merupakan revolusi dalam bidang telekomunikasi dan transportasi. Pelayanan telegraf dibuka untuk umum dimulai tahun 1856, disusul layanan pos modern tahun 1862. Di Tegal pelayanan pos, dan telegraf di buka pada awal abad XX dengan dibangunnya kantor Post Telegraafend Telefoon Dienst yang sekarang berada di Jalan Proklamasi No. 2 Tegal. Layanan Pos Tegal saat itu menjangkau wilayah Brebes, Tegal dan Pemalang. Layanan pos dan telegraf membuktikan Tegal menjadi wilayah urban dinamis. Sama seperti bangunan peninggalan kolonial, arsitektur bangunan Pos dan Telegraf punya ciri khas bangunan perkantoran era kolonial yakni monumental dan menyesuaikan dengan kondisi setempat. Gedung Pos Tegal memiliki luas bangunan ± 659 meter diatas tanah seluas ± 210 meter. Dengan panjang bangunan ± 30 meter, lebar bangunan ± 20 meter dan tinggi bangunan ± 7 meter. Bangunan ini pernah mengalami fungsi sebagai markas Angkatan Laut dan tahun 1954 diserahkan kepada Perusahaan Telepon dan Telegram (PTT) untuk difungsikan kembali sebagai kantor pos dan telegraf. Hingga pada akhirnya menjadi bagian dari PT Pos Indonesia. 3. Gedung DPRD Kota Tegal atau Rumah Residen Tegal Empat pilar menyangga kokoh bangunan bercat itu. Berada di jalan Pemuda No. 4 Tegal, diatasnya bertuliskan DPRD Kota Tegal. Di sinilah para wakil rakyat bersidang dan berdinas menjadi aspirator masyarakat kota Tegal. Sebelumnya bangunan itu dikenal sebagai Balaikota Tegal. Sejatinya bangunan gedung tersebut dikenal sebagai residenthuis Tegal. Tegal pernah menjadi ibukota karesiden dan sekaligus ibukota kabupaten (regentschaap). Ditetapkannya Tegal sebagai ibukota Residen diketahui ketika tahun 1824 pemerintah klonial mengangkat seorang Residen di Tegal. Penetapan Tegal sebagai karesidenan dan ibukota karesidenan dapat dilacak melalui Regeering Almanak van Nederlandsdsch Indie tahun 1824-1832. Sebuah sumber menyebutkan bangunan yang merupakan kediaman resmi Resident Tegal sudah berdiri tahun 1750-an oleh Mathijs Willem de Man (1720-1763) . Karesidenan Tegal membawahi wilayah Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang. Pusat pemerintahan karesidenan berada di kompleks yang sekarang dinamakan Gedung DPRD Kota Tegal. Berada diatas tanah seluas ± 4.600 meter, bangunan gedung DPRD mempunyai luas bangunan ± 1.468 meter dengan panjang bangunan ± 48, 80 meter, lebar ± 30,10 meter dan tinggi bangunan mencapai ± 8 meter. Tahun 1910 bangunan ini dialihkan menjadi kantor Asisten Resident Tegal yang tergabung dalam wilayah karesidenan Pekalongan. Penetapan Tegal menjadi bagian karesidenan Pekalongan ditetapkan dalam Staatsblad 170 / 1905, Aantoonede de administratie ve Indeeling de Residentie Pekalongan, tertanggal 28 Februari 1905. Semasa pasca kemerdekaan tahun 1950-an, bangunan ini difungsikan sebagai Balaikotapraja Tegal. Sedangkan untuk Kabupaten Tegal berada di Pendopo Alun-alun Kota Tegal sekarang. Sebelum nantinya pindah ke Slawi. Fungsi sebagai gedung DPRD dimulai tahun 1987, saat Balaikota Tegal pindah dari kompleks Balaikota lama di jalan Proklamasi menuju Pendopo Alun-alun jalan Ki Gede Sebayu sekarang. Sementara Pemerintah Kabupaten berpindah ke selatan, tepatnya di kecamatan Slawi yang dijadikan ibukota Kabupaten Tegal. 4. Gedung Lanal Tegal Perkembangan perniagaan yang dilecut dari angin liberalisme membawa dampak masuknya investasi dari swasta di Hindia Belanda. Sejumlah regulasi ditetapkan oleh Pemerintah kolonial. Salah satunya UU Agraria 1870. Aturan ini merubah dalam persoalan agraria. Produk hukum tersebut merupakan jawaban pemerintah kolonial atas tuntutan kaum liberal yang meminta kepastian hukum atas tanah yang dikuasai masyarakat/penduduk. Inilah yang kemudian menghasilkan hubungan horizontal.antara tanah, tenaga kerja dan kapital (baca pemilik modal). Investasi yang cukup pesat adalah pada bidang industri perkebunan. Produk utama perkebunan yang menjadi andalan diantaranya adalah tebu, tembakau, nila, kopi dan teh. Terkecuali kopi yang didominasi negara, perkebunan lainnya melahirkan perusahaan yang bergerak dalam bidang agrikultural. Kemajuan perniagaan didorong pula oleh banyaknya lembaga pendanaan yang menyuplai permintaan modal. Seperti Handelsvereeniging dengan modal f. 1,25 juta berdiri tahun 1878. Tahun 1881 didirikan Bank Koloniale dengan modal f 0,5 juta. Terakhir tahun 1863 berdiri di Amsterdam lembaga Handelsbank Matschappij. Lembaga ini mengkhususkan pada bidang perniagaan khususnya pada pendanaan perkebunan di Hindia Belanda. Ekspansi lembaga berkembang pesat. Pada tahun 1901 membuka cabang di Singapura, berturut-turut 1906 membuka di Hongkong sebagai upaya menunjang perniagaan gula, 1920 dibuka cabang di Sanghai, Calcutta, Bombay dan Kobe sebagai upaya mendukung perniagaan katun di kawasan Asia Timur dan Asia Selatan, 1921 mendirikan cabang di Tokyo, setahun berikutnya di Yokohama. Di tahun 1950 berganti nama Nationale Handelsbank. Pada tahun 1959 bank ini dinasionalisasi dengan nama Bank Umum Negara. Tegal merupakan salah satu wilayah yang pesat dengan perniagaan. Pada abad XIX wilayah ini telah memiliki industri gula dan areal perkebunan yang menjanjikan. Kawasan industri gula berpusat di Pangkah, Pagongan, Kemanglen, Balapoelang, Doekoehwringin, Kemantran dan Adiwerna Industri gula menciptakan peningkatan infrastruktur di kawasan Tegal. Pesatnya Tegal memungkinkan kawasan ini oleh pemerintah kolonial dijadikan sebagai gementee (setingkat kotapraja) tahun 1906, berdasarkan Staatsblad No 123, tertanggal 1 April 1906. Gedung Lanal TNI Angkatan Laut menjadi bukti pesatnya dinamika perkembangan ekonomi di kota Tegal. Berdiri tahun 1914, bangunan berciri Eropa klasik dan monumental ini pernah digunakan sebagai kantor N.V Handelsbank Matschappij, sebuah lembaga perbankan yang berkaitan dengan pendanaan pada sektor perkebunan. Berada pada jalan Proklamasi No.1 Tegal, ini membuktikan sejak kolonial, kota Tegal mempunyai medan magnet bagi ekonomi serta perniagaan. Berada diatas tanah seluas 2.970 meter, bangunan Lanal Tegal ini memiliki luas bangunan 1.069,2 meter dengan panjang 59,40 meter, lebar bangunan 18 meter dan tinggi bangunan mencapai 8 meter. Tipe klasik Eropa pada bangunan ini ada pada bagian pintu masuk yang diatasnya menyerupai bangunan kastil Eropa dan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan tropis dengan pengadaan ruang berventilasi dan jendela yang banyak dan tinggi sehingga menciptakan keteduhan di dalam ruangan. Bangunan ini berpindah ke TNI Angkatan Laut tahun 1960 dan digunakan sebagai Markas Komando ALRI Tegal. Pernah digunakan sebagai kantor PT Yala Gita dan Gedung Sional dan sekarang dipaqkai Markas Komando Angkatan Laut Tegal. 5. SCS dan Transportasi Kereta Api
Recommended publications
  • Nama IKMB Nama Pemilik Alamat Perusahaan Kelurahan Lama Kecamatan Skala Usaha Jenis Industri Komoditi Total Tenaga Kerja Pemasar
    Total Skala Jenis Nama IKMB Nama Pemilik Alamat Perusahaan Kelurahan Lama Kecamatan Komoditi Tenaga Pemasaran Usaha Industri Kerja BATIK TULIS RUSMANTO Bambang Rusmanto Bandengan Rt.01/05 Bandengan Pekalongan Utara Kecil Batik Batik tulis 6 Pekalongan BATIK "WIDIA AYU" Ny Nurul Arifa Bandengan Rt.04/05 Bandengan Pekalongan Utara Kecil Batik 69 Pekalongan BATIK TULIS RASPARI Raspari Bandengan Rt.03/05 Bandengan Pekalongan Utara Kecil Batik Batik tulis 4 Pekalongan BATIK WASIATUN Wasiatun Jl. Selat Karimata Rt.01 Rw.05 Bandengan Pekalongan Utara Kecil Batik Kain batik sutra cap dan tulis Pekalongan BATIK HAMZAH A Hamzah Banyurip Ageng Rt.02/06 Banyurip Ageng Pekalongan Selatan Kecil Batik Kain batik 9 ABDUL KALIM Abdul Kalim Banyuurip Ageng Banyurip Ageng Pekalongan Selatan Kecil Batik 35 Pekalongan BATIK KHOLIQ Abdul Kholiq Banyurip Ageng RT.03/03 Banyurip Ageng Pekalongan Selatan Kecil Batik Kain batik 4 Surabaya BATIK CAP NUR HUDA Agus Ilyas Banyurip Ageng Rt. 4/2 No.5 Banyurip Ageng Pekalongan Selatan Kecil Batik Kain batik 5 Pekalongan KRIWILAN AGUS NAENI Agus Naeni Banyurip Ageng RT.05/01 Banyurip Ageng Pekalongan Selatan Kecil Batik Kain batik 3 Pekalongan BATIK CAP "AHMAD JAMIK" Ahmad Jamik Banyurip Ageng RT.01 RW.05 Banyurip Ageng Pekalongan Selatan Kecil Batik 14 Solo AHMAD MASRUR Ahmad Masrur Banyuurip Ageng Banyurip Ageng Pekalongan Selatan Kecil Batik 24 Pekalongan BATIK CAP CHUSAINI Chusaini Banyurip Ageng Rt. 5/3 Banyurip Ageng Pekalongan Selatan Kecil Batik Kain batik 6 Pekalongan BATIK CAP FACHRUDIN Fachrudin Banyurip Ageng Rt. 5/3 Banyurip Ageng Pekalongan Selatan Kecil Batik Kain batik 7 Yogya BATIK CAP GHOZALI Ghozali Banyurip Ageng Rt.
    [Show full text]
  • Sugar, Steam and Steel: the Industrial Project in Colonial Java, 1830-1850
    Welcome to the electronic edition of Sugar, Steam and Steel: The Industrial Project in Colonial Java, 1830-1885. The book opens with the bookmark panel and you will see the contents page. Click on this anytime to return to the contents. You can also add your own bookmarks. Each chapter heading in the contents table is clickable and will take you direct to the chapter. Return using the contents link in the bookmarks. The whole document is fully searchable. Enjoy. G Roger Knight Born in deeply rural Shropshire (UK), G Roger Knight has been living and teaching in Adelaide since the late 1960s. He gained his PhD from London University's School of Oriental and African Studies, where his mentors included John Bastin and CD Cowan. He is an internationally recognised authority on the sugar industry of colonial Indonesia, with many publications to his name. Among the latest is Commodities and Colonialism: The Story of Big Sugar in Indonesia, 1880-1940, published by Brill in Leiden and Boston in 2013. He is currently working on a 'business biography' — based on scores of his newly discovered letters back home — of Gillian Maclaine, a young Scot who was active as a planter and merchant in colonial Java during the 1820s and 1830s. For a change, it has almost nothing to do with sugar. The high-quality paperback edition of this book is available for purchase online: https://shop.adelaide.edu.au/ Sugar, Steam and Steel: The Industrial Project in Colonial Java, 1830-18 by G Roger Knight School of History and Politics The University of Adelaide Published in Adelaide by University of Adelaide Press The University of Adelaide Level 14, 115 Grenfell Street South Australia 5005 [email protected] www.adelaide.edu.au/press The University of Adelaide Press publishes externally refereed scholarly books by staff of the University of Adelaide.
    [Show full text]
  • Compilation of Manuals, Guidelines, and Directories in the Area of Intellectual Property (Ip) Portfolio Management
    DRAFT FOR DISCUSSION COMPILATION OF MANUALS, GUIDELINES, AND DIRECTORIES IN THE AREA OF INTELLECTUAL PROPERTY (IP) PORTFOLIO MANAGEMENT CUSTOMIZED FOR THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) MEMBER COUNTRIES TABLE OF CONTENTS page 1. Preface…………………………………………………………………. 4 2. Mission Report of Mr. Lee Yuke Chin, Regional Consultant………… 5 3. Overview of ASEAN Companies interviewed in the Study……...…… 22 4. ASEAN COUNTRIES 4. 1. Brunei Darussalam Part I: Listing of Manuals, Guidelines and Directories in the Area of Intellectual Property (IP) Portfolio Management………………………. 39 Part II: Success Stories…………………………………………………. 53 4. 2. Cambodia Part I: Listing of Manuals, Guidelines and Directories in the Area of Intellectual Property (IP) Portfolio Management………………………. 66 Part II: Success Stories…………………………………………………. 85 4. 3. Indonesia Part I: Listing of Manuals, Guidelines and Directories in the Area of Intellectual Property (IP) Portfolio Management………………………. 96 Part II: Success Stories…………………………………………………. 113 4. 4. Lao PDR Part I: Listing of Manuals, Guidelines and Directories in the Area of Intellectual Property (IP) Portfolio Management………………………. 127 Part II: Success Stories…………………………………………………. 144 4. 5. Malaysia Part I: Listing of Manuals, Guidelines and Directories in the Area of Intellectual Property (IP) Portfolio Management………………………. 156 Part II: Success Stories…………………………………………………. 191 4. 6. Myanmar Part I: Listing of Manuals, Guidelines and Directories in the Area of Intellectual Property (IP) Portfolio Management………………………. 213 Part II: Success Stories…………………………………………………. 232 4. 7. Philippines Part I: Listing of Manuals, Guidelines and Directories in the Area of Intellectual Property (IP) Portfolio Management………………………. 248 Part II: Success Stories…………………………………………………. 267 4. 8. Singapore Part I: Listing of Manuals, Guidelines and Directories in the Area of Intellectual Property (IP) Portfolio Management……………………….
    [Show full text]
  • Sejarah Keresidenan Palembang
    SEJARAH KERESIDENAN PALEMBANG Oleh: Kemas A. R. Panji Dosen Luar Biasa pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Budaya Islam IAIN Raden Fatah dan FKIP Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Palembang. Sri Suriana Dosen Sejarah pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Budaya Islam UIN Raden Fatah Palembang. Abstract: Since the abolition of the Sultanate of Palembang Darussalam in 1825 by the Dutch colonial government, the town changed its status becoming Resident region, led by a Resident. Pointing Dutch government or lift a man named J.L. van Sevenhoven as First Resident. Palembang residency divided into several Afdeeling except in the capital of Palembang. Afdeeling each headed by a Resident Assistant. Each Afdeeling consists of Onder Afdeeling headed by a controller. Each Onder Afdeeling there are clans, each headed by a Chief Marga (Pasirah). While the capital city of Palembang is divided into two, namely the District across Ilir District and District Seberang Ulu held by a Demat. Residency of Palembang, Jambi, Lampung and Bangka Belitung included in the Province of South Sumatra, is the fourth residency in the early days were in the area Administrative Sumatra (1 province) with capital of Medan, Sumatra then divided into 3 new Province namely: North Sumatra Province (It consists of Residency of Aceh, East Sumatra (Medan), and Tapanuli), Central Sumatra Province (It consist of Resident of West Sumatra (Bukit Tinggi), Riau, Jambi), South Sumatra Province (consisting of: Residency of Palembang, Bengkulu, Lampung and Bangka-Belitung). Post-Expansion into 3 provinces of Sumatra, Palembang Resident position changes its status to the Governor of South Sumatra.
    [Show full text]
  • Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Di Eks Karesidenan Pekalongan
    PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 Kode Pos 50141 email : [email protected] Semarang STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI EKS KARESIDENAN PEKALONGAN LAPORAN AKHIR TAHUN 2014 Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunung api, tsunami, dan anomali cuaca masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya. Wilayah eks karesidenan Pekalongan yang terdiri dari Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten batang, Kabupaten Pemalang, Kota Tegal, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes merupakan wilayah di Jawa Tengah yang mengalami beragam bencana. Mengingat wilayah tersebut terdiri dari Gunung,pegunungan perbukitan dan pesisir. Pegunungan atau lereng Gunung Slamet yaitu di wilayah Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal dan Brebes, pesisir yaitu diwilayah Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Batang, sebagian pemalang, brebes dan Kota Tegal. Berdasarkan kondisi topografi dapat dilihat jenis bencana yang mungkin terjadi di wilayah tersebut yaitu longsor dan angin puting di wilayah pegunungan dan perbukitan, Ancaman Gunung Berapi Slamet,dan wilayah pesisir bencana yang dominan terjadi adalah banjir dan rob Berbagai cara yang dilakukan oleh masyarakat sebagai upaya untuk menghadapi bencana melalui berbagai kegiatan agar selamat dan dapat memenuhi kebutuhan di masa depan dalam berbagai unsur kehidupan.
    [Show full text]
  • Value Chains and Job Selection Between Fisheries, Batik, and Traditional Restaurant in Costal Region of Pekalongan and Tegal – Indonesia
    THE ROLE OF GENDER : VALUE CHAINS AND JOB SELECTION BETWEEN FISHERIES, BATIK, AND TRADITIONAL RESTAURANT IN COSTAL REGION OF PEKALONGAN AND TEGAL – INDONESIA Aini Nur Furoida, Fendika Damar Pangestu, Ika Suciati, and Indah Susilowati* Faculty of Economics and Business, Diponegoro University - Indonesia 2 Fisheries fisheries are the role of NEED Fisheries considered a men's women is in their value chain environment fish processing analysis there is because the main and distribution a male or focus is only on activities female role in fishieries fishing The fisheries sector is so it needs closely related to the to contribute uncertainty of catches to the role which results in income of women in uncertainty increasing family coastal communities income cannot only depend on the fisheries sector In addition to the fisheries Gender roles in the value chain sector in Pekalongan activities of the fisheries, batik, Regency, the role of women and traditional Tegal restaurant is seen in the activities of the industries and the prospects of batik value chain. whereas the three sectors in the future in in the City of Tegal, the role meeting economic needs make of women is seen in the people indirectly choose jobs activities of the traditional among the three sectors. restaurant industry. 4 gender roles in the fisheries value chain, batik, and traditional tegal restaurants analyze women's job selection between the fisheries sector, batik or other in Wonokerto Sub-district, Pekalongan Regency the selection of women's jobs between the fisheries sector, traditional tegal food stalls or other Tegal Barat Districts - Tegal City which is used as the basis for job choices for future generations.
    [Show full text]
  • ADDRESSING SEA LEVEL RISE THROUGH INTEGRATED COASTAL ZONE MANAGEMENT: SEMARANG and DEMAK AS CASE STUDY Nurhidayah, Laely ; ;
    ADDRESSING SEA LEVEL RISE THROUGH INTEGRATED COASTAL ZONE MANAGEMENT: SEMARANG AND DEMAK AS CASE STUDY Nurhidayah, Laely ; ; © 2019, INTERNATIONAL NETWORK FOR GOVERNMENT SCIENCE ADVICE This work is licensed under the Creative Commons Attribution License (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/legalcode), which permits unrestricted use, distribution, and reproduction, provided the original work is properly credited. Cette œuvre est mise à disposition selon les termes de la licence Creative Commons Attribution (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/legalcode), qui permet l’utilisation, la distribution et la reproduction sans restriction, pourvu que le mérite de la création originale soit adéquatement reconnu. IDRC Grant/ Subvention du CRDI: 108397-001-Effective science advice for governments in the developing world Addressing Sea Level Rise Through Integrated Coastal Zone Management: Semarang and Demak as Case Study Laely Nurhidayah INGSA Research Associate 2018 (Indonesian Institute oF Sciences (LIPI) Macquarie University, 16 November 2018 Introduction • Indonesia as an archipelagic state is extremely vulnerable to SLR threat. • SLR impacts have been observed in several coastal cities in Indonesia such as Jakarta, Pekalongan, Semarang, Demak. • 1,500 of Indonesia's islands could be under water by 2050 because of rising sea levels (Maplecroft's Climate Change Vulnerability Index). • Many models by experts have projected that sea level will rise by 25 cm to 50 cm in 2050 and 2100, which will inundate most coastal cities in Indonesia.
    [Show full text]
  • The Determinant Factors of Development Batik Cluster Business: Lesson from Pekalongan, Indonesia
    227 SUPARNO, Agus WIBOWO, Saparuddin MUKHTAR, Bagus Shandy NARMADITYA, Hikmah Diana SINTA / Journal of Asian Finance, Economics and Business Vol 6 No 4 (2019) 227-233 Print ISSN: 2288-4637 / Online ISSN 2288-4645 doi:10.13106/jafeb.2019.vol6.no4.227 The Determinant Factors of Development Batik Cluster Business: Lesson From Pekalongan, Indonesia 1 2 3 4 5 SUPARNO , Agus WIBOWO , Saparuddin MUKHTAR , Bagus Shandy NARMADITYA , Hikmah Diana SINTA Received: July 08, 2019 Revised: September 16, 2019 Accepted: September 30, 2019 Abstract The study examines how business conditions, demand conditions and the role of government can influence the development of batik clusters in Pekalongan. This research is expected to be able to provide recommendations for both employers and local governments in order to help in optimizing the development of batik clusters. The research applied a quantitative research by engaging multiple regression analysis as an effort to understand the effect of the relationship between independent and dependent variables. In addition, this research was conducted in three largest batik clusters in Pekalongan, Indonesia namely batik cluster of Pasindon, Kauman, and Jenggot. These results indicate that business conditions positively affect the batik clusters development. It implies that the greater both business conditions in a cluster will lead the better the development. Indeed, the demand conditions also have an impact on the cluster development. This finding remarked that demand conditions are variable that need to be considered to development of batik cluster. Lastly, Government’s role is confirmed that positively related to the Development of Batik Clusters. It implies that the more active the government’s role in a cluster will have a good impact on the development of the cluster in certain area.
    [Show full text]
  • (2) No.1. April 2019. the Achievement of Complete Basic
    View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Universitas Diponegoro: Undip E-Journal System (UEJS) Portal JPHTCR. Volume 2 No.2. October 2019. The Impact of Batik Sewage Disposal Towards Dug Well-Water JOURNAL OF PUBLIC HEALTH FOR TROPICAL AND COASTAL REGION (JPHTCR) Journal homepage: http:/ejournal2.undip.ac.id/index.php/jphtr/index ISSN : 2597-4378 Research Article The Impact of Batik Sewage Disposal Towards The Quality of Dug- Well Water in The Batik Industry Center of Jenggot Pekalongan City Slamet Budiyanto 1), Anies2), Hartuti Purnaweni 3), Henna Rya Sunoko 2) 1) Doctoral Program of Environmental Science School of Postgraduate Diponegoro University Coresponding Author : [email protected] 2) Faculty of Medical Diponegoro University 3) Faculty of Social Science and Political Science Diponegoro University Abstract Backgorund: The development of batik industry in Indonesa today is quite rapid after batik has been acknowledged by UNESCO as the intangible world heritage from Indonesia. Pekalongan City is well-known as “Batik City” and it is one of the biggest batik industry centers in Indonesia with its 917 batik industries. Jenggot (administrative) village is one of the biggest batik industry centers in Pekalongan with 203 artisans of batik indstries. The process of batik making needs some dye of synthetic one containing heavy metals one of which is Pb. The present condition, most of the batik industry sewage in Jenggot goes straight to the environment without prior treatment. The purpose of this research is to find out the impact of the disposal of batik sewage containing heavy metal Pb towards the quality of dug-well water around the areas of batik sewage disposal.
    [Show full text]
  • Rotterdamsche Bank, 1863-1964
    ABN AMRO Historisch Archief RotteRdAmscHe BAnk, 1863-1964 A false start, 1863-1911 Rotterdamsche Bank was founded in Rotterdam on May merger by taking over the old Amsterdam brokers 16, 1863 by a group of businessmen and bankers. One of Determeijer Weslingh & Zn. (est. 1765). This move caused them was Marten Mees, a partner in R. Mees & Zoonen, quite a shock in Dutch financial circles on account of the who thus unwittingly created a formidable rival for his traditional rivalry between the cities of Amsterdam own Rotterdam bank. The founders sought to establish and Rotterdam. Two years later Robaver took over a credit institution modelled on Britain’s Colonial Bank to Amsterdam-based Labouchere, Oyens & Co.’s Bank, meet the growing borrowing requirements of companies successor to Ketwich & Voombergh of 1790. This was operating in the Dutch East Indies. These plans proved followed in 1915 by the acquisition of Nationale Bank of The Hague. Numerous local banks were added to the list of acquisitions. Within just a few years, Robaver grew more than it had done in the first fifty years of its existence, and became one of the largest banks in the country. These moves by Robaver triggered a process of concentration and amalgamation among the commercial banks in the Netherlands, which was in keeping with a similar development in trade and industry. But it heralded the demise of many of the smaller banks. to be too ambitious and loss-making and all East Indian branches were consequently closed down. Along with other banks including R. Mees & Zoonen, Rotterdamsche Bank suffered heavy losses in the so-called Pincoffs Affair of 1879 and after licking its wounds confined its activities to Rotterdam and the surrounding area.
    [Show full text]
  • The Development of Yogyakarta Special Batik Design to Meet Customer Desire and Satisfaction Using Quality Function Deployment Fauziyah1*
    Advances in Economics, Business and Management Research, volume 176 Proceedings of the 4th International Conference on Sustainable Innovation 2020-Accounting and Management (ICoSIAMS 2020) The Development of Yogyakarta Special Batik Design to Meet Customer Desire and Satisfaction Using Quality Function Deployment Fauziyah1* 1Department of Management, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia *Corresponding author. Email: [email protected] ABSTRACT Small and Medium Enterprises (SMEs) are industrial sectors that play an essential role in supporting the Indonesian economy. SMEs hold a strategic role in the economic, social, and political fields because of its contribution to gross national product (GNP) and reducing unemployment. The SME sector that has grown rapidly in the last decade is batik. Almost all provinces in Indonesia have batik with their characteristics. Batik has a varied and unique design. High innovation and creativity support this design, making the batik industry more existent and developed. In this case, Yogyakarta is the center of the batik industry, which is growing rapidly, especially in terms of batik design. Consumers have many choices according to their character and taste. However, to better understand the design desired by consumers, it is necessary to conduct research related to the development of batik designs. The purpose of this study was to analyze the development of a special Yogyakarta batik design to fulfill customer desires and satisfaction by using Quality Function Deployment (QFD). The QFD method can be used to identify consumer desires, which will ultimately impact customer satisfaction. According to the manufacturer, based on the relationship between technical responses, the design improvement priorities included color selection, innovative design, and classical design.
    [Show full text]
  • Bank Indonesia for the Financial Year 1959 - 1960 B a N K I N D O N E S I A
    B A N K I N D O N E S I A REPORT FOR THE YEAR 1959 - 1960 * REPORT OF THE GOVERNOR OF BANK INDONESIA FOR THE FINANCIAL YEAR 1959 - 1960 B A N K I N D O N E S I A Head Office : DJAKARTA Branch Office : AMSTERDAM Representative Offices : LONDON NEW YORK Agencies : AMBON, AMPENAN, BANDJARMASIN, BANDUNG, DJEMBER, JOGJAKARTA, KEDIRI, MAKASAR,. MALANG, MEDAN, MENADO, PADANG, PAI,EMBANG, PONTIANAK, SEMARANG, SOLO, SURABAJA, TJIREBON. GENERAL REVIEW After H.E. the President decreed the re-institution of the Constitution of 1945 on July 5, 1959, the Republic of Indonesia in fact, reverted to the philosophy of the “Pantjasila” (Five Principles), born amidst the Revolution, but deviated from during these last few years. The main principles revolved around the ideas of “gotong rojong” (mutual co-operation) and “kekeluargaan” (family principle), inherently national traits, which continued to live even during the colonization period of more than three centuries. These core philosophies of ‘gotong rojong” and “kekeluargaan” ultimately crystal- lized in the present concept of “Guided Democracy”. Subsequently these changes in philosophic outlook and political concept called also for modifications in the economic field. Our economy, being an inheritance of the 19th century freefight liberalism — instead of being anchored in definite concepts logically arising from the national traits— so far remained exposed to cyclical forces and now had necessarily to be aligned to the philosophic and political concepts given form and substance already by the 1945 Con- stitution, i.e. in its general form in article 33. The words “guided economy”— Guided Economy being our present foun dat- ion—vary in meaning and content in capitalist and communist countries.
    [Show full text]