NILAI ESTETIKA KAIN SONGKET MELAYU DI KABUPATEN BATU

BARA

SKRIPSI

DISUSUN OLEH :

RAHMI

130702011

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

Rahmi, 130702011, Judul Skripsi : Nilai Estetika Kain Songket Melayu di Kabupaten Batu Bara suatu Tinjauan Estetika. Dosen Pembimbing : Drs. Irwan M.Si.

Permasalahan didalam penelitian ini adalah bagaimana penulis menemukan motif, dan estetika apa yang terdapat dalam motif kain songket Melayu di Kabupaten Batu Bara. Teori yang penulis gunakan adalah teori estetika. Metode yang penulis gunakan adalah metode kualitatif deskriptif yaitu menganalisa secara langsung fakta yang ditemukan di lapangan. Hasil yang diperoleh penulis di lapangan adalah penulis menemukan 4 bentuk motif, yaitu motif bentuk tumbuhan, motif bentuk benda alam, motif bentuk makanan, dan motif bentuk geometris. Selain tentang motif, penulis juga menemukan estetika apa yang terdapat pada motif kain songket Melayu di Kabupaten Batu Bara.

Kata kunci : Motif Songket, Esetetika Songket, Teori Estetika.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.Skripsi ini berjudul Nilai Estetika Kain Songket Melayu di Kabupaten Batu Bara.

Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar sarjana sastra. Agar memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh tetntang skripsi ini, penulis akan memaparkan rincian sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Skripsi ini terdiri atas 5 bab, yaitu: Bab I berisi pendahuluan, terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.Bab II membahas tinjauan pustaka, yang mencakup kepustakaan yang relavan dan teori yang digunakan yaitu teori estetika.Bab III membahas tentang metode penelitian, yang terdiri atas metode penelitian, lokasi penelitian, geografi wilayah penelitian, instrumen data, sumber data penelitian, metode pengumpulan data yang terdiri dari metode pustaka, metode lapangan, dan metode analisis data. Bab IV membahas hasil dan pembahasan temuan di lapangan yaitu motif kain songket, serta esetetika apa yang terdapat pada kain songket. Dan yang terakhir bab V penutup, penulis memaparkan hasil kesimpulan dan saran dari penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

Medan, Februari 2018

Penulis

Rahmi

130702011

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini penulis mendapat banyak bimbingan, petunjuk saran dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A sebagai Ketua Departemen Bahasa dan

Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Mardiah Mawar Kembaren, M.A, Ph. D, sebagai Sekretaris

Departemen Bahasa dan Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Irwan, M.Si sebagai pembimbing penulis, yang telah

memberikan arahan, tenaga, dan waktu dalam membibmbing penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak/Ibu Staf pengajar di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama proses pembelajaran

di Departeman Bahasa dan Sastra Melayu Universitas Sumatera Utara.

6. Staf pegawai kak Trida dan bang Payogo di Departemen Bahasa dan

Sastra Melayu Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis

dalam mempersiapkan segala urusan yang berkaitan dengan akademik,

baik itu selama masih sebagai mahasiswa aktif hingga penulis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menyelesaikan perkuliahan di Departemen Bahasa dan Sastra Melayu

Universitas Sumatera Utara.

7. Terkhusus dan yang teristimewa kepada kedua orangtua penulis Diva

Samudra dan Mariatun yang telah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran,

materi, serta doa-doa yang terus dipanjatkan kepada Allah SWT untuk

penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas cinta dan kasih

sayang yang diberi untuk penulis, kiranya Allah SWT membalas jasa-jasa

kedua orangtua penulis karena telah mengiringi langkah penulis sampai

meraih gelar sarjana.

8. Kepada abangda Rahmad Hakim, kakanda Intan Cahaya, serta adinda

Muhammad Rizky Hamdani walaupun kini adinda telah pergi untuk

selamanya pada 7 bulan yang lalu, namun penulis tak pernah lupa dengan

adinda yang selalu menyemangati penulis, menaruh perhatian,

memberikan kasih tulusmu kepada penulis, skripsi ini penulis

persembahkan untuk adinda tercinta yang tak akan pernah hilang dalam

ingatan walau kini hanya tinggal kenangan. Terimakasih kepada abangda

dan kakanda atas materi maupun non materi, penulis mengucapkan

terimakasih banyak atas dukungan yang diberi selama ini, hingga penulis

meraih gelar sarjana sastra.

9. Kepada abang ipar Syahri Ramadhan dan kakak ipar Fitri, karena selalu

mengingatkan untuk selalu semangat dalam mencapai cita-cita serta

motivasi-motivasi yang diberi, jangan jadi orang pemalas kalau ingin

menjadi orang sukses. Terimakasih juga kepada kak Tami adek ipar kakak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA saya yang telah menemani saya selama penelitian, semoga cepat ke

pelaminan.

10. Kepada keluarga besar atuk saya sebelah pihak ibu, Anwar Wardi dan

Sahnia, juga keluarga besar atuk saya sebelah pihak ayah, Ishak dan Siti

Aminah. Kalian luar biasa, selalu memberikan semangat yang tak

terhingga kepada penulis, yang mebuat penulis terus bangkit dari malasnya

skripsian, hehe.

11. Kepada informan Bapak Abdullah dan Ibu Hj. Ratna karena bapak dan ibu

amat teramat sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih

atas informasi-informasi tentang songket kepada penulis, sehingga

memudahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Kepada rekan-rekan seperjuangan saya stambuk 013, walau kini udah pada

tamat dan yang belum tamat harus tetap semangat dalam penyusunan

skripsi. Penulis mengucapkan terimakasih banyak atas dukungan yang tak

pernah putus Herlin Ruliana Simorangkir, Warda Akmal Yulia, M. Alfan

Alfandy, Agus Saputra, Arifin Dzikri, Fahrul Fuadi, M. Fajar Septian,

Rena Anggraini, Liza Amelia, Nur Jannah, Monalisa Nainggolan, Rahmita

Amalia, Nadila Amelia, Dina Dwi Mentari, May Syaroh, Fitri Handayani,

Mahdatul Fadilah, Dian Dini, Abdul Haris Nasution, Andri Zainudin

Harahap, Osky Novita Rizky, Khairul Abidin, Dedi Handoko, Bella

Yolanda, Ariansyah Putra, Mufti, Mahripat Brutu, Juventus. Tak lupa pula

kepada rekan yang sudah berhenti kuliah di Departemen Bahasa dan Sastra

Melayu Universitas Sumatera Utara, namun mereka pernah ada di stambuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 013 Sastra Melayu Nelly Amanda Sitompul, Rina Mariani Dalimunthe,

Asima Hutasoit, Roy Anwar Dongoran, serta Hana Gloria Ginting.

Semoga kita semua sukses diluar sana, aamiin ya Allah.

13. Kepada adik junior stambuk 014, 015, 016, serta 017, yang tidak bisa saya

sebutkan satu persatu namanya, terimakasih atas dukungan dan telah

memberikan semangat kepada penulis.

14. Kepada sahabat-sahabat saya sewaktu SMA “the joint eight community”,

walau beda universitas, beda kampus, beda jurusan, beda jalan, kalian

tetap di hati penulis, Nazira Ismail, Maimunah, Nur Aini, Nur Alfizar,

Desy Purnama , dan Fitri.

15. Kepada sahabat-sahabat “unfaedah”, yang awalnya aku tidak kenal kalian

sama sekali, tiada kata selain kalian luar biasa Amalia Rahmi Simanjuntak,

Tri Ramadhani, Melur, Nur Ajijah Naibaho, Yuniarsa Sri Endrika.

16. Kepada rekan-rekan satu kost 448A khususnya lantai 2 kece badai, tempat

berbagi cerita, sudah penulis anggap sebagai saudara sendiri, Nazira, Ami,

Nur Afni Tanjung, Ulfatun Maulida, Rika, Willy Arti, Nisa, Halimah, Ani,

Pia, Asni, kak Nicky, kak Evi, Rahmi Tambunan, Tiwi, Dewinta, Intan,

Yuni, Yola, Lesi, Rahma, Tasya dan lain-lain.

17. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang

telah membantu dan memberiakn semangat dalam menyelesaikan skripi

ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Akhir kata atas bantuan dari semua pihak, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada semuanya, karena berkat kalian skripsi ini terselesaikan dengan baik. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Februari 2018

Penulis

Rahmi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i

KATA PENGANTAR ...... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ...... iv

DAFTAR ISI ...... ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG ...... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ...... 4

1.3 TUJUAN PENELITIAN ...... 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN ...... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KESPUTAKAAN YANG RELEVAN ...... 6

2.2 TEORI YANG DIGUNAKAN ...... 10

2.2.1 TEORI ESTETIKA ...... 10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN ...... 12

3.2 LOKASI PENELITIAN ...... 12

3.3 GEOGRAFI WILAYAH PENELITIAN ...... 13

3.4 INSTRUMEN DATA ...... 13

3.5 SUMBER DATA PENELITIAN ...... 14

3.6 METODE PENGUMPULAN DATA ...... 14

3.7 METODE ANALISIS DATA ...... 15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV PEMBAHASAN

4.1 MOTIF KAIN SONGKET ...... 18

4.1.1 MOTIF SONGKET BENTUK TUMBUHAN ...... 19

4.1.2 MOTIF SONGKET BENTU BENDA ALAM ...... 39

4.1.3 MOTIF SONGKET BENTUK MAKANAN...... 42

4.1.4 MOTIF SONGKET BENTUK GEOMETRIS ...... 43

4.2 KEGUNAAN KAIN SONGKET

4.2.1 GUNANYA UNTUK BUSANA PENGANTIN ...... 44

4.2.2 GUNANYA UNTUK KAIN SESAMPING ...... 46

4.2.3 GUNANYA UNTUK DESTAR ...... 47

4.2.4 GUNANYA UNTUK SELENDANG ...... 48

4.2.5 GUNANYA UNTUK ALAT RUMAH TANGGA ...... 49

4.3 FUNGSI KAIN SONGKET ...... 49

4.3.1 SEBAGAI PENJAGA KONTINUITAS DAN STABILITAS BUDAYA

MELAYU ...... 50

4.3.2 SEBAGAI PENGUNGKAP SISTEM ESTETIKA ...... 50

4.3.3 SEBAGAI PENGUNGKAP NILAI-NILAI ...... 51

4.3.4 SEBAGAI UNGKAPAN RASA CINTA ...... 52

4.4 NILAI-NILAI KAIN SONGKET ...... 52

4.1 NILAI EKONOMIS ...... 53

4.2 NILAI JASMANI ...... 54

4.3 NILAI HIBURAN ...... 54

4.4 NILAI SOSIAL ...... 55

4.5 NILAI WATAK ...... 56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.6 NILAI ESTETIS ...... 57

4.7 NILAI INTELEKTUAL ...... 58

4.8 NILAI RELIGIUS ...... 59

BAB V PENUTUP

5.1 KESIMPULAN ...... 60

5.2 SARAN ...... 62

DAFTAR PUSTAKA ...... 63

LAMPIRAN DATA INFORMAN ...... 65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa terdiri dari berbagai macam suku yang tersebar di seluruh tanah air, setiap suku memiliki tradisi daerahnya masing-masing. Tradisi ini mempunya motif dan variasi yang berbeda-beda, keanekaragaman inilah yang membuktikan kekayaaan tradisi bangsa Indonesia pada umumnya, termasuk salah satunya suku Melayu.

Suku Melayu merupakan suatu etnik yang memiliki kebudayaan sama seperti etnik lain yang tersebar di Indonesia. Etnik Melayu tak terlepas dari kebudayaan yang membentuknya sehingga karya-karyanya yang unggul menjadikan Melayu memiliki keunikan tersendiri dari berbagai etnik lain.Etnik Melayu mengenal berbagai hasil karya yang direpresentasikan dari berbagai macam jenis, salah satunya berupa kain songket. Kain songket dibuat bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sandang, tetapi juga menggambarkan makna filosofis mendalam pada setiap motifnya.

Istilah songket berasal dari kata “sungkit” dalam bahasa Melayu yang berarti

“mengait” atau “mencungkil”. Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya; mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas (http://id.m.wikipedia.org/Wiki/Songket).

Masyarakat Melayu Batu Bara telah lama memproduksi kain songket dari zaman ke zaman, dan pengrajin songket kebanyakan dilakukan oleh kaum wanita.

Songket pada awalnya hanya dipakai para bangsawan yang menunjukkan kemuliaan derajat dan martabat pemakainya, akan tetapi kini songket bisa digunakan oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA seluruh masyarakat Melayu Batu Bara, baik itu dari segi jabatan, suku, agama, usia, dan lain sebagainya. Songket Batu Bara terus berkembang mengikuti perkembangan zaman, karena songket sangat fungsional dalam kebudayaan Melayu, yang berarti songket bisa dipakai dalam seluruh upacara , misalnya dalam upacara adat perkawinan Melayu, upacara sunat Rasul,upacara penabalan nama,khatam Qur’an, untuk pergi ke pesta, dan kegiatan lainnya.

Songket adalah pilihan populer untuk busana adat perkawinan Melayu, khususnya di Kabupaten Batu Bara. Kain songket ini diberikan oleh pengantin laki- laki kepada pengantin wanita sebagai salah satu hantaran persembahan perkawinan.

Pada masa kini, busana resmi laki-laki Melayu pun kerap mengenakan songket sebagai kain yang dililitkan di atas celana panjang atau menjadi kepala.

Sedangkan untuk perempuannya songket dililitkan sebagai kain sarung yang dipadu- padankan dengan kain atau .

Penenunan songket di Kabupaten Batu Bara sudah dimulai sejak berusia 10 tahun, diajarkan kepada generasi muda sebagai penapis generasi tua, agar kebudayaan ini terus kekaltidak terkikis oleh zaman. Penenunan juga dilakukan secara terbukaboleh orang dewasa, anak remaja, maupun yang telah berumah tangga dan tidaklah mesti suku Melayu saja, suku lain juga bisa, seperti suku Jawa, suku Batak, suku dan suku lainnya.Proses belajarnya si calon penenun datang ke rumah gurunya dan kemudian langsung mempraktekkannya dan dipandu oleh gurunya, dan ada juga yang menenun di rumahnya sendiri. Penenunan songket dimulai dari menyusun benang, menggulung ke papan, memasukkan benang ke sisir, hingga menyusun motif sesuai warna dan grafis tetap dilakukan secara manual.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ketertarikan penulis mengkaji nilai motif kain songket Melayu di kabupaten

Batu Bara dikarenakan songket itumemiliki beragam jenis motif sehingga kain songket terlihat lebih indah, dan juga disetiap motif-motifnya mempunyai makna filosofis. Songket Batu Bara cenderung memiliki warna-warna cerah seperti merah, biru, kuning, merah muda, hijau, dan ungu. Kain songket Batu Bara mempunyai kualitas kain yang bagus karena menggunakan benang-benang pilihan seperti sutra, emas dan perak. Beragam jenis motif yang terdapat pada kain songket Melayu dikabupaten Batu Bara adalah; 1. Motif berbentuk tumbuhan, yaitu: 1. Motif bunga cempaka, 2. Motif bunga mawar, 3. Motif bunga anggrek, 4. Motif bunga raya, 5.

Motif bunga kenanga, 6. Motif bunga melati, 7. Motif bunga tanjung, 8. Motif pucuk caul, 9. Motif pucuk betikam, 10. Motif pucuk pandan, 11. Motif pucuk rebung, 12.

Motif tampuk manggis, 13. Motif bunga kelayak, dan terakhir 14. Motif anggur. 2.

Motif bentuk benda alam, yaitu: 1. Motif tolab penuh, dan 2. Motif tolab berantai. 3.

Motif makanan, yaitu motifnasi manis.4. Motif berbentuk geometris, yaitu motif siku keluang.Nah berdasarkan fungsinya, bahwa songket tidak hanya menjadikan pakaian adat yang melekat pada pemakainya, melainkan juga memberikan konsistensi internal kedalam budaya Melayu yang bisa mencapai kekekalan budaya Melayu, artinya songket memiliki fungsi untuk memberikan identitas khas bagi budaya Melayu. Disisi lain, keberadaan kain songket di tengah masyarakat Melayu mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan, seperti nilai kesakralan, keindahan, ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai kesakralan tercermin dari pemakaiannya yang pada umumnya ada pada acara perkawinan dan upacara sunat

Rasul. Nilai keindahan terlihat dari beragam macamjenis motif dan warnanya sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan nilai ketekunan, ketelitian, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan waktu yang cukup lama.

Dari latar belakang yang penulis paparkan, penulis memilih “Nilai Motif

Kain Songket Melayu di Kabupaten Batu Bara” sebagai judul skripsi, karena minim sekali masyarakat Batu Bara yang mengerti tentang makna motif yang ada pada songket tersebut serta fungsi dan nilai-nilai yang terkandung dalam kain songket itu sendiri. Upaya pelestarian songket sangatlah baik, demi mempertahankan eksistensi kain songket dikalangan masyarakat Melayu Batu Bara. Dan perkembangan yang terjadi pada kain songket ini cukup baik karena tidak menghilangkan kesan khas dari kain songket itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah :

1. Motif songket apa saja yang terdapat di kabupaten Batu Bara?

2. Apa saja kegunaan songket Melayu kabupaten Batu Bara?

3. Apa saja fungsi kain songket Melayu kabupaten Batu Bara?

4. Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam kain songket Melayu kabupaten

Batu Bara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan penelitian adalah :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Untuk mendeskripsikan motif kain songket Melayu yang ada di kabupaten

BatuBara

2. Untuk mendeskripsikan kegunaan kain songket Melayu kabupaten Batu Bara

3. Untuk mendeskripsikan fungsi songket Melayu kabupaten Batu Bara

4. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai kain songket Melayu kabupaten Batu Bara

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pembaca khususnya penulis. Adapun manfaat penelitiannya sebagai berikut :

1. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.

2. Sebagai bahan masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan

mengenai nilai motif yang terdapat pada kain songket Melayu di kabupaten

Batu Bara.

3. Sebagai bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki

topik yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Sebagai informasi bagi pembaca sehingga memotivasi kepada pembaca

maupun bagi masyarakat Melayu untuk mengetahui lebih dalam tentang

makna songket, kegunaan, fungsi serta nilai-nilai yang terkandung pada kain

songket Melayu Batu Bara.

5. Mempopulerkan kembali kain songket Melayu dalam setiap upacara-upacara

adat Melayu.

6. . Memberi konstribusi kepada Departemen Sastra Melayu USU menjadi bahan

tambahan pembelajaran tentang songket Melayu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Menyusun sebuah skripsi sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah hasil dari peneletian terdahulu yang memaparkan pandangan dan analisis yang berhubungan dengan penelitian yang akan diteliti.

Ada 3 hasil penelitian yang digunakan dalam kepustakaan ini diuraikan sebagai berikut :

1. Nyoman Sila : Jurnal 2013 “KAJIAN ESTETIKA RAGAM HIAS TENUN

SONGKET JINENGDALEM, BULELENG”. Pada kain tenun songket yang

paling menonjol dapat kita lihat adalah bentuk-bentuk ragam hiasnya. Dari

ragam hias tersebut terpancar nilai-nilai keindahan atau estetika yang sangat

menarik sebagai karya seni yang berkualitas. Pembuatan ragam hias tersebut

dilakukan dengan cara menambahka benang pakan (horisontal waktu

menenun) dengan menggunakan benang emas, benang perak, atau jenis

benang berwarna lainnya pada benang lungsi (posisi vertikal) waktu menenun.

Bila dilihat cara penambahan benang pakan dengan benang emas, benang

perak, atau jenis benang berwarna lainnya kelihatana seperti menyungkit pada

saat proses menenun (Nusyirwan, 1982: 9). Ragam hias yang ada pada kain

tenun songket merupakan perwujudan keindahan manusia dan alamnya.

Terciptanya ragam hias ini dilandasi oleh pengetahuan manusia tentang

lingkungannya yang dapat merangsang untuk menciptakan aneka ragam hias.

Benda-benda alam yang diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk ragam hias

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA seperti, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, unsur-unsur alam, nilai-nilai

agama dan kepercayaan disarikan ke dalam suatu perwujudan keindahan yang

harmonis (Gelebet, 1982, dan Budiastra, 1984).

Konstribusi jurnal Nyoman Sila terhadap penulisan skripsi ini adalah

membantu penulisan dalam menentukan nilai-nilai kain songket.

2. Dewi Kartina : Jurnal 2016 “STUDI TENTANG MOTIF KHAS SONGKET

LOMBOK”. Menjelaskan tentang makna yang terkandung dalam ragam motif

khas songket yaitu: 1) motif Subahnale bermakna keikhlasan dan

kesabaran serta berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) motif Keker

bermakna kedamaian dalam memadu kasih, 3) motif Bintang Empet bermakna

arah mata angin dan menceritakan peninggalan zaman nenek moyang, 4) motif

Seret Penginang bermakna jamuan sederhana pada zaman dahulu, 5) motif

Wayang bermakna bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri sehingga selalu

memerlukan orang lain untuk bermusyawarah, 6) motif Panah bermakna sifat

jujur seperti anak panah yang jalannya meluncur lurus, 7) motif Bulan

Bergantung bermakna bahwa pekerjaan itu harus dilakukan dalam waktu

tenang agar berhasil dengan baik, 8) motif Nanas bermakna seorang manusia

selain bermanfaat untuk dirinya sendiri juga harus bermanfaat bagi orang lain,

9) motif Anteng bermakna efek pelurusan jiwa bagi para wanita yang

menggunakannya agar pada saat mereka dihadapkan dengan suatu masalah

dapat dituntaskan dengan bijak, 10) motif Naga bermakna perempuan sebagai

lambang kesuburan yang disamakan dengan bumi. Kesimpulan dari penelitian

ini adalah terdapat sepuluh macam ragam motif khas songket Lombok yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA masing-masing memiliki makna dan perlambang berbeda yang berkaitan

dengan kehidupan dan tradisi masyarakat Sasak Lombok.

Konstribusi jurnal Dewi Kartina terhadap penulisan skripsi ini adalah

membantu penulis dalam menentukan motif-motif kain songket.

3. Fachrul Irfans : Skripsi 2014 “STUDI TENTANG MAKNA SIMBOLIS

TENUN SONGKET SENTRA RAGI GENEP DI DESA SUKARARA

LOMBOK TENGAH NTB”. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan

mendeskripsikan makna simbolis tenun songket sentra Ragi Genep di desa

Sukarara Lombok Tengah, NTB. Dari penelitian yang telah dilaksanakan

diperoleh hasil makna; 1. Motif merak memiliki arti keindahan yang abadi, 2.

Motif nenas menceritakan tentang masyarakat Lombok biasanya menanam

pohon nenas sebagai mata pencaharian tambahan, 3. Motif subahnale

mempunyai makna keikhlasan dan kesabaran serta berserah kepada Tuhan

Yang Maha Esa, 4. Motif cemare memiliki makna manusia harus memiliki

sikap hidup yang terbuka pada orang lain dan saling menghormati, 5. Motif

bintang empet menceritakan tentang penanggalan zaman nenek moyang untuk

mengetahui musim hujan dengan musim panas, dan yang terakhir 6. Motif

bulan dikaitkan dengan kebesaran Tuhan yang harus selalu diingat dan

disyukuri.

Konstribusi skripsi Fachrul Irfans terhadap skripsi ini adalah membantu

penulis dalam mengkaji tentang makna motif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ketiga tinjauan pustaka tersebut memaparkan tentang bentuk-bentuk motif, makna motif, serta nilai motif kain songket. Kajian yang penulis lakukan hampir mirip dengan kajian di atas. Namun, didalam kajian penulis menambahkan kajiannya dengan membahas tentang fungsi dan kegunaan kain songket Melayuyang ada di kabupaten Batu Bara. Nah, inilah yang membedakan konsep kajian penulis dengan konsep penulisan dari ketiga peneliti di atas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2 Teori Yang Digunakan

2.2.1 Teori Estetika

Secara etimologis (Shipley, 1957 : 21) estetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu aisheta, yang juga diturunkan dari aisthe merupakan hal-hal yang dapat ditanggapi dengan indra. Pada umumnya aisthe diposisikan dengan noeta, dari akar kata noein, nous, yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan pikiran. Dalam pengertian yang lebih luas berarti kepekaan untuk menangapi suatu objek, dan kemampuan penerapan indra.

Estetika merupakan bagian filsafat keindahan yang diturunkan dari pengertian persepsi indra. Pada perkembangan awal, estetika disebut dengan istilah keindahan yang merupakan bagian dari metafisika. Alexandria Gottlieb Baumgarten (1970) mulai membedakan antara pengetahuan inderawi dengan pengetahuan intelektual, mempersempit pengertian persepsi indra dengan pengalaman indra yang lain.

Pada mulanya, estetika disebut dengan teori cita rasa. Tetapi sejak munculnya tulisan Baumgarten (Runes,1962:6, 110:Shipley:3-7), pengertian estetika dipersempit hanya pada keindahan artistik. Pada umumnya masalah-masalah keindahan dikaitkan dengan seni murni, yaitu seni sastra, seni lukis, seni patung, seni pahat, seni musik, dan seni arsitektur. Menurut The Liang Gie (1976:65) pembagian tersebut pertama kali dikemukakan oleh Charlex Batteaux (1713-1780). Meskipun demikian keindahan meliputi seluruh karya seni, bahkan juga karya non seni, seperti benda-benda dalam kebutuhan sehari-hari.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata seni berarti suatu keahlian untuk membuat suatu karya yang bermutu. Sulit memisahkan antara keindahan dengan keterampilan. Segala sesuatu yang disebut indah baik didalam karya seni dilakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA melalui suatu aktivitas yang terampil, yang memanfaatkan dengan terampil. Karya yang dihasilkan pun tidak semua orang melakukannya dengan terampil. Karya yang dilakukan pun tidak semuanya indah. Maka dapat disimpulkan bahwa setiap keindahan akan ada keterampilan dan belum tentu sebaliknya.

Liang Gie, 1977: 145-146 membedakan delapan macam nilai manusiawi, yaitu: a) nilai-nilai ekonomis (mengandung aspek-aspek harga pasar), b) nilai jasmani

(mengandung aspek-aspek kesehatan badan), c) nilai hiburan (mengandung aspek- aspek permainan dan waktu luang), d) nilai sosial (mengandung aspek-aspek hubungan antar manusia) e) nilai watak (mengandung aspek-aspek kepribadian), f) nilai estetis (mengandung keindahan), g) nilai intelektual (mengandung aspek-aspek ilmu pengetahuan), dan h) nilai religius (mengandung aspek-aspek ilahiah).

Mengabaikan salah satu unsurnya sama dengan mengabaikan objek secara keseluruhan, dan dengan demikian proses penilaian pun tidak mungkin dilakukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode atau pendekatan kualitatif deskriptif. Maeryaeni (2005:1) menjelaskan metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, gambar-gambar atau rekaman yang sifatnya individu, keadaan atau gejala dari kelompok yang diamati. Metode ini dilakukan agar dapat mengumpulkan dan menyajikan data secara faktual dan akurat mengenai fakta- fakta dan sifat-sifat populasi daerahnya.

Dipilihnya metode kualitatif dalam penelitian ini didasarkan pada dua alasan. Pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai motif yang terdapat pada kain songket Melayu Batu Bara yang membutuhkan sejumlah data lapangan yang sifatnya aktual dan kontekstual. Kedua, pemilihan metode atau pendekatan ini didasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan sejumlah data. Dari kedua alasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa dalam penelitian kualitatif ini sangat cocok digunakan.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang ditetapkan oleh penulis dalam penelitian ini adalah di Desa

Padang Genting, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batu Bara. Penulis memilih lokasi penelitian di Padang Genting, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batu Bara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ialah karena penulis sudah pernah melakukan penelitian dua tahun yang lalu sehingga penulis ingin kembali melakukan penelitian secara mendalam tentang kajian yang sesuai dengan judul penulis tentukan.

33. Geografi Wilayah Penelitian

Secara geografis, wilayah Kabupaten Batu Bara, provinsi Sumatera Utara,

Indonesia, meliputi tujuh kecamatan, yaitu: 1. Kecamatan Sei. Suka, 2.

Kecamatan Medang Deras, 3. Kecamatan Air Putih, 4.Kecamatan Lima Puluh, 5.

Kecamatan Sei. Balai, 6. Kecamatan Talawi, 7. Kecamatan Tanjung

Tiram.Kabupaten Batu Bara terletak antara 2046’ - 3026’ LU dan 99005’ - 99039’

BT.

Secara astronomis, Kabupaten Batu Bara terletak antara batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Melaka

3.4 Instrumen Data

Sebelum penulis melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu mempersiapkan instrumen atau alat bantu penelitian. Instrumen merupakan suatu pengumpul data yang digunakan dalam penelitian, diasumsikan dapat digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA untuk menjawab pertanyaan penelitian. Seperti yang dikatakan Sugiyono

(2009:84) bahwa instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.

Agar data yang diperoleh akurat sehingga mudah diolah, maka dalam penelitian ini diperlukan penggunaan instrumen sebagai alat untuk mengumpulkan data instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ; (1). Alat rekam (Tape recorder), (2) .Alat tulis, (3). Daftar Pertanyaan (Kuisioner). Dan penelitilah yang menetapkan fokus penelitian, memilih informan kunci sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan.

3.5Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian adalah data yang berasal dari narasumber yang mengetahui tentang motif, fungsi, kegunaan, dan nilai yang terdapat pada kain songket Melayu Batu Bara, serta buku-buku pendukung dan skripsi, tesis atau jurnal yang membahas tentang songket tersebut.

3.6Metode Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian, metode memegang peranan yang sangat penting.

Hal ini disebabkan karena semua kegiatan yang dilakukan dalam penelitian sangat bergantung kepada metode yang digunakan. Metode pengumpulan data menjadikan peneliti sendirilah yang terjun ke lapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara. Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Metode pengumpulan data yang digunakan antara lain :

1. Metode Pustaka

Menurut Pohan dalam Prastowo (2012: 81) kegiatan ini (penyusunan kajian pustaka) bertujuan mengumpulkan data dan informasi ilmiah, berupa teori- teori, metode, atau pendekatan yang pernah berkembang dan telah di dokumentasikan dalam bentuk buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman sejarah, skripsi dan tesis yang terdapat di perpustakaan.

2. Metode Lapangan a. Metode Observasi

Menurut Bungin (2008:108), metode observasi adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja dari salah satu pancaindra yakni mata dan dibantu dengan pancaindra yang lainnya.

b. Metode Interview (Wawancara)

Menurut Bungin (2001:133), metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang di wawancarai. Metode ini dilakukan langsung mewawancarai informan guna memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang songket Melayu Batu Bara dengan menggunakan alat rekam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.7Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara yang dilakukan sebagai berikut :

1. Semua data yang diperoleh dimasukkan dalam catatan lapangan atau

disebut file note yang berisikan tanggal informasi, nama subjek penelitian,

informasi kata kunci, dan komentar peneliti, kemudian dibuat kode agar

sumber datanya tetap ditelusuri.

2. Kemudian adalah menganalisis hubungan-hubungan yang ditemukan di

lapangan dan membuat kesimpulan. Penarikan kesimpulan melakukan

verifikasi untuk menentukan kebenaran dan makna.Makna yang

dirumuskan dalam data harus diuji terlebih dahulu mengenai

kebenarannya, kecocokan dan kekokohannya dan data yang ditemukan

ditafsirkan menurut pandangan informan bukan semata-mata pandangan

peneliti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV

PEMBAHASAN

Songket adalah satu artefak dalam budaya yang berperanan sebagai salah satu jati diri orang Melayu. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai songket agar dapat menjadi rujukan oleh masyarakat Melayu secara umum.

Songket adalah jenis kain tenun tradisional Melayu di Indonesia. Songket di tenun dengan tangan dan menggunakan benang emas dan perak. Pada zaman dahulu kain songket digunakan untuk upacara adat tertentu, seperti; upacara adat perkawinan Melayu, upacara sunat Rasul, dan acara resmi lainnya. Tapi kini songket bersifat fungsional.Di tinjau dari bahan, cara pembuatan, dan harganya songket semula adalah kain mewah para bangsawan yang menunjukkan kemuliaan derajat dan martabat pemakainya, tapi kini kalangan biasa atau masyarakat awam pun bisa menggunakan kain songket.

Pembuatan kain songket bisa memakan kurun waktu seminggu itupun kalau menggunakan benang biasa dan harganya pun terbilang murah, hanya empat ratus lima puluh ribu rupiah. Sedangkan kain songket yang menggunakan benang sutra memakan waktu sampai dua bulan atau tiga bulan dan harganya pun jutaan rupiah, apalagi untuk satu set baju laki-laki, satu set baju perempuan memakan waktu setahun dan harganya pun mencapai ratusan juta rupiah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada masa kini, kain songket sedang marak dijadikan sebagai salah satu objek trend fashion. Orang-orang banyak melirik kain tenun sebagai salah satu bahan sandang yang wajib dimiliki. Selain itu, dukungan dan peran pemerintah sangat penting dalam memberikan bantuan kepada para pengrajin. Hal ini dilkaukan agar kualitas tenun tetap terjaga dan budaya menenun agar tidak punah.

Menurut para informan, mereka mewarisi tradisi pembuatan songket ini sejak zaman-berzaman. Yang paling khas, songket Batu Bara terus berkembang mengikuti zaman, karena songket sangat fungsional dalam kebudayaan Melayu di daerah Batu Bara khususnya di desa Padang Genting. Kabupaten Batu Bara sendiri merupakan pusat industri songket di Sumatera Utara. Budaya songket ini dilakukan oleh sebahagian besar kaum wanita, baik itu yang belum berumah tangga maupun yang sudah berumah tangga, bahkan ada yang sudah mempunyai cucu tetapi mereka masih bersemangat untuk menenun.

Untuk mengetahui hasil dokumentasi dari data yang diteliti tentang motif kain songket, guna dan fungsi songket serta nilai yang terkandung pada kain songket, maka semua data dikumpulkan kemudian dianalisis dengan metode yang digunakan.

4.1 Motif Kain Songket Melayu Kabupaten Batu Bara

Motif hias adalah suatu dasar atau corak dari sebuah bidang sehingga terlihat indah. Corak ini kemudian akan membentuk suatu motif hias yang bisa menimbulkan unsur keindahan. Banyak berbagai motif di Indonesia, hal ini karena banyaknya suku bangsa yang beraneka ragam kebudayaan yang menyebar di plosok kita.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Corak dasar Melayu umumnya bersumber dari alam, yakni tediri atas tumbuhan, dan benda-benda angakasa. Benda-benda itulah yang dikreasikan dalam bentuk-bentuk tertentu, baik menurut bentuk asalnya seperti pucuk rebung, pucuk betikam, pucuk caul, pucuk pandan, dan lain sebagainya. Diantara motif- motif tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh- tumbuhan. Hal ini terjaid karena orang Melayu umumnya beragama Islam sehingga motif hewan sangat jarang digunakan bahkan pada saat ini tak lagi digunakan. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bintang juga dijadikan motif karena mengandung nilai falsafah tertentu pula.

Ragam motif Melayu mengandung makna dan falsafah yang mengacu kepada sifat asal dari setiap sumber, dipadukan dengan nilai kepercayaan dan budaya. Kearifan orang-orang tua Melayu yang menyimak alam sekitarnya memberikan ragam motif yang begitu banyak. Para penenun songket diwajibkan harus mengetahui dan memahami makna dan falsafah yang terkandung dalam setiap ragam motif. Hal ini dilakukan agar mereka secara pribadi mampu menyerap dan menghayati nilai-nilai yang dimaksud.

Bentuk motif hias terbagi menjadi dua macam yaitu: motif hias geometris dan motif hias non geometris. Motif hias geometris adalah motif hias abstrak

(motif tidak nyata) seperti bentuk segi empat, zig-zag, lingkaran, segitiga, garis lngkung, dan lain-lain. Motif hias non geometris adalah motif hias yang dibuat dengan motif gambar hewan, gambar tumbuhan dan lain-lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.1Motif Songket Bentuk Tumbuhan

Motif hias tumbuh-tumbuhan merupakan motif hias yang diambil dari berbagai jenis tumbuhan seperti bentuk daun, bunga, batang kemudian distilirisasi menjadi bentuk hiasan yang merambat bersulur meliuk ke kiri dan ke kanan dibentuk sedemikian rupa seperti bentuk tumbuhan.

Motif tumbuh-tumbuhan diterapkan secara luas sebagai motif karena seni motif merupakan pengalaman dan pelajaran yang didapat dari alam dan dudukung oleh kreatifitas masyarakat sehingga melahirkan motif yang mengandung estetis dan etis. Alam bagi maysrakat Melayu menjadi sumber inspirasi yang mendasari konsepsi alam Melayu dalam menciptakan karya yang berupa motif. Berikut ini bebeapa motif songket bentuk tumbuhan yaitu :

1. Motif Pucuk Rebung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Berdasarkan hasil temuan lapangan, pucuk rebung yang banyak tumbuh di kabupaten Batu Bara menjadi inspirasi para pengrajin dalam membuat motif khas tenun Batu Bara.

Motif yang terinspirasi dari rebung bambu mempunyai makna mendalam bagi orang Melayu Batu Bara, dan memiliki pesan pendidikan seperti pribahasa menyatakan “belajar diwaktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar sesudah dewasa bagai mengukir di atas air”. Artinya, kalau kita mau mendidik anak itu dari kecil, kita latih dia, kita ajarkan sesuatu yang baik, karena kalau mendidik anak ketika dia sudah dewasa maka sulit bagi si anak untuk mendengarkan nasihat orangtuanya, karena ia sudah terbiasa dengan prilaku buruknya ketika ia semasa kecil dulu. Seperti pepatah Melayu mengatakan “dari kecil teranjak-anjak setelah besar terbawa-bawa setelah tua berubah pun tidak”.

Rebung itu penuh dengan sembilu, kalau kita tersentuh sembilunya kita jadi merasa miang atau gatal-gatal. Rebung itu tidak bis sembarangan dipegang karena akan terkena durinya, jadi kalau kita berhati-hati memegang rebung maka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kita terhindar dari durinya dan bisa kita olah menjadi sayur dan gulai kepah, digulai lemak dan sebagainya. Jadi, kesimpulannya bahwa pucuk rebung mempunyai makna filosofis mengandung peran pendidikan terhadap anak, bahwasanya jika kita ingin mendidik anak dengan baik hendaklah orangtua bersikap arif dan bijak, seperti memberi contih yang baik, memberi nasihat, agar si anak bisa meniru perbuatan dan tingkah laku orangtuanya. Dan hendaklah orangtua bijak dalam mendidik anaknya, sehingga si anak juga bijak dalam menjalani hidup.

2. Motif Pucuk Betikam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pucuk betikam ini sama halnya dengan pucuk rebung. Pucuk betikam ini juga terinspirasi dari pucuk rebung, yang membedakan pucuk rebung dengan pucuk betikam adalah motif ini saling berhadapan.

Pucuk betikam memiliki makna filosofis kekeluargaan. Artinya kita sesama keluarga harus saling tolong menolong, harus bisa menerima kekurangan dan kelebihan dalam suatu keluarga dan terbuka terhadap orang lain. Seperti pribahasa mengatakan “hidup dikandung adat mati dikandung tanah”. Artinya: orang yang hidup disuatu tempat harus mematuhi norma yang berlaku di masyarakat. Setiap orang harus menaati adat selama hidupnya dan ingat bahwa ia akan mati.

Jadi kesimpulannya, motif pucuk betikam ini menggambarkanketerikatan jalinan keluarga. Motif pucuk betikam saling berhadapan satu sama lain dan makna filosofisnya menunjukkan kehidupan masyarakat Batu Bara yang penuh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kekeluargaan, dan gambaran motif yang berhadapan diartikan betapa keterbukaannya masyarakat Batu Bara terhadap masyarakat pendatang.

3. Motif Pucuk Pandan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pandan adalah tumbuhan yang hampir seluruh disetiap pekarangan rumah warga masyarakat Batu Bara. Pandan adalah tumbuhan yang daunnya berbentuk pita, berwarna hijau tua, agak kaku seperti daun nenas.

Pandan ini selalu dimanfaatkan untuk masakan dan makanan olahan di

Batu Bara, dan pandan merupakan bahan tambahan warna pada makanan bisa juga jadi pewangi masakan.Pandan dijadikan pewangi dan pewarna untuk pembuatan kue, dan hampir semua masakan manis di kabupaten Bara Bara memakai pandan. Dan kebiasaan orang Batu Bara setiap menyambut bulan suci

Ramadhan memakai rebusan air pandan untuk dimandikan.

Jadi, makna filosofis dari pucuk pandan adalah kesucian diri dengan membersihkan diri menggunakan rebusan pandan ketika menyambut bulan suci

Ramadhan. Dan tradisi ini sudah membudidaya dalam masyarakat Melayu Batu

Bara.

4. Motif Pucuk Caul

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pucuk caul disebut bunga kol oleh masyarakat Batu Bara. Caul ataupun bunga kol banyak disukai masyarakat Batu Bara, maka dari itulah para penenun songket terinspirasi untuk menjadikan pucuk caul ini sebagai motif kain songket

Batu Bara. Pucuk caul adalah bentuk bunga yang kompleks bentuk tenunannya, motif pucuk caul termasuk dalam motif dasar kain songket yang biasanya digunakan untuk kepala kain, hiasan utama pada songket.

Makna filosofis dari pucuk caul ini adalah keindahan dan imajinasi yang tertuang dalam dalam bentuk motif.

5. Motif Bunga Mawar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Bunga mawar adalah jenis bunga yang paling digemari masyarakat Batu

Bara, mungkin tak hanya masyarakat Batu Bara saja yang menggemari bunga mawar semua orang pasti senang melihat bunga mawar karena bunga mawar sendiri memiliki makna terdalam yaitu ungkapan rasa cinta. Walaupun bunganya sangat cantik dan mempesona, tapi tangkai tumbuhan ini terdapat duri. Hal inilah yang menambah kesan menantang pada bunga mawar, jadi kita harus hati-hati ketika memegang atau memetik bunga ini. bunga mawar memiliki warna yang beragam, ada mawar merah, mawar putih, mawar kuning, mawar orange, mawar ungu, dan mawar merah jambu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bunga mawar ini bukan hanya bentuk sungguhan saja, akan tetapi banyak orang yang ingin mengabadikan keindahan bunga mawar kedalam sebuah lukisan, tatto, dan kerajinan tangan lainnya seperti menuangkan bunga mawar ini sebagai motif kain songket Melayu Batu Bara.

Bunga mawar sering kali digunakan sebagai alat ungkapan rasa cinta khususnya yang berwarna merah. Para pejuang cinta baik anak muda maupun orang dewasa pun banyak yang menggunakan bunga mawar saat menyatakan cinta kepada calon pacar maupun calon pasangan hidup. Namun bunga ini tidak selalu diberikan untuk pasangan kekasih saja, seperti yang kita ketahui mengungkapkan cinta itu bisa juga kepada orang tua, sahabat, dan lainnya.

Makna filosofis dari motif bunga mawar ini adalah simbol cinta atau rasa kasih sayang, keromantisan, persahabatan, dan perdamaian.

6. Motif Bunga Anggrek

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Bunga anggrek berbeda dari bunga yang lainnya, karena butuh waktu yang lama untuk menammpakkan mahkotanya. Bunga ini juga banyak disukai orang karena kecantikannya dan juga awet. Bunga ini termasuk bunga yang sulit ditanam, dan perlu kesabaran, karena bunga anggrek butuh waktu bertahun-tahun untuk menunjukkkan keelokannya.

Makna filosofis dari motif bunga anggrek adalah kesabaran dalam mencapai sesuatu yang kita impikan. Karena proses menuju kesuksesan bukanlah hal yang mudah, perlu adanya perjuangan yang begitu panjang dan prosesnya tak sebentar untuk mencapai kesuksesan itu. Misalnya seperti penenun songket, kita harus memulainya dari proses pembelajaran, berlatih, memahami, dan begitulah seterusnya sehinggakita menjadi pengusaha songket.

7. Motif Bunga Raya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Bunga raya disebut juga sebagai bunga kembang sepatu, meskipun wujudnya sama sekali tak menyerupai sepatu. Akan tetapi bunga ini dulunya digunakan sebagai bahan semir sepatu dan pada akhirnya dikenal sebagai bunga kembang sepatu. Bunga ini tampilannya begitu anggun dan cantik. Bunga ini dianggap sangat feminim dan biasa dipakai oleh anak dara di atas telinga sebagai hiasan. Terkadang anak remaja Batu Bara sering iseng main pengantin-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pengantinan lalu memetik bunga raya di pekarangan bunga tetangga lalu diletakkannya bunga itu di rambutnya ataupun di atas telinganya.

Makan filosofis dari motif bunga raya adalah keanggunan dan keindahan.

Karena setiap orang yang memakai bunga anggrek ini di atas telinga atau menjadikan bunga hiasan di kepala ia terlihat seperti gadis yang anggun dan terlihat begitu menawan.

8. Motif Bunga Cempaka`

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Motif cempaka ini adalah motif yang paling banyak disukai oleh para pemesan kain songket Batu Bara. Motif ini selalu jadi primadona dari semua motif tenun Batu Bara, karena motif ini merupakan motif yang paling kuno dan yang paling utama menggambarkan khas kain songket Batu Bara.

Cempaka memiliki arti lengket atau ikut. Dalam upacara “lempar sirih” pada upacara adat pernikahan Melayu bunga cempaka dibungkus dengan daun sirih, lalu dilempar oleh pengantin pria ke pengantin wanita. Hal ini dimaksudkan agar si wanita lengket atau setia pada suaminya begitu juga sebaliknya. Bunga cempaka jga di taburkan di atas tempat tidur pengantin sebagai pewangi, dan bisa dipakai untuk sanggul. Selain itu, bunga cempaka juga diperlukan untuk melengkapi bunga rampai bersama-sama bunga mawar, bunga melati, dan bunga lainnya.

Bunga cempaka ini sejenis bunga kantil , bentuknya mirip dengan kenanga, tetapi kenanga agak panjang berwarna hijau sedangkan cemapaka beragam macam warna ada yang berwarna kuning, putih, dan biru.

Makna filosofis bunga cempaka adalah keanekaragam yang ada di Batu

Bara, seperti keanekaragaman bahari, nabati, agama maupun etnis suku bangsa dan budaya yang hidup bersama dengan penuh kerukunan.

9. Motif Bunga Melati

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Bunga melati sudah dikenal dari sejak zaman dahulu, bunga melati disebut sebagai bunga suci. Bunga ini sering kali digunakan untuk menghiasi tanaman, rasanya tidak lengkap tanaman itu kalau tanpa bunga melati. Bunga melati berwarna putih, suci tak ternodai yang tak memiliki warna lain selain warna putih dimanapun kita temukan bunga melati tetaplah berwarna putih. Bunga melati tumbuh kecil dan sederhana, tetapi memiliki wangi yang semerbak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Makna filosofis dari motif bunga melati adalah melambangkan kesucian, ketulusan, dan kerendahan hati.

10. Motif Bunga Kenanga

Bunga kenanga memiliki bau yang sangat khas, dan biasanya dikenal sebagai pohon parfum. Bunga kenanga ini sering digunakan bunga tabur dan pohonnya sebagai peneduh di halaman rumah maupun di tepi-tepi jalan.

Aromanya yang harum dan berwarna hijau kekuningan juga dijadikan sebagai perawatan tubuh. Aromanya yang begitu khas, menunjukkan kelembutan tersendiri bagi pamakainya. Bunga kenanga tumbuh secara perlahan berawal dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bentuknya kecil melengkung dan berwarna hijau dan ketika ia mekar berubah menjadi warna kuning cerah serta harum semerbak.

Makna filosofis dari motif bunga kenanga adalah keharuman. Hendaklah kita seperti bunga kenanga yang memberikan banyak manfaat kepada orang lain, yang selalu menebar kabaikan, dengan demikian kita juga mengharumkan nama pribadi, nama orangtua, dan juga keluarga. Karena seperti yang sering kita dengar sebaik-baiknya orang ialah yang bermanfaat bagi orang lain.

11. Motif Bunga Tanjung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bunga tanjung memiliki harum yang mewangi, sehingga anak dara yang di

Batu Bara menyukai bunga ini. Bunga tanjung pohonnya tumbuh besar tetapi bunganya kecil-kecil halus berwarna kekuningan, karena keharumannya penenun songket termotivasi untuk menjadikan bunga tanjung ini sebagai motif kain songket Batu Bara. Tumbuhan ini juga banyak ditemukan di pemakaman orang

Islam dan hal ini jugalah yang menginspirasi penenun menjadikan bunga tanjung ini sebagai motif.

Makna filosofis bunga tanjung adalah keceriaan. Wangi yang dipancarkan bunga tanjung ini membawa keceriaan bagi mereka yang menciumnya, itu sebabnya bunga tanjung dijadikan wewangian untuk sesiraman pernikahan.

12. Motif Bunga Kelayak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bunga kelayak disebut dengan bunga kupu-kupu bagi masyarakat Batu

Bara.Kupu-kupu itu indah dengan semua corak warnanya serta bentuknya yang simetris dan seimbang. Kupu-kupu adalah simbol kesempurnaan hidup, ia berproses dari ulat menjadi kepompong lalu berubah menjadi kupu-kupu. Ulat adalah hewan yang menjijikkan bagi manusia, namun ia sukses dalam revolusinya dan berhasil menjadi makhluk yang indah rupawan itulah kupu-kupu. Begitu panjang perjalan hidup kupu-kupu sebelum ia berubah rupa menjadi elok dan cantik, ia telah melewati berbagai tahap kehidupan. Berawal dari seekor ulat yang buruk rupa, hidupnya merayap di dahan dan dedaunan, setelah matang ia berubah menjadi kepompong lalu menjadi kupu-kupu.

Makna filosofis dari motif bunga kelayak adalah tentang kehidupan manusia, bahwa dalam meniti perjalanan hidup harus mampu mengkonstruksi, merubah adat kebiasaan yang negatif. Kita harus berani merevolusi diri seperti halnya kupu-kupu. Manusia dibekali hati dan akal untuk berfikir bagaimana merubah dirinya untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi untuk kehidupan mendatang.

13. Motif Tampuk Manggis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pada zaman dahulu di kabupaten Batu Bara dengan tanahnya yang subur ditumbuhi dengan beraneka ragam buah-buahan diantaranya adalah buah manggis. Kini pohon manggis sudah jarang ditemukan bahkan hampir punah.

Pohon manggis yang dulunya tumbuh subur, terwujudlah tampuk dari buah manggis kedalam motif kain songket Batu Bara.

Dulu pohon manggis banyak tumbuh di depan rumah maupun di belakang rumah, tapi setelah kampung ini masuk air asin, pohon manggis tak lagi bisa tumbuh. Dan inilah yang menjadi alasan untuk menjadikan tampuk manggis ini sebagai motif kain songket Batu Bara.

Makna filosofis dari tampuk manggis adalah keagungan dan kemuliaan.

Karena dulunya buah manggis dijadikan makanan persemabahan untuk para raja dan datuk penguasa negeri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14. Motif Anggur

Anggur termasuk salah satu jenis buah yang banyak digemari oleh masyarakat, akan tetapi karena harga buah ini cenderung mahal, maka biasanya kurang diminati oleh masyarakat yang perekonomiannya terbatas. Hal yang wajar bila anggur harganya mahal karena anggur tidak tumbuh di sembarang tempat, dan hanya dipasok dari daerah tertentu. Dari segi kesehatan, buah anggur mengandung berbagai zat nutrisi dan vitamin yang baik untuk menjaga kesehatan tubuh. Anggur biasanya digunakan untuk membuat jus anggur, jelly, minuman anggur, minyak biji anggur, dan kismis ataupun dimakan langsung.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Anggur kini memikat hati salah satu penenun songket Batu Bara, karena bentuknya yang cantik, terlebih lagi kalau masih bertangkai rasa sayang kalau anggur itu dimakan. Anggur juga memiliki ragam macam warna, ada warna ungu, merah, hitam, dan hijau. Penenun itu mengakui kalau ia suka makan anggur karena rasanya enak ada asam-asamnya gitu. Dan penenun menuangkan rasa sukanya terhadap anggur ke dalam bentuk motif kain songket,

Makna filosofis dari motif anggur adalah kualitas. Karena dari gambaran diatas bisa mencerminkan seseorang yang apabila bagus akhlaknya, prestasinya maupun kebiasaan maka ia akan dipandang baik oleh masyarakat. Apapun profesi dan pekerjaan kita kualitas diri menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam berkarir. Misalnya seperti penenun songket, semakin bagus hasil songket yang ia tenun maka semakin tinggi harga jual songket. Karena tak semua orang bisa menenun ataupun menyongket. Sama halnya seperti anggur ia tidak tumbuh disembarang tempat, dan anggur juga memiliki harga jual yang cukup mahal.

4.1.2 Motif Songket Bentuk Benda Alam

1. Motif Tolab Penuh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Motif tolap penuh ini terinspirasi dari terangnya cahaya bintang di langit pada malam hari, maka terciptalah motif tolap ini yang berarti bersinar. Motif tolap ini terdiri dari dua, yaitu; tolap penuh dan tolap berantai. Motif tolap penuh motif bintang ditenun penuh dipermukaan kain.

Makna filosofis motif tolap penuh ini adalah keagungan. Bintang yang bersinar di langit merupakan keagungan imajinasi yang tertuang dalam motif.

Motif ini melambangkan bahwa masyarakat Batu Bara taat beribadah kepada

Allah SWT yakni bagi masyarakat Melayu serta kekuatan dalam memeluk agam

Islam dan kepercayaannya.

2. Motif Tolap Berantai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Motif tolap berantai ini terlihat seperti bintang yang sambung menyambung satu sama lain alias menyatu. Motif tolap berantai ini juga terinspirasi dari bintang yang bersinar di langit, pada suatu malam ada lima bintang yang berjejer sehingga ketika kelima bintang itu besinar maka terlihat bintang itu seperti saling berpegang tangan atau menyatu.

Makna filosofis motif tolap berantai ini adalah kesatuan. Motif ini melambangkan kesatuan masyarakat Batu Bara dalam beribadah kepada Allah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SWT, yakni bagi masyarakat Melayu. Berantai melambangkan eratnya persaudaraan yang terjalin pada masyarakat di Kabupaten Batu Bara.

4.1.3 Motif Songket Bentuk Makanan

Motif Nasi Manis

Nasi manis merupakan makanan khas Batu Bara yang sering disajikan saat , acara perkwaninan, hajatan, dan lain sebagainya. Nasi manis itu adalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA nasi pulut, makanan khas Batu Bara yang sangat disukai orang-orang Batu Bara dan sampai sekarang kue nasi manis itu masih ada. Nasi manis dipotong dengan bentuk jajaran genjang lalu disajikan pada saat lebaran, ataupun acara lainnya.

Karena nasi manis adalah makanan khas Batu Bara, maka penenun Batu Bara terinspirasi untuk menjadikan nasi manis ini sebagai motif kain songket Batu

Bara. Motif ini merupakan motif tambahan yang menyertai motif utama yang terletak pada bagian bawah atau atas kain songket.

Makna filosofis dari motif nasi manis adalah manisnya kebersamaan dalam keluargasehingga menjadikan persaudaraan itu semakin lengket.

4.1.4 Motif Songket Bentuk Geometris

Ragam hias geometris merupakan ragam hias yang cukup tua usianya. Hal tersebut ditunjang oleh bukti-bukti dari peninggalan masa lampau. Adanya karya- karya yang indah yang pernah dibuat manusia pada masa lampau diantaranya terbukti dari benda-benda purbakala. Pada waktu itu, ragam hias geometris diciptakan sebagai suatu karya yang berlatar belakang pada kebudayaan yang sangat berakar pada nada spritual beserta landasan imajinasi yang begitu mengesan. Bentuk-bentuk itu dituangkan mulai dari yang kaku sampai pada bentuk yang demikian plastis serta gemulai beriramakan ekspresi dari tangan- tangan terampil. Pada kelompok ragam hias geometris ini, setiap goresan itu mempunyai peran tersendiri, bahwa antara garis yang lurus dan yang lengkung serta goresan-goresan tajam dan keras dengan torehan ringan dan tipis itu bergumul dalam satu kaitan bentuk yang indah. Ragam hias geometris dipakai untuk menghias bagian tepi atau pinggiran dan juga diterapkan sebagai isian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disamping itu, ragam hias geometris juga ditemukan sebagai inti atau bagian yang berdiri sendiri (Toekio M, 1987:33:38).

Motif Siku keluang

Motif siku keluangadalah garis yang patah-patah. Makna filosofis dari motif siku keluang adalah kpribadian yang memiliki sifat tanggung jawab dan menjadi idaman setiap orang Melayu Batu Bara.

4.2 Kegunaan Songket Melayu Kabupaten Batu Bara

4.2.1 Gunanya untuk Busana Pengantin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Etnis melayu Sumatera Timur sebagian besar mendiami daerah pesisir pantai Utara provinsi Sumatera Utara. Dari sekian banyaknya unsur budaya yang menjadikan kebanggaan setiap etnis adalah pakaian adat pengantin.Busana pengantin adalah sesuatu masalah yang penting dalam upacara adat perkawinan, karena perkawinan itu dilakukan seumur hidup sekali, dan pada hari perkawinan kita ibarat seorang raja dan ratu dalam seharian. Busana yang dikenakan pada upacara adat pernikahan Melayu merupakan busana kebesaran, yang dulunya merupakan busana kalangan bangsawan kerajaan atau kesultanan.

Busana pengantin Melayu Batu Bara umumnya sama dengan busana pengantin Melayu diberbagai tempat lainnya. Sepasang pengantin tampil secara lengkap dan indah, mulai dari busana sampai dengan perlengkapan perhiasannya.Bagi mempelai wanita busana yang dipakai adalah: baju kebaya atau baju kurung beserta kainnya, sanggul, sepatu atau , tali pinggang, serta perhiasan-perhiasan seperti rantai, gelang, peniti-peniti, dan bros bersusun tiga warna keemasan dan lain sebagainya. Busana pengantin Melayu cenderung berwarna kuning, karena warna kuning menjadi kebanggaan yang mencitrakan kelas bangsawan. Selain kuning, warna busana adat pengantin yang juga sering juga dipilih sebagai warna busana pengantin adalah warna hijau dan merah marun.

Baju kebaya yang dipakai oleh wanita Melayu didesain sampai ke bagian lutut bahkan hampir ke bagian betis, bagian tangannya panjang dan lebar, bagian depannya berbelah sampai ke kaki baju. Bahagian yang berbelah ini disemat dengan tiga perhiasan atau berangkai dengan rantai halus. Perhiasan atau disebut dengan kerongsang dikenal sebagai ibu dan anak kerongsang, kerongsang yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA besar dan di atas sekali disebut ibu dan dua lagi yang kecil yang dipakai di bagian bawah kerongsang ibu disebut kerongsang anak.

Selain itu, kadangkala juga pengantin perempuan memakai baju kurung cekak musang. Baju kurung cekak musang adalah samadengan seperti baju kurung teluk belanga kecuali pada bahagian lehernya. Leher baju kurung cekak musang ada perhiasan seperti mata cincin. Butang emas atau emas berbatu permata digunakan sebagai pengancingnya.Kancing yang paling terkenal ialah kancing emas yang dipanggil garam sebuku dan kancing berbatupermata yang dikenali sebagai kunang-kunang sekebun.

Sementara itu pakaian pengantin laki-laki terdiri dari baju gunting China dengan celana longgar. Ditambah destar, yaitu kain yang dilapisi kain keras dan dihiasi manik-manik, dengan berbagai bentuk diikat di kepala, ditambah kain terbuat dari songket atau yang diikatkan dipinggang dengan lipatan berbagai macam bentuk pula. Panjangnya sampai ke atas lutut, tidak sampai ke mata kaki. Sedangkan baju kurung cekak musang lelaki dipakai dengan selendang dan bersamping. Lebih baik lagi jika pengantin pria bertanjak atau berpeci.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2.2 Gunanya untuk Kain Sesamping

Kain sesamping ini selalu dibentuk dengan menggunakan simpul yang dipandang memiliki nilai seni tersendiri. Umumnya simpul tersebut dibentuk menyeruapi kelopak bunga.

Dalam upacara adat perkawinan Melayu pria menggunakan baju cekak musang atau gunting China, celana disertai dengan sepatu atau sendal, dan kain sesamping inilahyang menjadi pelengkap busana pengantin pria tersebut. Kain sesamping berbentuk selembar kain dan kain sesamping ini dilengkapi benang makau dengan berbagai warna yang beraneka ragam. Kain sesamping dibuat panjang sampai ke lutut. Kain isesamping ini tidak hanya dipakai dalam upacara adat perkawinan Melayu saja, akan tetapi bisa juga dalam kegiatan lainnya, seperti menari, menyambut tamu hajatan pesta, dan lain sebagainya.

4.2.3 Gunanya untuk Destar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Destar merupakan sebutan untuk penutup kepala. Akan tetapi setiap daerah memilikimnama dan bentuk destarnya masing-masing. Pada dasarnya destar terbuat dari kulit yang memiliki kerutan atau lipatan lipatan di beberapa bagian. Destar ini biasa digunakan untuk melaksanakan upacara-upacara adat, seperti perkawinan, sunat rasul, untuk tetamu kehormatan, dan sering pula destar ini diberi sebagai rasa hormat masyarakat kepadanya. Adakalanya digunakan pula untuk para penari Melayu, misalnya dalam mempersembahkan tari , tari inai, untuk menyambut pengantin laki-laki, dan bisa juga dipakai untuk keperluan lainnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2.4 Gunanya untuk Selendang

Selendang adalah pakaian yang berbentukkain panjang. Hampir setiap daerah punya selendang tersendiri. Selendang bisa disebut bagian yang tak terpisahkan dari upacara adat Melayu, yang biasanya digunakan oleh pengantin perempuan. Selendang juga merupakan properti dalam tarian-tarian, seperti tarian

Melayu yaitu serampang dua belas. Dengan menggunakan selendang maka akan menambah kesan indah dan sekaligus sebagai media untuk menyampaikan makna yang terkandung dalam setiap gerakannya. .

Akan tetapi, pada umumnya selendangselalu dipakai pada bahu kiri atau bahu kanan pemakainya. Tujuannya agar memperindah busana yang dikenakan.

4.2.5 Gunanya untuk Berbagai Alat Rumah Tangga

Penenun songket Batu Bara tak hanya menjadikan kain songket sebagai busana, kain sesamping, destar selendang dan lain sebagainya. Akan tetapi mereka membuat songket dalam bentuk apa saja, seperti berbagai kepentingan alat rumah tangga, misalnya: 1. Sarung bantal, 2. Sarung guling, 3. Alas meja, 4. Alas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA telepon, 5. Alas untuk penutup televisi, 6. Alas untuk penutup bahagian sisi atas kulkas dan lain-lainnya.

4.3 Fungsi Kain Songket Melayu Kabupaten Batu Bara

Disisi lain, keberadaan kain songket di tengah masyarakat Melayu mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan.

Songket adalah suatu kain yang digunakan oleh masyarakat Melayu yang bernilai tinggi dalam upacara adat. Namun, selain penggunaan songket secara nyata memiliki fungsi yang lebih dalam pada kebudayaan Melayu. Fungsi ini akan memberikan konsistensi internal ke dalam budaya Melayu, yang akhirnya dapat mencapai kekekalan budaya Melayu. Artinya songket memiliki fungsi untuk memberikan identitas khas bagi kebudayaan Melayu, dan akhirnya menjaga stabilitas kebudayaan Melayu.

4.3.1 Fungsinya sebagai Penjaga Kontinuitas dan Stabilitas Budaya Melayu

Songket dipandang sebagai bagian dari jati diri atau identitas kebudayaan Melayu. Seorang yang memakai songketdalam upacara- upacara tradisi Melayu baik itu yang menggunakan orang Melayu itu sendiri maupun bukan orang Melayu maka secara tidak langsung aakan disahkan sebagai orang Melayu. Dalam artian, karena mereka ikut serta atau berpartisipasi dalam tradisi tersebut. Dengan memakai songket ia dipandang turut menjaga kontinuitas dan stabilitas budaya Melayu, yang tak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA akan hilang di bumi. Kontinuitas dan stabilitas budaya Melayu turut didukung oleh orang-orang Melayu, yang di antara aktivitasnya adalah memakai busana Melayu. Songket dipandang sebagai teras utama budaya

Melayu, termasuk masyarakat yang ada di Batubara.

4.3.2 Sebagai Pengungkap Sistem Estetika

Motifnya yang berbagai macam juga warna yang terdapat pada kain songket menjadikan songket itu terlihat indah. Tak hanya itu, kualitas benang, perpaduan motif yang satu dengan motif yang lain dan aspek keindahan lainnya juga memncarkan keindahan.. Keindahan ini merupakan ekspresi para peneun

Melayu dan perancang songket, yang juga diwarisi secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Keindahan dalam songket juga diekspresikan dari cara kita memakainya. Dan warna yang dituangkan pada songket juga mencerminkan estetika orang yang memakainya. Keindahan itu dapat dirasakan dan dikomunikasikan kepada setiap orang.

4.3.3 Sebagai Pengungkap Nilai-nilai

Kegiatan menyongket sudah menjadi kegiatan rutinitas bagi masyarakat

Melayu Batu Bara, namun butuh waktu yang lama pembuatan songket tersebut, dimulai dari membuat polanya, menentukan motif apa yang akan dituangkan kedalam kain songket, menyesuaikan warnanya dan lain sebagainya agar songket itu terlihat lebih menarik. Namun, dari proses inilah ada ungkapan nilai-nilai, yaitu menggambarkan nilai kesabaran, ketelitian dan juga nilai ketekunan.

Songket juga berfungsi sebagai pengungkap nilai sosial, terlihat dari cara menggunakan pakaian pada tempatnya yang juga mengandung makna tertentu,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA misalnyadari cara menempatkan kepala kain kita dapat menilai siapa seseorang itu. Misalnya untuk perempuan Melayu jika ia memakai kain dengan kepala kain di sebelah hadapan berarti ia adalah anak dara yang belum mempunyai suami atau lelaki. Jika ia memakai songket dengan kepala kain di sebelah belakang, berarti ia seorang perempuan yang sudah bersuami. Dan jika seorang perempuan yang memakai songket dengan kepala kain di sebelah samping, maka ia adalah seorang janda. Dengan demikian songket mengungkapkan nilai-nilai khas identitas dalam budaya Melayu.

Nilai yang terwujud dalam songket adalah unsur kesopanan senantiasa dipelihara oleh masyarakat Melayu, karenadilihat dari konteks berbusana budaya

Melayu. Songket secara asasi menutup bahagian-bahagian aurat yang dianjurkan oleh agama Islam, yaitu seluruh bahagian tubuh perempuan kecuali dua telapak tangan dan wajah, serta bagi lelaki adalah mulai dari pusat hingga kedua lutut kaki. Dalam pakaian Melayu pula selain nilai-nilai menutup aurat, juga ditambah dengan penutup kepala yang disebut sebagai destar maupun peci bagi lelaki, kemudian kain sesamping, baju dan selendang, serta sepatu. Bagi perempuan pula dipakaikan sebagai kebaya atau baju kurung, atau juga busana muslim yang menutupi sebahagian tubuh, ini menandakan sebagai pengungkap nilai-nilai kesopanan.

4.3.4 Fungsinya sebagai Ungkapan Rasa Cinta

Ungkapan rasa cinta dalam songket terdapat pada pemberian hantaran dari calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita, hantaran itu berupa songket.

Lelaki Melayu dalam mengungkapkan cintanya sering memberikan songket

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kepada perempuan pujaan hatinya sebagai rasa cinta, kasih dan sayangnya. Begitu pula saat menju kejenjang pelaminan, sering kali seorang lelaki memberi hantaran berupa seperangkat busana pengantin dan perhiasannya termasuk didalamnya adalah songket. Dalam konteks sedemikian rupa, songket berfungsi sebagai ungkapan rasa cinta dari seorang kekasih kepada pasangannya.

4.4 Nilai-nilai Pada Kain Songket Melayu Kabupaten Batu Bara

Penciptaan motif kain songket Melayu mempunyai tujuan dan nilai bagi kehidupan kesehariannya. Bahwa hadirnya seni ini memiliki keterkaitan dengan cara pandang dan pola pikir masyarakat Melayu. Seni motif tidak hanya sekedar dari wujud rupa akan tetapi menyimpan ajaran dan martabat bagi masyarakat

Melayu itu sendiri. Seni motif yang menyimpan nilai isoteri, mengandung muatan kompleksitas nilai yang bergayut ilmu pengetahuan yang terdapat nilai seperti edukasi, moral, spritual, etika, dan estetika tidak hanya menjadikan seni motif yang sebagai hiasan yang mengandung muatan estetis dan etis tetapi juga memiliki kandungan filosofis dan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakay

Melayu.

Berdasarkan hasil penelitian tentang motif kain songket Melayu Batu Bara terdapat nilai-nilai yang terkandung dalam motif kain songket Melayu Batu

Barayaitu sebagai berikut:

4.1 Nilai Ekonomis

Kain songket Batu Bara juga menjadikan tolak ukur tingkatan ekonomi.

Hal ini dapat dilihat dari motif apa yang akan dibuat, dan benang apa yang akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA digunakan untuk menyongket kain tersebut. Jika pola pembuatan motif itu rumit dan menggunakan benang yang berkualitas serta proses pembuatannya memakan kurun waktu yang cukup lama maka harga jual kain songket begitu tinggi. Harga pasaran songket berkisar dari harga 450 ribu sampai dengan ratusan juta. Jika satu set pakaian perempuan seperti selendang, baju kurung, rok dan satu set pakaian laki-laki seperti peci, baju dan celana harga jualnya beigtu mahal karna proses pembuatannya memakan waktu satu tahun. Akan tetapi, jika menggunakan benang yang biasa-biasa saja dan pembuatannya tidak terlalu rumit hanya menghabiskan wakyu seminggu. Penjualan songket Batu Bara tidak hanya sebatas di kampung saja, akan tetapi telah sampai ke luar negri, dan motif yang sering dipesan adalah motif “bunga kenanga”. Bunga kenanga memiliki arti keharuman, pola yang dibuat untuk motif kenanga ini cukup rumit, sehingga harga jualnya bisa mencapai ratusan juta.

4.2 Nilai Jasmani

Nilai jasmani adalah nilai yang berhubungan dengan kesehatan. Kegiatan menyongket atau menenun sudah menjadi rutinitas masyarakat Batu Bara dalam kehidupan sehari-hari, walaupun tidak secara keseluruhan masyarakatnya yang menyongket. Bahkan kegiatan menyongket sudah seperti olah raga sehari-hari, jadi kalau misalnya satu hari saja tidak menyongket rasanya pegal-pegal. Ketika menyongket atau menenun pasti banyak gerakan yang kita lakukan, dengan begitu bisa meningkatkan daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang penyakit, karena banyak bergerak lebih baik daripada berdiam diri di rumah dan juga dapat membakar kalori di dalam tubuh, melancarkan aliran darah dan juga bisa meningkatkan kosentrasi, dan lain sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Aktivitas yang kita lakukan secara teratur dan terarah adalah suatu bentuk yang mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat kemampuan fisik manusia juga menambah konsentrasi. Karena ketika kita menyongket atau menenun pasti kita fokus terhadap apa yang akan kita lakukan, seperti membuat pola motif kain songket.

4.3 Nilai Hiburan

Nilai hiburan adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan permainan- permainan ataupun hiburan. Nilai ini juga berhubungan dengan nilai jasmani.

Nah, masyarakat Melayu Batu Bara memiliki permainan atau hiburan yang merupakan ciri khas mereka, nama permainan nya adalah “Debus”, akan tetapi masyarakat Melayu Batu Bara menyebutnya “Dobus” karena masyarakat Melayu

Batu Bara memakai dialeg “O”. Permainan ini sudah ada sejak zaman dahulu hingga sampai sekarang ini. Debus adalah permainan atau kesenian bela diri yang mempertunjukkan kemampuan manusia yang luar biasa, misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras, kebal makan kaca lampu, dan lain sebagainya. Debus tidak hanya tampil seorang diri, mereka tampil dengan group yang biasanya terdiri dari delapan orang bahkan lebih dan Debus juga diperankan oleh laki-laki bisa remaja, dewasa, bapak-bapak, maupun kaek-kakek. Debus merupakan kombinasi tari, gendang musik, dan juga disertakan dengan nyanyian-nyanyian islami.Debus sering ditampilkan pada upacara-upacara adat Melayu sebagai hiburan, akan tetapi tidak semua orang yang berhajatan ingin menjadikan Debus ini sebagai hiburan atau pengisi acara di hajatannya, karena zaman sudah semakin moderen dan bergengsi mereka beranggapan kalau Debus itu terkesan kuno.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pakaian yang digunakan oleh para pemain Debus adalah baju telok belanga sepasang dengan celana beserta sarung dan peci. Sarung yang mereka pakai ada menggunakan songket ada pula yang menggunakan sarung biasa. Akan tetapi peci yang mereka gunakan peci yang bermotif, misalnya motif “nasi manis”. Nasi manis merupakan kue ciri khas orang Melayu Batu Bara, yang berarti manisnya kebersamaan dalam keluarga sehingga menjadikan persaudaraan itu semakin lengket, semakin bersatu.

4.4 Nilai Sosial

Nilai sosial berarti nilai yang berhubungan dengan masyarakat. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari prilaku sosial dan tata cara hidup bermasyarakat atau bersosial. Nilai sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya.

Nilai sosial mengacu individu pada kualitas sikap, prilaku pemikiran, dan karakter yang dipandang baik oleh masyarakat sekitar. Bagaimana seseorang harus bersikap, menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi kondisi dalam bermasyarakat.

Nilai sosial kain songket Melayu Batu Bara dapat dilihat dari cara mereka melaksanakan kegiatan menyongket atau menenun. Mereka duduk bersamping- sampingan sambil bercerita bersuka ria. Hal inilah yang membuat masyarakat

Melayu Batu Bara menjadi makhluk sosial yang baik karena masyarakat Melayu selalu menerima siapapun yang ingin beajar menyongket, tak pandang bulu baik anak remaja, dewasa, maupun ibu rumah tangga. Maka dari itu si penenun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menciptakan motif “pucuk betikam” yang memiliki makna filosofis kekeluargaan.

Artinya kita sesama keluarga harus saling tolong menolong, harus bisa menerima kekurangan dan kelebihan dalam suatu keluarga dan terbuka terhadap orang lain.

4.5 Nilai Watak

Nilai watak yaitu nilai yang bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika. Etika merupakan nilai baik buruk suau perbuatan, agar seseorang mengerti apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik dan bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai watak dari motif kain songket Melayu Batu Bara menunjukkan peraturan yang harus dipatuhi, agar tidak tejadi pertengkaran antara individu yang satu dengan individu yang lainnya, seperti terdapat pada motif “bunga kenanga”. Bunga kenanga memiliki arti keharuman. Pesan yang tersirat dari bunga kenanga itu sendiri adalah “hendaklah kita seperti bunga kenanga yang memberikan banyak manfaat kepada orang lain, yang selalu menebar kabaikan, dengan demikian kita juga mengharumkan nama pribadi, nama orangtua, dan juga keluarga. Karena seperti yang sering kita dengar sebaik-baiknya orang ialah yang bermanfaat bagi orang lain”.

4.6 Nilai Estetis

Estetika adalah sebagai disiplin ilmu lain yang merupakan bagian filsafat keindahan. Secara teoritis dapat dipakai sebagai sarana untuk mengkaji, memahami, dan menjelaskan suatu fenomena kesenian baik dari segi bentuk,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA fungsi, dan maknanya secara komprehensif dengan aspek-aspek keindahan.

Dengan kata lain, melalui kajian estetika, nilai-nilai, pesan-pesan, atau makna budaya kesenian dapat dikenali, dipahami, dan diungkapkan. Nilai estetika juga merupakan ilmu yang membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk, dan bagaimana supaya dapat merasakannya.

Nilai estetik yang diciptakan oleh penenun motif kian songket Melayu tidak hanya dibentuk begitu saja, motif yang diciptakan haruslah membuat pola terlebih dahulu, sehingga memudahkan penenun pada saat menyongket kain tersebut.

Motif yang diciptakan bukan hanya sekedar dibentuk akan tetapi mempunyai nilai dan keindahan tersendiri. Penempatan tata letak motif juga mempengaruhi keindahan pada kain songket. Berikut pendeskripsian tentang komposisi penempatan motif kain songket. 1. Penempatan motif objek utama, secara umum ditempatkan secara penuh pada bidang kain. 2. Penataan motif harus ditempatkan sesuai dengan bentuk motif seperti : besar, kecil, tinggi, rendah, panjang, pendek dan motif tersebut juga disesuaikan dibagian mana motif tersebut di letakkan, seperti bagian bawah kain songket, diletak secara bertaburan, atau penggabungan antara motif yang satu dengan motif yang lainnya dan juga dalam pemilihan warna yang berbeda-beda. 3. Penempatan motif-motif yang selaras serta dipadukan dengan warna tertentu akan menjadikan kain songket terlihat lebih indah dan memiliki daya tarik. 4. Penempatan motif kain songket haruslah simetris agar kain songket tidak terkesan berat sebelah. 5. Penempatan motif pada kain songket harus diletakkan sesuai pada tempatnya, karena setiap motif memiliki polanya tersendiri seperti motif pucuk rebung selalu diletakkan pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bagian bawah kain songket. Akan tetapi ada juga variasi yang dilakukan penenundalam penempatan motif-motif tersebut.

4.7 Nilai Intelektual

Nilai intelektual menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun mampu untuk memecahkan problem. Intelektual ialah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, membayangkan atau berimajinasi dalam menciptakan sebuah karya, contohnya seorang penenun songket, ia mampu berimajinasi untuk menciptakan suatu karya tanpa harus bersusah payah dalam menciptakan karya tersebut. Misalnya menciptakan motif songket, di Batu Bara sangat beraneka ragam suku, agama, dan bahasa maka timbullah di benak sang penenun untuk menciptaka motif baru, maka terciptalah motif “bunga cempaka”.

Makna filosofis bunga cempaka adalah keanekaragam yang ada di Batu Bara, seperti keanekaragaman bahari, nabati, agama maupun etnis suku bangsa dan budaya yang hidup bersama dengan penuh kerukunan.

4.8 Nilai Religius

Sama halnya dengan motif, motif diciptakan bukan hanya sekedar penghiaskain songket namun ada rasa kagum kepada Sang pencipta yang dituangkan dalam bentuk karya seni akan keagungan Allah SWT, sehingga sebagai rasa syukur atas nikmat dari Allah penenun songket menciptakan motif tolap penuh dan tolab berantai. Motif tolab penuh dan tolab berantai ini dinyatakan sebagai simbol keagungan yang nyata diaplikasikan dalam karya seni.Nilai agama ada dalam motif tolab penuh dan tolab berantai mempunyai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA makna bahwa masyarakat Batu Bara adalah masyarakat yang taat beribadah serta kekuatan dalam memeluk agama terkhusus agam Islam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kain tradisional Batu Bara adalah kain songket. Zaman yang serba modern, serba canggih masyarakat Batu Bara tetap mempertahankan kekhasannya sebagai warisan leluhur, kain songket tetap bertahan di tengah gempuran industri tekstil sejenis. Songket Batubara memiliki keunggulan di sisi motif dan tenunan yang serba tradisional. Dinamakan kain songket Batubara karena sentra industri tekstil khas Utara ini terletak di daerah Batubara di Kabupaten Batu Bara pula.

Beberapa pengrajin songket di Batubara adalah bapak Azhar Abdullah, bapak Musthofa, dan ibu Hj. Ratna. Berbekal pengetahuan pembuatan kain songket yang diperoleh secara turun-temurun, ereka merintis usaha pembuatan songket Batubara dengan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional. Pembuatan songket dimulai dari menyusun benang, menggulung ke papan, memasukkan benang ke sisir, hingga menyusun motif sesuai warna dan grafis tetap dilakukan secara manual.

Penenunan songket di Kabupaten Batu Bara sudah dimulai sejak berusia

10 tahun, diajarkan kepada generasi muda sebagai penapis generasi tua, agar kebudayaan ini terus kekal. Sistem penenunan dari satu generasi ke generasi lain dilakukan secara terbuka, boleh orang dewasa, anak remaja, maupun yang telah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berumah tangga, dan tidaklah harus suku Melayu saja, suku lain juga boleh, seperti suku Jawa, suku Batak, suku Aceh dan suku lainnya.

Harga pasaran songket sesuai dengan tingkat kerumitan dan ketelatenan selama proses pembuatan. Harga juga ditentukan kualitas benang apa yang digunakan dan juga motif yang dirajut.

Motif kain songket Melayu Batu Bara ada yang berbentuk tumbuhan, bentuk benda alam, dan juga diambil dari makanan khas masyarakat Batu Bara yaitu nasi manis, serta motif yang berbentuk geometris yaitu siku keluang. Motif yang diciptakan tidak semata-mata unyuk hiasan semata, akan tetapi meiliki makna filosofis tertentu. Motif-motif tersebut mempunyai nilai-nilai tertentu seperti ungkapan tentang keagungan Tuhan terdapat pada motif “tolab penuh dan tolab berantai”.

Kegunaan songket secara fisik adalah untuk baju, kain samping, sarung, selendang, destar, dan alat rumah tangga seperti sarung bantal, tempat tisu, dompet dan lain sebagainya. Aktivitas yang melibatkan penggunaan songket di antaranya adalah upacara adat perkawinan Melayu, upacara sunat Rasul, upacara penabalan nama, juga aktivitas lainnya.

Fungsi songket di antaranya adalah untuk penjaga kontinuitas dan stabilitas budaya Melayu, penguat identitas Melayu, dan sebagai ungkapan rasa cinta serta pengungkap nilai-nilai.

Nilai-nilai yang terkandung pada kain songket Melayu terdapat delapan nilai, 1. Nilai ekonomis, 2. Nilai jasmani, 3. Nilai hiburan, 4. Nilai sosial, 5. Nilai watak, 6. Nilai intelektual, 7. Nilai religius. 8. Nilai estetis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5.2 Saran

1. Mengajak masyarakat Melayu untuk menghasilkan kebudayaan Melayu khususnya pada kain tradisonal yaitu kain songket Melayu. Karena identitas semua etnis dalam sebuah bangsa adalah kebudayaannya dan penting mempertahankan motif dan memperkenalkan serta mengajarkan nama-nama motif pada anak cucu hingga saat ini.

2. Mempertahankan keasliaan bentuk motif, makna, kegunaan dan fungsi serta nlai-nilai yang terdapat pada kain songket.

3.Semakin mencintai hasil karya tangan sendiri, dan bisa menciptakan motif-motif terbaru agar semakin banyak yang berminat dengan kain songket Melayu Batu

Bara.

4. Menjadikan kegiatan menenun ini sebagai mata pelajaran tambahan disetiap sekolah agar para siswa Batu Bara semakin mengerti tentang songket.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Baswori dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana Prenda Media

Group.

Dewi Kartina : Jurnal 2010: Studi Tentang Motif Khas Songket Lombok : Lombok.

Djafar, Fadlin Muhammad : Jurnal 2013 : Songket Melayu Batu Bara: Eksistensi dan Fungsi Sosiobudaya: Batu Bara

Endaswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media

Pressindo.

Fahmi, Arfan : Skripsi 2016 : Estetika Rumah Panggung Melayu Batu Bara: Batu

Bara.

Gie, Liang : 1977 . Filsafat Keindahan : Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Irfans Fachrul, 2014. Studi tentang Makna Simbolis Tenun Songket Sentra Ragi

Genep di Desa Suka Rara Lombok Tengah NTB : Lombok

Kutha Ratna, Nyoman. 2011. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar

Sila, Nyoman : Jurnal 2013 : Kajian Estetika Ragam Hias Tenun Songket

Jinengdalem, Buleleng.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung:

Alfabet

Wahyuni Danni, Gufron : Skripsi 2013 : Nilai Simbolis Seni Kelingking Kain

Songket : Sumbawa

(http://id.m.wikipedia.org/wiki/songket)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN

DAFTAR NAMA DAN IDENTITAS INFORMAN

1. Informan Pertama

Nama : Azhar Abdullah Usia : 54 tahun Alamat : Desa Padang Genting Pekerjaan : Pengusaha Songket

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Informan Kedua

Nama : Hj. Ratna Usia : 62 tahun Alamat : Desa Padang Genting Pekerjaan : Pengusaha Songket

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA