Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 170 SEJARAH SINGKAT KERAJAAN

A Brief History of The Kingdom of Cirebon

Oleh Heru Erwantoro

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung Jln. Cinambo No. 136 Ujungberung Bandung Email: [email protected]

Naskah Diterima: 27 Januari 2012 Naskah Disetujui: 29 Februari 2012

Abstrak Adanya kecenderungan beberapa daerah yang dahulunya merupakan pusat kerajaan untuk membentuk provinsi sendiri merupakan fenomena yang muncul di era reformasi. Di Jawa Barat, setelah memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat dan membentuk Provinsi Banten, kini giliran Cirebon berkeinginan juga untuk memisahkan diri dan membentuk provinsi tersendiri. Adanya fenomena untuk memisahkan diri itu tentu saja menimbulkan pertanyaan, ada apa dengan wilayah-wilayah yang dahulunya pernah menjadi pusat kerajaan? Berbagai persoalan masa kini sesungguhnya dapat dimengerti dan dicarikan solusinya melalui pendekatan ilmu sejarah. Begitu juga dengan fenomena keinginan Cirebon untuk membentuk provinsi sendiri. Dari penelusuran sejarah dapatlah dikatakan bahwa momentum reformasi dan otonomi daerah mendorong para elit Cirebon bernostalgia dengan masa lalu. Romantisme akan masa keemasan Kerajaan Cirebon menjadi model ideal untuk membangun wilayah Cirebon dan sekitarnya di masa yang akan datang. Memang pada masa keemasan Kerajaan Cirebon, Cirebon mengalami perkembangan yang pesat dalam segala bidang kehidupan.

Kata kunci: zaman keemasan, Cirebon, otonomi, provinsi.

Abstract

After reformation, some regions that were previously kingdoms claimed their status for province. First, Banten in the Province of West has succeeded in doing it and Cirebon is following to do the same. This is very interesting: claim for separation emerged from regions that were previously great, independent kingdoms. What is really happening? The author conducted history method to seek solution for this problem. The result shows that the elites of Cirebon court want to revive old glory of their kingdom when it experieced many great achievements in almost every areas of life. Those glorious time become model for them to build future Cirebon. This romanticism has been driven by political situation, especially reformation and regional autonomy.

Keywords: golden age, Cirebon, autonomy, province.

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

171 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro)

A. PENDAHULUAN misasi dan desentralisasi, yang menemukan momentum, justifikasi, dan legalitasnya Sejalan dengan semangat reformasi, dalam era reformasi ini, pada pihak lain Keraton Kasepuhan Cirebon menjadi pusat menghendaki daerah memiliki indentitasnya “penggodokan ide pembentukan Provinsi sendiri (Gatra, 2 Desember 2002). Cirebon”. Era reformasi yang ditindaklanjuti Pada konteks itulah, munculnya oleh otonomi daerah rupanya yang menjadi kerinduan dan romantisme pada kerajaan pendorong utama munculnya gagasan pem- atau kesultanan dapat dipahami. Dalam bentukan Propinsi Cirebon. Otonomi daerah kerinduan dan romantisme itu, kerajaan memacu para elit politik lokal untuk mema- tidak hanya dianggap sebagai entitas politik, cu pembangunan daerahnya. Pangeran Raja indentitas daerah, dan suku bangsa di masa Adipati Arief Natanegara, putra mahkota lalu, akan tetapi juga dibayangkan dapat Kasepuhan mengatakan: memberikan alternatif kepemimpinan di Banyak alasan di balik keinginan masa kini dan masa datang. Dengan demiki- pembentukan Provinsi Cirebon ini. an, kerajaan dapat dijadikan identitas yang Selain secara sejarah Cirebon memiliki landasan sosio-historis yang kuat merupakan daerah otonom, wilayah sehingga viable untuk masa kini dan ini punya potensi ekonomi tinggi. mendatang. Kekayaan alam yang paling besar Lebih jauh ditegaskan oleh Azyu- adalah cadangan minyak yang terse- mardi Azra bahwa kasus-kasus tertentu, bar di sepanjang pantai Indramayu indentitas kerajaan di masa silam sebagian dan Cirebon. Sebagai kota pelabuhan, besar memang tumpang tindih dengan Cirebon juga jadi pintu gerbang arus etnisitas dan batas-batas wilayah provinsi. perdagangan sangat penting. Setiap Provinsi Banten hampir identik dengan bulan, sekitar 1.600 kontainer keluar etnisitas dan Kesultanan Banten; gagasan untuk tujuan ekspor. Potensi ini pembentukan Provinsi Cirebon memiliki belum digarap maksimal, Pemerintah landasan historisnya pada Kesultanan Provinsi Jawa Barat seakan tak serius Cirebon. Begitulah gagasan pembentukan menyentuh Cirebon. Denyut pemba- Provinsi Cirebon mengisyaratkan proses ngunan lebih banyak terpusat di Ban- indentifikasi Provinsi Cirebon dengan dung, kami kebagian apa? Sehingga Kerajaan Cirebon, terbukti selain menjadi daerah yang mempunyai kekayaan pusat penggodokan ide pembentukan yang melipah hanya jadi kantong ke- Provinsi Cirebon, juga dari wilayah yang miskinan (Gatra, 2 Desember 2002). akan dimasukkan ke dalam Provinsi Cirebon Di Jawa Barat, upaya pemisahan diri adalah daerah-daerah yang dahulunya untuk membentuk provinsi baru sebelumnya termasuk ke dalam wilayah Kerajaan telah dilakukan oleh elit Banten. Apakah Cirebon, seperti Kabupaten dan Kota niat elit Cirebon untuk membentuk Provinsi Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon itu terinspirasi oleh elit Banten? Kuningan, dan Majalengka. Atau memang ada kecenderungan daerah- Kerinduan dan romantisme pada daerah yang dahulunya bekas pusat Kerajaan Cirebon mengisyaratkan bahwa kerajaan, ingin berdiri secara otonom? ”ada sesuatu atau banyak hal pada masa Mengapa ada kerinduan dan romantisme Kerajaan Cirebon yang dianggap baik” pada kerajaan? sehingga kebaikan itu bila dilakukan lagi Menurut Azyumardi Azra, munculnya akan dapat membantu mengatasi berbagai kerinduan pada kerajaan atau kesultanan persoalan yang dialami pada masa kini. dalam masyarakat daerah di Kecenderungan seperti itu bukanlah disebabkan oleh dua hal. Pertama, adanya dorongan yang bersifat emosional, tetapi kemerosotan kepercayaan yang terus ber- sesuai dengan apa yang dikatakan oleh pakar lanjut pada indentitas dan kepemimpinan sejarah dari Filipina, JRM Taylor berikut ini: sentralistik dan monopolitik. Kedua, otono-

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012 Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 172

Para ahli sejarah sering memberi (Ekadjati, 1991: 103-104, Sulendraningrat, nasihat peringatan, yaitu untuk mau 1984: 34-35). melihat sejarah. Setelah melihat masa Dengan demikian, Sunan Gunung Jati lampau akan nampak bahwa penger- merupakan “Pandita Ratu” karena selain tian dan pemahaman kita tentang sebagai kepala pemerintahan (penguasa) ia masa kini sebenarnya miskin. Berba- juga berperan sebagai Wali Sanga penyebar gai aspek sejarah tersembunyi dari Islam. Sedangkan oleh kalangan tradisi pandangan kita. Ini bisa bersumber setempat, ia disebut “Ingkang Sinuhun dari atau dipertajam oleh proses Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep misedukasi. Karena tidak mempunyai Penata Agama Awaliya Allah Kutubid akses yang cukup terhadap fakta atau Zaman Kholipatur Rosulullah S.A.W.” kebenaran sejarah, maka suatu sense (Sulendraningrat, 1985: 21, Ekajati, 1991: of historis makin menipis (M. Dawam 37). Rahardjo dalam Prisma, 8 Agustus Setelah menjadi penguasa langkah 1983, hal. 2). awal tindakan politik yang dijalankan oleh Sunan Gunung Jati ialah menggalang Dengan demikian, kerinduan dan ro- kekuatan terlebih dahulu dengan Demak mantisme itu bila ditindaklanjuti oleh pemi- (Ambary, 1995: 13) dan kekuatan-kekuatan kiran yang matang, terencana, dan sistematis Islam lainnya serta melepaskan diri dari merupakan upaya mengapresiasi terhadap kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran. Sunan hubungan kita dengan masa lampau yang se- Gunung Jati menghentikan kewajiban sungguhnya mengandung banyak arti dalam memberi upeti tahunan berupa garam dan menjelaskan berbagai persoalan masa kini. terasi kepada Kerajaan Sunda Pajajaran. Berdasarkan uraian di atas, penelitian Tindakan Sunan Gunung Jati itu membuat sejarah ini bertujuan menelusuri sejarah Raja Sunda Pajajaran marah dan kemudian Kerajaan Cirebon dari awal berdirinya, masa mengutus Tumenggung Jagabaya beserta 60 kejayaannya sampai masa kemundurannya. orang pasukannya untuk mendesak supaya Dari penelusuran itu diharapkan dapat penguasa Cirebon menyerahkan upeti. Akan meningkatkan pemahaman kita terhadap tetapi setibanya di Cirebon, Tumenggung masa lalu Kerajaan Cirebon. Jagabaya beserta pasukannya tidak menja- lankan perintah dari Raja Pajajaran, bahkan B. HASIL DAN BAHASAN “membelot” dan semuanya berkeinginan 1. Kerajaan Islam Cirebon masuk agama Islam. Mereka tidak kembali Kurang lebih satu tahun, setelah lagi ke Pajajaran dan menetap di Cirebon Sunan Gunung Jati menetap di Cirebon mengabdi kepada Sunan Gunung Jati tepatnya pada tahun 1479 Masehi, Pangeran (Ekadjati, Sulendraningrat, 1984: 35; Atja Cakrabuana selaku penguasa Cirebon dan Ayatrohaedi, 1986: 73). menyerahkan tampuk pimpinan kepada Degan dihentikannya upeti kepada Sunan Gunung Jati, keponakannya dan Kerajaan Sunda Pajajaran, itu merupakan sekaligus sebagai menantunya. Penobatan pertanda bahwa Cirebon sejak dipegang oleh Sunan Gunung Jati didukung oleh para Wali Sunan Gunung Jati melepaskan diri dari Allah di Pulau Jawa yang dipimpin oleh Kerajaan Sunda Pajajaran. Selanjutnya, Sunan Ampel. Sunan Gunung Jati oleh para dimulailah sebuah negara yang bebas dan wali dianugrahi gelar sebagai penetep/panata merdeka serta berdaulat penuh atas rakyat agama Islam di tanah Sunda dan sebagai dan wilayahnya. Tumenggung Cirebon. Sejak itu tokoh-tokoh Upaya Sunan Gunung Jati untuk Islam lainnya banyak yang menyerahkan melepaskan diri dari Kerajaan Sunda pengikutnya kepada Sunan Gunung Jati. Pajajaran tidak mendapat halangan yang Tokoh-tokoh Islam yang dimaksud tadi berarti. Hal itu dikarenakan adanya beberapa antara lain adalah Syekh Datuk Khafi, Syekh penyebab, yaitu: Pertama, karena Kerajaan Majagung, Syekh Siti Jenar, Syekh Magribi, Sunda Pajajaran sedang mengalami kemun- Pangeran Kejaksan, dan para Ki Gedeng duran dan kekuatannya makin digerogoti oleh penguasa-penguasa daerah yang ingin

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

173 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro) melepaskan diri dari kekuasaannya, seperti Pajajaran. Kemudian, Maulana Hasanuddin Raja Galuh, Talaga, dan Banten. Kedua, segera membentuk pemerintahan yang membelotnya Tumenggung Jayabaya be- berkedudukan di Surosowan dekat Muara serta pasukannya yang tergolong kuat, Cibanten (Djajadiningrat, 1983). mengakibatkan terpukulnya hati Raja Pajaja- Tentu saja penyebaran Islam tidak ran, sehingga konsentrasi kepada kerajaan hanya dilakukan terhadap Banten, ke wila- terganggu. Ketiga, Sunan Gunung Jati yah lain pun dilakukan. Penyebaran Islam ke masih keturunan Prabu Siliwangi, dan wilayah Priangan Timur antara lain ke keempat, Raja Pajajaran, Sribaduga Maha- Galuh pada tahun 1528 dan ke Talaga pada raja (Prabu Siliwangi) keburu meninggal tahun 1530. Memang upaya penyebaran dunia (1521). agama Islam tidak semata-mata untuk me- nyebarkan agama tetapi juga untuk mem- 2. Masa Pasang Kerajaan Cirebon perluas wilayah. Menurut Nina Herlina Dengan berkuasanya Syarif Hida- Lubis (2003: 187) Kerajaan Cirebon terlibat yatullah atau yang lebih dikenal dengan dalam serangkaian peperangan menghadapi Sunan Gunung Jati di Cirebon pada tahun serangan-serangan dari para adipati bawahan 1479 M maka Cirebon menjadi Kesultanan Kerajaan Sunda Pajajaran yang ada di Cirebon. Sunan Gunung Jati naik sebagai sekitar Cirebon, serta tiga kali mengalami penguasa Cirebon setelah ia dilantik sebagai pertempuran besar, yaitu pertempuran mere- Tumenggung Hidayatullah bin Maulana but pelabuhan Sunda Kalapa, pertempuran Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan dengan Rajagaluh, dan pertempuran dengan disambut oleh para wali tanah Jawa dengan Talaga. memberikan gelar Panetep Panatagama Dalam pertempuran untuk merebut Rasul di tanah Sunda atau Ingkang Sinuhun pelabuhan Sunda Kalapa, Sunan Gunung Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Jati sebenarnya menerapkan strategi berupa Panatagama Awlya Allah Kutubid zaman penyelarasan politik dengan ambisi politik Khalifatur Rasulullah Saw. Ia memerintah yang dilakukan oleh Kesultanan Demak. Hal dari Keraton Pakungwati. Status kesultanan yang demikian itu dapat dipahami karena itu mencerminkan bahwa proses Islamisasi antara Cirebon dan Demak mempunyai telah berlangsung lama di Cirebon. Hal yang hubungan kekerabatan yang erat. Upaya demikian itu dapat dimengerti karena suatu penyelarasan itu terlihat dalam usaha negara tidak mungkin menjadi sebuah penyebaran Islam ke arah barat, yaitu di kesultanan jika penguasanya (raja dan sepanjang pesisir utara Jawa bagian barat. jajarannya) dan rakyatnya belum memeluk Dari segi politik, kolaborasi itu terlihat jelas agama Islam. ketika upaya penyebaran Islam itu dilakukan Pada masa pemerintahan Sunan Gu- setelah Kesultanan Banten berdiri. Penye- nung Jati (1479 – 1568) Kesultanan Cirebon rangan ke pelabuhan utama Kerajaan Sunda mengalami perkembangan yang sangat Pajajaran yang terjadi pada tahun 1527 pesat. Pada masa itu, bidang keagamaan, dilakukan oleh tentara gabungan Demak, politik, dan perdagangan sangat maju. Cirebon, dan Banten (Uka Tandrasasmita, Pada masa Sunan Gunung Jati upaya 2009: 164). Islamisasi sangat diintensifkan. Penyebaran Penguasaan Islam atas pelabuhan Islam ke berbagai wilayah terus menerus Sunda Kalapa itu jelas sebagai upaya dilaksanakan. Misalnya, pada tahun 1525- membendung pengaruh Portugis yang sudah 1526, dilakukan penyebaran Islam ke menduduki Malaka sejak tahun 1511. Banten dengan cara menempatkan putra Dengan demikian, ketiga kesultanan itu Sunan Gunung Jati yang bernama Maulana dengan leluasa dapat menyingkirkan Por- Hasanuddin. Banten berhasil dikuasai sete- tugis dari jalur lalu lintas perdagangan lah Maulana Hasanuddin berhasil menum- internasional dan regional dari daerah bangkan pemerintahan Pucuk Umum yang Maluku ke berbagai pelabuhan di sepanjang berkedudukan di sebagai pesisir Jawa melalui Selat Sunda penguasa Kadipaten dari Kerajaan Sunda (Tanjdrasasmita, 2001: 43 – 64).

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012 Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 174

Memang bila ditinjau lebih jauh pengembangan dakwah Islam ke seluruh upaya menguasai pelabuhan Sunda Kalapa wilayah bawahannya di tanah Sunda dengan mempunyai arti yang sangat penting. didukung oleh perekonomian yang menitik- Bukankah perdagangan internasional yang beratkan pada perdagangan dengan berbagai dilakukan oleh kesultanan-kesultanan di negara seperti Campa, Malaka, India, Cina, Nusantara melalui Samudera Hindia ke dan Arab. Untuk menunjang misi pemerin- negeri-negeri Timur Tengah, melalui Teluk tahannya itu, Sunan Gunung Jati mengisi Aden sampai ke Afrika Timur, selalu personil jajaran pemerintahannya dengan mendapat rintangan di lautan Hindia oleh para kerabatnya dan para ulama (Sunardjo, Portugis sebagai mana yang dikatakan oleh 1983: 77-78). Chauduri (1989), bahwa “kedatangan Pada masa pemerintahan Sunan Portugis di Benua India secara tiba-tiba Gunung Jati, selain perluasan wilayah juga mengakhiri sistem pelayaran yang damai dilakukan pembangunan sarana dan prasara- yang menandai kawasan ini”. na umum (Herlina, et.al., 2003: 180–181). Dengan dikuasainya pelabuhan Sunda Upaya pembangunan itu di antaranya: (1) Kalapa, pengaruh Portugis dapat dihilang- Pada tahun 1483, keraton lama Dalem kan. Dengan demikian, pelabuhan-pelabuh- Pakungwati yang dulu dibangun oleh an di sepanjang pesisir utara Jawa seperti: Cakrabuwana diperluas dan ditambah Gresik, Sedayu, Tuban, Jepara, Demak, dengan bangunan-bangunan pelengkap juga Cirebon, , dan Banten menjadi tembok keliling setinggi 2,5 meter dengan pelabuhan yang ramai. Di pelabuhan- ketebalan 80 cm pada areal tanah seluas 20 pelabuhan itu banyak kelompok-kelompok hektar. Selanjutnya, untuk keamanan diba- pedagang dari Arab, Timur Tengah, India, ngun tembok setinggi 2 meter mengelilingi Tionghoa, dan dari negeri-negeri di Asia ibukota, meliputi areal seluas 50 hektar. Tenggara. Tentu saja kondisi seperti itu Tembok keliling itu tentu saja dilengkapi membuat Cirebon mengalami kemajuan dengan pintu gerbang, yang salah satu dari yang pesat di bidang perdagangan. pintu gerbang itu diberi nama Lawang Gada; Penyebaran agama Islam yang disertai (2) Pembangunan pangkalan perahu yang motif memperluas wilayah tidak semuanya terletak di sebelah tenggara keraton di tepi dilakukan melalui peperangan juga tidak Sungai Kriyan. Pangkalan perahu itu hanya di arahkan ke wilayah pantai. Upaya dilengkapi dengan gapura yang disebut Islamisasi juga dilakukan dengan cara damai Lawang Sanga, bengkel perahu, istal kuda ke wilayah pedalaman seperti ke daerah kerajaan, dan pos-pos penjagaan; (3) Di Babadan, Kuningan, Indramayu, dan pelabuhan Muara Jati dilakukan perbaikan Karawang. Namun demikian, upaya itu tetap dan penyempurnaan bangunan-bangunan saja tidak dapat dilepaskan dari motif untuk fasilitas pelayaran seperti mercu suar ekonomi. Menurut Singgih Tri Sulistyo yang dulu dibuat oleh Ki Ageng Tapa (1997: 82) upaya Islamisasi dilandasi motif dengan dibantu oleh orang-orang Cina. Di untuk memperbesar posisi Cirebon di bidang pelabuhan ini dibangun pula bengkel untuk perdagangan dan pelayaran dengan cara memperbaiki perahu berukuran besar yang menguasai daerah pedalaman yang menjadi mengalami kerusakan dengan memanfaatkan sumber penghasil komoditas perdagangan orang-orang Cina ahli pembuat Jung yang seperti beras dan kayu, juga sekaligus dahulu dibawa oleh Laksamana Cheng Ho. tempat mensuplai barang-barang dari luar. Pelabuhan Muara Jati pada masa itu Adapun sistem politik yang merupakan pasar tempat transaksi perda- dikembangkan oleh Sunan Gunung Jati gangan rempah-rempah, beras, hewan didasarkan pada asas desentralisasi yang potong, dan tekstil. Oleh sebab itu, di sekitar berpola kerajaan pesisir. Pelabuhan menjadi Muara Jati banyak pedagang asing bagian yang sangat penting dengan bermukim seperti dari Cina dan Arab; (4) pedalaman sebagai unsur penunjang yang Pembangunan sarana transportasi dilaksana- vital. Strategi politik desentralisasi itu kan sebagai upaya mempercepat pertumbuh- dilakukan dengan menerapkan program an ekonomi. Untuk itu dibangunlah sarana pemerintahan yang bertumpu pada intensitas transportasi penunjang pelabuhan laut

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

175 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro) berupa saluran transportasi melalui sungai dengan dakwah agama Islam sehingga dan jalan darat. Mengenai jalan darat, aspek-aspek pemerintahan, pengendalian pembangunan jalan besar dimulai dari alun- masyarakat, dan pengembangan agama alun keraton Pakungwati ke pelabuhan menyatu menjadi bagian yang tidak Muara Jati. Pembangunan jalan itu tujuan- terpisahkan (Herlina, et.al., 2003: 186). nya agar para pedagang asing atau para Begitulah sistem pemerintahan di utusan dari kerajaan lain yang masuk ke Kesultanan Cirebon. Artinya, dalam urusan pelabuhan Muara Jati dapat secara mudah kenegaraan, pengembangan agama menda- bertemu dengan Sunan Gunung Jati apabila pat prioritas yang utama. Penyebaran agama mereka mau menghadap atau membicarakan Islam dilakukan di dalam dan di luar sesuatu; (5) Untuk menjaga dan memelihara wilayah Cirebon, baik ke daerah pesisir keamanan dibentuk pasukan keamanan yang maupun ke daerah pedalaman. Penyebaran disebut Pasukan Jagabaya dengan jumlah agama Islam ke daerah pedalaman Tatar dan kualitas yang memadai. Pasukan Sunda dilakukan melalui jalur: (a) Cirebon- Jagabaya ini di tempatkan di pusat kerajaan Kuningan-Talaga-Ciamis, (b) Cirebon- dan tentu saja di setiap wilayah yang sudah Kadipaten-Majalengka-Damaraja-Garut, (c) dikuasai oleh Kesultanan Cirebon. Cirebon-Sumedang-Bandung, (d) Cirebon- Sunan Gunung Jati yang menjadi raja Talaga-Sagalaherang-Cianjur, (e) Banten- di Kesultanan Cirebon adalah seorang Jakarta-Bogor-Sukabumi, dan (f) Banten- anggota Wali Songo. Dengan demikian, Banten Selatan-Bogor-Sukabumi. segala aktivitasnya tentu saja tidak terlepas Sebagai manusia yang paripurna, dari upaya menyebarkan agama Islam. Sunan Gunung Jati diyakini memiliki ilmu Untuk itulah, pada tahun 1480, Sunan yang mumpuni baik di bidang agama Gunung Jati mendirikan Masjid Agung Sang maupun di bidang kenegaraan, ekonomi, Cipta Rasa yang terletak di samping kiri kemasyarakatan, kesehatan, keluarga, pendi- keraton dan di sebelah barat alun-alun. dikan dan sebagainya. Di bidang agama, Dalam membangun Masjid Agung Sang ilmunya meliputi ilmu fiqh, syari’ah, Cipta Rasa itu, Sunan Gunung Jati dibantu tasawuf dan mistik. Di bidang kesehatan, oleh Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati berdakwah mengenai Adapun yang menjadi arsitek dari masjid itu pengobatan herbal, yaitu penggunaan daun- ialah Raden Sepat, mantan arsitek daunan dan akar-akaran untuk mengobati Majapahit. Sunan Gunung Jati menjadikan penyakit. Selain itu, pengobatan batin yang masjid sebagai pusat dakwah Islam, oleh semula diatasi dengan pengobatan spiritual, karena itu di setiap wilayah bawahan firasat, jampi-jampi, dan mantra-mantra oleh Cirebon dibangun masjid jami (Herlina, Sunan Gunung Jati diganti dengan memakai dkk., 2003: 190). doa-doa Islam (Suryanegara, 1995: 75-94). Sebagai pemimpin politik dan agama, Pada bidang kebudayaan, terlihat dari Sunan Gunung Jati membentuk sistem dan gambaran simbol-simbol kosmis dan simbol struktur kenegaraan yang didasarkan pada yang berasal dari ajaran agama Islam. Sim- paham kekuasaan religius. Adapun esensi bol kosmis diwujudkan dalam bentuk dari paham kekuasaan religius adalah payung sutera berwarna kuning dengan ke- meletakan kekuasaan politik pada karakter pala naga. Payung itu melambangkan sema- adiduniawi dan adimanusiawi (Suseno, ngat perlindungan dari raja kepada rakyat- 1994: 31-32). Menurut Moertono (1981: 26- nya. Adapun simbol-simbol yang berasal 27) sang pemimpin bukan lagi manusia dari ajaran Islam dibagi ke dalam empat biasa tetapi manusia yang memiliki kemam- tingkatan, yaitu: (a) syariat, yang disimbol- puan supranatural. Raja menjadi medium kan dengan wayang, adapun wayang itu yang menghubungkan manusia (mikrokos- sendiri adalah perwujudan dari manusia mos) dengan alam gaib (makro-kosmos). dengan dalangnya Allah, (b) tarekat yang Dengan demikian, misi pemerintahan Sunan disimbolkan dengan barong, (c) hakekat Gunung Jati bentuknya merupakan perpa- yang disimbolkan dengan topeng, dan (d) duan antara sistem pengelolaan negara ma’rifat yang disimbolkan dengan ronggeng.

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012 Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 176

Keempat simbol itu, yakni wayang, barong, kedudukan Sunan Gunung Jati sebagai topeng, dan ronggeng merupakan empat Panatagama (Siddque, 1977: 91). jenis pertunjukan kese-nian masyarakat Sunardjo (1996: 38-40) merinci Cirebon dan masyarakat Jawa pada umum- keberhasilan masa pemerintahan Sunan nya (Siddique, 1977: 79-82). Gunung Jati sebagai berikut: (1) Wilayah Simbol-simbol di atas senantiasa bawahan Kerajaan Cirebon sampai tahun muncul dalam berbagai bentuk acara 1530 M sudah meliputi separuh dari selamatan yang menjadi tradisi di bulan- Provinsi Jawa Barat (sekarang) dan Provinsi bulan tertentu dan perayaan-perayaan hari Banten dengan jumlah penduduk pada saat besar Islam yang berasal dari tradisi itu sekitar 600.000 orang yang sebagian Walisongo, termasuk Sunan Gunung Jati, besar masih beragama nonIslam; (2) seperti upacara sekaten sebagai perayaan Pelabuhan-pelabuhan penting di sepanjang memperingati maulid Nabi Muhammad pantai utara Jawa Barat seluruhnya sudah SAW, yang dilangsungkan di seluruh dapat dikuasai oleh Kerajaan Cirebon; (3) kerajaan Islam Jawa. Perayaan sekaten ini Telah dilakukan pembangunan masjid jami biasanya dipusatkan di alun-alun ibu kota di ibu kota dan di berbagai wilayah bawahan kerajaan yang dapat dinikmati bersama Kerajaan Cirebon, serta langgar-langgar di khalayak ramai pada umumnya. Perayaan berbagai pelabuhan; (4) Perluasan dan sekaten itu sendiri dimulai tujuh hari pembangunan Keraton Pakungwati sehingga sebelum tiba peringatan hari Maulid Nabi sesuai dengan fungsi dan posisinya sebagai Muhammad SAW yang tepatnya jatuh pada bangunan utama pusat pemerintahan keraja- tanggal 12 Rabi’ul Awal. Sekaten diakhiri an yang berdasarkan Islam; (5) Tembok dengan upacara Garebeg, yaitu upacara yang keliling keraton berikut beberapa pintu berpuncak pada siratun nabiy (pembacaan gerbang, pangkalan perahu kerajaan, pos- riwayat Nabi Muhammad SAW) dan pos penjagaan keamanan, instal kuda sedekah sultan, yaitu membagi-bagikan kerajaan, bangunan untuk kereta kebesaran makanan hadiah dari sultan di Masjid kerajaan, pedati-pedati untuk pengangkutan Agung. Acara ini dihadiri oleh sultan dan barang, dan sitinggil/pancaniti (bangunan pembesar-pembesar kerajaan. Sekaten ini untuk pengadilan), serta alun-alun telah satu-satunya upacara dan perayaan terbesar selesai dibangun dan diperindah; (6) Telah karena pergelarannya merupakan upacara selesai dibangun tembok keliling ibu kota memperingati hari lahir Nabi Muhammad meliputi areal seluas 50 hektar dilengkapi SAW. Pada saat Garebeg itulah, adipati- dengan beberapa pintu gerbang dan pos adipati, raja-raja muda, bupati-bupati, pem- jagabaya; (7) Telah selesai dibangun jalan besar-pembesar wilayah kerajaan diterima besar utama menuju Pelabuhan Muarajati menghadap sultan untuk menunjukkan sikap dan jalan-jalan di ibu kota serta jalan-jalan hormat dan baktinya kepada sultan sembari yang menghubungkan ibu kota dengan mangayu bagja pada hari yang mulia dan wilayah-wilayah bawahannya; (8) Pasukan meriah itu (Saksono, 1995: 150-151). Jagabaya jumlahnya sudah cukup banyak, Upacara peringatan maulid Nabi organisasinya sudah ditata dengan koman- Muhammad SAW di Keraton Cirebon mulai dan tertingginya dipegang oleh seorang diadakan dan dilaksanakan secara besar- tumenggung yang disebut Tumenggung besaran ketika diadakan pengangkatan Jagabaya; (9) Dalam urusan penyelenggara- Sunan Gunung Jati sebagai wali kutub pada an pemerintahan, baik di pusat kerajaan tahun 1470 M. Perayaan itu di kalangan maupun di wilayah bawahan telah diatur masyarakat Cirebon dikenal dengan iring- dalam tata aturan pemerintahan yang cukup iringan panjang jimat (Herlina, et.al., 2003: rapi. Sunan Gunung Jati telah memberlaku- 184-185). Aktifitas perayaan keagamaan kan gelar-gelar jabatan. Islami yang dilakukan oleh kerabat keraton menunjukkan bahwa Sunan gunung Jati dan 3. Masa Surut Kerajaan Cirebon keturunannya dalam struktur sosial Panggilan hati Sunan Gunung Jati dimasukkan ke dalam anak bangsa kaum rupanya lebih cenderung pada upaya santri sebagai legitimasi peran, fungsi, dan penyebaran agama Islam dari pada menjadi

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

177 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro) raja. Oleh karena itu pada tahun 1528 urusan Kesultanan Cirebon. Demikian pula dengan pemerintahan kesultanan ia serahkan kepada Kerajaan Banten. Pada masa itu Banten Pangeran Pasarean, putra Sunan Gunung Jati masih tetap konsisten memandang Cirebon dari Nyai Tepasari. Selanjutnya, Sunan sebagai sumber pertama eksistensi kesul- Gunung Jati lebih mengkhususkan diri tanannya. Selain itu, terjalin hubungan yang menyebarkan agama Islam ke daerah erat dengan Kerajaan Pajang dan juga pedalaman (Ekadjati, 1991: 107-108). Tentu hubungan dagang dengan luar negeri saja Pangeran Pasarean statusnya hanya berjalan lancar. Pelabuhan-pelabuhan seba- mewakili saja, artinya belum menjadi raja, gai aset Kesultanan Cirebon yang amat sebab Sunan Gunung Jati masih hidup dan penting terjaga keamanannya sehingga belum menyerahkan statusnya. Dengan kapal-kapal dagang asing makin banyak posisinya itu, jelaslah bahwa Pangeran yang singgah untuk melakukan transaksi Pasarean telah dipromosikan oleh Sunan dengan masyarakat Cirebon (Sunardjo, Gunung Jati sebagai calon penggantinya 1996: 44). dikemudian hari. Akan tetapi, meskipun ia Namun demikian, pada masa Panem- telah mewakili Sunan Gunung Jati selama bahan Ratu I Kesultanan Cirebon tidak lagi 18 tahun, ia tidak sempat mewarisi tahta melebarkan wilayahnya ke daerah-daerah kerajaan karena ia keburu meninggal dunia lain, karena pada waktu itu posisi Cirebon di Demak pada tahun 1546. Urusan terjepit di antara dua kerajaan besar, yaitu pemerintahan kemudian diwakili oleh Banten di barat dan Mataram di timur. Fadhillah Khan, menantu Sunan Gunung Sebenarnya Cirebon bisa saja diruntuhkan Jati (Ekadjati, 1991: 64). baik oleh Banten maupun oleh Mataram Setelah Pangeran Pasarean me- mengingat kekuatan angkatan bersenjata ninggal dunia, selanjutnya yang dipromo- Banten atau Mataram lebih kuat dari sikan untuk menggantikan Sunan Gunung Cirebon. Akan tetapi kedua kerajaan terse- Jati ialah Pangeran Sawarga, putra Pangeran but masih menghormati Cirebon. Banten Pasarean, cucu Sunan Gunung Jati. Ia telah menghormati Cirebon sebagai tahta leluhur- menduduki jabatan penting dalam birokrasi nya, yaitu Sunun Gunung Jati, sedangkan Kesultanan Cirebon sehingga namanya Mataram memandang Cirebon sebagai guru berubah menjadi Pangeran Dipati Carbon. dan keramat (Ekadjati, 1991). Akan tetapi ia meninggal dunia terlebih Bukan mustahil Cirebon, yang selalu dahulu, yaitu pada tahun 1565 (Ekadjati, bersahabat dengan Mataram, dalam banyak 1991: 88). hal menjadi teladan bagi Mataram. Mungkin Pada tahun 1568 Sunan Gunung Jati Sitiinggil yang terdapat di Keraton Cirebon meninggal dunia, roda pemerintahan Kesul- pada tahun 1625 ditiru oleh Susuhunan tanan Cirebon tetap dijalankan oleh untuk keratonnya dan mungkin pula makam Fadhillah Khan sampai ia meninggal pada keramat Sunan Gunung Jati dipakai sebagai tahun 1570. Setelah itu, yang naik tahta contoh untuk makamnya di Wonogiri. adalah cicit Sunan Gunung Jati yang Ketika Sidang Raya Kerajaan Mataram bernama Pangeran Emas putra Pangeran berlangsung pada tahun 1636, rupanya Swarga Dipati Carbon dari perkawinan Panembahan Ratu yang dituakan dan dihor- dengan Nhay Mas Ratu Wanawati Raras, mati diundang untuk datang ke Mataram putri Fadhillah Khan. dengan maksud untuk memperbesar kewi- Pangeran Emas kemudian bergelar bawaan Susuhunan (De Graaf, 1986: 292). Panembahan Ratu I, ia memerintah Kesul- Pada masa Panembahan Ratu I tanan Cirebon selama 79 tahun, yaitu dari ternyata Cirebon lebih dekat ke Mataram tahun 1570 sampai 1649 M. Pada masa daripada ke Banten. Sebagai contoh Putri Panembahan Ratu I di Cirebon tidak terjadi Ratu Ayu Sakluh yang merupakan kakak masalah apapun. Hal yang demikian itu perempuan Panembahan Ratu I menikah terjadi karena kondisi Cirebon pada masa itu dengan Sultan Agung Mataram. Dari sangat kondusif. Kerajaan Sunda sudah tidak pernikahan itu, Sultan Agung berputra menjadi ancaman lagi bagi eksistensi Susuhunan Amangkurat I. Kelak salah

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012 Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 178 seorang putri Susuhunan Amangkurat I undangan tersebut. Ia bersama kedua bersuamikan Panembahan Girilaya dari putranya, yaitu Pangeran Martawijaya dan Cirebon (Atja dan Ajatrohaedi, 1986: 22; Pangeran Kartawijaya datang ke Mataram. Atja, 1986: 72 dalam Edi S. Ekadjati, 1991: Sesampainya di Mataram dan setelah 112; Tjandrasasmita, 1995: 144). Selain itu, upacara penghormatan itu selesai, Panem- menurut F. Dee Haan (1912: 38), juga bahan Ratu II beserta kedua anaknya tidak ditandai dengan dibangunnya kuta (dinding) diperbolehkan pulang ke Cirebon. Rupanya yang mengitari keraton Pakungwati. Kuta undangan itu tidak semata dimaksudkan yang mengelilingi keraton Cirebon itu sebagai penghormatan tetapi juga sebagai dibangun kurang lebih pada 1590 yang pertanggungjawaban Panembahan Ratu II pembangunannya merupakan persembahan yang gagal melaksanakan misi Mataram. Di Senapati Mataram terhadap Panembahan Mataram Panembahan Ratu II dengan kedua Ratu I Cirebon. putranya menjadi tahanan politik meskipun Sepeninggalnya Panembahan Ratu I demikian Panembahan Ratu II tetap diakui pada 1649, kedudukannya sebagai kepala sebagai Raja Cirebon. Mereka tinggal di pemerintahan Cirebon digantikan oleh kompleks perumahan bangsawan Mataram cucunya yang bernama Pangeran Putra atau dan diperlakukan secara baik (Herlina, et. disebut juga Raden Rasmi dan bergelar al., 2003: 196). Panembahan Adiningkusuma atau bergelar Menurut Burger (1962: 59) tindakan Panembahan Ratu II, setelah meninggal itu merupakan kebijakan politik pemerin- dunia, ia lebih dikenal dengan Panembahan tahan Susuhunan Amangkurat I terhadap Girilaya, karena dimakamkan di sebuah penguasa-penguasa pesisir. Mataram di bukit yang bernama Girilaya, yang letaknya bawah Susuhunan Amangkurat I berusaha di sebelah timur Wonogiri, Jogjakarta mencurahkan seluruh tenaga untuk dapat (Tedjasubrata, 1966 : 112). mengendalikan penguasa-penguasa di Pada masa pemerintahan Panembahan daerah pesisir guna kepentingannya. Cara Ratu II, Cirebon mulai mengalami masalah yang dipergunakan oleh Mataram itu adalah dalam bidang politik. Raja Mataram yaitu dengan jalan menjadikan penguasa-penguasa Amangkurat I yang juga mertuanya meminta pesisir sebagai abdi istana. Hal itu, agar Panembahan Ratu II membujuk Banten dimaksudkan agar penguasa daerah pesisir untuk bersahabat dengan Mataram dan mau yang cenderung bersikap terbuka terhadap menghentikan serangannya terhadap Belan- pengaruh luar menjadi kurang membahaya- da. Panembahan Ratu II mau tidak mau kan dan sekaligus kekuasaan mereka bisa menuruti kemauan Amangkurat I. Ia diawasi lebih ketat. beberapa kali berkunjung ke Banten untuk Selama Panembahan Ratu II dan membujuk sultan Ageng Tirtayasa agar mau kedua puteranya berada di Mataram, bergabung dengan Mataram dan menghenti- pemerintahan sehari-hari di Cirebon dipe- kan serangan ke Belanda, tetapi usahanya itu gang oleh putra ketiganya, yaitu Pangeran gagal. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa Wangsakerta yang tidak ikut serta ke mengajaknya untuk bergabung dengan Mataram. Dalam menjalankan roda pemerin- Banten daripada dengan Mataram. Sultan tahannya, Pangeran Wangsakerta selalu Ageng Tirtayasa juga memperingatkan diawasi secara ketat oleh orang-orang bahwa Mataram dapat mengancam kedaulat- Mataram yang ditugaskan oleh Susuhunan an Cirebon (Sunardjo, 1996: 53-54). Amangkurat I. Hal yang demikian itu jelas Kegagalan Panembahan Ratu II di menunjukkan bahwa Cirebon sudah kehi- dalam membujuk Banten membawa akibat langan kedaulatannya. Apa yang pernah yang fatal. Amangkurat I merasa kecewa dikatakan oleh Sultan Ageng Tirtayasa dan menganggap Panembahan Ratu II telah kepada Panembahan Ratu II bahwa Mataram bersekutu dengan Banten. Karena itulah dapat mengancam kedaulatan Cirebon pada tahun 1662 Amangkurat I mengundang menjadi kenyataan. Panembahan Ratu II ke Mataram untuk Selama bertahun-tahun mereka ting- menghadiri upacara penghormatan. Tentu gal di Mataram, sampai akhirnya pada saja Panembahan Ratu II tidak bisa menolak tahun 1667 Panembahan Ratu II meninggal

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

179 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro) dunia dan dimakamkan di Girilaya. Sejak Cirebon. Adapun Sultan Cerbon (Panem- saat itu Panembahan Ratu II sering disebut bahan Cirebon) untuk sementara waktu dengan nama Panembahan Girilaya. Sepuluh tinggal bersama-sama dengan Sultan Sepuh tahun kemudian yaitu sekitar tahun 1677, di kompleks Keraton Pakungwati (Sunardjo, Raden Trunojoyo mengadakan serangan 1983: 153). besar- besaran terhadap keraton Mataram. Sejak saat itu pula pemakaian gelar di Serangan itu bukan saja berhasil menduduki Cirebon berubah, yaitu dari panembahan ibukota Mataram, melainkan juga dapat menjadi sultan. Pangeran Martawijaya membebaskan kedua Pangeran Cirebon, memakai gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi yaitu Pangeran Martawidjaja dan Pangeran Muhammad Samsudin (1677-1703) dan Kertawidjaja dari cengkraman Sunan Pangeran Kartawijaya memakai gelar Sultan Amangkurat I. Selanjutnya kedua Pangeran Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin Cirebon itu dibawa oleh pasukan Raden (1677-1723). Gelar Sultan itu diberikan oleh Trunojoyo ke Kediri. Dari Kediri kedua Sultan Ageng Tirtayasa ketika ia melantik Pangeran tersebut diambil oleh utusan kedua Pangeran Cirebon itu di ibu kota Sultan Ageng Tirtayasa ke Banten (Ekadjati, Banten. Sebagai Sultan, kedua pangeran dari 1991: 115-116; Sunardjo, 1983: 139; Atja, Cirebon itu mempunyai kekuasaan penuh 1988: 10). atas wilayah dan rakyatnya dan juga Di Banten Sultan Ageng Tirtayasa memiliki keraton masing-masing. Namun mengangkat kedua pangeran itu sebagai demikian, Sultan Ageng Tirtaysa tidak sultan Cirebon dan menetapkan wilayah dan mengangkat anak laki-laki ketiga dari rakyatnya masing-masing. Pangeran Marta- Panembahan Ratu II, yang bernama wijaya menjadi Sultan Sepuh dan Pangeran Pangeran Wangsakerta sebagai sultan. Ia Kartawijaya menjadi Sultan Anom. hanya diangkat sebagai Panembahan Cire- Sedangkan Pangeran Wangsakerta diangkat bon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil menjadi Panembahan Cirebon tetapi tanpa Muhammad Nasarudin atau Panembahan memiliki wilayah kekuasaan dan keraton Tohpati (1677-1713). Dengan demikian, ia secara formal (Ekadjati, 1991: 93). tidak memiliki wilayah kekuasaan dan Menurut catatan Brandes (1911: 24), keraton sendiri. Tempat tinggalnya hanya mereka kembali ke Cirebon, tahun 1678. berupa rumah besar biasa yang terletak di Dengan pengakuan Sultan Ageng Tirtayasa, sebelah Timur Keraton Pakungwati maka Pangeran Martawidjaja (Pangeran (Subagja, 1990: 54-55). Samsudin) menjadi Sultan Sepuh/Kasepuhan Dengan terbaginya Cirebon menjadi yang pertama, Pangeran Kertawidjaja dua kesultanan yang sederajat dan satu (Pangeran Badrudi/Komarudin) menjadi panembahan, sulit bagi Cirebon untuk Sultan Anom/Kanoman yang pertama, mengembalikan lagi kebesaran dan kewi- sedangkan Pangeran Wangsakerta (Raden bawaan yang pernah diraih semasa Cirebon Godang) menjadi Panembahan Cirebon yang dipegang oleh Sunan Gunung Jati. Ketiga pertama/Sultan Cirebon (Atja, 1988: 10-11). orang itu mempunyai konsep yang berbeda. Keputusan Sultan Ageng Tirtayasa menye- Sehingga muncullah persaingan bahkan babkan Cirebon terbagi menjadi tiga bagian konflik di antara ketiganya. Untuk mere- dan mulai saat itu Cirebon berada di bawah dakan persaingan yang keras itu, semua pengaruh dominasi Banten. pihak meminta bantuan Kompeni Belanda Sultan Sepuh (Pangeran Samsudin) untuk menyelesaikannya (Herlina, et.al., kemudian menempati Keraton Pakungwati 2003: 197). sebagai keratonnya (sekarang letaknya di Kondisi semacam itu tentu saja sebelah timur Keraton Kasepuhan). Sultan dimanfaatkan oleh Kompeni Belanda untuk Anom (Pangeran Badrudin) menempati menanamkan kekuasaannya di Cirebon. bekas rumah pertama Pangeran Cakrabuana Kompeni Belanda menyambut baik permin- untuk dijadikan keratonnya. Tempat itu taan dari pihak Cirebon untuk bertindak sekarang termasuk ke dalam wilayah sebagai penengah yang dapat menyelesaikan kelurahan Lemah Wungkuk Kotamadya konflik di kalangan elit Cirebon, sambil

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012 Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 180 mencari peluang untuk mengambilalih penguasa Cirebon menerima dan mengakui kekuasaan di Cirebon. pengaruh kekuasaan Kompeni Belanda. Sejak saat itu maka dimulailah suatu Begitulah perkembangan politik di era perjanjian, berbagai perjanjian diadakan Cirebon. Keadaan Cirebon makin parah dan oleh pihak Kompeni Belanda dengan kedok penguasa-penguasa Cirebon sudah tidak bisa mendamaikan para elit Cirebon tetapi berbuat banyak. Secara politis, Cirebon dibalik itu semua diprogramkan upaya berada di bawah perlindungan kekuasaan merebut kekuasan secara bertahap namun Kompeni Belanda. Kondisi itu semakin pasti. Pada tanggal 4 Desember 1685, 8 rumit setelah Sultan Sepuh I meninggal September 1688, dan 4 Agustus 1699 dunia (1697). Harta benda kasepuhan dibagi dilakukan perjanjian kesepakatan di antara dua kepada Pangeran Dipati dan Pangeran penguasa Cirebon disaksikan oleh para Aria Adiwidjaja, namun mengenai siapa pejabat Kompeni Belanda. Dalam teks penguasa yang paling utama di Cirebon, perjanjian itu dinyatakan bahwa Gubernur kembali menimbulkan pertentangan yang Jenderal Kompeni dan Raad van sengit sehingga mengundang kembali pihak Nederlandsch Indie bertindak sebagai kompeni untuk menjadi penengah lagi. pemrakarsa dan pelindung Kesultanan Pengaruh Kompeni sangat terlihat Cirebon dengan perantaraan masing-masing dalam kontrak tertanggal 4 Agustus 1699 Kapten Francois Tack, Johanes de Hartog, yang antara lain menetapkan bahwa Sultan dan Komisaris Kompeni Cirebon. Adapun Anom 1 menempati derajat pertama, perjanjian tahun 1688 dan 1699 ditujukan Panembahan Cirebon menempati derajat secara tersurat untuk memperbaiki hubungan kedua, dan kedua putera Sultan Sepuh 1, persaudaraan di antara tiga keluarga Keraton yaitu Pangeran Dipati Anom dan Pangeran Cirebon. Dalam naskah perjanjian dinyata- Aria Adiwidjaja menempati derajat ketiga kan secara tersurat tentang derajat dalam urusan kepemerintahan di kesultanan kedudukan di antara ketiganya. Sultan Cirebon (Ekadjati, 1991: 123). Dengan Sepuh berada pada posisi paling atas, demikian, di Cirebon ada empat raja. kemudian Sultan Anom pada posisi kedua, Kemudian pada tahun 1773 jumlahnya dan Panembahan Cirebon pada posisi ketiga. berkurang menjadi tiga orang raja setelah Urutan kedudukan itu tentu saja berlaku Panembahan Cirebon meninggal dunia. terhadap putra mahkota masing-masing Karena Panembahan Cirebon tidak ber- (Ekadjati, 1991: 81-82). putera maka peninggalannya dibagi dua, Selain mengatur masalah derajat yaitu kepada Sultan Sepuh dan Sultan Anom kedudukan para sultan, perjanjian itu juga (Veth, 1878: 453; Hageman, 1852: 246). mengatur tentang banyak hal, yaitu: (1) yang Melalui berbagai perjanjian lambat berhubungan dengan jalannya pemerintahan, laun Cirebon jatuh ke tangan Kompeni seperti; pengeluaran pemerintah, pembagian Belanda dan pada tahun 1681 Kompeni hasil dari pelabuhan, penerimaan dan Belanda berhasil menanamkan dominasinya jawaban surat, penerimaan dan penyampaian secara penuh. Hal yang demikian itu dapat pesan kepada utusan dari negara lain, dan dilihat dari perjanjian antara Cirebon dengan pelaksanaan upacara rutin di alun-alun; (2) Kompeni Belanda tanggal 7 Januari 1681. yang berhubungan dengan rakyat, seperti; Adapun isi penjanjian itu adalah: (1) pembuatan kampung, pembuatan jalan, Kompeni memperoleh hak monopoli impor pembuatan dan perbaikan pengairan, pakaian, kapas, dan opium. Semuanya itu pengadilan, pembuatan stempel, perselisihan bebas dari bea impor, padahal sebelumnya para pedagang, pembagian pendapatan dan keraton mengenakan bea impor sebesar 2% hasil tanah, pengolahan Bandar pelabuhan, dari nilai barang; (2) Kompeni memperoleh pengangkatan dan pemberhentian pejabat hak monopoli ekspor komoditas seperti lada, kerajaan, dan penetapan putra mahkota, kayu, gula, beras, dan produk-produk lain yaitu Pangeran Dipati anom dan Pangeran yang dikehendaki oleh Kompeni; (3) Ratu (Ekadjati, 1991: 81-82). Dari berbagai Tanaman lada yang diusahakan di Cirebon penjanjian itu secara tidak langsung para diatur oleh Kompeni dan Kompeni juga yang menentukan harganya; (4) Pelayaran

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

181 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro) pribumi harus mendapatkan lisensi dari wali, ia mempunyai ilmu agama yang VOC dan sangat dibatasi. Tidak semua kapal mumpuni dan berahlak mulia sehingga boleh masuk, kecuali atas ijin dari VOC sangat terhormat di mata umatnya. Sebagai (Herlina, et.al., 2003: 201). seorang raja, ia mempunyai keturunan Dari isi perjanjian tersebut jelaslah bangsawan baik dari garis ayah maupun dari bahwa secara politis maupun militer, garis ibu, sehingga ia memiliki legitimasi Cirebon telah berada di bawah dominasi yang kuat. Kompeni Belanda. Kota Cirebon berada di Selama kepemimpinannya (1479- bawah kontrol Kompeni Belanda. Adapun 1568 M), Kerajaan Cirebon mengalami para penguasa Kesultanan Cirebon pada masa keemasannya. Alasan mengapa pada kondisi semacam itu hanyalah berperan masa kepemimpinannya disebut zaman sebagai perantara antara kompeni dengan keemasan bagi Kerajaan Cirebon karena masyarakat pedesaan di pedalaman. Namun alasan berikut ini: (1) Pada masa itulah yang demikian, rupanya pihak kompeni masih pada awalnya status Cirebon sebagai belum puas juga dengan keadaan itu, karena bawahan Kerajaan Sunda berubah menjadi pihak keraton ternyata masih mempunyai negara yang merdeka; (2) Syarif Hida- kekuatan ekonomis agraris. Untuk itulah yatullah (yang setelah meninggal disebut pihak kompeni pun akhirnya berhubungan sebagai Sunan Gunung Jati) berhasil langsung dengan masyarakat sehingga pihak melebarkan wilayah kekuasaannya meliputi Keraton Cirebon kehilangan sumber daya separuh Jawa Barat dan Banten (sekarang) ekonominya. dengan rakyat kurang lebih berjumlah Dengan demikian, sumber ekonomi 600.000 jiwa; (3) Berhasil mengislamkan Kesultanan Cirebon baik di pelabuhan penduduk yang berada di wilayah maupun di pedalaman dikuasai sepenuhnya kerajaannya; (4) Melaksanakan pembangun- oleh pihak kompeni. Benteng VOC menjadi an baik infra struktur maupun supra struktur pusat perdagangan sedangkan keraton ber- dalam berbagai bidang kehidupan. Antara henti dari aktifitas perdagangan. Keraton lain, berhasil menguasai pelabuhan- akhirnya hanya bisa melakukan aktifitas di pelabuhan penting di pantai Utara Jawa bidang kesenian, kerohanian, gaya hidup, Barat sekaligus membangunnya, memba- dan upacara-upacara keraton yang adilu- ngun keraton, membuat jalan untuk hung. Cirebon terpuruk dan akhirnya, pada memperlancar mobilitas dan mempercepat tahun 1809, Gubernur Jenderal Daendels pertumbuhan perekonomian, membentuk menghapus kekuasaan para Sultan Cirebon pasukan keamanan yang kuat, menyeleng- (Herlina, et.al., 2003: 201-203). garakan sistem pemerintahan yang baik, mendirikan masjid di seluruh wilayah C. PENUTUP kekuasaannya, dan mengadakan hubungan luar negeri yang bersahabat. Kesultanan Cirebon didirikan oleh Lewat berbagai langkah yang Syarif Hidayatullah pada tahun 1479 M. dilakukan oleh Sunan Gunung Jati, Syarif Hidayatullah yang naik ke panggung Kesultanan Cirebon mengalami kemajuan kekuasaan dengan gelar Tumenggung Syarif yang pesat di berbagai bidang sehingga Hidayatullah bin Maulana Muhammad Kesultanan Cirebon tumbuh menjadi negara Syarif Abdullah disambut oleh para wali yang kuat. Kesultanan Cirebon menjadi tanah Jawa dengan memberi gelar Panetep negara yang disegani oleh negara-negara Panatagama Rasul di Tanah Sunda atau lainnya. Adapun setelah Sunan Gunung Jati Inkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati meninggal dunia secara perlahan Kesultanan Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Cirebon mengalami kemunduran bahkan Kutubid zaman Khalifatur Rasulullah, sudah keruntuhan. Namun demikian, nama Sunan memberikan indikasi dari awal bahwa dia Gunung Jati masih dihormati dan diidolakan seorang pemimpin yang istimewa. sampai zaman sekarang. Istimewa karena ia seorang wali yang sekaligus juga seorang raja. Sebagai seorang

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012 Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 182

DAFTAR SUMBER Lubis, Nina Herlina, et.al. 2003. Sejarah Tatar Sunda. Jilid I. Adeng, et. al., 1998. Kota Dagang Cirebon sebagai Bandung: Pusat Penelitian Bandar Jalur Sutra. Jakarta: Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Universitas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Padjadjaran dan Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa

Barat. Atja. 1972.

Tjarita Purwaka Tjaruban Johan, Irma M. 1995/1996. Nagari. Jakarata: Ikatan Karyawan Penelitian Sejarah Kebudayaan Museum. Cirebon dan Sekitarnya Antara ______, 1986. Abad XV- XIX: Tinjauan Carita Purwaka Caruban Nagari; Bibliograf Karya Sastra sebagai Sumber i. Makalah Diskusi Cirebon Sebagai Bandar Jalur Pengetahuan Sejarah. Bandung: Sutera. Jakarta: Departemen Proyek Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Permuseuman Jawa Barat. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek IDS. ______, 1988. Menjelang Penetapan Hari Jadi Lasmiyati, 1995. Pemerintahan Kabupaten Cirebon. Sejarah Keraton Kasepuhan di Cirebon: Pemerintah Kabupaten Kotamadya Cirebon. Bandung: Daerah Tingkat II Cirebon. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Direktorat Jenderal ______, dan Edi Ekajati. 1989. Pustaka Rajya- rajya I Bhumi Kebudayaan, Balai Kajian NusantaraI. I. Suntingan Naskah Jarahnitra, Bandung.

dan Terjemahan. Bandung: Bagian Rafles, Thomas S., 1817. Proyek Penelitian dan Pengkajian The History of Java Vol. II. Kebudayaan Sunda. London.

Ekadjati, S. Edi. 1991. Sejarah Perkembangan Salana. 1978. Sejarah Cirebon I Pemerintahan Provinsi Daerah (Stensilan).

Tingkat I Jawa Barat. Bandung: Sudjana, T.D. 1995/1996, Pemerintah Provinsi Daerah Pelabuhan Cirebon Dahulu dan Tingkat I Jawa Barat. Sekarang. Makalah Diskusi

Cirebon Sebagai Bandar Jalur ______, 1978. Babad Cirebon Edisi Brandes Sutera. Jakarta: Departemen Tinjauan Sastra dan Sejarah. Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Bandung: Fakultas Sastra, Tradisional, Proyek IDSN. Universitas Padjadjaran.

Hermana. 1994/1995. Sulendraningrat, P.S. 1968. Pola Kehidupan Santri di Nukilan Sedjarah Tjirebon Asli. Pesanttren Jagasatru Kotamadya Tjetakan ke-2. Tjirebon: Pustaka. Cirebon. Bandung: Departemen ______, 1975. Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Cirebon dan Silsilah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Sunan Gunung Jati Maulana Balai Kajian Jarahnittra. Syarif Hidayatullah . Cirebon:

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

183 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro)

Lembaga Kebudayaan Wilayah III Bagian III- IV. Tjirebon: Tanpa Cirebon. Penerbit.

Sunardjo, RH Unang. Tanpa Tahun. Tjandrasasmita, Uka. 1976. Meninjau Sepintas Panggung Masuknya Islam ke Indonesia dan Sejarah Pemerintah Kerajaan Tumbuhnya Kota-kota Pesisir Cirebon 1479-1809. Cirebon. Bercorak Islam. Jakarta: Bulletin Yaperna, Np. II tahun III, Pebruari Suyitno, Aang, et.al. 1991. 1976. Bunga Rampai Jawa Barat. Bandung: Yayasan Wahana Citra ______. 2009. Nusantara. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: Kepustakaan Populer Tedjasubrata. 1966. Gramedia. Sedjarah Tjirebon Kawedar Bahasa Daerah Tjirebon. Djilid II,

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012