RUMAH-RUMAH AUSTRONESIA: Karakteristik Arsitektur Rumah Penutur Malayo-Polynesia Barat di Indonesia Muhammar Khamdevi

Program Studi Arsitektur, Universitas Matana [email protected]

Abstrak Secara linguistik dan genetik, bangsa Austronesia menyebar ke seluruh wilayah daratan dan kepulauan Asia Tenggara hingga ke Madagaskar, Selandia Baru, Eastern Island, dan Hawaii. Mereka memiliki kedekatan dalam kebahasaaan dan bahkan kebudayaan. Malayo-Polynesia Barat merupakan salah satu sub kelompok keluarga bahasa Austronesia yang terletak di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, dan Sulawesi. Rumah-rumah vernakular dan tradisional merupakan hasil dari sebuah peradaban dan budaya lokal di wilayah ini. Sejatinya, arsitektur merupakan bahasa yang diimplementasikan dalam desain bentuk. Karena kedekatan bahasa dalam satu kelompok keluarga, kedekatan karakteristik arsitektural cenderung memiliki kemiripan. Bagaimanakah karakteristik arsitektur rumah-rumah penutur Malayo-Polinesia Barat? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk membaca karakteristik arsitektural rumah-rumah vernakular dan tradisional di wilayah ini. Data-data dikumpulkan dari data-data sekunder dan data primer di lapangan, yang lalu dianalisis dengan membahas aspek ruang dan aspek bentuknya. Hasil penelitian ini menunjukkan kemiripan prinsip-prinsip dalam aspek ruang yang cenderung konsisten dan kemiripan prinsip-prinsip dalam aspek bentuk yang cenderung mirip namun dengan variasi-variasi.

Kata Kunci: Arsitektur Vernakular, Arsitektur Tradisional, Austronesia, Malayo-Polynesia Barat, Karakteristik Arsitektur

Abstract Linguistically and genetically, the Austronesians spread throughout the land and islands of Southeast Asia to Madagascar, New Zealand, Eastern Island, and Hawaii. They have closeness in language and even culture. Western Malayo-Polynesian is one of the sub-groups of Austronesian language families located in Sumatra, Kalimantan, Java, Bali, Lombok, Sumbawa, and Sulawesi. Vernacular and traditional houses are the result of a local civilization and culture in this region. Indeed, architecture is a language that is implemented in form design. Because of the closeness of language in one family group, the proximity of architectural characteristics tends to be similar. What are the architectural characteristics of the homes of Western Malayo-Polynesian speakers? This study uses a qualitative approach, which aims to read the architectural characteristics of vernacular and traditional houses in the region. The data are collected from secondary data and primary data in the field, which are then analyzed by discussing aspects of space and its form aspects. The results of this study indicate the similarity of principles in space aspects which tend to be consistent and the similarity of principles in aspects of the form that tend to be similar but with variations.

Keywords: Vernacular Architecture, Traditional Architecture, Austronesian, Western Malayo- Polynesina, Architectural Characteristics

PENDAHULUAN Melanesia (Munoz, 2006 dan The HUGO Pan-Asian SNP Consortium, 2009). Ada dua Manusia modern pertama yang menginjakkan gelombang migrasi Australoid ke Asia kaki di Asia Tenggara adalah Australoid yang Tenggara; penyebaran awal sekitar 70.000 - telah menyebar di era Pleistosen (Zaman Es) 65.000 tahun yang lalu; Negritos di Andaman melalui Daratan Asia Tenggara ke Sundaland dan Malaysia, dan penyebaran kemudian (Sumatra, Kalimantan, dan Jawa), kemudian sekitar 45.000 tahun yang lalu; Negritos di melintasi Garis Wallace ke Sahulland (Papua Filipina dan Melanesia (Bae et al., 2017 dan Nugini dan Australia). Mereka adalah leluhur Reich et al., 2011). Negritos Filipina, Negritos Malaysia, dan

*doi: 10.33510/slki.2019.55-64 PROSIDING SEMINAR DAN LOKAKARYA KUALITATIF INDONESIA 2019 55

Khamdevi / Rumah-rumah Austronesia: Karakteristik Arsitektur Rumah Penutur …

Setelah itu datanglah rombongan penutur Orang-orang ISEA barat terutama berasal Austronesia ke Asia Tenggara. Teori "out of dari tanah air Daic di wilayah sekitar Teluk yunnan" pernah dipopulerkan oleh Robert von Tonkin, Cina Selatan dan bermigrasi ke ISEA Heine-Geldern, bahwa penyebaran penutur barat melalui koridor Vietnam. Namun, garis Austronesia ini terjadi dari tahun 2000 SM keturunan mtDNA Austronesia mungkin tidak hingga 500 SM dari Yunnan (Cina Selatan) ke bertahan pada orang Thailand dan Laos daratan dan pulau-pulau Asia Tenggara, di modern karena difusi demik (Li et al., 2008, mana bahasa di Yunnan berevolusi menjadi Konsorsium SNP Pan-Asian SNP, 2009, Yao bahasa Austronesia. Ada dua kelompok et al., 2015, Lipson, 2014, Kutanan et al. Austronesia, yaitu "Proto-Melayu" dan 2017a, dan Kutanan et al. 2017b). Malayo- "Deutro-Melayu" (Din, 2011, Pakri dan Graf, Polynesia merupakan sub kelompok dari 2012, dan Gingrich, 2015). Dua istilah ini keluarga bahasa Austronesia. Di dalamnya mengalami pergeseran makna dalam bidang terdapat cabang bahasa Malayo-Polynesia akademik, di mana mereka tidak Barat yang berada di wilayah Sumatera, menunjukkan perbedaan dalam waktu Kalimantan, Jawa, Bali, Lombok, Sulawesi, gelombang migrasi, namun mereka dan Sumbawa. digunakan untuk menunjukkan bahwa Proto- Melayu masih mempertahankan keaslian Gambar 1. Kesimpulan Terbaru Hipoteses budaya, sedangkan Deutro-Melayu Migrasi Austronesia mengembangkan budaya mereka setelah terpapar ke dunia luar terutama ketika mereka melakukan perdagangan maritim (Embong et al., 2016). Walau begitu, beberapa cendekiawan tidak setuju dengan teori "out of yunnan" ini, karena tidak tepat mengaitkan distribusi bahasa dengan gelombang budaya dan migrasi budaya. Karena austronesia adalah studi linguistik, maka studi utamanya harus pada bahasa itu sendiri. (Rahman, 2016). Pada akhir abad ke-20, Robert Blust dan Peter Bellwood memperkenalkan teori "out of taiwan", bahwa penutur Austronesia adalah pelaut yang pindah dari Taiwan ke selatan melalui Filipina melalui Kepulauan Batanes sekitar 5.500 - 4.500 tahun yang lalu. Jika diibaratkan secara linguistik, Arsitektur Kemudian mereka menyebar ke Kepulauan menyampaikan sebuah konsep pesan dalam Melayu dan ke Pasifik ke Mikronesia Barat, desain. Desain memiliki makna dan tanda dan kemudian ke Oseania dan ke Hawaii, (simbol) yang ditransmisikan dalam konsep Selandia Baru dan Madagaskar (Blust, 1985, ruang, konsep bentuk bangunan, dan Bellwood, 1991, dan Gray & Jordan 2000). langgam. Sebuah bangunan - terutama Penelitian lain menunjukkan bahwa Daic dwelling - adalah artefak budaya atau adalah cabang bahasa Austronesia, bahwa konstruksi sosial, yang merupakan produk penuturnya mungkin telah kembali ke daratan kolektif sebuah populasi yang memiliki dari Taiwan dan juga menghasilkan bahasa konteks budaya, pola sosial, dan gaya hidup Malayo-Polynesia, mungkin ke Guangdong dari periode di mana bangunan dibangun. atau Guangxi. (Ostapirat, 2005). Di sisi lain, Habraken menambahkan, bahwa yang paling penelitian genetik baru menunjukkan bahwa erat hubungannya dengan perilaku manusia garis keturunan orang ISEA tidak berasal dari adalah sistem spasial. Peran sistem sosial- Taiwan, tetapi dari Daic berdasarkan garis budaya mempengaruhi posisi tiap ruang yang keturunan ayah dan genom mitokondria. mengikuti transisi ruang dari publik ke privat Penduduk asli Taiwan dan Malayo-Polynesia (Habraken, 1988). Bangunan tradisional dan telah berevolusi secara mandiri sekitar 6.000- vernakular memiliki genotype ruang yang 5.000 tahun yang lalu dari Pra-Austronesia cenderung konsisten dan menjadi 'jejak dan kemudian bertemu lagi di ISEA barat. budaya' (Hanson in Bafna, 2012).

PROSIDING SEMINAR DAN LOKAKARYA KUALITATIF INDONESIA 2019 56

Khamdevi / Rumah-rumah Austronesia: Karakteristik Arsitektur Rumah Penutur …

Bagaimanakah keterkaitan karakteristik bangunan vernakular sebuah generasi. arsitektur vernakular dan tradisional pada Evolusi desain lama menjadi desain yang rumah-rumah para penutur Malayo-Polynesia baru ini dilakukan melalui proses manipulasi Barat di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, 'Genetic Engineering'. Sistem mengevaluasi Lombol, Sulawesi dan Sumbawa? populasi desain, lalu tiap individu desain diklasifikasikan berdasarkan nilai kesesuaian; TINJAUAN PUSTAKA baik dan buruk. Di dalam genotype pada individu desain, sistem menemukan 'common Habraken (1988), menyatakan bahwa genes' dan 'gene structure'. Keduanya diambil karakteristik sebuah bangunan dapat sebagai gen yang berevolusi dan dibawa ke dianalisis ke dalam tiga sistem, yaitu: spasial, dalam skema-skema gen yang telah ada. sistem fisik dan konfigurasi figural (bentuk), Proses penurunan gen yang berevolusi terjadi dan sistem langgam. Dalam kajian 'space secara hirarkis melalui tahap evaluasi, syntax' dikenal istilah 'genotype' dan pemetaan, dan encoding pada tingkatan 'phenotype'. Di mana genotype merupakan simple semantics dan complex semantics. prinsip abstrak pengaturan ruang, sedangkan Hasilnya, sistem menilai kesesuaian dari style phenotype adalah realisasi dari genotype menjadi style yang berevolusi (Gero & Ding, pada lingkungan fisik yang berbeda; artefak 2001). arsitektural (Guney, 2007). Jika desain Perubahan ini bisa terjadi jika sistem dideskripsikan sebagai bahasa, maka sistem sosial-budaya berubah. Menurut Soekanto sosial-budaya adalah 'design grammar', yang (2002), perubahan sistem tersebut terjadi mempengaruhi genotype atau 'design syntax' karena faktor internal dan faktor eksternal. yang berperan sebagai 'design vocabularies'. Faktor internal adalah faktor-faktor yang Lalu design syntax digunakan untuk berasal dari masyarakat, seperti: dinamika memproduksi phenotype atau 'design form' penduduk, penemuan-penemuan baru, yang berperan sebagai 'design sentences'. konflik, dan pemberontakan (revolusi). Satu set dari design syntax menghasilkan Sedangkan faktor eksternal adalah faktor- design as a context. Dari desain yang faktor yang berasal dari luar masyarakat, dihasilkan, semantics didefinisikan dengan seperti: perubahan lingkungan fisik alam, nilai kesesuaian (fitness value). Simple peperangan, dan pengaruh kebudayaan semantics berasal dari design form dan masyarakat lain. ditentukan oleh design syntax. Satu set dari Dari bahasan di atas, dapat disimpulkan simple semantics yang ditentukan oleh bahwa sistem spasial cenderung lebih kontrol dari syntax menghasilkan complex konsisten, sistem fisik dan konfigurasi figural semantics. Common complex semantics cenderung bisa konsisten atau berubah, pada kelompok dari desain-desain sedangkan sistem langgam cenderung lebih menghasilkan style atau langgam atau gaya bisa berubah atau bervariasi. Sedangkan, (Gero & Ding, 2001). sistem sosial-budaya bisa diwariskan oleh Hiller (1993) berargumen, bahwa generasi sebelumnya, dipengaruhi oleh bangunan vernakular merupakan reproduksi masyarakat lain saat itu, diciptakan oleh bentuk eksisting yang merupakan transmisi masyarakat itu sendiri, atau diapropriasi. dari pengetahuan sosial suatu komunitas - Maka dalam kajian komparasi karakteristik reduplikasi budaya atau reproduksi sosial arsitektur pada masyarakat yang satu dengan suatu bentuk. Bentuk vernakular tersebut bisa masyarakat yang lain, sistem spasial dideteksi bukti-bukti 'systematic intent'-nya. cenderung menunjukkan keterkaitan yang Bangunan vernakular dapat berubah menjadi lebih kuat, sistem fisik dan konfigurasi figural desain baru dalam proses evolusi, ketika ada cenderung menunjukkan keterkaitan yang kebebasan inovasi dan eksplorasi dengan kuat atau lemah, sedangkan sistem langgam meggunakan pemikiran, di mana desain lama cenderung menunjukkan keterkaitan yang menjadi pengetahuan dalam 'embriyonic lebih lemah. form'; tidak hanya sebagai bukti 'systematic intent' namun juga 'theoritical intent'. Desain METODE PENELITIAN baru ini merupakan modifikasi desain lama (mengekspresi-ulang) sebagai ‘alam budaya Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang kaya’. Desain baru ini dapat menjadi dalam menemukan karakteristik Rumah

PROSIDING SEMINAR DAN LOKAKARYA KUALITATIF INDONESIA 2019 57

Khamdevi / Rumah-rumah Austronesia: Karakteristik Arsitektur Rumah Penutur …

Gadang secara visual maupun arsitektural. direkonstruksi secara leksikal dari berbagai Metode kualitatif adalah metode penelitian istilah 'rumah' ini di antara berbagai sifatnya deskriptif dan induktif. Pada metode subkelompok bahasa Austronesia adalah (1) ini, penelitian berangkat dari data yang ada * Rumaq, (2) * balay, (3) * lepaw, (4) * yang diperoleh dari studi literatur, observasi, kamaliR, (5) * banua (Blust , 1987). Di wilayah dokumentasi dan wawancara. Pengambilan penutur Malayo-Polynesi Barat kata ‘rumah’, sampel pada penelitian ini dilakukan secara ‘balai’, dan ‘banua’ sering digunakan untuk purposif, yaitu dipilih dengan pertimbangan menyebut rumah. dan tujuan tertentu (Sugiyono,2012). Pemilihan sampel bersifat sementara, Tabel 1. Istilah ‘Rumah’ dalam bahasa-bahasa di menggelinding seperti bola salju, disesuaikan Wilayah Penutur Malayo-Polynesia Barat dengan kebutuhan, dan dipilih sampai jenuh Indonesia Rumah (Lincoln dan Guba, 1985). Dalam Aceh Rumoh pengumpulan data, metode triangulasi digunakan untuk menguji kredibilitas data Nias Omo (Sugiyono, 2012). Mentawai Uma Lalu data-data yang dikumpulkan tersebut Sumatera Utara umumnya Ruma, (Jabu) dianalisis bagaimana karakteristik Parbale- bangunannya secara visual dan arsitektural. balean Pengertian karakteristik bangunan adalah sebuah studi atau penyelidikan tentang Kampar Ghumah penggabungan elemen-elemen yang Minangkabau Rumah, memungkinkan untuk mencapai atau Ghumah mendapatkan klasifikasi organisme arsitektur Kerinci Ghumoh, melalui sifat atau ciri bangunan. Klasifikasi Umoh mengindikasikan suatu perbuatan meringkas Melayu Jambi Ghumah atau mengikhtiarkan, yaitu mengatur penanaman yang berbeda, yang masing- Palembang Rumah masing dapat diidentifikasikan, dan Pasemah Ghumah menyusun dalam kelas-kelas untuk mengidentifikasikan data umumnya dan Komering Rumah memungkinkan membuat perbandingan- Kalimantan umumnya Umah perbandingan pada kasus-kasus khusus Sunda Imah (Vidler, 1998). Untuk mengetahui karakteristik bangunan Jawa Omah dapat dilakukan dengan manganalisis sistem Bali Umah/ Bale spasial, sistem fisik dan kualitas figural, dan sistim stilistik (Habraken, 1988). Dalam Lombok Bale pembahasan kali ini analisis yang dilakukan Makassar, Bugis Balla’ hanya pada aspek sistem spasial dan sistem Bugis Bola fisik dan kualitas figural, karena berdasarkan tinjauan pustaka di atas aspek-aspek ini Toraja, Mamasa Banua cencerung lebih dekat dan konsisten Mamasa Banua keterkaitannya. Buton Banua

HASIL DAN PEMBAHASAN Suku-suku Sulteng Banua Ada persamaan dan perbedaan dalam tradisi Bima Uma budaya Austronesia yang terkait dengan Samawa Bala rumah. Beberapa kesamaan ini dapat dikaitkan dengan pinjaman budaya, terutama di antara populasi tetangga atau tetangga Aspek Ruang dekat (Fox, 2006). Kesamaan itu secara Pada rumah-rumah Malayo-Polynesia Barat, signifikan mencerminkan derivasi linguistik ruang pada prinsipnya secara umum dibagi yang sama. Bentuk-bentuk yang menjadi ‘dalam’ yang bersifat privat dan ‘luar’

PROSIDING SEMINAR DAN LOKAKARYA KUALITATIF INDONESIA 2019 58

Khamdevi / Rumah-rumah Austronesia: Karakteristik Arsitektur Rumah Penutur … yang bersifat publik. Dalam juga terdapat ruang luar yang disebut perkembangannya ruang-ruang ini dibagi- untuk ruang tidur remaka laki-laki yang belajar bagi lagi menjadi beberapa ruang mengikuti menjadi dewasa dan ruang luar yang disebut kebutuhan dan aturan adat, bahkan diberi Balai untuk rapat para ketua adat atau datuk. nama khusus. Ruang ‘dalam’ adalah ruang Menurut Fox (2006), pada Rumah Panjang penghuni (tuan rumah) yang bersifat privat atau Rumah Betang di Kalimantan juga yang dianggap suci. Makin ke dalam makin memiliki ruang depan yang berfungsi sebagai suci yang biasanya diperuntukkan itu kaum ruang komunitas dari beberapa keluarga dan perempuan. Sedangkan di depan biasanya ruang luar yang disebut Balai yang digunakan diperuntukkan untuk kaum laki-laki. Ruang sebagai ruang publik. ‘luar’ adalah ruang publik untuk penghuni dapat bersoasialisasi dengan tetangganya, Gambar 2. Pola Ruang dan Hirarki: Sumatera tamu dari luar, bahkan untuk upacara dan Utara (kiri), Sunda (tengah), dan Jawa (kanan) pesta adat. Dari observasi di lapangan, pada Suku Kubu (Suku Anak Dalam atau Orang Rimba), ruang di dalamnya disebut kedolomon (dalam), sedangkan ruang publik adalah di luar rumah. Di rumah-rumah sunda bagian ruang privat disebut dalem. Pada rumah- rumah di Sumatera Utara pada umumnya juga memiliki pola yang sama, di mana ruang dalam yang berkonsep terbuka hanya untuk penghuni dan bagian rumah di luar berupa tangga untuk tamu (Schefold, 2008). Konsep inipun dari observasi di lapangan ditemukan Orientasi bangunan rumah-rumah di pula pada rumah-rumah di Toraja. Di rumah- wilayah penutur Malayo-Polynesia Barat rumah suku Baduy Dalam pada observasi di umumnya mengikuti pola arah mata angin. lapangan, ruang untuk tamu yang bersifat Dan kadang untuk wilayah dataran tinggi juga publik juga berupa tangga dan tempat duduk mempertimbangkan arah Gunung - Laut. yang disebut Golodog. Orientasi-orientasi ini sebelumnya digunakan Pada rumah-rumah Jawa dan Bali pada untuk keperluan pragmatis (fungsional) observasi di lapangan, ruang publik untuk terhadap iklim lokal, terutama arah matahari tamu dipisah walau masih dalam satu unit dan angin (angin muson dan angin darat - pekarangan atau halaman rumah. Pendopo di laut) untuk pencahayaan dan penghawaan. Jawa merupakan ruang publik yang berdiri Setelah itu konsep ini berkembang secara sendiri, sedangkan rumah intinya berada di filosofis setelah budaya masing-masing suku belakang; Omah Njero (Rumah Dalam). berkembang, terutama berdasarkan Sedangkan Bale Dauh di Bali juga merupakan kepercayaan lokal, terutama ketuhanan ruang tamu maupun ruang tidur anak remaja terhadap Hyang atau Hiang atau Sang Hyang, yang sifatnya publik. atau Sangiang. Kata kahyangan, Walaupun begitu, beberapa rumah-rumah sembahyang dan parahyangan, dan lokasi di wilayah penutur Malayo-Polynesia Barat parahyangan di Jawa Barat, hiang di Kerinci, mengakomodasi ruang publik untuk tamu ke kepahiang di Bengkulu - Bangka Hulu dalam bangunan rumah, yang kadang berupa menurut Marsden (1811) - dan pariangan di teras terbuka ataupun ruang tertutup yang Sumatera Barat juga berasal dari kata dasar berada di depan bangunan. Pada observasi di yang sama; Hyang. Tiap arah mataangin lapangan, pada rumah-rumah suku Baduy digambarkan tingkat makna ‘kesucian’ dan Luar terdapat Sosoro (teras) dan Tepas yang ‘kebaikan’. Gunung dianggap tempat para digunakan untuk ruang sosialisasi dengan dewa dan kesucian, sedangkan kaki gunung tetangga atau tamu. Di rumah-rumah suku dan laut dianggap tempat manusia dan Minangkabau yang diamati terdapat ruang keburukan. yang disebut Balai atau Topi yang digunakan Lalu beberapa suku-suku terpapar sebagai ruang tamu, terutama pada saat pengaruh luar ketika mengadakan kontak pesta-pesta adat dan upacara adat. Selain itu dagang. Salah satunya adalah pengaruh

PROSIDING SEMINAR DAN LOKAKARYA KUALITATIF INDONESIA 2019 59

Khamdevi / Rumah-rumah Austronesia: Karakteristik Arsitektur Rumah Penutur … budaya dari agama Hindu dan Buddha. di daerah hulu cocok untuk lahan pertanian Sehingga penamaan arah mata angin dan perkebunan, serta alasan keamanan mengibaratkan keberadaan dewa-dewa untuk melindungi diri dari pendatang atau Hindu dengan tingkatan makna ‘kesucian’ musuh dari laut. Lalu orang-orang Proto- dan ‘kebaikan’, contohnya pada rumah-rumah Melayu ini melakukan kontak dagang dengan di Jawa, Bali, dan Lombok yang diamati di peradaban luar di hilir dan muara sungai dan lapangan. Beberapa rumah-rumah di wilayah membentuk permukiman baru. Orang-orang Sumatera Tengah yang diamati di lapangan Proto-Melayu terpapar budaya-budaya dari (Sumatera Barat, Riau, dan Jambi), luar, sehingga budayanya lebih berkembang orientasinya juga mengalami penyesuaian daripada Proto-Melayu di bagian hulu sungai karena mendapat pengaruh dari agama yang tetap konsisten mempertahankan Islam, yakni mengikuti arah Kiblat. Pada kebudayaan aslinya. Orang-orang Proto- perkembangan berikutnya orientasi Melayu di hilir sungai kemudian menjadi bangunan lepas dari pola-pola sebelumnya, Deutro-Melayu. namun cenderung mengikuti pola-pola jalan dan sungai, terutama pada era kolonialisme Gambar 4. Perkembangan Orientasi Bangunan dan era kemerdekaan ketika lahan pertanian dan perkebunan baru dibuka.

Gambar 3. Perkembangan Orientasi Bangunan

Menurut Schefold (2008), suku Nias di Selatan cenderung mengelompok, sedangkan di Tengah dan di Utara memiliki pola menyebar. Suku-suku di Tengah dan Utara berasal dari Selatan yang membuka

lahan baru dan rumah dengan perkembangan Pola permukiman suku-suku di wilayah baru tanpa meninggalkan prinsip-prinsip awal penutur Malayo-Polynesia Barat sangat rumah Nias. Yang menarik, deretan rumah- bergantung dengan kondisi wilayah yang rumah di permukiman Nias Utara seakan- ditempati, namun tetap dalam kelompok- akan merupakan satu bangunan komunitas kelompok. Di lapangan, suku Mentawai seperti rumah-rumah di Kalimantan, namun memiliki pola-pola rumah keluarga besar dipotong-potong menjadi unit-unit keluarga. (multi-family houses) yang menyebar yang Berdasarkan observasi di lapangan, pola terletak di hulu-hulu sungai, karena kondisi permukiman ini juga mirip dengan rumah- lingkungan yang merupakan daratan banjir rumah Larik di Kerinci. dan tanah gambut. Menurut Fox (2006) Berdasarkan data di lapangan, pola edangkan suku-suku di Kalimantan rumah-rumah yang berkelompok (cluster) cenderung berkelompok dalam satu dalam beberapa unit rumah ini di Sumatera bangunan komunitas (klan) yang disebut Tengah biasa dikenal dengan sebutan Kubu Rumah Panjang atau Rumah Betang dengan dan di Batak Toba disebut Hubu yang artinya kondisi lingkungan yang mirip dengan di benteng. Namun di Kalimantan ada istilah Mentawai, yang juga berada di hulu-hulu Kuwu yang berarti pagar, di Jawa ada istilah sungai. Khusus di daerah Abai di Sumatera Kuwu untuk permukiman sementara, dan di Barat, diamati rumah- Bali istilah Kubu yang berarti rumah gubuk menyatu dalam satu bangunan komunitas atau rumah sawah. Di Jambi terdapat Suku (satu klan) yang memanjang, yang dihuni oleh Kubu yang tinggal di hutan, di mana kata suku Melayu (Dharmasraya) yang menjadi Kubu dalam bahasa Melayu Jambi berasal sub suku Minangkabau. dari kata Ngubu atau Ngubun yang berarti Permukiman-permukiman di Mentawai dan bersembunyi di hutan. di Kalimantan terletak di hulu-hulu sungai. Pada perkembangan berikutnya Sepertinya orang-orang Proto-Melayu permukiman atau sekelompok permukiman- memilih wilayah hulu sungai di pedalaman permukiman dibuat pagar atau benteng yang jauh dari pantai. Hal ini mungkin disebabkan jelas di sekelilingnya sebagai pertahanan atau batas teritori membentuk konsep gated

PROSIDING SEMINAR DAN LOKAKARYA KUALITATIF INDONESIA 2019 60

Khamdevi / Rumah-rumah Austronesia: Karakteristik Arsitektur Rumah Penutur … community. Di wilayah Sumatera Tengah bagian muka yang panjang. Contohnya disebut Koto, di Kalimantan disebut Kotta, di rumah-rumah di Sumatera Tengah di Sumatera Utara disebut Huta, dan mungkin di lapangan yang budayanya menganut sistem Sunda (Kota), Jawa (Kuto) dan Bali (Kuta) matrilineal, di Nias (Schefold, 2008), di Pulau juga pernah memiliki konsep permukiman ini. Kalimantan (Fox, 2006)), di Pulau Jawa, di Asal kata dari istilah tersebut berasal dari Bali dan di Lombok yang diamati di lapangan. bahasa sansekerta cotta yang artinya Untuk berikutnya, penulis mengklasifikasikan benteng, yang menunjukkan konsep ini wujud ini dengan istilah Yoni. Rumah-rumah dipengaruhi dari Hindu dan Buddha. Kata ini di Aceh, di Sumatera Utara, di Mentawai, di sekarang dipakai secara umum untuk Bengkulu, di Sumatera Selatan, di Lampung menyebut Kota (city atau town). Konsep di pesisir pulau Kalimantan, di Pangkalan Bun permukiman ‘Kubu’ dan ‘Koto’ ini lalu (Fox, 2006) , di Sulawesi Selatan di lapangan berkembang membentuk kampung atau wujud denah persegipanjangnya membujur. gampong atau dusun atau banjar atau banua Sehingga bagian depan adalah bagian muka dan sebutan lainnya, lalu yang lebih luas lagi yang panjang. Untuk berikutnya, penulis yang melingkupi unit-unit permukiman ini mengklasifikasikan wujud ini dengan istilah menjadi desa atau nagari, dan sebutan Lingga. lainnya. Gambar 6. Denah Rumah Melintang (kiri) dan Gambar 5. Permukiman Tunggal (kiri), Kubu, dan Denah Rumah Membujur (kanan) Koto

Sejak era kolonialisme, pola-pola permukiman berubah dan cenderung menyebar akibat pembukaan lahan baru untuk pertanian dan perkebunan. Contohnya konsep Koto di Minangkabau berubah Di Kalimantan, rumah-rumahnya termasuk menjadi Nagari. dalam community houses yang didiami oleh komunitas satu klan. Rumah-rumah di Aceh, Aspek Bentuk di Sumatera Utara, di Mentawai, dan di wilayah Sumatera Tengah merupakan multy- Pada dasarnya wujud denah rumah-rumah di family houses yang dihuni oleh keluarga wilayah penutur Malayo-Polynesia Barat besar. Sedangkan di Nias, di pesesir berupa geometri tunggal yang fungsional, Sumatera dan Kalimantan, di Sumatera terutama wujud persegipanjang, kecuali di Selatan, di Lampung, di Pulau Jawa, di Bali, Enggano yang menurut Schefold (2008) di Lombok, di Sulawesi, dan di Sumbawa wujudnya lingkaran seperti rumah-rumah di cenderung termasuk single family houses Papua. Menurut data di lapangan, pada yang ditempati satu keluarga (Vellinga, 2007). perkembangan berikutnya ada penambahan Berdasarkan data di lapangan, khusus di dan penyesuaian karena adanya kebutuhan, Jawa dan Bali, bangunan rumahnya bukan misalnya ruang dapur, ruang mandi, atau bangunan tunggal, namun bangunan ruang tamu untuk penjajah dan lain majemuk (compound house) seperti ruang- sebagainya, contohnya rumah-rumah di Riau ruang yang terlepas-lepas dan ruang-ruang dan Hilir Jambi. itu menjadi bangunan tersendiri. Wujud persegipanjang ini diperlakukan sedikit berbeda dalam menentukan muka depan bangunan. Beberapa rumah wujud denah persegipanjangnya ada yang melintang. Sehingga bagian depan adalah

PROSIDING SEMINAR DAN LOKAKARYA KUALITATIF INDONESIA 2019 61

Khamdevi / Rumah-rumah Austronesia: Karakteristik Arsitektur Rumah Penutur …

Gambar 7. Community House (atas), Multi-Family Minangkabau, bentuk perahu ini House (tengah), dan Single House (bawah) dikembangkan lagi dengan bentuk tanduk kerbau berdasarkan data lapangan. Di Toba pun mengembangkan bentuk bubungan atap seperti punggung kerbau (Schefold, 2006).

KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan prinsip-prinsip dasar karakteristik rumah- rumah vernakular dan tradisional di wilayah penutur Malayo-Polynesia Barat adalah sebagai berikut. 1. Prinsip dasar pola ruang ‘dalam’-‘luar’ yang menunjukkan hirarki ruang 2. Prinsip dasar orientasi mengikuti arah mata angin 3. Pola permukiman yang mengelompok Bentuk-bentuk bangunan rumah di 4. Wujud denah umumnya persegipanjang Kalimantan, di wilayah Sumatera Tengah, 5. Tiga jenis skala bangunan: komunitas, dan di Mentawai mengambil bentuk perahu. keluarga besar, dan satu keluarga Di mana di dalam tulisan King (1996) dan 6. Bentuk bangunan umumnya seperti Schefold (2008) Umah atau Uma dalam perahu bahasa Iban dan Mentawai artinya perahu. Bentuk atap yang umum di wilayah penutur Penelitian ini bermaksud memulai ranah baru Malayo-Polynesia Barat adalah atap pelana, dalam mebahas rumah vernakular dan rumah namun akhirnya berkembang langgamnya tradisional, yang mungkin akan memicu sendiri-sendiri. Atap pelana dengan kontroversi dan konflik kedaerahan. Selain itu di Nias dan di Kalimantan juga ingin mempersatukan bangsa Indonesia Selatan (Fox, 2006), mungkin berkembang yang mulai regang akibat semangat akibat adanya penambahan ruang baru ke kedaerahan yang berlebihan hingga dalam bangunan. Atap limasan dan cenderung chauvinis, bahwa kita memiliki dan yang terdapat di Palembang, di Jawa, di Bali, berbagi nenek moyang yang sama. Hasil dan di Lombok berdasarkan data lapangan penelitian ini juga menantang peneliti-peneliti mungkin akibat pengaruh bentuk candi yang Indonesia ke wilayah yang lebih luas dan menunjukkan pengaruh ajaran Hindu. global. Karena selama ini dirasa peneleitian- penelitian cenderung terkesan membela Gambar 8. Bentuk-bentuk Atap kedaerahan dan kejayaan sebuah budaya dan etnis tertentu, etnosentris, hingga membuka ruang-ruang konfik.

DAFTAR PUSTAKA Bae, C. J. et al. (2017). On the origin of modern humans: Asian perspectives. Science, 358(6368).

Bafna, S. (2012). Rethinking genotype: Comments on the sources of type in Bentuk bubungan atap yang melengkung architecture. Journal of Space Syntax, seperti perahu terdapat di wilayah Sumatera 3(1). Tengah di lapangan, di Toba, di Hulu Sungai Musi (Schefold, 2008), di Kalimantan Tengah Bellwood, P. (July 1991). The Austronesian (Fox, 2006), di Toraja dan di Mamasa di dispersal and the origin of languages. Scientific American, 265 (1), 88-93. lapangan. Khusus Rumah Gadang Blust, R. (1985). The Austronesian homeland:

PROSIDING SEMINAR DAN LOKAKARYA KUALITATIF INDONESIA 2019 62

Khamdevi / Rumah-rumah Austronesia: Karakteristik Arsitektur Rumah Penutur …

A linguistic perspective. Asian Lincoln, Y. S., & Guba, E. G. (1985). Perspectives, 26(1), 46-67. Naturalistic inquiry. California: Sage Blust, R. (1987). Lexical Reconstruction and Publication. Semantic Reconstruction: The Case of Lipson, M. et al. (2014). Reconstructing Austronesian "House" Words. Diachronica. Austronesian population history in Island Din, M. A. O. (2011). The Malay Origin: rewrite Southeast Asia. Nature Communications, Its History. Jurnal Melayu, 7(2011), 1 - 82 5, Article number: 4689. Embong, A. M. et al. (2016). Tracing the Marsden, W. (1811). The history of Sumatra. Malays in the Malay Land. 3rd Global London: T. Payne & Son. Conference on Business and Social Ostapirat, W. (2005). Kra–Dai and Science- 2015, GCBSS-2015, 16-17 Austronesian: Notes on phonological December 2015, Kuala Lumpur, Malaysia. correspondences and vocabulary Procedia - Social and Behavioral Sciences distribution. In Sagart, L., Blench, R. & no. 219 p. 235 - 240. Sanchez-Mazas, A. (Eds.), The peopling of Fox, J. (Ed.). (2006). Inside Austronesian East Asia: Putting together archaeology, Houses: Perspectives on domestic designs linguistics and genetics (pp. 107-131). for living. ANU Press. London: Routledge Curzon. Gero J. S., & Ding L. (2001). Exploring style Pakri, M. R., & Graf, A. (2012). Fiction and emergence in architectural designs. faction in the Malay world. Cambridge Environment and Planning B: Urban Scholars Publishing. Analytics and City Science, 28(5), Rahman. (2016). A Commentary on the Gingrich, A. (2015). Heine-Geldern and the Relationship between Peninsular Malaysia Making of Southeast Asia: Scholarly and Yunan During the Prehistoric Era. Connections and Cultural Legacies across Jurnal Arkeologi Malaysia, 7(1994), 59-63. Regime Changes. Panel Discussion. Reich, D. et al. (2011). Denisova Admixture Austria: Euroseas. and the First Modern Human Dispersals Gray R. D., & Jordan F. M. (2000). Language into Southeast Asia and Oceania. trees support the express-train sequence Schefold, R. et al. (2008). Indonesian houses of Austronesian expansion. Nature, Vol. 2. Leiden: KITLV Press. 405(6790), 1052-1055 Soekanto, S. (2002). Sosiologi suatu Guney, Y. (2007). Type and typology in pengantar. Jakarta: Rajawali Press. architectural discource. Bau FBE Dergisi, Sugiyono. (2012). Metode penelitian 9(1), kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Habraken, N. J. (1988). Type as Social Alfabeta. Agreement. In Asian Congress of The HUGO Pan-Asian SNP Consortium. Architect, Korea. (2009). Mapping Human Genetic Diversity Hillier, B. (1993). Specifically architectural in Asia, 326(5959). theory: a partial account of the ascent from Vellinga, M. et al. (2007). Atlas of vernacular building as cultural transmission to architecture of the world. New York: architecture as theoretical concretion. Routledge. Harvard Architecture Review, 9, 8-27. Yao, H. B. et al. (2017), Genetic structure of King, V. K. (1996). The best of Borneo travel. Sino-Tibetan populations revealed by New York: Oxford University Press. forensic STR loci. Scientific Reports 7, Kutanan, W. (2017a). New insights from Article number: 41195. Thailand into the maternal genetic history of Mainland Southeast Asia. BioRxiv pp: 162610. Kutanan, W. (2017a). New insights from Thailand into the maternal genetic history of Mainland Southeast Asia. BioRxiv pp: 162610. Li, H. et al. (2008). Paternal genetic affinity between western Austronesians and Daic populations. BMC Evolutionary Biology, 8(1), 146.

PROSIDING SEMINAR DAN LOKAKARYA KUALITATIF INDONESIA 2019 63

Khamdevi / Rumah-rumah Austronesia: Karakteristik Arsitektur Rumah Penutur …

PROSIDING SEMINAR DAN LOKAKARYA KUALITATIF INDONESIA 2019 64