Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Pustaka Larasan 2017 Ida Bagus Putra Yadnya & I Wayan Ardika, Editor DINAMIKA MANUSIA DAN KEBUDAYAAN INDONESIA DARI MASA KE MASA viii + 350 halaman, 23 x 15,5 cm ISBN 978-602-5401-15-2 © Ida Bagus Putra Yadnya & I Wayan Ardika, 2017 Desain Sampul: Epistula Communications Bali Ilustrasi Sampul: Made Widnyana Tataletak: Ema Sukarelawanto Penerbit: Pustaka Larasan Jalan Tunggul Ametung IIIA No. 11B Denpasar, Bali Email: [email protected] Bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, merekam, atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin dari penulis. iv Kata Pengantar vii Sambutan Rektor Universitas Udayana ix 1 Pendahuluan 1 2 Keberadaan Manusia Nusantara Pertama (Homo Erectus) hingga Manusia Modern (Homo Sapiens) di Indonesia Oleh I Wayan Ardika 15 3 Rekonstruksi Budaya Austronesia Oleh Ni Luh Sutjiati Beratha & I Wayan Ardika 39 4 Relasi Historis Bahasa-Bahasa Austronesia Oleh Aron Meko Mbete 65 5 Sejarah Politik Hindu Buddha Oleh I Ketut Setiawan 81 6 Seni Pahat dan Arsitektur Hindu Buddha di Indonesia Oleh I Wayan Redig 111 7 Kakawin Sutasoma: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Sumber Pengetahuan Multikulturalisme Oleh I Nyoman Suarka 145 8 Proses Islamisasi di Indonesia Selama Abad XV-XVI Oleh Ida Ayu Wirasmini Sidemen 165 9 Budaya Indonesia Masa Kolonial Oleh I Ketut Ardhana 185 10 Kontak Budaya Nusantara dengan Budaya Eropa dan Munculnya Agama Katolik dan Protestan di Indonesia Oleh I Ketut Ardhana 203 v 11 Politik dan Peran Bahasa Indonesia di Era Sumpah Pemuda dan Kemerdekaan Oleh I Wayan Pastika 223 12 Debat Intelektual tentang Kebudayaan Menjelang Kemerdekaan Indonesia Oleh I Wayan Resen 243 13 Manusia dan Kebudayaan Indonesia Pada Era Global dan Postmodern Oleh I Nyoman Dhana 281 14 Pariwisata sebagai Representasi Globalisasi dan Budaya Posmodern Oleh Ida Bagus Gde Pujaastawa 297 15 Peran Media Massa dalam Revitalisasi Budaya Daerah di Indonesia di Era Global Oleh I Nyoman Darma Putra 317 Indeks 341 Tentang Penulis 348 vi Oleh I Nyoman Suarka 7.1 Pendahuluan angsa Indonesia adalah bangsa adibudaya. Di samping memiliki kekayaan alam yang melimpah, Indonesia juga memiliki kekayaan budaya, berupa budaya suku-suku bangsa di Indonesia. BBerbagai suku bangsa di Indonesia mempunyai budaya masing-masing dengan keanekaragaman budaya, baik dalam esensi, struktur, maupun sejarah budaya. Keanekaragaman budaya tersebut ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, keanekaragaman budaya di Indonesia merupakan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Di sisi lain, keanekaragaman budaya potensial menimbulkan perselisihan-perselisihan etnokultural yang kerapkali berdampak pada perselisihan etnopolitik, sosial, ekonomi, bahkan etnoreligius, terutama di kalangan para elit yang saling bersaing, sebagaimana ditunjukkan para elit politik di Indonesia akhir-akhir ini. Situasi multikultural Indonesia yang berbeda dengan kemultikebudayaan negera lain seringkali kurang disadari. Ketidaksadaran itu membuat banyak orang menggunakan terminologi dan kemaknaan budaya berkontekstual dengan negara lain, dan bukan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kesenjangan pengertian, pemahaman, dan penyikapan keaneragaman budaya secara tidak kritis sangat potensial menumbuhkan benih- benih disintegrasi dan intoleransi yang tentu sangat merugikan bagi 145 persatuan bangsa dan kesatuan Negara Indonesia.Sehubungan dengan itu, warga negara Indonesia perlu terus diupayakan agar memiliki kesadaran budaya yang baik untuk dapat menyikapi keanekaragaman budaya tersebut secara arif dan bijaksana. Sejatinya, budaya suku bangsa di Indonesia, yang seringkali disebut budaya daerah, merupakan sumber konsep dan sumber inspirasi bagi bangsa Indonesia dalam upaya-upaya pembentukan kesatuan budaya nasional. Hal itu dapat dibuktikan melalui fakta munculnya kata-kata ataupun ungkapan-ungkapan yang bersumber pada bahasa daerah atau budaya daerah diangkat dan dijadikan falsafah bangsa, seperti motto bangsa Indonesia Bhineka Tunggal Ika yang digali dari sebuah karya sastra Jawa Kuna, yakni Kakawin Sutasoma. Demikian pula, istilah Pancasila yang kini dijadikan ideologi, falsafah, dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia berasal dari bahasa Jawa Kuna. Karena itu, meneruskan upaya-upaya penggalian, pelestarian, dan pengembangan khasanah budaya suku-suku bangsa di Indonesia bagi generasi muda bangsa merupakan langkah strategis, baik untuk pewarisan dan penguatan identitas maupun mengenal-kan budaya suku-suku bangsa antarsuku bangsa secara intensif. 7.2 Bahasa dan Sastra Jawa Kuna sebagai Kekayaan Budaya Bangsa Dua belas abad yang silam, atau pada abad ke-9, orang Jawa telah mengenal suatu bahasa sebagai media komunikasi, yakni bahasa Jawa Kuna.Hal itu dibuktikan berdasarkan prasasti Sukabumi berangka tahun 726 Saka atau 25 Maret 804 sebagai prasasti pertama menggunakan bahasa Jawa Kuna. Sampai saat ini, belum ditemukan prasasti yang lebih tua daripada prasasti Sukabumi yang menggunakan bahasa Jawa Kuna (Zoetmulder, 1985: 3). Bahasa Jawa Kuna termasuk rumpun bahasa-bahasa Nusantara dan merupakan subbagian kelompok linguistis Austronesia.Bahasa Jawa Kuna memiliki karakteristik yang cukup menonjol, yaitu, pertama, dipengaruhi bahasa Sansekerta secara intensif melalui unsur serapan kata-kata Sansekerta ke dalam bahasa Jawa Kuna. Kedua, sekalipun 146 dipengaruhi dengan sangat kuat oleh bahasa Sansekerta yang memiliki rumpun dan struktur ketatabahasaan sangat berlainan dengan bahasa Jawa Kuna, namun dalam ketatabahasaan, bahasa Jawa Kuna tetap menunjukkan ciri pokok sebagai bahasa Nusantara. Ketiga, bahasa Jawa Kuna yang diwarisi bangsa Indonesia hingga saat ini merupakan bahasa kesusastraan. Menurut Teeuw (1983:78—80), bahasa Jawa Kuna merupakan bahasa pengantar kebudayaan pramodern Indonesia yang terpenting. Bahasa Jawa Kuna pernah dijadikan sumber inspirasi dalam penciptaan mahakarya budaya di Jawa, seperti candi Prambanan, Panataran, Sukuh, Ceto, dan lain-lain. Di sisi lain, sastra Jawa Kuna merupakan sastra pramodern Indonesia yang unggul, yang mengandung harta karun keindahan, kearifan, kebajikan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia, bahkan dunia, baik dari segi ilmiah maupun nilai seni. Sastra Jawa Kuna juga menjadi sumber dan tempat asal dari berbagai hasil sastra Nusantara, seperti dalam sastra Bali, Sunda, Jawa, Sasak, Melayu, dan sebagainya. Banyak hasil sastra Nusantara dapat ditelusuri hipogram ke dalam sastra Jawa Kuna, misalnya sastra wayang, Panji, Tantri, Calonarang, dan lain-lain. Berkat adanya prasasti berbahasa Jawa Kuna memungkinkan kita mencapai taraf pengetahuan yang luas mengenai masyarakat Indonesia pada masa lampau. Bahasa dan sastra Jawa Kuna menyediakan bahan-bahan yang sangat penting serta merupakan mata rantai yang tidak dapat dipisahkan dan dipungkiri dalam upaya meneliti sosial budaya Indonesia dari masa lampau, melalui masa kini, menuju masa depan yang lebih beradab. Bahasa Jawa Kuna tampaknya memiliki kekuatan mistik primordial yang diperkuat oleh fungsi bahasa Jawa Kuna dalam segala macam ritual dan praktik religius yang dilakukan sebagian masyarakat Indonsia, khususnya Sunda, Jawa, Bali, dan Sasak. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa penggunaan bahasa dan sastra Jawa Kuna seperti itu adalah untuk mengukuhkan makna tradisional dan menjamin adanya kohesi kultural. Sebagai contoh dapat disimak melalui keberadaan, fungsi, dan makna cerita Panji, yang konon kelahirannya diduga sebagai bentuk resepsi dan sekaligus resistensi terhadap konflik 147 sosial berkepanjangan antara kerajaan Janggala dengan Panjalu di Jawa Timur. Kehadiran cerita Panji diharapkan dapat menjembatani terciptanya kesatuan dan persatuan antara kedua kerajaan tersebut. Tokoh yang mampu menyatukannya dipilih sebagai penjelmaan Dewa Wisnu dan Dewi Sri di dunia, yakni Panji Inu Kertapati dan Dewi Candrakirana. Penyatuan kedua tokoh dalam cerita Panji itu menjadi lambang penyelamatan kerajaan Janggala dan Panjalu dari ancaman kehancuran (Bambang Pujasworo dalam Nurcahyo, 2015:13). Dalam perkembangannya hingga hari ini, cerita Panji telah disadur dan didokumentasikan ke dalam berbagai media budaya Nusantara, baik dalam bentuk naskah kuna, relief, sastra lisan dan sastra tulisan, maupun seni pertunjukan dalam berbagai versi cerita. Sebagai cerita asli Indonesia ternyata cerita Panji telah menyebar ke seluruh penjuru Nusantara hingga ke Malaysia, Thailand, Kamboja, Laos, dan Myanmar (Poerbatjaraka, 1988: 209—240; Nurcahyo, 2015:29). Jika demikian halnya, maka cerita Panji sebagai mahakarya susastra Jawa Kuna sejatinya memiliki fungsi dan makna mengukuhkan makna tradisional dan menjamin kohesi kultural antar-pendukungnya, baik antarindividu, kelompok, masyarakat, suku bangsa, maupun antarbangsa dan negara. Bahasa dan sastra Jawa Kuna sebagai komponen budaya etnis merupakan bagian tidak terpisahkan dari sistem budaya etnik kedaerahan di Indonesia yang ditandai dengan proses pewarisan nilai- nilai luhur budaya bangsa. Bahasa dan sastra Jawa Kuna merupakan unsur utama bagi terbentuknya jatidiri bangsa Indonesia. Bahasa dan sastra Jawa Kuna merupakan komponen penting dalam kebudayaan Indonesia yang nilai-nilainya berakar kuat dalam masyarakat Indonesia. Bahasa dan sastra Jawa Kuna mempunyai daya rekam luar biasa atas kegiatan budaya Indonesia pada masa lampau, baik berupa konsep maupun implementasinya. Bahasa dan sastra Jawa Kuna menjadi sangat dekat