Quick viewing(Text Mode)

Representasi Perempuan Iran Dalam Film a Separation Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komuni

Representasi Perempuan Iran Dalam Film a Separation Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komuni

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM

Disusun oleh: Eliva Fauziah (1110051000062)

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016

KATA PENGANTAR

AlhamdulillahiRabbil’alamiin. Puji Syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat serta kasih sayang-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir karya ilmiah ini.

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Junjungan Umat Islam, Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, serta sahabatnya. Semoga kita tetap istiqamah menjadi bagian dari umatnya hingga akhir zaman. Amin.

Penulis menyadari benar bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis berimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak DR. Arif Subhan. Wakil Dekan Bidang Akademik, Bapak Suparto, Phd, serta Wakil Dekan Bidang Administrasi, Ibu DR. Hj. Rhoudhonah, M.Ag, Terkhusus penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama, Bapak DR Suhaimi, M.Si yang telah memberikan bimbingan bagi penulis di masa awal penulisan skripsi ini. 2. Ketua Jurusan Komunikasi penyiaran Islam, Bapak Masran, M.A, serta Sekretaris Jurusan, Ibu Fita Fathurrahmah, M.Si. 3. Ibu Ade Rina Farida, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan motivasi serta arahan agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Drs. S. Hamdani, M.A, Dosen Penasehat Akademik penulis. 5. Seluruh Dosen serta bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

ii 6. Orang tua penulis, Mama, Papa, serta Dede Alfi yang selalu memberikan dukungan, pesan, nasehat, bahkan hiburan berupa canda tawa di tengah proses pengerjaan skripsi ini. 7. Aa Imaduddin Aziz, sahabat jiwa yang selalu ada dalam suka duka. Semoga Allah membalas kebaikannya selama ini dengan balasan yang berlipat ganda. 8. Sahabat-sahabat Antabina Darus Sunnah 2010, teman seperjuangan di Ciputat, bahkan hingga kita kembali ke rumah masing-masing. Semoga persahabatan ini berlanjut sampai ke surga nanti. Amin. 9. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan selama proses pengerjaan skripsi ini, mohon maaf apabia namanya tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya.

Akhirnya hanya kepada Allah AWT semua amal baik dikembalikan. Semoga Allah Ta’ala membalas jasa serta dukungan yang diberikan kepada penulis dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis, dan bagi pembaca pada umumnya. Aamin Ya Rabbal ‘Alamiin…

Jakarta, 28 September 2016

Penulis

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i

KATA PENGANTAR ...... ii

DAFTAR ISI ...... iv

DAFTAR GAMBAR ...... vi

DAFTAR TABEL ...... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ...... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 5 D. Tinjauan Pustaka ...... 5 E. Metodologi Penelitian ...... 7 F. Sistematika Penulisan ...... 9

BAB II LANDASAN TEORI

A. Semiotik ...... 10 1. Definisi Semiotik ...... 10 2. Model Semiotik Peirce ...... 11 3. Tanda dan Makna ...... 12 4. Proses Semiosis ...... 15 B. Makna Representasi ...... 17 C. Film Sebagai Media Komunikasi Massa ...... 18

iv

D. Konsep Tentang Perempuan ...... 19 1. Sekilas Tentang Teori Gender ...... 19 2. Tinjauan Tentang Feminisme ...... 20 3. Perempuan Dalam Islam ...... 23 E. Perempuan Iran ...... 27 F. Perempuan Iran dalam Film ...... 30

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Sinopsis Film A Separation ...... 28 B. A Separation Menurut Sang Sutradara ...... 29 C. Proses Produksi ...... 35 D. Data Ringkas Film A Separation ...... 37 E. Biografi Sutradara ...... 41 F. Biografi Para Pemeran Utama ...... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Analisa semiotik Pierce terhadap film A Separation ...... 46 1. Identifikasi Karakter Simin dan Razieh ...... 47 2. Kelas Sosial ...... 50 3. Karakter ...... 54 4. Ideologi ...... 58 5. Perempuan Dalam Ranah Domestik ...... 64 6. Perempuan Dalam Ranah Publik ...... 67 B. Representasi Perempuan Iran Dalam Film A Separation ...... 70 C. Pesan Dakwah Dalam Film A Separation ...... 73

v

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 77 B. Saran ...... 78

DAFTAR PUSTAKA ...... 79

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Teori Semiotik Peirce ...... 16

Gambar 3.1 Foto ...... 36

Gambar 3.2 Foto Leila Hatami...... 37

Gambar 3.3 Foto Peyman Moadi ...... 38

Gambar 3.4 Foto Sareh Bayat ...... 39

Gambar 3.5 Foto Sahab Hosseini ...... 39

Gambar 3.6 Foto Sarina Farhadi ...... 40

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Penampilan Simin ...... 42

Tabel 4.2 Penampilan Razieh ...... 43

Tabel 4.3 Kelas sosial Simin ...... 45

Tabel 4.4 Kelas sosial Razieh ...... 46

Tabel 4.5 Karakter Simin ...... 48

Tabel 4.6 Karakter Razieh ...... 49

Tabel 4.7 Ideologi Simin ...... 52

Tabel 4.8 Ideologi Simin ...... 55

Tabel 4.9 Razieh Menolak Bersumpah Dengan Al Qur’an ...... 56

Tabel 4.10 Relasi Simin dengan Suaminya ...... 58

Tabel 4.11 Relasi Razieh dengan Suaminya ...... 59

Tabel 4.12 Pekerjaan Simin ...... 61

Tabel 4.13 Pekerjaan Razieh ...... 62

viii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Iran, atau Republik Islam Iran, merupakan salah satu negara Timur Tengah yang memiliki Industri perfilman yang paling berkembang. Sejak awal tahun 1990, film Iran telah diakui oleh banyak festival internasional, dan juga telah menerima banyak penghargaan. Terlebih, salah satu film Iran, yaitu A Separation telah memenangkan penghargaan Academy Award untuk nominasi Film Berbahasa Asing Terbaik tahun 2012.1

Setiap transformasi sosial dan budaya dalam masyarakat Iran, terutama dalam hal perempuan, telah menginspirasi film Iran. Sejak awal perkembangannya, perfilman Iran banyak memproduksi film-film yang bertema perempuan. Representasi perempuan dalam film Iran adalah refleksi dari kondisi masyarakat pada masanya. 2

Mantan perdana menteri India, Jawaharlal Nehru pernah berkata, ”You can tell the condition of the nation by looking at the status of its women” (Kita bisa melihat kondisi suatu bangsa dengan melihat status kaum wanitanya). Berbeda dengan umunya stereotipe negara-negara Islam yang sangat kaku terhadap memberikan peraturan terhadap kaum perempuan, Iran menjadi salah satu negara Islam yang cukup memberikan kebebasan bagi perempuan untuk berekspresi. Pasca revolusi Islam yang dipimpin Khomeini tahun 1979, Iran telah melegitimasi peran kaum wanita dalam undang-undang dasarnya. Terlebih

1 Ronald Grover, “Iran wins first Oscar with A Separation", artikel diakses pada 12 September 2016 dari http://www.reuters.com/article/us-oscars-aseparation- idUSTRE81Q06X20120227 2 Najmeh Moradiyan Rizi, Iranian Women, Iranian Cinema: Negotiating with Ideology and Tradition, Journal of Religion & Film, Volume 19 (Januari 2015): h.1

1

Khomeini sendiri menyatakan: "Wanita bebas memilih setiap bentuk kegiatan yang dikehendakinya."3

Meskipun demikian, walaupun Iran dalam beberapa tahun terakhir memiliki banyak kemajuan dalam bidang perjuangan hak-hak perempuan, seperti diperbolehkannya wanita untuk ikut dalam parlemen, bahkan sampai didirikannya universitas khusus wanita (salah satunya universitas Al-Zahra), tetap saja masih ada hak wanita Iran yang dibatasi. Contohnya, wanita tidak boleh mencalonkan diri sebagai presiden ataupun menjabat sebagai hakim.4

Potret perempuan Iran salah satunya dapat dilihat dalam film A Separation karya sutradara Ashgar Farhadi yang dirilis pada 2011. Film berjudul asli „Jodaeiye Nader az Simin‟ (Perpisahan Nader dan Simin) yang disuguhkan dengan kentalnya nuansa kultur budaya agamis di Iran ini mampu meraih banyak penghargaan serta apresiasi dari bebagai pihak. Selain berhasil memenangkan Academy Award untuk kategori Film Berbahasa Asing terbaik tahun 2012, A Separation juga berhasil meraih puluhan penghargaan internasional lain, termasuk Golden Globe, Festival Film Internasional Berlin, serta .5

Film, sebagai salah satu media komunikasi massa sekaligus produk budaya populer, dipercaya mempunyai andil besar dalam mengonstruksi berbagai realitas.6 Selain membentuk konstruksi masyarakat akan suatu hal, film juga merupakan rekaman realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian diproyeksikan ke atas layar.7

3 “Perempuan dalam Perspektif Imam Khomeini”, artikel diakses pada 5 Desember 2015 dari http://indonesian.irib.ir/artikel/ufuk/item/65745- Perempuan_dalam_Perspektif_Imam_Khomeini 4 Eva Khrisna Adnyani,” Sekilas Tentang Dilema Wanita di Berbagai Belahan Dunia,” artikel diakses pada 11 September 2016 dari http://blog.undiksha.ac.id/eva/anda- anggap-apa-wanita-sekilas-tentang-dilema-wanita-di-berbagai-belahan-dunia/ 5G:\A Separation - Wikipedia, the free encyclopedia.html, diakses pada 28 Juli 2015 6Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007) h. 91 7Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006) h. 127

2

Film A Separation berkisah mengenai sepasang suami istri, Nader dan Simin yang tengah menjalani proses perceraian setelah menikah selama 14 tahun. Simin adalah pihak penggugat cerai. Selama proses perceraian tersebut, ia memperkerjakan seorang wanita, yaitu Razieh untuk mengurus rumahnya. Berawal sanalah timbul konflik-konflik yang melibatkan dua keluarga dari latar belakang serta kelas yang berbeda.

A Separation tidak hanya membahas permasalahan rumah tangga. Banyak isu lain yang disisipkan, yaitu isu agama, hukum, dan patriarki yang terwakili dalam karakter-karakter film dengan latar budaya lokal yang kental. selain itu, film ini juga menyorot masalah perempuan, yang mewakili potret perempuan di Iran.

Representasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan mewakili, atau keadaan mewakili, atau apa yang mewakili. Menurut Eriyanto, representasi dalam media merujuk pada bagaimana seseorang, suatu kelompok, atau gagasan tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.8

Menurut Turner dalam Sobur, makna film sebagai representasi dari realitas masyarakat, berbeda dengan film sekadar sebagai refleksi dari realitas. Sebagai representasi dari realitas, film membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaannya.9 Film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya. Dengan kata lain, film tidak bisa dipisahkan dari konteks masyarakat yang memproduksi dan mengkonsumsinya.

Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam mencapai efek yang diharapkan. Dalam film, banyak kita temui tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda

8Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Jojakarta:LKIS, 2011) h.113 9 Alex Sobur, Analisis Teks Media. h 127-128

3

yang menggambarkan sesuatu. Tanda-tanda dalam film tersebut disampaikan dalam bentuk pesan verbal maupun non verbal.

Salah satu tokoh yang membahas mengenai makna tanda-tanda dalam film adalah Charles Sanders Peirce, dengan teori semiotiknya. Peirce mendefinisikan semiotik sebagai makna tanda-tanda dalam sesuatu yang dapat dilihat. Ia mengembangkan teori tanda yang dibentuk oleh tiga sisi, yaitu representamen (tanda), objek (sesuatu yang ditunjuk oleh tanda), serta interpretan (efek yang ditimbulkan oleh tanda).

Menarik kiranya untuk megetahui lebih jauh, bagaimana sistem kerja tanda dalam film A Separation dapat menjadi representasi terhadap perempuan Iran secara khusus. Alasan penulis memilih film Iran dibanding film dari negara Timur Tengah lainnya adalah karena penulis melihat Iran lebih mampu merepresentasikan kehidupan masyarakatnya dengan lebih transparan. Di samping itu, perfilman Iran telah menunjukkan kualitasnya pada ajang-ajang internasional. A Separation, yang menjadi film Iran pertama pemenang Academy Award adalah salah satu buktinya.

Maka, berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, dalam penelitian skripsi ini, penulis mengajukan judul “Representasi Perempuan Iran Dalam Film A Separation.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Pada penelitian ini masalah dibatasi hanya pencarian makna yang menyangkut penandaan tentang representasi perempuan pada film A Separation. Tanda representasi yang penulis amati dibatasi pada dua tokoh perempuan utama, yaitu Simin dan Razieh.

Untuk mengetahui hubungan tanda dan makna, penulis menggunakan prinsip-prinsip semiotik yang dikemukakan oleh Charles S. Peirce.

4

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

A. Apa makna repsentamen, objek, dan interpretan dalam film A Separation? B. Bagaimanakah representasi perempuan Iran dalam film A Separation?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang makna repsentamen, objek, serta interpretan dalam film A Separation, serta untuk mengetahui bagaimanakah representasi perempuan Iran yang ditampilkan melalui tanda-tanda verbal dan non verbal dalam film A Separation.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian ilmu komunikasi, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan studi analisis semiotik film dalam kajian media massa.

b. Manfaat Praktis

Sebagai tambahan informasi dan referensi perkembangan dunia film sebagai sarana komunikasi massa dan fungsinya sebagai penyampai pesan. Selain itu penlitian ini diharapkan juga menambah literatur tentang perempuan Timur Tengah secara umum, khususnya di Iran.

D. Tinjauan Pustaka

Untuk menghidari plagiarisme serta meyakinkan bahwa penelitian ini tidak menjiplak penelitian terdahulu, maka penulis menyertakan beberapa penelitian yang berkaitan, diantaranya adalah:

5

Representasi Maskulinitas Dalam Iklan, ditulis oleh Novi Kurnia, mahasiswa Pasca Sarjana Program Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Penelitian ini dimuat dalam Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Volume 8, no I, Juli 2004.

Penelitian ini membedah representasi pria maskulin dalam iklan yang menghasilkan beberapa stereotipe, diantaranya: Metroseksual, macho, dan pejuang.

Persamaan terdapat pada studi gender, walaupun penelitian ini membahas maskulinitas, antitesis dari objek yang penulis kaji. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode semiotik. Perbedaannya terletak pada teori semiotik yang digunakan, yaitu semiotik strukturalis milik De Saussure.

Arus Baru Feminisme Islam Indonesia dalam Film Religi, ditulis oleh Lukman Hakim. Penelitian ini dimuat dalam Jurnal Komunikasi Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel, vol. 3, no. 02, Desember 2013.

Dalam jurnal ini Lukman Hakim menggunakan teori Semiotik Roland Barthes untuk mengetahui representasi perempuan feminis dalam film Ketika Cinta Bertasbih. Penelitian ini sama-sama melihat representasi perempuan dalam bingkai lingkungan agamis. Namun Lukman Hakim lebih memfokuskan penelitiannya pada aspek-aspek feminisme yang ditampilkan dalam film. Selain itu, film yang diangkat adalah film produksi Indonesia, yang sarat akan budaya ketimuran di dalamnya.

Analisis Semiotik Film A Mighty Heart. Skripsi, ditulis oleh Rizki Akmalsyah, Jurusan Komunikasi Penyiaran, Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2014. Penelitian ini menggunakan model semiotik Roland Barthes dalam metodologinya.

6

Selain tiga penelitian yang penulis sebutkan, sebenarnya masih terdapat beberapa penelitian lain mengenai semiotik film. Namun, penulis belum menemukan penelitian tentang film A Separation. Di samping itu, skripsi yang membahas film Iran juga masih jarang penulis temukan.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, di mana data tidak disajikan dalam bentuk statistik, melainkan dalam narasi dan gambar.10 Selain itu, penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu hanya menjelaskan suatu peristiwa, tanpa mengkaji hubungan, menguji hipotesis, ataupun membuat prediksi.11 Lebih lanjut, penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik Charles Sanders Peirce yang terdiri dari tiga term, yaitu tanda (representament), objek (object), dan interpretan (interpretant) yang membentuk sebuah hubungan segitiga. Masing-masing term tersebut akan membentuk sebuah hubungan yang sangat dekat, sehingga salah satu term akan dapat dipahami apabila kita memahami term yang lain.12 Penulis memilih modelsemiotik milik Peirce karena kelebihannya, yaitu tidak menghususkan analisisnya pada studi linguistik. Selain itu pemilihan model semiotik ini juga berdasarkan pendapat beberapa ahli, bahwa model milik Peirce lebih tepat digunakan untuk menganalisis media audio-visual, seperti film ataupun sinetron.

10Rahmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007) h. 56 11Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: P.T Remaja Rosda Karya, 2005), h. 24 12Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004) h. 41-42

7

2. Paradigma Penelitian Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya terhadap dunia.13 Skripsi ini mengacu pada paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivis. Littlejohn mengatakan bahwa teori- teori aliran konstruktivis ini berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tapi direkonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya.14

3. Objek dan Unit Analisis

Objek dalam penelitian ini adalah film A Separation, sedangkan unit analisisnya adalah potongan adegan (scene) dalam film yang relevan dengan rumusan penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan mengklasifikasikan adegan-adegan dalam film A Separation yang merepresentasikan sosok perempuan Iran. Kemudian, data dianalisis dengan model semiotik Peirce.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam upaya pengumpulan data penelitian, penulis menggunakan metode berikut:

a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung serta mencatat secara sistematis.

13Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013) h. 36 14 Littlejohn, Teori Komunikasi Massa, h. 53

8

b. Dokumentasi, yaitu mencari data tambahan pendukung penelitian ini yang berupa catatan, buku, laman internet, dan sebagainya.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan dibagi ke dalam lima bab. Lebih jelasnya, sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari Latar Belakang, Rumusan dan Batasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, serta Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Terdiri dari Definisi Semiotik, Model Semiotik Peirce, Makna Representasi, Film Sebagai Media Komunikasi Massa, Konsep Tentang Perempuan, Perempuan Iran, serta Perempuan Iran dalam Film

BAB III GAMBARAN UMUM FILM A SEPARATION

Terdiri dari Sinopsis Film A Separation, Proses Produksi, Data Ringkas Film A Separation, Biografi Sutradara, Serta Biografi Para Pemeran Utama Film A Separation.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini digambarkan hasil penelitian analisis semiotik Peirce terhadap film A Separation.

BAB V PENUTUP

Terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Semiotik 1. Definisi Semiotik

Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai sesuatu hal yang menunjuk adanya hal lain. Contohnya, asap menandaai adanya api, atau sirene mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota.15

Secara terminologis, menurut Umberto Eco dalam Sobur, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.16

Semiotik menjadi salah satu kajian, bahkan menjadi tradisi dalam teori komunikasi. Tradisi semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan, dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri.17

Menurut Littlejohn, semiotik selalu dibagi ke dalam tiga wilayah kajian, yaitu sebagai berikut:

1. Semantik, berbicara tentang bagaimana tanda-tanda saling berhubungan dengan yang ditunjuknya atau apa yang ditunjukkan oleh tanda-tanda. Kapanpun kita memberikan sebuah pertanyaan “apa yang direpresentasikan oleh tanda?“ maka kita berada dalam ranah semantik. Sebagai prinsip dasar semiotik,

15 Wibowo, Semiotika Komunikasi h. 5. 16 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 95 17Littlejohn, Teori Komunikasi, h.53

10

representasi selalu dimediasi oleh interpretasi sadar seseorang dan interpretasi atau arti apapun bagi sebuah tanda akan mengubah satu situasi ke situasi lainnya.

2. Sintagmatik, merupakan kajian hubungan di antara tanda-tanda. Tanda- tanda sebetulnya tidak pernah berdiri dengan sendirinya. Hampir semuanya selalu menjadi bagian dari sistem tanda atau kelompok tanda yang lebih besar yang diatur dalam cara-cara tertentu. Semiotik tetap mengacu pada prinsip bahwa tanda-tanda selalu dipahami dalam kaitannya dengan tanda-tanda lain.

3. Pragmatik, bagaimana tanda-tanda membuat perbedaan dalam kehidupan manusia atau penggunaan praktis serta berbagai akibat dan pengaruh tanda pada kehidupan sosial. kajian ini memiliki pengaruh.18

Menurut Hamad dalam Sobur, semiotik untuk media massa tak hanya terbatas sebagai kerangka teori saja namun sekaligus juga bisa sebagai metode analisis. Misalnya saja teori segitiga makna (triangle meaning) milik Peirce yang terdiri atas sign (tanda), Object (objek), dan interpetran (interpretant). Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata, sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda, sementara interpretan adalah tanda yang ada di dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda 19

2. Model Semiotik Peirce

Teori Peirce seringkali disebut sebagai “grand theory” dalam semiotik karena gagasan Peirce bersifat menyeluruh, dan merupakan deskripsi struktural dari semua sistem penandaan.20

Peirce mendefinisikan tanda sebagai “something which stands to somebody for something in some respect or capacity.” Sebuah tanda adalah sesuatu yang bersifat fisik, dapat diterima oleh indera kita, mengacu pada sesuatu

18 Littlejohn, Teori Komunikasi, h. 55-56 19 Sobur, Semiotika Komunikasi, h.115 20 Wibowo, Semiotika Komunikasi, h.17

11

di luar dirinya, dan bergantung pada pengalaman pengguna, bahwa itu adalah tanda.21

Pada level representamen, Peirce mengategorikan tandanya menjadi Qualisign, Sinsign, serta Legisign. Pada level objek, hubungan antar tanda dikategorikan menjadi ikon, symbol, serta indeks. Terakhir, berdasarkan interpretan, hasil interpretasi dibedakan menjadi rheme, dicent sign, dan argumen.22

3. Tanda dan Makna

Salah satu landasan filosofis penting dari semiotik Charles Sanders Peirce adalah sistem kategori tanda. Peirce mengembangkan sistem kategori tanda ini menjadi tiga kategori dasar:

1. Firstness (kepertamaan), keberadaan seperti adanya, positif dan tanpa referensi apapun. Firstness meliputi perasaan yang tak direfleksikan, kemungkinan belaka hal tanpa penghubung, kualitas tunggal, dan ketidakbergantungan. 2. Secondness (keduaan), melibatkan relasi antara pertama ke kedua, meliputi aksi, realitas, pengalaman ruang dan waktu, serta 3. Thirdness (ketigaan), membawa keduaan ke relasi ke tiga, meliputi hal dengan penghubung (mediation), memori, keberlangsungan (continuity), sintesis, komunikasi, representasi, dan tanda-tanda.23

Dengan kata lain, Peirce mengemukakan bahwa pemaknaan suatu tanda bertahap -tahap. Ada tahap kepertamaan (firstness) yakni saat tanda dikenali pada tahap awal secara prinsip saja. Firstness adalah keberadaan seperti apa adanya tanpa menunjuk ke sesuatu yang lain, keberadaan dari kemungkinan yang potensial. Kemudian tahap „kekeduaan‟ (secondness) saat tanda dimaknai

21John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2014) h.68 22Sobur, Semiotika Komunikasi, h 41-43 23Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 15

12

secara individual, dan kemudian „keketigaan‟ (thirdness) saat tanda dimaknai secara tetap sebagai kovensi. Konsep tiga tahap ini penting untuk memahami bahwa bisa jadi dalam suatu kebudayaan, kadar pemahaman tanda tidak sama pada semua anggota kebudayaan tersebut.24

Berdasarkan kategori di atas, representasi termasuk ke dalam thirdness, atau ketigaan. Dalam thirdness, Peirce melihat tanda sebagai representamen dan membaginya membagi tiga:

1. Sudut pandang representamen 2. Relasi terhadap objek 3. Relasi antar tanda dan interpretasinya25

Sudut pandang representamen diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Qualisign: tanda berdasarkan suatu sifat. Agar berfungsi senagai tanda, ia harus memiliki bentuk sehingga beralih ke sinsign. 2. Sinsign: Tanda berdasarkan tampilannya dalam kenyataan 3. Legisign: tanda atas dasar peraturan atau konversi yang bersifat umum. Setiap lata dalam bahasa menrupakan legisign.

Berdasarkan relasi dengan objeknya, Peirce membagi tanda menjadi tiga bagian, sebagai berikut:

1. Ikon: relaasi antara tanda dan objeknya. Ikon timbul karena persamaan sifat atau kemiripan antara keduanya. Segala sesuatu dikatakan ikon apabila dapat dikaitkan dengan hal lain yang sifatnya sama. Contohnya foto, gambar, atau lukisan. 2. Indeks: relasi antar tanda dan acuannya. Indeks timbul karena ada kedekatan eksistensinya. Dalam hal ini, relasi tanda dan denotasinya sangat dekat. Dikatakan indeks juga karena tanda tersebut mengindikasikan sesuatu yang lain. Contohnya, mata yang merah dan

24 Floyd Merrel, Peirce, Signs, and Meaning. (Toronto: University of Toronto Press, 2009) h.121 25 Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 60

13

sembab dapat mengindikasikan seseorang yang baru saja menangis. Kata- kata juga termasuk ke dalam indeks. 3. Simbol: Relasi antar tanda timbul secara konvensional. Contohnya adalah anggukan kepala menandakan persetujuan.26

Berdasarkan interpretannya, Peirce mengklasifikasikan tanda sebagai berikut:

1. Rheme: yaitu tanda sederhana atau pengganti. Tanda tersebut tidak benar, tidak juga salah. 2. Dicent: Tanda dari keberadaan aktual, layaknya sebuah preposisi yang merupakan tanda informasi, dan 3. Argument: tanda peraturan, layaknya peraturan mengatur premis menuju kesimpulan. Sementara dicent hanya mengkonfirmasikan keberadaan sebuah objek, argument membuktikan kebenarannya.27

Triadik Sudut pandang Relasi terhadap Relasi terhadap Kategori representamen objek interpretan Firstness Qualisign Ikon Rheme Secondness Sinsign Indeks Dicent Thirdness Legisign Simbol Argument

Jika di paragraf sebelumnya telah dijelaskan tentang representamen, objek, dan interpretan dilihat dari pengklasifikasiannya, maka di paragraf selanjutnya, penulis akan membahas tentang definisi serta relasi yang mengikat di antara ketiganya.

Peirce mendefinisikan tanda sebagai berikut:

“A sign or representamen is something wich stands to somebody or something in some respect or capacity. It adresses somebody, that is

26 Ibid, h. 41 27 Ibid, h. 42

14

creates in the mind of that person an equivalent sign, or perhaps a more developed sign. That sign wich it creates i call the interpretant, or the first sign. The sign stands for something, its object. It stands for that object, not in all respect, but in reference to a sort of idea”.28

Definisi Peirce akan tanda dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Representamen, yaitu komponen yang dapat dipersepsikan sebagai tanda, repsesentamen mewakili objek. 2. Objek, sesuatu yang lain yang diwakili representamen tersebut. Representamen dan objek mewakili interpretan. 3. Interpretan, yaitu tanda bermakna, yang merupakan hasil proses representamen dan objek.

Peirce menyebut proses triadik antara representamen, objek, dan interpretan ini sebagai semiosis. Semiosis adalah suatu aksi, suatu pengaruh,yang merupakan, atau melibatkan, suatu kerja sama antara tiga subjek, yaitu tanda, objeknya dan imterpretannya. Pengaruh relasi di antara ketiganya tidak dapat dipisahkan, dan saling terikat satu sama lain.

4. Proses Semiosis

Proses pemaknan tanda pada Peirce mengikuti hubungan antara tiga titik yaitu representamen (R) – Object (O) - Interpretant (I). R adalah bagian tanda yang dapat dipersepsi secara fisik atau mental, yang merujuk pada sesuatu yang diwakili olehnya (O). Kemudian I adalah bagian dari proses yang menafsirkan hubungan antara R dan O. Oleh karena itu bagi Peirce, tanda tidak hanya representatif, tetapi juga interpretatif. Teori Peirce tentang tanda

28 Ibid, h. 44

15

memperlihatkan pemaknaan tanda sebagai suatu proses kognitif, dan bukan sebuah struktur. Proses seperti itu disebut semiosis.29

Sebagai contoh, apabila dalam perjalanan pulang dari luar kota seseorang melihat asap mengepul di kejauhan, maka ia melihat R. Apa yang dilihatnya itu membuatnya merujuk pada sumber asap itu yaitu cerobong pabrik (O). Atau, apabila di tepi pantai seseorang melihat bendera merah (R), maka dalam kognisinya ia merujuk pada „larangan untuk berenang‟ (O). Selanjutnya ia menafsirkan bahwa „berbahaya jika berenang disitu‟ (I). Tanda seperti itu disebut lambang, yakni hubungan antara R dan O bersifat konvensional.30

Bendera merah di pantai (R)

Ada bahaya jika Dilarang berenang (O) berenang disana (I)

29 Winferd Noth, A Handbook of Semiotics, (Indianapolis: Indiana University Press, 1990) h.42 30Benny Hoedoro Hoed, Semiotika Komunikasi, h.25

16

B. Makna Representasi

Representasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan mewakili, atau keadaan mewakili, atau apa yang mewakili. Menurut Eriyanto, representasi dalam media merujuk pada bagaimana seseorang, suatu kelompok, atau gagasan tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.31

Menurut John Fiske, representasi adalah proses menyampaikan realitas dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasi.32

Representasi merupakan bentuk konkret (penanda) yang berasal dari konsep abstrak. Representasi dapat berwujud kata, gambar, atau cerita, yang mewakili ide, emosi, fakta, dan sebagainya. Representasi bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal balik.

Marcel Danesi mendefinisikan representasi sebagai proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Secara lebih tepat dapat didefinisikan sebagai penggunaan „tanda-tanda‟ (gambar, suara, dan sebagainya) untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, diindra, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik.33

Menurut Peirce sendiri, representasi merupakan sinonim dari tanda, dan juga merupakan relasi antara tanda dengan objeknya. Pada tulisan-tulisan awalnya, Peirce menggunakan representation dan representamen untuk sesuatu yang belakangan ia sebut sebagai sign, atau tanda. Kata representamen sendiri jelaslah merupakan turunan dari kata representation.34

31Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media h. 113 32 John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 124 33Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna (Jogjakarta: Jalasutra, 2010) h. 3 34 Winfried Noth, “Representation to Thirdness and Representamen to Medium: Evolution of Peircean Key Terms and Topics,” Transactions of The Charles S Peirce Society A Quarterly Journal In American Philosophy, (2011) : h.446-452

17

C. Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Film adalah seni mutakhir dari abad ke-20 yang dapat menghibur, mendidik, melibatkan perasaan, merangsang pemikiran, dan memberikan dorongan terhadap penontonnya. Pengaruh film dapat berupa hiburan bagi penontonnya, pendidikan, dan lain sebagainya.

Oey Hong Lee, dalam Sobur menyebutkan, “film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai massa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar sudah dibuat lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalami unsur-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada pertumbuhannya pada abad ke-18 dan permulaan abad ke 19.35

Masih dalam Sobur, Sardar dan Loon menyebutkan bahwa film juga sebetulnya tidak jauh beda dengan televisi, namun film dan televisi memiliki bahasa yang berbeda.36 Tata bahasa itu terdiri atas semacam unsur, seperti pemotongan (cut), pemotretan jarak dekat (close-up), pemotretan dua (two short), pemotretan jarak jauh (long shot), pembesaran gambar (zoom –in), pengecilan gambar (zoom-out), memudar (fade), pelarutan (dissolve), gerakan lambat (slow motion), gerakan yang dipercepat (speeded-up), efek khusus (special effect).37 Bahasa tersebut juga mencakup kode-kode representasi yang lebih halus yang tercakup dalam kompleksitas dari penggambaran visual yang harfiah hingga simbol-simbol yang paling abstrak dan arbitrer serta metafora. Metafora visual sering menyinggung objek–objek dan simbol-simbol dunia nyata serta mengonotasikan makna-makna sosial dan budaya.38

35 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 126 36Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 130 37Christian Metz, Film Language, h. 85 38Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 130-131

18

D. Konsep Tentang Perempuan

Dalam tinjauan etimologisnya, kata perempuan bernilai cukup tinggi, tidak di bawah, tetapi sejajar, bahkan lebih tinggi daripada kata lelaki. Secara etimologis, kata perempuan Kata perempuan berasal dari kata empu yang berarti tuan, orang yang mahir/berkuasa, atau pun kepala, hulu, atau yang paling besar; maka kita kenal kata empu jari: ibu jari, empu gending: orang yang mahir mencipta tembang.39

1. Sekilas Tentang Teori Gender

Ada dua konsep yang harus dimengerti dalam usaha menelaah kaum perempuan, yaitu membedakan dan memahami antara konsep sex, atau jenis kelamin, dan konsep gender. Jenis kelamin sebenarnya merupakan penafsiran atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis. Sedangkan, konsep gender adalah sebuah sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dibentuk secara sisio-kultural. Konsep gender kemudian menghasilkan dua kategori sifat yaitu feminitas yang melekat pada kaum perempuan dan maskulinitas yang melekat pada kaum laki-laki.40

Label feminin dilekatkan pada perempuan yang dipandang sebagai lebih lemah, kurang aktif, dan lebih menaruh perhatian kepada keinginan ntuk mengasuh dan mengalah.41

Stereotype tersebut merupakan akibat dari konstruksi budaya. Di Indonesia dan negara-negara lain yang berkultur patriarki (termasuk Iran) masih lekat pandangan bahwa perempuan haruslah seseorang yang berkarakter lemah lembut, memikirkan sesuatu dengan pendekatan perasaan, tidak lebih pintar dari laki-laki,

39Sudarwati dan Jupriono, Gender dan Inferioritas Perempuan (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010) h.51 40 Ibid, h. 85-86 41Siti Muslihati, Feminisme dan Pembedayaan Perempuan dalam Timbangan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2004) h. 20-21

19

dan menjadi ibu rumah tangga yang baik dengan menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak mengakibatkan ketidakadilan gender. Namun pada prakteknya perbedaan gender telah melahirkan ketidak adilan gender terutama bagi kaum perempuan 42

Dari adanya ketidak adilan gender inilah kemudian muncul gerakan feminisme yang tujuannya untuk menuntut kesetaraan gender, atau kesetaraan kedudukan dan derajat antara kaum laki-laki dan kaum perempuan.

2. Tinjauan Tentang Feminisme

Pembahasan mengenai gender dan perempuan erat kaitannya dengan teori feminisme. Ailen Kraditor dalam hal ini mendefinisikan feminisme sebagai teori bahwa perempuan harus memiliki hak yang yang sama dengan laki-laki dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.43

Feminisme dipahami sebagai ideologi kebebasan yang berasumsi bahwa ketidakadilan yang menyudutkan pihak perempuan disebabkan karena seksualitasnya. Tetapi pada hakikatnya feminisme menuntut persamaan dan keadilan bagi perempuan.44

Prinsipnya, kaum feminis sendiri menolak pandangan bahwa ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan bersifat alamiah dan tidak terelakkan.45

Pada dasarnya feminisme memperjuangkan kaum perempuan sebagai manusia yang merdeka seutuhnya. Feminisme berakar dari posisi perempuan dalam dunia patriarki dan berorientasi pada perubahan pola hubungan kekuasaan.

42 Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar,2013) h.12 43Sudarwati dan Jupriono; Gender dan Inferioritas Perempuan, h.51 44 Zoer‟aini Djamal Irwan.. Besarnya Eksploitasi Perempuan dan Lingkungan di Indonesia (Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2009) h.42 45 Stevi Jackson dan Jackie Jones. Pengantar Teori-teori Feminis Kontemporer (Yogyakarta: Jalasutra, 2009). h. 1.

20

Kemunculan Feminisme ini dikarenakan penindasan terhadap perempuan yang berasal dari kekuasaan laki-laki (patriarki) yang mengakar secara sistemik (diturunkan) dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, yang kemudian disinyalir sebagai dasar dari penindasan perempuan.46

Feminisme sebagai sebuah teori dan gerakan sosial mempunyai sejarah yang cukup panjang. Donovan dalam Haryanto membagi teori feminisme berdasarkan tahapan era perkembangannya, yakni teori feminsime gelombang pertama (the first wave) yang dimulai pada akhir abad 18 hingga awal abad 20, kemudian teori feminsme gelombang kedua (the second wave) yang berlangsung kurang lebih dua dekade, yakni dimulai pada dekade 1960-an hingga 1980-an, dan terakhir feminisme gelombang ketiga (the third wave) yang dimulai pada dekade 1990 hingga sekarang.47

Dalam penelitian ini, penulis hanya akan membahas feminisme gelombang pertama, karena feminisme tersebut yang tersirat dalam film A Separation. Berikut ini merupakan aliran besar dalam feminisme gelombang pertama:

a. Feminisme Liberal

Feminisme liberal berpandangan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan otonomi setiap individu. Perempuan adalah makhluk rasional yang juga sama dengan laki-laki, karenanya harus diberi hak dan diperlakukan sama, diantaranya memberikan akses yang sama atas pendidikan, dan pilihan kesempatan untuk bekerja atau di rumah, serta hak politik yang sama dengan laki-laki.48

46 Ibid, h. 41-42 47 Haryanto, Sindung, Spektrum Teori Sosial dari Klasik hingga Postmodern. (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) h.57 48 Gadis Arivia, Filsfat Berperspektif Feminis, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2003) h.84

21

b. Feminisme Radikal

Kalangan feminis meyakini bahwa sistem seks/gender adalah penyebab utama atas penindasan terhadap perempuan.Selain itu, dominasi yang terjadi atas seksualitas perempuan yang ditemui di ranah privat, merupakan awal dari penindasan tersebut.49

c. Feminisme Marxis dan Sosialis

Feminisme Marxis melihat bahwa masalah ketertindasan perempuan terletak pada masalah kelas yang menyebabkan perbedaan fungsi dan peran perempuan. Penindasan tersebut terjadi melalui produk politik, social dan struktur ekonomi yang berkaitan erat dengan sistem kapitalisme. Mereka percaya bahwa kekuatan ekonomi dan posisi ekonomi yang lebih baik bagi perempuan merupakan jawaban untuk mengakhiri penindasan terhadap perempuan.50

Di kalangan para feminis, khususnya feminis radikal, istilah patriarchy atau patriarki seringkali digunakan untuk menyebut dominasi pria. Sebenarnya pada awalnya, istilah patriarki dipakai untuk menjelaskan garis keturunan keluarga yang berdasarkan pada pria.

Penulis membahas tentang konsep patriarki karena Iran, sebagaimana Indonesia dan negara dengan mayoritas penduduk muslim lainnya, masih kental dengan budaya patriarki dalam kehidupan bermasyarakatnya.

Patriarki merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, system kontrol terhadap penguasaan hak-hak perempuan dan kebebasannya. Dalam sistem patriarki telah melekat ideologi yang menyatakan bahwa laki-laki lebih tinggi kuasanya daripada perempuan. Dengan demikian, terciptalah

49 Gadis Arivia, Filsfat Berperspektif Feminis, h.86 50 Gadis Arivia, Filsfat Berperspektif Feminis, h.88

22

konstruksi sosial yang tersusun sebagai kontrol atas perempuan dan laki-laki berkuasa penuh mengendalikan sistem yang berlaku dalam masyarakat51

Ketidaksetaraan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan inilah yang kemudian melahirkan gerakan feminisme yang menuntut kesetaraan hak, status dan kedudukan antara kaum laki-laki dan perempuan. Feminisme pada umumnya merupakan pembahasan tentang bagaimana pola relasi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, serta bagaimana hak, status, dan kedudukan perempuan dalam sektor domestik dan publik. Selain sebagai sebuah gerakan, feminisme juga menjadi metode analisis dalam menilai keberadaan wanita dalam masyarakat serta pola relasinya di masyarakat52

Namun yang juga seringkali digunakan oleh para feminis adalah partiarki dimana para pria yang mendominasi, dan memegang kekuasaan lebih dibandingkan dengan wanita. Hal ini dianggap sebagai sebuah masalah bagi para feminis, khususnya feminis radikal.

3, Perempuan Dalam Islam Al-Qur‟an menyoroti perempuan sebagai individu dan anggota masyarakat. Dalam hal ini terdapat perbedaan antara perempuan dalam kedudukannya sebagai individu dengan perempuan sebagai anggota masyarakat. Al-qur‟an memperlakukan individu perempuan dan laki-laki dengan sama 53

Pernyataan-pernyataaan Al-Qur‟an tentang posisi dan kedudukan perempuan dapat dilihat dalam beberapa ayat berikut:

51 Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, h. 42 52 Siti Muslihati, Feminisme dan Pembedayaan Perempuan dalam Timbangan Islam, h.17-18 53 Amina Wadud-Muhsin, Qur‟an and Woman, dalam Liberal Islam a Sourcebook, Charles Kurzman (ed), New York: Oxford University Press, 1998), h. 127- 138.

23

a. Perempuan adalah makhluk ciptaan Allah yang mempunyai kewajiban sama untuk beribadah kepadaNya, sebagaimana termuat dalam Adz- Dzariyat ayat 56

  .   

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. b. Perempuan adalah pasangan bagi kaum laki-laki, yang termuat dalam An-naba‟ ayat 8

 

“Dan kami jadikan kamu berpasang-pasangan”, c. Perempuan bersama-sama dengan laki-laki akan mempertanggungjawabkan setiap perbuatan dan pilihannya secara individu, sebagaimana termuat dalam Surat Maryam ayat 93-95

    .         

        

“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. (93) Sesungguhnya Allah Telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. (94) Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (95)”

d. Sama halnya dengan kaum laki-laki Mukmin, para perempuan mukminat yang beramal saleh dijanjikan Allah untuk dibahagiakan selama hidup di dunia dan abadi di surga, sebagaimana termuat dalam An-Nahl ayat 97.

24

             

    

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

e. Perempuan dan Hak Kepemilikan

Islam sesungguhnya lahir dengan suatu konsepsi hubungan manusia yang berlandaskan keadilan atas kedudukan laki-laki dan perempuan. Selain dalam hal pengambilan keputusan, kaum perempuan dalam Islam juga memiliki hak-hak ekonomi, yakni untuk memiliki harta kekayaannya sendiri, sehingga dan tidak suami ataupun bapaknya dapat mencampuri hartanya. Hal tersebut secara tegas disebutkan dalam Surat An-Nisa‟ ayat 32.

              

               

“ Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.

Kepemilikan atas kekayaannya tersebut termasuk yang didapat melalui warisan ataupun yang diusahakannya sendiri. Oleh karena itu mahar atau

25

maskawin dalam Islam harus dibayar untuknya sendiri, bukan untuk orang tua dan tidak bisa diambil kembali oleh suami.54

Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi. Tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan untuk meraih peluang prestasi. Disebutkan dalam Alquran Surat Annisa ayat 124.

             

 

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”.

Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karir profesional, tidak mesti dimonopoli oleh satu jenis kelamin saja.

Menurut Nasaruddin Umar, Islam memang mengakui adanya perbedaan (distincion) antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan pembedaan (discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik-biologis perempuan yang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki, namun perbedaan tersebut tidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya.55

Ajaran Islam tidak secara skematis membedakan faktor-faktor perbedaan laki-laki dan perempuan, tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan lainnya secara biologis dan sosio kultural saling

54Mansour Fakih, Posisi Kaum Perempuan Dalam Islam, h. 37-67. 55 Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam, Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender, 1999, h. 23.

26

memerlukan dan dengan demikian antara satu dengan yang lain masing-masing mempunyai peran.

Boleh jadi dalam satu peran dapat dilakukan oleh keduanya, seperti perkerjaan kantoran, tetapi dalam peran-peran tertentu hanya dapat dijalankan oleh satu jenis, seperti; hamil, melahirkan, menyusui anak, yang peran ini hanya dapat diperankan wanita. Di lain pihak ada peran-peran tertentu yang secara manusiawi lebih tepat diperankan oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar.56

Dengan demikian dalam perspektif normativitas Islam, hubungan antara lakilaki dan perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya terletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah swt. Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua amal yang dikerjakannya.

E. Perempuan Iran

Untuk memahami posisi dan status perempuan di Iran, diperlukan pemahaman mengenai kondisi masyarakat Iran secara umum, baik dari segi georafis, sejarah, budaya, dan agama. Iran, nama lengkapnya adalah Republik Islam Iran. Ditinjau dari letak geografisnya, Iran terletak di tengah negara-negara Arab. Akan tetapi Iran tidak termasuk ke dalam persatuan negara Arab karena secara umum, masyarakat Iran bukanlah bangsa Arab, melainkan Persia. Iran juga menggunakan bahasa Persia sebagai bahasa utama sehari-hari.

Iran telah melewati dua periode sejarah modern, yang biasa disebut sebagai masa pra dan pascarevolusi. Pada masa prarevolusi, Rezim Pahlevi.

56Ibid.

27

Sebuah era yang bermula sejak tahun 1925 dan ditandai dengan merajalelanya korupsi, pengkhianatan, konflik, serta pertentangan politik. Selama periode ini, rakyat Iran berada di bawah proyek besar rezim, yaitu modernisasi dan westernisasi.57 Perempuan Iran saat itu umumnya dibiarkan berpendidikan rendah, dan tidak memiliki wawasan politik.58

Akhirnya, setelah sebelumnya melewati demonstrasi massif dan berdarah seperti yang terjadi di Qom, serta pembentukan pemerintahan tandingan Republik Islam Iran pada 1978, rezim Pahlevi pun runtuh dan sejarah monarki Iran berakhir pada tahun 1979 dengan ditandai tumbangnya kekuasaan Perdana Menteri Bakhtiar yang diangkat Shah Reza Pahlevi. Ayatullah Khomeini pun menetapkan tanggal 11 Februari 1979 sebagai hari kemenangan revolusi Iran dan lahirnya Republik Islam Iran.59

Seyedeh Nosrat menyebut beberapa aktivitas perempuan dalam proses revolusi seperti mendistribusikan informasi dan pengumuman, memberikan pelayanan sosial dan perlindungan kepada para aktivis, berpartisipasi dalam demonstrasi dan aksi turun jalan, membantu membuat jebakan dan rintangan di setiap jalanan, terlibat dalam aktivitas-aktivitas politis tersembunyi, turut serta dalam angkat senjata, dan bergabung dalam pertemuan-pertemuan politis.60

Di Iran sendiri, pada awalnya emansipasi terhadap perempuan sering diasosiasikan dengan Barat. Perempuan Iran modern yang terwesternisasi, biasanya perempuan-perempuan kelas menengah atas, dianggap sudah teracuni

57 Praktek westernisasi saat itu termasuk adanya larangan mengenakan hijab bagi perempuan. 58 Jalaladdine Madani, Islamic Revolution of Iran (Tehrann: International Publishing CO, 1996), h . 326 59 Jalaladdine Madani, Islamic Revolution of Iran (Tehrann: International Publishing CO, 1996), h . 326 60 Seyedeh Nosrat Shojaei, “Women in Politics: A Case Study of Iran”, dalam Journal of Politics and Law, Vol. 3, No. 2; September 2010, h. 261

28

oleh budaya Barat (westoxificated) yang merusak identitas budaya bangsa Iran dan menyimpang dari nilai-nilai Islam.61

Namun belakangan ini perempuan Iran menunjukkan pergerakan pesat. Peran dan posisi perempuan di Iran tak jauh berbeda dengan apa yang terjadi Indonesia. Dari segi pendidikan dan karir, perempuan Iran juga telah memperlihatkan kemajuan dibanding perempuan di negara Islam lain yang sangat kaku dalam memberikan peraturan terhadap keberadaan kaum perempuan. Tercatat sebanyak 60 persen lebih mahasiswi Iran adalah perempuan. Bahkan, Iran terpilih sebagai anggota Dewan Direksi Organisasi Perempuan PBB (UN Women)62 untuk pertama kalinya sebagai bukti peningkatan posisi, peran dan partisipasi perempuan Iran di kancah internasional.63 Terlepas dari kemajuan yang diraih, perempuan Iran tetap memiliki beberapa aturan, serta batasan yang diterapkan di negaranya. Diantaranya, ada pemisahan ketat antara perempuan dan laki-laki di tempat-tempat umum, seperti di dalam bus umum, perkuliahan, pergelaran konser atau acara-acara olahraga. Perempuan juga diwajibkan memakai jilbab atau chador di tempat umum, dan ada sanksi tertentu bagi yang melanggar aturan-aturan tersebut. 64 Selain itu, mobil mereka akan disita jika mereka ditemukan mengemudi dalam keadaan tidak memakai jilbab, atau kerudung. Polisi juga akan melaporkan ke kantor atau mereka, sehingga bisa saja mereka dan dipecat dari pekerjaan.65 Negar Mortazavi,66 seorang jurnalis perempuan Iran dalam sebuah wawancara menyatakan: “Opini bahwa mereka (perempuan Iran) merupakan

61 M. Tavakholi Targhi, Women of the West Imagined: The Farangi Other and the Emergence of The Woman Questions In Iran” (London: Routledge, 1998). h.96 62Organisasi Perempuan PBB adalah salah satu institusi di bawah naungan PBB yang beraktivitas untuk meningkatkan kesetaraan gender dan memperbaiki kondisi perempuan. Lembaga ini dibentuk pada Juli 2010. 63Meningkatnya Posisi Perempuan Iran di Kancah Internasional, diakses pada 8 Desember 2015 darivhttp://indonesian.irib.ir/ranah/sosialita/item/94464- meningkatnya-posisi-perempuan-iran-di-kancah-internasional, 64 Gerakan Perempuan Iran Hadapi Banyak Kendala, diakses pada 20 Desember 2015 dari http://www.dw.com/id/gerakan-perempuan-iran-hadapi-banyak-kendala/a- 3225695 65 The Telegraph, diakses pada 8 Desember 2015

29

penduduk tertindas dan korban yang perlu diselamatkan, adalah kebalikan dari perempuan Iran pada kenyataannya. Mereka kuat dan bertekad, dan keras memperjuangkan hak-hak mereka di masyarakat. Mereka membutuhkan kekaguman dan dukungan, dan tidak perlu diselamatkan”.67 “Untuk mengubah kesalahpahaman tersebut, diperlukan liputan media yang lebih akurat dan lebih dalam tentang kisah-kisah nyata perempuan di Iran. Cerita di balik jilbab yang menggali jauh ke dalam perjuangan dan kehidupan wanita Iran. Kita juga perlu kontak langsung dan pertukaran dengan wanita di Iran di semua bidang; di akademisi, budaya, seni, olahraga. Itu adalah cara terbaik untuk terlibat serta memahami situasi dan perjuangan mereka yang unik”.68

F. Perempuan Iran Dalam Film

Transformasi sosial, politik, dan budaya secara langsung mempengaruhi perfilman Iran. Film sebagai seni modern pada awal sejarahnya bertentangan dengan hukum Iran, terutama berkaitan dengan representasi feminitas dan seksualitas. Walaupun film ditolak oleh kelompok Islam radikal pada mulanya, kini industri perfilman Iran berhasil menjadi salah satu yang paling populer.69

Setelah revolusi Iran, Ayatullah Khomeini menyatakan dengan tegas bahwa Islam tidak bertentangan dengan film. Akan tetapi, isi dari sebuah karya harus sesuai dengan fikih. Begitu banyak sineas yang ditangkap karena karyanya dianggap mengkhianati fikih. Dari 2.200 film lokal dan internasional yang beredar di Iran, film-film tersebut diseleksi ulang dan hanya 200 yang dianggap layak.70

66Negar Mortazavi adalah penulis tetap pada harian Iran to U.S, dan media internasional lainnya, termasuk CNN, BBC, MSNBC, Al Jazeera, NPR, dan Huffington Post. 67 Asieh Namdar, 10 questions about Iran, women and youth with Negar Mortazavi, Diakses pada 12 Desember 2015 dari CCTV-America, 10-questions-about- iranian-women-with-negar-mortazavi. 68 Ibid 69 Moradiyan Rizi, Iranian Women Iranian Cinema, h.4 70 Nia Dinata, Politisasi Agama, Film, dan Perempuan, diakses pada 5 Desember 2015 dari http://www.kalyanashirafound. org/. Diakses pada 5 Desember 2015

30

Hamid Naficy dalam jurnal yang ditulis oleh Najmeh Moradiyan Rizi mengategorikan kehadiran perempuan di film Iran pascarevolusi menjadi empat tahapan "Tahap 1: tidak adanya struktur Perempuan (Awal 1980-an), Tahap 2: Kehadiran latar belakang Perempuan (pertengahan 1980-an), Tahap 3: kehadiran perempuan di depan layar (sejak akhir 1980), dan Tahap 4: Jilbab sebagai kritik politik (sejak pertengahan 1990-an). Setiap tahapan memiliki signifikansi serta estetika sinematik sendiri, sehubungan dengan representasi tubuh perempuan dan keinginan heteroseksual.71

Pada fase pertama, untuk memberikan rasa aman dalam berkarya, sineas Iran sempat mengalami periode menghilangkan sama sekali tokoh perempuan dalam film. Tahun 1980, Darius Farhang membuat film The Spell yang menceritakan tentang tokoh utama seorang putri raja yang menghilang masuk ke dalam kaca di istananya, sehingga dalam film ini tokoh perempuan tersebut tak tampak sama sekali.72

Sebagai jalan keluar yang cerdik, sutradara Iran seperti Abbas Kiarostami, Majid Majidi, dan Ja‟far Panahi, memulai karirnya dengan menggunakan tokoh anak perempuan protagonis, bukan perempuan dewasa73.

Meskipun posisi perempuan dalam film Iran tidak bisa berubah karena supremasi hukum Islam, keterwakilan perempuan di layar film yang terjadi beberapa tahun belakangan merupakan kombinasi dari manipulasi jilbab dan teknik sinematik yang unik. Penggambaran baru inilah, yang Hamid Naficy kategorikan sebagai tahap keempat dari kehadiran perempuan dalam perfilman Iran74

71 Moradiyan Rizi, Iranian Women, Iranian Cinema, h.2 72Nia Dinata, Politisasi Agama, Film, dan Perempuan, diakses pada 5 Desember 2015 dari http://www.kalyanashirafound. org/. 73Majid Majidi membuat dua buah film yang dinominasikan dalam Academy Award, dua-duanya mempunya tokoh utama seorang anak perempan, yaitu dan Baran. 74 Moradiyan Rizi, Iranian Women, Iranian Cinema, h.4

31

Sensor juga tidak dapat dipisahkan dengan sistem politik yang diterapkan di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, terlebih bagi negara dengan hukum syariah Islam. Iran menggunakan istilah guidance atau arahan bagi perfilman, yang otoritas penuhnya dipegang oleh Kementrian Kebudayaan dan Pengarahan Islam. Motonya adalah supervisi, pengarahan dan dukungan. Dukungan dalam hal ini otomatis akan diberikan bagi film-film yang penggambaran terhadap perempuannya sesuai dengan fikih.75

Peraturan untuk berhijab juga memiliki pengaruh pada representasi perempuan di film. Hijab merupakan kode yang menentukan ruang publik dan privat, sedangkan di film, bahkan dalam penggambaran ruang pribadi, karakter perempuan diharuskan untuk mengenakan hijab. Dalam film, kostum, pilihan warna dan gaya rambut memberi informasi yang besar tentang karakter tertentu untuk penonton. Namun, representasi tersebut tidak mungkin hadir dengan ide-ide dari penampilan perempuan di luar karakter perempuan Iran. Setiap tindakan emosional dengan lawan jenis seperti berciuman, berpelukan, dan lain sebagainya juga tidak boleh ditampilkan dalam film Iran.76

75 iranmoviedatabase.www.iranactor.com diakses pada 1 Desember 2015, 76Hamid Naficy, "Veiled Visions Powerful Presences: Women in Post- revolutionary Iranian Cinema." (London: I. B. Tauris, 1994) h.131

32

BAB III GAMBARAN UMUM

Bab ini menguraikan gambaran umum tentang film A Separation, yang meliputi: sinopsis, proses produksi, data ringkas film, serta biografi sutradara dan para pemeran utama.

A. Sinopsis Film A Separation

A Separation adalah film yang jeli menangkap kegelisahan dan permasalahan keluarga kelas menengah dan kelas bawah yang sedang berjuang memenuhi kebutuhan dasar di Iran. Film ini menampilkan dua kelas ekonomi yang sama-sama bermasalah dan keduanya saling berbenturan.

Permulaan film ini bercerita tentang pasangan suami istri, yaitu Nader dan Simin yang hendak bercerai. Alasannya sederhana, Simin ingin pindah ke luar negeri karena beranggapan negara lain lebih cocok untuk membesarkan anak perempuan mereka, Termeh. Nader menolak karena ia harus menjaga ayahnya yang terkena penyakit alzheimer. Di sela masa sidang perceraian, Simin pergi dan tinggal di rumah ibunya.

Sementara itu, Nader mempekerjakan Razieh untuk mengurus rumah serta merawat ayahnya yang sakit selama ia bekerja dari pagi hingga petang. Masalah mulai muncul saat Razieh meninggalkan rumah untuk suatu keperluan, sementara ayah Nader ditinggalkan dalam kondisi terikat di tempat tidur. Nader yang pulang dan melihat kondisi sang ayah demikian menjadi marah besar, dan mengusir Razieh dengan tuduhan mencuri. Razieh yang tidak terima dituduh mencuri berkeras membela diri. Di akhir pertengkaran tersebut, Nader mendorong Razieh sehingga ia terjatuh dari tangga apartemen.

33

Perbuatan Nader tersebut diduga membuat Razieh yang ternyata sedang mengandung 4,5 bulan mengalami keguguran. Hojat, suami Razieh kemudian menuntut Nader ke pengadilan atas tuduhan pembunuhan. Mendengar hal tersebut, Simin menjamin Nader keluar penjara dan berusaha untuk dan menyelesaikan masalah. Simin memilih untuk menyuap Hojat agar menarik kembali tuduhannya.

Hojat yang pengangguran dan berhutang banyak kepada rentenir akhirnya menerima usul Simin. Pada malam yang telah ditentukan, kedua keluarga tersebut bertemu untuk menyelesaikan masalah tersebut secara “damai”, dan sekaligus Nader harus menyerahkan uangnya saat itu juga.

Namun, sebelumnya Nader mengajukan satu syarat. Razieh harus bersumpah dengan Al Qur‟an bahwa Nader-lah yang menyebabkan ia keguguran. Razieh menolak bersumpah, karena sebenarnya, pada malam sebelum Nader mendorongnya dari tangga, ia tertabrak mobil dan setelah itu, ia merasakan bahwa janinnya sudah tidak bergerak. Razieh menolak bersumpah karena ia ragu. Jika Nader bukanlah pembunuh bayinya, maka ia akan menerima uang haram.

Film ditutup kembali dengan adegan di pengadilan. Ternyata Simin tetap berkeras untuk bercerai dari Nader, walau di akhir film digambarkan bahwa ayah Nader sudah meninggal. Mereka menunggu keputusan Termeh, putri semata wayang mereka, untuk memilih ikut tinggal dengan siapa di antara ayah atau ibunya.

B. A Separation Menurut Sang Sutradara

Sang sutradara, Asghar Farhadi, menyatakan bahwa masalah utama dalam film ini bukanlah perpisahan antara seorang wanita dan seorang pria. Ini hanya alasan baginya sehingga ia dapat berbicara tentang sesuatu yang lain. Mereka membutuhkan karakter untuk diletakkan dalam situasi krisis, sehingga kemudian

34

dapat menemukan lapisan belakang karakter. Dalam situasi biasa, sulit untuk menemukan lapisan ini di belakang seseorang.77

Ia memberikan contoh, ketika bahwa beberapa dari orang berada di lift, kenudian lift mulai turun, dan semuanya berjalan dengan baik. Tidak ada yang terjadi, jadi orang-orang tersebut tidak mengenal satu sama lain. Tetapi jika lift dihentikan antara dua lantai, kita bisa mengenal satu sama lain lebih, bahkan jika kita berhenti untuk waktu yang singkat. Baginya, perceraian adalah seperti terjebak di lift antara dua lantai.78

Bagi Farhadi, wanita adalah orang-orang yang ingin maju dan mengubah hal-hal, dan laki-laki adalah orang-orang yang ingin mempertahankan status quo dan mengevaluasi. Dalam A Separation, Nader ingin menjaga ayahnya, menjaga masa lalunya, dan tinggal di rumah itu. Karakter wanita ingin meninggalkan Iran dengan putrinya dan bergerak maju. Ini adalah titik umum tentang semua budaya, bahwa perempuan mewakili masa depan. Mereka simbol dari masa depan, sedangkan laki-laki adalah simbol dari tradisi.79

C. Proses Produksi

Konsep datang dari sejumlah pengalaman pribadi serta gambaran abstrak yang telah di pikiran Asghar Farhadi selama beberapa waktu. Setelah ia memutuskan untuk membuat film, sekitar satu tahun sebelum ditayangkan, film

77 Kurt Osenlud, Asghar Farhadi on The Past, A Separation, and Crafting Earth- Shaking Drama From Small Moments, artikel diakses pada 10 Desember 2015 dari http://filmmakermagazine.com/82974-asghar-farhadi-on-the-past-a-separation-and- crafting-earth-shaking-drama-from-small-moments, 78 Ibid 79 Dalam konteks film A Separation, laki-laki (direpresentasikan melalui Nader) adah simbol dari tradisi karena ia menolak pemikiran progresif Simin untuk pindah ke luar negeri. Ia memilih tetap tinggal di Iran untuk merawat tradisi, yang direpresentasikan melalui ayahnya yang sudah tua. Sedangkan perempuan (Simin) adalah simbol dari masa depan karena ia berkeras pindah dari Iran bersama putrinya demi masa depan yang menurutnyalebih cerah.

35

tersebut segera ditulis dan dibiayai. Seperti tiga film terakhir Farhadi, A Separation dibuat tanpa dukungan pemerintah. Namun, pembiayaan berlangsung tanpa kesulitan berarti, berkat keberhasilan film Farhadi,About Elly sebelumnya. Biaya Produksi diberikan sebanyak US $ 25.000 melalui dukungan dari Academy Film Fund Asosiasi Motion Picture.80

A Separation ditayangkan pada 9 Februari 2011 di Teheran. Enam hari kemudian, film tersebut juga ditayangkan di Kompetisi Berlin International Film Festival. Farhadi sebelumnya pernah berkompetisi di festival tersebut untuk film About Elly, di mana ia menerima Silver Bear untuk Sutradara Terbaik.

A Separation didistribusikan di Iran melalui Filmiran. hak distribusi untuk Inggris diakuisisi oleh Artificial Eye. Pada 17 April 2014, A Separation telah meraup keuntugan $ 22.000.000 di seluruh dunia dan menjadi Box Office di Iran, melebihi anggaran yang diperkirakan hanya sebesar $ 500.000.

Film ini telah menperoleh pujian universal dari kritikus film, dan saat ini mendapatkan 99% rating "segar" di , berdasarkan 147 ulasan dan rating rata-rata 8.9 / 1081 serta skor 95 pada Metacritic berdasarkan 41 ulasan, menjadikannya film dengan ulasan terbaik terbaik di tahun 2012. 82

Deborah Young dari The Hollywood Reporter menulis dalam ulasan Festival Berlinale:

“Ketika tampaknya tidak mungkin bagi sineas Iran untuk mengekspresikan diri di luar batas-batas sensor, Asghar Farhadi datang untuk membuktikan sebaliknya. Tampaknya sederhana pada tingkat

80 William Yong, “Iran Lifts Ban on Director, Saying He Issued an Apology” artikel diakses pada 2 Desember 2015 dari http:// www.nytimes.com/2010/10/04/ world/middleeast/04iran.html?_r=1 81 "A Separation – Rotten Tomatoes". Rotten Tomatoes, Diakses pada 2 Desember 2015 82"A Separation – Metacritic", Diakses pada 26 Desember 2015

36

narasi, namun menandung muatan moral, psikologis, dan sosial yang kompleks”.83

D. Data Ringkas Film A Separation

Sutradara : Asghar Farhadi

Produser : Asghar Farhadi

Penulis : Asghar Farhadi

Pemeran :

 Leila Hatami sebagai Simin  Peyman Moaadi sebagai Nader  sebagai Hodjat  Sareh Bayat sebagai Razieh  Sarina Farhadi sebagai Termeh  Ali-Asghar Shahbazi sebagai ayah Nader  Shirin Yazdanbakhsh sebagai ibu Simin  Kimia Hosseini sebagai Somayeh  sebagai Mrs Ghahraei

Musik : Sattar Oraki

Sinematografi : Mahmoud Kalari

Penyunting :

Distributor : Filmiran (Iran) dan Sony Pictures Classics (AS)

Durasi : 123 menit

83Deborah Young. "Nader and Simin, A Separation: Berlin Review". Artikel diakses pada 25 Desember 2015 dari http.//www.The Hollywood Reporter

37

Negara : Iran

Bahasa : Persia

Anggaran : $500,000

Pendapatan : $22.9 juta84

Beberapa penghargaan yang diraih:

Dianugerahkan Penghargaan Kategori untuk

Vancouver International Roger's People's Choice Award Asghar Farhadi Film Festival

Toronto International Film People's Choice Award Asghar Farhadi

Festival

Fajr International Film Audience Award - Best Film A Separation

Festival[

British Academy Film Best Film Not in the English A Separation

Awards[ Language

84http://Separation.Wikipedia-bahasa-Indonesia/ensiklopedia-bebas.html/ diakses pada 25 November 2015

38

Dianugerahkan Penghargaan Kategori untuk

Peyman Berlin International Film

Best Actor Moaadi, Shahab

Festival Hosseini

Sareh Bayat, Berlin International Film Sarina Farhadi,

Best Actress

Festival Leila Hatami and Kimia Hosseini

Berlin International Film

Golden Bear Asghar Farhadi

Festival

Berlin International Film Prize of the Ecumenical Jury Asghar Farhadi

Festival[39]

Asian Film Awards[38] Best Actress Leila Hatami

Asian Film Awards Best Director Asghar Farhadi

Asian Film Awards Best Editor Hayedeh Safiyari

Asian Film Awards Best Film A Separation

39

Dianugerahkan Penghargaan Kategori untuk

Asian Film Awards Best Screenwriter Asghar Farhadi

Asian Film Awards Favorite Actress Leila Hatami

Asia Pacific Screen Awards Achievement in Directing Asghar Farhadi

Asia Pacific Screen Awards Best Feature Film A Separation

Asia Pacific Screen Awards Best Performance by an Actor Peyman Moaadi

Asia Pacific Screen Awards Best Screenplay Asghar Farhadi

Academy Awards Best Foreign Language Film A Separation

Academy Awards Best Original Screenplay Asghar Farhadi

40

E. Biografi Sutradara

Asghar Farhadi adalah penulis skenario dan sutradara film Iran. Atas karyanya sebagai sutradara, ia meraih Penghargaan Golden Globe dan sebuah Academy Award untuk Film Berbahasa Asing Terbaik, dan beberapa penghargaan lainnya. Ia dimasukkan sebagai salah satu dari 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia oleh majalah Time pada 2012.

Farhadi lahir di Homāyūnshahr (Khomeyni Shahr), Provinsi Isfahan pada 7 Mei 1972. Ia adalah lulusan dalam bidang teater, dengan gerlar sarjana dalam dan gelar master dalam bidang penyutradaraan Panggung dari Universitas Tehran dan Universitas Tarbiat odares85

Pada bulan September 2010, Farhadi dilarang membuat film oleh Departemen Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran, karena pidato sambutannya pada upacara penghargaan, di mana ia menyatakan dukungan untuk beberapa film kontroversial Iran. Khususnya, ia ingin melihat kembali ke bioskop karya sutradara Iran Mohsen Makhmalbaf serta Ja‟far Panahi, sineas yang dipenjara karena tergabung dalam kelompok oposisi Iran. Larangan tersebut dicabut pada awal Oktober setelah Farhadi mengaku telah pidatonya telah disalahartikan, lalu meminta maaf atas pernyataannya.86

85http://Asghar-farhadi.Wikipedia-bahasa-Indonesia/ensiklopedia-bebas.html/ diakses 2 Desember 2015 86"Berlin debut for MPA & APSA supported Iranian film". Business of Cinema. Join The Dots Media., Diakses pada 2 Desember 2015.

41

F. Biografi Para Pemeran Utama

Leila Hatami yang berperan sebagai Simin adalah aktris Iran yang lahir pada 1 Oktober 1972. Ia merupakan putri dari sutradara senior Iran, Ali Hatami. Setelah menyelesaikan sekolah menengah, ia pindah ke Switzerland untuk melanjutkan studi dalam bidang sastra Prancis. Selain menguasai Bahasa Persia, ia juga lancar berbicara bahasa Prancis, Inggris, dan Jerman.

Ia memulai karir akting profesional dalam film Leila. debutnya ini mendapatkan sambutan baik dari kritikus maupun penonton. melalui Leila pula ia mendapatkan penghargaan Best Actress dalam Fajr Film Festival ke-15.

Aktingnya dalam The Deserted Station memenangkan penghargaan aktris terbaik pada Montreal World Film Festival. Dalam A Separation, Ia mendapatkan beberapa penghargaan aktris terbaik untuk perannya sebagai Simin.

Pada April 2014, ia dinobatkan sebagai salah satu juri utama pada Cannes Film Festival 2014. Pada momen Cannes ini pula ia mendapatkan kritik dari pemerintah dan warga Iran atas aksi ciuman pipinya dengan Presiden Cannes, Gilles Jacob.

Menteri Kebudayaan Iran, Hossein Noushabadi juga turut melontarkakan kritik terkait masala ini: Ia berujar, “Saya berharap bahwa mereka yang hadir arena internasional sebagai perempuan Iran akan berhati-hati tentang kesucian dan

42

martabat Iran, sehingga citra wanita Iran tidak tercemar di mata dunia. Mereka searusnya menghormati norma-norma Islam, budaya nasional dan keyakinan. Iran. Memang wajar jika selebriti Iran pergi ke luar negeri (dalam ragka menghadiri festival), tetapi jika mereka hadir tanpa memerhatikan nilai-nilai sosial dan kriteria etis, bangsa Iran tidak akan menerimanya”.87

Peyman Moaadi sebagai Nader, lahir di New York pada 1970. Ia memulai karir filmnya sebagai penulis skenario untuk sebuah film Iran yang sukses, Swan Song. Setelah itu ia sempat menulis beberapa skenario film lainnya sebelum bermain dalam film Asghar Farhadi, About Elly di tahun 2009.

Dua tahun kemudian, ia menerima penghargaan Silver Bear untuk kategori Aktor Terbaik atas perannya sebagai Nader dalam A Separation. Moaadi juga muncul dalam serial HBO, Criminal Justice. Pada 2014, ia didaulat sebagai juri dalam Festival Film International di Shanghai.88

87https://en.wikipedia.org/wiki/Leila_Hatami diakses pada 2 Desember 2015 88https://en.wikipedia.org/wiki/Peyman_Moaadi diakses pada 2 Desember 2015

43

Sareh Bayat berperan sebagai Razieh. Ia lahir di Iran pada 6 Oktober 1979. Atas perannya sebagai Razieh dalam A Separation, ia meraih beberapa penghargaan, diantaranya: Pemeran Pendukung Wanita Terbaik dalam Fajr International Film Festival ke 29, dan Aktris Pendukung Terbaik Tahun Ini dalam London Critics Circle Film Award ke 32.89

Shahab Hosseini, pemeran Hojat, suami Razieh, lahir pada tanggal 3 Februari 1974 di Teheran. Ia pernah tercatat sebagai mahasiswa psikologi di University of Tehran, namun keluar untuk hijrah ke Kanada.

89https://en.wikipedia.org/wiki/Sareh_Bayat diakses pada 7 Desember 2015

44

Sepulangnya ke Iran, ia menjadi penyiar di sebua radio. Kemudian ia beralih menjadi pembawa acara TV untuk penonton muda, dan bermain dalam beberapa peran kecil di serial TV. Karir aktingnya menanjak dengan penampilannya dalam film The Woman Does Not Speak dan A Candle in the Wind. Pada Juni 2011 selepas syutin A Separation, ia mengumumkan bahwa ia akan beristirahat, tetapi ia kembali ke dunia layar lebar pada tahun 201390

Sarina Farhadi berperan sebaai Termeh, anak pasangan Simin-Nader. Ia lahir di Teheran, Iran, dan merupakan putri kandung sutradara Asghar Farhadi.

Pada tahun 2011, dia memenangkan Silver Bear untuk Aktris Terbaik untuk perannya dalam A Separation. Ia juga memenangkan penghargaan FIPRESCI untuk aktris terbaik bersama dengan Leila Hatami dan Sareh Bayat di Festival Film Internasional Palm Springs untuk perannya sebagai Termeh91

90https://en.wikipedia.org/wiki/Sareh_Bayat diakses pada 7 Desember 2015 91http://Sarina-farhadi.Wikipedia-bahasa-Indonesia/ensiklopedia-bebas.html/ diakses pada 2 Desember 2015

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan analisa terhadap film A Separation. Penulis memilih beberapa scene yang memiliki keterkaitan dengan tema representasi perempuan Iran yang diwakili oleh tokoh Simin dan Razieh.

Untuk memudahkan analisa, maka uraian atas masing-masing scene akan dipisahkan ke dalam tanda visual yang berupa potongan adegan, serta tanda verbal, yaitu dialog. Masing-masing tanda visual tersebut akan dianalisa berdasarkan makna representamen, objek, serta interpretannya.

A. Analisa Semiotik Peirce Terhadap Film A Separation Bagian ini akan membahas pertanyaan penelitian pertama, yaitu apa sajakah representamen, objek, serta interpretan dalam film A Separation yang menunjukkan representasi perempuan Iran.

Penulis melihat representasi perempuan Iran melalui dua tokoh utama film A Separation, yaitu Simin dan Razieh. Selain itu, tokoh lain dalam film ini adalah:

1. Nader: suami Simin. 2. Hojat: suami Razieh 3. Termeh: putri semata wayang Simin dan Nader. Penulis mengklasifikasikan scene kepada beberapa kategori, yaitu: 1. Identifikasi karakter Simin dan Razieh (dilihat dari sudut pandang penampilan, kelas sosial, serta ideologi keduanya). 2. Perempuan dalam ranah domestik. 3. Perempuan dalam ranah publik.

46

1. Identifikasi Karakter Simin dan Razieh

A. Penampilan Tabel 4.1 Penampilan Simin

Visual

Tipe Tanda Data No

Tanda berupa simbol pada penampilan, yaitu rambut yang dicat Representamen 1 merah, jilbab yang terkesan

“seadanya”, serta pakaian formal modern. Permpuan modern dari kalangan 2 Objek menengah ke atas Simin adalah simbol dari perlawanan perempuan. Rambut yang terlihat di balik jilbab, menandakan protes 3 Interpretan terhadap jilbab itu sendiri. Penampilan modern seolah menegaskan bahwa ia adalah perempuan berpendidikan.

47

Tabel 4.2

Penampilan Razieh

Visual

No Tipe Tanda Data

Simbol berupa jubah hitam serta 1 Representamen chador yang dikenakan Razieh sehari- hari Hitam melambangkan suasana yang gelap dan kelam, dan jubah hitam identik dengan pakaian tradisional 2 Objek perempuan Arab. Chador merupakan simbol perempuan Iran yang religius serta konservatif. Razieh adalah tipe perempuan Syiah Iran (karena jubah hitam yang 3 Interpretan dikenakannya tanpa cadar) yang religius serta konservatif.

48

Penampilan, salah satunya melalui busana dapat digunakan untuk melihat suatu negara, rakyat dan budayanya dengan cara non-verbal. Hal ini memungkinkan sebagai media untuk meneliti pertukaran ide, agama, budaya dan politik. Hal ini juga dapat digunakan sebagai bentuk perlawanan, yang terjadi di Iran. Transformasi dalam pakaian mulai mewujudkan sentimen politik rakyat Iran, terutama perempuan Iran, yang ingin memiliki kontrol atas penampilan luarnya92

Sejak revolusi Iran, perempuan di Iran telah diwajibkan untuk mengenakan jilbab setiap saat di depan umum. Mereka yang tidak mengikuti aturan ini dapat ditahan oleh polisi moral, didenda atau bahkan dipenjara. Akan tetapi, ada kalanya perempuan menantang peraturan tesebut dengan mengenakan jilbab yang ditarik ke belakang kepala mereka untuk memamerkan rambut mereka. Bahkan untuk fungsi gaya fashion, perempuan Iran pun terkadang mewarnai rambut mereka.

Dengan memakai warna yang berbeda dari jilbab bukan warna gelap tradisional dan dengan menunjukkan beberapa bagian dari rambut mereka, wanita mampu non-verbal berkomunikasi dengan penguasa bahwa mereka mendikte nasib mereka sendiri di Iran, bukan orang yang berkuasa.93

Bagi kelompok perempuan yang lebih religius dan konservatif perempuan hijab berfungsi sebagai tanda kebaikan, serta memberikan perlindungan dan penghormatan.94

Gambar pada tabel 4.1 menunjukkan Simin yang berpenampilan modern, jilbab berupa syal terbuka, dan tanpa chador. Dari hijab yang ditarik ke belakang kepalanya, terlihat sebagian rambutnya yang dicat merah. Simin juga berpenampilan stylish. Ia sering terlihat memakai celana, kemeja, blazer, dan pakaian modern lainnya.

92 Tehreem Junaid Asghar, Good Hijabi, Bad Hijabi: The Politics of Women‟s Clothing in Iran, Journal of Georgetown University, Doha: Qatar Middle Eastern Studies Student Association 2015. h. 1 93 Ibid, h. 1 94 Ibid, h.1

49

matahari, juga memiliki fungsi fashion. Simin merupakan produk budaya barat, jika dilihat dari penampilannya yang stylish serta modern.

Tabel 4.4

Kelas Sosial Razieh

Visual

No Tipe Tanda Data 1 Representamen Berupa ikon, yaitu gambar Razieh berdesak-desakan dalam bus kota. 2 Objek Situasi di dalam bus kota. 3 Interpretan Razieh merupakan masyarakat kelas menengah ke bawah yang terbiasa dengan keadaan berdesak- desakan di dalam bus kota. Ada

51

lingkaran hitam di bawah matanya, untuk menunjukkan kelelahan yang dirasakannya. Wajahnya pun menunjukkan ekspresi tertekan dan penat.

Kelas sosial adalah golongan dalam masyarakat. Kelas sosial dianggap sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi.95

Peter L. Beger mendefinisikan kelas sebagai sebuah tipe stratifikasi, di mana posisi umum seseorang dalam masyarakat ditentukan oleh kriteria ekonomi Lebih lanjut, Weber, merumuskan bahwa apabila semakin tinggi perekonomian seseorang maka semakin tinggi pula kedudukannya.Ia mengklasifikasikan kelas social ke dalam tiga kategori yaitu kelas tinggi (high class), kelas menengah ( middle class ) dan kelas bawah ( lower class).96

Kelas atas, ditandai oleh besarnya kekayaan, pengaruh baik dalam sektor- sektor masyarakat perseorangan ataupun umum, berpenghasilan tinggi, tingkat pendidikan yang tinggi, dan kestabilan kehidupan keluarga.

Kelas menengah ditandai oleh tingkat pendidikan yang tinggi, penghasilan dan mempunyai penghargaan yang tinggi terhadap kerja keras, pendidikan, kebutuhan menabung dan perencanaan masa depan, serta mereka dilibatkan dalam kegiatan komunitas.

95 Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. 111-112 96 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, ( Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1993), h. 115

52

Kelas bawah, biasanya terdiri dari kaum buruh kasar, penghasilannya pun relatif lebih rendah sehingga mereka tidak mampu menabung, lebih berusaha memenuhi kebutuhan langsung daripada memenuhi kebutuhan masa depan, berpendidikan rendah, dan penerima dana kesejahteraan dari pemerintah.97

Tabel 4.3 memperlihatkan gambar Simin sedang menyetir mobil. Bagi sebagian orang, mobil merupakan lambang status sosial. Bagi perempuan, menyetir mobil sendiri juga menunjukkan bahwa perempuan tersebut mandiri. Mobil dalam scene ini menunjukkan status sosial Simin, bahwa ia berasal dari kalangan kelas menengah.

Kebalikannya, pada tabel 4.4 Razieh terlihat sedang berdesakan di dalam bus kota menandakan bahwa Razieh berasal dari kalangan menengah ke bawah. Lingkaran hitam, juga ekspresi lelah dan penat Razieh mengindikasikan bahwa ia sedang memiliki banyak masalah dan tertekan.

Simin tetap menggunakan hijab ketika menyetir, karena di Iran, perempuan akan terkena hukuman apabila kedapatan menyetir dalam keadaan tanpa hijab. Bus kota yang ditumpangi Razieh terlihat hanya d penumpang wanita di dalamnya. Bus kota adalah salah satu area publik di mana keberadaan laki-laki dan perempuan harus dipisah, disamping pasar dan gedung olah raga.

97Kamanto sunarto, Pengantar Sosiologi h. 110

53

Tabel 4.6

Karakter Razieh

Visual Verbal Razieh (berbicara lewat telepon): “Halo, aku punya pertanyaan. Aku merawat seorang pria tua. Maaf, ia buang air kecil di celana. Jika aku mengganti pakaiannya, apakah aku dosa atau tidak”? “Tidak ada siapapun di sini”. “Usianya sekitar tujuh puluh atau delapan puluh tahun, ia sudah pikun” .

No Tipe Tanda Data 1 Representamen Indeks, yaitu perilaku Razieh menelepon instansi keagamaan, serta pertanyaan yang diajukannya melalui telefon. 2 Objek Razieh menelefon instansi agama untuk bertanya sebelum ia melakukan sesuatu yang diragukannya 3 Interpretan Razieh selalu menyimpan nomor telepon ulama, atau instansi keagamaan bersamanya, yang akan ia hubungi ketika ia ragu-ragu terhadap sesuatu. Artinya, Razieh berkomitmen untuk selalu hidup dalam koridor

55

agama.

Gambar adegan pada tabel 4.5 memperlihatkan Simin yang tengah merokok membelakangi kamera. Rokok bagi laki-laki merupakan simbol kejantanan dan sportivitas. Akan tetapi perempuan yang merokok seringkali indentik dengan strereotype negatif. Bagi Simin yang berpendidikan tinggi, muslimah, mengenakan hijab, dan merokok, maka simbol yang terlihat adalah keinginan untuk lepas dari segala aturan

Sebuah penelitian tentang budaya merokok perempuan di Iran menyebutkan, wanita dalam penelitian tersebut percaya bahwa merokok akan meringankan mereka dari kemarahan, kesedihan, stres, ketakutan, serta depresi. 98 Mereka juga percaya bahwa rokok adalah simbol kesetaraan gender, dan membuat anggota masyarakat memahami bahwa tidak ada perbedaan antara pria dan wanita.99

Keinginan untuk melanggar aturan, penolakan budaya dan pertentangan dengan nilai-nilai sosial juga merupakan faktor lain yang menyebabkan beberapa perempuan menjadi perokok. Untuk menunjukkan bahwa mereka berbeda pendapat dengan menentang perspektif gender, maka mereka merokok. Posisi sosial perempuan telah meningkat juga telah menyebabkan tingkat merokok di kalangan perempuan meningkat dalam beberapa dekade terakhir. 100

Adegan merokok satu-satunya diperlihatkan ketika Simin berada dalam masalah adalah lambang kekacauan fikiran, dan upaya berfikir keras untuk menyelesaikan masalah. Sang sutradara seolah-olah ingin mengatakan, jangan

98 Penelitian dilakukan oleh International Journal of Preventive Medicine. Responden merupakan perempuan berpendidikan di Iran yang merokok. 99 Azam Baheiraei, Experiences of Cigarette Smoking among Iranian Educated Women: A Qualitative Study, International Journal of Preventive Medicine, 2016 100 Ibid

56

menghakimi seorang perempuan ketika ia merokok, karena bisa jadi ia merokok hanya untuk melampiaskan emosi saat itu.

Adegan tersebut juga dibuat tidak eksplisit, yaitu dengan membelakangi kamera, karena memperlihatkan perempuan merokok di film merupakan hal yang terlarang di Iran.

Jika Simin merupakan simbol perempuan bebas dengan rokoknya, maka Razieh adalah perempuan konservatif yang konsisten berada dalam simbol-simbol serta ajaran agama. Razieh tidak akan melangkah keluar dari ajaran agama, bahkan ia menyimpan nomor telepon instansi keagamaan untuk bertanya kapanpun ia merasa ragu akan tindakannya.

Pada gambar adegan di tabel 4.6, Razieh bertanya melalui telepon ke nomor tersebut tentang berdosa atau tidakkah jika ia membersihkan seorang laki- laki tua yang buang air di celana, karena ia adalah satu-satunya orang di rumah. Seseorang dalam batas ketaatan tertentu mungkin bisa langsung mengambil kesimpulan bahwa hal itu sah-sah saja, karena darurat. Namun bagi Razieh, ia hanya akan melakukan hal tersebut apabila telah mendapatkan legitimasi dari otoritas keagamaan.

57

D. Ideologi

Tabel 4.6 Ideologi Simin

Visual Verbal Hakim: “Masalahnya, Kau tak punya alasan kuat untuk bercerai. Kalau ada alasan lain, katakanlah”. Simin: “Misalnya”? Hakim:“Suamimu pemabuk? suka memukul”? Simin: “Tidak. Dia orang baik dan santun”. Hakim: “Kalau begitu,

kenapa Kau mau bercerai”? Simin: “Karena dia tidak mau ikut denganku. Kalau dia bilang mau ikut, aku akan tarik gugatan ceraiku sekarang”.

Tipe Tanda Data Representamen Perkataan Simin, “Kalau dia bilang (berupa simbol, karena semua bahasa dan mau ikut, aku akan tarik gugatan kata-kata adalah simbol) ceraiku sekarang”. Objek Simin mengajukan gugatan cerai karena suaminya tidak ingin diajak pindah ke luar negeri.

58

Interpretan Simin adalah perempuan yang menyampingkan aturan patriarki serta agama, sebab ia berani menggugat cerai suaminya karena keinginannya tidak terlaksana.

Tabel 4.7 Ideologi Simin

Visual Verbal Hakim: “Semua anak yang tinggal di sini apa menurutmu tak punya masa depan?” Simin: “Aku tidak ingin anakku dibesarkan dalam situasi seperti ini. Sebagai ibunya, aku berhak.” Hakim: “Situasi seperti apa? Situasi yang bagaimana, Bu?”

Simin: Diam. No Tipe Tanda Data 1 Representamen Perkataan Simin, “Aku tidak ingin anakku dibesarkan dalam situasi seperti ini”. 2 Objek Situasi yang sangat buruk sehingga seorang ibu harus membesarkan putrinya di luar negeri.

59

3 Interpretan Simin ingin agar Termeh, anaknya, hidup di luar negeri karena ia tidak berkenan dengan situasi Iran saat ini. Diamnya ketika hakim menajukan pertanyaan seakan-akan menjawab “Situasi itu berupa sistem patriarki, dan aturan agama, serta batasan-batasan yang akan membuat putriku tidak bermasa depan cerah.”

Dalam pengertian umum, ideologi adalah pikiran yang terorganisir, yakni nilai, orientasi dan kecenderungan yang saling melengkapi sehingga membentuk perspektif-perspektif ide yang yang diungkapkan melalui komunikasi dan media teknologi dan komunikasi antarpribadi.101

Gambar potongan adegan pada tabel 4.6 dan 4.7 memperlihatkan Nader dan Simin sedang mengurus perceraian mereka. Dari ekspresi, hingga beberapa kali intonasi suara mereka yang meninggi, diketahui bahwa mereka memendam emosi serta masalah, dan pernikahan mereka berada di ujung tanduk.

Dari potongan adegan serta dialog di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Simin adalah perempuan modern yang ingin segera lepas dari aturan-aturan serta kondisi Iran. Ia ingin tinggal di luar negeri, karena menurutnya Iran tidak dapat memberikan masa depan yang lebih baik bagi putrinya.

Nader menolak keinginan Simin karena ia memiliki beberapa alasan. Salah satunya adalah karena ayahnya menderita alzheimer, dan ia harus menjaganya. Simin tidak dapat menerima alasan tersebut, maka ia menggugat cerai suaminya.

101 Alex Sobur, Sosiologi Komunikasi, h.64

60

Jika dilihat dari sudut pandang ini, maka Simin adalah seorang feminis liberal, karena ia merasa bisa hidup mandiri tanpa tergantung pada suaminya.102

Visualisasi kamera dengan teknik medium two shoot menempatkan penonton pada sudut pandang sebagai hakim, seolah sang sutradara ingin agar masing-masing penonton menentukan penilaiannya sendiri terhadap apa yang terjadi terhadap Simin dan Nader. Penonton akan menjadi hakim, yang berusaha menentukan mana yang benar dan mana yang salah

Tabel 4.8

Visual Verbal Simin: “Kau harus menyelesaikan masalah ini dengan mereka”. Nader: “Aku tahu apa yang harus aku lakukan”. Simin: “Bukankah Kau yang membunuhnya? Bukankah Kau yang mendorongnya ke tangga, yang membuat anaknya meninggal?” Nader: “Ya, aku telah membunuh anaknya!” Simin: “Lalu mengapa kau begitu keras kepala? Bayar saja uangnya, agar semuanya berakhir”.

102 Salah satu indikator yang menunjukkan ideologi feminisme liberal adalah ide bahwa perempuan setara dengan laki-laki, sehingga tidak ada kebutuhan untuk saling bergantung antara keduanya. Lebih jauh, lihat Gadis Arivia, Filsafat Berperspektif Feminis, h. 84

61

No Tipe Tanda Data 1 Representamen Simbol, berupa perkataan Simin, “Bayar saja uangnya, agar semuanya berakhir”. 2 Objek Simin menyarankan Nader untuk menyuap Hojat agar ia menarik tuntutannya dari pengadilan. 3 Interpretan Saran untuk menyuap merupakan indikasi bahwa Simin merupakan perempuan sekuler yang mengesampingkan ajaran agama.

Tabel 4.9

Razieh menolak bersumpah dengan Al Qur’an

Visual Verbal Hojat: ”Apa yang kau lakukan? Cepat keluar dan bersumpahlah!” Razieh: “Itu uang haram. Aku sudah tanya”.

No Tipe Tanda Data 1 Representamen Simbol, yaitu perkataan Razieh, “Itu uang haram. Aku sudah tanya”.

62

2 Objek Razieh menolak untuk bersumpah dengan Al-Qur‟an. Dan ia kembali bertanya untuk masalah hukum agama. 3 Interpretan Al-Qur‟an adalah simbol agama. Dengan menolak bersumpah atas sesuatu yang ia tidak yakini kebenarannya, berarti Razieh berpegang teguh pada norma agama kejujuran.

Scene pada table 4.8 menggambarkan Simin yang tengah beradu argumen dengan Nader. Nader terancam dipenjara karena ia dituntut membunuh bayi yang dikandung Razieh. Simin mengusulkan “jalan pintas”, yaitu membayar Hojat, suami Razieh, agar menarik tuntutan tersebut dari pengadilan.

Islam melarang perbuatan perbuatan suap-menyuap, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Abu Daud dan Tirmizi, yaitu:

Sebaliknya, pada scene 4.9, terlihat Razieh bersama Hojat membicarakan masalah uang tersebut. Ketika Simin dan Nader dating ke kediaman mereka untuk menyerahkan uang, Nader mengajukan satu syarat, yaitu Razieh harus bersumpah dnegan Al-Qur‟an, bahwa Nader-lah penyebab dirinya keguguran.

Razieh berkeras tidak mau bersumpah. Alasannya, ia ragu apakah Nader yang benar-benar telah menyebabkan ia keguguran. Seperti ketika ia harus membersihkan ayah Nader, Razieh kembali bertanya pada institusi keagamaan. Ia meyakini bahwa jika ia ragu, maka uang yang akan ia terima adalah uang haram.

Kali ini Razieh berani menentang pendapat suaminya. Untuk masalah yang berkaitan dengan agama dan Tuhan, Razieh tidak dapat berkompromi. Razieh menolak untuk bersumpah, yang berarti ia kehilangan uang tebusan, dan menyebabkan Hojat marah besar.

63

Untuk sebuah negara seperti Iran, dengan masyarakatnya yang masih memegang tinggi prinsip prinsip hidup beragama, bersumpah dengan Al-Qur‟an menjadi cara untuk melihat kejujuran dalam melakukan suatu hal. Ketika Razieh diminta untuk bersumpah dengan Al Qur'an dia mendapatkan keraguan. Dia takut untuk bersumpah dengan Al Qur'an atas sesuatu yang dia tidak yakini kebenarannya. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa agama berperan penting pada kehidupan masyarakat Iran.

B. Perempuan Dalam Ranah Domestik

Tabel 4.10

Relasi Simin dengan Suaminya

Visual Verbal Nader: “Biasanya, ibumu menggunakan yang mana?” Termeh: “Apa aku harus bertanya padanya?” Nader: “Apa kau mau mempermalukan ayah”? Termeh: “Buat ke angka empat”. Termeh: “Aku bilang, buat ke angka empat”. Nader: “Kenapa ke empat”? Termeh: “Ibu biasa mengatur

seperti itu”.

64

No Tipe Tanda Data 1 Pertanyaan Nader kepada Termeh, Representamen “Biasanya, ibumu menggunakan

yang mana?” 2 Hanya Simin yang tahu bagaimana Objek cara menggunakan mesin cuci. 3 Sebagai istri, Simin merupakan satu-satunya pihak yang mengurus rumah tangga, tanpa bantuan sang suami. Wilayah“belakang” seakan- Interpretan akan digambarkan sebagai wilayah kekuasaannya, karena ketika ia pergi, Nader sama sekali tidak tahu apa yang harus ia lakukan dalam hal pekerjaan rumah tangga

Tabel 4.11

Relasi Razieh dengan Suaminya

Visual

65

No Tipe Data Tanda 1 Berupa indeks: Bahasa tubuh Razieh, yaitu bahu terkulai, serta posisi duduk Representamen bungkuk yang membuatnya lebih kecil dalam frame

2 Hojat terlihat mendominasi, dan Razieh seakan – akan kerdil dan tak Objek berdaya dibandingkan suaminya.

3 Hojat sebagai suami mempunya kuasa penuh dan powerful, sedangkan Razieh Interpretan pasrah dan patuh. Razieh tidak memiliki hak bersuara di dalam rumah tangga.

Pada tabal 4.9, terlihat scene Nader yang kebingungan ketika menggunakan mesin cuci. Mesin cuci adalah simbol dari urusan domestik, yakni pekerjaan rumah tanggga. Pekerjaan rumah tangga selalu identik dengan sosok perempuan, atau ibu dalam suatu keluarga.

Dalam keluarga Simin dan Nader, Simin tetap merupakan pelaksana tugas domestik sehari-hari. Keluarga tersebut tidak memiliki asisten rumah tangga sampai ketika proses persidangan cerai mereka. Artinya, walaupun Simin merupakan sosok perempuan feminis, ia tetap melaksanakan tugas domestik rumah tangga dengan baik.

Pasangan Simin-Nader kerap kali ditampilkan sedang beradu argumen dalam film. Lain halnya dengan Razieh yang digambarkan selalu patuh ketika berhadapan dengan Hojat, suaminya.

66

Tabel 4.10 menunjukkan salah satu scene di mana Razieh dan Hojat berada dalam satu frame. Dalam scene tersebut, (juga dalam scene Razieh dan Hojat yang lain), Hojat terlihat mendominasi. Bahasa tubuh Razieh berupa bahu terkulai, serta posisi duduk bungkuk pertanda kepatuhan dan kepasrahan.103 Bahasa tubuh tersebut juga menyiratkan seolah-ia tidak memiliki kuasa bahkan daya apapun dihadapan suaminya.

C. Perempuan Dalam Ranah Publik

Tabel 4.11 Pekerjaan Simin

Visual

No Tipe Tanda Data Representamen Ikon berupa gambar Simin yang berada di dalam sebuah ruang kelas, dengan beberapa siswa dewasa di belakangnya.

103 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h.353

67

Objek Kegiatan belajar mengajar.

Interpretan Simin adalah dosen di sebuah perguruan tinggi. Pekerjaan sebagai dosen menandakan bahwa Simin merupakan perempuan berpendidikan tinggi.

Tabel 4.12

Pekerjaan Razieh

Visual Verbal Razieh: “Aku tidak bilang padanya (Hojat) kalau aku ke sini untuk bekerja”.

No Tipe Tanda Data 1 Representamen Perkataan Razieh, “aku tidak bilang padanya kalau aku ke sini untuk bekerja”

68

2 Objek Razieh bekerja sebagai pelayan di keluarga Simin tanpa seizin suaminya. 3 Interpretan Razieh terpaksa bekerja, karena suaminya sudah lama menganggur. Namun ia merahasiakan pekerjaannya tersebut dari suaminya. Ia bekerja tanpa izin suaminya, dan merasa takut jika suaminya tahu.

Selain terkait dengan pekerjaan masing-masing, tokoh perempuan dalam film ini tidak memiliki gambaran lain mengenai peran mereka di ranah publik. Kedua tokoh utama dalam film bekerja, walaupun kelas sosial serta motif yang melatarbelakangi pekerjaan mereka jauh berbeda.

Simin bekerja sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi. Ia adalah perempuan yang mandiri secara intelektual dan finansial, hingga bila ada masalah, ia sama sekali tak merasa harus bergantung pada suaminya. Karena itu, keputusan cerai mudah keluar dari Simin ketika Nader tak juga ingin ikut pindah keluar negeri.

Sementara itu, Razieh terpaksa bekerja sebagai pembantu rumah tangga di keluarga Simin dan Nader tanpa sepengetahuan suaminya karena alasan ekonomi. Hojat, suaminya merupakan seorang pengangguran yang terlilit banyak hutang. Ditambah lagi Hojat memiliki sifat temperamental. Meskipun begitu, Hojat adalah seorang muslim yang taat. Razieh takut suaminya tersebut akan marah ketika mengetahui bahwa ia bekerja merawat laki-laki yang bukan mahromnya.

69

B. Representasi Perempuan Iran Dalam Film A Separation

Bagi perempuan Iran, memakai hijab wajib hukumnya ketika mereka berada di wilayah publik. Tentunya tidak ada kewajiban seperti itu ketika mereka sedang berada di rumah, atau ketika bersama keluarga. Namun, sesuai hukum Iran, ada pengecualian untuk film, karena akan ada laki-laki yang menonton. Perempuan yang digambarkan dalam film selalu harus memakai hijab, dimanapun mereka berada.

Asgar Farhadi, sutradara A Separation memiliki solusi untuk menyiasati masalah ini. Perempuan dewasa dalam film ini digambarkan selalu dalam keadaan yang menuntut mereka untuk menutup aurat. Misalnya, dengan kehadiran seorang pria asing atau non mahram di rumah (Razieh selalu memakai hijab saat bekerja di rumah Simin, karena di rumah itu juga terdapat Nader dan ayahnya). Cara yang lain ialah dengan mengambil adegan ketika tokoh perempuan baru saja tiba di rumah sehingga dia tidak akan punya waktu untuk berganti pakaian, atau saat ia siap untuk pergi meninggalkan rumah.

Dalam film A Separation, ada dua sisi perempuan Iran yang ditampilkan. Satu karakter merepresentasikan perempuan sekuler, modern, feminis, serta berasal dari kelas menengah ke atas. Karakter kedua menampilkan sosok perempuan Iran yang tradisional, religius, amat taat pada suaminya, serta berasal dari masyarakat kelas bawah. Layaknya oposisi biner, masing-masing karakter tersebut menjadi antithesis bagi yang lain. Perempuan feminis dalam A Separation direpresentasikan melalui tokoh Simin. Ia adalah tipe perempuan Iran modern yang tidak mau terkekang dalam aturan-aturan agama, terlihat dari penampilannya seperti rambut yang dicat merah, cara berpakaian, sampai keinginannya yang luar biasa untuk segera pindah dalam rangka mencari kehidupan yang konon lebih baik.

Simin yang sebagai ibu jelas tampak sekali setara dengan Nader sang suami yang bersikap sebagai kepala keluarga. Ada proses tarik-menarik kompromi saat keluarga ini mengalami masalah. Sikap yang dimunculkan dalam

70

film ini sangatlah kental untuk mencoba menyetarakan gender diatas titik perbedaan peran tersebut.

Dalam konstruksi hukum Islam dan adat istiadat setempat yang patriarkis, posisi Simin sebenarnya lemah karena sebagai istri ia mestinya menurut pada kehendak suaminya. Tapi, sejak awal, A Separation menggambarkan keluarga ini bukan sebagai keluarga yang terikat dengan aturan agama dan adat. Karena itulah Simin akhirnya mengajukan cerai, dan untuk menunjukkan keseriusannya, ia kembali ke rumah orang tuanya.

Di keluarga Nader dan Simin, selayaknya kelas menengah, masalah mereka adalah pilihan. Suami istri ini sama-sama mandiri secara intelektual dan finansial, hingga bila ada masalah, keduanya sama sekali tak merasa harus bergantung pada yang lain. Karena itu, keputusan cerai gampang keluar dari Simin ketika Nader tak juga ingin ikut pindah keluar negeri.

Simin adalah produk budaya modern. Akan tetapi, Nader memperlakukan Simin sebagaimana perlakuan laki-laki terhadap istri mereka dalam budaya tradisional. Simin tidak bisa lagi menerima prilaku yang tidak demokratis itu. Ia ingin suaminya setara dengannya dalam menghadapi keputusan karena memang ia mampu untuk ikut andil.

Di sisi lain, Razieh adalah representasi perempuan tradisional Iran dengan chadornya, serta taat pada suami dan agama. Walaupun suaminya, Hodjat, kasar dan pengangguran, Razieh tetap patuh kepadanya. Demi membantu keuangan keluarga, Razieh diam-diam bekerja sebagai pembantu rumah tangga, walau ia tahu tak akan diperbolehkan oleh suaminya. Satu-satunya yang bisa mengalahkan suaminya di mata Razieh adalah Tuhan dan kepentingan anaknya.

Sepanjang film, penonton akan melihat Razieh yang berada dalam dilema. Yang pertama, ia harus bekerja mengurus ayah Nader, sedangkan ia sangat konsisten dalam menjalankan aturan agama. Namun mengingat suaminya

71

pengangguran, terlilit hutang, serta ia butuh uang, ia menerima pekerjaan tersebut tanpa sepengetahuan suaminya.

Yang kedua, Razieh kembali dihadapkan pada dilema ketika ia harus menuruti keinginan suaminya untuk menerima uang dari Simin, sebagai pengganti janinnya yang keguguran disebabkan oleh Nader. Razieh ragu karena ia merasa bukan Nader yang menyebabkan dirinya keguguran. Jika ia menerima uang tersebut, maka artinya ia menerima uang haram.

Dalam dilema tersebutlah sisi religius Razieh ditampilkan. Razieh digambarkan dua kali menelpon untuk bertanya masalah hukum agama, yaitu ketika ia harus membersihkan kotoran ayah Nader, serta ketika ia ragu atas uang yang akan ia terima dari Nader.

Razieh merupakaan perempuan konservatif yang taat, serta patuh pada suaminya. Dengan kata lain, berbeda dengan Simin yang feminis, Razieh adalah tipe perempuan yang tunduk pada aturan-aturan patriarki serta agama.

Dilihat dari aspek penampilan, sang sutradara seolah ingin menggeneralisasikan perempuan Iran menjadi dua tipe: tipe pertama, berpendidikan tinggi, sekuler, modern, dan berasal dari kelas sosial menengah ke atas. Tipe kedua, perempuan religius, berpendidikan biasa, dan berasal dari masyarakat kelas bawah.

Terlihat dalam film, perempuan tipe pertama yaitu Simin, Termeh, Guru Termeh, serta tetangga Simin, memiliki penampilan yang serupa: modern, dengan gaya pakaian serta kerudung, atau hijab yang berupa syal minimalis. Sedangkan Razieh, serta perempuan lain yang termasuk ke dalam tipe perempuan ke dua, yaitu Razieh dan saudara iparnya juga berpenampilan sama: jilbab lebar, pakaian tertutup rapat, serta mengenakan chador.

Jika audiens hanya melihat perempuan Iran dari film A Separation, maka audiens akan menyimpulkan bahwa perempuan dengan penampilan modern

72

pastilah memiliki karakter seperti Simin, dan begitu pula kebalikannya. Perempuan berchador akan memiliki karakter seperti Razieh.

C Pesan Dakwah Dalam Film A Separation

Pesan dalam ajaran Islam adalah perintah, nasehat, permintaan, serta amanah yang harus disampaikan kepada orang lain. Sedangkan pesan dakwah adalah semua pernyataan yang bersumber dari AlQur‟an dan hadits, baik secara tertulis, maupun berbentuk lisan.104

Setelah menganalisa film A Separation dalam tinjauan semiotik, penulis menemukan beberapa pesan dakwah yang terkandung dalam film tersebut, yaitu:

1. Ketaatan Pada Perintah Agama

Razieh digambarkan sebagai sosok muslimah yang taat beragama. Walaupun ketaatan tersebut tidak ditunjukkan secara eksplisit (misalnya, tidak ada adegan Razieh sedang shalat, namun penonton dapat mengambil kesimoulan bahwa Razieh adalah perempuan taat melalui tiga hal:

a. Razieh bberapa kali menelepon instansi keagaamaan untuk bertanya perihal hukum agama sebelum ia melakukan sesuatu.

b. Razieh menolak bersumpah dengan Al-Qur'an, karena ia berpegang teguh pada kejujuran.

c. Razieh menutup rapat auratnya.

Perintah untuk taat pada Allah tertera dalam surat Annisa ayat 80, yang bunyinya:

           .  

104 Toto Tasmara, Komunikasi dakwah, (Jakarta, Gaya Media Pratama: 1997), h.43

73

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”.

Sedangkan menutup aurat sendiri merupakan perintah Allah yang tertera dalam Al-Qur‟an surat Al Ahzab ayat 59.

          

 .           

“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

2. Berbakti Kepada Orang Tua

Nader menolak keinginan Simin untuk pindah ke luar negeri karena ia harus merawat ayahnya yang sakit dan pikun. Bahkan pada sebuah scene, ada sebuah dialog yang terjadi antara Simin dan Nader sebagai berikut:

Simin: “Dia bahkan tidak tahu kau anaknya” (karena ayah Nader sudah pikun)

Nader: “Tapi aku tahu bahwa dia ayahku”.

Perintah untuk berbakti kepada orang tua sesuai dengan surat Al Israa ayat 23 yang berbunyi:

             

             

74

“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.

Merawat orangtua merupakan kewajiban seorang anak. Sebagaimana diperintahkan Allah dalam Al -Qur‟an untuk berbuat baik kepada orangtua. Berbuat baik terhadap orangtua tidak hanya dalam bersikap, berperilaku, bertutur kata, akan tetapi juga termasuk di dalamnya pemeliharaan atau merawatnya khususnya ketika mereka sedang sakit atau sudah uzur.

3. Pentingnya Menghormati Suami Sebagai Kepala RumahTangga

Akar permasalah Nader dan Simin adalah keinginan Simin yang kuat untuk pindah ke luar negeri, akan tetapi nader tidak dapat memenuhinya. Sebenarnya masalah tersebut dapat dihindari jika saja dalam rumah tangga Nader dan Simin terjalin komunikasi yang baik, khususnya dari pihak Simin.

Dalam Islam, pemimpin dalam rumah tangga adalah suami. Walaupun Simin adalah perempuan yang mandiri dan tidak bergantung pada suaminya, selayaknya Simin sebagai istri tetap taat kepada suaminya, selama hal tersebut tidak keluar dari norma-norma agama.105

Hal tersebut sejalan dengan surat Annisa ayat 34 yang berbuyi:

          . 

             

105 Sayyid Ahmad AlMusayyar, Fiqih Cinta Kasih, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 39

75

         

         

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diriketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka) wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya106Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah Engkau mencari-cari kesalahan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi, lagi Maha Besar.”

Kewajiban menghormati dan menaati suami tersebut meliputi melayani suami dengan baik, serta mendengarkan perkataan suami selama perbuatan tersebut tidak dilaeang oleh Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan pada selain perbuatan maksiat kepada Allah akan membawa ketenangan dalam keluarga.107

106 Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. 107 Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 148

76

BAB V

PENUTUP

Setelah penulis menganalisa film A Separation pada Bab IV, maka pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan serta saran yang berkaitan dengan film tersebut.

A. Kesimpulan

Dalam film A Separation, ada dua sisi perempuan Iran yang ditampilkan. Satu karakter merepresentasikan perempuan sekuler, modern, feminis, serta berasal dari kelas menengah ke atas. Karakter kedua menampilkan sosok perempuan Iran yang tradisional, religious, amat taat pada budaya patriarki, serta berasal dari masyarakat kelas bawah. Layaknya oposisi biner, masing-masing karakter tersebut menjadi antithesis bagi yang lain.

Perempuan feminis dalam A Separation direpresentasikan melalui tokoh Simin. Ia adalah tipe perempuan Iran modern yang tidak mau terkekang dalam aturan-aturan agama, terlihat dari penampilannya seperti rambut yang dicat merah, cara berpakaian, hingga keinginannya yang luar biasa untuk segera pindah dalam rangka mencari kehidupan yang konon lebih baik.

Dalam film A Separation, ideologi feminisme yang dtampilkan adalah feminisme liberal, yang dapat dilihat dari unsur-unsur berikut:

1. Simin merasa terkekang dengan sistem patriarki di Iran, sehingga ia memutuskan untuk pindah ke luar negeri.

77

2. Simin tidak bergantung pada suaminya. Ia mandiri secara intelektual dan finansial. Ketika Nader tidak bisa ikut pindah ke luar negeri, maka keputusan yang Simin ambil adalah menggugat cerai suaminya tersebut.

3. Simin merasa bahwa ia dan suaminya setara dalam hirarki rumah tangga. Oleh karena itu, ia juga selalu ingin dapat andil mengambil keputusan dalam hal apapun.

Di sisi lain, Razieh adalah representasi perempuan tradisional Iran dengan cadornya, serta taat pada suami dan agama. Walaupun suaminya, Hodjat, kasar dan pengangguran, Razieh tetap patuh kepadanya. Sifat religius Razieh diperlihatkan dalam beberapa scene, diantaranya: pada saat ia menelpon instansi keagamaan untuk bertanya masalah hukum, serta ketika ia menolak untuk bersumpah dengan Al-Qur‟an atas sesuatu yang tidak ia yakini kebenarannya.

B. Saran

1. Bagi akademisi, atau peneliti selanjutnya yang akan membahas penelitian yang berkaitan. Penelitian ini hanya melihat film A Separation dari perspektif perempuan. Sebenarnya, masih ada banyak permasalahan lain yang bisa diangkat, seperti komunikasi antar budaya di Iran, dan sebagainya. 2. Bagi sineas Indonesia, sebaiknya mempelajari banyak hal dari industri perfilman negara lain, dalam hal ini Iran. Berkaca pada perfilman Iran, seharusnya film Indonesia juga dapat berkontribusi lebih pada ajang perfilman internasional. A Separation membuktikan bahwa film dengan muatan budaya lokal, serta unsur Islami dapat diapresiasi dengan baik oleh audiens manca negara.

78

3. Bagi penonton film, A Separation, sebagaimana film lainnya, adalah kisah yang diceritakan dari sudut pandang pembuat film. Begitulah cara mereka melihat dunia, sehingga tidak relevan apabila penonton menjadikan film ini sebagai gambaran yang akurat dari seluruh perempuan Iran. Penonton bisa melihat referensi film lain untuk mengetahui gambaran umum perempuan, atau bahkan masyarakat Iran pada umumnya. Beberapa film yang penulis rekomendasikan adalah The Circle, Baran, About Elly, serta Persepolis.

79

DAFTAR PUSTAKA

Arivia, Gadis. Filsafat Berperspektif Feminis, As-Subki, Ali Yusuf Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, Jakarta: Amzah, 2010 Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007 Danesi, Marcel Pesan, Tanda, dan Makna Jogjakarta:Jalasutra, 2010 Djamal Irwan, Zoer‟aini Besarnya Eksploitasi Perempuan dan Lingkungan di Indonesia Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2009 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media Jojakarta:LKIS, 2011 Fakih, Mansour Analisis Gender & Transformasi Sosial, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2013 Fiske, John Pengantar Ilmu Komunikasi, Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2014 Jackson, Stevi dan Jackie Jones. Pengantar Teori-teori Feminis Kontemporer Yogyakarta: Jalasutra, 2009 Kriyantono, Rahmat Teknis Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana, 2007 Madani, Jalaladdine. Islamic Revolution of Iran (Tehrann: International Publishing CO, 1996), Moradiyan Rizi, Najmeh. Iranian Women, Iranian Cinema: Negotiating with Ideology and Tradition, Journal of Religion & Film, Volume 19 Januari 2015 Muslihati, Siti Feminisme dan Pembedayaan Perempuan dalam Timbangan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2004 Noth, Winferd A Handbook of Semiotics, Indianapolis: Indiana University Press, 1990 Noth, Winfried “Representation to Thirdness and Representamen to Medium: Evolution of Peircean Key Terms and Topics,” Transactions of The Charles S Peirce Society A Quarterly Journal In American Philosophy, 2011 Rakhmat, Jalaludin Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: P.T Remaja Rosda Karya, 2005, h. 24 Sobur, Alex Semiotika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004 Sobur, Alex. Analisis Teks Media Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006 Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah, Jakarta, Gaya Media Pratama: 1997 Sudarwati dan Jupriono, Gender dan Inferioritas Perempuan Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010 Wibowo, Indiwan Seto Wahyu Semiotika Komunikasi, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013

80

Website

Ronald Grover, “Iran wins first Oscar with A Separation", artikel diakses pada 12 September 2016 dari http://www.reuters.com/article/us-oscars- aseparation-idUSTRE81Q06X20120227 “Perempuan dalam Perspektif Imam Khomeini”, artikel diakses pada 5 Desember 2015 dari http://indonesian.irib.ir/artikel/ufuk/item/65745- Perempuan_dalam_Perspektif_Imam_Khomeini Eva Khrisna Adnyani,” Sekilas Tentang Dilema Wanita di Berbagai Belahan Dunia,” artikel diakses pada 11 September 2016 dari http://blog.undiksha.ac.id/eva/anda-anggap-apa-wanita-sekilas-tentang- dilema-wanita-di-berbagai-belahan-dunia/ G:\A Separation - Wikipedia, the free encyclopedia.html, diakses pada 28 Juli 2015 Meningkatnya Posisi Perempuan Iran di Kancah Internasional, diakses pada 8 Desember 2015 dari http://indonesian.irib.ir/ranah/sosialita/item/94464- meningkatnya-posisi-perempuan-iran-di-kancah-internasional Asieh Namdar, 10 questions about Iran, women and youth with Negar Mortazavi, Diakses pada 12 Desember 2015 dari CCTV-America, 10-questions- about-iranian-women-with-negar-mortazavi. Nia Dinata, Politisasi Agama, Film, dan Perempuan, diakses pada 5 Desember 2015 dari http://www.kalyanashirafound. org/. Diakses pada 5 Desember 2015 iranmoviedatabase.www.iranactor.com William Yong, “Iran Lifts Ban on Director, Saying He Issued an Apology” artikel diakses pada 2 Desember 2015 dari http:// www.nytimes.com/2010/10/04/ world/middleeast/04iran.html?_r=1 "A Separation – Rotten Tomatoes". Rotten Tomatoes, Diakses pada 2 Desember 2015 "A Separation – Metacritic", Diakses pada 26 Desember 2015 Deborah Young. "Nader and Simin, A Separation: Berlin Review". Artikel diakses pada 25 Desember 2015 dari http.//www.The Hollywood Reporter

81