1

Keberadaan Fungi Pelarut Fosfat pada Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo (The Existence Phosphates Solubilizing Fungi on Soil of Former eruption of Mount Sinabung in Karo Regency)

Suryanti Saragih1, Deni Elfiati2, Delvian2 1Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Jl. Tri dharma Ujung No. 1 Kampus USU Medan 20155 (Penulis Korespondensi: E-mail: [email protected]) 2Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT Merapi eruption produced clouds of volcanic material and heat. Volcanic material will close the land with a certain thickness. This will affect the physical, chemical and biological soil. This research was conducted to determine the presence of Phosphates Solubilizing Fungi in the soil of former eruption in Karo regency. The soil samples were taken in areas affected by the eruption at a depth of 0-5 cm and a depth of 5-20 cm, while in areas not affected by the eruption was taken at a depth of 0-20 cm. The results showed the similarities of fungi genus and the differences of fungi phosphate solvent affected by the eruption or land that is not affected by the eruption. There are 2 genus of fungi that are found in all depth of soil, there are Aspergillus and . The number of fungi isolates obtained 10 isolates there are 7 isolates of Aspergillus and Penicillium are 3 isolates.

Keywords : The eruption of Mount Sinabung, Phosphates Solubilizing Fungi, Phosphates

PENDAHULUAN Latar Belakang Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung di mikroba yang mempunyai kemampuan mengekstrak fosfat dataran tinggi Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. dari bentuk yang tidak larut menjadi bentuk yang tersedia Koordinat puncak Gunung Sinabung adalah 03o10‘ LU dan bagi tanaman melalui sekresi asam- asam organik yang 98o23‘ BT dengan puncak tertinggi gunung ini adalah 2.460 dihasilkan untuk melepaskan P dari kompleks jerapan meter dari permukaan laut yang menjadi puncak tertinggi di (Hanafiah et al., 2009). Sumatera Utara. Erupsi pertama kali terjadi di Desa Erupsi Gunung Sinabung akan menghasilkan material Sukanalu pada 23 November 2013 yang ditandai dengan vulkanik dan awan panas. Material vulkanik akan menutup jatuhan lapili (batu kecil berukuran 0,5-1 cm) (Saputra, 2013). lahan pertanian dengan ketebalan tertentu. Hal ini akan Abu dan pasir vulkanik yang disemburkan ke langit mulai dari mempengaruhi keadaan biologi tanah, seperti keberadaan berukuran besar sampai berukuran yang lebih halus. Abu fungi pelarut fosfat didalam tanah. Fungi ini berperan dalam dan pasir vulkanik ini merupakan salah satu batuan induk melepaskan P yang terikat pada komponen tanah sehingga tanah yang nantinya akan melapuk menjadi bahan induk dapat diserap oleh tanaman. Mengingat pentingnya fungi tanah dan selanjutnya akan mempengaruhi sifat dan ciri pelarut fosfat didalam tanah maka perlu dilakukan penelitian tanah yang terbentuk (Barasa, 2013). untuk mengetahui keberadaan fungi pelarut fosfat pada Abu vulkanik mengandung beberapa unsur hara yang tanah bekas erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. diperlukan oleh tanaman, sehingga dalam jangka panjang mampu memperbaiki kesuburan tanah. Abu erupsi Gunung Tujuan Penelitian Merapi mengandung belerang, dan mengandung unsur- Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui unsur hara tanaman yang belum tersedia atau rendah keberadaan fungi pelarut fosfat pada tanah bekas erupsi ketersediaannya bagi tanaman dan tidak berkonstribusi yang Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. signifikan bagi pasokan hara tanaman (Sudaryo dan Sutjipto, 2009) Terdapat banyak kelompok mikroba yang dapat METODE PENELITIAN dijumpai di dalam tanah, seperti Actinomycetes, bakteri, Waktu dan Tempat fungi, dan khamir atau yeast. Dua kelompok utama mikroba Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai yang terlibat dalam degradasi bahan organik adalah fungi dengan Mei 2015, pengambilan sampel tanah dilakukan di dan bakteri. Fungi adalah salah satu mikroba tanah yang lahan bekas erupsi Gunung Sinabung tahun 2013 di Desa mempunyai peranan penting dalam siklus hara yang Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo dan lahan selanjutnya akan menentukan kesuburan tanah dan yang tidak terkena erupsi Gunung Sinabung sebagai Kontrol meningkatkan pertumbuhan tanaman (Suciatmih, 2006). di Desa Kutagugung Kecamatan Namanteran, Kabupaten Fosfat merupakan nutrisi essensial yang diperlukan Karo. Analisis tanah dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi oleh tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Pertanian Sumatera Utara serta isolasi dan identifikasi Fosfat sebenarnya terdapat dalam jumlah yang melimpah mikroba pelarut fosfat dilaksanakan di Laboratorium Biologi dalam tanah, namun sekitar 95 - 99% terdapat dalam bentuk Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, fosfat tidak terlarut sehingga tidak dapat digunakan oleh Universitas Sumatera Utara. tanaman (Sanjotha et al., 2011). Mikroba pelarut fosfat adalah mikroba yang mampu Bahan dan Alat melarutkan ikatan fosfat menjadi tersedia. Salah satu Bahan yang digunakan adalah contoh tanah bekas mikroba pelarut fosfat adalah fungi. Fungi merupakan erupsi gunung sinabung, kapas, aquades, kantung plastik, 2 label, alkohol 96%, plastik kraf, aluminium foil, kaca preparat, dipipet sebanyak 1 ml, masukkan kedalam cawan petri yang kaca objek dan kertas saring. Media padat pikovskaya untuk telah steril dan dilakukan hal yang sama pada 10-4 dan 10-5. komposisi perliter aquades: (glukosa 10 g; Ca3(PO4)2 5 g; Digunakan suspensi tanah dari 3 pengenceran sebagai (NH4)2SO4 0,5 g; KCl 0,2 g; MgSO4.7H2O 0,1 g; MnSO4 antisipasi bila pada pengenceran tersebut tidak diperoleh 0,002 g; FeSO4 0,002 g; ekstrak khamir 0,5 g; agar 20 g; mikroba pelarut fosfat. Selanjutnya tuangkan 12 ml media akuades ), larutan fisiologis (8,5 g NaCl per liter akuades). pikovskaya (suhu sekitar 40 - 50 0C) kedalam cawan petri Alat yang digunakan adalah cangkul, sarung tangan, yang telah berisi 1 ml suspensi tanah lalu putar cawan petri masker, plastik, cawan petri, erlenmeyer, pipet tetes, kearah kanan 3 kali dan kearah kiri 3 kali agar media inkubator, tabung reaksi, timbangan, analisis, laminar air bercampur secara merata, biarkan sampai media mengeras flow, gelas ukur, autoklaf, rotarimixer, shaker, jarum ose, (padat). Setelah media mengeras, cawan petri diinkubasi sprayer, kamera digital, bunsen dan mikroskop. pada inkubator dengan keadaan terbalik selama 3 hari dengan suhu 28 - 30 0C. Setelah diinkubasi selama 3 hari Prosedur Penelitian dilakukan pengamatan mikroba yang tumbuh pada media. Pengambilan Contoh Tanah Dihitung populasi mikroba pelarut fosfat yang ada pada Contoh tanah diambil pada petak yang berukuran 20 m x seluruh lokasi penelitian. 20 m sesuai metode ICRAF (Ervayenri et al., 1999). Keberadaan fungi pelarut fosfta ditunjukkan dengan Pengambilan sampel tanah dibagi atas 2 kelompok, yaitu terbentuknya daerah bening (holozone) yang mengelilingi tanah yang tidak terkena erupsi sebagai kontrol serta tanah koloni mikroba pelarut fosfat. Selanjutnya fungi pelarut fosfat bekas erupsi. Contoh Tanah yang tidak terkena erupsi di murnikan untuk diidentifikasi. Fungi dimurnikan selama 3 diambil dari Desa Kutagugung Kecamatan Namanteran hari dan dilakukan pengamatan setiap hari dengan mengukur sedangkan tanah yang terkena erupsi diambil dari Desa diameter koloni dan diameter zona bening. Sukanalu Kecamatan Barusjahe. Erupsi di Desa Sukanalu terjadi pada tanggal 23 November 2013. Pengambilan Identifikasi Fungi Pelarut Fosfat sampel tanah dilakukan setelah 2 tahun erupsi yaitu April Setelah diperoleh fungi pelarut fosfat selanjutnya 2015. dilakukan identifikasi. Biakan murni jamur diremajakan pada Sampel tanah diambil sebanyak tiga petak secara acak media potato dextrose agar (PDA) dan diinkubasi selama 3 dengan jarak antar petak adalah 100 m. Ukuran petak hari. Jamur yang telah tumbuh pada media, diamati ciri-ciri sampel tanah adalah 20 m x 20 m. Sampel tanah diambil dari makroskopisnya, yaitu ciri koloni seperti sifat tumbuh hifa, kedalaman 0-5 cm (abu) dan 5-20 cm (abu + tanah) warna koloni dan diameter koloni. Jamur juga ditumbuhkan sedangkan pada tanah yang tidak terkena erupsi kedalaman pada kaca objek yang diberi potongan PDA yang dioles tipis 0-20 cm.. Dalam satu petak diambil lima titik sampel tanah dengan spora fungi. Potongan agar kemudian ditutup dengan secara diagonal dan dikompositkan. Tanah yang diambil kaca objek. Biakan pada kaca objek ditempatkan dalam pada setiap titik kemudian dicampurkan pada suatu tempat cawan petri yang diberi pelembab berupa kapas basah. hingga homogen untuk mewakili suatu petak. Tiap titik Biakan pada kaca diinkubasi selama 3 hari pada kondisi sampel tanah yang diambil adalah sebanyak 500 g. Sampel ruangan. Setelah masa inkubasi, jamur yang tumbuh pada tanah yang sudah dikompositkan, ditempatkan pada kantong kaca preparat diamati ciri mikroskopisnya yaitu hifa, tipe plastik yang telah diberi label. Seluruh sampel tanah percabangan hifa, serta ciri-ciri konidia dibawah mikroskop. diletakkan dalam tempat khusus untuk kemudian dianalisis. Ciri yang ditemukan dari masing-masing jamur kemudian dideskripsikan dan dicocokkan dengan buku identifikasi Analisis Tanah jamur (Gilman, 1971) dan (Gandjar et al., 2006). Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu dilakukan analisis awal terhadap kondisi tanah meliputi pH, C-organik, Sulfur, P-tersedia dan P-total untuk mengetahui sifat tanah. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang digunakan untuk mengukur pH tanah adalah Karakteristik Sampel Tanah Bekas Erupsi Gunung metode elektrometrik. Metode yang digunakan untuk Sinabung menetapkan C-organik adalah metode Walkley&Black, sulfur Keberadaan Fungi di dalam Tanah dipengaruhi oleh Sifat (S) adalah metode turbidimetri, P tersedia adalah metode Kimia Tanah yaitu pH, C-Organik, P-Tersedia, P-Total dan Bray-I, P total adalah metode spektrometri Sulfur. Hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat pada (Balai Penelitian Tanah, 2005). Tabel 1.

Isolasi Mikroba Pelarut Fosfat Tabel 1. Hasil analisis sifat kimia tanah Sepuluh (10) g tanah dimasukkan ke dalam erlenmeyer Parameter Sumber 250 ml yang berisi 90 ml larutan fisiologis steril (pengenceran pH C- P- P-total Sulfur tanah (H2O) organik tersedia (mg/100 (ppm) 10-1), kemudian dikocok selama 30 menit pada shaker. (%) (ppm) g ) Dibuat pengenceran secara serial, dari pengenceran 10-1 Abu 4,54 m 0,91 sr 19,23 s 103,59 st 480,44 s diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang Tanah + 4,43 sm 3,01 t 27,80 t 309,11 st 646,43 s -2 Abu telah berisi 9 ml larutan fisiologis steril (pengenceran 10 ) Kontrol 5,14 m 7,19 st 0,41 sr 68,91 st 89,39 r selanjutnya dikocok diatas rotarimixer sampai homogen. Dari Kriteria menurut Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) dan BPP-Medan (1982) pengenceran 10-2 dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam Muklis (2007) kedalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis (disebut pengenceran 10-3) dilakukan hal serupa berturut- Keterangan : m = masam sr = sangat rendah turut sampai pengenceran 10-5. Dari pengenceran 10-3 t = tinggi Sm = sangat masam st = sangat tinggi s = sedang 3

Nilai pH tergantung pada jumlah konsentrasi ion H yang dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas yaitu pH 2-8,5 ada di dalam tanah. Artinya semakin tinggi konsentrasi ion H tetapi biasanya pertumbuhannya akan lebih baik pada didalam tanah maka pH tanah rendah dan sebaliknya kondisi asam atau pH rendah. semakin rendah konsentrasi ion H didalam tanah maka pH Erupsi Gunung Sinabung mempengaruhi sifat biologi meningkat. Hasil analisis sifat kimia tanah menunjukkan tanah, seperti aktivitas mikroba yang akan berkurang karena bahwa pada sampel tanah yang terkena abu vulkanik berkurangnya jumlah populasi mikrooba di dalam tanah. dengan kedalaman 0-5 cm memiliki kriteria pH yang masam, Berkurangnya mikrooba tanah disebabkan perubahan pada kedalaman 5-20 cm memiliki kriteria pH yang sangat lingkungan karena adanya abu vulkanik yang menutupi masam sedangkan pada sampel tanah yang tidak terkena lapisan tanah. Jumlah fungi tertinggi berurut terdapat pada abu vulkanik memiliki kriteria pH yang masam. tanah yang terkena abu vulkanik (5-20 cm), tanah tidak C-organik merupakan bahan dasar dari bahan organik terkena abu vulkanik dan terendah pada tanah yang terkena disamping unsur hara lain seperti N, P dan logam. Bahan abu vulkanik (0-5 cm). organik tanah berpengaruh terhadap sifat fisika, kimia dan Pada tanah yang terkena abu vulkanik dengan biologi tanah. Bahan organik mengandung unsur hara kedalaman 0-5 cm memiliki jumlah fungi terendah lengkap meskipun dalam jumlah sedikit. Bahan organik juga dikarenakan pengaruh abu vulkanik dari erupsi Gunung merupakan sumber energi bagi mikroba tanah. Berdasarkan Sinabung. Abu vulkanik mempengaruhi sifat fisik tanah hasil analisa kimia tanah kandungan C-organik di dalam sesuai pernyataan Neild et al., (1998) bahwa abu vulkanik tanah yang terkena abu vulkanik pada kedalaman 0-5 cm akan mengurangi infiltrasi tanah, berakibat pada sebesar 0,91 tergolong sangat rendah, pada kedalaman 5-20 meningkatnya run off, pemadatan dan erosi. cm sebesar 3,01 tergolong tinggi dan pada tanah yang tidak Erupsi Gunung Sinabung disertai material abu vulkanik terkena abu vulkanik kedalaman 0-20 cm sebesar 7,19 dan pasir dipastikan akan berpengaruh pada jasad renik tergolong sangat tinggi. yang hidup di tanah permukaan. Hal ini karena sifat fisik abu Hasil analisis menunjukan bahwa ketersediaan fosfat yang dapat mempengaruhi keberadaan fungi di dalam tanah pada tanah yang terkena abu vulkanik kedalaman 0-5 cm seperti kandungan kadar air yang tinggi pada abu vulkanik. adalah sebesar 19,23 tergolong sedang, pada kedalaman 5- Hal ini sesuai dengan pernyataan Suriadikarta et al., (2010) 20 cm sebesar 27,80 tergolong tinggi dan pada tanah yang bahwa abu merapi memiliki kadar air yang cukup tinggi. tidak terkena abu vulkanik kedalaman 0- 20 cm sebesar 0,41 Kadar air tinggi mempengaruhi jumlah fungi yang terdapat di tergolong sangat rendah. P-total pada tanah yang terkena dalam tanah sesuai dengan pernyataan Pujawati (2009) debu vulkanik 0-5 cm sebesar 103,59 mg/100 g, pada bahwa tingginya kadar air juga sangat mempengaruhi kedalaman 5-20 cm sebesar 309,11 mg/100 g sedangkan keberadaan dan jumlah fungi tanah, namun jika kadar air pada tanah yang tidak terkena abu vulkanik sebesar 68,91 tersebut terlalu tinggi (tanah tergenang) kelimpahan dan jenis mg/100 g. fungi akan menjadi sangat rendah, karena fungi bersifat Analisis Sulfur menunjukan bahwa unsur S tertinggi aerobik (Oyne, 1999). terdapat pada tanah yang terkena abu vulkanik pada C-organik didalam tanah yang terkena debu vulkanik kedalaman 5-20 cm. Unsur S terendah terdapat pada tanah tergolong sangat rendah. Rendahnya C-organik didalam yang tidak terkena debu vulkanik kedalaman 0-20 cm. tanah akan mempengaruhi keberadaan fungi didalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yulineri et al., (2001) yang Isolasi Fungi Pelarut Fosfat Tanah Bekas Erupsi menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas bahan organik Gunung Sinabung yang ada dalam tanah mempunyai pengaruh langsung Fungi pelarut fosfat yang tumbuh pada media isolasi terhadap komposisi fungi di dalam tanah karena fungi diamati dan dihitung jumlah total koloni yang mampu umumnya bersifat heterotropik. membentuk zona bening. Jumlah Fungi Pelarut fosfat yang diperoleh dari sampel tanah yang terkena abu vulkanik dan Indeks Pelarutan pada Media Pikovskaya yang tidak terkena abu vulkanik untuk setiap kedalamannya Sebanyak 10 isolat fungi pelarut fosfat yang diperoleh dari berbeda, perbedaan jumlah ini disebabkan kondisi tanah tahapan isolasi selanjutnya diukur kemampuannya yang berbeda pula. Populasi fungi pelarut fosfat yang melarutkan P pada media pikovskaya. Media pikovskaya diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2. merupakan media spesifik yang digunakan pada pengujian koloni jamur pelarut fosfat karena mengandung P tidak Tabel 2. Hasil Perhitungan Jumlah Populasi Fungi Pelarut Fosfat terlarut seperti kalsium fosfat (Ca3(PO4)2 Isroi (2005). Hasil Sumber Tanah Jumlah Populasi pengukuran zona bening disajikan pada Tabel 3. Fungi Terkena abu vulkanik (0-5 cm) 46,53 x 103 Tabel 3. Hasil pengukuran indeks pelarutan fosfat pada media Terkena abu Vulkanik (5-20 cm) 91,73 x 103 pikovskaya Tidak terkena abu vulkanik (0-20 cm) 59,73 x 103 Kode isolate Diameter koloni Diameter Indeks pelarut zona bening fosfat Fungi pelarut fosfat pada tanah yang terkena abu FA1 0,46 0,13 0,28 vulkanik kedalaman 5-20 cm jumlah total fungi lebih tinggi FA2 0,60 0,14 0,23 FA3 0,55 0,12 0,22 3 yaitu sebesar 91,73 x 10 yang memiliki pH tanah sangat FE1 0,68 0,51 0,75 masam sedangkan fungi pelarut fosfat terendah terdapat FE2 0,61 0,12 0,20 pada tanah terkena abu vulkanik kedalaman 0-5 cm sebesar FE3 1,09 0,50 0,46 46,53 x 103 dengan pH tanah masam. Jumlah fungi baik FE4 0,55 0,12 0,22 FK1 0,20 0,08 0,40 pertumbuhannya pada pH rendah. Hal ini sesuai dengan FK2 0,22 0,09 0,41 pernyataan Gandjar et al., (2006) bahwa kebanyakan fungi FK3 0,17 0,10 0,59 4

membentuk holozone pada media pikovskaya kemudian Keterangan : dimurnikan hingga satu koloni per media. Identifikasi fungi FA : Fungi dari tanah terkena abu vulkanik 0-5 cm dilakukan dengan cara makroskopis dan mikroskopis. FE : Fungi dari tanah terkena abu vulkanik 5-20 cm Secara makroskopis pada awal pertumbuhan koloni FK : Fungi dari tanah tidak terkena abu vulkanik 0-20 cm isolat FE1 dan FK1 membentuk lapisan padat yang berwarna coklat dan setelah tiga hari koloni berubah menjadi warna Zona bening (halozone) merupakan tanda awal untuk coklat kehitaman. Dimana besar diameter koloni fungi pada mengetahui kemampuan fungi pelarut fosfat dalam umur 3 hari diameter mencapai ±1 cm, Koloni isolat FA1 dan melarutkan fosfat. Semakin lebar zona bening, secara FE2 awalnya berwarna hijau hingga kuning dan diameter kualitatif dapat dianggap sebagai tanda kemampuan fungi koloni mencapai ±1 cm setelah 3 hari, Koloni isolat FA2, FE3 pelarut fosfat melarutkan fosfat dalam media tumbuh dan FK2 awalnya berwarna putih hingga coklat dengan semakin besar. Demikian pula semakin bening/terang zona diameter koloni mencapai ±1 cm setelah 3 hari, sedangkan bening menunjukkan pelarutan fosfat semakin intensif. Koloni isolat FA3, FE4 dan FK3 berwarna hijau redup Lebar/garis tengah koloni dan zona bening bisa diukur, pada dengan diameter mencapai ±1 cm setelah 3 hari. umumnya semakin besar nilai perbandingan antara garis Ciri penampakan mikroskopis isolat FE1 dan FK1 tengah zona bening: garis tengah koloni, menunjukkan memiliki tangkai konidiofor yang pendek dan kepala konidia kemampuan fungi pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat berbentuk semi bulat berwarna coklat kehitaman, isolat FA1 secara kualitatif semakin besar, walaupun hal ini belum dan FE2 memiliki tangkai konidiofor bening dan kepala cukup untuk menggambarkan kemampuan fungi pelarut konidia yang bulat hingga semi bulat, isolat FA2, FE3 dan fosfat dalam pelarutan fosfat yang sebenarnya FK2 memiliki tangkai konidiofor dan kepala konidia bulat (Nautiyal, 1999). berwarna hitam, sedangkan isolat FA3, FE4 dan FK3 Fungi yang tumbuh pada media akan melarutkan P yang memiliki tangkai konidiofor bercabang, kepala konidia bulat ditandai dengan terbentuknya zona bening yang mengelilingi elips hingga semi bulat berwarna hijau redup. Fungi pelarut fosfat. Evaluasi kemampuan fungi dilakukan Pengamatan makroskopis dan mikroskopis dicocokkan dengan mengukur lebar sempitnya diameter koloni yang dengan buku identifikasi jamur Gilman (1971) menunjukan mengelilingi koloni. Menurut Premono (1994) pengukuran bahwa isolat FE1 dan FK1 termasuk dalam genus zona bening dilakukan dengan menghitung nilai indeks Aspergillus sp 1, isolat FA1 dan FE2 termasuk dalam genus pelarutan tiap isolat. Indeks pelarutan adalah nisbah antara Aspergillus sp 2, isolat FA2, FE3 dan FK2 termasuk dalam diameter zona bening terhadap diameter koloni. Aspergillus sp 3 dan isolat FA3, FE4 dan FK3 termasuk Hasil pengamatan menunjukkan indeks pelarutan P yang dalam Penicillium sp. tinggi dan memiliki kemampuan tumbuh yang cepat diperoleh Berdasarkan hasil identifikasi, diperoleh 2 genus fungi dari isolat fungi FE1 dan FK3 dengan nilai 0,75 dan 0,59. yaitu Aspergillus dan Penicillium. Hasil Identifikasi dapat Luas zona bening di sekitar koloni menjelaskan dilihat pada Tabel. 4. kemampuan fungi secara kualitatif dalam melarutkan P bervariasi tergantung sifat genetik dari masing-masing Tabel 4. Jenis Fungi Pelarut Fosfat mikroba dalam memproduksi asam organik yang Tanah Terkena Tanah Tidak Terkena Abu berperan dalam menentukan kemampuan pelarutan P Jenis JPF Abu Vulkanik Vulkanik (Chen et al., 2006; Mittal et al., 2008). Dari hasil pengamatan diperoleh indeks pelarutan yang 0-5 cm 5-20 cm 0-20 cm Aspergillus sp 1 - 1 1 berbeda-beda untuk masing-masing fungi. Isolat fungi Aspergillus sp 2 1 1 - dengan rata-rata Indeks pelarutan fosfat tertinggi diperoleh Aspergillus sp 3 1 1 1 dari tanah yang tidak terkena abu vulkanik kedalaman 0-20 Penicillium sp 1 1 1 1 cm dan tanah yang terkena abu vulkanik kedalaman 5-20 cm Jumlah Isolat 3 4 3 diduga karena C-organik pada tanah yang tidak terkena abu vulkanik 0-20 cm sangat tinggi dan pada tanah yang terkena Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat kesamaan abu vulkanik 5-20 cm tergolong tinggi. Bahan organik yang genus pada tanah yang terkena debu vulkanik dengan tanah terdapat pada tanah mempengaruhi aktivitas mikroba. Hal ini yang tidak terkena debu vulkanik. Fungi masih memiliki sesuai dengan pernyataan Simanungkalit (2006) bahwa spesies yang sama untuk sumber tanah yang berbeda bahan-bahan organik selain merupakan bahan dari pupuk seperti Aspergillus sp 3 terdapat pada tanah yang terkena organik juga merupakan sumber energi dan nutrisi bagi debu vulkanik dengan tanah yang tidak terkena debu mikroba sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba vulkanik. Genus fungi yang mendominasi adalah genus fungi tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Aspergillus dengan spesies yang ditemukan sebanyak 3 Menurut Ginting et al (2006), kemampuan tiap mikroba Spesies. pelarut fosfat tumbuh dan melarutkan fosfat berbeda-beda yang diidentifikasi dari luas zona bening dan waktu Aspergillus terbentuknya. Mikroba pelarut fosfat yang unggul akan Umumnya, koloni terdiri dari lapisan padat yang menghasilkan diameter zona bening yang paling besar dan terbentuk oleh konidiofor yang berwarna coklat kekuningan lebih cepat dibandingkan koloni lain. dan dengan bertambahnya umur koloni maka akan akan tampak semakin gelap. Tangkai konidiofor bening, Fungi Pelarut Fosfat Tanah Bekas Erupsi Gunung berdinding tebal dan mencolok. Kepala konidiar khas Sinabung berbentuk kolumnar. Konidia berbentuk bulat hingga semi Identifikasi dilakukan pada mikroba pelarut fosfat yang bulat, dan memiliki diameter 25-50 µm. Fialid terbentuk mampu membentuk holozone (zona bening). Fungi yang langsung pada vesikula. Derajat keasaman untuk 5 pertumbuhan Aspergillus sp adalah 2-8.5 namun pertumbuhan akan lebih baik pada pH rendah (Gilman, 1971).

a

b

b Gambar 2. Penicillium sp

Keterangan : a Gambar 1. Penampakan Penicillium sp dibawah mikroskop Gambar 1. Aspergillus sp (a. Spora, b. Tangkai Konidia)

Keterangan : Taksonomi Fungi Penicillium: Gambar 1. Penampakan Aspergillus sp dibawah mikroskop Kingdom : Fungi (a. Spora, b. Tangkai Konidia) Divisi : Kelas : Euascomycetes Taksonomi Fungi Aspergillus: Ordo : Famili : Kingdom : Fungi Genus : Penicillium Divisi : Ascomycota Spesies : Penicillium sp Kelas : Ordo : Eurotiales Selain fungi genus Aspergillus, Penicillium juga Famili : Trichocomaceae merupakan fungi yang berperan aktif dalam melarutkan Genus : Aspergillus fosfat. Fungi pelarut fosfat yang dominan di tanah adalah Spesies : Aspergillus sp Penicillium dan Aspergillus (Suh et al., 1995; Whitelaw et al., 1999). Fungi pelarut fosfat yang dominan ditemukan di tanah Jenis fungi pelarut fosfat yang paling banyak ditemukan masam Indonesia ialah Aspergillus niger dan Penicillium adalah genus Aspergillus dimana genus ini ditemukan pada (Goenadi et al., 1993). tanah yang tidak terkena debu vulkanik maupun yang terkena debu vulkanik. Hal ini sesuai dengan pernyataan KESIMPULAN Masniawati (2013) yang menyatakan bahwa Spesies dari Hasil penelitian diperoleh 2 genus Fungi yaitu Aspergillus Aspergillus diketahui terdapat dimana-mana dan tumbuh dan Penicillium. Aspergillus dan Penicillium terdapat di tanah pada hampir semua substrat. Tanah bekas erupsi Gunung yang terkena abu vulkanik kedalaman 0-5 cm dan 5 -20 cm Sinabung memiliki pH masam sehingga banyak ditemukan dan tanah yang tidak terkena abu vulkanik. Isolat yang Aspergillus sp sesuai dengan pernyataan Goenadi et al berhasil ditemukan adalah 7 isolat Aspergillus dan 3 isolat (1993) yang menyatakan bahwa genus Aspergillus Penicillium. merupakan kelompok fungi pelarut fosfat yang dominan ditemukan di tanah masam di Indonesia. Dimana genus DAFTAR PUSTAKA Aspergillus ini berpotensi tinggi dalam melarutkan P terikat Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia menjadi P tersedia dalam tanah. Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor Penicillium Barasa, F.R. 2013. Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung Karateristik Penicillium konidiofor bercabang tidak Sinabung Terhadap Kadar Cu, Pb, dan B Tanah di teratur, terdiri atas tangkai (stipe) yang pendek dengan Kabupaten Karo. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, beberapa metula yang mempunyai fialid 3-6 yang No.4, September 2013. berdinding tipis. Fialid berbentuk silindris memiliki panjang 6 Chen, Y.P., P.D. Rekha, A.B. Arun, F.T. Shen, W.A. Lai, µm œ 10 µm. Hifa berwarna hijau muda dengan diameter 2,5 dan C.C. Young. 2006. Phosphate solubilizing bacteria µm œ5 µm. Konidia berbentuk elips hingga silindris from subtropical soil and their tricalcium phosphate berwarna hijau muda jumlah yang berlimpah dan memiliki solubilizing ability. App. Soil Ecol. 34:33-41. ukuran (2,5 œ 6,25) µm x (2 œ 3,75) µm (Singh et al., 1991). Ervayenri, S., N. Sukarno dan C. Kusuma. 1999. Arbuskula Penicillium sp ditandai dengan lebatnya konidiofor yang mycorrhiza Fungi (AMF) Diversity in peat soil influenzed terbentuk menyebabkan koloni mirip kulit yang keras, by vegetation : types Procedings of international berwarna biru kehijauan. Pembentukan konidia sangat cepat conference on Mycorrhiza in sustainable Tropical pada suhu 30oC (Gandjar et al., 2006). Agriculture and forest ecosystem 27-30 oktober 1997 Bogor, Indonesia. 6

Gandjar, Indrawati, W. Sjamsuridjal dan A. Oetari. 2006. Sanjotha, P., P. Mahantesh dan C.S. Patil. 2011. Isolation Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor and Screening of Efficiency of Phosphate Solubilizing Indonesia. Microbes. International Journal of Microbiology Research Gilman, J.C. 1971. A Manual of Soil Fungi. The low a State 3:56-58. University Press. USA Saputra. 2013. Penduduk Sinabung Mengungsi. Ginting, R. C., Badia, R. Saraswati dan E.F. Husen. 2006. http://daerah.sindonews.com/. Diakses tanggal 25 Mei Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian 2015. dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Singh, K., J.C. Frisvad, U. Thrane dan S. B. Mathur. 1991. Bogor. An Illustrated Manual on Identification of some Goenadi, D.H dan R. Saraswati. 1993, Kemampuan SeedBorne Aspergilli, Fusaria, Penicillia and their Melarutkan Fosfat dari Beberapa Isolat Bakteri Pelarut Mycotoxins. AiO Tryk as Odense, Dernmark. Fosfat, Menara Perkebunan, 61(3): 160-166. Simanungkalit, R.D.M., D. A. Suriadikarta., R. S. D. Setyorini Hanafiah, A.S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2009. Biologi dan dan W. Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Ekologi Tanah.Universitas Sumatera Utara. Medan Balai Besar Litbang. Isroi, 2005. Bioteknologi Mikroba untuk Pertanian Organik. Suciatmih. 2006. Isolasi dan Uji Pelarutan Fosfat serta Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Degradasi Selulosa dari Jamur Tanah Hutan Bekas Masniawati. 2013. Identifikasi Cendawan Terbawa pada Terbakar Wanariset-Semboja, Kalimantan Benih Padi Lokal Aromatik Pulu Mandoti, Pulu Pinjan dan Timur.[Laporan Penelitian]. Bogor: Pusat Penelitian Pare lambau asal Kabupaten Enrekang, Sulawesi Biologi, LIPI. Selatan, Unhas. Makasar. Sudaryo dan Sutjipto, 2009. Identifikasi dan penentuan Mittal, V., O. Singh, H. Nayyar, J. Kaura dan R. Tewari. 2008. logam berat pada tanah vulkanik di daerah Cangkringan, Stimulatory effect of phosphate-solubilizing fungal Kabupaten Sleman dengan metode Analisis Aktivasi strains (Aspergillus awamori and Penicillium citrinum) Neutron Cepat. Makalah disampaikan pada Seminar on the yield of chickpea (Cicer arietinum L. cv. GPF2). Nasional V SDM Teknologi, Yogyakarta, 5 November Soil Biol. Biochem. 40:718-727. 2009. Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press. Medan. Suh, J.S., S.K. Lee., K.S. Kim dan K.Y. Seong. 1995. Nautiyal, S.C. 1999. An efficient microbiological growth Solubilization of insoluble phosphates by Pseudomonas medium for screening phosphate solubilizing putida, Penicillium sp. And Aspergillus niger isolated from microorganisms. FEMS Lett. 170: 265 œ 270. Korean Soils. J.Kor. Soc. Soil Sci. Fert. 28(3): 278-286. Neild, J., P. O'Flaherty, P. Hedley, R. Underwood, D.M. Suriadikarta, D.A., Abdullah Abbas Id., Sutono, Dedi Erfandi, Johnston, B. Christenson dan P. Brown. 1998. Edi Santoso dan A. Kasno. 2010. Identifikasi Sifat Kimia Agriculture recovery from a volcanic eruption: MAF Abu Volkan, Tanah dan Air Di Lokasi Dampak Letusan Technical paper 99/2. MAF Technical paper 99/2. Gunung Merapi. Balai Penelitian Tanah, Bogor Oyne, D. 1999. Soil Microbiology an Explanatory Approach. Whitelaw, M.A., R.J. Harden, dan K.R. Helyar. 1999. Delmar Publisher, Washington. Phosphate solubilization in culture by soil Premono, E.M. 1994. Jasad Renik Pelarut Fosfat, Penicillium radicum. Soil Biol. Biochem. 31: 655-665. Pengaruhnya Terhadap P tanah dan Efisiensi Yulineri, T., Suciatmih dan N. Suharna. 2001. Pengaruh Pemupukan P Tanaman Tebu. Disertasi Program Pasca Pemupukan dan Vegetasi Terhadap Keberadaan Jamur Sarjana IPB. Tanah di Lahan Bekas Penambangan Emas yang Pujawati, E.D. 2009. Jenis-Jenis Fungi Tanah Pada Areal Direklamasi Pada Daerah Cimanggu dan Bojong Pari, Revegetasi Acacia Mangium Willd Di Kecamatan Jampang Sukabumi. Berkala Penelitian Hayati. 7(1) : 47- Cempaka Banjarbaru. Universitas Lambung Mangkurat. 51. Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28.