Teknik Pelarasan Gamelan Jawa Pada Instrumen Gender Dan Gong Risnandar
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Teknik Pelarasan Gamelan Jawa pada Instrumen Gender dan Gong Risnandar TEKNIK PELARASAN GAMELAN JAWA PADA INSTRUMEN GENDER DAN GONG Risnandar Dosen Jurusan Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Abstrak Penelitian tentang pelarasan gender dan gong gamelan Jawa ini merupakan usaha untuk merumuskan teknik pelarasan gamelan Jawa. Terdapat berbagai persoalan yang selama ini masih menjadi misteri dalam pelarasan gamelan. Belum terdapat teori ataupun cara kerja pelarasan gamelan yang tertulis secara sistematis. Proses transfer knowlage terjadi secara tradisional di lingkungan keluarga pelaras saat proses pengerjaan di besalen. Hal ini mengakibatkan generasi penerus sulit untuk menirukan generasi seniornya. Dengan demikian dimungkinkan suatu saat teknik ataupun ilmu pelarasan akan mengalami distorsi atau bahkan hilang seiring dengan meninggalnya umpu pelaras gamelan. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan teknik dan juga mencari jawaban berbagai persoalan pelarasan gender dan kempul dilihat dari sudut pandang pelaku (pelaras gamelan). Fokus dari penelitian ini adalah mengungkap persoalan-persoalan terkait dengan teknik dan proses pelarasan gender dan gong. Bertolak dari sudut pandang ini maka penelitian akan menggunakan metode kualalitatif dengan mengumpulkan dan mengolah data sebanyaknya dari pelaras (pelaku), pemilik gamelan, dan seniman sebagai pemakai. Melalui cara ini diharapkan mampu mengungkap berbagai persoalan pelarasan gender dan gong gamelan Jawa. Kata Kunci: teknik, pelarasan, gender, gong. Abstract This study about the tuning of the gender and gong in Javanese gamelan is an attempt to formulate a technique for Javanese gamelan tuning. There are a number of problems concerning gamelan tuning that in the past have always been a mystery. There has never been any systematic written documentation about the theory or method of gamelan tuning. Traditionally, the process of knowledge transfer takes place in the family environment of the gamelan tuner during the tuning process in the workshop (besalen). This makes it difficult for the next generation of tuners to imitate their seniors. Therefore, it is possible that someday the technique or knowledge of tuning will become distorted or even disappear along with the death of the old generation of gamelan tuners. The goal of this research is to formulate a technique and seek answers to various questions about the tuning of the gender and kempul from the perspective of the gamelan tuner. The focus of this study is to uncover problems related to the technique and process of tuning the gender and gong. Hence, the research uses a qualitative method, collecting and processing as much data as possible from gamelan tuners, gamelan owners, and artists. In this way, it is hoped to discover the various problems surrounding the tuning of the gender and gong in Javanese gamelan. Keywords: technique, tuning, gender, gong. Pengantar gulu, dada, pelog, lima, nem, dan barang. Penandaan nada dengan angka pada bahasa Jawa yakni: 1, Gamelan Jawa memiliki titi laras (sistem 2, 3, 4, 5, 6 dan 7. Adapun urutan nada sebagai nada) slendro dan pelog. Slendro merupakan berikut : Panunggul dengan angka siji disingkat sistem 5 nada dan pelog sistem 7 nada. Nada- ji dengan simbol 1, gulu dengan angka loro nada pada gamelan Jawa diberi nama panunggul, disingkat ro dengan simbol 2, dada dengan angka Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 4 9 Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi” telu disingkat lu dengan simbol 3, pelog dengan perpengaruh pada berbagai hal, diantaranya angka papat disingkat pat dengan simbol 4, lima adalah jangkah nada dan tinggi rendah frequensi dengan angka lima disingkat ma dengan simbol secara keseluruhan. Salah satu fenomena yang 5, nem dengan angka enem disingkat nem dengan dapat dilihat dari perbedaan tumbuk lima dengan simbol 6, dan barang dengan angka pitu disingkat tumbuk nem adalah pada larasan tumbuk lima pi dengan simbol 7. secara umum laras slendro memiliki embat metit Sistem nada slendro dan pelog dibedakan (kecil) dari pada laras pelog. (Suraji, 25 Februari berdasarkan jangkah (jarak nada). Laras slendro 2016) memiliki jangkah sama, sedangkan laras pelog Ricikan gamelan berdasarkan bentuknya memiliki jangkah lebar dan pendek. Perbedaan dapat dipilahkan menjadi dua, yakni ricikan jangkah ini lebih jelas dapat dilihat pada posisi berbentuk bilah dan ricikan berbentuk pencon. pidakan jari pengrebab dan juga jarak lubang nada Bentuk yang berbeda tersebut berpengaruh pada ricikan suling. terhadap sistem getar dalam memproduksi suara. Larasan adalah rangkaian nada-nada Perbedaan bentuk dan sistem getar tersebut imajiner yang terdapat dalam angan pelaras. Nada- menuntun pelaras untuk memberikan perlakuan nada tersebut selajutnya diolah sedemikian rupa yang berbeda untuk masing-masing instrumen. untuk kemudian dituangkan pada ricikan Gamelan berbentuk bilah cara pelarasannya gamelan. Secara turun temurun telah menjadi dengan cara mengatur kelenturan batang bilah. kesepakatan bahwa tidak ada pembakuan larasan Sedangkan untuk bentuk pencon dengan cara gamelan. Pelaras gamelan memiliki kebebasan mengatur kelenturan bagian rai (nama bagian- untuk menentukan larasannya sesuai dengan bagian instrumen pencon dijelaskan pada sub selera, insting dan fungsi gamelan.1 Tinggi judul melaras gong). rendah nada, gembyangan, jangkah nada Pada penelitian ini tidak akan meneliti merupakan unsur-unsur laras yang memberikan proses pelarasan semua instrumen gamelan. karakter pada hasil larasan. Gamelan untuk tari penelitian difokuskan pada tehnik dan proses bedhaya memerlukan larasan rendah, gamelan pelarasan gender dan gong. Pemilihan dua untuk wayang idealnya memiliki larasan tinggi, instrumen tersebut berdasarkan tehnik penyajian gending gaya solo, gaya semarangan, pengerjaan dan tingkat kesulitan pengerjaannya. gaya jogja, banyumasan, jawa timuran untuk Gong yang terdiri dari kempul, suwukan, dan mencapai tingkat estetik maksimal memerlukan gong gede memiliki sistem getar yang paling larasan gamelan yang berbeda-beda. rumit di antara semua jenis instrumen berbentuk Keberagaman larasan inilah yang menjadi cirikhas pencon. Gender memiliki sistem produksi suara dari gamelan jawa dan menjadi mesteri tersendiri dengan memadukan antara frequensi bilah dalam sitem nada gamelan Jawa yang perlu untuk sebagai sumber bunyi dan tabung sebagai diungkap. Di sisi lain keberagaman larasan resonator (penguat suara). Menarik untuk melihat memberikan kebebasan bagi pelaras untuk proses pelarasan bilah dan tabung resonator bereksperimen membuat larasan yang pada sehingga dapat menghasilkan suara yang akhirnya akan memperkaya khasanah larasan diinginkan. Melihat kompleksitas tehnik gamelan Jawa. pelarasan gong dan gender dipandang dapat Larasan gamelan jawa terdepat beberapa mewakili proses pelarasan ricikan gamelan secara hal yang sampai saat ini masih menjadi misteri. keseluruhan. Diantaranya adalah konsep tumbuk. Tumbuk Pada hakikatnya studi ini berupaya untuk berarti bertemu, yakni bertemunya dua nada melakukan penggalian terhadap teknik pelarasan yang sama pada laras slendro dan pelog. Larasan instrumen gender dan gong dari para pelaras gamelan jawa terdapat dua konsep tumbuk, gamelan. Dalam proses pengumpulan data yakni larasan tumbuk nem dan larasan tumbuk lima. ditemukan perbedaan pandangan dari tiap pelaras Larasan tumbuk nem berarti nada nem slendro sama terkait dengan teknik pengerjaan, maupun dengan nada nem pelog dan tumbuk lima nada konsep-konsep pelarasan gamelan. Konsep- lima slendro sama dengan nada lima pelog. konsep tersebut merupakan kekayaan intelektual Perbedaan bertemunya dua nada tersebut yang sangat berharga. Tugas dari peneliti adalah 5 0 Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 Teknik Pelarasan Gamelan Jawa pada Instrumen Gender dan Gong Risnandar merumuskan dan mencari titik temu sehingga nada pada gamelan yang menjadi babonan. Pada dapat saling melengkapi guna membangun teori tehnik ke dua mbabon nada nem (6), berarti pelaras pelarasan gamelan. Terbentuknya teori pelarasan hanya menirukan nada nem untuk selanjutnya gamelan ini penting untuk segera dilakukan membuat rangkaian urutan nada-nada baru. supaya generasi berikutnya mudah menirukan Proses penggarapannnya cukup rumit, pelaras ataupun mengembangkan ilmu pelerasan mencari nada satu-persatu dimulai dari gamelan. gembyangan, kemudian jangkah nada, kempyung, tinggi rendah nada, dan berbagai Mbabon pertimbangan lainnya. Pada proses ini pelaras sebenarnya tidak hanya menirukan nada, akan Mbabon merupakan bahasa jawa dari kata tetapi menciptakan larasan baru mengikuti babon yang berarti induk. Kata babon umumnya intuisinya. Tidak banyak pelaras yang mampu digunakan untuk menyebut induk binatang melakukan proses larasan seperti ini, karena betina, misal pitik babon, sapi Babon, kebo babon, pelaras dituntut memiliki kepekaan musikal yang jaran babon, dan lain lain semuanya bermakna tinggi, terutama terhadap nada. (Sarno, 17 induk. Babon diberi awalan m menjadi mbabon Oktober 2016) berubah makna menjadi kata kerja yang berarti menginduk atau menirukan. Dalam dunia Membuat Embat pelarasan gamelan Jawa terdapat istilah “mbabon gamelan RRI”, “mbabon gamelan Lokananto, Melaras gamelan terdapat proses yang “Mbabon gamelan Purba Asmoro” yang bermakna dinamakan ngembat, yakni pengaturan jarak nada menginduk atau menirukan larasan gamelan dan juga tinggi rendah nada pada larasan tertentu. Dengan demikian gamelan yang dipilih gamelan. Setiap pelaras bebas dalam menentukan menjadi babonan merupakan gamelan yang