PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK ETANOL 70% DAUN JARONG (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) TERHADAP KADAR ALANN AMINOTRANSFERASE DAN ASPARTAT AMINOTRANSFERASE PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh : Bartolomeus Widiasta NIM : 128114115
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Everyone makes mistakes. The wise are not people who never make mistake, but those who forgive themselves and learn from their mistake” Ajahn Brahm
“Impian haruslah menyala dengan apapun yang kita miliki, meskipun yang kita miliki tidak sempurna, meskipun itu retak-retak” 9 Summers 10 Autumns
“Dua hal itu tidak dapat berubah: Allah tidak mungkin berdusta mengenai janji dan sumpah-Nya. Sebab itu, kita yang sudah berlindung pada Allah, diberi dorongan kuat untuk berpegang teguh pada harapan yang terbentang di depan kita” Ibrani 6 : 18
Kupersembahkan karya ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberi perlindungan, kekuatan dan penerangan di setiap langkah hidupku
Bapak, Ibu, Mb Aning, Mas Anton, Mb Shinta, Mb Nita, Daud, Ria, Kakak Jo
Teman dan sahabat-sahabatku
Almamaterku
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala perlindungan dan berkat yang telah diberikan sehingga skripsi berjudul “Efek
Hepatoprotektif Ekstrak Etanol 70% Daun Jarong (Stachytarpheta indica (L.)
Vahl.) Terhadap Kadar Alanin Aminotransferase dan Aspartat Aminotransferase pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida” dapat dikerjakan dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari campur tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. dan ibu Dra. Sri Hartati Yuliani, Apt.
selaku Dekan dan Ketua Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing Utama dan
Dosen Penguji yang telah membimbing, mendampingi, memotivasi dan
memberikan saran selama penyusunan skripsi.
3. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing
Pendamping dan Dosen Penguji yang telah membimbing, mendampingi,
memotivasi, dan memberikan saran selama penyusunan skripsi.
4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt., Ph. D. Sebagai Dosen Penguji skripsi atas
koreksi dan masukan kepada penulis.
5. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. Sebagai Dosen Penguji skripsi atas
koreksi dan masukan kepada penulis.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggungjawab
Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan
fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. yang telah memberikan bantuan dalam
determinasi tanaman Stachytarpheta indica (L,) Vahl..
8. Pak Kayat, Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Parlan, dan Pak Bimo selaku laboran
laboratorium Fakultas Farmasi yang telah membantu penulis dalam proses
pelaksanaan penelitian di laboratorium.
9. Seluruh Dosen dan Karyawan Universitas Sanata Dharma terutama Fakultas
Farmasi yang telah membantu dan memberi pembelajaran penulis dari awal
hingga akhir perkuliahan.
10. Bapak yang selalu mendoakan dari surga, Ibu, Mb Aning, Mas Anton, Mb
Shinta, Mb Nita, Daud, Ria, Kakak Jo yang selalu memberikan doa, segala
bentuk dukungan, semangat, dan kasih sayang.
11. Teman-teman seperjuangan penelitian daun Jarong: Irest, Jojo, Anna yang
telah membant, kerjasama, menikmati suka duka dari awal hingga akhir .
12. Teman satu kelompok praktikum Putra, Agatha, Tika, Cindy, Rossa, Astrid,
Ruri, Novi, Meda, Ira, PWT, Sion, Vani, Vivin yang telah memberikan banyak
pelajaran dan dinamika selama proses perkuliahan terlebih praktikum.
13. Sahabat ngumpul Yudha, Sion, Aan, Satrio, Danang atas semangat dan
dukungan dalam penyelesaian penelitian ini. Sativa sebagai sahabat yang selalu
memberi semangat dan teman berbagi keluh kesah.
14. Keluarga besar MMXII terlebih FSM C 2012 dan FST B 2012 tercinta.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu Farmasi.
Penulis
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ...... vi
PRAKATA ...... vii
DAFTAR ISI ...... x
DAFTAR TABEL ...... xv
DAFTAR GAMBAR ...... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...... xviii
INTISARI ...... xx
ABSTRACT ...... xxi
BAB I PENGANTAR ...... 1
A. Latar Belakang ...... 1
1. Perumusan Masalah...... 3
2. Keaslian Penelitian ...... 4
3. Manfaat Penelitian...... 5
B. Tujuan Penelitian ...... 5
1. Tujuan Umum ...... 5
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Tujuan Khusus ...... 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ...... 7
A. Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ...... 7
B. Anatomi dan Fisiologi Hati ...... 9
C. Kerusakan Hati ...... 12
D. Hepatotoksin ...... 13
E. Alanin Aminotransferasi (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST)14
F. Karbon Tetraklorida ...... 14
G. Flavonoid ...... 16
H. Maserasi ...... 16
I. Landasan Teori ...... 17
J. Hipotesis ...... 18
BAB III METODE PENELITIAN ...... 19
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...... 19
B. Variabel dan Definisi Operasional ...... 19
1. Variabel utama ...... 19
2. Variabel pengacau ...... 19
3. Definisi operasional...... 20
C. Bahan Penelitian ...... 21
1. Bahan utama ...... 21
2. Bahan kimia ...... 21
D. Alat Penelitian ...... 23
E. Tata Cara Penelitian ...... 23
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Determinasi tanaman jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl) ...... 23
2. Pengumpulan bahan uji ...... 24
3. Pembuatan serbuk ...... 24
4. Penetapan kadar air serbuk daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl. .. 24
5. Uji tabung kandungan polifenol ...... 25
6. Pembuatan pelarut etanol 70% ...... 25
7. Pembuatan ekstrak kental daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl ..... 25
8. Pembuatan CMC-Na 1% ...... 26
9. Penetapan dosis ekstrak etanol 70% daun Stachytarpheta indica (L.)
Vahl ...... 26
10. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% ...... 26
11. Uji pendahuluan ...... 26
a. Penetapan dosis hepatotoksin ...... 26
b. Penetapan waktu pencuplikan darah ...... 27
12. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ...... 27
13. Pembuatan serum ...... 28
14. Pengukuran kadar ALT-AST ...... 28
F. Tata Cara Analisis Hasil...... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...... 31
A. Penyiapan Bahan ...... 31
1. Hasil determinasi tanaman ...... 31
2. Pengumpulan bahan uji ...... 32
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Pembuatan serbuk daun jarong (Stachytarpheta indica (L.)
Vahl.) ...... 32
4. Penetapan kadar air serbuk daun jarong (Stachytarpheta indica (L.)
Vahl.) ...... 33
5. Hasil uji tabung kandungan polifenol ...... 33
B. Pembuatan Ekstrak Etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.)
Vahl.) ...... 34
C. Uji Pendahuluan ...... 35
1. Penentuan dosis hepatotoksin ...... 35
2. Penentun dosis ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica
(L.) Vahl.) ...... 35
3. Penentuan waktu pencuplikan darah ...... 36
D. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol 70% Daun Jarong
(Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) Pada Tikus Terinduksi Karbon
Tetraklorida ...... 40
1. Kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB ...... 43
2. Kontrol hepatotoksin 2 mL/kgBB ...... 45
3. Kontrol perlakuan ekstrak etanol 70% daun jarong 400 mg/kgBB . 46
4. Kelompok perlakuan ekstrak etanol 70% daun Stachytarpheta indica
(L.) Vahl. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida ...... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 53
A. Kesimpulan ...... 53
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Saran ...... 53
DAFTAR PUSTAKA ...... 54
LAMPIRAN ...... 59
BIOGRAFI PENULIS ...... 99
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT ...... 22
Tabel II Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST ...... 22
Tabel III Purata kadar ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan
dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke 0, 24, dan 4 ...... 36
Tabel IV Hasil Paired-Samples T Test kadar ALT tikus setelah induksi karbon
tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam
ke-0, 24, dan 48 ...... 37
Tabel V Purata kadar AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan
dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke 0, 24, dan 48 ..... 38
Tabel VI Hasil Paired-Samples T Test kadar ALT tikus setelah induksi karbon
tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam
ke-0, 24, dan 48 ...... 39
Tabel VII Purata ± SE kadar ALT dan AST tikus jantan galur Wistar pada
kelompok perlakuan ...... 41
Tabel VIII Hasil uji Kruskal-Wallis Mann-Whitney kadar ALT praperlakuan
ekstrak etanol 70% S. indica pada tikus terinduksi karbon tetraklorida
dosis 2 mL/kgBB...... 43
Tabel IX Hasil uji Post-Hoc Games Howell kadar AST praperlakuan ekstrak
etanol 70% S. indica pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB ...... 43
Tabel X Purata kadar ALT dan AST tikus setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada jam ke-0 dan 24 ...... 44
Tabel XI Hasil Paired-Samples T Test kadar ALT tikus setelah pemberian olive oil
2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 ...... 44
Tabel XII Hasil Paired-Samples T Test kadar AT tikus setelah pemberian olive oil 2
mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 ...... 44
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl...... 7
Gambar 2. Letak hati dalam tubuh manusia...... 10
Gambar 3. Anatomi hati manusia...... 10
Gambar 4. Letak hati dalam tubuh tikus ...... 11
Gambar 5. Hati tikus dan pembagian lobus tikus ...... 12
Gambar 6. Biotransformasi karbon tetraklorida...... 15
Gambar 7. Diagram batang purata kadar ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ...... 37
Gambar 8. Diagram batang purata kadar AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ...... 38
Gambar 9. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar pada
kelompok perlakuan ...... 41
Gambar 10. Diagram batang purata kadar AST tikus jantan galur Wistar pada
kelompok perlakuan ...... 42
Gambar 11. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar setelah
pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 ...... 45
Gambar 12. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar setelah
pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 ...... 45
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Foto tumbuhan Stachytarpheta indica (L.) Vahl...... 61
Lampiran 2. Foto daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl. segar ...... 61
Lampiran 3. Foto simplisia Stachytarpheta indica (L.) Vahl...... 62
Lampiran 4. Foto ekstrak etanol 70% daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl.
...... 62
Lampiran 5. Foto ekstrak etanol 70% daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl
kental...... 63
Lampiran 6. Foto ekstrak kental yang dilarutkan dalam CMC ...... 63
Lampiran 7. Hasil determinasi Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ... 64
Lampiran 8. Surat pengesahan determinasi Stachytarpheta indica (L.)
Vahl...... 67
Lampiran 9. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics
Committee (MHREC) ...... 68
Lampiran 10. Surat keterangan penggunaan program IBM SPSS Statistics 22 Lisensi
UGM ...... 69
Lampiran 11. Analisis statistik kadar ALT dan AST pada penetapan waktu
pencuplikan darah ...... 70
Lampiran 12. Analisis statistik kadar ALT dan AST pada kelompok kontrol olive oil 2
mL/kgBB ...... 72
Lampiran 13. Analisis statistik kadar ALT pada perlakuan ekstrak etanol 70% daun
jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) setelah induksi karbon
tetraklorida 2 mL/kgBB ...... 74
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 14. Analisis statistik kadar AST pada perlakuan ekstrak etanol 70% daun
jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) setelah induksi karbon
tetraklorida 2 mL/kgBB ...... 88
Lampiran 15. Perhitungan efek hepatoprotektif ...... 94
Lampiran 16. Perhitungan konversi dosis ekstrak etanol 70% daun jarong
(Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ...... 96
Lampiran 17. Penetapan kadar air serbuk simplisia daun Stachytarpheta indica
(L.) Vahl...... 97
Lampiran 18. Rendemen ekstrak kental daun S. Indica (L.) Vahl...... 98
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas alanin aminotransferase (ALT) dan asparat aminotransferase (AST) pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi CCl4 serta untuk mengetahui dosis efektif ekstrak sebagai hepatoprotektif. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni, rancangan acak lengkap pola searah. Subjek dalam penelitian ini tikus jantan galur Wistar sebanyak 30 ekor berumur 2-3 bulan berat badan 160-250 g, dibagi secara acak dalam 6 kelompok. Kelompok I (kontrol negatif) diberi minyak zaitun dosis 2 mL/KgBB. Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi larutan CCl4 dalam olive oil dengan perbandingan 1:1 dosis 2 mL/KgBB. Kelompok III (kotrol ekstrak etanol) diberi ekstrak etanol 70% daun S. Indica dengan dosis 400 mL/kgBB, setalah enak jam diambil darah. Kelompok IV, V, dan VI diberi ekstrak etanol 70% daun S. Indica dengan dosis bertingkat yakni 100, 200, dan 400 mg/KgBB, 6 jam setelah pemberian ekstrak etanol 70% dilakukan induksi dengan CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB secara i.p. Dilakukan pengambilan darah pada sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4. Data aktivitas serum ALT dianalisis menggunakan one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan uji Mann-Whitney atau Games Howel. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun S. indica memiliki persen hepatoprotektif dari dosis terendah ke tertinggi sebesar 38,12, 30,56 dan 97,53%. Dosis efektif adalah dosis 400 mg/kgBB.
Kata kunci : efek hepatoprotektif, Stachytarpheta indica (L.) Vahl., ekstrak etanol 70%, ALT, AST
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
This aims of study research to determine the hepatoprotective effect of 70% ethanol extract of jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) leaves to alanine aminotransferase (ALT) and aspartate aminotransferase (AST) activities in male Wistar rats were induced by CCl4 and to determine the effective dose of the extract. This research is purely experimental research with randomized complete direct sampling design. Subjects in this research used 30 male Wistar rats, aged 2- 3 months, 160-250 g weight, were randomly divided into 6 groups. Group I (negative control) was given olive oil at a dose 2 mL/ KgBW. Group II (control hepatotoxins) was given CCl4 dissolved in olive oil (1:1) at a dose of 2 mL/KgBW. Group III (ethanol extract) was given 70% ethanol extract S. Indica leaves at a dose of 400 mL/KgBW, blood was taken after the six hours later. Group IV, V, and VI were given 70% ethanol extract of S. indica leaves with dose level of 100, 200, and 400 mg/KgBW orally six hours before CCl4 administration intraperitonially at dose 2 mL/kgBW. Blood sampling from all group were taken through eyes orbital sinus for measuring of the activity of ALT and AST at the 24th hours after administration of CCl4. The data were analyzed using one-way ANOVA with 95% significancy level and continued test with Mann-Whitney or Howel Games. The results showed that administration of 70% ethanol extract of S. indica leaves has a hepatoprotective percent from the lowest to the highest dose at 38.12, 30.56 and 97.53%. The effective dose is the dose of 400 mg/kgBW.
Keywords: hepatoprotective effect, Stachytarpheta indica (L.) Vahl., 70% ethanol extract, ALT, AST
xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Setiap organ dalam tubuh memiliki perannya sendiri-sendiri. Organ penting dalam tubuh manusia salah satunya hati. Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat sekitar 1300-1550 g. Hati berfungsi sebagai pabrik terbesar dalam tubuh untuk suplai darah yang cukup besar, yaitu 1-1,5 L/menit, salah satunya adalah menerima darah dari vena porta yang membawa produk pencernaan dari saluran cerna. Beberapa fungsi hati, yaitu untuk metabolisme karbohidrat, protein, lemak, sintesis, penyimpanan, detoksifikasi, produksi eritrosit, dan destruksi eritrosit (Gibson, 2002).
Fungsi hati yang sangat penting bagi tubuh menyebabkan hati harus dilindungi agar dapat beraktivitas sesuai tugasnya. Beberapa penyakit dapat menyebabkan menurunnya aktivitas dari fungsi hati, salah satunya adalah steatosis atau biasa disebut perlemakan hati (non-alcoholic fatty liver disease-NAFLD). Amarapurka et al. (2007) dalam tulisannya berjudul How common is non-alcoholic fatty liver disease in the Asia-Pcific region and are there local difference menyatakan bahwa
30% penduduk dewasa di Indonesia terkena NAFLD. Steatosis ini merupakan penimbunan abnormal dari trigliserida dalam sel parenkim. Penyebab terjadinya steatosis ini adalah senyawa toksin, malnutrisi protein, diabetes melitus, obesitas, dan anoksia. Steatosis dapat disebabkan karena masuknya asam lemak dalam hati
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
sampai keluarnya lemak dari hati sebagai lipoprotein (Sudiono, Kurniadhi,
Hendrawan, & Djimantoro, 2001).
Banyak cara pengobatan yang dapat dilakukan untuk melindungi organ hati dari kerusakan atau penyakit, salah satunya adalah dengan pengobatan herbal.
Pengobatan dengan menggunakan herbal merupakan cara yang lebih aman daripada menggunakan obat modern. Hal tersebut, dikarenakan obat herbal memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan obat modern yang sudah ada.
Tetapi penggunaan obat herbal ini harus digunakan dengan bahan yang sesuai, tepat dosis, penggunaan yang tepat guna, informasi akurat mengenai obat herbal yang digunakan dan tidak menyalahgunakan obat herbal (Sari, 2006). Berdasarkan tulisan Sari (2006) tersebut sehingga memungkinkan untuk pencegah terjadinya penyakit steatosis menggunakan herbal. Indonesia sendiri memiliki banyak tanaman yang berguna untuk pengobatan herbal salah satunya daun jarong
(Stachytarpheta indica (L.) Vahl.).
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan salah satu senyawa yang dapat merusak hati dengan terjadinya perlemakan dihati. Kerusakan hati ini ditandai dengan peningkatan kadar enzim ALT dan AST (Panjaitan, Handaryani, Chairul,
& Masriani, 2007). Karbon tetraklorida ini menjadi radikal bebas karena dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1). Dengan pemberian CCl4 dengan dosis tinggi akan mengakumulasi lipid.
Ekstrak daun Stacytarpheta indica (L.) dalam artikel yang ditulis oleh
Joshi, Sutar, Karigar, Patil, Gopalakrishna, & Sureban (2010) mengandung senyawa karbohidrat, glikosida, dan flavonoid. Dijelaskan pula dalam tulisan Joshi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
et al. (2010) bahwa ekstrak etanol Stacytarpheta indica (L.) Vahl. memiliki aktivitas hepatoprotektif yang ditunjukkan dengan tikus yang telah diinduksi hepatotoksin CCl4 mengalami penurunan nilai SGPT, SGOT, SALP dan serum bilirubin. Gayatri, Ramesh, Sumalatha, Venkates, & Vidyadhara (2011) menyebutkan bahwa terdapat kandungan alkaloid, glikosida, saponin, tannin, karbohidrat dan flavonoid. Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70%
(Harborne, 1987). Ekstrak dari serbuk simplisia dengan cara maserasi menggunakan pelarut yang sesuai. Digunakan pelarut yang dapat menyari sebagian besar metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia. Jika tidak dinyatakan lain digunakan etanol 70% (Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2009).
Berdasarkan pemaparan diatas, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
1. Perumusan masalah
a. Apakah pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas
AST-ALT pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?
b. Berapakah dosis efektif dosis ekstrak etanol 70% daun Jarong
(Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) dalam penggunaan jangka pendek terhadap aktivitas AST-ALT yang dapat memberikan efek hepatoprotektif optimal pada tikus jantan galur Wistar?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
2. Keaslian penelitian
Penelitian menggunakan tanaman Stacytarphyta indica (L.) Vahl. pernah dilakukan oleh :
a. Sahoo, Dash, and Bhatnagar (2014) yang melaporkan mengenai aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol Stacytarpheta indica Vahl. dengan menggunakan metode DPPH.
b. Joshi et al. (2010) yang melakukan penelitian tentang ekstraksi ekstrak etanol daun Stacytarpheta indica Vahl. menggunakan sokhlet dengan pelarut yang kepolaritasanya meningkat. Dalam penelitian ini ekstrak etanol Stacytarpheta indica Vahl. dilaporkan memiliki efek hepatoprotektif. Uji efek hepatoprotektif ini dilakukan dengan menggunakan kontrol positif liv 52 (obat herbal dari The
Himalaya Drug Company) dengan jangka waktu penelitian 10 hari.
c. Gayatri et al. (2011) melakukan penelitian tentang aktivitas hepatoprotektif ekstrak etanol herba Stachytarpheta indica Vahl. pada tikus Wistar.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah dengan metode sokletasi. Uji aktivitas hepatoprotektif dilakukan dalam jangka waktu 7 hari.
Berdasarkan penelitian diatas, penelitian efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica Vahl.) dengan metode ekstraksi maserasi belum pernah dilakukan sebelumnya.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoretis. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait ilmu pengetahuan khususnya pada bidang kefarmasian mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
pengaruh pemberian jangka pendek ekstrak etanol 70% daun jarong
(Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) sebagai hepatoprotektor.
b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait dosis efektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong
(Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) bagi masyarakat dan industri farmasi sebagai hepatoprotektor.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica Vahl.) terhadap penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
b. Mengetahui dosis efektif pemberian esktrak etanol 70% daun jarong
(Stachytarpetha indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas ALT-AST yang dapat memberikan efek hepatoprotektif optimal pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.)
Jarong dengan nama latin (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) merupakan jenis tumbuhan liar yang berbunga sepanjang tahun, dapat diperbanyak dengan biji, dan dapat tumbuh di tempat-tempat teduh dengan ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut (Maradjo, 1985). Berikut ini adalah gambar dari tanaman jarong:
Gambar 1 Tanaman Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) (Dokumentasi Pribadi, 2015) 1. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Stachytarpheta
Spesies : Stachytarpheta indica Vahl.
(van Steenis, 1992; Plantamor, 2012)
Sinonim nama ilmiah:
Spesies : Stachytarpheta indica (L.) Vahl.
2. Nama daerah
Di Indonesia, jarong juga dikenal dengan nama berbeda di tiap-tiap daerah seperti: remek getih, ngadi rengga (Jawa), jarongan, jarong lelaki (Jakarta), jarong lelaki, pecut kuda (Sunda), rum jarum, roem jharum (Madura), selasih hutan
(Sumatera) (Dharma, 1996; Soedibyo, 1998).
3. Nama asing
Gajihan (Malaysia), ratstail (Filipina), yu long bian (China) (Plantamor,
2012).
4. Morfologi
Stachytarpheta indica (L.) Vahl. adalah rumput-rumputan yang tegak, tinggi 0,3-0,9 m. Memiliki daun berhadap-hadapan, bertangkai sangat panjang, berbentuk elips memanjang atau bulat telur, dengan kaki yang menyempit demi sedikit, di atas bagian kaki yang bertepi rata berigigi beringgit, berambut jarang atau tidak yang ukurannya 4-9 cm dan 2,5-5 cm. Bulir bertangkai pendek, panjang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
15-30 cm. Daun pelindung menempel kuat pada kelopak, bertepi lebar serupa selaput. Kelopak bergigi empat, panjang 0,5 cm. Tabung dasar bunga berbentuk bantal. Buah berbentuk garis baji, panjang 0,5 cm, pecah dalam 2 kendaga.
Terutama di daerah dengan musim kemarau yang tegas, di tempat yang cerah atau sedikit, 1-1,250 m (Van Steenis, 1992).
5. Kandungan kimia
Jarong mengandung senyawa kimia berupa terpenoid, flavonoid, glikosida, dan flavonoid (Chowdhury, 2003).
B. Anatomi dan Fisiologi Hati
1. Anatomi hati manusia
Hati manusia terletak dibawah diafragma di sisi kanan rongga perut. Hati terbagi atas dua lapisan utama, yaitu permukaan atas yang berbentuk cembung dan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transfersus. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri hati dibagian atas hati, selanjutnya hati dibagi menjadi empat belahan, yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudat, dan lobus quadratus (Syaifuddin, 2006). Organ hati di dalam tubuh manusia memiliki berat sekitar 1500 g, terletak dalam rongga perut sebelah kanan, berwarna merah kecokelatan dengan konsistensi lunak. Hati merupakan organ sekaligus kelenjar terbesar di dalam tubuh yang memproduksi empedu dan juga mengeluarkan hasil produksi dari makanan yang sudah dicerna (Wibowo dan Paryana, 2009). Letak dan pembagian lobus hati dapat dilihat pada gambar 2 dan gambar 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Gambar 2. Letak hati dalam tubuh manusia (Rogers dan Dintzis, 2012)
Gambar 3. Anatomi hati manusia (Rogers dan Dintzis, 2012)
Hati memiliki dua jalur peredaran darah, yaitu arteri hepatika dan vena porta. Pada arteri hepatika, darah yang keluar dari aorta dan memberi seperlima darah pada hati dan darah ini memiliki kejenuhan 95%-100%. Kemudian darah yang masuk ke hati kemudian membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
kapiler vena, kemudian akan keluar melalui vena hepatika. Pada vena porta yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan empat perlima darahnya ke hati. Darah ini mempunyai kejenuhan 70% karena beberapa oksigen telah diambil oleh limfase dan usus. Kegunaan darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus. Besar diameter vena porta lebih kurang 1 mm dan satu dengan yang lain terpisah dengan jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah ke hati
2. Anatomi hati tikus
Pada tikus, hati mempunyai berat 6 g (6% dari berat tubuh). Bagian hati berada pada subdiaphragmatic regional. Hati tikus dibagi menjadi empat bagian lobus, yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus medial, dan lobus caudate. Lobus kanan memiliki septum transversal yang membagi menjadi dua. Pada lobus medial berada pada bagian perut dan merupakan bagian yang paling menonjol pada bagian rongga perut. Lobus kiri merupakan bagian lobus terbesar dan merupakan bagian yang paling sering digunakan sampel pemeriksaan histologis, sedangkan lobus caudate merupakan lobus kecil. Sirkulasi darah tikus mirip dengan manusia (Rogers dan
Dintzis, 2012). Hati tikus digambarkan seperti gambarkan pada gambar 4 dan gambar 5.
Gambar 4. Letak hati tikus dalam tubuh (Rogers dan Dintzis, 2012)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Gambar 5. Hati tikus dan pembagian lobus (Rogers dan Dintzis, 2012)
3. Fisiologi hati
Hati memiliki fugsi mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh dan akan dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan. Selain itu hati mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urine. Hati juga berperan untuk menghasilkan enzim glikogenik untuk mengubah glukosa menjadi glikogen. Hati juga sebagai pembentuk ureum dari asam amino yang diterima hati kemudian dikeluarkan melalui darah menuju ginjal untuk dikeluarkan dalam bentuk urine.
Dan hati berfungsi untuk menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air (Syaifuddin, 2006).
C. Kerusakan Hati
Kerusakan hati dapat mengakibatkan beberapa penyakit. Beberapa dianataranya, yaitu: perlemakan hati (steatosis), nekrosis, kolestasis, dan sirosis
(Hodgson, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
a. Perlemakan hati
Merupakan akibat dari toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas,
dan anoksia. Timbunan trigliserida dalam hati dapat disebabkan karena defek
dari mulai masuknya asam lemak dalm hati sampai keluarnya lemak dari hati
sebagai lipoprotein (Sudiono, Kurniadhi, Hendrawan, & Djimantoro, 2001). b. Nekrosis
Merupakan keadaan pada kematian jaringan. Dapat dikategorikan nekrosis
keoagulaif yang terjadi karena kekurangan suplai darah karena infark pada
organ, nekrosis likuefaktif, tipe khusus, dan apoptosis (Tambayong, 2000). c. Kolestasis
Merupakan kelainan mekanisme pengangkutan empedu (kolestasis) yang
terjadi karena obstruksi atau terjadinya efek samping karena terganggunya
struktur hati karena kerusakan sel hati (Jeyaratnam dan Koh, 2009). d. Sirosis
Merupakan penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar
yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar
fungsi hepar (Baradero, Dayrit, & Siswandi, 2008).
D. Hepatotoksin
Hepatotoksin diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: hepatotoksin intrinsik dan hepatotoksin indiosinkratik. Hepatotoksin intrinsik merupakan senyawa yang mempunyai efek hepatotoksik hampir pada seluruh populasi yang terpejankan senyawa tersebut. Senyawa ini bergantung pada dosis pemberian, sedangkan hepatotoksin indiosinkratik merupakan senyawa yang mempunyai efek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
hepatotoksik pada sebagian kecil populasi yang terpejankan senyawa tersebut.
Beberapa bergantung pada dosis pemberian (Friedman and Keeffe, 2012).
E. Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase
(AST)
Alanin aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST) meupakan serum yang sering digunakan dalam uji fungsi hati. Jika kedua enzim ditemukan di dalam serum, maka mengindikasikan adanya kerusakan fungsi hati
(McPhee dan Ganong, 2007). Konsentrasi enzim ALT terbesar terdapat pada hati yang merupakan petunjuk spesifik adanya nekrosis dibandingkan AST yang terdapat pada hampir semua jaringan, otot rangka, dan hati (Zimmerman, 1999).
Sebagai parameter krusakan hati, serum ALT dan AST dalam darah memiliki kisaran kadar sebagai patokan ukuran. Pada tikus putih menurut Pilichos et., al. (2004) kadar serum AST, yaitu berkisar antara 19,3-68,9 U/L sedangkan kadar serum ALT 29,8-77,0 U/L.
F. Karbon tetraklorida
Karbon tetraklorida merupakan senyawa xenobiotic yang sering digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan. Dalam retikulum endoplasma hati, karbon tetraklorida dimetabolisme oleh sitokrom P450 2 E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas yang akan menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homestasis Ca2+ dan akhirnya dapat menyebabkan kematian sel (Lin,
Yen, Lo, Lin, 1998). Dengan dosis 10 ml/kg CCl4 dapat emgakibatksan perlemakan hati (steatosis) (Panjaitan et al., 2007). Mekanisme biotransformasi karbon tetraklrodida disajikan dalam gambar 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Gambar 6. Biotransformasi karbon tetraklorida (McGregor dan Lang, 1996)
Karbon tetraklorida (CCl4) dapat memberikan kerusakan sel hati berupa perlemakan hati. Sitokrom P-450 (CYP2E1) memiliki fungsi sebagai agen pereduksi dan mengkatalisis adisi elektron yang mengakibatkan satu ion klorin yang hilang sehingga membentuk suatu radikal bebas berupa triklorometil (•CClз)
(Gregus, 2008). •CClз dapat berikatan dengan protein dan lemak mikrosomal, serta akan bereaksi secara langsung dengan kolesterol dan fosfolipid dan terbentuk radikal lipid yang mengaktifkan oksigen reaktif dan terjadi peroksidasi lipid
(Timbrell, 2009). Penyakit hati yang dinyatakan steatosis jika kadar ALT dan AST mengalami kenaikan sebesar 3 atau 4 kali lipat dari kadar normal (Paschos dan
Paketas, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
G. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang diisolasi dari tumbuhan dengan memiliki komponen senyawa sebanyak lebih dari 8000 senyawa. Senyawa ini mempunyai kemampuan sebagai antioksidan, antimikroba, fotoreseptor, skrining cahaya, dll (Piettea, 2000). Flavonoid dibagi menadi beberapa kelas, yaitu
Isoflavonoid, Neoflavonoid, dan Chalcones (Grotewold, 2006). Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Harborne, 1987). Flavonoid dapat digunakan untuk menghambat kerusakan jaringan hepar tikus percobaa dengan dosis 100 mg/KgBB. Penghambatan kerusakan jaringan hepar dapat dilihat dari penurunan aktivitas SGOT dan SGPT (Yerizel, Oenzil, & Endrinaldi, 1998).
H. Maserasi
Ekstraksi merupakan pemisahan senyawa yang mengandung zat aktif untuk pengobatan yang didapat dari tanaman atau hewan. Teknik yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat mengambil senyawa aktif yang diingin dengan hasil terbanyak. Beberapa metode ekstraksi, yaitu maserasi, perkolasi, digestion, infusa, dan dekokta (Troy, 2006). Ekstraksi untuk untuk pengambilan senyawa dari tanaman dapat berupa bagian tanaman yang masih segar dan bagian tanaman yang dikeringkan (simplisia). Terdapat empat macam ekstraksi, yaitu maserasi, pekolasi, perkolasi dingin, dan countercurrent extraction (Raaman, 2006).
Maserasi merupakan metode ekstraksi sederhana dengan merendam simplisia dari tanaman dalam pelarut yang sesuai dengan keadaan tertutup pada suhu kamar. Rasio pelarut yang digunakan untuk maserasi simplisia:pelarut, yaitu
1:5 atau 1:10. Perendaman dilakukan hingga beberapa hari. Selama ekstraksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
dilakukan pengadukan dengan mixer atau shaker hingga homogen. Serbuk hasil maserasi ini dapat dilakukan maserasi kembali sekali atau dua kali dengan pelarut yang baru (Mahdi dan Altikriti, 2010). Jika tidak dinyatakan lain, maserasi dilakukan dengan etanol 70% (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2009).
I. Landasan Teori
Organ hati merupakan organ sekaligus kelenjar terbesar didalam tubuh yang memproduksi empedu dan juga mengeluarkan hasil produksi dari makanan yang sudah dicerna (Wibowo dan Paryana, 2009). Beberapa keruskaan hati akibat efek toksik, yaitu steatosis, nekrosis, kolestasis, dan sirosis (Lu, 1995).
Karbon tetraklorida (CCl4) dapat memberikan kerusakan sel hati berupa perlemakan hati. Sitokrom P-450 (CYP2E1) memiliki fungsi sebagai agen pereduksi dan mengkatalisis adisi elektron yang mengakibatkan satu ion klorin yang hilang sehingga membentuk suatu radikal bebas berupa triklorometil (•CClз)
(Gregus, 2008). •CClз dapat berikatan dengan protein dan lemak mikrosomal, serta akan bereaksi secara langsung dengan kolesterol dan fosfolipid dan terbentuk radikal lipid yang mengaktifkan oksigen reakatif dan terjadi peroksidasi lipid
(Timbrell, 2009). Kerusakan hati oleh karbon tetraklorida dapat dilihat dengan adanya kenaikan aktivitas serum ALT dan AST.
Jika kedua enzim ALT dan AST ditemukan meningkat di dalam serum yang diuji, maka mengindikasikan adanya kerusakan fungsi hati (McPhee dan
Ganong, 2007). Konsentrasi enzim ALT terbesar terdapat pada hati yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
merupakan petunjuk spesifik adanya nekrosis dibandingkan AST yang terdapat pada hampir semua jaringan, otot rangka, dan hati (Zimmerman, 1999).
Pentingnya menjaga kondisi hati dari senyawa yang toksik dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu dengan pengobatan menggunakan senyawa dari bahan alam, yaitu flavonoid. Senyawa flavonoid hampir terdapat pada semua tanaman, salah satunya adalah tanaman jarong (S. indica (L.) Vahl.) (Chowdhury,
2003). Tanaman jarong ini merupakan tanaman yang mudah dijumpai di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Gayatri et al. (2011) menunjukkan bahwa esktrak etanol 95% dengan metode sokletasi daun jarong mempunyai efek hepatoprotektif.
Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Harborne, 1987).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2009) maserasi jika tidak dinyatakan lain menggunakan etanol 70%. Berdasarkan pemaparan di atas, diperlukan penelitian untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong sebagai hepatoprotektif pada tikus galur Wistar yang terpejankan CCl4.
J. Hipotesis
Ekstrak etanol 70% daun jarong (S. indica (L.) Vahl.) memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur
Wisar terinduksi karbon tetraklorida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek ekstrak etanol 70% daun jarong (S. indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantang galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis dalam pemberian jangka pendek ekstrak etanol 70% daun jarong (S. indica (L.) Vahl.).
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalah nilai aktivitas ALT-AST tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (S. indica (L.) Vahl.).
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan galur Wistar yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 160-250 g, cara pemberian ekstrak secara per oral, frekuensi waktu pemberian ekstrak, dan tempat tumbuh daun jarong (S. indica (L.) Vahl.).
b. Variabel pengacau tak terkendal. Kondisi patologis dan fisiologis dari tikus jantan galur Wistar.
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
3. Definisi operasional
a. Daun S. indica (L.) Vahl. Daun S. indica (L.) Vahl. yang diambil dari tanaman S. indica (L.) Vahl. adalah daun yang berwarna hijau, segar, dan sudah memiliki bunga.
b. Ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.) Vahl. Ekstrak etanol 70% daun
S. indica (L.) Vahl. didapatkan dengan cara merendam (memaserasi) simplisia kering daun jarong ke dalam etanol dengan konsentrasi 70% kemudian dipekatkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator dan diuapkan dengan water bath hingga bobot tetap.
c. Efek hepatoprotektif. Efek hepatoprotektif merupakan kemampuan ekstrak etanol 70% S. indica (L.) Vahl. dengan dosis tertentu yang diberikan dapat melindungi hati yang ditunjukkan dengan penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
d. Dosis efektif. Didefinisikan sebagai sejumlah miligram per kilogram berat badan (mg/KgBB) ekstrak etanol S. indica (L.) Vahl. yang memiliki % hepatoprotektif dari aktivitas ALT dan AST paling mendekati 100% proteksi hati di antara dosis uji, yaitu 100, 200, dan 400 mg/KgBB.
e. ALT-AST. Alanin aminotransferase (ALT) - Aspartat aminotransferase (AST) adalah enzim yang ditemukan di dalam serum. Enzim akan terjadi kenaikan kadar yang mengindikasikan adanya kerusakan fungsi hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur Wistar yang berusia 2-3 bulan dengan berat badan 160-250 g yang diperoleh dari daerah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan telah memenuhi kelaiakan etik (Lampiran 9).
b. Bahan uji. Bahan uji yang digunakan, yaitu serbuk daun S. indica (L.)
Vahl. yang diperoleh dari kebun obat Kampus III Universitas Sanata Dharma,
Paingan, Maguwoharjo.
2. Bahan kimia
a. Hepatotoksin
Karbon tetraklorida Merck® yang diperoleh dari Laboratorium Kimia
Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin
Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin yang digunakan adalah minyak zaitun (olive oil) Caesar® yang diperoleh dari PT. Prambanan Kencana.
c. Pelarut ekstrak
Pelarut ekstrak yang digunakan adalah etanol 70% yang didapat dari pengenceran etanol 96% dari toko Progo Mulyo, Yogyakarta dan aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
d. Pelarut ekstrak ketika digunakan
Pelarut ekstrak yang digunakan adalah CMC-Na 1%. Bahan CMC-Na diperoleh dari CV. General Labora, Yogyakarta.
e. Reagen ALT
Reagen ALT yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys. komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut:
Tabel I. Tabel komposisi dan konsentrasi reagen ALT
Komposisi pH Konsentrasi R1: TRIS 7,15 140 mmol/L L-Alanine 700 mmol/L LDH (Lactate dehydrogenase) ≥2300 U/L R2: 2-Oxoglutarate 85 mmol/L NADH 1 mmol/L Pyridoxal-5 phospate FS: God’s buffer 9,6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phospate 13 mmol/L
f. Reagen AST
Reagen AST yang digunakan adalah reagen AST DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut:
Tabel II. Tabel komposisi dan konsentrasi dari reagen AST
Komposisi pH Konsentrasi R1:TRIS 7,65 110 mmol/L L-Aspartate 320 mmol/L MDH (Malate dehydrogenase) ≥800 U/L LDH (Lactate dehydrogenase) ≥1200 U/L R2: 2-Oxyglutarate 65 mmol/L NADH 1 mmol/L Pyridoxal-5 phospate FS: God’s buffer 9,6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phospate 13 mmol/L
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
D. Alat Penelitian
1. Alat pembuatan serbuk daun S. indica
Alat yang digunakan antara lain oven, mesin penyerbuk, dan ayakan.
2. Alat ekstraksi daun S. indica
Alat-alat yang digunakan antara lain beaker glass, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk, shaker, dan timbangan analitik.
3. Alat uji penetapan kadar air
Moisture balance, sendok.
4. Alat pengujian hepatoprotektif
Alat-alat yang dibutuhkan adalah gelas Beaker, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik
(Mettler Toledo®), vortex (Genie Wilten®), spuit injeksi per oral untuk tikus, spuit injeksi intraperitonial, pipa kapiler, micropipet, tabung Eppendorf, sentrifuge, microvitalab 200 Merck®, blue tip, dan yellow tip.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman jarong (S. indica (L.) Vahl.)
Tanaman jarong yang diperoleh dari kebun obat kampus III Universitas
Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo. Tanaman jarong dideterminasi dengan mencocokkan morfologi tanaman jarong dengan buku acuan (van Steenis, 1992).
Determinasi dilakukan dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji dipetik dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma. Daun dipilih yang ideal, yaitu dipetik dengan batas tiga daun dari bawah maupun dari atas dan dilakukan pada bulan Juli-Agustus saat pagi hari. Daun yang telah didapat disortasi dan dicuci bersih dengan air mengalir. Setelah bersih, daun diangin-anginkan dengan ditutup kain hitam hingga tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 40oC selama 48 jam.
Penetapan suhu berdasarkan aturan Direktorat Jenderal Obat dan Makanan
Republik Indonesia (1985) dimana disebutkan bahwa pengeringan dilakukan pada suhu antara 30-90oC.
3. Pembuatan serbuk
Daun yang telah benar-benar kering (mudah dihancurkan dengan cara diremas), daun kering diserbuk dan diayak menggunakan ayakan nomor mesh 40 supaya kandungan fitokimia dalam daun S. indica (L.) Vahl. lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.
4. Penetapan kadar air serbuk daun S. indica
Serbuk daun S. indica (L.) Vahl. dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak 5 gram, lalu diratakan. Bobot serbuk tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan, setelah itu dipanaskan pada suhu 105oC selama 15 menit. Serbuk yang telah dipanaskan ditimbang kembali lalu dihitung sebagai bobot setelah pemanasan. Kadar air serbuk simplisia yang baik tidak adalah <10%.
Perhitungan kadar air serbuk diperoleh menggunakan rumus:
(퐵표푏표푡 푠푎푚푝푒푙 푠푒푏푒푙푢푚 푝푒푚푎푛푎푠푎푛 − 퐵표푏표푡 푠푎푚푝푒푙 푠푒푡푒푙푎ℎ 푝푒푚푎푛푎푠푎푛) 푥 100% 퐵표푏표푡 푠푎푚푝푒푙 푠푒푏푒푙푢푚 푝푒푚푎푛푎푠푎푛
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
5. Uji tabung kandungan polifenol serbuk daun jarong
Uji kandugan polifenol dilakukan dengan menambahkan 10 mL aquadest
pada sebuah tabung berisi 2 g serbuk daun jarong dan 10 mL etanol 70% pada
tabung lain yang juga berisi 2 g serbuk daun jarong. Kedua tabung didihkan di atas
penangan air, kemudian dilakukan penyaringan. Setelah dingin, filtrat diteteskan
FeCl3 sebanyak 3 tetes. Hasil positif adanya polifenol ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hijau-biru (Wulandari dan Hartini, 2015).
6. Pembuatan pelarut etanol 70%
Etanol 96% diencerkan dengan menggunakan rumus V1.C1 = V2.C2, dimana etanol 96% diencerkan dengan menggunakan aquadest hingga konsentrasinya menjadi 70%
7. Pembuatan ekstrak kental daun S. indica
Serbuk daun jarong sebanyak 30 g diekstraksi dengan etanol 70% sebanyak
300 mL dengan metode maserasi menggunakan shaker selama 24 jam (Gunawan,
Soegihardjo, Mulyani, Wahyuningsih, dan Sudarto, 1993). Kemudian dilakukan remaserasi satu kali dengan perlakuan sama dengan maserasi awal. Ekstrak cair yang diperoleh dari maserasi dan remaserasi diuapkan pelarutnya dengan vacuum rotary evaporator. Hasil evaporasi yang didapat kemudian dituangkan dalam cawan porselin yang telah ditibang terlebih dahulu beratnya untuk menghitung rendemen ekstrak kental kemudian diuapkan dengan waterbath sampai menjadi ekstrak kental dan bobot tetap. Menurut Farmakope Herbal Indonesia, ekstrak kental dicapai ketika tercapai bobot tetap, yakni apabila perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut setelah dikeringkan selama 1 jam tidak melebihi 0,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
mg pada penimbangan dengan timbangan analitik. Rendemen ekstrak kental didapat dari persamaan berikut:
퐵표푏표푡 푒푘푠푡푟푎푘 × 100% 퐵표푏표푡 푠𝑖푚푝푙𝑖푠𝑖푎
8. Pembuatan CMC-Na 1%
CMC-Na ditimbang kurang lebih 1,0 g. Kemudian dilarutkan dengan cara
disebarkan didalam erlenmeyer yang berisi aquadest 40 mL selanjutnya
ditambhakan lagi 60 mL aquadest.
9. Penetapan dosis ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.) Vahl.
Penentuan dosis ekstrak etanol 70% mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Joshi et al. (2010) yang menyebutkan bahwa dosis efektif ekstrak
etanol daun jarong adalah 200 mg/kgBB. Dosis ini dijadikan sebagai dosis tengah.
Penelitian ini menggunakan tiga peringkat dosis dengan faktor kelipatan 2
sehingga dosis rendah sebesar 100 mg/kgBB, dosis tengah sebesar 200 mg/kgBB,
dan dosis tinggi 400 mg/kgBB.
10. Uji pendahuluan a. Penetapan dosis hepatoksin
Penetapan dosis hepatotoksin dilakukan melalui studi literatur yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie (2002) yang menyebutkan bahwa dosis hepatotoksin karbon tetraklorida yang digunakan untuk menginduksi kerusakan hati tikus jantan galur Wistar adalah 2 mL/kgBB dimana volume CCl4 sama dengan volume minyak zaitun (1:1). Pemilihan dosis hepatoksin ini karena pada dosis tersebut, terjadi kerusakan sel-sel hati dari tikus jantan galur Wistar yang terdeksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dari kenaikan serum ALT dan AST, namun tidak sampai menyebabkan kematian pada tikus jantan sebagai subjek penelitian tersebut (Janakat & Al-Merie, 2002). b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Waktu pencuplikan darah diperoleh dengan cara melakukan orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yakni pada waktu ke- 0, 24, dan 48 jam.
Kemudian diukur kenaikan aktivitas AST-ALT. Penelitian terdapat sebelumnya yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie (2002) telah menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas ALT pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan (1:1), yakni dengan dosis 2 mL/kgBB. Peningkatan aktivitas maksimal terjadi pada jam ke-18 dan jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida secara injeksi dan kemudian berangsur menurun pada jam ke-48 dan terjadi perbaikan sel hati setelah 3 hari pemberian hepatotoksin (Janakat, Al- Merie, 2002).
11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Tikus jantan galur Wistar yang diperlukan sebagai hewan uji adalah sebanyak 36 ekor yang kemudian akan dibagi kedalam 6 kelompok secara acak sama banyak. Kelompok I (kelompok kontrol negatif diberi minyak zaitun dosis 2 mL/kgBB secara i.p., kemudian setelah 24 jam dilakukan pengambilan darah.
Kelompok II (kelompok kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida dalam minyak zaitun (1:1) dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonium (i.p.), setelah 24 jam dilakukan pengambilan darah. Kelompok III (kelompok kontrol ekstrak) yakni diberi ekstrak etanol daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl. dengan dosis tertinggi (400 mg/kg BB) secara peroral, kemudian setelah enam jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
dilakukan pengambilan darah. Kelompok V-VI (kelompok perlakuan uji yang diberikan ekstrak etanol daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl. dengan dosis bertingkat yakni 100 mg/KgBB; 200 mg/KgBB; dan 400 mg/KgBB kemudian enam jam setelah pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong dilakukan induksi dengan karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal
(Alkreathy, Khan, Khan, & Sahreen, 2014). Dilakukan pengambilan darah pada daerah sinus orbitalis mata sebanyak 1 mL untuk penetapan aktivitas ALT dan AST pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida.
12. Pembuatan serum
Darah yang diambil melalui sinus orbitalis mata menggunakan pipa
kapiler ditampung dalam tabung Eppendorf sebanyak 1 mL (Office of Animal Care
and Use, 2015). Kemudian darah yang diambil didiamkan selama 15 menit,
selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit
(Egbung, Atangwho, Itam, & Essien, 2012).
13. Pengukuran aktivitas ALT-AST
Pengukuran aktivitas serum ALT-AST dilakukan menggunakan Microlab-
200 Merck® di Laboratorium Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Aktivitas serum ALT-AST diukur pada panjang gelombang 340 nm, dan dinyatakan dengan satuan U/L. Kisaran nilai ALT serum kontrol DiaSys Trulab N series yakni 29,8-77,0 U/L. Tahap analisis ALT dilakukan dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000
µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex selama 5 detik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II (DiaSys, 2012).
Tahap analisis ALT dilakukan dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000 µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex selama 5 detik. Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II. Tahap analisis AST dilakukan dengan cara yang sama, yakni dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000
µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex selama 5 detik.
Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II (DiaSys, 2012).
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas dari ALT dan AST serum diperoleh, selanjutnya dianalisis dengan Saphiro Wilk (karena sampel di bawah 50) untuk mengetahui apakah distribusi normal atau tidak, kemudian dilakukan uji Levene’s Test untuk mengetahui homogenitas varian data antar kelompok sebagai syarat parametrik.
Jika diperoleh distribusi normal, kemudian dilanjutkan dengan analisis pola searah
(One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing kelompok. Post-Hoc test Tukey selanjutnya dilakukan untuk melihat kebermaknaan perbedaan data antara masing-masing kelompok untuk data berdistribusi normal dan variansi homogen. Post-Hoc test Games Howell selanjutnya dilakukan guna melihat kebermaknaan perbedaan data antara masing-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
masing kelompok untuk data berdistribusi normal dan variansi tidak homogen.
Perbedaan dikatakan bermakna (signifikan) bila memiliki nilai p<0.05, sedangkan tidak bermakna (tidak signifikan) bila p>0,05.
Bila data aktivitas ALT dan AST yang diperoleh tidak normal, maka dilakukan uji Kruskall-Wallis. Selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney untuk melihat kebermaknaan perbedaan data antar kelompok. Perbedaan dikatakan bermakna (signifikan) bila memiliki nilai p<0,05, sedangkan tidak bermakna (tidak signifikan) bila p>0,05.
Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
(purata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif) ALT = (1 − ) x100% (purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif)
(purata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif) AST = (1 − ) x100% (purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif)
(Wakchaure, Jain, Singhai, dan Somani, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl) terhadap aktivitas
ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4) serta mengetahui dosis efektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong.
Penelitian ini melihat pengaruh hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong dari penuruan kadar ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4).
A. Penyiapan Bahan
1. Determinasi tanaman
Penelitian ini menggunakan bagian daun dari tanaman jarong
(Stachytarpheta indica (L.) Vahl). Banyaknya tanaman yang berpotensi sebagai obat menjadikan pemastian tanaman yang akan digunakan dalam penelitian sangat penting (Epidemiological and Statistical Methodology Unit, 1986). Pemastian tanaman dilakukan dengan melakukan determinasi tanaman. Tanaman yang digunakan diambil dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Determinasi dilakukan dengan mengacu pada tulisan van Steenis (1992).
Pengamatan untuk determinasi dilakukan dari keseluruhan tanaman mulai daun, bunga, batang, hingga akar. Hasil dari determinasi didapat bahwa tanaman yang
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
akan digunakan adalah benar tanaman jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.)
(Lampiran 7 dan Lampiran 8).
2. Pengumpulan bahan uji
Setelah didapatkan daun jarong, lalu diproses hingga pengeringan sesuai dengan panduan pembuatan simplisia. Sortasi dilakukan untuk memastikan daun yang diambil tidak terkontaminasi dengan bahan lain, selain itu juga untuk memilah daun yang rusak. Daun yang rusak harus dipisahkan karena jika daun yang rusak akibat hama serangga ditakukan akan mempengaruhi kualitas dari zat yang terkandung dalam daun tersebut. Proses diangin-anginkan setelah sortasi dilakukan agar pengeringan dapat berlangsung dengan tepat dan benar. Suhu oven pengeringan dilakukan pada suhu 40oC karena pada suhu tersebut merupakan suhu optimal (tidak terlalu tinggi maupun tidak terlalu panas), sehingga diharapkan tidak merusak kandungan senyawa daun jarong. Hasil pengumpulan bahan uji ini mendapatkan daun jarong sesuai dengan yang diharapkan dan dalam kondisi yang baik hingga pengeringannya.
3. Pembuatan serbuk daun S. indica (L.) Vahl.
Daun jarong dipastikan kering dengan cara meremas daun, jika daun langsung hancur menandakan bahwa daun telah kering sempurna dan dapat dilakukan pembuatan serbuk. Pengayakan serbuk dilakukan dengan menggunakan penyaring antara mesh 30-40 (International Centre for Science and High
Technology, 2008), sehingga pada penelitian ini digunakan mesh 40 untuk pengayakan agar partikel serbuk yang besar tidak tercampur dengan partikel serbuk
(ukuran partikel sama). Ukuran peraktikel yang kecil juga diharapkan pada saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
penyarian serbuk simplisia daun jarong dapat tersari sempurna karena dengan semakin kecilnya ukuran serbuk simplisia menyebabkan luas permukaan kontak menjadi lebih besar. Serbuk yang didapatkan berwarna hijau.
4. Penetapan kadar air serbuk simplisa S. indica (L.) Vahl.
Syarat serbuk simplisia yang baik menurut Dirjen POM salah satunya adalah kandungan air yang ada tidak lebih dari 10%. Mengacu syarat tersebut maka dilakukan pengujian kadar air serbuk simplisia daun jarong yang telah siap digunakan dalam penelitian. Pengujian kadar ini bertujuan mengetahui % kandungan air yang ada dalam serbuk simplisa. Pengujian dilakukan dengan metode gravimetri di laboratorium Kimia Analisis Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Hasil pengukuran kadar air yang didapat sebesar 8,26%. Hasil tersebut sudah memenuhi persyaratan mutu serbuk simplisia yang baik menurut Dirjen
POM tahun 1995 yang menyatakan bahwa untuk kadar air serbuk simplia kurang dari 10%.
5. Hasil uji tabung kandungan polifenol
Pada tulisan Harborne pada tahun 1987 menjelaskan bahwa pengujian polifenol dapat dilakukan dengn pereaksi FeCl3. Pengujian polifenol ini dengan tujuan untuk melihat secara kualitatif apakah ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.)
Vahl. mempunyai senyawa yang dituju, yaitu flavonoid. Flavonoid merupakan bagian terbesar penyusun polifenol (Dai dan Mumper, 2010). Hasil uji secara kualitatif ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.) Vahl. mengandung polifenol salah satunya flavonoid, hal ini ditunjukkan dengan adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
perubahan warna dari ekstrak yang berwaran coklat kehijauan menjadi warna hijau kebiruan setelah diberikan FeCl3 pada ekstrak (Harborne, 1987).
B. Pembuatan ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.) Vahl.
Ekstrak etanol 70% didapat dengan meode maserasi yang dilanjutkan remaserasi satu kali. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang sederhana
(menggunakan alat-alat sederhana) dengan cara merendam serbuk simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Selanjutnya dilakukan remaserasi untuk menyari kembali senyawa yang masih tertinggal pada serbuk simplisia. Penggunaan pelarut yang sebanyak 300 mL ini dimaksudkan agar dapat menyari senyawa yang diinginkan dengan optimal, dimana Mahdi dan Altikriti (2010) juga menyatakan bahwa perbandingan simplisia dan pelarut yang digunakan 1:5 atau 1:10.
Penggunaan shaker ini bertujuan untuk mempermudah penggojogan secara konstan selama maserasi berlangsung, sehingga pelarut yang ada disekitar permukaan partikel tidak jenuh dan pengambilan senyawa dapat berlangsung dengan maksimal
(International Centre for Science and High Technology, 2009).
Ektrak cair hasil maserasi dan remaserasi kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator. Prinsip penggunaan rotary evaporator ini adalah proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu, cairan penyari akan dapat menguap dibawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya tekanan. Selanjutnya diuapkan dengan menggunakan water bath untuk mendapatkan ekstrak kental dan agar memudahkan perhitungan rendemennya. Ektrak kental harus memenuhi salah satu klasifikasi, yaitu bobot yang didapatkan adalah tetap. Bobot tetap ini dimaksudkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
bahwa ekstrak yang ada hanya ekstrak yang diinginkan saja, sedangkan pelarutnya diharapkan sudah menguap semua. Berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia, bobot tetap didapat dengan menimbang selama 1 jam ekstrak hingga selisi bobot tidak lebih dari 0,5 mg. Sebanyak 30 gram serbuk simplisia daun jarog dengan replikasi 3 kali menghasilkan bobot ekstrak kental 6,494 gram dengan rendemen yang didapat, yaitu 21,646%.
C. Uji Pendahuluan
1. Penetuan dosis hepatotoksin
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan salah satu senyawa hepatotoksin yang sering digunakan dalam penelitian. Sebelum digunakan sebagai hepatotoksin, senyawa ini harus diketahui berapa dosisnya agar menyebabkan tikus mengalami kerusakan hati dalam hal ini steatosis. Dosis CCl4 pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie (2002) yang menyatakan bahwa dosis 2 mL/KgBB CCl4 yang diinduksikan pada tikus secara intra peritoneal telah dapat menyebabkan hepatotoksik. Karbon tetraklorida ini dilarutkan dalam pelarut olive oil dengan perbandingan 1:1. Pemastian dosis hepatotoksin ini dilihat dari uji kadar ALT dan AST. Kenaikan dari kadar ALT dan AST dari kadar normal menandakan adanya kerusakan hati yang terjadi.
2. Penentuan dosis ekstrak etanol 70% daun jarong (S. indica (L.) Vahl.)
Joshi et al (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dosis efektif untuk ekstrak etanol daun jarong (S. indica (L.) Vahl.) adalah 200 mg/KgBB. Dosis tersebut dijadikan sebagai acuan untuk dosis ekstrak etanol 70% daun jarong pada penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan tiga peringkat dosis dengan faktor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
kelipatan 2, dengan dosis acuan sebagai dosis tengah. Sehingga dosis yang digunakan dalam penelitian ini 100 mg/KgBB sebagai dosis rendah, 200 mg/KgBB sebagai dosis tengah, dan 400 mg/KgBB sebagai dosis tinggi.
3. Penentuan waktu pencuplikan darah
Penentuan waktu pencuplikan darah ini dilakukan untuk mengetahui efek optimum hepatotoksin CCl4 pada jam tertentu yang akan digunakan sebagai penentu pemngambilan darah pada penelitian ini. Penentuan waktu pencuplikan berdasarkan nilai ALT dan AST kelompok tikus jantan galur Wistar yang diberikan hepatotoksin CCl4 diukur kadar ALT dan AST pada jam ke 0, 24, dan 48 setelah pemberian hepatotoksin. Dari pengambilan darah pada jam-jam tersebut dibandingkan manakah yang memiliki kadar hepatotoksin tertinggi. Darah yang diambil melalui sinus orbitalis. Hasil dari pengukuran kadar ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB tersaji pada tabel III dan gambar 7.
Tabel III. Purata aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada pencuplikan jam ke-0, 24, dan 48 (n = 3)
Waktu pencuplikan jam ke- Purata kadar ALT ± SE (U/L) 0 60,80 ± 2,27 24 181,40 ± 6,40 48 74,20 ± 1,99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Gambar 7. Diagram batang aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Berdasarkan tabel III dan gambar 7 dapat diketahui bahwa aktivitas serum
ALT pada jam ke 0, 24, dan 48 secara beturut-turut, yaitu 60,80 ± 2,27, 181,40 ±
6,40 dan 74,20 ± 1,99 U/L, sehingga dari data tersebut dapat diketahui bahwa kadar
ALT kelompok tikus yang terinduksi CCl4 pada pencuplikan darah jam ke-24 menunjukkan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pencuplikan darah pada jam ke 0 dan 48. Selanjutnya, dari hasil tersebut dilakukan analisa paired- samples T test. Hasil dari analisa paired-samples T test disajikan pada tabel IV.
Tabel IV. Hasil Paired-Samples T Test aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada pencuplikan jam ke-0, 24, dan 48 (n = 3) Waktu pencuplikan Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 (jam ke-) Jam ke-0 BB BB Jam ke-24 BB BB Jam ke-48 BB BB Keterangan gambar: BB = Berbeda Bermakna (p≤0,05)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Hasil analisa paired-samples T test menunjukkan bahwa kadar ALT pada jam ke-0, 24, dan 48 menunjukkan bahwa hasil yang didapat berbeda bermakna dimana kadar CCl4 pada jam ke 24 naik dengan signifikan dari jam ke-0 dan pada jam ke-48 terjadi penurunan kadar tetapi belum sama dengan kadar pada jam ke-0, sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan kadar ALT yang optimum adalah pada jam ke-24. Hal ini karena pada jam ke-24 menunjukkan bahwa kadar ALT paling tinggi dibandingkan yang lain (Gambar 7).
Sedangkan hasil pengukuran kadar AST tersaji pada tabel V dan gambar
8.
Tabel V. Purata aktivitas serum AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 Waktu pencuplikan jam ke- Purata kadar AST ± SE (U/L) 0 141,20 ± 5,15 24 452,40 ± 32,45 48 156,80 ± 4,61
Gambar 8. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Berdasarkan hasil aktivitas serum AST tersebut pada jam ke-0, 24, dan 48 berturut-turut, yaitu 141,20 ± 5,15, 452,40 ± 32,45 dan 156,80 ± 4,61 U/L.
Penentuan perbandingan kadar AST pada jam ke 0, 24, dan 48 dengan menggunakan analisis statistik Paired-Sample Test (Tabel VI). Hasil statistik menunjukkan aktivitas kadar serum AST pada jam ke-0 berbeda bermakna dengan kadar AST jam ke-24 (p=0,000) dan jam ke-48 (p=0,006), yang dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan kadar CCl4 dalam darah pada jam ke-24 dan pada jam ke-48 terjadi penurunan tetapi belum sama dengan kadar pada jam ke-0. Pada perbandingan kadar AST pada jam ke-24 dengan kadar AST jam ke-48 menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,001), dimana terjadi penurunan yang cukup signifikan dari jam ke-24 ke jam ke-48. Berdasarkan pengukuran, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar AST pada jam ke 24 yang paling optimum.
Pada jam ke 48, kadar AST mengalami penuruanan tetapi tidak mencapai nilai normal. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kadar optimum CCl4 terjadi pada jam ke-24. Berikut adalah tabel hasil uji T berpasangan kadar AST:
Tabel VI. Hasil Paired-Samples T Test kadar AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 Waktu pencuplikan Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 (jam ke-) Jam ke-0 BB BB Jam ke-24 BB BB Jam ke-48 BB BB Keterangan gambar: BB = Berbeda Bermakna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
D. Hasil Uji Hepatoprotekti Ekstrak Etanol 70% Daun Jarong (Stachytarpheta
indica (L.) Vahl.) pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon
Tetraklorida
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida serta untuk mengetahui dosis efektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas ALT dan AST yang dapat memberikan efek hepatoprotektif optimal pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Pada penelitian untuk perlakuan dengan menggunakan tiga peringkat dosis, yaitu 100, 200, dan 400. Sebelum dilakukan pengujian kepada kelompok perlakuan, peneliti melakukan pengukuran untuk kontrol olive oil, kontrol CCl4, dan kontrol ekstrak dengan dosis tertinggi. Efek hepatoprotektif yang ditunjukkan dengan adanya penurunan kadar aktivitas serum
ALT dan AST dari hewan uji. Data kadar aktivitas serum ALT dan AST ditampilkan dalam bentuk purata ± SE pada tabel VII, gambar 9, dan gambar 10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Tabel VII. Purata ± SE kadar ALT dan AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan Efek Efek Purata kadar Purata kadar hepato- hepato- Kelompok Perlakuan ALT ± SE AST ± SE protektif protektif (U/L) (U/L) (ALT) (AST) Kontrol olive oil 2 I 49,20 ± 1,07 127,00 ± 2,30 - - mL/kgBB Kontrol CCl 2 II 4 178,80 ± 7,47 451,00 ± 32,21 - - mL/kgBB III Kontrol ekstrak 51,20 ± 0,86 127,80 ± 2,65 - - EE 70% DJ (*) 100 IV mg/kgBB + CCl4 2 129,40 ± 4,36 363,80 ± 10,92 38,12% 26,91% mL/kgBB EE 70% DJ (*) 200 V mg/kgBB + CCl4 2 139,20 ± 5,63 374,60 ± 19,53 30,56% 23,58% mL/kgBB EE 70% DJ (*) 400 VI mg/kgBB + CCl4 2 52,40 ± 1,43 137,60 ± 1,86 97,53% 96,73% mL/kgBB
Keterangan : * EE 70% DJ : Ekstrak etanol 70% daun Jarong
Gambar 9. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Gambar 10.Diagram batang purata kadar AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Shapiro Wilk untuk mengetahui normalitas dari data yang didapat. Hasil dari data aktivitas serum ALT menunjukkan data yang tidak normal dengan p < 0,05 sedangkan pada data aktivitas serum AST menunjukkan bahwa data yang normal dengan p > 0,05. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas untuk data aktivitas serum ALT dan AST. Berdasarkan
Levene’s test hasil yang didapat baik data aktivitas serum ALT dan AST terdistribusi tidak normal dengan p < 0,05. Berdasarkan hasil uji Shapiro Wilk dan Levene’s test, maka untuk data aktivitas serum ALT dianalisis dengan menggunakan Kruskal-
Wallis test. Sedangkan untuk data aktivitas serum AST dianalisis menggunakan
Post-Hoc test Games Howell. Hasil uji Kruskal-Wallis test dan Post-Hoc test
Games Howell tersaji dalam tabel VIII dan tabel IX.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Tabel VIII. Hasil uji Kruskal-Wallis Mann-Whitney kadar ALT praperlakuan ekstrak etanol 70% Stachytarpheta indica (L.) Vahl. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB Kontrol Dosis Dosis Dosis Kontrol Kontrol Olive 100 200 400 CCl4 ekstrak Oil mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB Kontrol Olive Oil BB BTB BB BB BTB Kontrol CCl4 BB BB BB BB BB Kontrol ekstrak BTB BB BB BB BTB Dosis 100 mg/kgBB BB BB BB BTB BB Dosis 200 mg/kgBB BB BB BB BTB BB Dosis 400 mg/kgBB BB BB BTB BB BB Keterangan : BB : Berbeda bermakna BTB: Berbeda tidak bermakna
Tabel IX. Hasil uji Post-Hoc Games-Howell kadar AST praperlakuan ekstrak etanol 70% Stachytarpheta indica (L.) Vahl. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Kontrol Dosis Dosis Dosis Kontrol Kontrol Olive 100 200 400 CCl4 ekstrak Oil mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB Kontrol Olive Oil BB BTB BB BB BTB Kontrol CCl4 BB BB BTB BTB BB Kontrol ekstrak BTB BB BB BB BTB Dosis 100 mg/kgBB BB BTB BB BTB BB Dosis 200 mg/kgBB BB BTB BB BTB BB Dosis 400 mg/kgBB BTB BB BTB BB BB Keterangan : BB : Berbeda bermakna BTB: Berbeda tidak bermakna
1. Kontrol negatif olive oil 2 mL/KgBB
Kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah olive oil
(minyak zaitun). Kontrol negatif ini dilakukan untuk memastikan bahwa pelarut hepatotoksin yang digunakan tidak mempengaruhi aktivitas kadar serum ALT dan
AST, sehingga diharapkan hanya CCl4 saja yang memberikan kadar hepatotoksin.
Pengukuran dilakukan pada jam ke-0 atau sebelum penginjekan olive oil dan pada jam ke-24 setelah penginduksian CCl4. Dosis olive oil yang diberikan 2 mL/KgBB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Dosis tersebut disamakan dengan dosis hepatotoksin yang akan diinjeksikan karena olive oil merupakan pelarut dari CCl4. Purata aktivitas kadar serum ALT dan AST pada saat sebelum dan setelah pemberian olive oil 24 jam ditunjukkan pada tabel X
Tabel X. Purata kadar ALT dan AST tikus setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 Waktu pencuplikan Purata kadar ALT ± Purata kadar AST ± (jam ke-) SE (U/L) SE (U/L) Jam ke-0 47,80 ± 2,75 129,00 ± 2,49 Jam ke-24 49,20 ± 1,07 127,00 ± 2,30
Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas kadar serum ALT dan AST (tabel
X), dapat dinyatakan bahwa hasil tersebut berbeda tidak bermakna. Selanjutnya dilakukan analisa Paired-Sample T Test untuk memastikan perbedaan. Hasil dari analisa Paired-Sample T Test untuk pengukuran ALT menunjukkan bahwa p = 0,716 pada jam ke-0 dan p 0,345 pada jam ke-24. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengukuran tersebut berbeda tidak bemakna dengan p>0,05, yang dapat diartikan bahwa tidak ada kenaikan/penurunan kadar ALT maupun AST yang signifikan antara jam ke-0 dan jam ke-24. Hasil analisa Paired-Samples T Test ditampilkan lewat tabel XI, tabel XII, gambar 11, dan gambar 12.
Tabel XI. Hasil Paired-Samples T Test kadar ALT tikus setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 Waktu pencuplikan (jam ke-) Kadar ALT jam ke-0 Kadar ALT jam ke-24 Jam ke-0 BTB Jam ke-24 BTB Keterangan tabel: BTB = Berbeda Tidak Bermakna
Tabel XII. Hasil Paired-Samples T Test kadar AST tikus setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 Waktu pencuplikan (jam ke-) Kadar AST jam ke-0 Kadar AST jam ke-24 Jam ke-0 BTB Jam ke-24 BTB Keterangan tabel: BTB = Berbeda Tidak Bermakna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Gambar 11. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24
Gambar 12. Diagram batang purata kadar AST tikus jantan galur Wistar setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24
Berdasarkan anlisa statistika diatas, dapat dinyatakan bahwa olive oil
sebagai kontrol negatif tidak memberikan efek hepatotoksi.
2. Kotrol hepatotoksin CCl4 dosis 2 mL/KgBB
Kontrol hepatotoksin bertujuan untuk melihat pengaruh dari pemberian
CCl4 terhadap kerusakan organ hati yang dilihat dari kenaikan kadar aktivitas serum
ALT dan AST pada tikus percobaan. Pengukuran dilakukan setelah 24 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
penginjekan hepatotoksin dengan dosis 2 mL/KgBB. Organ hati dinyatakan rusak jika kadar ALT dan AST menunjukkan hasil yang tinggi. Kemudian hasil yang didapat dibandingkan dengan kontrol negatif untuk melihat efek yang ditimbulkan dari hepatotoksin.
Data kadar ALT yang didapatkan 178,80 ± 7,47 U/L dan kadar AST yang didapatkan 451,00 ± 32,21 U/L. Pada penelitian ini peyakit hati yang diinginkan adalah steatosis (perlemakan hati). Penyakit hati dinyatakan steatosis jika kenaikan kadar ALT dan AST sebesar 3 atau 4 kali lipat dari kadar normal (Paschos dan
Paketas, 2009). Berdasarkan hasil perbandingan antara kontrol negatif dengan kontrol CCl4 didapatkan kenaikan kadar ALT sebesar 3,6 kali lipat sedangkan untuk kadar AST terjadi kenaikan sebesar 3,55. Kenaikan tersebut mendekati 4 kali lipat sehingga dapat dinyatakan bahwa tikus yang terinduksi CCl4 mengalami steatosis seperti yang diharapkan.
Berdasarkan uji statistika yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kontrol hepatotoksin dengan kontrol olive oil dimana teradi peningkatan kadar pada yang cukup signifikan pada perlakukan CCl4 jika dbandingkan dengan kontrol olive oil, hal ini dapat dilihat dari nilai siginifikansi dari kadar aktivitas serum ALT p = 0,00 dan kadar aktivitas serum AST p = 0,003.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa pemberian hepatotoksin CCl4 dapat menyebabkan hepatotoksik pada hewan uji.
3. Kontrol perlakuan ekstrak etanol 70% daun jarong 400 mg/KgBB
Tujuan dari dilakukan kontrol perlakuan ekstrak etanol 70% daun Jarong dengan dosis 400 mg/KgBB selama enam jam untuk melihat pengaruh pemberian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
ekstrak terhadap kadar aktivitas serum ALT dan AST tanpa diberikan karbon tetraklorida. Dengan pengujian perlakuan pada dosis tertinggi dari ketiga peringkat dosis diharapkan dosis tertinggi ini memiliki efek sehingga dosis yang lebih rendah diperkirakan juga memiliki efek.
Hasil yang didapat pada kontrol perlakuan ini untuk kadar aktivitas serum
ALT 51,20 ± 0,86 U/L sedangkan kadar kativitas serum AST sebesar 127,80 ± 2,65
U/L. Berdasarkan hasil uji statistika, kadar aktivitas serum ALT dan AST berbeda tidak bermakna dengan kontrol olive oil dengan nilai p = 1,000 (ALT) dan p = 151
(AST). Sehingga dapat dinyatakan bahwa pemberian ekstrak tidak mempengaruhi kadar aktivitas serum ALT maupun AST.
4. Kelompok perlakuan esktrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta
indica (L.) Vahl.) pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida
Pengujian kelompok perlakuan ini bertujuan untuk melihat efek hepatoprotektif ekstrak etanol daun jarong (S. indica) pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat ada atau tidaknya penurunan kadar aktivitas serum ALT maupun AST. Dosis yang digunakan dalam pengukuran ini merupakan dosis bertingkat, yaitu 100, 200, dan 400 mg/KgBB.
Hasil uji statistika perlakuan ekstrak etanol 70% S. indica dengan dosis
100 mg/KgBB menunjukkan kadar aktivitas serum ALT sebesar 129,40 ± 4,36 U/L berbeda bermakna (p = 0,008) terhadap kontrol CCl4 (178,80 ± 7,47) yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar ALT, sedangkan pada perbandingan kelompok dosis 100 mg/KgBB dengan kontrol olive oil (ALT = 49,20 ± 1,07 U/L)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0,008), sehingga dapat diartikan bahwa terjadi penurunan kadar ALT tetapi belum mencapai kadar normal. Kadar aktivitas serum AST sebesar 363,80 ± 10,92 U/L menunjukkan adanya perbedaan tidak bermakna (p = 0,261) terhadap kontrol CCl4 (178,80 ± 7,47), hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya penurunan kadar AST, sedangkan perbandingan kadar AST kelompok dosis 100 mg/KgBB dengan kontrol olive oil (127,00 ± 2,30
U/L) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,000) yang menunjukkan bahwa kadar AST belum dapat mencapai kadar normal. Hasil statistika yang diperoleh efek pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong dengan dosis 100 mg/KgBB tidak mempunyai efek hepatoprotektif karena tidak dapat menurunkan kedua kadar, yaitu ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi CCl4.
Kelompok perlakuan ekstrak etanol 70 % daun S. indica dengan dosis 200 mg/KgBB menunjukkan hasil kadar aktivitas serum ALT (139,20 ± 5,63 U/L) dibandingkan dengan kontrol CCl4 (178,80 ± 1,07 U/L) menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p = 0,008) yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar
ALT, sedangkan jika dosis 100 mg/KgBB dibandingkan dengan kontrol olive oil
(49,20 ± 1,07 U/L) menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0,008) yang menunjukkan bahwa terjadinya penurunan kadar ALT tetapi belum mencapai kadar normal. Pada kadar AST, perbandingan dosis 100 mg/KgBB menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna (p = 0,416) terhadap kontrol CCl4 (451,00 ± 32,21
U/L) yang berarti tidak ada penurunan kadar AST, sedangkan jika dibandingkan dengan kontrol olive oil (127,00 ± 2,30 U/L) menunjukkan adanya perbedaan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
bermakna (p = 0,001) yang dapat diartikan bahwa tidak ada penurunan kadar hingga kadar normal. Hasil statistika menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun jarong dosis 200 mg/KgBB tidak memiliki efek hepatoprotektif karena tidak dapat menurunkan kedua kadar, yaitu ALT dan AST.
Hasil perbandingan antara kelompok perlakuan dosis 400 mg/KgBB
(52,40 ± 1,43 U/L) dengan kontrol CCl4 (178,80 ± 7,47 U/L) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,008) yang dapat diartikan bahwa terjadi penurunan kadar ALT, sedangkan jika dibandingan dengan kontrol olive oil (49,20
± 1,07 U/L) menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang tidak bermakna (p = 0,008) yang dapat diartikan bahwa terjadi penurunan kadar ALT hingga mendekati kadar normal. Pada kadar AST (137 ± 60 U/L), jika dibandingkan dengan kontrol CCl4
(451,00 ± 32,21 U/L) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,004) sehingga dapat diartikan bahwa terjadi penurunan kadar AST, sedangkan, jika dibandingkan dengan kontrol olive oil (127,00 ± 2,30 U/L) menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna (0,58) yang dapat diartikan bahwa terjadi penurunan kadar AST hingga mendekati kadar normal. Hasil statistika menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong dosis 400 mg/KgBB memiliki efek hepatoprotektif karena dapat menurunkan kedua kadar, yaitu ALT maupun AST. Besar persen efek hepatoprotektif yang didapat untuk ALT sebesar 97,53% dan kadar AST 96,73%.
Hasil uji statistika menunjukkan kadar aktivitas serum ALT maupun AST pada perbandingan dosis 100 mg/KgBB dengan dosis 200 mg/KgBB berbeda tidak bermakna (ALT p = 0,95 dan AST p = 0,995). Sehingga dapat diartikan bahwa tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
ada perbedaan yang signifikan antara dosis 100 mg/KgBB dengan dosis 200 mg/KgBB, sedangkan pada perbandingan antara dosis 100 mg/KgBB dengan dosis
400 mg/KgBB dan perbandingan dosis 200 mg/KgBB dengan dosis 400 mg/KgBB menunjukkan perbedaan yang bermakna. Sehingga dari perbandingan tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan anatra dosis 100 dan 200 mg/KgBB dengan dosis 400 mg/KgBB, sehingga dapat dinyatakan bahwa dosis 400 mg/KgBB mempunyai efek hepatoprotektif, hal ini didukung pula dengan dosis tersebut dapat menurunkan kadar ALT maupun AST.
Alanin transaminase merupakan enzim sitosol dan terlibat dalam glukoneogenesis. Peningkatan kadar ALT dalam darah terutama disebabkan oleh kerusakan sel hati dan sel otot rangka. Asparatat transaminase juga merupakan enzim yang terlibat dalam glukoneogenesis, terdapat di dalam sitosol serta mitokondria sel hati, otot rangka, otot jantung, dan eritrosit. Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap kadar ALT dan AST untuk melihat kerusakan hati dari kenaikan kadar yang diperoleh. Namun untuk kadar
AST hanya sebagai pendukung karena AST tidak spesifik penanda kerusakan hati karena dihasilkan di berbagai organ selain hati.
Perlemakan hati salah satunya disebabkan oleh adanya radikal bebas.
Radikal bebas dalam penelitian ini yang digunkan adalah CCl4. CCl4 pada lazimnya digunakan untuk menginduksi peroksidai lipid dan keracunan. Dalam endoplasmik retikulim hati CCl4 dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil. Triklorometilperoxi yang dapat menyerang lipid membran endoplasmik reikulum dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
triklorometil. Selanjutnya triklorometilperoxi menyebabkan peroksidasi lipid sehingga menganggu homeostasis Ca2+ dan akhirnya menyebabkan kematian sel
(Panjaitan et al. 2007).
Adanya dugaan kandungan flavonoid dalam ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.) Vahl., memungkinkan untuk digunakan sebagai hepatoprotektor karena dapat menangkap radikal bebas. Flavonoid sebagai antioksidan dapat mendonorkan hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas. Sehingga dengan pemberian flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan dapat digunakan sebagai hepatoprotektor.
Dosis efektif dalam penelitian ini dilihat dari persen efek hepatorpotektif yang mendekati 100%. Berdasarkan hal tersebut, hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak etaol 70% daun S. indica (L.) Vahl. dengan dosis 400 mg/KgBB memiliki persen aktivitas hepatoprotektor dengan hasil yang didapat 97,53% untuk kadar ALT dan 96,73% untuk kadar AST. Hal ini dapat didukung dengan hasil uji statistika perbandingan antara perlakuan ekstrak etanol 70% daun S.indica (l.) Vahl. dengan kontrol negatif olive oil. Berdasarkan perbandingan tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak berbeda bermakna yang dapat diartikan bahwa terjadi penurunan kadar ALT dengan pemberian ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.)
Vahl. pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang cukup signifikan dari dosis 100 dan 200 ke dosis 400. Signifikansi tersebut dapat dilihat dari persen hepatoprotektif yang didapat dari dosis 100, 200, dan 400 berturut-turut untuk nilai ALT, yaitu 38,12; 30,56; dan 97,53 %, sedangkan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
persen hepatoprotektif kadar AST berturut-turut, yaitu 26,91%; 23,58%; dan
96,73%. Dari perbedaan yang cukup signifikan tersebut maka perlu dilakukan pengujian pada dosis 200 hingga 400 untuk memastikan efek hepatoprotektif 50% diantara dosis tersebut.
Gangguan fungsional hati lebih mudah dipahami melalui pengamatan unit struktur penyusun organ hati, yaitu lobul. Lobul tersusun atas sel hapatosit, pembuluh darah, dan kantung empedu. Adanya kerusakan pada bagian tertentu dapat menyebar ke seluruh bagian lobul karena secara anatomi letaknya berdekatan.
Beberapa jenis perubahan miksroskopik yang terjadi dapat dilihat dari perubahan pada inti, sitoplasma, maupun sel secara keseluruhan. Adanya perlemakan hati dapat dilihat dari perubahan struktur di dalam sitoplasma sehingga mendesak inti hingga ketepi sel (Hastutui, 2008). Penelitian Joshi et al. (2010) menggambarkan histopatologi pemberian ekstrak etanol dengan dosis 200 mg/KgBB pada tikus
Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida mengalami regenerasi kembali pada sel- sel hepatositnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian kondisi patofisiologi hati, sehingga daoat mempertegas efek hepatoprotektif.
Flavonoid diklasifikasikan dalam beberapa senyawa, yaitu flavon, flavonon, flavonol, antosianin, isoflavon, dll. Berdasarkan klasifikasinya tersebut, senyawa-senyawa dalam flavonoid mempunyai perannya masing-masing. Salah satu peran flavonoid, yaitu sebagai hepatoprotektif dengan senyawa spesifiknya isoflavonoid. Isoflavonoid ini mempunyai sub kelas, yaitu genistein, daidzein, glisetin, genistin, dan daidzin (Srivastava dan Bezwada). Dari hal tersebut disarankan pengujian kadar isoflavonoid. Dengan pengujian adanya isoflavonoid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
dalam ekstrak 70% daun jarong ini untuk memberikan penegasan bahwa ekstrak mampu digunakan sebagai hepatoprotektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pemberian ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.) Vahl. dosis 400 mg/KgBB 6
jam sebelum penginduksian karbon tetraklorida selama 24 jam memiliki efek
hepatoprotektif dengan penurunan kadar ALT dan AST pada tikus jantan galur
Wistar.
2. Dosis efektif ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.) Vahl. sebagai
hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon
tetraklorida adalah 400 mg/KgBB.
B. Saran
1. Pengamatan profil histopatologi pada hati dengan kondisi steatosis dan kondisi
hati setelah diberikan perlakuan.
2. Pengujian kadar isoflavonoid sebagai salah satu senyawa flavonoid yang
terkandung dalam ekstrak daun S. indica (L.) Vahl.
3. Dilakukan penelitian efek hepatoprotektif pada dosis 200mg/KgBB hingga 400
mg/KgBB untuk memastikan efek hepatoprotektif 50%.
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
DAFTAR PUSTAKA
Alkreathy, H. M., Khan, R. A., Khan, M. R., dan Sahreen, S., 2014, CCl4 induced genotoxicity and DNA oxidative damages in rats : hepatoprotecive effect of Sonchus arvensis, BioMed Central Complement Altern Medicine, 21 (14) : 452 Amarapurkar, D. N., Hashimoto, E., Lesmana, L. A., Sollano, J. D., Chen, P., dan Goh, K. L., 2007, How common is non-alcoholic fatty liver disease in the Asia-Pacific region and are there local differences, Journal of Gastroenterology and Hepatology, 22 (6) : 788-793.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2009, Acuan Sediaan Herbal, 5(1), Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, hal.4.
Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswandi, Y., 2008, Klien Gangguan Hati : Seri Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 1-3.
Cairns, D., 2012, Essential of Pharmaceutical Chemistry, Pharmaceutical Press, UK, pp. 159-160.
Chowdhury, R., 2003, Ipolamiide and α-spinasterol from Stachytarpheta urticaefolia. Biochemical Systematics and Ecology, 31 : 1209–1211.
Dai, J., dan Mumper, R. J., 2010, Plant Phenolics: Extraction, Analysis, and Their Antioxidant and Anticancer Properties, Molecules, USA, hal. 7313-7352.
Dharma, A.P., 1996, Indonesian Medical Plants, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 99, 204.
DiaSys, 2012, Diagnostic reagent for qualitative in vitro determination of ALAT (GPT) in serum or plasma o photometric system, DiaSys Diagnostic Systems GmbH, German, hal. 1-2.
DiaSys, 2012, Diagnostic reagent for qualitative in vitro determination of ASAT (GOT) in serum or plasma o photometric system, DiaSys Diagnostic Systems GmbH, German, hal. 1-2.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2013, Suplemen III : Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I, Jakarta, Kementrian Kesehatan RI., Hal. Xxii
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid 5, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. xxii.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 1036.
Egbung, G. E., Atangwho, I. J., Itam, E. H., dan Essien, E. U., 2012, rans fatty acids effect on some serum enzymes and immunological parameters in Wistars albino rats, Agriculture and Biology Journal of North America, 3 (11) : 461- 465
Friedman, L.S., & Kneeffe, E. B., 2012, Handbook of Liver Disease, 3rd edition, Elsevier, Philadelphia
Ganong, W., & McPhee, S.J., 2011, Patofisiologi penyakit : Pengantar Menuju Kedokteran Klinis, Edisi ke-5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 419-462.
Gayatri, G., Ramesh, B. J., Sumalatha, N., Venkates, J., dan Vidyadhara, S., 2011, Hepatoprotective Activity of Ethanolic of Stachytarpetha indica on Wistar Rats, Pharmacie Global, 2 : 1-2.
Gibson, J., 2002, Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta, hal. 207-214.
Girindra, A., 1989, Biokimia Patologi Hewan, Bogor: IPB Pr.
Gomes, A., 2015, Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Panjang Infusa Herba Bidens Pilosa L. Terhadap Aktivitas ALT-AST Serum pada Tikus Betina Terinduksi Karbon Tetraklorida, Skripsi, 31, Universitas Sanata Dharma.
Gregus, Z., 2008, Mechanism of Toxicity, in Klaaseen, C. D., Casarett & Doull’s Toxicology: the Basic Science Poisons, 7th edition, McGraw-Hill, New York, hal. 57-64.
Grotewold, E., 2006, The Science of Flavonoids, Springer Science, USA, hal. 1-4.
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung, hal. 6.
Hastuti, T., 2008, Aktivitas Enzim Transaminase dan Gambaran Histopatologi Hati Tikus yang Diberi Kelapa Kopyor Pascainduksi Parasetamol, Skripsi, Universitas Institus Pertania Bogor, Bogor.
Hodgson, E., 2010, A Textbook of Modern Toxicology, 4th edition, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, pp. 168, 277-289.
Indrayani, L., Soetjipto, H., & Sihasale, L., 2006, Skrining Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta indica Vahl.) Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach., Berk. Penel. Hayati, 12 : 57-61.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
International Centre for Science and High Technology, 2008, Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants, ICS-UNIDO, Italy, Hal. 29, 71.
Javaplant, 200, Javaplant Extraction Methodology, http://www.javaplant.co.id/, diakses pada tanggal 10 Mei 2015
Janakat, S., & Al-Merie, H., 2002, Optimization of the Dose and Route of injection, and Characterization of the Time Course of Carbon Tetrachloride-induced Hepatotoxicity in the Rat, Journal of Pharmacology and Toxicology Methods, 48 (1) : 41-44. Jeyaratnam, J., dan Koh, D., 2009, Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja, EGC, Jakarta, hal. 229.
Joshi, V. G., Sutar, P. S., Karigar, A. A., Patil, S. A., Gopalakrishna, B., & Sureban, R. R., 2010, Screening of Ethanolic Extract of Stachytarpheta indica L. (Vahl) Leaves for Hepatoprotective Activity, International Journal of Research in Ayurveda and Pharmacy, 1 (1) : 174-179.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 175.
Lin, C. C., Yen, M. H., Lo, T. S., dan Lin, 1998, Evaluation of the hepatoprotective and antioxidant activity of Boehmeria nivea var. nivea and B. Nivea var. Tenacissima, Journal of Ethnopharmacology, 60 (1) : 9-17
Lu, F.C., 1995, Basic Toxicology Fundamental Target Organ, and Risk Assesment, Edisi 2, alih bahasa oleh : Nugroho Edi., UI Press, Jakarta, hal. 85-97.
Mahdi, S., dan Altikriti, Y., 2010, Extracion of Natural Product, Uppsala Universitet, Sweden, hal. 2.
Maradjo, M., 1985, Flora Indonesia Tumbuhan Liar, Cetakan ke-2, PT. Gita Karya, Jakarta, hal. 30-31.
Marliana, S. D., Suryanti, V., & Suyono, 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam ekstrak etanol, Biofarmasi, 3 (1) : 25-31.
McGregor, D., & Lang, M., 1996 Carbon tetrachloride: genetic effects and other modes of action, Mutat Res, hal. 181–195.
McPhee, S. J., dan Ganong, W. F., 2006, Pathophysyiology of Desease : An Introduction to Clinical Medicine, 5th Edition, Lange Medical Books, USA, hal. 389.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Office of Animal Care and Use, 2015, Guidelines for Collection of Blood from Laboratory Animals, Thiel College Institutional Animal Care and Utilization Committee, hal. 1-5.
Paschos, P., dan Paletas, K., 2009, Non Alcoholic Fatty Liver Disease and Metabolic Syndrome, Hippokratia, 13 (1) 9-19.
Panjaitan, R. G. P., Handharyani, E., Chairul, & Masriani, 2007, Pengaruh Pemberian Karbon Tetraklorida Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus, Makara Kesehatan, 11 :11-17.
Plantamor, 2012, Stachytarpetha, http://www.plantamor.com/index.php?Plant=1187, diakses tanggal 10 Mei 2015
Piettea, P. G., 2000, Flavonoid as Antioxidants, Journal of Natural Products, 63 (7) 1035-1042.
Pilichos, C.J., Kouerinis, I.A., Zografos, G.C., Korkolisa, D.P., Prexa, A.A., Gazouli, M., Menenakos, E.I., 2004, Management of Carbon Tetrachloride- induced Acute Liver Injury in Rats by Syngeneic Hepatocyte Transplantation in Splen and Peritoneal Cavity, World Journal of Gastroenterol 10 (14) : 2099-2112.
Raaman, N., 2006, Phytochemical Techniques, New India Publishing, New Delhi, hal. 10.
Rogers, A. B., dan Dintzis, R. Z., 2012, Comparative Anatomy and Histology, Elsevier, USA, hal. 193-196.
Sari, L.O., 2006, Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanan, Majalah Ilmu Kefarmasian UI, 03:01-07.
Sahoo, S. R., Dash, R. R., & Bhatnagar, S, 2014, Phytochemical Screening and Bioevaluation of Medicinal Plant Stachytarpheta indica L. (Vahl), Pharmacology & Toxicology Research, hal. 1-5.
Soedibyo, M., 1998, Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, hal. 7.
Srivastava, N., dan Bezmada, R. S., Flavonoid : The Real Boosters, INDOFINE Chemical Company, New Jersey, hal. 4.
Sudiono, J., Kurniadhi, B., Hendrawan, A., & Djimantoro, B., 2001, Penuntun Praktikum Patologi Anatomi, EGC, Jakarta, hal. 4. van Steenis C.G.G.J., 1992, Flora : untuk sekolah di Indonesia, Cetakan keenam, PT Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 348
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Syaifuddin, 2006, Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawaan, EGC, Jakarta, hal.178-179.
Tambayong, J., 2000, Patofisiologi untuk Keperawatan, EGC, Jakarta, hal. 9.
Timbrell, J. A., 2009, Principles of Biochemical Toxicology, 4th edition, Informa Healthcare USA, New York, hal. 308, 311.
Troy, D. B., 2006, Remington : The Science and Practice of Pharmacy, 21st Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Maryland, hal. 773.
Wakchaure, D., Jain, D., Singhai, A. K., Somani, R., 2013, Hepatoprotective Activity of Symplocos racemosa Bark on Tetrachloride-Induced Hepatic Damage in Rats, Journal of Ayurveda & Integrative Medicine, 2 (3) : 137- 143.
Epidemiological and Statistical Methodology Unit, 1986, Sample Size Determination, World Healt Organization, Ganeva, hal. 1-3.
Wibowo, D. S. & Paryana, 2009, Anatomi Tubuh Manusia, Graha Ilmu, Indonesia, hal. 347, 348, 351, 352
Wibowo, D. S. & Paryana, 2005, Anatomi Tubuh Manusia, Graha Ilmu, Indonesia, hal. 347, 348, 351, 352.
Wulandari, E.T. dan Hartini, Y.S., 2015, Panduan Praktikum Farmakognosi Fitokimia, Universitas Sanata Dharma, hal. 11.
Yerizel, E., Oenzil, F., & Endrinaldi, 1998, Efek Hepatoprotektor Flavonoid Terhadap Kerusakan Hepar Tikus, Majalah Kedokteran Andalas, 22 (1) : 31-37.
Zafar, Z., Talkad, M. S., Bandopadhyay, Sinha, M., & Sarkhel, J., 2011, Antioxidant Activity of Five Selective Medicinal Plants, African Journal of Scientific Research, 2 (1) : 1-2
Zimmerman, H. J, 1999, Hepatototoxicity : the Adverse Effectst of Drugs and others Chemical on the Liver, 2nd edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA, hal. 126.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN