ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH UTAMA DALAM FILM “MEMOIRS OF A ” KARYA ROB MARSHALL NO SAKUHIN “MEMOIRS OF A GEISHA” TO IU EIGA NI OKERU SHUJINKOU NO SHAKAIGAKU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

DINDA SYAFITRAH

150708002

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “Analisis Sosiologi Tokoh Utama Dalam Film Memoirs Of A Geisha karya Rob Marshall”.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Program Studi Strata-1 Sastra

Jepang Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak secara langsung tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D, selaku ketua program studi

Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan selaku

dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan kesabaran dan

ketelitian.

3. Seluruh Dosen Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan Ilmu dan Pengetahuan yang

bermanfaat selama perkuliahan di Sastra Jepang sehingga penulis dapat

menyelesaikan perkuliahan.

4. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai Bapak Achmad Yani dan Ibu Erni

Sa‟ari untuk semua kasih sayang, kesabaran, doa, serta dukungan materil yang

i

Universitas Sumatera Utara

tak terhingga untuk pendidikan anak-anaknya. Dan Kak Dila yang juga

membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini, serta Adik-adikku Dina dan

Dini, terima kasih atas segala dukungannya.

5. Kak Putri selaku Staff kantor jurusan Sastra Jepang yang sudah membantu

menyelesaikan berbagai berkas-berkas penulis.

6. Untuk sahabat-sahabat seperjuangan dari semester 1 sampai sekarang ini,

Rizkia Putri Rambe as Kiyeaahh dan Sahri Baiti as Betong (mohabeten grup)

yang selalu ada untuk penulis dan selalu memberikan dukungan semangat yang

tiada batas. Yodala ya gausa apa kali yakann.

7. Nanda selaku teman dikala susah melanda yang telah banyak membantu dalam

penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-teman Sastra Jepang Angkatan 2015 yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu, terima kasih telah memberikan banyak bantuan dan dukungan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Mila selaku sahabat sedari SMP yang bersedia memberi semangat dan hiburan

walaupun terkadang tak dibutuhkan wqwq. Pitri, Mamel dan Nisa selaku

sahabat dari SMA yang juga selalu memberikan dukungan semangat.

10. Kepada keluarga Cempaka kelompok 2 KKN 2018 desa Harian, Samosir yaitu

Aldi, Boni, Yusuf, Shinta, Donna, Horna, Enda, Friska, Venny, Sri, Trifena,

Vera, Herlina, Sarah, dan Novian yang telah membuat penulis sadar kalau

hidup ngekost itu susahhh.

11. Abang-abangcu Bang Randu, Bang Vandy, dan Bang Amry yang juga

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Muehehhehe..

ii

Universitas Sumatera Utara

12. Seluruh member EXO, terutama Sehun yang sudah banyak memberi inspirasi

kepada penulis. Penulis juga berterimakasih kepada Dynamic Duo ft. Chen

EXO berkat lagunya yang berjudul Nosedive penulis selalu termotivasi. EXO

Saranghajaa..

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi bermanfaat

bagi penulis sendiri, pembaca, dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam

bidang Sastra Jepang.

Medan, 2 Oktober 2019 Penulis

Dinda Syafitrah NIM: 150708002

iii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i

DAFTAR ISI ...... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ...... 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ...... 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 9

1.6 Metode Penelitian ...... 10

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FILM MEMOIRS OF A GEISHA KARYA ROB MARSHALL DAN SOSIOLOGI SASTRA

2.1 Definisi Film ...... 12

2.2 Resensi Film “Memoirs Of A Geisha” ...... 13

2.2.1 Tema ...... 13

2.2.2 Alur ...... 14

2.2.3 Penokohan ...... 15

2.2.4 Latar ...... 16

2.2.5 Gaya Penceritaan ...... 19

iv

Universitas Sumatera Utara

2.3 Kajian Sosiologi Sastra ...... 20

2.4 Definisi Geisha ...... 23

BAB III ANALISIS SOSIOLOGI TERHADAP TOKOH UTAMA DALAM FILM MEMOIRS OF A GEISHA

3.1 Sinopsis Film Memoirs Of A Geisha ...... 26

3.2 Analisis Sosiologi Tokoh Utama Dalam Film Memoirs Of A Geisha ...... 31

3.2.1 Kehidupan Sosial Geisha Pada Masa Sebelum sampai Sesudah

Perang Dunia ke II Dalam Film Memoirs Of A Geisha ...... 31

3.2.2 Kehidupan Sosial Tokoh Utama Sebelum, Sesudah, Dan Setelah

Tidak Lagi Menjadi Geisha ...... 36

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ...... 47

4.2 Saran ...... 49

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK

v

Universitas Sumatera Utara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah “kesusastraan”. Kata kesusasteraan merupakan bentuk dari konfiks ke-an dan susastra (Rokhmansyah,

Alfiansyah. 2014 : 1). Studi dan Pengkajian Sastra. Sastra didefinisikan sebagai suatu ciptaan, suatu kreasi yang merupakan luapan emosi yang spontan dan sastra itu bersifat otonom, tidak mengacu pada suatu yang lain, dan mempunyai koherensi antara unsur-unsurnya. Sastra dalam bahasa Sansekerta berasal dari kata sas yang berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi, sedang tra berarti alat atau sarana (Teeuw, 1984: 23).

Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan, dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam bentuk tulisan. Jakob Sumardjo dan Saini dalam bukunya yang berjudul

“Apresiasi Kesusasteraan” mengatakan bahwa karya sastra adalah sebuah usaha merekam isi jiwa sastrawannya. Rekaman ini menggunakan alat bahasa. Sastra adalah bentuk rekaman dengan bahasa yang disampaikan kepada orang lain.

Pada dasarnya, karya sastra sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena karya sastra dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang kebenaran- kebenaran hidup, walaupun dilukiskan dalam bentuk fiksi. Karya sastra dapat memberikan kegembiraan dan kepuasan batin. Hiburan ini adalah jenis hiburan

vi

Universitas Sumatera Utara

intelektual dan spiritual. Karya sastra juga dapat dijadikan sebagai pengalaman untuk berkarya, karena siapapun bisa menuangkan isi hati dan pikiran dalam sebuah tulisan yang bernilai seni.

Perkembangan sastra pun bermekaran dari “yang bersifat tekstual” hingga

“yang bersifat visual” berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Cerpen, novel, dan drama kini sudah dapat ditonton dalam bentuk film. Film didefinisikan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sebagai “kisah gambar hidup”.

Klarer (1998 : 56-57) dalam bukunya berjudul “An Introduction to Literary

Studies” mengemukakan: Film termasuk karya sastra dan segala macam mode presentasi film sesuai dengan fitur-fitur teks sastra dan dapat pula dijelaskan dalam kerangka tekstual. Pendek kata, film ialah pergerakan kontemporer dari mode sastra tekstual ke mode sastra visual.

Winokur dan Holsinger (2001:8-9) menyebutkan adanya 2 fungsi utama dari sebuah film, yaitu fungsi hiburan (entertainment) dan fungsi didaktisme

(deductism). Adapun yang dimaksud dengan fungsi didaktisme di sini adalah fungsi di mana film seringkali mengandung alegori, teks-teks yang makna permukaannya seringkali mengacu pada konteks-konteks politik, etika, agama, dan sosial yang lebih luas. Atau dengan kata lain, film seringkali mengandung pesan-pesan kultural, baik yang sengaja maupun yang tidak disengaja, yang dapat kita temukan dengan cara refleksi. Begitu pula dalam film Memoirs Of A Geisha karya Rob Marshall yang mengungkapkan tentang kehidupan sosial seorang

Geisha.

Film Memoirs Of A Geisha karya Rob Marshall diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya . Film ini telah memenangkan 6

vii

Universitas Sumatera Utara

nominasi dalam Academy Awards. Rob Marshall sendiri adalah seorang sutradara yang berkebangsaan Amerika. Film Memoirs Of A Geisha berdialog bahasa

Inggris.

Film Memoirs Of A Geisha ini mengisahkan tentang kehidupan tokoh utama yang bernama Sayuri, great geisha yang pernah ada di jamannya.

Bersetting di tahun 1929, pada saat itu seorang geisha masih begitu tradisional baik dari segi aturan-aturan dan tata cara mereka menjadi geisha, dan seorang geisha masih banyak diminati karena status sosialnya yang masih tinggi.

Sebelum menjadi geisha, Sayuri yang bernama asli Chiyo ini tinggal di desa nelayan. Saat umurnya sembilan tahun Chiyo malang harus dijual oleh ayahnya karena keadaan ekonomi keluarga. Bersama dengan kakaknya ia dijual ke sebuah rumah geisha (Okiya) yang sangat terkenal, tapi karena kakak Chiyo,

Satsu secara fisik tidak memenuhi syarat dari rumah geisha tersebut mereka berdua dipisahkan. Tidak tahan dengan kehidupan dirumah itu dan dengan adanya

Hatsumomo, geisha terkenal yang telah senior di rumah itu, membuat Chiyo mencoba melarikan diri. Akan tetapi hal itu justru membuat Chiyo terancam menjadi pelayan seumur hidup. Sejak saat itulah kehidupan Chiyo berubah, dimulai dari pertemuan Chiyo dengan seorang laki-laki yang memberinya semangat. Laki-laki itu adalah Chairman, seorang negarawan yang cukup disegani, dan dengan pertemuan yang tidak sengaja itu merubah semua keputus asaan Chiyo. Dilanjutkan dengan pertemuan Chiyo dengan Mameha, geisha terkenal di district . Mameha inilah yang mengajari, menjadikan Chiyo sebagai geisha yang terkenal dan kemudian Chiyo merubah namanya menjadi

Sayuri.

viii

Universitas Sumatera Utara

Di dalam film Memoirs Of A Geisha ini Rob Marshall ingin merubah pandangan orang-orang bahwa geisha berbeda dengan prostitusi. Geisha adalah seorang seniman. Sebab menjadi geisha bukan hanya bermodal kecantikan saja, melainkan mampu menguasai segala hal yang berhubungan dengan seni.

Film Memoirs Of A Geisha ini menceritakan kehidupan tokoh utama yang bernama Chiyo (sebelum menjadi geisha) yang dijual oleh ayahnya ke seorang makelar geisha dan dibawa ke district Okiya di . Setelah beranjak dewasa,

Chiyo menjadi seorang geisha lalu mengganti nama menjadi Sayuri. Kehidupan sosiologis yang dialami tokoh utama dari sebelum menjadi geisha sampai menjadi geisha dalam film inilah yang membuat penulis tertarik untuk menganalisis film ini dengan pendekatan sosiologi sastra, dan mengambil judul “Analisis Sosiologis

Tokoh Utama Dalam Film Memoirs Of A Geisha karya Rob Marshall”.

1.2 Rumusan Masalah

Film Memoirs Of A Geisha ini bersetting di tahun 1929, mengisahkan tentang kehidupan tokoh utama yang bernama Sayuri, geisha terkenal yang pernah ada di jamannya. Sebelum menjadi geisha, Sayuri yang memiliki nama

Chiyo ini tinggal di desa nelayan bernama Yoroido. Chiyo yang pada saat itu berumur 9 tahun, dan Satsu (kakak Chiyo) terpaksa harus dijual oleh ayahnya karena keadaan ekonomi keluarga. Chiyo dan Satsu dijual ke sebuah rumah geisha (Okiya). Namun saat tiba di Kyoto, Chiyo dan Satsu terpisah karena Okiya

(rumah geisha) yang mereka datangi hanya mau menerima Chiyo. Chiyo mencoba melarikan diri untuk mencari kakaknya Satsu. Hal itu justru membuat Chiyo terancam menjadi pelayan seumur hidup. Sejak saat itulah kehidupan Chiyo

ix

Universitas Sumatera Utara

berubah, dimulai dari pertemuan Chiyo di jembatan dengan seorang laki-laki yang memberinya semangat. Laki-laki itu adalah Chairman, seorang negarawan yang cukup disegani, dan dengan pertemuan yang tidak sengaja itu merubah semua keputus asaan Chiyo. Dilanjutkan dengan pertemuan Chiyo dengan Mameha, geisha terkenal di district Gion tempat Chiyo tinggal. Mameha inilah yang mengajari dan menjadikan Chiyo sebagai geisha yang terkenal. Setelah sah menjadi geisha, Chiyo mengganti namanya menjadi Sayuri.

Tak lama berselang, Jepang dilanda Perang Dunia II. Rumah-rumah geisha ditutup, termasuk kediaman milik Sayuri. Sayuri dengan sedikit uang dan makanan yang terbatas pula, harus memulai lagi dari awal untuk meraih kebebasan. Hingga akhirnya Sayuri mencapai keinginnnya, yaitu dapat hidup bersama dengan Chairman, lelaki yang ia cintai, dan memulai kehidupan barunya.

Di film ini juga diceritakan kehidupan geisha pada tahun 1929 ketika seorang geisha masih begitu tradisional baik dari segi aturan-aturan dan tata cara mereka menjadi geisha, dan seorang geisha masih banyak diminati karena status sosialnya yang masih tinggi. Dan setelah perang dunia kedua para geisha kemudian bergabung kepada warga non-militer yang kemudian bekerja di pabrik- pabrik yang memproduksi kimono (baju tradisional Jepang) dan juga peralatan perang.

Di dalam film Memoirs Of A Geisha dapat dilihat konflik yang dialami tokoh utama Sayuri dengan tokoh lain dan perjuangan Sayuri untuk menjadi seorang geisha yang hebat. Karena untuk menjadi geisha bukan hanya bermodal kecantikan saja, melainkan mampu menguasai segala hal. Di dalam film ini dijelaskan bagaimana sebenarnya kondisi dan situasi kehidupan seorang geisha.

x

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian di atas, penulis membuat rumusan masalah seperti berikut:

1. Bagaimana kehidupan sosial geisha pada masa sebelum sampai

sesudah Perang Dunia ke II dalam film Memoirs Of A Geisha?

2. Bagaimana kehidupan sosial tokoh utama sebelum, sesudah, dan

setelah tidak lagi menjadi geisha?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam film Memoirs Of A

Geisha, penulis melakukan pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini tidak menjadi luas dan berkembang jauh, sehingga penulisan dapat terarah dan terfokus.

Dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya pada masalah sosiologi

(kehidupan sosial) geisha pada masa sebelum dan sesudah Perang Dunia ke II dan kehidupan sosial yang dihadapi oleh tokoh utama dari sebelum menjadi geisha sampai tidak lagi menjadi geisha dalam film Memoirs Of A Geisha karya Rob

Marshall.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Aisyah (USU, 2009) dengan judul skripsi Analisis Sosiologis terhadap

Kehidupan Geisha dalam Novel The Demon In The Tea House karya Doroty &

Thomas Hoobler, menjelaskan tentang kehidupan sosial geisha bahwa geisha

xi

Universitas Sumatera Utara

bukanlah seorang istri melainkan untuk kepentingan bisnis. Geisha terlibat dengan politik.

Persamaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji kehidupan sosial geisha. Kemudian perbedaannya adalah penelitian diatas tidak mengkaji tokoh utama seperti pada penelitian ini.

Menurut Jakob Sumardjo dan Saini (1988:3), sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

Melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan pandangannya tentang kehidupan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, mengapresisi karya sastra artinya berusaha menemukan nilai-nilai kehidupan yang tercermin dalam karya sastra. Banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa ditemukan dalam karya tersebut. Sastra sebagai produk budaya manusia berisi nilai-nilai yang hidup dan berlaku dalam masyarakat. Sastra sebagai hasil pengolahan jiwa pengarangnya, dihasilkan melalui suatu proses perenungan yang panjang mengenai hakikat hidup dan kehidupan. Sastra ditulis dengan penuh penghayatan dan sentuhan jiwa yang dikemas dalam imajinasi yang dalam tentang kehidupan.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, perkembangan sastra pun bermekaran dari “yang bersifat tekstual” hingga “yang bersifat visual” berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Cerpen, novel, dan drama kini sudah dapat ditonton dalam bentuk film. Film didefinisikan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa

xii

Universitas Sumatera Utara

Indonesia) sebagai “kisah gambar hidup”. Film ialah pergerakan kontemporer dari mode sastra tekstual ke mode sastra visual.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam menganalisis tokoh utama dalam cerita ini, diperlukan sebuah teori yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penulisan ini. Teori merupakan kumpulan proposi umum yang saling berkaitan dan digunakan sebagai alat untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena yang diteliti. Dalam penelitian terhadap film Memoirs Of A Geisha karya Rob Marshall ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologis.

Menurut Ratna, (2003:2) pendekatan sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan.

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat dari hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra itu sendiri.

Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi

xiii

Universitas Sumatera Utara

wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra. Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial.

Penulis menggunakan pendekatan sosiologis dalam menganalisis tokoh dalam novel ini bertujuan untuk mengetahui tentang sosiologis (kehidupan sosial) yang dialami tokoh utama dalam film Memoirs Of A Geisha. Dalam film ini diceritakan mengenai tekad gadis kecil untuk menjadi seorang geisha yang terhormat.

1.5 Tujuan dan Manfaat

1.5.1 Tujuan

Dalam penelitian ini tujuan berfungsi sebagai acuan pokok terhadap masalah yang diteliti. Adapun tujuan penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kehidupan sosial tokoh utama sebelum, sesudah, dan

setelah tidak lagi menjadi geisha,

2. Untuk mengetahui kehidupan sosial geisha pada masa sebelum sampai

sesudah Perang Dunia ke II di dalam film Memoirs Of A Geisha.

1.5.2 Manfaat

Dengan mengadakan penelitian terhadap film Memoirs Of A Geisha karya Rob Marshall ini, diharapkan memberi manfaat, yaitu:

xiv

Universitas Sumatera Utara

1. Untuk menambah informasi kepada peneliti dan pembaca

mengenai sosiologis (kehidupan sosial) tokoh utama dalam film

Memoirs Of A Geisha karya Rob Marshall,

2. Untuk menambah informasi kepada pembaca sejarah geisha,

perbedaan geisha dengan prostitusi,

3. Sebagai referensi bagi pembaca apabila ingin melakukan penelitian

dengan topik yang sejenis.

1.6 Metode Penelitian

Sesuai dengan tema dan permasalahan yang akan dianalisis dalam film

Memoirs Of A Geisha karya Rob Marshall, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif dalam cakupan kualitatif.

Menurut Nazir (1988:63), metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Sedangkan menurut Sugiyono (2005:21) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Menurut Whitney (1960:160), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.

xv

Universitas Sumatera Utara

Menurut Moleong (2005:6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Penulis menggunakan metode ini karena penulis mencoba mendeskripsikan atau menganalisis mengenai masalah sosiologis tokoh utama yang ada dalam film Memoirs Of A Geisha karya Rob Marshall. Teknik pengumpulan teori yang digunakan adalah studi pustaka (library research), yaitu dengan menelusuri sumber-sumber kepustakaan dengan buku-buku dan referensi yang berkaitan dengan tema penulisan ini. Beberapa data juga diperoleh dari berbagai situs internet. Teknik menganalisis film dengan cara menonton film

Memoirs Of A Geisha secara berulang-ulang. Kemudian mempausekan film tersebut ketika sedang ditonton untuk dicatat dialognya.

xvi

Universitas Sumatera Utara

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP FILM MEMOIRS OF A GEISHA KARYA ROB MARSHALL DAN SOSIOLOGI SASTRA

2.1 Film

Secara berdasarkan kata, film (cinema) asalnya dari kata cinematographie yang memiliki arti cinema (gerak), tho atau phytos (cahaya) dan graphie atau grhap (tulisan, gambar, citra). Sehingga bisa diartikan Film merupakan mewujudkan gerak dengan cahaya. Mewujudkan atau Melukis gerak dengan cahaya tersebut menggunakan alat khusus, seringkali alat yang digunakan adalah kamera. Definisi lain dari film yakni, film merupakan hasil cipta karya seni yang memiliki kelengkapan dari beberapa unsur seni untuk melengkapi kebutuhan yang sifatnya spiritual. Unsur seni yang ada dan menujang sebuah film antara lain seni rupa, seni fotografi, seni arsitektur, seni tari, seni puisi sastra, seni teater, seni musik, seni pantonim dan juga novel. (www.seputarpengetahuan.co.id)

Film adalah alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak melalui sebuah media cerita. Film juga merupakan medium ekspresi artistik sebagai suatu alat para seniman dan insan perfilman dalam rangkan mengutarakan gagasan-gagasan dan ide cerita. Secara esensial dan substansial film memiliki power yang akan berimplikasi terhadap komunikan masyarakat (Wibowo,

2006:196).

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan sastra, terutama menyangkut perkembangan variasi penggunaan wahana karya sastra, film sebagai karya seni naratif yang diciptakan dalam bentuk gabungan antara audio dan visual belakangan dianggap sebagai bagian perkembangan dari karya sastra. Film

xvii

Universitas Sumatera Utara

merupakan produk karya seni naratif (cerita) yang bersifat fiktif, estetik, dan bermedium bahasa, yakni bahasa gambar. Film mempunyai fungsi yang sama dengan karya sastra, yaitu bertujuan memberikan hiburan dan wawasan pengetahuan bagi penonton. Melalui sarana cerita penonton secara tidak langsung dapat belajar merasakan dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang sengaja ditawarkan pengarang sehingga produk karya seni dan budaya dapat membuat penonton menjadi manusia yang lebih arif dan dapat memanusiakan manusia (Nurgiyantoro, 2007:40).

Namun, film dan sastra hakikatnya mempunyai ciri dasar yang sama, yaitu ciri fiktif, estetik, dan naratif. Sebagai karya naratif film dan sastra memiliki unsur tokoh, alur, latar, tema dan amanat. Unsur-unsur naratif film dan sastra yang sama tersebut salah satu kekuatannya terletak pada ciri fiktif. Jika kekuatan fiktif sastra terletak pada bahasa verbal, maka kekuatan film terletak pada bahasa gambar.

2.2 Resensi Film “Memoirs Of A Geisha”

2.2.1 Tema

Istilah tema menurut Rusyana (1988:67) adalah dasar dari sebuah cerita.

Tema adalah pandangan hidup atau perasaan yang membentuk dan membangun dasar gagasan utama suatu karya sastra, dan semua fiksi harus mempunyai dasar atau tema yang merupakan sasaran tujuan.

Tema pada film Memoirs Of A Geisha adalah memberishkan nama baik geisha yang selama ini sudah dianggap negatif oleh masyarakat dunia. Dimana tokoh utama dalam film ini adalah Sayuri, gadis dari kampung nelayan di Yoroido

xviii

Universitas Sumatera Utara

yang dibawa ke Kyoto untuk dijadikan sebagai calon geisha. Dan yang menjadi fokus cerita dalam film “Memoirs of a Geisha” karya Rob Marshall ini adalah lika-liku kehidupan dan perjuangan seorang geisha.

2.2.2 Alur

Alur atau jalan cerita dimana peristiwa-peristiwa dalam cerita tersebut terjadi secara linier atau susul menyusul. Nurgiyantoro mengemukakan bahwa alur adalah cerita yang berisi kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu menyebabkan atau disebabkan oleh peristiwa yang lain (1995:113).

Secara umum, alur dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam. Pembagian ini didasarkan pada urutan waktu atau kronologisnya.

1. Alur Maju

Alur maju atau bisa disebut progresif adalah sebuah alur yang klimaksnya berada di akhir cerita. Rangkaian peristiwa dalam alur maju berawal dari masa awal hingga masa akhir cerita dengan urutan waktu yang teratur dan beruntut.

2. Alur Mundur

Alur mundur atau bisa disebut regresi adalah sebuah alur yang menceritakan masa lampau yang menjadi klimaks di awal cerita. Rangkaian peristiwa dalam alur mundur berawal dari masa lampau ke masa kini dengan susunan waktu yang tidak sesuai dan tidak beruntut.

3. Alur Campuran

Alur campuran atau bisa disebut alur maju-mundur adalah alur yang diawali dengan klimaks, kemudian menceritakan masa lampau, dan dilanjutkan

xix

Universitas Sumatera Utara

hingga tahap penyelesaian. Pada saat menceritakan masa lampau, tokoh dalam cerita dikenalkan sehingga saat cerita satu belum selesai, kembali ke awal cerita untuk memperkenalkan tokoh lainnya.

Kenny (1966: 14) mengemukakan bahwa alur sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Alur dalam film Memoirs Of A Geisha adalah alur maju, karena cerita ini dimulai ketika

Chiyo (sebelum menjadi geisha) dibawa ke rumah geisha (Okiya) di Kyoto.

Setelah tiba di Okiya, Chiyo mencoba melarikan diri untuk mencari kakaknya

Satsu. Akan tetapi hal itu justru membuat Chiyo terancam menjadi pelayan seumur hidup. Sejak saat itulah kehidupan Chiyo berubah, dimulai dari pertemuan

Chiyo dengan seorang laki-laki yang memberinya semangat. Laki-laki itu adalah

Chairman, seorang negarawan yang cukup disegani, dan dengan pertemuan yang tidak sengaja itu merubah semua keputus asaan Chiyo. Dilanjutkan dengan pertemuan Chiyo dengan Mameha. Mameha adalah seorang geisha terkenal.

Mameha inilah yang mengajari dan menjadikan Chiyo sebagai geisha yang terkenal. Di akhir cerita, Sayuri mencapai keinginnnya yaitu dapat hidup bersama dengan Ketua, lelaki yang ia cintai, dan memulai kembali kehidupan barunya.

2.2.3 Penokohan

Menurut Nurgiyantoro (2000), pengertian tokoh dapat dimaknai sebagai seseorang atau sekelompok orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif dimana para pembaca dapat melihat sebuah kecenderungan yang diekspresikan baik melalui ucapan maupun tindakan.

xx

Universitas Sumatera Utara

Nurgiyantoro (2000) juga menambahkan bahwa berdasarkan tingkat perannya, tokoh dapat dibagi menjadi dua: tokoh tambahan dan tokoh utama.

Tokoh utama adalah tokoh yang paling diprioritaskan dalam sebuah cerita, seperti pada novel atau karya lainnya. Sedangkan tokoh tambahan bisa disebut sebagai tokoh pembantu yang bertugas untuk membantu peran tokoh utama. Selain itu, tokoh tambahan hanya muncul pada suatu kejadian yang berkaitan dengan peran yang dilakukan oleh tokoh utama.

Pada penelitian ini penulis hanya akan membahas tokoh utama dalam film

Memoirs Of A Geisha yang bernama Sayuri. Sayuri berperan sebagai gadis kecil dari perkampungan nelayan di Yoroido yang kemudian menjadi seorang geisha terkenal di Kyoto. Meskipun demikian, tokoh utama tidak terlepas dari interaksinya dengan tokoh-tokoh lainnya dalam film Memoirs Of A Geisha ini.

Ada 6 tokoh lainnya yang mendukung film ini, diantaranya:

1. Hatsumomo (seorang geisha senior yang juga tinggal di Okiya bersama

Sayuri)

2. Mameha (seorang geisha senior)

3. Mother

4. Chairman / Ketua (seorang bangsawan di Kyoto)

5. Pumpkin (teman Sayuri di Okiya sekaligus saingannya sebagai geisha)

6. Nobu (seorang bangsawan di Kyoto dan teman akrab Ketua)

2.2.4 Latar

Dalam karya sastra setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya (Abrams, 1981:1975). Hayati (1990:10) berpendapat setting

xxi

Universitas Sumatera Utara

(landasan tumpu) cerita adalah gambaran tempat waktu atau segala situasi di tempat terjadinya peristiwa.

Nurgiyantoro juga menjelaskan bahwa sebuah latar itu mempunya tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur tersebut walaupun masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda-beda dan dapat dibicarakan sendiri-sendiri, pada kenyataanya saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain (1995:227). Unsur-unsur tersebut antara lain :

1. Latar Tempat

Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya suatu peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial, atau lokasi tertentu tanpa nama jelas.

Penggunaan latar tempat dengan menggunakan nama-nama tempat haruslah mencerminkan atau setidaknya tidak bertentangan dengan keadaan geografis tempat tersebut. Pengangkatan suasana kedaerahan, sesuatu yang mencerminkan unsur local color, akan menyebabkan latar tempat menjadi dominan dalam karya yang bersangkutan.

Adapun latar tempat dalam film Memoirs Of A Geisha ini adalah berada di

Yoroido, Kyoto, dan Amerika.

2. Waktu

Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah waktu dalam karya naratif dapat bermakna ganda, disatu pihak menyarankan pada waktu penceritaan dan pada

xxii

Universitas Sumatera Utara

waktu penulisan cerita. Dilain pihak menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita. Sesuatu yang dikembangkan harus juga sesuai dengan sejarah, karena latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional.

Latar waktu dalam film Memoirs Of A Geisha adalah pada zaman Showa yang berlangsung dari tahun 1926-1989. Selama zaman Showa, Jepang memasuki periode totalitarianisme politik, ultranasionalisme, dan fasisme yang berpuncak pada invasi ke Tiongkok pada tahun 1937. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari masa konflik dan kekacauan di seluruh dunia, seperti halnya Depresi Besar

(zaman Malaise) dan Perang Dunia II.

3. Sosial

Latar sosial film Memoirs Of A Geisha adalah zaman Showa. Zaman Showa yang terjadi pada film ini adalah tahun 1929. Pada saat Chiyo (Sayuri sebelum menjadi geisha) berumur 9 tahun yang berasal dari Yoroido datang ke Kyoto karena dijual oleh ayahnya. Keadaan Kyoto di dalam film ini terjadi pada tahun

1929 sampai 1940-an yang dalam kurun waktu tersebut telah menjadi salah satu kota besar di Jepang.

Wilayahnya terdiri dari jalan-jalan yang besar, kiri dan kanannya berjejer rumah-rumah geisha dan bangunan-bangunan yang besar. Kyoto memiliki penduduk yang cukup padat sehingga di seputaran kota dapat dilihat banyak orang yang berlalu-lalang, sepeda dan becak-becak pengangkut barang dan orang. Selain itu, ada stasiun kereta api yang merupakan salah satu sarana transportasi antar daerah yang utama pada saat itu.

xxiii

Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 1930-an, di seluruh dunia sedang terjadi depresi ekonomi yang disebut dengan zaman Malaise. Demikian juga di Jepang selain terlibat dalam perang dunia II juga diseluruh daerah mengalami kesulitan ekonomi, tak terkecuali di Kyoto. Kehidupan para geisha di Kyoto juga semakin menyedihkan, tidak ada lagi yang bersenang-senang atau mengadakan pesta karena kegiatan seperti itu dianggap tidak patriotis dan tidak memikirkan keadaan bangsa dalam keadaan krisis.

Kemudian pada tahun 1943 dan puncaknya pada saat perang pasific terdapat keputusan dari pemerintah terdapat keputusan dari pemerintah bahwa selama perang dunia ke II semua hal-hal yang berkaitan dengan geisha ditutup.

Pada tahun 1946 telah ada keoptimisan dari rakyat Jepang bahwa keadaan

Jepang akan kembali pulih. Beberapa bulan kemudian di rumah-rumah geisha dan tempat-tempat hiburan di Kyoto kembali dibuka. Kali ini mulai mengikuti kebudayaan barat karena saat itu banyak juga orang-orang asing yang datang bahkan menetap di Kyoto.

2.2.5 Gaya Penceritaan

Sudut pandang atau lebih dikenal dengan point of view, mengacu pada sebuah cerita yang dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang menyajikan cerita dalam sebuah karya fiksi (Abrams,

1981: 142). Dengan demikian sudut pandang merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang unruk mengungkapkan gagasan cerita

(Nurgiyantoro, 1995: 248).

xxiv

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini, sudut pandang dari film “Memoirs Of A Geisha” karya Rob

Marshall ini adalah menyampaikan pesan kuat tentang sejarah geisha, tradisi, budaya, kehormatan dan etika. Film ini menjelaskan perbedaan antara geisha dan prostitusi. Pada hakikatnya seorang geisha tidak dibenarkan untuk terlibat dengan kegiatan prostitusi karena jika sudah terjerumus ke dalam dunia prostitusi, tidak lagi bisa disebut sebagai geisha.

2.3 Kajian Sosiologi Sastra

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang objek studinya berupa aktivitas sosial manusia. Sastra adalah karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia. Dengan demikian, antara karya sastra dengan sosiologi sebenarnya merupakan dua bidang yang berbeda, tetapi keduanya saling melengkapi.

Sosiologi tidak hanya menghubungkan manusia dengan lingkungan sosial budayanya, tetapi juga dengan alam (Fananie, 2000: 132).

Kendati sosiologi dan sastra mempunyai perbedaan tertentu namun sebenarnya dapat memberikan penjelasan terhadap makna teks sastra (Laurenson dan Swingewood, dalam Endraswara 2008: 78). Hal ini dapat dipahami, karena sosiologi obyek studinya tentang manusia dan sastra pun emikian. Sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tak lepas dari akar masyarakatnya. Dengan demikian, meskipun sosiologi dan sastra adalah dua hal berbeda namun dapat saling melengkapi. Dalam kaitan ini, sastra merupakan sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik yag dikembangkan dalam karya sastra.

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi merupakan ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu

xxv

Universitas Sumatera Utara

pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra merupakan kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pngajaran yang baik.

Makna kata sastra bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik (Ratna, 2003: 1-2).

Sosiologi sastra termasuk pemahaman interdisipliner, tidak hanya melibatkan sosiologi dan sastra, tetapi juga sejarah, psikologi, dan kebudayaan.

Tujuan sosiologi sastra adalah memahami manusia melalui visi antardisiplin, sekaligus menopang koeksistensi disiplin humaniora dalam menghadapi transformasi budaya secara global (Kayam, 1989: 37).

Hubungan karya sastra dengan masyarakat dalam bentuk interaksi konseptual memberikan kemungkinan yang jauh. Lebih luas untuk mengidentifikasi struktur sosial karya, termasuk ciri-ciri instuisinya. Ciri-ciri instuisi dapat memberikan penjelasan yang lebih memadai terhadap karya sebagai rekaan dalam hubungannya dengan fakta sosial. Interaksi konseptual tidak berarti meniru atau memindahkan kenyataan-kenyataan soaial secara langsung melainkan memodifikasinya dengan cara-cara yang sama sekali baru. Dengan demikian, karya sastra tetap merupakan bagian integral masyarakat, karya sastra tetap merupakan bagian integral masyarakat, meskipun bersifat otonom dalam batas- batasnya sendiri (Ratna, 2003: 92).

Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Perbedaannya, apabila sosiolog melukiskan kehidupan manusia dan masyarakat melalui analisis ilmiah dan objektif, sastrawan

xxvi

Universitas Sumatera Utara

mengungkapkannya melalui emosi, secara subjektif dan evaluatif. Sastra juga memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi tetap didominasi oleh emosionalitas

(Ratna, 2003: 4).

Pada prinsipnya, menurut Laurenson dan Swingewood (dalam Endraswara

2008: 78) terdapat tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu: (1) penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang didalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2) penelitian yang mengungkapkan sastra sebagai cermin situasi sosial penulisannya, dan (3) penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.

Masalah-masalah kemasyarakatan dalam karya sastra tidak sederhana, sangat kompleks seperti juga kekomplekkan masyarakat dalam kehidupan yang nyata ini. Hal ini sekali lagi membuktikan bahwa jelas dalam jumlah terbatas pengarang yang berhasil untuk menangkapnya secara meyakinkan. Karena itulah dapat dipahami pendapat yang mengatakan bahwa karya sastra yang besar pada umumnya adalah karya sastra yang bersifatsosial, konflik antartokoh yang pada dasarnya menunjukkan benturan antara individu, kelompok, dan masyarakatnya.

Hubungan antara satsra dengan masyarakatnya merupakan masalah yang sangat umum, artinya sudah semestinya terjadi. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan langsung sejumlah peralatan sastra, seperti bahasa sebagai alat pengungkapan yang pada dasarnya adalah milik masyarakat. Demikian juga unsur-unsur lain, seperti: peristiwa, tokoh-tokoh, latar, tradisi, dan sebagainya.

Pengarang sebagai pencipta adalah anggota masyarakat, hidup, dan belajar dalam

xxvii

Universitas Sumatera Utara

masyarakat. Kayam (1988: 408) mengatakan bahwa kesenian dalam hal ini termasuk sastra tak pernah berdiri lepas.

Analisis sosiologis memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom sekaligus merupakan bagian integral dalam struktur sosial. Sesuai dengan mekanisme interaksi dalam struktur komunikatif, maka perkembangan kejadian- keadian dalam karya sastra didasarkan atas perkembangan peranan tokoh-tokoh, baik peranan sosial maupun kekeluargaan (Ratna, 2003: 170).

2.4 Definisi Geisha

Geisha (bahasa Jepang: 芸者 "seniman") adalah seniman- penghibur tradisional Jepang. Sejarah geisha dimulai dari awal pemerintahan

Tokugawa, dimana Jepang memasuki masa damai dan tidak disibukkan lagi dengan masalah-masalah perang. Kata geiko digunakan di Kyoto untuk mengacu kepada individu tersebut. Geisha sangat umum pada abad ke-18 dan abad ke-19, dan masih ada sampai sekarang ini, walaupun jumlahnya tidak banyak. Di Kansai, istilah "geiko" ( 芸妓) dan geisha pemula "maiko" ( 舞妓) digunakan sejak Restorasi Meiji. Istilah "maiko" hanya digunakan di distrik Kyoto. Geisha belajar banyak bentuk seni dalam hidup mereka, tidak hanya untuk menghibur pelanggan tetapi juga untuk kehidupan mereka. Rumah-rumah geisha (Okiya) membawa gadis-gadis yang kebanyakan berasal dari keluarga miskin dan kemudian melatih mereka. Semasa kanak-kanak, geisha seringkali bekerja sebagai pembantu, kemudian sebagai geisha pemula (maiko) selama masa pelatihan.

(https://id.m.wikipedia.org)

xxviii

Universitas Sumatera Utara

Geisha merupakan salah satu simbol kebudayaan Jepang yang bertahan hingga saat ini dan masih bisa kita temui di Jepang, tepatnya di kawasan Gion di

Kyoto. (Kartika Putri Karina, 2013:02)

Di sana adalah pusat keberadaan para geisha, yang merupakan tempat gadis-gadis muda mengawali karier sebagai geisha. Gadis-gadis kecil berumur 7 atau 8 tahun mulai dididik disini, dan selama bertahun-tahun mereka dilatih oleh guru geisha, belajar bahasa, memainkan alat musik shamisen, menari, dan sebagainya. (https://tutinonka.wordpress.com/2009/07/29/geisha-misteri-bunga- sakura/)

Geisha merupakan ahli seni yang menghibur para tamu dengan musik, kaligrafi, upacara minum teh (sadō), puisi, percakapan atau obrolan serta bermain shamisen. Mereka menggunakan kimono tradisional yang memancarkan kecantikan mereka. Alas kaki yang dihiasi bakiak dari kayu, serta gaya rambut khas yang dihiasi hiasan yang menyala. Dari sini dapat dikatakan bahwa geisha diartikan sebagai “wanita cantik” atau “orang yang hidup dengan seni”.

(www.essayfinder.com)

Selama masa perang, sebagian besar geisha di seluruh Jepang memiliki debut seksual () dan artistik ketika mereka “lulus” dari magang ke geisha penuh. Biasanya terjadi pada usia enam belas tahun dengan seorang pelindung rumah geisha yang setia. Beberapa pelanggan sangat menghargai kesempatan untuk berpartisipasi dalam ritual ini dan membayarnya sangat bagus, begitu baik sehingga “Ibu” rumah itu menjual keperawanan geisha hingga empat kali.

Bagaimanapun, sebagian besar geisha akhirnya memperoleh satu Danna

xxix

Universitas Sumatera Utara

(pelindung), kepada siapa mereka secara ekslusif menjual hak istimewa ini.

(Masuda, 2003:60)

Geisha yang dikenal juga dengan istilah geigi atau geiko, adalah sebutan bagi para penghibur tradisional wanita. Mereka menghibur dengan cara bernyanyi, menari, berbincang-bincang, bermain permainan, dan melayani para tamu di rumah-rumah makan tradisional jenis tertentu. (Kondansha, 1983: 446)

xxx

Universitas Sumatera Utara

BAB III

ANALISIS SOSIOLOGI TERHADAP TOKOH UTAMA DALAM FILM MEMOIRS OF A GEISHA

3.2 Sinopsis Film Memoirs Of A Geisha

Film Memoirs Of A Geisha ini bersetting di tahun 1929, bercerita tentang

Chiyo, gadis kecil anak nelayan miskin di Yoroido, desa nelayan di pinggiran

Laut Jepang yang bersama dengan kakaknya, Satsu dijual oleh ayahnya karena mereka sangat miskin. Selain itu ibunya yang sakit-sakitan memaksa sang ayah untuk tidak memiliki pilihan lainnya. Mereka berdua akhirnya dijual ke Okiya

(tempat untuk rumah para geisha) di Gion. Bertugas sebagai pembantu di rumah tersebut Chiyo bertugas merawat nenek yang sudah sakit-sakitan, dan membantu pekerjaan rumah tangga lainnya, termasuk membereskan kamar Hatsumomo.

Chiyo dan Pumpkin disekolahkan bersama, untuk dapat menjadi geisha pula di masa mendatang. Chiyo akhirnya tahu bahwa Satsu masih selamat dan berada di distrik pelacur, dia kemudian merencanakan untuk kabur. Keduanya berjanji bertemu di jembatan, namun Chiyo malah terjatuh dari atap dan tangannya patah.

Mother terpaksa harus merawat biaya pengobatan Chiyo yang tidak sedikit.

Setelah sembuh, Chiyo tidak lagi disekolahkan untuk menjadi geisha melainkan untuk dijadikan pembantu saja. Mengetahui bahwa Satsu sudah kabur sendirian tanpa dirinya, Chiyo akhirnya harus menerima kenyataan bahwa keluarganya sekarang adalah yang ada di sekitarnya saat ini.

xxxi

Universitas Sumatera Utara

Chiyo merasa putus asa dengan kehidupannya sebagai budak yang sangat melelahkan selama di rumah itu. Hingga pada suatu hari dia sedang berada di jembatan termenung memikirkan sesuatu, tiba-tiba saja ia disapa oleh seorang pria dewasa, si Chairman yang bersama dengan dua orang geisha. Pria tersebut kemudian membelikannya es serut dan menghiburnya. Chairman memberikannya sebuah sapu tangan dan didalamnya ada uang. Sejak pertemuan itu Chiyo bertekad kuat untuk menjadi geisha agar bertemu kembali dengan

Chairman. Chiyo berlari menuju kuil, dilemparkanlah uang pemberian Chairman tadi untuk berdoa, yang semestinya cukup baginya untuk makan ikan dan nasi selama sebulan. Chiyo berdoa agar suatu saat ia akan menjadi seorang geisha dan dipertemukan kembali dengan Chairman.

Waktu berlanjut begitu cepat, hingga Chiyo sudah beranjak dewasa, namun statusnya masih sama, yaitu sebagai budak di rumah Mother. Tiba-tiba saja

Mameha, geisha terkenal di district Gion datang ke Okiya tempat Chiyo tinggal.

Mameha melihat kecantikan dari Chiyo yang beranjak dewasa. Kemudian mengajukan penawaran kepada Mother untuk membiayai sekolah geisha kepada

Chiyo. Pada awalnya Mother tidak tertarik, namun setelah diyakinkan oleh

Mameha, Mother akhirnya setuju, apalagi dia berpikir bahwa Chiyo sudah tidak berguna lagi, sebab nenek sudah meninggal dan tidak perlu pembantu untuk mengurus rumah lagi.

Chiyo pun menyampaikan terima kasih kepada Mameha. Dengan durasi mempersiapkan diri untuk menjadi geisha yang terbilang sangat cepat, yaitu 6 bulan (normalnya menjadi geisha membutuhkan waktu tahunan belajar), Chiyo

xxxii

Universitas Sumatera Utara

diajarkan bagaimana menjadi geisha yang hebat. Satu aturan sederhana yang ditanamkan Mameha kepada Chiyo bahwa untuk menjadi geisha yang hebat dia harus bisa membuat pria terpukau hanya dalam satu kali tatapan. Setelah syarat itu sudah dipenuhi, Chiyo pun siap menjadi geisha dan memulai debutnya.

Debut Chiyo dalam menjadi geisha berjalan lancar, meski sempat sedikit beradu argumen dan sindiran dengan Hatsumomo, Chiyo, yang berganti nama menjadi Sayuri karena sudah resmi menjadi geisha. Tugas pertama yang diperintahkan Mameha untuk Sayuri adalah menemui dan menemani Chairman di pertandingan Sumo. Ketika itu Chairman membawa teman bisnisnya yang juga seorang pengusaha keras, tegas, disiplin dan tidak suka geisha, bernama Nobu-san.

Keputusan siapa penawar tertinggi Mizuage (keperawanan) milik Sayuri telah tiba. Orang tersebut adalah Dr.Crab. Sayuri seakan tidak percaya kenyataan itu, meski dia memecahkan rekor dari Mameha sendiri. Akhirnya Mameha kembali berterus terang bahwa sebenarnya Mr. Baron (danna nya Mameha) lah yang memberikan penawaran tertinggi, tapi Mameha menolaknya dan memberikan kemenangan bagi Dr.Crab, yang akhirnya Sayuri harus melepaskan keperawanannya kepada Dr.Crab. Dan setelah semua ritual tersebut berakhir, ia dipanggil dengan nama Nitta Sayuri, dan telah menjadi geisha seutuhnya.

Kecemburuan Hatsumomo makin memuncak, akhirnya dia berkelahi dengan Sayuri sehingga menyebabkan kebakaran di Okiya mereka, Hatsumomo lantas kabur.

xxxiii

Universitas Sumatera Utara

Tak lama berselang, Jepang dilanda Perang dunia kedua, yang mengakibatkan ditutupnya rumah-rumah geisha, termasuk kediaman milik Sayuri.

Sayuri lantas diselamatkan Chairman yang mengirimkannya ke utara untuk menjadi pembantu di tempat pembuatan kimono. Sedangkan Mameha dikirim ke tempat lainnya untuk menjadi perawat.

Setelah perang reda, Sayuri yang masih bekerja di tempat pembuatan kimono didatangi pria. Dia bukanlah Chairman, tapi Nobu yang memintanya kembali ke kota untuk ikut menjadi geisha kembali dan menerima tamu, perdana menteri Sato. Perdana Menteri ini tamu penting sebab, perusahaan Nobu dan

Chairman, Iwamura Electric, bergantung kepada kebijakan yang dikeluarkan perdana menteri tersebut.

Sayuri akhirnya setuju untuk kembali ke Gion, disana dia bersama dengan

Mother dan Bibi kembali membuka rumah geisha, meskipun di saat itu image seorang geisha sudah banyak tercemar. Ketika banyak orang asing masuk ke

Jepang, setiap wanita jepang yang mengenakan kimono bisa dianggap geisha.

Sedangkan image geisha bagi para pendatang adalah tidak lebih daripada seorang wanita penghibur dan alat pemuas nafsu. Sayuri juga kembali bertemu dengan

Pumpkin, yang sekarang menjadi geisha modern, karena lebih banyak mengandalkan kecantikan fisiknya daripada skillnya. Pumpkin setuju untuk ikut menjamu tamu Nobu. Ketika selesai menjamu tamu, Nobu menyatakan bahwa dia bersedia menjadi Danna (penyandang dana bagi para geisha) untuk Sayuri, namun Sayuri yang masih menaruh hati kepada Chairman enggan menerima tawaran ini.

xxxiv

Universitas Sumatera Utara

Kemudian Nobu, Chairman, para geisha dan perdana menteri melakukan perjalanan ke Pulau Amami. Bukannya bersenang-senang, Sayuri malah membuat marah Chairman dengan melakukan jebakan untuk Nobu tetapi yang kena jebakan adalah Chairman. Sayuri yang bersedih pergi ke tepi lautan, disana ia membuang sapu tangan Chairman yang telah disimpannya selama bertahun-tahun, berharap dengan itu cintanya kepada Chairman juga ikut pergi.

Dikesempatan lain Sayuri berada, berencana bertemu dengan Nobu di taman. Sayuri tiba lebih dulu dan menunggu Nobu di taman itu, namun alangkah terkejutnya dia sebab yang datang adalah Chairman. Sayuri mencoba menjelaskan fakta sebenarnya, namun Chairman menolaknya, sebab dia sendiri telah tahu bahwa kejadian di pulau kemarin hanyalah akal-akalan. Chairman juga mengatakan bahwa Nobu sudah tidak mau lagi menjadi danna dari Sayuri setelah kejadian di pulau itu. Chairman juga berterus terang bahwa dia jatuh cinta kepada

Sayuri sejak pertemuan mereka, namun karena merasa tidak enak kepada Nobu, yang selain sudah berkorban untuk perusahaannya, dan sebagai teman dekat akhirnya Chairman memilih untuk memendam rasa cintanya kepada Sayuri. Dan akhirnya cinta keduanya menjadi sempurna begitupula Sayuri yang akhirnya mendapatkan danna, yaitu Chairman.

xxxv

Universitas Sumatera Utara

3.3 Analisis Sosiologi Tokoh Utama Dalam Film Memoirs Of A Geisha

3.3.1 Kehidupan Sosial Geisha Pada Masa Sebelum sampai Sesudah Perang Dunia ke II Dalam Film Memoirs Of A Geisha

Cuplikan menit 00:07:08

Saat sudah tiba di Kyoto, Chiyo ditanya Mother berapa umurnya kemudian Bibi yang menjawab.

Mother : “Berapa umurmu?”

Bibi : “Dia umur ayam jago”

Mother : “Baru 9 tahun”

Cuplikan menit 00:10:16

Chiyo baru saja selesai mandi, kemudian Mother memakaikannya baju seraya berkata:

Mother : “Ingatlah untuk selalu menghormati Okiya (rumah geisha) ini.

Kau dengarkan, kau belajar. Sekarang pergilah bekerja.”

Analisis:

Pada film Memoirs Of A Geisha, geisha dimulai dari usia yang sangat muda ada yang masih berusia 6 tahun, 9 tahun, dan sebagainya. Seperti tokoh utama pada film ini, Sayuri yang dijual ke Okiya (rumah geisha) pada usia 9 tahun. Di Okiya

(rumah geisha) ada yang bertindak sebagai Mother. Mother adalah seseorang yang memiliki kuasa besar atas Okiya (rumah geisha). Gadis-gadis kecil itu

xxxvi

Universitas Sumatera Utara

dipekerjakan di Okiya (rumah geisha) untuk membersihkan rumah, membantu geisha yang ada di Okiya itu dan juga menturuti segala perintah yang diberikan oleh Mother. Film Memoirs Of A Geisha bersetting di tahun 1929 tepatnya pada zaman Showa. Dimana geisha masih sangat dihormati, disegani, bahkan masih sangat diterima di masyarakat. Karena geisha adalah simbol dari masyarakat

Jepang pada saat itu. Geisha melayani dan menghibur tamu-tamu di rumah teh yang sedang menunggu untuk menggunakan jasa (pekerja seks).

Cuplikan menit 00:14:20

Bibi dan Chiyo sedang merapikan kimono, kemudian Bibi berkata seraya mengulurkan kotak yang berisi kimono kepada Chiyo.

Bibi : “Aku punya berita untuk kalian, anak-anak. Ibu sudah

memutuskan kalian akan sekolah. Kalian akan jadi geisha!”

Analisis:

Untuk menjadi geisha, gadis-gadis kecil yang dijual ke Okiya (rumah geisha) tersebut harus bersekolah ke sekolah geisha untuk mendapatkan pendidikan dan juga pelatihan geisha. Di sekolah itu diajarkan cara menari dan memainkan alat musik. Murid-murid di sekolah geisha itu usianya beragam, mulai dari anak-anak, gadis belia, sampai gadis berusia 20-an. Mereka juga diberi seragam sekolah.

Mereka akan mengganti nama mereka jika sudah sah menjadi geisha.

xxxvii

Universitas Sumatera Utara

Cuplikan menit 00:13:52

Bibi sedang merapikan kimono sambil dibantu oleh Chiyo. Kemudian berkata:

“Sebuah kimono seperti ini pasti terbuat dari sutra Tatsumura akan membutuhkan seumur hidup untuk membayarnya. Seorang geisha butuh pakaian yang elegan, sama seperti seniman yang membutuhkan tinta. Jika dia tidak berpakaian dengan baik, maka dia bukan geisha sejati.”

Analisis:

Geisha harus berpakaian baik, kalau tidak ia tidak bisa disebut sebagai geisha sejati. Geisha harus selalu memperhatikan pakaiannya. Kimono (pakaian tradisional Jepang) yang dikenakan geisha adalah kimono (pakaian tradisional

Jepang) yang terbuat dari sutra dan juga harganya sangat mahal. Seperti yang diketahui, sutra terkenal dengan harga yang mahal. Geisha mulai merias diri mereka dari sore hari, karena membutuhkan waktu yang lama untuk merias diri.

Kemudian pada malam harinya mereka pergi ke rumah teh untuk melayani para tamu. Seorang geisha senior yang sudah berpengalaman tidak lagi memakai riasan tebal, karena yang memakai riasan tebal sebenarnya adalah maiko (murid geisha).

Cuplikan menit 00:30:28

Hatsuomo ketahuan oleh Mother kalau ia sedang menjalin cinta dengan seorang pria biasa. Mother marah besar.

xxxviii

Universitas Sumatera Utara

Mother : “Kau pikir apa? Seorang geisha bebas jatuh cinta? Tak akan

pernah!

Analisis:

Geisha tidak diperbolehkan untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan para tamunya, karena hal itu bisa membuat “rezeki” oiran (pekerja seks) berkurang.

Bahkan geisha juga tidak diperbolehkan bebas jatuh cinta dengan lelaki yang ia cintai. Geisha seperti sudah terikat dengan Okiya (rumah geisha) yang mengharuskannya menuruti segala perintah Mother yang tidak memperbolehkannya berhubungan dekat dengan laki-laki lain. Jika dilanggar, maka ia harus meninggalkan profesinya sebagai geisha.

Cuplikan menit 01:14:16

Mameha : “Untuk menjadi geisha sepenuhnya, kau harus menjualnya

kepada penawar tertinggi”

Sayuri : “Apa kau menjual punyamu?”

Mother : “Jumlah terbesar yang pernah dibayarkan. 10.000 Yen. Aku

membebaskan diriku dari hutang. Dan begitu juga dirimu. Saat kau memberikan kue beras kepada Dr. Crab, itu adalah tanda bahwa mizuage-mu (keperawanan) telah matang untung dijual

Analisis:

Di film ini, geisha memiliki debut seksual atau yang mereka sebut dengan debut mizuage (keperawanan). Mizuage (keperawanan) mereka dilelang kepada penawar tertinggi. Dan penawar tertinggi itulah yang akan menjadi danna (pelindung) dari

xxxix

Universitas Sumatera Utara

geisha tersebut. Tanda mizuage (keperawanan) dari seorang geisha yang sudah pas untuk dilelang adalah dengan memberikan kue beras kepada negarawan- negarawan yang ditaksirkan akan menawarkan harga tinggi. Uang yang didapatkan dari penawar tertinggi tersebut, akan diberikan kepada Okiya (rumah geisha) untuk melunaskan hutang-hutang selama geisha tersebut tinggal di Okiya

(rumah geisha). Mulai dari uang makan, uang bersekolah, dan sebagainya.

Cuplikan menit 01:44:17

Mameha : “Chairman! Mereka mengirim kami tapi tak mengatakan kemana.”

Cuplikan menit 01:51:28

Sayuri : “Perempuan mana saja dengan muka dirias dan kimono sutra bisa

menyebut dirinya geisha.”

Analisis:

Perang dunia ke II melanda Jepang, tepatnya pada tahun 1944. Semua hal yang berhubungan dengan geisha, ditutup. Para geisha itu digiring ke truk oleh tentara

Jepang dan dipaksa naik ke truk untuk dikirim ke pabrik-pabrik dan dipekerjakan sebagai buruh pabrik. Sebagian geisha ada juga yang banting setir menjadi suster.

Setelah perang reda, Jepang kembali membuka rumah-rumah geisha yang ditutup.

Namun, tak banyak lagi geisha yang mau kembali ke profesi semula mereka, karena sudah merasa nyaman dengan pekerjaannya. Tentara Amerika yang datang ke Kyoto mengira kalau gadis-gadis yang memakai riasan tebal dan kimono adalah geisha. Padahal gadis-gadis itu tidak menjalani pelatihan seperti geisha-

xl

Universitas Sumatera Utara

geisha sebelumnya. Nama baik geisha mulai tercoreng. Gadis-gadis yang disebut geisha oleh tentara Amerika, melayani seks kepada para tentara itu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh geisha. Sejak saat itulah orang-orang beranggapan kalau geisha adalah pekerja seks.

3.3.2 Kehidupan Sosial Tokoh Utama Sebelum, Sesudah, Dan Setelah Tidak Lagi Menjadi Geisha

1. Kehidupan Sosial Tokoh Utama Sebelum Menjadi Geisha

Cuplikan 1 Tanaka : “Sakamoto-san, Anda telah melakukan yang terbaik untuk istri Anda. Apa Anda sudah menyiapkan perbekalan untuk putri-putri Anda?” Sakamoto : “Aku tidak memiliki apa-apa lagi. Tak ada lagi yang tersisa.” Tanaka : “Anda sudah tidak muda lagi. Seperti rumah ini. Sebuah badai hebat akan membuat Anda terluka.” Sakamoto : “Tak ada lagi yang dapat kuberikan pada mereka. Aku hanya dapat mendoakan mereka.” Tanaka : “Biar kubawa mereka, aku yang akan mengurusnya.” Sakamoto : “Tapi aku tidak pernah membayangkan...” Tanaka : “Kehidupan lain akan lebih baik bagi mereka daripada di tempat ini.” (menit: 00:00:56 - 00:01:33)

Analisis Pada percakapan di atas, Tanaka melihat keadaan keluarga Sakamoto dalam kesulitan, kemudian Tanaka membujuk Sakamoto (ayah dari Chiyo dan Satsu) agar segera “menyerahkan” putri-putrinya kepada Tanaka untuk dibawa ke Okiya

(rumah geisha) yang ada di district Gion. Sakamoto tidak punya pilihan, apalagi

xli

Universitas Sumatera Utara

istrinya sedang sekarat dan juga Ia tidak memiliki cukup uang untuk membesarkan kedua putrinya. Saat itu Chiyo berusia 9 tahun. Pada masa perang, gadis-gadis kecil berusia sekitar enam tahun atau lebih, kadang-kadang „dijual‟ ke dalam profesi geisha oleh orang tua mereka.

Cuplikan 2

Disaat kereta api yang membawa Chiyo dan Satsu melaju menuju district Gion,

Sayuri (Chiyo yang berganti nama setelah menjadi geisha) menceritakan sedikit kisahnya melalui monolog.

Nitta Sayuri : “Aku tidak lahir dalam kehidupan seorang geisha. Seperti banyak

hal dalam kehidupanku yang aneh aku dibawa kesana oleh arus.”

(menit: 00:04:02 – 00:04:11)

Analisis

Pada cuplikan di atas bisa kita lihat, Sayuri menjelaskan bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki darah seorang geisha. Karena beberapa geisha mengikuti jejak ibunya yang seorang geisha juga. Ia berasal dari keluarga nelayan yang miskin dan tinggal di pesisir laut Yoroido. Sayuri terpaksa dijual ayahnya saat berumur 9 tahun ke Okiya karena ayahnya tidak memiliki uang.

Cuplikan 3

Bibi dan Chiyo sedang merapikan kimono, kemudian Bibi berkata seraya mengulurkan kotak yang berisi kimono kepada Chiyo.

Bibi : “Aku punya berita untuk kalian, anak-anak. Ibu sudah

memutuskan kalian akan sekolah. Kalian akan jadi geisha!”

xlii

Universitas Sumatera Utara

(menit 00:14:20 – 00:14:30)

Analisis

Pada cuplikan di atas, Bibi memberitahu kepada Chiyo bahwa Chiyo dan Pumpkin akan bersekolah di sekolah geisha. Di sekolah itu calon-calon geisha diajarkan bagaimana cara memainkan alat musik dan menari. Dan juga para murid mengenakan kimono dengan corak yang sama.

Cuplikan 4

Mother : Chiyo! mana makanan untuk nenek?

...

Nenek : Darimana saja kau? Ini dingin sekali! Tutup jendelanya.

Chiyo : Iya.

Kemudian Chiyo segera menutup jendela atas kemauan nenek.

(menit 00:16:45 – 00:17:03)

Analisis

Dari cuplikan di atas bisa dilihat bahwa Chiyo yang kesehariannya di rumah, tak hanya menjadi pembantu (melakukan semua pekerjaan rumah) di Okiya tetapi juga mengurus nenek dan menuruti perintah nenek. Chiyo harus bergerak cepat ketika dipanggil kalau tidak ia akan mendapatkan hukuman. Gadis-gadis kecil yang dijual ke Okiya harus menjadi pembantu untuk melunasi hutang-hutangnya.

xliii

Universitas Sumatera Utara

Cuplikan 5

Chiyo yang sudah berjanji dengan Satsu kakaknya untuk melarikan diri bersama dan bertemu di jembatan, mencoba memanjat atap rumah agar bisa kabur. Tetapi nasib berkata lain, Chiyo malah terjatuh dan tubuhnya terluka parah.

Sayuri bercerita melalui monolognya.

Nitta Sayuri : “Ayah dan ibuku telah meninggal. Kakakku, aku tak pernah mendengar kabarnya lagi. Aku telah memalukan Okiya, jadi Mother punya rencana lain untukku. Aku harus membayar hutangku selama bertahun-tahun.

Tidak sebagai geisha, tetapi sebagai budaknya.”

(menit 00:31:36 – 00:36:53)

Analisis

Pada cuplikan di atas, Chiyo mencoba kabur kemudian terjatuh. Tubuhnya terluka parah, dan Mother segera mengobatinya. Setelah itu Chiyo mendapat kabar kalau kedua orang tuanya sudah meninggal dan kakaknya kabur seorang diri. Chiyo yang tak punya siapa-siapa lagi, hanya bisa bersedih dan menangis. Berdasarkan monolog Sayuri, Chiyo terpaksa menjadi budak selama bertahun-tahun untuk melunasi hutangnya yang banyak. Apalagi Mother bilang pengobatannya sangat mahal. Chiyo harus membersihkan geta (sandal kayu), mengantarkan shamisen ke sekolah geisha, dan itu ia lakukan setiap hari.

Cuplikan 6

Chiyo mulai beranjak dewasa dan ia memiliki cukup umur untuk debut menjadi geisha. Tiba-tiba saja datang seorang geisha terkenal yaitu Mameha dan

xliv

Universitas Sumatera Utara

menawarkan Chiyo untuk menjadi murid geisha nya. Hal itu diceritakan pada monolog Sayuri.

Nitta Sayuri : “Mameha memanggil, menawarkanku kesempatan untuk menjadi

salah satu wanita elegan yang pernah kulihat di jembatan

terbungkus dengan kimono sutera, Chairman di sampingku.”

(menit 00:49:00 – 00:49:14)

Analisis

Pada cuplikan di atas, monolog Sayuri menceritakan bahwa Mameha yang pada saat itu adalah seorang geisha terkenal, datang ke Okiya dan mengajukan penawaran kepada Mother untuk membiayai sekolah geisha kepada Chiyo. Pada awalnya Mother tidak tertarik, namun setelah diyakinkan oleh Mameha, Mother akhirnya setuju. Chiyo menjalani pelatihan geisha dalam waktu yang singkat, yaitu 6 bulan karena normalnya butuh waktu bertahun-tahun untuk menjalani latihan sebagai seorang geisha. Chiyo belajar bagaimana caranya menghias diri, memegang cangkir teh, memainkan shamisen, berjalan dengan okobo (sandal yang biasa dipakai oleh geisha magang), menari, dan membuat pria terpukau hanya dengan satu kali tatapan. Setelah itu semua berhasil dilakukan Chiyo, barulah ia bisa debut menjadi geisha.

Kesimpulan:

Chiyo yang pada saat itu masih berusia 9 tahun, dijual ke Okiya yang ada di

Kyoto karena orang tuanya sudah tidak sanggup lagi membiayainya. Penderitaan

Chiyo belum berakhir sampai disitu. Chiyo harus menjadi budak untuk waktu

xlv

Universitas Sumatera Utara

yang lama di Okiya tersebut karena telah melanggar peraturan yaitu Chiyo berusaha kabur untuk melarikan diri. Setalah Chiyo beranjak dewasa, Chiyo ditawarkan oleh seorang geisha senior yang terkenal untuk menjadi muridnya.

2. Kehidupan Sosial Tokoh Utama Sesudah Menjadi Geisha

Cuplikan 7

Mameha : Pertandingan Sumo pertamamu.

Sayuri : Apa?

Mameha : Hari ini kau akan bertemu Ken Iwamura. Dia adalah pemimpin

Perusahaan Elektrik Iwamura di Osaka. Klienku selama bertahun-tahun. Kita akan menghibur dia dan rekannya, Nobu.

(menit 01:03:19 – 01:03:33)

Analisis

Pada cuplikan di atas, Chiyo telah selesai menjalani pelatihan sebagai murid geisha. Mameha mengganti nama Chiyo menjadi Sayuri karena sudah resmi menjadi geisha. Kemudian, Mameha menyuruh Sayuri pergi ke pertandingan

Sumo untuk menghibur klien pertamanya setelah dilatih selama 6 bulan.

Cuplikan 8

Mother : Tentu saja, tak ada yang akan diberikan pada Sayuri. Atau

padamu, Mameha. Semuanya akan diberikan pada Okiya ini.

Semua 15.000 Yen untuk rumah ini.

xlvi

Universitas Sumatera Utara

Sayuri : Aku tidak mengerti.

Mother : Sayuri kau akan jadi ahli waris sebagai putri adopsiku.

.... Mother : Sayuri, kamarmu terlalu kecil. Pakai kamar punya Hatsumomo. Mulai saat ini, namamu adalah Nitta Sayuri. (menit 01:32:58 – 01:35:20)

Analisis

Pada cuplikan di atas, Sayuri berhasil mendapatkan penawaran tertinggi untuk mizuage-nya yaitu sebesar 15.000 Yen. Pada masa perang, geisha memiliki debut seksual (mizuage). Untuk menjadi geisha sepenuhnya, seorang calon geisha harus menjualnya kepada penawar tertinggi. Mother langsung mengadopsi Sayuri sebagai putrinya. Kehidupan Sayuri berubah semenjak menjadi geisha dan setelah ia menjual mizuage-nya. Sayuri mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan juga ia menjadi geisha terkenal di district tempat ia tinggal. Banyak yang tertarik pada

Sayuri, bahkan danna-nya Mameha juga ikut menawar mizuage-nya Sayuri.

Karena kamar Sayuri terlalu kecil, Mother menyuruh Sayuri agar segera pindah ke kamarnya Hatsumomo yang jauh lebih besar dari kamar Sayuri. Mother berkata

Sayuri ditakdirkan untuk menjadi legenda.

Kesimpulan:

Chiyo berhasil menjalani pelatihannya sebagai murid geisha dan namanya diganti menjadi Sayuri. Sayuri mendapatkan tugas pertamanya yaitu menghibur klien di pertandingan sumo. Kemudian Sayuri melelang mizuagenya (keperawanan) untuk mnjadi geisha seutuhnya, dan ia mendapatkan penawar tertinggi yaitu sebsar

15.000 Yen.

xlvii

Universitas Sumatera Utara

3. Kehidupan Sosial Tokoh Utama Setelah Tidak Lagi Menjadi Geisha

Cuplikan 9 Tak lama berselang, Jepang dilanda Perang dunia kedua, yang mengakibatkan ditutupnya rumah-rumah geisha, termasuk kediaman milik Sayuri.

Chairman : Ini adalah Arima. Dia akan mengantarmu ke bukit. Nobu punya

tempat disana, seorang pembuat kimono. Jika ada yang

menghentikanmu, tunjukkan ini.

Sayuri : Apa aku harus pergi?

Chairman : Kau akan aman.

....

Monolog Sayuri:

“Setahun tanpa berita kecuali berita kematian, kekalahan. Rumor tentang kota

yang menguap menjadi awan asap. Kemudian tahun selanjutnya dan selanjutnya

lagi hingga kehidupan lama adalah kehidupan mimpi. Apa aku pernah menjadi

geisha? Apa aku pernah menari memainkan kipas? Siapa yang akan bisa

memainkan kipas sekarang atau mewarnai bibirnya? Dan kemudian tahun

selanjutnya. Tak ada. Beras. Bekerja. Beras. Bekerja. Tak ada.

(menit 01:45:06 – 01:46:58)

Analisis

Pada cuplikan di atas, Jepang dilanda perang dunia kedua, tepatnya ditahun 1944.

Akibat hal itu rumah-rumah geisha ditutup, termasuk kediaman milik Sayuri. Dan profesi geisha dilarang. Chairman mengirim Sayuri ke sebuah tempat pembuatan kimono milik Nobu. Sementara, banyak para geisha yang dikirim ke Osaka untuk

xlviii

Universitas Sumatera Utara

dijadikan buruh pabrik. Berdasarkan monolog Sayuri, ia tak lagi menjadi seorang geisha yang menari sambil memainkan kipas, melainkan menjadi seorang buruh pembuat kimono selama bertahun-tahun.

Cuplikan 10

Nobu datang menghampiri Sayuri untuk membujuknya menjadi geisha lagi setelah bertahun-tahun lamanya.

Monolog Sayuri:

“Aku harus menjadi seorang geisha sekali lagi. Mother sudah membuka Okiya lagi, tapi kotak riasku sudah kosong. Arangku sudah berubah menjadi debu.”

(menit 01:55:33 – 01:56:11)

Analisis

Pada cuplikan di atas, Nobu ingin Sayuri menjadi geisha lagi setelah bertahun- tahun lamanya. Karena merasa berhutang budi kepada Nobu, Sayuri menyanggupi kemauan Nobu. Setelah perang reda, pemerintah membuka kembali semua hal yang ditutup pada masa perang. Mother pun kembali membuka Okiya nya. Dan

Sayuri kembali menjadi geisha lagi. Namun tidak seperti dulu saat masa-masa kejayaannya, yang pada saat itu ia mengenakan riasan tebal, kimono yang mewah, kini hanya make up tipis seadanya yang ia kenakan. Ia pun mengungkapkannya dalam monolognya “kotak riasku sudah kosong, arangku sudah berubah menjadi debu”.

xlix

Universitas Sumatera Utara

Cuplikan 11

Mother : Sayuri, cepatlah. Rumah teh baru saja memanggil. Kau akan

bertemu klien yang sangat penting malam ini.

Sayuri : Siapa?

Mother : Pasti Nobu. Dia akan jadi salah satu pria terkaya di Osaka. Dia

akan menghargai janjinya: untuk menjadi pelindungmu yang

terakhir.

....

Saat tiba di taman, Sayuri terkejut yang datang bukan Nobu melainkan

Chairman. Sayuri mengungkapkan bagaimana isi hatinya sejak ia bertemu dengan

Chairman, begitu juga Chairman yang selama ini menyimpan perasaan kepada

Sayuri. Setelah itu mereka hidup bersama.

Monolog Sayuri diakhir film:

“Bagi pria, Geisha hanya bisa menjadi setengah istri. Kami adalah istri saat malam datang.”

(menit 02:10:30 – 02:16:28)

Analisis

Pada cuplikan di atas, Sayuri masih menerima panggilan dari rumah-rumah teh.

Setelah bertemu dengan Chairman di taman, mereka memutuskan untuk hidup bersama. Tetapi Sayuri tidak bisa menjadi istri seutuhnya Chairman, karena geisha bukanlah seorang istri. Hal itu diungkapkan pada monolognya Sayuri

“Bagi pria, Geisha hanya bisa menjadi setengah istri. Kami adalah istri saat malam datang.”

l

Universitas Sumatera Utara

Kesimpulan:

Ketika Jepang dilanda perang dunia ke II, Sayuri dikirim ke pabrik pembuatan kimono. Sayuri tak lagi menjadi geisha. Perang pun reda, Sayuri diminta agar menjadi geisha lagi. Sayuri akhirnya menyanggupinya untuk membalas budi.

Namun, Sayuri hanya memakai riasan seadanya karena kotak riasnya sudah kosong. Dan setelah itu Sayuri hidup bersama pria yang ia cintai.

li

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dianalisis pada bab-bab sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Film Memoirs Of A Geisha adalah film yang mengungkapkan pekerjaan

geisha sebenarnya. Pekerjaan geisha yang sebenarnya adalah menghibur

tamu-tamu yang ada di rumah teh. Geisha juga disebut seniman karena

pandai dalam bermain musik, menari, dan sebagainya. Geisha tidak

diperbolehkan untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan para tamunya,

karena hal itu bisa membuat “rezeki” oiran (pekerja seks) berkurang. Pada

film Memoirs Of A Geisha, geisha dimulai dari usia yang sangat muda ada

yang masih berusia 6 tahun, 9 tahun, dan sebagainya. Seperti tokoh utama

pada film ini, Sayuri yang dijual ke Okiya (rumah geisha) pada usia 9

tahun. Saat perang melanda Jepang, Jepang menutup hal-hal yang

berkaitan dengan geisha. Kemudia setelah perang reda, Jepang kembali

membuka rumah-rumah geisha. Tentara Amerika yang datang ke Kyoto

mengira kalau gadis-gadis yang memakai riasan tebal dan kimono adalah

geisha. Padahal gadis-gadis itu tidak menjalani pelatihan seperti geisha-

geisha sebelumnya. Nama baik geisha mulai tercoreng. Gadis-gadis yang

disebut geisha oleh tentara Amerika, melayani seks kepada para tentara itu

yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh geisha. Sejak saat itulah

orang-orang beranggapan kalau geisha adalah pekerja seks.

lii

Universitas Sumatera Utara

2. Tokoh Sayuri sebagai tokoh utama dalam film Memoirs Of A Geisha

adalah seorang gadis desa dari perkampungan nelayan dan tidak berasal

dari keturunan geisha seperti beberapa geisha kebanyakan yang mengikuti

jejak ibunya yang juga seorang geisha. Sayuri dijual oleh ayahnya ke

rumah geisha (Okiya) di Kyoto karena tidak memiliki uang dan juga

ibunya sakit-sakitan. Sayuri dijual diusianya yang masih 9 tahun.

Kemudian Sayuri dijadikan pembantu di Okiya tersebut. Sayuri bekerja

seharian. Mulai dari mengangkat air, membersihkan halaman, melipat

kimono, dan juga mengurus nenek. Setelah Sayuri mulai beranjak dewasa,

Sayuri dilatih menjadi geisha. Sayuri memiliki masa pelatihan yang sangat

singkat untuk menjadi geisha yaitu selama 6 bulan, normalnya untuk

menjadi geisha membutuhkan waktu bertahun-tahun. Sayuri belajar cara

memegang cangkir teh, memainkan shamisen, menari dengan kipas,

sampai belajar bagaimana bisa membuat pria terpukau hanya dalam satu

kali tatap. Setelah debut Sayuri menjadi geisha berjalan lancar, kemudian

Sayuri melelang mizuage nya untuk mendapatkan seorang danna

(pelindung). Sayuri mendapat penawaran dengan harga tertinggi. Karena

hal itu Sayuri langsung dijadikan ahli waris dan diadopsi oleh pemilik

Okiya. Tak lama Sayuri menjadi geisha, Jepang dilanda Perang Dunia

Kedua. Rumah-rumah geisha ditutup, termasuk kediaman Sayuri, dan

profesi geisha dilarang. Sayuri tak lagi menjadi geisha, ia dikirim ke

tempat pembuatan kimono. Bertahun-tahun ia bekerja disana sampai ia

berpikir kehidupan lamanya (saat menjadi geisha) adalah mimpi. Namun

tiba-tiba saja seorang pria dari Osaka datang menemuinya untuk

liii

Universitas Sumatera Utara

membujuknya menjadi geisha kembali. Sayuri menyanggupi permintaan

tersebut dan setelah itu ia tinggal bersama pria yang ia cintai.

4.2 Saran

1. Seperti sebagaimana usaha Sayuri dari kecil untuk menjadi geisha dan

mengejar cintanya, sebaiknya kita sebagai anak muda bisa mencontoh

sikap baik Sayuri yang tidak pernah berhenti berjuang untuk mencapai

tujuannya. Sayuri tidak pernah mengeluh dalam hidup yang ia jalani. Ia

hanya bisa berdoa yang terbaik untuk dirinya.

2. Penulis berharap agar apresiasi masyarakat terkhususnya pembaca tidak

berpikiran „sempit‟ lagi tentang geisha. Di film ini, pengarang

menyampaikan amanat dan pesan moral kepada penonton untuk dijadikan

pelajaran yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.

liv

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Bahan Buku

Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Harcourt, Brace 7 World, Inc.

Aisyah. 2009. Analisis Sosiologis terhadap Kehidupan Geisha dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Doroty & Thomas Hooble. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Alan Swingewood, Diana Laurenson. 1972. The Sociology of Literature. MacGibbon and Kee.

Damono, Sapardi Djoko. 1999. Politik Ideologi dan Sastra Hibrida. Pustaka Firdaus.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Edisi Revisi. Yogyakarta: Media Pressindo

Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi sastra: Dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modenisme. PT Pustaka Pelajar.

Hayati, A . 1990. Latihan apresiasi sastra : penunjang pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Yayasan Asih Asah Asuh (YA3 Malang), Perpustakaan Nasional RI.

Jakob Sumardjo, Saini K. M. 1988. Apresiasi Kesusastraan. PT Gramedia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Karina, Kartika Putri. 2013. Makna Filosofis Dibalik Seni Tata Rias Seorang Geisha. Jakarta: Universitas Indonesia.

Kayam, Umar. 1988. “Memahami Roman Sastra Indonesia Modern sebagai Pencerminan dan Ekspresi Masyarakat dan budaya Indonesia suatu Refleksi”. Esten, Mursal (peny.). 1988. Menjelang Teori dan Kritik Sastra Indonesia yang Relevan. Bandung: Angkasa.

. 1989. “Transformasi Budaya Kita”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Kenney, William. 1966. How To Analize Fiction. New York: Monarch Press.

lv

Universitas Sumatera Utara

Klarer, Mario. 1998. An Introduction to Literary Studies. London. Routledge, Taylor and Francis Group.

Kodansha. 1983. Kodansha Encyclopedia of vol 3. Tokyo: Kodansha Ltd.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodology Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta Gadjah Mada University Press.

. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta Gadjah Mada University Press.

. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta Gadjah Mada University Press.

. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta Gadjah Mada University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. PT Pustaka Pelajar.

Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal Terhadap Ilmu Sastra. PT Graha Ilmu.

Rusyana, Yus. (1988). Pengajaran Sastra Indonesia di SMA. Makalah Kongres Bahasa V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Suaka, I Nyoman. 2014. Analisis Sastra: Teori dan Aplikasi. Penerbit Ombak.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Teeuw. 1984. Sastra dan ilmu sastra: Pengantar Teori Sastra. PT Pustaka Jaya.

Whitney, F. 1960. The Element of Research. New York: Prentice-Hall, Inc.

Wibowo, Fred. 2006. Teknik Program Televisi. Yogyakarta: Pinus Book Publisher

Winokur, M., & Holsinger, B. 2001. The Complete Idiot’s Guide to Movies, Flicks, and Films. Indianapolis: Alpha Books.

lvi

Universitas Sumatera Utara

Sumber dari Internet http://artikel-pendidikan-sosial-ilmiah.blogspot.com/2017/07/pengertian-setting- latar-jenisnya.html https://baladsiliwangi.com/film-sebagai-karya-sastra/ https://destiniplestari.wordpress.com/2012/07/13/resensi-film-memoirs-of-a- geisha/ www.essayfinder.com https://id.m.wikipedia.org https://Memoirs-of-a-Geisha(2005)– Satria Haryanto Blog.html http://pelitaku.sabda.org/pemahaman_tentang_karya_sastra https://tutinonka.wordpress.com/2009/07/29/geisha-misteri-bunga-sakura/ https://www.linguistikid.com/2016/09/pengertian-penelitian-deskriptif- kualitatif.html https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/10/pengertian-film-sejarah-fungsi- jenis-jenis-unsur.html

Film Memoirs Of A Geisha 2005

Novel Memoirs Of A Geisha 1997

lvii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Geisha merupakan ahli seni yang menghibur para tamu dengan memainkan shamisen, tarian, upacara minum teh (sadō), puisi, percakapan atau obrolan serta bermain. Geisha muncul pada awal pemerintahan Tokugawa.

Geisha terus melayani pelanggan sampai tahun - tahun terakhir perang.

Tepatnya di tahun 1944 di mana semua kedai teh, dan rumah geisha ditutup. Kemudian profesi geisha sempat dilarang dikarenakan para geisha diwajibkan untuk kerja menjadi buruh pabrik. Selama masa perang, sebagian besar geisha di seluruh Jepang memiliki debut seksual (Mizuage) ketika mereka

“lulus” dari magang ke geisha penuh. Pada akhir tahun 1970-an jumlah geisha mengalami penurunan. Salah satu alasan penurunan jumlah ini adalah karena munculnya bar-bar bergaya barat. Banyak orang Jepang modern tidak mengenal lagi tata cara pertunjukan geisha dan merasa bahwa gadis-gadis bar lebih menyenangkan, praktis, dan tarifnya murah.

Film Memoirs Of A Geisha ini bersetting di tahun 1929, bercerita tentang

Chiyo, gadis kecil anak nelayan miskin di Yoroido, desa nelayan di pinggiran

Laut Jepang yang bersama dengan kakaknya, Satsu dijual oleh ayahnya karena mereka sangat miskin. Chiyo dan Satsu dijual ke rumah geisha yang ada di Kyoto.

Pada masa ini, seorang geisha masih begitu tradisional baik dari segi aturan- aturan dan tata cara mereka menjadi geisha, dan seorang geisha masih banyak diminati karena status sosialnya yang masih tinggi.

Setelah beranjak dewasa, Chiyo dilatih untuk menjadi geisha. Chiyo menjalani masa pelatihan sebagai geisha hanya dalam waktu 6 bulan, normalnya untuk menjadi geisha membutuhkan waktu bertahun-tahun. Sayuri belajar cara

lviii

Universitas Sumatera Utara

memegang cangkir teh, memainkan shamisen dan menari dengan kipas, Chiyo debut menjadi geisha dan namanya diganti menjadi Sayuri. Tak lama Sayuri menjadi geisha, Jepang dilanda perang dunia kedua. Kemudian rumah-rumah geisha ditutup, termasuk kediaman milik Sayuri. Sayuri dikirim ke pabrik pembuatan kimono di gunung. Setelah beberapa tahun menjadi buruh pabrik, datang seorang pria dari Osaka untuk menawarkan Sayuri agar menjadi geisha lagi. Sayuri akhirnya menuruti kemauan pria tersebut. Perang kembali reda, rumah-rumah geisha dibuka kembali dan Sayuri juga membuka kembali Okiya nya.

Dengan film ini, pengarang ingin merubah pandangan orang-orang bahwa geisha berbeda dengan prostitusi.

lix

Universitas Sumatera Utara

要旨

げいしゃ しゃみせん おど さどう し かいわ しゃべ えんそう 芸者は、三味線、踊り、茶道、詩、会話、そして 喋 りと演奏で

げすと たの あ とえきすぱ と げいしゃ とくがわせいけん はじ ゲストを楽しませるアートエキスパートである。芸者は徳川政権の初めに

とうじょう げいしゃ せ ん そ う さ い ご とし こきゃく さ びす ていきょう つづ 登場した。芸者は、ずっと戦争最後の年まで顧客にサービスを提供し続

せいかく ねん ちゃや いえ げいしゃ と ご けた。正確には 1944年にすべての茶屋と家が芸者が閉じた。その後、

げいしゃ しょくぎょう きんし げいしゃ こうじょうろうどうしゃ はたら ひつよう 芸者の 職業は禁止されて、芸者は工場労働者として 働 く必要があるた

せんじちゅう にほんじゅう げいしゃ みなら かんぜん げいしゃ めだ。戦時中、日本中のほとんどの芸者は、見習いから完全な芸者に

そつぎょう せいてき でびゅ すいじょう ねんだいこうはん げいしゃ 「卒業」したときに性的デビュー(水上)をした。1970年代後半、芸者

かず げんしょう げんしょう りゆう せいよう すたいる ば たいとう の数は減少した。この減少の理由の 1 つは、西洋スタイルのバーの台頭

げんだい おお にほんじん げいしゃ こうえん てじゅん し によるものだ。現代の多くの日本人は芸者の公演の手順を知らなくなって、

ば が る たの じつようてき うんちん ひく かん そしてバーガールはもっと楽しく、実用的で、運賃が低いと感じている。

えいが ねん かいさい にっぽんかい Memoirs Of A Geisha の映画は 1929年に開催されて,日本海のはずれ

ぎょそん ようろう まず ちい りょうし こども ちよ ものがたり にある漁村である養老の貧しい小さな漁師の子供である千代の 物語を

ものがた かれ まず さつ あに う ちよ 物語っていて、彼らはとても貧しかったので、薩は兄がに売られた。千代

さつ きょうと げいしゃ いえ う じだい げいしゃ げいしゃ と薩は京都の芸者の家に売られました。この時代は、芸者は芸者になるた

lx

Universitas Sumatera Utara

る る てじゅん りょうほう てん いぜん でんとうてき げいしゃ たか めのルールと手順の 両方の点で依然として伝統的であり、芸者は高い

しゃかいてきちい いぜん おお じゅよう 社会的地位のために依然として大きな需要がある。

おとな あと ちよ げいしゃ くんれん ちよ 大人になった後、千代は芸者になるように訓練された。千代はわずか 6 か

げつ げいしゃ く ん れ ん き か ん へ つうじょう げいしゃ なんねん 月で芸者としての訓練期間を経て、通常、芸者になるには何年もかかる。

ちよ てぃ かっぷ も かた しゃみせん えんそう ふぁん おど かた まな 千代は、ティーカップの持ち方、三味線の演奏、ファンとの踊り方を学ん

ちよ げいしゃ でびゅ かのじょ なまえ さゆり へんこう だ。千代は芸者としてデビューだし、彼女の名前は小百合に変更されて、

さゆり げいしゃ にほん だいにじせかいたいせん みま やがて小百合は芸者になって、日本は第二次世界大戦に見舞われて、それ

さゆり じゅうきょ ふく げいしゃ いえ へいさ さゆり やま から、小百合 の 住居を 含 む 芸者 の 家 は 閉鎖 さ れ た 。 小百合 は 山 で

きものこうじょう おく こうじょうろうどうしゃ すうねんご おおさかしゅっしん おとこ 着物工場 に 送 られて、工場労働者と し て 数年後 、 大阪出身の 男 が

さゆり ふたた げいしゃ もう で さゆり おとこ いし したが 小百合に 再 び芸者になるよう申し出た。小百合はついに 男 の意志に 従

せんそう ふたた ちんせいか げいしゃ いえ さいかい さゆり おきや さいかい って、戦争は 再 び沈静化し、芸者の家が再開だし、小百合も沖屋を再開

した。

えいが ちょしゃ げいしゃ ばいしゅん ひじょう こと おお この映画で、著者は芸者が 売春とは非常に異なるという多くの

ひとびと けんかい か おも げいしゃ きっさてん あ とわ か 人々の見解を変えたいと思っていて、芸者は喫茶店のアートワーカーであ

かのじょ しごと げすと たの り、彼女の仕事はゲストを楽しませることだ。

lxi

Universitas Sumatera Utara