<<

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER

Copyright @2019, Agus Rusmana, dkk Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Cetakan 1, Februari 2019 Diterbitkan oleh Unpad Press Grha Kandaga, Gedung Perpustakaan Unpad Jatinangor, Lt I Jl. Raya – Sumedang (Ir. Soekarno) KM 21, Jatinangor – Sumedang 45363 – Jawa Barat- Telp. (022) 84288888 ext 3806, Situs: http://press.unpad.ac.id email:[email protected]/[email protected]/ [email protected] Anggota IKAPI dan APPTI

Editor : Ute Lies Siti Khadijah, Rully Khairul Anwar, Agus Rusmana Editor Ahli/ Reviewer : Pawit M. Yusup, Agus Rusmana Tata Letak : Lutfi Khoerunnisa, Fitri Herdianti, Sendi Rustandi, Sri Mulyati Desainer Sampul : Sendi Rustandi

Katalog

Ute Lies dkk Komunikasi Budaya dan Dokumentasi Kontemporer/ Ute Lies, dkk; Pawit M. Yusup dan Agus Rusmana, - Cet.1.Bandung; Unpad Press; 2019 Viii + 412 h. ; 18 x 26 cm

ISBN : 978-602-439-461-5

I . Judul II. Ute Lies, dkk

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWAT dan karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Book Chapter berjudul “Komunikasi dan Budaya Kontemporer”. Buku ini merupakan kumpulan dari berbagai artikel dan pengarang mengenai Komunikasi dan budaya kontemporer. Tujuan disusunnya buku ini ialah untuk memenuhi kebutuhan bacaan dan dapat menjadi rujukan bagi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Selain itu, semoga menjadi rujukan juga bagi para pustakawan dalam mengaplikasikan pengetahuan mengenai Komunikasi dan Budaya Kontemporer. Atas terselesaikannya buku ini, kami banyak mendapat bantuan dan dukungan dari pelbagai pihak. Secara khusus, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan buku ini, diantaranya : Dr. Hendarmawan.,M.Sc selaku dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Padjadjaran dan Dra. Mudiati Rahmatunnisa,. M.A,. PhD Selaku wakil dekan Sekolah Pascasarjana yang secara formal telah menugaskan kepada para penulis. Selain itu, kami ucapkan terimakasih juga kepada Dr. Evi Novianti,. S.Sos,. M.Si, selaku ketua program studi Magister Pariwisata Berkelanjutan Universitas Padjadjaran yang secara demokratis telah mengusulkan pembagian kerja pada pelaksanaan proses pembelajaran mata kuliah ini secara profesional. Terakhir, kami ucapkan terima kasih pada pihak yang langsung maupun tidak langsung terlibat sehingga selesainya penulisan buku ini.

TIM PENYUSUN

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... iii

DAFTAR ISI ...... iv

BAGIAN I BUDAYA KONTEMPORER ...... 1

Promosi Budaya Sunda Di Museum Sri Baduga Bandung ...... 2

Ute Lies Siti Khadijah

Implementasi Perubahan Budaya Perusahaan Pt. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk...... 12

1 Susie Perbawasari 2 Aat Ruchiat Nugraha

Budaya Perusahaan Pt. Holcim Indonesia ...... 22

1 Susie Perbawasari 2 Aat Ruchiat Nugraha

Job Stress Dan Budaya Perusahaan ...... 31

Priyo Subekti

Peran Pemimpin Dalam Membentuk Budaya Perusahaan Ideal ...... 38

Priyo Subekti

Melestarikan Budaya Aru Lewat Komunikasi ...... 47

1 FX. Ari Agung Prastowo 2 Anwar Sani

Perubahan Budaya Dan Masa Adaptasi Mahasiswa Rantau Di Kampus Universitas Padjadjaran ...... 55

Evi Novianti

Kickfest Sebagai Pergerakan Dan Budaya Populer ...... 65

Christ Sony Bastian

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER iv

Komunikasi Antar Budaya Lembaga Kemahasiswaan: Studi Kasus Unit Pecinta Budaya Minang (Upbm) Dan Lingkung Seni Sunda (Lises) Universitas Padjadjaran .... 76

Deni Rustiandi

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Desa Wisata Di Desa Jatiroke Kecamatan Jatinangor ...... 86

1Afni Madalinna Haidara, 2Ute Lies Siti Khadijah

Komodifikasi Budaya Populer Korean Pop Music “Music Makes One” ...... 98

Audira Mauretha Giri

Revolusi Industri 4.0 Dan Generasi Milenial ...... 107

Dita Nur Amalina

Presentasi Diri Pecinta Budaya Populer Jepang Melalui ...... 116

Lina Kamila Ramasari

Budaya Kontemporer Perubahan Bahasa Dalam Bahasa Indonesia ...... 128

Erlangga Marion

Budaya Menonton Masyarakat Indonesia ...... 136

Iqbal Syaefulloh

Implementasi Komunikasi Budaya Kontemporer Pada Experiential Marketing Saung Angklung Udjo ...... 150

Fathiya Nur Rahmi Perubahan Budaya Pemasaran Konvensional Menjadi Budaya Pemasaran Berbasis Digital...... 159

Mochammad Nurreza

Studi Fenomenologi Budaya Perilaku Penggunaan Bahasa Anak Jaksel ...... 167

Rani Auliawati Rachman

Pemaknaan Nyadaran Sebagai Pelestarian Budaya Pada Etnik Jawa ...... 178

Evi Novianti

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER v

Peranan Komunikasi Budaya Korea Dalam Membentuk Perilaku Generasi Muda Indonesia ...... 187

Rully Khairul Anwar, Edwin Rizal

Dokumentasi Taman Tematik Sebagai Bentuk Upaya Pendistribusian Informasi Bagi Masyarakat Di Kota Bandung ...... 202

Edwin Rizal, Sutan Pandu Putra

BAGIAN II DOKUMENTASI DAN DIGITALISASI ...... 209

Digitalisasi Industri Pariwisata Indonesia Dalam Menyikapi Perilaku Masyarakat Kontemporer ...... 210

Atef Fahrudin

Membangun Model City Branding Dobo ...... 219

1 Anwar Sani, 2 FX Ari Agung Prastowo

Tantangan Dan Peluang Dalam Penelitian Budaya Dan Komunikasi Kontemporer ...... 229

Rusdin

BAGIAN III KOMUNIKASI KONTEMPORER DAN MEDIA ...... 239

Yoga Arizona Sebagai Influencer Shopee Salah Satu Pilihan E-Commerce Indonesia ...... 240

Evi Novianti

Pemanfaatan Radio Komunitas Sebagai Media Literasi Kebencanaan ...... 250

Dian Wardiana sjuchro

Budaya Komunikasi Komunitas Virtual Media Kampus (Studi Kasus Komunitas Virtual Media Kampus @anak_unpad) ...... 255

Rizki Montheza

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER vi

Konstruksi Makna Rivalitas Supporter Bola Bagi Bobotoh Persib Di Kota Bandung ...... 267

Tryan Nugraha

Pewarisan Nilai Kehidupan Melalaui Komunikasi Ritual Pada Tradisi Budaya Maca Sajarah Kacijulangan Di Desa Kondangjajar Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran ...... 279

Iriana Bakti

Pengalaman Mahasiswa Perantau Minang Unpad Dalam Menghadapi Stereotip “Orang Minang Itu Pelit” ...... 289

Andini Claudita

Penggunaan Instagram Sebagai Media Komunikasi Kegiatan Organisasi Intra Sekolah Sman 1 Sumedang ...... 315

Ajeng Inten Legi Novita Sarip

Hashtag Twitter Sebagai Budaya Populer Media Siber (Analisis Waca Kritis Penggunaan #KoalisiPraBOHONG Oleh Akun Twitter @MemeTanpaHurufK Dalam Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet) ...... 328

Moh Faidol Juddi

Pengelolaan Kecemasan Komunikasi Dan Konsep Diri Dalam Keberagaman Budaya ...... 342

Annisa Salsabila

Pengalaman Komunikasi Pengikut Akun Instagram @Kulinerbandung Sebagai Media Informasi Wisata Kuliner Di Kota Bandung ...... 361

Nadya Sabrina Rahmat

Menjaga Kearifan Lokal Tanaman Obat Nusantara Melalui Modernisasi Dan Saintifikasi Jamu ...... 370

Ragil Romly

“Ngopi” (Ditinjau dari Prespektif Budaya dan Komunikasi) ...... 382

Mochamad Rival Purnama

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER vii

Sistem Komunikasi Internal Pada Kegiatan Morning Briefing Di Hotel X Bandung .... 391

1 Kokom Komariah, 2 FX. Ari Agung Prastowo

Teknologi Komunikasi Informasi Dan Advertising “Pop-Up Youtube Meraih Keuntungan” ...... 402

Ute Lies S Khadijah

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER viii

BAGIAN I BUDAYA KONTEMPORER

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 1

PROMOSI BUDAYA SUNDA DI MUSEUM SRI BADUGA BANDUNG

Ute Lies Siti Khadijah Program Studi Magister Pariwisata Berkelanjutan dan Ilmu Perpustakaan , Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Pada saat ini pemasaran Museum dianggap dapat menjadi salah satu jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi oleh Museum berkaitan dengan upaya membuka akses kepada masyarakat luas untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman di Museum, sekaligus memenuhi kebutuhan pengunjung. Strategi pemasaran sangat penting karena menjadi ujung tombak dari sebuah lembaga atau perusahaan khususnya di Museum, hal itu juga yang menentukan kemajuannya. Jika kita mempelajarinya, diharapkan kita bisa membuat sebuah Museum menjadi maju dan sukses dengan progres yang baik. Kita juga bisa menemukan cara-cara yang tepat dan pas dari produk yang hendak kita pasarkan dari Museum. Pemasaran merupakan sarana yang ampuh untuk dapat menarik perhatian publik, termasuk dalam menggaet pengunjung untuk mengunjungi museum, bukan karena alasan profit semata, tetapi lebih kepada mengembalikan fungsi museum sebenarnya sebagai media transmisi pesan-pesan sejarah dan kebudayaan.Sehingga, museum saat ini dibuat lebih menarik supaya tidak terkesan konservatif. Salah satunya adalah museum yang terdapat di daerah Kota Bandung yaitu Musem Sri Baduga. Museum ini terletak di jalan BKR nomor 185 Bandung yang juga berhadapan dengan Monumen Bandung Lautan Api. Untuk dapat meningkatkan jumlah pengunjung, Museum Sri Baduga mengadakan banyak kegiatan untuk menarik minat masyarakat mengunjungi Museum Sri Baduga. Kegiatan – kegiatan Museum Sri Baduga. Museum Sri Baduga yang terletak di ruas Jalan B.K.R. 185 Tegallega dan berhadapan dengan Monumen Bandung Lautan Api, dirintis sejak tahun 1974 dengan memanfaatkan lahan dan bangunan bekas kewedanaan Tegallega. Bangunan Museum berbentuk bangunan suhunan panjang dan rumah panggung khas Jawa Barat yang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 2 dipadukan dengan gaya arsitektur modern; adapun bangunan aslinya tetap dipertahankan dan difungsikan sebagai ruang perkantoran. Tahap pertama pembangunan diselesaikan pada tahun 1980, diresmikan pada tanggal 5 Juni oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Daud Yusuf dan diberi nama Museum Negeri Propinsi Jawa Barat. Areal museum yang luasnya mencapai 8.415,5 m2 dibagi menjadi dua bagian; wilayah publik (public area), mencakup gedung pameran dan auditorium dan wilayah buka publik (non public area), mencakup ruang perkantoran Kepala Museum, Sub Bagian Tata Usaha, Kelompok Kerja Bimbingan dan Edukasi, Kelompok Kerja Konservasi dan Preparasi serta Kelompok Kerja Koleksi (termasuk di dalamnya Gedung Penyimpanan Koleksi). Sepuluh tahun kemudian, nama museum dilengkapi dengan nama Sri Baduga diambil dari nama raja Sunda yang bertahta di Pakwan Pajajaran sekitar abad ke-16 Masehi. Nama ini tertuang dalam prasasti Batutulis (Bogor) secara lengkap tertulis SRI BADUGA MAHARAJA RATU HAJI I PAKWAN PAJAJARAN SRI RATU DEWATA. Sebagai Museum umum yang memiliki koleksi dari jenis koleksi Geologika, Biologika, Etnografika, Arkeologika, Historika, Numismatika/Heraldika, Filologika, Keramik, Seni Rupa dan Teknologi ini, tercatat tidak kurang sebanyak 5.367 buah koleksi; terbanyak adalah koleksi rumpun Etnografika yang berhubungan dengan benda-benda budaya daerah. Jumlah koleksi tersebut tidak terbatas pada bentuk realia (asli), tapi dilengkapi dengan koleksi replika, miniatur, foto, dan maket. Benda-benda koleksi tersebut selain dipamerkan dalam pameran tetap, juga didokumentasikan dengan sistem komputerisasi dan disimpan di gudang penyimpanan koleksi. Untuk lebih meningkatkan daya apresiasi masyarakat terhadap museum, berbagai kegiatan telah dijalankan, baik yang bersifat kegiatan mandiri ataupun kerjasama kegiatan yang bersifat lintas sektoral dengan berbagai instansi pemerintah, swasta, maupun lembaga asing; diantaranya berupa penyelenggaraan pameran temporer, pameran keliling, pameran bersama dengan museum dari berbagai propinsi, berbagai macam lomba untuk tingkat pelajar, ceramah, seminar, lokakarya, dan sebagainya. Karena perkembangan peran dan fungsinya sebagai tempat atau wahana dalam menunjang pendidikan, menambah pengetahuan, dan rekreasi; Museum Negeri Sri Baduga Porpinsi Jawa Barat melaksanakan renovasi terhadap tata pameran tetapnya

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 3 secara bertahap mulai tahun 1989 sampai dengan tahun 1992, berikut perluasan ruang pameran baru di lantai tiga. Selanjutnya penyajian koleksi ditata sedemikian rupa dan diupayakan agar pengunjung dapat memperoleh gambaran tentang perjalanan sejarah alam dan budaya Jawa barat, corak dan ragamnya, serta fase-fase perkembangan serta perubahannya. Pengelompokannya dibagi menjadi; lantai satu merupakan tampilan perkembangan awal dari sejarah alam dan budaya Jawa Barat. Dalam tata pameran ini digambarkan sejarah alam yang melatarbelakangi sejarah Jawa Barat, antara lain dengan menampilkan benda-benda peninggalan buatan tangan dari masa Prasejarah hingga jaman Hindu-Buddha. Selanjutnya di lantai kedua meliputi materi pameran budaya tradisional berupa pola kehidupan masyarakat, mata pencaharian hidup, perdagangan, dan transportasi; pengaruh budaya Islam dan Eropa, sejarah perjuangan bangsa,dan lambang-lambang daerah kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Adapun lantai tiga, memamerkan koleksi etnografi berupa ragam bentuk dan fungsi wadah, kesenian, dan keramik asing. Metode

HASIL DAN PEMBAHASAN Melalui Manajemen Pemasaran Jasa, (Lupiyoadi dan Hamdani 2009, 71) menyatakan kegitan pemasaran jasa melalui kegiatan Bauran Pemasaran (Marketing Mix) yang merupakan alat yang terdiri dari beberapa unsur suatu proram pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang dditetapkan dapat berjalan sukses. Bauran pemasaran yang di bahas adalah bauran Pemasaran yang sesuai. Museum Sri Baduga Memiliki produk informasi yang berbentuk Pameran Tetap, Pameran Tematik, Pameran Keliling, Workshop, Seminar. Pihak Musem Sri Baduga dapat memilih bagaimana mereka akan menyajikan pameran tetapnya, setelah mengetahui apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan pengunjung. Walaupun bertindak sebagai fasilitator, pihak museum dapat menggunakan cara didaktik dalam penyajian pamerannya, seperti yang saat ini telah dilakukan. Metode didaktik ini menampilkan sajian yang tertata secara sistematis dan terstruktur. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pihak museum dalam metode penyajian pameran tetap mereka pertama adalah alur cerita yang disajikan harus jelas,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 4 sehingga pengunjung tahu arah pergerakan mereka setelah melihat satu sajian menuju sajian berikutnya, walaupun tanpa arahan dari pemandu. Koleksi yang ditampilkan juga harus benar-benar mewakili periode tertentu dari sejarah Jawa Barat. Contoh pameran Tetap yang ditawarkan oleh Museum Sri Baduga adalah memamerkan semua koleksi yang di miliki oleh Museum Sri Baduga. Untuk kegiatan-kegiatan pameran Tematik Museum Sri Baduga diselenggarakan pada periode-peride atau pada moment-moment tertentu baik oleh museumnya sendiri maupun atas kerja sama dengan pihak lain, museum tematik yang di tawarkan oleh Museum Sri Baduga yang dilaksanakan pada tahun 2016 sampai 2017 seperti, Pameran Nasional Keragaman Alat Musik Nusantara di Museum Ronggo Warsito Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Pameran Kain Koleksi Museum dengan tema “Pesona Kain Tradisional Nusantara” di Museum Negeri Provinsi Kalimantan Timur, Museum Sri Baduga pun ikut serta dalam Pameran Usaha Jawa Barat yang laksanakan di Tahura Ir. H. Djuanda, Komplek Tahura H. Djuanda No.99 Bandung, Jawa barat, kemudian Museum ikut serta dengan menawarkan produknya pada Pameran Bandung Baheula di Festival Bandung Baheula di Kota Baru Parahyangan Kabupaten Bandung Barat, Pameran Pekan Kerajinan Jawa Barat Di Kota Bandung, Pameran HUT TMII, Museum Sri Baduga juga baru - baru ini telah melaksanakan Pameran Sejarah Jejak Juang Inggit Garnasih yang pada tahun – tahun sebelumnya pun sudah rutin dilaksankan dan kai ini yang bertepatan dengan Milangkala Inggit Garnasih yang ke 129 kegiatan tersebut dilaksanakan di Auditorium Museum Negeri Sri Baduga dan di Rumah Bersejarah Inggit Garnasih pada 16 sampai 28 Februari 2017. Museum Sri baduga pun melakukan Program Museum Masuk Sekolah dan Museum Keliling adalah contoh program edukasi yang dilakukan di luar museum. Untuk menjalankan program ini, museum menjalin kerja sama dengan pihak sekolah yang bersangkutan atau dengan instansi pemerintah. Jadi, tidak hanya lewat penyuluhan yang terkesan sangat formal, tetapi dengan membawa koleksi museum ke sekolah- sekolah, agar dapat digunakan sebagai bahan ajar oleh para guru di sekolah. Hal ini akan menjadikan museum lebih hidup, mereka tidak hanya menunggu masyarakat untuk datang berkunjung, tetapi mereka yang mendatangi masyarakat tersebut. Museum menyadari bahwa kunjungan siswa sekolah ini merupakan jumlah kunjungan yang paling besar. Dengan demikian, ada baiknya jika pihak sekolah dapat

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 5 memberitahukan terlebih dahulu kapan mereka akan mengunjungi museum. pihak museum membuat sebuah booklet atau brosur yang berisi penjelasan mengenai layanan apa saja yang dapat mereka sediakan bagi sekolah-sekolah tersebut. Museum Sri Baduga juga menawarkan produk workshop yang Seperti halnya program kunjungan sekolah, kegiatan seperti workshop dan diskusi ini merupakan program yang dilakukan di dalam museum. Sebelum museum mengadakan kegiatan seperti workshop atau diskusi, harus ditentukan terlebih tema dan sasaran atau target yang ingin dicapai, apakah untuk pengunjung umum, anak sekolah, atau untuk para guru. Target dapat disesuaikan dengan tema yang akan diambil oleh museum, seperti workshop yang dilaksanakan pada tahun 2018 seperti Peragaan Permainan Anak Tradisional dalam Rangka Milangkala Museum Sri Baduga di Museum Sri Baduga, Wokshop Pembuatan Jamu dan Bedak Dingin “Wirausaha Berbasis Handmade” di Rumah Bersejarah Inggit Garnasih. Selain itu produk Museum Sri Baduga juga menawarkan Seminar yang pada tahun 2018 seperti, Seminar Museum di Era Digital dengan tema “Tantangan dan Peluang” yang dilaksanakan di Museum Negeri Sri Baduga Layanan publik untuk pemasaran layanan museum di jawabarat, Museum Sri Baduga adalah museum provinsi umum yang memberikan layanan khusus yaitu pameran tetap berisikan tentang koleksi-koleksi yang ada di museum sri baduga yang berdasarkan sejarah alam dan budaya di Jawa Barat, kegiatan yang berkaitan dengan promosi selain pameran tetap ada pameran tematik, pameran yang hanya 1-3 bulan dan memiliki tema seperti tema raja pajajaran dari hulu k hilir, atau pameran kendi dari masa prasejarah, kolonial, kekinian. setiap sebulan sekali harus dilaksankan walaupun tidak didanai, dalam memasarkan museum kami juga melaksakan pameran keliling dilaksakan di luar kab. Kota dan mengajak museum – museum lain sebagai mitra untuk memasarkan museum. Kemudian kita juga melakukan penyuluhan dengan pameran kecil ke sekolah – sekolah untuk mempromosikan museum sri baduga dan mengundang mereka untuk datang ke museum Museum Sri Baduga juga memiliki layanan – layanan pendukung lain dalam menunjang produk yang di tawarkan oleh Museum Sri Baduga berupa layanan informasi dan kunjungan, multimedia digital, dan Museum Night yang ditawarkan museum untuk para pengunjung yang kemalaman terutama ketika museum sedang mengadakan acara

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 6 seminar atau pameran di Museum Sri Baduga. Layanan – layanan penunjang ini dimaksudkan agar setiap kegiatan pelayanan informasi bagi para pengunjung dapat terus dimaksimalkan dan dapat memberikan manfaat bagi para pengunjung. Sebagai sebuah lembaga informasi Museum Sri Baduga tidak hanya cukup menawarkan sumber – sumber informasi berupa koleksi saja, tapi dengan disediakannya layanan tambahan lainnya sebagai sebuah produk yang ditawarkan oleh Museum Sri Baduga. Diharapkan agar kebutuhan informasi dari setiap pemustaka dapat terus dipenuhi oleh Museum Sri Baduga. Penyusunan rencana peningkatan promosi museum untuk layanan pemandu kami on time menyiapkannya bahkan untuk rombongan sekolah bertaraf internasional pun kami menyiapkan pemandu yang dapat membimbing mereka dengan edukasi berbahasa inggris sehingga mereka tidak kecewa, kami juga menyediakan multimedia digital yang berisi koleksi museum yang sudah di digitalisasikan, dan museum night yang kami buka setiap kami mengadakan acara seperti pameran atau seminar dan ada pengunjung yang kemalaman namun tidak setiap waktu ada museum nigth karena keterbatasan pegawai kami. Produk merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada pengunjung. Yang perlu diperhatikan dalam produk adalah bahwa konsumen tidak hanya membeli fisik dari produk itu saja tetapi membeli manfaat dan nilai produk tersebut yang disebut “the offer (Payne 2000, 71) terutama pada produk jasa yang kita kenal tidak menimbulkan beralihnya kepemilikan dari penyedia jasa kepada konsumen. Menurut (Lupiyoadi 2009,71) produk dalam pembahasan produk jasa adalah total produk. Total produk tersebut adalah Produk Inti (core product) merupakan fungsi inti dari produk tersebut, Produk yang diharapkan (expected product), Produk Tambahan (augmented product), Produk Potensial (Potential Product). Dari keempat elemen produk diatas dapat kita simpulkan bahwa produk inti (core product) merupakan produk jasa dasar yang ditawarkan oleh Museum Sri Baduga kepada pengunjungnya adalah kelima macam produk yang ditawarkan yaitu : Pameran Tetap, Pameran Tematik, Pameran Keliling, Workshop, dan Seminar. Sedangkan produk yang diharapkan (expected product) yang Museum Sri Baduga berikan kepada konsumen atau pengunjungnya adalah layanan informasi dan kunjungan, multimedia

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 7 digital, dan Museum Night. Pada komponen produk yang diiharapkan ini, dimaksudkan agar setiap pengunjung yang datang ke Museum Sri Baduga tidak hanya mengharapkan kebutuhan akan informasi yang akan mereka butuhkan itu dapat mereka penuhi, namun kebutuhan pengunjung untuk layanan lainnhya yang dapat menunjang dari aktivitas pencarian informasi yang dilakukan dapat ditunjang dengan layanan lainnya yang dapat memberikan kepuasan akan pelayanan informasi dari produk inti yang Museum Sri Baduga terapkan. Elemen produk total selanjutnya adalah produk tambahan (augmented product), dalam elemen produk tambahan yang dikembangkan oleh Museum sri Baduga dalam menunjang produk inti yang mereka miliki yaitu layanan pemandu wisata, dan layanan wifi gratis, dan dilengkapi lima unit multimedia digital, Kelima multimedia digital ini diisi 10 klasifikasi benda koleksi dari 6.943 kokeksi yang dimiliki Museum Sri Baduga. Produk yang ditawarkan oleh lembaga non profit atau lembaga informasi itu ujung tombaknya adalah sebuah layanan karena lembaga informasi tugas pokoknya adalah public service yang bergerak dalam pelayanan informasi dalam hal ini adalah sebuah Museum Sri Baduga, berarti produk yang dihasilkan berupa koleksi-koleksi sejarah yang dibentuk kedalam wadah dan wadah itu bisa berbentuk pameran dan seminar dengan public service yang ramah juga dikemas secara menyenangkan agar tidak membosankan nanti kesannya.

Price (Harga) Sebagai sebuah lembaga yang menawarkan jasa informasi kepada para konsumennya atau pengunjung, sebuah Museum lazimnya tidak mengenakan biaya namun Museum Sri Baduga harus tetap mematuhi peraturan daerah yang menetapkan harga tiket masuk museum sebesar Rp. 3000 untuk Dewasa dan Rp. 2000 untuk anak- anak. hal ini diungkapkan oleh pengunjung Museum Sri baduga. Namun Museum Sri Baduga sering menawarkan untuk mengunjungi sebuah pameran tematik secara gratis kepada lapisan masyarakat baik dalam kota Bandung maupun luar kota bahkan di luar provinsi, agar mengunjungi pameran yang meraka laksanakan Strategi penentuan harga sangat signifikan dalam pemberian nilai kepada konsumen dan mempengaruhi citra produk serta kepuasan konsumen. Menurut (Rachmawati 2004, 43) mengenai pengertian harga dalam konteks pemasaran lembaga

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 8 informasi yaitu penetapan biaya produksi dan harga pertukaran antara organisasi dengan konsumen atau pengunjung atas produk atau jasa yang diberikan. Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa sebetulnya harga memilki pengaruh terhadap minat pengunjung. Hal ini berarti pengunjung dapat dibentuk melalui bauran pemasaran harga. Dimana apabila makin terjangkau apalagi tidak memungut biaya untuk menawarkan produk Museum maka dapat meningkatkan jumlah pengunjung Museum Sri Baduga.

Place (Tempat) Letak sebuah Museum tentulah mempengaruhi akan tingkat kemudahan akses untuk para konsumen atau pengunjung untuk datang dan mengakses segala sumber informasi yang dimiliki oleh Museum Sri Baduga. Letak sebuah lembaga atau organisasi yang menawarkan produk jasa tidak terlepas dari keberadaan tempat organisasi tersebut melakukan kegiatan transaksi yang dilakukan antara pemberi jasa yaitu Museum Sri Baduga dan konsumen yaitu pengunjung. Seperti yang dilakukan oleh Museum Sri Baduga mereka mem amerkan koleksi museumnya di tempat lain. Pengenalan museum keliling untuk mempromosikan museum. Kami melakukan museum keliling ke sekolah-sekolah secara random. Kami mengunjungi sekolah yang ada di kota bandung atau kabupaten yang tidak pernah mengunjungi Museum Sri Baduga. Selain itu di Mall juga menjadi tempat pameran kami untuk promosi museum, kan orang tuh ke mall tuh kan lebih asik gitu ya jadi kita coba membuat pameran di mall apa mereka mau datang atau engga. kita upaya – upaya gitu kan ya karena kita berfikir bahwa orang ke museum tuh Cuma ada butuhnya saja, tidak ada niat pribadi ingin tahu atau ingin memberikan edukasi kelak kapada anak Selain Museum Sri Baduga menyelenggrakan pameran sebagai promosi mereka di tampat Museum Sri Baduganya sendiri, mereka juga selalu ikut serta dalam pameran nasional atau mengikuti pameranpameran yang diselengarakan oleh berbagai provinsi. Pameran- pameran yang dilaksanakn oleh museum Sri Baduga adalah bagian dari promosi kami, selain kami melakukan pameran di Museum Sri Baduga seperti kemaren pameran Ibu Inggit Garnasih kami juga ikut serta dalam pameran-pameran yang dilaksanakan oleh pameran di luar provinsi jawa barat ya. Pemilihan lokasi atau tempat Museum dalam mempromosikan Museum Sri Baduga sudah bagus, karena mereka

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 9 melakukan promosi di kota Bandungnya sendiri dan juga kabupaten yang ada di provinsi Jawa Barat, mereka juga mempromosikannya di luar Provinsi agar masyarakat yang mengenal Museum Sri Baduga menjadi lebih luas.

Promotion (Promosi) Promosi merupakan salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang sangat penting untuk dilakukan oleh sebuah perubahan atau organisasi dalam menjangkau target dari perusahaan atau organisasi yang mereka naungi. Kegiatan promosi yang dilakukan oleh Museum Sri Baduga dengan cara kegiatan langsung yang dilakukan oleh Museum Sri Baduga ataupun melalui media – media massa untuk menginformasikan kepada para target pengunjung dari kegiatan promosi yang dilakukan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Dra. Tini Djumartini selaku kepala seksi pemanfaatan yang melaksanakan penyusunan rencana peningkatan promosi museum bahwa : Sebagai layanan publik untuk layanan pemasaran museum kita harus melakukan promosi kepada warga jawabarat khususnya penduduk kota Bandung dan juga diluar kota Bandung mengenal museum Sri Baduga Banyak strategi yang dilakukan agar museum di kenal oleh masyarakat kota Bandung, Jawa Barat, luar Provinsi, dan juga Luar Negeri. Kegiatan yang berkaitan dengan promosi selain pameran tetap ada pameran tematik, Kemudian kita juga melakukan penyuluhan dengan pameran kecil ke sekolah – sekolah untuk mempromosikan museum Sri Baduga dan mengundang mereka untuk datang ke museum. Kita juga melakukan promosi di luar provinsi dan luar negeri namun untuk luar negeri harus menunggu undangan seperti dengan museum singapura dan melakukan promosi dengan malaysia di tahun yang akan datang. Museum Sri Baduga juga melakukan promosi melalui media elektronik dan cetak. Bentuk elektronik itu seperti website, blog dan kami juga mempromosikan kegiatan kami di tv lokal bandung juga tv non lokal seperti kompas tv lalu untuk cetak kami membuat leaflet, brosur yang ada di depan lobi masuk museum. Dari kegiata – kegiatan promosi yang dilakukan oleh sebuah organisasi atau instansi tentulah memiliki target dari kegiatan promosi tersebut. Begitupun dengan Museum Sri Baduga, namun target dari kegiatan promosi museum mencakup pelajar kota bandung dan kabupaten. Target market Museum Sri Baduga kebanyakan adalah kalangan pelajar di mulai dari PG TK, SD, SMP,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 10

SMA, SMK. Promosi yang dilakukan ke PG TK kami melakukannya masih dalah kontek eduksi permainan begitupun dengan SD. Menurut (Payne 2000, 188) promosi pada jasa mencakup sejumlah bidang utama, bidang ini dikenal dengan bauran komunikasi atau bauran promosi yaitu : • Iklan (advertising) • Penjualan Perorangan (personal selling) • Promosi Penjualan (sales promotion) • Hubungan Masyarakat (Public Relation) • Informasi dari mulut ke mulut (word of mouth) • Surat Pemberitahuan langsung (direct mail) Dari keenam point di atas dapat kita lihat bahwa kegiatan promosi yang di lakukan oleh Museum Sri Baduga melalui iklan (advertising) adalah dengan cara menggunakan Media Massa seperti televisi sebagai media dalam mempromosikan Museum Sri Baduga kepada konsumen atau masyarakat. Museum Sri baduga mengajak masyarakat untuk datang dan berkunjung ke Museum Sri Baduga untuk mengakses jasa layanan yang dimiliki oleh Museum Sri Baduga. Selain itu Museum Sri Baduga memiliki alamat websites mereka di http://museumsribaduga.jabarprov.go.id/ melalui alamat web itulah salah satu alat untuk Museum Sri baduga memasang iklan mereka seperti agenda acara, berita tentang Museum Sri Baduga, layanan – layanan lainnya yang tersedia secara online bagi masyarakat, dan website museum dilengkapi dengan musik khas Museum Sri baduga ketika kita membuka atau mengakses website tersebut.

BIBLIOGRAPHY Kotler, Philip,2009.Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol .:Erlangga Moleong, lexy J,2002 Metode penelitian Kualitatif.Bandung:Rosdakarya. Rakhmat,Jalaludin,2001.Metode Penelitian Komunikasi.Bandung:Remaja Rosdakarya. Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif kuaitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta. Tjiptono, F,2003. Strategi Pemasaran.Edisi 2.Jogjakarta:ANDI. Alma,Buchari,2011.Manajemen Pemasaran dan pemasaran jasa. Bandung:Alfabeta Lupiyoadi, Rambat, 2013. Manajemen Pemasaran Jasa Edisi 3. Jakarta:Salemba Empat Lupiyoadi, Rambat hamdani, 2009. Manajemen Pemasaran Jasa Edisi 2. Jakarta:Salemba Empat museumsribaduga.jabarprov.go.id/ (Di akses 1 Januari 2019 jam 11.32 WIB)

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 11

IMPLEMENTASI PERUBAHAN BUDAYA PERUSAHAAN PT. BANK NEGARA INDONESIA (Persero) Tbk.

1 Susie Perbawasari 2 Aat Ruchiat Nugraha Universitas Padjadjaran Email: [email protected], [email protected]

PENDAHULUAN Dalam sebuah perusahaan pasti ada tahap pertumbuhan dan perubahan untuk menciptakan perusahaan yang lebih baik lagi dan mengikuti perkembangan zaman. Perubahan ini membantu para karyawan khususnya dalam upaya mempercepat visi, misi, dan tujuan perusahaan dalam rangka membentuk perilaku karyawan untuk dapat menciptakan nilai-nilai baru yang positif serta memperbaiki perilaku dan motivasi karyawan sehingga meningkatkan kinerjanya yang merupakan bagian dari suatu budaya organisasi, untuk itu diperlukan pemahaman mengenai budaya perusahaan oleh seluruh karyawan. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Perbawasari dan Setianti bahwa pemahaman yang baik oleh seluruh anggota perusahaan terhadap nilai budaya dapat membantu mereka dalam bertindak untuk membantu perusahaan mencapai tujuan serta membantu perusahaan dalam menciptakan identitas perusahaan, karena budaya merupakan cerminan dari tampilan perusahaan. (Perbawasari & Setianti, 2013) Budaya organisasi atau disebut dengan nilai-nilai perilaku seseorang yang tergabung dalam suatu organisasi yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian tujuan perusahaan secara baik, benar, dan menguntungkan berbagai pihak. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh (Yuningsih, 2004) yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah salah satu faktor yang perlu dibangun, dikembangkan, dipelihara dan disosialisasikan. Maka, dalam sebuah organisasi atau perusahaan, budaya organisasi merupakan pedoman bagi stakeholders untuk melakukan segala kegiatannya yang berhubungan dengan organisasi. BNI sebagai organisasi yang bergerak dibidang jasa keuangan dan perbankan nasional selalu siap menghadapi berbagai perubahan yang terjadi secara cepat akibat faktor teknologi informasi maupun faktor lainnya, termasuk perubahan dalam sistem tata kelola organisasi.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 12

Perubahan budaya organisasi ini terjadi juga pada Bank BNI, dengan cara berinovasi secara terus menerus agar para karyawan terus memiliki nilai-nilai budaya di dalam dirinya dan untuk menjadikan Bank BNI lebih terdepan dan maju kedepan seiring perkembangan zaman. Dengan beberapa kali mengalami perubahan tata kelola yang dapat mempengaruhi perjalanan bisnis suatu organisasi, BNI telah melakukan perubahan sebanyak 3 (tiga) kali. Jelasnya perubahan tata kelola organisasi dapat terlihat dari berubahnya logo BNI menjadi sebuah logo yang simpel, namun syarat makna. Logo merupakan bagian terpenting dari hasil perubahan budaya perusahaan yang merupakan bagian dari artifacts, yaitu wujud konkrit dalam suatu organisasi (Cummings dan Worley, dalam (Chatab, 2007). Sedangkan menurut Schein menyebutkan bahwa artifacts adalah menunjuk pada dimensi fisik yang terlihat seperti struktur organisasi, proses kerja, relasi, dan bangunan, ruang kerja, maupun benda- benda lainnya yang dianggap penting (Hardjana, 2010). Selain logo, artifacts yang mudah dikenal dari bangunan BNI adalah dominansi warna abu dan orange. Adanya perubahan budaya organisasi di BNI telah menjadi latar belakang, keterampilan, tradisi, komunikasi dari proses keputusan, dan harapan yang dapat menjadi pengalaman bagi semua stakeholdersnya. Seiring berjalannya waktu, bergantinya kepemimpinan dan regulasi mengenai tata kelola perbangkan di era milineal, maka terjadi pula perubahan penerapan nilai-nilai budaya organisasi yang ada di BNI yang lebih menekankan pada aspek pelayanan yang sebelumnya fokus pada pengembangan produk. Beberapa tahun belakangan ini, BNI terus membenahi diri dan tetap mempunyai ambisi untuk menjadi lembaga perbankan nomor 1 (satu) di Indonesia. Dalam upaya mencapai target tersebut, BNI melakukan perubahan budaya organisasi tersebut yang diterapkan dalam kegiatan kerja sehari-hari oleh para pimpinan dan karyawan BNI secara terus menerus dan berkelanjutan. Yang dimana penerapan sebuah budaya organisasi secara singkat menurut (West & Turner, 2008) adalah esensi dari kehidupan suatu organisasi yang berupa simbol-simbol organisasi yang mencakup komunikasi verbal dan nonverbal organisasi. Penerapan budaya organisasi yang terus berubah membutuhkan proses untuk dapat diterima dengan baik oleh semua elemen publik. Sebab biasanya dengan budaya organisasi yang lama publik sudah terlalu nyaman dan akan melahirkan suatu konflik dan antipati terhadap suatu perubahan. Tetapi, hal ini terus dialami oleh BNI dalam

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 13 menghadapi perubahan dinamika lembaga keuangan untuk menjadi bank kebanggan nasional secara pelayanan yang optimal. Dengan adanya budaya organisasi yang lebih dikenal dengan istilah budaya perusahaan, memiliki komponen dasar yang membentuk keseluruhan organisasi seperti sistem imbal jasa, keputusan memperkerjakan, struktur manajemen, strategi pengembilan resiko dan kondisi fisik (Mitchell, 2001). Sehingga dalam beberapa tahun belakang ini pelayanan Bank BNI terhadap nasabahnya dirasakan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kondisi tersebut mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian dengan menggali secara mendasar mengenai budaya perusahaan yang terdapat dalam suatu organisasi. Dalam penelitian ini fokus utama yang dilihat adalah implementasi budaya perusahaan PT. Bank BNI pasca perubahan logo.

Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dimana bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam- dalamnya melalui pengumpulan data. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali informasi sedalam mungkin pada latar yang alami sehingga data yang diperoleh benar-benar murni. Penelitian kualitatif ini secara spesifik diarahkan pada penggunaan metode studi kasus, dengan tujuan untuk mengungkap implementasi budaya organisasi pada Bank BNI yang didasari untuk mengetahui insight yang terjadi di dalam suatu organisasi. Studi kasus menjadi metode yang digunakan peneliti, merupakan metode pengumpulan data secara komprehensif mengenai aspek individu, kelompok, organisasi atau program. Adapun kasus dalam penelitian ini adalah implementasi budaya organisasi yang telah berubah sebanyak 3 (tiga) kali. Subjek penelitian yang diteliti untuk menjadi pembahasan dalam penelitian adalah para karyawan serta jajaran manajemen Bank BNI, yang dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam kepada informan mengenai bagaimana budaya organisasi yang mereka laksanakan selama ini. Teknik pemilihan informan dilakukan secara purposif. Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian yang ingin didapatkan. Penelitian dengan teknik purposif digunakan untuk penelitian

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 14 yang lebih mengutamakan kedalaman data daripada untuk tujuan representatif yang dapat digeneralisasikan (Kriyantono, 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil BNI ‘46 Didirikan pada tanggal 5 Juli 1946, PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk atau BNI menjadi bank pertama milik negara yang lahir setelah kemerdekaan Indonesia. Lahir pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, BNI sempat berfungsi sebagai bank sentral dan bank umum sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2/1946, sebelum akhirnya beroperasi sebagai bank komersial sejak tahun 1955. Oeang Republik Indonesia atau ORI sebagai alat pembayaran resmi pertama yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia pada tanggal 30 Oktober 1946 dicetak dan diedarkan oleh Bank Negara Indonesia. Menyusul penunjukan De Javache Bank yang merupakan warisan dari Pemerintah Belanda sebagai bank sentral pada tahun 1949, Pemerintah membatasi peran BNI sebagai bank sentral. BNI lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan dan diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa pada tahun 1950 dengan akses langsung untuk transaksi luar negeri. Kantor cabang BNI pertama di luar negeri dibuka di Singapura pada tahun 1955. Peranan BNI untuk mendukung perekonomian Indonesia semakin strategis dengan munculnya inisiatif untuk melayani seluruh lapisan masyarakat dari Sabang sampai Merauke pada tahun 1960-an dengan memperkenalkan berbagai layanan perbankan seperti Bank Terapung, Bank Keliling, Bank Bocah dan Bank Sarinah.

Perubahan Logo Bank BNI

1946–1988 Lingkaran bulat berwarna merah dengan tulisan BNI 1946 sebagai pelambang keberanian serta semangat yang dinamis dan progresif.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 15

1988–2004 Perahu Berlayar Mengarungi Samudera menggarisbawahi peranan BNI dalam laju pembangunan sebuah negeri bahari dan tekad untuk mendunia dan menjawab tantangan globalisasi.

2004–sekarang Bank nasional yang modern dengan masa depan cerah, dan tetap berpijak pada warisan semangat ’46. Dalam masa perjalanannya, BNI telah mereposisi identitas korporatnya untuk menyesuaikan dengan pasar keuangan yang dinamis. Identitas pertama sejak BNI berdiri berupa lingkaran warna merah dengan tulisan BNI 1946 berwarna emas melambangkan persatuan, keberanian, dan patriotisme yang memang merefleksikan semangat BNI sebagai bank perjuangan. Pada tahun 1988, identitas korporat berubah menjadi logo layar kapal & gelombang untuk merepresentasikan posisi BNI sebagai Bank Pemerintah Indonesia yang siap memasuki pasar keuangan dunia dengan memiliki kantor cabang di luar negeri. Gelombang mencerminkan gerak maju BNI yang dinamis sebagai bank komersial negara yang berorientasi pada pasar. Setelah krisis keuangan melanda Asia tahun 1998 yang mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, BNI melakukan program restrukturisasi termasuk diantaranya melakukan rebranding untuk membangun & memperkuat reputasi BNI. Identitas baru ini dengan menempatkan angka ‘46’ di depan kata ‘BNI’. Kata ‘BNI’ berwarna tosca yang mencerminkan kekuatan, keunikan, dan kekokohan. Sementara angka ‘46’ dalam kotak orange diletakkan secara diagonal untuk menggambarkan BNI baru yang modern.

Budaya Perusahaan BNI Budaya perusahaan BNI diwujudkan dengan budaya kerja BNI yang disebut dengan "PRINSIP 46". Budaya kerja ini merupakan tuntunan perilaku bagi insan BNI yang terdiri atas Profesionalisme (Professionalism); Integritas (Integrity); Orientasi Pelanggan (Customer Orientation) dan Perbaikan Tiada Henti (Continuous Improvement). Sedangkan 6 Nilai Perilaku Utama Insan BNI lain nya adalah (1) Meningkatkan Kompetensi dan Memberikan Hasil Terbaik; (2) Jujur, Tulus dan Ikhlas; (3) Disiplin,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 16

Konsisten dan Bertanggungjawab; (4) Memberikan Layanan Terbaik Melalui Kemitraan yang Sinergis; (5) Senantiasa Melakukan Penyempurnaan; dan (6) Kreatif dan Inovatif. Implementasi Budaya Perusahaan Implementasi budaya perusahaan dapat memberikan dampak pada kinerja dan produktivitas kerja suatu perusahaan. Hal ini dapat terwujud karena biasanya budaya perusahaan dapat membangun iklim kerja yang nyaman bagi perilaku pegawai. Hal ini menunjukkan bahwa suatu perusahaan akan mampu bersaing jika mampu membangun budaya perusahaan yang kokoh, sehingga mampu bertahan menghadapi segala bentuk persaingan. Bahkan dengan budaya perusahaan yang baik mampu menumbuhkembangkan perusahaan sesuai perkembangan jaman. Ini menjadi tantangan besar bagi suatu perusahaan untuk mampu bersaing dengan perusahaan lain (Sunuantari, 2012). Beberapa program Bank BNI dalam rangka mendukung penerapan budaya perusahaan terbarunya antara lain Pertama, Program Pembelajaran. Pada tahun 2014, BNI mernbagi program pembelajaran yang terbagi dalam delapan akademi dan lima stream bisnis yang tergambar pada BN1 Learning Framework. Pelaksanaan program pembelajaran ini merupakan kebutuhan bagi setiap pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya dalam mencapai target dan tujuan perusahaan sekaligus mampu memberikan pengalaman bekerja terbaik. Selain program pembelajaran, BNI juga memiliki 42 program e-learning sebagai pelengkap pembelajaran. BNI juga melaksanakan program pembelajaran yang bersifat penyegaran bagi unit-unit yang menangani compliance, legal ataupun risiko. Program-program ini rutin diselenggarakan dengan tujuan meminimalisasi kesalahan, fraud, maupun kerugian. Program-program tersebut antara lain refreshing jurist, refreshing compliance officer clan refreshing auditor. BNI secara rutin menyelenggarakan seminar internal mengenai GCG dan Business Ethics yang diikuti oleh Dewan Komisaris, Direksi dan pejabat eksekutif BNI. Kedua, yaitu Pengembangan Karier. Sebagai salah satu aset terpenting perusahaan, potensi pegawai harus terus dikembangkan terutama pada career path mereka. Untuk mendukung ekspansi bisnis serta menjamin kelancaran proses bisnis secara berkelanjutan, BNI mempunyai sistem perencanaan dan pengembangan karier pegawai yang terintegrasi. Komponen penting dalam sistem ini adalah penetapan kriteria dan identifikasi sekumpulan pegawai dengan kinerja unggul yang masuk dalam kategori talent pool,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 17 yakni pegawai yang dinilai memiliki potensi untuk menjadi next leader BNI. Kemudian, para pegawai tersebut diikutsertakan dalam Leadership Development Program (LDP). Pada 2014, LDP dilaksanakan sebanyak 2 batch masing-masing LDP 1000 Batch 10 dan LDP TOP 1000 dengan total peserta mencapai 126 pegawai. Selain itu, BNI juga melaksanakan Individual Development Plan (IDP) yang memuat perencanaan karier dan pengembangan kompetensi pegawai. Hal ini dimaksudkan agar memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh pegawai. Masukan yang diperoleh dari IDP kemudian dituangkan dalam sebuah Learning Need Analysis (LNA) yang menjadi dasar panduan bagi para pemimpin unit dalam mengembangkan kompetensi pegawai yang berada di bawah tanggung jawabnya. BNI juga menerapkan Dual Career Path Management (Dual CPM) yang memberikan kesempatan kepada pegawai untuk dapat memilih jalur karier manajerial atau spesialis. Program ini merupakan program berkesinambungan dan dilakukan secara bertahap. Kedua program diatas tersebut merupakan bagian dari kebijakan perusahaan yang sudah ditetapkan yang selanjutnya disampaikan ke generasi-generasi (karyawan perusahaan) berikutnya melalui pendidikan dan pelatihan sebagai upaya penanaman nilai-nilai perubahan budaya perusahaan. Untuk dapat mengimplementasikan perubahan budaya perusahaan berawal dari filosofi umum pendirian perusahaan, pemberian penjelasan proses pembentukan dan perubahan budaya perusahaan selama ini, dan memberikan informasi tentang peran budaya perusahaan bagi perkembangan lembaga keuangan BNI dengan segala anak perusahaannya. Berdasarkan hasil temuan di lapangan yang mewawancarai ibu Retno selaku Kepala Cabang BNI KCP PT. INTI Bandung menyatakan bahwa selain program yang rutin dalam implementasi perubahan budaya perusahaan, BNI juga melakukan beberapa perubahan dalam hal, diantaranya: (1) Pemakaian Seragam. Mengenai macam seragam resmi Bank BNI yaitu dari senin sampai dengan rabu karyawan yang menjabat sebagai teller dan customer service mengenakan seragam yang telah diatur oleh perusahaan. Misal untuk yang berkerudung harus menggunakan celana panjang dan rapi dan yang tidak berkerudung ada ketentuan misalnya hari Senin menggunakan rok, hari Selasa celana panjang, Rabu kembali menggunakan rok. Sedangkan untuk pemakaian jas secara keseluruhan telah di tentukan dengan standardnya harus bersih, rapih, dan tidak kusam. Selanjutnya, pada hari Kamis pakai batik bebas dan seragma batik untuk laki-laki harus

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 18 menggunakan lengan panjang. Sedangkan pada hari Jumat genap menggunakan Batik dan hari Jumat ganjil memakai pakaian casual. Penggunaan seragam bagi karyawan ini tergantung kebijakan pemimpin dan bersifat masih per-area. Tetapi untuk beberapa hari tertentu, seragam karyawan BNI memakai seragam yang sama, seperti memakai seragam yang ada logo BNI yang dimana warna abu dan orange yang menjadi dominan. Kedua warna ini menunjukkan supaya image-nya dipersespsi elegan.

Gambar 1. Seragam Terbaru BNI Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2018

Selanjutnya, (2) Tata Ruang Kerja. Untuk tata ruang kerja, BNI memberikan standar layoutnya, seperti warna kursi semua BNI sama pada setiap kantor cabang yaitu berwarna hijau tosca yang identitik dengan identitas perusahaan. Untuk yang (3) yaitu penggunaan simbol-simbol yang identik dengan Bank BNI seperti adaya perubahan logo, penanaman pola disipli dan peningkatan prestasi, dan slogan “Melayani Negeri Kebanggan Bangsa”, buku pedoman bagi karyawan.

Gambar 2. Tata Ruang Kantor Bank BNI Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2018

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 19

Dalam rangka memperkuat dan melestarikan nilai-nilai budaya perusahaan Bank BNI ke para karyawannya yaitu melakukan adanya pelatihan yang bersifat wajib selama minimal dua minggu sampai satu bulan. Yang dimana disampaikan infomasi mengenai aturan, budaya, visi dan misi yang harus dilaksanakan ketika sudah menjadi karyawan. Selain itu, perusahaan Bank BNI melakukan sosialisasi mengenai budaya, visi dan misi dalam sebuah kegiatan yang bernama “Bulan Mutu” yaitu suatu waktu pendidikan dan pelatihan bagi karyawan untuk meningkatkan secara kualitas.

Gambar 3. Dominansi Warna di Kantor Bank BNI Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2018

SIMPULAN BNI 46 merupakan bank pertama yang lahir setelah kemerdekaan Indonesia. BNI 46 berdiri sejak tahun 1946 dan sempat befungsi sebagai bank sentral di Indonesia. BNI telah berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia dengan mengeluarkan berbagai macam layanan perbankan seperti Bank Terapung, Bank Keliling, Bank Bocah dan Bank Sarinah.Itu merupakan peran BNI dalam mendukung perekonomian Indonesia untuk melayani seluruh lapisan masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Selama 71 tahun berdirinya perusahaan ini, BNI telah mengganti logo perusahaannya sebanyak 2 kali. Pertama pada tahun 1988, dan yang kedua pada tahun 2004. Penggantian logo perusahaan ini sekaligus sebagai rebranding BNI dalam rangka penyesuaian dengan pasar keuangan yang dinamis terutama di era modern ini. Pemilihan lambang, warna huruf, dan penempatan posisi pada logo dimaksudkan agar

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 20 memberi kesan segar serta membangun & memperkuat posisi BNI dalam dunia perbankan Indonesia. BNI juga mempunyai 4 nilai budaya kerja yang senantiasa diterapkan oleh seluruh karyawannya, yaitu profesionalisme, integritas, orientasi pelanggan, dan perbaikan tiada henti. Kesemua nilai budaya tersebut juga didukung dengan 6 perilaku utama insan BNI demi terwujudnya visi sekaligus tujuan utama BNI yaitu “Menjadi Lembaga Keuangan yang Unggul dalam Layanan dan Kinerja”. Perusahaan ini juga memerhatikan kesejahteraan karyawannya dengan cara melaksanakan berbagai macam program retensi pegawai yang bertujuan untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan talenta-talenta terbaik diperusahaan tersebut. Salah satu caranya dengan melakukan pelatihan selama minimal 2 minggu hingga sebulan. Proram ini dimaksudkan agar para calon karyawan BNI mengerti tentang budaya perusahaan yang ada di perusahaan tersebut sehingga mampu dan siap mengimplementasikannya disaat melayani stakeholders utamanya yaitu nasabah.

BIBLIOGRAPHY Chatab, N. (2007). Profil Budaya Organisasi. Bandung: Alfabeta.

Hardjana, A. (2010). Sosialisasi dan Dampak Budaya Organisasi. Jurnal ILMU KOMUNIKASI, 7(1), 1–40.

Kriyantono, R. (2012). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Mitchell, C. (2001). Memahami Budaya Bisnis Internasional: Membangun Bisnis Internasional Melalui Kesadaran Budaya. Jakarta: Penerbit PPM.

Perbawasari, S., & Setianti, Y. (2013). Komunikasi dalam Transformasi Budaya Perusahaan. Jurnal Penelitian Komunikasi, 16(022), 1–12.

Sunuantari, M. (2012). PENERAPAN BUDAYA PERUSAHAAN DALAM PEMBENTUKAN CITRA PERUSAHAAN JASA PERHOTELAN. Jurnal Communication Spectrum, 2(1), 43–62.

West, R., & Turner, H. L. (2008). Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Yuningsih, A. (2004). Membangun dan Menyosialisasikan Budaya Organisasi sebagai Keunggulan Kompetitif. MediaTor, 5(1), 111–123.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 21

BUDAYA PERUSAHAAN PT. HOLCIM INDONESIA

1 Susie Perbawasari 2 Aat Ruchiat Nugraha Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected], [email protected]

PENDAHULUAN Budaya perusahaan adalah suatu nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku. Budaya organisasi mencakup iklim atau atmosfer emosional dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan, sikap, dan tingkat produktivitas. Budaya organisasi juga mencakup simbol (tindakan, rutinitas, percakapan, dan sebagainya) dan makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol- simbol ini. Transformasi budaya perusahaan adalah sebuah proses perubahan budaya perusahaan yang mendasar untuk menuju pada tingkatan kemajuan perusahaan yang berbeda. Perubahan ini tentunya akan berimplikasi pada perubahan karakter dan sedikit atau hampir, tidak ada kemiripan dengan konfigurasi budaya perusahaan masa lalu, atau masa kini. Transformasi budaya perusahaan biasanya, didorong oleh adanya kesadaran/kebutuhan internal untuk merespon situasi yang berubah baik internal maupun eksternal. Transformasi budaya selalu dimulai dari transformasional individual dari setiap pemimpin perusahaan, perusahaan tidak bertransformasi, maka karyawanlah yang bertransformasi. Menurut Robbins (2003: 305) budaya organisasi merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh suatu organisasi. Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan mempersepsikan karakteristik dari suatu budaya organisasi, bukan dengan apakah para karyawan menyukai budaya atau tidak. Edy Sutrisno (2010: 2), mendefinisikan budaya organisasi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 22 sebagai perangkat sistem nilai- nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi- asumsi (assumptions), atau norma- norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah- masalah organisasinya. Budaya organisasi juga disebut budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai- nilai atau norma-norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah - masalah organisasi (perusahaan). Semua perusahaan telah memiliki rencana strategis jangka panjang perusahaan, rencana jangka panjang perusahaan tersebut pada dasarnya mengarahkan pada perubahan dari kondisi saat ini sampai kondisi yang diinginkan. Maksud dan tujuan dari sebuah transformasi budaya perusahaan adalah agar perusahaan mampu melakukan strategi transformasi budaya perusahaan selaras dengan visi, misi, dan value perusahaan serta rencana jangka panjang perusahaan. Begitu juga dengan perusahaan semen Holcim yang terus menerus memperbaharui budaya perusahaan yang diterapkan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana transformasi budaya perusahaan yang terjadi di PT Holcim Cibinong.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, yang menurut (Kuntoro, 2009: 227) peneliti berupaya untuk memahami perilaku dan kelembagaan dengan cara mengetahui secara baik sejumlah orang yang terlibat, nilai, ritual, simbol, dan kepercayaan mereka. Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya dengan cara turun ke lapangan dan berada di tempat penelitian dalam kurun waktu tertentu (Nasution, 1996: 5).

HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Perusahaan Holcim Indonesia merupakan produsen semen, beton jadi dan agregat terkemuka serta terintegrasi dengan keunikan dan perluasan usaha waralaba yang menawarkan solusi menyeluruh untuk pembangunan rumah, dari penyediaan bahan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 23 material sampai rancangan yang cepat serta konstruksi yang aman. PT Holcim Indonesia Tbk adalah sebuah perusahaan produsen semen. Perusahaan yang dulunya dikenal dengan nama PT Semen Cibinong Tbk ini didirikan sejak tanggal 15 juni 1971. Perubahan nama ini terjadi pada tanggal 1 Januari 2006. Tujuan dari perubahan nama itu karena perseroan berkeinginan untuk memberitahukan bahwa perseroan adalah bagian dari grup internasional, yaitu Holcim Ltd. Selain nama, Semen Cibinong juga akan mengganti logo perusahaannya.Saat ini Holcim Participations (Mauritius) melalui Holderfin B.V. Perusahaan asal Swiss ini baru masuk secara resmi ke Semen Cibinong pada 13 Desember 2001. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Holcim Indonesia Tbk adalah Holderfin B.V., The Netherlands (induk usaha). Perusahaan ini dimiliki oleh Holcim Ltd (Swiss) sebesar 77,33% dan publik sebesar 22,7%. Perusahaan juga memiliki anak perusahaan PT Holcim Beton yang sebelumnya bernama PT Trumix Beton. Perusahaan memiliki dua pabrik yaitu pabrik Narogong dan pabrik Cilacap dengan kapasitas maksimum 7,9 juta ton per tahun dan kini sedang membangun fasilitas produksi ke-3 di Tuban, Jawa Timur, yang berkapasitas tahunan 3,4 juta ton yang direncanakan mulai berjalan pada tahun 2013. Perusahaan juga mengoperasikan banyak batching plant beton, dua tambang dan jaringan logistik lengkap yang mencakup pula gudang dan silo. Produknya dijual di 9.000 toko bangunan di seluruh Indonesia. Perusahaan yang berkantor pusat di l. Gatot Subroto No. 38, Jakarta, Indonesia ini merupakan satu-satunya produsen yang menyediakan produk dan layanan terintegrasi yang meliputi 10 jenis semen, beton dan agregat, bahkan kini sedang mengembangkan usaha waralaba yang unik, yakni Solusi Rumah, yang menawarkan solusi perbaikan dan pembangunan rumah dengan biaya terjangkau dengan dukungan lebih dari 14.700 ahli bangunan binaan Holcim, waralaba yang hingga 2012 telah mencapai 433 gerai, dan staf penjualan via telepon yang jumlahnya terus bertambah. Perusahaan yang memiliki visi untuk menyediakan solusi berkelanjutan untuk membangun masa depan masyarakat Indonesia ini memiliki misi untuk membangun perusahaan yang memberikan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan dengan menyediakan solusi pembangunan sesuai prinsip berkelanjutan bagi setiap segmen pelanggan tertentu, memperhatikan keselamatan kerja dan kelestarian lingkungan, dan membina kemampuan sumber daya manusia, berinovasi dan membangun jaringan yang kuat. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan SMCB terutama

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 24 meliputi pengoperasian pabrik semen, beton dan aktivitas lain yang berhubungan dengan industri semen, serta melakukan investasi pada perusahaan lainnya. Pangsa pasar utama Holcim dan anak usahanya yang di Indonesia berada di Pulau Jawa. Sebagai bagian dari LafargeHolcim Group yang beroperasi di lebih dari 90 negara di seluruh dunia dengan pengalaman lebih dari 180 tahun, Holcim Indonesia memiliki komitmen untuk menjadi perusahaan yang terdepan dengan kinerja terbaik dalam industri bahan bangunan di Indonesia. Holcim Indonesia melangkah untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di Indonesia dengan kapasitas produksi 15 juta ton semen per tahun. Kehadiran Holcim di Indonesia ditandai dengan beroperasinya empat pabrik di Lhoknga – , Narogong – Jawa Barat, Cilacap – Jawa Tengah dan Tuban – Jawa Timur. Kegiatan produksi kami juga ditunjang dengan adanya fasilitas penggilingan & terminal distribusi yang tersebar hingga ke Kalimantan dan Sumatra. Dalam pelaksanaan suatu organisasi selalu memiliki sebuah budaya organisasi mempunyai beberapa ciri sifat sebagai berikut: a. Budaya itu bersifat dinamis, maka pemimpin (dan pelaku bisnis) wajib memperbaharui serta mengembangkannya sesuai dengan tuntutan dan perubahan b. Budaya itu bisa terbentuk secara sengaja maupun tidak, maka kita bisa membangun dan mengembangkan budaya yang kita inginkan atau harapkan c. Budaya itu pada tingkat implementasinya, membutuhkan komitmen total dari pihak top management. Untuk memlengkapi sifat budaya organisasi akan diperkuat dengan fungsi budaya organisasi antara lain sebagai pedoman untuk mengontrol perilaku anggota organisasi, budaya organsiasi memiliki manfaat dan fungsi yang berguna bagi organisasi. Dari sisi fungsi, budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi. Fungsi budaya organisasi menurut Robbins (2009: 248) adalah sebagai berikut: 1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain; 2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota- anggota organisasi; 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang; 4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar- standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan; 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Untuk mengetahui kesiapan suatu perusahaan dalam menghadapi persaingan ekonomi yang semakin bebas, ada beberapa hal yang dapat dijadikan rujukan untuk

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 25 mengetahui karakteristik perusahaan. Menurut Kreitner dan Kinicki (2001) dalam Wibowo (2010: 30) mengemukakan adanya 3 (tiga) tipe umum budaya organisasi antara lain: a. Budaya konstruktif (constructive culture) merupakan budaya di mana pekerja didorong untuk berinteraksi dengan orang lain dan bekerja pada tugas dan proyek dengan cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang. b. Budaya pasif-defensif (passive-defensive culture) mempunyai karakteristik menolak keyakinan bahwa pekerja harus berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang tidak menantang keamanan mereka sendiri. c. Budaya agresif-defensif (aggressive-defensive culture) mendorong pekerja mendekati tugas dengan cara memaksa dengan maksud melindungi status dan keamanan kerja mereka.

Transformasi Budaya Perusahaan PT Holcim Cibinong yang merupakan sub-unit dari Lafarge Holcim Indonesia memilik sejumlah perubahan di dalam perusahaannya atau yang sering disebut sebagai Transformasi. Transformasi yang diterapkan merupakan bentuk peningkatan kualitas dari PT Holcim ini. Berawal dari PT Semen Cibinong Tbk, yang kemudian diakuisisi oleh LafargeHolcim Group yang kemudian perusahaan ini berganti nama menjadi PT Holcim. Sebanyak 80,65% kepemilikan saham dimiliki oleh PT Holcim dan sisanya adalah publik. Semen Cibinong awalnya merupakan kepemilikan swasta asing ke swasta nasional dan menjadi kepemilikan Lafarge Holcim karena terjadinya krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997, itu semua dilakukan karena beberapa faktor meliputi: 1. Semakin meningkatnya persaingan antar sesama perusahaan semen 2. Perkembangan jaman dan teknologi yang semakin maju dan modern. 3. Peningkatan pasaran di asia dan eropa. Transformasi adalah sebuah proses perubahan secara berangsur-angsur sehingga sampai pada tahap ultimate, perubahan yang dilakukan dengan cara memberi respon terhadap pengaruh unsur eksternal dan internal yang akan mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya melalui proses menggandakan secara berulang-ulang atau melipatgandakan. Transformasi juga pasti membutuhkan suatu proses. Zaeny menggambarkan suatu proses transformasi dengan tiga unsur. Unsur-unsur tersebut meliputi: a. Perbedaan merupakan aspek yang sangat penting di dalam proses transformasi;

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 26 b. Konsep ciri atau identitas yang merupakan acuan di dalam suatu proses transformatif kalau dikatakan sesuatu itu berbeda, maka haruslah jelas perbedaan dari hal apa, ciri sosial, ekonomi atau ciri penerapan dari sesuatu; c. Proses transformasi selalu bersifat historis yang terikat pada sekalian wakil yang berbeda. Oleh karena itu transformasi selalu menyangkut perubahan masyarakat dari suatu masyarakat lebih sederhana ke masyarakat yang lebih modern. Proses transformasi merupakan perubahan yang terjadi secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit, tidak dapat diduga kapan dimulainya dan sampai kapan proses itu akan berakhir tergantung dari faktor yang mempengaruhinya, komprehensif dan berkesinambungan dan perubahan yang terjadi mempunyai keterkaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang ada dalam masyarakat. Proses transformasi mengandung dimensi waktu dan perubahan sosial budaya masyarakat yang menempati yang muncul melalui proses yang panjang yang selalu terkait dengan aktivitas-aktivitas yang terjadi pada saat itu. Budaya perusahaan sejatinya bukan merupakan sebuah warisan, melainkan sebuah pilihan. Sebuah budaya pada dasarnya harus diajarkan, dipelajari, dikembangkan, disosialisasikan, diinternalisasikan, serta dijadikan pedoman melalui nilai-nilai yang ada. Proses transformasi budaya merupakan sesuatu yang layak ditempatkan pada prioritas utama kegiatan kepemimpinan dan manajemen. Menurut Harianto Mangkusasono, seorang pakar senior budaya perusahaan, tujuan dari pembangunan dan transformasi sebuah budaya adalah sebagai berikut : a. Menarik, mengembangkan, mempertahankan, serta memperstukan orang-orang terbaik dalam organisasi; b. Membuat organisasi atau perusahaan menjadi tempat terbaik untuk bekerja, serta menjadi perusahaan terbaik dalam hal berhubungan atau membangun relasi; c. Membangun institusi terbaik dengan kinerja terbaik dan terhebat pula. Supaya transformasi budaya tidak menimbulkan keguncangan dalam tubuh organisasi atau gangguan kerja, tetapi justru menghasilkan sesuatu yang positif dan produktif bagi organisasi, diberikan beberapa syarat, antara lain : a. Manajemen puncak dan BoD harus siap dan berani menghadapi kenyataan yang terjadi; b. Manajemen puncak dan BoD harus memiliki komitmen bulat dalam memberikan segenap energi yang diperlukan; c. Manajemen puncak dan BoD harus memiliki kesediaan mengalokasikan sumberdaya yang diperlukan; d. Manajemen puncak dan BoD wajib menjadi model, patron, teladan perilaku yang diharapkan;

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 27 e. Manajemen puncak dan BoD harus bersedia menjadi pengawal atau pendorong utama proses transformasi budaya. Akibat dari transformasi perusahaan ini sampai dengan Lafarge Holcim mengakibatkan budaya yang lama pun hilang dengan sendirinya dan karyawan- karyawan yang sudah tua dan lama bekerjanya dipensiunkan dini dengan tujuan menyaring pegawai yang gesit dan cekatan dan mampu menyesuaikan dengan jaman yang semakin modern. Banyak perubahan atau transformasi yang terjadi di dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi semen ini. Adapun perubahan- perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut:

NO ASPEK BUDAYA SEMEN CIBINONG HOLCIM PERUSAHAAN A BUDAYA NAMPAK 1 Seragam Seragam sopan berwarna Seragam sopan gelap berwarna cerah (jingga dan abu-abu) 2 Simbol/Logo Berlogokan pedang Berlogokan lingkaran pusaka Sunda yaitu dan terdapat huruf “H” Kujang disebelah kanan atas terdapat kata “Holcim” dibawah logonya 3 Tata Ruang Masih sederhana Modern dan terlihat kompleks B BUDAYA TIDAK NAMPAK 1 Keyakinan Diri Pegawai Sederhana, biasanya yang Mindset yang harus terpikirkan hanya mengikuti budaya “bekerja” perusahaan yan modern, meningkat dan menjunjung tinggi kedisplinan sehingga menuntut keyakinan diri karyawan masing- masing 2 Disiplin Aturan yang diberlakukan Aturan yang masih sederhana, belum diberlakukan sudah memiliki kedisiplinan sangat ketat, yang ketat kedisplinan pegawai karyawan sangat dijunjung C NILAI BUDAYA 1 Perilaku pegawai Karyawan yang Mengenal sesama sederhana dan sangat karyawan dan atasan serta sirkulasi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 28

terpengaruhi dan komunikasi yang mematuhi atasan bersifat dua arah 2 Keselamatan kerja pegawai Sederhana dan kurang Sangat diperhatikan diperhatikan dengan memiliki standar keselamatan kerja yang wajib diketahui dan diikuti D FUNGSI UTAMA 1 Adaptasi internal Tidak ada Memberikan pelatihan bagi para pegawainya, melakukan bonding antar pegawai 2 Adaptasi eksternal Kerjasama dengan Kerjasama dengan berbagai perusahaan berbagai perusahaan dan lembaga serta memiliki CSR E BUDAYA YANG DITANAMKAN 1 Visi Menjadi yang terbaik dan paling dihormati berforma perusahaan Indonesia di Industri kami, peringkat diantara yang terbaik di Group Holcim 2 Misi PT Holcim Indonesia Tbk melalui pembuatan dan penjualan semen, beton, agregat dan pengembangan masyarakat, akan memberikan keuntungan secara lestari maksimum kembali kepada para pemegang saham dengan tetap menjaga tugas yang bertanggung jawab perawatan kepada semua pemangku Sumber: Hasil Penelitian, 2017

SIMPULAN Kesimpulan yang diambil dari keseluruhan makalah ini adalah bahwa tansformasi budaya dari semen cibinong sampe ke Lafarge Holcim sangat mempengaruhi budaya

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 29 perusahaan yang ada di perusahaan tersebut. transformasi semen cibinong swasta asing ke swasta nasional dan transformasi Holcim ke Lafarge Holcim karena pada saat itu terjadinya krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997, itu semua dilakukan karena beberapa faktor meliputi semakin meningkatnya persaingan antar sesama perusahaan semen, perkembangan jaman dan teknologi yang semakin maju dan modern, dan peningkatan pasaran di asia dan eropa. Akibat dari transformasi perusahaan ini sampai dengan Lafarge Holcim mengakibatkan budaya yang lama pun hilang dengan sendirinya dan karyawan- karyawan yang sudah tua dan lama bekerjanya dipensiunkan dini dengan tujuan menyaring pegawai yang gesit dan cekatan dan mampu menyesuaikan dengan jaman yang semakin modern. Memang transformasi yang terjadi ini memerlukan waktu yang lama dan harus di pikirkan dengan sebaik-baiknya, kalau misalnya tidak terjadi transformasi maka perusahaan tersebut akan ketinggalan jaman, kalah dalam persaingan. dan pada akhirnya perusahaan itu akan bangkrut dengan sendirinya. Dan yang terakhir, Lafarge Holcim akan terus melakukan transformasi pada perusahaannya mengikuti perubahan jaman.

BIBLIOGRAPHY Nasution, S.1996. Metode Research, Jakarta: Bumi Akasara.

Robbins, Stephen P. 2009. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat

Sutrisno, Edy. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Wibowo. 2010. Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Press

Tjahjono, Herry. 2011. Culture Based Leadership . Jakarta: PT.Gramedia Pustaka

Profile Perusahaan. http://www.holcim.co.id/ diunduh pada tanggal 5 Desember 2017

Falah Miftahut. 2013. Transformasi, Reformasi dan Revolusi. http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/13/01/23/mh2yc7- transformasi-reformasi-dan-revolusi-dalam-kepemimpinan.diunduh pada tanggal 5 Desember 2017

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 30

JOB STRESS DAN BUDAYA PERUSAHAAN

Priyo Subekti Program Studi Hubungan Masyarakat, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Stress adalah sebuah bentuk dari ketegangan yang mempengaruhi fisik, psikis, emosi dan mental seseorang (Jin, Sun, Jiang, Wang, & Wen, 2018). Stress ini dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam sebuah perusahaan baik itu menurunkan produktivitas kerja, maupun mengganggu hubungan sosial diantara karyawan. Gangguan mental, tekanan pekerjaan yang berlebih dapat menimbulkan job stress, yang pada akhirnya berpengraguh pada kinerja dan produktivitas karyawan. Pengelolaan stress masing masing organisasi berbeda tergantung dari budaya perusahaan yang dianutnya, justru stress merupakan salah satu indikator bahwa organisasi tersebut cenderung sehat. Beberapa hal yang dapat menyebabkan stress di tempat kerja adalah: 1) Tuntutan pekerjaan: pekerjaan yang terlalu padat yang menuntut karyawan bekerja lebih keras dan bahkan harus mengambil lembur; 2) Jenis pekerjaan: masing masing jenis pekerjaan mempunyai tanggungjawab masing masing sperti memberikan penilaian, mengambil keputusan yang tepat yang hasilnya dapat mempengaruhi hajat hidup atau nasib seseorang atau perusahaan, misalnya petugas medis, hakim, jaksa, kepolisian, dosen, manajer dalam sebuah perusahaan dll. Keputusan yang di ambil harus dipikirkan secara matang karena akan berdampak serius jika salah mengambil keputusan. (Kanki et al., 2017). Masalah stress kerja di dalam perusahaan merupakan masalah yang tidak akan pernah habis dan akan selalu ada sehingga harus dicari bagaimana mengatasi dan mengelolanya agar dapat bernilai positif. (Warrick, 2017). Stres dapat terjadi pada hampir semua pekerja, baik tingkat pimpinan maupun pelaksana, karena memang tidak dapat dihindarkan, yang dapat dilakukan adalah bagaimana cara mengelola, stres tersebut, sehingga tidak menganggu pekerjaan dan dapat memberikan keuntungan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 31 pada perusahaan (Chung, Jung, & Sohn, 2017). Stres yang terlalu berat akan dapat memberikan dampak negatif pada karyawan dan bahkan pada perusahaan (Arnold, Edwards, & Rees, 2018). Tanggapan karyawan dalam menghadapi job stress berbeda beda tergantung dari pengelolaan stess di tiap perusahaan yang akibatnya, akan ada konsekuensi yang konstruktif maupun destruktif bagi perusahaan maupun karyawan. (Nam & Kim, 2016).

HASIL DAN PEMBAHASAN Setiap perusahaan tentu memiliki budaya kerja yang berbeda – beda, budaya atau nilai – nilai yang dianut kerja mendukung perusahaan untuk dapat mencapai tujuan (, Moen, Kelly, Hammer, & Berkman, 2018). Tetapi adanya budaya kerja ini terkadang juga akan berpengaruh terhadap tingkat stress karyawan, misalnya perusahaan yang memiliki budaya kerja formal, jam kerja lebih lama, dan juga sangat kaku bisa saja menimbulkan stress secara environtment kepada karyawan, dan sebaliknya jika lingkungan kerja menyenangkan dan nyaman maka tekanan pekerjaan sekalipun tidak akan berdampak stress kepada karyawan. Perusahaan Nightspade adalah Game Development Studio yang berlokasi di Bandung, Indonesia. Kami menyukai permainan kerajinan yang menargetkan berbagai jenis sistem operasi. Kami bercita-cita untuk memberikan kebahagiaan melalui permainan dan akan terus melakukannya selama berabad-abad yang akan datang. Kru Nightspade diberdayakan oleh bakat bergairah yang suka menciptakan grafik yang manis, transisi yang keren, gameplay dan efek wow yang menarik. Ini adalah pengalaman yang menantang dan kami sangat menikmati setiap saat. Ambillah puncak menyelinap di portofolio menakjubkan kami dan tim hebat kami. Perusahaan Nightspade memiliki aturan dan nilai – nilai yang agak berbeda dari perusahaan kebanyakan, suasana kantor perusahaan ini sangat santai dan ramah, semua karyawan saling mengenal dengan baik. Mereka mempunyai jam kerja yang cukup fleksibel, jam kerja wajib adalah jam 10.00 – 15.00 WIB, dan ada beberapa hari wajib datang ke kantor namun ketika karyawan sedang berhalangan datang ke kantor mereka boleh saja untuk menyelesaikan pekerjaannya dimana saja. Nightspade juga memiliki software managemen kerja sendiri untuk mengatur deadline, schedule, dan hal lainnya agar memudahkan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan walaupun sedang tidak di

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 32 kantor. Namun, karyawan juga wajib hadir ketika ada meeting dengan klien, karena klien perusahaan ini mayoritas dari luar negeri terkadang mereka meeting jam 1 pagi dengan skype, Karena perbedaan zona waktu. Hubungan antar karyawan di perusahaan ini sangatlah teramat baik, semua karyawan mengenal satu sama lain. Kehangatan seperti keluarga yang dijalin dan hubungan personal yang dekat membuat perusahaan ini memiliki karyawan yang loyal dan juga tidak pernah resign karena ada masalah hubungan antar satu sama lain. Nightspade memproduksi game untuk klien, dimana game ini harus sesuai dengan keinginan klien. Ada beberapa klien yang keinginannya sulit dicapai, waktu untuk pengerjaan yang diberikan terbatas, dan juga terkadang ada klien yang permintaannya berubah – ubah bahkan saat 80% pengerjaan game, bahkan ada klien yang tidak ingin membayar atas apa yang telah diselesaikan. Menghadapi klien adalah salah satu tekanan paling berat dalam perusahaan ini, karena memang kerjasama dengan klien yang menghidupkan perusahaan ini, tentunya ini juga menjadi tantangan terbesar untuk tetap menjaga klien bekerjasama dan menyukai produk dari Nightspade. Pekerjaan mendesain dan membuat produk game tentunya akan menuntut karyawan untuk selalu berada didepan monitor bahkan full time, dari jam kerja wajib, lembur, dan bahkan tugas yang dibawa ke rumah tentunya akan berada di depan layar monitor. Hal ini menyebabkan adanya efek stress berat, karena setiap hari harus berhadapan dengan monitor dan pekerjaan yang itu saja secara terus menerus. Efek jenuh diakibatkan oleh menatap layar monitor terus menerus, dan juga berada diruangan kantor yang hampir semua sudutnya juga layar monitor dan dengan karywan yang sedang bekerja menggunakan monitor. Hal tersebut sangat menjenuhkan dan membosankan. Batas waktu atau Deadline sebuah game yang dikerjakan menjadi hal yang terus menghantui perusahaan ini, klien bahkan tidak akan mengerti bagaimana tantangan dan hambatan yang menghadang saat pengerjaan. Mereka hanya ingin tau kalau game akan mereka terima saat deadline sudah sampai. Hal ini lah terkadang menjadi tekanan besar oleh karyawan, kemana pun mereka melangkah kan kaki mereka akan terbayang dengan deadline, dan juga terkadang saat mendekati deadline ternyata jalan mereka tidak semudah itu untuk menyelesaikan pekerjaan maka itu akan membuat semuanya kalang kabut, dan ini juga menjadi cause of stress di dalam perusahaan Nightspade.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 33

Ketika mengalami stress tentunya seseorang tidak akan tampak seperti biasanya, ada hal yang membuat dia berbeda dari sebelumnya, mungkin hal tersebut lebih mengarah ke hal yang negative. Sesuai dengan pernyataan dari karyawan dan atasan nightspade, ada beberapa tanda apabila karyawannya sedang mengalami stress, yaitu : a) Terlihat tidak ceria dan bahagia dari sebelumnya; 2) Tidak banyak berinteraksi seperti biasanya; 3) Produktivitas menurun; 4) Performa kerja menurun; 5) Banyak menyendiri di jam santai kantor. Hal tersebut merupakan tanda – tanda yang bisa untuk mengukur apakah seseorang memiliki gejala stress atau stress sendiri. Sebagai karyawan yang hidup bersama di perusahaan hendaknya menjadikan itu sebagai alasan menjadi peka satu sama lain, agar dapat mengatasi dan menyelesaikan masalah yang ada sehingga tidak terjadi stress, karena satu orang tidak lebih baik dari banyak orang, dan pertanyaan simple ”kenapa?” atau “ada yang bisa saya bantu?” adalah hal yang bisa mengeluarkan seseorang dari kesulitan dan tekanannya. Untuk mengatasi stress yang menghadang karyawannya, Nightspade memiliki beberapa program dan budaya untuk menunjang penyelesaian masalah dan tekanan dalam pekerjaan. Pertama, Nighstpade memiliki event yang dilakukan setiap tahun yaitu acara ulang tahun perusahaan, biasanya acara ini dirayakan dengan pergi traveling bersama – sama, bahkan karyawan dibolehkan membawa anggota keluarga seperti anak dan istri. Tentunya event ini akan merefresh pikiran dan memberikan quality time sesama karyawan dan tentunya keluarga. Event selanjutnya adalah acara berbuka bersama pada bulan Ramadhan, biasanya acara ini di diadakan di sebuah restaurant, dan bertujuan untuk meningkatkan kekeluargaan dan memberi semangat kerja walaupun bekerja di bulan Ramadhan. Event terakhir perusahaan ini adalah keliling dunia untuk karyawan yang terbaik, keliling dunia untuk mendemokan game kepada klien dan juga menikmati keindahan negara lain. Menghadapi permintaan klien, Nightspade berusaha bernegosiasi dengan baik dan menetapkan batasan mana yang tidak bisa diubah, dan juga ada beberapa planning yang diutarakan kepada klien. Nightspade bisa saja meminta bayaran lebih untuk permintaan klien dalam perubahan, waktu, dan lain – lain. Dan juga managemen projek juga bisa mengkomunikasikan hal – hal tersebut kepada karyawan agar mereka tidak

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 34 terlalu tertekan atau shock atas keputusan klien, setidaknya mampu menyaring informasi. Penanggulangan stress dalam pekerjaan dipengaruhi oleh kondisi budaya perusahaan yang dianut, karena stress jika di kelola dengan baik akan memberikan dampak yang menguntungkan (Gul, Usman, Liu, Rehman, & Jebran, 2018; Ramlee et al., 2016). Stress atau tekanan yang dikelola dengan baik akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan (Tongchaiprasit & Ariyabuddhiphongs, 2016), misalnya dengan memberikan target tiap bulan atau tiap minggu dan tentunya target tersebut berada dalam batas kewajaran. Supaya menghindari adanya masalah yang dipendam, atau kendala yang tidak dibicarakan oleh karyawan, perusahaan ini setiap pagi melakukan briefing selama 10 menit untuk berbagi bagaimana keadaan mereka masing – masing pagi itu, dan berbagi mengenai masalah dan kendala. Briefing singkat ini dilakukan secara melingkar dan berdiri, agar lebih dekat dan focus. Semua masalah harus dibicarakan dengan jujur, dan saling membantu. Saat lembur atau deadline maka nightspade tidak pernah meninggalkan karyawannya di kantor sendirian atau hanya yang bekerja saja menginap di kantor malam itu, tetapi semua karyawan juga harus hadir untuk menjadi tim penyemangat untuk teman – temanya yang harus lembur. agar mereka merasa tidak sendirian memikul beban, dan merasa teman – temannya memang peduli terhadap sesama. Biasanya saat malam lembur mereka akan delivery pizza atau makanan lainnya untuk begadang bersama di kantor. Hal lain untuk mengatasi deadline atau pekerjaan banyak adalah nightspade akan meminta jasa orang – orang dari luar perusahaan, seperti freelance untuk membantu pekerjaan agar karyawan tidak terlalu memikul beban pekerjaan yang berat. Tentunya ini tidak akan merugikan perusahaan karena klien membayar sesuai kesulitan,jumlah, waktu, dan kualitas yang mereka minta. Hal yang terakhir adalah hubungan personal sangat terjaga, dan dijalin dengan baik. Struktur tidak terlalu dibesar – besarkan, semua karyawan adalah sama, nightspade adalah sebuah tim yang bekerja bersama – sama, dan saling menyokong satu sama lain. Prestasi kerja karyawan dan stres di tempat kerja merupakan masalah yang sangat umum di dunia bisnis saat ini. Banyak orang mengubah pekerjaan mereka karena

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 35 stres kerja yang tinggi yang mempengaruhi kesejahteraan mereka (Troesch & Bauer, 2017). Stres yang tinggi dapat disebabkan oleh ketidaktepatan menempatkan jenis pekerjaan dengan minat dan kemampuan seorang karyawan (Deniz, Noyan, & Ertosun, 2015; Nam & Kim, 2016). Untuk meminimalisir tingkat stress maka penempatan karyawan disesuaikan dengan mkinat, bakat dan kemampuannya agar tidak terjadi tekanan berlebih yang dapat menyebakan stress.

SIMPULAN Perusahaan nightspade mempunyai budaya kerja yang santai dan fleksible, budaya perusahaan ini di pakai untuk menghindari pemacu tingkat stress yang terjadi. Hubungan antara karyawan di nightspade ini sangat baik adanya, mereka saling menanamkan rasa kekeluargaan satu sama lain. Pada perusahaan Nightspade ada 4 masalah yang menyebabkan stress pada karyawan. Banyak nya permintaan cline yang sering kali tidak dapat dipenuhi tetapi harus dipenuhi menjadi penyebab stress karyawan yang pertama, yang kedua karyawan perusahaan ini merasa penat dan bosan berada di depan layar monitor terus-menerus menyebabkan stress, yang ketiga sering kali dalam pekerjaan setiap karyawan pasti menglami kendalanya masing-masing jika itu terjadi terus menerus maka akan menimbulkan stress bagi mereka. Terakhir, sering kali lembur juga menyebabkan terjadi nya stress pada karyawan. Untuk itu Perusahaan nightspade mempunyai cara-cara tersendiri dalam meminimalisir setiap permasalahan yang menyebabkan stress ini terjadi. Diantaranya, mengadakan event tahunan berupa liburan atau event-event menarik lainya sehingga karyawan merasa bahagia dan terhibur dengan ada nya event tersebut. Dengan event tahunan ini diharapkan karyawan dapat menjalin kedekatan satu sama lain dan bisa saling berbagi jika mereka sedang dilanda masalah yang akan mengakibatkan terjadinya stress nantinya. Selain itu perusahaan juga membuat cara-cara jitu untuk menghindari masalah yang akan terjadi nantinya terutama masalah yang terjadi dengan clien. Untuk mewaspadai timbulnya penyebab stress yang dapat terjadi karena salah satunya disebabkan oleh klien, maka sebaiknya pihak nightspade membuat sebuah kesepakatan bersama ini mungkin bisa dibuat secara hukum atau cara lainnya yang bisa memperkuat dan menguntungkan kedua belah pihak yakni antara perusahaan dan klien.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 36

Sehingga dapat mewaspadai timbulnya berbagai permintaan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan. Setidaknya bisa sedikit membantu meringankan stres para karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

BIBLIOGRAPHY Arnold, R., Edwards, T., & Rees, T. (2018). Organizational stressors, social support, and implications for subjective performance in high-level sport. Journal Psychology of Sport and Exercise, 39, 204–212. https://doi.org/10.1016/j.psychsport.2018.08.010 Chung, E. K., Jung, Y., & Sohn, Y. W. (2017). A moderated mediation model of job stress, job satisfaction, and turnover intention for airport security screeners. Journal Safety Science, 98, 89– 97. https://doi.org/10.1016/j.ssci.2017.06.005

Deniz, N., Noyan, A., & Ertosun, Ö. G. (2015). Linking Person-job Fit to Job Stress: The Mediating Effect of Perceived Person-organization Fit. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 207, 369–376. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.10.107

Fan, W., Moen, P., Kelly, E. L., Hammer, L. B., & Berkman, L. F. (2018). Job strain, time strain, and well- being: A longitudinal, person-centered approach in two industries. Journal of Vocational Behavior, #pagerange#. https://doi.org/S0001879118301271 Gul, H., Usman, M., Liu, Y., Rehman, Z., & Jebran, K. (2018). Does the effect of power distance moderate the relation between person environment fit and job satisfaction leading to job performance? Evidence from Afghanistan and Pakistan. Future Business Journal, 4(1), 68–83. https://doi.org/10.1016/j.fbj.2017.12.001

Jin, X., Sun, I. Y., Jiang, S., Wang, Y., & Wen, S. (2018). The relationships between job and organizational characteristics and role and job stress among Chinese community correctional workers. International Journal of Law, Crime and Justice, 52, 36–46. https://doi.org/10.1016/j.ijlcj.2017.09.002

Kanki, B. G., Hobbs, A., Barth, T. S., Dillinger, T., King, D., & Alston, G. (2017). Organizational factors and safety culture. Space Safety and Human Performance. Elsevier Ltd. https://doi.org/10.1016/B978- 0-08-101869-9.00014-5 Nam, Y., & Kim, H. (2016). Influences of Organizational Culture Characteristics on Job Attitudes of Organizational Members in Semiconductor Industry. Procedia Computer Science, 91(Itqm), 1106– 1115. https://doi.org/10.1016/j.procs.2016.07.162

Ramlee, N., Osman, A., Salahudin, S. N., Yeng, S. K., Ling, S. C., & Safizal, M. (2016). The Influence of Religiosity, Stress and Job Attitude towards Organizational Behavior: Evidence from Public Universities in Malaysia. Procedia Economics and Finance, 35(October 2015), 563–573. https://doi.org/10.1016/S2212-5671(16)00069-1

Tongchaiprasit, P., & Ariyabuddhiphongs, V. (2016). Creativity and turnover intention among hotel chefs: The mediating effects of job satisfaction and job stress. International Journal of Hospitality Management, 55, 33–40. https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2016.02.009 Troesch, L. M., & Bauer, C. E. (2017). Second career teachers: Job satisfaction, job stress, and the role of self-efficacy. Teaching and Teacher Education, 67, 389–398. https://doi.org/10.1016/j.tate.2017.07.006

Warrick, D. D. (2017). What leaders need to know about organizational culture. Journal of Business Horizons, 60(3), 395–404. https://doi.org/10.1016/j.bushor.2017.01.011

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 37

PERAN PEMIMPIN DALAM MEMBENTUK BUDAYA PERUSAHAAN IDEAL

Priyo Subekti Program Studi Hubungan Masyarakat, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Faktor utama dalam keberhasilan suatu organisasi adalah budayanya. Budaya organisasi secara signifikan dapat mempengaruhi kinerja dan efektivitas perusahaan; moral dan produktivitas karyawannya; dan kemampuannya untuk menarik, memotivasi, dan mempertahankan orang-orang berbakat. Sayangnya, banyak pemimpin yang tidak menyadari dampak signifikan yang dapat dimiliki budaya, sadar tetapi diliputi oleh informasi yang ekstensif dan kadang-kadang bertentangan yang tersedia pada budaya, atau tidak memiliki informasi yang cukup tentang bagaimana membangun dan mempertahankan budaya secara efektif (Warrick, 2017). Selain dipengaruhi oleh faktor internal karyawan seperti motivasi, keinginian naik gaji, dan eksistensi diri, kinerja juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu budaya organisasi seperti faktor gaya kepemimpinan, iklim organisasi, hubungan antar manusia, dan gaya komunikasi dalam perusahaan (Ismail, 2006). Sedangkan definisi budaya organisasi sendiri adalah serangkaian pengetahuan sosial yang dimiliki organisasi berkenaan dengan aturan, norma, dan nilai-nilai yang membentuk sikap dan perilaku karyawan (Layonardo & Adiwijaya, 2016). Hal ini dipertegas hasil riset yang menyatakan kepemimpinan mempunyai hubungan positif antara budaya organisasi yang berorientasi pada fleksibilitas dan kepuasan kerja karyawan (Azanza, Moriano, & Molero, 2013). Lanjut dengan kepuasan kerja karyawan ditentukan oleh gaya kepemimpinan, yang merupakan budaya organisasi sebuah perusahaan (Uzarski & Broome, 2018). Pemimpin memegang peranan yang sangat penting dan diperlukan dalam suatu organisasi. Tanpa adanya pemimpin, tentu akan sangat sulit bagi organisasi/perusahaan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 38 tersebut untuk dapat mengontrol seluruh kegiatan operasional organisasi/perusahaan itu sendiri. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam memberikan arahan kepada karyawan untuk mencapai tujuan organisasi (Tohidi & Jabbari, 2012). Selain itu faktor penting yang menentukan kinerja karyawan dan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan lingkungan adalah kepemimpinan (Widodo, 2006; Antou, 2013). Daya serap dan adaptasi karyawan terhadap budaya baru berhubungan dengan gaya kepemimpinan yang akan mentukan sukses tidaknya sebuah inovasi baru didalam perusahaan (Naqshbandi & Tabche, 2018).

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan di Bank CIMB Niaga yang didirikan pada tanggal 26 September 1955 atas nama Bank Niaga. Dalam ruang lingkup sosial, dibutuhkan seorang pemimpin yang memimpin kelompok tersebut, begitupun dengan ruang lingkup organisasi, dimana kita mengenal struktur didalamnya. Sebuah perusahaan tentu terdapat struktur organisasi yang didalamnya terdapat unsur unsur yang bekerja satu sama lain, dan peran pemimpin diperlukan untuk mengarahkan unsur-unsur tersebut untuk mencapai tujuan dari perusahaan. CIMB Niaga sebagai Bank yang telah terbentuk puluhan tahun lalu, seiring berjalan waktu terus mengalami perubahan. Ketika dalam sebuah perusahaan terjadi perubahan, yang tidak akan berubah adalah peran pemimpin didalamnya. Berdasarkan hasil riset, pendekatan seorang pemimpin dengan bawahannya sangat diperlukan bahkan menjadi faktor yang tidak dapat dilupakan dan harus dimiliki oleh seorang pemimpin, walaupun didalam perusahaan terdapat stratifikasi dan difrensiasi jabatan, namun pada akhirnya interaksi sosial lah yang menghubungkan antara satu dengan yang lain. Dari hasil riset diperoleh bahwa, teamwork tidak dapat terbentuk dengan sendirinya, dalam hal ini seorang pemimpin sebagai sentral pengarah terbentuk iklim kerja yang baik sehingga muncul rasa nyaman dan meningkatkan semangat kerja. Karena, hubungan pekerjaan sebenarnya bukanlah hubungan profesionalitas yang harus dikemas dalam bentuk kaku, namun bagaiman seorang pemimpin mampu menempatkan posisi dia sesuai dengan kondisi sehingga terciptanya hubungan yang baik dan team work yang baik.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 39

Kepemimpinan merupakan komponen penting dalam sebuah organisasi. Selain itu, kepemimpinan sangat penting untuk efektivitas organisasi, dan pengembangan dan perubahan budaya organisasi. Kepemimpinan dalam organisasi memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Ciri atau gaya kepemimpinan ini dapat ditemukan di berbagai study kasus atau contoh kepemimpinan di berbagai organisasi yang berbeda. Perbedaan gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat tergantung dari latar belakang yang berbeda dari anggotanya. Apakah perbedaan negara, pendidikan, umur, budaya dll. Gaya kepemipinan dalam organisasi disii hanya mengikuti kondisi lingkungan organisasi dalam rangka peraihan tujuan secara efektif (Acar, 2012; Shao, 2019). Fokus penelitian ini mengobservasi dan menganalisis peran seorang leader dalam sebuah perusahaan yang memiliki keragaman tenaga kerja. Keragaman dalam hal ini adalah perbedaan dalam hal: karakteristik, umur, agama, pengetahuan, ras, gender dll. Berikut langkah langkah yang dilakukan oleh pemimpin dalam menghadapi keanekaragam dalam sebuah perusahaan:

Perbedaan Latar Belakang dan Karakteristik Para Karyawan Dalam sebuah perusahaan dengan jumlah tenaga kerja yang besar tentunya memiliki keanekaragaman baik dalam hal latar belakang pendidikan, sosial, geografi, umur yang akan mempengaruhi dan membentuk karakter dari masing masing karyawan yang berbeda. Dengan adanya keanekaragaman tersebut maka potensi konflik akan semakin tinggi, untuk menyikapi hal tersebut maka dilakukan langkah: 1) Mempelajari sifat masing- masing individu para karyawan; 2) Meningkatkan sikap toleransi antar sesama karyawan dan manajer; 3) Memberikan ruang bagi para karyawan untuk mengutarakan pandangannya sebab tiap orang memiliki pandangannya tersendiri; 4) Memfasilitasi karyawan sesuai dengan minat mereka; 5) Memberikan respon yang tepat untuk masing-masing karakteristik. Namun sebaik baiknya strategi tetap ada sisi positif dan negatifnya. Berikut tabel sisi positif dan negatif yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 40

Tabel sisi positif dan negatif yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin dalam mengikapi perbedaan latar belakang dan karakteristik para karyawan

(+) Dapat memperlakukan tiap (-) Sulit untuk benar- benar karyawan disesuaikan dengan sifat mengetahui karakteristik tiap /karakteristiknya karyawan

(+) Karyawan akan merasa lebih (-) Diperlukan tenaga dan biaya ektra nyaman dalam pemenuhannya (+) Menciptakan keadilan bagi tiap (-) Berpotensi menimbulkan rasa iri karyawan antara karyawan bila tidak diberi perhatian (+) Atasan dapat mengetahui (-) Sulit untuk menyelaraskan perbedaan pandangan dari para perbedaan yang ada bawahannya

Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda, tidak bisa dipaksakan untuk menjadi satu kepala dan satu pemikiran yang sama, untuk itu kemudian dilakukan peningkatan sikap toleransi antar sesama karyawan dan pimpinan. Terkadang, setiap orang memiliki pandangan berbeda terhadap suatu hal, namun juga memiliki tanggung jawab dalam pekerjaannya. Perbedaan pandangan dan karakteristik bukan masalah besar, dengan ketentuan tetap menjalankan tanggung jawabnya.

Menumbuhkan Kemampuan Kerjasama diantara Karyawan Kemampuan kerjasama tidak dapat dicapai hanya dengan berteori atau dalam tatanan konsep saja, tetapi harus dipraktikan secara langsung. Agar dapat menumbuhkan tingkat kerjasama diantara para karyawan seorang pemimpin perlu melakukan langkah sebagai berikut: 1) Mempelajari dan mencari tahu kemampuan masing-masing karyawan; 2) Menghargai setiap masukan dan pendapat karyawan dari masing-masing tim untuk mencari solusi bagi keberhasilan tim; 3) Membangun rasa kebersamaan yang kuat dengan cara melibatkan semua karyawan dalam tim dalam beraktifitas.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 41

Tabel sisi positif dan negatif dari usaha pemimpin dalam menumbuhkembangkan kemampuan kerjasama diantara karyawan (+) Dapat mengetahui kapasitas (-) Sulit untuk dapat yang dimiliki oleh tiap karyawan dirumuskan/diketahui kemampuan tiap karyawan (+) Memupuk adanya (-) Ada karyawan yang terlibat secara kebersamaan diantara seluruh pasif karyawan (-) Bila terjadi pergantian (+) Dapat menyatukan pendapat kepemimpinan, atau ada karyawan dan mencari solusi yang paling baru yang masuk, biasanya tepat dalam menyelesaikan dibutuhkan brainstorming kembali masalah untuk menyamakan pikiran, terutama bila terjadi masalah di kantor.

Teamwork yang baik terbentuk dari kehadiran, waktu dan pengalaman. Teamwork kan terbentuk dengan sendirinya jika sudah memahami karakteristik dan pekerjaan masing-masing. Dan hal tersebut dibangun bukan dalam waktu singkat. Apalagi bila terjadi pergantian kepemimpinan, atau ada karyawan baru yang masuk, biasanya dibutuhkan brainstorming terlebih dahulu menyamakan persepsi, terutama jika menghadapi permasalahan yang membutuhkan kerjsama tim. Dalam hal ini seorang pemimpin berperan penting dalam pengambil keputusan. Agar proses komunikasi dalam organisasi efektif dan hubungan antar karyawan dengan atasan berjalan harmonis maka langkah pertama mempelajari dan mencari tahu kemampuan masing-masing individu. Kemudian membangun rasa kebersamaan yang kuat dengan cara melibatkan semua individu dalam tim dalam beraktifitas. Ketiga menghargai setiap masukan dan pendapat dari masing-masing tim untuk mencari solusi bagi keberhasilan tim. Memberi contoh dan motivasi pada bawahan agar dapat menyelesaikan tugas sebaik-baiknya.

Peran Pemimpin dalam membina hubungan baik dengan karyawan dan memotivasi para karyawan Salah satu faktor yang dapat memberikan motivasi kerja pada karyawan adalah faktor eksternal yaitu hubungan relasional antar karyawan dan atasan. Semakin bagus hubungan manusia antara karyawan dan atasan maka akan semakin meningkat produktivitas kerjanya (Lukoschek, Gerlach, Stock, & Xin, 2018;

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 42

Brahmasari & Suprayetno, 2009). Berikut langkah yang dilakukan oleh pemimpin untuk membina hubungan baik antar karyawan baik vertikal maupun horizontal: 1) Memberikan empati bila ada musibah yang dialami oleh karyawan; 2) Memberi kepercayaan kepada karyawan untuk melakukan tugasnya dengan baik; 3) Memerhatikan setiap pencapaian yang dihasilkan oleh bawahan; 4) Menegur atau memberi sapaan pada setiap kesempatan yang baik; 5) Mengenal sifat dari masing- masing karyawan; 6) Memberi semangat pada karyawan ketika sedang menyelesaikan tugas yang diberikan; 7) Memberikan empati ketika karyawan menghadapi masalah; 8) Berkomunikasi dengan karyawan secara konsisten.

Tabel sisi positif dan negatif dari usaha Pemimpin dalam membina hubungan baik dengan karyawan dan memotivasi para karyawan (+) Tiap karyawan akan merasa (-) Sulit untuk mengawasi setiap kerjanya diapresiasi karyawan (+) Dapat menciptakan suasana (-) Memungkinkan adanya karyawan kerja yang penuh kehangatan yang merasa tersinggung saat ditegur/tidak disapa (+) Para karyawan akan merasa (-) Ada karyawan yang merasa dipedulikan privasinya diinvasi (+) Meningkatkan kepercayaan diri (-) Bila karyawan kurang teliti akan karyawan dalam melakukan menimbulkan kesalahan/error tugasnya (-) Sulit untuk benar- benar (+) Dapat mengenal masing- mengetahui sifat tiap karyawan masing karyawan dengan baik (-) Berpotensi meruntuhkan (+) Terjalinnya komunikasi yang kewibawaan pemimpin baik dan membuat hubungan semakin erat (-) Ada karyawan yang tidak suka (+) Karyawan dapat lebih terbuka diberi empati kepada atasannya

Seorang pemimpin perlu memberikan arahan dan motivasi kepada pegawai, dan sebagai seorang pemimpin, tidak selalu harus kaku dan berbaur dengan karyawan, salah satunya pada kegiatan team building dan program-program. Team building dan program tersebut menjadi tempat saling berinteraksi dan bertukar pikiran agar terjadi komunikasi 2 arah yang baik antara atasan dengan bawahan. Selain memperkuat hal itu diadakan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 43 momen untuk sharing, ketika di kantor, jam istirahat, ketika pemimpin sedang melakukan monitoring.

Bagaimana pemimpin dalam menanggapi masalah Dalam setiap organisasi maupun perusahaan yang terdiri dari karyawan yang beraknekaragam tentunya potensi masalah yang dapat menimbulkan konflik akan tinggi, maka dari itu pemimpin perlu membuat langkah langkah untuk menyikapinya, yaitu: 1) Mencari tahu persoalan yang sebenarnya terjadi seperti apa; 2) Mencari solusi atas masalah tersebut; 3) Mengajak tim untuk sama- sama menyelesaikan permasalahan tersebut dan untuk menghindari masalah tersebut tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.

Tabel Usaha pemimpin dalam menanggapi masalah (+) Dapat mengetahui akar dari (-) Harus melakukan analisis dengan permasalahan dengan jelas seksama dan teliti (proses panjang) (+) Menemukan berbagai (-) Sulit menentukan alternative alternative yang ada dalam paling tepat untuk dilakukan dalam menyelesaikan masalah penyelesaian masalah (+) Mendorong para karyawan (-) Bila terjadi perbedaan pendapat/ untuk lebih aktif sehingga pengertian akan menghambat proses masalah cepat teratasi penyelesaian masalah

Salah satu langkah yang diambil misalnya mempelajari sifat masing-masing individu, dan memberikan respon yang tepat untuk masing-masing karakteristik. Contoh untuk individu yang tidak suka ditegur langsung didepan umum, maka dipanggil keruangan sendiri. Atau individu yang suka berdebat, maka difasilitasi dengan forum untuk melakukan diskusi. Sebagian besar organisasi yang menghadapi krisis akan bergantung pada bagaimana peran seorang pemimpin dalam mengatasi krisis (Bowers, Hall, & Srinivasan, 2017; Yücel, Karataş, & Aydın, 2013). Ketika krisis tidak terselesaikan, organisasi menyadari bahwa diperlukan gaya kepemimpinan yang tepat dan efektif dalam mengatasi krisis tersebut. Seorang pemimpin organisasi perlu memahami krisis yang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 44 terjadi dan mengambil sebuah keputusan yang tepat dengan memperhatikan kebutuhan organisasi secara objektif.

SIMPULAN Ada beberapa simpulan yang didapat dari langkah-langkah seorang pemimpin dalam membentuk budaya organisasi yang terbuka antara atasan dan bawahan yaitu: 1) Leadership adalah proses menginsprirasi, mempengaruhi dan mengarahkan karyawan untuk berpartisipasi dalam usaha bersama bagi perusahaan; 2) Tantangan kepemimpinan di tempat kerja (perbedaan pada budaya, kepribadian, bahasa, jenis kelamin); 3) Teamwork tidak terbentuk dengan sendirinya; 4) Mengelola hubungan dengan karyawan (empati, komunikasi dengan karyawan); 5) Menyelesaikan masalah dengan segera; 6) Melakukan pembinaan untuk menciptakan kinerja karyawan yang maksimal.

BIBLIOGRAPHY Acar, A. Z. (2012). Organizational Culture, Leadership Styles and Organizational Commitment in Turkish Logistics Industry. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 58, 217–226. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.09.995

Antou, D. O. (2013). Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Kelurahan Malalayang I Manado. Jurnal Emba, 1(4), 151–159.

Azanza, G., Moriano, J. A., & Molero, F. (2013). Authentic leadership and organizational culture as drivers of employees’ job satisfaction. Revista de Psicología Del Trabajo y de Las Organizaciones, 29(2), 45–50. https://doi.org/10.5093/tr2013a7

Bowers, M. R., Hall, J. R., & Srinivasan, M. M. (2017). Organizational culture and leadership style: The missing combination for selecting the right leader for effective crisis management. Business Horizons, 60(4), 551–563. https://doi.org/10.1016/j.bushor.2017.04.001

Brahmasari, I. A., & Suprayetno, A. (2009). Pengaruh motivasi kerja, kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan serta dampaknya pada kinerja perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia). Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 10(2), 124–135.

Ismail, I. (2006). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kepemimpinan dan Kinerja Karyawan Pemerintah Kabupaten-Kabupaten di Madura. Jurnal Ekuitas, 12(55), 18–36.

Layonardo, I. S., & Adiwijaya, M. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan CV X. Jurnal Agora, 4(2), 40–44.

Lukoschek, C. S., Gerlach, G., Stock, R. M., & Xin, K. (2018). Leading to sustainable organizational unit performance: Antecedents and outcomes of executives’ dual innovation leadership.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 45

Journal of Business Research, 91(July), 266–276. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2018.07.003

Naqshbandi, M. M., & Tabche, I. (2018). The interplay of leadership, absorptive capacity, and organizational learning culture in open innovation: Testing a moderated mediation model. Technological Forecasting and Social Change, 133(March), 156–167. https://doi.org/10.1016/j.techfore.2018.03.017

Shao, Z. (2019). Interaction effect of strategic leadership behaviors and organizational culture on IS-Business strategic alignment and Enterprise Systems assimilation. International Journal of Information Management, 44(13), 96–108. https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2018.09.010

Tohidi, H., & Jabbari, M. M. (2012). Organizational culture and leadership. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 31(2011), 856–860. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.12.156

Uzarski, D., & Broome, M. E. (2018). A Leadership Framework for Implementation of an Organization’s Strategic Plan. Journal of Professional Nursing, #pagerange#. https://doi.org/10.1093/jac/dkl061

Warrick, D. D. (2017). What leaders need to know about organizational culture. Business Horizons, 60(3), 395–404. https://doi.org/10.1016/j.bushor.2017.01.011

Widodo, T. (2006). Pengaruh Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi, Kepemimpinan Terhadap Kinerja. Among Makarti, 34(11), 14–35.

Yücel, C., Karataş, E., & Aydın, Y. (2013). The Relationship Between the Level of Principals’ Leadership Roles and Organizational Culture. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 93, 415–419. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.09.213

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 46

MELESTARIKAN BUDAYA ARU LEWAT KOMUNIKASI

1 FX. Ari Agung Prastowo 2 Anwar Sani Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Adat dalam masyarakat adat Aru merupakan nilai-nilai budaya dan norma-norma yang diyakini sebagai sesuatu yang benar sehingga dipakai sebagai pedoman hidup atau penentu arah bagi masyarakat. Adat menentukan perilaku, tindakan dan karya, maksudnya adalah adat digunakan sebagai barometer mana yang layak dikerjakan dan mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk dalam segala aspek kehidupan, baik dalam hubungan sosial antara individu dengan dengan individu, individu dengan kelompok maupun manusia dengan alam. Tantangan yang mengemuka di dalam tatanan Adat Aru adalah adanya modernisasi yang hadir di tengah-tengah masyarakat, gejolak untuk meninggalkan dan menggerus tatanan adat semakian kuat. Hal ini sudah mulai berdampak dengan lunturnya aktivitas upacara adat di masyarakat, namun disisi lain tua tua adat masih mencoba untuk bertahan karena adat aru merupakan warisan leluhur yang harus tetap di jaga dan digunakan sebagai bekal hidup. Hukum adat yang berlaku di masyarakat Aru digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup mereka sendiri, Hukum adat menjalanlan fungsinya sebagao untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ketamakan, pola konsumi hasil kekayaan alam mereka atur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan nafas bagi keluarga dan masyarakat dalam jangka waktu yang lama. Eksistensi Aru tetap terjaga karena adat, adat diyakini mampu melindungi masyarakat untuk menjaga nilai-nilai peradaban di Kepulauan Aru, dengan kata lain adat diyakini sebagai pelindung masyarakat dari bencana, mengingat lokasi Kepulauan Aru yang berada pada plat Australia yaitu laut dangkal yang menyambung dan Australia. Secara hukum adat, Kepulauan Aru merupakan perwujudan dari ikan Paus, kepala ikan Paus ada di desa Kerai, Lidah ikan Paus ada do Durjela, Ekor ikan Paus ada di Batu Kei dan perut ada di desa Maekor.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 47

Berlakunya sistem otonomi daerah seharunya mampu membuka ruang lebih untuk berkembangnuya nilai-nilai kebudayaan yangberlaku di setiap daerah. Dengan kondisi geografis yang ada di Indonesia di mana terbentang luar negara kepulauan dari Sabang sampai Merauke yang memiliki setumpuk keragaman budaya, otonomi daerah bisa menjadi trigger untuk setiap daerah melakukan pengembangan dengan budaya mereka sebagai nilai dasar. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang tersebut menjadi landasan yuridis pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang – Undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah Kabupaten/Kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman adat budaya daerah. Otonomi daerah juga dapat dimaknai sebagai peluang terlebih bagi masyarakat, khususnya masyarakat di daerah untuk mengaksentuasikan dirinya. Isu yang diperjuangkan cukup kuat adalah bagaimana mereka (masyarakat) dapat mengaplikasikan kekayaan budaya lokal yang sarat dengan segala kearifannya. Kearifan budaya lokal (Indigenous Knowledge) dengan semua keahlian yang dimiliki masyarakat adat termasuk hukum adatnya adalah suatu keluhuran nilai-nilai adat masyarakat zaman lampau yang terbukti secara signifikan mampu bertahan dan secara dinamis memberikan nilai-nilai baru dalam proses pemerintahan, pembangunan dan sosial kemasyarakatan. Kearifan nilai-nilai adat komunitas masyarakat yang terikat secara sosial, hukum dan budaya sehingga komunitas yang berbeda memiliki aturan yang disebut adat. Penyamaan pikiran dalam rangka pelestarian adat merupakan kewajiban yang harus dilakukan saat ini, paling tidak 3 (tiga) alasan yang mendasarinya: - Pertama: Adat merupakan sumber nilai, etos, moral dan pengetahuan yang tertanam dalam sistem simbol, bahasa, ideology dan adat istiadat serta menjadi dasar bagi masyarakat dalam bersikap dan bertingkah laku sosial politik dan ekonomis. - Kedua: Identitas kolektif, merupakan kekuatan bersama untuk mengembangkan nilai-nilai adat yang telah mentradisi. Identitas menjadi sebuah kebudayaan mutlak yang harus dimiliki. Menurut Fromm dalam Yusuf identitas sepadan dengan permasalahan “integritas”. Seseorang yang tidak mempunyai identitas yang jelas atau kabur dapat dikatakan sebagai individu yang tidak mempunyai “integritas” pribadi yang kuat. Suatu daerah yang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 48

integritasnya lemah dihubungkan dengan lemahnya jati diri masyarakat tersebut. Jadi, identitas adalah kebutuhan setiap individu maupun masyarakat. Tanpa adanya identitas, eksistensi kolektif sebuah daerah akan sulit diakui (Salam, 2014) - Ketiga: Nilai-nilai adat yang tumbuh dan berkembang sedang mengalami degradasi dan terkikis sehingga mengancam eksistensi masyarakat pemilik adat di berbagai bidang kehidupan. Sesuai dengan Bab XA Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Kemudian ditegaskan dalam Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan pengakuan terhadap kesatuan komunitas masyarakat adat, (Seminar Adat Aru : 2006). Peran pemerintah Daerah untuk tetap melestarikan kebudayaan yang ada di Kepulauan Aru. Salah satu tolak ukurnya adalah memantau penggunaan adat istiadat (yang merupakan salah sati produk dari kebudayaan) di masyawakat Aru. Selain itu, tujuan ini bisa digunaka pemerintah daerah sebagai titik berdiri untuk memandang masalah yang terjadi di masyarakat adat di kepulauan Aru.

HASIL DAN PEMBAHASAN Budaya Adat Kepulauan Aru

Dobo sebagai ibukota Kepulauan Aru saat ini tinggal menyisakan dua desa adat, yakni desa Durjela dan Desa Wangel. Desa Durjela dan Wangel merupakan dua desa yang memiliki sejarah peradaban yang panjang, nilai-nilai adat masih terus dijaga oleh dua desa tersebut. Raja Kepulauan Aru berasa dari desa Durjela, raja pertama bernama Gabriel Barend, kekuasaanya di teruskan oleh raja kedua yang bernama Raja Bastians Barends. Namun pada tahun 1983 Raja Bastians Barends wafat, beliau wafat karena dibunuh oleh rakyatnya sendiri. Raja Raja Bastians Barends dikenal tegas saat memimpin kerajaan, namun dalam sebuah peristiwa penyelesaian masalah di Aru, raja ditikam oleh seseorang yang diduga adalah rakyatnya sendiri, sejak peristiwa tersebut sudah tidak ada lagi keturunan raja yang meneruskan tahta kepemimpinanya. Jika tidak dijaga eksistensinya bukan tidak mungkin desa adat akan hilang terkena dampak modernisasi yang meninggalkan nilai nilai lokal. Pemerintah provinsi sedang memberikan perhatian untuk menghidupkan dan mengembangkan masyarakat adat dan hukum adat. Langkah strategis itu telah

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 49 dituangkan dalam kebijakan lahirnya peraturan daerah nomor 14 tahun 2005 tentang penetapan kembali negeri sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dalam wilayah pemerintahan provinsi Maluku. Peraturan daerah tersebut kemudian diwujudkan dalam rencana strategis pembangunan Provinsi Maluku, didalam renstra disebutkan melakukan upaya upaya revitalisasi nilai-nilai budaya daerah sebagai modal sosial yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan daerah yang berbasis potensi lokal. Salah satu program dalam bidang hukum ialah inventarisasi dan kodifikasi hukum adat dalam peraturan daerah berbagai bidang, (Saptenno: 2006). Ditegaskan oleh Titahelu dalam (Saptenno : 2006), bahwa masyarakat adat merupakan masyarakat yang memiliki lembaga lembaga sosial, ekonomi dan budaya serta politik secara turun temurun serta memiliki hukum yang terwujud dalam kaidah- kaidah atau norma-norma yang terikat pada nilai dan pandangan hidup mereka, dan semuanya itu tampak secara khsuus bila dibandingkan dengan masyarakat lain di dalam negara yang bersangkutan. Dalam konteks ini, pemeritah bukan sekedar meminta persetujuan atau kesepakatan, tetapi lebih dari itu. Pemerintah harus memberikan akses yang luas kepada masyarakat adat untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan, sehingga mereka tidak termarjinalisasi. Temuan peneliti dalam kehidupan masyarakat adat Aru, hukum adat masih digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Kepulauan Aru, bahkan hukum adat menjadi landasan hukum utama. Ketika hukum adat tidak dapat menyelesaikan masalah maka baru digunakan hukum positif pemerintah. Fenomena ini terlihat juga ketika TNI-POLRI terlibat dalam menyelesaikan masalah, mereka tidak serta merta menggunakan hukum positif, tetapi menyelesaikan terlebih dahulu dengan m+usyawarah ala adat Aru. Hal ini sebagai bukti bahwa Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru menghargai hukum adat yang masih digunakan di Kepulauan Aru. Contoh lainya adalah saat konflik kepemilikan yang terjadi di desa Wangel. Marga Jansen dan Barends sedang ada masalah petuanan, dimana kedua marga tersebut akan membuat sertifikat tanah dengan mengikuti program nasional subsidi sertifikat tanah gratis (prona), oleh karena itu sebelum di sertifikatkan kedua marga tersebut dengan tua tua adat dan kepala desa menyelesaikan perbedaan batas tanah yang mereka miliki. Pihak agraria kota Dobo tidak bersedia menerima pengurusan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 50 sertifikat tanah tersebut jika tidak dilampirkan hasil kesepakatan adat antara keduabelah pihak. Fenomena di Kepulauan Aru semestinya menjadi gambaran atau pun refleksi pemerintah, masyarakat adat seyogyanya menjadi bagian dari struktur pemerintahan negara pada umumnya, dan harus diposisikan sebagai bagian integral dalam proses pembangunan. Partisipasi aktif masyarakat adat harus direspon secara positif oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan, masyarakat adat jangan dibangun berdasarkan kemauan pemerintah semata. Masyarakat adat harus diberikan kebebasan untuk berkreasi sesuai potensi yang dimiliki sehingga terjadi keseimbangan. Kebijakan pembangunan harus integrated dengan tetap berbasis pada masyarakat adat yang mempunyai hukum adat, sebagai bagian dari sistem hukum nasional yang patut diakui eksistensinya. Faktanya, dari hasil observasi di lapangan aktivitas ucapara adat sudah mulai pudar, upacara adat yang masih dilaksanakan adalah sasi laut/darat, upacara perkawinan dan penerimaan tamu penting yang berkunjung ke desa Wangel dan desa Durjela. Adapun hukum adat yang masih ada Sir dan hukum adat urlima. Sir merupakan satu tanda larangan dalam upaya menuju proses damai serta memiliki bobot nilai sakral yang diyakini secara tradisi dapat menyelesaikan suatu konflik dan atau satu kontra sosial. Sir terbagi atas 4 bagian dan masing-masing memiliki fungsi dan ciri yang berbeda-beda, tetapi mempunyai tujuan yang sama yakni melerai suatu sengketa atau konflik menuju suatu proses perdamaian. - Sir yang disimbolkan dengan Kain Putih, direntang dipatas dua kubu yang bertikai atau juga dijalan atau juga didepan kampung, semuanya menunjukkan bahwa daerah itu aman. - Sir yang disimbolkan dengan Kain Sarung, sama fungsinya dengan penjelasan pada poin pertama - Sir yang disimbolkan dengan menyingkap Jumbai Kain Sarung, untuk melerai sengketa kedua belah pihak - Sir yang disimbolkan dengan Janur Kuning (Tumbak Kelapa) - Sir yang disimbolkan dengan Sabuan. Disamping tanda Sir ada lagi cara yang dipakai untuk mencari sebuah kebenaran atas sebuah masalah yang diperdebatkan. Cara itu disebut Molo Sabuan (menyelam). Hal ini pernah di tuturkan oleh kepala Desa Durjela, bahwa pada masa kekuasaan Belanda, petuanan setempat bersitegang dengan Belanda memperebutkan batas perairan, hakim kemudian menanyakan kepada keduanya, berapa meter kedalaman laut

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 51 yang mereka miliki. Masing-masing menyebutkan jarak yang berbeda-beda, kemudia hakim memerintahkan untuk mengukurnya dan ukuran yang mendekati benar adalah milik masyarakat setempat, sehingga hak kepemilikan jatuh kepada petuanan lokal, (Seminar Adat Aru: 2006). Contoh- contoh hukum adat yang hampir punah tersebut harus segera dilestarikan kembali, karena hal itu menjadi kekuatan tersendiri bagi masyarakat adat dalam memberdayakan kekayaan alam yang dimiliki kepulauan Aru. Pemerintah Daerah Aru harus tetap menjaga nilai-nilai budaya lokal yang ada di kepulauan tersebut. Tidak hanya nilai-nilainya saja, namun juga bentuk fisk yang memegang teguh nilai-nilai tersebut, yaitu masyarakatnya. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, masyarakat penganut budaya tersebut tidak boleh termarjinilisasi. Harus dilibatkan secara aktif dalam perumusan program kerja untuk Tanah Aru. Masih kentalnya adat istiadat serta nilai-nilai kebudayaan di Tanah Aru bisa menjadi pisau bermata dua. Jika relasi dengan masyarakat setempat yang masih memegang teguh adat istiadat dibina dengan baik, hal tersebut bisa menjadi sebuah peluang untuk mengembangkan berbagai sektor di Aru dan daerah sekitarnya. Nilai-nilai adat istiadat tersebut bisa menjadi core value dalam mengembangkan brand bagi Aru dalam upaya mengembangkan sektor pariwisata di sana. Menurut Zavattaro, seluruh bagian dari brand harus bisa live the brand dan deliver the brand (Zavattaro, 2014). Selain menyampaikan brand tersebut, maka masyarakat dan seluruh komponen dari brand tersebut harus bisa memahami nilai inti brand tersebut dan juga “hidup” dalam brand tersebut. Masyarakat dalam pembagian publik yang dikemukakan oleh Ronald D.Smith, masyarakat di kepulauan Aru berperan sebagai producers. Mereka yang menciptakan nilai dan juga yang “menghidupkan” brand dalam keseharian. Sudah seharusnya pemerintah daerah setempat mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mengembangkan brand Aru dan daerah disekitarnya, terutama dalam bidang pariwisata. Selain itu, masyarakat bisa menjadi modal sosial bagi pemerintah daerah setempat. Modal sosial (social capital)n merupakan norma-norma dan hubungan sosial yang melekat dalam struktur sosial masyarakat dan memungkinkan orangorang untuk mengkoordinasikan kegiatan serta mencapai tujuan yang diinginkan (World Bank, 1998). Sejalan dengan definisi tersebut, Woolcock dan Narayan (2000) menyatakan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 52 bahwa modal sosial merupakan norma dan jaringan kerja yang memungkinkan orang melakukan sesuatu secara bersamasama. Namun jika tidak dibina dengan baik, maka masyarakat setempat beserta nilai- nilai adat istiadatnya bisa menjadi limiter. Menurut Smith, Limiter adalah publik yang menghambat sebuah organisasi atau insitusi untuk mencapai goals (Smith; 2005). Jika hal tersebut terjadi, tentunya akan membuahkan kerugian bagi pemerintah Aru sendiril. Pengembangan di berbagai macam sektor akan terhambat karena hubungan yang baik dengan masyarakat yang menjadi habitat adat istiadat tersebut tidak terjalin dengan baik.

SIMPULAN Masyarakat adat di Kepulauan Aru memiliki sejumlah potensi nilai budaya yang dapat dijadikan sebagai modal sosial dalam pembangunan di Kepulauan Aru. Pemerintah bersama dengan masyarakat adat harus membangun relasi yang kuat sebagai pondasi pembangunan di Kepulauan Aru, oleh karena itu semangat kebersamaan, persaudaraan maupun gotong royong harus selalu dikembangkan. Dengan kata lain, masyarakat adat harus memiliki kesadaran untuk mengembangkan potensi nilai-nilai budaya, adat istiadat. Hal ini bukan semata-mata tugas pemerintah semata, pemerintah harus menjadi fasilitator untuk menggunakan potensi-potensi adat istiadat yang ada sebagai “peluru” dalam pembangunan di Kepulauan Aru. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertahankan dan melestarikan adat istiadat melalui berbagai kebijakan pemerintah. Masyarakat adat adalah producers dan juga enablers bagi program pengembangan sectoral yang dilakukan oleh pemerintah Aru. Namun mereka bisa menjadi limiters yang membatasi ruang gerak Pemerintah Aru dalam mengembangkan daerahnya. Semua itu tergantung relasi yang terjalin antara pemerintah dan stakeholder- nya, termasuk di antaranya adalah masyarakat adat.

BIBLIOGRAPHY Dewan Adat Aru. 2006. Laporan Seminar Adat Aru.

Leatemia. 2006. Peranan Hukum Adat Bagi Pembangunan Daerah Kepulauan Aru.

Salam, N. E. (2014). Strategi komunikasi dan budaya dalam mempertahankan identitas masyarakat melayu . Seminar Nasional Politik, Birokrasi, Dan Perubahan Sosial.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 53

Saptenno. 2006. Hukum Adat Dalam Kebijakan Pemerintah Daerah.

Smith, Ronald. 2005. Strategic Planning for Public Relations. New Jersey: Lawrence

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 54

PERUBAHAN BUDAYA DAN MASA ADAPTASI MAHASISWA RANTAU DI KAMPUS UNIVERSITAS PADJADJARAN

Evi Novianti Program Studi Magister Pariwisata, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Adanya perbedaan budaya di dalam kehidupan sehari-hari yang di alami oleh kalangan mahasiswa Unpad sangatlah beragam. Penulis mendapatkan informasi langsung dari narasumber yang merasakan sendiri proses penyesuaian budaya. Topik yang penulis angkat ialah mengenai mahasiswa rantau dan penyesuaiannya dengan lingkungan yang baru. Topik ini diangkat karena penulis merasa bahwa masalah ini sangat sering dialami oleh para mahasiswa khususnya mahasiswa Universitas Padjadjaran yang datang dari berbagai latar belakang tempat, kebudayaan, nilai, norma, dan sebagainya. Banyaknya mahasiswa terutama mahasiswa baru yang datang ke Jatinangor membawa kebiasaan lamanya dari tanah asalnya dan harus menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat (Sunda) di lingkungan Universitas Padjadjaran itu sendiri. Banyak yang berhasil, namun tidak sedikit pula yang merasa kesulitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai masalah-malasah yang timbul dari perbedaan nilai dan budaya yang dialami oleh individu. Hasilnya menunjukkan bahwa banyak perbedaan yang terdapat pada kebudayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Ambon, Toraja, Surabaya, yang berada di Jatinangor. Ada banyak perbedaan, misalnya bahwa masyarakat Ambon terbiasa dengan masyarakat yang bertutur kata keras dan intonasinya cepat, serta etnik ini tergolong ke dalam konteks budaya rendah. Lalu ada pula kebiasaan makan etnik Ambon yang terbiasa untuk menyantap ikan segar sebagai panganan utamanya dan hal ini tidak bisa tidak harus selalu dilakukan. Namun ketika harus bermigrasi ke Jatinangor, tiap harinya Lisa terpaksa untuk menyantap ayam. Mahasiswa yang berasal dari Tana Toraja yang bermigrasi di Jatinangor tidak tebiasa dengan kebiasaan tersebut seperti mahasiswa yang datang dari Kota Ambon, pendatang dari Tana Toraja ini

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 55 penduduknya bertutur kata halus dan lemah lembut. Perbedaan budaya etnik Ambon yang bermigrasi di tataran Sunda serta cara adaptasi di lingkungan barunya.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan deskriptif. Menurut Morrisan (2012:37) metode deskriptif bertujuan untuk menjelaskan suatu kondisi sosial tertentu. Di artikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya. Atau juga akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan, mentes hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi walaupun penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut mencakup juga metode deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan pengamatan yang bersifat ilmiah yang dilakukan secara hati-hati dan cermat dan karenaya lebih tepat dan akurat. Informan dalan pnelitian ini adalah Lisa Christi Lamba dan Aldrian Rivaldo Salamor. Lisa Christi Lamba atau yang akrab dipanggil Lisa merupakan mahasiswi yang berasal dari Ambon namun sebelumnya sudah sempat berpindah-pindah ke Tana Toraja dan Surabaya, dan pada saat ini ia bertempat tinggal di Jatinangor. Lisa merupakan mahasiswi Fakultas Teknik Geologi di Universitas Padjadjaran yang mendapatkan beasiswa kerjasama Universitas Padjadjaran dengan Pemerintah Propinsi Maluku.

HASIL DAN PEMBAHASAN Aldrian Rivaldo Salamor atau yang biasa disapa Aldrian juga mahasiswa Fakultas Teknik Geologi angkatan 2017 yang merantau dari Ambon ke Jatinangor. Pun sama seperti Lisa, ia merupakan penerima beasiswa hasil kerjasama antara Universitas Padjadjaran dengan pemerintah provinsi Maluku. Namun, berbeda dengan Lisa, sebelum pindah ke Jatinangor untuk meneruskan pendidikan, Aldrian tidak pernah tinggal di tempat lain selain tanah asalnya, sehingga pada wawancara yang peneliti lakukan, peneliti menemukan dua perspektif yang berbeda antara seseorang yang sudah beberapa kali berpindah-pindah tempat tinggal dan seseorang lainnya yang baru kali ini

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 56 harus beradaptasi dengan perubahan yang drastis antara kondisi sosial budaya daerah asalnya dengan tempat migrasi yang baru yaitu Jatinangor. Saat pertama peneliti datang ke Asrama Padjadjaran 3 tempat dilakukannya wawancara, peneliti langsung disambut dengan senyuman hangat dari Lisa dan Aldrian yang rupanya sedang berkumpul untuk mengerjakan tugas kuliah. Peneliti yang disambut dengan hangat menjadi tidak ragu untuk langsung berkenalan dengan Lisa dan Aldrian dan dilanjutkan dengan berbincang-bincang santai. Menurut peneliti bertemu Lisa dan Aldrian bukan seperti sedang mewawancarai dua orang narasumber, melainkan seperti sedang bertemu dengan dua orang kawan lama. Aldrian yang pemalu. Obrolan hangat peneliti buka dengan pertanyaan mengenai tempat asal Lisa. Kemudian, Lisa bercerita bahwa ia memiliki dua darah Ambon dan Toraja. Ia bercerita tentang perbedaan dua kebudayaan tersebut yang cukup signifikan. Ia juga bercerita bahwa ia lahir di Ambon namun sempat berpindah ke Surabaya. Ia menghabiskan beberapa tahun hidupnya di Surabaya saat ia menempuh pendidikan di Sekolah Dasar karena ia harus mengikuti orang tuanya yang bertugas di sana. Dari Surabaya, Lisa kemudian kembali lagi ke Ambon. Ia bercerita bahwa sebagai anak bungsu, ia tidak punya pilihan selain untuk mengikuti ke mana pun orang tuanya bertugas. Kemudian Lisa bercerita tentang kondisi geografis Tana Toraja dan Ambon yang sungguh berbeda. Tana Toraja berada di provinsi Sulawesi Selatan dan bertempat di dataran tinggi hingga pegunungan yang sejuk. Sedangkan, di Ambon, katanya, ia bertempat tinggal di daerah di dekat pantai sehingga di sana berudara panas cenderung berangin. Ambon sendiri adalah ibukota dari provinsi Maluku yang memiliki beberapa pulau. Dari situ, ia harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan pegunungan dan pantai yang jauh berbeda. Ternyata walaupun sama-sama berada di daerah Timur rupanya Ambon dan Toraja memiliki berbagai perbedaan. Lisa bercerita, “Nah, iya, beda banget. Kalau di Toraja, kan, yang paling terkenal itu adalah upacara kematiannya. Ada yang tahu, mungkin, ya? Kan, (di kebudayaan Toraja) pemakamannya nggak masuk ke tanah ya. Nah, kalau di Toraja, ada yang namanya patane, jadi dibuat rumah khusus yang isinya adalah peti-peti (mati). Rumahnya dibuat khusus untuk satu keluarga (besar). Jadi, disusun dari nenek moyang, dari bawah sampai ke atas yang baru meninggal,” Ceritanya. “Jadi, di sana ada banyak pilihan. Ada juga yang (memilih untuk dikubur) di goa. Sedangkan kalau di Ambon, kan, harus di tanah (dimakamkannya). Dan,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 57 sorry, banget, nih, karena aku kan Kristen, jadi, (prinsipnya adalah) dari tanah harus kembali ke tanah. Dan kalau kita bicarain dari segi budayanya juga beda banget. Kayak misalnya tentang marga. Kalau di Toraja, aku bisa milih gitu, (aku) bisa memilih (antara marga) mamaku atau papaku, atau bahkan dari oma! Tapi, kalau di Ambon, marga semua orang itu ikut ke orang tua laki-laki. Tapi, karena papaku dari Toraja, aku ngambil marga papa aku. Tapi aku bisa saja ambil marga omaku (dari ibu). Tapi, aku lebih milih marga papa supaya gampang (karena sedari lahir, Lisa sudah memakai marga ayahnya. Karena kalau (mau) ganti marga berarti aku harus ganti akte dan surat-surat lainnya. Aku ditanya mau marga apa itu pas umur aku 17 tahun.” Lisa menjelaskan kembali mengenai perbedaan dari sisi upacara kematian adat Toraja dan Ambon. Di Toraja, ada yang disebut dengan patane, yaitu rumah khusus yang sengaja dibuat untuk menyimpan peti mati-peti mati keluarga dan leluhur. Sedangkan, menurut agama yang Lisa anut yaitu Kristen, percaya bahwa orang yang meninggal akan (harus) kembali ke tanah. Lisa juga menjelaskan bahwa bisa saja dia mengganti marganya, namun hal tersebut akan memakan banyak waktu dan biaya untuk mengurusnya. Untuk memilih marga tersebut, Lisa menjelaskan bahwa tidak ada paksaan dari pihak mana pun. “Jadi misalkan kalau aku lebih merasa dekat sama keluarga dari pihak mana, misalnya dari mama, ya, aku boleh ambil marga dari pihak mama, kayakk gitu,” ungkap Lisa. Karena sebelumnya Lisa sempat berpindah-pindah, maka kami menanyakan apakah ada penyesuaian terhadap lingkungan baru. Lisa bercerita, “Ada sih. Beda sih rasanya kalau ngerasain bedanya tinggal di Ambon, Toraja, sama Surabaya, dan Jatinangor. Hahaha. Kalau di Ambon, karena aku lahir di sana, aku jadi sudah terbiasa sama (kebiasaan) orang-orang di sana. Jadi, kalau di Toraja, kan, kebanyakan di sana banyak keluargaku yang sudah sepuh. Jadi, kalau aku mau bicara, tuh, harus pelan-pelan dan halus gitu. Tapi, beda ceritanya dengan kalau aku sedang di Ambon. Di Ambon, tuh, suara (orang- orang)nya gede-gede gitu dan (kata-katanya cenderung) kasar. Nah, kalau ke Toraja, aku suka dimarahin “Hei, kalau bicara itu yang sopan, dong!” Ia kemudian tertawa. “Mungkin karena aku sudah biasa dan tinggal di pantai jadi bicaranya teriak-teriak, jadi aku kayakk bicaranya kegedean (akan) dimarahin. Dan orang-orangnya, kayakk di Surabaya, orang- orang di Surabaya itu kayakk nggak terlalu pedulian (dengan apa yang dilakukan orang lain). Kalau aku sedang di rumah, ya sudah, aku di rumah aja, gitu; nggak main lagi sama orang-orang di rumah samping (tetangga). Tapi, kalau di Ambon, tuh, aku ngerasa kalau

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 58

(rasa) kekeluargaannya ada banget, gitu. Jadi misalnya, kayakk waktu siang gitu, aku lagi lapar, tapi lagi kosong, nih, rumah aku (nggak ada makanan.) Aku boleh aja main ke rumah mana (orang lain/tetangga) buat numpang makan. Tapi kalau di Surabaya, walaupun sudah kenal sama tetangga, masih ada rasa nggak enaknya, gitu. Jadi lebih tanah kelahiran aku jadi emang nyamannya di sana (Ambon). Terus, kalau soal penyesusaian, yang paling susah tuh (masalah) bahasa. Karena tiga-tiganya (punya) Bahasa yang beda banget, gitu. Di Toraja, bahasa Torajanya ada lagi (banyak macamnya). Apalagi kalau aku tinggal di Toraja, aku nggak dibolehin (bicara) bahasa umum gitu, kayak bahasa Indonesia. Mereka lebih sering bicara bahasa Toraja, kalau bukan Bahasa Toraja halus ya berarti Bahasa Toraja yang dicampur dengan Bahasa Indonesia. Nah, aku, tuh, susah banget buat menyesuaikan diri dengan (pergaulan) anak- anak muda di sana. Jadi, mau bicara, ya, susah; terus, mereka, kan, (tinggal di) perkampungan gitu, ya. Bisa dibilang kalua mereka tinggal di pelosok. Jadi, (kemampuan mereka untuk berbicara) Bahasa Indonesia itu sangat kurang. Makanya, kalau aku mau ke mana-mana, aku harus ditemani oleh oomku yang mengerti ngerti Bahasa Indonesia dan Bahasa Toraja. Dengan omaku pun, aku harus bicara dengan pelan-pelan sekali, karena (kemampuan) berbahasa Indonesia omaku itu tidak terlalu fasih. Lalu, kalau di Surabaya, kan, (orang-orang di sana banyak yang memakai) Bahasa Jawa. Dulu, kan, aku sekolah SD di Surabaya. Menurut aku, anak kecil lebih mudah menyesuaikan diri gitu. Jadi, karena aku dulu suka ikut-ikutan teman, jadi (penyesuaian dirinya lebih) mudah.” Lisa menjelaskan bahwa ada banyak perbedaan nilai-nilai sosial budaya dan kebiasaan masyarakat di setiap daerah yang ia tempati. Maka dari itu, cara beradaptasinya pun berbeda-beda. Di Ambon sendiri yang menjadi tanah kelahiran Lisa, orang-orang di sana terbiasa untuk berbicara dengan nada suara yang keras dan besar. Sedangkan di Toraja, masyarakatnya cenderung untuk bertutur kata dengan halus dan secara sopan. Bahkan, saking jauhnya kampung Lisa di Toraja dengan perkotaan, masih banyak sesepuh dan saudara-saudara Lisa yang kurang fasih berbicara bahasa Indonesia. Sementara itu, pada saat di Surabaya, ia merasa bahwa proses penyesuaian diri dengan lingkungan dan masyarakat Surabaya terasa lebih mudah karena pada saat itu ia masih kecil dan cenderung untuk mengikuti perilaku teman-teman sebayanya. Lisa yang pernah beberapa kali berpindah-pindah tempat tinggal, tetap perlu melakukan penyesuaian saat pertama kali pindah ke Jatinangor. Walaupun pernah

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 59 tinggal di Pulau Jawa— lebih tepatnya Surabaya—tetapi budaya dan kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakat Surabaya dan Jatinangor sangat berbeda. Masyarakat Surabaya sangat kental dengan budaya Jawa Timur; sedangkan di Jatinangor budaya yang diusung adalah budaya Sunda. Lisa mengatakan bahwa penyesuaian bahasa sangat memegang peranan penting dalam proses penyesuaian dirinya dengan lingkungan yang baru. Kemudian Lisa menceritakan pengalamannya pertama kali bertandang ke Jatinangor. Saat pertama kali ia datang ke Jatinangor, Lisa agak canggung karena masyarakat di Jatinangor berbicara dengan sangat halus. Lisa yang berasal dari Ambon sering dikira sedang marah, karena gaya berbicaraya yang keras sekaligus cepat. Lisa juga bercerita bahwa jika ia sedang berkumpul dengan teman-temannya yang sama- sama berasal dari Ambon, mereka sering dikira sedang adu mulut oleh teman-teman sefakultasnya yang tidak berasal dari Ambon. Lisa dan teman-temannya adalah penerima beasiswa. Lisa bercerita, ketika Presiden berkunjung ke Maluku karena ada peresmian suatu jembatan, saat itu juga baru ditemukan Blok Masala, sebuah tambang migas abadi. Karena adanya tambang migas itulah Presiden memberikan mandat kepada gubernur Maluku untuk, menyekolahkan anak-anak asli Ambon untuk mempelajari ilmu teknik geologi untuk nantinya dapat menjadi memimpin Blok Masala apabila Blok Masala tersebut sudah dapat dimanfaatkan. Lisa bercerita bahwa ada 48 orang mahasiswa Ambon penerima beasiswa tersebut yang sekarang tengah menuntut ilmu di Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran. Berdasarakan pengamatan adaptasi Lisa secara pribadi dengan Fakultas Teknik Geologi yang identik dengan maskulinitasnya. Lisa menjawab bahwa tentu saja dia perlu menyesuaikan diri dengan kondisi dan stigma yang beredar di lingkungan kampus tentang fakultas tempat ia belajar, namun ia berpendapat bahwa karena pada dasarnya perempuan-perempuan Ambon tidak terlalu feminin, maka penyesuaian tersebut tidak begitu berarti. Ia kemudian bercerita bahwa di Ambon, perempuan dan laki-laki sama- sama dididik untuk bekerja keras, sehingga ia mengakui bahwa kekuatannya secara fisik hampir setara dengan teman-teman laki-lakinya. Lisa mengatakan bahwa dirinya lebih memilih untuk menyesuaikan diri di tempat di mana dia tinggal; bukan meninggalkan budaya aslinya. Jika sedang tinggal di Ambon,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 60 maka dia jadi anak Ambon dengan segala ciri khas yang telah menempel di dalam dirinya. Walaupun di Unpad, jika berbicaranya dengan anak-anak Ambon, ya, dengan logat Ambon. Namun, jika berbicara dengan dosen, ia berusaha untuk melepaskan logat daerahnya. Ketika ditanya apakah lingkungan fisik Jatinangor berpengaruh dengan cara Lisa berperilaku, dia mengiyakan pertanyaan tersebut. Ia bercerita bahwa di tempat asalnya, jarang sekali ada tindakan criminal. Berbeda dengan Jatinangor yang sedikit- sedikit ada kericuhan. Dia juga menjelaskan kalau dia waswas tinggal di Jatinangor, karena hal tersebut. Ia juga menceritakan bahwa salah satu keunikan yang ada di FTG adalah budaya mahasiswa laki-laki yang harus selalu menjaga dan menemani para mahasiswi perempuan FTG. Jadi, kalau Lisa dan kawan-kawan perempuannya ingin bepergian, bisa dipastikan bahwa selalu ada mahasiswa laki-laki yang menemani untuk sekaligus menjadi pelindungnya di luar sana. Lalu Lisa menjelaskan kalau dia rindu bermain di pantai, karena biasanya tiap akhir pekan ia terbiasa untuk pergi ke pantai. Lisa juga mengatakan kalau dia sering sekali homesick. Lisa mengatakan bahwa makanan di Jatinangor sangat berbeda dengan di Ambon. Ada banyak makanan yang baru ia temukan saat ia tinggal di Jatinangor, seperti nasi gila dan soto babat. Karena di Ambon, makanan paling sering ia jumpai adalah ikan, terutama ikan laut. Ia menjelaskan bahwa di Ambon ikannya segar-segar, sedangkan di Jatinangor ikannya sudah tidak segar, bahkan rasanya seperti berpasir. Cara menyembuhkan rindu itu, karena di asrama tempat Lisa tinggal tidak disediakan kompor, kadang-kadang ia dikirimi bahan-bahan makanan khas Ambon langsung dari Ambon. Jika ada orang tua teman-temannya yang datang, biasanya mereka akan membawa lemon cina dan ikan yang sudah diasap. Kalau semua bahannya sudah ada, biasanya para mahasiswa Ambon akan berkumpul dan bersama-sama membuat colo-colo. Colo-colo adalah semacam cocolan, atau dip khas Ambon. Biasanya mereka mencocol ikan asap atau makanan apa pun ke dalam colo-colo. Lisa pernah mengalami culture shock atau gegar budaya selama di Jatinangor. Pertama kali masuk ke Fakultas Teknik Geologi, anak-anak dari Ambon tidak merasa cocok bila bermain bersama dengan anak-anak yang asli Bandung karena mereka sering cekcok. Mahasiswa-mahasiswa asli Bandung memandang bahwa anak-anak Ambon memiliki gaya berinteraksi yang berbeda dan terbelakang. Namun, karena Lisa sudah sering berpindah-pindah tempat tinggal, jadi hal ini tidak terlalu mengganggu Lisa.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 61

Namun hal yang berbeda dirasakan oleh mahasiswa-mahasiswa yang sejak kecil tinggal di Ambon. Biasanya mereka cepat tersinggung dengan perilaku mahasiswa-mahasiswa asli tanah Bandung. Hal yang sama pun dirasakan oleh mahasiswa asli Bandung yang sulit menerima cara anak Ambon berbicara. Karena anak Ambon berbicara dengan aksen yang cepat dan keras, jadi anak Bandung mengira bahwa anak Ambon memang sengaja berbicara seperti itu agar mereka tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Padahal, kenyataannya memang seperti itulah cara berbicara orang Ambon. Namun sekarang, keadaannya sudah berbeda. Masing-masing dari pihak mahasiswa Ambon dan mahasiswa Bandung sudah sama-sama menyesuaikan diri. Mahasiswa Ambon berusaha untuk berbicara dengan lebih lembut; mahasiswa Bandung berusaha untuk tidak membuat gaya-gaya khas mahasiswa Ambon sebagai lelucon. Memang, penyesuaian tersebut membutuhkan waktu. Teman-teman Lisa, pada awalnya banyak yang bersikeras untuk tidak ingin menyesuaikan diri. Namun seiring dengan berjalannya waktu, mereka luluh untuk mulai menyesuaikan diri. Lisa juga mengatakan bahwa orang tuanya mengerti akan perbedaan budaya yang mungkin terjadi, karena orang tua Lisa pernah tinggal di Jawa. Tapi bagi mahasiswa yang tidak pernah tinggal di tempat lain selain di Ambon, didikan orang tua mereka memang keras, jadi sedikit lebih sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Selanjutnya, Aldrian mulai bergabung bersama kami. Ia adalah salah satu dari mahasiswa asli Ambon yang tidak pernah tinggal di tempat lain selain tanah kelahirannya. Jadi, pengalamannya pindah ke Jatinangor merupakan pengalaman pertamanya untuk tinggal di “tanah orang”. Dia mengatakan bahwa suasana di Jawa sangat berbeda dengan di Ambon, baik nilai-nilai yang dianut penduduknya mau pun bahasa yang dipergunakan oleh masyarakatnya sehari-hari. Karena Aldrian sudah sejak lama tinggal di Ambon dan di Ambon ia jarang menggunakan Bahasa Indonesia, maka dia kesulitan untuk berbicara dengan Bahasa Indonesia. Akhirnya, kami meminta dia untuk menggunakan bahasa Ambon saja, dan Lisa yang mengartikannya kepada kami. Ini merupakan pengalaman yang unik untuk mendengar bahasa asli Ambon yang dipraktekkan langsung oleh para penutur bahasa aslinya.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 62

Aldrian dan Lisa sepakat bahwa di Jatinangor, yang berbeda adalah rasa kebersamaan dan saling menopang hidup satu sama lain. Di Ambon, perumahan itu berdekatan antar sanak saudara. Mereka juga bercerita bahwa terdapat ‘Rumah Tua’, yaitu rumah yang biasa digunakan untuk berkumpul saat ada rapat keluarga, pertunangan, dan acara-acara lainnya, atau bahkan sekedar makan dan menonton televisi bersama. Budaya di sana yang sudah bertahun-tahun melekat dalam diri mereka pun akhirnya terbawa sampai di sini: di sini, mereka memilih basecamp putri dan putra, biasanya yang dipilih untuk menjadi basecamp adalah anak yang paling asyik dan memiliki jiwa humor yang tinggi. Untuk putra, Aldrian mengaku bahwa kamarnyalah yang dipilih menjadi basecamp. Sampai di pertanyaan terakhir, kami menanyakan mengenai apa nilai-nilai yang dapat diambil dari pengalaman mereka untuk merantau ini. Lisa menjelaskan bahwa mereka jadi belajar cara menghadapi masalah, karena di sini, seluruh tanggung jawab atas diri mereka dipegang sendiri oleh mereka. Mereka juga belajar untuk harus berpikir dua kali sebelum membuat keputusan. Hidup jauh dari keluarga juga mengajarkan agar berhemat. Dan terakhir belajar mengkontrol emosi, karena Lisa bercerita bahwa ketika di Ambon, jika ada seseorang yang marah, ya, mereka tinggal marah saja. Biasanya tidak ada yang mau mengalah. Dan terakhir tapi paling utama, adalah pengalaman mereka untuk belajar bahasa Sunda.

SIMPULAN Proses adaptasi merupakan salah satu dari beberapa ciri-ciri pokok dari makhluk hidup, termasuk manusia. Penyesuaian diri dengan para pendatang demi terciptanya lingkungan masyarakat yang harmonis dan minim konflik, ada banyak perbedaan yang terdapat pada kebudayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Ambon, Toraja, Surabaya, dan Jatinangor.

BIBLIOGRAPHY Bungin, B. (2013). Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Gibson, Robert. Intercultural Business Communication. Oxford. NewYork. 2002

Jandt, Fred E. An Introduction to Intercultural Communication (Identities in a Global Community). Sage publications. 2013

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 63

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rahmat. 2006. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Samovar, Larry A. Richard E Porter. Communication Between Culture. Thomson Wadaworth. 2003.

Soekanto, S. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Suryabrata, Sumardi. 2012. metode penelitian. Jakarta. PT. raja grafindo Persada. 2012;76

Sztompka, Piotr, 2005. Sosiologi Perubahan Sosial (alih bahasa oleh Alimandan). Jakarta: Prenada Media.

Tubbs, L Stewart dan Moss Sylvia. 2001. Human Comunication (konteks-konteks komunikasi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Varner Iris, Linda Beamer. Intercultural Communication in the Global Workplace. McGeaw Hill. Singapore 2005.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 64

KICKFEST SEBAGAI PERGERAKAN DAN BUDAYA POPULER

Christ Sony Bastian Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Bandung adalah kota yang identik dengan kreatifitas anak mudanya. Berbagai karya kreatif lahir dari kota ini, mulai dari musik, kuliner bahkan fashion. Bandung juga dianggap menjadi pelopor bagi perkembangan dunia fashion dimana kaum muda yang menjadi penggeraknya. Sekitar tahun 1996 mulai muncul dan berkembang industri fashion, atau yang dikenal dengan istilah clothing. Clothing sendiri berasal dari bahasa Inggris yang berarti pakaian. Namun dari sisi industri pakaian yang ada di Bandung, clothing company adalah istilah yang digunakan untuk perusahaan yang memproduksi pakaian jadi dibawah brand mereka sendiri(Fenom, 2016) Berangkat dari perkembangan salah satu brand clothing ternama di kota Bandung, yaitu unkle347, ternyata industri ini semakin menjamur dan semakin banyak juga brand-brand clothing lainnya yang bermunculan. Masing – masing brand muncul dengan konsep yang berbeda – beda, tergantung dari idealisme orang - orang yang menciptakan produk clothing tersebut. Seperti halnya unkle347 memproduksi produk fashion yang awalnya ditujukan untuk penggemar skateboard dan surfing. Ada juga brand lainnya yang membuat produk clothing dengan tema musik dengan menggunakan gambar – gambar yang berkaitan dengan dunia music, seperti cover album grup band tertentu atau gambar personil band tersebut. Ternyata citra yang dibawa oleh produk clothing company tersebut mendapat respon yang sangat baik oleh pasar, terutama oleh anak muda yang merasa bahwa clothing ini bisa memenui keinginan mereka untuk mendapatkan produk yang sesuai selera mereka, yang tidak bisa mereka dapatkan dari produk lainnya, bahkan produk yang sudah dikenal oleh skala nasional bahkan internasional sekalipun. Hal ini terjadi karena produk yang sudah memiliki brand dengan skala luas lebih melihat konsep produknya sebagai komoditi dagang yang bersifat komersil, sedangkan produk – produk clothing lebih

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 65 bersifat personal dan umumnya hanya untuk kalangan sendiri. Disatu sisi, tren menggunakan produk dari clothing lokal menjadi budaya baru bagi para pemakainya yang umumnya masih berumur muda. Ada kesan bahwa kalau tidak menggunakan produk clothing berarti tidak mengikuti perkembangan jaman bahkan sebaliknya, berada di luar budaya yang sedang tren tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Fornas(Fornas, 1995) : “ orang – orang muda mengungkapkan diri dalam tingkat yang tidak biasa dalam teks, gambar, musik dan gaya”. Lebih lanjut, Fornas (Fornas, 1995) mendefinisikan siapakah generasi muda yang dimaksud dengan tiga cara : 1. Sebagai fase perkembangan filosofis 2. Sebagai kategori sosial yang dibentuk oleh institusi – institusi seperti sekolah, dan untuk sebagian didefinisikan melalui ritual – ritual sebagai konfirmasi. 3. Sebagai fenomena kebudayaan yang berpusat pada pengungkapan identitas. Dari penjelasan Fornes diatas, definisi generasi muda yang menggunakan produk clothing lokal ini secara tidak langsung membentuk budayanya sendiri yang berdasarkan identitas mereka. Kebanggaan mereka dalam menggunakan produk lokal ternyata turut membawa nama dari clothing – clothing yang ada tersebut sehingga dibutuhkanlah wadah yang bisa membuat industri clothing lokal ini menjadi lebih terkonsep dan memiliki misi dan tujuan yang jelas dalam rangka menjaga eksistensi dan peningkatan kualitas baik dari sisi produk yang dihasilkan maupun dari sisi branding. Dari sinilah dibuat salah satu event besar dimana penggeraknya adalah orang – orang yang bergerak di dunia clothing tersebut, dan lahirlah sebuah event Kickfest. Kickfest merupakan event yang bertemakan fashion dengan adanya unsur budaya dan identitas dari generasi muda sekarang. Kickfest adalah sebuah acara clothing expo tahunan yang diadakan dibeberapa kota yang berada di Pulau Jawa, seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Malang. Kickfest merupakan acara yang diprakarsai oleh sebuah komunitas distro yang berada di Bandung, mereka menamakan diri mereka KICK. Selain clothing expo, kickfest juga menampilkan live music dari band-band indie yang ada di Indonesia, band yang tampil ini merupakan hasil votting dari masyarakat atau khususnya para remaja yang ingin band tersebut tampil. Dengan mengangkat acara yang bertemakan fashion sebagai unsur utamanya, maka sudah menjadi konsekuensi bahwa fashion yang menjadi “jiwa” dari event ini. (Tyaswara, Taufik, Suhadi, & Danyati, 2017) Alex Thio dalam bukunya, Sociology,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 66

“fashion is a great though brief enthusiasm among relatively large number of people for a particular innovation”. Jadi fashion bisa dimaknakan mencakup apa saja yang diikuti oleh banyak orang dan menjadi tren. Fashion juga berkaitan dengan unsur novelty atau kebaruan, karena itu fashion cenderung memiliki masa tren-nya dan dan tidak bersifat kekal. Dan karena yang cenderung bergerak dan selalu berubah setip saat adalah busana, maka fashion sering dikaitkan dengan busana, padahal selama ada sesuatu yang baru tentang suatu sautu tren yang melibatkan kesenangan banyak orang, itu bisa menjadi fashion(Thio, 1987). “Fashion terutama busana, merupakan sisi kehidupan masyarakat yang saat ini sedemikian penting sebagai salah satu indikator bagi muncul dan berkembangnya gaya hidup (life style)” (Mike Featherstone, 2001) Fashion merupakan sesuatu yang sering disinonimkan dengan busana, padahal pengertian sesungguhnya fashion bisa mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan adornment, style maupun dress (Trisnawati, 2011). Dengan menggabungkan beberapa unsur, seperti fashion dan musik, Kickfest perlahan mulai dikunjungi oleh banyak generasi muda yang membutuhkan wadah untuk bisa memenuhi ekspektasinya mengenai identitas dirinya melalui brand clothing yang diinginkan ataupun saat ingin menyaksikan sosok musisi favoritnya yang akan tampil di event kickfest tersebut. Dari latar belakang tersebut, timbul suatu pertanyaan apakah kickfest menjadi sebuah wadah yang yang menjadi simbol lahirnya budaya populer untuk anak muda yang sedang mencari identitas dirinya? Apakah suatu event fashion dan musik bisa membentuk suatu budaya baru dari sekelompok orang yang merasa kebutuhan akan identitas dirinya terwadahi di event ini? Akan menjadi luar biasa apabila bisa timbul suatu budaya kontemporer yang terbentuk “hanya” dari kesukaan seseorang kepada fashion dan genre musik tertentu saja dan bisa diterima hampir diseluruh daerah, karena penyelenggaraan Kickfest ini telah dilakukan di banyak daerah di Indonesia dan mendapatkan respon yang baik dari generasi muda di daerah daerah tersebut. Untuk menjawab rumusan rumusan masalah tadi, penulis menggunakan metodologi deskriptif kualitatif dengan pendekatan observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan kepada dua orang pihak penyelenggara Kickfest, baik sebagai pemilik brand clothing tertentu maupun yang terlibat langsung dalam kepanitiaan dalam event Kickfest tersebut. Observasi dilakukan dengan mengunjungi event Kickfest ke-12 yang diadakan diawal bulan November kemarin di Bandung

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 67 selama 3 hari berturut – turut. Dan studi kepustakaan dilakukan dengan mengkaji literature dan penelitian sebelumnya yang juga mencoba melihat penyelenggaraan Kickfest ini sebagai fenomena yang terjadi dalam lingkungan anak muda yang ada di beberapa kota tempat diselenggarakannya event Kickfest tersebut.

Kickfest Kickfest merupakan acara rutin yang awalnya digelar di kota Bandung, namun beberapa tahun terakhir Kickfest juga digelar di beberapa kota besar lainnya di Indonesia seperti Malang dan Jogjakarta. Kickfest berawal dari komunitas anak muda yang tergabung dalam “Kreative Independent Clothing Kommunity (KICK) yang berambisi untuk meningkatkan kreatifitas anak muda khususnya di bidang clothing. (Handiman.2013). Dalam wawancara yang dilakukan kepada Tjuk Guritno selaku Marketing Communication dari KICK selaku penyelenggara Kickfest, disampaikan bahwa Kickfest pertama hadir di bandung sekitar tahun 2000 awal dan ini adalah reaksi dari anak muda Bandung dalam menyikapi krisis moneter yang terajadi sekitar tahun 1998. Sekelompok anak muda yang merasakan semangat yang sama mendirikan KICK sebagai wadah bagi pengusaha clothing brand lokal yang ada di kota Bandung. Dari wadah KICK inilah mereka membuat suatu event yang bisa menyatukan berbagai brand lokal, dan lahirlah event Kickfest. Kickfest bertujuan untuk menunjukkan bahwa brand lokal bisa berkompetisi sehat dalam dunia usaha industry clothing dan juga sebagai wujud diplomasi eksistensi brand lokal ditengah arus invansi brand – brand mancanegara yang masuk ke Indonesia. Kickfest yang awalnya hanya sebuah event, lama kelamanaan menjadi sebuah pergerakan bersama yang mensinergikan antara para pelaku usaha dengan para pelanggannya. Industri ini menjadi wujud kerjasama dari banyak pihak yang ada didalamnya, termasuk pemerintah yang mulai mendukung jenis industri kreatif ini melalui badan yang khusus dibentuk yaitu BEKRAF (Badan Ekomomi Kreatif) dimana menekankan industry kreatif sebagai penyokong ekonomi negara.

Budaya

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 68

Untuk bisa mengatakan sesuatu tindakan, kegiatan atau bahkan perilaku dikatakan sebagai suatu budaya, terlebih dahulu kita harus memahami arti dari budaya itu sendiri. Budaya secara umum bertujuan untuk mengatur perilaku manusia dalam bertindak dan menentukan sikap saat mereka berinteraksi dengan orang lain, dengan cara komunikasi yang dilakukan lewat bahasa, kebiasaan atau adat istiadat yang ada dalam lingkungannya tersebut. Bikhu Parekh mendeskripsikan bahwa terdapat lima komponen yang bisa mendefinisikan gagasan mengenai budaya bagi anggota suatu kelompok budaya yang diakui, yaitu :(Parekh, 1997) 1. Suatu khazanah kepercayaan yang melaluinya anggota kelompok tersebut memahami diri mereka sendiri dan dunia, serta menerapkan makna terhadap perilaku dan hubungan sosialnya. 2. Perbagai nilai dan norma perilaku yang mengatur hubungan sosial, menginformasikan ide – ide tentang kebaikan, dan ada di belakang peristiwa kehidupan yang pokok. 3. Pelbagai ritual dan seni ekspresif yang menyampaikan tentang pemahaman diri, pengalaman dan emosi kolektif. 4. Pelbagai konsepsi tentang sejarah yang berbeda dan tentang perbedaan dari kelompok – kelompok lain. 5. Pengembangan karakter sosial bersama, termasuk unsur – unsur seperti motivasi dan tempramen. Menurut Koentjoroningrat (Koentjoroningrat, 2009) budaya terdiri dari beberapa unsur yaitu : 1. Bahasa Bahasa merupakan sebuah pengucapan dalam suatu elemen kebudayaan yang mampu menjadi alat perantara utama bagi manusia untuk meneruskan atau mengadaptasikan kebudayaan. Menurut Koentjoroningrat, bahasa sebagai unsur kebudayaan dibedakan menjadi bahasa lisan dan bahasa tulisan. 2. Sistem pengetahuan Unsur ini membahas pada ilmu pengetahuan tentang kondisi alam di sekeliling manusia dan sifat – sifat peralatan yang dipakainya. Sistem pengetahuan meliputi ruang pengetahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna, waktu, ruang dan bilangan, sifat dan tingkah laku sesama manusia. 3. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial Organisasi sosial adalah sekelompok masyarakat yang anggotanya merasa satu dengan sesamanya. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial meliputi kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan dan sistem kesatuan hidup.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 69

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi Unsur ini menjelaskan tentang jumlah keseluruhan teknik yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Meliputi keseluruhan cara bertindak dan berbuat. Hal ini berkaitan dengan pengumpulan dan pemrosesan bahan mentah untuk dibuat suatu alat kerja, pakaian, transportasi dan kebutuhan lainnya yang bersifat benda material. 5. Sistem mata pencaharian hidup Unsur ini merupakan segala usaha manusia untuk mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan. Hal ini meliputi barburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan dan perdagangan. 6. Sistem religi Diartikan sebagai sebuah sitem yang terpadu antara keyakinan dan praktek keagamaan yang berhubungan dengan hal – hal suci dan tidak terjan gkau oleh akal pikiran manusia. Sistem religi meliputi sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan dan upacara keagamaan. 7. Kesenian Kesenian dapat diartikan sebagai segala hasrat manusia terhadap keindahan. Bentuk keindahan yang beraneka ragam tersebut dapat timbul dari imajinasi kreatif yang memberikan kepuasan batin untuk manusia. Secara umum, kesenian dibedakan dalam tiga jenis yaitu seni rupa, seni tari dan seni suara. Kata budaya sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang bermakna jamak dari kata buddi yang berarti budi atau akal, semua hal yang berkaitan dengan akal manusia. (Koentjoroningrat, 2009) memberikan definisi budaya sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan serta hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Dari beberapa pengertian tersebut, tampak bahwa suatu budaya merupakan hasil dari akal pemikiran manusia yang berkaitan dengan perilaku dan hubungan sosial manusia tentang pemahaman diri, pengalaman dan emosi yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu lingkungan tertentu. Kickfest merupakan event tahunan yang sudah diselenggarakan sebanyak 12 kali. Suatu event yang selalu dikunjungi oleh berbagai macam orang yang memiliki latar belakang dan kehidupan yang berbeda – beda, tetapi memiliki kesamaan dalam hal identitas diri dari apa yang ingin mereka dapatkan di event Kickfest itu sendiri, apakah

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 70 dari produk clothingnya atau ingin menyaksikan musik favoritnya. Kesamaan tujuan dan pemikiran dari banyak orang ini melahirkan suatu pemahaman, pengalaman dan emosi yang sama yang secara tidak langsung membentuk suatu budaya bersama. Kegiatan berulang – ulang yang diikuti oleh orang – orang yang memiliki kesamaan dalam hal motivasi mengapa mereka mau datang ke event tersebut memberikan tempat yang lebih mendalam bagi Kickfest daripada sekedar penyelenggaraan suatu event kegiatan.

Budaya Populer / Popular Culture (Pop Culture) Sudah menjadi hakikatnya bahwa yang namanya kebudayan akan selalu berkembang seiring berkembangnya peradaban manusia. Kebudayaan akan selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan hidup manusianya. Manusia yang memiliki akal budi dan pikiran akan selalu mencari tahu dan menciptakan sesuatu yang bisa mendukung eksistensi hidupnya dalam segala aspek. Bukan hanya terbatas pada benda material saja, tetapi juga kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan dalam masyarakat tentang identitas dirinya (Tanudjaja, 2009) Dalam konsep budaya kontemporer, popular culture atau budaya populer mulai banyak ditemukan di Indonesia, khususnya dilingkungan anak muda. Kebudayaan popular berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu seperti mega bintang, kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh, dan sebagainya (Ridaryanthi, 2014). Menurut Ben Agger, sebuah budaya yang akan masuk dunia hiburan maka budaya itu umumnya menempatkan unsur popular sebagai unsur utamanya. Budaya itu akan memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai penyebaran pengaruh di masyarakat (Bungin, 2009) Beberapa ahli mendefinisikan budaya populer berbeda – beda, ada yang mendefinisikan budaya populer memiliki empat makna, yakni “banyak disukai orang”, “jenis kerja rendahan”, “karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang” dan “budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri”(Ida rochani adi, 2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan budaya populer sebagai budaya yang dikenal dan disukai banyak orang (umum), sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya, mudah dipahami orang banyak, disukai dan dikagumi orang banyak. Budaya populer berkaitan dengan budaya massa. Budaya massa adalah budaya populer yang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 71 dihasilkan melalui teknik-teknik industrial produksi massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan dari khalayak konsumen massa. Budaya massa ini berkembang sebagai akibat dari kemudahan-kemudahan reproduksi yang diberikan oleh teknologi seperti percetakan, fotografi, perekaman suara, dan sebagainya. Akibatnya musik dan seni tidak lagi menjadi objek pengalaman estetis, melainkan menjadi barang dagangan yang wataknya ditentukan oleh kebutuhan pasar. (Mayendra, 2011) Budaya populer memiliki beberapa karakteristik, yaitu : (Mayendra, 2011) 1. Relativisme Budaya populer merelatifkan segala sesuatu, sehingga tidak ada garis yang jelas mengenai apa yang mutlak benar dan apa yang mutlak salah, bahkan tidak ada juga batasan apapun yang mutlak. 2. Pragmatisme Budaya populer menerima apa saja yang bermanfaat tanpa melihat sesuatunya apakah benar atau salah. Segala hal diukur dari manfaatnya, bukan tingkat kebenaran atau kesalahannya. Dampak negative dari hal ini adalah mendorong orang untuk malas berpikir kritis karena cenderung hanya bersifat menerima dampak dari budaya tersebut tanpa berpikir kebenarannya. 3. Sekulerisme Budaya populer mendorong penyebarluasan sekularisme. Hal yang terutama adalah hidup hanya untuk saat ini (here and now), tanpa harus memikirkan masa lalu dan masa depan. 4. Hedonisme Budaya populer lebih banyak berfokus kepada emosi dan pemuasannya daripada tingkat intelektualitas. Yang harus menjadi tujuan hidup adalah bersenang- senang dan menikmati hidup, sehingga memuaskan segala keinginan hati dan hawa nafsu. Hal seperti ini menyebabkan munculnya budaya hasrat yang mengikis budaya malu. 5. Materialism Gaya hidup manusia modern semakin mengantarkan manusia untuk memuja kekayaan materi, dan cenderung mengukur segala sesuatu berdasarkan materi saja. 6. Popularitas

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 72

Budaya populer mendorong orang memiliki kebutuhan untuk dikenal dan menjadi populer di lingkungannya dengan kepribadian dan identitas yang ada pada dirinya. 7. Kontemporer Budaya populer merupakan sebuah kebudayaan yang menawarkan nilai-nilai yang bersifat sementara, kontemporer, tidak stabil, yang terus berubah dan berganti (sesuai tuntutan pasar dan arus zaman). 8. Konsumerisme Budaya populer juga berkaitan erat dengan budaya konsumerisme, yaitu sebuah masyarakat yang senantiasa merasa kurang dan tidak puas secara terus menerus, sebuah masyarakat konsumtif dan konsumeris, yang membeli bukan berdasarkan kebutuhan, namun keinginan, bahkan gengsi. Semua yang kita miliki hanya membuat kita semakin banyak “membutuhkan,” dan semakin banyak yang kita miliki semakin banyak kebutuhan kita untuk melindungi apa yang sudah kita miliki. 9. Budaya gaya Budaya populer juga menimbulkan dampak mengenai keinginan seseorang untuk memiliki penampilan yang tidak biasa dan cenderung untuk selalu bergaya. Tampilan atau gaya dianggap lebih penting daripada esensi, substansi dan makna. Kickfest menjadi sesuatu ikon komunitas yang berada di tengah tengah antara bisnis dan juga pergerakan. Disatu sisi kickfest berusaha memenuhi idealisme dari para penggeraknya untuk mendorong brand lokal supaya bisa diterima dan bisa bersaing dengan brand – brand internasional yang masuk ke Indonesia, namun disatu sisi juga terdapat unsur bisnis yang sangat kuat dimana para pengunjung diharapkan bisa bertransaksi untuk mendukung tujuan idealismenya. Para pengunjung dari kickfest adalah generasi muda yang memiliki keinginan untuk bisa menunjukkan identitas dirinya melalui penampilan. Mereka akan memiliki sifat konsumerisme dan juga budaya bergaya. Apa yang mereka lakukan adalah untuk saat ini, dan mereka akan merasakan kepuasan diri ketika mereka bisa mendapatkan produk – produk tersebut. Tomlinson (Tomlinson, 2005)menyatakan bahwa motivasi seseorang dalam mengkonsumsi produk dapat dipengaruhi oleh gaya hidup yang berkaitan dengan kelas sosial. Pernyataan Tomlinson ini juga didukung oleh argumen (Richard Semenik, Chris T Allen, Thomas C.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 73

O’Guinn, 2012) yang menyatakan bahwa manusia mengkonsumsi sesuatu berdasarkan pada fungsi dan emosi yang berkaitan dengan kesenangan dan gaya hidup.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kickfest sebagai suatu pergerakan Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam yang sangat melimpah. Hampir segala jenis sumber daya alam terdapat di Indoneia dan menjadi sumber pemasukan devisa negara. Namun dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia mulai gencar mencanangkan industry kreatif sebagai penopang perekonomian negara. Apabila selama ini sektor industri atas seperti sumber daya mineral yang menjadi fokus pemerintah, yang didukung oleh industri bawah seperti UMKM dalam mendapatkan pemasukan kas negara, maka sekarang pemerintah juga tidak bisa menutup mata terhadap industri mengenah yang menitikberatkan pada dunia industri kreatif. Clothing company yang pada awalnya memiliki orientasi bisnis semata lambat laun mulai bertransformasi menjadi sebuah pergerakan dengan mengemban misi tertentu. Misi untuk mengangkat brand lokal supaya bisa memiliki posisi yang sama dengan brand – brand mancanegara yang berusaha menancapkan hegemoni bisnisnya. Kickfest menjadi dianggap sebuah pergerakan karena idealisme para penyelenggaranya yang tetap mengusung misi diplomasinya ketimbang misi bisnisnya. Pergerakan ini bisa diterima oleh pelanggan dari Kickfest yang sebagian besar adalah anak muda. Bahkan pelanggan dari Kickfest menjadi bagian dari pergerakan itu sendiri karena timbulnya kesadaran bersama bahwa pentingnya menjaga eksistensi produk lokal untuk bisa bersaing dan bisa menjadi tumpuan perekonomian bangsa, dan hal itu mungkin dilakukan apabila idealisme kickfest diaplikasikan menjadi sebuah pergerakan yang melibatkan semua elemen.

Kickfest sebagai simbol dari budaya populer Budaya bisa saja terbentuk bukan dari sekumpulan orang yang tinggal bersama di suatu lingkungan tertentu saja. Dan budaya populer adalah salah satunya. Budaya ini bisa muncul karena adanya nilai yang bisa diterima dan disukai oleh banyak orang. Dalam gagasan mengenai budaya yang disampaikan oleh Bikhu Parekh dijelaskan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 74 bahwa budaya merupakan karakter sosial bersama dan merupakan pelbagai seni kreatif untuk memberikan pemahaman tentang diri sendiri. Dan kickfest sebagai suatu pergerakan yang disukai oleh semua orang dan menjadi karakter sosial bersama dapat dianggap bahwa Kickfest merupakan simbol suatu budaya populer.

BIBLIOGRAPHY Bungin, B. (2009). Sosiologi Komunikasi. jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Fenom. (2016). Pengertian Distro dan Clothing Company. Retrieved November 11, 2018, from https://birdlook.wordpress.com/2016/01/14/pengertian-distro-dan-clothing-company- 3/

Fornas, J. (1995). Youth Culture in Late Modernity. California: Sage Publications.

Ida rochani adi. (2011). Fiksi Populer Teori dan Metode Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koentjoroningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Mayendra, D. (2011). Budaya Populer. Retrieved November 11, 2018, from https://derrymayendra.blogspot.com/2011/10/budaya-populer.html

Mike Featherstone. (2001). Posmodernisme dan Budaya Konsumen. jakarta: Pustaka Pelajar.

Parekh, B. (1997). National Culture and Multiculturalism. New Delhi: Amar Prahasan.

Richard Semenik, Chris T Allen, Thomas C. O’Guinn, H. K. (2012). Advertising and promotions: An integrated brand approach. South Western: Cengage Learning.

Ridaryanthi, M. (2014). Ridaryanthi: Bentuk Budaya Populer dan Konstruksi perilaku Konsumen ... Pop Culture, 13(01), 87–104. https://doi.org/https://media.neliti.com/media/publications/142786-ID-bentuk- budaya-populer-dan-konstruksi-per.pdf

Tanudjaja, B. B. (2009). Pengaruh Media Komunikasi Massa Terhadap Popular Culture Dalam Kajian Budaya/Cultural Studies. Nirmana, 9(2), 96–105. https://doi.org/10.9744/nirmana.9.2.pp. 96-105

Thio, A. (1987). Sociology (An Introduction). New York: Westview.

Tomlinson, A. (2005). Consumption, identity, and style. Marketing, meanings, and the packaging of pleasure. Routledge.

Trisnawati, T. Y. (2011). Fashion sebagai Bentuk Ekspresi Diri dalam Komunikasi. The Messenger, Vol. 3(No. 1), 36–47.

Tyaswara, B., Taufik, R. R., Suhadi, M., & Danyati, R. (2017). Pemaknaan Terhadap Fashion Style Remaja Di Bandung. Jurnal Komunikasi, 8(3), 293–297. Retrieved from http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom/article/view/3281

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 75

KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA LEMBAGA KEMAHASISWAAN: STUDI KASUS UNIT PECINTA BUDAYA MINANG (UPBM) DAN LINGKUNG SENI SUNDA (LISES) UNIVERSITAS PADJADJARAN

1 Deni Rustiandi Program Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Sejak Tahun 2018 Lembaga Kemahasiswaan di Lingkungan Universitas Padjadjaran di bawah pembinaan Fakultas, hal ini dimaksudkan agar masing-masing fakultas punya tanggung jawab untuk membina Lembaga Kemahasiswaan Induk, dua di antaranya adalah Lingkung Seni Sunda (LISES) dan Unit Pecinta Budaya Minangkabau (UPBM). Keduanya adalah merupakan Lembaga Kemahasiswaan yang bergerak dalam bidang kebudayaan dan seni. Yang menarik menjadi kajian adalah ternyata anggota dari kedua lembaga ini tidak berasal dari budaya yang sama. Anggota dari Lises tidak seluruhnya beretnik sunda, begitupun UPBM tidak semuanya beranggotakan mahasiswa yang berasal dari provinsi sumatera barat atau beretnik minang. Keterlibatan Mahasiswa dalam Organisasi Kemahasiswaan tentunya tidak menghambat prestasi akademik seperti yang pernah diteliti oleh (Suartini & Sukandar, 2016) Keterlibatan mahasiswa yang baik pada organisasi kemahasiswaan akan menghasilkan motivasi belajar yang baik. Mahasiswa sebagaimana disampaikan (Suroto, 2016) adalah dapat menjadi agent of change dan social control di lingkungannya, daerahnya serta negara. Dalam posisi tersebut, mahasiswa yang merupakan representasi dari perguruan tinggi juga dalam berbagai kegiatannya dapat mendukung kemajuan masyarakat berbasis keilmuan. Implikasinya pengurus organisasi kemahasiswaan menjadi insan yang mandiri dan memiliki tanggungjawab yang tinggi dalam peranannya menjadi pengurus organisasi kemahasiswaan.

1 Deni Rustiandi, S.A.P, Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung- Sumedang KM 21, Jatinangor Sumedang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 76

Berdasarkan data jumlah mahasiswa baru tahun 2016 berdasarkan provinsi mahasiswa berasal dari Jawa Barat di Universitas Padjadjaran adalah 4591 atau 12,5 % dari jumlah keseluruhan mahasiswa sedangkan mahasiswa yang berasal dari Sumatera Barat adalah 308 Mahasiswa, atau 0,8 % dari jumlah keseluruhan mahasiswa dari semua jenjang(Universitas Padjadjaran, 2016). Walaupun tentu saja ini walaupun termasuk mayoritas, tidak berarti mahasiswa berasal dari provinsi Jawa Barat adalah etnis Sunda begitupun tidak selalu mahasiswa yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat beretnis Minangkabau. Interaksi dan Komunikasi melalui dua lembaga kemahasiswaan ini dalam teori komunikasi (Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, 1996) ini disebut Komunikasi antarbudaya, komunikasi ini terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Fred E Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya (Jandt, 2004). Sedangkan (Liliweri, 2003) mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Dari pandangan (Mulyana, 2006), serta pendapat para ahli lainnya terdapat suatu anggapan dasar bahwa komunikasi antarbudaya dilatarbelakangi oleh interaksi antar anggot-anggota budaya yang berbeda serta terdapat hubungan antar pribadi di antara komunikan dan komunikator yang masing-masing memiliki kebudayaan yang berbeda sehingga mempengaruhi perilaku mereka dalam berkomunikasi. Secara singkat dapat pula disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya dari anggota yang berbeda berpengaruh pada bagaimana perubahan tingkah laku yang terjadi pada manusia (Sekeon, 2013). Hamid Mowlana mengistilahkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Sebagai contoh keterlibatan berbagai budaya dalam konfrensi internasional, bermacam bangsa berkumpul dan saling berkomunikasi di antara mereka (Purwasito, 2003). Menurut (Rusdiyanta dan Syarbaini, 2009) hal ini disebut proses asimilasi dimana terjadi peleburan kebudayaan dari berbagai budaya menjadi kebudayaan tunggal dan menjadi milik bersama (Amanah, 2015). Menurut (Widarti, 2010), Asimilasi adalah proses sosial

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 77 yang dimaksudkan untuk integrasi golongan yang mempunyai sikap mental, adat kebiasaan serta kebudayaan yang berbeda menjadi satu kesatuan sosiologis yang harmonis dan mempunyai makna dalam satu bangsa. Menurut fungsinya komunikasi antarbudaya memiliki beberapa fungsi; yang pertama adalah fungsi pribadi dimana fungsi-fungsi komunikasi ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari setiap individu. Fungsi kedua adalah identitas sosial dimana dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat perilaku individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku ini dinyatakan dalam tindakan berbahasa yang baik dalam bentuk verbal maupun non verbal. Sehingga dapat diketahui asal suku bangsa, tingkat pendidikan, dan agama seseorang. Fungsi ketiga adalah integrasi sosial, intinya adalah perwujudan kesatuan antarpribadi, kelompok akan tetapi mengakui perbedaan yang dimiliki setiap unsur tersebut. Sebagaimana tujuan komunikasi yaitu memberikan makna yang sama terhadap pesan antara komunikan dan komunikator. Dalam kasus komunikasi antarbudaya tujuan utama komunikasi adalah integrasi sosial yang melibatkan perbedaan budaya antara komunikator dan komunikan. Sehingga komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi dan relasi mereka. Fungsi keempat menambah pengetahuan, dalam artian komunikasi antarbudaya menambah pengetahuan bersama serta saling mempelajari kebudayaan masing-masing. Fungsi yang terakhir adalah melepaskan diri atau jalan keluar, fungsi ini menciptakan hubungan komplementer dalam melepaskan dan mencari jalan keluar atas masalah yang sedang dihadapi, sehingga terjadi hubungan simetris. Hubungan komplementer sering dilakukan oleh dua pihak yang memiliki perilaku yang berbeda. Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan ini, perbedaan diantara keduanya dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lawannya. Dalam artian perilaku satu orang tercermin pada perilaku lainnya (Liliweri, 2003) Menarik untuk diamati karena menurut penelitian (Hakim & Hadipapo, 2015) karena ternyata budaya organisasi berpengaruh terhadap komitmen dan tentunya nantinya adalah kinerja organisasinya. Bagaimana dengan Komunikasi Antar Budaya dua lembaga kemahasiswaan ini? apakah hal tersebut terjadi?, Bagaimana misalnya penentuan pimpinan organisasinya? Apakah selalu dari etnis asal sesuai dengan nama UKMnya?.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 78

Dalam artikel ini metode yang dipakai adalah mempelajari cerita dari para anggota dan ketua LISES dan UPBM dengan pendekatan naratif, termasuk pengamatan partisipan, pengumpulan dokumen dalam konteks wawancara, dokumentasi dan interaksi dengan para partisipan (Connelly & Clandinin, 1990) dalam (Creswell, 2015)

HASIL DAN PEMBAHASAN Unit Pencinta Budaya Minangkabau (UPBM) Unit Pecinta Budaya Minang (UPBM), adalah merupakan salah satu unit kegiatan kemahasiswaan (UKM) Induk di Universitas Padjadjaran. Unit ini lahir sebagai wadah berkreasi dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan daerah sebagai akar kebudayaan nasional dan mempunyai prinsip Bhinneka Tunggal Ika. UKM ini berdiri sejak tahun 1986 dilingkungan internal Universitas Padjadjaran yang berbasis penalaran serta seni budaya, seperti kajian berbasis penalaran, serta aktifitas berseni budaya seperti tari, musik dan randai. Dalam perkembangannya UPBM Unpad tidak terlepas dari peran serta para anggotanya yang menjadi motor penggerak. Pada tiap tahun penerimaan mahasiswa baru selalu diadakan kaderisasi anggota, guna mempertahankan kesinambungan kepengurusan dan keanggotaan organisasi. Sehingga dapat terjadi peningkatan minat dan kompetensi untuk UPBM secara khusus dan Unpad secara umum. UPBM merupakan kegiatan kemahasiswaan yang berada langsung dibawah lindungan rektor UNPAD oleh karena itu merupakan salah satu organisasi induk universitas dalam bidang seni budaya. Bahkan di Universitas Padjadjaran ( UNPAD) sendiri, hingga sekarang hanya ada dua Unit pecinta budaya yaitu UPBM dan Lingkung Seni Sunda.Tidak hanya latihan kesenian seperti tari, randai dan musik.UPBM juga mengadakan kegiatan rutin seperti, penalaran, diskusi, kajian budaya Minangkabau, olahraga dan lain sebagainya. Anggota UPBM sendiri tidak semata berasal dari para mahasiswa yang memang berasal dari daerah Minang, tapi UPBM terbuka bagi siapa saja yang benar-benar mencintai budaya Minang. Untuk pendaftaran, UPBM mengikuti dengan ospek Universitas, PRABU, yang diadakan pada awal tahun ajaran baru. Jadi siapa saja yang merasa mencintai budaya minang boleh bergabung disini. Berdasarkan data pada siat kemahasiswaan (Direktorat Pendidikan dan Kemahasiswaan, 2018) anggota UPBM

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 79 terdiri dari 106 anggota 10 diantaranya adalah non minang. Masing-masing berasal dari etnik sunda, palembang, batak dan melayu. Menurut (Bitar, 2018a), Minangkabau atau minang merupakan kelompok etnis di Indonesia atau Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat minangkabau. Wilayah atau daerah cakupannnya meliputi daerah Sumatera Barat, sebagian Provinsi Riau, Provinsi bagian utara, Provinsi Jambi bagian barat, pantai barat Sumatera Utara, barat daya Aceh, serta Negeri Sembilan di Malaysia. Sebutan orang minang sendiri seringkali disama artikan dengan sebutan orang padang. Hal ini merujuk pada ibukota Sumatera Barat yaitu kota Padang. Sebutan lainnya terhadap masyarakat ini adalah Urang Awak yang berarti orang minang itu sendiri. Dalam Unit Kegiatan Mahasiswa UPBM sendiri terdapat anggota di luar minang. Adapun yang menjadi Motivasi Para anggota non minang ini berdasarkan hasil wawancara adalah Karena masih turunan minangkabau namun belum pernah mengetahui kebudayaan minangkabau secara detail karena orang tua yang berbeda budaya (misalnya sunda minang) dan kebanyakan dari lahir telah ditanah rantau. Selain itu motivasi lainnya adalah rasa ingin tahu budaya minangkabau terutama keseniannya seperti tari, randai dan musik. Tari yang paling sering dilirik adalah tari piring, rantak, payung serta randainnya. Adapun Motivasi Para anggota non minang ini berdasarkan hasil wawancara adalah Karena masih turunan minangkabau namun belum pernah mengetahui kebudayaan minangkabau secara detail karena orang tua yang berbeda budaya (misalnya sunda minang) dan kebanyakan dari lahir telah ditanah rantau. Selain itu motivasi lainnya adalah rasa ingin tahu budaya minangkabau terutama keseniannya seperti tari, randai dan musik. Tari yang paling sering dilirik adalah tari piring, rantak, payung serta randainnya Salah satu tari tradisional minang adalah Tari piring atau dalam bahasa minangkabau disebut tari piriang yang melakukan atraksi menggunakan piring. Para penari secara teratur dan cepat menggerakkan dan mengayunkan piring, tanpa terlepas dari genggaman tangan. Gerakan-gerakan dalam tari ini sebenarnya merupakan langkah-langkah dari silat minangkabau atau silek. Tari piring berasal dari Solok, Sumatera Barat dan telah menjadi simbol masyarakat minangkabau. Pada awalnya, tari ini merupakan ritual rasa syukur masyarakat minang kepada dewa-dewa yang telah melimpahkan hasil panen yang banyak. Ritual ini pada awalnya dilakukan dengan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 80 membawa sesaji dalam bentuk makanan yang diletakan dalam piring sambil melangkah dengan gerakan dinamis. Setelah masuknya agama islam, tradisi tari piring tidak lagi digunakan sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan tetapi tari tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada acara-acara hiburan masyarakat minang. Sebagaimana disampaikan oleh Nana, yang merupakan pengurus UPBM, motivasi anggota non minang adalah rasa ingin tau dengan sistem organisasi UPBM yg berlandaskan adat dan Garis-garis besar haluan kerja (GBHK) lembaga kemahasiswaan ini. Namun beariklim kekeluargaan dan segala sesuatunya dimusyawarahkan. Yang menarik beberapa diantaranya hanya ikut karena teman jurusannya ikut menjadi anggota UPBM.

Lingkung Seni Sunda Lingkung Seni Sunda (LISES) Universitas Padjadjaran didirikan pada tanggal 20 Februari 1982, dan merupakan salah satu Unit Kegiatan Kemahasiswaan di Unpad yang bergerak dalam bidang seni dan budaya. Berdasarkan sumber yang didapatkan penulis dari website resmi LISES, UKM ini didirikan dalam menyokong idealisme Ki Sunda, anggota-anggotanya diharapkan merupakan insan intelektual yang terus berupaya menjaga nilai luhur bangsa dengan mengadakan dan menginisiasi berbagai macam kegiatan. LISES dikembangkan dan dibina oleh mahasiswa dan memiliki tempat tersendiri dalam perjalanan sejarah bangsa terutama budaya sunda. Sebagaimana istilah sunda “saha deui anu bakal ngamumule budaya teh iwal ti urang sorangan” (siapa lagi yang akann melestarikan budaya bangsa ini selain kita sendiri), yang merupakan prinsip yang dipakai oleh unit kegiatan mahasiswa ini. LISES unpad dalam aktivitasnya selalu mengacu pada tujuan untuk turut serta dalam menambah kekayaan keseniaan daerah yang merupakan bagian dari budaya nasional. Selain itu tujuan pendiriannya adalah menciptakan wahana, khususnya mahasiswa dan anak muda untuk mencintai, memiliki dan membangun rasa tanggungjawab terhadap Seni dan Budaya Sunda yang agung dan luhur dalam menghadapi perkembangan jaman yang semakin mendunia. Masih mengutip dari laman LISES UNPAD, tujuan didirikannnya lembaga kemahasiswaan ni adalah untuk

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 81 mewadahi kreativitas mahasiswa di dalam kesehariannya sebagai insan intelektual dalam tanggungjawabnya terhadap Seni dan Budaya Sunda. Menurut RW Van Bemelan pada tahun 1949, Sunda merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menamai daerah atau dataran daerah bagian barat laut wilayah india timur, sedangkan dataran bagian tenggara dinamakan dengan Sahul. Suku Sunda sendiri berasal dari bagian barat Pulau Jawa, Indonesia. Sunda sendiri berasal dan bertempat tinggal di Jawa Barat. Daerah ini sering juga disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda (Bitar, 2018b). Sunda juga disebut kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau jawa, Indonesia, dengan istilah Tatar Pasundan yang mencakup wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat, , Jakarta, dan wilayah barat Jawa Tengah (Banyumasan). Sebagaimana orang minang, Orang sunda sendiri tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, dengan Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten sebagai wilayah utamanya. Anggota Unit Kemahasiswaan ini berdasarkan data yang tercatat pada data di Direktorat Pendidikan dan Kemahasiswaan Unpad dan wawancara dengan pengurus, berjumlah 45 Orang, 10 diantaranya adalah non sunda. Seperti juga dengan UPBM, motivasi anggota yang non sunda yang bergabung dalam organisasi ini adalah ingin mempelajari budaya dan kesenian sunda.

Persamaan Hak dan Penyelesaian Konflik Dari kedua lembaga kemahasiswaan ini yang menarik adalah keduanya memiliki aturan persamaan hak dalam keorganisasiannya. Pimpinan atau kepengurusan lembaga terbuka bagi non etnik. Sebagimana disampaikan Nana, Siapapun berhak menjadi pengurus selama mengerti dengan budaya dan organisasai Minangkabau. Pada tahun 2015 pimpinan UPBM berasalah dari Pekanbaru sedangkan sekretaris umumnya dari etnis Batak. Hal yang sama juga dilaksanakan oleh Lingkung Seni Sunda (LISES) tiap-tiap anggota memiliki hak sebagai pengurus dan pimpinan organisasi. Seperti yang telah diungkapkan (Liliweri, 2003) di atas kedua lembaga ini dalam Komunikasi Antarbudaya telah melaksanakan kelima tahapan, yaitu penyampaian identitas individu masing-masing dalam budaya sunda dan minang, serta budaya yang diambil oleh individu-individu tersebut. Pada tahap selanjutnya terjadi kesepakatan untu menerima budaya masing-masing dan berintegrasi, saling komplemen. Sehingga

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 82 apabila salah seorang anggota dalam budaya ini merepresentasikan UKMnya bukan lagi dilihat sebagai asal individu tersebut. Tetapi darimana individu tersebut mewakili lembaganya. Masing-masing individu dalam kedua lembaga ini memfungsikan diri menjadi bagian dari kelompok yang terbentuk, melalui bahasa atau budaya yang dilaksanakan sehari-hari dalam kegiatan kesenian, berbahasa, kajian ilmiah, dalam verbal maupun non verbal telah sepakat menjadi bagian dari budaya tersebut. Sehingga tidak terjadi konflik walaupun menjadi pimpinan atau pengurus dari organisasi walaupun bukan dari etnis yang sama.

SIMPULAN Berdasarkan uraian diatas penulis menarik kesimpulan bahwa inti dari konsep integrasi sosial adalah dengan menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Dalam hal ini kedua lembaga kemahasiswaan ini mengakui perbedaan masing- masing dan memberikan makna yang sama karena keduanya ingin meningkatkan integrasi sosial dan relasi mereka. Hal ini terlihat dalam persamaan hak mereka dalam berorganisasi selama masing-masing dapat memenuhi tujuan organisasi. Dalam Komunikasi antar budaya kedua lembaga ini telah memenuhi fungsi sosialnya yaitu komunikasi yang bersumber dari seorang individu yang kemudian menyatakan identitas sosial sebagai lembaga kemahasiswaan budaya yang khas membawa identitas budayanya yaitu budaya sunda dan minang melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Tetapi dalam prakteknya walaupun anggota berasal dari berbagai etnis tetap berintegrasi dalam artian menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok dan tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap anggota. Sebagaimana tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka. Dalam prakteknya masing-

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 83 masing anggota saling berinteraksi sehingga menambah pengetahuan masing-masing. Dalam organisasi yang sama setiap anggota memiliki hak yang sama, karena memiliki hubungan komplementer dan hubungan simetris di antara anggota terbukti dengan persamaan hak dalam kepengurusan. Bagi unit kegiatan mahasiswa (UKM) lainnya diharapkan keterbukaan lembaga dalam menerima anggota menjadi acuan, sehingga Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya menjadi hanya sekedar motto atau slogan.

BIBLIOGRAPHY Connelly, F. M., & Clandinin, D. J. (1990). Stories of Experience and Narrative Inquiry. Educational Researcher. https://doi.org/10.3102/0013189X019005002

Creswell, J. W. (2015). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset (memilih diantara lima pendekatan). In Penelitian Kualitatif (p. 634). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jandt, F. E. (2004). Barriers to Intercultural Communication. In An Introduction to Intercultural Communication: Identities in a Global Community. https://doi.org/10.4067/S0719-01072014000100005

Liliweri, A. (2003). Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. In Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya (pp. 11-12,36-42). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulyana, D. dan J. R. (2006). Komunikasi Antar Budaya. PT Remaja Rosakarya.

Purwasito, A. (2003). Komunikasi Multikultural. In Komunikasi Multikultural (p. 123). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rusdiyanta dan Syarbaini, S. (2009). Dasar-Dasar Sosiologi. Jakarta: Graha Ilmu.

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. (1996). Human Communication :Konteks-konteks Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_antarbudaya#cite_ref-Human_1-1

Amanah, S. (2015). Pola Komunikasi dan Proses Akulturasi Mahasiswa Asing di STAIN Kediri. Realita Vol. 13 No. 1 Januari 2015, 13(1), 54–64.

Hakim, A., & Hadipapo, A. (2015). Peran Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja SUmber Daya Manusia di Wawotobi. EKOBIS Vol.16, No.1, Januari 2015, 16(1), 1–11.

Sekeon, K. (2013). Komunikasi Antar Budaya pada Mahasiswa FISIP UNSRAT. Jurnal Acta Diurna, 2(3), 1–14.

Suroto. (2016). Dinamika Kegiatan Organisasi Kemahasiswaan Berbasis Kearifan Lokal dalam Upaya Memperkuat Karakter Unggul Generasi Muda. Jurnal Pendidikan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 84

Kewarganegaraan, 6(Nomor 2 Nopember 2016), 1040–1046. Retrieved from http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/pkn/article/view/2428

Suartini, T., & Sukandar, A. (2016). Pengaruh Organisasi Kemahasiswaan Terhadap Motivasi Belajarmahasiswa Dalam Menghadapi Era Globalisasi, 307–316.

Widarti, T. (2010). Asimilasi Sosial-Budaya Komunitas Keturunan Arab di Kelurahan Condet Balekambang Jakarta Timur. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah.

Bitar. (2018a). Suku Minangkabau : Sejarah, Kebudayaan, Adat Istiadat, dan Sistem Kepercayaan Beserta Bahasanya Lengkap. Retrieved from https://www.gurupendidikan.co.id/suku-minangkabau-sejarah-kebudayaan-adat- istiadat-dan-sistem-kepercayaan-beserta-bahasanya-lengkap-2/

Bitar. (2018b). Suku Sunda : Sejarah, Kebudayaan, Adat Istiadat, dan Sistem Kepercayaan Beserta Bahasanya Lengkap. Retrieved from https://www.gurupendidikan.co.id/suku- sunda-sejarah-kebudayaan-adat-istiadat-dan-sistem-kepercayaan-beserta- bahasanya-lengkap/

Universitas Padjadjaran. (2016). Statistik Universitas Padjadjaran September 2016.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 85

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI DESA WISATA DI DESA JATIROKE KECAMATAN JATINANGOR

1Afni Madalinna Haidara, 2Ute Lies Siti Khadijah Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Pariwisata telah mengalami ekspansi dan diversifikasi berkelanjutan, serta menjadi salah satu kunci bagi konservasi alam dan budaya (Kemenparekraf, 2016). Oleh sebab itu diperlukan pembaharuan dalam pengembangan kawasan wisata di Indonesia menjadi kawasan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan, salah satu tempat wisata yang berada di Kabupaten Sumedang. Salah satu desa yang bisa dijadikan untuk dijadikan desa wisata alam adalah Desa Jatiroke merupakan sebuah desa kecil yang terdapat di ujung timur Kecamatan Jatinangor. Meskipun Jatiroke dapat dinyatakan sebagai desa terpencil yang berada di Jatinangor, namun desa tersebut memiliki satu aset yang dapat dikembangkan, yaitu Gunung Geulis. Gunung Geulis merupakan salah satu daya tarik wisata yang ada di Jatinangor namun belum dapat dikembangkan dengan baik. Padahal Gunung Geulis dapat digunakan sebagai salah satu aset pariwisata yang dapat meningkatkan taraf ekonomi dan kesejahteraan masyatakat Jatiroke khususnya. Berdasarkan data yang kami peroleh dari kantor Desa Jatiroke, menyatakan bahwa masih terdapat lebih dari 75 ribu hektar yang belum dimanfaatkan dengan maksimal. Sehingga Gunung Geulis memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan melalui pemberdayaan masyarakat sekitar Jatiroke. Sesuai dengan tujuan dan konsep kebijakan pembangunan pariwisata di Kabupaten Sumedang maka dalam pengembangan Desa Wisata harus menerapkan prinsip dan kaidah-kaidah pelestarian alam, lingkungan dan sumber daya berkelanjutan dengan konsisten dalam pengelolaan dan pengembangan daya tarik wisata unggulan dan fasilitas pariwisata utama Kabupaten Sumedang, mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat, Penghasilan bagi masyarakat lokal. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 86 masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam, dengan upaya harmonisasi dengan alam tidak akan merusak produk wisata ekologis. Dalam mengembangkan Gunung Geulis tersebut, maka perlu dilihat bagaimana kondisi Desa Jatiroke, salah satunya melalui Sumber Daya Manusia yang ada. Jumlah penduduk Jatiroke sebagian besar berada pada usia produktif. Data tersebut diungkapkan pada data desa Jatiroke yang mengungkapkan bahwa secara ekonomi mayoritas masyarakat Jatiroke adalah masyarakat usia produktif. Tabel 1. Penduduk Desa Jatiroke Menurut Umur Tahun 2015

UMUR PENDUDUK MENURUT UMUR 00-04 Tahun 264 05-06 Tahun 237 07-12 Tahun 884 13-15 Tahun 401 16-18 Tahun 398 19-25 Tahun 873 26-64 Tahun 3.294 65 Tahun keatas 390 Jumlah 6.741 Sumber : Data Desa Jatiroke, 2017 Berdasarkan data dari Desa Jatiroke, dapat diketahui bahwa hampir 50% penduduk Desa Jatiroke merupakan masyarakat yang berusia produktif, namun sayangnya hanya tiga persen dari masyarakat Desa Jatiroke yang dapat menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi dan sebanyak 20% yang menempuh pendidikan hingga sekolah menengah atas. Karena tingkat pendidikan yang cukup rendah sebagian besar masyarakat Jatiroke belum memiliki pekerjaan yang layak dan bekerja dengan memanfaatkan hasil kekayaan alam yang berada disekitarnya. Berikut merupakan data mengenai mata pencaharian masyarakat Jatiroke:

Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Desa Jatiroke Tahun 2015

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 87

PROFESI JUMLAH (JIWA) Tidak / Belum bekerja 1.754 Ibu Rumah Tangga 1.232 Pelajar/Mahasiswa 1.122 Pensiunan 41 PNS 65 TNI/POLRI 22 Petani 213 Buruh 214 Pegawai Swasta 905 Wiraswasta 906 Lain-lain 112 JUMLAH 6.586 Sumber : Data Desa Jatiroke, 2017 Penduduk Desa Jatiroke sendiri terdiri dari 6.586 penduduk sebagai tenaga kerja, 1.754 tidak atau belum bekerja, dan 1.232 penduduk sebagai ibu rumah tangga. Hampir 3.000 penduduk Jatiroke tersebut merupakan penduduk yang belum diberdayakan dengan maksimal. Selain itu terdapat pula 1.122 penduduk yang berstatus sebagai pelajar. Penduduk Desa Jatiroke juga merupakan sekelompok warga atau terdapat lembaga masyarakat yang membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan serta pemberdayaan. Terdapat beberapa lembaga kemasyarakatan seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Perlindungan Masyarakat (Limmas), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Taruna Karya, Majelis Ulama, dan Kelompok Tani. Selain terdapat beberapa lembaga kemasyarakatan juga terdapat pula potensi masyarakat yang berasal dari bidang seni dan budaya yang masih terpelihara dengan baik yaitu Reak, Singa Depok, Pencak Silat, Kuda Renggong, Marawis, dan Qosidah Modern. Berdasarkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Desa Jatiroke maka dapat ditarik sebuah pernyataan bahwa masih belum

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 88 terpotimalisasi dan belum bersinergisnya kedua potensi tersebut sehingga kedua potensi tersebut sehingga potensi Desa Jatiroke tidak bisa berkembang dengan maksimal. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, dapat dipetakan bahwa permasalahan di Desa Jatiroke menjadi satu fokus utama, yaitu belum dikelolahnya Gunung Geulis sebagai tujuan wisata baik oleh masyarakat Jatiroke itu sendiri maupun pemerintah Jatiroke. Belum adanya alur komunikasi yang baik terbentuk antara masyarakat dengan pihak pemerintah. Selain itu sarana dan prasana seperti aksesibilitas, penunjuk arah, dan fasilitas penunjang Jatiroke sebagai desa yang bisa dikembangkan untuk pariwisata juga belum ada. Selain itu teknologi dan media sosial juga belum dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat sekitar dalam rangka memperkenalkan Gunung Geulis ke pihak eksternal. Padahal pada dasarnya Desa Jatiroke memiliki potensi alam dan potensi pendukung yaitu masyarakat sebagai sumber daya manusia. Apabila kedua potensi tersebut saling bersinergi untuk dimanfaatkan dengan baik dan maksimal, maka dapat menguntungkan berbagai pihak, khususnya pihak masyarakat Desa Jatiroke. Salah satu manfaat yang bisa didapatkan adalah melalui peningkatan taraf ekonomi. Dengan dimaksimalkannya potensi masyarakat untuk mengelolah Gunung Geulis sebagai tempat pariwisata maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di desa tersebut seiring nanti akan diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Wisata alam adalah bentuk kegiatan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam, baik dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha budidaya, sehingga memungkinkan wisatawan memperoleh kesegaran jasmaniah dan rohaniah, men-dapatkan pengetahuan dan pengalaman serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Fandeli, 2002). Wisata alam merupakan kegiatan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi alam untuk menikmati keindahan alam baik yang masih alami atau sudah ada usaha budidaya, agar ada daya tarik wisata ke tempat tersebut. Wisata alam digunakan sebagai penyeimbang hidup setelah melakukan aktivitas yang sangat padat, dan suasana keramean kota. Sehingga dengan melakukan wisata alam tubuh dan pikiran kita menjadi segar kembali dan bisa bekerja dengan lebih kreatif lagi karena dengan wisata alam memungkinkan kita memperoleh kesenangan jasmani dan rohani. Dalam melakukan wisata alam kita harus melestarikan area yang masih alami,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 89 memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya masyarakat setempat. Strategi dan program pemberdayaan dalam meningkatkan peran masyarakat sebagai pelaku pembangunan dalam mengelolah Desa Jatiroke khususnya Gunung Geulis sehingga dapat meningkatkan taraf ekonomi dan kesejahteraan Desa Jatiroke.

Konsep Desa Wisata Desa Wisata merupakan desa yang memiliki berbagai potensi sekaligus daya tarik baik secara fisik seperti lingkungannya, alamnya, dan kondisi sekitar desa tersebut yang nampak maupun potensi dari segi kehidupan sosial budayanya yang dikelolah dengan baik agar dapat menggerakan ekonomi serta dapat memberdayakan masyarakat setempat. Prinsip mengembangkan Desa Wisata adalah sebagai salah satu produk parawisata alternative yang dianggap mampu memberikan dorongan bagi pembangunan desa yang berkelanjutan serta terdapat pula prinsip mengenai pengelolahan seperti mengelolah sarana dan prasarana setempat, dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat, melibatkan masyarakat dalam pengembangan desa wisata, dan mengembangkan produk wisata di desa sasaran. Dalam mewujudkan sebuah desa wisata maka perlu adanya inisiatif dan partisipasi masyarakat setempat serta fasilitas pendukung atau akomodasi bagi wisatawan.

Konsep Pemberdayaan Pemberdayaan berasad dari kata berdaya atau empower yang dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai berkontribusi baik dari segi waktu, tenaga, usaha, melalui kegiatan yang berhubungan dengan perlindungan hukum. Selain itu pemberdayaan juga dapat dinyatakan sebagai pemberian kekuatan atau persetujuan kepada seseorang untuk melaksanakan sesuatu. Menurut Merriam Webster “Empowerment” memiliki dua makna yaitu “to give ability or enable to” berarti untuk memberikan kemampuan, dan “to give power or authority to” berarti memberikan kekuatan”. Selanjutnya Carlzon dan Macauley menyatakan bahwa pemberdayaan berarti membebaskan seseorang dari kendali yang kaku dan memberi orang tersebut kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide, keputusan, dan tindakannya.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 90

Konsep pemberdayaan juga menjadikan masyarakat yang bersangkutan menjadi pelaku dalam pembangunan untuk mengembangkan potensi daerahnya, bukan menjadikan masyarakat menjadi korban atas pembangunan yang dilaksanakan. Pola komunikasi yang tepat untuk mewujudkan pemberdayaan masyarakat adalah model komunikadi Bottom up dimana segala program yang dirancang harus mempertimbangkan kebutuhan dan latar belakang masyarakat yang selanjutnya harus dilibatkan sebagai pelaku pembangunan

Strategi Pemberdayaan 1) Community Relation Strategi yang pertama adalah community relation dimana pertama adalah membangun hubungan yang baik antar masyarakat. Strategi ini dirancang guna mempermudah jalur komunikasi dengan atau sesama masyarakat yang selanjutnya akan dilibatkan kedalam berbagai program pemberdayaan yang dirancang. 2) Community Engagement Strategi kedua merupakan strategi untuk melibatkan masyarakat kedalam segala proses yang berhubungan dengan pemberdayaan. Masyarakat akan dilibatkan menjadi pelaku pembangunan dalam membangun Desa Jatiroke. 3) Government Relation Membangun hubungan baik dengan pemerintah setempat untuk memajukan sebagai pihak pendukung dalam mengurus perizinan dan sebagai pihak pendukung atas program pemberdayaan yang akan dilaksanakan di Desa Jatiroke. 4) Government Engagement Selain membangun hubungan yang baik dengan pemerintah, maka perlu melibatkan pula pemerintah seagai pihak opinion leader atau pemangku opini yang dapat turut mengajak masyarakat dalam berpartisipasi untuk turut serta dalam pemberdayaan dalam meningkatkan kesejahteraan di Desa Jatiroke. 5) Coaching Dalam meningkatkan potensi masyarakat Jatiroke maka perlu dilakukanya pelatihan agar selanjutnya masyarakat mampu dengan sendirinya bertanggung

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 91

jawab atas segala program yang telah dirancang. Pelatihan dilakukan dalam bentuk pengelolahan daerah wisata dan penggunaan media digital. 6) Special Event (Culture and Art) Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk memperkenalkan Desa Jatiroke adalah dengan mengadakan acara atau event tertentu dalam rangka menarik wisatawan. Event yang dilaksanakan akan memanfaatkan komunitas yang ada di masyarakat sebagai pihak yang tampil dan sebagai pihak yang mengkoordinasi kegiatan tersebut.

Implementasi Program Pemberdayaan 1) Forum Komunikasi Desa Jatiroke Program pemerdayaan pertama yang dirancang adalah forum komunikasi Desa Jatiroke. Dimana dalam program ini terdapat dua aktor utama yaitu masyarakat dan pemerintah. Hal tersebut terwujud dengan mempertemukan pihak masyarakat dan pihak Desa melalui forum komunikasi. Berdasarkan wawancara yang sebelumnya dilakukan, terdapat perbedaan persepsi dan informasi antara warga Desa Jatiroke dan masyarakat Jatiroke sendiri dan belum adanya koordinasi yang matang antara kedua pihak tersebut. Sehingga perlu dilakukan forum komunikasi Desa Jatiroke dalam mensosialisasikan program pemberdayaan yang akan dilaksanakan. Forum komunikasi yang dibentuk harus bersifat sustain atau terus menerus berjalan secara rutin dalam rangkan membentuk arus informasi dan arus komunikasi yang baik antara pihak pemerintah dan pihak masyarakat. Pihak yang Terlibat Peserta ✓ Kepala Desa ✓ Perwakilan Masyarakat ✓ Karang Taruna ✓ Forum Gunung Geulis ✓ Forum Kesenian Sunda Jatiroke Topik 1) Memperkenalkan program pemberdayaan secara singkat dan mendiskusikanya. 2) Mendiskusikan relevansi antara kebutuhan masyakat dengan program pemberdayaan yang dirancang. 3) Mendata aksesibilitas masyarakat Jatiroke terhadap teknologi. 4) Mendiskusikan seberapa besar tingkat adopsi inovasi masyarakat.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 92

5) Membuat prototype sederhana bersama. Strategi Pesan Pesan yang akan disampaikan dalam forum diskusi bersifat ringan, bisa diterima secara mudah, dan menggunakan yang dekat dengan khalayak (bahasa daerah).

Dalam melaksanakan fokus grup, disini memaksimalkan model komunikasi bottom up dimana masukan dan respond masyarakat dalam membentuk bagaimana program pemberdayaan akan berjalan selanjutnya. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan pihak desa dan masyarakat Jatiroke yang menyatakan jika arus informasi antara pemerintah desa dan masyarakat tidak berjalan dengan baik. Selain itu juga sudah disusun beberapa topik untuk memperjelas apa yang akan disampaikan dan didiskusikan saat diskusi sedang berlangsung.Selain melakukan diskusi juga melakukan pemetaan dalam hal keahlian aksesibilitas teknologi masyarakat Jatiroke, karena di zaman yang serba teknologi seperti saat ini dalam memperkenalkan sebuah desa kepada masyarakat luas melalui pemberdayaan, harus mengetahui potensi sumber daya manusia, salah satunya dalam hal aksesibilitasnya terhadap teknologi. Dalam melakukan forum diskusi juga akan melibatkan beberapa pihak seperti masyarakat Jatiroke sendiri, pihak pemerintah Desa Jatiroke, komunitas yang sudah terbentuk di Desa Jatiroke seperti forum Gunung Geulis karena ingin memanfaatkan potensi Gunung Geulis, Forum Pemuda Jatiroke dan forum kesenian Jatiroke sebagai salah satu pihak yang akan dilibatkan sebagai pelaku pembangunan. 2) Pelatihan Pengelolahan Potensi Desa Program pemberdayaan kedua adalah pengelolahan pelatihan potensi desa, dimana program ini berupa pelatihan dalam mengelolah Desa Jatiroke menjadi desa wisata. Beberapa hal yang akan dilakukan adalah pelatihan kepada warga Jatiroke untuk membuka peluang usaha bagi mereka yang tinggal disekitar kaki Gunung Geulis. Pelatihan yang pertama adalah pengelolahan wisma atau penginapan. Berdasarkan hasil wawancara daerah Gunung Geulis belum memiliki penginapan bagi pengunjung yang akan datang, sehingga perlu dibuat penginapan atau tempat peristirahatan atau kamar kecil yang memanfaatkan rumah warga dan warga Jatiroke sendiri yang akan mengelolahnya.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 93

Kedua adalah gotong royong warga untuk memperbaiki dan membuat fasilitas penunjang wisata, seperti membuat petunjuk arah dari jalan raya menuju Gunung Geulis, memperbaiki beberapa jalan yang rusak, dan membuat beberapa pos pendakian serta jalur pendakian. Hal tersebut harus dilakukan dengan gotong royong antar sesame warga Jatiroke. Ketika satu sama lain warga Jatiroke bersama-sama membangun desanya, maka rasa kepemilikan akan fasilitas desanya akan bertambah sehingga warga Jatiroke juga bisa sebagai aktor yang merawat dan menjaga fasilitas yang telah mereka buat tersebut. Dua ilustrasi diatas merupakan implementasi dari pengelolahan potensi Desa, yang sepenuhnya harus dikelolah oleh warga Jatiroke. 3) Pelatihan Penggunaan Media Digital Di era globalisasi, dimana akses masyarakat terhadap teknologi sudah sangat tinggi, maka penggunaan teknologi meruakan salahsatu alternative dalam memperkenalkan seubah produk. Dalam konsep pemberdayaan kali ini produk yang ingin disampaikan pada masyarakat luas adalah produk Jatiroke sebagai Desa Wisata. Oleh sebab itu diperlukan pelatihan mengenai penggunaan teknologi berbasis digital kepada masyarakat Jatiroke guna selanjutnya dapat mereka kelolah untuk memperkenalkan potensi Desa Jatiroke kepada masyarakat luas. Konsep program pemberdayaan yang pertama adalah pelatihan mengenai pengelolahan media sosial Desa Jatiroke dan potensi wisata Desa Jatiroke. Pelatihan pertama dimulai dengan pembuatan media sosial mulai dari facebook, twitter, dan Instagram. Setelah pembuatan akun media sosial, maka dilakukan pelatihan mengenai pembuatan konten dalam media sosial tersebut. Mulai dari bagaimana melakukan pengambilan gambar atau foto yang menarik untuk memperkenalkan potensi desa Jatiroke, sehingga dalam pelatihan ini juga disertakan pelatihan mengenai fotografi dan videografi. Setelah melakukan pelatihan mengenai pengambilan gambar yang baik, maka dilakukan pelatihan mengenai pembuatan caption pada media sosial tersebut, supaya mudah dipahami oleh pembacanya dan menghadirkan cerita tersendiri pada foto tersebut. Selain itu mengajarkan pula bagaimana membuat pesan yang informatif dan persuasif. Selain melakukan pelatihan dalam membuat konten pada media sosial, juga akan dilakukan pelatihan mengenai bagaimana memperoleh banyak pengikut pada Instagram

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 94 dan bagaimana untuk memperoleh sponsor dan media partner dari pihak luar sehingga selanjutnya bisa melakukan promosi mengenai Desa Jatiroke dengan pihak-pihak lainya. Selanjutnya adalah pembuatan dan pelatihan untuk mengelolah website Desa. Berdasarkan observasi dan wawancara yang sudah dilakuan sebelumnya, Desa Jatiroke tidak memiliki website desa. Website Desa berfungsi sebagai media publikasi dan pengumpulan informasi mengenai Desa Jatiroke dan Potensi yang dimiliki oleh Desa tersebut, salah satunya mengenai informasi pariwisata Gunung Geulis. Perlu dilakukan pelatihan mengnenai pengelolahan website desa agar selanjutnya website desa tersebut dikelolah oleh masyarakat Jatiroke yang bersangkutan. Pengelolahan website dan media sosial dilakukan dengan melakukan pengisian profi Desa Jatiroke, potensi wisata Desa Jatiroke, produk-produk asli Desa Jatiroke, dan lain lain. 4) Launching Website dan Media Sosial Desa Jatiroke Setelah melakukan pelatihan pembuatan serta pengelolahan website dan media sosial, maka kegiatan selanjutnya yang bisa dilakukan oleh warga Jatiroke adalah melakukan launching atau publikasi mengenai media digital yang dimiliki oleh Desa Jatiroke. Publikasi dilakukan dengan menggunakan media luar ruang atau menggunakan akun media sosial pribadi yang dimiliki oleh setiap Warga Jatiroke. Selain itu juga dapat bekerjasama dengan beberapa akun media sosial baik milik pemerintah atau swasta dalam memperkenalkan Desa Jatiroke kepada pihak luar. 5) Pengelolahan Website dan Media Sosial Sebagai Media Publikasi Beberapa masyarakat Jatiroke yang sebelumnya telah mengikuti pelatihan mengenai pelatihan pembuatan dan pengelolahan website selanjutnya bertanggung jawab dalam mengelolah media sosial dan website tersebut. Tugas yang dilakukan mereka adalah memperbarui informasi seputar Jatiroke pada website dan media sosial, membalas setiap pertanyaan dari masyarakat yang masuk pada pesan pribadi atau komentar pada postingan, dan terus menjaga agar media digital yang dimiliki bisa terus aktif. Selain itu juga harus terus dilakukan monitoring terhadap pengelolahan website dan media sosial yang dimiliki oleh Desa Jatiroke, apakah media digital tersebut berjalan semestinya dan memberikan evaluasi serta pelatihan yang berkelanjutan jika hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. 6) Festival Seni dan Budaya Sunda Jatiroke

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 95

Desa Jatiroke memiliki banyak sekali potensi,salah satunya potensi dari masyarakat yang memiliki minat dan bakat pada bidang kesenian dan kebudayaan Sunda. Terdapat beberapa kelompok masyarakat di Desa Jatiroke yang berfokus pada kesenian budaya sunda dan dapat dimaksimalkan. Salah satu cara dalam memaksimalkan potensi tersebut adalah dengan melakukan festival seni dan budaya sunda Jatiroke. Dimana kegiatan ini mengadopsi dari kegiatan yang telah dilakukan oleh beberapa daerah di Indonesia dan dapat menarik banyak sekali wisatawan untuk berkunjung. Beberapa diantaranya adalah seperti daerah Tengger, Dieng, Banyuwangi, dan lain-lain. Kegiatan yang dilakukan di beberapa daerah tersebut sukses dilakukan dan menarik banyak khalayak sekaligus dapat meningkatkan pendapatan daerah sehingga dapat diadopsi pula oleh Desa Jatiroke yang memiliki potensi alam dan potensi sumber daya manusia agar saling bersinergi. Desa Jatiroke belum memiliki kegiatan yang dirancang untuk memperkenalkan Desanya. Maka melalui festival ini yang memanfaatkan komunitas kesenian di daerah Jatiroke diharapkan dapat memperkenalkan desa Jatiroke ke masyarakat luas. Beberapa kesenian yang dimiliki oleh Desa Jatiroke adalah Sisingaan, Marawis, Kuda Renggong, dan masih banyak lagi dimana dapat digunakan sebagai atraksi dalam menarik perhatian warga luar untuk berkunjung ke Desa Jatiroke.

KESIMPULAN Jatiroke merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Jatiroke merupakan desa yang memiliki berbagai potensi yang patut untuk dikembangkan melalui program pemberdayaan. Mulai dari potensi Sumber Daya Alam sebagai identitas utama Desa Jatiroke, yaitu Gunung Geulis hingga potensi Sumber Daya Manusia dengan melimpahnya masyarakat yang berusia produktif ditambah dengan potensi pada bidang kesenian dan budaya leluhur. Dengan berbagai potensi yang dimiliki oleh Desa Jatiroke sekaligus dipadupadankan dengan konsep desa wisata dan konsep pemberdayaan masyarakat, maka potensi yang dimiliki oleh Desa Jatiroke bisa lebih dikembangkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan taraf ekonomi masyarakat setempat dan melibatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan, melibatkan pemerintah dan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 96 stakeholder terkait, dan menggunakan teknologi digital untuk lebih memperkenalkan Desa Jatiroke kepada masyarakat luas. Beberapa program pemberdayaan disusun guna menjadikan masyarakat berpartisipasi aktif dalam membangun Desa Jatiroke. Seperti melibatkan masyarakat dalam pelatihan pembuatan sosial media dan website desa. Serta melakukan publikasi akan website dan media sosial tersebut. Selanjutnya juga melibatkan masyarakat untuk melaksanakan event sesuai dengan potensi dan kebudayaan yang dimiliki oleh Desa Jatiroke.

DAFTAR PUSTAKA Amanah, S. “Peran Komunikasi Pembangunan dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.” Jurnal Komunikasi Pembangunan, Vol 8, no 1, 2010: 1 - 19.

Atmoko, Prasetyo Hadi. “Strategi Pengembangan Potensi Desa Wisata Brajan Kabupaten Sleman.” Jurnal Media Wisata, Volume 12, Nomor 2, 2014: 146 - 154.

Imanuddin, Abdul Malik. “Desa Jatiroke.” Sumedang Tandang. 08 Februari 2017. http://sumedangtandang.com/direktori/detail/desa-jatiroke.htm (diakses April 13, 2018).

—. “Gunung Geulis.” Sumedang Tandang. 4 Maret 2016. http://sumedangtandang.com/direktori/detail/gunung-geulis.htm (diakses April 13, 2018).

Indardi. Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Unpad Press, 2009.

Muliawan, H. Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat Konsep dan Implementasi. 2008.

Noor, Munawar. “Pemberdayaan Masyarakat.” Jurnal Ilmiah Civis, Volume 1, No 2, 2011: 87 - 99.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 97

KOMODIFIKASI BUDAYA POPULER KOREAN POP MUSIC “MUSIC MAKES ONE”

Audira Mauretha Giri Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: : [email protected]

PENDAHULUAN Mnet Asian Music Awards adalah sebuah ajang penghargaan (awards) musik K- Pop yang paling bergengsi, paling besar dan diselenggarakan di tiga negara berbeda. Mnet Asian Music Awards biasa disingkat dengan sebutan MAMA. Aacara penghargaan bergengsi ini diselenggarakan oleh CJ E&M melalui saluran musik populer Korea Selatan yaitu Mnet. MAMA menjadi salah satu penghargaan besar bagi grup atau penyanyi terbaik Korea Selatan. Selain di Korea Selatan, MAMA juga terkenal hingga ke berbagai negara seperti Cina, Jepang, Filipina, Thailand, Singapur, Amerika Serikat dan bahkan Indonesia. Ajang penghargaan ini pertama kali diadakan pada tahun 1999. Saat itu namanya adalah Mnet Km Music Awards yang menjadi ajang penghargaan untuk video musik saja. Pergantian nama terjadi berkali-kali, di tahun 2000 menjadi Mnet Music Video Festival, kemudian di tahun 2004 menjadi Mnet Km Music Video Festival sebelum kembali berganti nama lagi pada tahun 2006 menjadi Mnet Km Music Festival (MKMF). Baru pada tahun 2009 nama penghargaan ini berganti menjadi MAMA alias Mnet Asian Music Awards. Sebagai tambahan, masyarakat dan penggemar musik juga bisa melakukan voting untuk menentukan pemenang. Malam penghargaan MAMA selalu diselenggarakan di Korea Selatan, kecuali pada tahun 2010 saat diadakan di Makau, Cina. Ajang penghargaan ini pun kerap menjadi barometer dan penentu kualitas musik dari artis dan musisi di Korea Selatan. Mnet Asian Music Awards (MAMA) dikenal selalu menyuguhkan konsep yang berbeda setiap tahunnya. Slogan “Music Makes One” pernah digunakan oleh Mnet Asian Music Awards (MAMA) untuk menunjukkan perbedaan bahasa, budaya dan negara bukan menjadi halangan dan rintangan untuk bisa menikmati musik dan semua perbedaan tersebut justru dapat disatukan oleh musik.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 98

Oleh karena itu, MAMA memanfaatkan slogan tersebut untuk menjadi daya tarik bagi para fans K-pop internasional yang saat ini sudah tersebar di berbagai belahan dunia. Korean Wave menjadi bukti nyata bahwa globalisasi berperan aktif dalam menyebarkan budaya populer di seluruh dunia. Korean wave atau gelombang Korea merupakan kosakata yang digunakan untuk menggambarkan penyebaran budaya populer dari Korea Selatan yang biasanya terdiri dari musik, drama, elektronik, fashion hingga tren kecantikan dan sebagainya. Korean wave memang bukan hal yang baru namun Korean wave selalu menjadi kajian budaya populer yang menarik untuk dieksplorasi dan selalu memunculkan hal-hal yang baru untuk dikaji. Dalam perkembangannya, Korean Wave telah menjadi subkultur yang menyebar ke seluruh dunia melalui globalisasi khususnya globalisasi media. Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat terpengaruh dengan penyebaran Korean Wave terutama musik Korean Pop atau yang biasa kita sebut dengan K-pop. Indonesia memiliki penggemar/fans yang banyak dan sangat beragam sehingga dapat dikatakan Indonesia selalu menjadi target pasar strategis bagi para marketer dalam industri media Korea Selatan. Kebudayaan negara maju yang masuk, diserap secara masif oleh masyarakat. Ia menjadi konsumsi masyarakat secara terus menerus hingga menjadi kebudayaan baru bagi kehidupan masyarakat tersebut (Ardia, Jakarta, Populer, & Media, 2013). Dari pernyataan tersebut timbul kegandrungan dan ketergantungan terhadap produk- produk budaya populer tersebut. Kegandrungan dan ketergantungan terhadap music K-pop menjadi hal yang biasa dan tidak terpisahkan bagi para penggemarnya. Perilaku tersebut dinamakan sindrom fanatisme. Tentunya hal ini menjadi akibat dari komodifikasi produk budaya populer –musik K-pop- secara global yang dilakukan oleh media Korea Selatan di berbagai belahan dunia. Dengan kata lain, industri budaya berperan besar dalam penyebaran musik K-pop. Konsep industri budaya ini digagas oleh Theodor Adorno dan rekannya Max Horkheimer. Dalam artikel The Culture Industry (1944) yang ditulis oleh Adorno dan Horkheimer, Adorno dan Horkheimer menggunakan istilah “industri budaya” untuk meniadakan interpretasi yang sesungguhnya. Industri budaya memadukan yang lama dan dikenal menjadi sebuah kualitas yang baru. Produk yang diproduksi untuk konsumsi massa dan yang paling menentukan sifat konsumsi, diproduksi kurang lebih sesuai

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 99 dengan rencana. Industri budaya tidak dapat disangkal berspekulasi pada kesadaran dan ketidaksadaran, massa dianggap tidak utama, mereka adalah objek kalkulasi; bagian dari mesin. Konsumen bukanlah raja seperti yang industri budaya ingin kita percayai, bukan subjek melainkan objek. Industri budaya menyalahgunakan kepedulian terhadap massa untuk menduplikasi, memperkuat mentalitas yang dianggap diberikan dan tidak dapat diubah. Massa bukanlah ukuran tetapi ideologi dari industry budaya, walaupun industri budaya itu sendiri tidak mungkin ada tanpa diadaptasi oleh massa. Adorno mengusulkan bahwa ide-ide dan moral yang diajukan oleh industri budaya yang masuk akal, namun efektif dapat membuat orang untuk jatuh dan menjadi percaya. Industri budaya mampu mencapai rasa kesesuaian dan penerimaan massa. Adorno menyimpulkan dengan mengatakan bahwa efek keseluruhan dari industri budaya adalah anti-pencerahan, membuat massa semua dipaksa untuk berpikir, bertindak dan berperilaku sama dengan cara yang tanpa disadari. Media massa dipahami dalam kerangka “industri budaya” oleh Adorno dan Hockheimer yang dianalogikan dengan sifat sebagai berikut : sebuah mesin yang menghasilkan produk-produk hiburan untuk meraup keuntungan finansial. Sesuatu yang di masa kini menjadi tidak asing bagi kita: dengan “biasa” kita mengenali “industri musik”, atau “bisnis film”. Mereka menjelaskan bahwa pada dasarnya mereka menolak adanya bisnis “budaya massa” karena menurut mereka itu bukanlah budaya yang dihasilkan oleh manusia/masyarakat. Sebaliknya, budaya konsumer yang dipaksakan dari atas dipicu oleh industri budaya. Dikarenakan konteks komersialisasi ini, produk media (film, musik, drama televisi, atau apapun) tidak akan menjadi sebuah “seni” karena tidak lebih dari sebuah komoditas. Semua produk dari industri budaya pada dasarnya adalah “sama persis”. Tentu saja tidak dalam arti denotatif, namun dalam pengertian konotasi bahwa semuanya hanyalah cerminan sistem yang dimapankan. Bakat-bakat unik yang muncul dengan segera akan diserap ke dalam sistem. Marilyn Manson dan Eminem mungkin saja disegani oleh kalangan menengah Amerika, tapi bagi Wall Street, mereka disebutnya sebagai bagian dari mimpi kapitalis Amerika. Laki-laki macho yang baru saja membeli CD berisi musik rap penuh nuansa kemarahan, membawa pulang CD tersebut dan memutarnya keras-keras memekakkkan telinga, mungkin akan berpikir “ Yeah, persetan dengan masyarakat konsumer!”, namun semakin lama, seperti yang dikhawatirkan oleh

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 100

Adorno, si macho itu akan berujar “Thank you, consumer society, for giving me a new product to buy. This is a good product. I would like to make further purchase of similar products in the near future”. Media menawarkan berbagai bentuk hiburan yang beraneka ragam, memberikan apa yang dibutuhkan oleh beragam kelompok orang, namun Horkheimer dan Adorno mengatakan bahwa seseorang yang mencari hiburan “harus menerima apa yang industri hiburan itu tawarkan padanya”. Serangkaian pilihan yang terbatas dibawakan industri budaya dan sifat konsumerisme kita senantiasa dipaksa masuk dalam lingkaran manipulasi dan kebutuhan berulang dimana keutuhan sistem bertumbuh semakin kuat. Pembeli tidak lagi sebagai raja, karena industri budaya akan menyuruh kita meyakini, “not its subject but its object”. Pemikiran kritis Horkheimer dan Adorno dalam essay Culture Industry Reconsidered berkenaan dengan kualitas dari budaya populer yang menurut mereka semua sama, berdasarkan pada formula yang sama dan diproduksi secara massa. Adorno mengatakan proses industri budaya ditandai oleh beberapa karakteristik yaitu terdapat standarisasi, massifikasi dan komodifikasi. Dengan adanya karakteristik seperti itu membuat bentuk-bentuk budaya menjadi lebih homogen atau lebih seragam walau gagasan ini banyak menuai kritikan. ‘Komoditas’ menjadi kata kunci dalam proses produksi, distribusi hingga dipasarkan ke khalayak. Dalam industri budaya, budaya diproduksi dengan sedikit memberikan fokusnya pada kualitas atau mutu dari budaya itu. Seperti yang telah dikatakan di atas, produk budaya menjadi lebih seragam sebagai dampak dari adanya standarisasi budaya. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor ekonomi dan administrasi yang dianggap menguntungkan para ‘pabrik’ budaya. Dalam industri budaya, Adorno juga memberikan pemahaman mengenai budaya seni tinggi dan seni rendah. Seni tinggi dapat dikategorikan seperti arsitektur klasik, lukisan klasi, musik klasik dsb. Menurut Adorno, seni tinggi memiliki target pasar kelas atas dan hanya mampu dinikmati oleh kaum kelas atas. Adorno dan Horkheimer membuat sebuah kesimpulan mengenai seni tinggi bahwa seni tinggi hanyalah untuk pencari gengsi bukan pada penikmat seni tinggi tersebut. Sedangkan untuk seni rendah, Adorno mengatakan terjadi sebuah komodifikasi oleh industri budaya. Industri budaya mereproduksi dan mendistribusikan secara massif menjadi sebuah komoditas yang bersifat narsis dan mengobjektifikasi masyarakat dalam mengonsumsi seni rendah.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 101

Korean Pop menjadi salah satu produk budaya yang mengalami komodifikasi budaya. Jika kita melakukan pengamatan terhadap beberapa boyband atau girlband terkenal, maka kita akan menemukan banyak sekali standarisasi yang dilakukan oleh para agensi yang menaungi boyband/girlband tersebut seperti lirik lagu yang digunakan, melodi dan irama yang terdengar, posisi dalam grup, jumlah orang dalam grup, fashion yang digunakan oleh boyband/girlband tersebut hingga konsep album dari boyband/girlband itu pun memiliki keseragaman. Music K-pop dirancang untuk memenuhi selera pasar. Selera pasar tersebut merupakan bentukan dari media massa yang melakukan distribusi informasi secara massal hingga mendukung kapitalisme. Selanjutnya, hal-hal inilah yang diperjualkan kepada khalayak khususnya para penggemar atau fans dari K-pop. Penggemar atau fans adalah seseorang yang memiliki obsesi terhadap sesuatu seperti musik, film, program TV, dll. Kreativitas Simbolik yang diciptakan penggemar merupakan bukti nyata partisipasi aktif terhadap teks budaya populer yang mereka konsumsi (Jenkins, 1992). Budaya yang dibentuk oleh kelompok penggemar yaitu terdiri dari: • . Penggemar memiliki bahasanya sendiri yang disebut dengan “fanspeak” (Gooch, 2014). Tahap ini kata-kata atau ungkapan telah diadaptasi untuk menciptakan sebuah jargon dalam kelompok tersebut. • Fanfiction. Para penggemar mereproduksi teks dalam karya fiksi yang memiliki cerita unik sebagai hasil dari konsumsi media (Gooch, 2014). • Fanart. Budaya penggemar dimana diciptakan dalam bentuk visual seperti karakter dan cerita dari objek yang disukai (Gooch, 2014).

METODOLOGI Metode yang digunakan penulis dalam artikel ini adalah dengan menggunakan metode desk research. Desk research merupakan penelitian yang pada dasarnya terlibat dalam mengumpulkan data dari sumber yang telah ada maka sering dianggap sebagai teknik dengan biaya rendah dibandingkan dengan penelitian lapangan. Selain menggunakan penelitian yang sudah ada sebagai bahan referensi. Penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa penggemar/fans dari K-pop.

HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 102

Maraknya produk-produk dari budaya populer yang disebarkan melalui media massa secara global tentu sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Dalam konteks tulisan ini, para penggemar/fans K-pop telah menjadi bagian dari komodifikasi budaya populer Korea Selatan. Para penggemar musik K-pop khususnya memiliki perkumpulan penggemar atau yang biasa disebut . Karena memiliki tingkat kesamaan yang tinggi dan bergabung dalam sebuah kelompok yang sama, maka para penggemar biasanya memiliki kecenderungan mengikuti semua gaya hidup idolanya dan selalu membeli setiap produk yang diproduksi oleh idolanya. Tidak jarang para penggemar ini berperilaku berlebihan hingga bisa menyakiti idolanya dan merasa idolanya adalah milik dirinya sendiri atau yang biasa disebut sasaeng. Para sasaeng ini sangat terobsesi dengan indolanya hingga kerap kali melakukan tindakan-tindakan yang melanggar privasi idolanya. Fanatisme semacam ini tidak hanya berlaku di Korea Selatan tetapi menyebar ke berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Lalu, penulis mencoba mewawancarai tiga informan yang merupakan fans musik K-Pop. Ketiga informan merupakan penggemar yang berasal dari kelompok atau grup yang berbeda. • Mengapa para penggemar internasional tetap mengikuti perkembangan K-pop walau terdapat perbedaan bahasa dan budaya?

Informan 1 : “ Aliran musik K-pop menurut saya sangat enak untuk didengarkan walau beda bahasa dan terkadang saya kurang ngerti arti dari lagunya.” Informan 2 : “Kesan pertama saya ngikutin music K-pop karena beda dari music-musik pada umumnya. Jadi bikin penasaran dan pengen tahu lebih banyak aja sih”. Informan 3 : “Kalau saya suka dengan music K-pop itu karena kerja keras mereka. Untuk jadi seorang idol itu tidak gampang. Mereka harus melewati masa audisi dan trainee. Kalau pas jadi trainee berkembang terus, kesempatan debutnya akan semakin cepet tapi kalau tidak ya mereka tidak bisa keluar dari agensi atau jadi trainee lama. Terus mereka itu kreatif, suka memproduksi lagu-lagu mereka sendiri.”

• Apakah kamu tahu ajang Mnet Music Awards (MAMA)? Kalau tahu, apakah kamu sependapat dengan slogan dari acara tersebut “Music Makes One”?

Informan 1 : “Iya tahu. Karena dengan K-pop, orang-orang dari berbagai penjuru dunia menjadi satu yang biasanya kita sebut dengan fandom.”

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 103

Informan 2 : “Tahu dan suka ngikutin. Setuju, musik ngebuat kita lupa soal perbedaan yang kita miliki.” Informan 3 : “Tahu dan Setuju. Karena walaupun lagu itu beda-beda bahasa tapi oorang-orang tetap mau dan bisa menikmati musiknya.”

• Bagaimana cara kamu terus mengikuti perkembangan dan menikmati music K- pop?

Informan 1 : “Saya menikmati K-pop dengan mendownload lagu artis kesukaan saya, menonton musik video di youtube dan mencari berita K-pop di Twitter. Kadang saya juga suka beli album, aksesoris, kaos dari artis K-pop”. Informan 2 : “Kadang emang sih 80 persen gak paham sama lagu yg lagi didengerin yg jelas nikmatnya beda jadi don't think about it, just feel. Malah saya termasuk sering nonton konser music K-pop.” Informan 3 : “Dengerin lagunya di playlist handphone, update berita K-pop lewat media sosial dan sharing dengan temen-temen yg suka K-pop juga. Kan banyak tuh fandom- fandom K-pop. Kadang suka ikutan pesen album atau tiket konser karena seru banget nonton konser music K-pop beda dengan yang Indonesia.” Ketiga informan di atas secara tidak langsung menyatakan bahwa sebagai fans, mereka tidak mengalami hambatan dan keberatan yang berarti ketika mereka menikmati atau mengonsumsi musik K-pop yang merupakan produk dari budaya popular dari Korea Selatan. Slogan “Music Makes One” seolah semakin menguatkan pendapat dari ketiga informan tersebut bahwa musik bisa membebaskan kita dari segala perbedaan dan bisa menikmati lagu-lagu K-pop walau mereka tidak terlalu paham dengan bahasa yang digunakan. Namun, dalam kajian komunikasi multikultur dikatakan bahwa selain bahasa secara verbal, hal lain yang lebih penting fdalam berkomunikasi adalah non verbal. Penulis menyimpulkan ketiga informan memanfaatkan komunikasi non verbal untuk bisa menikmati musik K-pop. Ketiga informan ini juga sesungguhnya secara tidak sadar merupakan konsumen dari industri budaya popular Korea Selatan. Hal ini dibuktikan dengan mereka mengikuti perkembangan idola mereka dengan membeli álbum, aksesoris, banner, poster, pakaian serupa hingga tiker konser para idola mereka.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 104

Selain itu, media online juga memiliki peran besar dalam penyebaran musik K-pop. Biasanya para fans K-pop memiliki komunitas yang disebut fandom. Fandom ini biasanya dibuat di media sosial seperti twitter, instagram dan youtube. Namun, mayoritas para fans K-pop pasti memiliki akun Twitter sebagai media yang paling aktual dan mudah untuk mengakses segala informasi mengenai K-pop. Sedangkan youtube menjadi popular di kalangan para fans K-pop karena mayoritas media atau agensi Korea Selatan selalu mengunggah video musik terbaru dari para boyband/girlband melalu Youtube. Selain itu juga, Youtube menjadi media yang paling digunakan oleh para fans/penggemar internacional (di luar Korea Selatan) dalam mengikuti perkembangan musik K-pop yang bisa diakses dimana saja dan kapanpun mereka mau. Dengan kata lain kajian budaya popular berawal pada asumsi bahwa konsumsi menentukan produksi. ‘Gaya hidup’ masyarakat (yang menjadi komoditas yang mereka konsumsi dan bagaimana mereka mengonsumsinya) dianggap lebih penting. Asumsi bahwa konsumsi lebih penting dibandingkan produksi yang secara tetap membentuk teori budaya sejak tahun 1960an telah menjadi pengertian umum baik pada teori budaya maupun budaya harian itu sendiri. Perubahan teknologi yang pesat pada beberapa tahun terakhir ini telah mengubah sifat dasar budaya dan pertukaran budaya. Hal ini juga membuat seolah-olah segala hambatan dan tantangan dalam menerima budaya asing ke dalam negara kita sudah hilang. Apapun bisa diakses dengan mudah dan aktual karena penyebaran budaya selain menggunakan media-media konvensional juga telah merambah ke dunia media sosial yang memiliki jangkauan lebih luas dan bebas.

SIMPULAN Penulis dapat menyimpulkan bahwa para penggemar musik K-pop memiliki ketergantungan terhadap media khususnya media yang menayangkan segala sesuatu tentang musik K-pop baik konvensional maupun online. Ketiga informan juga memaknai slogan “Music Makes One” dan merasa membuat mereka menjadi bagian dari musik K- pop secara tidak sadar. Slogan tersebut menghilangkan berbagai hambatan dalam menikmati music K-pop. Media Korea Selatan menangkap dengan baik kebutuhan para fans atau penggemar sehingga konsumsi para fans menjadi strategi produksi yang baik bagi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 105 keuntungan mereka. Dengan kata lain, komodifikasi fanatisme dari fans/ penggemar musik K-pop lah yang dipasarkan oleh media Korea Selatan dari berbagai lini baik media konvensional maupun media baru dan disebarkan secara global ke berbagai belahan dunia.

BIBLIOGRAPHY Ardia, V., Jakarta, U. M., Populer, B., & Media, G. (2013). Drama korea dan budaya popular.

Durham, M. G., & Kellner, D. M. (2006). Media and Cultural Studies: KeyWorks. International Sociology. https://doi.org/10.1177/026858094009002003

Gooch, B. (2014). The Communication of Fan Culture: The Impact of New Media on and Fandom. Igarss 2014. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2

Heryanto, A. (2008). Popular culture in Indonesia: Fluid identities in post-authoritarian politics. Popular Culture in Indonesia: Fluid Identities in Post-Authoritarian Politics. https://doi.org/10.4324/9780203895627

Jenkins, H. (1992). (1992). Textual Poachers: Television Fans & Participatory Culture. New York: Routledge.

Karim, A. (2015). Komunikasi Antar Budaya di Era Modern. AT-TABSYIR: Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam.

Storey, J. (1993). Cultural Theory and Popular Culture. Structuralism and post-structuralism. https://doi.org/10.1096/fj.13-247106

Turner, G. (2010). Approaching celebrity studies. Celebrity Studies. https://doi.org/10.1080/19392390903519024

Turow, J. (2016). Media today: Mass communication in a converging world. Media Today: Mass Communication in a Converging World. https://doi.org/10.4324/9781315681726

Wood, J. T. (2009). Communication in our lives. In Communication in our lives. https://doi.org/978 92 4 150215 3

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 106

REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN GENERASI MILENIAL

1 Dita Nur Amalina Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Dunia harus bertransformasi mengikuti perubahan zaman yang begitu cepat, salah satunya ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap revolusi industri mempunyai ciri masing-masing, dari mulai generasi pertama sekitar abad 18 dengan adanya lokomotif seperti kereta uap atau alat lainnya yang merupakan hasil dari mesin pembakaran. Selanjutnya, industri 2.0 dengan adanya tenaga uap dan air berkembang menghasilkan teknologi tenaga listrik. Generasi ketiga dengan teknologi dan internet. Sehingga terus berkembang dan sekarang memasuki generasi keempat ditandai dengan adanya robot pintar, superkomputer, kendaraan tanpa pengemudi, perkembangan neuroteknologi serta editing gen2etic (Schwab, 2016) . Era revolusi industri 4.0 mendorong seluruh negara dan lapisan masyarakat terutama di Indonesia untuk beradaptasi dengan beragam perubahan besar. Begitu pun di Indonesia, making Indonesia 4.0 merupakan strategi dan kewajiban bagi pemerintah untuk menyiapkan angkatan kerja yang kompetitif produktif, yaitu generasi milenial. Topik ini menjadi pembahasan penting sepanjang tahun 2017-2018 dan menjadi fokus pemerintah untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Berbagai tanggapan menyambut perubahan ini, sebagian ada yang menganggap sebagai ancaman. Namun, banyak pihak juga yang menganggap kondisi saat ini sebagai peluang. Perubahan-perubahan itu sangat jelas terasa di dalam tatanan masyarakat, semuanya serba digitalisasi dan otomasi. Masyarakat masih sering memperdebatkan dampak dari perubahan yang ada, fakta-fakta seperti berkembangnya perusahaan- perusahaan baru (startup company) seperti transportasi online mengakibatkan

1 Dita Nur Amalina, S.Sos, Universitas Padjadjaran, Jln. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Kab. Sumedang 45363 Jawa Barat. Email: [email protected].

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 107 ketegangan antara opang atau ojek pangkalan dengan ojek online. Selain itu, menurunnya daya beli masyarakat di toko konvensional karena adanya kemudahan berbelanja di toko online. Lalu, berlakunya e-money untuk pembayaran tol pun berdampak pada pemutusan hubungan kerja bagi para petugas di semua pintu jalan tol. Begitu pun dengan maraknya media online berdampak pada penurunan bisnis di industri surat kabar. Sehingga pada akhirnya, semua perubahan itu mendorong masyarakat untuk bersinergi dengan mengubah perilaku dan cara bekerja. Revolusi industri 4.0 tidak hanya mengubah industri, namun juga pekerjaan, cara berkomunikasi, berbelanja, bertransaksi, hingga gaya hidup. Oleh karena itu, selain mempertahankan eksistensi usaha, pelaku bisnis juga dihimbau agar memberikan dukungan pelatihan agar generasi muda bangsa terus mengikuti perkembangan dunia digital. Seperti yang dikutip dari www.detik.com Menteri Perindustria, Airlangga Hartarto mengatakan empowering human talent adalah kunci kemajuan Indonesia. Setelah pembangunan infrastruktur dilanjut dengan pengembangan sumber daya manusia. Oleh sebab itu, Indonesia memerlukan sekitar 17 juta tenaga kerja yang melek teknologi digital pada tahun 2030 (Soesatyo, 2018). Selain itu, menurut Ketua Badan Anggaran DPR, Azis Syamsuddin, peluang revolusi industri 4.0 ini sangat besar jika masyarakat Indonesia mampu beradaptasi dan bertransformasi secara relevan. Generasi milenial sangat mempunyai peranan penting dalam industri 4.0. Perlu adanya pembekalan pendidikan formal, non-formal dan informal yang relevan. Karena generasi milenial yang paling siap dan nantinya akan menghadapi tantangan lebih berat di masa depan. Maka, mendorong semua elemen masyarakat merupakan suatu kewajiban agar lebih peduli dalam menghadapi revolusi teknologi yang ada. Melalui pembekalan mengenai tantangan yang dihadapi di era industri secara komprehensif dan menyeluruh, diharapkan masyarakat terutama generasi milenial harus siap untuk bersaing dan produktif. Di tengah zona nyaman digitalisasi yang serba instan, praktis, dan kompleks. Generasi milenial mulai mewarnai dunia dengan segala keunikan atau kreafitas yang dibawanya. Berbagai peluang kerja begitu nyata terbuka lebar di dunia maya. Jadi, sebenarnya apa yang menjadi tantangan terbesar bagi generasi milenial? Pada

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 108 pembahasan ini akan mengulas tentang revolusi industri 4.0 dan generasi milenial. Dilihat dari konsep participatory culture yang dikembangkan oleh Henry Jenkins. Dalam praktiknya meliputi beberapa bentuk komunikasi melalui affiliations, expressions, collaborative problem solving dan circulations.

HASIL DAN PEMBAHASAN Revolusi industri 4.0 di dalam masyarakat Indonesia yang kontemporer itu berdampak pada adanya modifikasi di dalam tatanan atau unsur kebudayaan masyarakat yang terdiri dari beberapa sistem seperti pengetahuan dan bahasa, agama, keperluan hidup melalui mata pencaharian dan ekonomi, kesehatan masyarakat yang secara menyeluruh telah mengubah tren hidup yang tradisional ke arah modern dan postmodern (Bungin 2011, 127). Transformasi di semua unsur kebudayaan tersebut, membentuk karakter dan gaya hidup generasi milenial yang sering disebut sebagai generasi suka serba instan dan praktis karena dimanjakan dengan teknologi. Generasi milenial atau generasi Y ini lahir 1982-2000 dan sekarang berusia 18-36 tahun (Howe and Strauss, 2000). Selain itu, menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet atau APJII sepanjang 2017, penduduk Indonesia yang mengakses internet itu meningkat dari 132,7-143,26 juta jiwa dari tahun 2016-2017 atau sebesar 54,7 persen dari total penduduk Indonesia. Mayoritas pengguna internet masih dari kalangan masyarakat urban sebesar 72,41 persen (Tim APJII, 2018). Besarnya penggunaan internet di Indonesia, pemanfaatannya pun tidak sekedar hanya untuk berkomunikasi tapi, untuk berbisnis, berkarya, memesan transportasi dan menunjang aktifitas belajar-mengajar. Budaya merupakan hasil dari proses interaksi sosial atau sesuatu yang telah menjadi kebiasaan di dalam masyarakat. Begitu pun budaya cyber merupakan refleksi dari pengalaman dari setiap individu yang terkait dalam penggunaan media. Ada nilai- nilai yang diakui bersama melalui proses interaksi yang telah dilalui. Sehingga, secara tidak langsung adanya warisan yang diturunkan untuk generasi berikutnya atau bisa disebut sebagai warisan sosial (Jenks, 2013). Bagi yang muda atau tua, semenjak adanya media sosial banyak sekali perubahan yang terjadi. Eksistensi diri di media sosial merupakan keharusan dan mempunyai kepentingan tersendiri. Banyak hal yang menjadi kebiasaan generasi milenial sekarang,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 109 rasanya gatal apabila melihat tempat-tempat yang instagram-able sedikit-sedikit foto, nge-vlog, posting, like, share, comment di mana pun dan kapan pun. Tingkat aktivitas berbagi atau share di media sosial sangatlah tinggi dan merupakan suatu kebanggan bisa berbagi hal kecil apa pun. Milenial menghabiskan banyak waktu untuk berselancar di dunia virtual melalui gawainya. Begitu banyak informasi yang tidak bisa dibendung dari seluruh dunia, baik itu tentang berita hoaks bahkan konten yang dianggap nyeleneh, sehingga apa pun yang dianggap positif atau negatif bisa viral dalam waktu singkat di youtube atau pun instagram. Dengan adanya aplikasi berbasis chat, membuat komunikasi lebih beragam karena ditunjang dengan fasilitas fitur chat yang menarik. Sehingga, mereka lebih aktif untuk beropini dan selalu update tentang isu-isu yang hangat diperbincangkan di media sosial daripada disebut kudet atau kurang update di kelompoknya masing-masing. No gadget, life is flat atau no gadget, no life seperti ada sesuatu yang hilang atau layaknya belahan jiwa yang tidak sanggup untuk berpisah bahkan sedetik pun. Tidak disadari, bahwa itu yang menjadi tanda-tanda kecanduan gadget bahkan penyakit modern zaman now ‘nomophobia’ suatu sindrom ketakutan jika tidak memegang ponsel. Dari beberapa perilaku penggunaan teknologi tersebut, bisa dinilai karakteristik generasi milenial diantaranya percaya diri, berorientasi pada kesuksesan, toleran, kompetitif dan membutuhkan perhatian. Percaya diri karena rata-rata akun pengguna Instagram, YouTube, twitter dan di beberapa media online menunjukkan eksistensinya. Misalnya, seorang youtuber, selebgram bahkan para penulis memperlihatkan rasa percaya diri mereka melalui beragam konten-konten menarik atau karya-karya mereka di medianya masing-masing. Berorientasi pada kesuksesan, generasi milenial selalu tertantang dan mempunyai cara untuk mencoba hal-hal baru. Dengan segala kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi, generasi milenial belajar banyak hal dan melihat banyaknya peluang untuk mencapai kesuksesan sesuai versinya masing-masing. Baik itu dengan tercapainya segala tujuan yang diinginkan, kepuasan batin dengan tersalurkannya hobi atau mendapatkan passive income pada usia muda. Selanjutnya, toleran. Biasanya generasi milenial aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial, dalam kegiatan tersebut bisa belajar untuk meningkatkan sikap toleran. Tidak dipungkiri bahwa dengan adanya internet muncul juga kejahatan jenis baru, yaitu

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 110 kejahatan cyber. Ada banyak isu dibalik kepentingan tertentu yang tersebar di dunia virtual. Tapi, di sanalah tantangan mereka untuk menyaring berbagai informasi yang ada dan lebih bijak untuk menilai atau berpendapat. Berkembangnya startup company menuntut generasi milenial untuk selalu berinovasi dalam dunia bisnis. Tren bisnis sekarang menjadi daya tarik tersendiri dan mengasah kemampuan mereka untuk berani bersaing dengan segala perubahan zaman yang ada. Seperti suksesnya Bill Gate atau founder facebook menjadi role model bagi para pengusaha muda untuk menempa daya saing mereka baik itu dalam skala nasional dan internasional. Generasi milenial sangat membutuhkan perhatian. Perhatian di sini dalam hal untuk menghadapi perubahan zaman, karena sebagai generasi yang melek teknologi mereka dipersiapkan oleh pemerintah sebagai generasi yang akan mampu memegang peranan penting bagi negara. Konsep budaya partisipatif, berawal dari penelitiannya seorang professor komunikasi dari Southern California, Henry Jenkins (Jenkins, H., Purushotma, R., Weigel, M., Clinton, K., Robinson 2009) yang membahas tentang masalah terkini yang ada di masyarakat seperti kekuasaan atau politik, ketenagakerjaan, isu globalisasi, industrialisasi, dan meleknya literasi. Sejak munculnya media massa konvensional masyarakat dianggap pasif dan hanya menjadi konsumen yang berpartisipasi ke dalam media. Tapi, setelah adanya fenomena new media, Jenkins membawa udara segar dengan konsepnya tentang participatory cultures atau budaya partisipatif, karena masyarakat mulai bergerak aktif dan tidak hanya menerima terpaan media yang dipegang oleh kapitalis. Dengan adanya media baru ini, semua individu mengambil peranan penting dan secara aktif ikut berpartisipasi dalam menghasilkan budaya atau pun produk baru. Jenkins menjelaskan tentang paraticipatory cultures atau budaya partisipatif bahwa adanya hubungan atau keterikatan dan ekspresi yang unik di dalam kelompok penggemar atau fandom. Sehingga budaya partisipatif diasosiasikan sebagai hasil pemikiran bahwa tidak adanya batasan antara penonton yang pasif dan media yang aktif. Keduanya aktif dan disatukan menjadi pemain dalam aliran budaya. Ada beberapa karakteristik budaya partisipatif menurut Jenkins. (1) Keterlibatan masyarakat atau generasi milenial dalam mengekspresikan diri di dunia virtual bisa

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 111 disebut hampir tidak ada hambatan atau hambatannya relatif rendah. Berbagai aktivitas bisa dilakukan di dunia virtual upload foto, mendownload atau hanya sekedar stalking di media sosial. Untuk menjadi bagian dari komunitas di media sosial mengharuskan setiap penggunanya untuk melakukan pendaftaran terlebih dahulu. Hampir di semua platform menyediakan layanan mengisi biodata. Data diri tersebut disimpan dengan aman, sehingga bisa melakukan berbagai aktivitas dan terhubung dengan lapisan masyarakat di seluruh dunia. (2) Memiliki hubungan dan saling mendukung dalam menghasilkan karya dengan sesama anggota. Jenkins menjelaskan bahwa peran setiap individu itu sangat penting baik pengguna aktif atau pasif. Misalnya, di dalam grup chat WhatsApp pengguna aktif ketika membicarakan isu yang menarik bisa didukung dengan beberapa fitur yang unik seperti sticker, emoticon dan voice note. Pengguna pasif mungkin hanya menjadi silent reader dan berkomentar pada waktu tertentu saat merasa perlu. (3) Adanya mentor dalam setiap komunitas seperti di komunitas bloger atau web dengan tema-tema khusus. Aktif saling berbagi ilmu terutama dari leader, founder atau seorang ahli di bidangnya dari komunitas tersebut. Misalnya, dalam web institute ibuprofesional.com. Situs tersebut merupakan situs belajar online bagi ibu-ibu dan orangtua. Mereka dari berbagai wilayah tergabung didalamnya untuk mendapatkan berbagai ilmu seputar rumah tangga dan cara mendidik anak. Dibentuk sistem organisasi atau kepengurusan untuk mengelola web tersebut, membuat aturan yang berlaku untuk semua anggota. Ada kalanya setiap anggota mendapatkan bagian untuk mengisi konten web, diskusi dilakukan tidak hanya virtual, tapi mengadakan pertemuan secara langsung setahun dua kali atau lebih dan hasil dari belajar setiap anggota baik itu berkelompok atau individu harus menghasilkan sebuah karya berupa buku. (4) Seiring berjalannya waktu solidaritas di antara anggota semakin kuat. Hal ini disebabkan oleh prinsip yang dipegamg teguh bahwa saling percaya dan menghargai peran masing-masing anggota. Sekecil apapun kontribusi yang diberikan itu sangat berarti bagi kemajuan dan tujuan bersama. Misalnya, komunitas-komunitas sosial seperti Earth Hour. Di media sosialnya (Instagram), para relawan atau pun pengurus sangat terbuka dalam berbagi aktivitas sosial mereka. Dengan membahas isu-isu hemat energi mereka aktif menyosialisasikan program-program tahunan. Solidaritas mereka sangat terlihat seperti dalam penyambutan anggota relawan baru, adanya sistem kekeluargaan yang dibentuk di dalamnya. (5) Dari solidaritas tersebut menghasilkan hubungan yang kuat dan rasa

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 112 saling memiliki di antara anggota. Adanya hubungan sosial, masing-masing anggota memiliki prinsip bahwa di antara perbedaan yang ada mereka tetap memiliki hak untuk mendapatkan informasi dan merupakan bagian terpenting dalam komunitas. Pembahasan tersebut berlanjut ke dalam bentuk partisipatory cultures atau budaya partisipatif. Masih dalam buku yang sama (Jenkins, H., Purushotma, R., Weigel, M., Clinton, K., Robinson 2009), Jenkins membaginya berdasarkan bentuk komunikasi dari budaya partisipatif yang dihubungkan dengan teknologi komunikasi, diantaranya: Affiliations atau keanggotaan dalam komunitas online. Menurut Jenkins adanya ikatan atau hubungan individu dalam komunitas online baik itu secara formal atau informal. Generasi milenial baik itu yang muda atau tua, banyak tergabung di dalam komunitas online seperti blog, telegram, facebook dan lain-lain. Berbagai macam kepentingan mereka mengikuti komunitas tersebut, bisa hanya sebatas hobi bahkan untuk mengasah kemampuan yang menghasilkan income. Expressions diartikan sebagai bentuk ekspresi atau perasaan yang menghasilkan produk budaya baru. Generasi milenial sangat ahli di dalamnya, semenjak adanya aplikasi Line mereka aktif tidak hanya menggunakannya sebagai alat untuk berkomunikasi atau sekedar mendapatkan informasi terbaru. Tapi, Line juga berkembang dengan adanya webtoon sebagai media yang mewadahi berbagai macam karya kreatif dari para komunikus dan penulis. Selain itu, youtuber hadir dengan hasil karya mereka berupa video dengan konten-konten kreatif. Dengan tema-tema tertentu mereka produktif menghasilkan video setiap harinya. Tidak banyak, bahkan bagi orang awan yang iseng atau tidak sengaja membuat konten di medianya sendiri bisa menjadi viral padahal kontennya sangat sederhana dan dianggap tidak penting sama sekali bagi penonton. Tapi, karena keunikan yang ditampilkannya bisa booming dan terkenal. Collaborative diartikan sebagai solusi atau problem solving. Kolaborasi atau kerjasama di sini, generasi milenial aktif menjadi agen pembaharu dengan karya dan perannya. Seperti semenjak disosialisasikan program pemerintah tentang Indonesia bebas sampah 2020 dan program literasi, generasi milenial pun hadir untuk memberikan kontribusinya dalam mewujudkan tujuan bersama dan bersama menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Dengan terbentuknya berbagai macam komunitas di media sosial seperti kitabisa.com, komunitas yang fokus untuk membantu dalam penggalangan dana bagi korban-korban bencana alam atau pun bagi masyarakat yang tidak mampu

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 113 untuk biaya kesehatan. Gerakan melek literasi, didukung dengan bermacam-macam komunitas membaca seperti di Bandung ada komunitas pecandu buku, mereka aktif mengajak generasi muda untuk gemar membaca dengan mengulas hasil bacaan di media sosial dan melakukan diskusi dalam acara-acara tertentu serta mengundang para penulis untuk hadir menularkan kebiasaan membaca. Sehingga tidak hanya aktif di media sosial, melainkan mengambil peranan aktif untuk menambah wawasan dan banyak karya- karya lain yang merupakan bentuk dari solusi untuk permasalahan yang ada. Circulations atau sirkulasi membentuk media. Alur media dibentuk oleh generasi milenial dalam kegiatan seperti blogging. Di mana blog merupakan sebagai wadah untuk saling berbagi ide atau hasil pemikiran berupa artikel, puisi, novel, cerpen dan lainnya. Selain itu, media online pun sekarang berkembang tidak hanya fokus di media onlinenya sendiri, tapi kini aktif juga menghubungkan media online dengan media sosial. Karena penggunaan media generasi milenial dan generasi Z pun paling besar menggunakan media sosial. Dengan sifatnya yang praktis dan singkat untuk membaca suatu informasi. Hal tersebut menunjukkan media massa pun berkembang untuk memberikan peran dalam membangun literasi.

SIMPULAN Berdasarkan analisis perilaku atau paritisipasi generasi milenial di era digital akankah mampu untuk bersaing di era revolusi industri? Kesimpulannya, generasi milenial dilihat dari berbagai macam karakter mereka mampu untuk bersaing. Seperti halnya pemerintah mempunyai road map making Indonesia 4.0 dengan program yang fokus dibeberapa industri, berbagai upaya dilakukan menyiapkan generasi milenial menghadapi perubahan zaman. Terutama, lembaga pendidikan dan universitas-universitas Indonesia diharapkan akan mampu menghasilkan generasi yang melek teknologi dan memiliki literasi yang tinggi. Sehingga, ketika terjun ke dunia kerja mereka siap bersaing tidak hanya di dalam negeri tapi internasional. Begitu pun dalam pekerjaan. Berbagai perusahaan harus berperan aktif, tidak hanya diam atau gulung tikar dengan melihat kondisi yang cepat berubah. Persaingan bisnis semakin ketat, bagi generasi milenial yang telah berkerja didorong untuk selalu melakukan inovasi dan kreatif. Sebagai bentuk aksi yang mampu untuk menghadapi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 114 segala perubahan, jangan takut peran individu yang akan tergeser dengan teknologi- teknologi yang terus berkembang. Justru, jadikan itu sebagai tantangan untuk menambah kemampuan dan bisa mengendalikan perubahan tersebut. Semua elemen masyarakat diharapkan bisa berkontribusi dalam menyosialisasikan dan aktif ikut dalam meningkatkan kemampuan serta saling mendukung satu sama lain.

BIBLIOGRAPHY Bungin, B. (2011b). Masyarakat Indonesia Kontemporer Dalam Pusaran Komunikasi. Jurnal Komunikasi,2(1), 127. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/316259632.

Howe,N.,William, S. (2000b). Millennials Rising the next Great Generation. Gener. J. Am. Soc. Aging. https://doi.org/10.1108/jcm.2002.19.3.282.4.

Jenkins, H., Purushotma, R., Weigel, M., Clinton, K., Robinson, A.J. (2009). Confronting the Challenges of Participatory Culture: Media Education for the 21st Century. Massachusetts: MIT Press.

Jenks, Chris. (2013). Culture Studi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Schwab, Klaus. (2016b). 1.14 The Fourth Industrial Revolution: What It Means and How to Respond. World Economic Forum. Retrieved from https://doi.org/10.1038/nnano.2015.286.

Soesatyo, B. (2018, April). Generasi Milenial Dan Era Industri 4.0. Detik.Com, c. 3981811. Jakarta. Retrieved from news.detik.com.

Tim APJII. (2018, Maret). Survei APJII. Buletin APJII, 3. Retrieved from apjii.or.id/.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 115

PRESENTASI DIRI PECINTA BUDAYA POPULER JEPANG MELALUI COSPLAY

Lina Kamila Ramasari Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Cosplay: Peragaan Busana Para Pecinta Budaya Populer Jepang Disadari ataupun tidak, pakaian bisa dijadikan sebagai salah satu media untuk menunjukan identitas seseorang. Dan memang melalui pakaian lah, kita mengenal identitas mereka. Kita bisa mengetahui (atau sekedar mengira) karakter pribadi, identitas budaya, status sosial, pekerjaan bahkan tingkat pendidikan. Terkadang tidak selamanya pakaian yang digunakan merupakan pakaian yang sebenarnya mewakili identitas dirinya. Salah satunya dengan permainan kostum. Pada keseharian, kita memang biasa menggunakan pakaian ala kadarnya sesuai dengan kebutuhan atau kecenderungan gaya fashion yang dianut. Hanya sedikit dari kita melakukan modifikasi dalam gaya berpakaian sehari-hari. Namun dengan permainan kostum, seseorang dapat merubah citra dirinya menjadi apa yang ia inginkan. Kegiatan permainan kostum ini biasa disebut dengan Cosplay. Secara bahasa, cosplay berasal dari dua kata bahasa Inggris yang digabung menjadi satu. Yakni kata Costume (pakaian) dan Play (bermain). Dalam hal ini, kostum digunakan untuk memainkan peran sebuah karakter atau figur dari sebuah film, komik, kartun atau game. Salah satu negara yang memilikii budaya Cosplay terbesar adalah Jepang. Cosplay pertama kali muncul di Harajuku, Jepang, pada tahun 1964. Cosplay sendiri merupakan sebuah bentuk penyaluran hobi dan kesenangan pribadi untuk mengenakan dan memamerkan kostum unik, apalagi jika kostum hasil design sendiri. Selain itu, pada awal kemunculannya, cosplay dijadikan sebagai bentuk perlawanan para remaja Jepang terhadap etika berpakaian di Jepang yang kaku dan konservatif (Tokyo Essential, 2010) Jepang memang terkenal dengan budaya fashion yang unik dan khas, yang dinamakan dengan J-Style atau J-Fashion (Venus & Helmi, 2010). J-Fashion ini

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 116

kemudian diadopsi oleh masyarakat luas di negara lain, dengan sebutan Cosplay. Termasuk di Indonesia, Cosplay termasuk salah satu kegiatan yang banyak diminati oleh kalangan muda di kota-kota besar, khususnya Bandung dan Jakarta. Mereka berusaha mengekpresikan dirinya melalui pemakaian kostum dan riasan yang menyerupai salah satu karakter yang mereka sukai dan inginkan. Dalam hal inilah, kemampuan cosplayer (pemain cosplay) menjadi terasah, baik dalam pemilihan pakaian dan aksesoris, kemampuan membuat riasan dan berekspresi agar dapat semirip mungkin dengan karakter yang sedang ia mainkan. Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini. Dimana sekelompok kaum muda, menjadikan cosplay sebagai cara mereka untuk mengekspresikan diri mereka melalui adopsi terhadap karakter lain dan juga budaya di luar dirinya. Pembahasan J-Fashion erat kaitannya dengan kajian budaya. Karena terdapat proses penyerapan budaya lain dalam kegiatan ini. Pada mulanya, cosplay tidak begitu marak di Indonesia. Kemudian diawali oleh event bertemakan budaya Jepang yang semula hanya bertujuan untuk pengenalan budaya Jepang oleh mahasiswa sastra Jepang UI pada tahun 1990-an (Rastati, 2012). Seiring berjalannya waktu, semakin banyak event serupa dan semakin banyak pula pengunjung yang menghadiri acara seperti ini yang kemudian berlanjut menjadi pecinta budaya Jepang. Rasa kecintaan inilah yang menjadi dasar para cosplayer untuk mewujudkannya dalam pengaplikasian fashion Jepang dan permainan kostum karakter hiburan Jepang. Dalam dunia era digital seperti sekarang ini, penyebaran informasi menjadi semakin pesat dan holistik. Informasi bisa diperoleh dengan sangat mudah dan tidak terbatas. Bahkan di suatu saat bisa jadi tidak dapat dihindari, tanpa diminta informasi tersebut akan datang kepada kita. Media memiliki andil yang sangat besar, yang membuat informasi menjadi tidak terbatas, seluruh informasi tentang apapun, dapat kita terima. Hal ini yang menyebabkan informasi mengenai perkembangan budaya di luar sana dapat dengan mudah kita terima. Dan menjadi hal yang menarik untuk kita, karena sifatnya yang unik dan menarik. Budaya Jepang yang dengan mudahnya kita terima, baik melalui film, komik, kartun (anime), majalah, maupun internet, memiliki karakter yang unik seperti layaknya budaya populer pada umumnya. Hal ini bisa dimaklumi karena fungsi pokok dari budaya populer ini adalah untuk menghibur. (Adi, 2011)

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 117

Perkembangan informasi mengenai budaya inilah yang menjadikan masyarakat banyak mengenal budaya di luar budaya miliknya. Khususnya kaum muda, sebagai lapisan masyarakat yang lebih dekat dengan teknologi informasi, mereka dapat dengan mudah mengakses budaya populer yang marak di saat ini. Karena sifat budaya populer yang unik dan kekinian, ketertarikan anak muda semakin terbangun. Belum lagi karena karakter pembawanya yang cantik dan tampan, juga pakaiannya yang rumit tapi nyentrik. Kecintaan terhadap budaya luar ini yang menjadi salah satu permasalahan yang disoroti. Karena presentasi diri yang dilakukan oleh para cosplayer dilakukan dengan cara mengadopsi budaya dan karakter di lluar dirinya sendiri. Cosplay biasanya dilakukan oleh sekelompok orang yang tergabung dalam komunitas, dan dilakukan pada saat event tertentu, khususnya Event Budaya Jepang. Namun dalam tulisan ini, tidak akan dibahas anggota komunitas. Namun lebih merujuk kepada objek individu yang memiliki hobi Cosplay namun enggan tergabung dalam komunitas. Hal ini menarik, karena biasanya dengan tergabung dalam suatu komunitas, akan menambah kepercayaan diri dalam melakukan aktivitas ini. Dikarenakan cosplay ini merupakan aktivitas yang unik dan tidak biasa, bahkan terkadang mengundang tanggapan negatif dari pihak luar. Ya, bagi sebagian orang yang tidak memiliki hobi serupa dengan cosplay, kegiatan cosplay merupakan kegiatan yang aneh bahkan tidak jarang mendapat cibiran. Tak jarang dianggap sebagai sikap kaum muda Indonesia yang menandakan lunturnya kecintaan mereka terhadap budaya sendiri. Maka tidak banyak orang yang melakukan hobi cosplay seorang diri, ia tentu melakukannya bersamaan dengan temannya, baik tergabung dalam komunitas maupun tidak. Di sekumpulan itulah, mereka saling mendukung dan menginspirasi satu sama lain. Maka dari itu, tulisan ini dibuat untuk mengungkap fenomena cosplay yang menjadi sebuah media pencarian identitas diri dan bagaimana seseorang ingin menampilkan kesan lain tentang dirinya melalui permainan kostum. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni penelitian yang dilakukan dengan maksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, serta untuk mengungkap situasi sosial secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. (Moleong, 2000)

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 118

Presentasi Diri Cosplayer Berdasarkan Konsep Presentasi Diri dari Erving Goffman Dalam Cosplay, seseorang dengan sengaja merubah penampilan dirinya dengan menjadi tokoh karakter yang ia kehendaki. Perubahan penampilan ini biasanya hanya mereka lakukan ketika mengikuti acara tertentu. Khususnya Event Budaya Jepang (Rastati, 2012). Sedangkan pada kesehariannya, mereka berpakaian seperti orang biasa dan bahkan mengenakan jilbab. Hal ini menyiratkan bahwa ada unsur lain dalam diri mereka yang memberikan dorongan motivasi untuk melakukan cosplay ketika berada dalam event budaya jepang. Hal ini yang kemudian berkaitan dengan konsep presentasi diri. Menurut penulis, ada unsur motivasi yang mendasari cosplayer untuk membentuk persepsi interpersonal, baik kepada sesama cosplayer maupun kepada orang lain (baik teman yang menyaksikan dirinya dalam kostum tetapi tidak ikut cosplay maupun para pengikutnya di sosial media). Hal inilah yang kemudian menjadi bahasan dalam penelitian ini. Yakni tentang presentasi diri yang dilakukan para cosplayer. Mulyana (2007) memperkenalkan bahwa pribadi seseorang dalam konsep dramaturgi (sebagai teori tentang bermain peran) terdiri dari tiga bagian, yaitu front stage, midle stage dan back stage (Mulyana, 2007). Dimana konsep front stage direpresentasikan sebagai presentasi diri. Front stage merupakan sisi bagian dari seseorang yang diperlihatkan kepada orang lain. Maka ia akan berusaha memainkan perannya untuk menunjukkan sisi yang ia ingin agar orang lain mengetahuinya. Erving Goffman (1959) dalam karyanya berjudul The Presentation of Self in Everyday Life, menyatakan bahwa individu, disebut aktor, mempresentasikan dirinya secara verbal maupun non-verbal kepada orang lain yang berinteaksi dengannya. Impression management (pengelolaan kesan) didefinisikan sebagai kecermatan persepsi interpersonal yang dimudahkan oleh petunjuk - petunjuk verbal dan nonverbal, dan dipersulit oleh faktor-faktor personal penanggap atau komunikan. Kesulitan persepsi juga timbul karena personal stimuli berusaha menampilkan petunjuk-petunjuk tertentu untuk menimbulkan kesan tertentu pada diri penanggap (Jalaludin Rahmat, 1996). Presentasi diri atau sering juga disebut manajemen impresi (impression management) merupakan sebuah tindakan menampilkan diri yang dilakukan oleh setiap individu untuk mencapai sebuah citra diri yang diharapkan. Presentasi diri adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas sosial

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 119

bagi para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada. (Mulyana, 2010) Ketika mempresentaskan dirinya, seperti halnya sebuah pertunjukan drama, seseorang akan mempersiapkan tiga aspek penting seperti yang diterangkan oleh Goffman dalam Rachmat (1996), yaitu panggung (setting), penampilan (appearance) dan tingkah laku (manner). Panggung (setting) merupakan setting tempat yang digunakan oleh seseorang ketika memainkan pertunjukan. Ketika seseorang mempresentasikan dirinya, hal yang kemudian menjadi penting adalah setting tempat dimana ia berada. Suatu area atau lingkungan tertentu dapat mempengaruhi seseorang dalam memilih citra apa yang hendak ia tampilkan. Penampilan (apprearance) merupakan penampilan yang dipilih oleh seseorang untuk mewakili karakter dirinya. Dalam hal ini termasuk pakaian, riasan, gaya rambut dan aksesoris yang dikenakan. Seorang calon karyawan yang akan melaksanakan wawancara tentu akan memilih untuk mengenakan kemeja dan celana kain, menyisir rambutnya dengan rapi dan menggunakan sepatu resmi yang juga bersih. Hal ini dilakukan untuk menunjukan bahwa dirinya memiliki citra yang baik dan berharap kana diterima bekerja. Sedangkan tingkah laku (manner); dalam bertindak, seseorang akan mempertimbangkan terlebih dahulu perihal manfaat dan dampak yang akan ditimbulkan. Terutama ketika seseorang sedang berusaha membangun sebuah kesan dirinya di hadapan orang lain. Ketiga aspek di atas yang akan menjadi titik fokus dalam pembahasan dalam tulisan ini. Yakni melalui hasil dari wawancara mendalam yang dilakukan kepada dua orang cosplayer. Dalam penelitian ini, penulis melibatkan dua informan perempuan yang merupakan seorang cosplayer, namun tidak tergabung dalam komunitas copslayer manapun. Informan ini dipilih karena ketika ia tidak tergabung dalam komunitas, subjektivitasnya akan semakin tinggi, dan motivasinya ber-cosplay akan semakin unik (tidak sekedar ikut-ikutan). Keduanya adalah teman dari peneliti dan berdomisili di Kota Bandung. Informan 1 berusia 23 tahun, berprofesi sebagai asisten komikus di sebuah penerbitan komik online di Kota Bandung. Informan 1 sudah mulai tertarik cosplay sejak 2013, namun baru mewujudkannya dalam kegiatan aktif cosplay dan mengikuti event sejak tahun 2014. Ia tidak tergabung dalam komunitas, namun memiliki teman-teman yang tergabung dalam komunitas cosplay. Informan 1 memiliki kurang lebih 15 koleksi kostum cosplay yang mayoritas berupa dress (pakaian perempuan Jepang), dan 1

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 120

ramput palsu, serta beberapa aksesoris lainnya. Dalam setahun, Informan 1 melakukan cosplay sekitar 3-4 kali ketika mengikuti event-event Jepang. Sedangkan informan 2, adalah seorang sarjana Sastra Jepang, sehingga bukan hal aneh ketika ia begitu mencintai budaya Jepang, dan diimplementasikan melalui kegiatan cosplay. Ia berusia 25 tahun dan berprofesi sebagai karyawan swasta. Informan 2 telah aktif cosplay sejak 2012. Tidak mengikuti komunitas cosplay, namun memiliki beberapa teman yang gabung ke komunitas copslay. Informan memiliki kurang lebih 20 kostum cosplay yang didominasi oleh pakaian pria, dan 6 rambut palsu (yang juga rambut karakter pria), juga memiliki perlengkapan make up untuk menunjang penampilannya ketika cosplay. Dalam setahun, informan dapat mengikuti event cosplay 7-8 kali, namun rutin melakukan cosplay pribadi di dalam kamarnya untuk kemudian berphoto dan diposting melalui media sosial. Kedua informan ini memiliki ketertarikan kepada cosplay diawali dengan ketertarikannya kepada budaya populer Jepang. Sejak kecil, mereka senang menonton anime, membaca komik Jepang (manga), dan bermain game-game dari Jepang. Jika informan 1 hanya tertarik terhadap style berpakaian remaja Jepang dan karakter anime atau game Jepang yang unik dan lucu. Sedangkan informan 2 memiliki ketertarikan kepada budaya Jepang secara keseluruhan, bahkan ia menguasai bahasa dan tulisan kanji. Bagi keduanya, cosplay dilakukan sebagai penyaluran hobi yang dapat menghadirkan kepuasan dan kesenangan. Informan 1: “ketika sehari2 gakbisa pakai pakaian yang menurut aku cute, di event bisa pake dan aku puas banget. Jadi teh sbnernya aku punya hasrat terpendam soal kostum lucu. Tp aku udah keburu pakai kerudung sehingga hasrat tsb kurang bisa tersalurkan. Dengan cosplay Aku bisa memenuhinya.” Selain itu, melalui cosplay, informan dapat merasakan menjadi karakter anime atau game yang ia suka. Dan dapat dijadikan sebagai ajang kreatifitas, seperti yang disampaikan oleh informan 2: “senengnya cosplay tuh bisa jadi karakter yang kita suka hahaha, sama ada kesenangan tersendiri juga sih, terus bisa ngasah kreatifitas juga.”Soalnya kalo kosple itu kan berhubungan dengan keterampilan, entah itu make up nya, bikin kostum, bikin armor kalo karakternya punya armor, atau senjata kalo karakternya bersenjata”. Berdasarkan hal tersebut, sosialisasi cosplay informan pun dapat dirangkum dalam tabel 1.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 121

Tabel 1. Sosialisasi cosplay infroman

Sosialisasi informan Informan 1 Informan 2 Awal ketertarikan Manga, anime, game Manga, anime, game Alasan menyukai Lucu Menyenangkan, kreatif Pengalaman cosplay 4 tahun 6 tahun Manfaat Media berekspresi, bisa Bisa menjadi karakter yang mengenakan kostum lucu, disukai, mengasah merasakan kepuasan dan kreatifitas make up dan kesenangan, dapat design kostum berkreasi Dampak Menghabiskan uang, Menghabiskan uang, dimarahi orang tua, dianggap aneh mendapat omongan negatif dari orang lain, mendapat banyak permintaan pertemanan dari lawan jenis Harapan informan Terus ber-cosplay Menjadi terkenal Sumber: hasil penelitian. 2018. Adapun hasil dari penelitian berdasarkan konsep Presentasi Diri oleh Erfing Goffman dibedakan berdasarkan panggung (setting), Penampilan (Appearance) dan tingkah laku (Manner). Yang pertama dari segi panggung (Setting), Kegiatan copslay biasa dilakukan oleh komunitas cosplay maupun individu, biasanya dilakukan di tempat- tempat tertentu yang sedang dilangsungkan event Jepang, baik dalam bentuk event budaya, konser musik, diskusi film, atau penampilan action figur anime. Event Jepang ini dijadikan ajang perkumpulan para penyuka budaya populer Jepang (seperti anime, manga, film) termasuk para cosplayer. Ketika suatu event Jepang berlangsung, meski bukan event khusus cosplay, para cosplayer tetap hadir dengan kostum favorit mereka. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan tema Jepang yang diusung. Bagi mereka, akan sangat pas ketika mengenakan kostum karakter populer Jepang ketika event Jepang sedang berlangung. Hal ini akan menambah kesan Jepang yang sangat kental.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 122

Seorang cosplayer jarang melakukan cosplay di suatu tempat yang tidak sedang diselenggarakan event tertentu. Apalagi seorang diri, kecuali ketika sedang berlangsung perkumpulan komunitas cosplayer, mereka akan beramai-ramai mengenakan kostum karakter Jepang. Hal ini menandakan bahwa dalam presentasi diri para cosplayer, setting tempat menjadi penentu utama. Dengan berada tempat yang sedang diadakan event Jepang, mereka akan menjadi cosplayer. Ketika tidak berada disana, mereka akan menanggalkan kostum cosplay mereka dan berpenampilan selayaknya diri mereka sehari-hari. Ketika para cosplayer tidak berada dalam komunitas atau kerumunannya, mereka tidak merasa percaya diri untuk mengenakan kostum karakter seorang diri. Hal ini dikarenakan rasa malu dan merasa diri menjadi ‘aneh’. Selain itu, cosplayer merasa tidak memiliki kepentingan untuk memakain kostum karakter ketika berada di luar lingkungan event atau komunitas/kerumunan. Karena event seperti ini senantiasa dilengkapi dengan dekorasi yang cantik, para cosplayer senang berkumpul di salah satu sudut area event yang dinilai paling bagus untuk berphoto bersama. Mereka menyebut kegiatan ini dengan photses (photo session). Dengan kostum yang mereka kenakan, dilengkapi dengan latar yang cantik, akan membuat hasil foto semakin menarik. Sehingga menjadikan foto tersebut pantas untuk diposting di media sosial. Hasil dari photo session kemudian dapat berguna untuk berbagai hal. Bisa menjadi koleksi pribadi, pemuas kesenangan diri dan juga sebagai ajang mencari pengikut di media sosial. Informan 1 : “Photosession tuh asiknya pas udah dirumah. pas diliat hasilnya tuh bisa di ketawain, bisa di pilih dan di edit2 mana yang paling lucuk” Salah satu tujuan utama dari informan 1 melakukan cosplay adalah untuk mengambil foto pribadi (selfie) atau foto bersama teman-temannya. Setelah foto, ia senang melihat-lihat hasil foto dan mengeditnya. Informan 1 jarang memposting hasil photses cosplaynya. Ia mengatakan bahwa ia tidak memiliki tujuan untuk menjadi terkenal dengan banyaknya like dan comment di foto cosplay.Berbeda halnya dengan informan 2, lama media sosial instagram milikinya justru penuh dengan foto cosplay dirinya. Informan 2 mengatakan bahwa ia memiliki keinginan untuk mendapatkan apresiasi dan menjadi terkenal. Bahkan, Informan 2 tidak jarang melakukan photo session di sebuah studio dan menyewa jasa fotografer untuk mendapatkan hasil foto

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 123

cosplay yang sempurna, untuk kemudian dposting di media sosial dan mendapatkan banyak like dan menambah pengikut. Dari segi penampilan (Appearance), Event Cosplay adalah sebuah event dimana banyak bekumpul para penggemar anime dan budaya jepang dari berbagai kalangan dengan latar belakang budaya yang berbeda yang ber interaksi satu dengan yang lain untuk memperoleh tujuannya dating dalam event cosplay. Inti dari kegiatan cosplay adalah perubahan penampilan menjadi orang lain. Ada beberapa jenis cosplay yang biasa kita kenal, yaitu (1) Cosplay manga/anime, yaitu cosplay yang karakternya berasal dari manga dan anime seperti Sailormoon, Doraemon, dan Crayon Shinchan. (2) Cosplay game, yaitu cosplay yang karakternya diambil dari karakter game. (3) Cosplay , yaitu cosplay yang karakternya berupa pahwalan pembela kebenaran seperti Ksatria Baja Hitam, Power Ranger, dan Saint Seiya. (4) Cosplay gothic, yaitu cosplay yang karakternya berasal dari karakter bernuansa gelap. (5) Cosplay lolita, yaitu cosplay yang karakternya mengikuti gaya Rococo yakni sebuah kostum dengan gaun besar dan pita besar di Prancis. (6) Cosplay original, yaitu cosplay yang karakternya tidak ada dalam cosplay jenis lainnya dan merupakan hasil kreasi para pelaku cosplay. (7) Cosplay schoolgirl-uniform fashion, yaitu cosplay yang menampilkan khusus seragam sekolah siswa perempuan. (Rastati, 2012) Berdasarkan jenis cosplay di atas, ada perbedaan selera dari kedua informan. informan 1 lebih senang mengenakan mengenakan cosplay lolita, schoolgirl-uniform. Menurutnya, sangat lucu mengenakan pakaian dress-dress semacam itu, dan tidak menjadi karakter tertentu. Sedangkan informan 2 lebih senang menjadi karakter anime atau game. Bahkan informan 2 lebih senang menjadi karakter laki-laki dengan wig dan pakaian laki-laki. Cosplay jenis ini disebut dengan crossdress.

Informan 2 : “Hm... awalnya sih emang seneng jepangan, aku kan suka dateng ke event jepangan gitu, di sana pasti ada aja yang cosplay. Aku jadi tertarik. Selain itu karena aku seneng sama karakter-karakter anime/game rasanya pengen coba gimana rasanya ngubah penampilan jadi karakter tersebut. Aku seringnya jadi karakter cowok. Seneng karena karakter yang aku suka ganteng-ganteng.”

Tidak hanya melalui pakaian, karakter cosplay juga dikuatkan dengan riasan make up dan aksesoris seperti rambut palsu, kalung, anting bandana, topi, dan lain

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 124

sebagainya. Terutama informan 2, ia menganggap bahwa riasan sangat penting dalam cosplay. Karena dengan make up, ia dapat menonjolkan karakternya sebagai tokoh laki- laki. Melalui penampilan inilah, kreatifitas para cosplayer diasah. Mulai dari pengaplikasian make up, desain kostum, dan pemadupadanan kostum dengan karakter yang diinginkan. Dengan pemilihan jenis cosplay ini, dapat disimpukan kesan apa yang ingin ditampilkan oleh kedua informan. Informan 1 ingin menampilkan kesan feminis dan lucu, sedangkan informan 2 lebih senang menampilkan kesan maskulin, dan mirip dengan karakter yang dimainkan. Uniknya, kedua informan ini merupakan wanita berjilbab dalam keseharian mereka. Namun ketika bercosplay, mereka mengenakan rambut palsu, pakaian pendek. Hal ini menunjukan totalitas keduanya dalam bercosplay, yakni berusaha untuk menjadi karakter yang merek ainginkan. Informan 2, yang lebih menyukai cosplay sebagai karakter laki-laki, mengenakan pakaian lengan panjang seperti tuxedo atau jaket. Sedangkan informan 1, karena karakternya merupakan lolita yang senang mengenakan rok pendek, ia tetap mengenakannya tetapi dengan balutan stocking. Hal ini menjadi menarik bagaimana identitas religi yang mereka kenakan menjadi beralih ketika mereka cosplay.

Informan 1: “Soalnya ga cute kalau pakai hijab d jadiin rambut wkwkw lebi milih d marahin ibu. Karena orang tuaku gaksuka kenapa pake mini2 gitu. Tp aku kekeuh kasih argumen kalau inituh salah satu media buat berekspresi, dr pada buka kerudung dan ntr banuak omongan dr kanan kiri dan keluarga. Aku juga berusaha setiap cosplay tuh pake stocking kok, ga kulit langsung kalau pake rok mini.” Informan 2: “karena aku sukanya jadi karakter itu, dan karakternya cowok yang ga pake jilbab”

Adapun dari segi tingkah laku (Manner) Bagi sebagian orang, cosplay hanya menjadi sebuah hobi yang menyenangkan dan dilakukan sewaktu-waktu. Namun bagi sebagian orang, cosplay merupakan sebuah gaya hidup dan gaya berpakaian. Untuk kedua informan ini, ada perbedaan mencolok. Informan 1 hanya menjadikan cosplay sebagai ajang berekspresi dan menyalurkan keinginannya berpakaian lucu ketika ia ingin dan memiliki waktu senggang. Namun untuk informan 2, cosplay menjadi ajang untuk dirinya berubah menjadi karakter yang ia senangi, dan untuk mendapatkan apresiasi dari

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 125

orang lain. Dalam hal itu berarti ia menyalurkan kemampuan make up dan design kostum. Dikarenakan informan 1 lebih cenderung menyukai jenis cosplay lolita, tidak ada karakter spesifik yang ingin ia mainkan, maka ia pun tidak memainkan karakter apapun dalam cosplaynya. Hanya saja ketika berfoto, informan 1 akan menampilkan kesan lucu dan imut dalam pose fotonya, menyesuaikan dengan kostum lolita yang ia kenakan. Sedangkan informan 2, dikarenakan i berkarakter sebagai Izanami Hifumi (salah satu tokoh anime laki-laki), maka ia akan berekspresi seperti tokoh tersebut. Meski ekspresi ini hanya dilakukan ketika berpose depan kamera saja. Tidak diaplikasikan ketika dalam perkumpulan cosplay. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam aspek manner, kedua informan tidak bertingkah laku seperti karakter yang dimainkan, melainkan hanya permainan karakter melalui kostum saja. Namun ada kegiatan lain yang membuat para cosplayer memainkan karakter tetentu, yaitu ketika mereka mengikuti pementasan atau perlombaan drama. Para cosplayer biasanya tergabung dalam satu tim untuk menampilkan sebuah cerita pada suatu event tertentu. Namun kedua informan ini tidak melakukannya.

SIMPULAN Cosplay, meski secara definisi merupakan permainan kostum, namun pada praktik komunikasi dapat diartikan lebih dari itu. Di dalamnya terdapat motivasi yang mendasari presentasi diri cosplayer melalui kostum yang ia kenakan. Cosplay dapat dijadikan sebagai ajang penyaluran ekspresi diri, sebagai hobi yang membawa kepuasan dan kesenangan, sebagai ajang mengasah kreatifitas, juga sebagai cara untuk menjadi terkenal. Setiap diri yang dipresentasikan akan dipengaruhi oleh motivasi tersebut. Seseorang yang cosplay karena hobi dan mengekspresikan diri, akan ber-cosplay ketika merasa ingin dan butuh, dan ketika memiliki waktu luang. Seseorang yang melakukan cosplay untuk mengasah kreatifitas, akan mengembangkan cosplay kepada sesuatu hal yang bersifat produktif, seperti membuat kostum, atau mengikuti perlombaan cosplay. Sedangkan seseorang yang bercopslay karena ingin terkenal, ia akan mempostingnya di media sosial dan mempromosikan postingan tersebut. Presentasi diri yang dilakukan oleh cosplayer dikaitkan dengan aspek presentasi diri menurut Goffman dapat disimpulkan bahwa dari aspek setting, cosplayer biasa melakukan cosplay ketika mereka berada di tempat diselenggarakannya event budaya

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 126

Jepang. Sedangkan dari aspek penampilan, cosplayer biasa memainkan karakter sesuai dengan keinginan dan kesenangan mereka. Disini, informan memainkan permaianan gender, yaitu untuk memberikan kesan feminis dan kesan maskulin. Dan dari asek karakter; tidak selamanya karakter tokoh yang di-cosplay-kan menjadi penting untuk didalami. Namun hanya untuk kepentingan photo session.

BIBLIOGRAPHY

Adi, I. R. (2011). Fiksi Populer Teori dan Metode Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jalaludin Rahmat. (1996). Psikologi Komunikasi (1st ed.). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moleong, L. J. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana, D. (2007). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana, D. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rastati, R. (2012). Media dan Identitas : Cultural Imperialism Jepang, I, 41–52.

Venus, A., & Helmi, L. (2010). Budaya Populer Jepang di Indonesia : Catatan Studi Fenomenologis Tentang Konsep Diri Anggota Cosplay Party Bandung, 1(1), 1–124. https://doi.org/10.1196/annals.1432.049

Tokyo Essential. (2010). Harajuku and The Meiji Jingu Shrine. Retrieved November 12, 2018, from https://www.tokyoessentials.com/harajuku.html

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 127

BUDAYA KONTEMPORER PERUBAHAN BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA

1Erlangga Marion Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Bahasa adalah suatu pernyataan seseorang dalam ucapan yang mewakili suatu kelompok tertentu dan berbeda dengan suatu kelompok lainnya. Semua bahasa terus mengalami perubahan dan tidak ada satupun yang tidak mengalaminya, perubahan ini ada dikarenakan adanya faktor internal dan juga faktor eksternal(Hickey 2003). Bahasa indonesia sendiri juga mengalami perubahan dari masa ke masa, seperti penggunaan ejaan lama huruf “dj” yang sekarang hanya “j”, “j” yang berevolusi menjadi “y”, dan banyak hal lainnya. Faktor internal yang mempengaruhi perubahan ini biasanya untuk menyeimbangkan suatu sistem bahasa itu sendiri, dikarenakan suatu bahasa memiliki tingkatan-tingkatannya. Sesuatu yang diganti pada suatu bahasa akan menciptakan suatu ketidak imbangan dan akan membuat adanya perubahan lagi pada tingkatan bahasa lainnya(Hickey 2003). Faktor eksternal juga mempunyai peranan dalam hal ini, ini dikarenakan adanya kata kata yang panjang dan diringkas pada suatu masa tersebut sehingga menjadi lebih mudah di gunakan dan terdengar lebih fashionable(Hickey 2003). Contoh dari perubahan yang didasari oleh faktor eksternal ini adalah kata “enggak” yang menjadi nggak, “itu” yang menjadi “tuh” dan banyak kata-kata lainnya. Perubahan bahasa ini memberikan efek pada komunikasi yang terjadi. Komunikasi menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih, sedangkan menurut Harold D. Lasswell komunikasi merupakan proses bagaimana komunikasi sebagai proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan melalui suatu media dan memberikan efek tertentu kepada penerimanya(Mulyana 2000). Pembentukan makna

1 Erlangga Marion, S.I.Kom, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor, 45363. Email: [email protected]

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 128

pada suatu kelompok tertentu harus memiliki kesamaan sehingga bahasa tersebut bisa digunakan pada kelomok tersebut supaya tidak menciptakan kesalahan persepsi. Semua perubahan bahasa yang terjadi ini juga akan berdampak pada suatu budaya tertentu. Budaya adalah karakteristik dan pengetahuan suatu grup tertentu, meliputi bahasa, kepercayaan, makanan, kebiasaan sosial, musik dan seni(Zimmermann 2012). budaya memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi dan memiliki kelekatan pada suatu grup tertentu. Budaya menurut Matsumoto adalah seperangkat sikap, nilai, kepercayaan, dan tingkah laku yang di bagi kepada sekelompok orang, tetapi berbeda pada tiap individu yang disebarkan dari generasi kepada generasi berikutnya(Oatey 2012). Budaya adalah turunan yang disebarkan oleh suatu generasi kepada generasi berikutnya, sehingga hal ini terus menjalani perubahan seiring berjalannya waktu. Perubahan bahasa juga menyebabkan terjadinya perubahan pada suatu budaya. Perubahan yang terjadi pada bahasa ini menyebabkan beberapa hal juga mengalami perubahan, dan menyebabkan Kontemporerisasi pada bidang bidang tersebut. Kontemporer memiliki arti pada waktu yang sama; semasa; sewaktu; pada masa kini; dewasa ini:(“Hasil Pencarian - KBBI Daring,” n.d.) dengan kata lain kontemporer adalah sesuatu yang baru atau sesuatu yang sedang terjadi pada saat ini(Cambridge Dictionary 2016). Sehingga sesuatu hal yang sedang terjadi pada saat ini dan memiliki perbedaan pada saat dahulu, termasuk didalamnya seperti seni, musik, bangunan, maupun budaya adalah sesuatu yang termasuk dalam definisi kontemporer. Budaya kontemporer dalam komunikasi bukanlah hal yang baru lagi, termasuk yang terjadi dinegara indonesia. Indonesia mengalami banyak perbaruan dalam hal bahasa dan kata-kata. Kata-kata yang dahulu sering digunakan, saat ini mengalami kemerosotan bahkan banyak individu-individu yang berada diindonesia tidak mengatahui suatu arti kata tertentu. Perubahan yang terjadi pada segi bahasa ini adalah suatu hal yang wajar, dikarenakan mausia terus berkembang dan menciptakan suatu hal yang baru, termasuk kata-kata. Hal ini tentu saja tidak aplikatif pada saat pertama kali penggunaannya, tetapi dengan seiring berjalannya waktu, individu-individu yang berada di indonesia memiliki pengetahuan yang sama akan kata tersebut dan memiliki persepsi yang sama atas arti dari kata tersebut. Penciptaan kata-kata baru pada bahasa indonesia adalah sesuatu hal yang dibutuhkan. Adanya hal-hal baru dalam segi teknologi juga memberikan andil pada

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 129

perubahan ini. Majunya teknologi menciptakan sesuatu, membuat bahasa harus memberikan “nama” pada hal tersebut. Hal ini didasari karena sesuatu itu belum ada pada zaman dahulu, dan belum ada kata yang bisa menggambarkan hal itu sebelumnya. Perubahan bahasa akan terus mengalami perubahan selama manusia dan teknologi terus berkembang, dan hal ini adalah sesuatu yang wajar. Perubahan yang terjadi pada bahasa ini bukan hanya terjadinya penambahan kata kata baru saja tetapi juga mengubur kata-kata yang dahulu ada pada suatu kelompok tertentu. Kata-kata tersebut bisa saja mengalami perubahan makna atau malah tidak ada lagi individu yang menggunakan bahasa tersebut sehingga bahasa tersebut hilang, dan terlupakan. Bahasa indonesia juga mengalami perubahan didalamnya, perubahan yang ada pada bahasa indonesia termasuk kata-kata yang sudah dimasukkan kedalam kamus besar bahasa indonesia, maupun yang tidak. Bahkan banyak percakapan yang dilakukan oleh individu-individu indonesia bukan lagibahasa indonesia yang baku atau seharusnya tetapi menggunakan bahasa yang dikenal dengan bahasa “slang”. Bahasa “slang” adalah bahasa yang sangat informal yang biasanya lebih sering di katakan daripada ditulis, dan biasanya digunakan oleh suatu grup tertentu(Cambridge Dictionary 2016). Bahasa slang juga memberikan dampak yang besar pada bahasa indonesia, seperti percakapan yang terjadi pada kelompok tertentu dengan kelompok lainnya dan akan memberikan kesalahan persepsi dalam percakapan sehari hari. Penelitian ini menggunakan empat sifat dari perubahan bahasa yaitu: motivasi internal dan eksternal, kesadaran dan sikap, bagaimana perubahan terjadi, dan penanganan perubahan. Faktor internal yang mempengaruhi perubahan ini biasanya untuk menyeimbangkan suatu sistem bahasa itu sendiri, dikarenakan suatu bahasa memiliki tingkatan-tingkatannya. Sesuatu yang diganti pada suatu bahasa akan menciptakan suatu ketidak seimbangan dan akan membuat adanya perubahan lagi pada tingkatan bahasa lainnya(Hickey 2003). Faktor eksternal juga mempunyai peranan dalam hal ini, ini dikarenakan adanya kata kata yang panjang dan diringkas pada suatu masa tersebut sehingga menjadi lebih mudah di gunakan dan terdengar lebih fashionable (Hickey 2003). Perubahan dan sikap ini menjelaskan sejauh mana pembicara menyadari perubahan bahasa tergantung pada tingkat terpengaruhnya dia dengan bahasa tersebut. Dan bagaimana pembicara awam menganggap perubahan bahasa sebagai

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 130

kerusakan bahasa. Secara umum dapat dikatakan bahwa saat pertama kali seseorang mendengar suatu perubahan bahasa itu adalah hal yang aneh, yang kedua kalinya sedikit tidak biasa, ketiga kalinya itu sudah menjadi hal yang normal. Mengapa perubahan bisa terjadi? Perubahan bahasa bukanlah tujuan dari pembicara. Sebaliknya itu adalah apa yang disebut ‘Epiphenomenon’ - sesuatu yang terjadi tetapi tidak disengaja. Di Istilah linguistik, suatu epiphenomenon berarti perubahan itu terjadi dikarenakan alasan internal atau eksternal - atau kombinasi keduanya - tetapi perubahan tidak dimaksudkan oleh pembicara. Memprediksi perubahan bahasa adalah sesuatu yang mustahil, buktinya telah banyak bahasa yang hilang dimuka bumi dan tidak ada lagi yang berkomunikasi dengan bahasa tersebut. Contoh penanganan perubahan terjadi ketika dua kata memiliki kata yang sama tetapi memiliki arti yang berbeda maka individu cenderung menghindari menggunakan kata tersebut sehingga terjadilah perubahan bahasa Penjelasan tentang hal ini diperlukan karena pembicara awam mempercayai bahwa perubahan tertentu terjadi untuk menghindari hal-hal seperti ini. Dikarenakan hal ini, peneliti ingin meneliti tentang budaya kontemporer perubahan bahasa dalam bahasa Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN Motivasi Internal dan Eksternal pada perubahan bahasa Perubahan bahasa yang terjadi dindonesia adalah suatu hal yang sangat wajar, hal ini dikarenakan adanya kata-kata yang terlalu panjang dan membuat individu meringkasnya tanpa menghilangkan esensinya. Seperti kata-kata “begitu” yang diringkas menjadi “gitu”, “itu” yang berganti menjadi “tuh” dan kata-kata lainnya. Perubahan bahasa juga terjadi pada hal yang lebih kompleks lagi yaitu yang disebut bahasa ”slang. Bahasa slang adalah bahasa yang sangat informal yang biasanya lebih sering diucapkan oleh suatu kelompok tertentu. Contoh dari bahsa ini yang terjadi di indonesia adalah seperti kata-kata “Baper” (Bawa Perasaan), “Sotoy” (Sok Tau), “Mager” (Malas Gerak) dan banyak hal lainnya. Bahkan ada kata yang tidak berhubungan sama sekali dengan makna dari kata aslinya, seperti pada saat seorang penjual menawarkan jualannya kepada konsumen dan berkata “boleh menawar tapi jangan afgan ya”. “Afgan” yang dimaksud dalam kalimat ini adalah kata “sadis” yang sebenarnya adalah salah satu lagu populer yang dinyanyikan oleh penyanyi bernama afghan.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 131

Unsur suku budaya juga menjadi salah satu faktor internal dan eksternal dalam perubahan bahasa yang terjadi. Contoh nyatanya adalah warga medan tidak menyebut “enak sekali” tetapi “enak kali”, bila dilihat lebih jauh penyingkatan kata yang dilakukan ini memiliki dampak yang besar, karena apabila individu ini bertemu dengan individu lainnya yang berasal dari jakarta da tidak mengerti tentang ini, maka individu tersebut akan kebingungan dan akan mengartikan kata “kali” sebagai selokan. Bahkan bila ini dipraktekkan lagi kepada individu lainnya yang tidak mempunyai pengetahuan soal kata itu, maka individu pendengarnya mungkin saja akan menjawabnya dengan “berapa kali?”

Perubahan dan Sikap Perubahan dan sikap pada perbahasan bahasa ini adalah sejauh mana pembicara menyadari tentang perubahan bahasa ini. Tingkatan sejauh mana pembicara menyadari tentang perubahan bahasa ini berkaitan tentang sejauh mana pembicara terpengaruh atau menggunakan bahasa ini. Dengan seringnya kata-kata ini di lakukan pada percakapan maka kata-kata tersebut akan terdengar normal dan memiliki arti yang sama dipikiran seorang pembicara ataupun pendengarnya. Dan adapula individu yang menolak penggunaan kata-kata baru ini, tetapi tentu saja lama kelamaan individu ini akan mengerti maksud dari kata-kata baru tersebut walaupun tidak menggunakannya. Sikap yang diambil dalam penggunaan kata-kata “slang” ini menjadi hal yang penting juga dalam terjadinya perubahan bahasa. Pemakaian kata-kata ini pada komunikasi dan bagaimana pemaknaan kata-kata ini dibenak masyarakat menjadi kunci penting bagaimana suatu perubahan bahasa bisa berubah. Seperti kata “Mager” yang sudah sangat lazim digunakan diindonesia, untuk menunujukkan makna bahwa seorang individu malas untuk melakukan sesuatu. Pemaknaan yang sudah bersifat luas ini membuat bahasa ini sangat sering digunakan dan mungkin saja di kemudian hari akan ditambahkan pada kamus besar bahasa indonesia seperti kata “twerk” yang telah dimasukkan ke dalam kamus Oxford(Oxford English Dictionary 2014).

Mengapa perubahan bisa terjadi? Perubahan bahasa yang terjadi bukanlah sesuatu yang disengaja. Pembicara tidak bermaksud untuk melakukan perubahan tersebut. Hal ini disebut Epiphenomenon yaitu sesuatu yang terjadi tetapi tidak disengaja. Fenomena ini terjadi karna adanya rasa

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 132

setuju pada suatu kelompok masyarakat tentang pemaknaan suatu kata, dan memakainya pada saat mereka berkomunikasi. Contoh nyata dari hal ini adalah kata daerah dari suku minang yaitu “bini”. Kelompok suku minang memakai kata-kata ini menjadi pengganti dari kata istri pada percakapannya. Hal ini terus berlangsung dari waktu ke waktu dan mendapatkan penerimaan pada kelompok yang lebih luas yaitu bangsa indonesia, sehingga saat ini bangsa indonesia sudah memasukkan kata-kata ini kedalam kamus besar bahasa indonesia. Contoh lainnya lagi adalah kata “galau”, galau memiliki arti sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran). Tetapi pada saat ini kata galau justru memilik arti yang berbeda. Galau pada saat ini mengandung dua arti. Pertama, adalah sebuah perasaan yang mengungkapkan rasa bingung. Seperti dihadapkan dengan dua pilihan. Kedua, galau bisa juga diartikan sebagai ungkapan rasa dimana harapan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi atau didapatkan. Seperti, putus cinta atau kasih yang tak sampai. Pemahaman tentang bagaimana suatu bahasa bisa mengalami perubahan dan pergeseran makna ini termasuk dalam hal penting dalam perubahan yang terjadi pada bahasa saat ini.

Penanganan perubahan Bagaimana suatu kata yang mempunyai arti yang sama juga berpengaruh dalam bagaimana suatu bahasa bisa mengalami perubahan, hal ini dipicu oleh bagaimana penanganan perubahan pada bahasa itu sendiri. Bila ada dua kata yang mempunyai arti yang sama, maka individu cenderung menghindarinya dan berusaha untuk mencari kata lainnya untuk menghndari kesalahpahaman. Sangat banyak kata-kata yang memiliki makna ganda pada bahasa indonesia, sehingga hal ini juga memberikan dampak yang berpengaruh pada perubahan bahasa indonesia. Contohnya adalah bagaimana individu berusaha untuk menghindari menggunakan kata “apel” pada saat melakukan upacara. Dan pada saat ini kata apel sangat jarang digunakan untuk mendeskripsikan kumpul pada upacara, dan cenderung digunakan untuk memaknai salah satu jenis buah-buahan.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 133

Hal ini tentu saja membuat perubahan terjadi pada bahasa, bila kata-kata ini tidak digunakan kembali pada masa depan, maka mungkin saja kata ini akan hilang dan tidak ada lagi yang menggunakannya pada percakapan. Perubahan ini terjadi pada bahasa inggris seperti kata”handsome”, kata handsome saat ini sudah sangat jarang sekali bahkan nyaris tidak ada digunakan untuk menggambarkan seorang perempuan, padahal kata ini pada zaman dahulu sering digunakan untuk menggambarkan seorang perempuan, hal ini bisa dilihat dari literatur karya Jane Austen yang berjudul Pride and Prejudice.

SIMPULAN Perubahan bahasa yang terjadi pada bahasa indonesia adalah sesuatu hal yang wajar dan tak bisa di hindari. Bukan hanya indonesia yang mengalami dampak ini tetapi juga bahasa yang ada diseluruh dunia. Hal ini terjadi dikarenakan adanya faktor internal dan eksternal dari perubahan bahasa yang terjadi, kedua adalah perubahan dan sikap yang dilakukan terhadapa perubahan bahasa tersebut, ketiga yaitu bagaimana perubahan itu terjadi, dan keempat adalah cara menanggapi perubahan tersebut. Keempat hal ini adalah yang melatarbelakangi bagaimana suatu perubahan bahasa bisa terjadi dan diterimanya dalam suatu kelompok masyarakat. Perubahan bahasa ini akan menimbulkan persepsi dan pemaknaan yang berbeda bila partisipan yang melakukan komunikasi tidak memiliki pemaknaan yang sama akan hal tersebut. Bahasa akan terus berkembang dan meninggalkan bahasa-bahasa yang tidak aktual lagi dipergunakan pada masanya. Perubahan bahasa adalah sesuatu yang tidak mungkin dihindari. Perubahan akan selalu terjadi, terlepas dari seberapa kerasnya individu menolaknya. Hal-hal negatif pada perubahan bahasa ini adalah perbedaan persepsi dan makna pada suatu kata yang terjadi pada individu-individu yang melakukan komunikasi. Hal ini bisa dihindari dengan penyamarataan informasi tentang makna kata tersebut diantara partisipan komunikasi, dengan memberikan penjelasan tentang apa maksud dari kata tersebut dan bagaimana penggunaannya. Efek negatif kedua yang menjadi dampak dari perubahan bahasa ini adalah terlupakannya kata-kata yang sudah ada terlebih dahulu, dan tidak digunakannya lagi kata tersebut dalam percakapan komunikasi. Hal ini sudah bisa ditanggulangi dengan adanya kamus besar bahasa indonesia yang menyimpan kata-kata beserta

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 134

maknanya, sehingga kata tersebut tidak terlupakan dikarenakan ada jejek rekam literaturnya.

BIBLIOGRAPHY Cambridge Dictionary, Cambridge. 2016. “Cambridge Dictionary.” Relative Clause. https://doi.org/10.1007/978-0-387-25789-1.

“Hasil Pencarian - KBBI Daring.” n.d.

Hickey, Raymond. 2003. Motives for Language Change. Motives for Language Change. https://doi.org/10.1017/CBO9780511486937.

Mulyana, Deddy. 2000. “Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar.” 2000. 2000. https://doi.org/10.1103/PhysRevA.88.033421.

Oatey, Helen Spencer. 2012. “What Is Culture? A Compilation of Quotation.” GlobalPAD Open House. https://doi.org/10.1073/pnas.1317033110.

Oxford English Dictionary. 2014. “Oxford English Dictionary Online.” Oxford English Dictionary. 2014. https://doi.org/10.1016/j.nimb.2015.03.065.

Zimmermann, Kim Anderson. 2012. “What Is Culture? Definition of Culture.” Live Science.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 135

BUDAYA MENONTON MASYARAKAT INDONESIA

Iqbal Syaefulloh Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Asumsi bahwa perubahan budaya dalam kehidupan manusia ditentukan oleh teknologi, dicetuskan oleh McLuhan. Pencetusan gagasannya sendiri didasarkan pada pendapatnya mengenai pembagiannya atas periodesasi sejarah manusia yang menjadi empat, di mana periode electronic age, selain menjadi periode terakhir juga menjadi salah satu dari keempat periodesasi tadi yang fasenya mencakup tribal age, literacy age, dan print age, Periode pada fase electronic age sendiri dimaksudkan McLuhan sebagai zaman elektronik yang ditandai dengan penemuan telegraf, radio dan televisi. Budaya adalah gambaran suatu negara, semakin banyak budaya yang ada di suatu negara maka sudah dipastikan beragam pula suku, bahasa, ras bahkan kepercayaannya. Ada perbedaan dimana negara yang dulu menjadi negara kolonial Belanda dan Inggris memiliki ciri khas dalam berbudaya. Negara kolonial Inggris contohnya Malaysia, negara tersebut ketika menjadi kolonial Inggris maka budaya setempat akan sengaja dihilangkan, kemudian budaya Inggris yang akan mewarnai budaya negara kolonialnya. Bisa kita lihat dari bahasa Malaysia yang beberapa kayanya memiliki bahasa campuran Inggris atau serapan langsung dari bahasa Inggris. Berbeda dgan negri kolonial Belanda, contohnya Indonesia, Indonesia adalah negara kolonial Belanda dimana ketika mereka menjajah Indonesia mereka itu membiarkan masyarakatnya untuk mempertahankan budaya setempat, tidak menghilangkan budaya setempat. Oleh karena itu, Indonesia memiliki budaya yang banyak dan beragam dan terus bisa dipertahankan sampai sekarang hal tersebut pun karena memang Indonesia dulu menjadi kolonialnya Belanda, bayangkan jika Indonesia menjadi kolonial Inggris, mungkin budaya kita akan sangat terbatas sekali atau bahkan hilang. Indonesia adalah negara dengan kekayaan budaya yang sangat besar dan beragam. Budaya-budaya yang ada di Indonesia adalah budaya-budaya yang sangat

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 136

menarik dan uni untuk kita jadiakan sebagai penelitian. Bahasa, makanan, prosesi pernikahan, prosesi kematian, pakaian tradisional, senjatadan masih banyak lagi ragam yang dimiliki oleh Indonesia. Namun yang menarik adalah adanya beberapa kesamaan dari berbagai ragam macam budaya tersebut yaitu budaya menonton. Semua budaya seperti tarian-tarian tradisional, prosesi pernikahan, pertujukan wayang dan lain sebagainya tentu saja sangat mengundang masyarakatnya untuk menyaksikan pertunjukan-pertunjukan tersebut dan tanpa disadari hal tersebut telah menjadi kebiasaan kita sebagai masyarakat Indonesia. Kita jadi memiliki kebiasaan untuk selalu menonton pertunjukan-pertunjukan yang menarik dan dilakukan disuatu tempat terbuka dan disaksikan secara bersama. Seiring berjalannya waktu pertunjukan- pertunjukan tradisional seperti pertunjukan wayang contohnya kini mulai langka dan bahkan jika ada pun maka akan sedikit sekali yang berminat untuk menontonnya. Namun bukan berarti budaya menonton di Indonesia ini berkurang, namun adanya perubahan kebiasaan yang asalnya suka menonton beberapa pertunjukan tradisional seperti wayang kini mulai bergeser kepada tontonan-tontonan yang lebih modern. Hanya objek tontonannya saja yang berubahm namun minat masyarakat terhadap kebiasaan menonton tersebut masih saja besar dan banyak peminatnya. Menonton adalah proses komunikasi dimana pesan yang disampaikannya pun akan memiliki makna yang sangat besar dan berdampak besar juga kepada komunikannya. Hal tersebut pun sudah disadari oleh para Sunan-sunan para penyebar agama Islam di Nusantara pada saat itu. Para Sunan mencari sebuah media dimana media tersebut adalah media yang tidak asing di masyarakat dan media tersebut adalah alat yang bisa mempengaruhi banyak orang, seperti contohnya adalah media pertunjukan wayang dimana para Sunan memasukan nilai-nilai keislaman pada alur ceritanya. Secara terus menerus tanpa disadari bahwa cerita perwayangan yang biasa tonton oleh masyarakat luas pun perlahan mulai mempengaruhi perilaku-perilaku masyarakat itu sendiri sehingga agama Islam pun ketika mulai diperkenalkan kepada masyarakat luas mereka tidak terlalu asing. Budaya Indonesia memang budaya menonton, maka sudah bisa diprediksi jika ingin meneliti masyarakat Indonesia maka lihatlah apa yang mereka tonton. Mungkin itulah yang terjadi dimasa lalu dimana proses komunikasi yang terjadi dimana hal tersebut membuktikan bahwa budaya menonton itu sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia dan tentu saja memiliki pengaruh yang sangat besar pula terhadap realitas

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 137

sosial yang terjadi. Saat ini menonton masih menjadi kebiasaan mayritas masyarakat Indonesia, namun yang membedakan adalah media tontonannya, mungkin dulu yang ditonton adalah sebuah pertunjukan wayang atau lain sebagainya yang sifatnya tradisional. Namun sekarang tentu saja perlahan masyarakat mulai menggeser tontonanya karena situasi dan kondisi yang mempengarui masyarakat itu sndiri sehingga munculah media tontonan baru, contohnya media yang sekarang sangat banyak ditonton oleh masyarakat adalah televisi. Pada zaman sekarang Televisi merupakan media elektronik yang mampu meyebarkan berita secara cepat dan memiliki kemampuan mencapai khalayak dalam jumlah tak terhingga pada waktu yang bersamaan. Televisi dengan berbagai acara yang ditayangkannya telah mampu menarik minat pemirsanya, dan membuat pemirsannya ketagihan untuk selalu menyaksikan acara-acara yang ditayangkan. Bahkan bagi anak- anak sekalipun sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas kesehariannya, bahkan acara menonton tv sudah menjadi agenda wajib bagi sebagian besar anak. (Cahyono & Wulandari, 2010) Televisi merupakan alat komunikasi yang mempunyai fungsi informasi, fungsi pendidikan, fungsi menghibur, fungsi mempengaruhi (Effendy, 2003). Menurutnya, televisi adalah bagian kesuksesan dari serangkaian stasiun televisi yang melibatkan banyak anggota atau tim dengan berbagai jenis keahlian yang dimilikianya. Baik sebagai juru kamera, editor gambar, atau reporter yang saling berkaitan.(Morissan, 2014) Televisi memiliki keistimewaan sebagai salah satu sarana yang memberikan informasi, hiburan dan pendidikan dimana dapat dilihat dan didengar secara langsung oleh pemirsanya (Gagaramusu, 2004) Hasil jajak pendapat Kompas awal tahun 2008 menunjukkan, menonton televisi adalah kegiatan yang lebih bersifat kekeluargaan daripada individual. Tercatat hanya 4,9 persen responden yang menonton televisi tidak dengan anggota keluarga. Artinya, menonton televisi adalah sebuah perilaku komunal (Kompas, 17 Mei 2008). Menonton televisi sudah menjadi sebuah kebiadsaan di masyarakat Indonesia melihat perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang terus mengalami kemajuan yang sangat pesat sehingga kebiasaan masyarakatnya pun mulai mengalami pergeseran seiring dengan teknologi yang mereka gunakan sehari-hari. Televisi merupakan media paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Hampir setiap rumah memiliki televisi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 138

bahkan bisa lebih dari satu jumlahnya. Kepemilikan pesawat televisi juga semakin meningkat. (Kurniadi, 2014) Televisi bukanlah suatu ruang yang hampa. Sejak awal diciptakan, televisi tidaklah bisa berdiri sendiri. Selalu ada pihak yang berada di belakangnya sebagai pemegang kontrol utama. Televisi dalam konteks ini dipahami bukan sebagai seperangkat teknologi yang merujuk pada sebuah mesin semata, sebentuk benda material segi empat, melainkan lebih sebagai medium. Teknologi menjadi medium ketika sejumlah kode simbolis tertentu digunakan dan ditempatkan pada suatu latar sosial politik tertentu.(Triwardani, 1992) Menurut databoks.katadata.co.id yang dimuat pada 10 November 2016 menyatakan bahwa televisi menjadi salah satu media yang paling banyak diminati masyarakat dibanding lainnya. Televisi memiliki kelebihan yang sangat efektif (powerful) dalam menyampaikan informasi secara visual kepada masyarakat. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada 2015, sebesar 91,47 persen penduduk berusia diatas 10 tahun masih menggunakan televisi sebagai akses utama untuk mendapatkan informasi. Besarnya minat masyarakat dalam memperoleh informasi dan hiburan dari televisi dirasakan oleh penduduk hampir di seluruh wilayah Indonesia. Angka partisipasi masyarakat dalam mengakses media massa diduga berkaitan dengan ketersediaan akan fasilitas informasi itu sendiri. Jangkauan sinyal internet yang tidak merata, membuat berita elektronik masih belum bisa mengalahkan eksistensi televisi di masyarakat. Dalam era globalisasi yang terjadi dewasa ini berbagai informasi di seluruh dunia dapat diperoleh melalui berbagai media. Selain sebagai sarana untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, media juga berfungsi sebagai sarana menambah pengetahuan dan hiburan. Berdasarkan perkembangannya, media dibedakan menjadi dua jenis. Pertama media tradisional seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan kedua adalah media modern seperti internet dan telepon selular.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 139

Menonton televisi sudah menjadi semacam kebiasaan umum dan tidak terpisahkan dari keseharian manusia masa kini, tetapi menonton televisi bukanlah proses yang mudah dipahami hanya dengan melihat pemirsanya menatap layar televisi. Menonton televisi melibatkan interaksi antara pemirsa dengan acara televisi, berlangsung dalam ruang dan waktu dengan latar sosial budaya tertentu. Menurut (Morley, 1992) menjelaskan pentingnya pemahaman konteks menonton televisi dalam interaksi bermedia yang dilakukan oleh pemirsa televisi. Lingkungan fisik dan sosial di mana subjek pelaku terlibat dengan media televisi dapat secara potensial membentuk pola-pola yang khas dalam aktivitas menonton. Demikian halnya fokus Kajian Budaya dalam memahami televisi, tidak bisa menafikan setting kontekstual yang menjadi unsur penting dalam mengkaji praktik budaya. Siaran televisi di Indonesia secara resmi dimulai pada tahun 1962. Selama 27 tahun penonton televisi di Indonesia hanya dapat menonton satu saluran televisi. Baru pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi RCTI yang merupakan televisi swasta pertama di Indonesia, disusul kemudian dengan SCTV, Indosiar, ANTV, dan TPI. Gerakan reformasi pada tahun 1998 telah memicu perkembangan industri media massa khususnya televisi. Menjelang tahun 2000 muncul lima stasiun televisi baru, yakni Metro TV, Trans TV, TV7, Lativi, dan Global, serta beberapa stasiun televisi daerah yang saat ini jumlahnya mencapai puluhan stasiun televisi lokal (Morissan, 2014). Semakin

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 140

banyak stasiun-stasiun televisi muncul disuatu negara maka hal tersebut memperlihatkan bahwa negara tersebut begitu toleran dan terbuka. Salasatu contoh negara yang demokratis dan terbuka adalah menjunjun tinggi kebebasan pers. Substansi dari medium televisi disebutkan sebagai pengembangan dari bentuk- bentuk yang telah ada sebelumnya seperti koran, rapat umum, kelas belajar, drama, sinema, stadion olah raga, kolom-kolom iklan, dan papan-papan iklan. Namun, adaptasi bentuk-bentuk kultural yang telah ada terhadap teknologi baru dalam sejumlah kasus telah menghasilkan perbedaan yang nyata dan signifkan. Dalam konteks media televisi, bentukbentuk tayangan televisi tidak dapat begitu saja dipandang sebagai turunan dari bentukbentuk yang sudah ada tetapi juga sebagai inovasi dari televisi itu sendiri. Sebab itu, menonton televisi dapat dikatakan sebagai aktivitas yang biasa dilakukan orang secara rutin. Menonton televisi sebagai praktik budaya berada dalam lintas ruang dan waktu. Menonton televisi menjadi suatu kegiatan rutin yang mengisi tiap-tiap hari dan berjalan sepanjang hari, yang muncul sebagai aliran yang terus-menerus, tidak terganggu dan tidak pernah berhenti melewati setiap jam dalam suatu hari, dan begitu seterusnya. Demikianlah tindakan menonton menjadi salah satu kebiasaan dalam keseluruhan kegiatan sehari-hari yang berlangsung di antara kompleksitas praktik- praktik kebiasaan lainnya.(Setiawan, 2017)

METODE PENELITIAN Penelitian deskriptif kualitatif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang lengkap sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah. Metode penyelidikan deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Metode ini menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasi ; menyelidiki dengan teknik survey, interview, angket, observasi, atau dengan teknik test ; studi kasus, studi komperatif, studi waktu dan gerak, analisa kuantitatif, studi kooperatif atau operasional. Bisa disimpulkan bahwa metode deskriptif ini ialah metode yang menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, pandangan, sikap yang menampak, atau tentang satu proses yang sedang berlangsung, pengaruh yang sedang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 141

bekerja, kelainan yang sedang muncul, kecenderungan yang menampak, pertentangan yang meruncing, dan sebagainya. Seorang peneliti kualitatif yang menerapkan sudut pandang ini berusaha menginterpretasikan kejadian dan peristiwa sosial sesuai dengan sudut pandang dari objek penelitiannya. Dalam penelitian kualitatif, peneliti itu sendiri bertindak sebagai instrumen penelitiannya; yang mana sebagai instrumen penelitian peneliti harus memiliki bekal teoridan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret danmengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna (P.D, 2014). Karakteristik penelitiannya yang holistik (menyeluruh), peneliti dalam penelitian kualitatif memerlukan ketajaman analis (bersifat deskriptif analitik), objektifitas, sistematik dan sistemik sehingga diperoleh ketepatan dalam interpretasi. Sebab, hakikat dari suatu fenomena atau gejala bagi penganut penelitian kualitatif adalah totalitas atau gestalt. Penelitian ini melakukan studi pustaka dimana sebelum peneliti memulai penelitiannya, hal ini bertujuan diantaranya untuk menentukan informasi yang relevan sesuai dengan objek penelitian dan menambah pengetahuan mengenai masalah yang diteliti. dengan melakukan studi pustaka kita juga dapat menemukan masalah yang akan dijadikan objek penelitian. hal ini sangat berguna ketika kita belum menemukan objek yang akan diteliti. Studi pustaka adalah metode pengumpulan data dengan mencari informasi lewat buku, majalah, koran dan literatur lainnya yang bertujuan untuk membentuk sebuah landasan teori. (Arikunto, 2006)

LANDASAN TEORI Pendekatan fenomenologi dengan memusatkan perhatian pada pengalaman hidup, dan mencari makna dari menonton di Indonesia sebagai media komunikasi. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang dapat mengungkapkan pemahaman, motif, dan pengalaman komunikasi mengenai menonton televisi sebagai budaya masyarakat Indonesia. Dalam penelitian mengenai “Konstruksi Makna menonton televisis di Indonesia”, peneliti menggunakan fenomenologi sebagai kunci analisis dalam penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman akan makna, motif, dan pengalaman dari fenomena semakin meningkatnya masyarakat Indonesia dalam menonton televisi.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 142

HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pembasan pada penelitian dimana data yang diambil melalui studi pustaka dan pendkatan fenomenologi maka peneliti menemukan beberapa fakta dari hasil temuannya. Peneliti berasumsi dari berbagai sumber yang didapat akhirnya memutuskan untuk mengambil beberapa data sajang yang memang menurut hemat peneliti data tersebut bisa dipertanggungjawabkan karena melihat beberapa faktor seperti lembaga survei yang melakukan survei dan juga media yang memang mempublis informasi tersebut. Maka dari itu hasil pembahasan akan dipaparkan sebagai berikut. Survei Nasional Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bertajuk 'Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik Generasi Milenial menunjukan milenial di Indonesia memilih televisi sebagai sumber informasi. Rupanya, sebanyak 79,3% kaum milenial menonton siaran televisi setiap hari. Hanya 3,3% milenial yang mengaku tidak pernah menonton televisi. Sisanya memilih mengikuti siaran televisi 1-2 hari, 3-4 hari atau 5-6 hari seminggu. Sementara itu, sebanyak 54,3% milenial memilih media online sebagai sumber informasi. Adapun, 27% mengaku tidak pernah mengandalkan media sosial. Untuk surat kabar, 56% kaum milenial tidak pernah membaca media cetak. Hanya 6,3% yang mengaku melihat media cetak setiap hari, sementara 20% milenialmembaca surat kabar satu hingga dua hari seminggu. Sisanya membaca surat kabar 3-4 hari atau 5-6 hari. Survei CSIS tersebut juga menemukan sebanyak 57,2% milenial di Indonesia tidak pernah mendengarkan radio. Hanya sekitar 9,5% yang mendengarkan setiap hari dan 16% memilih 1-2 hari dalam seminggu. Sementara itu, sisanya mendengarkan radio sekitar 3-4 hari seminggu atau 5,-6 hari seminggu. Survei Nasional Centre for Strategic and International Studies (CSIS) ini dilakukan terhadap 600 responden dengan margin error 4%. Survei tersebut juga menangkap responden dari populasi warga negara Indonesia berusaha 17-29 tahun di 34 propinsi dengan metode multistage random sampling melalui teknik wawancara tatap muka. Adapun survei berlangsung mulai 23 Agustus hingga 30 Agustus 2017. Industri televisi publik Indonesia mengacu pada data rating yang dikeluarkan oleh Nielsen. Perusahaan multinasional itu mengukur rating dengan memasang alat khusus bernama people meter pada setiap televisi di 2.273 rumah tangga. Panel itu tersebar di 11 kota besar di Indonesia. CNNIndonesia.com berkesempatan mewawancarai Direktur

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 143

Eksekutif Media Nielsen Hellen Katherina untuk mengulik informasi tentang perhitungan rating, mulai dari sampel, biaya, hingga perbandingan dengan negara lain yang belum banyak diketahui. Apa yang menyebabkan jumlah sample Nielsen di Indonesia hanya 2.273 panel, padahal jumlah penduduk sangat besar? Kalau jumlah sampel, tergantung kebutuhan di negaranya, tergantung kemampuan stakeholder. Contohnya di Australia jumlah populasi penduduknya itu hanya sebesar Jakarta tetapi jumlah panelnya dua kali lipat dari Indonesia. Jadi, di sana ada 5.000 panel karena mereka mampu membiayai panel sebesar itu dan kebutuhan industrinya sampai ke sana. Nah kalau di Indonesia ya, kami selalu mencari titik temunya di setiap negara, di mana data itu masih memenuhi kebutuhan dari segi kedalaman analisa dan juga kisaran biaya yang masih bisa terjangkau untuk negara tersebut. Apa perbedaan jumlah sampel yang banyak dan sedikit? Dari segi sampling error atau standar deviasi itu enggak akan beda jauh. Bedanya adalah kebutuhan analisisnya untuk mewakili demografis yang lebih rinci seperti usia dan pekerjaan. Dengan semakin besar sampelnya, kalau kami punya sampel 5.000 atau 10.000, kebutuhan untuk menganalisis segmen yang kecil akan masih terpenuhi. Tergantung kebutuhan analisisnya. Berarti, boleh dibilang sampel 2.273 itu cukup untuk industri TV di Indonesia? Pernahkah Nielsen berniat untuk menambah jumlah sampel? Pada saat ini seperti itu. Jadi ada beberapa kesempatan Nielsen pernah, misalnya, mengajukan untuk penambahan jumlah sampel dengan menambahkan juga kover area dari 11 kota sekarang menjadi ada kota-kota tambahan. Tetapi kembali lagi, pasti dengan adanya penambahan ini akan ada penambahan biaya. Nah, itulah tadi yang saya kembalikan ke industri. Jadi, ternyata pasar merasa ini tidak prioritas dan, menurut mereka, penambahan biayanya tidak sesuai, misalnya. Jadi semua kami kembalikan. Segala sesuatu yang kami lakukan, kembali lagi, disetujui lagi atau tidak oleh pengguna datanya. Apa bisa dikatakan industri televisi tidak mau mengembangkan penelitian rating lebih lanjut seperti pada negara lain? Hmmm (sambil menganggukkan kepala).

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 144

Siapa yang membiayai perhitungan rating itu? Apa ada campur tangan pemerintah? Di setiap negara juga berbeda-beda. Di beberapa negara ada yang melibatkan pemerintah untuk melakukan dan membiayai, misalnya di Korea. Lalu, di Australia ada komite industri gabungan, jadi stasiun televisi dengan agensi media itu menunjuk suatu badan untuk mengatur siapa yang akan menjadi penyelanggaranya, biayanya berapa dan sebagainya. Tetapi di banyak negara, Nielsen berurusan secara langsung dengan stakeholder-nya: stasiun televisi, agensi media, rumah produksi dan pengiklannya juga. Di Indonesia kami berurusan langsung. Pemerintah tidak ikut. Siapa saja yang menjadi klien Nielsen untuk rating televisi? Kalau televisi nasional berjaringan semuanya, tapi kalau yang TV lokal banyak yang belum. Setiap pukul 10.00 WIB kami mengirim data rating hari sebelumnya ke klien. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menjadi klien Nielsen mendapatkan rating? Apa semua stasiun televisi membayar harga yang sama? Ha-ha-ha, itu rahasia. Nah, bayarnya tidak sama, karena TV yang baru akan bilang, ‘Harga gue enggak bisa sama dong, gue kan baru, kan masih kecil, gue kan belum jualan. Gue satu tahun pertama enggak bisa jualan lho. Jangan disamakan dong harganya sama yang gede-gede yang udah 27 atau 28 tahun, mereka sudah stabil.’ Fair memang. Kami terima. Memang harganya tidak sama. Apakah harga itu akan mengalami kenaikan? Kami kontraknya per tahun. Pada dasarnya akan naik. Semua setiap tahun akan mengalami kenaikan harga yang sama. Karena begini, ada banyak hal yang tidak disadari oleh industri. Jadi, misalnya kadang-kadang yang terpikir adalah ‘Wah jumlah sampelnya Nielsen kan cuma segitu-segitu saja kenapa harus menaikkan harga?' Kenaikan harga itu, untuk menutup biaya-biaya misalnya, walaupun jumlah sampelnya sama, tetapi jumlah TV yang ada di rumah panel itu bertambah. Jadi walaupun jumlah panelnya sama, tapi jumlah TV yang dihitung itu bertambah terus. Itu adalah investasi yang harus dilakukan. Harus kami kover dari kenaikan harga setiap tahun. Selanjutnya, kami harus tetap mengikuti perkembangan teknologi. Alat people meter-nya harus diubah harus sesuai TV yang terbaru. Jadi harus kami upgrade. Nah setiap perubahan jaringan dari 2G, 3G, 4G, kami juga harus mengubah alat kami supaya datanya tetap bisa ditarik.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 145

Apakah publik bisa mengakses data rating Nielsen atau jutru data itu rahasia? Kami tidak merahasiakan untuk publik selama jelas kepentingannya untuk apa, misalnya untuk penelitian di universitas, kami akan bantu. Tapi berdasarkan kontrak dengan klien bahwa data yang kami berikan hanya untuk penggunaan klien tersebut di perusahaannya, bukan untuk dibagikan ke orang lain. Jadi, kalau klien kami mau membagikan datanya itu harus atas seizin Nielsen. Karena, stasiun TV agak sensitif kalau kami membagikan hal-hal seperti itu. Misalnya, dulu kami suka membagikan data, misalnya top program berdasarkan rating. Tentu yang akan menjadi top 10 itu semuanya sinetron. Sementara ada stasiun TV yang hanya menyiarkan berita, mereka tidak akan pernah masuk ke dalam top 10. Sehingga jadi hal yang sensitif karena susah membandingkan di antara mereka karena mereka punya spesialisasi sendiri. Sehingga kalau kami mau mempublikasikan data yang sifatnya sangat general seperti itu menjadi hal yg kurang tepat. Jadi kami berusaha supaya fair kepada semua orang, sebaiknya kami tidak membagikan data karena akhirnya menjadi debat kusir yang tidak penting. Di negara lain, apa seperti itu juga? Kalau di Amerika sepertinya ada ya. Tapi, saya rasa itu juga sudah memang ada kesepakatan tergantung konsesus di masing-masing negara. Sederhanya bagaimana cara menghitung rating dan share yang jadi patokan siaran televisi Indonesia? Rating itu adalah jumlah penonton suatu siaran atau program di bagi populasi televisi. Kalau share adalah jumlah penonton suatu program dibagi jumlah orang yang pada saat itu sedang menonton tv. Kalau rating, pembaginya total seluruh penonton dan share hanya orang yang sedang menonton saja. Rating dipakai ketika membandingkan program yang tayang pagi, siang dan malam karena pembaginya konstan jadi apple to apple. Kalau share digunakan pada saat yang sama misalnya mau membandingkan peforma suatu siaran dengan stasiun kompetitor di jam yang sama. Kenapa program sinetron memiliki rating yang tinggi? Sinetron itu kan beda sama variety show. Kalau variety show walaupun ditayangkan setiap hari bintang tamunya berbeda-beda, jadi kesinambungan dari hari Senin ke Selasa ke Rabu lebih longgar. Kalau sinetron itu diikat dengan cerita sehingga pemirsa cenderung akan mengikuti dan menyebabkan tipe program seperti sinetron itu lebih bertahan lama karena ada ikatan dengan audiens. Sebenarnya, hal apa saja yang mempengaruhi rating?

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 146

Yang mempengaruhi rating itu banyak sekali. Ada durasi program karena rating itu dihasilkan setiap menit. Kalau punya program 15 menit dan yang lain 60 menit, tentu menjaga pemirsa untuk 15 menit itu lebih gampang dibandingkan dari pada menjaga pemirsa untuk 60 menit. Semakin panjang tentu makin sulit mendapatkan rating yang tinggi. Kemudian program pesaing. Misalnya performa biasanya 20 persen, tapi kalau ada final bola bisa habis. Jadwal tayang, karena potensial pemirsanya berbeda-beda. Rating yang pagi dibandingkan rating yang prime time, biar bagaimanapun juga pasti akan lebih tinggi rating yang prime time karna potensial pemirsanya lebih besar. Jadi program nomor satu di pagi hari ratingnya, belum tentu lebih tinggi dari program nomor lima di prime time.

SIMPULAN Simpulan dari pemelitina ini adalah Indonesia adalah negara dengan beragam budaya, agama, kepercayaan, suku dan ras. Hal tersebut bukan menjadi penghalang untuk masyarakatnya untuk bersatu, namun karena sangat beragam maka masyaraktnya sangat menjunjun tinggi nilai-nila toleransi dalam keberagaman. Budaya Indonesia yang sangat beragam tentu saja disetiap daerah dan tempat memiliki ciri khasnya masing-masing sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di daerah tersebut. Namun dari keberagaman budaya tersebut ada salasatu pemersatu dari budaya tersebut yaitu budaya menonton. Menonton adalah melihat (pertunjukan, gambar hidup, dan sebagainya). Masyarakat Indonesia sangat menyukai menonton hal-hal yang menarik dan sifatnya menghibur, seperti contohnya di pulau Jawa dikenal dengan pertunjukan wayang dimana pertunjukan tersebut adalah sebuah sara media massa yang bertujuanuntuk menghibur masyarakat. Tentu saja hal tersebut sangat diapresiasi oleh masyarakat sekitar. Tentu saja hal tersebut dilakukan diberbagai tempat-tempat lainnya, hanya saja objek tontonannya saja yang berbeda. Menonton sudah menjadi budaya yang mendarah daging di masyarakat Indonesia dan hal tersebut sudah dilakukan dari dulu dan terus turun-menurun. Kita lihat sekarang masyarakat Indonesia masih sangat menggemri kegiatan menonton, namun seiring perkembangan teknologi dan komunikasi maka tontonannya pun ikut bergesar yang asalnya menontong hal-hal yang bersifat manual dan tradisional sekarang menjadi modern dan digital. Namun hal tersebut tidak menjadikan minat masyarakat Indonesia menurun dalam menonton,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 147

tetapi ternyata minat masyarakat untuk menonton terus mengalami peningkatan. Data menyebutkan bahwa generasi milenial saat ini lebih menyukai menonton televisi untuk mendapatkan informasi dan hiburan. Menonton televisi bukan sekedar kebutuhan akan informasi dan hiburan saja, namun lebih ke budaya yang memang sudah melekat kepada masing-masing individu masyarakat Indonesia yang sudah dilakukan secara turun menurun. Selain itu, masyarakat Indonesia juga memiliki selera menonton yang khas seperti sinetron karena sifatnya seolah-olah seperti bercerita dengan durasi yang panjang dan terus menerus. Hal tersebut pun tidak terlepas dari budaya masyarakat Indonesia yang sangat menyukai dongeng-dongeng yang dibuat untuk menghibur dan sebagai pelajaran kepada seluruh masyarakat. Menonton adalah budaya yang posistif ketika hal tersebut diarahkan untuk kemaslahatan dan menjadikan masyarakat tersebut menjadi lebih baik, begitu jga sebaliknya, budaya menonton akan merusak jiga ada kepentingan- kepentingan dalam tontonan tersebut yang mengguring masyarakat untuk melakukan sesuatu yang negatif dan merugikan. Menjadi sangat penting ketika harus adanya regulasi untuk mengatur tontonan khussna televisi dimana media massa tersebut menjadi media yang ditonton atau disaksikan oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan bahwa menonton adalah budaya Indonesia, namun kenyataanhya kita bisa melihat realitas sosial yang terjadi sekarang dan kita bisa mengintepretasikannya bahwa menonton televisi khsusuya adalah kegiatan yang sangan membumi di kalangan masyarakat Indonesia secara menyuluruh.

BIBLIOGRAPHY Arikunto, S. (2006). PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Bumi Aksara. https://doi.org/10.1362/026725701323366836

Cahyono, A. D., & Wulandari, T. (2010). J urnal AKP, 6(1), 28–33.

Effendy, O. U. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra Aditya Bakti. https://doi.org/10.1016/j.actamat.2005.07.004

Gagaramusu, Y. (2004). Jurnal Kreatif Online Tadulako Vol . 1 No . 1 ISSN 2354-614X Dampak Menonton Siaran Televisi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn di Kelas IV SD Inpres 2 Tada Kecamatan Tinombo Selatan Jurnal Kreatif Online Tadulako Vol . 1 No . 1 ISSN , 1(1), 89–102.

Kurniadi, O. (2014). Budaya Jurnalistik di Metro TV. Jurnal Kajian Komunikasi, 1(2), 133–140.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 148

Morissan. (2014). Morissan: Media Sosial dan Partisipasi Sosial. Jurnal Visi Komunikasi .

Morley, D. (1992). Television, Audiences and Cultural Studies. Routledge Research in Cultural and Media Studies. https://doi.org/cultural studies;fernsehen;publikum

P.D, S. (2014). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif.pdf. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. https://doi.org/10.1002/qua.22865

Setiawan, L. D. (2017). Televisi dan Masyarakat Adat, (1), 165–178. https://doi.org/0005- 2736(83)90186-4 [pii]

Triwardani, R. (1992). Etnografi Pemirsa dan Penggunaan Televisi dalam Keluarga, (2), 85–98. https://doi.org/00003226-200408000-00002 [pii]

Datakata. 2016. Televisi Masih Menjadi Media Favorit Masyarakat. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/11/10/televisi-masih-menjadi-media- favorit-masyarakat. Diakses 9-11-2018 14.49

Puput Tripeni Juniman. 2017. Mengulik Nielsen, Perusahaan Penghitung Rating Televisi. https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20170922131852-220-243328/mengulik- nielsen-perusahaan-penghitung-rating-televisi Diakses 9-11-2018-13.00.

Hadijah Alaydrus. 2017. Survei Membuktikan Generasi Milenial Lebih Suka Menonton TV. http://industri.bisnis.com/read/20171103/105/705870/survei-membuktikan-generasi- milenial-lebih-suka-nonton-tv. Diakses 9-11-2018 14.55

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 149

IMPLEMENTASI KOMUNIKASI BUDAYA KONTEMPORER PADA EXPERIENTIAL MARKETING SAUNG ANGKLUNG UDJO

1Fathiya Nur Rahmi Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Dewasa ini banyak destinasi wisata yang berbasiskan budaya ada di Indonesia. Penggabungan antara budaya dan pariwisata menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan khususnya wisatawan mancanegara yang jarang bahkan belum pernah melihat secara langsung budaya tradisional ciri khas suatu daerah. Tidak heran jika wisatawan mancanegara setiap tahunnya mengalami peningkatan khususnya di provinsi Jawa Barat yang banyak mengusung wisata budaya. Data yang dilansir dari (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2018) dalam jangka waktu dua tahun yakni 2015 hingga 2016 wisatawan asing mengalami peningkatan jumlah sebanyak 2 juta pengunjung, sementara untuk wisatawan domestik yang berkunjung ke Jawa Barat bertambah sebanyak 3 juta orang pada tahun yang sama. Wisata budaya menjadi daya tarik sebuah daerah. Melalui wisata budaya pengunjung dapat mempelajari nilai, kebiasaan, adat istiadat dan seni di suatu tempat yang mungkin baru dikunjungi oleh wisatawan (Danurdara and Budhi 2016). Tidak heran jika provinsi Jawa Barat saat ini menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan karena memiliki sejumlah wisata budaya. Salah satunya adalah Saung Angklung Udjo. Saung Angklung Udjo merupakan salah satu objek pariwisata di Bandung dengan konsep wisata budaya dan edukasi. Tidak hanya menampilkan pertunjukan Angklung namun memperkenalkan seni budaya Angklung secara mendalam pada pengunjung. Pertunjukan di Saung Anklung Udjo tidak hanya menampilkan pertunjukan angklung ataupun kesen2ian lainnnya, namun diakhir pertunjukan acara penonton diajak

1 Fathiya Nur Rahmi, S.I.Kom, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor, 45363. Email: [email protected]

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 150

untuk berpartisipasi langsung dalam pertunjukan tersebut. Sehingga penonton tidak hanya datang untuk melihat pertunjukan namun juga merasakan bagaimana memainkan alat musik dari bambu dengan iringan musik dan tari tradisional yang dipadukan dengan unsur modern, hal ini akan memberikan kesan dan pengalaman yang tidak dapat dilupakan bagi penonton. Kunci utama dari strategi pemasaran Saung Angklung Udjo adalah memberikan pengalaman yang tidak dapat dilupakan oleh audiens. Pengalaman ini dikemas dalam budaya kontemporer. Sehingga menghasilkan suatu pendekatan experiential marketing dengan komunikasi budaya kontemporer yang disuguhkan dalam pertunjukan, workshop atau keseluruhan pengemasan tempat di Saung Angklung Udjo. Strategi tersebut merupakan penerapan dari konsep experiential marketing. Dalam (Andreani 2007) menjelaskan bahwa experiential marketing merupakan strategi pemasaran produk dan jasa yang dikaitkan dengan membangun pengalaman melalui perasaan sehingga lebih dari sekedar memberi informasi pada pelanggan atau audiens. Pengalaman yang diberikan oleh Saung Angklung Udjo pada audiens adalah dengan melibatkan langsung penonton pada setiap pertunjukan. Hal ini sangat efektif sebagai strategi yang dilakukan untuk menarik pengunjung. Menurut Kartajaya dalam (Danurdara and Budhi 2016) perlu dilakukan suatu pendekatan yang melibatkan emosional konsumen dan memberikan pengalaman berbeda untuk mengkomunikasikan suatu produk atau jasa. (Andreani 2007) Konsep experiential marketing juga menekankan pada pemberian pengalaman yang unik, positif dan mengesankan pada konsumen. (Indriani 2006). Menurut Holbrook dan Hirschman dalam (Indriani 2006) menyatakan keterlibatan konsumen berhubungan dengan psikologi para konsumen. Selain itu dijelaskan experiential marketing merupakan penggabungan antara teknik pemasaran tradisional dan non tradisional yang dihubungkan dengan emosional produk dan konsumen. (Andreani 2007). Saung Angklung Udjo menerapkan kedua konsep tersebut dengan menggabungkan nilai tradisional dengan non tradisional melalui pengemasan budaya kontemporer pada setiap pertunjukannya sehingga memberikan pengalaman yang unik dan mengesankan pada audiens. Penggabungan nilai tradisional dan non tradisional tidak hanya dari strategi marketing namun juga pada pertunjukan yang ditampilkan. Hal ini dapat dilihat dari

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 151

adanya penggabungan antara budaya tradisional dan modern pada pertunjukan seni arumba. Alat musik yang digunakan tidak hanya alat musik bambu namun dipadupadankan dengan alat musik modern seperti keyboard, gitar, bass, dan lainnya. Begitu pula dalam tarian modern, baju yang dikenakan oleh penari merupakan bagian dari penggabungan budaya tradisional dan modern. Bahkan secara keseleruhan nilai dari pertunjukan angklung pun mengalami perubahan. Saat ini pertunjukan angklung khususnya yang digelar di Saung Angklung Udjo merupakan bagian dari cara untuk melestarikan seni budaya tradisional yang dihadirkan dalam bentuk wisata budaya. Berbagai aspek pertunjukan tersebut merupakan bentuk dari budaya kontemporer yang dimiliki oleh Saung Angklung Udjo. Selain terdapat unsur budaya kontemporer, pada setiap pertunjukan di Saung Anklung Udjo juga terdapat unsur komunikasi multikultur di dalamnya. Pengunjung Saung Angklung Udjo terdiri dari berbagai latar belakang mulai dari wisatawan domestik hingga mancanegara. Untuk itu dalam menyampaikan pesan aktor komunikasi dalam hal ini pemandu acara harus memiliki kemampuan untuk menyampaikan simbol-simbol yang dapat dipahami oleh seluruh penonton secara general. Simbol dapat dilihat dalam bentuk verbal dan non-verbal. Selama ini Saung Angklung Udjo telah berhasil memadukan kedua aspek tersebut. Pertunjukan yang dibalut dengan nuansa budaya kontemporer dapat dikomunikasikan dengan baik bahkan mendukung experiential marketing melalui komunikasi yang efektif. Kesuksesan Saung Angklung Udjo dalam memasarkan produk dan jasanya yang bersifat tradisional di tengah gempuran globalisasi yang mengarah ke dimensi kehidupan modern yang lebih canggih, namun nyatanya masih mendapat perhatian. Penggabungan antara konsep budaya kontemporer dan experiential marketing yang dilakukan oleh Saung Angklung Udjo menjadi menarik untuk diteliti karena dengan strategi yang tepat maka akan berdampak positif tidak hanya untuk Saung Angklung Udjo namun juga pelestarian budaya Sunda khususnya alat musik angklung dan pada akhirnya akan menunjang sektor pariwisata Jawa Barat. Experiential marketing menjadi penting untuk dianalisa secara mendalam. Dalam (Andreani 2007) dijelaskan apapun jenis barang atau jasa yang akan dipasarkan, penting untuk memberikan pengalaman yang tidak terlupakan bagi pelanggan agar menciptakan pengalaman yang dihargai. Dengan experiential marketing, aspekyang penting adalah

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 152

emosional dan rasional untuk memberikan pengalaman yang berharga bagi audiens. Implementasi experiential marketing yang dipadukan dengan budaya kontemporer menjadi hal yang menarik untuk dianalisa lebih lanjut. Adapun pendekatan experimential marketing yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Sense, disimbolkan melalui verbal dan visual untuk menciptakan kesan. (Andreani 2007). Pada aspek ini dapat digunakan model S-P-C (stimuli, processes, consequence) dimana produk dan jasa dibuat sangat berarti melalui panca indera.(Danurdara and Budhi 2016); 2) Feel, menyangkut dengan suasana hati individu yang menciptakan kesenangan atau bahkan kesedihan. (Andreani 2007). hal ini berkaitan dengan proses mencapai tujuan(Danurdara and Budhi 2016); 3) Think, Kemampuan berpikir dapat merangsang kemampuan intelektual individu, (Danurdara and Budhi 2016); 4) Act, berkaitan dengan gaya hidup, dalam hal ini pemilihan sarana atau media dalam menyampaikan informasi harus berhati-hati untuk membangkitkan pengalaman audiens. Selain itu penting untuk menggabungkan feel dan think untuk menciptakan pengalaman yang tidak terlupakan oleh audiens(Danurdara and Budhi 2016); 5) Relate, berkaitan dengan budaya individu yang dapat menciptakan identitas sosial. Maka, berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai Implementasi Komunikasi Budaya Kontemporer Pada Experiential Marketing Saung Angklung Udjo.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pendekatan Sense dalam Implementasi Komunikasi Budaya Kontemporer Pada Experiential Marketing Saung Angklung Udjo. Aspek visual dan verbal berperan sangat penting dalam pendekatan ini bagi Saung Angklung Udjo dalam membangun experiential marketing. Aspek visual dilakukan melalui interaksi langsung dan tidak langsung pada audiens. Interaksi secara tidak langsung untuk membangun kesan wisata budaya yang ditampilkan pada website resmi Saung Anklung Udjo.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 153

Gambar 1. Website Saung Angklung Udjo Sumber: (Saung Angklung Udjo 2018)

Pada laman utama website ditampilkan berbagai informasi mengenai jadwal pertunjukan, jenis pertunjukan angklung hingga sejarah dan tentunya kontak pengelola Saung Angklung Udjo. Dari segi pemilihan warna, gambar dan video yang ditampilkan calon pengunjung sudah dapat merasakan pengalaman yang akan didapatkan jika berkunjung ke Saung Angklung Udjo. Pemilihan warna dominan kuning dan hijau juga menggambarkan wisata budaya yang dekat dengan alam. Sehingga memberikan kesan tersendiri bagi calon pengunjung yang akan mencari informasi mengenai Saung Angklung Udjo. Pemilihan bahasa Inggris dan Indonesia pada laman website juga menggambarkan adanya penyesuaian budaya multikultur didalamnya. Dengan mengakomodasi wisatawan asing melalui bahasa mengingat banyaknya wisatawan asing yang berkunjung ke salah satu wisata budaya terbesar di Kota Bandung ini.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 154

Gambar 2. Laman Instagram Saung Angklung Udjo Sumber: (Udjo 2018)

Sama halnya dengan akun instagram yang memperlihatkan wisatawan asing serta penggunaan bahasa inggris pada penulisan caption foto. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesan bahwa Saung Angklung Udjo ramah pada wisatawan domestik maupun mancanegara. Selain pemberian kesan secara tidak langsung melalui akun sosial media dan website, terdapat pemberian kesan untuk membentuk pengalaman tentang Saung Anklung Udjo secara langsung melalui fasilitas dan sarana wisata budaya, landscape dan atmosfir Saung Angklung Udjo dan seni pertunjukan Budaya Sunda. Unsur budaya kontemporer sangat kental didalamnya. Adanya penggabungan bahasa yang digunakan oleh pemandu acara, lagu yang dimainkan pada awal pertunjukan yakni lagu “I Have a Dream” yang dimainkan dengan alat musik angklung menggambarkan budaya kontemporer. Berbagai oramen yang terdapat di setiap detail tempat sehingga memberikan pengalaman bagi pengunjung.

Pendekatan Feel dalam Implementasi Komunikasi Budaya Kontemporer Pada Experiential Marketing Saung Angklung Udjo. Berdasarkan hasil wawancara dengan wisatawan yang pernah berkunjung ke Saung Angklung Udjo, seni pertunjukan budaya yang ditampilkan pada Saung Angklung

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 155

Udjo telah mampu menyentuh aspek emosional dan psikologis responden sehingga menimbulkan perasaan (feel) yang positif. Artinya, responden mendapatkan suatu pengalaman yang menarik dan memuaskan setelah menonton dan terlibat langsung dalam pertunjukan budaya yang terdapat di Saung Angklung Udjo. “saya merasa senang ketika menonton pertunjukan di Udjo, salah satunya adalah helaran yang dibawakan oleh anak-anak murid Saung Angklung Udjo. Helaran yang asli dibawakan oleh orang dewasa dan diadakan untuk mengiringi upacara tradisional atau khitanan maupun pada acara panen padi. Suasananya sangat riang gembira karena memang ditujukan untuk menghibur masyarakat dan bersyukur pada Tuhan atas segala keberkahan yang diberikan. Ada anak-anak yang memainkan umbul-umbul, kuda lumping, sementara sisanya membawa angklung. Helaran yang dimainkan menyimulasikan suasana khitanan karena di antara mereka ada seorang anak yang diusung dan dipayungi bak seorang raja kecil.” (Lukman, 2018)

Dari hasil wawancara di atas, dapat dilihat adanya perasaan senang saat menyaksikan pertunjukan salah satu pertunjukan yakni Helaran. Pada pertunjukan tersebut terdapat nilai komunikasi budaya kontemporer yakni semula acara yang dilakukan oleh orang dewasa untuk menyambut panen padi, pada pertunjukan Helaran yang dilakukan oleh Saung Angklung Udjo melibatkan anak-anak. Pertunjukan ini memberikan pengalaman yang menghibur dan berkesan bagi penonton melalui budaya kontemporer.

Pendekatan think dalam Implementasi Komunikasi Budaya Kontemporer Pada Experiential Marketing Saung Angklung Udjo. Pertunjukan dan aktivitas di Saung Angklung Udjo telah menstimulus pengunjung untuk mencari informasi tentang wisata budaya di Saung Angklung Udjo. Hal ini bisa dilihat dari kegiatan wisatawan yang setelah menyaksikan pertunjukan angklung, para pengunjung tidak pernah absen untuk mencari tau tentang angklung melalui booth merchandise atau ada beberapa pengunjung yang justru mengikuti workshop membuat angklung setelah menyaksikan pertunjukan angklung atau bahkan hasil dari visual komunikasi budaya melalui website dan akun media sosial lainnya. Aspek sense pada pendekatan think ini mempengaruhi satu sama lain sehingga dapat dioptimalisasi agar terciptanya experiential marketing yang efektif.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 156

Pendekatan act dalam Implementasi Komunikasi Budaya Kontemporer Pada Experiential Marketing Saung Angklung Udjo. Upaya mengimplemantasikan budaya kontemporer salah satunya adalah dengan menggabungkan budaya asing dengan budaya tradisional. Pada pertunjukan wayang golek, arumba dan seni tari. Hal tersebut menyebabkan audiens berinteraksi langsung hingga turut serta menjadi pelaku pertunjukan melalui stimulus yang diberikan. Hal ini dapat memperkuat pengalaman yang diberikan melalui berbagai pertunjukan di Saung Angklung Udjo tersebut. Berikut adalah pernyataan dari salah satu pengunjung Saung Angkulung Udjo. “…suasana sangat ramai oleh riuh rendah penonton yang tampak memadati ruangan pertunjukan dan ga cuma diisi oleh orang Indonesia aja, tapi juga ada banyak penonton bule berusia tua dan muda. Saya juga ngeliat ada bule Asia yang berasal dari Korea Selatan. Selama pertunjukan mereka antusias banget, terkadang joget-joget keasikan tanpa memedulikan sekitar mereka.”

Berdasarkan pernyataan di atas, budaya multikultur sangat terasa dengan dideskripsikan beragamnya latar belakang budaya audiens, namun semua turut serta dalam pertunjukan.

Pendekatan Relate dalam Implementasi Komunikasi Budaya Kontemporer Pada Experiential Marketing Saung Angklung Udjo. Seni pertunjukan budaya Angklung di Saung Angklung Udjo telah mampu membangun suatu hubungan sosial budaya dengan konsumennya (wisatawan), yaitu adanya pemahaman wisatawan terhadap produk Angklung sesuai dengan visi dan misi dari Saung Angklung Udjo, yaitu mengenalkan dan mengembangkan budaya Sunda khususnya seni budaya Angklung secara luas kepada masyarakat dunia.

SIMPULAN Konsep wisata budaya yang diterapkan oleh Saung Angklung Udjo memiliki berbagai keunggulan. Salah satunya adalah dengan menggabungkan konsep experiential marketing dengan komunikasi budaya kontemporer pada pertunjukan dan konsep tempat wisata. Pertama dapat dilihat dari verbal dan virtual yang ditampilkan oleh Saung Angklung Udjo, kedua aspek ini sangat menggambarkan suasana wisata budaya Sunda melalui website, media sosial, dan pada saat pertunjukan juga dilibatkan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 157

penonton melalui interaksi secara langsung dengan menggabungkan bahasa dan menyesuaikan konten pertunjukan dengan latar belakang budaya audiens yang berbeda pula. Pertunjukan tersebut kemudian berhasil memberikan stimuli bagi audiens untuk mencari informasi lebih mengenai angklung dan budaya Sunda. Keseluruhan pertunjukan memberikan pengalaman yang positif, menyenangkan, berkesan dan tidak terlupakan. Komponen komunikasi antar budaya juga telah diterapkan pada setiap pertunjukan. Sehingga pada akhirnya audiens dapat merasakan keterkaitan antara tujuan wisata budaya dengan pengalaman yang didapatkan oleh audiens. Sebaiknya implementasi komunikasi budaya kontemporer dilakukan inovasi pada setiap pertunjukan dan interaksi secara tidak langsung pada publik melalui platform digital. Pengalaman yang diberikan selama ini efektif untuk menarik audiens yang belum pernah berkunjung ke Saung Angklung Udjo sebelumnya. Namun untuk wisatawan yang sudah pernah berkunjung tingkat ketertarikannya cenderung lebih rendah karena sudah memiliki pengalaman yang serupa sehingga perlu dilakukan inovasi baik dari segi pertunjukan maupun hal detail di lokasi wisata agar tidak hanya dapat menarik pengunjung wisatawan maupun domestik yang berdampak pada pariwisata, diharapkan dengan adanya komunikasi budaya kontemporer, budaya tradisional dapat dilestarikan di era global tanpa menghilangkan nilai kearifannya.

BIBLIOGRAPHY

Andreani, Fransisca. 2007. “Experiential Marketing ( Sebuah Pendekatan Pemasaran )” 2: 1– 8.

Danurdara, and Ananta Budhi. 2016. “Pengembangan Experiential Marketing” 3: 112–30.

Indriani, Farida. 2006. “Experiential Marketing Sebagai Suatu Strategi Dalam Menciptakan Customer Satisfaction Dan Repeat Buying Untuk Meningkatkan Kinerja Pemasaran” 3 (1): 28. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/smo.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2018. “Jumlah Wisatawan Mancanegara Dan Domestik Di Provinsi Jawa Barat.” 2018.

Udjo, Saung Angklung. 2018. “Official Account Saung Angklung Udjo.” 2018. https://www.instagram.com/p/BpTQemjASUb/.

Saung Angklung Udjo. 2018. “Profile Saung Angklung Udjo.” 2018. https://angklung- udjo.co.id/.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 158

PERUBAHAN BUDAYA PEMASARAN KONVENSIONAL MENJADI BUDAYA PEMASARAN BERBASIS DIGITAL

Mochammad Nurreza Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Secara substantif pemasaran (atau manajemen pemasaran) dan pemasaran stratejik memiliki perbedaan dalam beberapa aspek seperti kerangka waktu, proses keputusan, hubungan dengan lingkungan dan lainnya (Jain, 2000:32). Aspek waktu dari manajemen pemasaran bersifat jangka pendek dan keputusan yang diambil berkaitan dengan waktu tertentu, proses keputusan cenderung top-down, serta lingkungan dianggap konstan. Sedangkan pemasaran stratejik bersifat jangka panjang dan keputusan yang diambil memiliki implikasi jangka panjang, proses keputusan cenderung bottom-up, serta lingkungan dianggap sering berubah dan dinamis. (Cravens, Piercy, & Cravens, 2000) mengemukakan bahwa pemasaran stratejik merupakan proses market-driven dari pengembangan strategi yang mempertimbangkan perubahan lingkungan dan kebutuhan untuk menawarkan superior customer value. Fokus dari pemasaran stratejik yaitu pada kinerja organisasi. Dalam hal ini, pemasaran stratejik menghubungkan organisasi dengan lingkungan serta memandang pemasaran sebagai suatu fungsi yang memiliki tanggungjawab melebihi fungsi lain dalam keseluruhan aktivitas bisnis (Sucherly, 2004:20). Pemasaran bagi sebuah perusahaan merupakan jantung untuk kelangsungan hidup suatu perusahaan tersebut, tanpa pemasaran perusahaan tidak dapat menjalankan bisnisnya dengan baik yang pada akhirnya perusahaan tersebut aka bangkrut, oleh karena itu strategi pemasaran harus dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan konsumen dan dapat mecakup seluruh kalangan.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 159

PEMBAHASAN Perubahan budaya teknik pemasaran pada perusahaan terus berubah seiring berjalannya waktu, untuk dapat menjangkau pangsa pasar yang lebih luas secara efisien dan efektif, tentu saja teknik pemasaran harus ada modifikasi yang awalnya menggunakan teknik pemasaran konvensional (pemasaran secara langsung) menjadi pemasaran digital (digital marketing) yang dapat menjangkau pangsa pasar lebih luas. Seperti pada umumnya pemasaran terdiri dari beberapa aspek yaitu yang sering kita ketahui 4P (product, place, promotion, price), pada teknik pemasaran konvensional biasanya berfokus pada identifikasi segmentasi khalayak yang tepat, memahami perilaku konsumen dan menyediakan insentif yang tepat untuk mendapatkan keinginan konsumen agar membeli produk atau jasa, untuk memberikan hasil yang relevan dengan menciptakan segmen untuk sejumlah komponen seperti, perilaku konsumen, geografis, event pemasaran. Menurut Philip Kotler dalam (Alma, 2011) mendefinisikan pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia melalui proses pertukaran, pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penentuan harga, promosi dan pendistribusian barang, jasa dan ide dan dapat memuaskan pelanggan dan tujuan perusahaan (American Marketing Association, 1985), pemasaran meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan kegiatan untuk merencanakan dan menentukan harga, sehingga mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun potensial(Stanton, 1996). Pemasaran adalah salah satu kegiatan dalam perekonomian yang membantu dalam menciptakan nilai ekonomi. Dalam kegiatan pemasaran, aktivitas pertukaran merupakan hal sentral. Pertukaran merupakan kegiatan pemasaran dimana seseorang berusaha menawarkan sejumlah barang atau jasa dengan sejumlah nilai ke berbagai macam kelompok sosial untuk memenuhi kebutuhannya. Pemasaran sebagai kegiatan manusia diarahkan untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran. Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa pemasaran adalah usaha untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen melalui penciptaan suatu produk, baik barang, maupun jasa yang kemudian dibeli oleh mereka yang memiliki kebutuhan melalui suatu pertukaran. Pengertian pemasaran yang hampir sama dengan pengertian

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 160

di atas adalah upaya untuk menciptakan dan menjual produk kepada berbagai pihak dengan maksud tertentu. Pemasaran berusaha menciptakan dan mempertukarkan produk baik barang maupun jasa kepada konsumen di pasar. Penciptaan produk tersebut didasarkan pada kebutuhan dan keinginan pasar. Penggunaan internet sebagai media komunikasi pemasaran merupakan bauran dari marketing mix pada tahap promotion. Adanya pergeseran penggunaan media (media offline ke media online) dalam berpromosi merupakan sebuah tuntutan dimana hal tersebut terpengaruh oleh kemajuan teknologi dan faktor lain diantaranya efisiensi waktu dan biaya. Pada dasarnya pemasaran online dan pemasaran offline memiliki masing – masing kelebihan dan kekurangan. Namun pada saat ini penggunaan pemasaran online lebih diutamakan karena saat ini pengguna internet tumbuh sekitar 1000 persen dalam kurun waktu 10 tahun, pada tahun 2008 pengguna internet mencapai 25 juta (http://kompas.com/news/reader/data/2009.03.31.18205037). Berdasarkan pada data diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran online merupakan kekuatan baru yang fundamental dalam dunia pemasaran di Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya. Selain itu terdapat pendapat bahwa pada saat ini sebuah perusahaan atau organisasi bisnis hanya memiliki 2 pilihan dalam menjalankan usahanya, yang pertama adalah tetap menjadi perusahaan atau organisasi bisnis yang bersifat lokal ( no class company ). Kedua adalah menjadi sebuah perusahaan yang bersifat global atau mendunia ( world class company ). Artinya setiap perusahaan manapun harus mampu untuk bersaing untuk menjadi sebuah world class company atau jika tidak cepat atau lambat akan tersingkir disingkirkan oleh perusahaan yang lain yang bersifat global. Secara jelas dilihat bahwa sebuah perusahaan harus dapat merancang sebuah strategi pemasaran yang efektif untuk dapat bersaing dalam era world class company. Terdapat berbagai macam cara dalam melakukan komunikasi pemasaran melalui internet, yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan e –mail, blog dan juga Website. Persaingan yang sangat ketat diantara produk – produk sejenis menyebabkan perusahaan mencari beragai macam bentuk promosi yang paling efektif dan efisien untuk memperkenalkan produknya kapada khalyak. Iklan merupakan media promosi yang paling efektif namun dalam kenyataannya pemilihan media merupakan salah satu unsur yang terpenting dalam keberhasilan sebuah promosi produk. Hal tersebut

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 161

dikarenakan tidak semua produk yang ditawarkan akan menjadi sebuah iklan yang efektif dan efisien jika tidak menilai dengan baik media yang akan digunakan. Bagi para pemasar hal ini merupakan suatu potensi dan kesempatan yang sangat besar untuk digunakan sebagai salah satu alat komunikasi pemasaran. Sosial media memungkinkan berbagi informasi antara pengguna menjadi lebih mudah (Akrimi & Khemakhem, 2012). Dengan potensi yang besar dan telah banyak digunakan oleh perusahaan besar akan terdapat pertanyaan yang menjadi topik pada kajian ini, yaitu apa saja antecedants dan consequences para pemasar menggunakan media sosial sebagai alat komunikasi pemasaran ?. Pengguna media sosial dapat menggakses kapan saja dan dimana saja, karena selain dikases melalui komputer dapat diakses melalui mobile/smart phone. Hal tersebut yang memberikan peluang bagi para pemasar untuk dapat melakukan komunikasi pemasaran kapan saja dan dimana saja. Customer Engagement, Motivasi individu menggunakan media sosial adalah untuk berinteraksi sosial (Whiting & Williams, 2013). Menyatukan Brands dan konsumen dalam media sosial saat ini semakin berkembang dan media sosial lainnya terus bertambah, misalnya Path dan Instagram. Aplikasi media sosial tersebut digunakan pemasar sabagai alat komunikasi yang terintegrasi dengan alat komunikasi lainnya sehingga hubungan dengan konsumen dapat terus dipertahankan. Viral Marketing, Viral marketing merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki media sosial dibandingkan dengan media tradisional. Berbagi informasi, seperti foto, video, atau artikel, yang sebelumnya dilakukan pada Web Sites tertentu, pada saat ini sudah bermigrasi ke media sosial (Hutton & Fosdick, 2011). Orang yang memberikan rekomendasi online berupa kilasan tentang produk atau pengalaman setelah menggunakan produk disebut influencer, sedangkan orang yang mencari rekomendasi online disebut adopter, Para pemasar dapat menggunakan peran para opinion leader untuk melakukan komunikasi pemasaran kepada target konsumen, karena rekomendasi dari mereka lebih dipercaya oleh pengguna media sosial (Katona, Zubcsek, & Sarvary, 2011). Pergeseran pemasaran yang pada awalnya menggunakan media konvensional seperti koran atau surat kabar diakibatkan oleh adanya tuntutan oleh khalayak bahwa

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 162

mereka membutuhkan sebuah media yang bersifat interaktif dan menarik. Media yang interaktif diperlukan agar sifat promosi yang selama ini bersifat satu arah akan menjadi sebuah komunikasi yang berjalan 2 arah, sehingga antara produsen dan konsumen akan dapat saling berinteraksi. Sebuah interaksi antara produsen dan konsumen menjadi penting karena akan mendekatkan hubungan antara keduanya sehingga hubungan yang baik akan menguntungkan keduanya.

METODE Metode pengkajian yang di lakukan dalam penelitian ini adalah melalui pendekatan kualitatif. Dalam penelitian kualitatif populasin dan sampel tidaklah menjadi tolak ukur. Bahkan populasi dan samplingnya sangat terbatas sementara itu tepe penelitian ini menggunakan tipe deskriptif kualitatif. Melalui tipe ini peneliti akan menggambarkan berbagai kondisi. Seorang peneliti kualitatif yang menerapkan sudut pandang ini berusaha menginterpretasikan kejadian dan peristiwa sosial sesuai dengan sudut pandang dari objek penelitiannya. Dalam penelitian kualitatif, peneliti itu sendiri bertindak sebagai instrumen penelitiannya; yang mana sebagai instrumen penelitian peneliti harus memiliki bekal teoridan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret danmengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna(P.D, 2014). Karakteristik penelitiannya yang holistik (menyeluruh), peneliti dalam penelitian kualitatif memerlukan ketajaman analis (bersifat deskriptif analitik), objektifitas, sistematik dan sistemik sehingga diperoleh ketepatan dalam interpretasi. Sebab, hakikat dari suatu fenomena atau gejala bagi penganut penelitian kualitatif adalah totalitas atau gestalt. Penelitian ini melakukan studi pustaka dimana sebelum peneliti memulai penelitiannya, hal ini bertujuan diantaranya untuk menentukan informasi yang relevan sesuai dengan objek penelitian dan menambah pengetahuan mengenai masalah yang diteliti. dengan melakukan studi pustaka kita juga dapat menemukan masalah yang akan dijadikan objek penelitian. hal ini sangat berguna ketika kita belum menemukan objek yang akan diteliti. Studi pustaka adalah metode pengumpulan data dengan mencari informasi lewat buku, majalah, koran dan literatur lainnya yang bertujuan untuk membentuk sebuah landasan teori(Arikunto, 2006).

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 163

LANDASAN Pendekatan studi kasus, Studi Kasus berasal dari terjemahan dalam bahasa Inggris “A Case Study” atau “Case Studies”. Kata “Kasus” diambil dari kata “Case” yang menurut Kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English(Hornby, 2010) diartikan sebagai 1). “instance or example of the occurance of sth., 2). “actual state of affairs; situation”, dan 3). “circumstances or special conditions relating to a person or thing”. Secara berurutan artinya ialah 1). contoh kejadian sesuatu, 2). kondisi aktual dari keadaan atau situasi, dan 3). lingkungan atau kondisi tertentu tentang orang atau sesuatu. Dari penjabaran definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Studi Kasus ialah suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan, sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut. Biasanya, peristiwa yang dipilih yang selanjutnya disebut kasus adalah hal yang aktual (real-life events), yang sedang berlangsung, bukan sesuatu yang sudah lewat.

PEMBAHASAN Saat ini pertumbuhan pengguna internet berkembang pesat, hal ini dikarenakan peduduk Indonesia sudah melek terhadap dunia digital, teknologi dan informasi. Dari hasil survey yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pada tahun 2017, dari total populasi penduduk Indonesia sebanyak 262 juta orang, 54,68% atau 143,26 juta jiwa sudah menggunakan internet sebagai media sumber informasi dan media dalam berbisnis, berdasarkan karakter kota/kabupaten sebesar 72,41% dari kota, 49,49% dari kabupaten, sedangkan berdasarkan usia penetrasi pengguna internet tertinggi dari usia 19-34 tahun sebesar 49,52%(APJII, 2018). Dari sebagian besar data tersebut digunakan untuk keperluan pribadi dan bisnis, penggunaan internet pada suatu perusahaan digunakan untuk keperluan berbisnis, mengembangkan bisnis, mengetahui segmentasi pasar, dan memperkenalkan produk- produknya kepada masyarakat secara luas, karena dari internet kita dapat memperkenalkan produk/jasa kita kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 164

sehingga yg dilakukan oleh perusahaan tersebut tepat pada sasaran pasar yang mereka tuju.

Dari gambar diatas terlihat 41,04% penggunaan internet digunakan untuk membantu pekerjaan yang artinya salah satu kegunaan internet ini digunakan untuk kebutuhan kegiatan pemasaran suatu perusahaan dengan menggunakan aplikasi tertentu memudahkan untuk memilah jumlah pengunjung, segmentasi pasar berdasarkan gender dan usia, mengoptimalkan search engine optimization dan search engine marketing, memanfaatkan social media untuk membangun citra perusahaan dan membangun brand awareness di masyarakat.

SIMPULAN Budaya teknik pemasaran telah mulai berubah seiring dengan perkembangan zaman, dari budaya konvensional menjadi pemasaran digital yang serba praktis dan mudah, pada teknik pemasaran konvensional mengharuskan untuk bisa memetakan market share dengan melakukan survey terlebih dahulu yang membutuhkan waktu dan tenaga namun dengan berubahnya budaya konvensional menjadi budaya digital mempermudah perusahaan untuk menentukan market share dengan mengoptimalisasikan aplikasi yang dapat membantu menentukan market share perusahaan tersebut tanpa mengabaikan prinsip pemasaran 4P. Dengan kemajuan teknologi masyarakat dengan mudah mengenal produk/jasa yang diluncurkan oleh perusahaan tersebut dengan mengaskses internet, dengan jangkauan yang sangat luas

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 165

perusahaan dapat menjangkau konsumen dengan mudah, dan dapat membantu mengembangkan bisnis perusahaan tersebut.

BIBLIOGRAPHY Akrimi, Y., & Khemakhem, R. (2012). What Drive Consumers to Spread the Word in Social Media? Journal of Marketing Research & Case Studies. https://doi.org/10.5171/2012.969979

Alma, B. (2011). Pemasaran dan Pemasaran Jasa. In Pemasaran dan Pemasaran Jasa.

American Marketing Association. (1985). AMA Board approves new marketing definition. Marketing News.

APJII. (2018). Hasil Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2017. https://doi.org/10.1016/j.seizure.2011.01.014

Arikunto, S. (2006). PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Bumi Aksara. https://doi.org/10.1362/026725701323366836

Cravens, K., Piercy, N., & Cravens, D. (2000). Assessing the Performance of Strategic Alliances: Matching Metrics to Strategies. European Management Journal. https://doi.org/10.1016/S0263-2373(00)00042-6

Hornby, A. S. (2010). Oxford Advanced Learner ’ s Dictionary ( International Student’s Edition ). Oxford University Press.

Hutton, G., & Fosdick, M. (2011). The globalization of social media: Consumer relationships with brands evolve in the digital space. Journal of Advertising Research. https://doi.org/10.1108/sd.2012.05628faa.006

Katona, Z., Zubcsek, P. P., & Sarvary, M. (2011). Network Effects and Personal Influences: The Diffusion of an Online Social Network. Journal of Marketing Research. https://doi.org/10.1509/jmkr.48.3.425

P.D, S. (2014). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif.pdf. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. https://doi.org/10.1002/qua.22865

Stanton, W. J. (1996). Prinsip Pemasaran (terjemahan). Edisi 7, Jilid 1. https://doi.org/10.1051/limn/2011044

Whiting, A., & Williams, D. (2013). Why people use social media: a uses and gratifications approach. Qualitative Market Research: An International Journal. https://doi.org/10.1108/QMR-06-2013-0041

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 166

STUDI FENOMENOLOGI BUDAYA PERILAKU PENGGUNAAN BAHASA ANAK JAKSEL

Rani Auliawati Rachman Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Bahasa merupakan salah satu dari unsur suatu kebudayaan. Menurut Koentjoroningrat (1983) dalam (Suwarno, 2011, p. 66) mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yabg dijadikan milik diri manusia dengan belajar, yang lebih lanjut dijabarkan tentang tujuh unsur kebudayaan, diman bahasa termasuk dalam tujuh unsur tersebut. Gaya bicara Bahasa anak Jaksel yang beberapa saat lalu menjadi viral dan perbincangan khususya di media sosial merupakan fenomena yang cukup menarik. Bahasa anak Jaksel yaitu penggunaan bahasa Indonesia yang diucapkan bercampur dengan Bahasa Inggris dalam berkomunikasi, disebut bahasa anak Jaksel karena gaya bahasa ini banyak digunakan oleh anak remaja di Jakarta Selatan. Fenomena percampuran bahasa ini bukan hanya terjadi di Jakarta Selatan saja tetapi di daerah luar Jakarta Selatan bahkan diluar Jakarta seperti Surabaya juga terjadi penggunaan bahasa seperti ini. Ivan Lanin seorang Wikipediawan mengatakan bahwa fenomena seperti ini sudah berlangsung sejak lama dan bukan sebagai fenomena yang baru saja terjadi atau fenomena musiman yang kemudian akan hilang dengan berjalannya waktu, sehingga keberadaan penggunaan bahasa seperti ini akan tetap ada meski candaan bahasa anak Jaksel sudah tidak lagi ramai diperbincankan. Globalisasi berimbas pada berbagai aspek kehidupan manusia termasuk penggunaan bahasa (Piantari, Muhatta, & Fitriani, 2011, p. 12). Penggunaan bahasa Indoenesia yang dicampuran dengan bahasa Inggris dalam berkomunikasi merupakan efek dari globalisasi yang sudah tidak lagi mempunyai batasan dan dinding pemisah termasuk dalam berinteraksi seperti yang terjadi saat ini, dimana interaksi yang terjadi semakin meluas baik di kehidupan nyata maupun interaksi di kehidupan maya seperti

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 167

media sosial yang menyebabkan seseorang terhubung dengan seseorang dari Negara lain, sehingga menuntut untuk memiliki kemampuan menguasai lebih dari satu bahasa yang disebut bilingualisme (kedwibahasan). Budaya global yang cenderung menggambarkan penamaan ke arah ‘membarat ini semakin mengukuhkan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa Intenasional dan masih menjadi bahasa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Crystal dalam bukunya “Why a Global Language” menyatakan bahwa Bahasa Inggris hingga saat ini masih menempati posisi sebagai bahasa yang paling banyak digunakan di dunia dalam berbagai aspek termasuk di internet (Crystal, 2012). Fenomena penggunaan bahasa campuran ini merupakan bukti adanya pergeseran perilaku dalam budaya penggunaan bahasa untuk berkomunikasi yang terjadi dikalangan remaja akibat adanya globalisasi yang sudah tidak mengenal batasan lagi. Kawasan Jakarta Selatan sendiri mempunyai bahasa daerah yaitu bahasa Betawi yang sekarang ini sudah jarang terdengar atau bahkan hilang akibat akibat adanya globalisasi dimana banyak penduduk baik dari luar maupun dalam negeri yang datang dan pergi untuk menetap di Jakarta. Seiring dengan semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk mengenyam pendidikan juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya pergeseran dari berbahasa daerah dan Indonesia di campur dengan berbahasa Inggris. Fenomena ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Hopper dalam (Putri, 2016, p. 9) bahwa saat ini globalisasi berada pada fase kontemporer yang ditandai dengan semakin intens dan luasnya penyebaran budaya, tidak hanya perpindahan orang, ide, barang symbol dan citra, namun juga semakin banyak dan seringnya orang berpergian dari suatu tempat ke tempat lain yang memperluas kemungkinan orang untuk saling berhubungan. Pencampuran bahasa, dengan mencampurkan bahasa Inggris yang dilakukan dalam berkomunikasi merupakan salah satu alasan bahwa bahasa Inggris memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Buadaya dan masyarakat di Indonesia mempunyai anggapan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa yang lebih tinggi. Hal ini terbukti dengan sistem hidup orang Indonesia yang terbiasa dengan struktur sosial hirarki. Dimana ada status sosial tertentu pada masyarakat di Indonesia yang diangap penting dan mendapatkan penghormatan dan memiliki kemampuan berbhasa Inggris dianggap menjadi symbol akan hal ittu, berpendidikan tinggi, kekayaan dan kehormatan. Seolah-

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 168

olah menegaskan bawha hanya orang yang kaya, berpendidikan tinggi dan orang terhormat yang menggunakan bahasa inggri dalam berkomunikasi. Sehingga banyak yang memandang penggunaan bahasa campuran ini sebagai salah satu pembuktiian identitas diri agar terlihat berbeda dan juga membuktikan seberapa intelektualitasnya seseorang. Untuk itulah mengapa penggunaan bahasa campuran ini dijadikan sebuah lifestyle, pembeda antara yang satu dengan yang lain dan hanya digunakan untuk gaya-gayaan saja. Namun beberapa orang mengatakan bahwa penggunaan bahasa campuran ini adalah salah satu metode untuk belajar utuk lebih fasih dalam penggunaa bahasa Inggris, untuk melatih kepercayaan diri dalam berbicara bahasa Inggris dimana dalam dua kerja maupun dalam dunia pendidikan bahasa inggris memiliki peranan yang penting. Besarnya perhatian masyarakat akan penggunaan percampuran dua bahasa ini karenakan dianggap berbeda dari berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa merupakan sarana yang digunakan untuk berkomunikasi. Seperti yang disebutkan diatas mengenai faktor yang melatrbelakangi penggunaan bahasa campuran ini dimana ada segi positif dan negative dengan adanya pergeseran penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Beberapa berpendapat bahwa penggunaan percampuran bahasa ini membawa hal yang positif agar masyarakat Indonesia dapat bersaing dengan masyarakat dari Negara lain terutama di era globalisasi seperti sekarang ini, dimana kemampuan berbahasa inggris sangat diperlukan sekali. Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa penggunaan bahasa campuran ini dikhawatikan akan menggerus bahasa Indonesia sendiri dan terutama bahasa daerah yang sudah semakin di tinggalkan. Kekhawatiran akan penggunaan bahasa yang tidak baik dan benar karena mencampur dua bahasa sekaligus juga menjadi salah satu faktor perdebatan akan penggunaan bahasa campuran anak Jaksel.

KAJIAN TEORI Budaya Kontemporer Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu peranan, hubungan, ruang, konsep alam semesta, objek- objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 169

melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola bahasa dam dalam bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuain diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang- orang tinggal dalam suatu masyarakat (Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, 2000, p. 18) Budaya kontemporer merupakan suatu pendekatan yang kemukaan saat ini, muncul sebagai suatu respon intelektual dalam menganalisis perubahan politik, ekonomi dari budaya global, transformasi kebudayaan di berbagai tempat di dunia yang mempengarugi identitas suatu masyarakat, klaim atas politik etnisitas dan tuntutan bagi pluralism kebudayaan, yang semuanya mengarah pada wujud-wujud toleransi baru dan negoisasi baru. Setidaknya ada dua paradigmautama yang mewarnai perkembangan culture studies sebagai pendekatan kontemporer dalam studi sosial humaniora. Pertama, pengaruh melalui paradigm poststrukturalis dengan focus dekonstruksi wacana terhadap modernitas, yang dianggap telah melahirkan distorsi-distorsi baru di dalam hubungan sosial dan kemanusian lewat penciptaan pengetahuan dan kekuasaan. Kedua, pengaruh teori postcolonial yang memfokuskan analisisnya pada representasi dan kekuasaan sebagai suatu konstruksi sosial. (Setyaningrum, 2002, p. 233). Fenomenologi Bagi Schutz memang pengetahuan mengenai dunia sosial itu merupakan pengetahuan yang sifatnya inderawi belaka dan tidak lengkap, tidak akan pernah utuh, karena kemampuan indera manusia dalam menyerap pengetahuan itu memang memiliki keterbatasan. Konsep Schutz mengenai dunia sosial sesungguhnya dilandasi oleh kesadaran (consciousness) karena menurutnya di dalam kesadaran itu terdapat hubungan antara orang (orang-orang) dengan objek-objek . dengan kesadaran itu pulalah kira dapat memberi makna atas berbagai objek yang ada. Dalam pandangan Schutz, kategori pengetahuan pertama bersifat pribadi dan unik bagi setiap individu dalam interaksi tatap-muka dengan orang lain. Kategori pengetahuan yang kedua adalah berbagai pengkhasan yang telah terbentuk dan dianut oleh semua anggota budaya. (Basrowi, 2005, p. 8). Fenomenologi memfokuskan pada pemahaman dan pemberian makna atas berbagai tindakan yang dilakukan seseorang atau orang lain di dalam kehidupan keseharian sehingga fenomenologi memang merupakan pengetahuan yang sifatnya

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 170

intuitif dan metafisis. Fenomenologi mengatakan bahwa kenyataan sosial itu tidak bergantung kepada makna yang diberikan oleh individu melainkan pada kesadaran subyektif si aktor (sujatmiko.Harianto, 2014, p. 2). Dari pengertian diatas maka dapat diketahui tujuan dari fenomenologi adalah menganalisa dan melukiskan kehidupan sehari-hari atau dunia kehidupan sebagaimana disadari oleh aktor. Studi fenomenologi menitik beratkan kepada studi yang mendalam akan sebuah fenomena yang ada, sehingga mengharuskan seorang individu yang melakukan studi ini harus meninggalkan semua asumsi yang dimiliki serta pengetahuan yang sudah ada tentang bagaimana struktur sosial dan mengamati sesuatu secara langsung. Schutz mengawali pemikirannya dengan mengatakan bahwa objek penelitian ilmu sosial pada dasarnya berhubungan dengan interpretasi terhadap realitas. Jadi, sebagai peneliti ilmu sosial, kita pun harus membuat interpretasi terhadap realitas yang diamati. Orang-orang saling terkait satu sama lain ketika membuat interpretasi ini (Raho, 2007, p. 126). Menurut (sujatmiko.Harianto, 2014, p. 3) fenomenologi sosial yang diintrodusir oleh Schutz mengandaikan adanya tiga unsur pengetahuan yang membentuk pengertian manusia tentang masyarakat, yaitu dunia sehari-hari, tindakan sosial dan makna. Dunia sehari-hari adalah dunia yang paling fundamental dan terpenting bagi manusia. Di katakana demikian dikarenakan dunia sehari-hari adalah lokus kesadaran intersubjektif yang menjembatani adanya kesadaran sosial. Dalam dunia ini, seseorang selalu berbagi dengan teman, dan, orang lain, yang juga menjalani dan mentafsirkannya. Szhutz mengkhususkan perhatiannya kepada satu bentuk dari subyektivitas yang disebutnya, antar subyektivitas. Konsep ini menunjuk kepada pemisahan kepada subyektif atau secara sederhana menunjuk kepada dimensi dari kesadaran umum ke kesadaran khusus kelompok sosial yang sedang saling berintegrasi (because motive and in order to motive) (sujatmiko.Harianto, 2014, p. 3)

METODE Penelitian ini secara metodologi menggunakan model penelitian kualitatif, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 171

berbagai metode alamiah (Lexy J. Moleong, 2014, p. 6). Dari sejarah pemikiran fenomenologi Alfred Schutz mencoba mendefinisikan tindakan manusia menjadi dua, yaitu because motive (karena) motif sebab yang merujuk pada pengetahuan masa lalu karena itu berorientasi pada masa lalu. In order to motive (sebab) motif ini bertujuan memperoleh gambaran sebagai maksud, rencana, harapan, minat dan sebagainya yang berorientasi pada masa depan (sujatmiko.Harianto, 2014, p. 3) Melalui penelitian ini, penulis ingin mengetahui motif yang melatarbelakangi perilaku penggunaan bahasa campuran anak Jaksel. Subyek penelitian ini adalah remaja anak dari Jakarta dan sekitarnya yang menggunakan dan menerapkan bahasa campuran anak jaksel ini. Pemilihan subyek penelitian dilakukan dengan tehnik purposive dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti secara mendetail dan sesuai dengan fenomena yang terjadi. Pengumpulan data dalam proses penelitian ini dilakukan dengan cara observasi pada media sosial yang digunakan narasumber ketika mengupdate status dan in-dept interview yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi google formulir kemudian dilanjutkan dengan penggunaan aplikasi Whatsapp dalam melakukan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tipifikasi dengan cara melakukan observasi dan wawancara mengorganisasikan ke dalam pola tertentu dari hasil wawancara kemudian memetakan temuan data setelah itu melakukan pengkodean terhadap hasil wawancara lalu mengkategorisasikan atau mengelompokkan makna pernyataan dari hasil penelitian tersebut (sujatmiko.Harianto, 2014, p. 3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Bahasa memiliki relevensi yang kuat terhadap kebudayaan masyarakat pemakai bahasa, bahasa mewakili identitas diri dari seseorang. Penggunaan bahasa campuran bahasa anak Jaksel yaitu penggunaan bahasa Indonesia yang diucapkan bercampur dengan Bahasa Inggris dalam berkomunikasi merupakan salah satu bentuk perkembangan bahasa yang disebabkan oleh arus globalisasi. Perkembangan bahasa tidak terlepas dari perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dengan kata lain, perubahan sosial akan berpengaruh pada bentuk-bentuk bahasa yang digunakan, hal ini tidak terlepas dari sifat bahasa yang merupakan fenomena sosial (Zaim, 2015, p. 174).

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 172

Hal ini lah yang terjadi kepada remaja di Jakarta selatan atau bahkan di kota lain yang menggunakan bahasa campuran dalam berkomunikasi dalam kehidupan sehari-harinya. Bahwa mau tidak mau penggunaan bahasa akan mengikuti perkembangan zaman dan mengalami perubahan menjadi sesuatu hal yang baru. Fenomena penggunaan bahasa campuran yang dilakukan oleh para anak muda ini bukan dikarenakan tidak puas dengan bahasa daerah ataupun bahasa Indonesia sehingga tidak menggunakannya dalam berkomunikasi akan tetpi di karenakan adanya pembaruan dalam mengikuti zaman. Kaum anak muda, sebagai kelompok pengguna bahasa generasi baru, mempunyai kreativitas tersendiri dalam berkomunikasi, baik sesame teman sebaya maupun dengan orang yang lebih tua atau lebih muda umurnya. Banyak istilah baru yang muncul dalam berkomunikasi (Zaim, 2015, p. 174). Dengan adanya perkembangan bahasa campuran ini dan lebih sering menggunakan bahasa campuran dari pada bahasa daerah ataupun bahasa Indonesia menimbulkan pertanyaan apakah penggunaan bahasa campuran ini diperlukan. Tidak dipungkiri bahwa dengan adanya era globalisasi seperti sekarang ini penggunaan dan pemahaman akan bahasa inggris memang diperlukan sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu narasumber yang tinggal di Jakarta mengatakan bahwa “Gue pribadi sih iya karna kita hidup dijaman open global. Dan lawan kita itu negara serumpun tapi lebih maju. Salah satu faktornya adalah mereka lebih fluently berbahasa inggris.” (Nila, Wawancara, 28 Oktober 2018). Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa penggunaan bahasa Inggris campuran ini diperlukan, penggunaan bahasa inggris dalam berkomunikasi merupakan salah satu keharusan dan keterampilan dalam zaman open global seperti sekarang ini, dengan penggunaan bahsa campuran akan melatih seseorang dalam kemampuan berbahsa inggrisnya. Akan tetapi salah satu narasumber lain mengatakan bahwa penggunaan bahasa ini tidak diperlukan karena narasumber mengatakan bahwa “Tidak, mendingan berani pake bahasa Inggrisnya full sekalian” (Dhian, Wawancara 27 Oktober 2018). Penjelasan diatas ada benarnya karena jika menitik beratkan penggunaan bahasa Inggris yang baik dan benar tidak mencampur dua bahasa sekaligus seperti yang terjadi dengan bahasa anak Jaksel. Adapun penggunaan bahasa campuran ini disebabkan oleh tuntutan pekerjaan, dikarenakan bekerja di perusahaan asing yang berada di Indonesia sehingga mengharuskan penggunaan bahasa campuran ini. Sebagaimana yang disampaikan oleh

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 173

salah satu narasumber yang mengatakan bahwa “Gue biasanya emang sering pakai bahasa Inggris kalau ngomong atau ya dicampur-campur gitu karna kan Gue kerjanya di perusahaan asing gitu jadi kadang aja rapat sama pimpinan dari negeri asalnya yang kalau ngejelasin total pakai bahasa Inggris gitu”(Dhian, Wawancara, 27 Oktober 2018). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa menggunakan bahasa campuran karena kesukaannya kepada bahasa Inggris dan sebagai salah satu cara yang digunakan untuk melatih keterampilan berbahasa Inggris, ” Karna gue suka bahasa inggris dan pengen lancar berbahasa inggris,once gue gak tau bahasa inggrisnya apa gue ganti dulu ke bahasa indonesia. Trus di inget-inget tadi gak taunya apa trus dicari. Jadi inget terus. Dan Karna melatih kita berani ngomong bahasa inggris dan bisa nambah vocab” (Nila, Wawancara 28 Oktober 2018). Faktor lebih mudah dalam penyampaian maksud dan tujuan menggunakan bahasa campuran ini juga menjadi salah satu yang melatar belakangi penggunaan bahasa campuran ini sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu narasumber lain yaitu “Terkadang jadi lebih sampai maksudnya ke pendengar, Karena gue kagokan anaknya jadi kadang gue jelasin sesuatu pake bahasa yg menurut gue enak disampaikan.” (Ananda, Wawancara, 30 Oktober 2018). Terdapat latar belakang yang menyebabkan penggunaan bahasa campuran anak Jaksel. Motif tersebut bermacam-macam. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa motif yang melatarbelakangi mereka menggunakan bahasa campuran anak Jaksel dalam berkomunikasi sehari-hari. 1. Terlihat Berbeda dalam Gaya berkomunikasi (Mengikuti Trend) Motif mengikuti trend bisa saja merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi penggunaan bahasa campuran anak Jaksel ini, keinginan untuk tampil berbeda dengan yang lain bisa menjadi salah satu penyebabnya, agar terlihat keren dan terlihat berbeda dalam lingkungannya menggunakan lebih dari satu bahasa dalam satu kalimat berkomunikasi dengan seseorang sehingga merasa bahwa dengan dicampur-campur itu mungkin kelihatan lebih keren. Akan tetapi salah satu narasumber mengatakan bahwa “Kalo gue sendiri sih gak ngikutin trend soalnya udah lama juga gue ceplas ceplos pake bahasa indonesia and Inggris” (Ananda, Wawancara, 30 Oktober 2018). Pendapat yang disampaikan sejalan dengan narasumber lain yaitu Nila yang mengatakan sudah menggunakan bahasa campuran ini semenjak SMP sehingga keinginan terlihat berbeda atau mengikuti trend Nila

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 174

menambahkan “Enggak sih. Gue nyamannya ya gini kalo ngobrol. Kadang ada bahasa yang kalo diucapin pake bahasa indonesia tuh gak enak didenger so I prefer use english instead”, (Nila, Wawancara 28 Oktober 2018). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mengikuti trend atau ingin terlihat berbeda bukan salah satu faktor yang melatarbelakangi. Fenomena percampuran bahasa ini juga sudah sejak lama terjadi hanya saja baru sekarang menjadi viral. 2. Kuliah di Luar Negeri Menuntut ilmu di luar negeri merupakan salah satu faktor yang melatar belakangi penggunaan bahasa campuran ini. Pelajar Indonesia yang menuntut ilmu ke luar negeri setelah menyelesaikan studinya kembali ke Indonesia memberikan pengaruh yang besar dalam peggunaan bahasa campuran ini. Pelajar yang pergi bersekolah di luar negeri akan lebih fasih dalam penggunaan bahasa Inggris dan setelah kembali berusaha menerapkan penggunaan bahasa Indonesia yang kemudian menjadi percampuran dalam berbahasa. 3. Menunjukkan Tingkat Intelektualitas Menunjukkan tingkat Intelektualitas bisa jadi menjadi salah satu faktor yang melatar belakangi motif penggunaan bahasa campuran anak Jaksel. Sebagaimana yang diketahui bahwa masyarakat Indonesia memiliki budaya sistem struktur sosial hirarki yang menyebabkan adanya keinginan untuk di hormati. Bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional. Memiliki kemampuan berbahasa Inggris maka akan menimbulkan kesan bahwa seseorang terlihat intelektual kara masyarakat Indonesia menganggap bahasa Inggris memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari bahasa Indonesia, da nada kaitan bahwa mereka yang berbicara bahasa Ingris hampir rata- rata mereka yang lulusan bersekolah di luar negeri. Akan tetapi salah satu narasumber mengatakan bahwa “Tidak, biasa saja. Menurut saya, orang terlihat cerdas bisa dilihat dari alur berfikir dan premis-premis kalimatnya saja, bukan dari bahasanya”. (Dhian, Wawancara, 27 Oktober 2018). Maka dari penjelasan diatas maka ketika seseorang menggunakan bahasa campuran belum tentu seseorang itu memiliki intelektualitas tinggi, apalagi sekarang ini siapa saja sudah bisa mempelajari bahasa Inggris, seseorang di katakana intelektual ketika dia memiliki alur berfikir yang cerdas. Pemikiran bahwa seseorang yang pandai menggunakan bahasa Inggris

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 175

dalam berkomunikasi merupakan labeling yang diciptakan oleh masyarakat itu sendiri. 4. Pusat Pertumbuhan Bisnis Indonesia Pusat pertumbuhan bisnis Indonesia merupakan salah satu faktor yang melatar belakangi penggunaan bahasa campuran ini. Jakarta merupakan Ibu kota Indonesia dimana hampir semua interaksi ekonomi dan bisnis terjadi di Jakarta. Perusahaan asing yang melakukan investasi di Indonesia hampir rata-rata mendirikan kantornya di Jakarta, sehingga faktor ini memberikan sumbangsih terbesar kepada penggunaan bahasa campuran anak Jaksel ini. Sebagaiman yang dikatakan salah satu narasumber yang mengatakan bahwa dirinya bekerja di perusahaan asing yang menuntutnya paham dan menggunakan bahasa Inggris dalam bekerja sehingga terbawa dalam kehidupan sehari-harinya mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris.

SIMPULAN Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diperoleh kesimpulan yang di dapatkan adalah perilaku penggunaan bahasa campuran Anak Jaksel dipengaruhi oleh dua motif yakni motif sebab dan motif akibat. Motif sebab dikategorikan kepada faktor seperti tuntutan pekerjaan, lebih merasa nyaman ketika berbicara menggunakan bahasa campuran dalam menjelaskan, dan juga faktor kuliah di luar negeri serta Jakarta yang menjadi pusat pertumbuhan bisnis di Indonesia. Selain motif sebab ada pula motif tujuan yang dikategorisasikan ke dalam kesukaan terkait bahasa inggris sehingga memanfaatkan penggunaan bahasa campuran dalam berkomunikasi menjadi salah stu cara untuk belajar, kemudian faktor dari tujuannya sebagai pembuktian memiliki intelektualitas yang lebih tinggi dan ingin terlihat berbeda dengan yang lain di lingkungannya yang ditemukan dari hasil penelitian kedua faktor ini tidak bisa mewakili sebagai latar belakang para pengguna bahasa campuran menggunakan bahasa ini dalam berkomunikasi.

BIBLIOGRAPHY Basrowi. (2005). Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia indonesia.

Crystal, D. (2012). Why a global language? In English as a Global Language. https://doi.org/10.1017/CBO9781139196970.003

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 176

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat. (2000). Komunikasi Antarbudaya, Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Lexy J. Moleong, D. M. A. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). In PT. Remaja Rosda Karya. https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2013.02.055

Piantari, L. L., Muhatta, Z., & Fitriani, D. A. (2011). Alih Kode ( Code-Switching ) Pada Status Jejaring Sosial Facebook Mahasiswa, 1(1), 12–18.

Putri, R. C. R. W. (2016). KEUNTUNGAN GLOBALISASI DAN ANCAMAN HOMOGENISASI, IX(1), 7–13.

Raho, B. (2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: PrestasiPustaka.

Setyaningrum, A. (2002). Kajlan Budaya Kontemporer, 6(November). sujatmiko.Harianto, S. (2014). Studi Fenomenologi Perilaku Penumpang di Atas Gerbong Kereta Api STUDI FENOMENOLOGI PERILAKU PENUMPANG DI ATAS GERBONG KERETA API Sujatmiko Sugeng Harianto Abstrak. Paradigma, 02(01), 1–5.

Suwarno, dan P. (2011). International Seminar “Language Maintenance and Shift” July 2, 2011.

Zaim, M. (2015). Pergeseran Sistem Pembentukan Kata Bahasa Indonesia. Linguistik Indonesia, 33(2), 173–192. Retrieved from http://www.mlindonesia.org/images/files/Agustus 2015.pdf#page=75

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 177

PEMAKNAAN NYADARAN SEBAGAI PELESTARIAN BUDAYA PADA ETNIK JAWA

Evi Novianti Program Magister Pariwisata Berkelanjutan, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Suatu tradisi merupakan salah satu bentuk pewarisan kebiasaan yang turun- temurun dari generasi ke generasi. Nilai-nilai yang diwariskan berupa norma-norma yang masih dianggap baik oleh masyarakat kebanyakan. Tradisi tidak bisa lepas dari unsur budaya karena mengandung unsur budaya yang terus dilestarikan (Hutagol, 2013). Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2000). Salah satu tradisi yang banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia adalah upacara adat atau upacara tradisonal. Upacara tradisional merupakan warisan budaya para leluhur yang dianggap oleh masyarakat Indonesia sebagai usaha untuk berinteraksi dengan pencipta dan arwah para leluhur. Upacara adat yang berada dikalangan masyarakat Indonesia saat ini merupakan salah satu bentuk komunikasi ritual. Salah satu bentuk upacara adat yang ada di Indonesia adalah Upacara Nyadran didaerah Cilacap, Jawa Tengah. Kata nyadran juga memiliki arti yang lain yaitu slametan ing sasi Ruwah nylameti para leluwur (kang lurah ana ing kuburan utawa papan sing kramat ngiras reresik tuwin ngirim kembang. ‘selamatan di bulan Ruwah menghormati para leluhur (biasanya dimakam atau tempat yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat dengan cara membersihkan makam serta menaburkan bunga) (Mumfaganti, 2007). Tradisi Nyadran bulan (Jawa) Ruwah atau yang lazim disebut Sadranan atau ada juga yang menyebut Ruwahan merupakan suatu tradisi yang sudah kental didalam kehidupan sosial masyarakat Jawa (Handayani, 1995). Menurut Poerwardarminto (1937 dalam Nur, 2013) kata Nyadran memiliki art selamatan (sesaji) ing papan sing kramat. Bagi masyarakat Jawa, kegiatan tahunan yang bernama Nyadran atau Sadranan merupakan ungkapan refleksi sosial keagamaan. Tradisi nyadaran merupakan tradisi adalah salah

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 178

satu budaya atau kebiasaan suku Jawa yang masih dilakukan hingga saat ini. Tradisi Nyadran ini merupakan peninggalan kebudayaan Hindu yang akhirnya diberi sentuhan agama Islam didalamnya. Hal ini ada kaitan erat dengan penyebaran agama Islam oleh Wali Sanga yang dilakukan di pulau Jawa dengan cara pendekatan persuasif namun tidak menghilangkan tradisi dan kesenian namun yang ada memberikan sentuhan baru. Dalam hal ini penulis mengambil tradisi Nyadaran yang dilakukan oleh masyarakat didaerah Desa Karanganyar Kecamatan Gadrumangu Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Tradisi Nyadaran yang dilakukan oleh masyarakat Desa Karanganyar Kecamatan Gadrumangu Kabupaten Cilacap Jawa Tengah khususnya keluarga dari narasumber yang penulis wawancarai ini adalah bentuk rasa syukur mereka kepada sang pencipta serta mengirimkan doa-doa bagi keluarga mereka yang telah mendahului mereka menghadap sang pencipta. Dibalik tradisi tadi pun terselip makna silaturahmi yang diwajibkan didalam agama Islam. Karena tradisi Nyadran ini mengumpulkan masyarakat Desa Karanganyar Kecamatan Gadrumangu Kabupaten Cilacap Jawa Tengah untuk bercengkrama satu sama lain. Adanya keterkaitan antara budaya serta komunikasi, komunikasi merupakan sebagai salah satu unsur budaya yang berfungsi untuk menjalin hubungan antar manusia dan yang digunakan secara turun temurun (Hutagaol, 2003). Adapun James W. Carey (1992) seorang ahli komunikasi yang mengembangkan komunikasi dalam perspektif budaya dan melihat komunikasi berkaitan dengan upaya untuk membangun komunitas (maintain community). Menurut Carey, komunikasi lekat dengan kata sharing (saling berbagi), partisipasi, asosiasi, pengikut, dan kepemilikan akan keyakinan bersama. Praktik-praktik komunukasi yang dilakukan oleh manusia pada dasarnya didasari untuk melakukan suatu interaksi dengan manusia lainnya.

METODE PENELITIAN Metode penulisan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Adapun pengertian dari metode deskriptif menurut Hadari Nawawi, dapat diartikan prosedur pemecah masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian seseorang, lembga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta- fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari, 1998;63). Menurut Moh. Nasir deskriptif adalah;

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 179

Suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekrang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, mengenai fakta-fakta, sifat- sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nasir, 2005:54).

Nara sumber yang dijadikan informan adalah anggota keluarga yang selalu melakukan kegiatan nyadran di daerah Desa Karanganyar Kecamatan Gadrumangu Kabupaten Cilacap Jawa Tengah dan Kedungrejo Kemusu Boyolali.

HASIL DAN PEMBAHASAN Prosesi Ritual Nyadran. Nyadran diadakan satu bulan sebelum datangnya bulan Ramadhan (bulan puasa). Biasanya dilakukan dihari Sabtu atau Minggu (sesuai dengan persetujuan keluarga besar yang akan mengadakan tradisi Nyadran). Tetapi pada kasus tradisi Nyadran yang penulis dapatkan dari sumber para informan, tidak ada pemilihan tanggal khusus atau tanggal yang di kramatkan. Lalu alasan pemilihan hari Sabtu atau Minggu karena kedua hari tersebut adalah hari libur, jadi keluarga yang akan mengadakan Tradisi Nyadran memilih kedua hari tersebut agar keluarga besar yang berada di luar daerah Cilacap bisa hadir pada hari akan diadakan Tradisi Nyadran. Selanjutnya salah satu keluarga menjadi koordinator untuk pengumpulan dana seikhlasnya untuk prosesi Nyadran ini. Biasanya prosesi Nyadran ini mirip dengan tradisi tahlilan untuk mendoakan arwah-arwah leluhur maupun keluarga yang sudah meninggal dunia. Setibanya di Cilacap Jawa Tengah biasanya para keluarga langsung menuju makam keluarga atau leluhur untuk melakukan ziarah kubur serta memberikan doa-doa kepada keluarga atau leluhur yang telah mendahului mereka. Malam harinya biasanya keluarga yang mengadakan Nyadran akan mempersiapkan makanan atau hidangan kecil-kecilan untuk disantap bersama dengan keluarga besar. Tidak hanya keluarga besar yang menyantap makanan tersebut, tetapi para tetangga yang tinggal disekitar tempat berlangsungnya Nyadran pun akan dibagikan makanan tersebut sebagai simbol kekerabatan yang sangat dekat. Pada intinya prosesi Nyadran adalah prosesi yang dilakukan setiap setahun sekali sebelum bulan Ramadhan tiba. Esensi dari tradisi Nyadran ini adalah mempererat tali silaturahmi, mengumpulkan sanak saudara yang jarang beretmu satu sama lain, serta

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 180

biasanya akan dilakukan makan bersama-sama dengan keluarga besar. Untuk prosesi Nyadran yang dilakukan oleh sumber yang penulis wawancarai, prosesi Nyadran dikeluarganya bukan prosesi musyrik atau menyekutukan Allah SWT. Menurut sumber keluarganya bukan keluarga yang menganut Jawa Kejawen atau kepercayaan Jawa yang menurut sumber terpercaya banyak tradisi Jawa yang menyekutukan Allah SWT. Dalam keluarga dari sumber para informan yang telah penulis wawancarai, Nyadran yang dilakukan hanya berziarah ke makam leluhur dan keluarga yang telah mendahului mereka dan mengirimkan doa-doa surat Yasin dan doa-doa agama Islam lainnya. Menurutnya, sebenarnya berdoa dalam agama Islam dapat dimana saja, namun bila berdoa didepan pusara makam keluarga atau leluhur yang sudah meninggal dunia terlebih dahulu akan lebih terasa makna mendoakannya serta dipercayai bahwa doanya akan cepat sampai kepada keluarga atau para leluhur yang sudah meninggal dunia. Ada beberapa kepercayaan dalam agama Islam yang fanatik, mempercayai bahwa orang yang setelah meninggal dunia tidak perlu didoakan kembali. Tetapi sumber yang penulis wawancarai percaya, bahwa doa yang dikirimkan untuk orang yang sudah meninggal dunia itu akan meringankan dosa semasa hidupnya. Maka dari itu keluarga besarnya masih melakukan tradisi Nyadran hingga kini untuk mendoakan keluarga beserta leluhur yang telah mendahului. Tujuan dari Prosesi Nyadran. Yaitu; Menjaga tali silaturahmi keluarga besar dari berbagai daerah; Meluapkan rasa rindu setelah sekian lama tidak bertemu sanak saudara; Ziarah makam leluhur terutama keluarga dekat dan leluhur; Membersihkan makam leluhur serta keluarga dekat; Rasa bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Langkah selanjuatnya untuk proses pembersihan makam, prosesnya hanya membersihkan makam, menyapu, membuang daun-daun kering disekitar makam, serta memotong tanaman liar disekitar makam. Setelah makam bersih pihak keluarga pun memulai tradisi Nyadran dengan cara duduk mengelilingi makam leluhur atau keluarga dekat, lalu membaca surat Yasin serta membaca surat An-Nass, Al-Ikhlas, Al Fatihah dan ayat kursi sebanyak 21 kali langsung tanpa berhenti. Menurut sumber mengapa dibaca sebanyak 21 kali alsannya karena doa yang disampaikan terasa lebih maksimal. Lalu yang terakhir memanjatkan doa doa pribadi yang khusus ditujukkan kepada leluhur atau keluarga dekat. Menurut narasumber bila pihak keluarga meminta doa-doa yang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 181

bersifat duniawi, maka sesaat setelah pulang dari makam leluhur banyak kejadian kecelakaan yang terjadi. Proses yang selanjutnya adalah proses tabur bunga. Bunga yang dipilih biasanya bunnga Mawar Kampung berwarna merah serta putih lalu dicampur dengan bunga melati, dan biasnya juga bisa dicampur dengan bunga-bunga yang lain sesuai dengan keinginan. Lalu menyiram tanah makam leluhur atau keluraga dekat dengan air yang dibawa langsung dari Bandung. Namun penaburan bunga serta pemberian air dimakam leluhur atau keluarga dekat itu hanyalah sebuah simbolis. Untuk filosofi penaburan bunga Mawar itu bunga mawar mengeluarkan aroma yang harum. Lalu bila dikatikan dengan agama Islam, Allah SWT menyukai hal-hal yang bersih dan beraroma wangi. Maka dari itu dalam prosesi Nyadran pun ada prosesi tabut bunga tanpa menghilangkan esensi-esensi dari agam Islam dan tidak berniat musyrik atau menyekutukan Allah SWT. Selanjutnya filosofi dari pemberian air dimakam leluhur atau keluaraga dekat khsusnya air dari Bandung bermaksud karena narasumber tinggal di Bandung jadi air yang disiramkan kepada makam ayah kandungnya adalah air yang berasal dari rumahnya yang berada di Bandung. Alasan pemilihan air diambil dari Bandung karena ayahnda dari narasumber sudah lama tinggal di Kota Bandung. Menurut narasumber bila air yang diambil air yang berasal dari Bandung maka dipercaya arwah dari ayahanda narasumber akan merasakan air yang berasal dari Bandung. Prosesi Nyadaran yang dilakukan oleh narasumber dilakukan sebelum masuknya bulan suci Ramadhan. Dengan harapan dari prosesi Nyadran yang dilakukan oleh narasumber bermakna dapat memulai bulan Ramadhan dengan niat baik dan ikhlas. Dengan harapan nantinya menjadi pribadi yang baik, rendah hati, ikhlas, peduli dengan sesama. Nilai-Nilai Dalam Tradisi Nyadran. Menurut Isyanti (2007) dalam sebuah tradisi ada nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu nilai gotong royong, nilai persatuan, dan kesatuan, nilai musyawarah, nilai pengendalian sosial, serta nilai kearifan lokal. Sedangkan penerapan nilai-nilai tersebut pada tradisi Nyadran pada msyarakat Desa Karanganyar Kabutpaten Cilacap Jawa Tengah, khsusnya keluarga narasumber yang penulis wawancarai adalah: Pertama adalah nilai gotong royong. Disini keluarga narasumber mengadakan tradisi Nyadran saling gotong royong dengan sesama anggota keluarga lainnya. Dengan kasus contoh bebrapa orang mengkoordinasi dana serta

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 182

beberapa orang pun bertugas sebagai penyedia makanan untuk tradisi Nyadran tersebut. Kedua adalah nilai musyawarah. Dalam penerapan nilai musyawarah dalam kasus narasumber yang penulis wawancarai, mereka bermusyawarah untuk menentukkan tanggal berapa akan diadakan tradisi Nyadran tersebut. Serta siapa yang bersedia menjadi tuan rumah untuk penyelenggaraan tradisi Nyadran tersebut. Ketiga adalah nilai persatuan dan kesatuan. Dalam hal ini nilai persatuan dan kesatuan dapat dilihat dari partisipasi keluarga narasumber pada saat tradisi Nyadran ini diadakan. Tradisi Nyadran di Kedungrejo Kemusu Boyolali. Ritual sadran/nyadran awalnya adalah ritual yang dipergunakan untuk membersihkan hati dari semua bentuk kesalahan, dan kehilafan. Kondisi penuh tekanan, kesengsaraan, dan kemarahan warga pada saat itulah menjadikan warga Kemusu, mengalami transformasi nilai personal dan sosial. Kondisi penuh tekanan ini justru momen bersejarah lahirnya Nyadran di Kemusu Kabupaten Boyolali. Awalnya Nyadran adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT). Masyarakat menganggap bahwa Nyadran di Kemusu adalah cikal bakal momen sejarah tradisi Nyadran di Kabupaten Boyolali. Menurut warga Nyadar/Sadra adalah ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas terhindarnya masyarakat Kemusu dari bencana kelaparan. Lebih lanjut Nyadran adalah tradisi permohonan masyarakat untuk meminta keselamatan kepada Allah SWT dari bencana yang menimpa wilayah Kemusu. Ritual Nyadran awalnya hanya di ikuti oleh warga asli dari dua desa yaitu desa Kadungrejo serta Kedungmulyo Kemusu Boyolali. Pelaksanaan Nyadaran saat itu memiliki banyak perlengkapan yaitu gunungan tumpeng, bubur tujuh warna, jajan pasar, apem, ketan, pisang raja, ingkung, tombak, dan keris Mangkunegaran Solo (sekarang disebut kesultanan Surakarta), serta kembang setaman, perlengkapan lainnya adalah tasbih serta tikar mendhong. Tradis yang unik ketika prosesi Nyadran berlangsung ialah dimulai dengan juru kunci melaksanakan “padusan” dengan memakai busana putih serta membawa tombak keris Mangkunegaran Solo, para laki-laki melingkar disekitar perlengkapan Nyadran, para perempuan pun mengelilingi para suaminya masing- masing, dengan memanggul tenong di kepalanya. Tenong tersebut berisi beras, dan hasil bumi lainnya sepeti ketela pohon, buah-buaha, padi, dan hasil ternak milik masing- masing keluarga.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 183

Nyadran dilanjutkan dengan ritual doa dan selamatan. Saat prosesi ritual doa berlangsung, pasti prosesi tersebut dilakukan oleh juru kunci, para laki-laki membaca bacaan tasbih, takbir, dan tahmid. Para istri atau perempuan berada dibelakang suaminya menurunkan tenong dan mereka pun menyusun beberapa barang bawaan mereka yang merupakan hasil bumi dari keluarga mereka yang ditaruh di atas tikar medhong, selanjutnya dikumpulkan dan diikat dengan mori dan dibawa menuju ke dalam lingkaran yang dibentuk oleh para laki-laki dan mendekati juru kunci. Setelah doa bersama selesai dilaksanakan, juru kunci menuju tempat, gaman atau senjata diletakkan. Biasanya gaman diletakkan disamping gunungan tumpeng, dan dipusat sajian makanan yaitu, apem, ketan, pisang raja ingkung, jajanan pasar, dan bubur tujuh warna, dengan cara seperti abdi dalem keratin. Proses Nyadaran selanjutnya dilakukan doa selamatan. Doa selamatan terdiri dari lima perkara. Perkara pertama ialah, doa yang ditunjukkan kepada Allah SWT, perkara kedua adalah, doa yang ditujukkan kepada Rasulullah SAW, perkara ketiga adalah doa yang ditujukkan kepada penjaga gaman, perkara keempat adalah doa yang ditujukkan kepada penjaga Kedung Ombo, perkara kelima adalah doa yang ditujukkan kepada kepada seluruh keluarga dan ahli kubur yang telah mendahului. Nyadran diakhiri dengan mengitari Waduk Kedung Ombo menggunakan gethek berisi hasil bumi yang yang dibungkus oleh tikar medhong, gunungan tumpeng, dan jajanan pasar yang dibawa oleh juru kunci Kedung Ombu. Juru kunci membawa kembali semua perlengkapan ritual menuju ke tempat semula. Ditempat ritual, beberapa perempuan menerima kembali perlengkapan yang telah dibawa oleh juru kunci. Setelah semua perlengkapan diturunkan, maka melalui juru kunci selanjutnya melakukan ritual makan bersama sebagai tanda akhir dari prosesi ritual Nyadran. Nyadran di Kedungrejo Kemusu dalam pelaksanaannya memiliki perlenngkapan yang sangat beraneka ragam serta bersifat sakral. Perlengkapan yang harus ada pada saar prosesi ritual Nyadran berlangsung adalah, gunungan tumpeng, bubur tujuh warna, jajanan pasar, apem, ketan, pisang raja, inguk, tombak, dan keris Mangkunegaraan Solo, serta kembang setaman, perlengkpaan lainnya adalah tasibh, dan tikar mendhong. Gunungan tumbeng berisi nasi, putih dan kuning yang dibentuk kerucut diatasnya diberi hiasan cabai merah dan terasi memiliki filosofis bahwa manusia dalam kehidupannya. Nasi kuning-putih dimaknai agar segala hajat dikabulkan oleh Allah SWT karena

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 184

didasarkan pada niat yang ikhlas serta hati yang bersih. Cabai dan terasi menggambarkan bahwa dalam kehidupan, manusia selalu ditujukkan jalan yang benar, dihindarkan dari segala marabahaya, dan memiliki kemanfaatan bagi sesama. Tumpeng membawa semangat atau motivasi untuk bekerja lebih giat, semangat bahwa apa yang dilakukan oleh warga selalu mendatangkan rezeki melimpah, semakin menumpuk, dan tidak akan pernah habis. Bubur tujuh warna melambangkan bahwa harapan dan cita-cita. Warna merupakan simbol kehidupan manusia yang memiliki berbagai makna. Merah melambangkan keberanian. Putih melambangkan kesucian. Hitam yang berarti kecerdasan. Kuning merupakan simbol kekuatan. Biru berarti kesetiaan. Merah muda menandakan cinta. Ungu melambangkan ketenangan. Warna-warna terserbut merupakan gambaran dalam kehidupan seseorang yang akan menghadapai banyak sekali rintangan dan banyak pilihan yang harus dilaluinya. Bubur warna tersebut dissusun dari warna yang paling gelap ke warna yang paling terang. Ini menggambarkan masalah yang dihadapi mulai dari yang sangat berat hingga sampai yang paling ringan, dengan tujuh buah pintu. Dengan harapan seberat apapun masalah pasti akan ada jalan keluar dan mendapatkan pertolongan dari Allah SWT. Kembang setaman, terdiri dari air, bunga kenanga, bunga mawar, bunga kantil, daun beringin, andong, puring tunas pohon pisang raja kecil, mayang dan daun jambe. Makna dari kembang setaman dalam ritual kehidupan yang berkesinambungan, sebagai simbol penyiram penghuni Kedung Ombo agar tentram, dan simbol menyambung kehidupan yang memiliki hajat. Gaman atau pusaka adalah alat untuk membela diri dari serangan musuh, dan binatang atau untuk membunuh musuh. Namun kemudian fungsi dari senjata tajam seperti keris pusaka atau tombak pusaka itu berubah. Gaman menimbulkan rasa keberanian luar biasa kepada pemilik atau pembawannya. Sajian makanan yang tersaji pada tradisi Nyadran, menurut keyakinan masyarakat Jawa seperti kue apem, ketang, pasung, dan pisang raja memiliki makna filosofis. Apem berasal dari kata bahasa Arab afwan yang artinya permintaan maaf. Ketan berasal dari kata bahasa Arab yakni khathan yang artinya menghindari perbuatan yang tidak terpuji, kata kolak berasal dari kata bahasa Arab qola yang berarti

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 185

mengucapkan dan pasung yang berbentuk tumpeng kecil memiliki makna filosofis memohon keselmatan kepada Allah SWT.

SIMPULAN Tradisi Nyadran merupakan salah satu tradisi Hindu yang dimodifikasi oleh para Wali Sanga untuk menyebarkan ajaran agama Islam di Pulau Jawa. Biasanya tradisi Nyadran ini dilakukan sebelum datangnya bulan suci Ramadhan. Dalam kasus yang penulis paparkan menurut narasumber pun, tradisi Nyadran yang dilakukan oleh kelurga dia memang biasanya dilakukan pada saat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Tradisi Nyadran tersebut biasnya dilakukan dengan cara berkumpul dengan keluarga besar, lalu berziarah ke makam keluarga atau leluhur. Lalu membersihkan makam keluarga lalu dilanjutkan dengan menaburkan bunga serta memberi air. Dengan disertai membaca doa-doa serta surat-surat pendek dalam agama Islam serta diakhir dengan makan bersama-sama dengan keluarga. Pada dasarnya tradisi Nyadran diberbagai daerah di Jawa mempunyai makna yang sama, yaitu mempererat tali silaturahmi serta lebih mendekatkan diri pribadi dengan Allah SWT. Hanya saja ritual atau tatanan caranya saja yang berbeda dsetiap daerah di Jawa.

BIBLIOGRAPHY Ana, P. A. (t.thn.). Komunikasi Ritual Natoni Masyarakat Adat Boti Dalam di Nusa Tenggara Timur. Carey, J. W. (1992). Communication as Culture Essays on Media and Society. New York: Routledge.

Handayani, T. (1995). Tradisi Nyadran dan Perubahan.

Hasanah, H. (2016). Implikasi Psiko-Sosio-Religius Tradisi Nyadran Warga Kedung ombo Zaman Orde Baru (Tinjauan FIlsafat Sejarah Pragmatis). Jurnal Ilmu Komunikasi, 18-35. Hutagaol, R. (2013). Penerapan Tradisi Batak Toba di Yogyakarta. Skripsi.

Isyanti. (2007). Tradisi Merti Bumi Suatu Refleksi Masyarakat Agraris. Jantra : Jurnal Sejarah dan Budaya, 131-135.

Koentjaraningrat. (2000). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Kriyantono, R. (2012). Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tuti, S. N. (2016). Tradisi Nyadran sebagai Komunikasi Ritual. Jurnal Ilmu Komunikasi, 1-8.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 186

PERANAN KOMUNIKASI BUDAYA KOREA DALAM MEMBENTUK PERILAKU GENERASI MUDA INDONESIA

1Rully Khairul Anwar, 2Edwin Rizal FIKOM Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected], [email protected]

PENDAHULUAN Setiap belahan dunia memiliki perbedaan budaya dan ragam budaya yang menarik untuk dipelajari dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, selain menambah wawasan juga dapat menghargai perbedaan. Tetapi saat ini budaya mengalami perubahan dan masuknya budaya asing seperti budaya Korea. Budaya Korea adalah salah satu budaya yang saat ini cukup berpengaruh di dunia, tidak hanya remaja saja bahkan orang dewasa pun juga mulai terpengaruhi. budaya Korea ini dikenal dengan istilah Korean Wave atau Hallyu. Korean Wave adalah budaya, musik, film dan segala sesuatu tentang Korea yang sudah menyebar ke negara- negara lain termasuk di Indonesia. Negara yang beribukota Seoul ini mampu menggebrak dunia di abad ke-21 ini melalui dunia entertainment melalui Korean Wave nya.3 Peningkatan kepopuleran Korean Wave yang ditandai dengan banyaknya berbagai produk industri media seperti Korea drama dan Kpop memang banyak menarik perhatian masyarakat. Di Indonesia sendiri budaya Korean Wave bermula pada awal tahun 2000-an yaitu dengan ditayangkannya drama Korea di televisi Indonesia. Tidak lama kemudian Korean Wave kembali menggemparkan masyarakat dengan hadirnya girlsband atau boysband yang dikemas secara menarik. Antusias masyarakat yang cukup besar terhadap Korean Wave membuat negara tersebut semakin gencar dalam menyebarkan virus Korean Wave di dunia maupun di Indonesia. Antusias masyarakat tidak hanya Drama Korean dan Musik Korea tetapi

1Rully Khairul. Anwar, S.Ag., M.Si, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21, Hegarmanah,Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363. Email: [email protected] 2Dr. H. Edwin Rizal, M.Si, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21, Hegarmanah,Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363. Email : [email protected] 3 Mengintip Budaya Korea: Pandangan Generasi Muda Indonesia, (Yogyakarta: INAKOS bekerja sama dengan Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada, 2012), cet. 1, h. 154.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 187

karena aktor dan aktris Korea yang memiliki paras cantik dan tampan, juga mereka sangat energik pada saat melakukan tarian di atas panggung. Dari kegemaran masyarakat terhadap Korean Wave secara tidak langsung mengubah pola perilaku masyarakat Indonesia, terutama kalangan muda seperti mahasiswa. Mahasiswa yang dianggap sering menggunakan media sosial secara aktif dapat dengan mudah mengakses hal apapun yang berkaitan dengan Korean Wave di media sosial. Mahasiswa tidak hanya mengakses dari media sosial untuk mengetahui tentang Korea tetapi juga mereka saling berinteraksi sesama teman kuliahnya dengan saling sharing tentang Korean Wave. Dalam kehidupan sehari-hari, saat belajar di sekolah, bermain bersama teman, bercengkrama dengan orang tua, terjadilah interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, ada aksi dan ada reaksi yang pelakunya lebih dari satu seperti individu antar individu, individu antar kelompok, kelompok antar kelompok. Bentuk umum proses-proses sosial adalah interaksi sosial, oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses-proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubugan sosial yang dinamis.4 Bahkan para mahasiswa saling berinteraksi dengan menirukan bahasa Korea setelah apa yang mereka tonton dari drama Korea maupun musik Korea, dan mereka juga mengidolakan aktor maupun aktris Korea. Aktivitas dan perilaku pengidolaan sering dikaitkan dengan perilaku remaja bahwa setiap remaja merasa dirinya perlu menemukan identitas diri dan perilaku pengidolaan tersebut. namun banyak juga orang dewasa yang masih mengidolakan artis sebagaimana remaja. Sebagaimana ungkap Biran dan Prawasti, bahwa banyak orang dewasa melakukan apalagi sampai mengumpulkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh idolanya tersebut, tampaknya bukan merupakan hal yang biasa.5 Berawal dari interaksi sosial menyebabkan faktor imitasi. Imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya

4 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV Rajawali, 1982), h. 55 5 Inayatul Mahmudah, Dampak Budaya Korean Pop terhadap Penggemar dalam Perspektif Keberfungsian Sosial. Skripsi 2015.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 188

adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaedah-kaedah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian, imitasi juga mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif dimana yang ditiru adalah perilaku-perilaku menyimpang.6 Berdasarkan observasi secara langsung di jurusan Sosiologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung angkatan 2014 s/d 2017 terdapat mahasiswa yang dianggap mewakili menggemari Korean Wave. Karena dijurusan Sosiologi ada mahasiswa yang menggemari Budaya Korean Wave. Lebih banyak mahasiswa perempuan daripada mahasiswa laki- laki yang menggemari Korean Wave. Mereka lebih banyak mengisi waktu untuk menghilangkan kebosanan dengan menonton drama Korea, mengikuti festival Korea yang diselenggarakan di tempat-tempat tertentu dan hal-hal yang bersangkutan dengan Korean Wave. Dari kegemarannya terhadap Korean Wave menimbulkan perilaku imitasi bagi mahasiswa. Imitasi merupakan faktor meniru yang ada pada diri seseorang. Dilihat dari segi positif, imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk berperilaku baik dalam kegiatan-kegiatan yang baik pula dalam proses pengimitasiannya.7 Perilaku imitasi yang di ikuti oleh mahasiswa seperti belajar bahasa Korea Selatan dan menirukan gaya bicara orang korea dengan sesama teman kuliahnya, mencoba masakan Korea di restoran-restoran yang menyajikan msakan Korea, aktif mengikuti festival-festival Korea yang diselenggrakan di Indonesia, mengikuti fashion artis korea mulai dari gaya berpakaian hingga warna rambut, dan membeli barang-barang secara online seperti CD musik korea maupun aksesoris yang berhubungan dengan Korea. Budaya Korean Wave saat ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat umum karena sudah tersebar didunia dan beberapa waktu belakangan ini sudah meyebar di Indonesia khususnya dijagat hiburan tanah air, sehingga tidak jarang anak-anak sampai mahasiswa lebih hafal dan lebih menguasai tentang kebudayaan Korea. Dari kegemaran khalayak pada Korean Wave secara tidak langsung mengubah pola perilaku masyarakat Indonesia, khususnya kalangan muda seperti mahasiswa karena kalangan muda mudah terbius dengan apa yang ditampilkan oleh media sehingga apa yang ditampilkan media mengenai Korean Wave terlihat menarik dimata penggemar Korea.

6 Ibid 56 7W.A Gerungan, Ibid, h. 63

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 189

Ada tiga pemahaman tentang budaya sebagaimana yang ditawarkan oleh Raymond Williams. Pertama, budaya merupakan suatu proses umum perkembangan intelektual, spiritual, dan estetis. Kedua, budaya bisa berarti pandangan hidup tertentu dari masyarakat, periode atau kelompok tertentu. Ketiga, budaya bisa merujuk pada karya dan praktik-praktik intelektual, terutama aktivitas artistik, seperti puisi, opera, dan lukisan. Sedangkan istilah populer sendiri atau sering disingkat pop yang arti sederhananya disukai oleh banyak orang. Sehingga makna sederhana dari budaya pop adalah budaya yang disukai oleh banyak orang dan menyenangkan. Kadang ada ambiguitas antara budaya pop dan budaya tinggi. Namun Storey, membedakan keduanya, bahwa budaya pop adalah budaya komersil sebagai dampak dari produksi massal, sedangkan budaya tinggi adalah kreasi hasil kreativitas individu. Tindakan sosial adalah semua perilaku-perilaku individu yang didasarkan pada motivasi yang tinggi dengan tindakan perilaku individu tersebut yang memberikan arti subjektif, tindakan itu disebut sosial karena tujuan-tujuan melalui tindakan-tindakan sosial di masyarakat.8 Menurut Max Weber, dunia ini terwujud karena tindakan sosial di masyarakat yang di lakukan oleh individu atau masyarakat. manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukannya dan ditunjukkan untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Setelah memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih tindakan. Tidak semua tindakan manusia dapat dikatan tindakan sosial. Suatu tindakan dapat di anggap tindakan sosial apabila tindakan tersebut di lakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain. Kalangie mengatakan bahwa perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma kelompok yang bersangkutan.9 Interaksi sosial merupakan suatu proses sosial yang melibatkan dua atau lebih individu atau kelompok. interaksi sosial melibatkan tindakan saling merespon perilaku

8 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik & Modern (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1986), h. 214 9 Kalangie, S. Nico, Kebudayaan, (Jakarta: Devisi dari Kesain Blanc, 1994), h.87

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 190

seorang individu terhadap individu lain, atau suatu kelompok dengan kelompok lain yang kemudian saling mempengaruhi satu sama lain.10 Sedangkan Gillin dan Gillin menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara orang-orang secara, individual, antar kelompok, antar orang perorangan dengan kelompok. interaksi manusia berbeda dengan interaksi lain karena menyangkut norma serta kewajiban yang responsif, interaksi sosial juga melibatkan alat komunikasi seperti bahasa dan simbol.11 Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial, berdasarkan pada berbagai faktor pendorong yakni imitasi, mempunyai peranan yang sangat penting dalam interaksi sosial. Imitasi yakni suatu tindakan untuk meniru segala sesuatu yang ada pada orang lain. Dalam penelitian ini mahasiswa meniru budaya Korean Wave, gejala sosial ini berdampak bagi mahasiswa yang menggemarinya, seperti perilaku imitasi berupa cara berbicara, cara berpakaian, menggunakan aksesoris yang digunakan idolanya dan lain- lain. Perilaku imitasi ini pun memiliki segi positif dan negatifnya, seperti positif mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah serat nilai-nilai yang berlaku. Dan dari segi negatif yaitu meniru tindakan-tindakan yang menyimpang sehingga dapat mematikan daya seseorang.

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sebagian besar perilaku manusia berupa perilaku yang dibentuk, perilaku yang dipelajari. Dimana setiap individu mengimitasi atau yang sering disebut dengan meniru perilaku individu yang lain dan sebaliknya. Perilaku imitasi merupakan perilaku yang tidak langsung terjadi secara otomatis melainkan perilaku yang dihasilkan setelah melewati banyak proses. Dengan demikian proses perilaku imitasi yang terjadi dalam diri individu adalah segala macam kegiatan yang ditiru atau dicontohkan oleh orang yang melihatnya.12

10 M. Taufiq Rahman, Glosari Teori Sosial. (Bandung: Ibnu Sina Press, 2011), h. 34. 11 Elly, M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 91. 12 Wawancara dengan MN, mahasiswi Semester 8, Bandung, 30 Juli 2018.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 191

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa munculnya perilaku yang ditampilkan oleh manusia adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Ini artinya bahwa perilaku memberikan respons atas stimulus. Sebagaimana dijelaskan dalam buku Wasty Somento bahwa munculnya tingkah laku manusia secara umum ada yang berbentuk Responden Behavior, yaitu tingkah laku yang disengaja, yang senantiasa bergantung pada stimuli yang ada, dan Operant Behavior, yakni tingkah laku yang disengaja dan tidak selalu bergantung pada stimuli yang ada.13 Perilaku imitasi itu meniru dari kebiasaan melihat seseorang yang disenangi seperti meniru idolanya. Mahasiswa dengan sengaja mengikuti tingkah laku yang diidolakan. Dalam penelitian ini idola yang ditiru mahasiswa adalah artis-artis Korea. Demam Korea atau Korean Wave sekarang sedang berkembang di Indonesia, disebabkan karena penyebaran dan pengaruh budaya Korea di Indonesia melalui dunia entertaiment seperti musik-musik Kpop (Korean Pop) dan drama-drama Korea. Seperti yang dikatakan seorang mahasiswi: “Menurut aku budaya Korean Wave itu udah kaya budaya Indonesia sendiri soalnya hampir semua mahasiswa udah jadi kegiatan sehari- hari menonton korea atau budaya kpop itu dari pakaian, dari cara ngomong, dari gaya penampilan semuanya”.14 Korean Wave itu budaya populer Korea dalam segala bidang yang sudah mendunia, seperti bidang musik, drama/film, fashion, makeup, makanan, dan semua hal yang menyangkut tentang Korea. Dari hasil wawancara, mahasiswa lebih banyak menyukai drama/film Korea dan musik pop Korea: “Kalo aku lebih suka ke filmnya. Kalo menurut akusih alur filmnya tuh menarik ya walaupun emang kalo menurut orang lain tuh sedikit lebaylah tp didalamnya itu ada amanatnya sendiri gitu kan, terus emang film korea tuh engga menghilangkan tradisi pada zaman-zaman dahulu kaya kolosal gitu jadi kaya memperkenalkan lagi ke penontonnya”.15 Tidak hanya mahasiswa wanita saja yang menggemari drama Korea. Mahasiswa laki-laki juga ada yang menjadi penggemar drama Korea: “Setelah saya menonton salah satu drama Korea untuk pertama kalinya, ternyata seru dan dari situ saya menonton

13 Wasty, Somento, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Karya, 1987, h.182-3. 14 Wawancara dengan IN, mahasiswi Semester 6, Bandung, 24 Mei 2018. 15 Wawancara dengan YN, Semester 4, Bandung, 24 Mei 2018.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 192

drama-drama Korea yang lainnya, intinya itu bisa jadi kecanduan jadi kalo udah nonton satu episode bikin penasaran nonton lagi”.16 Berdasarkan hasil wawancara diatas mahasiswa menyukai drama Korea karena kualitasnya bagus dan ceritanya yang tidak membosankan membuat daya tarik tersendiri bagi penggemar drama Korea.17 Selain drama Korea, ada beberapa mahasiswa yang juga menyukai semua hal-hal selain tentang drama Korea, seperti yang dikatakan oleh seorang mahasiswi: “Aku suka boyband Korea seperti Boyfriend, 2pm, Super Junior. Suka download drama Korea juga atau beli kaset drama Korea, terus sering baca FF Korea (FanFiction Korea) dan itu bacanya sampai nangis karena mengahayati haha dan dulu emang suka banget sama Korea kalo sekarang masih suka tapi tidak sefanatik dulu”.18 Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan perhatian mahasiswa terhadap Korean Wave sudah tidak diragukan lagi karena mahasiswa mudah terbius dengan apa yang ditampilkan oleh media sehingga apa yang ditampilkan media mengenai Korean Wave terlihat menarik dimata para penggemarnya. Dari awal mula Korean Wave ini sebagai kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh mahasiswa dan akan berlanjut menjadi perilaku imitasi karena hampir kegiatan sehari-hari mahasiswa melihat budaya Korea yang mendorong mahasiswa untuk mengikuti budaya Korea atau sebagai tokoh idola yang dijadikan sebagai model untuk ditiru. Faktor Kepengikutan

Perhatian mahasiswa terhadap Korean Wave sudah tidak diragukan lagi karena mahasiswa mudah terbius dengan apa yang ditampilkan oleh media sehingga apa yang ditampilkan media mengenai Korean Wave terlihat menarik di mata para penggemarnya. Dari awal mula Korean Wave ini sebagai kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh mahasiswa dan akan berlanjut menjadi perilaku imitasi karena hampir kegiatan sehari- hari mahasiswa melihat budaya Korea yang mendorong mahasiswa untuk mengikuti budaya Korea atau sebagai tokoh idola yang dijadikan sebagai model untuk ditiru. Globalisasi budaya pop Korea atau yang lebih dikenal dengan Korean Wave ini berhasil mempengaruhi kehidupan masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang

16 Wawancara dengan LF, mahasiswa semester 8, Bandung, 11 Juli 2018. 17 Wawancara dengan PP, mahasiswi Semester 8, Bandung, 11 Juli 2018. 18 Wawancara dengan ND, mahasiswi Semester 8, Bandung, 11 Juli 2018.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 193

dewasa. Berawal dari yang penasaran dengan Korea hingga menjadi penggemar budaya Korea. Tidak bisa dipungkiri faktor cantik dan ganteng adalah faktor utama yang menyebabkan mahasiswa menyukai budaya Korea. Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial antar sesama individu atau antar sesama kelompok juga yang menjadi latarbelakang mahasiswa menyukai Korean Wave karena saat berinteraksi mereka membicarakan hal-hal tentang budaya Korean Wave kemudian saling mempengaruhi satu sama lain, juga faktor dari lingkungan sekitar dan media-media di internet. Yang paling nampak di sini adalah bahwa Korean Wave memberikan ketersediaan (availability). Yaitu bahwa stok budaya yang mereka tampilkan memang sudah ada di berbagai media massa. Maka, disebabkan factor ketersediaan itulah, penyebaran dari mulut ke mulut pun berjalan lancar. Seperti dikatakan oleh seorang mahasiswi: “Awalnya engga suka tapi karna kebawa sama teman-teman, lingkungan jadi suka, awal mula suka korea dari smp kan kalo smp masa-masanya labil liat yang ganteng ih suka gara-gara yang ganteng tapi kesini-sini suka karena lebih paham ngeliat dari kerja keras mereka buat jadi artis kaya gimana dari sukanya kaya gitu aja”.19 Demikian pula mahasiswi lain, yang sukanya ke Korea itu melalui lagu yang disetel temannya.20 Keunikan dari budaya Korea sendiri juga yang membuat mahasiswa tertarik dengan Korean Wave, berawal dari kegemaran menonton drama berlanjut ke budaya Korea lainnya.21 Di sisi lain ada juga mahasiswa yang menyukai budaya Korea karena melihat dari cerita masa lalu artis Korea yang penuh perjuangan dan juga bakatnya.22 Sebelumnya mereka juga menyukai budaya luar selain Korea seperti budaya Jepang atau budaya Barat, karena budaya Jepang dan budaya Barat memang terlebih dahulu ada di Indoneisa sebelum masuknya budaya Korea.23 Adapun perbedaan dan persamaan dalam perilaku imitasi mahasiswa antara budaya Korea dan budaya luar.24 Pembentukan attitude (perilaku) oleh mahasiswa terjadi dengan sendirinya berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan objek tertentu. Interaksi

19 Wawancara dengan MT, Semester 4, Bandung, 24 Mei 2018. 20 Wawancara dengan IN, Semester 6, Bandung, 29 Mei 2018. 21 Wawancara dengan AG, Semester 8, Bandung, 2 Mei 2018. 22 Wawancara dengan AI, Semester 2, Bandung, 25 Mei 2018. 23 Wawancara dengan AI, Semester 2, Bandung, 25 Mei 2018. 24 Wawancara dengan ML, Semester 8, Bandung, 3 Oktober 2018.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 194

antar mahasiswa yang menggemari Korean Wave dapat mengubah perilaku atau membentuk perilaku baru. Selain interaksi sesama mahasiswa juga interaksi diluar kelompok ialah interaksi dengan hasil buah kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, buku, risalah dan lain-lainnya. Tetapi tidak hanya interakasi dengan sesama mahasiswa ataupun diluar kelompok unutk menyebabkan perubahannya perilaku atau terbentuknya perilaku baru. Adapun faktor lain yaitu faktor intern didalam pribadi manusia itu, yakni selektivitasnya sendiri daya pilihannya sendiri atau minat perhatiannya untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya itu. Dan faktor-faktor intern itu turut ditentukan pula oleh motif-motif dan attitude lainnya yang sudah terdapat dalam diri pribadi orang itu. Terbentuknya perilaku baru yakni perilaku imitasi. Indikator motif perilaku imitasi yang dilakukan mahasiswa yakni dorongan yang bersifat irasional maupun rasional, ikut- ikutan dan uji coba. Mahasiswa dipengaruhi oleh temannya yang menyukai Korean Wave sehingga ikut-ikutan menyukai Korean Wave juga, adapun pada awalnya dorongan karena rasa senang untuk melakukan tindak pemilihan diantara jenis kegiatan. Selain indikator motif, alasan lain karena indikator mode yakni mencakup kegiatan yang sedang populer dan digemari oleh banyak orang, karena saat ini budaya Korean Wave sangan populer dan digemari oleh banyak orang di Indonesia. Adapun aspek-aspek yang mendasari perilaku mahasiswa dalam berperilaku adalah pengenalan masalah, pencarian informasi, penilaian alternatif, dan juga keputusan untuk melakukan perilaku.

Peniruan Budaya Korean Wave

Perkembangan zaman dan dampak dari globalisasi, kebudayaan asing pun mulai memasuki negara Indonesia. Bahkan kebudayaan asing tersebut mampu bersaing dengan kebudayaan Indonesia hingga sedikit menggeser posisi kebudayaan lokal. Salah satu kebudayaan asing yang sempat merajai negara Indonesia ini adalah kebudayaan Korea Selatan. Masuknya budaya dari negeri Ginseng ini ke Indonesia menjadikan masyarakat Indonesia menyukai hal-hal yang menyangkut dengan budaya

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 195

Korea.25 Seperti mahasiswa ini lebih menyukai Kpop Idol dari kebudayaan negeri Ginseng itu daripada memilih kebudayaan dalam negeri.26 Dengan mengikuti perilaku budaya Korea tersebut, mahasiswa cenderung mengikuti perilaku imitasi budaya Korea tanpa disadari, seperti mahasiswa hanya saling berinteraksi dengan teman yang sama-sama menyukai Korea, cenderung hanya menyukai musik-musik Korea. Seperti halnya kegemaran menonton drama Korea atau melihat musik video yang ditampilkan oleh boygroup dan girlgroup Korea, yang menjadikan mahasiswa membeli barang-barang yang menyangkut tentang Korea untuk dipakai dan ditiru seperti fashion, kosmetik dan lain-lain. Dalam hal lain mahasiswa ini cenderung berperilaku kolektif yaitu cara berpikir, berperasaan dan bertindak sekumpulan individu yang secara relatif bersifat spontan tidak tersetruktur yang berkembang dalam suatu kelompok atau suatu populasi sebagai akibat dari saling stimulasi antar individu. Salah satu perilaku kolektif yang banyak mendapatkan sorotan para ahli psikologi sosial adalah perilaku yang terjadi pada kerumunan. Kerumunan adalah konsep yang menggambarkan semua jenis cara berkumpulnya orang-orang pada suatu tempat tertentu secara langsung. Fenomena perilaku sosial oleh mahasiswa yang dapat dikategorikan sebagai perilaku kolektif adalah kumpulan fans musik dalam suatu konser ataupun acara perkumpulan fans Korea. Seperti yang dikatakan oleh Aini dirinya aktif mengikuti suatu acara perkumpulan fans tersebut dan juga menghadiri konser idolanya. Dalam kerumunan setiap orang berdekatan secara fisik satu dengan yang lain, sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku mereka sebagai satu kesatuan. Kerumunan adalah kerumunan orang yang bersifat sementara dalam kontak kedekatan fisik yang melakukan reaksi secara bersama terhadap stimulus yang sama.

Dampak Positif Korean Wave Perilaku imitasi mempunyai dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif. Sisi positif didapat jika proses imitasi memberikan dampak positif utuk pelaku maupun orang lain, sedangkan sisi negatif mungkin bermanfaat bagi diri sendiri tapi merugikan orang lain atau bahkan merugikan diri sendiri.

25 Wawancara dengan ML, Semester 8, Bandung, 17 Juli 2018. 26 Wawancara dengan AI, Semester 2, Bandung, 25 Mei 2018.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 196

Peniruan-peniruan ini tidak terlepas dari pemujaan terhadap tokoh yang diidolakan. Imitasi yang dilakukan mahasiswa ini dapat berimplikasi secara positif maupun negatif. Imitasi terhadap tokoh idola yang memiliki prestasi dan memiliki kepribadian yang positif dapat mengarahkan mahasiswa tersebut pada perilaku dan penampilan yang baik serta dapat mengispirasi mahasiswa untuk berprestasi. Jika mahasiswa melakukan peniruan terhadap hal-hal negatif tokoh idolanya, maka menimbulkan dampak negatif bagi mahasiswa. Faktor imitasi positif dalam interaksi sosial bisa memicu seseorang berperilaku positif dengan mematuhi norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.27 Di sisi lain perilaku imitasi juga berdampak positif bagi mahasiswa tidak hanya positif saja. Dari hasil wawancara tersebut bahwa menurut mahasiswa budaya Korean Wave itu adalah hal yang positif, karena mengetahui budaya luar seperti apa dan Fashion yang bisa diaplikasikan oleh mahasiswa, harus dengan bijak dalam menerapkan budaya luar tidak melupakan budaya sendiri. Selain itu budaya Korean Wave juga memotivasi mahasiswa menjadi lebih semangat dalam aktivitas-aktivitasnya. Dalam hal ini berkaitan dengan teori tindakan sosial yaitu semua perilaku-perilaku individu yang didasarkan pada motivasi yang tinggi dengan tindakan perilaku individu tersebut yang memberikan arti subjektif, tindakan itu disebut sosial karena tujuan-tujuan melalui tindakan-tindakan sosial di masyarakat.28 Menurut Max Weber, dunia ini terwujud karena tindakan sosial di masyarakat yang dilakukan oleh individu atau masyarakat. Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukannya dan ditunjukkan untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Setelah memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih tindakan.

Dampak Negatif Korean Wave Faktor imitasi negatif dalam interaksi sosial sebaiknya selalu dihindari karena selain bisa merugikan sendiri maupun merugikan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh dua orang mahasiswi, setelah menyukai budaya Korean Wave cenderung ke arah negatif, menurut mereka: “Negatifnya ada dua, yang pertama lupa waktu, yang kedua kita lebih

27 Wawancara dengan MN, Semester 8, Bandung, 30 Juli 2018. 28 Doyle, Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik & Modern, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1986, h. 214.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 197

menikmati kebudayaan lain dan lupa sama kebudayaan kita sendiri yang hampir punah contohnya tanpa kita sadari kebudayaan kita dari alat musik gamelan sudah dinikmati oleh orang asing, sedangkan kita warga negara Indonesia tidak melestarikannya dan juga nonton drama Korea itu tidak bermanfaat”.29 Mahasiswa mengikuti perilaku imitasi budaya Korean Wave cenderung ke arah negatif karena mereka lebih menyukai hal-hal tentang budaya Korea daripada budaya sendiri Indonesia. Mahasiswa yang menggemari budaya Korea ini mengalami perubahan kultur budaya yang terlihat dari penggunaan bahasa, gaya berpakaina dan makanan. Mulai dari cara menyapa yang menggunakan beberapa kata Korea yang populer dikalangan penggemar Korea di Indonesia. Penggunaan bahasa Korea ini membuat penggunaan bahasa daerah makin merangkak mundur. Selain gaya bahasa yang lambat laun berubah, gaya berpakaian para mahasiswa juga lebih condong ke Korean Style. Mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Adapun untuk makanan Korea Selatan yang terkenal dikalangan yang menggemarinya seperti bulgogi, ramyeon, kimchi, bibimbap merupakan menu wajib yang harus dicicipi oleh penggemar Korea. Padahal makanan khas Indonesia kini makin sulit dijumpai karena bersaing dengan makanan dari budaya asing yang masuk ke Indonesia, salah satunya makanan Korea. Tercampurnya kebudayaan luar dan dalam negeri yang membuat pergeseran budaya lokal,30 anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya Korea yang oleh masyarakat dunia dianggap kiblat. Tetapi banyak penyebab yang menyebabkan musik Indonesia kurang disukai oleh mahasiswa, seperti tidak ada pembaharuan pada budaya lokal seperti pengemasan dalam pentas, sehingga banyak masyarakat yang bosan dengan budayanya sendiri. Apabila ada pemikiran untuk mengembangkan budaya sendiri, apa yang mungkin bagi generasi muda kita adalah meniru dari segi semangat ()-nya saja.31 Budaya bangsa Indonesia tidak kalah bagusnya untuk kemudian ditampilkan di berbagai media

29 Wawancara dengan IN dan PP, Semester 8, Bandung, 11 Juli 2018. 30 Crang, Mike. Cultural geography. Routledge, 2013, h. 13. 31 Bantock, Geoffrey Herman. Studies in the History of Educational Theory Vol 1 (RLE Edu H): Nature and Artifice, 1350-1765. Routledge, 2012, h. 1355.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 198

massa,32 sehingga dari segi stok budaya, kita sudah ready untuk memberikan pilihan budaya untuk dipraktekkan oleh masyarakat kita, terutama generasi muda. Kuncinya kemudian adalah ketersediaan komunikasi budaya kita itu sendiri berada di pasar budaya.

SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dirumuskan simpulan penelitian sebagai berikut: 1. Produktivitas budaya yang dikomunikasikan melalui berbagai media dari Korea merupakan bentuk dominasi budaya pada generasi muda. Berawal dari menyukai Korean Wave, hampir kegiatan sehari-hari mendorong mahasiswa untuk mengikuti budaya Korea atau sebagai tokoh idola yang dijadikan sebagai model untuk ditiru, mahasiswa dengan sengaja mengikuti tingkah laku yang di idolakan. 2. Latar belakang mahasiswa perguruan tinggi X meniru perilaku budaya Korean Wave yakni saling berinteraksi dengan temannya yang sama-sama menyukai budaya Korea. Mahasiswa yang sama-sama menyukai Korean Wave akan selalu berbicara mengenai budaya Korea, selain itu juga mahasiswa berinteraksi diluar kelompok yakni interaksi dengan hasil buah kebudayaaan manusia yang sampai kepadanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, buku, risalah dan lain-lainnya. Sehingga mahasiswa saling mempengaruhi dengan temannya setelah mendapatkan informasi-informasi baru melalui alat-alat komunikasi, adanya hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi satu sama lain yang memungkinkan individu atau kelompok untuk berubah sesuai situasi dan kondisi yang ada pada dirinya atau di luar dirinya (kelompok) pada saat berinteraksi. Selain itu mahasiswa juga berawal dari kegemaran menonton Drama Korea mahasiswa menyukai artis-artis Korea dan mengikutinya mulai dari tingkah laku artis maupun fashion atau make up yang dipakai oleh artis tersebut dan juga bahasa Korea. Motif perilaku imitasi yang dilakukan mahasiswa yakni dorongan yang bersifat irasional maupun rasional. 3. Perilaku imitasi budaya Korean Wave di kalangan mahasiswa berdampak positif dan negatif. Diantara dampak positifnya adalah mereka jadi lebih menghargai budaya luar menambah pengetahuan tentang Korea, seperti mahasiswa dapat mengenal dan memahami bahasa Korea sehingga mendapatkan bahasa baru, selain itu juga mahasiswa dapat inovasi baru dari Fashion yang unik juga make up Korea yang terkesan natural, hal tersebut yang menjadi daya tarik mahasiswa untuk mengikutinya. Negatifnya setelah meniru perilaku budaya Korea ini mahasiswa jadi

32 Herman, Edward S., and Noam Chomsky. Manufacturing consent: The political economy of the mass media. Random House, 2010, h. 5.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 199

lebih konsumtif dan menghambur-hamburkan uang karena fashion dan makeup Korea tidaklah murah. Dari segi waktu cukup merugikan karena sehari-hari mahasiswa lebih memilih nonton drama Korea berjam-jam. Kekhawatiran akan lunturnya nilai kebudayaan Indonesia karena hampir semua gaya hidup di Indonesia meniru budaya Korea, dengan adanya musik Kpop berpengaruh terhadap permusikan Indonesia dan berkurangnya rasa cinta musik Indonesia. Mahasiswa sebagai generasi muda juga dikhawatirkan lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya Korea yang telah dianggap sebagai kiblat.

BIBLIOGRAPHY Ahmadi Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta

Almond, G. A., & Coleman, J. S. (Eds.). (2015). The politics of the developing areas. Princeton University Press.

Bantock, Geoffrey Herman. Studies in the History of Educational Theory Vol 1 (RLE Edu H): Nature and Artifice, 1350-1765. Routledge, 2012.

Bungin Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Crang, Mike. Cultural geography. Routledge, 2013.

Doyle Paul Johnson. 1986. Teori Sosiologi Klasik & Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Emzir, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Analisis Dat. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Gerungan, W.A. 1978. Psikologi Sosial. Jakarta: Eresco

Hanurawan Fattah. 2010. Psikologi Sosial. Bandung: PT remaja Rosdakarya

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika

Herman, Edward S., and Noam Chomsky. Manufacturing consent: The political economy of the mass media. Random House, 2010.

Ibrahim Adam. 2010. Teori Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Refika Aditama

Lexy J, Meleong. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Rosda

M. Setiadi, Elly. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Marzuki. 1986. Metodologi Riset. Yogyakarta: UII Press

Mengintip Budaya Korea: Pandangan Generasi Muda Indonesia, (Yogyakarta: INAKOS bekerja sama dengan Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada, 2012), cet. 1, h. 154

Mulyana Dedy, 2005, Komunikasi antar Budaya, Bandung: Remaja Rosdakarya

Nevizond, Chatab. 2007. Profil Budaya Organisasi. Bandung: Alfabeta

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 200

Rahman, M. Taufiq. 2011. Glosari Teori Sosial. Bandung: Ibnu Sina Press

Rahmat K. Dwi Susilo, 2008, 20 Tokoh Sosiologi Modern, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Ritzer George. 2014. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda Jakarta: Rajawal Pers

Ruben D. Brent, Stewart P. Lea. 2013. Komunikasi dan Perilaku Manusia Edisi ke 5. Depok: PT. Rajagrafindo Persada

Rusdianto, Dody, 2010, Gerakan Mahasiswa “Dalam Perspektif Perubahan Politik Nasional”, Jakarta: Golden Terayon

S. Nico, Kalangie. 1994. Kebudayaan. Jakarta: Devisi dari Kesain Blanq.

Siswono Dwi. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pers

Soekanto Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: CV rajawali

Soemanto, Wasty. 1987. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Karya

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta

Umam, Khaerul. 2010. Perilaku Organisasi. Bandung: Pustaka Setia

Walgito Bimo. 2002. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset

Walgito Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset

Wirawan Sarwono. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Grafindo Persada

Wulansari Dewi, 2009, Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: Fetika Aditama

Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Yusuf, M. Pawit. 2009. Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakaan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 201

DOKUMENTASI TAMAN TEMATIK SEBAGAI BENTUK UPAYA PENDISTRIBUSIAN INFORMASI BAGI MASYARAKAT DI KOTA BANDUNG

Edwin Rizal, Sutan Pandu Putra Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di jawa barat sekaligus menjadi Ibukota Provinsi Jawa Barat. Bandung terletak pada koordinat 107° BT dan 6° 55’ LS. Luas Kota Bandung adalah 16.767 hektare. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat, dengan demikian, sebagai ibu kota provinsi, Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya.Kota Bandung terletak pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level), dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada di bagian selatan. Ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 msl, sedangkan di bagian selatan adalah ±675 msl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan suatu cekungan (Bandung Basin).Melalui Kota Bandung mengalir sungai utama seperti Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum serta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum, dengan kondisi yang demikian, Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir.(http://www.bandungaktual.com/p /sejarah-bandung.html). Kota kembang merupakan sebutan lain untuk kota ini, karena pada saat zaman dahulu kota ini dinilai sangat cantik dengan banyaknya pohon dan bunga yang tumbuh. Bunga Patrakomala merupakan ikon dari kota Bandung sebagai kota kembang. Selain itu kota Bandung dahulunya disebut juga dengan Paris Van Java karena keindahannya, dan terkenal dengan bangunan-bangunan bersejarahnya yang mengusung gaya art deco. Dan pada tahun 2007, British Council menjadikan kota Bandung menjadi pilot project kota terkreatif se-Asia timur. Saat ini kota Bandung merupakan salah satu tujuan utama pariwisata dan pendidikan. Dua aspek inilah yang sekarang menjadi konsentrasi pembangunan yang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 202

diinisiasikan oleh walikota Bandung, Bapak Ridwan Kamil. Dalam beberapa tahun terakhir, kota Bandung banyak membuka taman-taman kota. Perkembangan ini untuk menunjang kenyamanan dan memfasilitasi aktivitas masyarakat kota Bandung di berbagai lapisan masyarakat. Dalam salah satu program kerjanya untuk menciptakan “Bandung Juara” walikota Bandung dengan sangat serius membenahi tata ruang dan keindahan kota, salah satunya dalam membuat taman tematik. Taman tematik sendiri merupakan taman yang diberikan tema untuk beberapa taman kota, dan ini adalah salah satu program kerja utama walikota Bandung untuk merevitalisasi taman-taman kota, seperti memperbaiki elemen-elemen taman, memperbanyak fasilitas untuk menunjang dan mewadahi kegiatan-kegiatan masyarakat. Salah satu kegiatan yang mendukung kelestarian dan keunikan dari masing- masing taman tematik ini adalah pelestarian dengan cara pembuatan paket informasi taman tematik kota Bandung berupa video dokumentasi. Kegiatan pendokumentasian telah dilakukan oleh pemerintahan namun belum berupa video dokumentasi. Seperti yang terdapat di kota Bandung, pemerintahannya mempunyai kedinasan yang mendukung dan melestarikan serta melindungi taman-taman tematik tersebut, di kota Bandung terdapat Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Pertamanan (DPKP3). Kota bandung memiliki 613 taman, beberapa taman memiliki nilai manfaat yang lebih bahkan terbilang sangat unik. Hal ini menjadi salah satu objek wisata untuk warga kota Bandung. Tidak hanya warga kota Bandung, warga diluar kota Bandung pun berbondong-bondong untuk mengunjungi taman-taman tematik yang berada di kota Bandung. Sejauh ini Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Pertamanan telah membuat taman tematik sebanyak 24 taman. Diantaranya: Pet Park, Skate Park, Taman Alun-alun Ujung Berung, Taman Balai Kota, Taman Braga, Taman Cibeunying, Taman Dago, Taman Film, Taman Fitness, Taman Fotografi, Taman Gesit, Taman Jomblo/ Pasupati, Taman Kandaga Puspa, Taman Lansia, Taman Musik/ Centrum, Taman Panatayuda, Taman Persib, Taman Piknik/ Alun-alun Bandung, Taman Superhero, Taman Tongkeng, Taman Vanda, Taman Pers Malabar, Taman Cikapundung, Taman Inklusi. Dengan adannya 24 taman tematik ini kunjungan pariwisata kota Bandung menjadi semakin meningkat, sehingga taman menjadi tempat tujuan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 203

pariwisata yang murah-meriah, selain itu taman-taman ini dilengkapi dengan fasilitasi seperti wifi, tempat duduk, dan yang lainnya sesuai dengan tema untuk taman tersebut. Tidak hanya itu taman juga berfungsi sebagai, sarana bermain, berkumpul dengan teman atau hanya sekedar bersantai, taman juga berfungsi sebagai paru-paru kota, dan taman juga menjadi salah satu tujuan orang untuk menghilangkan kejenuhan dalam aktivitas sehari-hari. Informasi tidak akan menjadi suatu entitas pengetahuan tanpa pengelolaan ilmiah. Komponen kegiatan pengelolaan paket informasi menjadi atribut utamanya. Kemajuan di bidang teknologi komputer telah mempengaruhi berbagai paradigma dalam kegiatan pengelolaan informasi dan perpustakaan. Perubahan media konvensional menjadi digital sangat populer saat ini, contohnya dengan hadirnya e- book, e-jurnal, dan program-program komputer lain yang mampu merangkul semua bentuk informasi sekarang ini, baik informasi dalam bentuk visual (teks, gambar diam maupun dalam bentuk animasi) dan dalam bentuk audio serta audiovisual sebagai komoditi informasi. Pada penelitian ini saya ingin menekankan kegiatan paket informasi berupa video dokumentasi yang pada faktanya dilapangan terdapat 22 taman tematik yang menjadi ciri khas kota Bandung. Berdasarkan keunikan fakta tersebut, peneliti tertarik untuk menelaah lebih lanjut dan mendalam mengenai kegiatan dokumentasi taman tematik di kota Bandung. HASIL DAN PEMBAHASAN Kebijakan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Pertamanan dalam Pendokumentasian Taman Tematik Kota Bandung Taman tematik merupakan salah satu konsentrasi pembangunan pariwisata di Kota Bandung. “Taman tematik itu adalah taman yang mempunyai fungsi, status lokasi dan kedekatan dengan kearifan lokalnya seperti apa” (Ir. Iwan Sugiono, Kepala Bidang Pertamanan). Dengan begitu taman tematik dibuat berdasarkan tiga hal penting untuk bisa mudah di ingat dan diketahui oleh masyarakat dimana taman tematik itu berada. Taman tematik yang berada di kota Bandung tersebut mulai dirintis pada tahun 2014, sebelumnya beberapa taman tematik yang ada hanya sebatas taman kota saja tidak menjadi taman tematik yang menarik untuk masyarakat. Dengan terpilihnya walikota Bandung Ridwan Kamil tahun maka taman tematik ini mulai diusung menjadi konsentrasi pembangunan pariwisata di Kota Bandung pada tahun 2013 dengan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 204

membangun taman tematik, jumlah taman tematik pada saat ini yaitu 24 taman tematik. Kondisi taman tematik yang berada di kota Bandung tidak semuanya dalam kondisi baik, 2 taman tematik sedang dalam perbaikan dan sementara waktu tidak bisa dikunjungi. Perbaikan tersebut berupa pembaharuan tampilan taman tematik dan memperbaiki fasilitas yang sudah rusak yaitu taman dago dan taman kandaga puspa. Sedangkan taman tematik yang masih baik (masih dapat dikunjungi) yaitu taman alun-alun bandung, taman balai kota, taman braga, taman cibeunying, taman film, taman fotografi, taman jomblo/ pasupati, taman lansia, taman pers malabar, pet park, taman skate, taman superhero, taman alun-alun ujung berung, taman vanda, taman persib, taman teras cikapundung, taman fitness, taman gesit, taman panatayuda, taman tongkeng, taman inklusi, taman musik/ centrum. Berikut kebijakan yang diterapkan untuk melaksanakan pendokumentasian taman tematik kota Bandung, yaitu: “Disetiap kita ada event harus terdokumentasi dan walikota itu ahlinya IT. Beliau itu mengukur seberapa jauh sebuah taman bisa memberikan suatu kemanfaatan kepada masyarakat, baik melalui dokumenter atau melalui tayangan-tayangan di megatron seperti di taman film, untuk informasi juga dokumentasi kegiatan kota bandung bukan hanya taman saja semua kegiatan kepemerintahan kota bandung ada di dokumentasikan di taman film” (Ir. Iwan Sugiono, Kepala Bidang Pertamanan). Proses Pengorganisasian atau Tahap Preproduction/ Prerecording Video Dokumentasi Taman Tematik Kota Bandung Pada tahap pertama dalam kegiatan pendokumentasian taman tematik Kota Bandung, peneliti mengolah dan mengorganisasikan konsep, aspek-aspek apa saja yang penting dan dibutuhkan dalam proses dokumentasi. Dalam tahap pengorganisasian ini, peneliti mulai membuat konsep dokumentasi taman tematik Kota Bandung yang berbentuk video. Tahap ini pula yang peneliti gunakan sebagai tahapan prerecording, atau tahapan pertama dalam melakukan produksi video. Adapun aspek-aspek pada tahap prerecordingyang dikumpulkan oleh peneliti adalah: Konsep Dokumentasi Taman Tematik Kota Bandung Berdasarkan asal kata, dokumentasi merupakan cara yang digunakan untuk mengolah dokumen, dari mulai tahap pengumpulan, seleksi dokumen, pengorganisasian atau pengolahan dokumen, sampai dengan penyebaran dokumen. Sementara itu, taman tematik adalah salah satu bentuk pengetahuan informasi ruang terbuka hijau (RTH) yang dimiliki oleh Kota Bandung.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 205

Berdasarkan hal tersebut, dokumentasi taman tematik yang dilakukan oleh peneliti adalah kegiatan yang berhubungan dengan bagaimana peneliti melakukan pengumpulan informasi taman tematik Kota Bandung. Pengumpulan dilakukan oleh peneliti dengan cara mencari informasi sebanyak mungkin terkait dengan taman tematik Kota Bandung, baik pada masyarakat, ataupun pemerintahan yang mengelola taman tematik Kota Bandung. Pengumpulan informasi juga dilakukan oleh peneliti dengan cara mengidentifikasi informasi-informasi yang berkaitan dengan taman tematik Kota Bandung. Pada tahap pengorganisasian, peneliti melakukan pengolahan informasi dan membuat rancangan konsep dari kegiatan dokumentasi yang akan dilakukan, sampai dengan aspek-aspek terkait lainnya yang dibutuhkan dalam proses dokumentasi taman tematik Kota Bandung, seperti alat, dan lokasi. Selanjutnya pada tahap penyajian hasil dokumentasi, peneliti membuat hasil dokumentasi taman tematik yang telah dibuat sesuai dengan informasi yang ada pada proses pengumpulan informasi dan identifikasi taman tematik. Tahap penyajian informasi, peneliti menyerahkan hasil proses dokumentasi kepada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Pertamanan agar dapat dilihat dan ditinjau oleh orang lain atau masyarakat. Proses dokumentasi taman tematik Kota Bandung yang dilakukan oleh peneliti merupakan suatu kegiatan perekaman terhadap pengetahuan informasi ruang terbuka hijau (RTH). Merekam berarti menangkap dan mendapatkan semua informasi yang berkaitan dengan taman tematik Kota Bandung. Taman tematik Kota Bandung merupakan salahsatu keunggulan dari Kota Bandung sendiri, dalam hal ini, proses perekaman yang dilakukan oleh peneliti disesuaikan dengan banyaknya taman tematik yang berada di Kota Bandung. Proses perekaman yang dilakukan peneliti dimulai dari pengambilan gambar satu taman ke taman yang lain. Pola perekaman tersebut dilakukan agar dokumentasi yang dihasilkan menjadi satu dokumentasi yang tersusun secara lokasi. Selain itu, dokumentasi taman tematik Kota Bandung juga bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat yang melihat dokumentasi dan masyarakat diharapkan mulai memahami bentuk lain dari video yang tidak hanya sebagai hiburan semata, tetapi juga sebagai alat pendidikan. Pemberian informasi tersebut berkaitan dengan informasi ruang terbuka hijau (RTH) yang dimiliki Kota Bandung yang menjadi kekayaan tanaman wisata bagi setiap kelompok masyarakat dari Kota Bandung. Dalam hal ini, tanaman

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 206

wisatatermasuk pengetahuan lingkungan alam yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat berbeda, maka dengan adanya dokumentasi mengenai taman tematik Kota Bandung dapat memberikan informasi kepada masyarakat lain bahwa terdapat pengetahuan yang berupa taman tematik Kota Bandung yang sampai saat ini masih ada dan dikelola baik oleh pemerintah Kota Bandung. Pembuatan Storyboard Dalam Dokumentasi Taman Tematik Kota Bandung Pada Masyarakat Storyboard merupakan perkiraan hasil gambar yang nantinya akan dijadikan pedoman pengambilan oleh operator kamera. Storyboard merupakan gambaran dari seluruh adegan yang ada dalam video. Storyboard membuat elemen-elemen gambar yang merupakan bagian dari video yang dibuat. Storyboard yang dibuat oleh peneliti untuk video dokumentasi taman tematik Kota Bandung merupakan gambaran dari taman tematik yang berada di Kota Bandung. Pembuatan storyboard yang dilakukan oleh peneliti disesuaikan dengan taman tematik yang saling berdekatan. Sebelum membuat storyboard, peneliti terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan informasi mengenai taman tematik Kota Bandung. Dalam mengumpulkan informasi, peneliti dapat melakukan pencarian informasi kepada narasumber dalam penelitian. Setelah mendapatkan data dari lapangan, penulis selanjutnya membuat storyboard berdasarkan hasil yang diperoleh dari narasumber di lapangan.

BIBLIOGRAPHY

Castells, Manuel, 2000. Toward a Sociology of the Network Society, Contemporary Sociology, Vol. 29, No. 5. (Sep., 2000), pp. 693-699., American Sociological Association. Melalui: http://www.jstor.org/ journals/asa.html.

Herring, Mark Y. 2001. 10 Reasons Why the Internet Is No Substitute for a Library. American Libraries

Komariah, Neneng Et Al. Literasi Informasi Masyarakat Pesisir Dalam Program Pemberdayaan Perempuan Di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Kajian Informasi Dan Perpustakaan, [S.L.], V. 3, N. 2, P. 155-166, Dec. 2015. Issn 2540-9239. Available At: . Date Accessed: 01 Oct. 2018. Doi:https://doi.drg/10.24198/jkip.v3i2.9997.

Siti Khadijah, Ute Lies et al. Literasi Informasi Motivasi Berwirausaha Ibu Rumah Tangga Kelurahan Nagasari Kabupaten Karawang Barat. Jurnal Kajian Informasi Dan Perpustakaan, [S.L.], V. 4, N. 2, P. 149-160, Dec. 2016. Issn 2540-9239. Available At:

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 207

. Date Accessed: 01 Oct. 2018. doi:https://doi.org/10.24198/jkip.v4i2.8491.

Yusuf, P. M. (2010). Komunikasi Instruksional: Teori dan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 208

BAGIAN II DOKUMENTASI DAN DIGITALISASI

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 209

DIGITALISASI INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA DALAM MENYIKAPI PERILAKU MASYARAKAT KONTEMPORER

Atef Fahrudin Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia kini adalah masyarakat yang melek terhadap dunia digital. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, dunia kini telah memasuki gelombang ketiga dimana segala sesuatu di dunia yang kita tempati sekarang akan serba terhubung dengan internet. Menurut data statistik www.aseanup.com Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang paling banyak menggunakan internet di Asia Tenggara. Sementara menurut data yang disajikan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pengguna internet aktif Masyarakat indonesia pada tahun 2017 adalah sebanyak 143 juta orang. Melihat perilaku masyarakat Indonesia kontemporer yang tidak bisa lepas dalam menggunakan internet, maka ini adalah sebuah peluang baru bagi dunia industri dalam membidik pasar melalui transformasi digital. Dengan melakukan transformasi digital dalam dunia industri akan melahirkan banyak manfaat dan tantangan tersendiri bagi para pelakunya, apalagi kita tengah bersiap menghadapi Industrial Era 4.0 dimana semua sektor industri akan segera di digitalisasikan termasuk di dalamnya adalah industri pariwisata. Indonesia adalah negara kepulauan yang besar dengan total pulau 17.000 an lebih dengan beragam keindahan dan potensi wisatanya. Dengan melihat besarnya potensi pariwisata Indonesia, kita berpeluang meraup untung besar dari sektor pariwisata. Akan banyak sektor ekonomi yang ikut bergerak seiring dengan potensi pertumbuhan pariwisata Indonesia. Digitalisasi industri pariwisata merupakan salah satu langkah yang tepat dalam menyikapi perilaku masyarakat kontemporer Indonesia khususnya dan mancanegara secara lebih luas dalam memenuhi kebutuhan mereka untuk berwisata.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 210

PEMBAHASAN Abad ke 21 adalah abad yang ditandai oleh suatu lingkungan budaya baru yang ditransformasikan dengan media global dan teknologi mutakhir komputer dan internet dimana berakibat pada menipisnya batas-batas geopolitik, ekonomi dan juga budaya di seluruh dunia. Kajian budaya kontemporer atau sering di istilahkan sebagai cultural studies adalah sebuah pendekatan yang muncul saat ini sebagai suatu respon intelektual dalam menganalisa perubahan politik, ekonomi dari budaya global, transformasi kebudayaan di seluruh dunia yang berpengaruh terhadap identitas suatu masyarakat. Kajian budaya kontemporer kurang peduli tentang konsekuensi media jangka panjang untuk tatanan sosial tetapi lebih peduli melihat bagaimana media mempengaruhi kehidupan individu kita (Robert & Rutherford, 1995). Transformasi pada kehidupan seseorang pada budaya kontemporer terjadi ketika perubahan besar di bidang teknologi dan informasi dimana konstruksi identitas seseorang dilakukan melalui penggunaan media sosial. Media sosial bisa menjadi sebuah sarana untuk eksistensi diri, menampung dan melepaskan pikiran, hiburan atau untuk memenuhi kepuasan seseorang. Oleh karenanya teknologi informasi menjadi sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan seseorang hari ini. Pada hari ini masyarakat dan teknologi informasi menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di kota-kota besar tak terkecuali di Indonesia. Menurut penelitian Center of Innovation Policy and Governance (CIPG) yang dirilis awal tahun 2018, saat ini laju penetrasi pengguna internet Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia yang kini sudah mencapai 51%. Angka yang lebih mengejutkan dapat dilihat dari jumlah pengguna seluler di Indonesia. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2016 diprediksi ada sekitar 371,4 juta nomor seluler yang aktif di indonesia. Jumlah tersebut bahkan lebih besar dari pada proyeksi jumlah penduduk Indonesia sendiri yakni 261,89 juta penduduk. Pesatnya laju penetrasi penggunaan teknologi informasi dibarengi oleh perkembangan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia, khususnya layanan data. Jika mengingat sepuluh tahun yang lalu jaringan yang tersedia hanya edge, kini hampir di seluruh wilayah Indonesia sudah terjangkau jaringan generasi ketiga (3G), bahkan jaringan generasi keempat (4G) dan sebentar lagi kita akan merasakan jaringan generasi kelima yaitu (5G). Dengan meningkatnya pembangunan Infrastruktur jaringan,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 211

mendorong masyarakat dapat dengan mudah mencoba berbagai aplikasi dan konten digital yang baru yang memanjakan penggunanya. Jika sebelumnya kita layanan telepon langsung dan SMS banyak digunakan meski harus menyedot pulsa, saat ini kita bisa menelepon dan kirim pesan dengan mudah dan tentu tanpa pulsa sekalipun misalnya dengan aplikasi WhatsApp, Facebook Masangger, Line dan lain-lain. Indonesia kini sedang menuju sebuah peradaban masyarakat yang berorientasi digital. Tidak harus menunggu nanti rasanya, karena hari ini di hadapan mata kita semua menyaksikan sebuah fenomena perilaku masyarakat Indonesia yang mulai melakukan segala aktivitas mereka yang serba digital melalui pemanfaatan teknologi informasi yang semakin hari semakin canggih. Mulai dari hal terkecil dalam kehidupan kita semakin kemari semakin terjadi pergeseran ke arah serba digitalisasi. Apakah kita menyadari bahwa kebiasaan membaca koran di pagi hari sambil meneguk kopi hampir-hampir tergantikan dengan membaca berita digital di smart phone kita. Apakah anda lebih suka menonton hiburan pada perangkat Televisi anda atau anda kini lebih menikmati tontonan di layar telepon genggam anda yang bisa di akses kapan saja dan dimana saja. Apakah ketika kita hendak melakukan transaksi keuangan lebih senang antri di teller Bank atau melakukannya di smart phone anda dimana pun dan kapan pun anda mau. Rasanya kita hampir-hampir tidak menyadari bahwa realitas tersebut benar-benar terjadi pada hari ini. Kita merasa bahwa telah terjadi sebuah penyederhanaan dan efisiensi pekerjaan manusia pada era digital ini. Kagermann dalam (Prasetyo, 2018) Istilah Industry Era 4.0 secara resmi lahir di Jerman pada saat diadakan Hannover Fair pada tahun 2011. Negara Jerman rupanya memiliki kepentingan yang besar kaitannya dengan hal ini karena Industri 4.0 menjadi bagian dari kebijakan rencana pembangunan dari Jerman yang disebut High-Tech Strategy 2020. Dimana tujuan tersebut bertujuan untuk mempertahankan Jerman supaya selalu menjadi market leader dalam dunia manufaktur. Selanjutnya negara- negara lain juga turut serta dalam mewujudkan konsep Industri 4.0 ini dengan istilah mereka masing-masing seperti Smart Factories, Industrial Internet of Things, Smart Industry, atau Advanced Manufacturing dll. Meski dengan istilah yang berbeda-beda akan tetapi semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan daya saing industri tiap negara dalam menghadapi pasar global yang sangat dinamis.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 212

Pada Era Industri 4.0 nanti, akan di tandai dengan berbagai fenomena seperti IoT (Internet of Things) yakni sebuah keadaan yang memungkinkan semua mesin berkomunikasi dan terhubung melalui internet, AI (Artificial Intelligence), big data, hingga munculnya pelabelan smart untuk berbagai sektor seperti smart office, smart city, smart transformation, smart tourism, dan lain-lain. Tidak ketinggalan, Robotic Automation akan menjadi ciri Era Industri 4.0 nanti. Berbeda dengan abad 19 an dimana melakukan proses produksi menggunakan manusia di era ini akan banyak di ambil oleh robot, karena dinilai lebih efektif dan efisien. Tidak mengherankan memang, pada era tersebut akan banyak orang kehilangan pekerjaan sehingga harus memiliki keterampilan digital agar mampu beradaptasi pada era tersebut. Kehadiran akan era revolusi industri keempat (Industri 4.0) sudah tidak bisa di elakan lagi. Dan Indonesia harus benar-benar mempersiapkan langkah-langkah strategis agar mampu menyesuaikan diri dengan era industri digital ini. Indonesia telah berkomitmen untuk membangun industri manufaktur yang berdaya saing global melalui percepatan implementasi Industri 4.0. Hal ini ditandai dengan peluncuran Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap dan strategi Indonesia di dalam menyongsong era digital ini. Melalui penerapan Industri 4.0, Kementerian Perindustrian telah menargetkan aspirasi besar nasional dapat tercapai. Industri 4.0 dengan konektivitas dan digitalisasi nya diharapkan akan mampu meningkatkan efisiensi rantai manufaktur dan kualitas produk. Akan tetapi di sisi lain digitalisasi industri tersebut akan berdampak negatif pada penyerapan tenaga kerja dan memporak-porandakan bisnis konvensional. Ini adalah tugas pemerintah untuk mengantisipasi dampak negatif dari Industri 4.0. Dan ketika pemerintah memutuskan untuk beradaptasi dengan sistem Industri 4.0, maka pemerintah juga mesti memikirkan segala hal yang berkaitan dengannya di masa mendatang. Jangan sampai industri digital ini diterapkan hanya menjadi beban karena tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada acara Indonesia Industrial Summit 2018 di Jakarta pada 4 April silam, Presiden Jokowidodo dalam sambutan nya mengapresiasi Kementerian Perindustrian yang dinilai sigap dan serius mempersiapkan peta Indonesia dalam menghadapi Industry Era 4.0. Di saat bersamaan, Kementerian Perindustrian meluncurkan buku Making Indonesia 4.0. Dalam mendukung Industri 4.0 pemerintah bercita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020 . Untuk

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 213

mengejar cita-cita tersebut pemerintah telah membangun pusat-pusat riset dan inovasi aplikatif atau Techno Park. Langkah tersebut diharapkan mampu membentuk sebuah kawasan ekosistem untuk pengembang industri berbasis digital agar lebih memiliki daya saing global dan siap menghadapi Industry Era 4.0. Dalam bidang pariwisata, Indonesia sendiri mempunyai potensi yang besar untuk menjadi kawasan tujuan wisata dunia dikarenakan memiliki tiga unsur pokok yang membedakan Indonesia dengan negara lainnya yaitu ; Masyarakat (people), alam (nature), dan warisan budaya (cultural heritage) (Ri’aeni, 2010). Pertama, masyarakat Indonesia dikenal dunia karena keramahannya dan mudah bersahabat dengan bangsa mana pun. Kedua, alam Indonesia adalah seperti bongkahan tanah surga yang tidak setiap negara memilikinya seperti pegunungan yang ada di setiap pulau, pesisir pantai yang eksotik, gua-gua, hamparan sawah yang luas. Kemudian yang ketiga, adalah budaya yang kaya. Indonesia merupakan negara dengan kekayaan yang sangat beragam dengan jumlah 1.340 suku bangsa dan 300 kelompok etnis menempatkan Indonesia sebagai bangsa yang besar dan beragam. Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar dan memiliki sumber daya alam yang terdiri dari sea, sun, sand and mainland yang sangat memungkinkan untuk jadi sumber devisa negara (Setiawan, 2016). Indonesia terkenal memiliki tempat-tempat yang dianugerahi sumber daya alam yang eksotis dan diharapkan mampu berkontribusi dalam memberikan devisa bagi daerahnya guna menuju kemandirian daerah. Permasalahannya adalah bagaimana menjadikan sumber daya alam yang eksotis tersebut sebagai aset yang dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah setempat, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menjadikan daerah tersebut sebagai tempat kunjungan wisata yang berkelanjutan. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara atau WISMAN ke Indonesia selama tahun 2017 mencapai 14,04 juta kunjungan yang pada tahun sebelumnya hanya 11,52 juta kunjungan saja. Dikutip dari www.kompas.com bahwa pada tahun 2016 devisa pariwisata sudah mencapai 13,5 juta dollar AS per tahun sedikit lebih rendah dari minyak sawit mentah (CPO) yang sebesar 15,9 juta dollar AS. Sehingga pariwisata menjadi penyumbang devisa terbesar kedua untuk negara. Di sisi lain, prestasi pariwisata Indonesia di luar negeri menjadi sebuah gambaran betapa pariwisata Indonesia begitu diminati oleh orang luar. Tahun 2017 Indonesia

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 214

mendapatkan Grand Prix Award, yakni penghargaan tertinggi pada acara The XIII International Tourism Film Festival di Bulgaria dengan menyuguhkan sebuah karya anak bangsa yang berjudul, Wonderful Indonesia: The Journey to a Wonderful World. Indonesia berhasil menjadi yang terbaik pada ajang tersebut dengan mengalahkan 91 film dari 18 negara. Tidak hanya itu, karya lainnya yaitu : A Visual Journey to lombok dan Visual Journey to Wakatobi juga meraih prestasi yang membanggakan. Video tersebut sukses menyabet penghargaan dalam kategori Nature and Ecotourism pada sub-kategori Advertising Film. Era digital diprediksi memainkan peranan penting dalam mendongkrak performa industri pariwisata Indonesia. Melaui era digital ini telah benar-benar mengubah cara wisatawan dalam membuat planning perjalanan mereka mulai dari mencari dan melihat informasi (look), memesan tiket atau paket wisata (book), sampai membayar (pay) dilakukan secara online. Semua hal tersebut dapat dilakukan dengan mudah tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, yang mana semua kemudahan manusia dalam melakukan berbagai ini dipicu oleh kehadiran internet (Setiawan, 2017). Berbagai pengembangan aplikasi dilakukan untuk menunjang kemudahan manusia dalam melakukan banyak hal. Ini semua tidak hanya di lakukan oleh para pengembang aplikasi akan tetapi oleh para pelaku industri termasuk di dalamnya para pelaku industri pariwisata. Banyak Start Up di industri pariwisata belakangan ini muncul seiring masuknya kita ke era digital. Sebut saja Traveloka, Mister Aladin, Pegi-pegi, tiket.com yang mana mereka semua adalah market leader nya di industri pariwisata digital saat ini. Tren digital yang terus berjalan seiring dengan pengembangan internet sehingga semakin merambat ke berbagai lini kehidupan manusia rupanya telah menggeser secara perlahan budaya pembelian tiket pesawat, memesan hotel dan paket wisata yang awalnya dari cara konvensional ke arah digital (Megantara & Suryani, 2016). Setidaknya ada beberapa faktor kenapa masyarakat kontemporer kini lebih senang melakukan pemesanan paket wisata secara digital ketimbang dengan cara-cara lama; Kemudahan, era digital rupanya menyuguhkan kemudahan hingga ke kamar-kamar rumah kita semua sehingga seseorang bisa dengan mudahnya memesan tiket pesawat atau kereta api misalnya hanya dengan tiduran di kasur masing-masing. Real Time, pemesanan secara online membawa kita kepada akurasi waktu yang real time kita bisa melihat kuota atau

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 215

jumlah kamar yang tersedia saat ini dengan harga saat itu, dengan seperti itu kita bisa memprediksi berapa biaya yang harus dipersiapkan dengan secara pasti. Kepercayaan Online, tingginya tingkat kepercayaan online masyarakat dalam melakukan transaksi tidak semata-mata bisa terbentuk dengan mudah sebab memerlukan proses yang panjang yakni dengan adanya pengalaman pertama yang memuaskan atau bisa juga dengan memberikan flat form ulasan atau review sehingga orang akan bisa mengulas dan melihat ulasan tentang servis yang pernah di berikan. Contoh real manfaat digitalisasi dalam industri pariwisata adalah dalam dunia perhotelan, setidaknya ada 7 (tujuh) manfaat transformasi digital bagi dunia perhotelan yang disebutkan oleh www.perantara.net : Mengurangi waktu tunggu, dengan tersedianya servis yang ditawarkan seperti pilihan layanan mandiri untuk check-in misalnya, ini akan mampu mengurangi antrean untuk calon pelanggan dalam memilih kamar hotel. Meningkatkan arus komunikasi, dengan adanya digitalisasi dalam dunia perhotelan, pihak hotel sendiri dapat secara teratur memperbaharui informasi terbaru untuk pelanggan mereka dan pihak hotel juga memberikan akses ke konten yang bisa diperbaharui secara otomatis. Inisiatif ramah lingkungan, salah satu ciri era digital adalah adanya istilah IoT (Internet of Things), maka apabila di perhotelan diterapkan IoT maka operasionalisasi hotel akan lebih ramah lingkungan. Hotel akan mencetak kartu kunci lebih sedikit, mengurangi boarding pass dan kertas dikarenakan semuanya sudah dalam bentuk digital. Lebih mengenal pelanggan, dengan bantuan analisis big data, hotel bisa memahami lebih baik para pelanggannya dikarenakan bisa memperoleh informasi yang banyak mengenai preferensi dan selera para calon pelanggan. Personalisasi penawaran, dengan majunya dunia teknologi informasi tentang profil tamu bisa di akses oleh hotel lebih cepat sehingga pihak hotel bisa memberikan penawaran khusus secara tepat yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Menurunkan biaya, efisiensi akan diraih melalui digitalisasi dunia perhotelan. Pihak hotel dan pelanggan nya akan dengan mudah berkomunikasi sebab transformasi memperlancar komunikasi sehingga akan banyak menghemat biaya untuk komunikasi. Meningkatkan kinerja, manajemen hotel bisa menawarkan layanan yang lebih baik karena mereka memiliki akses ke informasi lebih lanjut tentang pelanggan. Pegawai juga

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 216

bisa melakukan koordinasi dan komunikasi yang lebih baik antar departemen. Pembahasan tentang masyarakat kontemporer Indonesia saat ini juga menarik apabila dikaitkan dengan perilaku millennial Indonesia. generasi millennial atau Generasi Y adalah mereka yang lahir pada era 80-90 an (Prasetyanti, 2017). Ada banyak istilah populer dalam penyebutan generasi millennial ini ; connected / digital generation atau gen why yang identik dengan karakter berani, inovatif, kreatif serta modern. Kaitannya dengan digitalisasi industri pariwisata, akhir-akhir ini ada sebuah trend baru di dunia travelling yang merebak tahun-tahun belakangan. Menurut www.phinemo.com menyebutkan ada sebuah trend dimana mayoritas pelaku travelling adalah para kaum muda, generasi millennial. survei yang dilakukan Topdeck Travel terhadap 31.000 orang dari 134 negara yang berbeda sebanyak 88 % menyatakan bahwa mereka sudah pernah pergi keluar negeri selama tiga kali dalam setahun, dan 94 % nya merupakan usia 18-30 tahun. Dengan ciri khas kaum millennial yang selalu update terhadap kemajuan teknologi dan informasi, karena mereka hidup di zaman digital. Dengan melek nya generasi millennial terhadap teknologi digital sehingga berpengaruh terhadap perilaku wisata kaum millennial. Mereka benar-benar memanfaatkan teknologi digital dalam travelling mereka mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan perjalanan benar-benar dilakukan secara digital. Berdasarkan fakta-fakta tersebut tidak heran apabila perilaku millennial dan kemajuan teknologi informasi akan mengubah industri pariwisata ke arah digital.

SIMPULAN Era digital sudah terasa dalam kehidupan masyarakat kontemporer saat ini, kita tidak bisa duduk manis menjadi penonton kemajuan teknologi dan informasi yang serba cepat ini. Era digital telah mengubah berbagai macam perilaku manusia ke arah yang lebih maju. Semua bergerak dengan cepat dan instan tanpa dibatasi oleh waktu. Lahirnya manusia-manusia yang memiliki wawasan digital telah mendorong sektor industri untuk ikut bertransformasi menjadi industri digital. Salah satu nya adalah industri pariwisata. Di satu sisi kita telah bersiap-siap menghadapi Industry Era 4.0 dimana segala

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 217

sesuatu pada era tersebut akan serba di digitalisasikan. Sehingga dengan melakukan transformasi industri pariwisata ke arah digital, merupakan sebuah langkah yang tepat dalam merespons perubahan yang terjadi terutama pada era Industry Era 4.0 tersebut. Maka dengan demikian, melalui digitalisasi industri pariwisata Indonesia dengan potensi pariwisatanya yang luar biasa, akan mampu bersaing di Era digital ini .

BIBLIOGRAPHY Moleong. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Riyanto. (1996). Metodologi Penelitian Pendidikan Tinjauan Dasar. Surabaya: SIC.

Robert, J., & Rutherford, P. H. (1995). Introduction To Cultural Studies. Himalaya Publishing House. Mumbai.

Arikunto, S. (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. In Jakarta,PT Rineka Cipta. https://doi.org/10.1029/1998JC900010

Marzuki, C., Arikunto, S., & Nazir, M. (2009). Metode penelitian. STATISTIK DESKRIPTIF. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Hoedi Prasetyo, W. S. (2018). Industri 4.0, Telaah Klasifikasi Aspek dan Arah Perkembangan Riset, 13(1), 17–26.

Iwan Setiawan. (2016). Potensi Destinasi Wisata Di Indonesia Menuju Kemandirian Ekonomi, 978–979.

Megantara, I. M. T., & Suryani, A. (2016). Penentu Niat Pembelian Kembali Tiket Pesawat Secara Online pada Situs Traveloka.com. E-Jurnal Manajemen Unud. https://doi.org/2302-8912

Retnayu Prasetyanti, S. P. (2017). Generasi Millennial Dan Inovasi Jejaring Demokrasi Teman Ahok. Jurnal Polinter, 3(1), 44–52.

Ri’aeni, I. (2010). Penggunaan New Media dalam Promosi Pariwisata Daerah Situs Cagar Budaya di Indonesia, 9(May), 1–10. https://doi.org/10.1177/1461444808099577

Setiawan, W. (2017). Era Digital dan Tantangannya. Seminar Nasional Pendidikan 2017, 1– 9.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 218

MEMBANGUN MODEL CITY BRANDING DOBO

1 Anwar Sani, 2 FX Ari Agung Prastowo Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Pasca bergulirnya reformasi, pemberlakuan otonomi daerah semakin memberikan kebebasan bagi pemerintah kabupaten/kota serta provinsi dalam menentukan arah pembangunan daerahnya. Pemerintah kota diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus, mulai dari perencanaan dan pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan, kependudukan, perekonomian, lingkungan hidup, dan penyelenggaraan dasar lainnya. Pemberian kewenangan ini menunjukkan bahwa pemerintah kota mendapat otonomi yang lebih luas dibanding sebelumnya. Dengan begitu, setiap kabupaten, kota, dan provinsi dapat mengembangkan daerahnya berdasarkan nilai-nilai kebudayaan dan potensi yang dimiliki. Salah satu usaha untuk mengembangkan kota adalah dengan memberikan brand kepada kota tersebut, atau yang dikenal dengan sebutan city branding. City branding merupakan bagian dari perencanaan kota/perkotaan melalui berbagai upaya untuk membangun diferensiasi dan memeperkuat identitas kota agar mampu bersaing dengan kota lainnya demi menarik turis, penanam modal, SDM yang handal, industri, serta meningkatkan kualitas hubungan antara warga dengan kota(Yananda & Salamah, 2014). Hasil dari city branding adalah membangun citra positif tentang suatu kota/ daerah melalui pembangunan spasial dan nonspasial yang membuat perencanaan dan pengelolaan kota menjadi lebih focus dan terintegrasi pada produksi dan penyampaian pesan yang tepat kepada pemangku kepentingan kota (Kotler & Gertner dalam Blang et al., 2017) Penerapan city branding dalam tata kelola kota di Indonesia bersamaan dengan dimulainya otonomi daerah sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang, nomor 22 tahun 1999 diperbaharui dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 219

tentang Pemerintah Daerah yang mengusung semangat otonomi dalam pengelolaan kota. Undang-Undang nomor 17 tahun 2000, melihat pembangunan kota sebagai sentral dari pembangunan wilayah. Dan Undang-Undang no 26 tahun 2007, memberikan arah dari pembangunan kota sebagai penataan ruang yang berdampak pada warga kota. Selain Undang-Undang tersebut diatas, Pelaksanaan City Branding juga di dukung adanya Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, dalam pelaksanaan otonomi daerahPemerintah Daerah perlu mengendalikan potensi daerah yang sesuai dengan visi dan misi daerah tersebut dalam mensejahterakan masyarakat. Karena potensi daerah yang dikelola dengan baik nantinya dapat mempengaruhi pemasukan anggaran daerah sehingga fasilitas dan pelayanan untuk masyarakat dapat lebih terjamin. Oleh karena itu dalam peraturan tersebut ditegaskan pentingnya pengendalian potensi dari masing-masing daerah. Hal utama yang harus dilakukan adalah mengenalkan potensi yang dimilikinya sehingga memiliki brand yang positif dalam masyarakat. Aktivitas branding sendiri – dalam hal ini adalah aktivitas city branding- pada dasarnya adala temuan dari ilmu pemasaran atau marketing. Aktivitas pemasaran kota adalah sebuah aktivitas yang kompleks dan tidak bisa muncul begitu saja. Secara konseptual, konsep pemasaran kota harus menjadi bagian dan juga selaras dengan proses pengembangan kota. Maka dari itu, city branding mempunyai pemangku kepentingan yang lebih rumit nan kompleks daripada proses pemerekan sebuah produk atau pemasaran. Semua pemangku kepentingan tentu harus bersinergi untuk menyukseskan pemberian merek pada kota atau tempat tertentu. Mulai dari pemerintah hingga masyarakat kota tersebut harus berperan aktif. Hal itulah yang tidak ditemukan di Dobo yang terletak di timur Indonesia, tepatnya di wilayah Provinsi Maluku. Kota kecil yang merupakan ibukota dari Kepulauan Aru ini memiliki banyak potensi wisata sebagai modal untuk melakukan city branding. Namun potensi dari Kota Dobo tersebut belum mampu digaungkan ke kbalayak luas. Salah satu indikator sederhana untuk mengukur hal tersebut adalah ketersediaan informasi mengenai Dobo di internet. Ketika mengetikkan keyword Dobo di google, sedikit sekali informasi yang muncul mengenai Dobo yang muncul. Tak lebih dari sekedar bahwa kota itu merupakan Ibukota Kabupaten Kepulauan Aru dan terletak di

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 220

Pulau Wamar. Bahkan pemerintah kota Dobo sama sekali tidak memiliki halaman web resmi yang lazimnya dimiliki oleh pemerintah kota pada umumnya. Informasi mengenai Dobo lebih banyak ditemukan dari halaman tidak resmi milik para wisatawan yang pernah melancong ke sana. Dobo terkenal dengan keindahan pantai dan hasil lautnya, seperti mutiara dan ikan laut. Hal yang menonjol di Dobo terdapat desa adat dengan nilai-nilai budaya yang cukup terjaga. Dengan ditemukannya fakta tersebut, maka penulis yang akan datang langsung ke kota tersebut memiliki ekspektasi akan mendapatkan hal tersebut ketika sampai di Dobo. Ketika penulis menginjakkan kaki di Dobo, nuansa pariwisata tidak terlalu terasa.Tidak ada yang istimewa kesan pertama menginjakkan kaki di jantung Pulau Wamar itu. Tidak ada gairah pariwisata di sepanjang perjalanan menuju hotel tempat menginap. Tidak seperti yang menawarkan nuansa pariwisata sejak meninggalkan bandara, di Dobo hal itu sulit untuk ditemukan. Kemudian penulis berniat menemukan potensi yang menjadi komoditas utama di Dobo, seperti yang diterangkan beberapa ulasa di web. Yang pertama perihal mutiara yang merupakan salah satu komoditas alam di Dobo. Menurut penuturan pemandu perjalanan yang mengiringi penulis, mutiara dari Dobo berkualitas ekspor dan dipakai di berbagai kota mode dunia. Yang terbayangkan oleh penulis adalah pusat perbelanjaan mutiara yang berderet. Seperti yang ditunjukkan Jogja di Malioboro dengan sederet penjual cinderamata dan bakpianya. Sayangnya hal tersebut tidak ditemukan oleh penulis ketika mendatangi pusat perbelanjaan mutiara tersebut. Namun yang ditemukan adalah sebuah bangunan di tengah perumahan penduduk yang di dalamnya menjual mutiara. Tidak ada kesan istimewa dari toko mutiara yang ada di Dobo, apalagi jumlahnya tidak terlalu banyak. Begitu juga kita menengok salah satu potensi Dobo yang lain, yaitu dariin sisi perikanan. Ikan Dobo, menurut informasi yang didapat penulis, memiliki hasil laut yang berlimpah. Selain berlimpah, hasil laut Dobo juga terkenal akan kualitansnya. Ikan di Dobo sangat banyak, hingga masyarakat di sana mengibaratkan saat mereka bangun tidur, tinggal membuka jendela dan melempar kail, ikan-ikan terbaik akan menghampiri mereka. Namun kenyataan yang didapat penulis, tidak ada pusat hidangan laut yang istimewa. Jumlahnya pun sedikit, jauh dibandingkan dengan pusat seafood Jakarta di Muara Angke atau Pangandaran di Jawa Barat.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 221

Dari apa yang dialami penulis di Kota Dobo, sungguh sangat disayangkan, sebuah daerah yang mempunyai berbagai potensi alam yang dahsyat, tapi sensasi kedahsyatannya sama sekali tak terasa. Orang di luar daerah itu hanya mendapatkan informasi yang sangat terbatas dari sumber-sumber yang tak resmi. Padahal daerah tersebut mempunya berbagai macam cerita dan potensi. Hal ini diperparah, saat berada di daerah tersebut, pengunjung tidak dapat merasakan keistimewaan dari cerita dan potensinya. Kota tersebut juga belum memunculkan slogan atau tagline tertentu yang melambangkan potensi yang dimiliki oleh Dobo. Slogan adalah bentuk pemerekan kota yang paling mudah dikenali (Widodo & Setiansah, 2014). Sehingga ketiadaan slogan menjadi bukti bahwa belum adanya keseriusan pihak-pihak terkait dalam mengelola pemerekan Dobo. Apalagi dewasa ini, setiap kota dan wilayah di Indonesia berlomba-lomba mempromosikan potensi wisata yang dimilikinya. Fenomena upaya pemasaran tempat tujuan (destination marketing) menjadi perhatian khusus dari pemerintah berbagai kota maupun negara. Tujuannya tak lain adalah menjadi bagian dari upaya meningkatkan pendapatan daerah mereka baik dari sektor pariwisata maupun sektor industri lainnya. Negara, kota, kawasan dan tempat wisata menghadapi persaingan yang semakin ketat ketika mereka mencoba menarik wisatawan, penghuni, dan perusahaan ke wilayah merekaatau untuk mempromosikan potensi ekspor mereka(Moilanen & Rainisto, 2009). Dunia yang kompetitif bukan hanya dialami produk maupun jasa semata. Negara, kota kawasan dan tempat wisata pun menghadapi percepatan kompetisi yang luar biasa. Kemampuan mengkomunikasi potensi dan membuktikan pernyataan-pernyataan dalam komunikasi pemasaran daerah mereka, menjadi tuntutan dewasa ini. Saat Indonesia mengklaim sebagai “Wonderful Indonesia”, maka Indonesia berkewajiban untuk membuktikan dan mewujudkan seindah apa pengalaman yang dirasakan wisatawan saat berada di Indonesia. Lewat tulisan ini, penulis akan mencoba mengulas proses city branding bagi kota Dobo berdasarkan konsep dan teori city branding yang ada. Tujuan dari tulisan ini adalah menyusun model city branding bagi kota Dobo dengan melakukan pemetaan terhadap potensi dan nilai yang dimiliki oleh masyarakat Dobo. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan larangan. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah : 1)

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 222

Wawancara yang dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun; 2) Studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian ini, peneliti memanfaatkan berbagai macam data dan teori yang dikumpulkan melalui buku-buku, majalah, suart kabar, prosiding, makalah serta bahan-bahan tertulis lainnya yang terdapat di media online; 3) Observasi, merupakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Dalam menggunakan Teknik observasi yang terpenting adalah mengandalkan pengamatan dan ingatan penulis (Ruslan R. , 2003)

HASIL DAN PEMBAHASAN City Branding Kota Dobo Dewasa ini, penelitian city branding sudah bukan lagi barang asing lagi di antara praktisi serta akdemisi komunikasi dan Public Relations. Sudah banyak ahli branding maupun PR yang mengemukakan konsep tentang city branding. Begitu juga dengan para akademisi yang meneliti perihal city branding, jumlahnya lebih banyak lagi. Sehingga tidak akan kesulitan dalam mencari referensi. Dalam tulisan ini, penulis akan menggunakan komponencity branding yang dikemukakan oleh Kavaratzis. Ada enam komponen city branding yang harus dibangun sebuah kota untuk menciptakan brand yang positif. Enam komponen itu adalah Visi dan Strategi, Sinergi, Komunitas lokal, Infrastruktur, Ruang Kota dan Gerbang, Budaya Internal, Kesempatan, dan Komunikas (Kavarazis dalam Larasati & Nazaruddin, 2016)

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 223

Namun sebelum masuk ke enam komponen pengembangan city branding Dobo sesuai dengan konsep yang diungkapkan oleh Kavaratzis, tentu harus mengetahui identitas apa yang dimiliki oleh Dobo. identitas adalah payung dari upaya membentuk merek sebuah kota. Untuk mengembangkan city branding yang kuat, pembuat kebijakan harus mampu mengidentifikasi brand attributes yang jelas dari kota (Dinnie, 2011) Senada dengan Keith Dinnie, salah satu ahli dalam bidang branding dan marketing, Moser O’neil juga menekankan pentingnya menemukan nilai inti dari sebuah kota. Dari langkah city branding yang dikemukakan olehnya, Moser menyatkan bahwa dalam proses branding adalah pembentukan identitas. Mulai dari mencipatakan nilai merek inti dan menciptakan pesan inti merek(Sukmaraga & Nirwana, 2015). Identitas tersebut didapat dari potensi yang dimiliki oleh kota atau daerah tersebut. Dobo memiliki 3 tema identitas yang sangat melekat dengannya. Tiga hal tersebut adalah keindahan alam, potensi ekonomi dari komoditi kelautan dan keluhuran nilai-nilai adat dan budayanya. Ketiganya sangat kuat untuk menjadi modal pengembangan identitas Dobo sebagai dasar mengembangkan branding Kota Dobo. Terkait dengan ini, Dobo perlu fokus untuk menentukan ide dasar terkait dengan keinginan untuk dikenal sebagai daerah yang seperti apa. Apakah mengarah pada menjadikan potensi wisata alamnya sebagai identitas utama. Atau potensi ekonomi kemudian akan ditonjolkan sebagi identitas utama Dobo. Atau keluhuran nilai-nilai adat

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 224

dan budaya akan diangkat menjadi tema identitas utama. Atau kemudian butuh dikembangkan tema identitas yang bisa menjadi benang merah dari ketiga potensi identitas utama yang dimiliki Dobo. Pilihan untuk mencari benang merah sebagai identitas kota Dobo merupakan pilihan yang cukup rasional dan dapat dipertanggungjawabkan. Paduan antara keindahan alam, kemilau mutiara dan keluhuran budaya, dapat bermuara pada sebuah harmoni identitas kota yang kuat dan mengakar. Pekerjaan rumah pemerintah daerah tak selesai sampai dengan teridentifikasinya identitas utama Dobo. Identitas daerah hanya sebatas “payung” yang menjadi key messages yang akan disampaikan kepada masyarakat Indonesia maupun Internasional. Perlu adanya pengolahan dari key messages tersebut kepada komponen pembentukan city branding yang dikemukakan oleh Kavaratzis di atas. Pertama adalah Pemerintah Dobo harus memiliki visi dan misi yang jelas dalam program city branding untuk meningkatkan potensi pariwisata di kotanya. Visi yang dipilih untuk masa depan kota dan pengembangan stratgi yang jelas untuk merealisasikan visi tersebut (Larasati & Nazaruddin, 2016). Hal tersebut belum ditemukan penulis ketika berbicara dengan beberapa perangkat pemerintahan di Dobo yang berhubungan langsung dengan sector pariwisata. Setelah itu, pemerintah Dobo harus menjalin sinergi dengan stakeholder terkait pengembangan potensi daerah di Dobo. Sinergi tersebut bertujuan untuk menjalin kesepakatan dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan yang relevan dan adanya partisipasi yang berimbang. Salah satunya dengan komunitas lokal. Penentun prioritas pada kebutuhan lokal yang melibatkan warga lokal, pengusaha dan pebisnis dalam mengembangkan dan mengantarkan brand. Salah satu tantangan yang dihadapi pemerintah Dobo adalah menjalin sinergitas dengn stakeholder terkait. Apalagi city branding memiliki pemangku kepentingan yang lebih kompleks daripada product/corporate branding, yang kesemuanya itu harus mampu dan bersedia untuk berkolaborasi (Sukmaraga & Nirwana, 2015). Kelompok determinan yang harus segera menjadi perhatian adalah masyarakat Dobo. Masyarakat menjadi elemen dasar yang sangat vital dalam bangunan city branding sebuah kota. Hal ini dikarenakan mereka lah yang akan menjadi tuan rumah bagi kunjungan wisatawan ke Dobo. Dalam konteks penguatan masyarakat Dobo, peneliti membaginya ke dalam 2 target utama. Pertama pentingnya upaya penyadaran

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 225

dan pemberdayaan masyarakat di wilayah ini. Harus terjadi perubahan mindset masyarakat untuk memain peran lebih signifikan dalam kerang upaya pembangunan daerahnya. Masyarakat Dobo harus sadar bahwa potensi yang dahyat melekat dengan diri mereka. Dobo dengan sejuta potensinya adalah milik masyarakat Dobo. Mereka mempunyai hak sekaligus tanggung jawab untuk menunjukkan gairah lebih untuk memajukan daerah mereka. Salah satunya dengan cari memulai mengambil peran-peran utama dalam perdagangan dan pemanfaat potensi alam. Perlahan pemerintah daerah harus memiliki program pemberdayaan masyarakat untuk perlahan pula mereka mulai meninggalkan peran-peran subordinat. Selanjutnya membangun dukungan dari para pemilik tanah, dimana titik-titik potensi wisata berada. Isu kepemilikan bernuansa adat memang tak mudah dan sederhana untuk dipecahkan. Namun pemerintah daerah harus mampu merangkul para petuanan untuk menjadi mitra pemerintah demi meningkatnya kualitas tempat pariwisata. Pemerintah tidak perlu menggunakan pendekatan ‘perintah’ atau bahkan tak perlu juga mengalah atau merasasegan dengan status petuanan tersebut. Cukup memberikan peran lebih kepada pemilik petuanan untuk menjadi bagian dari langkah memajukan Dobo. Selanjutnya adalah dukungan dari kelompok investor, baik yang sudah membuka usaha di Dobo maupun yang belum. Investor yang hari ini sudah bermain di Dobo harus dimotivasi untuk menjadi mitra pemerintah dalam pemasaran kota Dobo. Bertambahnya kunjungan wisatawan ke daerah mereka akan selaras dengan meningkatnya keuntungan dan bertambahnya peluang usaha bagi investasi mereka. Naiknya jumlah wisatawan akan potensial meningkatnya permintaan pemenuhan kebutuhan mereka sela berada di Dobo. Hal ini tentu saja peluang bagi investor untuk menambah keuntungannya. Namun sebelumnya, investor lama harus terlibat secara pro aktif pula dalam upaya penguatan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Mengingat peran masyarakat lokal sebagai elemen dasar dari city branding Dobo, maka investor lama tidak boleh terlena dalam zona nyaman mereka hari ini. Mereka harus memperbaiki kualitas berinvestasi mereka dengan mengambil peran dalam upaya pembangunan sumber daya manusia masyarakat lokal. Memotivasi dan memberikan pendidikan kemandirian kepada para pekerja mereka, hingga mengangkat para pekerja ke level yang lebih tinggi dengan program-program kemitraan. Tentu pemerintah daerah dalam hal ini harus pula

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 226

memainkan peran yang lebih kritis dan solutif. Tidak boleh berada dalam pusaran konflik kepentingan yang secara makro akan berbuah negatif bagi pembangunan sumber daya manusia Dobo. Pemerintah daerah harus menawarkan paket-paket kebijakan yang memberikan insentif yang menarik dan produktif bagi para investor yang sudah berperan serta membangun kemandirian masyarakat. Kelompok investor yng kemudian harus dirayu adalah mereka yang masih belum hadir di Dobo, dan kelompok stakeholder pariwisata yang saat ini masih kurang optimum dalam percepatan pemasaran Dobo sebagai daerah tujuan wisata. Hingga saat ini hanya satu perusahaan maskapai penerbangan yang melayani rute Dobo – Ambon. Pertumbuhan minat pengunjung ke Dobo pada gilirannya akan menambah peluang bagi bertambahnya pula layanan transportasi penerbangan. Namun hal itu akan sulit terwujud jika atraksi-atraksi pariwisata, paket-paket pariwisata dan ikon-ikon identitas pariwisata Dobo tidak terkelola dengan baik oleh pemerintah daerah. Perlu dibangun kerjasama dengan perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan dalam mengkomunikasikan Dobo sebagai sebuah entitas merek yang kuat. Maskapai penerbangan potensial memainkan peran sebagai mitra publisitas Dobo sebagai sebuah destinasi wisata yang efektif.

SIMPULAN Penelitian tentang pengembangan model city branding Kota Dobo ini baru sampai pada tahap pemetaan potensi dan tantangan, penajaman atribut identitas dan konsep dasar strategi penggalangan dukungan dari stakeholder terkait dengan kepentingan pemasaran Dobo sebagai sebuah destinasi wisata. Peneliti meyakini, artikel ini merupakan representasi dari satu per tiga langkah awal dari sebuah skenario upaya besar meningkatkan kualitas Dobo sebagi sebuah entitas merek pariwisata yang lebih kuat. Selanjutnya perlu dikembangkan langkah-langkah lanjutan guna mengerucutkan perhatian pada hadirnya konsep strategi komunikasi pariwisata yang kreatif sebagai bagian dari upaya city branding Dobo. Hingga setelahnya bisa dikembangkan strategi implementasi city branding, agar percepatan pemasaran Dobo bisa cepat terlaksana. Dobo tidak boleh terlalu lama tertidur dalam buaian potensi alam nya yang sangat dahsyat. Kemuliaan nilai dan budaya Kepulauan Aru di Dobo harus segera

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 227

dikenal dan mejadi referensi bagi bangsa ini atau bahkan dunia internasional. Masyarakat Dobo harus berkembang, termotivasi dan sadar betul bahwa mereka mempunyai potensi yang kuat. Tidak layak bagi mereka tergerus oleh ketamakan kapitalisme yang hari ini seolah membuai mereka dengan memainkan peran-peran subordinat. Sungguh sebuah ironi bagi masyarakat Dobo tatkala mereka menjadi tak berdaya di tengah potensi alam yang sangat luar biasa. Percaya diri dengan segenap potensi dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai budaya leluhur adalah langkah yang besar dalam berperan sebagai penentu berkembangnya Dobo.

BIBLIOGRAPHY Blang, P. U., Jeuleukat, W., Pusong, W., Boom, W., Ceria, M., Pria, M. M., & Neng, M. P. (2017). Model City Marketing dengan Pendekatan Anholht Nation Brand Hexagon di Kota Lhokseumawe, 6, 67–74.

Dinnie, K. (2011). City Branding: Theory and Cases. New York: Palgrave Macmilian.

Freeman, R. Edward, (1984), Strategic Management: A Stakeholder Approach, Pitman, Boston

Kavaratzis, Mihalis.2004. From city marketing to city branding: Towards a theoretical framework for developing city brands. Place Branding, Vol. 1, No. 1

Larasati, D., & Nazaruddin, M. (2016). Potensi Wisata Dalam Pembentukan City Branding Kota Pekanbaru. Jurnal Komunikasi, 10(2), 99–116. https://doi.org/10.20885/komunikasi.vol10.iss2.art1

Moilanen, T., & Rainisto, S. (2009). How to Brand Nation, City, and Destination. New York: Palgrave Macmilan.

Ruslan, R. (2003). Metode Penelitian untuk Public Relations & Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.

Sukmaraga, A. A., & Nirwana, A. (2015). City Branding: Sebuah Tinjauan Metodologis Dengan Pendekatan Elaboratif, Praktis, dan Ilmiah. City Branding Universitas Ma Chung, 8(September), 592–604.

Widodo, B., & Setiansah, M. (2014). Strategi Pencitraan Kota (City Branding) Berbasis Kearifan Lokal (Studi Kasus di Kota Solo, Jawa Tengah dan Kabupaten Badung, Bali). Jurnal Komunikasi PROFETIK, 7(2), 33–44.

Yananda, M., & Salamah, U. (2014). Branding tempat: membangun kota, kabupaten, dan provinsi berbasis identitas. Jakarta: Makna Informasi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 228

TANTANGAN DAN PELUANG DALAM PENELITIAN BUDAYA DAN KOMUNIKASI KONTEMPORER

Rusdin Program Studi Magister Pariwisata Berkelanjutan, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Budaya dapat dimaknai sebagai kesatuan sebuah system antara ide, nilai, kepercayaan, struktur, dan praktik yang dikomunikasikan oleh satu generasi ke generasi berikutnya, dan yang menopang cara hidup tertentu (Rusdin, 2002). Dengan kata lain, budaya merupakan salah satu unsur penting dalam system sebagai tempat lahirnya komunikasi. Budaya membentuk bagaimana kita berkomunikasi, mengajarkan kita apakah memotong pembicaraan itu pantas, seberapa banyak kontak mata dianggap sopan, dan apakah argumentasi dan konflik diinginkan pada hubungan kelompok dan personal. Guna membahas lebih jauh, penulis akan menguraikan 4 (empat) hasil penelitian komunikasi manusia, yang terkait dengan budaya, yaitu hasil penelitian Kim, Lujan, & Dixon (1998), Oetzel (1998), Tracy & Tracy (1998), dan Weatherall (1998) mencerminkan perspektif paradigmatis yang berlaku dan penulis temukan dalam studi kontemporer budaya dan komunikasi. Mereka juga mewakili tujuan alternatif, fokus, dan orientasi metodologis serta asumsi ontologis dan epistemologis yang ada di lapangan. Di tempat terpisah, Martin, Nakayama dan Flores (1998) telah menyarankan bahwa masing-masing perspektif paradigmatik ini memberikan kontribusi unik untuk pemahaman kita tentang budaya dan komunikasi dan penelitian serta dialog antarparadigmatik dapat lebih meningkatkan pemahaman ini. Berdasarkan pemikiran dan pengamatan inilah, penulis mengangkat tema berbagai tantangan dalam penelitian budaya dan komunikasi kontemporer, untuk memberikan pembuktian empirik untuk: (1) menyatakan kembali kontribusi dari paradigma fungsionalis dan interpretatif yang diwakili dalam tulisan ini, dan (2) menunjukkan bagaimana dialog interparadigmatic, seperti yang akan dijadikan rujukan, dan (3) memperluas dialog ini lebih jauh dengan membawa gagasan tentang wawasan kritis dan postmodernism ke analisis budaya dan komunikasi.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 229

Guna mencapai 3 (tiga) tujuan di atas, pertama-tama secara singkat penulis akan mengidentifikasi posisi paradigmatik yang dinilai menjadi ciri dari keempat hasil penelitian Kim, Lujan, & Dixon (1998), Oetzel (1998), Tracy & Tracy (1998), dan Weatherall (1998). Selanjutnya akan digambarkan apa yang dianggap sebagai 3 (tiga) tantangan utama yang dikemukakan oleh para ahli kritis dan postmodernism (Mumby, 1997), seperti: (1) melihat peluang pengembangan konsepsi budaya, (2) melihat perilaku budaya dalam perspektif kontekstual, dan (3) memasukkan peran kekuasaan dan hak istimewa ke dalam analisis penelitian. Tantangan-tantangan ini akan digunakan untuk membingkai kajian ini tentang kontribusi dari 4 (empat) hasil penelitian sebelumnya, yaitu: Kim, Lujan, & Dixon (1998), Oetzel (1998), Tracy & Tracy (1998), dan Weatherall (1998). Sepanjang kajian ini, penulis mencoba untuk menunjukkan bagaimana perefektif kritis dapat memperkaya dialog interparadigmatik dan dalam prosesnya, menginformasikan penelitian budaya dan komunikasi dengan wawasan dan pemahaman baru. Hail penelitian Oetzel (1998) tentang perbedaan budaya yang kompleks yang ada di antara kelompok-kelompok, dalam hal ini, Jepang dan Amerika Serikat, adalah contoh yang sangat baik dari pendekatan fungsionalis dalam hal topik dan metodologi penelitian. Sebaliknya, hasil penelitian Tracy dan Tracy (1998) dan hasil penelitian Weatherall (1998) merupakan contoh penelitian interpretative. Permasalahanya di sini adalah bagaimana individu dalam konteks budaya tertentu berurusan dengan masalah komunikasi mengenai wajah (Tracy & Tracy, 1998) dan bias gender (Weatherall, 1998). Penelitian Tracy dan Tracy (1998) menunjukkan bagaimana analisis percakapan yang terjadi secara alami melalui paradigma penelitian interpretatif dapat menambah basis pengetahuan budaya dan komunikasi. Hasil penelitian Kim et al. (1998) tentang identitas budaya yang muncul dan subyektif dari Indian Oklahoma mengandung unsur- unsur, baik perspektif fungsional dan interpretatif. Meskipun masing-masing hasil penelitian tersebut sampai pada taraf tertentu memadukan tiga masalah, yaitu: budaya, konteks, dan kekuasaan. Pandangan penulis bahwa wawasan kritis dan postmodernism dapat membantu kita untuk berpikir dengan cara yang lebih kompleks tentang budaya dan komunikasi daripada perspektif penelitian tertentu dapat mencapai kesimpulan sendiri (Collier, 1998).

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 230

HASIL DAN PEMBAHASAN Peluang Pengembangan Konsepsi Budaya Penelitian fungsionalis secara historis berfokus pada kelompok budaya nasional, sehingga menyamakan budaya dengan keanggotaan negara-negara. Lebih banyak penelitian ulang, bagaimanapun, telah memberikan peluang untuk memperluas konseptualisasi budaya guna memasukkan kelompok-kelompok budaya lain yang ada di dalam dan di antara bangsa-bangsa, seperti budaya, etnis, ras, dan jenis kelamin. Guna mengungkap hal tersebut dapat dilihat beberpa hasil penelitian, seperti yang telah dilakukan oleh Leeds-Hurwitz (1990), Moon (1996), dan Ono (1998). Sebagai contoh, penelitian Oetzel (1998) secara eksplisit berfokus pada kelompok etnis dan gender tertentu, mengungkap pasangan gay di Jepang dan di Amerika Serikat menunjukkan terdapat kesamaan. Dengan kata lain, sang peneliti memberikan perhatian pada peran etnis dan gender berkomunikasi dalam konteks negara-bangsa. Demikian halnya, Kim, et., al. (1998) yang telah bergerak melampaui identitas budaya nasional dalam studi mereka tentang identitas suku Indian tertentu (negara) di Oklahoma. Baik Tracy dan Tracy (1998) maupun Weatherall (1998) menentukan karakteristik etnis atau ras dari sampel mereka, mungkin karena ada sedikit keragaman dalam penelitian atau karena keragaman yang memiliki pengaruh yang kecil pada hasil penelitian mereka. Meskipun peluang untuk pengembangan konseptualisasi budaya guna memasukkan ras dan gender akan meningkatkan kesadaran kita tentang dampak budaya dalam kehidupan sehari-hari, para ahli yang kritis berpendapat bahwa stratifikasi sosial juga harus diperiksa sebagai variabel budaya (Houston, 1992). Karena para cendekiawan atau ilmuan terus mengidentifikasi karakteristik yang sangat jelas dari kesadaran stratifikasi sosial (Fussell, 1992; Hacker, 1997), nampaknya stratifikasi sosial akan menjadi sama pentingnya dengan penelitian budaya dan komunikasi sebagai ras atau gender (Wray & Newitz, 1997). Langkah pertama dalam mengatasi stratifikasi sosial sebagai budaya adalah mengidentifikasi karakteristik klaster kelompok sosial yang sedang diteliti. Kegagalan untuk membuat identifikasi ini dapat menyebabkan perbandingan dan kesimpulan yang keliru. Sebagai contoh, studi awal Kochman (1981, 1990a, 1990b), yang meneliti interaksi kulit Hitam versus kulit Putih telah dikritik karena perbandingannya dibuat antara kulit putih kelas menengah di Amerika dan kelas bawah di Afrika. Karenanya,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 231

kesimpulannya tentang perbedaan rasial dapat digabungkan dengan perbedaan klaster. Hanya dengan bersikap eksplisit tentang karakteristik klaster, kita dapat memilah berbagai sumber perbedaan terkait kelompok. Beberapa studi dalam masalah ini dapat bermanfaat dengan pertimbangan klaster. Seseorang dapat menyatakan bahwa beberapa masalah dipelajari oleh Kim, et., al. (1998). Misalnya, perjuangan antara kelompok mayoritas dan minoritas, benar-benar ada hubungannya dengan perbedaan klaster. Sebagai contoh, para pepeneliti mencatat bahwa hampir sepertiga (32,5%) dari responden di India, melaporkan pendapatan bulanan rata-rata kurang dari US $ 500, sedangkan hanya sedikit, lebih dari sepersepuluh (11,6%) melaporkan pendapatan bulanan rata-rata lebih dari US $ 2000. Tingkat pendapatan ini, jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata di Oklahoma, mungkin memberikan wawasan tambahan ke dalam identitas dan hubungan mayoritas- minoritas. Ketika dikombinasikan dengan penelitian Kim, et., al. (1998) terhadap pengalaman penduduk asli Amerika di daerah perkotaan versus pedesaan, perbedaannya sangat signifikansi bhwa klaster, yaitu sangat besar. Misalnya, diduga identitas Indian versus Amerika dikonfigurasikan secara berbeda tergantung pada karakteristik pedesaan-perkotaan dan klasternya (Moon & Rolison, 1998). Demikian halnya, penelitian Tracy dan Tracy (1998) terhadap 911 menerima panggilan. Pemanggil meminta dan menerima informasi tentang asal geografis dari panggilan. Apakah informasi semacam itu memengaruhi bagaimana pemanggil menerima tanggapan terhadap penelepon ? Dalam insiden yang mereka selidiki, Tracy dan Tracy mencatat bahwa pemanggil yang menelepon berkomunikasi dengan mempertanyakan kecerdasan dan rasionalitas penelepon. Apakah mungkin bahwa ketidaksopanan ini sebagian didasarkan pada persepsi klaster mereka (Moon & Rolison, 1998) ? Tentu saja, penelitian masa depan dalam menghadapi kritikan, terutama dari perwakilan lembaga sosial seperti polisi, dapat mengambil manfaat dari penilaian klaster dan budaya dalam berkomunikasi.

Perilaku Budaya Dalam Perspektif Kontekstual Para cendekiawan kritis telah menekankan pentingnya mengidentifikasi dan menyelidiki peran dalam konteks mikro tempat dan situasi, serta konteks makro struktur historis, ekonomi, dan politik (Katriel, 1995) dan masing-masing dari keempat

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 232

penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, memunculkan rasa ingin tahu yang menarik tentang pertanyaan secara kontekstual. Oetzel (1998) secara tegas menyatakan bahwa perlunya mempelajari komunikasi lintas budaya (cross-culture) dalam konteks mikro yang diteliti dari interaksi kelompok kecil. Selain itu, orang mungkin juga melihat secara konteks makro dari interaksi Jepang versus Amerika Serikat. Misalnya, pemeriksaan konteks politik, ekonomi, dan sejarah yang memberikan hasil berupa wawasan tentang mengapa interaksi antara siswa Jepang dan Amerika Serikat dipandang sangat positif oleh peserta dalam penelitian Oetzel (1998) dan sebaliknya, pernyataan Indian Oklahoma mengungkapkan antipati terhadap kulit putih, seperti terungkap dalam pernyataan responden yang berasal dari Indian: "Saya tidak merasa nyaman dengan orang kulit putih", "Saya merasa kulit putih masih mencoba untuk membuat kita menjadi putih," dan "kulit putih yang selalu merendahkan saya" (Kim et al., 1998: 266). Orang mungkin berspekulasi bahwa perbedaan-perbedaan ini mungkin disebabkan oleh berbagai hubungan sejarah dan ekonomi antara Amerika Serikat versus Jepang, hubungan antara Amerika Serikat dan kelompok penduduk asli India. Merujuk pada konteks ini dapat menghasilkan analisis yang jauh lebih baik dari interaksi antara lintas budaya (Rusdin, 2002; Hermanto dan Rusdin, 2013). Interaksi berbagai konteks dalam penelitian lainnya juga mengungkap seperti hasil penelitian Weatherall (1998) tentang perbedaan gender cukup berarti tanpa memahami konteks historis dan sosial di mana perbedaan-perbedaan ini telah berevolusi. Mungkin menarik untuk membandingkan hasil-hasil Weatherall dengan studi-studi bahasa yang berbeda dalam konteks teoretis dan sosialnya yang berbeda. Demikian pula, kekuatan historis membentuk 911 interaksi pemanggil-pemanggil. Tracy dan Tracy (1998) mendeskripsikan sebuah panggilan dari seorang wanita yang melaporkan perkosaan di mana seorang pria melakukan pelecehan seksual, kekasaran, dan kata-kata kotor, pada satu titik direspon oleh penerima telepon (911) mengatakan kepada penelepon bahwa dia tidak memiliki alasan untuk "menanggapi"nya. Laporan perkosaan ini mencerminkan sejarah panjang dimana kekerasan seksual terhadap perempuan telah diabaikan oleh lembaga sosial di Amerika Serikat (Brownmiller, 1975). Dengan kata lain, dalam konteks kronologis yang dihadapi wanita yang telah mengalami pemerkosaan tersebut, menilai atas pelecehan seksual, kekasaran dan serangan yang ditanggapi oleh penerima telepon (911) telah menambahkan implikasi, terutama yang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 233

berkaitan dengan perlunya pendidikan dan pelatihan komunikasi bagi penerima telepon (911) di masa-masa mendatang sebelum ditempatkan pada posisinya sebagai penerima telepon.

Peran Kekuatan dan Keunggulan Budaya Dalam Berkomunikasi Masalah terakhir yang diangkat oleh para ahli yang kritis dan postmodern melibatkan peran kekuasaan dalam interaksi antar budaya (Mumby, 1997). Tiga dari empat hasil penelitian mengakui peran kekuasaan, sampai taraf tertentu, dan masing- masing memunculkan pertanyaan tambahan tentang hubungan kekuasaan. Kim, et., al. (1998) mengakui perbedaan kekuasaan di antara hubungan kelompok dominan dan imigran. Apakah itu dalam budaya dominan yang menilai asimilasi atau minoritas etnis yang menolak budaya dominan melalui pemisahan, relasi kekuasaan dalam status Quo dalam hubungan mayoritas-minoritas. Cara kerja kekuasaan muncul dalam wawancara mereka, yang menggambarkan perlawanan terhadap ekstremisme rasisme dari kulit putih serta beberapa tingkat penerimaan rasisme ini berdasarkan kebutuhan mereka untuk bertahan hidup di dunia yang didominasi oleh orang kulit putih. Pengakuan atas peran kekuasaan ini menghasilkan pemahaman yang lebih kompleks mengenai hubungan mayoritas-minoritas dari pada penelitian sebelumnya mengenai komunikasi imigran, yang didasarkan hampir secara eksklusif pada pengertian asimilasi budaya. Hasil penelitian Oetzel (1998) juga menyinggung perbedaan kekuasaan dalam kelompok heterogen di mana Jepang mungkin dirugikan karena kemampuan berbahasa rendah dan ketidakbiasaan dengan norma-norma budaya Amerika Serikat. Pembahasannya tentang bagaimana faktor-faktor ini mempengaruhi partisipasi dalam pengambilan keputusan kelompok kecil yang mengungkapkan bahwa kekuasaan tidak selalu merupakan sesuatu yang harus diberikan atas yang lain, tetapi kadang-kadang hanya kekuatan yang berasal dari pengetahuan menjadi anggota budaya dominan (pribumi). Penelitian di masa depan dapat memberikan manfaat dari menggabungkan hasil penelitian serupa tentang kekuatan dalam analisis interaksi pendatang versus pribumi. Misalnya, penelitian sebelumnya sering mengabaikan pengalaman para pendatang dan imigran kulit hitam di Amerika Serikat yang mengalami rasisme dan diskriminasi sebagai bagian dari pengalaman akulturasi (Waters, 1990). Sebaliknya, para

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 234

peneliti cenderung untuk menggeneralisasi dari pengalaman orang Eropa Utara dan pendatang kulit putih dan imigran lainnya. Weatherall (1998) juga mengarahkan perhatian penulis pada pertanyaan tentang kekuasaan. Penilaiannya terhadap praktik bahasa sehari-hari, termasuk masalah- masalah duniawi seperti penggunaan gelar untuk merujuk pada perbedaan wanita dan pria, menyoroti sifat kekuatan bahasa yang tertanam. Implikasi untuk wacana dan penelitian komunikasi budaya adalah untuk mengenali bagaimana kekuasaan dalam tindakan bahasa sehari-hari kita menjadi tidak terlihat melalui normalitas tindakan bahasa ini. Masalah kekuasaan juga harus dibahas dalam diskusi metodologis. Hasil penelitian Alcoff (1991) mengingatkan kita bahwa peneliti sejatinya menempati posisi sosial yang relatif istimewa. Dia juga membuat poin penting bahwa dalam berbicara tentang orang lain (menjelaskan wacana mereka, menafsirkan makna dan praktik budaya mereka), peneliti benar-benar berbicara untuk mereka. Sebagai akibat dari posisi istimewa, interpretasi peneliti tentang makna komunikatif yang lain dan praktik budaya (terutama yang kurang istimewa) mungkin tidak mencerminkan kebenaran sebagaimana dipahami oleh mereka yang diteliti. Hasil penelitian Tanno dan Jandt (1994) menantang peneliti selanjutnya untuk berpartisipasi lebih dan perlunya kolaborasi antara peneliti dan responden yang diteliti. Hasil penelitian tersebut merekomendasikan bahwa mereka yang menjadi objek penelitian harus dimasukkan sebagai pencipta (co-produser) pengetahuan dan sebagai audiens untuk pelaporan penelitian.

SIMPULAN Sebagai penutup, penulis tidak merekomendasikan bahwa semua penelitian dilakukan dari paradigma kritis dan posmodernism, tetapi lebih percaya bahwa mengindahkan rekomendasi ini akan dapat berkontribusi untuk memperbaiki penelitian selanjutnya. Dalam berbagai cara, penulis mencatat bahwa tulisan ini memang berbicara tentang peluang dan tantangan penelitian dalam komunikasi dan budaya kontemporer. Oetzel (1998) menulis bahwa selama penelitiannya, ia harus mengubah tugas yang diberikan kepada kelompok-kelompok kecil, karena responden (Mahasiswa) dari Jepang tidak membawa pemahaman plagiarisme yang sama terhadap tugas seperti yang dilakukan para mahsiswa Eropa dan Amerika. Pengakuannya tentang perbedaan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 235

pengetahuan budaya dari para responden dan tanggapannya terhadap perbedaan itu adalah upaya untuk menyamakan hubungan kekuasaan. Strategi lain untuk menyamakan hubungan kekuasaan dalam penelitian mungkin termasuk kolaborasi dengan orang dalam budaya untuk memperoleh wawasan tambahan tentang norma- norma kelompok kecil, termasuk aturan untuk mengambil giliran dan memulai konflik (Gudykunst, Ting-Toomey, & Nishida, 1996). Sebagai tantangan, Kim et., al. (1998) dengan hati-hati menyusun tim penelitian mereka, sehingga wawancara dilakukan dan direfleksikan oleh Indian Amerika. Selain itu, mereka menjalankan saran Tanno dan Jandt (1994) bahwa sebuah penelitian mencerminkan ide dan wawasan dari budaya local dalam berkomunikasi. Merujuk pada peneliti-peneliti sebelumnya, maka budaya, konteks, kekuasaan, dan hak istimewa menuntun penulis kembali ke argumen semula bahwa untuk dialog antar paradigmatis yang senang mengkritisi dan punya faham postmodern (posmodernism). Idealnya, perlunya dialog berkali-kali, seperti focus Disscution Group (FGD) dengan stakeholder’s dalam penelitian budaya dan komunikasi kontemporer, penulis menjadi sadar akan kekuatan dan keterbatasan berbagai pendekatan dan berbagai jawaban atas pertanyaan yang sama. Penulis lebih menghargai luasnya konteks yang tercermin dalam tulisan ini dan mengharapkan peneliti selanjutnya, sejatinya mengeksplorasi budaya dan komunikasi di tingkat interpersonal, kelompok kecil, dan publik.

BIBLIOGRAPHY Alcoff, L. 1991. The problem of speaking for others. Cultural Critique, 20, 5-32.

Brownmiller, S. (1975). Against our will: Men, women, and rape. New York: Simon & Schuster.

Collier, M. J. 1998. Researching cultural identity: Reconciling interpretive and postcolonial perspectives. In D. V. Tanno & A. Gonzalez (Eds.), Communication and identity across culture (pp. 122-147). Thousand Oaks, CA: Sage.

Fussell, P. 1992. Class: A guide through America's status system. New York: Touchstone.

Gudykunst, W B., Ting Toomey, S., & Nishida, T. 1996. Communication in personal relationships across cultures (pp. 102-121). Thousand Oaks, CA: Sage.

Hacker, A. 1997. Money: Who has how much and why. New York: Scribner.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 236

Hermanto, Bambang dan Rusdin, 2013. Budaya Organisasi, Penciptaan Nilai, dan Kinerja Organisasi. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. X, No. 2, Juli 2013, hal. 2982 - 2994

Houston, M. 1992. The politics of difference: Race, class, and women's communication. In L. F. Rakow (Ed.), Women making meaning (pp. 45-59). New York: Routledge.

Katriel, T. 1995. From "context" to "contexts" in intercultural communication research. In R. Wiseman (Ed.), Intercultural communication theory (pp. 271-284). Thousand Oaks, CA: Sage.

Kim, Y. Y., Lujan, P., & Dixon, L. D. 1998. "I can walk both ways": Identity integration of American Indians in Oklahoma. Human Communication Research, 25, 253-275.

Kochman, T. 1981. Black and white styles in conflict. Chicago: University of Chicago Press.

Kochman, T. 1990a. Force fields in Black and White communication. In D. Carbaugh (Ed.), Cultural communication and intercultural contact (pp. 193-217). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum.

Kochman, T. 1990b. Cultural pluralism: Black and white styles. In D. Carbaugh (Ed.), Cultural communication and intercultural contact (pp. 219-224). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum.

Leeds-Hurwitz, W. 1990. Notes on the history of intercultural communication: The Foreign Service Institute and the mandate for intercultural training. Quarterly Journal of Speech, 76, 262-281.

Martin, J. N., & Nakayama, T K. 1990. Thinking dialectically about culture and communication. Communication Theory.

______., Nakayama, T. K., & Flores, L. A. 1998. A dialectical approach to the study of intercultural communication. In J. N. Martin, T. K. Nakayama, & L. A. Flores. (Eds.), Readings in cultural contexts (pp. 5-15). Mountain View, CA: Mayfield.

______., and Lisa A. Flores. 1998. Colloquy Challenges in Contemporary Culture and Communication Research. Human Communication Research, Vol. 25 No. 2, December 1998 293-299. International Communication Association

Moon, D. G. 1996. Concepts of culture: Implications for intercultural communication research. Communication Quarterly, 44, 70-84.

_____., and G. L. Rolison, 1998. Communication of classism. In M. L. Hecht (Ed.), Communicating prejudice (pp. 122-135). Thousand Oaks, CA: Sage.

Moorse, Brooke Noel, 2009. Critical Thinking. 9th Edition. New York: McGraw-Hill.

Mumby, D. K. 1997. Modernism, postmodernism, and communication studies: A rereading of an ongoing debate. Communication Theory, 7, 1-28.

Oetzel, J. G. 1998. Explaining individual communication processes in homogeneous and heterogeneous groups through individualism-collectivism and self-construal. Human Communication Research, 25, 202-224.

Ono, K. 1998. Problematizing "nation" in intercultural communication research. In D. Tanno & A. Gonzalez (Eds.), Communication and identity across cultures (pp. 34-55). Thousand Oaks, CA: Sage.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 237

Rusdin, 2002. Bisnis Internasional: Masalah, teori, dan Kebijakan. Chapter Perbedaan Budaya dalam Bisnis Internasional. Edisi Pertama, cetakan pertama. Bandung: Alfabeta.

Tanno, D. V., & Jandt, F. E. 1994. Redefining the "other" in multicultural research. Howard Journal of Communications, 5, 36-45.

Tracy, K., & Tracy, S. J. 1998. Rudeness at 911: Re-conceptualizing face and face attack. Human Communication Research, 25, 225-252.

Waters, M. C. 1990. Ethnic options: Choosing identities in America. Berkeley: University of California Press.

Weatherall, A. 1998. Women and men in language: An analysis of semi naturalistic person descriptions. Human Communication Research, 25, 276-293.

Wray, M., & Newitz, A. 1997. White trash: Race and class in America. New York: Routledge

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 238

BAGIAN III KOMUNIKASI KONTEMPORER DAN MEDIA

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 239

YOGA ARIZONA SEBAGAI INFLUENCER SHOPEE SALAH SATU PILIHAN E-COMMERCE INDONESIA

Evi Novianti Program Studi Magister Pariwisata Berkelanjutan, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Dewasa ini, Iklan merupakan salah satu kekuatan yang dapat digunakan untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan terdapat pada akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media, iklan mempunyai tendensi untuk memengaruhi khalayak umum demi mencapai target keuntungan. Iklan pada dasarnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang dimaksudkan untuk mendekatkan barang atau jasa yang hendak dijual kepada konsumen, dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah penjualan yang memiliki output akhir pendapatan. Secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang dapat dijual kepada konsumen. Dengan adanya hal ini, dapat membuktikan bahwa kehadiran iklan sangat penting bagi perkembangan suatau perusahaan baik mikro ataupun makro. Ditambah dengan pergeseran zaman dari era globalisasi ke milenial, memberikan dampak yang cukup kompleks terhadap pembuatan suatu iklan dan peran dari iklan itu sendiri terhadap perkembangan perusahaan terkait. Selain itu, munculnya para tokoh-tokoh “influencer” menambah ramai jagat periklanan. Saat ini, masyarakat mulai dicekoki dengan berbagai macam ulasan-ulasan tentang suatu produk ataupun jasa dari para tokoh influencer tersebut. Dengan adanya hal ini, sudah tentu menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan dalam memproduksi iklan dan memilih siapa yang pantas untuk menjadi representasi perusahaan mereka. Bukan hanya itu, semakin berkembangnya zaman pun berpengaruh terhadap munculnya media-media promosi baru. Bukan hanya cetak atau elektronik, kini media massa pun mulai diramaikan oleh hadirnya media online di tengah masyarakat.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 240

Secara prinsip, iklan adalah bentuk penyajian pesan yang dilakukan oleh komunikator secara non personal melalui media untuk ditujukan pada komunikan dengan cara membayar. Namun, terdapat beberapa referensi pengertian iklan dari beberapa ahli. Diantaranya sebagi berikut; Koniq (1990;244): Iklan adalah informasi yang up to date kepada konsumen mengenai komoditi-komoditi dan dorongan- dorongan kebutuhan tertentu yang bertujuan untuk menjaga tingkat produksi. Kotler (1991: 237) : Iklan merupakan semua bentuk penyajian non personal, promosi ide-ide, promosi barang produk atau jasa yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar. Liliweri, (1989: 21) : Iklan merupakan setiap bentuk pembayaran terhadap suatu proses penyampaian dan perkenalan ide-ide, gagasan, dan layanan yang bersifat non personal atas tanggungan sponsor tertentu. Dari beberapa pengertian tersebut, terdapat beberapa poin inti yang dapat menjelaskan tentang pengertian dari iklan dan dapat dirangkum menjadi prinsip-prinsip iklan. Diantaranya sebagai berikut: Adanya pesan tertentu; Dilakukan oleh komunikator (sponsor); Dilakukan dengan cara non personal; Disampaikan untuk khalayak tertentu; Dalam penyampaian tersebut, dilakukan dengan cara membayar; Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu. Saat ini, terdapat berbagai macam jenis iklan. Banyaknya jenis iklan tersebut tergantung pada pengelompokan yang didasarkan pada kategori-kategori tertentu. Salah satunya pembagian iklan secara umum Secara teoretik menurut Bittner (1989), terdapat 2 jenis iklan yaitu Iklan standar dan iklan layanan masyarakat. Yang dimaksud dengan iklan standar yaitu iklan yang ditata secara khusus untuk keperluan memperkenalkan barang, jasa, pelayanan untuk konsumen melalui media periklanan. Sementara itu, Iklan layanan masyarakat yaitu iklan yang bersifat non-profit. Disebut bersifat non-profit dalam hal ini bukan berarti tidak mengharapkan keuntungan apapun, namun memiliki tujuan yang berbeda yaitu mendapatkan keuntungan citra yang baik bagi perusahaan di mata masyarakat. Dibawah ini, merupakan beberapa jenis iklan yang termasuk kedalam golongan iklan secara umum. Di antaranya: Iklan Tanggung Jawab Sosial; Iklan Bantahan; Iklan Pembelaan; Iklan Perbaikan; Iklan Keluarga. Menurut Bovee (1986), iklan dibagi kedalam beberapa kategori, yaitu berdasarkan khalayak sasaran psikografis, khalayak geografis, berdasrkan pengguna media, dan berdasarkan fungsi dan tujuan iklan itu sendiri. Bila kita runtut secara rinci,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 241

terdapat banyak jenis iklan yang termasuk kedalam jenis iklan khusus. Namun, pada kesempatan kali ini saya hanya akan membahas beberapa jenis iklan khusus yang sesuai dengan tema besar penelitian. Berdasar Media yang digunakan; Iklan Cetak yaitu iklan yang dibuat dan dipasang dengan menggunakan teknik cetak, baik cetak dengan teknologi sederhana maupun teknologi. Bukan hanya menggunakan teknik cetak, namun iklan ini pun disiarkan melalui media cetak seperti koran, majalah, tabloid, dan lain-lain. Iklan Elektronik disebut sebagai iklan elektronik, karena media yang digunakan berbasis elektronik. Secara spesifik, iklan elektronik dibagi menjadi 4 jenis, yaitu iklan radio, iklan televisi, iklan film, dan iklan yang dipasang dalam media jaringan/internet (online). Berdasar Tujuan; Iklan Komersial dimana Iklan ini sering disebut pula dengan iklan bisnis. Sebagaimana namanya, iklan komersial atau iklan bisnis bertujuan mendapatkan keuntungan ekonomi, utamanya peningkatan penjualan. Paroduk yang ditawarkan dalam iklan ini sangat beragam, baik barang, jasa, ide, keanggotaan organisasi, dan lain- lain. Iklan Layanan Masyarakat yaitu Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang untuk menyampaikan informasi, mempersuai atau mendidik khalayak dimana tujuan akhir bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, melainkan keuntungan sosial. Keuntungan sosial yang dimaksud adalah munculnya penambahan pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku masyarakat terhadap masalah yang diiklankan, serta mendapatkan citra yang baik di mata masyarakat. Berdasarkan Komunikatornya; Iklan Personal. Iklan personal adalah iklan yang komunikatornya berasal dari perseorangan (personal) tidak berkelompok. Iklan Keluarga. Sebagaimana namanya, iklan keluarga disampaikan oleh keluarga. Biasanya iklan ini berisikan tentang ucapan perayaan atau terimakasih seperti pernikahan, penyataan dukacita, dan lain-lain. Iklan Institusi; Iklan institusi adalah iklan yang disampaikan oleh komunikator yang berbentuk lembaga, badan, perusahaan atau organisasi, baik yang berorientasi komersial maupun non komersial. Berdasarkan Khalayak Sasaran Iklan Yaitu Iklan untuk Pengguna Akhir yaitu iklan yang dimaksudkan untuk ditujukan kepada khalayak akhir (konsumen); Iklan untuk Distributor / Pengecer : Yaitu iklan yang dimaksudkan untuk para pedagang atau toko pengecer, yang bermaksud menjual kembali barang yang dibelinya untuk mendapatkan keuntungan; Iklan untuk Pabrik Yaitu iklan yang ditujukan kepada lembaga, badan, pabrik atau

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 242

organisasi, dimana produk yang ditawarkan dimaksudkan untuk dijadikan barang modal dan diproduksi kembali menjadi barang lain.

Berdasarkan Fungsinya; Iklan Informasi : Iklan yang menitik beratkan isi iklan sebagai sebuah informasi untuk khalayalknya. Semua iklan pada dasarnya berisikan informasi. Namun ada iklan yang lebih menitikberatkan pada pemberian informasi dibanding fungsi-fungsi lain.; Iklan Persuasi : Iklan yang dalam isi pesannya menitikberatkan pada upaya mempengaruhi khalayk untuk melakukan sesuatu sebagimana dikehendaki oleh komunikator; Iklan Mendidik : Iklan yang dalam isi pesannya menitikberatkan pada tujuan mendidik khalayak, agar khalayak mengerti atau mempunyai pengetahuan tertentu dan mampu melakukan sesuatu. Iklan Parodi / Hiburan: Iklan parody adalah iklan yang dibuat untuk keperluan hiburan semata. Biasanya iklan ini dilakukan untuk memeriahkan festival periklanan atau pun acara periklanan lainnya yang betujuan untuk menghibur khalayak. Pada saat ini, telah muncul trend baru dalam dunia periklanan. Dengan semakin menjamurnya Influencer, kini iklan seringkali dikemas dalam kemasan berbeda, yaitu melakukan kolaborasi dengan para Influencer tersebut. Hal ini sudah tentu dapat memberikan beberapa keuntungan kepada para pihak terkait. Diantaranya sebagai berikut; Keuntungan bagi Produsen Iklan (Perusahaan) yaitu Memudahkan produsen iklan dalam memilih talent yang akan dilibatkan dalam iklan; Mempermudah dalam memilih komunikator dari iklan tersebut, artinya dalam hal ini perusahaan dapat menggaet pasar lebih besar dan luas melaui popularitas yang Influencer tersebut miliki; Efektivitas waktu, artinya dalam hal ini perusahaan bisa mendapatkan dua hal sebelumnya dalam satu orang sekaligus. Menjadi talent iklan dan juga menjadi komunikator pesan dari iklan tersebut; Efektivitas biaya. Tidak jarang suatu perusahaan mendapatkan kerugian disaat mereka memilih seorang Brand Ambassador seperti artis terkenal atau public figure lainnya. Mereka mengeluarkan dana yang cukup besar untuk mereka, namun dampak posistif yang diterima perusahaan tidak seimbang. Dengan adanya Influencer ini, kini perusahaan tidak harus mempersiapkan dana yang terlalu besar karena tarif yang mereka milihi relatif murah dibandingkan harus membayar artis terkenal. Sementara Keuntungan bagi Influencer; Mendapatkan popularitas dari iklan yang mereka bintangi;

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 243

Mendapatkan bayaran dari iklan tersebut; Menambah eksistenti mereka sebagai Influencer; Memperkuat jati diri mereka sebagai Influencer.

Bila kita coba telaah lebih lanjut, kekurangan atau kerugian yang bisa saja didapatkan oleh pihak-pihak terkait sangatlah minim. Karena baik pihak produsen (perusahaan) ataupun pihak Influencer mendapatkan keuntungan satu sama lain. Peluang jika nantinya timbul kerugian antara pihak terkait, itu pun hanya terbatas dalam segi teknikal saja. Seperti ketidak jelasan sistem kontrak, tidak sesuai nya jadwal publikasi iklan perusahaan oleh pihak Influencer atau terlambatnya pencairan imbalan bagi Influencer. Namun terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan atau influencer saat akan melakukan kolaborasi. Diantaranya; Pertama Perusahaan harus memilih influencer yang sesuai dengan citra perusahaan atau produk yang akan dipublikasikan; Perlunya sistem kontrak yang jelas antara kedua belah pihak; Content Creator perlu memperhatikan materi yang akan mereka sajikan dalam iklan, agar tidak melenceng dengan tujuan perusahaan.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah deskriptif. Menggambarkan, memaparkan semua kejadian yang terjadi di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar .1 Logo Perusahaan Shopee

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 244

PT Shopee International Indonesia yang didirikan pada 2015. Tahun Diluncurkan Desember 2015 sementara Area yang dilayani adalah Asia Tenggara. Shopee merupakan sebuah platform yang dirancang khusus untuk menyuguhkan pengalaman berbelanja online yang mudah, aman dan cepat dengan sistem pembayaran dan dukungan logistik yang kuat. Shopee memiliki tujuan untuk terus berkembang menjadi e-commerce pilihan utama di Indonesia. Shopee memiliki beragam pilihan kategori produk, mulai dari Elektronik, Perlengkapan Rumah, Kesehatan, Kecantikan, Ibu & Bayi, Fashion hingga Perlengkapan Olahraga. Shopee, anak perusahaan Sea Group, pertama kali diluncurkan pada tahun 2015 secara serentak di 7 negara, yakni Singapura, Malaysia, Thailand, Taiwan, Indonesia, Vietnam dan Filipina. Sea Group memiliki misi untuk meningkatkan kualitas kehidupan para konsumen dan pengusaha kecil menjadi lebih baik dengan teknologi. Sea Group terdaftar di NYSE (Bursa Efek New York) di bawah simbol SE.

Gambar 2 Yoga Arizona

Awal karir Yoga Arizona dimulai dari video-video parodi yang dia buat viral di dunia maya khususnya di media sosial Instagram. Pada tahun 2015, Yoga membuat video lucu melalui aplikasi dubsmash dan memparodikan beberapa artis kenamaan Indonesia seperti Syahrini, Mamah Dedeh dengan konten yang lebih lucu dan kocak. Selain Instagram, dia pun memiliki channel Youtube sendiri yaitu Yoga Arizona. Konten yang dia buat di Youtube tidak jauh berbeda dengan di Instagram yaitu video parodi.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 245

Namun yang membedakan yaitu durasi, jalan cerita, dan terkadang Yoga pun membuat video parodi dalam bentuk serial atau series. Yoga Arizona. Dengan nama Lengkap Yoga Arizona. Tempat, Tanggal Lahir Jakarta, 24 Juni 1990. Pekerjaan Influencer, Content Creator. Sosial media; Instagram; Yoga Arizona; Youtube Channel; Yoga Arizona; Facebook: Yoga Arizona; Twitter: Yoga Arizona. Pada dasarnya, Yoga Arizona memang telah menggeluti dunia teater sejak dia masih duduk di bangku SMA. Sehingga konten yang Yoga lakukan melalui sosial media dan channel Youtube nya tidak jauh dari dunia peran. Salah satu peran yang cukup dikenal oleh masyarakat luas adalah Tasya. Tokoh Tasya ini merupakan tokoh ciptaan Yoga sendiri. Tokoh ini pun sering kali dia perankan dalam beberapa iklan yang dia buat. Pada penelitian ini, penulis akan meneliti salah satu iklan komersial dari perusahaan Shopee yang melakukan kolaborasi dengan influencer sekaligus content creator yaitu Yoga Arizona. Mengacu pada penjelasan sebelumnya mengenai iklan sebagai landasan teori penelitian, terdapat beberapa hal yang dapat penulis analisa dari iklan “Shoope X Yoga Arizona” ini. Diantaranya sebagai berikut: Memenuhi kaidah prinsip Iklan. Shopee yang dimana dalam hal ini sebagai produsen iklan, telah memenuhi prinsip-prinsip iklan. Seperti: Terdapat pesan tertentu yang ingin produsen sampaikan melalui iklan tersebut. Seperti program terbaru Shopee, Event yang akan diselenggarakan Shopee, dan lain-lain; Menggunakan komunikator Influencer yaitu Yoga Arizona; Dilakukan dengan profesional, seperti adanya kesepakatan antara kedua belah pihak dengan cara sistem kontrak melalui manajemen Influencer; Iklan diluncurkan dengan target pasar para pengguna sosial media khusnya pengguna Instagram; Adanya nominal yang diterima Yoga Arizona dengan membuat konten iklan dan mempublikasikan konten tersebut melalui media sosialnya; Shopee sebagai produsen iklan memilih untuk bekerja sama dengan Yoga Arizona memiliki tujuan tertentu, seperti untuk menggaet pasar lebih banyak dan luas dengan cara memerdaya gunakan followers media sosial yang Yoga Arizona miliki. Mengacu pada landasan teori yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, Iklan “Shopee X Yoga Arizona” ini termasuk kedalam inovasi terbaru dalam iklan. Hal ini dikarenakan iklan tersebut tidak terpaku dalam satu jenis saja, namun ada kolaorasi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 246

antara beberapa jenis iklan. Berdasarkan Fungsinya : Dilihat dari fungsinya, pada dasarnya iklan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada khalayak tentang program terbaru dari perusahaan. Namun disisi lain, perusahaan pun bertujuan untuk mengajak khalayak agar mengikuti program mereka dengan kemasan iklan yang menghibur. Sehingga konsumen iklan bisa mendapatkan informasi terbaru tentang program perusahaan tanpa adanya kesan monoton atau membosankan yang berdampak pada timbulnya ketertarikan untuk mengikuti program tersebut. Seperti iklan “Shopee X Yoga Arizona” ini. Terdapat informasi tertentu didalam iklan ini, lalu dikemas dengan menarik dan berkesan lucu oleh Yoga Arizona, sehingga tidak menutup kemungkinan akan timbul ketertarikan khalayak untuk mengikuti program dari Shopee; Berdasar Tujuan : Iklan “Shopee X Yoga Arizona” termasuk kedalam iklan komersial, karena ini ditujukan untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan; Berdasar Sasaran Khalayak Iklan : Iklan “Shopee X Yoga Arizona” memeliki sasaran yaitu pengguna akhir, karena iklan ini ditujukan untuk khalayak langsung yaitu para konsumen yang ingin berbelanja melalui Shopee. Iklan “Shopee X Yoga Arizona” ini menggunakan media sosial sebagai sarana publikasi iklan. Dalam hal ini Yoga Arizona sebagai Influencer dan Content Creator iklan, hanya menggunakan Instagram sebagai media publikasi iklan tersebut. Konten yang disajikan terbagi menjadi dua jenis yaitu Foto dan Video. Dalam hal ini, terdapat beberapa poin yang dapat penulis analisis. Diantaranya sebagai berikut; Segmentasi khalayak yang tidak terbatas. Mengingat bahwa iklan ini dipublikasikan melalui jejaring Internet yaitu media sosial Instagram, hal ini berdampak pada iklan tersebut dapat diakses oleh semua kalangan dimanapun dan kapanpun; Iklan “Shopee X Yoga Arizona” bisa mendapatkan feedback secara langsung. Hal ini dapat kita lihat melalui kolom komentar, viewers atau likes dari postingan tersebut; Efektivitas waktu dan biaya. Dalam hal ini perusahaan diuntungkan karena tidak harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membayar media. Selain itu, pesan iklan dapat tersampaikan dengan jelas dan menarik melalui postingan video dan foto yang di publikasikan oleh influencer melalui konten iklan dan juga caption yang tertera pada iklan tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa iklan “Shopee X Yoga Arizona” ini telah memilih media yang tepat. Produsen iklan dapat mengefektifkan biaya dan watu mereka, lalu perusahaan pun dapat diuntungkan dengan segmentasi khalayak yang tidak terbatas

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 247

karena iklan tersebut dipublikasikan melalui jejaring Internet. Selain itu, baik perusahaan ataupun Influencer bisa melihat feedback langsung dari khalayak melalui kolom komentar, Viewers, dan Likes yang ada dalam postingan tersebut.

SIMPULAN Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Diantaranya sebagai berikut: • Iklan adalah bentuk penyajian pesan yang dilakukan oleh komunikator secara non personal melalui media untuk ditujukan pada komunikan dengan cara membayar. • Secara keseluruhan Jenis iklan terbagi atas dua golongan besar, yaitu Iklan Secara Umum dan Iklan Secara Khusus. • Dengan semakin menjamurnya Influencer, kini telah muncul trend baru dalam dunia periklanan yaitu adanya Kolaborasi antara perusahaan dan Influencer dalam memproduksi sebuah iklan. Seperti yang dilakukan oleh perusahaan Shopee dalam iklan nya yang berkolaborasi denga Influencer Yoga Arizona dalam iklan “Shopee X Yoga Arizona”. • Iklan “Shopee X Yoga Arizona” ini telah memenuhi kaidah prinsip iklan. Iklan ini pun termasuk kedalam iklan inovasi terbaru, karena tidak terpaku hanya pada satu jenis iklan saja, namun terdapat kolaborasi antara beberapa jenis iklan. • Iklan “Shopee X Yoga Arizona” ini telah memilih media yang tepat. Produsen iklan dapat mengefektifkan biaya dan watu mereka, lalu perusahaan pun dapat diuntungkan dengan segmentasi khalayak yang tidak terbatas karena iklan tersebut dipublikasikan melalui jejaring Internet. Selain itu, baik perusahaan ataupun Influencer bisa melihat feedback langsung dari khalayak melalui kolom komentar, Viewers, dan Likes yang ada dalam postingan tersebut.

BIBLIOGRAPHY Widyatama, Rendra. (2007). Pengantar Periklanan. Yogyakarta : PUSTAKA BOOK PUBLISHER. Bovee, Courtland L. (1995). Advertising Exellence, New York, Mc Graw Hill, Inc. M.A, Morissan. (2010). Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta : Kencana. Kotler, Philiph. (1990). Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan & Pengendalian. Jakarta : Erlangga. http://Wikipedia.co.id/Biodata-Yoga-Arizona http://Shopee.co.id/Tentang-Shopee Hakim, Budiman. (2005). Lanturan Tapi Relevan (Dasar-Dasar Kreatif Perikalanan). Yogyakarta : Galang Press. Harahap, Halamoan. 2008. Perencanaan Periklanan menjadi penting demi efesiaensi dan efektivitas waktu. Perencanaan Periklanan. hlm 25-28 (e-journal)

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 248

Mujiyana, Lana Sularto. (2012). Pengaruh Program Periklanan di Internet terhadap Pemprosesan Informasi. Pengaruh Penerapan Periklanan di Internet Produk UMKM di Daerah Depok. hlm 166-167 (e-journal) Pujiyanto. (2003). Fungsi Iklan Dalam Pemasaran. Strategi Produk Melalui Media Periklanan. hlm 97-99 (e-journal)

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 249

PEMANFAATAN RADIO KOMUNITAS SEBAGAI MEDIA LITERASI KEBENCANAAN

Dian Wardiana sjuchro Program Studi Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung E-mail:

PENDAHULUAN Berangkat dari permasalahan bencana yang sering terjadi di tengah – tengah masyarakat, radio komunitas PASS FM ini hadir sebagai media informasi mitigasi bencana bagi masyarakat Kecamatan Katapang 2 khususnya. Radio PASS singkatan dari Positif, Akomodatif, Selektif, dan Swadaya, merupakan radio milik warga setempat yang dikelola dan dibermanfaatkan untuk keperluan warga Katapang. Konten yang disajikan melalui radio ini diambil dari keseharian warga setempat (local content). Selain aktif mengudara di Kecamatan Katapang dengan menyampaikan informasi yang bermanfaat bagi warga, komunitas radio PASS ini juga telah banyak mengadakan kegiatan – kegiatan sosial dan salah satunya yang terbesar ialah telah berhasil mendirikan dan menjalankan Sekolah Rescue (Sekolah untuk tanggap bencana), sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap bencana dan cara menanggapinya. Maka dari itu, penulis sangat tertarik untuk meneliti dan melihat sejauh mana peran dari radio PASS terutama Sekolah Rescue-nya dalam hal mitigasi bencana, serta sebagai bentuk program pelaksanaan KKN, penulis juga melakukan penyuluhan mengenai pengemasan dan pengolahan informasi bencana bagi radio komunitas tersebut. Mengenal keberadaan radio komunitas PASS FM yang aktif mengudara di Kecamatan Katapang, Bandung. 3. Mengetahui peran penting radio PASS FM bagi masyarakat Kecamatan Katapang. 4. Mencari tahu efektivitas peran penting Sekolah Rescue / radio PASS FM dalam mitigasi / penanggulangan bencana. 5. Melakukan penyuluhan terkait pengemasan dan pengolahan informasi bencana bagi radio komunitas PASS FM Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berdaya guna dan bermanfaat untuk masyarakat. Berperan serta sebagai problem solver di tengah masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Melatih keterampilan dalam menyusun dan melaksanakan sebuah program komunikasi. Menumbuhkembangkan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 250

sikap peka dan peduli terhadap sesama terutama terhadap masyarakat sekitar. Memperoleh pengalaman dan relasi dengan terjun langsung ke tengah masyarakat yang berguna nantinya dalam dunia kerja. Membantu masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi terkait bencana. Menambah wawasan radio PASS FM sebagai obyek KKN dalam hal pengemasan dan pengolahan informasi bencana. Analisis Situasi Berdasarkan hasil dari survey lapangan yang telah dilaksanakan di Desa Sangkanhurip, serta wawancara kepada warga dan pihak desa, pengetahuan masyarakat mengenai mitigasi bencana masih kurang. Padahal, Desa Sangkanhurip yang berlokasi di Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung ini dilalui oleh Sungai Citarum sehingga berpotensi terjadinya banjir. Tidak hanya bencana banjir, daerah persawahan yang terletak di Desa Cilampeni juga merupakan daerah rawan longsor. Selain itu, Kecamatan Katapang merupakan daerah industri yang memiliki banyak pabrik-pabrik, sehingga berpotensi terjadi kecelakaan kerja seperti kebakaran meskipun kebakaran bukan termasuk bencana, namun patut untuk diwaspadai. Untuk membuka mata masyarakat terhadap bahaya bencana yang dapat terjadi, salah satu sarana penyampaian mengenai mitigasi bencana adalah radio komunitas. Radio komunitas adalah stasiun siaran radio yang dimiliki, dikelola, dan didirikan oleh sebuah komunitas. Radio komunitas yang terdapat di Desa Sangkanhurip ini bernama Radio Komunitas PASS FM. Sebagai radio yang berpengaruh terhadap masyarakat, yang tidak hanya di Desa Sangkanhurip saja namun mencakup wilayah Kecamatan Katapang, dilakukan penelitian tentang bagaimana pengemasan informasi bencana di Radio Komunitas PASS FM. Pada penelitian ini, dilakukan wawancara kepada para pendiri Radio Komunitas PASS FM, pengelola Radio Komunitas PASS FM, dan Kepala Desa Sangkanhurip. Penelitian ini berupa pengaruh Radio Komunitas PASS FM terhadap masyarakat, terutama mengenai informasi bencana yang terjadi di daerah mereka. Kegiatan ini berupa penelitian pengemasan informasi bencana Radio Komunitas PASS FM. Kegiatan ini bertujuan untuk meneliti bagaimana pengemasan informasi bencana, pembekalan pengetahuan mengenai mitigasi bencana, program-program yang terdapat pada Radio Komunitas PASS FM, kegiatan yang berkaitan dengan mitigasi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 251

bencana yang pernah dilakuakn, serta pengaruh atau respons masyarakat terhadap informasi yang diberikan dan kegiatan yang dilakukan oleh Radio Komunitas PASS FM. Kemudian, manfaat dari kegiatan ini adalah memperluas wawasan mengenai pengemasan informasi bencana, terutama mitigasi bencana, sehingga dapat dikembangkan oleh pengelola radio dan diimplementasikan oleh para pendengarnya. Target dari kegiatan ini adalah Radio Komunitas PASS FM sebagai pengelola informasi bencana, pihak desa, dan masyarakat sekitar selaku pendengar radio. 3.2.1. Pihak-Pihak yang Terlibat Adapun pihak-pihak yang terlibat adalah sebagai berikut: Supriatna, selaku pendiri Radio Komunitas PASS FM , Ir. NS Adiwuyono, selaku pendiri Radio Komunitas PASS FM dan pendiri Sekolah RESCUE , Irsan Buchori, selaku pengelola radio dan Peserta KKNM Terintegrasi Unpad 2018 yang terdiri dari enam orang mahasiswa.

PEMBAHASAN Pelaksanaan kegiatan dilakukan di Desa Sangkanhurip, kegiatan berupa survey lapangan dan mencari data mengenai Radio Komunitas PASS FM dan mengumpulkan data tentang Desa Sangkanhurip dari Kepala Desa. Proses pengumpulan data tersebut dilakukan dengan wawancara langsung kepada Kepala Desa Sangkanhurip dan pengelola Radio 12 Komunitas PASS FM, Irsan Buchori. Melalui wawancara ini, datadata dikumpulkan untuk mengidentifikasi bencana yang terjadi di wilayah tersebut serta sebagai bahan untuk penyuluhan. Pada tanggal 24 November 2018, kegiatan berupa wawancara kepada pendiri Radio Komunitas PASS FM, Supriyatna, mengenai peran radio dalam mitigasi bencana. Kemudian, diadakan juga penyuluhan atau sosialisasi yang dilakukan di studio Radio PASS FM terkait pengemasan informasi bencana. Penyuluhan ini dihadiri oleh para pengelola radio dan mahasiswa KKNM. Pengumpulan data lewat wawancara dengan Ir. Ns Adiyuwono, sebagai salah satu pendiri Radio Komunitas PASS FM dan juga pendiri Sekolah RESCUE yang terletak di Desa Cilampeni. Data yang diambil berupa hasil atau pengaruh dari adanya Radio Komunitas PASS FM dan kesadaran masyarakat mengenai mitigasi bencana. 3.2.3. Hasil Capaian Kegiatan Dengan selesainya penelitian dan penyuluhan mengenai pengemasan informasi bencana di Radio Komunitas PASS FM di Desa Sangkanhurip, maka hasil yang didapat adalah informasi seperti: Memahami mengenai pengolahan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 252

informasi untuk radio, Mengetahui soal mitigasi bencana .\, Memahami peran radio komunitas pada masyarakat Dari penyuluhan yang telah dilakukan juga, hasil yang dicapai oleh para pesertanya adalah mengenai proses pengemasan dan pengolahan informasi bencana untuk Radio Komunitas PASS FM. Selain itu, masyarakat juga lebih mengenail potensi bencana yang terjadi di sekitar dan bagaimana pencegahan maupun penangannya. Efektivitas dari Radio PASS FM ini juga bisa dilihat dari adanya siaran efek kebencanaan, yaitu dengan melakukan 13 pendampingan dan penguatan kapasitas di beberapa desa dan komunitas. Kemudian, diperkuat melalui fasilitator yaitu Sekolah RESCUE. Siaran kebencanaan di Radio PASS FM bertujuan untuk mengekstraksi ide, mengumpulkan kekuatan, dan penggiat pengurangan resiko bencana. 3.2.4. Rancangan Tindak Lanjut Hasil Kegiatan Adanya kegiatan ini diharapkan Radio PASS FM sebagai radio komunitas dapat mengemas dan mengolah informasi bencana yang efektif untuk para pendengarnya, yaitu warga Kecamatan Katapang. Dengan diberikannya pengetahuan mengenai mitigasi bencana, pengelola radio dapat lebih mengerti mengenai potensi bencana dan mengumpulkan kekuatan dari masyarakat untuk mencegah bencana tersebut terjadi. Selain itu, akan lebih baik jika dapat bekerja sama dengan pihak-pihak pemerintah dan sosial.

SIMPULAN Kegiatan yang dilaksanakan merupakan kegiatan pemenuh syarat studi masing- masing mahasiswa yang mengikuti mata kuliah KKN, dengan keberagaman dan perbedaan dari masing masing mahasiswa diharapkan dapat membentuk kerjasama yang baik dan mampu menghasilkan output terbaik untuk masyarakat sekitar Jawa Barat sebagai wujud pengabdian mahasiswa terhadap masyarakat yang secara tidak langsung selalu mendukung proses kegiatan belajar mengajar di kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor. KKN-PPM dengan topik Kegiatan Pengemasan Informasi Bencana untuk Pengelola Radio Komunitas di Jawa Barat, telah dilaksanakan dengan lancar dan sukses. Beberapa tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini telah tercapai dilihat dari hasil wawancara peserta di awal dan di akhir kegiatan. Indikator keberhasilan antara lain dengan mengikuti kegiatan ini dapat menambah keterampilan peserta tentang bagaimana cara pengemasan informasi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 253

bencana untuk pengelola radio komunitas di Jawa Barat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat dan juga berdampak pada masyarakat khususnya dalam pengemasan radio di Radio PASS FM. Diharapkan hasil kegiatan ini tidak semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan syarat lulus mahasiswa namun juga sebagai acuan untuk mengaplikasikan rasa simpati dan empati mahasiswa juga dosen pada masyarakat. Karena kegiatan implementasi seharusnya dapat selalu berlangsung secara kontinu dan menghasilkan output sebanyak-banyaknya.

BIBLIOGRAPHY Komariah, Neneng Et Al. Literasi Informasi Masyarakat Pesisir Dalam Program Pemberdayaan Perempuan Di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Kajian Informasi Dan Perpustakaan, [S.L.], V. 3, N. 2, P. 155-166, Dec. 2015. Issn 2540-9239. Available At: . Date Accessed: 01 Oct. 2018. Doi:https://doi.drg/10.24198/jkip.v3i2.9997.

Rinawati, R. (2009). Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: UNPAD PRESS.

Siti Khadijah, Ute Lies et al. Literasi Informasi Motivasi Berwirausaha Ibu Rumah Tangga Kelurahan Nagasari Kabupaten Karawang Barat. Jurnal Kajian Informasi Dan Perpustakaan, [S.L.], V. 4, N. 2, P. 149-160, Dec. 2016. Issn 2540-9239. Available At: . Date Accessed: 01 Oct. 2018. doi:https://doi.org/10.24198/jkip.v4i2.8491.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 254

BUDAYA KOMUNIKASI KOMUNITAS VIRTUAL MEDIA KAMPUS (Studi Kasus Komunitas Virtual Media Kampus @anak_unpad)

Rizki Montheza Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Budaya dapat dimaknai sebagai kesatuan sebuah system antara ide, nilai, kepercayaan, struktur, dan praktik yang dikomunikasikan oleh satu generasi ke generasi berikutnya, dan yang menopang cara hidup tertentu (Rusdin, 2002). Dengan kata lain, budaya merupakan salah satu unsur penting dalam system sebagai tempat lahirnya komunikasi. Budaya membentuk bagaimana kita berkomunikasi, mengajarkan kita apakah memotong pembicaraan itu pantas, seberapa banyak kontak mata dianggap sopan, dan apakah argumentasi dan konflik diinginkan pada hubungan kelompok dan personal. Saat ini berkembang sebuah budaya yang disebut dengan budaya virtual, demina media sosial dan dunia digital berperan sangat besar dalam proses ini, untuk itu penulis mencoba menjabarkan suatu studi kasus perkembangan sebuah budaya komunikasi virtual yang terjadi di sebuah media kampus yaitu media @anak_unpad. Perkembangan peradaban manusia terasa begitu cepatnya, kita tentunya mengenal masyarakatprimitif, pada era itu seseorang untuk mendapatkan suatu barang harus ditukar dengan baranglagi (barter), kemudian meningkat ke masyarakat agraris, kemudian masyarakat industri. Darimasyarakat indusri loncat ke masyarakat informasi (era informasi). Dengan era informasi ini,semuanya menjadi serba yaitu serba murah, cepat, tepat, dan akurat. Di era globalisasi saat inimedia massa mempunyai peranan penting dalam membentuk pola hidup masyarakat. Mediavirtual community menjadi patokan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi, terutama bagi masyarakat informasi, mereka dengan mudah dapat mengakses segala informasi yang mereka butuhkan. (Damanik, 2012) Internet adalah satu-satunya teknologi yang cepat dan mudah untuk memenuhi kebutuhan untuk berkomunikasi dengan umat manusia. Seiring dengan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 255

perkembangannya, internet saat ini mampu melahirkan jaringan baru yang biasa dikenal sebagai media sosial. Dengan orang media sosial dapat berpartisipasi dalam berkomunikasi, berbagi informasi, dan untuk menarik persahabatan melalui akun twitter, facebook, atau blog. Di Indonesia, khususnya, kehadiran media sosial saat ini mampu membawa pengaruh sendiri atas bagaimana percakapan dilakukan oleh komunitas. (Setyani, Hastjarjo, & Amal, 2013) Sebagaimana selama ini yang kita tahu, informasi tidak hanya didapatkan dari media trasidional, tetapi juga telah bertambah bisa di dapat di internet. Misalnya, media televisi menyediakan program yang bertujuan memuat penonton terhibur. Munculnya Youtube memberikan sebuah alternatif pilihan dalam menikmati sebuah tayangan audio- visual, dimana selama ini televisi bersifat satu arah dalam menyampaikan sebuah informasi (tidak bisa diulang), media Youtube jelas member sebuah kemudahan. Tidak hanya itu, waktu yang disediakan, sumber tidak terbatas, serta bisa diakses kapapanpun dan dimanapun, menjadikan kehadiran internet dan media-media di dalamnya, seperti media sosial, menjadi sangat mendominasi perkembangan informasi saat ini. (Nasrullah, 2015) Sebuah riset yang dipublikasikan oleh Crowdtap, Ipos MediaCT, dan The Wall Street Jurnal pada tahun 2014 yang melibatkan 839 responden dari usia 16 tahun hingga 36 tahun menunjukkan bahwa jumlah waktu yang dihabiskan khalayak mengakses media sosial dan intenet jauh lebih banyak dibandingkan mengakses media tradisional. Meski hanya digunakan terbatas dan tanpa maksud membuat pernyataan bahwa inilah perilaku semua khalayak di dunia saat ini, data statistik tersebut menunjukkan bahwa media tradisional, seperti televisi, radio, dan surat kabar, tidak lagi menjadi media yang dominan diakses oleh khalayak. Kebutuhan akan menjalin hubungan sosial di internet merupakan alasan utama yang dilakukan oleh khalayak dalam mengakses media. Kondisi ini tidak bisa kita dapatkan ketika khalayak mengakses media tradisional.(Nasrullah, 2015, p. 2) Tak bisa dipungkiri bahwa media sosial seperti, Youtube, Isntgagram, Facebook, Twitter menjadi sangat diminati oleh masyarakat. Bahkan ada suatu data yang menunjukan bahwa jumlah data penggunaan media sosial melebihi penduduk dari sebuah Negara. Media sosial tersebut tidak hanya digunakan untuk mendistribusikan informasi yang bisa dikreasikan oleh pemilik account (user), tetapi juga memiliki dasar

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 256

sebagai portal untuk membuat jaringan pertemanan secara virtual dan medium untuk berbagi data, seperti audio dan video. Dalm persektif ilmu sosial, salah satu pengertian dari komunitas adalah terdapatnya interaksi secara sosial di antara anggota kelompok, serta adanya wilayah- wilayah individu yang terbuka untuk anggota kelompok lainnya, dan komunitas tidak hanya berada pada ranah offline saja, saat ini banyak fenomena yang mengambarkan hadirnya komunitas online ataupun biasa disebut dengan komunitas virtual.(Nasrullah, 2015, p. 108) Ide komunitas virtual maju sebagai pelopor interaksi sosial pada Internet. Penggunaan internet yang begitu tinggi, akhirnya dapat menimbulkan permasalahan sosial baru yang cukup besar contohnya timbul masalah komunikasi yang berlebihan menggunakan elektronika kepada personal hingga dapat mengurangi bentuk-bentuk interaksi hubungan komunikasi antar personal, bahkan sangat lazim kita temui informasi pribadi kepada seseorang dipublikasikan secara umum menggunakan status media sosial yang akhirnya membuat ruang publik seolah merupakan ruang pribadi.(Kristiyono, 2015) Jika ditilik lebih dalam, komunitas virtual yang terbangun pada dasarnya terbentuk dengan sendirinya. Tidak ada kekuatan politik atau ekonomi dalam pengertian memberikan dorongan kepada individu untuk menjadi bagian dari komunitas virtual tersebut (Wood & Smith). Dalam kasus ini media @anak_unpad yang diinisiasi oleh beberapa mahasiswa Universitas Padjadjaran pada tahun 2011, telah membuat sebuah bentuk komunikasi baru yang mampu menyampaikan kepada masyarakat mengenai informasi tentang Universitas Padjadjaran. Lalu pada perkembangan medianya, followers yang bisa kita kategorikan anggota komunitas dari @anak_unpad lambat laun semakin bertambah sejalan dengan betambahnya masyarakat yang memerlukan informasi tentang Universitas Padjadjaran. Serta bertambahnya jenis-jenis media sosial yang baru, ikut menambah pengembangan media dan konten dari media sosial @anak_unpad yang telah menjadi salah satu media informasi yang penting di sekitar Universitas Padjadjaran dan bahkan Jawa Barat, karena media @anak_unpad telah terhubung dengan sebuah afiliasi media yaitu Media Kampus Bandung, dimana MKB (Media Kampus Bandung) adalah sebuah gabungan dari media-media komunitas kampus sejenis se-Bandung Raya.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 257

HASIL DAN PEMBAHASAN Internet dan Media Sosial Tidak mudah membuat sebuah defenisi tentang media sosial berdasarkan perangkat teknologi semata. Diperlukan pendekatan-pendekatan dari teori-teori sosial yang memperjelas apa yang membedakan antara media sosial dan media lainnya di internet sebelum kepada kesimpulan apa yang dimaksud dengan media sosial. Juga, termasuk perlunya pembahasan khusus untuk mencari hubungan antara media dan masyarakat (Burton, 2005). Untuk mengawali hal ini, Funchs mengawalinya dengan perkembangan kata Web 2.0 yang dipopulerkan oleh O’Reilly (2005). Web 2.0 merujuk dari media internet yang tidak lagi sekedar penghubung antara indivisu dengan perakngkat (teknologi dan jaringan computer yang selama ini dan terjadi dalam Web 1.0, tetapi telah melibatkan individu untuk mempublikasikan secara bersama, saling mengolah dan melengkapi data, web sebagai platform atau jaringan yang dikembangkan, sampai pada pengguna dengan jaringan dan alur yang sangat panjang (the long tail).(Nasrullah, 2015, p. 8) Dengan demikian, dijelaskan bahwa keberadaan media sosial pada dasarnya merupakan bentuk tidak jauh berbeda dengan keberadaan dan cara kerja komputer. Tiga bentuk berasional, seperti pengalaman komunikasi, dan kerja sama bisa dianalogikan dengan cara kerja komputer yang juga membentuk sebuah system sebagaimana adanya system di antara inidividu atau masyarakat. Bentuk-bentuk ini merupakan lapisan di mana lapisan pertama menjadi dasar untuk terbentuknya lapisan lain, pengenalan pada dasarnya merupakan dasar untuk terbentuknya lapisan lain, pengenalan pada dasarnya merupakan dasar untuk berkomunikasi dan komunikasi merupakan dasar untuk melakukan kerja sama. Di dalam Web atau jaringan komputer (internet) adalah sebuah program yang saling terhubung. Juga keterhubungan antar pengguna itu sekaligus membentuk semacam jaringan layaknya masyarakat di dunia offline lengkap dengan tatanan, nilai, struktur, sampai realitas sosial; konsep ini bisa dipahami sebagai techno-social system (Fruchs, 2014: 44). Techno-social system adalah sebuah system sosial yang terjadi dan berkembang dengan perantara sekaligus keterlibatan perangkat teknologi.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 258

Dari pengertian ini bisa dilihat media sosial menjadi media yang bisa diakses karena perkembangan teknogi hardwere dan software serta oleh siapa saja dan dimana saja bisa diakses tanpa batas waktu, sehingga kontrol dari penggunaan adalah terdapat pada individu-individu dari pengguna media sosial tersebut, dengan berkembangnya teknologi ikut memudahkan para pengguna dalam mengakses media sosial. ari media sosial ini hadirlah bentuk-bentuk grup baru atau yang bisa disebut dengan komunitas yang memiliki kesamaan hobi dan kecendrungan, komunitas virtual yang terbentuk dari jaringan dalam internet atau network society. Konsep ini merupakan penggambaran bagaimana sebuah masyarakat yang ada di dunia nyata berada di dunia virtual; dengan inovasi, aspek-aspek baru dan keunikan yang ada terkait internet sebagai media baru lalu hadirlah sebuah kelompok yang bisa dinamakan sebagai komunitas virtual.

Komunitas Virtual Dalam perspektif ilmu sosial, banyak teori yang membahas apa itu komunitas. Dari teori-teori tersebut ada kesamaan aspek dan defenisi komunitas yang didekati dengan konsep, salah satunya adalah komunitas terbentuk dan orang-orang berdasarkan adanya kesamaan atau tujuan. Lalu Rheingold (Rheingold, 2000) menjelaskan, komunitas virtual merupakan agregasi sosial yang mengambil bentuk di dalam internet di mana semua orang membawa persoalan untuk didiskusikan dalam waktu yang lama, dan melibatkan perasaan/pemikiran penggunanya denan relasi yang terbentuk dalam ruang siber. (van Dijk, 2003)mendeskripsikan bahwa komunitas virtual diasiosiasikan dengan sekumpulan individu yang tidak terikat oleh waktu, tempat maupun keadaan fisik atau material. Mereka dikreasikan oleh lingkungan elektronik dan berdasarkan pada komunitas yang termediasi. Salah satu contoh komunitas virtual adalah hadirmnya media-media dengan label dan latar belakang kampus di Indonesia, salah satu contohnya media @anak_unpad yang hadir sebagai media yang mewakili aspirasi mahasiswa dan wadah informasi untuk masyarakat atau komunitas mahasiswa Universitas Padjadjaran, media ini memeberikan fungsi informasi dalam bentuk postingan di media sosial mereka seperti Instagram, Twitter, dan Line. Informasi yang disebarkan berisi tentang informasi seputar kampus

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 259

Universitas Padjadjaran, baik informasi resmi dari kampus ataupun informasi tidak resmi yang berasal dari followers @anak_unpad yang rata-rata adalah mahasiswa dan alumni Universitas Padjadjaran. Terbentuknya media ini senada seperti yang diungkapkan Wood dan Smith (Wood & Smith, 2005) menjelaskan banhwa yang dimaksud dengan komunitas virtual adalah saling berbanginya kesepahaman di antara pengguna yang terhubung melalui lingkungan yang termediasi oleh komputer. Dalam hal ini ruang lingkup Univeristas Padjadjaran menjadikan komunitas virtual ini memiliki fungsi untuk saling berbagi informasi dan berhubungan melalui media sosial, lalu semua kegiatan ini difasilitasi oleh komputerisasi yang bisa dicontohkan sebagai sebuah gadget. Menurut Jordan (1999: 100), komunitas virtual berarti komunitas yang berada di ruang siber dan setiap anggotanya kembali dan hadir di sana dalam ruang informasional yang sama. Individu telah menemukan bahwa mereka tidak sendiri dan membangun relasi di antara mereka serta menjadi bagian dari komunitas virtual. Komunitas virtual juga bisa ditinggalkan secara mudah karena pengguna internet bisa memilih apakah bergabung atau tidak. Dari penjelasan dari Jordan, pada kasus ini media @anak_unpad telah menjadi wadah bagi mahasiswa, alumni, ataupun masyarakat yang menginginkan informasi dari Universitas Padjadjaran, dan dalam hal ini anggota dari komunitas yang dimaksudkan adalah followers dari @anak_unpad baik mereka yang berinteraksi langsung ataupun hanya melihat sebuah informasi dari media @anak_unpad. Semua postingan atau informasi dikendalikan oleh kelompok yang disebut admin, yang menginisiasi mebentuk media sosial ini, kelompok admin akan menjadi filter pertama dari sebuah informasi yang disebarkan ke media @anak_unpad dan juga memnentukan apakah sebuah informasi akan disebarkan atau tidak. Secara hirarki kelompok yang menetukan arah dan sudut pandang dari media @anak_unpad yang telah menjadi wadah komunikasi dari komunitas mahasiswa, alumni, dan masyarakat di ruang lingkup Universitas Padjadjaran. Perkembangan teknologi internet yang sangat pesat membuat masyarakatmenjadikan internet sebagai kebutuhan. Dengan memanfaatkan internet, segalakegiatan terutama yang berkaitan dengan interaksi sosial antar individu ataupun kelompok menjadi lebih

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 260

mudah dilakukan. Sehingga hal tersebut juga yangakhirnya mendorong terbentuknya komunitas virtual. Di Indonesia, kemunculan komunitas virtual bukanlah hal baru. Pada tahun2008, salah satu komunitas virtual yang sempat populer adalah Kaskus. Sebagai forum komunitas virtual terbesar di Indonesia, Kaskus tidak hanya menjadi medium komunikasi antar anggota, tetapi juga menjalankan fungsi dua kontrol, kritik, merangsang roda usaha, dan sesekali menjadi pemantik fenomena. Tidak hanya pada posting foto, Kaskus juga menjadi lahan diskusi cerdas. (Suara Merdeka, 6 Februari 2011: 32) (Prayugo, 2018) Ketersediaan ruang pada media sosial, masyarakat secara umum dari semua kalangan dapatberpartisipasi tanpa batas dalam menyampaikan segala informasi serta mengontrol dan mengawal pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Sebagai contoh partisipasi masyarakat melalui Komunitasini ialah mengupload berupa kalimat-kalimat yang dilampirkan dengan foto-foto tentang fasilitas publik, pelayanan publik, parkiran- pikiran dsb yang tidak sesuai dan tidak berjalan dengan baik.(Djumaty, Putri, & Dey, 2016) Dalam komunitas virtual, pengguna secara dasar berbagai dan bertindak secara kolektif, berbagi ritual atau kebiasaan, dengan mengikuti regulasi sosial yang ada di dunia virtual. Meskipun pada dalam konsep teknologi seseorang bisa saja terhubung dengan individu dan individu yang lain, serta membagikan sebuah informasi . Tidak ada relasi yang cukup kuat diantara pengguna tersebut, untuk karena itu, komunitas virtual harus terbentuk dengan adanya kesadaran tiap-tiap pengguna dan yang memiliki komunitas tersebut (Parks, 2011). Dalam hal ini infromasi yang disebarkan oleh @anak_unpad menjadi tindakan sadar pertama dalam komunitas ini, meskipun informasi yang disebarkan bersifat fleksibel, bisa bersifat resmi (info acara, informasi resmi universitas, info kehilangan, info bantuan, dll) dan bersifat tidak resmi (hiburan, pendapat, aspirasi, dll). Semua tindakan ini diinisiasi oleh kelompok admin yang merupakan penggagas dari komunitas ini, dan saat ini (11/12) pengikut dari media @anak_unpad pada tiap jenis media sosialnya Instagram (32 K), Twitter dan (43 K) Line (10 K). Seorang adminya bernama Ulya menyatakan “Media @anak_unpad tetap menjalankan fungsi sebagai media aspirasi dari mahasiswa, dimana informasi yang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 261

disebarkan lebih bersifat bebas dan bisa saja tidak disampaikan secara resmi oleh kampus”, ditambahkan lagi kehadiran media @anak_unpad semenjak tahun 2011 secara tidak langsung mengubah budaya mahasiswa dalam mendapatkan dan menyebarkan informasi. Selanjutnya salah seorang Followers dari @anak_unpad bernama Kiki menyebutkan ia telah menjadi followers dari tahun 2012, menurut Kiki saat itu media @anak_unpad merupakan salah satu media yang wajib diikuti oleh mahasiswa Universitas Padjadjaran, karena memiliki informasi yang informative dan menghibur, lalu ditambahkan saat ini ia telah menjadi Alumni dari Universitas Padjadjaran namun ia tetap mengikuti account @anak_unpad sebagai wadah nostalgia dan untuk mengetahui informasi-informasi dari kampus. Merujuk apa yang dikatakan oleh sosiolog Thonnies, eksistensi dari komunitas adalah berdasarkan kesadaran dari anggota komunitas itu sendiri bahwa mereka saling memiliki dan afirmasi dari kondisi tersebut adalah kebersamaan yang saling bergantung satu sama lain. Pembahasan komunitas virtual tidak bisa dilepaskan dari aturan dasar sebuah komunitas sebagai bentuk dari masyarakat. Aturan dasar itu adalah relasi sosial atau relasi yang dibentuk oleh setiap individu sebagai mahluk sosial. Relasi ini memiliki dampak-dampak tersendiri, apakah itu medium komunitasnya offline atapun online (bell, 2006; Witty & Joinson, 2009; White & Mannon, 2010; Wood & Smith, 2005) Secara lebih luas, komunitas virtual merupakan bagian dari masyarakat yang disebut dengan network society. Mengapa demikian? Karena sifat internet dan teknologi komunikasi-komunikasi yang ada di dalamnya menyebabkan idividu sebagai pengguna memiliki kuasa penuh. Struktur sebagai mana level-lever birokrasi yang ada di dunia nyata seakan-akan menjadi kabur dan tidak pasti di dunia virtual, relasi secara global juga bisa dilakukan oleh setiap pengguna internet. (Nasrullah, 2015, p. 113)

Budaya Network Society Konsep masyarakat berjejaring atau network society bisa digunakan untuk memahami bagaimana fenomena sosial budaya termasuk relasi sosial terjadi di internet (Castells, 2002, 2004, 2010b). Fenomena sosial-budaya dipahami dalam struktur sosial (social structures) yang tidak baku dan tidak ada batasan bagi pengembangan anggota, budaya, dan aspek-aspek lainnya. Jaringan yang ada di intenet merupakan struktur yang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 262

kompleks dan menghubungkan beragam perangkat dan atau koneksi local (local area networks) mapun global (wide area networls) yang masing-masing mempunyai karakteristik tertentu sesuai dengan keunikan jaringan yang dimiliki melalui teknologi informasi. Setiap simpul dalam jaringan saling berkoordinasi yang telah terprogram untuk mengkesekusi sebuah keputusan atau perintah yang terpusat (decentralized execution).(Nasrullah, 2015, p. 113) Kerangka kerja dari jaringan ini sebagaimana yang terjadi dalam struktur sosial di mayarakat offline. Yang membedakan adalah struktur di masyarakat berjejaring adalah keberadaan struktur tersebut dalam tataran teknologi semata. Semua struktur tersebut selalu bertingkat dari atas ke bawah dab sebaliknya dari bawah ke atas. Setiap level yang berada di bawah harus melewati satu level di atasnya dan begitu seterusnya sampai berada pada level paling atas. Relasi yang terjadi di media sosial mentransformasikan relasi dalam term network society. Term ini untuk menggambarkan adanya transisi dari yang bersifat komunal menjadi individual. Setiap individu memiliki peran yang jauh lebih besar melalui ikatan osial yang terkadang merupakan ikatan fisiki di antara mereka kea rah apa yang disebut sebagai me-centred networks (Castells, 2003). Individu menjadi lebih berharga dab memiliki kontribusi relasi sosial yang ada dibandingkan dengan kontribusi kelompok atau organisasi yang selama ini bersifat kelompok dan terkadang meminggirkan peran individu. Adalah ada sebuah istilah dengan sebutan Cyverspace, yang telah mengalihkan berbagai aktivitas manusia (politik, sosial, ekonomi, kultural, spiritual, seksual) di „dunia nyata‟ ke dalam berbagai bentuk substitusi artifisialnya, sehingga apapun yang dapat dilakukan di dunia nyata kini dapat dilakukan dalam bentuk artifisialnya di dalam cyberspace. Cyberspace menciptakan sebuah kehidupan yang dibangun sebagian besar—mungkin nanti seluruhnya—oleh model kehidupan yang dimediasi secara mendasar oleh teknologi, sehingga berbagai fungsi alam kini diambil alih oleh substitusi teknologisnya, yang disebut kehidupan artifisial (artificial life). Pengaruh cyberspace terhadap kehidupan sosial setidak-tidaknya tampak pada tiga tingkat: tingkat individu, antarindividu, dan komunitas. Pertama, pada tingkat individual, cyberspace telah menciptakan perubahan mendasar terhadap pemahaman kita tentang 'identitas'. Kedua, pada tingkat antar-individual, perkembangan komunitas virtual di dalam cyberspace

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 263

telah menciptakan relasi-relasi sosial yang bersifat virtual di ruang-ruang virtual : virtual shopping, virtual game, virtual conference, virtual sex dan virtual mosque. Ketiga, pada tingkat komunitas, cyberspace diasumsikan dapat menciptakan satu model komunitas demokratik dan terbuka yang disebut Rheingold 'komunitas imaginer' (imaginary community)(Yasraf, 2012). Dalam kasus media @anak_unpad setiap followers bisa berinteraksi langsung dengan kelompok admin melalui mention, kolom komentar ataupun direct message, tindakan ini akan member interaksi dan feedback, baik itu balasan dari admin ataupun dari followers yang lainnya. Lalu beberapa interaksi dari followers akan disebarkan luaskan oleh admin dengan mempertimbangkan tiga aspek yaitu; informatif, menghibur, atau himbauan. Dari ketiga aspek ini akan menjadi syarat yang akan disebarluaskan dari followers. Etika berkomunikasi dalam implementasinya antara lain dapat diketahui dari komunikasi yang santun. Hal ini merupakan juga cerminan dari kesantunan kepribadian kita. Komunikasi diibaratkan seperti urat nadi penghubung kehidupan, sebagai salah satu ekspresi dari karakter, sifat atau tabiat seseorang untuk saling berinteraksi, mengidentifikasikan diri serta bekerja sama. (Corry, 2009) Budaya yang telah terbentuk dari tahun 2011 ini diakui salah satu admin dari @anak_unpad sebagai kemudahan yang didapat dari media digital, dimana setiap informasi yang didapat bisa desebarluaskan secara realtime. Lalu media @anak_unpad mampu menggerakkan aspirasi mahasiswa secara cepat, salah satu contohnya dalam menilai kinerja Rektor Unpad 2015-2019 yang disebar melalui poling Twitter dimana 37% dari 259 votters menilai buruk kinerja dari Rektor Unpad Tri Hanggono Achmad berbading hanya 6 % yang menjawab baik, dan 27 % biasa dan 30 % mejawab tidak tahu. Ini merupakan budaya aspirasi baru yang dibentuk oleh sebuah kekuatan media sosial, walaupun jika ditelusi responden bisa bersifat anonim dan tidak bisa diukur, tetapi hasil akhir dari informasi ini bisa membetuk sebuah persepsi baru kepada anggota komunitas atau followers @anak_unpad yang melihat informasi ini.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 264

SIMPULAN Sebagai penutup, penulis bisa menyimpulkan bahwa budaya komunikasi komunitas virtual media kampus, dalam hal ini merujuk kepada sebuah studi kasus yaitu media kampus @anak_unpad memberikan sebuah gambaran budaya komunikasi baru, terutama pada dunia digital atau virtual. Dalam kasus ini dinali, bahwa komunkasi melalu media @anak_unpad menjadi salah satu media yang efektif dalam menyebarluaskan sebuah informasi, dan menjadikan media @anak_unpad menjadi sebuah media yang diperhitungkan informasinya, karena dinilai memiliki informasi yang layak dikonsumsi oleh followers dalam hal ini mahasiswa, alumni, ataupun masyarakat yang menginginkan informasi mengenai Universitas Padjadjaran. Lalu bisa dijabarkan bahwa media @anak_unpad bisa menjadi ujung tombak informasi mengenai Universitas Padjadjaran dan penulis menyarankan bahwa Universitas Padjadjaran harus merangkul media ini, karena suatu saat akan bisa menjadi media yang membentuk konstruksi makna pada public melalui informasi yang disampaikannya. Jika merunut kepada pengertian budaya dari Budaya dapat dimaknai sebagai kesatuan sebuah system antara ide, nilai, kepercayaan, struktur, dan praktik yang dikomunikasikan oleh satu generasi ke generasi berikutnya, dan yang menopang cara hidup tertentu (Rusdin, 2002), makna media @anak_unpad dinilai telah membuat sebuah budaya komunikasi virtual yang telah diadaptasi oleh followers atau pengikut dalam komunitas. Lalu budaya virtual yang telah diciptakan oleh media @anak_unpad telah menjadi sebuah komunitas virtual dan memiliki pola komunikasi tersendiri, seperti yang dikatakan oleh Jordan (1999: 100), komunitas virtual berarti komunitas yang berada di ruang siber dan setiap anggotanya kembali dan hadir di sana dalam ruang informasional yang sama. Individu telah menemukan bahwa mereka tidak sendiri dan membangun relasi di antara mereka serta menjadi bagian dari komunitas virtual. Komunitas virtual juga bisa ditinggalkan secara mudah karena pengguna internet bisa memilih apakah bergabung atau tidak. Meurujuk kepada penelitian sebelumnya yang dilkukan oleh Krisyono mengungkapkan bahwa. Munculnya Internet sebagai media komunikasi baru telah

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 265

dikaitkan dengan klaim yang bertentangan tentang munculnya pola baru interaksi sosial. Ide komunitas virtual maju sebagai pelopor interaksi sosial pada Internet.

BIBLIOGRAPHY Castells, M. (2003). The internet galaxy: Reflections on the internet, business and society. Research Policy. https://doi.org/10.1016/S0048-7333(02)00012-4

Corry, A. (2009). Etika berkomunikasi dalam penyampaian aspirasi. Komunikasi.

Damanik, F. N. S. (2012). Menjadi Masyarakat Informasi. JSM STMIK Mikroskil.

Djumaty, B. L., Putri, N., & Dey, H. (2016). Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan melalui Ruang Virtual dan Ruang Nyata. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. https://doi.org/2442- 6962

Kristiyono, J. (2015). BUDAYA INTERNET: PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM MENDUKUNG PENGGUNAAN MEDIA DI MASYARAKAT. Scriptura. https://doi.org/10.9744/scriptura.5.1.23-30

Nasrullah, R. (2015). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. https://doi.org/10.1007/978-1-4614-3137-4

Prayugo, D. W. (2018). Pengaruh Komunitas Virtual Terhadap Minat Beli Online Pada Grup Facebook Bubuhan Samarinda. PENGARUH KOMUNITAS VIRTUAL TERHADAP MINAT BELI ONLINE PADA GRUP FACEBOOK BUBUHAN SAMARINDA.

Rheingold, H. (2000). The Virtual Community: Homesteading on the Electronic Frontier. Reading Mass. https://doi.org/10.1561/1500000001

Setyani, N. I., Hastjarjo, S., & Amal, N. N. (2013). Penggunaan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi bagi Komunitas. Jurnal Komunikasi. van Dijk, J. (2003). The Network Society. Research Policy. https://doi.org/10.1016/S0048- 7333(02)00118-X

Yasraf, A. . (2012). Masyarakat Informasi dan Digital: Teknologi Informasi dan Perubahan Sosial. Sosioteknologi.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 266

KONSTRUKSI MAKNA RIVALITAS SUPPORTER BOLA BAGI BOBOTOH PERSIB DI KOTA BANDUNG

1 Tryan Nugraha Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Berbagai macam fenomena dalam dunia olah raga khususnya dunia sepak bola di Indonesia menjadi hal yang snagat menarik dan tidak pernah berhenti dibicarakan di berbagai lapisan masyarakat. Rivalitas antar supporter terjadi dikarekan pergeseran dan pergesekan antar budaya dari kedua supporter dan tim sepak bola itu sendiri. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi permusuhan antara kedua pendukung tim sepak bola di Indonesia, salah satunya faktor budaya. Menjadi salah satu pendukung/supporter tim sepak bola di setiap kota ataupun daerah sudah menjadi budaya turun-temurun, secara tidak langsung hal tersebut diturunkan oleh peran keluarga, lingkungan, dan masyarakat di daerahnya sendiri. Dan tidak ada satu budaya pun di negara ini yang mengajarkan permusuhan dan pertentangan, tetapi setelah berkembangnya jaman hal itu memudar dan menjadikannya alasan untuk menjadi supporter bola yang anarkis. Dunia sepak bola di Indonesia sangat selalu menjadi hal yang menarik untuk dibahas dan dikaji lebih dalam. Banyak nya faktor-faktor pendukung dari latar belakang sepak bola menjadikannya hal yang tidak akan penah mati, salah satunya faktor supporter ataupun pendukung tim sepak bola. Entah bagaimana mulanya sepak bola secara tidak langsung membangun budaya turun-temurun untuk selalu mendukung tim kesayangan yang berasal dari kota ataupun daerah masyarakat itu sendiri. Contoh nya , tim yang berdiri pada tahun 1933 ini mempunyai supporter yang dinamakan Bobotoh yang hampir tersebar di seluruh permukaan provinsi jawa barat, bahkan seluruh Indonesia. Dan didalam bobotoh itu sendiri terdapat banyak nama- nama persatuan supporter seperti Viking, Frontline, Bomber, Casual. Tetapi semua itu adalah bobotoh, yang berbeda hanya cara mendukung tim persib itu sendiri dalam

1 Tryan Nugraha, S.Ikom, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor, 45363. Email: [email protected]

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 267

nyanyian-nyanyian menyemangati persib di stadion. Semua hal yang berbau tim dengan slogan Maung Bandung ini sudah ada sejak dahulu kala, dan selalu menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan kepada sanak keluarga dan saudara masing-masing dari berbagai lapisan masyarakat yang ada di jawa barat, khususnya kota Bandung. Menjadi bobotoh Persib Bandung sudah menjadi budaya yang mungkin tidak akan pernah terpisahkan oleh orang sunda khususnya warga jawa barat. Karena sudah menjadi nilai- nilai dari sejarah yang sangat berharga di kota kembang ini. Dan sejak dahulu kala persepak bolaan di Indonesia sangat terjalin dengan harmonis, dan hampir tidak pernah terjadi pertikaian-pertikaian tidak berarti. Bahkan para supporter nya pun duduk berdampingan saat menyaksikan masing-masing dari tim kesayangannya sedang bertanding, salah satu contohnya terjadi pada tim Persib Bandung dan . Dua tim yang termasuk salah satu kota terbesar di Indonesia ini selalu membudayakan sepak bola, khususnya tim kesayangannya itu sendiri, walalupun supporter Persija masih lebih muda dibandingkan dengan supporter Persib tapi tidak menutup kemungkinan bahwa untuk mendukung tim kesayangannya tidaklah menjadikannya suatu patokan umur dari supporter itu sendiri. Persatuan supporter yang terbesar dari kedua tim ini adalah Viking (Persib), dan The Jack Mania (Persija). Dahulu kala tercipta budaya saling menghargai dan sangat menjunjung tinggi sportivitas dari tim ataupun dari supporter itu sendiri. Tidak ada cacian ataupun nyanyian-nyanyian yang bisa memancing keributan dari kedua supporter itu sendiri. Bahkan di setiap pertandingannya kedua supporter bisa duduk bersama dan tidak ada batasan-batasan tertentu terhadap masing-masing supporter. Suasana damai dan teraturpun sangat terasa bila melihat kedua supporter itu saling merangkul satu sama lain. Tetapi setelah berkembangnya jaman dan tidak jelas pula awal mulanya, percikan api permusuhan mulai tercium dari kedua supporter tersebut. Keadaan menjadi sangat mencekam ketika pada awal tahun 90 an, banyaknya pertikaian-pertikaian kecil yang menjadi besar oleh beberapa oknum dari kedua supporter tersebut. Dan beberapa kejadian-kejadian miris pun terjadi, dari mulai kasus saling mengejek, ataupun saling menyerang antar supporter, dan tidak sedikit pula nyawa yang di pertaruhkannya. Kedua supporter itu saling mempertaruhkan harga diri tim kesayangannya dan budaya itu sendiri Kedua supporter itu saling mempertaruhkan harga diri tim kesayangannya dan budaya itu sendiri yang sudah terjalin selama puluhan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 268

tahun. Dan semua itu terjadi sampai sekarang, dimana negara Indonesia sudah sangat berkembang, dan sudah banyak pula media-media yang dijadikannya alat seseorang untuk memperoleh informasi. Budaya harmonis antar supporter kedua tim tersebut sudah luntur seiring berkembangnya jaman dan berubah menjadi musuh turun-temurun saat ini. Berbagai kejadian miris dari beberapa tahun silam sampai tahun ini pun harus menimpa kedua tim dan supporter tersebut. Dan yang paling hangat pada saat ini adalah kematian salah satu oknum supporter Persija Jakarta yang tewas dipukuli oleh okum- oknum bobotoh saat pertandingan Persib melawan Persija pada hari minggu, tanggal 23 september 2018 di stadion Gelora Bandung Lautan Api. Diketahui korban datang ke Bandung hanya untuk menunjukan dirinya bisa berdiri di stadion tempat laga panas Persib melawan Persija berlangsung lewat media sosial. Tetapi naas saat ratusan bobotoh mengetahui bahwa ada oknum supporter persija menghadiri pertandingan tersebut, sampai korban tewas ditempat dipukuli oleh para oknum-oknum bobotoh yang tidak bisa memasuki stadion pada saat itu. Sudah terbukti bahwa terjadi perubahaan budaya diantara kedua supporter tersebut, yang mula nya terjalin dengan harmonis, sampai menjadi musuh turun-temurun sampai saat ini. Dan hal ini menjadi hal yang sangat menarik untuk dikaji oleh fenomenologi, karena fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas ( pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain). Fenomenologi yang tampak adalah refleksi dari realitas yang tidak dapat beridi sendiri karena ia memiliki makna yang memerlukan penafsiran yang lebih lanjut. Tokoh- tokoh fenomenologi ini diantarannya Edmund Husserl, Alfred Schutz dan Peter. L Berger dan lainnya. Menurut Schutz ada enam karakteristik yang sangat mendasar, yaitu pertama, wide-awakeness. Kedua, Reality. Ketiga, dalam dunia keseharian orang-orang berinteraksi. Keempat, pengalaman dari seseorang merupakan totalitas dari pengalaman dia sendiri. Kelima, duina intersubyektif dicirikan terjadinya komunikasi dan tindakan sosial. Keenam, adanya perspektif waktu dalam masyarakat. Pada penelitian ini , peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme, dimana menurut paradigma ini, realitas tidak menunjukan dirinya dalam betuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 269

(Morissan 2014). Konstruksivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruksivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan defenisi social. (Setiansah 2009). Konstruksi makna adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensors mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Konstruksi makna juga dapat diartikan sebagai proses dengan mana orang mengorganisasi dunia dalam perbedaan yang signifikan. Proses ini kemudian dijalankan melalui konstruksi kode-kode sosial, budaya, dan sejarah yang spesifik. Konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia. Ringkasnya konstruksi makna adalah produksi makna melalui bahasa, konsep konstruksi makna bisa berubah-ubah. Akan selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi yang disesuaikan dengan situasi yang baru. Ia adalah hasil praktek penandaan, praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu. (Juliastuti, Lestari, and Juliastuti 2006) Berdasarkan yang sudah dijelaskan dalam rumusan masalah mengenai identifikasi masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Nilai-nilai rivalitas supporter bola bagi bobotoh persib di kota Bandung. 2) Motif rivalitas supporter bola bagi bobotoh persib di kota Bandung, 3) Pengalaman rivalitas supporter bola bagi bobotoh persib di kota Bandung.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini peneliti akan menguraikan data dan hasil penelitian tentang permasalahan yang sudah di tuangkan pada pendahuluan, yaitu Bagaimana Konstruksi Makna rivalitas supporter di kota Bandung. Hasil penelitian ini diperoleh dengan teknik wawancara secara mendalam dengan informan sebagai bentuk pencarian data dan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 270

dokumentasi langsung di lapangan yang kemudian peneliti analisis. Analisis ini sendiri terfokus pada bagaimana cara Bobotoh Persib membangun suatu makna dari rivalitas supporter di kota Bandung yang kemudian dikaitkan dengan beberapa unsur atau identifikasi masalah. Agar penelitian ini lebih objektif dan akurat, peneliti mencari informasi-informasi tambahan dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan untuk melihat langsung bagaimana konstruksi makna rivalitas supporter di kota Bandung. Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis dan lisan didasari oleh orang atau perilaku yang diamati. Pendekatannya diarahkan pada latar dan individu secara utuh. Untuk dapat mengetahui sejauh mana informasi yang diberikan oleh informan, peneliti menggunakan beberapa tahap: 1) Menyusun draf pertanyaan wawancara dari unsur-unsur kredibilitas yang akan ditanyakan pada narasumber atau informan. 2) Melakukan wawancara dengan bobotoh persib Bandung dan informan yang terkait. 3)Melakukan dokumentasi langsung dilapangan untuk melengkapi data-data yang berhubungan dengan penelitian dan melakukan pengamatan dokumen berbentuk sejarah kehidupan, biografi, peraturan, kebijakan, dan kliping. 3) Memindahkan data penelitian yang berbentuk daftar dari semua pertanyaan yang diajukan kepada narasumber atau informan. 4) Menganalisis hasil wawancara yang telah dilakukan, agar pembahasan lebih sistematis dan terarah, Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber atau informan yang terkait, maka peneliti dapat menganalisis Konstruksi Makna rivalitas supporter di kota bandung (Studi Fenomenologi tentang Konstruksi Makna rivalitas supporter bola bagi bobotoh persib di kota bandung).

Nilai Rivalitas Supporter Di Kota Bandung Adapun informan dan narasumber peneliti dari berbagai sisi yaitu: a) M. Bena Aji Satria ,S.AP (Bendara Komite Nasional Pemuda Indonesia); b) Fierzy Tri Muhammad Alwien S.H (Bobotoh fanatik Persib Bandung). Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis secara langsung kepada informan dan narasumber terkait Rangkap Jabatan Di Tubuh PSSI. “Karena saya KNPI nya secara struktural KNPI kota Bandung yah.. Artinya, hampir mayoritas ketika kita lahir dan besar dan dibandung pasti menjadi bobotoh persib,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 271

dan akhirnya dengan kejadin kemarin kita melihat dengan kacamata subjektif dong, sebagai bobotoh persib yang sudah membudaya dan mendarah daging, Tapi kalau saya lihat, atmosfer, amino masyarakat, sudah lumyan baik gitu kan, untuk menciptakan sebuah industri sepak bola yang modern di indonesia, secara komersil dan lain sebagainya. Cuma yang itu tadi sisi masalah pengelolaan yang lain yang sifat nya peradilan sepak bola, itu harus dibikin juga sistem atau skema yang memang tidak merugikan salah satu pihak misalnya. Kaya seperti kondisi yang setelah kejadi GBLA, meninggal nya salah satu oknum The Jack Mania oleh oknum bobotoh, menurut saya sangat merugikan Persib. Tapi disatu sisi juga kita harus merefleksikan diri sebagai bobotoh, masih banyak juga kekurangan-kekurangn kita sebagai bobotoh sepak bola di Bandung, mencintai Persib tapi fanatik nya fanatisme buta gitu yang akhirnya merugikan klub itu sendiri gitu. Ya mudah mudahan kedepan harus bisa diperbaiki, tidak hanya kita sekarang koar-koar revolusi PSSI, sementara kita sendiri sebagai bobotoh tidak berkaca diri apa kekurangan kita , hanya ingin enaknya aja, gak bisa seperti itu!.. ketika kita koar-koar revolusi PSSI kita juga harus revolusi diri kita sendiri gitu, haru merekonstruksi bahwasanya ,organ organ yang ada tubuh bobotoh itu sendiri banyakan ada Viking, Casual, Bomber, dll memang harus lebih banyak pengedukasian lah untuk menjadi seorang supporter bola yang cerdas. Kalau perlu pemerintah daerah misalnya, dalam hal ini pemerintah kota bandung dan jawa barat, bisa meniru beberapa negara yang sudah baik dalam hal pengelolaan managerial sistem sepak bola, masalah kompetisinya, masalah hak dan kewajiban pemain dan pelatih, lalu disitu karena melibatkan penonton di industri sepak bola ini kan banyak komponen didalamnya, ada klub, ada federasi, bobotoh, masalah luas, serta pelaku industri lainnya yang memang harus sinergi lah untuk menciptakan sistem skema pengelolaan sepak bola yang profesional , yang mungkin akhirnya berujung prestasi, dan bukan ditingkat lokal, tapi internasional nanti ke timnas kita yang Outputnya. Harapan saya sih begitu, sebenernya dicabang olah raga lain sebetulnya sudah banyak yang bertransformasi menjadi industri olahraga yang profesional , contohnya bulu tangkis kita lihat, ya kenapa PSSI atau sepak bola, masyarakat sepak bola indonesia tidak mencontohnya menjadi lebih baik.”

Adapun hasil wawancara dengan salah satu bobotoh yang sangat fanatik dengan tim Persib Bandung dan seorang sarjana Hukum , bernama Fierzy Tri Muhammad Alwien S.H. berikut adalah hasil wawancara terkait dengan nilai rivalitas supporter di kota bandung.

“Menilai rivalitas dari viking dengan the jack , saya menilai seharusnya sudah di hentikan permusuhan ini agar tidak memakan korban lagi.. kalau lihat dari sejarah, sebenernyapun dua-dua nya pun salah mau viking ataupun the jack. Karena yang dilihat itu bukan masalah sepak bola nya, tapi yang dilihat itu rivalitas antar kota itu tersebut(bandung-jakarta) mungkin ini ada sangkut pautnya bandung sebagai salah satu center dari indonesia juga jakarta sebagai ibu kota. Supporter yang bener itu, saya melihat seperti supporter inggris.. seharusnya biarkan saja supporter yang keluar tandang datang ke kandang lawan..harusnya berbalas yel-yel saja, setelah itu biasa lagi seperti tidak ada apa-apa.. kalaupun harus ada yang nama nya garis keras, menurut saya lebih efektif meminta seluruh kontak supporter di indonesia dari

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 272

koordinatornya, untuk saling komunikasi dan menyelesaikan konflik di hari pertandingan itu sendiri. Karena makin kesini supporter yang memiliki pemikiran yang jernih tidak akan melakukan seperti itu, karena saya lihat sini supporter itu terlalu banyak oknum, padahal gak semua oknum tersebut tau tentang klub nya sendiri.”

Dari jawaban diatas maka peneliti dapat meyimpulkan bahwa Nilai dari rivalitas supporter di kota bandung menurut nara sumber terkait dan kesadaran peneliti adalah faktor perubahannya budaya yang telah terbangun di jawa barat khususnya di kota bandung sebagai bobotoh atau supporter dari tim Persib Bandung. Dan pertikaian diantara supporter klub sepak bola di Indonesia ini dikarenakan adanya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan memperkeruh suasana diantara kedua supporter tim sepak bola. Dan dari jawaban kedua informan, menilai rivalitas supporter di kota bandung sangat dikecewakan dengan perubahan budaya yang telah menjadi budaya baru pada saat ini, yang menjadikan suasanya persepakbolaan di Indonesia ini tidak menjadi harmonis lagi.

Motif Rivalitas Supporter Di Kota Bandung Apabila seseorang bekerja dan besar disuatu masyarakat ataupun budaya dan memiliki lebih budaya tertentu, maka ada tujuan dan dorongan yang melatar belakanginya untuk melakukan hal tersebut. Dengan demikian, orang tersebut mungkin mempunyai motif yang sekaligus melatar belakanginya untuk melakukan hal tertentu. peneliti mencoba mendapatkan informasi berkaitan dengan motif seseorang melakukan suatu kegiatan atau tindakan tertentu. Berikut adalah hasil wawancara berkaitan dengan motif menurut Bendahara Umum Komite Nasional Pemuda Indoneisa (KNPI) kota Bandung yaitu, M. Bena Aji Satria ,S.AP. yang sekaligus sebagai bobotoh. “Saya lihat banyak motif yang semuanya sangat berperan dari semua ini, maksudnya banyak motif yang saling berhubungan. Yang pertama adalah motif sosial, lebih tepatnya kecemburuan sosia/ sosial budayal, maksudnya begini disetiap daerah ataupun kota di Indonesia pasti akan selalu mempertahankan budaya di daerah atau kota itu sendiri, dan itu masuk kedalam konteks sepak bola ataupun tim sepak bola yang masyarakat itu sendiri sangat mendukung sejak dahulu kala secara turun temurun.. bagaimanapun jika ada tim ataupun supporter bola diluar daerah nya yang lebih baik atapun mencaci tim kesayangan mereka, mereka pasti akan membela tim kesayangannya itu mati-matian. Dan banyak juga okunum-oknum yagn tidak bertanggung jawab dan tidak berpikir panjang dalam melakukan sesuatu, karena kurangnya edukasi-edukasi berkenaan arti supporter sepak bola yang baik dan benar.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 273

Yang kedua itu menurut saya ada motif ekonomi, seperti yang kita tau musuh bubuyutan bobotoh persib bandung itu kan the jack mania supporter nya persija jakarta, dan hal itu dimanfaatkan oleh seseorang, kelompok, organisasi, ataupun media untuk mencari keuntungan dari rivalitas itu sendiri. Karena dinilai bisa meningkatkan daya jual/rating/ atau apapun itu.”

Dan hal yang hampir sama dilontarkan oleh Fierzy Tri Muhammad Alwien terkait dengan motif rivalitas supporter di kota bandung, berikut penjelasannya.

“Yang saya lihat disini motif yang sekarang itu banyak kecemburuan sosial dan berperang lewat sosial media, karena kalau jaman dulu setau saya supporter itu gak pernah main di media, tapi langsung datang ke kandang lawan. Kalau sekarang kan terlihat dari social media banyak provokasi-provokasi yang berujung maut seperti kemaren pada Alm. Haringga Sirila.. mungkin dia supporter baik dari persija , tapi tetep aja panitia itu sudah mengingatkan agar tidak datang ke bandung , dan legend nya pun sendiri sudah mengingatkan agar tidak datang ke kandang GBLA Bandung. tapi itu lah supporter yang berpikir pendek, kalau udah seperti ini siapa yang harus disalahkan?? Mau menyalahkan bobotoh, tidak semua nya ikut memukul korban, dari the jack nya sendiri harusnya gak usah sok jagoan.. jadi dua-dua nya juga sama saja, jadi seperti gak mau kalah.”

Dari jawaban diatas makan peneliti dapat menyimpulkan bahwa motif dari rivalitas supporter di kota bandung ini menurut para narasumber dan kesadaran peneliti adalah rivalitas supporter dengan budaya yang berganti seiring berjalan nya waktu adalah motif budaya dan motif ekonomi. Motif budaya, dimana kecemburuan sosial masyarakat terhadap tim sepak bola lain lebih baik , ataupun menggap rendah tim kesayangannya. Hal itu menjadikannya permusuhan diantara kedua belah pihak. Dan hal itu akibat perubahan budaya yang semakin maju pada sekarang ini, dan didukung oleh sosial media yang dijadikan sebagai sarana untuk menghujat, ataupun menyebarkan berita-berita yang bisa memancing kesalah pahaman di antara dua supporter sepak bola Indonesia. Motif ekonomi, tidak bisa dipungkiri permusuhaan supporter sepak bola di Indonesia ini mempunyai nilai jual ataupun reting yang sangat tinggi, dan hal itu dimanfaatkan oleh oknum, kelompok, organisasi, ataupun media untuk mencari keuntungan dari rivalitas itu sendiri. Dan rivalitas antar supporter ini sekan dibiarkan saja dengan sengaja demi tujuan tertentu.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 274

Pengalaman Mengenai Rivalitas Supporter Di Kota Bandung Pengalaman adalah suatu kejadian yang telah dialami oleh seseorang. Dalam hidupnya seseorang mempunyai banyak pengalaman, baik pengalaman yang ia alami sendiri, maupun pengalaman yang dialami oleh teman, keluarga atau orang-orang terdekat yang ia ketahui atau yang diceritakan kepadanya. Pengalaman seseorang menjadi sangat penting dalam sebuah penelitian fenomenologi. Hal ini juga menjadi salah satu ketertarikan peneliti untuk mendalami pengalaman informan selama mengetahui tentang makna rivalitas supporter di kota bandung. Dan berikut hasil wawancaranya. “Kita juga sering komunikasi dengan Heru Joko sebagai ketua umum Viking, beliau juga satu pemahaman dengan kita, ingin membuat menciptakan sebuah organisasi supporter yang beradab, Cuma ya itu tadi sulit.. karena kembali lagi , route case nya ke permasalahan fenomena sosial.. ya karena cerminan sendiri kondisi masyarakat indonesia saat ini. Kita ambil contoh kasus nya kematian haringga sirilla, menurut saya permasalah utamanya bukan sekedar rivalitas, tapi permasalahannya justru di masalah umum sosial, yaitu kebodohan dan kemiskinan. Itu berbicaranya jadi social case (kasus sosial) artinya disini harus ada turut sera peran dari pemerintah, pemerintah pusat/daerah, lalu ada campur tangan akademisi untuk merumuskan sebuah formula kebijakan yang bisa output kedepannya menciptakan karekater masyarakat indonesia yang beradab, dan juga dari masyarakat itu sendiri.. mau tidak dirubah menjadi kultur masyarakat yang beradab?? Jadi memang ini sangat pelik permasalahannya, yang terlihat dipermukaan hanya permasalahan rivalitas sepakbola, justru lebih dari itu yang saya kaji, saya mengamati dan mengkaji lebih dalam. Ada masalahnya yang lebih besar, yaitu kemiskinan dan kebodohan! Itu Pr kita bersama..”

Dan hal yang sama dilontarkan oleh Fierzy Tri Muhammad Alwien terkait dengan pengalaman rivalitas supporter di kota bandung, berikut penjelasannya.

“Pengalaman terbaik selama saya hidup 24 tahun ini dari kecil saya suka Persib!! Begitupun keluarga besar saya suka dan cinta ke Persib, banyak cerita tentang persib mulai dari Ayah, Ibu, Sodara, kakek, dan Nenek saya bahwa persib pernah juara di 25 Januari 1986. Itu menjadikannya sebagai kebanggaan warga Bandung, karena bagi orang sunda mah ini tuh udah menjadi satu budaya kita mencintai Persib, dan pengalaman terindah itu ketiba Persib juara ditahun 2014 piala Presiden. Karena ditahun milenial ii saya baru melihat diseluruh penjuru kota kembang Bandung menjadi lautan biru yang saya ga pernah melihatnya dimanapun selain di Bandung. Apa yang menjadi perjuangan Persib menjadi perjuangan bobotoh juga.. ibarat paribahasa Sunda mah ‘Panceg Dina Jalur,Moal Ingkah Sanajan Awak Lebur’. Dan untuk kasus kemaren, saya dateng waktu kejadian kematian haringga sirila itu, dan saya sebenarnya duduk dengan supporter Persija dan ada kabar 50 supporter persija menyaksikan pertandingan di wilayah barat stadion, dan seperti

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 275

yang kita tau, mereka itu sudah menjadi musuh bubuyutan kita, tapi entah kenapa saya baru merasa damai duduk disamping supporter persija. Dan setelah menang, kemenangan itu terasa hambar karena saya dan bobotoh yang nonton di dalam sama sekali tidka mengetahui dengan kejadian yang menimpa korban diluar stadion, sekali lagi saya ingatkan kepada semua supporter di Indonesia, mulailah berpikir Trand Possitive, jangan negative terus, karena sepak bola di Indonesia itu merupakan salah satu bagian pemersatu bangsa.”

Dari dua penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pengalaman historis dan budaya sangat mempengaruhi warga kota Bandung sebagai bobotoh sekaligus sebagai supporter Persib Bandung. Dan seiring dengan berjalannya waktu budaya perdamaian antar supporter di tanah air menjadi luntur karena banyak nya budaya-budaya baru. Tetapi hal yang sedikit berbeda dikatakan oleh Bena, bahwa masyarakat ataupun bobotoh Persib Bandung khususnya dan masyarakat Indonesia umum nya, masih harus banyak diberikan edukasi terkait perindustrian sepak bola di Indonesia. Dan menurutnya, bahwa sebenarnya situasi persepak bolaan dan peranan supporter di tanah air kita ini sudah sangat mengalami kemajuan, hanya masih banyak saja oknum ataupun pihak-pihak yang berusaha merauk keuntungan untuk urusan pribadinya, dah itu memberikan dampak negatif bagi keberlangsungan bermasyarakat di Indonesia. Banyak nya faktor yang mempengaruhi kasus ini, menjadikannya hal yang mungkin masih sangat kompleksuntuk dipecahkan. Karena berkesinambungan dengan roda ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, agama, dll.

SIMPULAN Nilai yang terkandung dalam Makna rivalitas supporter di kota Bandung ialah suatu budaya yang sudah turun-temurun. Dan dahulu kala budaya rivalitas supporter itu tidak ada, bahkan dahulu para supporter sepak bola di tanah air ini bisa menyaksiakan tim kesayangannya bermain dengan berdampingan, tanpa ada nya batasan-batasan tertentu karena dinilai bisa manjaga keharmonisan antar supporter dan tim sepak bolannya itu sendiri. Tapi seiring berkembangnya jaman, budaya supporter yang damai dan harmonis itu tergantikan oleh budaya rivalitas antar supporter, khususnya di kota bandung ini, entah apa pemicunya, tetapi budaya rivalitas ini menjadi momok tersendiri bagi masyarakat kota bandung khususnya bobotoh. Banyak nya

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 276

kejadian-kejadian miris yang terjadi di dalam dunia sepak bola ini, khususnya para supporter yang sudah sangat membudaya di tanah air kita ini. Motif ialah pesan terselubung yang terdapat pada suatu hal yang dilakukan oleh seseorang. Dimana motif yang terkandung dalam makna rivalitas supporter di kota Bandung ini menjadikannya hal yang pilu didalam dunia persepak bolaan tanah air. Dan pada kasus ini munculah 2 motif yang terkait dengan rivalitas supporter di kota Bandung. Yang pertama Motif budaya, dimana menjadi seorang bobotoh dan mendukung tim Persib Bandung sudah menjadi budaya turun-temurun bagi masyarakat sunda khususnya kota bandung, dan umumnya warga jawa barat. Walaupun dahulu belum tercipta nya budaya rivalitas seperti sekarang ini. Kedua Motif Ekonomi, seperti yang kita ketahui Persepak Bolaan di Indonesia ini adalah hal yang sangat menarik, dan tidak akan pernah mati karena sudah mendarah daging di semua elemen masyarakat. Dan dalam konteks ini sepak bola di Indonesia ini selalu dijadikan sebagian orang untuk mencari keuntungan berupa materi. Dan terkait dengan rivalitas supporter di kota bandung berpengaruh dalam ranah ekonomi. Karena rating dan daya jual nya yang sangat tinggi, bagi para oknum, kelompok, organisasi, ataupun media untuk merauk keuntungan. Dan rivalitas supporter ini seperti dibiarkan dan sengaja tidak dihapuskan karena kepentingan-kepentingan tertentu. Pengalaman adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-harinya. Pengalaman para bobotoh Persib Bandung, umum nya warga Jawa Barat mengenai persepak bolaan di indonesia menjadikannya hal yang seakan wajib untuk mendukung tim-tim kesayangannya. Seperti Persib Bandung ini, yang sudah sangat mendarah daging dalam sejarahnya, tetapi dalam kenyataannya masih banyak oknum- oknum yang masih menggunakan pemikiran bar-bar terhadap tim lawan yang sudah menjadi musuh turun-temurun. Dan hal seperti itu dikarenakan kurangnya edukasi mengenai sistem ataupun skema persepak bolaan di Indonesia. Dan peranan pemerintah pun dinilai belum bisa mencari jalan keluar dalam kasus ini, dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhinya dan itu adalah Pr kita bersama selaku warga negara Indonesia. Dalam penelitian yang dilakukan peneliti, peneliti memberikan saran-saran yang bermanfaat bagi semua pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut: Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sepak bola adalah suatu olah raga yang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 277

sangat menjungjung tinggi nilai-nilai sprotifitas, dan nilai-nilai kemanusiaan. Dan berbicara sepak bola, pasti tidak akan pernah lepas dari para pendukungnya, yang di Indonesia ini sudah menjadikannya budaya turun-temurun untuk mencintai tim sepak bola yang dari asal tempat tinggalnya. Dan peranan pendukung itu untuk menyemangati tim nya, bukan saling menghujat pendukung, apalagi menjadikan tim lawan sebagai musuh. Akan lebih baik adanya musyawarah dan penyuluhan dari kita untuk kita yang bertujuan menjaga keutuhan saat pertandingan sepak bola berlangsung. Pada penelitian ini sebaiknya peneliti lebih mempersiapkan waktu yang panjang, Karena mengingat kondisi di lapangan tidak selamanya sama seperti yang di perkirakan, sehingga perlu mengatur waktu dalam mengerjakan bab-bab sebelumnya yakni 1, 2, dan 3 agar ada waktu yang cukup lama untuk mengadakan penelitian di lapangan dengan lebih teliti lagi. Gunakan waktu semaksimal mungkin untuk pengolahan data serta pembahasannya karena meskipun data sudah terkumpul kita masih memerlukan waktu, dalam pengkajian pustaka untuk membandingkan dengan teori-teori yang sudah ada, dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang mengkaji kajian yang sama agar dapat menyesuaikannya. Untuk yang mengambil penelitian yang sama, yakni tentang musik, khususnya music dalam agama hendaknya harus lebih memahami dan mendalami tentang penelitian yang diambil dan dalam mencari data, teori, studi pustaka harus sesuai dengan penelitian yang diambil dan lebih lengkap.

BIBLIOGRAPHY Juliastuti, Nuraini, Camelia Lestari, and Nuraini Juliastuti. 2006. “Whatever I Want: Media and Youth in Indonesia before and after 1998.” Inter-Asia Cultural Studies. https://doi.org/10.1080/14649370500463786.

Kuswarno, Engkus. 2007. “Tradisi Fenomenologi Pada Penelitian Komunikasi Kualitatif : Sebuah Pedoman Dari Pengalaman Penelitian.” Sosiohumaniora. https://doi.org/10.29313/mediator.v7i1.1218.

Morissan. 2014. “Morissan: Media Sosial Dan Partisipasi Sosial.” Jurnal Visi Komunikasi .

Setiansah, Mite. 2009. “Politik Media Dalam Membingkai Perempuan (Analisis Framing Pemberitaan Kasus Video Porno Yahya Zaini Dan Maria Eva Di Harian Umum Kompas Dan Suara Merdeka).” Ilmu Komunikasi. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24002/jik.v6i2.200.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 278

PEWARISAN NILAI KEHIDUPAN MELALAUI KOMUNIKASI RITUAL PADA TRADISI BUDAYA MACA SAJARAH KACIJULANGAN DI DESA KONDANGJAJAR KECAMATAN CIJULANG KABUPATEN PANGANDARAN

Iriana Bakti Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Kabupaten Pangandaran merupakan tujuan wisata yang memiliki keanekaragaman budaya yang cukup potensial untuk dikembangkan. Salah satu keanekaragaman budaya tersebut adalah penyelenggaraan acara Maca Sajarah Kacijulangan yang rutin dilaksanakan setiap tahun pada bulan muharam, dan dalam pembacaannya harus dilakukan dengan berdasarkan pada perhitungan sunda kuno dan hanya boleh dibacakan pada waktu tertentu. Maca Sajarah Kacijulangan ini sarat dengan makna simbolis, yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang terlibat langsung dalam kegiatan ini, atau orang-orang yang memiliki minat dan perhatian khusus tentang kegiatan tersebut. Hal ini disebabkan, dalam pembacaannya harus dilakukan oleh orang yang sudah memiliki keimanan dan ketauhidan yang sempurna untuk menghindarkan perbedaan penafsiran. Tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan merupakan aktivitas komunikasi ritual, karena bersifat ekspresif dan simbolis, serta di dalamnya terdapat kebersamaan yang diikat oleh perasaan yang sama tentang hubungan manusia dengan sang pencipta, sehingga akan leibih mengenal dirinya dan penciptanya. Penelitian komunikasi ritual ini telah diteliti oleh (Ngare, 2014), dan (Andung, 2010). Selain itu, tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan memiliki nilai budaya, religi, dan sosial yang tercermin dalam simbol sajian makanan, dan makna dari makanan yang disajikan tersebut. Penelitian tentang nilai budaya dan religi ini diteliti oleh (Humaeni, 2015), (Solikin, 2015). Tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan di Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran ini berpotensi untuk dijadikan destinasi wisata berbasis budaya, yaitu salah satu jenis kegiatan wisata yang memanfaatkan aktivitas budaya sebagi objeknya.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 279

Tradisi budaya ini dapat menarik perhatian wisatawan, karena selain menjelaskan sejarah dari wilayah tersebut, juga menyajikan keunikan ritualnya yang sarat dengan makna simbolis. Namun demikian, untuk menjadikan tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan sebagai objek wisata budaya dibutuhkan kolaborasi di antara pemangku kepentingan, yang dilandasi oleh kesamaan, kebersamaan, dan kualitas hubungan yang harmonis dalam mengambil keputusan untuk mencapai tujuan bersama dalam mewujudkan wisata budaya tersebut. Penelitian tentang kolaborasi dalam kegiatan pariwisata ini diteliti oleh (Nafila, 2013), dan (Fairuza, 2017a). Untuk mempromosikan tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan menjadi objek wisata budaya, para pengelolanya harus memahami media (massa dan sosial) agar informasinya dapat tersampaikan kepada khalayak yang beragam, anonim, dan tersebar diberbagai pelosok. Penelitian tentang pemanfaatan media ini antara lain telah diteliti oleh (Ayutiani, Primadani and Putri, 2018)

HASIL DAN PEMBAHASAN Maca Sajarah Kacijulangan merupakan tradisi budaya tahunan yang diselenggarakan setiap bulan muharam. Tradisi budaya ini merupakan warisan budaya tempo dulu yang hampir punah, karena para kasepuhan yang biasa menggelar tradisi itu banyak yang telah wafat, sementara para penerusnya sudah mulai jarang yang berminat. Tradisi budaya ini pada dasarnya merupakan aktivitas komunikasi, dimana komunikatornya (kasepuhan) tidak boleh sembarangan, tetapi harus dipilih berdasarkan ketahuhidannya. Adapun pesan yang disampaikan adalah sejarah penciptaan alam semesta dan ajaran ketauhidan yang dikemas secara simbolis, dan disampaikan kepada komunikan (peserta) yang terlibat di dalamnya. Proses komunikasi yang terjadi dalam tradisi budaya ini merupakan kegiatan komunikasi ritual, biasanya dilakukan oleh komunitas yang sering melakukan upacara- upacara . Sebagai sebuah kebutuhan manusia, komunikasi ritual merupakan prosesi yang akan tetapi berjalan sepanjang zaman, meskipun dengan berjalannya waktu, bentuknya berubah-ubah disesuaikan degan pemenuhan kebutuhan diri manusia sebagai makhluk individu, anggota komunitas tertentu, makhluk sosial, dan sebagai salah satu bagian dari alam semesta (Manafe, 2011). Komunitas Dalam komunikasi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 280

ritual, para pesertanya cenderung memiliki keyakinan yang sama berkumpul untuk menyimak pemaparan pesan yang disampaikan oleh tokoh kasepuhan, menyantap hidangan bersama, dan melakukan doa bersama, sehingga komunikasinya bersifat ekspresif. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ritual Maca Sajarah Kacijulangan ini bersifat artifisal dan simbolik berupa pemparan kisah, dan tutur lisan yang bertujuan untuk menggambarkan sesuatu yang dianggap penting oleh mereka yang terlibat di dalamnya, sehingga pesan yang disampaikannya bersifat tersembunyi dan ambigu tergantung pada makna simbol-simbol yang digunakan dalam tradisi budaya tersebut.

Gb.1 Ritual Maca Sajarah Kacijulangan sumber: Dok. Buser Trans Online 12 Septmber 2018

Tradisi Maca Sajarah Kacijulangan ini merupakan sebuah ritual, karena merupakan rangkaian kegiatan simbolis yang dalam penyelenggaraannya harus sesuai dengan ketentuan. Ritual adalah cara dalam berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu melalui perilaku yang sifatnya simbolik dalam situasi-situasi sosial tertentu

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 281

(Ngare, 2014). Oleh karena itu, Maca Sajarah Kacijulangan merupakan implementasi dari komunikasi ritual. Tradisi Maca Sajarah Kacijulangan ini merupakan peristiwa budaya yang dikemas sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian pengunjung untuk menyaksikannya. Dalam acara tersebut, para sesepuh, dan para undangan dari berbagai kalangan nampak berpakaian sunda lengkap dengan ikat kepala, terdapat juga aneka ragam makanan yang kesemuanya penuh dengan makna simbolis. Mereka berkumpul dan menyimak pembacaan konten dari sejarah tersebut dan ditonton oleh masyarakat lainnya. Peristiwa ini merupakan praktek komunikasi ritual yang nampak seperti pertunjukan budaya yang sakral dan keramat, namun memiliki fungsi informatif, pendidikan, dan pewarisan nilai (Andung, 2010). Simbol-simbol yang melekat pada tradisi Maca Sajarah Kacijulangan merepresentasikan nilai-nilai tertentu, seperti nilai budaya itu sendiri, nilai religius, dan nilai sosial pernah atau masih berlaku sampai saat ini. Tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan sebagai praktek komunikasi ritual mengandung nilai budaya, nilai religius, dan nilai sosial yang masih melekat pada masyarakat di wilayah Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran. Nilai-nilai tersebut antara lain dapat dilihat dari simbol-simbol yang ada pada makanan, seperti tebu, kelapa muda, dan nasi tumpeng. Nilai-nilai budaya tersebut berhubungan dengan kepercayaan masyarakat, ritual keagamaan, dan siklus hidup manusia (Hindaryatiningsih, 2016), sehingga tradisi budaya tersebut menjadi lestari sampai saat ini. Nilai budaya yang terkandung dalam ritual Maca Sajarah Kacijulangan merupakan hasil kesepakatan yang tertanam dalam masyarakat Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran yang bersifat simbolis, dan mengakar pada suatu tradisi, sikap, dan kepercayan yang menjadi acuan perilaku tertentu. Nilai-nilai tersebut antara lain dapat dilihat dari simbol-simbol yang ada pada makanan, seperti tebu 4 batang yang ditancapkan ke kelapa, yang mengandung makna “barang titipan Allah berupa penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pengucapan”, yang kesemuanya harus diselaraskan dengan rasa. Dengan demikian, ritual-ritual tersebut merupakan penghormatan manusia secara kolektif terhadap Tuhan yang memiliki kekuatan luar

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 282

biasa, sehingga dapat menjamin keberlangsungan hidup dan keberkahan pada masyarakat (Humaeni, 2015). Selanjutnya, nasi tumpeng mengandung makna “ dalam mengarungi kehidupan harus memiliki rasa yang mendalam di dalam badan kita supaya enak dan manfat kepada sesama”. Oleh karen itu, dalam tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan isinya mempertegas sejarah penciptaan alam dunia dan alam manusia dengan segala perilakunya, yang kesemuanya itu mengajarkan kepada kita supaya kenal dengan diri sejati, kenal kepada Sang pencipta supaya bisa kembali pulang ke asal, yaitu “asal dari cahaya, kembali lagi kepada cahaya”. Ini merupakan nilai religiusitas yang membangkitkan kesadaran bahwa manusia adalah mahluk yang dibuat oleh Sang Pencipta, yang memiliki keyakinan dan keteguhan dalam kehidupan beragama dalam rangka mencari dan memecahkan masalah (Solikin, 2015). Dengan demikian, ritual budaya tersebut memiliki dimensi keyakinan, keteguhan, dan penghayatan mendalam bagi masyarakat yang terlibat di dalamnya. Proses pemberian makna tentang pohon tebu yang ditancapkan kepada kelapa muda, dan nasi tumpeng yang bermuara pada makna ketauhidan tidak terjadi begitu saja, makna tentang sesuatu didasarkan pada pengalaman orang-orang yang terlibat dalam suatu interaksi yang melibatkan dua budaya, yaitu budaya islam, dan budaya lokal. Akulturasi dari dua budaya tersebut membangun kesepakatan untuk menyamakan makna dari para pelakunya, bahwa sesugguhnya tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan dimaknai sebagai ketahuidan. Tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan yang sarat dengan simbol-simbol bermakna ini semakin mempertegas keberadaan dari nilai dasar dan nilai instrumental. Nilai dasar adalah nilai-nilai yang mendasari perilaku yang terwujud pada nilai-nilai instrumental yang dapat dilihat (Hindaryatiningsih, 2016). Nilai dasar yang muncul dari tradisi tersebut berupa kesadaran sebagai manusia yang diberi Tuhan berupa penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pengucapan yang diselaraskan menjadi sebuah “rasa”, yang kemudian diimplementasikan menjadi nilai instrumental berupa ihtiar manusia untuk lebih mengenal “diri” yang diciptakan, dan mengenal “Tuhan” yang menciptakan dengan cara melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Dengan kata lain, nilai instrumental yang muncul dari tradisi budaya tersebut adalah bahwa para pesertanya melakukan “tafakur diri”.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 283

Pelaksanaan tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan yang pada dasarnya berupa penanaman kesadaran untuk mengenal “diri” sebagai mahluk yang diciptakan, dan mengenal “Tuhan” yang menciptakan dipadukan dengan budaya lokal yang disimbolkan dengan buah-buahan (kelapa dan tebu), dan nasi tumpeng merupakan sebuah harmonisasi agam (islam) dan budaya yang didasarkan pada kesamaan makna dan tujuannya, yaitu “ketauhidan”. Dengan demikian antara agama (Islam) dan budaya (lokal) masing-masing memiliki simbol-simbol dan nilai tersendiri yang memiliki kesamaan makna, di mana agama Islam disimbolkan sebagai bentuk ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan tradisi budaya lokal memiliki makna tersendiri yang menunjukkan kesadaran dan ketaatan manusia terhadap simbol yang menjadi ciri khas kelokalannya (Hindaryatiningsih, 2016). Oleh karena itu, kegiatan tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan di Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran bisa berlangsung dan diterima oleh berbagai kalangan, walaupun pernah terjadi kesalahpahaman. Kolaborasi merupakan suatu proses dimana pihak-pihak yang terlibat melihat suatu permasalahan dari persepektif atau aspek yang berbeda dapat secara konstruktif mempertemukan perbedaan dan mencari solusi lebih jauh dari pandangan mereka akan apa yang mungkin . Selanjutnya diakhir ritual budaya Maca Sajarah Kacijulangan, semua makanan tersebut di makan bersama sebagai rasa syukur atas kelancaran dan keselamatan yang diberikan Tuhan pada masyarakat Kecamatan Cijulang. Dengan demikian, ritual-ritual tersebut menunjukkan adanya fungsi-fungsi sosial yang dapat merekatkan nilai solidaritas antar anggota masyarakat (Humaeni, 2015). Selain itu, ritual budaya tersebut mampu membangun rasa kebersamaan, rasa kesatuan kepentingan, rasa simpati, dan kasih sayang yang didasari oleh kepentingan sesama manusia. Pelaksanaan kegiatan tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan yang diselenggarakan tiap tahun pada bulan Muharam tersebut pada dasarnya merupakan pewarisan nilai-nilai leluhur daerah tersebut untuk menjadi pelajaran berharga bagi generasi selanjutnya. Dengan demikian menurut (Iing Yulianti, 2015), pewarisan nilai kearifan lokal tidak lagi menjadi kaum yang termarjinalkan karena perbedaan yang mereka miliki dengan masyarakat pada umummenjadi sangat penting dan bermakna sebagai bahan yang dapat dijadikan pembelajaran sejarah bagi penerusnya dalam mengenal dan memahami nilai-nilai luhur yang terdapat dalam kebudayaannya.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 284

Untuk memahami eksistensi komunitas adat atau atau penggiat budaya, diperlukan edukasi kepada masyarakat, bahwa mereka adalah sekelompok orang yang masih peduli terhadap nilai-nilai kehidupan yang berakar dari budaya kita sendiri, sehingga komunitas- komunitas adat dan budaya tersebut merasa sebagai bagian dari masyarakat lainnya, walaupun dalam hal tertentu ada perbedaan. Dengan kata lain komunitas-komunitas tersebut tidak lagi menjadi kaum yang termarjinalkan karena perbedaan yang mereka miliki dengan masyarakat pada umum (Iing Yulianti, 2015). Pelaksanaan tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan di Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran menjadi sebuah pagelaran yang sangat menarik, karena di setting sedemikan rupa dengan tidak menghilangkan kesakralannya, sehingga nampak menjadi unik terutama bagi orang luar yang ikut menghadirinya. Keunikan ini berpotensi menjadi objek wisata budaya yang dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya. Upaya yang harus dilakukan untuk menjadikan tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan menjadi objek wisata budaya adalah melalui kolaborasi di antara pemangku kepentingan, khususnya komunitas penggiat budaya dan pariwisata yang kreatif di Kabupaten Pangandaran. Komunitas kreatif ini memiliki peran dalam meningkatkan pengetahuan, apresiasi, dan dukungan khalayak dengan menginterpretasikan pusaka budaya supaya lebih dipahami sebagai produk wisata budaya (Nafila, 2013). Oleh karena itu, tugas utama yang harus dilakukan oleh komunitas-komunitas tersebut adalah dengan mendiseminasikan informasi tentang tradisi budaya yang dikemas secara unik kepada khalayak dengan menggunakan berbagai media seperti media massa dan media sosial. Untuk itu menurut (Priyanto and Safitri, 2016) diperlukan pembelajaran membuat paket-paket wisata terkait dengan objek wisata, karena melalui paket-paket wisata inilah wisatawan akan mengetahui dan merasakan pengalaman perjalanan dan keunikan seperti apa yang akan dinikmati selama perjalanan. Pemahaman komunitas penggiat wisata dan budaya tetang promosi objek wisata budaya khususnya tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan melalui berbagai massa menjadi sangat penting, karena media dengan berbagai karakteristiknya menjadi alat bantu untuk menyebarluaskan informasi wisata ke berbagai wilayah, dan khalayak yang tersebar dan relatif anonim (tidak saling mengenal). Selain itu, dengan memanfaatkan media akan menimbulkan respon tertentu dari khalayak yang diterpa oleh informasi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 285

tersebut. Informasi yang disampaikan melalui penggunaan media menghasilkan respon kognitif (pengetahuan tentang objek wisata), afektif (penilaian tentang objek wisata, dan behavioral (tindakan) untuk mengunjungi objek wisata (Ayutiani, Primadani and Putri, 2018) Kolaborasi dalam pengembangan wisata budaya melalui tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan bisa terwujud apabila di antara komunitas memiliki perasaan yang sama untuk mencapai tujuan bersama melalui kerjasama yang harmonis dalam proses pengambilan keputusan untuk menjadikan tradisi budaya tersebut menjadi objek wisata budaya di Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran. Pengambilan keputusan tersebut harus dilakukan secara demokratis melalui proses diskusi yang dihadiri oleh semua pemangku kepentingan (Fairuza, 2017a). Dengan demikian, proses pengambilan keputusan untuk menjadikan tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan merupakan hasil dari konsensus di antara mereka. Dengan demikian, kolaborasi dapat secara konstruktif mempertemukan perbedaan dan mencari solusi tentang berbagai pandangan dari mereka yang terlibat di dalamnya (Fairuza, 2017).

SIMPULAN Tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan di Desa Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran memiliki makna bahwa manusia itu harus mengenal dirinya dan Tuhan yang menciptakannya. Oleh karena itu, manusia harus bertafakur untuk mengkaji rasa dan mampu melaksanakan perintah-Nya, serta menjauhi larangan- Nya sebagai implementasi dari ketahuidannya. Nilai budaya yang terkandung dalam tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan merupakan hasil kesepakatan yang tertanam dalam masyarakat yang melahirkan ketaatan manusia terhadap simbol yang menjadi ciri khas kelokalannya berupa tanaman tebu yang ditancapkan kepada kelapa muda ternyata merepresentasikan kesadaran manusia yang diberi Tuhan berupa penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pengucapan yang diselaraskan menjadi sebuah “rasa. Nilai religiusitas yang terkandung dalam tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan diwujudkan dalam kesadaran bahwa manusia adalah mahluk Sang Pencipta, yang memiliki keyakinan dan keteguhan dalam kehidupan beragama, sehingga dirinya

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 286

memiliki keyakinan, keteguhan, dan penghayatan dalam rangka mencari dan memecahkan masalah. Nilai sosial yang terkandung dalam tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan diwujudkan dalam bentuk solidaritas para pesertanya dalam penyelenggaraan, dan acara makan bersama sebagai rasa syukur atas kelancaran dan keselamatan, sehingga tradisi budaya tersebut menunjukkan fungsi-fungsi sosial yang dilandasi oleh kebersamaan, kesatuan kepentingan, simpati, dan kasih sayang. Tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan di Desa Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran memiliki potensi untuk dijadikan objek wisata budaya jika di antara pemangku kepentingan berkolaborasi yng didasarkan pada kesamaan pandangan, kerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

BIBLIOGRAPHY Andung, P. A. (2010) ‘Perspektif Komunikasi Ritual mengenai Pemanfaatan Natoni sebagai Media Komunikasi Tradisional dalam Masyarakat Adat Boti Dalam di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur’, Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(1), pp. 1–10.

Ayutiani, D. N., Primadani, B. and Putri, S. (2018) ‘Penggunaan Akun Instagram sebagai Media Informasi Wisata Kuliner’, 3(1), pp. 39–59.

Fairuza, M. (2017a) ‘Kolaborasi antar Stakeholder dalam Pembangunan Inklusif pada Sektor Pariwisata ( Studi Kasus Wisata Pulau Merah di Kabupaten Banyuwangi )’, Kebijakan Dan Manajemen Publik, 5, pp. 1–13.

Fairuza, M. (2017b) ‘Kolaborasi antar Stakeholder dalam Pembangunan Inklusif pada Sektor Pariwisata ( Studi Kasus Wisata Pulau Merah di Kabupaten Banyuwangi )’, Kebijakan Dan Manajemen Publik, 5(3), pp. 1–13.

Hindaryatiningsih, N. (2016) ‘Model Proses Pewarisan Nilai-nilai Budaya Lokal dalam Tradisi Masyarakat Buton’, Sosiohumaniora, 18(2), pp. 108–115.

Humaeni, A. (2015) ‘Ritual, Kepercayaan Lokal Dan Identitas Budaya Masyarakat Ciomas Banten’, el Harakah, 17(2), pp. 157–181.

Iing Yulianti (2015) ‘PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA MASYARAKAT ADAT CIKONDANG’, Candrasangkala, 1(1), pp. 1–22.

Manafe, Y. D. (2011) ‘Komunikasi Ritual pada Budaya Bertani Atoni Pah Meto di Timor-Nusa Tenggara Timur’, pp. 287–298. Available at: http://www.jurnalaspikom.org/index.php/aspikom/article/download/26/30.

Nafila, O. (2013) ‘Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Situs Megalitikum Gunung Padang’, Perencanaan Wilayah dan Kota, 24(1), p. 80. doi: 10.5423/PPJ.2009.25.4.333.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 287

Ngare, F. (2014) ‘STUDI KOMUNIKASI BUDAYA TENTANG UAPACARA Ritual Congko Lokap Dan Penti Sebagai Media Komunikasi Dalam Pengemban Provinsi Nusa Tenggara Timurgan Pariwisata Daerah Manggarai’, Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(1), pp. 40–50.

Priyanto and Safitri, D. (2016) ‘Pengembangan Potensi Desa Wisata Berbasis Budaya: Tinjauan Terhadap Desa Wisata di Jawa Tengah’, Jurnal Vokasi Indonesia, 4(1), p. 2016.

Solikin, A. (2015) ‘RITUAL CONGKO LOKAP DAN PENTI’, Al-Tahrir, 15(1), pp. 219–235. doi: 10.1016/j.ijcard.2014.12.075.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 288

PENGALAMAN MAHASISWA PERANTAU MINANG UNPAD DALAM MENGHADAPI STEREOTIP “ORANG MINANG ITU PELIT”

1 Andini Claudita Program Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Stereotip Terhadap Etnis Minangkabau “Oh, orang Padang ya? Hmm pantes pelit!” ucapan tersebut sering terlontar kepada orang dengan etnis Minangkabau. Keterbatasan pengetahuan geografis membuat orang seringkali menyebut orang minang dengan orang Padang, dan stereotip etnis sering sekali muncul di dalam kehidupan sehari-hari, baik dilontarkan dalam bentuk candaan, konfirmasi, bahkan tuduhan. Etnis Minangkabau identik dengan budaya merantau. Dari data yang didapatkan melalui wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, alumnus Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran yang beretnis Minang,

“…merantau awalnyo sebagai caro untuak lelaki minang untuak membangun rumah gadang di nagari urang, sahinggo tabantuak nan namonyo wilayah rantau. Intinyo dulu rantau tu untuak memperluas kekuasaan politik adat. Semakin Kamari esensi marantau tu bageser. Esensi merantau modern tu sebagai pendewasaan bagi urang minang, lelaki terkhususnyo. Lelaki nan marantau akan dianggap alah dewasa tu mampu maagiah penghidupan bagi urang kampuangnyo.”

“… merantau awalnya sebagai cara untuk lelaki minang untuk membangun rumah gadang di negeri orang, sehingga terbentuk wilayah rantau. Intinya dahulu wilayah rantau itu untuk memperluas kekuasaan politik adat. Semakin kemari, esensi merantau telah bergeser. Esensi merantau modern itu sebagai

1 Andini Claudita, S.I.Kom, Universitas Padjadjaran. Cikeruh, Jatinangor, Sumedang, 45363. Email: [email protected]

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 289

pendewasaan bagi urang minang, khususnya lelaki. Lelaki yang merantau akan dianggap telah dewasa jika mampu memberi penghidupan untuk orang di kampungnya”.1 Dari hasil wawancara tersebut, merantau menjadi pendewasaan bagi lelaki beretnis minang, dan dianggap telah dewasa jika telah mampu mencari penghidupan untuknya sendiri dan keluarga yang ditinggalkan di kampung. Salah satu cara untuk mencari penghidupan di perantauan adalah dengan berdagang. Rehan menambahkan, berdagang merupakan tulang punggung ekonomi orang minang dari zaman dahulu. Merantau dewasa ini juga bukan sekadar untuk mencari penghidupan. Memperoleh pendidikan yang layak dan lebih baik juga merupakan esensi dari merantau, seperti misalnya mahasiswa Sumatera Barat yang melanjutkan pendidikan di Universitas Padjadjaran, menurut data Direktorat Pendidikan Unpad tahun 2016, mahasiswa baru yang berasal dari Sumatera Barat sejumlah 308 orang, menempati posisi ke-3 setelah Jawa Barat dan DKI Jakarta. Data itu untuk merepresentasikan jumlah dalam satu tahun, namun untuk setiap angkatan aktif yang menempuh pendidikan selama kurang lebih empat tahun, maka dapat diperkirakan jumlah mahasiswa Unpad yang berasal dari Sumatera Barat sekitar lebih dari 1200-an orang. Selain identik dengan etnis yang suka merantau dan berdagang, ada stereotip negatif yang melekat kepada etnis minang, stereotip tersebut adalah sifat pelit. Seringnya, stereotip tersebut muncul dan digeneralisasikan pada orang minang pada umumnya. Biasanya, orang menujukan stereotip tersebut sebagai jalan pintas untuk menyederhanakan suatu kelompok atas realitas yang kompleks. Namun faktanya, stereotip tersebut dapat bersifat positif, negatif, bahkan diskriminatif. Stereotip etnis memang sudah mengakar di Indonesia. menurut data Badan Pusat Statistik di bulan Maret 2018, ada lebih dari 300 etnis di Indonesia. sekat-sekat antar-etnis inilah yang kemudian menimbulkan stereotip sendiri-sendiri yang ditujukan sebagai ciri bagi etnis-etnis tertentu. Stereotip ini sifatnya sangat subjektif dan muncul akibat kekurangan informasi dalam memahami kelompok atau etnis tertentu. Guru besar Universitas Padjadjaran, Deddy Mulyana di dalam artikel yang ditulis oleh Muhammad Rizqi Hijriah, di Kumparan 24 Oktober 2018 mengungkapkan bahwa

1 Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 30 Oktober 2018 pukul 10.15 wib

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 290

stereotip tidak selalu berdasarkan kenyataan, maka itu kita perlu untuk melihat konteksnya, mengapa dan siapa yang mengungkapkan stereotip tersebut. Stereotip merupakan hambatan komunikasi, yang menimbulkan nubuat yang dipenuhi diri sendiri. Stereotip muncul juga karena kurang memahami kelompok lainnya dan karena ingin menyederhanakan sesuatu. Hal yang harus dilakukan adalah menumbuhkan empati untuk dapat terbuka dan memahami orang lain, sehingga kita dapat melihat kebenaran yang ada. Menurut Brown, keberadaan kelompok-kelompok etnis membuat peluang terjadinya konflik budaya semakin besar. Nasionalisme etnis pada satu kelompok dapat dilihat sebagai ancaman bagi kelompok lainnya, dan akan menimbulkan sentimen tertentu. Jika sudah seperti ini, maka pertentangan antar etnis akan semakin besar dan korbannya adalah kelompok minoritas di dalam suatu wilayah tertentu(Juditha 2015). Kita sering melihat bahwa stereotip muncul dari kelompok lain terhadap kelompok tertentu, serta kebenarannya yang masih belum jelas, penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan bagaimana pengalaman dan makna dari orang dari etnis minang sendiri dalam menghadapi stereotip yang muncul terhadap etnis mereka. Tujuan 1. Mengetahui bagaimana stereotip orang minang itu pelit dapat muncul dalam kehidupan mahasiswa Unpad 2. Mengetahui bagaimana pengalaman mahasiswa minang Unpad dalam menghadapi stereotip orang minang itu pelit 3. Mengetahui makna stereotip orang minang itu pelit bagi mahasiswa minang Unpad TINJAUAN TEORI DAN KONSEP

Teori Fenomenologi

Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti ‘menampak’ dan phainomenon merujuk pada ‘yang menampak’. Istilah fenomenologi diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Meskipun demikian pelopor aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl.

Bagi Husserl, fenomenologi adalah ilmu yang fundanmental dalam berfilsafat. Fenomenologi adalah imu tentang hakikat dan bersifat a priori. Dengan demikian, makna fenomena menurut Husserl berbeda dengan makna fenomena menurut

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 291

Immanuel Kant. Jika Kant mengatakan bahwa subjek hanya mengenal fenomena bukan noumena, maka bagi Husserl fenomena mencakup noumena (pengembangan dari pemikiran Kant).

Bila dibandingkan dengan konsep kesadaran dari Descartes yang bersifat tertutup, kesadaran menurut Husserl lebih bersifat terbuka. Husserl juga menolak pandangan Hegel mengenai relativisme fenomena budaya dan sejarah. Namun dia menerima konsep formal fenomenologi Hegel, serta menjadikannya sebagai dasar perkembangan semua tipe fenomenologi. Fenomena pengalaman adalah apa yang dihasilkan oleh kegiatan dan susunan kesadaran manusia. Fenomenologi Husserl pada prinsipnya bercorak idealistik, karena menyerukan untuk kembali kepada sumber asli pada diri subiek dan kesadaran. llmu komunikasi (komunikologi) akan mendapatian landasan yang lokoh jka asumsi-asumsi ontologi dan epistemologinya didasarkan pada pengetahuan tentang esensi kesadaran. Konsepsi Husserl tentang "aku transedental" dipahami sebagai subjek solut yang seluruh aktivitasnya adalah menciptakan dunia, Namun Husserl tidak menjelaskan bahwa dalam kehidupan yang sesungguhnya, subjek atau kesadaran itu selain mengkonstruksikan dunia, juga dikonstruksilan oleh dunia.

Adapun pokok-pokok pikiran Husserl mengenai fenomenologi sebagai berikut ini:

1. Fenomena adalah realitas sendiri (realitas in se) yang tampak. 2. Tak ada batas antara subjek dengan realitas, 3. Kesadaran bersifat intensional. 4. Terdapat interaksi antara tindakan kesadaran (noesis) dengan objek yang disadari (noemo). Dari pemeparan pemikiran Husserl tentang fenomenologi tersebut, Alfred Schutz menelaah dan menuangkannya dalam buku daam buku the phenomenalegy of the social world. Menurut Schutz, manusia mengkonstruksi makna di luar arus utama pengalaman melalui proses "tipifikasi”. Hubungan antar makna pun diorganisasi melalui proses ini, atau biasa disebut stock of knowledge. Jadi kumpulan pengetahuan memiliki kegunaan praktis dari dunia itu sendiri. bukan sekedar pengetahuan tentang dunia.

Teori Pengurangan Ketidakpastian

Teori Uncertainty reduction membahas tentang proses bagaimana kita mengenal orang lain. Ketika bertemu dengan orang asing, ada keinginan dari kita untuk

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 292

mengurangi ketidakpastian tentang seseorang tersebut. Di dalam situasi seperti ini, kita cenderung tidak yakin akan kemampuan orang lain untuk menyampaikan tujuan dan rencana, perasaan pada saat itu, dan sebagainya. Dalam hal ini, manusia sering kali kesulitan dengan ketidakpastian, mereka ingin dapat menebak perilaku, sehingga mereka terdorong untuk mencari informasi tentang orang lain, seperti yang dinyatakan oleh Berger. Menurut Berger, ketika kita berkomunikasi, kita membuat rencana untuk mencapai tujuan kita. Kita menyusun rencana komunikasi kita dengan orang lain berdasarkan pada tujuan kita seperti halnya penggunaan informasi yang kita miliki tentang orang lain. Semakin kita merasa tidak pasti, kita menjadi semakin waspada dan kita akan semakin bergantung pada data yang tersedia bagi situasi tersebut. Pada keadaan ketidakpastian yang sangat tinggi, kita semakin sadar dan berhati-hati dengan rencana yang kita lakukan. Ketika kita sangat merasa tidak pasti dengan orang lain, kita cenderung kurang yakin dengan rencana kita dan membuat rencana-rencana darurat, atu cara-cara alternatif dalam merespon hal tersebut(Littlejohn, S., & Foss 2011)

Pengelolaan Ketidakpastian Kecemasan

Teori Berger tentang pengurangan ketidakpastian diperluas oleh William Gudykunst dan koleganya. Di dalam hal ketidakpastian dan kecemasan, Gudykunst menambahkan konteksnya, yaitu situasi interkultural. Di dalam penelitian Gudykunst, ditemukan bahwa setiap kebudayaan berusaha untuk mengurangi ketidakpastian dan kecemasannya dengan cara yang berbeda-beda tergantung pada konteks yang dianit oleh kebudayaan itu sendiri, apakah kebudayaan itu merupakan konteks tinggi ataukah konteks rendah. Dimana kebudayaan konteks tinggi lebih mementingkan isyarat non- verbal, dan kebudayaan konteks rendah cenderung kepada isi pesan verbal.

Proses pengurangan ketidakpastian dengan kebudayaan yang berbeda juga dipengaruhi oleh hal yang lainnya, yaitu ekspektasi dan cara kita. Ketika kita berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, kita menganggap bahwa orang tersebut merupakan representasi dari budayanya, sehingga akan muncul rasa kesemasan dan ketidakpastian yang besar. Sebaliknya, jika kita merasa percaya diri dan mengharapkan hasil yang positif, maka kecemasan dan ketidakpastian akan menurun. Selain itu,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 293

mengenal bahasa orang yang akan kita kurangi ketidakpastiannya juga akan mengurangi tingkat ambiguitas.

Pengurangan dan pengaturan ketidakpastian dan kecemasan sangat penting karena efektif dalam situasi interkultural, dimana kegagalan dan kurangnya adaptasi sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian dan kecemasan. Dengan mengurangi ketidakpastian dan kecemasan, dapat membuat komunikasi dengan orang lain di dalam situasi interkultural menjadi efektif. Kecemasan dan ketidakpastian berhubungan dengan seluh sifat, pola, dan perilaku komunikasi. kombinasi dari hal tersebut akan mempengaruhi apa yang kita lakukan di dalam percakapan dengan orang yang tidak kita kenal(Littlejohn, S., & Foss 2011).

Stereotip

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, stereotip merupakan hal yang berbentuk tetap; berbentuk klise: ucapan, dan konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Stereotip merupakan cara pandang terhadap kelompok tertentu yang diperoleh dari orang lain atau media yang dikaitkan dengan pemikiran kita. Sifat stereotip dapat positif atau negatif, dan juga bisa benar ataupun tidak.

Stereotip mengandung dua konotasi, yaitu kesamaan (duplication or sameness) dan kekakuan (rigidity). Stereotip menunjuk dan memberi cap pada orang yang dituju dengan karakteristik yang sama, dah hal ini merupakan sesuatu yang kaku. Istilah stereotip sering digunakan atas dasar nasionalisme, etnis, gender, dan golongan.

Pada tahun 1824, terminologi stereotip sebenarnya telah digunakan, merujuk kepada pengertian ‘perilaku yang telah terbentuk’dan pada abad 20-an, stereotip mengacu pada pola perilaku yang kaku, berulang, dan mengalami irama (Schneider, 2008). Stereotip merupakan kategori yang kompleks, yang secara mental mempengaruhi bagaimana kita bersikap dan memperlakukan suatu kelompok tertentu. Sehingga hal tersebut menjadi alat yang mengatur gambaran ke dalam kategori yang bersifat tetap dan sederhana, di mana digunakannya untuk mewakili kumpulan orang- orang.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 294

(Abbate, S., Boca, S., & Bocchiaro 2004) juga memberikan pengertian stereotip, yaitu “is cognitive structure containing the perceiver’s knowledge, beliefs, and expectancies about some human social groups”. Stereotip merupakan hal yang muncul secara alamiah untuk kebutuhan psikologi, dimana manusia cenderung untuk mengkategorikan dan mengklasifikasi. Stereotip juga digunakan untuk menyederhanakan pandangan, Karena mustahil untuk mengetahui segala hal di dunia yang besar, kompleks, dan dinamis(Samovar, L., Porter, R., & Mc Daniel 2010).

Halo Effect

Halo effect merupakan merupakan suatu bias kognitif dimana orang cenderung untuk mempersepsi dan menggambarkan secara umum individu dengan karakteristik tertentu(Ackert, L., & Deaves 2010). Halo effect membuat individu membentuk asumsi tentang suatu hal akibat kekurangan informasi, sehingga individu tersebut membentuk asumsi dari informasi-informasi menonjol yang dimiliki dan mengabaikan informasi lain yang lebih relevan.

Halo effect merujuk pada fakta bahwa sekali manusia membentuk kesan yang sifatnya menyeluruh terhadap manusia lainnya, akan ada efek yang kuat pada penilaiannya terhadap karakter-karakter yang sifatnya spesifik. Halo effect tersebut didapatkan dari kesan pertaman saat bertemu seseorang yang sifatnya sulit untuk digoyahkan dan menjadi kesan menyeluruh sehingga dapat menjadi hukum keprimaan (law of primacy). Kesan pertama adalah hal yang membentuk Halo effect, jika impresi awalnya baik, maka halo effect yang terbentuk adalah baik, begitu juga sebaliknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan ini digunakan untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu: 1)Mengetahui bagaimana stereotip orang minang itu pelit dapat muncul dalam kehidupan mahasiswa Unpad 2) Mengetahui bagaimana pengalaman mahasiswa minang Unpad dalam menghadapi stereotip orang minang itu pelit 3)Mengetahui makna stereotip orang minang itu pelit bagi mahasiswa minang Unpad. Penelitian ini

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 295

melibatkan 6 orang informan yang sudah menjadi mahasiswa Unpad selama lebih dari 3 tahun dan beretnis minang.

Munculnya Stereotip Orang Minang Itu Pelit dalam Kehidupan Mahasiswa Minang Unpad

Di dalam komunikasi antarbudaya, ada masalah berupa kesalahan persepsi sosial karena budaya yang berbeda (Mulyana, D., & Rakhmat 2001). Seperti contohnya masyarakat etnis minang yang merantau juga berkemungkinan besar mengalami hambatan komunikasi dan kesalahan persepsi di tempat baru yang ditinggalinya (Yanti 2014). Pada hakikatnya, manusia membutuhkan kepastian dalam hidupnya, jika masih ada sesuatu yang sifatnya belum jelas, manusia berusaha untuk mengurangi ketidakpastian tersebut dengan cara mencari informasi tentang hal tersebut, termasuk untuk individu maupun kelompok. Manusia seringkali merasa kesulitan jika dihadapkan dengan ketidakpastian, dan kecendrungan manusia adalah menebak perilaku. Hal itu yang dinyatakan oleh Berger dalam teori uncertainty reduction(Littlejohn, S., & Foss 2011).

Dalam kecenderungan manusia yang mencari kepastian dengan cara mencari informasi maupun menebak perilaku, peneliti merasa stereotip merupakan hal yang wajar muncul di dalam kehidupan sehari-hari. Stereotip muncul karena manusia berusaha untuk menyederhanakan sesuatu yang sifatnya kompleks, maka timbulnya stereotip merupakan cara sederhana untuk mengidentifikasi kelompok tertentu berdasarkan dengan ciri-ciri yang didapatkan, hal ini juga berlaku untuk kelompok etnik, dimana etnik-etnik tertentu sering diasosiasikan dengan sifat-sifat tertentu.

Seperti yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu tentang stereotip masyarakat tentang etnis minang, dan yang akan secara spesifik akan dibahas adalah stereotip bahwa orang minang itu pelit. Orang minang yang dikenal dengan budaya merantau dan berdagang nyatanya mendapat stereotip bahwa orang dengan etnis ini bersifat pelit. Stereotip ini sendiri didengar dan dirasakan oleh mahasiswa minang yang berkuliah di Unpad, sebanyak enam informan yang diwawancarai, mereka berenam menyatakan pernah mendengar dan dintanyai tentang stereotip tersebut. Baik dalam

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 296

konteks dimana orang mengeluarkan pernyataan tersebut murni karena rasa ingin tahu dalam bentuk konfirmasi, bercanda, dan dalam rangka mencari topik pembicaraan.

Seperti yang dinyatakan oleh Rehan, yang mendapatkan stereotip itu dalam konteks pertanyaan, candaan, dan dalam rangka orang lain mencari topik pembicaraan,

“jatuahnyo giko, katiko pertamo basobok, mereka tu ndak, apo, dalam mencari topik pembicaraan kan, ketika dipaksakan dalam satu tempat dan orang yang baru saling kenal satu sama lain itu tu biasonyo dalam usaho mancari topik pembicaraan itu banyak hal yang keluar, banyak hal yang dikaitkan, bukan hanya basa-basi, dan salah satunyo stereotip itu, gitu. Hoo paliang umum sih pas awal-awal kenal yo. Cuman setelah apo, setelah lama-lama kenal ado lo beberapa orang yang tibo-tibo terucap di muluiknyo mode tu. Atau ndak yo dikelompokkan se sadonyo”2

“Jatuhnya seperti ini, ketika pertama kali bertemu, mereka tidak tahu bagaimana untuk mencari topik pembicaraan, ketika dipaksakan dalam satu tempat dan orang yang baru saling kenal satu sama lain, biasanya dalam mencari topik pembicaraan itu ada banyak hal yang keluar, banyak hal yang dikaitkan, bukan hanya basa-basi, salah satunya ya dengan stereotip itu. Yang paling umum adalah saat pertama kali berkenalan. Namun ada juga yang melontarkan (stereotip tersebut) saat sudah kenal lama yang tiba-tiba berkata seperti itu. Atau dikelompokkan saja semuanya.”

Senada dengan pengalaman Rehan, Afif juga mengalami hal yang kurang lebih sama

“Sering, kalau misalnyo di kampus apolai kalo udah makan, beko kan, atau yang paling sering itu pas baru baru kenal misalkan, sensitif kedaerahannyo masih kuat, tapi semakin Kamari dek lah dakek jadi dak terlalu, jadinyo kayak becandaan se lai, kayak lagi ngumpua. ‘Paja ko pasti gitu, soalnyo urang minang pilik’, ha jadi lebih ke bahan bercandaan kalo kini ko, kalo dulu dak tau kok yo, emang serius gitu mereka mangecekkan. Kalo dilingkungan”3

2 Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 26 Oktober 2018 pukul 14.47 3 Wawancara dengan Afif Mulya, 28 Oktober 2018 pukul 02.27

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 297

“Sering, kalau misalnya di kampus apalagi kalo udah makan,yang paling sering itu dilontarkan pada saat baru kenal, karena sensitif kedaerahannya masih kuat, tapi semakin kemari karena sudah dekat jadi gak terlalu, jadinya Cuma bercandaan aja, misalnya lagi ngumpul. ‘Anak ini pasti gitu, soalnya orang minang pelit’, nah jadi lebih ke bahan bercandaan aja kalau sekarang, kalau dulu kan nggak tahu, jadi serius mereka mengatakan kalau di lingkungan”

Menurut pengalaman Rehan dan Afif, munculnya stereotip tentang orang minang itu pelit merupakan hal yang sudah mereka ketahui terlebih dahulu, selanjutnya pengetahuan tersebut dimunculkan kembali sebagai topik pembicaraan kepada orang minang yang baru dikenalnya, tujuannya semacam basa-basi, dan sebagai topik yang umum, senada dengan teori penetrasi sosial yang dikemukakan oleh Altman dan Taylor, dimana tahap awal dalam mengenali orang adalah dengan tahap orientasi, tahap orientasi terdiri atas komunikasi tidak dengan orang tertentu, di mana seseorang hanya mengungkapkan informasi yang sangat umum(Littlejohn, S., & Foss 2011). Karena stereotip adalah sesuatu yang umumnya didengar, maka wajar apabila topik tentang stereotip etnis menjadi bahan pembicaraan.

Selain Rehan dan Afif yang mendapatkan stereotip etnik tersebut lewat bahan pembicaraan dan pernyataan, informan lain juga mendapatkannya berupa pertanyaan konfirmasi berupa kebenaran bahwa orang minang itu pelit. Seperti yang dinyatakan oleh Abdul Manaf,

“Pernah mendengar seperti itu, saat pertama kali saya datang ke Jatinangor saat 2014,nah ketika 2014 itu saya sedikit shock, kan pertama kali saya merantau, masuk unpad pertama kali dan teman sekelas bilang ‘eh orang minang itu pelit ya, soalnya sampai terkenal gitu loh, misalnya kayak padang banget sih pelit banget sih pelit banget sih’ jadi orang mengidentifikasikan pelit itu sebagai padang, gitu. Apa ya, udah banyak yang ngomong seperti itu, jadinya saya shock saat mendengar kata kata itu, begitu. Itu saya dapatnya dari teman-teman kelas, teman-teman organisasi, kemudian orang-orang kelas pernah ngebahas itu loh, gitu sih”4

4 Wawancara dengan Abdul Manaf, 27 Oktober 2018 pukul 19.53

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 298

Senada dengan Abdul Manaf, Ricky juga menyampaikan pengalamannya,

“pernah, itu tu yang ngecek (ngomong) temen-temen dari jurusan, ada lah, dia etnis tertentu, cuman dia nanya aja, bener gak sih kalo orang minang itu pelit, dia nanya ke aku. “

Fajar juga menyatakan pengalamannya,

“Eh pernah waktu itu urang mangecek sekali ‘baa sih kok urang minang itu pilik?’”5

“Eh pernah waktu itu orang ngomong sekali, ‘kenapa sih kok orang minang itu pelit?’”

Pengalaman informan tersebut umumnya ditujukan kepada mereka karena orang-orang tersebut belum mengenal mereka. Menurut Purwasito dalam Soelhi (2015), stereotip adalah pandangan umum dari suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lain. Pandangan ini biasanya bersifat negatif (salah kaprah)(Shoelhi 2015). Pandangan umum dari orang yang bukan berasal dari etnis minang ini ditujukan langsung kepada informan yang beretnis minang dalam rangka ingin mendapatkan jawaban dari pertanyaan mereka. Apakah selama ini stereotip tersebut muncul hanya sebatas kabar angin ataukah memang nyata adanya.

Kemunculan stereotip ini juga menjadi pertanyaan bagi peneliti, bagaimanakah orang-orang yang bukan berasal dari etnis minang mendapatkan stereotip tersebut dan bagaimana pula stereotip itu bisa tersebar. Informan menyatakan, stereotip merupakan sesuatu yang terjadi secara turun-temurun, yang artinya berarti mereka mendapatkannya dari orang lain, selain itu pengalaman dan media. Juga turut andil dalam memunculkan dan menyebarkan stereotip ini. Abdul Manaf menyatakan,

“stereotip itu bisa muncul karena turun temurun itu tadi, mereka itu taunya dari orang orang sebelum mereka, gitu dan udah berkembang dan susah banget dihilangkan, gitu. Kayak stereotip orang manado cantik, menggeneralisasi doang,

5 Wawancara dengan Fajar Ferdian Pratama, 27 Oktober 2018 pukul 21.08

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 299

sama kayak orang minang itu pelit, jadi kayak keseluruhan orang minang itu pelit, dan itu menurut saya dari turun temurun sih, gitu”6

Rehan juga mendukung bahwa stereotip merupakan hal yang turun-temurun,

“Iyo turun-temurun, sabok misalkan kelompok yang tadi tu dak nio berbaur dan melebur ke kelompok lainnyo, otomatis stereotip itu turun temurun, sabok anak si anak kelompok iko dak ado berbaur jo kelompok lain. Kelompok A dak berbaur sehingga dak tau anak kelompok B itu baa. Inyo tau dari orang tuonyo, bahkan sebelum anak ko tau urang tuonyo lah maagiah tau secara turun temurun.”7

“Iya turun-temurun, sebab misalkan kelompok yang tadi tidak mau berbaur dan melebur ke kelompok lainnya, otomatis stereotip itu turun-temurun, sebab si anak kelompok ini tidak berbaur dengan kelompok lain. Kelompok A tidak berbaur sehingga tidak tahu anak kelompok B itu gimana. Dia tahu dari orang tuanya, bahkan sebelum anak ini tahu orang tuanya telah memberi tahu secara turun-temurun.”

Dari asal stereotip yang munculnya secara turun-temurun ini, Purwasito dalam (Shoelhi 2015) menjelaskan bahwa stereotip dibangun oleh kelompok masyarakat dari waktu ke waktu dan mengandung kerangka interpretasi sendiri berdasarkan lingkungan budayanya. Stereotip biasanya merupakan referensi pertama (penilaian umum) ketika seseorang atau kelompok melihat kelompok lain.

Dari realitas tersebut dapat dilihat bahwa stereotip orang minang pelit sudah mengakar dari zaman dahulu semenjak orang minang berinteraksi dengan orang lainnya. Kemungkinan yang terjadi tentang orang di masa lalu adalah, saat seseorang dari etnis lain berinteraksi dengan etnis minang, dan menemukan realitas bahwa orang minang itu pelit. Pengalaman tersebut diceritakan kepada orang lain, dan pandangan tersebut malah digeneralisasikan seolah semua orang minang memiliki watak pelit.

Dari kasus tersebut, stereotip bahwa orang minang itu pelit menyebar lewat mulut ke mulut disebarluaskan oleh masyarakat. Masyarakat yang pengetahuannya

6 Wawancara dengan Abdul Manaf, 27 Oktober 2018 pukul 19.53 7 Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 26 Oktober 2018 pukul 14.47

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 300

terbatas dan malas mencari kebenaran, menerima hal tersebut. Padahal, stereotip mempengaruhi bagaimana cara kita menghadapi orang lain. Jika yang kita dengar adalah orang itu berwatak buruk, tentu saja ada rasa enggan untuk lebih mengenal kelompok masyarakat, sebagai contohnya etnis minang tadi, rasa malas untuk berinteraksi justru menjadi hambatan komunikasi di mana orang cenderung menerima stereotip tanpa mengetahui realitas sebenarnya.

“Stereotip itu kan terjadi karena beberapa hal, kalo di HI yo, abang kan baraja stereotip, jadi ado yang terjadi karena emang fakta di lapangan emang mode tu, atau oooh karena pengaruh media. Jadi kalo misalkan dek urang minang, raso abang emang ado andil dari kaduo ko, gitu. Di satu sisi, di media-media tivi tahun 80-an atau 90-an, itu tuh banyak film-film, atau sinetron-sinetron, atau acara tv lah yang menampakkan bahwa pedagang ko kalo ndak urang cino, urang minang, gitu. Dan pedagang ko setiap sadonyo pilik. Jadi, pedagang ko urang minang atau urang cino. Sehingga diambiak kesimpulan kalo urang minang jo urang cino ko pilik, gitu a. dapek dari media mode tu.”8

“Stereotip itu kan terjadi karena beberapa hal, kalau di HI abang belajar stereotip, jadi kalau ada fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan seperti itu, atau memang karena pengaruh media. Jadi kalau misalkan orang minang, menurut abang memang andil dari keduanya. Di satu sisi media dari tahun 80-an atau 90- an banyak film-film, sinetron-sinetron, tau acara tv yang menampakkan bahwa pedagang berasal dari orang cina dan orang minang, dan pedagang itu semuanya pelit. Jadi pedagang kan orang minang dan cina. Sehingga diambil kesimpulan kalau orang minang dan orang cina itu pelit, Karena dapat dari media seperti itu.”

Informan lain juga menyampaikan hal yang senada,

“Hm kalo baa dapek stereotip itu baliak ka yang itu tadi dit. Mungkin ado pengalaman pribadinyo, misal dita dak urang minang doh kan, ajar urang minang, awak alun talampau dakek, tibo tibo dita minjam pitih, tu dak amuah jar maagiah doh, ha itu yang disangkonyo, padahal dita tau jar banyak pitih

8 Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 26 Oktober 2018 pukul 14.47

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 301

ko ha, yo mungkin karena hal sederhana itu mungkin, yo kan awak pun kalo manyalangan pitih awak dak dakek bana amuah daksi awak? Ndak kan, kalopun lah dakek bana kalo wak raso pitih tu tuak main main se dak ka amuah awak maagiah, nah mungkin hal hal mode tu, nah kalo hal hal sacaro globalnyo mungkin ado mungkin kawan dita yang bukan urang minang jadi menular se informasi tu, jadi kan bagian dari situ mendapatkan isunyo, gitu.”9

“Hm kalau bagaimana mendapatkan stereotip itu balik ke yang tadi Dit. Mungkin ada pengalaman pribadinya, misal Dita bukan orang minang, lalu kita belum terlampau dekat, tiba-tiba Dita minjam uang, ya jelas aja Jar gak mau ngasih, nah hal itu yang disangkanya, padahal Dita tau Fajar ada uang, karena hal sesederhana itu mungkin, ya kita kan gak mau minjamin uang kalau kita gak terlalu deket. Kalaupun udah deket kita juga memilih kepada siapa uang akan dipinjamkan, nah kalau secara globalnya mungkin ada teman yang bukan minang, jadi menularkan informasi dan mendapatkan informasinya dari sana.”

Pernyataan ini juga didukung oleh informan lain,

“Seperti yang rahmat sampaikan sebelumnya, kan mungkin dari teman itu yang mendengar informasi simpang siur kalau orang minang itu pelit, jadi masih belum mengenal banyak orang minang, atau mereka hanya mendengar isu saja dan langsung mengaminkan tanpa mencari tahu itu valid atau hoax. Atau yang kedua mungkin mereka punya banyak teman orang minang dan dari teman mereka itu emang mayoritas pelit, jadi mereka langsung menggeneralisir orang minang itu pelit. Padahal teman mereka Cuma segelintir dari banyaknya orang minang.”10

“sebenernya gak tau orang luar itu sih beranggapan gitu asalnya dari mana, cuman yang saya rasakan orang itu Cuma bertanya, benar gak, pelit. Atau dia tu bisa ngatain orang minang itu pelit buktinya itu apa juga gak tau, pas ditanya bukti mereka juga dengar-dengar aja dari orang lain,

9 Wawancara dengan Fajar Ferdian Pratama, 27 Oktober 2018 pukul 21.08 10 Wawancara dengan Rahmat Illahi, 28 Oktober 2018 pukul 02.56

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 302

katanya orang minang itu pelit, tapi pas ditanya buktinya apa, orang itu juga gak tau buktinya apa”11

Dari hasil wawancara yang didapatkan, selain dari faktor turun-temurun dan tersebar lewat mulut ke mulut akibat masyarakat yang malas mengkonfirmasi, media dianggap juga menyebarkan stereotip ini, selain dari pernyataan Rehan, Afif Mulya dan Rahmat Illahi juga mendukung pernyataan bahwa media merupakan alat untuk menyebarkan stereotip tersebut. Baik media massa maupun media sosial,

“…Dari tv. iyo misalnyo bib pernah manonton suami suami takut istri, kan ado yang urang medan diidentifikasikan kareh, kasa, gitu kan. Ado urang minang diituan nyo pilik, mungkin dari tv itulah berpengaruh besar. Jadi yang kayak urang yang dak tau menonton tv ha jadi lah tercuci se otaknyo kan gitu”12

“… Dari tv. Iya misalnya Bib pernah menonton Suami-suami Takut Istri, ada orang medan yang diidentifikasikan keras dan kasar, gitu. Ada orang minang yang diidentifikasikan pelit, mungkin dari tv itulah berpengaruh besar. Jadi kayak orang yang gak tau, menonton tv, jadi tercuci otaknya.”

Rahmat menyatakan,

“Media sangat berperan. Apalagi di era modern kita bisa akses semua informasi, apa yang kita pengen tau kita bisa search, tapi bisa dipilah informasi yang benar dan salah. Jadi media memang penting. Apalagi media massa atau orang sebagai medianya. Kita tau karena ada komunikatornya kan.”13

Dari jawaban informan di atas, hasil wawancara munculnya stereotip orang minang itu pelit dirangkum dalam tabel berikut, yaitu dalam konteks apa stereotip itu muncul, dan dari mana stereotip itu didapatkan menurut mahasiswa minang Unpad,

Tabel 1 Munculnya Stereotip Orang Minang Itu pelit

11 Wawancara dengan Ricky Vernando Andesta, 27 Oktober 2018 pukul 22.10 12 Wawancara dengan Afif Mulya, 28 Oktober 2018 pukul 02.27 13 Wawancara dengan Rahmat Illahi, 28 Oktober 2018 pukul 02.56

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 303

Nama Informan Kapan Stereotip Orang Dari mana orang Minang itu Pelit Muncul mendapatkan stereotip tersebut Rehan Pratama Amigo Ketika baru mengenal dan Turun-temurun, dari mulut bercanda ke mulut, media Abdul Manaf Ketika belum kenal dan Turun-temurun dan dari orang mengkonfirmasi mulut ke mulut kebenarannya Ricky Vernando Andesta Ketika belum mengenal Dari mulut ke mulut Fajar Ferdian Pratama Bentuk konfirmasi karena Dari mulut ke mulut belum mengenal Afif Mulya Ketika baru mengenal dan Dari media bercanda Rahmat Illahi Ketika belum mengenal Dari mulut ke mulut dan media Sumber: Hasil Penelitian

Dari data tersebut, didapatkan bahwa stereotip orang minang itu muncul di dalam kondisi saat orang belum saling mengenal, lalu ketika sudah cukup dekat dan saling mengenal, yang dilontarkan adalah candaan. Sedangkan stereotip orang minang itu pelit muncul secara turun-temurun, dari mulut ke mulut, dan dari media.

Pengalaman Mahasiswa Minang Unpad dalam Menghadapi Stereotip Orang Minang Itu Pelit

Setelah informan merasakan bagaimana pengalaman ketika orang lain di luar etnis minang menanyakan kebenaran tentang stereotip orang minang itu pelit, dan melontarkan candaan bahwa orang minang itu pelit, yang akan dibahas adalah bagaimana cara informan dalam merespon pertanyaan dan candaan tersebut.

Cara informan merespon stereotip tersebut tentu berbeda-beda, ada yang membalasnya dengan candaan, dan ada juga yang menjelaskan bagaimana realitas sebenarnya, hal itu dilakukan karena informan tidak ingin terjadi kesalahpahaman dan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 304

stereotip tersebut semakin berkembang dan diterima masyarakat terlalu jauh. Dalam wawancara dengan informan, hanya Rehan yang menghadapinya dengan dua hal, yaitu bercanda dan menjelaskan, sedangkan informan lain memilih untuk memberikan penjelasan tentang stereotip tersebut,

“Cara menghadapinyo ado duo sih, ado yang abang baok bagarah, atau kalo emang nyo nanyo serius, abang jawek baa kok muncul stereotip itu. Gitu ha. Yo kalo misal kawan dakek yo padiaahan selah, kalo misalkan urang yang mancari topik eh, inyo baru lo sobok awak, dak tau lo a nan ka dikecekkan ka awak doh, nah itu untuak manambah pembicaraan nak, tu wak baok panjang pembicaraan ka lakang, nah mode tu caronyo. Duo tu yang baok serius dan baok bagarah”14

“Cara menghadapinya ada dua sih, ada yang dibawa bercanda, atau kalau memang dia bertanya serius, abang jawab bagaimana stereotip itu bisa muncul, begitu. Ya kalau misalnya teman dekat ya biarkan saja, tapi kalau orang yang mencarri topik, dia baru bertemu dengan kita dan tidak tahu harus menyampaikan apa, itu kan untuk menambah pembicaraan, ya jelaskan. Nah seperti itu caranya, dua itu. Dibawa serius dan bercanda.”

Informan lain menjelaskan tentang stereotip tersebut kepada orang yang melontarkannya, Berikut Pendapat Ricky Vernando Andesta, menurutnya, orang minang itu bukannya pelit, namun pandai dan bijak dalam mengatur keuangan,

“Ndak, urang minang tu pandai mengatur keuangannya. Ya contohnya kayak orang pengusaha sukses lah dari , banyak yang berasal dari kalangan orang minang, disana orang minang itu ngatur keuangan itu gak menghambur hamburkan uangnya, dia itu lebih baik menahan kebahagiaan sejenak untuk menabung kebahagiaan mendatang, ya saya pernah melihat pengusaha berdarah Minangkabau, contohnya Gen Halilintar, saya melihat dia mengatur keuangannya dengan sedemikian rinci lah dan detail. Dia itu memilih ketika banyak uanguntuk menabungkan uangnya buat usaha ke depan, dibandingkan dengan menghamburkan kebutuhannya untuk senang senang sesaat. Nah gitu lah intinya, nah aku lihat pola pikir orang minang tu kayak gitu, ya menahan

14 Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 26 Oktober 2018 pukul 14.47

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 305

kebahagiaan sejenak untuk kebahagiaan yang akan datang. Bukan pelit, dia masih tetap bersedekah, membantu orang lain, tapi untuk berfoya-foya ya gak gitu lah orang minang, gak suka foya foya lah.”15

Abdul Manaf juga memberikan jawaban serupa,

“orang minang itu gak pelit kok, mereka itu lebih kepada perhitungan, gitu. Bukan berarti pelit kan. Pokoknya mereka itu mereka memanage sesuatu termasuk keuangan emang bener-bener tertata rapi gitu loh, jadi apa ya, mereka kan merantau nih, jauh dari keluarga, jauh dari orang tua, mereka juga butuh penghematan, pokoknya butuh irit gitu loh, makanya mereka itu tidak suka boros. Tapi orang lain mengidentifikasi tidak boros atau iritnya orang minang itu dengan pelit, gitu.”16

Berikut cara Fajar Ferdian Pratama dalam menjelaskan,

“kalo dikecekkan pilik, salah. Tapi kalo mungkin dikecekkan baretong iyo. Karano itu kebudayaan merantau tadi, nah itu kalo nyo pai dari rumah yo inyo tu pai mancari iduik, gitu a. dak mambaok apo apo, jadi jaman dulu tu urang minang yang kuliah dilua tu nyo ndak manunggu kiriman dari kampuang doh, justru katiko nyo marantau, pai kuliah pun nyo tetar bausaho mancari. Justru bagi beberapa orang nyo menganggap caro mendewasakan orang yo dengan itu, karano kalau diagiah taruih nyo dak bapikia nyo dak akan dewasa, baa sih supayo den dapek pitih dari usaho surang tanpa minta-minta, gitu.”17

“Kalau dikatakan pelit, salah. Kalau perhitungan mungkin iya. Karena kebudayaan merantau tadi, karena pergi dari rumah kan untuk mencari penghidupan, tidak membawa apa-apa. Jaman dahulu, orang kuliah di luar bukan menunggu kiriman orang tua, jadi disaat kuliah juga harus mencari. Justru bagi beberapa orang, mendewasakan orang ya dengan cara itu, karena kalau dikasih terus ya dia gak berfikir bagaimana akan dewasa, ‘gimana sih caranya dapat uang tanpa minta?’, gitu.”

15 Wawancara dengan Ricky Vernando Andesta, 27 Oktober 2018 pukul 22.10 16 Wawancara dengan Abdul Manaf, 27 Oktober 2018 pukul 19.53 17 Wawancara dengan Fajar Ferdian Pratama, 27 Oktober 2018 pukul 21.08

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 306

Rahmat juga menuturkan hal yang serupa,

“Rahmat sendiri lebih suka bilang tidak pelit, kalo stereotipnya pelit itu tidak tepat karena memang gak bisa menggeneralisir suatu suku bangsa. Orang kan menghadapi orang yang berbeda dan mengenal orang yang berbeda, mungkin stereotip tersebut terlalu menggeneralisir suatu suku bangsa.terus menurut saya sendiri yang orang minang yang secara tidak langsung membela suku sendiri, ya orang minang itu bubukan pelit tapi punya banyak perhitungan dalam hidupnya, kayak gitu sih.”18

Afif Mulya, menambahkan,

“Mungkin dek marantau hemat-hemat nyo mungkin kayak gitu. Kalo istilah minang kan bapandai pandai nyo. Mungkin diartikan samo urang non minang itu pilik, gitu ha.”19

“Mungkin karena merantau jadi hemat-hemat, kalau dalam istilah minang kan berpandai-pandai. Mungkin diartikan dengan orang non minang dengan pelit, gitu.”

Jika dirumuskan dalam bentuk tabel, maka data yang didapatkan adalah sebagai berikut,

Tabel 2. Pengalaman Mahasiswa Minang Unpad dalam Menghadapi Stereotip Orang Minang Itu Pelit

Informan Cara menghadapi stereotip orang minang itu pelit Rehan Pratama Amigo Bercanda dan menjelaskan keadaan yang sebenarnya Abdul Manaf Menjelaskan keadaan yang sebenarnya Ricky Vernando Menjelaskan keadaan yang sebenarnya Andesta Fajar Ferdian Pratama Menjelaskan keadaan yang sebenarnya Afif Mulya Menjelaskan keadaan yang sebenarnya Rahmat Illahi Menjelaskan keadaan yang sebenarnya

18 Wawancara dengan Rahmat Illahi, 28 Oktober 2018 pukul 02.56 19 Wawancara dengan Afif Mulya, 28 Oktober 2018 pukul 02.27

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 307

Sumber: Hasil Penelitian

Bagi orang yang merupakan etnis minang, pasti memiliki reaksi yang berbeda saat mendapatkan stereotip yang negatif tentang etnisnya sendiri. Dikarenakan, mereka mengetahui realitas yang terjadi di dalam kelompoknya, budaya yang dianut, tradisi, dan lain-lain. Jadi merupakan suatu kewajaran untuk menyampaikan kepada orang lain yang belum mengetahui tentang realitas etnis mereka.

Bagi orang minang, merantau merupakan sebuah tradisi, khususnya bagi laki-laki. Menurut Mulyana dan Rakhmat (2001), tradisi merupakan aspek budaya yang penting yang dapat diekspresikan dalam kebiasaan tak tertulis, pantangan, dan sanksi. Tradisi dapat mempengaruhi suatu bangsa tentang apa yang merupakan perilaku dan prosedur yang layak berkenaan dengan makanan, pakaian, apa yang berharga, apa yang harus dihindari atau diabaikan (Mulyana, D., & Rakhmat 2001). Di rantau lah mereka berusaha mencari penghidupan, bukan hanya bagi mereka sendiri, tapi juga untuk keluarga yang ditinggalkan di kampung halaman. Salah satu cara dalam mencari penghidupan adalah dengan berdagang, maka itu merantau dan berdagang sering diasosiasikan dengan masyarakat Minangkabau.

Tradisi merantau orang minang terbangun dari budaya yang dinamis, egaliter mandiri dan berjiwa merdeka. Peribahasa “Dima bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang” mendeskripsikan bagaimana etnis minang mudah menyesuaikan diri dengan masyarakat dan peraturan setempat(Sari 2017). Sebagai etnis yang identik dengan merantau dan berdagang, informan menjelaskan bahwa orang minang bukannya pelit, namun perhitungan. Karena hidup jauh dari orang tua, untuk mahasiswa tentu harus pandai dan bijak dalam mengatur keuangan, bagi pedagang, untung dan rugi merupakan hal yang harus diperhitungkan. Hukum ekonomi tentu saja berlaku saat berdagang, dimana harus mengeluarkan modal minimal untuk mendapatkan keuntungan maksimal.

Berdagang merupakan salah satu budaya yang menonjol dalam masyarakat Minang. Berdagang tidak hanya sekedar mencari nafkah dan mencari kekayaan, tetapi juga sebagai bentuk eksistensi diri untuk menjadi seorang yang merdeka. Prinsip “Elok jadi kapalo samuik daripado ikua gajah” yang artinya lebih baik menjadi pemimpin kelompok kecil daripada menjadi anak buah organisasi. Menjadi seorang pedagang

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 308

merupakan salah satu cara memenuhi prinsip tersebut, dengan berdagang orang minang bisa memenuhi ambisinya, dapat menjalankan hidup sesuai dengan keinginannya dan hidup bebas tanpa ada pihak yang mengekang, sehingga banyak perantau muda Minangkabau lebih memilih berpanas-panas terik dipinggir jalan menjajakan barang dagangannya daripada harus kerja kantoran. Oktavia, 2013 dalam (Handaru, Pagita, and Parimita 2015).

Mochtar Naim dalam bukunya “Merantau Pola Migrasi Minangkabau”, menjelaskan tujuan utama orang Minang pergi merantau, yaitu untuk berdagang, melanjutkan sekolah, mencari pekerjaan lain dan mengunjungi keluarga. Pengaruh adat Minangkabau sangat erat kaitannya dengan sikap kewirausahaan yang dimiliki oleh orang minang(Fatimah 2012).

Seringnya, orang malah salah kaprah menghadapi hal ini, mengelola keuangan dengan baik dan bijak dianggapnya sebagai pelit. Pendapat subjektif tersebut kemudian diterima masyarakat tanpa melihat dan mencari tahu kebenarannya, hal tersebut yang membuat stereotip orang minang itu pelit tertanam dan menyebar. Namun, informan berusaha menjelaskan kepada orang-orang yang menanyakan stereotip tersebut dengan sebaik-baiknya, menjelaskan bahwa yang selama ini dipikirkan orang adalah kesalahpahaman.

Merujuk dari teori pengurangan ketidakpastian Berger, ada cara untuk mengurangi ketidakpastian, yaitu dengan strategi interaktif, yang mencakup interogerasi dan pengungkapan diri, hal ini dilakukan agar saat seseorang memberikan informasi dengan mengungkapkan siapa dirinya, maka harapan yang muncul adalah orang lain akan melakukan hal yang sama. Stretegi interaktif informan merupakan bentuk konfirmasi kembali tentang kesalahan stereotip terhadap etnisnya.

Makna Stereotip Orang Minang Itu Pelit Bagi Mahasiswa Minang Unpad

Stereotip yang muncul bagi etnis minang bahwa orang minang itu pelit, tentu saja memiliki makna bagi mahasiswa minang Unpad yang merantau. Rehan mengungkapkan,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 309

“Kalau bagi bang pribadi jika statement itu masih beredar luas, berarti masyarakat menutup diri untuak mangarati baa urang minang aslinyo. Rang minang pilik, lah salasai se sampai sinan. Ndak ado pertanyaan, baa kok pilik? Apo alasannyo sampai pilik?”20

“Kalau bagi Abang pribadi jika statement itu masih beredar luas, berarti masyarakat menutup diri untuk mengerti bagaimana orang minang aslinya. Orang minang pelit, udah gitu aja. Tidak ada pertanyaan mengapa pelit? Apa alasannya sampai pelit?”

Makna bagi Afif Mulya,

“Stereotip minang itu pelit bagi Bib santai saja, kalo emang ga setuju tunjukin aja kalo memang tidak pelit, dan kalo pelit juga tidak masalah sepertinya, jadi santai saja”21

Makna bagi Rahmat,

“Kalau itu dari gua sendiri ambil positif nyo se mbak kalau steriotip orang seperti itu berarti ada yg kurang tepat dalam pandangan orang terhadap orang minang secara keseluruhan, jadi yang harus gua lakuan ya harus meluruskan pandangan itu dengan diskusi samo urangnyo dan memperlihatkan secara langsung kemereka lewat diri pribadi kalau pandangan mereka kurang tepat. Dan kalau misalnyo dalam kenyataan dilapangan memang benar ada hal yg akhirnyo Senjadi alasan bagi mereka untuak menegaskan kalau orang minang pilik dan itu negatif, ya sama sama kita ubah saja untuk kedepannya.”22

Makna bagi Ricky,

“sebagai urang minang dan pengalaman dirantau, saya berupaya menepis anggapan teman-teman saya terutama non Padang, bahwa itu tidak benar. Pelit atau tidak tergantung orangnya, dan tidak bisa digeneralisir. Sifat ini bisa saja ada

20 Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 26 Oktober 2018 pukul 14.47 21 Wawancara dengan Afif Mulya, 28 Oktober 2018 pukul 02.27 22 Wawancara dengan Rahmat Illahi, 28 Oktober 2018 pukul 02.56

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 310

etnis lain. Begitu juga dengan sifat-sifat buruk lainnya, tidak bisa dilekatkan pada etnis tertentu.”23

Makna bagi Fajar,

“Supaya memperbaiki citra, bila dikenal citra orang minang pelit, maka hal itu berusaha untuk memperbaiki diri dan menunjukkan dengan perilaku orang kalau orang minang tidak seperti itu, sembari menjelaskan ke orang-orang bagaimana realitasnya”24

Makna bagi Manaf,

“Maknanya stereotip itu sebagai reminder dan sindiran gitu dit. Reminder supaya orang minang itu lebih dermawan. Mungkin iya orang minang itu hemat, irit, perhitungan, pertimbangan blablabla, tapi mesti lihat situasi dan kondisi juga dan jangan berlebihan. tapi disisi lain itu jadi sindiran bagi keseluruhan orang minang gitu. kan nggak keseluruhan urang minang yg kayak gitu.. berarti urang minang yg ndak marantau pun kena sindir dong dengan stereotip itu.”25

Makna yang ditangkap oleh informan tentang stereotip bahwa orang minang itu pelit secara umum terbagi atas dua hal, yang pertama adalah mengajak orang lain untuk memahami dan berempati terhadap budaya minang yang kebanyakan orang belum memahami apa yang terjadi di dalamnya. Judgement atas sesuatu yang belum pasti menimbulkan kesalahan persepsi pada masyarakat. Di sisi lain, bagi mereka, stereotip yang muncul ini juga merupakan media untuk introspeksi diri agar bersikap lebih baik dan menunjukkan kepada orang lain bahwa hal yang mereka nilai selama ini adalah kesalahan persepsi. Jika dirumuskan dalam bentuk tabel, maka data yang muncul adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Makna Stereotip Orang Minang Itu Pelit Bagi Mahasiswa Minang Unpad

Informan Makna stereotip orang minang itu pelit bagi mahasiswa minang Unpad

23 Wawancara dengan Ricky Vernando Andesta, 27 Oktober 2018 pukul 22.10 24 Wawancara dengan Fajar Ferdian Pratama, 27 Oktober 2018 pukul 21.08 25 Wawancara dengan Abdul Manaf, 27 Oktober 2018 pukul 19.53

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 311

Rehan Pratama Amigo Masyarakat belum memahami dan berempati dengan etnis minang Abdul Manaf Sebagai media introspeksi diri dan pembuktian bahwa stereotip itu tidak benar Ricky Vernando Membuktikan bahwa stereotip itu tidak benar Andesta Fajar Ferdian Pratama Memperbaiki citra etnis minang dan membuktikan bahwa stereotip itu tidak benar Afif Mulya Biasa saja, karena stereotip itu tidak benar Rahmat Illahi Sebagai media introspeksi diri dan pembuktian bahwa stereotip itu tidak benar Sumber: Hasil Penelitian

Demikian, stereotip yang tidak tepat, menurul Hamilton, (dalam Tubbs dan Moss, 1996:257), di samping menciptakan pengharapan tentang bagaimana orang berperilaku, juga sering menciptakan ramalan yang dibuat sendiri(self fulfilling prophecy) karena manusia bertindak berdasarkan informasi yang dipercayai sebagai kebenaran. Hal ini yang terjadi dalam komunikasi ketikan informasi dan pengetahuan tentang orang lain cenderung terbatas.

Stereotip merupakan penghambat potensial dalam komunikasi lintas budaya. Untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkan stereotip tersebut, ada konsepsi yang digunakan untuk menghilangkan stereotip tersebut, yaitu (Shoelhi 2015):

1. Harus disadari bahwa perbedaan adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan, baik berbeda karena budaya, etnik, kepercayaan, keturunan, maupun lainnya. 2. Pandanglah orang lain yang berbeda secara jernih, akurat, dan komprehensif. Pasti ada sisi di diri orang lain yang positif dan negative. Dari segi positifnya, kita bisa mengambil manfaatnya. 3. Bersikaplah dewasa dalam menerima perbedaan, dan lapangkanlah data untuk dapatberbagi pengetahuan dan pengalaman. 4. Bersikaplah jujur bahwa di samping kehebatan dan kelebihan, diri kita juga memiliki keterbatasan juga kekurangan. 5. Bersikaplah berani dan fair dalam mengakui kelebihan orang lain. Mulyana dan Rakhmat (2001) menyatakan, strategi yang paling tepat untuk menghadapi realitas majemuk dan asumsi perbedaan adalah empati. Empati sering

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 312

diartikan sebagai berada di posisi orang lain, sebagai simpati yang dalam. Lebih jauh, empati dapat menumbuhkan keadaan “perlakukanlah orang lain seperti mereka memperlakukan diri sendiri”.

SIMPULAN

Penelitian ini berusaha untuk mengungkap tiga hal, yang pertama, bagaimana stereotip orang minang itu pelit dapat muncul dalam kehidupan mahasiswa Unpad, yang ternyata muncul dalam konteks konfirmasi karena belum mengenal dan sebagai bentuk candaan. Yang kedua, pengalaman mahasiswa minang Unpad dalam menghadapi stereotip orang minang itu pelit adalah dengan menjelaskan realitas yang ada, bahwa selama ini masyarakat belum mengenal etnis minang, yang sebenarnya terjadi adalah mereka bijak dan pandai dalam mengelola keuangan. Yang ketiga, makna stereotip orang minang itu pelit bagi mahasiswa minang Unpad adalah sebagai mediauntuk mengajak orang lain berempati, introspeksi diri, dan menunjukkan bahwa stereotip orang minang itu pelit adalah stereotip yang tidak benar.

BIBLIOGRAPHY

Abbate, S., Boca, S., & Bocchiaro, P. 2004. “Stereotype in Persuasive Communication: Influence Exerted by Disapproved Source.” Journal of Applied Social Psychology.

Ackert, L., & Deaves, R. 2010. Behavioral Finance: Psychology, DecisionMaking, and Markets. Mason: South-Western Chengage Learning.

Fatimah, S. 2012. “GENDER DALAM KOMUNITAS MASYARAKAT MINANGKABAU; TEORI, PRAKTEK, DAN RUANG LINGKUP KAJIAN.” Jurnal Ilmiah Kajian Gender.

Handaru, Agung Wahyu, Magdalena Prita Pagita, and Widya Parimita. 2015. “Karakteristik Entrepreneur Melalui Multiple Diskriminan Analisis (Studi Pada Etnis Tionghoa, Jawa Dan Minang Di Utara).” Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia 6 (1): 351–75.

Juditha, Christiany. 2015. “Stereotip Dan Prasangka Dalam Konflik Etnis Tionghoa Dan Bugis Makassar.” Jurnal ILMU KOMUNIKASI, FISIP Universitas Atmajaya Yogyakarta 12 (1): 87– 104. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24002/jik.v12i1.445.

Littlejohn, S., & Foss, K. 2011. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Mulyana, D., & Rakhmat, J. 2001. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 313

Samovar, L., Porter, R., & Mc Daniel, E. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika.

Sari, M. Y. 2017. “KOMUNIKASI ANTARBUDAYA STUDI NEGOSIASI WAJAH DALAM INTERAKSI ETNIK BATAK DAN ETNIK MINANG DI DURI KELURAHAN GAJAH SAKTI KECAMATAN MANDAU KABUPATEN BENGKALIS.” JOM FISIP Vol. 4 No.: 1–12.

Shoelhi, M. 2015. KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA Dalam Dinamika Komunikasi Internasional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Yanti, W. 2014. “Memahami Peranan Perempuan Suku Minang Perantauan Dalam Menjaga Dan Meneruskan Komunikasi Budaya Matrilineal.” THE MESSENGER Volume VI,: 29–36.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 314

PENGGUNAAN INSTAGRAM SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI KEGIATAN ORGANISASI INTRA SEKOLAH SMAN 1 SUMEDANG

Ajeng Inten Legi Novita Sarip Program Studi Magister Ilmu Komuikasi, Universitas Padjajaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Di dalam Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 226/C/Kep/0/1992 disebutkan bahwa organisasi kesiswaan di sekolah adalah OSIS. Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) adalah suatu organisasi yang berada di tingkat sekolah di Indonesia yang dimulai dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). OSIS diurus dan dikelola oleh murid-murid yang terpilih untuk menjadi pengurus OSIS. Biasanya organisasi ini memiliki seorang pembimbing dari guru yang dipilih oleh pihak sekolah. Anggota OSIS adalah seluruh siswa yang berada pada satu sekolah tempat OSIS itu berada. Dalam upaya mengenal, memahami dan mengelola OSIS perlu kejelasan mengenai Pengertian, Tujuan, Fungsi, dan Struktur OSIS. Dengan mengetahui pengertian, tujuan, fungsi, dan struktur yang jelas, maka akan membantu Pembina peengurus dan perwakilan kelas untuk mendayagunakan OSIS ini sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Begitu juga dengan SMA Negeri 1 Sumedang yang mendirikan OSIS yang memiliki berbagai potensi dan kegiatan-kegiatan yang inspiratif, guna membangun kreatifitas siswa mulai dari kegiatan bakti sosial, lomba antar sekolah, berdoa bersama dan lain-lainnya. Kegiatan seperti ini yang diantaranya dilakukan oleh OSIS SMA Negeri 1 Sumedang bertujuan untuk meningkatkan kreatifitas siswa, dan soledaritas yang tinggi, juga memanjukan nama baik sekolah dengan kegiatan dan prestasi yang ditampilkan. Kegiatan positif ini dibuktikan dengan eksisnya beberapa kegiatan yang di apresiasi oleh Bupati Sumedang seperti acara bakti sosial, dan HUT SMA Negeri 1 Sumedang yang menghadirkan artis Rossa sebagai bintang tamu, dan peran serta media massa yang ikut mengabadikan berbagai kegiatan yang telah dilakukan.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 315

Melalui hasil survey yang telah dilakukan oleh Pusat kajian komunikasi Universitas Indonesia yang bekerjasama dengan APJII yang merupakan sumber informasi tentang data pengguna internet di Indoensia saat ini. Survei tersebut menyebutkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 88,1 juta pengguna. Jumlah pengguna internet yang tinggi menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial untuk kegiatan bisnis secara online (Atiko, dkk. 2016) yang menyatakan melaui forum yang rilis pers bahwa pengguna teknologi informasi, internet khususnya dari setiap tahunnya mengalami peningkatan. Caleb T. Carr dan Rebecca A. Hayes (2015) Mengemukakan bawasannya media sosial adalah media berbasis Internet yang memungkinkan pengguna berkesempatan untuk berinteraksi dan mempresentasikan diri, baik secara seketika ataupun tertunda, dengan khalayak luas maupun tidak yang mendorong nilai dari user-generated content dan persepsi interaksi dengan orang lain. Pendapat lainnya yang dikemukakan oleh Dave Kerpen (2011) Media sosial adalah teks, gambar, video, dan kaitan secara daring yang dibagikan diantara orang-orang dan organisasi. Kedua argument diatas menujukan bahwa media sosial bisa digunakan untuk membangun citra diri atau organisasi dan mempersentasikan segala sesuatunya dengan cara yang lebih mudah, untuk tujuan bertukar informasi. Media sosial berbasis internet bisa di manfaatkan sebagai salah satu media komunikasi yang efisien dizaman ini dirasa cukup menguntungkan, dikarenakan penggunaan media seperti ini lebih mudah, dan cepat tersebar mengingat rata-rata pencari informasi atau penggunanya adalah remaja yang terdiri dari pelajar, dengan itu, membuat remaja semakin minat menggunakan media sosial sebagai fasilitas komunikasi, informasi, dan mempersentasikan diri. Media sosial adalah kecanggihan teknologi tinggi mendasar pada internet yang memberi kemudahan bahkan memungkinkan pengguna dapat dengan gampang mengakses informasi dan menyebarkan informasi. Facebook, Twitter, Pinterest, Path, yang diantaranya adalah media sosial yang banyak diminati oleh kaum milenial, umumnya masyarakat Kab. Sumedang, Instagram adalah sosial media dari mulai kedatangan hingga perkembangannya cukup pesat. Menurut Wearsocial.sg pada Januari 2015, dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, pengguna media sosial Instagram telah bertambah, sebanyak 100 juta pengguna diseluruh dunia. Di Indonesia, jumlah pengguna Instagram sebanyak 7% dari 88,1 juta

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 316

pengguna internet dengan populasi penduduk sebanyak 255,5 juta. Berdasarkan jumlah pengguna yang terus meningkat, Instagram menjadi peluang besar bagi masyarakat yang bergerak disuatu organisasi untuk melakukan promosi guna menambah eksistensi mereka pada jangkauan yang lebih luas. Instagram dirsa cukup menarik dan relevan dibandingkan dengan media sosial lainnya, hal ini dikarenakan fitur instgram yang mengutamakan foto menjadi informasi yang disebarkan terasa lebih jelas. Pada awal kemunculannya Instagram digunakan sebagai media fotografi online, kemudian berkembang secara pesat dalam fleksibilitas dan efesiensinya untuk sarana periklanan, pemasaran, media penyedia layanan informasi yang cepat dan akurat menurut (Hoffman & Novak, 1996; Dollin et. Al, 2002; Sweney, 2000). Ada yang menyebabkan internet selalu meningkat, karena penggunanya merasa lebih mudah dalam mengakses internet, baik melalui prangkat komputer, ataupun ponsel yang lebih mudah (Ting, Ming, Run, Cho, 2015). Instagram adalah media sosial yang mempunyai segala macam fitur, sehingga memudahkan pengguna berbagi foto dan video dengan pengguna lainnya. Saat ini pengguna media sosial Instagram sudah tidak dapat dibendung lagi. Adapun penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vito Hendra Putra/ Ike Devi Sulistyaningtyas, Penelitian ini membahas mengenai pemanfaatan jejaring sosial untuk memperkenalkan identitas perusahaan di Jogja City mall. Tujuan penelitian ini untuk menemukan dan mendeskripsikan pemanfaatan jejaring sosial untuk memperkenalkan identitas perusahaan di Jogja City mall, serta menemukan bagaimana pemanfaatan jejaring sosial yang baik dan stakeholders yang dijangkau dengan jejaring sosial tersebut sehingga identitas perusahaan dapat diperkenalkan dengan baik. Dengan adanya hal tersebut maka semua memiliki peluang yang luas untuk mengkomunikasikan dan menjadi lahan promosi atau penenalan segala kegiatan melalui Instagram dengan berbagai macam fitur pendukung yang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Berdasakan penjelasan yang sudah dipaparkan, penulis memilih akun Instagram @osissmansa2018 sebagai objek penelitian @osissmansa2018 merupakan akun Instagram menjadi alat komunikasi yang efektif untuk menyampaikan berbagai informasi terkait kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh SMA Negeri 1 Sumedang melalui fitur yang tersedia. Media sosial Instagram yang bersifat real time, merujuk pada, fitur yang variative dan bentuk visual yang mudah digunakan dalam memberikan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 317

informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh SMA Negeri 1 Sumedang. Akun sosial media Instagram yang dimilki OSIS SMA Negeri 1 Sumedang dengan nama @osissmansa2018 memiliki pengikut Instagram aktif sebanyak 4.499 terdiri dari siswa, pendidik, dan masyarakat umum. Akun tersebut dikelola oleh salah satu pengurus OSIS, khusus dibidang penyebar luasan informasi melalui sosial media, divisi media, tugas ini didapat dari kebijakan seluruh anggota OSIS SMA Negeri 1 Sumedang. Selama ini segala kegiatan yang dilakukan kurang tereksplorasi dengan optimal, apalagi bila kita membaca kemunculan teknologi 10 tahun kebelakang, yang terkesan terbatas. Melalui budaya komunikasi kontemporer ini segala informasi bisa terekplorasi dengan mudah, meningkatkan mutu dan eksistensi secara terus-menerus. Dari pemaparan di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana penggunaan Instagram sebagai media memperkenalkan atau mempromosikan segala kegiatan oleh akun @osissmansa2018 di SMA Negeri 1 Sumedang

METODE PENELITIAN Penelitian dalam artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Dengan pendekatan ini, berusaha mengungkap sebuah fenomena yang diamati dengan menggambarkan keadaan subyek dan obyek penelitian berdasarkan fakta yang terjadi, berdasarkan fakta pada objek penelitian yang ada di sekitar kehidupan peneliti serta disajikan apa adanya (Nawawi, 2005). Berdasarkan ungkapan yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini akan menjelaskan mengenai pemanfaatan media sosial Instagram sebagai media yang membantu mengeksplorasi dan promosi kegiatan kreatif dan inspiratif SMA Negeri 1 Sumedang melalui akum Instagram @osissmansa2018. Adapun sumber data yang digunakan ialah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari kegiatan studi di lapangan, dengan beberapa prosedur penelitian menurut Sugiyono (2011). Kemudian, data sekunder dalam penelitian ini didapat dari proses wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan data dengan menggunakan metode tanya jawab yang dilakukan kepada narasumber (key informan). Selanjutnya, data sekunder didapat melalui studi dokumen, yaitu berupa jurnal penelitian, literatur-literatur, maupun berita yang terdapat di mediamasa (Sugiyono, 2011). Wawancara dan dokumentasi adalah proses yang ditempuh untuk

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 318

pengumpulan data. Proses tanya jawab merupakan kegiatan yang ditempuh peneliti dengan narasumber, bertujuan untuk memperoleh penjelasan yang valid yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Tujuan dari proses tanya jawab ialah sebagai cara memperoleh informasi mengenai pemanfaatan akun media sosial Instagram sebagai alat komunikasi kontemporer di SMA Negeri 1 Sumedang dengan akun @osissmansa2018.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan mengenai strategi dalam memberikan informasi atau mempromosikan kegiatan kreatif dan inspiratif di SMA Negeri 1 Sumedang dengan menggunakan media sosial Instagram @osissmansa2018 dilaksanakan dengan melakukan proses tanya jawab dengan narasumber dan studi dokumentasi. Selanjutnya penjelasan mengenai pemanfaatan Instagram sebagai media yang dapat membantu menyebarkan informasi dan promosi atas segala kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh SMA Negeri 1 Sumedang melalui akun Instagram @osissmansa2018. Hasil dari wawancara dengan Bagas Althaf Faza Ramdiani sebagai ketua 1 OSIS yang bertugas dalam pemberdayaan media atau pemegang akun @osissmansa2018 perihal awal mula pembuatan akun Instagram @osissmansa2018 sebagai berikut: “Akun Instagram ini dibuat tahun 2015, pada saat kepemimpinan OSIS nya Kang Fikri, memang dia orang yang kreatif dan inovatif terbukti dengan prestasinya sekarang sebagai ketua Forum Osis Nusantara. Selama kepemimpinannya, segala kegiatan selalu dishare di Instagram @osissmansa2018, dan akun tersebut dilanjutkan pengelolaannya sampai tahun ini dan nama 2018 disesuaikan dengan angkatan tahun ini, meskipun tetap dalam akun yang sama hanya berubah nama angkatnnya saja” (Proses wawancara, 7 November 2018) Melalui proses tanya jawab, dapat dipaparkan bahwa dalam kegiatan komunikasi kontemporer seperti ini, pengelola akun atau seluruh anggota OSIS sebagai pengelola Instagram tersebut merupakan komuikator yang memberikan informasi melalui pesan kepada masyarakat luas diluar SMA Negeri 1 Sumedang, mengingat sekolah adalah organisasi yang tidak sembarang orang dapat mengetahui apa saja yang terdapat d dalamnya, dengan cara ini masyarakat atau pelajar di luar sekolah dapat mendapatkan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 319

informasi secara bebas, informasi ini diharapkan dapat memberikan hal-hal positif dan meningkatkan eksistensi SMA Negeri 1 Sumedang. Penyebarluasan informasi melalui media sosial Instagram menjadi komunikasi kontemporer yang mau tidak mau diminati dan dinikamti oleh kaum milenial, mengingat semua pelajar berada di usia remaja. Akun Instagram yang didirikan oleh OSIS SMA Negeri 1 Sumedang juga memberikan kesempatan bagi pelajar lainnya untuk bertukar informasi, bisa melalui DM (Direct Massage), maupun kolom komentar yang sudah disediakan oleh pihak Instagram itu sendiri. Melalui fasilitas yang ada dan memudahkan komunikasi bisa terjalin dengan baik tanpa hambatan, karena pemegang akun @osissmansa2018 selalu siap dan sigap memberi jawaban apabila ada DM, maupun komentar yang masuk. Jumlah pengikut akun Instagram @osissumedang2018 dari mulai pendiriannya, 30 Juli 2015 hingga penulis melakukan penelitian pada tanggal 30 Oktober 2018 mencapai 4.499 pengikut.

Gambar 1. Jumlah Pengikut akun Instagram @osissmansa2018 (7 November 2018)

Berdasarkan pengamatan dan proses wawancara tersebut, Bakhsi dalam (Hiram, Winnie, Ernest, & Sally, 2015) berpendapat, bahwa dengan menggunakan gambar, komunikasi lebih menarik, dan lebih luas dibandingkan dengan menggunakan kata-kata. Narasumber memberikan pemaparan bahwa dalam memilah foto mereka tidak harus bertatap muka, dan dapat secara langsung dikirim lewat Direct Message. Di dalam akun

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 320

Instagram @osissmansa2018 dan hastag yang berbeda-beda sesuai tema acara atau kegiatan yang mereka selenggarakan. Adanya sebuah kenyataan dimana media tersebut digunakan sebagai alat komunikasi yang kekiniaan, memngingat intensnya remaja atau masyarakat di zaman sekarang dalam penggunaan Instagram, hampir segala fitur disediakan oleh Instagram itu sendiri. Penyebarluasan informasi pun bisa dilakukan secara mudah, agar banyak orang yang mengpresiasi juga terinspirasi untuk semua kegiatan yang dilakukan SMA Negeri 1 Sumedang. Ara et al ., (2014) berpendapat melalui hasil risetnya bahwa sebanyak 76,1% populasi manusia melakukan pengunggahan foto ke media sosial Instagram setelah melakukan darmawisata yang dijalaninya. Instagram sudah mencapai 1.265.080 foto yang diunggah oleh para pengguna sampai saat ini.

Gambar 2. Unggahan foto kegiatan di akun Instagram @osissmansa2018 (7 November 2018)

Adanya penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa judul pada foto, berisikan mengenai informasi lengkap kegiatan apa yang sedang diselenggarakan oleh SMA Negeri 1 Sumedang. Dari analisa dokumen yang penulis lakukan, juga menunjukkan adanya caption yang menginformasikan keterangan tanggal, dan tema acara yang sedang di selenggarkan.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 321

Gambar 3. Unggahan pada kolom Tag dan di upload ulang oleh akun Instagram @osissmansa2018 (7 November 2018)

Berdasarkan keterangan di atas, menunjukan ketika adanya kegiatan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) yang dilaksanakan oleh SMA Negeri 1 Sumedang dalam rangka menyambut kedatangan siswa-siswi tahun ajaran baru. Tag foto yang dilakukan oleh para peserta didik baru dengan tujuan meramaikan kegiatan tersebut dan kemudian di re-post oleh akun @osissmansa2018 menunjukan adanya interaksi yang terjalin dan antusias dari para peserta, menjadikan acara MPLS lebih terkesan menyenangkan, dan menghilangkan pemikiran kesan senioritas dalam acara tersebut.

Ketika mereka menandai akun @osissmansa2018 pada foto yang diunggahnya, feedback yang dilakukan dengan cara me re-post foto dianggap sebagai cara yang cukup menarik, selain mengapresiasi peserta didik baru, juga dapat membantu mereka untuk menambah pengikut akun agar menemukan teman baru atau hal lainnya.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 322

Gambar 4. Salah satu penggunaan Hastag pada sebuah Unggahan di akun Instagram @osissmansa2018 (7 November 2018)

Pada gambar di atas menujukan pula apabila penggunaan hastag, dapat memudahkan pencarian menngenai apa yang kita cari. Misalnya, prestasi yang diraih oleh salah satu pelajar di SMA Negeri 1 Sumedang dalam salah satu kegiatan, membuat eksistensi sekolah anak semakin meningkat, berkembang dan menjadikan motivasi bagi peserta didik di dalam maupun di luar SMA Negeri 1 Sumedang untuk terus berprestasi dalam meningkatkan kemajuan bangsa. Lalu penggunaan hastag pada unggahan foto lainnya adalah untuk mengkampanyeu kan acara tersebut, dan ikut meramaikan hari- hari besar yang di selenggarakan oleh SMA Negeri 1 Sumedang. Dengan menggunakan fitur “Tag” dalam kolom Searchstagram kita dengan mudahnya mendapatkan suatu informasi yang kita cari. Berdasarkan proses wawancara dengan salah satu siswa bernama Nade Tama Sundara, sebagai berikut: “kalo pengen liat OSIS SMA Negeri 1 Sumedang ngadain acara dan infonya udah kemana-mana, liat aja hastag nya aja, kalo gak dicari langsung, ya di tap aja pas hastag di unggahan fotonya, kadang jadi tau rame apa engga itu acaranya, terus gimana acaranya. Jadi tau deh SMA Negeri 1 Sumedang lagi bikin acara apa”.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 323

Fitur baru yang dikeluarkan oleh pihak Instagram baru-baru ini cukup banyak diminati oleh pengguna, mungkin pelajar kaum milenial saat ini adalah Instastory, dengan fitur ini pengguna dapat mengunggah foto dan video dengan Batasan waktu 24jam, lalu setelah itu apa yang mereka unggah akan menghilang. Pengguna dapat melihat unggahan orang lain, berupa foto dan video tersebut, bahkan fitur ini dilengkapi oleh tampialan Live dengan mudah secara langsung kita dapat membagikan kegiatan apa yang sedang kita lakukan pada saat ini, atupun melihat kegiatan orang lain secara langsung pada saat itu. Untuk melihat story yang di unggah seseorang, pengguna cukup menekan profil mereka, lalu story mereka akan muncul penuh di layar, dan kan muncul semua unggahan yang mereka unggah di dalam instastory. Menurut pengamatan penulis, akun @osissmansa2018 sering menggunakan instastory dalam membantu melengkapi unggahan mereka, agar nampak terlihat lebih nyata pada saat itu. Karena untuk remaja kebanyakan instastory dianggap cukup menarik dan mudah untuk dilihat, dan bisa dengan langsung berkomentar dan masuk kedalam DM apabila diperlukan, meskipun keterbatasan waktu yang disediakan. Setelah menggunggah instastory akun Instagram @osissmansa2018 tidak membiarkannya berlalu begitu saja selama 24 jam, untuk beberapa moment yang dianggap benar-benar penting unggahan tersebut tetap mereka simpan pada higlights Instagram tersebut agar tetap bisa dilihat. Highlight merupakan fitur baru yang terdapat dalam instastory dimana unggahan foto dan video yang menghilang dalam waktu 24 jam, dapat di arsipkan di kolom highlight.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 324

Gambar 5. Tampilan Highlight pada kolom unggahan akun Instagram @osissmansa2018 (7 November 2018)

Dari pernyataan sebelumnya, terbukti apabila akun Instagram @osissmansa2018 sesuai dengan hasil pengamatan dokumentasi yang dilakukan penulis, dimana terdapat kejelasan apabila akun @osissmansa2018 menggunakan fitur instastory untuk membantu membagikan cerita kegiatan yang dilakukan mereka pada saat itu, dan mengarsipkannya melalui highlight agar unggahan foto dan video tidak terbatas selama 24 jam, dan dapat dilihat kembali oleh pengguna yang tidak sempat melihat unggahan tersebutr sebelumnya. Hal ini diawali dengan adanya gambar melingkar pada kolom profil akun tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan dan Analisa dokumen serta proses wawancara yang dilakukan oleh penulis, adanya kemudahan dalam penelitian ini dikarenakan penulis bekerja sebagai Pustakawan di Perpustakaan SMA Negeri 1 Sumedang, dan pernah menjalani pendidikan selama 3 tahun di SMA Negeri 1 Sumedang, maka penulis sedikit mengetahui iklim yang ada di sekolah ini. Proses komunikasi pada berbagai kegiatan melalui media sosial Instagram @osissmanasa2018 cukup efektif dan mengalami kemajuan, dibandingkan dengan zaman dimana penulis masih menjadi peserta didik di SMA Negeri 1 Sumedang. Partisispasi komunikan dalam mengeksplor berbagai kegiatan kreatif dan inovatif di SMA Negeri 1 Sumedang, yang di bantu oleh kemajuan teknologi dalam bentuk meia sosial Instagram sangat baik. Hal ini dibuktikan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 325

dengan sebagian besar pengikut Instagram memberikan tanggapan yang positif serta banyaknya partisipasi aktif pengikut yang sebgian besar adalah pelajar dengan menghubungi pengelola akun Instagram @osissmansa2018 dalam mendapatkan berbagai informasi.

SIMPULAN Melalui pengamatan dan pembahasan maka adanya kesimpulan apabila: 1. Pemberdayaan Instagram sebagai bentuk media komunikasi kontemporer yang dilakukan pengelola akun @osissmansa2018 berfungsi dengan cukup baik dan efektif melalui empat tahap terbentuknya sebuah interaksi komunikasi ialah komunikator, pesan, saluran, dan komunikan 2. Instagram dapat membantu menginformasikan segala kegiatan positif dan inspiratif yang telah dilakukan oleh SMA Negeri 1 Sumedang menjadi lebih terekplorsi, berdampak pada eksistensi sekolah, dan motivasi bagi sekolah agar terus mengembangkan mutu dan kualitasnya. 3. Pemilihan media sosial Instagram dalam mengapresiasi segala bentuk prestasi yang diraih oleh pelajar didalam SMA Negeri 1 Sumedang, karena Instagram medi sosial yang berbasis foto dan video sehingga lebih menarik untuk di lihat pengguna, dan berbagai ketersediaan fitur yang mendukung. 4. Dengan fitur Instagram seperti Sharing, Hastag, Repost, Worldcam, Searchstagram, Instastory dan Findergram. 5. Berdasarkan jenis fitur yang ada maka yang digunakan akun @osissmansa2018 ialah fitur sharing foto, hastag, repost, dan Instastory

BIBLIOGRAPHY Ara, C. S., Paulo, L., Corrˆ, D., Paula, A., Prates, R. O., & Jr, W. M. (2014). It is not just a picture: Revealing some user practices in Instagram, (May).

Bungin, Burhan. (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Predana Media

Effendy, Onong Uchjana. (2009). Komunikasi Teori Dan Praktek. Bandung: PT Remaja. Rosdakarya.

Manap, K.H.A. (2013). The role of User generated Content (UGC) in Social Media for Tourism Sector. Paper presentedat 2013 WEI International Academic Conference Proceedings,Istanbul –Turkey.

Nawawi, Hadari. (2005). Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gadjah Mada. University Press

Nawawi, Hadari, 1989 Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan, Jakarta:Haji Masagung

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 326

Sheldon, P., & Bryant, K. (2016). Instagram: Motives for its use and relationship to narcissism and contextual age. Computers in Human Behavior, 58(May), 89– 97. http://doi.org/10.1016/j.chb.2015.12.059.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Afabeta.

Ting, H., W.W.P. Ming, E.C. de Run, & S.L.Y. Choo (2015). Beliefs about the use of instagram: An explonatory study. International Journal of Business and Innovation, 2(2).

Ting Ting, C. (2014). A study of motives, usage, self-presentation and number of followers on instagram. Discovery – SS Student E-Journal, 3, 1-35.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 327

HASHTAG TWITTER SEBAGAI BUDAYA POPULER MEDIA SIBER (Analisis Waca Kritis Penggunaan #KoalisiPraBOHONG Oleh Akun Twitter @MemeTanpaHurufK Dalam Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet)

Moh Faidol Juddi Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Dewasa ini, media sosial tidak hanya terbatas sebagai media personal namun juga sebagai media kampanye politik. Kemudahan yang ditawarkan oleh media sosial untuk membagikan gambar, video, dan berita, telah dimanfaatkan oleh politikus daerah maupun nasional. Twitter, Instagram, Facebook, sampai Youtube, merupakan sarana budaya populer yang telah menjadikan politikus sebagai “selebritis” (Subiakto, 2017), seperti yang dilakukan Joko Widodo pada kampanye pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 (Sandra, 2013). Sosial media sebagai budaya populer mempunyai peran dalam mengubah karakter dan perilaku masyarakat dalam keterbukaan dan memberikan respon aktif terhadap suatu fenomena, seperti hashtag dalam Twitter. Melalui hashtag Twitter juga, masyarakat diberikan kemudahan untuk mencari informasi sesuai dengan kebutuhan mereka (Gustam, 2015). Data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia (Kominfo, 2017) menunjukkan bahwa data penggunaan internet di Indonesia sebesar 143.26 juta atau 54.68 % dari total seluruh penduduk. Dari data tersebut, 49.52% merupakan pengguna dengan usia rata-rata 19-34 tahun, dan 75.50% penggunan dengan rata-rata usia 13-18 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar hidup generasi muda dibentuk oleh media baru, yaitu internet. Tema-tema atau wacana-wacana yang muncul di internet berdampak besar dalam membentuk subjektivitias dan identitas generasi muda tidak hanya pada saaat ini tapi juga berpengaruh pada genenrasi muda di masa depan. Dengan kemudahan yang ditawarkan oleh sosial media dalam penyebaran informasi, menyebabkan terjadinya fenomena penyebaran berita hoax yang mencoba

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 328

untuk memainkan isu-isu sensitif seperti kriminalisasi ulama dan penistaan agama, kebangkitan PKI, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar, kenaikan harga bahan bakar, dan lain sebagainnya. Salah satu contohnya adalah situs VOA Islam. Teks dalam rubrik “Berita Politik Indonesia” menggambarkan usaha VOA Islam dalam keterlibatanya merebut kekuasaan yang gagal diraih oleh kubu oposisi pemerintahan presiden Joko Widodo (Anata, 2017). Tebaran informasi di dunia maya sering terdapat motif ideologi politik tertentu yang tersembungi di balik informasi. Media baru di Timur Tengah dianggap telah merusak kontrol hegemonik pemerintah atas aliran informasi. Lahirnya gelombang demonstrasi Arab Spring yang berusaha menggulingkan pemerintahan yang berkuasa (Hofheinz, 2007). Dunia maya juga telah menjadi alat identitas ganda (Faris, 2010). Penyebaran berita hoax di media sosial dipengaruhi oleh kontruksi berita yang dimuat oleh berita online. Selain itu respon netizen terhadap berita hoax di sosial media berpengaruh positif dalam penyebarluasaan berita hoax dan liar tanpa berpedoman pada etika jurnalistik (Adhiarso, Utari, & Slamet, 2017). Selain VOA Islam, ada Muslim Cyber Army (MCA) yang cukup keras dalam menyebar hoax dan fitnah, sehingga mereka harus berhadapan dengan hokum positif yang berlaku. Pada akhirnya, relasi kuasa menjadi timpang. Komunikasi mengalami distorsi. Makna “Muslim” pada nama MCA juga tak bisa disepakati bersama, sehingga kelompok MCA hanyalah formalisasi belaka. Dan konsensus yang dicapai hanyalah konsensus simbolik (Sirojuddin, 2018). Belakangan ini ramai pemberitaan tentang kasus penyebaran berita hoax yang menyita perhatian publik Indonesia adalah isu penganiayaan Ratna Sarumpeat (RS) oleh tiga oknum laki-laki di Bandara Bandung pada 21 September 2018. Berita ini bergulir sejak unggahan gambar tangkapan layar whatsapp yang menampilkan poto wajah Ratna Sarumpaet dengan penuh lebam pada tanggal 2 Oktober 2018 oleh akun facebook Swary Utami Dewi. Unggahan tersebut menjadi viral dan memicu reaksi publik dan membuat tokoh-tokoh politik nasional angkat bicara. Seperti Pabrowo Subianto dan Mahfud MD yang mengutuk pelaku pengeroyokan RS, di tempat terpisah. Selain itu Dahnil Anzar Simanjutak sebagai juru bicara tim Prabowo-Sandiaga, Fahri Hamzah, Amien Rais, secara seragam juga mengutuk pelaku pengeroyokan melalui media massa dan mendesak pemerintah dan pihak kepolisian untuk segera mengusut kasus ini. Rachel Maryam sebagai kader Partai Gerindra melalui akun twitternya @cumarachel

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 329

membenarkan kabar penganiaayaan yang dialami oleh RS. Senada dengan Rachel Maryam, Fadli Zon melalui akun twitternya @fadlizon juga menegaskan bahwa RS dianiaya dan meyebut pelakunya sebagai orang “jahat dan biadab sekali”. Setelah pihak Kepolisian membantah adanya isu penganiayaan yang dialami oleh RS, Ratna Sarumpaet pun juga melakukan klarifikasi di depan pers bahwa hoax yang sedang terjadi sengaja dibuat sendiri karena kebodohan dan bisikan setan, pada tanggal 3 Oktober 2018. Kebohongan ini dia lakukan untuk menutupi tindakan operasi sedot lemak dari keluarga besarnya yang dia lakukan pada tanggal 21 September 2018 (Prasongko, Dias Chairunnisa & Ninis, 2018). Selain itu, beberapa pihak meragukan pengakuan hoax yang dilakukan Ratna Sarumpaet. Salah satunya akun Twitter @MemeTanpaHurufK yang mecoba membongkar fakta dibalik hoax Ratna Sarumpaet. Dengan #KoalisiPraBOHONG, pemilik akun Pengrajin Meme mencoba membeberkan fakta-fakta apa yang sebenarnya terjadi di balik pengakuan hoax Ratna Sarumpaet (Tribunnews, 2018). Secara khusus Presiden Joko Widodo menyampaikan pesan agar aparat hukum menindak tegas para penyebar berita bohong. Presiden juga meminta aparat bekerja sama dengan Pemerintah mengevaluasi media yang memproduksi informasi bohong tanpa sumber yang jelas. Presiden mencontohkan dalam beberapa waktu terakhir ini banyak informasi di media sosial yang meresahkan dan memecah belah masyarakat. Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informasi menjelaskan telah melakukan pemblokiran 800 ribu situs berkonten negatif. Konten yang diblokir itu termasuk media online yang memiliki konten negatif atau mengandung berita bohong (Budiman, 2017). Pengakuan ini membuat publik bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi di balik fenomena ini? Apa benar hoax yang dilakukan oleh RS murni “bisikan setan” atau ada “bisikan” yang lain? Tulisan ini mencoba menganalisa secara kritis fenomena kebohongan Ratna Sarumpaet dan hashtag Twitter sebagai budaya populer media siber.

PEMBAHASAN Dalam penelitian komunikasi, pemilihan paradigma sangat mempengaruhi perspektif atau sudut pandang peneliti dalam melihat fenomena yang sedang diamati. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan analisis wacana kritis untuk melihat lebih dalam sisi lain dari fenomena kasus hoax Ratna Sarumpaet.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 330

Pandangan kritis mempunyai asumsi bahwa penelitian harus dihubungkan dengan politik dan agenda politis. Untuk itulah, penelitian ini pada umumnya memiliki agenda aksi demi reformasi yang diharapkan dapat mengubah kehidupan para partisipan, institusi-institusi di mana mereka hidup dan bekerja, dan kehidupan para peneliti sendiri. Di samping itu, pandangan dunia ini menyatakan bahwa ada isu-isu tertentu yang perlu mendapat perhatian lebih, utamanya isu-isu menyangkut kehidupan sosial dewasa ini, seperti pemberdayaan, ketidakadilan, penindasan, penguasaan, ketertindasan, dan pengasingan. Peneliti dapat mengawali penelitian mereka dengan salah satu dari isu-isu ini sebagai fokus penelitiannya (Creswell, 2015). Dalam analisis wacana kritis, konteks sangat penting dalam pengaruhnya terhadap produksi wacana. Seprti jenis kelamin, status sosial, latar belakang budaya, waktu, posisi pembicara dengan pendengar, dan lingkungan (Eriyanto, 2005). Analisis wacana kritis dalam tulisan ini mengggunakan model analisis Teun A Van Dijk untuk mengamati tiga hal, yaitu teks, kognisi sosial, dan analisis sosial. Namun, penulis hanya akan membahas mengenai teks dan analisis sosial agar lebih relevan dengan masalah yang sedang dikaji. Struktur teks, dalam pengamatan struktur teks dilihat dari beberapa tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Van Dijk membaginya menjadi tiga tingkatan yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro (Eriyanto, 2007). lebih jelasnya digambarkan seperti berikut : 1. Struktur Makro, Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat oleh suatau teks. 2. Superstruktur, Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan keseimpulan. 3. Struktur Mikro, Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang diapakai oleh suatu teks. Dalam tulisan ini mencoba menganalisis secara kritis pengungkapan fakta yang dilakukan oleh akun twitter @MemeTanpaHurufK dengan #KoalisiPraBOHONG di balik kasus Ratna Sarumpaet (RS). 1. Makna teks yang disampaikan a. Keterkaitan judul dengan isi berita Judul #KoalisiPraBOHONG dari akun twitter @MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet sebagai upaya konspirasi skenario pembuatan isu secara disengaja “penganiayaan Ratna Sarupaet (RS)” oleh pihak oposisi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 331

pemerintahan Joko Widodo. Akun dengan nama Pengrajin Meme ini mengemas fakta- fakta tersebut dalam satu thread ber-hashtag #KoalisiPraBOHONG yang memuat 49 tweet atau postingan dalam twitter. b. Penggunaan Sinonim

Dalam thread ini, Pengrajin Meme menggunakan beberapa padanan kata seperti WAG yang mengarah kepada simpatisan Geridra, istilah kunci yang merujuk pada mengabulkan keinginan RS atau upaya agar RS tidak membongkar isu, istilah Bango padaan makna dengan “abang” yang merujuk kepada Prabowo sebagai kakak Hashim, safe haouse merujuk pada rumah tinggal sementara selama pelarian, Wan Abud merujuk kepada tokoh/pemimpin keturunan Arab yang merujuk kepada , istilah otak yang mempunyai padanan makna pelaku utama. 2. Wacana yang Ingin Disampaikan

a. Teras berita

Pada bagian awal thread menceritakan bagaimana oposisi merencanakan pembuatan isu penganiayaan RS untuk menyerang pemerintah. Skrenario ini dibuat untuk membuat kegaduhan politik dan menyita perhatian khalayak. Akun pengrajin Meme mencoba untuk memberikan fakta-fakta terkait skenario tersebut yang tidak diekspos oleh media massa. b. Isi berita

Dalam masing-msing tweet dibeberkan satu-satu kronologis alur pembuatan scenario yang di dapat dari data GPS Fadli Zon. fakta yang pertama yang tunjukkan pada tweet ke-4 bahwa Fadli Zon mendapatkan WA wajah ratna RS babak belur dari Aksi Cinta Tanah Air (ACTA). Setelah itu, Pengrajin Meme menunjukkan bukti tangkap gambar GPS Fadli Zon yang menunjukkan arah perjalan ke Benhill pada tanggal 1 Oktober 2018. Diketahui bahwa di benhil ini ada Institute for Policy Studies yang merupakan Badan Komunikasi Gerindra. Sampai di situ, Pengrajin Meme membuat survey twitter tentang dilanjutkan atau tidak thread ini dan 96% responden menyatakan meminta untuk lanjut. lalu dipaparkan fakta bahwa Fadli Zon membuat skenari dengan Hashim Djojohadikusumo yang merupakan adik kandung Prabowo Subianto, bersama konsultan dari Meryland Amerika Serikat yang tidak mengisi namanya. Dari situ dibuatlah skenari drama pengeroyokan RS di Bandara Bandung.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 332

Setelah skenario jadi, berita ini diviralkan melaui twitter dan facebook oleh kader dak koalisi partai Gerindra dengan isu bahwa RS Diculik dan dipukul di Bandara Bandung pada 21 September 2018 oleh 3 orang tidak dikenal.

Gambar 1. Kultwit @MemeTanpaHurufK Sumber: www.twitter.com/PengrajinMeme

Di tweet ke-13 ditunjukkan fakta adanya perubahan skenario awal yang sebelumnya bertujuan hanya untuk membuat gaduh suasana politik, berlanjut dengan pengakuan RS membenarkan adanya isu penganiayaan tersebut melalui media massa. setelah pengakuan ini, rencannya RS akan di sembunyikan di luar negeri sampai akhir 2019. Di tweet ke 15, ditunjukkan fakta bahwa terjadi pebedaan pendapat terkait Negara tujuan “sembunyi” sampai akhir 2019. RS meminta Chili karena dalam waktu dekat dia ada agenda menghadiri konferensi internasional sebagai perwakilan Pemerintah Kota Jakarta. RS sudah mempunyai pandangan untuk sembunyi di Chili karena Negara ini tidak mempunyai perjanjian ekstradisi di Indonesia. Selain itu, RS juga bisa menyebarkan isu nahwa pemerintahan di bawah rezim Jokowi menyeramkan. Rencana ini sempat didukung oleh Amin Rais. Namun, Hashim bisa keberatan dengan pertimbangan pengeluaran besar yang bakal dikeluarkan partai.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 333

Gambar 2. Kultwit @MemeTanpaHurufK Sumber: www.twitter.com/PengrajinMeme

Karena ketidak pastian dari Gerindra, akhirnya RS berencana untuk membongkar konspirasi yang dimainkan. Fakta ini ditunjukkan pada tweet ke 20 tentang informasi dari ACTA yang disampaikan kepada Hashim dan Zon. dan akhirnya RS “dilepas” begitu saja dan Gerindra ”Lepas body”. Namun strategi krisis Gerindra kurang lihai dalam menagani kasus ini. Mereka membiarkan RS memberikan pernyataan pengunduran diri dari pada dipecat. Pernyataan itu diunggah RS dalam akun twitter-nya pada tanggal 3 Oktober 2018 sebelum dia melakukan konferensi pers.kesan pengunduran diri terlihat dari pesan “saya akan tetap berjuang demi kemenangan Prabowo-Sandi”. Hal ini menimbulkan kecurigaan khalayak atas keterlibatan Gerindra terhadap skenario RS. Selain itu, di tweet ke 23 Pengrajin Meme menunjukkan bahwa Gerindra kurang lihai dalam mengcover kasus ini, dengan tidak memecat kader-kader dan koalisinya di Gerindra yang telah ikut mem-viralkan isu ini. Ditambah pengakuan RS bahwa dia melakukan semua ini karena dapat bisikan setan. Seharusnya Gerindra melakun upaya konfirmasi lebih dalam terkait pengakuan ini.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 334

Gambar 3. Kultwit @MemeTanpaHurufK Sumber: www.twitter.com/PengrajinMeme

Di tweet ke-26 Pengarajin Meme kembali melontarkan survey tentang kelanjutan thread ini, dan 98% menjawab lanjut. di tweet ke 29 dan 30 Gerindra mencoba meggiring opini dengan melempar statement bahwa RS agen jokowi. Hal ini diperkuat oleh cuitan salah satu kadernya, Mustofa Nahrawardana. Di tweet ke 34 sampai 41, Pengrajin Meme mulai membongkar keterlibatan Amien Rais dalam sekenario ini dengan melibatkan putrinya, Hanum Salsabila, untuk berlakon di depan media massa bersama RS dengan mengakui dan megutuk pelaku penganiayaan. Fakta itu bisa dilihat dari draft skenario yang bocor di media sosial. Di draft tersebut dijelaskan langkah-langkah dan waktu kapan skenario itu dieksekusi hingga ratna RS berhsil lolos ke luar negeri dengan istilah “operasi daging cincang” yang diadopsi dari taktik sekutu ketika ingin memasuki wilayah Jerman.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 335

Gambar 4. Kultwit @MemeTanpaHurufK Sumber: www.twitter.com/PengrajinMeme

3. Analisis Struktur Teks Dalam Berita

a. Struktur Makro

Hal yang diamati dalam struktur ini adalah tematik atau tema. Terlihat jelas bahwa tema yang dibawakan dalam thread ini adalah sikap akun twitter Pengrajin Meme terhadap fenomena isu hoax RS. Pengrajin Meme mencoba menggali secara kritis fakta-fakta yang sebenarnya terjadi di balik bergulirnya Isu hoax RS. b. Superstruktur

Pengamatan superstruktur fokus pada skema penulisan. Hal yang diamati seputar bagaimana bagian dan urutan berita atau informasi diskemakan dalam teks berita menjadi sebuah berita utuh. Dilihat secara skematik #KoalisiPraBOHONG dari akun twitter @MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet memiliki skema berurutan yang berlanjut mulai dari tanggal 3 sampai 8 Oktober 2018. dengan satu threat #KoalisiPraBOHONG berisi 49 tweet. Gagasan utama berada di awal tweet. Tweet selanjutnya menyajikan fakta-fakta yang mendukung gagasan tersebut.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 336

c. Struktur Mikro

Hal yang diamati dalam struktur mikro ada empat fokus pengamatan. Yaitu pengamatan dari sisi semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris. Untuk memudahkan uraiannya, maka penulis sajikan tiap sisi seperti berikut : - Bentuk Kalimat

Bentuk kalimat yang terdapat dalam berita tersebut yaitu kalimat aktif yang ditunjukkan pada tweet “Kalo gue posting berita2 tentang awal muasalnya #KoalisiPraBOHONG nyerang pemerintah melalui Hoaxnya @RatnaSpaet gak akan habis. Hampir semua berita online menyajiakan #KoalisiPraBOHONG”. Tweet ke-3. - Semantik Pengamatan semantik mengulik latar, detil, maksud dari tulisan. Pengamatan ini akan menguraikan makna yang ingin ditekankan penulis dalam berita dengan strategi penulisan latar, detil, dan maksud tulisan. Kalimat-kalimat berita tersebut dengan jelas menggambarkan latar keadaan. Dalam thread tersebut sikap akun twitter Pengrajin Meme terhadap isu hoax RS. d. Sinteksis Pengamatan sintaksis untuk mengetahui bagaimana pendapat disampaikan.Sedangkan stilistik mengamati pemilihan kata yang dipakai. Kata yang digunakan tidak termasuk dalam sastra. e. Retoris Struktur mikro pada pengamatan retoris meneliti tentang gaya penyampaiannya. Apakah melalui grafis, ekspresi, atau metafora. Gaya penyampaian wacana dalam thread “skematik #KoalisiPraBOHONG dari akun twitter @MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet” menggunakan gaya kalimat metafora, bersinonim, dan cenderung menggunakan kalimat konotasi. 4. Analisis Konteks Sosial Analisis sosial berkaitan dengan hal-hal yang mempengaruhi pemakaian bahasa dan terbentuknya sebuah wacana. Seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi sosial yang terjadi saat itu. Pada konteks sosial tertentu, sebuah wacana dapat diteliti,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 337

dianalisis, dan dimengerti. Peneliti menganalisis konteks sosial ini, terbagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Praktik Kekuasaan Konstruksi praktik kekuasaan dalam pemberitaan isu penganiayaan RS ini dipengaruhi oleh latar kepentingan oposisi untuk melawan pemerintahan. Hoax ini bergulir karena ada dukungan politik dari pihak oposisi. Thread #KoalisiPraBOHONG ini sebagai bentuk counter dan keberpihakan dari masyarakat yang pro terhadap pemerintah. b. Akses mempengaruhi wacana Thread #KoalisiPraBOHONG dari akun twitter @MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet ini menyerang terhadap kekuasaan oposisi yang mencoba menyerang pemerintah dengan melontarkan berita hoax penganiayaan aktivis perempuan, Ratna Sarumpaet. Upaya ini sebagai bentuk upaya pembelaan oleh masyarakat sipil terhadapap rezim pemerintahan yang mendapat serangan isu politik dari oposisi. Sosial media merupakan sebuah bentuk “media massa” kepemilikan pribadi, dimana kekuatan komunikasi dominan dengan oponen saling berbenturan di dalamnya (Fuchs, 2017). Di era media sosial, kritik atau demonstrasi terhadap ketimpangan yang terjadi tidak lagi dilakukan dengan beramai-ramai membawa spanduk-spanduk atau papan penyampai ungkapan protes, namun dengan adanya platform seperti Twitter, dengan menggunakan hashtag, kita bisa menyampaikan apa yang menjadi keresahan masyarakat. Kehadiran sosial media sebagai teknologi komunikasi telah meningkatkan mutu deemokrasi dan melemahkan sumber-sumber kekuasaan tradisonal. Masyarakat semakin bebas mengekspresikan suaranya untuk reformasi. Pesan-pesan yang secara populer muncul di media sosial dimana gagasan dan sikapnya disebarkan secara massal baik oleh individu maupun kelompok dapat disebut sebagai komunikasi populer (Mulyana, 2004). Salah satu platform sosial media yang cukup lama bertahan adalah Twitter. Di Twitter, orang dapat memilih topik sesuai dengan peminatannya dan update tentang peristiwa-peristiwa atau populer di dunia maupun spesifik di Negara tertentu melaui tranding hashtag. Penggunaan hashtag pada Twitter dapat mengelompokkan topik sejenis sesuai dengan minat pengguna (Strachan, 2009). Saat ini, Twitter bukan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 338

hanya sebagai mini blog untuk penggunaan pribadi, namun, Twitter sudah menjadi sarana kampanye politik dan media komunikasi, juga sebagai sarana pembelajaran. Terlebih lagi, Twitter sebagai sarana protes masyarakat akan ketimpangan dan kesewenang-wenangan rezim maupun kelompok dominan yang sedang berkuasa (Thompson, 2009).

SIMPULAN Setelah menganalisa dan menjelaskan data pada bagian sebelumnya, maka pada bagian penutup peneliti mengambil kesimpulan bahwa perspektif kritis “#KoalisiPraBOHONG dari akun twitter @MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet” dilihat dari dimensi teks dan konteks Teun Van Dijk, antara lain: 1. Dilihat secara skematik #KoalisiPraBOHONG dari akun twitter @MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet memiliki skema berurutan yang berlanjut mulai dari tanggal 3 sampai 8 Oktober 2018. dengan satu threat #KoalisiPraBOHONG berisi 49 tweet. Gagasan utama berada di awal tweet. Tweet selanjutnya menyajikan fakta- fakta yang mendukung gagasan tersebut. 2. Dilihat secara skematik #KoalisiPraBOHONG dari akun twitter @MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet memiliki skema berurutan yang berlanjut mulai dari tanggal 3 sampai 8 Oktober 2018. dengan satu threat #KoalisiPraBOHONG berisi 49 tweet. Gagasan utama berada di awal tweet. Tweet selanjutnya menyajikan fakta- fakta yang mendukung gagasan tersebut.

3. Struktur mikro pada pengamatan retoris meneliti tentang gaya penyampaiannya. Apakah melalui grafis, ekspresi, atau metafora. Gaya penyampaian wacana dalam thread “skematik #KoalisiPraBOHONG dari akun twitter @MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet” menggunakan gaya kalimat metafora, bersinonim, dan cenderung menggunakan kalimat konotasi 4. Konstruksi praktik kekuasaan dalam pemberitaan isu penganiayaan RS ini dipengaruhi oleh latar kepentingan oposisi untuk melawan pemerintahan. Hoax ini bergulir karena ada dukungan politik dari pihak oposisi. Thread #KoalisiPraBOHONG ini sebagai bentuk counter dan keberpihakan dari masyarakat yang pro terhadap pemerintah. 5. Thread #KoalisiPraBOHONG dari akun twitter @MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet ini menyerang terhadap

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 339

kekuasaan oposisi yang mencoba menyerang pemerintah dengan melontarkan berita hoax penganiayaan aktivis perempuan, Ratna Sarumpaet. Upaya ini sebagai bentuk upaya pembelaan oleh masyarakat sipil terhadapap rezim pemerintahan yang mendapat serangan isu politik dari oposisi. 6. Sebagai komunikasi populer, Twitter dengan hashtag-nya telah meningkatkan mutu deemokrasi dan melemahkan sumber-sumber kekuasaan tradisonal. Masyarakat semakin bebas mengekspresikan suaranya untuk reformasi. Masyarakat dengan bebas menyampaikan aspirasinya dan protes atas ketimpangan dan kesewenang-wenangan rezim maupun kelompok dominan yang sedang berkuasa.

BIBLIOGRAPHY Adhiarso, D. S., Utari, P., & Slamet, Y. (2017). Pemberitaan Hoax di Media Online Ditinjau dari Konstruksi Berita dan Respon Netizen. Jurnal Ilmu Komunikasi, 15(3), 215–225.

Anata, N. P. (2017). Wacana Politik dalam Media Dakwah Online Political Discourse in Online Dakwah Media. Jurnal IPTEK-KOM (Jurnal Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Komunikasi), 19(1), 1–24.

Budiman, A. (2017). Berita Bohong (Hoax) Di Media Sosial Dan Pembentukan Opini Publik. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, IX(01), 2009–2012. https://doi.org/10.1134/S1063782613120166

Creswell, J. W. (2015). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset (memilih diantara lima pendekatan). In S. Z. Qudsy (Ed.), Penelitian Kualitatif (I). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Eriyanto. (2005). Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.

Eriyanto. (2007). Teknik Sampling. Analisis Opini Publik. yogyakata: LKiS pelangi aksara. https://doi.org/433

Faris, D. (2010). Revolutions without Revolutionaries?: Social Media Networks and Regime Response in Egypt. Political Science. Pennsylvania: Publicly accessible Penn Dissertations. Retrieved from http://repository.upenn.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1195&context=edissertations

Fuchs, C. (2017). Social Media: a Critical Introduction (2nd ed.). Singapore: Sage Publications Asia Pacific Pte ltd.

Gustam, R. R. (2015). Karakteristik Media Sosial dalam Membentuk Budaya Populer Korean Pop di Kalangan Komunitas Samarinda dan Balikpapan. EJournal Ilmu Komunikasi, 3(2), 224– 242.

Hofheinz, A. (2007). The Internet in the Arab world: playground for political liberalization. Internationale Politik Un Gesellschaft/International Politics and Society, 3, 78–79.

Kominfo, H. (2017). Jumlah Pengguna Internet 2017 Meningkat, Kominfo Terus Lakukan Percepatan Pembangunan Broadband. Retrieved from https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/12640/siaran-pers-no-

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 340

53hmkominfo022018-tentang-jumlah-pengguna-internet-2017-meningkat-kominfo- terus-lakukan-percepatan-pembangunan-broadband/0/siaran_pers

Mulyana, D. (2004). Komunikasi Populer: Kajian Komunikasi dan Budaya Kontemporer. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Prasongko, Dias Chairunnisa, & Ninis. (2018). Begini Kronologi Kasus Hoax Ratna Sarumpaet. Retrieved from https://nasional.tempo.co/read/1133129/begini-kronologi-kasus-hoax- ratna-sarumpaet

Sandra, L. J. (2013). Political Branding Jokowi Selama Masa Kampanye Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2012 Di Media Sosial Twitter. Jurnal E-Komunikasi, I No. 2.

Sirojuddin, T. B. R. (2018). Studi Kritis Narasi Kebencian Muslim Cyber Army Di Media Mass. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Strachan, D. (2009). Twitter: How To Set Up Your Account. The Daily Telegraph. Retrieved from http://www.telegraph.co.uk/travel/4698589/Twitter-how-to-set-up-your-account.html

Subiakto, H. (2017). Penggunaan Internet Dan Budaya Populer Dalam, 145–156.

Thompson, C. (2009, September). I’m So Totally, Digitally Close to You. The New York Times, 1(September 2009), 1–6. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Tribunnews. (2018). Akun Twitter Ini Bongkar Skenario Kasus Ratna Sarumpaet Katanya Bisa Sadap GPS Fadli Zon. Retrieved from http://m.tribunnews.com/nasional/2018/10/08/akun-twitter-ini-bongkar-skenario- kasus-ratna-sarumpaet-katanya-bisa-sadap-gps-fadli-zon?page=all

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 341

PENGELOLAAN KECEMASAN KOMUNIKASI DAN KONSEP DIRI DALAM KEBERAGAMAN BUDAYA

Annisa Salsabila Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Keberagaman budaya merupakan suatu keunikan yang dimiliki oleh Indonesia. Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan dari sabang hingga marauke dimana budaya tersebut yang menjadi pembeda dari setiap daerah di Indonesia. Elemen dasar yang membedakan dari setiap budaya ialah bahasa dan “logat” yang dimiliki setiap daerah. Melalui bahasa kita bisa langsung menebak asal daerah dari seseorang. Selain bahasa, perbedaan budaya dan kebiasaan pada setiap budaya juga sangat menonjol. Seperti orang minang yang suka merantau dan pekerja keras atau orang sunda yang terkenal dengan keramahtamahannya. Suku Minangkabau sendiri merupakan salah satu suku dan etnis terbesar di Indonesia. Pada sensus penduduk tahun 2010, suku Minangkabau menempati posisi ke-6 dengan jumlah penduduk sebesar 6.462.713 (2,73%). Suku Minangkabau terletak di pulau sumatera tepatnya di Sumatera Barat. Minangkabau Masyarakat minangkabau seringkali dikenal dengan sifat perantaunya. Sifat perantau ini sudah diterapkan secara turun-menurun oleh masyarakat Minangkabau. Kebiasaan yang biasa dilakukan oleh suku Minangkabau yakni “merantau ke negeri orang”, seperti menggaleh (berdagang) atau melanjutkan pendidikan. Pepatah Minang mengatakan “Karatau tumbuah dihulu, babuah babungo alun, marantau bujang dahulu, dirumah baguno alun”. Sifat orang minang yang suka merantau ini harusnya juga menuntut kefleksibelitasan mereka dalam beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda-beda. Kemampuan komunikasi sangat dibutuhkan disini mengingat komunikasi merupakan salah satu cara utama manusia untuk membangun interaksi dengan sesamanya. Komunikasi adalah kemampuan naluriah manusia untuk dapat saling berkomunikasi dengan sesamanya. Melalui kemampuan komunikasi tersebut manusia dapat saling mengenal dan berinteraksi satu sama lain. Komunikasi disini bukan hanya

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 342

komunikasi yang dilakukan secara verbal, tetapi juga dapat dilakukan secara non-verbal. Komunikasi verbal biasanya berupakan kata-kata dan komunikasi non-verbal biasanya komunikasi melalui body language, ekspresi wajah, dan sebagainya. Biasanya, komunikasi verbal diiringi oleh komunikasi non-verbal baik secara sadar maupun tidak. Jadi, dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan salah satu kunci manusia dapat saling berinteraksi dan bersosialisasi. Tetapi, dalam prosesnya ini juga sering terjadi kecemasan-kecemasan yang dikarenakan oleh ketidakmampuan atau tidak tercapainya kesepahaman dengan lawan bicara (Littlejohn & Foss, 2009). Tidak adanya kesepahaman yang didapat setelah berinteraksi dengan lingkungan sosial menjadi penyebab kecemasan tersebut muncul. Kecemasan tersebut juga membuat seseorang menjadi menarik diri dan merasa tidak percaya diri dalam bersosialisasi yang pada akhirnya menimbulkan ketidakinginan untuk membuka diri dan menerima perbedaan yang ada (Barzam, 2017). Seperti yang kita ketahui, orang minang memiliki gaya bahasa, intonasi atau nada yang keras pada saat berbicara. Hal ini bisa saja menimbulkan kesalahpahaman hingga tidak tercapai kesamaan makna pesan pada saat berinteraksi. Kesalahpahaman dan tidak tercapai kesamaan makna ini bisa meimbulkan kecemasan pada saat berkomunikasi. Kegiatan sosial merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari di kehidupan sehari-hari. Kecemasan pada setiap orang mungkin saja berbeda dan memiliki tingkat yang berbeda pula sehingga membentuk suatu tingkah laku sesuai dengan yang melatarbelakanginya. Latarbelakang kecemesan dan pembentukan tingkah laku ini muncul bisa saja dikarena kehidupan individu yang dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya, seperti contoh keluarga yang pasti memiliki kebudayaan yang dibawanya. Kebudayaan dapat menjadi patokan terbentuk suatu tingkah laku dan kebiasaan yang berbeda-beda pada setiap individu. Hal ini sangat mungkin ditemukan terutama ketika individu tersebut berasal dari daerah yang memiliki budaya dan kebiasaan yang bebeda yang secara tidak disadari membentuk cara komunikasi, pemahaman, penginterpretasian yang berbeda-beda pula. Pemahaman antara dua individu yang saling berinteraksi dibutuhkan untuk mencapai suatu komunikasi yang efektif.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 343

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (Mulyana, 2016). Jika tidak tercapainya pemahaman pada saat berkomunikasi tersebut, muncullah rasa cemas dan tidakpasti terhadap lawan bicara dan situasi yang dihadapi. Adler dan Rodman (Apollo, 2007) mengemukakan ada penyebab-penyebab lain yang memunculkan kecemasan pada saat berkomunikasi, diantaranya pengalaman berkomunikasi yang tidak menyenangkan; penguatan dimana seorang anak yang diberi penguatan ketika dia diam dan tidak diberi penguatan ketika dia banyak bicara, maka anak itu akan menjadi anak yang pendiam; kecemasan berkomunikasi yang muncul dikarenakan kegagalan dalam mengembangkan keterampilah berkomunikasi (skill acquisition); dan terakhir kecemasan berkomunikasi terjadi karena proses imitasi atau meniru (modelling). Pengurangan ketidakpastian dan kecemasan yang terjadi pada tahap awal interaksi ini biasanya dilakukan pada awal-awal interaksi dengan berusaha untuk mengenal individu lain (Littlejohn & Foss, 2009). Gudykunst juga menambahkan kegagalan dan kurangnya adaptasi dalam situasi-situasi interkultural sangat bergantung pada ketidakpastian dan kecemasan. Semakin sedikit yang anda ketahui, maka semakin cemas anda. Perbedaan budaya dan kebiasaan dapat menjadi faktor utama kecemasan muncul, terutama bagi individu-induvidu yang memiliki latarbelakang budaya yang berbeda. Selain perbedaan budaya ini, hal penting yang harus diketahui dan dimengerti adalah mengenai arti dari diri itu sendiri. Pemahaman dan kesadaran seseorang terhadap ekstensi dirinya merupakan landasan bagi semua bentuk dan fungsi komunikasi. Devito (1997) menegaskan bahwa dari semua komponen tindak komunikasi, yang paling penting adalah diri (self). Siapa anda dan bagaimana anda memersepsikan diri sendiri dan orang lain akan memengaruhi komunikasi anda dan tanggapan anda terhadap komunikasi orang lain. Berdasarkan pernyataan Devito ini, bisa saja kecemasan komunikasi tersebut muncul karena kurangnya pemahaman mengenai diri sendiri sehingga pembentukan konsep mengenai diri sendiri menjadi mengambang atau tidak pasti. Semua persepsi kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, yang didasari pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain inilah yang disebut sebagai konsep diri (Sobur, 2003).

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 344

Kecemasan berkomunikasi dan konsep diri menjadi sorotan utama dalam penelitian ini karena peneliti ingin melihat tingkat kecemasan dan konsep diri yang tentunya dilatarbelakangi oleh kehidupan individu itu sendiri, bagaimana hubungan tingkat kecemasan komunikasi dan konsep diri tersebut dihubungkan dengan kemampuan beradaptasi individu-individu tersebut di dalam lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang menjadi tempat terjadinya banyak interaksi terutama interaksi secara verbal, menarik peneliti untuk mengetahui bagaimana orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memaknai suatu interaksi yang dijalin dengan orang yang memiliki latarbelakang yang berbeda dengan dirinya. Tetapi dalam penelitian ini peneliti tidak hanya ingin berfokus pada kecemasan komunikasi dan konsep diri yang disebabkan oleh latarbelakang budaya. Peneliti juga ingin mengetahui faktor-faktor lain yang menyebabkan kedua hal tersebut muncul pada saat individu tersebut masuk ke dalam lingkungan sosial, seperti faktor psikologi, fisik, dan sosial. Peneliti juga ingin mengetahui seberapa pentingkah bagi setiap individu dalam memahami tingkah laku individu lain untuk dapat beradaptasi dalam lingkungan baru. Perbedaan-perbedaan tingkah laku dan kebiasaan sangat mungkin ditemukan terutama ketika individu tersebut berasal dari daerah yang memiliki budaya dan kebiasaan yang bebeda. Pemahaman antara dua individu yang saling berinteraksi dibutuhkan untuk mencapai suatu komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (Mulyana, 2016). Pada penelitian ini peneliti akan memfokuskan paenelitian pada suku Minangkabau yaitu orang-orang yang melakukan perantauan ke pulau Jawa khususnya Jakarta dan Bandung untuk mengemban pendidikan. Bagaimana cara mereka dapat mengelola kecemasan komunikasi dan konsep diri di dalam sebuah budaya yang pasti sangat berbeda dengan budaya minang. Penelitian ini penting agar komunikasi dan pesan yang disampaikan di dalam keberagaman budaya dapat diterima dengan baik untuk mengeurangi kecemasan dan ketidakpastian tersebut. Penelitian ini berfokus untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana Pengelolaan Kecemasan dan Konsep Diri dalam Keberagaman Budaya perantau suku Minangkabau. Sesuai dengan fokus penelitian yang telah dipaparkan, tahap selanjutnya adalah merumuskan pertanyaan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 345

penelitian, yaitu apa saja strategi yang digunakan perantau suku Minangkabau dalam pengurangan kecemasan dan ketidakpastian serta bagaimana perantau suku Minangkabau pengelolaan kecemasan komunikasi dan konsep diri dalam keberagaman budaya orang Minang yang merantau?

METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif. Penggunakaan pendekatan penelitian kualitatif ini adalah untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam- dalamnya. Creswell (2009) dalam (Bandur, 2016) mendefinisikan bahwa “qualitative research is a means for exploring and understanding the meaning individuals or groups ascribe to a social or human problem”. Dapat dikatakan bahwa inti utama penelitian kualitatif ialah pada tujuan eksplorasi dan pemahaman data secara lebih mendalam. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat fleksibel, tidak terpaku pada konsep, fokus, teknik pengumpulan data yang direncanakan pada awal penelitian, tetapi dapat berubah di lapangan mengikuti situasi dan perkembangan penelitian (Herdiansyah, 2015). Pada penelitian kualitatif, penelitian yang dilakukan tidak berfokus pada suatu konsep atau teori melainkan melalui penelitian kualitatif ini dapat diciptakan sebuah konsep baru. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan membuat dekskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu (Kriyantono, 2014). Melalui jenis penelitian deskriptif ini diharapkan informasi atau data yang diperoleh hasil dari penelitian ini dapat dideskripsikan dan dipresentasikan dengan jelas dan baik. Agustinus Bandur (2016) mengemukakan bahwa tujuan dari setiap penelitian sebenarnya untuk menyediakan informasi atau mendeskripsikan tentang topik dan responden penelitian yang terlibat. Tujuan utama penelitian deskriptif ialah untuk mempresentasikan informasi demografis mengenai responden dan mendiskusikan isu- isu yang muncul dala mtopik penelitian tersebut. Penelitian desktiptif berusaha menjawab apa peristiwa, sikap, keyakinan, tindakan, struktur sosial yang terjadi dalam fenomena penelitian.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 346

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah fenomenologi. Orleans (Damyati, 2000: 70) mengatakan bahwa fenomenologi adalah instrumen untuk memahami lebih jauh antara kesadaran individu dan kehidupan sosialnya. Fenomenologi berupaya mengungkap bagamana aksi sosial, situasi sosial, dan masyarakat sebagai produk kesadaran manusia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian fenemenologi karena melalui fenomenologi diharapkan peneliti dapat memasuki sudut pandang orang lain, dan berupaya memahami mengapa mereka menjalani hdup dengan cara tertentu. Penggunaan metode penelitian fenomenologi ini peneliti ingin memahami kerangka perspektif yang telah dikembangkan oleh setiap orang, dari waktu ke waktu, hingga membentuk tanggapan mereka terhadap peristiwa dan pengalaman dalam kehidupan (Ardianto, 2010). Kuswarno (2009) mengatakan bahwa metode penelitian fenomenologi memiliki sifat-sifat dasar seperti: 1) menggali nilai dalam pengalaman dan kehidupan manusia; 2) fokus penelitiannya adalah keseluruhan; 3) tujuan penelitiannya untuk menemukan makna dan hakikat pengalaman; 4) memperoleh gambaran hidup dari sudut pandang orang pertama melalui wawancara; 5) data yang diperoleh sebagai dasar pengetahuan ilmiah untuk mengetahui perilaku manusia; 6) pertanyaan merefleksikan kepentingan, keterlibatan dan komitmen pribadi peneliti; 7) melihat pengalaman dan perilaku sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (subjek dan objek) (Ardianto, 2010). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui 2 data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang berasal dari subjek penelitian dan data sekunder merupakan data yang berasal dari sumber-sumber yang sesuai dengan penelitian. Data primer adalah yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian atau data utama yang digunakan secara langsung untuk membantu untuk membuktikan teori atau konsep yang disusun dalam rumusan masalah atau menjadi jawaban dari tujuan penelitian yang dilakukan (Bungin, 2011). Teknik wawancara yang digunakan pada penelitiain ini adalah In-depth interview yaitu metode wawancara yang sangat signifikan dalam memahami secara lebih mendalam tentang persepsi masing-masing individu terhadap fenomena yang sedang diteliti. Pada in-depth interview peneliti menggunakan bentuk wawancara semi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 347

terstruktur (semi-structured interviews), peneliti menyiapkan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk dijadikan panduan utama ketika melakukan wawancara (Bandur, 2016). Adapun yang menjadi informan pada penelitian ini adalah orang-orang yang berstatus sebagai mahasiswa perantau yang berada di pulau Jawa yaitu Jakarta dan Bandung. Jumlah informan pada penelitian ini adalah empat orang dimana keempat orang ini merupakan para perantau yang berasal dari suku Minangkabau. Dalam observasi, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak (Sugiyono, 2016). Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman. Dalam Sugiyono (2016), ada beberapa aktivitas dalam analisis data kualitatif, yaitu data reduction, data display, dan conclusionn drawing/verification. Langkah-langkah analisis tersebut ditunjukkan pada gambar dibawah ini (Ardianto, 2010):

Gambar 1 Komponen dalam Analisis Data (Model Miles dan Huberman)(Sugiyono, 2016)

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 348

HASIL DAN PEMBAHASAN Strategi pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian perantau suku Minang Keberagaman budaya merupakan salah satu hal yang harus dihadapi oleh para perantau atau bagi orang-orang yang sedang berada di daerah lain yang memiliki budaya yang berbeda. Budaya yang berbeda tentunya memiliki kebiasaan yang berbeda pula. Kebiasaan tersebut juga membentuk karakter, perilaku dari masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Ada yang menurut mereka tidak tabu tetapi menurut daerah lain merupakan hal yang tabu. Perantau disini dikhususkan bagi orang-orang yang memiliki latar belakang suku Minangkabau. Informan-informan pada penelitian ini merupakan informan yang memiliki darah minang yang sedang mengemban pendidikan di negeri orang yaitu Jakarta dan Bandung. Berbagai alasan mereka sampaikan mengapa mereka mau untuk melanjutkan pendidikan keluar dari daerah Sumatera. Hampir semua informan mengatakan bahwa alasan mereka memilih melanjutkan pendidikan keluar dari Sumatera pertama dikarenakan taraf pendidikan yang lebih baik dibandingkan dengan Sumatera.1 Baik di Jakarta maupun di Bandung memang terkenal akan kualitan pendidikannya, sehingga menarik orang-orang dari daerah lain untuk menempuh pendidikan jauh dari kampung halaman. Selain pendidikan yang baik, wawasan atau pola pikir orang-orang disini lebih terbuka dan fleksibel.2 Hal ini sesuai dengan pernyataan dari infroman 1 yang mengatakan, “Kalau di kota besar, di Jakarta ini lebih open minded orangnya. Dari segi apapun tidak dilihat dari latarbelakangnya”. Pernyataan dari informan 1 ini juga didukung oleh penyataan informan 3 yang mengatakan bahwa dari segi pergaulan juga sangat berbeda dari daerah asalnya. Ia menyampaikan bahwa dengan keluar dari daerah kita, kita tidak menjadi seperti katak dalam tempurung yang hanyak berada di tempat yang sama dengan kondisi yang sama. Berani melangkah keluar membuat kita memiliki pikiran yang lebih terbuka, dapat mentolerir hampir semua hal dan mempelajari hal-hal baru. Sesuai dengan pernyataannya:

1 Hasil wawancara Informan 2 pada 30 Oktober 2018, pukul 15:35 WIB, terkait alasan memilih pendidikan di pulau Jawa. 2 Hasil wawancara Informan 2 pada 30 Oktober 2018, pukul 15:25 WIB

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 349

“Saya ingin merasakan iklim baru dalam pergaulan agar tidak seperti katak dalam tempurung yang Cuma disitu-situ aja. Dan pengen ke Jawa biar pikirannya lebih terbuka, lebih tolerir, sama belajar sesuatu yang baru.” Berdasarkan hasil wawancara dengan informan 1 yang merupakan alumni Marketing Comunication Universitas Binus, menyatakan bahwa strategi yang ia gunakan untuk mengelola kecemasan dan ketidakpastian dalam berkomunikasi dengan budaya yang berbeda adalah dengan cara pengamatan terlebih dahulu dan kemudian melakukan penggalian informasi yang tetap disertai dengan pengataman tersebut.3 Selain pengamatan dan penggalian informasi tersebut, ia juga berusaha untuk melihat dari segi non-verbal lawan bicaranya, seperti tingkah laku, ekspresi, dan cara berpakaian.4 Melalui hal-hal ini informan 1 berusaha untuk memahami perbedaan- perbedaan yang dimiliki antara budaya Minang dan budaya Jakarta. “Soalnya aku termasuk orang yang suka memperhatikan orang lain gitu. Pasti lawan bicara aku itu dari atas sampe bawah aku liat, dia gimana sih cara ngomongnya, cara bersikapnya gimana, soalnya kan beda-beda. Cara bepenampilan itu termasuk dari karakter dia kan.” Perbedaan budaya yang mau tidak mau harus dihadapi tentu tidak mengurungkan niat informan 1 untuk melanjutkan pendidikan di luar pulau Sumatera. Tantangan tentu harus dihadapi oleh para perantau dan harus dapat beradaptasi dengan capat dan baik. Informan satu menerapkan strategi lebih kearah menilai atau memperhatikan non-verbal orang-orang dari berbudaya yang berbeda. Tantangan yang paling terlihat pada saat pertama kali dihadapi di Jakarta adalah bahasa diiringi dengan aksen dan sikap mereka. Penyesuaian juga sangat mempengaruhi bagaimana kita melewati tantangan tersebut. Pada penelitian terdahulu mengenai kecemasan komunikasi dalam relasi antar etnik (Prabowo & Fatonah, 2014), menyatakan bahwa kecemasan komunikasi tersebut bukanlah faktor yang menghambat interaksi antar etnis. Kendala saat berinteraksi tersebut timbul dikarenakan belum terbiasanya dengan suasana atau budaya yang berbeda. Hal ini terjadi pada awal pertemuan dengan budaya berbeda yang dipicu oleh faktor internal seperti perbedaan budaya itu sendiri dan stereotype.

3 Hasil wawancara Informan 1 terkait strategi pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian. 4 Hasil wawancara Informan 1 hal-hal yang diperhatikan padasaat berinteraksi dengan orang berbeda budaya guna mengurangi kecemasan.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 350

Informan 1 menyampaikan bahwa dari segi gaya hidup, orang-orang Jakarta lebih luwes dan terbuka. Seperti halnya meminum minuman keras, bagi mereka merupakan hal yang biasa dan hampir menjadi gaya hidup remaja saat ini. Kebiasaan ini menurut orang daerah menjadi sesuatu yang tabu dan melanggar norma dan agama. Informan 1 juga menambahkan bahwa ia merasa hal tersebut tidak sesuai dengan budaya yang selama ini ia miliki. Tetapi walapun seperti itu ia tetap berusaha untuk memaklumi dan mengeti akan budaya dan kebiasaan mereka yang seperti itu, sesuai dengan pernyataan ini: “Aku ngeliat aja dan aku memaklumi Jadi aku mau minum atau nggak, ya itu tergantung aku lagikan.”. Pernyataan yang disampaikan oleh informan 1 ini sesuai dengan teori AUM (Gudykunst) yang mengatakan bahwa saat pertama kali bertemu dengan orang baru, yang memiliki latarbelakang, bahasa, dan bahkan budaya yang berbeda, seseorang berusaha untuk mengumpulkan informasi-informasi terkait pemahaman dari orang tersebut (Sobara, 2018). Disini biasanya seseorang cenderung untuk membaca dan memperhatikan lingkungan sosialnya (Littlejohn & Foss, 2009). Penjelasan dari teori AUM ini juga terbukti dari pemaparan para informan mengenai strategi yang mereka gunakan untuk mengurangi kecemasan dan ketidakpastian saat berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda budaya. Seperti informan 3, ada strategi unik yang ia gunakan untuk pengelolaa kecemasan komunikasi yang ia bentuk sendiri dari pengalamannya. Ia menerapkan strategi “fake it, fake it, and you make it” dalam upayanya agar dapat memahami budaya dan kebiasaan dari budaya yang berbeda. Melalui strategi ini ia dapat memahami beberapa hal yang berkaitan dengan budaya Sunda, dengan kepura-puraan yang ia maksudkan disini, tanpa disadari akan membentuk pemahaman yang lebih efektif dari pada selalu bertanya kepada orang lain.5 Seperti pernyataannya ini, “Aku punya strategi sendiri, Dita bilang itu “fake it, fake it and you make it”. Soalnya dari kepura-puraan itu kita bisa ngerti sendiri gitu, maksudnya gitu.” Stategi yang digunakan oleh informan 3 ini pada akhirnya juga akan didukung dengan konfirmasi dengan orang yang berasal dari budaya yang bersangkutan. Konfirmasi ini bertujuan untuk mengurangi adanya kesenjangan makna pesan antara

5 Hasil wawancara Informan 3 mengenai strategi pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian komunikasi.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 351

dua budaya mengingat cara berkomunikasi seperti bahasa atau aksen yang dimiliki masing-masing budaya sangat berbeda. Kadang kala perbedaan aksen ini juga sangat menentukan makna dari pesan itu sendiri. Agar arti pesan yang disampaikan memiliki makna yang sama, sangat dibutuhkan konfirmasi arti dari kata yang digunakan. Selama proses pengkonfirmasian tersebut efektif dan makna pesan dapat disampaikan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh informan 3: “Ada kata-kata yang mereka ucapkan kita tidak mengerti, begitu juga dari kita ada kata- kata yang biasa kita ucapkan tapi asing bagi mereka. Kalau menurut Dita tidak ada masalah untuk mengkonfirmasi “ini artinya apa”.” Diana dan Lukman (2018) menyatakan bahwa perbedaan budaya menciptakan keterasingan dalam proses komunikasi yang dapat menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian. Hal ini harus dapat dikelola dengan mindful agar dapat menghasilkan komunikasi yang efektif (Diana, & Lukman, 2018). Pernyataan oleh Diana dan Lukman ini sesuai dengan pernyataan informan 3 yaitu melalui konfirmasi akan makna-makna yang tidak dipahami akan menciptakan komunikasi yang efektif antar budaya yang berbeda tersebut.6 Hal ini juga ditegaskan oleh Gudykunts dan Nishida bahwa tidak ada hubungan antara kecemasan dan kepercayaan diri antar budaya. Kecemasan juga tidak dapat memprediksi efektivitas dan kepercayaan diri tersebut dapat memperlihatkan efektivitas dari suatu hubungan dan kebudayaan yang berbeda tersebut (Gudykunst, William B.; Nishida, 2001). Perasaan cemas dan tidak pasti pada saat berinteraksi dengan budaya yang berbeda tersebut sangat mungkin terjadi. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dari segi kebiasaan dan bahasa. Kedua hal ini merupakan hal utama dalam interaksi diantara kedua budaya yang berbeda tersebut. Seperti pemaparan dari informan di atas, dapat dilihat bahwa permasalahan utama yang menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian terletak pada bahasa serta aksen yang digunakan dan setelahnya ada kebiasaan-kebiasaan yang menyebabkan kecemasan tersebut muncul. Kecemasan yang muncul juga dikarenakan rasa takut untuk tidak dapat berbaur atau rasa takut tidak di terima dalam lingkungan baru. Seperti pernyataan oleh informan 1 berikut, “Bukan cemas sekali tapi cemasnya itu lebih ke “mereka nerima nggak ya kalau

6 Hasil wawancara Informan 3 mengenai konfirmasi makna.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 352

aku ngomong kayak gini?”. Alhamdullillah mereka menerima.” Faktor lain memicu kecemasan dan ketidakpastian tersebut adalah gaya hidup. Menurut informan 1, gaya hidup di Jakarta adalah sesuatu yang sudah menjadi suatu kebiasaan bagi mereka. Gaya hidup “high class” sering dijumpai di Jakarta. Informan 1 merasa, gaya hidup di Jakarta menjadi suatu tantangan sendiri yang sangat berbeda dengan gaya hidup di daerah asalnya. Kecemasan dan ketidakpastian yang muncul karena rasa takut akan masuk ke dalam golongan mana di lingkungan tersebut. ”Gaya hidup. Soalnya di Binus macam-macam, beda-beda orangnya. Ada yang “high” tapi memang ada duit dan ada yang “high” tapi nggak ada duit. Jadi aku tu takut, aku tu masuk kedalam yang mana. Pantas nggak aku ke atas atau pantas nggak aku kebawah. Atau di “middle”. Aku berpikir “mereka mau nggak ya berteman sama aku”, dan ternyata mereka mau.” Berdasarkan hasil wawancara dengan informan 1 mengenai faktor yang menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian ini, dapat dilihat bahwa kecemasan yang terjadi bisa diakibat oleh gaya hidup orang yang berasal dari Jakarta tersebut. Gaya hidup di kota besar tentu memiliki kesenjangan yang sangat besar. Di daerah gaya hidup masyarakatnya yang berada pada posisi menengah bawah tentu gaya hidup yang mereka jalani biasa saja dan tidak terlalu memperlihatkan kemewahan. Berbeda dengan masyarakat di Jakarta yang sudah termasuk ke taraf menengah atas dimana kemawahan sudah menjadi sesuatu yang biasa bagi mereka. Tetapi, walaupun berasal dari daerah kecil tidak membuat informan 1 kehabisan cara untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan dan orang-orang Jakarta. Kepercayaan diri menjadi kunci strategi bagi informan 1 untuk dapat beradaptasi dengan orang-orang yang memiliki budaya, kebiasaan, bahasa, dan sebagainya. Informan 1 mempercayai bahwa dengan kepercayaan diri yang kita bangun dapat membantu kita untuk membaur dengan orang dari budaya yang berbeda. Memulai dengan kepercayaan diri tersebut, pikiran-pikiran negatif yang mendorong kecemasan tersebut akan berkurang dan mencapai kepastian yang memudahkan kita untuk beradaptasi dengan cepat. Sesuai dengan penyataannya, “Kalau aku percaya diri aja sih, aku ajak ngobrol. Soalnya kalau kita minder, kapan lagi kita mau ngobrol sama mereka. Aku sih menghadapinnya itu dengan percaya diri”. Pemaparan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 353

dari informan 1 ini sesuai dengan pernyataan dari Gudykunts, ketika seseorang benar- benar mengidentifikasi dengan kelompok kultural miliknya dan berpikir bahwa orang lain merupakan model dari kelompok kultural lain, maka ia akan merasakan kecemasan tertentu dan ketidakpastian yang sangat besar. Berbeda jika seseorang mengharapkan hal yang positif dari perbedaan tersebut, kepercayaan diri menjadi lebih tinggi dan kecemasan dan ketidakpastian akan menurun. Pengalaman dan persahabatan yang dijalin dengan orang-orang dari kebudayaan berbeda juga dapat meningkatkan kepercayaan diri (Littlejohn & Foss, 2009). Berdasarkan hasil wawancara dengan informan 2 mengenai strategi yang ia gunakan dalam mengelola kecemasan dan ketidakpastian dari budaya yang berbeda tersebut, didapatkan bahwa informan 2 menggunakan strategi melalui memperbanyak atau memperluas pertemanan dengan berbagai budaya. Hal ini ia lakukan dalam upaya untuk mengelolaa kecemasan dan ketidakpastian yang muncul dalam menghadapi budaya yang berbeda. Memperbanyak dan memperluas pertemanan dapat membantu kita untuk menemukan kesamaan dan perbedaan yang ada antara budaya serta membuka peluang untuk mempelajari budaya, kebiasaan dan terutama bahasa yang mereka gunakan. Sesuai dengan pernyataan informan 2, “memperbanyak teman-teman dari berbagai daerah. Karena di UNPAD ini kan tidak hanya orang Sunda, ada orang Jakarta, dan sebagainya. Disini saya belajar untuk supaya lebih melebur aja dengan semua budaya. Jadi banyakin teman.”

Strategi yang digunakan oleh informan 2 ini secara tidak langsung berkaitan dengan strategi yang digunakan oleh informan 1 yang jika digabungkan menjadi strategi satu kesatuan dimana dengan memperbanyak dan memperluas pertemanan dengan orang-orang yang berasal dari berbagai budaya dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri yang pada akhirnya mengurangi rasa kecemasan dan ketidakpastian tersebut. Malalui interaksi dengan berbagai budaya yang berbeda dengan budaya kita tentunya akan membantu kita untuk dapat lebih menerima perbedaan yang ada dan tidak berpikir bahwa budaya yang dimiliki oleh orang lain merupakan model dari budaya yang kita miliki.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 354

Pengelolaan kecemasan komunikasi dan konsep diri dalam keberagaman budaya suku Minang Berdasarkan pembahasan mengenai strategi untuk mengelola kecemasan dan ketidakpastian yang telah dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa strategi tersebut sangat berhubungan dengan pembahasan pada bagian ini. Pada bagian ini, peneliti ingin melihat bagaimana konsep diri yang telah terbentuk pada setiap informan tersebut dapat mempengaruhi individu dalam mengelola kecemasan komunikasi dan ketidakpastian yang timbul pada saat berinteraksi dengan budaya yang berbeda. Konsep diri disini adalah konsep diri yang bisa dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, atau penilaian diri terhadap diri sendiri. Hal-hal ini tentunya mempengaruhi bagaimana cara para informan berinteraksi dengan orang lain yang memiliki budaya yang berbeda. Berdasarkan wawancara dengan informan 1 mengenai konsep diri, ia mengatakan bahwa, konsep diri yang telah terbentuk pada dirinya saat ini sangat berpengaruh pada bagaimana cara dia berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Sesuai dengan pernyataannya, “pasti berpengaruh. Soalnya kan kita hidup, lingkungan paling dekat kita kan keluarga. Pasti apa yang diajarin keluarga, cerminan diri kita itu adalah cerminan keluarga kita tu gimana mendidik kita”. Ajaran yang berasal dari keluarga ini menjadi cerminan diri kita saat berinteraksi dengan orang lain. Informan 1 menambahkan konsep diri tersebut membantunya dalam proses menanggapi orang lain. Bagaimana seharusnya dia bereaksi dengan orang yang memiliki budaya yang berbeda dan sebagainya. Cara menghadapi orang tentunya berbeda-beda apalagi mereka yang berasal dari budaya tertentu. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahasa dan aksen pada setiap budaya memiliki perbedaan yang mana kita sebagai orang dari budaya luar harus dapat membedakan dan mengerti perbedaan tersebut. Cara seseorang bersikap juga ditentukan oleh budayanya, maka dari itu informan 1 sebagai budaya pendatang berusaha untuk memahami dan mengerti mengenai budaya dan kebiasaan dari budaya di Jakarta. Hal ini didukung oleh konsep diri yang telah dibentuk oleh orang-orang disekitarnya. Seperti yang diungkapkan oleh informan 1, “Nah ini berpengaruh juga sama aku ngadapin orang lain. Misalnya ada temen aku yang lagi “bete”, aku liat gimana nih cara nanggapinnya, apakah harus didiamin, atau langsung

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 355

diajak sharing. Aku lihat dulu orangnya gimana”. Hasil wawancara dengan informan 1 ini menunjukan bahwa setiap orang yang dilakarbelakangi oleh budaya dan konsep diri yang berbeda juga menuntut cara yang berbeda pula dalam menghadapinya. Apa yang dilakukan oleh informan 1 ini dalam menghadapi orang lain yang memiliki budaya dan kebiasaan yang berbeda adalah Role Taking dimana peran yang kita mainkan akan mempengaruhi konsep diri kita. Pada saat kecil kita menirukan perilaku orang lain yang kita lihat, misalnya keluarga kita, bagaimana sikap mereka, cara mereka marah, sedih, senang, dan sebagainya, merupakan awal dari pengembangan konsep diri (Sobur, 2003). Pada tahap ini, informan 1 memainkan peran yang ia lihat atau contoh dari lingkungan terdekatnya yaitu keluarganya, bagaimana langkah dia dalam menghadapi orang lain sangat dipengaruhi oleh orang terdekatnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan 2 yang mengatakan bahwa dalam hal menghadapi perbedaan budaya tersebut terasa sulit baginya. Hal ini dikarenakan etnosentrime orang-orang Minang masih sangat tinggi. Ia mengatakan bahwa orang Minang selalu menganggap bahwa budayanya lebih baik daripada budaya yang dimiliki oleh orang lain. Demi menghilangkan pendapat tersebut, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, informan 2 berusaha untuk memperluas dan memperbanyak pertemanan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Usaha ini sangat berpengaruh dalam pengurangan kecemasan dan ketidakpastian dalam keberagaman budaya.7 Etnosentrisme dan kecemsan komunikasi merupakan hambatan dalam mengurangi kecemasan itu sendiri, terutama pada saat terjadinya interaksi antar budaya tersebut (Neuliep, 2012). Etnosentrisme ini sendiri berkaitan dengan peningkatan kecemasan yang diakibatkan oleh kontak dengan orang-orang yang berasal dari luar. Sesuai dengan penyataan informan 2 bahwa orang minang yang sangat etnosentris, juga menyebabkan antisipasi dan kecemasan pada saat berinteraksi dengan orang yang berasal dari budaya lain. Hal ini juga dipicu karena menganggap budaya sendiri lebih superioritas dan merasa tidak nyaman ketika ditantang oleh budaya lain yang tidak menganggap diri mereka rendah (Stephan & Stephan, 1992). Informan 3 juga memaparkan bahwa konsep

7 Berdasarkan hasil wawancara Informan 2 dalam menghilangkan sikap etnosentris.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 356

diri sangat berpengaruh pada bagaimana kita berinteraksi dan mengelola kecemasan komunikasi tersebut. Hal ini dikarenakan konsep diri yang kita dapatkan pada saat ini berasal dari lingkungan terdekat kita. Sesuai dengan pernyataannya, “kalau konsep diri itu pertama kita dapat pasti dari keluarga. Keluarga itu seperti orang “madrasah pertama”, itu pasti keluarga”. Keluarga merupakan orang-orang terdekat yang sangat mungkin untuk membentuk konsep diri kita, “Kalau keluarga itu menanamkan sesuatu yang pokok, seperti kepercayaan diri dan segala macam. Kalau menurut itu kayak konsep-konsep pokok. Kayak masalah budi pekerti, pokok sesuatu yang bener-bener, masalah agama dan segala macam itu pasti kita dapatnya dari keluarga”. Lingkungan kedua yang mempengaruhi konsep diri menurut informan 3 yaitu lingkungan pergaulan, “misalnya kalau kita dapat kepercayaan diri, kita diajarkan oleh orang tua, kita cenderung lebih praktek ke temen-temen dan ada hal-hal baru yang kita dapatkan dari mereka”. Konsep diri ini membantu kita untuk beradap tasi dengan lingkungan sekitar. Melalui konsep diri yang kita pelajari dari keluarga, kita tahu cara- cara untuk menghadapi orang lain dan memulai interaksi dengan orang lain. Berdasarkan hasil wawancara informan 4, konsep diri yang paling berpengaruh pada dirinya saat ini adalah konsep diri yang terbentuk dari pergaulan atau perteman yang ia bangun pada saat ini. Ia mengatakan bahwa setelah mengemban pendidikan di Jakarta dan Bandung ini ia merasakan perbedaan yang signifikan dari konsep diri yang ada pada dirinya. Setelah lama tinggal dan bergaul dengan orang-orang di Jakarta dan Bandung yang tentunya memiliki budaya, kebiasaan, dan bahasa yang jauh berbeda dari budaya yang dimiliki oleh informan 4, ia merasa bahwa saat ini ia menjadi orang yang lebih terbuka baik pikiran atau cara pandang, dan lebih luwes. “Pindah ke Jakarta bertemu dengan orang-orang yang berbeda, cara berpikirnya berbeda, aku jadi kayak dapat pandangan-pandangan baru gitu Cha. Dan pada akhirnya ngebentuk aku sekarang gitu, kayak cara berpikirnya tu lebih luas aja sekarang. Berpikir kayak kalau sebenarnya itu kesempatan itu sebenarnya ada dimana-mana dan nggak terbatas disatu tempat aja”. Konsep diri pada informan 4 ini dipengaruhi oleh orang sekitar yang mana sesuai dengan yang disampaikan oleh Verderber (1984: 25) dalam (Sobur, 2003) yaitu, konsep diri yang tidak hanya kita peroleh dari penilaian oleh diri sendiri. atau yang disebut

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 357

sebagai Reaction and Response of Others dimana konsep diri ini juga kita peroleh dari interaksi kita dengan orang lain. Bagaimana respon orang lain terhadap diri kita menentukan perkembangan dan pembentukan konsep diri kita. Apa yang mereka sukai atau tidak, baik atau buruk, sukses atau gagal, semua hal yang berkaitan dengan diri kita muncul dari apa yang mereka rasakan terhadap diri kita. Perbuatan, ide, kata-kata, dan sebagainya. Pandangan atau pendapat dari orang lain ini akan mempengaruhi perkembangan konsep diri kita.

SIMPULAN Berdasarkan penelitian atau mini riset yang di telah buat mengenai “Pengelolaan Kecemasan Komunikasi dan Konsep Diri dalam Keberagaman Budaya”, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Keberagaman budaya merupakan sesuatu yang sudah menjadi suatu keunikan bagi Indonesia. Indonesia terkenal memiliki budaya-budaya yang beranekaragam dan membentuk kebiasaan-kebiasaan yang menjadi pembeda antara budaya tersebut. Keberagaman budaya pada yang dirasakan oleh para informan yang dilatar belakangi budaya Minang tidak menjadi penghalang para informan untuk beradaptasi dengan budaya lainnya. Keberagaman budaya tersebut menjadi sebuah peluang bagi informan untuk saling bertukar informasi dan pengetahuan. Strategi yang digunakan oleh para informan juga beragam, pertama melalui pengamatan dan menilai sikap, tingkah lalu atau perilaku, dan ekspresi dari orang yang memiliki budaya yang berbeda menjadi strategi ampuh untuk mengurangi kecemasan dan ketidakpastian tersebut. Kedua, informan mencoba untuk memaklumi kebiasaan dan kebudayaan orang-orang Jakarta dan Bandung. Ketiga, berusaha untuk memperlajari bahasa, karena bahasa merupakan kunci utama dalam berinteraksi dengan suatu budaya. Mempelajari bahasa ini bisa dengan cara langsung masuk ke dalam lingkup pertemanan dan jangan malu untuk bertanya mengenai arti dari kata yang mereka ucapkan. Komunikasi dapat dikatakan efektif jika kedua pihak yang berkomunikasi dapat menerima makna pesan secara baik dan jelas. Keempat, meningkatkan kepercayaan diri. Dengan meningkatkan kepercayaan diri, kecemasan dan ketidakpastian pada saat berinteraksi dengan orang dari budaya yang berda tersebut akan berkurang dan secara tidak langsung mempererat pertemanan dengan budaya lain.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 358

2. Konsep diri juga memiliki peran penting bagi informan dalam mengelola kecemasan komunikasi dalam keberagaman budaya. Konsep diri kita dapatkan dari lingkungan terdekat seperti keluarga dan lingkungan pertemanan. Lingkungan keluarga menjadi sesuatu yang sangat mempengaruhi dalam pembentukan karakter dan keperibadian seseorang. Melalui keluarga seseorang belajar mengenai banyak hal, salah satunya cara bersosialisasi dan nilai-nilai yang ditanamkan dapat digunakan untuk kita berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan mengenai konsep diri pada bab sebelumnya, keluarga merupakan pengaruh yang sangat besar bagi seseorang untuk dapat berinteraksi dan menentukan sikap dan perilaku dalam menghadapi perbedaan budaya tersebut. Berikutnya lingkungan pergaulan juga sangat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Melalui lingkungan pergaulan tersebut seseorang dapat menjadi lebih terbuka terhadap hal-hal yang semula ia anggap tabu. Ada 2 hal yang mempengaruhi konsep diri dan pengelolaan kecemasan komunikasi pada para informan, yaitu, Role Taking konsep diri yang terbentuk karena peniruan seseorang. Pada saat kecil kita menirukan perilaku orang lain yang kita lihat, misalnya keluarga kita, bagaimana sikap mereka, cara mereka marah, sedih, senang, dan sebagainya, merupakan awal dari pengembangan konsep diri (Sobur, 2003). Kedua Reaction and Response of Others juga kita peroleh dari interaksi kita dengan orang lain. Bagaimana respon orang lain terhadap diri kita menentukan perkembangan dan pembentukan konsep diri kita.

BIBLIOGRAPHY Ardianto, E. (2010). Metodologi Penelitian untuk Public Relations: Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Medai.

Bandur, A. (2016). Penelitian Kualitatif: Metodologi, Desain, dan Teknik Analisis Data dengan NVIVO 11 Plus. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Barzam. (2017). Model Komunikasi Gudykunst – Konsep. Retrieved from https://pakarkomunikasi.com/model-komunikasi-gudykunst

Gudykunst, William B.; Nishida, T. (2001). Anxiety, uncertainty, and perceived effectiveness of communication across relationships and cultures. International Journal of Intercultural Relations, 55–71. https://doi.org/10.1016/S0147-1767(00)00042-0

Herdiansyah, H. (2015). Wawancara, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai Instrumen Penggalian Data Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kriyantono, R. (2014). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 359

Littlejohn, S., & Foss, K. A. (2009). COMMUNICATION THEORY ENCYCLOPEDIA OF.

Mulyana, D. (2016). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Neuliep, J. W. (2012). The Relationship among Intercultural Communication Apprehension, Ethnocentrism, Uncertainty Reduction, and Communication Satisfaction during Initial Intercultural Interaction: An Extension of Anxiety and Uncertainty Management (AUM) Theory. Journal of Intercultural Communication Research. https://doi.org/10.1080/17475759.2011.623239

Prabowo, A., & Fatonah, S. (2014). Kecemasan Komunikasi Dalam Relasi antar Etnik.

Sobara. (2018). Mengenal Teori Anxiety/Uncertainty Management (AUM) William B. Gudykunst. Retrieved from https://sobara.wordpress.com/2018/08/29/mengenal-teori- anxiety-uncertainty-management-aum-william-b-gudykunst/

Sobur, A. (2003). Psikologi Umum (1st ed.). Bandung: CV Lingkar Setia.

Stephan, C. W., & Stephan, W. G. (1992). Reducing intercultural anxiety through intercultural contact. International Journal of Intercultural Relations. https://doi.org/10.1016/0147- 1767(92)90007-H

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

VII Nomor, V., Diana, A., & Lukman, E. (2018). Pengelolaan Kecemasan dan Ketidakpastian dalam Komunikasi Antarbudaya antara Auditor dan Auditee JURNAL KOMUNIKASI INDONESIA.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 360

PENGALAMAN KOMUNIKASI PENGIKUT AKUN INSTAGRAM @KULINERBANDUNG SEBAGAI MEDIA INFORMASI WISATA KULINER DI KOTA BANDUNG

Nadya Sabrina Rahmat Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Dunia wisata kuliner sangat melekat di kehidupan sehari-hari. Sebagai bagian dari bidang pariwisata, dunia kuliner memiliki arti yang penting bagi manusia. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Hal tersebutlah yang dijadikan peluang oleh para pengusaha kuliner untuk mengembangkan produknya lebih luas lagi. Dewasa ini, fenomena wisata kuliner sedang hangat dibicarakan di media sosial. Para pengusaha kuliner memanfaatkan media sosial sebagai media untuk “memamerkan” produknya secara digital. Selain itu, mereka pun menjadikan media sosial sebagai wadah untuk memasang iklan produknya secara “murah”. Mereka hanya tinggal mempersiapkan konten yang bagus (dalam bentuk foto/video), kemudian mempersuasi pasarnya melalui caption dengan kata-kata yang menarik. Media sosial memiliki pengaruh dalam “mempersuasi” para pengikutnya melalui konten yang disajikan. Dalam konteks tulisan ini, media sosial yang dimaksud adalah Instagram. Para pengusaha kuliner seakan berlomba-lomba dalam “menggaet” para pengguna Instagram agar tertarik dengan produk yang ditawarkan. Produk tersebut dipajang secara online melalui foto dan video dengan angle yang menggugah selera. Selain itu, caption yang digunakan dibuat sekreatif mungkin sehingga membuat para pengguna Instagram semakin tertarik. Pada awalnya, selain sebagai tempat untuk mencari dan mendapatkan teman, Instagram merupakan tempat untuk mencari hiburan dan sebagai media untuk aktualisasi diri. Dewasa ini, fungsi Instagram mengalami pergeseran menjadi media yang menyediakan berbagai informasi dalam bentuk foto maupun video. Hal tersebut dipermudah dengan adanya tanda pagar (tagar) yang dapat mengumpulkan informasi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 361

yang serupa sehingga ketika pengikut akan mencari suatu informasi, pengikut hanya tinggal mencari tanda pagar yang diperlukan kemudian munculah semua posting-an mengenai tagar tersebut. Kemudahan penggunaan Instagram dalam menyediakan informasi tersebut mengakibatkan semakin banyaknya content creator bermunculan. Mereka seakan berlomba-lomba untuk membuat konten Instagram sebaik dan semenarik mungkin. Hal tersebut akan membuat pengikutnya semakin banyak dan tentunya meningkatkan kredibilitas mereka di bidangnya masing-masing. Pada akhirnya, mereka pun dapat mengumpulkan pundi-pundi rupiah dari ide-ide kreatif yang mereka miliki. Content creator yang dibahas pada konteks ini adalah mereka yang fokus di bidang pariwisata. Mereka membuat konten tersebut seperti destinasi tempat wisata, travel reviewers, travel agency, fotografer, selebgram, food bloggers, dan wisata kuliner. Realitanya, para content creator di Instagram memiliki pengikut yang jumlahnya ratusan ribu bahkan jutaan. Hal tersebut terjadi karena konten yang mereka sajikan bersifat konsisten dan kreatif sehingga dapat menarik banyaknya pengguna Instagram untuk mengikuti akun mereka. Dari akun-akun penyedia informasi tersebut, pengguna Instagram mencari tahu informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan tujuannya, misalnya situasi tempat wisata, fasilitas yang dimiliki, harga tiket masuk, rating, rasa makanan, menu- menu yang tersedia, harga makanan, dan promo yang sedang berlangsung. Dalam konteks ini, hal yang akan difokuskan adalah wisata kuliner dengan akun Instagram @kulinerbandung sebagai objeknya. Akun Instagram @kulinerbandung merupakan salah satu akun di Instagram yang menyajikan informasi seputar dunia kuliner di Kota Bandung. Akun tersebut dibuat atau mulai difungsikan sejak tahun 2010. Sampai saat ini, (November 2018) akun tersebut memiliki 648 ribu pengikut dengan 1.121 kiriman yang telah diunggah. Informasi yang disajikan oleh akun tersebut adalah sebagai berikut: menu makanan, deskripsi makanan, alamat dan kontak café/restaurant, status makanan (haram/halal), harga (tidak semua kiriman dicantumkan harganya), promo/diskon, dan iklan. Dari ratusan ribu pengikut akun tersebut, tentu masing-masingnya memiliki pengalaman komunikasi yang berbeda. Para pengikut dengan latar belakang yang berbeda memaknainya pun secara berbeda. Para pengikut memiliki motif (alasan)

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 362

tersendiri ketika mengikuti akun tersebut, mencari informasi dari akun tersebut, dan berinteraksi dengan orang lainnya mengenai akun tersebut. Hal-hal tersebutlah yang akan penulis gali lebih lanjut, dan penulis coba untuk paparkan pada tulisan ini. Fenomena ini akan dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada pada teori fenomenologi. Menurut Littlejohn fenomenologi fokus pada pengalaman sadar seseorang. Individu secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka dan memahami kehidupan melalui pengalaman pribadi (Littlejohn and Foss 2008). Oleh karena itu, subjek atau informan di dalam konteks tulisan ini akan digali pengalaman sadarnya selama menjadi pengikut akun @kulinerbandung. Pengalaman sadar setiap individu tentu akan berbeda satu dengan yang lainnya sehingga interpretasinya terhadap akun @kulinerbandung pun akan berbeda-beda pula. Untuk membantu memaparkan fenomena ini, penulis menggunakan metode studi kualitatif deskriptif. Studi kualitatif deskriptif adalah jenis penelitian yang menggambarkan secara detil tentang suatu individu atau kelompok mengenai keadaan dan segala sesuatunya yang terjadi (Koentjaraningrat 2008). Meskipun dapat digali lebih dalam lagi, pada konteks tulisan ini penulis hanya membatasi sampai dengan tahap eksplorasi. Penulis akan memaparkan situasi yang sebenarnya terjadi di lapangan melalui proses wawancara dengan informan. Informan dipilih menggunakan teknik purposive sampling dengan persyaratan yaitu telah mengikuti akun @kulinerbandung sejak 3 – 5 tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat membantu penulis dalam proses penginterpretasian yang dilakukan oleh informan karena mereka telah ‘mengenal’ akun tersebut sejak lama sehingga makna yang dibangun oleh masing-masingnya akan lebih dalam dibandingkan dengan para pengikut yang baru mengikuti akun tersebut selama dua tahun terakhir. Peneliti pun ingin mengetahui pengalaman komunikasi yang dimiliki oleh para pengikut akun Instagram @kulinerbandung dalam proses pencarian informasi yang dibutuhkan. Pengalaman komunikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti interpretasi makna, interaksi lingkungan sosial, dan latar belakang yang dimiliki oleh para subjek. Hal tersebut akan menghasilkan data yang kaya, beragam, dan mendalam. Dalam hal ini, konsep komunikasi tercermin dalam media yang digunakan, dan pengalaman para pengikut akun @kulinerbandung. Media yang digunakan merupakan sebuah media sosial yakni Instagram yang terdapat di dalam konteks media baru dalam

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 363

kajian ilmu komunikasi. Pengalaman para pengikut akun @kulinerbandung dipaparkan melalui teori fenomenologi yang di dalamnya terdapat dua jenis motif yakni because motive dan in order to motive. Sedangkan untuk konteks pariwisata tercermin di dalam konteks kuliner yang menjadi objek di dalam tulisan ini. Keduanya merupakan dua konsep besar yang disatukan dalam konsep Komunikasi Pariwisata. Konsep tersebut menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut karena keduanya sangat melekat di kehidupan sehari-hari. Selain itu, bidang kajiannya pun luas sehingga dapat ditinjau dari berbagai perspektif yang ada. Dalam proses penulisan, terdapat beberapa sumber penulisan dari jurnal-jurnal yang sejenis yaitu sebagai berikut: Dalam konteks lain, terdapat cara-cara memperkenalkan kuliner di Kota Bandung salah satunya dengan menggunakan video. Seperti dikutip dari jurnal Rikobi, video ilustrasi kreatif mampu menjadi media informasi yang dapat memengaruhi dan mengajak viewers untuk berwisata kuliner di Kota Bandung. Video tersebut dikemas secara kreatif dan unik sehingga viewers tertarik untuk menyaksikannya dan tentunya untuk berwisata kuliner di Kota Bandung (Rikobi 2015). Selain itu, terdapat pula pemanfaatan Instagram sebagai sarana promosi. Seperti dikutip dari jurnal Gumilar, pengelola industri fashion di Kota Bandung menilai Instagram merupakan media sosial yang paling efektif terbukti dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa seluruh responden paling sering menggunakan Instagram untuk promosi dibandingkan dengan media sosial lainnya. Sebanyak 97% pengelola industri fashion menyediakan tim dan biaya khusus untuk mengelola akun instagramnya. Sebanyak 78% pengelola industri fashion meng-update informasi mengenai kualitas produk dan keunggulannya yang dipromosikan di instagram setiap harinya. Sebanyak 61% pengelola industri fashion melakukan penilaian mengenai keberhasilan promosi yang dilakukan melalui Friends/Like/Members. Sebanyak 59% pengelola industri fashion menilai promosi melalui instagram sudah berhasil dan 32% menilai promosi melalui instagram belum optimal (Gumilar 2015). Pada jurnal lain, Sukma dkk menghasilkan sebuah penelitian yaitu pelaku bisnis terdorong untuk melakukan bisnis keluarga karena motif kepatuhan (obedience motive), motif aktualisasi diri (self actualization motive), motif ekonomi (economic motive), dan motif bakat (aptitude motive). Pelaku bisnis memaknai bisnis keluarga sebagai sebuah

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 364

tantangan dan kepatuhan. Makna tersebut dinetralisasi dengan melakukan obrolan ringan, pertemuan bisnis keluarga, rapat keluarga (yang menghasilkan pengambilan keputusan secara diskusi dan profesional, laporan bisnis, dan proses pemecahan konflik). Bentuk komunikasi dari bisnis keluarga yaitu promosi, membangun relasi dengan karyawan & pemasok, memfasilitasi konsumen dengan hiburan (karaoke, happy hours, dan nonton bareng), dan membina relasi dengan rekan bisnis dalam bentuk perjanjian (misalnya, kerja sama untuk pembukaan cabang baru) (Sukma, n.d.). Selain itu terdapat pula jurnal lain yang hasilnya adalah sebagai berikut dimensi untuk mengukur efektivitas iklan adalah Empathy, Persuasion, Impact, dan Communication. Berdasarkan persepsi konsumen terhadap dimensi Empathy skor rata- rata yang didapat sebesar 3,65, dimensi Persuasion sebesar 3,66, dimensi Impact sebesar 3,56, dan dimensi Communication sebesar 3,45 sehingga diperoleh nilai EPIC rate 3,58. Nilai EPIC rate 3,58 tersebut menunjukkan bahwa iklan kuliner melalui sosial media Instagram @kulinerbandung dinilai sangat efektif (Sastika 2018). Dari berbagai hasil penelitian terdahulu, beberapa konsep digunakan untuk melengkapi tulisan ini. Selain itu, informasi yang didapat dari penelitian terdahulu menjadi sumber informasi di dalam proses penulisan artikel ini. Oleh karena itu, data yang didapat menjadi lebih kaya dan lengkap sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN Akun @kulinerbandung menjadi akun penyedia informasi kuliner yang telah lama beroperasi, yakni sekitar delapan tahun. Dari sekian banyaknya akun sejenis, akun tersebut tetap memiliki arti bagi para pengikutnya. Mereka memaknai akun @kulinerbandung secara berbeda sehingga menghasilkan pengalaman komunikasi yang berbeda pula. Berikut ini merupakan pemaparannya. Sebelum mengikuti akun @kulinerbandung, terdapat motif (alasan) yang membuat mereka memutuskan untuk menjadi pengikutnya. Berdasarkan hasil wawancara, pengikut akun @kulinerbandung memiliki motif sebagai berikut: kemudahan dalam pencarian informasi seputar kuliner, suka kuliner sehingga tidak ingin ketinggalan zaman, jenis informasi yang dibagikan, butuh informasi kuliner, dan ingin explore tempat baru. Motif-motif tersebut termasuk ke dalam because motive dimana para informan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 365

memiliki alasan tersendiri dalam mengikuti akun @kulinerbandung dan berbeda antara informan satu dengan yang lainnya. Para pengikut mencari informasi seputar kuliner yang sedang hangat dibicarakan oleh warganet. Informasi-informasi tersebut berupa alamat café/restaurant, jenis makanan, harga, dan info seputar kuliner yang terbaru. Dari sekian banyaknya informasi yang ingin dicari, informan terbagi menjadi dua kelompok dalam hal memenuhi kebutuhan informasinya. Pertama, informan yang menganggap akun tersebut sudah memenuhi kebutuhan informasinya. Informan menganggap akun tersebut sudah menyampaikan informasi secara detil dan jelas sehingga kebutuhan informasi yang dimilikinya merasa sudah terpenuhi. Hal tersebut berbanding terbalik dengan informan lainnya yang menganggap akun tersebut belum memenuhi kebutuhan informasinya. Informasi yang belum terpenuhi karena informan menganggap akun tersebut belum maksimal dalam mencantumkan harga makanan. Akun tersebut memang tidak pada setiap kiriman mencantumkan harga karena permintaan dari pihak café/restaurant. Selain itu, terdapat pula kiriman yang tidak mencantumkan nama tempat dijualnya makanan tersebut sehingga mengharuskan informan mencari referensi dari akun Instagram lain yang sejenis. Setelah mendapatkan informasi yang diperlukan, informan mengunjungi tempat yang direkomendasikan oleh akun @kulinerbandung. Mereka mengunjungi café/restaurant tersebut bersama teman atau pasangannya. Faktor-faktor yang menyebabkan mereka mengunjungi tempat-tempat tersebut adalah makanan yang unik dan hits, makanan dijual dengan harga yang murah, dan tempat yang instagramable (memiliki tempat yang bagus, nyaman, unik, menarik, dan setiap sudutnya bagus untuk berfoto sehingga cocok untuk diunggah ke Instagram). Dibalik faktor-faktor tersebut, terdapat keberhasilan persuasi yang dilakukan oleh akun @kulinerbandung dalam memadukan foto/video dengan caption yang kreatif sehingga mampu menarik para pengikutnya untuk mendatangi café/restaurant tersebut. Setelah mengunjungi café/restaurant tersebut, mereka cenderung merekomendasikannya ke orang lain baik untuk mengikuti akun @kulinerbandung, maupun untuk berkunjung ke tempat tersebut. Pada konteks ini, baik akun @kulinerbandung maupun café/restaurant yang direkomendasikan oleh akun @kulinerbandung mendapatkan kekuatan word of mouth atau rekomendasi/cerita dari

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 366

mulut ke mulut yang dilakukan oleh para pengikutnya. Meskipun word of mouth merupakan cara konvensional, namun dewasa ini hal tersebut memiliki kekuatan dan pengaruh yang kuat. Oleh karena itu, para pengikut disini mengalami peran ganda yakni sebagai pengikut (orang yang membutuhkan informasi) maupun sebagai pengiklan. Dari pengalaman komunikasi para pengikut akun @kulinerbandung, dapat diketahui bahwa mereka memiliki in order to motive berupa harapan-harapan yang ingin dicapai atau disajikan oleh akun tersebut. Motif-motif tersebut adalah seperti tidak terpenuhinya informasi (karena kiriman yang dibagikan oleh akun @kulinerbandung terkesan segmented atau dikhususkan bagi segmentasi tertentu saja, sedangkan bagi informan yang termasuk ke dalam kategori mahasiswa café/restaurant yang direkomendasikan terlalu mahal), tampilan (feeds) akun @kulinerbandung tidak lebih rapi dibanding akun sejenis lainnya (dari segi foto, akun lain lebih menarik), dan ketidaksesuaian informasi (beberapa kiriman tidak sesuai informasinya dengan kenyataan yang sebenarnya maupun dengan kiriman akun-akun lain yang sejenis). Menurut perspektif fenomenologi Schutz, interpretasi yang diberikan individu mengenai pengalamannya sehingga menghasilkan makna yang khas terbentuk melalui penghayatan subjektif dan interaksi dengan lingkungan sosial dalam konteks historis yang simultan; yakni konteks masa lalu, konteks masa kini, dan konteks masa yang akan datang (Kuswarno 2009). Dari pemaparan tersebut, dapat diketahui bahwa para pengikut akun @kulinerbandung menginterpretasi pengalamannya selama mengikuti akun @kulinerbandung menghasilkan pemaknaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya karena mereka memiliki pengalaman yang berbeda yakni dari segi penangkapan inderawi, penginterpretasian secara subjektif, dan interaksinya dengan lingkungan sosial baik dengan teman-temannya, maupun dengan pasangannya.

SIMPULAN Dunia kuliner dengan kehidupan manusia sudah tidak dapat dipisahkan lagi. Dunia kuliner yang di dalamnya terdapat makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer manusia. Hal tersebut membuktikan bahwa manusia selalu membutuhkan kuliner setiap harinya. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari berbagai aspek salah satunya adalah kebutuhan informasi.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 367

Dewasa ini media sosial merupakan salah satu alat yang digunakan oleh manusia untuk mencari informasi. Salah satu media sosial yang paling sering digunakan adalah Instagram. Melalui Instagram, manusia mencari informasi seputar dunia kuliner dari berbagai akun yang menyajikannya. Akun yang bergelut di bidang kuliner adalah @kulinerbandung. Sebagai akun yang paling lama beroperasi, mereka menyajikan informasi yang beragam mengenai kuliner di Kota Bandung. Para pengikut akun @kulinerbandung memiliki motif yang berbeda ketika memutuskan untuk mengikuti akun tersebut. Motif tersebut terbagi ke dalam dua bagian yaitu because motive dan in order to motive. Motif-motif yang termasukk ke dalam because motive adalah sebagai berikut yaitu kemudahan dalam pencarian informasi seputar kuliner, suka kuliner sehingga tidak ingin ketinggalan zaman, jenis informasi yang dibagikan, butuh informasi kuliner, dan ingin explore tempat baru. Motif-mottif yang termasuk ke dalam in order to motive adalah sebagai berikut yaitu tidak terpenuhinya informasi (karena kiriman yang dibagikan oleh akun @kulinerbandung terkesan segmented atau dikhususkan bagi segmentasi tertentu saja, sedangkan bagi infroman yang termasuk ke dalam kategori mahasiswa café/restaurant yang direkomendasikan terlalu mahal), tampilan (feeds) akun @kulinerbandung tidak lebih rapi diabanding akun sejenis lainnya (dari segi foto, akun lain lebih menarik), dan ketidaksesuaian informasi (beberapa kiriman tidak sesuai informasinya dengan kenyataan yang sebenarnya maupun dengan kiriman akun-akun lain yang sejenis). Interaksi yang dilakukan oleh para informan berawal dari informasi yang didapat dari akun @kulinerbandung. Informasi tersebut kemudian diteruskan kepada teman-teman atau pasangan mereka sehingga terdapat proses persuasi. Di dalam proses tersebut, mereka menyampaikan informasi dengan peran sebagai pengiklan melalui cara word of mouth. Melalui cara tersebut, mereka dapat melakukan interaksi sampai akhirnya ke tahap “mau” untuk mendatangi café/restaurant sesuai rekomendasi akun @kulinerbandung. Selain itu, mereka pun “mau” untuk menjadi pengikut akun @kulinerbandung. Hal tersebut mencerminkan bahwa proses komunikasi yang dilakukan berhasil. Dari pemaparan mengenai pengalaman komunikasi tersebut dapat diketahui bahwa sebuah komunikasi dapat dikatakan berhasil jika informasi yang didapat sudah memenuhi kebutuhan individu di dalam proses pencarian. Individu tersebut kemudian

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 368

akan menyampaikan kembali informasi tersebut kepada orang lain. Dengan kata lain, individu tersebut melakukan proses komunikasi kembali. Ketika telah menyampaikan kembali pesan yang di dapat, terdapat feedback yang didapat oleh individu tersebut karena proses komunikasinya berlangsung secara dua arah. Pada akhirnya terdapat kesepakatan bahwa kedua individu tersebut akan melakukan hal yang direkomendasikan oleh sumber informasi. Dalam hal ini, proses komunikasi berhasil karena tujuan dari komunikasi tersebut adalah persuasi.

BIBLIOGRAPHY Gumilar, Gumgum. 2015. “Pemanfaatan Instagram Sebagai Sarana Promosi Oleh Pengelola Industri Kreatif Fashion Di Kota Bandung.” JIPSi V (2).

Koentjaraningrat. 2008. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi: Konsepsi, Pedoman, Dan Contoh Penelitian Fenomena Pengemis Kota Bandung. Bandung: Widya Padjadjaran.

Littlejohn, Stephen W., and Karen A. Foss. 2008. “Theories of Human Communication.” In Theories of Human Communication. https://doi.org/10.1007/s11136-011-0034-1.

Rikobi, Abi. 2015. “VIDEO ILUSTRASI KREATIF TENTANG KULINER KOTA BANDUNG UNTUK MENUNJANG PARIWISATA.” Sketsa II: 1.

Sastika, Widya. 2018. “EPIC MODEL: PENGUKURAN EFEKTIVITAS IKLAN KULINER MELALUI SOSIAL MEDIA INSTAGRAM @KULINERBANDUNG SEBAGAI MEDIA PROMOSI.” Teknologi Informasi Dan Manajemen.

Sukma, Rima Nurani. n.d. “PENGALAMAN KOMUNIKASI PELAKU BISNIS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN BISNIS KULINER DI KOTA SUKABUMI.”

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 369

MENJAGA KEARIFAN LOKAL TANAMAN OBAT NUSANTARA MELALUI MODERNISASI DAN SAINTIFIKASI JAMU

Ragil Romly Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Selain memiliki aneka ragam budaya, Indonesia juga memiliki berbagai ragam sumber daya alam tumbuhan. Sedikitnya ada 40.000 jenis tumbuhan yang terdapat di Indonesia. Sebagian dari tumbuhan tersebut digunakan sebagai bahan konsumsi atau obat-obatan. Tradisi mengolah bahan tumbuhan menjadi bahan pangan ataupun obat- obatan di Indonesia diwarisi secara turun temurun. Sebelum ilmu kesehatan dan pengobatan modern berkembang, berbagai suku bangsa di Indonesia telah mengembangkan berbagai jenis pengobatan tradisional yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan yang diwarisi secara turun-temurun. Berbagai praktik pengobatan tradisional terekam dalam relief Candi Borobudur pada 772 Masehi yang menggambarkan pertolongan terhadap orang sakit, bersyukur ketika diberi kesembuhan, serta proses kelahiran dibantu dukun. Relief lain menunjukkan ada 50 jenis tumbuhan yang dapat digunakan untuk pengobatan seperti jamblang, pinang, pandan, maja, nagasari, semanggen, cendana merah, cendana wangi, kecubung, dan lainnya. Tumbuhan teresbut tersebar pada dinding Candi Prambanan, Candi Sukuh, Candi Penataran, dan Candi Tegawangi. Salah satu bentuk produk pengobatan tradisional Indoensia adalah jamu. Kata jamu sendiri berakar dari sebuah kata dalam bahasa Jawa Kuno, jampi atau usadha yang berarti obat (Sutarjadi: 2012). Bukti sejarah tentang jamu tertulis pada prasasti Madhawapura yang merupakan peninggalan Kerajaan Hindu-Majapahit. Dalam prasasti tersebut terdapat profesi “tukang meracik jamu” yang disebut Acaraki. Pada tahun 991-1016 M dikembangkan catatan tentang praktik penggunaan obat tradisional yang terdapat dalam kitab Lontar Usada di Bali dan Lontar Pabbura di Sulawesi Selatan yang berisi tentang tata cara pengobatan dan jenis-jenis obat tradisional. Penggunaan jamu sebagai bentuk pengobatan tradisional juga sudah

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 370

dipraktikan sejak zaman pemerintahan Raja Jayabaya di Kediri pada 1135-1159 Masehi yang dikenal dengan istilah jampi yang merunut pada penggunaan resep ramuan berbahan alam, dan usadha yang cenderung dikaitkan dengan ramuan obat- obatan, mantra, atau ajian. Dalam perkembangannya, pada masa-masa kerajaan di Indonesia berbagai formulasi obat-obat berbahan alami tersebut juga didokumentasikan dalam bentuk tulisan seperti 1734 formulasi herbal yang terdapat pada Bab Kawruh Jampi Jawi yang ditulis oleh keraton Surakarta dan dipublikasikan pada tahun 1858. Sri Sultan Hamengku Buwono II yang merupakan Raja Mataram yang memerintah pada tahun 1792-1828 juga menulis Serat primbon jampi jawi yang di dalammnya memuat ramuan untuk kecantikan wanita. Menurut Adjikoesoemo, cucu Gusti Bendara Pangeran Harya (GBPH) Poedjokoesoemo yang beristri adik Sri Sultan Hamengku Buwono IX, buku ini diperkirakan ditulis Sri Sulran Hamengku Buwono II saat berada dalam masa pembuangan pada zaman kolonial Belanda. Selain itu catatan tentang pengobatan tradisional juga terdapat dalam manuskrip koleksi Pura Pakualaman dan Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna. Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman memuat dua naskah tentang jamu yakni naskah Primbon (Pr.10) dan naskah Buku Jampi (Ll.5). Kemudian, di dalam Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna dijumpai berjenis resep jamu yang dibagi ke dalam empat kategori, yaitu: (1) Primbon Jalu Usada (aneka jamu sehat lelaki); (2) Primbon Wanita Usada (kumpulan jamu sehat perempuan); (3) Primbon Triguna Usada (jejamu untuk berbagai kebutuhan); dan (4) Primbon Rarya Usada (jamu-jamu khusus untuk anak-anak). Disebutkan pula berbagai sinonim jamu seperti tamba, sarana, srana, jamu srana atau banyu omben-omben. Selanjutnya, pada masa kolonialisme, Petualang asal Portugis, Yacobus Bontius tercatat menjadi orang Eropa pertama yang membukukan khasiat herbal Nusantara dalam buku Historia Naturalist et Medica Indiae (1627). Dia juga penulis buku tumbuhan obat di Jawa yang pertama (1658). Buku yang memuat khasiat jamu secara spesifik ditulis oleh peneliti Belanda J. Kloppenburgh-Versteegh (1907) berjudul Wenken en Readvingen Betreffende het Gebruik van Indische Planten, Vruchttten, enz (Petunjuk dan Bacaan Mengenai Penggunaan Tanaman India, Buah, dll). Yaitu sebuah buku tentang 1.467 petunjuk

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 371

mengatasi gangguan kesehatan ala Jawa yang disertai 131 gambar berwarna tumbuhan obat penghasil jamu. Sementara pada tahun 1937 peneliti belanda W.Weck menulis Heilkunde und Volkstum auf Bali (Obat-obatan dan Cerita Rakyat di Bali) yang bersumber dari catatan yang terdapat dalam kitab Lontar Usada di Bali tentang pengobatan tradisional Bali. Di awal masa kemerdekaan, Dr. Seno Sastroamidjojo merilis publikasi tentang jamu dan pengobatan tadisonal yang di dalamnya menguraikan tentang 345 jenis tumbuhan jamu pada tahun 1948 dan diterbitkan ulang pada tahun 1962. Dalam tulisannya Sastroamidjojo secara komplit menguraikan nama daerah, nama Indonesia, dan nama latin jenis-jenis tumbuhan tersebut beserta uraian morfologi, tempat tumbuh, zat yang dikandung dan bahan bermanfaat dalam tanaman, serta pustaka yang digunakan. Pemerintah Indonesia kemudian melihat jamu sebagai salah satu warisan budaya di bidang pengobatan tradisional. Bentuk keseriusan pemerinah kemudian diwujudkan dengan didirikannya Lembaga Farmakoterapi pada tahun 1954 yang bertugas Tugasnya memeriksa obat-obatan, bahan obat, meneliti bermacam-macam jamu. Selain itu pemerintah juga mendirikan penelitian terpadu Hortus Medicus di Tawangmangu. Perkembangan industri jamu di Indonesia sendiri baru mulai tumbuh pada sekitar tahun 1900-an dimana pabrik-pabrik jamu besar mulai berdiri di Indonesia seperti Jamu Jago, Mustika Ratu, Nyonya Meneer, Leo, Sido Muncul, Jamu Simona, Jamu Borobudur, Jamu Dami, Jamu Air Mancur, Jamu Pusaka Ambon, Jamu Bukit Mentjos, dan tenaga Tani Farma (Aceh).

HASIL DAN PEMBAHASAN Industri dan Regulasi Modernisasi dan industrialisasi mendorong perubahan cara dalam memproduksi dan mengkonsumsi jamu. Wilbert E Moore (1963) memandang Modernisasi sebagai transformasi total kehidupan bersama yang tradisional ke arah-arah pola yang lebih ekonomis dan strategis. Sementara menurut J W School, modernisasi adalah suatu transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 372

Masyarakat modern memandang jamu sebagai salah satu bentuk pengobatan tradisional. Dalam dunia kesehatan, jamu mendapatkan tempat khusus dalam khasanah kesehatan tradisional Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, suatu penelitian kesehatan berskala nasional yang diselenggarakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, menunjukkan bahwa 30,4% rumah tangga di Indonesia memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional, diantaranya 77,8% rumah tangga memanfaatkan jenis pelayanan kesehatan tradisional keterampilan tanpa alat, dan 49,0% rumah tangga memanfaatkan ramuan. Sementara itu, Riskesdas 2010 menunjukkan 60 % penduduk Indonesia diatas usia 15 tahun menyatakan pernah minum jamu, dan 90 % diantaranya menyatakan adanya manfaat minum jamu (Tjandra Yoga Aditama: 2014). Berdasarkan riset teresebut, Masyarakat modern di Indonesia masih mempercayai bahwa jamu merupakan salah satu bentuk pengobatan alternatif yang digunakan untuk memulihkan kondisi tubuh dari berbagai simptom. Meski demikian beredar pula berbagai praktik pengobatan tradisional yang tidak teruji klinis. Kata ‘tradisional’ menjadi magnet sendiri masyarakat modern. Sebagian masyarakat modern menganggap bahwa pengobatan tradisional lebih aman dan minim efek samping dibandingkan pengobatan modern yang ‘dianggap’ membawa banyak unsur kimiawi olahan. Modernisasi—dalam pengertian yang sebenarnya—akhirnya mendorong ahli medis untuk meneliti jamu guna menemukan bukti limiah dan manfaat objektif pada jamu. Pemerintah Indonesia memfasilitasi pemahaman masyarakat Indonesia tersebut, dengan tujuan menyediakan bukti ilmiah terkait mutu, kamanan dan manfaat obat tradisianal tersebut, dengan mengeluarkan peraturan menteri kesehatan No. 03/MENKES/PER/2010 tentang Saintifikasi Jamu. Berikut penjelasannya :“Kemudian untuk tugas tersebut maka telah ditetapkan keputusan Menteri Kesehatan No.1334 Tahun 2010 tentang Komisi Nasional Saintifikasi Jamu, yang salah satu tugasnya adalah menyusun pedoman metodologi penelitian jamu”. (Litbang depkes. 2015) Untuk Pengertian kesehatan/kedokteran alternatif dan komplementer, kini banyak istilah yang dipakai, a.l “traditional medicine”, “complementary and alternative medicine”, “integrative medicine”, “medical herbalism”, “phytotherapy”, “natural

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 373

medicine”, dll. Secara filosofis maka pendekatan tradisional komplementer memang berbeda dengan pengobatan konvensional. Prinsip pengobatan tradisional & komplementer a.l adalah: 1. Pendekatan holistik (mind-body-spirit); (2). Modalitas yang dipakai juga komprehensif (intervensi mind-body-spirit); (3). Pengobatan lebih kepada mengembalikan vitalitas tubuh untuk self-healing; (4). Pengukuran hasil pengobatan juga bersifat holistik (perbaikan fungsi tubuh) (Tjandra Yoga Aditama: 2014). Regulasi dan klasifikasi tersebut ditujukan untuk menghindari pseudosains dalam dunia medis terkait pelayanan pengobatan tradisional. Berbagai bentuk olahan ramuan tradisional yang disajikan dalam bentuk jamu atau ramuan lainnya harus terbukti secara empiris melalui tahapan uji pra klinik agar keamanan dan khasiatnya dapat dibuktikan. Penggolongan obat tradisional dibagi menjad tiga berdasarkan teknologi pembuatannya yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Perbedaan tiga jenis obat tradisional tersebut diantaranya adalah: 1. Jamu: Obat tradisional terbukti berkhasiat dan aman berdasarkan bukti empiris turun temurun. 2. Obat Herbal Terstandar: Obat Tradisional terbukti berkhasiat melalui uji pra- klinis dan teruji aman melalui uji toksisitas, bahan terstandar dan diproduksi secara higienis. 3. Fitofarmaka: Obat tradisional yang terbukti berkhasiat melalui uji pra-klinis dan uji klinis, teruji aman melalui uji toksisitas, bahan terstandar, dan diproduksi secara higienis dan bermutu.

Logo Jamu Logo Obat Herbal Logo Fitofarmaka Terstandar (OHT)

Gambar 1: Logo Kelompok Obat Tradisional Pemberian Logo pada berbagai jenis obat olahan herbal merupakan konsekuensi ketika produk herbal seperti jamu masuk ke dalam ranah industri. Meski demikian, penggunaan produk olahan herbal tetap harus memperhatikan aturan pakai dan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 374

indikasi. Tantangan terbesar jamu tradisional yang bersaing di pasar modern adalah efektifitas, efisiensi, dan rasionalitas. Efektifitas mengacu pada seberapa efektif jamu dapat menyembuhkan atau meringankan penyakit tertentu. Efisiensi mengacu pada seberapa efisien produk olahan jamu dapat dikonsumsi (berhubungan dengan packaging). Sementara Rasionalitas mengacu pada apakah komposisi bahan baku jamu dapat diterima akal dalam menyembuhkan atau meredakan suatu gejala penyakit tertentu. Agar dapat menjawab tiga pertanyaan itu, para pelaku industri jamu pada akhirnya harus menggandeng akademisi untuk melakukan riset terkait saintifikasi jamu, dan pemerintah untuk menetapkan peraturan mengenai peredaran jamu melalui berbagai regulasi tentang penggunaan obat tradisional berbahan baku herbal. Posisi jamu dalam dunia kesehatan telah dilindungi melalui berbagai regulasi dan kebijakan mengenai pengobatan tradisional. Di antaranya diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 381/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional, yaitu: 1. Mendorong pemanfaatan sumber daya alam Indonesia secara berkelanjutan untuk digunakan sebagai obat tradisional demi peningkatan pelayanan kesehatan dan ekonomi. 2. Menjamin obat tradisional yang aman, bermutu dan bermanfaat serta melindungi masyarakat dari penggunaan obat tradisional yang tidak tepat. 3. Tersedianya obat tradisional yang memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam pelayanan kesehatan formal. 4. Mendorong perkembangan dunia usaha di bidang obat tradisional yang bertanggung jawab agar mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan diterima di negara lain. Selain itu melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesia menteri kesehatan menetapkan indikasi penggunaan obat herbal asli Indonesia untuk berbagai masalah gangguan kesehatan maupun sebagai suportif pada kasus-kasus tertentu diantaranya: Gangguan Kesehatan/ Suportif Jenis Herbal Kesehatan Herbal untuk Dislipidemia 1. Alpukat 2. Bawang putih 3. Daun dewa 4. Kunyit 5. Mengkudu 6. Rosela 7. Temulawak

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 375

Herbal untuk Diabetes 1. Brotowali 2. Kayu manis 3. Pare 4. Salam Herbal untuk Hipertensi 1. Mengkudu 2. Rosela 3. Seledri Herbal untuk Hiperurisemia 1. Anting-anting 2. Sidaguri Herbal untuk Analgetik-Antipiretik 1. Jambu mede 2. Kencur 3. Pule 4. Sambiloto Herbal untuk Obesitas 1. Jati belanda 2. Kemuning Herbal untuk Anoreksia 1. Temulawak Herbal untuk Diuretik 1. Alang-alang 2. Kumis kucing 3. Meniran 4. Seledri Herbal untuk Nefrolitiasis 1. Alang-alang 2. Keji beling 3. Meniran 4. Sembung 5. Tempuyung Herbal untuk Antiemetik 1. Jahe Herbal untuk Paliatif Dan Suportif 1. Ceplukan 2. Keladi tikus 3. Kunyit Kanker putih 4. Manggis 5. Sambiloto 6. Sirsak 7. Temu Kunci Herbal untuk Supportif Penyakit 1. Bawang putih 2. Kunyit 3. Miana 4. Jantung Dan Pembuluh Darah Pegagan Herbal untuk Gastritis 1. Jahe 2. Kapulaga 3. Kunyit 4. Pegagan 5. Temu lawak 6. Temu mangga Herbal untuk Artritis 1. Cabe 2. Jahe 3. Kayu putih 4. Sereh Herbal untuk Konstipasi 1. Daun sendok 2. Daun wungu 3. Lidah buaya Herbal untuk Batuk 1. Adas 2. Timi Herbal untuk Gastroenteritis 1. Daun jambu biji 2. Sambiloto Herbal untuk Insomnia 1. Pala 2. Valerian (Ki Saat) Herbal untuk Penggunaan Penyakit 1. Ketepeng china 2. Pegagan Kulit (Panu, Kadas, Kurap) Herbal untuk Hepatoprotektor 1. Kunyit 2. Meniran 3. Paliasa 4. Temu lawak

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 376

Herbal untuk Disfungsi Ereksi 1. Cabe jawa 2. Pasak bumi 3. Purwoceng 4. Som jawa Herbal untuk ISPA 1. Sambiloto Herbal untuk Hemoroid 1. Daun wungu Herbal untuk Meningkatkan Air Susu 1. Daun katuk 2. Torbangun 3. Klabet Ibu/Asi (Laktogogum) Tabel 1: Formularium Obat Herbal Asli Indonesia Pada dasarnya, berbagai regulasi tentang penggunaan obat tradisional ditujukan untuk mengatur industri dan melindungi masyarakat dari berbagai penyalahgunaan obat tradisional. Meski demikian tetap ada pengobat tradisional yang menjalankan praktek pengobatan tradisional yang tidak rasional. Penggunaan bahan baku herbal yang digunakan sebagai bentuk pengobatan tradisional tidak didasari pada pengetahuan empiris ataupun uji klinis. Salah satu kasus pengobat tradisional yang bertindak melebihi kompetensinya adalah adalah kasus tentang ‘Klinik Pengobatan Herbal Jeng Ana’ yang sempat ramai pada Juni 2017. Pada kasus tersebut Jeng Ana membaca hasil rekam medis yang bukan merupakan kompetensinya dan seharusnya hanya boleh dilakukan oleh dokter. Atas kelalaiannya tersebut, kementerian kesehatan mendatangi tempat praktik Jeng Ana untuk dimintai keterangan dan permohonan maaf dari jeng Ana sebagaimana yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan dalam Akun Youtube Kementerian kesehatan RI yang berjudul ‘Disidak kemenkes, Jeng Ana Janji Patuhi Peraturan’ pada tautan : https://www.youtube.com/watch?v=vCwIjq25JAY

Pendekatan Komunikasi Massa Sebagai warisan budaya Indonesia, jamu telah bergerak menjadi salah satu jenis upaya kesehatan tradisional yang tersaintifikasi untuk mengantisipasi persaingan global dan tersedianya jamu yang aman, memiliki khasiat nyata, dan teruji secara ilmiah. Meski tetap mempertahankan khasiat yang ada dalam produk olahan rempah, saintifikasi dan industrialisasi telah mengubah wujud jamu sehingga jamu tidak lagi diproduksi dalam bentuk ramuan tradisional yang diracik secara tradisional namun telah diekstrak dalam bentuk bubuk, tablet, kaplet, ataupun cairan yang tersimpan dalam kemasan yang ergonomis.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 377

Berbagai perusahan obat konvensional bahkan melirik pasar obat tradisional dengan membuat difersivikasi obat berbahan herbal seperti produk jamu, obat herbal terstandar, atau fitofarmaka. Perusahaan farmasi tersebut terus melakukan riset tentang pemanfaatan jenis tanaman obat tradisional untuk kemudian dikemas dalam wujud yang lebih modern. Berdasarkan, ‘A Model for Predictive Measurements of Advertising Effectiveness’ yang dikembangkan oleh R. Lavidge dan G.A. Steiner (1961), ada enam langkah dan tiga dimensi yang saling berhubungan dalam suatu perubahan sebagai suatu dampak komunikasi yang efektif. Enam langkah yang dimulai dari kesadaran (awareness), pengetahuan (Knowledge), kesukaan (liking), pilihan (preference), pernyataan (conviction), hingga pengambilan keputusan (purchase/prescribe) merupakan langkah- langkah yang secara berurutan menjadi bagian dari tiga dimensi Kognitif, Afektif, dan Konatif sebagaimana yang tergambar dalam bagan di bawah ini: Consumer Hierarchy of Effect Marketing Behavior Model Objectives Cognitive 1. Awareness Make the costumer aware. (To Think, to 2. Knowledge Make information about the product understand, and easy to find. remember Affective 3. Liking Ensure that the costumer like your (To feel, to experience) product. If not, understand why and fix the problem. 4. Preference Make consumer focus on the product. Conative 5. Conviction Create the desire to purchase. (Behave/Action) 6. Purchase / Make the customer purchase. Prescribe Model Bagan Pengaruh-Pengaruh Komunikasi (Lavidge & Steiner :1961) Berdasarkan ‘A Model for Predictive Measurements of Advertising Effectiveness’ maka untuk dapat melestarikan jamu sebagai warisan budaya Indonesia adalah membangun kesadaran masyarakat bahwa Indoensia memiliki warisan budaya berupa jamu. Kesadaran tersebut kemudian diperkuat dengan memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis jamu dan khasiatnya bagi kesehatan. Kesadaran dan pengetahuan merpakan aspek kognitif di mana pendekatan rasional yang informatif menjadi lebih utama dibandingkan pendekatan emosional. Setelah kesadaran dan pengetahuan terbangun, maka pad atahap selanjutnya adalah menyasar aspek afektif

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 378

yang lebih menekankan emosi. Narasi yang memaparkan jamu sebagai salah satu produk warisan buaya Indonesia dibangun untuk membngun kedekatan pengalaman dan perasaan. Aspek afektif yang emosional menimbulkan rasa suka di benak masyarakta sehingga masyarakat lebih mengarahkan pilihan untuk tetap memilih jamu diantara pilihan jenis obat lainnya. Aspek konatif akhirnya menjadi dimensi terakhir yang perlu diperhatikan agar masyarakat Indonesia tetap memilih jamu sebagai satu bentuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan paliatif kesehatan. Berdasarkan tinjauan komunikasi dua tahap. Promosi jamu dapat dilakukan di Media Massa melalui Opinion Leader. Opinion leader di bidang kesehatan tentunya adalah Menteri Kesehatan dan para selebritas di bidang kesehatan yang pendapatnya tentang kesehatan senantiasa diikuti oleh masyarakat. Pelibatan selebritas kesehatan seperti Lula Kamal, Dokter Boyke, dan atau selebritas lainnya yang bersinggungan dengan dunia kesehatan akan dapat mempercepat kampanye konsumsi jamu ketika pesan-pesan tentang jamu disampaikan dalam saluran media massa. Untuk masyarakat yang lebih aktif dalam memilih media, pemanfaatan jamu sebagai salah satu alternatif bentuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan paliatif kesehatan harus lebih dapat menjangkau aspek psikologis pengguna media. Pengguna media yang lebih aktif mendasari pemilihan informasi dalam media massa dengan pendekatan Uses & Gratification. Untuk dapat menyasar tipe masyarakat aktif seperti ini, bentuk promosi tentang Jamu harus dapat memenuhi lima aspek kebutuhan individu versi Katz, Gurevitch, dan Haas (1973), yaitu: 1. Kebutuhan Kognitif: kebutuhan memperoleh informasi, pengetahuan, dan pemahaman. 2. Kebutuhan Afektif: kebutuhan emosional, pengalaman menyenangkan, atau estetis. 3. Kebutuhan Integratif Personal: Kebutuhan memperkuat kredibelitas, ras apercaya diri, stabilitas, dan status. 4. Kebutuhan Integratif Sosial: Kebutuhan mempererat hubungan dengan keluarga, teman, dan sebagainya. 5. Kebutuhan Pelepasan Ketegangan: Kebutuhan pelarian dan pengalihan.

SIMPULAN Jamu merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang telah melewati proses sejarah panjang sebagai salah satu bentuk pengobatan tradisional. Dalam

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 379

perkembangannya cara produksi jamu tradisional telah melalui berbagai tahapan hingga menjadi produk jamu yang dikenal oleh masyarakat modern saat ini. Perkembangan teknologi kesehatan mendorong saintifikasi jamu agar produk jamu teruji secara ilmiah, memiliki khasiat nyata, dan aman digunakan. Saintifikasi jamu tak lepas dari kebutuhan industri obat yang menjadikan jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka sebagai salah satu alternatif pilihan pengobatan diluar pengobatan konvensional. Berbagai regulasi tentang pemanfaatan jamu menjadi sangat penting agar jamu dapat dimanfaatkan sesuai dengan indikasi medis yang menyertainya, demi menghindari penyalahgunaan produk jamu dan obat herbal lainnya dalam berbagai praktik kesehatan yang tidak berizin atau ilegal. Pelestarian penggunaan jamu sebagai tanaman obat herbal nusantara dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan komunikasi dengan memperhatikan saluran dan sasaran komunikasi. Pendekatan komunikasi massa menyedikan berbagai alternatif pendekatan operasional yang dapat digunakan seperti Pendekatan Dua Tahap atau pendekatan Uses and Gratification tergantung kondisi sosial masyarakat.

BIBLIOGRAPHY Aditama, Tjandra Yoga, (2014). Jamu dan Kesehatan, Jakarta: Lembaga Penerbit Balitbangkes (LPB) Kementerian Kesehatan

Cresweel, John W, (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Methodes Approaches Second Edition, California: SAGE Publications.

Littlejohn, Stephen W., dan Karen A. Foss. 2011. Teori Komunikasi: Theories of Human Communication, Edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika.

Mulyana, Deddy dan Jallaudin Rakhmat. (2000). Komunikasi Antar Budaya : Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Nasrullah, Rulli. (2012). Komunikasi antar Budaya di era Budaya Siber, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Samovar, Larry, Richard Porter and Edwin McDaniel. (2010). Communication Between Cultures, Boston: Wordsworth.

Severin Werner J, James W. Tankard. Jr. 2001. Teori Komunikasi: Sejarah,Metode,dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Andriati dan Wahjudi, R.M, Teguh, (2016) Tingkat Penerimaan Penggunaan Jamu sebagai Alternatif Penggunaan Obat Modern pada Masyarakat Ekonomi Rendah-Menengah dan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 380

Atas. Jurnal: Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Vol. 29, No. 3, tahun 2016, hal. 133- 145

Kartika, Tina, (2016) Tradisi Minum Jamu: Konsep Komunikasi Kesehatan Dari Generasi Ke Generasi Study Masyarakat Di Indonesia. Lampung: Prosiding Seminar nasional : Komunikasi Publik dan Dinamika Masyarakat Lokal November 2016

Purwaningsih, Ernie H. (2013) Jamu, Obat Tradisional Asli Indonesia Pasang Surut Pemanfaatannya di Indonesia. Jakarta: Jurnal Kesehatan Indonesia Vol. I, No. 2 Agustus 2013

Ruma, Lusia Oktora dan Sari, Kumala, (2006). Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Jakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.1

Sangat, Harini M. dan Larashati, Inge, (2002) Some Ethnophytomedical Aspects and Conservation Strategy of Several Medicinal Plants in Java, Indonesia. Semarang : Jurnal Biodiversitas Vol III, No.2

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 381

“NGOPI” (Ditinjau dari Prespektif Budaya dan Komunikasi)

Mochamad Rival Purnama Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun ini terjadi fenomena budaya yang unik, dimana masyarakat Indonesia pada umumnya sedang keranjingan dengan minuman kopi, baik kopi hitam klasik maupun kopi yang telah diolah berdasarkan metode modern seperti cafe latte, capuchinno atau pun dengan metode manual brew. Fenomena ini muncul seiring dengan semakin menjamurnya Cafe atau warung kopi yang menyediakan berbagai varian kopi, termasuk berbagai jenis makanan berat atau minuman ringan lainya. Ngopi atau minum kopi merupakan sebuah istilah umum untuk minum kopi bersama. Budaya ngopi pada saat ini sudah menjadi budaya kontemporer atau budaya pop dimana menurut (McQuail, 1996:36) dalam (Rahayu, 2009) budaya populer adalah produk budaya yang diciptakan semata-mata untuk pasar masal dengan ciri adanya standarisasi produk dan perilaku massa dalam menggunakan produk tersebut. Budaya nongkrong sambil minum kopi akhir-akhir ini memang didominasi oleh kalangan yang baru dengan dunia kopi atau mereka yang baru mengenal minum kopi dengan metode penyeduhan tertentu. Penelitian ini ditujukan untuk melihat sejauh mana perkembangan budaya minum kopi ini serta proses komunikasi didalamnya. Menurut Harorl D. Lasswell, (1960) dalam (dedy Mulyana, 2005) Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect? )

Sejarah kopi Indonesia Sejak dari jaman kolonial, negara kita merupakan pengahil kopi terbaik bahkan Indonesia mendudukuki peringkat 4 di dunia dalam segi produktivitas setelah Brazil dan Kolombia, menurut data International Coffee Organization (ICO), Indonesia merupakan penghasil jenis kopi arabika dan robusta. Kedua jenis kopi ini memang memiliki cita rasa

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 382

berbeda namun memilki penggemarnya sendiri. Tanaman kopi pertama kali memang dibudidayakan oleh Belanda namun sekarang petani-petani kopi kita sudah mulai menggeliat dari segi produktivitas maupun kualitas, dimana pada saat ini kopi Indonesia sudah mulai banyak dikonsumsi dimanca negara baik Amerika maupun di benua Eropa. Ciri khas kopi Indonesia yang merupakan negara tropis ini, memberi cita rasa kopi yang unik dan tentunya tanah vulkanik dan ketinggian tanah serta tanaman pendamping pohon kopi ini menjadi salah satu faktor dalam mengkreasi cita rasa pada kopi ini. Indonesia memiliki daerah yang terkenal akan produksi dan kualitas kopinya yang baik, seperti Jawa Barat, Toraja Kalosi, Aceh Gayo, Bali Kintami, Flores Bajawa dan berbagai daerah lainya. Selain itu Jawa juga terkenal menghasilkan salah satu kopi tertua terbaik di dunia yaitu Old Java. Bahkan karena pernah memonopoli pasar kopi dunia, Java dIjadikan istilah pengganti kata kopi. Biji kopi dari daerah ini dapat disimpan dalam gudang selama dua sampai tiga tahun. Hal ini akan menambah kepekatan rasa yang kuat seperti karakteristik kopi Arabika. (Gumulya & Helmi, 1987)

METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan eksploratif dengan menggunakan teknik obervasi. Pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan yang bertujuan membangun suatu peryataan dan pengetahuan berdasarkan presfektif konstruktif, seperti makna-makna yang bersumber pada individu, nilai-nila sosial serta sejarah dengan memiliki tujuan untuk membangun teori atau pengetahuan tertentu. (Creswell, 2014) Kualitatif memiliki fungsi untuk menjawab alasan yang apa yang ada di dibalik perilaku manusia. Selain itu, pendekatan kualitatif ini digunakan untuk menggali informasi berdasarkan asumsi-asumsi yang terbentuk dari rumusan berdasarkan kajian- kajian terdahulu yang berhubungan dengan fenomena sosial yang ada. (Ridaryanthi, 2014) Dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif memiliki ciri berkenaan dengan konsep dan teori dalam bidang keilmuan sosial (Bogdam 1972 dalam Berg 1998). Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengeksplorasi pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena dapat terjadi. Penelitian jenis ini tidak memerlukan jumlah informan yang besar, namun informasi yang mendalam dan komprehensif.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 383

PEMBAHASAN Karakteristik Kopi Indonesia Berikut merupakan karakter kopi Arabika yang ada di Indonesia (menurut Anomali Coffee) yang berbeda-beda di tiap daerah (rasa tergantung dari tanah tempat tanaman kopi ditanam) : 1. Java Estate memiliki Karakter (Medium body), harum seperti cokelat, kacang- kacangan dan tumbuhan herbal dengan tingkat keasaman yang tidak terlalu tinggi. 2. Bali Kintamani memiliki karakter (Light Body), cenderung encer, dengan aroma seperti kacang-kacangan dan kulit jeruk. Tingkat keasaman medium (cukup tinggi). 3. Sumatera Mandailing memiliki karakter (Full body), beraroma klasik, earthy dan harum tembakau dengan tingkat keasaman yang rendah. 4. Toraja Kalosi memiliki karakter (Medium Body) dengan aroma cokelat, manis seperti karamel dan tumbuhan herbal. Tingkat keasaman medium (cukup tinggi). 5. Aceh Gayo memiliki karakter (Medium Body) beraroma tanah (earthy) dan rempah- rempah yang harum dengan tingkat keasaman yang tidak terlalu tinggi. 6. Papua Wamena memiliki karakter (Medium Body) dengan aroma buah-buahan dan tingkat keasaman yang tidak terlalu tinggi.

Tempat Ngopi 1) Angkringan Angkringan adalah suatu warung kecil yang menyajikan makanan dan kopi yang berasal dari jogja yang biasanya tempat tersebut digelar secara lesehan atau menggunakan alas duduk. Didalam angkringan ini terdapat berbagai macam makanan yang terdiri dari nasi kucing atau nasi yang dibuat dalam bentuk porsi kecil dan tentu saja berbagai macam lauk yang disajikan dalam bentuk sate, dan tentunya hampir disetiap angkringan kita akan menemukan jenis kopi khas ala angkringan yaitu kopi Joss. Kopi joss merupan kopi khas ala angkringan yang disajikan dengan cara memasukan arang panas kedalam cangkir kopi tersebut, kopi joss sendiri berasal dari suara arang panas yang dimasukan kedalam seduhan air kopi tersebut. Proses penyeduhan ini ditemukan oleh para mahasiswa Universitas Gajah Mada yang gemar menikmati kopi di angkringan. Pemanfaatan arang ini ternyata dapat menghilangkan asam dalam kopi dan memberikan rasa yang lebih nikmat. (Gumulya & Helmi, 1987).

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 384

Menikmari kopi diangkringan ini sungguh sangat unik karena disinilah kita bisa berbagi informasi dan saling mengenal satu sama lain dengan orang yang baru kita kenal, topik yang sering muncul dalam ankgringan biasanya obrolan non formal antara mahasiswa atau kaula muda yang mengalir begitu saja tanpa ada aturan siapa yang berhak berbicara atau memulai pembicaran. 2) Cafe Istilah Cafe atau Coffee House berasal dari timur tengah dimana tempat perkembangan kopi pertama sekitar abad 15. Cafe atau Coffee House ditemukan di Mekah. Cafe atau Coffee House dahulu digunakan untuk tempat berkumpulnya para politikus atau tempat membicarakan politik. Kemudian istilah Cafe ini menyebar ke Eropa, Vienna dan kemudian pada abad ke 17 Cafe mulai berjamuran di Inggris dan sejak di Vienna penggunaan pemanis atau gula pada sajian kopi sudah mulai populer. Perkembangan Cafe atau Coffee House di Indonesia sendiri sudah ada sejak tahun 2000an kemunculan Coffee Shop besar seperti Starbucks dan Coffee bean serta Coffee Shop yang menyajikan Kopi lokal dengan pemiliki lokal pun terus bermunculan di tandai oleh Phoenam, Cafe Anomali, Yellow Truck dan masih banyak lagi. Budaya minum kopi pun kian hari kian tinggi seiring dengan peminat kopi yang semakin hari semakin bertambah. Jika dahulu penikmat kopi bisa dikelaskan berdasarkan jenjang dewasa namun pangsa pasar saat ini penikmat kopi sudah mulai masuk pada kelas remaja dewasa, pelajar sampai mahasiswa. Sebuah artikel dalam majalah remaja, Seventeen, menemukan bahwa ngopi sedang menjadi tren remaja Indonesia saat ini, khususnya di kota besar seperti Jakarta. “Dari angket yang kami adakan, 60% pembaca Seventeen yang berusia 16 hingga 22 tahun senang ke mal dan mongkrong di kafe. (Herlyana, 2012)

Jenis Penyajian Kopi 1) Manual Brew Manual brew adala sebuah teknik penyajian kopi dengan melibatkan air dalam sistem penyeduhannya dengan takaran dan suhu tertentu. Contonya teknik V60, Aero press, Pour over, French Press dan lain-lain. Berbeda dengan penggunaan mesin espreso dengan melibatkan mesin bertekanan tinggi dalam mengekstrak kopi. Manual brew lebih ditekankan pada proses.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 385

2) Espresso Teknik espresso adalah minuman dimana cara penyajiannya dengan menggunakan bubuk kopi yang diekstraksi dengan cara memberikan air bersuhu tinggi, dengan tekanan tinggi, dan dalam waktu relatif singkat (express).

Kopi sebagai bentuk budaya kontemporer Menikmati kopi sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bisa dikatakan pola konsumsi pada saat ini meningkat dibanding beberapa tahun kebelakang, kebiasaan ngopi di cafe pun telah menjadi suatu budaya dikalangan masyarakat urban, baik di kota besar maupun kota kecil. Sudah menjadi hal lumrah bagi kita untuk hanya sekedar menikmati kopi di cafe atau kedai kopi pilihan kita. Saat ini kita sudah terbiasa untuk mengunjungi cafe atau resto hanya untuk menikmati kopi baik sendiri maupun bersama teman. Sudah hal terbiasa kita melihat remaja dewasa tumpah di cafe-cafe sudut kota. Budaya minum kopi ini sudah mengakar pada sebagian masyarakat urban yang memiliki gaya hidup tinggi. Dalam buku pengantar antropologi, kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau“akal”. budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa (Koentjaraningrat, 2002). Budaya ngopi dari kalangan anak muda ini sudah menjadi gaya hidup mereka dalam berinteraksi dengan sesamanya. Kebudayaan merupakan wujud dinamis dari kelompok sosial tertentu, kebudayaan erat kaitanya dengan bagaimana suatu kelompok berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya (Setyaninpmz, 2002) Gaya hidup remaja dewasa ini menjadi sebuah fenomena tersendiri dimana dalam menikmati kopi, mereka memiliki tempat tersendiri dalam menikmatinya, berbeda dengan jaman dahulu dimana kita hanya menikmati kopi dirumah saja. Budaya menikmati kopi di cafe menjadi semakin populer dikalangan remaja dan dewasa banyak dari mereka menghabiskan waktu kurang lebih 1 jam dalam menikmati kopi bersama. Menurut Ray B Browne dalam Mass Media Mass Culture (1995:5), dalam (Fitryarini, 2013) mendefinisikan budaya popular adalah budaya setiap orang dalam masyarakat, sebuah budaya dunia yang mengelilingi kita meliputi sikap, kebiasaan, dan perilaku kita,

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 386

bagaimana kita bersikap dan mengapa kita bersikap, apa yang kita makan, bangunan- bangunan, jalan dan makna perjalanan, hiburan dan olahraga, politik, agama, praktik pengobatan, kepercayaan, aktivitas serta kontrol. Menurut Mc Quail dalam Mass Communication (1983:287) bahwa budaya popular memiliki ciri dengan originalitas yang bersifat spontan dan kehadirannya yang berlangsung terus menerus dalam kehidupan sosial dengan bentuk yang beraneka ragam. Masyarakat yang terus berkembang atau berubah akan tetap terus melahirkan budaya popular, maka budaya popular ini sangat berhubungan dengan masyarakat sebagai sasaran media. Kebudayaan pada intinya merupakan hasil dari pemikiran manusia. Culture atau budaya menurut McIver adalah suatu ekspresi jiwa yang terwujud dalam cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama, rekreasi dan hiburan serta bagaimana memenuhi kebutuhan hidup sebagai manusia.(Soekanto, 2002) Indonesia merupakan negara yang memiliki lokasi strategis dan memiliki sumber daya alam yang melimpah. Hal ini mendorong banyak pedagang asing yang memasuki negeri kita dalam mencari hasil bumi Indonesia. Dengan kedatangan bangsa asing maka terjadilah Proses asimilas antara budaya asing dan lokal. Awlanya proses ini memperkaya kazanah budaya Indonesia; namun seiring berjalannya waktu lama- kelamaan budaya lokalpun semakin tergeser, seperti yang dapat kita lihat dalam budaya kopi Indonesia (Gumulya & Helmi, 1987) Budaya ngopi sendiri akhir-akhir ini semakin masif, ditandai dengan bermunculannya warung-warung kopi, Cafe ataupun hanya kedai kopi kecil. budaya ngopi biasanya dilakukan oleh kaum bangsawan pada jaman dahulu. Namun sekarang kita bisa menikmati kapan saja dimana saja tanpa memandang status.. Budaya ngopi erat kaitannya dengan budaya kita dalam berkomunikasi, karena pada saat kita menikmati kopi proses komunikasi akan lebih cair dibandingkan saat melakukan komunikasi secara formal. Budaya merupakan bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan, atau mewariskan budaya (Istiyanto, 2018). Kegiatan minum kopi ini pun dimaknai sebagai sarana dalam komunikasi informal. Menurut (Roseberry, 1996: 764) Minum kopi memiliki hubungan yang komplek dalam strata sosial. contohnya di Amerika pada abad 19 minum kopi telah mengalami

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 387

perubahan dari minuman bangsawan ke minuman rakyat pada yang dikonsumi oleh kalangan pekerja “coffee breaks” hampir diseluruh daerah pada abad ke 20. (Bookman, 2013)

Ngopi sebagai media komunikasi Ngopi sendiri merupakan sebuah kendaraan dalam sosial interaksi (Skog, 2006). Pada saat kita menikmati kopi bersama baik secara langsung maupun tidak langsung kita sedang melakukan sebuah proses komunikasi. Pada dasarnya komunikasi merupakan proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa dan dengan akibat atau hasil apa? (Lasswell, 1949). Dalam hal ini kopi merupakan sebuah media dalam berkomunikasi. Komunikasi memiliki dua fungsi umum yaitu fungsi sosial untuk kelangsungan memelihara hubungan bersama, dan fungsi pengambilan keputusan. (Mulyana, 2005). Bentuk komunikasi yang dilakukan dalam kegiatan minum kopi ini kita katagorikan sebagai komunikasi informal. Komunikasi informal tidak tergantung pada struktur organisasi. komunikasi informal sebagai komunikasi yang disetujui secara sosial yang orientasinya tidak pada organisasi tetapi lebih secara individual. (Mulyana, 2005) Dalam hal ini komunikasi yang terjalin dalam kegiatan ngopi memang jauh dikatakan formal dilihat dari lingkungan dan suasa yang ada dilapangan. Pada saat kita meminum kopi labeling mengenai identitas pribadi kita terkesan diabaikan atau secara tidak langsung status sosial sedikit dihilangkan karena seiring itensitas komunikasi antara sekelompok orang dalam menikmati kopi. Dalam hal ini acara minum kopi ini bersifat santai (informal) karena dilakukan rata-rata oleh mereka yang memiliki kedekatan khusus baik secara sosial maupun emosional. (Mulyana, 2005) mengatakan bahwa perubahan identitas mengisaratkan penilain baru tentang diri pribadi dan orang lain, mengenai peristiwa, prilaku, dan objek. Menurut perspektif teori interaksi simbolik, perubahan identitas menyangkut perubahan psikologi. Perubahan ini dapat diidentifikasikan melalui pelakunya yang menjadi berbeda dari sebelumnya. Dalam hal ini adanya sebuah Interaksi simbolik telah menyatukan studi bagaimana suatu kelompok mengkoordinasi prilaku mereka, bagaimana emosi dipahami dan dikendalikan, bagaimana realitas dibangun dan bagaimana diri diciptakan, serta bagaimana struktur sosial besar dibentuk dan bagaimana kebijakan publik dapat

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 388

dipengaruhi yang merupakan sebuah gagasan dasar dari perkembangannya dan perluasan teorites Ilmu komunikasi. (Ahmadi, 2005). Interaksi adalah suatu istilah dari sosiologi sedangkan simbolik berasal dari komunikasi, kontribusi utama sosiologi pada perkembangan ilmu psikologi sosial melahirkan prespektif interaksi simbolik. Teori sosiologi yang cukup memiliki pengaruh adalah interaksi simbolik yang memiliki fokus pada perilaku peran, interkasi antar individu, serta tindakan-tindakan dan komunikaisi yang bisa diamati. Secara spesifik, peneliti dapat menguraikan perkembangan sejarahnya beserta manfaatnya untuk individu dan tentunya masyarakat itu sendiri (Ahmadi, 2005). Unsur interaksi simbolik dalam budaya minum kopi ini tidak bisa kita pungkiri bahwa keduanya memiliki saling keterikatan satu sama lain, dimana dalam suatu budaya minum kopi ini didalamnya terjadi suatu proses komunikasi. Pengaruh budaya pop dalam konteks komunikasi ini membawa sebuah kaloborasi dimana satu sama lain saling mempengaruhi. Budaya minum kopi dan proses komunikasi saat melakukan ritual minum kopi bersama tidak bisa dipisahkan begitu saja karena keduanya saling melengkapi dalam sebuah interaksi sosial. Berdasarkan apa yang menjadi dasar dari kehidupan kelompok manusia atau masyarakat, beberapa ahli dari paham Interaksi Simbolik menunjuk pada “komunikasi” atau secara lebih khusus “simbol-simbol” sebagai kunci untuk memahami kehidupan manusia itu. Interaksi Simbolik menunjuk pada sifat khas dari interaksi antarmanusia. Artinya manusia saling menerjemahkan dan mendefinisikan tindakannya, baik dalam interaksi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri.

SIMPULAN Dalam hal ini kopi ternyata selain menjadi sebuah produk budaya namun jauh dari itu kopi merupakan sebuah esensi atau media komunikasi yang efisien dan efektif. Komunikasi yang dilakukan saat kita menikmati kopi ternyata memiliki esensi yang lebih dalam dibanding komunikasi formal yang biasa dilakukan ditempat formal, dan tak jarang kebuntuan komunikasi bisa dicairkan lewat “Ngopi” karena sifatnya yang fleksibel dan terkesan santai, obrolan pada saat kita menikmati kopi bersama lebih banyak menghasilkan hal yang positif dibanding hal negatif.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 389

Budaya pop atau pun kontemporer tidak selamanya negatif, jika kita bisa memaknainya dengan pikiran yang jernih, karena kita saat ini hidup dalam jaman Globalisasi dimana pertukaran dan perkembangan budaya sudah semakin cepat. Kita harus siap dalam mengantisipasi segala kemungkinan yang ada, dan agar kita tidak kaget akan serangan budaya baru (Shock Culture) pada negeri kita. Masifnya budaya minum kopi di Indonesia ini ternyata telah berhasil membangkinkan industri kopi di negeri ini. Kini para petani-petani kopi kita bangkit dan berlomba-lomba dalam membudidayakan jenis kopinya masing-masing, geliat ini terlihat dari hasil produksi kopi kita yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Tidak sampai disitu karena kebangkitan kopi kita membawa harum nama Indonesia karena tak ayal brand-brand besar Coffee Shop yang telah menggunakan biji kopi dalam negeri kita seperti Bucks dan Coffee Beans dan kemasyuran biji kopi Indonesia sudah tercium diberbagai Cafe baik di negeri sendiri maupun di mancanegara.

BIBLIOGRAPHY

Ahmadi, D. (2005). Interaksi Simbolik : Suatu Pengantar. Mediator, 9(56), 301–306.

Creswell, J. W. (2014). Penelitian Kualitatif & Desain Riset, 3(2014), 2016.

Fitryarini, I. (2013). Iklan dan Budaya Popular: Pembentukan Identitas Ideologis Kecantikan Perempuan oleh Iklan di Televisi. Jurnal Ilmu Komunikasi, 119–135.

Gumulya, D., & Helmi, I. S. (1987). Kajian Budaya Minum Kopi. Annales d’Endocrinologie, 48(5), 424–431.

Herlyana, E. (2012). FENOMENA COFFEE SHOP Oleh : Jurnal Thaqafiyyat, 13(1), 188–204.

Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi (Vol. 1). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Vol. 5). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rahayu, N. T. (2009). TAYANGAN HIBURAN TV DAN PENERIMAAN. Jurnal Ilmiah Scriptura, 3(1), 24– 36.

Ridaryanthi, M. (2014). Bentuk Budaya Populer dan Konstruksi perilaku Konsumen ... Pop Culture, 13(01), 87–104. https://doi.org/https://media.neliti.com/media/publications/142786-ID-bentuk- budaya-populer-dan-konstruksi-per.pdf

Soekanto, S. (2002). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grapindo Persada). https://driftaway.coffee/the-history-of-coffee-houses/ (Diakses pada: 11 Nopvember 2018 : 17:05 wib)

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 390

SISTEM KOMUNIKASI INTERNAL PADA KEGIATAN MORNING BRIEFING DI HOTEL X BANDUNG

1 Kokom Komariah, 2 FX. Ari Agung Prastowo Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Di dalam organisasi atau perusahaan ada bermacam-macam jenis kelompok pekerjaan yang biasanya disebut bagian atau departemen. Di sinilah pentingnya perusahaan atau organisasi dipandang sebagai suatu struktur organisasi. Melalui sebuah struktur organisasi, dapat diterangkan dan dipahami bagaimana hubungan dan kerjasama antarpegawai dalam perusahaan. Dengan kata lain, menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti. Dalam usaha mencapai tujuan atau visi, misi perusahaan, setiap bagian atau departemen dengan tugas, fungsi, kekuasaan, dan kewenangan masing-masing, tentunya diperlukan adanya kerjasama dan koordinasi. Proses kerjasama dan koordinasi tersebut memerlukan hubungan dengan orang lain melalui mekanisme yang disebut komunikasi. Komunikasi menjadi hal yang mengikat kesatuan organisasi. Dimana tujuan utamanya adalah memfasilitasi proses perekrutan dan memelihara pekerja berkualitas tinggi yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap kegiatan organisasi. Tujuan lainnya adalah untuk meyakinkan bahwa para pekerja tersebut akan selalu mendapatkan informasi dengan baik sehingga kinerja dan kepuasan kerja dapat di maksimalkan. Rasa keterlibatan dan rasa kepemilikan di kalangan pekerja menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan dan menunjang keberhasilan. (Beard, 2001). Keterkaitan struktur organisasi dengan komunikasi, bisa dipahami sebagai jaringan kerja yang dirancang dalam suatu sistem dan proses untuk mengalihkan informasi dari seorang atau sekelompok orang kepada seorang atau sekelompok orang demi tercapainya tujuan organisasi.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 391

Jaringan komunikasi organisasi merupakan pola-pola hubungan antarmanusia yang bersifat formal, jadi inherent dengan mata rantai komando atau perintah. Perintah- perintah itu selalu berdasarkan struktur/hierarki kewenangan yang vertikal (komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah) maupun horisontal (komunikasi sejawat/selevel) yang sekaligus menunjukkan kejelasan hubungan atau pekerjaan. Fenomena komunikasi semacam itu biasa juga disebut komunikasi internal. Komunikasi internal dapat dilakukan baik secara antar pribadi yaitu diantara personal karyawan dengan personal karyawan lainnya, maupun secara berkelompok artinya komunikasi terjadi antara departemen dengan departemen lainnya. Tentunya berkomunikasi antar kelompok atau departemen bukanlah suatu hal yang mudah. Dimana masing-masing departemen mempunyai tugas atau jobdescription. Banyak kasus di perusahaan, pimpinan atau manager tidak jelas dalam menyampaikan instruksi- instruksi, informasi atau petunjuk kerja, juga kasus kurangnya koordinasi kerja antar bagian atau divisi sehingga dampaknya kinerja pegawai tidak optimal bahkan gagal. Di sinilah, pembahasan sistem komunikasi internal menjadi sangat penting untuk dikaji, yang dalam pelaksanaannya menggunakan metode deskriptif yaitu dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci dengan melukiskan gejala-gejala yang ada serta mengidentifikasi masalah atau memerika kondisi dan praktik-praktik yang berlaku (Rakhmat, 2012, hal. 46).

HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mencapai kesatuan kerja diantara departemen satu dengan departemen yang lainnya, di Hotel X Bandung diadakan kegiatan morning briefing yang pelaksanaannya diadakan setiap hari pada pukul 09.00 WIB sampai dengan 10.00 WIB. Morning briefing merupakan kegiatan tatap muka antara General Manager dan kepala departemen yang ada di lingkungan kerjanya. Morning briefing merupakan salah satu kegiatan employee relations, yang menurut Ardianto bertujuan untuk membina komunikasi secara dua arah, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan usulan kepada manajemen (Ardianto, 2011, hal. 100). Dalam kegiatan morning briefing ini karyawan dapat menyampaikan ide-ide yang mereka miliki untuk kenyamanan dan kesatuan kerja dan juga dapat informasi dari pihak manajemen. Misalnya dalam

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 392

pelaksanaan kerja, Departemen Sales dan Marketing Komunikasi Hotel X Bandung memerlukan koordinasi diantara karyawan atau staff Departemen Sales Marketing Komunikasi itu sendiri, juga antar departemen lainnya, sehingga pekerjaannya saling bergantung artinya satu departemen kinerjanya tidak jalan, maka akan mempengaruhi pada kinerja departemen lainnya. Dengan demikian, dalam melaksanakan pekerjaannya, Departemen Sales dan Marketing Komunikasi tidak terpisahkan dengan sistem komunikasi yang dibangunnya. Sistem komunikasi yang dibangun pada kegiatan morning briefing di hotel X yang berhasil penulis amati meliputi proses komunikasi internal, fungsi komunikasi internal serta jaringan komunikasi.

Proses Komunikasi Internal dalam kegiatan Morning Briefing Suatu organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan dan saling menukar pesan di antara anggotanya. Karena gejala menciptakan dan menukar informasi ini berjalan terus – menerus dan tidak ada henti – hentinya, maka dikatakan suatu proses. Proses komunikasi internal dalam kegiatan Morning Briefing berlangsung secara timbal balik atau sirkuler dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Proses Komunikasi internal formal dalam Morning Briefing Dalam gambar tampak komponen-komponen komunikasi yang terdiri dari: komunikator 1 dan komunikator 2, pesan atau umpan balik. Untuk menjelaskan proses berlangsungnya komunikasi formal tersebut, akan dijelaskan mulai dari aspek komunikator dan aspek pesan.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 393

Komponen komunikator pada Kegiatan morning briefing ini merupakan bentuk komunikasi kelompok yaitu komunikasi antar departemen yang ada di lingkungan Hotel X. Menilik proses komunikasi pada gambar tersebut, bahwa proses komunikasi internal dalam kegiatan morning briefing berlangsung secara dua arah timbal balik atau sirkuler. Sebagaimana dijelaskan oleh Tubbs, bahwa komunikasi sirkuler menggunakan komunikator 1 dan komunikator 2 untuk kedua pihak yang berkomunikasi tersebut, dengan ditandai hal berikut : 1) Orang-orang yang berkomunikasi dianggap setara, misalnya komunikator 1 dan komunikator 2, bukan pengirim (sender) dan penerima (receiver), sumber (source) dan sasaran (destination), atau yang sejenisnya. Dengan kata lain, mereka mengirim dan menerima pesan pada saat yang sama; 2) Proses komunikasi berjalan timbal balik (dua-arah), karena itu modelnya pun tidak lagi ditandai dengan suatu garis lurus bersifat linier (satu-arah); 3) Dalam praktiknya, kita tidak lagi membedakan pesan dengan umpan balik, karena pesan kmunikator 1 sekaligus umpan balik bagi komunikator 2, dan sebaliknya umpan balik 2 sekaligus merupakan pesan 2, begitu seterusnya (Mulyana, 2013, hal. 119). Komunikator 1 sebagai penyampai pesan pertama yang memprakarsai komunikasi, artinya dia mengawali pengiriman pesan tertentu kepada pihak lain yang disebut penerima. Dalam morning briefing yang menjadi komunikator 1 biasanya General Manager atau Executive Assistant Manager (EAM). Pertama kali, General Manager atau EAM akan mengarahkan, serta membimbing peserta morning briefing agar dapat memahami instruksi, informasi, kebijakan dan pengambilan keputusan yang disampaikannya. Ketika kepala departemen atau peserta morning briefing menyampaikan umpan balik maka bertindak sebagai komunikator 2, mereka hendaknya tidak segan mengungkapkan ide, aspirasi, kreasi, saran, usulan kepada atasannya yaitu General Manager. Proses komunikasi pada kegiatan morning briefing berlangsung terus menerus secara timbal balik antara General manajer dengan para kepala departemen dan diakhiri waktu kemudian disampaikan resume atau simpulan dari pertemuan tersebut. Posisi General Manajer dan Kepala departemen yang berhasil penulis amati pada proses komunikasi internal dalam morning briefing telah terjadi kesetaraan, maksudnya ide atau pesan komunikasi atau tugas tidak harus selalu dari General

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 394

Manajer tetapi bisa saja dari bawahan dalam hal ini Kepala departemen. Dan karena proses komunikasinya yang dua arah timbal balik, pada akhirnya proses komunikasi internal berlangsung secara sirkuler dan kontinyu. Komponen pesan komunikasi dalam kegiatan morning briefing di Hotel X Bandung, sifatnya formal yaitu pesan atau materi yang berkenaan dengan tugas-tugas atau pekerjaan dari masing-masing departemen yang ada di Hotel X, dengan tujuan sebagai tindakan koordinasi. Sebagaimana dijelaskan oleh Alo Liliweri, bahwa komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mengkoordinasikan sebagian atau seluruh tugas dan fungsi komunikasi yang telah dibagi-bagi dalam bagian atau sub bagian yang melaksanakan visi dan misi organisasi dibawah pimpinan seorang pemimpin atau manajer serta para bawahan mereka. …. Organisasi tanpa koordinasi, organisasi tanpa komunikasi sama dengan organisasi yang menampilkan aspek individual dan bukan menggambarkan aspek kerjasama ( (Liliweri, 2004, hal. 64). Pesan atau informasi dalam Morning Briefing juga dimaksudkan untuk penyelesaian masalah, berbagi informasi serta menyelesaikan konflik. Menurut Argenti, setiap individu saling berbagi praktik-praktik terbaik dalam penyampaian pesan tingkat tinggi kepada para karyawan di bidang-bidang bersangkutan – mengerti akan kebutuhan-kebutuhan dan nuansa-nuansa tertentu dari karyawan mereka, yang sebaliknya, memengaruhi baik konten maupun nada komunikasi (Argenti, 2010, hal. 215-216).

Fungsi Komunikasi Internal dalam Kegiatan Morning Briefing di Hotel X Bandung Menurut Conrad (1985) terdapat tiga fungsi komunikasi dalam organisasi, yakni : 1) Fungsi Perintah, 2) Fungsi relasi, serta 3) Fungsi manajemen ambigu (Tubbs & Moss, 1996, hal. 170). Dimana menurut Liliweri, pada fungsi komando terdapat dua tipe komunikasi yang membentuk fungsi komando yaitu: 1. Pengarahan atau direction yang terlaksana melalui instruksi dan publikasi. Fungsi pengarahan dalam bentuk persuasive dan pengaruh; 2. Feedback atau fungsi umpan balik yang menunjukan siapa yang sudah mengikuti apa yang diperintahkan. Pada fungsi relasi, Komunikasi organisasi juga bertujuan untuk memenuhi fungsi relasional. Tujuannya menciptakan relasi kerja bagi peningkatan produksi orgnanisasi. Serta fungsi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 395

manajemen ambigu, yaitu Komunikasi organisasi berfungsi mendorong para pegawai untuk memilih keputusan yang komplikatif dalam organisasi (Liliweri, 2004, hal. 67-68) Menilik pada proses komunikasi serta pesan atau materi yang ada dalam kegiatan morning briefing sebagaimana dijelaskan di atas, maka pada kesempatan ini penulis akan menganalisis hal tersebut berdasarkan fungsi komunikasi dari pendapat Conrad, sebagai berikut : a) Fungsi Perintah atau komando; dalam kegiatan morning briefing terdapat pengarahan yang disampaikan General Manajer/GM kepada masing- masing Kepala Departemen terkait laporan tugas yang diterimanya serta umpan balik. Hasil fungsi perintah adalah koordinasi kerja antar departemen yang saling bergantung dan saling mempengaruhi kinerja organisasi/perusahaan. Jadi apabila salah satu departemen tidak jalan atau tidak paham akan tugasnya, maka akan terjadi salah pengertian bahkan salah dalam mengerjakan tugas; b) Fungsi relasi; dalam kegiatan morning briefing jelas menunjukkan keterhubungan antar departemen yang ada di Hotel X tersebut. Di sini berkumpul 12 departemen yang dipimpin oleh GM atau EAM, yang tujuannya menciptakan relasi kerja bagi peningkatan produktivitas perusahaan; c) Fungsi manajemen ambigu; dalam organisasi dapat terjadi ada suatu keadaan atau situasi yang ambigu karena pesan atau sikap dari personal atau departemen lain yang membingungkan. Komunikasi dalam kegiatan morning briefing adalah wahana dan alat untuk mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan (ambiguity). Para peserta morning briefing dan pemimpinnya berbicara untuk membangun lingkungan dan memahami situasi yang sebenarnya atau situasi baru guna mendapatkan informasi bersama atau pengertian bersama.

Jaringan Komunikasi dalam Kegiatan Morning Briefing di Hotel X Bandung Kegiatan morning briefing di Hotel X tersebut merupakan bentuk komunikasi kelompok (antar departemen) yang bersifat formal. Dan jaringan komunikasi dapat dipahami sebagai pola atau hubungan serta kerjasama antar pegawai pada jenjang hierarki kepangkatan. Artinya, bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor pada siapa, serta mekanisme koordinasi kerja.Serta menghubungkan individu maupun kelompok-kelompok (divisi atau satuan kerja) ke dalam sebuah sistem tertentu. Menurut Liliweri, “Melalui sebuah sistem itulah seluruh kerangka kerja organisasi

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 396

diatur dalam jaringan- jaringan secara formal maupun informal dalam suatu susunan yang relatif berpola” ( (Liliweri, 2004). Faktor kedua yang mempengaruhi hakikat dan luas jaringan komunikasi adalah arah dari jaringan. Yang secara tradisional menurut Romli, ada tiga klasifikasi arah jaringan komunikasi yaitu : komunikasi kepada bawahan, komunikasi kepada atasan dan komunikasi horizontal ( (Romli, 2014, hal. 188). Hasil menganalisa terhadap kedua faktor tersebut yaitu bentuk atau pola komunikasi dan arah jaringan komunikasi adalah sebagai berikut : Kegiatan Morning Briefing diikuti oleh 12 kepala departemen yang ada di lingkungan perusahaan dengan diarahkan oleh General Manajer atau Executive Assistant Manager. Yang berhasil penulis amati dari proses komunikasi yang berlangsung pada kegiatan morning briefing ini, bahwa terdapat peserta morning briefing memiliki posisi dan kedudukan yang sama atau selevel sehingga mempunyai kekuatan yang sama untuk saling mempengaruhi peserta lainnya. Kondisi seperti itu menurut sejumlah referensi yang berhasil penulis baca adalah merupakan bentuk struktur semua jaringan atau pola bintang. Menurut Devito, bahwa Struktur semua saluran atau pola bintang hampir sama dengan struktur lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama dan semuanya juga memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur semua saluran, setiap anggota bisa berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya. Pola ini memungkinkan adanya partisipasi anggota secara optimum ( (Devito, 1996, hal. 345). Dalam jaringan kerja komunikasi kelompok kecil tersebut, juga menunjukkan tentang : (1) Densitas pada kegiatan morning briefing, masing-masing atau setiap peserta komunikasi mempunyai kesempatan 12 kali untuk berkomunikasi dengan peserta lainnya. (2) Jarak antara anggota peserta moring briefing, baik jarak psikologis maupun secara fisik terdapat kedekatan, karena para pesertanya relatif sama level jabatannya dalam organisasi sehingga tidak ada gap. Dan ruang tempat acara pun disetting secara round table. (3) Derajat kebebasan, dalam morning briefing interaksi yang dilakukan maing-masing peserta sangat bebas, artinya masing-masing peserta dapat berkomunikasi langsung kepada pihak yang dituju tanpa harus melalui pihak perantara.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 397

Gambar Bentuk/Pola komunikasi dalam kegiatan Morning Briefing Keterangan : A = General Manager / Executive Assistant Manager B = Department Human Resouces Development C = Department Purchasing D = Department Engineering E = Department Food and Beverages Service F = Department Food and Beverages Kitchen G = Department House Keeping H = Department Information Technologi I = Department Accounting J = Department Front Office K = Department Sales and Marketing Communication L = Department E-commerce M = Department Security

Pada aktivitas morning briefing arah jaringan komunikasi kepada bawahan adalah dari General manajer/GM kepada para peserta morning briefing yaitu para kepala departemen. Biasanya GM menyampaikan evaluasi atas kerja atau report yang telah dicapai atau dilakukan, kemudian mengarahkan masing-masing departemen kepada satu kesatuan kerja, dan instruksi kerja, informasi kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan organisasi, serta pengambilan keputusan bersama atau pengambilan keputusan dalam kondisi ambigu. Bersamaan dengan pemberian perintah tentunya

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 398

dibarengi dengan penjelasan dan prosedur, tujuan dan sejenisnya. Sejalan dengan pendapat Masmuh, bahwa dalam komunikasi kepada bawahan terdapat lima jenis, yaitu: 1) Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan,2) Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, 3) Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi,4)Informasi mengenai kinerja karyawan, 5) Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission) (Masmuh A. , 2010, hal. 64). Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Pada konteks kegiatan morning briefing komunikasi kepada atasan adalah komunikasi yang dilakukan dari para kepala departemen kepada General Manager atau Executive Assistant Manager. Pesan atau jenis komunikasinya berupa laporan kegiatan yang sudah dilakukan, menyampaikan progres yang sedang berjalan, serta menyampaikan rencana kerja yang akan dilakukan, mengungkapkan masalah-masalah dan hambatan-hambatan yang terjadi. Hal ini sejalan dengan pendapat (Masmuh A. , 2010, hal. 67) bahwa jenis komunikasi biasanya mencakup: Kesatu, kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan. Artinya, apa yang sedang terjadi di pekerjakan, seberapa jauh pencapaiannya, apa yang masih harus dilakukan dan masalah lain yang serupa. Kedua, masalah yang berkaitan dengan pekerjaan dan pertanyaan yang belum terjawab. Ketiga, berbagai gagasan untuk perubahan dan saran-saran perbaikan. Serta keempat, perasaan yang berkaitan dengan pekerjaan mengenai organisasi, pekerjaan itu sendiri, pekerjaan lainnya, dan masalah yang serupa. Komunikasi ke atas sangat penting untuk mempertahankan dan bagi pertumbuhan perusahaan. Menurut Masmuh, dikatakan penting karena beberapa alasan, diantaranya : a) Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya. b) Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka. c) Komunikasi ke atas memungkinkan bahkan mendorong omelan dan keluh kesah muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya. d)

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 399

Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai organisasi. e) Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah.f). Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut (Masmuh A. , 2010, hal. 68). Sementara itu Liliweri berpendapat apabila kegiatan komunikasi ke atas ini berjalan dengan baik, maka akan mendapatkan keuntungan sebagai berikut: 1. Memberikan umpan balik dan bagaimana akurasi pesan atas bawah itu telah diterima; 2.Mengindikasikan bagaimana manajemen mengambil keputusan itu diterima; 3. Dapat meningkatkan penerimaan keputusan manajemen ; 4. Dapat mencegah masalah baru dan memberikan diagnose terhadap sesuatu ( (Liliweri, 2004, hal. 86-87). Komunikasi horizontal dalam kegiatan morning briefing tersebut terdiri dari penyampaian informasi di antara para sejawat yaitu para kepala departemen yang ada di lingkungan perusahaan. Jadi otoritas atau kedudukan mereka sama bertangggung jawab langsung pada General Manager. Tipe pesan meliputi koordinasi kerja, pemecahan masalah, membagi informasi, resolusi konflik serta membangun pertanggungjawaban bersama. Sedangkan tujuan dari komunikasi horizontal atau lateral ini adalah untuk mendamaikan, dan menengahi perbedaan. Dan yang sering menjadi hambatan pada komunikasi horizontal ini adalah ketiada percayaan diantara rekan-rekan kerja, perhatian yang tinggi pada mobilitas ke atasan.

SIMPULAN Sistem komunikasi internal dalam kegiatan Morning Briefing di hotel X tersebut prosesnya berjalan secara sirkuler, dimana ada kesetaraan diantara para pelaku komunikasi, serta pesan atau materi Morning Briefing terkait dengan tugas-tugs atau pekerjaan guna mengkoordinasikan sebagian atau seluruh tugas. Juga terdapat tiga fungsi komunikasi dalamnya, yaitu fungsi komando atau perintah, fungsi relasi, dan juga fungsi manajemen yang ambigu. Dimana ketiganya sudah berfungsi secara optimal sehingga mencapai pengertian bersama di antara para peserta Morning Briefing. Sementara itu, pada jaringan komunikasi internal yang meliputi bentuk dan arah jaringan

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 400

komunikasi. Bentuk atau pola komunikasin pada kegiatan Morning Briefing adalah pola bintang atau struktur semua saluran. Sehingga densitas masing-masing peserta mempunyai 12 kesempatan untuk berkomunikasi langsung dengan departemen lainnya. Sedangkan arah jaringan meliputi : komunikasi vertikal yaitu komunikasi kepada Bawahan dan Komunikasi kepada atasan, serta komunikasi horizontal yang mana pelaksanaannya sudah baik dalam arti tidak ditemukan hambatan yang berarti, bahkan dalam pengambilan keputusan bersifat desentralisasi.

BIBLIOGRAPHY

Ardianto, E. (2011). Handbook of Public Relations, Pengantar Komprehensif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Argenti, P. A. (2010). Komunikasi Korporat. Jakarta: Salemba Humanika.

Beard, M. (2001). Manajemen departement Public Relations. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Devito, J. A. (1996). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Profesional Books.

Liliweri, A. (2004). Wacana Komunikasi Organisasi. Bandung: Mandar Maju.

Masmuh, A. (2010). Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek. Malang: UMM Press.

Mulyana, D. (2013). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya .

Rakhmat, J. (2012). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Romli, K. (2014). Komunikasi Organisasi Lengkap. Jakarta: PT. Gramedia.

Tubbs, S. L., & Moss, S. (1996). Human Communication Konteks-konteks Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 401

TEKNOLOGI KOMUNIKASI INFORMASI DAN ADVERTISING “Pop-Up Youtube Meraih Keuntungan”

Ute Lies S Khadijah Program Studi Magister Pariwisata Berkelanjutan dan Ilmu Perpustakaan , Universitas Padjadjaran E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Makna Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informasi Periklanan internet berbeda dari periklanan melalui media cetak maupun siaran dalam kemampuannya untuk meraih suatu khalayak yang didefinisikan secara semoit, memungkinkan interaksi langsung diantara konsumen dan pengiklan. Periklanan internet menyerupai periklanan siaran dan periklanan cetak dalam hal tujuannya, yaitu untuk memasarkan produk barang maupun jasa dan citra melalui pesan – pesan yang terkesan persuasif. Para copywriter bekerja sama dengan para designer untuk mengembangkan konsep iklan di internet. Sifat internet yang begitu menglobal menjadikannya sebuah media yang memiliki rasa dan kelas tersendiri.produk, harga, dan pemesanan dapat berubah sesuai dengan seiring berjalannya waktu mengikuti keadaan. Semakin banyak jasa editor, desain web yang bermunculan untuk memenuhi kebutuhan media yang tergolong baru ini. Sebagai contoh, Shamrock Net Design adalah perusahaan jasa konsultan komunikasi interaktif yang mengkhususkan diri dalam pemasaran interaktif dan desain situs web. Omnicom, US Web, dan iXL di Atlanta adalah sebagian “pemburu agresif” dari agen-agen interaktif yang jumlahnya kian meningkat.1 Di dalam dunia maya, sebuah situs Web harus bersaing dengan ratusan ribu situs – situs lain, yang banyak diantaranya menghubungkan para pengunjung ke llebih banyak saluran lain. Oleh karenanya, para designer dan produser internet menghadapi tantangan – tantangan yang sangat besar. Mereka dituntut untuk mengreasikan situs- situs web agar digemari oleh para konsumen.

1 N.Y. Times News Service, dalam Simon & Schuster College Newslink, 3 Agustus 1998, www.penhail.com

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 402

Menurut Alvin Toffler, manusia sekarang ini telah memasuki era yang disebutnya The Third Wave (gelombang ketiga). Era ini kerap kali disebut dengan era industrialisasi atau era informasi. Teknologi komunikasi dan informasi didominasi oleh jaringan. Lawrence Summer menyatakan bahwa salah satu faktor yang amat kuat dalam mengendalikan industri komunikasi berpusat pada efek jaringan. Jaringan yang luas dengan jutaan pelanggan dapat mempengaruhi berkembangnya sebuah perusahaan.2 Menurut Dissayanake, revolusi komunikasi merupakan peledakan (eksplosi) teknologi komunikasi. Hal ini bisa kta lihat dari meningkatnya penggunaan komputer, radio, dan internet. Perkembangan yang sangat pesat di era digital ini mengisyaratkan bahwa masyarakat pun berbondong – bondong untuk menggunakan hal – hal yang berbau dengan teknologi canggih, seperti komputer, maupun telepon canggih masa kini. Hal ini terdapat sangkut pautnya dengan mudanya mengakses iklan suatu produk barang atau jasa yang telah disampaikan diatas sebelumnya. Dengan penggunaan teknologi yang semakin canggih dan berkualitas maka semakin tinggi juga angka mengakses segala sesuatu yang bersifat digital di dunia modern ini. Iklan Internet. Iklan adalah informasi yang isinya membujuk khalayak banyak atau orang banyak supaya tertarik kepada barang atau jasa yang ditawarkan.Iklan adalah bagian dari bauran promosi (Promotion Mix) dan bauran promosi adalah baian dari bauran pemasaran (Merketing Mix). Secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Sedangkan periklanan (Advertising) adalah segala biaya yang harus dikeluarkan sponsor untuk melakukan presentasi dan promosi nonpribadi dalam bentuk gagasan, barang atau jasa (Kotler and Amstrong, 2002:153). Secara umum, periklanan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana beragam fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya antara lain (Shimp, 2003:357) : 1. Informing 2. Persuading 3. Reminding 4. Adding Value 5. Bantuan untuk upaya lain perusahaan

2 Ibid., h.245

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 403

Dewasa ini, internet telah menjadi media yang diperhitungkan untuk iklan dan promosi. Sebagian perusahaan saat ini telah memiliki situs web atau website dan media sosial bagi produk barang atau jasa dari perusahaan tersebut. Dalam sejarah mengatakan bahwa tidak ada media yang mampu menandingi internet dalam tingkat pertumbuhan jumlah penggunanya. Di negara maju, internet mengalahkan seluruh media sebagai referensi untuk mendapatan informasi. Seperti yang kita tahu bahwa Televisi merupakan media saluran yang dapat memberikan hiburan kepada masyarakat tetapi kurang dalam pemberian informasi.3 Internet dapat didefinisikan sebagai a worldwide means of changing information and communicating through a series of interconnected computers.4 Dewasa ini siapa saja yang memiliki komputer dan modem dapat mengakses internet dan menjadi bagian dari jaringan komunikasi dunia. Internet membantu perusahaan dalam membangun hubungan merek yang lebih kuat dengan konsumen, karyawan serta berbagai pemangku kepentingan lainnya melalui kekuatan komunikasi dua arah. Banyak perusahaan yang terdorong untuk memberikan perhatian lebih dalam penggunaan internet seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan konsumen untuk melakukan komunikasi dua arah.

Iklan dan Teknologi Komunikasi Informasi Bukalapak

3 Tom Duncan, Principles of Advertising & IMC, Second Edition, McGraw-Hill / Irwin, New York, 2005, hlm.389. Lembaga survei Gallup di AS menunjukkan 95 persen pengguna inteernet bertujuan untuk mendapatkan informasi. 4 George E. Belch & Michael A Belch, Advertising of Promotion: An intergrated marketing communication perspectives, Fifth Edition, Irwin/Graw Hill, New York 2001, hlm. 495.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 404

Bukalapak merupakan sebuah situs besar jual beli online yang update dan terpercaya. Bisa dikatakan sebagai jual beli online atau E-Commerce Website. Pada situs ini seseorang dapat menjual dan membeli produk sesuai kebutuhan dan keinginan sesorang. Dari mulai produk kecil hingga besar, tersedia di situs lapak ini. Bukalapak merupakan salah satu pasar daring (online marketplace) terkemuka di Indonesia yang dimiliki dan dijalankan oleh PT. Bukalapak. Seperti halnya situs layanan jual beli daring dengan model bisnis customer – to – costumer, Bukalapak menyediakan sarana penjualan dari konsumen – ke – konsumen di mana pun. Siapa pun dapat membuka toko daring untuk kemudian melayani calon pembeli dari seluruh Indonesia baik satuan maupun dalam jumlah banyak. Pengguna perorangan ataupun perusahaan dapat membeli dan menjual produk, baik baru maupun bekas, seperti sepeda, ponsel, perlengkapan bayi, gawai, aksesori gawai, komputer, busana, elektronik, dan lain lain. Bukalapak sendiri didirikan oleh Achmad Zaky pada awal tahun 2010 sebagai divisi agensi digital bersama Suitmedia yang berbasis di Jakarta. Namun, Bukalapak bar berstatus sebagai sebuah Perseroan Terbatas (PT) pada September 2011 dan di kelola oleh manajemen yang dipimpin oleh Achmad Zacky sendiri. Setelah berdiri kurang lebih satu tahun, Bukalapak mendapat penambahan modal dari Batavia Incubator, Japanese Incubator. Di tahun 2012, Bukalapak menerima tambahan investasi dari Gree Ventures yang dipimpin oleh Kuan Hsu. Pada tahun 2014, Bukalapak mengumumkan investasi oleh Aucfan, IREP, 500 Startups, dan Gree

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 405

Ventures. Tidak berselang lama di tanggal 18 Maret 2014 Bukalapak pun meluncurkan aplikasi seluler untuk Android. Bukalapak memiliki program untuk UKM yang ada di Indonesia untuk melakukan transaksi jual beli secara online. Hal ini dikarenakan transaksi melalaui online dapat mempermudah UKM dalam menjual produk-produk yang mereka miliki tanpa harus memiliki toko offline. Bukalapak mengharapkan dengan adanya situs tersebut dapat membantu meningkatkan penjualan toko offline tersebut. Dari laporan EMTEK tahun 2015 (pemilik 49% saham Bukalapak), diketahui bahwa Bukalapak telah mendapatkan dana investasi dari EMTEK total hingga Rp. 439 Miliar. Namun sepanjang tahun 2015 Bukalapak tercatat masih merugi hingga Rp. 229 Miliar rupiah, dengan pemasukan R. 6,4 miliar. Ada beberapa langkah apabila ingin menjual barang atau roduk melalui Bukalapak : 1. Lakukan pendaftaran atau registrasi 2. Pastikan produk tersebut nyata barang dan statusnya. 3. Jujur dalam penjualan 4. Tulis barang – barang dengan detail menarik dan baik. 5. Bertanggung jawab 6. Tidak bersikap egoisme terhadap pelapak atau penjual lain.

Iklan Pop Up di Youtube. Menurut O’Breien dalam buku yang berjudul Pornomedia : Sosiologi Media, Komunikasi Sosial, Teknologi Informatika, Kebudayaan Seks di Media Massa (Bungin : 2009), perilaku manusia dan teknologi memiliki interaksi dalam lingkungan sosioteknologi. Hal ini berkaitan dengan perkembangan new media dan penggunaannya sebagai tools dalam periklanan. Perkembangan media turut ambil bagian dalam penyebaran informasikhususnya dalam beriklan. Media Online atau internet menjadi salah satumedia yang mainstream yang pada saat ini dijadikan sevagai alat untuk beriklan dengan tujuan untuk mempromosikan suatu produk. Dengan adanya media online dapat mempermudah suatu perusahaan untuk mempromosikan produknya secara luas dan mudah diakses oleh seiap orang baik melalui komputer bahkan lewat handphone mereka.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 406

Iklan merupakan salah satu dari bauran promosi yang paling umum digunakan oleh sebuah perusahaan atau brand untuk memberikan informsi mengenai kelebihan produk kepada khalayak dan konsumennya. Dalam periklanan, media online dijadikan sebagai salah satu pilihan untuk beriklan dengan cepat dan murah. Menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (KOMINFO) berdasarkan dari pemberitaan yang ada dari Kompas.com pada tahun 2015 yang tertera dalam website KOMINFO. Jumlah pengguna internet di Indonesiaakan mengalami peningkatan yang cukup pesat dan Indonesia mendapat peringkat 6 di dunia dalam peningkatan jumlah penggunaan internet. Dengan adanya peningkatan jumlah user atau pengguna internet, produsen akan mulai meminati penggunaan layanan internet sebagai media untuk beriklan produk media. Iklan online tersebut memiliki beragam format seperti banner, skyscraper, blogspot, website berita, hingga situs jejaring sosial seperti Facebook, Path, Instagram, Youtube. Youtube merupakan sebuah situs web video sharin popular dimana para user dapat memuat, menonton, dan berbagi video secara gratis. Umumnya video-video yang ada di Youtube adalah video clip, film, TV. Media sosial Youtube sangat digemari oleh masyarakat dari anak – anak hingga dewasa. Youtube juga merupakan situs video online yng paling sering dikunjungi oleh pengguna internet di seluruh dunia bahkan hingga di Indonesia baik melalui komputer bahkan smartphone . Ini yang membuat Youtube menempati peringkat kedua pada Top Site setelah Google pada Alexa Rank dalam kategori global. Sedangkan rangking Top Site di Indonesia berdasarkan Alexa Rank, Youtube berada di posisi ketiga setelah google.co.id dan google.com Iklan – iklan yang berada di Youtube termasuk online advertising atau biasa disebut iklan online. Yang memiliki sifat hanya bisa diakses pada saat surfing atau menjelajah di dunia digital. Jumlah iklan yang telaah di upload di Youtube hingga pada saat ini sangatlah banyak. Maka dari itu iklan yang ditampilkan di Yputube bersifat random atau mengacak. Pada setiap mengakses video yang ada di Youtube pasti akan muncul iklan Pop-up. Iklan yang muncul bisa berupa banner, video, gambar, iklan terawang dan sebagainya.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 407

Iklan yang sering muncul di Youtube adalah iklan Popo – up yang berupa video maupun bumper. Iklan Pop-up merupakan iklan yang kemunculanya mendadak di layar monitor di depan halaman saat membuka web site (Moriarty 2011 : 352). Iklan Pop –up ini bisa dilewati dan ada yang tidak bisa. Tergantung dari jenis iklan yang ditayangkan oleh Youtube. Notabenenya iklan – iklan yang tayang pada saat pemutaran video itu beragam meulai dari Shampoo, Bank, Produk kecantikan, dan berbagai macamnya. Durasi iklan Pop-up di Youtube bermacam-macam. Terdapat detik, 10 detik, bahkan hingga 1 menit. Hal ini memberikan banyak respon dari para khalayak yang menonton iklan tersebut. Karena beranggapan bahwa mamasang iklan melalui Youtube akan menghasilkan keinginan pembeli yang tinggi, tetapi jangan salah banyak juga masyarakat yang justru merasa terganggu dengan adanya iklan ini dan secara langsung melakukan Skip-Ad yaitu melewatkan iklan di Youtube. Hal ini tergantung dari sikap dari khayalayak terhadap suatu iklan. Sikap juga disebut sebagai konsep yang khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemporer. Sikap juga merupakan salh satu konsep terpenting yang digunakan marketer untuk memahami konsumen. (Setiadi, 2008 : 214)

Bukalapak dan Pop Up Youtube

Salah satu perusahaan yang sering beriklan melalui Youtube adalah Bukalapak. Hal ini dapat dilihat dari jumlah video iklan yang diunggah ke dalam situs Youtube sebesar 222 video iklan pada bulan Februari 2017. Bukalapak adalah salh satu online

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 408

marketplace terkemuka di Indonesia. Seperti halnya situs layanan jual beli meyediakan sarana jual beli dari konsumen kepada konsumen. Berdasarkan hasil survei dari Top Brand Indonesia, Bukalapak berada di peringkat 4 di bawah OLX, Lazada, Tokopedia dan untuk peringkat 5 dan 6 adalah Elevenia dan Kaskus. Bukan hanya itu saja, Bukalapak pada bulan Agustus – Oktober Bukalapak menggelar festival iklan dengan tema pahlawan sehingga pada bulan tersebut iklan Pop Up Bukalapak yang tayang pada Youtube adalah iklan – iklan versi pahlawan. Salah satu iklan Bukalapak yang booming pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 adalah iklan Gilanya Belanja di Bukalapak. Dengan mengsusung tema para artis yang sedang membeli beberapa produk dari Bukalapak mengantarkan iklan ini menghasilkan 7 juta penonton, dengan jumlah like adalah 13 ribu jiwa. Di dalam iklan yang berdurasi kurang lebih 1 menit ini menampilkan suara khas dari Band Netral yang menjadi pengisi suara atau lagu. Dengan lagu yang sederhanana dan terkesan unik, iklan ini sangat mudah di hafalkan oleh khalayak. Selain itu dapat dilihat bahwa pera pengikut dari akun Youtube Bukalapak ini sebesar 251, 482 jiwa. Ini terbilang banyak untuk ukuran produksi atau online marketplace. Dari iklan Gilanya Belanja di Bukalapak terdapat beberapa tanggapan positif dari khalayak. Dengan total komentar dari mereka yaitu sebesar 1,5 juta komentar. Mereka secara keseluruhan memberikan komentar positif

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 409

dimana mengapresiasi keunikan dari Bukalapak itu sendiri dalam mengiklankan produk – produknya. Karena keunikan merupakan salah satu magnet untuk menarik perhatian para pembeli untuk secara tidak langsung mempersuasi agar membeli produk yang dikeluarkan oleh kita.

Efektivitas Iklan Bukalapak di Youtube Menurut Kotler dalam Durianto dan Liana (2004 : 11) efektifitas iklan dapat dilihat dari dua sudut pandang hasil atau dampak yaitu : Dampak komunikasi dari suatu iklan yang meliputi pengaruhnya pada kesadaran, pengetahuan dan prefensi, dan yang kedua adalah dampak terhadap penjualan dimana dampak ini lebih sulit untuk diukur karena penjualan dipengaruhi oleh banyak fakor, tidak hanya dari iklan saja. Bukalapak menjadi salah satu iklan terpopuler di Youtube. Google baru saja merilis 10 iklan di Youtube dengan jumlah view paling banyak. Jumlah view ini menunjukan bahwa video tersebut paling banyak ditonton selama semester kedua pada tahun 2015 lalu. Deretan iklan yang masuk dalam daftar tersebut antara ain adalah Oreo, Nestle KitKat, Line Let’s Get Rich, Samsung Galaxy Note 5, Emirates, K-Food Minidrama, Traveloka dan iklan Permohonan Maaf dari CEO Bukalapak yang fenomenal. Iklan permohonan maaf CEO Bukalapak ini sempat wara – wiri di televisi dan dibuat dalam rangka Hari Belanja Online Nasional tahun 2015 lalu. Konsep unik yang diusung oleh Bukalapak menjadi viral di kalangan Netizen Indonesia. Iklan Bukalapak ini menampilkan sektsa absurd, sebuah

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 410

perusahaan mencitrakan diri tentang bagaimana cara menghemat anggaran pemasaran. Dimulai dengan seorang CEO yang hanya menggunakan celana pendek karena anggaran digunakan untuk diskon besar-besaran saat Hari Belanja Online Nasional. Kita yang melihat iklan ini akan dibuat tergelitik seketika muncul sosok Dian Katrok sebagai pengganti Dian Sastro karena budget pemasaran terbatas dan lebih digunakan untuk diskon di Hari Belanja Online Nasional. Uniknya, konsep yang nyeleneh ini justru sempat membuat penonton dan Netizen berdebat di social media hingga Youtube tentang maksud dari iklan Bukalapak.

Bukalapak Klaim Fitur Iklan Membuat Jualan Pelapak Semakin Laris Selain menggunakan fitur Youtube sebagai salah satu media iklan Bukalapak baru – baru ini merilis fitur promosi baru, BukaIklan Shopping yang memanfaatkan platform iklan Google Shopping Ads untuk mengiklankan barang jualan para pelapak. Belum genap dirilis beberapa bulan, fitur ini di klaim 2,5 kali lipat lebih efektif membantu penjualan dibandingkan pelapak yang tidak menggunakan fitur tersebut. Hal ini diungkapkan oleh VP of Marketing Bukalapak, Bayu Syerli Rachmat untuk menggunakan fitur ini, pelapak harus mengeluarkan biaya minimal Rp. 10.000 setiap hari untuk mempromosikan produk yang dijualnya agar muncul di hasil pencarian Google. Semakin tinggi ongkos iklan yang dikeluarkan, maka semakin besar cakupan konsumen yang bisa di dapatkan dari iklan tersebut. Saat ini, sekitar dua hingga tiga ribu dari total tiga juta pelapak sudah menggunakan fitur tersebut. Bukalapak sedang memebangun strategi agar fitur promosinya semakin kuat, sehingga para pelapak bisa menjangkau lebih banyak konsumen.

SIMPULAN Dari hasil pengamatan iklan Bukalapak melalui Youtube sangatlah efektif dalam meningkatkan penjualan, selain itu pula dalam hal menciptakan citra baik perusahaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa Bukalapak memiliki ide – ide kreatif dan inovatif satu langkah di depan marketplace lainnya, hal ini pula yang menjadikan nilai lebih terhadap Bukalapak.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 411

Bukalapak sendiri pintar memposisikan iklan seperti apa, dalam beberapa iklan dibuatlah seakan-akan iklan bergantung sehingga khaayak harus mempresepsikan maksud dan arti dari iklan tersebut apa. Tetapi hal ini pula yang menjadikan para penonton mencari tahu iklan Bukalapak, mempresepsikannya sehingga secara ttidak langsung membuat mereka penasaran dan mencari tahu iklan – iklan Bukalapak. Selain itu, Bukalapak sendiri tidak berbeda jauh dengan marketplace lainnya dimana selalu memberikan kejutan-kejutan seperti potongan harga, sale dan lainnya, hal ini juga mempengaruhi sikap konsumen terhadap minat pembelian melalui Bukalapak.

BIBLIOGRAPHY Sutherland, Max & K Sylvester, Alice. (2000). Advertising : And The Mind Of The Consumer. Jakarta : PPM.

Widyatama, Rendra. (2007). Pengantar Periklanan. Yogyakarta : Pustaka Book Publisher (Kelompok Penerbit Pinus).

Jefkins, Frank. (1995). Periklanan. Jakarta : Erlangga.

Lee, Monle & Johnson, Carla. (2007). Prinsip – Prinsip Pokok Periklanan Dalam Perspektif Global. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Morissan. (2015). Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Ahmad, Amar. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informasi : Akar Revolusi dan Berbagai Standarnya. Jurnal Dakwah Tabligh, Vol 13, No. 1 Juni 2012 : 137 – 149.

Mohammad Zamroni: Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Dampaknya terhadap Kehidupan.

KOMUNIKASI BUDAYA DAN DOKUMENTASI KONTEMPORER 412