KUMPULAN ABSTRAK SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2019

“Peningkatan Pemanfaatan IPTEK Penginderaan Jauh untuk Mendukung Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)”

The Margo Hotel Depok, 17 Juli 2019

DEPUTI BIDANG PENGINDERAAN JAUH LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL DAFTAR ISI Abstrak Sub-Tema SDGs 06 (Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Air Bersih dan Sanitasi Layak)

No Judul Nama Penulis Hal Pertama 1 Optimisasi Sistem Pengolahan Data Budhi Gustiandi 1 Penginderaan Jauh Satelit Seri NOAA JPSS Dari Level RDR ke Level SDR 2 Desain dan Implementasi Simulator Kendali Zainuddin 2 Antena Stasiun Bumi Penginderaan Jauh 3 Dinamika Erosi di Sub DAS Tanralili Rias Sukmawati 3 Sehubungan dengan Perubahan Penggunaan LahanTahun 2009 – 2019 4 Analisis Potensi Daerah Resapan Air Kota Noviera Ristianingrum 4 Depok Menggunakan Citra Satelit Penginderaan Jauh 5 Pemanfaatan Citra Sentinel-2 Untuk Monitoring Muhamad Khairul 5 Sebaran dan Luasan Eceng Gondok Secara Rosyidy Spasio-Temporal Sebagai Upaya Menjaga Kondisi Air dan Sanitasi di Inlet Waduk Saguling, Jawa Barat 6 Identifikasi Perubahan Salinitas Air Di Perairan Fidya Rismayatika 6 Sekitar Pembangunan Reklamasi Citraland City Kota Makassar Menggunakan Citra Landsat 8 7 Ekstraksi Normalized Difference Vegetation Dwi Marsiska 7 Index (NDVI) pada Citra Landsat 8 Untuk Driptufany Identifikasi Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Resapan Air Kota Padang 8 Pemodelan Redistribusi Penggunaan Air Anjar Dimara Sakti 8 Pertanian Global Untuk Meminimalisir Krisis Air Masa Depan Menggunakan Integrasi Data Penginderaan Jauh dan Model Koefisien Tanam 9 Penilaian Kerentanan Air Permukaan Terhadap Andy Wibawa 9 Pencemaran Menggunakan Data Penginderaan Nurrohman Jauh dan Teknik GIS DAFTAR ISI Abstrak Sub-Tema SDGs 11 (Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Kota dan Komunitas Berkelanjutan)

No Judul Nama Penulis Hal Pertama 1 Analisis Fenomena Pulau Panas Perkotaan Kota Muhammad Malik 10 Bandung Menggunakan Google Earth Engine ArRahiem 2 Identifikasi Tutupan Lahan Pra dan Pasca Ilham Syaebatul 11 Bencana Gempa dan Tsunami Menggunakan Hamdi Citra Satelit LAPAN-A3 dan Sentinel 2 (StudiKasus: Kota Palu, Tengah) 3 Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Cecil Nadira 12 Fenomena Urban Heat Island di Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi Tahun 2007 – 2018 Menggunakan Citra Landsat 5 dan 8 4 Analisis Tinggi Terbang Drone dan Resolusi Revi Hernina 13 Untuk Pemetaan Penggunaan Lahan Menggunakan DJI Phantom 4 Pro (Studi Kasus Kampus UI) 5 Pengaruh Pola Spasial Tingkat Kekritisan Pricilia Chika 14 Lingkungan terhadap Perubahan Tutupan Lahan Alexandra di Kota Makassar Menggunakan Citra Landsat 6 Analisis Kerentanan Bencana di Kota Sabang – Amarif Abimanyu 15 Pulau Weh Melalui Visualisasi 2D dan 3D 7 Pemanfaatan Penginderaan Jauh dalam Mitigasi Zaki Ali Fahrezi 16 Bencana Tsunami Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten 8 Optimalisasi Pemantauan Data Satelit di Ika Siwi Supriyani 17 Katalog Data Penginderaan Jauh Dalam Mendukung Pengambilan Keputusan yang Tepat Guna 9 Penginderaan Jauh untuk Analisis Spasial Ahmad Nurhuda 18 Temporal Suhu Permukaan Daratan di Kota Manado Tahun 2015 dan 2018 10 Aplikasi Penginderaan Jauh Optik dan Termal Dzulfiqar Naufal 19 sebagai Pendeteksian Awal Potensi Panas Bumi Fawwaz pada Wilayah Pedalaman 11 Deteksi Perubahan Lahan Menggunakan Citra Siti Desty 20 Sentinel-1 di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Wahyuningsih dan Tanjung Jabung Timur DAFTAR ISI Abstrak Sub-Tema SDGs 13

(Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Penanganan Perubahan Iklim)

No Judul Nama Penulis Hal Pertama 1 Sistem Pengolahan Data Satelit Seri NOAA Budhi Gustiandi 21 JPSS Untuk Produksi Informasi Titik Panas Secara Otomatis 2 Pemanfaatan Satelit Himawari-8 Untuk Febryanto Simanjuntak 22 Identifikasi Abu Vulkanik di Tahun 2018 3 Estimasi Kandungan Uap Air Dihitung Saipul Hamdi 23 Menggunakan Data GNSS dan Radiosonde 4 Penggunaan Citra Satelit Suhu Inframerah Muhamad Iqbal 24 dalam Kasus Gempa Bumi di Donggala, Januadi Putra Indonesia 5 Analisis Sebaran Hotspot terhadap Konsentrasi Mizani Ahmad 25 PM10 di 6 Studi Awal Pengaruh Mesoscale Convective Achmad Fahruddin 26 System terhadap Curah Hujan Ekstrim di Pesisir Rais Barat Sumatera 7 Identifikasi Pengaruh Fenomena Siklon Tropis Abdul Hamid Al 27 Cempaka Terhadap Sebaran Abu Vulkanik Habib Gunung Agung menggunakan Model PUFF dengan Inputan Data Radar dan Data Visual 8 Pemanfaatan Satelit Nasa – GFWED Dan Hermanto Asima 28 FIRMS Dalam Penentuan Peluang Terjadinya Nainggolan Titik Panas Berdasarkan Fire Weather Index (FWI) di Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan 9 Analisis Keadaan Atmosfer Kejadian Hujan Es Yoshua Ade Nugroho 29 Menggunakan Citra Radar Doppler C-Band dan Citra Satelit Himawari 8 (Studi Kasus: Jakarta, 22 November 2018) 10 Analisis Hujan Ekstrem Penyebab Tanah Ajis Nur Efendi 30 Longsor Di Melawi Memanfaatkan Data Radar Dan Satelit Cuaca (studi kasus tanggal 28 Februari 2019) 11 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Nahra Syafira 31 Menggunakan Metode Spatial Multi-Criteria Oktaviani Evaluation (SMCE) di Kecamatan Camba, Kabupaten Maros 12 Pemetaan Wilayah Rawan Banjir Menggunakan Muhammad Faris 32 Metode Spatial Multi-Criteria Evaluation Fadhil (SMCE) di Sub DAS Minraleng, Kabupaten Maros

13 Analisis Kejadian Quasi-Linear Convective Diana Cahaya Siregar 33 System di Kupang (Studi Kasus 10 Maret 2019) 14 Analisis Kondisi Atmosfer Saat Kejadian Hujan Emmilia Monica 34 Lebat Wilayah Jakarta dan Sekitarnya Andrianni Sulistio (StudiKasus: Jakarta Tanggal 07 April 2019) 15 Prediksi Curah Hujan Bulanan di Pondok Mamlu’atur Rohmah 35 Betung Menggunakan Prediktor Komponen Utama Suhu Permukaan Laut Perairan Indonesia 16 Analyzing the inflation phase at Mt. Bromo Arliandy P. Arbad 36 Indonesia by using the Time-series SAR Interferometry with combining the orbit direction of ALOS/PALSAR data sets 17 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Variabilitas Muhammad Aziz 37 di Perairan Barat Lazuardi Menggunakan Citra Satelit Aqua MODIS 18 Pemanfaatan Citra Satelit Himawari-8 Untuk Made Dwipayana 38 Deteksi Debu Vulkanik Menggunakan Metode Volcanic Ash Product (VOL)-EUMETSAT (Studi Kasus Erupsi Gunung Agung Tanggal 2 Juli 2018) 19 Pemanfaatan Data Satelit untuk Estimasi Luas Meyce Juandini L. 39 Area Kebakaran Menggunakan Fire Weather Tanduklangi Index dan Sebaran Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah 20 Pemanfaatan Model PUFF dalam Memprediksi Ayu Vista Wulandari 40 Sebaran Debu Vulkanik (Studi Kasus: Gunung Sinabung, 1 Agustus 2017) 21 Prediction Of The Epidemiological Aspect For Chusna Meimuna 41 Dengue Outbreaks By Using Local And Remote Sensing Data 22 Analisis Dampak Siklon Tropis Pabuk Khalid Fikri Nugraha 42 Menggunakan Satelit Himawari-8 dan GSMaP Isnoor di Wilayah Laut Cina Selatan 23 Evaluasi Akurasi Empat Produk MODIS Burned Yenni Vetrita 43 Area untuk Kebakaran di Lahan Gambut Tropis 24 Karakteristik Consecutive Dry Days (CDD) di Amsari Mudzakir 44 Indonesia Berdasarkan Climate Group Setiawan InfraRed Precipitation with Stations (CHIRPS)

DAFTAR ISI Abstrak Sub-Tema SDGs 14 (Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Ekosistem Laut)

No Judul Nama Penulis Hal Pertama 1 Penggunaan Metode Rolling Mosaic Untuk Komang Iwan Suniada 45 Mendukung Pengembangan Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Wilayah Pesisir 2 Identifikasi Lokasi Potensial Pengembangan Tesla Kadar Dzikiro 46 Budidaya Laut Berdasarkan Kondisi Oseanografi dan Musim di Perairan Maluku Utara (Studi Kasus Rumput Laut, Tiram Mutiara dan Ikan Kerapu) 3 Kapabilitas Citra Sentinel 1 (SAR) dan Sentinel Muhamad Iqbal 47 2 (MSI) dalam Pendeteksian Tumpahan Minyak Januadi Putra di Teluk Balikpapan 4 Analisis Spasio Temporal untuk Deteksi Nirmawana Simarmata 48 Perubahan Padang Lamun menggunakan Citra Sentinel 2-A di Teluk Lampung 5 Analisis Abrasi Dengan Menggunakan Sani Alfia Chairani 49 Penginderaan Jauh Di Pantai Caringin Desa Caringin Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten 6 Pemetaan Habitat Bentik di Pulau Liki, Papua, Citra Arum Sari 50 Menggunakan Citra Satelit Sentinel-2A 7 Aplikasi Penginderaan Jauh dalam Memetakan Ava Amriyah 51 Sebaran Padang Lamun di Kepulauan Sapeken, Madura 8 Kajian Pemetaan Distribusi Suhu Permukaan Ratna Yuli Siburian 52 Laut di Sebagian Perairan Indonesia dan Kaitannya dengan Persebaran Terumbu Karang Menggunakan Citra Aqua MODIS 9 Identifikasi Wilayah Potensial Sebaran Ikan Chray Fanly Jovini 53 Cakalang Berbasis Data Citra Satelit AQUA Tambengi MODIS Guna Mendukung Peningkatan Kualitas Tangkapan Ikan Di Indonesia (StudiKasus: Laut Nusa Tenggara Timur) 10 Pengembangan Sistem Diseminasi Informasi Muhammad Priyatna 54 Tumpahan Minyak Berbasis Layanan Web Geospasial 11 Kajian Pengamatan Kesehatan Vegetasi Abdul Faqih Hanan 55 dengan Metode NDVI Menggunakan Satelit Sentinel 2A di Desa Timbulsloko Kabupaten Demak 12 Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Gigih Giarrastowo 56 Pemantauan Rencana Zonasi Mangrove (Studi Kasus: Kabupaten Pemalang) 13 Kesesuaian Wilayah Perairan untuk Tangkapan Fia Tri Hamanti 57 Teripang dan Pemanfaatannya di KabupatenTakalar, Sulawesi Selatan 14 Pemetaan Zona Penangkapan dan Waktu Sabda Adhisurya 58 Penangkapan Ikan Kerapu Sunu di Selat Makassar, Sulawesi Selatan 15 Kondisi Kesuburan Laut Pada Madden Julian Prabu Aditya Sugianto 59 Oscillation Aktif di Benua Maritim Indonesia 16 Pemantauan Mangrove di Teluk Lembar, Niantiara Ajeng 60 Lombok Barat Menggunakan Landsat Tahun Saraswati 1995 hingga 2019 17 Pemetaan Potensi Zona Tangkapan Ikan Diki Nurul Huda 61 Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Selat Makassar, Sulawesi Selatan 18 Studi Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Di Erick Karno Hutomo 62 Perairan Teluk Saleh Berdasarkan Persebaran Suhu Permukaan Laut Menggunakan Citra Satelit VIIRS-NPP 19 Foto Udara Format Kecil (FUFK) untuk Maulidini Fatimah 63 Pemetaan Cemara Udang (Casuarina Azahra equisetofolia) dengan Metode GEOBIA di sebagian Pesisir Desa Gadingsari, 20 Metode Pemetaan Mangrove Menggunakan Citra Pramesti Setya 64 Citra Landsat Multitemporal di Segara Anakan, Budhi Cilacap 21 Pemetaan Habitat Bentik Perairan Dangkal La Ode Khairum 65 Menggunakan Citra Unmanned Aerial Vehicle Mastu (UAV) 22 Metode Pemetaan Sebaran Klorofil-a Secara Ardya Hilda Nazula 66 Spasial dan Temporal di Teluk Jakarta Menggunakan Citra Aqua MODIS 23 Pemetaan Tambak pada Citra Sentinel 2A Maulidini Fatimah 67 Menggunakan Metode GEOBIA di Wilayah Azahra Pasir Sakti, Lampung Timur 24 Variabilitas Tinggi Muka Laut di Indonesia Ahmad Fadlan 68 Berdasarkan Pengamatan Satelit Altimetri 25 Analisa Koreksi Kolom Air Untuk Pemetaan I Dewa Made Krisna 69 Habitat Perairan Laut Dangkal Di Nusa Putra Astaman Lembongan, Bali 26 Analisis Karakteristik Arus dan Suhu Argo Galih Suhadha 70 Permukaan Laut Berdasarkan Pengaruh Monsun, ENSO dan IOD di WPPNRI 573 DAFTAR ISI Abstrak Sub-Tema SDGs 15 (Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Ekosistem Darat)

No Judul Nama Penulis Hal Pertama 1 Optimasi Penerimaan Data Multimisi dari Niko Cendiana 71 Stasiun Bumi Penginderaan Jauh 2 Metode Pengukuran Perbandingan Gain Arif Hidayat 72 Terhadap Noise Pada Frekuensi L Band dan X Band 3 Rancang Bangun Sistem Monitoring Service Fadillah Halim 73 Level Agreement Akuisisi dan Pengolahan Rasyidy Harian Stasiun Bumi Penginderaan Jauh LAPAN Rumpin untuk Mendukung Ekosistem Darat 4 Klasifikasi Vegetasi dan Tutupan Lahan Pada Johannes R. Sitompul 74 Citra UAV Menggunakan Metode Object-Based Image Analysis di Segara Anakan, Kabupaten Cilacap 5 Pemantauan Fase Tumbuh Tanaman Padi Masyitah Tri Andari 75 Menggunakan Citra RADARSAT-2 6 Analisis Variasi Nilai Spektral Tanaman Padi Fida Afdhalia 76 Menggunakan Teknologi UAV 7 Analisis Kejadian Kebakaran Hutan di Kawasan Andita Minda Mora 77 Taman Nasional Berbak Sembilang Provinsi Selama Periode 2000-2018 8 Klasifikasi Fase Tanam Padi Menggunakan Dwi Wahyu Triscowati 78 Supervised Random Forest Pada Data Multitemporal Citra Landsat-8 9 Efektivitas Pemanfaatan Citra Penginderaan Westi Utami 79 Jauh Dalam Percepatan Penyelesaian Penguasaan Tanah Kawasan Hutan Di Provinsi Sumatera Selatan 10 Analisis Perbandingan Data Level-1 Sentinel Qonita Amriyah 80 1A/B (Data SLC dan GRD) Menggunakan Software SNAP dan GAMMA ABSTRAK SUB-TEMA SDGs 06

(Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Air Bersih dan Sanitasi Layak) Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Optimisasi Sistem Pengolahan Data Penginderaan Jauh Satelit Seri NOAA JPSS Dari Level RDR ke Level SDR

Optimisation of NOAA JPSS Remote Sensing Satellite Data Processing System from RDR to SDR Level

Budhi Gustiandi 1*) , Donna Monica 1, Andy Indradjad 1

1Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

*) E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Stasiun bumi penginderaan jauh LAPAN telah mengakuisisi secara langsung data satelit penginderaan jauh Suomi National Polar-orbiting Partnership (Suomi-NPP) dan Joint Polar Satellite System seri pertama (JPSS-1) yang juga dikenal sebagai satelit penginderaan jauh National Oceanic and Atmospheric Administration seri ke-20 (NOAA-20). Produk-produk hasil pengolahan data tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendukung program- program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals / SDGs), terutama di bidang Penanganan Iklim (SDG 13), Ekosistem Laut (SDG 14), dan Ekosistem Darat (SDG 15). Modul-modul pengolahannya terus berubah secara berkala mengikuti perkembangan algoritma agar lebih akurat untuk memperlihatkan kondisi sebenarnya di permukaan bumi. Saat ini, beberapa modul tersebut telah mendukung pengolahan secara multi core, diantaranya Community Satellite Processing Package (CSPP) Sensor Data Record (SDR) yang digunakan untuk mengolah data kedua satelit tersebut. Namun, belum diketahui seberapa banyak core yang harus digunakan di dalam sistem pengolahan agar proses pengolahannya berjalan secara optimal pada komputer server yang juga digunakan untuk mengolah data multi satelit secara simultan. Metode yang digunakan adalah pengukuran waktu pengolahan terhadap volume data dan jumlah core yang digunakan di dalam proses pengolahan. Sampel data yang digunakan adalah seluruh data instrumen VIIRS satelit Suomi-NPP dan JPSS-1 / NOAA-20 yang diakuisisi selama bulan April 2019. Analisis rata-rata waktu pengolahan tersebut menentukan jumlah core yang paling optimal untuk diimplementasikan dalam pengolahan data penginderaan jauh satelit Suomi- NPP dan JPSS-1 / NOAA-20 dari level Raw Data Record (RDR) ke level SDR.

Kata kunci: optimisasi pengolahan, multi core, JPSS-1, NOAA-20, Suomi-NPP

ABSTRACT -LAPAN remote sensing ground station has acquired Suomi National Polar-orbiting Partnership (Suomi-NPP) and Joint Polar Satellite System first series (JPSS-1), also known as National Oceanic and Atmospheric Administration twentieth series (NOAA-20), remote sensing satellite data in direct receiving mode for some years. Products that are resulted from their processing system can be utilised to support Sustainable Development Goals (SDGs) programmes, especially Climate Action (SDG 13), Life Below Water (SDG 14), and Life on Land (SDG 15). The processing modules keep changing periodically following their algorithm development so that resulted products can represent true conditions of Earth surface more accurate. Recently, some of the modules support multi core processing, e.g. Community Satellite Processing Package (CSPP) Sensor Data Record (SDR) that is used to process both of the satellite data. However, there is no knowledge about how many cores that should be utilised so that the processing system can run optimally in a computer server that serves multi satellite data processing system simultaneously. A method used was by measuring processing time to different data volume and number of cores used in a processing system. The whole Suomi-NPP and JPSS-1 / NOAA-20 VIIRS instrument data that were acquired during April 2019 were used as samples. An analysis was taken by averaging the processing time to determine number of optimal cores that can be implemented in Suomi-NPP and JPSS-1 / NOAA- 20 remote sensing satellite data processing system from Raw Data Record (RDR) level to SDR level.

Keywords: processing optimisation, multi core, JPSS-1, NOAA-20, Suomi-NPP

1 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Desain dan Implementasi Simulator Kendali Antena Stasiun Bumi Penginderaan Jauh

Design and Implementation Simulator Control Antenna Remote Sensing Ground Station

Zainuddin1*), Arif Hidayat2, Dedi Irawadi1 dan Sutan Takdi Ali Munawar2

1Pusat Teknologi dan Data Penginderaan jauh 2Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Parepare

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK–Sistem antenna bergerak mengikuti posisi satelit d iluar angkasa.Untuk mengarahkan antenna diperlukan kendali system yang menggerakkan motor sesuai dengan azimuth dan elevasi antena.Sistem simulator antenna diperlukan untuk memahami konsep dasar gerakan antena. Sistem kendali yang digunakan dapat dipelajari menggunakan simulator. Perangkat kendali terdiri dari motor dan perangkat board IC yang berisi program komputer. Board komputer tersebut diisi dengan program yang mampu menerima perintah dari perangkat control joystik. Perancangan serta pemrograman system board yang mampu menggerakkan antena, pemilihan komponen motor dan system kendali penentuan posisi menjadi penelitian dalam makalah ini. Desain dan implementasi kendali simulator antenna ini dapat digunakan oleh tim pemeliharaan system sebelum memulai kegiatan pemeliharaan ataupun perbaikan antenna dalam menentukan posisi perputaran motor antenna baik itu posisi awal, posisi ketika perbaikan ataupun posisi ketika melakukan testing antenna setelah perawatan atau perbaikan, sehingga diharapkan dapat membantu tim pemeliharaan system dalam menjaga kontinuitas operasi peralatan penerima data satelit atau antenna yang terpasang pada stasiun bumi.

Katakunci: Simulatorantena, Kendali motor servo, Program kontrol

ABSTRACT –The antenna system moves to follow the position of the satellite in space. To direct the antenna, system control is needed to move the motor according to the azimuth and elevate on of the antenna. Simulator antenna systems are needed to understand the basic concepts of antenna movement. The control systemused can be studied using a simulator. The control device consists of a motor and an IC board device containing a computer program. The computer board is filled with a program that is able to receive orders from the joystick control device. System board programming that is capable of moving an antenna, selecting motor components and position controlis the researchin this paper. The design and implementation of antenna simulator control can be used by the system maintenance team before starting antenna maintenance or repair activities in determining the position of the antenna motor rotation both the initial position,the repair position or the position when performing antenna testing after maintenance or repair, so that it is expected system maintenance in maintaining continuity of operation of satellite or antenna data receiving equipment installed on earths tations.

Keywords: Antenna simulator, servo motor control, program control

2 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Dinamika Erosi di Sub DAS Tanralili Sehubungan dengan Perubahan Penggunaan LahanTahun 2009 – 2019

Erosion Dynamics in Tanralili Sub-Watershed Because of Landuse Change 2009 - 2019

Rias Sukmawati1*)

1Department of Geography, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Indonesia, Depok City, 16424, Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK-Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Tanralili, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros yang merupakan Sub DAS dari DAS Maros dengan luas 26.343,4 Ha. Penelitian ini didasari oleh semakin berkurangnya lahan hutan di Sub DAS Tanralili yang berubah menjadi lahan perkebunan, permukiman, sawah, semak belukar, dan tegalan yang dapat meningkatkan laju erosi. Potensi erosi akan meningkat dengan semakin berkurangnya tutupan lahan dan minimnya tindakan konservasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap dinamika erosi di sub DAS Tanralili. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dan validasi melalui survey lapang di 30 titik sampel dengan teknik purposive sampling. Data penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Citra Satelit Landsat 7 ETM+ yang diperoleh dari United States Geological Survey (USGS) sebagai data untuk membuat peta penggunaan lahan tahun 2009, sedangkan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) yang diunduh dari SAS.Planet digunakan untuk mendapatkan peta penggunaan lahan tahun 2019. Untuk pendugaan besarnya erosi menggunakan metode Universal Soil Loss Equation (USLE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama kurun waktu 10 tahun (2009 - 2019), terjadi penurunan luas jenis penggunaan lahan hutan 1455,749 Ha (- 27,83%) dari area total Sub DAS Tanralili, terjadi peningkatan pada luas jenis penggunaan lahan perkebunan 76,28 Ha (1,46%), permukiman 167,72 Ha (3,21%), sawah 754,872 Ha (14,43%), semak belukar 176,142 Ha (3,36%), dan tegalan 280,736 Ha (5,37%). Selain itu, terjadi peningkatan total erosi sebesar 34407,70 ton/ha/tahun yaitu dari 338,68 ton/ha/tahun pada tahun 2009 menjadi 34746,38 ton/ha/tahun pada tahun 2019.

Kata kunci: Erosi, Penggunaan Lahan, Sub DAS Tanralili

ABSTRACT-This research was carried out in the Tanralili Sub-watershed, Tompobulu Subdistrict, Maros Regency which is a sub-watershed of the Maros Watershed with an area of 26,343.4 Ha. This research is based on the reduction in forest land in the Tanralili sub-watershed which is transformed into plantations, settlements, agriculture, shrubs, and moorings which can increase the rate of erosion. The potential for erosion will increase with less land cover and less conservation measures. The purpose of this study was to determine the effect of land use changes on erosion dynamics in the Tanralili sub-watershed. This study uses descriptive methods, and validation through field surveys in 30 sample points with purposive sampling technique. Land use data used in this study are Landsat 7 ETM + Satellite Images obtained from the United States Geological Survey (USGS) as data for mapping land use in 2009, while High Resolution Satellite Images (CSRT) are downloaded from SAS.Planet is used for get a land use map in 2019. To estimate the amount of erosion using the Universal Soil Loss Equation (USLE) method. The results showed that over a period of 10 years (2009 - 2019), there was a decrease in the type of forest land use 1455,749 ha (- 27.83%) of the total area of the Tanralili watershed, an increase in the type of use of plantation land 76 28 Ha (1.46%), settlements 167.72 Ha (3.21%), rice fields 754,872 Ha (14.43%), bushes 176.142 Ha (3.36%), and moorings / fields 280.736 Ha (5, 37%). In addition, there was an increase in total erosion of 34407.70 tons/ha/year, from 338.68 tons/ha/year in 2009 to 34746.38 tons/ha/year in 2019.

Keywords: Erosion, Landuse, Sub DAS Tanralili

3 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Potensi Daerah Resapan Air Kota Depok Menggunakan Citra Satelit Penginderaan Jauh

Analysis Of Regional Water Infiltration Potential Of Depok Using Remote Sensing Satellite Imagery

Noviera Ristianingrum*)

1FakultasTeknik, Universitas Krisnadwipayana (UNKRIS)

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK –Hampir 70 persen wilayah bumi tertutup oleh air, begitu pula Indonesia. Menurut data Kementrian Agraria dan Tata Ruang BPN menyebutkan bahwa sepuluh tahun terakhir (2007-2017), 33 situ hilang di kawasan Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi. Hilangnya cekungan alami dan rusaknya situ yang sebagian di hilir itu memperburuk dampak kerusakan ekosistem di hulu seperti di Bogor. Situ merupakan salah satu resapan air yang banyak berpengaruh. Depok terletak diantara dataran tinggi dan rendah yaitu antara Bogor dan Jakarta, sehingga derahnya dilalui oleh air, air yang tidak diresap di Depok akan langsung membanjiri area dibawahnya yaitu Jakarta, oleh karena itu respan air sangatlah penting bagi keseimbangan air pada tiap-tiap daerah. Semakin berkurangnya situ berakibat hilangnya resapan air yang berfungsi sebagai kontrol aliran air. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi sebaran kawasan resapan air berbasis penggunaan lahan aktual di Kota Depok berdasarkan data parameter spasial seperti curah hujan, kemiringan lereng, peta jenis tanah, dan penggunaan lahan yang diperoleh dari data citra landsat 8 OLI dengan metode klasifikasi berbasis objek. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skoring dan tumpang susun atau overlay. Hasil analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) dari penginderaan jauh menghasilkan empat kelas kondisi peresapan air di daerah penelitian, yang terdiri dari baik, normal alami, mulai kritis dan agak kritis. Secara administratif, agihan kondisi resapan air baik sebagian besar tersebar di kecamatan di Depok. Kondisi kawasan resapan air dengan luasan terbesar yaitu seluas 58,9% dari luas wilayah daerah penelitian terdapat pada kondisi resapan baik. Hasil analisis SIG menunjukkan, secara umum jenis batuan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kemampuan infiltrasi di daerah penelitian. Adapun faktor dominan yang menyebabkan rendahnya kemampuan infiltrasi di daerah penelitian adalah parameter jenis tanah. Semakin baik infiltrasi suatu parameter maka semakin baik pula resapan air suatu kawasan.

Kata kunci: resapan air , penginderaan jauh, kota Depok, kemiringan, tutupan lahan, potensi resapan air

ABSTRACT -Nearly 70 pesen region of the Earth covered by water, so does Indonesia. According to data of the Ministry of Agrarian and Spatial BPN mentions that the last ten years (2007-2017), 33 there lost in the area of Bogor, Depok, Bekasi, and Tanggerang. The loss of natural basins and destruction there which some downstream it aggravates the impact of the damage to the ecosystem in the upper as in Bogor. There is one infiltration water that much effect. Depok is located among plateaus and low between Bogor and Jakarta, so area traversed by water, water which is not infiltered in Depok will directly below this area flooded Jakarta, therefore water is extremely important to respan water balance in each area. There resulted in a devastating loss of infiltration water which serves as the control of water flow.The purpose of this research is to mengestimasi the distribution region land use- based water infiltration actual in Depok spatial data based on parameters such as precipitation, slope, slope map of soil types, and land use are obtained landsat image data from 8 OIL-based classification method with the object. The methods used in this study is the method skoring and bunk or an overlay. The results of the analysis of the geographic information system (GIS) from remote sensing produced four classes of conditions of infiltration water in the area of research, consisting of both the natural, normal, begin a critical and somewhat critical. Administratively, the spatial conditions of infiltration water well mostly scattered in the subdistrict of Depok. The condition of the area of infiltration water with greatest extents i.e. area of 58.9% of the land area of the region, there is research on the conditions of good infiltration. GIS analysis results showed, in general this type of rock is the dominant factor affecting the ability of infiltration in the area of research. As for the dominant factor that causes the low infiltration capability in the area of research is the parameter types of the soil. The better the infiltration of a parameter then the better water infiltration an area anyway.

Keywords: infiltration water, remote sensing, Depok, slope, land cover, water infiltration potential

4 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemanfaatan Citra Sentinel-2 Untuk Monitoring Sebaran dan Luasan Eceng Gondok Secara Spasio-Temporal Sebagai Upaya Menjaga Kondisi Air dan Sanitasi di Inlet Waduk Saguling, Jawa Barat

Application of Sentinel-2 Imagery for Monitoring Area and Distribution of Water Hyacinth in Spatio-Temporal to Maintain the Sustainability of Water and Sanitation Condition in Saguling Reservoir Inlet, West

Muhamad Khairul Rosyidy*), Qonita Putri Ashilah, dan Iqbal Putut Ash Siddiq

Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Eceng Gondok (Eochhornia Crassipes) merupakan tumbuhan aquatik invasif yang apabila penyebarannya melampaui batas normal dapat mengancam kelestarian lingkungan perairan. Oleh karena itu, kegiatan monitoring yang berkala perlu dilakukan untuk mengetahui distribusinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan sebaran dan luasan Eceng Gondok secara spasio-temporal menggunakan teknologi penginderaan jauh di Inlet Waduk Saguling yang merupakan bagian dari sistem DAS Citarum. Teknologi penginderaan jauh efektif untuk proses pemetaan secara cepat (rapid mapping) pada area yang luas. Data yang digunakan adalah data citra satelit Sentinel-2 yang memiliki tingkat resolusi spasial yang tinggi sehingga dapat menunjukan sebaran suatu objek di atas permukaan bumi dengan jelas. Data citra satelit yang digunakan adalah data citra pada bulan Desember 2017, Februari 2018, Juli 2018, dan Agustus 2018. Penelitian ini menggunakan metode klasifikasi supervised dengan teknik maximum likelihood untuk membedakan, membagi, dan mengklasifikasikan tutupan lahan yang ada di area penelitian. Hasil yang didapat yakni luasan area Eceng Gondok pada bulan Desember 2017 seluas 118,2133 Ha, bulan Februari 2019 seluas 154,3191 Ha, bulan Juli 2018 seluas 153,15 Ha, dan bulan Agustus 2018 seluas 106,4410 Ha, sedangkan arah perkembangan luasannya menuju kearah hilir dan terakumulasi di tengah inlet. Hasil ini dapat digunakan sebagai informasi pendukung kerja pemerintah dan masyarakat sekitar untuk pembersihan Inlet Waduk Saguling agar kelestarian air dan sanitasi di Waduk Saguling tetap terjaga secara berkelanjutan

Kata kunci: Eceng Gondok, Monitoring, Spasio-temporal, Sentinel-2

ABSTRACT - Water Hyacinth (Eochhornia Crassipes) is an aquatic invasif plant which if spread exceeding normal limits, can threaten the sustainability of water environment. periodic monitoring activities need to be carried out to determine the distribution. This study aims to identify and maping the spatio-temporal distribution and extenth of hyacinth using remote sensing emagery in the inlet of saguling reservoir which part of citarum watershed system. Remote sensing technology is effective for rapid maping processes over large areas. This study uses Sentinel-2 Satellite image data which has a high level of spatial resolution and it can clearly show the distribution of an object on the earth surface. Satellite Image Data used is image data on Desember 2017, February 2018, July 2018, and August 2018. This study uses supervised classification method and maximum likelihood technique to distiguish, divide, and classify land cover in the research area. The results obtained were the area of Eceng Gondok in December 2017 covering an area of 118.2133 Ha, in February 2019 covering an area of 154.3191 Ha, in July 2018 covering an area of 153.15 Ha, and in August 2018 covering an area of 106.4410 Ha, while the direction of development extends towards the downstream and accumulates in the middle of the inlet. This result can be used as information to support the work of the government and the surrounding community to clean the Saguling Reservoir Inlet so that water and sanitation sustainability in the Saguling Reservoir.

Keywords: Water Hyacinth, monitoring, saptio-temporal, sentinel-2

5 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Identifikasi Perubahan Salinitas Air Di Perairan Sekitar Pembangunan Reklamasi Citraland City Kota Makassar Menggunakan Citra Landsat 8

Identification of Water Salinity Changes in Water Body near Citraland City Land Reclamation Makassar City Using Landsat 8 Imagery

Fidya Rismayatika1*), Hilza Ikhsanti1, dan Nur Risma Tirani1

1Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK-Reklamasi merupakan salah satu bukti nyata usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan papan. Salah satu proyek reklamasi yang sedang berjalan adalah proyek reklamasi kawasan Citraland City di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Proyek ini dilakukan di lepas pantai Losari. Reklamasi dapat mengakibatkan beberapa perubahan ekosistem di sekitarnya. Salah satu parameter yang dapat berubah akibat pembangunan reklamasi adalah salinitas. Area pertemuan antara air tawar dari aliran sungai dan air laut di kawasan pantai dapat berubah serta berpindah akibat adanya perubahan wilayah pertemuan kedua air tersebut (air payau). Dalam penelitian ini, pengukuran estimasi salinitas menggunakan teknologi penginderaan jauh. Citra yang digunakan adalah citra Landsat 8. Dalam menentukan nilai estimasi salinitas digunakan algoritmaBinding and Browers. AlgoritmaBinding and Browers merupakan salah satu algoritma estimasi nilai salinitas yang dibangun di wilayah air payau. Dari hasil pengolahan citra diketahui bahwa nilai salinitas mengalami penurunan sebesar 5 sampai 1 ppt. Daerah yang mengalami penurunan salinitas merupakan daerah perairan yang berada di sebelah timur reklamasi. Daerah tersebut dekat dengan outlet dari kanal sungai yang membawa aliran air tawar. Dengan adanya reklamasi, pertemuan antara air tawar dan air laut terhalang.

Kata kunci: Perubahan Salinitas, Reklamasi, Penginderaan Jauh, Landsat 8.

ABSTRACT-Reclamation is one of evidences from human effort in meeting the needs. One of the ongoing reclamation projects is reclamation of the Citraland City area in Makassar City, South Sulawesi. This project was carried out off the coast of Losari. Reclamation can lead to several ecosystem changes around the reclamation area. One of parameters that can change due to the construction of reclamation is salinity. The meeting area between fresh water from river stream and sea water in the coastal area can change and move due to changes in the meeting area of the two waters (brackish water). In this study, the measurement of salinity estimation uses remote sensing technology. The used imagery is Landsat 8 imagery. To estimate salinity, the Binding and Browers algorithm is used. This algorithm is one of salinity estimation algorithm that was built in the brackish water zone. From the results of image processing it is known that the value of salinity changes is decreased between 5-1 ppt. Areas that got decreased in salinity are waters that are in the east of reclamation. The area is close to outlet from river canal that carry freshwater flows. This shows that because of reclamation, the meeting between fresh water and sea water is blocked.

Keywords: Salinity Changes, Land Reclamation, Remote Sensing, Landsat 8

6 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Ekstraksi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) pada Citra Landsat 8 Untuk Identifikasi Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Resapan Air Kota Padang

Extraction Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Landsat 8 Image for Identification Of Green Space In Water Catchment AreaIn Padang City

Dwi Marsiska Driptufany1*), Quinoza Guvil2, Mardiani S3, dan Fajrin4

1,4Program Studi Teknik Geodesi Institut Teknologi Padang, Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK-Perkembangan pembangunan Kota Padang menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Masalah yang ditimbulkan oleh padatnya pembangunan lahan ialah dimana kawasan RTH menjadi kawasan yang kedap air. Pemetaan sebaran RTH pada kawasan resapan air dapat dipermudah dengan menggunakan suatu teknologi diantaranya teknik penginderaan jauh dengan memanfaatkan Citra Satelit Landsat 8 OLI. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan ektraksi(NormalizedDifference Vegetation Index) pada Citra Landsat 8 OLI untuk identifikasi ketersediaan RTH pada wilayah resapan air Kota Padang. Penelitian ini menggunakan metode penginderaan jauh dengan mengekstraksi NDVI dan analisa tumpang susun (overlay) dengan peta daerah potensi resapan air Kota Padang. Metode NDVI mampu menghasilkan perhitungan citra yang digunakan untuk mengetahui tingkat kehijauan, yang sangat baik sebagai awal dari pembagian daerah vegetasi yang menjadi kebutuhan yang sesuai dengan data spasial dan mampu menangani identifikasi RTH secara maksimal. Hasil ekraksi NDVI dari Citra Landsat OLI 8 menunjukkan kondisi vegetasi yang mempunyai tingkat kehijauan dengan indikasi RTH masih mendominasi di Kota Padang, hal ini menunjukkan bahwa Kota Padang masih memiliki kawasan RTH sekitar 93,1%. RTH Kota Padang tersebar diseluruh kecamatan dengan persentase sebagian besar masih dalam kategori kondisi baik. Namun telah terdapat wilayah kecamatan dimana keberadaan RTH sudah semakin sedikit terutama kecamatan-kecamatan yang berada di pusat kota.

Kata kunci: penginderaan jauh, NDVI, RTH, daerah resapan

ABSTRACT-The development of the city of Padang led to changes in land use. The problem caused by the density of land development is where the green space area becomes a water-resistant area. Mapping the distribution of green space areas in water catchment areas can be facilitated by using a technology such as remote sensing techniques by utilizing Landsat 8 OLI Satellite Image. The purpose of this study is to extract (Normalized Difference Vegetation Index) on Landsat 8 OLI Satellite Imageto identify the availability of green space in the water catchment area of the city of Padang. This study uses the remote sensing method by extracting NDVI and overlay analysis with a map of the potential water catchment area of Padang City. The NDVI method is able to produce image calculation that is used to determine the level of greenness, which is very good as the beginning of the division of the vegetation area which is a necessity that is in accordance with spatial data and is able to handle the identification of green open spaces optimally. The result of NDVI extraction from OLI 8 Landsat Image shows the condition of vegetation that has a greenish level with indications that green open space still dominates in Padang City, this indicates that the city of Padang still has a green open area of around 93.1%. Green open space in the city of Padang is spread throughout the sub-districts with the percentage of the majority still in the good condition category. However, there have been sub-districts in which the presence of green open space has decreased, especially in the sub-districts in the city center.

Keywords: remote sensing, NDVI, Green Open Space, Catchment Area

7 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemodelan Redistribusi Penggunaan Air Pertanian Global Untuk Meminimalisir Krisis Air Masa Depan Menggunakan Integrasi Data Penginderaan Jauh dan Model Koefisien Tanam

Redistribution Modelling of Global Water Use in Agriculture Sector to Minimaize Future Water Crisis Using Integration Remote Sensing Dataset and Crop Coefficiend Model

Anjar Dimara Sakti1,2*), Lissa Fajri1,2, Ketut Wikantika1,2

1Center for Remote Sensing, Institut Teknologi Bandung 2Remote Sensing and GIS Research Group, Faculty of Earth Science and Technology, Institut Teknologi Bandung

*)E-mail: anjardimarasakti@gmail

ABSTRAK –Pertumbuhan penduduk global diperkirakan akan meningkatkan kebutuhan air bersih sebesar 30 persen di tahun 2030. Sebagai sektordengan penggunaan 70 persen air dunia, sektor pertanian sangat mempengaruhi ketercapaian target pembangunan berkelanjutan disektor air (SDGs Goal 6). Studi sebelumnya menunjukan beberapa area pertanian mengalami krisis air akibat penggunaan air yang berlebihan, manajemen yang buruk, dan perubahan iklim. Kondisi ini diperkirakan akan meluas akibat semakin mendominasinya beberapa area dengan intensifikasi tanam tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan secara spasial redistribusikan penggunaan air pertanian global untuk mengurangi dampak krisis air masa depan, tanpa mengurangi hasil produksi pertanian global. Pada penelitian sebelumnya, estimasi kebutuhan air pertanian dunia dianalisis menggunakan integrasi produk penginderaan jauh seperti aktifitas pertanian, tipe tumbuhan, curah hujan dan penguapan. Produk defisit air tanah yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya dijadikan landasan prioritas area yang akan dikurangi dan direstribusi penggunaan air pertaniannya. Hasil menunjukan beberapa negara diwilayah tropis dengan curah hujan yang stabil seperti Indonesia, Brazil dan Congo merupakan potensial area disribusi air pertanian baru hasil substitusi dari wilayah dengan penggunaan air pertanian yang sangat tinggi seperti Mekong delta, Punjab dan Nort china pain. Produk penelitian ini memberikan gambaran secara umum yang dapat dimanfaatkanpara pembuat kebijakan dalam merancang strategi untuk menjaga keberlanjutan air dunia melalui distribusi penggunaan air pertanian yang lebih merata. Beberapa skema kebijakan global diperlukan agar hasil model redistribusi ini dapat diimplementasikan.

Kata kunci: Skenario redistribusi air, Kebutuhan air pertanian, Penginderaan jauh, Model koefisien tanam

ABSTRACT –Global population growth is expected to increase global water demand by 30 percent in 2030. The agricultural sector use 70 percent of the global fresh water, indicating this sector influences the achievement of sustainable development in the water goal (SDGs Goal 6). Previous studies showed that some agricultural areas are experiencing a water crisis due to excessive water use, poor management, and climate change. This condition is expected to expand due to the domination of several areas with high intensification. This study aims to model spatially redistributing global agricultural water use to reduce the impact of the future water crisis, without reducing global agricultural production.In previous studies, estimates of global crop water demand were analyzed using the integration of remote sensing products such as agricultural activities, crop types, rainfall and evapotranspiration. The product of the groundwater deficit generated in previous research is used as a priority area that be redistributed. The results showed that some countries in the tropics with stable rainfall such as Indonesia, Brazil and Congo are potential become substitution areas from crop water risky areas such as the Mekong delta, Punjab and Nort China pain. This research product can be used by policy makers in designing strategies to maintain the sustainability of global water use, howefer several global policy schemes are needed to make this scenario can be implemented.

Keywords: Water redistribution scenario, Crop water use, Remote sensing, Crop coefficient models.

8 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Penilaian Kerentanan Air Permukaan Terhadap Pencemaran Menggunakan Data Penginderaan Jauh dan Teknik GIS

Assessment of Water Surface Vulnerability to Pollution Using Remote Sensing Data and GIS Techniques

Andy Wibawa Nurrohman1*), M. Widyastuti2, dan Slamet Suprayogi

1* Program Studi MPPDAS, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada 2Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada *)E-mail: [email protected]

ABSTRAK-Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerentanan air permukaan terhadap pencemaran di DAS Cimanuk menggunakan metode overlay dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan parameter penggunaan lahan, kemiringan lereng, dan rata-rata curah hujan tahunan. Peta penggunaan lahan didapatkan dari Citra Sentinel- 2B, kemiringan lereng dari Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dan data curah hujan rata-rata tahunan berasal dari hasil pemantauan BMKG. Hasil analisis menunjukkan bahwa wilayah penelitian memiliki tingkat kerentanan air permukaan terhadap pencemaran rendah (3,72%), sedang (59,24%), dan tinggi (37,04%). Hasil ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar wilayah di DAS Cimanuk memiliki tingkat kerentanan sedang dan tinggi. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar penentuan titik pemantauan kualitas air di DAS Cimanuk yang efisien.

Kata kunci: Kerentanan, Air Permukaan, DAS Cimanuk

ABSTRACT-This research aims to analyze water surface vulnerability towards the pollution on Cimanuk watershed. This research use overlay method on Geographic Information System (GIS) with parameters of land use, slope and average annual rainfall. Land use map obtained from satellite images Sentinel-2B, slope map from Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) and average annual rainfall from BMKG monitoring data. Outcome of the analysis shows that the research area has a level of vulnerability to water surface towards low pollution (3,72%), moderate (59,24%), and high (37,04%). These results illustrate that most areas in Cimanuk watershed have a moderate and high level of vulnerability. This information can be used as a basis to determinate monitoring points of water quality in the efficient Cimanuk watershed.

Keywords: vulnerability, water surface, Cimanuk watershed

9 ABSTRAK SUB-TEMA SDGs 11

(Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Kota dan Komunitas Berkelanjutan) Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Fenomena Pulau Panas Perkotaan Kota Bandung Menggunakan Google Earth Engine

Urban Heat Island Phenomenon Analysis of Bandung Metropolitan using Google Earth Engine

Muhammad Malik ArRahiem1*), Muhamad Riza Fakhlevi2, Muhammad Iqbal Hekmatyar3

1Institute of Applied Geoscience, TechnischeUniversität Darmstadt, Jerman 2Pusat Teknologi Satelit, Lembaga Penerbangan dan Aeronautika Nasional (LAPAN) 3Fakultas Pendidikan Matematika IPA (FPMIPA) Universitas Pendidikan Indonesia *)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Pulau Panas Perkotaan (Urban Heat Island) adalah fenomena antropogenik akibat pengaruh urbanisasi. Kawasan perkotaan yang terbangun memiliki temperatur yang lebih hangat dibandingkan kawasan sekitarnya. Fenomena Pulau Panas Perkotaan di Kota Bandung diteliti menggunakan data Suhu Permukaan Tanah (Land Surface ) yang diakuisisi dari satelit Landsat 8. Lima tahun data satelit dianalisis menggunakan piranti daring Google Earth Engine untuk menganalisis variasi temporal Pulau Panas Perkotaan di Kota Bandung dan sekitarnya. Suhu yang diakuisisi dari satelit dikonversi menjadi estimasi suhu permukaan dengan mempertimbangkan nilai Normalized Difference Vegetation Index. Hasil dari penelitian ini adalah peta persebaran rata-rata dan median suhu permukaan di Cekungan Bandung tahun 2013-2018, serta grafik seri waktu suhu permukaan di 3 jenis tata guna lahan yang mewakili daerah kota (sekitar Jalan Sudirman), hutan kota (Hutan Babakan Siliwangi), dan hutan (Tamah Hutan Raya Djuanda). Suhu rata-rata Kota Bandung pada tahun 2013-2018 adalah 26,93oC (median seluruh data) dan 25,57oC (rata-rata seluruh data). Sementara perbandingan berdasarkan tata guna lahan; daerah kota memiliki suhu permukaan rata-rata 27,30oC, daerah hutan kota memiliki suhu 21,31oC, dan daerah hutan memiliki suhu 18,60oC. Peta persebaran suhu panas permukaan dari citra Landsat 8 menunjukkan bahwa daerah hutan secara konsisten memiliki suhu paling rendah, diikuti dengan hutan kota, dan kemudian daerah kota menjadi area yang paling panas dengan suhu maksimal hingga 33,73oC. Penggunaan Google Earth Engine yang berbasis komputasi awan sangat memudahkan pengolahan data citra satelit dalam jumlah besar yang selama ini tidak memungkinkan dilakukan dengan cara konvensional (mengunduh dan memproses di komputer).

Kata kunci: Urban Heat Island, Google Earth Engine, Bandung, Suhu Permukaan

ABSTRACT- Urban heat island is an anthropogenic phenomenon which occurs due to urbanization. Built up urban area has significantly higher temperature compare to the surroundings. Urban heat island phenomenon in Bandung Metropolitan, capital city of West Java, Indonesia was observed and analyzed using Brightness Temperature data obtained from Landsat 8 satellite. Five years of data from 2013 to 2018 are analyzed using Google Earth Engine, an online platform to analyze remote sensing data, to analyze temporal variation of urban heat island in Bandung. Aqcuired temperature data from satellite was converted into land surface temperature considering the Normalized Difference Vegetation Index value. The result of this research was distribution maps of land surface temperature in Bandung Basin of year 2013-2018, and time-series graphic showing the land surface temperature in three different land covers from 2013 to 2018. Average temperature of Bandung City was 26,9 oC (average from median value) and 25,5oC (average from mean value). Meanwhile, according to the land cover, the city consistently has the highest meantemperature 27,94oC, the city forest has mean temperature of 22,57 oC, and the forest has the lowest mean temperatureof 19,33 oC. Land Surface Temperature map distribution shown that the city is the warmest region compared to the surroundings with maximum temperature of 33,73oC. The utilization of Google Earth Engine which is cloud computing based was really powerful to process huge amount of satellite imagery data. The analysis that was done in this research was not really possible to be conducted conventionally (download and process in personal computer).

Keywords: Urban Heat Island, Google Earth Engine, Bandung, Land Surface Temperature

10 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Identifikasi Tutupan Lahan Pra dan Pasca Bencana Gempa dan Tsunami Menggunakan Citra Satelit LAPAN-A3 dan Sentinel 2 (StudiKasus: Kota Palu, Sulawesi Tengah)

Identification of Land Cover Pre and Post Earthquake and Tsunami Disasters Using LAPAN-A3 and Sentinel 2 Satellite Imagery (Case Study: City of Palu, Central Sulawesi)

Ilham Syaebatul Hamdi1*), Rika Hernawati1

1InstitutTeknologiNasional Bandung

*)Email: [email protected]

ABSTRAK –Bencana gempa berkekuatan 7,4 skala richter yang disertai dengan tsunami dan likui faksi pada tanggal 28 September 2018 menyebabkan berbagai masalah ekonomi dan sosial karena sarana dan prasarana yang hancur serta berubahnya daerah tutupan lahan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menerapkan data LAPAN-A3 untuk mengetahui lokasi dan luas perubahan tutupan lahan dengan menggunakan metode Object Based Image Analysis (OBIA). Metode OBIA ini merupakan bagian dari GIScience yang bertujuan untuk mengenali objek pada Citra berdasarkan karakter spasial, skala spectral dan temporal. Namun demikian terdapat kekurangan daricitra LAPAN-A3 ini yaitu kualitas fokus Citra yang belum optimal sehingga dibutuhkan Citra lain, pada penelitian ini menggunakan Citra Sentinel-2 sebagai pembanding. Dari hasil klasifikasi OBIA didapatkan luasdaerah yang terdampak gempa dan tsunami yaitu seluas 639,97 Ha yang tersebar di pesisir pantai Kota Palu serta daerah yang terkena likui faksi seluas 45,03 Ha di Balaroa. Diperoleh hasil akurasi yaitu dengan overall accuracy sebesar 80,39 dan kappa coefficient 0,80.

Kata kunci:bencana gempa dan tsunami, LAPAN-A3, Object Based Image Analysis, Sentinel 2

ABSTRACT - An earthquake measuring 7.4 on the Richter scale accompanied by a tsunami and liquefaction on September 28, 2018 caused various economic and social problems because of damaged facilities and infrastructure and changes in land cover areas. The purpose of this study is to apply LAPAN-A3 data to know the location and extent of land cover changes using the Object Based Image Analysis (OBIA) method. This OBIA method is part of GIScience which aims to recognize objects in the image based on spatial characters, spectral and temporal scales. However, there are drawbacks of this LAPAN-A3 image, which is the quality of the image's focus that is not optimal so that other images are needed, in this study using Citra Sentinel-2 as a comparison. Obtained from the OBIA classification, the area affected by the earthquake and tsunami was an area of 639.97 ha spread across the coast of Palu City and the area affected by liquefaction of 45.03 ha in Balaroa. Accuracy results obtained with the overall accuracy of 80.39 and the kappa coefficient of 0.80.

Keywords: Earth Quake and Tsunami, LAPAN-A3, Object Based Image Analysis, Sentinel 2

11 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Fenomena Urban Heat Island di Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi Tahun 2007 – 2018 Menggunakan Citra Landsat 5 dan 8

The Effect of Land Cover Change to Urban Heat Island Phenomenon in 2007 – 2018 at North Cikarang Subdistrict, Bekasi Regency Using Landsat 5 and 8 Imagery

Cecil Nadira1*), Ratna Saraswati1, dan Adi Wibowo1

1Departemen Geografi, FMIPA UI

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Kecamatan Cikarang Utara adalah daerah yang termasuk dalam CBD (Central Bussiness District) Kabupaten Bekasi, maka dari itu perkembangan dan pembangunannya sangatlah pesat terutama untuk penggunaan lahan kawasan industri dan permukiman. Hal ini kemudian yang menyebabkan lahan mengalami alih fungsi dengan bertambahnya luas lahan terbangun dan berkurangnya luas lahan bervegetasi yang dapat berpengaruh pada perubahan suhu permukaan daratan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan tutupan lahan yang terjadi di Kecamatan Cikarang Utara, menganalisis variasi suhu permukaan daratan serta korelasi nya dengan kerapatan bangunan dan kerapatan vegetasi tahun 2007 – 2018 dan hasilnya dianalisis untuk melihat fenomena Urban Heat Island yang terjadi di Kecamatan Cikarang Utara. Data yang diperoleh berbasis pada pengolahan citra landsat 5 dan landsat 8 pada bulan kering. Metode yang digunakan adalah ekstraksi nilai LST, NDVI, NDBI dan supervised classification. Kemudian dilakukan uji akurasi dengan metode Khat Kappa dan diperkuat dengan survey lapang untuk validasi tutupan lahan dan suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan luas lahan bervegetasi sejak tahun 2007 – 2018 yang berubah menjadi lahan terbangun ataupun lahan kosong/terbuka. Hal ini berkaitan dengan nilai LST yang terus mengalami kenaikan yang kemudian memicu terjadinya UHI. Hasil uji korelasi adalah positif antara LST dan NDBI sedangkan korelasi LST dan NDVI bernilai negatif.

Kata kunci:suhu permukaan daratan, NDVI, NDBI, tutupan lahan

ABSTRACT - North Cikarang sub-district is a region included in the Central Business District (CBD) of Bekasi Regency. Therefore, its development is very rapid. Especially for industrial landuse and settlement. This thing causes landcover changes that increasing the area of land built and decreasing of the area of vegetated land that can affect changes of land surface temperature. This study aims to analyze changes in land cover that occurred in North Cikarang Subdistrict, analyze the variations of land suface temperature and its correlation with the density of buildings and vegetation density in 2007 – 2018. Then analyze all of the result above to see the urban heat island phenomenon that occurred in North Cikarang Subdistrict. The data obtained is based on Landsat 5 and Landsat 8 processing in the dry month. The method used is extraction the value of LST, NDVI, NDBI and supervised classification. Then an accuracy test was carried out using the Khat Kappa method and strengthened with a field survey to validate land cover and its temperature. The results showed that there was a decrease in the area of vegetated land from 2007 - 2018 which turned into built up land or vacant / open land. This is related to the value of LST which continues to increase which then triggers the occurrence of UHI. The correlation test results are positive between LST and NDBI while the LST and NDVI correlations are negative.

Keywords: land surface temperature, NDVI, NDBI, land cover

12 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Tinggi Terbang Drone dan Resolusi Untuk Pemetaan Penggunaan Lahan Menggunakan DJI Phantom 4 Pro (Studi Kasus Kampus UI)

Analysis of Height Variations in Flying Drones and Spatial Resolution for Land Use Mapping Using the DJI Phantom 4 Pro (Case Study: University of Indonesia campus)

Revi Hernina1*), Riza Putera1, M Khairul Rosyidy1, M Ilham Ramadhan1 dan Teddy Arfaansyah Putra1

1Departemen Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Saat ini teknologi penginderaan jauh semakin maju, salah satunya dengan banyak dikembangkannya plat form unmanned aerial vehicle (UAV) / drone untuk berbagai bidang antara lain pemetaan wilayah. Drone memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan platform penginderaan jauh lain seperti pesawat dan satelit antara lain menghasilkan citra bebas awan serta menghasilkan resolusi spasial yang lebih tinggi. Meskipun hasil pemetaan menggunakan drone telah digunakan secara luas untuk klasifikasi penggunaan lahan, tetapi jarang diterapkan dengan kombinasi object-based image analysis (OBIA). Artikel ini bertujuan 1) menganalisis hubungan antara ketinggian drone dan resolusi spasial yang dihasilkan, dan 2) melihat apakah ketinggian drone mempengaruhi jumlah obyek dalam klasifikasi penggunaan lahan. Drone yang digunakan yaitu DJI Phantom 4 Pro yang diterbangkan pada ketinggian 90, 110, 130, dan 150 meter untuk menghasilkan 4 resolusi spasial yang berbeda. Setiap citra dari berbagai ketinggian dimasukkan ke dalam perangkat lunak eCognition dan disegmentasi dengan 5 parameter skala menggunakan algoritma multi-resolution segmentation (MRS). Secara visual, citra yang diambil dari drone dengan ketingian 90 meter memberikan visualisasi yang lebih jelas daripada yang diambil dari drone dengan ketinggian yang lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketingian terbang 90, 110, 130 dan 150 meter menghasilkan resolusi spasial 2.40, 2.97, 3.52 dan 4.09 cm. Berdasarkan pengolahan klasifikasi lahan menggunakan algoritma MRS pada ketinggian terbang drone berbeda, ketingian drone yang terbang lebih rendah menghasilkan lebih banyak objek daripada drone yang terbang lebih tinggi. Uji statistik menggunakan F ANOVA menunjukkan bahwa tinggi terbang drone secara signifikan mempengaruhi jumlah objek dalam klasifikasi pengunaan lahan menggunakan OBIA.

Kata kunci:DJI Phantom 4 Pro, ketinggian terbang drone, resolusi citra, Object-Based Image Analysis(OBIA), ANOVA

ABSTRACT –Nowadays, remote sensing development has been applied extensively especially with the wide application of unmanned aerial vehicle (UAV)/ drone such as regional mapping. Drone has many advantages when compared with another remote sensor platform such as airplane and satellite. Drone operation offers many advantages especially because its images are free from cloud. Although drones have been frequently used in land use land cover (LULC) classification, but rarely applied with the use of object-based image analysis (OBIA). This artcle has 2 objectives; (1) to analyze the relationship between drone flying height and resulted spatial resolution, and (2) to observe whether drone height has influence to LULC classification. Herein, DJI Phantom 4 Pro was flown at 90, 110, 130, and 140 meters height to provide 4 different spatial resolution. Each of raw image from every height was input into eCognition software and segmented with 5 scale parameters using multi-resolution segmentation (MRS). Visually, images from 90 meters height provide clearer images than others. Study result shows that drone heights of 90, 110, 130 dan 150 m generate 2.40, 2.97, 3.52, 4.09 cm spatial resolution. Based on LULC classification using MRS at different level of heights, lower drone height generated more objects than higher height. Results from ANOVA F statistical test suggest that drone flying height is significantly influence the number of objects in land use clasification using OBIA.

Keywords: DJI Phantom 4 Pro, drone height, image resolution, Object-Based Image Analysis(OBIA), ANOVA

13 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pengaruh Pola Spasial Tingkat Kekritisan Lingkungan terhadap Perubahan Tutupan Lahan di Kota Makassar Menggunakan Citra Landsat

The Effect of Spatial Patterns of Environment's Critical Level towards the Land Cover Changes in Makassar CityUsing Landsat Imagery

Pricilia Chika Alexandra1*), Kartika Pratiwi1

1Departemen Geografi, FMIPA - Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK-Kota Makassar mengalami kenaikan jumlah penduduk akibat perkembangan kota. Hal ini memicu berkembangnya pembangunan infrastuktur untuk masyarakat kota. Namun timbul dampak negatif, terjadi perubahan dari lingkungan alami yaitu vegetasi, menjadi lingkungan buatan yang tediri dari aspal dan beton yang memiliki albedo rendah dan mengakibatkan timbulnya lingkungan kritis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola spasial kekritisan lingkungan sehubungan dengan perubahan tutupan lahan di Kota Makassar. Kekritisan lingkungan didapat dari metode Environmental Critical Index (ECI), yaitu perhitungan algoritma rasio antara Land Surface Temperature (LST) dan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Penelitian ini menggunakan perkembangan teknologi penginderaan jauh yang dapat mendeteksi lingkungan kritis secara spasial dan temporal dengan menggunakan data citra satelit Landsat 5 untuk tahun 2008 dan Landsat 8 untuk tahun 2017. Suhu permukaan di Kota Makassar didominasi klasifikasi tinggi, dan secara temporal mengalami kenaikan sebesar 5.43%. Kerapatan vegetasi didominasi oleh klasifikasi rendah dengan kenaikan sebesar 5.4%. Sedangkan, kekritisan lingkungan dengan klasifikasi rendah mengalami kenaikan sebesar 6.55%, klasifikasi sedang turun sebesar 14.26%, dan klasifikasi tinggi naik sebesar 7.71%. Hal ini terjadi sehubungan dengan perubahan permukaan menjadi materil yang memiliki albedo rendah dan tidak diimbangi dengan lahan bervegetasi.

Kata kunci:NDVI, LST, ECI, perubahan tutupan lahan, Landsat

ABSTRACT-Makassar City have an increase in population due to the development of the city. This triggers the development of infrastructure development for the city community. But a negative impact arises, there is a change from natural environment which is vegetation, into an artificial environment consisting of asphalt and concrete which has a low albedo and results in the emergence of a critical environment. This study aims to analyze the spatial patterns of environmental criticality in relation to changes in land cover in Makassar City. Environmental criticality was obtained from the Environmental Critical Index (ECI) method, namely the calculation of the ratio algorithm between the Land Surface Temperature (LST) and the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). This study uses the development of remote sensing technology that can detect critical environments spatially and temporally using Landsat 5 satellite image data for 2008 and Landsat 8 for 2017. The surface temperature in Makassar City is dominated by high classifications, and temporally increases by 5.43%. Vegetation density is dominated by low classification with an increase of 5.4%. Whereas, the criticality of the environment with a low classification increased by 6.55%, the classification was down by 14.26%, and the high classification increases by 7.71%. This things happens due to surface changes being material that has a low albedo and is not balanced with vegetated land

Keywords: NDVI, LST, ECI, land use change, Landsat

14 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Kerentanan Bencana di Kota Sabang – Pulau Weh Melalui Visualisasi 2D dan 3D

Analysis on Disaster Vulnerability in Sabang City – through 2D and 3D Visualization

Amarif Abimanyu1*), Zaki Ali Fahrezi2, dan Mochamad Candra Wirawan Arief3

1Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran 2Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran

*)E-mail : [email protected]

ABSTRAK - Wilayah Kota Sabang meliputi PulauWeh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako, dan Pulau Rondo, dengan luas sebesar 153 Km2, yang terdiri dari dua kecamatan dan 18 gampong. Secara umum Kota Sabang berada pada ketinggian ± 28 m di atas permukaan air laut (dpl). PulauWeh yang berada di barat laut rentan akan bencana seperti gempa bumi yang dapat diikuti dengan tsunami, karena pulau ini berada pada zona pergeseran aktif lempeng Indo-Australia. Studi kerentanan bencana dilakukan dengan pengamatan visual 2D dan 3D dari citra Tangram Heightmapper, Google Earth, dan SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) yang diolah menggunakan software Surfer dan Photoshop. Dari visualisasi, dapat dilihat bahwa posisi Pulau Weh sangat terbuka terhadap lautan tanpa ada keberadaan pulau besar lain di bagian utaranya untuk mereduksi datangnya arus dan gelombang. Meskipun posisinya tergolong rentan terhadap bencana, topografi Pulau Weh yang 65% terdiri dari perbukitan memungkinkan pulau ini untuk membuat suatu pertahanan terhadap bencana alam, terutama tsunami. Kondisi alam seperti ini diharapkan bisa direplikasi secara artifisial di daerah lain yang rawan terhadap bencana terkait angin, gelombang, dan arus tetapi tidak memiliki kondisi alam yang memadai untuk menjadi sistem pertahanan terhadap bencana.

Kata kunci : penginderaan jauh, kerentanan bencana, pengelolaan pesisir

ABSTRACT – Sabang City region covers Weh Island, Klah Island, Rubiah Island, and Rondo Island withan area Coverage of 153 Km2, which consists of two sub-districts and 18 gampongs. In general, Sabang City is located in ± 28m above sea level of height. Weh Island located in north west of Aceh is vulnerable to disasters such as earthquakes that can be followed with tsunami, because this island sits above the active tectonic plate movement region of Indo- Australia. This study on disaster vulnerability is done through 2D and 3D visual observation with imagings from Tangram Height Mapper, Google Earth, and SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) that are processed with Surfer and Photoshop Software. Can be seen from the visualization that the position of Weh Island is greatly exposed to ocean without the existence of other big islands in the north to reduce the of waves and currents. Despite its position that’s highly vulnerable to disaster, the island’s topography consists 65% of hills, making the island possible to create some kind of defense mechanism to natural disasters, especially tsunami. This nature condition is expected to be replicated in other areas that are also vulnerable to disasters but do not have this natural defense mechanism

Keywords :Remote sensing, disaster vulnerability, coastal management

15 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemanfaatan Penginderaan Jauh dalam Mitigasi Bencana Tsunami Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten

Utilization of Remote Sensing for Tsunami Disaster Mitigation in the District of Labuan Pandeglang District Banten Province

Zaki Ali Fahrezi1*), AmarifAbimanyu2, dan Mochamad Candra Wirawan Arief3

1Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran 2Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran

*)E-mail:[email protected]

ABSTRAK - Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, yang terletak di wilayah pesisir barat Provinsi Banten, memiliki luas area 15,66 km² dengan jumlah penduduk 56.947 jiwa. Kecamatan ini berhadapan dengan Selat Sunda yang secara khusus menghadap Gunung Krakatau dan berbatasan dengan Samudera Hindia. Dengan terdapatnya PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) dan PLTU Labuan, Labuan menjadi kawasan yang penting bagi perekonomian Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Sebagai daerah yang terkena dampak tsunami yang disebabkan oleh letusan vulkanis Gunung Anak Krakatau pada tahun 2018 kawasan ini memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana sehingga perlunya perencanaan yang efektif dalam mitigasi bencana. Pengamatan dilakukan melaluiv isualisasi data dari Tangram Heightmapper, Google Earth, dan citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) yang diolah menggunakan software Surfer, Adobe Photoshop dan Autodesk 3dsMax. Melalui pengamatan dari visualisasi 2D dan 3D, dapat dilihat bahwa pesisir Labuan memiliki tingkat perlindungan alami terutama vegetasi pesisir yang rendah di bagian utara, kawasan pemukiman yang relatif dekat dengan garis pantai semakin meningkatkan kerentanan wilayah ini. Sebagai antisipasi perlunya penataan kembali wilayah ini terutama dengan penentuan zona bahaya dan jalur evakuasi bencana. Selain itu pembuatan pelindung buatan padakawasan padat penduduk diharapkan memperhatikan kondisi lingkungan pesisir.

Kata kunci: penginderaan jauh, kerentanan bencana, intepretasi visual

ABSTRACT – Labuan Subdistrict, Pandeglang Regency, which is located in the western coastal area of Banten Province stretch by 15.66 km² with a population of 56,947 inhabitants. This subdistrict faces the specifically faces the Mount Krakatau and the . The presence of PPI (Fish Landing Base) and Labuan PLTU, makes Labuan as an important area for the economy of Pandeglang Regency.Banten Province asthe tsunami-affected area caused by the volcanic eruption of Mount Anak Krakatau in 2018, this region has a high vulnerability to disasters and need an effective planning in disaster mitigation. Observations were by visualizing the data’s from Tangram Heightmapper, Google Earth, and SRTM imagery (Shuttle Radar Topography Mission) which was processed using Surfer software, Adobe Photoshop and Autodesk 3dsMax. Through observations of 2D and 3D visualization, it is shown that the Labuan coastal area has a natural protection, especially low coastal vegetation in the north, however the residential areas that are relatively close to the coastline increasingly the vulnerability of this region. In anticipation of the need for realignment of this area, especially by determining the danger zone and disaster evacuation route. In addition, making artificial protectors in densely populated areas is expected to adapt into coastal environmental conditions.

Keywords: remote sensing, disaster vulnerability, visual interpretation

16 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Optimalisasi Pemantauan Data Satelit di Katalog Data Penginderaan Jauh Dalam Mendukung Pengambilan Keputusan yang Tepat Guna

Satellite Data Monitoring Optimization in the Remote Sensing Catalog in Supporting Decision Making

Ika Siwi Supriyani1), dan Gusti Darma Yudha1

1Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh - LAPAN

*)E-Mail:[email protected]

ABSTRAK – Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh (Pustekdata) merupakan Bank Data Penginderaan Jauh Nasioanl (BDPJN) yang mempunyai fungsi melayani permintaan data penginderaan jauh dari Kementrian, Lembaga, Swasta, dan Instansi lainnya. Oleh karena itu Pustekdata harus mengelola beragam jenis data penginderaan jauh yang dimiliki dengan sangat baik diantaranyaTerra, Aqua, NOAA, MeTop, Himawari, TerraSAR-X, Landsat, Sentinel, SPOT, Pleiades, QuickBird, WorldView, dan GeoEye. Dari beberapa jenis data tersebut ada yang diakuisisi setiap harinya melalui stasiun bumi Parepare, Rumpin dan Jakarta yang kemudian dipublikasikan ke katalog penginderaan jauh. Banyaknya data yang dipublikasikan di Katalog Inderaja tentunya harus bisa dipantau dan dikelola dengan baik agar bisa diakses oleh pengguna. Namun, jumlah data yang setiap hari dipublikasikan belum ada cara memantaunya dengan baik dari segi kegagalan publikasi data hingga jumlah data secara keseluruhan. Hukum sebab-akibat dapat dianalisis dengan metode Fishbone (Metode Tulang Ikan) yang digunakan untuk mengindentifikasikan komponen-komponen yang kurang atau komponen yang masih bermasalah yang menjadi dasar munculnya isu utama. Komponen-komponen tersebut antara lain adalah man (Pelaku), machine (Alat), method (Cara), material (Bahan), measurement (Pengukuran). Berdasarkan hasil analisa fishbone yang sudah dilakukan, kemudian dilakukan identifikasi prioritas untuk menentukan akar permasalahan utama. Penentuan prioritas akar masalah tersebut dilakukan dengan menggunakan metode SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Timely). Untuk menganalisa bahwa akar masalah penting untuk diselesaikan digunakan Gap Analysis agar dapat diketahui dampak dan juga manfaat jika akar permasalahan tidak diselesaikan. Hasil penelitian ini adalah sebuah alat yang dapat mengoptimalisasikan pemantauan data satelit penginderaan jauh yang sudah dipublikasikan di katalog penginderaanjauh.

Kata kunci: optimalisasi, monitoring, katalog penginderaan jauh, pengambilan keputusan

ABSTRACT - The Remote Sensing Data and Technology Center (Pustekdata) is a National Remote Sensing Data Bank that has the function of serving remote sensing data requests from Ministries, Institutions, Private Sector, and other Agencies. Therefore Pustekdata must manage various types of remote sensing data that are very well owned including Terra, Aqua, NOAA, MeTop, Himawari, TerraSAR-X, Landsat, Sentinel, SPOT, Pleiades, QuickBird, WorldView, and GeoEye. Some of these data types are acquired every day through the Parepare, Rumpin and Jakarta ground stations which are then published to the remote sensing catalog. The amount of data published in the Inderaja Catalog must of course be able to be monitored and managed properly so that it can be accessed by users. However, there is no way to monitor the amount of data that is published every day in terms of failure to publish data to the overall amount of data. The law of cause and effect can be analyzed by the Fishbone method which is used to identify the components that are lacking or the components that are still problematic which form the basis of the emergence of the main issue. These components include Man (Actor), Machine (Tool), Method, Material, Measurement. Based on the results of the fishbone analysis that has been done, then identification of priorities is carried out to determine the main root causes. Determining the priority of the root of the problem is done using the SMART method (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Timely).To analyze that the root of the important problem to besolved is Gap Analys is so that it can be known the impact and also the benefits if the root of the problem is not resolved. The results of this study are a tool that can optimize monitoring of remote sensing satellite data that has been published in the remote sensing catalog.

Keywords: optimization, monitoring, remote sensing catalogs, decision making

17 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Penginderaan Jauh untuk Analisis Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan di Kota Manado Tahun 2015 dan 2018

Remote Sensing for Spatiotemporal Analysis of Manado City’s Land Surface in 2015 and 2018

Ahmad Nurhuda1*), Diki Nurul Huda1, dan Sabda Adhisurya1

1Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Kota Manado merupakan salah satu kota terbesar di Pulau Sulawesi yang menjadi pusat kegiatan nasional. Peningkatan pembangunan menyebabkan bertambahnya lahan terbangun dan menurunnya lahan terbuka hijau. Hal ini berpengaruh pada permukaan tanah yang akan lebih banyak menyerap dan memantulkan panas matahari. Kondisi tersebut berdampak pada naiknya suhu permukaan daratan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis spasial temporal suhu permukaan daratan menggunakan Citra Landsat-8 di Kota Manado pada tahun 2015 dan 2018. Citra Landsat-8 yang digunakan terdiri dari Citra Landsat-8 band TIRS (Thermal Infrared Red Sensor) dan Citra Landsat-8 band OLI (Operation Land Imager). Analisis suhu permukaan daratan dibuat menggunakan model algoritmna Land Surface Temperature (LST), Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), dan Normalized Difference Built up Index (NDBI). Hasil penelitian diperoleh bahwa variasi suhu permukaan Kota Manado berkisar antara 21,4oC–34,5oC tahun 2015 dan 23,7oC-35,3oC tahun 2018. Variasi indeks kehijauan vegetasi berkisar pada -0,25 – 0,79 tahun 2015 dan -0,28 – 0,79 tahun 2018. Sementara itu, indeks kerapatan bangunan tertinggi tahun 2015 berada pada kisaran 0,15 dan tahun 2018 berada pada kisaran 0.17. Korelasi pearson product moment dilakukan untuk melihat hubungan antara LST dengan NDVI dan NDBI. Hasilnya didapat hubungan LST berbanding lurus dengan NDBI dan berbanding terbalik dengan NDVI.

Kata kunci:Kota Manado, Land Surface Temperature (LST), Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), Normalize Difference Built up Index (NDBI)

ABSTRACT -Manado City is one of the largest cities on the island of Sulawesi which is the center of national activities. Increased development leads to an increase in built-up land and a decrease in green open space. This affect the ground’s surface which will absorb and reflect more of the sun's heat. This condition has an impact on rising surface temperatures. This research was conducted to analyze the spatial temporal temperature using Landsat-8 imagery in Manado City in 2015 and 2018. Landsat-8 imagery which is used, consisted of Landsat-8 TIR imagery (Thermal Infrared Red Sensor) and Landsat-8 OLI Imagery band (Operation Land Imager). Surface Temperature Analysis was made using an algorithm of Land Surface Temperature (LST), Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), and Normalized Difference Built up Index (NDBI). The results of the study obtained from the variations in the weather of Manado City were between 21.4oC - 34.5oC in 2015 and 23.7oC-35.3oC in 2018. The variation of the greenness vegetation index was suitable at -0.25 - 0.79 in 2015 and -0,28 - 0.79 in 2018. Meanwhile, the highest building density index in 2015 corresponds to the level of 0.15 and 2018 depending on the range of 0.17. The pearson product moment was done to see the relationship between LST and NDVI and NDBI. LST is directly proportional to NDBI and inversely proportional to NDVI.

Keywords: Manado City, Land Surface Temperature (LST), Normalized Difference Vegetation Index NDVI),Normalized Difference Built up Index (NDB

18 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Aplikasi Penginderaan Jauh Optik dan Termal sebagai Pendeteksian Awal Potensi Panas Bumi pada Wilayah Pedalaman

Optical and Thermal Remote Sensing Application as Preliminary Detection of Geothermal Potential in Rural Area

Dzulfiqar Naufal Fawwaz1*), Muhammad Aufaristama2, Irwan Ary Dharmawan1

1Departemen Geofisika, FMIPA, Universitas Padjadjaran 2Institute of Earth Sciences, University of Iceland

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Energi panas bumi adalah salah satu energi bersih dan menjadi kunci untuk kota berkelanjutan karena bersifat ramah lingkungan dan terbarukan. Terdapat beberapa kesulitan teknis untuk pengembangan panas bumi, terutama di daerah pedalaman. Sebagai contoh, infrastruktur buruk yang menyokong fase eksplorasi menghambat seluruh proses. Teknologi satelit dapat digunakan untuk mengamati daerah terpencil yang hanya sedikit memiliki data geosains. Penelitian ini memiliki maksud utama untuk menerapkan penginderaan jauh sebagai deteksi awal potensi panas bumi di Flores Tengah, Indonesia. Studi ini difokuskan pada bagian selatan wilayah tersebut karena memiliki banyak fitur geologi, manifestasi, dan gunung berapi kerucut. Kami juga ingin mempertimbangkan analogi lapangan Mataloko yang sudah ada. Lapangan panas bumi memiliki karakteristik khusus yaitu mineral yang mengalami alterasi dan suhu tinggi di daerah tersebut. Identifikasi jenis mineral dapat dilakukan menggunakan citra Landsat dan ASTER. Selain itu, sensor termal dari ASTER memungkinkan analisis suhu permukaan dari gambar yang diperoleh. Pengolahan citra yang merupakan band ratio dan emissivity normalization perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Jenis mineral yang mungkin seperti mineral lempung dan mineral besi oksida dipetakan dalam komposisi RGB. Anomali termal ditemukan berada di sisi timur Gunung Berapi Inierie.

Kata kunci:panas bumi, penginderaan jauh, optik, termal

ABSTRACT –Geothermal energy is one of the clean energy and a key for sustainable cities because it is eco- friendly and renewable. There are some technical difficulties for geothermal development, especially in the rural area. For instance, the poor infrastructure which supports the exploration phase inhibits the entire process. Satellite technology can be utilized to observe a remote region lacking geoscience data. This research has the main intention to apply remote sensing to study the preliminary detection of geothermal potential in Central Flores, Indonesia. The study is focused on the south part of the region because it has abundant geological features, manifestations, and volcanic cones. We would also like to take into account the existing Mataloko field analogy. The geothermal field has special characteristics of altered minerals and high temperature within the area. Identification of mineral types can be conducted using Landsat and ASTER images. Other than that, the thermal sensor from ASTER allows the analysis of surface temperature from the acquired images. Image processes which are band ratio and emissivity normalization need to be done in order to derive the desired information. Possible mineral types such as clay minerals and iron oxide minerals are mapped in RGB composition. Thermal anomaly is located on the east side of Inierie Volcano.

Keywords: geothermal, remote sensing, optical, thermal

19 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Deteksi Perubahan Lahan Menggunakan Citra Sentinel-1 di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur

Change Detection of Land Use Using Sentinel-1 in West TanjungJabung and East TanjungJabung Regency

Siti Desty Wahyuningsih1*), Shadiq Ali1, Dwi Nurcahyo Ari Putro1, dan Rachmat Maulana1

1Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK –Perubahan penggunaan lahan menjadi salah satu isu penting bagi para perencana dan penyusun kebijakan perkotaan dan wilayah. Data, informasi, dan alat analisis kadang kala menjadi kendala dalam mendeteksi perubahan pengggunaan lahan. Semakin meningkatnya akses data dan teknologi, maka saat ini diharapkan identifikasi penggunaanlahan dapat dilakukan dengan sederhana. Penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan menggunakan data dan alat analisis yang mudah diakses. Teknologi Synthetic Aperture Radar (SAR) saat ini sangat banyak digunakan untuk menganalisis perubahan permukaan bumi, karena data ini tidak dipengaruhi oleh awan sehingga menyimpan informasi yang sangat bagus untuk diteliti. Pada penelitian ini data yang digunakan adalah citra satelit Sentinel-1. Data ini memiliki resolusi 30 m sehingga bagus untuk digunakan untuk menganalisis permukaan bumi dengan skala yang besar. Penelitian ini menggunakan metode RGB Komposit backscatter data selama setahun, polarisasi yang digunakan adalah VH karenabagus untuk penetrasi permukaan bumi arah horizontal. Pengolahan data menggunakan software Gamma. Penelitian inibertujuan untuk mendeteksi perubahan lahan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi pada tahun 2018. Pada daerah ini terdapat banyak lahan yang digunakan untuk lahan vegetasi dan infrastruktur sehingga dengan penelitian ini dapat mendemonstrasikan perubahan lahan selama 1 tahun.

Kata kunci:Synthetic Aperture Radar (SAR), Sentinel-1, deteksi perubahan lahan

ABSTRACT -Land use change becomes one of the significant issues for planners and decision makers in urban andregional policy. Data, information, and tool sometimes turn to be a burden in the process of detection of land use change.It is expected that increasing of accessibility presently will be straightforward to conduct the land use change detection.This study aims to demonstrate the land use detection with data and tool that are available. Synthetic Aperture Radar (SAR) technology is currentlyvery much used to analyze changes in the surface of the earth, because this data is not affected by clouds, so it stores verygood information to study. In this study the data used is Sentinel Satellite Imagery 1. This data has a resolution of 30 mso it is good to be used to analyze the surface of the earth on a large scale. This study uses the RGB Composite backscatterdata method for a year, the polarization used is VH because it is good for penetrating the earth's surface horizontally.Processing data using Gamma software. This study aims to detect land changes in Tanjung Jabung Barat and TanjungJabung Timur Regencies, Jambi Province in 2018. In this area there is a lot of land used for vegetation and infrastructureso that this research can demonstrate land changes for 1 year.

Keywords: Synthetic Aperture Radar (SAR), Sentinel-1, land change detection

20 ABSTRAK SUB-TEMA SDGs 13

(Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Penanganan Perubahan Iklim) Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Sistem Pengolahan Data Satelit Seri NOAA JPSS Untuk Produksi Informasi Titik Panas Secara Otomatis

Automatic NOAA JPSS Satellite Series Data Processing System to Produce Active Fires Information

Budhi Gustiandi1*), Donna Monica1, dan Andy Indradjad1

1Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Angka kejadian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di berbagai belahan dunia diperkirakan meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim karena kebakaran hutan dan lahan merupakan sumber utama dari karbon dioksida dan materi partikulat yang dapat mempengaruhi komposisi kimia di lapisan troposfer. Untuk mengetahui dinamika kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada skala yang luas, teknologi penginderaan jauh satelit dipertimbangkan sebagai cara yang paling efektif. Produk indikator kebakaran hutan dan lahan hasil pengolahan data penginderaan jauh dikenal secara luas sebagai active fires atau titik panas (hot spots). Sebuah sistem pengolahan data penginderaan jauh satelit Joint Polar Satellite System seri pertama (JPSS-1) yang juga dikenal sebagai satelit National Oceanic and Atmospheric Administration seri ke-20 (NOAA-20) telah dibangun untuk menghasilkan informasi titik panas secara otomatis. Sistem tersebut merupakan pengembangan dari sistem pengolahan data penginderaan jauh satelit Suomi National Polar-orbiting Partnership (Suomi-NPP) yang merupakan satelit pendahulu dari satelit JPSS-1 / NOAA-20. Desain sistem, alur pengolahan, serta perangkat-perangkat lunak yang digunakan sebagai bagian dari sistem dijelaskan secara detil pada makalah ini. Analisis produk-produk keluaran sistem juga dibahas secara detil di dalam makalah ini. Produk informasi titik panas yang merupakan hasil pengolahan dari sistem yang dikembangkan diharapkan dapat dimanfaatkan pada skala nasional sebagaimana produk-produk keluaran sistem sebelumnya, bahkan dapat dimanfaatkan pada skala regional.

Kata kunci: titik panas, penginderaan jauh, Suomi-NPP, JPSS-1, NOAA-20

ABSTRACT - The number of forest and land fires that were happened worldwide had been estimated to increase in the last years. Forest and land fires play a significant role in climate change because they are one of primary sources of carbondioxide and particulate matter that can affect chemical composition in the troposphere. To understand dynamics of forest and land fires in a wide scale, remote sensing satellite technology is considered as the most effective technique. Forest and land fires indicator products that are produced from remote sensing data processing are known widely as active fires or hot spots. A Joint Polar Satellite System generation 1 (JPSS-1) – also known as National Oceanic and Atmospheric Administration generation 20 (NOAA-20) – remote sensing satellite data processing system has been built to produce active fires or hotspots information automatically. The system is a development of existing Suomi National Polar-orbiting Partnership (Suomi-NPP) remote sensing satellite data processing system which is the predecessor of JPSS-1 / NOAA-20 satellite. System design, processing flow, and software used as parts of the system are elaborated in detail in this paper. Analysis of output products that are produced by the system are also described in detain in this paper. It is hoped that active fires or hotspots information products that are produced by the developed system can be utilized in national scale similar to their predecessor products that are produced by previous system, even they can be utilized in regional scale.

Keywords: active fires, hot spots, remote sensing, Suomi-NPP, JPSS-1, NOAA-20

21 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemanfaatan Satelit Himawari-8 Untuk Identifikasi Abu Vulkanik di Indonesia Tahun 2018

Utilization of Himawari-8 Satellite to Identify Volcanic Ash in Indonesia in 2018

Febryanto Simanjuntak1*), Sulton Kharisma2 1Stasiun Meteorologi Malikussaleh Aceh Utara 2Stasiun Meteorologi El Tari Kupang *)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki gunung berapi terbanyak di dunia. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana selama 2018 terdapat 2570 bencana alam termasuk 58 letusan gunung berapi. Hal ini dapat membahayakan penerbangan karena abu vulkanik dapat menyebabkan mesin pesawat mati. Berdasarkan data dari Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA) terdapat 9 kejadian yang ditunjukkan oleh warna merah yang mengindikasikan erupsi diperkirakan akan segera terjadi dengan emisi abu yang signifikan ke atmosfer atau letusan yang sedang berlangsung dengan emisi abu yang signifikan ke atmosfer. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika berkewajiban memberikan informasi tentang abu vulkanik kepada pilot menggunakan data satelit Himawari-8. Dalam tulisan ini, beberapa teknik untuk mendeteksi abu vulkanik dibandingkan untuk menemukan algoritma yang tepat untuk memvisualisasikan sebaran abu vulkanik. Citra multispektral diperoleh dari satelit geostasioner (satelit Himawari 8) dalam waktu pengamatan tertentu. Data referensi dikumpulkan dari sensor MODIS di satelit Terra Aqua untuk memantau sebaran abu vulkanik pada waktu dan tempat yang sama. Metode split window akan menggunakan brightness temperature differences (BTD) pada panjang gelombang 11 μm dan 12 μm, dibandingkan dengan metode Three Bands Volcanic Ash Product (TVAP) dan kombinasi warna komposit RGB untuk menentukan metode terbaik dalam mengidentifikasi abu vulkanik. Secara umum, metode BTD, TVAP, dan komposit RGB dapat menghasilkan hasil yang baik dibandingkan dengan citra MODIS untuk memantau sebaran abu vulkanik, namun metode TVAP cenderung overestimate.

Kata kunci: penerbangan, Himawari-8, MODIS, abu vulkanik

ABSTRACT - Indonesia is one of the countries that has the most volcanoes in the world. Based on National Disaster Management Authority’s data during 2018 there were 2570 natural disasters including 58 volcanic eruptions. This can endanger flights because volcanic ash can cause the jet engine to die. Based on data from Volcano Observatory Notice for Aviation, there were 9 events shown by red colour that indicates eruption is forecast to be imminent with significant emission of ash into the atmosphere likely or eruption is underway with significant emission of ash into the atmosphere. Indonesia Agency for Meteorology, Climatology, and Geophysics is obliged to provide volcanic ash advisory information to pilots using Himawari-8 satellite data. In this paper, some techniques of volcanic ash detection were compared to find the proper algorithm to visualize the volcanic ash dispersion. The multispectral image was acquired from the geostationary satellite (Himawari 8 satellite) in specific time observation. The reference data were collected from MODIS sensor in Terra Aqua satellite to monitor the volcanic ash dispersion at the same time and place. Split window method will use brightness temperature differences (BTD) at 11 µm and 12 µm wavelengths, and compared the Three Bands Volcanic Ash Product (TVAP) method and RGB composite color combination to determine the best method for identifying volcanic ash. In general, BTD, TVAP, and RGB composite methods can produce good results compared to MODIS imagery for monitoring the volcanic ash dispersion while the TVAP method tends to overestimate.

Keywords: aviation, Himawari-8, MODIS, volcanic ash

22 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Estimasi Kandungan Uap Air Dihitung Menggunakan Data GNSS dan Radiosonde

Estimation of Water Vapour Content calculated by GNSS and Radiosonde Data

Saipul Hamdi1*), Buldan Muslim2, dan Arif Aditiya3

1Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, LAPAN 2Pusat Sains Antariksa, LAPAN 3Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika, Badan Informasi Geospasial

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK – Makalah ini menyampaikan perolehan kandungan uap air PWV yang dihitung dari data GNSS dan dibandingkan dengan kandungan uap air yang dihitung menggunakan data radiosonde pada waktu yang relatif sama. Radiosonde diterbangkan di Bandung sedangkan receiver GNSS berlokasi di Lembang. Penghitungan kandungan uap air PWV menggunakan data radiosonde hanya dilakukan hingga ketinggian bersuhu -10 ºC, dan penghitungan PWV dari data GNSS dilakukan dengan interval 30 detik. Dari 16 pasang data diperoleh hasil bahwa pada umumnya PWV yang dihitung menggunakan data radiosonde bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan PWV yang diperoleh dari GNSS, dan hanya ditemukan empat nilai yang lebih rendah. Persentasi selisih antara keduanya terhadap PWV radiosonde adalah -11,7 s.d. 20,2 %, atau -4,73 s.d. 8,58 mm. MAPE antara GNSS dan radiosonde adalah 8%. Selama periode penelitian ini curah hujan diukur di Bandung.

Kata kunci: uap air, sistem satelit navigasi global, radiosonde

ABSTRACT – This paper presented water vapour content estimated from GNSS data correlate to water vapour estimated from radiosonde has been calculated in this work. Radiosonde launched in Bandung, and GNSS receiver is located in Lembang. Precipitable water vapour from radiosonde data has been calculated up to altitude with temperature equivalent -10 ºC, and precipitable water vapour GNSS is calculated every 30 seconds. By 17 sets of data, it is found in general that PWV-radiosonde is higher relatively compare to PWV-GNSS, and only four PWV- GNSS found smaller. Percentage of error corelated to PWV radiosonde is -11.7 % – 20.2 %, or -47.3 mm – 8.58 mm. Calculated MAPE is 8%. Rain water is measured in Bandung in the period of this work.

Keywords: water vapour,global navigation satellite system, radiosonde

23 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Penggunaan Citra Satelit Suhu Inframerah dalam Kasus Gempa Bumi di Donggala, Indonesia

Thermal Infrared Satellite Imagery Application in Earthquake Case Activity in Donggala, Indonesia

Muhamad Iqbal Januadi Putra1*), Martha Megah Anugerah1, Aulia Akbar1

1Department of Geography, Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Penggunaan citra satelit termal infrared telah beberapa kali digunakan dalam mendeteksi aktivitas gempa bumi di beberapa wilayah di dunia. Penggunaan citra satelit termal dalam mendeteksi aktivitas gempa bumi didasarkan oleh adanya anomali termal yang dihasilkan dari tekanan panas (heat stress) dari kegiatan tektonik di wilayah hiposentrum gempa. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik termal sebelum dan sesudah gempa Donggala, Sulawesi Tenggara dengan menggunakan algoritma land surface temperature (LST) pada band TIRS citra Landsat 8. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara karakteristik termal dengan aktivitas seismik yang diakibatkan oleh heat stress tektonik di wilayah Donggala. Studi ini menunjukkan adanya kenaikan suhu yang cukup tajam pada lima hari sebelum terjadinya gempa dan penurunan suhu satu bulan setelah terjadinya gempa di Donggala.

Kata kunci: gempa bumi, anomali inframerah termal, landsat 8

ABSTRACT - The utilization of thermal infrared satellite imagery has been used several times for detecting the seismic activities across the world. The using of thermal satellite imageries for detecting the earthquake activities was based on the thermal anomalies presence that resulted from the heat stress produced by tectonic movement in hypocentrum area. Therefore, this research aims to identify the thermal characteristic prior and post the earthquake phenomenon that occurred in Donggala, Central Of Sulawesi by using the land surface temperature (LST) algorithm in TIRS band Landsat 8 imagery. The result show the presence of correlation between thermal characteristic and seismic activities that caused by tectonic heat stress in Donggala area. This study show the presence of thermal increasing sharply in five days prior to the Donggal earthquake evidence and thermal decreasing after the mainshock evidence..

Keywords: earthquake, thermal infrared anomalies, landsat 8

24 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Sebaran Hotspot terhadap Konsentrasi PM10 di Kalimantan

Analysis of Hotspot Distribution to PM10 in Borneo Island

Mizani Ahmad1*), Aulia N Khoir1 dan Sunaryo1

1 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Meningkatnya pembangunan kota dan pusat industri, menyebabkan perubahan kualitas udara tidak dapat dihindarkan. Kebakaran hutan/lahan sebagai salah satu faktor penyebab memburuknya kualitas udara di pulau- pulau besar di Indonesia salah satunya Kalimantan, bukan hanya mempengaruhi Indonesia, namun juga berdampak ke negara tetangga. Rencana pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan juga perlu memerhatikan faktor kualitas udara di wilayah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kualitas udara dari distribusi PM10 di Kalimantan dan menganalisis bagaimana hubungan distribusi spasial dan temporal hotspot terhadap PM10 di wilayah tersebut. Tren konsentrasi PM10 di Kalimantan juga dianalisis untuk melihat bagaimana kecenderungan konsentrasi PM10. Data observasi PM10 selama setengah dekade terakhir diambil dari pemantauan PM10 yang tersebar di Kalimantan, sedangkan data hotspot diambil dari satelit Aqua/Terra-NASA periode 2001 hingga 2018 dengan tingkat kepercayaan (Confidence level) antara 81 – 100%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam periode tersebut kejadian hotspot yang paling tinggi yaitu pada tahun 2015 sebanyak 23.170 hotspot dan didominasi di Kalimantan Tengah sebanyak 13.283 hotspot. Hotspot terendah di Kalimantan yaitu sebanyak 641 hotspot pada 3 tahun 2017. PM10 rata-rata harian tertinggi tercatat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah sebesar 3.145,29 µg/m pada tanggal 21 Oktober 2015. Di keempat lokasi pemantauan PM10 di Kalimantan Tengah yaitu Sampit dan Muarateweh mengalamin kenaikan tren, sedangkan Palangkaraya dan Pangkalan Bun mengalami penurunan tren.

Kata kunci: PM10, hotspot, satelit Aqua-Terra

ABSTRACT - Increased development of cities and industrial areas, causing the changes in air quality can not be avoided. Forest / land fires as one of the factors causing deterioration in air quality in big islands in Indonesia, one of them is Kalimantan island, not only affects Indonesia, but also affects neighboring countries. The recent plan to move the Capital City to Kalimantan also needs to pay attention to air quality factors in the region. The purpose of this study was to analyze the air quality from the PM10 distribution in Kalimantan and analyze how the spatial distribution and temporal distribution of hotspots to PM10 in Kalimantan. Trends of PM10 in Kalimantan were also analyzed to see the tendency of PM10 concentrations. PM10 observation data during the last half decade was taken from PM10 monitoring sites spread in Kalimantan, while hotspot data was taken from Aqua / Terra-NASA satellites from 2001 to 2018 with 81-100% of confidence level. The results of this study show that the highest annual hotspot events happened in 2015 as many as 23,170 hotspots and dominated in Central Kalimantan as many as 13,283 hotspots. And the lowest annual hotspot events happened in 2017 in Central Kalimantan is 641 hotspots. The highest daily average PM10 was recorded in Palangkaraya, Central Kalimantan, 3.145,29 µgram/m3 on October 21st 2015. From four PM10 monitoring sites in Central Kalimantan, Sampit and Muarateweh experienced a trend increase, while Palangkaraya and Pangkalan Bun has experienced a downward trend.

Keywords: PM10, hostpot, Aqua-Terra satellite

jil penomoran kanan) 25 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Studi Awal Pengaruh Mesoscale Convective System terhadap Curah Hujan Ekstrim di Pesisir Barat Sumatera

A Preliminary Study of The Impact of Mesoscale Convective System on Extreem Rainfall over Western Coast of Sumatera

Achmad Fahruddin Rais1*), Tri Setyo Hananto1, dan Rezky Yunita2

1Pusat Meteorologi Penerbangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK- Tulisan ini merupakan studi awal yang membuktikan pengaruh mesoscale convective system (MCS) terhadap curah hujan ekstrim di pesisir barat Sumatera dengan menggunakan citra rapidscan 10 menit Himawari-8. Untuk mendapatkan data yang berkualitas, penulis melakukan kendali mutu dan koreksi terhadap data curah hujan di Moelaboh (MLH), Sibolga (SBG), Teluk Bayur (TBR) dan Bengkulu (BKL) pada kasus curah hujan ekstrim tahun 2018 serta koreksi parallaks terhadap data citra Himawari-8. Dalam mengidentifikasi MCS, penulis menggunakan kriteria dalam penelitian Nuryanto dkk. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa MCS berpengaruh terhadap curah hujan ekstrim di MLH, SBG dan TBR, kecuali curah hujan ekstrim di BKL. Intensitas puncak curah hujan ekstrim terkait MCS di 3 lokasi tersebut lebih besar dari pada intensitas puncak curah hujan tanpa MCS di BKL.

Kata kunci: mesoscale convective system, curah hujan ekstrim, Himawari-8

ABSTRACT- This paper is a preliminary study that will prove the impact of mesoscale convective system (MCS) on extreem rainfall over western coast of Sumatera based on 10 minutes rapidscan imagery of Himawari-8. To get qualified data, we did qualitic control and correction on rainfall data over Moelaboh (MLH), Sibolga (SBG), Teluk Bayur (TBR) and Bengkulu (BKL) in extreem cases of 2018 and did parallax correction on imagery data of Himawari-8. To identify MCS, we used the criteria of research of Nuryanto et.al. The results shows that MCS impacts the peak of extreem rainfall over MLH, SBG and TBR, except over BKL. The intensity of extreem rainfall peak impacted by MCS over 3 locations is higher than the intensity of extreem rainfall peak over BKL.

Keywords: mesoscale convective system, extreem rainfall, Himawari-8

26 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Identifikasi Pengaruh Fenomena Siklon Tropis Cempaka Terhadap Sebaran Abu Vulkanik Gunung Agung menggunakan Model PUFF dengan Inputan Data Radar dan Data Visual

Abdul Hamid Al Habib1*), I Wayan Gita Giriharta1, Citra Mutia Lestari1, dan Imma Redha Nugraheni1

1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Letusan Gunung Agung yang terjadi pada akhir November 2017 telah mempengaruhi aktivitas penerbangan di wilayah Bali dan Lombok. Hal tersebut diketahui dari informasi NOTAM bandara Ngurah Rai Denpasar dan Bandara Internasional Lombok yang menyatakan close aerodrome akibat abu vulkanik Gunung Agung. Tercatat penutupan sementara Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, terdapat 445 penerbangan yang terdampak, baik penerbangan menuju maupun dari Bali. Pada awalnya, secara umum abu vulkanik bergerak ke arah Pulau Lombok yang menyebabkan Bandara Internasional Lombok menjadi area terdampak, tetapi saat Siklon Tropis Cempaka mulai terbentuk di wilayah selatan Jawa, hal ini mengakibatkan perubahan arah sebaran abu vulkanik menjadi ke arah barat daya dan Bandara Ngurah Rai menjadi area terdampak. Berdasarkan hal tesebut, maka diperlukan kajian sebaran abu vulkanik dengan menggunakan model dispersi abu vulkanik PUFF pada letusan gunung Agung tanggal 25 sampai 29 November 2017. PUFF mensimulasikan partikel abu dengan pendekatan Lagrangian dan membutuhkan data prediksi medan angin u (zonal) dan v (meridional) 4-dimensi. Data inputan model PUFF menggunakan data Radar dan data Visual. Hasil sebaran diverifikasi dengan deteksi abu vulkanik dari citra satelit. Monitoring arah sebaran abu vulkanik Gunung Agung dilakukan dengan penginderaan jauh dengan mengolah data satelit himawari-8 menggunakan program GMSLPD.exe yang divisualisasikan dengan citra komposit RGB (Red-Green-Blue). Berdasarkan verifikasi citra satelit dan model PUFF menunjukkan bahwa adanya korelasi yang kuat pengaruh Siklon Tropis Cempaka terhadap sebaran abu vulkanik gunung Agung.

Kata kunci: Siklon Tropis, Cempaka, Abu Vulkanik, model PUFF, Citra Satelit, Citra Radar

ABSTRACT - The eruption of Mount Agung that occurred at the end of November 2017 has affected flight activities in Bali and Lombok. This is known from information from the NOTAM of Denpasar's Ngurah Rai airport and Lombok International Airport which stated that the aerodrome was closed due to the volcanic ash of Mount Agung. Recorded the temporary closure of Bali's I Gusti Ngurah Rai Airport, there are 445 affected flights, both flights to and from Bali. In the beginning, it generally moved towards Lombok Island which caused Lombok International Airport to become an affected area, but when the Tropical Cyclone Cempaka began to form in the southern region of Java, this resulted in a change in the direction of volcanic ash to the southwest and Ngurah Rai Airport into an area affected. Based on this, a study of the distribution of volcanic dust is needed by using the PUFF volcanic ash dispersion model at the Gunung Agung eruption on November 25-29, 2017. PUFF simulates ash particles with the Lagrangian approach and requires u (zonal) and v (meridional) wind field prediction data 4- dimensional. The input data of the PUFF model uses Radar data and Visual data. Distribution results are verified by detection of volcanic ash from satellite images. Monitoring the direction of Mount Agung volcanic ash distribution is done by remote sensing by processing himawari-8 satellite data using the GMSLPD.exe program visualized by RGB (Red-Green-Blue) composite imagery. Based on the verification of satellite images and PUFF models, it shows that there is a strong correlation between the effect of Cempaka Tropical Cyclone on the distribution of volcanic ash from Mount Agung.

Keywords: Tropical Cyclone, Cempaka, Volcanic Ash, PUFF Model, Satellite Image, Radar Image

27 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemanfaatan Satelit Nasa – GFWED Dan FIRMS Dalam Penentuan Peluang Terjadinya Titik Panas Berdasarkan Fire Weather Index (FWI) di Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan

Utilization of Nasa - GFWED and FIRMS Satellites in Determining the Probability of Hotspots by the Fire Weather Index (FWI) in Ogan Komering Ilir Regency, South Sumatra

Hermanto Asima Nainggolan1*), Desak Putu Okta Veanti2), Dzikrullah Akbar2)

1)Mahasiswa Program Studi D4 Klimatologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2)Dosen Program Studi Klimatologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

E-mail:[email protected]

ABSTRAK-Pencegahan dan antisipasi kebakaran hutan dan lahan (KARHUTLA) memiliki peran yang sangat penting mengingat berbagai dampak negatif seperti kerusakan ekosistem yang ditimbulkan. Sepanjang tahun 2018 di Kabupaten Ogan Komering Ilir tercatat sebanyak 864 hektar lahan terbakar dan data ini meningkat signifikan dibandikan luas lahan yang terbakar pada tahun sebelumnya. Data observasi yang digunakan untuk menentukan indeks kebakaran hutan yang dilakukan sampai saat ini masih kurang memadai bahkan di Kabupaten Ogan Komering Ilir sendiri belum dilakukan pengamatan observasi sama sekali. Sehingga, data penginderaan jauh sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pengamatan terutama dalam upaya pencegahan kebakaran hutan. Oleh karena itu, kami akan memanfaatkan data satelit NASA – GFWED dan FIRMS untuk mengetahui peluang terjadinya titik panas di Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Adapun indeks kebakaran yang digunakan adalah FWI dan FFMC sehingga akan didapatkan perbandingan kondisi peluang titik panas di kabupaten Ogan Komering Ilir. Data yang digunakan adalah data harian titik panas serta nilai indeks FWI dan FFMC harian tahun 2001 sampai dengan 2016 dengan lokasi berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Peluang tertinggi terjadinya kebakaran hutan terdapat pada FWI kelas tinggi dan FFMC kelas Ekstrem dengan peluang masing – masing 0,4 dan 0,7. Sehingga, lebih dari 50% kejadian titik api berada pada kelas FWI tinggi dan kelas FFMC ekstrem. Sementara itu wilayah rawan kebakaran dengan tingkat kepadatan titik api tertinggi berada di wilayah kecamatan Tulung selapan dan paling aman adalah dengan tingkat kepadatan terendah berada di wilayah kecamatan Cengal.

Kata kunci : FWI, Titik Panas, Kebakaran Hutan

ABSTRACT-Prevention and anticipation of forest and land fires (KARHUTLA) has a very important role considering the various negative impacts such as ecosystem damage caused. Throughout 2018, in Ogan Komering Ilir District, there were 864 hectares of burned land and this data increased significantly compared to the area burned in the previous year. Observation data used to determine the index of forest fires carried out to date is still inadequate even in the Ogan Komering Ilir District itself observations have not been carried out at all. Thus, remote sensing data is very necessary to meet observation needs, especially in efforts to prevent forest fires. Therefore, we will utilize NASA - GFWED and FIRMS satellite data to find out the probabilities for hot spots in Ogan Komering Ilir District, South Sumatra. The fire index used is FWI and FFMC so that it will get a comparison of the conditions of hotspot probabilities in Ogan Komering Ilir district. The data used are daily hotspots data as well as daily FWI and FFMC index values from 2001 to 2016 with locations in Ogan Komering Ilir Regency. The highest chance of forest fires is found in high-class FWI and Extreme-class FFMC with probabilities of 0.4 and 0.7 respectively. Thus, more than 50% of hotspot events are in the high FWI class and extreme FFMC class. Meanwhile, fire-prone areas with the highest density of fires are in the sub-district of Tulung Selapan and the safest is the lowest density level in the Cengal sub-district.

Keywords: FWI, Hotspots, Forest Fires

28 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Keadaan Atmosfer Kejadian Hujan Es Menggunakan Citra Radar Doppler C-Band dan Citra Satelit Himawari 8 (Studi Kasus: Jakarta, 22 November 2018)

Analysis of Atmospheric Condition of Hail Event Using C-Band Doppler Radar and Himawari 8 Sattelite Imagery (Case Study: Jakarta, November 22nd 2018)

Yoshua Ade Nugroho1, Nelly Handayani1, Mohammad Varizona Elyungga Rattu1, Imma Redha Nugraheni1*), dan Abdullah Ali2

1Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan 2Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Citra radar Doppler C-band Stasiun Meteorologi Kelas I Soekarno Hatta dan Satelit Himawari 8 yang didapatkan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) digunakan untuk menganalisis dinamika atmosfer pada saat kejadian hujan es di daerah Jakarta yang meliputi Thamrin, Tanah Abang, dan Semanggi pada 22 November 2018. Produk radar yang digunakan adalah CMAX, VCUT, SSA, VIL, dan ZHAIL sedangkan produk satelit yang digunakan adalah kanal IR, I2, N1, VS, dan WV yang kemudian disajikan secara deskriptif dengan hasil pengamatan sinoptik Stasiun Meteorologi Kelas III Kemayoran pada saat kejadian. Hasil dari pengolahan data menunjukkan bahwa telah terjadi hujan es yang disebabkan oleh faktor lokal yaitu pertumbuhan awan Cumulonimbus yang mengalami overshooting dengan inti badai seluas 17 km2, reflektivitas maksimum sebesar 60 dBz, suhu puncak awan >70˚C, dan probabilitas hail sebesar 40-50%. Kata kunci: radar, satelit, hujan es

ABSTRACT - C-band Doppler radar images of Soekarno Hatta Meteorological Station and Himawari 8 Satellite obtained from the Meteorology and Geophysics Agency (BMKG) were used to analyze the dynamics of the atmosphere during hail events in the Jakarta area: Thamrin, Tanah Abang, and Semanggi on November 22nd, 2018. Radar products used in this research are CMAX, SSA, VCUT, VIL, and ZHAIL while the satellite products used are I2, I4, VS, and WV channels which were then presented descriptively with synoptic observations from Kemayoran Meteorological Station at the time of the incident. The results of data processing showed that hail was caused by local factors, namely the growth of Cumulonimbus clouds with 17 km2 storm core, maximum reflectivity of 60 dBz, cloud peak temperature> 70˚C, and hail probability of 40-50%.

Keywords: radar, satellite, hail

29 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Hujan Ekstrem Penyebab Tanah Longsor Di Melawi Memanfaatkan Data Radar Dan Satelit Cuaca (studi kasus tanggal 28 Februari 2019) Analysis Of Extreme Rain Causes Landslides In Melawi Utilizing Weather Radar And Satellite Data (case study on 28 February 2019)

Ajis Nur Efendi1*), Siwi Kuncorojati2, dan Firman setia Budi3

1Stamet Nanga Pinoh-Melawi 2Stamet Susilo Sintang 3BMKG-Pusat

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK – Pada tanggal 28 Februari 2019, terjadi hujan yang sangat lebat yang mengakibatkan tanah longsor di Bukit Matuk yang berada di kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Kejadian tersebut berdampak pada putusnya jalan poros penghubung Kabupaten Sintang- Melawi selama beberapa waktu. Hujan yang tercatat di Stasiun Meteorologi Nanga Pinoh saat kejadian mencapai 205,5 mm/hari yang merupakan kriteria hujan yang sangat ekstrem. Dari kejadian tersebut, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode interpretasi data citra satelit dan citra radar serta fenomena-fenomena cuaca lainnya. Hujan lebat yang terjadi di wilayah Melawai disebabkan oleh akumulasi beberapa proses fisis. Hasil pengamatan satelit cuaca didapat hasil pada saat kejadian pertumbuhan awan di mulai pukul 12.00 UTC dengan nilai suhu puncak awan 100C hingga -620C. Untuk nilai labilitas udara dilihat dari satelit nilai K-indeks tertinggi adalah 37.5 dan terendah 35,4. Lifting Indeks nilai tertinggi adalah -1,5 dan terendah -3,3. Nilai Sweat tertinggi adalah 314 dan terendah 109, untuk nilai CAPE nilai tertinggi 1212 j/kg dan nilai terendah 233 j/kg. Berdasarkan nilai refektifitas radar cuaca nilai saat kejadian hujan berkisar antara 40 dBz sampai 55 dBZ. Dilihat dari nilai Precipitation Accumulation (PAC) tercatat di radar nilainya 132,17 mm. Dilihat dari streamline di wilayah penelitian terdapat daerah belokan angin dan daerah pertemuan angin yang secara khusus diikuti dengan perlambatan angin sehingga menimbulkan pertumbuhan awan-awan konvektif yang mengakibatkan hujan lebat. Dapat disimpulkan bahwa hujan ekstrem yang terjadi mampu di gambarkan dengan baik dari produk radar cuaca maupun satelit cuaca, sehingga untuk kedepannya pemanfaat produk ini bisa digunkan lebih maksimal untuk mengantisipasi kejadian tersebut.

Kata kunci: Interpretasi, Hujan, Precipitation Accumulation (PAC) dan Konvektif.

ABSTRACT - On February 28, 2019, there was heavy rain which resulted landslide at Bukit Matuk in Melawi district, West Kalimantan. This incident caused the breakdown of road that connecting Sintang-Melawi Regency for several times. The rain recorded at the Nanga Pinoh meteorological station when the incident is 205.5 mm / day which is a very extreme rain. From the incident, the author conduct research using the method of interpreting satellite image and radar imagery and other weather phenomena. Heavy rains that occurred in the Melawai region were caused by the accumulation of several physical processes. Based on satellite observations at the time of the incident, the cloud growth event began at 12:00 UTC with the values of cloud peak temperatures 100C to -620C. The air lability based on satellite, the highest K-index value is 37,5 and the lowest is 35,4. The highest Lifting index is - 1.5 and the lowest is -3.3. The highest Sweat value is 314 and the lowest is 109, for the highest value of CAPE is 1212 j / kg and for the lowest value is 233 j / kg. Based on the radar reflectivity data, the value of rain events ranges from 40 dBz to 55 dBZ. Judging from Precipitation Accumulation (PAC) product, the value is 132,17 mm. Judging from streamline, there are shearline and convergence followed by wind deceleration in which results in the growth of convective clouds resulting in heavy rain. It can be concluded that the extreme rain that occurs can be described well from weather radar products and weather satellites, so that in the future the use of this product can be used more optimally to anticipate this event.

Keywords: Interpretation, Rain, Precipitation Accumulation (PAC) and Convective.

30 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan Metode Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) di Kecamatan Camba, Kabupaten Maros Mapping of Landslide Vulnerable Areas using the Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) Method in Camba District, Maros Regency

Nahra Syafira Oktaviani1*), Muhammad Faris Fadhil1

1Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Penelitian ini menyajikan hasil dari model statistik berbasis SIG untuk pemetaan kerentanan tanah longsor menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan data penginderaan jauh untuk wilayah Kecamatan Camba, Kabupaten Maros. Sepuluh faktor termasuk kemiringan lereng, aspek, jenis tanah, jenis batuan, ketinggian, tutupan lahan, jarak dari sungai, curah hujan, jarak dari patahan, dan jarak dari jalan diekstraksi. Hubungan antara lokasi longsor yang terdeteksi dan sepuluh faktor terkait diidentifikasi dengan menggunakan model statistik berbasis SIG yaitu Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE). Peta inventaris tanah longsor yang memiliki total 30 lokasi tanah longsor dibuat berdasarkan survei lapangan yang digunakan untuk tujuan validasi. Hasil validasi dengan menggunakan Relative Landslide Density Index (R-index) untuk kelas sangat tinggi dan tinggi yaitu sebesar 55 % dan Receiver Operating Character (ROC) menunjukkan bahwa model SMCE memiliki akurasi sebesar 96,4 %, untuk metode P menunjukkan akurasi sebesar 98 %. Pemetaan kerentanan tanah longsor ini dapat digunakan untuk tujuan mitigasi bencana dan perencanaan kesiapsiagaan bencana. Upaya mitigasi bencana tanah longsor yang telah dilakukan adalah memasang rambu kawasan rawan bencana tanah longsor, sosialisasi terkait bencana, dan latihan dasar kesiapsiagaan bencana di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional.

Kata kunci:Kerentanan Tanah longsor, SIG, SMCE, Upaya Mitigasi, Kecamatan Camba

ABSTRACT -This study presents the results of a GIS-based statistical model for landslide susceptibility mapping using Geographic Information Systems (GIS) and remote data sensing for the Camba District, Maros Regency. Ten factors including slope, aspect, soil type, rock type, altitude, land cover, distance from the river, rainfall, distance from faults, and distance from the road extracted. The relationship between the associated landslide location and ten factors associated with using a GIS-based statistical model namely Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE). A landslide inventory map that has a total of 30 landslide locations based on field surveys used for validation purposes. The validation results by using the Relative Density Index (R-index) for very high and high classes is 55% and Receiver Operating Character (ROC) shows that the SMCE model has a total of 96.4%, for the P show method of 98%. This landslide mapping can be used for disaster mitigation and disaster preparedness planning purposes. Landslide mitigation efforts carried out have been carried out signs of landslide prone areas, disaster-related socialization, and basic disaster preparedness training on the National Disaster Preparedness Day.

Keywords: Landslide Susceptibility, GIS, SMCE, Mitigation Efforts, Camba District

31 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemetaan Wilayah Rawan Banjir Menggunakan Metode Spatial Multi- Criteria Evaluation (SMCE) di Sub DAS Minraleng, Kabupaten Maros

Mapping of Flood-Prone Areas Using the Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) Method in Minraleng Sub-watershed, Maros Regency

Muhammad Faris Fadhil1*), Nahra Syafira Oktaviani1

1Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Peta rawan banjir adalah alat yang penting untuk menilai kerentanan daerah rawan banjir. Penelitian ini berfokus pada penilaian daerah rawan banjir di Sub DAS Minraleng, Kabupaten Maros yang mana daerah tersebut mengalami kejadian banjir setiap tahun. Analisis spasial di lingkungan Sistem Informasi Geografis (SIG) telah diterapkan untuk estimasi zona rawan banjir menggunakan enam faktor fisik yang relevan, seperti intensitas curah hujan, kemiringan lereng, ketinggian wilayah, kepadatan sungai, penggunaan lahan dan jenis tanah. Kepentingan relatif dari faktor fisik telah dibandingkan dalam matriks berpasangan untuk mendapatkan nilai bobot dengan menggunakan metode Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE). Setelah peta rawan banjir dibuat, diketahui bahwa Kecamatan Camba memiliki wilayah rawan banjir dengan kelas sangat tinggi yang paling luas. Luas total wilayah dengan kelas tingkat kerawanan tinggi dan sangat tinggi memiliki presentase sebesar 0,83% (436,25 ha) dan 11,78% (6.168,035 ha). Beberapa upaya mitigasi bencana banjir yang dilakukan adalah membuat kajian risiko bencana, pemasangan rambu di kawasan rawan bencana, pengerukan sedimen, pembangunan waduk, dan pembangunan tanggul di pinggiran sungai.

Kata kunci: Peta Rawan Banjir, SMCE, SIG, Sub DAS Minraleng, Upaya Mitigasi

ABSTRACT -A flood vulnerability map is an important tool for assessing the vulnerability of flood-prone areas. This study focuses on the assessment of flood-prone areas in the Minraleng Sub-watershed, Maros Regency, where the area experiences floods every year. Spatial analysis in the Geographic Information System (GIS) environment has been applied to estimate flood-prone zones using six relevant physical factors, such as rainfall intensity, slope slope, area height, river density, land use and soil type. The relative importance of physical factors has been compared in paired matrices to obtain values using the Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) method. After the flood prone map was made, it was found that the Camba Subdistrict had the most extensive flood-prone areas with the most extensive. The total area with high and very high vulnerability classes has a percentage of 0.83% (436.25 ha) and 11.78% (6,168,035 ha). Some of the flood mitigation efforts carried out were making disaster risk studies, installing signs in disaster-prone areas, sediment dredging, building reservoirs, and building dikes on the banks of rivers.

Keywords: Flood Vulnerability Map, SMCE, GIS, Minraleng Subwatershed, Mitigation Efforts

32 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Kejadian Quasi-Linear Convective System di Kupang (Studi Kasus 10 Maret 2019)

Analysis of Quasi-Linear Convective System in Kupang (Case Study March 10, 2019)

Diana Cahaya Siregar1*), Sulton Kharisma2, dan Ni Putu Anita Purnama Dewi3

1Stasiun Meteorologi Tanjungpinang 2Stasiun Meteorologi Eltari Kupang 3Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologidan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Quasi-Linear Convective System (QLCS) dapat menyebabkan potensi terjadinya cuaca buruk seperti hujan lebat, banjir, angin kencang, dan puting beliung. Pada tanggal 10 Maret 2019 teridentifikasi adanya QLCS di wilayah Kupang yang berdampak terjadinya hujan yang disertai petir dan angin kencang. Sifat fisis dari fenomena QLCS dapat diidentifikasi melalui citra satelit Himawari-8 dan citra radar. Fase inisiasi (kumulus) terjadi selama 50 menit, fase matang terjadi selama 90 menit, dan fase disipasi (peluruhan) terjadi selama 50 menit. Berdasarkan pengamatan Radar Baron Stasiun Meteorologi Eltari Kupang, fase puncak matang QLCS teridentifikasi dari pukul 00.50 UTC hingga 01.10 UTC dengan nilai reflektivitas berkisar 35 dBz hingga 55 dBz dengan panjang 101.15 km menutupi wilayah Kabupaten Rote Ndao, Kota Kupang, dan Kabupaten Kupang. Fase disipasi diilustrasikan ketika nilai reflektivitas maksimum mulai menurun (< 35 dBz) dari jam 02.30 UTC hingga 03.10 UTC. Suhu puncak awan yang teramati melalui kanal IR berkisar -50 oC hingga -80 oC. Jika ditinjau dari kanal VIS, albedo awan berkisar 0.8 hingga 0.9 pada puncak fase matang awan. Tutupan awan Cumulonimbus yang semakin tebal mengindikasikan peluang terjadinya cuaca buruk cukup tinggi.

Kata kunci:Quasi-Linear Convective System, satelit Himawari-8, radar

ABSTRACT -Quasi-Linear Convective System (QLCS) can cause the potential of bad weather such as heavy rain, flood, strong wind, and tornado. On March 10, 2019, there was identification of QLCS in Kupang region affected the rain with lightning and strong wind. The physical characteristics of QLCS can be identified using Himawari-8 satellite and radar imagery. The cumulus phase occurred for 50 minutes, the mature phase occurred for 90 minutes, and the dissipating phase occurred for 50 minutes. Based on radar imagery of Meteorological Station of Eltari Kupang, the peak of mature was 00.50 to 01.10 UTC which the reflectivity value was 35 to 55 dBz with its length was 101.15 km covering the Rote Ndao, Kupang City, and Kupang District. The reflectivity on the dissipating was decreasing (Z < 35 dBz) from 02.30 to 03.10 UTC. The temperature of cloud peak observed using the IR channel which it ranged from -50 to -80 oC. Based on the VIS channel, the albedo value of the mature cloud peak of cumuliform was 0.8 to 0.9. The coverage of Cumulonimbus was thick indicating the probability of bad weather.

Keywords: Quasi-Linear Convective System, Himawari-8 satellite, radar

33 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Kondisi Atmosfer Saat Kejadian Hujan Lebat Wilayah Jakarta dan Sekitarnya (Studi Kasus: Jakarta Tanggal 07 April 2019)

Analysis of Atmospheric Conditions during Heavy Rainfall Event in Jakarta and Surrounding Area (Case Study: Jakarta 07 April, 2019)

Emmilia Monica Andrianni Sulistio1*), Chray Fanly Jovini Tambengi2, Fazaki Ramadhani Anwar Samana2

1Prodi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2Stasiun Meteorologi Fransiskus Xaverius Seda, Maumere

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK – Kejadian hujan lebat yang telah melanda wilayah Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 07 April 2019 dianalisis dengan menggunakan data hasil pengamatan cuaca permukaan yang dilakukan oleh stasiun meteorologi Kemayoran, data pengindraan jauh yaitu radar cuaca Tangerang dan satelit Himawari 8, data analisis numerik serta data hasil pengamatan udara atas RASON (Rawind Sonde). Dinamika atmosfer yang terjadi dikarenakan terdapatnya siklontropis Wallace yang melewati perairan selatan Bali dan Nusa Tenggara serta terdapatnya daerah tekanan rendah di bagian utara Jakarta atau sebelah barat Pulau Kalimantan. Dinamika atmosfer yang terjadi memengaruhi nilai SST di sekitar perairan wilayah yang menjadi kajian sehingga menyebabkan nilai anomali SST menjadi positif. Sebagai pengetahuan umum dimana nilai anomali SST positif mengindikasikan terdapatnya kegiatan transfer panas yang dilakukan lautan menuju ke atmosfer sehingga menjadikan kondisi atmosfer di wilayah kajian menjadi labil yang ditunjukkan oleh indeks labilitas dan serta tingginya tingkat kelembaban yang ada di atmosfer. Atmosfer yang labil sangat membantu dalam terciptanya awan – awan yang mendukung dalam proses hujan yaitu awan konvektif. Pada wilayah yang dilakukan kajian terpantau adanya suhu puncak awan dengan nilai> - 50 °C dari citra satelit serta nilai reflektivitas yang berada pada nilai > 40 DBZ dari radar cuaca. Hal ini mengindikasikan bahwa awan tersebut adalah awan Cumulonimbus.

Kata kunci:cuacaekstrem, penginderaanjauh, hujanlebat, cumulonimbus

ABSTRACT -Heavy rain events that have hit the Jakarta and surrounding areas on April 7, 2019 were analyzed using surface observation data conducted by the Kemayoran meteorological station, remote data sensing via Tangerang weather radar and Himawari 8 satellite, numerical data analysis and flight search results data above RASON (RawindSonde). The dynamics of the atmosphere that occur due to the presence of tropical cyclone Wallace that passes through the waters south of Bali and Nusa Tenggara as well as the presence of low areas in the northern part of Jakarta or west of Kalimantan Island. The atmospheric dynamics that occur affect the value of SST around the territorial waters that are studied, causing the SST anomaly to be positive. As general knowledge where the value of positive SST anomalies shows that there is an activity of heat transfer carried out by the oceans to the atmosphere, it is necessary to make the atmosphere in the study area labile as needed by the lability index and also increase the moisture content in the atmosphere. The atmosphere that supports clouds is created - clouds that support the rain process, namely cloud convective. In the area under review it was observed from clouds with value is > - 50 ° C from satellite imagery and reflectivity value is >40 DBZ of weather radar. This is a Cumulonimbus cloud.

Keywords: extreme weather, remote sensing, heavy rain, cumulonimbus

34 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Prediksi Curah Hujan Bulanan di Pondok Betung Menggunakan Prediktor Komponen Utama Suhu Permukaan Laut Perairan Indonesia

Monthly Rainfall Prediction in Pondok Betung Utilize Indonesian Sea Surface Temperature

Mamlu’atur Rohmah1*), Aulia Nisa’ul Khoir1, dan Soetamto2

1Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Curah hujan merupakan unsur iklim yang memiliki pengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan manusia sehingga dibutuhkan informasi yang tepat. Oleh karena itu, perlu adanya metode yang tepat untuk menghasilkan prediksi curah hujan sehingga dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang membutuhkan. Salah satu faktor yang memiliki peran penting dalam pembentukan curah hujan adalah uap air yang disuplai oleh lautan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pemanfaatan Suhu Permukaan Laut (SPL) perairan Indonesia untuk memprediksi curah hujan bulanan Pondok Betung. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis empirical orthogonal function (EOF) terhadap SPL Indonesia yang dibatasi 10oLU - 14oLS dan 90oBT – 140oBT untuk menghasilkan komponen utama yang mampu mereduksi dimensi prediktor suhu permukaan laut dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin variasi kumpulan data. Persamaan regresi dibentuk berdasarkan prediktor komponen utama yang telah diperoleh menggunakan data tahun 1981-2010. Selain itu, juga dibentuk persamaan regresi linear sederhana menggunakan prediktor suhu permukaan laut perairan Indonesia yang memiliki korelasi tertinggi.Analisis EOF terhadap SPL Indonesia menghasilkan 3 komponen utama yang mampu menjelaskan 90% variasi data. Sedangkan area SPL yang memiliki korelasi tertinggi terhadap curah hujan di Pondok Betung berada di selatan Merauke tepatnya pada 10oLS – 12oLS dan 140oBT – 142oBT. Verifikasi hasil prediksi selama periode 2011-2016 di Pondok Betung menunjukkan bahwa prediksi dengan prediktor komponen utama menghasilkan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan prediktor suhu permukaan laut.

Kata kunci:curah hujan, prediksi, komponen utama, regresi, suhu permukaan laut

ABSTRACT -Rainfall is a climate parameter, which impact various aspects of human life, that require precise information. Therefore, we need the right method to generate monthly rainfall prediction so that it can be utilized by various parties in need. One of the factors that have an important role in the formation of rainfall is the water vapor supplied by the oceans. This study aims to see how the utilization of Indonesian Sea Surface Temperature (SST) to predict monthly rainfall Pondok Betung. The study was conducted utilize Empirical Orthogonal Function (EOF) method to produce the principal component of Indonesian SST which defined by 10oN – 14oS and 90oE – 142oE. This method is able to reduce the dimensions predictor of Sea Surface Temperature by retaining as much variation data set of the initial data. The regression equation established based on principal components as predictors during 1981-2010. In addition, also established linear regression equation utilize the highest correlation of Sea Surface Temperature area as predictor. EOF analysis of Indonesian SST produces 3 principal components that can explain 90% of data variation. While the SST area that has the highest correlation to monthly rainfall in Pondok Betung is located at south Merauke precisely at 10oS - 12oS and 140oE - 142oE. Verification of predicted results in Pondok Betung during 2011-2016 shows that predictions utilize principal component as predictors result in better value than directly utilize Sea Surface Temperature as predictor.

Keywords: rainfall, predictions, principal components, regression, sea surface temperature

35 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analyzing the inflation phase at Mt. Bromo Indonesia by using the Time-series SAR Interferometry with combining the orbit direction of ALOS/PALSAR data sets

Arliandy P. Arbad1,2*), Wataru Takeuchi2, Yosuke Aoki3, Mutiara Jamilah4, Achmad Ardy5,Afif Gatra6

1 Dept. of Civil Engineering, State Polytechnic of Jakarta, Indonesia 2Dept. of Civil Engineering, The University of Tokyo, Japan 3 Earthquake Research Institute, The University of Tokyo, Japan 4 Dept. of Geodesy, Diponegoro University, Indonesia 5 Dept. of Agro Eco Technology, Lampung University, Indonesia 6 Dept. of Geomatics Engineering, Sumatera Institute of Technology, Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRACT-Inflation as a mass of new lava rises to the surface, it pushes the old rock aside and upward making a bulge on the surface, because the expansion of a volcano due to the lava pushing up. There are several ways to measure; in this study we used InSAR analysis. The majority of differential-InSAR limitations are the temporal and geometric decorrelations that influence the noise component, the phase unwrapping, and the atmospheric errors component. To eliminate the limitations of differential-InSAR analysis from single face processing we used Time- Series InSAR. The proposed analysis is based on 22 SAR descending and 10 SAR ascending data sets acquired by the ALOS/PALSAR sensors during the 2007–2011 time intervals. The result shows the map of the mean displacement rates in the descending and ascending direction during each observation period, this result related to the eruption in 2011. Overall, the orbits are showing different displacements value with the trend is relatively similar. As possible reasons for this discrepancy because of residual of orbital error, a difference of incident angle, time acquisition, and east-west shift can be responded as ground surface deformation, also the temporal resolution of ALOS/PALSAR more than 2.5 years are bad coherence. Mt. Bromo is one of the most active volcanoes in East Java with ranging cycle of eruption from one to five years. Our paper is intended (SDGs 11) to support the growing body of research that attempts to encourage knowledge sharing in the field of disaster preparedness and risk reduction.

Keywords: ALOS/PALSAR, Inflation, InSAR, SDGs, Volcano

36 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Variabilitas Upwelling di Perairan Barat Sumatra Menggunakan Citra Satelit Aqua MODIS

Impact of Climate Change on Upwelling Variability in the Western Waters of Sumatra using Aqua MODIS Satellite Images

Muhammad Aziz Lazuardi1*), Restiana Fitri1, Furqon Alfahmi1 1Badan Meteorologi Klimatologidan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK – Perubahan fenomena iklim seperti Indian Ocean Dipole (IOD) dapat mempengaruhi sejumlah parameter oseanografi termasuk variabilitas upwelling di perairan barat Sumatra. Pemahaman wilayah upwelling diperlukan dalam menentukan lokasi fishing ground. Wilayah upwelling dapat diidentifikasi dari penurunan Suhu Permukaan Laut (SPL) dan peningkatan konsentrasi klorofil-a secara signifikan di suatu perairan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kejadian IOD terhadap variabilitas (spasial dan temporal) upwelling di perairan barat Sumatra pada periode 2008-2017. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data SPL dan klorofil-a hasil mencitraan satelit EOS (Earth Observing System) AQUA dengan sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) serta data DMI (Dipole mode index). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat IOD positif kuat, upwelling terjadi di perairan sebelah barat Bengkulu dan Lampung mulai bulan Juli hingga September. Pada periode tersebut penurunan SPL mencapai 26.5 ºC dan peningkatan konsentrasi klorofil-a antara 1.38 –6.23 mg/m3, sehingga upwelling yang terjadi masuk dalam kategori intensitas lemah hingga sedang. Dalam kaitannya dengan upwelling, IOD berpengaruh terhadap SPL dan kedalaman lapisan termoklin. Pada saat IOD positif, terjadi penurunan SPL di perairan barat Sumatra dan lapisan termoklin menjadi lebih dangkal, sehingga meningkatkan intensitas serta luasan wilayah upwelling. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat IOD negatif, luasan upwelling cenderung lebih sempit dengan intensitas lemah.

Kata kunci: Upwelling, Klorofil-a, SuhuPermukaanLaut, Indian Ocean Dipole, MODIS

ABSTRACT – Climate changes phenomenon such as Indian Ocean Dipole (IOD) can influences to several oceanographyc parameters, including upwelling variability in the western waters of Sumatra. Understanding upwellingarea is needed for determining fishing ground location. Areas of upwelling can be identified from a significant decreasein Sea Surface Temperature (SST) and an increase in chlorophyll-a concentration. The purpose of this study wasdetermining the impact of IOD events on upwelling variability (spatial and temporal) in the western waters of Sumatraduring 2008 - 2017. This study uses SST and chlorophyll-a data as a result of imaging EOS (Earth Observing System)-AQUA satellite with MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) sensor and DMI (Dipole Mode Index)data. This study uses descriptive and statistic methods. The results showed that during strong positive IOD, upwellingoccurred in the western waters of Bengkulu and Lampung precisely from July to September. In this period, SST reached26.5⁰C and the chlorophyll-a concentration increased between 1.38 - 6.23 mg/m3, so that upwelling occurs in the category of weak to moderate intensity. In relation to upwelling, IOD affects to SST and depth of the layer. Duringpositive IOD, SST in the western waters of Sumatra decreases and thermocline layer becomes more shallow, so upwellingarea becomes wider with strong intensity. The opposite condition occurs when negative IOD, upwelling area tends to benarrower with weak intensity.

Keywords: Upwelling, Chlorophyll-a, Sea Surface Temperature, Indian Ocean Dipole, MODIS

37 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemanfaatan Citra Satelit Himawari-8 Untuk Deteksi Debu Vulkanik Menggunakan Metode Volcanic Ash Product (VOL)-EUMETSAT (Studi Kasus Erupsi Gunung Agung Tanggal 2 Juli 2018)

Utilization of the Himawari-8 Satellite Image to Detect Volcanic Ashusing the Volcanic Ash Product (VOL) Method-EUMETSAT (A Case Study of Mount Agung Eruption on July 2, 2018)

Made Dwipayana1*), Retnadi Heru Jatmiko2dan Muhammad Kamal2

1Program Studi S2 PenginderaanJauh, FakultasGeografi, UniversitasGadjahMada, Yogyakarta 2Departemen Sains Informasi Geografi, FakultasGeografi, UniveritasGadjahMada, Yogyakarta

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Satelit geostasioner memiliki resolusi temporal tinggi dapat digunakan untuk mendeteksi berbagai fenomena di bumi. Salah satu fenomena yang dapat dideteksi adalah debu vulkanik, dimana debu vulkanik dihasilkan darierupsi gunung api. Erupsi gunung api dapat terjadi dengan cepat sehingga diperlukan deteksi dini untuk mengetahui debu vulkaniknya. Satelit Himawari-8 merupakan satelit yang dikembangkan oleh JAXA (Jepang) memiliki 16 saluran dengan resolusi temporal 10 menit hingga 0,5 menit pada area-area tertentu. Citra satelit Himawari-8 telah digunakan untuk mendeteksi debu vulkanik di Indonesia sejak 2015 oleh BMKG dengan metodekomposit RGB. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kemampuan satelit Himawari-8 dalam mendeteksi debu vulkanik menggunakan metode Volcanic Ash Product (VOL) yang dikembangkan oleh EUMETSAT pada erupsi Gunung Agung di Bali tanggal 2 Juli 2018. Data yang digunakan adalah citra satelit Himawari-8 sebagai data olahan dan foto kejadian debu vulkanik erupsi Gunung Agung yang diperoleh dari PVMBG. Metode VOL dikembangkan untuk deteksi debu vulkanik di wilayah Eropa untuk citra satelit Meteosat Generasi ke-3, penerapan pada citra satelit Himawari-8 disesuaikan dengan saluran-saluran yang memiliki panjang gelombang yang sama atau hampir sama yaitu menggunakan saluranVIS 0.64, NIR 1.6, IR 3.9, IR 8.6, IR 10.4 dan IR 12.4. Hasil pengolahan metode VOL menunjukkan bahwa debu vulkanik dapat dideteksi pada kasus erupsi Gunung Agung namun memerlukan penyesuaian lebih lanjut untuk meminimalisir false alarm (salah deteksi).

Kata kunci:Debu Vulkanik, Erupsi, Gunung Agung, Himawari-8, Volcanic Ash Product (VOL)

ABSTRACT-Geostationary satellites have a high temporal resolution can be used to detect various phenomena on earth. One phenomenon that can be detected is the spread of volcanic ash, where volcanic ash is generated from volcanic eruptions. Volcanic eruptions can occur quickly so that early detection is needed to determine the of volcanic ash. Himawari-8 Satellite is a satellite developed by JAXA (Japan) that has 16 channels with a temporal resolution of 10 minutes to 0.5 minutes in certain areas. Himawari-8 satellite imagery has been used to detect the spread of volcanic ash in Indonesia since 2015 by BMKG with the RGB composite method. The purpose of this study is to examine the ability of Himawari-8 satellite in detecting of volcanic ash using the Volcanic Ash Product (VOL) method developed by EUMETSAT on Mount Agung Bali eruption on July 2, 2018. The data used is Himawari-8 satellite image as processed data and photos of the Mount Agung eruption volcanic ash obtained from PVMBG. The VOL method was developed for detection of volcanic ash in the European region for the 3rd Generation Meteosat satellite image, the application of Himawari-8 satellite imagery was adjusted to channels that had the same or almost the same wavelength using the VIS channel 0.64, NIR 1.6, IR 3.9, IR 8.6, IR 10.4 and IR 12.4. The results of processing the VOL method indicate that volcanic ash can be detected in the case of Mount Agung eruption but requires further adjustement to minimize false alarms.

Keywords: Volcanic Ash, Eruption, Mount Agung,Himawari-8, Volcanic Ash Product (VOL)

38 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemanfaatan Data Satelit untuk Estimasi Luas Area Kebakaran Menggunakan Fire Weather Index dan Sebaran Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah

Utilization of Satellite Data for Estimated Burned Area Using Fire Weather Index and Distribution of Hotspots in Central Kalimantan Province

Meyce Juandini L. Tanduklangi1*), Desak Putu Okta Veanti1, dan Dzikrullah Akbar1

1Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK –Diperlukan deteksi kebakaran hutan dan lahan melalui informasi indikasi terjadinya kebakaran mengingat potensi ancaman kebakaran di Indonesia semakin meningkat. Pemantauan sumber api merupakan faktor kunci dalam meningkatkan keberhasilan pencegahan kebakaran. Namun, informasi tersebut sulit didapatkan dari pengukuran langsung karena akses yang kurang memadai dan penyebaran sumber api yang sangat cepat. Pemanfaatan penginderaan jauh dapat dijadikan alternatif dalam penyelesaian masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi luas area kebakaran yang difokuskan pada Provinsi Kalimantan Tengah sebagai salah satu daerah dengan cakupan luas kebakaran yang besar. Data penelitian yang digunakan semuanya memanfaatkan teknik penginderaan jauh yaitu data sebaran titik panas dari satelit NASA-FIRMS, data indeks cuaca kebakaran meliputi Initial Spread Index (ISI) dan Fire Weather Index (FWI) dari satelit NASA-GFWED, dan data fraksi area terbakar dari satelit GFED masing-masing dalam skala harian periode 2001-2016. Dalam penelitian ini dilakukan analisis hubungan antar variabel data tersebut dan estimasi luas area kebakaran dilakukan dengan metode regresi linier berganda kemudian divalidasi untuk melihat tingkat kesesuaian hasil keluaran model prediksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh variabel memiliki hubungan yang berbanding lurus sebagai pemicu peningkatan luas area kebakaran. Model estimasi luas area kebakaran yang dihasilkan adalah: Burned Area= -0.000217201 + 0.000287365 FWI + 0.00155111 ISI + 0.0116881 Titik Panas, dengan nilai RMSE sebesar 0.37% fraksi area terbakar. Secara lebih lanjut, penelitian ini akan diarahkan pada penambahan persyaratan untuk luas area terbakar dimana ketika titik panas = 0 maka nilai luas area kebakaran = 0.

Kata kunci:luas area kebakaran, FWI, ISI, titik panas, kebakaran hutan

ABSTRACT It is necessary to detect forest and land fires through information on indications of fire considering the potential for fire threats in Indonesia is increasing. Monitoring of fire sources are key factors in increasing the success of fire prevention. However, this information is difficult to obtain from direct measurements because of poor access and the rapid spread of sources of fire. The use of remote sensing can be used as an alternative in solving this problem. This study aims to estimate burned area that is focused on Central Kalimantan Province as one of the areas with a large coverage of large fires. The research data used were all using remote sensing techniques such as data on hotspot distribution from NASA-FIRMS satellites, fire weather index data including the Initial Spread Index (ISI) and Fire Weather Index (FWI) from NASA-GFWED satellites, and burned area fraction data from each GFED satellite on a daily scale in the period 2001-2016. In this study an analysis of the relationship between these data variables was carried out and the estimation of burned area was carried out by multiple linear regression methods involving all data variable elements from 2001-2015 thenvalidation to see the level of suitability of the output of the prediction model by racing on the data on the burned area in 2016.The results showed that all variables had a proportional relationship as a trigger for increasing the burned area. The estimation model for the burned area produced is: Burned Area = -0.000217201 + 0.000287365 FWI + 0.00155111 ISI + 0.0116881 Hotspot, with the RMSE value of 0.37% the area fraction burned area. Further, this research will be directed at adding requirements to the area of the burning area when the hotspot = 0 so the value of the burned area= 0.

Keywords: burned area, FWI, ISI, hotspots, forest fires

39 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemanfaatan Model PUFF dalam Memprediksi Sebaran Debu Vulkanik (Studi Kasus: Gunung Sinabung, 1 Agustus 2017)

Using PUFF Model to Predict Volcanic Ash Dispersion (Case Study: Mt. Sinabung, August 1st 2017)

Ayu Vista Wulandari 1*), Dewi Sinaga 2, YudiSetya Permana3, Juni Tika Simanjuntak4, Hariadi5

1Stasiun Meteorologi Beringin Barito Utara 2Stasiun Meteorologi Syukuran Aminuddin Amir – Banggai 3Stasiun Meteorologi Namlea 4,5Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK –Erupsi Gunung Sinabung terjadi lagi pada tanggal 1 Agustus 2017 dengan ketinggian letusan mencapai 2000 meter. Penelitian ini dilakukan untuk melihat arah sebaran debu vulkanik dengan model PUFF menggunakan data grib. Model PUFF merupakan model yang menggunakan metode Lagrangian. Model ini dianggap mampu dalam memprediksi sebaran abu vulkanik dan digunakan oleh beberapa VAAC dan instansi nasional di dunia. Model PUFF adalah model trayektori partikel yang membutuhkan data inisial berupa medan angin horizontal u (zonal) dan v (meridional) dalam 4-dimensi (x,y,z,t). Hasil dari penelitian ini menunjukkan sebaran debu vulkanik menyebar ke arah tenggara, prediksi medan angin juga menunjukkan angin pada lapisan 850 mb bertiup dari arah barat hingga barat laut dan menyebar ke arah tenggara, sedangkan angin pada lapisan 500 mb bertiup dari arah timur dan menyebar ke arah barat daya dan barat. Data olahan dari model Weather Research and Forecasting (WRF) menunjukkan kondisi medan angin yang sama pada lapisan 850 mb dan 500 mb. Kedua hasil model tersebut diverifikasi dengan trajektori dari data citra satelit.

Kata kunci:Abu Vulkanik, Model PUFF, WRF-ARW, Himawari-8

ABSTRACT - Mt. Sinabung eruption occurred again on August 1st, 2017 with a height of 2000 meters eruption. This research was conducted to see the direction of volcanic ash dispersion with PUFF model using grib data. PUFF model is a model using Lagrangian method. This model is considered capable in predicting the spread of volcanic ash and is used by some VAAC and national agencies in the world. The PUFF model is a particle trajectory model that requires initial data in the form of u (zonal) and v (meridional) horizontal wind field in 4- dimensional (x, y, z, t). The results of this study show the volcanic ash spread to the Southeast, the prediction of the wind field also shows the wind in the 850 mb layer blowing from west to Northwest and spread to the Southeast, while the wind in 500 mb layer blowing from the East and spread toward Southwest and West. The processed data from the Weather Research and Forecasting (WRF) model shows the same wind field condition at layers of 850 mb and 500 mb. The result of models was verified with trajectory from satellite image data.

Keywords: Volcanic Ash, PUFF model, WRF-ARW, Himawari-8.

40 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Prediction Of The Epidemiological Aspect For Dengue Outbreaks By Using Local And Remote Sensing Data

Chusna Meimuna1*), Adang Bachtiar2, dan Arliandy Pratama3

1Dept. of Public Health, The University of Indonesia, Depok, Indonesia 2 Dept. of Public Health, The University of Indonesia, Depok, Indonesia 3Dept. of Civil Engineering, State Polytechnic of Jakarta, Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRACT - Dengue Hemorrhagic Fever (DF/DHF) cause significant morbidity and mortality in tropical urban- areas. Epidemics of this mosquito borne illness are on the rise worldwide due to increased international travel and unplanned urbanization combined with lack of effective mosquito control measures in tropical developing countries such as Indonesia. The techniques of remote sensing (RS) and geodesy-space have the potential to revolutionize the discipline of epidemiology and its application in human health. We focused on dengue fever which affected by the moisture, vegetation and rainfall accummulation. Since different processes operate at different scales and over different areas in ecology and epidemiology, issues of scale and extent are fundamental to spatial statistical analysis. Exploratory analysis of spatial data sets may help detect patterns at different scales. The Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) satellite data have been used to derive rainfall these measurements have been used for predictions for di Commonly used leaf area indices are the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and the Enhanced Vegetation Index (EVI), both available from satellite sensors such as the Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) and the Moderate Resolution Imaging Spectrometer (MODIS). NDVI is closely related to photosynthesis, while EVI is closely related to leaf display. Various sea surface temperature anomalies (SSTA) have also been used as indicators of future disease outbreaks. Our method uses variables such as previous dengue incidence, meteorological/climatic data and socio-economic data. Particularly, our work is directly contributing to target 3 fight communicable diseases, because this target calls for the epidemic of malaria/dengue.

Keywords: Dengue, Remote Sensing, SDG’s, Disease Outbreaks, Developing Countries.

41 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Dampak Siklon Tropis Pabuk Menggunakan Satelit Himawari-8 dan GSMaP di Wilayah Laut Cina Selatan

Impact Analysis of Cyclone Tropis Pabuk Using Satelit Himawari-8 and GSMaP In

Khalid Fikri Nugraha Isnoor1*), Prasetyo Umar Firdianto2

1Stasiun Meteorologi Tanjungpinang 2Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Wilayah Indonesia secara langsung tidak dilintasi oleh siklon tropis, tetapi pengaruhnya tetap berdampak secara tidak langsung seperti hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi. Siklon tropis merupakan badai dengan kekuatan yang besar. Radius rata-rata siklon tropis mencapai 150 hingga 200 km. Siklon tropis terbentuk di atas lautan luas yang umumnya mempunyai suhu permukaan air laut hangat, lebih dari 26.5 °C, serta angin kencang yang berputar di dekat pusatnya mempunyai kecepatan angin lebih dari 63 km/jam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi dan menganalisis dampak yang ditimbulkan dari Siklon Tropis Pabuk disekitar Laut Cina Selatan, sebelah utara Kepulauan Riau. Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi pertumbuhan siklon tropis Pabuk menggunakan kanal IR dan Water Vapor satelit Himawari-8. Sedangkan untuk estimasi curah hujan yang akan terjadi, dengan memakai satelit GSMaP (Global Satellite Mapping of Precipitation). Hasil pantauan menunjukkan adanya bibit siklon sejak 01 Januari 2019 pukul 06.00 UTC di perairan Laut Cina Selatan dan bergerak dari timur ke arah barat laut hingga mencapai puncaknya pada 04 Januari 2019. Hal ini menimbulkan terjadinya hujan lebat disertai angin kencang di sekitar wilayah Natuna dan Anambas. Siklon tropis Pabuk tersebut juga menimbulkan adanya peningkatan ketinggian gelombang laut dengan ketinggian berkisar 2,0 - 5,0 m yang terjadi di Laut Cina Selatan, perairan Natuna, perairan Anambas, dan sekitarnya.

Kata kunci: Curah Hujan, GSMaP, Himawari-8, Siklon Tropis

ABSTRACT - The territory of Indonesia is not directly crossed by tropical cyclones, but its influence continues to have an indirect impact such as heavy rain, strong winds, and high waves. Tropical cyclones are strong storms. The average radius of a tropical cyclone reaches 150 until 200 km. Tropical cyclones formed upper oceans which generally have warm sea surface temperatures, more than 26.5 ° C, and strong winds that rotate near the center have wind speeds of more than 63 km / hours. The purpose of this study was to detect and analyze the effects of Tropical Cyclones Pabuk around the South China Sea, north of the Riau Islands. The method used in this study was using kanal IR and water vapor satellite Himawari-8 to monitor the growth of Pabuk tropical cyclones. As for the estimated rainfall that will occur, using the GSMaP satellite (Global Satellite Mapping of Precipitation). The results of the monitoring show that cyclone existed from January 1, 2019 at 06.00 universal coordinate time in the waters of the South China Sea and moved from east to northwest to reach its peak on January 04, 2019. This caused heavy rains along with by strong winds around the Natuna region and Anambas. The Tropical Cyclone Pabuk also causes an increase in sea wave height with altitudes ranging from 2.0 - 5.0 m which occur in the South China Sea, Natuna waters, Anambas waters, and its surroundings.

Keywords: Rainfall, GSMaP, Himawari-8, Tropical Cyclone

42 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Evaluasi Akurasi Empat Produk MODIS Burned Area untuk Kebakaran di Lahan Gambut Tropis

Evaluating Accuracy of Four MODIS Burned Area Products for Assessing Tropical Peatland Fires

Y.Vetrita12*), M. A. Cochrane3, Suwarsono2, A. Zubaidah2, M. Priyatna2, K. D. Ayu2, and S. Sulma2

1Geospatial Sciences Center of Excellence, South Dakota State University, Brookings, USA, 57007 2Indonesian National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN), Jakarta, Indonesia 3Appalachian Laboratory, University of Maryland Center for Environmental Science, Frostburg, MD, USA

*)E-mail: [email protected]; [email protected]

ABSTRAK - Beberapa produk pemetaan spasial area terbakar seperti MODIS, dinilai akurat pada beberapa wilayah, namun pengujian produk-produk ini sangat terbatas untuk kebakaran di lahan gambut, yang umumnya bersifat kebakaran kecil dan di bawah permukaan. Padahal, kontribusi emisi global dari kebakaran di lahan ini sangat besar. Dalam riset ini, kami menggunakan uji matriks dan regresi linier untuk membandingkan pemetaan area kebakaran dari citra SPOT 5 dengan empat produk Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) yang bersumber dari tiga algoritma: MCD45A1 collection 5, MCD46A1 (collection 5 and 6) dan FireCCI51. Kami menemukan bahwa produk MCD45A1 tidak dapat mendeteksi kebakaran (tingkat akurasi<1%) sebagaimana yang ditemukan pada peta referensi (SPOT 5). Meskipun produk lain memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan MCD45A1, tingkat akurasi terbaik hanya mencapai 49%. Produk FireCCI51 yang memiliki resolusi spasial dua kali lebih besar dibandingkan produk lainnya (250 m), tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kami menyarankan penggunaan produk ini tidak digunakan untuk skala lokal, namun dapat digunakan untuk skala lebih besar dengan memanfaatkan kelebihan produk tersebut, termasuk diantaranya ketersediaan data dalam series panjang (sejak tahun 2001) dan metode yang konsisten. Produk pemetaan spasial dengan resolusi spasial lebih tinggi sangat dibutuhkan untuk mendeteksi perubahan dan lokasi kebakaran gambut secara lebih akurat.

Kata kunci: Gambut tropis, kebakaran, MODIS, validasi, area kebakaran

ABSTRACT - Satellite-based burned area products have been found to be accurate for some regions, but limited assessments for Indonesian peatland fires, which are often smoldering fires, small in size, but contributed high emission. Here, using an error matrix and linear regression, we compared burned area from SPOT 5 images as reference with four Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) products from three algorithms: MCD45A1 collection 5, MCD46A1 (collection 5 and 6) and FireCCI51. We found that the MCD45A1 product was the least accurate while the other products were more accurate but only ~49% of the fires corresponded to validated burned areas. Despite the higher spatial resolution of the FireCCI51 product (250 m), we found no significant difference in accurate representation of burned areas with other products. Used with care, these products are currently of value, but long-term, higher-resolution products are needed to accurately depict the changing amounts and locations of peatland burning.

Keywords: Tropical peatlands, Burning, MODIS, Validation, Burned Area

43 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Karakteristik Consecutive Dry Days (CDD) di Indonesia Berdasarkan Climate Hazards Group Infra Red Precipitation with Stations (CHIRPS)

Characteristics of Consecutive Dry Days (CDD) in Indonesia Based on Climate Hazards Group Infra Red Precipitation with Stations (CHIRPS)

Amsari Mudzakir Setiawan*1), Alif Akbar Syafrianno1, dan Supari 1

1Pusat Informasi Perubahan Iklim, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Consecutive Dry Days (CDD) merupakan salah satu indeks perubahan iklim yang direkomendasikan oleh Expert Team on Climate Change Detection and Indices (ETCCDI) untuk mendeteksi dan mempelajari kejadian iklim ekstrem terutama yang berkaitan dengan kekeringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik CDD di Indonesia secara spasial dan temporal menggunakan data hujan harian resolusi tinggi (0.05o x 0.05o) gabungan produk satelit dengan hasil observasi penakar hujan dari Climate Hazards Group InfraRed Precipitation with Stations (CHIRPS) selama periode 38 tahun (1981 – 2018). Analisis Empirical Orthogonal Function (EOF) dilakukan untuk mengetahui pola dominan CDD di wilayah Indonesia. Investigasi lanjutan terhadap CDD dilakukan untuk mengetahui dampak kejadian anomali iklim global yang berasosiasi dengan kejadian kekeringan di Indonesia berupa El Niño, El Niño Modoki dan Dipole Mode positif menggunakan analisis komposit. Karakteristik klimatologis CDD di wilayah Indonesia umumnya didominasi beberapa pola dominan yang dapat mewakili kejadian iklim ekstrem terutama terkait dengan kekeringan. El Niño konvensional menunjukkan dampak yang lebih signifikan (taraf kepercayaan 95%) secara spasial dibandingkan dengan El Niño Modoki dan Dipole Mode positif di beberapa bagian wilayah Indonesia. Secara umum, CDD menunjukkan kecenderungan pengurangan (menjadi lebih basah) meskipun tidak signifikan. Meskipun demikian, beberapa wilayah lainnya menunjukkan kecenderungan penambahan CDD atau tren menjadi lebih kering.

Kata kunci: CDD, kekeringan, tren hujan ekstrem, perubahan iklim

ABSTRACT - Consecutive Dry Days (CDD) is one of the climate change indices recommended by the Expert Team on Climate Change Detection and Indices (ETCCDI) for assessing and identifying extreme climate events, especially those related to drought. The purpuse of this study is to identify the spatial and temporal characteristics of CDD in Indonesia using high resolution (0.05o x 0.05o) daily rainfall data, blended satellite products with rain gauge results from the Climate Hazards Group Infrared Precipitation with Stations (CHIRPS) over 38-year period (1981 - 2018). The Empirical Orthogonal Function (EOF) analysis was conducted to determine the dominant pattern of CDD in Indonesia. Further investigation of CDD was conducted to determine the impact of global climate anomalies associated with drought events such as El Niño, El Niño Modoki and positive Indian Ocean Dipole using composite analysis. The climatological characteristics of CDD in the Indonesian shows general dominant patterns that can represent extreme climate events, especially those related to drought. Compared to El Niño Modoki and positive Indian Ocean Dipole, Conventional El Niño shows more spatial significant impact (95% confidence level) in several parts of Indonesia. In general, CDD shows positive trend (become wetter) even though it is not significant. Nevertheless, negative (dryer) trends also occured in several other regions.

Keywords: CDD, drought, extreme precipitation trend, El Niño, climate change

44 ABSTRAK SUB-TEMA SDGs 14

(Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Ekosistem Laut) Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Penggunaan Metode Rolling Mosaic Untuk Mendukung Pengembangan Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Wilayah Pesisir Rolling Mosaic Method To Support The Development Of Fishing Ground Map At The Coastal Area

Komang Iwan Suniada1*)

1Balai Riset dan Observasi Laut – Kementerian Kelautan dan Perikanan

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Pembuatan Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) dengan menggunakan data citra satelit seringkali terkendala oleh awan, sehingga menyebabkan produksi PPDPI menjadi tidak maksimal. Salah satu metode yang coba dikaji adalah metode rolling mosaic yang diharapkan dapat mengurangi tutupan awan yang juga sekaligus menambah persentase data suhu permukaan laut sehingga informasi mengenai kondisi oseanografi dapat lebih terlihat. Hasil mosaic bulan Juli memperlihatkan bahwa persentase data suhu permukaan laut dapat meningkat dari 15,3% - 30,29% jika menggunakan data mosaic 1 hari menjadi 40,46% hingga 56,75% jika menggunakan mosaic 3 hari, meningkat menjadi 72,24% hingga 77,88% jika menggunakan data mosaic 7 hari serta meningkat menjadi 84,19% hingga 89,07% jika menggunakan mosaic 14 hari. Sedangkan persentase data suhu permukaan laut pada bulan Desember dapat ditingkatkan dari sekitar 4,93% hingga 13,03% menjadi sebesar 41,48% hingga 51,60%. Secara umum hubungan antara mosaic data 1 hari dengan mosaic data 3 hari, 7 hari dan 14 hari sangat kuat dan searah, baik itu pada bulan Juli maupun Desember, namun kekuatan hubungannya akan semakin berkurang (koefisien korelasinya makin mengecil) seiring dengan penambahan rentang waktu yang digunakan untuk menyusun mosaic. Penghitungan RMSE menunjukkan bahwa RMSE antara mosaic 1 hari dengan mosaic 3 hari adalah 0.288 (Juli), 0.263 (Desember); RMSE antara mosaic 1 hari dan mosaic 7 hari adalah 0.388 (Juli), 0.387 (Desember) serta RMSE antara mosaic 1 hari dan mosaic 14 hari adalah 0.471 (Juli), 0.477 (Desember). Hal ini memperlihatkan bahwa semakin panjang rentang waktu yang digunakan untuk menyusun mosaic, nilai errornya juga akan semakin bertambah, hal ini terlihat dari nilai RMSE yang semakin membesar. Hasil scoring terhadap parameter : persentase data, koefisien korelasi dan RMSE menunjukkan bahwa metode mosaic 7 hari memperoleh nilai akhir yang paling tinggi sehingga dianggap paling baik digunakan untuk menyusun prediksi suhu permukaan laut.

Kata kunci: PPDPI, suhu permukaan laut, mosaic, tutupan awan

ABSTRACT - The making of predicted fishing ground maps (PPDPI) using satellite image data is often constrained by clouds, causing its production to be not optimal. Rolling mosaic methods tried to be examined here which is expected to reduce cloud cover so the information about oceanographic conditions can be more visible. In July, the percentage of sea surface temperature data can increase from 15.3%-30.29% using 1-day mosaic data, to 40.46%- 56.75% using 3-day mosaic, it increases to 72.24%-77.88% using 7-day mosaic data and increases to 84.19%- 89.07% using 14-day mosaic. While the percentage of sea surface temperature data in December can be increased from around 4.93%-13.03% to 41.48%- 51.60%. In general, at July and December, the relationship between 1-day mosaic and 3-days mosaic data, 7-days and 14-days are very strong, but the strength of the relationship will decrease (the correlation coefficient gets smaller) along with the increase in the time range used to compile mosaic. The RMSE calculation shows that the RMSE between the 1-day mosaic with 3-days mosaic is 0.288 (July), 0.263 (December); RMSE between 1-day mosaic and 7-days mosaic is 0.388 (July), 0.387 (December) and RMSE between 1-day mosaic and 14-days mosaic is 0.471 (July), 0.477 (December). This RMSE value shows that the longer time range used to construct the mosaic, the error value will also increase. Scoring analysis using the percentage of data, correlation coefficient and RMSE as a parameter indicating that the 7-days mosaic method has the highest score so it is considered as the best method to use to predict sea surface temperature.

Keywords: PPDPI, sea surface temperature, mosaic, cloud cover

45 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Identifikasi Lokasi Potensial Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Kondisi Oseanografi dan Musim di Perairan Maluku Utara (Studi Kasus Rumput Laut, Tiram Mutiara dan Ikan Kerapu)

Identification of Potential Marine Cultivation Development Locations Based on Oceanographic Conditions and Season in Waters of North Maluku (Case Study of Seaweed, Pearl Oyster and Grouper)

Tesla Kadar Dzikiro1*), Andreas Kurniawan Silitonga1, Debinur Permata Sari1 dan Imma Redha Nugraheni1

1Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Pengembangan budidaya laut merupakan program prioritas Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia sejak tahun 2017. Salah satu upaya dalam menunjang pengembangan budidaya laut adalah pemilihan lokasi budidaya yang tepat untuk masing-masing komoditas budidaya. Pengetahuan/pemahaman tentang kondisi oseanografi dan musim di suatu wilayah dapat dijadikan sebagai salah satu faktor penentu lokasi budidaya laut. Penelitian ini membahas parameter oseanografi yang terdiri dari kecepatan arus, suhu permukaan laut, kepadatan fitoplankton, salinitas dan kedalaman perairan di Perairan Maluku Utara. Data yang digunakan adalah data reanalysis berdasarkan pengamatan (insitu, satelit, dan pemodelan) pada rentang waktu 2006 sampai dengan 2016. Data tersebut dipetakan berdasarkan pola musiman untuk mengetahui kondisi masing-masing parameter oseanografi setiap musimnya. Selanjutnya, dalam menentuan lokasi potensial budidaya laut, dilakukan pembobotan setiap parameter oseanografi berdasarkan klasifikasi preferensi hidup komoditas budidaya (rumput laut, tiram mutiara dan kerapu). Hasil pembobotan dipetakan sehingga mendapatkan lokasi potensial budidaya komoditas tersebut secara spasial. Kondisi batimetri perairan Maluku Utara dianalisis secara kualitatif terhadap peta lokasi potensial yang telah didapatkan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa daerah Maluku Utara berpotensi untuk pengembangan budi daya rumput laut, tiram mutiara dan ikan kerapu dengan presentase 70 – 90 %.

Kata kunci: budidaya laut, komoditas perairan, musim, kecepatan arus laut, suhu permukaan laut, kepadatan fitoplankton, salinitas

ABSTRACT - Aquaculture development is a priority program of the Indonesian Ministry of Marine Affairs and Fisheries since 2017. One of the efforts to support the development of marine aquaculture is the selection of the right cultivation location for each cultivation commodity. Knowledge / understanding of oceanographic conditions and seasons in an area can be used as one of the determinants of the location of marine cultivation. This study discusses oceanographic parameters consisting of velocity, sea surface temperature, phytoplankton density, salinity and depth of water in the waters of North Maluku. The data used are reanalysis data based on observations (internal, satellite, and modeling) in the period 2006 to 2016. The data is mapped based on seasonal patterns to determine the condition of each oceanographic parameter each season. Furthermore, in determining the potential location of marine cultivation, weighting of each oceanographic parameter is based on the life preference classification of cultivated commodities (seaweed, pearl oyster and grouper). The weighting results are mapped so that the potential location of the commodity is spatially cultivated. The condition of the bathymetry of the waters of North Maluku was analyzed qualitatively against a map of the potential locations that had been obtained. Based on the results of the analysis it was found that the North Maluku area has the potential for the development of seaweed cultivation, pearl oysters and groupers with a percentage of 70-90%.

Keywords: aquaculture, aquatic commodities, season, velocity of ocean currents, sea surface temperature, phytoplankton density, salinity

46 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Kapabilitas Citra Sentinel 1 (SAR) dan Sentinel 2 (MSI) dalam Pendeteksian Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan

Sentinel 1 (SAR) and Sentinel 2 (MSI) Imagery Capabilities for Oil Spill Detection in

Muhamad Iqbal Januadi Putra1*), Martha Megah Anugerah2, Aulia Akbar3

Department of Geography, Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Teluk Balikpapan merupakan salah satu area yang memiliki sumberdaya migas yang besar di Pulau Kalimantan namun kasus tumpahan minyak di wilayah tersebut telah menarik banyak perhatian dan dianggap sebagai permasalahan lingkungan yang sangat serius. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi area tumpahan minyak yang terjadi di Teluk Balikpapan akibat kegiatan industri minyak dan gas dengan menggunakan citra satelit. Citra Sentinel 1 (SAR) dan Sentinel 2 (MSI) digunakan untuk mendeteksi area tumpahan minyak di perairan Teluk Balikpapan. Penggunaan kedua citra ini akan menghasilkan informasi sebaran wilayah tumpahan minyak berdasarkan nilai backscatter gelombang dari citra Sentinel 1 dan nilai reflektan spektrum gelombang dari citra Sentinel 2 dengan menggunakan nilai anomali theshold. Hasil dari penelitian ini menunjukkan perbedaan kapabilitas dan kemampuan citra Sentinel 1 dan citra Sentinel 2 dalam mendeteksi wilayah tumpahan minyak di Teluk Balikpapan.

Kata kunci: sentinel 1, sentinel 2, nilai anomali threshold, tumpahan minyak

ABSTRACT - Balikpapan Bay is one of area that rich of petroleum resources in Borneo Island, but the case of oil spill within this area has attracted many people due to consideration as a serious environmental problem. This study aims to detect the oil spill area that occurred in Balikpapan Bay due to oil and gas operational activities with satellite imagery. Sentinel 1 and Sentinel 2 imageries are used to detect oil spill phenomena occurring in Balikpapan Bay waters. The utilization of these two images resulted in information on the oil spill distribution based on backscatter characteristic that resulted from Sentinel 1 imagery and spectral characteristics of each wavelength spectrum by threshold anomaly value method that resulted from Sentinel 2. The results of this study shows the difference capability of Sentinel 1 and Sentinel 2 imageries in detecting oil pollution hotspots in Balikpapan Bay.

Keywords: oil spill, sentinel 1, sentinel 2, threshold anomaly value

47 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Spasio Temporal untuk Deteksi Perubahan Padang Lamun menggunakan Citra Sentinel 2-A di Teluk Lampung

Spatio Temporal Analysis for Change Detection in Seagrass using Sentinel 2-A in

Nirmawana Simarmata1,2*), Tessa Khairani1, Zulfikar Adlan Nadzir1,2, Adam Irwansyah1

1 Program Studi Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sumatera 2 Pusat Penelitian Penginderaan Jauh dan Informasi Geospasial (P3JIG), Institut Teknologi Sumatera

*) E-mail: [email protected]

ABSTRAK-Sumberdaya wilayah pesisir Lampung terbentang di sepanjang 1.105 km garis pantai, dengan luas perairan pesisir 16.625,3 km2, dicirikan dengan produktivitas ekosistem yang tinggi. Akan tetapi potensi wilayah pesisir tersebut sampai saat ini belum dikelola secara optimal, karena pemanfaatan yang dilakukan cenderung eksploitatif dan bersifat sektoral. Salah satu ekosistem laut yang mempunyai fungsi ekologis sebagai pelindung pantai dari gelombang dan berfungsi sebagai filter alami yang menjaga kualitas perairan supaya tetap jernih, dengan mengendapkan material tersuspensi dari pelumpuran adalah padang lamun. Padang lamun biasanya tumbuh berasosiasi dengan terumbu karang, sehingga habitat padang lamun dapat ditemui di kawasan Teluk, sedang habitat rumput laut alami tumbuh di kawasan Teluk Lampung. Kerusakan terhadap padang lamun di Teluk Lampung terjadi akibat oleh reklamasi dan pembangunan fisik di garis pantai, pencemaran, penangkapan ikan dengan cara destruktif (bom dan pukat dasar) dan tangkap lebih (over-fishing). Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeteksi perubahan tutupan padang lamun secara spasio temporal. Data yang digunakan adalah citra Sentinel-2A tahun perekaman 2018 dan 2019 di Kawasan Teluk Lampung. Identifikasi padang lamun menggunakan metode koreksi kolom air dengan algoritma Lyzenga pada kedua citra. Hasil pengolahan algoritma Lyzenga dilakukan klasifikasi menggunakan metode Isodata Classification untuk mengidentifikasi kawasan padang lamun. Kelas klasifikasi yang disusun adalah padang lamun, daratan dan laut. Berdasarkan hasil klasifikasi citra 2018 diperoleh luas padang lamun seluas 807ha dan pada tahun 2019 seluas 505.71ha. Berdasarkan hasil analisis terjadi pengurangan luas padang lamun yang cukup signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan aktivitas manusia di kawasan pesisir Teluk Lampung. Hasil uji akurasi peta sebaran padang lamun berdasarkan confusion matrix diperoleh persentase sebesar 83.3%.

Kata kunci: Padang Lamun, Lyzenga, Sentinel-2A, Isodata

ABSTRACT - Coastal resources of Lampung province, which characterized by its high ecosystem productivity output, lies along the 1,105km of coastline and in the extent of 16,625.3km2 coastal area. Due to the exploitative and sectoral nature of the utilization, there has been no optimal management of the coastal resources in Lampung. Seagrass beds, as one of the natural coastal resources, acts as a protective layer of the beach, shielding it from waves and serves as a natural filter to preserve the water’s quality, keeping it clear by precipitating the suspended materials from the mud layer. Usually, the growth of seagrass beds is highly correlated to the growth of reefs, thus the seagrass beds is commonly found in the gulf region, which in this case, in Lampung Bay. The damage occurred on Seagrass beds is the result of several action, e.g. reclamation and infrastructure development of the coastline, high pollution, destructive fishing using fish bombs and trawl, and over-fishing. In this study, an analysis and change detection are carried out by spatio-temporal manner. Using Sentinel-2A data of recording year 2018 and 2019, the Seagrass beds are classified by means of Lyzenga algorithm and Isodata Classification method. The results show three distinct classes; seagrass beds, land, and sea. Based on the results of the 2018 image classification, the area of seagrasses was 807ha and 2019 it was 505.71ha. Based on the analysis results there was a significant reduction in seagrass beds. This is influenced by an increase in human activities in the coastal area of Lampung Bay. The accuracy test results of the seagrass distribution based on confusion matrix obtained a percentage of 83.3%.

Keywords: Sea Grass, Lyzenga, Sentinel-2A, Isodata

48 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Abrasi Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh Di Pantai Caringin Desa Caringin Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten

Analysis of Abrasion Using Remote Sensing in Caringin Beach Caringin Village Labuan Subdistrict Pandeglang Regency Banten Province

Sani Alfia Chairani1*), Sodikin2 dan Anissa Windarti2

1Alumni Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Konsentrasi Geografi Tahun Angkatan 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2Dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Abrasi merupakan suatu proses pengikisan pantai yang bersifat merusak dan terjadi karena gelombang dan arus laut. Abrasi yang terus bergerak secara dinamis tentunya sangat mengkhawatirkan penduduk seperti halnya penduduk sekitar Pantai Caringin Desa Caringin Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Selain karena proses alam, abrasi di Pantai Caringin terjadi karena tindakan penduduk yang tidak menjaga keseimbangan alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan garis pantai dan dampak yang ditimbulkan oleh abrasi di Pantai Caringin Desa Caringin Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dari tahun 2004–2017. Metode yang digunakan adalah mix method. Penelitian ini memanfaatkan penginderaan jauh dengan menganalisis citra landsat dan dilakukan pembuktian langsung ke lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pantai Caringin telah mengalami abrasi yang dibuktikan dengan hilangnya sebagian daratan pantai dan membuat garis pantai semakin maju ke daratan. Analisis untuk mengetahui abrasi ini dihitung mulai dari tahun 2004-2010 dan 2010-2017. Pada tahun 2004-2010 daerah yang mengalami abrasi seluas 10,51 ha dan pada tahun 2010-2017 daerah yang mengalami abrasi seluas 2,36 ha, sehingga total daerah yang mengalami abrasi dari tahun 2004-2017 seluas 12,87 ha. Dampak dari abrasi tersebut telah dirasakan secara langsung oleh penduduk seperti garis pantai semakin maju menuju daratan sehingga lahan semakin berkurang, pasir yang semakin berkurang sehingga karang-karang bermunculan, hilangnya vegetasi seperti pohon kelapa dan hilangnya biota laut.

Kata kunci : Abrasi, Garis Pantai, Penginderaan Jauh

ABSTRACT - Abrasion is a destructive coastal erosion process that occurs due to waves and ocean currents. Abrasion that continues to move dynamically is certainly very worrying for the population as well as the residents around Caringin Beach, Caringin Village, Labuan Subdistrict, Pandeglang Regency, Banten Province. In addition to natural processes, abrasion at Caringin Beach occurs because of the actions of residents who do not maintain natural balance. This study aims to know the change of shoreline and the impact which is caused by abrasion in Caringin Beach, Caringin Village, Labuan Subdistrict, Pandeglang Regency, Banten Province from 2004-2017. It uses the mix method. This study utilizes the Remote Sensing by analyzing landsat imagery and it is estabilished directly to the field. The results of this study indicate that Caringin Beach has experienced abrasion. This is evidenced by the loss of part of the coastal land and it makes the coastline goes to land. Analysis to find out this abrasion is calculated starting from 2004-2010 and 2010-2017. In 2004-2010, the area that has abrasion covering 10.51 ha and in 2010-2017 the area that has abrasion is 2.36 ha, so total area which has abrasion from 2004-2017 covering 12.87 ha. The impact of abrasion has been felt directly by the population such as the coastline go forward to the mainland, the result is the land becomes lessening. Moreover, lessening of the sand causes coral appears, and the loss of vegetation such as coconut trees and loss of marine biota.

Keywords: Abrasion, Coastline, Remote Sensing

49 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemetaan Habitat Bentik di Pulau Liki, Papua, Menggunakan Citra Satelit Sentinel-2A

Benthic Habitat Mapping on Liki Island, Papua, Using Sentinel-2A Satellite Imagery

Citra Arum Sari1*), Achmad Fachruddin Syah2, Bayu Prayuda 3, Abdullah Salatalohi4

1,2Prodi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura, Jalan Raya Telang PO BOX 2 Kamal, Bangkalan- Madura, Indonesia. Telp. 031-3011146, Fax. 031-3011506

3,4Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta 14430, Telp. 021 – 64713850, Fax. 021 - 64711948

*)E-mail:[email protected]

ABSTRAK -Habitat bentik memiliki berbagai fungsi baik secara ekologis maupun ekonomis bagi kehidupan di pulau-pulau kecil atau di wilayah pesisir. Pada habitat bentik terdapat beberapa ekosistem seperti ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang yang patut menjadi perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan habitat bentik di Pulau Liki, Papua, dengan mengunakan data citra satelit Sentinel-2A. Data citra yang digunakan diperoleh dari earthexplorer.usgs.gov website dan in situ data digunakan untuk kalibrasi data citra. Metode algoritma Lyzenga digunakan untuk memperbaiki kualitas citra dengan menghilangkan gangguan yang ada di kolom perairan sedangkan metode klasifikasi unsupervised digunakan untuk mengklasifikasi objek yang ada di kolom perairan. Hasil menunjukkan bahwa baik ekosistem terumbu karang maupun ekosistem lamun mengitari seluruh wilayah perairan Pulau Liki. Pada perairan tersebut ekosistem terumbu karang mempunyai luas total sebesar 153,64 ha sedangkan ekosistem lamun sebesar 143,53 ha. Informasi lokasi dan luasan ekosistem ini dapat dijadikan sebagai acuan dalamp engelolaan sumberdaya pesisir yang ada di Pulau Liki, Papua.

Kata kunci: AlgoritmaLyzenga, CitraSentinel-2A, Habitat Bentik, Pulau Liki

ABSTRACT – Benthic habitats have various functions both ecologically and economically for life on small islands or in coastal areas. In benthic habitats there are several ecosystems such as seagrass ecosystems and coral ecosystems that deserve attention. This study aims to map benthic habitat on Liki Island, Papua, using Sentinel-2A satellite image data.The image data was obtained from the earthexplorer.usgs.gov website and in situ data was used for image data calibration. Lyzenga algorithm method was used to improve image quality by eliminating interference in the water column while unsupervised classification method was used to classify objects in the water column. The results show that both and seagrass ecosystems surround the entire territory of Liki Island waters. In these waters, reef ecosystems have a total area of 153.64 ha while seagrass ecosystems of 143.53 ha. Information on the location and extent of these ecosystems can be used as a reference in managing coastal resources on Liki Island, Papua.

Keywords: Lyzenga Algorithm, Citra sentinel-2A, Benthic Habitat, Liki Island

50 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Aplikasi Penginderaan Jauh dalam Memetakan Sebaran Padang Lamun di Kepulauan Sapeken, Madura

Remote Sensing Application in Mapping Seagrass Distribution in the Sapeken Islands, Madura

Ava Amriyah1*), Achmad Fachruddin Syah2, Suyarso3

1,2Prodi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura, Jalan Raya Telang PO BOX 2 Kamal, Bangkalan-Madura, Indonesia.

3Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta 14430, Telp. 021 – 64713850, Fax. 021 - 64711948

*)E-mail:[email protected]

ABSTRAK – Salah satu ekosistem yang ada di wilayah pesisir adalah ekosistem lamun. Dari sisi ekologi, ekosistem lamun mempunyai berjuta manfaat bagi lingkungan pesisir dan biota laut lainnya. Monitoring terhadap ekosistem lamun di pulau-pulau kecil merupakan hal yang penting bagi lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran padang lamun di Kepulauan Sapeken, Madura, dengan menggunakan data penginderaan jauh. Data Citra Lndsat 8 diperoleh dari earthexplorer.usgs.gov wabsite. Data citra digunakan untuk memetakan sebaran lamun sedangkan in situ data digunakan untuk mengkalibrasi citra. Algoritma Lyzenga digunakan untuk mengurangi gangguan-gangguan kolom air, sedangkan klasifikasi terbimbing dipilih untuk mengklasifikasikan jenis ekosistem. Hasil menunjukkan, dari 16 pulau yang memiliki ekosistem lamun, Pulau Sepanjang merupakan pulau yang memiliki luasan area lamun terbesar (5.700,143 ha) sedangkan Pulau Sarendeng Besar memiliki luasan area lamun terkecil (61,695 ha). Total luasan area padang lamun yang ada di Kepulauan Sapeken adalah 14.208,345 ha. Informasi lokasi dan luasan padang lamun dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan lingkungan pesisir khususnya di Kepulauan Sapeken, Madura

Kata kunci: Algoritma Lyzenga, Citra Landsat 8, Padang Lamun, Kepulauan Sapeken.

ABSTRACT - One of the ecosystems in the coastal area is seagrass ecosystems. In terms of ecology, seagrass ecosystems have millions of benefits for the coastal environment and other marine biota. Monitoring of seagrass ecosystems on small islands is an essential for the environment. This study aims to map the distribution of seagrass beds in Sapeken Archipelago Madura, using remotely sensed data. In this study, Landsat 8 Imagery was obtained from eartexplorer.usgs.gov wabsite. The image data was used to map the distribution of seagrasses while in situ data was used to calibrate the images. The Lyzenga algorithm was used to reduce the disturbances in the water column, while the supervised classification was chosen to classify the types of ecosystems. The results show, of the 16 islands that have seagrass ecosystems, Sepanjang Island has the largest seagrass area (5.700,143 ha) while Sarendeng Besar Island has a small one (61,695 ha). The total area of seagrass in the Sapeken Archipelago was 14.208,345 ha. Information on the location and extent of seagrass beds can be used as a basis for decision making in the management of the coastal environment especially in Sapeken Archipelago, Madura.

Keywords: Lyzenga Algorthm, Landsat 8 Imagery, Seagrass beds, Sapeken Archipelago.

51 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Kajian Pemetaan Distribusi Suhu Permukaan Laut di Sebagian Perairan Indonesia dan Kaitannya dengan Persebaran Terumbu Karang Menggunakan Citra Aqua MODIS

Research of Sea Surface Temperature Distribution Mapping in Part of Indonesian Sea and The Relation with Coral Reef Distribution Using MODIS Aqua Imagery

Ratna Yuli Siburian1*), Mega Ratna Ningrum2

Program Studi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi, Universitas Gadjah Mada

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang sering digunakan untuk mengetahui perubahan iklim. Hal tersebut juga menjadi faktor penting dalam distribusi terumbu karang, dengan suhu ideal berkisar antara 27-29oC. Pemetaan distribusi suhu permukaan laut dapat dilakukan dengan menggunakan citra penginderaan jauh dan pengolahan citra digital. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi SPL dan kaitannya dengan distribusi terumbu karang di sebagian perairan Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian adalah citra Aqua MODIS yang diambil pada tanggal 23 Agustus 2016. Tahapan pengolahan citra digital yang dilakukan antara lain koreksi geometrik, koreksi radiometrik, konversi suhu kecerahan air dan konversi nilai SPL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi SPL dengan suhu 27-29˚C berada di sekitar Pulau Jawa dan Selat Karimata.

Kata kunci:Suhu Permukaan Laut, citra Aqua MODIS, terumbu karang

ABSTRACT -Sea surface temperature is the one of parameter to give information for climate change. Sea surface temperature is an important thing for coral reef distribution in the sea with ideal temperature around 27-29oC. Sea surface temperature distribution mapping can used from remote sensing imagery and digital imagery processing. The purpose is to knowing sea surface temperature distribution and the relation of coral reef distribution in part of Indonesian sea. Data can be used on this research is Aqua MODIS imagery taken on August 23, 2016. The step of digital imagery processing are geometric correction, atmosferic correction, water brightness temperature conversion, and sea surface temperature conversion. The result of the research is showing that sea surface temperature distribution are have temperature 27-29oC which in around the Java Island and Selat Karimata..

Keywords: Sea Surface Temperature, Aqua MODIS Imagery, coral reef

52 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Identifikasi Wilayah Potensial Sebaran Ikan Cakalang Berbasis Data Citra Satelit AQUA MODIS Guna Mendukung Peningkatan Kualitas Tangkapan Ikan di Indonesia (StudiKasus: Laut Nusa Tenggara Timur)

Identification of Potential Areas of Cakalang Fish Distribution Based on AQUA MODIS Satellite Image Data to Support Quality Improvement of Fishing in Indonesia (Case Study: East Nusa Tenggara Timur Sea)

Chray Fanly Jovini Tambengi1*), Emmilia Monica Andrianni Sulistio2

1Stasiun Meteorologi Fransiskus Xaverius Seda, Maumere 2Prodi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK – Keanekaragaman hasil laut wilayah Indonesia yang besar kita ketahui terutama pada ikan. Berbagai jenis ikan tersebar di berbagai wilayah perairan di Indonesia khususnya ikan Cakalang (Katsiuwonus Pelamis) yang juga merupakan sumber ekonomi dalam masyarakat. Wilayah potensial penangkapan ikan Cakalang dideteksi dengan menggunakan hasil citra satelit. Pendeteksian ini diharapkan dapat melakukan pemetaan wilayah potensial penangkapan ikan Cakalang sehingga tangkapan menjadi maksimal. Pemetaan ini melihat hasil sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan yang merupakan sumber makanan alami ikan serta sebaran suhu permukaan laut. Hasil penelitian ini diharapkan agar menjadi acuan dalam menentukan daerah yang berpotensi menjadi tempat berkumpulnya ikan Cakalang. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa hasil sebaran klorofil-a dan suhu permukaan laut dengan berdasarkan data sebaran klorofil-a serta suhu permukaan laut dari satelit MODIS tahun 2003 - 2018. Kecocokan konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut akan menjadikan wilayah laut yang aada menjadi tempat berkumpulnya ikan cakalang. Kecocokan tersebut terlihat pada bulan Januari di perairan Selatan Flores dan perairan Barat dan Timur Kupang. Februari pada perairan Utara dan Selatan Flores serta perairan Timur Kupang. Maret pada perairan selatan Flores dan Timur Kupang. Bulan April pada perairan Utara dan Selatan Flores serta perairan Timur Kupang. Untuk Mei dan Juni pada perairan Utara dan Selatan Flores serta perairan Timur Kupang, bulan Juli dan Agustus terlihat hanya pada perairan Utara Flores. Untuk bulan September dan Oktober terdapat pada perairan utara Flores dan Timur Kupang. Terakhir untuk bulan November dan Desember terdapat pada perairan Utara dan Selatan Flores serta perairan Timur Kupang.

Kata kunci: ikan cakalang, klorofil-a, suhu permukaan laut

ABSTRACT - Diversity of marine products in Indonesia Various species of fish are scattered in various regions in Indonesia specifically skipjack fish (Katsiuwonus Pelamis) which are also an economic source in the community. Potential areas to catch skipjack fish are detected using satellite imagery. This detection is expected to be able to map the potential catchment area of the skipjack fish so that the capture is maximized. This mapping looks at the distribution of chlorophyll-a concentrations on land which is a natural source of fish food and the distribution of sea surface temperature. The results of the research that are expected to be a reference in determining the proposed area are the places that skipjack fish agree to. This research was carried out by analyzing the distribution of chlorophyll-a and sea surface temperatures based on data on the distribution of chlorophyll-a and sea surface temperature from MODIS satellites from 2003 – 2018. The suitability of chlorophyll-a concentration and sea surface temperature will make the existing sea area a gathering place for skipjack fish. The compatibility was seen in January in the South sea of Flores and West and East sea of Kupang. February in the North and South sea of Flores and Eastern sea of Kupang. March in the south sea of Flores and East sea of Kupang. April in the North and South sea of Flores and East sea of Kupang. For May and June in the North and South sea of Flores and East sea of Kupang, July and August are seen only in the North sea of Flores. September and October are found in North sea of Flores and East sea of Kupang. The last for November and December is in the North and South sea of Flores and East sea of Kupang.

Keywords: skipjack fish, chlorophyll-a, sea surface temperature

53 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pengembangan Sistem Diseminasi Informasi Tumpahan Minyak Berbasis Layanan Web Geospasial

Muhammad Priyatna1), Ahmad Sutanto1, Taufik Hidayat1, Aby Al Khudri1, Iskandar Effendy1, Rokhis Khomarudin1

1 LAPAN - Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Jl. Kalisari No.08 Pekayon – Pasar Rebo, Jakarta 13710

Email: [email protected]

ABSTRAK – Penelitian ini bertujuan menganalisis dan menerapkan rekayasa layanan web geospasial untuk penyebaran informasi tumpahan minyak daerah pesisir dan laut Wilayah Indonesia berbasis pemanfaatan penginderaan jauh. Tumpahan minyak ini dapat menyebabkan Ekosistem di sekitar pesisir dan laut terganggu. Mengingat pentingnya informasi dan komunikasi dalam penanggulangan kerusakan ekosistem laut akibat tumpah minyak, perlu diupayakan penyebaran informasi tersebut kepada masyarakat dengan membangun sistem diseminasi berbasis layanan web geospasial dengan aplikasi GeoNode. Metode yang digunakan meliputi identifikasi komponen teknologi dan evaluasi arsitektur umum untuk pengembangan, desain dan implementasi sistem dengan cara memperbarui, pengujian berulang dan integrasi perangkat lunak open source. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, rekayasa layanan web geospasial berdasarkan perangkat lunak GeoNode telah berhasil diimplementasikan dan diuji. Rekayasa dan aplikasi layanan web geospasial memungkinkan untuk menjalankan penyebaran informasi tentang tumpahan minyak. Sistem ini dapat digunakan untuk pengambil keputusan dan memberi tanggapan terhadap tumpahan minyak di wilayah Indonesia, serta sebagai referensi di bidang teknologi inovatif dan penerapan Informasi Geospasial.

Kata kunci: tumpahan minyak, diseminasi informasi, aplikasi web, geospasial, geonode

ABSTRACT - The purpose of this project was analyzed and implemented oil spills spreading in marine and coastal zone in Indonesian territorial based on remote sensing using geospatial web services. This oil spills could disturbing sea and coastal zone ecosystem. Because of communication and information is quit important to overcome ecosystem damage due to oil spills, it’s need effort to disseminated information to the society by developing dissemination system based on geospatial web services using GeoNode application. The method is used in this project is technological component identification, and general architecture evaluations to facilitate the development, renewing design and implementation system, repeated testing, open source software integration. The result show that, geospatial web services engineering based on GeoNode has been implemented and tested successfully. Geospatial web services application is possible to disseminate oil spills information. This system could be used for decision makers and give response about oil spills in Indonesia, and also as a reference in technology innovation and application of geospatial information.

Keywords: oil spill, information dissemination, web application, geospatial, geonode

54 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Kajian Pengamatan Kesehatan Vegetasi Mangrove dengan Metode NDVI Menggunakan Satelit Sentinel 2A di Desa Timbulsloko Kabupaten Demak

Health Observation Study Of Mangrove Vegetation with NDVI Method Using Satellite Sentinel 2A in Timbulsloko Village Demak Regency

Abdul Faqih Hanan1*), Anneliese Suryaningtyas1, dan Aditya Sena Putra1

1Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK – Laju Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat berbanding lurus terhadap kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat pula. Akibat meningkatnya kebutuhan ini dapat menimbulkan tekanan terhadap potensi sumberdaya mangrove di wilayah pesisir. Selain itu fenomena abrasi dan land subsidance yang terjadi di wilayah pesisir jawa tengah juga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Demak tahun 2011 sekitar 8 % luas ekosistem mangrove di Kabupaten Demak tergolong dalam kategori rusak. Desa Timbulsloko adalah salah satu daerah yang terkena dampak erosi dan abrasi di Pesisir Utara Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dibutuhkan upaya yang tepat untuk memonitor kondisi mangrove di Indonesia secara berkala. Salah satu upaya efektif dalam memantau kondisi mangrove secara spasial yaitu dengan metode NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kondisi kesehatan vegetasi mangrove sehingga bermanfaat untuk memberikan informasi serta kontribusi terkait arahan kebijakan spasial perencanaan konservasi mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Demak dengan mengambil sampel di desa timbulsloko. Analisis yang digunakan oleh para penulis adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif sederhana dengan bantuan data citra satelit sentinel 2A. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 0,520 Ha daerah luasan mangrove memiliki kondisi yang sangat baik dan 49,722 Ha daerah luasan mangrove memiliki kondisi yang baik. Selain itu, luas 24,623 ha merupakan daerah mangrove dengan kondisi normal, 14,603 ha merupakan daerah mangrove dengan kondisi buruk dan 32,243 Ha dalam keadaan sangat buruk dengan total luas ekosistem mangrove seluas 121,711 Ha. Daerah dengan kondisi baik merupakan daerah yang mendominasi total luasan mangrove.

Kata kunci: Kesehatan Mangrove, NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), Sentinel 2A, Hutan mangrove, Ekosistem mangrove

ABSTRACT -The rate of population growth which is increasing is directly proportional to the needs of human life which is increasing as well. As a result of this increase in demand can cause pressure on the potential of mangrove resources in coastal areas. In addition, the phenomenon of abrasion and land subsidies that occur in the coastal region of Central Java is also an important thing that needs to be noticed. Based on data from the Demak Regency Marine and Fisheries Service in 2011, about 8% of the total mangrove ecosystem in Demak Regency was classified as damaged. Timbulsloko village is one of the areas affected by erosion and abrasion in the North Coast of Central Java Province. Based on these conditions, it is necessary to carry out appropriate efforts to monitor mangrove conditions in Indonesia on a regular basis. One effective effort in monitoring the condition of the mangrove spatially is the NDVI method. The purpose of this study was to provide information and contributions related to the direction of spatial policy planning for mangrove conservation in the coastal areas of Demak Regency by taking samples in Desa Timbulsloko. Analysis methods that the writers uses are qualitative and quantitative descriptive analysis with the help of 2A sentinel satellite image data. Based on the results of the study, of the total mangrove area, 0.520 Ha of mangrove area had very good conditions, 49,722 Ha of mangrove area had good conditions. In addition, the area of 24,623 Ha is a mangrove area with normal conditions, 14.603 ha is a mangrove area with bad conditions, 32,243 Ha is in a very bad condition with a total area of mangrove ecosystem covering 121,711 ha. Areas with good conditions are areas that dominate the total area of .

Keywords: Mangrove Health, NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), Sentinel 2A, Mangrove forest, Mangrove ecosystem

55 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Pemantauan Rencana Zonasi Mangrove (Studi Kasus: Kabupaten Pemalang)

Utilization of Remote Sensing Technology for Monitoring Mangrove Zoning Plan (Case Study: Pemalang Regency)

Gigih Giarrastowo1*), Muhammad Rizki Nandika2

1Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi JawaTengah 2Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Pemantauan secara konvensional wilayah mangrove dalam skala yang luas untuk mengevaluasi Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) tentunya membutuhkan waktu dan biaya yang sangat mahal. Namun, satelit telah menyediakan informasi kenampakan muka bumi yang dapat diperoleh dengan mudah, sehingga proses pemantauan mangrove dapat dilakukan secara cepat dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan dan pemenuhan alokasi ruang kawasan mangrove di Kabupaten Pemalang menggunakan teknologi penginderaan jauh. Gabungan citra dari satelit Landsat 7, Landsat 8 dan Sentinel 2 digunakan sebagai data utama untuk memantau perubahan mangrove di wilayah kajian. Pemantauan dilakukan baik secara visual, melakukan perbandingan nilai NDVI dan juga melalui klasifikasi supervised, untuk menghasilkan perkiraan luas mangrove yang ada di Kabupaten Pemalang. Analisis dilakukan melalui perbandingan nilai mangrove dari satelit dengan rancangan RZWP3K yang ada di Kabupaten Pemalang. Hasil yang diperoleh adalah butuh waktu sekitar 10 tahun untuk mangrove tumbuh dengan baik di wilayahtersebut.

Kata kunci: mangrove, NDVI, RZWP3K

ABSTRACT -Conventional monitoring of mangrove areas on a broad scale to evaluate the zoning plan for coastal areas and small islands (RZWP3K) certainly requires very expensive time and costs. However, satellites have provided information on the appearance of the earth that can be obtained easily, so that the process of monitoring mangroves can be done quickly and efficiently. This study aims to see the development and fulfillment of the allocation of space for mangrove areas in Pemalang Regency using remote sensing technology. Combined images from Landsat 7, Landsat 8 and Sentinel 2 satellites are used as main data to monitor mangrove changes in the study area. Monitoring is carried out both visually, conducting comparisons of NDVI values and also through supervised classification, to produce the estimation of the mangrove area in Pemalang Regency. Data analysis was carried out by comparing comparing mangroves from satellites with the RZWP3K design in Pemalang District. The results obtained are about 10 years for mangroves to grow well in the region.

Keywords: mangrove, NDVI, RZWP3K

56 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Kesesuaian Wilayah Perairan untuk Tangkapan Teripang dan Pemanfaatannya di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan

Suitable Area for Sea Cucumber Catchment and Sea Cucumber Utilization at Takalar Regency, South Sulawesi

FiaTri Hamanti1*), Sabda Adhisurya2 dan Angga Kurniawansyah3

1Departemen Geografi, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah yang menjadikan sektor perikanan sebagai sektor unggulan perekonomiannya. Salah satu komoditi perikanan yang telah menjadi pangsa eksportir dari Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Takalar yaitu Teripang. Akibat permintaan ekspor yang sangat banyak dan penangkapan teripang pada habitat alaminya yang terus terjadi tanpa diimbangi dengan kegiatan konservasi dan pembudidayaan terhadap keberadaan teripang itu sendiri, sehingga populasi teripang mengalami penurunan setiap tahunnya. Untuk melihat fenomena tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai lokasi kesesuian wilayah perairan untuk tangkapan teripang dan bagaimana pemanfaatan hasil tangkap teripang tersebut di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan citra Landsat 8 OLI, dengan parameter oseanografi berupa arus laut (m/s), salinitas (ppm) dan kecerahan perairan (m). Ketiga parameter tesebut kemudian diolah dengan teknik overlay dengan bobot hingga menghasilkan luas wilayah sesuai dan sangat sesuai. Luas wilayah untuk klasifikasi sesuai sebesar 294,767825 Km², sedangkan nilai luasan untuk klasifikasi sangat sesuai sebesar1221,862586 Km². Hal itu membuktikan bahwa Takalar memang menjadi daerah potensial untukpenangkapan teripang dan sangat mungkin untuk dikembangkan sebagai lokasi budidaya teripang.

Kata kunci: Pemetaan ZonaTangkapan,Teripang, Selat Makassar, Landsat-8OLI, Mental Map

ABSTRACT -South Sulawesi is one of the regions that makes the fisheries sector the leading economic sector. One of the fishery commodities that has become a share of exporters from South Sulawesi, especially Takalar District, is Sea Cucumber. As a result of the huge export demand and the capture of sea cucumbers in their natural habitat which continues to occur without being balanced with conservation activities and cultivation of the existence of sea cucumbers themselves, so the sea cucumber population decreases every year. To see this phenomenon, this research was conducted to obtain information about the suitability of the waters for sea cucumbers and how to use the sea cucumber catch in Takalar Regency, South Sulawesi. This study uses Landsat 8 OLI images, with oceanographic parameters in the form of ocean currents (m / s), salinity (ppm) and water brightness (m). The three parameters are then processed by overlaying techniques with to produce a suitable and very suitable area. The area for classification accordingly is 294,767825 Km², while the area value for the classification is very suitable at 1221,862586 Km². This proves that Takalar is indeed a potential area for catching sea cucumbers and is very likely to be developed as a location for sea cucumber cultivation.

Keywords: Mapping of Catch Zone, Sea Cucumber,SelatMakassar, Landsat-8OLI, Mental Map

57 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemetaan Zona Penangkapan dan Waktu Penangkapan Ikan Kerapu Sunu di Selat Makassar, Sulawesi Selatan

Mapping of Catchment Zone and Catchment Time for Sunu Grouper Fish at , South Sulawesi

Sabda Adhisurya*), FiaTri Hamanti, dan Angga Kurniawansyah

Departemen Geografi, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Kekayaan perairan laut Indonesia sangat besar tersebar di 3,351 juta km2 wilayah laut Indonesia yang merupakan 2/3 dari total wilayah Indonesia. Pada tahun 2016 Indonesia memproduksi 6 juta ton ikan, kedua terbanyak setelah Republik Rakyat Cina. Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2018 memproduksi 332 ton ikan sedangkan Kabupaten Takalar sendiri pada tahun 2017 memproduksi 11,71 ton ikan dan memperoleh PDRB sebesar 126 miliar. Ikan kerapu sunu (Plectropomus leopardus) merupakan salah satu kekayaan biota laut Indonesia. Kerapu Sunu adalah jenis ikan karang yang biasa hidup pada kedalaman 3 sampai 300 m dibawah permukaan air laut. Ikan ini bisa mencapai panjang 50 cm setelah berumur 5 tahun dan merupakan jenis hermaphrodite protogini. Wilayah penangkapan ikan kerapu sunu di Selat Makassar sekitar Kepulauan Pangkajene diolah menggunakan citra optis Landsat-8, didapatkan wilayah yang sangat sesuai seluas 3.194,381 km2 dan sesuai seluas 482,877 km2. Meninjau dari pertumbuhan yang tergolong lama, termasuk hewan hermaprodit yang memulai siklus reproduksinya sebagai ikan betina fungsional kemudian berubah menjadi jantan fungsional, hal ini umumnya terjadi setelah sekali pemijahan. Oleh karena itu penangkapan ikan kerapu harus dibatasi, salah satu caranya adalah melakukan penangkapan pada waktu terbaik, yaitu pada bulan November, Desember dan Januari didasarkan pada waktu pemijahan ikan dan kecepatan arus laut.

Kata kunci: pemetaan zona tangkapan, ikan kerapu sunu, Selat Makassar, Landsat-8, mental map

ABSTRACT -The wealth of Indonesia's marine waters is very large spread over 3,351 million km2 of Indonesia's sea area which is 2/3 of the total area of Indonesia. In 2016 Indonesia produced 6 million tons of fish, the second most after the People's Republic of China. The province of South Sulawesi in 2018 produced 332 tons of fish while in Takalar District itself in 2017 produced 11.71 tons of fish and obtained a GRDP of 126 billion. Sunu grouper (Plectropomus leopardus) is one of the wealth of Indonesian marine life. Sunu grouper is a type of reef fish that usually lives at depths of 3 to 300 m below sea level. This fish can reach a length of 50 cm after being 5 years old and is a type of protogynic hermaphrodite. The sunu grouper fishing area in the Makassar Strait around the Pangkajene Islands was processed using Landsat-8 optical images, obtained a very suitable area of 3,194,381 km2 and suitable area of 482,877 km2. Judging from the sunu grouper growth, including hermaphrodite animals that begin their reproductive cycle as functional female fish and then turn into functional males, this generally occurs after a single spawning. Therefore, grouper fishing must be limited, one way is to catch at the best time, is in November, December and January based on the time of fish spawning and ocean currents.

Keywords: mapping of catch zone, sunu grouper fish, Makassar Strait, Landsat-8, mental map

58 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Kondisi Kesuburan Laut Pada Madden Julian Oscillation Aktif di Benua Maritim Indonesia

Sea Fertility Conditions On Active Madden Julian Oscillation In Maritime Continent Indonesia

Prabu AdityaSugianto1*), Juni Tika Simanjuntak1, dan Putri Diana Tarigan1, Hariadi2

13Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2Dosen Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Madden Julian Oscillation (MJO) merupakan suatu gelombang atau osilasi submusiman yang terjadi di lapisan troposfer wilayah tropis dan bergerak dari barat ke timur yaitu dari Laut Hindia ke Pasifik Tengah dengan rentang daerah propagasi 15°LU – 15°LS dan berngaruh di wilayah ekuatorial khususnya Benua Maritim Indonesia (BMI). Periode osilasi dari MJO sekitar 30-60 hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh MJO terhadap kesuburan laut berdasarkan konsentrasi klorofil-a dan anomali Suhu Permukaan Laut (SPL) di wilayah perairain Indonesia. Waktu penelitian dilakukan pada periode fase MJO aktif tahun 2018. Variabel klorofil-a diperoleh dari datasatelit Aqua Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) yang diolah pada webliveserver Giovanni dan variabel anomali SPL diperoleh dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Penentuan fase MJO aktif berdasarkan indeks RMMI dan RMM2 yang diperoleh dari Bureau of Meteorology (BoM). Data klorofil-a yang digunakan berdasarkan periode kejadian fase MJO aktif yang ditampilkan harian secara spasial menggunakan perangkat lunak GrADS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan konsentrasi klorofil-a pada wilayah perairan Benua Maritim Indonesia (BMI) yang telah dilalui oleh MJO.

Kata kunci:MJO; klorofil; BMI

ABSTRACT - Oscillating Madden (MJO) is a submusiman wave or oscillation that occurs in the troposphere layer of the tropics and moves from west to east, from the Indian Sea to the Central Pacific with a propagation range of 15 ° N - 15 ° LS and affects the Special Equatorial region Indonesian Maritime Continent (BMI). The oscillation period of MJO is around 30-60 days. The purpose of this study was to study the effect of MJO on marine fertility based on chlorophyll-a concentrations and Sea Surface Temperature (SPL) anomalies in Indonesian waters. The time of the study was carried out in the period of the active MJO phase in 2018. The chlorophyll variable was obtained from the Aqua Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) satellite data processed on Giovanni's web server and the SPL anomaly variable was obtained from the National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Active MJO phase determination is based on the RMMI and RMM2 index obtained from the Bureau of Meteorology (BoM). Chlorophyll-a data were used based on the active MJO event period that supports daily spatial use of GrADS. The results showed that there was an increase in the concentration of chlorophyll-a in the border region of the Indonesian Maritime Continent (BMI) that had been traversed by MJO.

Keywords: MJO; chlorophyll; BMI

59 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemantauan Mangrove di Teluk Lembar, Lombok Barat Menggunakan Landsat Tahun 1995 hingga 2019

Monitoring Mangrove in Lembar Bay, West Lombok Using Landsat from 1995 to 2019

Niantiara Ajeng Saraswati, Ratna Saraswati*)

Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

*)Email: [email protected]

ABSTRAK - Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peran dalam memperkaya kondisi perairan dalam melindungi garis pantai dan meningkatkan kondisi perikanan di kawasan pesisir. Teluk Lembar adalah Kawasan Ekosistem Esensial Koridor Mangrove yang terdapat di Lombok Barat. Penggunaan data penginderaan jauh menjadi alternatif yang dapat digunakan dalam memperoleh informasi dan cakupan waktu yang tepat dan lengkap dalam memantau mangrovedi Teluk Lembar. Tujuan penelitian ini adalah memantau perubahan mangrove selama 24 tahun terakhir menggunakan citra satelit Landsat. Identifikasi mangrove dilakukan dengan menggunakan citra satelit Landsat multitemporal yaitu citra satelit Landsat 5 TM tahun 1995, Landsat 7 ETM+ tahun 2005, dan Landsat 8 OLI/TIRS tahun 2015 dan 2019. Metode yang digunakan untuk identifikasi mangrove yaitu menggunakan composite band mangrove453 untuk Landsat 5 dan 7, dan 564 untuk Landsat 8. Dalam penelitian ini, perubahan keseluruhan mangrovedi Teluk Lembar selama 24 tahun menunjukkan luas mangrove di wilayah penelitian mengalami penambahan luas pada tiap tahun pengamatan yaitu tahun 1995, 2005, 2015, dan 2019. Penambahan luas mangrove yang signifikan terjadi di desa Cendi Manik. Penambahan luas mangrove disebabkan adanya penanaman mangrove oleh masyarakat setempat, sedangkan penurunan luas mangrove yang terjadi disebabkan adanya alih fungsi penggunaan tanah.

Kata kunci:mangrove, composite band, Landsat, Teluk Lembar

ABSTRACT -Mangrove is an ecosystems that has a role in enriching water conditions in protecting shorelines and improving fisheries conditions in the coastal area. Lembar Bay is an Essential Ecosystem of Mangrove Corridor in West Lombok. The use of remote sensing data is an alternative that can be used in obtaining information and coverage that is timely and complete for mangrove in Lembar Bay. The purpose of this study was monitoring mangrove during the past 24 years using Landsat satellite imagery. The mangrove identification using satellite imagery Landsat multitemporal such as Landsat 5 TM 1995, Landsat 7 ETM+ 2005, and Landsat 8 OLI/TIRS in 2015 and 2019. The method used to identify mangroves was using mangrove composite band 453 for Landsat 5 and 7, and 564 for Landsat 8. In this study, temporal changes of the mangrove for the 24-year period showed that the area of mangrove has increased from each year which were 1995, 2005, 2015, and 2019. The significant addition of mangrove area occurred in Cendi Manik villlage. The increased of mangrove was due to the planting of mangroves by the local community, while the decrease of mangrove that occurs due to land use change.

Keywords: mangrove, composite band, Landsat, Lembar Bay

60 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemetaan Potensi Zona Tangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Selat Makassar, Sulawesi Selatan

Mapping the Potential of the Cakalang Fishing Zone (Katsuwonus pelamis) in the Makassar Strait, South Sulawesi

Diki Nurul Huda1*), Ahmad Nurhuda1, dan Muhammad Yamin Lubis1

1Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Selat Makassar merupakan perairan yang relatif subur (fertile waters) baik ketika musim kering maupun musim basah. Ketika musim basah selat ini mengalami peningkatan konten organik secara kuantitas yang disebabkan oleh curah hujan dan mengakibatkan adanya aliran limpasan dari daratan Kalimantan dan Sulawesi. Sedangkan, ketika musim kering terjadi fenomena upwelling akibat pertemuan massa air Samudera Pasifik dengan massa air Laut Jawa dan Flores sehingga menyebabkan adanya pergerakan nutrien secara vertikaldari dasar perairanmenuju ke permukaan. Kehadiran nutrien ini menyebabkan peningkatan jumlah konsentrasi klorofil-a yang mengindikasikan keberadaan fitoplankton sebagai makanan ikan kecil maupun pelagis. Teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk memetakan sebaran konsentrasi klorofil-a, total suspended solid (TSS), dan salinitas di perairan yang menjadi parameter untuk dijadikan penentu zona tangkapan ikan pelagis. Meskipun penelitian mengenai zona potensi tangkapan ikan sudah banyak dilakukan melalui pemanfaatan metode penginderaan jauh namun hasil interpretasi yang dihasilkan masih harus diuji kebenarannya sehingga dalam penelitian ini dilakukan validasi melalui wawancara dan pembuatan mental map mengenai zona tangkapan ikan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman nelayan untuk menguatkan hasil dari pengolahan citra satelit Landsat 8. Kemudian hasil dari pengolahan citra satelit Landsat 8 dan mental map dianalisis secara kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai zona potensi ikan cakalang di Selat Makassar bagian selatan untuk membantu meningkatkan produktivitas penangkapan ikan cakalang.

Kata kunci: Pemetaan Zona Potensi Tangkapan, Ikan Cakalang, Selat Makassar, Landsat 8, Mental Map

ABSTRACT -Makassar Strait is a relatively fertile waters both during the dry season and wet season. When the wet season strait occurs there is an increase in quantity of organic content caused by rainfall and results in runoff from mainland Kalimantan and Sulawesi. Whereas, during the dry season there is an upwelling phenomenon due to the meeting of the Pacific Ocean water mass with the Java and water masses, causing vertical nutrient movement from the bottom of the water to the surface. The presence of these nutrients causes an increase in the amount of chlorophyll-a concentration which indicates the presence of phytoplankton as food for small and pelagic fish. Remote sensing technology can be used to map the distribution of chlorophyll-a concentration, total suspended solid (TSS), and salinity in the waters which are parameters to determine the pelagic fish catch zone. Although research on potential fishing zones has been carried out through the use of remote sensing methods, the results of the interpretations still have to be validated so that in this study validation through interviews and mental map making on fishing catch zones based on fishermen's knowledge and experience to strengthen processing Landsat 8 satellite images. Then the results of processing Landsat 8 satellite images and mental maps were analyzed qualitatively descriptive. The results of the study are expected to provide information about the potential zones of skipjack fish in the southern Makassar Strait to help increase the productivity of catching skipjack.

Keywords: Mapping of Catch Zone, Skipjack Fish, Makassar Strait, Landsat 8, Mental Map

61 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Studi Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Di Perairan Teluk Saleh Berdasarkan Persebaran Suhu Permukaan Laut Menggunakan Citra Satelit VIIRS-NPP

Mapping Of Fishing Area In Saleh Bay Water Based On Sea Surface Temperature Using Satellite VIIRS-NPP Image

Erick Karno Hutomo1 dan Anang Dwi Purwanto2

1Universitas Diponegoro 2Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh - LAPAN

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK –Teluk Saleh merupakan salah satu perairan semi tertutup yang berada di provinsi Nusa Tenggara Barat. Teluk saleh memiliki potensi perikanan yang melimpah dikarenakan lokasinya yang dikelilingi oleh pulau pulau kecil sehingga perairan Teluk Saleh menjadi subur. Banyak nelayan tradisional disekitar pesisir teluk yang mencari ikan di Teluk Saleh. Akan tetapi kegiatan penangkapan ikan masih kurang efektif dan efisien. Dalam penentua daerah penangkapan ikan nelayan pesisir masih mengandalkan pengalaman rasi bintang, dan insting. Sehingga banyak waktu, tenaga dan biaya terbuang percuma untuk mencari gerombolan ikan yang berpengaruh pada hasil tangkapan nelayan. Penelitian ini bertujuan untuk memudahkan para nelayan khususnya nelayan pesisir Teluk Saleh dalam menentukan daerah potensi penangkapan ikan. Penentuan titik prakiraan daerah penangkapan ikan pada penelitian ini menggunakan metode pengambilan data sekunder citra Satelit VIIRS-NPP kemudian dikombinasikan dengan kemampuan Sistem Informasi Geografis dan penginderaan jauh dengan software ENVI, OSGeo4W, QGIS, ErMapper dan software Arcmap berdasarkan indikator suhu permukaan laut di perairan Teluk Saleh. SIG dapat membantu nelayan dalam menentukan area daerah penangkapan yang lebih efektif sehingga diharapkan memberikan keuntungan yang lebih. Berdasarkan pengolahan data citra satelit yang telah dilakukan pada bulan Januari 2019 hanya terdapat 5 tanggal yang dapat diolah menjadi peta zona penangkapan ikan dan prakiraan daerah penangkapan ikan terletak dibagian utara kecamatan Plampang dan Empang.

Kata kunci:Teluk Saleh, Daerah Potensi Penangkapan Ikan, SIG, Penginderaan Jauh

ABSTRACT – Saleh Bay is one of the semi-closed waters in the province of West Nusa Tenggara. Saleh Bay has abundant fishery potential due to its location surrounded by small islands so that the waters of Saleh Bay become fertile. Many traditional fishermen around the bay coast are looking for fish in Saleh Bay. However, fishing activities are still less effective and efficient. In terms of fishing areas coastal fishermen still rely on the experience of constellations, and instincts. So that a lot of time, energy and costs are wasted to find a group of fish that influence the catch of fishermen. This study aims to facilitate fishermen, especially the Saleh Bay coastal fishermen in determining potential fishing areas. Determination of the fishing area forecasting point in this study using the secondary data retrieval method of VIIRS- NPP Satellite image then combined with the ability of Geographic Information System and remote sensing with ENVI software, OSGeo4W, QGIS, ErMapper and Arcmap software based on sea surface temperature indicators in Saleh Bay waters . GIS can help fishermen in determining areas of fishing areas that are more effective so that they are expected to provide more benefits. Based on satellite image data processing conducted in January 2019 there are only 5 dates that can be processed into a fishing zone map and the forecast of fishing areas is located in the northern part of Plampang and Empang sub-districts.

Keywords: Saleh Bay, Potential Fishing Ground, GIS, Remote Sensing

62 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Foto Udara Format Kecil (FUFK) untuk Pemetaan Cemara Udang (Casuarina equisetofolia) dengan Metode GEOBIA di sebagian Pesisir Desa Gadingsari, Yogyakarta Small Format Aerial Photography for Cemara Udang (Casuarina equisetofolia) Mapping using GEOBIA Method in Part of Gadingsari Village Coastal, Yogyakarta

Maulidini Fatimah Azahra 1*), Muhammad Kamal2

1Program Studi D3 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2Departemen Sains Informasi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Terdapat beberapa potensi yang dimiliki oleh wilayah pesisir Desa Gadingsari, salah satunya berupa cemara udang (Casuarina equisetifolia). Vegetasi ini memiliki peran penting bagi ekosistem pesisir dan sekitarnya. Peran tersebut ialah sebagai pelindung pertanian lahan kering di belakangnya dari kadar salinitas garam tinggi. Namun, saat ini keberadaan cemara udang di wilayah kajian semakin memprihatinkan, banyak vegetasi cemara udang yang mati. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk melakukan pengkajian terkait cemara udang. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan cemara udang di wilayah kajian dengan menggunakan foto udara format kecil (FUFK) dan Geographic Object Based Image Analysis (GEOBIA) dengan klasifikasi berbasis aturan. Dalam tahap klasifikasi GEOBIA berbasis aturan di wilayah kajian menggunakan dua jenis feature class yaitu warna dan tekstur. Kedua feature class ini selanjutnya dijadikan dasar untuk memisahkan kelas vegetasi cemara udang dengan kelas non-vegetasi dan vegetasi bukan cemara udang. Beberapa rule yang digunakan untuk memetakan kelas cemara udang yaitu rasio saluran merah dan biru (R/B) ≤1.611, GLCM Contrast B (all dirr.) ≥3980.37 dan GLCM Contrast B (all dirr.) <4098. Hasil pemetaan tersebut kemudian diuji akurasinya dengan menggunakan area-based accurary assessment. Metode uji akurasi ini membandingkan secara eksplisit poligon hasil klasifikasi GEOBIA dengan peta referensi (peta klasifikasi hasil interpretasi visual). Nilai akurasi keseluruhan yang diperoleh ialah 76,3%. Beberapa hal yang mempengaruhi akurasi pemetaan adalah adanya kemiripan nilai piksel pada beberapa objek yang berbeda, distribusi objek yang acak, dan banyak terdapat objek bayangan pada FUFK yang digunakan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi FUFK dan GEOBIA secara efisien dapat memetakan objek cemara udang.

Kata kunci: Cemara udang, GEOBIA, rule-based classification, FUFK

ABSTRACT –There are several potentials owned by the coastal area of Gadingsari Village, one of which is cemara udang (Casuarina equisetifolia) trees. This vegetation has an important role for the coastal and surrounding ecosystems. These role include being protecting dryland agriculture behind it from high salinity. However, currently the existence of casuarina shrimp in the study area is increasingly alarming, many cemara udang vegetation is dead. Therefore, an effort is needed to conduct an assessment of thecemara udang. This study aims to carry out the mapping of cemara udang in the study area using small format aerial photography (FUFK) and Geographic Object Based Image Analysis (GEOBIA) with rule-based classification. In the rules-based classification phase GEOBIA in the study area uses two types of feature classes, there are color and texture. These two feature classes are then used as the basis for separating the Cemara Udang species from the nonvegetation class and non-Cemara Udang vegetation. Some of the rules used to map cemara udang class are the ratio of red and blue bands (R/B) ≤1,611, GLCM Contrast B (all dirr.) ≥3980.37 and GLCM Contrast B (all dirr.) <4098. The mapping results are then tested for accuracy using area-based accurary assessment. This accuracy test method explicitly compares polygons as a result of GEOBIA classification with reference maps (maps of visual interpretation classification results). The overall accuracy value obtained is 76,3%. Some things that affect the accuracy of the mapping are the similarity of pixel values on several different objects, the random distribution of objects, and there are many shadow objects on the FUFK used. The results of this study indicate that the combination of FUFK and GEOBIA can efficiently map the cemara udang object.

Keywords: Cemara udang, GEOBIA, rule based classification, FUFK

63 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Metode Pemetaan Mangrove Menggunakan Citra Landsat Multitemporal di Segara Anakan, Cilacap

Method of Mangrove Mapping Using Multitemporal Landsat Imagery in Segara Anakan, Cilacap

Citra Pramesti Setya Budhi1*), Nurul Latifah1, dan Anang Dwi Purwanto2

1Universitas Diponegoro 2Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh - LAPAN

*) E-mail: [email protected]

ABSTRAK –Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang memiliki peranan ekologis penting dalam mendukung kehidupan serta keberlangsungan sumberdaya perikanan. Ekosistem mangrove di Segara Anakan, Cilacap menyumbang sekitar 70% total produksi perikanan. Beberapa dekade terakhir keberadaan ekosistem mangrove di wilayah tersebut mengalami degradasi yang signifikan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perubahan luasan vegetasi mangrove di Segara Anakan, Cilacap pada tahun 1996 sampai dengan 2016. Lokasi penelitian berada di Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan batasan koordinat 7°37’22”- 7°47’37” LS dan 108°45’11”-109°2’54” BT. Pemetaan vegetasi mangrove menggunakan metode klasifikasi secara visual dan digital(unsupervised dan supervised). Data yang digunakan adalah citra Landsat 5 hasil perekaman tanggal 25 Desember 1996dan citra Landsat 8 hasil perekaman tanggal 4 April 2016. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan luasan vegetasi mangrove dari tahun 1996 sampai dengan 2016. Penurunan luasan mangrovedari hasilklasifikasi secara visual sebesar 190,85ha, sedangkan dari hasil klasifikasi unsuperviseddan supervised masing- masing sebesar 437,13 ha dan 636,3 ha.

Kata kunci: mangrove, landsat, segara anakan, unsupervised, supervised

ABSTRACT – Mangrove ecosystems are one of the ecosystems in coastal areas that have an important ecological role in supporting life and the sustainability of fisheries resources. The mangrove ecosystem in Segara Anakan, Cilacap contribute for around 70% of total fisheries production. The last few decades the existence of mangrove ecosystems in the region experienced significant degradation. The purpose of this research was to discover changes in the extent of mangrove vegetation in Segara Anakan, Cilacap from 1996 to 2016. The study sites were in Segara Anakan, Cilacap, Central Java with the coordinates of 7 ° 37'22 "-7 ° 47'37" LS and 108 ° 45'11 "-109 ° 2'54" BT. Mapping of mangrove vegetation using visual and digital classification methods (unsupervised and supervised). The Landsat 5 images was recorded on December 25th, 1996 and 8 Landsat images recorded on April 4th, 2016. The results in this research showed a decrease in the extent of mangrove vegetation from 1996 to 2016. The decrease in mangrove area from the visual classification results of 190,85ha, while the results of unsupervised and supervised classifications are 437,13 ha and 636,3 ha respectively.

Keywords: mangrove, landsat, segara anakan, unsupervised, supervised

64 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemetaan Habitat Bentik Perairan Dangkal Menggunakan Citra Unmanned Aerial Vehicle (UAV)

Mapping of Shallow Waters Benthic Habitat Using Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Imagery

La Ode Khairum Mastu1*)

1Graduate, Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pasca Sarjana, IPB University, Bogor

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Penelitian ini bertujuan untuk memetakan habitat bentik perairan dangkal menggunakan citra unmanned aerial vehicle (UAV) dan menghitung tingkat akurasi hasil klasifikasi habitat bentik di perairan Pantai Marina, Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Marina, Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Penelitian ini menggunakan data citra UAV dengan resolusi spasial 5,2×5,2 cm yang diakuisisi pada tanggal 3 Januari 2017 dan pengambilan data habitat bentik dilakukan pada hari yang sama. Klasifikasi citra UAV menggunakan metode OBIA (object based image analysis) dengan klasifikasi multiskala yang dibagi menjadi dua level yaitu level 1 (reef level) dan level 2 (benthic habitat level). Level 1 menggunakan skala segmentasi 150 dengan metode contextual editing dan level 2 menggunakan skala segmentasi 50 dengan algoritma klasifikasi support vector machine (SVM) dan input themathic layer dari data lapangan. Klasifikasi level 2 dilakukan pada 9 kelas habitat bentik yang ditentukan berdasarkan hasil pengamatan lapangan. Berdasarkan hasil klasifikasi menunjukan bahwa habitat bentik perairan dangkal dapat dipetakan dengan cukup baik dengan citra UAV menggunakan algoritma SVM dengan metode OBIA. Hasil uji akurasi pada citra hasil klasifikasi 9 kelas habitat bentik diperoleh akurasi keseluruhan sebesar 77,7%.

Kata kunci:UAV, pemetaan, habitat bentik, OBIA, perairan Pantai Marina

ABSTRACT -The purposes of this study were to map the shallow water benthic habitats using unmanned aerial vehicle (UAV) imagery and to calculate the accuracy level of benthic habitat classification results in the Marina Beach waters of Wangi-wangi Island of Wakatobi District. This research was conducted in the Marina Beach waters of Wangi-wangi Island of Wakatobi District. The study used UAV imagery data with 5,2×5,2 cm spatial resolution acquired on 3 January 2017 and benthic habitat data collection was conducted out on the same day. UAV image classification using the OBIA (object based image analysis) method with multiscale classification which is divided into two levels that is level 1 (reef level) and level 2 (benthic habitat level). Level 1 using the 150 segmentation scale with the contextual editing method and level 2 using the 50 segmentation scale with the support vector machine (SVM) classification algorithm and input themathic layer from field data. The classification of Level 2 was performed in 9 classes of benthic habitat determined based on the results of field observations. Based on the classification results show that shallow water benthic habitats can be mapped relatively good with UAV images using the SVM algorithm with the OBIA method. The results of the accuracy test on the image classification results of 9 benthic habitat classes obtained overall accuracy of 77.7%.

Keywords: UAV, mapping, benthic habitats, OBIA, Marina Beach waters

65 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Metode Pemetaan Sebaran Klorofil-a Secara Spasial dan Temporal di Teluk Jakarta Menggunakan Citra Aqua MODIS

The Method of Spatial and Temporal Chlorophyll-a Mapping Distribution Using Aqua MODIS Data

Ardya Hilda Nazula1*), Arif Rahman2, dan Gathot Winarso3

1Universitas Diponegoro 2Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Teluk Jakarta secara geografis terletak di bagian utara Provinsi DKI Jakarta. Teluk Jakarta memiliki luas 514 km2. Perairan ini merupakan kawasan perairan tempat bermuaranya 13 sungai di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya. Tingkat kesuburan perairan dari teluk jakarta sangat terpengeruh dengan adanya akumulasi limbah ataupun materi terlarut dari perairan sekitar dan sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. kandungan klorofil-a di perairan merupakan salahsatu parameter dari tingkat kesuburan perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode sebaran klorofil-a di Teluk Jakarta menggunakan citra satelit Aqua MODIS dan mengetahui sebaran konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta secara spasial dan temporal. Metode yang digunakan adalah metode yang diperoleh dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dimana metode ini menggunakan dua software yaitu WIM dan ArcMap. Hasil pemetaan menunjukan bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta beragam. Bagian paling dekat dengan pantai daerah Teluk Jakarta berkisar 2,5-34 mg/m3. Bagian lepas pantai, berkisaran 2,5- 10 mg/m3. Sedangkan konsentrasi klorofil-a pada bagian yang mengarah ke lautan semakin menurun, berkisar 1-2,1 mg/m3. Sebaran konsentrasi klorofil-a yang lebih tinggi didominasi terdapat pada daerah paling dekat dengan pantai di Teluk Jakarta. Banyak faktor yang menyebabkan konsentrasi klorofil-a di dekat daratan Teluk Jakarta tinggi, curah hujan, dan akumulasi zat hara berlebih dari aliran air sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta dapat meningkatkan proses fotosintesis hingga diatas rata-rata dan beresiko adanya blooming dan perairan terlalu subur.

Kata kunci: Aqua MODIS, Klorofil-a, Teluk Jakarta

ABSTRACT -The is geographically located in the northern part of the DKI Jakarta Province. Jakarta Bay has 514 km2 area. It is the areas where 13 rivers operate in the area of DKI Jakarta and its surroundings. The level of quality of the waters of the bay of Jakarta is greatly affected by the accumulation of waste or dissolved material from the waters around the Jakarta Bay and the river that empties into the Jakarta Bay. Chlorophyll-a concentration in waters area is one of the waters quality parameter. This aim of this research is to know the method of chlorophyll-a distribution in Jakarta Bay by spatial and temporal with Aqua MODIS satellite data. This research uses method from LAPAN which is using two software namely WIM and ArcMap. The results show that the distribution of chlorophyll-a concentrations in Jakarta Bay have variety. The coastal area of Jakarta Bay has chlorophyll-a concentration result around 2,5-34 mg/m3 . The offshore area has result around 2,5-10 mg/m3 while area towards to the sea has result around 1-2,1 mg/m3 . The higher chlorophyll-a concentration values usually found in coastal area. Many factors affect the chlorophyll-a concentration near mainland of Jakarta Bay has a high value like rainfall, accumulation of nutrients blooming from river which disembogue to Jakarta Bay can increase photosynthesis process to above average and causing blooming algae phenomenon.

Keywords: Aqua MODIS, Chlorophyll-a, Jakarta Bay

66 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemetaan Tambak pada Citra Sentinel 2A Menggunakan Metode GEOBIA di Wilayah Pasir Sakti, Lampung Timur

Pond Mapping in Sentinel 2A using GEOBIA Methods in Pasir Sakti Region, East Lampung

Maulidini Fatimah Azahra1*), Reforma Herzegovina 1, dan Amri Rosyadi1

1Program Studi D3 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK – Berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2013, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur ditetapkan sebagai kawasan Minapolitan yang menerapkan konsepsi pembangunan ekonomi dan perikanan. Kabupaten Lampung Timur menjadi salah satu wilayah hinterland yang dapat memenuhi kebutuhan fasilitas-fasilitas kota serta memberikan pasokan budidaya komoditas seperti budidaya perikanan. Produksi budidaya laut dapat dilakukan dengan komoditas budidaya tambak. Seiring dengan berkembangnya budidaya tambak, maka luasan lahan yang diperlukan untuk tambak semakin bertambah.Tentu hal ini, harus tetap diperhatikan agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan luasan tambak di Kecamatan Pasir Sakti dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Kelebihan teknologi pengindraan jauh yang mampu menyajikan informasi dengan cakupan wilayah yang relatif luas dapat dimanfaatkan dalam penelitian ini. Data citra yang digunakan dalam penelitian ini ialah Sentinel 2A. Metode pemetaan yang digunakan ialah Geographic Object Based Image Analysis (GEOBIA) dengan menggunakan software eCognition Developer. Adapun metode segmentasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah multiresolution segmentation sedangkan untuk metode klasifikasinya berbasis pada sampel (nearest neighbor). Berdasarkan hasil yang diperoleh, peta tambak hasil klasifikasi GEOBIA cukup representatif dengan kondisi di wilayah kajian. Hal ini karena adanya perbedaan yang jelas antara objek tambak dengan objek lain di wilayah kajian, baik secara visual maupun nilaipikselnya.

Kata kunci: tambak, GEOBIA, Sentinel 2A

ABSTRACT-Based on the Decree of the Minister of Marine Affairs and Fisheries of the Republic of Indonesia Number 35 of 2013, Pasir Sakti Sub-District, East Lampung is designated as a Minapolitan area that applies the concept of economic development and fisheries. is one of the hinterland areas that can meet the needs of city facilities and provide supply of commodity cultivation such as aquaculture. Marine aquaculture production can be carried out with pond cultivation commodities. Along with the development of aquaculture ponds, the land area needed for ponds is increasing. Of course, this must be considered so that the balance of the ecosystem is maintained. This study aims to map the size of the pondsin Pasir Sakti District by utilizing remote sensing technology. The advantages of remote sensing technology that is able to present information with a relatively wide area coverage can be utilized in this study. The image data used in this study is Sentinel 2A. The mapping method used is Geographic Object Based Image Analysis (GEOBIA) using eCognition Developer software. The segmentation method used in this study is multiresolution segmentation while for the classification use nearest neighbor method. Based on the results obtained,the farm map from the GEOBIA classification is quite representative of the conditions in the field. This is because there is a clear difference between the pond object and other objects in the study area, both visually and the pixelvalue.

Keywords: pond, GEOBIA, Sentinel 2A

67 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Variabilitas Tinggi Muka Laut di Indonesia Berdasarkan Pengamatan Satelit Altimetri

Variability of Sea Surface Height in Indonesia Using Altimetry Satellite

Ahmad Fadlan1*), Ria Rosanti2

1Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2Pusat Meteorologi Maritim, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Tinggi Muka Laut merupakan salah satu parameter oseanografi yang menjadi perhatian dunia saat ini. Hal ini dikarenakan parameter ini sangat erat hubungannya dengan dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim seperti kenaikan tinggi muka laut. Di Indonesia, perubahan tinggi muka laut juga menjadi perhatian khusus dikarenakan berdampak pada kasus kejadian banjir pesisir yang melanda beberapa kota besar di Indonesia. Metode penelitian ini adalah menganalisis perubahan tinggi muka laut berdasarkan pengamatan satelit altimetri selama 24 tahun dari tahun 1993 hingga 2017. Hasil pengamatan tersebut selanjutnya akan dijadikan peta bulanan untuk mengetahui bagaimana variabilitas tinggi muka laut yang ada. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa secara umum perubahan tinggi muka laut di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pola musim angin. Pada saat musim angin baratan wilayah perairan disekitar Laut Jawa, perairan Sulawesi, Laut Flores hingga Perairan Banda dan Laut Arafura mengalami peningkatan tinggi muka laut dan akan mengalami penurunan pada saat musim angin timuran. Kondisi berbeda terjadi pada wilayah perairan Karimata dan perairan Selat Malaka, secara umum tinggi muka laut akan meningkat pada musim angin timuran dan mengalami penurunan pada saat angin baratan. Secara umum pola angin permukaan akan mempengaruhi pola arus Ekman yang secara tidak langsung juga mempengaruhi tinggi muka laut.

Kata kunci:Tinggi Muka Laut, Musim Angin, Perairan Indonesia

ABSTRACT -Sea Surface Height is one of the oceanographic parameters that is of concern to the world today. This is because these parameters are closely related to the effects of global warming and climate change such as sea level rise. In Indonesia, changes in sea surface height are also a special concern due to the impact on coastal flood events that occur in several major cities in Indonesia. This research method is to analyze changes in sea surface height based on altimetry satellite observations for 24 years from 1993 to 2017. The results of these observations will then be used as a monthly map to find out how the variability of sea surface height in Indonesia. Based on the results of data processing it was found that generally changes in sea surface height in Indonesia are strongly influenced by the pattern of the wind season. During the Asian monsoon season the waters around the , Sulawesi waters, the Flores Sea to Banda Waters and the experience an increase in sea level and will decrease during the Australian Monsoon season. Different conditions occur in the and the waters of the Malacca Strait, in general sea level will increase in the Australian Monsoon season and decreased during the Asian monsoon season. In general, surface wind patterns will affect the pattern of Ekman currents which indirectly also affect sea level.

Keywords: Sea Surface Height, Monsoon, Indonesian Waters

68 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisa Koreksi Kolom Air Untuk Pemetaan Habitat Perairan Laut Dangkal Di Nusa Lembongan, Bali

Water Column Correction Analysis for Mapping of Shallow Marine Waters in Nusa Lembongan, Bali

I Dewa Made Krisna Putra Astaman1*), Kuncoro Teguh Setiawan2), Gathot Winarso2), dan Ety Parwati2)

1)Fakultas Kelautan dan Perikanan – Universitas Udayana 2) Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh – LAPAN

*)E-mail : [email protected]

ABSTRAK -Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk studi pemetaan sumberdaya alam seperti pemetaan habitat perairan laut dangkal. Penggunaan data citra satelit untuk identifikasi objek dibawah permukaan air memerlukan suatu proses koreksi kolom air. Proses koreksi kolom air perlu dilakukan karena pantulan panjang gelombang dari suatu objek yang diterima oleh sensor selalu melalui lapisan kolom air tertentu. Koreksi kolom air dari citra satelit bertujuan untuk mengurangi pengaruh gangguan pantulan objek dari habitat dasar perairan dangkal yang diakibatkan oleh kolom air. Teknik koreksi kolom air yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan tiga pasangan band dari Citra SPOT-7 yaitu pasangan B1B2 , B1B3 dan B2B3. Proses koreksi tersebut dengan menggunakan Algoritma Lyzenga, 1981.Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisa pengaruh koreksi kolom air dengan menggunakan tiga pasangan band dari Citra SPOT-7 untuk pemetaan habitat perairan laut dangkal. Lokasi penelitian dilaksanakan di Nusa Lembongan, Bali. Data yang digunakan adalah citra SPOT-7 akuisisi Tahun 2018. Teknik klasifikasi menggunakan maksimum likelihood untuk membedakan obyek habitat perairan laut dangkal. Hasil penelitian menunjukkan ketiga pasang band Citra SPOT-7 mampu membedakan objek karang hidup, karang mati, lamun, makro alga, pecahan karang dan pasir.

Kata kunci: Koreksi Kolom Air, Nusa Lembongan, SPOT-7, Klasifikasi Maksimum Likelihood

ABSTRACT -Remote sensing technology is one technology that can be used for mapping natural resources such as mapping shallow marine waters. The use of satellite image data to identify objects under the water surface requires a correction process for the water column. The process of correction of the water column needs to be done because the reflection of the wavelength of an object received by the sensor is always through a certain layer of water column. Correction of the water column from satellite imagery aims to reduce the influence of object reflection disturbances from shallow water base habitats caused by the water column. The water column correction technique carried out in this study used three band pairs of SPOT-7 images, namely pairs B1B2, B1B3 and B2B3. The correction process uses the Lyzenga Algorithm, 1981. The purpose of this study was to analyze the effect of water column correction by using three pairs of bands from Citra SPOT-7 for mapping shallow marine waters. The research location was carried out in Nusa Lembongan, Bali. The data used is acquisition SPOT-7 imagery in 2018. The classification technique uses a maximum likelihood to distinguish shallow marine habitat objects. The results showed that the three pairs of Citra SPOT-7 bands were able to distinguish objects from live coral, dead coral, seagrass, macroalgae, rubble and sand.

Keywords: Correction of Water Column, Nusa Lembongan, SPOT-7, Maximum Likelihood Classification

69 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Karakteristik Arus dan Suhu Permukaan Laut Berdasarkan Pengaruh Monsun, ENSO dan IOD di WPPNRI 573

Analysis of Sea Surface Current Characteristics Based on Monsoons, ENSO dan IOD Effect on the WPPNRI 573

Argo Galih Suhadha1*), Devica Natalia Br Ginting1, dan Wikanti Asriningrum1

1Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh – LAPAN

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK – Sebagai akibat dari letak geografisnya yang berada di antara dua benua, sirkulasi massa air laut Indonesiasangat dipengaruhi oleh angin monsun. Arus laut adalah proses pergerakan massa air laut yang menyebabkan perpindahanmassa air laut secara terus-menerus. Arus memiliki peranan penting terhadap suhu perairan di sekitar zona potensipenangkapan ikan, karena membawa serta massa air dengan suhu tertentu dari tempat terbentuknya. Penelitian inidilakukan untuk mengetahui karakteristik arus permukaan laut di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RepublikIndonesia 573 (WPPNRI 573) dalam variasi tahunan berdasarkan pengaruh Monsun dan fenomena iklim global. Datayang digunakan berupa arus dan suhu permukaan laut dari Hycom NCODA, dan indeks iklim global selama tahun 2014-2018. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis komparasi arus dan suhu permukaan terhadap pengaruhfenomena iklim global yaitu Indian Ocean Dipole (IOD) dan El Nino-Southern Oscillation (ENSO). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa arus dan suhu permukaan laut di daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh fenomena Monsun, padamusim barat arus cenderung memiliki suhu dan kecepatan yang lebih rendah. Sedangkan baik pada musim timur,peralihan I dan II, suhu muka laut di WPPNRI 573 tersebar secara seragam dengan arus dominan bergerak dari timur kebarat. IOD positif yang terjadi sebanyak tiga kali dan IOD negatif sebanyak satu kali. Selain IOD, kedua parametertersebut dipengaruhi oleh kejadian El Nino kuat pada tahun 2015. IOD kuat pada parameter arus dan suhu memilikipengaruh yang kuat ketika tidak terjadi bersamaan dengan EL Nino kuat namun ketika terjadi bersama dengan El Ninokuat kecepatan arus dan suhu permukaan laut cenderung normal.

Kata kunci: WPPNRI 573, Arus Permukaan Laut, Monsun, ENSO, IOD

ABSTRACT – As a result of its geographical location between two continents, the circulation of Indonesia's seawatermass is strongly influenced by the monsoon. Sea currents are the process of seawater mass moving which causescontinuous displacement of sea water masses. Currents have an important role in waters temperature around the potentialfishing zone because it brings water mass with a certain temperature from the former place. This study was conducted todetermine the characteristics of sea surface currents in the Republic of Indonesia Fisheries Management Region 573 inannual variations based on Monsoon and global climate phenomena influences. This study uses sea surface currents andtemperatures data from Hycom NCODA and global climates index in 2014- 2018.The results showed that sea surfacecurrents and sea surface temperatures in the study area are affected by the phenomenon of Monsoon, in the west monsooncurrents tended to have lower temperatures and speeds. Whereas in the east, transition I and II, sea surface temperaturesin the WPPNRI 573 are spread uniformly with the dominant currents moving from east to west. Positive IOD occurs threetimes and negative IODs once. In addition to IOD, the two parameters were influenced by the strong El Nino event in2015. The effect of positive IOD is strong when it does not occur together with the weak EL Nino, but when it occurswith strong El Nino current velocity and sea surface temperature tends to be normal.

Keywords: WPPNRI 573, Sea Surface Current, Monsoon , ENSO, IOD

70 ABSTRAK SUB-TEMA SDGs 15

(Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Ekosistem Darat) Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Optimasi Penerimaan Data Multimisi dari Stasiun Bumi Penginderaan Jauh

Optimization of Receiving Multimission Remote Sensing Data from the Remote Sensing Ground Station

Niko Cendiana 1*) , Destri Yanti Hutapea1

1Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 salah satu tugas Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) tentang Keantariksaan adalah menyediakan data satelit penginderaan jauh (inderaja) berbagai resolusi untuk kebutuhan nasional. Untuk mendapatkan data penginderaan jauh yang mendekati realtime dilakukan direct receiving data. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, LAPAN membangun Stasiun Bumi Penginderaan Jauh (SBPJ) di Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Stasiun Bumi LAPAN saat ini melakukan akuisisi data satelit penginderaan jauh untuk mendapatkan data penginderaan jauh yang mampu meliputi seluruh wilayah Indonesia. Saat ini SBPJ Parepare melakukan perekaman data satelit SPOT-6, SPOT-7, Landsat-7, Landsat-8, Modis-AQUA, Modis-TERRA, Suomi-NPP, Pleaides-1A/1B, Terra SAR-X, Tandem-X. Di samping itu stasiun bumi LAPAN dituntut untuk dapat mengirimkan data dengan cepat ke Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) yang ada di Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN di Jakarta. Dalam transfer data dari SPBJ Parepare ke Pustekdata saat ini menggunakan software open source (Winscp) yang sedang dalam pengembangan. Banyaknya data yang diterima dan log penerimaan yang masih manual membutuhkan waktu yang lebih lama untuk konfirmasi dengan tim transfer SPBJ Parepare. Untuk mengoptimasi hal tersebut, diperlukan otomatisasi log penerimaan data penginderaan jauh yang dikirimkan dari SBPJ Parepare ke Pustekdata LAPAN, untuk mengoptimalkan software transfer di Pustekdata dan mempermudah konfirmasi dengan SPBJ Parepare. Hasil penelitian ini adalah sebuah sistem yang dapat mengoptimalisasikan software transfer dengan log penerimaan data secara otomatis yang ada di Pustekdata serta analisa percepatan waktu hasil optimasi sistem.

Kata kunci: Optimasi, Data Penginderaan Jauh, Log

ABSTRACT -In Law No. 21 of 2013, one of the duties of the National Space Aviation Agency (LAPAN) on the inter- examination is to provide remote sensing satellite data (Inderaja) various resolutions for national needs. To get remote sensing data that is approaching real-time is done direct receiving data. In meeting these needs, LAPAN built a remote sensing earth station (SBPJ) in Parepare City, South Sulawesi. The LAPAN earth station currently performs remote sensing satellite data acquisition to obtain remote sensing data that is capable of covering the entire territory of Indonesia. Currently, SBPJ Parepare is recording satellite data SPOT-6, SPOT-7, Landsat-7, Landsat-8, Modis-AQUA, Modis-TERRA, Suomi-NPP, Pleaides-1A / 1B, Terra SAR-X, Tandem-X. In additional, LAPAN earth station is required to be able to send data quickly to the National Remote Sensing Data Bank (BDPJN) at the LAPAN Remote Sensing Data and Technology Center in Jakarta. In transferring data from SPBJ Parepare to Pustekdata currently using open source software (WinSCP) which is under development. The amount of data received and log receipts that are still manual require a longer time to confirm with the SPBJ Parepare transfer team. To optimize this, log automation is needed to receive remote sensing data sent from SBPJ Parepare to LAPAN Pustekdata, to optimize software transfer in Pustekdata and facilitate confirmation with SPBJ Parepare. The results of this study are a system that can optimize transfer software with automatic data log receipts that are in Pustekdata and acceleration analysis of the results of system optimization.

Keywords:Optimalization, Remote Sensing Data, Log

71 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Metode Pengukuran Perbandingan Gain Terhadap Noise Pada Frekuensi L Band dan X Band

Measuring Method Gain to Noise Ratio at L Band and X Band Frequency

Arif Hidayat 1*) , Dedi Irawadi2) , S.T.A. Munawar1) , dan Ayom Widipaminto2

1Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Parepare, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) 2Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Antena adalah salah satu ujung tombak penerimaan data penginderaan jauh. Rasio Gain Terhadap Noise diperlukan sebagai elemen kehandalan sistem penerima data satelit. Nilai Gain terhadap Noise adalah nilai real penguatan antena. Rasio Gain terhadap Noise minimal di tentukan oleh besarnya power efektif yang dikirimkan oleh satelit. Sinyal satelit yang dikirimkan dari luar angkasa teredam oleh ruang bebas di antariksa. Semakin tinggi nilai rasio Gain to NoiseRatio semakin bagus kemampuan antena semakin baik karena memiliki nilai fading margin yang tinggi sehingga gangguan terhadap sinyal dapat di hindari. Pengukuran Rasio Gain terhadap Noise dilakukan secara berkala agar dapat diketahui perubahan nilai agar kehandalan antena dalam menerima data satelit tetap terjaga. Metode pengukuran menggunakan noise dari matahari dibandingkan dengan tanpa noise. Metode pengukuran dapat digunakan sebagai standar di pengukuran di seluruh stasiun bumi di Indonesia.

Kata kunci: antena, ground station, gain to noise, satelit

ABSTRACT - Antenna is one of the spearheads of receiving remote sensing data. Noise Gain Ratio is needed as an element of reliability for satellite data receiving systems. Value of Gain to Noise is the value of real antenna gain. The Gain ratio to Noise is at least determined by the amount of effective power sent by the satellite. Satellite signals sent from outer space are muffled by free space in space. The higher the value of the Gain to Noise Ratio, the better the ability of the antenna is getting better because it has a high value of fading margins so that interference with the signal can be avoided. The measurement of the Gain to Noise Ratio is carried out periodically so that changes in value can be known so that the reliability of the antenna in receiving satellite data is maintained. The measurement method uses noise from the sun compared to without noise. The measurement method can be used as a standard in measuring all ground stations in Indonesia.

Keywords: antena, ground station, gain to noise, satellite

72 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Rancang Bangun Sistem Monitoring Service Level Agreement Akuisisi dan Pengolahan Harian Stasiun Bumi Penginderaan Jauh LAPAN Rumpin untuk Mendukung Ekosistem Darat

Monitoring System Design for Service Level Agreement Daily Acquisition and Processing of LAPAN Remote Sensing Ground Station Rumpin to Support Land Ecosystems

Fadillah Halim Rasyidy 1*), Yuvita Dian Safitri1) , Kuncoro Adi Pradono 1) , Wismu Sunarmodo1), Hidayat Gunawan1) , Bayu Satya Adhitama1)

1Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Sistem monitoring SLA akuisisi dan pengolahan data satelit penginderaan jauh LAPAN, khususnya data resolusi menengah di stasiun bumi penginderaan jauh Rumpin terus dilakukan pengembangan. Monitoring SLA yang telah dibangun sebelumnya menampilkan hasil perhitungan SLA akuisisi dan pengolahan yang menunjukkan data harian. Tulisan ini menjabarkan hasil pengembangan lanjutan dari sistem yang telah ada. Upgrade sistem menjadi satu portal bisa menampilkan perhitungan SLA akusisi dan pengolahan stasiun bumi penginderaan jauh Rumpin sampai ke level harian dengan tampilan per bulan yang dipilih. Program otomatisasi dibuat mengguanakan script PHP untuk menghitung persentase capaian keberhasilan, updating database, serta menampilkan hasil dalam bentuk tabel dari database menggunakan web interface. Perbaikan di sistem database mampu meningkatkan performa kinerja penyediaan informasi SLA dan menghapus kelemahan sebelumnya. Upgrade yang dilakukan membantu operator melakukan pelaporan SLA keberhasilan akuisisi dan pengolahan demi ketersediaan data penginderaan jauh untuk mendukung ekosistem darat.

Kata kunci: Monitoring, otomatisasi, stasiun bumi, penginderaan jauh

ABSTRACT -The SLA monitoring system is the acquisition and processing of LAPAN remote sensing satellite data, especially medium resolution data in the Rumpin remote sensing earth station. The previously constructed SLA monitoring displays the results of SLA calculations for acquisition and processing that show daily data. This article outlines the results of the continued development of the existing system. Upgrading the system to one portal can display the calculation of SLA acquisition and processing of remote sensing ground stations Rumpin to the daily level with the appearance per selected-month. Automation programs are made using PHP scripts to calculate the percentage of success achievements, updating databases, and displaying results in table form from databases using the web interface. Improvements in the database system can improve performance in providing SLA information and remove previous weaknesses. Upgrades are carried out to help operators report SLA success in the acquisition and processing for the availability of remote sensing data to support land ecosystems.

Keywords: Monitoring, automation, ground station, remote sensing

73 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Klasifikasi Vegetasi dan Tutupan Lahan Pada Citra UAV Menggunakan Metode Object-Based Image Analysis di Segara Anakan, Kabupaten Cilacap

Classification of Vegetation and Land Cover in UAV Images Using the Object-Based Image Analysis Method in Segara Anakan, Cilacap Regency

Johannes R. Sitompul 1*), Corina D. Ruswanti1, Haries Sukandar1, Aldico S. Ganesa1, Fikri R. Pratama1, Hendry S.R Siagian 1,2 dan Rudhi Pribadi 3

1Divisi Survey & Investigasi, CV. Aksa Jaladhi Angkasatama 2Magister Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro 3Doktor Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Kajian mengenai klasifikasi pada bidang penginderaan jauh semakin meningkat seiring perkembangan teknologi. Dengan menggunakan citra satelit, manusia dapat melakukan interpretasi terhadap suatu area yang sedang atau akan diteliti. Berkembangnya teknologi, menghadirkan sarana penginderaan jauh yang lebih praktis dan lebih mudah penerapannya yaitu Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau drone. Pembuatan informasi spasial berdasarkan data foto udara menggunakan drone sangat memberikan potensi baik terhadap pengembangan teknologi penginderaan jauh seperti untuk klasifikasi suatu area. Penelitian ini membahas mengenai pemetaan menggunakan metode klasifikasi vegetasi dan tutupan lahan berbasis obyek berdasarkan informasi nilai indeks vegetasi (NDVI) dan klasifikasi nearest neighbour pada training samples yang telah ditentukan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan metode klasifikasi dengan Object-Based Image Analysis (OBIA) memiliki keluaran peta klasifikasi yang cukup detil. Berdasarkan pengolahan citra foto udara ini didapatkan hasil klasifikasi yang tidak terpaut jauh antara interpretasi visual dan keakuratan hasil klasifikasi, yaitu dengan nilai overall accuracy sebesar 97,56% dan koefisien kappa sebesar 0,956 pada citra hasil segmentasi/klasifikasi.

Kata kunci: Drone, Klasifikasi, OBIA, Spasial, Tutupan Lahan, Vegetasi

ABSTRACT -The study of classification in the field of remote sensing is increasing along with technological developments. By using satellite imagery, humans can interpret an area that is being or will be studied. The development of technology, presents remote sensing facilities that are more practical and easier to implement, namely Unmanned Aerial Vehicle (UAV) or drones. The production of spatial information based on aerial photo data using drones greatly provides good potential for the development of remote sensing technologies such as for the classification of an area. This study discusses mapping using object-based vegetation and land cover classification methods based on information on vegetation index (NDVI) value and nearest neighbor classification in predetermined training samples. The results of this study indicate that the classification method with Object- Based Image Analysis (OBIA) has a detailed classification map output. Based on the processing of aerial photo imagery, the classification results are not far between the visual interpretation and the accuracy of the classification results, with an overall accuracy of 97.56% and a kappa coefficient of 0.956 in the segmented / classification image.

Keywords: Drone, Classification, OBIA, Spatial, Land Cover, Vegetation

74 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Pemantauan Fase Tumbuh Tanaman Padi Menggunakan Citra RADARSAT-2

Application of RADARSAT-2 Imagery in Paddy Growth Phase Monitoring

Masyitah Tri Andari 1*), Baba Barus1, Khursatul Munibah1, dan Sugih Mahera1

1Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Produktivitas lahan merupakan salah satu parameter tujuan SDGs 15 dan berkaitan dengan pemenuhan pangan. Pemenuhan pangan dapat ditinjau dari produksi padi yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Peninjauan ini dapat dilakukan dengan cara memantau lahan sawah menggunakan teknik penginderaan jauh. Pemantauan fase tumbuh tumbuh padi dengan citra optik cukup beresiko karena Indonesia adalah negara tropik yang memiliki cakupan awan tinggi. Oleh karena itu, Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan citra RADARSAT-2 yang dapat menembus tutupan awan sebanyak 3 scene dengan dua polarisasi yaitu polarisasi HH dan HV. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keterkaitan nilai hamburan balik terhadap umur tanaman padi dan mengklasifikasikan fase tumbuh padi di PT. Sang Hyang Seri, Subang. Keterkaitan nilai hamburan balik citra RADARSAT-2 dianalisis dari data tebar tanam 2012 dan 2012/2013, data iklim, dan survei lapang. Analisis ini menggunakan analisis deskriptif Boxplot. Pada berbagai fase pertumbuhan padi, polarisasi HH menunjukkan nilai hamburan balik yang lebih tinggi dibandingkan polarisasi HV. Polarisasi HH merupakan polarisasi yang paling sesuai untuk pemantauan padi karena lebih sensitif terhadap variasi struktur tanaman padi. Penelitian ini menggunakan kelas fase pertumbuhan padi berdasarkan klasifikasi IRRI dan Dedatta. Klasifikasi ini memanfaatkan pendekatan Gaussian Maximum Likelihood. Nilai akurasi citra RADARSAT-2 yang diakuisisi tanggal 24 November 2012 lebih tinggi sebesar 88% dibandingkan citra RADARSAT-2 yang lain. Kemudian, nilai akurasi paling baik pada hasil analisis klasifikasi padi adalah Dedatta di semua citra RADARSAT-2, sehingga klasifikasi Dedatta adalah klasifikasi yang cukup relevan untuk pemantauan fase tumbuh padi di kawasan Pantura, Subang.

Kata kunci: padi, RADARSAT-2, hamburan balik, klasifikasi Gaussian Maximum Likelihood

ABSTRACT – Land productivity is one of SDGs 15 goal progress and it is related to food fulfilment. Food fulfilment can be monitored by paddy production which is Indonesian staple food. The monitoring can be conducted by monitoring the paddy field using remote sensing. However, monitoring of paddy field with optical remote sensing is very risky in Indonesia as a tropical country because of its high cloud cover. This research used 3 scenes of RADARSAT-2 imagery. The aim of this research are to analysis the correlation of backscattering value to growth phase of paddy and classify the growth phase of paddy in PT. Sang Hyang Seri, Subang. Correlation of backscattering value RADARSAT-2 analyzed from cropping stocking 2012 and 2012/2013 data, climate data, and land survey. This analysis used descriptive Boxplot. In various growth phase of paddy, HH polarization had more backscattering value than HV. HH polarization was the most suitable polarization to monitor paddy field because it was more sensitive to paddy structure variations. The growth phases were based on IRRI and Dedatta classification and used Gaussian Maximum Likelihood approach. The acquired RADARSAT-2 imagery on November 24, 2012 was higher accuracy than others as 88%. The result showed that the best accuracy values are consistently present in all Dedatta classification in RADARSAT-2 imagery. Therefore, Dedatta classification is the most relevant classification to monitoring growth phase of paddy in Pantura, Subang.

Keywords: paddy, RADARSAT-2, backscattering, Gaussan Maximum Likelihood classification

75 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Variasi Nilai Spektral Tanaman Padi Menggunakan Teknologi UAV

Analysis of Rice Plant Spectral Value Variation using UAV Technology

Fida Afdhalia1*) , Supriatna 1, dan Iqbal Putut Ash Shidiq1

1Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK -Teknologi penginderaan jauh menggunakan berbagai wahana diantaranya satelit, helikopter, pesawat, dan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dalam pemanfaatannya. Teknologi penginderaan jauh sering dimanfaatkan dalam bidang pertanian, khususnya untuk pemantauan areal persawahan. Wahana yang sering digunakan untuk pemantauan areal persawahan adalah satelit dan UAV. Seiring dengan perkembangan teknologi, pemetaan dengan UAV menjadi pilihan alternatif di samping teknologi pemetaan lainnya seperti pemotretan udara dengan awak maupun pemetaan berbasis satelit. Hal ini dikarenakan, gambar yang dihasilkan melalui pemetaan dengan UAV memiliki resolusi spasial yang sangat tinggi dan gambar yang dihasilkan bebas dari tutupan awan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan UAV dalam menganalisis variasi nilai spektral tanaman padi berdasarkan indeks vegetasi. Analisis tersebut dilakukan dengan melihat perbedaan nilai spektral padi pada berbagai umur tanaman yang berbeda. Indeks vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Excess Green Vegetation Index (ExG). UAV yang digunakan terdiri dari sensor Red Green Blue (RGB). Hasil penelitian menunjukan UAV dengan sensor RGB mampu menganalisis pertumbuhan tanaman padi menggunakan pendekatan indeks ExG melalui analisis variasi nilai spektral yang didasarkan pada umur tanaman padi.

Kata kunci: UAV, Variasi Nilai Spektral, Tanaman Padi

ABSTRACT – Remote sensing technology using variety platforms including satellites, helicopters, aircraft, and Unmanned Aerial Vehicle (UAV) in its utilization. Remote sensing technology is often used in agriculture, especially for monitoring rice fields. The platform that is often used for monitoring rice fields is satellites and UAV. Along with the development of technology, mapping with UAV is an alternative choice in addition to other mapping technologies such as aerial photography with crew and satellite-based mapping. This is because, images produced through mapping with UAV have very high spatial resolution and the resulting images are free of cloud cover. This study aims to identify the ability of UAV in analyzing spectral value variation of rice plant based on vegetation indices. The analysis was carried out by looking at the different spectral values of rice plant at the different ages. The vegetation indices used in this study is Excess Green Vegetation Index (ExG). The UAV used consists of an Red Green Blue (RGB) sensor. The results showed that UAV with RGB sensors was able to analyze the growth of rice plant using the ExG index approach through an analysis of the spectral values variation based on the age of rice plant.

Keywords: UAV, Spectral Value Variation, Rice Plant

76 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Kejadian Kebakaran Hutan di Kawasan Taman Nasional Berbak Sembilang Provinsi Jambi Selama Periode 2000-2018

Historical Forest Fire Occurrence Analysis in Berbak Sembilang National Park Jambi Province during Periode 2000-2018

Andita Minda Mora 1*) , Bambang Hero Saharjo 1, dan Lilik Budi Prasetyo 2

1Departemen Silvikultur Tropika Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) 2Departmen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Institut Pertanian Bogor (IPB)

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK –Penelitian mengenai kebakaran hutan dan lahan telah banyak dilakukan namun meskipun begitu kebakaran hutan dan lahan di Indonesia masih terjadi setiap tahunnya. Telah menjadi catatan sejarah bahwa kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1982-1983 di Kalimantan Barat yang membakar seluas 3,6 juta hektar seolah tidak menjadi pembelajaran dalam melakukan pengawasan terhadap api khususnya di kawasan hutan. Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS) – merupakan gabungan antara dua kawasan taman nasional pada tahun 2018 – terdiri atas ekosistem rawa gambut dan rawa payau sangat rentan terhadap resiko kebakaran. Kebakaran berdampak besar yang sangat dirasakan oleh masyarakat di Pulau Sumatera akibat kebakaran di kawasan TNBS adalah kebakaran pada tahun 2015. Penelitian mengenai analisis sejarah kebakaran di TNBS belum pernah dilakukan sebelumnya dikarenakan TNBS merupakan gabungan dua kawasan taman nasional dari dua provinsi yakni Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan pada tahun 2018. Penelitian ini dilaksanakan dengan menganalisis perubahan tutupan lahan yang terjadi pada tahun 2000-2018 di kawasan TNBS juga berdasarkan data hotspot yang telah dikumpulkan selama periode tersebut. Pengambilan data lapangan berupa kondisi bahan bakar setelah kejadian kebakaran juga dilakukan dalam melakukan analisis ini. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan kebakaran berulang yang terus terjadi di kawasan TNBS terjadi setiap tahun serta mengakibatkan berkurangnya jumlah tutupan hutan primer di kawasan TNBS sehingga pada akhirnya penelitian ini menyarankan bahwa tindakan konservasi dan pemantauan menjadi sangat penting dilakukan secara serius di kawasan TNBS.

Kata kunci: mitigasi, hidrologi, DAS

ABSTRACT – Research on forest and land fires has been carried out however forest and land fires in Indonesia still occur every year. It has been a historical record that in 1982-1983 forest and land fires in West Kalimantan which burned an area of 3.6 million hectares seemed not to be a lesson in monitoring fire, especially in forest areas. Berbak Sembilang National Park (TNBS) – is a combination of two national park areas in 2018 – consisting of ecosystems of peat swamps and freshwater swamps which are very vulnerable to fire risk. The major impact of the forest fire on the people in Sumatra province was the fire in 2015. Research on the historical history of fires in TNBS has never been done before because TNBS is a combination of two national park areas from two provinces Jambi and South Sumatra in 2018. This research was carried out by analyzing land cover changes that occurred in 2000-2018 in the TNBS area also based on hotspot data that had been collected during the period. Field data that collected in this research are fuel conditions after a fire occurrence. Based on the analysis of repeated fires that continue to occur in the TNBS area every year and reduction in the number of primary forest cover in the TNBS area, so that in the end this study suggested that conservation and monitoring actions are very important to be taken seriously in the TNBS.

Keywords: mitigation, hydrology, DAS

77 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Klasifikasi Fase Tanam Padi Menggunakan Supervised Random Forest Pada Data Multitemporal Citra Landsat-8

Classification of Rice Plant Phase Using Supervised Random Forest Based On Multitemporal Data Landsat-8 Satellite

Dwi Wahyu Triscowati1,2*), Bagus Sartono2, Anang Kurnia2, Dede Dirgahayu Domiri 3, dan Arie Wahyu Wijayanto4

1Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi 2Departemen Statistika IPB University 3Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh-LAPAN 4Badan Pusat Statistik RI

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK –Data produksi padi merupakan data krusial untuk perencanaan dan monitoring ketahanan pangan nasional. Penentuan klasifikasi periode tanam padi untuk menunjang prediksi panen menjadi sangat penting dan memerlukan akurasi tinggi. Berbeda dengan metode konvensional di lapangan, penggunaan teknologi penginderaan jauh dengan citra satelit Landsat-8 menawarkan potensi solusi yang lebih murah, real-time, dan dapat digunakan dalam skala besar. Landsat-8 memiliki banyak informasi seperti indeks vegetasi untuk mendeteksi tingkat kehijauan tanaman. Namun, agar fitur Landsat-8 bisa membedakan jenis tanaman yang lebih detail, perlu ditambahkan informasi pola spektral dalam satu periode tanam. Pola spektral ini menunjukkan adanya autokorelasi temporal pada fitur yang digunakan untuk klasifikasi. Untuk membentuk model klasifikasi fase tanam padi yang mampu menangani autokorelasi temporal pada fitur, supervisedrandom forest digunakan dalam model. Random forest merupakan metode machine learning yang tidak sensitif terhadap multikolinieritas. Dengan menggunakan random forest, ekplorasi fitur temporal bisa diturunkan sebanyak mungkin, lalu dipilih fitur terbaik. Fungsi penanganan autokorelasi temporal agar model lebih mampu membedakan jenis tanaman padi dan non padi sehingga akurasi klasifikasi bisa ditingkatkan. Dari hasil eksperimen, diperoleh bahwa dengan penggunaan 1 periode fitur saja, akurasi klasifikasi hanya sebesar 0,573. Ketika fitur ditambahkan sampai 2 periode, akurasi klasifikasi meningkat menjadi 0,636. Dan ketika fitur ditingkatkan lagi sampai 4 periode, akurasi meningkat lagi menjadi 0,737. Dalam penelitian ini, penulis menunjukkan adanya autokorelasi temporal yang dapat ditangkap dalam model untuk meningkatkan akurasi. Implikasinya, jika dilakukan klasifikasi fase tanam padi berdasarkan satu periode fitur saja, resiko kesalahan klasifikasi akan lebih tinggi, yaitu tanaman bukan padi diklasifikasilan sebagai padi dan sebaliknya.

Kata kunci: klasifikasi padi, autokorelasi temporal, rekayasa fitur temporal, random forest, landsat-8

ABSTRACT – Data on rice production become undoubtedly crucial for planning and monitoring national food security in a developing country such as Indonesia. The task of classification of rice planting periods to support crop yield predictions thus also become important and requires high accuracy. In contrast to the existing conventional method, the utilization of remote sensing technology with Landsat-8 satellite imagery offers potential that are cheaper, real-time, and scalable on a massive scale implementation. Landsat-8 provides rich geospatial information such as the vegetation index to detect the greenness of plants. However, utilizing the Landsat-8 features for classifying plant species in more detail required more additional spectral pattern information for each planting period. We found out that these spectral patterns of Landsat-8 show the existence of temporal autocorrelation among features. To develop a classification model for rice planting phase which is able to handle the temporal features autocorrelation, we proposed a supervised random forest. Random forest is a machine learning method which is insensitive to data multicollinearity. By using the random forest, exploration of temporal features can be reduced as much as possible to select the best features. The capability of handling the temporal feature autocorrelation is required to distinguish the rice plant from its non-rice counterparts so that the classification accuracy can be increased. From our experimental results, we found that with the use of just one temporal feature, the classification accuracy was only 0.573. When features are added for up to 2 temporal periods, the classification accuracy increases to 0.636. Furthermore, if the number of temporal features is increased until 4 periods, the accuracy increases to 0.737. In this study, we show that the existence of temporal autocorrelation that should be captured in the model to improve the classification accuracy. This leads us to the insight that if the rice planting phase classification is solely based on one temporal feature, the risk of misclassification will be higher, i.e., non-rice plants will be misclassified as rice and vice versa.

Keywords:rice plant classification, temporal autocorrelation, temporal features enginering, random forest, landsat-8

78 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Efektivitas Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh Dalam Percepatan Penyelesaian Penguasaan Tanah Kawasan Hutan Di Provinsi Sumatera Selatan

Westi Utami1*), Yuli Ardianto Wibowo1, Fitria Nur Faizah Ekawati1, M. Nazir Salim1

1Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Yogyakarta

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK –Konflik tenurial yang terjadi pada kawasan hutan dalam beberapa dekade ini mengalami peningkatan. Untuk melaksanakan kegiatan percepataan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan guna mengurangi konflik, pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk mengenali obyek khususnya pemukiman/desa yang masuk dalam kawasan hutan perlu dilakukan. Penelitian ini dilakukan melalui metode kualitatif dengan analisis spasial. Untuk memperoleh data dilakukan survei dan wawancara terhadap pihak terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra penginderaan jauh dapat mempermudah dan mempercepat pekerjaan inventarisasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan, dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi terkait aspek spasial dan dapat menjadi bahan usulan awal dalam mengajukan lokasi pelaksanaan inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah kawasan hutan. Percepatan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh ini diharapkan dapat menekan tingginya konflik tenurial dan menjadi bahan dalam pengusulan tanah obyek reforma agraria.

Kata kunci: Citra Penginderaan Jauh, Konflik tenurial, Reforma agraria, Penguasaan tanah kawasan hutan.

ABSTRACT – Tenurial conflicts that have occurred in forest areas in recent decades have increased. To carry out the planning activities to settle land tenure in forest areas to reduce conflict, the use of remote sensing images to identify objects, especially settlements/villages that are included in forest areas, needs to be done. This research was conducted through qualitative methods with spatial analysis. To obtain data, surveys and interviews were conducted with related parties. The results showed that remote sensing images can simplify and accelerate the work of land tenure inventory in forest areas, can solve various problems that occur related to spatial aspects and can be the initial proposal in submitting the location of the implementation of the inventory and verification of control of forest area land. The acceleration of the settlement of land tenure in forest areas by utilizing remote sensing imagery is expected to reduce the high tenure conflict and become a material in proposing the object of land for agrarian reform.

Keywords: Remote Sensing Image, Tenurial Conflict, Agrarian Reform, Mastery of forest area land.

79 Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

Analisis Perbandingan Data Level-1 Sentinel 1A/B (Data SLC dan GRD) Menggunakan Software SNAP dan GAMMA

Analysis of Comparison of Level-1 Data Sentinel 1A/B (SLC and GRD Data) Using SNAP and GAMMA Software

Qonita Amriyah 1, Rahmat Arief1, Haris S. Dyatmika 1, Rachmat Maulana 1

1 Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK –Sentinel-1A/B merupakan salah satu satelit radar yang menggunakan spektral C-band. Dalam proses akuisisinya, terdapat 4 mode akuisisi yang dapat dihasilkan yaitu, SM, IW, EW, dan WV dimana ditiap mode umumnya memiliki 2 jenis data level-1 yaitu SLC dan GRD. Data SLC adalah data yang sudah dilakukan proses geo-reference yang ditampilkan dalam geometri Slant-Range sedangkan data GRD adalah data yang sudah diproyeksikan geometrinya terhadap model elipsoid bumi. Kedua data tersebut memiliki karakteristik berbeda sehingga perlu diketahui kelebihan dan kekurangan dari kedua data tersebut dan hasil hamburbalikan terkoreksi geometri dan radiometri (sigma/beta/GAMMA nought) yang lebih baik untuk keperluan pemanfaatannya atau nilai geobiofisik turunannya seperti pengambilan nilai soil moisture, Normalized Polarization Index (NDPI). Makalah ini menjelaskan tingkat kemiripan kedua data tersebut (SLC dan GRD) setelah dilakukan proses pengolahan data dengan menggunakan dua software pengolah data yaitu SNAP dan GAMMA dengan studi area Jawa Timur. Analisa yang dilakukan adalah membandingkan hasil yang diperoleh dari nilai hamburbalikan secara visual dan statistik. Secara visual, tingkat kecerahan citra dari hasil olah data pada software SNAP dan GAMMA adalah cenderung sama. Akan tetapi, tingkat kedetailan data SLC dan GRD dari pengolahan kedua software menunjukkan hasil yang berbeda. Software GAMMA menghasilkan citra data SLC yang lebih baik sementara software SNAP menghasilkan citra data GRD yang lebih baik. Kedua hal tersebut didukung oleh informasi data statistik yang ada. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada proses otomatisasi pengolahan data Sentinel-1 di lingkungan Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN.

Kata kunci: Sentinel-1A/B, SLC, GRD, SNAP, GAMMA.

ABSTRACT – Sentinel-1A/B is one of radar satellites that uses C-band spectral. In the acquisition process, there are 4 acquisition modes that can be produces, such as SM, IW, EW and WV where each mode generally has 2 types of level-1 data, namely SLC and GRD. SLC is type of data that has been carried out by geo-reference process and displayed in the Slant-Range Geometry while GRD is type of data that has been projected on the earth ellipsoid model. Both of these data have different characteristics so we need to know advantages and deficiency from both data and which of backscatter value (sigma/beta/GAMMA nought) that be better for specific application or derivative geobiophyscal such as soil moisture, Normalized Polarization Index (NDPI). This paper describes the similarity level of both data (SLC and GRD) after processed using two software, namely SNAP and GAMMA with East Java area study. This paper will analyze the results comparison of backscatter value by visual and statistic. In visual term, the brightness level of pictures from SNAP and GAMMA’s processing is almost similar. However, the detail’s level of SLC and GRD’s data from both processing shows different results. GAMMA software shows better result in SLC’s data but SNAP software shows better result in GRD’s data. Both conclusions are supported by statistic data. Hopefully, the results of this study can provide a good input for an automatization process in data processing of Sentinel-1 in Pusat Teknologi and Data Penginderaan Jauh LAPAN’s environment.

Keywords:Sentinel-1A/B, SLC, GRD, SNAP, GAMMA.

80