David Beynon and Sambit Datta
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Load more
Recommended publications
-
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan Provinsi terkecil kedua setelah Provinsi DKI Jakarta dan terletak di tengah pulau Jawa, dikelilingi oleh Provinsi Jawa tengah dan termasuk zone tengah bagian selatan dari formasi geologi pulau Jawa. Di sebelah selatan terdapat garis pantai sepanjang 110 km berbatasan dengan samudra Indonesia, di sebelah utara menjulang tinggi gunung berapi paling aktif di dunia merapi (2.968 m). Luas keseluruhan Provinsi DIY adalah 3.185,8 km dan kurang dari 0,5 % luas daratan Indonesia. Di sebelah barat Yogyakarta mengalir Sungai Progo, yang berawal dari Jawa tengah, dan sungai opak di sebelah timur yang bersumber di puncak Gunung Merapi, yang bermuara di laut Jawa sebelah selatan. (Kementerian RI, 2015) Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang memiliki kebudayaan yang masih kuat di Indonesia, dan juga Yogyakarta memiliki banyak tempat-tempat yang bernilai sejarah salah satunya situs-situs arkeologi, salah satu dari situs arkeologi yang banyak diminati untuk dikunjungi para masyarakat dan wisatawan adalah peninggalan situs-situs candi yang begitu banyak tersebar di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2.2 Teori Dasar 2.2.1 Arkeologi Kata arkeologi berasal dari bahasa yunani yaitu archaeo yang berarti “kuna” dan logos “ilmu”. Definisi arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalau melalui kajian sistematis (penemuan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi data berupa artepak contohnya budaya bendawi, kapak dan bangunan candi) atas data bendawi yang ditinggalkan, yang meliputi arsitektur, seni. Secara umum arkeologi adalah ilmu yang mempelajari manusia beserta kebudayaan-kebudayaan yang terjadi dimasa lalu atau masa lampau melalui peninggalanya. Secara khusus arkeologi adalah ilmu yang mempelajari budaya masa silam yang sudah berusia tua baik pada masa prasejarah (sebelum dikenal tulisan) maupun pada masa sejarah (setelah adanya bukti-bukti tertulis). -
Pemanfaatan Aset Dan Pengembangan Destinasi Candi Gedong Songo, Kabupaten Semarang Dalam Rangka Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan
Pemanfaatan Aset dan Pengembangan Destinasi Candi Gedong Songo, Kabupaten Semarang dalam rangka Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Artikel Ilmiah Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi untuk memperoleh Gelar Sarjana Terapan Pariwisata Peneliti : Agus Dhian Nugroho (732013611) Program Studi Destinasi Pariwisata Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2016 i ii iii iv v Abstrak Pariwisata merupakan salah satu devisa utama bagi sebuah negara yang bertindak di bidang jasa. Potensi wisata di Indonesia sangat beraneka ragam mulai dari potensi alam serta budaya dan bangunan bersejarah. Di Jawa Tengah khususnya memiliki beberapa potensi wisata yang patut dilirik akan potensi budaya dan bangunan bersejarah. Candi Gedong Songo adalah salah satu situs bersejarah yang mempunyai potensi wisata alam, wisata religi, sekaligus wisata budaya dan sejarah yang terdapat di dalam satu kompleks destinasi. Maka dari itu Candi Gedong Songo dinobatkan sebagai destinasi unggulan yang menjadi maskot untuk wilayah Kabupaten Semarang. Destinasi wisata ini dikunjungi oleh banyak wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing dibandingkan dengan destinasi lain yang terdapat di Kabupaten Semarang. Karena itu penelitian dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan aset dan pengembangan destinasi Candi Gedong Songo sesuai dengan prinsip pengembangan pariwisata berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya pengembangan dan pemanfaatan aset Gedong Songo telah sesuai dengan prinsip pariwisata berkelanjutan, yang diimplementasikan oleh para stakeholder di Gedong Songo. Akan tetapi ada beberapa kekurangan didalam pengelolaan dan pemanfaatan aset, yaitu beralih fungsinya Candi Gedong Songo yang awalnya digunakan sebagai destinasi wisata sejarah, budaya, dan religi menjadi wisata outbound di salah satu area yang terdapat di Kawasan Candi Gedong Songo yang nampaknya harus ditinjau ulang oleh para stakeholder agar sesuai dengan prinsip Pariwisata Berkelanjutan. -
Crater Lakes of Java: Dieng, Kelud and Ijen
Crater lakes of Java: Dieng, Kelud and Ijen Excursion Guidebook IAVCEI General Assembly, Bali 2000 Manfred J. van Bergen1, Alain Bernard2, Sri Sumarti3, Terry Sriwana3 and Kastiman Sitorus3 1Faculty of Earth Sciences, Utrecht University, Budapestlaan 4, 3584 CD Utrecht, the Netherlands; 2BRUEGEL (Brussels Unit for Environmental, Geochemical and Life Sciences Studies), Université Libre de Bruxelles 160/02, 50 Ave. Roosevelt, 1050 Brussels, Belgium; 3Volcanological Survey of Indonesia, Jl. Diponegoro 57, Bandung 40122, and Jalan Cendana 15, Yogyakarta 55166, Indonesia. June, 2000 Dieng Plateau Java Die ng Kelud Ijen The Dieng Volcanic Complex in Central Java is situated on a highland plateau at about 2000 m above sea level, approximately 25 km north of the city of Wonosobo. It belongs to a series of Quaternary volcanoes, which includes the historically active Sumbing and Sundoro volcanoes. The plateau is a rich agricultural area for potatoes, cabbages, tomatoes and other vegetables. There are numerous surface manifestations of hydrothermal activity, including lakes, fumaroles/solfatara and hotsprings. The area is also known for the development of geothermal resources and lethal outbursts of gas. Scattered temples are the witnesses of the ancient Hindu culture that once reigned. Geological setting The 14 km long and 6 km wide Dieng Plateau has a general E-W trend due to the shift of eruptive centers with the youngest activity being in the east. It is underlain by Tertiary marls, limestones, tuffaceous sandstones and volcanics. The Dieng Complex itself consists of late Quaternary to Recent volcanic cones and explosion craters, formed at the intersection of two major fault zones trending E-W and NW-SE. -
Analisis Spasial Obyek Wisata Situs Sejarah Dan Budaya Unggulan Untuk Penyusunan Paket Wisata Kabupaten Sleman
ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Geografi Fakultas Geografi Oleh: MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 PROGRAM STUDI GEOGRAFI FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020 PERSETUJUAN ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN PUBLIKASI ILMIAH oleh: MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh : Dosen Pembimbing (Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si.) NIK. 554 i LEMBAR PENGESAHAN PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN Oleh : MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Senin, 16 Desember 2019 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Dewan Penguji : 1. Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si. (…………………….) Ketua Dewan Pembimbing 2. Drs. Priyono, M.Si. (…………………….) (Anggota I Dewan Penguji) 3. M. Iqbal Taufiqurrahman Sunariya, S.Si., M.Sc., M.URP. (……………………………….) (Anggota II Dewan Penguji) Dekan Fakultas Geografi, Drs. Yuli Priyana, M.Si. ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah -
Folklor Candi Cangkuang: Destinasi Wisata Berbasis Budaya, Sejarah, Dan Religi
FOLKLOR CANDI CANGKUANG: DESTINASI WISATA BERBASIS BUDAYA, SEJARAH, DAN RELIGI Sri Rustiyanti [email protected] Prodi Antropologi Budaya, Fakultas Budaya dan Media Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Artikel diterima: 2 Juli 2018 Artikel direvisi: 18 Juli 2018 Artikel disetujui: 25 Juni 2018 ABSTRACT West Java has a variety of cultural, historical and religious potential that can be developed as the main tourist attraction, especially in Cangkuang Temple, Leles District, Garut Regency. Cangkuang Temple is one form of non-verbal folklore (artifact) inherited from two religions, namely Hinduism and Islam. The relics of Hinduism are the statue of Lord Shiva which is thought to date from the VIII century and the relics of Islam originated in the seventeenth century with the remains of the tomb of the Eyang Embah Dalem Arief Muhammad. The potential of Cangkuang Temple is quite interesting as one of the non-oil and gas foreign exchange tourism assets that needs to be improved in its management and empowerment. Therefore, the readiness of the Kampung Pulo community in developing tourism based on culture, history and religion still needs to be improved. Unpreparedness can be seen from the form of tourism development in each segment that has not been holistic and has not yet synergized with each other, regardless of the socio-cultural diversity of each, as well as the unclear market segments that will be targeted for development. Thus it is necessary to conduct research that aims to map the zoning of tourism development in accordance with the character of the community in the Garut Regency region. -
Bab 3 Kepurbakalaan Padang Lawas: Tinjauan Gaya Seni Bangun, Seni Arca Dan Latar Keaagamaan
BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN Tinjauan seni bangun (arsitektur) kepurbakalaan di Padang Lawas dilakukan terhadap biaro yang masih berdiri dan sudah dipugar, yaitu Biaro Si Pamutung, Biaro Bahal 1, Biaro Bahal 2, dan Biaro Bahal 3. Sedangkan rekonstruksi bentuk dilakukan terhadap unsur-unsur bangunan biaro-biaro di Padang Lawas yang sudah tidak berada dalam konteksnya lagi, atau masih insitu dan berada dengan konteksnya tetapi dalam keadaan fragmentaris. Rekonstruksi tersebut dilakukan berdasarkan tulisan dan foto (gambar) para peneliti yang sudah melakukan penelitian di situs tersebut pada masa lalu. Tinjauan terhadap gaya seni arca dilakukan terhadap arca-arca logam untuk mengetahui bagaimana gaya seni arca tinggalan di Padang Lawas, apakah mempunyai kesamaan dengan gaya seni arca dari tempat lain baik di Indonesia maupun luar Indonesia. Gaya seni arca juga dapat memberikan gambaran periodisasinya secara relatif. Adapun periodisasi situs secara mutlak didapatkan berdasarkan temuan prasasti-prasasti yang menuliskan pertanggalan. Prasasti- prasasti yang ditemukan di Padang Lawas sebagian besar berisi tentang mantra- mantra dalam melakukan suatu upacara keagamaan, oleh karena itu latar keagamaan situs dapat diketahui berdasarkan isi prasasti. Di samping itu latar keagamaan diketahui juga dengan melalui studi ikonografi terhadap arca dan relief. 3.1 Gaya Seni Bangun (Arsitektur) Menurut Walter Grophius arsitektur adalah suatu ilmu bangunan yang juga mencakup masalah-masalah yang berhubungan dengan biologi, sosial, teknik, dan artistik, oleh karena itu arsitektur dapat didefinisikan sebagai: (1) Seni ilmu bangunan, termasuk perencanaan, perancangan, konstruksi dan penyelesaian ornament; (2) Sifat, karakter atau gaya bangunan; (3) Kegiatan atau proses membangun bangunan; (4) Bangunan-bangunan; (5) Sekelompok bangunan Universitas Indonesia 114 Kepurbakalaan Padang..., Sukawati Susetyo, FIB UI, 2010. -
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya, Seni, Kesenian, dan Pusat Kesenian (Tinjauan Obyek Perancangan) 2.1.1 Budaya 1. Definisi Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia (www.wikipedia.org). Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 12 budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari (http://indobudaya.blogspot.com/2007). Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. (www.wikipedia.org) Pengertian Budaya secara etimologi dan fonetis fungsional adalah: . Secara etimologis: Budaya buddhayah, budhi (Sans.) = akal budi / pikiran Budaya budi (akal/pikiran) & daya (tenaga, kemampuan) . Secara fonetis fungsional: Budaya badaya bada’a, yabda’u al-Mubdi’u : yang Mengawali, Menjadikan segala sesuatu dari tiada Kemampuan berakal-budi dengan nilai luhur berketuhanan, untuk mengawali hidup dengan proses yang baik (adil, harmoni, selaras dalam kedamaian tenteraman, dengan bukti satu selarasnya jalinan kehidupan antar makhluk (Gautama, 2009). -
2.Hindu Websites Sorted Category Wise
Hindu Websites sorted Category wise Sl. No. Broad catergory Website Address Description Reference Country 1 Archaelogy http://aryaculture.tripod.com/vedicdharma/id10. India's Cultural Link with Ancient Mexico html America 2 Archaelogy http://en.wikipedia.org/wiki/Harappa Harappa Civilisation India 3 Archaelogy http://en.wikipedia.org/wiki/Indus_Valley_Civil Indus Valley Civilisation India ization 4 Archaelogy http://en.wikipedia.org/wiki/Kiradu_temples Kiradu Barmer Temples India 5 Archaelogy http://en.wikipedia.org/wiki/Mohenjo_Daro Mohenjo_Daro Civilisation India 6 Archaelogy http://en.wikipedia.org/wiki/Nalanda Nalanda University India 7 Archaelogy http://en.wikipedia.org/wiki/Taxila Takshashila University Pakistan 8 Archaelogy http://selians.blogspot.in/2010/01/ganesha- Ganesha, ‘lingga yoni’ found at newly Indonesia lingga-yoni-found-at-newly.html discovered site 9 Archaelogy http://vedicarcheologicaldiscoveries.wordpress.c Ancient Idol of Lord Vishnu found Russia om/2012/05/27/ancient-idol-of-lord-vishnu- during excavation in an old village in found-during-excavation-in-an-old-village-in- Russia’s Volga Region russias-volga-region/ 10 Archaelogy http://vedicarcheologicaldiscoveries.wordpress.c Mahendraparvata, 1,200-Year-Old Cambodia om/2013/06/15/mahendraparvata-1200-year- Lost Medieval City In Cambodia, old-lost-medieval-city-in-cambodia-unearthed- Unearthed By Archaeologists 11 Archaelogy http://wikimapia.org/7359843/Takshashila- Takshashila University Pakistan Taxila 12 Archaelogy http://www.agamahindu.com/vietnam-hindu- Vietnam -
Translation Technique of Temple`S Texts in Indonesia Pjaee, 17 (8) (2020)
TRANSLATION TECHNIQUE OF TEMPLE`S TEXTS IN INDONESIA PJAEE, 17 (8) (2020) TRANSLATION TECHNIQUE OF TEMPLE`S TEXTS IN INDONESIA Wening Sahayu1, Sulis Triyono2, Friyanto3 1,2Applied Linguistics Department, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia 3Universitas Respati Yogyakarta, Indonesia Corresponding Author [email protected] Wening Sahayu, Sulis Triyono, Friyanto. Translation Technique Of Temple`S Texts In Indonesia -- Palarch’s Journal Of Archaeology Of Egypt/Egyptology 17(8), 181-199. ISSN 1567-214x Keywords: Translation Technique, Indonesian Temple`s Text ABSTRACT: The research aims to know the translation technique used by the translator in translating the word, phrase, even the sentence in Indonesian temple`s texts from Indonesian into English. This research employs descriptive qualitative method that is to describe the translation technique used. The data were taken from Indonesian temple`s text in Yogyakarta and the classification is based on the theory of translation technique. The result showed that from 281 data have been identified, there are 10 types of translation techniques applied from the results of the translation in the temple`s texts. The result showed that literal translation and borrowing are the most dominant techniques used. It happens because the translator focuses on source text oriented than the target text. INTRODUCTION Indonesia is one of the biggest country for the heritage. As one of the biggest Hindu and Buddha religious civilizations spread in the past, Indonesia has many temples and sites across the country. Java is one of the big land for the Hindu and Buddha religious civilizations with many temples and sites can be found in the Java land. -
The Liangan Temple Site in Central Java Novida Abbas (Ed.) (2016), Liangan
Archipel Études interdisciplinaires sur le monde insulindien 94 | 2017 Varia The Liangan Temple Site in Central Java Novida Abbas (ed.) (2016), Liangan. Mozaik Peradaban Mataram Kuno di Lereng Sindoro. Second Edition. Yogyakarta: Kepel Press. xi + 357 p., bibliographie. ISBN 978-602-1228-72-2 Véronique Degroot Electronic version URL: https://journals.openedition.org/archipel/456 DOI: 10.4000/archipel.456 ISSN: 2104-3655 Publisher Association Archipel Printed version Date of publication: 6 December 2017 Number of pages: 191-209 ISBN: 978-2-910513-78-8 ISSN: 0044-8613 Electronic reference Véronique Degroot, “The Liangan Temple Site in Central Java”, Archipel [Online], 94 | 2017, Online since 06 December 2017, connection on 27 August 2021. URL: http://journals.openedition.org/archipel/456 ; DOI: https://doi.org/10.4000/archipel.456 Association Archipel À PROPOS DE VÉRONIQUE DEGROOT1 The Liangan Temple Site in Central Java Novida Abbas (ed.) (2016), Liangan. Mozaik Peradaban Mataram Kuno di Lereng Sindoro. Second Edition. Yogyakarta: Kepel Press. xi + 357 p., biblio- graphie. ISBN 978-602-1228-72-2 1Candi Liangan was accidentally discovered in 2008 by inhabitants of the nearby village of Liangan, Temanggung, Central Java. The site was buried beneath meters of volcanic debris deposited by lahars, pyroclastic flows and ash falls. Organic materials had been burnt but at the same time the site had been sealed and preserved, waiting for archaeologists to unearth it. It is thus no wonder that Candi Liangan has yielded a wide range of archaeological material, from earthenware to plant remains and in situ wooden structures. Because of its exceptional state of preservation, Candi Liangan provides a unique perspective on the life of a religious community of 9th-century Central Java. -
Early Connections
Deakin Research Online This is the published version: Datta, Sambit and Beynon, David 2011, Early Connections : reflections on the canonical lineage of Southeast Asian temples, in EAAC 2011 : South of East Asia : Re-addressing East Asian Architecture and Urbanism : Proceedings of the East Asian Architectural Culture International Conference, Department of Architecture, National University of Singapore, Singapore, pp. 1-17. Available from Deakin Research Online: http://hdl.handle.net/10536/DRO/DU:30045633 Every reasonable effort has been made to ensure that permission has been obtained for items included in Deakin Research Online. If you believe that your rights have been infringed by this repository, please contact [email protected] Copyright : 2011, National University of Singapore Early Connections: Reflections on the canonical lineage of Southeast Asian temples Sambit Datta1, David Beynon2 1 School of Built Environment, Curtin University 2 School of Architecture and Building, Deakin University Abstract Temples were constructed across Southeast Asia following the spread of Brahmanic/Hindu culture between the fifth to eight centuries CE. Epigraphic evidence, architectural and stylistic similarities between temples in the region are strongly indicative of historic cross cultural links between the traditions. This paper presents the findings of a research project that pieces together fragments of evidence from early temple sites in Southeast Asia to establish the linkages between the Southeast Asian temple building traditions. The focus of the paper is on tracing the canonical connections between these traditions through an examination of temple sites in Cambodia and Java respectively. The legacy of this ancient diasporic movement remains celebrated today in the admiration of Southeast Asian monuments such as Angkor Wat and Prambanan. -
Morphological Typology and Origins of the Hindu-Buddhist Candis Which Were Built from 8Th to 17Th Centuries in the Island of Bali
計画系 642 号 【カテゴリーⅠ】 日本建築学会計画系論文集 第74巻 第642号,1857-1866,2009年 8 月 J. Archit. Plann., AIJ, Vol. 74 No. 642, 1857-1866, Aug., 2009 MORPHOLOGICAL TYPOLOGY AND ORIGINS OF THE MORPHOLOGICALHINDU-BUDDHIST TYPOLOGY CANDI ANDARCHITECTURE ORIGINS OF THE HINDU-BUDDHIST CANDI ARCHITECTURE IN BALI ISLAND IN BALI ISLAND バリ島におけるヒンドゥー・仏教チャンディ建築の起源と類型に関する形態学的研究 �������������������������������������� *1 *2 *3 I WayanI Wayan KASTAWAN KASTAWAN * ,¹, Yasuyuki Yasuyuki NAGAFUCHINAGAFUCHI * ² and and Kazuyoshi Kazuyoshi FUMOTO FUMOTO * ³ イ �ワヤン ��� カスタワン ��������,永 渕 康���� 之,麓 �� 和 善 This paper attempts to investigate and analyze the morphological typology and origins of the Hindu-Buddhist candis which were built from 8th to 17th centuries in the island of Bali. Mainly, the discussion will be focused on its characteristics analysis and morphology in order to determine the candi typology in its successive historical period, and the origin will be decided by tracing and comparative study to the other candis that are located across over the island and country as well. As a result, 2 groups which consist of 6 types of `Classical Period` and 1 type as a transition type to `Later Balinese Period`. Then, the Balinese candis can also be categorized into the `Main Type Group` which consists of 3 types, such as Stupa, Prasada, Meru and the `Complementary Type Group` can be divided into 4 types, like Petirthan, Gua, ������ and Gapura. Each type might be divided into 1, 2 or 3 sub-types within its architectural variations. Finally, it is not only the similarities of their candi characteristics and typology can be found but also there were some influences on the development of candis in the Bali Island that originally came from Central and East Java.