Prospek Bisnis Hasil Tanaman Kakao (Mursidah) 13

PROSPEK BISNIS HASIL TANAMAN KAKAO DI KOTAMADYA SAMARINDA

(Prospect of Business Kakao in Samarinda City)

Mursidah Program Studi Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, Samarinda 75123 Telp : (0541) 749130 ; Email : [email protected]

ABSTRACT Plantation sub sector in economy of has a quit big role in giving contribution to the state foreign exchange. One of the plantation commodities is cocoa. East province is one of the potential cocoa development area in Indonesia. This research was conducted in Samarinda. From the result of the research, it was knew that there was reduction of area width every year which was used for cocoa plant and its production .The regression analysis result showed that the prospect of cocoa plantation business in Samarinda has less benefit to be carried on.

Keywords: prospect, business harga kakao dunia diproyeksikan akan I. PENDAHULUAN mengalami peningkatan. Kakao merupakan salah satu komoditi yang Pembangunan perekonomian merupakan sangat penting, sebagai sumber penghidupan bagian integral dari pembangunan ekonomi dan bagi jutaan petani produsen, bahan penyedap masyarakat secara umum. Pembangunan dan sumber lemak nabati (Sunanto, 1992). pertanian memberikan sumbangan kepada Kegunaan biji kakao tidak hanya sekedar pembangunan ekonomi serta menjamin bahwa sebagai bahan minuman, tetapi juga dapat pembangunan menyeluruh itu akan bersifat dimanfaatkan untuk makanan kecil, bahan umum, dan mencakup penduduk yang hidup pembuat kue dan campuran aneka penganan. dari bertani yang jumlahnya cukup besar. Jenis kakao yang diekspor tidak hanya Komoditi perkebunan dalam berbentuk biji, tetapi juga dalam bentuk lain, perekonomian Indonesia memiliki potensi seperti mentega kakao, kue kakao, cocoa mass, penopang yang cukup besar. Peranan sub minyak kakao, kakao bubuk dan cocoa tea sektor perkebunan dalam menunjang devisa (Nazaruddin, 1993). negara cukup penting, sebab, beberapa komoditi Lemak kakao merupakan bahan yang perkebunan memiliki perolehan devisa yang sangat diperlukan oleh industri-industri tinggi, selain komoditi migas (Nazaruddin, pembuatan berbagai kembang gula dan manisan 1993). kakao. Disamping itu juga sangat diperlukan Jenis komoditi perkebunan yang diekspor oleh industri farmasi dan obat-obatan Indonesia, antara lain kakao, karet, kelapa, kecantikan (Sunanto, 1992). kelapa sawit, kopi, panili, tebu, teh dan Kulit buah kakao dapat dimanfaatkan tembakau. Hasil analisa Bank Dunia, pada sebagai campuran bahan makanan ternak. periode 1999 sampai 2005 nanti beberapa Kandungan proteinnya 20,4%. Kulit buah jika komoditi tersebut akan mengalami kenaikan dibenamkan ke dalam tanah akan meningkatkan jumlah ekspor, seperti karet naik 2%, minyak jumlah hara tersedia. Di samping itu, kulit buah sawit 6,4%, kopi 1,4%, teh 1,6%, kakao 1,4%, kakao juga dapat digunakan sebagai sumber gas gula 2,3%, kapas 0,9% serta tembakau 1%. bio dan bahan pembuatan pektin. Berdasarkan hasil analisa Marco Lopriore Pulp sebagai bahan limbah pada fermentasi dan Kees Berger 1992, tingkat pertumbuhan biji kakao berguna dalam pembuatan alkohol produksi kakao dunia hingga tahun 2005 akan dan cocoa jelly (Siregar, 1997). melebihi tingkat pertumbuhan produksi kakao, Hasil panen kakao Indonesia dewasa ini sehingga secara berangsur-angsur jumlah berkisar antara 150.000-160.000 ton/tahun. persediaan/stok kakao dunia akan menurun. Pengusahaan kakao tersebut terbagi atas milik Pada tahun 2005 produksi kakao diperkirakan pemerintah, swasta serta perkebunan rakyat. naik menjadi 2,484 juta ton dan produksi naik Saat ini Propinsi Kalimantan Timur menjadi 2,518 juta ton. Sejalan dengan merupakan salah satu daerah pengembang perkembangan produksi dan konsumsi tersebut kakao yang potensial di Indonesia. Luas areal

EPP.Vol.1.No.1:2004:13-16 14

tanaman kakao pada tahun 1992 telah mencapai 2 luas 24.877,5 Ha (6,5% dari luas areal Sb = Se/ X pertanaman kakao di Indonesia). Produksi di mana: 1 kakao Kalimantan Timur pada tahun 1992 2 mencapai 7.892 ton (4,5% dari total produksi Se = X Indonesia). n – 2 Luas areal yang digunakan untuk Hipotesis : perkebunan, terutama tanaman kakao di Ho ;  = 0 apabila t hitung > t tabel, maka Ho Kotamadya Samarinda pada tahun 2002 adalah ditolak 883,16 ha dan dari 883,16 ha tersebut sebagian H1 ;  = 0 apabila t hitung < t tabel, maka H1 besar berada di Kelurahan Sempaja. diterima. Melihat wilayah Kota Samarinda yang Apabila Ho diterima, ini berarti bahwa cukup potensial untuk pengembangan garis regresi tidak dapat meramalkan nilai Y, perkebunan tanaman kakao, maka dapat berarti prospek bisnis tidak cerah dan apabila dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Ho ditolak, berarti garis regresi dapat bagaimana prospek bisnis usaha perkebunan meramalkan nilai Y atau Prospek Bisnis kakao dimasa yang akan datang dengan melihat Perkebunan Kakao cerah dan menguntungkan data luas areal, produksi dan harga untuk untuk diusahakan. Kotamadya Samarinda. Berdasarkan konsep-konsep yang III. HASIL DAN PEMBAHASAN digunakan dalam penelitian ini, maka hal yang ingin dicapai adalah : untuk mengetahui Berdasarkan data yang diperoleh dari prospek bisnis usaha perkebunan kakao dimasa dinas-dinas didapat data luas lahan, produksi yang akan datang dengan melihat data luas dan harga kakao di Samarinda. Setelah areal, produksi dan harga untuk Kotamadya dianalisis dengan menggunakan Regresi Linier Samarinda. Sederhana diperoleh hasil sebagai berikut : a. Hubungan luas lahan yang dipergunakan II. METODE PENELITIAN untuk usaha perkebunan kakao per tahun (y) dengan waktu (x) Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Diduga tiap tahun terjadi penurunan luas Samarinda dan dilaksanakan selama 2 bulan. lahan yang digunakan untuk usaha Dalam penelitian ini data yang dipergunakan perkebunan kakao sekitar 157,632 ha. adalah data sekunder meliputi data keadaan Karena nilai t hitung -2,501 < t tabel (0,05) umum daerah penelitian dan data lainnya yang 2,02, maka Ho diterima dan H1 ditolak. berhubungan dengan penelitian ini. Data-data Jadi garis regresi tidak dapat untuk tersebut diperoleh dari lembaga/instansi terkait. meramalkan nilai Y. Sehingga prospek Data yang diambil dalam penelitian ini berupa bisnis usaha perkebunan kakao di data sekunder menurut model deret waktu (time Kotamadya Samarinda dilihat dari luas series). Data dikumpulkan dari areal yang digunakan kurang baik. lembaga/instansi terkait. b. Hubungan produksi kakao per tahun (y) Guna mempelajari prospek bisnis usaha dengan waktu (x) perkebunan kakao diambil dari data yang sudah Diduga tiap tahun terjadi penurunan terkumpul. Kemudian data tersebut diolah produksi kakao sekitar 55,999 ton. untuk mendapatkan gambaran untuk Karena nilai t hitung -2,347 < t tabel (0,05) kepentingan penarikan kesimpulan. 2,02, maka Ho diterima dan H1 ditolak. Guna mengetahui prospek bisnis usaha Jadi garis regresi tidak dapat untuk perkebunan kakao dapat dilakukan dengan meramalkan nilai Y. Sehingga prospek Analisis Regresi Linier Sederhana (Supranto, bisnis usaha perkebunan kakao di 1994), yaitu : Kotamadya Samarinda dilihat dari produksi ŷ = a + bx kurang menguntungkan untuk diusahakan. dimana : c. Hubungan harga kakao per kilogram per ŷ = luas lahan/produksi/harga per tahun (y) dengan waktu (x) tahun; Diduga tiap tahun terjadi kenaikan harga a = konstanta; kakao sekitar Rp 863,043 kg b = koefisien regresi; Karena nilai t hitung 1,762 >/< t tabel (0,05) x = waktu. 2,02, maka Ho diterima dan H1 t hitung dapat dirumuskan : diterima/ditolak. Jadi garis regresi tidak t hitung = b/Sb dapat untuk meramalkan nilai Y. Sehingga

Prospek Bisnis Hasil Tanaman Kakao (Mursidah) 15

prospek bisnis usaha perkebunan kakao di Dinas Perkebunan Propinsi Dati I Kalimantan Kotamadya Samarinda kurang Timur. 1996. Teknis budidaya kakao. menguntungkan untuk diusahakan, Proyek PSSP Kaltim TA. 1996/1997. walaupun terjadi kenaikan harga setiap Samarinda. tahunnya. Hasil analisis untuk mengetahui prospek Dipuro, M. D. 1991. Teori harga. Penerbit bisnis usaha perkebunan kakao di Kotamadya Yasaguna, . Samarinda adalah sebagai berikut : 1. Luas areal : ŷ = 1947,417 – 157,632x Direktorat Jenderal Perkebunan Direktorat Bina 2. Produksi : ŷ = 475,639 – 55,999x Perbenihan 1996/1997. 1997. Petunjuk 3. Harga : ŷ = 1245,652 + 863,043x teknis taksasi produksi benih kopi dan Berdasarkan ketiga analisis di atas kakao. Jakarta. didapat bahwa t hitung< t tabel (0,05). Setelah itu dari perhitungan ketiga koefisien korelasi Fadholi H. 1996. Ilmu usahatani. Penebar ternyata didapat bahwa adanya hubungan yang Swadaya, Jakarta. erat dan positif antara variabel x sebagai waktu dan variabel y sebagai luas lahan, produksi dan Gaspersz, V. 2001. Ekonomi manajerial harga yang masing-masing secara berurutan pembuatan keputusan bisnis. PT. sebesar 0,746; 0,724 dan 0,619 sehingga Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. didapat bahwa prospek bisnis usaha perkebunan kakao di Kotamadya kurang menguntungkan Lincolin A. 2000. Ekonomi manajerial. Edisi untuk diusahakan. ke III. Cetakan 6. BPFE, Jakarta.

IV. KESIMPULAN Mahmud, S. 1990. Pengantar ekonomi mikro. LP3ES, Jakarta Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa McEachern, W. A. 2001. Ekonomi mikro. prospek bisnis usaha perkebunan kakao di Edisi ke I. Salemba Empat, Jakarta. Kotamadya Samarinda kurang menguntungkan untuk diusahakan karena menghadapi berbagai Mubyarto. 1996. Pengantar ekonomi kendala. pertanian. LP3ES, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA Mosher, A. T. 1987. Menggerakkan dan membangun pertanian. Yasaguna. Adiwiliga, A. 1982. Ilmu usahatani. Alumni, Jakarta. . Nazaruddin. 1993. Seri komoditi ekspor Badan Pusat Statistik Kota Samarinda. 2004. pertanian. tanaman perkebunan, rempah Samarinda dalam angka 2003. Kantor dan obat. Penebar Swadaya. Jakarta. Pusat Statistik Kota Samarinda Partidireja, A. 1996. Pengantar ekonometrika. Bilas, RA. 1992. Ekonomi mikro. Terjemahan BPFE, . S. Simamora. Rineka Cipta, Jakarta. Sadono S 2002. Pengantar teori Boediono. 1989. Ekonomi mikro. BPFE, mikroekonomi. Edisi III. Cetakan 6. Yogyakarta. BPFE, Yogyakarta.

Boediono. 1992. Ekonomi mikro. Pengantar Siregar, T. H. S, Slamet R dan Laeli N. 1997. ekonomi. BPFE UGM, Yogyakarta. Budidaya, pengolahan dan pemasaran coklat. Penebar Swadaya. Jakarta. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. 1992. Kerangka operasi Soekartawi. 2000. Teori ekonomi produksi penerapan agribisnis pada subsektor dengan pokok bahasan analisis fungsi perkebunan tahun 1992-1993. Jakarta. cobb douglas. Rajawali Press, Jakarta.

Dinas Perkebunan. 2002. Data statistik Soekartawi. 2001. Agribisnis teori dan perkebunan tahun 2002. Samarinda. aplikasinya. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

EPP.Vol.1.No.1:2004:13-16 16

Sudarsono. 1995. Pengantar ekonomi mikro. LP3ES, Jakarta.

Sudjana. 1996. Teknik analisis regresi dan korelasi bagi bagi para peneliti. Tarsito, Bandung.

Sugiono. 1994. Metode penelitian administrasi. Alfabetha, Bandung.

Sukirno, S. 1994. Pengantar teori mikroekonomi. Rajawasi Pers. Jakarta.

Sunanto, H. 1992. Cokelat. budidaya, pengolahan hasil dan aspek ekonominya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Supranto, J. Statistik teori dan aplikasi. Airlangga, Jakarta.

Wasis. 1981. Pengantar ekonomi mikro. Alumni, Bandung.

Winardi. 2001. Ekonomi manajerial. CV. Mandar Maju, Bandung