The Involvement of Community in Management of Tabuik Tourism Event Pariaman City West Sumatera Province

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

The Involvement of Community in Management of Tabuik Tourism Event Pariaman City West Sumatera Province THE INVOLVEMENT OF COMMUNITY IN MANAGEMENT OF TABUIK TOURISM EVENT PARIAMAN CITY WEST SUMATERA PROVINCE By : Reni Nurul Husnah Conselor : Dr. Dra. Rd. Siti Sofro Sidiq, M.Si Email : [email protected] Department of Administrative Science Business Travel Program Faculty of Social Science and Political Science University of Riau, Pekanbaru, Indonesia Campus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas KM. 12.5 Simpang Baru Telp/Fax. 0761-63272 ABSTRACT Tabuik is a cultural heritage in the form of ritual or ceremony that developed in Pariman since about two centuries ago. This event was held to commemorate the death of Husain (grandson of the Prophet Muhammad) in battle in Karbala and it’s done every 1-10 / 14 Muharram by involving stakeholders. The community re-presented some fragments according to the Pariaman community's interpretation in the form of 7 rituals or ceremonies. The purpose of this research to determine community involvement in management of Tabuik Tourism Event Pariaman City West Sumatera Province. This research used event management as the concept. This research is qualitatif research with descriptive. Method and data sources obtained withinterview, documentation, and literature study, determination technique using purposive informant sampling is subjective determination. Based this research, there is community involvement in management of Tabuik tourism event start from planning, involved in organizational structure. Involvement in the implementation especially for every ritual and various products produced by the community. And community involvement in the evaluation of each activity. Factors that influence community involvement in management are internal (ownership, community identity, and solidarity) and external (roles in organization, knowledge and education, economics) factors. Keywords: tourist attraction, event management, community-based tourism JOM FISIP Vol. 5: Edisi II Juli –Desember 2018 Page 1 KETERLIBATAN MASYARAKAT tidak langsung membuat komunitas di daerah/bangsa penyelenggaranya DALAM PENGELOLAAN EVENT meningkatkan rasa bangga terhadap WISATA TABUIK KOTA PARIAMAN bangsanya, masyarakatnya, maupun ke tingkat komunitas lebih kecil, sesuai PROVINSI SUMATERA BARAT dengan skala dan ukuran event. PENDAHULUAN Event juga sebagai pemberi citra Event pariwisata merupakan salah destinasi atau memasarkan destinasi satu bentuk hiburan paling menarik dan wisata, dan sebagai penggerak tumbuhnya paling cepat berkembang dan berkaitan pembangunan sektor lain. Bahkan event dengan fenomena pariwisata. Event ialah yang bertajuk budaya bagi sebuah kota suatu kegiatan yang diselenggarakan untuk merupakan sebuah “kapital” yang memperingati hal-hal penting sepanjang memiliki keunikan yang sulit ditiru, hidup manusia baik secara individu atau sehingga dengan mengemasnya dalam kelompok yang terikat adat, budaya, tradisi bentuk penyelenggaraan event diharapkan dan agama yang diselenggarakan untuk dapat memperkuat positioning dalam tujuan tertentu serta melibatkan mempromosikan identitas kota sekaligus lingkungan masyarakat, yang menghadirkan atraksi wisata. diselenggarakan pada waktu tertentu. Ketika pemerintah mencanangkan Bentuk event sangat beragam diantaranya pariwisata sebagai salah satu pendapatan festival, acara keagamaan, parade dan negara setelah Migas (minyak dan gas peringatan warisan, carnaval dan lainnya. bumi) di era tahun 1980-an, maka berbagai Karakteristik event yaitu melibatkan daerah termasuk Pariaman juga banyak peserta, menunjukkan keunikan, menggiatkan pariwisatanya. Salah satu dan tradisi yang berbeda, serta andalan Pariaman adalah pesta Tabuik. memberikan hiburan kepada khalayak Pada saat tabuik dijadikan sebagai ikon sehingga mempunyai daya tarik wisata pariwisata Pariaman, beberapa perubahan yang menjadi alasan wisatawan melakukan dilakukan untuk meningkatkan kedatangan perjalanan wisata ke destinasi tersebut. Hal wisatawan. itu terdapat dalam Undang-Undang Kota Pariaman adalah salah satu dari Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 19 kabupaten dan kota yang terletak tentang kepariwisataan, disebutkan bahwa didataran rendah yang landai di pantai daya tarik wisata adalah segala sesuatu barat Provinsi Sumatera Barat, berjarak yang memiliki keunikan, keindahan, dan sekitar 56 km dari Kota Padang dan sekitar nilai yang berupa kekayaan alam, budaya, 25 km dari Bandara Internasional dan hasil buatan manusia yang menjadi Minangkabau. Kota Pariaman resmi sasaran atau tujuan kunjungan wisata. berdiri sebagai Kota Otonom pada 2 Juli Hal tersebut merupakan sumber daya 2002 berdasarkan Undang-Undang Nomor dan modal pembangunan kepariwisataan 12 Tahun 2002. untuk peningkatan kemakmuran dan Saat ini Kota Pariaman fokus pada kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu pembangunan dan pengembangan dalam dunia pariwisata, penyelenggaraan pariwisata yang sangat pesat di bidang event wisata telah menjadi daya tarik wisata bahari, kuliner, kebudayaan dan tersendiri bagi wisatawan untuk sektor lainnya. Perkembangan di bidang berkunjung ke suatu destinasi wisata. pariwisata tidak terlepas dari visi yang Kegiatan event secara langsung maupun diusung oleh pemerintah Kota Pariaman JOM FISIP Vol. 5: Edisi II Juli –Desember 2018 Page 2 yaitu menjadi kota tujuan pariwisata dan dalam calender event pariwisata Kota ekonomi kreatif berbasis lingkungan, Pariaman, bahkan salah satu dari Tiga budaya, dan agama. event yang mendapat perhatian dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kementrian Pariwisata. Kota Pariaman meningkatkan dan Tabuik merupakan suatu warisan mengoptimalisasi potensi produk wisata budaya berbentuk ritual atau upacara yang yang ada, serta mengantisipasi berkembang di Pariman sejak sekitar dua perkembangan di masa yang akan datang. abad yang lalu. Pada awalnya Tabuik Berikut data kunjungan wisatawan yang merupakan upacara atau perayaan datang ke Kota Pariaman, ialah : mengenang kematian Hussein, tetapi Tabel 1.1 kemudian berkembang menjadi pertunjukan budaya khas Pariaman setelah Data Kunjungan Wisatawan di Kota masuknya unsur-unsur budaya Pariaman Tahun 2013 s/d 2017 Minangkabau. Upacara ini terinspirasi dari N Tahu Wisataw Wisatawan peristiwa kematian Husain bin Ali bin Abi o n an Mancanega Thalib (cucu Nabi Muhammad saw) ia Nusantar ra meninggal dalam peperangan di Karbala a pada tahun 680 M. Masyarakat Pariaman 1 2013 791.624 34 mempresentasikan kembali, beberapa 2 2014 1.233.668 73 penggalan peristiwa yang dialami oleh 3 2015 2.674.523 1.146 Husain dalam bentuk rangkaian upacara 4 2016 2.907.822 628 atau ritual berdasarkan penafsiran mereka 5 2017 3.152.000 443 terhadap peristiwa peperangan di Karbala. Sumber: Dinas Pariwisata dan Pesta Tabuik merupakan pengaruh Kebudayaan Kota Pariaman, 2017 dari ritual penganut Islam Syi’ah, penghormatan terhadap Husain atas Dapat kita lihat pada tabel 1.1 kematiannya yang menjadi ritual suci jumlah kunjungan wisatawan nusantara keagamaan utama seperti di Iran, Iraq, dan wisatawan mancanegara ke Kota Pakistan, India Afganistan, dan negara- Pariaman dari tahun ke tahun berubah dan negara penganut Islam Syi’ah lainnya. paling banyak kunjungan wisatawan Perbedaannya bagi masyarakat Pariaman nusantara pada tahun 2017, sedangkan upacara ini tidak menjadi akidah yang paling rendah pada tahun 2013. (kepercayaan yang menyangkut dengan Wisatawan melakukan perjalanan wisata ketuhanan atau yang dipuja). ke Kota Pariaman dengan berbagai tujuan Pelaksanaannya hanya semata-mata objek dan daya tarik wisata diantaranya merupakan upacara memperingati wisata alam (Pantai Gandoriah, Pulau kematian Husain. Sedangkan masyarakat Angso Duo, Pulau Kasiak, Pantai Cermin, Pariaman adalah penganut Sunni. Bagi dll), wisata sejarah (meriam kuno, kuburan penganut Sunni, mencintai keluarga panjang, guci badano), budaya (tabuik), Rasulullah bukan saja menjadi hak para dan kuliner (nasi sek, sala lauak). penganut Syi’ah, tetapi juga berlaku bagi Dan paling banyak kedatangan semua umat Islam tanpa kecuali, hanya wisatawan ialah pada saat pelaksanaan saja cara melakukannya tidak sama. event wisata Tabuik. Event ini merupakan Bahkan, tabuik sudah dijadikan sebagai potensi utama di Kota Pariaman bahkan peristiwa budaya dan pesta Budaya Anak ikon Pariaman yang setiap tahunnya selalu Nagari Piaman. dapat mendatangkan wisatawan untuk Tabuik dalam acara ini dibuat menyaksikan kegiatan wisata budaya ini. masyarakat menjadi dua bagian yang Event wisata Tabuik ini telah diagendakan berasal dari wilayah yang berbeda di Kota JOM FISIP Vol. 5: Edisi II Juli –Desember 2018 Page 3 Pariaman. Pertama, Tabuik Pasa (pasar) merupakan tahapan yang serius untuk ialah wilayah yang berada di sisi selatan mengevaluasi dan melakukan kegiatan dari sungai yang membelah kota tersebut, yang berhubungan dengan administrasi. dengan basis utama di Kelurahan Oleh sebab itu, penulis ingin Kampung Perak. Kedua, Tabuik Subarang mendeskripsikan dan mengetahui yang berasal dari daerah subarang keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan (seberang), wilayah ini berada di sisi utara event wisata tabuik yang di Kota sungai atau wilayah yang disebut Pariaman. Dengan demikian penulis Kampung Jawa. Setiap perayaan tabuik, memberi judul : “Keterlibatan salah satu aspek terpenting yang membuat Masyarakat Dalam Pengelolaan Event pesta menjadi hidup, meriah, dan Wisata Tabuik Kota Pariaman Provinsi bersemangat adalah diiringi alat musik Sumatera Barat”. gandang tasa (gendang). Rumusan Masalah Event Tabuik yang dihelat sejak Berdasarkan latar belakang diatas dahulu itu sudah menjadi atraksi wisata sudah dijelaskan bahwa tradisi tabuik yang mendatangkan wisatawan baik
Recommended publications
  • Semiotic in Lyrics and Perception of Community of Nagari Suayan on Saluang Ratok Suayan Anguih
    Semiotic in Lyrics and Perception of Community of Nagari Suayan on Saluang Ratok Suayan Anguih Hasnul Fikri, Syofiani Syofiani and Lolita Lestari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bung Hatta, Padang, Indonesia [email protected] Keywords: Semiotic code, people's perception, lyrics, Saluang. Abstract: This research aimed to describe the codes and their meanings that are used in the Saluang Ratok Suayan Anguih lyrics and the perception of Nagari Suayan community on Saluang Ratok Suayan Anguih. This research used descriptive qualitative method, while community perceptions were analyzed using simple statistics. The data of this study are the words in the lyrics of Saluang Ratok Suayan Anguih and responses of informants to questionnaire or interview. Based on data analysis, it is concluded that: First, there are three semiotic codes, namely denotation, connotation, and myth in the lyric. The semiotic codes are used to describe the suffering of people due the fire that hit their country. Second, the younger informants are unfamiliar with the Saluang Ratok Suayan Anguih, while the older ones are more familiar with it. It is because the fire event told in Saluang Ratok Suayan Anguih occurred long-long time ago and this storytelling is getting less and less performed. 1 INTRODUCTION saluangs are found in Nagari Suayan, one of which is saluang Ratok Suayan Anguih (in the next description Literature as a branch of art is an integral part of abbreviated with SRSA). SRSA lyrics is a literary culture. Literature has become part of the experience work created by a saluang singer (pendendang) of human life, both from the human aspect that named Gadih, a native from Nagari Suayan.
    [Show full text]
  • Studi Terhadap Peran Sentral Syekh Burhanuddin Ulakan
    Indonesian Journal of Islamic History and Culture Vol. 1, No. 2 (2020). 122-136 P-ISSN: 2722-8940; E-ISSN: 2722-8934 SEJARAH ISLAMISASI MINANGKABAU: STUDI TERHADAP PERAN SENTRAL SYEKH BURHANUDDIN ULAKAN Ridwan Arif Universitas Paramadina, Jakarta Email: [email protected] Abstract Sheikh Burhanuddin is known as a prominent Minangkabau scholar. The Islamization of Minangkabau is commonly associated with him. He is seen as a scholar succeeded in islamizing the Minang community. This study examines the role of Sheikh Burhanuddin in the process Islamization of Minangkabau. It examined the approaches and methods applied by Sheikh Burhanuddin in his efforts to Islamization. This study is a qualitative research, namely library research using the document analysis method. The results indicate that Syekh Burhanuddin was successful in his efforts to Islamize Minangkabau because he used the Sufism approach in his preaching, namely da'wah bi al-hikmah. This approach is implemented in the da'wah method, namely being tolerant of, and adopting local culture (Minangkabau customs and culture). Even further, Sheikh Burhanuddin succeeded in integrating Minangkabau customs with Islamic teachings. Keywords: Syekh Burhanuddin; da'wah; Islamization of the Minangkabau Abstrak Syekh Burhanuddin dikenal sebagai seorang ulama besar Minangkabau. Islamisasi Minangkabau sering dikaitkan dengan dirinya. Ini karena ia dipandang sebagai ulama yang sukses mengislamkan masyarakat Minang. Studi ini mengkaji peran Syekh Burhanuddin dalam islamisasi menangkabau. Ia meneliti pendekatan dan metode-metode yang digunakan Syekh Burhanuddin dalam upaya islamisasi. Kajian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian kepustakaan yang menggunakan metode dokumen analisis. Hasil kajian ini menunjukkan Syekh Burhanuddin berhasil dalam upaya islamisasi Minangkabau karena menggunakan pendekatan tasawuf dalam dakwahnya yaitu da’wah bi al-hikmah.
    [Show full text]
  • Peraturan Bupati Kab. Dharmasraya Nomor 12 Tahun 2018.Pdf
    SALINAN BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR 12 TAHUN 2018 TENTANG BESARAN ALOKASI DANA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA NAGARI TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DHARMASRAYA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 97 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Besaran Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah kepada Nagari Tahun 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya,Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4348); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); sebagaimana telah beberapa kali di ubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 269); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717); 6.
    [Show full text]
  • Kritik Buya Hamka Terhadap Adat Minangkabau Dalam Novel
    KRITIK BUYA HAMKA TERHADAP ADAT MINANGKABAU DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK (Humanisme Islam sebagai Analisis Wacana Kritis) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Filsafat Islam Oleh: Kholifatun NIM 11510062 PROGRAM STUDI FILSAFAT AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2016 MOTTO Kehidupan itu laksana lautan: “Orang yang tiada berhati-hati dalam mengayuh perahu, memegang kemudi dan menjaga layar, maka karamlah ia digulung oleh ombak dan gelombang. Hilang di tengah samudera yang luas. Tiada akan tercapai olehnya tanah tepi”. (Buya Hamka) vi PERSEMBAHAN “Untuk almamaterku UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam program studi Filsafat Agama” “Untuk kedua orang tuaku bapak Sukasmi dan mamak Surani” “Untuk calon imamku mas M. Nur Arifin” vii ABSTRAK Kholifatun, 11510062, Kritik Buya Hamka Terhadap Adat Minangkabau dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Humanisme Islam sebagai Analisis Wacana Kritis) Skripsi, Yogyakarta: Program Studi Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015/2016. Novel adalah salah satu karya sastra yang dapat menjadi suatu cara untuk menyampaikan ideologi seseorang. Pengarang menciptakan karyanya sebagai alat untuk menyampaikan hasil dari pengamatan dan pemikirannya. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana cara penyampaian serta gaya bahasa yang ia gunakan dalam karyanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa pemikiran Hamka di balik novelnya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dengan latar belakang seorang agamawan, bagaimana Buya Hamka menyikapi adat Minangkabau yang bersistem matrilineal. Untuk menganalisis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini metode yang digunakan adalah metode analisis wacana kritis Norman Fairclough.
    [Show full text]
  • The Islamic Traditions of Cirebon
    the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims A. G. Muhaimin Department of Anthropology Division of Society and Environment Research School of Pacific and Asian Studies July 1995 Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] Web: http://epress.anu.edu.au National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Muhaimin, Abdul Ghoffir. The Islamic traditions of Cirebon : ibadat and adat among Javanese muslims. Bibliography. ISBN 1 920942 30 0 (pbk.) ISBN 1 920942 31 9 (online) 1. Islam - Indonesia - Cirebon - Rituals. 2. Muslims - Indonesia - Cirebon. 3. Rites and ceremonies - Indonesia - Cirebon. I. Title. 297.5095982 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design by Teresa Prowse Printed by University Printing Services, ANU This edition © 2006 ANU E Press the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changes that the author may have decided to undertake. In some cases, a few minor editorial revisions have made to the work. The acknowledgements in each of these publications provide information on the supervisors of the thesis and those who contributed to its development.
    [Show full text]
  • From Custom to Pancasila and Back to Adat Naples
    1 Secularization of religion in Indonesia: From Custom to Pancasila and back to adat Stephen C. Headley (CNRS) [Version 3 Nov., 2008] Introduction: Why would anyone want to promote or accept a move to normalization of religion? Why are village rituals considered superstition while Islam is not? What is dangerous about such cultic diversity? These are the basic questions which we are asking in this paper. After independence in 1949, the standardization of religion in the Republic of Indonesia was animated by a preoccupation with “unity in diversity”. All citizens were to be monotheists, for monotheism reflected more perfectly the unity of the new republic than did the great variety of cosmologies deployed in the animistic cults. Initially the legal term secularization in European countries (i.e., England and France circa 1600-1800) meant confiscations of church property. Only later in sociology of religion did the word secularization come to designate lesser attendance to church services. It also involved a deep shift in the epistemological framework. It redefined what it meant to be a person (Milbank, 1990). Anthropology in societies where religion and the state are separate is very different than an anthropology where the rulers and the religion agree about man’s destiny. This means that in each distinct cultural secularization will take a different form depending on the anthropology conveyed by its historically dominant religion expression. For example, the French republic has no cosmology referring to heaven and earth; its genealogical amnesia concerning the Christian origins of the Merovingian and Carolingian kingdoms is deliberate for, the universality of the values of the republic were to liberate its citizens from public obedience to Catholicism.
    [Show full text]
  • Cultural Signification Within Inter-Religious Encounter in the Post-Conflict Ambon: Negotiation and Contestation of Identities
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), volume 187 International Conference on Religion and Public Civilization (ICRPC 2018) Cultural Signification within Inter-Religious Encounter in the Post-Conflict Ambon: Negotiation and Contestation of Identities Steve Gerardo Christoffel Gaspersz Fabian Novy Jocephs Souisa Faculty of Theology Fishery Polytechnic Maluku Indonesian Christian University Tual, Indonesia Ambon, Indonesia [email protected] [email protected] Abstract— This article obviously is an effort to comprehend Muslim in certain sociocultural context of Maluku. This article processes of socioreligious identity formation through historical attempts to comprehend processes of socioreligious identity trajectory as well as identity contestation in contemporary daily formation through historical trajectory as well as contestation life of Muslim-Christian communities of Leihitu in Ambon, of identity in contemporary daily life of Muslim-Christian specifically Wakal and Hitumesing (Muslims) and Rumahtiga communities of Leihitu in Ambon. (Christian). Those villages acknowledge that they have mythological narrative which based their gandong relationship. The process of identity construction, in the case of the This research eventually would like to depict that development Muslim communities, had been taking place both as response strategy of the local community, in a broader and fundamental toward social changes within society itself and vis-à-vis the sense, is able to be applied by understanding the local existence of other social groups whose different ethnic and community’s worldview as a manifestation of historical and religious backdrops, especially immigrants and Christianity. cultural consciousness, which is formed throughout a long and Muslim communities of Leihitu have been living together as dynamic living experience.
    [Show full text]
  • Lareh Nan Bunta: Power Systems and the Concept of Musical Aesthetics in Talempong Basaua in Luhak 50 Koto Minangkabau
    Harmonia: Journal of Arts Research and Education 18 (1) (2018), 107-116 p-ISSN 2541-1683|e-ISSN 2541-2426 Available online at http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia DOI: 10.15294/harmonia.v18i1.13280 Lareh Nan Bunta: Power Systems and The Concept of Musical Aesthetics in Talempong Basaua in Luhak 50 Koto Minangkabau Andar Indra Sastra, Wilma Sriwulan, Yon Hendri Institut Seni Indonesia Padangpanjang, Indonesia Received: February 6, 2018. Revised: April 23, 2018. Accepted: June 10, 2018 Abstract The goal of this article is to bring to light lareh nan bunta as a form of representation of the sys- tem of democracy – or power – developed by Dt. Nan Sakelap Dunia. The discussion in this paper uses a qualitative method which is backed up by quantitative data. The data was collected through participant observation, interviewing, discussion, and analysis. The analysis was car- ried out using a descriptive method using theoretical reasoning, with knowledge of aesthetics and art. The results of the research show that conceptually, talempong basaua is a musical reality which represents lareh nan bunta in Luhak 50 Koto Minangkabau. Lareh nan bunta is a synthesis of the influence of power – or dialectic – between lareh kotopiliang (autocracy) and lareh bodicaniago (democracy), each with its own system of leadership. The dualism in the autocratic and demo- cratic systems of power form a balancing power known as lareh nan bunta – a combination of all three existing conceptions. Lareh nan bunta is also reflected in the concept of musical aesthetics in talempong basaua in Luhak 50 Koto Minangkabau. Talempong basaua represents a combination of two musical concepts, namely talempong and the rhythms or irama of dendang (vocal music), which are combined to create a new genre.
    [Show full text]
  • The Genealogy of Muslim Radicalism in Indonesia A
    The Genealogy of Muslim Radicalism in Indonesia THE GENEALOGY OF MUSLIM RADICALISM IN INDONESIA A Study of the Roots and Characteristics of the Padri Movement Abd A’la IAIN Sunan Ampel Surabaya, Indonesia Abstract: This paper will trace the roots of religious radicalism in Indonesia with the Padri movement as the case in point. It argues that the history of the Padri movement is complex and multifaceted. Nevertheless, it seems to be clear that the Padri movement was in many ways a reincarnation of its counterpart in the Arabian Peninsula, the Wahhabi> > movement, even though it was not a perfect replica of the latter. While the two shared some similarities, they were also quite different in other respects. The historical passage of the Padris was therefore not the same as that of the Wahhabi> s.> Each movement had its own dimensions and peculiarities according to its particular context and setting. Despite these differences, both were united by the same objective; they were radical in their determination to establish what they considered the purest version of Islam, and both manipulated religious symbols in pursuit of their political agendas. Keywords: Padri movement, fundamentalism, radicalism, Minangkabau, Wahhabism.> Introduction Almost all historians agree that Islam in the Malay Archipelago – a large part of which subsequently became known as Indonesia – was disseminated in a peaceful process. The people of the archipelago accepted the religion of Islam wholeheartedly without any pressure or compulsion. To a certain extent, these people even treated Islam as belonging to their own culture, seeing striking similarities between the new religion and existing local traditions.
    [Show full text]
  • TRADISI TABUIK DI KOTA PARIAMAN Oleh
    TRADISI TABUIK DI KOTA PARIAMAN Oleh; Maezan Kahlil Gibran/1101136090 [email protected] Pembimbing; Drs. Syamsul Bahri, M.Si Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan ilmu Politik Universitas Riau Kampus Bina Widya , Jl. H.r Soebrantas km. 12,5 Simpang Baru Pekanbaru 28293- Telp/Fax0761-63277 ABSTRAK Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup, pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan lain kemampuan serta kebiasaan oleh manusia anggota masyarakat. Tradisi adalah kebiasaan sosial yang diturunkan dari suatu generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialisasi. Tradisi menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah menurut warga masyarakat. Tabuik adalah suatu warisan budaya berbentuk ritual upacara yang berkembang di Pariaman sejak sekitar dua abad yang lalu. Tabuik merupakan upacara atau perayaan mengenang kematian Husain, tetapi kemudian berkembang menjadi pertunjukan budaya khas Pariaman setelah masuknya unsur-unsur budaya Minangkabau. Bagi masyarakat Pariaman upacara ini tidak menjadi akidah (kepercayaan yang menyangkut dengan ketuhanan atau yang dipuja), pelaksanaannya hanya semata-mata merupakan upacara memperingati kematian Husain. Bagian yang dianggap penting dari perayaan tabuik adalah pelaksanaan pestanya yang oleh masyarakat Pariaman disebut batabuik atau mahoyak tabuik. Perayaan tabuik terdiri atas ritus-ritus atau rangkaian upacara yang dimulai dari ritus maambiak tanah ke sungai, maambiak/manabang batang pisang, maatam, marandai, maarak jari-jari, maarak saroban, tabuik naiak pangkek, maoyak tabuik, hingga ditutup dengan ritus mambuang tabuik ke laut. Ritus-ritus itu diwujudkan dalam bentuk prosesi-prosesi (arakan). Rentang waktu yang digunakan untuk prosesi-prosesi itu berkisar antara 10 hingga 14 hari pada awal bulan Muharram, bahkan dapat saja terjadi lebih dari itu.
    [Show full text]
  • Peranan Surau Di Padang P the Case Study Intends to Investigate T
    PEDAGOGI | Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Volume XII No.2 November 2012 Peranan Surau Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Tradisional Di Padang Pariaman Sumatera Barat (Surau Syaikh Burhanuddin) Oleh: MHD. Natsir Universitas Negeri Padang Abstract The case study intends to investigate the role of surau as a traditional Islamic education institute in Pariaman West Sumatera. It also goes on to show the social changing that influence surau education, and perspective surau education development as a traditional Islamic education institute. The study has re vealed that surau as an Islamic traditional education institute has the roles as an institution of islamic education, custom and culture education, and as the center of society activity. Kata kunci :surau, pakiah, ninik mamak, nagari, hedonisme, ekslusi f, saparuik, ulayat, clan, ilahiyah . PENDAHULUAN yang terjadi dalam masyarak at. Dengan demikian diketahui bahwa sebelum datangnya Islam, surau Institusi yang berfungsi untuk telah menempati struktur sosial yang sangat mengembangkan nilai-nilai moral agama dan penting dalam masyarakat Minangkabau (Gusti budaya di M inangkabau adalah surau. Dari Asnan, 2003: 313 dan Azyumardi Azra, 2003: 49). suraulah cikal bakal keutuhan dan keutamaan Di saat Islam masuk ke Minangkabau, para masyarakat Minang beradat dan beragama muballigh t elah mendapati lembaga keagamaan asli dijalankan secara bersamaan. Keberhasilan ditandai (surau) dari masyarakat setempat. Karenanya apabila anak pandai mengaji, taat beribadah, dalam mengajak penduduk masuk agama Islam, berakhlak dan berbudi pekerti luhur. Mampu para m'uballigh tidak secara radikal menukar mem akaikan tata krama adat, pandai petatah petitih bangunan kudus penduduk (surau) dengan adat, menguasai kesenian anak nagari serta bela bangunan kudus Islam (masjid). Sebaliknya diri (pencak silat).
    [Show full text]
  • Negeri Sembilan: Rantau Minangkabau Di Semenanjung Tanah Melayu
    HISTORIA: Jurnal Pendidikan Sejarah, IX, 2 (Desember 2008) NEGERI SEMBILAN: RANTAU MINANGKABAU DI SEMENANJUNG TANAH MELAYU Rahilah Omar dan Nelmawarni ABSTRACT For a long time, the people of Minangkabaus have had strong inclination to leave their original village in search of new settlement besides seeking wealth. In the Minangkabau culture, this practice of leaving one’s home is known as merantau. This practice has caused a strong influence in terms of history, blood ties and cultural linkages especially between the Kingdom of Pagaruyung of Sumatra and Negeri Sembilan and in general the Minangkabaus. The existence of Negeri Sembilan began with the coming of the Minangkabaus perantau to the place. They explored the area and built settlements within these localities. Their roles as pioneer settlers and setting new localities are seen as one of the important aspects in the history of Negeri Sembilan. The Minangkabaus perantau did not only struggle to achieve a better living but had also successfully established a kingdom and instilled the Adat Pepatih as the cultural basis of Negeri Sembilan. Key words: the people of Minangkabaus, Minangkabau, the history of Negeri Sembilan. Rahilah Bt. Omar (Ph.D) adalah seorang Pensyarah di Jabatan Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi, Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan, Universiti Kebangsaan Malaysia. Lahir pada tanggal 8 Maret 1961. Memperoleh Bachelor of Arts in History, dari University Kebangsaan Malaysia (1992); Master of Arts in History, “The Regicide Of Sultan Mahmud III And The Claim Of Raja Kecik For The Throne Of Johore, 1718” – University Of Hull, England (1996); dan Ph.D. in History (South Sulawesi, Indonesia) dengan judul disertasi “The History Of Boné, A.D.
    [Show full text]