Transformasi Pendidikan Islam Di Minangkabau

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Transformasi Pendidikan Islam Di Minangkabau View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Jurnal Sejarah Lontar TRANSFORMASI PENDIDIKAN ISLAM DI MINANGKABAU Oleh: Abdul Fadhil Dosen Jurusan MKU UNJ Abstraksi Dalam mempelajari sejarah perkembangan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, dikenal bahwa surau di daerah Sumatera Barat, Tengah dan Selatan merupakan suatu bentuk lembaga Islam pertama di Indonesia yang lahir dari budaya asli bangsa Indonesia sendiri. Dilihat dari sejarahnya, sebenarnya surau merupakan bangunan peninggalan kebudayaan masyarakat Minangkabau sebelum datangnya Islam. Setelah masuknya agama Islam, surau pun mengalami proses Islamisasi. Fungsinya yang semula sebagai tempat penginapan anak-anak bujang kini diperluas lagi menjadi tempat pengajaran dan pengembangan ajaran Islam, seperti menjadi tempat shalat (mushalla), tempat upacara--upacara keagamaan dan lain sebagainya. Dari surau inilah kemudian gerakan modernisasi Islam di Minangkabau tumbuh dan berkembang yang pada akhirnya menjadi lembaga pendidikan Islam modern, bahkan menjadi prototype lembaga pendidikan Islam modern di Nusantara yang dijadikan referensi lembaga-lembaga pesantren modern di kemudian hari. Tulisan ini mencoba menelusuri sejarah proses transformasi surau dari lembaga tradisional menjadi lembaga pendidikan Islam modern. Pendahuluan Islam sebagai akar dari pembaharuan Ketika mengkaji masalah dampak tersebut.2 dunia Barat dan peradaban Islam, Dua persyaratan yang diminta Warner Caskel merumuskan dua syarat Caskel tersebut telah terpenuhi dalam yang harus dipenuhi untuk menjadikan kasus tersebut di Minangkabau. suatu peradaban siap menerima Pertama, adanya kesadaran kurangnya rangsangan-rangsangan kultural dari luar. Dua syarat tersebut, pertama, suatu kesadaran bahwa diri orang yang 1 Werner Caskel, “Dampak Dunia Barat dan bersangkutan kurang; kedua, kontak Peradaban Islam”, dalam Gustave E. Von antara kebudayaan yang bersangkutan Gruneboum (ed.), Islam Kesatuan dan Keragaman, alih bahasa Effendi N. Yahya, harus terjadi pada lebih dari satu titik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan dan berlangsung dalam jangka waktu Lembaga Studi Islamika, 1983), h. 385 1 tertentu. Dasar pemikiran ini penulis 2 Tesis tentang hal ini dapat dilihat misalnya pinjam dan dijadikan kerangka dasar Deliar Noer, Gerakan Islam di Indonesia, 1900- dalam mencermati perkembangan 1942, (LP3ES, 1986); Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam, Kasus modernisasi (pembaharuan) Islam di Sumatra Thawalib, (Yogyakarta: Tiara Nusantara, khususnya di Minangkabau Wacana, 1990), ataupun tulisan-tulisan yang diperkirakan oleh para ahli sejarah lainnya. Jurnal Sejarah Lontar 42 Vol. 4 No. 2 Juli-Desember 2007 tingkat intelektualitas keagamaan dalam Daya, tumbuh melalui lembaga masyarakat Minangkabau dalam upaya pendidikan di daerah lingkungan surau.3 mengimplementasikan ajaran Islam di Gerakan pembaharuan tersebut lebih tengah-tengah masyarakatnya. Hal banyak berpusat pada lokasi--lokasi tersebut dilihat dari segi kuantitas yang memiliki surau yang berkembang sedikitnya jumlah ulama di daerah ini dengan baik dengan tenaga--tenaga disebabkan banyak yang terbunuh agama dari pemuda-pemuda yang telah dalam menghadapi peperangan dengan pergi ke Mekkah dan belajar agama di kolonial Belanda, maupun dari segi sana. Dari merekalah usaha pemurnian kualitas dari “kelompok ulama” (disebut Islam dilakukan. Dikatakannya bahwa dengan urang siak) dalam memahami di Minangkabau bukan hanya ajaran Islam secara mendalam. pemurnian saja yang terjadi, melainkan Kenyataan inilah yang menyebabkan juga modernisasi Islam. Hal ini sejalan banyaknya urang siak yang pergi ke dengan pendapat Van der Plas ketika tanah suci untuk menuntut ilmu, di membandingkan reformasi Islam yang samping tujuan utama untuk dipelopori Muhammadiyah dengan menjalankan ibadah haji. Kedua, sebagai reformasi Minangkabau.4 Menurutnya, dampak dari pertama, terciptanya bila dibandingkan reformasi yang kontak intelektual masyarakat terjadi di Jawa dilakukan agar umat Minangkabau yang belajar ke Saudi Islam di pulau ini yang kebanyakan agak Arabia, khususnya di Mekkah dengan malas melaksanakan ajaran Islam ulama Haramayn, sehingga menambah supaya mereka lebih mendalami Islam, wawasan dan kesadaran baru bagi sedangkan di Minangkabau hal ini tidak mereka untuk dikembangkan dan perlu, karena masyarakat secara disebarluaskan kelak di kampung keseluruhan sudah sadar dan aktif halaman mereka. Pada masa itu situasi beragama.5 Demikian pula halnya dan kondisi masyarakat di Minangkabau dengan Schrieke yang menyatakan yang jauh dari nilai-nilai Islam menjadi bahwa reformasi di Minangkabau tantangan tersendiri bagi mereka untuk tersebut lebih merupakan revolusi mengubah ataupun meluruskan intelektual atau revolusi golongan pemahaman dan praktik keagamaan kedua.6 Sasaran yang hendak dicapai yang tidak sesuai dengan ajaran Islam adalah pengembangan Islam yang yang sebenarnya. Proses modernisasi murni, mengubah dan menyesuaikan tersebut terus-menerus berlangsung hukum Islam dan mengobarkan tahap demi tahap dan menghasilkan perubahan-perubahan yang 3 Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan menyebabkan terintegrasikannya Pemikiran Islam, Kasus Sumatera Thawalib, ajaran Islam dengan adat (tradisi) pada (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 64 masyarakat Minangkabau sehingga 4 Istilah-istilah pembaharuan, modernisasi melahirkan pepatah: Adat basandi maupun reformasi pada tulisan ini menunjuk syara’, syara’ basandi Kitabullah. kepada pembaharuan dalam pengertian yang longgar, tanpa perbedaan arti dari masing- Agama mengatakan, adat memakai masing istilah tersebut dalam kerangka teori (melaksanakannya). atau ajaran yang konkret (penulis). Proses modernisasi pemikiran 5 Ibid., h. 65 Islam di Minangkabau menurut Patricia 6 Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat, Hamilton Brown, sebagaimana dikutip (Jakarta: LP3ES, 1971 ), h. 45 Jurnal Sejarah Lontar 43 Vol. 4 No. 2 Juli-Desember 2007 semangat modern.7 Pembaharuan itu sendiri menurut Perkembangan selanjutnya Harun Nasution, adalah “...pikiran, terhadap pembaharuan di Minangkabau aliran, gerakan dan usaha untuk adalah pembaharuan pendidikan Islam, mengubah paham-paham, adat istiadat, sebagai elan vital kesinambungan institusi-institusi lama, dan sebagainya, proses pembaharuan itu sendiri. Tulisan untuk disesuaikan dengan suasana baru ini mencoba menelusuri kaitan surau yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu terhadap proses pembaharuan pengetahuan dan teknologi modern”.10 pendidikan Islam yang terjadi di Sebagaimana halnya di Barat dalam Minangkabau, faktor-faktor yang dunia Islam juga timbul pikiran dan mendukung proses tersebut, gerakan paham-paham keagamaan dan kemunculan lembaga pendidikan Islam institusi Islam dengan perkembangan modern paska peleburan surau dan baru yang ditimbulkan oleh ilmu bagaimana pola hubungan lembaga pengetahuan dan teknologi modern itu. surau dalam upaya memodernisasikan Upaya-upaya demikian bertujuan untuk pendidikan Islam modern di daerah ini. melepaskan umat Islam dari kemunduran dan meraih kemajuan.11 Pengertian Modernisasi Pendidikan Islam, menurut Pendidikan Islam Marimba, ialah terbentuknya Kebangkitan dan perkembangan kepribadian berdasarkan hukum- pendidikan Islam di Indonesia tidak hukum agama Islam menuju dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah terbentuknya kepribadian utama pembaharuan Islam di Nusantara. menurut ukuran-ukuran Islam. Definisi Steenbrink mencatat, sejak permulaan yang lain menyatakan bahwa abad ke-20 terjadi beberapa perubahan pendidikan Islam usaha berupa dalam Islam di Indonesia yang secara bimbingan dan asuhan terhadap anak garis besar dapat disebut sebagai didik/murid agar kelak selesai kebangkitan, pembaharuan, bahkan pendidikan dapat memahami dan pencerahan (renaissance).8 Proses mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta modernisasi ini merupakan akibat dari menjadikannya sebagai jalan hidup.12 kemajuan ilmu pengetahuan dan Oleh karena predikat dan orientasi teknologi modern Barat yang kemudian yang berdasarkan keagamaan tersebut, masuk ke dalam dunia Islam pada awal tentu saja landasan moral dan tujuan abad ke--19. Sejak saat itulah mulai dari pendidikan Islam berbeda dengan babak baru dalam sejarah Islam yang pendidikan umum lainnya, seperti dipandang sebagai permulaan periode dikemukakan oleh Fadhil al-Jamali, modern.9 sebagai berikut : Pendidikan Islam berperan sebagai 7 Taufik Abdullah, School and Politics, The petunjuk dan penangkal. Melalui Kaum Muda Movement in West Sumatera : pendidikan Islam terbuka hidayah 1927-I933, (New York: Cornel University, 1971), h.45 8 Kareel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, 10 Ibid. Sekolah: Pendidikan dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. 26 11 Ibid.,h. 12 9 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, 12 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Pendidikan, (Bandung: al-Ma’arif, 1962), cet. Bulan Bintang, 1975), h.l l ke-4, h. 19 Jurnal Sejarah Lontar 44 Vol. 4 No. 2 Juli-Desember 2007 kepada iman, hidayah menggunakan pelajaran yang terkait dengan ibadah akal, hidayah kepada akhlak yang dan bahasa Arab, sedangkan sistem mulia, dan suka beramal saleh. pendidikan modern di samping Pendidikan juga berguna sebagai memberikan materi pelajaran agama penangkal terhadap syirik, kebathilan, kesesatan, kerusakan jasmani dari juga pelajaran umum, misalnya bahasa segala apa yang membahayakan asing seperti bahasa Inggris atau bahasa kesehatan, kerusakan hubungan sosial, Belanda, ilmu bumi dan ilmu hitung. kerusakan hubungan moral dan dari Kedua, proses pengajaran sebelumnya
Recommended publications
  • Peran Hajjah Rangkayo Rasuna Said Dalam Memperjuangkan Hak-Hak Perempuan Indonesia (1926-1965)
    PERAN HAJJAH RANGKAYO RASUNA SAID DALAM MEMPERJUANGKAN HAK-HAK PEREMPUAN INDONESIA (1926-1965) E-JURNAL Oleh: Esti Nurjanah 13406241069 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017 PERAN HAJJAH RANGKAYO RASUNA SAID DALAM MEMPERJUANGKAN HAK-HAK PEREMPUAN INDONESIA (1926-1965) Oleh: Penulis 1 : Esti Nurjanah Penulis 2 : Dr. Dyah Kumalasari, M.Pd. ABSTRAK Hajjah Rangkayo Rasuna Said merupakan tokoh Sumatera Barat sekaligus pahlawan nasional Indonesia yang berperan memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia tahun 1926-1965. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui: (1) latar belakang kehidupan Hajjah Rangkayo Rasuna Said, (2) perjuangan Hajjah Rangkayo Rasuna Said pada masa kolonial tahun 1926-1945, (3) perjuangan Hajjah Rangkayo Rasuna Said pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1946-1965. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah Kuntowijoyo yang terdiri dari lima tahap. Pertama pemilihan topik. Kedua pengumpulan data (heuristik) yang terdiri dari sumber primer dan sekunder. Ketiga kritik sumber (verifikasi). Keempat penafsiran (interpretasi). Kelima penulisan sejarah (historiografi). Hasil penelitian ini adalah: (1) Hajjah Rangkayo Rasuna Said memiliki latar belakang keluarga yang berasal dari kalangan ulama dan pengusaha terpandang. Faktor lingkungan yang syarat dengan adat Minang dan agama Islam, mempengaruhi kepribadiannya sehingga tumbuh menjadi perempuan berkemauan keras, tegas, dan taat pada syariat Islam, (2) perjuangan Hajjah Rangkayo Rasuna Said dimulai dengan bergabung dalam Sarekat Rakyat tahun 1926. Pada masa pendudukan Belanda hingga Jepang, dirinya aktif mengikuti berbagai organisasi. Beliau dikenal sebagai orator ulung, pendidik yang tegas serta penulis majalah, (3) perjuangan Hajjah Rangkayo Rasuna Said pasca kemerdekaan Indonesia lebih banyak di bidang politik. Beliau terus mengembangkan karirnya dalam Parlemen mulai tingkat lokal hingga nasional di Jakarta.
    [Show full text]
  • Bab Ii Profil Buya Hamka
    17 BAB II PROFIL BUYA HAMKA A. Latar Belakang Kehidupan dan Pendidikan Buya Hamka Haji Abdul Malik Karim Amrullah merupakan nama asli dari Buya Hamka yang biasa kita kenal, beliau lahir di desa Tanah Sirih kenagarian Sungai Batang ditepi Danau maninjau, pada tanggal 14 Muharam 1326 Hijriah bertepatan pada tanggal 17 februari 19081. Beliau dibesarkan dalam keluarga yang alim dan taat menjunjung tinggi agama.Ayahnya bernama Syekh Abdul Karim Amrullah. Beliau mengawali pendidikannya dengan membaca Al-Qur’an bertempat dirumahnya sendiri ketika beliau pindah dari maninjau ke Padang Panjang pada tahun 19142.Dan setahun kemudian ketika umur 7 tahun beliau dimasukkan oleh ayahnya ke sekolah desa. Pada tahun 1916 beliau menimba ilmu di sekolah Pasar Usang Padang Panjang. Pagi hari beliau pergi ke sekolah dan sore harinya ia berada di surau bersama teman sebayanya. Inilah kebiasaan beliau sehari-hari pada masa kecilnya. Dua tahun kemudian ketika beliau berusia 10 tahun ayahnya mendirikan sebuah pesantren di Padang Panjang dengan nama Sumatera Thawalib. Dengan harapan kelak Hamka menjadi Ulama seperti dirinya, kemudian Hamka kembali menimba ilmu dipesatren ini. Kehausan Hamka dalam menunutut ilmu memang terlihat sangat besar sekali. Ketidak puasannya dengan metode yang ia dapat dari ayahnya menyebabkan 1Hamka (Haji Abdul Karim Amrullah), Kenang-kenangan Hidup, Bulan Bintang, Jakarta, 1979, h 9.s 2Hamka, ibid, h 28 18 beliau berusaha meninggalkan tanah sumatera menuju tanah jawa, beliau mengawali pengembaraannya dari kota Yogyakarta. Dari sinilah kelihatan bahwa kota ini mempunyai makna yang berarti dalam pertumbuhan sebagai pejuang dan pemikir dikemudian hari. Beliau sendiri mengakui bahwa kota inilah ia menemukan islam sebagai sesuatu yang hidup dan menmberikan sebuah pendirian dan perjuangan yang dinamis.3 B.
    [Show full text]
  • Rahmah El Yunusiyyah Kartini Padang Panjang (1900-1969)
    Nafilah Abdullah RAHMAH EL YUNUSIYYAH KARTINI PADANG PANJANG (1900-1969) Nafilah Abdullah Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta [email protected] ABSTRAK Rahmah El- Yunusiyyah adalah Kartini Padang Panjang, seorang Pahlawan tanpa tanda jasa. Tokoh Rahmah El- Yunusiyyah adalah seorang wanita tokoh pembaharuan dari Padang Panjang yang sempat hidup pada tiga zaman yaitu zaman penjajahan kolonial Belanda, zaman penjajahan Jepang, dan zaman Kemerdekaan, namun sampai saat ini pemerintah Indonesia belum memberikan penghargaan sebagai pahlawan Nasional. Mengapa penelitian ini dilakukan? Secara historis, Tokoh Rahmah El-Yunusiyyah pada zaman Belanda telah mendirikan Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang (1923). Memberikan dukungan pada Kongres Sumpah Pemuda (1928). Memimpin gerakan menentang dua buah peraturan Belanda, yaitu Ordonantie Kawin Bercatat dan Ordonantie Sekolah Liar pada tahun 1932. Pada pendudukan Jepang, mempersiapkan murid- murid Diniyah Puteri mengikuti pelatihan P3K dan Palang Merah sebagai ganti tenaga sukarela dalam pertempuran (1943). Memberikan dukungan penuh dalam pembentukan pasukan Gyugun, yang menurutnya sangat strategis sebagai alat mencapai kemerdekaan Indonesia (1944). Menjadi pengurus ADI (Anggota Daerah Ibu) tingkat Sumatera Tengah yang bertujuan menentang pemerintahan Jepang yang menggunakan gadis remaja untuk dijadikan wanita penghibur, dan menuntut ditutupnya rumah bordil. Menjadi ketua Ha Ha No Kai dari Gyugun Ko En Kai. menjadi anggota Ha Ha No Kai, anggota Peninjau Sumatera Cuo Sang In. Anggota Mahkamah Islam Tinggi Vol. 10, No. 2, Juli-Desember 2016/ISSN: 1978-4457 (p), 2548-477X (o) 51 Rahmah El Yunusiyyah Kartini Padang Panjang (1900-1969) (MIT)Bukit Tinggi. Masa Kemerdekaan bersama beberapa Perwira Gyugun dan Tokoh masyarakat Padang Panjang membentuk tentara Keamanan Rakyat (TKR). Menjadikan Diniyyah Puteri sebagai dapur umum bagi para pejuang seperti Laskar Sabilillah, Sabil Muslimat, dan Hizbullah.
    [Show full text]
  • Quran Manuscript from Kerinci
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), volume 137 International Conference on Qur'an and Hadith Studies (ICQHS 2017) QURAN MANUSCRIPT FROM KERINCI: THE PROOF THAT THERE IS A CONNECTION BETWEEN HARAMAIN (MEKKAH AND MADINAH AT THAT TIME) AND KERINCI BACK IN THE EIGHTEENTH TO NINETEENTH CENTURY Zarfina Yenti Sulthan Thaha Saifuddin State Islamic Univercity Jambi [email protected] Abstract Qur'an manuscript dated back in 18 to 19th century often written and copied by hand and part of an important cultural heritage in Indonesia and often found in various cities in Indonesia, including Kerinci. There had been lots of attention lately on the old Qur'an manuscript from Indonesia, but most of them are concentrated in big cities in Indonesia, not Kerinci. This old manuscript found in Kerinci belong to Syekh Ahmad Khatib, a very well-known Islamic scholar, who was educated in Makkah and Madinah in the late 19th to early 20th century. According to the watermark found in the paper used in this old manuscript, the manuscript was dated back in the 18th century and written on an old Europen paper. It finds that this old Quran manuscript is written beautifully using nasakh calligraphy that was often used at that time but with no illuminations. Even without illumination, this Qur'an manuscript is written beautifully and was written differently then other Quran manuscript found in the archipelago, making it a very rare finding among other manuscript found in Jambi. It was brought back by Syekh Muhammad Khatib from Mekkah after he had finished his study back in the early 20th century.
    [Show full text]
  • FENOMENA PERGESERAN KONFLIK PEMIKIRAN ISLAM DARI TRADISIONALIS Vs MODERNIS KE FUNDAMENTALIS Vs LIBERALIS
    20 FENOMENA PERGESERAN KONFLIK PEMIKIRAN ISLAM DARI TRADISIONALIS vs MODERNIS KE FUNDAMENTALIS vs LIBERALIS Khoirul Huda* Abstract: A new mode of religious conflict has emerged in Indonesia following the fall of the old regime in the country. The conflict in point is that between the fundamentalists and the liberals, one that means that the nuance of the conflict is no longer organizational any more than it is ideological. We now rarely hear about the conflicts between the traditionalists and the modernists, just as we now rarely are capable of differentiating their basic tenets. The difference between the two has now become to a large extent vague. In the meantime, conflicts are now taking place between the fundamentalists and the liberals on almost regular basis. Hence, we hear the conflict for example between the FUUI and Ulil Abshar Abdalla who received death threat from the afro-mentioned organization. And also the so-called Monas Tragedy, which for some reflects the real tension between the two currents of thought. This paper is designed to analyze this conflictual phenomenon and the implication that may emerge thereof by using the Post- structural theory, which is the continuation of the structuralist theory of Levi-Strauss. What we mean by the Post-structural theory is that which is developed by Michel Foucault (d. 1984) where he speaks of the archeology of knowledge and the genealogy of power. In Foucault’s theory, the former is to do with the organization of documents, their classification, their distribution and management in an orderly manner so as to enable us to differentiate between which are relevant and which are not.
    [Show full text]
  • Perlawanan Ulama Minangkabau Terhadap Kebijakan Kolonial Di Bidang Pendidikan Awal Abad Xx
    PERLAWANAN ULAMA MINANGKABAU TERHADAP KEBIJAKAN KOLONIAL DI BIDANG PENDIDIKAN AWAL ABAD XX Erman (Dosen Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol. Email: [email protected]) Abstract The resistance of Minangkabau’s scholars against colonial policy of education in the early of 20th century started from a scientific study has revealed that the pre-conditions that led to the birth of the movement is the penetration of the colonial government against the people in this area and plan the implementation of policies in the field of education, namely Ordinance 1928 and teachers’ Ordinance in 1932. This historical experience was seen by scholars Minangkabau might impede the freedom and the rights to broadcast the Islamic religion. Various reactions appeared and Islamic ideology seems to be the main driving to oppose colonial rule related teachers’ ordinancy and illegal schools. The spirit of nationalism that was born at the beginning of the 20th century were also encouraged scholars to take the fight against the colonial policy. In line with this goal, the scholars utilizing the network that has been built on Islamic educational institutions in the past to build a resource (strength) and then to form a committee as institutional resistance. Resistance itself they did in the form of protests by the general meeting of Minangkabau’s scholars and then proceed with the delivery of vote of no confidence to the colonial government. The resistance impacted the emerging alliance of young and old scholars, the birth of a radical political party in Minangkabau and the pressure of the colonial government Key Words: Resistance, Minangkabau’s Ulema, Colonial, Education PENDAHULUAN oleh Audrey Kahin sebagai refleksi munculnya pergerakan nasionalisme dan anti-kolonial Pada permulaan abad ke-20, Minangkabau pertama di Minangkabau.
    [Show full text]
  • SHEIKH DJAMIL DJAHO and SOCIO-RELIGIOUS CRITICISM of MINANGKABAU MUSLIM: a Study on Taz|Kirat Al-Qulu>B Fi> Mu‘A>Mala>T ‘Alla>M Al-Guyu>B
    Analisa Journal of Social ScienceThe Map and ofReligion SMA/SMK Islamic Education Teachers’ Competencies in Central Java Website Journal :Umi http://blasemarang.kemenag.go.id/journal/index.php/analisa Muzayanah, Siti Muawanah, Nur Laili Noviani, Zakiyah, Setyo Boedi Oetomo, Nugroho Eko Atmanto https://doi.org/10.18784/analisa.v3i02.651 SHEIKH DJAMIL DJAHO AND SOCIO-RELIGIOUS CRITICISM OF MINANGKABAU MUSLIM: A Study on Taz|kirat al-Qulu>b Fi> Mu‘a>mala>t ‘Alla>m al-Guyu>b Saeful Bahri Office of Religious Research and ABSTRACT Development Jakarta [email protected] This article discusses the socio-religious critique of Sheikh Djamil Djaho on the religious and socio-society conditions in Minangkabau. Analysis of the content Paper received: 08 August 2018 and approach of social history-intellectuals was used to dissect the contents of the Paper revised: 06 – 16 November 2018 book Taz|kirat al-Qulu>b associated with social-religious context in the policy at the Paper approved: 15 December 2018 beginning of the 20th century. Based on the analysis of texts it is known that Sheikh Djaho expressed his criticism towards several groups. Among the groups are (1) scholars, (2) worshippers, (3) Sufism experts, and (4) experts of the world. According to Sheikh Djaho, the four groups might include gurur (faction), when they use intelligence in their respective fields as masks, not in honesty. This study shows three points. First, the presence of Sheikh Djaho’s criticism departs from the reality of the life of the clergy and layman at that time. Second, the reality of social life keeps a text alive in society.
    [Show full text]
  • 1 Surau Jembatan Besi
    SURAU JEMBATAN BESI: CIKAL BAKAL LAHIRNYA PENDIDIKAN ISLAM MODERN DI PADANGPANJANG Oleh Witrianto1 Pendidikan adalah usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah tingkah laku manusia ke arah yang diinginkan. Batasan ini berlaku baik untuk pendidikan formal maupun non formal. Kegiatan mendidik atau pendidikan bisa terjadi di tempat-tempat yang memang disediakan untuk itu, seperti sekolah dengan guru sebagai pendidiknya, atau di rumah dengan orangtua yang dengan kata, sikap, dan perilakunya berusaha untuk membentuk sikap, pandangan hidup anak-anaknya. Saudara atau teman dapat juga menjadi pendidik, karena penolakan atau penerimaan mereka terhadap perilaku seseorang menentukan seseorang itu untuk dapat mempertahankan sikap atau mengharuskan mengubah sikap atau perilaku. Dalam masyarakat sederhana, pada awalnya pendidikan dimaksudkan untuk mengajarkan budaya, yaitu mengajar anak untuk mengetahui dan mengamalkan nilai- nilai dan tatacara yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini berjalan secara informal, anak belajar melalui pengamatan pada lingkungannya dan orang-orang yang terdekat dengan dia. Sikap yang harus dilakukan dalam menghadapi situasi tertentu diketahui dalam pengamatan atau pengalaman. Jadi dalam masyarakat sederhana, semua orang yang lebih tua dan berpengalaman adalah pendidik, begitu pula alam sekitarnya. Namun, dalam masyarakat yang lebih kompleks, makin banyak yang harus diketahui anak untuk bisa hidup dalam lingkungan masyarakatnya dengan baik, karena itu anak tidak dapat lagi belajar “dengan sendirinya”. Seseorang memerlukan cara yang lebih efisien untuk dapat menerima transmisi budaya dan pengetahuan yang begitu banyak. Untuk itu diperlukan adanya pendidikan yang formal dengan guru sebagai pendidik dan terbagi dalam berbagai jenjang dan kekhususan. 1 Penulis adalah staf pengajar Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Andalas, saat ini sedang menempuh pendidikan di Program S-3 Program Studi Pembangunan Pertanian Universitas Andalas Padang.
    [Show full text]
  • Majalah Soearti Sebagai Media Massa Persatuan Tarbiyah Islamiyah (1937 – 1945)
    ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 2 No. 4 Tahun 2020 Majalah Soearti sebagai Media Massa Persatuan Tarbiyah Islamiyah (1937 – 1945) Mira Liswar1(*), Hendra Naldi2 1,2 Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang *[email protected] Abstract This article is a historical study that discusses Soearti magazine as the Perti mass media. This research is a Press History study with the aim of the research to describe Soearti's journey as Perti's mass media, the background of the emergence of Soearti magazine, and the role of Soearti magazine for Perti. This study uses the historical method which relies on four steps of activities namely heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The conclusion obtained that the Mass Media Modernization Movement is strongly influenced by the differences between the Old and the People who gave birth to Intellectuals in West Sumatra. The presence of criticism from Young Group Clerics was responded with great care by the Old People so that there would be no war like the padri wars that had happened before. In 1935 Perti held a conference which was held in Bukittinggi which gave birth to the Statutes and Bylaws of the Tarbiyah Islamiyah Association. The first Tarbiyah Islayah Association will publish magazines, religious books and general knowledge books. In 1937 Perti as the official media was Soearti Magazine. After becoming the official media of the Tarbiyah Islamiyah Union, Soearti became a response to the differences between the Old and Young. The step taken by the Old Man is essentially an anticipatory step so that the understanding of Sunniyah Shafi'iyah still survive in Minangkabau.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Merupakan
    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan dimensi yang dimiliki manusia, seperti dimensi keberagamaan, individual, sosial dan susila dapat digali dan dikembangkan. Pengembangan dimensi-dimensi itu menuntut penyediaan pelayanan pendidikan yang kondusif sesuai dengan tuntutan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemenuhan tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan menyebabkan terjadinya perubahan pada penyediaan pelayananan pendidikan yang kondusif, tidak saja pada aspek substansi seperti kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, pembiayaan, sarana dan prasarana dan hubungan sekolah dengan masyarakat tetapi juga pada aspek manajemen pendidikan. Lembaga pendidikan adalah wadah tempat terjadinya proses pelayanan pendidikan yang terus menerus berupaya untuk melakukan perubahan baik pada aspek substansi maupun manajemen sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, politik, demografi dan globalisasi agar mampu memberikan pelayanan pendidikan yang kondusif dalam rangka optimalisasi pengembangan potensi peserta didik dan pemenuhan tuntutan masyarakat akan pelayanan pendidikan yang baik. Lembaga pendidikan yang tidak mampu memberikan pelayanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diyakini tidak diminati masyarakat atau peserta didik dan secara perlahan-lahan akan mengalami inertia yang pada akhirnya akan mati. 1 2 Perubahan
    [Show full text]
  • A. Introduction in the Early of the 20Th Century, West Sumatra Was One of the Most Dynamic Regions in the Netherlands Indies
    THE REFUSAL AGAINST 1925 TEACHER ORDINANCE IN WEST SUMATRA: ITS CONDITIONS, COURSE, AND AFTERMATH Muhammad Yuanda Zara, Ph.D. Abstract Worried with the rise of modernist Muslim movement coming from the Middle East, in 1925 Netherlands Indies Government issued and applied Teacher Ordinance (Goeroe Ordonnantie) in several regions in Netherlands Indies. It stipulated, among others, that every Muslim teacher must report himself to district head so that the district head could immediately issue a letter of identification, that Islamic teachers must keep the list of their students and religious subjects given to them, and the situation in which the right of teaching would be canceled, for example if the Islamic teachers provoke their students to condemn the Government. The Ordinance had been successfully applied and the Government planned to extend it to other regions, including West Sumatra. Yet, the majority of Islamic teachers throughout West Sumatra refused the plan. The refusal against 1925 Teacher Ordinance, in the form of mass demonstration and negotiation, influenced almost all of Islamic teachers in West Sumatra and reduced existing social and religious gaps in Minangkabau society due to the same feeling of dissatisfaction. Eventually, the Government canceled the application plan of the Ordinance in West Sumatra, showing the effectiveness of the social movement organized by Islamic teachers in West Sumatra. Keywords: Teacher Ordinance, social movement, Islamic teachers, West Sumatera, Islam and colonialism Abstrak Khawatir dengan kebangkitan gerakan Islam modernis yang datang dari Timur Tengah, pada tahun 1925 Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengeluarkan dan menerapkan Goeroe Ordonnantie (Ordonansi Guru) untuk beberapa daerah di Hindia Belanda.
    [Show full text]
  • BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Sejalan Dengan
    BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan pendidikan dan pergerakan nasional, maka pers sebagai salah satu bagian penting dalam menumbuhkan kesadaran nasional juga bermunculan di Minangkabau, termasuk di Padangpanjang.1 Padangpanjang masa kolonial menjadi tempat awal pembaharuan pendidikan modern Islam di Minangkabau. Hal tersebut dibuktikan dengan banyak berdiri sekolah modern seperti Diniyah School (1916), Sumatera Thawalib (1918), dan Diniyah Puteri (1923). 2 Selain dalam hal pendidikan modern, Padangpanjang memiliki tradisi persuratkabaran awal di Minangkabau. Tradisi persuratkabaran itumuncul seiring dengan kemajuan pendidikan yang dicapai masyarakat dan merebaknya paham nasionalisme. Surat kabar tersebut diantaranya Al-Munir (1911), Boedi Tjaniago (1922), Djago! Djago!(1923), Soeara Moerid (1926), Barito Minangkabau (1926), Semangat Moeda (1931), Kodrat Moeda (1932)3, dan banyak lagi. Salah satu hal yang menarik dalam dunia pendidikan dan persuratkabaran di Padangpanjang adalah kemunculan dari organisasi yang ada kala itu sebagai penggeraknya. Organisasi tersebut diantaranya Perserikatan Anak Negeri Boekit 1 Witrianto, “Dari Surau Ke Sekolah: Sejarah Pendidikan di Padang panjang 1904-1942”, Thesis, (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2000), hlm. 195. 2 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta:LP3ES,1982). 3Ahmat Adam, Suara Minangkabau: Sejarah dan Bibliografi Akhbar dan Majalah di Sumatera Barat ( Kuala Lumpur: Universiti Malaya,2012), hlm.211. 1 Soeroengan Padangpanjang (1919),
    [Show full text]