Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi”

GENDING POTHOK DALAM KARAWITAN GAYA SURAKARTA

Bambang Sosodoro Dosen Jurusan Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta

Faralin Sulfianastiwi Alumni Mahasiswa Jurusan Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta

Abstrak

Studi ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai gending–gending pothok dalam karawitan gaya Surakarta. Penelitian ini menggunakan pengumpulan data melalui studi pustaka, transkripsi data, serta wawancara dengan mengandalkan data yang diperoleh dari pengetahuan empirik empu– empu karawitan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang menekankan pada deskriptif analitik dan interpretatif. Sementara permasalahan garap gending–gending pothok dikupas dengan menggunakan pendekatan musikologi yaitu teori garap. Hasil dari studi ini menunjukkan, bahwa (1) istilah Pothok di dalam karawitan Gaya Surakarta adalah sebuah istilah untuk menyebutkan atau menunjukkan gending tradisi karawitan Gaya Surakarta yang mempunyai satu rangkaian balungan saja, dimana balungan tersebut digunakan dalam semua bentuk dan irama, akan tetapi tanpa dan atau berbeda dengan konsep pelebaran gatra seperti yang ada pada Ladrang Pangkur. (2) Bentuk dari gending–gending Pothok yaitu merong menjadi inggah, inggah menjadi ladrang dan ladrang. (3) Pada sajiannya gending–gending Pothok selalu terdiri dari beberapa irama, dan tidak hanya dengan satu irama saja kecuali yang berhubungan dengan keperluan seni lain. (4.) Kemunculan gending Pothok berawal dari gending santiswara pada masa PB IV, yang kemudian berkembang menjadi gending klenengan, pakeliran, dan tari. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam dunia karawitan dan dapat dijadikan sebagai acuan maupun referensi bagi penelitian selanjutnya.

Kata Kunci: garap, gending, pothok.

Abstract

The aim of this study is to gain an understanding of gending pothok in Surakarta style karawitan. The research data was gathered through a library study, transcription of data, and interviews, relying on data obtained from the empirical knowledge of karawitan maestros. A qualitative method is used with emphasis on an analytical descriptive and interpretative approach. The problem of garap (interpretation) in gending pothok is addressed using a musicological approach and the theory of garap. The results of the study show that: (1) the term pothok in Surakarta style karawitan refers to traditional Surakarta style gending with a single balungan (skeleton melody) that is used in all forms and irama, without – or different from – the concept of widening gatra such as in Ladrang Pangkur; (2) the form of gending Pothok is merong becoming inggah, inggah becoming ladrang, and ladrang; (3) the performance of gending Pothok always includes several different irama and is not restricted to a particular irama unless it is connected to another art; (4) the appearance of gending Pothok began with gending santiswara during the reign of PB IV, subsequently developing into gending klenengan, pakeliran, and dance. It is hoped that the results of this research will contribute new ideas to the world of karawitan and be used as a reference for future studies.

Keywords: garap, gending, pothok.

2 8 Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 Gending Pothok dalam Karawitan Gaya Surakarta Bambang Sosodoro & Faralin Sulfianastiwi

Pengantar bentuk, struktur, gatra, dan garap. Kekhususan yang dimiliki oleh gending–gending pothok Karawitan Gaya Surakarta memiliki menjadi hal yang menarik untuk dibahas, karena berbagai macam bentuk gending, yang kemudian di dalamnya terdapat perbedaan–perbedaan menjadi konvensi bentuk di dalam karawitan yang selama ini masih menjadi pertanyaan bagi tradisi. Istilah gending dalam karawitan Gaya para seniman karawitan, salah satunya mengenai Surakarta mempunyai arti luas dan arti sempit. klasifikasi gending pothok. Gending dalam arti luas merupakan istilah untuk Terdapat keragaman definisi yang lahir menyebut semua bentuk komposisi musikal dari para pengrawit mengenai istilah pothok. Hal karawitan Jawa, seperti yang telah tersebut didasari dari pengalaman musikal diklasifikasikan oleh Martapangrawit, antara masing–masing pengrawit. Tidak jarang terjadi lain; lancaran, sampak, srepeg, ayak-ayakan, kemuda, pro dan kontra mengenai gending pothok oleh ladrang, merong, dan inggah. Gending dalam arti para pengrawit di daerah Surakarta. Untuk itu sempit merupakan istilah untuk menyebut perlu adanya penjelasan yang logis mengenai komposisi musikal karawitan Jawa yang identitas dari gending pothok tersebut, maka berbentuk kethuk kalih ke atas (1969:7). dengan begitu generasi penerus dengan mudah Komposisi gending karawitan Gaya mendapatkan informasi yang jelas mengenai Surakarta yaitu meliputi buka1, merong2, ngelik3, gending pothok. umpak4 atau umpak inggah5, dan inggah6. Masing– Kemunculan dari gending–gending pothok masing bagian tersebut umumnya mempunyai dan keragaman garap yang dimilikinya tentu susunan balungan7 yang berbeda. Pada karawitan tidak terjadi begitu saja, melainkan terdapat Jawa khususnya Gaya Surakarta, terdapat jenis faktor–faktor yang melatarbelakangi. Beberapa gending yang hanya mempunyai satu rangkaian faktor tersebut diantaranya adalah kreativitas skema balungan saja. Gending semacam itu dari pengrawit dan fungsi kegunaan gending– dikenal dengan gending pothok. Keistimewaan gending tersebut ketika dahulu diciptakan. gending yang demikian, bukan merupakan Dengan kata lain, bahwa suatu gending sesuatu yang baru dalam karawitan Jawa. Seperti diciptakan pasti terdapat maksud dan tujuannya. hukum alam jika ada benar pasti ada salah, pada Gending-gending dalam karawitan Gaya karawitan juga terdapat hal semacam itu. Seperti Surakarta dapat disajikan untuk berbagai yang diungkapkan oleh Martapangrawit bahwa, keperluan, begitu juga dengan gending–gending “Sudah sewajarnya jika ada hukum pothok. Gending–gending pothok dapat disajikan (patokan) tentu ada yang menyalahi dalam karawitan klenengan maupun untuk (ireguler). Demikian juga pada gending mendukung kesenian lain seperti tari dan Jawa pun terdapat hal yang demikian, wayang. Penyajian gending pothok untuk Misalnya bentuk Merong yang seharusnya klenengan berbeda dengan penyajian gending 1 gong = 4 akan tetapi ada yang pothok untuk mendukung kesenian lain seperti berisi lima kenong. Ada lagi dalam satu tari, fragmen dan wayang, perbedaan tersebut kenongan terdapat tiga ketukan. Hal–hal semacam ini di istilahkan: pamijen”. tentunya menarik untuk dikaji lebih dalam. (1969:10). Gending Pothok Pendapat Martapangrawit tersebut Sebelum membahas persoalan pothok, semakin memperjelas bahwa dalam karawitan terlebih dahulu dijelaskan pengertian kata pothok. Gaya Surakarta terdapat beberapa gending yang Dalam kamus Bausastra Jawa baru, pothok berarti mempunyai sifat pamijen, di antaranya pathok (katetepan rega sing ora owah); kenceng lan menyangkut masalah gatra dan balungan gending. kuwat (rosa) tumraping pawakan (Widada dkk, Salah satu kasusnya yaitu pada gending–gending 2001:622). Berkaitan dengan hal tersebut, pothok. Sukamso berpendapat bahwa kata pothok berasal Gending pothok juga dapat dipahami dari kata pathok, misalnya pathok di sawah–sawah sebagai gending pamijen yang mempunyai yang berfungsi sebagai penanda luasnya suatu kekhususan di antaranya pada balungan gending, tanah/sawah, dimana pathok tersebut sebagai

Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 2 9 Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi” tanda, dan ketentuan ukuran sawah yang dimiliki menjadi bentuk lain ketika diciblonkan8, contohnya oleh seseorang, serta pembatas dengan sawah– gending yang awalnya berbentuk inggah sawah lainnya (wawancara: 23 maret 2016). kemudian menjadi bentuk ladrang, yang selalu Pada perkembangannya terdapat digarap dengan kendang ciblon (Sukamso, pandangan yang berbeda–beda mengenai istilah wawancara: 23 Maret 2016). pothok dalam karawitan Gaya Surakarta. Saptono menuturkan, bahwa gending Beberapa teoritikus karawitan telah pothok seperti halnya gending yang tidak memiliki mengemukakan pendapatnya mengenai pothok. bapak dan ibu, dengan kata lain bahwa gending Seperti yang diungkapkan Supanggah dalam pothok dimulai dengan inggah. Selain itu, balungan Bothekan Karawitan II bahwa, gending pothok tidak mengalami perubahan … istilah pothok digunakan untuk sedikitpun dari irama satu, dua, hingga irama menyebut suatu gending yang bagian tiga, dan bentuk sebenarnya adalah inggah inggahnya sama persis lagunya dengan (wawancara: 13 April 2016). Seperti yang telah lagu merongnya. Keduanya hanya diungkapkan oleh Martapangrawit, bahwa dibedakan bentuknya, dalam arti “ (inggah) adalah lanjutan dari pada bagaimana mengatur penempatan tabuhan merong, walaupun demikian ada juga bentuk ricikan struktural dan pola tabuhan inggah yang dapat berdiri sendiri, artinya tanpa kendang, dan tentu saja garap tabuhan ricikan karena terjadi perubahan pola melalui merong” (1969: 12). Atas dasar itu, kendang yang digunakan… . (2009: 128) gending pothok merupakan salah satu repertoar dari jenis inggah yang dapat berdiri sendiri, Adapun mengenai gendingnya, menurut meskipun ada juga yang disajikan dari merong Supanggah, “Gending pothok adalah gending gending lain. yang lagu minggahnya sama persis dengan lagu merong, namun dengan garap bentuk dan/atau Klasifikasi dan Repertoar Gending Pothok garap tabuhan yang berbeda”(2009:128). Berkaitan dengan istilah pothok, Waridi Diketahui bahwa perkembangan dan dalam buku Gagasan dan Kekaryaan Tiga Empu pelestarian gending–gending tradisi Jawa tidak Karawitan menyebutkan, bahwa “Konsep gending lepas dari peranan para empu atau pengrawit pada pothok, yakni komposisi musikal ‘bentuk inggah’ masa–masa lampau. Gending merupakan sesuatu yang tidak memiliki bagian merong, contoh: yang melekat dengan kedudukan dan tahta gending Kinjeng Trung laras Pelog Barang” maupun kegiatan–kegiatan yang dilakukan oleh (2008:67). raja. Gending menurut masyarakat karawitan Para seniman praktisi Surakarta dapat dimaksudkan sebagai balungan gending. memahami gending pothok secara beragam, Balungan gending mempunyai wujud seperti diantaranya Suyadi yang berpendapat, bahwa partitur dalam budaya musik barat (orchestra), “Pothok itu merong dan inggah sama” (wawancara: bedanya notasi yang disajikan hanya berupa 10 Februari 2016). Artinya bahwa pada bagian balungan gending, tidak seperti pada musik barat merong dan inggah dari gending pothok mempunyai yang mencakup masing–masing tabuhan ricikan susunan balungan yang sama. Sarno juga atau alat musiknya. Menurut Supanggah, “Tradisi menambahkan, bahwa pothok memiliki arti yang tulis masuk dalam dunia karawitan baru dimulai sama dengan kata pantok atau mentok, artinya setelah dimunculkannya notasi karawitan, hanya satu dan tidak ada yang lainnya terutama notasi Kepatihan yang baru lahir pada (wawancara: 06 Maret 2015). Pendapat tersebut awal abad ke-20” (2009: 85). dapat dipahami, bahwa pothok hanya terdiri dari Sebelum ada tradisi tulis dan notasi satu jenis balungan saja. gending, Informasi berbagai hal tentang gending, Pothok dalam karawitan Gaya Surakarta dahulu didapatkan dari mulut kemulut oleh abdi juga merupakan istilah untuk menyebutkan kraton atau niyaga. Terutama mengenai garap gending yang mempunyai dua garap, dan dari suatu gending, yang tidak bisa dimengerti termasuk juga yang menjadi dua bentuk. Artinya jika hanya melalui notasi yang berisi balungan dapat berbentuk inggah yang suatu ketika bisa gending saja. Cara penyampaian informasi yang

3 0 Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 Gending Pothok dalam Karawitan Gaya Surakarta Bambang Sosodoro & Faralin Sulfianastiwi dilakukan adalah dari mulut kemulut atau yaitu Loro–loro Gendhong telah diciptakan pada dinamakan dengan budaya oral. Selain memiliki masa Pakubuwana IV (Pradjapangrawit, 1990: budaya oral, dalam penyebaran karawitan tradisi 93). Dari keterangan tersebut dapat dipahami Jawa juga terdapat sifat komunal. Salah satu sifat bahwa repertoar gending pothok sudah ada sejak komunal yang begitu jelas yaitu dalam masalah masa pemerintahan Pakubuwana IV, yaitu sekitar penciptaan gending–gending tradisi. Gending tahun 1788-1820. Jawa dicipta dan diwujudkan secara bersama– Keberadaan gending pothok, dalam sama, dipahami sebagai milik bersama, serta perkembangannya memunculkan pandangan terdapat kebebasan untuk mengubah, mengganti, yang berbeda–beda diantara seniman–seniman membuang, atau menambah tanpa harus merasa karawitan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh berdosa (Waridi, 2001:20). Kebebasan tidak adanya keterangan yang jelas mengenai memperlakukan gending–gending tersebut, juga klasifikasi gending–gending pothok, dan disebabkan karena belum ada undang–undang keragaman definisi dari pengrawit–pengrawit yang melindungi Hak Cipta gending–gending tersebut. Menurut sumber yang ada, baik tertulis Jawa pada masa itu. Hingga pada masa sekarang maupun pandangan dari para seniman karawitan, gending–gending Jawa karya dari empu–empu gending–gending yang termasuk dalam keluarga karawitan telah menjadi kekayaan dari karawitan pothok antara lain: Jawa sendiri. Semua masyarakat berhak untuk 1. Petung Wulung, Gending kethuk 2 kerep laras menyajikannya. pelog pathet barang Pada zaman kerajaan dahulu, seorang 2. Petung Wulung (Gecul), kethuk 2 kerep laras pelog pencipta gending baik empu ataupun niyaga pathet barang enggan untuk menonjolkan dirinya sebagai 3. Kinjeng Trung, Gending kethuk 2 kerep minggah pencipta suatu gending. Mereka akan ladrangan laras pelog pathet barang mempersembahkan gending tersebut untuk ratu/ 4. Branta Mentul, Gending kethuk 2 kerep minggah rajanya, hal tersebut wujud dari kesetiaan abdi ladrangan laras slendro pathet manyura dalem niyaga pada waktu itu. Dampaknya hingga 5. Loro-Loro Topeng, Ladrang Laras Slendro Pathet saat ini masih terdapat banyak gending tradisi Manyura yang berstatus anonim dan tidak jelas siapa 6. Loro-Loro, Ladrang Laras Slendro Pathet Manyura penciptanya (Waridi, 2001: 21-22). Salah satu dokumentasi atau kesejarahan Menurut Sukamso Loro–Loro, Loro–loro mengenai gending telah di tulis oleh R. Ng. Topeng, Kinjeng Trung, Branta Mentul, Petung Prajapangrawit dalam Serat Wedhapradangga. Wulung merupakan repertoar gending pothok, Biasanya keterangan mengenai penciptaan suatu karena setelah buka disajikan dengan pola gending, hanya menggunakan posisi raja siapa kendangan inggah dan pada saat disajikan dengan yang sedang bertahta pada waktu gending itu garap ciblon strukturnya berubah menjadi ladrang. diciptakan. Mengenai masa penciptaan dari Selain itu walaupun disajikan dengan garap ciblon, masing–masing gending pothok juga disebutkan tetapi balunganya sama persis dengan sewaktu dalam Serat Wedhapradangga, hanya saja tidak ada disajikan dalam pola kendangan inggah keterangan atau penyebutan bahwa gending– (wawancara: 23 Maret 2016). gending tersebut tergolong dalam jenis gending Berkaitan dengan repertoar gending pothok. Salah satu keterangan mengenai masa pothok, Supanggah dalam Bothekan Karawitan II: penciptaan repertoar gending pothok terdapat Garap menuturkan bahwa, “contoh gending dalam Serat Wedhapradangga, yang menyebutkan pothok di antaranya adalah Kembang Lumbu Pelog bahwa Petung Wulung muncul pada masa Nem, dan Kinjeng Trung Pelog Barang” (2009:128). pemerintahan Pakubuwana IV sebagaimana Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya dijelaskan di dalamnya,”...Mandraguna, kepada Supanggah, mengenai pernyataan contoh Petungwulung, Tanjunggunung, Lenggang Jati lan gending pothok Kembang Lumbu tersebut perlu sapanunggalanipun, inggih punika ingkang winastan ditinjau ulang. Hal tersebut dapat dilihat bahwa gendhing gecul utawi geculan” (Pradjapangrawit, sajian gending Kembang Lumbu dengan gending– 1990: 74). Gending rebab laras slendro pathet manyura gending pothok yang lain, adalah terdapat

Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 3 1 Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi” perbedaan Kembang Lumbu inggahnya selalu ke menambahkan bahwa Ladrang Lere–lere dan Ladrang Jurang jugrug, kemudian secara fisik dan Jungkeri juga merupakan gending pothok. RB. garapnya adalah berbentuk merong. Dengan Suwarno menuturkan bahwa, “iya, Jungkeri kui demikian gending tersebut tidak termasuk dalam pothok, biyen Pak Marta hiya ngendika pothok”9 kategori gending pothok. (wawancara: 16 Juni 2016). Setiap seniman memiliki pandangan yang Selain Suyadi dan RB. Suwarno, Sukamso berbeda–beda terhadap gending sehingga muncul juga berpendapat bahwa Lere–lere dan Jungkeri juga berbagai tafsir garap gending yang beragam. Hal merupakan gending pothok. Sukamso tersebut dampak dari sifat karawitan yang menambahkan bahwa, Ladrang Srundeng Gosong fleksibel dan interpretatif. Beberapa seniman juga termasuk dalam kategori gending pothok memberikan pendapatnya mengenai repertoar (wawancara: 13 Mei 2016). Perbedaan dengan gending pothok. Seperti salah satu empu karawitan gending pothok sejenis Kinjengtrung terletak pada yaitu Suyadi, yang berpendapat bahwa Genjong garap kendang, Lere–lere dan Jungkeri Goling merupakan gending pothok, dikarenakan menggunakan kendang ladrang irama dadi lalu tidak mempunyai balungan inggah sendiri. Artinya ciblon ladrang wiled sedangkan Kinjengtrung hanya terdiri dari satu skema balungan saja. menggunakan pola kendangan inggah lalu pola Garapnyapun secara tradisi dalam karawitan ciblon ladrang irama wiled. Gaya Surakarta memang seperti gending pothok (wawancara, 15 Juni 2016). Dapat dilihat dalam Bentuk dan Struktur Gending Pothok buku notasi gending oleh Mlayawidada, gending Genjong Goling menggunakan inggah Ladrang Seperti yang telah diungkapkan oleh Surung Dayung (1976: 89). Perbedaan gending Martapangrawit, bahwa gending merupakan Genjong Goling dengan gending–gending pothok susunan nada yang berkembang kearah suatu yang lain seperti Petung Wulung dan Kinjengtrung bentuk (1969:3). Bentuk dalam Kamus Besar adalah pada kendangannya. Genjong Goling tidak Bahasa Indonesia berarti 1. lengkung; lentur, 2. menggunakan kendang setunggal inggah, bangun;gambaran, 3. rupa; wujud, 4. sistem; melainkan menggunakan kendangan merong susunan, dan seterusnya (2002:135). Oleh sebab seperti merong–merong pada umumnya. Pada itu, bentuk yang dimaksud dapat digambarkan rekaman siaran RRI Surakarta tanggal 17 seperti sebuah bentuk bangunan misalnya joglo, Desember 2015, gending Genjong Goling digarap limasan, panggung, dan sebagainya. Adapun dengan tidak memakai inggah Ladrang Surung struktur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Dayung. Artinya pada garap irama dadi dan adalah pengaturan unsur atau bagian suatu benda wilednya hingga suwuk gending memakai balungan atau ketentuan unsur–unsur dari suatu benda yang sama persis yaitu balungan merong gending (2002:1092). Dalam pembahasan ini, stuktur tersebut. Garap seperti ini dapat dikatakan gending dapat dipahami sebagai unsur–unsur sebagai hasil mengadopsi garap dari garap yang dapat membentuk suatu bangunan (bentuk gending–gending pothok gending). Sementara itu, Martapangrawit sebagai Suyadi juga berpendapat bahwa, Ladrang empu karawitan Gaya Surakarta telah Lere–lere dan Jungkeri masuk dalam kategori pothok mengelompokan gending–gending Jawa menjadi karena susunan balungan yang digunakan dalam 16 bentuk, yaitu sampak, srepegan, ayak–ayakan, irama dadi dan wiled sama persis (wawancara: 15 kemuda, lancaran, ketawang, ladrang, merong (kethuk Juni 2016). Dari pendapat tersebut bisa di pahami 4 kerep, kethuk 8 kerep, kethuk 2 arang, kethuk 4 arang), bahwa, susunan balungan irama dadi dan wiled inggah (kethuk 2, kethuk 4, kethuk 8, kethuk 16) (1969: pada Ladrang Lere–lere dan Jungkeri berbeda 7-10). dengan kasus pada Ladrang Pangkur. Dimana Salah satu cara untuk mengidentifikasi balungan wiled pada Ladrang Pangkur merupakan bentuk gending adalah dengan melihat ciri–ciri hasil dari pelebaran gatra balungan pada irama fisiknya. Purwanto menjelaskan bahwa ciri–ciri dadi, sedangkan pada kasus Jungkeri dan Lere– fisik dari gending diantaranya sebagai berikut: lere balungannya sama persis, hanya berbeda letak 1) jumlah sabetan pada setiap kenong, 2) jumlah ricikan strukturalnya. RB. Suwarno juga kenong dalam satu gongan, 3) jarak pukulan kethuk

3 2 Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 Gending Pothok dalam Karawitan Gaya Surakarta Bambang Sosodoro & Faralin Sulfianastiwi yang satu dengan yang lainnya dan lain–lain tersebut menunjukkan bahwa para pengrawit (1995:25). Pendapat tersebut dapat dijadikan juga tidak memperdulikan bentuk dari judul yang dalam mengidentifikasi bentuk dari gending– telah ada, akan tetapi mereka lebih gending pothok. Repertoar gending–gending mempertimbangkan tentang kemungguhan. Gaya Surakarta terdapat beberapa gending yang Artinya walaupun judul yang tertera dalam memiliki kekhususan, baik dari bentuk struktur notasi–notasi gending tertulis kethuk 2, akan tetapi maupun garapnya. Salah satu jenis gending tabuhan kethuk dan ricikan struktural yang lain tersebut, adalah gending–gending pothok. adalah mengikuti kendangannya yaitu berbentuk Menurut Sukamso, gending pothok pada inggah. Hal yang demikian bisa terjadi sejak umumnya berbentuk inggah dengan dahulu gending itu diciptakan, karena pada masa menggunakan kendangan inggah, dan suatu gending tersebut diciptakan adalah belum ketika berkaitan dengan garap menjadi bentuk terdapat sistem notasi. Para pengrawit tentu lebih lain misalnya menjadi bentuk ladrang (wawancara: patuh kepada pamurba irama yaitu ricikan kendang. 23 Maret 2016). Berikut ini bentuk dari masing– Dapat dikatakan juga, bahwa dalam kebiasaan masing gending pothok: karawitan Jawa pola tabuhan ricikan adalah membutuhkan kekompakan, jadi apabila satu Tabel 1. Bentuk gending-gending pothok digarap inggah maka yang lain akan mengikuti. Tradisi karawitan khususnya Gaya No. Nama gending (dalam Bentuk Bentuk Surakarta telah terbiasa menggarap suatu notasi Mlayawidada) Pertama Kedua gending dengan menimbang kemungguhan 1. Gending Petung Wulung Inggah kethuk 4 Ladrang (gecul) Kethuk 2 Kerep, semacam ini, dan mengutamakan kekompakan Laras Pelog Pathet Barang serta korelasi antara tabuhan ricikan yang satu Gending Petung Wulung (kabesut dados jangkep) dengan yang lain. Hal ini akan membangun rasa Kethuk 2 Kerep, Laras Pelog enak pada gending–gending yang disajikan. Dari Pathet Barang 2. Gending Kinjeng Trung, Inggah kethuk 4 Ladrang beberapa keterangan sebelumnya dapat dipahami Kethuk 2 Kerep kendangan bahwa bentuk gending yang sebenarnya atau minggah lajeng dados yang sesuai dengan kenyataan di lapangan, ada ladrangan ciblon, gendingipun mboten santun, yang tidak sama dengan penamaan bentuk pada laras pelog pathet barang judul gending yang terdapat di buku–buku notasi Minggah Ladrangan Laras pelog pathet barang gending. 3. Gending Brantamentul Inggah kethuk 4 Ladrang Menurut Suyadi gending pothok pada kethuk 2 kerep dados Ladrangan (kados gending umumnya hanya berbentuk ladrang dan merong Kinjeng trung), laras slendro kethuk kalih. Kedua bentuk tersebut dalam pathet manyura angkatan irama wiled menggunakan kendangan 4. Ladrang Loro–Loro Topeng, Inggah kethuk 4 Ladrang seperti yang ada pada Ladrang Mugi Rahayu Laras Slendro Pathet Manyura (wawancara: 10 Februari 2016). Pernyataan 5. Ladrang Loro–Loro, Laras Inggah kethuk 4 Ladrang Suyadi mengenai bentuk gending pothok yang Slendro Pathet Manyura merong kethuk 2 kerep adalah logis, begitu juga judul–judul gending yang ditulis oleh Pada bagan di atas bisa dilihat bahwa, Mlayawidada. Bisa saja para pengrawit atau klasifikasi bentuk pada judul gending–gending penulis notasi–notasi gending dahulu, yang ditulis oleh Mlayawidada, berbeda dengan mempertimbangkan mengenai jumlah gatra pada realitas praktek oleh berbagai kelompok gending kethuk kalih kerep adalah sama dengan karawitan yang ada. Hal tersebut bisa dipahami inggah kethuk 4 dan ladrang irama wiled. Meskipun pada beberapa dari gending pothok yaitu; Kinjeng secara jumlah gatra sama, akan tetapi dalam Trung, Loro–loro Topeng, dan Petung Wulung. penulisan judul mereka lebih memilih bentuk Dalam prakteknya gending–gending tersebut kethuk kalih, karena bentuk inggah umumnya berbentuk inggah. Ricikan struktural seperti kethuk dijadikan satu judul dengan gending merongnya. akan mengikuti garap kendangnya, yaitu dengan Gending pothok Loro–loro Topeng contohnya, tabuhan seperti pada inggah–inggah yang lain. Hal dijadikan satu judul dengan merongnya yaitu

Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 3 3 Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi” gending Gendhong, meskipun Loro–loro Topeng juga “Mbah Mlaya hanya memberi aba–aba dapat berdiri sendiri. dasarnya seperti ini gending balungannya Istilah–istilah dalam karawitan Gaya ini. Bisa saja dahulu yang ngetik salah, Surakarta memang cukup kompleks. Maka dari hanya berdasarkan biasanya jika ada itu, tidak ada salahnya untuk menjelaskan dan balungan seperti itu pasti bentuknya kethuk 2 kerep, tanpa mengerti garapnya mempertegas arti dari merong. Berkaitan dengan bagaimana pokoknya judul ditulis kethuk penulisan judul oleh Mlayawidada dan 2 kerep. Padahal seharusnya itu kethuk pernyataan dari Suyadi, bahwa gending–gending inggah, kendangannya saja memakai pothok adalah berbentuk merong kethuk kalih kerep kendangan inggah”. dan ladrang, maka dapat ditinjau kembali, bahwa istilah merong memiliki dua pengertian seperti Umumnya pengrawit dahulu sudah halnya istilah gending. Berdasarkan penelitian memahami garap dari gending–gending pothok, yang telah dilakukan, menegaskan bahwa merong tanpa menghiraukan judul gending dalam notasi– bisa diartikan sebagai bentuk dan bisa juga hanya notasi gending. Pengrawit dahulu tidak status saja. Untuk lebih jelasnya, perlu bergantung pada notasi, karena kebanyakan dikawinkan dengan pendapat dari mereka hafal akan gending–gending tersebut, Martapengrawit bahwa, “merong adalah salah baik balungan gendingnya maupun garapnya. satu bagian gending yang digunakan sebagai Apabila lupa atau ada gending yang tidak hafal, ajang “garap” yang halus dan tenang” (1969:11). mereka mengandalkan dan mengikuti tabuhan Selanjutnya masih berkaitan dengan ricikan yang lain, seperti bergantung pada ricikan permasalahan pemberian judul–judul gending bonang. Pengrawit dahulu gengsi10 apabila pothok yang dibahas sebelumnya. Jika dilihat dari menabuh dengan menggunakan notasi (Suyadi, karakterisitik gending–gending pothok, kemudian wawancara, 24 Mei 2016). Berbeda halnya disejajarkan dengan penamaan judul gending– dengan pengrawit saat ini, mereka banyak yang gending pothok dalam buku–buku notasi gending, tidak mengetahui garap dari gending–gending serta pendapat dari empu karawitan seperti pothok. Ada kemungkinan mereka akan Martapengrawit, dapat dipahami bahwa kebingungan apabila melihat judul dari gending– sesungguhnya gending–gending pothok itu gending pothok yang tidak sesuai dengan garap berbentuk inggah. Alasan pertama; yaitu dapat yang sebenarnya. Lain halnya dengan gending dilihat dari karakter gending–gending pothok pothok yang berbentuk ladrang, memang dari awal hingga akhir adalah mempunyai rasa umumnya ladrang dijadikan sebagai inggah, maka gecul dan gayeng. Hal ini jelas tidak sesuai dengan tidak ada masalah apabila gending pothok yang pendapat Martapengrawit mengenai merong yang berbentuk ladrang dalam notasi–notasi gending berkarakter halus dan tenang. Kedua; penamaan juga ditulis sebagai ladrang. judul kethuk 2 kerep pada sebagian gending pothok Pada repertoar pothok juga terdapat tersebut dapat saja karena kesalahan seseorang gending pothok pamijen. Sebelum membahasnya yang menulisnya, karena notasi–notasi gending akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai istilah itu hanya warisan dari pengrawit terdahulu, pamijen. Pamijen berasal dari kata dasar “pidji” maka wajar saja jika ditiru apa adanya oleh yang menurut Baoesastra Djawa berarti pengrawit sesudahnya. Seperti pendapat Suyadi dikhususkan, dipilih (Sinta, 2011: 17). Pamijen bahwa, pada karawitan Gaya Surakarta biasanya “Mbah Mlaya kan mung ngabani dasare iki terdapat pada gending dan ricikan seperti rebab, gending balunganne iki. Isa wae biyen sing kendang, gender, bonang. Pamijen pada rebab, ngetik salah, mung berdasarkan biasane yen ono gender, bonang lebih sering disebut cengkok khusus. balungan ngono kuwi berarti bentuke kethuk 2 kerep, tanpa ngerti garape kepiye butuh judule Istilah pamijen sebenarnya lebih sering digunakan ditulis kethuk 2 kerep. Kudune judule kuwi pada kendangan dan gending saja, pamijen pada 11 kethukan inggah, wong kendhangane wae keduanya juga dipengaruhi oleh jumlah gatra nganggo inggah”. (wawancara: 24 Mei 2016) dalam suatu gending.

3 4 Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 Gending Pothok dalam Karawitan Gaya Surakarta Bambang Sosodoro & Faralin Sulfianastiwi

Pamijen pada gending pothok terdapat pada Januari 2016. Tujuan dari garap tersebut adalah tabuhan ricikan dan kenong, serta jumlah ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa gatra yang dimiliki. Gending pothok pamijen Srundeng gosong mempunyai alternatif garap yang diantaranya yaitu Loro–loro Topeng yang berasal demikian (wawancara: 23 Maret 2016). dari Loro–Loro, dan Petung Wulung Gecul. Gending Gending Srundeng gosong Ladrang Laras Loro–loro Topeng merupakan ladrang yang Pelog Pathet Nem ini juga mempunyai keunikan berbentuk inggah kethuk 4 kemudian berubah di dalam jumlah gatranya. Apabila gending bentuk menjadi bentuk ladrang. Hanya terdiri dari tiga ladrang pada umumnya hanya terdiri dari delapan kenongan dalam satu gongan, inilah yang gatra dalam satu gongan, pada Srundeng gosong menyebabkan Loro–loro Topeng tidak seperti ini terdiri dari 10 gatra, yang artinya mempunyai ladrang pada umumnya yang terdiri dari empat kelebihan dua gatra. kenong dalam satu gongan. Dalam penggunaannya Srundeng gosong, Petung Wulung Gecul merupakan gending laras pelog pathet nem lazim digunakan dalam yang berbentuk inggah kethuk 4, yang kemudian adegan Bancak Doyok pada Wayang Gedog. Bancak berubah bentuk menjadi ladrang. terdiri dari Dhoyok merupakan adegan yang setara dengan empat kenongan dalam satu gongan. Penyebab adegan gara–gara dalam Wayang Purwa, karena gending ini mempunyai sifat pamijen, salah keduanya sama–sama menampilkan tokoh satunya dikarenakan mempunyai 18 gatra dalam punakawan dan menggunakan pathet manyura satu gongan. Gending yang lain hanya (Astono, 1995: 32). Di dalam keperluan sebagai mempunyai 16 gatra dalam satu gongnya. gending pendukung sajian Bancak Doyok, Selain yang sudah disebutkan sebelumnya, Ladrang Srundeng gosong diawali dengan buka terdapat gending–gending yang karakter/ celuk, kemudian disajikan secara mandiri tanpa rangkaian jenis balungan gendingnya mirip atau melalui merong. sama dengan gending pothok. Beberapa pengrawit dari daerah Surakarta mempunyai anggapan b. Jungkeri, Ladrang Laras Pelog Pathet Barang bahwa gending–gending berikut ini juga Menurut Sukamso dan Suyadi ladrang merupakan golongan dari gending pothok: Jungkeri Laras Pelog Pathet Barang ini termasuk gending yang berwujud pothok apabila dilihat a. Srundeng gosong, Ladrang Laras Pelog Pathet dari balungan gendingnya. Baik dalam irama I, Nem II, dan III balungannya tidak berubah sama sekali, Untuk penyajian Srundeng gosong adalah hal ini sama dengan gending–gending pothok jarang diawali dengan pola kendangan inggah yang lainnya (wawancara, 23 Mei 2016). karena terdapat gerongan pada irama tanggung, Perbedaannya terdapat pada garap kendang, sehingga pengendang langsung menyajikan dalam ladrang ini tidak menggunakan kendang I dengan pola ciblon gambyakan. Hal ini inggah, tetapi hanya menggunakan kendangan menyebabkan para pengrawit tidak mengenal ladrang sesuai dengan judul gendingnya yaitu Srundeng gosong sebagai gending pothok. Padahal ladrang. Bentuk dari Jungkeri adalah ladrang irama jika dilihat dari balungan yang digunakan pada dadi kemudian diciblonkan menjadi irama wiled. saat irama tanggung dan wiled adalah sama persis (Sukamso, 23 Maret 2016). Hanya saja Srundeng c. Lere–lere, Ladrang Laras Slendro Pathet gosong jarang disajikan secara mandiri, dengan Manyura kata lain biasanya disajikan sebagai inggah dari Suyadi menuturkan bahwa, Ladrang lere– gending Rujak Sentul. Umumnya, penyajian lere Gaya Surakarta itu juga berwujud pothok Ladrang Srundeng gosong sebagai inggah dari karena ciblon dan merong menggunakan balungan gending Rujak Sentul, ricikan kendang langsung yang sama, dahulu digunakan untuk pendukung menggunakan kendangan kebar atau gambyakan. sajian tari Kethek (wawancara, 23 Mei 2016). RB. Terkait hal tersebut Sukamso menyatakan, bahwa Suwarno juga menambahkan bahwa Ladrang Srundeng gosong pernah disajikan dengan Lere–lere merupakan gending pothok (wawancara: menggunakan kendang I inggah pelog, sewaktu 16 Juni 2016). Pendapat–pendapat tersebut rekaman di Mangkunegaran pada tanggal 8 merupakan dampak dari sifat karawitan yang

Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 3 5 Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi” fleksibel dan universal, setiap orang mempunyai gending merong selalu ada inggahnya interpretasi yang berbeda mengenai suatu (Martapangrawit, 1969: 11). Pengrawit telah gending. Bentuk dari Lere–lere adalah seperti memahami bahwa, merong mempunyai karakter Jungkeri, yaitu merupakan ladrang irama dadi yang halus dan tenang, oleh sebab itu pemilihan garap suatu ketika apabila diciblonkan menjadi irama dari pada ricikannya menggunakan cengkok– wiled. cengkok yang sederhana. Umpak adalah bagian lagu yang digunakan d. Genjong Goling, Kethuk kalih kerep minggah sebagai jembatan dari bagian merong menuju ladrang bagian inggah. Adapun umpak inggah adalah Suyadi menyatakan bahwa, Genjong Goling seperti umpak tetapi atas kehendak dari pamurba merupakan gending pothok (wawancara: 15 Juni irama, berbeda dengan umpak yang atas 2016). Genjong Goling pernah disajiakan pada saat kehendak dari pamurba lagu (Martapangrawit, siaran RRI 17 Desember 2015 dengan tanpa 1969:12). menggunakan minggah Ladrang Surung Dayung. Inggah adalah bagian lagu yang digunakan Jadi dari awal hingga akhir sajian hanya sebagai ajang hiasan –hiasan dan variasi–variasi, menggunakan balungan merong tersebut, baik jadi inggah mempunyai watak lincah pada irama dadi dan wilednya. Sajian seperti itu (Martapangrawit, 1969: 12). Dalam karawitan dapat saja dikatakan mengadobsi dari garap Gaya Surakarta terdapat empat bentuk inggah, gending pothok. yaitu: inggah kethuk 2, inggah kethuk 4, inggah kethuk 8, dan inggah kethuk 16. Menurut Martapengrawit Struktur Gending–Gending Pothok suwuk adalah bila gending sudah habis dan berhenti (1969:17). Sesegan adalah sebagian lagu Pembahasan sebelumnya sudah dijelaskan yang khusus digunakan untuk sesegan, maka bahwa struktur gending merupakan isi dari suatu berbeda dengan seseg yang berhubungan dengan bentuk gending. Gending–gending karawitan laya (Martapengrawit, 1969:17). Suwuk menurut Gaya Surakarta, pada umumnya mempunyai Martapengrawit adalah bila gending sudah habis karakteristik yang berbeda–beda. Begitu juga dan berhenti, dan suwukan adalah sebagian lagu dengan komposisi atau struktur gendingnya. yang dilalui bila akan suwuk saja (1969: 17). Pada setiap bentuk, gending–gending Gaya Pada notasi–notasi gending yang telah Surakarta terdiri dari beberapa bagian yaitu buka, ada, gending pothok diberi judul gending merong merong, umpak, umpak inggah, inggah, sesegan, dan kethuk 2 dan ladrang. Di bawah ini perbandingan suwukan. mengenai struktur gending pothok yang Buka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berbentuk merong kethuk 2 dan ladrang dengan edisi ketiga dimaknai sebagai minum atau makan gending pada umumnya12 dalam karawitan pada petang hari sesudah berpuasa. Dalam tradisi Gaya Surakarta. kehidupan sehari–hari buka bisa digunakan 1. Struktur gending merong kethuk 2 pada untuk memulai suatu pekerjaan buka warung, umumnya buka pintu, buka bungkus, dan sebagainya. Buka dalam kamus bahasa Jawa Bausastra berarti mangan (tumrap wong sing pasa), wiwitan, dan jalaran. Oleh Martapangrawit buka diartikan sebagai suatu bagian lagu yang disajikan untuk memulai sebuah sajian gending, buka juga tidak selalu dilakukan oleh suatu ricikan , melainkan bisa juga dilakukan menggunakan suara atau vokal manusia yang kemudian disebut “Buka celuk” (1969:10). Merong adalah bagian gending yang tidak dapat berdiri sendiri dalam arti harus ada lanjutannya yaitu inggah, maka di dalam sebuah

3 6 Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 Gending Pothok dalam Karawitan Gaya Surakarta Bambang Sosodoro & Faralin Sulfianastiwi

2. Struktur gending kethuk 2 (pothok) terdiri dari: Kesimpulan

Istilah pothok adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan gending tradisi karawitan Gaya Surakarta yang mempunyai satu rangkaian balungan saja. Balungan tersebut digunakan dalam semua bentuk dan irama, akan tetapi tanpa dan atau berbeda dengan konsep pelebaran gatra seperti yang ada pada Ladrang Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa, Pangkur. Gending–gending pothok diantaranya terdapat keunikan dalam struktur gending pothok yaitu; Petung Wulung, Brantamentul, Kinjengtrung, apabila dibandingkan dengan struktur gending Loro–Loro, dan Loro–Loro Topeng. Gending pothok Gaya Surakarta pada umumnya. Gending merong yang disebutkan sebelumnya semua kethuk 2 pada umumnya terdiri dari buka-merong- menggunakan kendangan inggah pada awal inggah, tetapi pada kasus gending pothok merong sajiannya setelah buka. Hal tersebut merupakan kethuk 2 terdiri dari buka-inggah. Pada garap salah satu keistimewaan dari gending pothok. gending pothok setelah buka langsung Beberapa pengrawit karawitan Gaya Surakarta menggunakan kendang inggah, yang kemudian mempunyai keragaman pendapat mengenai garap ricikan lainnya juga mengikuti. Baik pada gending pothok. Salah satunya menyangkut tabuhan ricikan garap dan ricikan strukturalnya klasifikasi repertoar gending pothok. Sebagian sama–sama menggunakan garap seperti pada pengrawit memberikan pendapat bahwa gending bentuk inggah. Lain halnya dengan kasus Genjong Genjong Goling, Lere–lere, Jungkeri, dan Srundeng Goling yang mempunyai dua variasi garap yaitu; Gosong masuk dalam kategori gending pothok. (1.) sebagai merong yang kemudian inggah ke Pendapat mereka didasari dengan landasan ladrang, biasanya ke Ladrang Surung Dayung, (2.) bahwa, gending–gending tersebut hanya sebagai merong dan juga inggah seperti garap mempunyai satu rangkaian balungan saja yang gending pothok. Adapun perlu diketahui juga digunakan dalam berbagai irama dan bentuknya, bahwa terdapat dua struktur dari komposisi maka seperti gending pothok yang sudah dibahas gending Gaya Surakarta yang berbentuk ladrang, sebelumnya. Dengan demikian, jika pendapat dari yaitu; pengrawit dan sumber–sumber tertulis Pertama: Kedua: digabungkan, maka gending–gending pothok dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu, 1) Pothok yang mempunyai bentuk inggah kemudian menjadi ladrang irama wiled antara lain; Petung Wulung, Brantamentul, Kinjengtrung, Loro–loro, Loro–loro Topeng dan Srundeng Gosong. 2.) Pothok yang mempunyai bentuk ladrang antara lain;, Jungkeri, dan Lere–lere. 3.) Pothok yang mempunyai bentuk merong kemudian menjadi ladrang irama wiled yaitu Genjong Goling. Untuk struktur gending pertama, sebagai Terdapat beragam garap dari sajian contoh seperti pada Ladrang Wilujeng, Ladrang gending–gending pothok. Hal tersebut sangat Srikuncara, Ladrang Gleyong. Struktur gending dipengaruhi oleh fungsi gending–gending pothok kedua, seperti yang ada pada Ladrang Mugi tersebut dalam masyarakat maupun dengan Rahayu. Gending pothok yang berbentuk ladrang hubungan seni. Gending–gending pothok dalam mempunyai struktur gending seperti Ladrang karawitan Gaya Surakarta biasa disajikan sebagai Mugi Rahayu yaitu pada struktur kedua, yang gending klenengan, gending beksan/pendukung mana buka kemudian lagu pokok dan tidak sajian tari maupun fragmen, dan gending mempunyai lagu ngelik. pakeliran. Salah satu repertoar dari gending pothok,

Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 3 7 Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang “Bunyi”

Loro–loro Topeng banyak digunakan dalam 2 Merong adalah salah satu bagian gending Karawitan Pakeliran. Seperti untuk mengikuti yang digunakan sebagai ajang “garap” yang halus gerakan dari tokoh punakawan, yaitu Petruk dan dan tenang. Semar. Loro–loro Topeng juga digunakan dalam 3 Ngelik adalah sebuah bagian yang tidak sajian tari atau fragmen Penthul tembem dan Tari pokok, tetapi tidak harus dilalui. Topeng Dalang Klaten. Eksistensi dari gending– 4 Umpak adalah bagian lagu yang gending pothok saat ini masih terjaga, meskipun digunakan sebagai jembatan dari bagian merong beberapa dari gending pothok sudah jarang menuju bagian inggah. disajikan lagi di masyarakat. Repertoar gending 5 Umpak inggah adalah mempunyai pothok seperti ­Loro-Loro Topeng, Kinjeng Trung, pengertian seperti umpak, hanya terdapat Petung Wulung, Genjong Goling dan Branta Mentul perbedaan umpak inggah penghidangan menuju pernah digunakan sebagai materi siaran di RRI ke umpak inggah adalah “pamurba irama”, Surakarta. Sementara Jungkeri dan Kinjeng Trung sedangkan umpak atas kehendak “pamurba lagu”. juga pernah menjadi materi lomba karawitan di 6 Inggah adalah bagian lagu yang digunakan daerah Surakarta. sebagai ajang hiasan-hiasan dan variasi-variasi, Kemunculan dari gending–gending pothok jadi inggah mempunyai watak lincah. ini diduga berawal dari kesenian trebang atau 7 Balungan adalah catatan (notasi) santiswara. Dugaan tersebut telah diperkuat gendhing atau kerangka gending. dengan adanya beberapa pernyataan dari 8 Diciblonkan adalah menggunakan garap sumber–sumber tertulis seperti Serat Centhini, kendang ciblon. Serat Wedhapradangga, Gending–gending 9 Benar, Jungkeri itu pothok, dahulu Pak Santiswara Jilid I dan II, dan pendapat dari empu Marta juga mengatakan pothok. karawitan seperti Supanggah. Dari sumber– 10 Gengsi dalam Kamus Besar Bahasa sumber tersebut telah diketahui bahwa gending– Indonesia mempunyai arti berhubungan dengan gending pothok telah ada sejak zaman PB IV, dan kehormatan dan pengaruh, harga diri, martabat. digunakan sebagai gending santiswara atau 11 Gatra adalah satu satuan atau unit trebang. terkecil dari gending (komposisi) karawitan Jawa Perkembangan struktur, garap dan bentuk yang terdiri dari empat sabetan balungan, gending–gending pothok telah dipengaruhi oleh meskipun pada tahun 1970–an juga lahir gending– faktor internal dan faktor eksternal. Faktor gending yang terdiri dari tiga sabetan balungan internalnya adalah kreativitas dari para pengrawit, dalam satu gatranya. sedangkan faktor eksternalnya adalah dari 12 Perlu diketahui bahwa struktur dan hubungan seni seperti karawitan, tari, wayang, komposisi gending sebenarnya mempunyai dan fragmen. Sehingga saat ini dapat ditemukan maksud yang berbeda. Komposisi gending gending–gending pothok mempunyai beragam merupakan beberapa bagian yang belum ditata, garap sesuai dengan keperluan sajiannya. seperti komposisi yang tertera pada bungkus Demikian hasil dari kajian mengenai Garap makanan: gula, garam, bubuk cabai, tepung Gending Pothok dalam Karawitan Gaya tapioka, yang tidak ada penjelasan bahan yang Surakarta. Penelitian ini telah mengalami proses mana dahulu yang dicampurkan untuk membuat yang panjang, untuk itu semoga hasil dari makanan tersebut. Struktur gending yang penelitian ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu dimaksud adalah bagaimana urutan dari bagian pengetahuan khususnya dalam bidang Seni komposisi gending, dengan kata lain komposisi– Karawitan. komposisi tersebut sudah tertata kemudian menjadi struktur. (Endnotes) Kepustakaan 1 Buka adalah Suatu lagu yang digunakan untuk memulai atau katakan sebagai “pembuka” Astono, S. 1995. “Keberadaan Karawitan Wayang suatu gending yangdilakukan oleh salah satu Gedog Gaya Surakarta Dewasa Ini, ricikan. Ditinjau Dari Aspek Struktur Musikal,

3 8 Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 Gending Pothok dalam Karawitan Gaya Surakarta Bambang Sosodoro & Faralin Sulfianastiwi

Deskripsi Sajian, Fungsi Dan ______. 2008. Gagasan dan Kekaryaan Tiga Empu Perkembangannya.” Laporan Penelitian Karawitan:Pilar Kehidupan Karawitan Gaya STSI Surakarta. Surakarta 1950-1970an. Bandung: Martapangrawit, Pengetahuan Karawitan I, Etnoteater Publisher. Surakarta: ASKI Surakarta, 1969 Widada, dkk. 2001. Kamus Bahasa Jawa (Bausastra Mlayawidada. n.d. Karawitan Wayang Gedog. Jawa), Yogyakarta: Kanisius. Manuskrip Perpustakaan Jurusan Karawitan ISI Surakarta, Koleksi Narasumber Pribadi. Rahayu Supanggah (67), Pengrawit yang mumpuni ______. 1976. Gending-Gending Jawa Gaya dan peneliti bidang karawitan. Surakarta jilid I,II,III. Surakarta: ASKI Rusdiyantoro (58), Peneliti dalam bidang Surakarta,. karawitan Purwanto, dkk. 1995. “Ela-ela Kalibeber, Gobet, Saptono (66), Tindhih Abdi Dalem Pengrawit dan Gendreh; Sebuah Tinjauan: Zaman Kasunanan Surakarta, penabuh ricikan Penyusunan, Fungsi, Struktur Bentuk, rebab. dan Garap.” Laporann Penelitian Sarno (65), Penabuh ricikan gender yang Kelompok STSI Surakarta. mumpuni Prajapangrawit, R.Ng. 1990. Serat Sujarah Utawi Sukamso (60), Penabuh ricikan gender yang Riwayating Gamelan: Wedhapradangga mumpuni, aktif mengikuti kegiatan (Serat Saking Gotek). STSI Surakarta dan klenengan Pujangga Laras dan The Ford Foundation. Mangkunegaran Supanggah, R. 2009. Bothekan II: Garap. Suraji (55), Penabuh ricikan rebab yang mumpuni, Surakarta:ISI Press. aktif dalam klenengan Pujangga Laras Waridi. 2001. “Gendhing Tradisi Surakarta: Surono (38 ), Penari dalam Wayang Topeng Pengkajian Garap Gendhing Uler Klaten Kambang, Kuthut manggung, dan Suyadi (70), Empu Karawitan gaya Surakarta, Bontit.” Laporan Penelitian:STSI pensiunan pengrawit RRI Surakarta, Surakarta. pengendang dan pengrebab. Suyanto (56), dalang dan peneliti bidang pedalangan

Volume 17 Nomor 1 Bulan Mei 2017 3 9