INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Mohammad Firdaus

Penerbit Yayasan Soebono Mantofani

i

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Mohammad Firdaus

ISBN 978-602-50634-9-7

Cetakan 12 Februari 2020 ix-162 hlm.

Penerbit Yayasan Soebono Mantofani [email protected]

Dilarang memperbanyak sebagian isi atau sampul buku ini untuk kepentingan komersial tanpa seizin penerbit.

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Swt atas segala bimbingan dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga tesis dengan judul “Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum: Studi Kasus pada Madrasah Aliyah Citra Cendekia” menjadi paripurna. Buku ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar MA. (Magister Agama) dengan bidang konsentrasi Pendidikan di Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada : 1. Para pejabat di Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah: Prof. Dr. Amani Lubis (Rektor UIN Jakarta), Prof. Dr. Jamhari, M.A. (Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta), Arif Zamhari, M.Ag., Ph.D. (Ketua Jurusan Magister Pengkajian Islam Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta), Dr. Sujoko, MA. (Sekretaris Program Studi Magister Pengkajian Islam Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta). 2. Prof. Dr. Husni Rahim. Pembimbing Tesis, kepada siapa saya datang berkonsultasi, berdiskusi, dan berbincang-bincang. Beliau selalu ramah dan sabar dalam membimbing proses pengerjaan tesis saya. Terima kasih Prof. Husni Rahim! 3. Perlu disebutkan nama-nama yang ikut menyumbangkan gagasan, baik lewat proses kuliah dan proses konsultasi penyelesaian tesis ini, proses verifikasi, ujian, dan lainnya: Prof. Dr. Azyumardi Azra MA, Dr Yusuf Rahman, Prof. Dr. Suwito MA, Prof. Dr Abdul Mujib, M. Zuhdi, M.Ed, Ph.D, Suparto, M.Ed, Ph.D, Prof. Dr. IikArifin M, Prof. Dr. Sukron Kamil MA, Dr. Fuad Jabali MA, Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, Dr. Amelia Fauzia MA, Dr. JM Muslimin MA, Prof. Dr. Hamdani Anwar MA, Dr. Arskal Salim MA, Prof. Dr. Masykuri Abdillah MA, Prof. Dr. Didin Saepuddin, Arif Zamhari, M.Ag., Ph.D. MA, Ismatu Ropi‟ Ph.D. Dr. Fadhilah Suralaga, M.Si. 4. Pimpinan dan pengasuh PP. al-Amien Prenduan Sumenep Jawa Timur, KH. Dr. Ahmad Fauzi Tidjani atas doa dan dorongannya dalam penyelesaian Tesis. 5. Rektor IDIA Prenduan, KH. Ghozi Mubarok yang telah mendukung dan mendoakann proses penyelesaian S2. 6. Kepada keluarga besar PP. al-Amien Prenduan Sumenep Jawa Timur Kyai Dr. Holilur Rahman, MHI dan Nyai. Afifah Tidjadi, S. Fil, M.Pd.I terimakasih senantiasa mendorong, memotivasi, mendoakan proses penyelesaian S2, sungguh besar jasa antum berdua. Jazakumullah.

ii

7. Kepada keluarga besar Yayasan Al-kahfi Jakarta selatan, Pak Haji, Abd Choir Arip, Bu Bintan, Bu Isma, Pak Towi, Bu Rika, Bu Tika, Bu Ratna, Pak Fahmi dan yang lainnya. terima kasih atas kesempatan ilmu selama saya belajar dan meneliti di Madrasah Aliyah Citra Cendekia yang luar biasa, selalu berinovasi untuk melahirkan siswa yang siap dengan tantangan Global. 8. Terimakasih kepada orangtua Hj. Amanah dan H. Sahid dukungan dan doanya tesis ini bisa rampung juga kepada saudara Saiful Mustaqim atas dukungannya selama penulisan Tesis. 9. Kepada sahabat terbaik Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta. Terimakasih motivasi dan dukungannya serta diskusinya yang sangat bermanfaat untuk penulisan Tesis ini.

Sebuah karya selalu lahir dan hadir lewat sebuah konteks ruang dan waktu yang kompleks. Kepada semua pihak yang belum tersapa tetapi telah membantu proses penulisan tesis ini, saya ucapkan banyak terima kasih juga kepada istri tercinta Neng Revi Selviani yang selalu mendukung dengan penuh kesabaran ditengah proses merawat dan mencitai putri buah cinta kami Shezan Banafsha Firdaus yang masih belia. Juga kepada banyak kisah dan peristiwa yang saya jumpai, duka dan suka, tragedi dan komedi, yang telah ikut memoles tesis ini, saya pantas bersyukur karenanya.

Ciputat,12 Februari 2020

Penulis

Mohammad Firdaus

iii

Abstrak Penelitian ini menunjukkan bahwa praktik pendidikan agama di Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa telah memberikan nuansa baru bagi dunia pendidikan Islam serta menepis stigma masyarakat tentang produk madrasah yang hanya menghasilkan lulusan tafaqquh fi al-dīn dalam pengertian terbatas hanya belajar ilmu agama saja. Kemudian, keberadaan madrasah tersebut, seperti madrasah pada umumnya. Namun ada tiga bentuk integrasi praktik pendidikan yang boleh jadi, tidak terdapat di madrasah pada umumnya. Praktik tersebut berupa integritas ilmiah, integritas diniah, dan integritas insaniah. Teknik pengumpulan data yang digunakan; dokumentasi, wawancara dan observasi. Setelah semua data diperoleh, data tersebut disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara komprehensif, khususnya pada konsep dan praktik pembelajaran yang dilaksanakan di Madrasah Aliaah Citra Cendekia Jagakarsa. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi dan pendekatan ilmu pendidikan. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode deskriptif analisis.Sumber data penelitian ini dibagi menjadi macam. Sumber data primer yaitu Buku Panduan Pendidikan Tahun Pelajaran 2019/2020, Dokumen KTSP, Dokumen Bidang Bimbingan dan Konseling (BK), Pembina Yayasan Bapak Abdul Choir Ariep, Kepala Madrasah Ibu Ismayanti Soleha, S.si, Waka Bidang Kesiswaan M. Thantowi Jauhari, Lc. M.Si, Waka Bidang Kurikulum Ibu Asterika Dwiani, S.Pd serta Siswa Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. Adapun sumber data sekunder yang digunakan adalah artikel, buku, makalah serta tulisan- tulisan di media cetak maupun elektronik yang terkait dengan integrasi keilmuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Temuan integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia berbeda dengan konsep integrasi yang disampaikan oleh para tokoh pendidikan. Integrasi yang dimasudkan Madrasah Aliyah Citra Cendekia adalah integrasi yang terjadi dalam diri pelaku keilmuan (Islamic knowledge agency/Personality Madrasah Aliyah Citra Cendekia) dan tanggungjawab ilmuan muslim (aksiologi ilmu). Tujuan akhir integrasi adalah terciptanya ilmuan atau pemuda bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan serta pengamalan agama dalam diri seorang muslim. Munculnya tanggungjawab keilmuan (knowledge responsibility) merupakan hasil dari internalisasi nilai Islam kepada penggiat keilmuan. Tesis ini menolak pendapat Ismā„īl Rājī al-Fāruqī (1987), Syed Muhammad Naquib al-„Aṭās (1978), Taha Jabir al-Alwani (2006) dan Ian G Barbour (1997) yang mengatakan pentingnya Islamisasi ilmu pengetahuan dengan mengubah struktur keilmuan yang sudah ada. Tesis ini mendukung pendapat Parvez Hoodbhoy (1991), Fazlur Rahman (1998) dan Muhammad Abdus Salam (1991) yang mengatakan pentingnya integrasi keilmuan dengan membekali

iv

manusia sebagai pembawa sains dengan nilai-nilai yang Islami. Dengan kata lain integrasi keilmuan dilakukan dengan memperkuat keislaman pengembang ilmu pengetahuan.

Kata Kuci: Integrasi, Pendidikan Integratif, dan Pendidikan Islam

v

Pedoman Transliterasi

1. Untuk penulisan konsonan:

„Arab Indonesia „Arab Indonesia ḍ ض ۥ ء ب ṭ ط b ث ẓ ظ t ث ʻ ع th ج gh غ j ح f ف ḥ خ q ق kh د k ك d ذ l ل dh ر m م r ز n ن z س h ه s ش w و sh ص y ي ṣ

2. Untuk menunjukkan bunyi hidup panjang (madd) dan diftong:

„Arab Indonesia „Arab Indonesia aw َا ْاو Ā أ ay َا ْاي ī ِا ْاي ū ُا ْاو

3. Untuk kata berakhiran tā̀ marbūṭah yang berfungsi sebagai ṣifah (modifier) -al = ألحاديثالموضوعت :maka tā̀ marbūṭah ditransliterasikan dengan “ah”. Contoh aḥādith al-mawḍūʻah. Untuk kata yang berakhiran tā̀ marbūṭah dan berfungsi سلسلت :sebagai muḍāf maka tā̀ marbūṭah ditransliterasikan dengan “at”. Contoh silsilat al-aḥādīth al-ṣahīḥah. Sedangkan tā̀ marbūṭah pada kata = ألحاديثالصحيحت yang berfungsi sebagai muḍāf ilayh ditransliterasikan dengan “ah”. contoh\: .maṭba′at al-amānah = مطبعت ألمانت

vi

4. untuk kata yang di akhiri yā′ mushaddadah ditranslitrasikan dengan “ī”. contoh: al-Ṭabarī. Jika ya′ mushaddadah masuk pada huruf terakhri d diikuti = لطبري = لمكتبت لمصريت :dengan tā′ marbūṭah maka transliterasinya adalah “iyah”. Contoh al-Maktabah al-Miṣrīyah. Sedangkan yā′ mushaddadah yang terdapat pada huruf yang terletak di tengah sebuah kata ditransliterasikan dengan “yy”. .al-Muqayyadah = لمقيّادة : Contoh

vii

DAFTAR ISI PENDAHULUAN ...... 1 A. Prolog ...... 1

C. Paradigma dan Metodologi Penelitian ...... 21

INTEGRASI ILMUAGAMA DAN ILMU UMUM DALAM LINTAS SEJARAH PENDIDIKAN ...... 24 A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Pembaharuan Pendidikan Islam .... 24

B. Problematika Pendidikan dan Kemunduran Islam ...... 37

C. Periode Kemajuan Pendidikan Islam ...... 39

D. Integrasi Ilmu Lintas Tokoh ...... 41

GAGASAN INTEGRASI PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN UMUM DI MADRASAH ...... 61 A. Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa ...... 61

B. Konsep Integrasi Agama dan Pengetahuan Madrasah ...... 66

1. Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia ...... 77

2. Sistem Pembelajaran Agama dan Pengetahuan Umum ...... 85

C. Paradigma Keilmuan Perspektif Madrasah Aliyah Citra Cendeki ...... 89

D. Urgensi Integrasi Agama dan Ilmu Pengetahuan ...... 93

E. Praktik Integrasi Agama dan Ilmu di Madrasah ...... 96

IPLEMENTASI INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN UMUM DI MADRASAH ...... 118 A. Visi Madrasah Sebagai Dasar Pembentukan Pendidikan Holistik...... 118

B. Intrakurikuler dan Ekstrakurikuler Pembelajaran Seumur Hidup ...... 124

1. Wadah Untuk Mengembangkan Potensi Kognisi Siswa (bidang kurikulum/dirāsah tadrīs wa al-ta„līm) ...... 126

viii

2. Wadah Untuk Mengembangkan Psikomotorik Siswa (Bidang Kesiswaan/ta‟dīb wa al-tahdhīb) ...... 128

3. Wadah Untuk Mengembangkan Afeksi Siswa (Bimbingan dan Konseling/ri„āyah wa al-irshād) ...... 135

C. Kendala dan Solusi Pembelajaran ...... 142

GLOSARIUM ...... 157 BIODATA PENULIS ...... 162

ix

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

PENDAHULUAN

A. Prolog Salah satu tema populer yang mengisi ruang perdebatan akademis dalam konteks global sampai saat ini adalah diskursus mengenai relasi agama dan ilmu umum. Latar belakang munculnya diskusi ini karena beberapa alasan, di antaranya, adanya anggapan bahwa sains, selain telah memberikan nilai positif terhadap kehidupan manusia, tetapi juga memberikan dampak negatif, seperti terjadinya pemanasan global, individualisme, hedonisme, maraknya kekerasan, dan krisis moral. Di samping itu diskursus mengenai integrasi agama dan ilmu umum memunculkan perdebatan dan dikotomi antara ilmuwan muslim dan ilmuwan barat.1 Dikotomi atau pemisahan ilmu pengetahuan dan agama merupakan isu yang banyak diperbincangkan dalam beberapa dekade ini. Menurut al-Fāruqī, faktor pemicu kemunculan dikotomi ilmu agama dan ilmu umum adalah masuknya pendidikan Barat yang sekuler ke dunia Islam.2 Masuknya pendidikan Barat kemudian melahirkan dua sistem pendidikan yang membedakan antara sistem pendidikan Islam, dalam hal ini madrasah, dan di sisi lain terdapat sistem pendidikan sekuler.3 Pendapat lain mengatakan bahwa dikotomi ilmu dan agama lebih disebabkan karena adanya keyakinan akan perbedaan sumber antara agama dan ilmu pengetahuan. Agama berasal dari Tuhan, sedangkan ilmu pengetahuan berasal dari hasil pemikiran manusia.4 Sementara Mulyadhi Kartanegara menilai bahwa dikot omi ilmu dikenal di dunia Islam sejak diperkenalkannya ilmu sekuler ke dunia Islam melalui imperialisme Barat. Dikotomi menjadi sangat tajam karena

1 Humaidi, Paradigma Sains Integratif al-Fārābī, (Jakarta Selatan: Sadra International Institut, 2015), h. 27. 2 Norlaila, “Pemikiran Pendidikan Islam Ismā„īl Rājī al-Fāruqī”, dalam al- Banjari vol. v, no. 1, Januari 2008, h. 34. 3 Ismā„īl Rājī al-Fāruqī, Islamisasi Pengetahuan. Penerjemah Anas Mahyudin, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1995), h. 21. 4 Ahmad Ludjito, “Pendekatan Integralistik Pendidikan Agama pada Sekolah di Indonsia”, dalam Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam”, editor Chabib Thoha dkk, (Semarang: Pustaka Pelajar, 1996), h. 318. 1

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

telah terjadi pengingkaran terhadap validitas dan status ilmiah yang satu atas yang lain. Terdapat pihak, utamanya madrasah, yang memandang bahwa ilmu pengetahuan modern adalah bid„ah dan haram dipelajari karena berasal dari orang kafir. Sementara para pendukung ilmu pengetahuan modern memandang ilmu agama sebagai pseudo ilmiah atau sebagai mitologi yang tidak dapat dikatakan ilmiah karena tidak berbicara tentang fakta, tetapi lebih berbicara tentang makna yang tidak bersifat empiris.5 Keadaan dikotomik ini menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam. Pendidikan Islam pada akhirnya sering dimaknai sebagai pemindahan pengetahuan (knowledge) dan nilai-nilai (values) ajaran Islam yang tertuang dalam teks agama. Sedangkan ilmu sosial dan ilmu alam dianggap bukan merupakan bagian dari pengetahuan agama. Orang Islam yang hanya mengandalkan ilmu agama menyebabkan ia kurang mampu menghadapi tantangan zaman, bahkan tersingkir dari persaingan global.6 Sedangkan orang yang hanya mementingkan ilmu pengetahuan tanpa memperhatikan ajaran agama, ia akan melakukan segala cara demi mencapai tujuannya. Keadaan ini pada akhirnya hanya akan melahirkan para ilmuwan yang durhaka dan rohaniwan yang tidak mengenal zamannya.7 Pendidikan Islam dengan paradigma yang masih dikotomis akan menghasilkan lulusan yang terkapling- kapling serta membedakan, bahkan memisahkan, antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum.8 Islam tidak memisahkan atau mendikotomikan antara agama dan ilmu pengetahuan. Dikotomisasi terhadap ilmu pengetahuan bertentangan dengan ajaran Islam yang bersifat integral. Islam mengajarkan keseimbangan antara urusan dunia (umum) dan urusan akhirat (agama). Seluruh ilmu pengetahuan berasal dari Tuhan9

5 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik, (Bandung: Mizan Media Utama 2005), h. 20. 6 Abuddin Nata, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Agama, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 4. 7 Marwan Sarijo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1999), h. 42. 8 Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi (Bandung: Mizan, 2008), h. 325. 9 Terdapat dalam QS. al-Baqarah: 31 yang artinya “ Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam Nama-nama semuanya”. terkandung tiga pengertian yaitu: 1) sumber ilmu adalah Allah, oleh karena itu segala yang bersumber dari-Nya pasti benar karena pada hakikatnya ilmu adalah kebenaran. 2) ilmu adalah anugerah, hal ini berarti bahwa semakin dekat kepada Allah maka semakin besar potensi untuk mendapatkan limpahan ilmu dari- Nya. 3) dalam konteks pendekatan diri, berbagai cara ditetapkan-Nya guna meraih ilmu, antara lain bersikap kritis, atau tidak terpaku pada pendapat seseorang, tidak angkuh, 2

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

dan harus dipelajari dan digunakan untuk menambah kedekatan seorang hamba kepada Tuhan (ma„rifat Allah).10 Pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, menurut kaca mata Hossein Nasr, didasari oleh dua hal: pertama, ilmu pengetahuan tidak termasuk rinciannya terdapat dalam al-Qur‟an; kedua, al- Qur‟an dan hadis telah mendefinisikan lingkungan dan nilai-nilai yang inhern dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.11 Sejak pertama kali diciptakan sampai akhir zaman kelak, kehidupan manusia tidak akan pernah terlepas dari ilmu pengetahuan. Dengan ilmu manusia dapat mengenal Tuhan sebagai pencipta, manusia dapat mengenal alam sekitar, bahkan mengenal dirinya sendiri. Oleh karena itu Islam mengajarkan umatnya untuk selalu belajar dan belajar. Bahkan wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad mengajarkan hal tersebut.12 Kesadaran umat Islam untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan akhirnya mengantarkan umat Islam pada puncak kejayaan peradaban. Pada masa-masa itu Islam memimpin peradaban dunia dengan segala pencapaian banyak bertanya kepada orang yang mengetahui dan lain sebagainya. Lihat M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi: Al-Qur‟an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 101-102. 10Menurut Abdul Munir Mulkhan Konsep kecerdasan pola kecerdasan yang dikonstruk oleh tradisi sufi itu sendiri atau kecerdasan sufistik. Kecerdasan Makrifat juga berarti peneguhan atas kesadaran esoteris dalam beragama, yaitu senantiasa meneguhkan nilai-nilai keillahiahan yang menjadi sumber segala bentuk kesadaran. Karena, kesadaran akan hadirnya kekuatan illahiah bisa menghadirkan kesadaran praksis yang amat signifikan bagi pengembangan kepribadian baik privat maupun sosial, yaitu kesadaran mengajarkan akan integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, keadilan, kebijaksanaan, prinsip kepercayaan, penguasaan diri atau sinergi. Kecerdasan Makrifat juga berusaha mensinergikan antara IQ (dzaka al-dzihni), EQ (tashfiatul qolbi) dan SQ ( al-) dikembangkan secara harmonis, sehingga menghasilkan daya guna luar biasa baik horizontal maupun vertikal. 2). Misi terpenting bagi pendidikan Islam adalah bagaimana mengupayakan proses humanisasi dari segenap potensi diri siswa, yang menuju pada taraf god-consiousness (kesadaran ketuhanan). Sehingga akan berdampak positif bagi terciptanya suasana dinamis dalam berteman maupun bertetangga. 11 Syeed Hossein Nasr, Islamic Science: An Illustrated Study, (London: World of Islamic Festival Publishing Company Ltd, 1976), h. 31-36. Lihat pula Masduki, “Menuju Sistem Pendidikan Integral Melalui Dekonstruksi Dikotomi Ilmu Pengetahuan”, al-Fikr: Jurnal Ilmiah Keislaman, vol. 5, no. 1. Januari-Juni 2006. h. 2. 12 Ayat yang pertama turun adalah QS. al-„Alaq ayat 1-5 yang artinya: 1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. 2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3)Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. 4) Yang mengajar (manusia) dengan perantara qalam. 5) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. 3

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

yang diraihnya. Semangat umat Islam untuk mengembangkan berbagai disiplin ilmu telah terbentuk sedemikian rupa hingga semua bidang ilmu dapat dikuasai. Telah banyak bermunculan ilmuwan muslim dalam berbagai bidang ilmu, baik ilmu yang terkait dengan agama maupun ilmu-ilmu non-agama. Mengembangkan agama dan ilmu pengetahuan merupakan kewajiban bagi agama Islam. Pentingnya mengembangkan dan mengamalkan agama dengan tekun hingga mencapai tahap tertinggi adalah karena ilmu agama memberikan pemahaman tentang ayat-ayat Allah SWT yang diwahyukan melalui utusan-Nya, Muhammad. Sedangkan mengembangkan ilmu pengetahuan modern, baik berupa ilmu alam semesta, sejarah dan lain sebagainya, akan memberikan pemahaman kepada manusia tentang ayat-ayat Tuhan yang diciptakan.13 Ajaran Islam menganjurkan pemeluknya untuk mempelajari ilmu agama dan ilmu pengetahuan secara proporsional, namun dalam kenyataan sekarang banyak umat Islam yang masih membedakan antara keduanya. Pada gilirannya umat Islam mengalami keterpurukan dan ketidakberdayaan. Pencapaian besar umat Islam dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan tidak berlanjut pada masa-masa berikutnya. Kemunduran Islam dimulai sejak abad XI, di mana semangat keilmuan umat Islam mulai meredup. Sementara pada saat yang , dunia Barat mengalami perkembangan yang mencengangkan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Barat memimpin peradaban dunia dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini jauh berbeda dengan keadaan umat Islam sekitar abad IX sampai abad XII, di mana umat Islam menguasai hampir semua bidang keilmuan. Agama dan ilmu pengetahuan tidak boleh dipisahkan karena dalam ajaran Islam, ilmu pengetahuan merupakan bagian dari agama dan agama bisa dikatakan agama bila bisa dipahami dengan ilmu pengetahuan.14 Uraian tersebut menunjukkan pentingnya mempelajari ilmu agama dan ilmu umum secara bersama-sama sebagaimana yang dilakukan oleh ilmuwan muslim terdahulu. Mereka telah berhasil menguasai dan mengembangkan berbagai macam disiplin ilmu. Pada masa keemasan Islam telah muncul para ilmuwan semisal al- Birūnī yang merupakan seorang ensiklopedis muslim, Ibn Sīnā sebagai seorang filsuf dan ahli kedokteran. Muncul pula Ibn Haithām sebagai seorang fisikawan. Dalam ilmu sosial muncul Ibn Khaldūn yang meletakkan dasar-dasar ilmu sosial, Ibn al-Nafīs Hayyān sebagai seorang filosof yang juga ahli dalam ilmu fisika, kedokteran dan logika. Muncul pula al-Khawārizmī seorang ahli dalam

13 Wan Mohd Nor Wan Daud, “Iklim Kehidupan Intelektual di Andalusia, Satu Cerminan Islamisasi Dua-Dimensi”, dalam Islamia V. III. no. 4, 2008, h. 82. 14 Muhammad Izzuddin Taufiq, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 226. 4

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

bidang matematika.15 Kemunculan para ilmuwan muslim tersebut membuktikan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia (ilmu pengetahuan) dan kehidupan akhirat (agama).16 Kemunduran dan keterpurukan umat Islam yang dimulai sejak abad XI tidak juga menggugah semangat umat Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun sejak perang dunia II yang telah menghancurkan kehidupan manusia, para ilmuwan muslim menyadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan serta capaian yang diraihnya telah mengakibatkan berbagai penderitaan bagi manusia. Hal ini tidak lepas dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak dilandasi nilai-nilai moral serta komitmen etis dan agamis.17 Penjatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki misalnya, menunjukkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengakibatkan kesengsaraan bagi manusia. Walaupun disadari bahwa tidak semua hasil pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mengakibatkan kesengsaraan, namun kejadian itu telah mencoreng nama ilmu pengetahuan. Oleh karenanya kemudian muncul upaya dari umat Islam untuk membangkitkan kembali berbagai macam prestasi yang pernah diraih dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.18 Kemunduran dan keterpurukan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pandangan dikotomis terhadap keilmuan. Fazlur Rahman memandang bahwa masalah dualisme atau dikotomi pendidikan merupakan bencana besar yang dihadapi umat Islam, di samping beberapa problematika pendidikan lain.19 Terjadi pemisahan

15 Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer; Wacana, Aktualitas dan Aktor Sejarah, ed. Idris Thaha, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 359-363. Lihat pula Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam , Cet II, (Jakarta: CRSD Pess Jakarta, 2005), h. 148. Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 1997), h. 139-143. 16 Hal ini sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Qaṣaṣ: ayat 77 Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”. 17 Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1999), h. 249. 18 Chairil Anwar, “Islamisasi Ilmu, al-Qur‟an dan Sains”, dalam Tarbiyah Digital Journal Al-Mannar, Edisi 1, 2004, h. 1. 19 Fazlur Rahman dalam hal ini telah mengidentifikasi beberapa problematika pendidikan yang dihadapi umat Islam. Pertama, problem ideologis. Umat Islam tidak mengaitkan secara efektif akan pentingnya ilmu pengetahuan dengan orientasi ideologinya. Hal ini berakibat pada kurangnya dorongan belajar di kalangan umat Islam. Kedua, 5

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

yang tajam, bahkan ada yang mempertentangkan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan non- agama. Hal ini menyebabkan sebagian besar umat Islam enggan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang termasuk dalam kategori ilmu non- agama. Sikap dikotomis terhadap ilmu tersebut perlu disikapi dengan bijak dan segera dicarikan solusi agar umat Islam dapat mengejar ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang berdampak buruk harus segera ditanggulangi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan Islamisasi terhadap ilmu pengetahuan modern. Wacana Islamisasi ilmu pengetahuan muncul sekitar empat dasawarsa lalu, tepatnya tahun 1977 dalam konferensi dunia pertama tentang pendidikan muslim di Makkah. Konferensi tersebut telah berhasil membahas sekitar 150 makalah yang ditulis oleh para sarjana muslim dari 40 negara. Konferensi tersebut juga menghasilkan rekomendasi untuk pembenahan sistem pendidikan yang dilakukan oleh umat Islam di seluruh dunia. Beberapa makalah yang dibahas dalam konferensi tersebut antara lain ‚Preliminary Thoughts on the Nature of Knowledge and the Definition and the Aims of Education‛ karya Syed Muhammad Naquib al-„Aṭās dan ‚Islamicizing Social Science‛ karya Ismā„īl Rājī al-Fāruqī.20 Perlu adanya Islamisasi ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan dan agama mempunyai keterkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dapat mempercepat manusia untuk mencapai tujuan, sementara agama menentukan arah yang hendak dituju. Ilmu pengetahuan menyesuaikan manusia dengan lingkungan, sementara agama menyesuaikan manusia dengan jati dirinya. Ilmu pengetahuan menjadi hiasan lahir, sedangkan agama menjadi perhiasan batin. Ilmu pengetahuan dapat memberikan kekuatan serta menerangi jalan, sedangkan agama memberikan harapan dan dorongan jiwa kepada manusia. Ilmu menjawab pertanyaan yang diawali dengan kata bagaimana, sedangkan agama menjawab pertanyaan yang diawali dengan kata mengapa. Ilmu dapat mengeruhkan pipi dualisme dalam sistem pendidikan. Pendidikan ulama yang dilaksanakan di lembaga pendidikan Islam begitu tertinggal sehingga hasilnya bisa dikatakan mengecewakan. Ketiga, problem bahasa. Problem bahasa terkait dengan pendidikan tinggi dan pemikiran. Keempat, metode pembelajaran. Ketiadaan bahasa yang memadai dan mampu mengekspresikan proses pemikiran yang kokoh bagi umat Islam mengakibatkan peniruan term-term serta frase-frase yang telah ada. Lihat Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Trasformational of an Intlektual Tradition, (Chicago: The University of Chicago Press, 1982), h. 181-192. 20 Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai Benang Kusut Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 38. 6

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

pemiliknya, sedangkan agama memberikan ketenangan kepada pemeluknya.21 Karena pentingnya mempelajari dua jenis ilmu tersebut, seorang teoritikus besar dalam bidang ilmu alam mengatakan, bahwa ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh.22 Kecenderungan umat Islam dalam menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dibedakan menjadi dua.23 Pertama, dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi semakin kuat dalam kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan manusia. Tidak ada satu bidang kehidupan yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, kelangsungan hidup manusia akan menjadi sangat bergantung , dan dapat dikatakan dikendalikan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi secara pelan tapi pasti akan menggeser nilai-nilai luhur yang dijunjung oleh umat manusia. Nilai agama, kemanusiaan, budaya akan mengalami pergeseran, baik dalam pemahaman maupun aplikasinya. Bahkan para pemerhati sosial dan keagamaan mengatakan bahwa globalisasi dan teknologi menyebabkan bergesernya nilai baik dan buruk di kalangan masyarakat. Pakar pendidikan menilai bahwa keterpurukan yang dialami umat Islam saat ini dikarenakan berbagai persoalan mendasar yang menimpa dunia Islam. Terdapat tiga masalah mendasar yang dihadapi dunia pendidikan Islam. Pertama, sistem pendidikan yang ambivalen mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Kedua, terjadinya disintegrasi dalam sistem pendidikan Islam, yang mana masing-masing sistem bersikukuh untuk mempertahankan kediriannya masing-masing. Ketiga, munculnya inferioritas pengelola lembaga-lembaga pendidikan Islam vis a vis pendidikan Barat. Hal ini dikarenakan sistem pendidikan Barat telah dijadikan tolok ukur kemajuan dan keberhasilan dari sebuah sistem pendidikan.24

21 Pendapat Muthahhari yang dikutip M. Quraish Shihab. Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an: Tafsir Maudhu„i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1998), h. 376. 22 Ungkapan Albert Einstein (1879-1917), pemenang Nobel 1921 atas sumbangannya dalam bidang ilmu fisika. Lihat Jujun Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakikat Ilmu, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), 3. Lihat pula Badiatul Muchlisin dan Junaidi Abdul Munif, 105 Tokoh Penemu & Perintis Dunia, (Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2009), h. 20. 23 Imam Tholkhah, Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindi Persada, 2004), h. 101. 24 Azyumardi Azra (pengantar) dalam Armai Arif, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2007), h. xii. 7

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Jika pendidikan Islam ingin maju dan survive serta mempunyai daya kompetitif yang handal, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghilangkan penyakit dualisme pendidikan dan mengupayakan integrasi antara ilmu pengetahuan dan agama. Usaha ini harus tetap dilakukan meskipun menurut sebagian ahli upaya menggabungkan keduanya tidak akan pernah mendapatkan hasil yang memuaskan.25 Ilmu pengetahuan dan ilmu agama tidak boleh, dan tidak bisa dipertentangkan serta harus bersifat dialektis (way dialectica).26 Dalam konteks Indonesia, integrasi ilmu agama dan ilmu umum telah dimulai sejak enam dasawarsa lalu, tepatnya pada masa Kabinet Natsir dengan Wahid Hasyim sebagai Menteri Agama dan Bahder John sebagai Menteri Pendidikan. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan No. 1432/Kab. tertanggal 20-1- 1951 yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan, dan Keputusan No. K./651 tanggal 20-1-1951 yang dikeluarkan Departemen Agama. 27 Keputusan tersebut mewajibkan adanya pelajaran agama di sekolah-sekolah sekuler. Sementara Peraturan Menteri Agama No. 3 tertanggal 11 Agustus 195028 mewajibkan adanya pelajaran umum di madrasah. Keputusan ini kemudian ditindak lanjuti dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga menteri, yaitu Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tertanggal 24 Maret 1975. Madrasah mengembangkan kurikulum dengan tidak hanya memberikan pelajaran agama kepada peserta didik. Selain memberikan pelajaran agama, madrasah diharuskan memberi pelajaran umum kepada para siswa dengan porsi 70 % untuk materi umum dan 30 % materi agama.29 Peraturan pemerintah mewajibkan pemberian materi ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama ke sekolah ataupun madrasah merupakan sebuah terobosan

25 Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Tranformation of an Intellectual Tradition, (Chicago London :The University of Chicago Press,1984), h. 130. Lihat pula Simuh, “Masa Transisi Dalam Perspektif Agama”, Ulum al-Qur‟an, (Jurnal Kebudayaan dan Peradaban), Edisi 5/VII/ Tahun 1997, h. 46. 26 Alan G. Padgett, Sciece and the Study of God: a Mutuality Model for Theology and Science, (USA: Wm. B. Eerdemans Publishing Co All right reserved, 2003), h. 24. 27 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2001), h. 189. Baca pula Nurcholish Madjid, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 22. 28 Lihat Nurcholish Madjid dalam A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999), h. 21. 29 Santoso dalam Harapandi Dahri, Mencari Relevansi; Gagasan Pendidikan Nondikotomik‛, Penamas Vol. XXI No. 2 - Tahun 2008, h. 199. Lihat pula Fuad Jabali- Jamhari, IAIN Modernisasi di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2002), h. 71. 8

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

guna mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum di lembaga pendidikan. Namun upaya yang ditempuh pemerintah tersebut nampak memperkokoh dikotomisasi pendidikan. Terbukti dengan adanya dua departemen (kementerian) yang mengurusi masalah pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional mengelola pendidikan umum, sementara Kementrian Agama mengurusi pendidikan agama. Kebijakan seperti ini pada akhirnya menimbulkan permasalahan tersendiri setelah diberlakukannya desentralisasi pendidikan. Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, keberadaan lembaga pendidikan Islam (madrasah) kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah.30Hal ini dikarenakan madrasah masih tetap berada di bawah naungan Departemen Agama yang sentralistik. Pendidikan agama merupakan pembelajaran penting di perguruan tinggi, sehingga pendidikan agama masuk dalam salah satu matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Kompetensi dasar matakuliah pendidikan agama adalah menjadi ilmuwan dan profesional yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan memiliki etos kerja, serta menjunjung tinggi nilai- nilai kemanusiaan dan kehidupan.31 Walaupun termasuk matakuliah pengembangan kepribadian, namun pendidikan agama mendapat porsi yang sedikit di perguruan tinggi. Oleh karenanya pendidikan agama di perguruan tinggi tidak dapat berjalan maksimal, apalagi jika dikaitkan dengan wacana integrasi ilmu pengetahuan dan agama atau wacana Islamisasi ilmu pengetahuan. mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan agama atau ilmu agama belum banyak diupayakan oleh perguruan tinggi, utamanya perguruan tinggi umum. apabila ditemukan upaya integrasi di perguruan tinggi, maka hampir bisa dipastikan bahwa hal tersebut dilakukan oleh perguruan tinggi Islam. Upaya integrasi dilakukan atas inisiatif lembaga/kampus karena kesadaran akan pentingnya integrasi ilmu dan agama. Integrasi antara bidang ilmu agama dengan bidang ilmu pengetahuan inilah yang kemudian menjadi salah satu dasar pemikiran yang paling penting dalam transformasi Institut Agama Islam Negeri menjadi Universitas Islam Negeri di Indonesia.32 Hal ini sebagaimana terjadi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN

30 Abdul Wahab, “Dualisme Pendidikan Di Indonesia”, dalam Lentera Pendidikan, V. 16 no. 2 Desember 2013, h. 222. 31 Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor: 43/Dikti/Kep/2006, Tentang Rambu Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, Tahun 2006, pasal 3. 32 Dasar pemikiran transformasi perguruan tinggi Islam ini adalah perubahan status madrasah sebagai sekolah yang bercirikan agama sehingga tamatan madrasah dapat melanjutkan pendidikan ke universitas. Selain itu juga alumni UIN mempunyai kesempatan 9

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Maulana Malik Ibrahim Malang dan beberapa perguruan tinggi Islam lain. Belum nampak upaya konkret pemerintah mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan agama di PTU (Perguruan Tinggi Umum). Salah satu alternatif untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan agama di perguruan tinggi umum dengan agama adalah melalui pendidikan di madrasah.33 Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam yang telah mengakar di masyarakat, madrasah diharapkan dapat selalu meningkatkan peranannya di masa mendatang dalam memberikan pendidikan dan pengajaran serta penyebarluasan ilmu agama.34 Madrasah bisa dijadikan sebagai sebuah alternatif untuk mengawal perkembangan keilmuan para pelajar, baik pelajar tingkat dasar, menengah ataupun pendidikan tinggi. Para pelajar dengan mempunyai bekal ilmu pengetahuan dari madrasah, sekolah maupun kampus serta bekal ilmu dan pengamalan agama dari madrasah diharapkan menjadi manusia yang intelek dan menjunjung tinggi nilai- nilai Islam. Hal ini sebagaimana dikatakan Imam Suprayogo bahwa para orang tua bangga jika anak-anak mereka belajar di lembaga pendidikan Islam dan berharap kelak mereka menjadi manusia yang intelek dan berakhlak mulia.35 Dikatakan bahwa sistem pendidikan madrasah sangat bermanfaat dan masih relevan dengan

untuk mobilitas vertikal ketimbang alumni IAIN. Lihat Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Cet. II), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 141. 33 Salah satu pendekatan yang digunakan dalam integrasi ilmu pengetahuan dan agama atau Islamisasi ilmu pengetahuan adalah dengan mengislamkan orang sebagai pengembang ilmu pengetahuan. Lihat Muhyarsyah, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan di Perguruan Tinggi”, dalam Azuar Juliandi, Islamisasi Pembangunan, (Medan: Umsu Press, 2014), h. 21. Abuddin Nata mengistilahkan pendekatan ini dengan menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan (aksiologi) tanpa mempersilahkan aspek ontologi dan epistemologi. Lihat Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Rajawali Pers: Jakarta, 1998), h. 419. 34 Ridlwan Nasir, Mencari Format Pendidikan Ideal: Perubahan Madrasah di Tengah Arus Perubahan, Editor M, Adib Abdushomad, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 80. 35 Baca Edi Widiyanto, “Tingkatkan Pendidikan Islam”, Republika, Kamis 29 April 2010, h. 12. Lihat pula A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, (Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia (LP3NI), 1998), h. 126. 10

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

kondisi masyarakat Indonesia dewasa ini dalam rangka melahirkan manusia yang beriman, berakhlak mulia dan bertakwa.36 Melalui pemaparan di atas, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang pembelajaran yang dilakukan di madrasah. Madrasah memberikan pendidikan agama kepada Siswa dengan proporsional antara pendidikan Agama Islam dan Ilmu Pengetahuan. Pendidikan yang dilakukan madrasah dimaksudkan sebagai upaya untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh Siswa di kelas serta pengamalan agama yang diperoleh Siswa di lingkungan madrasah melalui ko-kurikuler, ekstrakurikuler, dan intrakurikuler. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sebuah gambaran tentang format atau pola penguatan pembelajaran yang dilakukan untuk mengintegrasikan ilmu dan pengamalan agama dengan ilmu pengetahuan di lingkungan Madrasah. Penelitian ini dilakukan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa karena beberapa pertimbangan. Pertama, latar belakang pendirian madrasah ini adalah untuk membentuk keseimbangan antara aspek agama dan ilmiah dalam diri siswa.37 madrasah melakukan pembentukan kepribadian riligius Siswa. Madrasah ini dirintis sebagai usaha untuk memadukan dimensi positif madrasah untuk mewujudkan generasi yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus memiliki fondasi kokoh yang berakar pada nilai-nilai moralitas dan spiritualitas agama. Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa menginginkan perpaduan antara ilmu pengetahuan dan agama memperoleh pengakuan dan pembenaran oleh masyarakat, dan keyakinan agama akan mendapatkan pertimbangan yang sangat penting dalam disiplin keilmuan. Pendidikan di madrasah ini juga menjadi salah satu solusi atas problematika pendidikan agama Islam.38 Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa lahir setelah melalui proses pembacaan masalah pendidikan yang panjang oleh Abdul Chair Ariep. Menurutnya, pendidikan agama di Sekolah Menengah Atas hanya sampai pada taraf teori dan bagian dari kegiatan formalitas belaka. Hal ini dikarenakan ketiadaan media bagi para Siswa untuk mengartikulasikan pengetahuan agama yang mereka miliki. Oleh karenanya diperlukan media bagi para Siswa untuk mengartikulasikan pengetahuan agama

36 Saidun Fiddaroini dalam Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Madrasah di Tengah Arus Perubahan, Editor Adib Abdushomad, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. xiii. 37 Abdul Chair Ariep, Tausiyah Saat Acara Malam Bina Ruhi (MBR), Merupakan agenda wajib sekolah yang diadakan setiap sebulan sekali. 38 Abdul Chair Ariep, Tausiyah Saat Acara Malam Bina Ruhi (MBR), Merupakan agenda wajib sekolah yang diadakan setiap sebulan sekali. 11

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

yang mereka miliki.39 Kedua, Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa berada di kota besar dan berdekatan dengan berbagai perguruan tinggi, baik perguruan tinggi agama maupun perguruan tinggi umum, perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta. Oleh karenanya Siswa di madrasah ini sangat heterogen. Sejak awal didirikan, madrasah menerima para pelajar yang sesuai dengan Harapan madrasah yang mampu beradaptasi dengan lingkungan madrasah.40 Madrasah ini menerima siswa dari berbagai bidang keilmuan. Para siswa dapat saling berbagi ilmu pengetahuan yang mereka tekuni melalui beberapa Organisasi yang telah diprogramkan oleh madrasah. Beberapa organisasi siswa sebagai sarana saling berbagi ilmu antara lain: SGCC melalui kegiatan Malam Bina Ruhi (MBR), Laska, dll. Sementara untuk pendalaman ilmu agama, selain melalui program pendidikan madrasah, para siswa terbantu dengan adanya sarana dan prasarana baik yang bersifat materiil dan non materiil. Ketiga, keberadaan serta pengalaman Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa cukup muda karena baru berdiri tahun 2008 membuktikan bahwa madrasah ini telah berhasil mengembangkan pendidikan agama bagi para siswa dari latar belakang macam pendidikan di perkotaan. Madrasah ini merupakan prototype model lanjutan madrasah di Indonesia yang fokus pada pendidikan agama dan Ilmu pengetahuan, utamanya siswa perkotaan.41 Proses pendidikan yang memadukan unsur ta„līm, ta‟dīb dan irshād menjadikan siswa tidak hanya mengetahui ajaran agama, namun juga mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan nyata sehari-hari.42 Tiga unsur pendidikan tersebut kemudian melembaga menjadi bidang pengajaran, keorganisasian dan proses pendidikan di madrasah. Selain mendapatkan ilmu dan pengamalan agama, siswa juga dibantu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang ditekuni sesuai minat masing-masing. Hal ini didapatkan siswa melalui beberapa kegiatan yang diprogramkan oleh madrasah. Meskipun diakui bahwa upaya ini masih belum maksimal, namun hal ini terus diupayakan oleh pihak madrasah.43 Hal ini tertuang dalam Visi-Misi madrasah, yaitu; Integritas Diniyah, Integritas Ilmiah dan Integritas Insaniah. Untuk mengetahui konsep dan implementasi integrasi antara

39 Kholilur Rahman, “Konsep Pendidikan Ahmad Hasyim Muzadi,” (Tesis dan Disertasi S2 Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2012), h. 139. 40 Jl. M. Kahfi 1 No.44, RT.1/RW.2, Cipedak, Kec. Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12630. 41 Model madrasah ini melanjutkan eksperimen Bj. Habibi yang sebelumnya telah mendirikan madrasah Insan Cendekia. Abdul Chair Ariep, Malam Bina Ruhi, Jagakarsa 24 Januari 2018. 42 Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 43 Abdul Chair Ariep, Malam Bina Ruhi, Jagakarsa, 24 Januari 2018. 12

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

ilmu pengetahuan dan ilmu dan pengamalan agama di madrasah ini, penulis memandang perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

B. Literatur dalam kajian Integrasi Ilmu Terkait dengan kajian tersebut, maka dilakukan penelusuran buku atau tulisan dari penelitian terdahulu yang relevan, diantaranya: Pertama, kajian teoritis terkait integrasi ilmu agama dan ilmu umum. Penelitian tentang hal ini sudah banyak dilakukan oleh para ilmuwan, di antaranya: Wan Mohd Wan Daud dalam The Education Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-„Aṭās: An Exposition of the Original Concept of Islamization.44 Penelitian yang kemudian diterbitkan ISTAC tahun 1998 di Kuala Lumpur ini memaparkan tentang pandangan metafisik, ilmu pengetahuan, makna dan tujuan pendidikan, ide dan realitas universitas Islam, kurikulum dan metode pendidikan, Islamisasi ilmu pengetahuan serta respons terhadap gagasan Islamisasi ilmu. Paparan utama dalam buku ini adalah Islamisasi ilmu pengetahuan masa kini terkait teori dan praktek. Wan Daud memaparkan pemikiran al-„Aṭās secara umum terkait latar belakang Islamisasi ilmu serta implementasinya. Al-„Aṭās memaknai Islamisasi sebagai pembebasan manusia dari tradisi magis (magical), mitologi (mythology), animisme (animism), kebangsaan dan kebudayaan (national-cultural tradition) dan paham sekuler (secularism).45 Al-„Aṭās menjelaskan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan dilakukan dengan dua proses yang saling berkaitan: pertama, mengisolir unsur dan konsep kunci yang membentuk peradaban Barat dari disiplin ilmu pengetahuan modern, utamanya dalam ilmu humaniora. Kedua, memasukkan unsur-unsur Islam dan konsep-konsep kunci dalam setiap bidang ilmu pengetahuan modern yang relevan.46 Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan al-„Aṭās yang dituliskan dalam buku ini nampak terlalu teoritis sehingga tidak terlalu jelas dalam penerapannya.

44 Wan Mohd Wan Daud, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed M Naquib al-„Aṭās. Penerjemah Hamid Fahmi. (Bandung: Mizan, 2003)., h. 23 45 Lihat dan bandingkan dengan Syed Muhammad Naquib al-„Aṭās, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 88-108. Lihat pula Syed Muhammad Naquib al- „Aṭās, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), h. 42. 46 Mohammad Muchlis Solichin, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan Dan Aplikasinya dalam Pendidikan Islam,” dalm Tadris, V. 3. no. 1. 2008. h. 14-29 13

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Azyumardi Azra dalam Esei Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam47 menyatakan bahwa integrasi keilmuan perlu dilakukan dalam rangka mencetak biru pendidikan Islam di masa yang akan datang. Menyikapi gagasan integrasi agama dan ilmu, Azyumardi Azra dalam Reintegrasi Ilmu dalam Islam48 telah mengklasifikasikan respons para cendekiawan muslim. Pertama, restorasionis, yang mengatakan bahwa ilmu yang bermanfaat dan dibutuhkan adalah praktek agama (ibadah). Termasuk golongan ini adalah Ibrahim Musa (w. 1398 M) dari Andalusia, Ibnu Taimiyah dan Abu al-A„la Maudūdi. Mereka mengatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang berasal dari nabi, sementara ilmu-ilmu dari barat yang berupa ilmu geografi, fisika, kimia, biologi, zoologi, geologi dan ilmu ekonomi adalah sumber kesesatan karena tanpa rujukan kepada al-Qur‟an dan hadis. Kedua, rekonstruksionis, interpretasi agama untuk memperbaiki hubungan peradaban modern dengan Islam. Mereka mengatakan bahwa Islam pada masa Nabi dan sahabat sangat revolutif, progresif, dan rasionalis. Termasuk dalam golongan ini adalah Sayyid Ahmad Khan dan Jamal al-Din al- Afgāni. Mereka mengatakan bahwa firman Tuhan dan kebenaran ilmiah adalah sama-sama benar dan Islam Memiliki semangat ilmiah. Ketiga, reintegrasi, yang merekonstruksi ilmu-ilmu dari al-āyah al- qur‟āniyyah dan al-āyah al-kawniyah. Hal ini berarti kembali kepada kesatuan transsendental semua ilmu pengetahuan. Secara implementatip integrasi dilakukan dengan cara mengintegrasikan ajaran, ideologi dan pandangan Islam secara menyeluruh ke dalam semua mata pelajaran di sekolah. Namun demikian Azyumardi Azra tidak memberikan gambaran konsep atau langkah yang jelas dalam tataran aplikasi integrasi agama dan ilmu. Fazlur Rahman dalam Islamization of Knowledge: A Response49 menyatakan bahwa pengetahuan kontemporer merefleksikan etos Barat. Ia menegaskan bahwa orang tidak dapat menemukan suatu metodologi atau memerinci suatu strategi untuk mencapai pengetahuan Islami. (data buku) Menurut Fazlur Rahman, satu-satunya harapan umat Islam untuk menghasilkan Islamisasi adalah dengan memelihara pemikiran umat Islam. Ia menambahkan bahwa ilmu pengetahuan berasal dari Allah yang diberikan melalui akal pikiran manusia. Pada dasarnya Fazlur Rahman sependapat dengan Pervez

47 Azyumardi Azra, Esei Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 1999), h. 12. 48 Azyumardi Azra, “Reintegrasi Ilmu-ilmu”, dalam Islam Zainal Abidin Bagir (ed) Integrasi Ilmu dan Agama, Interpretasi dan Aksi, (Bandung: Mizan, 2005), h. 206-211. 49 Fazlur Rahman, “Islamization of Knowledge: A Response,” dalam American Journal of Islamic Social Science (5:1) (1988), h. 12. 14

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Hoodbhoy yang mengatakan bahwa tidak ada sains Islam.50 Islamisasi yang dimaksudkan Fazlur Rahman lebih menjamin pelaksanaan hasil ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab sesuai dengan etika dan nilai-nilai Islam. Pendapat yang hampir serupa dinyatakan Pervez Hoodbhoy dalam Islam and Science; Religion Orthodoxy and the Battle for Rationality.51 Ia tidak setuju gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan, bahkan menolak adanya sains Islam. Hoodbhoy mengemukakan tiga alasan: pertama, semua usaha yang pernah dilakukan untuk menciptakan sains Islam telah gagal. Kedua, menjelaskan sekumpulan prinsip-prinsip moral dan teologi, betapapun tingginya, tidak memungkinkan seseorang untuk menciptakan sains yang benar-benar baru dari awal. Ketiga, belum pernah, dan sampai kini belum, ada definisi tentang sains Islam yang dapat diterima oleh semua kaum muslim. Ia lebih cenderung untuk menanamkan nilai-nilai Islam kepada para ilmuwan muslim sebagai pengembang ilmu pengetahuan. Pendapat Hoodbhoy merupakan alternatif solusi atas kemunduran yang dialami umat Islam, utamanya dalam bidang pendidikan. Sebagai respons atas munculnya wacana Islamisasi ilmu pengetahuan, pendapat Hoodbhoy bisa lebih mudah diterapkan daripada konsep yang ditawarkan al-Fāruqī maupun al-„Aṭās. Penanaman nilai-nilai keislaman kepada para ilmuwan lebih mudah dilakukan daripada merekonstruksi struktur keilmuan yang sudah ada. Selain itu, Islamisasi ilmuwan sebagai pengembang ilmu pengetahuan lebih menjamin pelaksanaan hasil ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab sesuai etika dan nilai-nilai Islam. Senada dengan keduanya, Kuntowijoyo dalam Islam Sebagai Ilmu Epistemologi, Metodologi dan Etika menolak gagasan Islamisasi ilmu.52 Ia menawarkan konsep pengilmuan Islam. Pengilmuan Islam dalam prakteknya menggunakan dua metodologi sekaligus, yaitu integralisasi dan objektivikasi.53 Konsep ini dilatarbelakangi oleh: pertama, Pengilmuan Islam menghadapkan doktrin (al-Qur‟an dan hadis) pada realitas atau dengan kata lain dari teks ke konteks (min al-nās ilā al-wāqi„ kedua, perlunya memberikan alasan kenapa orang Islam harus melihat realitas melalui Islam; ketiga, perlunya mengakui keberadaan faktor manusia dalam mengkonstruksi pengalamannya. Jika faktor manusia tidak dimasukkan ke dalam konstruksi tersebut, maka akan berujung pada tidak

50 Lihat Pervez Hoodbhoy, Islam and Science: Religion Orthodoxy and the Battle for Rationality, (London-New Jersey: Zed Books Ltd, 1991), h. 77. 51 Pervez Hoodbhoy, Islam and Science: Religion Orthodoxy and the Battle for Rationality, (London-New Jersey: Zed Books Ltd, 1991), h. 77. 52 Kuntowijoyo, Islam Sebagai, Ilmu Epistemologi, Metodologi dan Etika (Jakarta: Teraju, 2004), h. 27. 53 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, h. 56. 15

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

komplitnya keilmuan yang dibangun. Kuntowijoyo mengatakan bahwa pengetahuan yang benar-benar obyektif tidak perlu diislamkan, karena Islam mengakui dan mengajarkan objektivitas.54 Suatu teknologi tidak akan berubah ketika berada di tangan orang Islam maupun orang kafir. Sebagaimana Hoodbhoy, Pengilmuan Islam yang dipaparkan Kuntowijoyo lebih mudah dilaksanakan daripada mengubah konstruksi keilmuan yang sudah mapan. Sementara Syed Naquib al-„Aṭās dalam Islam dan Sekularisme55, Ziauddin Sardar dalam Jihad Intelektual: Merumuskan Parameter Parameter Sains Islam56 dan Ismā„īl Rājī al-Fāruqī dalam Islamization of Knowledge57 memfokuskan kajian pada upaya Islamisasi ilmu pengetahuan. Ketiganya meninggalkan metode pendidikan Barat yang melahirkan sekularisme yang membahayakan, kemudian menggantikannya dengan konsep pendidikan baru. Mereka wujudkan hal tersebut dalam reformasi pendidikan Islam dalam satu wacana Islamisasi pengetahuan.58 al- Fāruqī mengusulkan agar semua disiplin ilmu diberi tujuan dan visi baru yang konsisten dengan Islam. Setiap disiplin ilmu harus ditempa kembali sehingga memberikan relevansi Islam sepanjang tiga sumbu tauhid.59 Wacana Islamisasi ilmu pengetahuan yang mereka sampaikan merupakan sebuah upaya untuk memajukan peradaban umat Islam yang telah lama terpuruk, melalui bidang pendidikan. Islamisasi pengetahuan dimaksudkan untuk memfokuskan kembali ilmu pengetahuan, yaitu dengan mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi yang terkait dengan tujuan memperkaya visi dan perjuangan Islam.60 Islamisasi ilmu pengetahuan berarti melakukan kembali aktivitas keilmuan seperti mengungkap, menghubungkan serta menyebarluaskannya menurut sudut pandang ilmu terhadap alam kehidupan

54 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, h. 8. 55 Syed Naquib al-„Aṭās, Islam dan Sekularisme, Terj. Karsidjo Djojosuwarno (Bandung, Pustaka, 1981), h. 20. 56 Ziauddin Sardar, Jihad Intelektual: Merumuskan Parameter Parameter Sains Islam, Penerjemah AE Priyono. (Surabaya: Risalah Gusti, 1998), h. 9. 57 Ismā„īl Rājī al-Fāruqī, Islamization of Knowledge: General Principles an Workplan (Herndon: The Institute of Islamic Thought, 1982), h. 25. 58 Norlaila, “Pemikiran Pendidikan Islam Ismā„īl Rājī al-Fāruqī”, dalam al- Banjari, V. No.1. Januari 2008, h. 41. 59 Ismā„īl Rājī al-Fāruqī, Islamisasi Pengetahuan, Penerjemah Yustiono (Bandung: Mizan, 1993), h. 37. 60 Ismā„īl Rājī al-Fāruqī, Tauhid: Its Implication for Thought and Life, (Temple University: The International Institute of Islamic Thought, 1982), h. 53-54. 16

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

manusia.61 Islamisasi pengetahuan yang mereka tawarkan bisa dan mungkin untuk dilaksanakan, namun mengubah konstruksi ilmu pengetahuan yang sudah ada bukan merupakan pekerjaan ringan. Upaya Islamisasi ilmu pengetahuan ini memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Kelemahan lain dari upaya Islamisasi ilmu pengetahuan dengan mengubah struktur keilmuan adalah tidak adanya jaminan untuk melaksanakan atau menggunakan produk keilmuan secara bertanggung jawab, sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hal senada juga diungkapkan oleh Jābir al-„Alwānī dalam karyanya Islamic Thought: An Approach Reform.62 Ia mengemukakan pentingnya Islamisasi ilmu pengetahuan sebagai salah satu pondasi penting dari pembaruan agama Islam dalam rangka membangun kembali ummah dari suatu bangsa dan mengusahakan terwujudnya sebuah masyarakat Islam kontemporer. Dalam paparannya, Jābir al- „Alwānī lebih cenderung pada gagasan Islamisasi yang disampaikan al-Fāruqī dan al-„Aṭās. Namun dalam paparannya, ia tidak memberikan gambaran yang detail tentang langkah yang harus dilakukan untuk mewujudkan Islamisasi ilmu pengetahuan. Holmes Rolston dalam Science and Religion63 memfokuskan kajian pada integrasi keilmuan dengan menegaskan bahwa agama mesti diintegrasikan atau dipadukan dengan wilayah-wilayah kehidupan manusia. Hanya dengan cara ini agama dapat bermakna dan menjadi rahmat bagi pemeluknya, bagi umat manusia, bahkan seluruh alam semesta. Ketika membincangkan ilmu dan agama, integrasi tampaknya menjadi kata kunci untuk mengungkapkan sikap yang tepat, khususnya dari sudut pandang umat beragama. Rolston menambahkan bahwa setiap hidup yang berorientasi pada makna merupakan suatu bentuk agama.64 Paparan Rolston memberikan gambaran bahwa integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan dilakukan dengan memberikan makna terhadap proses keilmuan serta penggunaan hasil ilmu pengetahuan teknologi. Rolston dalam tulisannya lebih banyak menghubungkan agama dengan psikologi. Paparan awal bukunya, Rolston

61 Lihat Rosnani Hashim, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: Sejarah, Perkembangan, dan Arah Tujuan‛. Islamia, Thn. II No. 6 (Juli-September 2005), h. 35-36. Lihat pula Abd. Syakur, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik, (Jakarta: Mizan, 2005), h. 32 62 Taha Jābir al-„Alwānī, Islamic Thought: An Approach to Reform, (London- Washington, The International Institute of Islamic Thought, 1427/2006), h. 19. 63 Holmes Rolston, Science and Religion: A Critical Survey, (New York: Random House, 1987), h. 62. 64 Holmes Rolston, Methods in Scientific and Religious Inquiry‛ Chapter 1 dalam Science and Religion: A Critical Survey, (New York: Random House, 1987), h. 1-32 17

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

mengkritisi pemikiran psikoanalisis freudian, behavioral science (ilmu perilaku) dan psikologi humanis.65 Oleh karenanya wajar apabila Rolston menghubungkan ilmu pengetahuan, dalam hal ini psikologi yang tidak berupa ilmu eksak, dengan agama. Mulyadhi Kartanegara dalam Integrasi Ilmu; Sebuah Rekonstruksi Holistik66 menyoroti upaya integrasi yang dilakukan dengan cara menggabungkan dua bangunan keilmuan dengan basis teoritis yang berbeda (sekuler dan religius), sebagaimana terjadi di lembaga-lembaga pendidikan Indonesia. Upaya demikian ini hanya menghimpun dua entitas keilmuan yang berjalan sendiri-sendiri dalam ruang yang sama dan tidak akan membuahkan sebuah integrasi. Integrasi keilmuan harus diupayakan hingga mencapai tingkat epistemologis yang meliputi tiga aspek.67 Pertama, integrasi ontologis. Sebelum pilihan ilmu dijatuhkan, harus dipastikan status ontologis atau keberadaan dan realitas objek-objek tersebut terlebih dahulu. Objek kajian ilmu agama dan ilmu umum adalah ayat-ayat Allah. Integrasi agama dan ilmu umum hanya akan terjadi apabila al-Qur‟an maupun alam semesta dibaca sebagai ayat Allah.68 Ilmu agama sebagai pengetahuan tentang ayat Allah yang tersurat (al-Qur‟an dan hadis), sedangkan ilmu umum merupakan kajian dari ayat Allah yang tersirat di alam semesta. Kedua, integrasi klasifikasi ilmu. Ilmu dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu ilmu metafisika, matematika serta ilmu alam. Ketiga kelompok ilmu ini bersama sub-divisinya pada gilirannya akan membentuk klasifikasi ilmu rasional yang integral.69 Ketiga, integrasi metodologi. Terdapat tiga macam metode ilmiah yang dikembangkan ilmuwan muslim: pertama, metode observasi (tajrībī) yang bersumber dari indera, sebagaimana

65 Holmes Rolston, Methods in Scientific and Religious Inquiry‛ Chapter 1 dalam Science and Religion: A Critical Survey, (New York: Random House, 1987), h. 151 66 Mulyadhi Kartanegara dalam Integrasi Ilmu; Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung: Mizan Media Utama, 2005). h. 21. 67 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu; Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung; Arasy PT Mizan Pustaka bekerja sama dengan UIN Jakarta Press, 2005), h. 208-223 68 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung: Mizan, 2005), h. 48. 69 Klasifikasi ilmu ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ibnu Sina dan al- Farabi. Keduanya membagi segala sesuatu yang ada ke dalam tiga kategori: 1) wujud yang secara nyata tidak tercampur dengan gerak dan materi; 2) wujud yang dapat bercampur dengan materi dan gerak tetapi dapat memiliki wujud yang terpisah dari keduanya dan 3) wujud yang secara niscaya bercampur dengan gerak materi. Dari ketiganya muncullah tiga kelompok besar ilmu: metafisika, matematika dan ilmu alam. Lihat Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu, h. 211-212. 18

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

digunakan di Barat; Kedua, metode logis (burhānī) atau demonstratif yang bersumber dari akal; Ketiga, metode intuitif („irfānī) yang bersumber dari hati.70 Zainal Abidin Baqir dalam Integrasi Ilmu dan Agama, Interpretasi dan Aksi71 menegaskan bahwa integrasi yang dilakukan hanya dengan mencocokkan ayat-ayat al-Qur‟an secara dangkal dengan temuan ilmiah hanya akan menimbulkan kesan adanya penaklukan. Ia menganggap perlu adanya sebuah integrasi konstruktif, yaitu integrasi yang menghasilkan kontribusi baru yang tidak akan diperoleh apabila terjadi pemisahan antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari dampak negatif yang mungkin muncul jika keduanya berjalan secara terpisah. Ia memaparkan serta mengkritisi beberapa klasifikasi hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan yang diajukan para ilmuwan. Ia sedikit memberi gambaran sejarah munculnya wacana integrasi dan Islamisasi ilmu pengetahuan.72 Namun demikian, Zainal Abidin Baqir tidak memberikan gambaran praktis tentang upaya integrasi agama dan ilmu pengetahuan dalam karyanya ini. Kedua, kajian praktis terkait integrasi ilmu agama dan ilmu umum. Kajian ini juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti, di antaranya: Ruslan dalam tesis yang berjudul Integrasi Agama dalam Pembelajaran Sains: Studi Kasus di MAN 4 Model Jakarta.73 Penelitian ini berupaya memotret pola pembelajaran yang dilakukan untuk menyatukan sains, dalam hal ini pelajaran biologi dengan ilmu agama. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa integrasi agama dan sains yang dilakukan di MAN 4 Model Jakarta baru sebatas ayatisasi terhadap materi-materi pembelajaran biologi. Upaya ayatisasi terhadap mata pelajaran sains merupakan salah satu dari beberapa pendekatan yang digunakan dalam upaya Islamisasi ilmu pengetahuan.74 Namun demikian, menurut Mulyadhi Kartanegara, proses ayatisasi

70 Mulyadhi Kartanegara, Menembus Batas Waktu, Panorama Filsafat Islam, (Bandung: Mizan, 2002), 61. Lihat juga H.S. Nasr, Mulla Sadra: His Teaching‛ dalam Nasr dan Oliver Leaman, History of Islamic Philosophy Jilid I, (London:Routledge, 1996), h. 644. 71 Zainal Abidin Bagir ed. Integrasi Ilmu dan Agama, Interpretasi dan Aksi, (Bandung: Mizan, 2005), h. 23. 72 Zainal Abidin Bagir ed. Integrasi Ilmu dan Agama, Interpretasi dan Aksi (Bandung: Mizan, 2005), h. 20-38. 73 Ruslan, Integrasi Agama dalam Pembelajaran Sains (Studi Kasus di MAN 4 Model Jakarta (Tesis: SPS UIN Jakarta, 2010), h. 40. 74 Sebagaimana diketahui bahwa pendekatan Islamisasi ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi: pertama, Islamisasi ilmu dilakukan dengan memberikan ayat-ayat yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang berkembang. Kedua, Islamisasi ilmu dengan 19

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

dalam pembelajaran sains ini tidak akan menghasilkan integrasi ilmu, karena integrasi harus diupayakan hingga tingkat epistemologis.75 Asnawi dalam tesis yang berjudul Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum: Studi Komparasi Pola Pembelajaran antara Madrasah Tradisional Plus dan Madrasah Modern.76 Tesis ini memotret pola pembelajaran yang dilakukan untuk menyatukan sains (pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial) dengan ilmu agama. Penelitian ini mengungkapkan bahwa integrasi ilmu di madrasah disebabkan karena adanya pergeseran pemaknaan terhadap konsep tafaqquh fi al-Dīn yang dapat berimplikasi pada bangunan kurikulum lembaga pendidikan dan proses pembelajaran. Integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum di madrasah dapat dilakukan karena adanya kesamaan basis ontologis antara keduanya. Baik ilmu agama maupun ilmu umum merupakan ayat-ayat (sign) tanda- tanda kekuasaan Allah SWT. Ilmu-ilmu agama yang berbasis pada wahyu (al- Qur‟an dan Hadis) sebagai ayat-ayat qawliyyah Allah, sedangkan ilmu umum berbasis pada akal dan penalaran terhadap fenomena alam sebagai ayat-ayat kawniyyah. Kesamaan landasan ontologis, menurut Mulyadhi Kartanegara, merupakan titik temu dalam integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan.77 Berdasar kajian-kajian di atas maka posisi penelitian ini merupakan penelitian lanjutan untuk pengembangan serta penguatan penelitian sebelumnya. Tesis ini berusaha membedah praktik pembelajaran di madrasah. Pendidikan agama islam di madrasah merupakan salah satu upaya mengintegrasikan ilmu pengetahuan mengislamkan orang sebagai pengembang ilmu pengetahuan. Ketiga, Islamisasi berdasar filsafat Islam dengan mempelajari dasar metodologinya. Keempat, memahami Islamisasi sebagai sebuah ilmu yang beretika dan beradab. Muhyarsyah, Islamisasi Ilmu Pengetahuan di Perguruan Tinggi‛ dalam Azuar Juliandi, Islamisasi Pebangunan, (Medan: Umsu Press, 2014), 21. Bandingkan dengan Mulyanto dalam Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Rajawali Pers: Jakarta, 1998), h. 419. 75 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu; Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung; Arasy PT Mizan Pustaka kerjasama dengan UIN Jakarta Press, 2005), h. 208-223 76 Asnawi, “Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum (Studi Komparasi Pola Pembelajaran antara Madrasah tradisional Plus dan Madrasah Modern),” (Tesis dan Disertasi S2 SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 21. Penelitian serupa dilakukan Away Baidhowy dalam Relasi Sains dan Agama pada tahun 2008. Away Baidhowy fokus pada upaya penyatuan antara sains dan agama dalam proses pembelajaran di Madrasah Aliyah Insan Cendekia Serpong. Lihat Away Baidhowy, “Relasi Sains dan Agama: Model Integrasi IPTEK dan IMTAK pada Pembelajaran Sains di MAN Insan Cendikia, Serpong,” (Jakarta: Tesis SPs UIN Jakarta, 2008). h. 20. 77 Pandangan Mulyadhi Kartanegara dalam Asnawi, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum (Jakarta: Tesis SPs UIN Jakarta, 2010), h. 163. 20

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

yang diperoleh di kelas dengan ilmu dan pengamalan agama dalam kegiatan Malam Bina Ruhi, ektrakurikuler, ko-kurikule, dan intrakurikuler. Sejauh pengetahuan peneliti, belum ada kajian khusus (case study) tentang hal ini. Kajian maupun penelitian terdahulu terkait integrasi agama dan ilmu di lembaga pendidikan hanya dilakukan di sekolah dasar dan sekolah lanjutan pada tataran teoritis. Belum dilakukan penelitian serupa yang difokuskan pada upaya integrasi agama dan ilmu pengetahuan di madrasah melalui penguatan Diniah, Ilmiah dan Insaniah sesuai Visi dan Misi Madrasah yang akan peneliti lakukan penelitian.

C. Paradigma dan Metodologi Penelitian Melihat permasalahan yang ada dan melalui pertimbangan pembahasan penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan fenomenologi dan pendekatan ilmu pendidikan. Penelitian ini bersifat kualitatif karena penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang integrasi ilmu agama dan ilmu umum yang dilaksanakan di madrasah. Sebagaimana telah maklum bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa laporan tertulis atau lisan yang bersumber dari dokumentasi, wawancara dan observasi sehingga hasil penelitian adalah berupa kutipan data.78 Penelitian ini dilakukan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. Madrasah ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena beberapa pertimbangan, di antaranya adalah fokus garapan madrasah ini adalah siwa dari berbagai latar pendidikan yang heterogen. Hal ini menjadi alasan utama pemilihan objek penelitian karena upaya integrasi ilmu dan agama melalui penerapan integrasi diniah, ilmiah dan insaniah bagi siswa belum banyak diupayakan. Integrasi agama dan ilmu pengetahuan di Madrasah hanya dilakukan oleh beberapa Madrasah yang bersifat teoritis dan ayatisasi, dalam hal ini MAN 4 Model Jakarta Selatan. Selain itu, lokasi madrasah yang berada di perkotaan dan kemajuan pola hidup orang kota membuat madrasah ini harus terus mencari dan mengembangkan model pendidikan yang relevan. Keberadaan madrasah yang tergolong muda tetap eksis dan diminati oleh masyarakat perkotaan membuktikan bahwa madrasah ini telah mampu mengembangkan sistem pendidikannya dengan baik. Sumber data penelitian ini dibagi menjadi dua macam yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer : Ketua Yayasan, Kepala Madrasah, Waka Bidang Kesiswaan, Waka Bidang Kurikulum, pengajar, beberapa siswa serta dokumen: panduan pendidikan tahun pelajaran 2019/2020, kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), data laporan tahunan bidang bimbingan dan

78 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (cet ke-16), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 6. 21

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

konseling (BK), arsip file Microsoft office word Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. Pengumpulan data dari sumber primer dilakukan dengan teknik dokumentasi, wawancara dan observasi. Sumber data primer ini akan memberikan gambaran tentang konsep integrasi ilmu dan agama serta implementasinya dalam konsep dan praktik yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. Hal ini merupakan upaya untuk mengintegrasikan keilmuan yang diperoleh Siswa melalui integritas ilmiah, integritas diniyah, dan integritas insaniah dari kegiatan yang diagendakan sekolah, yaitu: ko-kurikuler, ekstrakurikuler dan intrakurikuler. Adapun data sekunder penelitian yang digunakan berupa dokumentasi dari artikel, buku, makalah, hasil penelitian serta tulisan-tulisan di media cetak maupun elektronik yang berkaitan dengan integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Data yang diperoleh akan dijadikan sebagai data penunjang penelitian yang dilakukan. Teknik mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah: 1. Dokumentasi Teknik dokumentasi digunakan untuk data yang tercetak, seperti buku sejarah madrasah, buku profil madrasah, dokumen madrasah, foto kegiatan, majalah atau surat penghargaan untuk Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 2. Wawancara Metode interview atau wawancara dilakukan untuk mendapatkan keterangan secara lisan langsung dari responden.79 Wawancara yang dilakukan menggunakan pedoman wawancara tidak terstruktur (unstructured interviewing), yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar pertanyaan yang akan disampaikan. Dalam model wawancara ini peneliti secara kreatif mengendalikan jawaban responden.80 Wawancara dilakukan dengan Ketua Yayasan sekaligus sebagai Pengelola Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa dan kepala madrasah untuk mengetahui pandangan tentang dikotomi ilmu agama dan umum serta konsep integrasi ilmu yang dikembangkan di madrasah. Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui faktor pendukung serta kendala yang ditemui dalam konsep dan praktik integrasi keilmuan. Wawancara dilakukan dengan kepala madrasah Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa, waka bidang kesiswaan dan waka bidang kurikulum guna mengetahui implementasi dari konsep integrasi ilmu dalam

79 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 129. 80 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Cet. XII (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 202.

22

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

konsep dan praktik di Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. Wawancara yang dilakukan juga untuk mengetahui problematika yang ditemui dalam proses konsep dan praktik, serta langkah yang dilakukan untuk mengatasi problematika yang ditemukan. Wawancara dengan tenaga pengajar dan beberapa pengurus dan siswa dilakukan dengan sistem random dari populasi yang ada. Wawancara ini dilakukan untuk menginventarisir problematika pendidikan yang ditemukan serta langkah yang dilakukan untuk mengatasinya. 3. Observasi Teknik ini digunakan dengan cara mengamati secara seksama obyek yang diteliti, baik berupa keterampilan, perilaku individu, atau situasi proses kegiatan tertentu.81 Jenis observasi yang dilakukan adalah partisipasi pasif, yaitu peneliti berada di lokasi yang diamati, mengamati kegiatan yang berlangsung tetapi tidak terlibat dalam kegiatan tersebut.82 Observasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap konsep dan praktik integrasi keilmuan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah descriptive analysis. yaitu dengan mendeskripsikan temuan tentang konsep integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan, proses pendidikan yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa, serta kendala dan solusi dalam konsep dan praktik yang dimaksudkan untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Data yang diperoleh kemudian dikembangkan dengan pola-pola integrasi keilmuan. Dari pola integrasi tersebut kemudian diambil kesimpulan tentang masalah yang sedang diteliti yaitu integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Penulisan Tesis ini menggunakan pedoman yang diterbitkan Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk penulisan menggunakan pedoman Turabiyan Style untuk notes dan Library Congress untuk transliterasi.

81 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 84 82 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Cet. III (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 312. 23

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

INTEGRASI ILMUAGAMA DAN ILMU UMUM DALAM LINTAS SEJARAH PENDIDIKAN

Dalam rangka mencari landasan teoritis untuk mengkaji persoalan yang terkait dengan integrasi keilmuan, Pada bab ini akan dikemukakan perdebatan teoritis tentang integrasi dan dikotomi keilmuan dalam ranah pendidikan di kalangan intelektual Muslim dan Barat.83 Pemetaan perdebatan teoritis penting untuk memudahkan penulis di dalam memposisikan kajian dalam tesis ini. Dengan demikian, dalam bab ini akan dipaparkan tentang; perkembangan ilmu pengetahuan dan pembaharuan pendidikan Islam, problematika pendidikan dan kemunduran Islam, periode kemajuan pendidikan Islam, integrasi ilmu lintas tokoh.

A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Pembaharuan Pendidikan Islam Melalui pembahasan dalam penelitian pustaka, Islam mengalami desakan yang hebat dari penetrasi Barat ketika memasuki abad ke-18. Keadaan tersebut membuat sebagian umat Islam membuka mata dan menyadari akan kemunduran yang sedang dialami apabila dihadapkan dengan kemajuan Barat. Keunggulan militer dan sains Barat menjadikan umat Islam sadar akan keterbelakangannya sehingga menumbuhkan semangat kebangkitan Islam.84 Kemacetan dalam bidang lahiriah dan bidang intelektual karena dominasi politik dan teknologi Barat kemudian mendapatkan tanggapan dari para modernis Islam sehingga melahirkan ide modernisme intelektual dan modernisme politik. Oleh karenanya kemudian muncul upaya pembaharuan dalam segala bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Berbagai usaha pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam telah dilakukan, namun dunia pendidikan Islam masih dihadapkan pada beberapa

83 Perdebatan Islam dengan Barat yang sekuler diamana Barat yang sekuler hanya memiliki landasan empiris dan rasional melalui akal dalam menangkap realitas, sementara epistemologi Islam tidak hanya memiliki landasan pada kekuatan empiris (tajribī) dan rasional (burhānī) semata, melainkan juga pada intuisi (ʽirfānī), h. Barat sekuler hanya mengakui sumber ilmu pengetahuan itu didapati melalui metode empiris dan rasional saja, sementara Islam mengakui bahwa sumber ilmu pengetahuan didapati tidak hanya melalui metode empiris dan rasional saja, melainkan juga melalui intuisi. Lihat Ruslan dalam Tesis yang berjudul “Integrasi Agama dalam Pelajaran Sains (Studi Kasus di MAN 4 Model Jakarta)”, (Jakarta: SPS UIN, 2010), h. 23. 84 Anjar Nugroho, Pembaharuan Pendidikan Islam: Studi Atas Pemikiran Fazlur Rahman,‛ Hikmah, Vol IV No. 09, Edisi Januari-April 2003 (1-20), h. 7. 24

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

problematika. Fazlur Rahman telah mengidentifikasi beberapa problematika pendidikan yang dihadapi umat Islam.85 Pertama, problem ideologis. Tujuan pendidikan Islam kurang diarahkan pada tujuan yang positif. Umat Islam tidak mengaitkan secara efektif akan pentingnya ilmu pengetahuan dengan orientasi ideologinya. Umat Islam kurang menyadari bahwa mereka berada di bawah perintah moral kewajiban Islam untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal ini berakibat pada kurangnya dorongan belajar di kalangan umat Islam.86 Tujuan pendidikan dalam dunia Islam hanya berorientasi pada kehidupan akhirat dan cenderung defensif.87 Pendidikan Islam hanya dijadikan sebagai penyelamat umat Islam dari kerusakan yang timbul dari gagasan Barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu pengetahuan, utamanya gagasan yang mengancam standar moralitas tradisional Islam.88 Keadaan seperti ini memunculkan golongan yang menolak segala hal yang berbau Barat, bahkan terdapat golongan yang mengharamkan pengambil alihan ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat. Kedua, dualisme dalam sistem pendidikan. Fazlur Rahman mengatakan bahwa dikotomi dan dualisme dalam sistem pendidikan Islam merupakan bencana besar yang dihadapi umat Islam.89 Dualisme dalam sistem pendidikan ini telah

85Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Trasformational of an Intlektual Tradition, The University of Chicago Press, Chicago, 1982, h. . 181-192. Lihat pula Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Cet. I (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 322. 86 Sutrisno, Fazlur Rahman; Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I., 2006), h. 171. 87 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin Dan Peradaban (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992), h. 445. 88 Fazlur Rahman menawarkan beberapa langkah yang harus dilakukan: pertama, mengarahkan tujuan pendidikan Islam agar mempunyai orientasi pada kehidupan dunia dan akhirat sekaligus serta bersumber dari al-Qur‟an. Kedua, melakukan kajian Islam yang menyeluruh secara historis dan sistematis mengenai perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan beban psikologis umat Islam dalam menghadapi Barat. Ketiga, mengubah sikap negatif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan. Menurut Fazlur Rahman, tidak ada yang salah dengan ilmu pengetahuan, yang salah adalah penggunaan atau pemanfaatannya. Fazlur Rahman, Major Themes of The Qur‟an, ter. Anas Mahyudin, Tema-Tema Pokok al-Qur‟an (Bandung: Pustaka, 1983), h. 86. Lihat pula Noor Aziz, Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Filsafat Pendidikan dalam Islam‛Jurnal ManarulQur'an, No. 12, Tahun IX, Juli - Desember 2014(82-93), h. 88. 89 Dikotomi atau pemisahan antara ilmu agama („ulūm syar‟iyyah) dan ilmu umum („ulūm „aqliyyah atau ghair syar‟iyyah) sedikit demi sedikit menjadi semakin kaku dan 25

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

melanda negara-negara muslim ataupun negara yang sebagian besar penduduknya muslim. Sistem pendidikan tradisional dalam dunia Islam didasarkan pada seperangkat nilai yang terkandung dalam kitab suci al-Qur‟an. Al-Qur‟an menyebutkan bahwa tujuan pendidikan yang sesungguhnya adalah untuk menciptakan manusia yang patuh dan taat kepada Tuhan, sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur‟an. Sementara pendidikan modern meskipun tidak secara khusus mengesampingkan Tuhan, namun berusaha tidak melibatkan-Nya dalam menjelaskan asal usul jagat raya atau fenomena-fenomena yang berhubungan dengan manusia. Pendidikan untuk menghasilkan ulama yang dilaksanakan di lembaga- lembaga pendidikan Islam begitu tertinggal sehingga hasilnya bisa dikatakan mengecewakan. Produk pendidikan ini menurut Fazlur Rahman tidak akan dapat mengikuti perkembangan dunia modern. Sementara sistem pendidikan modern di berbagai negara maju dan berkembang telah sedemikian rupa tanpa menyentuh ideologi dan nilai-nilai sosial serta budaya Islam. Hal ini berakibat memburuknya standar pendidikan dan menuntut perhatian segera dari umat Islam.90 Kondisi dunia pendidikan yang terdikotomi sedemikian rupa harus segera diakhiri dengan mengintegrasikan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum secara organis dan menyeluruh. Pada dasarnya ilmu pengetahuan terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan.91 Oleh karenanya kurikulum pendidikan harus mencakup ilmu-ilmu

mencekik. Hal ini dikarenakan: pertama, menyebarnya pandangan bahwa ilmu agama lebih utama dan diprioritaskan dibanding ilmu-ilmu umum. Ilmu umum dianggap tidak dapat menunjang kesejahteraan spiritual. Kedua, penyebaran sufisme di kalangan umat Islam. Ketiga, kemerosotan gradual sains dan filsafat sementara sarjana agama bisa menjabat sebagai qadhi atau mufti. Di sisi lain para saintis hanya menjadi pejabat-pejabat istana. Keempat, sikap para tokoh keagamaan yang cenderung mengesampingkan filsafat dan ilmu sains. Sebagai konsekuensinya, filsafat dan pemikiran rasional saintifik tidak pernah diajarkan dalam dunia pendidikan Islam. Lihat Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Trasformational of an Intlektual Tradition, terj. Ahsin Mohammad, Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual (Bandung: Pustaka, 1982), h. 39-43. 90 Sutrisno, Fazlur Rahman; Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I., 2006), h. 174. 91 Fazlur Rahman menjelaskan, pada prinsipnya pengetahuan berasal dari Allah sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur‟an. Sebagian pengetahuan diberikan Allah kepada orang yang dipilih melalui firman-Nya. Sementara sebagian pengetahuan lain diperoleh manusia melalui ayat kauniyah yang didapatkan dengan memanfaatkan indra, akal dan hati. Pengetahuan yang diwahyukan mempunyai kebenaran yang bersifat mutlak, sementara kebenaran pengetahuan yang diperoleh dengan usaha manusia tidak bersifat mutlak. Lihat 26

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

umum dan ilmu-ilmu agama. Pendekatan pendidikan yang integralistik dengan adanya hubungan fungsional antara ilmu agama dan ilmu umum inilah yang telah melahirkan para ilmuwan yang memiliki pikiran-pikiran kreatif serta memiliki pengetahuan yang luas pada zaman keemasan Islam. Ketiga, problem bahasa. Problem bahasa terkait dengan pendidikan tinggi dan pemikiran. Umat Islam masih lemah dalam mengembangkan bahasa sesuai dengan konteks budaya masing-masing bangsa muslim dalam mengartikulasikan wacana-wacana keilmuan.92 Umat Islam ibarat masyarakat tanpa bahasa. Bahasa merupakan problem tersendiri, karena konsep-konsep murni tidak akan pernah muncul dari dalam pikiran kecuali melalui kata atau bahasa. Dengan kata lain tanpa adanya bahasa yang memadai tidak akan muncul konsep-konsep yang bermutu sehingga yang terjadi hanyalah peniruan dan pengulangan. Menurut Fazlur Rahman, umat Islam harus segera mengembangkan satu bahasa yang memadai dengan cepat karena kemajuan dunia tidak akan terhenti dan menunggu ketertinggalan umat Islam.93 Problem bahasa juga disebabkan adanya pensakralan hasil pemikiran ulama klasik. Fazlur Rahman menilai bahwa problem bahasa muncul ketika terjadi kodifikasi hasil ijtihad para ulama klasik dalam segala aspek, termasuk tafsir, fikih, ilmu kalam dan sebagainya. Pada perkembangan selanjutnya pembukuan atas hasil ijtihad tersebut dianggap final dan sakral oleh sebagian ilmuwan muslim. Keadaan ini berlangsung sejak abad ke-duabelas hingga awal abad ke-duapuluh. Pada masa- masa tersebut berkembang pula paham tradisionalis, sebagai sikap tertutup akibat pemutlakan tradisi secara keseluruhan tanpa sikap kritis guna memisahkan antara yang baik dan buruk. Sikap tradisionalitas inilah yang turut menyebabkan stagnasi perkembangan ilmu keislaman dan pendidikan. Keempat, metode pembelajaran. Ketiadaan bahasa yang memadai dan mampu mengekspresikan proses pemikiran yang kokoh bagi umat Islam mengakibatkan peniruan term-term serta frase-frase yang telah ada. Peniruan dan

Fazlur Rahman, Major Themes of The Qur‟an, ter. Anas Mahyudin, Tema Tema Pokok al- Qur‟an (Bandung: Pustaka, 1983), h. 72. 92 Zaprulkhan, Filsafat Pendidikan Islam: Studi Pemikiran Pendidikan Islam Fazlur Rahman.‛Epistemé, V. 9, No. 2, Desember 2014 (317-346), h. 318. Lihat pula Sutrisno, Fazlur Rahman; Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan. Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 176. 93 Sutrisno, Fazlur Rahman; Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan. Cet. I. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 174. Lihat pula Zaprulkhan‚ Filsafat Pendidikan Islam: Studi Pemikiran Pendidikan Islam Fazlur Rahman.‛ Epistemé, V. 9, No. 2, Desember 2014 (317-346), h. 335. 27

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

pengulangan term serta frase ini juga dikarenakan warisan sistem pendidikan madrasah yang lebih berkonsentrasi pada buku daripada objek, sehingga peserta didik lebih diajari untuk menghafal daripada mengolah pikiran secara kreatif. Hal ini pula yang terjadi di lembaga-lembaga pendidikan Islam modern.94 Pensakralan hasil ijtihad para ulama menyebabkan corak pendidikan Islam selanjutnya hanya bersifat hafalan, pengulangan dan komentar-komentar (syarh) terhadap karya-karya yang sudah ada. Para ilmuwan kemudian disibukkan dengan kajian dan komentar-komentar atas hasil ijtihad para ulama terdahulu. Mereka cenderung mengesampingkan masalah pokok dalam objek yang dikaji. Para ilmuwan cenderung senang dalam perdebatan (jadal). Tradisi berdebat antar ilmuwan hampir menggantikan upaya intelektual yang asli untuk membangkitkan dan menangkap masalah riil dalam objek yang dikaji.95 Keadaan umat Islam yang demikian menggugah para modernis untuk melakukan pembaharuan dalam berbagai bidang kehidupan umat Islam, termasuk dalam bidang pendidikan. Salah satu pendekatan pembaharuan pendidikan yang dilakukan adalah pengislaman pendidikan modern yang sekuler. Pembaharuan pendidikan Islam ini dilakukan dengan melaksanakan pendidikan modern sebagaimana yang ada di Barat, disertai upaya untuk mengislamkannya dengan memasukkan konsep-konsep Islam. Adapun tujuan pengislaman pendidikan sekuler ini adalah untuk membentuk watak para peserta didik agar sesuai dengan nilai-nilai Islam dalam individu dan masyarakat Islam. Hal ini juga dimaksudkan agar setiap bidang kajian ilmu pengetahuan dapat ditangani oleh para ahli yang mempunyai pendidikan modern, sehingga nilai-nilai Islam dapat dimasukkan ke dalamnya.95

94 Sutrisno, Fazlur Rahman; Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan Cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006 ), h. 176. 95 Fazlur Rahman menyatakan sulitnya menemukan pendidik yang berkualitas dan profesional serta mempunyai pikiran kreatif dan terpadu yang dapat menafsirkan hal lama dengan bahasa yang baru, sejauh menyangkut substansi dan menjadikan hal baru sebagai alat yang berguna untuk idealisme. Keadaan yang demikian hampir melanda seluruh negara Islam. Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi hal tersebut antara lain: pertama, mendidik anak-anak yang memiliki bakat dan komitmen tinggi terhadap agama Islam. Kedua, mengangkat guru besar bidang studi bahasa Arab, bahasa Persi dan sejarah Islam dari lulusan madrasah yang cerdas. Guru besar juga bisa diangkat dari sarjana modern lulusan universitas Barat yang sudah berada di lembaga pendidikan tinggi Islam. Ketiga, melatih para pendidik di pusat studi keislaman, khususnya pusat studi keislaman di Barat. Langkah ini pernah dilakukan pemerintah Indonesia dengan mengirimkan dosen-dosen IAIN yang potensial untuk belajar di pusat studi ke-Islam-an di Barat. Selain itu juga menarik lulusan bidang filsafat dan ilmu sosial kemudian membekali mereka dengan bahasa Arab dan ilmu keislaman seperti hadis dan yurisprudensi Islam. Keempat, menggiatkan para 28

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Upaya untuk mengatasi kemacetan bidang intelektual telah dilakukan oleh para pembaharu klasik dengan menekankan arti penting rasio atau pikiran dan paham rasionalisme. Jamāluddīn al-Afghānī sebagai seorang tokoh pembaharu, menyerukan peningkatan standar moral dan intelektual untuk menanggulangi bahaya ekspansionisme Barat. Seruan al-Afghānī ini menggugah umat Islam untuk mengembangkan serta menyebarkan disiplin-disiplin filosofis. Meskipun al- Afghānī sendiri tidak melakukan modernisasi intelektual, namun ia telah melakukan pembaharuan pendidikan secara umum.96 Upaya pembaharuan selanjutnya diteruskan oleh Muhammad Abduh di Mesir dan Sayyid Ahmad Khan di India. Keduanya membuktikan bahwa akal dan ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan Islam.97 Terkait hal ini Fazlur Rahman mengatakan bahwa pembaharuan modernisasi klasik setidaknya telah melakukan reformasi internal dengan menanamkan rasionalisme sebagai solusi awal atas kemacetan intelektual. Ide pembaharuan yang dimunculkan para modernis kontemporer tidak jauh berbeda dengan upaya pembaharuan yang dilakukan oleh para modernisme klasik. Modernis kontemporer berusaha mencari konsep baru dalam berbagai bidang tertentu secara lebih sistematis. Ide Islamisasi peradaban atau membangun peradaban yang Islami dimunculkan oleh Ziauddin Sardar98 dan Ali Syari‟ati.99 Ziauddin Sardar dan Ali Syari‟ati menolak alih teknologi dari Barat untuk memajukan dunia Islam. Sardar beralasan bahwa teknologi yang dipinjam dari

pendidik untuk melakukan penelitian dan melahirkan karya-karya keislaman secara kreatif. Lihat Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Trasformational of an Intlektual Tradition, terj. Ahsin Mohammad, Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual (Bandung: Pustaka, 1982), h. 20. Lihat pula Noor Aziz, Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Filsafat Pendidikan dalam Islam‛ Jurnal Manarul Qur'an, No. 12, Tahun IX, Juli - Desember 2014 (82-93), h. 88-89. 96 Fazlur Rahman, Islam (New York : Anchor Book, 1984), h. 131 97 Muhammad Abduh dan Sayyid Ahmad Khan berasal dari tadisi madrasah. Keduanya menekankan paham rasionalisme Islam dan free will. Muhammad Abduh memasukkan pengetahuan modern ke dalam kurikulum al-Azhar, sedangkan Ahmad Khan mendirikan pendidikan yang sekuler di Aligrah, India. Masuknya ilmu pengetahuan modern di al-Azhar dan penguatan pendidikan agama dimaksudkan agar dapat melahirkan ilmuwan yang memiliki ilmu pengetahuan agama dan ulama yang tidak buta akan ilmu pengetahuan. Lulusan sekolah pemerintah maupun al-Azhar diharapkan tidak secara parsial dalam memahami ilmu (split personality), h. 20. 98 Ziauddin Sardar adalah seorang pakar fisika berkebangsaan Pakistan. 99 Ali Syari‟ati merupakan intelektual bidang sosial dari Iran. 29

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Barat tidak cocok dengan masyarakat muslim.100 Menurutnya, alih teknologi hanya menyebabkan ketergantungan dunia Islam terhadap Barat serta dapat merusak kebudayaan dan lingkungan. Ia menawarkan solusi dengan mengembangkan teknologi yang mencerminkan norma dan budaya Islam, baik dalam aspek sejarah, pendidikan, ekonomi maupun pemerintahan. Ziauddin Sardar dan Sayyid Hossein Nasr menilai bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak terkendali telah menimbulkan kekhawatiran masa depan peradaban manusia karena kehidupan modern telah kehilangan visi transendental ilahiyah.101 Untuk membebaskan manusia modern, Hossein Nasr menawarkan spiritualisme sebagai solusi alternatif. Menurutnya sufisme akan dapat memuaskan masyarakat modern dalam pencarian Tuhan. Nasr berupaya mengenalkan sufisme Islam karena masyarakat modern Barat hampir bosan dengan tradisi ilmiah teknologis yang kering. Selain itu mereka juga tidak menemukan pemuasnya dalam ajaran agama mereka. Spiritualitas102 dalam konteks Barat berbeda dengan konteks Islam. Dalam pengertian Barat spiritualisme dipahami hanya sekedar fenomena psikologis.

100 Ziauddin Sardar, Jihad Intelektual: Merumuskan Parameter Parameter Sains Islam. Terj AE Priyono, (Surabaya: Risalah Gusti, 1998), h. 59. 101 Anjar Nugroho, Pembaharuan Pendidikan Islam: Studi Atas Pemikiran Fazlur Rahman,‛ Hikmah, Vol IV No. 09, Edisi Januari-April 2003 (1-20), h. 8. 102 “Hamzah Fansuri berada di Mekkah, mencari Tuhan di Baitul Ka‟bah, dari Barus ke Kudus terlalu payah, akhirnya Tuhan dijumpainya di dalam rumah” (Hamzah Fansuri dalam Syair Perahu) Sesungguhnya hanya sebuah truisme. Beragama, betapapun melibatkan fisik dalam menjalankan ritual-ritualnya, adalah urusan “rumah”, urusan hati yang ada di dalam diri. Urusan rohani. Ritual, seberapa pun pentingnya dalam kehidupan keagamaan, adalah simbol. Paling jauh adalah aktivitas yang membantu pelakunya mengoperasikan kerohaniahannya dengan lebih baik. Betapapun juga terkait etika, hukum, politik, dan soal-soal profan lainnya, puncak keberagaman selalu ada di alam rohani. Agama memang tak pernah bisa dilepaskan dari kerohanian (spiritualitas). Agama tanpa spiritualitas bukanlah agama, hanya simbol-simbol tanpa makna. Dan, karena itu, ia tidak melahirkan dampak apa-apa. Bahkan, sungguh tak perlu ada keraguan untuk mengatakan: alpha-omega agama adalah kerohaniahan. Bermula dari janji keimanan kepada Tuhan, yang diikrarkan saat (cikal) manusia masih bersifat rohani dan berakhir ketika manusia menjadi sepenuhnya rohani lagi setelah mati. Fakta ini disinggung dalam sebuah tradisi kenabian: “Manusia (ketika hidup di dunia ini) sesungguhnya dalam keadaan tertidur. (Baru) ketika mati, mereka terjaga.” Melanjutkan itu, Nabi masih mengajarkan: “(Maka, agar kalian terus terjaga) matilah sebelum kalian mati.” Mati sakroning urip. Yakni mati secara fisik agar yang tinggal adalah rohani kita. Agar, meski masih dalam selubung fisik, kita tak pernah kehilangan kontak dengan rohani. Toh, seperti ditekankan oleh Teilhard de Chardin, “Kita 30

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Sedangkan dalam konteks Islam, spiritualitas mengandung beberapa dimensi seperti yang tercermin dalam istilah ruh dan sikap batin. Krisis peradaban Barat bersumber dari penolakan ruh dan pengingkaran maknawiyah dalam kehidupan. Telah terjadi desakralisasi karena manusia Barat telah membebaskan diri dari Tuhan. Mereka menjadikan diri mereka sebagai tuan bagi kehidupan sehingga terputus dari spiritualitasnya. Dengan demikian mereka menjadikan alam hanya sebagai objek dan sumber daya untuk dieksploitasi. Fenomena seperti ini, menurut Nasr harus segara dicarikan solusi melalui sufisme Islam, Sejumlah pemikir modernis belakangan mengambangkan solusi lain atas problematika yang dihadapi umat Islam. Meraka mengajukan gagasan Islamisasi sains atau islamisasi ilmu pengetahuan. Tokoh modernis yang paling awal dalam menyuarakan Islamisasi ilmu pengetahuan ini adalah Ismā„īl Rājī al-Fāruqī dan Naquib al-„Aṭās. Konsep yang disampaikan oleh kedua tokoh tersebut menggambarkan adanya keinginan untuk memberikan nilai-nilai agamis terhadap ilmu pengetahuan yang berkembang. Walaupun gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini sudah menjadi tema sentral di kalangan cendekiawan muslim, namun gagasan tersebut masih kontroversial. Masih diperlukan waktu untuk mencapai sains yang islami, sebagaimana dikehendaki oleh kedua tokoh tersebut.103 Beberapa solusi yang ditawarkan para cendekiawan muslim dalam rangka pembaharuan Islam tersebut mengandung karakter yang berbeda. Rekayasa peradaban Islam yang ditwarkan oleh modernis awal seperti Muhammad Abduh, Ahmad Khan dan Ziauddin Sardar cenderung bersifat eksklusif. Sementara spiritualisme Islam yang digagas oleh Hossein Nasr dan Islamisasi ilmu pengetahuan al-Fāruqī dan al-„Aṭās lebih moderat dengan memadukan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai agama.104 Sementara

bukanlah makhluk manusia yang memiliki pengalaman spiritual. Kita adalah makhluk spiritual yang menjalani pengalaman manusia.” Dalam kerangka ini, jasad manusia hanyalah kendaraan dalam menggali makna-makna spiritual dalam perjalanan hidupnya di alam fisik. Sebab, pada puncaknya, yang esensial bagi manusia adalahan makna dari pengalaman-fisiknya itu. Haidar Bagir http://www.mizan.com/tentang-agama-dan- spiritualitas/ diakses pada 8 Maret 2018. 103 Lihat Anjar Nugroho, Pembaharuan Pendidikan Islam: Studi Atas Pemikiran Fazlur Rahman,‛ Hikmah, Vol IV No. 09, Edisi Januari-April 2003 (1-20), h. 10. 104 Noor Aziz, Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Filsafat Pendidikan dalam Islam‛ Jurnal Manarul Qur'an, No. 12, Tahun IX, Juli - Desember 2014 (82-93), h. 86. Lihat pula Anjar Nugroho, Pembaharuan Pendidikan Islam: Studi Atas Pemikiran Fazlur Rahman,‛ Hikmah, Vol IV No. 09, Edisi Januari-April 2003 (1-20), h. 10. 31

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

persamaan dari ketiganya terletak pada posisinya yang menjadikan krisis peradaban modern sebagai orientasi nilai-nilai agama Islam.105 Islam sebagai agama yang universal tidak hanya mengatur urusan akhirat, akan tetapi Islam juga mengatur urusan dunia secara integrated.106 Islam mengatur dan mengajarkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Tuhan dan ilmu yang berhubungan dengan keduniaan. Agama dan ilmu pengetahuan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Islam mengajarkan manusia untuk senantiasa mengamati alam dan menggunakan akal untuk membangun ilmu pengetahuan. Oleh karenanya muncul kekhawatiran akan bahaya yang timbul apabila terjadi pemisahan antara agama dan ilmu pengetahuan. Pemisahan ilmu pengetahuan atau sains dari keimanan dapat menyebabkan kerusakan yang tidak bisa diperbaiki. Pemisahan sains dari agama ini dilakukan dengan pembatasan bahwa sains hanya berurusan dengan hal-hal yang dapat diobservasi (observaseable), baik dengan panca indera maupun dengan bantuan peralatan atau dibuktikan secara tidak langsung melalui metode matematis.107 Begitu pula sebaliknya, keimanan mesti dikenali lewat sains dan keimanan akan terbebas dari berbagai tahayul dengan pencerahan oleh sains. Keimanan tanpa sains akan berakibat fatalisme dan kemandekan pemahaman.108 Ajaran Islam telah dikenal sejak Nabi Muhammad menyebarkan Islam di Makkah dan Madinah. Ajaran Islam terus berkembang hingga ke segala penjuru dunia pada abad pertengahan. Pada masa-masa itu Islam memimpin peradaban manusia dengan segala kemajuan yang diraih, baik dalam bidang keagamaan maupun ilmu pengetahuan. Namun dominasi umat Islam tersebut tidak berlangsung lama. Beberapa abad berikutnya umat Islam seakan dibuat tidak berdaya menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan di Barat. Seiring pasang surut perkembangan Islam dan keilmuan, pendidikan Islam juga mengalami pasang dan

105 Noor Aziz, Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Filsafat Pendidikan dalam Islam‛ Jurnal Manarul Qur'an, No. 12, Tahun IX, Juli - Desember 2014(82-93), h. 86. 106 Azyumardi Azra dalam Abuddin Nata et.al., Integrasi Ilmu Agama dan IlmuUmum (Jakarta: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Agama UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. viii. 107 Ahmad Baiquni, Al-Qur‟an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 127. 108 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar (Bandung: Mizan, 2003), h. 57. 32

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

surut dalam perjalanan sejarah. Dalam kaca mata Harun Nasution, perkembangan sistem pendidikan Islam dapat diperiodesasikan menjadi tiga:109 Periode klasik berlangsung sejak masa-masa kenabian, sekitar tahun 650 M sampai tahun 1250 M. Periode ini merupakan puncak kemajuan sistem pendidikan Islam. Zaman ini juga disebut-sebut sebagai zaman keemasan Islam karena Islam dapat menyebar ke segala penjuru dunia dengan segala pencapaiannya. Pada periode ini tidak nampak dualisme atau dikotomi ilmu menjadi ilmu agama dan ilmu umum, apalagi saling dipertentangkan. Sumber ilmu pengetahuan pada masa ini adalah al-Qur‟an dan hadis dalam pengertian yang seluas-luasnya.110 Pendidikan Islam pertama kali dilakukan oleh Nabi kepada keluarga dan sahabat-sahabat terdekat di rumah Arqam (Dār al-Arqām).111 Pada periode ini berkembang pula al- sebagai lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai tempat baca tulis dan pembelajaran al-Qur‟an serta dasar-dasar agama.112 Ketika Nabi di Madinah, pendidikan dilakukan di masjid dengan sistem halaqah. Sedangkan pendidikan di saloon mulai menemukan bentuknya yang baku pada masa Dinasti Abbasiyah.113 Abad XI muncul istilah madrasah yang lebih

109 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Cet.13 (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 5-6. Lihat pula Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah II, Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran (Jakarta: LSIK, 1998), h. 1. 110 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2000), h. 13. 111 Nabi menjadikan rumah Arqam sebagai tempat pendidikan karena sahabat Arqam merupakan sahabat yang setia. Selain itu posisi rumah Arqam tidak terjangkau oleh penglihatan kaum Quraisy karena berada di Bukit Shofaā. Lihat Hanun Asrohah, SejarahPendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2001), h. 13. 112Fungsi al-kuttab sebagai lembaga pendidikan dapat dibedakan menjadi dua: pertama, tempat mengajarkan baca-tulis dengan teks dasar berupa puisi Arab. Para pengajar baca tulis di al-kuttab ini banyak didominasi oleh orang non-muslim. Kedua, al-kuttab yang berfungsi sebagai tempat pengajaran al-Qur‟an dan dasar-dasar agama Islam. Al-kuttab jenis ini merupakan lembaga pendidikan lanjutan dari al-kuttab sebelumnya. Pengajar di al- kuttab jenis ini adalah orang-orang muslim yang memiliki pemahaman yang mendalam. Pada periode Makkah jumlah al-kuttab jenis ke dua ini masih belum banyak karena umat Islam selalu mendapat ancaman dan tantangan dari orang Quraisy. Lihat Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 7. 113 Pendidikan dengan sistem halaqah dilaksanakan oleh seorang guru dengan bersandar di dinding atau pilar masjid, sedangkan para muridnya duduk melingkari sang guru. Secara bahasa‚ saloon‛ diartikan sebagai sanggar seni. Lihat Samsul Nizar, 33

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

dikonotasikan sebagai lembaga pendidikan yang sudah tertata rapi, baik dalam metode pembelajaran, materi maupun pengajar dan lain sebagainya.114 Pengembangan ilmu pengetahuan selain dilakukan di lembaga pendidikan, pada masa-masa berikutnya juga didukung dengan adanya perpustakaan. Pada tahun 830 M Khalifah al-Makmun,115 khalifah ke-tujuh Dinasti Abbasiyah membangun perpustakaan Baitul Hikmah. Perpustakaan ini merupakan perpustakaan pertama yang dikenal di dunia Islam. Perpustakaan ini pada mulanya adalah Khizānāt al-Hīkmah yang telah beroperasi sejak Khalifah Harun al-Rasyid. Pada masa pemerintahan al-Makmun dilakukan penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya non-agama, semisal filsafat dan pengetahuan asing ke dalam Bahasa Arab. Eksistensi Baitul Hikmah mulai menurun sejak abad ke-sembilan, seiring digantikannya teologi resmi negara dari mu„tazilah menjadi ortodoks. Setelah Baitul Hikmah dimusnahkan, pembelajaran filsafat dan sains hanya dilakukan secara individu di rumah para ilmuwan kepada para junior yang tertarik pada bidang yang digeluti ilmuwan tersebut.116 Materi yang diajarkan di lembaga pendidikan pada masa awal didominasi oleh ilmu agama (al-„ulūm al-shar„iyah) yang bersumber dari al-Qur‟an, tafsir, hadis, fikih serta nahwu dan sharaf sebagai ilmu alat untuk mengkaji fikih.117 Ilmu pengetahuan umum (al-„ulūm ghairu al-shar„iyah) tidak diajarkan secara terbuka, tetapi diajarkan dengan sistem halaqah di rumah para ilmuwan. Dengan demikian pengajaran ilmu-ilmu umum belum diselenggarakan di lembaga-lembaga formal seperti madrasah. Namun ada yang berpendapat bahwa pada abad ke-delapan, ilmu pengetahuan non agama (secular learning) sudah mulai diajarkan di beberapa lembaga pendidikan, utamanya al-kuttab.118 Pada zaman Islam klasik ini pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu umum (al-„ulūm al-„aqliyah) belum banyak diupayakan karena perhatian umat Islam masih terfokus pada upaya

SejarahPendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 10 dan 118. 114 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 7. 115Hamid Fahri Zarkasyi, Baitul Hikmah: Akademi Pertama dalam Islam‛, Islamia V. no. 1. 2009, h. 94. 116 Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, Cet II (Jakarta: CRSD Pess Jakarta, 2005), h. 115. 117 George Makdisi, The Rise of Colleges: Institutin of Learning in Islam and the West (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981), h. 110. 118 Baharuddin dkk, Dikotomi Pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 213. 34

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

dakwah dan jihad.119 Setelah meluasnya ajaran Islam, utamanya di Asia dan Eropa, muncullah banyak ilmuwan dari berbagai bidang keilmuan. Munculnya para ilmuwan muslim dari berbagai disiplin keilmuan, sekitar abad IX sampai abad XI, menunjukkan keutuhan ajaran Islam yang integral.120 Pada abad-abad ini muncul ilmuwan semisal al-Birūnī, Ibnu Sina, Ibn Haithām, Ibn Khaldūn, Ibn al-Nafis Hayyan, al-Khawārizmī, Mahmūd al-Kasghari, al-Asma‟i dan lain-lain.121Munculnya para ilmuwan tersebut membuktikan bahwa Islam mengajarkan keseimbangan antara kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. Islam mengajarkan keseimbangan dalam mempelajari agama dan ilmu pengetahuan.122 Ajaran Islam mengajarkan pemeluknya untuk belajar dalam segala hal, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan non agama. Agama, dalam hal ini al-Qur‟an merupakan ayat atau tanda-tanda kekuasaan Allah yang tersurat secara verbal (ayat qawliyah). Sedangkan ilmu pengetahuan atau ilmu umum merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang tersirat dalam jagat raya yang merupakan hasil observasi,

119 A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 83. 120 Amin Abdullah, Islam Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi: Sebuah Antologi (Yogyakarta, Suka Press, 2007), h. 27. 121Al-Birūnī (w.1041) merupakan seorang ensiklopedis Muslim. Ibn Sina (980- 1037) adalah seorang filosuf dan ahli kedokteran. Karya terbesarnya adalah qanūn fi al-tīb yang diterbitkan di Roma pada tahun 1953 dengan Bahasa Arab dan dijadikan sebagai salah satu rujukan di berbagai perguruan tinggi di Eropa. Ibn Haithām (w.1039) seorang fisikawan yang melakukan penelitian terhadap hukum-hukum pantulan dan pembiasan cahaya. Ia menulis buku tentang hubungan antara kerapatan udara dengan ketinggian di atmosfir. Dia juga membahas gaya tarik antar benda-benda yang kini dikenal sebagai gravitasi. Ibn Khaldūn (1333-1406 M) merupakan peletak dasar-dasar ilmu sosial Islam. Ibn al-Nafis Hayyan (731-815 M) seorang filosof, ahli dalam ilmu fisika, kedokteran dan ahli logika, namun sumbangan utamanya adalah dalam bidang kimia. Ia mahir dalam kristalisasi, sublimasi, destilasi, kalsinasi dan lain sebagainya. Al-Khawārizmī (780-850 M) memperkenalkan bilangan nol dalam bidang matematika. Karya monumentalnya adalah al- Jabr wa al-Muqābālāh yang sangat terkenal di Eropa yang kemudian diambil judulnya untuk suatu cabang matematika. Mahmūd al-Kasghari (abad 11 M) dan Al-Asma‟i (tahun 828 M) merupakan perintis kajian zoologi. Lihat Ahmad Baiquni, al-Qur‟an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman (Yogyakarta: Data Prima Yasa, 1997), h. 64. Lihat pula Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, Cet II (Jakarta: CRSD Pess Jakarta, 2005), h. 149. 122 Sebagaimana termaktub dalam al-Qur‟an surat Al-Qashash ayat 77 yang artinya:‚ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.‛ 35

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

eksperimen dan penalaran logis (ayat kawniyah).123 Banyak ayat al-Qur‟an yang mendorong manusia untuk selalu melakukan perenungan, penelitian terhadap fenomena alam semesta dengan pertanyaan-pertanyaan retorika, semacam afalā ta„qilūn (apakah engkau tidak berakal), atau afalā tatafakkarūn (apakah engkau tidak berpikir) dan lain sebagainya.124Bahkan wahyu pertama yang diterima oleh Nabi berisikan perintah kepada Nabi untuk membaca dalam arti yang seluas- luasnya.125 Hal yang sama juga ditekankan bahkan diwajibkan oleh Nabi dalam beberapa sabda Beliau.126 Segala pencapain umat Islam127 pada masa-masa awal membuktikan bahwa ajaran Islam menekankan kepada pemeluknya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Secara umum dapat digambarkan bahwa sejak abad pertama, umat Islam sudah mulai tertarik pada berbagai bidang sains, khususnya obat-obatan dan

123 Abu Yazid, Nalar Wahyu; Interrelasi dalam Proses Pembentukan Shari„at (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 6. Lihat pula Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang (Malang, UIN Press, 2006), h. 30. 124 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2000), h. 12. 125 QS. Al-Alaq 1-5: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (1), h. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2), h. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah (3), h. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (4), h. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5), h. Lihat pula Suparman Syukur, Epistemologi Islam Skolastik: Pengaruhnya pada Pemikiran Modern (Yogyakarta: Pustaka Pelajar-IAIN Walisongo Press, 2007), h. 174. 126 Beberapa hadis yang menjelaskan keharusan untuk menuntut ilmu di antaranya: Mencari lmu sangat diwajibkan atas orang muslim. Lihat Muhammad bin Yazid bin Mājah al-Qazwīnī, Sunan Ibnu Majah, Juz 1 (Mesir: Mauqi‟ Wizārah al Aufaq al Mishriyah, tt), h. 269. Selain itu tardapat pula hadis: Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka ia diumpamakan berjuang di jalan Allah hingga ia kembali. Lihat Muhammad bin Isā Abu Isā al-Tirmidzi, Sunan at Tirmidzī: Juz 10 (Beirut: Dār Ihya‟ al-Turath al-Arabī, tt), h. hal 148. 127 Islam adalah agama yang memiliki berbagai macam pengetahuan, baik itu pengetahuan agama maupun pengetahuan umum. Dalam Islam pengetahuan tidak dibedakan, bahkan Islam menganggap kedua pengetahuan tersebut ibarat mata uang yang memiliki dua sisi yang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Dewasa ini, banyak orang yang sudah terbiasa dengan sebutan Ilmu Agama Islam dan Ilmu Umum. Ilmu Agama Islam yang berbasiskan pada wahyu, hadith Nabi, penalaran dan fakta sejarah sudah berkembang demikian pesat, misalnya Ilmu Kalām (Teologi), h. Ilmu fikih (Uṣūl fikih), h. Filsafat, Taṣawuf, Tafsīr (Ulūm al-Tafsīr), h. Hadith (Ulūm Hadith), h. Sejarah dan Peradaban Islam, Pendidikan Islam, Dakwah Islam dan lain sebagainya. Lihat Ahmad Zamakhsari, “Rekonstruksi Pemikiran Mullā Sadrā Dalam Integrasi Keilmuan, Membangun Pendidikan Integratif Nondikotomik” (Tesis: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 30. 36

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

astronomi. Pada abad ke-dua telah dimulai penerjemahan berbagai macam bidang keilmuan dari bahasa Yunani, Syiria, Iran dan Sansakerta. Dengan demikian bangsa-bangsa tersebut mewariskan sains atau ilmu pengetahuannya ke dunia Islam. Abad ke-tiga Islam, tepatnya pada masa Khalifah al-Ma‟mun bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa keilmuan. Banyak karya penting dalam bidang matematika, fisika, astronomi, kedokteran, farmakologi, sejarah alam, kimia dan ilmu-ilmu lain disalin ke dalam bahasa Arab.128 Hal ini ditandai dengan didirikannya perpustakaan Baitul Hikmah yang memuat sekitar empat ratus ribu karya tulis sebagai salah satu pusat kajian keilmuan pada waktu itu.129

B. Problematika Pendidikan dan Kemunduran Islam Periode pertengahan atau fase kemunduran dunia Islam dimulai dengan jatuhnya kota Bagdad dan Cordova, sekitar tahun 1250 - 1800 M.130 Faktor pemicu melemahnya kekuasaan Islam di Bagdad dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal umat Islam antara lain: pertama, adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abbasiyah, terutama Bangsa Arab, Persia, dan Turki; kedua, konflik beberapa aliran pemikiran dalam Islam yang sering menyebabkan konflik berdarah; ketiga, munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pusat kekuasaan Islam di Baghdad; keempat, kemerosotan dalam bidang ekonomi akibat kemunduran dalam bidang politik. Sementara faktor dari eksternal yang menyebabkan kemunduran Islam antara lain: pertama, terjadinya perang salib dalam beberapa gelombang; kedua, hadirnya tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang membumihanguskan perpustakaan serta lembaga-lembaga pendidikan di Bagdad. Faktor inilah yang secara langsung menyebabkan hancurnya dinasti Abbasiyah dan jatuhnya kota Bagdad.131 Sementara faktor penyebab kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol antara lain: pertama, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan sehingga

128 Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan untuk Kaum Muda Muslim (Bandung: Mizan, 1994), h. 94. 129 Amin Abdullah, Progressivity of Classical Islam and The Project of Ihyā‟ al- Turāth, A draf of paper presented in the International Confrence on Debating Progressive Islam: A Global Perspective School UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Under Auspice IAIN Indonesia Sosial Equity Project (IISEP) July, 25-27, 2009, h. 2. 130 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, 172. 131 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, 173. 37

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris penguasa. Kedua, lemahnya figur dan kharisma yang dimiliki oleh khalifah, utamanya setelah Khalifah Al- Hakam II. Ketiga, perbedaan kepentingan di antara umat Islam yang menyebabkan perselisihan di kalangan muslim sendiri. Keempat, kebebasan umat Kristen yang pada gilirannya menyebabkan konflik. Kelima, munculnya mulūk al-tawā‟if (kerajaan-kerajaan kecil) yang saling berebut kekuasaan.132 Kehancuran kedua pusat pemerintahan Islam tersebut mengakibatkan kebekuan intelektual. Pemerintah pada masa-masa tersebut terkesan melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Selain itu, pemerintah juga tidak memberi ruang gerak yang cukup bagi para ilmuwan muslim untuk mengembangkan keilmuan.133 Kemunduran intelektual kemudian terealisasi dalam pernyataan‚ pintu ijtihad telah tertutup sehingga terjadilah kebekuan intelektual secara total. Sementara pada saat yang bersamaan, di Eropa timbul konflik antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama (gereja). Dalam konflik ini sains keluar sebagai pemenang. Sejak itu sains melepaskan diri dari kontrol dan pengaruh agama serta membangun wilayahnya sendiri secara otonom.134 Zaman ini yang disinyalir oleh Ahmad Baiquni sebagai awal munculnya dikotomi keilmuan.135 Apabila dianalisis secara lebih mendalam, dikotomi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum dalam peradaban Islam disebabkan oleh dua faktor:136 Pertama, penghancuran sarana pengembangan ilmu pengetahuan di kota Bagdad oleh tentara Mongol. Hal ini menyebabkan pengembangan ilmu pengetahuan mengalami mati suri serta tidak ada lagi proses eksperimen dan kajian yang bersifat „aqliyah. Keadaan ini diperparah dengan hancurnya pusat kekuatan Islam di Spanyol serta banyaknya ilmuwan yang terbunuh. Kedua, hilangnya budaya

132 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan, 176. 133 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan, 177. 134 Hasan Hanafi, Islam in the Modern World: Religion, Ideology and Development (Kairo:The Englo-Egyptian Bookshop, 1995), h. 373-377. 135 Dikotomi dimaknai sebagai pemisahan secara teliti dan jelas dari satu jenis menjadi dua hal yang benar-benar terpisah. Satu dari keduanya tidak dapat dimasukkan ke dalam bagian yang lain ataupun sebaliknya. Sedangkan dikotomi keilmuan dimaknai sebagai pemisahan keilmuan menjadi dua bagian yang masing-masing memberi arah dan makna yang berbeda sehingga tidak ada titik temu antara keduanya. Lihat Ahmad Baiquni, Al-Qur‟an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 120. 136 Lihat Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, h. 233-234. 38

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

berpikir rasional yang bercirikan liberal, terbuka, inovatif dan konstruktif di kalangan umat Islam. Umat Islam cenderung berpikir tradisionalis atau ortodoks yang berciri sufistik. Kedua pola pikir tersebut (rasional dan sufistik) pada zaman kejayaan Islam berjalan bersamaan, di mana umat Islam tidak membedakan antara ilmu yang bersumber dari wahyu dan hasil analisis pikir. Kedua ilmu tersebut dikembangkan dan digali bersama-sama sehingga ilmu pengetahuan dan kebudayaan berkembang dengan pesat. Sikap umat Islam dalam menghadapi keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan tersebut dapat dibedakan menjadi tiga: pertama, sikap yang didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat sebagai ilmu pengetahuan sekuler. Oleh karenanya ilmu pengetahuan tersebut harus ditolak. Kedua, sikap berdasar asumsi bahwa ilmu pengetahuan Barat bersifat netral sehingga harus diterima tanpa perlu merasa curiga. Ketiga, sikap yang berdasar atas asumsi bahwa ilmu pengetahuan Barat bersifat sekuler dan materialisme sehingga perlu dilakukan proses Islamisasi.137

C. Periode Kemajuan Pendidikan Islam Periode kebangkitan umat Islam dimulai sekitar tahun 1800 M sampai dengan sekarang. Keadaan dunia Islam pada periode pertengahan melahirkan berbagai macam persoalan. Salah satu masalah yang muncul adalah paradigma dikotomi terhadap ilmu dan agama. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai hal yang tidak terkait dengan agama. Hal ini tidak sesuai dengan ajaran Islam yang tidak mengenal istilah dikotomi. Dalam sejarah keilmuan Islam, pada abad VII sampai abad XI tidak dikenal istilah dikotomi antara pendidikan agama dengan sains.138 Membedakan atau bahkan memisahkan keduanya merupakan pandangan sekuler.139 Namun demikian sejarah menunjukkan bahwa tradisi keilmuan Islam yang berkembang hingga masa modern lebih didominasi oleh al-„ulūm al-shari„ah. Tradisi keilmuan yang hanya terbatas pada kajian teks dalam bidang bahasa, hadis dan fikih ini tidak mampu mengatasi problematika yang muncul dari ilmu pengetahuan modern. Sementara tradisi keilmuan Barat menganggap bahwa wahyu

137 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cet. IX (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 405-406 138 Abdurrahman Mas‟ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Gama Media, 2002), h. 7. Lihat pula Harapandi, “Mencari Relevansi: Gagasan Pendidikan Nondikotomik”, Penamas, V. xxi no. 2. 2008, h. 196. 139 Masduki, Menuju Sistem Pendidikan Integrasi Melalui Dekonstruksi Dikotomi,”al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman”, V.5, no. 1. Januari-Juni 2006, h. 25. 39

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

atau agama merupakan bidang metafisik yang dianggap sebagai pengetahuan yang berada di luar jangkauan kebenaran rasional.140 Fazlur Rahman menganggap persoalan dikotomi ini sebagai bencana besar yang dihadapi umat Islam saat ini. Dualisme dalam sistem pendidikan merupakan salah satu dari sekian banyak problematika pendidikan yang dihadapi umat Islam. Apabila dunia Islam hendak maju dan mengejar ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dualisme atau dikotomi pendidikan harus segera dihilangkan.141 Pendidikan agama harus diimbangi dengan pendidikan ilmu pengetahuan modern. Persoalan dikotomi ilmu agama dan umum dalam pendidikan Islam dimulai sejak diperkenalkannya ilmu-ilmu sekuler positivistik ke dunia Islam melalui imperialisme Barat. Hal ini mengakibatkan ilmu agama hanya dipertahankan dan diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional atau madrasah, sedangkan ilmu sekuler banyak diajarkan di sekolah-sekolah umum. Kondisi keilmuan yang terdikotomi ini dipertajam dengan munculnya pengingkaran validitas dan status ilmiah yang satu atas yang lain.142 Muslim tradisional menganggap bahwa ilmu umum adalah bid„ah karena berasal dari orang-orang kafir sehingga mereka mengharamkan mempelajari ilmu ini. Sementara pendukung ilmu pengetahuan umum menganggap bahwa agama, dalam hal ini ilmu agama adalah pseudo ilmiah atau hanya mitologi yang tidak akan pernah sampai pada tingkat ilmiah. Mereka menganggap agama tidak berbicara tentang fakta tetapi berbicara tentang makna yang tidak bersifat empiris. Pandangan dikotomis terhadap ilmu ini berakibat pada sistem pendidikan yang dikotomis pula, sehingga secara tidak langsung menimbulkan ketimpangan pengetahuan (split personality) dalam diri seseorang.143Split personality ini dapat terjadi pada seseorang ketika ia mempunyai pemahaman agama yang bagus akan tetapi tidak mengerti tentang ilmu pengetahuan modern. Begitu juga sebaliknya, seorang sarjana ilmu pengetahuan modern akan menjadi seorang yang awam ketika

140 Husni Rahim, UIN dan tantangan Meretas Dikotomi Keilmuan‛ dalam HorizonBaru: Pengembangan Pendidikan Islam (Ed M. Zaenal ) (Yogyakarta: Aditya Media-UIN Press, 2004), h. 54. 141 Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Trasformational of an Intlektual Tradition, (Chicago: The University of Chicago Press, 1984), h. h.. 181-192. Lihat pula Sutrisno, Fazlur Rahman; Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I, 2006), h. 174. 142 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik, (Bandung: Arasy Mizan-UIN Jakarta Press, 2005), h. 20. 143 Amin Abdullah, Islam Studies dalam Paradigma Integrasi-Intekoneksi: SebuahAntologi, (Yogakarta: SUKA Press, 2007), h. 9. 40

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

ia bersentuhan dengan agama. Oleh karenanya, selain mengharuskan pengkajian secara total atas segala sesuatu secara rasional dengan menggunakan penalaran akal, agama juga mewajibkan perenungan (i„tibār) atas ciptaan Tuhan.144 Hal ini dikarenakan ketika seseorang mempelajari fenomena alam yang menjadi obyek kajian ilmu pengetahuan, ia akan mudah menjumpai nilai-nilai agama yang dapat menghantarkan dirinya untuk mengakui dan meyakini akan kebesaran dan kekuasaan Sang Pencipta. Dikotomi atau pemisahan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan modern harus segera diakhiri dengan cara menyatukan kedua jenis keilmuan tersebut. Keterpurukan yang dialami umat Islam harus segera diakhiri dengan memperbaiki sistem pendidikan Islam. Pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam harus diikuti dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Atas dasar pemikiran ini, pada tahun 1977 diselenggarakan konferensi Islam pertama tentang pendidikan Islam di Makkah. Dalam konferensi tersebut telah muncul serangkaian gagasan yang tertuang dalam bentuk makalah, buku dan konferensi. Salah satu rekomendasi dalam konferensi tersebut adalah usulan tentang Islamisasi ilmu pengetahuan atau gagasan terkait integrasi ilmu agama dan ilmu umum.145

D. Integrasi Ilmu Lintas Tokoh Para pemikir muslim telah mengklasifikasi dan mendeskripsikan ilmu pengetahuan menjadi berbagai kategori. Walaupun terdapat klasifikasi ilmu pengetahuan, namun terdapat kesepakatan umum di kalangan ilmuwan muslim bahwa dalam tradisi intelektual Islam terdapat hierarki dan kesatuan ilmu.146 Pengklasifikasian ilmu bukan dilakukan tanpa tujuan. Salah satu tujuan klasifikasi adalah untuk menuntun siswa dalam memilih salah satu disiplin ilmu untuk ditekuni karena perbedaan kebutuhan jiwa pada ilmu dan seni antar satu orang dengan yang lain.147 Sedangkan al-Fārābī mengklasifikasikan ilmu dengan beberapa tujuan. Pertama, sebagai petunjuk umum bagi para siswa sehingga

144 Ibnu Rusyd mengatakan bahwa seorang muslim harus menggunakan penalaran akal atau gabungan intelektual dan penalaran hukum. Ia mendasarkan pendapatnya tersebut pada ayat al Qur‟an yang artinya:"Renungkanlah olehmu wahai orang-orang yang punyapandangan‛. (QS. Al-Hasyr: 2), h. Lihat Mulyadhi Kartanegara, Gerbang Kearifan, Sebuah Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 144. 145 Akbar S. Ahmed, Posmodernisme: Bahaya dan Harapan bagi Islam (Bandung: Mizan, 1994), h. 49. 146 Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an,(Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 75. 147 Osman Bakar, Clasification of Knowledge in Islam,(Kuala Lumpur: Institute for Policy Research, 1992), h. xi. 41

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

mereka dapat mempelajari subjek yang bermanfaat. Kedua, untuk mempelajari hierarki ilmu pengetahuan. Ketiga, berbagai macam divisi dan subdivisi ilmu pengetahuan memberikan manfaat untuk menentukan spesialisasi. Keempat, sebagai informasi tentang apa yang harus dipelajari sebelum menentukan keahlian dalam bidang ilmu tertentu.148 Dikatakan pula bahwa tujuan utama klasifikasi ilmu adalah untuk mengetahui tatanan dan hubungan antara berbagai macam disiplin ilmu yang ada. Kekacauan aturan kurikulum modern di berbagai negara Islam saat ini tidak lain disebabkan karena visi hierarkis ilmu sebagaimana yang terdapat dalam sistem pendidikan tradisional. Kajian Osman Bakar tentang klasifikasi ilmu yang telah dilakukan oleh para pemikir muslim memberikan kesimpulan bahwa ilmu yang paling tinggi adalah ilmu Tuhan.149 Hal ini disebabkan karena alasan ilmu inilah pencarian ilmu pengetahuan yang lain dilakukan. Ilmu tentang segala sesuatu selain Tuhan, secara konseptual atau organis terkait dengannya. Kesimpulan ini senada dengan pandangan yang mengatakan bahwa semua ilmu berasal dari satu sumber. Mereka sepakat adanya kesatuan dalam ilmu pengetahuan.150 Ilmu, dalam tradisi intelektual Islam, diklasifikasikan ke dalam dua kategori yang luas, yaitu fardu „ain (kewajiban individu) dan fardu kifāyah (kewajiban kolektif), naqli (wahyu) dan „aqli (perolehan), huduri (presential) dan husuli (intelektual), nazari (teoritis) dan „amali (praktis), hikmi (filosofis) dan ghairu hikmi (non filosofis). Klasifikasi tersebut tidak dimaksudkan sebagai bentuk dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum.151 Kesatuan antara dua jenis ilmu tersebutlah yang selalu ditekankan dan dijaga dalam tradisi intelektual Islam. Tidak diperkenankan bagi seseorang untuk mempelajari satu ilmu tanpa batas dengan meninggalkan ilmu yang lain. Apabila hal itu terjadi maka akan muncul ketidakharmonisan yang pada akhirnya dipertanyakan keabsahannya. Islam memandang bahwa ilmu merupakan kesatuan yang tunggal karena pada hakikatnya

148 Osman Bakar yang dikutip Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sainsdalam Al Qur‟an (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 76. 149 Osman bakar melakukan kajian terhadap pemikiran al-Fārābī , al-Ghazali dan al- Shirazi tentang klasifikasi ilmu. Ketiga tokoh muslim tersebut merepresentasikan aliran pemikiran utama dalam Islam. Lihat Osman Bakar, Clasification of Knowledge in Islam (Kuala Lumpur: Institute for Policy Research, 1992), h. 124. 150 Lihat Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an, 76. 151 Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 77. 42

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

bersumber dari dzat Yang Satu. Islam menganggap dunia dan akhirat sebagai satu entitas dan pemisahan antara keduanya bertentangan dengan prinsip tauhid.152 Terkait paradigma keilmuan, kata “paradigma” mempunyai arti; 1) Ling daftar semua bentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklanasi kata tersebut; 2) Model dalam teori ilmu pengetahuan; 3) Kerangka berpikir atau kerangka acuan.153 Menurut Jujun S. Sumantri, paradigma berarti sebuah konsep dasar yang dianut oleh suatu masyarakat tertentu, termasuk masyarakat ilmuwan.154 Secara umum pengertian paradigma adalah seperangkat kepercayaan atau kayakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dikatakan bahwa paradigma dalam ilmu pengetahuan mempunyai definisi seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan manusia dalam keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah.155 Dapat disimpulkan bahwa paradigma ilmu adalah seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan manusia dalam kesehariannya maupun dalam penyelidikan ilmiah yang dalam hal ini dibatasi pada paradigma pencarian ilmu pengetahuan. Dengan demikian paradigma ilmu adalah suatu keyakinan dasar yang digunakan berbagai kalangan untuk mencari kebenaran realitas menjadi suatu ilmu atau disiplin ilmu pengetahuan. Paradigma Islam adalah cara pandang yang menjadikan ilmu yang bersumber dari wahyu Ilahi (al-Qur‟an) sejajar dengan ilmu yang bersumber dari pemikiran manusia, sehingga bisa dilakukan inovasi dan rekonstruksi.156 Kuntowijoyo melihat bahwa paradigma Islam adalah menjadikan al-Qur‟an sebagai cara pandang umat Islam dalam melihat realitas yang ada. Adapun al-Qur‟an sebagai paradigma Islam berarti sebuah konstruksi pengetahuan yang memungkinkan kita untuk memahami realitas sebagaimana dalam al-Qur‟an. Melalui konstruksi pengetahuan tersebut akan diperoleh hikmah yang menjadi dasar dari pembentukan prilaku yang sejalan dengan nilai-nilai normatif al-Qur‟an, baik pada level moral maupun sosial, Al-Qur‟an menjadi (petunjuk), irshād (bimbingan) serta aturan-aturan berkenaan dengan ketuhanan dan

152 Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an. 77. 153 Tim Penyusun, Kamus Besar Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), 154 Jujun S. Sumantri, Filsafat Ilmu (Jakarta: Pancaranintan Indahgraha, 2007), h. 105. 155 Muhammad Adib, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 112. 156 Muhammad Izzudiin Taufiq, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam (Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 224. Lihat pula Jujun Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat ilmu (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), h. 43

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

keagamaan bagi menusia. Ayat-ayat al-Qur‟an dapat dibedakan menjadi dua: ayat- ayat yang terkait dengan sistem penciptaan makhluk dan alam semesta (ayat kawniyyah) dan ayat-ayat yang terkait dengan sejarah, seperti sejarah Nabi Musa dan lain-lain. Kedua klasifikasi ayat tersebut menunjukkan Perintah untuk beriman kepada Allahyang telah menciptakan segala sesuatu, Allah mengetahui segala realita, baik yang nampak maupun yang gaib (tidak nampak), dan Allah menciptakan segala sesuatu dengan sistem dan keseimbangan yang sebelumnya tidak ada. 157 Konstruksi pengetahuan tersebut juga memungkinkan untuk dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan desain besar berkenaan dengan sistem Islam, termasuk sistem ilmu pengetahuan. Dengan demikian, di samping memberikan gambaran akiologis, paradigma al-Qur‟an juga memberikan wawasan epistemologis.158 Beberapa pengertian paradigma memberikan pemahaman bahwa paradigma keilmuan terkait erat dengan persoalan apa yang ingin diketahui, cara seseorang untuk memperoleh pengetahuan serta kegunaan nilai pengetahuan tersebut bagi manusia. Dengan kata lain paradigma mempunyai arti cara pandang yang berkaitan dengan aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi.159 Ilmu (science) tidak sama dengan pengetahuan (knowledge), meskipun ada yang menganggap keduanya adalah sama. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu. Menurut Jujun Suri asumantri, ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan.160 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan tidak semua pengetahuan merupakan ilmu. Pemahaman Islam tentang ilmu lebih komprehensif dan canggih dari istilah yang biasa diterjemahkan sebagai pengetahuan.161 Konsep ilmu mencakup hampir semua bentuk pengetahuan

157 Abdu al- Rahman al-Nahlawi, Al-Tarbiyah bi al-Āyāh (Bayrut: Dār al-Fikri al- Ma„asīr, 1409/1989), h. 197-198. 158 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, AE Priyono ed. (Bandung: Mizan, 1998, Cet VIII), h. 327. 159 Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat (esensi) ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu yang menjelaskan sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Sedangkan aksiologi adalah ilmu yang menerangkan kegunaan dan nilai ilmu bagi kehidupan manusia. Lihat A.M. Saefuddin et.al. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi (Bandung: Mizan, 1998), h. 31. 160 Jujun Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), h. 9. 161 Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 51. 44

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

yang dihasilkan oleh observasi murni hingga pengetahuan metafisika yang paling tinggi.162 Kata ilmu dalam bahasa Arab merupakan derivasi dari kata‚ „alima‛ yang berarti mengetahui. Kata‚„alima‛ tersebut merupakan lawan kata dari‚ jahl‛ atau ketidaktahuan. Kata ini juga berarti untuk belajar, baik tanpa adanya sebuah upaya maupun dengan upaya untuk mengetahui secara sungguh-sungguh. Dengan demikian, ilmu merupakan hasil yang dicapai dari upaya sungguh-sungguh sebagai upaya mengetahui. Dalam kata ilmu terkandung pula makna pengertian, kesadaran, persepsi, daya tangkap, pengingat, pengertian dan pemahaman, serta masih banyak yang lain. Namun demikian kata ilmu mengandung ide yang paling dalam dan signifikan.163 Dikatakan pula bahwa ilmu dalam pandangan Islam adalah paling penting karena merupakan salah satu atribut Tuhan, yaitu al-„Ālim, al-„Alīm, al- „Allām yang semuanya berarti Maha Tahu.164 Dalam epistemologi Islam, Tuhan sebagai pencipta merupakan sumber ilmu pengetahuan serta sebagai sumber kebenaran. Allah dapat memberikan ilmu kepada manusia melalui berbagai macam cara. Al Qur‟an dan sunnah merekomendasikan penggunaan berbagai sumber atau cara untuk mendapatkan ilmu seperti observasi, eksperimen, intuisi, penalaran maupun wahyu. Namun secara garis besar Allah memberikan ilmu melalui dua jalan: pertama, Allah memberikan ilmu melalui firman-Nya. Dari jalan ini lahirlah ilmu ilahi atau teologi. Kedua, Allah memberikan ilmu melalui ciptaan-Nya yang kemudian berkembanglah berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi.165 Dengan demikian jelas bahwa wahyu memegang peranan dalam epistemologi Islam di samping indera maupun akal.166 Wahyu akan berperan ketika indera dan akal manusia tidak mungkin lagi untuk menjangkau sebuah pengetahuan. Terkait pembahasan aksiologi, ilmu yang berasal dari Tuhan harus digunakan untuk mengabdi kepada-Nya.167 Ilmu harus dikembangkan dan

162 Ziauddin Sardar, Arguments for Islamic Science‛ dalam Quest for New Science (Aligarh: Center For Studies On Science, 1984), h. 44. 163 Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 49. 164 Wan Mohd Nor Wan Daud, The Concept of Knowledge in Islam: Its Implications for Education in A Developing Country (London: Mansell Publishing, 1989), h. 63. 165 Osman Bakar, Tauhid dan Sains (Bandung : Pustaka Hidayah, 1994), h. 14-21. 166 Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 274. 167 Dedi Djamaluddin Malik, et al. Zaman Baru Islam Indonesia Pemikiran dan Aksi Politik (Bandung: Zaman Wacana Muda, 1998), h. 186 45

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat, bukan malah digunakan untuk kepentingan golongan atau bahkan untuk menghancurkan kehidupan manusia. Ilmu juga merupakan syarat untuk memperoleh kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.168 Tujuan mencari ilmu adalah untuk mengabdi kepada Tuhan. Dengan demikian maka kebutuhan fisik yang bersifat materi dan kebutuhan rohani yang bersifat spiritual dapat terpenuhi. Semangat inilah yang berkembang pada masa kejayaan Islam. Ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang berkembang sedemikian pesatnya dan semuanya dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia.169 Kata sekuler dalam Bahasa Indonesia mempunyai konotasi negatif. Sekuler diartikan bersifat duniawi atau kebendaan, bukan bersifat keagamaan atau kerohanian. Sekularisasi berarti membawa ke arah kehidupan dunia, sehingga norma-norma tidak perlu didasarkan pada ajaran agama.170 Sedangkan asal kata sekuler adalah‚ saeculum‛ yang berasal dari bahasa latin yang berarti masa atau waktu atau generasi, dunia.171 Padanan kata sekuler dalam Bahasa Arab adalah‚ al- „ālamiyu‛ yang sama dengan kata‚ al-zamāniyu‛ yang berarti duniawi, sekuler.172 Istilah ini sering dipahami sebagai sesuatu yang irreligious (tidak agamis) dan anti religius173 bahkan divonis sebagai anti Islam.174

168 Imam Shafi„i berkata: Artinya: Barang siapa menghendaki kebahagiaan di dunia, maka wajib baginya memiliki ilmu, barang siapa yang menghendaki kebahagiaan di akhirat, maka wajib baginya berilmu dan barang siapa menghendaki kebahagiaan di dunia dan akhirat maka wajib baginya berilmu. Husain Ibnu Hizām, Tahdhīb al-Asmā‟: Juz 1 (Bayrut: Dār al-Fikr, 1996), h. 74. 169 Dalam hal ini, banyak ayat al-Qur‟an yang menganjurkan umat Islam untuk mengembangkan segala jenis ilmu, di antaranya firman Allah: Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang- orang yang berilmu beberapa derajat. (QS. al-Mujadalah: 11) dalam surat lain Katakanlah adakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang- orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya (hanya) orang-orang yang berakal yang dapat menerima pelajaran. (QS. al-Zumar: 9), h. 170 Tim Penyusun, Kamus Besar Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 797. Lihat pula Hassan Sadily, Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve dan Elsevier Publishing Project, 1984), h. 3061. 171 Hasan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, 3061. 172 A.M. Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Arab-Indonsia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progressif, 1984), h. 1037. 173 Kusmana, Integrasi Keilmuan UIN Syarf Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas Riset (Jakarta: PPJM-UIN Jakarta Press, 2006), h. 34. 174 Komaruddin Hidayat, Wahyu di Langit Wahyu di Bumi: Doktrin dan Peradaban Islamdi Panggung Sejarah (Jakarta: Paramadina, 2003), h. 181. 46

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Paradigma keilmuan Barat hanya membatasi obyek kajian ilmu pengetahuan pada entitas fisik, sehingga alat yang digunakan adalah indera fisik. Sains adalah segala sesuatu sejauh dapat diobservasi oleh indera. Alasan yang bisa dikemukakan dalam membatasinya adalah hanya obyek fisik saja yang dapat diteliti secara obyektif dan dapat diverifikasi kebenarannya. Sementara obyek nonfisik tidak diserap secara obyektif dan sulit diverifikasi. Sains Barat hanya membatasi diri pada objek-objek empiris, fisik, materi dan eksternal.175 Hal-hal di luar jangkauan panca indera dan pengalaman manusia dianggap sebagai bukan urusan sains. Berdasarkan perspektif positivisme ini maka sifat utama sains adalah berorientasi pada fenomena empiris. Sedangkan hal-hal yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, meskipun sebenarnya ada, seperti Tuhan, ruh dan jiwa dan seterusnya dikeluarkan dari wilayah kajian sains. Terkait epistemologi keilmuan Barat, sains hanya membenarkan pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah (scientific method) dengan melibatkan proses verifikasi dan pengukuran secara matematis, verbal dan empiris. Mereka memandang metode ilmiah dengan pengertian positivistik sebagai satu- satunya jalan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Para ilmuwan Barat meragukan obyek-obyek filsafat ilmu di dunia Islam. Keraguan ini merupakan cermin dari masyarakat Barat yang beralih dari theistik ke arah atheistik melalui isme-isme seperti materialisme dan positivisme.176 Karena memang ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat memiliki pangkal yang bertentangan dengan akidah tauhid yang telah berakar dalam hati setiap Muslim. Bahkan Abdur Rahman al-Nahlawi menyatakan bahwa konsepsi pengetahuan Barat bertitik tolak dari deskripsi alam yang keliru.177 Oleh karenanya Hossein Nasr memberikan penilaian bahwa sains modern (Barat) adalah tidak Islami karena tidak bersumber dari wahyu.178 Sains Barat mengklaim bahwa ilmu pengetahuan bersifat value free (bebas nilai) sehingga muncul anggapan sains untuk sains. Mereka menolak dan mengabaikan nilai moral dan menganggapnya relatif, subjektif dan personal. Secara tidak langsung mereka menganggap bahwa ilmu pengetahuan sarat dengan

175Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam al-Qur‟an (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 3. 176Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu Dalam Perspektif Filsafat Islam (Jakarta: UIN Press, 2003), h. 38-39. 177Abd Rahman an-Nahlawi, Usūl al-Tarbiyah al-Islāmiyah wa Asālibuha fīal-Bayt wa al-Madrasah wa al-Mujtama„ (Bayrut: Dār al-Fikr al-Mu„ashir,1403-1983), h. 164. 178Azyumardi Azra, Historigrafi Islam Kontemporer; Wacana Aktualitas, dan Aktor Sejarah, Idrsi Thaha, ed. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 207. 47

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

muatan nilai positivistik, pragmatis, materialistis.179 Tujuan sains Barat adalah untuk memuaskan kebutuhan yang bersifat duniawi dengan mengabaikan kebutuhan rohani, moral dan spiritual. Integrasi Agama dan Ilmu Pengetahuan Telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya, keterpurukan yang dialami oleh dunia Islam salah satunya disebabkan adanya dikotomi atau pemisahan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Pemisahan antara agama dan ilmu pengetahuan ini memunculkan reaksi yang positif dari umat Islam. Beberapa pemikir Islam kemudian mengajukan beberapa gagasan untuk mengembalikan kejayaan Islam yang telah hilang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan Islamisasi pengetahuan. Kata‚ Islamisasi berasal dari Bahasa Inggris‚ Islamization‛ yang artinya pengislaman. Islamisasi bermakna to bring with in Islam, membawa sesuatu ke dalam Islam atau membuat dan menjadikannya Islam. Definisi ini seakan mengisyarat bahwa Islam tidak bersifat universal, namun yang dimaksudkan tidaklah demikian. Definisi ini menggambarkan bahwa di luar Islam terdapat beberapa hal yang jauh dari nilai- nilai Islam. Dalam pandangan Alparslan, Islamisasi merupakan gambaran yang universal sebagai sebuah usaha untuk memahamkan sesuatu dengan kerangka Islam (Islamic framework) dengan memasukkan suatu pemahaman Islam. Dengan demikian, suatu pemahaman yang jauh dari Islam memerlukan upaya Islamisasi untuk membawanya masuk ke dalam wilayah Islam.180 Makna yang lebih luas dari Islamisasi menurut Armai Arief adalah proses pengislaman, di mana obyeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan maupun obyek lain.181 Gerakan Islamisasi dalam perkembangan selanjutnya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia seperti politik,182 budaya, ekonomi dan pendidikan. Konsep Islamisasi dalam bidang pendidikan terfokus pada upaya pencarian landasan filosofis bangunan keilmuan Islam yang kemudian melahirkan perdebatan di antara intelektual muslim.

179Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam al-Qur‟an (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 5. 180Alparslan Acik, Islamic Science: An Introduction (Kuala Lumpur: ISTAC,1996), h. 2-7. 181Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam (Cet II) (Jakarta: CRSD Press Jakarta, 2005), h. 119. 182Terdapat tiga pola hubungan antara agama dan negara dalam Islam, yaitu: integrated, sekularistik dan simbiotik. Lihat Ridwan, Islam Kontekstual; Pertautan Dialektis Teks dengan Konteks (Yogyakarta: Grafindo Lentera Media, 2009), h. 203. 48

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Wacana Islamisasi183 ilmu pengetahuan pada awalnya diilhami oleh Syed Hossein Nasr pada tahun 60-an.184 Ia menyadari adanya bahaya dari sekularisme dan modernisme yang mengancam dunia Islam. Oleh karenanya Ia meletakkan asas untuk konsep sains Islam, baik aspek teori dan praktek melalui karyanya yang berjudul Science and Civilization in Islam dan The Encounter of Man and Nature pada tahun 1968 serta Islamic Science pada tahun 1976. Hossein Nasr mengklaim bahwa ide Islamisasi yang muncul setelahnya merupakan kelanjutan dari ide yang ia lontarkan sebelumnya.185 Gagasan Islamisasi Hossein Nasr kemudian dikembangkan oleh Ismā„īl Rājī al-Fāruqī, seorang ilmuwan dari Pakistan. Al-Fāruqī menyampaikan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan dalam konferensi Islam pertama tentang pendidikan Islam yang diselengarakan kerajaan Saudi (Mekkah) pada tahun 1977.186 Al-Fāruqī dalam kesempatan tersebut mengajukan makalah yang berjudul ‛Islamicizing of Education‛. Dalam kesempatan yang sama Syed Muhammad Naquib al-„Aṭās juga mengajukan makalah dengan judul ‛Preliminari Thoughts on the Nature of Knowledge and the Definition and the Aims of Education‛. Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam konferensi tersebut memunculkan perdebatan pro dan kontra di kalangan pemikir muslim. Terdapat kelompok yang mendukung upaya Islamisasi, namun ada pula pihak yang menolaknya. Kelompok yang setuju adanya Islamisasi ilmu pengetahuan mengajukan argumen: pertama, umat Islam membutuhkan sebuah sistem sains

183Merupakan upaya untuk mengatasi keadaan tersebut adalah dengan cara mengintegrasikan intern ilmu agama dan intern ilmu umum, serta integrasi antara ilmu agama dengan ilmu umum. Upaya ini perlu dilakukan jika tidak menginginkan keadaan yang lebih membahayakan masa depan umat manusia. Upaya untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum tersebut mulai diperkenalkan para ahli yang visioner sejak akhir abad ke-20, yang menimbulkan pro-kontra. Di satu pihak ada yang setuju tentang Islamisasi ilmu tersebut dan di pihak lain ada yang tidak setuju. Sikap ini mirip dengan sikap yang ditunjukkan oleh umat Islam ketika meresponss pelbagai masalah sosial politik. Lihat Munawir Sadzali, Islam dan Ketatanegaraan (Jakarta: UI Press, 1996), h. Cet.1, 34. A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Grafiti, 2000), h. Cet. 1. 26-26. 184Abu Bakar Adenan Siregar, Islamisasi Ilmu Pengetahuan‛, Ihya al-Arabiyah, Edisi.1 Tahun ke-5, Edisi Januari-Juni 2015, h. 93. 185Rosnani Hashim, Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan,‛ Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam, INSIST, Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005. 186Muhyiddin Athiyah, al-Fikr al-Tarbawiyah al-Islami, (Herdon-Virginian: al- Ma„had al-„Alami li al-Fikr al-Islami, 1994), h. 155. 49

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

untuk memenuhi kebutuhan mereka, baik berupa kebutuhan materiil maupun spirituil. Mereka menganggap bahwa sistem sains yang sudah ada belum mampu memenuhi kebutuhan umat serta mengandung nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam. Kedua, kenyataan memberikan bukti bahwa sains modern telah menimbulkan berbagai ancaman bagi kelangsungan hidup manusia dan lingkungan. Ketiga, umat Islam pernah memiliki suatu peradaban yang Islami, sehingga Islamisasi pengetahuan mutlak diperlukan untuk menciptakan kembali sains Islam dalam peradaban manusia.187 Cendekiawan muslim yang setuju dan mendukung upaya Islamisasi ilmu pengetahuan antara lain Ismā„īl Rājī al-Fāruqī,188 Sayyed Muhammad Naquib al-„Aṭās,189 Ziauddin Sardar dan Taha Jabir al-Alwani.190 Sementara pihak yang beranggapan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan tidak diperlukan mengajukan beberapa argumen, yaitu: pertama, semua usaha yang pernah dilakukan untuk menciptakan sains Islam telah gagal. Kedua, sekumpulan prinsip-prinsip moral maupun teologi, betapapun tingginya, tidak memungkinkan seseorang untuk menciptakan sains yang benar-benar baru dari awal. Ketiga, belum pernah ada, dan sampai kini belum ada, definisi tentang sains Islam yang dapat diterima oleh semua kalangan umat Islam.191 Selain itu dari segi historis, kemajuan yang dicapai Barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini diilhami oleh umat Islam yang mentransformasikan ilmu pengetahuannya. Barat telah banyak mengambil ilmu pengetahuan dari para ilmuwan muslim pada masa lalu. Dengan demikian, apabila kita hendak meraih kembali kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maka kita harus melakukan transformasi dari Barat secara besar-besaran, tanpa menaruh curiga, walaupun harus selalu waspada. Kelompok ini menganggap bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah netral dan bergantung pada pembawa dan pengembangnya. Mereka menganggap bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan tidaklah penting, akan tetapi Islamisasi subyek atau

187Mahdi Ghulsyani, The Holy Qur‟an and The Science of Nature, Terj. Agus Effendi, Filsafat Sains menurut al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1998), h. 24. 188Islamil Raji al-Fāruqī, Islamization of Knowledge: General Prinsiples and Work Plan (Herdon, VA: IIT, 1987), h. 9. 189Syed Muhammad Naquib al-„Aṭās.‚ The Dewesternization of Knowledge‛ Chapter 4 in Islam and Secularism (Kuala Lumpur: Muslim Youth Movement of Malaysia (ABIM), h. 1978. 190Taha Jabir al-Alwani, Islamic Thought, An Approach Reform (London- Washington: The International Institute of Islamic Thought (IIIT), h. 1427/2006 ), h. 7. 191Pervez Hoodbhoy, Islam and Science: Religion Orthodoxy and The Batle forRationality (London-New Jersey: Zed Books Ltd, 1991), h. 77-80. 50

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

pembawa dan pengembang iptek-lah yang lebih penting.192 Beberapa tokoh yang tidak setuju Islamisasi ilmu pengetahuan ini antara lain Fazlur Rahman,193 Pervez Hodbhooy194 dan Muhammad Abdus Salam. Terlepas adanya pro dan kontra tersebut, gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan telah banyak disalahpahami oleh beberapa kalangan. Kerancuan pemahaman tersebut bukan hanya terjadi di kalangan yang tidak sepakat adanya Islamisasi ilmu pengetahuan, tapi juga pada pihak yang mendukung ide tersebut. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman tentang konsep dan landasan filosofis yang menjadi latar belakang Islamisasi ilmu pengetahuan. Selain itu juga dikarenakan perbedaan versi dan pendekatan masing-masing tokoh untuk mencapai Islamisasi ilmu pengetahuan.195 Perbedaan pendapat yang terjadi antar cendekiawan muslim di atas pada dasarnya bersumber dari perspektif filosofi yang mendasari bangunan keilmuan, yaitu persoalan apakah ilmu bebas nilai atau tidak. Di antara tokoh yang setuju dengan Islamisasi ilmu pengetahuan mengajukan gagasan perlunya integrasi (takāmul)196 antara agama dan ilmu pengetahuan. Integrasi merupakan sebuah upaya untuk mengembalikan ilmu pada asalnya, karena ilmu agama dan ilmu umum pada dasarnya adalah integrated dan tidak terpisah. Hal ini dilandasi kesadaran bahwa Allah Swt adalah sumber kebenaran dan pengetahuan. Allah Swt memberikan ilmu-Nya melalui wahyu (word of Allah) dan alam (work of Allah). Wahyu melahirkan agama dan teologi (ilmu ilahi), sedang dari alam lahir dan berkembang ilmu pengetahuan (sains).197 Pandangan umat Islam dalam menyikapi problema hubungan antara ilmu agama dan ilmu umum ini terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, golongan yang menolak serta merta tanpa kompromi antara ilmu agama dan ilmu umum dengan alasan bid„ah. Kedua, golongan yang mengadopsi sains modern tanpa

192Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Penedidikan Islam: PemberdayaanPengembangan Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Nuansa, 2003), h. 329. 193Fazlur Rahman, Islamization of Knowledge: A Response.‚American Journal of Islamic Sosial Science (5:1), h. (1998), h. 3-11. 194Pervez Hoodbhoy, Islam and Science: Religion Orthodoxy and the Battle for Rationality (London an New Jersey: Zed Books Ltd, 1991), h. 77. 195Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 11. 196Yusuf Karom, Tārikh al-Falsafah al-Hādīthah (Mesir: Dār al-Ma„ārif, tt), h. 351. 197Osman Bakar, Tauhid dan Sains: Perspektif Islam tentang Agama dan Sains (Bandung: Mizan, 2008),14-21. 51

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

mempertanyakan landasan filosofis yang mendasarinya. Ketiga, golongan yang menerima namun dengan seksama.198 Mereka berupaya merespons secara lebih moderat dengan berupaya untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan modern tanpa mengorbankan nilai-nilai yang mereka anut. Dua golongan pertama tidak layak untuk diikuti karena ekstrem dan radikal. Sedangkan golongan ke tiga mengambil langkah yang adil dan bijak dalam melihat agama dan perkembangan ilmu pengetahuan. Mereka menerima dengan seksama dan meletakkannya pada porsinya masing-masing secara proporsional. Meletakkan sains pada kutub ekstrem antagonistik adalah bertentangan dengan fakta dan realita, bahkan dikatakan ahistoris. Hal ini dikarenakan sains modern merupakan akumulasi dari pencapaian ilmiah sebelumnya dan umat Islam memberikan kontribusi yang besar terhadap sains modern. Dikatakan bahwa menolak sains modern secara keseluruhan merupakan bunuh diri intelektual yang secara diamtris bertentangan dengan sikap ilmiah.199 Al-Fāruqī memandang Islamisasi ilmu pengetahuan dimaksudkan untuk memfokuskan kembali ilmu pengetahuan, yaitu dengan mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi yang terkait dengan tujuan memperkaya visi dan perjuangan Islam.200 Islamisasi ilmu pengetahuan berarti melakukan kembali aktivitas keilmuan seperti mengungkap, menghubungkan serta menyebarluaskannya menurut sudut pandang ilmu terhadap alam kehidupan manusia.201 Menurutnya Islamisasi ilmu pengetahuan berarti mengislamkan ilmu pengetahuan modern yang sudah ada dengan cara menyusun dan membangun kembali sains sastra dan sains ilmu pasti dengan memberikan dasar dan tujuan yang sesuai dengan Islam. Disiplin ilmu yang ada harus dituangkan kembali sehingga terwujud prinsip-prinsip Islam dalam metodologi, strategi, data serta problem yang ada. Hal ini dilakukan agar dapat mengungkapkan relevansi Islam yang bersumber pada tauhid. Dengan demikian al-Fāruqī lebih mendefinisikan Islamisasi ilmu pada objek ilmu pengetahuan.

198Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 9. 199Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 9. 200Ismā„īl Rājī al-Fāruqī, Tauhid: Its Implication for Thought and Life (Temple University: The International Institute Of Islamic Thought, 1982), h. 53-54. 201Lihat Rosnani Hashim, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: Sejarah, Perkembangan, dan Arah Tujuan‛. Islamia, Thn II No. 6 (Juli-September, 2005), h. 35-36. Lihat pula Abd. Syakur, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik (Jakarta: Mizan, 2005), h. 32. 52

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Al-Fāruqī berpendapat bahwa dualisme pendidikan yang terjadi di dunia Islam saat ini harus segera diakhiri. Sistem pendidikan sekuler dan pendidikan Islam harus dipadukan dan diintegrasikan sehingga dapat melengkapi kekurangan masing-masing. Integrasi pendidikan tersebut harus menghasilkan sebuah sistem pendidikan yang sejalan dengan visi agama Islam. Selain melontarkan gagasan Islamisasi, al-Fāruqī juga mendirikan sebuah lembaga penelitian International Institute of Islamic Thought (III-T)202 yang berada di Philadelphia dan kemudian pindah ke Virginia. Islamisasi ilmu pengetahuan yang digagas al-Fāruqī mempunyai beberapa rencana kerja, yaitu: penguasaan disiplin ilmu modern, penguasaan warisan Islam, penentuan relevansi khusus Islam bagi setiap bidang pengetahuan modern, pencarian cara untuk menciptakan perpaduan kreatif antara warisan dan pengetahuan modern dan terakhir pengarahan pemikiran Islam ke jalan yang menuntunnya menuju pemenuhan pola ilmiah dari Allah.203 Langkah-langkah Islamisasi pengetahuan yang digagas al-Fāruqī secara rinci adalah sebagai berikut: 1. Penguasaan disiplin ilmu modern: penguraian kategoris, 2. Survei disiplin ilmu, 3. Penguasaan khazanah Islam: sebuah antologi, 4. Penguasaan khazanah ilmiah Islam: tahap analisa, 5. Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin ilmu, 6. Penilaian secara kritis terhadap disiplin ilmu modern guna memperjelas kedudukannya dari sudut pandang Islam, dan memberi panduan terhadap langkah yang harus di-Islamiasi,

202 Chairil Anwar, Islamisasi Ilmu, Al-Qur‟an dan Sains‛, Tarbiyah Digital Journal Al-Mannar, Edisi 1, 2004, 2. Lihat Institut Internasional Pemikiran Islam (IIIT) adalah pusat keunggulan dalam penelitian pendidikan dan pemikiran Islam yang minat utamanya adalah melakukan penelitian berbasis bukti dalam memajukan pendidikan di Masyarakat Muslim dan penyebaran penelitian ini melalui publikasi dan terjemahan, pengajaran, rekomendasi kebijakan, dan keterlibatan strategis. Lembaga ini didirikan sebagai organisasi nirlaba 501 (c) (3) nirlaba di Amerika Serikat pada tahun 1981. Markas besarnya berada di Herndon, Virginia, di pinggiran Washington DC https://iiit.org/en/home/ 203Mohammad Muchlis Solichin, Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Aplikasinya dalam Pendidikan Islam,‛ Tadris, Volume 3. Nomor 1. 2008. 21 (14-29) Lihat pula Chairil Anwar, Islamisasi Ilmu, Al-Qur‟an dan Sains‛, Tarbiyah: Digital Journal al-Mannar, Edisi 1, 2004, 3. Lihat juga PDM Kabupaten Klaten, Artikel, Islamisasi Sains Menurut Al-„Aṭās dan Al-Fāruqī, diakses 19 September 2017. http://m.muhammadiyah.or.id/id/artikel-522- detail- islamisasi-sains-menurut-alattas-dan-alfaruqi.html 53

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

7. Penilaian secara kritis ilmu warisan Islam. Termasuk di dalamnya koreksi terhadap pemahaman al-Quran dan sunnah yang dianggap keliru dewasa ini, 8. Survei/kajian terhadap permasalahan yang tengah dihadapi umat Islam modern, 9. Survei permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia, 10. Analisa kreatif dan sintesa, 11. Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam: buku- buku daras tingkat universitas, dan Penyebarluasan ilmu yang telah di-Islamisasikan204

Muhammad Naquib al-„Aṭās memaknai Islamisasi sebagai pembebasan manusia dari tradisi magis (magical), mitologi (mythology), animisme (animism), kebangsaan dan kebudayaan (national-cultural tradition) dan paham sekuler (secularism).202 Al-„Aṭās juga memaknai Islamisasi sebagai sebuah proses pembebasan yang merujuk pada aspek rohani manusia. Meski pada dasarnya manusia terdiri dari aspek jasmani dan rohani, namun aspek rohani mempunyai pengaruh pada aspek jasmani. Ketundukan pada keperluan jasmaniah yang cenderung mendzalimi diri sendiri harus dihilangkan. Sifat jasmaniah yang cenderung lalai akan fitrahnya akan mengganggu keharmonisan dan kedamaian sehingga melalaikan tujuan asal penciptaannya. Proses inilah yang kemudian menimbulkan keharmonisan dan kedamaian dalam diri seseorang sesuai dengan fitrahnya (original nature).205 Berangkat dari pengertian Islamisasi secara umum tersebut, al-„Aṭās kemudian mendefinisikan Islamisasi ilmu pengetahuan lebih mengarah pada pembenahan umat Islam sendiri, yaitu pembebasan umat Islam dari

204 Menurut al-„Aṭās terdapat lima faktor yang menjiwai peradaban Barat, yaitu: akal yang diandalkan untuk membimbing kehidupan manusia, sikap dualistik terhadap realitas kebenaran, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekuler, membela doktrin humanis, dan drama serta tragedi sebagai unsur yang dominan dalam fitrah kemanusiaan. Lihat Syed Muhammad Naquib al-„Aṭās, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), h. 88- 108. Lihat pula Syed Muhammad Naquib al- Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), h. 42. 205 Muhammad Naquib al-„Aṭās memaknai Islamisasi sebagai pembebasan manusia dari tradisi magis (magical), mitologi (mythology), animism (animism), kebangsaan dan kebudayaan (national-cultural tradition) dan pahamaman sekuler (secularism), Lihat dalam Syed Muhammad Naquib al-„Aṭās, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), h. 44. 54

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

tradisi magis, mitologis, animisme, kebangsaan dan kebudayaan serta paham sekuler. Al-„Aṭās menjelaskan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan dilakukan dengan dua proses yang saling berkaitan. Pertama, mengisolir unsur dan konsep kunci yang membentuk peradaban Barat dari disiplin ilmu pengetahuan modern, utamanya dalam ilmu humaniora. Dengan demikian ilmu alam, fisika dan aplikasinya harus ditundukkan dengan ajaran Islam, khususnya dalam fakta-fakta dan formulasi teori lainnya. Fakta dianggap tidak benar jika bertentangan dengan pandangan hidup Islam. Ilmu pengetahuan modern juga harus diteliti dan diperiksa terkait konsep, metode, praduga, simbol dan sistem yang dianut, termasuk aspek empiris dan rasional di dalamnya, nilai-nilai etika, penafsiran dan historisitas, bangunan teori ilmu, praduga yang berkaitan dengan dunia dan rasionalitas proses ilmiah, dll. Adapun unsur dan konsep asing yang harus diisolir karena merusak ajaran Islam adalah: konsep dualisme yang meliputi hakikat dan kebenaran, doktrin humanisme, ideologi sekuler, konsep tragedi khususnya dalam kesusastraan. Unsur-unsur tersebut harus diisolir karena telah membentuk pemikiran dan peradaban Barat serta telah menular di kalangan umat Islam. Kedua, memasukkan unsur-unsur Islam dan konsep-konsep kunci dalam setiap bidang ilmu pengetahuan modern yang relevan. al-„Aṭās menyarankan agar unsur dan konsep utama Islam mengambil alih unsur dan konsep asing yang telah diisolir. Adapun konsep utama Islam yang harus dimasukkan dalam bidang keilmuan adalah: konsep manusia (al-insān), pengetahuan (al-„ilm dan al- ma„rifah), kearifan (al-hikmah), keadilan (al-„adl), perbuatan yang benar (al- „amal) dan konsep universalitas (kulliyyah al-jamī‟ah).206 Wacana Islamisasi ilmu pengetahuan yang digelorakan al-Fāruqī dan al- „Aṭās juga mendapatkan respons dari beberapa tokoh di Indonesia. Kuntowijoyo, seorang guru besar ilmu sejarah Universitas Gajah Mada menawarkan pengilmuan Islam sebagai solusi atas problematika pendidikan yang dihadapi umat Islam. Menurutnya Islamisasi pengetahuan dimaksudkan agar umat Islam tidak begitu saja meniru metode dari luar dengan mengembalikan pengetahuan pada pusatnya, yaitu tauhid. Dengan demikian akan terjadi koherensi atau kesatuan pengetahuan dengan iman yang tercermin pada kesatuan pengetahuan (unity of knowledge), kesatuan kehidupan (unity of life), dan kesatuan sejarah (unity of history). Kesatuan pengetahuan berarti pengetahuan harus menuju kepada kebenaran yang satu. Kesatuan hidup berarti terhapusnya perbedaan antara ilmu yang sarat nilai dengan

206Mohammad Muchlis Solichin, Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Aplikasinya dalam Pendidikan Islam,‛ Tadris, Volume 3. Nomor 1. 2008. (14-29), h. 24 55

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

ilmu yang bebas nilai. Sedangkan kesatuan sejarah artinya pengetahuan harus mengabdi pada umat manusia.207 Selama umat Islam tidak mempunyai metodologi sendiri, maka umat Islam akan selalu dalam bahaya.208 Ia juga menambahkan bahwa pengetahuan yang benar-benar obyektif tidak perlu diislamkan karena Islam mengakui dan mengajarkan objektivitas. Suatu teknologi tidak akan berubah ketika berada di tangan orang Islam maupun orang kafir.209 Kuntowijoyo memaparkan bahwa integrasi merupakan upaya menyatukan (bukan sekedar menggabungkan) antara wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia. Dengan demikian terwujudlah ilmu yang integral. Hal ini dilakukan dengan tanpa mengesampingkan peranan Tuhan di dunia (sekularisme) ataupun mengucilkan manusia sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi.210 Pengetahuan yang benar-benar obyektif tidak perlu diislamkan karena Islam mengakui dan mengajarkan objektivitas. Suatu teknologi tidak akan berubah ketika berada di tangan orang Islam maupun orang kafir.211 Proses pengilmuan Islam yang disampaikan Kuntowijoyo mengharuskan adanya dua metodologi sekaligus, yaitu: pertama, integralisasi. Integralisasi dimaksudkan untuk mengintegrasikan keilmuan dengan wahyu. Agama, dalam hal ini wahyu atau al-Qur‟an, harus menjadi sumber pertama ilmu pengetahuan dan kebenaran. Kebenaran agama kemudian digabungkan dengan kebenaran yang berasal dari akal budi manusia sehingga terjadi dediferensiasi. Dediferensiasi yang dimaksudkan adalah menyatunya agama dalam setiap aktivitas kehidupan manusia, baik politik, ekonomi, hukum maupun budaya. Dengan demikian akan muncul ilmu integralistik. Ilmu yang tidak hanya menggabungkan, tapi menyatukan wahyu dan hasil akal budi manusia. Hal ini berbeda dengan konsep ilmu sekuler yang berangkat dari filsafat kemudian mengesampingkan keberadaan Tuhan sehingga terjadi diferensiasi, pemisahan pengetahuan manusia dari wahyu Kuntowijoyo menjelaskan ilmu sekuler berangkat dari modernisme filsafat, antroposentrisme, diferensiasi dan kemudian menjadi ilmu sekuler. Rasionalisme pada abad ke-15/16 menolak teosentrisme abad pertengahan dan menistakan keberadaan Tuhan. Akal pikiran menjadi sumber utama pengetahuan, meskipun keberadaan Tuhan masih diakui namun dianggap tidak berkuasa dan tidak membuat hukum.

207Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika (Jakarta: Teraju, 2004), h. 8. 208Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu (Yogyakarta: Tiara Wacana. 2007), h. 7. 209Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika (Jakarta: Teraju, 2004), h. 8. 210Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika, 55. 211Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika, 8. 56

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Antroposentrisme kemudian berkembang. Manusia menjadi pusat kebenaran, etika, kebijaksanaan dan pengetahuan sehingga manusia dianggap sebagai pencipta, pelaksana dan pengguna atas apa yang ditemukan. Dengan demikian terjadi diferensiasi, pemisahan seluruh pengetahuan dari wahyu.212 Kedua, objektivikasi, yaitu penerjemahan nilai-nilai internal ke dalam kategori objektif. Dalam praktiknya terjadi proses internalisasi, yaitu proses penghayatan dan tindakan yang dilakukan atas dasar agama yang diyakini. Proses internalisasi atau penghayatan tersebut kemudian memunculkan subjektivikasi, yaitu melakukan sebuah tindakan yang didasari atas kehendak diri sendiri. Tindakan yang dilakukan tidak lagi karena dasar agama ataupun yang lain. Kuntowijoyo selanjutnya mengistilahkan proses eksternalisasi, yaitu tindakan yang didasarkan atas nilai-nilai agama ditunjukkan bagi kalangan agama yang sama. Dengan demikian akan terjadi objektivikasi. Tindakan yang sebenarnya didasarkan pada nilai agama disublimasikan dalam sebuah tindakan objektif sehingga diterima oleh semua orang. Tujuan utamanya adalah untuk semua orang, melintasi batas agama, budaya, suku dan lain-lain. Hal inilah yang dimaksudkan dengan gejala objektif.213 Integrasi ilmu juga diupayakan oleh Mulyadhi Kartanegara dengan model pendekatan rekonstruksi holistic. Rekonstruksi holistik adalah integrasi secara menyeluruh meliputi aspek ontologis, klasifikasi ilmu dan metodologis. Ia beranggapan bahwa integrasi ilmu tidak mungkin tercapai hanya dengan mengumpulkan dua himpunan keilmuan yang mempunyai basis teoritis berbeda (sekuler dan religius). Oleh karena itu integrasi harus diupayakan hingga tingkat epistemologis.214 Menggabungkan dua himpunan ilmu yang berbeda (sekuler dan religius) di sebuah lembaga pendidikan seperti yang banyak terjadi selama ini tanpa diikuti oleh konstruksi epistemologis merupakan upaya yang tidak akan membuahkan integrasi. Hal itu hanya seperti menghimpun dua entitas yang berjalan sendiri-sendiri dalam ruangan yang sama. Karenanya untuk mencapai

212 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika (Jakarta: Teraju, 2004), h. 56. 213 Gejala objektif adalah bentuk dari hasil subjektivikasi dan objektivikasi. Subjektivikasi sama sekali tidak didasarkan pada nilai tertentu karena murni berangkat dari dorongan dalam diri seseorang. Sementara objektivikasi diawali dengan proses internalisasi kemudian terjadilah apa yang disebut objektivikasi. Lihat Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika (Jakarta: Teraju, 2004), h. 64-68. 214 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu; Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung; Arasy PT Mizan Pustaka kerjasama dengan UIN Jakarta Press, 2005), h. 208- 223 57

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

tingkat integrasi epistemologis, integrasi harus diusahakan pada beberapa aspek atau level, yaitu: integrasi ontologis, integrasi klasifikasi ilmu, dan integrasi metodologis.215 Pertama, integrasi ontologis. Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang apa yang ingin diketahui, seberapa jauh kita ini tahu. Dengan perkataan lain, ontologi adalah suatu pengkajian mengenai teori tentang ‛ada‛.216 Sebelum pilihan ilmu dijatuhkan, harus dipastikan status ontologis atau keberadaan dan realitas dari objek-objek ilmu terlebih dahulu. Kepercayaan pada status ontologis ilmu pengetahuan akan menjadi basis ontologis dari epistemologis, sekaligus akan mempengaruhi corak epistemologis yang akan dibangunnya.217 Terkait dengan ontologis dalam integrasi ilmu agama dan ilmu umum, Mulyadhi Kartanegara menjelaskan bahwa objek kajian ilmu agama dan ilmu umum adalah ayat-ayat (tanda kekuasaan) Allah. Ilmu agama merupakan pengetahuan tentang ayat Allah yang tersurat (al-Qur‟an dan hadis), sedangkan ilmu umum merupakan kajian dari ayat Allah yang tersirat di alam semesta. Integrasi agama dan ilmu umum hanya akan terjadi apabila al-Qur‟an maupun alam semesta dibaca sebagai ayat Allah.218 Kenyataan yang banyak terjadi sekarang adalah kebanyakan manusia berhenti membaca alam sebagai ayat Allah karena mengikuti pola Barat, sehingga fenomena alam tidak dikaitkan dengan Tuhan. Padahal fenomena-fenomena alam merupakan tanda kebesaran Allah yang tersirat dalam alam semesta. Kedua, integrasi klasifikasi ilmu. Ilmu dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu ilmu metafisika, matematika serta ilmu alam. Ilmu metafisika merupakan ilmu yang mempelajari entitas yang berada di balik alam fisik. Matematika adalah semacam ilmu alat untuk memahami filsafat, di samping logika. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang penting dari kajian ilmiah muslim, hingga al-Kindi mengatakan bahwa matematika adalah bidang ilmu yang harus dikuasai

215 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu; Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung; Arasy PT Mizan Pustaka kerjasama dengan UIN Jakarta Press, 2005), h. 208- 209 216 Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 2. Lihat pula Suparman Syukur, Epistemologi Islam Skolastik: Pengaruhnya pada Pemikiran Islam Modern (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 205. 217 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu; Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung; Arasy PT Mizan Pustaka kerjasama dengan UIN Jakarta Press, 2005), h. 209. 218 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung: Mizan, 2005), h. 48. 58

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

oleh seseorang yang hendak mempelajari filsafat.219 Sementara ilmu alam atau fisika adalah ilmu yang menyelidiki benda-benda fisik (bodies) dari sudut gerak atau diam. Fisika mempelajari benda-benda langit dan substansi atau zat-zat elementer seperti manusia, hewan, tumbuhan dan mineral yang tercipta dari unsur- unsur dasar tersebut. Ketiga kelompok ilmu ini bersama sub-divisinya pada gilirannya akan membentuk klasifikasi ilmu rasional yang integral, Klasifikasi ilmu ini sejalan dengan pendapat Ibnu Sina dan al-Fārābī . Keduanya membagi segala sesuatu yang ada ke dalam tiga kategori: 1) wujud yang secara nyata tidak tercampur dengan gerak dan materi; 2) wujud yang dapat bercampur dengan materi dan gerak tetapi dapat memiliki wujud yang terpisah dari keduanya dan 3) wujud yang secara niscaya bercampur dengan gerak materi. Dari ketiga kategori tersebut muncul tiga kelompok besar ilmu pengetahuan: metafisika, matematika dan ilmu alam.220 Ketiga,221 integrasi metodologi. Terdapat tiga macam metode ilmiah yang dikembangkan oleh pemikir muslim. Pertama, metode observasi (tajrībī) yang bersumber dari indera, sebagaimana digunakan di Barat. Kedua, metode logis (burhānī) atau demonstratif yang bersumber dari akal. Ketiga, metode intuitif („irfānī)yang bersumber dari hati.222 Metode observasi atau eksperimen (tajrībī) digunakan untuk mengamati fenomena alam fisik sebagai tanda kekuasaan Allah, baik secara langsung atau menggunakan alat bantu semisal teleskop dan lain-lain. Sementara metode demonstratif (īrhānī) digunakan untuk mengamati fenomena alam yang tidak bisa diamati oleh indera secara lahir dan membutuhkan perpaduan dengan akal. Adapun metode intuitif („irfānī)digunakan ketika indera dan akal

219 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung: Mizan, 2005), h. 87. 220 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung: Mizan, 2005), h. 211- 212. 221 Amin Abdullah menawarkan pendekatan interkoneksitas sebagai usaha memahami kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi manusia, Bangunan keilmuan apapun tidak dapat berdiri sendiri dan saling membutuhkan, saling koreksi dan berhubungan. Pendekatan integratif-interkonektif merupakan usaha untuk menjadikan sebuah keterhubungan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Tujuan akhir pendekatan ini adalah menjadikan keilmuan bersifat lebih obyektif. Sebuah perbuatan tidak dianggap sebagai perbuatan keagamaan oleh non-muslim, namun pelakunya tetap menganggapnya sebagai perbuatan keagamaan. 222 Mulyadhi Kartanegara, Menembus Batas Waktu, Panorama Filsafat Islam, (Bandung: Mizan, 2002), h. 61. Lihat juga Syed Hossein Nasr, Mulla Shadra: His Teaching‛ dalam Nasr dan Oliver Leaman, History of Islamic Philosophy Jilid I, (London: Routledge, 1996), h. 644. 59

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

sudah tidak mampu menguak realitas untuk mengamati fenomena yang lebih dalam lagi. Metode intuitif menempati posisi yang penting setelah akal dan indera. Metode intuitif inilah yang ditinggalkan Barat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Amin Abdullah menawarkan pendekatan interkoneksitas sebagai usaha memahami kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi manusia.223 Bangunan keilmuan apapun tidak dapat berdiri sendiri dan saling membutuhkan, saling koreksi dan berhubungan. Pendekatan integratif-interkonektif merupakan usaha untuk menjadikan sebuah keterhubungan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Tujuan akhir pendekatan ini adalah menjadikan keilmuan bersifat lebih obyektif. Sebuah perbuatan tidak dianggap sebagai perbuatan keagamaan oleh non-muslim, namun pelakunya tetap menganggapnya sebagai perbuatan keagamaan.224 Zaenal Abidin Bagir menawarkan konsep integrasi konstruktif, yaitu integrasi yang menghasilkan konstribusi baru yang tidak diperoleh bila agama dan ilmu terpisah. Integrasi diperlukan untuk menghindari dampak negatif yang muncul jika keduanya berjalan sendiri-sendiri.225 Imam Suprayogo226 menawarkan model integrasi dengan menjadikan al-Qur‟an dan al-Sunnah sebagai grand theory ilmu pengetahuan.

223 Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif- Interkonektif, Cet. I (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2006), h. 219-223. 224 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007), h. 62. 225 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik, h. 208- 223. 226 Imam Suprayogo, Membangun Integrasi Ilmu dan Agama. Pengalaman UIN Malang. Editor Zainal Abidin Bagir. 49-50. Lihat pula Imam Suprayogo, Membangun Integrasi Ilmu dan Agama: Pengalaman UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, diakses 26 Januari2018dari:http://uinmalang.ac.id:8080/index.php?option=com_content&view=article &id=1203:membangun-integrasi-ilmu-dan-agama-pengalaman-uin-maulana-malik- ibrahim- malang&catid=25:artikel-imam-suprayogo. 60

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

GAGASAN INTEGRASI PENDIDIKAN ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN UMUM DI MADRASAH

Untuk mendekati kajian agama dan ilmu pada Bab III ini, maka madrasah menjadi objek unik untuk diteliti sebagaimana yang disampaikan komunitas akademik; Ammar al-Talbi, Fuad Said Haddad, dan Sebastian Gunther menyebutkan bahwa dalam tradisi Islam, al-Farabi dianggap sebagai filsuf muslim yang mengintegrasikan semua bidang keilmuan, menurut al-Farabi ada empat keutamaan untuk menjadi manusia seutuhnya, yaitu keutamaan teoretis (al-fadhā‟il al-nazhariyyah), keutamaan intelektual/rasional (al-fadā‟il al-fikriyyah), keutamaan moral (al-fadhā‟il al-khuluqiyyah), keutamaan kemampuan praktis (shina‟āt al-amaliyyah),227sebagimana madrasah menerjemahkan reintegrasi agama dan ilmu kedalam visi-misi madrasah yaitu, Integritas Diniah, Integritas Ilmiah, dan Integritas Insaniyah upaya ini untuk menepis stigma masyarakat bahwa madrasah hanya menfokuskan siswanya pada tafaqquh fi al-dīn dalam pengertian terbatas hanya belajar ilmu agama saja.

A. Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa Secara geografis Madrasah Aliyah Citra Cendekia, berdiri di wilayah strategis setidaknya ada tiga unsur untuk mendekati kata strategis, Pertama, bahwa arti kata strategis bermakna perencanaan tidak seperti kata sifat lain seperti jangka panjang, program, proyek, dan rencana aksi. Kedua, focus pembahasan dan penerapan strategis bagi organisasi, kolaborasi, fungsi lintas batas dan lokasi. Ketiga, bagaimana pendekatan yang diterapkan dan memiliki perbedaan dengan strategis pada umumnya. dalam John Bryson and Lauren Hamilton Edwards, “Strategic Planning in the Public Sector”, in Oxford Research Encyclopedis, 228 dengan luas lahan 4.600 meter persegi.229 ia terletak di sebelah jalan raya yang dilalui kendaraan umum, menjadikan Madrasah mudah diakses oleh masyarakat di cipedak230 Kecamatan Jagakarsa adalah satu dari sepuluh kecamatan dalam

227 Humaidi, paradigma sains integratif Al-farabi, (jakarta selatan: Sadra International Institut, 2015), h. 99. 228Artikel diakses pada 6 Desember 2018 dari https://oxfordre.com/business/view/10.1093/acrefore/9780190224851.001.0001/acrefore- 9780190224851-e-128?rskey=6MbdS8 229 Wawancara pribadi dengan Abdul Chair Ariep, Jagakarsa, 26 September 2019. 230 Lokasi madrasah berada di Jl. M. Kahfi 1 No.44, RT.1/RW.2, Cipedak, Kec. Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12630. luas wilayah 3.97 Km², jumlah penduduk 40.883, memiliki 10.296,69 kepadatan penduduk. dalam “Kecamatan Jagakarsa dalam Angka 2018”, ( BPS Kota Administrasi Jakarta Selatan: 28), h. 27. 61

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

wilayah Kota madya Jakarta Selatan. Secara geografis, kecamatan Jagakarsa terletak pada bagian selatan Provinsi Jawa Barat. Pembentukan wilayah administratif kecamatan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1990 tanggal 18 Desember 1990, tentang pembentukan Kecamatan dalam wilayah daerah Khusus Ibu kota Jakarta. Luas wilayah Kecamatan Jagakarsa meliputi 2.502.500 Ha. Secara administratif terdiri dari 6 kelurahan231 Jakarta selatan dan berbatasan dengan empat wilayah.232 Madrasah Aliyah Citra Cendekia merupakan lembaga pendidikan Islam yang turut berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui pendidikan di madrasah ini diharapkan akan lahir generasi penerus bangsa yang memiliki kecerdasan diniyah, kecerdasan ilmiyah, dan kecerdasan insaniyah.233 Maka dari itu diperlukan upaya-upaya untuk menunjang perkembangan potensi siswa dengan mengintegrasikan234 semua kecerdasan siswa sesuai dengan fungsi dan tujuan

231Artikel diakses pada 7 Agustus 2018 dari https://jakarta.go.id/artikel/konten/1493/jagakarsa-kecamatan. 232 Sebelah Utara: Jl. Margasatwa Pintu Masuk Kebun Binatang Kec. Pasar Minggu. 2. Sebelah Selatan: Pilar Pondok Cina, Tanah Baru Kota Depok. 3. Sebelah Barat: Kali Krukut Kabupaten Bogor. 4. Sebelah Timur: Kali Ciliwung Kota Administrasi Jakarta Timur. Kecamatan Jagakarsa dalam Angka 2018, ( BPS Kota Admisnistrasi Jakarta Selatan: 28), h. 4. 233 Madrasah Aliyah Citra Cendekia, Panduan Akademik Tahun 2019, (Jakarta: MACC, 2019), h. 42. 234 Dapat dilihat dari rumusan UU Sistem Pendidikan Nasional RI No. 20 tahun 2003 pasal 339, yang mengisyaratkan bahwa tujuan pendidikan Indonesia mengarahkan warganya kepada kehidupan yang beragama. Maka sebagai salah satu bentuk realisasi dari UU Sisdiknas tersebut, Integrasi adalah alternatif yang harus di pilih untuk menjadikan pendidikan lebih bersifat menyeluruh (integral- holistik). Gagasan integrasi (nilai-nilai islami/agama dan umum), Bukti nyata dari kebutuhan adanya panduan dan model integrasi ilmu ini di tunjukan dengan diselenggarakannya berbagai seminar nasional berkenaan dengan reintegrasi ilmu, sampai pada kebijakan dari pemerintah, seperti kebijakan integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional dalam UUSPN no. 2 tahun 1989, madrasah mengalami perubahan “sekolah agama” menjadi “ sekolah umum bercirikan khas islam”. Pengintegrasian madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional menemukan titik puncaknya pada awal 2000, setelah Presiden RI ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid yang mengubah struktur kementrian pendidikan dari “Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadi “ Departemen Pendidikan Nasional”. Berdasarkan Hal itu Abdurrahman Wahid menggulirkan ide “ pendidikan satu atap” sistem pendidikan nasional dan memiliki status serta hak yang sama. Inilah yang diharapkan dan mengakhiri dikotomi “ pendidikan umum” dan “ pendidikan Islam, dalam Ali M dan Luluk Y. R., Paradigma 62

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

pendidikan nasional, yaitu siswa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai disertai pemanfaatan dan pengelolaan secara optimal diharapkan dapat membantu mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan syarat mutlak yang penting dan utama dalam proses pembelajaran di madrasah. Dengan adanya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, diharapkan proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian, kebutuhan dunia pendidikan akan sarana dan prasarana menjadi syarat mutlak untuk dipenuhi.235 Sampai saat ini sarana dan prasarana di Madrasah Aliyah Citra Cendekia sebagian besar merupakan pengadaan dari pihak yayasan dan madrasah, bentuk bantuan dari pemerintah jumlahnya tidak signifikan terhadap pertambahan dan peningkatan kualitas madrasah236 bahkan dalam hal penggajian guru, yayasan turut andil dan terus memperhatikan dengan tetap menyumbangkan uang demi terpenuhinya tujuan dan cita-cita madrasah mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa.237 Gedung Madrasah Aliyah Citra Cendekia terdiri dari dua gedung yaitu Gedung Utama Satu (Gedung Timur) dan Gedung Utama Dua (Gedung Barat). Gedung utama dua selesai dibangun tahun 2012 untuk melayani penambahan ruang kelas agar dapat mendukung konsep moving class238 yang diterapkan di madrasah ini. Gedung utama dua terdiri dari ruang tenaga kependidikan, ruang Yayasan Da‟wah Islamiyah Ashabul Kahfi, ruang Aula, ruang BK, ruang guru, ruang Kepada Madrasah, ruang Wakil Kepala Madrasah, ruang kelas Bahasa Indonesia, ruang kelas Geografi, ruang kelas Matematika, ruang Perpustakaan, ruang Laboratorium Kimia, ruang Laboratorium Biologi, ruang Laboratorium

Pendidikan Universal di Era Modern dan Post-Modern; Mencarai “Visi Baru” atas “Realitas Baru” Pendidikan Kita, (Jakarta: Media Press, 2004), h.267-274. 235 Madrasah Aliyah Citra Cendekia, Panduan Akademik Tahun 2019, h. 42. 236Madrasah Aliyah Citra Cendekia, Panduan Akademik Tahun 2019, h. 42. 237 Wawancara pribadi dengan Ismayanti Soleha 238 Konsep moving class adalah konsep belajar dimana siswa tidak memiliki kelas namun mata pelajaranlah yang memiliki kelas tersebut. Oleh karenanya, Madrasah Aliyah Citra Cendekia berupaya membuat siswa tertarik belajar dengan sistim berpindah dari kelas tertentu sesuai ciri khas mata pelajaran yang telah didekorasi diantaranya kelas Fisika, Laboratorium Biologi, laboratorium Kimia, Kelas Seni Budaya, untuk kelas lainnya masih dalam tahap renovasi menuju kelas unik. Dalam Panduan Akademik, Madrasah Aliyah Citra Cendekia Tahun 2019, (Jakarta: MACC, 2019), h. 43. 63

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Fisika, ruang Laboratorium Bahasa Inggris, ruang Laboratorium Komputer, dan toilet siswa di setiap lantai mulai dari lantai satu, lantai dua, dan lantai ketiga. Gedung Utama Dua terdiri dari ruang SGCC, ruang UKS, Ruang kelas Seni Budaya, ruang kelas Ekonomi, ruang kelas Sosiologi, ruang kelas Sejarah, dan ruang kelas Bahasa Arab. Kedua gedung ini dipergunakan sebagai sarana utama dalam menunjang kegiatan belajar dan bermain siswa.239 Ruang Aula Madrasah Aliyah Citra Cendekia memiliki tiga ruangan (dibatasi dengan sekat kayu yang dapat dilipat dan digabung menjadi satu ruangan aula dengan luas 150 m2), ruang ini cukup untuk menampung lima ratus orang dan dilengkapi dengan panggung utama serta sound system. Ruang aula dipergunakan sebagai tempat kegiatan siswa dan ruang pertemuan. Selanjutnya ruang kantin terdiri dari tiga outlet dengan varian jenis makanan dan minuman untuk keperluan siswa saat istirahat ruang ini dapat menampung 200 siswa. Lapangan yang dimiliki oleh Madrasah Aliyah Citra Cendekia merupakan lapangan serbaguna yaitu satu lapangan yang dapat dipergunakan untuk olahraga futsal, olahraga basket, lapangan badminton, dan olahraga basket. Lapangan ini juga mempunyai pendopo yang dapat dimanfaatkan untuk siswa beristirahat setelah selesi olahraga ataupun digunakan untuk tempat suporter saat pertandingan festival olahraga. Yang menjadikan madrasah ini lebih unik adalah beberapa mata pelajaran memiliki laboratorium diantaranya laboratorium Fisika, Kimis, Biologi, Komputer, dan Bahasa, laboratorium tersebut merupakan upaya madrasah menfasilitasi akan potensi kecerdasan majemuk atau dunia barat menyebutnya Multiple Intelligences merupakan kerceradasan majemuk yang relatif baru dikenalkan oleh Howard Gardner. Teori Multiple Intelligences adalah salah satu perkembangan paling penting dan paling menjanjikan dalam pendidikan dewasa ini. Pada dasarnya kecerdasan tidak semata-mata diukur dari kecerdasan dalam menjawab pembelajaran semata, namun keceradasan manusia juga harus bernilai kemampuan untuk menyelesaikan masalah, kemampuan menemukan persoalan-persoalan baru, kemampuan untuk menciptakan sesuatu. Multiple Intelligences lebih dalam menjelaskan delapan macam kecerdasan manusia meliputi kecerdasan bahasa, musikal, logika-matematika, visual-spasial, kinestetis-tubuh, intrapersonal, interpersonal, dan naturalis. Terserapnya Multiple Intelligences dalam dunia pendidikan, kurikulum apapun yang digunakan oleh pemerintah, Multiple

239Madrasah Aliyah Citra Cendekia, Panduan Akademik Tahun 2019, h. 42. 64

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Intelligences akan tetap dapat berdampingan menjadi basis pendidikan disuatu lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan Islam.240 Perkembangan teknologi yang semakin cepat, mendorong Madrasah Aliyah Citra Cendekia cepat dan bergegas menyesuaikan diri dengan teknologi, menfasilitasi siswa dengan jaringan internet yang dapat dimanfaatkan untuk mengakses materi pembelajaran, system absensi siswa termasuk guru menggunakan finger print, system penilaian berbasis web, dan system pembayaran yang berkaitan dengan administrasi sekolah menggunakan akun virtual. Diharapkan dengan penggunaan teknologi kekinian dapat merangsang siswa untuk tidak alergi dengan perkembangan dunia global yang mana di abad ke-21241 segala aktivitas masyarakat akan menggunakan system teknologi. Selanjutnya Madrasah Aliyah Citra Cendekia memiliki masjid (Ashabul Kahfi) yang terdiri dari dua lantai, masjid Ashabul Kahfi dapat menampung 500 jama‟ah, dalam kesehariannya masjid ini digunakan sebagai kelas agama dan kegiatan ibadah seperti ibadah sholat jumat, perayaan Isra‟ Mi‟raj, perayaan Maulid, pengajian siswa dan guru serta kegiatan lainnya.242 Sejarah berdirinya Madrasah Aliyah Citra Cendekia ini dilatar belakangi pembacaan kondisi madrasah yang kumuh dan tidak maju, pendidikan Islam dalam hal ini madrasah hanya belajar Agama dan cenderung tertinggal baik dari segi pembangunan fisik dan pengembangan ilmu pengetahuan, kemudian muncul ide dari Abdul Chair Ariep untuk mendirikan Madrasah yang dapat bersaing di kancah global untuk memutus stigma masyarakat dengan konsep mengintegrasikan praktek beragama yang dapat dijalankan sehari-hari oleh siswa dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagai bekal siswa untuk menghadapi tantangan Global.243 Madrasah Aliyah Citra Cendekia, merupakan madrasah Full Day School244 awal pendiriannya terinspirasi pada Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia

240 Colin Rose dan Malcom, Cara Cepat Belajar Abad XXI, (Bandung : Nuansa, 2002), h. 57. 241Setidaknya ada enam karaktristik yang akan dihadapi manusia abad ke-21 yaitu, dunia berubah dengan laju semakin kencang, kehidupan masyarakat dan perekonomian menjadi lebih kompleks, sifat dasar pekerjaan berubah sangat pesat, jenis-jenis pekerjaan tertentu akan digantikan oleh robot, masalalu semakin tidak dapat dijadikan pedoman bagi masa depan, Dalam Colin Rose dan Malcom, Cara Cepat Belajar Abad XXI, (Bandung : Nuansa, 2002), h. 11. 242Madrasah Aliyah Citra Cendekia,Panduan Akademik Tahun 2019, h. 45. 243Wawancara pribadi dengan Abdul Chair Ariep 244Permendikbud 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah (full day school) menjadi kesempatan emas bagi MACC untuk mengembangkan karakter siswa melalui kegiatan 65

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Serpong bermula dari ketertarikan Abdul Chair Ariep245 pada saat menjenguk putrinya yang sedang melanjutka pendidikan sekolah menengah pertama di asrama (Boarding School) dan merupakan siswa Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong. bermula dari menyiapkan sarana dan prasarana berupa bangunan fisik sejak tahun 2004-2006,246 tepatnya pada tahun 2008 Yayasan Da‟wah Islamiyah Ashabul Kahfi melakukan kerja sama Memorandum of Understanding (MoU)247 dalam hal perekrutan guru,248 melalui nota kesepakatan kerja sama antara kedua lembaga pendidikan Islam ini menarik karena “bahwa kerja sama yang baik ini baru dilakukan oleh Madrasah Aliyah Citra Cendekia selama ini belum pernah ada kerja sama tertulis antara MAN Insan Cendekia serpong dengan lembaga pendidikan manapun”249 tepat pada tanggal 6 Februari 2008. Madrasah Aliyah Citra Cendekia resmi berdiri dengan SK Kepala Kanwil Kementrian Agama DKI Nomor KW.09.4/4/HK.005/149/2008.

B. Konsep Integrasi Agama dan Pengetahuan Madrasah Bertolak dari rumusan UU Sistem Pendidikan Nasional RI No. 20 tahun 2003 pasal 339, yang mengisyaratkan bahwa tujuan pendidikan Indonesia mengarahkan warganya kepada kehidupan yang beragama. Maka sebagai salah satu bentuk realisasi dari UU Sisdiknas tersebut, Integrasi adalah alternatif yang harus di pilih untuk menjadikan pendidikan lebih bersifat menyeluruh (integral- holistik). Gagasan integrasi (nilai-nilai islami/agama dan umum) ini bukanlah sebuah wacana untuk meraih simpatik akademik, melainkan sebuah kebutuhan mendesak yang harus dijalankan sebagai pedoman pendidikan yang ada, mengingat pendidikan selama ini dipengaruhi oleh dualisme yang kental antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum/sekuler yang menyebabkan dikotomi ilmu, sebagaimana dipaparkan di atas. Bukti nyata dari kebutuhan adanya panduan dan model integrasi ilmu ini ditunjukan dengan diselenggarakannya berbagai seminar

intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, artikel diakses pada 7 Agustus 2018 dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/06/kemendikbud-lima-hari-sekolah-bukan full-day-school 245Abdul Chair Ariep Pembina Yayasan Da‟wah Islamiyah Ashabul Kahfi 246Wawancara Pribadi dengan Ismayanti Soleha 247Memorandum of Understanding menurut kamus besar bahasa Indonesia diterjemahkan dalam berbagai istilah, di antaranya: nota kesepakatan, nota kesepahaman, perjanjian kerja sama, perjanjian pendahuluan., artikel diakses pada 10 Agustus 2018 dari http://www.bpkp.go.id/sesma/konten/320/penyusunan-memorandum-of-understanding- mou.bpkp 248Wawancara pribadi dengan Abdul Chair Ariep 249Wawancara pribadi dengan Abdul Chair Ariep 66

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

nasional berkenaan dengan reintegrasi ilmu, sampai pada kebijakan dari pemerintah, seperti kebijakan integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional dalam UUSPN No. 2 tahun 1989, madrasah mengalami perubahan “sekolah agama” menjadi “sekolah umum bercirikan khas islam”. Pengintegrasian madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional menemukan titik puncaknya pada awal 2000, setelah Presiden RI ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid yang mengubah struktur kementrian pendidikan dari “Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadi “Departemen Pendidikan Nasional”. Berdasarkan Hal itu Abdurrahman Wahid menggulirkan ide “pendidikan satu atap” sistem pendidikan nasional dan memiliki status serta hak yang sama. Inilah yang diharapkan dan mengakhiri dikotomi “pendidikan umum” dan “pendidikan Islam”.250 Konsepsi keilmuan sebuah lembaga pendidikan tidak akan terlepas dari pemikiran pendidikan pendiri lembaga tersebut. Oleh karena itu dirasa perlu untuk mengkaji pemikiran pendidikan pendiri sekaligus Pembina Yayasan Dakwah Islamiyah Ashabul Kahfi Jagakarsa, Bpk. H. Abdul Chair Ariep. Kita akan mengetahui paradigma keilmuan Madrasah Aliyah Citra Cendekia dengan mengetahui pemikiran pendidikannya, Sejak awal Abdul Chair Ariep berpandangan dan berkeyakinan akan prinsip keilmuan yang integrated, sebagaimana ilmu pengetahuan pada permulaan sejarah Islam. Menurutnya, sejak semula Islam tidak mengenal pembedaan ilmu menjadi ilmu pengetahuan umum atau ilmu sekuler dan ilmu agama. Ia mengatakan dalam sebuah kesempatan bahwa klasifikasi ilmu harus dimaknai sebagai spesialisasi ataupun takhassus bukan diferensiasi ataupun tafrīq baina al-ulūm.251 Klasifikasi ilmu tersebut tidak dimaksudkan sebagai bentuk dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum.252 Kesatuan antara dua jenis ilmu tersebut selalu ditekankan dan dijaga dalam tradisi intelektual Islam. Tidak diperkenankan seseorang mempelajari satu ilmu tanpa batas dengan meninggalkan yang lain. Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa menganggap bahwa pada dasarnya ilmu pengetahuan termasuk dalam kategori ilmu agama. Namun ilmu agama lebih cenderung mengatur kehidupan manusia,

250 Ali M dan Luluk Y. R., PAradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan Post-Modern; Mencarai “Visi Baru” atas “Realitas Baru” Pendidikan Kita (Jakarta: Media Press, 2004), 267-274. 251Abdul Chair, Dokumentasi acara‚ MBR: Malam Bina Ruhi‛ di MadrasahAliyah Citra Cendekia,Jagakarsa. 18 Januari 2019. 252Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an, (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 77. 67

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

sedangkan ilmu umum cenderung mengatur kebutuhan untuk hidup manusia.253 Klasifikasi terhadap ilmu sebagaimana pada sejarah Islam hanya dimaksudkan untuk menuntun seseorang dalam memilih bidang keilmuan yang ingin ditekuni.254 Klasifikasi ini sangat diperlukan karena perbedaan kebutuhan jiwa antara satu orang dengan orang lain. Melalui pendidikan yang berbasis konsep keagamaan, MACC mempunyai cita-cita untuk mewujudkan sumber daya manusia yang dapat mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berlandaskan kekuatan spiritual melalui Visi dan Misi MACC.255 Visi: Visi Madrasah Aliyah Citra Cendekia adalah menjadi lembaga pendidikan yang mampu membangun citra kepribadian siswa yang memiliki integritas diniyah (kecerdasan spiritual), integritas ilmiyah (kecerdasan intelektual), dan kecerdasan insaniyah (kecerdasan emosional). Misi: Melaksanakan program pendidikan agama Islam untuk mengembangkan potensi dasar keberagamaan yang fitri (ketauhidan); Melaksanakan program pendidikan tata nilai untuk hidup kemasyarakatan, kebangsaan, dan kemanusiaan; dan Mengembangkan pendidikan yang berlandaskan pada pengembangan kecerdasan majemuk. Ketiga visi tersebut dikembangkan melalui masing-masing indikator yaitu: Integritas Diniyah ketauhidan meliputi akidah Islam sebagai landasan sikap dan perilaku, melaksanakan ibadah dengan baik sesuai tuntunan Islam,tidak fanatic madzhab, memiliki sikap yang moderat dalam beragama, hidup adalah ibadah, dan aktif dalam beragama. Integritas Ilmiah pengembangan kecerdasan majemuk meliputi berpikir logis dan sistematis, berpikir terbuka (open minded), mengintegrasikan Islam dan ilmu, dan menghargai serta mampu mengembangkan ragam potensi kecerdasan manusia. Integritas Insaniyah kecakapan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara meliputi ikhlas, santun budi bahasa baik, respek (simpati, empati, dan peduli), komunikatif, menempatkan diri dengan baik, tidak berpolitik praktis. Konsep integrasi yang dikembangkan Madrasah Aliyah Citra Cendekia jika dibandingkan dengan integrasi normatif al-Faruqi dan al-Attas dapat diilustrasikan sebagai berikut:

253Hasyim Muzadi, Dokumentasi TV One: Damai Indonesiaku: Pendidikan didalam Islam, Sabtu tanggal 14 Februari 2014. 254Osman Bakar, Clasification of Knowledge in Islam, (Kuala Lumpur: Institute for Policy Research, 1992), h. xi. 255Madrasah Aliyah Citra Cendekia, Panduan Akademik Tahun 2019, h. 4. 68

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Tabel 1: Perbedaan konsep Integrasi mengedepankan Integrasi normatif dengan Islamic knowledge Agency256

Integrasi Syed Naquib al- Integrasi MACC „Aṭās, Ziauddin Sardar, Ismā„īl Rājī al-Fāruqī Ilmu Ilmu Ilmu Ilmu Agama umum Agama Sekuler

Personal Ilmu Ilmu Islam

Tanggungjawa Personal b Keilmuan Ilmuan

256Lihat pula Kholilur Rahman, Konsep Pendidikan Ahmad Hasyim Muzadi (Tesis-Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2012), h. 157. 69

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Konsep integrasi ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang mengarah pada subjek ilmu, sebagaimana dimaksudkan Madrasah Aliyah Citra Cendekia, merupakan salah satu dari beberapa pendekatan yang digunakan dalam menggambarkan praktik Islamisasi ilmu pengetahuan. Beberapa pendekatan Islamisasi ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi empat.257 Pertama, beranggapan bahwa Islamisasi ilmu merupakan ayatisasi atau memberikan ayat- ayat yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang berkembang. Kedua, Islamisasi ilmu dilakukan dengan mengislamkan orang sebagai pengembang ilmu pengetahuan. Ketiga, Islamisasi yang dilakukan berdasar filsafat Islam dengan mempelajari dasar metodologinya. Keempat, memahami Islamisasi sebagai sebuah ilmu yang beretika dan beradab.258 Madrasah Aliyah Citra Cendekia berupaya mewujudkan integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan dengan menciptakan suasan lingkungan madrasah yang religius dan ilmiah, utamanya dalam membina melalui kegiatan ekstra kurikuler, intrakurikuler dan kokurikuler. Para siswa dididik dengan ilmu dan pengamalan agama, utamanya etika dan moral Islam (akhlak). Hal ini dilakukan karena dalam menghasilkan para ilmuan yang bertanggungjwab atas keilmuannya melalui integrasi dari berbagai bidang keilmuan, mendidik mereka dengan ilmu agama adalah jauh lebih baik daripada bersusah payah merekonstruksi keilmuan sekuler yang sudah ada dan mengkombinasikannya dengan nilai-nilai agama, dalam konteks pendidikan agama Islam perlu untuk terus mengembangkan dan menerapkan integrasi keilmuan secara praktis259.

257Bandingkan dengan Mulyanto yang membagi pendekatan dalam praktik Islamisasi ilmu pengetahuan menjadi lima. Pertama, Islamisasi dapat dilakukan dengan menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan (aksiologi) tanpa mempermasalahkan aspek ontologi dan epistemologi. Kedua, Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cara memasukkan nilai-nilai Islami ke dalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga, Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penerapan konsep tauhid dalam arti seluas-luasnya. Keempat, Islamisasi ilmu pengetahuan dilakukan dengan inisiatif pribadi melalui proses pendidikan yang diberikan secara berjenjang dan berkesinambungan. Kelima, Islamisasi ilmu pengetahuan dengan melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu. Lihat Abuddin Nata, Metodologi StudiIslam,(Rajawali Pers: Jakarta, 1998), h. 419. 258Ummi, “Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang”, Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang, Edisi XXII, Tahun. 2005, hal. 25. Lihat pula Muhyarsyah,‚Islamisasi Ilmu Pengetahuan di Perguruan Tinggi‛ dalam Azuar Juliandi, Islamisasi Pebangunan, (Medan: Umsu Press, 2014), h. 21. 259Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 70

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Tujuan dari model integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuandi Madrasah Aliyah Citra Cendekia yang lebih mengedepankan Islamic knowledge agency ini adalah terbentuknya pribadi muslim yang memahami keilmuan secara mendalam serta mengerti dan menjalankan amaliah agama secara baik dan benar. Sedangkan tujuan akhir dari model integrasi ilmu pengetahuan yang dikembangkan di madrasah ini adalah adanya tanggungjawab keilmuan (knowledge responsibility) yang muncul sebagai hasil dari penanaman nilai-nilai moral keislaman terhadap pelaku keilmuan dalam bidangnya masing-masing. Penanaman nilai-nilai moral keislaman inilah yang dilakukan kepada seluruh siswa Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Selanjutnya misi di atas dilakukan melalui kegiatan : Kurikuler dengan memberikan porsi pembelajaran agama lebih banyak dari materi lain 6 jam pelajaran seminggu, Melakukan pembiasaan ibadah keseharian seperti tadarus pada awal jam pelajaran pertama, shalat dhuha pada jam istirahat pertama, shalat dzuhur dan ashar berjamaah, shalat sunah rawatib, puasa sunnah senin/kamis, ceramah/kultum, hafalan hadis dan pembacaan asmaul husna pada jam pelajaran terakhir serta pembiasaan lain terkait dengan perilaku keseharian seperti mengucapkan salam. Kokurikuler memperingati hari-hari besar agama, kegiatan Ramadhan Karim/Pesantren Kilat (SanLat) dibulan Ramadhan, kegiatan zakat, infaq dan sadaqah, Melaksanakan Malam Bina Ruhi (MBR). Ekstrakurikuler melalui kegiatan yang dibidangi oleh Departemen Urusan Agama, Indikator Pencapaian Misi di atas adalah: Hafal Al Quran minimal 3 juz yaitu Juz 28,29 dan 30, Hafal 15 Hadits dari Hadits Arbain Imam Nawawi, Berakhlak mulia dengan indikasi tidak pernah melakukan pelanggaran syariat. Kemudian Integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum dikemukakan oleh Nidhal Guessoum melalui pendekatan kuantum yang ditawarkan Nidhal Guessoum untuk integrasi agama dan sains adalah pola gerakan bolak-balik yang didasarkan atas tiga prinsip, yaitu; Pertama, prinsip tidak bertentangan, penafsiran berlapis, dan falsifikatif teistik. Prinsip Tidak Bertentangan Prinsip pertama dari pendekatan kuantum adalah prinsip bahwa agama, filsafat, dan sains modern tidak akan pernah bisa bertentangan satu sama lainnya karena ketiganya adalah “saudara sepersusuan” (bosom sisters). Prinsip ini didasarkan atas pandangan Ibn Rushd (1126-1198 M) bahwa ajaran agama, filsafat, dan sains adalah selaras, tidak bertentangan. Ajaran keselarasan Ibn Rushd ini terjadi pada aspek sumber, tujuan, metode, dan konten.260

260 Goessoum, Nidhal. Islam‟s Quantum Question Reconciling Muslim Tradition and Modern Science. (London New York: IB. Tauris, 2011), h. 21. 71

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Pertama, aspek sumber, bahwa agama, filsafat, dan sains adalah berasal dari sumber yang sama dan satu. Agama berasal wahyu, filsafat dari akal, dan sains dari alam. Wahyu adalah ayat qawliyah Tuhan, alam adalah ayat kawniyah Tuhan dan akal adalah karunia Tuhan; segala sesuatu yang berasal dari sumber yang sama dan satu tidak mungkin saling bertentangan. Karena itu, hukum wahyu, hukum alam, dan prinsip akal pasti akan selaras, tidak akan bertentangan.

ALLAH SWT

ALAM AKAL WAHYU

SAINS FILSAFAT ILMU AGAMA

Kedua, aspek tujuan. Meski bahasa yang digunakan berbeda, wilayah kajian bisa tidak sama, tetapi tujuan yang ingin dicapai adalah satu, yaitu bahwa masing-masing ingin mencapai kebenaran puncak, kebenaran tertinggi. Dalam agama, tujuan akhir adalah mengabdi Yang Maha Agung, Allah SWT; tujuan akhir dalam fisafat adalah memahami Realitas Sejati, Allah SWT; tujuan akhir dalam sains adalah menemukan kekuatan agung yang menciptakan dan memelihara alam semesta, Allah SWT. Ketiga, aspek metode. Menurut al-Farabî (870-950 M), metode filsafat tidak sama dengan metode ilmu agama. Filsafat menggunakan metode demonstratif (burhânî) sedang ilmu agama menggunakan metode dialektis (jadâlî); metode demonstratif dinilai lebih valid dari dialektis, sehingga ilmu filosofis yang dihasilkannya dinilai lebih unggul dibanding ilmu agama yang dihasilkan dari dialektis.261 Ibn Rushd menolak pendapat al-Farabî (870-950 M) tersebut. Menurutnya, metode yang valid tidak hanya demonstratif. Ada empat jenis metode yang dikenal

261 Ibn Rushd. Fasl al-Maqâl wa Taqrîr Mâ Bayn al-Sharî„ah wa al-Hikmah Min al-Ittisâl. (Beirût: Dâr al-Âfâq, 1978), h. 30. 72

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

dalam ilmu keagamaan. Pertama, metode yang konsepsi dan pembuktiannya bersifat niscaya meski penalarannya dalam bentuk retorik atau dialektik. Kesimpulannya didasarkan atas dirinya sendiri bukan perumpamannya. Dalil-dalil syariat semacam ini bersifat pasti dan jelas, valid tidak butuh takwil. Kedua, metode yang menghasilkan kesimpulan niscaya, tetapi premisnya hanya bersifat masyhur atau dugaan (zann), sehingga terbuka untuk ditakwilkan. Ketiga, metode yang kesimpulannya berupa objek yang hendak disimpulkan itu sendiri dan premisnya bersifat masyhur atau dugaan (zann). Keempat, metode yang premisnya bersifat masyhur atau dugaan, sedang kesimpulannya berupa perumpamaan bagi objek yang dituju. Bagi kalangan tertentu, metode ini harus ditakwil tapi bagi kebanyakan orang harus diartikan sesuai makna tekstualitasnya. Dengan ketentuan tersebut berarti metode ilmu keagamaan dapat saling kait dengan metode ilmu filosofis. Teks suci yang menjadi sumber ilmu keagamaan tidak hanya dapat didekati dengan metode dialektik (jadâlî), tetapi juga demonstratif (burhânî), sehingga hasilnya tidak kalah valid dengan ilmu filosofis. Sebaliknya, ketentuan premis yang dipersyaratkan metode filosofis tidak hanya dihasilkan dari uji validitas rasional melainkan juga dapat didasarkan atas teks suci keagamaan. Keempat, aspek konten. Sangat banyak ayat Alquran yang memerintahkan manusia untuk berpikir kritis dan meneliti jagat raya. Berpikir kritis menghasilkan filsafat sedang meneliti jagat raya menghasilkan sains. Dengan demikian, berpikir kritis yang menghasilkan filsafat dan penelitian terhadap semesta yang menghasilkan sains bukan sesuatu yang di luar ajaran syariat melainkan justru bagian dari perintah agama. Di sisi lain, jika agama memerintahkan untuk berpikir rasional yang penalaran itu sendiri akan menghasilkan ilmu-ilmu filosofis, juga agama memerintahkan untuk melakukan pengamatan pada jagat raya yang pengamatan itu akan menghasilkan sains, maka pemikiran filosofis dan sains tidak mungkin bertentangan dengan agama, karena agama tidak mungkin memerintahkan untuk melakukan sesuatu jika hasilnya justru akan bertentangan dengan ajarannya sendiri. Kebenaran filsafat dan sains yang diperintahkan agama tidak akan mungkin bertentangan dengan kebenaran agama yang memerintahkan untuk itu. Dalam Fasl al-Maqâl, Ibn Rushd menulis: “Jika syariat-syariat ini benar (haqq) dan mengajak kepada penalaran yang menyampaikan kepada pengetahuan yang benar (ma„rifah al-h}aqq), maka kita tahu pasti bahwa penalaran burhânî (filosofis) tidak mungkin bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh syariat. Kebenaran yang satu tidak akan

73

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

bertentangan dengan kebenaran lainnya, tetapi justru saling mendukung dan mempersaksikan (yushhid Allâh)”262

Prinsip kedua dari pendekatan kuantum adalah penafsiran berlapis. Maksudnya, penafsiran terhadap ayat-ayat Alquran harus dilakukan secara berlapis, berjenjang, sesuai dengan tingkat penalaran seseorang, sehingga tidak ada penafsiran tunggal. Prinsip penafsiran berlapis ini didasarkan atas beberapa alasan. Pertama, secara historis, seperti ditulis Sachiko Murata (l.1943 M) dan William Chittick (l. 1943 M), munculnya keragaman pemahaman atas ayat-ayat Alquran inilah justru yang telah menjadi sumber kekayaan intelektual dalam sejarah keemasan Islam. Masa keemasan Islam terjadi justru karena adanya keragaman penafsiran dan pemahaman yang diberikan oleh para akademisi muslim saat itu. Seperti yang dicatat Husayn al-Dhahabî (1915-1977 M), saat itu muncul banyak tafsir Alquran, mulai yang tekstual sampai yang rasional, mulai yang empirik sampai mistik. Setiap mazhab mempunyai tafsir sendiri untuk menguatkan mazhabnya (al-Dhahabî 1995). Kedua, adanya kekayaan kosa kata Alquran. Mengikuti pendapat Fahd „Abd al-Rahmân al-Rûmî, guru besar tafsir di Riyadh, Alquran mempunyai kekayaan kosa kata yang luar biasa. Keragamaan maknanya bisa mencapai lima kali dari bahasa Arab biasa. Alquran juga mempunyai kekhasan dalam nada dan irama yang efektif untuk orang awam dan elit, juga cocok untuk semua usia dan zaman; mempunyai keseimbangan dalam menyentuh hati dan pikiran dengan menggunakan gaya sastra dan ilmiah; mempunyai tingkat keringkasan dalam ekspresi tetapi sarat arti; mempunyai keluasan dalam penggunaan imajinasi dan metafora. Ketiga, pernyataan Alquran sendiri yang menunjukkan adanya ragam pemahaman dan pemaknaan atas sebuah teks, dan perlunya melakukan itu demi memberikan pemahaman kepada masyarakat yang berbeda (Q.S. Âli „Imrân [3]: 7). M Asad (1900-1992 M), mufassir modern penulis tafsir The Massege of the Qur‟an, menyatakan bahwa ayat 7 dari surah Âli „Imrân tersebut menunjukkan adanya banyak bagian dan ekspresi dalam Alquran yang tidak dapat dipahami secara tekstual melainkan harus dalam arti alegoris, agar dapat dipahami lapisan masyarakat yang berbeda.263

262 Ibn Rushd. Fasl al-Maqâl wa Taqrîr Mâ Bayn al-Sharî„ah wa al-Hikmah Min al-Ittisâl. (Beirût: Dâr al-Âfâq, 1978), h. 19. 263 Asad, Muhammad. n.d. “Symbolisme and Allegory in the Qur‟an.” http://www.geocities/masad02/appendix1 (17 Januari 2018). Diunduh 3 Mei 2020.

74

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Keempat, mengikuti pendapat Sachiko Murata (l. 1943 M) dan William Chittick (l. 1943 M) yang mengutip sabda Rasul bahwa setiap ayat Alquran mengandung tujuh arti, mulai makna tekstual sampai makna ketujuh, makna terdalam yang hanya diketahui Allah sendiri. Pendapat ini dikuatkan oleh Muhammad Tâlbî (1921-2017 M), sejarawan Muslim asal Tunisia, bahwa ada banyak kunci untuk membaca Alquran, tidak hanya satu kunci. Kunci-kunci tersebut pada waktu yang sama bisa jadi objektif dan bisa jadi subjektif. Kelima, mengikuti pendapat Ibn Rushd (1126-1198 M) terkait dengan tingkat nalar msanusia. Menurut Ibn Rushd, tingkat berpikir masyarakat tidak sama, tetapi berbeda yang dapat dibagi dalam tiga tingkatan: awam, menengah, dan elit. Awam yang merupakan mayoritas adalah kelompok yang hanya mampu berpikir tekstualis-retoris (khitâbî) dan sama sekali tidak mampu berpikir rasional atau takwil. Kelas menengah adalah kalangan yang telah menggunakan nalar rasional tetapi belum mampu tingkat kritis filosofis. Penalaran mereka menggunakan metode dialektis (jadâlî). Kelompok elit adalah kalangan yang mampu berpikir kritis filosofis, tidak sekedar rasional dialektis. Tiga tingkat berpikir tersebut harus mendapat porsi penalaran yang sesuai, dan Alquran berbicara sesuai dengan tingkat penalaran masing-masing. Meski demikian, metode yang sering digunakan Alquran sendiri adalah yang biasa digunakan oleh mayoritas manusia, yaitu tekstual-retoris (khitâbî) karena tujuannya memang memberi perhatian kepada mayoritas tersebut. Ini merupakan sesuatu yang wajar, akan tetapi Alquran tetap tidak meninggalkan bagian untuk kalangan yang berpikir rasional-filosofis. Bagian yang diberikan syariat kepada kalangan yang berpikir rasional-filosofis adalah sesuatu yang mempunyai kemungkinan untuk dimaknai secara takwil. Karena itu, menurut Ibn Rushd, kaum muslimin kemudian sepakat bahwa pada dasarnya tidak ada kewajiban untuk memahami teks sesuai dengan makna zahirnya secara keseluruhan atau memahami teks sesuai dengan makna takwilnya secara keseluruhan. Artinya, ada teks yang dipahami secara tekstual dan ada ayat yang dipahami secara takwil.264 Berdasarkan hal tersebut, menurut Nidhal, maka penafsiran terhadap teks suci harus dilakukan secara berjenjang atau berlapis sesuai dengan tingkat nalar sang pembaca. Penafsiran secara berlapis adalah keniscayaan karena tingkat nalar manusia memang berbeda, tidak bisa dipaksakan dengan penafsiran tunggal atau

264 Ibn Rushd. Fasl al-Maqâl wa Taqrîr Mâ Bayn al-Sharî„ah wa al-Hikmah Min al-Ittisâl. (Beirût: Dâr al-Âfâq, 1978), h. 31. 75

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

hanya dalam satu perspektif. Dengan penafsiran secara berlapis, maka upaya untuk mempertemukan antara agama dan sains modern menjadi sangat terbuka.265 Prinsip ketiga dari pendekatan kuantum adalah prinsip falsifikatif teistik. Prinsip ini terkait dengan persoalan metodologis dan pilihan metafisis yang diikutinya. Menurut Nidhal, ia adalah salah satu bagian terpenting dari cara kerja sains terkait dengan metodologi. Aspek ini memberi aturan main bagaimana sains harus bekerja. Secara sederhana, metode ilmiah yang dianut dalam sains dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan yang terdiri atas beberapa tahapan:266 Secara historis, metode ilmiah sebagai suatu cara kerja sains yang digariskan di atas telah dilakukan sejak masa kejayaan Islam abad pertengahan. Para saintis muslim seperti Ibn al-Haytham (965-1040 M), al-Bîrûnî (973-1048 M), Ibn Sînâ (980-1037 M) kenyataannya sangat menekankan eksperimentasi dan observasi dalam cara kerja dan pengembangan sains mereka. Doktrin metode ilmiah tersebut kemudian pindah dan berkembang di Eropa dan menemukan momentumnya pada masa renaisance, khususnya pada revolusi Nicolaus Copernicus (1473-1543 M) dan Galilio Galilie (1564-1642 M). Apalagi ditambah dengan temuan-temuan baru, seperti hukum pergerakan planet oleh Johannes Kepler (1571-1630 M), deskripsi dunia mekanik oleh Rene Descartes (1596-1650 M), teori fisika oleh Isaac Newton (1642-1727 M), teori evolusi oleh Charles Darwin (1809-1882 M), dan teori relativitas oleh Albert Einstein (1879-1955 M). Tokoh-tokoh ini menggunakan metode eksperimen, metode induksi, yang diajarkan dalam sains Islam untuk mengamati semesta dan kemudian menciptakan teori baru. Jika dilihat dari apa yang sudah di jelaskan di atas, praktik integrasi di madrasah terus mendapat perhatian dari segenap civitas madrasah, memastikan selalu ada kesinambungan antara ilmu agama dan ilmu umum, terutama dalam hal

265 Guessoum, Nidhal. Kalam‟s Neccesary Engagement with Modern Science. (Dubai: Kalam Research, 2011), h. 36. 266 Setidaknya ada empat tahapan dalam prinsip Teisti Nidhal Pertama, Pengamatan terhadap fenomena dan merekam sebanyak mungkin data atau informasi terkait dengan fenomena tersebut. Kedua, Membuat hipotesis berdasarkan atas pengetahuan yang ada sebelumnya terkait dengan fenomena tersebut. Ketiga, Menguji hipotesis yang dibuat yang mengarah kepada konsekuensi khusus atau prediksi tertentu, kemudian memeriksa dan mengujinya apakah hipotesisnya benar dan apakah prediksi yang dibuatnya terbukti. Keempat, Memperbaiki atau menyempurnakan hipotesis atau prediksi yang telah dibuat dan terbukti benar atau membuang hipotesis lama dan menggantinya dengan hipotesis baru jika tidak sesuai dengan hasil eksperimen dan observasi. 76

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

berakhlak terpuji dan memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang luas untuk diamalkan dan menyongsong masa depan abad ke-21.267

1. Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia Kurikulum dan pratik pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan walaupun keduanya mempunyai kedudukan dan fungsi yang berbeda. Suatu rencana atau program kurikulum tidak akan bermakna manakala tidak diimplementasikan dalam pembelajaran dan praktik kehidupan sehari-hari. Sebaliknya tanpa kurikulum yang jelas maka sejatinya pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Saylor, Alexander dan Lewis, “Without a curriculum or plan, there can be no efektive instruction and without instruction the curriculum has little meaning”. Setidaknya ada tiga landasan pokok dalam penyusunan kurikulum islami; Pertama mengandung nilai kesatuan dasar bagi persamaan nilai Islam pada setiap waktu dan tempat. Kedua mengandung nilai kesatuan kepentingan dalam mengembangkan misi ajaran Islam. Ketiga mengandung materi yang bermuatan pengembangan spiritual, intelektual dan jasmaniah.268 Selanjutnya dalam Buku Panduan Kurikulum269 Tahun Pelajaran 2019/2020 MACC menggunakan Kurikulum 2013 untuk kelas X, XI dan XII. Pembelajaran memakai moving class system, waktu pembelajarannya 10 jam pelajaran mulai pukul 07.00 sampai pukul 15.30 WIB (full day school). Kemudian dalam menyikapi Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pemberlakuan Kurikulum 2013 (K13) Madrasah Aliyah Citra Cendekia (MACC) melakukan langkah-langkah tidak biasa. Setidaknya ada dua langkah yang dilakukan sekolah berkaitan dengan pengembangan potensi diri siswa; pertama pengembangan diri melalui program bimbingan dan konseling (BK), pembinaan wali kelas, program pemantapan materi (PM), program pengembangan bakat, minat, dan prestasi

267 Ilmu agama dan ilmu umum, sebagaimana dikatakan Alan G. Padgett bahwa keduanya membutuhkan adanya hubungan yang bersifat dialektika (way dialectica). Lihat Alan G. Piagett, Science and the Study of God: A Mutuality Model for Theology and Science (USA: Wm.B. eerdemans Publishing Co All Right Reserved, 2003), h. 24 268 Saylor, J. Galen, Alexander, William M. dan Lewis Arthur J., Curriculum Planning For Better Teaching and Learning (New York: Holt-Rinchart and Winston, 1981), h. 10. 269 Waka Bidang Kurikulum menjelaskan, melalui kurikulum 2013 yang menekankan kompentensiberbasis karakter dengan pendekatan tematik integratif diharapkan siswa mampu secara mandiri meningkatkan pengetahuannya, mengkaji, menginternalisasi nilai-nilai karakter serta akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Asterika, Wawancara Pribadi, Jagakarsa 26 Oktober 2019. 77

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

melalui kegiatan kokurikuler, ekstrakurikuler, dan Student Government of Citra Cendekia (SGCC).270 Proses perkembangan ilmu pengetahuan melatarbelakangi madrasah dalam upaya menyesuaikan diri agar lembaga pendidikan Islam relevan dengan zaman dan diterima oleh masyarakat modern, oleh karena itu setidaknya ada tiga muatan kurikulum di MACC sebagai upaya untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum; pertama mata pelajaran yang ada pada madrasah ini, terbagi ke dalam empat kelompok yaitu: mata pelajaran wajib A meliputi Al-Qur‟an dan hadist, akidah akhlak, fikih, sejarah kebudayaan Islam, pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, bahasa arab, matematika, sejarah Indonesia, bahasa inggris. Mata pelajaran wajib B meliputi Seni Budaya, Prakarya, Kewirausahaan, Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan. Mata pelajara Peminatan C terbagi ke dalam dua peminatan pertama untuk program ilmu pengetahuan alam (IPA) meliputi Matematika Peminatan, Fisika, Kimia, Biologi, dan Tahfidz Qur‟an, kedua untuk program ilmu pengetahuan social (IPS) meliputi Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, Geografi dan Tahfidz Qur‟an. Kemudian untuk menfasilitasi siswa dalam mengembangkan potensi dirinya dalam bidang keagamaan setidaknya madrasah memiiki program pendalaman peminatan/lintas minat meliputi mata pelajaran tambahan agama “Ushul Fikih dan tafsir Qur‟an”.271 Kedua, proses perkembangan madrasah tidak terlapas dari potensi masyarakat sekitar, Madrasah dalam perspektif masyarakat budaya betawi, merupakan salah satu peninggalan budaya betawi. Para leluhur betawi mendidik pemudanya di langgar atau masjid kecil. Materi yang diajarkan salah satunya adalah Al-Quran, sehingga diketahui banyak diantara mereka yang cakap dan fasih dalam membaca dan menghafal Al-Quran. Seiring waktu, madrasah berubah menjadi sekolah klasikal yang cenderung mengadopsi cara „barat‟. Ada kehilangan yang mendalam di kehidupan masyarakat betawi yang bersentuhan dengan Al- Quran, maka dari itu untuk menjaga dan melestarikan ciri khas masyarakat betawi dan potensinya muatan lokal yang dikembangkan adalah potensi daerah dan karakteristik madrasah yaitu program tahfidz Al-Qur‟an mulai juz 28 samapai juz 30.272

270 Lihat dalam Dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah Citra Cendekia 271 Lihat dalam Dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah Citra Cendekia 272Lihat dalam Dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah Citra Cendekia 78

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Ketiga, Pembelajaran Abad 21 (21st Century Learning) Muatan kurikulum abad 21 menggambarkan pembelajaran Learning and Innovation “4C” (Critical Thinking & Problem Solving, Creativity & Innovation, Communication, Collaboration). Pembelajaran 4C ini dijabarkan dalam empat kategori langkah, yakni: Pertama, cara berpikir, termasuk berkreasi, berinovasi, bersikap kritis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan belajar pro-aktif. Kedua, cara bekerja, termasuk berkomunikasi, berkolaborasi, bekerja dalam tim. Ketiga, cara hidup sebagai warga global sekaligus lokal; dan keempat, alat untuk mengembangkan ketrampilan abad 21, yakni teknologi informasi, jaringan digital, dan literasi.273 Jadi untuk mendukung dan mengintegrasikan sikap dan praktik beragama dan berperilaku, elemen kejujuran akademik dan pedoman kehidupan siswa madrasah aliyah citra cendekia menjadi hal penting untuk diperhatikan. Kemudian kebiasaan yang baik terus mendapat perhatian dari bidang kurikulum dengan harapan siswa dapat mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sebab pendidikan tidak hanya sampai pada tataran kognitif namun juga bagaimana mengaplikasikannya dalam bentuk perbuatan melalui sistim nilai yang akan dijabarkan melalui tabel berikut:274

Tabel 2 : Kejujuran Akademik dan Pedoman Kehidupan Siswa Madrasah Aliyah Citra Cendekia Nilai Indikator Keterangan Prinsip Kejujuran Prinsip kejujuran untuk Penyontekan meliputi Akademik (Menyontek, menjaga integritas proses tindakan secara nyata Plagiat, dan Pemalsuan) belajar mengajar. menerima dan Madrasah Aliyah Citra memberi bantuan di Cendekia menekankan luar kewenangan atau kepada seluruh civitas secara nyata memberi akademika (guru, dan menerima karyawan dan siswa) keuntungan secara untuk menghormati tidak sah dalam segala prinsip ini dan dengan bentuk pekerjaan

273Lihat dalam Dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah Citra Cendekia 274 Saylor, J. Galen, Alexander, William M. dan Lewis Arthur J., Curriculum Planning For Better Teaching and Learning, (New York: Holt-Rinchart and Winston, 1981), h. 10. 79

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

demikian melindungi akademik, Plagiarisme validitas proses penilaian. meliputi mencuri atau menyalin kalimat, struktur, gagasan dan/atau pemikiran orang lain dan meniru hasil kerja/karya orang lain, tanpa menyebutkan sumber atau referensi yang disalin, Pemalsuan meliputi pernyataan atau perkataan atau penulisan yang tidak benar atau dokumen palsu terkait dengan akademik. Tindakan pemalsuan meliputi; pemalsuan tanda tangan, mengubah atau merusak data resmi Kehidupan Siswa Kegiatan-kegiatan yang Kurikuler, Merupakan (Kegiatan Kurikuler, diselenggarakan di semua kegiatan Kokurikuler, dan Madrasah Aliyah Citra terstruktur yang Ekstrakurikuler) Cendekia pada intinya merupakan bertujuan untuk pelaksanaan dari meningkatkan ketaqwaan kurikulum (akademik) terhadap Tuhan YME, sebagai perwujudan mempertinggi budi dari misi Madrasah pekerti, memperkuat Aliyah Citra Cendekia, kepribadian dan seperti terlampir dalam mempertebal semangat bab sebelumnya. kebangsaan dan cinta Kegiatan kurikuler tanah air serta mengasah bersifat wajib dan kompetensi baik yang mempunyai batasan, berhubungan dengan baik berupa isi/materi keterampilan di bidang maupun waktu, yang akademik maupun non dinyatakan dalam akademik secara silabus, jumlah jam sistematis diprogramkan pelajaran dan waktu

80

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

melalui kegiatan untuk penyelesaian. Kegiatan mengintegrasikan praktik tersebut dijadwalkan keilmuan sebagaimana dan disusun oleh Visi-misi madrasah. bidang kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Kokurikuler, Merupakan kegiatan terstruktur di luar kurikulum yang mendukung tujuan kegiatan kurikuler. Kegiatan kokurikuler meliputi Malam Bina Ruhi, Field Trip dan sebagainya. Ektrakurikuler, Merupakan kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka mengembangkan keterampilan dan kemampuan siswa seutuhnya, sesuai dengan kegemaran, minat dan bakat siswa yang bersangkutan, meliputi: Kegiatan Kerohanian, Olahraga, Kesenian, Kelompok Studi, SGCC. Kegiatan tersebut dijadwalkan dan disusun oleh bidang kesiswaan Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Tata Tertib dan kalender Tata tertib Madrasah Kalender pendidikan pendidikan Aliyah Citra Cendekia adalah pengaturan meliputi peraturan, waktu untuk kegiatan. pemakaian seragam, Kalender Pendidikan penggunaan fasilitas di Madrasah Aliyah sekolah, etika di sekolah, Citra Cendekia terdiri bentuk pelanggaran dan dari kalender sanksi diatur dan disusun akademik, rekapitulasi 81

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

oleh bidang kesiswaan minggu efektif, dan Madrasah Aliyah Citra Jadwal kalender Cendekia. kesiswaan.

Tabel kejujuran akademik dan pedoman kehidupan siswa Madrasah Aliyah Citra Cendekia sebagai bentuk integrasi antara nilai-nilai pendidikan Islam, dalam hal ini madrasah merespon dengan cepat terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pemberlakuan Kurikulum 2013 (K13) dengan melakukan perubahan kebijakan pada kurikulum sekolah. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara peraturan pemerintah dengan potensi siswa di Madrasah. madrasah juga menambah beberapa hal khususnya kegiatan pengembangan kesiswaan (pengembangan diri, keunggulan local sesuai dengan penjelasan di atas) kurikulum ini memunculkan ciri khas madrasah. Sebab, tuntutan dari KTSP yaitu madrasah secara mandiri dapat mengelola satuan pendidikannya sesuai kemampuan dan karakteristiknya. Madrasah terus mengembangkan275 kriteria kelulusan melalui evaluasi kebijakan kurikulum sejak tahun 2008 awal berdirinya Madrasah Aliyah Citra Cendekia sampai saat ini, Pengembangan kurikulum ini bertujuan untuk: peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia; serta mampu mengembangkan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa; menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah, terutama dalam bidang seni dan budaya betawi yang menjadi kesenian tradisional betawi; membekai peserta siswa memasuki dunia kerja dan dunia kampus agar siswa dapat menyesuaikan diri dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru; mengembangkan kurikulum MACC secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta perubahan kurikulum yang berlaku; meningkatkan toleransi keberagamaan, meningkatkan penghayatan dalam pelaksanaan ajaran agama dan memperhatikan norma agama yang berlaku di lingkungan madrasah sesuai dengan kompetensi inti yang diharapkan melalui kegiatan Malam Bina Ruhi dan bakti social; mengembangkan potensi siswa agar mampu bersaing secara global dan dapat hidup berdampingan dengan budaya lain.276 Selanjutnya Proses internalisasi dan transformasi nilai dan pengetahuan pada peserta didik merupakan tugas yang sangat berat dalam kehidupan masyarakat yang kian kompleks. Terlebih bagi keberlangsungan kehidupan di tengah zaman dengan teknologi yang kian canggih menuntut adanya perubahan

275 Dokumen kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia jagakarsa. 276Wawancara Pribadi dengan Ismayanti Soleha 82

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

dan pergeseran nilai-nilai ilmu dan seni dalam kehidupan.277 Oleh karenanya „Atiyah Al-Abrāshi menekankan bahwa setiap pendidik harus menguasai materi yang disampaikan.278 Seorang guru ketika mengajar hendaknya diniatkan untuk mencari keridhaan Allah, bukan menjadikannya perantara untuk mendapatkan kemewahan duniawi.279 Di samping itu, agar mampu mengatasi masalah yang kompleks sebagai akibat dari perubahan global yang terjadi saat ini, diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kualitas keberdayaan yang efektif.280 Oleh karenanya, dalam rangka mewujudkan pembelajaran yang berkualitas, Madrasah Aliyah Citra Cendekia melakukan perekrutan tenaga pendidik yang kompeten sesuai bidang keilmuan yang diajarkan. Data yang diperoleh dari tenaga kependidikan menunjukkan bahwa tenaga pengajar Madrasah Aliyah Citra Cendekia saat ini berjumlah enam belas orang. Jumlah ini tidak termasuk tenaga kependidikan.281Dari enam belas tenaga pendidik yang ada, tercatat satu orang berpendidikan strata satu (S2) dengan latar belakang pesantren yang mumpuni. Terdapat pula dua orang tenaga pendidik yang sedang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dari semua tenaga pendidikan tersebut, enam orang di antaranya mempunyai jadwal dalam bidang bimbingan dan konseling.282 Sepuluh orang tenaga pendidik mempunyai jadwal mengajar di kelas sekaligus membantu bidang kesiswaan dalam mendampingi siswa madrasah sebagai wali kelas dan guru asuh.

277Dedi Supriadi, ‚Globalisasi Sebagai Peluang Untuk Mengembangkan Diri‟, Mimbar Pendidikan Jurnal no. 4, th. IX, 1990, h. 14. 278„Atiyah al-Abrāshi, Al-Tarbiyyah al-Islāmiyyah (Mesir: Dār al-Fikr, 1967), h. 135. 279Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-: Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghozali, (Bandung: RajaGrafindoPersada, 2001), h. 93. 280Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju MileniumBaru, Cet. 4 (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2002), h. 43. 281Lihat Dokumentasi Tenaga Kependidikan Madrasah Aliyah Citra Cendekia 282Keenam tenaga pendidik tersebut adalah: pertama, Ithrin Harameini, sebagai guru bimbingan dan konseling (BK/Al-Tahdzīb). Kedua, M. Thantawi Jauhari, selaku wakil kepala madrasah bidang kesiswaan mengampu Qur‟an dan Hadits Ketiga, Mohammad Firdaus yang merangkap sebagai tim kesiswaan mengampu Akidah Akhlak dan Sejarah Kebudayaan Islam, Keempat, Wita Dwiseptiani selaku tim kesiswaan mengampu Georgrafi, Kelima, Wiwin Widianingsih tim kesiswaan mengampu penjaskes, dan keenam, Risa Agustia tim kesiswaan mengampu bahasa dan sastra arab. Lihat jadwal pengajaran Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Lihat juga ProfilMadrasah Aliyah Citra Cendekia. 83

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Selain enam belas tenaga pendidik tersebut, terdapat beberapa tenaga yang khusus diperbantukan guna mendukung proses pembelajaran di Madrasah Aliyah Citra Cendekia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tenaga kependidikan tersebut mendampingi keseharian siswa dan membantu tugas bidang kesiswaan, tenaga administrasi, perpustakaan, dan lain sebagainya.283 Tenaga kependidikan tersebut merupakan tenaga ahli di bidang masing-masing. Selain melaksanakan tugasnya, mereka juga melakukan interaksi yang intens dengan para siswa.284 Hal ini erat kaitannya dengan program bidang kesiswaan, yaitu pendampingan para siswa. Ditinjau dari kualifikasi pendidikan, khususnya bidang ilmu agama, tercatat guru bidang agama adalah memfokuskan diri untuk mengembangkan madrasah melalui inovasi pendidikan islam sesuai perkembangan dan tuntutan zaman. Mereka mempunyai background pendidikan agama dari pesantren yang memadai. Tenaga kependidikan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia, selain mengetahui kultur dan budaya madrasah, juga mengetahui dan melakukan interaksi dengan para siswa dengan segala yang ada di dalamnya. Interaksi mereka dengan para siswa tentunya sangat membantu dalam upaya mewujudkan integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan dalam diri siswa. Adapun tenaga pendidik mata pelajaran non-agama di Madrasah Aliyah Citra Cendekia apabila ditinjau dari kualifikasinya, maka tidak ada masalah yang berarti. Latar belakang pendidikan mereka sesuai dengan mata pelajaran yang mereka ajarkan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Sebagai contoh adalah pengajar bahasa Inggris yang juga memiliki kompetensi sesuai mata pelajaran yang diampu. Pendampingan dan proses pendidikan yang diberikan kepada siswa selalu menjadi perhatian bidang kesiswaan dan bidang kurikulum. Begitu pula beberapa

283Data tenaga kependidikan dan tenaga yang diperbantukan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia antara lain: 1). Tenaga administrasi: Indri, Alfino; 2). Pustakawan: Zakariya; 3). Pendamping siswa: M. Thantawi Jauhari, Wita Dwi Septiani, Wiwin Widianingsih, Mohammad Firdaus, Risa Agustia; 4). Bidang sosial: Annisa; 5). Kordinator Umum: Marhusein.Lihat dalam Dokumentasi Tenaga Kependidikan Madrasah Aliyah Citra Cendekia 284Marhusein, misalnya, selaku kordinator umum tenaga kependidian Madrasah Aliyah Citra Cendekia memberikan contoh (uswah) kepada para siswa saat acara kegiatan sekolah melalui integritas kerja dan profesionalitas. Hal ini dilakukan sebagai sarana latihan pengembangan potensi para siswa selama di madrasah. Marhusein, Wawancara, Jagakarsa 21 Maret 2019. 84

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

mata pelajaran non-agama lain diampu oleh tenanga pengajar yang kompeten.285 Secara umum dapat disimpulkan bahwa kualifikasi tenaga pendidik di Madrasah Aliyah Citra Cendekia sudah memadai jika dilihat dari jumlah maupun latar belakang pendidikan. Kualifikasi tenaga pendidik ini dianggap penting dalam upaya mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu pengetahuan dalam diri para siswa . Para siswa mendapatkan materi dari guru yang menguasai ilmu agama sekaligus menguasai bidang keilmuan yang diajarkannya. Sebagaimana dikutip dari Mulyadhi Kartanegara, bahwa seorang guru hendaknya mempunyai penguasaan ilmu umum dan agama yang memadai guna mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum. Akan terjadi masalah apabila seorang guru tidak menguasai salah satu dari keduanya.

2. Sistem Pembelajaran Agama dan Pengetahuan Umum Proses pendidikan dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan dalam kelas akan berjalan dengan lancar, kondusif dan interaktif apabila dilandasi dengan kurikulum yang baik dan benar. Pendidikan bisa dijalankan dengan baik ketika kurikulum dapat menjadi penyangga utama dalam kegiatan pembejaran, sehingga akan mendapatkan hasil yang optimal. Dengan kurikulum yang mengandung banyak unsur konstruktif, maka akan dapat membuka mindset peserta didik yang progresif dan membangun kesadaran kritis terhadap realita sosial.286 Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang gagasan-gagasan dan ide-ide yang telah dirumuskan oleh pengemban kurikulum. Kurikulum itulah yang selanjutnya menjadi pedoman guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas maupun dalam praktik kehidupan siswa di sekolah atau diluar sekolah. Dengan demikian sistem kurikulum yang digunakan atau sistem pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pada dasarnya merupakan implementasi dari kurikulum.287 alasan mengapa menggunakan kurikulum integrasi dalam pengembangan kurikulum di sekolah. Hal ini dikaitkan dengan aspek-aspek praktik pembelajaran yang berkaitan dengan konsep pendidikan Islam yang integratif. Paling tidak dapat menarik sebuah benang merah tentang hal itu. Pertama, integratif dimaksud adalah memadukan ilmu agama dan umum dalam kurikulum yang dilaksanakan di

285Ruslan, Integrasi Agama dalam Pembelajaran Sains (Studi Kasus di MAN 4Model Jakarta. (Tesis-SPs UIN Jakarta, 2010), h. 105. 286 Moh Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan (Jogjakarta: Diva Press, 2009), 13-14. 287 Wina Sanjaya, kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan praktek Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2008), 16-17. 85

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

madrasah. Model ini persis sama dengan yang diterapkan Departemen Agama dulu, sekarang dan mungkin sampai esok di semua sekolah dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Tsanawiyah (MTs) dan Aliyah (MA). Kedua, integratif yang kami tangkap adalah model yang dipopulerkan pada masa BJ Habibie berkuasa. Yaitu memadukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (imtek) dan Imtak (Iman dan Takwa). Realisasinya, memberikan nilai Agama Islam berdasarkan al-Qur‟ān dan Hadith pada setiap ilmu atau mata pelajaan yang diberikan kepada peserta didik. Selanjutnya untuk mendukung dan menunjang sistem pembelajaran di Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa dalam praktinya, maka madrasah menyiapkan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan dua jurusan yang diprogramkan, yaitu ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial. Kemudian waktu penjurusan ilmu pengetahuan alam (IPA) dan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dilakukan di awal tahun pelajaran. untuk menetapkan jurusan siswa maka ditetapkan tiga kriteria yakni; berdasarkan minat siswa melalui angket dan wawancara saat awal masuk madrasah, nilai tes akademik melalui tes mata pelajaran IPA diantaranya; fsika, kimia, biologi sedangkan tes mata pelajaran IPS meliputi ; ekonomi, geografi, sosiologi, dan hasil psikotes termasuk tes pengetahuan agama meliputi; membaca al-Qur‟an sesuai ilmu tajwid, praktik shalat, praktik wudhu‟, dan hafalan doa harian. Sedangkan pengaturan sistem praktik pembelajaran ilmu agama dan ilmu umum diaplikasikan dalam bentuk kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.288 Visi pendidikan Islam telah membuat perbedaan tegas antara mengajarkan “hal-hal tentang Islam” (informatif) dan “bagaimana menjadi Muslim sejati” (transformatif) sebagaimana telah disebutkan dalam Visi-misi madrasah dalam konsep dan praktiknya289 Tujuan dari pendidikan Islam bukanlah untuk memberi informasi tentang Islam kepada anak didik saja, tetapi lebih menekankan bagaimana menjadi seorang muslim dan memberi mereka inspirasi melalui praktik pendidikan di madrasah

288 Intrakurikuler adalah kegiatan yang jatah waktunya ditentukan dalam jadwal pelajaran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan minimal mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan tatap muka antara pendidik dan peserta didik di dalam kelas. Adapun ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran di kelas secara terjadwal dan bertujuan untuk memperkaya, memperluas wawasan, pengetahuan, mengenal hubungan antar berbagai disiplin ilmu, penyaluran bakat dan minat, dan untuk membantu kegiatan intrakurikuler yang diselenggarakan dalam waktu-waktu tertentu baik secara individu maupun kelompok. 289Lihat dalam Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia. 86

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

sehingga ilmu tersebut bisa ditransformasikan dalam kehidupan mereka.290 Adanya perubahan paradigma dari pendidikan yang berorientasi pada informasi ke pendidikan yang berorientasi pada transformasi adalah esensial untuk dilakukan jika kita benar-benar berharap membangun paradigma baru pendidikan bagi pembangunan masyarakat muslim ideal Jika kita menginginkan posisi yang penting dalam percaturan dunia saat ini, maka reformasi pendidikan mesti dilakukan. Reformasi akan membutuhkan pemikiran ulang dalam penstrukturan ulang elemen-elemen kunci dari sebuah lembaga pendidikan seperti kerangka konseptual, isi, struktur dan proses pendidikan. Perlu dicatat juga di sini bahwa usaha reformasi serupa juga sekarang lagi dilakukan oleh dunia pendidikan Barat.Tuntutan untuk menerapkan pendidikan yang holistik, pengajaran terpadu, pembelajaran kooperatif, pendidikan karakter, pembelajaran penemuan (discovery learning), dan penilaian otentik sangat banyak ditemukan dalam literatur pendidikan.Adapun konsep pendidikan Islam merupakan usaha untuk melakukan reformasi yang sesuai dengan tuntutan- tuntutan tersebut (dari model industri ke model humanis), yakni lebih natural, otentik dan efektif.291 Landasan Filosofis Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum diharapkan mampu mengembangkan kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan alam di sekitarnya. Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah dikembangkan dengan landasan filosofis yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan menggunakan filosofi sebagai berikut: a. Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini, dan untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan. Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan selalu menjadi kepedulian kurikulum, hal ini mengandung makna bahwa kurikulum adalah rancangan pendidikan untuk mempersiapkan kehidupan generasi muda

290Wawancara pribadi dengan Abdul Chair Ariep 291Lihat M. Zainuddin, ia menulis artikel “Paradigma Pendidikan Islam Holistik,” Jurnal Ulumuna, V. XV, No. 1 (2011) : h. 83. 87

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

bangsa. Dengan demikian, tugas mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi tugas utama suatu kurikulum. Untuk mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik, Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini. b. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan filosofi ini, prestasi anak bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa lampau adalah sesuatu yang harus termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik. Proses pendidikan adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional dan kecemerlangan akademik dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta kematangan fisik peserta didik. Selain mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan cemerlang dalam akademik, Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan budaya tersebut dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial di masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa kini. c. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran adalah pembelajaran disiplin ilmu (essentialism). Filosofi ini mewajibkan kurikulum memiliki nama mata pelajaran yang sama dengan nama disiplin ilmu, selalu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan akademik. d. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik (experimentalism and social reconstructivism).

Dengan filosofi ini, Kurikulum 2013 bermaksud untuk mengembangkan potensi peserta didik memiliki kemampuan dalam berpikir reflektif bagi

88

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

penyelesaian masalah sosial di masyarakat, dan untuk membangun kehidupan masyarakat demokratis yang lebih baik. Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan filosofi sebagaimana di atas dalam mengembangkan kehidupan individu peserta didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi, nilai dan berbagai dimensi inteligensi yang sesuai dengan diri seorang peserta didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan umat manusia. Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warga negara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak. Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di madrasah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.292

C. Paradigma Keilmuan Perspektif Madrasah Aliyah Citra Cendeki Abdul Chair Ariep berkeyakinan bahwa ilmu agama maupun ilmu umum bersumber dari dzat yang satu, yaitu Allah Swt. Ilmu pengetahuan umum dangan seperangkat metodologi yang digunakan merupakan sekumpulan teori ilmiah terkait ayat-ayat kawniyyah Allah.Ilmu pengetahuan hasil penemuan ilmiah merupakan rumusan dari wujud ataupun mekanisme alam, baik berupa makhluk, benda maupun gejala.Allah menciptakan alam sekaligus menempatkan ilmu pada alam tersebut.293

292Madrasah Aliyah Citra Cendekia,Panduan Akademik Tahun 2019, h. 45.Lebih lanjut lihat dalam Dokumen KTSP Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia, 2019, h. 15-19. 293Abdul Chair Ariep, wawancara Pribadi. lihat juga dalam, Hasyim Muzadi,Dokumentasi Acara “Halaqoh Pesantren: PengembanganKajian Al Qur‟an 89

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Kewajiban manusia adalah meneliti ilmu Allah yang berada di alam semesta, beserta segala fenomena yang ada di dalamnya. Sementara ilmu agama adalah rumusan atas ayat-ayat Allah yang lain, yaitu ayat-ayat qawliyyah atau tadwiniyyah (al-Qur‟an). Hal tersebut sebagaimana disampaikan Osman Bakar, bahwa Allah memberikan ilmu melalui dua jalan: pertama, Allah memberikan ilmu kepada manusia melalui firman-Nya. Jalan ini kemudian melahirkan ilmu ilahi atau teologi. Kedua, Allah memberikan ilmu kepada manusia melalui ciptaan- Nya, yang dari jalan ini kemudian berkembang berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi.294Dengan demikian jelas bahwa madrasah ini tidak mengenal istilah dikotomi atau pembedaan ilmu menjadi ilmu agama dan ilmu umum.Konsep ilmu menurut Madrasah Aliyah Citra Cendekia, sebagaimana diungkapkan Ziauddin Sardar, mencakup hampir semua bentuk pengetahuan yang dihasilkan oleh observasi murni hingga pengetahuan metafisika yang paling tinggi.295 Ilmu pengetahuan, baik sains murni maupun terapannya yang berupa teknologi adalah ilmu hasil dari pemikiran dan penelitian. Obyek penelitian ilmu tersebut adalah gejala alam yang merupakan ayat-ayat kawniyah di dalam al Qur‟an. Agama dan alam pada dasarnya dibuat oleh satu tangan, yakni Allah Swt. Semua ilmu apabila digali dengan cara yang benar, proses keilmuan yang benar dan penggunaanya benar, maka ilmu diniyah maupun kawniyah adalah sah dan keduanya harus diintegrasikan. Ilmu agama lebih cenderung berfungsi sebagi norma, berfungsi sebagai spirit, berfungsi sebagai dasar tauhid serta berfungsi pada masalah etika.296 Hal ini yang dimaksudkan Osman Bakar dengan istilah ilmu yang paling tinggi adalah ilmu mengenal Tuhan, yang karena alasan ilmu inilah pencarian terhadap ilmu pengetahuan lain dilakukan.297Ilmu tentang segala sesuatu selain Tuhan secara konseptual atau organis terkait dengannya. Terkait pengembangan ilmu pengetahuan, pada dasarnya ilmu pengetahuan umum merupakan pengembangan dari ilmu agama. Agama dalam hal

Perspektif Sains dan Teknologi di Pesantre”‛ di Pesantren Al HikamDepok. 18 Desember 2013. 294Osman Bakar, Tauhid dan Sains, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), h. 14-21. 295Ziauddin Sardar, “Arguments for Islamic Science” in Quest for New Science, (Aligarh: Center For Studies On Science, 1984), h. 44. 296Abdul Chair, Dokumentasi acara‚ MBR: Malam Bina Ruhi, lihat dalam, Hasyim Muzadi, Dokumentasi Acara “Halaqoh Pesantren: PengembanganKajian Al Qur‟an Perspektif Sains dan Teknologi di Pesantren” di Pesantren Al HikamDepok. 18 Desember 2013. 297Osman Bakar, Clasification of Knowledge in Islam, (Kuala Lumpur: Institute for Policy Research, 1992), h. 124. 90

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

ini memerintahkan penggalian ilmu pengetahuan secara mendalam. Madrasah Aliyah Citra Cendekia menganggap bahwa ilmu pengetahuan harus disemangati oleh ilmu ketuhanan. Ilmu ketuhanan harus dilanjutkan dan dikembangkan dengan ilmu tentang bukti kebesaran Tuhan. Dalam bahasa agama disebutkan bahwa harus ada iqra‟ dan bi ismi rabbika. Tanpa iqra‟ kita tidak bisamengadakan penelitian, begitu pula tanpa bi ismi rabbika kita akan jauh dari Tuhan. Iqra‟ (ilmu pengetahuan) dan bi ismi rabbika (keimanan) harus digabungkan agar hasil yang didapatkan tidak jauh dari kebenaran. Sehingga barang siapa bertambah ilmunya tanpa diiringi hidayah Allah, maka ia tidak akan mendapati Allah kecuali menjauh darinya.298Hal ini sebagaimana pandangan yang mengatakan bahwa semua ilmu berasal dari satu sumber dan mereka yang sepakat adanya kesatuan dalam ilmu pengetahuan.299 Hal tersebut menjadi keyakinan Abdul Chair Ariep sejak awal, sehingga ia menginginkan adanya integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Ia menambahkan bahwa pada dasarnya ilmu agama dan ilmu umum itu konstruksinya sama, yang membedakan adalah kontennya. Integrasi agama dan ilmu pengetahuan merupakan salah satu metode dalam pengilmuan Islam yang disampaikan Kuntowijoyo, yaitu proses integralisasi. Sebagaimana dikemukakan Kuntowijoyo, pengilmuan Islam mengharuskan adanya dua proses sekaligus, yaitu integralisasi dan objektivikasi. Proses integralisasi dimaksudkan untuk mengintegrasikan keilmuan dengan wahyu. Agama, dalam hal ini wahyu atau al-Qur‟an harus menjadi sumber pertama pengetahuan dan kebenaran. Kebenaran agama kemudian digabungkan dengan kebenaran yang berasal dari akal budi manusia sehingga agama menyatu dengan setiap aktivitas kehidupan manusia.300 Sementara penanaman karakter dan nilai- nilai Islam terhadap peserta didik diharapkan akan menjadi proses objektivikasi sehingga menimbulkan gejala objektif.301 Abdul Chair Ariep dalam kesempatan lain juga menambahkan bahwa mendikotomikan pelajaran agama dan pelajaran umum adalah sebuah kesalahan konseptual yang besar. Pelajaran agama berangkat dari dīnullāh (agama Allah)

298Dalam sebuah ungakapan dinyatakan: man izdāda ilman wa lam yazdād hudan,lam yazdād „inda Allahi illa bu„dan yang artinya: barang siapa bertambah ilmunya tanpadiiringi hidayah Allah maka ia tidak akan mendapati Allah kecuali menjauh darinya. 299Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an, (Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 76. 300Lihat Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistimologi, Metodologi dan Etika, (Jakarta: Teraju, 2004), h. 56. 301Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu,Epistimologi, Metodologi dan Etika,(Jakarta: Teraju, 2004), 64-68. 91

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

yang bersifat normatif dan manusiawi. Sementara ilmu pengetahuan umum merupakan hasil penelitian terhadap kawnillāh (benda-benda ciptaan Allah) dan sunnatullāh (hukum-hukum alam yang diciptakan Allah). Keduanya berasal dari satu tangan, yaitu kekuasaan Allah Swt. Ilmu pengetahuan umum haruslah bertauhid, sementara tauhid harus ditopang ilmu agama dan ilmu pengetahuan tentang alam dan fenomena Allah menempakan ilmu-Nya.302Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa tidak menganggap bahwa ilmu-ilmu umum lahir dari konstruksi pemikiran sekuler sehingga perlu diislamkan. Dengan demikian, maka yang menjadi fokus persoalan adalah aksiologi ilmu.303 Bagaimana ilmu yang sudah dipelajari oleh para pelaku keilmuan ini diamalkan sesuai tujuan, etika keilmuan dan tuntunan agama. Pemahaman Abdul Chair Ariep yang menganut paham keilmuan yang integratif dan memiliki perhatian terhadap Madrasah ini mengantarkannya untuk mendirikan institusi pendidikan yang integratif pula.304Madrasah Aliyah Citra Cendekia menjadi jembatan pertama baginya untuk mengaplikasikan prinsip keilmuan yang dianutnya. Integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan dalam madrasah ini terjadi melalui struktur keilmuan dalam satu lembaga atau melalui interaksi mutualisme antar peserta didik antar lembaga. Sebagian peneliti mengungkapkan bahwa pemikiran keislaman tentang integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum juga digagasa oleh Hasyim Muzadi yang memiliki corak pemikiran substantif-inklusif.305 Hal ini tentunya turut mempengaruhi konstruksi pemikirannya mengenai pendidikan yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia yang berada di kota Jagakarsa ini. Bagi Abdul Chair Ariep, tidak perlu ada undang-undang Islam anti korupsi karena anti-korupsi sendiri merupakan hal

302Bintan, Dokumentasi Acara ‚CIFETS: Cicen Festival‟ di Madrasah Aliyah Citra Cendekia. 16 Desember 2019. Lihat pula Harian Kompas: News/Nasional, Hasyim Muzadi:Revolusi Mental Memerlukan Keteladanan, Diakses 18 Desember 2019/20:20 WIB http://nasional.kompas.com/read/2014/09/23/18012951/Hasyim.Muzadi.Revolusi.Mental. Me merlukan.Keteladanan 303Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 304Muhammad Shodiq,‟Kepemimpinan Kyai Nasib dalam Meningkatkan Mutu Pesantren, Studi pada Pesantren Al-Hikam Malang, Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya, dan Pesantren Mahasiswa An-Nur Surabaya‟, (Disertasi-Universitas Negeri Malang, 2011),h. 35. 305Ibn Anshori, KH. A. Hasyim Muzadi: Religiusitas dan Cita-Cita GoodGovernance,(Surabaya: Citra Media & AMF, 2004), h. 41-54. 92

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

yang sudah islami.306 Pola pikir substantif inilah yang kemudian ia kembangkan dalam dunia pendidikan.

D. Urgensi Integrasi Agama dan Ilmu Pengetahuan Madrasah Aliyah Citra Cendekia menganggap bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya merupakan teorisasi dari gejala-gejala alam dengan menggunakan pendekatan dan metode ilmiah. Sementara ilmu agama Islam merupakan hasil dari ijtihad para ulama terhadap ayat-ayat Allah SWT yang terdapat dalam al-Qur‟an dan al-Sunnah. Hal ini beberapa kali disampaikan oleh Abdul Chair Ariep dalam kesempatan yang berbeda, di antaranya dalam sebuah acara Wisuda siswa Kelas XII Madrasah Aliyah Citra Cendekia.307 Ilmu pengetahuan dan ilmu agama berasal dari ayat- ayat Allah yang satu dan lainnya berasal dari satu kesatuan (tauhid).308 Namun dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi acap kali berbenturan dengan agama. Akibatnya adalah kegagalan dalam misi pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi (sains) yang dilandasi pada bingkai keagamaan, sehingga seakan-akan ada dikotomi antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan agama.309 Hal ini dapat dilihat dari guru mata pelajaran keagamaan yang acap kali mengabaikan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi.310 Pada sisi lain, proses belajar mengajar ilmu pengetahuan dan teknologi cenderung mengabaikan nilai- nilai keagamaan.311 Oleh karenanya menurut Abdul Chair Arief, agama dan ilmu pengetahuan harus diintegrasikan.312 Terlepas dari adanya benturan antara agama dan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan manusia. Awalnya ilmu pengetahuan muncul sebagai upaya manusia

306Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 307Abdul Chair Ariep, Dokumentasi Wisuda: Pelepasan Siswa Kelas XII: Pendidikan di dalam Islam, Sabtu tanggal 14 Juli 2018. 308Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2008), h. 409. 309M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 94-98. 310Sebagai contoh, seorang guru ketika menjelasan peristiwa kiamat hanya bersifat verbalis semata, tanpa mengaitkan begaimana peristiwa kiamat terjadi menurut perspektif ilmu pengetahuan dan teknologi. 311Contoh sederhana adalah penjelasan seorang guru tentang reproduksi yang seharusnya dikaitkan dengan penjelasan ayat-ayat al-Qur‟an maupun hadis yang terkait dengan materi yang disampaikan. Lihat M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 94-98. 312Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 93

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

untuk berinteraksi dengan alam. Pada taraf tertentu, ilmu digunakan manusia untuk memanfaatkan alam bagi kepentingan manusia. Namun demikian, dampak negatif dari modernitas dan perkembangan ilmu pengetahuan yang mengesampingkan peran agama harus dihindarkan.313 Dampak positif perkembangan ilmu pengetahuan ini misalnya dapat kita rasakan dengan adanya berbagai macam teknologi canggih yang dapat mempermudah segala aktivitas manusia. Begitu pula hal-hal yang dahulu dianggap tidak mungkin sekarang menjadi fakta dan nyata. Sedangkan dampak negatif perkembangan ilmu pengetahuan akan terlihat ketika ilmu pengetahuan dan teknologi dipertuhankan oleh manusia. Hal ini bisa terjadi pada para pecandu ilmu pengetahuan dan teknologi ketika hasil penemuan ilmu pengetahuan yang gemilang kemudian dianggap final sehingga menafikan eksistensi Tuhan dan kekayaan ilmu-Nya. Dampak negatif lain yang perlu dihindari dari ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh Barat adalah kekacauan ataupun kerusakan pada tiga kerajaan alam yaitu hewan, nabati dan mineral.314 Perlunya integrasi ilmu agama dan ilmu umum menurut al-Faruqi adalah karena umat Islam pada saat ini berada dalam kondisi dan posisi yang lemah. Kemerosotan dalam segala hal yang dialami umat Islam dewasa ini menyebabkan Islam berada pada zaman kemunduran. Meluasnya kebodohan berakibat pada keyakinan buta, bersandar pada literalisme dan legalisme, menyerahkan diri kepada pemimpin atau tokoh mereka. Dinamika ijtihad sebagai suatu sumber kreatifitas yang semestinya dipertahankan malah ditinggalkan. Kemerosotan dalam segala hal dewasa ini telah menjadikan Islam berada pada zaman kemunduran.315 Kemunduran umat Islam ini akhirnya menempatkan umat Islam dalam anak tangga bangsa-bangsa terbawah. Dalam kondisi demikian, umat Islam melihat kemajuan ilmu pengetahuan yang dicapai Barat sebagai sesuatu yang mengagumkan sehingga sebagian umat Islam tergoda untuk melakukan westernisasi. Upaya westernisasi tersebut ternyata membawa dampak negatif terhadap umat Islam sendiri. Umat Islam menjadi semakin jauh dari al-Qur‟an dan hadis sebab mereka menerima semua pandangan dari Barat tanpa dibarengi dengan adanya filter.

313M. Zainudin, dkk, Memadu Sains dan Agama: Menuju Universitass Islam Masa Depan,(Malang: Bayumedia Publishing, 2004), h. 18 314Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularisme, (Terj. Karsidjo Djojosuwarno) (Bandung: Pustaka, 1981), 195-196. Pengaruh Barat ini juga dapat dilihatdalam A. M. Saefuddin dkk, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi (Bandung: Mizan, 1991), h. 107. 315Ismail Raji al-Faruqi, Islamization of Knowledge, (Virginia: International Institute of Islamic Thought, 1989), h. 40 94

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Pendidikan agama, utamanya dalam pendidikan madrasah, terkesan kumh dan tidak maju dalam bidang ilmu pengetahuan umum. Keberadaan madrasah umumnya sekolah keagamaan dipandang sebelah mata oleh masyarakat, madrasah hanya melahrkan agamawan yang orientasi hidupnya hanya akhirat tidak mementingkan urusan keduniaan.316 Hal ini dirasakan Abdul Chair Ariep ketika ia menjadi tenaga pengawas lembaga pendidikan (madrasah) dibawah naungan kementerian agama. Tidak hanya terkesan kumuh dan tidak maju Menurutnya, proses pendidikan agama hanya menjadi media penyampaian informasi keagamaan. Pendidikan agama seperti ini hanya akan mengantarkan siswa untuk mengerti agama namun tidak mampu mempraktikannya dalam kehidupan nyata. Pemahaman keagamaan perlu ditransformasikan dalam kehidupan modern sehingga dapat memenuhi harapan esensial dari ajaran agama.317 Dengan demikian agama dapat menyumbangkan sesuatu yang menyejukkan, menentramkan dan tidak menjadi sumber keruwetan. Kondisi pendidikan madrasah yang tidak memberikan ruang bagi aktualisasi diri kemudian melatar belakangi berdirinya Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Madrasah ini merupakan prototype model pengembangan Madrasah yang menekankan perkembangan siswa pada aspek spiritual dan intelektual, melanjutkan eksperimen mantan Presiden Ri, B.J. Habibie.318 Menurut Ismayanti Soleha selaku kepala sekolahMadrasah Aliyah Citra Cendekia, seluruh siswa selaku agen perubahan (agent of change) kelak akan memegang peranan di masyarakat. Semua tindakannya terintegrasi dengan visi sekolah.319 Dalamkonteks negara berkembang seperti Indonesia, para siswa akan mempunyai nilai strategis dalam perubahan masyarakat Indonesia. Sehingga menurutnya, alangkah indah kalau siswa selaku agent of change selain mempunyai penguasaan ilmu pengetahuan juga mempunyai spiritual dan pengamalan ajaran

316Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 317Fungsi agama sebagaimana dinyatakan Abuddin Nata dapat dibedakan menjadi tiga: pertama, agama memiliki nilai spiritualitas yang berfungsi transenden. Kedua, agama memiliki nilai inovetif dan kreatif. Ketiga, agama memiliki nilai motivasi bagi manusia yang mendambakan keadilan dan keteraturan. Lihat Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 20. 318Away Baidhowy, “Insan Cendekia: Dari Magnet School Hingga Madrasah Aliyah Negeri”, dalam CENDEKIA: Jurnal Pendidikan, Humaniora, dan Sains V, no. 1, Desember 2015, h. 182. 319Wawancara pribadi dengan Ismayanti Soleha 95

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

agama Islam. spiritualitas ini sebetulnya adalah ke-Indonesiaan dan keislaman dalam penghayatan kongkrit masyarakatnya.320 Merosotnya moral kaum muda, khususnya siswa, tidak terlepas dari lingkungan dimana mereka berada. Lingkungan yang baru bagi mereka memberi kesempatan yang lebar bagi hadirnya kesenangan fisik tanpa batas. Kebebasan yang memicu berkembangnya tingkah hedonis. Melihat kondisi yang demikian maka perlu diciptakan lingkungan yang kondusif untuk menjaga moralitas generasi bangsa.321 Salah satu lingkungan yang dapat menjadi pertimbangan untuk berada di dalamnya adalah lembaga pendidikan Islam. Wadah yang mampu menghadirkan lingkungan kondusif bagi siswa demi terciptanya generasi bangsa yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, melainkan kecerdasan emosional dan spiritual yang matang. Selain itu juga mampu menghasikan kader-kader bangsa yang mampu membentengi diri dari kebobrokan dunia. Memberi ruang mengkaji keilmuan keagamaan dan pengetahuan.322 Hal ini sebagaimana fungsi utama pendidikan di sebagian besar pondok pesantren dan madrasah yang lebih menekankan aspek afektif dan psikomotorik (norma/nilai dan etika/akhlak).323

E. Praktik Integrasi Agama dan Ilmu di Madrasah Konferensi pendidikan Islam sedunia yang ke-2 pada tahun 1980 telahmerekomendasikan klasifikasi ilmu menjadi ilmu abadi dan ilmu yang dicari. Ilmu abadi adalah ilmu yang bersumber dari wahyu dalam al-Qur‟an dan al- Sunnah. Adapun ilmu yang dicari adalah ilmu yang diperoleh dari usaha dan kemampuan akal manusia. Klasifikasi ilmu ini menggabungkan tiga jenis sumber ilmu, yaitu realitas al-Qur‟an, realitas akal dan realitas alam semesta ke dalam satu bentuk kesatuan yang harmonis dan integral yang bertujuan untuk menjaga lenyapnya peradaban Islam.324 Para ilmuan dalam konferensi tersebut telah sepakat akan perlunya integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum untuk menghadapi dualisme dan sekularisme. Walaupun pada prinsipnya mereka sepakat akan keniscayaan integrasi ilmu, namun terdapat perbedaan pandangan tentang

320Lihat Asri Diana Kamilin, Pesantren Mahasiswa sebagai Tameng Moral, Harian Surya: Berita, Karya Non Fiksi, 18 September 2011. 321Wawancara pribadi dengan Abdul Chair Ariep 322Asri Diana Kamilin, Pesantren Mahasiswa sebagai Tameng Moral, Harian Surya: Berita, Karya Non Fiksi, 18 September 2011. 323Imam Tholkhah, Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004) h. 84. 324Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Terj. Sori Siregar), Cet. 3(Bandung: Pustaka Firdaus, 1996), 107. 96

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

pendekatan dan cara pelaksanaan integrasi. Perbedaan yang terjadi dikarenakan terjadinya perbedaanpandangan terhadap beberapa hal terkait dengan epistemologi ilmu dan aplikasinya kepada sistem pendidikan.325 Klasifikasi ilmu menjadi ilmu agama dan ilmu umum sebenarnya didasari pada proses memperoleh ilmu. Abdul Chair Ariep sebagai pendiri Madrasah Aliyah Citra Cendekia menganggap bahwa klasifikasi ilmu lebih dimaknai sebagai spesialisasi ataupun takhassūs, bukan diferensiasi ataupun tafrīq baina al-ulūm. Hal ini telah disampaikan oleh pendiri Madrasah Aliyah Citra Cendekia dalam beberapa kesempatan. Ilmu agama berdasarkan otoritas wahyu, sedangkan ilmu pengetahuan didasarkan pada observasi terhadap alam semesta yang terhampar luas pada adanya makrokosmos dan mikrokosmos. Dengan perbedaan proses memperoleh ilmu tersebut maka cara atau metode yang digunakan tentu berbeda. Ilmu agama dikembangkan berdasar pada al-Qur‟an dan hadis, sedangkan ilmu pengetahuan modern berkembang atas dasar observasi, eksperimen dan penalaran logis. Kedua ilmu tersebut pada dasarnya berasal dari ayat-ayat Tuhan, yaitu ayat yang tersurat dalam al Qur‟an dan ayat yang tersirat dalam alam semesta.326Abdul Chair Ariep menambahkan bahwa ilmu agama lebih cenderung berfungsi sebagi norma, berfungsi sebagai spirit, berfungsi sebagai dasar tauhid serta berfungsi pada masalah etika dan Akhlak. Pengembangan ilmu pengetahuan merupakan pengembangan dari ilmu agama. Dengan demikian ilmu pengetahuan disemangati oleh ilmu ketuhanan dan ilmu ketuhanan harus dilanjutkan dengan ilmu bukti kebesaran tuhan itu. Terlepas dari perbedaan pendekatan dalam pelaksanaan integrasi, pada tataran praktis integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan telah diupayakan oleh beberapa lembaga pendidikan. Mulai tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah atau lanjutan bahkan oleh lembaga pendidikan tinggi Islam. Salah satu yang menarik dalam hal ini adalah integrasi agama dan ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui lebih lanjut upaya integrasi agama dan ilmu pengetahuan yang diupayakan madrash, terlebih dahulu perlu dikaji konsep integrasi di lembaga pendidikan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan konsep dan pendekatan dalam integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan menyebabkanperbedaan dalam implementasi atau penerapannya di satu lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan yang lain.

325Abdul Chair Ariep, Dokumentasi Acara, MBR: Malam Bina Ruhi‛ di Madrasah Aliyah Citra Cendekia, 21Februari 2018 326Ihsan Ali Fauzi, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan PeranWahyu dalam Kehidupan Masyarakat,(Bandung: Pustaka Mizan, 2002), h. 232. 97

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Dikotomi atau pemisahan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan tidak dibenarkan dalam pandangan Madrasah Aliyah Citra Cendekia.327 Selain karena secara teologis Islam tidak mengakui adanya dikotomi, pemisahan ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang dilakukan oleh sebagian kalangan muslim hanya akan membawa kemunduran bagi umat Islam. Pandangan dikotomis terhadap ilmu pada akhirnya akan melahirkan generasi yang kaku dalam menghadapi perkembangan zaman karena hanya berbekal satu tradisi keilmuan semata. Selain itu, pandangan dikotomis terhadap ilmu merupakan justifikasi terhadap sumber ilmu lain selain Allah. Ajaran Islam yang berlandaskan tauhid atau monoteisme hanya mengakui Allah sebagai satu-satunya entitas sejati yang menjadi sumber tunggal dari semua tradisi keilmuan, Adapun tujuan klasifikasi ilmu adalah untuk mempermudah para pencariilmu dan membedakan konten dari masing-masing disiplin keilmuan.328 Hal ini karena ilmu pengetahuan, baik berupa ilmu alam maupun sosial merupakan pembacaan manusia atas ayat kawniyah Allah. Sementara agama atau ilmu agama berasal dan dari ayat qawliyah Allah yang termaktub dalam kitab suci. Pembedaan ilmu menjadi ilmu agama dan ilmu non-agama tidak sampai menegasikan antara satu ilmu dengan ilmu yang lain. Masing-masing ilmu diakui validitas atau keabsahannya. Ilmu agama maupun ilmu pengetahuan modern sama-sama bersumber dari Allah. Dengan demikian, menurut Mulyadhi Kartanegara, terdapat titik temu dalam integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan, yaitu pada landasan ontologis. Agama atau ilmu agama bersumber dari wahyu (al-Qur‟an), sedangkan ilmu pengetahuan umum merupakan ayat-ayat Allah yang bersifat kawniyyah.329 Pandangan Madrasah Aliyah Citra Cendekia tersebut berbeda dengan pandangan dikotomik yang secara tegas membedakan dan memisahkan ilmu

327Abdul Chair Ariep, Dokumentasi Acara “MBR: Malam Bina Ruhi” di Madrasah Aliyah Citra Cendekia, 20 Desember 2018. 328Tujuan klasifikasi ilmu dalam pandangan al-Farabi adalah: Pertama, sebagai petunjuk umum bagi para siswa sehingga mereka dapat memilih subjek yang bermanfaat untuk dipelajari. Kedua, untuk mempelajari hierarki ilmu pengetahuan. Ketiga, berbagai macam divisi dan subdivisi ilmu pengetahuan memberikan manfaat untuk menentukan spesialisasi. Keempat, sebagai informasi tentang apa yang seharusnya dipelajari sebelum menentukan keahlian dalam bidang ilmu tertentu. Lihat Hadi Masruri dan Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al Qur‟an,(Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007), h. 76. 329Mulyadhi Kartanegara yang dikutip dalam Asnawi, Integrasi Ilmu Agama danIlmu Umum, (Studi Komparasi Pola Pembelajaran antara Pesantren tradisional Plus dan Pesantren Modern).(Jakarta: Tesis SPs UIN Jakarta, 2010. h. 163. 98

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

agama dan ilmu pengetahuan umum. Dikotomi ilmu agama dan ilmu pengetahuan dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3: Matrix Dikotomi antara Ilmu Agama dan Ilmu Umum ILMU AGAMA ILMU UMUM Ontologi (Metafisik) Ontologi (Observable/fisik) Epistemologi Epistemologi (Nalar, Wahyu dan Intuisi) (Observasi dan Nalar) Aksiologi Aksiologi (Value Bound) (Value Free) Materi Materi (Tafsir, Hadis, Fiqih, Ushul) (Fisika, Kimia, Bologi) Lembaga Lembaga (Pesantren dan Madrasah) (Sekolah dan Universitas)

Dua macam konstruksi keilmuan tersebut harus diintegrasikan guna membentuk cendekiawan muslim seperti konsep pribadi paripurna (insān kāmil) sebagaimana terdapat dalam al-Qur‟an. Pribadi paripurna dalam pandangan Abdul Chair Ariep dimaknai sebagai pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan serta memiliki pemahaman agama sehingga dapat menggunakan ilmu yang dimiliki, sesuai ajaran agama Islam. Dengan demikian, integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan yang dimaksudkan Abdul Chair Ariep tidak mengarah pada struktur keilmuan sebagaimana yang dimaksud oleh para cendekiawan muslim. Integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan dalam perspektif Abdul Chair Ariep adalah integrasi yang terjadi dalam diri ilmuan Internalisasi siswa sebagai agent of change diharapkan memiliki integritas ilmu pengetahuan umum dan pengamalan agama melalui praktik pendidikan yang diselenggarakan madrasah melalui kegiatan dalam table berikut:330

330Muhammad Shodiq,‟Kepemimpinan Kyai Nasib dalam Meningkatkan MutuPesantren, Studi pada Pesantren Al-Hikam Malang, Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya, dan Pesantren Mahasiswa An-Nur Surabaya‛,(Malang: Disertasi-Universitas NegeriMalang, 2011), h. 90. 99

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Tabel 4 : Bentuk Kegiatan Intra dan Ekstra dalam Upaya Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum Integrasi Ilmu Agama Integrasi Ilmu Umum Hari raya Idul Adha 1441H Hari Kemerdekaan RI Tahun Baru Islam 1441 H Project Based Learning (PBL) Maulid Nabi Muhammad SAW Pesta Indonesia Merdeka Isra‟ Mi‟raj Cicen Festival (CIFEST) Hari Raya Idul Fitri 1441 H Musyawarah Besar (LPJ SGCC) Malam Bina Ruhi (ember) Upacara dan Perayaan Hari Guru Ramadhan Karim (RAKA) Cicen Vaganza (CIVA)

Kegiatan hari besar Islam selalu diperingati dengan meriah dan khidmat dalam hal ini hari Raya Idul Adha 1440 H, yang dibuka langsung oleh Thantowi Jauhari selaku wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dalam acara tersebut dihadiri oleh dewan guru dan ketua pembina Yayasan Ashabul Kahfi bapak Abdul Cahair Ariep, dalam sambutannya bapak Thantowi jauhari menyapaikan bahwa ada unsur-unsur penting dalam ibadah qurban ini, yaitu unsur sosial bagaimana kita mampu dalam satu waktu beribadah kepada Allah namun dilain waktu juga berbagi qurban kepada orang lain, tenyata peristiwa besar dalam Islam tidak hanya bernuansa Akhirat namun juga bernuansa duniawi331 maka dari itu penting bagi siswa-siswa madrasah aliyah citra cendekia mengenal aspek-aspek sosial dalam hari-hari besar islam. Kemudian acara selanjutnya adalah penampilan marawis diikuti dengan pemotongan, pengulitan, pencacahan sampai pada pembagian hewan qurban kepada masyarakat sekitar yang mebutuhkan, disini letak nilai pendidikan Islam bagaimana siswa mampu beribadah, bersosial dan berbagi sebagai wujud dari integrasi antara persoalan dunia dan persoalan akhirat332 Selanjutnya untuk mengenalkan siswa pada pahlawan kemerdekaan republik Indonesia dalam konteks kekinian diperingati melalui upacara Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-74 dengan tema “Pesta Indonesia

331 Observasi langsung saat Acara Idul Adha 1440 H. di lapangan qurban Madrasah Aliyah Citra Cendekia, 11 Agustus 2019. 332 Wawancara Pribadi dengan Thantowi Jauhari, di Madrasah Aliyah Citra Cendekia saat acara Qurban 1440 H, 11 Agustus 2019. 100

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Merdeka”. Pelaksanaan upacara di madrasah ini tidak jauh berbeda dengan upacara pada umumnya di sekolah, madrasah, instansi pemerintah lainnya, namun ada keuinikan tersendiri, diantaranya sebelum pelaksanaan upacara bendera terlebih dahulu dilaksanakan upacara detik-detik proklamsi memperingati HUT Ri ke-74 melalui penampilan drama oleh siswa-siswi, disini yang menjadikan upacara menarik, siswa dan siswi dituntut untuk menyiapkan segala kebutuhan proses detik-detik pembacaan proklamsi kemerdekaan memiliki nuansa sama persis saat peristiwa pembacaan proklamasi, maka dari itu saat upacara ada property seperti, meriam sebagai bahan peledak mainan, bambu runcing sebagai senjata masyarakat dan tentara Indonesia pada waktu itu, juga rerumputan sebagai simbol kekayaan alam dan hijaunya Indonesia. Setelah drama selesai dimulailah upacara pengibaran bendera merah putih oleh pasukan bendera merah putih madrasah, kemudian dalam sambutannya dan tidak mengurangi kecintaan kepada para pahlawan kemerdekaan Indonesia untuk membalas jasa-jasa para pejuang kemerdekaan bapak Thantowi Jauhari mengatakan bentuk balas budi kita kepada para pahlawan adalah dengan menjadi pemuda pembelajar yang memiliki sikap dan integritas sesuai dengan kemampuan yang kita miliki dengan tidak lupa memegang prisip- prinsip madrasah yaitu memiliki sikap spiritual, intelektual dan sosial yang baik.333 Integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan selalu diupayakan oleh Abdul Chair Ariep secara maksimal. Ia menjadikan lingkungan Madrasah sebagai muara pengembangan ilmu murni (sosial dan eksakta) dipadukan dengan dunia intelektual madrasah yang normatif-religius. Abdul Chair Ariep memodifikasi madrasah yang ia dirikan sehingga bisa memberikan integrated science secara keseluruhan maupun sebagian kepada peserta didik. Proses conditional engineering di madrasah ini dimaksudkan agar dapat membentuk agamawan (siswa) yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus membentuk para saintis yang berpegang teguh pada nilai-nilai Islam.334 Madrasah Aliyah Citra Cendekia menyajikan pengetahuan dan pengamalan agama secara proporsional kepada siswa. Upaya ini dilakukan guna mewujudkan integrasi agama dan ilmu pengetahuan dalam diri siswa. Pendidikan di madrasah ini juga dimaksudkan sebagai solusi atas problematika pendidikan Islam yang terkesan kumuh dan tidak berkembang juga pendidikan pesantren salaf yang hanya fokus pada tradisi keilmuan agama semata berbeda dengan Madrasah

333 Observasi langsung Saat Upacara Memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74 di Halaman Utama Madrasah Aliyah Citra Cendekia, 17 Agustus 2019. 334Mohammad Shulthon, “Kemampuan Manajerial Kyai dalam Pengelolaan Pondok Pesantren Mahasiswa, Studi Kasus Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang‛,(Tesis - Universitas Negeri Malang, 2001), h. 24-28 101

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Aliyah Citra Cendekia siswa juga diberikan ilmu-ilmu lainseperti bahasa Arab dan Inggris, metodologi ilmiah, teknologi, dan keilmuan lainnya. Cita-cita integrasi agama dan ilmu pengetahuan Abdul Chair Ariep diwujudkan dengan memodifikasi sistem pendidikan madrasah yang didirikannya. Abdul Chair Ariep menganggap madrasah sebagai satu-satunya institusi pendidikan Islam yang diyakini kualitas pendidikannya.335 Integrasi yang dimaksud Abdul Chair Ariep dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 1: Pola Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan

Integritas Integritas Diniah Insaniah

Integritas Ilmiah

Pola integrasi di atas dimaksudkan agar siswa memiliki pemahaman ilmu agama dan ilmu dunia yang utuh dan dapat mempraktikkannya kedalam kehidupan sehari-hari, saat kegiatan misal ibadah shalat wajib lima waktu siswa selalu diingatkan bahwa aktifitas ibadah ini merupakan bentuk penghambaan dan mentauhidkan Allah secara lahir maupun batin disisi lain siswa juga diingatkan bahwa banyak kajian dan penelitian modern336 yang mengatakan bahwa ibadah shalat dapat meningkatkan kesehatan tubuh “kehidupan beragama/diniyah”. Kemudian madrasah Citra Cendekia tidak jauh berbeda dengan madrasah pada umumnya namun ada hal yang menarik untuk dikembangkan yaitu proses pengembangan ptotensi siswa, karena lembaga ini adalah madrasah yang mana

335Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep, lihat dalam A. Hasyim Muzadi, ‚Saatnya Pondok pesantren Meng-INTELEK-kan Santri‛ REPUBLIKA (Rabu 22 Juli 2009), h. 5. dan Kholilur Rahman, Konsep Pendidikan Ahmad Hasyim Muzadi, (Tesis - Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,2012), h. 130. 336 Kajian tentang kesehatan dalam ibadah shalat banyak ditemukan oleh para peneliti salah satunya Taufiq Pasiak, dalam buku Tuhan dalam Otak Manusia: Mewujudkan Kesehatan Spiritual berdasarkan Neurosains, (Bandung: Mizan, 2012), h. 200 102

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

kental dengan nilai islam yang mengatakan bahwa setiap makhluk termasuk manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, pemahaman tentang intelektual-ilmiah madrasah juga mengembangkan kecerdasan majemuk/multiple intelegent337 sebagai wujud dari integritas Ilmiah. Kedua visi misi tersebut tidak berdampak positif bila tidak memiliki manfaat nyata pada kehidupan sehari-hari siswa, maka dari itu siswa dituntut memiliki kecakapan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui kegiatan ramadhan berbagi kegiatan ini rutin dilakukan setiap setahun sekali oleh siswa kelas XII sedangkan siswa kelas Xi dan X menyiapkan bingkisan yang hendak dibagikan kepada warga yang membutuhkan, kegiatan ramadahn berbagi ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan sosial, masih banyak kegiatan sosial lainnya sebagai wujud dan praktik integritas insaniyah siswa.338 Integrasi agama dan ilmu pengetahuan yang dimaksudkan Madrasah Aliyah Citra Cendekia bertujuan agar pelaksanaan produk keilmuan oleh masyarakat muslim dapat berjalan secara bertanggungjawab, sesuai etika keilmuan dan tuntunan agama Islam. Hal ini didapat dari media pendidikan, melalui internalisasi nilai agama Islam kepada penggiat keilmuan secara umum. Hal ini kemudian diwujudkan dalam moto madrasah yang pertama, yaitu amaliah agama (Integritas Diniah).339 Amaliah agama diartikan sebagai pelaksanaan ajaran agama, baik berupa ibadah murni maupun ibadah sosial. Pengamalan agama mengharuskan pengilmuan agama terlebih dulu. Termasuk dalam kategori amaliah agama adalah penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggungjawab sesuai etika keilmuan dan ajaran agama Islam.

337 Teori kecerdasan majemuk atau multiple intelegent sangat menekankan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna karena prinsipnya menghargai seluruh kecerdasan anak yang dicetuskan oleh Howard Gardner setidaknya ada enam kecerdasan yang digagasnya; 1. kecerdasan Linguistik, 2. kecerdasan matematis-logis, 3. Kecerdasan ruang-spasial, 4. Kecerdasan musical, 5. Kecerdasan kinestetik-badani, 6. Kecerdasan interpersonal. Lihat dalam, Howard Gardner, MultipleIntelligences: The Theory in Practice, (New York: Basic Books 2017), h. 21. Lihat juga dalam, Howard Gardner, Frame of Mind: The Theory of Multiple Intelligences, (New York: Basic Book, 2018), h. 73-276. Lihat juga dalam, Howard Gardner, Intelligent Reframed: Multiple Intelligences for The 21” Century, (New York: Basic Book, 2016), h. 48-60. 338 Firkah Fansuri, “Begini Cara MA Citra Cendekia Melawan Corona” (https://republika.co.id/berita/q7n80g374/begini-cara-ma-citra-cendekia-melawan-corona), diunduh 3 mei 2020 339Lihat dalam Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia. 103

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Konsep integrasi agama dan ilmu pengetahuan Abdul Chair Ariep didasarkan pada sulitnya mempertemukan nilai normatif Islam dengan materi ilmu pengetahuan, khususnya ilmu yang berbasis eksak dan aplikasinya yang berupa teknologi. Batang tubuh ilmu matematika, ilmu nuklir, ilmu atom dan ilmu-ilmu eksakta lain tidak mungkin untuk diislamkan. Hal yang paling mungkin untuk diislamkan adalah semangat penggunaan ilmu tersebut.340 Selain itu, penanaman nilai-nilai keislaman, dalam hal ini moral dan etika, kepada pelaku keilmuan lebih menjamin munculnya tanggungjawab keilmuan (knowledge responsibility). Abdul Chair Ariep mencontohkan, siswa yang menyangkut norma belum tentu ketika melanjutkan pendidikan ke tingkat strata satu dan menjadi sarjana akan memiliki tanggungjawab keilmuan dan tanggungjawa terhadap masyarakat maupun agama. Seorang ahli hukum belum tentu menegakkan hukum, seorang ahli ekonomi belum tentu memperjuangkan ekonomi umat. Begitu pula seorang sarjana teknik tidak ada jaminan untuk menerapkan ilmunya dengan benar dalam pembangunan. Tanggungjawab keilmuan tidak ditentukan oleh keilmuan seseorang, tapi tergantung pada karakter orang tersebut. Ilmu dan pertanggung-jawaban keilmuan merupakan dua hal yang berbeda.341 Termasuk pula di dalamnya ilmu agama. Seseorang yang mengerti dan memahami ilmu agama belum tentu benar-benar menjalankan ajaran agamanya. Orang yang mengetahui sebuah larangan belum tentu meninggalkan larangan tersebut. Satu-satunya yang dapat menjamin adalah hidayah Allah yang menciptakan segala sesuatu.342 Untuk dapat disebut sebagai orang yang sholeh,diperlukan ketersambungan antara hubungan dengan Allah dengan ilmu pengetahuan dan ilmu agama. Proses menjadi sholeh harus melalui disiplin, tadrīb dan dirāsah. Ketiga hal inilah yang yang didapatkan para siswa selama belajar di Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Sebagai salah satu upaya mengatasi problematika pendidikan Islam yang memiliki stigma kumuh dan tidak maju, usaha integrasi agama dan ilmu pengetahuan melalui pendidikan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia berbeda dengan Islamisasi ilmu pengetahuan yang digagas Isma‟il Raji al-Faruqi dan

340Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 341Terdapat sebuah ungkapan: al-„ilmu shaiun wa mas‟ūliyyatu al-ilmi shaiunākhar yang artinya ilmu adalah sesuatu dan pertanggungjawabannya adalah suatu hal yangberbeda. 342Ungkapan yang disampaikan Hasyim Muzadi adalah: man izdādā „ilman wa lamyazdād hudan, lam yazdād „inda Allāhi illa bu„dan. Artinya: barang siapa bertambah ilmutanpa diiringi hidayah Allah, maka ia tidak akan mendapati Allah kecuali menjauh darinya. Hasyim Muzadi, Dokumentasi Tanbih al-Aām, Malang 3 November 2011. 104

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Naquib al-Attas. Integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan atau lebih populer dengan istilah Islamisasi ilmu pengetahuan yang dikumandangkan oleh kedua tokoh tersebut merupakan kritik terhadap tradisi keilmuan yang cenderung bersifat materialistik sehingga kehilangan ruh metafisikanya dan melupakan nilai transendental ketuhanan dalam ranah keilmuannya. Al-Faruqi dan al-Attas menganggap perlu untuk melakukan rekonstruksi terhadap bangunan keilmuan sekuler yang sudah ada, terkait dengan metodologi, tujuan dan aspek keilmuan lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan memberi landasan filosofis terhadap disiplin keilmuan tertentu sehingga disiplin ilmu tersebut dapat dinilai sebagai kontinuitas dari nilai-nilai Islam. Model integrasi ilmu pengetahuan ini lebih bersifat normatif dengan cara memodifikasi struktur keilmuan yang telah ada kemudian mengkontekstualisasikannya dengan nilai agama dan sejarah Islam.343 Upaya islamisasi ilmu secara normatif sebagaimana disampaikan al-Faruqi dan al-Attas, sebagai kritik ideologi, merupakan perlawanan terhadap keilmuan barat (sekuler) yang tidak islami. Tujuan Islamisasi yang dilakukan kedua tokoh tersebut adalah menghasilkan disiplin ilmu yang islami, sebagai hasil akulturasi nilai Islam dengan tradisi keilmuan sekuler yang selanjutnya dipelajari oleh individu muslim.344 Oleh karena itu model Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut cenderung mengarah pada pertentangan secara face to face antara ilmu agama dengan tradisi keilmuan Barat. Dalam taraf tertentu hal ini membuat sekat dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum menjadi semakin tebal.345 Abdul Chair Ariep sebagai pendiri Madrasah Aliyah Citra Cendekia menganggap bahwa integrasi ilmu agama dan ilmu umum dengan mengubah struktur keilmuan sebagaimana diungkapkan al-Faruqi dan al-Attas hanya sesuai jika dilakukan terhadap disiplin ilmu normatif. Hal ini karena nilai ajaran Islam,

343Hamid Fahmy Zarkasyi, ,Worldview Sebagai Asas Epistemologi Islam „Islamia Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam Thn II, n. 5, April-Juni 2005, h. 11-12. Lihat pulaMohammad Muchlis Solichin, ‚Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Aplikasinya dalamPendidikan Islam, „Tadris, Volume 3. n. 1, 2008, h. 14-21. Lihat pula Chairil Anwar,Islamisasi Ilmu, Al-Qur‟an dan Sains‟, Tarbiyah Digital Journal Al-Mannar, Edisi1, Tahun 2004, h. 3. 344Alparslan Acik, Islamic Science: An Introduction, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1996), 2-7. dan 44. Lihat pula Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), h. 42. 345Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum, Hingga Redefinisi Islamisai Pengetahuan, (Bandung: Nuansa, 2003), h. 331 -332. 105

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

utamanya al-Qur‟an, lebih concern terhadap persoalan normatif-sosial.346 Sebagai contoh adalah ilmu hukum dan ilmu ekonomi. Islamisasi ilmu pengetahuan model al-Faruqi dan al-Attas bisa masuk pada kedua disiplin ilmu tersebut, sehingga memunculkan ilmu hukum Islam ataupun ilmu ekonomi Islam. Namun Islamisasi ilmu pengetahuan model al-Faruqi dan al-Attas tidak akan relevan apabila diterapkan pada bidang ilmu biologi, fisika, kimia serta beberapa disiplin keilmuan yang tidak bermuatan nilai normatif. Kritikan lain atas integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan secara normatif adalah kelemahannya dalam implementasi praktis dalam kehidupan sehari-hari. Integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan yang terfokus pada pembenahan struktur keilmuan yang sudah ada cenderung mengabaikan garansi akan dilaksanakannya disiplin ilmu tersebut. Integrasi lebih terfokus agar ilmu berkembang sesuai dengan nilai-nilai Islam, tanpa memperhatikan implementasi ilmu tersebut oleh para ilmuan dalam kehidupannya.347 Secara ekstrim dapat dicontohkan bahwa tidak ada jaminan bahwa seorang ulama atau ahli ilmu agama Islam akan melaksanakan ilmu agama yang dipahaminya sesuai tuntunan agama dengan penuh tanggungjawab. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam disiplin ilmu yang begitu islami, masih terbuka ruang untuk menjalankannya secara tidak bermoral, tidak sesuai ajaran Islam. Kelemahan integrasi ilmu agama dan ilmu umum secara normatif tersebut membuat Abdul Chair Ariep berupaya mengembangkan model pendidikan yang menekankan penanaman nilai-nilai keislaman terhadap pelaku keilmuan atau Islamic knowledge agency dan semangat penggunaan ilmu (aksiologi ilmu).348Ialebih menekankan internalisasi nilai-nilai Islam kepada pelaku keilmuan, bukan mengarah pada struktur keilmuan yang sudah ada. Dengan demikian model integrasi ini dapat menampung disiplin ilmu umum yang non-normatif atau eksak. Integrasi agama dan ilmu ini dapat memberikan jaminan terhadap implementasi dari berbagai disiplin ilmu secara bertanggungjawab oleh ilmuan dan masyarakat umum. Konsep integrasi ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang mengarah pada subjek ilmu, sebagaimana dimaksudkan Madrasah Aliyah Citra Cendekia, merupakan salah satu dari beberapa pendekatan yang digunakan dalam menggambarkan praktik Islamisasi ilmu pengetahuan. Beberapa pendekatan Islamisasi ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi empat.349Pertama,

346Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 347Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 348Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 349 Abuddin Nata, Metodologi StudiIslam,(Rajawali Pers: Jakarta, 1998), h. 419. 106

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

beranggapan bahwa Islamisasi ilmu merupakan ayatisasi atau sekedar memberikan ayat-ayat yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang berkembang. Kedua,Islamisasi ilmu dilakukan dengan mengislamkan orang sebagai pengembang ilmu pengetahuan. Ketiga, Islamisasi yang dilakukan berdasar filsafat Islam dengan mempelajari dasar metodologinya. Keempat, memahami Islamisasi sebagai sebuah ilmu yang beretika dan beradab.350 Madrasah Aliyah Citra Cendekia berupaya mewujudkan integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan dengan menciptakan suasan lingkuangan madrasah yang religius dan ilmiah, utamanya dalam membina melalui kegiatan ekstra kurikuler, intrakurikuler dan kokurikuler. Para siswa dididik dengan ilmu dan pengamalan agama, utamanya etika dan moral Islam (akhlak). Hal ini dilakukan karena dalam menghasilkan para ilmuan yang bertanggungjwab atas keilmuannya melalui integrasi dari berbagai bidang keilmuan,mendidik mereka dengan ilmu agama adalah jauh lebih baik daripada bersusah payah merekonstruksi keilmuan sekuler yang sudah ada dan mengkombinasikannya dengan nilai-nilai agama.351 Model integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan yang lebih mengedepankan Islamic knowledge agency ini setidaknya dapat mengupayakan dua hal yang terabaikan oleh model integrasi (Islamisasi ilmu pengetahuan) secara normatif, sebagaimana digagas oleh al-Faruqi dan al-Attas.352Pertama, Islamic knowledge agency bisa menaungi tradisi keilmuan eksakta yang non-normatif, Misalnya disiplin ilmu nuklir, matematika, biologi dan lain sebagainya yang memang sama sekali tidak berkaitan dengan norma dan nilai-nilai Islam. Kedua, penanaman nilai moral dan etika Islam secara intensif kepada siswa, lebih menjamin penggunaan produk keilmuan secara bertanggungjawab, sesuai kode etik keilmuan serta nilai-nilai Islam. Tujuan dari model integrasi ilmu pengetahuan dan agama model Madrasah Aliyah Citra Cendekia yang lebih mengedepankan Islamicknowledge agency ini adalah terbentuknya pribadi muslim yang memahamikeilmuan secara mendalam serta mengerti dan menjalankan amaliah agama secara baik dan benar. Sedangkan tujuan akhir dari model integrasi ilmu pengetahuan yang dikembangkan di madrasah ini adalah adanya tanggungjawab keilmuan (knowledge responsibility)

350Ummi, “Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang” Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang, Edisi XXII, Tahun. 2005, hal. 25. Lihat pula Muhyarsyah, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan di Perguruan Tinggi” dalam Azuar Juliandi, Islamisasi Pebangunan, (Medan: Umsu Press, 2014), h. 21. 351Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 352Lihat pula Kholilur Rahman, Konsep Pendidikan Ahmad Hasyim Muzadi, (Tesis-Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2012), h. 141. 107

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

yang muncul sebagai hasil dari penanaman nilai-nilai moral keislaman terhadap pelaku keilmuan dalam bidangnya masing-masing. Penanaman nilai-nilai moral keislaman inilah yang dilakukan kepada seluruh siswa Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Model integrasi ilmu dan agama yang dikembangkan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia ini didasarkan akan netralitas ilmu pengetahuan. madrasah ini tidak menganggap bahwa ilmu pengetahuan umum lahir dari konstruksi pemikiran sekuler sehingga perlu diislamkan. Dengan demikian, maka fokus persoalannya adalah aksiologi ilmu. Bagaimana ilmu yang sudah dipelajari oleh para pelaku keilmuan diamalkan sesuai tujuan, etika keilmuan dan tuntunan agama Islam.353 Madrasah Aliyah Citra Cendekia berusaha memberikan ilmu dan pengamalan agama kepada seluruh siswa secara berkesinambungan. Hal ini karena siswa dianggap sudah memiliki ilmu pengetahuan sesuai bidang yang ditekuni.354 Dengan demikian pihak madrasah memberikan pendidikan agama secara proporsional kepada siswa guna mewujudkan integrasi agama dan ilmu pengetahuan dalam diri para siswa.Selain memberikan ilmu dan pengamalan agama kepada para siswa, madrasah juga berupaya membantu siswa untuk meningkatkan prestasi ilmiah melalui penyusunan karya tulis ilmiah. Hal ini tercermin dalam visi madrasah, yaitu: mewujudkan Madrasah Aliyah Citra Cendekia sebagai masyarakat belajar untuk mengembangkan potensi fitrah insaniah yang mengintegrasikan etika agama, etika ilmiah dan etika sosial. Visi madrasah kemudian dijabarkan dalam misi madrasah, yaitu: menjadikan Madrasah Aliyah Citra Cendekia sebagai: (1). Melaksanakan program pendidikan agama Islam untuk mengembangkan potensi dasar fitri (ketauhidan), (2).Melaksanakan program pendidikan tata nilai untuk hidup kemasyarakatan, kebangsaan, dan kemanusiaan dan (3).Mengembangkan pendidikan yang berlandaskan pada pengembangan kecerdasan majemuk.355Visi dan misi madrasah ini kemudiandiwujudkan dalam tiga motto, yaitu: Integritas Diniah, Integritas Ilmiah dan Integritas Insaniah. Misi Madrasah Aliyah Citra Cendekia untuk menjadi pusat penumbuhan budaya ilmiah yang kemudian diwujudkan dalam motto integritas ilmiah. Hal ini dimaksudkan pihak madrasah sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi ilmiah siswa. Program madrasah untuk meningkatkan prestasi ilmiah para siswa menjadi tanggungjawab bidang kurikulum sebagaimana akan dijelaskan pada bab

353Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 354Wawancara Pribadi dengan M. Thantowi Jauhari, Jagakarsa, 17 Februri 2019. 355Madrasah Aliyah Citra Cendekia,Panduan Pendidikan Tahun, 2019/2020. 108

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

berikutnya. Namun diakui oleh kepala madrasah bahwa upaya peningkatan prestasi ilmiah siswa ini terus diupayakan dengan maksimal dari tahun ke tahun.356 Pendidikan yang dilakukan bagi siswa di Madrasah Aliyah Citra Cendekia merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir problematika pendidikan agama Islam yang terkesan tidak maju. Pendiri madrasah yang sebelumnya merupakan tenaga pengawas madrasah di kementerian agama ini melihat bahwa pendidikan agama di bawah naungan kementerian agama hanya sampai pada taraf teori dan sebagai formalitas belaka dan cenderung tidak maju (kumuh). Ketiadaan media untuk mengartikulasikan pengetahuan agama yang dimiliki siswa dan madrasah yang kumuh merupakan salah satu alasan pendirian Madrasah Aliyah Citra Cendekia.357madrasah berusaha mengadopsi kelebihan budaya ilmiah dan rasional perkembangan dunia dan dipadukan dengan dunia madrasah yang penuh dengan nilai etika dan religius. Perpaduan antara keduanya diharapkan akan menghasilkan lulusan yang menguasai bidang keilmuan yang digeluti dan memiliki ilmu, pengamalan serta penghayatan agama Islam sebagaimana yang diharapkan dalam profil lulusan madrasah.358 Konsep pendidikan Madrasah Aliyah Citra Cendekia yang berupaya mengintegrasikan nilai-nilai agama dan ilmu pengetahuan hampir bisa disamakan dengan konsep kurikulum integratif MAN Insan Cendekia Serpong.359 Persamaan ini dapat dilihat dari upaya kedua lembaga pendidikan tersebut untuk memadukan kelebihan dunia madrasah yang penuh etika dan religius dengan perkembangan ilmu pengetahuan dengan budaya ilmiah dan rasionalnya. Sementara perbedaan keduanya adalah input siswa kedua lembaga tersebut. Siswa Madrasah Aliyah Citra Cendekia adalah siswa dengan program full day school. Sementara siswa MAN Insan Cendekia Serpong adalah siswa dengan program boarding school.360 Uraian mengenai program dan sistem pendidikan akan diuraikan pada bab berikutnya.

356Wawancara Pribadi dengan Ismayanti Soleha. 357Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep, lihat pula dalam, Kholilur Rahman, Konsep Pendidikan Ahmad Hasyim Muzadi, (Tesis - Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2012), h. 139. 358Lihat profil lulusan Madrasah Aliyah Citra Cendekia 359Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong (CENDEKIA), Jurnal Pendidikan, Humaniora, dan Sains, (Jakarta : CENDEKIA, 2014-2015). 360Lihat profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia, lihat pula dalamMadrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong (CENDEKIA), Jurnal Pendidikan, Humaniora, dan Sains, (Jakarta : CENDEKIA, 2014-2015). 109

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Pendidikan agama Islam di Madrasah Aliyah Citra Cendekia bukan hanya berupa proses penyampaian informasi keagamaan kepada para siswa. Pendidikan Islam merupakan kegiatan yang utuh dari serangkaian kegiatan yang meliputi ta„līm, ta‟dīb dan irshād. Ta„līm merupakan elemen dasar pendidikan sebagai sarana untuk menyampaikan informasi keagamaan kepada peserta didik. Sedangkan ta‟dīb merupakan serangkaian proses pengkondisian peserta didik yang bertujuan untuk membentuk kerangka kognisi, afeksi dan psikomotorik siswa, sebagaimana telah disampaikan dalam kegiatan ta„līm. Adapun irshād merupakan bimbingan rohani yang dilakukan oleh parapendidik kepada siswa.361 Integrasi nilai irshād dalam proses pendidikan ini sebenarnya dipengaruhi oleh konsep pendidikan Imam al-Ghazali.362 Hal ini juga bisa dipahami sebagai relasi positif nilai tasawuf dalam dunia pendidikan, sebagaimana pada awal sejarah Islam. Proses irshād inilah yang jarang dimasukkan dalam bagian integral pendidikan oleh para tokoh pendidikan dalam mendefinisikan terminologi pendidikan.363 Sebagai contoh keterikatan dari ketiga elemen tersebut adalah terkait dengan materi ibadah. Ta„līm sebagai media untuk menyampaikan materi ibadah. Ta‟dīb sebagai eleman untuk menjadikan peserta didik mengaktualisasikan ibadah secara benar dalam kehidupan sehari-hari. Adapun irshād menjadi media bagi seorang guru untuk membenahi niat para siswa, bahwa pelaksanaan ibadah harus dilaksanakan dengan ikhlas, bukan karena adanya paksaan maupun kewajiban. Ketiga unsur pendidikan tersebut kemudian membentuk tiga bidang pendidikan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Unsur ta„līm sebagai sarana transformasi keilmuan dalam pendidikan madrasah ini dilembagakan menjadi bidang kurikulum atau dirāsah. Sedangkan unsur ta‟dīb sebagai sarana untuk pembentukan karakter di madrasah melembaga menjadi bidang kesiswaan. Adapun unsur irshād sebagai sarana bimbingan rohani dan konseling para siswa dalam madrasah menjadi bidang bimbingan konseling.364 Penjelasan lebih lanjut tentang ketiga bidang pendidikan tersebut akan diuraikan pada bab berikutnya. Hubungan komponen pendidikan Islam perspektif Madrasah Aliyah Citra Cendekia diilustrasikan sebagai berikut:

361Hasyim Muzadi, “Saatnya Pondok pesantren Meng-INTELEK-kan Santri”REPUBLIKA (Rabu 22 Juli 2009), h. 5. 362Lihat Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Murshīd al-Amīn, (Beirut: Dār al Fikr, 1996), h. 55. 363Lihat Kholilur Rahman, Konsep Pendidikan Ahmad Hasyim Muzadi, (Tesis- Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2012), h. 160. 364Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 110

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Gambar 2:

Proses Pendidikan di Madrasah

ta‘līm

ta’dīb irshād

Terminologi pendidikan Islam menurut Madrasah Aliyah Citra Cendekia merupakan integrasi nilai ta„līm, ta‟dīb dan irshād. Hal ini sedikit berbeda dengan terminologi pendidikan Islam yang diungkapkan oleh para ahli pendidikan pada umumnya yang lebih dikenal istilah ta„līm, ta‟dīb dan tarbiyyah.365 Terminologi pendidikan perspektif madrasah ini memandang peran dan posisi seorang guru di madrasah yang lebih mengarah sebagai pengganti orang tua dari pada sebagai sosok seorang guru. Sosok guru di lingkungan madrasah memiliki peran yang sangat besar guna memberikan bimbingan rohani (irshād) kepada para siswa. Bimbingan yang diberikan oleh guru bisa bersifat sosial dan bersifat seumur hidup sesui kebutuhan dan orientasi siswa dan orangtua. Bahkan bimbingan dari guru berkesinambungan sejak aw al siswa masuk madrasah sampai siswa akan memilih jurusan dan profesi apa yang akan ditekuni.

365Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Logos, 2000), h. 5-8. 111

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Gambar 3: Pembelajaran Kontekstual, Moving Class, Project Based Learning (PBL)366.

Pendidikan (kurikulum/ta„līm), Aspek pendidikan dilakukan melalui pembinaan intensif di madrasah367 ini bertujuan untuk membentuk mengembangkan potensi dasar fitri (ketauhidan), melaksanakan program pendidikan tata nilai untuk hidup bermasyarakatan, berbangsa, dan bernegara. pengembangan kecerdasan majemuk, agar lulusan memiliki kepribadian unggul, berilmu, dan keyakinan yang istiqomah (konsisten) mampu membangun keberagaman positif, memiliki kemampuan yang optimal untuk persiapan melanjutkan studi ke lembaga perguruan tinggi yang bermutu. Pendekatan pendidikan yang diterapkan adalah pendekatan yang lebih menekankan keaktifan peserta didik seperti pembelajaran kontekstual pembelajaran kontekstual di kelas dilakukan oleh semua guru pada semua bidang mata pelajaran, setiap beberapa bulan sekali dilakukan pelatihan yang melibatkan seluruh guru bagaimana proses dan persiapan dalam hal pembelajran kontekstual dilakukan sesuai arahan dari bidang kurikulum diharapkan ketika pembelajaran berlangsung dikelas bersama siswa guru benar-benar mampu mempraktikkan kepada siswa bagaimana pembelajaran kontekstual bisa diaplikasikan tentunya dengan susasan yang menyenangkan dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai misal dalam pembelajaran Fiqih pada tema memandikan jenazah setiap siswa diwajibkan mampu memahami dan melaksanakan praktik bagaimana memandikan jenazah dengan baik dan benar sesuai ajaran Islam kemudian dalam bidang mata pelajaran kimia siswa diharapkan mampu memahami, mengetahui kandunga dan kegunaan zat kimia dalam benda cair begitu juga dengan materi pembelajaran yang lain siswa diharapkan mampu mempraktikkan apa yang dipelajari di kelas dapat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari siswa dan masyarakat sebagai wujud nyata dari pembelajaran kontekstual. Kemudia sistem berpindah kelas moving class di mana siswa bergerak menuju kelas sesuai dengan mata pelajaran yang diambilnya

366Kegiatan ini berbentuk praktik langsung mengenai pembelajaran yang memperhatikan aspek kecerdasan majemuk/multiple intelegent siswa, yang di bimbing langsung oleh guru mata pelajaran 367Lihat dalam Jadwal bidang kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia 112

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

penerapan sistem ini bertujuan agar siswa lebih senang dalam belajar, disiplin dan tidak mudah bosan. untuk mendukung kelanjutan pembelajran kontekstual yang disebutkan di atas siswa diberikan sistem pembelajaran berbasis masalah (project based learning/PBL) seluruh siswa mulai dari kelas X sampai kelas XII dikumpulkan di aula madrasah kemudian dibagi menjadi empat kelompok besar disesuaikan dengan jumlah keseluruhan siswa masing-masing kelompok terdiri dari 25 0rang kemudian siswa diberi arahan oleh tim kurikulum dibantu oleh guru bimbingan konseling untuk memandu proses pembelajaran berbasis masalah, dalam proses pembelajaran berbasis masalah ini siswa diharapkan mampu mempraktikkan dan ikut aktif dalam kelas besar sesuai dengan apa yang siswa dapatkan saat pembelajaran kontekstual, semua siswa dituntut aktif dalam pembelajaran tersebut kemudian sebagian guru mengawasi bagaimana praktik PBL tersebut berjalan dengan membawa buku catatan kemudian memperhatikan siswa yang perlu pembinaan lebih intens dan siswa yang sudah mulai mampu dan aktif sehingga butuh pengembangan ke tahap selanjutnya dalam bidang pengembangan potensi diri ini dilakukan oleh tim bimbingan kurikulum. Kemudian untuk melatih anak berpikir secara ilmiah sekaligus melihat kemampuan akademis/ilmu pengetahuan siswa maka tim kurikulum melalui program karya tulis ilmiah, program ini wajib diselesaikan oleh siswa kelas XII, selain sebagai wahana latihan pengembangan diri siswa juga sebagai syarat kelulusan siswa Akhir, program ini dilaksanakan saat siswa duduk di kelas XII, program karya tulis ilmiah ini terus mendapat perhatian khusus dari kepala sekolah melalui evalusia setiap tahunnya, dari tahun-ketahun program karya tulis Ilmiah mengalami peningkatan, mulai dari sistematika pelaksanaan sampai pada mendatangkan lembaga (Nano Center Indonesia)368 yang ahli dalam bidang pelatihan penelitian karya tulis Ilmiah dan teknologi ilmu pengetahuan.369

368Nano Center Indonesia (terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia AHU – 734.AH.01.04 2013) adalah pusat penelitian, pendidikan, dan alih teknologi di bidang sains dan teknologi secara umum dan khusus nanoteknologi. Didirikan oleh para ahli nanoteknologi Indonesia dan generasi muda terkemuka untuk memajukan ilmu pengetahuan dan sosialisasi teknologi nano di Indonesia. (http://center.nano.or.id/about/), diunduh 3 mei 2020. 369Hasil Observasi Selama Penelitian di Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa 113

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Gambar 4: Musyawarah besar SGCC, dan Malam bina ruhi.

Pembinaan kesiswaan (ta‟dīb), praktik pembelajaran berbentuk kegiatan ekstrakurikuler dilakukan guru secara langsung bertatap muka disetiap kegiatan yang dijadwalkan oleh bidang kesiswaan dengan metode student center approach. Peserta didik dibina, didampingi, diarahkan, dan dibimbing secara intensif melalui pendekatan persuasive untuk menemukan dan mengembangkan potensi siswa.Seperti yang dikatan Benyamin S. Bloom yaitu aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Guru harus selalu mengarahkan peserta didiknya dalam membaca dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam menghadapi perkembangan zaman dan globalisasi, terutama dalam hal memadukan antara ilmu agama dan ilmu umum beberapa kegiatan untuk menunjang integrasi keilmuan yang dijadwalkan oleh bidang kesiswaan diantaranya; pembiasan pagi seluruh siswa sudah berada di masjid pukul 06:45 pagi untuk melaksanakan ibadah shalat sunnah dhuha dan membaca al-qur‟an dalam pembiasaan pagi ini wajib diikuti oleh seluruh siswa dan guru sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan untuk melatih kedisiplinan siswa. Kemudian program puasa hari senin dan kamis namun puasa senin kamis di madrasah ini memiliki keunikan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan pada umumnya siswa setiap minggunya diwajibnkan berpuasa antara hari senin dan kamis sesuai informasi yang ditentuka oleh tim kesiswaan bagian keagamaan satu hari sebelumnya, tujuannya untuk melihat konsistensi siswa apakah siswa tetap berpuasa di hari lain yang tidak diwajibkan oleh tim kesiswaan bagian keagamaan. shalat berjama‟ah dilaksanakan di mesjid madrasah karena lembaga ini bukan boarding school atau pesantren maka lembaga ini melakukan terobosan untuk melatih siswanya dekat dengan praktik-praktik ibadah salah satunya adalah dengan kegiatan hafalan hadist yang wajib diselesaikan dengan menyetornya kepada guru bidang keagamaan setiap seminggu sekali sesuai jadwal yang sudah ditentukan oleh tim kesiswaan, kemudian setelah siswa menyetornya sebagai bentuk pendidikan kontekstual kepada siswa hafalan yang sudah disetor diceramahkan di depan seluruh siswa setelah shalat jamaah ashar sesuai yang sudah dijadwalkan oleh tim kesiswaan setiap minggunya. malam bina ruhi semacam Malam Bina Iman dan Takwa atau Mabit bagi seluruh siswa. “Kegiatan ini dilakukan setiap bulan sekali pada hari Jumat hingga Sabtu. Seluruh 114

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

siswa wajib mengikuti kegiatan ini,” Kegiatan pada program ini antara lain, pembahasan mengenai kajian hadis, fikih (hukum Islam) hingga melakukan ibadah shalat malam bersama. Di samping itu, MA Cicen juga memiliki program peningkatan pemahaman Alquran dengan mewajibkan seluruh siswa bisa menghapal minimal tiga juz saat lulus nanti. Dan student government of Citra Cendekia (SGCC).370 Gambar 5: Layanan pengembangan diri dalam mengembangkan aspek sosial, spiritual, belajar, dan karir.

Bimbingan dan konseling (irshād), Dalam kelangsungan perkembangan dan pertumbuhan siswa, berbagai pelayanan diselenggarakan. Masing-masing pelayanan itu memiliki peran yang sangat berguna dan bermanfaat untuk memperlancar dan memberikan dampak positif dalam proses perkembangan peserta didik. Sebagai contoh peran guru dalam pelayanan pendidikan adalah mengajar, mendidik, dan membimbing para siswa untuk memperoleh ilmu yang bermanfat dan dapat menggapai cita-cita yang diinginkan. Seperti halnya pada pelayanan bimbingan konseling, konselor dalam hal ini guru BK memiliki peran penting dalam membantu siswa agar bisa berkembang secara mandiri dan dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Adanya pelayanan bimbingan konseling ini juga diharapkan agar siswa dapat berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya sehingga mereka memiliki jati diri yang kuat untuk mampu menghadapi segala tantangan dimasa depan. Selain itu peranan BK di sekolah juga membantu siswa mengoptimalkan potensi belajarnya dalam menunjang ketercapaian siswa akan cita-citanya. Oleh karena itu, untuk mendukung misi tersebut maka Bimbingan Konseling di Madrasah Aliyah Citra Cendekia membantu perkembangan siswa

370 Hasil Observasi Selama Penelitian di Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa 115

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

dalam empat aspek ruang lingkup yakni pribadi, sosial spiritual, belajar, dan karir. Adapun program kegiatan bimbingan konseling di madrasah terjadwal.371 Pola hubungan antara ta„līm,ta‟dīb, dan irshād sebagaimana digambarkan di atas akan mengantarkan kepada sistem pendidikan Islam yang integral. Kultur madrasah yang ada juga akan mengantarkan pendidikan Islam pada long lifeeducation. Bimbingan yang diberikan oleh seorang guru kepada siswa akanterus menerus terjadi dalam setiap aspek kehidupan siswa. Pendidikan Islam sebagai perpaduan unsur ta„līm, ta‟dīb, dan irshād ini terkait erat dengan pendidikan karakter. Karenabagaimanapun juga tujuan pendidikan Islam, utamanya melalui ta‟dīb dan irshād,adalah pembenahan karakter peserta didik.372 Dalam konteks ini madrasah memiliki peran dan kesempatan yang besar dalam pembinaan karakter muslim Indonesia. Pendidikan yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia terkait erat dengan pendidikan karakter, Setidaknya ada tiga karakter yang menjadi syarat kelulusan siswa dianataranya; sikap, Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Pengetahuan, Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian. Keterampilan, Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri..373 Abdul Chair Ariep mengatakan bahwa pendidikan karakter yang dimaksud adalah akhlak yang wajib dimiliki oleh siswa. Pendidikan karakter harus menjadi bagian hidup dan tertanam di dalam diri siswa. Karakter tidak bisa dibentuk melalui penambahan wawasan (transfer ofknowledge) semata. Karakter juga bukan merupakan sebuah keterampilan yangdapat dipelajari dengan kursus maupun pelatihan. Menurut Abdul Chair Ariep, pendidikan karakter dapat berjalan efektif di madrasah dengan suasana madrasah yang kondusif.374

371Lihat dalam Dokument, Jadwal, dan Materi Bimbingan Konseling Madrasah Aliyah Citra Cendekia. 372 Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 373 Lihat dalam Panduan Pendidikan Madrasah Aliyah Citra Cendekia Tahun Pelajaran 2019/2020, h. 8. 374 Mukti Ali menilai bahwa sistem pengajaran dan pendidikan agama yang paling baik di Indonesia adalah sistem pengajaran ala madrasah dan pesantren. Hal ini 116

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Keberadaan madrasah dalam sebuah sistem pendidikanbangsa Indonesia merupakan media yang tepat untuk internalisasi nilai-nilai karakter dalam diri siswa.375 Dengan sistem ini penanaman karakter bisa berlangsung terus menerus. Madrasah sebagai lembaga pendidikan telah memiliki elemen-eleman dasar dalam pembentukan karakter.376Pertama, dirāsah yaitu proses pengajaran yang dilakukan di madrasah. Dirāsah berperan sebagai media penyampaian karakter oleh guru kepada siswa. Kedua, uswah, yaitu contoh kehidupan karakter dari guru atau dalam kehidupan sehari-hari. Uswah atau teladan dari guru menjadi sarana untuk melihat contoh riilkepribadian yang patut diteladani oleh para siswa. Ketiga, riyādāh/murāqabah yang merupakan upaya pengkondisian siswa dalam menginternalisasikan nilai-nilai karakter dalam kehidupan dan pergaulan sehari- hari. Riyādāh sebagai instrumen dalam membentuk karakter di Madrasah Aliyah Citra Cendekia dilakukan dengan proses disiplin yang ketat. Karena pembentukan karakter tidak akan terjadi tanpa latihan dan disiplin yang kuat. Tanpa disiplin yang kuat dalam pembentukan karakter generasi muda saat ini, sebenarnya kita sedang berjalan menuju bahaya yang besar.377 tidak hanya mengerti akan informasi karakter. Seluruh siswa juga dapat mentransformasikan nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter bukan hanya untuk mendidik agar para siswa mengetahui hal-hal yang baik, melakukan yang baik dan mencintai yang baik sesuai dengan kecenderungan kultur suatu bangsa. Namun lebih dari itu, karakter yang akan dibangun juga harus sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Pendidikan karakter bukan lagi sekedar menjadi kebutuhan, namun harus menjadi kewajiban.

dikarenakan corak dan isi pendidikan dan pengajaran di madrasah dalam pesantren ini menghimpun seni,ilmu dan agama yang merupakan tiga komponen pendidikan yang harus terkumpul dalam diri seseorang, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok masyarakat. Lihat A. Mukti Ali, Metode Mamahami Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 9. 375Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 376Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 377Allah berfirman dalam al Qur‟an: inna ma„a al-„usri al-yusrā. Artinya: sesungguhnya setiap kesulitan akan diikuti oleh kemudahan. Lihat Abdul Chair Ariep, Dokumentasi Malam Bina Ruhi, Jagakarsa 20 Februari 2019.

117

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

IPLEMENTASI INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN UMUM DI MADRASAH

Arah dari integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum378 adalah untuk menempatkan madrasah dan pondok pesantren dalam konteks kemasyarakatan yang lebih luas. Maksudnya adalah menjadikan sistem pendidikan Islam sebagai penggagas, pelaku sekaligus pengendali penetrasi global yang sangat kompleks. Sistem pendidikan Islam bukan hanya sekedar menjadi pengadopsi, pengapresiasi dan pengkonsumsi dalam pergaulan global.379 Namun bagaimana implementasi integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia? Untuk membedah persoalan tersebut, pada bab ini akan dibahas dan dianalisis berbagai hal terkait dengan upaya integrasi dalam strategi dan pendekatan, kurikulum madrasah, pelaksanaan pendidikan serta kendala dan solusi dalam praktik pembelajaran yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia.

A. Visi Madrasah Sebagai Dasar Pembentukan Pendidikan Holistik Sebagaimana telah dipAaparkan pada bab sebelumnya bahwa Madrasah Aliyah Citra Cendekia melaksanakan pendidikan agama dan mengembangkan ilmu pengetahuan umum dengan memperhatikan potensi pada setiap diri siswa (kecerdasan majemuk/multiple intellegent). Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Namun model integrasi agama dan ilmu di madrasah ini lebih mengarah pada integrasi yang terjadi dalam diri para pelaku keilmuan atau Islamicknowledge agency melalui internalisasi. Integrasi keduanya bukan mengarah pada struktur keilmuan yang sudah ada, sebagaimana disampaikan al-Faruqi dan al-Attas. Hasil

378Ilmu agama dan ilmu umum, sebagaimana dikatakan Alan G. Padgett, membutuhkan adanya hubungan yang bersifat dielektika (way dialectica). Lihat Alan G. Padgett Sciece and the Study of God: A Mutuality Model for Theology and Science (USA: Wm. B. Eerdemans Publishing Co All right reserved, 2003), h. 24. 379A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia (LP3NI),1998), 105. Lihat pula Imam Tolkhah. et. al. Membuka Jendela Pendidikan; Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi keilmuan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. viii. 118

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

yang hendak dicapai adalah munculnya di dalam diri para siswa jiwa yang memiliki integritas ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Sedangkan tujuan akhir integrasi yang dimaksudkan adalah munculnya tanggungjawab keilmuan (knowledge responsibility) sebagai hasil penanaman nilai-nilai moral keislaman terhadap pelaku keilmuan. Para ilmuan dan masyarakat muslim dapat menggunakan dan melaksanakan produk keilmuan secara bertanggungjawab, sesuai etika keilmuan dan tuntunan agama Islam.380 Hal ini didapat melalui internalisasi nilai agama Islam disetiap proses pendidikan yang diprogramkan oleh madrasah. Cita-cita integrasi ilmu agama dan pengetahuan umum di Madrasah Aliyah Citra Cendekia dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai moral dan agama bagi para siswa. Madrasah berupaya menciptakan lingkungan dan kondisi keagamaan serta mengembangkan ilmu pengetahuan umum sebagai upaya mengintegrasikan kempuan spiritual dan intelektual siswa. Madrasah ini memanfaatkan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dengan budaya ilmiah dan rasional kemudian dipadukan dengan dunia madrasah yang penuh dengan nilai etika dan religius. Dengan demikian para siswa menjadi harapan bangsa yang memiliki integritas ilmu pengetahuan dan serta pengamalan agama Islam.381 Proses pendidikan yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia tidak lepas dari tiga unsur pendidikan madrasah dan nilai-nilai agama Islam di pesantren, yaitu ta„līm, ta‟dīb dan irshād.382 Ketiga unsur pendidikan ini kemudian diwujudkan dalam tiga bidang atau bagian sebagai pelaksana proses pendidikan. Pertama, bidang kurikulum atau dirāsah sebagai pelaksana kegiatan tadrīs wa al- ta„līm. Kedua, bidang kesiswaan sebagai pelaksana kegiatan ta‟dīb wa al-tahdzīb. Ketiga, bidang bimbingan konseling sebagai penanggungjawab kegiatan ri„āyah wa al-irshād. Pertama, bidang kurikulum atau dirāsah (tadrīs wa al-ta„līm). Bidang pengajaran mengemban tugas merancang program dan strategi pembelajaran serta pelaksanaannya dalam pembekalan materi keilmuan dan keterampilan (life skill) yang bersifat klasikal.353 Dirāsah adalah program pembelajaran yang dilaksanakan melalui proses belajar di kelas yang dengan didampingi oleh guru. Program ini diarahkan pada pengembangan intelegensi (kognisi) siswa melalui kegaiatan

380Wawancara Pribadi dengan Thantowi Jauhari 381Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep, Lihat pula Muhammad Shodiq, Kepemimpinan Kyai Nasib dalam Meningkatkan Mutu Pesantren, Studi padaPesantren Al- Hikam Malang, Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya, dan Pesantren Mahasiswa An-Nur Surabaya, (Disertasi-Universitas Negeri Malang, 2011), h. 90. 382Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 119

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

pengajaran. Adapun ruang lingkup program dirāsah adalah program kurikulum yang menitikberatkan pada pembekalan pengetahuan siswa. Program kurikulum diberikan selama masa studi tiga tahun di Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Terkait materi yang diberikan meliputi amaliah agama, prestasi ilmiah dan kesiapan hidup sesuai dengan kondisi siswa.383 Bentuk kegiatan yang dilaksanakan bidang kurikulum adalah pembelajaran moving clas, Kontekstual dan Project base learning . Proses pembelajaran in class kepada semua siswa yang disesuaikan dengan kemampuan siswa yang terencana, terukur dan terevaluasi. Program ini diberikan dengan sistem paket yang terbagi dalam program semester ganjil dan semester genap selama tiga tahun masa studi. Semester ganjil dimulai pada bulan Juli sampai bulan Desember, sedangkan semester genap dimulai pada bulan Januari sampai bulan Juni. Waktu pelaksanaan program pembelajaran adalah mulai pukul 7:45 sampai pukul 15:30 WIB. Kedua, bidang kesiswaan (ta‟dīb wa al-tahdhīb). Bidang kesiswaan mengemban tugas mendampingi para siswa dalam transformasi dan aktualisasi diri selama masa studi di Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Pendampingan dimaksudkan agar tujuan yang telah ditetapkan madrasah dapat tercapai. Bidang kesiswaan yang lebih banyak didelegasikan kepada siswa melalui SGCC (Student Government of Citra Cendekia)384 Organisasi siswa ini menjadi wadah bagi para siswa untuk belajar berorganisasi dan menjalankan fungsi-fungsi manajemen. Para siswa berperan sebagai perencana, pelaksana sekaligus evaluator dalam program- program yang dilaksanakan SGCC.385 Adapun peran guru atau pembina siswa adalah sebagai pendamping agar kegiatan siswa tetap terkontrol. Dengan demikian, selain menjadi objek pendidikan, para siswa juga berperan sebagai subjek dalam proses pendidikan di madrasah.386

383Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa.

384Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa, h. 37 385SGCC adalah organisasi siswa Madrasah Aliyah Citra Cendekia yang seluruh anggota dan pengurusnya adalah para siswa. Pemilihan pengurus SGCC dilaksanakan dalam MUBES (Musyawarah Besar SGCC) yang dilaksanakan setahun sekali. Sebelum pemilihan pengurus baru dilaksanakan, terlebih dulu diadakan laporan pertanggungjawaban kepengurusan sebelumnya. Lihat profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia. 386Tugas wakil kepala sekolah bidang kesiswaan sebenarnya merupakan tanggungjawab Kepala Sekolah. Untuk memaksimalkan proses pendampingan siswa, maka tugas ini didelegasikan kepada bagian kesiswaan dan organisasi siswa (SGCC) sebagai pendamping dan pelaksana. Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia, h. 38. 120

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Ketiga, bidang bimbgingan dan konseling (BK/ri„āyah wa al-irshād). Bidang bimbgingan dan konseling mengemban tugas pengembangan diri siswa, bimbingan dan arahan kepada para siswa terkait nilai dan norma agama serta persoalan kehidupan kemasyarakatan. Tujuan program bimbingan dan konseling adalah untuk mengarahkan dan membentuk para siswa menjadi manusia beriman, berilmu dan beramal shaleh. Program ini merupakan bagian yang penting di Madrasah Aliyah Citra Cendekia, pemberian nasehat dan arahan secara langsung kepada para siswa. Nasehat dan arahan dimaksudkan agar perkembangan siswa bisa diarahkan menjadi insan yang shaleh menurut syari‟at dan shaleh menurut konteks zaman.387 Nasehat, arahan dan bimbingan kepada para siswa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan yang sudah terjadwal. Jadwal kegiatan bimbingan dan konseling terjadwal secara rutin, baik mingguan, bulanan, tahunan, dan bersifat insidental, apabila memungkinkan dan diperlukan.388 Ruang lingkup program bimbingan menitikberatkan pada pengembangan potensi siswa dan pembentukan jiwa siswa, atau pada tataran afeksi siswa.389 Materi bimbingan dan konseling diberikan selama tiga tahun masa studi di Madrasah Aliyah Citra Cendekia yang meliputi visi-misi, motto dan jiwa madrasah (personality CICEN),390 prinsip- prinsip nilai agama serta norma-norma kemasyarakatan.391 Adapun bentuk kegiatan bidang bimbingan dan konseling antara lain: layanan bimbingan konseling meliputi psikotes umum untuk siswa kelas X, psikotes minat bakat (tes warid) untuk siswa kelas XII, kegiatan kelas (materi BK) dan wali kelas, konseling pribadi dan kelompok serta kelas intervensi psikologi yang dilaksanakan setiap mingguan, bulanan dan tahunan. Selain itu juga dialokasikan waktu untuk bidang bimbingan dan konseling dalam program- program seperti orientasi siswa baru. peringatan hari jadi madrasah. Program konseling juga dijadwalkan bagi para siswa, baik yang terjadwal ataupun yang tidak terjadwal, apabila dianggap perlu.392

387Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa, h. 28. 388waktu bimbingan konseling (Bk) dijadwalkan oleh bidang kurikulum sesuai jam dan kelas masing-masing siswa. Lihat dalam jadwal kegiatan belajar mengajar (KBM) Madrasah Aliyah Citra Cendekia, 29. 389Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa, h. 30-32. 390Setidaknya ada lima personalitas siswa, (1). Keikhlasan, (2), Kemandirian, (3). Keterbukaan, (4). Kekeluargaan, dan (5). Kebermanfaat. Program dan tugas pokok bagian kesiswaan dalam pembinaan siswa. 391Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 392Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 121

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Pembentukan tiga bidang pendidikan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia merupakan perwujudan dari unsur-unsur pendidikan madrasah secara holistik. Pembentukan tiga bidang pendidikan di madrasah akan memaksimalkan proses pendidikan yang dilaksanakan di madrasah. Selain itu, tiga bidang pendidikan ini diharapkan akan membantu mewujudkan cita-cita madrasah untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum dalam diri siswa serta mampu mengamalkan ilmu yang dimiliki sesuai tuntunan agama.393 Pembentukan tiga bidang pendidikan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia dimaksudkan untuk memberikan pendidikan agama Islam bagi para siswa. Pendidikan di madrasah merupakan salah satu solusi alternatif atas problematika pendidikan Islam yang terkesan kumuh dan tidak maju. Selain itu juga dimaksudkan untuk mewujudkan integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum dalam diri siswa. Beberapa langkah strategis yang diambil madrasah guna mewujudkan cita-cita tersebut antara lain:

1. Pemahaman konsep integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum civitas akademik Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Dalam bahasa agama dikatakan bahwa ilmu yang dibarengi dengan khashyatullāh akan melahirkan ilmuan yang bertanggungjawab. Ilmuan yangbertanggungjawab atas ilmunya inilah yang disebut sebagai „ulama‛ dalam al- Qur‟an.394 Ilmuan yang bertanggungjawab atas ilmu yang dimilikinya akan mempergunakan segenap ilmu dan kemampuannya untuk kemaslahatan umat manusia. Sebaliknya, ilmu pengetahuan yang tidak dibarengi dengan keimanan akan menjadikan pemiliknya melakukan segala macam cara untuk mencapai tujuan yang ia inginkan. Pemahaman tentang pentingnya integrasi antara ilmu dan agama di Madrasah Aliyah Citra Cendekia tidak perlu dibahas lebih lanjut. Sepanjang pengetahuan penulis, seluruh elemen madrasah menganggap perlunya integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan yang terjadi dalam diri seorang muslim.

393Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep, Lihat pula Muhammad Shodiq, Kepemimpinan Kyai Nasib dalam Meningkatkan Mutu Pesantren, Studi padaPesantren Al- Hikam Malang, Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya, dan Pesantren An-Nur Surabaya, (Malang: Disertasi-Universitas Negeri Malang, 2011), h. 90. 394Wawancara Pribadi dengan Abdul Chair Ariep, Lihat dalam Hasyim Muzadi, Dokumentasi Damai Indonesiaku Tv One, 12 Februari 2014. Pendidikan Islam menurut Hasyim Muzadi harus didasari iman dan takwa. Ia mengistilahkan dalam bahasa agama sebagai khashyatullāh, Hanya orang-orang yang berilmulah yang takut kepada Allah, (QS. Al-Fathir: 28). 122

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Menurut pemaparan salah seorang guru, penyatuan pemahaman tentang konsep pendidikan di madrasah ini sering dilakukan dalam setiap kegiatan ektrakurikuler dan intrakurikuler. Namun permasalahan yang muncul adalah sejauh mana konsep integrasi yang dicita-citakan oleh madrasah ini dapat terwujud.

2. Pendekatan Pembelajaran yang Digunakan Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya proses yang bersifat masih sangat umum.395 Pendekatan ini nantinya akan dijabarkan metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Secara umum pendekatan pembelajaran dapat dibedakan menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat atau berorientasi pada para siswa (student centered approach). Dua pendekatan pembelajaran ini digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara komprehensif.396 Madrasah Aliyah Citra Cendekia menerapkan dua jenis pendekatan dalam proses pembelajaran. Pertama, pendekatan pembelajaran yang berpusat atau berorientasi pada para siswa. Pendekatan pembelajaran ini banyak diterapkan oleh bidang kesiswaan (ta‟dīb wa al-tahdzīb) yang merupakan media bagi para siswa dalam transformasi dan aktualisasi diri selama di madrasah. pembentukan organisasi siswa berfungsi sebagai kepanjangan tangan Madrasah Aliyah Citra Cendekia dalam beberapa program yang direncanakan.397 Pendekatan pembelajaran yang berpusat atau berorientasi pada para siswa juga dilakukan dalam beberapa proses pendidikan bidang kurikulum (dirāsah/tadrīs wa al-ta„līm). Namun hal ini tergantung pendidik yang pengampumasing-masing mata pelajaran.

395Lihat Akhmad Sudrajat, Pengertian pendekatan, strategi, metode, teknik, taktikdan model pembelajaran, Diakses 11 Maret 2019 darihttps://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik- dan-model-pembelajaran/. 396Abuddin Nata, “Islam Rahmatan Lil Alamin Sebagai Model Pendidikan Islam Memasuki Asean Community”, Makalah disampaikan pada acara kuliah tamu Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Senin, 7 Maret 2016, hal 13. Lihat pula Lihat Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2014), cet. III, h.243-279. 397SGCC sebagai organisasi siswa di dalam madrasah merencanakan programnya di awal kepengurusan. Penyusunan program SGCC dikoordinasikan dengan wakil kepala madrasah bidang kesiswaa. Dalam pelaksanaan programnya, SGCC membentuk beberapa departemen yang masing-masing mempunyai tugas berbeda. Sdr. Ayyasi Fatam Mubina (Ayyas) selaku Ketua SGCC 2018-2019, Wawancara, Jagakarsa 18 April 2019. 123

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Kedua, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered approach). Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru ini digunakandalam pembelajaran bidang bimbingan dan konseling (ri„āyahwa al- irshād). Nasehat serta arahan yang diberikan oleh seorang guru pada program- program bidang bimbingan koneseling tidak mungkin diberikan satu persatu kepada siswa. Program-program bimbingan dan konseling dilaksanakan di masjid, ruang bimbingan dan konseling (BK) dan di aula Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru juga banyak diterapkan dalam pengajaran di kelas, yaitu pada bidang pengajaran (dirāsah/tadrīswa al-ta„līm). Proses pembelajaran klasikal banyak menggunakan pendekatan ini,meskipun terdapat beberapa guru yang menggunakan pendekatan studentcentered dalam pembelajaran di kelas. Hal ini dimaklumi karena bidang kurikulummerupakan salah satu bidang pendidikan yang lebih diarahkan pada pengembangan intelegensi siswa. Bidang kurikulum menitik beratkan programnya pada pembekalan pengetahuan (kognitif) para siswa secara kontekstual.398

B. Intrakurikuler dan Ekstrakurikuler Pembelajaran Seumur Hidup Bila dilihat dari aspek pendidikan yang memperhatikan kecerdasan majemuk dengan anggapan bahwa tidak ada murid yang bodoh, seluruh siswa memiliki kelebihan sesuai bidang masing-masing, kegiatan intra dan ekstra mempunyai peran penting dalam memunculkan dan mengembangkan potensi siswa, diantara peran yang dapat siswa kembangkan adalah, Pertama, cara berpikir, termasuk berkreasi, berinovasi, bersikap kritis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan belajar pro-aktif. Kedua, cara bekerja, termasuk berkomunikasi, berkolaborasi, bekerja dalam tim. Ketiga, cara hidup sebagai warga global sekaligus lokal; dan keempat, alat untuk mengembangkan ketrampilan abad 21, yakni teknologi informasi, jaringan digital, dan literasi. Selanjutnya, kegiatan intra dan ekstra bertujuan untuk merespon tantangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, strategi pendidikan Islam di madrasah Aliyah Citra Cendekia mencakup, Visi, isi, Struktur, metode, program, tujuan, dan penilaian.399 Strategi pendidikan Islam harus mencakup motivasi kreativitas peserta didik ke arah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

398Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 399 Secara umum strategi berarti suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Apabila dihubungkan dengan belajar-mengajar, strategi diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Lihat Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 206. 124

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

menjadikan nilai-nilai Islam sebagai acuannya. Strategi pendidikan Islam juga harus mampu mendidik keterampilan dalam memanfaatkan produk ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan hidup umat manusia, mampu menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hubungan yang akrab antar ilmuan selaku pemegang otoritas ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang masing-masing juga diperlukan. Selain itu, strategi pendidikan Islam dituntut untuk mampu menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap kehidupan masa depan manusia melalui kemampuan untuk mengekspresikan ajaran agama dari sumbernya yang murni dan sesuai dengan masa depan kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat membawa manfaat yang besar dalam kehidupan manusia. Namun di sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga membawa mudarat jika tidak diimbangi dengan pengetahuan agama yang mapan. Eksistensi pendidikan Islam sangat dibutuhkan dalam menghadapi arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat berkembang.400 Sebagai sebuah lembaga pendidikan agama Islam, Madrasah Aliyah Citra Cendekia dituntut untuk mampu mengadaptasikan dirinya dengan kondisi yang ada. madrasah ini juga dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan dunia perguruan tinggi, profesi dan perkembangan teknologi karena setelah siswa lulus dari madrasah akan menghadapi tantangan tersebut. Pendidikan agama di madrasah ini dimaksudkan sebagai penyeimbang keterbukaan informasi dan ilmu pengetahuan melalui jaringan internet dan lembaga pendidikan non-formal. Modal pendidikan agama yang didapatkan di madrasah serta diimbangi dengan pendidikan ilmu pengetahuan akan mengantarkan siswa menjadi pemuda yang memiliki ilmu pengetahuan dan serta pengamalan agama. Hal ini yang dimaksudkan oleh Madrasah Aliyah Citra Cendekia dengan adanya integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan dalam diri siswa. Madrasah Aliyah Citra Cendekia menerapkan sistem klasikal, kolektif dan individual dalam proses pembelajaran. Kurikulum klasikal merupakan pembelajaran in class yang diberikan kepada semua siswa. Muatan materi disesuaikan dengan tingkat kemampuan masing-masing siswa yang terprogram dalam tiga jenjang kelas selama tiga tahun. Kurikulum klasikal dipraktekkan oleh bidang kurikulum, yaitu dalam memberikan pengetahuan siswa dengan materi yang telah diprogramkan dan dijadwalkan sebelumnya.

400Kuntowijoyo dan AE. Priyono, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 2008), h. 290. 125

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Kurikulum kolektif di Madrasah Aliyah Citra Cendekia dilaksanakan oleh bidang bimbingan dan konseling.401 Kurikulum kolektif diikuti oleh semua siswa secara bersama-sama. pelaksanaan bimbingan dan konseling dilaksanakan di masjid, ruang BK, dan aula madrasah. Materi lain yang diberikan secara kolektif berupa pemahaman agama maupun pembahasan tema-tema tertentu dalam seminar. Adapun sistem kurikulum individual dirancang untuk kelas remedial dan pendalaman materi. Terkait materi kurikulum individual disesuaikan dengan bidang minat masing-masing siswa untuk pendalaman pemahaman keilmuan, utamanya ilmu agama. Kurikulum individual atau pendampingan juga dilakukan kepada seluruh siswa dengan seorang guru sesuai mata pelajaran dan kebutuhan siswa sebagai pendamping untuk masing-masing kelas.402 Pendamping siswa untuk masing-masing kelas telah ditunjuk melalui musyawarah kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru bimbingan dan konseling, kemudian dibuat SK (Surat Keputusan) terkait pendamping siswa. Pelaksanaan pembelajaran di Madrasah Aliyah Citra Cendekia, sebagaimana telah dipaparkan, terdiri dari tiga bidang pendidikan, yaitu: bidang kurikulum, bidang kesiswaan, serta bidang bimbingan dan konseling. Seluruh proses pendidikan di madrasah dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Madrasah Aliyah Citra Cendekia menerapkan sistem kurikulum integral yang memadukan aspek teoritis (in class) dan praktis (daily life) yang diorganisir dalam sebuah sistem terpadu.403 Keterpaduan unsur ta„līm ta‟dīb dan irshād, dalam sistem pendidikan madrasah menciptakan lingkungan yang kondusif dan religius. Program-program pendidikan dari ketiga bidang tersebut adalah sebagai berikut:

1. Wadah Untuk Mengembangkan Potensi Kognisi Siswa (bidang kurikulum/dirāsah tadrīs wa al-ta„līm) Bidang kurikulum merupakan parameter kesuksesan suatu lembaga pendidikan, perannya cukup vital karena sebagai sentral pusat perencanaan dan

401Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia dan dokumen bidang dirasah, bimbingan dan konseling Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 402Pendamping atau wali kelas adalah sebagai berikut: Kelas X-IPA: Bpk. Syalsa Utama, Kelas X-IPS : Ibu Nurmala Fitriani, Kelas XI IPA: Ibu Nidaul Jannah, Kelas XI- IPS: Bpk. Mohammad Firdaus, Kelas XII-IPA: Ibu Wiwin Widianingsih, Kelas XII-IPA: Ibu Risa Agustia. Lihat dokumentasi Bidang Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia. 403Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 126

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

pengembangan seluruh kegiatan di madrasah. Untuk menunjang keberhasilan bidang kurikulum maka ditetapkan standar kompetensi yang dikembangkan bagian kurikulum yaitu: (1) Mampu mengerti dan memahami eksistensi Tuhan sebagai Tuhan yang disembah dan Tuhan yang menciptakan makhluk; (2) Mampu memahami aturan Allah dan rasul-Nya, baik yang berkaitan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia maupun manusia dengan sesama makhluk; (3) Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan berbagai aktivitas pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan program studi yang ditempuh di perguruan tinggi; (4) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan siap mengemukakannya secara lisan maupun tulisan hasil pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan program studi yang ditempuh di perguruan tinggi; (5) Memiliki etos untuk terus belajar dan mengembangkan diri; (6) Mampu mengembangkan cara berfikir kompleks; (7) Mampu bekerjasama dan membangun team work; (8) Memiliki tanggung jawab sebagai bagian dari masyarakatnya.404 Bentuk kegiatan bidang kurikulum disesuaikan dengan tingkatan masing- masing siswa. Kegiatan bidang kurikulum berupa pembelajaran didalam kelas, pembelajaran kontekstual dan project base learning sesuai kondisi dan kemampuan siswa yang terencana, terukur dan terevaluasi. Program kurikulum ini menggunakan sistem paket selama tiga tahun siswa belajar di Madrasah Aliyah Citra Cendekia.405 Struktur kurikulum Madrasah terdiri atas: Kelompok mata pelajaran umum yang diikuti oleh seluruh siswa Madrasah. Kelompok mata pelajaran peminatan harus diikuti oleh siswa sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Mata pelajaran pilihan lintas minat seabagai upaya menyiapkan siswa secara teoritis dan praksis. Program bidang kurikulum dilaksanakan untuk mengembangkan aspek kognisi siswa.406 Program kurikulum sebagaimana telah dipaparkan, dibagi menjadi semester ganjil dan semester genap. Semester ganjil dimulai pada bulan Juli dan berakhir pada bulan desember. Semester genap dimulai pada bulan Januari berakhir pada bulan Juni. Setiap semester pembelajaran efektif sekurang- kurangnya terdiri dari lima puluh satu minggu kegiatan kurikuler, satu minggu untuk penilaian tengan semester (PTS) dan satu minggu untuk Penilain akhir semester (PAS). Waktu pembelajaran adalah empat puluh lima menit menit.

404 Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 405Lihat Dokumen Bidang Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia 406Dokumentasi Bidang Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Lihat pula Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 127

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Program bidang kurikulum dilaksanakan dengan sistem moving class. Kurikulum dilaksanakan pada pukul 7:45 WIB sampai pukul 15:30 WIB, mulai Senin sampai dengan Jumat. Khusus hari Jumat pukul 14:10 sampai 15:30 WIB digunakan untuk kegiatan kesiswaan dan hari tertentu diisi dengan program kegiatan bimbingan dan konseling yang sudah dijadwalkan setiap akhir pembelajaran diakhiri dengan shalat berjamaah yang dipimpin oleh siswa yang sudah dijadwalkan oleh Dewan Urusan Agama (DUA). Setiap akhir tahun ajaran diadakan evaluasi kurikulum. Evaluasi dilakukan oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Evaluasi dimaksudkan untuk mengevaluasi materi, proses kurikulum dan hal-hal terkait program pendidikan. Dalam evaluasi tersebut dapat diusulkan penambahan, pengurangan ataupun penggantian mata pelajaran jika memang diperlukan.407 Sebagai contoh adalah pengurangan jadwal materi bahasa Inggris. Alokasi waktu untuk materi bahasa Inggris semester tiga pada tahuan ajaran 2017/2018 satu jam pembelajaran. Pada tahun ajaran 2018/2019 materi bahasa Inggris dua jam pembelajaran. Sedangkan satu jam pertemuan sisanya diganti dengan materi sejarah kebudayaan Islam. Contoh lain, semester dua tahun ajaran 2018/2019 diberikan materi Usul Fikih dan Tafsir Quran. Pada tahun ajaran 2019/2020, kedua materi tersebut diganti dengan materi bahasa Inggris. Hal ini tentunya bukan tanpa alasan. Pemilihan materi kurikulum dan struktur kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan dan pertimbangan lain yang disampaikan dalam rapat evaluasi kurikulum.408

2. Wadah Untuk Mengembangkan Psikomotorik Siswa (Bidang Kesiswaan/ta‟dīb wa al-tahdhīb) Bidang kesiswaan marupakan salah satu dari tiga bidang pendidikan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Bidang kesiswaan bertugas mendampingi dan membina siswa dalam proses transformasi dan aktualisadi diri. Tugas pendampingan ini sebenarnya merupakan tanggungjawab guru bimbingan dan konseling, akan tetapi karena keterbatasan waktu pengasuhan, maka tugas tersebut didelegasikan kepada bidang kurikulum, wali kelas dan SGCC.409 Semua program dari bidang kesiswaan menitikberatkan pada pembekalan pengetahuan dan

407Wawancara Pribadi dengan Rika Asterika, Jagakarsa 26 November 2019. Lihat pula Dokumen Bidang Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 408Wawancara Pribadi dengan Rika Asterika, Lihat pula Dokumen Bidang Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia. 409Diambil dan diolah dari dokumen kurikulum. Lihat pula jadwal lengkap pelajaran dan bimbingan (BK) Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 128

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

keterampilan organisasi siswa, utamanya pada aspek kognitif.410 Bidang kesiswaan juga merupakan bagian pendidikan madrasah untuk membentuk karakter siswa, baik melalui kegiatan harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. Semua program direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi oleh siswa dengan didampingi oleh bidang kesiswaan sebagai pembina siswa. Dengan demikian proses pendidikan di madrasah ini tidak hanya menjadikan siswa sebagai objek pendidikan, tapi siswa juga dituntut menjadi subjek dalam pendidikan di madrasah.411 Adapun cakupan materi bidang kesiswaan meliputi integritas diniah, integritas imliah dan kesiapan hidup sesuai kondisi siswa (integritas insaniah). Setiap kegiatan bidang kesiswaan memiliki standar kompetensi sebagai tujuan yang ingin dicapai. Standar kompetensi yang diharapkan dari semua kegiatan kesiswaan adalah: (1) Mampu mengerti dan memahami eksistensi Tuhan sebagai Tuhan yang disembah dan Tuhan yang menciptakan makhluk; (2) Mampu memahami dan melaksanakan aturan Allah dan rasul-Nya, baik yang terkait hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia maupun manusia dengan sesama makhluk; (3) Mampu merefleksikan/menjalankan prinsip-prinsip tauhid dan syariah dalam tata cara perilaku yang baik; (4) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam bidang keahlian tertentu sesuai dengan program studi (jurusan) yang ditempuh di perguruan tinggi; (5) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melakukan berbagai aktivitas pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan program studi yang ditempuh diperguruan tinggi; (6) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan siap mengemukakannya secara lisan maupun tulisan hasil pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan program studi yang ditempuh di perguruan tinggi; (7) Mampu mendayagunakan potensi diri dan lingkungannya untuk peningkatan karir kerja; (8) Memiliki etos untuk terus belajar dan mengembangkan diri; (9) Mampu mengembangkan cara berfikir kompleks; (10) Mampu berkomunikasi secara efektif; (11) Memiliki tanggung jawab sebagai bagian dari masyarakatnya; dan (12) Mampu bekerjasama dan membangun teamwork.;412 Standar kompetensi tersebut ditetapkan bidang kesiswaan sebagai perwujudan salah satu motto madrasah, yaitu kesiapan hidup. Keberhasilan

410Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 411Pendidikan yang menjadikan peserta didik atau siswa sebagai subjek antara lain melalui organisasi siswa dalam program-program yang direncanakan dan dilaksanakannya. M. Thantowi Jauhari, Wawancara, Jagakarsa 26 November 2019. Lihat pula Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 412 Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 129

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

program bidang kesiswaan dapat dilihat dari pencapaian indikator keberhasilan program. Indikator keberhasilan program kesiswaan adalah: (1) Taat beribadah; (2) Memahami dan menjalankan rukun Islam dengan benar; (3) Memahami dan menjalankan mu‟amalah dengan makhluk, baik pada tataran dārury, hājiyyi ataupun tahsīny; (4) Memiliki etos kerja yang tinggi (kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas); (5) Memiliki kepekaan dan mampu mengambil inisiatif terhadap lingkungannya; (6) Berperilaku sesuai dengan tata nilai agama dan masyarkat yang baik; (7) Berhasil menyelesaikan pendidikan dalam program studi yang ditempuh dalam waktu yang cepat dengan prestasi yang sangat memuaskan; (8) Memiliki kemampuan dan spirit dalam melakukan eksplorasi permasalahan kebangsaan dan keumatan terkini secara rasionl sesuai dengn perannya sebagai khalīfah fi al-ardh (9) Memiliki kemampuan dan spirit dalam mengembangkan dan meng- implementasikan proses pemecahan masalah kebangsaan dan keumatan terkini secara rasional sebagai bekal dalam menjalani kehidupan sesuai dengan tuntutan lokal, nasional dan global dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai islami; (10) Memiliki spirit dan keterampilan dalam menulis artikel ilmiah di muat dalam jurnal; (11) Memiliki spirit dan keterampilan dalam menulis dan menyajikan makalah ilmiah dalam forum regional maupun nasional; (12) Memiliki spirit dan keterampilan dalam menyusun dan menyajikan laporan ilmiah dalam forum regional maupun nasional; (13) Memiliki sikap dan perilaku yang menjunjung tinggi prinsip kebenaran ilmiah dan sekaligus menghindarkan diri dari semua bentuk kecurangan dalam meraih prestasi akademik sesuai dengan nilai-nilai keIslaman; (14) Memiliki kecakapan untuk terus belajar secara mandiri;Memiliki kemampuan untuk menyaring dan mengelola informasi secara tepat dan benar; (16) Memiliki cita rasa estetis yang tidak lepas dari nilai-nilai islami; (17) Memiliki kemampuan berfikir yang variatif dan strategis dalam koridor nilai-nilai islami; (18) Mampu menggunakan metode yang tepat dalam berkomunikasi; (19) Mampu memahami pesan dan meresponya secara tepat ketika melakukan komunikasi; (20) Mampu memposisikan diri dan perannya secara tepat dalam kelompok; (21) Mampu menggunakan sumberdaya secara efektif dan efisien; (22) Memiliki semangat untuk menghargai perbedaan dalam bekerjasama dalam kelompok; (23) Memiliki kemampuan dalam perencanaan dan mampu merealisasikan pengembangan karir; (24) Memiliki kemampuan untuk menilai dan mengevaluasi terhadap perencanaan dalam pengembangan karir; dan (25) Memiliki kepedulian terhadap masyarakat. Bidang kesiswaan selaku pelaksana tugas ta‟d īb wa al-tahdzīb di Madrasah Aliyah Citra Cendekia bertugas mengontrol keseharian siswa, baik dalam kegiatan yang diprogramkan oleh bidang bimbingan dan konseling maupun 130

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

kurikulum. Lembaga kesiswaan juga bertindak sebagai pendamping dari setiap kegiatan siswa yang direncanakan dan dilaksanakan oleh SGCC. SGCC merupakan organisasi siswa yang dibentuk oleh Madrasah Aliyah Citra Cendekia sebagai wadah untuk aktualisasi diri para siswa dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Selain itu organisasi ini juga sebagai wahana bagi para siswa untuk latihan berorganisasi. Dengan demikian selain menjadi objek pendidikan, siswa juga menjadi subjek dalam proses pendidikan di madrasah.413 Secara struktural, organisasi siswa ini berada di bawah naungan wakil kepala madrasah bidang kesiswaan. Bidang kesiswaan bertugas mendampingi dan membina SGCC dalam setiap program yang dilaksanakan. Pembahasan tentang tugas, fungsi dan tanggungjawab SGCC akan dipaparkan pada sub bab berikutnya. Kesiswaan adalah salah satu dari tiga bidang pendidikan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia yang bertugas mendampingi siswa dalam proses transformasi dan aktualisadi diri. Program bidang kesiswaan menitikbertakan pada pembekalan pengetahuan dan keterampilan siswa, utamanya pada aspek kognitif.414 Bidang kesiswaan bertugas mengontrol keseharian siswa dalam kegiatan yang diprogramkan oleh bidang bimbingan dan konseling dan kurikulum. Bidang kesiswaan juga bertindak sebagai pendamping dari setiap kegiatan siswa yang direncanakan dan dilaksanakan oleh SGCC agar program yang direncanakan tidak berbenturan dengan program madrasah secara umum. Secara struktural SGCC berada di bawah naungan kepala bidang kesiswaan. Pembentukan organisasi siswa ini merupakan salah satu bentuk pembelajaran di madrasah yang berorientasi pada siswa di Madrasah Aliyah Citra Cendekia.415 Selain membantu pelaksanaan program madrasah, organisasi siswa ini juga sebagai wahana untuk berlatih organisasi. Para siswa merencanakan, melaksanakan sekaligus mengevaluasi program yang mereka inginkan dan sesuai dengan visi misi madrasah. Selain menjadi objek pendidikan, para siswa juga

413Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 414Lihat Buku Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Lihat pula Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 415 Pendekatan yang berpusat pada siswa (student centred) dipraktikkan dalam bidang kesiswaan melalui SGCC. Penggunaan pendekatan pembelajaran ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan secara komprehensif dan menjadi salah satu ciri pendidikan Islam berbasis Rahmatan Lil „Aālamīn. Lihat Abuddin Nata, “IslamRahmatan Lil Alamin Sebagai Model Pendidikan Islam Memasuki Asean Community”, Makalah disampaikan pada acara kuliah tamu Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Senin, 7 Maret 2016, h. 13. 131

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

berperan sebagai subjek dalam proses pendidikan melalui organisasi siswa.416 SGCC menjadi wadah para siswa untuk mengaktualisasikan diri dan mengembangkan minat, bakat serta berbagai bidang keilmuan.417 Pemenuhan kebutuhan siswa terkait kebersihan, keamanan, ketertiban dan lain-lain juga terbantu dengan adanya organisasi siswa. Kepengurusan SGCC dipilih setahun sekali melalui MUBES (Musyawarah Besar Tahunan SGCC) yang dilaksanakan setiap bulan Desember.418 Rapat tahunan dibuka dengan nasehat dan arahan oleh Pembina kesiswaan. Sebelum pemilihan ketua baru dilaksankan, terlebih dulu dilaksanakan laporan pertanggungjawaban kepengurusan sebagai bahan koreksi dan perbaikan program kegiatan yang akan direncanakan oleh kepengurusan berikutnya. Rapat tahunan ini juga mengakomodasi usulan program baru dari para siswa. Hal yang juga dibahas dalam MUBES adalah AD (Anggaran Dasar) dan ART (Anggaran Rumah Tangga) SGCC dengan mengacu pada AD/ART sebelumnya. Apabila diperlukan akan dilakukan revisi maupun penambahan, bahkan pengurangan AD/ART dengan persertujuan peserta sidang. Musyawarah besar tahunan SGCC akan memilih tiga orang sebagai tim formatur yang biasanya akan menjadi ketua umum, ketua satu dan ketua dua SGCC.419 Tim formatur yang sudah terpilih kemudian menyusun struktur kepengurusan, kemudian diajukan ke bidang kesiswaan dan kepala madrasah untuk mendapatkan persetujuan. Apabila dirasa perlu, maka akan diberikan koreksi dan masukan tentang kepengurusan yang baru. Dalam pelaksanaan

416Lihat profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 417SGCC sebagai organisasi siswa di dalam madrasah merencanakan programnya di awal kepengurusan. Penyusunan program-program ini dikoordinasikan dengan kepala bidang kesiswaan dan kepala madrasah. Ayyasi Fatam Mubina (Ayyas) selaku Ketua SGCC 2018-2019, Wawancara Pribadi, Jagakarsa. 418MUBES dilaksanakan pada malam pagi sampai sore hari selama dua hari. MUBES biasanya dilaksanakan dengan pendampingan guru bidang kesiswaan. Ayyasi Fatam Mubina (Ayyas) selaku ketua SGCC 2018-2019, Wawancara Pribadi, Jagakarsa. 419Ketua satu bertugas mengurusi masalah terkait pengembangan minat dan bakat serta kajian keilmuan. Sementara ketua dua mengurusi kegiatan yang bersifat internal dan berhubungan dengan madrasah. Ayyasi Fatam Mubina (Ayyas) selaku ketua SGCC periode 2018-2019, Wawancara Pribadi, Jagakarsa. 132

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

program yang direncanakan, ketua SGCC dibantu oleh sekretaris dan bendahara serta beberapa departeman yang bertanggungjawab atas bidang masing-masing.420 Program-program yang direncanakan SGCC secara umum mencakup tiga Visi madrasah serta pengembangan minat dan bakat siswa. Pertama, program terkait amaliah agama antara lain: Praktek wudhu‟ dan shalat, (MBR) malam bina ruhi, , penjadwalan baca al-Qur‟an, Imam shalat berjama‟ah, Khtatib shalat jum‟at, ceramah, kajian fiqih, hataman al-Qur‟an bagi siswa yang menuntaskan hafalan sesuai ketuntasan hafalannya.Setiap kegiatan terkait amaliah agama banyak berkoordinasi dengan bidang kesiswaan.421 Program kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan program madrasah, dalam hal ini bidang kesiswaan, yang dilaksanakan oleh SGCC. Tujuan program-program tersebut adalah pengkondisian siswa dalam rangka penguatan amaliah agama sebagai implementasi dari visi madrasah yaitu; integritas diniah. Kedua, program SGCC terkait Visi prestasi ilmiah antara lain: ceramah sebagai media saling tukar ilmu antar siswa. Kegiatan yang dilaksanakan setiap hari Senin dan Kamis setelah shalat dzuhur berjama‟ah diikuti oleh siswa dan guru. Tema yang dibahas selain keilmuan keilmuan agama juga umum. Guest lecture maupun seminar nasional diagendakan untuk membahas tema tertentu dengan mendatangkan ahli dalam bidangnya.422 Guna mewadahi minat dan potensi siswa dalam pengembangan literasi dan berpikir ilmiah dibuatkan program

420Jumlah departemen SGCC menyesuaikan keperluan dan program yang diusulkan dalam MUBES serta masukan dari bidang kesiswaan. Ayyasi Fatam Mubina (Ayyas) selaku ketua SGCC periode 2018-2019, Wawancara Pribadi, Jagakarsa. 421Kepengurusan DUA sengaja dipilih dari siswa sebagai media belajar mengelola masjid dan pengabdian masyarakat. Pergantian kepengurusan DUA dilakukan setiap tahun melalui MUBES yang dihadiri oleh guru bidang kesiswaan yang menjadi pendamping siswa dalam mengurus dan mengelola masjid. Salah satu agenda musyawarah pergantian pengurus DUA adalah laporan kegiatan selama satu periode kepengurusan sebelumnya. Laporan kepengurusan dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk kepengurusan selanjutnya. Observasi, Jagakars 21 April 2018. 422Tercatat beberapa kali SGCC mengadakan guest lecture tidak hanya tema keagamaan namun sebagai upaya mengintegrasikan semua keilmuan sebagaimana dibahas di atas juga membahas tema kewirausahaan, teknologi, karya tulis ilmiah maupun tema lain. Ayyasi Fatam Mubina (Ayyas) selaku ketua SGCC periode 2018-2019, Wawancara Pribadi, Jagakarsa. 133

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

kerjasama dengan Nano Center Indonesia‚423 yang diisi dengan kegaiatan pelatihan penulisan karya tulis ilmiah, penelitian individu dan kelompok. Ketiga, program SGCC terkait Visi integritas insaniah melalui kesiapan hidup. Program ini mencakup pembekalan keterampilan, pengembangan minat bakat dan potensi diri siswa. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan untuk pembekalan keterampilan dan pengembangan minat bakat antara lain: pelatihan dan praktek kewirausahaan, pelatihan correl draw, program magang di unit usaha, lomba olahraga dan seni siswa (CIFEST)424. Sementara bentuk kegiatan kemasyarakatan adalah bakti sosial di lingkungan dan masyarakat sekitar madrasah. Selain beberapa program tersebut, SGCC mempunyai tanggungjawab terkait kebersihan, keamanan dan fasilitas madrasah. Semua kegiatan dan program SGCC didokumentasikan sedemikian rupa sebagai bahan laporan pertanggungjawaban di akhir kepengurusan. Pengurus SGCC berkoordinasi dengan bidang kesiswaan ataupun kepala madrasah dalam setiap program yang dilaksanakan. Hal ini dikarenakan organisasi siswa merupakan kepanjangan tangan dari madrasah, baik dalam program madrasah maupun program yang dicanangkan SGCC dalam MUBES. Organisasi siswa menjadi wadah aktualisasi diri, mengembangkan minat, bakat serta media untuk latihan berorganisasi siswa dalam mengembangkan potensi diri. Hal ini menjadi salah satu dari tiga elemen pendidikan di madrasah, yaitu al-ta‟dīb wa al-tahdzīb yang menjadi tanggungjawab bidang kesiswaan. Dengan demikian organisasi siswa ini secara struktural berada di bawah bidang kesiswaan.425 Sebagaimana sudah dipaparkan, bidang kesiswaan mengemban tugas mendampingi para siswa dalam transformasi dan aktualisasi diri selama masa studi di Madrasah Aliyah Citra Cendekia.

423Nano Center Indonesia, (terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia AHU – 734.AH.01.04 2013) adalah pusat penelitian, pendidikan, dan ahli teknologi di bidang sains dan teknologi secara umum dan khusus nano teknologi. Didirikan oleh para ahli nano teknologi Indonesia dan generasi muda terkemuka untuk memajukan ilmu pengetahuan dan sosialisasi teknologi nano di Indonesia, Nanoteknologi diyakini membawa revolusi baru di abad ke-21, artikel diakses pada 10 Oktober 2019 dari http://center.nano.or.id/about/ 424Cicen Festival (CIFEST) diselenggarakan pada tanggal 16 dan 23 November 2019, merupakan agenda kegiatan tahunan SGCC melalui pendapingan bidang kesiswaan, tahun ini cicen festival sepenuhnya dikonsep dan diselenggarakan oleh siswa, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, cicen festival merupakan wadah untuk mengembangkan minat, bakat dan potensi siswa, Wawancara Pribadi dengan M. Thantowi Jauhari. 425Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. Jagakarsa. 134

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

3. Wadah Untuk Mengembangkan Afeksi Siswa (Bimbingan dan Konseling/ri„āyah wa al-irshād) Program yang dilaksanakan bidang bimbingan dan konseling lebih menitik-beratkan pada pembentukan jiwa siswa atau tataran afeksi siswa. Program bidang bimbingan dan konseling berupa penyampaian nasehat atau arahan kepada para siswa tentang nilai-nilai atau norma-norma agama serta permasalahan kemasyarakatan. nasehat atau arahan diberikan oleh seluruh guru melalui kordinasi dengan guru bimbingan dan konseling. Program ini berlaku untuk semua siswa, baik bersama-sama semua siswa dalam satu kelas maupun secara kolektif yang dibagi menjadi beberapa kelas bimbingan dan konseling.426 Standar kompetensi yang ingin dicapai dari semua program bidang bimbingan dan konseling adalah: (1) Mampu memahami eksistensi Tuhan sebagai dzat yang disembah dan menciptakan; (2) Menguasai pengetahuan, ketrampilan dan siap mengemukakan secara lisan maupun tulisan hasil pengembangan pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan minat dan potensi dalam diri siswa; (3) Memiliki etos untuk terus belajar dan mengembangkan diri; (4) Mampu mengembangkan cara berfikir kompleks; dan (5) Memiliki tanggung jawab sebagai bagian dari masyarakatnya.427 Guna mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan, maka ditentukan indikator/target program bidang bimbingan dan konseling: (1) Siswa taat menjalankan ibadah; (2) Siswa rajin dan taat dalam berdo'a; (3) Mampu menyeimbangkan antara dzikir dan fikir; (4) Memiliki sikap dan perilaku yang menjujung tinggi prinsip kebenaran ilmiah; (5) Mampu menghindarkan diri dari kecurangan dalam meraih prestasi; (6) Mampu menyeimbangkan antara penggunaan dalil naqli dan „aqli; (7) Memiliki cita rasa estetis yang tidak lepas dari nilai-nilai Islam; (8) Mampu mengintegrasikan antara pengetahuan dan pengalaman dalam menghadapi problem hidup; (9) Memiliki tanggung jawab terhadap individu; dan (10) Menampilkan gaya hidup yang sehat di tengah masyarakat dengan berpegang pada prinsip kebebasan yang beretika, prinsip keadilan dan prinsip persamaan. Adapun ruang lingkup dari program bidang bimbingan dan konseling adalah program-program yang menitik beratkan pada pembentukan jiwa siswa atau tataran afeksi siswa. Materi program bimbingan dan konseling diberikan kepada

426Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Lihat pula Dokumen Bidang Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia 427 Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 135

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

semua siswa selama tiga tahun masa studi di madrasah. Adapun cakupan dari materi bidang bimbingan dan konseling meliputi motto, visi dan misi madrasah.428 Materi yang diprogramkan bidang bimbingan dan konseling fokus pada kegiatan pengembangan diri,429 kegiatan pengembangan diri diprogramkan melalui layanan bimbingan konseling (BK), Pembinaan wali kelas/ Guru Pembimbing (GP), Program Pemantapan Materi (PM), program pengembangan bakat, minat, dan prestasi melalui kokulikuler, ekstrakulikuler, Student Gouvernment of Citra Cendekia (SGCC). Program bidang bimbingan dan konseling, sebagaimana telah dipaparkan, menitik beratkan pada pembentukan jiwa siswa atau tataran afeksi siswa.430 Cakupan materi bidang bimbingan dan konseling meliputi motto madrasah dan jiwa madrasah.431 Sedangkan bentuk kegiatan bidang bimbingan dan konseling selain berupa nasehat dan arahan bimbingan dan konseling berkaitan dengan pengembangan diri sesuai kebutuhan dan potensi siswa. Bidang bimbingan dan konseling juga mempunyai porsi tersendiri dalam beberapa kegiatan yang diprogramkan, Pertama: Program Layanan Dasar (identifikasi dan pemetaan potensi dasar siswa, bimbingan klasikal, layanan informasi dan pengembangan media BK), Kedua: Program Layanan Responsif, Ketiga: Program Layanan Peminatan & Perencanaan Individu (Konseling pasca psikotes peminatan jurusan IPA/IPS, psikotes penjurusan kuliah /Tes Warid, Konseling pasca tes warid, dan Mental Health General Check Up), Keempat: Program Penunjang Layanan (program pembimbingan dan pemberdayaan wali kelas, program seminar parenting, program kelas inspirasi, program persiapan kuliah luar negeri/beasiswa

428Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 429Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Berdasarkan hasil analisis potensi, minat, dan bakat peserta didik, serta keberadaan pembina kegiatan, Madrasah Aliyah Citra Cendekia memfasilitasi berbagai jenis kegiatan pengembangan diri. Kegiatan pengembangan diri ini diharapkan dapat menumbuhkan nilai karakter peserta didik seperti: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Lihat dalam dokumen KTSP 2019 Madrasah Aliyah Citra Cendekia. 430Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Lihat pula Dokumen Bidang Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 431Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 136

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

dan non beasiswa serta Sister School,). Adapun pelaksanaan program bimbingan dan konseling adalah sebagaimana berikut: Pertama, program layanan dasar. Berupa identifikasi dan pemetaan potensi dasar siswa Kegiatan Identifikasi potensi ini dilakukan dengan tes psikologi yang mencakup potensi siswa dalam aspek belajar dan sosial. Kemudian proses identifikasi akan dilanjutkan pada pemetaan potensi siswa untuk mengoptimalkan peran siswa dalam lingkungan belajar dan sosialnya. Pada pelaksanaannya BK akan bekerjasama dengan kesiswaan, kurikulum dan Wali Kelas.432Kemudian dibentukKegiatan bimbingan klasikal yang bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang konsep dasar karakter yang wajib dimiliki. Tahun ajaran ini BK berkolaborasi dengan kesiswaan untuk meleburkan jam BK ke dalam jam kesiswaan dengan pertimbangan untuk mengefisiensikan dan mengoptimalkan peran dan fungsi BK agar tidak tumpang tindih dengan kesiswaan. BK membantu kesiswaan dalam memberikan pemahaman peserta didik tentang lima pesonalitas Madrasah Aliyah Citra Cendekia yang merupakan prioritas karakter yang ingin dikembangkan.433 Untuk kelangsungan program layanan bimbingan dan konseling maka BK membuka informasi dan pengembangan media BK dengan bagian-bagian lain yang sudah dijelaskan di atas hal ini merupakan layanan yang menjadi perantara atau pengantar ketika guru BK melaksanakan program BK. Tahun ini layanan informasi tidak hanya dilakukan melalui kordinasi dengan guru lain namun memanfaatkan perkembangan media digital dengan memaksimalkan platform media social sekolah. Kedua, program layanan responsif. Layanan responsif merupakan program berbentuk Konseling individual dan kelompok, biasanya proses ini dilakukan saat acara kepanitian, kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pelatihan,434 tujuan utama konseling adalah untuk menguatkan atau menginternalisasikan karakter yang diharapkan muncul pada peserta didik. Konseling yang dilakukan berfokus pada kegiatan refleksi diri (penggalian insight dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa) dan problem solving setiap siswa selesai dari kegiatan madrasah. Pada tahun ini BK bersama-sama kesiswaan dan Wali Kelas melakukan konseling yang bersifat mingguan atau insidental (kasus).

432Lihat dalam dokumen laporan program Bimbingan dan Konseling Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 433Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Lihat pula Dokumen Bidang Kesiswaan Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 434Wawancara Pribadi dengan Ithrin Harameini, Jagakarsa 27 November 2019 137

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Ketiga, program layanan peminatan dan perencanaan individu. Layanan konseling ini bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami lebih jauh kompetensi yang dimiliki terkait dengan rencana studi lanjutan menentukan pilihan jurusan di perkuliahan yang disesuaikan dengan kompetensi, bakat dan minat siswa tidak hanya memperhatikan potensi diri pada siswa, layan konseling juga memeperhatikan kesehatan mental civitas akademi cicen (siswa, guru dan karyawan) yang bertujuan untuk mendeteksi lebih dini masalah psikologis yang dialami untuk bisa ditangani dengan cepat dan tepat yang sudah dijadwalkan guru BK dan tim Psikolog Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Keempat, program penunjang layanan. Program penunjang pada Bimbingan dan Konseling ini adalah untuk menunjang program-program Layanan BK yang ada. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan kesuksesan dalam ketercapaian tujuan dari program BK. Adapun program tambahan yang akan diselenggarakan anatara lain sebagai berikut : Program pembimbingan wali kelas terus diupayakan untuk memberikan pembekalan kompetensi Wali Kelas dalam melakukan pengembangan karakter peserta didik di kelasnya. Adapun kompetensi yang akan dilatih adalah kemampuan konseling dasar psikologis. Sedangkan pemberdayaan wali kelas lebih kepada pengkordinasian dalam bentuk pengawasan pencapaian target akademis dan penguatan pada proses pengembangan karakter peserta didik yang sudah dijelaskan diatas. Pelaksanaan kedua program ini akan berkerjasama dengan kesiswaan dan kurikulum, program layanan juga ditunjang melalui Program seminar parenting bertujuan untuk memberikan wawasan kognitif sekaligus berbagi pengalaman afektif orang tua dalam menangani persoalan psikologis anak di rumah. Program ini akan dilanjutkan kembali dengan perubahan konsep pelaksanaan. Tahun ini BK berkolaborasi dengan kehumasan untuk menyelenggarakan seminar parenting menggunakan platform media sosial whatsapp yang berbentuk KULWAPP (Seminar via Whatsapp group). Adapun narasumber yang akan mengisi program seminar ini adalah psikolog yang berkonsentrasi di bidang psikolog klinis dewasa dan pendidikan.435 Kulwap bisa dilakukan secara rutin (misalkan tiga bulan sekali) dengan tema-tema yang berkelanjutan.436

435Wawancara Pribadi dengan Ithrin Harameini, Jagakarsa 27 November 2019, Lihat dalam dokumen laporan program Bimbingan dan Konseling Madrasah Aliyah Citra Cendekia. 436Setidaknya ada dua program berkelanjutan dalam program penunjang layanan, Pertama: Program Kelas Inspirasi adalah program yang menghadirkan praktisi profesi untuk berbagi pengalaman dengan siswa. Program ini bertujuan untuk memperkenalkan 138

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Semua program yang telah dirancang oleh ketiga bidang pendidikan Madrasah Aliyah Citra Cendekia dilaksanakan secara terus menerus. Semua program disusun sedemikian rupa agar tidak berbenturan dengan jadwal kegiatan belajar mengajar siswa. Untuk mendukung program yang dicanangkan, madrasah membuat beberapa kebijakan, di antaranya:437 Pertama, kebijakan madrasah Berdasarkan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), menjadi usaha sadar dan terencana untuk madrasah untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Madrasah sebagai tempat terselenggaranya pendidikan memerlukan sarana dalam bentuk tata tertib yang disusun berdasarkan pedoman yang wajib dilaksanakan seluruh peserta didik secara konsekuen dengan penuh kesadaran. Tata tertib ini selanjutnya disebut Tata Tertib Peserta didik MA Citra Cendekia.438 Kedua, azaz umum. Dijabarkan menjadi enam poin, (1) Sebagai muslim yang selalu berpegang teguh kepada Al Qur‟an dan As-Sunnah, (2) Sebagai warga negara yang baik berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, patuh pada peraturan dan tata tertib madrasah, hormat pada orang tua, guru dan karyawan, (3) Memiliki rasa solidaritas, loyalitas dan integritas terhadap Madrasah Aliyah Citra Cendekia, (4) Selalu bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban sebagai peserta didik Madrasah Aliyah Citra Cendekia, (5) Melaksanakan program 3S (Sapa, Senyum, Salam), (6)

ragam profesi yang ada di dunia kerja sekaligus menumbuhkan jiwa enterpreunership pada siswa. Program dilanjutkan kembali di tahun ajaran ini karena dianggap akan menunjang program pengembangan karir siswa. Pada tahun ini BK memanfaatkan salah satu bentuk kerjasama dengan Schoters dalam penyediaan nara sumber (pakar). Kedua: Pengarahan dan pemberian motivasi kepada peserta didik untuk memilih alternative studi lanjutan yakni di Luar Negeri yang bekerja sama dengan Schoters, Biru Marmara dll. Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Lihat pula Dokumen Bidang Kurikulum Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 437Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 438Diolah dari dokumen Buku Panduan Akademik Madrasah Aliyah Citra Cendekia tahun 2019/2020. 139

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Melaksanakan program 7K: Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Keindahan, Kesehatan, Kekeluargaan, dan Kerindangan.439 Ketiga, pembiasaan. Dalam keseharian peserta didik dibiasakan untuk berbudaya dan berprilaku sesuai Visi Madrasah Aliyah Citra Cendekia yang terintegrasi menjadi tiga pembiasaan Pertama, melaksanakan Shalat dhuha, melakukan mura‟jaah AlQur‟an juz 30, membaca doa sebelum dan sesudah KBM, melaksanakan shalat Dzuhur dan Ashar berjamaah, melaksanakan shalat sunnah Rawatib, membaca dzikir dan doa setelah Shalat wajib, dan melaksanakan puasa sunnah Senin atau Kamis (amaliah agama/integritas diniah). Kedua, mengikuti kegiatan keorganisasian dan program pengembangan kemampuan menulis karya ilmiah yang diprogramkan oleh bidang kurikulum (budaya ilmiah/integritas ilmiah). Ketiga, Melaksanakan program 3S (Sapa, Senyum, Salam), dan Berkepribadian baik (jujur, mandiri, bertanggung jawab, saling menolong, saling menghargai, menjalin hubungan baik dengan civitas akademika ). Keempat, penandatanganan gentlement agreement antara siswa dan pihakmadrasah tentang peraturan, tata tertib dan penegakan hukuman. Gentlementagreement merupakan pernyataan siswa, utamanya siswa,untuk tertap mengikuti peraturan yang berlaku di madrasah, melaksanakan segala kewajiban sebagai seorang siswa dan menjadi teladan bagi siswa baru. Apabila siswa telah menandatangani gentlement agreement kemudian melanggar peraturan maka ia harus patuh dan siap menerima sanksi dari pihak madrasah melalui bidang kesiswaan. Pihak madrasah berhak dan berwenang untuk menertibkan, bahkan bila dianggap perlu mengembalikan siswa yang bersangkutan kepada orang tuanya.440 Kelima, penataan keorganisasian madrasah dan SGCC secara umum.SGCC merupakan kepanjangan tangan dari pihak madrasah. Fungsi SGCC adalah membantu madrasah dalam menjalankan program yang direncanakan oleh bidang bimbingan dan konseling, kurikulum maupun kesiswaan. Penataan keorganisasian madrasah dan SGCC dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang- tindih antara program madrasah dan program yang dirancang oleh organisasi siswa. Penataan keorganisasian ini juga dimaksudkan untuk mempermudah koordinasi antara madrasah dengan siswa melalui SGCC. Keenam, mendefinisikan kembali peran SGCC sehingga tidak overlapping dan kegiatan yang diselenggarakan tidak mengganggu kegiatan belajarmengajar. Penjelasan tentang peran organisasi siswa diperlukan agar siswa melalui organisasi

439Diolah dari dokumen Buku Panduan Akademik Madrasah Aliyah Citra Cendekia tahun 2019/2020. 440Wawancara Pribadi dengan M. Thantowi Jauhari 140

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

siswa mengetahui fungsi, hak dan kewajiban serta tanggungjawab yang diembannya. Disamping itu juga diadakan koordinasi antara organisasi siswa dengan pihak madrasah melalui bidang kesiswaan. Program yang direncanakan oleh departemen SGCC tidak boleh mengganggu atau bahkan meniadakan program pembelajaran.441 Selanjutnya sebagai bagian dari pengoptimalan proses integrasi ilmu agama dan ilmu umum, terbukti Madrasah Aliyah Citra Cendekia memiliki segudang prestasi,442 salah satunya kegiatan keorganisasian siswa (SGCC) mampu menyelenggaran dan menyukseskan kegiatan national tahunan (CIFEST) pada tanggal 24 Oktober sampai dengan tanggal 26 Oktober 2019 tanpa ada bantu secara langsung dan teknis oleh guru, tidak hanya itu, bentuk dari praktik dan aplikasi penanaman nilai islam, saat kegiatan berlangsung selama tiga hari siswa tetap rutin mengamalkan nilai-nilai agama islam sebagaimana mestinya, seperti; Shalat Dhuha, ngaji pagi, shalat berjama‟ah, shalat sunnah dan tetap menjalankan puasa senin dan kamis.443 Dari prestasi yang diraih oleh madrasah, terbukti Alumni Madrasah Aliyah Citra Cendekia mampu bersaing disejumlah PTN favorit yaitu; Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Negeri Jakarta, UIN Syarief Hidayatullah, IPB, Universitas Brawijaya, Universitas Hasanuddin, UIN Sunan Kalijaga, Universitas Sebelas Maret, Universitas Diponegoro, Universitas Pembangunan Nasional, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Sultan A. Tirtayasa, Universitas Pendidikan Indonesia, Politeknik Negeri Jakarta dan sejumlah PTS favorit seperti BINUS, Universitas Trisakti, Universitas Gunadarma, LIPIA Jakarta dan lainnya.444 Keunggulan alumni Citra Cendekia juga terbukti mampu; 1) Hafal tiga juz dalam Al-Quran (juz 30, 29, dan 28). 2) Menjadi imam, khotib dan penceramah. 3) Menghasilkan karya tulis ilmiah 4) Memiliki kemampuan berbahasa Indonesia, Inggris, dan Arab.

441Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa, h. 4. 442 Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa, h. 5. 443 Wawancara langsung dengan Ibu Wita Dwi Septiani selaku penanggungjawab acara CIFEST pada tanggal 27 Oktober 2019 di Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 444 Buku Panduan Akademik Madrasah Aliyah Citra Cendekia tahun 2019/2020, h. 5. 141

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

C. Kendala dan Solusi Pembelajaran Pelaksanaan proses pendidikan di setiap lembaga pendidikan, betapapun baiknya, pasti menemukan kendala atau problem yang dapat menghambat kelancaran proses pendidikan. Apabila kendala tersebut tidak lekas diatasi maka akan mempengaruhi ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. Tugas pengelola lembaga pendidikan adalah menemukan solusi atas kendala yang dihadapi agar proses pendidikan dapat berjalan baik dan tujuan pendidikan dapat tercapai Pendidikan agama yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia merupakan salah satu upaya mengintegrasikan pengamalan agama dan ilmu pengetahuan dalam diri siswa. tentunya kendala atau problem yang dihadapi Madrasah Aliyah Citra Cendekia berbeda dengan problem yang ditemukan di lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena pendidikan dengan sistem ful day school tidak dapat memantau dan mendampingi peserta didik selama 24 Jam untuk mengikuti program-program yang telah dicanangkan dan menanamkan nilai Islam seutuhnya. Sementara lembaga pendidikan berasrama, bording school, serta pondok pesantren dapat memantau peserta didik selama 24 jam. Maka dari itu Madrasah Aliyah Citra Cendekia melibatkan orangtua peserta didik untuk membantu madrasah dalam proses dan pendidikan di rumah.445 Secara umum diakui, bahwa pendidikan agama bagi siswa tidak semudah yang dibayangkan. Terdapat beberapa faktor kesulitan dalam pendidikan agama di madrasah. Pertama, memasukkan agama tidak pada usia dini lebih sulit dari pada memasukkan agama pada usia dini. Artinya, pendidikan agama yang diberikan sejak kecil akan lebih mudah diterima dan diamalkan dibanding pendidikan agama yang diberikan pada usia dewasa. Kedua, faktor kebebasan. Setiap siswa dihadapkan pada dua situasi yang berbeda. Siswa dituntut untuk hidup berakhlakul karimah di madrasah, sementara mereka bisa bebas dan leluasa ketika tinggal di rumah atau saat pulang sekolah karena Madrasah Aliyah Citra Cendekia bukan sistem asrama.446 Tujuan pendidikan Madrasah Aliyah Citra Cendekia untuk mewujudkan integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan bagi para peserta didik tidak berjalan maksimal sebagaimana yang diharapkan. Terdapat beberapa kendala dalam proses pendidikan yang dilaksanakan di madrasah. Secara umum, problem atau kendala yang ditemukan dalam proses pendidikan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia dapat dibedakan menjadi:

445Wawancara Pribadi dengan Ithrin Harameini 446Wawancra Pribadi dengan Abdul Chair Ariep 142

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Pertama, terkait konsep dan pelaksanaan pendidikan guna mewujudkan integrasi agama dan ilmu pengetahuan dalam diri siswa. Sebagaimana telah dipaparkan bahwa konsep integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan di madrasah ini adalah integrasi yang mengarah pada personal ilmuan, bukan integrasi yang mengarah pada struktur keilmuan. Problem yang ditemukan adalah kesenjangan antara konsep dan praktik pendidikan yang memadukan unsur ta„līm, ta‟dīb dan irshād. Kesenjangan yang ada dikarenakan proses keluar masuknya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang berakibat pada kurangnya pemahaman tenaga pendidik dan tenaga kependidikan tentang konsep pendidikan Islam perspektif Madrasah Aliyah Citra Cendekia yang memadukan tiga unsur pendidikan tersebut . Pada dasarnya, tiga unsur pendidikan ini melembaga menjadi bidang kurikulum, bidang kesiswaan dan bidang bimbingan dan konseling. Semua bidang pendidikan tersebut menjalankan tugas dan fungsinya di bawah naungan kepala madrasah.447 Dampaknya pada saat praktek, pelaksanaan tugas dan fungsi ketiga bidang pendidikan ini tidak maksimal dan perlu diadakan pelatihan kembali mengenai visi-misi madrasah. Kurang maksimalnya pelaksanaan tugas dan fungsi ketiga bidang pendidikan tersebut dapat dilihat dari struktur kepengurusan yang ada. Bidang kesiswaan mampu melaksanakan semua tugas dan fungsinya karena memiliki struktur kepengurusan yang kompeten dan sebagian guru bidang kesiswaan memiliki riwayat mengajar di madrasah sejak madrasah berdiri pada tahun 2008 latar belakang ini berdampak pada kemmpuan menangani bidang kesiswaan. Sementara bidang kurikulum dan bimbingan konseling tidak demikian. Kepengurusan bidang bimbingan dan konseling hanya dipilih satu orang guru sebagai penanggungjawab bidang bimbingan konseling. Meskipun terdapat beberapa guru yang mendampingi siswa di madrasah, namun tugas, wewenang dan tanggungjawab mereka kurang maksismal. Pembagian tugas dan wewenang yang kurang maksimal menyebabkan pelaksanaan tugas ta‟dīb kurang efektif.448 Hal yang sama juga terjadi pada bidang kurikulum. Penyusunan materi, guru yang mengampu materi bimbingan konseling, serta pengawasan banyak dilakukan oleh bidang kesiswaan. Hal ini dikarenakan bidang bimbingan konseling tidak memiliki personel yang cukup sebagaimana bidang kesiswaan. Bidang bimbingan dan konseling hanya terdiri dari seorang guru bimbingan konseling.449

447Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 448Wawancara Pribadi dengan Ithrin Harameini 449Wawancara Pribadi dengan Ithrin Harameini. Lihat pula Dokumen Bidang Bimbingan dan Konseling Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa. 143

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Kurang maksimalnya tugas dan fungsi bidang kurikulum, bimbingan dan konseling berakibat kurang maksimalnya pelaksanaan program kedua bidang tersebut. Pendampingan terhadap para siswa kurang maksimal sehingga para siswa melalui organisasi siswa terkesan berjalan sendiri. Hal ini diakui oleh ketua SGCC yang menyatakan bahwa selama ini kurang koordinasi yang intens antara organisasi siswa dan bidang kesiswaan.450 Kurangnya koordinasi atau pendampingan yang dilakukan oleh bidang bimbingan dan konseling mengakibatkan kurang maksimalnya pelaksanaan program yang dibuat oleh SGCC, Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan program yang telah direncanakan. Latihan mingguan kegiatan ekstrakurikuler, yang hanya diikuti oleh sebagian kecil siswa, program malam bina ruhi(MBR) setiap sebulan sekali pada hari jumat samapai hari sabtu yang juga ada beberapa siswa yang tidak mengikuti.451 Problem atau kendala yang ada dalam proses pendidikan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia harus segera dicarikan solusi. Apabila kendala pembelajaran tidak segera diatasi, maka ketercapaian tujuan praktik pendidikan madrasah akan lambat. Tujuan pendidikan madrasah untuk mewujudkan integrasi agama dan ilmu pengetahuan dengan membekali siswa dengan pengetahuan serta pengamalan agama tidak terlaksana secara maksimal. Permasalahan yang ada dalam proses pendidikan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia, sebagaimana telah dipaparkan, dapat diminimalisir dengan melakukan beberapa hal. Pemahaman konsep pendidikan madrasah yang berupaya mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan ilmu serta pengamalan agama harus ditegaskan kembali kepada tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang baru mengajar maupun yang sudah lama mengajar di madrasah. Pemahaman konsep dan pelaksanaan pendidikan madrasah yang mengintegrasikan tiga unsur pendidikan madrasah, yaitu: Integritas Ilmiah (ta„līm), Integritas Diniah (ta‟dīb), dan Integritas Insaniah (irshād).perlu ditekankan kembali.452 Proses pendidikan tidak hanya terhenti padaproses kurikulum tapi harus dibarengi dengan pendampingan (ta‟dīb) dan pengarahan (irshīd) dalam keseharian siswa. Dengan pemahaman ketiga unsur pendidikan madrasah dan pemahaman urgensi masing-

450SGCC lebih aktif dalam koordinasi dengan bidang kesiswaan. Wawancara Pribadi dengan Ayyasi Fatam Mubina (Ayyasi) selaku ketua SGCC periode 2018-2019. 451Kurang maksimalnya pelaksanaan program SGCC, bidang kurikulum, bimbingan dan konseling dibenarkan oleh kepala madrasah. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, akan dipertegas kembali terkait peraturan dan tata tertib madrasah. M. Thantowi Jauhari, Dokumentasi Rapat Guru Madrasah Aliyah Citra Cendekia, Jagakarsa 6 Desember 2019. 452Lihat Profil Madrasah Aliyah Citra Cendekia Jagakarsa, h. 20. 144

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

masing komponen pendidikan tersebut, maka perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan akan lebih maksimal. Permasalahan dalam pembelajaran di Madrasah Aliyah Citra Cendekia harus diatasi. Untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada diperlukan sosok pemimpin yang berpengaruh di lingkungan madrasah Aliyah Citra Cendekia. Kebijakan kepala madrasah diperlukan untuk terus berupaya mengevaluasi manajemen pendidikan madrasah agar visi dan misi madrasah dapat dicapai. Integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan dalam diri siswa yang dicita-citakan oleh pendiri madrasah dapat terwujud. Pendidikan madrasah yang dilakukan dengan mengintegrasikan nilai ta„līm, ta‟dīb dan irshād dalam pembelajaran dapat berjalan maksimal. Sementara kebijakan ketua yayasan diperlukan untuk menata kembali beberapa unit yang berada di bawahnya. Pemimpin yang produktif sangat diperlukan untuk membawa perubahan positif dan meminimalisir serta menyelesaikan permasalahan di Madrasah Aliyah Citra Cendekia. Sebagaimana dikatakan Mastuhu, bahwa seorang pemimpin harus memiliki beberapa kriteria, di antaranya: berpengaruh terhadap berbagai pihak, baik individu maupun kelompok; dapat menentukan prioritas yang akan dicapai; mempunyai integritas yang berupa kejujuran, konsisten, konsekwen dan terdapat kesesuaian antara perkataan dan perbuatan; dapat membawa perubahan yang positif; dapat memecahkan permasalahan yang ada; mendahulukan kepentingan bersama; merakyat; mempunyai visi misi yang jelas dan disiplin diri serta mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki lembaga pendidikan yang dipimpin.453

453Mastuhu, Sistem Pendidikan Visioner, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 154.

145

DAFTAR PUSTAKA

BUKU Rahim, Husni. “UIN dan Tantangan Meretas Dikotomi Keilmuan” dalam Horizon Baru; Pengembangan Pendidikan Islam (Editor M. Zaenal). Yogyakarta: Aditya Media-UIN Press, 2004 Abdus Salam, Muhammad. “Foreword” dalam Hoodbhoy, Pervez. Islam and Science: Religion Orthodoxy and The Batle for Rationality. London: Zed Books Ltd, 1991. Al-Abrashi, „Atiyah. Al-Tarbiyah al-Islāmīyah. Mesir: Dār al-Fikr, 1967. Abdullah, M. Amin. Islam Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi (Sebuah Antologi). Yogyakarta, Suka Press, 2007. ______. Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Cet. I). Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2006. Acik, Alparslan. Islamic Science: An Introduction. Kuala Lumpur: ISTAC, 1996 Adib, Muhammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Ahmed, Akbar S. Posmodernisme: Bahaya dan Harapan bagi Islam. Bandung: Mizan, 1994. Al-Alwani, Taha Jabir. Islamic Thought, An Approach Reform. London- Washington: The International Institute of Islamic Thought (IIIT), 1427/2006. Ali, A. Mukti. Metode Mamahami Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1991. Anshori, Ibn. KH. A. Hasyim Muzadi: Religiusitas dan Cita-Cita Good Governance. Surabaya: Citra Media & AMF, 2004. Arief, Armai. Reformulasi Pendidikan Islam (Cet II). Jakarta: CRSD Pess Jakarta, 2005. Arif, Armai. ‚Pengantar‛ dalam Baharuddin, dkk, Dikotomi Pendidikan Islam: Historisitas dan Implikasi Pada Masyarakat Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara, 1993. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Cet. XII). Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002. Assegaf, Abd. Rahman. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadrah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2013. Ashraf, Ali. Horison Baru Pendidikan Islam (Terj. Sori Siregar, Cet. 3). Bandung: Pustaka Firdaus, 1996. Asmuni, Yusran. Dirasah Islamiyah II, Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran. Jakarta: LSIK, 1998. 146

Asrohah, Hanun. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2001. Athiyah, Muhyiddin. al-Fikr al-Tarbawiyah al-Islāmī. Herdon-Virginian: al-Ma„had al-„Alami li alfikr al-Islami, 1994. Al-Attas, Syed Naquib. Islam dan Sekularisme (Terj. Karsidjo Djojosuwarno). Bandung: Pustaka, 1981. ______. Islam and Secularism. Kuala Lumpur: ISTAC, 1993. ______. Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam. Kuala Lumpur: ISTAC, 1995. ______. The Dewesternization of Knowledge‛ Chapter 4 in Islam and Secularism. Kuala Lumpur: Muslim Youth Movement of Malaysia (ABIM), 1978. Azizy, Ahmad Qodri Abdillah. ‚Memberdayakan Pesantren dan Madrasah‛ dalam Abdurrohman Mas‟ud dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah (Cet. I). Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar, 2002. Azra, Azyumardi. Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 1999. ______. Historiografi Islam Kontemporer; Wacana, Aktualitas dan Aktor Sejarah, ed. Idris Thaha. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002. ______. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Abuddin Nata et.al. Jakarta: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Agama UIN Syarif Hidayatullah, 2003. ______. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana ilmu dan Pemikiran, 2000. ______. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Cet. 4). Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2002. ______. ‚Reintegrasi Ilmu dalam Islam‛ Zaenal Bagir, ed. Integrasi Ilmu dan Agama: Interpertasi dan Aksi. Bandung: Mizan, 2005. Bagir, Zainal Abidin. Integrasi Ilmu dan Agama, Interprestasi dan Aksi. Bandung: Mizan, 2005. Baharuddin, dkk. Dikotomi Pendidikan Islam: Historisitas dan Implikasi Pada Masyarakat Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Baiquni, Ahmad. Al-Qur‟an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Yogyakarta: Data Prima Yasa, 1997. ______. Al-Qur‟an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995. Bakar, Osman. Clasification of Knowledge in Islam. Kuala Lumpur: Institute for Policy Research, 1992. 147

______. Tauhid dan Sains. Bandung : Pustaka Hidayah, 1994. ______. Tauhid dan Sains: Perspektif Islam Tentang Agama dan Sains. Bandung: Mizan, 2008. Barbaour, Ian G. Juru Bicara Tuhan: Antara Sains dan Agama. Terjemahan ER Muhammad. Jakarta: Mizan, 2002. Daud, Wan Mohd Nor Wan. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M Naquib al-Attas (Terj. Hamid Fahmi). Bandung: Mizan, 2003. ______. The Concept of Knowledge in Islam: Its Implications for Education in A Developing Country. London: Mansell Publishing, 1989. Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Cet. II). Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009. Fauzi, Ali. Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Pustaka Mizan, 2002. Fadjar, A. Malik. Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia (LP3NI), 1998. ______. Reorientasi Pendidikan Islam, Editor Dhofier Zumar dkk. Jakarta: Fajar Dunia, 1999. Al-Faruqi, Ismail Raji. Islamisasi Pengetahuan, Terj. Anas Mahyudin. Bandung: PenerbitPustaka, 1995. ______. Islamisasi Pengetahuan, Terj. Yustiono. Bandung: Mizan, 1993. ______. Islamization of Knowledge (General Principles an Workplan), Herndon: The Institute of Islamic Thought, 1982. ______. Islamization of Knowledge. Virginia: International Institute of Islamic Thought, 1989. Fiddaroini, Saidun. dalam Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Al-Ghazali, Abu Hamid. Al-Murshīd al-Amīn, Mesir: Dar al-Fikr, 1996. Ghulsyani, Mahdi. The Holy Qur‟an and The Science of Nature (Terj. Agus Effendi: Filsafat Sains menurut al-Qur‟an. Bandung: Mizan, 1998. Hanafi, Hasan. Islam in the Modern World: Religion, Ideology, and Development. Kairo:The Englo-Egyptian Bookshop, 1995. Hasymi, A. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1973. Hidayat, Komaruddin. Wahyu di Langit Wahyu di Bumi: Doktrin dan Peradaban Islam di Panggung Sejarah. Jakarta: Paramadina, 2003. Hīzām, Hūsain Ibnu. Tahdhīb al-Asmaā‟ (Juz 1). Bayrut: Dār al-Fikr, 1996. Hoodbhoy, Pervez. Islam and Science: Religion Orthodoxy and The Batle for Rationality. London: Zed Books Ltd, 1991. 148

Jabali, Fuad dan Jamhari. IAIN Modernisasi di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2002. Juliandi, Azuar. Islamisasi Pembangunan. Medan: Umsu Press, 2014. Karom, Yusuf. Tārikh al-Falsafah al-Hādīthah. Mesir: Dār al-Ma„ārif, tt. Kartanegara, Mulyadhi. Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik. Bandung: Mizan Media Utama [MMU], 2005. ______. Integrasi Ilmu Dalam Persepktif Filsafat Islam. Jakarta: UIN Press, 2003. ______. Gerbang Kearifan, Sebuah Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Lentera Hati, 2006. Koentjaraningrat. Metode Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedi Pustaka Utama, 1993. Kuntowijoyo, Islam Sebagai, Ilmu Epistimologi, Metodologi dan Etika. Jakarta: Teraju, 2004. ______, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan, 2008. ______, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi (Editor AE Priyono). Bandung: Mizan, 1998, Cet VIII. Kusmana, Integrasi Keilmuan UIN Syarf Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas Riset. Jakarta: PPJM-UIN Jakarta Press, 2006. Ludjito, Ahmad. ‚Pendekatan Integralistik Pendidikan Agama pada Sekolah di Indonsia,‛dalam Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, editor Chabib Thoha dkk. Semarang: Pustaka Pelajar, 1996. Madjid, Nucholish. Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Paramadina, 1997. ______, Islam Doktrin Dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992. Makdisi, George. The Rise of Colleges: Institutin of Learning in Islam and the West. Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981. Malik, Dedi Djamaluddin, dkk. Zaman Baru Islam Indonesia Pemikiran dan Aksi Politik. Bandung: Zaman wacana Muda, 1998. Mas„ud, Abdurrahman. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Gama Media, 2002. Mas‟ud, Abdurrohman. dkk. Dinamika Pesantren dan Madrasah (Cet. I). Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar, 2002. Mastuhu. Sistem Pendidikan Visioner. Jakarta: Lentera Hati, 2007. Masruri, Hadi dan Imron Rossidy. Filsafat Sains dalam Al Qur‟an. Malang: Penerbit UIN-Malang Press, 2007. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif (cet ke-16). Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. 149

Muchlisin, Badiatul dan Junaidi Abdul Munif. 105 Tokoh Penemu & Perintis Dunia. Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2009. Muhaimin. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum, Hingga Redefinisi Islamisai Pengetahuan. Bandung: Nuansa, 2003. ______, Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai Benang Kusut Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Muliawan, Jasa Ungguh. Pendidikan Islam Integratif: Upaya Mengintegrasikan Kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005. Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Munawwir, A. M. Warson. Kamus Al-Munawwir, Arab-Indonsia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif, 1984. Al-Nahlawi, Abd al-Rahman. At-Tarbiyah bi al-Āyāh. Bayrut: Dār al-Fikri al- Ma„asīr, 1409/1989. ______. Usūl al-Tarbiyah al-Islāmīyah wa Asālibuha fīal-Bayt wa al-Madrasah wa al-Mujtama„. Bayrut: Dār al-Fikr al-Mu„ashir, 1403-1983. Nasir, Ridlwan. Mencari Format Pendidikan Ideal: Perubahan Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Nasr, Seyyed Hossein. Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan untuk Kaum Muda Muslim. Bandung: Mizan, 1994. ______, Islamic Science: An Illustrated Study. London: World of Islamic Festival Publishing Company Ltd, 1976. Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam, (Cet.13). Jakarta: Bulan Bintang, 2003. Nata, Abuddin dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Agama UIN Syarif Hidayatullah, 2003. ______, Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Logos, 2000. ______, Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008. ______, Metodologi Studi Islam, Cet. IX. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004. ______, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghozali. Bandung: RajaGrafindo Persada, 2001. ______, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2009. ______, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Cet. I .Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012. Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009. 150

Nurdin, Syafruddin. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Padgett, Alan G. Sciece and the Study of God: a Mutuality Model for Theology and Science. USA: Wm.B. Eerdemans Publishing Co All right reserved, 2003. Al-Qazwīni, Muhammad bin Yazid bin Mājah. Sunan Ibnu Mājah, juz 1. Mesir: Mauqi„ Wizārah al Aufaq al Mishriyah, tt. Rahman, Fazlur. Islam and Modernity: Tranformation of an Intellectual Tradition. Chicago London: The University of Chicago Press, 1984. ______, Islam. New York : Anchor Book, 1984. ______, Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual terj. Ahsin Mohammad. Bandung: Pustaka, 1982. ______, Major Themes of The Qur‟an, ter. Anas Mahyudin, Tema-Tema Pokok al- Qur‟an. Bandung: Pustaka, 1983. Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Agama: Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan, 2003. Ridwan. Islam Kontekstual; Pertautan Dialektis Teks dengan Konteks. Yogyakarta: Grafindo Lentera Media, 2009. Rolston, Holmes. ‚Methods in Scientific and Religious Inquiry‛ Chapter 1 dalam Science and religion: A Critical Survey. New York: Random House, 1987. Philadelphia: Templeton Foundation Press, new edition, 2006. Sadily, Hasan. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve dan Elsevier Publishing Project, 1984. Saefuddin, A. M. dkk. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan, 1998. Sardar, Ziauddin. ‚Arguments for Islamic Science.‛ dalam Quest for New Science. Aligarh: Center For Studies On Science, 1984. ______. Jihad Intelektual: Merumuskan Parameter Parameter Sains Islam (Terj AE Priyono). Surabaya: Risalah Gusti, 1998. Sarijo, Marwan. Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Departeman Agama RI, 1999. Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Qur‟an: Tafsir Maudhu„i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1998. ______. Menabur Pesan Ilahi: Al-Qur‟an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Lentera Hati, 2006. Soedewo. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2007. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995. Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Cet. III). Bandung: Alfabeta, 2007.

151

Suprayogo, Imam. Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang. Malang: UIN Press, 2006. Suriasumantri, Jujun. Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992. ______, Filsafat Ilmu. Jakarta: Pancaranintan Indahgraha, 2007. ______, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1999. Sutrisno. Fazlur Rahman; Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan Cet. I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Al-Syaibany, Omar Mohammad al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Syakur, Abd. Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik. Jakarta: Mizan, 2005. Syukur, Suparman. Epistimologi Islam Skolastik: Pengaruhnya pada Pemikiran Islam Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Taufiq, Muhammad Izzuddin. Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam. Jakarta: Gema Insani, 2006. Tholkhah, Imam. Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004. Tibi, Bassam. Islam and Cultural Accommodation of Social Change. Boulder, San Fransisco & Oxford: Westview Press, 1990. Al-Tirmidzi, Muhammad bin IsāAbu Isā. Sunan al-Tirmidzī: juz 10. Beirut: Dār Ihya‟ al-Turats al-Arabī, tt. Zaenal, M. dkk. Horizon Baru; Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Aditya Media-UIN Press, 2004. Zainudin, M. Dkk. Memadu Sains dan Agama: Menuju Universitass Islam Masa Depan. Malang: Bayumedia Publishing, 2004. Wiles, Jo dan Joseph Bondi. Curriculum Developemnt: A Guide to Practice. New Jersey: Person Merril Prentice Hall, 2007. Yatim, Badri. Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 1997. Yazid, Abu. Nalar Wahyu; Interrelasi dalam Proses Pembentukan Shari„at. Jakarta: Erlangga, 2007. Ibn Rushd. 1978. Fas}l al-Maqâl wa Taqrîr Mâ Bayn al-Sharî„ah wa al-Hikmah Min al-Ittisâl. Beirût: Dâr al-Âfâq. Goessoum, Nidhal. 2011. Islam‟s Quantum Question Reconciling Muslim Tradition and Modern Science. London New York: IB. Tauris. 152

Guessoum, Nidhal. 2011. Kalam‟s Neccesary Engagement with Modern Science. Dubai: Kalam Research.

JURNAL, ARTIKEL DAN HASIL PENELITIAN Anwar, Chairil. “Islamisasi Ilmu, Al-Qur‟an dan Sains”. Tarbiyah Digital Journal Al-Mannar, Edisi 1. 2004. 1-7. Arif, Masykur. Titik Temu Islam dan Sains (Kajian atas Pemikiran Naquib Al-Attas dan Amin Abdullah. Yogyakarta: Tesis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2014. Abdullah, M. Amin. “Progressivity of Classical Islam and The Project of Ihyā‟ al- Turāth”. A draf of paper presented in the International Confrence on Debating Progressive Islam: A Global Perspective School UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Under Auspice IAIN Indonesia Sosial Equity Project (IISEP) July, 25-27, 2009. Asnawi, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum (Studi Komparasi Pola Pembelajaran antara Pesantren tradisional Plus dan Pesantren Modern). Tesis SPs UIN Jakarta, 2010. Aziz, Noor. “Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Filsafat Pendidikan dalam Islam”. Jurnal Manarul Qur'an, No. 12, Tahun IX, Juli - Desember 2014 (82-93). Baidhowy, Away. Relasi Sains dan Agama: Model Integrasi IPTEK dan IMTAK pada Pembelajaran Sains di MAN Insan Cendikia, Serpong. Tesis SPs UIN Jakarta, 2008. Dahri, Harapandi. “Mencari Relevansil; Gagasan Pendidikan Nondikotomik”. Penamas Vol. XXI No. 2 - Th. 2008. 180-203. Daud, Wan Mohd Nor Wan. “Iklim Kehidupan Intelektual di Andalusia, Satu Cerminan Islamisasi Dua-Dimensi.” Islamia, Vol. III. No. 4. 2008. 76-93. Dew Jr, James K. “Science as the Servant of Theology: An Appraisal of Alister McGrath‟s Critical Realist Perspective”. Journal of the International Society of Cristian Apologetics (ISCA), Volume 4, number 1, 2011. 55-71. Fiteriani, Ida. “Analisis Model Integrasi Ilmu Dan Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan Di Sekolah Dasar Islam Bandar Lampung”. Terampil, Vol 2, Nomor 2, Januari 2014. GEMA Media Informasi dan Kebijakan Kampus edisi 25 November-Desember 2006, 7. Harian Kompas: News/Nasional, Hasyim Muzadi: Revolusi Mental Memerlukan Keteladanan, Diakses 20 April 2019. Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2014/09/23/18012951/Hasyim.Muzadi.Re volusi.Mental.Memerlukan.Keteladanan

153

Hashim, Rosnani. “Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan”. Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam, INSIST, Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005. 28-41. Hidayat, Muslih. “Pendekatan Integratif-Interkonektif: Tinjauan Paradigmatik Dan Implementatif Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.” Ta‟dib, Vol. XIX, No. 02, Edisi November 2014. 276-287 Hussain, Feryad. Anke Iman Bouzenita. “Squaring The Cercle: A Critique of the Islamisation of the Human Sciences Project”. Islamic Studies, Vol. 50, No. 3/4 (Autumn - Winter 2011), pp. 347-364. Idris, Zaenuddin. Dikotomi Ilmu: Sejarah dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Islam. Tesis: Sps UIN Jakarta, 2005. Kamilin, Asri Diana. Pesantren Mahasiswa sebagai Tameng Moral, Harian Surya: Berita, Karya Non Fiksi, 18 September 2011. Karwadi. “Integrasi Paradigma Sains dan Agama dalam Pembelajaran Aqidah”. Jurnal Penelitian Agama. Vol. XVII, No. 3 September - Desember 2008. Kosim, Mohammad. “Ilmu Pengetahuan Dalam Islam”. Tadrîs, Volume 3. Nomor 2. 2008. 121-140. Madjid, Nucholish. “Metodologi dan Orientasi Studi Islam Masa Depan”. Jauhar, Jurnal Pemikiran dan Islam Konstekstual , Vol. 1. Desember 2000. 1-24. Masduki. Menuju Sistem Pendidikan Integrasi Melalui Dekonstruksi Dikotomi, al- Fikra,Jurnal Ilmiah Keislaman. Vol. 5, No.1. Januari-Juni 2006. 1-32. McGrath, Alister E. “On Writing a Scientific Theology: A Response to Ross H. McKenzie”. Dialogue I: Theology & Physical Science, Volume 56, Number 4, December 2004, 255-259. Minhaji, H. Akh. “Masa Depan Perguruan Tinggi Islam Di Indonesia”. Tadrîs, Volume 2. Nomor 2. 2007. Moten, Abdul Rashid. “Islamization of Knowledge in Theory and Practice: The Contribution of Sayyid Abul A'lā Mawdūdī”. Islamic Studies, Vol. 43, No. 2 (Summer 2004), pp. 247-272. Motzkin, Gabriel. “Hermann Cohen's Integration of Science and Religion”. Archives de sciences sociales des religions, 30e Année, No. 60.1 (Jul. - Sep., 1985), pp. 43-53. Muhyarsyah. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan di Perguruan Tinggi”. dalam Azuar Juliandi, Islamisasi Pembangunan, (Medan: Umsu Press, 2014). Mukhtar, Nurdin, L. “Integrasi Keilmuan Dalam Penyelenggaraan Stikes Di Ponpes Qamarul Huda Bagu Lombok Tengah”. Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013. Mulyono. “Model Integrasi Sains Dan Agama Dalam Pengembangan Akademik Keilmuan UIN”. Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 7, No. 2, Juni 2011. 154

Muzadi, Hasyim. “Saatnya Pondok pesantren Meng-INTELEK-kan Santri”. Harian REPUBLIKA, Rabu 22 Juli 2009. Nata, Abuddin. “Islam Rahmatan Lil Alamin Sebagai Model Pendidikan Islam Memasuki Asean Community”. Makalah disampaikan pada acara kuliah tamu Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim MalangSenin, 7 Maret 2016. Norlaila. “Pemikiran Pendidikan Islam Ismail Raji al-Faruqi”. al-Banjari Vol. 7, No.1. Januari 2008. Nugroho, Anjar. “Pembaharuan Pendidikan Islam: Studi Atas Pemikiran Fazlur Rahman”. Hikmah, Vol IV No. 09, Edisi Januari-April 2003. Padgett, Alan G. “Epiphany for a Small Planet: Christology, Astronomy and Mutuality”. Conference Talk. Volume 59, Number 2, June 2007. Penyusun, Tim. Kamus Besar Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998. Rahman, Fazlur. “Islamization of Knowledge: A Response”. American Journal of Islamic Sosial Science (Volume 5, No.1), 1988. ______. “Islamization of Knowledge: A Response”. Islamic Studies, Vol. 50, No. 3/4 (Autumn - Winter 2011), pp. Rahman, Kholilur. Konsep Pendidikan Ahmad Hasyim Muzadi. Surabaya: Tesis- Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2012. Ruslan , Integrasi Agama dalam Pembelajaran Sains (Studi Kasus di MAN 4 Model Jakarta. Tesis: SPs UIN Jakarta, 2010. Rusliana, Iu. “Dinamika Ilmu Agama Dengan Ilmu Umum di Pesantren Salafi dan Modern”. Mimbar Studi, Volume XXXVI/Nomor 1/Januari – Juni 2012. Santoso. “Mencari Relevansil: Gagasan Pendidikan Nondikotomik”. Penamas Vol. XXI No. 2 - Tahun 2008. Shodiq, Muhammad. Kepemimpinan Kyai Nasib dalam Meningkatkan Mutu Pesantren, Studi pada Pesantren Al-Hikam Malang, Pesantren Luhur Al- Husna Surabaya, dan Pesantren Mahasiswa An-Nur Surabaya. Disertasi: Universitas Negeri Malang, 2011. Simuh. “Masa Transisi Dalam Perspektif Agama”. Ulum al-Qur‟an (Jurnal Kebudayaan dan Peradaban), Edisi 5/VII, Tahun 1997. Siregar, Abu Bakar Adenan. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan”. Ihya al-Arabiyah, Edisi.1 Tahun ke-5, Edisi Januari-Juni 2015. Shulthon, Mohammad. Kemampuan Manajerial Kyai dalam Pengelolaan Pondok Pondok Pesantren Mahasiswa, Studi Kasus Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang. Tesis: Universitas Negeri Malang, 2001. Solichin, Mohammad Muchlis. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Aplikasinya dalam Pendidikan Islam”. Tadris, Volume 3. Nomor 1. 2008. 14-29. Sudrajat, Akhmad. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik 155

dan Model Pembelajaran, Diakses 20 Mei 2019, sumber: https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi- metode-teknik-dan-model-pembelajaran/ Suprayogo, Imam. Membangun Integrasi Ilmu Dan Agama: Pengalaman Uin Maulana Malik Ibrahim Malang. Sumber: http://uin- malang.ac.id:8080/index.php?option=com_content&view=article&id=1203 :membangun-integrasi-ilmu-dan-agama-pengalaman-uin-maulana-malik- ibrahim-malang&catid=25:artikel-imam-suprayogo, diakses 29 Mei 2019. Supriadi, Dedi. “Globalisasi Sebagai Peluang Untuk Mengembangkan Diri”. Jurnal Mimbar Pendidikan No. 4, th. IX, 1990. Suyuthi, Ahmad. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tawaran”. Al-Hikmah, Volume 2 No.1 Maret 2012. Thoib, Ismail dan Mukhlis. “Dari Islamisasi Ilmu Menuju Pengilmuan Islam”. Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013. Ummi. “Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang”. Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang, Edisi XXII, Tahun. 2005. Wahab, Abdul. “Dualisme Pendidikan Di Indonesia”. Lentera Pendidikan, Vol. 16 No. 2 Desember 2013. Widiyanto, Edi. “Tingkatkan Pendidikan Islam”. Republika, Kamis 29 April 2010. Zainiyati, Husniyatus Salamah. “Model Kurikulum Integratif Pesantren Mahasiswa dan Uin Maliki Malang”. Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 18 Nomor 1 (Juni) 2014. Zarkasyi, Hamid Fahri. “Bayt al-Hikmah Akademi Pertama dalam Islam”. Islamia Vol. v, No. 1. 2009. Zainuddin, M. “Paradigma Pendidikan Islam Holistik”. Ulumuna, Volume XV Nomor 1 Juni 2011. Zarkasyi, Hamid Fahmy. “Worldview Sebagai Asas Epistemologi Islam”. Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam. Thn II No.5, April-Juni 2005. Zaprulkhan, “Filsafat Pendidikan Islam: Studi Pemikiran Pendidikan Islam Fazlur Rahman”. Epistemé, Vol. 9, No. 2, Desember 2014. Asad, Muhammad. n.d. “Symbolisme and Allegory in the Qur‟an.” http://www.geocities/masad02/appendix1.

156

GLOSARIUM Kontekstual Praktek pembelajaran di dalam kelas atau di luar kelas dengan pada konteks permasalahan yang relefan Moving Class System belajar berpindah-pindah, sekolah menyediakan ruang kelas untuk setiap mata pelajaran. Project Base Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning Learning=PBL) adalah metode pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar Malam Bina Kegiatan pembinaan akhlak dan keagamaan siswa, Ruhi bertujuan menanamkan pendidikan agama Islam ke dalam diri siswa, yang diagendakan setiap sebulan sekali dibawah tanggung jawab departemen urusan agama organisasi siswa Marwa Masa orientasi siswa, marwa tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, konsep marwa tahun 2019 bertujuan agar siswa benar-benar nyaman dan semangat untuk belajar dilingkungan sekolah Lapega Latihan pengembangan keorganisasian siswa, yang diadakan di puncak bogor, bertujuan meningkatkan sikap dan kemampuan organisasi siswa Laska Laska merupakan agenda bidang kesiswaan bagi siswa baru, kegiatan kemah di puncak yang bertujuan untuk menggali dan melihat potensi siswa baru Civa Cicen Vaganza merupakan kegiatan tahunan yang dihadiri seluruh keluarga besar sekolah, alumni maupun simpatisan, merupakan ajang unjuk penampilan siswa-siswi madrasah sebagai wadah kreatifitas siswa Cifest Cicen Festial merupakan kegiatan tahunan yang diadakan oleh SGCC Student Government Citra Cendekia di sekolah sebagai wadah organisasi siswa karena semua kegiatan dikonsep oleh seluruh siswa, kegiatan perlombaan antar sekolah Kecerdasan Sekolah percaya bahwa setiap siswa memiliki kemampuan dan potensi yang berbeda-beda, maka dari itu tidak ada 157

Majemuk siswa yang bodoh, dari itu madrasah mengembangkan sisi potensi siswa tidak hanya di bidang akademik namun juga

non-akademik SGCC Student Government of Citra Cendekia merupakan wadah untuk mengembangkan kemampuan keorganisasian siswa. DUA Departemen urusan agama merupakan organisasi siswa yang mengurusi bidang keagamaan Bayt al-Hikmah Perpustakaan pertama yang dikenal di dunia Islam yang ada sejak Khalifah Harun al-Rasyid. MUBES Musyawarah Besar merupakan agenda tahunan bidang kesiswaan untuk mempertanggungjawabkan program kerja keorganisasian siswa selama satu tahun

158

INDEKS

A

Abuddin Nata . 2, 9, 19, 27, 34, 40, 72, 73, 83, 87, 94, 96, 97, 114 Ahmad Baiquni. 34, 37, 39 Alparslan Acik. 48, 81 Amin Abdullah. 6, 38, 41, 58, 72 Armai Arief. 4, 36, 37, 48 Azyumardi Azra. 4, 7, 13, 14, 34, 35, 37, 47, 94

B Baharuddin. 36 Bimbingan dan konseling. 110 D Dikotomi. 1, 3, 19, 28, 36, 39, 40, 42, 76, 77 Dirāsah. 88, 90 F Fazlur Rahman. 5, 7, 14, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 41, 50 G George Makdisi. 36 H Hadi Masruri. 42, 43, 45, 47, 51, 68, 70, 76 I Imam Suprayogo. 9, 37, 58 Imam Tholkhah. 6, 74 INDEKS. 125 Integrasi. 1, 2, 6, 8, 13, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 27, 34, 36, 38, 40, 41, 46, 47, 48, 51, 52, 56, 57, 58, 60, 65, 70, 71, 72, 74, 75, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 86, 89, 96, 122, 123 Integritas Diniah. 59, 79, 85, 121, 124 Integritas Ilmiah. 11, 59, 64, 85, 121, 124 Integritas Insaniyah. 59, 64, 124

159

Islamisasi. 1, 3, 5, 8, 9, 13, 14, 15, 16, 18, 32, 33, 40, 42, 44, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 73, 80, 81, 83 Islamization. 13, 14, 15, 48, 49, 50, 73 Ismail Raji al-Faruqi. 73, 123 J Jujun Suriasumantri. 6, 44, 45 K Kesiswaan. 23, 91, 105, 111, 114 Knowledge. 5, 14, 15, 42, 43, 45, 49, 50, 68, 70, 73 Kuntowijoyo. 2, 15, 44, 54, 55, 56, 58, 70, 109 L Lexy J. Moleong. 21 M Madrasah. 7, 9, 10, 11, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 47, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 68, 69, 70, 71, 72, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124 Madrasah Aliyah Citra Cendekia. 10, 11, 21, 23, 24, 25, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 68, 69, 70, 71, 72, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 102, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124 Mahdi Ghulsyani. 49 Malik Fadjar. 7, 9, 48, 89 Muhaimin. 5, 50, 81 Muhammad Naquib al-Attas. 73, 123 Muhammad Shodiq. 71, 77, 90, 92 Mulyadhi Kartanegara 1. 17, 18, 19, 41, 47, 56, 57, 58, 76, 77, 96 N Norlaila. 1, 15 Nurcholish Madjid. 7, 28 O Osman Bakar. 42, 43, 45, 51, 68, 69, 70 P

160

Padgett. 7, 89 Pendamping. 95, 110 Pervez Hoodbhoy. 14, 50 R Rosnani Hashim. 16, 49, 52 S Samsul Nizar. 35, 38, 39 Seyyed Hossein Nasr. 38 W Wan Mohd Nor Wan Daud. 3, 45 Z Zainal Abidin Bagir. 13, 18, 58 Ziauddin Sardar. 15, 32, 33, 45, 50, 69

161

BIODATA PENULIS Nama lengkapnya Mohammad Firdaus biasa disapa Firdaus, kelahiran Sumenep, 31 Januari 1991 merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Putra dari pasangan H. Sahid dan HJ. Amanah. Saat ini penulis berdomisili di Kota Sukabumi bersama keluarga tercinta. Penulis mengawali pendidikan dari sekolah dasar di SDN Karduluk VI (1997-2003). Kemudian melanjutkan pendidikan MTS-MA di Pondok Pesantren AL-AMIEN PRENDUAN selama 6 tahun (2003-2009). Penulis meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi di Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien (IDIA) Prenduan Fakultas Tarbiyah (2011-2015). Laki-laki yang pernah mengajar di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan (2011-2015) ini juga aktif menjadi pengurus BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) IDIA Prenduan sebagai (Wakil BEM). Selepas dari Al-Amien Madura, ia hijrah ke Jakarta dan melanjutkan studinya di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Magister Pengkajian Islam Konsentrasi Pendidikan Islam. Saat ini, disamping aktif sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, ia juga mengajar di Madrasah Aliyah Citra Cendekia kemudian juga aktif dalam oraganisasi IKBAL (Ikatan Keluarga Besar Al-Amien Prenduan Jakarta). Buku ini merupakan kontribusi ilmiah penulis dalam bidang pendidikan Islam. Terutama tentang pentingnya integrasi ilmu. Semoga hasil karya ilmiah ini menjadi amal jariyah bagi penulis dan bermanfaat bagi para pembaca.

162