<<

Penentuan Polarisasi Spin Λ0 pada Peluruhan Λ0 → p + π−

JA Simanullang 0399020454

Universitas Indonesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Fisika Depok Penentuan Polarisasi Spin Λ0 pada Peluruhan Λ0 → p + π−

Skripsi Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

JA Simanullang 0399020454

Depok 2003 Halaman Persetujuan

Skripsi : Penentuan Polarisasi Spin Λ0 pada Peluruhan Λ0 → p + π− Nama : Jansen Agustinus Simanullang NPM : 0399020454

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui, Depok, ... Agustus 2003. Mengetahui,

Dr T.Mart Pembimbing

Dr. M. Hikam Penguji I

Dr.L.T. Handoko Penguji II

iii Kata Pengantar

Skripsi ini merupakan persyaratan mendapatkan gelar S.Si, sarjana sains. Semoga karya yang pernah dikerjakan ini berguna. Saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. T. Mart yang membimbing saya dalam pembuatan skripsi ini. Terima kasih kepada dewan penguji, Dr. M. Hikam dan Dr. L.T. Handoko.

Penulis

iv Intisari

Abstrak

Simetri paritas (P) dahulu dianggap kekal pada semua interaksi. Jika paritas kekal maka alam tidak memiliki preferensi arah. Ternyata alam tidak seperti demikian. Kekekalan paritas pada interaksi lemah ditumbangkan oleh T.D. Lee dan C.N Yang, serta Wu. Paritas tidak kekal pada semua interaksi lemah termasuk pada peluruhan Λ0 → p+π−. Jika paritas tidak kekal dalam peluruhan Λ, polarisasinya dapat diukur dengan menggunakan proses peluruhan Λ0 → p + π−. Kata kunci: peluruhan, polarisasi.

Abstract

Parity (P) symmetry was assumed to be conserved in all interactions. If were conserved then nature would not have any directional preference. Nature, however, is not so. Conservation of parity in had been proven not always true by T.D Lee and C.N. Yang, with Wu. Parity is not conserved in all weak interactions including in the decay of Λ0 → p + π−. If parity were not conserved in decay of Λ, the polarization can be measured using the decay process of Λ0 → p+π−. Keywords: decay, polarization

v Daftar Isi

Halaman Persetujuan iii

Kata Pengantar iv

Intisari v

Daftar Isi vii

Daftar Gambar viii

Daftar Tabel ix

1 Pendahuluan 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Metode Penelitian ...... 2 1.3 Tujuan Penelitian ...... 2 1.4 Sistematika Penulisan ...... 2

2 Tinjauan Pustaka 4 2.1 Tumbangnya Kekekalan Paritas ...... 4 2.2 Peluruhan Nonleptonik Hyperon ...... 5

3 Hasil dan Pembahasan 7 3.1 Amplitudo ...... 8 3.2 Kuadrat Amplitudo ...... 9 3.2.1 Kontribusi Gelombang-s ...... 10 3.2.2 Kontribusi Gelombang-p ...... 10 3.2.3 Suku Interferensi-sp ...... 11 3.3 Polarisasi dan Laju Peluruhan ...... 12 3.4 Metode Pengkopelan Momentum Angular ...... 14

vi Daftar Isi Daftar Isi

4 Kesimpulan dan Saran 20 4.1 Kesimpulan ...... 20 4.2 Saran Penelitian ke Depan ...... 21

A Notasi Umum 22 A.1 Aljabar Dirac ...... 22

B Kopling Momentum Angular 25

C Parameter Peluruhan Baryon 27 C.1 Peluruhan Hyperon ...... 27 C.2 Sifat Peluruhan Hyperon ...... 30

Bibliografi 31

vii Daftar Gambar

3.1 Diagram Feynman Peluruhan Hyperon Nonleptonik ...... 8 3.2 Definisi sumbu dan arah pada peluruhan Λ ...... 15 3.3 Plot 1 − αP cos θ terhadap θ...... 16 3.4 Distribusi angular proton peluruhan Λ dalam kerangka diam Λ . . . . 18

viii Daftar Tabel

3.1 Hasil Perhitungan Data ...... 19

C.1 Sifat-sifat Peluruhan Hyperon ...... 30

ix Bab 1

Pendahuluan

Manusia merupakan suatu keberadaan yang mempertanyakan keberadaan. Sejak zaman dahulu, manusia telah menyelidiki segala sesuatu baik yang ada maupun yang dianggap ada. Dalam penyelidikan itu manusia mencari simetri. Simetri merupakan suatu hal yang amat membantu dalam mempelajari segala sesuatu. Di dalam Fisika pun demikian. Para fisikawan mengejar simetri seba- gai suatu hal yang diidam-idamkan. Keberadaan simetri bisa membuat kagum para ilmuwan atas struktur alam semesta yang penuh misteri. Dari banyak simetri yang dikejar oleh para fisikawan terdapat tiga simetri diskret yang menggambarkan simetri partikel-antipartikel, simetri kiri-kanan, dan simetri maju-mundur. Ketiga simetri tersebut dikenal dengan nama konjugasi muatan, paritas dan pembalikan waktu.

1.1 Latar Belakang

Eksperimen telah membuktikan bahwa simetri paritas tidak kekal pada semua in- teraksi. Pada interaksi lemah nyata-nyata hukum kekekalan paritas dilanggar. Se- andainya paritas kekal maka alam tidak akan memilih membedakan kiri dan kanan, alam tidak memiliki preferensi arah. Tetapi dalam interaksi lemah, alam tidak berlaku demikian. Alam betul-betul membedakan kiri dan kanan, dan memilih arah yang disukainya. Setelah eksperimen dari C.S. Wu memberikan bukti positif ketidakkekalan paritas, para fisikawan menyadari bahwa alam berlaku sedemikian sehingga dalam interaksi lemah alam mempunyai aturan yang berbeda untuk kiri

1 1.2. Metode Penelitian Bab 1. Pendahuluan dan kanan. Alam membedakan kiri dan kanan. Jika alam membedakan kiri dan kanan, akan terjadi berbagai hal yang menjadi konsekuensi pembedaan tersebut. Jika paritas tidak kekal, akan terjadi percampuran antara partikel yang memiliki paritas yang biasa dikenal dengan partikel serupa yang memiliki paritas yang berlawanan (yang tidak biasanya). Jika paritas tidak kekal, akan terjadi polarisasi spin yang menciptakan keberadaan momen dipol magnetik. Jika ketidakkekalan paritas ini terjadi dalam proses peluruhan hyperon, maka kedua konsekuensi ini memiliki makna bahwa polarisasi spin dapat dihitung melalui proses peluruhannya.

1.2 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat teoretis, sehingga yang pertama diperlukan untuk menger- jakan penelitian ini adalah kerangka kerja teori yang memadai untuk dapat digu- nakan sebagai kerangka kerja kalkulasional. Kerangka kerja teori yang masih berlaku dan bekerja sampai saat ini adalah teori kuantum dan teori medan kuantum (Quan- tum Field Theory). Yang kedua yang diperlukan untuk mengerjakan penelitian ini adalah akses ke sumber informasi yang secara khusus berkaitan dengan tema peneli- tian. Sumber informasi yang dapat diakses dalam penelitian ini adalah buku teks dan jurnal.

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini ingin diperlihatkan bagaimana kaitan antara polarisasi spin Λ0 dengan proses peluruhannya, Λ0 → p + π−. Melalui penelitian ini, pembaca akan mendapati bahwa polarisasi Λ0 dapat dihitung dari laju peluruhannya. Hal ini dipakai oleh para eksperimentalis untuk mengukur polarisasi spin Λ0 tanpa meng- gunakan polarimeter.

1.4 Sistematika Penulisan

Tulisan ini dibagi menjadi empat bab. Pembaca akan melihat tinjauan pustaka dalam Bab 2 yang akan memberikan gambaran perkembangan penelitian mengenai

2 1.4. Sistematika Penulisan Bab 1. Pendahuluan topik ketidakkekalan paritas dalam peluruhan hyperon. Tinjauan tersebut berisikan perkembangan pemikiran para fisikawan hingga mendapatkan kesimpulan bahwa ji- ka paritas tidak kekal maka polarisasi hyperon dapat diukur dengan menggunakan proses peluruhannya. Peninjauan hasil secara umum dalam penelitian ini dituliskan dalam Bab 3 yang akan memperlihatkan kaitan antara polarisasi spin dengan proses peluruhan. Selanjutnya, diperlihatkan metode perhitungan alternatif dalam kerang- ka kerja teoretis yang berbeda tetapi tetap menunjukkan pengaitan polarisasi dengan proses peluruhan. Terakhir, kelanjutan penelitian yang mungkin dilakukan di masa mendatang sekitar topik pelanggaran simetri pada peluruhan hyperon dipaparkan dalam Bab 4. Dalam bagian tersebut, ditegaskan bahwa penelitian ini hanya mem- pertimbangkan pelanggaran simetri paritas. Pelanggaran terhadap simetri gabun- gan antara konjugasi muatan dengan paritas belum dilakukan. Hal ini menjadi peluang untuk mengembangkan penelitian ini lebih lanjut ke dalam tema yang lebih luas.

3 Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Tumbangnya Kekekalan Paritas

Dahulu orang menganggap bahwa paritas kekal pada semua interaksi, tetapi semua bukti eksperimental kekekalan paritas yang ada diperoleh dalam interaksi kuat dan elektromagnetik saja, dalam interaksi lemah belum ada bukti eksperimental. Per- tanyaan mengenai konservasi paritas dalam interaksi lemah dilontarkan pertama kali oleh Lee dan Yang [1]. Lee dan Yang menyarankan agar eksperimen dilakukan untuk mendapatkan bukti yang sahih atas kekekalan atau ketidakkekalan paritas. Berbagai eksperimen pun mulai dilakukan mengikuti saran Lee dan Yang. Lee dan Yang kemudian mengajukan pertanyaan lagi bersama dengan Oehme, kali ini mengenai invariansi mutlak terhadap konjugasi muatan karena bukti eksperimen- talnya pun belum ada [2]. Pada saat tulisan mereka dipublikasikan, ketidakkekalan paritas telah memperoleh bukti eksperimentalnya melalui eksperimen Co 60 yang dilakukan oleh Mme. CS Wu. Lee, Yang dan Wu mendapatkan penghargaan No- bel atas keberhasilan mereka menumbangkan kekekalan paritas. Paritas tidak kekal pada semua interaksi. Interaksi lemah tidak mengekalkan paritas. Tumbangnya kekekalan paritas memiliki banyak konsekuensi yang telah dipredik- si oleh Lee dan Yang. Apabila paritas tidak kekal pada interaksi lemah, maka par- itas hanya didefinisikan dan diukur pada interaksi kuat dan elektromagnetik saja. Jika paritas tidak kekal, semua keadaan atomik dan nuklir menjadi percampuran yang terdiri dari keadaan dengan paritas yang biasa dikenal bersama-sama dengan persentase kecil keadaan yang mempunyai paritas yang berlawanan. Ketidakkekalan

4 2.2. Peluruhan Nonleptonik Hyperon Bab 2. Tinjauan Pustaka paritas mengimplikasikan keberadaan interaksi yang mencampur paritas [1].

2.2 Peluruhan Nonleptonik Hyperon

Beberapa eksperimen lain semakin mengokohkan ketidakkekalan paritas. Peluruhan β, peluruhan π, dan peluruhan µ menyatakan ketidakkekalan paritas. Lee dan Yang kembali menginginkan klarifikasi ketidakkekalan paritas dalam peluruhan hyperon. Apakah itu hyperon? Hyperon adalah baryon yang mengandung quark strange [7]. Hyperon memiliki keunikan yaitu hyperon jika dihasilkan dalam interaksi kuat selalu dihasilkan bersama dengan hyperon lagi. Fenomena ini disebut pair produc- tion (produksi pasangan). Jika hyperon meluruh, yang dihasilkan dalam peluruhan nonleptonik selalu adalah (π) dan nukleon (proton atau neutron). Pion dan nukleon berinteraksi satu sama lain lewat interaksi kuat yang mengekalkan paritas, padahal peluruhan hyperon adalah peluruhan yang berlangsung melalui interaksi lemah yang tidak mengekalkan paritas. Lee dan Yang sejak awal telah menyatakan bahwa apabila kekekalan paritas dilanggar dalam peluruhan hyperon, maka hasil peluruhannya akan memiliki paritas campuran [1]. Dalam peluruhan Λ0 → p + π−, jika paritas tidak kekal ini berarti Λ0 ada dalam keadaan-keadaan dengan paritas yang berlawanan. Dengan demikian Λ0 akan mempunyai momen dipol listrik yang besarnya

momen dipol ∼ eG2 × (dimensi Λ0), dengan G adalah kekuatan kopling interaksi peluruhan Λ0. Untuk memperoleh bukti yang tegas mengenai ketidakkekalan paritas dalam in- teraksi lemah, harus ditentukan apakah interaksi lemah membedakan kiri dan kanan. Hal ini mungkin hanya apabila dihasilkan interferensi antara keadaan-keadaan den- gan paritas yang berlawanan. Demikian disarankan oleh Lee dan Yang [1]. Lee, Steinberger, Feinberg, Kabir dan Yang menganalisis kemungkinan deteksi ketidakkekalan paritas dalam peluruhan hyperon [3]. Lebih lanjut, Lee dan Yang melakukan analisis umum peluruhan hyperon tanpa melakukan pendekatan rela- tivistik pada satupun hasil peluruhan hyperon tersebut [4], sampai saat itu, keti- dakkekalan paritas dalam peluruhan hyperon masih merupakan asumsi.

5 2.2. Peluruhan Nonleptonik Hyperon Bab 2. Tinjauan Pustaka

Setelah banyak eksperimen dilakukan, ditemukan bahwa paritas juga tidak kekal pada peluruhan hyperon. Eksperimen mendapatkan nilai parameter asimetri yang tidak sama dengan nol dalam peluruhan hyperon. Parameter asimetri ini dino- tasikan dengan α dan ditunjukkan dalam tabel C.1. Keberadaan α yang tidak nol, menghadirkan bukti yang tegas mengenai ketidakkekalan paritas dalam peluruhan hyperon. Dalam eksperimen ditemukan bahwa ketidaksimetrian yang ada dalam peluruhan Λ0 → p + π− cukup besar [4] ∼ [7, 10]. Jika paritas tidak kekal dalam peluruhan hyperon, maka polarisasi hyperon dapat diukur dengan menggunakan proses peluruhannya [3]. Eksperimen belakangan [11, 12] telah menggunakan kenyataan ini. Penelitian ini akan menelusuri asal muasal pengaitan antara polarisasi hyperon dengan proses peluruhan.

6 Bab 3

Hasil dan Pembahasan

Untuk menelusuri asal muasal pengaitan antara polarisasi hyperon dengan proses peluruhan dilakukan penurunan hubungan-hubungan yang penting dalam penelitian ini. Perhitungan yang dilakukan harus berada dalam kerangka kerja teoretis yang memadai. Oleh karena permasalahan yang dihadapi berhubungan dengan transfor- masi diskret, maka fisika klasik tidak dapat dipakai disini. Kerangka kerja teoretis yang memadai untuk menangani transformasi diskret hanyalah teori kuantum dan perluasannya, teori medan kuantum. Perhitungan yang dikerjakan disini berada dalam kerangka kerja teori medan kuantum. Setelah menggambarkan diagram Feynman proses peluruhan hyperon, kita hitung amplitudo matriks invarian. Perhitungan amplitudo tersebut dikerjakan dengan memakai spinor dua komponen secara eksplisit. Selanjutnya digunakan op- erator polarisasi. Kemudian dilakukan analisis terhadap hasil perkalian yang meli- batkan 16 suku dengan teknik trace [9]. Yang semuanya bisa dibagi dalam tiga kat- egori [8]. Kategori pertama adalah suku-suku yang berkorelasi dengan gelombang s. Kategori kedua yang berkorelasi dengan gelombang p. Yang ketiga adalah suku-suku yang berkorelasi dengan interferensi gelombang s dan p. Setelah dilakukan perhi- tungan trace, selanjutnya didefinisikan parameter-parameter yang mempersingkat penulisan hasil perhitungan trace. Di bagian akhir bab ini diperlihatkan juga cara lain melakukan perhitungan dengan menggunakan kerangka kerja mekanika kuantum biasa [7, 12], bukan meng- gunakan kerangka kerja teori medan kuantum.

7 3.1. Amplitudo Bab 3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Amplitudo

Dari diagram Feynman dapat ditulis persamaan untuk elemen matriks efektif

¯ M = Bf (A − Bγ5)Biφπ. (3.1)

Jika digunakan konvensi normalisasi Particle Data Group [10], persamaan tersebut

Gambar 3.1: Diagram Feynman Peluruhan Hyperon Nonleptonik dapat ditulis sebagai 2 ¯ M = GF mπBf (A − Bγ5)Bi, (3.2) dengan GF adalah konstanta kopling interaksi lemah dan mπ adalah massa pion. Dalam spinor dua-komponen ! φi  σ · p  ¯ † † f Bi = σ · pi , Bf = φf , −φf φi Ef + mf Ei + mi Di sini φ adalah spinor dua-komponen, sedangkan σ adalah matriks Pauli, p, E dan m adalah momentum, energi total dan massa partikel. Peluruhan ditinjau dalam sistem diam hyperon (pi = 0). Dengan demikian,   † σ · pf M = φf A + B φiφπ Ef + mf

8 3.2. Kuadrat Amplitudo Bab 3. Hasil dan Pembahasan

Dengan memperkenalkan notasi p |p | ˆn = f , s = A, p = B f , |pf | Ef + mf kita memperoleh † M = φf [s + pσ · ˆn]φiφπ.

3.2 Kuadrat Amplitudo

Kita tahu bahwa laju peluruhan akan sebanding dengan MM†:

† † ∗ ∗ dΓ ∝ φf (s + pσ · ˆn)φiφi (s + p σ · ˆn)φf . (3.3)

Oleh karena kita belum menuliskan laju peluruhan total disini, kita tidak menuliskan faktor perbandingannya. Laju peluruhan akan dibahas pada Subbab 3.3. Pada bagian ini kita akan melakukan pekerjaan yang cukup melelahkan, yaitu mencari ekspresi untuk |M|2

Pertolongan Operator Polarisasi

Dengan pertolongan operator proyeksi λs 1 + σ · ωˆ λs = φφ† = , 2 denganω ˆ adalah vektor satuan pada arah polarisasi partikel kita dapat menuliskan |M|2 dalam bentuk

2  s s ∗ ∗  |M| ∝ tr λf (s + pσ · ˆn)λi (s + p σ · ˆn) , tr menyatakan trace matriks 2 × 2. Kita menotasikan vektor polarisasi partikel i dengan ωˆ i dan partikel f dengan ωˆ f . Dengan demikian

2 ∗ ∗ |M| ∝ tr [(1 + σ · ωˆ f )(s + pσ · ˆn)(1 + σ · ωˆ i)(s + p σ · ˆn)] ,

(T race dari matriks satuan 2 × 2 sama dengan 2, sedangkan trace matriks σ sama dengan nol.) Perhatikan bahwa perhitungan kita akan melibatkan 16 suku perkalian. Suatu pekerjaan yang perlu dikerjakan secara sistematis. Kita bagi ke-16 suku perkalian

9 3.2. Kuadrat Amplitudo Bab 3. Hasil dan Pembahasan ke dalam tiga kategori yang berlainan. Kategori pertama adalah suku-suku yang sebanding dengan |s|2 sebanyak 4 suku. Kategori kedua adalah suku-suku yang se- banding dengan |p|2 sebanyak 4 suku. Kategori ketiga adalah suku-suku interferensi s dan p, yang sebanding dengan sp∗ sebanyak 4 suku, yang sebanding dengan s∗p sebanyak 4 suku.

3.2.1 Kontribusi Gelombang-s

Kita hitung dahulu suku yang sebanding dengan ss∗:

tr [(1 + σ · ωˆ f )(1 + σ · ωˆ i)] = tr [(1 + σ · ωˆ f + σ · ωˆ i + σ · ωˆ f σ · ωˆ i]

tr [(1 + σ · ωˆ f )(1 + σ · ωˆ i)] = 2(1 + ωˆ f · ωˆ i) ss∗ tr [(1 + σ · ωˆ )(1 + σ · ωˆ )] = ss∗(1 + ωˆ · ωˆ ). 2 f i f i Oleh karena suku yang sebanding dengan s bersesuaian dengan gelombang-s, hasil ini cukup alamiah. Polarisasi akhir harus berbarengan polarisasi awal–spin partikel

1 dan 2 paralel. Jika ωˆ f antiparalel dengan ωˆ i, probabilitas tereduksi menjadi nol. (Perhatikan bahwa dalam menghitung trace kita menggunakan relasi σiσk =

δjk + iiklσl.)

3.2.2 Kontribusi Gelombang-p

Kita sekarang menghitung suku yang sebanding dengan pp∗:

tr [ (1 + σ · ωˆ f )σ · ˆn(1 + σ · ωˆ i)σ · ˆn]

= tr[(σ · ˆn)(σ · ˆn) + (σ · ˆn)(σ · ωˆ i)(σ · ˆn)

+ (σ · ωˆ f )(σ · ˆn)(σ · ˆn) + (σ · ωˆ f )(σ · ˆnσ · ωˆ i)(σ · ˆn]

= 2(1 + 2(ωˆ f · ˆn)(ωˆ i · ˆn) − (ωˆ f · ωˆ i))

Dalam menghitung trace ini adalah menguntungkan untuk memakai relasi 1 Trσ σ σ σ = δ δ + δ δ − δ δ . 2 i k l m ik lm im kl il km

10 3.2. Kuadrat Amplitudo Bab 3. Hasil dan Pembahasan

Kita sekarang memperoleh suku yang sebanding dengan pp∗: pp∗ tr [(1 + σ · ωˆ )σ · ˆn(1 + σ · ωˆ )σ · ˆn] = pp∗(1 + 2(ωˆ · ˆn)(ωˆ · ˆn) − (ωˆ · ωˆ )). 2 f i f i f i Kontribusi gelombang-s sama seperti gelombang-p tidak berubah tanda terhadap pembalikan ruang. Suku-suku ini merupakan suku-suku yang masih mengekalkan paritas. Polarisasi partikel f untuk gelombang-p tidak bersamaan lagi dengan partikel i, seperti dalam kasus gelombang-s. Probabilitasnya maksimum pada saat vektor ωˆ f paralel terhadap vektor

2ˆn(ωˆ i · ˆn) − ωˆ i.

3.2.3 Suku Interferensi-sp

Akhirnya kita dapat menghitung suku interferensi sebanding dengan sp∗ dan s∗p:

tr [ (1 + σ · ωˆ f )(1 + σ · ωˆ i)σ · ˆn]

= tr [σ · ˆn + (σ · ωˆ f )(σ · ˆn) + (σ · ωˆ i)(σ · ˆn) + (σ · ωˆ f )(σ · ωˆ i)(σ · ˆn)]

= 2(ωˆ f · ˆn + ωˆ i · ˆn + i(ωˆ f × ωˆ i) · ˆn)) dan

tr [ (1 + σ · ωˆ f )σ · ˆn(1 + σ · ωˆ i)]

= tr [σ · ˆn + (σ · ωˆ f )(σ · ˆn) + (σ · ωˆ i)(σ · ˆn) + (σ · ωˆ f )(σ · ˆn)(σ · ωˆ i)]

= 2(ωˆ f · ˆn + ωˆ i · ˆn + i(ωˆ f × ˆn) · ωˆ i)

= 2(ωˆ f · ˆn + ωˆ i · ˆn − i(ωˆ f × ωˆ i) · ˆn)

sp∗ tr [(1 + σ · ωˆ )(1 + σ · ωˆ )σ · ˆn] = sp∗(ωˆ · ˆn + ωˆ · ˆn + i(ωˆ × ωˆ ) · ˆn) 2 f i f i f i s∗p tr [(1 + σ · ωˆ )σ · ˆn(1 + σ · ωˆ )] = s∗p(ωˆ · ˆn + ωˆ · ˆn − i(ωˆ × ωˆ ) · ˆn). 2 f i f i f i Dengan menjumlahkan kontribusi suku interferensi, kita dapatkan

∗ ∗ ∗ ∗ (sp + s p)(ωˆ f · ˆn + ωˆ i · ˆn) + i(sp − s p)ˆn · (ωˆ f × ωˆ i)).

11 3.3. Polarisasi dan Laju Peluruhan Bab 3. Hasil dan Pembahasan

Mudah untuk dilihat, suku ini di bawah pembalikan ruang atau transformasi paritas (P) akan mengalami perubahan tanda karena ωˆ → ωˆ, dan n → − n. Kita ingat, berdasarkan saran Lee dan Yang, bahwa untuk memperoleh bukti yang tegas mengenai ketidakkekalan paritas dalam interaksi lemah, harus ditentukan apakah interaksi lemah membedakan kiri dan kanan. Hal ini mungkin hanya apabila dihasilkan interferensi antara keadaan-keadaan dengan paritas yang berlawanan [1]. Suku-suku interferensi inilah yang berperan dalam memberikan bukti yang tegas mengenai pelanggaran kekekalan paritas. Suku-suku tersebut merupakan suku-suku yang tidak mengekalkan paritas. Keberadaan suku-suku tersebut yang tidak nol, akan menjadi bukti ketidakkekalan paritas dalam interaksi peluruhan hyperon. Dengan mendefinisikan parameter α, β dan γ seperti dalam referensi [10], dan dalam lampiran C, |M|2 akan sebanding dengan

2 |M| ∝ 1 + γωˆ f · ωˆ i + (1 − γ)(ωˆ f · nˆ)(ωˆ i · nˆ)

+ α(ωˆ f · nˆ + ωˆ i · nˆ) + βnˆ · (ωˆ f × ωˆ i). (3.4) (Dalam PDG dituliskan hasil yang serupa, cf [10] atau lihat lampiran C.)

3.3 Polarisasi dan Laju Peluruhan

Kita telah menyelesaikan bagian yang sulit, kini saatnya melihat apa yang telah kita kerjakan. Kuadrat amplitudo telah diturunkan untuk kasus secara umum apabila kita tertarik dengan kedua amplitudo. Belum dibahas kasus khusus bila hanya salah satu polarisasi yang diminati, bukan kedua polarisasi seperti yang telah dikerjakan.

Polarisasi Hyperon

Jika kita hanya tertarik dengan polarisasi hyperon, kita dapat menurunkan ulang semua perhitungan dalam Subbab 3.1, mengaplikasikan operator polarisasi pada hyperon saja. tanpa mengaplikasikan operator polarisasi pada nukleon. Perhitungan kuadrat amplitudo akan lebih mudah. Perhitungan trace akan melibatkan hanya 8 suku perkalian, bukannya 16 seperti yang telah dikerjakan. Kita mungkin tidak ingin menurunkan ulang seluruh Subbab 3.1, cara yang lebih mudah adalah dengan mengingat bahwa tanpa adanya polarisasi ¯ φf φf = /p + m, (3.5)

12 3.3. Polarisasi dan Laju Peluruhan Bab 3. Hasil dan Pembahasan

sehingga semua referensi terhadap (1+σ·ωˆ f ) digantikan dengan /p+m yang hanyalah konstanta. Hasil akhirnya akan menghilangkan semua suku yang memuat ωˆ f dalam Pers. (3.4). 2 |M| ∝ 1 + α(ωˆ i · nˆ) (3.6)

Polarisasi Nukleon

Argumentasi yang serupa juga berlaku untuk polarisasi hyperon, sehingga dengan demikian kuadrat amplitudo akan sebanding dengan

2 |M| ∝ 1 + α(ωˆ f · nˆ) (3.7)

Laju Peluruhan

Besaran yang diukur dalam eksperimen adalah laju peluruhan. Laju peluruhan berbanding dengan kuadrat amplitudo, seperti ditunjukkan oleh Pers. (3.3). Secara lengkap, ungkapan untuk laju peluruhan adalah :

1 |p | dΓ = |M|2 1 d Ω (3.8) 32π2 M 2 yang dapat ditulis sebagai distribusi angular peluruhan

dΓ 1 |p | = |M|2 1 (3.9) d Ω 32π2 M 2 atau ditulis dalam laju peluruhan total Γ dΓ = × [1 + αωˆ · nˆ + ωˆ ·{ 8π i f (α + ωˆ i · nˆ)nˆ) + γ(nˆ × (ωˆ i × nˆ)) + β(ωˆ i × nˆ)}] (3.10)

Oleh karena kuadrat amplitudo |M|2 memuat polarisasi hyperon awal dan baryon akhir, para eksperimentalis (menggunakan hubungan ini) dapat mengetahui po- larisasi hyperon Λ yang dihasilkan dalam proses π− + p → Λ + K tanpa perlu menggunakan polarimeter. Hanya dengan mengukur laju peluruhan, dapat diukur polarisasi hyperon.

13 3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan

Polarisasi dan Laju Peluruhan Hyperon

Dalam penelitian ini, polarisasi yang menjadi minat utama adalah polarisasi hy- peron. Kembali meninjau Pers. (3.6) dan (3.9) dapat ditulis hubungan semacam

dΓ 1 |p | ∝ (1 + α cos θ) 1 . (3.11) d Ω 32π2 M 2 Sudut θ disini adalah sudut antara vektor polarisasi hyperon dengan momentum nukleon. Definisi sumbu dan arah proses ini diperlihatkan secara skematis pada Gb. dΓ 3.2. Dari hubungan ini dapat dilihat bahwa besaran distribusi angular peluruhan dΩ berhubungan langsung dengan kuantitas (1+α cos θ). Dengan pengetahuan ini, kita dapat membangun suatu grafik linear [12] yang menghubungkan besaran distribusi angular dengan θ. Jika kita melakukan hal tersebut, grafik yang kita peroleh tidak akan jauh dari yang digambarkan pada Gb. 3.4. (Tentu saja dengan mem-fit data eksperimen.)

3.4 Metode Pengkopelan Momentum Angular

Selain metode spinor Dirac, yang tidak lain adalah mekanika kuantum relativistik. Terdapat cara lain melakukan perhitungan dengan menggunakan kerangka kerja mekanika kuantum biasa, bukan menggunakan kerangka kerja teori medan kuantum. Dalam Gambar 3.2 diilustrasikan secara skematis peluruhan Λ0 → p + π− yang 0 P 1 + terpolarisasi. Spin paritas Λ adalah J = 2 . Data beberapa sifat partikel Λ dicantumkan dalam lampiran C. Jika paritas kekal dalam peluruhan tersebut, kita dapat menuliskan paritas hasil- hasil peluruhannya P (Λ0) = P (p)P (π−)(−1)`

Paritas dan momentum angular hanya akan memperbolehkan keadaan-p, ` = 1. Konservasi momentum angular saja memperbolehkan keadaan baik s maupun p, ` = 0 atau 1. Dengan demikian kita dapat menyamakan bagian momentum angu- 1 lar fungsi gelombang spin awal 2 dengan jumlah dua fungsi gelombang akhir yang mungkin   q 2 q 1 n o ψ 1 = αp Y11χ 1 1 − Y10χ 1 1 + αs Y00χ 1 1 . 2 3 2 , 2 3 2 ,− 2 2 , 2

14 3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan

Gambar 3.2: Definisi sumbu dan arah pada peluruhan Λ. Disini θ adalah sudut antara vektor spin Λ dengan momentum proton.

15 3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan

Kita dapat membentuk intensitas (Rincian penurunan diberikan dalam Lampi- ran B.) 1 I = |ψ|2 = {|α |2 + |α |2 − 2Re α α ∗ cos θ} 4π s p s p yang dapat kita tulis ulang (bandingkan dengan Pers. (3.6)) dengan menyerap semua konstanta ke dalam α menjadi

∗ 2 2 I = 1 − α cos θ dengan α = 2Re αsαp /(|αs| + |αp| ) (3.12)

Gambar 3.3: Plot 1 − αP cos θ terhadap θ.

Dalam formalisme ini, sudut θ didefinisikan relatif terhadap spin hyperon. Ini diperlihatkan secara skematis dalam Gb. 3.2. Dalam eksperimen, arah spin hyperon tidak dapat diukur secara langsung. Pengukuran dilakukan relatif terhadap bidang produksi hyperon. Jika θ didefinisikan ulang secara demikian, Pers. (3.12) menjadi

I = 1 − αP cos θ (3.13)

16 3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan dengan P polarisasi hiperon. Perhatikan bahwa kita memerlukan gelombang s dan p pada keadaan akhir untuk mendapatkan I 6= 0. Plot 1 − αP cos θ terhadap θ akan menghasilkan hubungan yang linear. Jika suatu besaran berhubungan langsung dengan 1−αP cos θ, maka kita tahu bahwa plotnya terhadap cos θ akan menghasilkan grafik yang linear. Gambar 3.4 adalah plot distribusi angular proton peluruhan terhadap cos θ yang dengan jelas mengilustrasikan hubungan kelinearan. Sebagai penutup, diberikan disini jembatan antara teori dan eksperimen. Jika kita definisikan asimetri atas-bawah [1, 7] yang merupakan manifestasi pelanggaran paritas

π 2 π R (1 − αP cos θ) sin θdθ − R (1 − αP cos θ) sin θdθ N − N 0 π A = 2 ↑ ↓ = 2 , (3.14) N + N π ↑ ↓ R (1 − αP cos θ) sin θdθ 0 dengan N↑ dan N↓ secara berurutan adalah jumlah proton peluruhan pada arah sumbu normal ke atas dan ke bawah. (Lihat Gb 3.2.) Dengan demikian kita akan menemukan bahwa A = αP , ungkapan yang menghubungkan pengukuran eksper- imen dengan hasil kali αP . Dalam Ref. [12], dikutip suatu eksperimen polar- isasi yang menerapkan hubungan ini. Eksperimen tersebut dilakukan dengan mele- takkan teleskop pencacah di atas dan di bawah bidang produksi hyperon. Namun, dalam laboratorium yang memiliki hampir lingkup ruang 4π metode pencacahan yang sederhana ini tidak dipakai. Pengukuran justru dilakukan terhadap distribusi angular sepanjang sumbu polarisasi mengikuti hubungan dN ∝ 1 + αP cos θ, (3.15) dΩ Λ dengan α = 0.642 ± 0.013 [10]. Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan nilai polarisasi menggunakan metode distribusi angular dengan data yang diperoleh dari Ref [12]. Data di-fit dengan poli- nomial orde satu lalu dinormalisasi hingga berbentuk 1 + c cos θ yang berkorespon- densi dengan 1 + αP cos θ. Dengan diketahuinya nilai α dan c dari korespondensi ini, dihitung nilai polarisasi P dari setiap data pada Gb. 3.4.

17 3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan

20000

15000 10000 10000

10000 5000 5000 5000 (a) (b) (c) Corrected Yield Corrected Yield Corrected Yield

0 0 0 -1 0 1 -1 0 1 -1 0 1 Cos theta Cos theta Cos theta

10000 15000 7500 10000 10000 5000

5000 5000 (d) 2500 (f) Corrected Yield Corrected Yield (e) Corrected Yield

0 0 0 -1 0 1 -1 0 1 -1 0 1 Cos theta Cos theta Cos theta

6000 8000 2000 6000 4000 1500 4000 1000 2000 2000 (g) (h)

Corrected Yield Corrected Yield Corrected Yield 500 (i)

0 0 0 -1 0 1 -1 0 1 -1 0 1 Cos theta Cos theta Cos theta

Gambar 3.4: Distribusi angular proton peluruhan Λ dalam kerangka diam Λ sepan- jang sumbu normal pada energi: (a)1.61 < W < 1.716 GeV, (b)1.716 < W < 1.766 GeV (c)1.766 < W < 1.816 GeV (d)1.816 < W < 1.866 GeV (e)1.866 < W < 1.916 GeV (f)1.916 < W < 1.966 GeV (g)1.966 < W < 2.016 GeV (h)2.016 < W < 2.066 GeV (i)2.066 < W < 2.166 GeV (diambil dari Ref [12]) 18 3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan

Berikut ini adalah tabel yang memberikan nilai A dan B untuk setiap persamaan garis A + B cos θ, serta nilai polarisasi P.

Tabel 3.1: Hasil Perhitungan Data

Plot Daerah Energi A B P (a)1.61 < W < 1.716 GeV 15053±274 -1477±498 -0,15281416±0,00231463 (b)1.716 < W < 1.766 GeV 9972±265 -2237±463 -0,34940863±0,00340883 (c)1.766 < W < 1.816 GeV 10403±265 -2773±463 -0,41513906±0,00328636 (d)1.816 < W < 1.866 GeV 12400±212 -3352±370 -0,42111346±0,00246743 (e)1.866 < W < 1.916 GeV 9712±212 -2271±370 -0,36427349±0,00313420 (f)1.916 < W < 1.966 GeV 6897±160 -1855±270 -0,41883446±0,00379000 (g)1.966 < W < 2.016 GeV 5168±145 -1372±262 -0,41354219±0,00497000 (h)2.016 < W < 2.066 GeV 3128±133 -953±231 -0,47476890±0,00777450 (i)2.066 < W < 2.166 GeV 1281±92 -393±160 -0,47761153±0,11406894

19 Bab 4

Kesimpulan dan Saran

Pada bab sebelumnya telah diperlihatkan bagaimana memperoleh suku-suku yang berkorelasi dengan interferensi gelombang s dan p dari amplitudo M. Keberadaan suku-suku tersebut yang tidak nol memungkinkan nilai parameter asimetri yang tidak sama dengan nol. Nilai α yang tidak nol memberikan bukti pelanggaran paritas. Pelanggaran paritas memberikan kemungkinan pengukuran polarisasi Λ0 dengan menggunakan proses peluruhannya, Λ0 → p + π−. Dalam Subbab 3.3, telah kita lihat dalam ungkapan Pers. (3.8) bahwa laju pelu- ruhan berbanding langsung dengan kuadrat amplitudo |M|2. Telah diperlihatkan bahwa kuantitas tersebut berbanding langsung dengan vektor satuan polarisasi par- tikel. Hasil ini penting untuk dicatat, karena langsung mengaitkan laju peluruhan dengan polarisasi partikel. Dengan hubungan yang terdefinisi dengan jelas, maka para eksperimentalis dapat mengukur polarisasi hyperon tanpa menggunakan po- larimeter. Hanya dengan mengukur laju peluruhan, polarisasi partikel sudah dapat diketahui.

4.1 Kesimpulan

Simetri paritas telah dilanggar dalam interaksi lemah sebagaimana disarankan per- tama kali oleh Chen Ning Yang dan Tsung Dao Lee. Dalam penelitian ini pelang- garan itu telah diilustrasikan melalui polarisasi spin yang terjadi pada peluruhan hyperon. Diambil peluruhan Λ0 → p + π− sebagai kasus khusus peluruhan hyper- on. Polarisasi yang menjadi minat utama adalah polarisasi hyperon. Namun dalam

20 4.2. Saran Penelitian ke Depan Bab 4. Kesimpulan dan Saran penurunan dengan spinor Dirac-Pauli diturunkan secara umum untuk polarisasi hy- peron bersama-sama nukleon.

4.2 Saran Penelitian ke Depan

Dalam penelitian ini, kita telah memperoleh ekspresi untuk amplitudo M dalam subbab 3.1. Kemudian, telah diperkenalkan dengan kuantitas s dan p yang bers- esuaian dengan gelombang s dan p. Seterusnya, diturunkan ekspresi untuk kuadrat amplitudo |M|2. Namun dalam penelitian ini, sama sekali tidak dibahas mengenai perilaku amplitudo terhadap transformasi gabungan (CP). Pelanggaran simetri yang diobservasi dalam penelitian ini adalah pelanggaran paritas. Pelanggaran pada simetri gabungan antara konjugasi muatan dengan par- itas belum diobservasi disini. Penelitian ini dapat diteruskan dengan memasuki daerah yang lebih luas dengan mengobservasi pelanggaran CP dalam peluruhan hyperon. Tentu saja selama memakai teori medan kuantum, kita harus berpegang pada teorema L¨uders-Pauli atau yang lebih dikenal dengan Teorema CPT [2, 8]. Semua realitas fisis harus kembali lagi menjadi suatu realitas fisis di bawah trans- formasi yang melibatkan ketiga transformasi C, P dan T secara sekaligus. Menuju ke penelitian berikutnya, perlu dibandingkan bagaimana perilaku am- plitudo M di bawah transformasi pembalikan ruang P, di bawah transformasi kon- jugasi muatan C dan di bawah transformasi pembalikan waktu T [8]. Selanjutnya, perlu diperhatikan bagaimana perilaku kuantitas s dan p yakni amplitudo gelom- bang s dan p di bawah ketiga transformasi [2, 3].

21 Lampiran A

Notasi Umum

A.1 Aljabar Dirac

Matriks Dirac diberikan oleh

γµ ≡ (γ0, γ) , (A.1) dengan representasi matriks  1 0   0 σ  γ0 = , γ = , (A.2) 0 −1 −σ 0 dengan matriks Pauli σ dinotasikan oleh  0 1   0 −i   1 0  σ1 = , σ2 = , σ3 = . (A.3) 1 0 i 0 0 −1 Matriks-matriks tersebut memenuhi hubungan antikomutasi

 i j i j j i σ , σ ≡ σ σ + σ σ = 2δij , (A.4) dan juga hubungan komutasi

 i j i j j i k σ , σ ≡ σ σ − σ σ = 2iijkσ , (A.5)

ijk merepresentasikan bentuk non-kovarian dari tensor antisimetrik Levi-Civita yang didefinisikan kemudian dalam persamaan (A.13). Matriks Dirac γ memenuhi relasi antikomutasi

{γµ, γν} ≡ γµγν + γνγµ = 2gµν , (A.6)

22 A.1. Aljabar Dirac Lampiran A. Notasi Umum dan relasi komutasi

[γµ, γν] ≡ γµγν − γνγµ ≡ −2iσµν , (A.7)

(jangan dikacaukan dengan matriks Pauli 2 × 2). Dalam representasi ini kita memi- liki  σk 0   0 σi  σij = and σ0i = i . (A.8) 0 σk σi 0 Kombinasi lain yang bermanfaat  0 1  γ5 ≡ iγ0γ1γ2γ3 = γ = 1 i γµγνγργσ = , (A.9) 5 24 µνρσ 1 0 µ iµνρσγ = γ5(−γνγργσ + gνργσ + gρσγν − gνσγρ) , (A.10) µν 1 µνρσ γ5σ = 2 i σρσ , (A.11) 1 µ ν ρ γ5γσ = −γσγ5 = 6 iµνρσγ γ γ , (A.12) dengan tensor antisimetrik Levi-Civita yang didefinisikan dengan   +1 untuk permutasi genap (mis. 0, 1, 2, 3) µνρσ = −1 untuk permutasi ganjil . (A.13)  0 jika dua indeks atau lebih sama Hasil kali skalar antara matriks γ dan momentum-empat ditulis dengan

µ 0 0 γ pµ = γ p − γ · p ≡ p/. (A.14)

Spinor Dirac partikel bebas memiliki bentuk

1  χ  E + m 2 s u =  σ · p  , (A.15) 2m χ E + m s dan 1 " σ · p # E + m 2 − χ v = E + m s , (A.16) 2m χs

p 2 2 dengan E = Ep = m + p . Yang ternormalisasi seperti

u(p, s)u(p, s) = 1, (A.17) v(p, s)v(p, s) = −1, (A.18)

23 A.1. Aljabar Dirac Lampiran A. Notasi Umum

dengan χs spinor dua-komponen Pauli, dan spinor adjoin Dirac didefinisikan dengan

u(p, s) = u†γ0 , (A.19) v(p, s) = v†γ0 . (A.20)

Dengan memakai spinor Dirac u dan v, persamaan Dirac dapat ditulis dengan

(p/ − m)u(p, s) = 0 , (A.21) (p/ + m)v(p, s) = 0 , (A.22) yang dinyatakan dalam spinor adjoin menjadi

u(p, s)(p/ − m) = 0 , (A.23) v(p, s)(p/ + m) = 0 . (A.24)

24 Lampiran B

Kopling Momentum Angular

Koefisien Clebsch-Gordan

Koefisien Clebsch-Gordan adalah angka, apabila kita memahami apa itu koefisien Clebsch-Gordan, maka kita akan tahu bagaimana mengkopel spin-spin yang ber- sesuaian.

1 1 q 2 (1 1 2 − 2 ) = 3

1 1 q 1 (1 0 2 2 ) = − 3 1 1 (0 0 2 2 ) = 1

Fungsi Harmonik Spheris

Beberapa fungsi harmonik spheris berikut ini berguna dalam penurunan:

q 3 iφ q 3 q 1 |1 1i = Y11 = − 8π e sin θ; |1 0i = Y10 = 4π cos θ; |0 0i = Y00 = 4π ,

Pengkopelan Momentum Angular proton dan pion π−

Pengkopelan momentum angular proton dan pion π−, dapat dituliskan sebagai:

 1 1  1 1 1 1  1 1 ψ 1 = αp 1 1 − |1 1i| − i + 1 0 |1 0i| i 2 2 2 2 2 2 2 2 2  1 1 1 1 +αs (0 0 2 2 )|0 0i| 2 2 i   q 2 q 1 n o = αp Y11χ 1 1 − Y10χ 1 1 + αs Y00χ 1 1 3 2 , 2 3 2 ,− 2 2 , 2

25 Lampiran B. Kopling Momentum Angular

Dengan menuliskan ψ 1 secara eksplisit 2         q 2 q 3 iφ q 1 q 3 q 1 ψ 1 = αp − e sin θ χ 1 − cos θ χ 1 + αs χ 1 2 3 8π − 2 3 4π 2 4π 2        q 1 iφ q 1 q 1 = αp − e sin θ χ 1 − cos θ χ 1 + αs χ 1 , 4π − 2 4π 2 4π 2 kita mendapatkan

1 h  iφ   i ψ 1 = −√ αp e sin θ χ− 1 + (cos θ) χ 1 − αsχ 1 2 4π 2 2 2 ∗ 1 h ∗  −iφ  ∗ ∗  ∗ ∗ i ψ 1 = −√ αp e sin θ χ− 1 + (cos θ) χ 1 − αsχ 1 . 2 4π 2 2 2

Kita dapat menghitung |ψ|2 secara per bagian dalam tiga kategori: suku-suku yang 2 2 sebanding dengan |αs| , sebanding dengan |αp| , dan suku-suku interferensi.

∗ suku-suku sebanding αsαs

∗ ∗ 2 αsαsχ 1 χ 1 = |αs| 2 2

∗ suku-suku sebanding αpαp

∗  −iφ  ∗ ∗   iφ   2 αpαp e sin θ χ 1 + (cos θ) χ 1 e sin θ χ− 1 + (cos θ) χ 1 = |αp| − 2 2 2 2

∗ ∗ suku-suku interferensi αsαp dan αsαp

∗  −iφ  ∗ ∗  ∗ αsαpχ 1 e sin θ χ 1 + (cos θ) χ 1 = αsαp cos θ 2 − 2 2 ∗ ∗  iφ   ∗ αsαpχ 1 e sin θ χ− 1 + (cos θ) χ 1 = αsαp cos θ 2 2 2

Pada akhirnya akan diperoleh: 1 I = |ψ|2 = {|α |2 + |α |2 − 2Re α α ∗ cos θ}. 4π s p s p

26 Lampiran C

Parameter Peluruhan Baryon

C.1 Peluruhan Hyperon Non-Leptonik

1 1 Amplitudo hyperon spin- 2 yang meluruh menjadi baryon spin- 2 dan meson spin 0 dapat ditulis dalam bentuk

2 ¯ M = GF mπ · Bf (A − Bγ5) Bi, (C.1) dengan A dan B adalah konstanta. Laju transisinya sebanding dengan

R = 1 + γωˆ f · ωˆ i + (1 − γ)(ωˆ f · nˆ)(ωˆ · nˆ)

+ α(ωˆ f · nˆ + ωˆ i · nˆ) + βnˆ · (ωˆ f × ωˆ i),

dengan nˆ adalah vektor satuan pada arah momentum akhir baryon dan ωˆ i dan ωˆ f merupakan vektor satuan pada arah spin baryon awal dan akhir. Parameter α, β, dan γ didefinisikan sebagai

α = 2 Re(s∗p)/(|s|2 + |p|2), β = 2 Im(s∗p)/(|s|2 + |p|2), γ = (|s|2 − |p|2)(|s|2 + |p|2),

dengan s = A dan p = |pf | B/(Ef + mf ); disini Ef dan pf adalah energi dan momentum baryon akhir . Parameter α,β dan γ memenuhi

α2 + β2 + γ2 = 1. (C.2)

27 C.1. Peluruhan Hyperon Lampiran C. Parameter Peluruhan Baryon

Jika polarisasi hyperon adalah PY, polarisasi PB dari baryon peluruhan adalah

(α + PY · nˆ)nˆ + β(PY × ˆn) + γnˆ × (PY × ˆn) PB = (C.3) 1 + αPY · nˆ

Di sini PB didefinisikan pada kerangka diam dari baryon yang diperoleh dari trans- formasi Lorentz di sepanjang nˆ dari kerangka diam hyperon, yang merupakan titik tolak pendefinisian nˆ dan PY .

Parameter tambahan lainnya φ yang berguna didefinisikan dengan

β = (1 − α2)1/2 sin φ. (C.4) dalam daftar 1, kita kumpulkan α dan φ untuk setiap peluruhan, oleh karena kuanti- tas ini paling berdekatan dengan eksperimen dan pada hakikatnya tidak berkorelasi. Bila perlu, kami mengubah tanda nilai yang dilaporkan agar bersesuaian dengan konvensi tanda kita. Dalam Tabel Ringkasan Baryon, kami memberikan α, φ, dan ∆ (didefinisikan di bawah ini) dengan galatnya, dan juga memberikan nilai γ tanpa galat. Invariansi pembalikan-waktu menuntut bahwa, dengan ketiadaan interaksi keadaan- akhir, s dan p relatif nyata, dan oleh karenanya β = 0. Namun demikian, untuk pelu- ruhan yang kita bahas disini, interaksi keadaan-akhirnya kuat. Dengan demikian

s = |s|eiδs dan p = |p|eiδp , (C.5) dengan δs dan δp merupakan pergeseran-fase gelombang s dan p interaksi kuat. Dengan demikian kita mempunyai

−2 |s| |p| β = sin(δ − δ ). (C.6) |s|2 + |p|2 s p

−1 Kita juga mendefinisikan ∆ = − tan (β/α). Jika invariansi T berlaku, ∆ = δs − δp. Untuk peluruhan Λ → π−p, nilai ∆ dapat dibandingkan dengan pergeseran fase gelombang s dan p pada hamburan energi rendah π−p, dan hasilnya konsisten den- gan invariansi T .

1Review of Particle ∗ K. Hagiwara et.al.,Physical Review D66, 010001 (2002)

28 C.1. Peluruhan Hyperon Lampiran C. Parameter Peluruhan Baryon

Λ Baryon (S = −1 , I = 0) Λ0 = uds

Λ 1 + I(JP) = 0 2

Massa m = 1115.683 ± .006 MeV −5 (mΛ − mΛ¯)/mΛ = (−0.1 ± 1.1) × 10 (S = 1.6) Mean Life τ = (2.632 ± 0.020) × 10−10 s (S = 1.6) cτ = 7.89 cm

Momen magnetik µ = −0.613 ± 0.004 µN Momen dipol listrik d < 1.5 × 10−16 e cm, CL = 95%

Parameter peluruhan

− pπ α− = 0.642 ± 0.013 − ◦ pπ φ− = (−6.5 ± 3.5) − pπ γ− = 0.76 − ◦ pπ ∆− = (8 ± 4) nπ0 α0 = +0.65 ± 0.05 − pe ν¯e gA/gV = −0.718 ± 0.015

Modus peluruhan Λ Fraksi (Γi/Γ) p(MeV/c)

pπ− (63.9 ± 0.5) 101 nπ0 (35.8 ± 0.5) 104 nγ (1.75 ± 0.15) × 10−3 162 pπ−γ (8.4 ± 1.4) × 10−4 101 − −4 pe ν¯e (8.32 ± 0.14) × 10 163 − −4 pµ ν¯µ (1.57 ± 0.35) × 10 131

29 C.2. Sifat Peluruhan Hyperon Lampiran C. Parameter Peluruhan Baryon

C.2 Sifat-sifat Peluruhan Hyperon

Tabel C.1 ialah daftar beberapa modus peluruhan hyperon yang penting, rasio per- cabangannya, dan parameter α untuk peluruhan-peluruhan ini. Dari Tabel C.1

Modus Peluruhan Rasio Percabangan% α Σ+ → p + π0 51.6 −0.980 ± 0.019 Σ+ → n + π+ 48.3 0.068 ± 0.013 Σ− → n + π− 99.8 −0.068 ± 0.008 Σ− → n + e− +ν ¯ 0.1 −0.519 ± 0.104 Λ0 → p + π− 64.1 0.642 ± 0.013 Λ0 → n + π+ 35.7 0.65 ± 0.05 Ξ0 → Λ0 + π0 100 −0.411 ± 0.022 Ξ− → Λ0 + π− 100 −0.456 ± 0.014 Ω− → Λ0 + K− 67.8 −0.026 ± 0.026 Ω− → Ξ0 + π− 23.7 0.09 ± 0.14 Ω− → Ξ0 + π− 8.6 0.05 ± 0.21

Tabel C.1: Sifat-sifat Peluruhan Hyperon kita lihat bahwa α berbagai modus peluruhan dapat mengambil nilai-nilai yang rentangnya luas. Peluruhan Σ → pπ0 punya nilai α yang dekat dengan nilai negatif maksimumnya, menjadikannya mudah untuk mengukur polarisasi Σ+ melalui modus peluruhan ini. Peluruhan Σ− → nπ− punya nilai yang kecil tetapi jelas tidak nol menjadikannya memerlukan banyak sampel data dan pengendalian kesalahan sis- tematis yang baik untuk mendapatkan pengukuran polarisasinya. Dalam peluruhan seperti Ξ− → Λ0π−, kita juga mengamati peluruhan berikutnya Λ0 → pπ−, infor- masi mengenai arah spin Ξ− terkandung dalam distribusi peluruhan Λ0.

30 Bibliografi

[1] T.D. Lee and C.N. Yang, Phys.Rev. 104, 254 (1956)

[2] T.D. Lee, Reinhard Oehme and C.N. Yang, Phys.Rev. 106, 340 (1957)

[3] T.D. Lee, J. Steinberger, G. Feinberg, P.K. Kabir and C.N. Yang, Phys.Rev. 106, 1367 (1957)

[4] T.D. Lee and C.N. Yang, Phys.Rev. 108, 1645 (1957)

[5] T.D. Lee and C.N. Yang, Phys.Rev. 109, 1755 (1958)

[6] R. Gatto, Phys.Rev. 109, 45 (1957)

[7] J. Lach, Hyperons: Insights into Baryon Structures, Invited Lectures given at the Fourth Mexican School of Particles and Fields Oaxtepec, Mexico December 3-12.1990, Fermi National Accelerator Laboratory, Batavia, Illinois

[8] L.B. Okun, Weak Interactions of Elementary Particles, Pergamon, 1965

[9] M.E. Peskin and D.V. Schroeder, An Introduction to , Addison-Wesley, 1995.

[10] Particle Data Group, Phys. Rev D, Particles and Fields, 1 July 2002.

[11] M.Q. Tran et. al., Physics Letters B 445, 20-26 (1998)

[12] Simon B. Mcaleer, PhD. thesis: A measurement of the recoil polarization of electroproduced Λ (1116), Florida State University, 2002.

31 LATEX kompilasi: 28 Juli 2003, pk.7:29¥]10

32