Alap-Alapan Sukesi Anggada Duta Anoman Duta
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Alap-alapan Sukesi Lakon ini oleh sebagian dalang disebut Sastrajendra. Prabu Sumali mengumumkan sayembara, bahwa siapa yang dapat menjabarkan ilmu Sastra Jendra Pangruwating Diyu, akan dapat menjadi suami putrinya, yaitu Dewi Sukesi. Ilmu yang disayembarakan ini adalah ilmu rahasia, yang hanya diketahui para dewa. Karenanya, tidak ada seorang pun yang mencoba mengikuti sayembara itu. Di Kerajaan Lopakapala, Prabu Danaraja meminta ayahnya, yaitu Begawan Wisrawa, untuk melamarkan Dewi Sukesi baginya. Karena itu, Begawan Wisrawa lalu berangkat ke Alengka untuk mengikuti sayembara. Karena ilmu yang akan dijabarkan adalah ilmu rahasia, maka Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi harus berada di ruang tertutup. Pada saat Begawan Wisrawa memulai ajarannya, kahyangan geger, karena pengaruh ilmu itu. Untuk mencegah penyebarluasan ilmu itu Batara Guru dan Dewi Uma turun ke dunia. Batara Guru menyusup ke raga Wisrawa, sedangkan Dewi Uma ke raga Dewi Sukesi. Akibatnya hubungan antara guru dan murid merubah menjadi hubungan antara pria dan wanita yang dimabuk asmara. Karena peristiwa ini akhirnya Begawan Wisrawa dikawinkan dengan Dewi Sukesi. Berita perkawinan ini membuat Prabu Danaraja murka. Ia lalu mengerahkan bala tentara Lokapala untuk menyerbu Alengka guna menghukum ayahnya, yang dianggapnya telah mengkhianatinya. Sewaktu Begawan Wisrawa dan Prabu Danaraja berperang tanding, Batara Narada datang melerai. Dikatakan oleh Narada, bahwa Dewi Sukesi memang merupakan jodoh bagi Wisrawa Anggada Duta Menjelang pecah perang antara bala tentara kera yang memihak Ramawijaya dengan tentara raksasa dari Kerajaan Alengka, Ramawijaya mengutus Anggada untuk memberi ultimatum kepada Prabu Dasamuka. Waktu Anggada bertemu Prabu Dasamuka, raja Alengka itu menghasutnya dengan mengatakan bahwa Anggada sebenarnya adalah keponakannya, dan kematian Resi Subali — ayah Anggada, adalah akibat perbuatan Rama. Termakan oleh hasutan itu Anggada kembali dan langsung menyerang Rama. Untunglah Gunawan Wibisana dan Anoman berhasil menyadarkan Anggada. Anggada lalu kembali ke Alengka dan memberi laporan palsu bahwa Rama dan Laksmana sudah tewas. Ketika Prabu Dasamuka sedang bersuka ria mendengar berita baik itu, Anggada menyerangnya, dan berhasil merampas serta melarikan mahkota raja Alengka itu, dan kemudian melarikan diri. Usaha prajurit Alengka untuk menangkapnya sia-sia saja. Mahkota Alengka itu dipersembahkan pada Ramawijaya, tetapi Rama kemudian menyerahkannya pada Prabu Sugriwa. Anoman Duta Prabu Dasamuka menyerahkan Dewi Sinta yang diculiknya, di bawah pengawasan Dewi Trijata di Taman Argasoka, kemenakannya. Sementara Regawa alias Rama terus mencari istrinya yang hilang. Ia sudah mendapat petunjuk dari Jatayu bahwa Sinta diculik raja Alengka bernama Prabu Dasamuka. Perjalan Rama ke Alengka disertai Laksamana, adiknya, dan Prabu Sugriwa serta seluruh bala tentara Kerajaan Guwakiskenda. Setelah membangun perkemahan di daerah Mangliawan, Ramawijaya mengutus Anoman untuk menjadi duta, menemui Dewi Sinta di Keraton Alengka. Hal ini membuat iri Anggada, sehingga terjadi perkelahian dengan Anoman. Rama kemudian menyadarkan Anggada, bahwa nanti akan ada tugas penting lainnya bagi Anggada. Perjalanan Anoman ke Alengka ternyata penuh hambatan. Mulanya ia berjumpa dengan Dewi Sayempraba, salah seorang istri Prabu Dasamuka. Anoman dirayu, dan diberi hidangan buah-buahan beracun. Akibatnya Anoman menjadi buta. Untunglah ia ditolong oleh Sempati, burung raksasa yang pernah dianiaya oleh Dasamuka. Berkat pertolongan Sempati, kebutaan Anoman dapat disembuhkan. Ia juga ditolong oleh Begawan Maenaka, saudara tunggal bayu-nya, sehingga dapat sampai ke negeri Alengka. Sesampainya di Alengka, Senggana pergi ke Taman Argasoka bertemu dengan Dewi Sinta dengan membawa cincin pemberian Rama. Dalam pertemuan itu Dewi Sinta menyerahkan tusuk kondenya, dengan pesan agar disampaikan kepada Ramawijaya, dengan pesan bahwa Sinta masih tetap setia pada suaminya. Setelah menyelesaikan misinya sebagai duta, Anoman sengaja membuat dirinya ditangkap. Peristiwa penyusupan itu membuat Dasamuka marah, maka ia memerintahkan membakar hidup-hidup Senggana. Setelah bulunya terbakar, Anoman melepaskan diri dari ikatan, dan berlompatan kesana-kemari membakar Keraton Alengka. Setelah menimbulkan banyak kerusakan, ia pulang menghadap Ramawijaya Anoman Lair Dewi Anjani yang bersedih hati karena wajahnya yang cantik berubah ujud menjadi wajah kera. Atas nasihat ayahnya, Begawan Gotama, ia bertapa nyantoka, serupa katak berendam di Telaga Madirda (ada versi yang menjebut Telaga Nirmala), hanya kepala saja yang muncul di permukaan air. Selama berbulan-bulan, Dewi Anjani hanya makan benda-benda yang hanyut dipermukaan air dan lewat di depan mulutnya. Pada suatu hari Batara Guru sedang melanglang buana, memeriksa keadaan dunia. Ketika ia terbang melintasi Telaga Mandirda, dilihatnya tubuh seorang wanita berendam di telaga yang bening itu. Seketika gairahnya bergejolak, sehingga jatuhlah kama benih (mani) nya, menimpa sehelai daun asam muda. Daun asam muda itu melayang jatuh ke permukaan telaga, tepat di depan mulut Dewi Anjani. Segera saja Anjani memakan daun asam muda itu (di masyarakat Jawa daun asam muda disebut sinom). Begitu daun asam muda itu ditelan, Dewi Anjani merasa dirinya mengandung. Segara ia mencari-cari siapa yang menjadi penyebabnya. Ketika ia melihat Batara Guru melayang-layang di atasnya, segera ia menuntut tanggung jawab atas janin yang dikandungnya. Batara Guru tidak mengelak tangung jawab itu. Ketika saatnya melahirkan, Batara Guru mengirim beberapa orang bidadari untuk menolong kelahiran bayi yang berujud kera putih mulus itu. Selanjutnya Dewi Anjani diruwat sehingga menjadi cantik kembali dan hidup di kahyangan. Bayi yang lahir itu diberi nama Anoman. Di kahyangan, ketika Batara Guru sedang memangku bayi Anoman, Batara Narada menertawakannya. Segera Batara Guru menghampirinya, dan menempelkan sehelai daun nila di punggung Narada, dan seketika itu juga di punggung Batara Narada menggelendot seekor bayi kera berwarna biru nila. Bayi kera itu diberi nama Anila. Para dewa yang hadir tertawa semua. Karena merasa ditertawakan, Batara Guru lalu memerintahkan para dewa untuk menciptakan seekor kera bagi anak mereka masing-masing. Arjunasasra Gugur Prabu Garbamurti dari Jonggarba akan membalas dendam kepada Arjuna Sasrabahu atas kematian ayahnya. Rama Bargawa bersedia membantunya. Prabu Garbamurti mendatangi tempat Dewi Citrawati yang sedang berpesta dengan delapan ratus putri raja, dengan cepat Garbamurti menculik salah satu putri raja, tetapi patih Kartanadi dapat menggagalkan dan Garbamurti dibunuh. Sekarang Rama Bargawa datang menantang Arjunasasra untuk merentangkan busur sakti Bargawastra. Arjunasasra dapat merentangkan busur itu tetapi tiba-tiba membalik dan sekaligus membunuh Arjunasasra. Namun terdengar suara bahwa Bargawa akan terbunuh oleh pemuda tampan yang bernama Regawa atau Ramawijaya. Arjunasasra Lahir Prabu Kartawirya alias Partawirya mengundang Bambang Suwandageni, saudara sepupunya, untuk hadir pada upaca siraman, karena permaisurinya, Dewi Danuwati telah mengandung tujuh bulan. Sesaat setelah upacara itu selesai, datanglah utusan dari Kerajaan Lokapala, bernama Gohmuka, yang menyampaikan pesan agar Dewi Danuwati boleh dibawa ke Lokapala untuk dijadikan permaisuri Prabu Wisrawana alias Danaraja. Mendengar permintaan itu Suwandageni marah dan menghajar Gohmuka, yang lalu lari pulang ke negaranya. Setelah melaporkan kegagalan tugasnya, Prabu Danaraja lalu menyiapkan bala tentaranya untuk menyerbu Maespati. Ia juga minta bantuan seorang brahmana sakti yang berujud raksasa, bernama Begawan Wisnungkara. Sementara itu di kahyangan, Batara Wisnu diperintahkan oleh Batara Guru untuk turun ke dunia guna memelihara ketentraman. Batara Wisnu dengan senjata Cakra lalu merasuk ke janin bayi yang dikandung oleh Dewi Danuwati. Beberapa saat kemudian, Dewi Danuwati melahirkan seorang putra, yang oleh Prabu Kartawirya diberi nama Arjunawijaya, alias Arjuna Sasrabahu. Anehnya, bayi itu lahir dengan menggenggam senjata Cakra. Sementara itu balatentara Kerajaan Lokapala yang dipimpin oleh Prabu Danaraja telah sampai di tapal batas Maespati. Prabu Kartawirya bersama Suwandageni berangkat untuk menghadang musuh. Senjata Cakra yang digenggam putranya yang baru lahir dibawa ke medan perang. Dalam perang tanding antara Begawan Wisnungkara dengan Suwandageni berlangsung seru. Prabu Kartawirya lalu meminjamkan senjata Cakra pada Suwandageni. Dengan senjata itu Begawan Wisnungkara tak bisa berbuat apa-apa. Badannya hancur lebur terkena senjata Cakra. Prabu Danaraja yang berhadapan dengan Prabu Kartawirya yang bersenjatakan Cakra, seketika luluh semangatnya. Prabu Danaraja sadar bahwa ia berhadapan dengan senjata sakti dari kahyangan. Karena itu ia segera lari pulang ke Lokapala. Arjunasasra Rabi Dikisahkan usaha Prabu Dasamuka untuk membunuh dan memenggal kepala 1000 orang pendeta di dunia. Untuk melaksanakannya, ia menugasi raksasa sakti bernama Yaksamuka. Waktu hendak membunuh Begawan Jumanten dari Pertapaan Giriretno, usaha Yaksamuka dihalangi oleh Bambang Kertanadi, putra sang Begawan. Yaksamuka kalah dan lari, tetapi dikejar Bambang Kartanadi. Dalam pelariannya raksasa Alengka itu bertemu dengan Arjunawijaya, lalu minta perlindungan. Setelah Bambang Kartanadi dapat menyusul, Arjunawijaya menghalangi niat Bambang Kartanadi membunuh Yaksamuka. Mereka berperang, sehingga Bambang Kartanadi takluk. Yaksamuka dan Bambang Kartanadi lalu bersama-sama mengabdi pada Arjunasasra. Keduanya juga mengikuti Arjunawijaya