KERAGAMAN IKAN KARANG FAMILI DI PERAIRAN PULAU PANJANG KABUPATEN ACEH SINGKIL

SKRIPSI

NOVIDA NAINGGOLAN 120805044

PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

i

Universitas Sumatera Utara ii

KERAGAMAN IKAN KARANG FAMILI Pomacentridae DI PERAIRAN PULAU PANJANG KABUPATEN ACEH SINGKIL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

NOVIDA NAINGGOLAN 120805044

PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

KERAGAMAN IKAN KARANG FAMILI Pomacentridae DI PERAIRAN PULAU PANJANG KABUPATEN ACEH SINGKIL

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2019

Novida Nainggolan 120805044

Universitas Sumatera Utara PENGESAHAN SKIRIPSI

Judul :Keragaman Ikan Karang Famili Pomacentridae di Perairan Pulau Panjang Kabupaten Aceh Singkil. Kategori : Skripsi Nama : Novida Nainggolan Nomor Induk Mahasiswa : 120805044 Program Studi : Sarjana (S1) Biologi Departemen : Biologi Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Oktober 2019

Komisi pembimbing Pembimbing 2 Pembimbing 1

Mayang Sari Yeanny, S.Si., M.Si. Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si. NIP:19721126 199802 2 002 NIP: 19691010 199702 1 002

Ketua Program Studi

Dr. Saleha Hannum. M.Si NIP.197108312000122001

i

Universitas Sumatera Utara KERAGAMAN IKAN KARANG FAMILI Pomacentridae DI PERAIRAN PULAU PANJANG KABUPATEN ACEH SINGKIL

ABSTRAK

Ikan karang famili pomacentridae merupakan salah ikan karang mayor yang umum di jumpai di terumbu karang. Keragaman ikan karang famili pomacentridae dipengaruhi oleh faktor fisik – kimia perairanya. Lokasi penelitian dilakukan di perairan Pulau Panjang Kecamatan Pulau Banyak Aceh Singkil dengan metode “ line intercept transect”dan “undewater visual sensus” dengan pengamatan ikan pada kedalaman 5 - 7 meter menggunakan transek sepanjang 85 m dengan ulangan sebanyak 3 kali masing – masing panjang ulangan 25 m dan dan jarak antar ulangan 5 m. Hasil penelitian dan analisis data, jumlah total spesies yang ditemukan pada 3 titik stasiun sebanyak 11 spesies. Keseragaman ikan tertinggi pada perairan Pulau Panjang sebesar 0.91 pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,85. Hubungan faktor fisik kimia perairan pulau panjang memiliki pengaruh yang sangat kuat dan berkorelasi positif yaitu suhu dan BOD5 sedangkan salinitas dan pH memiliki korelasi negatif dan berkorelasi kuat.

Kata kunci ; Famili Pomacentridae, Ikan Karang, Keragaman, Pulau Panjang

ii

Universitas Sumatera Utara DIVERSITY OF FAMILY Pomacentridae CORAL IN PULAU PANJANG WATER OF ACEH SINGKIL DISTRICT

ABSTRACT

Reef fish of family pomacentridae are one of the major reef fish that are commonly encountered on coral fish. The diversity of reef fish in the family of pomacentridae is influenced by physical – chemical factors. The location of the study was carried out in Pulau Panjang waters of Pulau Banyak Aceh Singkil sub – district using the “ line intercept transect” and “underwater visual sensus” methods by observing fish at a depth of 5 – 7 meters using 85 m transects with replication length 25 m and the distance between replication is 5 m. The results of research and data analysis, the total number of spesies found at 3 station points as many as 11 species. The highest uniformity of fish in Pulau Panjang waters is 0.91 at station 2 and the lowest at station 1 is 0.85. the relationship of the chemical physical factor of Pulau Panjang waters has very strong and positively correlated effect, namely temperature and BOD5 while salinity and pH have a negative correlation and are strongly correlated.

Keywords: Pomacentridae Family, Reef fish, Diversity, Pulau Panjang

iii

Universitas Sumatera Utara PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun hasil penelitian yang berjudul “Keragaman Ikan Karang Famili pomacentridae di Perairan Pulau Panjang Kabupaten Aceh Singkil” yang disusun dan dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak, Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si.selaku pembimbing 1 dan Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si., M.Si. selaku pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan dan perhatian selama penyusunan hasil penelitian ini. Terimakasih kepada Ibu Dra. Hesti Wahyuningsih, M.Si selaku dosen penguji 1 dan Ibu Dr.Nusahara pasaribu, M.Sc selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan kritikan, saran dan arahan selama penyusunan hasil penelitian ini. Terimakasih kepada orang tua penulis Bapak S. Nainggolan dan Ibu S. Sianturi yang tiada hentinya mendukung dan mendorong penulis untuk menyelesaikan hasil penelitian ini. Terimakasih kepada Dosen-dosen dan staf Departemen Biologi serta teman-teman penulis Mareta, Sarma, Henda, risda , Ester, dan stambuk 2012 serta adik-adik stambuk 2013 atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan dalam penyusunan hasil penelitian ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan dalam penyusunan hasil penelitian ini semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca.

Medan, Desember 2017

Penulis

iv

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN i ABSTRAK ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR TABEL v DAFTAR LAMPIRAN vi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Permasalahan 3 1.3. Tujuan 3 1.4. Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Terumbu Karang 4 2.2. Ekologi Ikan Karang 5 2.2.1. Pengelompokan Ikan Karang 6 2.3. Famili Pomacentridae 7 2.4. Morfologi Ikan Famili Pomacentridae 8 2.5. Cara Pemijahan Ikan Karang 10

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat 11 3.2. Alat Dan Bahan 11 3.3. Penentuan Stasiun Pengamatan 11 3.4. Deskripsi Stasiun 11 3.4.1. Stasiun 1 11 3.4.2. Stasiun 2 12 3.4.3. Stasiun 3 12 3.5. Pengamatan Keragaman Ikan pomacentridae 13 3.6. Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan 14 3.6.1. Suhu (0C) 14 3.6.2. Intensitas Cahaya (Candela) 14 3.6.3. Penetrasi Cahaya 14 3.6.4. Salinitas (ppt) 14 3.6.5. pH 15 3.6.6. DO (Dissolved Oxygen) 15 3.6.7. BOD5 15 3.7. Analisis Data 16 3.7.1. Kepadatan 16 3.7.2. Kepadatan Relatif (KR) 16 3.7.3. Frekuensi Kehadiran (FK) 16

v

Universitas Sumatera Utara 3.7.4. Indeks Keanekaragaman Diversitas 16 Shannon-Wiener (H’) 3.7.5. Indeks Equibilitas/ Indeks Keseragaman (E) 17 3.7.6. Indeks Similaritas (IS) 17 3.7.7. Analisis Korelasi 18

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Faktor Biotik Lingkungan 19 4.1.1 Jenis Ikan yang Diperoleh 19 4.1.2 Deskripsi Ikan 20 4.1.3 K, KR dan FK 27 4.1.4 H’ dan E 29 4.1.5 Indeks Similaritas (IS) 30 4.2 Faktor Abiotik Lingkungan 31

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 35 5.2 saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

DAFTAR LAMPIRAN 40

vi

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar 1 Stasiun 1 (Daerah Lintas Kapal Motor) 12 2 Stasiun 2 (Daerah Wisata) 12 3 Stasiun 3 (Daerah Tanpa Aktivitas) 13

vii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman Lampiran 1 Peta Lokasi 41 2 Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO 42

3 Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 43 4 Alat – alat Penelitian 44 5 Foto Kerja 45 6 Contoh Hasil Perhitungan 46

viii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel 1 Tabel faktor fisik kima perairan 19 2 Analisis Korelasi 20 3 Ikan yang di peroleh pada setiap stasiun 21 4 Data K, KR dan FK 5 Indeks ( H’) dan E 6 Indeks Similaritas 7 Faktor Abiotik Lingkungan

ix

Universitas Sumatera Utara 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dimana dua pertiga wilayahnya adalah lautan. Selain diberikan gelar sebagai negara bahari, posisinya yang strategis yaitu di wilayah tropis menjadikan Indonesia juga dikenal sebagai negara yang kaya akan keragaman hayati. Hamparan laut yang luas merupakan potensi sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mengembangkan sumber daya perairanya (Arini, 2013). Indonesia merupakan negara yang terletak pada pusat segitiga terumbu karang (the coral triangle) yang memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi. Seiring berjalannya waktu, kondisi terumbu karang di Indonesia mengalami degradasi yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan oleh manusia dan kerusakan akibat bencana alam (COREMAP II, 2008). Kabupaten Aceh Singkil dengan Ibukota Singkil adalah sebuah kabupaten yang berada di ujung selatan provinsi Aceh di pulau Sumatera. Letak geografis kabupaten Aceh singkil berada pada posisi 200’2”-2036’40” LU dan 97004’54”- 98011’47” BT. Letak administrasi kabupaten Aceh Singkil yaitu sebelah utara berbatasan dengan kota Subulus Salam; selatan dengan Samudera Indonesia; timur dengan provinsi Sumatera Utara dan barat dengan kabupaten Aceh selatan. Kabupaten ini terdiri dari dua wilayah yaitu daratan dan kepulauan, kepulauan yang menjadi bagian dari Aceh Singkil adalah pulau banyak dan pulau banyak barat (BPS, 2013). Perairan Pulau Panjang adalah salah satu gugusan pulau-pulau kecil di Kecamatan Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh. Pulau Banyak ini berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, tepatnya di ujung sebelah barat Pulau Sumatera. Sebagai daerah kepulauan, Pulau Panjang memiliki keindahan terumbu karang, keindahan terumbu karangnya tidak lepas dari biota yang berasosiasi dengan terumbu karang tersebut salah satu dari biota tersebut adalah ikan karang. Banyaknya keragaman ikan karang tersebut menjadikan daerah ini banyak digunakan untuk aktifitas masyarakat seperti tempat rekreasi dan daerah lintasan kapal motor.

Universitas Sumatera Utara 2

Ikan karang merupakan salah satu organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang dengan jumlah terbanyak dan merupakan organisme besar yang dapat ditemui di seluruh habitat terumbu karang. Ikan karang merupakan organisme yang hidup dan menetap serta mencari makan di area terumbu karang (sedentary), sehingga apabila terumbu karang rusak atau hancur maka ikan karang juga akan kehilangan habitatnya. Sebagai ikan yang hidup tergantung oleh terumbu karang maka rusaknya terumbu karang akan berpengaruh terhadap keragaman dan kelimpahan ikan karang (Nybakken, 1988). Salah satu ikan karang yang senantiasa ditemukan di daerah terumbu karang adalah famili Pomacentridae. Famili ini dikenal dengan nama damselfishes, merupakan salah satu famili ikan karang yang umumnya banyak didapatkan pada komunitas ikan karang di suatu terumbu karang (Montgomery et al, 1980). Ikan famili Pomacentridae terdiri dari 400 jenis yang termasuk dalam 25 genera, (Allen, 1975; Masuda & Allen,1987). Menurut Budiyanto (2000), jenis ikan hias yang mudah dan paling umum dijumpai di terumbu karang adalah dari kelompok Pomacentridae termasuk anemonfish dan angelfish yang memiliki warna sangat indah. Menurut Aziz (2004), Famili Pomacentridae merupakan ikan karang yang mudah dikenali karena sering ditemukan dalam keadaan melimpah pada daerah pantai khususnya pada daerah reef flat (rataan terumbu). Ikan dari famili ini juga mudah dihitung karena umumnya ditemukan berkoloni dalam jumlah yang tidak begitu besar dan soliter pada daerah karang dan daerah berbatu. Perairan Pulau Panjang ini banyak digunakan untuk aktivitas masyarakat, khususnya di sekitar daerah terumbu karang yang berpotensi untuk merusak karang dan Komunitas ikan karang merupakan salah satu biota yang mendiami ekosistem terumbu karang di perairan ini, adanya aktivitas masyarakat yang mempengaruhi faktor fisik kimia perairan yang juga nantinya akan berdampak terhadap komuntas ikan karang salah satunya dari famili Pomacentridae sebagai ikan mayor dalam ekosistem perairan terumbu karang. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai “Keragaman ikan Karang famili Pomacentridae di perairan Pulau Panjang Kabupaten Aceh Singkil” 1.2. Permasalahan

Universitas Sumatera Utara 3

Perairan pulau Panjang memiliki hamparan terumbu karang yang cukup luas. Komunitas ikan karang merupakan salah satu biota yang mendiami ekosistem terumbu karang di perairan ini. Keterkaitan ikan karang terhadap terumbu karang sangat tinggi karena fungsi ekologis terumbu karang sebagai penyedia makanan, tempat hidup, tempat perlindungan dan tempat berkembang biak bagi ikan yang berada di sekitarnya juga bagi ikan karang famili Pomacentridae. Namun sejauh ini data mengenai jenis keragaman ikan karang famili Pomacentridae yang ada di pulau Panjang masih belum diketahui demikian juga hubungan keterkaitan keragaman ikan karang famili Pomacentridae dengan faktor fisika-kimia perairan.

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman ikan karang famili Pomacentridae di perairan Pulau Panjang Kecamatan Pulau Banyak serta hubungan faktor fisik–kimia perairan dengan keragaman ikan karang famili Pomacentridae.

1.4. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Memberikan informasi mengenai keragaman ikan karang famili Pomacentridae yang terdapat di perairan Pulau Panjang Kecamatan Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil. b. Sumber data bagi pihak-pihak terkait yang berguna dalam usaha pelestarian biota laut.

Universitas Sumatera Utara 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang merupakan asosiasi organisme yang kompleks yang mempunyai sejumlah tipe habitat yang berbeda-beda. Penggolongan habitat secara geomorfologi berupa zona-zona terumbu seperti rataan terumbu, puncak terumbu, dan tubir, yang didalamnya memiliki karakteristik beragam dan apabila mendapat tekanan terhadap lingkungan akan memberikan respon yang beragam pula (COREMAP II, 2008). Menurut Septyadi et al. (2013). Ekosistem terumbu karang memiliki fungsi yang bermanfaat sebagai habitat berbagai jenis biota laut, seperti ikan dan invertebrata. Keadaan terumbu karang menentukan kelimpahan dan keanekaragaman biota yang hidup di ekosistemnya. Adanya kegiatan pariwisata dan penangkapan ikan secara ilegal dengan menggunakan potasium atau bom ikan diduga telah mempengaruhi keberadaan terumbu karang dan organisme yang berasosiasi di dalamnya. Komunitas terumbu karang memiliki sifat unik di antara asosiasi biota laut. Terumbu ini dibangun seluruhnya oleh kegiatan biologik. Terumbu merupakan timbunan masif dari kapur CaCO3 yang terutama dihasilkan oleh hewan karang dengan tambahan penting dari alga berkapur dan organisme-organisme lain penghasil kapur (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Terumbu karang juga merupakan lingkungan yang tidak berkesinambungan (patchy). Pada skala ratusan kilometer, terumbu tersebar di seluruh lautan tropis. Pada skala yang lebih kecil, terumbu menyediakan zona habitat yang berbeda-beda baik fisik maupun ciri-ciri lain. Pada zona-zona tersebut dalam skala meter terdapat bentuk-bentuk fisik yang berbeda-beda karena perbedaan morfologi karang yang berbeda spesies dan campuran/ kombinasi antara koloni karang dengan pecahan karang (rubble), pasir dan lapangan substrat batu kapur (limestone) (Thresher, 1984 dalam Zulfianti 2014 ). Di dunia terdapat dua kelompok karang yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaannya terletak pada kemampuan karang hermatifik dalam

Universitas Sumatera Utara 5

menghasilkan terumbu. Kemampuan ini disebabkan adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis dalam jaringan karang hermatifik. Sel tumbuhan ini dinamakan zooxanthellae. Karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis, sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh dunia. Dengan kata lain Indonesia yang terletak di daerah tropis memiliki kedua jenis kelompok ini (Guilcher, 1988).

2.2. Ekologi Ikan Karang Choat dan Bellwood (1991) mendefinisikan ikan karang adalah setiap individu ikan yang hidup di dalam sistem terumbu karang. Ikan karang memiliki keanekaragaman yang tinggi serta berasosiasi dengan terumbu karang. Ikan - ikan ini memiliki adaptasi khusus seperti bentuk dan warna tubuh, serta cara reproduksi. Ikan karang merupakan keseluruhan ikan pada terumbu karang yang masuk ke dalam jaringan makanan melalui beberapa cara sehingga terdapat keseimbangan yang rumit dari hubungan mangsa dan dimangsa. Kelompok ikan merupakan taksa terbesar dari hewan-hewan vertebrata yang berasosiasi dengan terumbu karang, bahkan mendiami terumbu karang dengan keanekaragaman yang tertinggi (Adrim et al 2012). Keanekaragaman ikan karang dalam tingkat komunitas diasumsikan sebagai akibat dari adanya keanekaragaman hayati karang, keragaman makanan, habitat, relung, dan interaksi antar spesies dan distribusi dari jumlah masing-masing populasi ikan itu sendiri (Nybakken, 1988). Beberapa kelompok besar ikan yang mendiami terumbu karang antara lain, kelompok ikan famili Pomancentridae, Labridae, Chaetodontidae, Apogonidae, Scaridae, Serranidae,siganidae, Lutjanidae, dan Gobiidae (Allen dan Steene, 1998). Menurut Lamini dan Bengen (1993) dalam Syakur 2000, distribusi ikan karang berhubungan dengan karakteristik habitat dan interaksi diantara ikan-ikan itu sendiri baik yang berhubungan antar spesies (interspesies). Distribusi spasial beberapa jenis ikan secara nyata oleh karakteristik habitat tertentu. Karakteristik habitat yang paling berperan dalam distribusi ini secara berurutan adalah arus, kecerahan, suhu air dan kedalaman.

Universitas Sumatera Utara 6

2.2.1. Pengelompokan Ikan Karang Komunitas ikan karang merupakan bagian yang sangat penting dalam ekosistem terumbu karang, tidak hanya bagi ikan itu sendiri yang menjadikan ekosistem terumbu karang sebagai habitat vitalnya, yaitu sebagai tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground), namun juga penting dalam menjaga keseimbangan antara berbagai komponen penyusun ekosistem terumbu karang. Secara ekonomis, ikan karang sangat penting bagi nelayan dan dunia pariwisata (Rudi dan Ismudi, 2010) Sebagian kelompok ikan berlindung dan menjelajah di terumbu karang yang termasuk di dalamnya adalah ikan butana (herbivora), dan kelompok karnivora seperti ikan kakap dan ikan kerapu (Titaheluw, 2011). Pengelompokan ikan karang berdasarkan periode aktif mencari makan (Setiapermana, 1996) 1. Ikan nokturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari suku Holocentridae (swanggi), Apogonidae, Haemulidae. Priacanthidae (bigeyes), Muraenidae (eels), Serranidae (jewfish) dan beberapa dari suku Mullidae (goatfishes), dan lain-lain. 2. Ikan diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari suku Labridae (wrasses), Chaetodontidae (butterflyfishes) Pomacentridae (damselfishes), Scaridae (parrotfishes), Acanthuridae (surgeonfishes), Bleniidae (blennies), Balistidae (triggerfishes), Pomacanthidae (Tetraodontidae, Canthigasteridae angelfishes), Monacanthidae, Ostracionthidae (boxfishes), dan beberapa dari Mullidae (goatfishes) 3. Ikan crepuscular (aktif di antara) contohnya pada ikan-ikan dari suku Sphyraenidae (barracudas), Serranidae (groupers), Carangidae (jacks), Scorpaenidae (lionfishes), Synodontidae (lizardfishes), Carcharhinidae, Lamnidae, Sphyranidae (sharks) dan beberapa dari Muraenidae (eels) Tipe pemangsaan ikan karang yang paling banyak di ekosistem terumbu karang adalah karnivora, yaitu lebih kurang 50% - 70% dari seluruh jenis ikan di ekosistem ini. Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok terbesar kedua setelah karnivora yaitu lebih kurang 15% dari spesies yang ada dan yang paling penting dari kelompok ini adalah famili Scaridae dan Acanthuridae. Sisanya diklasifikasikan

Universitas Sumatera Utara 7

sebagai omnivora dan multivora yaitu ikan-ikan dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomachantidae, Monachantidae, Ostaciantidae dan Tetraodontidae. Ikan-ikan pemakan zooplankton memiliki ukuran tubuh yang kecil yaitu ikan dari famili Clupidae dan Antherenidae (Nybakken, 1998). Pengelompokan ikan karang berdasarkan peranannya (Setiapermana,1996). 1. Ikan target adalah ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti, Serranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mullidae, Siganidae, Labridae (Cheilinus, Hemnigymnus, Choerodon), dan Haemulidae. 2. Ikan indikator adalah sebagai ikan penentu untuk terumbu karang karena ikan ini erat hubungannya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari suku Chaetodontidae (kepe-kepe). 3. Ikan lain (mayor famili) adalah ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan banyak dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Labridae, Apogonidae dan lain-lain).

2.3. Famili Pomacentridae Famili Pomacentridae merupakan satu kelompok ikan karang tropis yang memiliki karakteristik menarik. Daya tariknya tidak hanya dari corak warnanya yang cerah dan bentuknya yang agak pipih, tetapi juga dari jumlah dan aktifitasnya Moyle dan Cech, (1998) dalam Rondonuwu et al.,(2013). Beberapa contoh genera ikan Pomacentridae yang sudah dikenal adalah ikan anemon (anemone fish) dari genera Amphiprion dan Premnas biaculeatus (Rohmimohtarto dan Juwana, 2007), 21 genera dari Abudefduf yang biasanya disebut dengan sergeant-major, Amblyglyphidodon, Amblypomacentrus, Chrysiptera, Dischistodus, Hemiglyphidodon, Neoglyphidodon, Neopomacentrus, Parma, Plectroglyphidodon, Pomacentrus, Pomachromis, Pristotis, Stegastes (synonim Eupomacentrus) (Nelson, 2006). Contoh spesies ikan karang famili Pomacentridae antara lain

Universitas Sumatera Utara 8

(a) (b) Gambar 2.1. Spesies Amphiprioan ocellaris (a) dan Abudefduf vaigiensis (b). (Nelson, 2006) Spesies Amphiprion ocellaris berwarna orange dengan tiga garis putih, bergaris tengah dengan tonjolan yang sedikit maju, jumlah variabel merayap hitam di garis dan sirip, biasa didapatkan di terumbu garis pantai sampai 15 m (Nelson, 2006). Spesies Abudefduf vaigiensis berwarna abu-abu kehitaman dengan 5 garis biru (termasuk garis di dasar ekor) biasa didapatkan warna kuning di atas punggung, biasanya membentuk kelompok makan di pertengahan air atau biasa menjaga sarang di dalam celah-celah berbatu, biasa didapatkan di terumbu garis pantai dan lereng luar sampai 12 m (Nelson, 2006).

(a) (b) Gambar 2.2 Spesies Dascyllus auranus (a) dan Chromis atripectroalis (b) (Nelson, 2006) Spesies dari Dascyllus auranus ini memiliki bentuk badan agak bundar dengan panjang agak mencapai 10 cm. pada tubuhnya terdapat 3 belang yang melintang berwarna kehitam-hitaman, tepi sirip ekor berlekuk. Spesies ini biasa di temukan di perairan Asia, mulai dari kedalaman 2-10 m, makanannya berupa rumput, udang rebon, dan cacing sutra. Habitat ikan ini berada di berbagai karang dengan kedalaman dangkal dan penetrasi cahaya yang cukup. Sedangkan Spesies dari Chromis atripectroalis ini memiliki warna kuning kehijauan dengan panjang mencapai 10 cm. Ikan ini tidak memiliki tutup insang yang bergerigi, sirip ekornya bercagak, ikan ini sering bergerombol, Chromis atripectoralis mengomsumsi hewan

Universitas Sumatera Utara 9

golongan invertebrate, alga, dan zooplankton, habitatnya di pantai karang (Nelson, 2006).

(a) (b) Gambar 2.3. Spesies Crysiptera parasema (a) dan Pomacentrus muloccensis (b) (Nelson, 2006). Spesies dari Crysiptera parasema berwarna biru dari kepala hingga tubuh belakang, berwarna kuning bagian ekor dan sirip ventral, serta ujung-ujung ekor yang berwarna biru transparan, sirip punggung berduri. Ditemuksn pada karang bercabang dari terumbu, spesies ini biasa ditemukan sampai 16 m. Sedangkan spesies Pomacentrus muloccensis berwarna kuning dari kepala hingga ekor, berbentuk bulat, ekor sedikit berlekuk, dengan panjang 12 cm, didapatkan hingga kedalaman 14 m (Nelson, 2006) .Bugess dan Axelrod (1973) dalam Rondonuwu (2013) menjelaskan bahwa famili ikan karang Pomacentridae terdiri dari 400 jenis yang termasuk dalam 25 genera. Menurut Nelson (2006) Pomacentridae terbagi dalam empat sub famili, yaitu: sub famili Amphiprionae; sub famili Chrominae; sub famili Lepidozyginae; dan sub famili . Bentuk tubuh dan variasi warna yang beragam menjadikan ikan famili Pomacentridae menjadi salah satu jenis ikan hias yang sangat diminati oleh para pencinta ikan hias air laut. Oleh karena itu ikan ini memiliki nilai ekonomi yang penting untuk peningkatan perekonomian masyarakat wilayah pesisir (nelayan), para pengusaha ikan hias dan sebagai objek pariwisata bahari (khususnya bagi para penyelam) ( Rungkat, et al 2013).

2.4. Morfologi Ikan Famili Pomacentridae Menurut Nelson (2006), ikan Pomacentridae memiliki lubang hidung yang tunggal, Chromis dan Dascyllus merupakan spesies yang memiliki dua lubang hidung. Genera ini biasanya memakan plankton, memiliki bentuk tubuh yang tinggi

Universitas Sumatera Utara 10

dan pipih, mulut kecil, garis lateral tidak lengkap atau berselisih, sirip ekor memiliki dua buah duri (sangat jarang tiga), sebuah sirip punggung dengan 8-17 buah duri keras dan 11-18 duri halus. Para ahli taksonomi menjelaskan bahwa sangat sulit untuk membedakan damselfishes karena banyak spesies yang kompleks dan pola warnanya yang berbeda-beda dengan individu dari beberapa generanya. Menurut March (2004), secara umum ikan famili Pomacentridae ini mempunyai banyak , dengan badan pipih dan nampak dari samping bulat, ikan ini berukuran kecil yang terbanyak di terumbu karang (kelimpahan individu) sedangkan makanan dari famili ini yaitu plankton, invertebratae algadan sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon yaitu dari genus Amphiprion. Ikan Pomacentridae dewasa pada umumnya berwarna coklat tua, sedangkan ikan yang masih muda memiliki warna yang indah dengan garis biru sepanjang kepala hingga panggul, berukuran hingga 10 mm. Warna biru perlahan-lahan akan menghilang saat ikan beranjak dewasa sehingga tidak ada ikan dewasa yang berwarna biru (Lythgoe and Lythgoe, 1992).

2.5. Cara Pemijahan Ikan Karang Famili Pomacentridae Cara pemijahan semua spesies Pomacentridae hampir sama. Ikan jantan membersihkan bagian batu karang dan membentuk suatu daerah pertahanan. Pomacentridae umumnya adalah ikan yang memiliki satu tempat tinggal tertentu, tetapi selama masa pemijahan kebanyakan dari mereka menjadi lebih agresif. Ikan jantan akan melakukan perubahan warna tubuh. Sinyal dari ikan jantan akan ditangkap oleh ikan betina yang siap memijah dengan membuat gerakan berputar di atas sarangnya. Ikan betina yang siap memijah berperan penting dalam mempertahankan tempat tinggal pada masa pemijahan. Setelah masa pemijahan selesai, ikan betina akan keluar dari sarang memberi sinyal lagi. Sekali lagi beberapa ikan betina melakukan pemijahan dengan ikan jantan, kemudian ikan jantan akan membentuk suatu perlindungan di antara telur-telur sampai telur tersebut menetas (Rondonuwu, 2013).

Universitas Sumatera Utara 11

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2016 dikawasan perairan Pulau Panjang Kecamatan Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah SCUBA diving, kapal motor, rol meter, kamera bawah air, bola pelampung, kertas sabuk, alat tulis, lamhnot, refraktometer, thermometer, secchi disk, erlenmeyer, spuit 3 ml dan 5 ml, pipet tetes, GPS, pH meter, botol alkohol. Bahan yang digunakan adalah tissue,

KOH-KI, MnSO4, H2 S04, amilum, Na2S2O3 0,0125 M.

3.3. Penentuan Stasiun Pengamatan Penentuan stasiun pengamatan data menggunakan metode Purposive Sampling dengan 3 stasiun pengamatan. Penentuan stasiun pengamatan mewakili kondisi perairan di Pulau Panjang Kecamatan Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil yang didasarkan pada ada tidaknya aktivitas masyarakat.

3.4. Deskripsi Stasiun 3.4.1. Stasiun 1 Daerah ini merupakan daerah lintas kapal motor dan sejenisnya yang secara geografis terletak pada 02017`2.22`` LU dan 97024`22,37`` BT

Universitas Sumatera Utara 12

Gambar 3.1. Stasiun 1 (Daerah lintas kapal motor)

3.4.2. Stasiun 2 Daerah ini merupakan daerah tempat rekreasi, yang secara geografis terletak pada 02016`27.34`` LU dan 97024`36.14`` BT.

Gambar 3.2. Stasiun 2 (Daerah wisata)

3.4.3. Stasiun 3 Daerah ini adalah alami, yang secara geografis terletak pada 02015`59.64`` LU dan 97024`58.11`` BT.

Universitas Sumatera Utara 13

Gambar 3.3 Stasiun 3 (Daerah tanpa aktivitas)

3.5. Pengamatan Keragaman Ikan Pomacentridae Metode yang digunakan dalam mengamati keragaman ikan karang famili Pomacentridae yaitu dengan menggunakan metode “Line Intercept Transect” (LIT) dan“Undewater Visual Census”(UVC). Pengambilan data ikan pada setiap stasiun dengan 3 ulangan pada kedalaman 5-7 m. Penentuan peletakan titik transek sejajar dengan garis pantai. Pada setiap stasiun dipasang transek sepanjang 85 m dengan panjang setiap ulangan yang diamati yaitu 25 m dan jarak antar ulangan masing-masing 5 m. Ulangan 1 berada pada titik 0-25 m, ulangan 2 pada titik 30-55 m, dan ulangan 3 pada titik 60-85 m. Jadi total jarak yang diamati adalah 75 m. Pengambilan data ikan karang famili Pomacentridae dilakukan dengan menyusuri garis transek dengan tinggi 2 m dari rataan terumbu karang dan lebar 2,5 m ke kanan dan ke kiri. Sehingga luas bidang yang diamati per transeknya adalah 75 m x 5 m x 2 m (750 m3). Sebelum pengambilan data ikan famili Pomacentridae dimulai sebaiknya pengambil data terlebih dahulu membiarkan keadaan kembali normal (tenang) kurang lebih 15 menit setelah transek dipasang. Setelah itu dilakukan penyelaman menyusuri garis transek. Semua jenis ikan famili Pomacentidae yang terlihat difoto menggunakan kamera bawah air diidentifikasi dengan menggunakan Buku Identifikasi (Allen, et al. 2003).

Universitas Sumatera Utara 14

Bagan kerja pengamatan ikan karang famili Pomacentridae dapat dilihat pada gambar 5. panjang total garis transek 85 meter 5 m 5 m 5 m 5 m Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

5 m m 5 5 m 25 m 25 m 25 m Gambar 3.4: Undewater Visual Census” (UVC).

3.6. Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan 3.6.1. Suhu (oC) Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa yang berskala 0-100 oC. Termometer dimasukkan ke dalam air dan dibiarkan selama beberapa menit sampai menunjukkan skala yang konstan lalu dibaca skala yang tertera pada termometer tersebut.

3.6.2. Intensitas Cahaya (Candella) Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan menggunakan Luxmeter. Luxmeter diletakkan pada tempat terbuka untuk menangkap cahaya. Faktor pengali disesuaikan dengan intensitas cahaya yang diperoleh kemudian dicatat.

3.6.3. Penetrasi Cahaya (m) Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan dengan menggunakan keping sechii. Keping sechii dimasukkan ke dalam air sampai pada kedalaman tertentu hingga batas keping sechii tidak kelihatan, kemudian diukur panjang tali.

3.6.4. Salinitas (ppt) Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Diteteskan sampel air pada kaca refraktometer dengan menggunakan pipet tetes, kemudian ditutup dan dibaca skala yang tertera pada alat tersebut..

3.6.5. PH (Potential of Hidrogen) Pengukuran pH (derajat keasaman) dilakukan dengan menggunakan pH meter. pH meter dimasukkan ke dalam air yang sebelumnya telah dikalibrasi pada

Universitas Sumatera Utara 15

pH netral (pH = 7) selama beberapa menit kemudian dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

3.6.6. DO (Dissolved Oxygen) (mg/L) Pengukuran oksigen terlarut (DO) diukur dengan menggunakan metode Winkler. Sampel air diambil dan dimasukkan ke dalam botol Winkler, kemudian ditetesi dengam MnSO4 dan KOH-KI masing-masing sebanyak 1 ml, dihomogenkan dan didiamkan selama beberapa saat sampai terbentuk endapan berwarna putih atau kecoklatan. Selanjutnya ditambahkan dengan 1 ml H2SO4 lalu dihomogenkan sampai terbentuk endapan cokelat. Diambil sebanyak 100 ml sampel tersebut dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,0125 N hingga berwarna kuning pucat. Selanjutnya ditetesi dengan 5 tetes amilum dihomogenkan hingga berwarna biru. Lalu dititrasi lagi dengan Na2S2O3 0,125 N sampai air berwana bening. Jumlah Na2S2O3 0,125 N yang terpakai menunjukkan kadar oksigen terlarut pada perairan tersebut.

3.6.7. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) (mg/L)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metode Winkler, yaitu dengan cara mengukur DO air yang telah diinkubasi selama 5 hari sebagai DO akhir air. Nilai dari BOD5 adalah hasil pengurangan dari nilai DO awal dengan nilai DO akhir air. Tabel 3.1. Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan Beserta Satuan dan Alat/Metode yang digunakan Tempat No Parameter Satuan Alat/Metode Pengukuran 1 Suhu 0C Termometer In-situ 2 Intensitas Cahaya Candela Luxmeter In-situ 3 Penetrasi Cahaya Meter Keping sechii In-situ 4 Salinitas ‰ Refraktometer In-situ 5 Ph - pH meter In-situ 6 DO mg/L Winkler In-situ 7 BOD5 mg/L Winkler Laboratorium

3.7. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menghitung menghitung Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK), dan

Universitas Sumatera Utara 16

analisis korelasi antara faktor fisik kimia perairan dengan keragaman dan ikan karang famili Pomacentridae.

3.7.1 Kepadatan (K) Data kepadatan ikan Pomacentridae diperoleh dengan menggunakan rumus Brower dkk (1998), yaitu:

Dimana : K : Kepadatan jenis ikan Pomacentridae n : Jumlah setiap spesies A : volume transek

3.7.2 Kepadatan Relatif (KR)

KR (%) = x 100%

Apabila KR > 10% maka suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme (Odum, 1994).

3.7.3 Frekuensi Kehadiran (FK)

FK = x 100%

Apabila nilai FK : 0 - 25 % = Kehadiran sangat jarang 25 - 50 % = Kehadiran jarang 50 - 75 % = Kehadiran sering 75 - 100 % = Kehadiran absolut (sangat sering) (Michael, 1995)

3.7.4 Indeks Diversitas Shannon – Wiener Indeks keanekaragaman dihitung dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener (Krebs, 1985).

H’ = -∑(ni/N) ln (ni/N)

Universitas Sumatera Utara 17

Dimana : H′ : Indeks keanekaragaman Ni : Jumlah koloni setiap spesies N : Jumlah koloni seluruh spesies

0 < H’ < 2,302 = Keanekaragaman tinggi 2,302 < H’ < 6,907 = Keanekaragaman sedang H’ > 6,907 = Keanekaragaman rendah

3.7.5 Indeks Equitabilitas/Indeks Keseragaman (E)

Dimana : E = indeks equitabilitas H’ = Indeks diversitas Shannon-Wienner H max = Keanekaragaman spesies maksimum In S (dimana S banyaknya spesies) dengan nilai E berkisar antara 0-1

Nilai indeks keseragaman antara 0 – 1 dengan kriteria sebagai berikut : Dimana: 0 < E ≤ 0,5 = Keseragaman kecil, komunitas tertekan 0,5 < E ≤ 0,75 = Keseragaman sedang, komunitas labil; dan 0,75 < E ≤ 1 = Keseragaman tinggi, komunitas stabil. Dari kisaran nilai ini terlihat semakin kecil nilai indeks keseragaman (E), semakin kecil pula keseragaman populasi yang berarti penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan populasi didominasi oleh jenis organisme tertentu. Begitu pula sebaliknya, semakin besar nilai E maka populasi tersebut menunjukkan keseragaman yang tinggi, yaitu jumlah individu setiap jenis dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda.

3.7.6 Indeks Similaritas (IS) IS = x 100%

Dimana : IS : indeks similaritas a : jumlah spesies pada lokasi a b : jumlah spesies pada lokasi b c : jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b (Michael, 1994)

Universitas Sumatera Utara 18

3.7.7 Analisis Korelasi Untuk mengetahui hubungan antara faktor-fisik kimia perairan dengan keragaman ikan karang famili Pomacentridae dilakukan uji korelasi dengan metode komputerisasi SPSS ver. 17. Kriteria Korelasi : Nilai - = Arah Korelasi Negatif (Berlawanan) Nilai + = Arah Korelasi Positif (Searah)

Menurut Sugiyono (2005) tingkat hubungan nilai indeks korelasi dinyaatakan sebagai pada tabel berikut : Tabel 3.2 hubungan nilai indeks korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat Rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat Kuat

Universitas Sumatera Utara 19

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Faktor Biotik Lingkungan 4.1.1. Jenis-jenis Ikan yang diperoleh Hasil penelitian yang telah dilakukan di Perairan Pulau Panjang Kecamatan Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh, didapatkan jenis-jenis ikan famili Pomacentridae yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1. Ikan yang diperoleh pada setiap stasiun No Famili Genus Spesies Stasiun

1 2 3

1 Pomacentridae 1. 1. Abudefduf

1. Abudefduf sexfasciatus - + -

2.Amblyglyphidodon 2.Amblyglyphidodon + + + leucogaster

3.Chromis 3. Chromis atripectoralis + + +

4. Chromis ternatensis + + +

5.Chromis viridis + + +

4. Chrysiptera 6. Chrysiptera talboti + - -

5. Dascyllus 7. Dascyllus aruanus - - +

6. Hemiglyphidodon 8.Hemiglyphidodon + + +

Plagiometopan

7. Neopomacentrus 9.Neopomacentrus azysron - + +

8. Pomacentrus 10.Pomacentrus moluccensis + + +

11.Pomacentrus philippinus - + +

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada 3 stasiun diperoleh bahwa keragaman ikan karang famili Pomacentridae terdiri dari 8 genus dan 11 spesies. 1 spesies untuk

Universitas Sumatera Utara 20

genus Abudefduf yaitu Abudefduf sexfasciatus,. 1 spesies untuk genus Amblyglyphidodon yaitu Amblyglyphidodon leucogaster. 3 spesies untuk genus Chromis yaitu Chromis atripectoralis,Chromis ternatensis dan Chromis viridis. 1 spesies dari genus Chrysiptera yaitu Chrysiptera talboti. 1 spesies untuk genus Dascyllus yaitu Dascyllus aruanus. 1 spesies untuk genus Hemiglyphidodon yaitu Hemiglyphidodon plagiometopon. 1 spesies untuk genus Neopomacentrus yaitu Neopomacentrus azysron. dan 2 spesies untuk genus Pomacentrus yaitu Pomacentrus moluccensis dan Pomacentrus philippinus. Jumlah spesies yang ditemukan pada lokasi penelitian lebih banyak jika dibandingkan pada daerah lain seperti pada daerah perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darusalam mendapatkan 9 spesies famili Pomacentridae. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang Pulau Panjang Kabupaten Aceh Singkil tergolong kategori baik. Menurut Rani et al.(2010) penyebab tingginya kelimpahan ikan karang famili Pomacentridae di perairan dipengaruhi oleh kondisi terumbu karang yang yang baik dan banyaknya mikro - habitat alga serta makro alga sebagai makananya.

4.1.2 Deskripsi Ikan Deskripsi ikan famili Pomacentridae yang ditemukan pada perairan pulau panjang kecamatan pulau banyak kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh. No Spesies Deskripsi

Warna tubuh putih dengan 5 garis hitam

1.

Abudefduf sexfasciatus

Amblyglyphidodon Warna tubuh hijau leucogaster dengan warna kuning pada bagian perut

2.

Universitas Sumatera Utara 21

Chromis Warna tubuh hijau atripectoralis kebiruan dan memiliki spot hitam di pangkal sirip dadanya.

3.

Warna tubuh coklat dengan coklat terang di bagian perut, memiliki garis hitam 4 dibagian cagak ekor.

Chromis ternatensis

Warna tubuh hijau terang dengan tipe sirip caudal cagak.

5

Chromis viridis

Warna kepala hingga dorsal kuning dan bagian bawahnya bewarna hitam 6 keunguan terdapat spot hitam di belakang Chrysiptera talboti sirip caudal. Warna tubuh putih dengan 3 garis hitam, depan mata putih dan ekor transparan. 7

Dascyllus aruanus

Universitas Sumatera Utara 22

Warna tubuh coklat gelap, bagian kepala dan juvenile bewarna coklat terang serta tipe 8 sirip caudal berlekuk tunggal. Hemiglyphidodon plagiometopon

Warna tubuh biru – kehijauan dengan warna kuning pada sirip dorsal, anal dan 9 sirip ekor. Spot hitam di pangkal sirip dada, Neopomacentrus tipe sirip caudal cagak. azysron

Warna tubuh kuning dengan batas sirip anal bewarna hitam dan tipe sirip caudal 10 berlekuk tunggal.

Pomacentus moluccensis

Warna kepala biru dan pada bagian tubuh lain bewarna biru kehitaman. 11

Pomacentus philippinus.

Universitas Sumatera Utara 23

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada penelitian ikan karang famili Pomacentridae di Pulau Panjang di temukan 11 spesies dengan ciri – ciri bentuk tubuh dan warna tubuh yang bervariasi. Karakteristik ini yang menjadikan ikan karang dari famili pomacentridae di kelompokkan sebagai salah satu ikan mayor di perairan terumbu karang . hal ini didukung oleh Hutomo (1993) yang mengatakan bahwa umumnya ikan-ikan terumbu karang memiliki warna yang indah sehingga mempunyai nilai yang tinggi sebagai ikan hias, bertubuh kecil dengan panjang umumnya kurang dari 3 cm dan menurut (Randall et al. (1990) Famili Pomacentridae yang memiliki bentuk dan warna tubuh yang beragam yaitu berbentuk oval, pipih, nampak bulat dari samping dengan variasi warna tubuh seperti cokelat, abu-abu, hitam sampai kombinasi orange, kuning dan biru terang .

4.1.2 Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Nilai Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK) keragaman ikan famili Pomacentridae yang ditemukan pada setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3 halaman 24. Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pada stasiun 1 didapatkan 5 genus dengan 7 spesies dan diperoleh nilai kepadatan tertinggi pada spesies Pomacentrus moluccensis dengan nilai 0.196 ind/m3, sedangkan terendah pada spesies Chrysiptera talboti dengan nilai 0.011 ind/m3. Pada stasiun 2 didapatkan 6 genus dengan 8 spesies dan diperoleh nilai kepadatan tertinggi pada spesies Pomacentrus moluccensis dengan nilai 0.085 ind/m3, sedangkan terendah pada spesies Neopomacentrus azysron dengan nilai 0.008 ind/m3. Nilai total kepadatan pada stasiun 2 sebesar 0.37 ind/m3. Pada stasiun 3 didapatkan 7 genus dengan 9 spesies dan diperoleh nilai kepadatan tertinggi pada spesies Chromis atripectoralis dengan nilai 0.158 ind/m3, sedangkan terendah pada spesies Chrysiptera talboti dengan nilai 0.009 ind/m3. Nilai total kepadatan pada stasiun 3 sebesar 0. 738 ind/m3. ind/m3.

Universitas Sumatera Utara 24

Tabel 4.3. Data Kepadatan (ind/m3), Kepadatan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) ikan pada setiap stasiun pengamatan

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 No Spesies K KR FK K KR FK K KR FK 1 Abudefduf - - - 0.041 11.08 100 - - - sexfasciatus 2 Amblyglyphid odon 0.088 15.66 100 0.061 16.49 100 0.121 16.37 100 leucogaster 3 Chromis 0.094 16.55 100 0.057 15.41 100 0.158 21.38 100 atripectoralis

4 Chromis 0.030 5.34 66.66 ------ternatensis 5 Chromis 0.012 21.35 100 0.068 18.38 100 0.148 20.03 100 viridis 6 Chrysiptera Stasiun 2 : Daerah wisata 0.011 1.96 66.66 - - - 0.009 1.22 66.66 talboti 7 Dascyllus ------0.048 6.49 100 aruanus 8 Hemiglyphido don 0.024 4.27 100 0.017 4.59 100 0.030 4.06 100 plagiometopan 9 Neopomacentr - - - 0.008 2.16 33.33 0.045 6.09 100 us azysron 10 Pomacentrus 0.196 34.86 100 0.085 22.97 100 0.105 14.21 100 Keterangan: moluccensis Stasiun 1 : Daerah lintas kapal motor 11 Pomacentrus - - - 0.033 8.92 100 0.075 10.15 100 Stasiun 2 : Daerah wisata philippinus Stasiun 3 : Daerah tanpa aktivitas Total 0.562 100 - 0.37 100 - 0.739 100 -

Universitas Sumatera Utara 25

Berdasarkan nilai total kepadatan dari ketiga stasiun dapat dilihat bahwa nilai kepadatan total tertinggi ada pada stasiun 3 sebesar 0.738 ind/m3 dan terendah pada stasiun 2 sebesar 0.37 ind/m3. Hal ini disebabkan karena pada stasiun 3 sebagai daerah tanpa aktivitas memiliki terumbu karang dan perairan yang baik. Menurut Rani et al.(2010) bahwa semakin baik kondisi terumbu karang maka kelimpahan ikan karang akan semakin tinggi dan sebaliknya juga banyaknya mikro habitat alga serta makro habitat alga mempengaruhi kelimpahan ikan karang. Kelimpahan ikan karang golongan ikan mayor disebabkan karena ikan mayor merupakan ikan yang mempunyai sifat sedentary yaitu ikan yang selalu menetap pada terumbu karang atau tidak berpindah-pindah. Menurut Soleh (2004) famili Pomacentridae merupakan ikan yang paling dominan pada ekosistem terumbu karang khususnya di daerah tropik hal ini dikarenakan pada suku Pomacetridae merupakan ikan yang selalu bergerombol dan mengerumuni terumbu karang. Hal ini juga didukung oleh Ratnawati e.al.(2011) yang mengatakan bahwa ikan jenis Pomacentridae merupakan ikan dengan kelimpahan terbanyak dan merupakan ikan penetap (resident spesies) yang memiliki tingkah laku teritorial dan jarang berkeliaran jauh dari sumber makanan dan tempat berlindungan. Selain itu, pembagian berdasarkan perananya ikan famili Pomacentridae termasuk dalam ikan mayor utama yang jumlahnya banyak ditemukan dalam ekosistem terumbu karang

4.1.4 Indeks Diversitas Shannon – Wiener (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Nilai Indeks Diversitas Shannon – Wiener (H’) dan Indeks Keseragaman (E) ikan karang famili Pomacentridae dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4. Indeks Diversitas Shannon – Wiener (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada setiap stasiun penelitian

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 H’ 1.65 1.91 1.98 E 0,85 0,91 0,9

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai indeks diversitas Shannon - wiener (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 1.98 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 1.65. keanekaragaman (H’) pada perairan pulang panjang berkisar 1.65 hingga 1.98 yang menunjukkan keanekaragaman rendah atau dapat dikatakan

Universitas Sumatera Utara 26

keanekaragaman berkisar 02.302. Indeks Keanekaragaman adalah ukuran kekayaan komunitas dilihat dari jumlah spesies dalam suatu kawasan, beserta jumlah individu dalam tiap spesies ( Rondunuwu et al. 2013). Menurut Begon et al.(1986) nilai diversitas berdasarkan indeks shanon-wiener dihubungkan dengan tingkat pencemaran yaitu apabila H’ < 1 maka tercemar berat, apabila nilai 1 < H’<3 tercemar sedang, dan apabila nilai H’ > 3 tidak tercemar. Nybakken (1990) menjelaskan bahwa keanekaragaman spesies tinggi, merupakan petunjuk lingkungan yang nyaman dan stabil, sedangkan nilai keanekaragaman yang rendah menandakan lingkungan yang menyesakkan dan berubah-ubah. Kehidupan yang majemuk di terumbu karang menyebabkan terjadinya persaingan diantara jenis ikan dalam mendapatkan ruang hidup, karena sebagian besar ikan karang terutama ikan famili Pomacentridae hidupnya bersimbiosis pada karang sebagai tempat berlindung dan mencari makan sesuai dengan kondisi karang yang berbeda-beda serta kondisi habitat pada setiap stasiun, indeks keanekaragamannya berbeda-beda pula. Keseragaman ikan tertinggi pada perairan Pulau Panjang sebesar 0.91 pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 1 yaitu sebesar 0.85 hal ini disebabkan karena stasiun merupakan daerah lintas kapal motor dengan rata –rata keseragaman pada perairan pulau panjang sebesar 0.89 dan merupakan keseragaman tinggi dan komunitas stabil menurut Odum (1994) menyatakan bahwa makin besar nilai E menunjukkan komunitas makin beragam dan menurut pernyataan Wilhm (1975) bahwa semakin besar nilai keseragaman menunjukkan keseragaman spesies yang tinggi juga, artinya kelimpahan spesies dapat dikatakan sama dan kecenderungan untuk didominasi oleh spesies tertentu sangat kecil.

4.1.5 Indeks Similaritas (IS) Nilai Indeks Similaritas (IS) ikan karang famili Pomacentridae pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5. Indeks Similaritas (IS) di setiap stasiun penelitian

IS (%) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 1 - 66.67% 82.35% Stasiun 2 - - 75% Stasiun 3 - - -

Universitas Sumatera Utara 27

Pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai indeks similaritas (IS) yang diperoleh antar stasiun penelitian tidak terlalu bervariasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa stasiun yang mempunyai kriteria sangat dekat antar setiap stasiun penelitian. Dimana diperoleh hasil indeks similaritas (IS) antara stasiun 1dan 2 sebesar 66.67% stasiun 1 dan 3 sebesar 82.35% sedangkan hasil indeks similaritas (IS) pada stasiun 2 dan 3 yaitu 75% dari hasil tersebut kemiripan antar stasiun terbesar adalah stasiun 1 dan 3 sebesar 82.35% Kemiripan ini karena jumlah spesies ikan karang famili Pomacentridae yang ditemukan antar stasiun hampir sama. Hal ini juga dikarenakan faktor ekologis dan faktor fisik kimia yang hampir sama antar stasiun tersebut. Menurut Odum (1994), nilai Indeks Similaritas (IS) berkisar antara 0-1. Jika indeks similaritas mendekati 0 berarti tingkat kesamaan rendah dan sebaliknya jika indeks similaritas mendekati 1 maka tingkat kesamaan tinggi. Menurut Barus (2004), menyatakan bahwa suatu perairan yang belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu peraairan yang tercemar akan menyebabkan penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies tertentu yang bersifat dominan.

4.2 Faktor Abiotik Lingkungan Hasil pengukuran parameter fisik kimia perairan meliputi suhu, intensitas cahaya, penetrasi cahaya, salinitas, pH, DO, BOD5. Tabel 6. Nilai faktor fisik kimia perairan pada setiap stasiun penelitian

No Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 1 Suhu 0C 28 29 28.9 2 Intensitas cahaya Candela 805 800 810 3 Penetrasi Cahaya M 7 6.7 7 4 Salinitas ‰ 32 30 31 5 pH - 7.9 7.2 7.5 6 DO mg/l 5.7 5.5 6.0 7 BOD5 mg/l 2.0 2.2 2,4 Keterangan: Stasiun 1 : Daerah lintas kapal motor Stasiun 2 : Daerah wisata Stasiun 3 : Daerah tanpa aktivitas

Universitas Sumatera Utara 28

4.2.1 Suhu Suhu merupakan salah satu faktor pembatas dari pertumbuhan karang. Berdasarkan Tabel 6 di atas diperoleh bahwa nilai suhu disetiap stasiun penelitian berkisar pada 28-29 0C. Suhu tertinggi diperoleh pada stasiun 2 yaitu 29 0C, sedangkan pada stasiun 1 memiliki kisaran suhu terendah, yaitu 28 0C. Berdasarkan baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, kisaran suhu yang optimal untuk biota karang adalah 28-300C sehingga berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa suhu pada perairan pulau panjang sudah cukup baik untuk pertumbuhan dan aktivitas biota karang termasuk ikan karang famili Pomacentridae. Menurut Sirait (2009) suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas metabolisme, perkembangbiakan dan proses fisiologis organisme. Selanjutnya selain kecepatan metabolisme dan reproduksi, suhu juga mempengaruhi perombakan bentuk luar dari karang dan sebaran karang.

4.2.2 Intensitas Cahaya Nilai intensitas cahaya di Perairan Pulau Panjang berkisar antara 800-810 candela. Hasil pengukuran nilai intensitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu, 810 candela, sedangkan nilai intensitas cahaya terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 800 candela. Hal ini dapat terjadi karena pada saat pengukuran intensitas cahaya cuaca pada perairan pulau Panjang dalam keadaan cerah. Menurut Utomo (2010) cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting, karena cahaya sangat dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis. Titik kompensasi untuk karang yaitu kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang hingga 15 – 20% dari intensitas di permukaan

4.2.3 Penetrasi cahaya Ukuran kedalaman kecerahan cahaya matahari yang dapat masuk ke dalam perairan. Dari hasil pengukuran penetrasi cahaya pada perairan pulau panjang pada lokasi penelitian secara umum seluruh stasiun mempunyai penetrasi cahaya baik dimana pada stasiun 1 yaitu 7 m, pada stasiun 2 yaitu 6,7 m dan stasiun 3 yaitu 7 m. Jadi hasil yang diperoleh pada stasiun penelitian dapat dikatakan pada tingkat kecerahannya atau penetrasi cahayanya dalam kondisi yang baik. Menurut Nybakken

Universitas Sumatera Utara 29

(1992), binatang karang (hermatific atau reef building corals) hidupnya bersimbiosis dengan ganggang (zooxantella) yang melakukan proses fotosintesis, maka pengaruh cahaya adalah penting sekali sedangkan penetrasi cahaya matahari yang masuk kedalam perairan terkait langsung dengan kejernihan air, kandungan sediment dalam perairan, dimana kandungan sediment yang tinggi akan menghambat penetrasi cahaya matahari, sehingga mengurangi jumlah cahaya yang diperlukan untuk proses fotosintesis. Di sisi lain endapan sediment di permukaan koloni karang menyebabkan karang mengeluarkan banyak energi untuk membersihkan diri dari sediment tersebut. Akibatnya karang kehilangan banyak energi, sementara proses fotosintesis untuk menghasilkan energi juga terhambat, hal itulah yang menyebabkan karang menjadi terhambat pertumbuhannya.

4.2.4 Salinitas Hasil pengukuran di Perairan Pulau Panjang salinitas berkisar 30-32 ‰, nilai salinitas tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 32 ‰ dan nilai salinitas terendah terdapat pada stasiun 2 adalah 30 ‰. Hal ini disebabkan oleh kondisi perairan yang berubah-ubah pada saat penelitian yang dapat mempengaruhi nilai salinitas. Nilai salinitas juga dapat berubah disebabkan oleh adanya sungai yang mengalirkan air tawar. Faktor lain yang membatasi perkembangan terumbu karang sebagai habitat ikan karang adalah salinitas. Kisaran salinitas pertumbuhan karang di Indonesia antara 29-33 ‰. Disamping itu pengaruh air tawar adalah juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi oeganisme karang, karena meskipun pada skala yang kecil di daerah tropik, adanya pemasukan air tawar secara teratur dari sungai dapat menyebabkan pertumbuhan terumbu karang menjadi terhenti (Nybakken, 1992).

4.2.5 pH Hasil pengukuran pada Perairan Pulau Panjang nilai pH berkisar 7, 2 – 7, 9. Hal ini menunjukkan bahwa pH di perairan Pulau Panjang masih tergolong baik, Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, pH perairan laut berkisar 7-8,5. Hal ini menunjukkan bahwa pH perairan Pulau Panjang masih tergolong baik untuk biota laut sesuai dengan standar baku mutu air laut.

Universitas Sumatera Utara 30

Menurut Soeratma (1991) dalam Syakur (2000), baku mutu pH air laut untuk biota laut di Indonesia adalah 6-9. Perairan dengan pH < 6 menyebabkan organisme pakan tidak dapat hidup dengan baik. Berdasarkan hasil pengamatan pH (keasaman air laut) di perairan pulau panjang relative konstan dan berada pada kisaran normal yang menunjukkan bahwa ikan karang dapat berkembang dengan baik.

4.2.6 DO Hasil pengukuran oksigen terlarut pada perairan pulau panjang berkisar antara 5, 5 – 6, 0 mg/L. Hasil pengukuran oksigen terlarut yang tinggi ada pada stasiun 3 yaitu 6, 0 dan nilai oksigen terlarut terendah pada stasiun 2 yaitu 5, 5. Jadi, Perairan Pulau Panjang mendukung untuk kehidupan karang dan biota laut. Berdasarkan baku mutu air laut untuk biota yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup tahun 2004, bahwa DO perairan untuk mendukung kehidupan biota laut adalah > 5 mg/L. Menurut Agusnar (2007), nilai DO yang baik untuk pertumbuhan ikan adalah diatas 5 mg/L. konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan yang membutuhkan oksigen akan mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi juga mengakibatkan proses pengkaratan yang semakin cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang melapisi permukaan logam. Kelarutan oksigen akan sangat mempengaruhi keberadaan ikan untuk bertahan hidup.

4.2.7 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai BOD5 pada lokasi penelitian adalah 2,

0 - 2,4 mg/L. Nilai BOD5 teringgi terdapat pada stasiun 3 sebesar 2, 4 mg/L, sedangkan nilai BOD5 terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 2, 0 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Pulau Panjang berada dalam kategori pencemaran rendah dan masih mendukung untuk kehidupan biota laut. Kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam memecah bahan organik. Penguraian organik melalui proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Hukom 1996).

Universitas Sumatera Utara 31

4.3 Analisis Korelasi Faktor Fisik-Kimia perairan terhadap Keragaman Ikan Karang Famili Pomacentridae di Pulau Panjang. Keragaman ikan karang famili Pomacentridae di perairan Pulau Panjang dipengaruhi oleh faktor fisik kimia. Korelasi antara faktor fisik kimia perairan dengan keragaman ikan karang famili Pomacentridae dapat dilihat pada Tabel 4.7 Tabel 4.7 Nilai korelasi antara faktor fisika-kimia terhadap keragaman ikan karang famili Pomacentridae pada setiap stasiun penelitian Parameter Fisik –Kimia Nilai Korelasi Suhu 0.957 Intensitas cahaya 0,201 Penetrasi cahaya -0,315 Salinitas -0,748 pH -0.800 DO 0,312 BOD5 0,949

Keterangan : Nilai - = Arah Korelasi Negatif (Berlawanan) Nilai + = Arah Korelasi Positif (Searah)

Pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa, suhu, pH dan BOD5 berpengaruh sangat kuat terhadap keragaman ikan karang famili Pomacentridae yaitu berkisar 0.800 – 0.957, dan salinitas berpengaruh kuat terhadap keragaman ikan karang famili Pomacentridae di Pulau Panjang yaitu berkisar antara 0,748 sedangkan intensitas cahaya, penetrasi cahaya dan DO berpengaruh rendah terhadap keragaman ikan karang famili pomacentridae di Pulau Panjang. Berdasarkan hasil uji analisis korelasi Keragaman Ikan Karang Famili Pomacentridae dengan data pengukuran faktor fisik-kimia perairan Pulau Panjang diperoleh nilai korelasi berlawanan (-) dan nilai kolerasi yang searah (+). Untuk nilai korelasi berlawanan (-) menunjukkan terjadinya hubungan yang berbandingan terbalik antara faktor fisik-kimia dengan kepadatan ikan karang famili Pomacentridae, artinya semakin besar nilai parameter faktor fisik kimia maka kepadatan semakin kecil. Untuk nilai korelasi searah (+) menunjukkan bahwa adanya nilai korelasi searah antara faktor fisik-kimia perairan dengan nilai kepadatan ikan karang famili Pomacentridae, artinya semakin besar nilai dari parameter fisik-kimia perairan maka nilai kepadatan ikan karang famili Pomacentridae akan semakin tinggi. Berdasarkan yang terdapat pada sarwono (2006). koefisien korelasi adalah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefisien

Universitas Sumatera Utara 32

berkisar antara +1 s/d -1. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefisien positif, maka kedua variabel mempunyai hungan searah, artinya jika nilai variabel X tinggi maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefisien korelasi negative, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Menurut Dahuri et al (2001), banyak spesies terumbu karang yang peka terhadap perubahan salinitas (naik turun) yang besar. Umumnya terumbu karang tumbuh dengan baik di sekitar areal pesisir pada 0 salinitas30-35 /00.

Universitas Sumatera Utara 37

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa keragaman ikan karang famili Pomacentridae terdiri atas 8 genus dan 11 spesies sedangkan hubungan antara faktor fisik kimia perairan pulau panjang terhadap keragaman ikan famili pomacentridae memiliki pengaruh yang sangat kuat yaitu suhu dan BOD5 berkisar 0.942 – 0.957 sedangkan salinitas, dan pH berpengaruh kuat terhadap keragaman ikan karang famili pomacentridae serta DO, penetrasi cahaya dan intensitas cahaya memiliki korelasi rendah terhadap keragaman ikan karang famili Pomacentridae.

5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keragaman ikan karang famili Pomacentridae dengan kedalaman yang bervariasi dan di pulau yang berbeda di perairan pulau banyak Aceh Singkil.

Universitas Sumatera Utara 38

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G. R., Wiley. J and Sons. 1975. Butterfly And Angelfishes Of The World. New York.

Allen, G. R., Steene, R.C., Allen, M., 1998. A Guide to Angelfishes and Butterflyfishes. Odyssey Publishing / Tropical Reef Research, Perth, Western Australia, p. 250.

Allen, G. R. and Ermann, M. V. 2003. Reef Of The East Indian. Volume II.

Arini, D. I. D. 2013 Potensi Terumbu Karang Indonesia “ Tantangan Upaya Koservasinya” ( the challengeand conservation efforts of Indonesian coral reefs. BPK Manado. 3(2) Hal. 147

Aziz, A.W. 2004. Studi Kelimpahan dan Keanekaragaman Ikan Karang Famili Pomacentridae dan Labridae pada Daerah Rataan Terumbu (Reef Flat) di Perairan Pulau Barrang Lompo.Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasunuddin, Makassar.

Barus, T. 2004. Pengantar Limnologi Study Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: Biologi FMIPA USU.

[BPS] Badan Pusat Statistik-Kabupaten Aceh Singkil. 2013. Statistik Daerah Kabupaten Aceh Singkil 2013. Aceh Singkil.

Budiyanto, 2000. Oseana Majalah Semi Populer. Jakarta : LIPI.

Brower, J. E., H.Z. Jerrold. & Car I.N. Von Ende. 1998. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. USA, New York: Wm. C. Brown Publisher

[COREMAP] Coral Reef Management Project II, 2008. Buletin COREMAP II Provinsi Sumatera Utara: Midterm Review ADB. Edisi ke-3. Medan: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera.

Choat, J.H., dan D.R. Bellwood. 1991. Reef fishes: Their history and evolution. Hal. 39-66. In Sale, P.F.(Ed.). The ecology of fishes on coral reefs. Academic Press Inc. California. xviii + 754 h.

Halim, Abdul,. 2003 Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Makalah, disampaikan dalam Rokornis Bapedalda Se- Provinsi NAD, Banda Aceh.

Universitas Sumatera Utara 39

Hukom, F. D. dan Bawole, R. 1997. Famili Chaetodontidae Sebagai Ikan Indikator Di Daerah Terumbu Karang. Jurnal Lonawarta. 20(1).

Krebs, C. J. 1985. Ecologi : The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York: Harper & Row Publisher.

Lythgoe, J., and G. Lythgoe. 1992. Fishes of The Sea; The North Atlantic and Mediterranean.The MIT Press. Cambridge, Massachusetts.

March.2004. Panduan Dasar Untuk Pengenalan Ikan Karang Secara Visual Indonesia.Indonesia Coral Reef Foundation (Terangi). Jakarta

Michael, P. 1995. Metoda Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Jakarta: UI Press.

Montgomery, W. L., T. Uyeno and T. Yoshino, 1980. Effect of grazing by the yellow tail surgeonfish, nosurus punctatus, on alga communities in the Gulf of California, Mexico. Nelson, J.S. 2006.Fishes of The World. John and Wiley and Sons, Inc. Canada

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. Dari Marine Biology: an Ecological Approach,Oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G., Bengen, M., Hutomo, S. Sukardjo. 1992. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Odum, E. P. 1994. Dasar - Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press

Pandiangan, S. L. 2009. Studi keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darusalam. [Skripsi] Medan: Universitas Sumatra Utara.

Rani, C.,Burhanuddin, A. I, dan Atjo, A., A. 2010. Sebaran dan Keragaman Ikan Karang di Pulau Baranglompo kaitanya dengan Kondisi dan Kompleksitas habitat. Ilmu kelautan dan perikanan Unhas. Hal 1-11.

Ratnawati p, priliska h, sukmaraharja.2011. kondisi dan potensi komunitas ikan karang di wilayah kepulauan koyoa kabupaten halmahera selatan maluku utara. Jurnal fakultas perikanan dan ilmu kelautan.IPB. hal;11

Rondonuwu, B.A, Tombokan, L. J, dan Rembet NWJ. U. 2013. Distribusi Dan Kelimpahan Ikan Karang Famili Pomacentridae Di Perairan Terumbu Karang Desa Poopoh Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa. Jurnal Ilmiah Platax. 1(2).

Rungkat, ME. V, Tamanampo, FWS. Jan, Tombokan, L. J. 2013. Struktur Komunitas Ikan Pomacentridae Di Perairan Pesisir Kelurahan Malalayang Dua Di Teluk Manado. Jurnal Ilmiah Platax. 1( 3).

Universitas Sumatera Utara 40

Romimohtarto, K., dan S. Juwana. 2001. Biologi laut: Ilmu pengetahuan tentang biota laut. Djambatan. Jakarta. xii + 540

Setiapermana, D. 1996. Potensi Wisata Bahari Pilau Mapor. P30-LIPI, Jakarta.

Setiawan f, 2010. Panduan lapangan identifikasi ikan karang dan invertebrata laut

Septyadi. K. A, Widyorini. N, Ruswahyuni. 2013. Analisis Perbedaan Morfologi Kelimpahan Karang Pada Daerah Rataan Terumbu Karang Dengan Daerah Tubir di Pulau Panjang, Jepara. Jurnal perikanan dan kelautan. 2(3).

Sirait, H. 2009. Kajian Komunitas Terumbu Karang Daerah Perlindungan LautPerairan Sitardas Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Soleh NAR, 2008. Perubahan temporal persentase penutupan substrat dasar kondisi komunitas ikan karang dan preferensi ikan karang di pulau pramuka kepulauan seribu ( skripsi) hal: 7- 10

Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Edisi 2. Padang: Universitas Andalas

Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suharsono, 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, LIPI. Jakarta.

Suharti, S. R. 1996. Keanekaragaman Jenis dan Kelimpahan Pomacentridae di Terumbu Karang Perairan Selat Sunda.Tanda L. 2002.Coral Reef Fish Stock Assessment in the Togean and Banggai Islands, Sulawesi, Indonesia. RAP bulletin of biological assessment.

Syakur, A. 2000. Komunitas Ikan Karang pada Ekosistem Teumbu Karang Ponton Bodong dan Toyapekeh, Nusa Penida, Bali. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Titaheluw, S. S. 2011. Keterkaitan Antara Terumbu Karang dengan Ikan Chaetodontidae:Implikasi untuk Pengelolaan. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Tuhumena. J. R, Kusen. J. D, Paruntu. C. P. 2013. Struktur Komunitas Karang Dan Biota Asosiasi Pada Kawasan Terumbu Karang Di Perairan Desa Minanga Kecamatan Malalayang II dan Desa Mokupa Kecamatan Tombariri. Jurnal perikanan dan Kelautan. 3(1).

Utomo, S. P. 2010. Kajian Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Kelimpahan Ikan Chaetodontidae di Kawasan Konservasi Laut Daerah

Universitas Sumatera Utara 41

Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Zulfianti. 2014. Distribusi Dan Keanekaragaman Jenis Ikan Karang ( Famili Pomacentridae ) Untuk Rencana Referensi Daerah Perlindungan Laut ( DPL) Di Pulau Bonetambang [ Skripsi]Makassar.

Universitas Sumatera Utara 42

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi

Universitas Sumatera Utara 43

Lampiran 2. Bagan DO (Dissolved Oxygen)

Sampel Air

1 ml MnSO4 1 ml KOHKI Dihomogenkan Didiamkan

Sampel Endapan Putih/Cokelat

1 ml H2SO4 Dihomogenkan Didiamkan

Larutan Sampel Berwarna Cokelat

Diambil 100 ml Dititrasi Na2S2O3 0,0125 N

Sampel Berwarna Kuning Pucat

Ditambah 5 tetes Amilum

Sampel Berwarna Biru

Dititrasi dengan Na2S2O 0, 0125 N

Sampel Bening

Dihitung volume Na2S2O3 Yang terpakai

(Suin, 2002) Hasil

( Suin, 2002)

Universitas Sumatera Utara 44

Lampiran 3. Bagan BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Sampel Air

Sampel Air Sampel Air

diinkubasi selama 5 hari pada temperatur 20°C dihitung nilai DO awal dihitung nilai DO akhir

DO Akhir DO Awal

Keterangan :  Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan Nilai DO  Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir

(Suin, 2002)

Universitas Sumatera Utara 45

Lampiran 4. Alat-alat Penelitian

Termometer pH Meter

GPS Luxmeter

Refraktometer Alat Scuba

Universitas Sumatera Utara 46

Lampiran 5. Foto kerja

Pengukuran DO pengukuran faktor fisik

Pengukuran faktor fisik penarikan transek

Pengamatan ikan peletakan transek

Universitas Sumatera Utara 47

Lampiran 6. Contoh Hasil Perhitungan a. Kepadatan pomacentridae pada Stasiun 1

= 0,044 ind/m3 b. Kepadatan Relatif pomacentridae pada Stasiun 1

KR = x 100

x 100%

= 0,0492% c. Frekuensi Kehadiran Pomacentridae pada Stasiun 1

FK = x 100%

= x 100%

= 100 % d. Diversitas Shannon-Wiener (H’) pada Stasiun 1

H’ =   pi ln pi

H’ =

H’ = 2.50

Universitas Sumatera Utara 48

e. Indeks Ekuitabilitas / Keseragaman (E) pada Stasiun I H ' E = H max

E =

E = 0,90

f. Indeks Similaritas (IS) antara Stasiun 1 dan 2 2c IS = X 100% a  b

IS = x 100%

IS = 90.90%

Universitas Sumatera Utara