Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597 Vol.4. No.1, Desember 2015. (565) :1741 - 1747 Pengaruh Lama Inokulasi dan Ukuran Larva sacchariphagus Boj. (: ) Untuk Perbanyakan inferens Towns. (Diptera: Techinidae) di Laboratorium

The Influence of Inoculation Period and Larvae Size of Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) for Mass Rearing of Towns. (Diptera: Techinidae) in Laboratory

Citra Maharani, Maryani Cyccu Tobing*, Syahrial Oemry Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, USU, Medan 20155 *Corresponding author : [email protected]

ABSTRACT

The objective of the research was to study the inoculation period and larvae size of Chilo sacchariphagus for mass rearing of Sturmiopsis inferens. The research was conducted in laboratory of Reasearch and Devolopment Sei Semayang Binjai, Medan, North Sumatera from September until October 2014 using a randomized complete design with two factors and three replications. The first factor was inoculation periods (5, 10, and 15 minutes) and the second factor was larvae sizes of C. sacchariphagus (< 1.5, 1.5 - 2 and > 2 cm). The results showed that inoculation period and larvae size significantly effected the percentage of parasititation and total of pupa. The highest percentage of parasititation (4,63 %) on inoculation period for 5 minutes with larvae size > 2 cm and the lowest (0.71 %) on inoculation period for 10 minutes with larvae size < 1.5 cm. The highest total of pupal (2.61 pupal) on inoculation period for 5 minutes with larvae size > 2 cm and the lowest (0.71 pupal) on inoculation period for 10 minutes with larvae size < 1.5 cm. The highest percentage of pupal to become imago (92.5 %) on larvae size > 2 cm and the lowest (7.5 %) on larvae size < 1.5 cm and sex ratio of male and female S. inferens is 1 : 1.2.

Keywords: inoculation period, larvae size, Sturmiopsis inferens, Chilo sacchariphagus

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama inokulasi dan ukuran larva Chilo sacchariphagus yang sesuai untuk perbanyakan Sturmiopsis inferens di laboratorium. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang Binjai, Medan, Sumatera Utara mulai bulan September hingga Oktober 2014. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu lama inokulasi (5, 10, dan 15 menit) dan faktor kedua yaitu ukuran larva C. sacchariphagus (< 1.5, 1.5-2, dan > 2 cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama inokulasi dan ukuran larva inang berpengaruh nyata pada persentase parasititasi dan jumlah pupa. Persentase parasititasi tertinggi (4,63 %) pada lama inokulasi 5 menit dengan ukuran larva > 2 cm dan terendah (0,71 %) pada lama inokulasi 10 menit dengan ukuran larva < 1,5 cm. Jumlah pupa tertinggi (2,61 pupa) pada lama inokulasi 5 menit dengan ukuran larva > 2 cm dan terendah (0,71 pupa) pada lama inokulasi 10 menit dengan ukuran larva < 1,5 cm. Persentase pupa menjadi imago tertinggi (92,5 %) pada ukuran larva > 2 cm dan terendah (7,5 %) pada ukuran larva < 1,5 cm, nisbah kelamin jantan betina S. inferens 1: 1.2.

Kata kunci : lama inokulasi, ukuran larva, Sturmiopsis inferens, Chilo sacchariphagus

1741

Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597 Vol.4. No.1, Desember 2015. (565) :1741 - 1747 PENDAHULUAN Berdasarkan informasi tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui Kebutuhan tanaman tebu(Saccharum tingkat keberhasilan perbanyakan S. inferens officinarum L.) sebagai penghasil gula terus dengan menggunakan larva meningkat seiring dengan pertambahan C. sacchariphagus pada ukuran tubuh inang jumlah penduduk. Kementerian Pertanian dan waktu inokulasi yang berbeda. menyatakan bahwa realisasi produksi gula selama 2013 hanya mencapai 2,54 juta ton BAHAN DAN METODE dibandingkan pada 2012 produksi gula mencapai 2,59 juta ton, maka perlu adanya Penelitian ini dilaksanakan di upaya untuk memaksimalkan produktivitas Laboratorium Riset dan Pengembangan tebu (BPTPS, 2014). Tebu PTPN II Sei Semayang Binjai Sumatera Permasalahan rendahnya produktivitas Utara mulai bulan September hingga Oktober tebu maupun rendemen gula dapat dilihat dari 2014. Bahan yang digunakan pada penelitian sisi on farm. Salah satu diantaranya yakni ini adalah imago S. inferens, larva adanya serangan hama, penggerek batang C. sacchariphagus instar 3-4, madu, akuades, bergaris Chilo sacchariphagus merupakan sogolan tebu, madu murni dan bahan salah satu hama penting dan hampir selalu pendukung lainnya. Alat yang digunakan ditemukan di perkebunan tebu khususnya antara lain pisau bedah, cawan petri, kassa, wilayah Sumatera Utara. Gejala serangan wadah plastik dengan tinggi 7 cm berdiameter pada batang tebu ditandai adanya lubang 8 cm, kuas, kapas, kain sungkup, stop watch, gerek pada permukaan batang. Setiap adanya kamera dan alat pendukung lainnya. 1% kerusakan ruas yang diakibatkan Penelitian menggunakan Rancangan Acak penggerek batang bergaris mampu Lengkap (RAL) dengan dua faktor, pertama menurunkan 0,5% bobot tebu (Prabowo et al., yaitu lama inokulasi (5, 10 dan 15 menit) dan 2013). kedua yaitu ukuran larva (< 1.5, 1.5 - 2 and > Menurut Indrawanto et al. (2010) 2 cm) masing-masing tiga ulangan. Data pengendalian hama C. sacchariphagus dianalisis dengan analisis ragam, jika terdapat umumnya dilakukan secara hayati, secara pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji mekanis dengan rogesan, dan kultur teknis jarak berganda duncan. dengan menggunakan varietas tahan atau Pelaksanaan penelitian yakni sumber secara terpadu dengan memadukan dua atau sediaan S. inferens dibedah untuk lebih cara-cara pengendalian tersebut. Namun mengeluarkan larvanya kemudian diletakkan pada saat ini pengendalian yang diutamakan pada cawan berwarna hitam. Larva parasitoid adalah secara hayati, sedangkan pengunaan diinokulasikan ke bagian dorsal inang kimiawi merupakan pilihan terakhir. sebanyak 2 larva/inang dengan menggunakan Pada tahun 1979 ditemukan adanya kuas sesuai dengan masing-masing perlakuan. parasit yang memarasit larva Setelah diinokulasi, larva C. saccharphagus penggerek batang tebu raksasa, parasit ditempatkan pada wadah plastik, kemudian tersebut diidentifikasi sebagai Sesamia didiamkan selama 1 jam untuk memberi inferens Towns (Ramli et al., 2006). waktu agar larva parasitoid dapat memarasit Perbanyakan parasitoid S. inferens inangnya. Selanjutnya dipindahkan ke dalam terus dilakukan oleh Balai Riset dan sogolan tebu yang ada di dalam wadah plastik Pengembangan Tebu PT. Perkebunan dan diletakkan pada rak pemeliharaan pada Nusantara II, meskipun menggunakan suhu ruang berkisar 20° C, setelah 24 hari C. sacchariphagus yang bukan merupakan kemudian sogolan tebu dibongkar dan diambil inang utama bagi parasitoid S. inferens, pupa parasitoid S. inferens lalu pupa tersebut hingga saat ini belum diketahui secara pasti diletakkan di dalam kelambu dengan suhu tingkat keberhasilan perbanyakannya di ruang 27° C. Kemudian ditunggu sampai laboratorium. imago S. inferens muncul.

1742

Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597 Vol.4. No.1, Desember 2015. (565) :1741 - 1747 HASIL DAN PEMBAHASAN Scheibelreiter (1980) terhadap serangan hama penggerek batang di Ghana tahun 1970-1978 1. Persentase Parasititasi S. inferens Pada diperoleh bahwa tingkat parasitasi C. sacchariphagus S. parasitica tergolong sangat rendah, hanya Hasil analisis sidik ragam menunjukan dibawah 10 % dalam memarasit inang Chilo bahwa ukuran larva C. sacchariphagus sp, maka upaya dalam memperbanyak berpengaruh nyata terhadap persentase parasitoid sebagai agens pengendalian hayati parasititasi pada S. inferens (Tabel 1). belum tercapai. Hasil analisi sidik ragam menunjukan Tabel 1. Persentase parasitisasi S. inferens bahwa interaksi perlakuan lama inokulasi dan terhadap ukuran larva ukuran larva C. sacchariphagus berpengaruh C. sacchariphagus nyata terhadap persentase parasititasi Ukuran Larva Rataan S. inferens (Tabel 2). C. saccharipagus (P) (%) Tabel 2. Persentase parasititasi S. inferens P1 (> 2 cm) terhadap lama inokulasi dan ukuran P2 (1.5-2 cm) 3.07 b larva C. sacchariphagus. Lama Inokulasi dan Ukuran P3 (< 1,5 cm) 0.85 c Rataan Larva Keterangan : Angka yang diikuti dengan (%) notasi huruf yang sama pada C. sacchariphagus (MxP) kolom yang sama berbeda M1P1 (5 menit, > 2 cm) 4.63 a nyata pada Uji Jarak Duncan M1P2 (5 menit, 1.5-2 cm) 2.21 bc taraf 5 %. M1P3 (5 menit, < 1.5 cm) 0.71 c Tabel 1 menunjukkan bahwa M2P1 (10 menit, > 2 cm) 4.13 a persentase parasititasi tertinggi (4.37 %) M2P2 (10 menit, 1.5-2 cm) 4.13 a terdapat pada perlakuan ukuran larva > 2 cm M2P3 (10 menit, < 1.5 cm) 0.71 c (P1) yang berbeda nyata pada semua perlakuan sedangkan yang terendah (0.85 %) M3P1 (15 menit, > 2 cm) 4.36 a pada ukuran larva < 2 cm (P3). Hal ini M3P2 (15 menit, 1.5-2 cm) 2.87 b menunjukkan bahwa parasitoid S. inferens M3P3 (15 menit, < 1.5 cm) 1.13 c lebih sesuai hidup dalam tubuh larva Keterangan : Angka yang diikuti dengan C. sacchariphagus dengan ukuran yang lebih notasi huruf yang sama pada besar dikarenakan ketersediaan makanan bagi kolom yang sama berbeda larva parasitoid untuk tumbuh dan nyata pada Uji Jarak Duncan berkembang. Hasil ini tidak berbeda dengan taraf 5 %. penelitian Purnomo (2006) mengenai Tabel 2 menunjukkan bahwa parasititasi C. flavipes pada larva persentase parasititasi tertinggi (4.63 %) C. sacchariphagus menyatakan bahwa terdapat pada perlakuan lama inokulasi 5 C. sacchariphagus yang terparasit C. flavipes menit dengan ukuran larva > 2 cm (M1P1) hanya larva dengan ukuran besar (> 1.5 cm) yang berbeda nyata pada M1P2, M1P3, sedangkan larva dengan ukuran lebih kecil M2P3, M3P2 dan M3P3 sedangkan yang tingkat terparasitnya lebih rendah. Lebih terendah (0.71 %) pada lama inokulasi 5 dan lanjut, pada penelitian Siregar et al. (2015) 10 menit dengan ukuran larva < 1.5 (M1P3) mengenai parasitoid C. flavipe pada larva dan (M2P3) berbeda nyata pada M1P1, C. sacchariphagus melaporkan bahwa nutrisi M2P1, M2P2, M3P1 dan M3P2. Hal ini yang tersedia dalam tubuh larva disebabkan tingkat parasititasi S. inferens C. sacchariphagus berukuran lebih besar dipengaruhi oleh ruang dan jumlah makanan dapat memenuhi kebutuhan larva C. flavipes yang tersedia dalam tubuh inang sehingga larva tersebut dapat melanjutkan C. sacchariphagus untuk keberlangsungan siklus hidupnya. Namun tingkat parasititasi S. hidupnya. Hasil penelitian Tampubolon et al. inferens terhadap inang C. sacchariphagus (2014) mengenai parasitoid C. flavipes masih sangat rendah. Hasil penelitian terhadap C. sacchariphagus diperoleh bahwa 1743

Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597 Vol.4. No.1, Desember 2015. (565) :1741 - 1747 kandungan protein larva C sacchariphagus semakin besar jumlahnya. Sesuai dengan ukuran > 2,0 cm lebih tinggi (1,86 %) penelitian Foerster & Doetzer (2002) terhadap dibandingkan dengan larva yang berukuran parasitoid Peleteria robusta (Diptera: kecil (< 1,5 cm) yaitu 0,67%. Kecepatan Tachnidae) pada larva Mythmina sequax inokulasi juga berpengaruh terhadap (Lepidoptera : Noctuidae) dinyatakan bahwa keberhasilan inokulasi larva S. inferens semakin tinggi daya parasitasi semakin tinggi terhadap inangnya. Semakin cepat peletakan pula pupa yang terbentuk, karena untuk dapat parasitoid larva S. inferens ke tubuh membentuk pupa seekor larva dapat C. sacchariphagus maka semakin tinggi pula memperoleh pakan untuk tumbuh dan kemampuan memarasitnya. Waktu optimal berkembang. Lebih lanjut, hasil penelitian yang dibutuhkan untuk inolukasi adalah 12 Utami (2001) terhadap parasitoid Eriborus detik/larva dan pada perlakuan lama inokulasi argenteopilosus pada larva Helicoverpa 5 menit menjadi 10 detik/larva. Hasil amigera diperoleh bahwa perkembangan penelitian Wirioatmodjo (1997) terhadap parasitoid akan lebih baik jika sesuai pada parasitoid D. striatalis pada larva inangnya yang berukuran besar karena C. auricilius diperoleh bahwa keberhasilan sumber makanan yang tersedia lebih banyak. parasititasi tergantung pada waktu proses Meskipun jumlah pupa yang dihasilkan peletakan larva ke tubuh inangnya. Lama rata- masih sangat rendah, S. inferns masih dapat rata peletakan larva adalah 12 detik. Semakin dijadikan sebagai agens pengendalian hayati cepat waktu proses peletakan larva semakin pada C. sacchariphagus. Hasil penelitian tinggi kemampuan memarasit. Nagarkatti dan Rao (1975) menyatakan bahwa parasitoid S. parasitica ternyata berhasil 2. Jumlah Pupa S. inferens memarasit inang C. Sacchariphagus, Hasil analisi sidik ragam menunjukan C. auricillus, C. partellus, C. infuscatellus. bahwa ukuran larva C. sacchariphagus sehingga berpotensial sebagai agens berpengaruh nyata terhadap jumlah pupa pengendalian hayati dalam mengendalikan S. inferens (Tabel 3). penggerek batang di daerah tropis. Tabel 3. Jumlah pupa S. inferens terhadap ukuran larva C. sacchariphagus Tabel 4. Jumlah pupa S. inferens terhadap Ukuran Larva Rataan lama inokulasi dan ukuran larva C.saccharipagus (P) (pupa) C. sacchariphagus. Lama Inokulasi dan Ukuran P1 (> 2 cm) 2.47 a Rataan Larva P2 (1.5-2 cm) 1.80 b (pupa) C. sacchariphagus (MxP) P3 (< 1.5 cm) 0.77 c M1P1 (5 menit, > 2 cm) 2.61 a Keterangan : Angka yang diikuti dengan M1P2 (5 menit, 1.5-2 cm) 1.38 bc notasi huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda M1P3 (5 menit, < 1.5 cm) 0.71 c nyata pada Uji Jarak Duncan M2P1 (10 menit, > 2 cm) 2.34 a taraf 5 %. M2P2 (10 menit, 1.5-2 cm) 2.34 a Tabel 3 menunjukan bahwa jumlah M2P3 (10 menit, < 1.5cm) 0.71 c pupa tertinggi (2.47 pupa) terdapat pada M3P1 (15 menit, > 2 cm) 2.46 a perlakuan ukuran larva > 2 cm (P1) yang M3P2 (15 menit, 1.5-2 cm) 1.68 b berbeda nyata pada semua perlakuan M3P3 (15 menit, < 1.5 cm) 0.88 c sedangkan yang terendah (0.77 pupa) pada Keterangan : Angka yang diikuti dengan ukuran < 1.5 cm (P3). Hal ini menunjukan notasi huruf yang sama pada bahwa jumlah pupa yang terbentuk tergantung kolom yang sama berbeda pada kemampuan memarasit larva S. inferens nyata pada Uji Jarak Duncan pada inang C. sacchariphagus, dimana taraf 5 %. semakin tinggi kemampuan memarasit Tabel 4 menunjukan bahwa jumlah terhadap inangnya maka pupa yang dihasilkan pupa tertinggi (2.61 pupa) terdapat pada 1744

Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597 Vol.4. No.1, Desember 2015. (565) :1741 - 1747 perlakuan lama inokulasi 5 menit dengan nyata pada Uji Jarak Duncan ukuran larva > 2 cm (M1P1) yang berbeda taraf 5 %. nyata pada M1P2, M1P3, M2P3, M3P2 dan Table 5 menunjukan bahwa persentase M3P3 sedangkan yang terendah (0.71 pupa) pupa S. inferens menjadi imago tertinggi pada lama inokulasi 5 dan 10 menit dengan (92,5 %) terdapat pada perlakuan ukuran larva ukuran larva < 1.5 (M1P3) dan (M2P3) > 2 cm (P1) berbeda nyata pada semua berbeda nyata pada M1P1, M2P1, M2P2, perlakuan sedangkan yang terendah (7,5 %) M3P1 dan M3P2. Jumlah pupa yang pada ukuran > 1,5 cm (P3). Hal ini terbentuk bergantung pada kemampuan menunjukan bahwa munculnya imago dari parasitoid S. inferens memarasit larva pupa dipengaruhi oleh kondisi larva C. sacchariphagus, jumlah pupa dihasilkan parasitoid di dalam tubuh inang untuk setelah inang terparasit oleh larva parasitoid berkembang menjadi imago. Sesuai penelitian pada 20 hari setelah inokulasi. Keberhasilan Silitonga (2014) mengenai parasitoid parasitoid memarasit inangnya bergantung Xanthocampoplex sp. terhadap pada kondisi tubuh inang yang sesuai bagi C. sacchariphagus menyatakan bahwa larva parasitoid. Hasil penelitian Verly et al. keberhasilan munculnya imago keluar dari (1973) diperoleh bahwa larva yang diberi pupa ditentukan kondisi larva parasitoid pakan yang cukup dapat menyelesaikan dalam larva inang yang mampu menyediakan perkembangannya, sedangkan yang tidak makanan untuk berkembang dan berhasil mendapatkan pakan akan mati. Waktu menjadi imago. Lebih lanjut, Ganesha dan optimal untuk inokulasi adalah 12 detik/larva Rajablee (1997) menyatakan bahwa pada dan pada perlakuan lama inokulasi 5 menit C. sacchariphagus berukuran besar dapat menjadi 10 detik/larva. Hasil penelitian menyediakan jumlah makanan yang lebih Sagala et al. (2014) terhadap parasitoid banyak dibandingkan berukuran kecil. Pada S. inferens pada larva Ph. castaneae diperoleh kondisi yang sesuai, maka parasitoid dapat bahwa standar waktu yang optimal untuk melanjutkan siklus hidupnya hingga inokulasi adalah 12 detik/larva dimana berlangsung sampai 20 hari pada saat semakin lama waktu inokulasi akan pemeliharaan hingga muncul menjadi imago. mempengaruhi kegagalan parasititasi yaitu Verly et al. (1973) menyatakan bahwa pada waktu inokulasi larva S. inferens tidak keberhasilan larva S. inferens menjadi pupa aktif lagi untuk memarasit inangnya. umumnya berlangsung 20 hari setelah inokulasi dan melanjutkan hidup ke stadia 3. Persentase Pupa S. inferens Menjadi imago. Imago Hasil analisi sidik ragam menunjukan 4. Nisbah Kelamin S. inferens bahwa ukuran larva C .sacchariphagus Hasil analisi sidik ragam menunjukan berpengaruh nyata terhadap persentase pupa bahwa ukuran larva C. sacchariphagus S. inferens menjadi imago (Tabel 5). berpengaruh nyata terhadap nisbah kelamin Tabel 5. Persentase pupa S. inferens menjadi S. inferens (Tabel 6). imago pada ukuran larva Tabel 6. Nisbah kelamin S. inferens pada C. sacchariphagus ukuran larva C. sacchariphagus Jumlah Ukuran Larva C. Nisbah Rataan (%) Ukuran Larva C. S. inferens saccharipagus (P) Kelamin sacchariphagus (ekor) P1 (> 2 cm) 92.5 a (P) ± ¯ ± ¯ P2 (1.5-2 cm) 83.06 b P1 (> 2 cm) 2.01 1.50 1.34 1 P3 (< 1,5 cm) 7.5 c Keterangan : Angka yang diikuti dengan P2 (1.5-2 cm) 1.43 1.23 1.16 1 notasi huruf yang sama pada P3 (< 1.5 cm) 0.71 0.71 1 1 kolom yang sama berbeda Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf pada kolom yang 1745

Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597 Vol.4. No.1, Desember 2015. (565) :1741 - 1747 sama berbeda nyata pada Uji pada persentase pupa menjadi imago (92,5%) Jarak Duncan taraf 5 %. dan nisbah kelamin jantan dan betina yang Table 6 menunjukan bahwa jumlah dihasilkan 1,2 : 1. S. inferens betina tertinggi (1.50 ekor) terdapat pada perlakuan ukuran larva > 2 cm (P1) yang berbeda nyata pada P3 namun DAFTAR PUSTAKA berbeda tidak nyata pada P2 dan terendah (0.71 ekor) pada ukuran larva < 1.5 cm (P3) BPTPS. 2014. Teknologi Percepatan sedangkan jumlah S. inferens jantan tertinggi Pembibitan Tebu dengan Bud chip. (2.10 ekor) pada ukuran larva > 2 cm (P1) dan http://www.ditjenbun.deptan.go.id. terendah (0.71 ekor) pada ukuran larva < 1.5 (diunduh 22 Februari 2014). cm (P3). Perbandingan imago parasitoid David H., S Easwaramoorthy, V Nandagopal, betina yang dihasilkan tidak berbeda dengan M Shanmugasundaram, G parasitoid jantan. Hal ini dipengaruhi oleh Santhalakshmi, M Arputhamani & N faktor lingkungan, salah satunya adalah suhu. K Kurup. 1980. Laboratory Studies on Hasil pengamatan ini tidak berbeda pada hasil Sturmiopsis inferens Tns, a Parasite of penelitian David et al. (1980) mengenai Sugarcane Shoot Borer, Chilo parasitoid S. inferens pada larva infuscatellus Snell. J. Entomol. C. infuscatellus diperoleh bahwa nisbah 5(3):191-200. kelamin yang dihasilkan yakni 1 : 1,1 yang David H., S Easwaramoorthy, V dipengaruhi oleh faktor suhu, dimana suhu Nandagopal., N K Kurup M yang digunakan berkisar 27º C yang Shanmugasundaram & G merupakan suhu optimum. Lebih lanjut, Santhalakshmi. 1981. Influence of David et al. (1981) menyatakan bahwa Different Temperatures on The parasitoid S. Inferens pada suhu optimum Tachinid Parasite, Sturmiopsis berkisar 27 - 29º C dalam perbanyakan inferens [DIP]. J. Entomol. parasitoid S. inferens di laboratorium. 26(3):333-338. Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa Foerster L A & A K Doetzer. 2002. Host jumlah parasitoid jantan yang muncul lebih Instar Preference of Peleteria robusta tinggi dibandingkan betina. Nisbah kelamin S. (Wiedman) (Diptera: Tachinidae) and inferens yang diperoleh yaitu total parasitoid Development in Relation to jantan 37 ekor (54.64%) dan total betina 31 Temperature. Neotrop. Entomol. ekor (45.36%) sehingga diperoleh nisbah 31(3):405-409. jantan dan betina 1,2 : 1. Hasil pengamatan Ganeshan S & A Rajabalee. 1997. Parasitoids terhadap nisbah kelamin S. inferens pada of the Sugarcane Spotted Borer, Chilo penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian sacchariphagus (Lepidoptera: Saragih et al. (2006) mengenai parasitoid S. Pyralldae), In Mauritius. Proc. inferens pada larva P. castanae menyatakan S. Afr.Sug. Technol. Ass. 71:87-90. bahwa perbandingan imago jantan dan imago Indrawanto C., Purwono, Siswanto, M betina menggunakan inang P. castanae pada Syakir, W Rumini. 2010. Budidaya parasitoid S. inferens yakni 1,13 : 1. dan Pasca Panen Tebu. Pusat Penelitian dan Pengembangan SIMPULAN Perkebunan. ESKA Media. Jakarta. Nagarkatti S dan V P Rao. 1975. Biology of and Lama inokulasi 5 menit dengan Rearing technique for Sturmiopsis ukuran larva C. sacchariphagus > 2 cm parasitica (Curr.) (Diptera: Tachinidae), merupakan perlakuan dengan hasil tertinggi a Parasite of Graminaceous Borers in untuk memperbanyak S. inferens di Africa. Bull. Entomol. Res. 65(1):165- laboratorium dengan persentase parasititasi 170. tertinggi (4,63 %) dan jumlah pupa tertinggi Prabowo H., N Asbani, Supriyadi. 2013. (2,61 pupa). Ukuran larva berpengaruh nyata Penggerek Batang Bergaris (Chilo 1746

Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597 Vol.4. No.1, Desember 2015. (565) :1741 - 1747 sacchariphagus Bojer) Hama Penting Cotesia flavipes Cam (Hymenoptera: Tanaman Tebu. Infotek Perkebunan. Braconidae) pada Beberapa Jumlah dan 5(5):19. Ukuran Larva Chilo sachariphagus Boj Purnomo H. 2006. Pengantar Pengendalian (Lepidoptera: Crambidae) di Hayati. C.V Andi.Yogyakarta. Laboratorium. J. Ramli S Harahap., C P., Boedijono. 2006. Agroekoteknologi. 3(2):606-612. Perkawinan S. inferens Town, Lalat Tampubolon A., Marheni, D Bakti. 2014. Parasit dari P. castaneae Hbn. PTPN Pengaruh Nisbah Kelamin Parasitoid IX. Medan. Cotesia flavipes Cam (Hymenoptera: Saragih R., C P Harahap, Boedijono. 2006. Braconidae) dan Ukuran Panjang Inang Perkawinan S. inferens Town Lalat Chilo sacchariphagus Boj (Lepidoptera: Parasit dari P. castanae Hubner. PTPN Crambidae) terhadap Fekunditas yang IX. Medan. dihasilkan di Laboratorium. Sagala T F., M C Tobing, Lisnawita. 2014. J. Agroekoteknologi. 3(1):71-78. Pengaruh Lamanya Inokulasi Parasitoid Utami S. 2001. Tanaman Brokoli (Brassica Sturmiopsis inferens Towns. (Diptera: oleraceae Var Indi) Pakan Larva Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Helicoverpa armigera (Hubner) Phragmatocia castaneae Huber (Lepidoptera: Noctuidae) (Lepidoptera: Cossidae) di Meningkatkan Keberhasilan Hidup Laboratorium. J. Agroekoteknologi. Parasitoid Eriborus argenteopilosus 3(1):97-102. Cameron (Hymenoptera: Scheibelreiter G K. 1980. Sugarcane stem Ichneumonidae). Skripsi. IPB. Bogor. borers (Lep: Noctunidae and Pyralidae) Verly G C., G N Grdanwell, M P Hassel. in Ghana. J. Appl. Entomol. 89(1):87- 1973. Population Ecology and 99. Analitical Approach Black Well. Silitonga L., M C Tobing, L Lubis. 2014. Publisher Oxford, London. p. 209. Pengaruh Umur dan Waktu Inokulasi Wirioatmodjo B. 1997. Biologi Lalat Jatiroto, Parasitoid Xanthocampoplex sp. Diatraeophaga striatalis Towns, dan (Hymenoptera: Ichnneumonidae) Penerapannya dalam Pengendalian terhadap Jumlah Larva Chilo Penggerek Berkilat, sacchariphagus Boj (Lepidoptera: Dudgeon. IPB. Bogor. Crambidae) di Laboratorium. J. Agroekoteknologi. 3(1):87-96. Siregar P M., S F Sitepu, Hasanuddin. 2015. Parasititasi dan Kapasitas Reproduksi

1747