JURNAL

Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pesan Pada Lirik Lagu Didi Kempot Dalam Menumbuhkan Apresiasi Musik Jawa () Pada Generasi Millennial

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret

Oleh: Ajeng Sari Wuryaningtyastuti D1217003

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2020 Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pesan Pada Lirik Lagu Didi Kempot Dalam Menumbuhkan Apresiasi Musik Jawa (Campursari) Pada Generasi Millennial Ajeng Sari Wuryaningtyastuti Adolfo Eko Setyanto Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret

Abstract In social interaction, communication becomes something intense and music is one of the media in communicating. Campursari is a regional music genre and Didi Kempot is one of the leading singers with songs about love. Initially, the song of Didi Kempot was only in demand by middle and lower class Javanese. Since 2019, his songs are loved by mellenial people, and even become one of the proud music. For this reason, this research aims to describe the response and evaluation of mellenial songs on Didi Kempot's songs, the moral messages conveyed, and the reasons young people like campursari music and its impact on Javanese insights. The population in this study was the fan base of Sobat Ambyar at Rumah Blogger Solo. The number of members is very large but is not registered because it is only active in social media and there is never a formal "Kopdar" meeting. While the sample is taken from the management and members who are willing to become informants by considering the level of education, age, and residence. Data was collected through interviews with key informants, direct observations at the Didi Kempot concert, and social media. The data is then analyzed by considering three domains of appreciation (art feeling, art valuing, and art emphasizing) with reinforced opinion of related experts; the function of the song as a communication medium, the message in the song lyrics, the stimulation of song lyrics to the human brain, music as a picture of the reality of the world around him, the genre of music, and the theory of habits in language. The results show that: a. Didi Kempot's song conveys messages about the realities of life, emotional experiences, language preservation, and a picture of the world around him, b. Campursari as a new alternative music genre that is interested in millennials, c. the lyrics are easily memorized and understood with Koplo rhythms, and have a lot of joy in a few songs, and d. influences the appreciation of millennial Javanese Javanese, while its influence on other ethnic mellineal needs further research. If viewed from the domain, then the reflection of emotional experiences, responses, and melllenial reasons to like the song Didi Kempot including domain art feeling; messages about the reality of life and the recognition of mellenial campursari as the genre of music entered the domain of art valuing, while the mention of God Father, music of the world picture, Javanese appreciation entered the domain of art emphazising. Keywords: Didi Kempot, campursari, appreciation ,music, and millennial

1

Pendahuluan

Sebagai makhluk sosial, manusia berinteraksi dengan orang lain, terlebih

dalam masyarakat modern, manusia merasa bahwa selain mengatur dirinya, ia

juga perlu mengatur lingkungan, memelihara ketertiban, mengelola dan

mengontrolnya lewat serangkaian aktifitas yang dikenal dengan manajemen dan

organisasi. Komunikasi yang baik bisa terjalin jika pesan yang disampaikan bisa

diterima dan dipahami dengan baik. Jadi, dalam berkomunikasi yang efektif,

pesan yang disampaikan harus dikemas sebaik mungkin agar tidak „kabur‟.

Dalam kehidupan sehari-hari, diperlukan komunikasi yang baik untuk menjalin

kerjasama di berbagai bidang agar tujuan atau misi yang direncanakan dapat

terlaksana.

Musik selain sebagai karya seni, juga sebagai media komunikasi yang

berfungsi menyampaikan pesan dari penulisnya. Dia berfungsi penting dalam

mengkomunikasikan peradaban manusia melalui kreatifitasnya. Dalam kajian

ilmu komunikasi, musik termasuk dalam komunikasi massa, dimana proses

penyampaian pesan kepada masyarakat dapat dilakukan melalui musik. Musik

merupakan media yang efektif untuk menyampaikan pesan. Pencipta lagu atau

penyanyi sebagai komunikator, lirik dan irama sebagai media dan pesan, dan

masyarakat sebagai komunikannya. Dalam konteks penggunaannya (used) dapat

dicontohkan pada lagu menidurkan anak atau dodoi, nandung dan lullaby.

Dalam konteks ini, musik sebagai media mengekspresikan kecintaan orang tua

dengan cara menghibur anaknya melalui nyanyian, agar mereka dapat tidur.

2

Terlepas berhasil atau tidak, di sini terjadi suatu proses “perekayasaan” dengan menggunakan media musik sebagai pengantarnya. (Armand, 2011).

Selain itu sebagai media penyampaian pesan, musik juga menyampaikan penekanan perbedaan identitas kelokalan (ethnic identity) pada masyarakat yang heterogen. Campursari, misalnya sebagai gabungan musik dangdut dan keroncong, meskipun sering disebut musik rendahan tetapi realitanya menjadi kebanggaan masyarakat beretnis Jawa dari kalangan menengah ke bawah. Dari contoh ini dapat dilihat bahwa musik telah digunakan sebagai penyampai karakteristik dari masing-masing masyarakat yang menggunakannya dan sekaligus bisa dijadikan media komunikasi untuk menciptakan serta memelihara identitas kelokalan yang ada di setiap kelompok masyarakat tersebut. Dari sisi pengelompokannya terdapat beberapa genre diantaranya Dangdut, Jazz, Pop,

Keroncong, Hip Hop, dan Rock.

Salah satu genre musik yang saat ini didiskusikan adalah campursari, kombinasi antara musik dangdut dan keroncong, dan Didi Kempot adalah salah satu penyanyi campursari yang memiliki banyak penggemar. Didi Kempot sebetulnya sudah lama berkiprah di dunia musik sejak tahun 1984. Awalnya, lagu-lagunya yang terdapat unsur dangdut tersebut hanya diminati oleh etnis

Jawa, kalangan menengah ke bawah. Setelah beberapa waktu sempat tidak terlihat di kalangan musik Indonesia, saat ini popularitas Didi Kempot kembali meningkat dan digandrungi oleh masyarakat terutama anak muda, yang sebelumnya beken dengan musik pop dan rock. Bahkan, lahirnya para pecinta dan pengagum Didi kempot yang menamakan diri komunitas Sobat Ambyar,

3

sebuah fanbase Didi Kempot yang berisikan anak – anak muda. Ada sebutan

“Sad Boys” untuk penggemar laki-laki, dan “Sad Girls” untuk para penggemar

perempuan.

Sobat ambyar tersebut adalah subyek yang menghargai terhadap karya-

karya Didi Kempot dalam bentuk apresiasi, sesuai pendapat Utomo (2014:

dalam Sa‟dullah 2016:5). Apresiasi seni merupakan suatu proses sadar yang

dilakukan kaum mellineal dalam menghadapi dan memahami karya seni, dalam

penelitian ini adalah lagu-lagu Didi Kempot (Bahari, 2008: 148).

Perumusan Masalah

Jadi permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya pertanyaan terhadap

realita tentang besarnya apresiasi kaum mellineal terhadap lagu – lagu Didi

Kempot yang dinyatakan dalam rumusan masalah berikut:

1. Bagaimana pesan lirik lagu Didi Kempot sehingga mampu meningkatkan

apresiasi musik Jawa (Campursari) pada generasi millennial?

2. Bagaimana penilaian dan tanggapan generasi millennial terhadap lagu –

lagu Didi Kempot?

3. Kenapa generasi millennial menyukai musik Jawa (Campursari)?

4. Apakah lagu Didi Kempot dapat menumbuhkan apresiasi penggunaan

bahasa Jawa bagi generasi millennial

Tinjauan Pustaka

1. Lirik lagu sebagai pesan komunikasi

4

Komunikasi berasal dari bahasa latin communis, yang berarti „membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih‟. Suatu percakapan dapat dikatakan komunikatif apabila komunikan dan komunikator saling mengerti bahasa dan makna yang dipercakapkan. Agar dimengerti, bahasanya harus informatif dan presuasif untuk membuat orang lain paham atau yakin, dan mau melakukan kehendaknya (Onong,2007).

Terdapat beberapa definisi komunikasi yang disampaikan ahli, peneliti memilih satu definisi komprehensif yang disampaikan Harold Lasswell

(Mulyana, 2008) bahwa komunikasi memberikan jawaban tentang who (siapa), says what (berkata apa), in which channel (dengan saluran apa), to whom

(kepada siapa), with what effect (dengan pengaruh bagaimana) (Mulyana,2008).

Berdasarkan definisi Lasswell, dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung, yaitu: source, pihak yang berinisiatif (individu, kelompok, organisasi, perusahaan bahkan negara); pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan; media, yaitu alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan; penerima pesan, dan efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima.

Dari prosesnya, komunikasi adalah penyampaian pikiran atau perasaan

(pesan) dari komunikator kepada komunikan, dapat berupa gagasan, informasi, opini atau juga keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, dan kegairahan. Lirik lagu adalah ekspresi tentang sesuatu yang dilihat, didengar dan dialami, dalam rangkaian kata bernada dan bermakna, penyusunannya diperoleh dari berbagai inspirasi pengalaman hidup sehari-hari

(Setiawan, 2020).

5

Dalam bukunya “Secrets of Songwriting”, Profesor Gary Ewer menulis:

A good lyric is usually one that says what it needs to in the most succinct way. The importance of a weighty lyrics, though, depends on the purpose of the song. There are individuals and groups that produce songs with deep, insightful lyrics that can profoundly impress an audience. There are other composers writing songs where the main purpose is to get the listener dancing, and the lyric is about as deep as a mud puddle. Developed properly, a good lyric will pull the listener along and keep them listening. A lyric that feels emotionally disorganized will simply sound “whiny” and “complainy”. The best response will be if listeners find themselves saying, “Hey, I’ve been there!”

Dapat disimpulkan bahwa lirik secara umum adalah:

a. Kata-kata dalam sebuah lagu

b. Umumnya (tapi tidak selalu) terdiri dari verse dan chorus

c. Mengandung makna yang bisa disampaikan secara tersurat (eksplisit)

atau tersirat (implisit)

Dan lirik yang bagus atau “sempurna” adalah yang:

a. Bisa menyampaikan maknanya dengan cara yang ringkas

b. Bobotnya bergantung kepada tujuan lagu (apakah ingin bermakna

dalam atau dangkal)

c. Mampu menarik pendengar untuk mendengar dan terus mendengar

d. Tidak berantakan secara emosional (tersusun secara rapi)

e. Mampu membuat pendengar berkata, “Lagu ini gue banget!”

6

Selanjutnya, pesan dimaknai sebagai keseluruhan apa yang disampaikan oleh komunikator, dengan inti pesan atau tema untuk mengubah sikap dan tingkah laku komunikan, yang sebenarnya bersifat abstrak (konseptual, ideologis, dan idealistis). Akan tetapi, dapat menjadi konkret karena disampaikan dalam bentuk simbol/lambang berupa bahasa, suara, gambar, mimik, dan gerak-gerik, yang disebut sebagai pesan. Suara, mimik, dan gerak- gerik digolongkan dalam pesan nonverbal, sedangkan bahasa lisan dan bahasa tulisan dikelompokkan dalam pesan verbal. (Soyomukti,2016). Hafied Cangara dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi menyatakan bahwa “Dalam proses komunikasi, pengertian pesan adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima, baik dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Pesan

(message) terdiri dari isi pesan (the content of message) dan lambang untuk mengekspresikannya. Menurut John Powers (1995) pesan memiliki tiga unsur yaitu: tanda dan simbol; bahasa dan; wacana (discourse)

Dalam sub-bab ini, perlu ditambahkan hasil penelitian dari jurnal ilmiah berjudul Music as the Representative of the World Picture, the Phenomenon of

Culture bahwa musik mencerminkan keragaman dunia dalam manifestasinya yang kompleks, halus dan mendalam sebagai nilai artistik, elemen pemodelan utama dunia. Musik dapat memenuhi kebutuhan estetika kelompok etnis, dalam menentukan gambar dunia. Kompleksitas proses etnis dan historis dalam cara pembentukan dan pengembangan bangsa menghasilkan orisinalitas budayanya.

Musik, mewakili gambar dunia, secara langsung hadir di dalamnya, menentukan karakteristiknya.

7

2. Campursari dan Generasi Millennial

Musik campursari merupakan paduan antara musik keroncong dengan irama langgam Jawa dengan alat musik gamelan dan alat musik keroncong. Musik campursari yang ngetrend di tengah pecinta musik di Jawa khususnya dan

Indonesia umumnya sebenarnya bukan jenis musik baru yang muncul seketika dan mencapai titik puncak pada akhir tahun 1990-an (Lisbijanto,2013).

Campursari adalah musik yang dipelopori Manthous. Lagu-lagunya biasanya adalah langgam Jawa yang dimainkan dengan cara yang agak beda dari langgam tradisional dan dapat diterima oleh generasi yang lebih muda dan digemari banyak orang yang merindukan kembali musik tradisional yang mencerminkan kehidupan keseharian orang kecil. Apalagi campursari menggunakan bahasa Jawa yang menjadi kekuatannya, sehingga begitu dekat dengan pendengarnya yang sehari-harinya menggunakan bahasa Jawa daripada lagu-lagu pop yang menggunakan bahasa Indonesia (Rusbiantoro,2008).

Sedangkan generasi millennial, disarikan dari pendapat Ryder (1965), dan

Elwood Carlson Baby Boom (2008), adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun 1983 sampai dengan 2001. Mereka juga dikenal sebagai generasi Y, yang membedakan dari generasi sebelumnya. Generasi Y memiliki tingkat harga diri dan narsisme (menganggap diri baik) lebih besar daripada generasi sebelumnya

(Sudodo, Wiliyastuti, Kemalasari;2018). Generasi millennial merupakan penduduk terbesar usia produktif, salah satu ciri utamanya akrab dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Generasi ini identik dengan internet dan media sosial. Generasi millennial memiliki ciri-ciri: kreatif, informatif,

8 mempunyai passion dan produktif. Generasi ini mempunyai karakteristik terbuka dalam komunikasi, pengguna media sosial yang fanatic dan melibatkan teknologi dalam kehidupan mereka (BPS;2018).

3. Pemahaman dan Interpretasi Lagu

Benjamin S. Bloom (Anas Sudijono, 2009: 50) mengatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Sedangkan pemahaman lagu merupakan bentuk analisis terhadap lagu dengan cara mengidentifikasi lagu dalam bentuk tekstual dan kontekstual. Dalam analisis tekstual sebuah lagu berisikan nada, tempo, irama, melodi dan notasi. Sedangkan analisis kontekstual berisikan makna lagu dan isi pesan yang menghubungkan antara materi musiknya dan fenomena yang lain, seperti alam lingkungan, individu, sosial, maupun budaya

(David A. Weinstein, 1987:19).

Interpretasi adalah penafsiran dan penghayatan suatu karya seni (Kaelan:

1998). Istilah ini merujuk pada proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasilnya. Proses interpretasi sebuah lagu tidak bisa lepas dari proses pengungkapan berbagai elemen musik dari lagu itu dan dilakukan secara parsial terhadap masing-masing lagu. Dalam interpretasi terhadap aspek musik dititikberatan pada dua hal: unsur melodi dan unsur ekspresi. Lirik lagu memiliki kesamaan dengan sajak, bedanya lirik lagu mempunyai kekhususan karena penuangan ide si pembuat lewat lirik lagu diperkuat dengan irama melodi dan jenis irama yang disesuaikan dengan lirik lagu dan warna suara penyanyinya,

9 agar isi yang ada dalam sebuah lagu dapat di terima dan dimengerti dengan baik oleh pendengar (Tyas,2017).

4. Apresiasi Seni Musik

Apresiasi seni merupakan suatu proses sadar yang dilakukan seseorang dalam memahami karya seni (Bahari, 2008: 148), dengan tahapan penikmatan, penghargaan, pemahaman, penghayatan, dan penerapan. Dari tahapan apresiasi tersebut, menurut Peter Vuust, manusia suka mendengarkan musik dan memiliki gairah untuk mengulang berkali-kali, karena pengalaman tersebut mempengaruhi titik rangsang dalam otak. Titik rangsang adalah sistem biologis yang membuat merasa enak setelah melakukan sesuatu. Karena sistem rangsangan ini, musik menjadi produk artistik yang paling sering digunakan berkali – kali, bentuk seni yang mengandung paling banyak repetisi.

Selanjutnya, Brent G. Wilson menyatakan bahwa apresiasi seni memiliki 3 domain, yakni: perasaan yang terkait perasaan keindahan, penilaian yang terkait dengan nilai seni itu sendiri dan rasa empati terkait dengan hasil seni dan senimannya.

5. Tumbuhnya Apresiasi Berbahasa melalui Kebiasaan Mendengarkan dan Menyanyikan Lagu

Menurut Kentjono (1982:32), bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Jadi, bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif untuk mengungkapkan pikiran dalam berkomunikasi.

Cunningsworth (1995) menjelaskan bahwa lirik lagu yang baik dapat didengar

10

dengan jelas kecepatan, aksen, dan ketepatan isi yang dapat diambil dari lagu

tersebut. Jika ujaran didengar berulang-ulang, maka akan menjadi kebiasaan dan

menurut Witherington (dalam Djaali, 2011) kebiasaan merupakan cara bertindak

yang diperoleh melalui belajar berulang-ulang yang pada akhirnya menjadi

menetap dan bersifat otomatis.

Selanjutnya, kebiasaan berbahasa merupakan kegiatan yang sering

dilakukan berulang-ulang dan berhubungan tentang keempat aspek berbahasa,

mencakup menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam kebiasaan

menyimak dapat melalui berita, lagu-lagu, perkataan orang dan pidato. Jika

seseorang terbiasa mendengarkan lagu-lagu berbahasa Jawa, maka menurut teori

tersebut akan terjadi tumbuhnya kemampuan apresiasi bahasa jawanya.

Meskipun demikian, menurut Poedjosoedarmo (1979:8-9) Bahasa Jawa

mempunyai ciri khas yang membedakannya dengan bahasa daerah lain. Di

dalam bahasa Jawa terdapat tingkat tutur, yang mencerminkan satu rasa yang

terkandung di dalamnya, yakni tutur bahasa Jawa ngoko dan krama.

Metodologi

Jenis penelitian ini adalah Kualitatif dengan pendekatan Deskriptif. Populasi

dalam penelitian ini adalah fansbase Sobat Ambyar di Rumah Blogger Indonesia

Solo, jumlah anggotanya sangat besar tetapi tidak didaftar karena hanya aktif di

sosial media dan tidak pernah diselenggarakan pertemuan secara resmi

“kopdar”. Sedangkan sampel diambil dari pengurus dan anggota yang bersedia

menjadi informan dengan pertimbangan tingkat pendidikan, usia dan tempat

tinggal. Teknik pengumpulan data dalam penelitian menggunakan teknik

11

wawancara dengan panduan wawancara dan pengamatan langsung di beberapa

konser, sedangkan data sekunder diambil dari media massa dan media sosial.

Data-data tersebut diuji validitasnya dengan dilakukan cek silang (trianggulasi

sumber) dengan sobat ambyar lain, sehingga data yang disajikan sesuai dengan

realita. Data kemudian dianalisis dengan: melakukan reduksi terhadap data yang

tidak lolos uji validitas, data yang lolos kemudian disajikan secara deskriptif

pada hasil penelitian, yang kemudian diuraikan dalam pembahasan dengan

bantuan pendapat para ahli yang sesuai dan disebutkan di kerangka teori. Proses

terakhir analisis ini adalah penarikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan

Sajian dan Analisis Data

Sesuai kerangka berpikir, terdapat beberapa pendapat yang digunakan untuk

analisis temuan dari beberapa informan dan pengamatan langsung peneliti.

Penulis juga menyitir beberapa temuan dalam jurnal ilmiah menyangkut “musik

sebagai perwakilan gambaran dari dunia”, “Lirik lagu mempengarui kehidupan”,

dan “Pengaruh bahasa dalam lirik lagu terhadap bahasa diaspora” akan dijadikan

panduan untuk menganalisa jawaban para informan dalam penelitian ini.

Mengingat bahasa yang digunakan dalam lagu Didi Kempot adalah bahasa

Jawa, maka dari jawaban informan akan dilihat seberapa besar wawasan mereka

tentang Bahasa Jawa, khususnya dalam memahami wacana atau ujaran yang

disampaikan orang dalam berbahasa Jawa setelah banyak mendengarkan lagu-

lagu Didi Kempot dan kepada informan yang bukan dari Jawa, apakah yang

12 bersangkutan memahami makna dan arti kata-kata pada lagu-lagu yang dibawakan Didi Kempot.

1. Pesan Lirik Lagu Didi Kempot

Lirik lagu yang dibuat memberikan pesan tersirat dan tersurat, sehingga selain para pendengar menikmati lagunya mereka juga akan menerima pesan yang terdapat pada lirik yang dituliskan. Memperhatikan sebagian besar lirik lagu yang ada dalam lagu Didi Kempot nyambung (relate) dengan kehidupan anak muda jaman sekarang, terdapat beberapa pesan yang dapat disimpulkan di antaranya; Lagu-lagu Didi Kempot sebagian besar memang menggambarkan percintaan yang berakhir dengan patah hati. Di samping menggambarkan realita yang seolah-olah dihadapi oleh mayoritas penggemarnya, beberapa lirik lagunya juga dimaknai sebagai komunikasi antara pembawa lagu sebagai komunikan kepada penggemarnya bahwa sang pencipta lagu ingin menyampaikan pesan berupa petuah untuk tidak putus asa dan tetap tegar menghadapinya; Lagu- lagunya selalu merefleksikan pengalaman emosional, khususnya yang terjadi pada anak-anak muda. Didi Kempot juga dikenal sebagai salah satu pewaris musik Jawa yang dianggap masih mempertahankan tradisi lagu-lagu Jawa yang patut dihargai serta diberikan apresiasi terhadap hal tersebut; Pesan terakhir yang diperoleh dari lagu-lagu Didi Kempot adalah bahwa sebagai seorang seniman, dia tidak akan lepas dari dunia yang mengelilinginya, yang terekspresikan dalam lagu-lagunya. Pesan tentang kosistensi mempertahankan budaya daerah dan penyebutan nama-nama lokasi beken di sekitarnya ini sejalan dengan hasil

13 penelitian Akshagul Kossanova, tentang musik sebagai representasi gambar dunia.

2. Tanggapan dan Penilaian millennial terhadap lirik lagu Didi Kempot

Kaum millennial menanggapi lagu dan musik campursari sebagai genre musik alternatif baru dari kebosanan mereka terhadap beberapa genre musik yang telah ada (Aulia, 2019). Mereka sudah tidak lagi menganggap musik Jazz dan pop sebagai icon musik anak muda. Pernyataan tersebut sangat beralasan dengan kehadiran kaum millennial yang selalu penuh di setiap konser Didi

Kempot.

Pengakuan para informan tentang membludaknya penonton di konser Didi

Kempot seperti halnya yang penulis saksikan di beberapa event dan unggahan beberapa rekan penulis, serta beberapa kali acara live televisi tentu bukan karena kebetulan. Mereka yang mendengarkan lagu bisa merasa sedih, senang, bersemangat dan memiliki perasaan emosi lain karena efek dari lagu yang begitu menyentuh. Kaum millennial menilai bahwa lagu-lagu Didi kempot saat ini sudah menjadi musik kaum muda karena nyambung dengan kehidupan mereka.

Bahkan, penggemar mudanya rela menyebut diri mereka sebagai Sobat Ambyar,

Sad Boy atau Sad Girls. Liriknya yang membuat anak muda tertarik dan mengatakan “ini aku banget”. Hal ini dapat dimaknai bahwa kaum millennial menilai bahwa campursari bukan lagi musiknya orang dewasa dan daerah, tetapi menjadi musiknya kaum millennial.

3. Alasan millennial menyukai campursari

14

Ketertarikan kaum millennial terhadap lirik lagu Didi Kempot yang dikatakan mudah diingat dan dihafal meskipun bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa, sedangkan pengagumnya berasal dari berbagai suku. Lagu-lagu

Didi Kempot mampu membawa audience untuk mendengar dan terus mendengar, lirik lagunya tidak berantakan secara emosional dan mampu membuat pendengar berkata “lagu ini pas dengan selera saya, dan gue banget!” seperti yang diungkapkan oleh Peter Vuust bahwa otak kita telah terangsang keasyikan campursari. Para informan paham akan lagu Didi Kempot karena lagu dan liriknya selain mudah dihafal juga mudah diingat, sehingga mereka juga tertarik untuk mendengarkannya. Selanjutnya, dikatakan bahwa lagu-lagu Didi

Kempot memiliki beat yang cepat dan cenderung seperti Dangdut koplo, sehingga tidak ada alasan bagi penikmatnya untuk tidak bergoyang dan ikutan bernyanyi, seperti yang disampaikan oleh Syntia Merisca, salah seorang pemain peran yang membintangi beberapa film FTV. Ungkapan ho a ho e dan beberapa baris lirik cendol dawet yang dinyanyikan dengan irama lebih cepat dan lebih bersemangat ditengah beberapa lirik lagu Didi Kempot menjadi salah satu selingan yang membuat lagu semakin enak didengarkan.

4. Apresiasi millennial dalam penggunaan Bahasa Jawa

Dalam kasus lagu-lagu Didi Kempot yang menggunakan media bahasa

Jawa, maka penggemar tentu terbiasa mendengarkan dan menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam Bahasa Jawa. Mengingat bahasa yang digunakan diarahkan kepada penutur asli (first language), maka kata-kata dalam musik dan lagu adalah bahasa percakapan sehari-hari yang natural oleh penutur aslinya.

15

Berlandaskan pemikiran Witherington tentang teori kebiasaan, seharusnya

wawasan bahasa Jawa para penggemar Didi Kempot akan berkembang dengan

baik setelah mendengarkan dan menyanyikan lagu-lagu Didi Kempot, apalagi

mengingat lagu-lagu Didi Kempot sangat banyak dan telah cukup lama popular

sejak era 90an, dan meskipun mengalami pasang surut akhirnya booming

kembali sejak 2019 sampai sekarang. Faktanya, suku Jawa yang tinggal di Jawa

selalu menggunakan kata-kata dalam lirik lagu Didi kempot dalam percakapan

sehari-hari. Bagi suku Jawa perantauan memahami dengan baik kata-kata dalam

lagu Didi kempot, tetapi dalam berbicara sering terselip beberapa kata berbahasa

Indonesia. Hal ini mirip yang terjadi pada Diaspora Korea di Kanada dalam

jurnal ilmiah Diasporic Youth Culture of K-pop (Yoon, 2019). Bagi millennial

bersuku non Jawa belum dapat terpantau dengan baik tingkat apresiasinya

terhadap bahasa Jawa mengingat susahnya mencari informan bersuku non-Jawa

yang bersedia diwawancarai.

Kesimpulan

Memperhatikan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan

beberapa hal berikut:

1. Lagu-lagu Didi Kempot menyampaikan pesan tentang realita kehidupan,

refleksi pengalaman emosional, pelestarian bahasa daerah dan gambaran

dunia di sekitarnya.

16

2. Kaum millennial menanggapi lagu-lagu Didi kempot dan campursari

sebagai genre musik alternatif baru dan menilainya sebagai musik yang

diminati kaum millennial

3. Kaum millennial menyukai campursari karena liriknya mudah dihafal dan

dipahami, iramanya cenderung cepat (koplo), dan beberapa lagu diikuti

senggakan-senggakan.

4. Kaum millennial bersuku Jawa dan tinggal di Jawa semakin terbiasa

menggunakan bahasa Jawa setelah mendengarkan lagu-lagu Didi Kempot,

orang Jawa di perantauan kembali ingat kata-kata bahasa Jawa tetapi belum

fasih menggunakannya, dan penggemar bersuku lain tidak dapat

disimpulkan pendapatnya karena hanya ada satu informan dengan

jawabannya sangat minim.

Memperhatikan kesimpulan hasil penelitian di atas dan keterbatasan

mendapatkan informan non suku Jawa yang bersedia diwawancarai dengan

berbagai alasan, maka disarankan peneliti lain untuk melakukan kajian dari

sudut pandang berbeda, dengan mengutamakan dari sobat ambyar yang bersuku

non-Jawa

Daftar Pustaka

Aulia, Kiki. (2019). Kiki Aulia Ucup Dengan Ulah Inventifnya. https://www.vantage.id/vanspiring/kiki-aulia-ucup-dan-ulah- inventifnya-vantage-indonesia. Diakses 22 Februari 2020 Badan Pusat Statistik. (2018). Statistic Gender Tematik : Profil Generasi Millennial Indonesia. : Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bahari, Nooryan. (2008). Kritik Seni: Wacana, Apresiasi, dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Djaali. (2011). Psikologi Pedidikan. Jakarta: Bumi Aksara

17

Effendy, Onong Uchjana. (2006). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Ifadah, M., & Aimah, S. (2012). Keefektifan Lagu Sebagai Media Belajar Dalam Pengajaran Pronounciation/Pengucapan. In PROSIDING SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL (Vol. 1, No. 1). Kossanova, A. S., Yermanov, Z. R., Bekenova, A. S., Julmukhamedova, A. A., Takezhanova, R. P., & Zhussupova, S. S. (2016). Music as the Representative of the World Picture, the Phenomenon of Culture. International Journal of Environmental and Science Education, 11(12), 5171-5181. Lisbijanto, Herry. 2013. Music Keroncong. Yogyakarta: Graha Ilmu Mulyana, Deddy. (2008). ILMU KOMUNIKASI Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Poedjosoedarmo, Soepomo. (1979). Morfologi Bahasa Jawa Volume 19 dari Seri Bb. Jakarta : Deprtemen Pendidikan dan Kebudayaan Rambah, Armand. (2011). Musik Sebagai Media Komunikasi dan Permainan. armandrambah.blogspot.com Rusbiantoro, Dadang. (2008). Generasi MTV. Yogyakarta: Jalasutra Sa‟adullah, Muhammad. (2016). Pembelejaran Apresiasi Seni Musik kelas VII A SMP Negeri 1 Welahan. Skripsi. Semarang : Unnes. Setiawan, Samhis. (2020). Pengertian Lirik Lagu-Fungsi, Makna, Arti, Para Ahli. https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-lirik-lagu/. Diakses 1 Februari 2020 Soyomukti, Nurani. (2016). Pengantar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media Sugiyono. (2016). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Tyas, Edo. (2017). “Pemahaman Dan Interpretasi Lagu Dalam Konteks Apresiasi Di SMP Negeri 1 Sragi”. Fakultas Pendidikan. Semarang : Universitas Negeri Semarang Yoon, K. (2019). Diasporic youth culture of K-pop. Journal of Youth Studies, 22(1), 138-152.

18