Quick viewing(Text Mode)

DIMENSI MUSIK DALAM ISLAM PEMIKIRAN HAZRAT INAYAT KHAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)

DIMENSI MUSIK DALAM ISLAM PEMIKIRAN HAZRAT INAYAT KHAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)

DIMENSI MUSIK DALAM ISLAM PEMIKIRAN HAZRAT INAYAT KHAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)

Oleh Ali Kemal NIM: 104033101046

PROGRAM AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H./2010 M.

LEMBAR PERNYATAAN

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil atau merupakan hasil jiplakan

dari karya orang lain, maka saya bersedia menerim sanksi sesuai yang berlaku di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 21 Maret 2011

Ali kemal

DIMENSI MUSIK DALAM ISLAM; STUDI PEMIKIRAN HAZRAT INAYAT KHAN

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)

Oleh: ALI KEMAL NIM: 104033101046

Di bawah Bimbingan

Dr. Syamsuri, MA. NIP. 19590405 198903 1003

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431/2010 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Dimensi Musik dalam Islam; Pemikiran Hazrat Inayat Khan”. Telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 14 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I.) pada Program studi Aqidah

Filsafat.

Jakarta, 21 Maret 2011 Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Agus Darmaji, M,Fils. Muslim, S.Th.I NIP. 19610827 199303 01 002

Anggota

Penguji I Penguji II

Dr. Fariz Pari, M.Fils Dr. Syamsuri, MA

LEMBAR PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat yang tak terhingga dari-Nya skripsi ini alhamdulillah dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW para sahabatnya serta seluruh umat Islam yang mengikuti langkah mereka hingga akhir zaman.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengalami beberapa kendala dan tantangan.

Waktu, materi dan permasahan lain yang terkadang mengendurkan semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Namun patut disyukuri karena banyak sekali pengalaman berharga yang telah penulis dapatkan dalam penyelesaian skripsi ini.

Tugas akhir ini dapat terselelaikan berkat bantuan dan kontribusi dari berbagai pihak, oleh karena itu ucapan terima kasih yang tek terhingga penulis sampaikan kepada Bapak. Dr.

Syamsuri, MA. selaku pembimbing yang meluangkan waktu, dan pikiran serta dengan sabar dan pengertian memberikan bimbingan, dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis juga ingin sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat., selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

jajarannya.

2. Prof. Dr. Zainun Kamal., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta beserta jajaran dekanat.

3. Drs. Agus Darmaji, M.Fils., selaku Ketua Jurusan Aqidah Filsafat, Dra. Tien Rahmatin,

M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Aqidah Filsafat, beserta seluruh staf pengajar Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang membimbing penulis selama menjalankan studi di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Pemimpin dan staf akademik beserta para pegawai Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

Terima kasih atas bantuan dan morilnya selama penulis beraktifitas di Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat.

5. Kedua orang tua tercinta, bunda Sopiah dan ayahanda Djuhro yang selalu mendoakan

penulis agar selalu dalam keadaan sehat, dan semua kasih sayang, cinta, kesabaran, dan

perhatiannya yang selama ini selalu diberikannya. Maaf jika penulis belum dapat

memberikan yang terbaik.

6. Kakak-kakakku; Teh Eli,teh Ida, teh Ocha, aa Syamsul, aa Soma, dan aa Indra yang

selalu ada dalam memberi bantuan penulis jika dalam keadaan masalah baik dalam materi

maupun non materinya.

7. Sepupu-sepupuku yang kompak jika menghadapi masalah keluarga, Inay, Toha, Nani,

evi, Sari, Nia, dan Nila. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya, walaupun kadang-

kadang membuat penulis merasa jengkel hingga merasa senang, karena semua itu sangat

berarti bagi penulis.

8. Fajar teman kosan yang selalu memberi teguran untuk penulis jika sedang dalam lalai,

serta patnernya Mbok Sella Nurmaya yang selalu menyemangati penulis, dan hiburan-

hiburannya. Teman-teman yang selalu kunjung ke kosan ku Iwan Taunuzi beserta

isterinya Pyun Puaddah, jangan pernah merasa bosan untuk kunjungannya. Muammar

MD, atas curcol-curcolnya. 9. Teman-teman AF seperiode 2004 H. Muslim, Mia, Ajid, Hasan alban, Yosef, Ridwan,

Lely, Rangga, Wahyu, Arrozi, Faizal, Oi, dan Hana. Terima kasih atas dukungan

morilnya, semoga kita dapat kumpul kembali dan menjadi orang-orang sukses. Amieeen..

10. Terima kasih untuk teman-teman BEMJ-AF dan BEM-FUF, yang telah kerja sama

dengan baik dalam menjalankan tugas organisasi, semoga di hari mendatang kita dapat

bekerja sama kembali. Teman –teman YAPENTUS yang dikomandoi oleh M. Bowo,

untuk memberi semangat, dan taste di Fakultas Ushuluddin. Salam Yapentus..

11. Para penghuni Freedom Cirle yang di ketuai oleh Syiqil, terima kasih atas pemberian

Pengetahuan dan masukan-masukannya. Semoga kita dapat menjaga keharmonisan

dalam kehidupan kita.

12. Khomsul Amri, Mohali, dan Zubair terima kasih atas refleksi dan hiburannya yang

membuat penulis bisa menghilangkan rasa stres. Iqbal, Naldhy, Rossi, Haris, Ahmad

Khadafi, Jarwo, Renold, dkk. Terima kasih maen futsalnya. Kapan sparing futsal lagi?.

13. Teman-teman Biass; Qomar, Azos, Uci, Anchit, Yama, Ika, Ulfa, Yeni, dan Akang N-

chud, hingga teh Neni yang tak pernah bosan untuk mengingatkan penulis di dalam

kelalaian, walaupun dalam bentuk pertanyaan “Kapan lulusnya?”.

14. Teman-teman rumah camp Bahari; Erik, Apuy, Vikqy, Alex, Ulle, Femy, Desi, Bams,

Andy, wawa, Dede, Zhola dan Bunda Dinnah, terima kasih atas tumpangan atau

persinggah hidup sementara dan main Psnya. Kapan kita tanding lagi ??

15. Ka Soma dan Teh Iis serta teman-teman Mekarsari , terima kasih atas gratisan hiburan

tuk kunjungannya jika penulis mengalami kebuntuan dan kebosanan aktifitasnya, serta

nonton konser musiknya. 16. Serta semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa disebutkan. Namun

tidak mengurangi rasa hormat, saya sebagai penulis mengatakan terima kasih banyak

kepada semuanya yang telah membantu dalam bentuk materi, moril dan sebagainya.

Semoga bantuan, dukungan, motivasi, serta doanya dapat menjadi amal salih dan

mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. amin. Kritik dan saran dari

pembaca sangat penulis harapkan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak yang membacanya. wallȃhu a’lam i- al-șawab.

Ciputat, 20 Maret 2011

Penulis

DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBAR PENGANTAR ...... ii TRANSTERASI MANUAL ...... vi DAFTAR ISI ...... vii BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………….. 1 A. Latar Belakang Masalah …………………………………….... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ……………………………….. 9 C. Tujuan Penelitian ……………………………………………... 10 D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan …………………….. 10 E. Tinjauan Pustaka ……………………………………………… 11 F. Sistematika Penulisan ………………………………………… 13

BAB II. BIOGRAFI HAZRAT INAYAT KHAN ……………….. 15 A. Riwayat Hidup Hazrat Inayat Khan ...... 15 B. Karya-karya Hazrat Inayat Khan ……………………… ... 24

BAB III. KAITAN MUSIK DAN TASAWUF ………………….. 31 A. Konsep Musik ………………………………………………. 31 1. Musik Secara Umum ………………………………...... 31 2. Musik Dalam Pandangan Islam ……………………...... 36 B. Tasawuf ……………………………………………………… 50 1. Pengertian Tasawuf ……………………………………... 50 2. Hubungan Tasawuf Dengan Musik …………………… . 57 C. Tarekat Chisytiyah dan Tarekat Malawiyah ………………. . 66

vii

viii

BAB IV. ANALISIS TERHADAP KONSEP DIMENSI MUSIK MENURUT HAZRAT INAYAT KHAN ……………. 67 A. Landasan Musik Hazrat Inayat Khan ……………………….. 67 B. Dimensi Musik Pandangan Hazrat Inayat Khan …………… 71 1. Pengertian Musik …………………………………… 71 2. Bentuk-bentuk Musik ………………………………. 78 C. Musik Sebagai Kesatuan Makro dan Mikro Kosmos ………. 83 D. Bentuk dan Pemanfaatan Musik Spiritual Inayat Khan ...... 87

BAB V. PENUTUP DAN SARAN ………………………………… 91 A. Kesimpulan ………………………………………………………… 91 B. Saran ……………………………………………………………….. 93

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 95

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Keberadaan musik sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan seiring dengan perkembangan media audio (radio dan televisi) yang dapat diterima masyarakat. Banyaknya stasiun radio yang menjadikan musik sebagai program mayoritas dapat menyebabkan masyarakat selalu mengikuti perkembangan musik pada umumnya.

Perkembangan pesat seni musik dan industri musik membuat sulit dipisahkan antara musik dengan kehidupan sehari-sehari masyarakat, maka tidak salah jika orang memandang bahwa musik sebagai sarana tuntutan finansial pada era ini, di mana industri musik pun mulai meningkat pesat dengan perkembangan seni musik ini.

Indikasi lain yang menunjukkan kegandrungan masyarakat dalam bidang musik yaitu dengan perkembangan jumlah grup band yang ada. Kondisi tersebut menunjukkan kegandrungan masyarakat yang antusias terhadap perkembangan musik. Hal ini juga terjadi pada grup band solo musik yang mana mereka menyanyikan lagu-lagu yang bertema religius, sebut saja band Gigi, Ungu dan

Opick yang sering mengeluarkan album bertajuk religius yang khususnya diluncurkan pada bulan tertentu yaitu bulan Ramadhan. Pada bulan tersebut lagu- lagu mereka selalu ada pada deretan hist sebagaimana lagu-lagu yang mereka nyanyikan menjadi lagu terfavorit dan andalan untuk diputarkan di berbagai program musik di stasiun televisi maupun radio. Opick sendiri mengeluarkan

1 2

Album religius yang bertajuk “Istigfar” pada tahun 2005 yang silam dengan lagu andalannya “Tomboati” lagu ini selalu selalu difavoritkan pada masa itu, sedangkan grup band Ungu dan Gigi mengeluarkan album religius musik mereka antara tahun 2006 dan 2009 yang bertema “Surga-Mu” dan “Restu Cinta-Mu”.

Lagu-lagu religi yang dinyanyikan oleh mereka memang ber-genre yang berbeda-beda mulai dari genre yang berbalut rock, pop melayu hingga berirama shalawat sebagaimana yang dinyanyikan oleh Opick. Namun secara tidak langsung lagu-lagu tersebut memiliki hubungan dengan agama, khususnya Islam, di mana dalam lirik lagu yang mereka nyanyikan terdapat suatu pengukapan terhadap Allah swt. misalnya dalam lagu band Gigi yang di dalam syairnya sebagai berikut; “Rinduku cinta-Mu sembahku untuk-Mu dan mengharapkan ridho-Mu Tuhan”.

Musik dalam bahasa Sansakerta disebut dengan , yang melambangkan tiga subjek;

1. Menyanyi.

2. Memainkan.

3. Menari.1

Sehingga bermain musik tidak hanya untuk memainkan instrumen saja akan tetapi diimbangi oleh nyanyian atau menyanyi dan menari merupakan bagian dari bermain musik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia musik diartikan dalam dua pengertian yakni: Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi suara

1 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, terj. Subagijono dan Fungky Kusnaendy Timur dari buku The mysticism of Sound and Music, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), hal. 13. 3

yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan. Maka musik adalah nada atau suara yang disusun sedemikian rupa hingga mengandung irama lagu dan keharmonisan.2

Abdurrahman Al-Bagdadi memandang bahwa musik merupakan bidang seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat musik tersebut. Setiap masing-masing alat musik juga memberikan penjelasan atau membahas not dan bermacam aliran musik dapat disatukan. Instrumentalia adalah seni suara yang diperdengarkan melalui alat-alat musik, seni vokal adalah melantunkan syair yang hanya dinyanyikan dengan perantaraan oral (suara saja), tanpa iringan instrumen musik.3 Maka dapat diartikan bahwa musik tidak hanya nyanyian saja, tetapi juga memainkan instrumen musik, menari sesuai dengan bunyi yang keluar dari instrumen yang dimainkan.

Musik adalah suatu kreasi seni yang ditujukan untuk memperoleh nilai estetika,4 dengan nilai estetika tersebut orang dapat merasakan keindahan serta merasakan apa yang telah dirasakan oleh penciptannya melalui pesan dalam bentuk musik. Keindahan merupakan naluri manusia, dengan aspek intuisi yang digunakan sebagai landasan penilaian estetika atau keindahan yang datang melaui indera-indera yang terdapat dalam diri manusia. Baik dalam indera pendengaran, indera penglihatan, dan indera-indera lainnya.

2 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal. 602. 3 Abdurrahman Al-Bagdadi, Seni Musik dalam Pandangan Islam: Seni Vocal, Musik dan Tari, (Jakarta: Guna Insani Pres, 1994), hal. 19. 4 Nilai estetika adalah nilai yang mengandung kapasitas untuk menimbulkan tanggapan estetik atau pengalaman estetik, yang mengartikan pengalaman yang berkaitan dengan keindahan. Lihat Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dan Seni Budaya, ( Jakarta: Pustaka Alhusna, 1988 ), hal. 75. 4

Musik adalah sebuah hal yang tak dapat dipisahkan oleh kehidupan manusia. Dalam sejarah peradaban manusia pun belum ditemukan suatu kaum ataupun zaman yang melepaskan maupun meninggalkan musik dari kehidupan manusia5. Musik berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia. Musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan universal.

Musik dimiliki oleh setiap masyarakat, dan setiap anggota masyarakat adalah

“musical”.6

Agama sebagai salah satu tanda perkembangan peradaban manusia, memiliki hubungan yang nyata dengan musik. Dalam agama Kristen, musik dikenal sebagai salah satu bagian penting untuk melaksanakan ritual-ritual keagamaan. John Chrysostom, seorang pemuka agama Kristen yang hidup pada abad keempat setelah masehi mengatakan: “Tiada sesuatu, selain aransemen musik dan nyanyian agama, yang dapat meninggikan derajat akal, memberinya sayap untuk meninggalkan bumi dan melepaskannya dari belenggu jasmani serta

menghiasinya dengan rasa cinta kepada kearifan7.

Penganut agama Hindu di India meyakini bahwa awal kehidupan adalah rūh, dengan itu maka ilmu pengetahuan, kesenian (termasuk musik), filsafat dan kebatinan diarahkan untuk satu tujuan yang sama, yaitu kehidupan spiritual.

5 Yusuf Al-Qardhawy, Nasyid Versus Musik Jahiliyah, terj. H. Ahmad Fulex Bisri, H. Awan Sumarna, H Anwar Mustafa, (Bandung: Mujahid Press, 2003), hlm. 9-10 6 Dalam budaya Barat terdapat perbedaan tajam antara siapa yamg memproduksi musik dan siapa yang secara mayoritas mengkonsumsi musik. Dan kenyataannya semua golongan mayoritas dapat mengkonsumsi musik, mendengar, menarikan dan mengembangkannya. Kemudian ada kesan bahwa mayoritas diam merupakan masyarakat musikal dalam kapasitas memahami musik. Djohan, Psikologi Musik, (Yogyakarta: Buku Baik, 2003), hlm. 7-8 7 Alwi Shihab, Islam Inklusif, (Bandung: Mizan, 1999), hal. 234 5

Musik Kuno India, merupakan salah satu budaya yang diwariskan secara turun

temurun oleh pemeluk agama Hindu8.

Perjalanan sejarah kebudayaan Islam mengantarkan perkembangan musik ke arah musik yang bercorak Islam atau musik yang bernuansa islami salah satunya musik sufi, musik tersebut musik yang memiliki aroma islam (Islami).

Musik merupakan kesenian yang keindahannya dapat dinikmati melalui indera pendengaran dan telah ada sejak zaman sebelum datangnya Islam. Di Arab, musik dinikmati dengan berbagai macam cara, sesuai dengan suasana hati para penikmatnya. Tetapi pada saat itu, mayoritas musik digunakan untuk bersenang- senang dan hura-hura. Di tempat pertunjukan musik, mereka menari-nari dalam keadaan mabuk menikmati lagu-lagu yang dilantunkan oleh para pemusik yang kesemuanya adalah wanita hamba sahaya. Tidak ada pemusik laki-laki atau orang merdeka, karena bagi mereka menjadi pemusik dianggap sebagai aib bagi orang

merdeka dan kaum laki-laki9

Namun sebagaimana lahirnya musik dalam Islam yang khusus dalam kalangan tasawuf menganggap seni atau musik sebagai salah satu sarana pengenalan terhadap sumber keindahan, yakni Tuhan. Seni merupakan bagian dari keindahan Tuhan, dan bentuk pengekspresian terhadap keindahan tersebut bisa tertuang dalam musik, puisi, lukisan, dan sebagainya. Sehingga sejauh mana orang-orang memahami ataupun mengambil suatu hikmah dari apa yang mereka

8 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, hal. 67 9 Ibid. 6

lakukan, reaksi bahkan refleksi dari keindahan yang mereka buat dapat mencapai suatu tingkatan pendekatan terhadap Tuhan.

Musik merupakan salah satu bentuk sarana pemujaan terhadap Tuhan, dengan bermain musik adalah kegiatan dari pengungkapan pengamalan keagamaan seseorang. Baik dimainkan bersamaan dengan prosesi ritual yang dilakukan ataupun tidak adanya ritual. Sebagaimana yang terlihat dan terjadi dalam agama Kristen, musik dianggap sebagai salah satu sarana penunjang dari prosesi ritual. Kristen katolik melakukan upacara kebaktian selalu diiringi musik yang dimainkan serta dengan nyanyian, walaupun itu bukanlah menjadi suatu keharusan, namun itu merupakan suatu fenomena yang sering tampak terjadi.10

Dalam kalangan Islam juga didapatkan terjadinya pro dan kontra antara halal dan haram tentang musik. Sebut saja Ibnu Hazm, seorang ulama penganut madzhab fiqih Zhahiriyah, yang mengharamkan musik dan alat-alat musik dengan berbagai corak dan bentuknya. Tanpa disadari belasan Ulama pun langsung mengkritik tajam atas gagasan Ibnu Hazm, salah satunya Al-Ghazali yang melontarkan kritik dalam tulisannya, as-Sunnah an-Nabawiyah baina Ahli al-

Fiqh wa Ahli al-Hadist (Sunnah Nabi Antara Ahli Fikih dan Hadis), setiap orang yang satu pemikiran dengannya terhadap fikih dan para ulamanya, seperti penyimpangan terhadap hadis dan para ulama hadis, Al-Ghazali telah menyebut para ulama sebagai orang-orang yang keterlaluan bodohnya karena mereka

10 Budilinggono, Bentuk dan Analisis Musik, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993), hal. 66. 7

mengharamkan nyanyian.11 Namun banyak kalangan Islam khususnya kalangan

Islam kontemporer yang menghalalkan lagu dan musik dengan dibatasi lagu dan musik tersebut tidak menimbulkan gairah syahwat.

Dalam bermain musik terdapat bentuk pemujaan dan kultus terhadap realitas mutlak, salah satu bentuk tingkah laku keagamaan tersebut dapat terlihat dari berbagai fenomena yang tampak, contohnya adalah dilihat dari tema apapun syair lagu tersebut, maka tepat atas apa yang diungkapkan oleh Van Hogel bahwa

“tingkah laku agama sebagai suatu pemujaan dari satu sisi dan juga sebagai kultus penghayatan terhadap realitas mutlak atau tertinggi”.12

Dalam sejarah Islam, untuk menyebut musik seperti yang diartikan sekarang ini, digunakan perkataan handasah al-sawt yang artinya ialah seni suara atau nyanyian. Sedangkan istilah al-musiqȃ (musik) digunakan untuk menyebut segala jenis musik bersifat hiburan (entertainment, pelipur lara). Sedangkan lagu atau nyanyian hiburan lazim disebut al-ghina’, yang terakhir ini secara umum merujuk pada musik atau nyanyian profan, yang tidak punya kaitan langsung dengan kehidupan keagamaan. Bahkan pada masa awal digunakan untuk menyebut nyanyian yang diiringi musik untuk memanggil jin atau roh halus sebagaimana dilakukan ahli-ahli sihir Arab jahiliyah atau dukun-dukun Yahudi yang disebut kahin. Misalnya seperti dilakukan orang-orang Arab Utara sebelum

11 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Siapa Bilang Musik Haram; Pro Kontra Masalah Musik dan Nyanyian,terj. Abu Umar Basyir dari buku Tahrim alat ath-Tharb, (Jakarta; Darul Haq, 2008), hal. 123-124. 12 Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama: Inti dan bentuk Pengalaman Keagamaan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1996), hal. 147. 8

datangnya Islam, dalam upacara mengelilingi batu suci (nushb) yang dimeriahkan dengan nyanyian keagamaan yang disebut nashb.

Bermain musik merupakan salah satu bentuk dari pengekspresian atas pengalaman keagamaan. Manusia diberikan oleh Tuhan, sadar atau tidak sadar atas dorongan Tuhan yang tersembunyi itu, menanggapi-Nya dengan cara yang terbaik bukan melalui suatu gerak akal yang sederhana, tetapi melalui suatu perbuatan yang banyak dan kompleks, di mana seluruh sifatnya diperhatikan, dan dalam perkembangannya yang sempurna akan menyerupai sifat-sifat karya seni.13

Pada awal mulanya musik dipahami oleh Hazrat Inayat Khan seorang tokoh atau guru besar musik spiritual di India, sebagaimana bermusik dengan menggunakan instrumen biasa, namun dengan perkembangan spiritualnya maka perkembangan pula pemahaman Hazrat Inayat Khan terhadap musik. Dalam perkembangan selanjutnya musik dipahami sebagai salah satu sarana pengenalan terhadap Tuhan, di mana Tuhan dianalogikan sebagai sumber keindahan, dan musik merupakan hasil dari keindahan.14

Menurut Hazrat Inayat Khan musik mempunyai dimensi makro; bahwa arsitektur adalah musik, taman adalah musik, pertanian adalah musik, lukisan adalah musik, puisi adalah musik.15 Hazrat Inayat Khan mengambil pengertian bahwa alam dengan segala keteraturan dan ketidak keteraturannya, sebagai suatu harmoni dan juga keselarasan akan ciptaan Tuhan. Keharmonisan tersebut merupakan suatu bagian dari musik mikro.

13 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik: Sebuah Pembelaan Musik Sufi oleh Ahmad al- Ghazali, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hal. 15. 14 Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 8. 15 Ibid, hal. 5. 9

Dengan demikian setelah apa yang diungkapkannya tentu mendapatkan respons baik dalam agama Islam. Namun tentu dapat menimbulkan kontroversi, apakah sebenarnya tujuan daripada pengungkapan tersebut? Ataukah ia mengartikan musik dengan keharmonisan yang ada, merupakan salah satu sistematika spiritual terhadap Tuhan, karena musik diartikan sebagai landasan sumber ciptaan sekaligus sarana untuk menyerapnya dan juga dunia diciptakan oleh musik, dan dengan musik bila dunia ini ditarik ke dalam sumber yang telah menciptakannya.

Maka karenanya, apa yang diungkapkan oleh Hazrat Inayat Khan mempunyai pandangan berbeda ataupun berkembang dibandingkan dengan yang lainnya, di mana ia mengungkapkan musik dalam berbagai dimensi yang luas, termasuk di dalamnya dari Islam. Maka dengan permasalahan tersebut, penulis dengan segala ketertarikannya akan hal tersebut memberi tema penelitian

“Dimensi Musik Dalam Islam: Studi Pemikiran Hazrat Inayat Khan”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah.

Demi menjaga efektifitas agar pembahasan tetap terfokus pada persoalan, maka penulis membatasi pembahasan pada konsep dimensi musik menurut Hazrat

Inayat Khan.

Untuk mempermudah pembahasan masalah di atas, dalam skripsi ini penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana landasan musik menurut Hazrat Inayat Khan ?

2. Bagaimana pengertian dimensi musik menurut Hazrat Inayat Khan? 10

3. Bagaimana pandangan Hazrat Inayat Khan tentang musik sebagai kesatuan

makro dan mikro kosmos?

C. Tujuan Penelitian.

1. Untuk mengetahui musik sebagai sarana ekspresi keagamaan dan

sarana spiritual.

2. Untuk mengetahui dimensi musik spiritual dalam pandangan

Hazrat Inayat Khan.

3. Dapat memberi manfaat sebagai sumbangan pemikiran dan

kekayaan khazanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu

Tasawuf.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan.

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan metode studi pustaka (library research) terhadap karya-karya Hazrat Inayat Khan, terutama mengenai musik yang membahas dimensi musik spiritual dalam Islam dan hubungan musik dengan tasawuf sebagai data primer, seperti buku Dimensi Musik dan Bunyi (Yogyakarta: Pustaka Sufi,2002), Dimensi Spiritual Psikologi (Jakarta:

Pustaka Hidayah, 2000), dan Kesatuan Ideal Agama-agama (Jakarta: Pustaka

Hidayah, 2003). Selain itu penulis juga mengambil karya-karya orang lain sebagai data Sekunder, seperti karya Abdurrahman Al-Bagdadi, Seni Musik Dalam

Pandangan Islam: Vocal, Musik dan Tari (Jakarta: Gema Insani Press, 1994) dan

Sidi Gazalba dalam karyanya, Pandangan Islam Tentang Kesenian (Jakarta: 11

Bulan Bintang, 1977), dan Islam dan Kesenian; Relavansi Islam dan Seni Budaya

(Jakarta: Pustaka Alhusna, 1988), untuk membandingkan pengertian musik dalam pandangan Islam dengan pengertian musik secara universal serta karya-karya lainnya yang terutama membahas mengenai hubungan musik dengan agama, dan pemikiran Hazrat Inayat Khan tentang dimensi musik dalam agama.

Secara teknis, analisis data yang digunakan bersifat kualitatif dengan teknik pembahasan deskriptif analitis yang bertujuan untuk menjelaskan musik agama serta membandingkan aliran-aliran musik umum dengan musik dalam pandangan Islam. Sementara teknik penulisan dalam skripsi ini disesuaikan dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan Center for Quality Development and Assurance (CeQDa) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

E. Tinjauan Pustaka.

Berkenaan dengan tinjauan pustaka mengenai tema yang penulis teliti, penulis hanya menemukan tiga buku dan satu karya ilmiah yang membahas dimensi musik pandangan Hazrat Inayat Khan, dan tiga buku tersebut di antaranya:

Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, terj. Subagiono dan

Fungky Kusnaendy Timur dari buku The mysticism of Sound and Music. Buku ini membahas bagaimana Hazrat Inayat Khan melakukan spiritual-spiritual terhadap

Ilahi melalui sentuhan-sentuhan musik. Selain itu dalam buku ini adalah sebuah 12

gerakan dakwah Hazrat Inayat Khan kepada masyarakat, khususnya masyarakat

India.

Kesatuan Ideal Agama-agama karya Hazrat Inayat Khan yang diterjemahkan oleh Anand Krishna dari buku The Unity of Religious Ideals. Buku ini berisi tentang kreasi peribadatan universal pemikiran Hazrat Inayat Khan.

Dimensi Spiritual Psikologi karya Hazrat Inayat Khan yang diterjemahkan oleh Andi Haryadi dari Buku Spiritual Dimensions of Psychology. Buku ini menyingkap tingkatan-tingkatan katarsis menempuh jalan spiritual, selain itu

Hazrat Inayat Khan memberikan proses-proses mental dalam diri manusia seperti berpikir, imajinasi, sugesti, dan sebagainya dalam buku ini.

Berbeda dengan tiga buku tersebut, pada penelitian ini penulis selain membahas tentang musik dalam pandangan Hazrat Inayat Khan, penulis juga memberikan aneka tarekat-tarekat sufisme khususnya tarekat Chistiyyah serta pemikiran-pemikiran sufisme Hazrat Inayat Khan.

Adapun dengan studi kepustakaan dalam karya ilmiah atau skripsi yang mengenai Hazrat Inayat Khan dan seni musik, penulis hanya menemukan satu karya ilmiah yaitu, Pemikiran Sufisme Hazrat Inayat Khan oleh Zainal Mutaqin.

Jelas berbeda dengan skripsi diatas, di samping membahas tentang tasawufnya, penulis secara spesifik dan komprehesif mengulas konsep musik Hazrat Inayat

Khan.

F. Sistematika Penulisan. 13

Dalam pembahasan lebih lanjut mengenai skripsi ini, maka penulis mencoba mendetailkan pembahasan pokok-pokok dalam skripsi ini. Penulis menggunakan sistematika pembahasan skripsi ini dalam pembahasan 5 (lima) bab:

BAB I, membahas pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II diawali dengan pendekatan penulis kepada sang tokoh dalam penelitiannya yakni Hazrat Inayat Khan dengan menulis biografi Hazrat Inayat

Khan di lanjutkan perjalanan hidupnya sebagai sufi sekaligus pemusik, serta karya-karya darinya yang mengenai dalam bidang tasawuf dengan musik yang mana membahas musik sebagai sarana untuk mendekatkan diri terhadap Tuhan.

BAB III, membahas tentang landasan tentang teori musik dan tasawuf, dalam bab ini penulis memperbandingkan musik yang secara umum dengan konsep musik dalam pandangan Islam mulai dari pengertian atau definisi musik itu sendiri hingga bagaimana mereka memainkan musik serta perbedaan dan persamaan di antara kedua.

Masih dalam BAB III selain perbedaan persepsi musik umum dengan pandangan Islam di mana di dalamnya terdapat warisan instrumen musik oleh

Islam. bab ini juga menyajikan tentang tasawuf, di mana penulis mencoba memberi pengertian dari tasawuf di dalamnya dan hubungan musik terhadap spiritual kaum sufi sebagai ajaran tasawuf. Serta tarekat-tarekat tasawuf yang memiliki unsur musik sebagai alat media spiritualnya. 14

BAB IV, membahas landasan musik Hazrat Inayat Khan dan memuat tentang analisis terhadap konsep musik dalam pandangan Hazrat Inayat Khan, di mana bab ini menjelaskan konsep-konsep musik Hazrat Inayat Khan. Pengertian musik dalam pandangan Hazrat Inayat Khan kemudian bentuk-bentuk dari musik tersebut, dan musik sebagai kesatuan makro dan mikro kosmos.

Sementara BAB V, merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan penulis tentang dimensi musik agama dalam sudut pandang Hazrat Inayat Khan serta gerakan tasawuf Hazrat Inayat Khan.

15

BAB II

BIOGRAFI HAZRAT INAYAT KHAN

A. Riwayat Hidup Hazrat Inayat Khan.

Hazrat16 Inayat Khan adalah seorang keturunan asli India lahir pada 5 Juli

1882 di Baroda, India17. Ayahnya bernama Rahmat Khan, berasal dari keluarga

Mashâik, Punjab, dan tinggal di Sialkot, Punjab dengan latar belakang musik, mistik dan kepenyairan. Rahmat Khan sendiri mempelajari musik klasik India di bawah bimbingan Sayn Alias, seorang composer sekaligus sufi yang hidup secara asketis dari daerah Punjab. Selanjutnya Ia belajar dan menjalin hubungan erat dengan Maula Bakhsh, hingga Rahmat Khan menikahi putrinya Fatima Bibi.

Setelah wafat istri pertamanya, ia pun menikahi kembali putri dari Maula Bakhsh

Khadija bibi, ibu dari Inayat Khan.18 Inayat Khan adalah seorang penyanyi dhrupad19 besar yang berguru pada Sant Ilyas seorang musikus sekaligus sufi.

Jumashah adalah leluhurnya, yang hingga saat ini masih dikunjungi sebagai tempat ziarah.

16 Istilah “Hazrat” merupakan derivasi dari kata Arab „Hâdhârät’ dan biasanya digunakan sebagai panggilan kehormatan terhadap guru sufi atau pemimpin spiritual Islam di kawasan India. Keterangan ini diperoleh pada 25 April 2010 dari, http://www.wahiduddin.net 17 Riwayat hidup Hazrat Inayat Khan diakses dari, http://www.short biography of Hazrat Inayat Khan,.htm,; http://www.wahiduddin.net/hik/_music-bio.htm. 18 Hazrat Inayat Khan, The Sufi Message: Biography. Autobiography. Journal and Anecdo, diakses pada tanggal 26, April 2010 dari http://wahiduddin.net 19 Dhurpad atau Dhrupad adalah bentuk popular untuk kata Dhruvapada, yaitu salah satu jenis lagu yang biasa dinyanyikan di kawasan Utara maupun Selatan India, atau lagu- lagu keagamaan yang dilantunkan secara khidmat

15 16

Moula Bakhs Khan20 seorang darwish Chistiyyah keturunan keluarga

Zamindar. Moula Bakhsh Khan adalah seorang yang merupakan salah satu pendiri Akademi Musik India, Universitas Gayanshala di Baroda, India.

Universitas tersebut dilindungi oleh Maharaja Sayajirao Gaek dari Baroda, yang sekarang dikenal sebagai Akademi Musik India Maharaja Sayaji Rao21. Maula

Bakhsh Khan sendiri seorang pemusik terkenal, sebagai penggubah, pemain sandiwara, dan pengembangan notasi musik dengan menggabungkan notasi musik berbeda ke dalam notasi sederhana. Selain itu ia juga dikenal sebagai Beethoven dari India, dengan menjadi seorang ahli dari musik antara Utara dan Selatan

India.22

Maula Bakhsh Khan seorang yang begitu dihormati, sebab peranannya dalam sejarah musik India adalah bukan semata-mata karena dia sebagai seniman yang memiliki personalitas yang kuat, namun lebih dari itu, Bakhsh Khan telah menambah sesuatu yang amat brillian dan fanstastik bagi perkembangan musik

India yaitu penggunaannya terhadap metode ilmiah dan sistematik dalam seninya.

Selain itu Bakhsh Khan memberi sentuhan yang teramat berpengaruh dalam keanggunan India dan kekayaan tradisi kultural yang dimilikinya. Bakhsh Khan menyadari bahwa dirinya hidup dalam masa transisi di mana tradisi musik India yang begitu dicintainya dihadapkan pada bahaya kematian. Sebabnya Bakhsh

20 Maula Bakhsh Khan bernama asli Chole Khan adalah putra dari Ghise Khan Enver Khan yang berasal dari keluarga Zamindar (Landlord, landowner; tuan tanah). Nama aslinya diganti dengan Maula Bakhsh, yang berarti Karunia Ilahi, oleh seorang darwish Chistiyyah. 21 http://wahiduddin.net. diakses pada tanggal 25, April 2010. 22 Maha karya Bakhs yang patut dicatat adalah jasanya dalam melakukan penyatuan antara corak musik India Utara yang banyak dipengaruhi oleh tradisi musik Persia dan Arab dengan corak musik India Selatan yang dianggap sacral dan merupakan bagian penting dari lembaga kultural keagamaan masyarakat India kawasan Selatan. 17

Khan mengupayakan untuk mengumpulkan kembali musik India dan mengklasifikasikannya berdasar corak dan aliran yang diusung sebagai warisan berharga bagi generasi India selanjutnya.23

Sisi lain Maula Bakhsh Khan memiliki kecenderungan untuk menghormati berbagai tradisi agama dan mistik yang berkembang pada masa itu, sehingga

Bakhsh Khan menjadikan rumahnya sebagai tempat pertemuan untuk diskusi dan persinggahan para cendekiawan dan agamawan dari berbagai latar belakang sosial dan tradisi keagamaan yang berbeda, Hindu, Islam, Zoroaster, dan Kristen24.

Kecenderungan ini yang ditularkan Bakhsh Khan terhadap cucunya Inayat Khan dengan membawa sang cucu untuk mengunjungi banyak guru spiritual maupun para sufi Islam.

Inayat Khan dibesarkan dengan kakeknya, dan ia dihadapkan dengan sebuah pluralitas dalam lingkungan yang berbeda-beda agama, sehingga kakeknya pun membesarkan Inayat Khan dalam suasana religius. Kakeknya pernah mengajarkan dia melalui sebuah pembicaraan; “katakan kebenaran; kebenaran adalah Tuhan; pemimpin bersih dan kehidupan sederhana. Lupakan kebaikan yang pernah kamu lakukan, tetapi ingat kesalahanmu dan dosamu”, (Neki kar paam me daal: lakukan kebaikan dan lupakan. Baadi kar pallu me baandh: ingatlah kesalahan yang pernah kamu lakukan)25.

23 Elisabet Keesing, Hazrat Inayat Khan: Abiograf. Diakses pada tanggal 26, April 2010 dari http://www.wahiduddin.net 24 Inayat Khan, The Sufi Message: Biography. Autobiography. Journal and Anecdot. Diakses pada tanggal 26, April 2010 dari http://www.wahiduddin.net 25 http://www.GreatMasterofHindustaniMusic.htm. diakses pada tanggal 25, April 2010. 18

Atas kecintaan kakeknya terhadap musik, puisi, dan pengetahuan, maka kakeknya pun menanamkannya kepada Inayat Khan di usia belianya, sehingga ia mengatakan kepada Inayat Khan sebagai berikut: “ My taste for music, poerty, and philosophy.” He says. “ increased daily, and I loved my grandfather’s company more than a game with boy of my age. “ 26

Hal ini merupakan salah satu aspek di mana seseorang religius ataupun tidak. Salah satunya adalah dengan adanya emosi keagamaan, yaitu aspek agama yang paling mendasar, ada dalam lubuk hati manusia, yang menyebabkan manusia beragama menjadi religius ataupun tidak religius.27 Sehingga Inayat Khan sudah terbiasa akan lingkungan religius yang mengelilinginya.

Sebelum beranjak usia ke dua puluh, ia dipercayakan untuk mengajar di

Universitas Gayanshala, dengan mengajarkan Veena28 (alat musik India), dan ia juga memiliki bakat suara yang merdu yang membuatnya menjadi dikenal hampir di seluruh kawasan India. Walaupun masih belia Inayat Khan sangat mencintai bakatnya, kecintaannya terhadap musik sama besarnya terhadap spiritual, walaupun Inayat Khan sendiri masih belum dewasa. Terlihat Inayat Khan selalu mencari seorang darwish, penyihir, peramal dan ahli mistik agar ia dapat

26 “ Rasaku untuk musik. Poerty, dan filsafat, dan ia mengatakan: bahwa aku lebih mencintai kakekku yang meningkatkan ku ketimbang aku bermain bersama teman-teman sebayaku ”. diakses dari http://www. HazratInayatKhan-Bio.htm. pada tanggal 25, April 2010. 27 Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama , (Bandung: Pustaka Setia, 2000) hal. 28. 28 Veena adalah salah satu alat musik instrumen dawai yang berasal dari India yang masa lampau. Suatu instrumen alat musik gesek yang mirip atau serupa dengan alat musik Harpa Grecian. 19

mempelajarinya.29 Maka dengan itu tidak asing apabila seseorang mengatakan bahwa Inayat Khan ialah seorang Tansen30, ini terjadi pada saat itu Inayat Khan sedang menyanyi di Istana Nizam di Hiderabad, dihadapan Tuan Mahebub Ali

Khan.

Kesungguhannya dalam mencari pengetahuan tentang sejarah maupun suatu ajaran agama, merupakan sebagai suatu bahan perbandingan untuk menghasilkan pemahaman baginya (suatu kebenaran mutlak ), sehingga Inayat

Khan sendiri menuangkannya ke dalam karyanya “Kesatuan Ideal Agama- agama”, sebagai ekspresi yang dibuat dalam bentuk tulisan. Unsur kunci menyusun cinta kepada kebijakan adalah kemauan menjaga pikiran tetap terbuka, kesediaan membaca secara luas, dan mempertimbangkan seluruh wilayah pemikiran dan memiliki perhatian terhadap kebenaran31.

Keinginan yang kuat Inayat Khan terhadap pengetahuan bidang sufisme membuat ia hijrah ke Ajmer, salah satu wilayah di India, di Ajmer terdapat makam para tokoh-tokoh spiritual,diantaranya Nizamuddin Aulia dan Amir

Khusro, ke duanya adalah musisi sekaligus seorang mistikus besar New Delhi.

Ajmer merupakan tempat yang penuh dengan ketenangan dan kedamaian. Khwaja

Moineddin Chishti juga dimakamkan di tempat tersebut, Moineddin merupakan

29 Diakses pada tanggal 26, April 2010 dari http://www.short biography of Hazrat Inayat Khan,.htm. 30 adalah seorang mistikus terkenal di India. 31 Peter Connolly (Ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta: LKiS, 2002), hal.161. 20

seorang mistikus dari aliran Chishtiyyah32, dan Chishtiyyah adalah ajaran sufi yang dipelajari oleh Inayat Khan.

Inayat Khan bergabung dengan sebuah grup Darwis, yang menggunakan musik sebagai sarana spiritualnya. Sebab Inayat Khan sendiri menyukai musik dan memainkannya, dengan demikian ia pun mudah untuk bergabung dengan grup tersebut. Inayat Khan pernah mimpi bertemu dengan sekelompok orang yang sedang bermain musik dan belajar ilmu pengetahuan serta filsafat, dalam suasana menyenangkan, sehingga ia pun menemui seseorang yang wajahnya bercahaya33.

Pada tahun 1904 dari sebuah mimpi yang baik, ia pun akhirnya menemui

Muhammad Abu Hasim Madani, seorang mursid besar pada saat Inayat Khan berkunjung ke rumah temannya di Hidirabad. Muhammad Abu Hasim Madani adalah keturunan asli Madinah di Arab Saudi, Abu Hasim dikenal sebagai salah satu yang membawa ordo sufi ke India pada abad ke 12. Demikian tak perlu butuh waktu lama sang mursid untuk mengajak Inayat Khan untuk bergabung ke dalam ordo Chisti.

Muhammad Abu Hasim Madani mendidik Inayat Khan selama empat tahun secara tertutup, namun pada masa itu dianggap sebagai masa yang indah bagi Inayat Khan. Inayat Khan mendapat wasiat sebagai perintah dari gurunya,

32 Tarekat Chistiyyah di India dirintis oleh Khawaja Mu‟in al-Din Hasan atau yang lebih dikenal dengan nama Mu‟in al-Din Chisty (Moeiddin Chisty) (1142-1236 M). Tarekat ini memiliki silsilah yang tersambung pada Hasan al-Bashri (642-728 M). Sepanjang sejarahnya di India, tarekat Chistiyyah memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam masyarakat Muslim di kawasan India, bahkan derasnya arus saintisme dan perkembangan polotik kawasan ini tidak pernah membunuh peran penting tarekat ini dari dalam keseharian masyarakat. Bandingkan uraian Annemarie Schimmel, Dimensi Musik dalam Islam, terj. Sapardi Djoko Damono (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), cet.II., hal. 438-462. 33 http://www.short biography of Hazrat Inayat Khan,.htm. 21

untuk mempersatukan antara Barat sekaligus Eropa dan Timur ke dalam gerakan sufi dan juga musik yang dimainkannya.“ Fare forth into the world, my child, and harmonize the East and West with the harmony of the musik. Spread the wisdom of Sufism abroad, for to this end art thou gifted by God ”34.

Pada September 191035 Inayat khan berlabuh ke Amerika bersama dengan tiga saudaranya yang bernama Magebub Khan dan sepupunya Ali Khan, sedangkan Musheraff Khan, saudara paling muda menyusulnya setahun kemudian. Inayat Khan selama berada di Amerika, ia mengajar dan juga berceramah di Unversitas Colombo dan ia mendapatkan antusias yang begitu besar dari sebagian pengajar lainnya serta mahasiswa di sana.

Selanjutnya Inayat Khan mengelilingi Eropa, dan dalam perjalanannya pada 1912 Inayat Khan menikahi seorang wanita keturunan Meksiko yang bernama Ora Ray Baker36 di London, yang kemudian namanya diganti menjadi

“Sharda Ameena Begum”. Bersama dengan Sharda Ameena Begum Inayat Khan dianugrahi empat dari dua putra dan dua putri. Ke dua putra Inayat Khan bernama

Vilayat, dan Hidayat Khan, sedangkan dua putrinya bernama Noor, dan Khairun

Nisa. Inayat Khan bersama keluarganya menetap di Suresnes, dekat kota Paris,

Perancis.

34 Wasiat Abu Hasim kepada Inayat Khan: Anakku, pergilah ke dalam dunia, harmonikan Barat dan Timur dengan kelarasan musik. Sebarkan kebijaksanaan sufi dengan bakat senimu yang hingga kini masih dikaruniai Allah. 35 Ada dua keterangan mengenai tanggal Inayat Khan berpergian ke Amerika meninggalkan India, ada yang menyatakan tanggal 10 dan ada pula yg menyatakan tanggal 13. Namun ini terjadi pada bulan September 1910. diakes dari http://www.short biography of Hazrat Inayat Khan,.htm. pada tanggal 27, April 2010. 36 Ora Ray Baker meninggal di Paris pada tahum 1949, Ora Ray Baker adalah seorang kemenakan dari pendiri gerakan Christian Science Mrs. Mary Eddy Baker. Diakses dari http://www.GreatMasterofHindustani.Music.htm. pada tanggal 27, April 2010. 22

Inayat Khan di sana mengadakan sebuah sekolah musim panas. Sekolah ini hanya berlangsung sepuluh tahun, dan diikuti oleh para murid atau pendengar seluruh dunia, dengan mengikuti ceramah, menerima pemberkatan dan bimbingan. Selama di sana Inayat Khan menetap agar tetap intens dalam mengajar. Ceramahnya dipublikasikan dalam dua belas bab, yang diberi tema “

The Sufi Message Of Hazrat Inayat Khan ( Pesan Sufi Inayat Khan) ”.

Inti pokok dari ceramah tersebut, berisi tentang musik, psikologi, kesehatan, kehidupan yang terdalam, kesatuan ideal agama-agama dan lainnya.

Menurutnya tidaklah pantas agama yang bertujuan untuk kedamaian, keadilan, dan juga untuk mencapai sesuatu yang ideal atau kebenaran hakiki, menjadi suatu alat pemicu terjadinya pertengkaran. Baginya semua agama mengandung kebenaran, dengan kendaraan yang berbeda namun memuat satu muatan yang sama, yaitu menuju kebenaran hakiki. Merupakan cahaya dari kehidupan, sebagai pemelihara semua jiwa adalah pesan dari cinta, harmoni, dan keindahan Tuhan yang Esa37.

Dari tahun 1910 hingga 1926, kehidupan Inayat Khan dilakukan dengan mengunjungi seluruh Eropa, dan hingga akhirnya kembali ke Amerika. Di

Amerika Inayat Khan memberikan ceramah tentang “Filosofi India, Mistisisme,

Sufisme, dan mempertunjukan Musik India”. Selama mengunjungi Eropa Inayat

Khan bertemu dengan beberapa orang yang tertarik dengan musik maupun gerakan sufi di India, di antaranya; di Inggris pada tahun 1912 Inayat Khan

37 Diakses pada tanggal 29, April 2010 dari http://www.shortbiographyofHazratInayatKhan.htm. 23

bertemu Poet Tagore dan Fox Strangways, mereka berdua seorang penulis terkenal di Inggris yang menulis tentang musik India. Selain itu Inayat pun berkenalan dengan musisi seperti Cesil Scott, Percy Grainger, dan August Holmes dari Royal Acedemy of Music England. Inayat Khan juga bertemu dengan Count

Serge Tolstoy (seorang yang tertarik dengan gerakan sufi Inayat Khan), di Rusia.

Ketika ajarannya diterima di Rusia, Inayat Khan menulis: “Kehangatan dating dari hati dai orang yang menjaga kita tetap hangat di Negara yang dingin”38.

Ceramahnya tentang sufisme dipublikasikan sebagai buku “The Inner Life (Hidup

Sejati)”. Pada tahun 1920 Inayat Khan mendirikan markas gerakan sufinya di

Geneva, Swiss dan pada tahun berikutnya 1921 Inayat Khan berlabuh ke Negara

Belanda.

Sufisme telah dimulai di Inggris, Belanda, Jerman, dan Amerika pada tahun 1926. Inayat Khan merasa sangat ingin untuk kembali pulang ke tanah lahirnya India, dan berharap bisa untuk beristirahat di sana. Pada awal tahun 1927,

Inayat Khan mengunjungi makam Hazrat Khwaja Muinuddin Chishti di Ajmer.

Inayat Khan sendiri adalah seorang yang tak kenal kata letih, selama tujuh belas tahun ia tetap menulis dan terus mengajar.

Pada akhirnya Inayat Khan melakukan keinginannya untuk kembali ke kampung halamannya India untuk beristirahat dan bermeditasi. Sekembalinya

Inayat Khan ke India pada 1926, ia pun dimintai untuk mengisi ceramah, dan dengan senang hati Inayat Khan pun menyanggupi permintaan tersebut.

38 http://www.GreatMasterofHindustani.Music.htm 24

Pada tanggal 5, Febuari 1927 Inayat Khan meninggal dunia di New Delhi,

India, pada usia 45 tahun karena suatu penyakit parah39. Jasadnya dimakamkan dekat Dargah Sharif dari Hazrat Khwaja Nizamuddin Aulia di New Delhi. Namun gerakannya dilanjutkan oleh putranya Pir Vilayat. Vilayat menyebarkan sufisme di daratan Barat. Ia juga berjelajah sama halnya dengan ayahnya Inayat Khan, dan mengajar secara ekstensif dan menulis beberapa buku.

Salah satu muridnya adalah seorang pendiri dari Omega Institut, institut pendidikan “ New Age “ yang besar di Rhinebeck, New York. Para muridnya pun sangat menghormati, sehingga manganggap tanggal 5 Juli di jadikan sebagai perayaan hari ulang tahun dari hari Vilayat, dan dari Inayat Khan dilakukan dengan hal yang sama dengan 13 September sebagai hari di mana Inayat Khan meninggalkan India untuk membawa sufi ke Barat.40

B. Karya-Karya Hazrat Inayat Khan.

Inayat Khan meninggalkan banyak karya-karya tulis yang merekam pemikiran dan spiritualitasnya, Inayat Khan juga adalah seseorang yang mencoba memperkenalkan pemahaman sufi di Barat. Inayat Khan melakukannya dengan memberikan ceramah, pengajaran, dan pertunjukan dengan bermain musik dan

39 Ada dua pendapat yang menyebut kan tentang penyakit yang diderita Inayat Khan; menderita flu berat dan lainya menyebutkan bahwa Inayat Khan menderita radang paru-paru. Sumber dari http://www.shortbiographyofHazratInayatKhan.htm. yang diakses pada tanggal 29, April 2010. 40 Riwayat hidup Hazrat Inayat Khan diakses dari, http://www.short biography of Hazrat Inayat Khan,.htm,; http://www.wahiduddin.net/hik/_music-bio.htm.

25

bernyanyi. Inayat Khan banyak mengungkapan tentang seputar ajaran sufinya ke dalam karya-karyanya, di antaranya adalah:

1. The Complete Sayings of Hazrat Inayat Khan (New Lebanon, Omega, 1979

dan 1991)

2. The Heart of Sufism: Esensial writing of Hazrat Inayat khan (Boston-London:

Shambala, 1999)

3. The Sufi of Message of Hazrat Inayat Khan (London and Service, Katwitjk,

Barrie and Jenkins, 1960-1982). Karya ini terdiri dari 14 volume, antara lain:

Volume I. The Way of Illumination.

Dalam volume ini, Hazrat Inayat Khan berupaya mengekspresikan

kembali pandangan pandangan tradisioanal sufi tentang nilai dan tujuan

hidup dalam pengertian yang bersifat universal dan kontemporer.

Volume ini membawahi beberapa judul; The Way of Illumination; The

Inner Life; The Soul; Whence and whither; dan The Purpose of Life.

Volume II. The Mysticism of Music, sound and World.

Secara tradisional, tidak jarang sufisme mempergunakan musik sebagai

alat untuk mentransmisikan esensi dari pengetahuan mistik (mystical

insight). Dalam volume ini, Hazrat Inayat Khan mengintergrasikan peran

musik dengan sejumlah elemen lain seperti suara dan keheningan (sound

and silence), geteran dan perkataan (vibration and the words), pemikiran

dan inspirasi (thoughts and inspiration), mengkreasikan dimensi baru 26

bagi kehiduan, dengan cara demikian Inayat Khan mengkomposisikan kembali konsep musik yang memlampaui batasan ruang dan waktu.

Volume III. The Art of Personality.

Volume ini mengandung sejumlah isi dari ajaran Hazrat Inayat Khan mengenai warisan yang maha agung dan relasi manusia, termasuk pengetahuan mengenai daya-daya hidup. Inayat Khan menegaskan bahwa seni kepribadian adalah kontemplasi tentang alam raya dan pencapaian puncak keturunan. Penciptaan kepribadian (yang baik) dilakukan sebelum kelahiran dengan menggunakan aspek-aspek kesadaran. Volume ini membawahi sejumlah judul; Education; Rasa

Shastra; Character-Building and The Art of Personality; Moral Culture.

Volume IV. Mental Purification and Healing.

Dalam volume ini, prinsip-prinsip sufi dijelaskan berkaitan dengan pengaruh akal pikiran (mind) yang boleh jadi menekan tubuh (body), terutama dalam kaitannya dengan kekuatan spiritual dalam diri manusia.

Di samping itu, penjelasan ini juga berkaitan dengan sains modern.

Volume ini terdiri dari; Health Purification, The Mind World.

Volume V. Spiritual Liberty.

Volume ini memuat banyak informasi mengenai aspek-aspek berbeda dalam mistisisme sufi. Beberapa judul termuat antara lain; A Sufi

Message of Spiritual Liberty; Akibat; Live After Death; The 27

Phenomenon of The Soul; Love, Human and Divine; Pearls from the

Ocean Unseen.

Volume VI. The Alchemy of Happiness.

Hazrat Inayat Khan senantiasa menekankan bahwa cita-cita spiritual atau mistik adalah tidak akan menghasilkan manfaat apapun selama seseorang tidak hidup dalam jalan kehidupan yang dituntut spiritualitas.

Volume ini terdiri dari empat belas ceramah yang disampaikan oleh

Hazrat Inayat Khan.

Volume VII. In an Eastern Rose Garden.

Volume ini dalam edisi bahasa Indonesia berjudul “Taman Mawar dari

Timur” dan diterjemahkan oleh Nizamuddin Sadiq (Yogyakarta: Putra

Langit, 2001). Volume ini merupakan kumpulan ceramah yang diberikan oleh Hazrat Inayat Khan tentang berbagai persoalan. Kemampuannya untuk mengkomunikasikan kesatuan dan relativitas pandangan- pandangannya tentang berbagai persoalan yang sekaligus mengilustrasikan esensi persepsi mistiknya tentang kehidupan.

Volume VIII. Sufi Teachings.

Volume ini merupakan kumpulan ceramah Hazrat Inayat Khan di dalamnya berisi mengenai beragam praktek dan aspek esoterik ajaran- 28

ajaran sufi tradisional yang diproyeksikan dalam konteks yang bersifat universal dan modern.

Volume IX. The Unity of Religious Ideals.

Volume ini merupakan kumpulan-kumpulan pemikiran Hazrat Inayat

Khan yang disusun secara sistematis. Volume ini menunjukkan bagian paling penting dari ajaran sufistiknya, yaitu pendasaran kesatuan seluruh pengalaman dan pemikiran ke agamaan.

Volume X. Sufi Mysticism.

Dalam volume ini Hazrat Inayat Khan meletakkan konsep tradisional mengenai inisiasi (initiation; bay’at), kemuridan (discipleship), ajaran spiritual dan aspek-aspek sufisme dalam dunia saat ini. Titik tekan volume ini adalah membawahi beberapa judul; Sufi Poetry; Art;

Yesterday, Today and Tomorrow; The Problem of the Day.

Volume XI. Philosophy, Psychology and Mysticism.

Volume ini adalah ceramah terakhir Hazrat Inayat Khan yang disampaikan dua tahun sebelum meninggal dunia. Memuat ulasannya yang lebih jelas mengenai persoalan-persoalan psikologi, filsafat dan mistisisme dalam konstruksi pandangan sufistiknya. Sering tulisan ini dapat dianggap sebagai magnum opas dari keseluruhan karya Hazrat

Inayat Khan. Pada bagian terakhir , dimuat aphorisma-aphorisma yang 29

diucapkannya dalam berbagai tempat dan kesempatan dan dikumpulkan oleh sejumlah muridnya.

Volume XII. The Divinity of The Human Soul.

Bagian pertama volume ini menguraikan relasi manusia dengan Tuhan.

Bagian ke dua memuat autobiografi Inayat Khan. Adapun bagian ke tiga memuat empat lakon (sandiwara) pendek yang ditulis untuk murid- muridnya. Volume ini membawahi judul; The Vision of God and Man;

Confessions; Four Plays.

Volume XIII. Sacred Readings: The Gatha’s.

Volume ini memuat ajaran-ajaran Hazrat Inayat Khan yang disampaikannya dalam bebagai kelas kepada murid-muridnya yang masih berada dalam tahap awal pelatihan spiritual.

Volume XIV. Index to volume I- XIII. 30

Volume ini diterbitkan untuk memenuhi kepentingan para pemula yang

ingin belajar sufi.41

4. Spiritual Dimensions of Psychology (Omega Publications, New York, 1981).

5. Education: from Before Birth to Maturity (Hunter House Ins, USA, 1989).

6. Rass Shastra; Inayat Khan on The Mysteries of Love, Sex, and Marriage, by

Hazrat Inayat Khan.

7. Art Of Being and Becoming.

8. The Music of Life.

9. Mistery: Developing Inner strength for Life’s Challenges, by Hazrat Inayat

khan.

10. Complete Sayings by Hazrat Inayat Khan.

11. Awakening of the Human Spirit.

12. Creating The Person: A Practical Guide to The Development of Self.

13. Notes from the Unstruck Music from the Gayan.

Selain menghasilkan karya-karya tulis yang ke dalam bentuk buku dan lain-lainnya, Hazrat Inayat Khan juga meninggalkan karya lainnya berupa; rekaman suaranya yang sedang menyanyikan sejumlah (lagu tradisional

India). The Voice of Inayat Khan yang dipublikasikan pada 1909.

41 Keterangan inii disadurkan sepenuhnya untuk memberi gambaran yang cukup mengenai kompleksitas pemikiran spiritual Hazrat Inayat Khan. Lihat Hazrat Inayat khan, Index to Volume I-XIII (Delhi: Motilal banarsidass Publishers, 1995), p. 129-131. BAB III

KAITAN MUSIK DAN TASAWUF

A. Konsep Musik.

1. Musik Secara Umum.

Musik dalam bahasa Yunani diambil dari kata “Muse” yang memiliki

makna Dewa. Pengertian musik dalam Kamus Ilmiah Populer dapat dikatakan

sebagai panduan bunyi dari beberapa alat atau instrumen musik yang bernada

secara teratur dan berkesesuaian atau seni susun padu nada.42

Budilinggo dalam pandangannya, mengatakan bahwa musik adalah

perwujudan ide-ide atau emosi-emosi yang tidak hanya tersusun atas nada, ritme,

tempo, dinamik, warna suara, dan unsur-unsur lainnya. Bahkan Budilinggo

yakinkan diri bahwa musik; adanya musik itu sendiri pada akhirnya memiliki

suatu makna.43 Sehingga musik dapat diketahui dari suatu paduan suara atau juga

yang terdiri dari susunan nada yang diatur oleh ritme, tempo, warna suara dan

sebagainya.

Musik dapat dikatakan suatu hasil kreatifitas dari manusia, lahirnya musik

keluar atas dorongan dari ide-ide atau emosi-emosi yang ada di dalamnya,

kemudian dituangkan dalam bentuk usaha menyusunkan nada, ritme, lagu, dan

42 M. Dahlan Yakub Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, ( Surabaya: Penerbit Arkola, 1994 ), hal. 501. 43 I. Budilinggono, Bentuk dan Analisis Musik, ( Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993 ), hal. 1

31 32

keharmonisan secara bersamaan sehingga dapat melahirkan keindahan dan kesenangan. Menurut Sidi Gazalba, “Seni secara sederhana dan biasanya dita‟rifkan sebagai usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan”.44 Hal ini mewujudkan sebuah kelebihan manusia bila dibandingkan dengan makhluk lainnya seperti hewan. Dengan keharmonisan akal dan hati manusia dapat berkreasi sedemikian rupa dengan menciptakan bentuk- bentuk atau hal-hal yang menyenangkan, baik itu yang berbentuk nyata ataupun abstrak.

Musik adalah suatu kreasi seni yang ditujukan untuk memperoleh nilai estetika,45 dengan nilai estetika tersebut orang dapat merasakan keindahan serta merasakan apa yang telah dirasakan oleh penciptannya melalui pesan dalam bentuk musik. Keindahan merupakan naluri manusia, dengan aspek intuisi yang digunakan sebagai landasan penilaian estetika atau keindahan yang datang melaui indera-indera yang terdapat dalam diri manusia. Baik dalam indera pendengaran, indera penglihatan, dan indera-indera lainnya.

Musik dalam indera pendengaran, melaluinya musik dapat dirasakan, yang kemudian melanjutan ke dalam hati. Dengan indera pendengaran, manusia merasakan unsur-unsurnya ke dalam hati, perenungan di dalamnya dapat melahirkan rasa yang berbeda-beda dalam diri manusia, baik itu rasa yang

44 Sidi Gazalba, Pandangan Islam Tentang Kesenian, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1977 ), hal. 20. 45 Nilai estetika adalah nilai yang mengandung kapasitas untuk menimbulkan tanggapan estetik atau pengalaman estetik, yang mengartikan pengalaman yang berkaitan dengan keindahan. Lihat Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dan Seni Budaya, ( Jakarta: Pustaka Alhusna, 1988 ), hal. 75.

33

menyenangkan bisa juga sebaliknya rasa yang tidak menyenangkan, hal ini tergantung dalam keharmonisan antara musik dengan manusia itu sendiri. Bila musik tersebut dapat dirasakan yang menyenangkan, maka ia menikmati keindahan musik tersebut berawal dari nilai estetika, sebut saja suara musik yang merdu. Namun jika perhatian yang kurang dalam menikmati musik, dapat menimbulkan minus atau kurangnya nilai-nilai seni dari musik, hal ini dapat disebabkan dengan menghubungkannya dengan perkara-perkara lain yang terdapat di luarnya.

Unsur dasar struktur musik terdapat 2 kategori, yaitu; Ujud dan Motif.

Ujud adalah satuan bunyi terkecil dalam sebuah komposisi musik yang belum mengandung pengertian musikal yang terdiri atas satu, dua, atau tiga nada.

Sedangkan Motif adalah satuan terkecil dalam sebuah komposisi musik yang mengandung pengertian musikal; bunyi-bunyian yang keluar, dan dapat diketauhi atau ditangkap nilai musiknya.46

Musik secara besar dapat dicapai dengan menggabungkan kedua unsur tersebut “Ujud dan Motif” ke dalam satu kesatuan, namun terdapat beberapa persyaratan untuk dapat menghasilkan motif yang bagus, yaitu:

1. minimal terdiri dari dua nada.

2. memiliki ritme yang jelas.

3. memiliki loncatan interval yang jelas.

46 I. Budilinggono, Bentuk dan Analisis Musik, hal. 2.

34

4. memiliki gambaran ide yang jelas.47

Motif-motif di atas, terdapat atau mengandung penjelasan. Pertama, apabila musik terdiri dari satu nada maka hanya akan memperoleh musik yang terdiri dari satu suara saja. Dengan itu satuan terkecil dari unsur musik ialah dengan adanya atau memiliki dua nada, dan lebih baik jikalau terdiri dari dua nada. Ke dua, penjelasannya adalah ada suatu aturan tertentu dalam musik agar terdapat lantunan yang harmonis. Dengan adanya ritme yang terarah atau teratur, sehingga enak dan merdu untuk didengar. Ke tiga, musik terdiri dari interval ataupun frase-frase tertentu, sebagai keseimbangannya dari ritme yang telah dibuat. Ke empat atau yang terakhir, bahwa dalam setiap penuangan hasil karya, harus ada gambaran yang jelas sehingga orang lain dapat menangkap dan merasakan nilai keindahan.

Musik diharuskan memiliki nilai komunikasi antara pemusik (orang yang memainkan musik) dengan orang yang mendengarkannya. Nilai komunikasi tersebut dengan tujuan agar ke duanya dapat memperoleh pengalaman estetika.

Memperoleh nilai komunikasi, caranya serupa atau sama dengan menggunakan bahasa agar dapat dipahami; yakni dengan menyusun atau merangkai kata-kata atau frase, kemudian dijadikannya dengan kalimat, dan dari kalimat yang diucapkan orang lain dapat memahami tujuan dan maksudnya. I. Budilinggono mangatakan bahwa, kata-kata dirangkai menjadi frase dan dari frase menjadi

47 Ibid, hal. 2.

35

kalimat. Sama halnya dengan musik diawali dari rangkaian motif-motif yang ada, menjadi suatu bentuk musik secara keseluruhan.48

Terdapat dua frase dalam musik, yaitu; frase tanya, dan frase jawab.

Pertama, frase tanya ditandai dengan sebuah batas akhir yang memberi kesan berhenti sementara. Sedangkan yang ke dua, frase jawab ditandai dengan batas akhir yang mempunyai kesan selesai.

Selain itu musik bisa pula disajikan ke dalam beberapa jenis, di antaranya:

a. Musik Vokal.

Kata vokal berasal dari kata vocoal (Belanda), voca (Italia), voix

(Perancis), voice (Inggris), yang memiliki makna suara. Musik vokal

memiliki arah terhadap semua suara manusia. Dengan demikian musik

vokal itu hanya mempergunakan suara manusia atau nyanyian saja, tanpa

diiringi alat musik. Hidangan musik vokal disebut dengan kata vokalia,

dan mereka yang mendendangkan musik vokal disebut dengan sebutan

vokalis.

b. Musik Instrumental.

Instrumental berasal dari sebuah kata instrument (Italia), yang

mempunyai arti alat. Maksud dalam musik instrumental di sini adalah alat

musik seperti biola, terompet, dan alat musik lain-lainnya. Musik

instrumental dalam penyajiannya, hanya menggunakan alat-alat musik saja

48 Ibid, hal. 9.

36

tanpa ada nyanyian. Hidangan musik instrumental disebut dengan kata

instrumentalia, sedangkan yang menghidangakannya disebut dengan

sebutan instrumentalis.

c. Musik Campuran.

Musik campuran adalah musik yang disatukan dari ke duanya,

yaitu musik vokal dan musik instrumental yang disajikan secara

bersamaan atau bersama-sama. Pada umumnya yang dipentingkan adalah

vokalnya, sedangkan instrumental hanya pengiring saja. Dalam

pelaksanaannya dapat dilakukan oleh banyak orang, dua orang, hingga

satu orang, jika ia memainkan musik sambil bernyanyi.49

Jadi bermain musik tidak hanya memainkan alat musik atau instrumennya saja, akan tetapi dengan mengeluarkan nyanyian juga merupakan bagian dari bermain musik. Dengan menyatukan kedua penyajian tersebut, akan diperoleh permainan musik yang lengkap dan beragam menjadi satu kesatuan yang terpadu.

2. Musik Dalam Pandangan Islam.

Musik memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana dalam sejarah peradaban manusia bahwa tak ada satu kaum ataupun zaman yang meninggalkan ataupun melepaskan musik dari kehidupan manusia. Sebagaimana terlihat dari perkembangan musik yang sejalan dengan perkembangan kehidupan

49 Murodi, Muatan-muatan Dakwah Dalam Lagu-lagu Ebiet G. Ade (Studi Analisis Tentang Muatan Dakwah Dalam Lagu Ebiet G. Ade), (Karya Ilmiah Mahasiswa IAIN Sunan Gunung Jati), hal. 31-32. di unduh dari Ref. : http://parapemikir.com/tradisi-ilmiah-islam, pada tanggal 17, Mei 2010.

37

manusia. Karenanya musik dianggap sebagai prilaku sosial yang kompleks dan universal, karena musik dapat dimiliki oleh seluruh masyarakat dan tiap anggota masyarakat dapat disebut sebagai musikal.

Sedangkan agama adalah salah satu tanda perkembangan dari peradaban manusia yang memiliki hubungan nyata dengan musik. Karena setiap agama sendiri memiliki kegiatan-kegiatan ritual atau spiritual, dan musik adalah merupakan salah satu sarana atau alat dari kegiatan spiritual di dalamnya.

Dalam agama Kristen, musik dikenal sebagai salah satu bagian penting untuk melaksanakan ritual-ritual keagamaan. John Chrysostom, seorang pemuka agama Kristen yang hidup pada abad keempat setelah masehi mengatakan: “Tiada sesuatu, selain aransemen musik dan nyanyian agama, yang dapat meninggikan derajat akal, memberinya sayap untuk meninggalkan bumi dan melepaskannya

dari belenggu jasmani serta menghiasinya dengan rasa cinta kepada kearifan50.

Penganut agama Hindu di India meyakini bahwa awal kehidupan adalah rūh, dengan itu maka ilmu pengetahuan, kesenian (termasuk musik), filsafat dan kebatinan diarahkan untuk satu tujuan yang sama, yaitu kehidupan spiritual.

Musik Kuno India, merupakan salah satu budaya yang diwariskan secara turun

temurun oleh pemeluk agama Hindu51.

Sedangkan Islam menanggapi musik sebagai alat purifikasi atau penyucian jiwa seseorang dan pengenalan unsur rohani diri seseorang, karena dengan

50 Alwi Shihab, Islam Inklusif, hal. 234 51 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, terj. Muhammad Faur „Abd Al-Baqi dari Buku The mysticism of Sound and Music, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), hal. 67

38

bermusik jiwa manusia dapat menjulang tinggi ke dalam alam rohani jika mendengarkan lantunan-lantunan melodi indah. Ini yang merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh kalangan sufi yang menggunakan musik dengan as- sama‟ yaitu mendengarkan lantunan-lantunan melodi indah.

Diluar dari itu, berbicara tentang musik dalam pandangan Islam, berarti membahas tentang kedudukan musik yang memiliki batasan-batasan dalam agama

Islam, seperti kesenian-kesenian lainnya yang memiliki batasan-batasan dalam mengekpresikan kesenian atau seni.

Seni termasuk di dalamnya musik dengan Islam adalah merupakan suatu yang tidak dapat dipisahkan, karena ke duanya mempunyai keterkaitan atau hubungan erat antara satu sama lain, akan tetapi dari ke duanya merupakan garis bidang yang memiliki jalur tersendiri.

Namun pada saat ini, perkembangan musik secara umum sangat pesat dan sangat manggiurkan generasi muda. Banyak sekali bermunculan aliran musik yang berbeda-beda; rock, heavy metal, reggae, jazz, pop, hip metal, hip hop, R&B dan lain-lain. Musik semacam ini ada juga yang syairnya bertema kriminal, pemujaan terhadap obat-obatan terlarang, kebebasan seksual, serta pengkultusan perilaku bunuh diri dan keputus-asaan. Ada pula yang secara terang-terangan

memproklamirkan anti Tuhan52. Musik juga telah menjadi sebuah industri untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Seperti yang terjadi di Barat yang telah memiliki

52 Alwi, Shihab, Islam Inklusif, hal. 234.

39

pasar di dunia internasional. Musik kembali menjadi sesuatu yang identik dengan perbuaatan-perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat jahīliyah. Sekarang tidak sulit menemukan sajian musik yang digunakan untuk menari erotis, melupakan norma-norma masyarakat dan hanya menuruti hawa nafsu.

Dari keterangan singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa musik dapat digunakan manusia untuk berbagai macam tujuan. Dari tujuan untuk mendekatkan manusia kepada Tuhan, sekedar hiburan, untuk mencari uang, bahkan ada juga orang menggunakan musik untuk pemenuhan hawa nafsu yang menyebabkan manusia lupa akan dirinya sebagai makhluk Tuhan. Hal inilah yang mengundang permasalahan dalam masyarakat muslim masa kini. Permasalahan ini diawali dengan pertanyaan ; “bagaimanakah hukum musik menurut Islam ?”.53

Para Ulama yang menyatakan haramnya bermain musik, mereka menganggap bahwa musik merupakan sesuatu hal yang tidak memiliki manfaat.

Dalam hal ini mereka bersandar pada firman Allah dalam al-Qur‟an surat Lukman ayat: 6

Artinya: Di antara mereka ada yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna54 untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan

53 Yusuf Qardhawi, Islam dan Seni, hal. 39. 54 Lahw al-Hadits ditafsirkan sebagai perkataan yang tidak berguna, dengan lagu-lagu atau bermain musik

40

menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.55

Ayat ini adalah salah satu rujukan atas pengharaman terhadap musik, khususnya lagu. Ibn Hazm yang memberi penjelasan-penjelasan dalam ayat ini, sebagaimana ia pun mengatakan bahwa pendapat mereka ini tidak ada yang perlu dijadikan hujjah dengan beberapa alasan:

1. Seseorang tidak dapat dijadikan keterangan atau hujjah, kecuali

Rasulullah Saw.

2. Pendapat tersebut bertentangan dengan para sahabat yang lain.

3. Secara tekstual, ayat itu tidak dapat dipergunakan sebagai hujjah,

karena yang tercantum di dalamnya berbunyi: di antara manusia

ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna

untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan

dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.56

Pengharaman tersebut atas dasar ketidak ada gunaan musik dalam aktifitas, dan mudharat atas implikasi orang yang memainkan ataupun yang mendengarkan musik.

55 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al-Qur‟an dan Terjemahanya. (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsiran al-Qur‟an, 1971), hal. 653. 56 Lihat Dr. Yusuf Al-Qardhawi, Islam dan Seni, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), hal. 45.

41

Para Ulama lain yang memperbolehkan untuk bermain musik, dengan beberapa alasan antara lain:

1. Pada dasarnya segala sesuatu itu halal (boleh), namun memiliki

batasan-batasan sehingga muncul dalil yang meperjelas atas

keharamannya. Sebab belum ada penjelasan hukum terhadap

orang yang memainkan musik boleh atau tidak bolehnya, maka

dapat saja dikatakan halal atau haram untuk bermain musik.

2. Menikmati musik dan nyanyian tersebut mempunyai batasan yang

sesuai dengan fitrah manusia sebagai human nature dan

ghazirahnya atau insting dan naluri, yang memang menyukai

kepada hal-hal yang enak dan lezat, indah dan menyenangkan,

mempesona, mengasyikan, dan memberi kedamaian dan

ketenangan dalam hati, seperti musik dan nyanyian.

3. Islam tidak membunuh ataupun mematikan fitrah manusia dengan

ghazirahnya, akan tetapi Islam mengaturnya, menyalurkannya

serta mengarahkannya mengarah ke arah hal-hal yang positif serta

diridhai oleh Allah, dan tidak sampai melanggar batas-batas yang

telah ditentukan oleh Allah.57

Andaikan orang memiliki bakat dalam bentuk seni musik atau seni suara, maka Islam tidak melarangnya. Apabila ia mengembangkan bakatnya, lalu ia

57 Majfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1997), hal. 99-100.

42

menekuni musik atau nyanyiannya, sehingga ia menjadi seorang musikus atau penyanyi yang hebat. Bahkan Islam sangat menghargai kalau orang yang menggunakan bakat seni dan ahli dalam bidang seni musik sebagai sarana dakwah

Islam. Lebih baiknya lagi bakat seni musiknya sebagai sarana kehidupan spiritualnya

Ulama yang memperbolehkan seni musik, menyandarkan terhadap firman

Tuhan dalam kitab suci al-Qur‟an pada surat Ahqaaf ayat: 7.

Artinya: Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang menjelaskan, berkatalah orang-orang yang mengingkari kebenaran ketika kebenaran itu datang kepada mereka: “Ini adalah sihir yang nyata”.58

Kata menghiasi dapat bermakna mempercantik dan memperindah, dan keindahan sebagai tujuan dari adanya perhiasan, dan musik hadir dalam tatanan yang menghasilkan suatu kreatifitas seni, yaitu; keindahan dalam bentuk suara atau bunyi.

Selanjutnya ditambahkan dengan keterangan yang terdapat dalam surat

Fahtir ayat pertama:

` 58 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al-Qur‟an dan Terjemahanya. hal. 823.

43

Bahwa “Allah akan menambahkan ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-

Nya”. Para Ulama menafsirkan maka dengan suara yang baik, namun dalam hal pembolehan ini ada suatu pembatasan sehingga musik tidak berubah dari tujuannya sebagai sesuatu yang bermanfaat. Demikian dalam al-Qur‟an surat Al-

A‟raf ayat 31.

Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang melampaui batas.59

Apabila seseorang telah berlebihan maka akan menimbulkan lupa terhadap

Allah. Menurut Abdullah bin Nuh, bahwa kesenian dikatakan haram apabila terkait pada al-Malahi atau hal-hal yang membuat orang lupa terhadap akan

Allah.60

Tidak dapat dipungkiri bahwa musik adalah sebagai salah satu alat media dakwah yang mudah, hal ini terjadi karena musik dengan irama dan nada dapat mudah diserap oleh para pendengar ataupun penikmat musik itu sendiri. Selain itu juga pada dasarnya menikmati musik merupakan ghazirahnya, menyukai hal-hal indah, dan menyenangkan. Dalam al-Qur‟an surat Al-Imron ayat 14 Allah berfirman:

59 Ibid . hal. 823. 60 Sidi Gazalba, Pandangan Islam Tentang Kesenian, hal. 78.

44

Artinya: Dijadikannya indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkannya, yaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (Surga).61

Lebih jauh musik dapat pula berperan sebagai sarana spiritual bagi seseorang ataupun komunitas yang menggunakannya, khususnya para pengikut tarekat sufi, diantaranya yaitu; tarekat Malawiyyah, dan tarekat Chishtiyyah.

Dalam pandangan Sayyed Hoessein Nasr, musik religius ini (yang berada dalam tarekat sufi tersebut), dimensi esoteris agama yang lebih kuat dibandingkan dari pada dimensi eksoterisnya.62 Baik itu dalam pengahayatan terhadap lirik ataupun sya‟ir, lalu juga irama lagunya. Sebagai contoh dapat diambil seperti; para sufi yang mengambil seni musik sebagai penggugah kesadaran mereka sendiri.

Salah satu tokoh sufi yang amat terkenal dan sering menyanyi pada masanya ialah Jalal Al-Din Rumi. Dia sering bernyanyi ataupun menyanyi dari kedai-kedai minuman Anatolia. Jalal Al-Din Rumi mengubahnya bakat musik atau lagu yang dimilikinya sebagai sarana untuk mengungkapkan kerinduan yang sangat mendalam terhadap Tuhan.63

61 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al-Qur‟an dan Terjemahanya. hal. 77 62 Sayyed Hoesein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, (Bandung: Mizan, 1993), hal. 166.

63 Ibid, hal. 166

45

Apakah semua penyanyi atau pemusik dapat mengkebangkan pikirannya, sehingga musik tidak hanya bermanfaat untuk hal-hal yang bersifat eksoteris saja, akan tetapi segi eksoterisnya? Sejauh mana orang tersebut sungguh-sungguh bisa mencapai hakikat kehidupan, dan juga ke Tuhahan dari apa yang mereka lakukan dengan bermusik? Maka musik dalam pandangan Islam cenderung diperbolehkan, dengan catatan tidak menimbulkan mudharat yakni melupakan Allah dan juga tidak mengandung unsur-unsur yang menyia-nyiakan waktu.

Islam hanyalah melarang musik dijadikan sebagai profanasi yang tereksternalisasi, sementara di tingkat eksoterisnya dia tetap dibatasi hanya untuk saat dan keadaan tertentu. Musik dengan tegas di batasi oleh peraturan untuk menjaganya dari pembangkitan hawa nafsu.

Namun banyak para ulama‟ yang mempertahankan kehalalan musik juga sangat banyak sekali, di antaranya adalah para filosof Islam dan para tokoh

spiritual Islam. Al-Kindi (filosof Islam abad 9), merupakan seorang pemikir yang pertama kali memiliki perhatian khusus mengenai musik. Ia menggunakan musik tidak hanya sebagai hiburan tetapi juga sebagi obat untuk penyakit jiwa dan raga.

Al-Farābi (filosof Islam abad ke 10), pernah membuat buku tentang teori

musiknya yang berjudul Kitāb al-Musīqa al-Kabīr. Ibn Sina (filosof Islam abad ke

11), dalam dua buah bukunya, yaitu asy-Syifā‟ dan an-Najdāt, menulis satu bab

khusus yang membicarakan tentang musik. Kemudian Ibn Bajjah (filosof Islam abad ke 12), seorang filosof Islam dari Andalusia, pernah mengarang sebuah buku tentang musik yang juga diberi judul Kitab al-Musīqa, yang menurut sejarah buku ini sangat terkenal di Barat sebagaimana Kitab al-Musīqa karangan al-Farabi yang

46

terkenal di Timur. Sedangkan para ulama‟ sufi yang membahas musik dan menggunakannya antara lain: Abū Naşr as-Sarāj, Abd al-Kārim Ibn Hawāzīn, al-

Qusyairi, al-Hujwīri, Abū Hāmid al-Gazāli, Ahmād al-Gazāli, Jalāl ad-Dīn Rūmi dan masih banyak lagi.64

Ini merupakan bukti, bahwa tidak ada kaum yang meninggalkan musik di dunia, sebagaimana yang disebutkan diatas, juga karena musik (yang diracik sedemikian rupa) merupakan kesenian yang memiliki pengaruh yang luar biasa dalam perkembangan kehidupan spiritual manusia. Untuk itu maka para sufi menggunakan musik, sebagai salah satu kreatifitas seni masyarakat yang setiap kaum di dunia ini mengenalnya, untuk menyucikan jiwa. Bahkan al-Gazāli menyebut orang yang tidak normal, kurang akal dan jauh dari rohani kepada orang yang hatinya tidak tergerak oleh keindahan musik yang dikembangkan oleh para sufi (as-samā„).65

Tokoh spiritual Islam masa lalu menggunakan musik untuk memunculkan keseimbangan dalam hidup setelah aktifitas keseharian mereka. Bagi para sufi kesenian ini adalah kesenian paling suci; dengan bantuan musik mereka bermeditasi, dengan memainkan musik tertentu yang memberikan efek tertentu bagi perkembangan individu. Penyair besar dari Persia yang bernama Jalāl ad-Dīn

Rūmi, biasa menggunakan musik untuk meditasinya. Dengan bantuan musik dia menenangkan diri dan mengendalikan aktifitas tubuh dan pikiran.66

64 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik, Sebuah Pembelaan Musik Sufi Oleh Ahmad Al- Gazāli, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hal. 7-10. 65 Al-Gazāli, Mutiara Ihya‟ „Ulum ad-Din, terj. Irwan Kurniawan, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 172 66 Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, hal. 63

47

Para sufi menggunakan musik bukan untuk kesenangan, tapi pemurnian, do‟a kepada Tuhan. Sebuah tarekat terbesar di India, yaitu Tarekat Sufi Chistiyah, bahkan kini ajarannya sudah sampai ke Rusia, menggunakan musik sebagai cara utama untuk pemurnian (penyucian jiwa).67

Al-Gazāli, seorang pemikir Islam yang memiliki kekhasan dalam pemikirannya karena ia berhasil menyajikan dua hal pemikirannya, yaitu dunia mistik dan teologis dalam konteksnya dengan mempertahankan konsep sufi,68 membicarakan musik (as-samā„) secara rinci dan menyeluruh dalam salah satu bab dari sebuah buku karya besarnya; Ihyā‟ „Ulūm ad-Dīn.

Secara historis musik dalam Islam masih hangat tuk diperincangkan, di mana terdapat pro dan kontra dengan status musik di tubuh Islam itu sendiri. Akan tetapi sebagian besar ulama atau tokoh besar Islam sendiri tak ingin melepaskan musik dari kehidupannya, sebagaimana terlihat dari deskripsi singkat di atas bahwa mereka sebagian menanggapi musik sebagai sesuatu kesenian yang memiliki daya tarik tersendiri secara esoterik maupun spiritualnya.

Secara norma atau nilai keseluruhan musik dapat di pergunakan dalam

Islam, namun seperti apa bentuk musik dalam Islam itu sendiri? Dan bagaimana memebedakannya antara islam dan tidak Islam dalam bermusik?

Dalam sejarah ataupun histori Islam musik pun dapat dikatakan sebagai media untuk menyiarkan agama Islam, khususnya di penjuru Arab, Persia, Turki, hingga India. Di India sendiri musik mewarnai ke dalam tradisi mereka. Dalam

67 Ibid, 70-71 68 Idries Shah, Mahkota Sufi, terj. M. Hidayatullah dan Roudlon S.Ag., (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), hlm. 197

48

sejarah peradaban Islam, Islam telah banyak melahirkan musisi-musisi ternama pada zamanya, di antaranya; seperti Sa‟ib Khathir (wafat 683 M), Tuwais (wafat

710 M), Ibnu Mijjah ( wafat 714 M), Ishaq Al- Mausili (767 M-850 M), serta Al-

Kindi (800 M-877 M), 69

Islam sendiri memiliki beberapa warisan akan instrumen-instrumen musik yang bisa dikatakan amat berjasa terhadap masyarakat musik modern. Instrumen- instrumen warisan Islam di antaranya sebagai berikut;

1. Alboque atau Alboka.

2. (gitar atau kecapi).

3. Hurdy Gurdy atau organ hidrolik atau Instrumen Keyboard Gesek.

4. Timpani, Naker, dan Naqareh Alat musik timpani (tambur atau

genderang).

5. Rebab (rebec) atau biola.70

Alboque atau Alboka adalah merupakan alat musik tiup terbuat dari kayu berkembang di era keemasan Islam. Alboka dan alboque berasal dari bahasa Arab,

„albuq‟, yang berarti terompet. Inilah cikal bakal klarinet dan terompet modern.

Lalu gitar, kecapi, dan oud adalah yakni (gitar orang Moor) yang bagian belakangnya bundar, papan jarinya lebar, dan memeliki beberapa lubang suara. Jenis yang kedua adalah (gitar Latin) yang menyerupai gitar modern dengan satu lubang suara. Hurdy Gurdy atau organ hidrolik merupakan instrumen musik yang dapat dibilang sebagai nenek moyang

69 Parto, Suhardjo, Musik Seni Barat dan Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hal. 55 70 http://www.republika.co.id/berita/40...eradaban_Islam

49

alat musik piano, dikarena piano sendiri terinfikasi dari bunyi atau suara Hurdy

Gurdy atau organ hidrolik. Sedangkan Timpani adalah alat atau instrumen musik tabuh yang menyerupai instrumen gendang (berbeda dengan drum). Serta Rebab

(rebec) adalah alat musik yang mirip dengan biola (instrumen musik gesek).71

Terlihat bahwa warisan peninggalan instrumen-instrumen dari Islam adalah merupakan instrumen-instrumen musik yang memiliki rata-rata unsur musik berdawai. Artinya jenis musik yang digunakan oleh Islam secara instrumental adalah jenis musik yang memiliki nada ataupun suara yang lembut dan merdu dalam dawaian irama atau ritme dari musik. Mungkin untuk saat ini jenis musik yang diperagakan atau digunakan oleh kelompok musik “Debu”, di mana instrumen-instrumen yang mereka mainkan adalah suatu merupakan instrumen yang hampir sama dengan instrumen yang diwariskan oleh Islam, di antaranya;

Oud yang berbentuk gitar Arab, dan Timpani, Naker dan Naqareh adalah suatu alat-alat instrumen musik tabuh, tetapi tak menyerupai instrumen musik seperti drum, dan serta Rebab, instrumen musik yang sekarang berbentuk biola.

Sekiranya kita dapat melihat perbedaan yang mencolok terhadap jenis musik-musik yang ada pada zaman modern saat ini. Di mana Islam menaruh perhatiaanya terhadap musik khususnya dalam instrumental musik itu sendiri.

Salah satunya dalam ritme yang mana dimain oleh pemusik, pemusik yang di inginkan Islam sendiri memainkannya dengan petikan lalui di barengkan atau di

71 Ibid

50

iringi dengan lantunan suara vokal yang memiliki syair-syair pemujian terhadap

Tuhan.

B. Tasawuf.

1. Pengertian Tasawuf.

Tasawuf dalam segi bahasa istilah tasawuf berasal dari kata shafa yang

berarti bening, selain itu kata tasawuf ada pula yang mengartikannya dari kata

shaff yang memiliki makna barisan. Kata shaff ini disandarkan oleh para sufi

bahwa, para sufi selalu berada pada barisan pertama di hadapan Allah swt.

Selanjutnya istilah sufi sendiri juga dapat berarti ahlus suffah, yaitu kelompok

miskin dari kaum Muhajirin dan Anshor yang tinggal dalam sebuah ruangan

masjid dan dikenalnya mereka sebagai orang-orang yang tekun beribadah.

Menurut Abu Wafa Al-Ghanimi Al-Taftazani, kata sufi berasal dari kata

shuf atau bulu domba. Bagi Abu Wafa Al-Ghanimi Al-Taftazini pengertian-

pengertian seperti di atas adalah pengertian yang kurang tepat, baginya sufi

berasal dari kata shuf atau bulu domba di dasari perkembangan asketisisme,

memakai pakaian bulu domba adalah merupakan suatu symbol para hamba Allah

yang tulus dan asketis.72

Pengertian Abu Wafa sendiri dari berbagai macam pengertian yang

diambil dari berbagai asal katanya, dikaji terlebih dahulu dari sudut sejarah

72 Abu Wafa Al-Ghanimi Al- Taftazani, Suif Dari Zaman Ke Zaman, (Bandung: Pustaka) hal. 21.

51

perkembangan munculnya tasawuf, dan juga aspek asketisme (menjauhkan diri dari kehidupan duniawi). Asketisme ini muncul dari berbagai macam latar belakang, diantaranya ialah aspek kejenuhan dalam diri seseorang sehingga dia merasa jauh akan kehidupan dunia yang tidak sesuai dengan watak dirinya, hal tersebut atas dorongan dari dirinya sendiri. Selain itu bisa juga atas dorongan dari luar, yakni atas dasar dogma agama yang melarang seseorang untuk menjalani hidup mewah atau bersenang-senang dengan cara berlebihan. Sehingga semuanya itu akan menghilangkan atas kesadarannya akan Tuhan sebagai maha pencipta dan manusia sebagai makhluk sosial.

Dalam hal ini Fazlur Rahman menjelaskan bahwa dengan menggunakan konsep tawakal, yakni aspek penyerahan diri terhadap Tuhan kemudian secara ekstrim dipahami sebagai doktrin dalam pengingkaran atas dunia dan suatu terbebasnya rasa dendam dari sebab-sebab alamiah.73 Dalam perkembangannya, terjadi perbedaan pemahaman tentang tawakal ini.

Asketisme muncul sebagai landasan dan pegerakan sufisme, atas berbagai pendapat tentang gerakan sufisme itu berasal? Yakni bahwa sufisme ini terpengaruh atas unsur dari Islam itu sendiri, unsur filsafat, agama Hindu, agama

Kristen dan lain-lain sebagainya. Salah satu contoh dari unsur Islam yang diambil dari al-Qur‟an adalah terdapat dalam surat Al-Hadid pada ayat 20 yang berbunyi:

73 Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Pustaka, 2000), hal. 186.

52

Artinya: “ ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya, mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di Akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan- Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.74

Selanjutnya dalil tentang kehidupan membujang para pendeta Nasrani atau agama Kristen. Sesungguhnya Allah telah secara tegas menentang hal yang seperti demikian (kehidupan membujang), hal ini tertulis dalam al-Qur‟an pada surat Al-

Hadid di ayat 27.

Artinya: Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang- orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah75 padahal kami tidak

74 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al-Qur‟an dan Terjemahanya. hal. 903. 75 Yang dimaksud dengan Rahbaniyah ialah tidak beristeri atau tidak bersuami dan mengurung diri dalam biara

53

mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada- adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang- orang fasik.

Demikian dengan berbagai macam latar belakang lainnya, terutama hal-hal yang di mengenai dengan segi kebudayaan, ataupun dari segi kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh para sufi.

Tasawuf ini memiliki ciri-ciri yang menonjol yang berbeda dari ilmu lainnya. Menurut Al-Taftazani, tasawuf memiliki lima ciri-ciri yang bersifat psikis, moral, dan epistemologis, yaitu:

1. Peningkatan moral

2. pemenuhan pana (sirna) dalam realitas mutlak

3. Pengetahuan intuitif langsung

4. Ketentraman dan kebahagiaan

5. Penggunaan simbol dalam ungkapan-ungkapan76

Hal ini menunjukan bahwa Tasawuf merupakan falsafah hidup dan cara tertentu dalam tingkah laku manusia, dalam rangka merealisasikan kesempurnaan moral, pemahaman tentang hakekat, dan kebahagiaan rohani.77

Abu Bakar M. Kalabadzi mengatakan:

76 Abu Al-Wafa Al-Ghanimi Al-Taftazani, Sufi Dari Zaman Ke Zaman, hal. 4-5. 77 Ibid, hal 1.

54

“sufi menghindari keduniawian, jiwa berpaling daripadanya, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh manusia pada umumnya, gemar berpergian (untuk berkhalwat) mencegah dari kemewahan atau kelezatan dunia. Selalu membersihkan diri baik lahir maupun batin, bersifat lapang dada dan mempunyai sifat-sifat pendahulu (kepemimpinan)”.78

Demikian, tasawuf atau sufisme adalah suatu metode untuk individu ataupun masyarakat, di mana objeknya yaitu penekanan dalam hidup spiritual, dengan mengurangi kehidupan yang bersifat duniawi, dan terlebih untuk mengutamakan kehidupan gnosis (ma‟rifah) terhadap Tuhan. Metode tersebut biasanya terdiri dari tahapan (maqām). Apabila telah mencapai maqām tertinggi, maka ia telah mencapai dan mendapatkan kesempurnaan hidup, atau telah mencapai tahap ma‟rifah tertinggi. Misalnya ketika seorang Al-Hallaj mengatakan

“ akulah kebenaran”, hal seperti ini merupakan keadaan ekstase dari seorang sufi.

Selain itu, tasawuf mempunyai berbagai macam metode, dan pemahaman dalam melaksanakan suatu kegiatan spiritualnya. Kegiatan spiritual sufisme ini selalu dipimpin oleh seseorang yang dianggap mempunyai derajat ilmu lebih tinggi atau telah mencapai maqām tertinggi, dan biasanya disebut guru spiritual atau mursyid.

2. Hubungan Tasawuf dengan Musik.

Tasawuf adalah sebuah ajaran di mana ajaran yang merupakan seseorang untuk dapat mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan penekanan sikap asketis dan juga membawa seseorang yang mempelajarinya ke dalam hakekat Tuhan.

78 Abu Bakar M. KAlabadzi, Ajaran-ajaran Sufi, (Bandung: Pustaka, 1995), hal. 7

55

Sedangkan musik adalah suatu kreatifitas manusia sehingga ia dapat memperoleh kesenangan, baik itu bersifat materi ataupun bukan materi, dan tidak hanya untuk mencapai keindahan.

Terlepas dari kontroversi boleh atau tidaknya musik dalam tataran Syar‟i, dia hadir dalam dimensi yang berbeda pada suatu ketika dengan pembimbing manusia menuju Tuhan, dengan bunyi-bunyian dan irama lagu dapat membawa seseorang tidak hanya mendengarkan melalui indera pendengar, namun juga dengan akal dan hati sehingga ia dapat membuka tabir dan membaca realitas kehidupan.

Musik dapat diperuntukkan untuk tiga golongan. Pertama, untuk orang awam, di mana ia hanya mendengar melalui sifat dasar manusia, yaitu sifat yang lebih dikuasai oleh hawa nafsunya sendiri. Kedua, untuk kaum elit, di mana berarti dia seolah-olah dalam pencarian. Ketiga, untuk kaum elitnya elit, orang tersebut mendengarkan dengan jiwa yang berada dalam dunia cinta. Sehingga dalam memahami musik, seseorang bisa menggunakan seluruh inderanya agar dapat membukakan realitas kehidupan musik itu, tidak hanya pemuasan lahir semata, namun juga batin. Tarekat sufi Malawiyyah dan Chishtiyyah keduanya mengambil musik sebagai sarana ekstase, sehingga dapat merasakan kehadiran

Tuhan.

Musik tersebut adalah musik spiritual (Sama‟i). Menurut Sayyed Hossein

Nasr, musik spiritual berasal dari Tuhan yang dapat diperoleh dari percakapan dan keheningan akan keindahan. Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai

56

keindahan, dengan menggunakan hati dan juga jiwa, maka ia akan merenungkan dan juga menghidupkan musik tersebut.79

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa Sama‟ adalah “ mendengarkan suara yang baik berirama dan dimengerti maknanya, serta menggerakkan hati dan hal itu berarti kenikmatan yang dirasakan oleh indera pendengaran dan hati seperti kenikmatan oleh indera penglihatan dengan memandang kepada tanaman hijau seta kenikmatan yang dirasakan hati”.80

Para sufi menggunakan musik sebagai sarana ektase, di mana mereka mencurahkan seluruh kemampuannya dengan berkosentrasi dan berdzikir, dengan bantuan musik sehingga dapat mencapai kedekatan dengan Tuhan. Melatih pendengaran bisa membantu memahami nuansa makna yang sangat tajam dari makna harfiah suatu bahasa yang tidak terekpresikan dan selanjutnya, dalam hati menerjemahkan atau mentransformasikan material sekuler ke dalam spiritus yang sakral.81

Beradanya Al-Wajdi, dapat menguatkan cinta dan keasyikan membangkitkan kerinduan, dalam hati muncul Mukasyafat dan Mulatafat yang tidak dapat digambarkan. Orang dapat menjangkaunya, jika tidak dihalangi tabir rasa. Sayyed Hossein Nasr menyatakan: “musik tidak diperuntukan bagi mereka

79 Sayyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, (Bandung: Mizan, 1993), hal. 170. 80 Imam Al-Ghazali, Ringkasan Ihya‟ Ulumuddin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), hal. 136 81 Leonard Lewisohn (Ed), Warisan Sufi: Warisan Sufisme Persia Abad Pertengahan (1150-1500), (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), hal. 495

57

yang masih tingkat dasar, apalagi hatinya telah beku, karena akan menyebabkan mereka hancur”.82

Maka dengan demikian, tasawuf ialah keyakinan Ilahiah yang berasal dari karunia Tuhan. Ia menjadi kunci pembuka manusia terhadap rahasia kehidupannya, memperoleh apa yang terpendam dan terabaikan dalam diri. Musik sebagai salah satu cara pengungkapannya, karena musik tinggal di dunia bentuk yang mau tidak mau menggunakannya dengan dibimbing tasawuf, sehingga dapat terarah terhadap dunia spiritual.

Manusia dapat mengekspresikan apa yang ada di dalam jiwanya, termasuk dalam mengungkapkan kehadiran akan Tuhan, salah satunya dengan bermain musik. Sufismelah yang lebih mendalami aspek esoteris keagamaan, sehingga mereka dikenal sebagai golongan yang lebih mendekatkan diri terhadap Tuhan, atau asketisisme.

C. Tarekat Chisyhtiyah dan Tarekat Malawiyah.

Munculnya sebuah tarekat adalah wahana yang terus menerus yang membina ajaran serta sekaligus membina keberadaannya, hal ini terlihat yakni dengan sarana pendidikan sufi. Al-Ghazli mengatakan bahwa jalan sufi sebagai jalan yang tidak bisa tidak adalah merupakan pendahuluan latihan rohaniah, penghilangan tabiat-tabiat yang tercela, pemutusan ketergantungan pada tabiat-

82 Sayyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hal. 169

58

tabiat itu, dan pengkonsentrasian maksud maupun tujuan hanya kepada Allah semata.83

Pengertian kata “ordo” dengan kata “tarekat” di wilayah Barat tidaklah sama, Fazlur Rahman mengatakan bahwa ordo diidentikan sebagai organisasi dari sufisme. Sedangkan tarekat lebih dipahami sebagai jalan sufi yang siapa saja bisa mencapainya, baik itu secara individu ataupun organisasi.84

Dewi Nurjaulianti mengatakan bahwa Inayat Khan pernah menjalani atau mengikuti latihan tarekat-tarekat, yaitu tarekat Naqsyabandiyyah, tarekat

Qādiriyyah, tarekat Suhrawardiyyah, dan tarekat Chistiyyah. Tarekat Chistiyyah di mana Inayat Khan banyak terpengaruh darinya.85

Selain tarekat Chisytiyah sebagai tarekat yang digeluti oleh Inayat Khan, sebagaimana dalam tarekat tersebut mengandung unsur seni musik sebagai meditasi spiritualnya, terdapat tarekat lainnya yakni, tarekat Malawiyah. Tarekat yang menggunakan unsur seni musik sebagai alat spiritualnya.

1. Tarekat Chishtiyah.

Tarekat Chistiyah didirikan oleh seorang yang bernama Abu Ishaq Shami.

Nama Shami menyiratkan ia berasal dari Syiria atau dari Damaskus (ash-Sham).

Abu Ishaq Shami kemudia menetap di Chisht (suatu kota kecil dekat Heart di wilayah Afganistan) dan sejak hari itu ia dikenal sebagai Abu Ishaq Shami

83 Al-Ghazali, Ringkasan Ihya‟ Ulumuddin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), hal. 234. 84 Fazlur Rahman, Islam, hal. 227. 85 Dewi Nurjulianti, Inayat Khan Wali Sufi dan Musikus Punjab Abad 20, dari majalah Ulumul Qur‟an No I Volume 4, Jakarta 1993, hal. 114.

59

Chishti, Abu Ishaq Shami meninggal pada tahun 940 di Damaskus dan dimakamkan di gunung Qasiyun, di mana Ibn Al-„Arabi juga dimakamkan di sana.

Aliran ini diturunkan menurut silsilah keturunan. Abu Ishaq Shami Chishti digantikan oleh seorang anaknya yang bernama Shaykh Abu Ahmad Abu

Muhammad Chishti.86 Ia berkata tentang musik di antaranya; Pertama, pencinta sama‟ (musik spiritual) akan terasing dari dunia luar, tetapi ia adalah seseorang yang dekat dengan Tuhan. Kedua, misteri sama‟ tidak dapat diungkapkan, jika kamu mengungkakannya akan terkena hukuman, yang berarti ia adalah hak pribadi untuk dapat merasakan musik sama‟ tersebut.

Khwaja Mu‟iuddin Hasan Chishti, memperkenalkan Tarekat sufi ini ke wilayah India. Khwaja Mu‟iuddin Hasan Chishti, dilahirkan di Asfahan, Persia, sekitar tahun 533 H/1138 M. dan dibesarkan di Sanjar. Selanjutnya di wilayah

Samarkand dan Bukhara Khwaja Mu‟iuddin Hasan Chishti melengkapi pendidikan agamanya. Kemudian di Baghdad Khwaja Mu‟iuddin Hasan Chishti bertemu dengan Abdul Qādir Jailani, sang pendiri dari gerakan Qadiri, serta dia juga bertemu dengan Abu Najib Suhrawardi, adalah seorang tokoh dari gerakan

Suhrawardi.

Ketinggian moral, kebijaksanaan, dan gaya hidupnya yang sederhana, telah mempengaruhi ribuan orang-orang untuk mengikuti ajarannya di Ajmer.

86 Di unduh pada tanggal 24, Mei 2010 dari http://www.chishtiorder.htm.

60

Kemudian selama lebih dari 45 tahun dia mengajar, dan dikenal sebagai Gharib

Nawaz, pelindung dari kaum miskin, dan dia meninggal di Ajmer pada tahun 637

H/ 1236 M. Makamnya disebut dengan sebutan “Durgah” menjadi obyek ziarah yang terkenal. Tarekat ini mengalami pasang suramnya selama satu setengah abad, kemudian dibangkitkan lagi oleh Khwaja Nur Muhammad.

Ajaran-ajarannya terdiri dari berbagai macam cara pendekatan terhadap

Tuhan. Cara pendekatan terhadap Tuhan terdapat menjadi tiga cara, di antaranya;

Pertama, adalah pelayanan terhadap manusia. Kedua, adalah pelayanan terhadap

Tuhan, dan Ketiga, adalah meditasi dalam hati.87 Selain itu ia membagi jalan ma‟rifat menjadi beberapa bagian, salah satunya dalam 18 jalan ma‟rifat, mengungkapkan tentang pengetahuan tentang musik.

Tarekat Chistiyyah berakar pada Sunni. Mereka menganut mazhab fiqh

Hanafi. Namun demikian, pandangan mereka tidaklah terikat pada hukum secara skriptural, melainkan lebih mementingkan makna terdalamnya. Aspek mereka yang paling dominan adalah adanya kesetiaan untuk memegang tradisi hidup berdampingan secara damai.

Komunitas Chisytiyah ini, berawal di Chisyt, Khurasan, khususnya menggunakan musik dalam latihan-latihan mereka. Kaum darwis pengelana dari tarekat ini, dikenal sebagai Chist atau Chisht. Mereka akan memasuki sebuah kota dan meramaikan suasana dengan seruling dan genderang, untuk mengumpulkan

87 Di unduh dari hhtp://www.chishti.order.htm. di unduh pada tanggal 24, Mei 2010.

61

orang-orang sebelum menceritakan dongeng atau legenda, sebuah permulaan yang penting.

Jejak tokoh ini ditemukan pula di Eropa, di mana chistu Spanyol ditemukan dengan pakaian dan instrumen serupa atau semacam pelawak atau komedi keliling. Bisa jadi demikian, dalam kamus etimologi Barat menghubungkan istilah Latin gerere, 'melakukan', sebagai asal kata 'pelawak' yang kenyataannya adalah sosok jenaka, dan asal mula itu berkaitan dengan Chisti

Afghanistan.

Sebagaimana tarekat Sufi lainnya, metodologi khusus kaum Chisyti segera mengalami kristalisasi menjadi kecintaan sederhana terhadap musik; pembangkitan emosional yang dihasilkan musik dikacaukan dengan 'pengalaman spiritual'.

Pengaruh kaum Chisyti paling lama di India. Selama sembilan ratus tahun terakhir, musisi mereka dihargai di seluruh benua.

Tarekat Chisyti adalah tarekat yang di geluti oleh Inayat Khan.

Sebagaimana Inayat Khan menaruh Musik sebagai alat media syi‟arnya di India maupun di luar India, seperti Negara Rusia, Perancis dan Inggris.

2. Tarekat Malawiyah.

Tarekat Maulawiyah adalah tarekat yang didirikan oleh Maulawi

Jalaluddin Ar-Rumi yang meninggal di Anatolia, Turki. Dzikirnya disertai tarian

62

mistik dengan cara keadaan tidak sadar, agar dapat bersatu dengan tuhan.

Penganut-penganutnya bersifat pengasih dan tidak mengharapkan kepentingan diri sendiri, serta hidup sederhana menjadi teladan bagi orang lain.88

Nama asli Rumi adalah Jalal Al-Din Muhammad, tetapi kemudian dia lebih dikenal sebagai Maulana Jalal Al-Din Rumi atau Rumi saja. Beberapa sarjana barat telah memujinya sebagai "penyair sufi yang paling menonjol yang pernah dihasilkan persia", bahkan ada yang menyebutnya "penyair mistik terbesar/teragung sepanjang masa".

Mawlana lahir di kota Balkh (Afganistan sekarang) pada tanggal 6 Robi'al

Awwal atau 30 September 120789. dari pihak ayah ia keturunan kholifah Abu

Bakar Shiddiq. Sedangkan dari pihak ibu, Ali bin Abi Tholib. Kira-kira usia 12 tahun ia bersama keluarganya diam-diam meninggalkan kampung halamannya untuk beribadah haji dan tidak kembali karena ayah Rumi, Baha'al-Din Walad telah mendengar tentang invasi Mongol ke kota Balkh. Kota pertama yang dikunjungi adalah Nisyapur. Di sini Rumi bertemu dengan Farid al-Din Aththar seorang sufi penyair terkenal yang menyerahkan salinan bukunya yang berjudul

Asrar Nameh (Buku tentang rahasia).

Cinta dan keindahan membuat ajaran Rumi berbeda dengan aliran tarekat lain. Sejumlah tarekat saat itu lebih banyak berkonsentrasi untuk

88 Jaiz, Ahmad, Hartono. Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan, ( Solo: Wacana Ilmiah Press. 2006.), hal. 24 89 Mulyati, Sri. Mengenal & memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indones, (jakarta: Kencana. 2004), hal. 321

63

menyempurnakan diri menuju insan kamil lewat ibadah, wirid, atau menyodorkan faham ketauhidan baru. Penyatuan diri dengan Tuhan (wihdatul wujud) yang berkembang berabad-abad sebelum Rumi di Bagdad adalah salah satu cara pencapaian menuju Tuhan yang tidak dipilih Rumi.

Sebagai seorang hakim yang paham syariat, Rumi tidak memasukkan dirinya dalam ritual yang kontroversial. Dan sebagai seorang seniman, ia memiliki cara sendiri dalam mencapai kesempurnaan dalam beragama tanpa harus menjadi ekstrem. Ia memanfaatkan puisi, musik dari seruling dan gitar (rebab) untuk mengiringi dzikir. Cara ini kemudian dikenal dengan sema‟ yang berarti mendengar. Dengan arti yang sedikit berbeda, pesantren-pesantren di Jawa memiliki ritual bernama semaan.90

Ciri Utama Tarekat Maulawiyah Yang membuat tarekat ini beda adalah dakwah dengan cara menggunakan tarian-tarian yang disebut sama‟ dalam bentuk tarian berputar, dan telah menjadi ciri khas dasar bagi tarekatnya. Akibatnya, tarekat Rumi di Barat dikenal sebagai The Whirling Darvish (Para Darwisy yang

Berputar). Tarian suci ini dimainkan oleh para Darwish (fuqara‟) dalam pertemuan-pertemuan (majlis) sebagai dukungan eksternal terhadap upacara- upacara (ritual mereka).

Sama‟ dilembagakan Rumi pertama kali setelah hilangnya gurunya yang sangat dicintai, Syams al-Din Tabrizi. Sejak saat itu Rumi menjadi sangat sensitif

90 Jaiz, Ahmad, Hartono. Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan, hal. 30

64

terhadap musik, sehingga tempaan palu dari seorang pandai besi saja cukup untuk membuatnya menari dan berpuisi.

Bagian-bagian/tahap-tahap dalam sama‟ terdiri dari dua bagian. Bagian pertama terdiri dari Naat (sebuah puisi yang memuji Nabi Muhammad), improvisasi ney (seruling) atau taksim dan “Lingkaran Sultan Walad”. Bagian kedua terdiri dari empat salam, musik instrumental akhir, pembacaan ayat-ayat suci al-Quran, dan doa. Inilah rinciannya91

a. Bagian pertama

1. Naat, Semacam musik religius. Naat dalam dalam musik mawlawi disusun oleh Buhuriz Musthafa' Itri (1640-1712), tetapi puisinya adalah puisi

Rumi.

2. Taksim. Taksim adalah sebuah improvisasi terhadap setiap makam atau mode, yaitu konsep penciptaan musik yang menentukan hubungan-hubungan nada, nada awal yang memiliki kontor dan pola-pola musik. Bagian ini merupakan bagian yang sangat kreatif dari upacara Mawlawi.

3. Lingkaran/putaran sultan Walad, ini disumbangkan kepada upacara oleh putra sulung mawlana, sultan Walad. Selama putaran ini para darwish yang ikut bagian dalam putaran tari berjalan mengelilingi sang samahane (ruang upacara) tiga kali dan menyapa satu sama lain di depan pos (lokasi tempat

91 Ibid.

65

pemimpin tekke atau pemimpin upacara berdiri). Dengan cara ini mereka menyampaikan "rahasia" dari yang satu kepada yang lain.

b. Bagian kedua (empat salam), yaitu:

1. Salam pertama, melodi biasanya panjang, irama yang digunakan

biasanya disebut "putaran berjalan" (Devr-i Revan). Bitnya adalah 14/8.

2. Salam kedua, pola irama dari salam ini disebut "Evfer" dan terdiri dari

9/8 bit.

3. Salam ketiga, dibagi ke dalam dua bagian yang meliputi melodi dan

irama. Bagian pertama disebut "putaran" (The cyicle) bitnya 28/4. bagian

kedua disebut "Yoruk semai" bitnya 6/8.

4. Salam keempat, pola irama ini juga "Efver" (9/8), yakni irama lambat dan panjang untuk menurunkan elastasi sehingga sang darwish bisa konsentrasi kembali. Tiap-tiap salam dihubungkan melalui nyanyian. Pada bagian pertama dan kedua seleksi diambil dari Divan-i Syams atau mastnawi, pada bagian ketiga puisi mawlawi lain dinyanyikan.

c. Musik Instrumental

Dengan berakhirnya salam keempat berarti bagian oral selesai "yuruk semai" kedua dalam pola-pola 6/8 adalah akhir dari upacara. Setelah seleksi instrumental ini ada taksim seruling. Kadang-kadang musik ini dapat dimainkan melalui alat musik petik (senar).

66

d. Membaca Al-Qur'an atau Doa

Setelah musik selesai, seorang hafizh di antara para penyanyi membaca ayat-ayat al-qur'an. Sama' terus berlangsung sampai bacaan al-Qur'an dimulai.

Ketika hafizh mulai bacaan Qur'annya para penari tiba-tiba berhenti dan mundur ke pinggir ruangan dan duduk. Setelah ia selesai pimpinan sama' berdiri dan mulai berdoa di depan sang syaikh, doa ini biasanya ditujukan untuk kesehatan dan hidup sang sultan atau para penguasa Negara.92

92 Ibid.

BAB IV

ANALISIS TERHADAP KONSEP DIMENSI MUSIK MENURUT HAZRAT INAYAT KHAN

A. Landasan Musik Hazrat Inayat Khan.

Seni musik dapat dikatakan sebagai seni surgawi, ini disebabkan hanya dalam musik kita dapat melihat Tuhan bebas dari segala bentuk dan pemikiran.

Dalam setiap kesenian yang lain terdapat pengidolaan, dan setiap pemikiran, setiap kata memiliki bentuknya. Suara saja, ia tidak terikat oleh bentuk. Setiap kata dalam puisi membentuk sebuah gambar dalam pikiran kita, dengan suara saja, ia tidak menjadikan objek apapun muncul di depan kita.

Musik, kata yang digunakan dalam bahasa sehari-hari tidak lebih dari gambaran Sang Kekasih77 Tuhan. Karena musik adalah gambaran kekasih, maka kita mencintainya. Jikalau kita mendengar suara dengan segala keindahan yang menarik bagi kita dalam bentuk apapun, maka kita mengetahui bahwa dalam setiap aspek ia memberitahu kita tentang suatu hal di balik semua manifestasi bersemayam roh yang sempurna, roh kebijaksanaan.

Banyak orang menganggap bahwa musik sebagai sumber kesenangan, sebuah masa lalu, selain itu banyak pula yang menganggap musik adalah sebuah

77 Sang Kekasih adalah sesuatu yang menjadi sumber dan tujuan kita. Sebab apa yang dilihat oleh kita kepada kekasih di depan mata ragawi kita adalah keindahan yang ada di depan kita. Bagian dari kekasih kita yang tidak berwujud dalam mata kita adalah batiniah dari keindahan yang diwahyukan Sang Kekasih kepada kita.

67 68

kesenian, dan pemusik itu sendiri adalah penghibur. Namun sedikit orang yang berpikir dan merasa yang tidak menganggap musik sebagai sesuatu yang paling sakral dari segala bentuk kesenian. Sebab, faktanya adalah bahwa sesuatu yang tidak bisa dinyatakan oleh seni lukis, akan dijelaskan oleh penyair melalui kata-kata.

Namun bila seorang penyair mengalami kesulitan menyatakannya dalam bentuk puisi, maka akan diekspresikan lewat musik.

Ada lima aspek berbeda dari dari seni musik; Pertama, musik popular, dimana yang mengundang gerak tubuh; Kedua, hal teknis, yang memuaskan intelek;

Ketiga, artistik, yang memiliki keindahan dan keanggunan; Keempat, menghiba, yang meremukkan hati; Kelima, menyemangati, dimana jiwa mendengarkan musik segala bidang.78

Adapun dengan harmoni musik, sebenarnya berasal dari harmoni jiwa.

Musik sendiri, yang bisa disebut nyata adalah jika ia berasal dari harmoni jiwa, sumber sejatinya. Ketika ia muncul dari sana, maka segala jiwa pasti tertarik padanya.

Untuk meraih spiritualitas berarti kita harus menyadari bahwa seluruh alam semesta adalah sebuah simfoni di mana setiap individu adalah sebuah nada.

Kebahagiannya terletak dalam keadaan benar-benar harmonis dengan simfoni alam semesta.

78 Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 203

69

Musik adalah miniatur dari segenap harmoni alam semesta, dan manusia, sebagai miniatur alam semesta dan harus menunjukkan harmoni yang sama. Dalam denyut nadinya, di dalam detak jantungnya, dan di dalam vibrasinya ia menunjukkan irama dan nada, gabungan nada yang harmonis atau tidak harmonis. Kesehatan atau sakitnya, kebahagiaan atau ketidak nyamanannya, segalanya menunjukkan ada atau tidak adanya musik dalam hidupnya.79

Selain itu musik dapat mengajarkan kita, di mana musik membantu kita melatih diri sendiri dengan cara tertentu atau cara lainnya dalam harmoni, inilah yang terdapat keajaiban rahasia di balik musik. Jika ketika kita mendengarkan musik dan lalu menikmatinya, maka ini sebuah menyelaraskan kita dan menempatkan kita ke dalam harmoni dengan kehidupan. Sebabnya seseorang itu memerlukan musik.

Banyak orang yang menyatakan tidak ketertarikannya terhadap musik, bahkan mereka belum mendengarkan musik. Namun bila mereka benar-benar mendengarkan musik, maka musik akan menyentuh jiwa mereka, dan kemudian pasti mereka tidak tahan untuk mencintainya. Bila tidak, ini berarti bahwa mereka belum benar-benar mendengarkan musik dengan tepat, dan belum menjadikan hatinya tenang dan damai untuk bisa mendengarkan musik, menikmati dan memberikan apresiasi pada musik. Di samping itu, musik mengembangkan kemampuan untuk mengapresiasi semua yang baik dan indah. Dalam bentuk kesenian dan ilmu pengetahuan, dalam bentuk musik dan puisi, dalam segala aspek keindahan, orang kemudian dapat mengapresiasikannya.

79 Ibid, hal. 139-140

70

Sesuatu yang mengkagumkan dari musik adalah, musik membantu manusia berkonsentrasi atau bermeditasi dengan melepaskan diri dari pikiran. Karena itu musik tampaknya menjadi jembatan di atas teluk antara bentuk dan bukan bentuk.

Maka jikalau ada sesuatu yang cerdas, efektif dan pada saat yang sama juga tidak ada bentuk, maka inilah musik. Adapun puisi menyatakan bentuk, garis dan warna menyatakan bentuk, sedangkan musik menyatakan ketiadaan bentuk.80

Musik juga menghasilkan resonansi yang bervibrasi melalui segenap dirinya.

Ia mengangkat pikiran tentang kepadatan materi, dan ia juga hampir mengubah menjadi ruh, menjadi kondisi aslinya melalui harmoni vibrasi yang menyentuh setiap atom dari segenap diri seseorang.

Inayat Khan mengatakan bahwa musik adalah gambaran kekasih kita, dan kemudian membuat gambar gores demi gores dari setiap sudut dan bidang sampai.

Inayat khan juga menyampaikan sebuah pesan ruhani yang otentik dan mencakup segalanya dari pemahaman musik, Inayat Khan melakukan hal ini dengan cermat, puitis dan spontan.81

Keindahan garis dan warna bisa melaju begitu jauh dan tidak bisa lebih jauh lagi. Keindahan wewangian bisa melangkah sedikit lebih jauh. Musik menyentuh bagian terdalam dari batin kita, dan dengan cara itulah ia menciptakan kehidupan baru, sebuah kehidupan yang memberikan kedudukan tertinggi bagi segenap diri, mengangkatnya kesempurnaan di mana bersemayam pencapaian kehidupan manusia.

80 Ibid, hal. 143. 81 Ibid.

71

B. Dimensi Musik Pandangan Hazrat Inayat Khan.

1. Pengertian Musik.

Dalam bahasa Sansakerta musik disebut dengan kata sangita, yang melambangkan tiga subjek, di antaranya; menyanyi, memainkan, dan menari.82

Dengan ketiga hal tersebut, ini merupakan tiga bentuk penyajian musik. Dengan itu bermain musik tidak hanya untuk memainkan instrumen yang ada, akan tetapi dengan disamakan atau disertai dengan menyanyi (mengeluarkan suara manusia), dan diiringi dengan menari-nari sebagai pelengkap dari kegiatan musik.

Selanjutnya komposisi merupakan sebagai alat untuk membuat musik ritme teratur dan tertib atas bunyinya, dan membuatnya indah dalam musik. Maka seseorang komposer (orang yang mengatur nada dan irama) merupakan sebagai orang yang pandai dalam menciptakan seni musik. Demikianlah seorang komposer bukan sebuah hal pekerjaan, melainkan sebuah seni. Maka dengan mengekspresikan seni dengan melalui keindahan maupun kenikmatan yang didapati atau dicapainya, maka ia bagaikan seorang penguasa alam raya dengan menciptakan dunianya sendiri. Hal ini terjadi jika dengan menggabungkan berbagai elemen yang ada menjadi satu kesatuan, sehingga menghasilkan harmonisasi dan keindahan.

Harmoni adalah merupakan sumber manifestasi, penyebabnya eksistensi, dan media antara Tuhan dengan manusia.83 Maka dengan demikian ia muncul dari jiwa yang sebagai jembatan antara manusia dengan Tuhan, kesadaran yang diperoleh dari

82 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 13 83 Ibid, hal. 77

72

ketiadaan batas sebagai penyerahan diri terhadap-Nya. Selain itu harmoni terdiri dari tiga aspek diantaranya, yakni; abadi, universal, dan individual.

Aspek pertama harmoni abadi adalah merupakan manifestasi dari ruh esensial semua orang, dan juga dirinya sendiri, di mana ia tidak terbentuk dan berada di dalam setiap jiwa manusia. Ia selalu akan terhalang dengan bentuk manusia itu sendiri, yakni menginginkan kesenangan yang berlebihan. Kesenangan sebenarnya pada dasarnya merupakan hasrat dari jiwa itu sendiri, namun jika melebihi kapasitasnya, dapat menimbulkan egoisme dari setiap individu, maka dari itu hilanglah harmoni yang abadi dalam menifestasinya.

Aspek kedua harmoni universal, adalah merupakan sebagai sebab dari kausalitas kehidupan, baik itu alam maupun manusia. Misalnya, seperti matahari, manusia, dan bulan sebagai kelarasan dari kehidupan, matahari yang menyinari pada siang hari, dan kemudian digantikan oleh bulan yang pada malam hari. Maka manusia membutuhkan matahari di siang hari sebagai cahaya untuk aktifitasnya, dan kemudian di malam harinya bulan sebagai cahaya menyinari atau penerangnya.

Demikian aktifitas tersebut dapat dikatakan sebagai penyeimbang kehidupan antara manusia dengan alam sekitarnya. Selanjutnya, selain itu antara binatang, tumbuhan, alam, dan manusia sebagai elemen dari harmoni universal, di mana seluruhnya saling membutuhkan dan saling mengisi dari kekurangannya masing-masing. Hal ini mirip dengan sebuah pasangan antara laki-laki terhadap perempuan, di mana dalam menjalin cinta, maka diperlukan keharmonisan agar supaya tercapai keindahan dalam bercinta.

73

Dalam pandangan kosmologi Islam, alam semesta dipahami sebagai suatu bangunan raksasa yang dibangun atas prinsip ekuilibrium atau balance

(keseimbangan). Di mana antara satu sama lainnya saling terbentuk relasi polar yang harmonis. Dengan demikian relasi polar itu membentang dari penciptaan oleh Wujud

Tunggal hingga sampai yang serba ganda, dan akan berakhir kembali ke Wujud

Tunggal tersebut. Demikian relasi polar akan senantiasa berjalan sejauh perjalanan semesta dan atas relasi itulah Allah menempatkan Sunnah-Nya dalam mengembangkan alam semesta ini.84

Maka dangan itu bila terjadinya bencana alam, hal ini merupakan hal penyesuaian dan penyeimbangan dari harmoni universal, misalnya, seperti dengan kerusakan yang diakibatkan oleh manusia, maka dengan itu alam ini perlu untuk memperoleh penyeimbangan. Dalam Al-Qur‟an surat adz-Dzaariyaat ayat 49, Allah berfirman:

Artinya : Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Tuhan.85 Maka tidaklah menjadi mengasyikkan jika manusia hidup hanya tersenyum saja. Namun jika ditambahkan kesedihan dan kesenangan, kenikmatan dengan keperihan, dan lain sebagainya. Maka akan tercapailah suatu musik yang beragam ritme ataupun harmoni.

84 Yunasril Ali, Jalan Kearifan Sufi: Sebagai Terapi Derita Manusia. (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002), hal. 193. 85 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al-Qur’an dan Terjemahanya,

74

Aspek ketiga harmoni individu, adalah merupakan penyelaras antara dirinya sendiri sebagai manusia lainnya. Nafs 86 adalah disharmoni, di mana ia muncul sebagai hijab manusia untuk memandang manusia lainnya, sebagaimana yang sama- sama hidup sehingga tidak terjadi harmoni antar individu. Harmoni kehidupan, dapat dipelajari dengan memahami harmonisasi dari musik, dan musik tanpa harmoni, maka itu adalah kekacauan irama dan menghasilkan musik yang kurang baik ataupun buruk. Demikian dengan penghayatan terhadap harmoni musik melalui pendengaran, yang kemudian direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Selain harmoni, musik juga dapat terdiri dari unsur irama, di mana tanpa suara yang diperoleh akan terdengar sumbang dan tidak merdu, oleh karena itu irama adalah hukum gerak.87 Selanjutnya keteraturan dari alam raya ini merupakan unsur mutlak, di mana seperti naik dan turunnya gelombang, penggerakan bumi dan planet, dan lain sebagainya. Maka pada manusia ia harus mempunyai keteraturan, agar supaya manusia dapat menjaga dirinya dari kegagalan, kesehatan, maupun dengan tindakannya.

Sedangkan irama adalah hukum mekanisme dari seluruh kegiatan yang eksis dalam kehidupan, dan tidak dapat untuk dihindari. Jika kalau dihindarkan maka akan terjadi kekacauan, misalnya seperti pergerakan kosmis antara bumi dan bulan, di mana tanpa irama yang jelas akan terjadi atau menimbulkan tabrakan yang hebat.

86 Pemahaman tentang nafs merupakan dari ajaran tasawuf, di mana rohani manusia terdiri dari empat unsur, yakni; hati, roh, nafs, dan akal. Lihat Yunasril Ali, Jalan Kearifan Sufi: Sebagai Terapi Derita Manusia, hal. 76-78. 87 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 191.

75

Irama sifatnya abstrak, dan berada di balik aktifitas, hingga kurangnya irama maka kurang pula ritme yang diperoleh.

Maka karena itu sebagaimana komposer adalah seorang yang pintar dalam menciptakan sesuatu, dan tidak jauh dengan orang suci dalam memahami keindahan

Tuhan. Dalam Al-Qur‟an surat Ali „Imran ayat 190, Allah berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.88 Maka dengan hati yang lembut ia mampu memahami alamnya, tanpa ada bayangan atas materi, maka ia akan menciptakan jika ingin. Sebab jika penciptaan dilakukan karena dengan unsur pemaksaan, maka tidak akan diperoleh seni yang indah, dan itu adalah bukan suatu kenikmatan.89 Seni sebagai keindahan yang dicapai dengan atas kelarasan nada, tindakan, dan ucapan. Hazrat Inayat Khan mengungkapkan:

“Musik adalah miniatur keseluruhan keharmonisan alam semesta, karena keharmonisan alam semesta adalah musik itu sendiri, dan manusia sebagai miniatur alam semesta, harus meenunjukan keharmonisan yang sama, dalam pulsasinya, dalam detak jantungnya, dan dalam vibrasinya dia menunjukan ritme dan nada, perpaduan nada harmonis atau tidak harmonis, kesehatannya atau sakitnya, kenikmatannya atau ketidaknyamanannya. Semuanya menunjukkan musik atau kurang musik dalam kehidupannya.90 Maka demikianlah dengan musik adanya perbedaan pada diri manusia dapat disatukan. Oleh karenanya musik adalah merupakan bahasa kesatuan, dan tidak

88 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al-Qur’an dan Terjemahanya 89 Hazrat Inayat Khan, The Heart of Sufism, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hal. 308. 90 Ibid, hal. 300

76

diperlukan adanya kasta, warna kulit berbeda dan lain sebagainya, dalam menikmati musik. Maka setiap orang dapat menikmatinya, karena musik merupakan bahasa jiwa yang sudah terpatri dalam setiap jiwa manusia, secara langsung maupun tidak, kapan dan di manapun dapat tertarik oleh musik, baik itu melalui bahasa yang dimengerti maupun tidak, maka dengan keindahan dan juga keharmonisannya dapat menyatukan setiap manusia untuk mengejar keindahan dan juga kesenangan.

Keindahan ditandai dengan musik, maka dengan itu ia dapat menyenangkan, dan memuaskan jiwa yang haus akan keindahan. Pada zaman dahulu di mana setelah

Tuhan menciptakan jasad, dan kemudian memerintahkan roh untuk menempatkan jasad, namun roh tidak mau. Jika roh berada dalam jasad, maka ia tidak akan mempunyai kebebasan dan terpenjara, dan penyebabnya roh itu sendiri mempunyai jiwa yang bebas kemudian Tuhan memerintahkan kepada Malaikat-Nya agar supaya bernyanyi atau bermusik dengan kata-kata, maka roh pun terbuai dan masuk ke dalam jasad. Kemudian roh telah terbuai dengan keindahan, dan menginginkan memperoleh keindahan yang berada dalam kehidupan, maka ia pun masuk kedalam jasad manusia. Mitos ataupun cerita lama, baik itu tertuang dalam kitab suci, legenda, ataupun ucapan belaka, maka dapat menimbulkan pengkajian dan juga pemikiran.

Demikian musik selain itu juga adalah merupakan sarana untuk dapat mengenal akan ke dalaman hakikat kebenaran, yakni dengan memahaminya sebagai bentuk yang universal. Kemudian Tuhan sebagai simbol dan kekasih, yang merupakan salah satu prinsip dari ajaran sufisme yang mengutamakan mahabah atau

77

cinta. Cinta hakiki adalah sebagai tujuan puncak dari segala cinta. Rabia‟ah Al-

„Adawiyah mengungkapkan dalam bait yang terkenal sebagai berikut:

Cintaku pada-Mu adalah dua macam cinta: Cinta rindu dan cinta karena Engkau semata. Dalam cinta yang pertama, yang ku kenang hanyalah Engkau. Tiada yang lain. Adapun cinta yang kedua, cinta yang patut Engkau terima, Maka harapanku: bukan lah hijab-Mu, Agar aku dapat melihat Engkau. Tak ada puji yang patut bagiku, atas kedua cinta ini. Segala puji hanyalah untuk-Mu.91

Musik dapat menjadikan suatu kesalihan pada manusia, yang sebagaimana lebih baik dibandingkan dengan agama, jika yang menggunakannya dari sisi eksoteris-nya saja. Dalam pemahaman musik, hal ini diperlukan keselarasan yang kentara antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan. Sehingga tidak ada lagi suatu kejadian yang saling menyalahkan satu dengan satu sama lainnya, dengan itu manusia dituntut untuk berfikir dewasa dan bertanggung jawab sebagai makhluk sosial dan makhluk ciptaan Tuhan.

Sebuah kesadaran mengangkat ide menjadi suatu wujud yang kongkrit dan merupakan sebuah proses yang tidak pernah selesai. Semakin digali semakin banyak yang bersua dan semakin memberi isyarat pada kita bahwa Allah itu sungguh Maha

Besar. Dengan demikian karya musik ini bukanlah hasil akhir dari sebuah proses kreatifitas kesenian. Hal ini mungkin bisa jadi sebagai awal dari pencarian nilai

91 Fazlur Rahman, Islam, hal. 187.

78

musik yang merujuk pada nilai spiritual dan estetika Islam yang dilandasi dengan tawakal dan tauhid.92

Maka dengan itu setidaknya manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan dengan diberi akal oleh Tuhan, dapat memanfaatkannya untuk mencari kebenaran hakiki. Menganalisis musik diperlukan agar supaya manusia itu sendiri tidak hanya terpaku ke dalam keterbatasan, maka ia harus menyadari bahwa semua itu tidak terbatas, dan ia dituntut senantiasa memperoleh pengetahuan tentang kehidupan.

2. Bentuk-Bentuk Musik.

Dalam bahasa Yunani musik diambil dari kata “Muse” yang memiliki makna Dewa. Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer musik dapat dikatakan sebagai panduan bunyi dari beberapa alat atau instrumen musik yang bernada secara teratur dan berkesesuaian atau seni susun padu nada.

Sidi Gazalba menyebutkan bahwa “Seni secara sederhana dan biasanya dita‟rifkan sebagai usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan”.

Hal ini mengartikan sebuah kelebihan manusia bila dibandingkan dengan makhluk lainnya seperti hewan. Dengan keharmonisan akal dan hati manusia dapat berkreasi sedemikian rupa dengan menciptakan bentuk-bentuk atau hal-hal yang menyenangkan, baik itu yang berbentuk nyata ataupun abstrak.

92 Elizar, Dzikirullah (Spirit Islam), Jurnal pengkajian dan penciptaan seni. Di unduh dari http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0503/02/Bentara/1592602.htm, pada tanggal 29, Mei 2010.

79

Musik dapat dikatakan suatu hasil kreatifitas dari manusia, lahirnya musik keluar atas dorongan dari ide-ide atau emosi-emosi yang ada di dalamnya, kemudian dituangkan dalam bentuk usaha menyusunkan nada, ritme, lagu, dan keharmonisan secara bersamaan sehingga dapat melahirkan keindahan dan kesenangan.

Hazrat Inayat Khan mengungkapkan: “Musik adalah miniatur keseluruhan keharmonisan alam semesta, karena keharmonisan alam semesta adalah musik itu sendiri, dan manusia sebagai miniatur alam semesta, harus menunjukan keharmonisan yang sama, dalam pulsasinya, dalam detak jantungnya, dan dalam vibrasinya dia menunjukan ritme dan nada, perpaduan nada harmonis atau tidak harmonis, kesehatannya atau sakitnya, kenikmatannya atau ketidaknyamanannya.

Semuanya menunjukkan musik atau kurang musik dalam kehidupannya.93

Selanjutnya Hazrat Inayat Khan membagi musik ke dalam dua bentuk, yakni musik esoterik dan musik duniawi.

a. Musik Esoterik.

Kata musik berasal dari kata sansakerta yaitu “sangita” , yang mana hal ini terdapat melambangkan tiga subjek, diantaranya yaitu; menyanyi, memainkan, dan menari.94 Sedangkan dengan kata esoterik mengandung pengertian, yaitu; merupakan sifat rahasia, dan hanya untuk ditasbihkan, atau hanya diketahui dan dimengerti oleh orang-orang yang tertentu saja.95

93 Hazrat Inayat Khan, The Heart of Sufism, hal. 308. 94 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 13 95 M. Dahlan Yakub Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, hal 160.

80

Apabila disatukan kedua pengertian tersebut, maka musik esoterik merupakan menyanyi, memainkan, dan menari, namun yang mana diketahui atau dilakukan dengan orang-orang yang tertentu saja dan bersifat rahasia (intern).

Musik bersifat abstrak, dan simbol sebagai salah satu upaya penyederhanaan dalam mengungkapkan hal tersebut, karena abstrak mempunyai sifat yang merupakan metafisis, di mana ia tidak bisa dibaca dengan panca indera

(pengelihatan) manusia secara langsung, maka dengan itu perlu ada meditasi yang pengungkapan dari hal yang abstrak tersebut. Kemudian dengan simbol dari musik esoterik, adalah merupakan musik itu sendiri sebagai awal dan akhir dari kehidupan dunia.

Sedangkan dengan para pelakunya adalah para Dewa Khayangan, dan Krisna adalah sebagai pejelmaannya menjadi seseorang pemusik yang ahli dan memukau dari kedua dunia, yakni dengan memainkan serulingnya dan juga menciptakan tarian para yogi (orang yang melakukan meditasi yoga).96

Dengan demikian musik ini bisa dapat dilihat oleh peramal dan ahli klenik, pada keadaan ekstase.97 Pada keadaan seperti ini pengetahuan tentang keberadaan yang kasat dan tidak kasat mata akan terungkap.98 Roh turun ke dalam materi dari dunia bentuk di surga, yang sebagaimana hidup dengan kebebasan dan kesenangan,

96 Yoga dalam pandangan William James adalah penyatuan eksperimental antara individu dengan Tuhannya. Hal ini yang didasarkan atas penyelamatan, dan diet, postur, pernafasan, kosentrasi intelektual, secara disiplin moral yang agak berbeda dengan sistem-sistem yang mengajarkannya. Lihat William james, The Varieties of Religious Experience: Pengalaman- Pengalaman Religius, (Yogyakarta: Jendela, 2003), hal. 488. 97 Ekstase mengandung arti keadaan di luar keadaan diri, hal ini biasanya terjadi bagi para penempuh jalan tasawuf atau lima ma‟rifat sebagai salah satu maqomnya. 98 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 14.

81

yang kemudian masuk ke dalam tubuh sehingga terpenjara, dengan hukum vibrasi ruh turun ke materi. Begitu juga sebaliknya, materi naik menujuh roh. Dengan itu terjadilah komplikasi diantara keduanya yang sehingga dapat kembali terhadap

Tuhan sebagai hukum vibrasi. Demikian para sufi dan yogi menggunakan hukum vibrasi ini untuk mencapai kesempurnaan yang paling tinggi.

b. Musik Duniawi.

Musik duniawi tersusun atas hukum musik di seluruh alam semesta secara keseluruhan, atau sama dengan hukum kehidupan, rasa keseimbangan, hukum keselarasan, hukum jalan keseimbangan, hukum tersembunyi di balik segala aspek kehidupan, yang mana menjadikan alam raya ini sempurna dan membangun takdirnya melalui seluruh alam semesta, memenuhi tujuan-tujuannya.99

Kemudian musik ada di balik karya seluruh alam semesta, di mana musik alam semesta adalah merupakan latar belakang gambaran kecil darinya, dan kehidupan sendiri merupakan musik. Selanjutnya alam semesta dan kehidupan di dalamnya adalah miniatur dari musik yang sesungguhnya. Walaupun roh terpenjara dalam bentuk, namun ia menikmatinya dengan mendapatkan pengalaman hidup hingga sampai kematian jasad. Namun di balik itu semua, musik itu sendiri, pikiran, gerakan oleh manusia adalah manifestasi dari musik.

Musik duniawi itu akan bervibrasi pada manusia dengan perasaan lembut sehingga ia sampai dapat menikmati keharmonisan. Aspek rasa merupakan tumpahan dari segala serangan yang diperoleh dari indera, yang kemudian jatuh ke

99 Ibid, hal. 15

82

dalam hati, dan hati merupakan tempatnya rasa berada. Ia akan merasakan pahit jika kalau melihat orang yang sengsara atau menderita, baik itu karena sakit dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk rohani. Maka orang lain senang maka ia pun akan merasa bahagia untuk orang yang sedang mengalaminya, tidak perlu ada rasa kecemburuan dalam memperoleh kesenangan. Hal ini merupakan ajaran moral bagi setiap individu, baik itu yang mengambil jalur religius maupun tidak, sebab keharmonisan ini sesungguhnya adalah idaman dari setiap manusia, tidak ada yang tidak mengingatkannya.

Keharmonisan yang terdiri dari harmoni terhadap orang lain, dan fenomena (keajaiban) bisa dicapai tanpa harus selalu menunggunya. Semakin dalam seseorang melihat kehidupan, semakin lebar hidup membuka pada dirinya, dan kemudian setiap saat dalam kehidupan seseorang menjadi penuh dengan keajaiban dan kemegahan. Tuhan berjanji akan memberikan rejeki (bisa merupakan sebuah keajaiban) dari jalan yang tidak dikira oleh manusia.

Untuk pada saat ini mungkin keharmonisan tentu dapat diraih oleh jiwa manusia. Di kalangan sufi sendiri menggunakan keharmonisan musik melalui sama’.

Tetapi untuk musik duniawi pada era saat ini, terdapat pada musik yang ber-genre

Kapetela, yakni musik yang menggunakan suara manusia yang mengisi satu sama lainnya. Akan tetapi jenis musik Kapetela sendiri kadang didapatkan instrumen musik yang mengiringinya. Akan tetapi mereka memaksimalkan bermusik tanpa

83

unsur musik. Snada adalah grup musik yang sering menggunakan jenis musik

Kapetela atau yang dikenal dengan sebutan Kantata.100

Musik Duniawi pandangan Inayat Khan sangat berbeda dalam musik duniawi yang saat ini secara umun maupun bahasa, di mana dalam perkembangan musik itu sendiri jenis atau genre dalam musik pada modern ini sangat beragam, seperti yang ditulis dalam bab tiga dalam “Musik Dalam Pandangan Islam”, bahwa musik yang ada pada modern ini sangatlah mengkhawatirkan di mana musik dilihat dari beragai aspek dalam keburukan dan kemaksiatan, salah satunya yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari, sebut saja musik genre dangdut yang pada saat ini hanyalah sebagai musik yang mengandung unsur erotis, dan masih banyak lagi sehingga terdapat pula musik yang mengklopromatirkan anti Tuhan.101 Tetapi ada pula yang musik bernuansa Islami, yakni musik-musik yang mengandung unsur

Islam, sebut saja musik Nasyid yang memiliki unsur Islam dalam liriknya yang mengandung pujian terhadap Tuhan bahkan menyanyikan sholawat.

Demikian musik duniawi Inayat Khan hanya sebuah definisi dari musik yang dimiliki oleh keharmonisan alam semesta dari segenap miniaturnya dan sebagai musik spiritual yang bersifat esoterik.

C. Musik Sebagai Kesatuan Makro dan Mikro Kosmos.

Menurut Hazrat Inayat Khan musik mempunyai dimensi makro; bahwa arsitektur adalah musik, taman adalah musik, pertanian adalah musik, lukisan adalah

100 Perpaduan suara, lihat Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal.303

101 Alwi, Shiha, Islam Inklusif, hal. 234

84

musik, puisi adalah musik.102 Hazrat Inayat Khan mengambil pengertian bahwa alam dengan segala keteraturan dan ketidak keteraturannya, sebagai suatu harmoni dan juga keselarasan akan ciptaan Tuhan. Keharmonisan tersebut merupakan suatu bagian dari musik mikro.

Bagi setiap orang dapat dengan mudah tertarik dengan musik, di mana ia akan segera merasakan terhadap musik apabila ia mendengarkan suara atau bunyinya. Kemudian musik juga diperuntukan bagi siapa saja yang sebagaimana tanpa harus memandang kasta, warna kulit, suku, dan apapun yang membedakannya.

Oleh karena itu setiap yang dipandang dengan musik adalah merupakan sebagai hati lembut yang ada pada setiap manusia-manusia. Dalam buku Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, Hazrat Inayat Khan mengungkapkan bahwa; “Musik saja yang bisa dapat menjadi sarana penyatuan jiwa dari berbagai ras, bangsa, dan suku yang sekarang ini terpecah belah”.103

Maka kemudian dengan hati yang lembut musik akan ditarik, sehingga manusia bisa dapat merasakan kesenangan yang mana ia tidak mengiranya kesenangan itu, maka karenanya musik dapat diibaratkan sebagai sesuatu hal yang berbentuk seni dan indah bagaikan seni Surgawi.

Manusia merupakan sebagai mikro kosmos, sebagaimana manusia sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. Ia diberikan keleluasaan oleh Tuhan untuk manjadi bagian dari penghuni bumi. Akan tetapi dengan manusia itu sendiri

102 Ibid, hal. 5. 103 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 10

85

atau manusia dengan segala kekurangannya, ada kalanya ia melakukan yang membuat kerusakan dan sering bertikai sehingga terjadinya pertumpahan darah.

Dalam Al-Qur‟an pada surat al-Baqarah ayat 30 Allah berfirman:

  ..                           

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Meraka berkata: “mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfiman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui”104 Salah satu bentuk dari kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia adalah pengelolahan alam yang terlalu berlebihan, sehingga timbul kerusakan tersebut.

Dengan demikian alam ini memerlukan sesuatu penyeimbang terhadap kerusakan yang ada dengan apa yang melakukannya rotasi terhadap dirinya sendiri.

Selain itu, jika hutan-hutan akan ditebang pohon-pohonnya dengan cara membabi buta, maka akan menyebabkan terjadinya bencana banjir dan bencana banjir tersebut melahirkan keseimbangan yang merupakan apa yang diperlukan oleh alam agar dapat menyesuaikan dengan keadaan.

Selanjutnya, dari manusia pula selain merusakan alam ini, ia dapat menumpahkan darah, akibat dari ulah manusia itu sendiri. Kemudian ia juga berusaha memonopoli alam dengan menghalalkan segala cara, dengan berbuat

104 R.H.A. Soenarjo dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 13

86

kecurangan, bahkan membunuh manusia yang lainnya dengan alasan demi kepentingan pribadi atau diri sendirinya. Maka dengan demikian, nafs merupakan sebagai salah satu faktor yang menjadikan manusia lupa terhadap lainnya, sehingga ia menjadi sebagai sumber disharmoni, yang menyebabkan terjadinya kerusakkan- kerusakkan di muka bumi ini.

Pada awal mulanya musik dipahami oleh Hazrat Inayat Khan sebagaimana bermusik dengan menggunakan instrument biasa, namun dengan perkembangan spiritualnya maka perkembangan pula pemahaman Hazrat Inayat Khan terhadap musik. Dalam perkembangan selanjutnya musik dipahami sebagai salah satu sarana pengenalan terhadap Tuhan, dimana Tuhan dianalogikan sebagai sumber keindahan, dan musik merupakan hasil dari keindahan.105

Musik tidak dapat diekspresikan melalui bahasa, akan tetapi melalui keindahan ritme dan nada yang jauh melampaui bahasa, dengan semakin sadar seseorang pemusik tentang akan misi hidupnya, maka semakin besar pula pengabdian yang bisa dapat dia lakukan bagi perikemanusiaan.106

Maka tidak ada yang perlu diragukan lagi bahwa musik sungguh merupakan dapat menjadi alat pemersatu atau kesatuan antar manusia dengan manusia lainnya, tanpa ada perbedaan, termasuk berbeda agama, dan dalam mengarungi kehidupan.

Namun hal ini akan berlaku jika penggunaan musik berarti musical dalam berpikir, berkata, dan berbuat.

105 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, hal. 8. 106 Ibid, hal. 10

87

Selain dengan manusia lainnya, maka alam juga merupakan suatu faktor yang tidak boleh dapat dilupakan. Sebab pada hakikatnya manusia hidup di alam, dan alamlah yang membentuknya. Dapat pula dikatakan bahwa alam dan manusia merupakan bentuk-bentuk dari roh .

Universal (ar-Ruh) atau roh Tuhan, atau alam dan manusia itu sebagai aspek yang saling melengkapi dari wujud “pan-kosmik” tanggal yang merupakan simbol

Tuhan.107

Manusia tidak dapat eksis jika tidak bersatu dengan manusia. Akan tetapi dengan bersatu dengan alam, manusia bisa dapat mempertahankan eksistensinya, hingga keberlangsungan alam selesai. Simfoni dengan alam semesta berarti dapat memahami bahasa alam, maka dengan adanya satu daya tarik menarik dari antara keduanya, untuk saling melestarikan dan juga memelihara keberlangsungannya.

Demikian dengan terciptanya keharmonisan antara alam dan manusia, dapat tercapailah keinginan batin manusia untuk mencapai spiritual terhadap Tuhan.

D. Bentuk dan Pemanfaatan Musik Spiritual Inayat Khan.

Tidak ada satupun bagian di dunia ini yang dapat membantah akan kegaiban musik, baik di Barat maupun di Timur. Musik sendiri adalah bahasa ruh, yang mana dapat menyatukan suatu perbedaan, baik manusia dari kebangsaan maupun ras manusia itu sendiri. Lebih jauh Inayat Khan memandang musik adalah sebuah

107 Titus Burchkhardt, Mengenal Ajaran Kaum Sufi, (Jakarta: Pustaka jaya, 1984), hal. 103.

88

jembatan antara manusia dan Tuhan. Artinya musik dapat menyatukan manusia dengan manusia lainnya bahkan manusia dengan Tuhan.108

Bagi Inayat Khan untuk menyatukan manusia dengan Tuhan sendiri memiliki beberapa aspek, di antaranya; keyakinan, di mana keyakinan manusia kepada Tuhan. Efek dari aspek keyakinan karena keyakinan akan relasi keberadaan

Tuhan, di mana Tuhan tidak hanya di Surga saja, melainkan ada disekeliling seseorang. Karena dengan keyakinan seseorang akan tiba titik sebuah kesatuan yang hidup.

Sedangkan dengan kehidupan memiliki dua aspek; pertama, bahwa manusia selaras atau harmoni dengan lingkungan sekelilingnya. kedua, adalah bahwa manusia dapat menyelaraskan dirinya sendiri walaupun ada di lingkungan sekitar.

Sehingga Inayat Khan mengatakan bahwa dengan bantuan musik maka seseorang dapat memperoleh ketenangan dan perdamaian.109

Dalam bentuk musik spiritual Inayat Khan para sufi menggunakannya dalam bentuk sama’ yakni mendengarkan lantunan musik dan dengan tarian mereka mengekpresikannya. Karena mereka meyakini dengan sebuah pengekspresian tarian di dalamnya adalah sebuah ke hendak dari sumber hakikatnya, yaitu Sang Kekasih, dan kadang tarian adalah wajah dari sang kekasih.110

108 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, hal. 67

109Ibid, hal. 69 110 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Spiritual Psikologi, hal. 89

89

Para sufi menggunakan musik atau tarian bukan sebagai dalam bentuk kesenangan, tapi melainkan untuk pemurnian doa kepada Tuhan. Tarekat Chisytiyah adalah tarekat yang melakukan musik dengan tarian sebagai spiritualnya. Ada beberapa sarana pemurnian berdasarkan pengamatan umum, dan semuanya tampak baik, ataupun semuanya tampak buruk. Sebuah motto Yunani mengatakan;

“Kejahatan adalah bagi orang yang berfikir jahat”. Maka sesuatu kesenangan yang amat kecil merupakan suatu doa kepada Tuhan.

Dalam pemanfaatan musik dalam tarekat Chiyti yaitu; untuk menghangatkan hati, dan menghasilkan perasaan. Sebagaimana ketika seseorang telah mengerti bahwa segala sesuatu di dunia ini salah, dan bahwa setiap makhluk tidak benar, maka yang hanya diinginkannya datang hanyalah sebuah kebijaksanaan yang datang. Contohnya ketika seorang anak kecil yang sangat kuat magnetnya karena kehangatan musik. Artinya ia ramah pada siapapun, namun jika kecerdasaannya tumbuh dan melakukan perbedaan, seperti “yang ini menyenangkan aku dan yang itu tidak menyenangkan aku” sehingga ketidak benaran datang padanya dan rasa egois pun tumbuh dalam dirinya hingga dalam tataran tertentu. Maka dalam terekat

Chisty menggunakan musik sebagai untuk menghentikan rasa dingin (egois) dengan vibrasi dalam bentuk suara untuk menghasilkan suara.111

Menari adalah suatu reflek jiwa atau gerak tubuh manusia yang telah dimasuki oleh unsur seni musik. Dalam tasawuf menari biasa dilakukan oleh

Darwis yang merupakan orang-orang yang melakukan metode tertentu untuk melalui jalan spiritual, dan berusaha menjalani kehidupan sebisa mungkin jauh dari tengah-

111 Inayat Khan, Dimensi Dimensi Musik dan Bunyi, hal. 72

90

tengah dunia.112 Dan para darwis juga disebut sebagai faqir, dan mereka paling kuat. Darwis adalah seseorang yang mampu untuk melakukan dan melihat keajaiban. Mereka adalah ahli mimpi, dan pencipta Tuhan, menyembah Tuhan di alam, terutama pada alam manusia.113

Mereka adalah orang-orang yang sungguh menikmati keindahan musik, jiwa dan ruhnya peka terhadap pusat-pusat yang terbuka, di mana yang menjadikan diri mereka sebagai media resonasi musik yang mereka dengar. Maka dengan itu musik menyentuh mereka dengan cara berbeda dari yang lainnya, di mana musik menyentuh kedalaman diri mereka sehingga dengan tersentuhnya mereka oleh musik, mereka mewujudkan berbagai kondisi yang berbeda, yang biasa disebut oleh para sufi sebagai hal (kondisi). Demikian siapapun yang tersentuh oleh jiwa dengan musik maka akan mewujudkan ekstase, yang dikenal oleh para sufi dengan sebutan

“wajad” yaitu dalam bentuk air mata, keluh kesah, atau tarian.

Deskripsi di atas menyimpulkan bahwa bentuk yang digunakan dalam musik demensi musik spiritual Inayat Khan salah satunya yakni sebuah tarian dan dimanfaatkan sebagai mewujudkan Tuhan di hadapannya. Adapun yang memanfaatkan atau menggunakan musik sebagai alat atau sarana spiritualnya yaitu; tarekat Chisytiyah dan Tarekat Malawiyah.

112 Ibid. hal. 73 113 Kalabadzi, Abu Bakar M. Ajaran-ajaran Sufi, hal. 55

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Musik ternyata dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik itu untuk manusia itu sendiri, atau pun untuk orang lain dan untuk kehidupan sekitar. Musik muncul tidak hanya dalam bentuk yang biasa, akan tetapi musik muncul dalam bentuk yang beragam atau bervariatif. Dari penelitian yang dilakukan penulis terhadap konsep musik spiritual menurut pandangan Hazrat

Inayat Khan, penulis mendapatkan beberapa kesimpulan dari musik spiritualnya.

Pertama, Inayat Khan menganggap bahwa alam semesta adalah sebagai landasan musik spritualnya, dimana Inayat Khan sendiri manganggap bahwa musik adalah merupakan awal dan akhir dari kehidupan alam. Inayat Khan memandang bahwa musik sendiri dalam bahasa sehari-hari hanyalah merupakan sebuah miniatur dari alam, sebagaimana musik terdapat dari sumber yang berasal dari asal hakikatnya. Maka dengan itu Inayat memandang musik adalah suatu kesenian yang sakral, karena dalam musik Inayat Khan memandang bahwa penonton dapat melihat gambaran dari keseluruhan alam semesta, dan dalam lingkup musik pula ia dapat menginterpretasikan rahasia dari sifat karya keseluruhan alam.

Kedua, dalam dimensi musik spiritualnya Inayat Khan menganggap bahwa spiritualitas dapat diperoleh dari sebuah keharmonisan, dan musik itu sendiri dari sebagai keharmonisan, dan keharmonisan adalah merupakan sumber manifestasi,

91 92

dan penyebabnya eksistensi, serta merupakan sarana antara manusia dengan

Tuhan. Sebagaimana musik yang dianggap miniatur dari alam sebagai jembatan antara manusia terhadap Tuhan.

Inayat Khan mengungkapkan jika seseorang ingin meraih spiritualitas maka seseorang tersebut harus menyadari bahwa alam semesta adalah simfoni, yang mana setiap simfoni tersebut adalah merupakan sebuah nada. Karena alam semesta mengekpresikan dari gerakan-gerakannya yaitu gerakan yang termulia yang menghasilkan suara atau bunyi yang mempunyai lantunan yang berasal dari sang Pemilik-Nya. Karena lantunan dari gerakan-gerakan mulia alam memiliki sebuah keharmonisan yang dimainkan oleh sang Pencipta-Nya. Sehingga Inayat

Khan mengkuatkan pandangannya dengan menganggap bahwa musik adalah gambaran dari seorang kekasih, di mana seorang kekasih ini adalah merupakan sumber dan tujuan dari spiritual Inayat Khan, yaitu; Tuhan.

Ketiga, dari keharmonisan musik dari alam, maka Inayat Khan memandang bahwa musik memiliki kesatuan antara makro dan mikro kosmos.

Dalam dimensi musik makro, Inayat Khan mengatakan bahwa arisektur adalah musik, taman adalah musik, pertanian adalah musik, lukisan adalah musik, dan puisi adalah musik serta sebagainya, tetapi Inayat Khan sendiri menyimpulkan bahwa alam dengan segala keteraturan dan ketidak keteraturanny adalah merupakan sebuah keharmonisan dan juga keselarasan atas ciptaan Tuhan. Karena keharomisan itu sendiri merupakan suatu bagian dari musik mikro kosmos.

Karena musik itu hanya miniatur dari segenap alam semesta yang memiliki keharmonisan, dan manusia juga sebagai miniatur dari alam, harus

93

menunjukan keharmonisan yang sama dengan musik. Karena kesenangan ataupun kedamaian akan tercapai jika seseorang berada dalam kondisi yang benar-benar harmoni dari segenap alam.

Demikian Inayat Khan menanggapi musik adalah sesuatu kesenian yang sakral dan menjadikan suatu dimensi spiritualnya untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhan, karena musik merupakan unsur sarana pengenalan terhadap Tuhan. dan Tuhan dianggap sebagai sumber keindahan, dan keindahan itu juga yang dimiliki oleh musik.

B. Saran-Saran.

Pemikiran Hazrat Inayat khan tentang musik, merupakan suatu fenomena yang dapat membuka khasanah kehidupan manusia khususnya di kalangan ataupun kehidupan maupun dalam ajaran tasawuf, karena musik sendiri adalah sesuatu yang dimiliki oleh naluri manusia. Dengan dimensi musik yang luas, dapat menjadi suatu pelajaran bagi manusia dalam menjalani kehidupan yaitu dalam kalangan sufi. Terutama bagi mereka yang menyukai musik, baik itu yang memainkannya, maupun hanya sebagai pendengar saja, karena musik sendiri dapat mengangkat jiwa manusia ke dalam alam rohani jika ia mendengarkan lantunan-lantunan melodi indah atau musik (as-sama’).

Namun ada beberapa macam kendala yang dialami penulis dalam menuangkan hal lainnya yang diperoleh dari pemahaman-pemahaman ini. Musik tidak hanya bermanfaat sebagai ekspresi keagamaan dan juga saran spiritual saja,

94

namun ia juga dapat menjadi manfaat bagi hal-hal lainnya. Baik itu bersifat praktis maupun teoritis.

Dalam hal teoritis, kajian ini dapat dijadikan suatu sumber pengetahuan tentang musik yang terlihat, terasa dan terdengar, dengan musik yang dilupakan oleh manusia, yang bukan bersifat fenomena namun nomena, baik itu yang bersifat sosial, politik, kebudayaan dan lain sebagainya.

Sedangkan dalam tatanan praktis, adalah bagi seorang pemusik, sebagai pencipta seni harus bisa menciptakan keindahan dalam irama musik, sehingga orang bisa mendengarkan dengan nikmat atas suaranya. Musik tidak akan terasa indah apabila antara pendengar dan pemain musik tidak ada hubungan yang intim dalam merasakan keindahan. Walaupun hal ini didasari akan selera orang yang berbeda-beda, harmoni, tidak akan tercapai hanya dengan menggunakan satu pihak, atau sama halnya dengan bertepuk sebelah tangan, dan tepukan tidak akan tercapai.

Dalam kehidupan tidak akan terasa damai apabila seseorang saja yang berlaku damai, sedangkan yang lainnya tidak, maka dengan demikian tidak akan ada musik yang indah ataupun kedamaian.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, dkk. (ed). Ensiklomedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Siapa Bilang Musik Haram; Pro Kontra Masalah Musik dan Nyanyian. terj. Abu Umar Basyir dari buku Tahrim alat ath-Tharb. Jakarta: Darul Haq, 2008.

Armstrong. Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, terj. Amatullah dari buku The Mystical language of Islam. Cetakan ke III. Bandung: Mizan, 2000.

As, Asraman. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.

Bagdadi, Abdurrahman. Seni Musik dalam Pandangan Islam: Seni Vocal, Musik, dan Tari. Jakarta: Gema Insani Press, 1994.

Budilinggono, Bentuk dan Analisis Musik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993.

Burckhardt, Titus. Mengenal Ajaran kaum Sufi. Jakarta: Pustaka Jaya, 1984.

Connolly (Ed.), Peter. Aneka Pendekatan Studi Agama. Yogyakarta: LKiS, 2002.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996.

Gazalba,Sidi. Pandangan Islam Tentang Kesenian. Jakarta: Bulan Bintang, 1977

------, Islam dan Kesenian; Relavansi Islam dan Seni Budaya, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1988.

Hamka. Tasawuf Perkembangan dan Kemurniannya. Cetakan ke XIX. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994.

Jabbar, Muhammad Abdul. Seni Dalam Kebudayaan Islam. Bandung: Mizan, 1988.

James, William. The Varieties of Religious Experience; Pengalaman-pengalaman Religius. Yogyakarta: Jendela, 2003.

Kalabadzi, Abu Bakar M. Ajaran-ajaran Sufi. Bandung: Mizan, 1995.

Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, terj. Subagiono dan Fungky Kusnaendy Timur dari buku The mysticism of Sound and Music, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002)

95 96

------, Kesatuan Ideal Agama-agama, terj. Anand Krishna dari buku The Unity of Religious Ideals, Yogyakarta: Pustaka sufi, 2003.

------, The Heart of Sufism. London-The Hague: East-West Publications, 1982.

------, Dimensi Spiritual Psikologi, terj. Andi Haryadi dari buku Spiritual Dimensions of Psychology. Jakarta:Pustaka Hidayah, 2000.

Kartanegara, Mulyadhi. Menyelami Lubuk Tasawuf. Penerbit Erlangga, 2006.

Lewishon (Ed), Leonard. Warisan Sufi; Warisan Sufisme Persia Abad Pertengahan (1150-1500). Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003.

Mahaya, Abdul. Bersufi Melalui Musik: Sebuah Pembelaan Musik Sufi Oleh Ahmad al-Ghazali. Yogyakarta: Gama Media, 2003.

Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1999.

Nurbakhsh, Javad. Tenteram Bersama Sufi. Penerjemah Zainul AM. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004.

Qardhawi, Yusuf. Islam Bicara Seni. Solo: Era Intermedia, 2004.

Salad, Hamdi. Agama Seni: Refleksi Teologis Dalam Ruang Estetik. Yogyakarta: Yayasan Semesta, 2000.

Sarraj, Abu Nashr. Al-Luma’ Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf. Surabaya: Risalah Gusti, 2002.

Shihab, Alwi. Islam Inklusif, Bandung: Mizan, 1999.

Shihab, Quraish. Fatwa-Fatwa Seputar Wawasan Agama. Bandung: Mizan, 1988.

Simuh, Tasawuf dan Perkembangan Dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996

Singh, Nagendra Kr. Encyclopedia of Muslim Biography: India, Pakistan, and Bangladesh. New Delhi: A.P.H. Publishing Corporation, 2001.

Siregar, Rivay A. Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000

97

Wach, Joachim, Ilmu Perbandingan Agama: Inti dan bentuk Pengalaman Keagamaan. Jakarta: Rajawali Pers, 1996.

Yunasri, Ali. Jalan Kearifan Sufi; Sebagai Terapi Derita Manusia. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002.

Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995.

Zaini, Fudoli. Sepintas Sastra Sufi: Tokoh dan Pemikirannya. Cetakan ke I. Surabaya: Risalah Gusti, 2000.