Awalnya Permukiman Nelayan, Dubai Bertransformasi Menjadi Salah Satu Metropolitan Paling Mentereng Di Timur Tengah
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Aneh Tapi nyata Awalnya permukiman nelayan, Dubai bertransformasi menjadi salah satu metropolitan paling mentereng di Timur Tengah. Tahun ini, sebagai tuan rumah World Expo, ia akan menikmati momen sebagai pusat dunia. Seperti apa sebenarnya kehidupan riil di kota ini? TEKS & FOTO OLEH NICK HANNES Ujung Jalan Ujung seutas jalan yang membelah kawasan gurun Al Qudra di sisi selatan pusat kota Dubai, Uni Emirat Arab. 74 m elongok lewat jendela kamar, saya menangkap sosok kota yang berdenyut cepat. Porter menarik gerobak, orang India menga- yuh sepeda, orang Afrika bergerak dengan ju- bah sarat warna, orang Rusia cuek seliweran memperlihatkan kakinya, orang Islam salat di trotoar, pedagang jalanan merapal mantra: “Arloji, mister? iPhone? Harga bagus!” Malam harinya, saya kembali mengham- piri jendela dan menyaksikan pemandangan yang lebih profan: para pekerja seks komersial berkeliaran. Di jalan-jalan sekitar hotel, kartu nama panti pijat diselipkan di gagang-gagang pintu mobil yang terparkir, dengan menam- pilkan nomor telepon dan foto wanita. Saya sedang berada di Deira, jantung ka- wasan tua Dubai, sebuah tempat yang me- nyimpan kisah masa lalu kota ini sebagai permukiman nelayan dan petani mutiara. Hotel saya berada persis di bawah jalur pener- bangan pesawat, dekat sebuah minaret. Kamar- nya agak pengap, tapi dibandingkan kamar hotel lainnya, tarifnya cukup murah. Menaiki Metro di Baniyas Square, saya honan izin foto kepada perusahaan pengem- mal. Salah satu mal bahkan mematok “bea menampilkan wajah-wajah bahagia dengan meluncur ke kolong sungai, lalu mendarat bang, serta pengelola taman hiburan, mal, lokasi” €2.500 untuk satu sesi foto. Sementara latar matahari terbenam. di Dubai versi muda. Dalam pandangan per- kelab malam, restoran, padang golf, juga hotel. dalam surat izin keluaran Global Village ter- Ketatnya pengawasan umumnya dilandasi tama, panorama cakrawala kota ini menak- Kadang saya langsung menerima tanggapan, tera larangan “meliput adegan yang tidak se- dalih “menjaga privasi tamu.” Di pantai atau jubkan. Menatap dari gerbong terakhir, saya walau sebagian besar surel tak berbalas. nonoh… dan membahas isu terkait politik, jalan umum, yang kadang berubah status dibuat menganga oleh barisan pencakar langit Saya pun mengganti taktik dengan melacak keamanan, agama, ataupun ekonomi.” menjadi pantai atau jalan pribadi, saya beru- yang seolah tak berujung di sepanjang Sheikh profesi yang tepat: direktur pemasaran, mana- Demi memastikan regulasi dipatuhi, saya lang kali ditegur, “Hanya boleh foto memakai Zayed Road. Saya telah tiba di Dubai yang jer komunikasi, serta staf humas. Sayangnya, kerap diawasi. Di tempat-tempat premium se- smartphone, Pak.” Sementara di taman bunga semampai. Dubai yang modern. mereka tidak terkesan dengan nilai fotografi macam Hotel Atlantis dan Madinat Jumeirah, Miracle Garden berlaku larangan penggunaan Awalnya, saya tidak tahu banyak tentang seni maupun dokumenter, karena itu saya kepala divisi humas hotel terus menempel lensa berukuran lebih dari 100 milimeter. Dubai. Paling-paling hanya beberapa asumsi mesti menawarkan sesuatu yang lain, salah saya dalam proses memotret. Di Burj Al Arab, Pihak satpam tidak paham alasannya, tapi dan prasangka. Tapi kemudian dari 2016 hingga satunya iming-iming publikasi. Kian populer saya diizinkan mendokumentasikan kamar saya curiga ada hubungannya dengan privasi. 2018 saya memutuskan menggarap proyek media yang sepakat menerbitkan karya saya, kosong, tapi dilarang mengambil gambar lobi Dubai bukanlah tempat di mana Anda Kerja Bakti dokumenter Garden of Delight yang berupaya kian besar peluang saya mendapatkan izin foto. dan jalan masuk hotel. Ada kalanya, saya di- bebas mengeluarkan kamera dan mengambil Para buruh konstruksi sedang merekam apa sebenarnya yang melanda kota Beberapa lembar izin akhirnya diberikan, minta memperlihatkan hasil foto sebelum gambar. Selalu ada yang mengawasi. Ratusan bekerja di dekat ini. Sebuah kota paling ajaib di Timur Tengah. walau sebagian berlaku terbatas dan mensya- mengirimkannya ke redaktur media. Di mo- CCTV mengamati setiap langkah. Agen kea- Dubai Water Canal dengan latar bela- Berminggu-minggu sebelum terbang ke ratkan banyak batasan, contohnya larangan men yang lain, saya ditawari memakai foto- manan swasta dengan jeli mampu membeda- kang menara jang- Dubai, saya melayangkan ratusan surel permo- mewawancarai ataupun memotret para tamu foto promosi milik pihak properti yang kan antara turis dan fotografer profesional. kung Burj Khalifa. DESTINASIAN.CO.ID – APRIL-JUNI 2020 APRIL-JUNI 2020 - DESTINASIAN.CO.ID 76 Mencoba memotret secara diam-diam bukanlah izin foto di sini, lantaran ada banyak tamu VIP pilihan, apalagi di dalam ruangan di mana saya yang hadir. perlu memakai tripod atau flash. Sarsi (brunch) adalah atraksi populer bagi Belakangan, saya mulai memahami obsesi kaum ekspatriat. Cara kerjanya simpel: mem- Dubai atas kontrol dan privasi. Dubai adalah bayar di muka, kemudian melarutkan diri da- sebuah merek—dan merek punya citra yang lam tumpukan makanan, mulai dari foie gras, perlu dilindungi. Prinsip mereka: mencegah tiram, lobster, sushi, babi guling, melon dengan lebih mudah ketimbang memperbaiki. vodka, keju dan wine, daging dan ikan. Anda juga bisa membenamkan diri dalam minuman, Di Dubai, dekadensi dianggap sebagai ke- Selera Kota kadang secara harfiah. Di Blue Marlin Beach Tukang kebun muliaan. Ketika CNN pada 2017 melansir daftar menyirami pohon- Club, seorang wanita Rusia dengan bikini hitam “restoran paling dekaden di Dubai,” Cavalli pohon palem di tepi dan hak stiletto dengan sengaja menumpah- area parkir. Kanan, Club dan Billionaire Mansion dengan bangga dari atas: Remaja kan segelas sangria ke tubuh seorang pria Turki, mengumumkan keberhasilan masuk nomi- bermain biliar di Hub lalu menjilati cairan yang tersisa. Zero, pusat hiburan nasi itu pada laman Facebook mereka. Hotel di City Walk Mall; Pesta eksesif di siang hari diimbangi oleh mewah lainnya, Habtoor Palace, menggelar sebuah Lamborghini hedonisme malam hari. Populasi pekerja asing terparkir di muka “Versailles Decadence Brunch” di gerai Brasserie St. Regis Dubai (kini di Dubai meningkat sejalan dengan penam- Quartier saban Jumat. Saya gagal mendapatkan Habtoor Palace). bahan jumlah diskotek—dan dengan itu 78 79 Populasi pekerja asing di Dubai meningkat sejalan dengan penambahan jumlah diskotek—dan dengan itu clubbing pun merekah jadi bisnis yang lukratif. Dalam kompetisi bisnis nokturnal yang ketat, kunci suksesnya ialah membangun reputasi secepat mungkin. Pengelola diskotek rela berinvestasi besar untuk tampil menonjol: menawarkan interior memukau, permainan lampu canggih, DJ kondang, penari go-go, sirkus api, sesekali menyewa orang kerdil se- bagai hiburan tambahan. Satu resep sukses lain yang tak boleh dilupakan ialah menda- tangkan sebanyak mungkin wanita cantik. Acara semacam Ladies Nights terbukti manjur untuk menyiasati profil demografis Dubai: 75 persen warga kota ini berjenis kelamin laki- laki. Diskotek yang penuh pria adalah diskotek yang terancam bangkrut. Tentu saja, semua aset itu bisa dengan mudah direplika. Jarang ada diskotek yang punya karakter kuat dalam hal atmosfer, musik, maupun profil pengunjung. Kota yang generik memang rentan memunculkan kehi- dupan malam yang generik. Suatu kali di kelab clubbing pun merekah jadi bisnis yang lukratif pramuria molek berparade membawa Dom untuk duduk di sebelah temannya, bukan di Armani/Privé, ketika lantai dansa dipenuhi di Ibu Kota Pesta Timur Tengah ini. Sebagian Pérignon menuju meja tamu. pangkuannya. Mereka yang berciuman terlalu manusia, seorang wanita asal Inggris duduk besar diskotek bersarang di lantai atas hotel Meja paling eksklusif berada di belakang mesra akan mendapatkan ketukan peringatan mengeluh di sebelah saya. “Sangat membo- dan dilengkapi akses terpisah demi meng- DJ. Di sini, para petugas keamanan menjaga di bahu. Saya pun mendapatkan ketukan di sankan di sini,” katanya seraya memutar bola hindari kontak antara pecandu pesta dan privasi para tamu dengan ketat ibarat serdadu bahu karena mengarahkan kamera ke pasangan matanya. Saya bertanya alasannya, dan dia tamu hotel. Setiap Jumat, pemandangannya elite di gerbang kastel. Anda harus diundang yang bertindak agak cabul. “Foto seperti itu bisa hanya menjawab, “kualitas tamunya.” sangatlah kontras: masjid dipenuhi jemaah, oleh pemilik meja untuk bisa masuk. Barang membuat kelab ini ditutup,” ujar sang penjaga. Pesta di diskotek rampung pukul tiga su- sementara diskotek panen pengunjung. tentu, wanita belia punya peluang jauh lebih Umumnya, para tamu diskotek menyukai buh. Musik mati, lampu sorot mati, botol- Tamu berkocek tebal biasanya memesan besar ketimbang fotografer seperti saya. sorotan kamera, mungkin karena merasa ting- botol disimpan. Wanita-wanita limbung dengan “meja.” Bentuknya mirip sebuah “pulau” di Melayangkan pandangan, saya mendapati kah polah mereka diperhatikan. Orang-orang tangan menenteng Louboutin bergiliran me- tengah semua kesenangan: meja besar yang orang-orang Afrika bertubuh kekar di titik-titik terus meminta difoto dengan pose tipikal— masuki taksi. Para PSK membidik pria-pria yang Vila Segara dikelilingi sofa dan dikelilingi tali beledu strategis. Mereka tidak tertawa, tidak makan, dada busung, bibir monyong—yang lazim pulang sendirian. Prototipe Floating Seahorse, vila merah. Meja ini mewakili status sosial. Masing- juga tidak minum. Hanya berdiri tegap dengan diharapkan oleh fotografer pesta. Banyak orang terapung dengan masingnya dilayani pramusaji khusus, dengan pakaian ketat