DISERTASI

PENGELOLAAN PULAU REUSAM – KABUPATEN JAYA MENJADI KAWASAN EKOWISATA BERBASIS SYARIAH

DISUSUN

Oleh IZWAR NIM: 168106005

PROGRAM DOKTOR ILMU PENGELOLAAN SDA DAN LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN - 2020

Universitas Sumatera Utara

PENGELOLAAN PULAU REUSAM – KABUPATEN ACEH JAYA MENJADI KAWASAN EKOWISATA BERBASIS SYARIAH

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MH Untuk dipertahankan dihadapan siding Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

Oleh

IZWAR NIM: 168106005 Program Doktor (S3) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PROGRAM DOKTOR ILMU PENGELOLAAN SDA DAN LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN - 2020

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan Berkah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Disertasi pada Program Doktor (S3) Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Selawat beriring salam kita sanjung sajikan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW beserta Al-sahabat dan Keluarga, yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju alam ilmu pengetahuan. Disertasi dengan judul “Pengelolaan Pulau Reusam–Kabupaten Aceh Jaya Menjadi Kawasan Ekowisata Berbasis Syariah” adalah merupakan syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pengelolaan Lingkungan dan Sumberdaya Alam pada Universitas Sumatera Utara. Selama melakukan penulisan disertasi ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MH, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr, Robert Sibarani, MS., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si, M.Si dan Dr. Delvian, SP. MP., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. 5. Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si, M.Si dan Bapak Prof. Dr, Robert Sibarani, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. 6. Bapak Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si, M.Si., dan Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut,. M.Si., selaku Komisi Pembanding dalam institusi serta Prof. Dr. Hasballah Taib, MA selaku Komisi Pembanding dari luar institusi atas saran dan kritik yang diberikan. 7. Menristek Dikti dan Tim BUDI DN Universitas Sumatera Utara atas dukungan beasiswa selama penulis menjalani pendidikan ini. 8. Orang tua saya Bapak, Ibu dan Adek yang selama hidupnya selalu mendoakan, memberi semangat, dorongan moril dan materi serta doa yang tulus kepada penulis menuju kehidupan yang lebih baik di saat ini. 9. Istriku Dian Kristanti, M.Pd dan anakku Akklema Zia Azzahra, yang kehadirannya memberikan kesejukan, senyuman dan semangat yang membuahkan optimisme kepada penulis untuk terus maju menampaki jalan yang baik dalam hidup ini.

Universitas Sumatera Utara

10. Ibuk Wiwik dan Ibuk Farisna serta seluruh civitas akademik Pascasarjana yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini.. 11. Para Kepala Dinas Terkait beserta jajarannya di Kabupaten wilayah penelitian yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian hingga selesai. 12. Para Dosen dan staf Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberi ilmu dan kemudahan-kemudahan kepada penulis dalam menjalani pendidikan hingga selesai. 13. Kawan dan Sahabat sebagai Keluarga Besar Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberi semangat dan doanya kepada penulis dalam menjalani pendidikan hingga selesai disertasi ini. 14. Geujhik dan Sekretaris Gampong Lhok Timon yang telah memfasilitasi penelitian ini. 15. Bapak Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Jaya, Staf Khusus Bupati, Kepala Dinas Pariwisata beserta unsur masyarakat Aceh Jaya yang telah membantu penelitian ini.

Penulis menyadari disertasi ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga disertasi ini bermanfaat terutama kepada penulis sendiri dan seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua, Amin.

Medan, 08 September 2020 Penulis,

Izwar

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap berikut gelar : Izwar Tempat/Tgl Lahir : Rambong Payong, 22 Mei 1985 Alamat : Desa Gampong Baro Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh Telepon/Hp : 085277788516 Email : [email protected]

Nama Ayah : Syafari Banta Nama Ibu : Jasmimar Harun Istri : Dian Kristanti, M.Pd Anak : Akklema Zia Azzahra

DATA PENDIDIKAN :

SD : SD Negeri Rambong Payong Tamat Tahun 1998 SMP : MTsS Babun Najah Tamat Tahun 2001 SMA : MAN Meulaboh I Tamat Tahun 2004 S1 : Sarjana Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Tamat Tahun 2009

S2 : Magister Pendidikan Biologi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Tamat Tahun 2012

DATA PEKERJAAN Jabatan : Lektor Pangkat : Penata Tk. (III/c)

DATA JABATAN :

1. Ketua Program Studi PGSD STKIP Bina Bangsa Meulaboh (2013). 2. Ketua Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bina Bangsa Meulaboh (2014). 3. Wakil Ketua Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama STKIP Bina Bangsa Meulaboh (2015). 4. UPPKH Kabupaten Aceh Jaya (2010-2018). 5. Ketua KIP Kabupaten Aceh Jaya (2018-2023)

Universitas Sumatera Utara

Lembar Pengesahan Disertasi

Judul Disertasi : PENGELOLAAN PULAU REUSAM - ACEH JAYA MENJADI KAW A SAN EKOWISATA BERBASIS .SYARJAH

Nama Mahasiswa : Izwar Nomor Pokok : 168106005 Program Studi : Doktor (S3)Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui ~rrI'IJ!N'embimbing

(Dr. Miswar Budi ulya, M.Si) r. Robert Sibarani, MS) Co-Promotor Co-Promotor

Ketua Program Studi

Tanggallulus:

Universitas Sumatera Utara

SUSUNAN PANITIA UJIAN PROMOSI DOKTOR

Judul Disertasi : Pengelolaan Pulau Reusam – Aceh Jaya Menjadi Kawasan Ekowisata Berbasis Syariah Nama Mahasiswa : Izwar Nomor Pokok : 168106005 Program Studi : Doktor (S3) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Ketua Prof. Dr. Badaruddin, M.Si

Anggota Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si) Prof. Dr. Robert Sibarani, MS Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si,. M.Si Dr. Agus Purwoko, S.Hut,. M.Si Prof. Dr. Hasbalah Taib, MA

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Aceh Province is a special area with the application of Islamic Sharia, thus making Aceh different from other regions. This difference is one factor in the increase in tourists to Aceh. Reusam Island is located in Aceh Jaya to be precise in Rigaih Bay, a tourist area that has natural potential with an attractive coastal area and beautiful ecological wealth. The increase in tourists contributes to environmental damage, and unpleasant events between local residents and tourists often occur, ignoring this problem, will have an effect on other social problems, resulting in the death of tourism activities on Reusam Island. One of the efforts to overcome the above problems is by accommodating various interests and adjusting to wisdom regarding the implementation of Islamic Sharia in Aceh Jaya, so that tourist areas can be developed without injuring the application of Islamic Sharia, and the environment is also maintained because the surrounding community is the spearhead of the ecotourism area. . The scope of this sharia- based ecotourism research, the study is not limited to halal tourism, but will carry out further studies in an effort to integrate Islamic Sharia values and norms in the development and management of ecotourism areas on Reusam Island, including in terms of all accommodations, and other tourism activities in accordance with the implementation of Islamic Sharia in Aceh Jaya. From the description above, researchers are interested in conducting research that has a direct impact on environmental and community management, it is hoped that this research can improve the standard of living of the people of Aceh Jaya, related to these conditions, the objectives of this study are 1). Analyze the carrying capacity provided by Reusam Island in sharia-based ecotourism management, 2). Assessing the capacity of available resources based on the suitability of ecotourism for the management of Reusam Island into an ecotourism area, 3). Finding a management model for Reusam Island as an ecotourism area that is in accordance with the management of Islamic Law in Aceh Jaya Regency. This study applies a mixed sequential explanatory method, which involves two stages, the first stage is collecting quantitative data and analyzing the results, and then the stage is using quantitative result data to plan (build) qualitative data. The results of this study indicate that the resources of Reusam Island based on the suitability of Maanema have the suitability of being an ecotourism area, and the carrying capacity of the Reusam Island area is 4,153 people per day, besides that the conceptual model of sharia-based ecotourism management on Reusam Island, consists of 3 (three) sub-systems. Ecotourism, namely the environmental, socio- cultural and economic sub-system, which is synergized with the application of Islamic Sharia, is guided by Qanun No. 6 of 2014 concerning Law of Jinayat and Qanun No. 8 of 2013 concerning tourism.

Keywords: Reusam Island, Aceh Jaya, Ecotourism, Sharia.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Propinsi Aceh merupakan daerah istimewa dengan penerapan Syariah Islam, sehingga menjadikan Aceh berbeda dengan daerah lain. Perbedaan ini menjadi salah satu faktor peningkatan kunjungan wisatawan menuju Aceh. Pulau Reusam terletak di Kabupaten Aceh Jaya, tepatnya di Teluk Rigaih, merupakan kawasan wisata yang memiliki potensi alam dengan kawasan pantai yang menarik dan kekayaan ekologis yang masih asri. Peningkatan pesat wisatawan ikut menambah resiko kerusakan lingkungan, dan peristiwa yang tidak menyenangkan antara penduduk setempat dan wisatawan sering terjadi, pembiaran terhadap permasalahan ini, akan berefek ke persoalan sosial lainnya, hingga mengakibatkan matinya aktivitas wisata di Pulau Reusam. Salah satu upaya mengatasi persoalan di atas dengan mengakomodir berbagai kepentingan dan menyesuaikan dengan kearifan dalam hal ini pemberlakuan Syariah Islam di Aceh Jaya, dengan demikian kawasan wisata dapat dikembangkan tanpa mencederai penerapan Syariah Islam, serta lingkungan ikut terjaga kerena melibatkan masyarakat sekitar sebagai ujung tombak pengelolaan kawasan ekowisata tersebut. Ruang lingkup penelitian ekowisata berbasis syariah ini, kajiannya tidak terbatas pada wisata halal, namun akan melakukan kajian lebih jauh dalam upaya meingtegrasikan nilai-nilai dan norma-norma Syariah Islam dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan ekowisata di Pulau Reusam, termasuk dalam hal segala akomodasi, dan aktivitas wisata lainya yang sesuai dengan kaidah penerapan Syariah Islam di Aceh Jaya. Dari uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang berdampak langsung pada pengelolaan lingkungan dan masyarakat, diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Aceh Jaya, terkait dengan kondisi tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah 1). Menganalisis daya dukung yang disediakan Pulau Reusam dalam pengelolaan kawasan ekowisata berbasis syariah, 2). Mengkaji kapasitas sumber daya yang tersedia berdasarkan kesesuaian ekowisata untuk pengelolaan Pulau Reusam menjadi kawasan ekowisata, 3). Menemukan model pengelolaan Pulau Reusam sebagai kawasan ekowisata yang sesuai dengan penarapan Syariat Islam di Kabupaten Aceh Jaya. Penelitian ini menerapkan metode campuran explanatory sequensial, yang melibatkan dua tahapan, tahapan pertama mengumpulkan data kuantitatif serta menganalisis hasilnya, dan kemudian tahapan kedua menggunakan hasil data kuantitatif untuk merencanakan (membangun) data kualitatif. Hasil Penelitian ini menunjukkan sumber daya Pulau Reusam berdasarkan kesesuaian Maanema memiliki kesesuaian menjadi kawasan ekowisata, dan daya dukung kawasan Pulau Reusam sebanyak 4.153 orang per hari, selain itu model konseptual pengelolaan kawasan ekowisata berbasis syariah di Pulau Reusam, terdiri dari 3 (tiga) sub sistem ekowisata yaitu, sub sistem lingkungan, sosial budaya dan ekonomi, yang disinergikan dengan penerapan Syariah Islam, berpedoman pada Qanun no 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dan Qanun no 8 tahun 2013 tentang kepariwisataan.

Kata kunci: Pulau Reusam, Aceh Jaya, Ekowisata, Syariah.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ...... ii ABSTRAK……...... iii DAFTAR ISI ...... iv DAFTAR TABEL...... vii DAFTAR GAMBAR ...... viii DAFTAR LAMPIRAN ...... ix

BAB I. PENDAHULUAN…...... 1 1.1. Latar Belakang…...... 1 1.2. Rumusan Masalah ...... 9 1.3. Tujuan Penelitian ...... 10 1.4. Manfaat Penelitian ...... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…...... 11 2.1. Teori dan Konsep Pelaksanaan Ekowisata.…...... 11 2.1.1 Teori Ekosistem Komplek dalam Pengelolaan Ekowisata.…...... 11 2.1.2. Konsep 4A dalam Parawisata.…...... 16 2.1.2.1. Attraction.…...... 17 2.1.2.2. Accessibility.…...... 18 2.1.2.3. Amenities.…...... 19 2.1.2.4. Ancilliary.…...... 20 2.2. Pengertian Pariwisataa.…...... 21 2.2.1 Jenis-Jenis Pariwisata.…...... 24 2.3. Pengertian dan Potensi Ekowisata.…...... 28 2.3.1. Pengertian Ekowisata.…...... 29 2.3.2. Potensi Kawasan Pesisir dan Pulau untuk Ekowisata.…... 30 2.4. Karakteristik Ekowisata Pulau ...... 33 2.4.1. Kegiatan Ekowisata Pulau ...... 34 2.4.2. Sumber Daya Pesisir untuk Ekowisata ...... 37 2.4.2.1. Ekosistem Mangrove………...... 38 2.4.2.2. Ekosistem Lamun ...... 40

Universitas Sumatera Utara

2.4.2.3. Ekosistem Terumbu Karang ...... 41 2.5. Ekowisata sebagai Konsep Perkembangan Kawasan ...... 42 2.5.1. Ekowisata dan Pembangunan Daerah ...... 43 2.5.2. Objek dan Daya Tarik Ekowisata ...... 44 2.6. Pengelolaan Kawasan Ekowisata Berbasis Masyarakat ...... 46 2.6.1. Pemberdayaan Masyarakat Disekitar Kawasan Ekowisata ...... 48 2.6.2. Ekowisata sebagai Sarana Konservasi Berbasis Masyarakat...... 50 2.7. Wisata Syariah ...... 51 2.7.1. Definisi Wisata Syariah ...... 52 2.7.2. Perkembangan Wisata Syariah Dunia ...... 55 2.7.3. Kondisi Wisata Syariah di Indoneisa ...... 56 2.8. Kerangka Pemikiran ...... 60

BAB III. METODE PENELITIAN…...... 64 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.…...... 64 3.2. Populasi dan Sampel.…...... 65 3.2.1. Populasi.…...... 65 3.2.2. Sampel.…...... 65 3.3. Jenis dan Sumber Data.…...... 66 3.4. Metode Penelitian.…...... 67 3.5. Tehnik Analisis Data.…...... 68 3.5.1. Analisis Data Kuantitatif.…...... 68 3.5.1.1. Analisis Daya Dukung.…...... 68 3.5.1.2. Analisis Kesesuaian SDA.…...... 70 3.5.2. Analisis Data Kualitatif.…...... 72 3.5.2.1. Analisis Permodelan Konseptual.…...... 72

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…...... 73 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.…...... 73 4.1.1. Administrasi Pulau Reusam.…...... 73 4.1.2. Geografi dan Topografi Pulau Reusam.…...... 73

Universitas Sumatera Utara

4.1.3. Iklim Pulau Reusam.…...... 74 4.1.4. Demografi dan Lapangan Kerja.…...... 74 4.1.5. Ekonomi, Sosial Budaya Masyarakat.…...... 75 4.1.6. Transportasi.…...... 76 4.1.7. Kunjungan Wisatawan.…...... 76 4.1.8. Prasarana Pulau Reusam.…...... 76 4.2. Tanggapan Pengujung Terhadap Pengembangan Ekowisata di Pulau Reusam.…...... 77 4.2.1. Data dan Karakteristik Responden.…...... 77 4.2.2. Tanggapan Terhadap Kapasistas SDA, Potensi Ekowisata, Daya Dukung dan Penerapan Syariat Islam.…...... 81 4.2.2.1. Daya Dukung.…...... 81 4.2.2.2. Kapasistas SDA.…...... 83 4.2.2.3. Potensi Ekowisata.…...... 85 4.2.2.4. Penerapan Syariat Islam.…...... 87 4.3. Analisis Daya Dukung.…...... 92 4.3.1. Physical Carrying Capacity (PCC) .…...... 93 4.3.2. Real Carrying Capacity (RCC) .…...... 93 4.3.3. Efective Carrying Capacity (ECC).…...... 94 4.4. Kelayakan Pulau Reusam Menjadi Kawasan Ekowisata.…...... 96 4.4.1. Analisis Kesesuaian SDA Menurut Maanena.…...... 96 4.5. Komponen Penyusun Model Konseptual.…...... 99 4.5.1. Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat.…...... 99 4.5.1.1. Qanun Jinayat Sebagai Dasar Penerapan Syariat Islam Di Propinsi Aceh.…...... 99 4.5.1.2. Implikasi Penerapan Syariat Islam Terhadap Sosial Budaya.…...... 102 4.5.1.3. Implikasi Penerapan Syariat Islam Terhadap Kunjungan Wisatawan.…...... 104 4.5.2. Qanun Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kepariwisataan.…. 106 4.5.2.1. Qanun Kepariwisataan Sebagai Landasan Usaha

Universitas Sumatera Utara

Pariwisata Aceh.…...... 106 4.5.2.2. Fungsi Qanun Kepariwisataan Terhadap Perlindungan Lingkungan.…...... 107 4.5.3. Perbedaan Wisata Halal dengan ekowisata syariah di Pulau Reusam.…...... 108 4.6. Sub Sistem Model Konseptual.…...... 118 4.6.1. Lingkungan.…...... 118 4.6.2. Sosial dan Budaya.…...... 123 4.6.3. Ekonomi.…...... 128 4.7. Hubungan Antar Sub Sistem Ekowisata Berbasis Syariah Pulau Reusam.…...... 133 4.7.1. Ekonomi dan Lingkungan.…...... 133 4.7.2. Ekonomi dan Sosial Budaya.…...... 135 4.7.3. Sosial Budaya dan Lingkungan.…...... 136 4.8. Penerapan Konsep 4A-SC Pariwisata Di Sesuaikan Dengan Qanun Aceh Nomor 8 tahun 2013 Dan Qanun Nomor 6 Tahun 2014…...... 137 4.8.1. Attraction.…...... 139 4.8.2. Accessibility.…...... 142 4.8.3. Amenities.…...... 143 4.8.4. Ancillary Services.…...... 145 4.8.5. Security.…...... 147 4.8.6. Comfort.…...... 151 4.9. Model Konseptual Pengelolaan Pulau Reusam.…...... 157 4.10. Kebaruan / Novelty ...... 163

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…...... 165 5.1. Simpulan.…...... 165 5.2. Saran-Saran.…...... 166

DAFTAR PUSTAKA ...... 167 Lampiran……… ...... 181

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Kelas Kemiringan Lereng Dan Nilai Skor Kemiringan Lereng…...... 68 3.2. Pedoman Analisis Kesesuaian Ekowisata Pantai Maanena ...... 72 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kuesioner ...... 78 4.2. Tangapan Masyarakat Terhadap Daya Dukung…...... 81 4.3. Tanggapan Masyarakat Terhadap Kapasistas SDA ...... 83 4.4. Tanggapan Masyarakat terhadap Potensi Ekowsiata…...... 85 4.5. Tangapan Masyarakat Terhadap Penerapan Syariat Islam di kawasan ekowisata Pulau Reusam…...... 87 4.6. Indeks faktor koreksi kelas kemiringan lereng Pulau Reusam …...... 94 4.7. Kesesuaian Pulau Reusam menjadi Kawasan Ekowisata …...... 96 4.8. Kelayakan Ekowisata …...... 97 4.9. Perbedaan Wisata Halal dan Ekowisata Syariah di Pulau Reusam ...... 116 4.10. Vegetasi Pulau Reusam …...... 121 4.11. Perbedaan Kebijakan Wisata Konvensional dengan Ekowisata Syariah di Pulau Reusam …...... 155

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Kerja Sistem Ekowisata Komplek dalam Pengelolaan

Ekowisata…...... 12 2.2. Destinasi Wisata Syariah di ...... 60 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian…...... 63 3.1. Peta Pulau Reusam – Aceh Jaya ...... 64 3.2. Nomogram Harry King…...... 66 4.1. Komponen Sub Sistem Lingkungan …...... 119 4.2. Komponen Sub Sistem Sosial Budaya …...... 124 4.3. Komponen Sub Sistem Ekonomi …...... 128 4.4. Bagan Interaksi Sub Sistem Ekonomi dengan Lingkungan …...... 134 4.5. Bagan Interaksi Sub Sistem Ekonomi dengan Sosial Budaya …...... 135 4.6. Bagan Interaksi Sub Sistem Sosial Budaya dengan Lingkungan …...... 137 4.7. Model Konseptual Sistem Pengelolaan Pulau Reusam Menjadi Kawasan Menjadi Kawasan Ekowisata Berbasis Syariah…………….. 160

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner…...... 181 2. Panduan Wawancara FGD…...... 185 3. Berita Acara FGD…...... 190 4. Hasil Analisis Daya Dukung…...... 192 5. Daftar Hasil Penyebaran Kuesioner…...... 195 6. Dokumentasi Penelitian…...... 201 8. Peta Pulau Reusam…...... 209 9. Qanun Nomor 6 Tahun 2014…...... 211 10. Qanun Nomor 8 Tahun 2013…......

Universitas Sumatera Utara

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia secara umum mempunyai potensi menjadi destinasi wisata dunia dalam berbagai bentuk, baik wisata budaya, alam dan relegi. Untuk wisata budaya dapat kita lihat dengan keberagaman suku dan budaya yang ada di Indonesia, salah satunya di Jokjakarta, sedangkan wisata alam sangat didukung oleh keindahan alam yang ada di Indonesia, seperti daerah Bali dan NTB. Selain wisata budaya dan alam, perkembangan wisata relegi ikut mengalami peningkatan, hal ini dapat kita lihat, salah satunya dari kunjungan masyarakat menziaarahi Kuburan

Ulama, serta situs peninggalan sejarah yang berkaitan dengan agama lainya.

Menurut Butar dan Soemarno (2013), Indonesia merupakan negara yang kaya akan alam dan sumber daya budaya. Wilayah negara yang terdiri dari lebih 17.000 pulau yang membentang sepanjang 6400 km dari Barat ke Timur, dan sekitar

3.000 km dari Utara dan Selatan, secara alami mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Indonesia memiliki sumber daya yang beragam seperti tersedianya Greater

Sunda Islands (Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali).

Bermodalkan keberagaman suku dan budaya, serta didukung oleh kekayaan alam, menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi wisata dunia, sehingga dalam pengembangan kawasan parawisata di masa depan, tidaklah terlalu sulit, karena modal utama berupa kekayaan budaya dan alam telah dimiliki Bangsa

Indonesia. Di samping itu, saat ini sedang terjadi pergeseran orientasi parawisata, dari mass tourism menuju special interst tourism (Tondang, 2007). Pergeseran yang terjadi dari wisata budaya menuju wisata yang lebih bersifat alam (Lubis,

2013).

1

Universitas Sumatera Utara 2

Hal senada juga disampaikan oleh Kilipiris dan Zardaya (2012), di mana terdapat pergeseran dari para wisatawan yang lebih mengharapkan perlindungan lingkungan dan budaya yang berorientasi pada obyek wisata (pariwisata alternatif ekowisata agro-hijau). Semua bentuk parawisata ini memiliki kesamaan terhadap perlindungan alam dan membangun lingkungan dan budaya. Hal inilah yang menjadikan wisata berbasis alam, baik itu taman nasional maupun kawasan ekowisata terus mengalami perkembangan pesat.

Fenomena pergeseran ini ikut mendukung pengembagan wisata yang bersifat khas. Salah satu propinsi yang ada di Indonesia yang memiliki keadaan alam yang indah dan mempunyai kekhasan daerah yang tidak terdapat di daerah lain adalah

Propinsi Aceh. Propinsi Aceh merupakan daerah istimewa dengan penerapan

Syariah Islam, sehingga menjadikan Aceh berbeda dengan daerah lain. Perbedaan ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan jumlah wisatawan mancanegara mengujungi Aceh terus meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data BPS sebagai barometer Propinsi Aceh menyebutkan kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) tahun 2015 ke Banda

Aceh mengalami peningkatan, yaitu dari 23.894 orang wisman pada tahun 2015

(BPS Banda Aceh, 2015), meningkat menjadi 29.300 orang wisman pada tahun

2017 (BPS Banda Aceh, 2017). Salah satu faktor pertambahan jumlah wisatawan di Banda Aceh, khususnya wisatawan muslim, sangat dipengaruhi oleh kekhasan penerapan Syariat Islam di propinsi paling barat Indonesia tersebut.

Peningkatan jumlah pengunjung parawisata halal (syariah), berkaitan erat dengan jumlah umat Islam di dunia, sekarang melebihi +1,5 miliar, dan diperkirakan meningkat menjadi 2,2 miliar pada tahun 2030 (Carboni et.al,

Universitas Sumatera Utara 3

2015). Pendapat di atas ikut didukung oleh Mohsin et.al (2016), menyebutkan bahwa negara-negara yang memiliki populasi Muslim yang tinggi seperti Malaysia dan Indonesia, menikmati preferensi yang lebih besar sebagai tujuan yang dipilih untuk pariwisata Halal oleh umat Islam di seluruh dunia.

Salah satu daerah yang memiliki potensi pengembangan kawasan ekowisata adalah Kabupaten Aceh Jaya. Aceh Jaya merupakan kabupaten yang terbentuk pada tahun 2002 tepatnya tanggal 10 April, hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh

Barat. Keadaan geografis Kabupaten Aceh Jaya tidak jauh berbeda dengan daerah

Barat Selatan Aceh lainnya, sebagian besar daerahnya merupakan daerah pesisir dengan luas wilayah 3,813 km² (BPS, 2013), dengan panjang garis pantai +- 160 km² (BPS, 2013).

Bila dilihat dari luas kawasan pantai Aceh Jaya tersebut yang sebagian besar kawasan pantai, mempunyai daya tarik destinasi wisata untuk dikunjungi antara lain, Pantai Ceumara Teunom, Pantai Pasi Panga, Pulau Reusam. Pantai ,

Pantai Pasie Saka, Tepi/Tebing Gunung Geurute, Pantai Lhok Geulumpang.

Tempat-tempat yang tersebut merupakan beberapa kawasan pantai di Aceh Jaya yang mempunyai potensi untuk dijadikan kawasan ekowisata.

Salah satu tempat wisata di atas, merupakan objek dari penelitian ini, yaitu

Pulau Reusam. Pulau Reusam terletak di Kabupaten Aceh Jaya tepatnya di Teluk

Rigaih Kecamatan Setia Bakti, merupakan kawasan wisata yang memiliki potensi alam dengan kawasan pantai yang menarik dan kekayaan ekologis yang masih asri, hal ini didukung oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, dengan menjadikan Pulau Reusam sebagai kawasan konservasi terumbu karang.

Universitas Sumatera Utara 4

Berbagai potensi wisata yang ada di Aceh Jaya tersebut belum sepenuhnya mendapat penanganan maksimal dari pemerintah daerah setempat, keadaan ini dapat dilihat dari belum tersedianya sarana dan prasarana seperti tempat ibadah dan toilet di seluruh tempat-tempat wisata pantai Aceh Jaya. Seharusnya pengembangan kawasan wisata membutuhkan komitmen dan investasi dari pemerintah daerah apalagi semua situs wisata tersebut dikelola oleh Pemda Aceh

Jaya.

Menurut Choi dan Sirakaya (2006), pengembangan pariwisata membutuhkan investasi lebih lanjut untuk membangun dan meningkatkan infrastruktur serta mempertahankan sumber daya alam, budaya, dan untuk mendukung industri lokal. Kurangnya pendanaan merupakan masalah kronis dalam pengembangan pariwisata. Kekhawatiran terjadi pertentangan penerapan

Syariah Islam di Kabupaten Aceh Jaya dengan pengembangan kawasan wisata menjadi salah satu persoalan dan pertimbangan terhambatnya pengembangan kawasan wisata di Aceh Jaya.

Persoalan di atas tentu tidak bisa dibiarkan terus berlarut, karena perkembangan kawasan wisata Pulau Reusam tanpa adanya tindakan prefentif dan pengelolaan secara profesional akan berakibat pada rusak dan tidak terjaganya lingkungan di kawasan tersebut. Pengelolaan yang selama ini dilaksanakan oleh masyarakat sekitar, lebih berorientasi pada jasa transfortasi antara pulau dan daratan saja, sehingga dikawatirkan konrservasi lingkungan di kawasan wisata tersebut terbengkalai yang pada akhirnya akan terjadi degradasi lingkungan.

Peningkatan pesat wisatawan ikut menambah resiko kerusakan lingkungan, peristiwa yang tidak menyenangkan antara penduduk setempat dan wisatawan

Universitas Sumatera Utara 5

sering terjadi, dan juga keluhan terhadap pemandu non lokal yang membawa turis jauh di dalam pulau muncul dari warga setempat (Song dan Kuwahara, 2016).

Pembiaran terhadap permasalahan ini, akan berefek ke persoalan sosial lainnya, hingga mengakibatkan matinya aktivitas wisata di Pulau Reusam.

Salah satu cara mengatasi persoalan di atas ialah dengan menerapkan teori ekosistem komplek yang diprakarsai oleh Ma & Wang (1984) dan konsep Cooper

(1993) tentang 4A (Attraction, Accessibility, Amenities, Ancillary Services). Teori ekosistem komplek menekankan pada keterpaduan antara 3 (tiga) sistem utama pembangunan berkelanjutan, yaitu unsur sosial budaya, ekonomi dan kemurnian lingkungan.

Upaya di lapangan dalam mengatasi persoalan di atas adalah dengan mengakomodir berbagai kepentingan dan menyesuaikan dengan kearifan dalam hal ini pemberlakuan Syariah Islam di Kabupaten Aceh Jaya, dengan demikian kawasan wisata dapat dikembangkan tanpa mencederai penerapan Syariah Islam, serta lingkungan ikut terjaga kerena melibatkan masyarakat sekitar sebagai ujung tombak pengelolaan kawasan wisata Pulau Reusam tersebut.

Pelibatan pemangku kepentingan ini harus dimulai dari proses perencanaan ekowisata sehingga akan mengintegrasikan kebijakan parawisata nasional dan kepentingan lokal, kemudian melahirkan partisipasi lokal dan juga meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap konservasi lingkungan wisata baik alam, sosial dan budaya (Auesriwong et. al, 2015). Dengan ini diharapkan dapat meningkatkan taraf pendapatan masayarakat lokal di Aceh Jaya, yang tingkat kemiskinan berada pada taraf 16,89 % (BPS 2017).

Universitas Sumatera Utara 6

Sementara penerapan konsep 4A (Attraction, Accessibility, Amenities,

Ancillary Services), akan memaksimalkan potensi ekowisata di Pulau Reusam khususnya dalam hal meningkatkan kenyamanan wisatawan menuju, berada pada destinasi wisata, dan memberi kesan ketika meninggalkan Pulau Reusam.

Pengaplikasian konsep 4A pada destinasi wisata Pulau Reusam sudah sangat tepat di lakukan, dikarenakan belum tersediannya sarana dan prasarana yang memadai serta organisasi pengelolaan parawisata yang bersifat profesional dalam mendukung Pulau Reusam sebagai kawasan ekowisata berbasis syariah.

Kegiatan konservasi melalui kawasan ekowisata berbasis syariah merupakan suatu langkah lebih lanjut dalam mengembangkan bentuk ekowisata selain berwawasan lingkungan serta pelibatan masyarakat lokal namun juga berlandaskan Syariat Islam sesuai dengan Qanun Jinayat. Menurut Vitasurya

(2016) ekowisata merupakan jenis wisata baru yang sedang dikembangkan di

Indonesia, meskipun diperkenalkan secara internasional sejak Oktober 1999 oleh

Organisasi Pariwisata Dunia (WTO).

Pengelolaan wisata berbasis ekowisata harus mengakomodir tiga unsur utama, yaitu lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Proses pelaksanaan dan pengembangan kawasan ekowisata di Kabupaten Aceh Jaya juga harus sesuai dengan kaidah kaidah Syariah Islam yang berlaku di Propinsi Aceh Qanun Aceh nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Pemahaman tentang qanun jinayat yang masih kurang di kalangan masyarakat, menjadi salah satu faktor penghambat dalam pengembangan aktivitas wisata di Aceh Jaya, termasuk Pulau Reusam.

Upaya memberikan pendidikan dan informasi kepada masyarakat, tentang aktivitas ekowisata di Pulau Reusam dan Qanun Jinayat yang berlaku di Aceh

Universitas Sumatera Utara 7

Jaya tidak saling bertentangan di antara kedua perlu terus di giatkan. Kegiatan sosialisasi dapat dilakukan langsung kepada masyarakat maupun dari berbagai media lainya, masyarakat perlu diyakinkan bahwa dengan model pengelolaan dan manajemen yang baik maka aktivitas ekowisata tidak akan bertentangan dengan penerapan Syariat Islam di Aceh, dan lebih lanjut Agama Islam mengharuskan umatnya untuk mengamati keindahan Ciptaan Allah, dalam rangka menambah keimanan.

Ruang lingkup penelitian ekowisata berbasis syariah ini, kajiannya tidak terbatas pada wisata halal, yang hanya beorientasi pada makanan halal dikonsumsi oleh masyarakat Muslim saja, namun akan melakukan kajian lebih jauh dalam upaya meingtegrasikan nilai-nilai dan norma-norma Syariah Islam dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan ekowisata di Pulau Reusam, termasuk dalam hal segala akomodasi, dan aktivitas wisata lainya yang sesuai dengan kaidah penerapan Syariah Islam di Aceh Jaya. Selain itu, untuk mendukung unsur perlindungan lingkungan juga akan diperkuat dengan penerapan (1) Analisis daya dukung, baik daya dukung fisik, riil dan efektif, (2) Analisis Kesesuaian SDA dengan ketetapan para ahli dan (3) Analisis konseptual.

Melalui proses intergrasi nilai-nilai Islam dalam hal akomodasi, konsumsi dan aktivitas wisata dengan pengembangan kawasan ekowisata, di samping menikmati keindahan alam diharapkan dapat menambah rasa syukur atas ciptaan

Allah SWT bagi kaum muslimin ketika melakukan kunjungan di Pulau Reusam.

Menurut Jafari dan Scott (2014) Umat Islam diharuskan melakukan berbagai perjalanan ke setiap penjuru yang bertujuan, untuk membuat umat Islam menyadari kehebatan Tuhan, dengan mengamati' 'tanda-tanda' 'sejarah, keajaiban

Universitas Sumatera Utara 8

alam dan buatan manusia, sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al-Ankabut

(secara harfiah) menjelaskan satu di antara lain tujuan turisme meminta manusia untuk melakukan perjalanan kesana kemari di dunia ini untuk merenungkan

Ciptaan Tuhan.

Penelitian yang berkaitan dengan ekowisata halal dan berwawasan lingkungan sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, sehingga hal ini menjadi sandaran dalam mengembangkan kawan ekowisata berwawasan lingkungan berbasis Syariah Islam secara berkelanjutan di Pulau Reusam-Aceh

Jaya. Walaupun belum ada penelitian yang secara khusus membahas ekowisata

Syariat, dengan menjadikan Qanun Jinayat dan qanun kepariwisataan Aceh sudah dapat menjadi landasan dalam penelitian ini.

Mohsin et.al (2016). menjelaskan dalam penelitiannya bahwa ada kebutuhan mendesak untuk mengadopsi strategi yang memastikan pertumbuhan yang sehat pariwisata Muslim pada tingkat global yang mempromosikan pemahaman yang jelas tentang Islam dan karakteristik membudayakan kunci persatuan dalam keberagaman, integritas, dan toleransi untuk budaya lain dan peradaban di antara aspek-aspek lain.

Penelitian lain yang dilaksanakan oleh Jalani (2012) menjelaskan bahwa industri ekowisata sangat bermanfaat bagi sebagian besar masyarakat terutama bagi masyarakat yang berafiliasi langsung dengan ekowisata terkait mata pencaharian. Saat ini ekowisata bukan lagi pariwisata khusus untuk sebagian kecil orang, namun menjadi hal biasa bagi semua orang lintas usia, penghasilan, tingkat pendidikan dan ras apapun, kebutuhan pasar ekowisata saat ini akan menjadi lebih besar dan semakin lebih besar, Luke (2012).

Universitas Sumatera Utara 9

1.2. Rumusan Masalah

Penelitian tentang ekowisata pantai sebelumnya sudah banyak dilakukan, namun masih sekedar melihat potensi alam dan sosial ekonomi masyarakat, yang berbeda dari penelitian ini antara lain adanya penyatuan konsep ekowisata, syariah dan sosial ekonomi, sehingga dari penelitian ini diharapkan dapat menjawab berbagai masalah terkait ekowisata syariah yang ada di Kabupaten Aceh Jaya

Khususnya dan Indonesia umumnya.

Dari uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang berdampak langsung pada pengelolaan lingkungan dan masyarakat, sehingga diharapkan dengan adanya penelitian tentang konservasi kawasan melalui ekowisata berbasis syariah di Pulau Reusam-Kabupaten Aceh Jaya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya dan APBK Kabupaten Aceh Jaya umumnya, yang masih tergolong tertinggal dibandingkan dengan Kabupaten sekitar yang juga hasil pemekaran. Terkait dengan kondisi tersebut, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimanakah daya dukung yang disediakan Pulau Reusam dalam

pengelolaan kawasan ekowisata berbasis syariah ?

2. Bagaimanakah kapasitas sumber daya alam yang tersedia berdasarkan

kesesuaian ekowisata untuk pengelolaan Pulau Reusam menjadi kawasan

ekowisata?

3. Bagaimanakah model pengelolaan Pulau Reusam sebagai kawasan

ekowisata yang sesuai dengan penerapan Syariat Islam di Kabupaten Aceh

Jaya?

Universitas Sumatera Utara 10

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan penelitian di atas, maka disusun tujuan penelitian di bawah ini:

1. Menganalisis daya dukung yang disediakan Pulau Reusam dalam

pengelolaan kawasan ekowisata berbasis syariah.

2. Mengkaji kapasitas sumber daya yang tersedia berdasarkan kesesuaian

ekowisata untuk pengelolaan Pulau Reusam menjadi kawasan ekowisata.

3. Menemukan model pengelolaan Pulau Reusam sebagai kawasan ekowisata

yang sesuai dengan penarapan Syariat Islam di Kabupaten Aceh Jaya.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan kepada

Pimpinan daerah dan pengambil kebijakan lainnya dalam penetapan kebijakan pengembangan dan pengelolaan kawasan ekowisata di Aceh Jaya berbasis syariah kedepan, terutama dalam hal penerapan konsep konservasi dan pengembangan kawasan ekowisata berbasis syariah. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman masyarakat dalam mengoptimalkan potensi ekowisata tanpa mengakibatkan degradasi lingkungan.

Universitas Sumatera Utara 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori dan Konsep Pelaksanaan Ekowisata

Pengelolaan kawasan wisata dengan sistem ekowisata, mempuyai keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem wisata lainya, tidak hanya menikmati keindahan alam saja, namun ekowisata ikut mengakomodir perlindungan terhadap lingkungan dan SDA, meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sekitar serta mempromosikan sosial budaya setempat. Sesuai dengan Chiutsi et. al, (2011) menjelaskan bahwa ekowisata dalam segala bentuknya sering diusulkan untuk memastikan pelestarian lingkungan sambil memungkinkan manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat setempat.

Dalam sebuah studi yang di lakukan oleh Fennel (2001) menemukan 85 definisi tentang istilah ekowisata yang didasarkan pada variabel konservasi, pendidikan, budaya, manfaat bagi penduduk lokal dan referensi ke tempat ekowisata, terutama di daerah yang masih alami. Dilihat dari variable yang melekat pada ekowisata, yang sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dengan salah satu penekatan pada mewariskan lingkungan yang berkualitas kepada generasi masa depan.

2.1.1 Teori Ekosistem Komplek dalam Pengelolaan Ekowisata

Teori ekosistem komplek yang di prakarsai oleh Ma & Wang dalam penelitiannya pada tahun 1984, menekankan pada keselarasan dan keseimbangan unsur sosial, ekonomi dan kemurnian lingkungan dalam pengembangan suatu kawasan ekowisata. Sistem ekosistem komplek dari Ma dan Wang tersebut, saat

11

Universitas Sumatera Utara 12

ini indentik dengan istilah pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) yang juga menekankan pada kesesuaian antara unsur sosial, ekonomi dan lingkungan.

Sistem pengelolaan ekowisata bekelanjutan merupakan kawasan yang berorientasi pada sumber daya ekowisata di mana kegiatan pariwisata sedang berlangsung. Menurut Dwyer dan Edwards (2000), kerangka keberlanjutan

(paradigma ekowisata) mencakup tiga bagian utama: masyarakat lokal, lingkungan, dan pariwisata. Melalui (gambar 2.1) memperjelas kerangka kerja ekowisata seperti dalam perspektif teori ekosistem komplek sosial, ekonomi dan alami (lingkungan) dari Ma & Wang (1984).

Gambar 2.1 Kerangka kerja sistem ekosistem komplek dalam pengelolaan ekowisata Ma dan Wang di adaptasi dari Songjun et. al, (2017).

Dengan mengaplikasikan teori ekosistem komplek yang di prakarsai oleh Ma

& Wang ini, diharapkan permasalahan dan kendala dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan wisata di Kabupaten Aceh Jaya umumnya dan Pulau

Reusam khususnya dapat diatasi. Menjadikan berbagai potensi wisata yang ada di

Universitas Sumatera Utara 13

Aceh Jaya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat, tanpa perlu mengkhawatirkan berbagai potensi konflik di lapangan, antara lain pertentangan penerapan Syariah Islam dengan pengembangan kawasan wisata, konflik penduduk lokal dengan pendatang maupun terjadi degradasi lingkungan.

Teori pengelolaan kawasan ekowisata yang di tawarkan Ma & Wang (1984), dilandasi keseimbangan tiga (3) pilar utama dalam pengelolaan lingkungan, yaitu memberikan perlindungan sumber daya alam (SDA, daya dukung, pemandangan, konservasi dll), memajukan ekonomi (makanan, transportasi, akomudasi, touring, hiburan dan shoping), dan memperbaiki atau memelihara unsur sosial budaya setempat (partisipasi masyarakat, distribusi manfaat, kebijakan, adat istiadat dan budaya).

Ketiga (3) pilar (Lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya) mempuyai siklus saling melengkapi dalam menghindari degradasi lingkungan. Sistem pengelolaan lingkungan dan SDA yang terintegrasi melibatkan masyarakat sekitar, sehingga menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang didapat dari berbagai kegiatan di lapangan tersebut, digunakan sebagian untuk dampak geografi dan keruskaan alam.

Hubungan antara unsur ekonomi dan unsur sosial budaya dalam sistem ini, ikut mendorong terciptanya kenyamaman dan ketentraman kawasan ekowisata, di karenakan unsur ekonomi membantu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, di sisi yang lain, unsur sosial budaya ikut mendukung dan menjamin dalam manajemen pengelolaan kawasan ekowisata. Ketersediaan SDA dalam kawasan ekowisata, dapat mendukung program pendidikan lingkungan bagi

Universitas Sumatera Utara 14

masyarakat hingga tercipta sistem pemanfaatan SDA yang terintegrasi, dan unsur sosial dan budaya, dapat membantu dalam kegiatan advokasi lingkungan.

Penerapan sistem ekowisata dengan konsep ekosistem komplek seperti di

Aceh Jaya, tepatnya Pulau Reusam, diharapkan akan lebih mendukung profesionalitas pengelolaan kawasan wisata, sehingga terjadi sinergisitas antara ketiga aspek dalam kehidupan manusia (lingkungan, ekonomi dan sosial budaya) dapat tercapai. Dilihat dari keadaan sosial masyarakat Aceh Jaya, yang menerapkan Syariat Islam sebagai pedoman dalam pergaulan sehari-hari, tentu akan menambah peluang keberhasilan penerapan teori ekosistem komplek ini di

Aceh Jaya.

Dalam sebuah penelitian Chiutsi (2011) menjelaskan teori ekowisata menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dan konservasi sumber daya alam merupakan tujuan yang kompatibel, sehingga, dalam pengelolaan kawasan ekowisata berpusat pada konservasi, pendidikan, etika, keberlanjutan, dampak dan manfaat lokal sebagai variabel utama.

Menurut Pickering dan Weaver dalam Chiutsi (2011) yang mengemukakan bahwa sehubungan dengan pengembangan ekowisata, harus ada hubungan positif antara keberlanjutan lingkungan, ekonomi dan sosial budaya di satu sisi dan keuangan. Dengan menjadikan teori ekosistem komplek dan pendapat ahli tentang ekowisata sebagai pedoman dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan ekowisata di Aceh Jaya diharapkan dapat meningkatkan PAD dan taraf pendapatan masyarakat Aceh Jaya, yang tingkat kemiskinan berada pada taraf

16,89 % (BPS 2017).

Universitas Sumatera Utara 15

Menurut Hunter dan Green (1995) pembangunan berkelanjutan menyiratkan bergerak menuju ekuitas intragenerasi akses terhadap sumber daya dan penghormatan terhadap batas lingkungan. Dengan demikian, definisi ekowisata terkini berpusat pada konservasi, pendidikan, etika, keberlanjutan, dampak dan manfaat lokal sebagai variabel utama (Chiutsi, et. al, 2011).

Harris (2002) berpendapat bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan kebijaksanaan konvensional baru yang mendorong unsur bisnis agar tidak hanya mempuyai fokus tunggal pada keuntungan tetapi juga memperhatikan tiga garis dasar yaitu kinerja keuangan, sosial dan lingkungan, sehingga dalam pengembangan kawasan ekowisata, harus ada interaksi yang saling mendukung dan menguntungkan ketiga komponen tersebut. Chiutsi et.al (2011), menetapkan bahwa kriteria keberlanjutan ekowisata mencakup dimensi ekonomi dan sosial budaya dan juga dimensi ekologis, dan menekankan bahwa industri pariwisata hanya bisa berkelanjutan jika masyarakat lokal memperoleh pendapatan melalui pariwisata.

Dalam sebuah studi kasus Weaver (2008) pada tiga desa di Daerah Tanzania

Utara, mengungkapkan bahwa dukungan terhadap konservasi satwa liar terkait langsung dengan manfaat yang diperoleh penduduk desa dari ekowisata.

Kelayakan pendapatan masyarakat sangat menentukan keberlanjutan aktivitas ekowisata, tentu hal ini tidak bisa berharap pada lembaga donor saja, baik

Pemerintah Daerah, Pusat maupun NGO yang ada.

Melalui pengembangan kawasan ekowisata berbasis masyarakat, dengan cara memberdayakan sumber daya yang ada pada masyarakat setempat, di antaranya

Universitas Sumatera Utara 16

melalui melestarikan atraksi dan konsumsi khas daerah menjadi salah satu kunci mempertahankan sektor ekowisata secara berkelanjutan. Apabila hal ini terjadi, maka ekowisata Pulau Reusam akan menjadi contoh bagi daerah lain di Aceh khususnya dan dunia. dari segi lingkungan terjaga, ekonomi masyarakat diberdayakan, dan dari segi sosial budaya masyarakat serta penerapan Syariat

Islam juga dilestarikan.

Dalam menjamin kelayakan pendapatan ekonomi masyarakat melalui ekowisata, kesetabilan politik dan keamanan suatu negara sangat menentukan.

Spenceley (2006) berpendapat bahwa pariwisata merupakan industri yang akan menerima dampak terhadap ancaman kerusuhan politik atau kekerasan di negara tertentu, biasanya menyebabkan penurunan tajam pada wisatawan yang masuk.

Dalam sebuah kasus Van Amerom (2006) tentang penutupan usaha ekowisata yang tumbuh subur di kawasan komuniti Malerbawe Trust dan Mahenye, disebabkan oleh persepsi terhadap Zimbabwe oleh wisatawan internasional sebagai tujuan wisata yang rentan terjadi dan tidak aman. Selain itu mengingat sebagian besar wisatawan mancanegara ke Afrika berasal dari Barat, sehingga prospek pengembangan ekowisata juga sangat bergantung pada dukungan ekonomi dan politik yang terjadi di barat (Van Amerom, 2006).

2.1.2. Konsep 4A Dalam Pariwisata

Dalam usaha memaksimalkan potensi wisata suatu daerah sangat tergantung dari kenyamanan wisawan menuju, berada pada destinasi wisata, serta meninggalkan kesan ketika akan meningalkan destinasi tersebut. Menurut Rao dan Ravi (2015) unsur-unsur utama pariwisata yang menarik wisatawan ke tujuan

Universitas Sumatera Utara 17

tertentu termasuk dalam kategori berikut: 1) Iklim yang menyenangkan 2) Atraksi pemandangan 3) Daya tarik sejarah & budaya 4) Aksesibilitas 5) Belanja 6)

Petualangan 7) Berbagai masakan 8) Akomodasi 9) Relaksasi & rekreasi 10)

Proyek perawatan kesehatan.

Sementara Mengkom et.al, (2018) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa sebuah destinasi pariwisata, harus mencakup lima elemen penting untuk memungkinkan wisatawan merasakan kepuasan menikmati tur yang di antaranya:

1) Atraksi; meliputi keindahan alam, iklim dan cuaca, budaya, sejarah, suku atau sifat kesukuan, dan aksesibilitas ke tempat tertentu. 2) Fasilitas. 3) Infrastruktur; termasuk sistem irigasi/air, pasokan listrik dan energi, jaringan komunikasi, sistem drainase, layanan kesehatan. 4). Transportasi dan 5). Perhotelan.

Selanjutnya, Buhalis (2000) mengembangkan atribut atau komponen tujuan wisata menjadi "6 A", (Atraksi, Aksesibilitas, Fasilitas, Paket yang tersedia, Aktivitas, dan Layanan tambahan).

Cooper et. al, (1993) sebagai salah seorang pakar di bidang pariwisata dalam bukunya mengidentifikasi komponen tujuan di atas ke dalam “4 A” (Attraction,

Accessibility, Amenities, Ancillary Services). Konsep 4A menjadi salah satu konsep dasar dan pedoman dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan pariwisata di berbagai tempat di dunia.

2.1.2.1. Attraction

Atraksi berkaitan dengan apa yang bisa dilihat (what to see), apa yang bisa dilakukan (what to do), apa yang bisa dibeli (what to buy) di suatu destinasi wisata sehingga bisa menjadi unsur daya tarik dan magnet bagi kedatangan wisatawan di suatu lokasi wisata (Riswandi, 2013). elemen-eleman atraksi dapat berupa

Universitas Sumatera Utara 18

keindahan alam Hasil Ciptaan Allah SWT, kegiatan pertunjukan seni dan budaya, sehingga memaknai atraksi tidak hanya sebatas tontonan bagi wisatawan semata, namun wisatawan juga dapat terlibat aktif menjadi pelaku dalam menikmati atraksi wisata.

Sebagaimana disampaikan oleh Setiawan (2015), bahwa Modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan itu ada tiga, yaitu 1) Natural Resources

(alami), 2) Atraksi wisata budaya, dan 3) Atraksi buatan manusia itu sendiri.

Sementara menurut Suwena (2010) menjelaskan bahwa modal kepariwisataan dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata di tempat modal wisata ditemukan (in situ) dan di luar tempatnya yang asli (ex situ).

Memaknai atraksi dari penjelasan ahli di atas, menjadi pegangan bagi pengambil kebijakan dalam mengelola dan mengembangkan aktraksi ekowisata di

Pulau Reusam, atraksi yang selama ada, masih berbasis apa yang bisa dilihat, lebih tepatnya keindahan alamnya, sedangkan atraksi dari segi yang bisa dilakukan oleh wisatawan masih belum tersedia. keterbatasan aktraksi tersebut, menyebabkan ekowisata Pulau Reusam belum berdapak secara signifikan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat.

2.1.2.2. Accessibility

Aksesibilitas merupakan sarana dan infrastruktur menuju destinasi, akses ini diidentikkan dengan transferabilitas, yaitu kemudahan untuk bergerak dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Jika suatu daerah tidak tersedia aksesibilitas yang baik seperti bandara, pelabuhan dan jalan raya, maka tidak akan ada wisatawan

Universitas Sumatera Utara 19

yang mempengaruhi perkembangan aksesibilitas di daerah tersebut (Setiawan,

2015).

Aksesibilitas merupakan komponen penting dalam pengelolaan pariwisata, sebagai contoh, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keindahan alam dan tersebar di seluruh Indonesia, namun dari sekian banyak destinasi, hanya sedikit yang layak dikatakan destinasi wisata dan dapat dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun internasional. Menurut Sunaryo (2013), aksesibilitas pariwisata di maksudkan sebagai “segenap sarana yang memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk mencapai suatu destinasi maupun tujuan wisata terkait”.

Perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Jaya, terhadap Accessibility menuju dan dari Pulau Reusam sudah sangat maksimal, dapat dilihat dari adanya pembangunan dermaga permanen menuju ke Pulau Reusam, dan di Pulau sendiri sedang di bangun dermaga apung sepanjang sepanjang 25 meter menghabiskan anggaran Rp. 700.000.000,- (dikutip dari AJNN, 2019). Dengan adanya pembangunan ini, diharapkan terjadi peningkatan terhadap wisatawan yang datang ke Aceh Pulau Reusam.

2.1.2.3. Amenities

Amenitas merupakan segala fasilitas pendukung destinasi wisata, Fungsi

Amenitas tidak kalah penting dengan fasilitas aksebilitas, dalam hal ini sarana pendukung amenitas sangat menentukan kenyamanan wisatawan ketika berada di lokasi. Meskipun fasilitas dan layanan tambahan tidak terkait langsung dengan pariwisata, namun komponen ini dapat mempengaruhi pengalaman dan kepuasan

Universitas Sumatera Utara 20

wisatawan. Tidak dapat kita bayang dalam suatu lokasi wisata tidak tersedia fasilitas toilet, penginapan dan lainnya.

Sugiama (2011) mencoba menjabarkan macam-macam fasilitas amenitas antara lain meliputi “serangkaian fasilitas untuk memenuhi kebutuhan akomodasi tempat penginapan, penyediaan makanan dan minuman, tempat hiburan

(entertainment), tempat-tempat perbelanjaan dan layanan lainnya”. Komplesitas fasilitas pendukung akan berdampak langsung pada kenyaman wisatawan, dan hasilnya dapat dilihat dari pertambahan jumlah dan lamanya pengunjung di lokasi wisata.

Ketersediaan fasilitas pendukung di Pulau Reusam, secara umum sudah memadai, dapat dilihat dari fasilitas Ibadah, kafe dan MCK, yang menjadi persoalan adalah tidak adanya perawatan sehingga fasilitas yang sudah ada tersebut, rusak dengan sedirinya, sehingga banyak yang tidak dapat digunakan kembali. Perawatan fasilitas tersebut, berhubungan langsung dengan tidak adanya aktivitas ekowisata selama ini, disebabkan dermaga di Pulau Rusak.

2.1.2.4. Ancilliary

Ancilliary merupakan lembaga pendukung dalam pelaksaaan parawisata, baik

Pemerintah maupun kelompok masyarakat. Fungsi ancilliari ini merupakan pelengkap dari konsep 4 A dalam pengelolaan pariwisata. Sesempurna apapun unsur Attraction, Accessibility, Amenities, dalam suatu kawasan wisata, tentu tidak akan berguna tanpa ada pengelola. Ancilliary juga merupakan hal–hal yang mendukung sebuah kepariwisataan, seperti lembaga pengelolaan Tourist

Information, Travel Agent dan stakeholder yang berperan dalam kepariwisataan

(Setiawan, 2015).

Universitas Sumatera Utara 21

Dalam memaksimalkan fungsi pengelolaan kawasan pariwisata, keberadaan masyarakat lokal di sekitar destinasi berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan kawasan. Dengan memberdayakan masyarakat sekitar, akan terjadi interaksi saling menguntung antara lingkungan, masyarakat, LSM, termasuk Pemerintah dan pengusaha. Khususnya kepada masyarakat akan meningkatkan tingkat kesejahteraan terutama masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan wisata tersebut.

Dengan penerapan konsep 4A dalam pengelolaan kawasan ekowisata di Aceh

Jaya, diharapkan dapat menjadi dorongan dan pedoman Pemda Aceh Jaya dalam memaksimalkan potensi wisata daerah secara umumnya, dan kawasan Pulau

Reusam khususnya. Potensi yang belum sepenuhnya mendapat penanganan maksimal dapat dilihat dari belum tersedianya sarana dan prasarana di seluruh tempat-tempat wisata pantai Aceh Jaya.

Seharusnya pengembangan kawasan wisata membutuhkan komitmen dan investasi dari pemerintah daerah apalagi semua situs wisata tersebut dikelola oleh

Pemda Aceh Jaya. Menurut Choi dan Sirakaya (2006) pengembangan pariwisata membutuhkan investasi lebih lanjut untuk membangun dan meningkatkan infrastruktur, serta mempertahankan sumber daya alam, budaya, dan untuk mendukung industri lokal. Kurangnya pendanaan merupakan masalah kronis dalam pengembangan pariwisata.

2.2. Pengertian Pariwisata

Pengertian Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta, di mana pariwisata terdiri dari dua kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali dan berkeliling, sedangkan wisata sendiri mempuyai arti perjalanan atau berpergian (Yoeti, 2010).

Universitas Sumatera Utara 22

Menurut Damanik (2006) dalam bukunya menjelaskan pariwisata merupakan perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan- tujuan di luar tempat di mana mereka biasa hidup dan bekerja dan juga kegiatan- kegiatan mereka selama tinggal di suatu tempat tujuan.

Sedangkan menurut Aabadi et. al (2016) menjelaskan bahwa kata pariwisata merupakan kata dari bahasa Perancis yang berasal dari akar tour, di Perancis, tour berarti gerakan rotasi, perjalanan secara terus menerus. Pada Maret 1993, organisasi pariwisata mendefinisikan pariwisata sebagai satu set aktivitas orang- orang yang tinggal dan bekerja di luar rumah untuk beristirahat dan melakukan kegiatan di luar rutinitas (Aabadi et. al, 2016).

Selain pengertian dari para ahli di atas, dalam memaknai arti pariwisata tidak cukup hanya pada unsur perjalanan saja, namun dapat ditinjau dari berbagai sudut padang dan memiliki makna yang lebih komplit, seperti daya tarik, sarana- prasarana serta hail yang berkaitan lainya. Pejabaran di atas turut diperkuat oleh

Fandeli (2001) yang memberikan pengertian bahwa pariwisata merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

Dalam menyambut perkembangan wisata yang begitu pesat baik di Indonesia maupun di dunia, maka Pemerintah Indonesia menyusun regulasi dan aturan yang berkaitan dengan pariwisata melalui Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan yang terdiri atas tujuh belas bab dan tujuh puluh pasal yang mengandung ketentuan meliputi delapan hal, yaitu :

1) Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan

Universitas Sumatera Utara 23

rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik

wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

2) Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

3) Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung

berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.

4) Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan

pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul

sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara

wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha.

5) Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,

keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam,

budaya, dan hasil buatan manusia orang menjadi sasaran atau tujuan

kunjungan wisatawan.

6) Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata

adalah kawasan geografis yang berada dalamsatu atau lebih wilayah

administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas

umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling

terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

7) Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan atau jasa

bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan

pariwisata.

8) Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang

melakukan kegiatan usaha pariwisata

Universitas Sumatera Utara 24

Dengan adanya Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam kegiatan kepariwisataan di

Indonesia, dengan menjadikan undang-undang tersebut sebagai pedoman utama dalam bisnis dan aktivtas pariwisata lainya.

2.2.1. Jenis-jenis Pariwisata

Selama 20 tahun terakhir pariwisata telah menjadi bagian dari wacana utama dalam pembangunan secara berkelanjutan, terdapat banyak jenis pariwisata, yang dibagi berdasarkan tujuan dan motif perjalanan wisatawan, misalnya: bisnis pariwisata, ekowisata, wisata kesehatan, wisata alam atau sejarah, wisata pedesaan, pariwisata konferensi, wisata budaya dan lain-lain, namun, pedoman pengembangan pariwisata berkelanjutan dan praktik manajemen, diterapkan untuk semua jenis pariwisata dan untuk semua jenis kawasan wisata Dydoldxvno

(2014).

Sementara menururt Hunt dan Stronzam (2009) mengklasifikasi Jenis-jenis pariwisata yang di dasarkan pada motif wisata antara lain : (1) Pariwisata untuk bersenang-senang atau tamasya (pleasure tourism) yang umumnya berpindah- pindah tempat, (2) pariwisata untuk rekreasi (recreation tourism), (3) pariwisata untuk kebudayaan (cultural tourism), (4) pariwisata untuk olahraga (sport tourism), (5) pariwisata untuk urusan dagang (business tourism), (6) pariwisata untuk berkonvensi (convention tourism), (7) pariwisata untuk kesehatan (health tourism), (8) pariwisata sosial (social tourism), dan (9) pariwisata untuk kepentingan spiritual atau keagamaan (spiritual tourism).

Dari paparan di atas, penulis mencoba mengabungkan kedua pendapat ahli di atas tentang klasifikasi jenis-jenis pariwisata menjadi 9 jenis, di mana beberapa

Universitas Sumatera Utara 25

jenis pariwisata seperti ekowisata merupakan asal mula terbentuknya pariwisata berkelanjutan (Reiter, 2011), dan menjadi pedoman di berbagai belahan dunia dalam pengelolaan pariwisata.

1) Wisata Budaya

Wisata budaya merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seorang atau

kelompok dengan tujuan ingin mengetahui dan mempelajari kearifan lokal,

adat istiadat, budaya, seni dan kekhasan lainya yang terdapat pada suatu

daerah tertentu, baik di dalam negeri maupun keluar negeri.

2) Wisata Maritim atau Bahari

Wisata maritim atau bahari, mempuyai makna yang luas, namun di

kalangan masyarakat jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan

olahraga di air, renang, memancing, menyelam, kompetisi berselancar,

balapan mendayung, serta perlombaan lain yang berhubungan dengan air,

baik di laut maupun di air tawar.

3) Wisata Cagar Alam (Taman Konservasi)

Kunjungan yang dilakukan ke daerah-daerah yang dilindungi,

sebagaimana Pengertian cagar menurut UU No. 5 Tahun 1990 ialah tentang

perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistem yang merupakan

kawasan suaka alam karena keadaan alamnya yang mempunyai kekhasan

tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu

dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

4) Wisata Konvensi

Menurut Kesrul (2004), MICE (wisata Konversi) merupakan suatu

kegiatan kepariwisataan yang aktifitasnya terdiri dari perpaduan leasure dan

Universitas Sumatera Utara 26

business, biasanya melibatkan sekelompok orang yang secara bersama-sama.

Rangkaian kegiatan dalam bentuk Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan

Pameran (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition).

Sedangkan menurut Menurut Pendit (1999:25), Mice diartikan sebagai wisata konvensi, dengan batasan : usaha jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran merupakan usaha dengan kegiatan memberi jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendikiawan dsb) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama.

5) Wisata Pertanian (Agrowisata)

Menururt Nurisjah (2001) menjelaskan bahwa agrotourism, agrowisata atau lebih sering disebut wisata pertanian merupakan penggabungan aktivitas wisata dengan aktivtas pertanian. Hal senada juga di sampaikan oleh Aref

(2009) di mana agrowisata berasal dari terjemahan Agrotourism, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa agrowisata merupakan kegiatan wisata yang memamfaatkan potensi pertanian maupun perkebunan, wisata seperti dapat berlangsung out dor maupun di dalam ruangan seperti mesium mesium hasil pertanian.

6) Wisata Buru

Wisata berburu seperti ini, tidak terdapat di semua negara, hanya negera-negara tertentu saja yang mengizikan, seperti beberapa negara

Afrika yang memberi izin memburuh gajah dan singa pada kawasan hutan tertentu, jenis ini banyak dilakukan di negeri–negeri yang memang memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang di benarkan oleh pemerintah

Universitas Sumatera Utara 27

7) Wisata Ziarah

Wisata ziarah sangat erat kaitannya dengan agama, adat istiadat suatu

daerah yang memiliki kepercayaan dalam mengsakralkan dan mensucikan

suatu tempat, seperti makam dan tempat-tempat peribadatan yang dianggap

suci, wisata ziarah sering dilakukan secara rombongan maupun perseorangan.

8) Ekowisata

Ekowisata pertama kali di kemukan oleh Hector Ceballos-Lascurain pada

tahun 1987 yaitu: Wisata alam atau pariwisata ekologis dengan perjalanan

ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau

terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan

menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-

bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau

maupun masa kini (Priyono, 2012). Menurut Baksir (2010) ekowisata

sesungguhnya merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh

berdasarkan keprihatinan lingkungan, ekonomi dan sosial.

9) Wisata Syariah dan Wisata Halal

Wisata Syariah merupakan obyek wisata yang kegiatanya diperbolehkan

menurut ajaran Islam untuk digunakan atau dilakukan oleh umat Islam di

industri pariwisata, definisi tersebut mempertimbangkan Hukum Islam

(Syariah) sebagai dasar dalam penyajian produk dan pelayanan pariwisata

kepada pelanggan terutama yang beragama Islam, seperti hotel Halal, Halal

Resorts, restoran halal, dan perjalanan halal (Battour et.al. 2016)

Perbedaan antara wisata halal dan syariah hanya sebatas pada ruang lingkup penerapan kaidah Islam dalam berwisata. Wisata halal hanya terfokus dalam hal

Universitas Sumatera Utara 28

bahan konsumsi dan sebagian juga mengikut sertakan akomudasi penginapan halal, dengan kata lain, wisata halal merupakan bagian dari wisata syariah.

Berbeda dengan wisata halal, maka wisata syariah dalam pelaksanaannya mengatur seluruh aktivitas pariwisata yang sesuai dengan kaidah penerapan

Syariat Islam, hal inilah yang menjadi pembeda dalam pengembangan kawasan ekowisata di Pulau Reusam, dibandingkan dengan wisata halal daerah lain.

2.3. Pengertian dan Potensi Ekowisata

Ekowisata pertama kali di kemukan oleh Hector Ceballos-Lascurain pada tahun 1987 yaitu: Wisata alam atau pariwisata ekologis dengan perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi

(tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini (Priyono,

2012).

Kemudian pada awal tahun 1990 di sempurnakan oleh The International

Ecotourism Society (TIES) yaitu sebagai berikut: Ekowisata merupakan perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat

(Priyono, 2012). Pengertian ekowisata dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Namun pada hakekatnya pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat (Wunder, 2000).

Universitas Sumatera Utara 29

2.3.1. Pengertian Ekowisata

Pertambahan penduduk yang semakin banyak, berbanding lurus dengan minat masyarakat untuk melakukan perjalanan wisata, tanpa di sadari berdampak langsung pada degradasi lingkungan yang semakin meningkat akibat aktivitas manusia dalam sektor parawisata, baik secara sengaja maupun tidak. Potensi degradasi lingkungan tersebut, membuat para ahli berfikir bagaimana melindungi lingkungan tanpa menghilangkan aktivitas wisata, salah satu solusinya dengan pengelolaan kawasan wisata berbasis ekowisata.

Menurut Baksir (2010) ekowisata sesungguhnya merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh berdasarkan keprihatinan lingkungan, ekonomi dan sosial. Akar dari ekowisata terletak pada pariwisata alam dan ruang terbuka.

Jadi dengan kata lain ekowisata menggabungkan suatu komitmen yang kuat terhadap alam dan rasa tanggung jawab sosial. Dengan kata lain ekowisata merupakan suatu model pengembangan wisata yang menghargai kaidah-kaidah alam dengan melaksanakan program pembangunan dan pelestarian secara terpadu antara upaya konservasi sumber daya alam dengan pengembangan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan (Fandeli 2000; Buchsbaum 2004).

Dari paparan pendapat para ahli di atas, ekowisata merupakan aktivitas wisata alam dan mempuyai tujuan di samping menikmati keindahan alam juga ikut bertanggung jawab terhadap konservasi lingkungan yang ada kawasan yang dikunjungi wisatawan. dan di saat yang sama juga menghasilkan pendapatan bagi daerah atau masyarakat setempat, di mana sebagian pendapatannya digunakan untuk konservasi lingkungan. Adanya unsur mutualisme lintas sektor menjadikan ekowisata banyak di terapkan di berbagai Negara.

Universitas Sumatera Utara 30

2.3.2. Potensi Kawasan Pesisir dan Pulau Sebagai Kawasan Ekowisata

Kawasan pesisir merupakan kawasan strategis yang menentukan kualitas daratan, hal ini di karenakan kawasan pesisir mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Di samping keindahan pantai, wilayah pesisir juga mempuyai sumber daya yang tidak dimiliki kawasan lain, pada daerah pesisir komplek akan didapati tiga ekosistem utama saling mendukung keberadaan ketiga ekosistem tersebut. Ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang.

Ekosistem Mangrove yang berada di daratan berfungsi sebagai penyaring unsur hara dan sedimentasi dari daratan sehingga meningkatkan kualitas air sebelum sampai ke padang lamun. Sementara ekosistem lamun yang berada di antara ekosistem mangrove dan terumbu karang berfungsi sebagai penyaring unsur hara dan sedimentasi sebelum membebani terumbu karang (meningkatkan kualitas air). Pada saat bersamaan ekosistem Terumbu Karang bertindak sebagai penyangga untuk memecah tenaga gelombang sebelum mencapai padang lamun dan tegakan mangrove hingga melindungi keutuhan pantai.

Sementara menurut Adrianto (2004), dalam perspektif ekosistem wilayah pesisir, wilayah pulau-pulau kecil dapat di bagi menjadi beberapa sub-wilayah yaitu : (1) wilayah perairan lepas pantai (coastal offshore zone); wilayah pantai

(beach zone); (3) wilayah dataran rendah pesisir (coastal lowland zone); (4) wilayah pesisir pedalaman (inland zone). Dilihat dari komplesistas dan keindahan kawasan pesisir tersebut menjadikannya sebagai daerah ekowisata yang sering dikunjungan, baik sebagai wisatwan maupun para peneliti.

Universitas Sumatera Utara 31

Potensi dan peluang daerah pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi kawasan ekowisata sangat besar. Dengan adanya aktivitas wisata akan menberi tambahan pendapatan baik bagi daerah maupun masyarakat yang ada di kawasan tersebut.

Di samping manfaat positif, menjadikan kawasan pesisir menjadi daerah ekowisata juga memiliki dampak negatif, apalagi bila tidak ada rasa memiliki bahwa lingkungan milik kita bersama dan harus dijaga bersama, baik pengunjung maupun masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan parawisata tersebut.

Pencemaran yang paling sering kita temukan di kawasan wisata meliputi pencemaran fisik, biologi dan dampak terhadap satwa liar termasuk gangguan dan pemberian makan hewan. Dampak lainnya termasuk sampah sembarangan, koleksi artefak, grafiti dan kerusakan terumbu karang (Farrell & Marion, 2001).

Sedangkan di Pulau Reusam, kerusakan Terumbu Karang hasil budidaya oleh

Pemda dan NGO, lebih disebabkan oleh kurangnya perhatian dan perawatan setelah aktivitas penanaman, serta faktor lingkungan yang kurang mendukung di sekitar Pulau Reusam.

Kerusakan lingkungan akan terus berlanjut apabila pengelolaan kawasan wisata tanpa berbasis lingkungan (ekowisata), sebagai contoh degradasi lingkungan yang terjadi di Honduras yang di temukan oleh Stonich (1998) dalam

Zambrano et.al (2010) menemukan bahwa pariwisata di Honduras menyebabkan degradasi lingkungan yang signifikan yang mempengaruhi kesehatan penduduk lokal.

Selain itu, kelestarian ekowisata dapat dipertanyakan dan terganggu apabila destinasinya memerlukan perjalanan yang jauh, akibatnya akan berdampak secara

Universitas Sumatera Utara 32

global karena semakin jauh tujuan ekowisata maka akan semakin banyak energi fosil yang di butuhkan (Marzouki et. Al, 2012). Upaya mengantisipasi degradasi, ialah dengan mengharuskan kawasan pulau dan pesisir yang dijandikan daerah ekowisata harus mendapatkan perhatian semua pihak, khususnya dalam pengembangan dan pengelolaan.

Baksir (2010) menjelaskan pengertian pengelolaan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pulau-pulau kecil yang luas areanya = 2.000 km2, secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan pengelolaan yang professional, di mana sebagian pendapatan dari aktivitas wisata digunakan untuk konservasi ekosistem yang ada di kawasan tersebut, dapat terus melindungi dan mempertahankan keindahan serta daya tarik wisatawan. Serta dapat membantu ketercapaian target pemerintah Indonesia melalui kementrian parawisata memiliki enam target utama untuk periode 2014-

2019:

a. Pertama, kontribusi pariwisata terhadap Pendapatan Domestik Bruto

(PDB) meningkat dari 9 persen pada 2014 menjadi 15 persen pada 2019.

Hingga November 2015, kontribusi pariwisata terhadap PDB sebesar 9,5

persen.

b. Kedua, devisa meningkat dari Rp 140 triliun pada 2014 menjadi Rp 280

triliun pada 2019. Saat ini kontribusi pariwisata terhadap PDB Nasional

diperkirakan mencapai 4 persen dengan devisa Rp 155 triliun.

Universitas Sumatera Utara 33

c. Ketiga, kontribusi terhadap kesempatan kerja meningkat dari 11 juta pada

2014 menjadi 13 juta pada 2019.

d. Keempat, indeks daya saing pariwisata meningkat dari peringkat 70 pada

2014 menjadi 30 pada 2019.

e. Kelima, jumlah kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) meningkat

dari 9,4 juta pada 2014 menjadi 20 juta pada 2019. Hingga September

2015, jumlah wisman adalah 8,69 juta. Hingga September 2015, jumlah

wisman adalah 8,69 juta.

f. Keenam, jumlah perjalanan wisatawan nusantara meningkat dari 250 juta

pada 2014 menjadi 275 juta pada 2019. (Kemenpar, 2015 dalam

Widagdyo. 2015).

2.4. Karakteristik Ekowisata Pulau

Karakteristik yang umum dijumpai di pulau-pulau kecil dapat dikategorikan ke dalam aspek lingkungan hidup dan sosial-ekonomi-budaya. Karakteristik yang berkaitan dengan lingkungan hidup menurut Brookfield (1990) dalam Peuru

(2012) antara lain :

a. Pulau-pulau kecil memiliki daerah resapan (catchment area) yang

sempit, sehingga sumber air tawar yang tersedia sangat rentan terhadap

pengaruh instrusi air laut.

b. Pulau-pulau kecil memiliki daerah pesisir yang sangat terbuka (rasio

antara panjang garis pantai dengan luas area relatif besar), sehingga

lingkungannya sangat mudah dipengaruhi oleh dinamika perairan

sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara 34

c. Species organisme yang hidup di pulau-pulau kecil pada umumnya

bersifat endemik.

d. Pulau-pulau kecil memiliki sumber daya alam terestrial yang sangat

terbatas, baik yang berkaitan dengan sumber daya alam mineral, air

tawar maupun dengan kehutanan dan pertanian.

Karakteristik kawasan pulau yang memiliki kekhasan, sehingga memerlukan penanganan tersendiri, ditambah lagi ketahanan sumber daya baik fisik maupun non fisik yang ada di palau rentan terhadap kerusakan. Apabila terdapat kegiatan ekowisata, harus di barengi dengan konsep yang melindungi lingkungan namun juga membantu kebutuhan ekonomi dan sosial budaya masyarakat sekitar.

2.4.1. Kegiatan Ekowisata Pulau

Konsep pengembangan kawasan wisata pesisir dan pulau, berbeda jauh dengan peneglolaan kawasan wisata di daratan, kawasan pulau memiliki kekhasan tersendiri baik dalam hal pengertian maupun karakteristiknya. UNCLOS 1982,

Bab VIII pasal 121 Ayat 1 yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui

Undang Undang Nomor 17 Tahun 1985 menyatakan bahwa Pulau adalah daerah daratan yang di bentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air dan yang ada di atas permukaan air pasang (Peuru. 2012). Dari definisi yang telah diakui oleh

UNCLOS menjelaskan bahwa pulau, merupakan ekosistem yang di kelilingi oleh air dan dibentuk secara alami.

Menurut De Haas (2003) ada tiga konsep ekowisata skala kecil yang harus di penuhi yaitu kepekaan lingkungan, kelayakan sosial budaya, dan kelayakan ekonomi, ketiganya harus bersifat simbiosis untuk mencapai ekowisata keberlanjutan. dari hasil penelitiannya di Niue menunjukkan bahwa industri

Universitas Sumatera Utara 35

pariwisata Niue hanya berkelanjutan dalam aspek lingkungan dan sosial budaya, namun, karena kunjungan wisatawan yang tidak mencukupi, hal itu tidak layak secara ekonomi.

Dilihat dari penelitian de Hass, upaya menjadikan suatu kawasan menjadi daerah ekowisata secara berkelanjutan, dalam pengelolaannya harus dilakukan secara menyeluruh, artinya tidak cukup hanya pada perlindungan lingkungan saja, namun juga harus memperhitungkan sumber pendapatan ekonomi masyarakat sekitar. Dengan terpenuhinya kebutuhan ekonomi masayarakat sekitar, akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam menjaga lingkungan wisata karena berhubungan langsung dengan kelangsungan hidup.

Kesadaran konservasi lingkungan berbasis masyarakat sekitar sangat berpengaruh terhadap kelangsungan dan masa depan kawasan wisata tersebut.

Tanpa dukungan masyarakat, ekosistem yang terdapat pada daerah parawisata sangat rentan dengan kerusakan, untuk mengetahui dampak aktivitas manusia, khususnya pariwisata. Chan (2000) mempelajari dampak lingkungan dari perkembangan pesat di pulau Penang, sebuah pulau kecil yang sangat urban di lepas pantai barat Semenanjung Malaysia, dan menunjukkan bahwa banyak aspek lingkungan di pulau ini tidak dapat dipulihkan lagi.

Sementara Pulau Redang di dekatnya juga merupakan pulau yang masih alami, dengan karang yang melimpah dan perairan jernih dan kaya akan keanekaragaman hayati. Ini adalah surga bagi penyelam, namun karena peningkatan jumlah wisatawan yang luar biasa dalam dekade terakhir ini telah mengakibatkan degradasi terumbu karang, penggundulan hutan serta degradasi kualitas genenetik yang terdapat di lingkungan (Chan, 2009).

Universitas Sumatera Utara 36

Salah satu tindakan konservasi berbasis masyarakat, ialah dengan melibatkan penduduk sekitar menjadi penyelengara aktivtas wisata tersebut, di antaranya dengan menjadi Pemandu wisata. Keberadaan pemandu sangat penting dalam aktivitas ekowisata, karena pemandu memainkan peran utama dalam peningkatan kualitas dan meminimalkan pengaruh aktivitas wisatawan terhadap lingkungan.

Solusi di atas sangat tepat apabila diterapkan di kawasan wisata Pulau

Reusam, dengan adanya pelibatan masyarakat lokal secara langsung, akan memberikan dampak positif peningkatan pendapatan, sehingga akan timbul siklus mutualisme antara masyarakat lokal dengan terjaganyanya lingkungan baik di

Pulau Reusam maupun sekitarnya, untuk menjcapai hal tersebut, masyarakat harus mendapatkan pendidikan tentang indikator lingkungan yang baik dan aman.

Solusi di atas sangat tepat apabila diterapkan di kawasan wisata Pulau

Reusam, dengan adanya pelibatan masyarakat lokal secara langsung, akan memberikan dampak positif peningkatan pendapatan, sehingga akan timbul siklus mutualisme antara masyarakat lokal dengan terjaganyanya lingkungan baik di

Pulau Reusam maupun sekitarnya, untuk menjcapai hal tersebut, masyarakat harus mendapatkan pendidikan tentang indikator lingkungan yang baik dan aman.

Selain pemandu, membatasi jumlah pengunjung agar sesuai dengan daya dukung yang ada juga sangat penting dalam upaya konservasi kawasan ekowisata tersebut, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Song dan Kuwahara (2016), dalam melindungi lingkungan Pulau Minamijima, maka dibuat aturan larangan memasuki Pulau tersebut melebihi jumlah maksimum turis yang diizinkan setiap harinya (seratus turis).

Universitas Sumatera Utara 37

2.4.2. Sumber Daya Pesisir untuk Ekowisata

Zona kawasan pesisir didefinisikan sebagai wilayah geomorfologi di kedua sisi pantai di mana komponen biotik dan abiotik lingkungan laut dan terestrial berinteraksi untuk membentuk sistem sumber daya ekologis dan ekonomi yang kompleks, di mana populasi manusia, baik penduduk maupun turis, melakukan aktivitas mereka. kegiatan sosial, rekreasi dan komersial (Protokol Pengelolaan

Zona Pesisir Terpadu di Laut Tengah, 2012).

Sumber daya yang terdapat di kawasan pesisir mejadikannya sebagai salah satu pusat peradaban dunia, maka tidak mustahil kita lihat, ketika terjadi bencana gempa bumi dan Tsunami di Propinsi Aceh, ribuan masyarakat menjadi korban, hal ini membuktikan kawasan pesisir merupakan pusat aktivitas kehidupan manusia. Menurut Ozyurt dan Ergin (2009) Wilayah pesisir secara historis telah dimanfaatkan untuk pemukiman manusia karena kelimpahan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dan pembangunan (Ozyurt dan Ergin,

2009).

Kawasan pesisir yang masih alami, termasuk pantai, bukit pasir, lahan basah, dan hutan, memberikan manfaat ekosistem yang berharga, seperti terjangan badai, kesempatan rekreasi, penyimpanan karbon, penyediaan habitat, pengaturan suhu, dan peningkatan kualitas air (Spalding et. al, 2014). Kawasan yang dilindungi ini dapat menjaga masyarakat dari beberapa dampak perubahan iklim

(Arkema et. al, 2013).

Keberadaan kawasan pesisir, sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara umum, khususnya yang berdomisili di kawasan tersebut, sebagai contoh

Universitas Sumatera Utara 38

mannfaat kawasan pesisir di Inggris, seperti dijabarkan oleh Jones et.al (2011) mengidentifikasi bahwa meskipun habitat pesisir hanya menempati 0,6% dari luas daratan Inggris, mereka menyumbang sekitar £ 48 miliar (disesuaikan dengan nilai 2003) dari manfaat ekosistem.

Sementara di Amerika serikat, yang secara total, 14,7 juta hektar lahan yang mencakup 15 negara bagian dilindungi di sepanjang pesisir timur AS, terhitung lebih dari 20 persen dari luas daratan di wilayah pesisir timur (Niell et.al,

2017). Kawasan ini melindungi masyarakat pesisir dari kerusakan akibat perubahan iklim, Namun kenyataanya kawasan pesisir sendiri yang menerima dampak dari perubahan iklim seperti naiknya permukaan air laut. Tingkatan kenaikan permukaan air global rata-rata mencapai 0,13 inci (3,11 mm) per tahun antara tahun 1993 dan 2008, seperti yang diidentifikasi oleh data satelit (Ablain et. al, 2009).

2.4.2.1. Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan lahan basah intertidal di daerah pesisir sub tropis atau tropis. Ekosistem ini memiliki peran kunci dalam (i) siklus biogeokimia di ekosistem estuaria tropis, (ii) keberlanjutan sistem ekologi pesisir laut, (iii) dukungan untuk akuakultur atau (iv) stabilisasi garis pantai pesisir tropis

(Kurniawan et.al, 2014). Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh

Gong et.al (2017), Ekosistem mangrove memiliki kapasitas besar dalam menahan logam berat, tingginya konsentrasi tembaga telah tercatat pada endapan mangrove di seluruh dunia sekarang (Gong et. al, 2017).

Universitas Sumatera Utara 39

Akar mangrove yang kuat dan kokoh menjadikan ekosistem ini berfungsi untuk menjaga kestabilan pantai dari dampak erosi, ombak dan abrasi, proteksi daratan (filter), tsunami, angin topan, intrusi air laut, dan ancaman berbagai polutan dan patogen, secara ekologis, ekosistem mangrove berfungsi sebagai penyangga keseimbangan ekologis antara kehidupan di darat dan laut (Umilia dan Asbar, 2016). Selain itu tumbuhan bakau juga menjadi sumber energi bagi banyak spesies biota laut seperti ikan, udang, kerang, kepiting dan berbagai jenis biota lainnya, tanah pemijahan, pembesaran (tempat pembibitan), pakan ternak

(pakan ternak) dan sebagai tempat tinggal (Umilia dan Asbar, 2016).

Secara ekonomi, ekosistem mangrove berfungsi sebagai pemasok produk yang membawa manfaat ekonomi bagi manusia, seperti penyedia fasilitas rekreasi, pendidikan, budidaya (budidaya laut) dan peternakan (lebah madu), dan penyedia produk untuk keperluan bahan bakar (arang), kertas (pulp), konstruksi, peralatan rumah tangga, tekstil, kulit, makanan, minuman dan obat-obatan (anti tumor, anti radang) (Salm et.al, 2000).

Sumber daya yang terdapat di ekowsiata mangrove akan berdampak positif kepada manusia selama dijaga dan dikelola dengan baik, namun akan berdampak negative apabila pemanfaatan dan eksploitasi hutan mangrove secara tidak bertanggung jawab terus berlanjut, sehingga kerusakan ekosistem mangrove akan mempengaruhi kenaikan suhu, terutama di daerah pesisir.

Menurut Nanlohy et.al (2015), hal ini disebabkan oleh pengetahuan dan kepedulian yang masih sangat rendah. Dalam penelitian Nanlohy et.al (2015) data menunjukkan bahwa persentase tingkat pengetahuan masyarakat tentang

Universitas Sumatera Utara 40

perubahan iklim sangat rendah hanya pada 26,67 % orang di teluk Kotania yang mengetahui tentang perubahan iklim, sedangkan masyarakat sebesar 73,33 % tidak pernah tahu tentang perubahan iklim.

2.4.2.2. Ekosistem Lamun

Lamun merupakan tanaman yang mengapung di laut, yang membentuk padang rumput luas di perairan pantai dangkal di semua benua kecuali Antartika

(Short et.al, 2007). Selain itu lamun juga dikenal sebagai salah satu ekosistem laut yang paling produktif setelah mangrove dan terumbu karang (Blankenhorn, 2007).

Padang lamun menyediakan kebutuhan manusia dari sejak lama, sebagai contoh,

Posidonia litter yang telah digunakan sebagai tempat penyimpanan untuk tempat tidur sejak abad ke-16 (Terrados dan Bodrum, 2004).

Padang lamun ikut memberi manfaat bagi ekosistem laut secara keseluruhan, baik dalam bidang ekologi maupun ekonomi, termasuk kapasitas lamun dalam melakukan stabilisasi sedimen, peningkatan kualitas air, dan fungsinya dalam siklus karbon dan nutrisi, serta juga berfungsi untuk menyediakan habitat bagi berbagai bentuk kehidupan di perairan pesisir (Hemming et. al 2000 dalam

Nadiarti et. al 2012). Dalam hal kesetabilan ekosistem padang lamun ikut berperan dalam produktivitas terumbu karang dan perikanan lainnya (Unsworth and Cullen, 2010), karena lamun mempuyai kemapuan dalam menyaring unsur hara dan sedimentasi sebelum membebani terumbu karang.

Menurut Mcleod dalam Nordlund et.al, (2017), penyebaran populasi lamun saat ini diperkiraan berkisar antara 177.000-600.000 km, namun karena berbagai faktor, baik karena ulah manusia maupun peningkatan iklim global menyebabkan

Universitas Sumatera Utara 41

terjadi penurunan populasi lamun, perkiraan tingkat penurunan berkisar antara 7

% secara global (Waycott et.al, 2009). Secara global, kehilangan padang lamun antara tahun 1879 dan 2006 sebesar 27 km2 (Waycott et. al, 2009).

Data dari UMCES menunjukkan bahwa 58 % padang lamun di dunia saat ini menurun, termasuk Indonesia kehilangan sekitar 30-40 % dari padang lamunnya

(UNEP, 2004). Teluk Banten di Indonesia kehilangan sekitar 26 % lamunnya yang disebabkan oleh reklamasi pelabuhan dan kawasan industri, dan di bagian lain Indonesia, Teluk Grenyeng dan Bojonegara, degradasi padang lamun disebabkan oleh reklamasi lahan untuk pelabuhan (UNEP, 2004).

Upaya konservasi ekosistem lamun dan pesisir secara umum telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya dengan dikeluarkan peraturan perundang- undangan di Indonesia, undang - undang 31 tahun 2004 tentang perikanan dan hukum 27 tahun 2007 tentang pengelolaan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang menyatakan bahwa ekosistem lamun merupakan bagian dari pengelolaan perikanan (Nadiarti et.al, 2012).

2.4.2.3. Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang, merupakan ekosistem khas yang terdapat di daerah tropis, yang terbentuk dari endapan kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh organisme pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari film

Cnidaria ordo Scleractina yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta organism lain yang menyekresi karbonat (Benget, 2002 dalam Lubis, 2013).

Ekosistem terumbu karang banyak dijadikan lokasi wisata, sekitar 30% terumbu karang dunia bernilai di sektor pariwisata, dengan total nilai diperkirakan

Universitas Sumatera Utara 42

mencapai hampir US $ 36 miliar, atau lebih dari 9 % dari nilai pariwisata pesisir di negara-negara terumbu karang dunia (Spalding et.al, 2017). Indonesia merupakan negara kepulauan, yang menjadi salah satu tempat terbesar ekosistem terumbu karang. Terumbu karang di Indonesia memiliki luas wilayah 50.875 km2 yang merupakan 18 % dari total terumbu karang dunia (Burke et. al, 2002).

Kekayaan ekosistem terumbu karang dunia, mulai terancam baik oleh gejala alam maupun aktivitas manusia. Perubahan iklim dianggap sebagai risiko paling serius bagi terumbu karang di seluruh dunia, polusi pertanian mengancam sekitar

25 % dari total luas terumbu karang global (Burke, 2011 dalam Kroon et. al

(2014). Beberapa studi di Kepulauan Solomon telah menunjukkan bahwa kepadatan populasi manusia dan akses pasar meningkatkan tekanan penangkapan, yang pada gilirannya merupakan pendorong utama ancaman terhadap persediaan dan keragaman peternak (Brewer et. al, 2012).

2.5. Ekowisata Sebagai Konsep Perkembangan Kawasan

Indonesia dianugrahi oleh keindahan alam dan keanekaragaman hayati. Hal ini sangat layak dan memiliki kesempatan besar untuk dikembangkan, di saat kemampuan ekonomi nasional dan APBN terus menurun dalam berbagai bidang, yang memaksa pemerintah melakukan peminjaman dana dalam memenuhi target pembangunan infrastruktur.

Solusi dengan mengedepankan bidang parawisata berbasis lingkungan untuk menambah devisa Negara dirasa tepat. Potensi pasar ekowisata yang semakin meningkat, merupakan potensi besar bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini di tekankan oleh TIES, yang dimulai pada tahun 1990an; Ekowisata tumbuh

20-34% per tahun (Situmorang dan Mirzanti. 2012).

Universitas Sumatera Utara 43

Menurut Marzouki et. al (2012) pariwisata merupakan satu di antara sumber pendapatan devisa daerah, tentu hal ini membutuhkan usaha, menjaga lingkungan yang alami dan melindungi berbagai ekosistem di kawasan lindung, harus dipahami sebagai prasyarat untuk menarik minat wisatawan, pada akhirnya sumber keuangan yang berasal dari pariwisata bergantung pada lingkungan yang asri tersebut. Tujuan pariwisata yang sangat diinginkan ialah agar pengeluaran wisatawan tetap tinggal di antara penduduk lokal daripada berakhir di AS atau

Eropa (de Haas, 2003).

2.5.1. Ekowisata dan Pembangunan Daerah

Pengembangan kawasan ekowsiata berbasis masyarakat, ikut membantu pemerintah dalam peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum, dan penduduk sekitar kawasan ekowisata khususnya, hal ini sesuai dengan pendapat Situmorang dan Mirzanti (2012), ekowisata akan mempengaruhi pasar tenaga kerja lokal dan produk domestik regional secara signifikan, Pengembangan ekowisata akan menciptakan lapangan kerja, tidak hanya di bidang jasa pariwisata seperti restoran, toko souvenir, dan makanan, namun juga akan berdampak pada sektor ekonomi secara umum.

Pengembangan kawasan ekowisata secara berkelanjutan, membutuhkan usaha dan komitmen dari semua pihak, khususnya perhatian pemerintah dalam mengakomodir dimensi penting dalam pembangunan wisata berkelanjutan, menurut Hasan ( 2015) terdapat 7 (tujuh) dimensi penting green tourism yaitu:

a. Pengalaman langsung dengan lingkungan alam dan budaya, ramah

lingkungan, sosial, dan psikologis dapat diterima.

b. Mendefinisikan lingkungan sesuai aturan alam, bukan wisatawan

Universitas Sumatera Utara 44

c. Perencanaan dan berpartisipasi dalam greentours

d. Meningkatkan perhatian dan etika wisatawan terhadap lingkungan

e. Kontribusi ekonomi terhadap industry parawisata

f. Mengarahkan bagian dari pendapatan untuk daerah sumber daya alam

Pemenuhan 7 (tujuh) dimensi penting green tourism tersebut, akan membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan wisatawan, memberikan kesempatan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melindungi lokasi fisik, dan meningkatkan kualitas hidup penduduk sambil meningkatkan kesempatan ke depan melalui koeksistensi pengembangan pariwisata dan kualitas lingkungan

(Eagles, McCool, & Haynes, 2002).

Dengan pengelolaan kawasan ekowisata secara profesional di Pulau Reusam, akan memberikan tambahan PAD bagi PEMDA Aceh Jaya, sehingga menambah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh Jaya secara Umum.

Keuntungan ekowisata tersebut, membutuhkan usaha nyata dari Pemerintah

Daerah dalam pengembangan kawasan ekowisata Pulau Reusam.

2.5.2. Objek dan Daya Tarik Ekowisata

Ekowisata merupakan jenis wisata baru yang tidak hanya berfokus pada masalah kuliner saja, melainkan untuk pendidikan karakter dan petualangan, terfokus pada situs alam, budaya dan sejarah yang jarang dikembangkan dan jarang dikunjungi (Lenao dan Basupi, 2016). Menurut Perserikatan Bangsa-

Bangsa, ada tiga jenis ekowisata: ekowisata keras, ekowisata lembut dan ekowisata petualangan (Fennell, 2008 dalam Arsic et. al, 2017).

Universitas Sumatera Utara 45

Berdasarkan tiga jenis ekowisata di atas, memberikan pilihan bagi masyarakat untuk memilih jenis ekowisata sesuai dengan keinginan masing-masing, hal senada juga disampaikan oleh Bansal dan Eiselt, (2004) di mana tujuan wisata yang dikunjungi oleh pengunjung karena berbagai motif dan kepentingan masing- masing. Di samping itu setiap pengunjung mempuyai persepsi dan berperilaku yang berbeda-beda terhadap lingkungan (Navrátil et. al, 2011).

Perbedaan persepsi dan perilaku wisatawan terhadap lingkungan, disebabkan oleh latar belakang pengunjung dan turis yang berbeda-beda. Persoalan tersebut membutuhkan usaha ekstra dalam mengelola dan konservasi kawasan ekowisata, hal ini disebabkan karakteristik sebagian besar aktivitas ekowisata dalam bentuk perjalanan dan kunjungan ke lingkungan yang masih alami.

Aktivitas ekowisata didefinisikan sebagai: "Perjalanan dan kunjungan yang bertanggung jawab secara lingkungan ke daerah alami yang tidak terganggu, untuk menikmati dan menghargai alam (dan setiap fitur budaya yang menyertainya baik dulu maupun sekarang) yang mempromosikan konservasi, memiliki dampak pengunjung negatif yang rendah, serta berhubungan langsung dengan sosio-ekonomi masyarakat lokal "(Ghorbani et.al, 2015).

Dalam penelitian Marzouki et.al (2012) rata-rata perjalanan wisata di Tunisia, motivasi utama wisatawan (sekitar 80%) merupakan laut, pasir, dan matahari yang tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai pada kawasan wisata, dan yang lainnya sekitar 20% wisatawan memilih waktu yang lama dalam perjalanan seperti kunjungan gurun di Selatan atau bentuk lain dari pesiar di Utara.

Universitas Sumatera Utara 46

Dari hasil penelitian tersebut, sebagian besar pengunjung tidak ingin melakukan perjalanan jauh menuju tempat wisata, tidak heran kita lihat daerah kepulauan menjadi daya tarik sebagian besar masyarakat di karenakan akses yang mudah. Selain kawasan laut dan pasir, daya tarik wisatawan yang paling banyak di minati antara lain di lingkungan gunung dan hutan (sub Montana) yang masih merupakan daerah alami dan menarik (Navrátil et. al, 2013).

2.6. Pengelolaan Kawasan Ekowisata Berbasis Masyarakat

Pengelolaan ekowisata dan kawasan lindung yang sukses memerlukan pemanfaatan pengunjung yang berkelanjutan, yang mengharuskan pengelolaan kawasan alam secara efektif untuk kesenangan pengunjung dan perlindungan sumber daya untuk selama-lamanya (WCED, 1987 dalam Farrell & Marion,

2001). Dalam menjalankan aktivitas ekowisata yang efektif dan berkelanjutan, maka perlu memahami Beberapa karakteristik umum ekowisata, telah diidentifikasi oleh UNEP dan Organisasi Pariwisata Dunia sebagai:

• Melibatkan apresiasi bukan hanya tentang alam, tapi juga budaya asli yang

berlaku di daerah alami, sebagai bagian dari pengalaman pengunjung;

• Berisi pendidikan dan interpretasi sebagai bagian dari penawaran wisata;

• umumnya, tetapi tidak eksklusif, diselenggarakan untuk kelompok-

kelompok kecil oleh usaha kecil, khusus-ised dan milik lokal (sambil

mengakui bahwa operator asing juga pasar dan mengoperasikan

ekowisata);

• Meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan alam dan sosial

budaya;

Universitas Sumatera Utara 47

• Mendukung perlindungan kawasan alami dengan menghasilkan

keuntungan ekonomi bagi pengelola kawasan alami;

• Menyediakan pendapatan alternatif dan lapangan kerja untuk masyarakat

lokal;

• Meningkatkan kesadaran lokal dan pengunjung akan konservasi (WWF,

2001).

Menurut Das dan Chatterjee (2015) tujuan pembangunan ekowisata adalah untuk melindungi daerah-daerah tertentu melalui penyediaan pendapatan, perlindungan lingkungan, pendidikan dan keterlibatan penduduk setempat.

Masyarakat Ekowisata Internasional mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah-daerah alami yang melestarikan lingkungan dan menopang kesejahteraan masyarakat setempat (WWF. 2001).

Tantangan terhadap pelaksanaan ekowisata untuk mencapai tujuannya tidaklah mudah, karena harus memiliki tanggung jawab ketika mengujungi kawasan yang masih alami, melestarikan lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Menurut Blamey dalam Zambrano et.al, (2009), pengembangan kawasan ekowisata memiliki 3 (tiga) tantangan yang harus ambil secara bersamaan (a) meminimalkan dampak lingkungan sehingga hanya memiliki sedikit dampak kerusakan ekologi, (b) berkontribusi terhadap konservasi melalui upaya langsung (misalnya reboisasi di tempat, restorasi habitat , dll.) dan

(c) mempromosikan mata pencaharian lokal melalui pemberdayaan politik dan kombinasi antara manfaat sosial dan ekonomi yang sesuai dengan budaya dengan masyarakat lokal.

Universitas Sumatera Utara 48

Keberhasilan mencapai ketiga hal tersebut membutuhkan usaha maksimal, apalagi untuk mencapai ketiga tujuan sekaligus, banyak faktor penghalang seperti adanya interversi politik, ekonomi dan lainnya. Menurut madu (2002) dalam

Zambrano et. al, (2009) untuk mencapai setiap tujuan ekowisata harus didukung oleh seperangkat standar yang jelas dan diterapkan secara konsisten, seperti yang terjadi pada area dengan program sertifikasi ekowisata nasional atau regional,

Hutan Lindung dan lain sebagainya.

Dari paparan para ahli di atas, dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata sangat menekankan unsur-unsur yang berkaitan langsung dengan masyarakat lokal, khususnya dalam hal kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi.

Dengan penglibatan masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata secara nyata, akan memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan tarah ekonomi masyarakat khusunya dan daerah secara umum. Dalam hal ini ekoturisme menjadi alat yang handal untuk memperbaiki ekonomi lokal, terutama di daerah tertinggal. Di daerah terpencil dan alami, ekowisata bertanggung jawab untuk menghasilkan pendapatan bagi perlindungan lingkungan (Santarem et. al,

2015).

2.6.1. Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Ekowisata

Pengembangan suatu kawasan ekowisata, tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan penduduk lokal dan masyarakat sekitar kawasan destinasi ekowisata, hal ini sesuai dengan teori ekosistem komplek dalam ekowisata, yang menekankan keseimbangan antara sosial budaya, ekonomi dan lingkungan, dari ketiga unsur di atas terdapat interaksi yang saling terkait dan melengkapi satu sama lain. Peran masyarakat sekitar juga kita temukan dalam konsep 4A produk

Universitas Sumatera Utara 49

wisata, di mana salah satunya adalah Ancillary Services yang merupakan lembaga pendukung dan pengelola ekowisata, tentu lembaga pendukung dan pengelola wisata tidak bisa dipisahkan dari peran serta masyarakat sekitar kawasan ekowisata.

Pelibatan masyarakat, harus dimulai ketika tahap-tahap awal perencanaan pengembangan kawasan ekowisata, hal ini dilakukan agar terjadi sinkronisasi perencanaan dari tingkat pengambil kebijakan sampai kelompok masyarakat paling bawah. Di samping itu, dengan pelibatan masyarakat dari tahap awal, akan terhindar dari kerugian salah satu pihak, dan masyarakat akan merasa lebih dihargai dan bertanggung jawab dalam mengelola dan menjaga lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian Auesriwong et.al (2015) meyimpulkan bahwa

Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat yang Bersifat Integratif ke

Kabupaten Sangkhom berhasil menyatukan para pemangku kepentingan yang berbeda, dan meningkatkan partisipasi para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan pariwisata.

Selain itu, melalui proses perencanaan dapat mengintegrasikan kebijakan pariwisata nasional dengan kepentingan lokal untuk memulai perencanaan ekowisata berbasis masyarakat yang sesuai dengan Kabupaten Sangkhom.

Berdasarkan hasil penelitian Auesriwong menjadi bukti pengembangan pariwisata berbasis masyarakat telah menjadi alat penting untuk pengelolaan berkelanjutan

(Sebele, 2010).

Universitas Sumatera Utara 50

2.6.2. Ekowisata Sebagai Sarana Konservasi Berbasis Masyarakat

Kehadiran kawasan ekowisata bisa bersifat positif dan negatif. Secara positif dapat memengaruhi standar kehidupan warga, meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja baru, memperbaiki infrastruktur lokal, meningkatkan ketersediaan fasilitas hiburan, mempromosikan identitas lokal, dan sebagainya, meskipun demikian, pariwisata juga berpotensi menimbulkan dampak negatif dengan membuat biaya hidup dan kejahatan mikro meningkat, memperburuk kepadatan penduduk dan konflik gangguan, dan mengubah ekosistem (Chiappa et. al, 2016).

Dengan penetapan status sebuah kawasan sebagai daerah ekowisata tidak otomatis habitat dan keanekaragaman yang berada dalam kawasan tersebut terlindungi dengan baik. Ancaman paling dekat berasal dari masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan ekowisata. Sering terjadi konflik kepentingan dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata antara kebijakan pemerintah dan masyarakat dalam hal pemenuhan berbagai kebutuhan hidup.

Dalam meminimalisasi dampak negatif dan konflik kepentingan di atas, memerlukan kontribusi positif yang jelas terhadap pelestarian lingkungan, walau dalam prakteknya, terkadang sulit dicapai. Perasaan masyarakat memainkan peran penting dalam mendorong dukungan masyarakat terhadap pengembangan dan konservasi kawasan pariwisata ( Abang et. al, 2016).

Menurut Farrell & Marion, (2001), peningkatan pendidikan lingkungan masyarakat dan partisipasi masyarakat akan sangat membantu proses konservasi di wilayah sekitar ekowisata, menjadikan masyarakat lokal untuk menghargai

Universitas Sumatera Utara 51

penggunaan sumber daya alam yang tidak hanya bersifat konsumtif, (Farrell &

Marion, 2001). Hal senada juga disampaikan oleh Tsung (2013) yang memahami dukungan warga tuan rumah untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan merupakan faktor penting dalam keberhasilan pengelolaan dan pemasaran pariwisata berbasis masyarakat.

2.7. Wisata Syariah

Pertumbuhan populasi muslim yang terus meningkat di seluruh dunia, menjadikan pasar wisata syariah semakin diminati, sehingga tidak heran, banyak ditemukan destinasi wisata syariah walaupun bukan di negara yang mayoritas muslim. Dalam hal pelaksanaan, terdapat perbedaan antara wisata syariah yang ada di negara mayoritas dan minoritas muslim. Penerapan wisata syariah di negera mayoritas non muslim lebih beorientasi pada wisata halal saja.

Perbedaan antara wisata halal dan syariah hanya sebatas pada ruang lingkup penerapan kaidah Islam dalam berwisata. Wisata halal hanya terfokus dalam hal bahan konsumsi dan sebagian juga mengikut sertakan akomudasi penginapan halal, dengan kata lain, wisata halal merupakan bagian dari wisata syariah.

Berbeda dengan wisata halal, maka wisata syariah dalam pelaksanaannya mengatur seluruh aktivitas pariwisata yang sesuai dengan kaidah penerapan

Syariat Islam. Pertumbuhan wisata syariah, selain di karenakan pertambahan populasi muslim, juga dorongan dari ajaran Islam itu sendiri, yang mengharuskan

Umat Islam untuk melakukan perjalan dalam rangka menambah keimanan dengan mengamati hasil citaptaan Allah SWT.

Universitas Sumatera Utara 52

Menurut Jafari and Scott, (2014) Umat Islam diharuskan melakukan berbagai perjalanan kesetiap penjuru yang bertujuan, untuk membuat umat Islam menyadari kehebatan Tuhan, dengan mengamati' 'tanda-tanda' sejarah dan keajaiban alam dan buatan manusia, sebagaimana di sebutkan dalam Surat Al-

Ankabut (secara harfiah) menjelaskan satu tujuan turisme meminta orang untuk melakukan perjalanan kesana kemari di dunia ini untuk merenungkan ciptaan

Tuhan.

Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana

Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.'' (Surat Al-

Ankabout, 20; ). Demikian juga, dalam Surat Al-An'am ayat 11 yang Mendesak orang-orang untuk berkeliaran di bumi untuk mengambil pelajaran dari Ciptaan

Allah khususnya manusia yang mendahului “Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu".' '(Surat Al An'am, 11).

2.7.1. Definisi Wisata Syariah

Wisata Syariah merupakan "obyek wisata yang kegiatanya diperbolehkan menurut ajaran Islam untuk digunakan atau dilakukan oleh umat Islam di industri pariwisata". Definisi tersebut mempertimbangkan Hukum Islam (Syariah) sebagai dasar dalam penyajian produk dan pelayanan pariwisata kepada pelanggan terutama yang beragama Islam, seperti hotel Halal, Halal Resorts, restoran halal, dan perjalanan halal (Battour et. al, 2016).

Esensi utama wisata dalam pandangan Islam ialah sebagai sarana ibadah, untuk memperkokoh keimanan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam. Melalui

Universitas Sumatera Utara 53

melihat dan menghayati KeangunganNya atas kesempurnaan dan keindahan dari ciptaanNya, baik lingkungan yang indah sehingga takjub di pandang mata, maupun manusia itu sendiri yang dilengkapai dengan akal dan kemampuan berfikir.

Di samping sebagai sarana melihat Keangungan Tuhan, Perjalanan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, mengurangi stres dan memungkinkan umat Islam untuk mengabdi Kepada Tuhan dengan lebih baik. Ini mengarah pada perolehan pengetahuan dan merupakan ujian kesabaran dan ketekunan (Zamani-

Farahani & Henderson, 2010). Dilihat dari Komplesitas penyelenggaraan wisata berbasis syariah, sangat jarang ditemukan investor atau pengusaha yang mampu mengelolaa wisata berbasis syariah secara sempurna.

Komplesitas pengelolaan wisata syariah tersebut, menjadikan Pemerintah sebagai ujung tombak dalam keterlaksanaan wisata berbasis syariah, di karenakan pemerintah mempunyai kewenangan dalam menyusun regulasi sesuai dengan syariah islam, selain tanggung jawab di bidang regulasi, kewajiaban menyediakan sarana dan prasarana untuk ibadah seperti sholat tidak boleh di kesampingkan.

Kemampuan pemerintah dalam memfasilitasi dan memberikan pengetahuan tentang konsep wisata syariah kepada masyarakat menjadi penentu keterlaksanaan wisata teresebut. Merubah paradigma sebagian masyarakat tentang wisata yang identik dengan hura-hura dan menimbulkan berbagai penyakit sosial. Padahal menurut de Haas, dalam Zambrano et.al, (2010) Pariwisata sering di salahkan atas meningkatnya kejahatan, pelacuran, dan alkemiisme, yang terkadang dikaitkan dengan meniru perilaku wisatawan, sehingga banyak yang berasumsi wisata tidak bisa diintegrasikan dengan Islam.

Universitas Sumatera Utara 54

Kenyataan yang sebenarnya berbeda dengan kepercayaan publik, Islam menerima pariwisata dan ikut mendorongnya. Ketika melihat prinsip-prinsip

Syari'ah dan Islam yang dihasilkan dari Al Qur'an dan Sunnah didapatkan sehingga para wisatawan muslim dianggap lebih dekat kepada Tuhan (Farahani &

Eid. 2016). Konsep wisata Syariah merupakan aktualisasi dari konsep ke Islaman di mana nilai halal dan haram menjadi tolak ukur utama, hal ini berarti seluruh aspek kegiatan wisata tidak terlepas dari sertifikasi halal yang harus manjadi acuan bagi setiap pelaku pariwisata (Chookaew, 2015).

Zambrano et, al (2010) dalam penelitiannya menyebutkan tentang

Perbandingan ekowisata LP menunjukkan efek positif yang jauh lebih baik daripada pariwisata konvensional di antarnya ekowisata tidak banyak berpengaruh pada alkoholisme, kecanduan obat-obatan terlarang, dan pelacuran, Temuan ini mendukung klaim bahwa ekowisata membawa lebih banyak manfaat daripada pariwisata konvensional.

Wisata syariah mempertimbangkan nilai-nilai dasar umat Muslim di dalam penyajiannya mulai dari akomodasi, restaurant, hingga aktifitas wisata yang selalu mengacu kepada norma-norma Keisalaman (Tourism Review, 2013 dalam

Widagdyo. 2015). Sebagi contoh ketersediaan baju renang Muslim untuk wanita, dapat memuaskan wisatawan Muslim, Terkadang di sebut Burqini atau pakaian burkini (Battour et.al, 2016).

Burqini merupakan jenis baju renang untuk wanita yang di maksudkan untuk mematuhi peringatan Alquran agar wanita Muslim berpakaian sopan. Setelan itu menutupi seluruh tubuh kecuali wajah, tangan dan kaki, sementara cukup ringan untuk memungkinkan berenang, agak longgar dan terbuat dari bahan baju renang

Universitas Sumatera Utara 55

bukan neoprene (Al Arabiya News, 2014 dalam Battour et. al, 2016).

Konsep wisata Syariah dapat juga diartikan sebagai kegiatan wisata yang berlandaskan ibadah dan dakwah di saat wisatawan Muslim dapat berwisata serta mengagumi hasil pencipataan Allah SWT (tafakur alam) dengan tetap menjalankan kewajiban sholat wajib sebanyak lima kali dalam satu hari dan semua ini terfasilitasi dengan baik serta menjauhi segala yang di larang olehNya

(Kamarudin, 2013).

2.7.2. Perkembangan Wisata Syariah Dunia

Pertumbuhan dan perkembangan Agama Islam tumbuh lebih cepat daripada agama dunia lainnya, pada tahun 2010 populasi Muslim global melampaui satu miliar setengah dan diperkirakan akan meningkat menjadi 2,2 miliar pada tahun

2030 (Pew Forum, 2011 dalam Carboni dan Janati (2016). Pertambahan penduduk muslim di dunia, turut berpengaruh positif pada permintaan pasar wisata halal yang menjadi bagian dari wisata berbasis syariah.

Menurut Battour et.al (2016) industri pariwisata mengakui terhadap peningkatan minat wisatawan Halal baik dari sudut pandang praktisi maupun peneliti. Kenaikan minat wisata halal ini sebagian disebabkan oleh pertumbuhan populasi Muslim di seluruh dunia. Konsumen Muslim merupakan salah satu segmen pasar yang paling cepat berkembang dan kebutuhannya tidak dapat diabaikan oleh penyedia tujuan dan operator pariwisata (Battour & Ismail, 2014).

Sesuai dengan Laporan Ekonomi Islam Dunia, Pasar perjalanan Muslim global bernilai $ 140 miliar pada tahun 2013, yang sebanding dengan 11,5 % dari pengeluaran global. Laporan yang sama memprediksi bahwa segmen tersebut diperkirakan bernilai $ 238 miliar pada tahun 2019 dan mewakili 13% dari

Universitas Sumatera Utara 56

pengeluaran global (Battour et. al, 2016). Saat ini terjadi Perebutan pasar wisatawan muslim sehingga membawa beberapa negara seperti Malaysia lebih fokus dalam menarik kaum Muslim dengan mengembangkan industri pariwisata mereka agar sesuai dengan kebutuhan para pengunjung Muslim (Al-Hamarneh &

Steiner, 2004).

Persiapan wisata syariah tidak hanya di lakukan oleh Malaysia saja, berbagai negara berkembang, menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat dan alat yang efektif untuk investasi asing dan cadangan keuangan, kegiatan pariwisata internasional telah menjadi sumber utama pendapatan devisa bagi beberapa Negara Anggota OKI seperti Benin, Chad,

Gambia, Maladewa, Mali, Senegal, Sierra Leone, dan Uganda (Farahani & Eid,

2016).

Carboni dkk. (2014) menambahkan bahwa wisata Islam tidak dibatasi hanya untuk tujuan keagamaan dan tidak eksklusif di negara-negara Muslim saja, wisata

Islam banyak menarik wisatawan non muslim yang tertarik dengan apa yang di sebut 'Budaya Islam. Budaya Islam dalam hal ini syariah dan prakteknya oleh

Umat Islam seharusnya tidak dianggap statis. Sebaliknya, Islam merespons perubahan budaya dan perubahan aktivitas seperti pariwisata. Misalnya, dalam kasus Malaysia, terjadi perkembangan pariwisata yang berbeda dengan dipahami

Barat dalam memenuhi kebutuhan pengunjung Muslim (Jafari and Scott, 2014)

2.7.3. Kondisi Wisata Syariah di Indonesia

Peningkatan jumlah pengujung parawisata berbasis syariah, berkaitan erat dengan jumlah umat Islam di dunia, sekarang melebihi +1,5 miliar, dan

Universitas Sumatera Utara 57

diperkirakan meningkat menjadi 2,2 miliar pada tahun 2030 (Carboni et.al,

2015). Pendapat di atas ikut didukung oleh Mohsin et.al (2016), negara- negara yang memiliki populasi Muslim yang tinggi seperti Malaysia dan

Indonesia, menikmati preferensi yang lebih besar sebagai tujuan yang dipilih untuk pariwisata Halal oleh umat Islam di seluruh dunia.

Dalam satu laporan yang di rilis UNWTO (Utilizing the World Tourism

Organization) menunjukkan bahwa wisatawan muslim mancanegara berkontribusi

126 miliar dolar AS pada 2011. Jumlah itu mengalahkan wisatawan dari Jerman,

Amerika Serikat dan Cina (Aulia. 2017), hal senada dan yang terbaru berdasarkan studi Global Muslim Travel Index (GMTI, 2016), menjelaskan total jumlah wisatawan Muslim dunia mencapai 117 juta pada 2015, jumlah itu diperkirakan terus bertambah hingga mencapai 168 juta wisatawan pada 2020 dengan pengeluaran di atas 200 miliar dollar AS atau sekitar Rp 2,6 triliun, Sedangkan

Indoensia berdasarkan data World Travel Tourism Council atau WTTC baru bisa mendatangkan devisa negara dari pariwisata halal sebesar 11,9 miliar dollar AS

(Kompas. 2017).

Setelah terjadi tragedi WTC pada tahun 2001 di Amerika Serikat, dan berbagai kejadian yang berbentuk intimidasi terhadap umat Islam di sebagian negara-negara eropa dan barat lainnya, di antaranya pembuatan film kartun Nabi

Besar Muahamad SAW, pelarangan burqa dan penyeranngan mesjid. Menjadikan umat Islam kurang nyaman mengujunggi negara tersebut, karena tidak mendapatkan sambutan hangat seperti sebelumnya, fenomena ini ikut mendorong terjadinya pergeseran detinasi wisata bagi Umat Islam, untuk mencari tempat wisata yang lebih bersahabat.

Universitas Sumatera Utara 58

Berdasarkan fenomena di atas, yang diawali pertumbuhan penduduk muslim yang begitu cepat, dan persoalan ketidak nyamanan yang dirasakan oleh wisatawan muslim dunia. Harusnya menjadi pendorong dan modal bagi bangsa

Indonesia untuk bersaing merebut pasar wisata syariah dunia, karena Indonesia saat ini merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar dunia, dengan jumlah penduduk sebesar 255.182.144 (BPS, 2015).

Perkembangan dan kemajuan wisata syariah di Indonesia saat ini, juga tidak kalah dengan negara Islam lainnya seperti Malaysia. Dalam sebuah acara World

Halal Travel Award 2015 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), Indonesia berhasil memenangkan tiga kategori yaitu: World’s Best Family Friendly Hotel,

World’s Best Halal Honeymoon Destination, dan World’s Best Halal Tourism

Destination (NTB). (Aulia. 2017).

Dari prestasi di atas kita berharap, dapat memenuhi enam (6) target utama pemerintah Indonesia di bidang parawisata untuk periode 2014-2019:

a. Pertama, kontribusi pariwisata terhadap Pendapatan Domestik Bruto

(PDB) meningkat dari 9 persen pada 2014 menjadi 15 persen pada 2019.

Hingga November 2015, kontribusi pariwisata terhadap PDB sebesar 9,5

persen.

b. Kedua, devisa meningkat dari Rp 140 triliun pada 2014 menjadi Rp 280

triliun pada 2019. Saat ini kontribusi pariwisata terhadap PDB Nasional

diperkirakan mencapai 4 persen dengan devisa Rp 155 triliun.

c. Ketiga, kontribusi terhadap kesempatan kerja meningkat dari 11 juta pada

2014 menjadi 13 juta pada 2019.

Universitas Sumatera Utara 59

d. Keempat, indeks daya saing pariwisata meningkat dari peringkat 70 pada

2014 menjadi 30 pada 2019.

e. Kelima, jumlah kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) meningkat

dari 9,4 juta pada 2014 menjadi 20 juta pada 2019. Hingga September

2015, jumlah wisman adalah 8,69 juta. Hingga September 2015, jumlah

wisman adalah 8,69 juta.

f. Keenam, jumlah perjalanan wisatawan nusantara meningkat dari 250 juta

pada 2014 menjadi 275 juta pada 2019. (Kemenpar, 2015 dalam

Widagdyo. 2015).

Upaya pemerintah dalam memperkuat dan mengembangkan sektor parawisata khusunya wisata syariah/halal sudah dilakukan berbagai gebrakan program, satu di antarnya dengan mempersiapkan 13 (tiga belas) provinsi untuk menjadi destinasi wisata syariah, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Aceh, Sumatera

Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali. Namun dari ke-13 provinsi tersebut yang dinyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa Barat, NTB, Yogyakarta, dan

Jawa Timur (Kemenpar. 2015)

Universitas Sumatera Utara 60

Gambar. 2.2. Destinasi Wisata Syariah di Indonesia Sumber: Kemenpar. (2015).

Sampai saat ini, periode bulan agustus 2017, gambaran jumlah wisman ke

Indonesia mengalami peningkatan di bandingkan tahun lalu. Berdasarkan data

BPS RI Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia bulan Agustus

2017 naik 36,11 persen dibanding jumlah kunjungan pada Agustus 2016, yaitu dari 1,03 juta kunjungan menjadi 1,40 juta kunjungan. Begitu pula, jika di bandingkan dengan Juli 2017, jumlah kunjungan wisman pada Agustus 2017 mengalami kenaikan sebesar 1,79 persen (BPS RI. 2017).

2.8. Kerangka Pemikiran

Pulau Reusam memiliki keindahan alam yang menarik untuk dikunjungi, kondisi pantai pasir putih yang masih alami, perairan yang jernih serta terdapat terumbu karang di beberapa daerah, menjadi nilai tambah dalam kunjungan wisatawan. Hal ini terbukti dari terus meningkatnya kunjungan wisatawan baik lokal maupun luar daerah, rata-rata jumlah wisatawan tidak kurang dari 500 orang khususnya hari minggu, dan pada hari PHBI dan PHBN dapat mencapai 1.600

Universitas Sumatera Utara 61

orang wisatawan, sedangkan pada hari lain menjadi objek pemancingan bagi yang hobi memancing (hasil observasi dan diskusi awal dengan Geuchik Gampong

Lhok Timon – Aceh Jaya).

Terus meningkatnya kunjungan turis menjadikan peluang bagi masyarakat sekitar pulau, dalam meningkatkan taraf ekonomi dengan memberikan pelayanan jasa transportasi dan pemandu wisatawan, maupun pelayanan di bidang konsumsi dan penginapan yang mendukung kegiatan wisata di Pulau Reusam tersebut.

Peluang ini harus di barengi oleh peningkatan kualitas pelanyanan, sehingga pengunjung nyaman dan tertarik untuk kembali.

Peningkatan aktivitas manusia di Pulau Reusam, tidak hanya berdampak positif semata dalam penyediaan lapangan kerja, namun juga memiliki efek negatif terjadinya pencemaran dan degradasi lingkungan. Hal ini perlu mendapat perhatian, mengingat ekologi di Pulau Reusam masih sangat alami. Perlu adanya terobosan solusi dalam meminimalkan degradasi lingkungan namun juga dapat meningkatkan taraf hidup masayarakat sekitar pulau, satu di antaranya dengan melakukan upaya konservasi dan menjadikan Pulau Reusam sebagai salah satu kawasan ekowisata berbasis Syariah Islam.

Pengembangan kawasan ekowisata berbasis Syariah Islam di Aceh Jaya, kajiannya tidak terbatas pada wisata halal dalam kontek makanan semata, namun akan melakukan kajian lebih jauh dalam upaya meingtegrasikan nilai-nilai dan norma Syariat Islam sebagai landasan dasar dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan ekowisata di Pulau Reusam, khususnya dalam hal akomodasi, konsumsi dan aktivitas wisata lainya yang sesuai dengan kaidah penerapan Syariah Islam di Aceh Jaya, dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut,

Universitas Sumatera Utara 62

diperlukan berbagai langkah ilmiah yang terstruktur dan sistematis yang berkaitan dengan penelitian ini.

Diawali dengan pemetaan berbagai potensi Pulau Reusam, di ataranya potensi lingkungan, sumber daya alam, dan sosial-budaya-ekonomi yang ada di Pulau

Reusam. Dalam proses mengkaji potensi sosial, budaya dan ekonomi, didasari dari konsep 4A pengelolaan pariwisata, yaitu Ancillary Services, Amenities,

Accessibility dan Atraction. keempat konsep parawisata tersebut, berpedoman langsung pada Qanun Aceh Qanun Aceh no 6 Tahun 2014 tentang Hukum

Jinayat.

Dalam aktivitas analisis potensi lingkungan, peneliti membatasi pada analisis daya dukung yaitu daya dukung fisik, riil dan efektif. Analisis daya dukung ini, selain menggali potensi lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi, dalam penelitian ini juga dilakukan tindakan analisis kesesuaian SDA dengan ketetapan ideal dari para ahli, dalam hal ini kesesuaian ekowisata pantai dan kesesuaian ekowisata bahari. Dalam menyempurnakan penelitian ini, juga akan dilakukan analisis permodelan konseptual, sehingga diharapkan akan melahirkan 1 (satu) model pengelolaan kawasan Pulau Reusam sebagai kawasan ekowisata berbasis Syariat

Islam, untuk lebih lengkap maka di susunlah kerangka pemikiran seperti pada

Gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara 63

Universitas Sumatera Utara 64

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan wisata Pulau Reusam Teluk Rigaih Desa

Lhok Timon, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Jaya, Propinsi Aceh, sekitar 4 km dari Ibukota Kabupaten (Calang). Waktu pelaksanaan penelitian dari bulan Mei 2018 sampai dengan Juli 2019. Penentuan Pulau Reusam sebagai kawasan penelitian, di dasarkan pada pertimbangan bahwa riset ini ingin melihat pada pengelolaan kawasan wisata, sehingga untuk menjadi objek penelitian ini harus merupakan daerah yang sudah ada dan berjalan kegiatan parawisatanya selama ini. Selain kegiatan wisata yang sudah ada di Pulau Reusam, penentuan ini juga didukung oleh unsur penerapan Syariah Islam di Kabupaten Aceh Jaya, yang menjadi salah satu unsur kebaruan dalam penelitian.

Gambar. 3.1 Peta Pulau Reusam – Aceh Jaya

64

Universitas Sumatera Utara 65

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan subjek dalam penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wisatawan yang berkunjung khusus pada hari minggu. Penentuan populasi khusus pada hari minggu karena tempat wisata Pulau

Reusam hanya ramai di kunjungi pada hari minggu. Dari hasil observasi awal dengan Kepala Desa (Geuchik) Lhok Timon Kecamatan Setia Bakti diperkirakan jumlah kunjungan wisatawan pada hari minggu kurang lebih 500 orang, dengan asumsi pengambilan data dilakukan selama 3 (tiga) bulan/12 Minggu. Maka (500 orang x 12 minggu) didapatkan total populasi sebanyak 6.000 orang.

3.2.2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi, yang secara representative dapat mewakili unsur-unsur yang ada di dalam populasi. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan Nomogram Harry King dengan rumus n = (%) x N

Keterangan n = Sampel (%) = Persentase populasi N = Jumlah Populasi

Universitas Sumatera Utara 66

Gambar. 3.2 Nomogram Harry King

Hasil analisis Nomogram Harry King, dari 500 pengunjung hari minggu, dengan total populasi (500 orang x 12 minggu) sebanyak 6.000 orang wisatawan yang melakukan kunjungan pada hari minggu selama 12 minggu, dengan tingkat kesalahan 10 % maka didapatkan jumlah sampel wisatawan sebanyak 11 % dari populasi wisatawan pada hari minggu atau sebanyak 55 orang setiap hari minggu, maka didapatkan (55 orang x 12 minggu) total sampel adalah 660 orang sampel.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapangan yang berkaitan dengan biofisik, sosial, budaya dan ekonomi. Data primer biofisik diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan langsung dapat dilihat pada Tabel 3.1 tentang pedoman analisis kesesuaian ekowisata. Selain itu pengukuran juga dilakukan

Universitas Sumatera Utara 67

untuk mendapatkan faktor koreksi tentang tingkat kelerengan tanah dalam rangka menujang informasi tingkat daya dukung Pulau Reusam.

Sedangan untuk data potensi ekowisata, kapasistas SDA dan penerapan

Syariat Islam diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada 660 orang sampel selama 12 minggu, penyebaran pedoman wawancara tentang 4A-SC (Atraction,

Accessibility, Aminities, Ancillary and Safety, Comfort), Juga wawancara dan

FGD dilakukan kepada Dinas Pariwisata dan Dinas Syariat Islam, Sekda Aceh

Jaya dan Kepala Desa Gampong Lhok Timon yang juga menjadi responden dalam penelitian. Selain data primer, juga dilakukan pengumpulan sekunder, data sekunder terdiri dari seluruh infomasi pendukung yang diperoleh dari dokumen- dokumen yang berasal dari instansi terkait maupun dari studi literatur yang berhubungan dengan topik penelitian.

3.4. Metode Penelitian

Pendekatan metode dalam penelitian ini, menggunakan metode campuran explanatory sequensial, metode campuran ini melibatkan dua tahapan, yaitu pada tahapan pertama mengumpulkan data kuantitatif serta menganalisis hasilnya, dan kemudian tahapan kedua menggunakan hasil data kuantitatif untuk merencanakan

(atau membangun) data kualitatif, dalam penelitian ini, tahapan pertama dimulai dari pengumpulan data tentang daya dukung dan analisis kesesuaian SDA kemudian digunakan dalam menyusun/membangun model konseptual pengelolaan

Pulau Reusam menjadi kawasan ekowisata berbasis Syariah (Creswell, 2014).

Universitas Sumatera Utara 68

3.5. Tehnik Analisis Data

3.5.1. Analisis Data Kuantitatif

3.5.1.1. Analisis Daya Dukung

Analisis daya dukung dilaksanakan berdasarkan kriteria dan indikator yang berhubungan dengan penerapan konsep ekowisata yang dianalisis secara kuantitatif dengan rumus sebagai berikut :

a. Daya Dukung Fisik/Physical Carrying Capacity (PCC) merupakan

jumlah maksimum pengunjung secara fisik tercukupi dengan lingkungan

yang tersedia pada waktu tertentu. Rumus PCC yang digunakan dan

dimodifikasi dari Purnomo (2013) sebagai berikut :

PCC = A x 1/B x Rf

Di mana : A = Luas areal yang digunakan untuk wisata B = Luas areal yang dibutuhkan seorang wisatawan untuk berwisata dengan tetap memperoleh kepuasan Rf = Faktor rotasi

b. Daya Dukung Riil/Real Carrying Capacity (RCC) merupakan jumlah

pengunjung maksimum yang diperkenankan berkunjung keobyek dengan

faktor koreksi (Cf) dan diambil dari karakteristik obyek yang diterapkan

pada PCC. Faktor koreksi diperoleh dengan mempertimbangkan variable

lingkungan. Perhitungan RCC dimodifikasi dari Purnomo (2013)

dilakukan dengan rumus berikut :

RCC = PCC x (100-Cf1/100)

Adapun untuk menghitung faktor koreksi (Cf) diperoleh dengan

mempertimbangkan variabel yang diperoleh berdasarkan data lapangan

Universitas Sumatera Utara 69

kelas kelerengan di Pulau Reusam dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Cf = Mi/Mt x 100%

Di mana: Mi = Batas besaran variable Mt = Batas variable total sebesar 65 untuk Faktor Koreksi Kelerengan (Muta’ali, 2012)

✓ Faktor koreksi RCC dalam bentuk indeks kelerengan

Dalam mencari faktor kelerengan (ITK), dengan mengklasifikasi

nilai kelerengan berdasarkan kelas lereng sebagaimana Tabel 3.2

sebagai berikut

Tabel 3.1. Kelas kemiringan lereng dan nilai skor kemiringan lereng Kelas Kemiringan (%) Klasifikasi I 0 – 8 Datar II > 8 – 15 Landai III > 15 – 25 Agak curam IV > 25 – 45 Curam V > 45 Sangat curam Sk. Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/11/1980 c. Daya Dukung Efektif/Efective Carrying Capacity (ECC) merupakan

jumlah kunjungan maksimum namun obyek tetap terjaga pada tingkat

manajemen yang tersedia. Kapasitas manajemen merupakan

penjumlahan dari semua kondisi pada kawasan perlindungan yang dapat

difungsikan secara obyektif dan sesuai dengan tujuan dari pengelolaan

kawasan, Fandeli dan Mukhlison (2000). Kapasitas manajemen dibatasi

oleh kriteria: sistem pengelolaan, jumlah staf pengelola dengan

perhitungan dimodifikasi dari Purnomo (2013) sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara 70

ECC = RCC x faktor koreksi (MC) MC (Management Capacity) adalah jumlah petugas pengelola kawasan. MC = Rn/Rt x 100% di mana : RCC = Real Carrying Capacity Rn = sumber daya yang aktif di lokasi Rt = jumlah sumber daya tetap pengelola

3.5.1.2. Analisis Kesesuaian SDA

Analisis ini dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan nilai kesesuaian kondisi lapangan (hasil penelitian) dengan kondisi ideal yang ditetapkan oleh ahli, antara lain Maanema (2003) tentang analisis kesesuaian ekowisata pantai dan ekowisata bahari di antara yang diukur adalah 1). Ke dalaman perairan, materi dasar laut, kecepatan arus, kecerahan perairan, tipe pantai, penutup lahan dan jarak dengan air tawar, pedoman kesesuaian unsur-unsur di atas dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara 7164

Tabel 3.2 Pedoman analisis kesesuaian ekowisata pantai menurut Maamena (2003)

No Parameter Bobot S1 Sangat sesuai S2 Sesuai S3 Kurang sesuai N Tidak sesuai Kedalaman peraiaran 1 10 0-5 (18) > 5-10 (4) > 10-15 (2) >15 (1) (m) Kecepatan Arus 2 6 0-0,17 (14) > 0,17-0,34 (12) >0,34-0,51 (2) >0,51 (1) (m/det) Kecerahan Perairan 3 6 > 15-20 (10) > 10-14 (4) > 5-9 (2) > 5 (1) (m) Lumpur, Berpasir sedikit Pasir berkarang karang, 4 Tipe Pantai 6 Berpasir (14) karang (12) sedikit terjal (10) mangrove, terjal (2) Manggrove, Lahan terbukar semak belukar 5 Penutup lahan 6 Belukar tinggi (10) pemukiman, (14) rendah (12) pelanuhan (1) 6 Jarak Air tawar (km) 6 < 0.5 (14) > 0.5 - 1 (12) > 1-2 (10) > 2 (2)

Ket : Angka dalam kurung merupakan

skor No Katagori kelayakan Skor

1 S1 (sangat sesuai) 544 – 704 2 S2 (sesuai) 312 – 543 3 S3 (kurang sesuai) 144 – 311 4 N (tidak sesuai) < 144

Universitas Sumatera Utara 65

3.5.2. Analisis Data Kualitatif

3.5.2.1. Analisis Permodelan Konseptual

Model Konseptual (conseptual model) merupakan suatu hipotesa yang digambarkan dalam diagram dari rangkaian hubungan antara faktor-faktor tertentu yang diyakini mempengaruhi atau memberi dampak kepada kondisi sasaran.

Menurut Jonker et al (2011) model konseptual memiliki 3 fungsi utama, antara lain :

1. Model Konseptual sangat erat hubungannya dengan teori referensi/litelatur

yang digunakan, keberadaan bantuan model konseptual, akan menunjukkan

cara melihat fenomena yang di ketengahkan dalam penelitian, sehingga

konsep-konsep teoritis yang digunakan untuk membangun model

konseptual akan menghasilkan persfektif atau cara pandang dalam melihat

fenomena empiris.

2. Dengan pembangunan model dapat membantu dalam penataan masalah,

mengidentifikasi faktor-faktor relevan, dan kemudian memberikan koneksi

yang membuatnya lebih mudah untuk memetakan bingkai permasalahan.

3. Model konseptual akan menghubungkannya ke dalam sistem teori.

Universitas Sumatera Utara 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Administrasi Pulau Secara Administrasi, Pulau Reusam berada dalam wilayah Lhok Sedu

Gampong Lhok Timon, Kecamatan Setia Bakti Kabupaten Aceh Jaya Propinsi

Aceh, Pulau Reusam merupakan Pulau terbesar dari 3 (tiga) Pulau kecil yang ada di kawasan teluk Lhok Sedu, yang berada pada koordinat 04°38’0912 LU dan

95°33’28 BT dengan luas 22 Ha dengan panjang garis pantai 2,4 Km.

Berdasarkan luas pulau tersebut termasuk katagori Pulau sangat kecil.

4.1.2. Geografi dan Topografi Pulau

Berdasarkan geografi, Pulau Reusam sangat dekat dengan pusat pemerintahan dan perekonomian di Kabupaten Aceh Jaya. dengan Ibukota Kabupaten hanya berjarak sekitar 8 km. Pulau Reusam berbatasan langsung dengan daratan Teluk

Rigah di sebelah utara, sebelah barat berbatasan dengan Desa Lhok Timon, sebelah timur berbatasan langsung dengan Kota Calang Ibukota Kabupaten Aceh

Jaya, dan sebelah selatan berbatasan dengan laut lepas Samudra Hindia.

Berdasarkan topografi Pulau, Pulau Reusam termasuk dalam katagori Pulau sangat kecil, dengan luas sekitar 22 hektar, yang terbagi ke dalam 4 wilayah, wilayah semak belukar memiliki luas 14,22 Ha, tebing atau daerah batu cadas memiliki luas 4,6 Ha, selain itu juga terdapat daerah karang bertebing yang menjadi kawasan pemancingan bagi yang berminat, memiliki luas 1,71 Ha, dan yang terakhir adalah wilayah pantai berpasir, yang menjadi kawasan wisata,yang memiliki luas 1,4 Ha.

73

Universitas Sumatera Utara 67

Dalam hal kemiringan tebing, Pulau Reusam, tidak memiliki wilayah curam maupun sangat curam, sehingga ketinggian tebing tidak menjadi ancaman bagi wisatawan. Katagori paling tinggi ialah Agak curam, yang memiliki luas sekitar

0,58% wilayah Pulau, sedangkan sisanya merupakan wilayah landai dan datar, landai memiliki luas sebesar 21,33 % dan datar memiliki luas 78,09 % dari total

Pulau Reusam.

4.1.3. Iklim Pulau Reusam

Pulau Reusam memiliki iklim tropissama seperti daerah Aceh umumnya dengan suhu maksimum 24°C sampai dengan 34°C pada bulan Mei 2019

(BMKG, 2019). Curah hujan berkisar 151 mm – 300 mm, kelembaban tertinggi

90 % dengan kelembaban terendah 60 % pada bulan mei 2019.

4.1.4. Demografi dan Lapangan Kerja

Berdasarkan kepadatan penduduk Pulau Reusam merupakan pulau kosong tanpa di huni oleh masyarakat, namun secara umum data bulan April 2019 jumlah penduduk di Gampong Lhok Timon adalah 1.795 jiwa, dengan rincian laki-laki

915 jiwa dan perempuan 843 jiwa yang tergabung dalam 534 KK. Di Gampong

Lhok Timon terdapat 3 dusun yaitu Dusun Gunong Teungoh, Jabie dan

Rigaih.Pulau Reusam sendiri terdapat di Dusun Rigaih. Angkatan kerja (usia 15 tahun keatas) sebanyak 497 orang.

Berdasarkan lapangan kerja, masyarakat Gampong Lhok Timon tersebar di beberapa sektor, antara lain Sektor Pertanian 216 orang, Sektor Perkebunan 117 orang, sektor Perternakan 17 jiwa, Sektor Perikanan dan nelayan 100 orang, sektor kehutanan 64 orang, sektor pertambangan dan bahan galian C sebanyak 27 orang, sektor industri sebanyak 68 orang, sektor industri menegah dan besar

Universitas Sumatera Utara 68

sebanyak 16 orang dan sektor jasa, PNS dll sebanyak 26 orang, sedangkan yang tidak mempuyai pekerjaan tetap sebanyak 31 orang (RPJMG Gampong Lhok

Timon, 2018)

4.1.5. Ekonomi, Sosial Budaya Masyarakat

Demikian pula di sektor ekonomi produktif. Warga Lhok Timon memiliki banyak sektor usaha ekonomi, misalnya, lahan Perkebunan, tanaman keras, usaha warung kopi, jual beli sembako/kelontong, usaha menjahit, usaha kue basah/kering, pertukangan, dan lain-lain. Gampong Lhok Timon adalah salah satu gampong di antara 13 Gampong yang ada dalam wilayah Kecamatan Setia Bakti

Kabupaten Aceh Jaya yang terletah di sebelah selatan pusat pemerintahan kecamatan. Sebahagian mata pencaharian penduduk nelayan dan petani.

Selain itu, masyarakat juga memiliki mata pencaharian ganda, hal ini disebabkan oleh faktor kesempatan kerja, apabila sedang ada peluang bekerja di proyek bangunan mereka menjadi tukang atau buruh, jika tidak ada mereka beralih kepada usaha beternak dan juga faktor ketergantung pada musim yang sedang berjalan. Keadaan sosial budaya masyarakat gampong Lhok Timon, sebelum konflik sangat kental dengan sikap solidaritas sesama, kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan berjalan dengan baik, hal ini terjadi karena adanya ikatan emosional keagamaan yang kuat antara sesama masyarakat.

Agama Islam sangat menekankan untuk saling berkasih sayang, membantu meringankan beban saudaranya dan dituntut pula untuk membina dan memelihara hubungan ukhwah Islamiah antar sesama. Atas landasan inilah sehingga tumbuh motivasi masyarakat untuk saling melakukan interaksi dengan baik,pasca konflik

Universitas Sumatera Utara 69

kondisi ini perlahan-perlahan juga mulai pulih meskipun tidak sama seperti sebelum konflik.

4.1.6. Transportasi

Sarana transportasi menuju Pulau Reusam dapat di tempuh melalui jalur

Banda Aceh – Calang dengan menempuh jarak 164 km,sedangkan untuk menuju ke Pulau Reusam dari daratan harus menggunakan sarana transportasi laut berupa

Boad atau Kapal nelayan selama 10 atau 15 menit, tergantung kecepatan dan tinggi gelombang laut pada saat itu.

4.1.7. Kunjungan Wisatawan

Kunjungan wisatawan ketika masih terdapat dermaga di Pulau, berdasarkan hasil wawancara dengan Geuchik gampong, setiap hari minggu bisa mencapai jumlah 500 orang berkunjung ke Pulau Reusam, namun seiring waktu dengan rusaknya dermaga di Pulau, dan pengelolaan Pulau yang tidak jelas, menjadikan minat wisatawan sangat menurun, hal ini dibuktikan ketika lebaran Aidil Fitri tahun 2019, hanya tidak lebih dari 50 keluarga yang berkunjung ke Pulau Reusam, informasi ini didapat dari hasil wawancara dengan Sekdes Gampong Lhok Sudu.

4.1.8. Prasarana Pulau Reusam

Sarana wisata di Pulau Reusam secara umum sudah lengkap, WC, Warung

Musallah dan fasilitas pendukung lainnya, yang menjadi permasalahan ialah dalam masalah pegelolaan yang tidak jelas, sehingga menjadikan tidak ada yang merawat fasilitas yang telah dibangun, yang menyebabkan fasilitas yang sudah ada rusak dengan sendirinya. Hal ini dipengaruhi oleh terus berkurangnya pengujung ke pulau tersebut, salah satunya di karenakan dermaga di Pulau

Universitas Sumatera Utara 70

Reusam telah rusak oleh gelombang, sehingga menjadikan Boat dan kapal tidak bisa mendarat di Pulau secara lancar.

Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya telah melakukan pengembangan sarana pariwisata di pulau tersebut, hal ini dapat dilihat dari sedang di bangunnya dermaga permanen di daratan menuju Pulau Reusam, sedangkan dipulau sendiri telah di bangun musalla, toilet, kantin, dan beberapa balai persingahan wisatawan.

Sedangkan untuk Restoran dan supermaket permanen hanya tersedia di daratan.

Fasilitas penginapan baru tersedia di Kota Kabupaten Aceh Jaya, dengan menempuh jarak 8 Km. di Kota Calang terdapat 2 hotel yaitu Hotel Pantai Barat dan Hotel kana, selain itu juga terdapat 1 wisma.

4.2. Tanggapan Pengujung Terhadap Pengembangan Ekowisata di Pulau

Reusam

Berdasarkan hasil analisis Nomogram Harry King, dari 500 setiap minggu, dengan total populasi sebanyak 6.000 orang wisatawan yang melakukan kunjungan pada hari minggu, dengan asumsi pengambilan data dilakukan selama

3 (tiga) bulan (12 Minggu), serta tingkat kesalahan 10 % maka didapatkan jumlah sampel wisatawan sebanyak 11 % dari populasi wisatawan pada hari minggu atau sebanyak 55 orang, dengan total sampel adalah 660 orang sampel dalam penyebaran kuesioner, berikut ini hasil sebaran angket kepada pengunjung Pulau

Reusam.

4.2.1. Data dan Karakteristik Responden

Sebelum responden menjawab kuesioner tentang daya dukung dan potensi lingkungan, terlebih dahulu harus mengisi pertayaan tentang karakteristik responden, terdapat beberapa pertayaan yang berkaitan tentang data pribadi

Universitas Sumatera Utara 71

responden dan tujuan mengunjungi Pulau Reusam, untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 4.1. di bawah ini:

Tabel. 4.1. Karakteristik responden berdasarkan kuesioner

No. Pertanyaan Jawaban Total 11 - 20 31 - 40 41 tahun 1. Umur 21 - 30 tahun tahun tahun keatas Jumlah orang 151 297 141 71 660 Persentase (%) 22,88 45,00 21,36 10,76 100 2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah orang 408 252 660 Persentase (%) 61,82 38,18 100 Pegawai/T Petani/nelaya Swasta & 3. Pekerjaan Pelajar NI/Polri n/buruh lainya Jumlah orang 63 251 198 148 660 Persentase (%) 9,55 38,03 30,00 22,42 100 4. Pendidikan formil SD SMP SMA Perguruan terakhir yang anda sederajat sederajat sederajat tinggi Jumlah orang 76 82 321 181 660 Persentase (%) 11,52 12,42 48,64 27,42 100 5. Kegiatan yang Berwisata Penelitian Mancing Lainya dilakukan Jumlah orang 369 23 196 72 660 Persentase (%) 55,91 3,48 29,70 10,91 100 6. Berapa biaya yang anda habiskan untuk Rp1.000.00 Rp3.000.00 Rp2.000.000 lainya mengunjungi Pulau 0 0 Reusam Jumlah orang 382 151 79 48 660 Persentase (%) 57,88 22,88 11,97 7,27 100 7. Apakah ketika mengunjungi Pulau Ya Tidak Reusam anda menginap Jumlah orang 183 477 660 Persentase (%) 27,73 72,27 100 8. Apabila menginap, di Tempat mana kah anda Wisma Hotel lainnya famili menginap Jumlah orang 28 72 57 26 183 Persentase (%) 15,30 39,34 31,14 14,20 100 9. Bagaimanakah pengalaman wisata Positif Negatif yang anda rasakan

Universitas Sumatera Utara 72

dalam mengunjungi lokasi wisata ini? Jumlah orang 587 73 660 Persentase (%) 88,94 11,06 100 10. Berapa kali anda telah mengunjungi 1 kali 2 kali lainya..…. Objek Wisata Pulau Reusam ? Jumlah orang 437 163 60 660 Persentase (%) 66,21 24,70 9,09 100 11. Dengan siapakah anda berkunjung ke Sendiri Keluarga Teman lainya Pulau Reusam ? Jumlah orang 23 310 303 24 660 Persentase (%) 3,48 46,97 45,91 3,64 100 12. Darimanakah anda Biro Media Media Informasi mengetahui objek perjalanan & cetak elektronik lisan wisata Pulau Reusam ? lainya Jumlah orang 15 353 266 26 660 Persentase (%) 2,27 53,48 40,30 3,94 100 Sebagai 13. Sifat kunjungan Tujuan Persinggah tujuan lainya anda ke Pulau Reusam ? berikutnya an (transit) utama Jumlah orang 415 171 26 48 660 Persentase (%) 62,88 25,91 3,94 7,27 100 14. Apakah bapak / ibu mengetahui tentang Ya Tidak ekowisata : Jumlah orang 213 447 660 Persentase (%) 32,27 67,73 100 15. Seandainya jawaban poin di atas ya, setujukah anda bila Ya Tidak ekowisata dikembangkan di daerah ini : Jumlah orang 213 0 213 Persentase (%) 100 0 100

Biaya yang dihabiskan selama mengunjungi Pulau Reusam paling banyak

adalah sekitar Rp. 1.000.000 sebanyak 57,88 % pengunjung, dan 22,88 %

pengunjung mengeluarkan biaya sebanyak Rp. 2.000.000,-. 11,97 % pengunjung

Universitas Sumatera Utara 73

mengeluarkan dana sebanyak Rp. 3.000.000. dan sisanya yang mengeluarkan biaya lebih dari 3 juta sebanyak 7,27 % pengunjung.

Berdasarkan hasil distribusi pengeluaran pada poin 6 di atas, apabila pengelolaan kawasan Pulau Reusam dilaksanakan secara profesional dan mampu menarik minat wisatawan, secara langsung akan mampu meningkatkan PAD Aceh

Jaya umumya dan masyarakat lokal sekitar Pulau Reusam Khususnya. Distribusi perputaran ekonomi di Kabupaten Aceh Jaya tidak kurang dari 4 miliar setiap minggu dengan asumsi daya dukung Pulau Reusam sebanyak 4.153 orang / hari, tentu dalam mencapai target ini, dibutuhkan usaha dan komitmen dari semua pihak, khususnya Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, dalam menyediakan fasilitas dan asebilitas yang layak di Pulau Reusam.

Peningkatan jumlah wisatawan ke Pulau Reusam, sangat didukung oleh kegiatan sosialisasi dan publikasi yang baik, berdasarkan data responden diketahui bahwa informasi tentang Pulau Reusam didapatkan oleh pengunjung dari media elektronik sebanyak 53,48 %. dan 2,27 % dari media cetak, 40,30 % dari lisan atau informasi orang lain, biro perjalanan 1,36 % dan 2,58 % unsur lain, baik dari papan pengumuman atau reklame dan lain-lainya, dari data responden dapat menjadi acuan dalam kegiatan sosialisasi melalui media elektronik dan media sosial lainya.

Materi sosialisasi yang sangat penting adalah tentang pemahaman ekowisata bagi pengunjung, hal ini terlihat dari jumlah pengunjung yang memahami tentang ekowisata, sebanyak 32,27 % mengetahui, dan sisanya 67,73 % tidak mengetahui tentang ekowisata, sehingga diperlukan pendidikan lingkungan bagi wisatawan khususnya tentang ekowisata.

Universitas Sumatera Utara 74

4.2.2. Tanggapan Terhadap Daya Dukung, Kapasistas SDA, Potensi

Ekowisata dan Penerapan Syariat Islam.

4.2.2.1. Daya Dukung

Penyebaran kuesioner tentang daya dukung bertujuan untuk mengetahui tanggapan pengunjung terhadap kepuasan dan kesiapan lingkungan Pulau Reusam menjadi kawasan ekowisata, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel

4.2.tentang tanggapan Masyarakat Terhadap Daya dukung di bawah ini;

Tabel. 4.2. Tangapan masyarakat terhadap daya dukung

No Pertanyaan STS TS N S SS Total

Daya dukung Jumlah pengunjung yang mengunjungi Pulau Reusam 1 tidak menggnggu 7 18 93 338 204 660 kenyamanan saya selama berada di Pulau Reusam Persentase (%) 1,06 2,73 14,09 51,21 30,91 100 Waktu yang paling nyaman saya berada di Pulau Reusam untuk berwisata +- 240 menit 2 21 12 214 224 189 660 (4 Jam). Seandainya jawaban tidak setuju, sebutkan waktu lain…………..Jam Persentase (%) 3,18 1,82 32,42 33,94 28,64 100 Keadaan tanah (resiko erosi) 3 tidak membuat saya khawatir 6 24 134 179 317 660 berada di Pulau Reusam. Persentase (%) 0,91 3,64 20,30 27,12 48,03 100 Perubahan cuaca membuat saya khawatir terhadap 4 115 98 121 196 130 660 perubahan tinggi gelombang laut Persentase (%) 17,42 14,85 18,33 29,70 19,70 100 Jumlah petugas pengelolaan yang ada sudah mencukupi 5 299 241 52 38 27 660 untuk mengelolaan kegiatan parawisata Pulau Reusam Persentase (%) 45,30 36,52 7,88 5,76 4,09 100

Universitas Sumatera Utara 75

Profesionalitas tim keamanan 6 309 268 45 22 16 660 sudah memadai Persentase (%) 46,82 40,61 6,82 3,33 2,42 100 Keterangan: STS : Sangat tidak setuju. N: Netral SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju. S: Setuju

Perubahan cuaca tidak menjadikan pengunjung khawatir terhadap perubahan tinggi gelombang laut. Hal ini dapat dilihat terhadap respon pengunjung sebanyak

17,42 % dan 14,85 % sangat tidak setuju dan tidak setuju, sedangkan 18,33 % memilih netral dalam hal ini, selain itu sebanyak 29,70 % dan 19,70 % memilih setuju dan sangat setuju terhadap pernyataan di atas. Upaya mengantisipasi tingginya gelombang maupun anggin, pengelola kawasan wisata Pulau Reusam mengambil sikap dengan tidak melaksanakan penyeberangan menuju Pulau sampai cuaca mendukung menuju ke Pulau Reusam, kebijakan ini diambil dalam rangka menghidari hal-hal yang tidak diinginkan.

Selain keadaan cuaca, permasalahan lainya, masih kurangnya jumlah petugas pengelolaan, hal ini dapat kita lihat dalam respon responden tentang sudah mencukupi untuk mengelolaan kegiatan parawisata Pulau Reusam. Sebanyak

45,30 % dan 36,52 %, menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju, sedangkan

7,9 % netral dan 5,76 %, 4,09 % menyatakan setuju dan sanggat setuju, pada poin ini terdapat 3 orang atau 0,45 % tidak memiliki pilihan.

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa perlu adanya penambahan petugas pengelola kawasan Pulau Reusam, jumlah personil yang terdiri dari Pemuda

Gampong lhok Timon sebanyak 3 orang dalam menjaga kawasan pantai seluas 1,4 hektar. Apabila pemanfaatan Pulau Reusam secara keseluruhan, maka dibutuhkan penambahan personil, terdapat 30 pemuda Gampong Lhok Timon siap

Universitas Sumatera Utara 76

memfasilitasi, dengan asumsi sistem rotasi, 15 orang setiap hari minggu.

Tanggapan responden terhadap profesionalitas tim keamanan apakah sudah memadai, dalam hal ini sebanyak 46,82 % dan 40,61 % menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju. 6,82 % menjawab netral, sedangkan 3,33 % dan 2,42 % memilih setuju dan sangat setuju. Dalam meningkatkan profesionalitas, maka dibutuhkan pelatihan dan sertifikasi pengelola kawasan ekowisata Pulau Reusam, sebagaimana komitmem Pemda Aceh Jaya dalam memfasilitasi peningkatan SDA pengelola ini, selain itu, dibutuhkan penglibatan Wilayatul Hisbah (Polisi Syariah) serta Satpol PP dalam memaksimalkan pencegahan pelanggaran qanun Jinayat.

4.2.2.2. Kapasistas SDA

Kuesioner tentang kapasistas SDA bertujuan untuk mengetahui tanggapan masyarakat tentang keadaan kelayakan sumber daya alam yang ada di Pulau

Reusam untuk dijadikan kawasan Ekowisata berbasis Syariah, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tangapan Masyarakat Terhadap Kapasistas

SDA di bawah ini:

Tabel. 4.3. Tanggapan masyarakat terhadap kapasistas SDA Tot No Pertanyaan STS TS N S SS al Kapasistas SDA Tingkat ke dalaman air laut 1 sangat lanyak untuk 30 32 347 124 118 660 kawasan ekowisata pantai. Persentase (%) 4,55 4,85 52,58 18,79 17,88 100 Material dasar merupakan pasir sehingga 2 16 23 81 268 272 660 meningkatkan kenyamanan pengunjung. Persentase (%) 2,42 3,48 12,27 40,61 41,21 100 Kecepatan arus tidak membuat saya khawatir 3 24 33 230 217 156 660 untuk berenang dan menyelam di laut

Universitas Sumatera Utara 77

Persentase (%) 3,64 5,00 34,85 32,88 23,64 100 Kecerahan air laut sangat 4 tepat untuk kawasan 54 38 82 249 237 660 ekowsiata Persentase (%) 8,18 5,76 12,42 37,73 35,91 100 Tipe Pantai Berpasir 5 Menambah Keindahan 20 31 112 248 249 660 Pulau Reusam Persentase (%) 3,03 4,70 16,97 37,58 37,73 100 Luas penutup lahan tidak menjadikan saya khawatir 6 59 44 88 205 257 660 untuk mengunjungi Pulau Reusam Persentase (%) 8,94 6,67 13,33 31,06 38,94 100 Air tawar yang tersedia di 7 Pulau sudah sangat 261 237 118 28 16 660 memadai Persentase (%) 39,55 35,91 17,88 4,24 2,42 100 Terdapat Terumbu Karang Di Pulau Reusam, sehingga 8 menambah keindahan 329 189 78 37 24 660 destinasi diving dan snorkeling Persentase (%) 49,85 28,64 11,82 5,61 3,64 100 Terdapat bermacam- 9 macam jenis ikan untuk 46 47 234 188 126 660 pemancingan Persentase (%) 6,97 7,12 35,45 28,48 19,09 100 Keterangan: STS : Sangat tidak setuju. N: Netral SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju. S: Setuju

Tanggapan masyarakat tentang kapasitas SDA di Pulau Reusam untuk dijadikan kawasan ekowisata, hampir semua item mendapat tanggapan positif dari pengunjung, kecuali mengenai terumbu karang yang ada di Pulau Reusam yang dimanfaatkan untuk destinasi diving dan snorkeling.Respon pengunjung terhadap

Terumbu Karang di Pulau Reusam, sehingga menambah keindahan destinasi diving dan snorkeling. 49,85 % dan 28,64 % pengunjung menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju, 11,82 % netral. Sedangkan 5,61 % pengujung memilih

Universitas Sumatera Utara 78

setuju, dan 3,64 % pengunjung sangat setuju, selain itu terdapat 0,45 % tidak memberikan pilihan.

Berdasarkan tanggapan masyarakat tersebut, di perlukan peran aktif Pemda

Aceh Jaya lintas sektor lainya, dalam pengembangan lanjutan terhadap budidaya terubu karang yang pernah dilaksanakan sebelumnya, namun berhubung kurangnya perhatian dan perawatan setelah langkah awal tersebut, sehingga terumbu karang di sekitar Pulau Reusam mati.

4.2.2.3. Potensi Ekowisata

Sebanyak 7 (tujuh) pertanyaan kuesioner tentang tanggapan masyarakat terhadap potensi ekowisata bertujuan untuk mengetahui pengetahuan masyarakat, serta dukungan Pemerintah terhadap pengelolaan kawasan ekowisata, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.4. di bawah ini:

Tabel. 4.4. Tanggapan masyarakat terhadap potensi ekowisata

No Pertanyaan STS TS N S SS Total

Potensi Ekowisata Menjadikan Pulau Reusam, menjadi kawasan ekowisata, 1 akan memberi perlindungan 7 14 98 332 209 660 terhadap unsur Flora dan Fauna di Pulau Reusam Persentase (%) 1,06 2,12 14,85 50,30 31,67 100 Ekowisata merupakan sarana 2 dalam pengelolaan 8 9 59 291 285 660 lingkungan Persentase (%) 1,21 1,36 8,94 44,09 43,18 100 Penerapan konsep ekowisata di Pulau Reusam, akan 3 7 10 33 299 306 660 mengurangi dampak degradasi lingkungan. Persentase (%) 1,06 1,52 5,00 45,30 46,36 100 Dukungan Pemerintah 4 Kabupaten Aceh Jaya 55 80 127 219 179 660 terhadap pengembangan

Universitas Sumatera Utara 79

kawasan Ekowisata sudah sangat maksimal Persentase (%) 8,33 12,12 19,24 33,18 27,12 100 Konsep ekowsiata sangat berperan dalam upaya 5 11 21 25 344 259 660 promosi kekayaan budaya dan adat istiadat setempat Persentase (%) 1,67 3,18 3,79 52,12 39,24 100 Ekowisata dapat meningkatkan pendapatan 6 9 14 27 343 259 659 bagi masyarakat sekitar Pulau Reusam Persentase (%) 1,36 2,12 4,09 51,97 39,24 99 Keberadaan kawasan ekowisata di Pulau Reusam, 7 4 6 10 284 356 660 akan memberi pendidikan lingkungan bagi masayarkat. Persentase (%) 0,61 0,91 1,52 43,03 53,94 100 Keterangan: STS : Sangat tidak setuju. N: Netral SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju. S: Setuju

Tanggapan masyarakat terhadap potensi ekowisata Pulau Reusam mendapat respon positif, kecuali dalam hal dukungan Pemerintah terhadap pengelolaan kawasan ekowisata di Pulau Reusam,sebagian besar pengujung masih meragukan komitmen pemerintah daerah, hal ini dapat dilihat dari 660 pengujung, sebanyak

8,33 % dan 12,12 % menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju, 19,24 % netral dan sebanyak 33,18 % memilih setuju, sisanya 27,12 % sangat setuju.

Tanggapan responden di atas, menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah

Kabupaten Aceh Jaya, dalam hal pengembangan Pulau Reusam, dalam hal ini, perhatian Pemda Aceh Jaya terhadap fasilitas dan aksebilitas menuju ke Pulau

Reusam tidak bisa dikatakan tidak sama sekali, hal ini dapat dilihat fasilitas yang sudah ada di Pulau Reusam maupun dermaga permanen menuju ke Pulau Reusam.

Permasalahan saat ini adalah kurang jelasnya pengelolaan secara berkelanjutan terhadap kawasan ekowisata Pulau Reusam, termasuk fasilitas yang ada di Pulau,

Universitas Sumatera Utara 80

sehingga fasilitas yang sudah sangat memadai akan rusak dengan sendirinya karena tidak adanya perawatan.

4.2.2.4. Penerapan Syariat Islam

Megetahui tanggapan masyarakat tentang sistem pengelolaan Pulau Reusam selama ini, dan tanggapan masyarakat terhadap ekowsiata berbasis syariah itu sendiri, selain itu juga untuk mengetahui pengetahuan pengunjung terhadap penerapan Syariat Islam, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.5. di bawah ini:

Tabel. 4.5. Tangapan masyarakat terhadap penerapan Syariat Islam di kawasan ekowisata Pulau Reusam

No Pertanyaan STS TS N S SS Total Penerapan Syariat Islam Fasilitas pemandian yang tersedia di Pulau Reusam, sudah sesuai 1 206 194 84 92 73 660 dengan Kaidah penerapan Syariat Islam di Aceh. Persentase (%) 31,21 29,39 12,73 13,94 11,06 100 Operasional sarana transportasi menuju Pulau Reusam, sudah 2 171 211 77 102 96 659 sesuai dengan aturan Syariat Islam. Persentase (%) 25,91 31,97 11,67 15,45 14,55 99,85 Penerapan Syariat Islam di Aceh ikut mendukung keberlangsungan 3 14 20 45 276 305 660 aktivitas parawisata/ekowisata di Aceh Jaya. Persentase (%) 2,12 3,03 6,82 41,82 46,21 100 Pengembangan Kawasan wisata Pulau Reusam sudah sesuai 4 159 194 78 111 105 660 dengan konsep penerapan Syariat Islam di Aceh Persentase (%) 24,09 29,39 11,82 16,82 15,91 100 Pengelolaan kawasan ekowisata berbasis syariat di Pulau Reusam 5 3 7 5 307 338 660 dapat mencegah dari aktivitas terlarang (Alkohol dan Narkoba) Persentase (%) 0,45 1,06 0,76 46,52 51,21 100

Universitas Sumatera Utara 81

Penginapan di sekitaran Pulau Reusam, sudah mengikuti kaidah 8 12 167 258 213 660 6 kaidah Syariat Islam. Persentase (%) 1,21 1,82 25,30 39,09 32,27 100 Keterangan: STS : Sangat tidak setuju. N: Netral SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju. S: Setuju

Tanggapan responden tentang fasilitas pemandian yang tersedia di Pulau

Reusam, apakah sudah sesuai dengan Kaidah penerapan Syariat Islam di Aceh, sebanyak 31,21 % pengujung menjawab sangat tidak setuju, 29,39 % menjawab tidak setuju dan 12,73 % memilih jawaban netral. 13,94 % menjawab setuju dan

11,06 % sangat setuju.

Persoalan yang sama juga terjadi dalam hal operasional sarana transportasi menuju Pulau Reusam, apakah sudah sesuai dengan aturan Syariat Islam di Aceh, sebanyak 25,91 % pengujung menjawab sangat tidak setuju, 31,97 % tidak setuju, dan 11,67 % netral, 15,45 % setuju dan sisanya 14,55 % menjawab sangat setuju, selain itu terdapat 2 orang atau 0,30 % tidak memberikan jawaban.Tanggapan pengunjung tentang pengembangan Kawasan wisata Pulau Reusam apakah sudah sesuai dengan konsep penerapan Syariat Islam di Aceh, sebanyak 24,09 % sangat tidak setuju, dan 29,39 % tidak setuju, dan 11,82 % netral dan 16,82 % setuju, sisanya 15,91 % memilih sangat setuju, selain itu terdapat 1,97% responden tidak memberikan jawaban.

Dalam rangka meningkatkan kepuasan pengunjung dalam hal kesesuaian atraksi yang terdapat di Pulau Reusam dengan penerapan Syariat Islam di Aceh, salah satunya dengan membuat zonasi, atau pemisahan antara laki-laki dan perempuan, hal ini di dalam Qanun Aceh no 8 tahun 2013 Pasal 83 mengenai

Universitas Sumatera Utara 82

pemisahan area pemandian dan atraksi lainya wisata lainya antara laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan verikasi hasil penyebaran kuesioner, dapat kita ketahui kondisi lapangan, kendala, harapan pengunjung dan solusi dalam pengembangan Pulau

Reusam kedepan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Jaya. Kegiatan atraksi dan upacara budaya belum ada sampai saat ini,salah satu kendalanya adalah tidak adanya sarana pendukung yang lengkap di Pulau Reusam, seperti dermaga pendaratan kapal.

Selain itu, salah satu nilai kelebihan dari Pulau Reusam ini adalah keindahan alam, di antaranya kondisi pantai dan ombat yang tidak terlalu besar, sehingga bisa untuk berenang, untuk surfing masih bisa dilakukan, namun lokasinya terbatas, karena ada sebagian pantainya terdapat karang. Pengembangan atraksi di Pulau Reusam kedepan, dapat dinikmati oleh semua kalangan, mulai dari orang tua sampai dengan anak-anak, termasuk kuliner dan destinasi pemancingan, namun dalam pengembangannya harus sesuai dengan Syariat Islam yang diterapkan di Aceh

Jaya,

Selain itu dalam meningkatkan pendapatan masyarakat juga perlu diberdayakan masyarakat sekitar dalam memproduksi suvernir khas Aceh Jaya, khususnya Pulau Reusam, sehingga pendapatan masyarakat juga terangkat dengan adanya aktivitas ekowisata di Pulau Reusam, sumbangan untuk pendapatan masyarakat selama ini hanya dari jasa transportasi perahu dan beberapa pengunjung yang ingin didampingi oleh penduduk lokal ketika berada di Pulau

Reusam.

Akses menuju ke Pulau Reusam, khususnya sarana penyebrangan, dalam hal

Universitas Sumatera Utara 83

kuantitas boat penyebrangan dan intesistas penyebrangan dapat dikatakan tidak masalah, yang menjadi persoalan bagi sebagian pengunjung adalah masih kurangnya unsur keamanan ketika melakukan penyebrangan, seperti tidak adanya fasilitas baju pelabung di boat penyebrangan.Selain fasilitas penyeberangan tidak ada persoalan, karena pengunjung dapat memilih jenis kapal/boat besar atau kecil untuk melakukan penyebarangan, hal ini juga didukung oleh biaya penyebrangan sangat terjangkau untuk semua kalangan, sekitar Rp. 30.000 s/d Rp. 40.000 pulang pergi ke Pulau Reusam.

Lokasi Pulau Reusam sangat strategis, karena dilihat dari lokasinya langsung terlihat ketika melintas di jalan raya Banda Aceh- Meulaboh, selain itu tidak terlalu jauh dari ibukota Provinsi dan Kabupaten Aceh Barat selaku kabupaten tetangga.Persoalan tidak ada lagi fasilitas dermaga di Pulau, menyebabkan sebagian besar pengunjung membatalkan kunjungan ke Pulau Reusam, hal ini telah di antisipasi oleh Pemerintah Gampong, di mana pada tahun 2020 akan mengalokasikan Dana

Gampong untuk sarana penyebarangan, salah satunya dermaga.

Selain dermaga, yang masih perlu dilengkapi antara lain adalah pentunjuk jalan menuju dan di Pulau Reusam itu sendri, sehingga pengunjung merasa di arahkan ketika mengunjungi Pulau Reusam, memang di tepi jalan Nasional sudah ada, petunjuk arah, namun di Pulau belum ada, termasuk petunjuk larangan-larangan area mandi dan lain sebagainya.Fasilitas Pendukung selain dermaga, sarana yang masih sangat perlu di kembangkan antara lain mushala yang masih sangat kecil, selain itu tempat mengambil air sembayang dan Toilet yang tidak terurus, sehingga perlu pengelolaan yang lebih maksimal.

Universitas Sumatera Utara 84

Dalam hal ketersediaan warung nasi dan sejenisnya, lokasinya sudah tersedia, namun seiring dengan menurunya minat pengunjung menjadikan pedagang lokal tidak berjualan lagi di Pulau Reusam, sedangkan untuk area parkir kendaraan pengujung sudah sangat memadai baik, di halaman TPI maupun di Tepi Pantai

Rigaih.Sistem kelembagaan pengelolaan Pulau Reusam yang tidak jelas, baik karena belum adanya lembaga pengelola Resmi di Pulau Reusam dan masih tumpang tindihnya penanggung jawab antara Pemerintah Daerah dan Gampong

Lhok Timon, berakibat pada tidak adanya pusat informasi kawansan wisata Pulau

Reusam ini.

Sistem pengelolaan selama ini, dilaksanakan oleh masyarakat sekitar yang belum professional dan resmi, sehingga perlu adanya pelatihan kepariwisataan bagi pengelola tersebut, sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah pariwisata syariat di Pulau Reusam, yang selama ini masih sangat kurang, baik dalam hal pemandian dan lain sebagainya.

Permasalahan keamanan selama ini, lebih disebabkan karena belum adanya lembaga pengelola resmi, menjadikan jaminan keamanan di Pulau Reusam belum bisa dikatakan terjamin, baik di Pulau maupun dalam kegiatan penyebrangan, walaupun demikian, sebagian besar pengunjung tidak merasa terancam dan khawatir ketika berada di Pulau Reusam, baik dai binatang buas maupun bencana alam lonsor dan badai, khusus masalah badai, selama ini penduduk sekitar mengambil iniasitif tidak melakukan aktivitas penyeberangan apabila keadan anggin tidak mendukung.

Keadaan Pulau Reusam yang masih alami menjadikan pengujung terhindari dari kebisingan dan aroma serta bau bauan yang tidak sedap, kenyamanan

Universitas Sumatera Utara 85

pengujung juga didukung oleh keindahan pulau yang masih alami dan sambutan masyarakat di sekitar Pulau Reusam yang ramah dan baik. Kekurangan utama saat ini antara lain kebersihan pulau yang masih tidak terjaga, tentu hal ini berkaitan dengan tidak adanya tim pengelola resmi terhadap Pulau ini sendiri, selain itu beberapa sarana pendukung lainnya yang masih perlu dilengkapi atau diperbaiki, seperti toilet umum, tempat mengambil air wudhu dan tempat bersandar boat di

Pulau.

4.3. Analisis Daya Dukung

Analisis daya dukung dilaksanakan berdasarkan kriteria dan indikator yang berhubungan dengan penerapan konsep ekowisata di Pulau Reusam, pemanfaatan seluruh kawasan Pulau Reusam menjadi kawasan ekowisata di dasarkan pada

Permen Menteri Argaria dan Tata Ruang no 17 tahun 2016 Pasal 9 poin 3 dan 4 tentang pemanfaatan wilayah pulau kecil untuk kepentingan nasional, walaupun demikian saat ini baru kawasan pantai saja yang dimanfaat sebagai kawasan wisata. Menurut Marsiglio (2017) Istilah daya dukung umumnya diartikan sebagai jumlah wisatawan terbanyak yang dapat ditampung berdasarkan penggunaan maksimum dari tanah dan ruang yang tersedia.

Tujuan analisis daya dukung ini, lebih untuk membatasi turis yang datang, agar sesuai dengan kemampuan lingkungan menampung jumlah pengunjung.Menurut Marsiglio (2017) Istilah daya dukung umumnya diartikan sebagai jumlah wisatawan terbanyak yang dapat ditampung ekonomi berdasarkan penggunaan maksimum dari tanah dan ruang yang tersedia. Hal ini sesuai dengan

Chapman & Byron (2018), yang menjelaskan bahwa daya dukung paling sering digunakan pada tingkat populasi untuk melihat kemampuan ekosistem/lingkungan

Universitas Sumatera Utara 86

dalam mendukung sejumlah spesies tertentu sehingga mudah dilakukan perbaikan terhadap degradasi lingkungan.

4.3.1. Physical Carrying Capacity (PCC)

Daya dukung fisik atau physical carrying capacity (PCC) merupakan jumlah maksimum pengunjung secara fisik tercukupi dengan lingkungan yang tersedia pada waktu tertentu.untuk mengetahui daya dukung fisik, terdapat beberapa asumsi dasar yang harus diketahui antara lain:

a. Luas pantai Pulau Reusam menjadi kawasan wisata 22Ha atau

220.000m²

b. Kebutuhan ruang pengunjung untuk berwisata sekitar 60 m² (Fandeli dan

Muhammad, 2009)

a. Waktu yang digunakan untuk satu siklus kunjungan 3 jam

b. Kawasan di buka sekitar 9 jam per hari, mulai dari jam 8.30 wib s/d 17.30

wib

Berdasarkan perhitungan daya dukung fisik, dengan memperhatikan luas pantai Pulau Reusam, kebutuhan ruang pengunjung dan banyaknya shift kunjungan hasilnya 11.000 orang, artinya Pulau Reusam mampu menampung sebanyak 11.000 orang wisatawan setiap hari.

4.3.2. Real Carrying Capacity (RCC)

Daya dukung riil atau real carrying capacity (RCC) merupakan jumlah pengunjung maksimum yang di perkenankan berkunjung keobyek dengan faktor koreksi (Cf) dan diambil dari karakteristik obyek yang diterapkan pada PCC.

Faktor koreksi diperoleh dengan mempertimbangkan variabel kelerengan lingkungan. Adapun untuk menghitung faktor koreksi (Cf) diperoleh dengan

Universitas Sumatera Utara 87

mempertimbangkan variabel yang diperoleh berdasarkan data lapangan kelas kelerengan di Pulau Reusam, data kelas lereng diturunkan dari data DSM (Digital

Surface Model) Terra SAR-X dengan resolusi spasial 7,5 meter, yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial (BIG).

Tabel 4.6. Indeks faktor koreksi kelas kemiringan lereng Pulau Reusam Kelas Kemiringan Klasifikasi Luas Nilai Indeks tingkat (%) Area (%) skor kelerengan I 0 – 8 Datar 78,09 % 20 15,61 II > 8 – 15 Landai 21,33 % 40 8,53 III > 15 – 25 Agak curam 0,58 % 60 0,34 IV > 25 – 45 Curam 0 % 80 0 V > 45 Sangat curam 0 % 100 0 Jumlah 24,48 Berdasarkan Sk. Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/11/1980. Sumber data: PR-PIDS Unsyiah.

Berdasarkan tabel di atas didapatkan daya dukung riil/Real Carrying Capacity

(RCC) dengan mempertimbangkan faktor koreksi unsur tingkat kelerengan lingkungan Pulau Reusam adalah 6.820 orang, artinya dalam satu hari Pulau

Reusam mampu menampung sebanyak 6.820 orang / hari. Menjadikan kemiringan sebagai satu indikator kelayakan parawisata sudah sangat tepat, menurut Briguglio (2008) konsep daya dukung perlu diperluas untuk mencakup aspek lingkungan, antara lain untuk menentukan ambang batas di mana kerusakan ekosistem alami menjadi tidak dapat diubah, atau untuk mempertimbangkan jumlah pariwisata yang dapat ditampung dengan kerusakan minimal terhadap lingkungan (Wilkinson, 1989).

4.3.3. Efective Carrying Capacity (ECC)

Daya dukung efektif atau efective carrying capacity (ECC) merupakan jumlah kunjungan maksimum namun obyek tetap terjaga pada tingkat manajemen yang tersedia. Kapasitas manajemen merupakan penjumlahan dari semua kondisi pada

Universitas Sumatera Utara 88

kawasan perlindungan yang dapat difungsikan secara obyek tidak sesuai dengan tujuan dari pengelolaan kawasan, kapasitas manajemen dibatasi oleh kriteria: sistem pengelolaan, jumlah staf pengelolanya.

Berdasarkan analisa di atas, didapatkan bahwa, jumlah pengunjung maksimum dalam satu hari ialah sebanyak 3.410 orang. Hal ini menunjukkan kapasitas daya dukung saat ini belum terlampaui oleh rata-rata jumlah pengujung pada hari minggu, tentu hal ini perlu di manfaatkan lebih maksimal, sehingga perputaran ekonomi di Kabupaten Jaya akan lebih meningkat, berdasarkan kuesioner sebagian pengunjung menghabiskan biaya Rp. 1.000.000 dalam mengujungi Pulau

Reusam, maka aka nada peningkatan yang signifikan PAD Aceh Jaya dari Sektor ekowisata Pulau Reusam Khususnya.

Keseimbangan daya dukung dengan lingkungan, sangat menentukan kualitas lingkungan, apalagi lingkungan dan sumber daya pesisir sangat rentan terjadinya degradasi, sehingga membutuhkan advokasi dan perhatian yang serius. Menurut

Tuwo (2011) ancaman terhadap sumber daya pesisir antara lain: a). sedimentasi, b). Pencemaran, c). Degradasi Habitat, d). Degradasi sumberdaya dan keanekaragaman hayati.

Jumlah total pengunjung yang dapat mengunjungi Pulau Reusam tersebut, harus diimbangi dengan perbaikan kualitas pelayanan di beberapa sektor, di antaranya kesiapan sarana transportasi yang memadai, sehingga aman dan nyaman bagi semua kalangan, serta sesuai dengan kaidah penerapan Syariat Islam dalam proses penyeberangan menuju dan dari Pulau Reusam.

Selain unsur transportasi, yang menjadi pertimbangan lain adalah kesiapan fasilitas lain seperti sarana peribadatan dan atraksi lainya yang sesuai dan

Universitas Sumatera Utara 89

mendukung konsep ekowisata syariat. Salah satu pengunjung menjelaskan tentang sarana peribadatan yang belum sesuai dengan konsep syariah sesuai dengan

Qanun Pariwisata yang mengaruskan pemisahan tempat ibadah antara laki-laki dan perempuan. Selain fasilitas peribadatan, fasilitas atraksi pemandian, sebaiknya dibagi 3 (tiga) zona, yang pertama 1). Kawasan pemandian anak-anak dan keluarga, 2). Kawasan pemandian wanita dan 3) kawasan pemandian laki-laki, sesuai dengan kaidah qanun nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayah, dan qanun nomor 8 tahun 2013 tentang kepariwisataan.

4.4. Kelayakan Pulau Reusam Menjadi Kawasan Ekowisata

4.4.1. Analisis Kesesuaian SDA Menurut Maanema

Kondisi sumber daya Pulau Reusam untuk dijadikan kawasan ekowisata, sudah sangat memadai, hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang di temukan, antara lain: (1) kedalaman perairan rata-rata 0 s/d 3 meter, (2) material dasar dari unsur pasir (3) kecepatan arus 0 s/d 0,12 m/detik. (4) sementara kecerahan perairan ada pada ke dalaman 7 meter, (5) tipe pantai berpasir, (6) penutup lahan semak belukar rendah dan yang terakhir (7) jarak dengan sumber air tawar yang juga tersedia langsung di Pulau Reusam tersebut.

Tabel 4.7. Kesesuaian Pulau Reusam menjadi kawasan ekowisata (Maanema, 2003)

Bo S1 Sangat S2 S3 Kurang N Tidak Hasil Parameter bot Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Lapangan Ke dalaman > 5-10 peraiaran 10 0-5 (18) > 10-15 (2) >15 (1) 0 s/d 3 (4) (m) meter Karang Pasir Karang Material 8 Pasir (16) Berpasir berlumpur Berlumpur Pasir Dasar (4) (4) (1) > 0,17- 0 s/d 0,12 Kecepatan >0,34-0,51 6 0-0,17 (14) 0,34 >0,51 (1) m/detik Arus (m/det) (2) (12)

Universitas Sumatera Utara 90

Kecerahan > 15-20 > 10-14 6 > 5-9 (2) > 5 (1) Perairan (m) (10) (4) 7 meter Berpasir Pasir Lumpur, Berpasir sedikit berkarang karang, Pantai Tipe Pantai 6 (14) karang sedikit mangrove, berpasir (12) terjal (10) terjal (2) Semak Manggrove, semak Lahan Penutup belukar Belukar pemukiman, belukar 6 terbuka lahan rendah tinggi (10) pelanuhan rendah (14) (12) (1) Jarak Air > 0.5 - 1 6 < 0.5 (14) > 1-2 (10) > 2 (2) tawar (km) (12) < 0.5 Keterangan: Angka dalam kurung adalah skor

Dengan menyandingkan kondisi riil sumber daya yang ada di Pulau Reusam ke dalam format analisis kesesuaian Maanema (2003) menjadi ekowisata sesuai

Tabel 4.7, sehingga didapat skor masing-masing variabel tersebut, yaitu kedalaman perairan memiliki skor 18, material dasar 16, kecepatan arus 14, kecerahan perairan memiliki skor 2, tipe pantai berpasir dengan skor 12, penutup lahan 12 dan jarak dengan air tawar memiliki skor 14.

Setiap skor yang didapat kemudian di kalikan dengan bobot masing- masing variabel yang ada, sehingga didapatkan total nilai kelayakan ekowisata pantai tersebut: (18 x 10) + (16 x 8) + (14 x 6) + (2 x 6) + (12 x 6) + (12 x 6) dan (14 x

6) = 632. Dalam mendapatkan kriteria kelayakan Pulau Reusam Menjadi kawasan ekowisata skor total 632 di sandingkan dengan Tabel 5.2, sehingga ditemukan bahwa total skor 632 berada pada kisaran 544 – 704 masuk ke dalam katagori S1 atau dengan istilah Sesuai.

Tabel 4.8. Kelayakan ekowisata

Katagori kelayakan Skor Skor lapangan S1 (sangat sesuai) 544 – 704 632 S2 (sesuai) 312 – 543 S3 (kurang sesuai) 144 – 311 N (tidak sesuai) < 144

Universitas Sumatera Utara 91

Selain indikator di atas, peneliti juga mengamati dan mengabil data tentang keunikan pemandangan dangan di Pulau Reusam, sangat sesuai untuk dijadikan kawasan ekowisata, hal ini dibuktikan kawasan Pulau Reusam menjadi salah satu kawasan wisata favorit di Aceh Jaya. Sementara itu untuk derajat pH, suhu dan salinitas sesuai dengan kadar alami air laut, pH 7.5, suhu alami (26) dan salinitas

32.94 ppt.

Kenyamanan pengunjung wisata pantai salah satunya di tentukan oleh tingkat kecerahan air, dalam hal ini tingkat kecerahan air berada sekitar 7 m, taraf oksigen terlarut sekitar 6,9 ppm, akselinitas, untuk kemudahan transportasi tidak menjadi masalah menuju dan dari Pulau Reusam, karena selalu ada Boat nelayan yang tersedia di Pulau Reusam. berdasarkan beberapa indikator di atas, memperlihatkan bahwa keadaan alam dan SDA di Pulau Reusam masih dalam kondisi alami air laut, hal akan membatu berbagai organisme laut untuk berkembang di sekitar

Pulau Reusam itu sendiri.

Dengan tercapainya kesesuaian antara SDA dengan pengembangan kawasan ekowisata Pulau Reusam, akan tercapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Sebagaimana disampaikan oleh Asshiddiqie (2009) menjelaskan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup merupakan upaya sadar dan terencana dalam memadukan lingkungan, termasuk SDA kedalam proses pembagunan dan menjamin kemampuan, kesejahteraan serta mutu hidup generasi sekarang dan yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara 92

4.5. Komponen Penyusun Model Konseptual

4.5.1. Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat

4.5.1.1. Qanun Jinayat Sebagai Dasar Penerapan Syariat Islam di Propinsi Aceh

Penerapan Qanun nomor 6 tahun 2014 dalam kehidupan masyarakat Aceh

Jaya sehari-hari belum sepenuhnya dipahami, baik di kalangan masyarakat Aceh maupun di luar Aceh, sehingga perlu dilakukan sosialisasi yang lebih inten kepada masyarakat oleh Pemerintah atau dinas terkait di Aceh Jaya. Hukum Islam sebagai landasan pengembangan ekowisata sesuai dengan pendapat Battour, et,al (2016) dalam penelitiannya.

Dalam Qanun nomor 6 tahun 2014, pasal 1 menjelaskan bahwa Hukum

Jinayat adalah hukum yang mengatur tentang Jarimah dan Uqubat. Jarimah adalah perbuatan yang dilarang oleh Syariat Islam yang dalam qanun ini diancam dengan‘Uqubat Hudud dan/atau Ta’zir. Sedangkan Uqubat adalah hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku Jarimah. Terdapat 10 (sepuluh) jenis

Jarimah (pelanggaran) dalam qanun Jinayah pasal 1 yang berhubungan langsung dengan pengembangan kawasan ekowisata berbasis syariah di Pulau Reusam yaitu:

1) Khamar adalah minuman yang memabukkan dan/atau mengandung

alkohol dengan kadar 2% (dua persen) atau lebih.

2) Maisir adalah perbuatan yang mengandung unsure taruhan dan/atau

untung-untungan yang dilakukan antara2 (dua) pihak atau lebih, disertai

kesepakatan bahwa pihak yang menang akan mendapat keuntungan

tertentu dari pihak yang kalah baik secara langsung atau tidak langsung.

Universitas Sumatera Utara 93

3) Khalwat adalah perbuatan berada pada tempat tertutup atau tersembunyi

antara 2 (dua) orang yang berlainan jenis kelamin yang bukan mahram

dan tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak yang

mengarah pada perbuatan Zina.

4) Zina adalah persetubuh antara seorang laki-laki atau lebih dengan

seorang perempuan atau lebih tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan

kedua belah pihak.

5) Ikhtilath adalah perbuatan bermesraan seperti bercumbu, bersentuh-

sentuhan, berpelukan dan bercium antara laki- laki dan perempuan yang

bukan suami istri dengan kerelaan kedua belah pihak, baik pada tempat

tertutup atau terbuka.

6) Pelecehan Seksual adalah perbuatan asusila atau perbuatan cabul yang

sengaja dilakukan seseorang di depan umum atau terhadap orang lain

sebagai korban baik laki-laki maupun perempuan tanpa kerelaan

korban.

7) Pemerkosaan adalah hubungan seksual terhadap faraj atau dubur orang

lain sebagai korban dengan zakar pelaku atau benda lainnya yang

digunakan pelaku atau terhadap faraj atau zakar korban dengan mulut

pelaku atau terhadap mulut korban dengan zakar pelaku, dengan

kekerasan atau paksaanatau ancaman terhadap korban.

8) Liwath adalah perbuatan seorang laki-laki dengan cara memasukkan

zakarnya ke dalam dubur laki-laki yang lain dengan kerelaan kedua

belah pihak.

Universitas Sumatera Utara 94

9) Musahaqah adalah perbuatan dua orang wanita atau lebih dengan cara

saling menggosok-gosokkan anggota tubuh atau faraj untuk

memperoleh rangsangan (kenikmatan) seksual dengan kerelaan kedua

belah pihak.

10) Qadzaf adalah menuduh seseorang melakukan Zina tanpa dapat

mengajukan paling kurang 4 (empat) orang saksi.

Sedangkan ukubat (sanksi) bagi orang yang melanggar penerapan Syariat

Islam di Aceh sesuai dengan pasal 4 qanun Jinayah yaitu:

1) Hudud adalah jenis Uqubat yang bentuk dan besarannya telah

ditentukan di dalam Qanun secara tegas.

2) Ta’zir adalah jenis ‘Uqubat yang telah ditentukan dalam qanun yang

bentuknya bersifat pilihan dan besarannya dalam batas tertinggi

dan/atau terendah, pilihannya Uqubat Ta’zir utama; dan Uqubat

Ta’zir tambahan.

Pengelolaan kawasan Pulau Reusam menjadi kawasan Ekowisata berbasis syariah, yang merujuk pada qanun jinayah saat ini belum berjalan sebagai mana mestinya, dalam berbagai hal, baik fasilitas tim pengawas maupun kebijakan yang diambil, hal pertama yang harus dilakukan ialah memperkuat pada sektor sosialisasi aturan melalui rambu-rambu dan media lainya tentang aturan yang berlaku di Pulau Reusam, sosialisasi ini diharapkan dapat memberi pengetahuan lebih kepada pengunjung sehingga diharapkan terhindar dari melakukan jarimah.

Sosialisasi tidak cukup hanya dilakukan dalam bahasa Indonesia maupun bahasa daerah, namun juga dengan bahasa internasional salah satunya Bahasa

Inggris tentang aturan-aturan yang berlaku ketika berwisata di Pulau Reusam. hal

Universitas Sumatera Utara 95

ini sangat penting bagi wisatawan internasional dan yang beragama selain Islam mengetahui kearifan yang berlaku di Aceh Jaya.

Aturan jarimah dalam qanun jinayah tidak berlaku bagi yang bukan beragama Islam, hal ini ditegaskan pada pasal 5 qanun nomor 6 tahun 2014, yang menjelaskan bahwa hukum jinayat hanya berlaku kepada umat Islam yang berdomisili di Aceh, sedangkan selain yang beragama Islam hanya berlaku apabila termasuk dalam 2 (dua) katagori yaitu: a) Setiap orang beragama bukan

Islam yang melakukan Jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta menundukkan diri secara sukarela pada Hukum Jinayat. b). Setiap orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan Jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan pidana di luar KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini.

4.5.1.2. Implikasi Penerapan Syariat Islam Terhadap Komponen Sosial

Budaya

Hubungan yang terbentuk antara komponen-komponen yang ada dalam qanun jinayat dengan komponen yang ada pada unsur sosial budaya, merupakan hubungan yang saling menguatkan antara kedua komponen tersebut, sehingga memberi dampak langsung terhadap pengelolaan dan keberlangsungan ekowisata berbasis syariah di Pulau Reusam. Penerapan Syariat Islam di Aceh, secara tidak langsung akan membentuk karakter dan pola hidup masyarakat Aceh umunya dan

Aceh Jaya khususnya, sebagaimana diketahui, bahwa dalam Agama Islam mengharuskan penganutnya untuk menjaga kerukunan dan memupuk toleransi dengan semua kalangan.

Universitas Sumatera Utara 96

Dalam Al-Qur,an surah Al-Hujarat ayat 11, yang berbunyi: “Hai orang- orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Hujarat:

11).

Berdasarkan ayat Al-Qur,an di atas, mengharuskan setiap orang untuk menghargai orang lain dan dilarang memanggil dengan panggilan yang tidak baik, ajuran ayat tersebut, mengharuskan penduduk lokal sekitar Pulau Reusam untuk menghargai pengujung yang datang dari berbagai latar belakang, demikian pula pengunjung juga sudah seharusnya menghargai budaya lokal.

Sikap toleransi antar sesama ini, maka akan mempermudah pertumbuhan aktivitas pariwisata, dan ini berhubungan positif dengan tingkat partisipasi masyarakat, distribusi manfaat ekowisata, perkembangan adat istiadat dan budaya lokal serta mempermudah dalam penentuan kebijakan dan sistem oleh

Pemerintah. Selain itu, konsep ekowisata berbasis syariah juga berdampak positif dalam aktivitas asusila, narkoba dan lain sebagainya. Hal ini juga didukung oleh

Zambrano et, al (2016) dalam penelitiannya.

Dampak positif pemberlakuan syariah terhadap keadaan sosial budaya di kawasan sekitar Pulau Reusam, tidak boleh berhenti di situ saja, harus ada peran aktif dari masyarakat Aceh Jaya umunya dan Gampong Lhok Timon khususnya,

Universitas Sumatera Utara 97

dalam mendukung penerapan Syariat Islam di kawasan ekowisata Pulau Reusam, langkah nyata tersebut ialah dengan menyediakan sarana dan prasarana yang sesuai dengan syariah, tanpa mengurangi kenyamanan pengujung, antara lain seperti penyediaan burkini baju mandi khusus untuk perempuan, sarana transportasi yang memisahkan laki-laki dan perempuan.

4.5.1.3. Implikasi Penerapan Syariat Islam Terhadap Kunjungan Wisatawan

Penerapan Syariat Islam di Propinsi Aceh, tidak menjadi hambatan bagi wisatawan dalam mengunjungi Aceh, berdasarkan informasi Amiruddin Plt

Disbudpar Aceh (2018) kehadiran Qanun Syariah yang berlaku ketat di Aceh justru tak menghalangi wisatawan yang berkunjung ke Aceh. Wisatawan justru terus meningkat baik lokal maupun mancanegara. Pertumbuhan wisata syariah, yang termasuk ke dalam wisata minat khusus selain dikarenakan pertambahan populasi muslim dunia, dan Indonesia yang merupakan salah satu populasi muslim terbesar, juga dorongan dari ajaran Islam itu sendiri, yang mengharuskan

Umat Islam untuk melakukan perjalan dalam rangka menambah keimanan dengan mengamati hasil Ciptaan Allah SWT.

Perintah kepada Umat Islam untuk melakukan berbagai perjalanan kesetiap penjuru yang bertujuan, untuk membuat Umat Islam menyadari kehebatan Tuhan, dengan mengamati' 'tanda-tanda' sejarah dan keajaiban alam dan buatan manusia, sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Ankabut (secara harfiah) menjelaskan salah satu tujuan turis mememinta orang untuk melakukan perjalanan kesana kemari di dunia ini untuk merenungkan ciptaan Tuhan.

Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana

Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya

Universitas Sumatera Utara 98

sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.''(Surat Al-

Ankabout, 20;). Demikian juga, dalam Surat Al-An'am ayat 11 yang Mendesak orang-orang untuk berkeliaran di bumi untuk mengambil pelajaran dari Ciptaan

Allah khususnya manusia yang mendahului “Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu''(Surat Al An'am, 11).

Dalam rangka mendukung perkembangan wisata dengan minat khusus, dengan konsep ekowisata berbasis syariah di Pulau Reusam, maka segala aktivitasnya harus disesuaikan dengan penerapan Syariah Islam di Aceh Jaya, dengan berpedoman pada Qanun nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayah.

Hukum jinayah salah satunya mengatur tentang larangan dan sanksi dalam memperkuat Penerapan Syariat Islam dalam kehidupan masyarkat sehari-hari, termasuk aktivitas ekowisata.

Selain sistem pengelolaan yang baik, kunjungan wisatawan juga sangat dipengaruhi oleh promosi yang dilakukan, semakin baik sistem promosi dan sosialisasi suatu kwasan wisata, semakin banyak turis yang datang. Khusus ekowsiata Pulau Reusam, pengembangan kawasan ini ikut mendapat dukungan dari masyarakat Aceh Jaya, salah satunya tokoh pemuda yang tergabung sebagai

Ketua Ikatan Sarjana NU (ISNU) Aceh Jaya, dalam acara FGD menyebutkan bahwa: a). Mendukung penuh pengembangan kawasan ekowisata Pulau Reusam, dalam rangka meningkatkan taraf ekonomi masyarakat lokal, selama sesuai dengan kaidah penerapan Syariah Islam di Aceh Jaya. b) Ikut mendukung dan melakukan kegiatan promosi Ekowisata Pulau Reusam Berbasis Syariah.

Universitas Sumatera Utara 99

4.5.2. Qanun Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kepariwisataan 4.5.2.1. Qanun Kepariwisataan Sebagai Landasan Usaha Pariwisata Aceh Qanun nomor 8 tahun 2013 tentang kepariwisataan di antaranya mengatur tentang jenis-jenis usaha yang di kawasan pariwisata, kewajiban dan sanksi bagi pengusaha yang melanggar aturan. Penggolongan usaha parawisata pada pasal 11

(1) digolongkan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: a. usaha jasa pariwisata; b. pengusahaan objek dan daya tarik wisata; dan c. usaha sarana pariwisata.

Usaha Jasa Pariwisata sesuai dengan pasal 13 disebutkan bahwa meliputi: a. jasa wisata syariat; b. jasa biro perjalanan wisata; c. jasa pramuwisata; d. jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran; e. jasa penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; f. jasa konsultan pariwisata; g. jasa informasi pariwisata; h. jasa makanan dan minuman; i. jasa penyediaan akomodasi; j. jasa spa; dan k. jasa wisata kesehatan.

Berdasarkan pasal 13 qanun nomor 8 tahun 2013, apabila dikembangkan di kawasan ekowisata Pulau Reusam dan sekitarnya, sudah mewakili semua kebutuhan pelayanan sektor jasa untuk pengunjung, selain itu pengembangan usaha jasa ini, akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat Aceh Jaya khususnya dengan keahlian masing-masing sesuai dengan sertifikasi yang dibutuhkan.

Persoalan saat ini dalam pengembangan kawasan ekowisata Pulau Reusam dalam bidang usaha jasa, masih kurangnya lembaga professional yang mengelola dan melakukan sertifikasi bagi pekerja sektor wisata di Aceh Jaya, sehingga masyarakat yang aktif dalam kegiatan ekowisata Pulau Reusam belum bisa

Universitas Sumatera Utara 100

memberikan pelayanan maksimal terhadap turis yang datang, baik dalam kegiatan penyeberangan maupun pemandu di Pulau.

Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya melalui Sekretaris Daerah dan Dinas terkait, telah melakukan upaya peningkatan SDA bagi masyarakat yang terlibat aktif dalam kegiatan wisata, hal ini dilaksanakan di samping memajukan kawasan wisata dan membuat nyaman pengunjung, juga persiapan dalam rangka memfasilitas Aceh Jaya menjadi salah satu kawasan KEK (Kawasan Ekonomi

Khusus) yang telah ditetapkan Oleh Plt Gubernur Aceh, salah satunya sektor

Ekowisata.

Dalam rangka memberikan rasa nyaman bagi masyarakat dan pengunjung, sebagaimana diatur dalam qanun kepariwisataan seluruh usaha di kawasan ekowisata harus memperhatikan memperhatikan: penerapan Syariat Islam, adat- istiadat, serta kearifan lokal, ekonomi, kelestarian budaya dan yang lebih penting mutu lingkungan hidup sehingga ada keseimbangan antara pemanfaatan lingkungan yang di barengi dengan upaya konservasi. Selain usaha di bidang jasa, objek dan daya tarik wisata, tidak kalah penting adalah usaha sarana pariwisata, usaha di bidang sarana pariwisata meliputi: a. penyediaan akomodasi; b. penyediaan makan dan minum; c. penyediaan angkutan wisata; d. penyediaan sarana wisata tirta; dan e. kawasan wisata.

4.5.2.2. Fungsi Qanun Kepariwisataan Terhadap Perlindungan Lingkungan

Melalui penerapan Syariat Islam dan Qanun no 8 tahun 2013 tentang kepariwisataan akan memberi dampak positif dalam kelestarian lingkungan, hal ini sesuai dengan ayat Al Quran surat Al A’rah ayat 56 yang berbunyi “dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.

Universitas Sumatera Utara 101

Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap, sesungguhnya

Rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan (Qs. Al A’rah:

56)

Kandungan ayat di atas, mengharuskan masyarakat baik masyarakat lokal maupun pengunjung Pulau Reusam, agar mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan, salah satunya dengan menjaga kelestarian lingkungan sebagai bentuk syukur terhadap keindahan alam dan nikmat lainya yang telah di terima, dengan menjaga kelestarian lingkungan maka nikmat tersebut akan dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya, larangan ikut diatur dalam qanun keparawisataan tentang merusak sebagian atau seluruh fisik objek dan daya tarik wisata termasuk dalam hal ini lingkungan. Mensyukuri dan mengagumi Ciptaan Allah SWT di atas sesuai dengan pendapat Kamarudin (2013) dalam penelitiannya.

Dalam rangka mendukung kelestarian lingkungan, maka penentuan carrying capacity pengunjung kawasan ekowisata Pulau Reusam, tidak hanya memperhatikan keadaan sosial masyarakat saja, namun harus melihat SDA secara holistik sesuai dengan qanun keparawisataan dan qanun jinayat, sebagai contoh memperhatikan daya tampung fasilitas sholat, sumber daya manusia serta sarana transportasi laut yang terpisah antara yang laki-laki dan perempuan.

4.5.3. Perbedaan Wisata Halal dengan Ekowisata Syariah di Pulau Reusam

Perkembangan wisata halal berawal dari adanya jenis wisata ziarah atau religi

(pilgrims tourism/spiritual tourism). Pada tahun 1967 telah dilaksanakan konferensi di Cordoba, Spanyol oleh World Tourism Organization (UNWTO) dengan judul “Tourism and Religions: Contribution to the Dialogue of Cultures,

Religions and Civilizations” (Nizar dan Rakhmawati , 2020).

Universitas Sumatera Utara 102

Definisi wisata syariah sangat luas dan bukan sekedar wisata religi. Adapun perbedaan antara wisata religi, syariah, halal antara lain:

1. Wisata religi adalah perjalanan wisata berkutat pada kunjungan seperti

berziarah, kunjungan ke masjid bersejarah dan hal-hal yang berkaitan

dengan keagamaan.

2. Wisata syariah adalah perjalanan wisata berkutat pada kunjungan seperti

bertamsya, perjalanan wisata alam; (paralayang, curug maja, taman

kuning, curug cipetei, dan lain-lain). Yang bersifat syariah.

3. Wisata halal adalah perjalan wisata berkutat pada penyediaan yang

disediakan pada tempat atau lokasi tersebut; hotel, makanan, dan lain-lain.

Yang bersifat halal dan haram (Sucipto, H dan Andayani, F, 2014).

Menurut Sofyan (2012) definisi wisata syariah lebih luas dari wisata religi yaitu wisata yang didasarkan pada nilai-nilai syariah Islam. Seperti yang dianjurkan oleh World Tourism Organization (WTO), wisata syariah sangat mengedepankan produk-produk halal dan aman untuk dikonsumsi turis muslim.

Namun, bukan berarti turis nonmuslim tidak bisa menikmati wisata halal dan kearifan lokal.

Pariwisata syariah menurut Bawazir (2016) yaitu wisata yang prosesnya sejalan dengan prinsip-prinsip nilai syariah Islam, dimulai dari niatnya semata- mata untuk ibadah dan mengagumi ciptaan Allah, selama dalam perjalannya tidak meninggalkan ibadah dan setelah sampai tujuan wisata, tidak mengarah ke hal-hal yang bertentangan dengan syariah, makan dan minum yang halalan thayyiban, hingga kepulangannya pun dapat menambah rasa syukur kita kepada Allah

Universitas Sumatera Utara 103

Perbedaan antara wisata halal dan syariah hanya sebatas pada ruang lingkup penerapan kaidah syariah dalam berwisata. Wisata halal hanya terfokus dalam hal bahan konsumsi dan sebagian juga mengikut sertakan akomodasi penginapan halal, Berbeda dengan wisata halal di luar Provinsi Aceh, maka ekowisata berbasis syariah di Pulau Reusam dalam pelaksanaannya mengatur seluruh aktivitas pariwisata yang sesuai dengan kaidah penerapan Syariat Islam.

Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Dewan Syariah

Nasioal-Majelis Ulama Indonesia pariwisata syariah memiliki standar kriteria sebagai berikut (Sofyan, 2012): a. Berorientasi untuk kemaslahatan umum. b.

Berorientasi pada penyegaran, pencerahan, dan ketenangan. c. Menghindari khurofat dan kemusyrikan. d. Menghindari berbuatan buruk, seperti zina, pornoaksi, pornografi, minuman keras, narkoba dan judi. e. Menjaga perilaku, etika dan nilai luhur kemanusiaan, seperti tidak bersikap hedonis dan asusila. f.

Menjaga keamanan, amanah, dan kenyamanan. g. Bersifat inklusif dan universal. h. Menjaga kelestarian lingkungan. i. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan kearifan.

Obyek dalam pariwisata syariah dapat berupa: wisata alam, wisata budaya, wisata religi, wisata cagar alam (taman konservasi), wisata pertanian (agrowisata) dan wisata buatan yang dibingkai dalam nilai-nilai Islam. Sebenarnya destinasi wisata syariah tidak bisa dispesifikkan, hanya saja wisata syariah ini sebagaimana konsep dan karakteristiknya.

Sehubungan dengan penerapan Syariat Islam di Aceh, secara tidak langsung menjadikan akomodasi penginapan dan makanan di Aceh Jaya sudah menjadi penginapan syariah dan makanan halal bagi masyarakat muslim khususnya,

Universitas Sumatera Utara 104

dengan kata lain penerapan nilai-nilai syariah tidak hanya dalam hal makanan halal, namun juga mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam hal akomodasi, konsumsi dan aktivitas wisata yang sesuai dengan kaidah penerapan Syariah Islam di Aceh berdasarkan Qanun Aceh nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, dan Qanun nomor 8 tahun 2013 tentang kepariwisataan.

Provinsi Aceh merupakan provinsi yang telah mengembangkan wisata halal untuk wisatawan muslim manca negara dengan cukup baik. Aceh yang dijuluki sebagai serambi mekah memiliki Budaya Islam yang cukup kental dan kuat dibandingkan daerah lain. Hal ini dilihat dari penerapan sistem berbasis syariah yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup (lifestyle) masyarakatnya sehari-hari dalam semua aktivitas.

Keberhasilan penerapan wisata halal (halal tourism) di Aceh dapat dilihat dari pencapaian dalam segi pariwisata. Aceh meraih tiga kategori dalam kompetisi pariwisata halal nasional tahun 2016 yaitu “Aceh sebagai destinasi budaya ramah wisatawan muslim terbaik”, “Bandara Sultan Iskandar Muda sebagai bandara ramah wisatawan muslim terbaik”, dan “Masjid Raya Baiturrahman sebagai daya tarik wisata terbaik”. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan BPS pada tahun 2017, sektor pariwisata Aceh bernilai sekitar Rp 10,87 Triliun atau setara dengan 8,97% dari total perekonomian Aceh (Satriana & Faridah. 2018).

Penekanan wisata halal lebih kepada material dan cara pengandaan yang halal. Sehingga hotel, rumah makan, restoran dan lain sebagainya sangat ditekankan pada bahan material halal seperti ketersediaan makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, sabun, shampo dan sebagainya yang jelas kehalalannya.

Universitas Sumatera Utara 105

Selain itu, wisata halal tidak seperti istilah syariah yang memiliki cakupan lebih luas. Istilah syariah lebih kepada mengatur manusia dan seluruh aspeknya, sedangkan istilah halal lebih kepada mengatur material dan seluruh penanganannya. Sehingga tidak ada istilah atraksi halal, kolam renang halal, yang ada atraksi sesuai syariah dan kolam renang syariah, yang penerapannya berupa menutup aurat.

Menurut Qhardhawi dalam (Satriana & Faridah. 2018) Kata halal berasal dari bahas Arab halla, yahillu, hillan, wahalalan yang memiliki makna dibenarkan atau dibolehkan oleh hukum syarak. Memiliki arti sebagai sesuatu yang dibolehkan atau diizinkan oleh Allah. Dalam laman Wikipedia menjelaskan tentang istilah “Halal” yang merupakan terminologi dalam hukum Islam, yang secara harfiah berarti diperbolehkan, bahwa seseorang boleh melakukan suatu kegiatan atau objek tertentu yang lazimnya dipakai seperti menunjukkan pada makanan atau minuman yang halal dikonsumsi masyarakat. Halal sering dilawankan dengan Haram, yaitu segala objek atau kegiatan yang dilarang menurut Syariat Islam.

Halal ialah segala sesuatu yang bebas dari bahaya, yang digunakan untuk fisik dan bathin manusia. Seperti harta, makanan dan minuman, yang material dan penanganannya dapat menjamin kehalalannya. Objek wisata halal menyediakan tujuan wisata berupa hotel, rumah makan, restoran dan lain sebagainya yang menggunakan material halal dan thoyyib, diukur melalui prosedur yang memenuhi syarat sertifikasi halal.

Beberapa sumber hukum yang mengatur keharusan mengonsumsi produk yang halal antara lain yang dimuat dalam: (1). Firman Allah QS. Al-Baqarah (2) :

Universitas Sumatera Utara 106

168 yang artinya “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah langkah setan.

Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (2). Firman Allah QS. Al-Maidah

(5): 88, yang artinya “Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rizki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya

Kedua dasar hukum tersebut menitik beratkan pada kehalalan makanan dan minuman sebagai objek konsumsi manusia yang dibolehkan menurut syariat serta menghindari makanan dan minuman yang diharamkan. Doktrin halalan thayyiban

(halal dan baik) sangat perlu untuk diinformasikan dan diformulasikan secara efektif dan operasional kepada masyarakat disertai dengan tercukupinya sarana dan prasarana. Salah satu sarana penting untuk mengawal doktrin halalan thayyiban adalah dengan hadirnya Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang

Jaminan Produk Halal (UUJPH).

Menurut Ainina et al (2020) Pariwisata halal berfokus pada bagaimana penyediaan produk kegiatan wisata, dan layanannya sesuai aturan dan prinsip

Islam. Mohsin, Ramli, dan Alkhulayfi (2016) mendefinisikan pariwisata halal sebagai penyediaan produk atau layanan pariwisata yang memenuhi kebutuhan turis Muslim untuk memfasilitasi ibadah dan mengakomodasi persyaratan makanan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Samoria and Sabtu (2012) sangat menekankan pentingnya memiliki standar halal untuk industri perhotelan di Malaysia, hal itu dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat umum bahwa semua praktik dan kegiatan telah sesuai dengan Syariah, baik dalam produknya, instrumen, operasi, praktik, manajemen

Universitas Sumatera Utara 107

dll. Pengetahuan dan kesadaran akan produk halal menjadikan pertumbuhan industri halal semakin meningkat (Hamdan et al. 2013; Satriana & Faridah. 2018).

Meningkatnya industri halal tersebut, ikut mendorong munculnya wisata halal

(halal tourism) sebagai fenomena baru (Samori et al. 2016). Hal ini juga didukung oleh berbagai literatur yang menjelaskan bahwa wisatawan muslim sangat peduli terhadap produk makanan dan layanan sesuai syariah ketika berkunjung ketempat wisata (Battour et al. 2012).

Menurut JAKIM (Departemen Perkembangan Islam Malaysia) sampai sekarang tidak ada pedoman hukum atau standar yang mengatur perhotelan untuk sepenuhnya mematuhi dan melengkapi persyaratan sebagai hotel yang sesuai dengan Syariah secara keseluruhan, yang mereka miliki hanyalah pedoman dan sertifikat halal pada outlet makanan dan minuman tetapi tidak mencakup keseluruhan premis dan manajemen. (Aryanty, 2010). Menurut El-Gohary (2016)

Hingga kini, belum ada prinsip-prinsip atau syarat utama wisata halal yang disepakati dan tidak banyak literatur atau praktisi yang mendiskusikan dan memaparkan hal tersebut.

Literatur yang mengangkat hal tersebut salah satunya dapat dilihat dalam tulisan Henderson (2010); Saad et al (2014). Berikut rangkuman prinsip-prinsip dan atau syarat utama wisata halal dari sumber tersebut: 1). Makanan halal. 2).

Tidak ada minuman keras (mengandung alkohol). 3). Tidak menyajikan produk dari babi. 4). Tidak ada diskotik. 5). Staf pria untuk tamu pria, dan staf wanita untuk tamu wanita. 6). Hiburan yang sesuai. 7). Fasilitas ruang ibadah (Masjid atau Mushalla) yang terpisah gender. 8). Pakaian islami untuk seragam staf. 9).

Tersedianya Al-Quran dan peralatan ibadah (shalat) di kamar. 10). Petunjuk

Universitas Sumatera Utara 108

kiblat. 11). Seni yang tidak menggambarkan bentuk manusia. 12). Toilet diposisikan tidak menghadap kiblat. 13). Keuangan syariah. 14). Hotel atau perusahaan pariwisata lainnya harus mengikuti prinsip-prinsip zakat.

Berdasarkan prinsip dan atau syarat utama wisata halal diatas, beberapa prinsip dapat berseberangan dengan kepentingan lainnya khususnya pada negara- negara non-Islam yang mengembangkan wisata halal. Sehingga diperlukan diskusi dan kajian mengenai hal tersebut, oleh para peneliti, praktisi, termasuk ulama yang paham akan hal ini. Namun, dari prinsip-prinsip atau syarat utama wisata halal diatas, makanan halal, produk yang tidak mengandung babi, tidak ada minuman keras, ketersediaan fasilitas ruang ibadah, tersedianya Al-Qur’an dan peralatan ibadah (shalat) dikamar, petunjuk kiblat, dan pakaian staf yang sopan merupakan hal yang penting bagi wisatawan muslim (The World Halal Travel

Summit, 2015).

Berdasarkan penjelasan beberapa ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa wisata halal merupakan bagian dari penerapan wisata syariah, khususnya dalam hal akomodasi dan konsumsi, wisata halal lebih menekankan kepada material dan cara pengandaan yang halal. Sehingga hotel, rumah makan, restoran dan lain sebagainya, memiliki kejelasan standar kehalalan dalam penyediaan dan penanganannya, sementara wisata syariah memiliki cakupan lebih luas. Istilah syariah lebih kepada mengatur manusia dan seluruh aspeknya. Beberapa perbedaan wisata halal dan ekowisata syariah dapat di lihat pada Tabel 4.9. di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara 109

Tabel 4.9. Perbedaan Wisata Halal dan Ekowisata Syariah di Pulau Reusam

No Komponen Wisata Halal Ekowisata Syariah Memahami dan Membuat turis tertarik pada Menguasai obyek sekaligus informasi sehingga membangkitkan spirit religi bisa menarik wisatawan. Mampu 1 Guide wisatawan terhadap menjelaskan fungsi dan peran obyek wisata syariah dalam bentuk kebahagiaan dan kepuasan batin dalam kehidupan manusia. Menjadi bagian yang menyatu 2 Fasilitas Ibadah Sekedar pelengkap dengan obyek pariwisata, sarana peribadatan menjadi bagian paket Wisata Relasi Obyek Wisata Integrated, interaksi berdasar 3 Masyarakat dan Komplementar dan pada prinsp syariah Lingkungan hanya untuk keuntungan materi 4 Agenda Setiap waktu Memperhatikan Waktu Perjalanan Hanya mengatur Mengatur seluruh aspek aspek kehalalan pengelolaan atraksi yang 5 Atraksi dalam penyediaan sesuai dengan Syariat Islam kuliner dan sejenisnya Tidak termasuk Menjadi bagian intergral yang bagian intergral tidak terpisahkan dalam 6 Konservasi dalam keharusan pengembangan dan Lingkungan pengembangan dan pengelolaan kawasan pengelolaan ekowisata kawasan wisata Keterlibatan Keterlibatan Masyarakat lokal Masyarakat lokal menjadi salah satu syarat 7 Keterlibatan terbatas pada sektor keberhasilan pengelolaan dan Masyarakat lokal kuliner dan pengembangan kawasan sejenisnya. ekowisata, tidak terbatas dalam penyediaan makanan dan minuman 8 Sosial budaya Perhatian terhadap Sosial budaya masyarakat masyarakat sosial budaya dan lokal, menjadi bagian dalam kearifan lokal penting pengembangan masyarakat masih kawasan ekowisata berbasis terbatas yang syariat. berkaitan dengan penyediaan kuliner

Universitas Sumatera Utara 110

Upaya mengawal pengelolaan wisata halal adalah dengan hadirnya Undang-

Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH) dan Fatwa

DSN-MUI No.108/DSN-MUI/X/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal ini mengatur salah satunya hak dan kewajiban Pelaku Usaha degan memberikan pengecualian terhadap Pelaku Usaha yang memproduksi produk dari bahan yang berasal dari bahan yang diharamkan dengan kewajiban mencantumkan secara tegas keterangan tidak halal pada kemasan produk atau pada bagian tertentu dari produk yang mudah dilihat, dibaca, tidak mudah terhapus, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Produk.

Beberapa faktor yang mendasari pentingnya UUJPH antara lain:

1). berbagai peraturan perundang-undangan yang telah ada yang mengatur atau yang berkaitan dengan produk halal belum memberikan kepastian hukum dan jaminan hukum bagi konsumen untuk dapat mengonsumsi produk halal.

2). tidak ada kepastian hukum kepada institusi mana keterlibatan negara secara jelas di dalam jaminan produk halal. Sistem yang ada belum secara jelas memberikan kepastian wewenang, tugas dan fungsi dalam kaitan implementasi

JPH, termasuk koordinasinya.

3). peredaran dan produk di pasar domestik makin sulit dikontrol akibat meningkatnya teknologi pangan, rekayasa teknologi, bioteknologi dan proses kimia biologis.

Universitas Sumatera Utara 111

4). produk halal Indonesia belum memiliki standar dan tanda halal resmi

(standar halal nasional) yang ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana di

Singapura, Amerika Serikat, dan Malaysia.

5). sistem informasi produk halal belum sesuai dengan tingkat pengetahuan dan kebutuhan masyarakat tentang produk-produk yang halal (Hasan, 2014).

4.6. Sub Sistem Model Konseptual

4.6.1. Lingkungan

Konservasi merupakan tindakan nyata yang paling dibutuhkan dalam usaha memaksimalkan potensi yang ada di lingkungan Pulau Reusam, tanpa ada kegiatan ini bisa dipastikan degradasi lingkungan akan terus terjadi di Pulau

Reusam. Berdasarkan hasil observasi langsung, didapati keadaan sampah yang tidak di kelola dengan baik. Salah satu langkah memaksimalkan kegiatan konservasi dengan memaksimalkan aktivitas sosialisasi dan memberikan pendidikan lingkungan bagi masyarakat lokal dan Turis, sehingga timbul kesadaran dalam mengelola lingkungan.

Melalui pendidikan lingkungan diharapkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan dapat meningkat, yang selama ini masih kurang, upaya

Pemerintah Daerah dalam melakukan sosialisasi ini perlu melibatkan LSM yang berkaitan dengan kepariwisataan sehingga sosialisasi lebih efektif, pada akhirnya akan melahirkan lingkungan yang lestari. Purnomo (2012) memaknai kelestarian merupakan terciptanya keadilan dalam pemamfaatan sumber daya alam intra maupun intergenerasi.

Keadaan di atas bertolak belakang dengan rencana awal pengembangan ekowisata, ekowisata yang didefinisikan sebagai: "Perjalanan dan kunjungan yang

Universitas Sumatera Utara 112

bertanggung jawab secara lingkungan ke daerah alami yang tidak terganggu, untuk menikmati dan menghargai alam (dan setiap fitur budaya yang menyertainya baik dulu maupun sekarang) yang mempromosikan konservasi, memiliki dampak pengunjung negatif yang rendah, serta berhubungan langsung dengan sosio-ekonomi masyarakat lokal.

Persoalan ini tidak dapat kita bebankan kepada masyarakat saja, belum adanya kejelasan penanggung jawab pengelolaan kawan Pulau Reusam antara Pemerintah

Daerah Aceh Jaya maupun Pimpinan Gampong Lhok Timon menjadi persoalan utama. Dengan adanya penanggung jawab yang jelas terhadap kawasan ekowisata

Pulau Reusam diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian masyarakat sekitar., komponen lingkungan dapat dilihat pada Gambar 4.1. di bawah ini:

Gambar 4.1. Komponen sub sistem lingkungan

Pemerintah Daerah Aceh Jaya melalui Dinas Pariwisata, sudah melakukan pemantapan manajemen dalam rangka pengelolaan Pariwisata di setiap daerah termasuk Pulau Reusam, dalam hal ini meningkatkan kapasistas SDMnya, baik dalam menerima tamu, memberikan informasi yang jelas terhadap tamu, kenyamanan dan kebersihan lingkungan, fasilitas parkir dan penyeberangan, dan kedepan Pemda Aceh Jaya menjadikan usaha Pariwisata menjadi salah satu usaha

Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) kemudian akan di sinkronisasi dengan

Program Kabupaten.

Universitas Sumatera Utara 113

Sehubungan dengan perencanaan jangka panjang yang disampaikan di atas, diharapkan kedepan pengelolaan Pulau Reusam akan lebih terurus, dengan singkronisasi program kerja antara Kabupaten dan Gampong, sedangkan yang menjadi penanggung jawab utama tetap Pemerintah Gampong setempat yang lebih mengerti tentang kearifan lokal di sekitar Pulau Reusam.Terdapat beberapa komponen penting dalam sub sistem lingkungan, antara lain sumber daya alam, daya dukung, pendangan alam dan ekologi lingkungan, keempat komponen tersebut merupakan indikator keberhasilan suatu kawasan ekowisata dilihat dari unsur lingkungan.

1). Sumber Daya Alam

Sumber daya dan keadaan alam Pulau Reusam tidak berbeda dengan daerah yang beriklim tropis lainya, ketinggian gelombang berada pada tingkat 63 cm dan kecepatan arus berada pada 12 cm/detik. Sementara itu untuk derajat pH, Suhu dan salinitas sesuai dengan kadar alami air laut, pH 7.5, suhu alami dan salinitas

32.94 ppt, mempuyai kelerengan 12 %, dan memiliki ke dalaman kurang dari 10 meter, yaitu 3 meter.

Data di atas menujukkan Pulau Reusam sangat layak dijadikan kawasan ekowisata, sangat sesuai untuk habitat berbagai flora dan fauna, salah satunya terumbu karang yang menjadi salah satu daya tarik pariwisata, kegiatan konservasi terumbu karang sudah pernah digiatkan oleh Pemda Aceh Jaya pada tahun 2016, namun di karenakan belum ada tanggul dan gelombang yang terlalu besar dari samping pulau, menyebabkan kegiatan tersebut tidak berhasil. Selain terumbu karang, di Pulau Reusam juga di tumbuhi berbagai macam vegetasi

Universitas Sumatera Utara 114

tumbuhan tropis, untuk lebih jelas dapat dilihat dapat Tabel 4.9. tentang beberapa vegetasi Pulau Reusam:

Tabel 4.10. Vegetasi Pulau Reusam

No Nama Lokal Nama Ilmiah Familia 1 Waru/Siren Thespesia populnea Malvaceae 2 Jamblang Syzygium cumini Myrtaceae 3 Ketapang Terminalia catappa Combretaceae 4 Cemara Casuarinaceae Casuarinaceae 5 Rumput Merak Themeda arguens Poaceae 6 Alang Alang Imperata cylindrical Poaceae 7 Tapak Kuda Ipomoea pes-caprae Convolvulaceae 8 Makro Algae 9 Mahang dammar Macaranga triloba Euphorbiaceae 10 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae 11 Nibong Oncosperma tigillarium Arecaceae 12 Laban Vitex pinnata Verbenaceae 13 Bambu Bambusa blumeana Poaceae 14 Pohon Ara Ficus Moraceae 15 Pulai Alstonia scholaris Apocynaceae 16 Mengkudu Morinda citrifolia Rubiaceae 17 Talok / Seri Muntingia calabura L Muntingiaceae 18 Tumbuhan Paku Pteridophyta 19 Pandan Pandanus amaryllifolius Pandanaceae 20 Anggrek Orchidaceae Orchidaceae 21 Paku Sarang Burung Asplenium nidus Pteridophyta 22 Melinjo Gnetum gnemon Gnetaceae 23 Delima Punica granatum Punicaceae

24 Sirih Piper betle Piperaceae

Universitas Sumatera Utara 115

2). Daya Dukung

Jumlah pengunjung maksimum dalam satu hari dan pada waktu yang sama berada di Pulau Reusam ialah sebanyak 3.410 orang / hari. Penentuan jumlah ini, tidak terlepas dari kemampuan tim pengelola Pulau Reusam dan tingkat kelerengan dan luas Pulau Reusam itu sendiri, selain itu berhubung proses menuju ke Pulau menggunakan angkutan laut, maka kemampuan dan kesiapan sarana transportasi yang memadai ikut menjadi pertimbangan sehingga keamanan dan kenyamanan pengunjung lebih terjamin.

3). Pemandangan

Keindahan alam Pulau Reusam tidak di dukung sarana pendukung sehingga kepuasan pengunjung tidak maksimal, persoalan ini harus di dukung oleh sarana dan prasarana seperti lanscap untuk mendokumentasikan keindahan Pulau Reusam, termasuk untuk fasilitas dokumentasi di bawah air di antaranya alat penyelaman dapat disediakan di Gampong yang di bantu oleh lembaga-lembaga lain dan panglima Laot

Lhok Rigaih.

4). Ekologi lingkungan

Peningkatan aktivitas manusia di Pulau Reusam, tidak hanya berdampak positif semata dalam penyediaan lapangan kerja, namun juga memiliki efek negatif terjadinya pencemaran dan degradasi lingkungan. Hal ini perlu mendapat perhatian, mengingat ekologi di Pulau Reusam masih sangat alami. diperlukan adanya terobosan solusi dalam meminimalkan degradasi lingkungan namun juga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar pulau, satu di antaranya dengan melakukan upaya konservasi dan menjadikan Pulau Reusam sebagai salah satu kawasan ekowisata berbasis Syariah Islam.

Universitas Sumatera Utara 116

4.6.2. Sosial dan Budaya

Keadaan sosial masyarakat Aceh Jaya, yang menerapkan Syariat Islam sebagai pedoman dalam pergaulan sehari-hari, menjadikan kehidupan sosial masyarakat Aceh Jaya umumnya dan Gampong Lhok Timon khususnya, juga mengikuti norma-norma penerapan Syariat Islam, termasuk dalam hal kegiatan dan upacara adat istiadat dan budaya lokal.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong (RPJMG) Desa

Lhok Timon dijabarkan bahwa sebelum Konflik tatanan kehidupan masyarakat

Gampong Lhok Timon sangat kental dengan sikap solidaritas sesama, kegiatan- kegiatan sosial kemasyarakatan sangat berjalan dan dipelihara hal ini terjadi karena adanya ikatan emosional keagamaan yang sangat kuat antara sesama masyarakat di mana dalam agama Islam memang sangat di tekankan untuk saling berkasih sayang, membantu meringankan beban saudaranya dan dituntut pula untuk membina dan memelihara hubungan ukhwah Islamiah antar sesama.

Berdasarkan landasan inilah sehingga tumbuhnya motivasi masyarakat untuk saling melakukan interaksi dengan baik. Pasca konflik kondisi ini perlahan- perlahan juga mulai pulih meskipun tidak sama seperti sebelum konflik. Hal ini dapat dilihat dari keadaan masyarakat pada umunya sangat berpartisipasi dalam kegiatan sosial seperti gotong royong, kegiatan keagamaan, dan yang bersifat silaturrahmi lainya seperti hajatan, khanduri takhziah, dilakukan secara bersama- sama dan saling saling tolong - menolong dalam proses pelaksanaan kegiatan tersebut di atas, untuk lebih jelas tentang komponen sosial dan budaya dapat dilihat pada Gambar 4.2. di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara 117

Gambar 4.2. Komponen sub sistem sosial budaya

Dalam rangka memaksimalkan potensi sosial dan budaya masyarakat Aceh

Jaya dan Gampong Lhok Timon, membutuhkan tindakan penguatan dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, melalui pertemuan rutin, penyuluhan maupun pelatihan yang bekaitan dengan kearifan lokal Kabupaten

Aceh Jaya, dengan adanya penguatan, akan member manfaat langsung, antara lain dapat menggali kembali keadaan sosial budaya dan kerarifan lokal di daerah tersebut. selain itu ikut memberi pengetahuan kepada generasi baru tentang kehidupan sosial dan budaya Aceh Jaya, sehingga diketahui oleh lintas generasi.

Penguatan komponen pada sub sistem sosial dan budaya juga perlu dilakukan, dalam rangka mensinergikan pemahaman masyarakat tentang ekowisata dan penerapan Syariat Islam, yang selama ini masih ada sebagian penduduk sekitar

Pulau Reusam, menganggap aktivitas wisata akan mencedrai penerapan Syariat

Islam. Penguatan ini dapat dilakukan oleh pemerintah maupun LSM dengan menglibatkan Alim Ulama, melalui kegiatan diskusi, penyuluhan dan metode sosialisasi lainya, sehingga masyarakat dapat memahami manfaat keberadaan kawasan ekowisata Pulau Reusam.

1) Partisipasi Masyarakat

Penglibatan masyarakat, harus dimulai ketika tahap-tahap awal perencanaan pengembangan kawasan ekowisata berbasis syariah, sehingga akan

Universitas Sumatera Utara 118

mengintegrasikan kebijakan Kabupaten Kota dan kepentingan masyarakat lokal, di samping itu, dengan pelibatan masyarakat dari tahap awal. Dengan demikian akan terhindar dari kerugian salah satu pihak, dan masyarakat akan merasa lebih dihargai dan bertanggung jawab dalam mengelola dan menjaga lingkungan. Selain itu, dengan keterlibatan masyarakat secara langsung diharapkan dapat meningkatkan taraf pendapatan masyarakat lokal di Aceh Jaya, yang tingkat kemiskinan berada pada taraf 16,89 % (BPS 2017).

2). Distribusi Manfaat Ekowisata Berbasis Syariah

Pengembangan kawasan ekowisata di Aceh Jaya umumnya dan Pulau Reusam khususnya, merupakan pariwisata berbasis masyarakat, sehingga lebih ditingkatkan ekonomi kreatif masyarakat lokal, dengan demikian keberadaan wisata ini akan memberi manfaat kepada semua komponen yang terlibat langsung maupun tidak langsung.

Distribusi manfaat ekowisata berbasis syariah Pulau Reusam dapat dilaksanakan antara lain dengan membuat/menyisakan pendapatan dari aktivitas ekowisata berbasis syariah untuk dana yang berhubungan dengan dampak lingkungan, pengembangan kawasan, upacara adat istiadat dan budaya lokal serta kegiatan sosial lainya. Hal ini sangat didukung masyarakat Gampong Lhok Timon sehingga kegiatan seperti itu sudah berjalan 2 tahun, dengan mejadikan Pulau Reusam merupakan aset gampong.

Dukungan perangkat Desa Lhok Timon dalam mengembangan kawasan ekowisata Pulau Reusam selaras dengan regulasi yang ada, salah satunya undang- undang no 6 tahun 2014 tentang desa, menurut Badaruddin et.al, (2017) menjelaskan bahwa melalui UU nomor 6 tahun 2014 selain pengakuan kembali desa adat, juga

Universitas Sumatera Utara 119

memberikan otonomi yang lebih besar bagi desa untuk dapat mengelola dan mengembangkan desa dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, serta tercapai masyarakat yang makmur dan adil, selain itu pemberian otonomi diikuti oleh administrasi alokasi dana yang lebih besar untuk desa.

Dalam penelitian lain Badarudin dan Ermansyah (2017) mengatakan bahwa dalam konteks implementasi UU desa untuk pembangunan pedesaan, kemampuan orang untuk bekerja bersama, baik sesama warga desa maupun dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya adalah suatu keharusan. Penjelasan di atas menekankan kepada keselarasan semua pilar, ketiga (3) pilar ekowisata

(Lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya) mempuyai siklus saling melengkapi dalam menghindari degradasi lingkungan.Sistem pengelolaan lingkungan dan

SDA yang terintegrasi melibatkan masyarakat sekitar, sehingga menghasilkan pendapatan.Pendapatan yang didapat dari berbagai kegiatan di lapangan tersebut, digunakan sebagian untuk dampak geografi dan keruskaan alam.

3). Adat Istiadat

Dengan adanya distribusi manfaat ekowisata tersebut, maka akan menghidupkan semua lini kehidupan masyarakat sekitar Pulau Reusam, termasuk upacara adat istiadat dan budaya lokal, bahkan kegiatan kearifan lokal tersebut akan menjadi daya tarik dan nilai jual tersendri bagi pengunjung yang datang, tentu harus ada konsep dengan yang bagus seperti Bali dan Jogjakarta.

Potensi kearifan lokal tersebut tidak dapat di manfaat oleh masyarakat Aceh

Jaya dan Pemerintah Gampong, hal ini disebabkan tidak adanya kejelasan sistem pengelolaan Pulau Reusam, selain itu masih terkendala dengan sarana pendukung seperti dermaga untuk pendaratan kapal, dan kegiatan ini masih hanya bersifat lokal

Universitas Sumatera Utara 120

untuk masyarakat gampong, belum berpengaruh terhadap pengunjung.

4). Kebijakan dan Sistem

Pelibatan pemangku kepentingan ini harus dimulai dari proses perencanaan ekowisata sehingga akan mensinergikan program pariwisata tingkat nasional dan kepentingan lokal, kemudian melahirkan partisipasi lokal dan juga meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap konservasi lingkungan wisata baik alam, sosial dan budaya, hal ini sesuai dengan pendapat Auesriwong et. al (2015).

Perencanaan Pemda Aceh Jaya kedepan dalam memfasilitasi penetapan Aceh

Jaya menjadi kawasan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) salah satunya menyiapkan pengelolaan Pulau Reusam menjadi kawasan ekowisata, Pemerintah

Daerah melalui Dinas Pariwisata, akan melakukan pemantapan manajemen dalam rangka pengelolaan Pariwisata di setiap daerah termasuk Pulau Reusam,

Peningkatan kapasistas SDMnya, baik dalam menerima tamu, memberikan informasi yang jelas terhadap tamu, kenyamanan dan kebersihan, baik fasilitas parkir dan penyeberangan, untuk selanjutnya Pemda mendorong agar ada sinkronisasi antara program Pemerintah Daerah dan BUMG Desa Lhok Timon.

Selain itu Pemerintah Daerah akan mensinergikan pengembangan ekowisata dengan penerapan Syariat Islam, sehingga kenyamanan ini tidak hanya kepada pengunjung, namun juga terhadap masyarakat itu sendiri, tentang aktivitas wisata yang berdampak langsung kepada Masyarakat, jadi penerapan manajemen pengelolaan dengan meningkatkan SDM dalam memberikan informasi-informasi dibolehkan dan bertentangan dengan Syariat Islam.

Universitas Sumatera Utara 121

4.6.3. Ekonomi

Pengelolaan kawasan wisata dengan sistem ekowisata, mempuyai keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem wisata lainya, tidak hanya menikmati keindahan alam saja, namun ekowisata ikut mengakomodir perlindungan terhadap lingkungan, meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sekitar serta mempromosikan sosial budaya setempat, pendapat yang sama juga disampaikan oleh Chiutsi et. al, (2011).

Manfaat ekonomi yang di terima oleh masyarakat, didapatkan dari berbagai sumber, di antaranya, masyarakat lokal dapat menjadi pemandu wisata bagi turis yang datang, menjual makanan dan souvenir khas Pulau Reusam, menyediakan sarana transportasi dan akomudasi penginapan berbasis rumah masyarakat.

Sementara untuk kalangan pengusaha, dapat membuka bisnis restoran dan perhotelan, gambaran di atas hanya sebagian dari maanfat ekonomi yang diterima oleh masyarakat Aceh Jaya khususnya apabila destinasi wisatanya hidup, untuk lebih jelasnya dijelaskan dalam gambar 4.3. tentang Komponen Sub Sistem

Ekonomi:

Gambar 4.3. Komponen sub sistem ekonomi

Melalui manajemen pengelolaan yang baik, khususnya pemasaran dan strategi promosi yang benar dan efektif, maka potensi sub sistem bidang ekonomi di Aceh

Jaya tidak akan bisa dijual, hal itulah yang sedang terjadi di Aceh Jaya, dengan potensi ekowisata yang sangat besar, sektor pariwisata belum memberikan

Universitas Sumatera Utara 122

pemasukan terhadap APBK Kabupaten Aceh Jaya, sangat ironis bila dilihat Aceh

Jaya akan menjadi kawasan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) salah satunya di bidang pariwisata di Propinsi Aceh.

Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya melaui Dinas Pariwisata dan Pokdarwis salah satu programnya menghubungkan Badan Usaha Miliki Gampong (BUMG) sebagai pusat usaha, pembenahan diawali dari manajemen pengelolaan agar lebih profesional, selain itu mengiatkan program promosi pariwisata Aceh Jaya, sehingga semua orang mengetahui dan ingin mengunjunginya, setelah kedua rancangan itu berjalan, akan direncanakan lagi kebutuhkan dalam pengelolaan ini.

1). Makanan

Melalui pengembangan kawasan ekowisata berbasis masyarakat, dengan cara memberdayakan sumber daya yang ada pada masyarakat setempat, di antaranya melalui melestarikan atraksi dan konsumsi khas daerah menjadi salah satu kunci mempertahankan sektor ekowisata secara berkelanjutan. Dengan adanya distribusi mamfaat kepada semua elemen, termasuk masyarakat biasa, melalui usaha menjual makanan khas Aceh Jaya, snack, nasi dan konsumsi lainnya, maka kepedulian masyarakat terhadap kawasan ekowisata akan terus terpelihara.

Melihat potensi ekonomi melalui usaha konsumsi, sudah seharusnya,

Pemerintah Gampong dan Pemda Aceh Jaya memfasilitas usaha masyarakat ini, karena sampai saat ini, belum adanya restoran dan supermarket yang memadai di sekitaran Pulau Reusam termasuk menjadi keluhan bagi wisatawan, saat ini hanya satu warung nasi yang tersedia di dermaga menuju ke Pulau, tentu ini tidak mampu memberi pelayanan maksimal bagi pengunjung Pulau Reusam.

Universitas Sumatera Utara 123

2). Atraksi

Selain usaha di bidang konsumsi, potensi ekonomi dari ekowisata berbasis syariah, juga bersumber dari atraksi, atraksi tidak hanya berkaitan dengan penampilan saja, namun atraksi merupakan apa yang bisa dilihat, apa yang bisa dilakukan, apa yang bisa dibeli pada suatu destinasi wisata sehingga bisa menjadi unsur daya tarik dan magnet bagi kedatangan wisatawan di suatu lokasi wisata, hal ini juga sesuai dengan pendapat Riswandi (2013).

Sehingga elemen-elemen atraksi dapat berupa keindahan alam Hasil Ciptaan

Allah SWT, kegiatan pertunjukan seni dan budaya, sehingga memaknai atraksi tidak hanya sebatas tontonan bagi wisatawan semata, namun wisatawan juga dapat terlibat aktif menjadi pelaku dalam menikmati atraksi wisata, Selain itu modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan itu ada tiga, yaitu 1) Natural

Resources (alami), 2) Atraksi wisata budaya, dan 3) Atraksi buatan manusia itu sendiri.

Melihat pengertian dan batasan atraksi yang begitu luas, tidak seharusnya

Pulau Reusam hanya menjual dan mengandalkan keindahan alam semata, padahal cukup banyak kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya yang dapat ditampilkan melalui aktivitas ekowisata berbasis syariah di Pulau Reusam, di antaranya Tarian

Ranup Lampuan, Daboh, Kenduri laut, dan aktivitas berbasis kedaerahan lainya.

Pengembangan dan pengelolaan kegiatan atraksi kawasan ekowisata di Pulau

Reusam, harus mengikuti aturan yang berlaku di Aceh Jaya khususnya, antara lain

Qanun Hukum Jinayat dan Qanun kepariwisataan, dalam pasal Pasal 83 ayat 1 qanun Kepariwisataan disebutkan bahwa (1) Bagi wisatawan nusantara dan wisatawan manca negara diwajibkan berbusana sopan di tempat-tempat wisata.

Universitas Sumatera Utara 124

(2) Bagi wisatawan muslim diwajibkan berbusana sesuai dengan Syariat Islam. (3)

Pemandian di tempat umum dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. (4) Bagi masyarakat yang menonton pertunjukan/hiburan, dipisahkan antara laki-laki dan perempuan.

3). Transportasi

Aktivitas transportasi menuju Pulau Reusam selama ini, khususnya sarana penyeberangan, dalam hal kuantitas boat penyeberangan dan intesistas penyeberangan dapat dikatakan tidak masalah, yang menjadi persoalan bagi sebagian pengunjung adalah masih kurangnya unsur keamanan ketika melakukan penyeberangan. Ketiadaan fasilitas baju pelabung di boat penyeberangan dan kelayakan sebagian alat penyeberangan menjadi persoalan utama di Pulau

Reusam.

Persoalan di atas menjadi komitmen Pemda Aceh Jaya dalam mengatasi hal tersebut, seperti tertuang dalam hasil Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan Pada hari kamis, tanggal lima bulan desember tahun dua ribu sembilan belas (05-12-2019) bertempat Café Pantai Pasie Luah Kota Calang, a).

Mendukung dan menyiapkan kebutuhan sarana prasarana dalam pengembangan ekowisata Pulau Reusam Berbasis Syariah. b). Membangun sarana dan prasarana dasar dalam pengembangan Pulau Reusam, seperti pelabuhan dan fasilitas umum lainya. c). Mendukung dan memfasilitasi peningkatan SDM lokal pengelolaan kawasan wisata Pulau Reusam berbasis ekowisata dan Syariah. d). Membagun sarana yang berkaitan langsung dengan peningkatan pendapatan masyarakat Aceh

Jaya, di Pulau Reusam dan sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara 125

Selain masalah itu tidak ada persoalan, karena masyarakat dapat memilih jenis kapal/boat besar atau kecil untuk melakukan penyeberangan. Hal ini juga didukung oleh biaya penyeberangan sangat terjangkau untuk semua kalangan, sekitar Rp. 30.000 s/d Rp. 40.000 pulang pergi ke Pulau Reusam. Lokasi Pulau

Reusam sangat strategis, karena dilihat dari lokasinya langsung terlihat ketika melintas di jalan raya Banda Aceh- Meulaboh, selain itu tidak terlalu jauh dari ibukota

Provinsi dan Kabupaten Aceh Barat selaku kabupaten tetangga. Namun di karenakan tidak ada lagi fasilitas dermaga di Pulau, menyebabkan sebagian besar pengunjung membatalkan kunjungan ke Pulau Reusam, hal ini telah di antisipasi oleh Pemda Aceh

Jaya, pada tahun 2020 akan mengalokasikan dana untuk pembangunan sarana penyebarangan, salah satunya dermaga apung di Pulau Reusam.

Selain dermaga, yang masih perlu di lengkapi antara lain adalah pentunjuk jalan menuju dan di Pulau Reusam itu sendri, sehingga pengunjung merasa di arahkan ketika mengunjungi Pulau Reusam, memang di tepi jalan Nasional sudah ada, petunjuk arah, namun di Pulau belum ada, termasuk petunjuk larangan-larangan area mandi dan lain sebagainya.

4). Akomodasi

Perbedaan antara wisata halal dan syariah hanya sebatas pada ruang lingkup penerapan kaidah syariah dalam berwisata. Wisata halal hanya terfokus dalam hal bahan konsumsi dan sebagian juga mengikut sertakan akomodasi penginapan halal, Berbeda dengan wisata halal di luar Provinsi Aceh, maka ekowisata berbasis syariah di Pulau Reusam dalam pelaksanaannya mengatur seluruh aktivitas pariwisata yang sesuai dengan kaidah penerapan Syariat Islam atau

Qanun nomor 6 tahun 2014.

Universitas Sumatera Utara 126

Sehubungan dengan penerapan Syariat Islam di Aceh, secara tidak langsung menjadikan akomudasi penginapan di Aceh Jaya sudah menjadi penginapan syariah, Akomudasi penginapan bagi pengunjung Pulau Reusam baru tersedia di

Kota Kabupaten Aceh Jaya, dengan menempuh jarak 8 Km. di Kota calang terdapat 2 hotel yaitu Hotel Pantai Barat dan Hotel kana, selain itu juga terdapat 1 wisma.

4.7. Hubungan Antar Sub Sistem Ekowisata Berbasis Syariah Pulau Reusam 4.7.1. Ekonomi dan Lingkungan

Dalam menjaga keseimbangan lingkungan dengan aktivitas ekowisata berbasis Syariah di Pulau Reusam, seperti atraksi, akomudasi, taouring dan aktivitas wisata lainya, semakin maju pariwisata, maka semakin banyak pengunjung yang datang, hal tersebut, ikut memperbesar beban yang harus di tampung oleh lingkungan, yang berakibat langsung pada degradasi lingkungan, tentu keadaan ini tidak boleh dibiarkan terus menurus, maka diperlukan aksi nyata dalam menanggulangi dampak lingkungan tanpa mematikan usaha di bidang pariwisata.

Salah satu tindakan nyata tersebut ialah dengan mengalokasikan pendapatan dari usaha dan aktivitas parawisata untuk menanggulangi dampak lingkungan dan konservasi ekologi lainya, dengan adanya dana untuk dampak lingkungan tersebut, akan menciptakan keseimbangan lingkungan walaupun dalam waktu bersamaan berlangsung aktivitas parawisata. Kesimbangan lingkungan dan ekonomi ini, termasuk dalam hasil FGD salah satunya disampaikan oleh Geuchik

Gampong Lhok Timon Aceh Jaya, antara lain: a). Menigkatkan aktivitas swadaya masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan Pulau Reusam. b).

Universitas Sumatera Utara 127

Memfasilitasi dan melayani pengunjung Pulau Reusam dengan baik. c).

Meningkatkan kesadaran dan ketrampilan masyarakat gampong dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Gambar 4.4. Bagan Interaksi Sub Sistem Ekonomi dengan Lingkungan

Menurut Tuwo (2011), terdapat 8 (delapan) prinsip dalam pengembangan kawasan ekowisata, khususnya ekowisata pesisir dan laut, antara lain: 1).

Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap bentang alam dan budaya masyarakat lokal. 2). Mendidik dan menyadarkan wisatawan dan masyarakat lokal terhadap aktivitas konservasi, 3). Mengatur kawasan ekowisata dapat menerima pendapatan langsung, untuk digunakan dalam kegiatan pemberdayaan baik lingkungan maupun sosial budaya lainya, 4). Keterlibatan masyarakat secara aktif baik di perencanaan maupun pengembangan, 5).

Keuntungan ekonomi dari ekowisata dapat mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan. 6). Semua pengembangan fasilitas harus melihat dan disesuaikan dengan keharmonisan dengan alam. 7). Membatasi pemenuhan permintaan untuk disesuaikan dengan daya dukung, 8). Adanya unsur proporsional dan adil dalam pembagian devisa dan belanja wisatawan antara pemerintah Pusat dan Daerah.

Dalam rangka mendukung keseimbangan lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitar Pulau Reusam, maka perlu digiatkan sumber daya yang terintegrasi dengan alam sekitar, seperti mengunakan semua fasilitas dan

Universitas Sumatera Utara 128

aktivitas menuju dan di Pulau Reusam bersifat ramah lingkungan, selain itu SDM yang terlibat dalam aktivitas pariwisata harus mengerti tentang degradasi lingkungan. Ketersediaan SDA dalam kawasan ekowisata, dapat mendukung program pendidikan lingkungan bagi masyarakat sehingga tercipta sistem pemanfaatan SDA yang terintegrasi, sehingga unsur sosial dan budaya, dapat membantu dalam kegiatan advokasi lingkungan.

4.7.2. Ekonomi dan Sosial Budaya

Keberadaan aktivitas ekowisata Pulau Reusam, antara lain atraksi, transportasi, shoping, akomudasi penginapan, makanan dan lain sebagai, semua atraksi tersebut secara langsung akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal, semakin maju suatu kawasan ekowisata, semakin besar lapangan kerja, partisipasi masyarakat dan distribusi manfaat di sektor pariwisata.

Hubungan antara unsur ekonomi dan unsur sosial budaya dalam sistem ini, ikut mendorong terciptanya kenyamaman dan ketentraman kawasan ekowisata, di karenakan unsur ekonomi membantu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, di sisi lain, unsur sosial budaya ikut mendukung dan menjamin dalam manajemen pengelolaan kawasan ekowisata.

Gambar 4.5. Bagan interaksi sub sistem ekonomi dengan sosial budaya.

Dalam rangka mendukung aktivitas komponen ekonomi, yang berdampak langsung pada peningkatan lapangan kerja dan ekonomi masyarakat di sekitar

Pulau Reusam dan Aceh Jaya umunya, dibutuhkan tindakan langsung dari

Universitas Sumatera Utara 129

masyarakat, dengan memberi dukungan dan jaminan terhadap aktivitas pariwisata, dukungan masyarakat merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan sektor pariwisata.

Hal ini ikut menjadi komitmen dari hasil FGD salah satunya disampaikan oleh

Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata: a). Memfasilitasi pengembangan Pulau Reusam menjadi kawasan ekowisata berbasis syariah. b).

Memfasilitasi ketrampilan khas masyarakat Aceh Jaya, melalui cendramata, kesenian daerah dan kearifan lokal lainnya. c). Mengiatkan aktivitas promosi ekowisata Pulau Reusam dalam berbagai media.

Tidakan langsung sangat dibutuhkan dalam menanggulangi dampak ekowisata terhadap sosial budaya masyarakat lokal, perkembangan ekowisata berpengaruh langsung terhadap struktur sosial dan aspek budaya masyarakat lokal, kerena adanya pertemuan budaya masyarakat lokal dengan wisatawan, yang menghasilkan perkawinan budaya, dan yang lebih mengkhawatirkan akan terjadi penjajahan budaya apabila budaya pendatang lebih dominan dari pada budaya setempat (Tuwo, 2011).

4.7.3. Sosial Budaya dan Lingkungan

Memanfaatkan lingkungan tanpa memperhitungkan kemapuan lingkungan dan daya dukungnya, maka cepat atau lambat degradasi lingkungan tidak dapat dihindari, langkah pertama dalam rangka mengadvokasi keadaan lingkungan ekowisata Pulau Reusam ialah dengan melibatkan masyarakat Gampong Lhok

Timon sebagai garda terdepan upaya advokasi ini.

Universitas Sumatera Utara 130

Gambar 4.6. Bagan interaksi sub sistem sosial budaya dengan lingkungan.

Upaya perlindungan lingkungan tidak cukup hanya dengan himbauan, tanpa di sertai pemberian pendidikan lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang terintegrasi secara keseluruhan, ketersediaan SDA dalam kawasan ekowisata, dapat mendukung program pendidikan lingkungan bagi masyarakat sehingga tercipta sistem pemanfaatan SDA yang terintegrasi, sehingga unsur sosial dan budaya, dapat membantu dalam kegiatan advokasi lingkungan.

4.8. Penerapan Konsep 4A-SC Pariwisata di Sesuaikan Dengan Qanun Aceh

Nomor 8 Tahun 2013 dan Qanun Nomor 6 Tahun 2014.

Dalam memaksimalkan potensi wisata suatu daerah sangat tergantung dari kenyamanan wisawan menuju, berada pada destinasi wisata, serta meninggalkan kesan ketika akan meningalkan destinasi tersebut, hal ini sangat di pengaruhi oleh

4 komponen yang tergabung dalam konsep 4A-SC (Attraction, Accessibility,

Amenities, Ancillary Services, Security dan Comfort).

Konsep 4A menjadi salah satu konsep dasar dan pedoman dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan pariwisata di berbagai tempat di dunia, termasuk di

Propinsi Aceh, namun konsep tersebut harus di selaraskan dengan kekhususan yang dimiliki Aceh, salah satunya Penerapan Syariat Islam, merujuk kepada

Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat dan Qanun Aceh nomor 8 tahun 2013. Penerapan Syariat Islam di Aceh, mendapat berbagai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat yang ingin berwisata ke Aceh, merasa

Universitas Sumatera Utara 131

khawatir dengan penerapan hukum jinayat (cambuk dan lainya). tentu hal ini di perlukan sosialisasi yang lebih banyak tentang penerapan Syariat Islam di Aceh, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.

Qanun jinayat hanya berlaku bagi masyarakat Aceh yang beragama Islam, sedangkan bagi yang bukan beragama Islam ada perlakuan khusus dalam penerapanya, sebagaimana termaktup dalam qanun no 6 tahun 2016 Pasal 5 disebutkan: Qanun ini berlaku untuk: a. Setiap orang beragama Islam yang melakukan Jarimah di Aceh; b. Setiap orang beragama bukan Islam yang melakukan Jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta menundukkan diri secara sukarela pada Hukum Jinayat; c. Setiap orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan Jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan pidana di luar

KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini; dan d. Badan Usaha yang menjalankan kegiatan usaha di Aceh.

Penerapan Syariat Islam di Aceh pada konsepnya termasuk melindungan hak- hak seluruh masyarakat Aceh termasuk yang non muslim, hal ini juga berlaku dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan parawisata di Aceh, turut melindungi dan memfasilitasi turis yang berasal dari luar Aceh sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.

Sebagaimana termaktub di dalam qanun no 8 tahun 2013 tentang kepariwisataan Pasal 12 (1) Pengembangan Usaha Pariwisata Aceh ditujukan untuk tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan ekonomi bagi masyarakat, terutama masyarakat sekitar objek dan daya tarik wisata, dan akselerasi pembangunan Aceh. (2) Untuk mencapai tujuan pengembangan usaha

Universitas Sumatera Utara 132

Pariwisata Aceh sebagaimana yang di maksud pada ayat (1), Pemerintah Aceh melaksanakan pembinaan, pengendalian, perizinan dan pengawasan usaha secara terpadu, terarah dan bertanggung jawab dengan menjaga kelangsungan usaha pariwisata bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

4.8.1. Attraction.

Aktivitas Atraksi ekowisata tidak hanya terfokus pada permainan saja, namun berkaitan dengan apa yang bisa dilihat, apa yang bisa dilakukan, apa yang bisa dibeli di suatu destinasi wisata sehingga bisa menjadi unsur daya tarik dan magnet bagi kedatangan wisatawan di suatu lokasi wisata. Menurut Goeldner dan Ritchie

(2009) mengatakan elemen tunggal yang paling penting dalam berbelanja adalah keaslian produk termasuk kerajinan tangan yang di tawarkan untuk dijual dan berkaitan dengan daerah setempat.

Keterangan di atas, sesuai dengan qanun kepariwisatan Aceh yang tidak membatasi satu aspek atraksi saja dalam pengembangan ekowisata, Pasal 14 ayat

(1) menjelaskan Objek dan daya tarik wisata digolongkan berdasarkan jenis dan pemanfaatannya. (2) Objek dan daya tarik wisata terdiri atas: a. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Allah yang berwujud alam, flora, dan fauna; b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia seperti museum, peninggalan purbakala, peniggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan; dan (3) Selain objek dan daya tarik wisata sebagaimana di maksud pada ayat (2), Pemerintah Aceh dapat menetapkan objek dan daya tarik wisata lainnya.

Selain itu, pada pasal Pasal 18 Pengusahaan objek dan daya tarik wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata beserta

Universitas Sumatera Utara 133

prasarana dan sarana yang di perlukan, dilanjutkan dengan pasal pasal 19 ayat (1)

Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam: a. pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam; b. pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya; c. pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus; dan d. pengusahaan objek dan daya tarik wisata tirta.

Dalam pengelolaan kegiatan atraksi ekowisata, terdapat berbagai syarat yang harus dipenuhi oleh pengusaha dan investor yang bergerak di bidang atraksi ini, di antaranya, menjaga lingkungan, keselamatan bagi pengunjung, sarana peribadatan, perlindungan terhadap tenaga kerja, dengan terpenuhi semua unsur tersebut, di harapkan akan terhindar dari berbagai persoalan dalam pengelolaannya.

Sesuai dengan qanun kepariwisataan, Pasal 24 Pelaku usaha objek dan daya tarik wisata wajib: a. memenuhi ketentuan-kententuan sebagaimana ditetapkan dalam qanun ini; b. memelihara mutu objek wisata dan lingkungan; c. menyediakan mushalla; d. memberi perlindungan, menjaga keselamatan, dan memberi pelayanan prima kepada setiap pengunjung; e. menjalankan usahanya sesuai dengan tata cara pengusahaan objek wisata; f. memenuhi ketentuan

Peraturan Perundang-undangan yang menyangkut dengan tenaga kerja, kegiatan usaha sanitasi, dan lingkungan hidup.

Selain syarat di atas, pada pasal yang sama di atas poin (g), pengusaha kegiatan ekowisata, juga diwajibkan, melakukan dan memyelesaikan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) bagi kegiatan yang direncanakan dan studi evaluasi mengenai dampak lingkungan (SEMDAL) bagi kegiatan yang sudah berjalan, harus melakukan pengendalian limbah padat, cair dan gas yang

Universitas Sumatera Utara 134

dapat merusak lingkungan hidup serta dapat memenuhi standar baku mutu lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Regulasi yang diatur melalui qanun nomor 8 tahun 2013, tidak hanya mengatur mengenai syarat-syarat memperoleh izin seperti di atas, namun juga mengatur tata laksana kegiatan atraksi di lapangan, sebagai mana diatur dalam

Pasal 83 (1) Bagi wisatawan nusantara dan wisatawan manca negara diwajibkan berbusana sopan di tempat-tempat wisata. (2) Bagi wisatawan muslim diwajibkan berbusana sesuai dengan syariat Islam.

Dalam penerapan aturan di atas terhadap pengunjung, diperlukan penguatan dari pengelolaan kawasan ekowisata, salah satunya dengan menyediakan selendang ketika memasuki kawasan ekowisata bagi bagi wisatawan nusantara dan wisatawan manca negara, selain itu yang lebih penting, berhubung ini merupakan wisata pulau yang indentik dengan pantai maka perlu disediakan burkini (pakaian renang muslimah).

Masih dalam Pasal 83, selain busana, juga diatur zonasi antara laki-laki dan perempuan, pada ayat 3 sampai dengan 5 yaitu: (3) Pemandian di tempat umum dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, dan ayat (4) Bagi masyarakat yang menonton pertunjukan/hiburan, dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. (5)

Bagi pengusaha, kelompok masyarakat atau aparatur pemerintah dan badan usaha dilarang memberikan fasilitas kemudahan dan/atau melindungi orang untuk melakukan mesum, khamar/mabuk-mabukan dan maisir/judi.

Dalam upaya menghindari pelanggaran di atas, maka diperlukan keterlibatan

Pemerintah Daerah dalam melakukan sosialiasi dari berbagai media, serta perlunya penglibatan Wilayatul Hisbah (WH)/Polisi Syariah dalam

Universitas Sumatera Utara 135

mensosialisasikan aturan dan kearifan lokal yang berlaku di Aceh Jaya, sehingga dengan adanya penglibatan WH tersebut diharapkan dapat menghindari pengunjung dan pengusaha dari pelanggaran Syariat Islam tersebut, sebagai mana diatur pada qanun nomor 6 tahun 2016, termasuk dengan sanksinya (Uqubat).

Perjelasan di atas sesuai dengan hasil FGD salah satunya di sampaikan oleh

Kadis Syariat Islam Aceh Jaya antara lain: a). Mendukung sepenuhnya pengembangan kawasan ekowisata selama sesuai dengan Syariat Islam di Aceh

Jaya. b). Memfasilitasi Wilayatul Hisbah (Polisi Syariah Aceh Jaya) yang profesional di bidang kepariwisataan, dalam membantu pengelolaan kawasan wisata Pulau Reusam kearah yang lebih maju.

4.8.2. Accessibility.

Aksesibilitas merupakan komponen penting dalam pengelolaan ekowisata,

Aksesibilitas merupakan sarana dan infrastruktur menuju destinasi serta akses ketika berada di tempat wisata tersebut, jika suatu daerah tidak tersedia aksesibilitas yang baik seperti bandara, pelabuhan dan jalan raya, dan jalan (alur) wisata di tempat wisata tersebut akan mempengaruhi jumlah wisatawan yang mengunjungi kawasan tersebut, hal ini sesuai dengan pendapat Setiawan (2015) dalam penelitianya.

Dalam penyediaan sarana transfortasi di Pulau Reusam, dibutuhkan boat sebagai sarana penyeberangan yang memenuhi ketentuan yang di tentukan dalam qanun kepariwisataan dan Jinayat, di antaranya kemananan bagi pengunjung dan sesuai dengan penerapan Syariat Islam di Aceh Jaya. hal ini diatur dalam Pasal 56 qanun nomor 8 tahun 2013 yaitu: usaha penyediaan angkutan wisata dapat dilakukan oleh usaha angkutan khusus wisata, atau usaha angkutan umum yang

Universitas Sumatera Utara 136

juga menyediakan angkutan khusus wisata, atau usaha angkutan umum yang dapat di pergunakan sebagai angkutan wisata.

Sedangkan pada Pasal 57 mengatur tentang mekanismen perizinan dan pembinaan oleh pemerintah daerah yaitu: (1) Penyelenggaraan kegiatan usaha penyediaan angkutan wisata harus berdasarkan izin. (2) Pemerintah Aceh berwenang melaksanakan tugas pembinaan, pengembangan, pengawasan, penyediaan dan penyelenggaraan perizinan usaha penyediaan angkutan wisata. (3)

Ketentuan lebih lanjut tentang mekanisme dan syarat perizinan usaha penyediaan angkutan wisata diatur dalam Peraturan Gubernur. Berdasarkan hasil FGD Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah kelayakan sarana penyeberangan serta pemisahan fasilitas atau tempat duduk antara laki-laki dan perempuan.

4.8.3. Amenities.

Amenitas merupakan segala fasilitas pendukung destinasi wisata, Fungsi

Amenitas tidak kalah penting dengan fasilitas aksebilitas, dalam hal ini sarana pendukung amenitas sangat menentukan kenyamanan wisatawan ketika berada di lokasi. Meskipun fasilitas dan layanan tambahan tidak terkait langsung dengan pariwisata, namun komponen ini dapat memengaruhi pengalaman dan kepuasan wisatawan. Tidak dapat kita bayang dalam suatu lokasi wisata tidak tersedia fasilitas Toilet, penginapan, Restoran dan lainnya.

Dalam pengelolaan fasilitas pendukung tersebut, harus sesuai dengan aturan yang berlaku di Aceh, salah satunya Penerapan Syariat Islam sebagai contoh dalam pasal Pasal 43 (2) Qanun kepariwisataan, menyebutkan bahwa usaha penyediaan makanan dan minuman secara umum berupa: a. usaha restoran; dan b. usaha penyediaan makan dan minum lainnya sesuai syariat.

Universitas Sumatera Utara 137

Kewajiban pengelola usaha tersebut mempunyai kewajiban yang diatur pada

Pasal 37 qanun kepariwisataan, di antaranya pengelola hotel berbintang berkewajiban: a. memberi kenyamanan kepada tamu hotel, b. memberi laporan singkat tentang penghunian kamar secara berkala setiap 3 (tiga) bulan, c. memberikan kesempatan kepada pihak yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan apabila dibutuhkan; d. menjaga dan mencegah penggunaan hotel dari kegiatan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum serta melanggar

Syariat Islam, e. melakukan upaya peningkatan sumber daya manusia secara terus menerus berdasarkan standarisasi dan sertifikasi kompetensi, f. memelihara hygienis dan sanitasi dalam hotel dan lingkungan pekarangannya.

Sementara untuk setiap pelanggaran terhadap syariat Islam yang dilakukan oleh pengusaha maupun pengelolaan, diatur sanksi dalam qanun nomor 6 tahun

2016 tentang hukum jinayat, di antaranya pada Pasal 6 (1) Setiap Orang yang turut serta, membantu atau menyuruh melakukan Jarimah di kenakan ‘Uqubat paling banyak sama dengan ‘Uqubat yang diancamkan kepada pelaku Jarimah. (2)

Setiap Orang yang dengan sengaja mempromosikan Jarimah di kenakan ‘Uqubat paling banyak 1 1/2 (satu setengah) kali ‘Uqubat yang diancamkan kepada pelaku

Jarimah. (3) Setiap Orang yang memaksa melakukan Jarimah di kenakan ‘Uqubat paling banyak 2 (dua) kali ‘Uqubat yang diancamkan kepada pelaku Jarimah.

Selain itu, pada pasal 20 dituliskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, menyediakan fasilitas, atau membiayai Jarimah Maisir diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali dan/atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan.

Universitas Sumatera Utara 138

Bagi badan usaha yang melanggar. Salah satunya diatur pada pasal 33 ayat (3) di mana setiap orang dan/atau badan usaha yang dengan sengaja menyediakan fasilitas atau mempromosikan Jarimah Zina, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 100 (seratus) kali dan/atau denda paling banyak 1000

(seribu) gram emas murni dan/atau penjara paling banyak 100 (seratus) bulan.

Berdasarkan beberapa penjelasan pasal dari qanun kepariwisataan dan hukum jinayat, menggabarkan pengusaha yang ingin membuka dan mengelolaa usaha dalam bentuk fasilitas pendukung ekowisata, terikat dengan berbagai kewajiban yang harus dipenuhi, tentu rangka memfasilitasi penerapan Syariat Islam di Aceh

Jaya. Menurut Hasan (2015) Pengelolaan dan pemasaran pariwisata harus dimulai dari political will semua pihak, disebabkan otoritas Pemerintah didukung oleh peran serta masyarakat dalam membuka usaha yang berkaitan langsung dengan pariwisata seperti hotel, restorandan usaha jasa lainya. Pemerintah memiliki kewenangan manajerial dan promosi serta masyarakat ikut mendukung aktivitas tersebut.

4.8.4. Ancillary Services.

Ancilliary merupakan lembaga pendukung dalam pelaksaaan parawisata, baik

Pemerintah maupun kelompok masyarakat.Fungsi ancilliari ini merupakan pelengkap dari konsep 4 A dalam pengelolaan pariwisata. Sesempurna apapun unsur Attraction, Accessibility, Amenities, dalam suatu kawasan wisata, tentu tidak akan berguna tanpa ada pengelola. Pengelolaan kepariwisataan harus melibatkan lintas stakeholder yang memiliki pendidikan, adaptasi, pengetahuan, keahlian dan kecepatan respon yang berbeda, dan untuk mengakomudasi perbedaan diperlukan model manajemen kolaboratif, sehingga menyatukan berbagai potensi untuk

Universitas Sumatera Utara 139

menghasilkan interaksi dan keterlibatan yang sinergis dalam menangani setiap destinasi (Hasan, 2015).

Dalam memaksimalkan fungsi pengelolaan kawasan pariwisata, keberadaan masyarakat lokal di sekitar destinasi berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan kawasan. Dengan memberdayakan masyarakat sekitar, akan terjadi interaksi saling menguntung antara lingkungan, masyarakat, pengusaha dan Pemerintah.

Khususnya kepada masyarakat akan meningkatkan tingkat kesejahteraan terutama masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan wisata tersebut.

Keterlibatan masyarakat dipertegas dalam Pasal 30 (2) qanun kepariwisataan bahwa pembinaan kepariwisataan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat dan penduduk lokal untuk ikut serta dalam pembangunan, pengembangan, pengelolaan, dan pemilikan kawasan pariwisata. Dengan adanya penglibatan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan taraf ekonomi.

Pendidikan keparawisataan ini, menjadi kewajiban Pemerintah Aceh khususnya, hal ini diatur dalam pasal 72 (1) Pemerintah Aceh berkewajiban mendidik, memberdayakan dan mengeluarkan lisensi pramuwisata serta memantau keberadaannya dalam melaksanakan tugasnya. (2) Pemerintah Aceh berkewajiban membina asosiasi dan lembaga pariwisata di Aceh.

Sementara dalam qanun jinayat, ikut mengatur perlindungan terhadap pekerja pada sektor amenities ini, di antaranya diatur di dalam pasal 12 yang berbunyi (1)

Setiap Orang yang melakukan pekerjaan di tempat kerja dan pada waktu kerja tidak dapat dituduh melakukan Jarimah khalwat dengan sesama pekerja, dan pada

Pasal 13 diatur bahwa setiap orang yang memberikan pertolongan kepada orang

Universitas Sumatera Utara 140

lain yang berbeda jenis kelamin dalam keadaan darurat, tidak dapat dituduh melakukan Jarimah khalwat atau Ikhtilath.

4.8.5. Security

Sejak awal 80-an, globalisasi telah mengubah pariwisata secara mendalam, yang telah menjadi area aktivitas tunggal terbesar di dunia. Mobilitas para pelancong dan wisatawan telah tumbuh dengan cepat selama bertahun-tahun, di satu sisi mempolarisasi arus besar pariwisata massal di Eropa, di sisi lain, menandai pertumbuhan pesat destinasi baru di Asia dan Pasifik. Dalam beberapa tahun terakhir, resor baru ini telah menyebabkan penurunan signifikan dalam pangsa pasar massal tradisional (Brondoni, 2016; Dwyer et al, 2008).

Perubahan di Dunia selama dua dekade terakhir sangat besar, karena perang lokal, bencana alam, epidemi dan pandemi, menjadikan sektor, keamanan telah menurun secara signifikan. Industri perjalanan dan pariwisata tidak dapat menghindari dampak negatif dan konsekuensi dari peristiwa ini. Terlebih lagi beberapa dari peristiwa ini memanifestasikan kerentanan pariwisata baik di tingkat global maupun regional. Masalah keselamatan dan keamanan dalam perjalanan dan pariwisata disebabkan oleh evolusi pariwisata massal dari awal tahun 1950, alasannya antara lain:

1. Perjalanan dan pariwisata bukan lagi kegiatan strata sosial atau kelas yang

sempit tetapi seluruh kelas menengah yang semakin luas ikut terlibat di

dalamnya, hal ini adalah akibat langsung dari pertumbuhan peningkatan

dari pendapatan pribadi masyarakat dunia dan waktu luang di negara-

negara maju.

Universitas Sumatera Utara 141

2. Cakupan pariwisata mencakup semakin banyak negara dan wilayah di

dunia dan tidak hanya negara-negara maju yang mampu menghasilkan

arus pariwisata yang keluar, tetapi juga negara-negara yang belum maju,

menjadikan pariwisata bagian dari strategi pengembangan ekonomi.

3. Perkembangan transportasi (penerbangan, industri otomotif) yang cepat

dan indah ikut berkontribusi pada peningkatan mobilitas masyarakat dunia.

Pariwisata merupakan industri yang rentan dan rapuh, sangat tergantung pada banyak faktor yang mendorong maupun sebaliknya seperti kondisi ekonomi, stabilitas politik, penyediaan fasilitas dan layanan wisata, dan yang paling penting jaminan keselamatan dan keamanan (Baloglu, 2001). Tujuan pariwisata dapat terganggu jika dianggap berbahaya untuk dikunjungi oleh masyarakat. sehingga menurut Demos (1992), menciptakan dan mengelola isu sangat penting untuk strategi pariwisata baik positioning maupun pemasaran yang efektif.

Pendapat di atas turut didukung oleh Sidhu (2006) yang menyatakan total indeks kejahatan di Malaysia untuk tahun 1980 hingga 2004 menunjukkan peningkatan. Beberapa faktor yang diidentifikasi dengan peningkatan kejahatan di

Malaysia termasuk pertumbuhan populasi, faktor ekonomi makro (tingkat pengangguran), ketidakstabilan politik, variabel demografis dan pola urbanisasi dan sebagainya (Amir, et al, 2012).

Chon (1990) menemukan bahwa keselamatan tampaknya menjadi prioritas utama bagi wisatawan Hong Kong dan Taiwan. Ketakutan akan kejahatan masih menjadi kekecewaan utama dari perjalanan ke Afrika Selatan, disebutkan secara spontan oleh 26% dari semua pengunjung asing selama periode dari tahun 1996

Universitas Sumatera Utara 142

hingga 1998. Kejahatan terus menjadi ancaman bagi pengembangan pariwisata di

Afrika Selatan (Ferreira dan Harmse, 2000).

Meskipun popularitasnya pariwisata Afrika Selatan terus meningkat dengan komunitas internasional, namun Afrika Selatan memiliki reputasi sebagai tempat yang tidak aman untuk dikunjungi. Klaim ini didukung oleh statistik International

Criminal Police Organization (Interpol), yang menunjukkan bahwa dengan standar apa pun, Afrika Selatan memiliki tingkat kejahatan kekerasan yang sangat tinggi. Misalnya, menurut laporan Interpol pada tahun 1998, Afrika Selatan memiliki tingkat pembunuhan per kapita tertinggi yang tercatat dibandingkan dengan sejumlah negara di Amerika Latin, Utara, dan Eropa (George, 2003).

Data Interpol tahun 1998 dikutip dari Masuku (2001), menunjukkan bahwa ada 59 pembunuhan di Afrika Selatan per 100.000 penduduk, diikuti oleh

Kolombia dengan 56 pembunuhan per 100.000 penduduk, Namibia dan Jamaika mengikuti di posisi tiga dan empat, dari negara-negara yang di survei, Afrika

Selatan juga memiliki tingkat tertinggi perampokan dan pencurian,tercatat 208 insiden per 100.000 penduduk, diikuti oleh Swaziland dan Spanyol.

Citra Afrika Selatan sebagai pusat kejahatan kawasan, berdampak pada kunjungan turis dunia ke negara tersebut, isu keamanan menutupi faktor kebaruan di negara tersebut, dan 'Mandela Magic' tidak terlalu memberi pengaruh, tercermin dari menurunnya jumlah wisatawan internasional yang mengunjungi negara itu selama beberapa tahun terakhir. Angka yang dikeluarkan oleh Statistics

South Africa (2002), menunjukkan bahwa Afrika Selatan menerima 5,7 juta pengunjung selama tahun 2001. 1,4 juta di antaranya berasal dari luar negeri dan

Universitas Sumatera Utara 143

4,2 juta di antaranya dari Afrika. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya

(2000), jumlah pengunjung luar negeri turun 3,7% dan jumlah pengunjung Afrika turun 2,2% (Statistics South Africa, 2002).

Persoalan di atas menggambarkan peningkatan jumlah wisatawan internasional dan lokal menyebabkan peningkatan kejahatan di seluruh lapisan masyarakat, di antaranya disebabkan oleh arus urbanisasi dan bentuk-bentuk perubahan sosial lainnya yang terjadi di masyarakat, sehingga jelas bahwa industri pariwisata itu sendiri merupakan faktor dalam meningkatkan tingkat kejahatan (Milman dan

Bach, 1999).

Gambaran perkembangan wisata dunia sangat berkaitan erat dengan keamanan di area wisata tersebut, hal tersebut tidak jauh berbeda dengan wisata di Propinsi

Aceh dan Aceh Jaya khususnya, sektor keamanan menjadi salah satu penentu perkembangan kawasan wisata. Kearifan lokal yang belaku di Aceh, yang kental dengan budaya timur dan nuansa Islam, secara tidak langsung ikut memberi kenyamanan dan keamanan terhadap wisatawan dalam berinteraksi dengan masyarakat lokal.

Selain faktor kearifan lokal, Aceh merupakan daerah dengan status daerah istimewa salah satunya dengan penerapan Syariat Islam, sehingga pergaulan sehari-hari harus sesuai dengan kaidah penerapan Syariat Islam, hal ini diatur dalam Qanun nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat. Sehingga setiap pelanggaran termasuk mengangu keamanan wisata selain menerima hukum sosial, juga akan menerima hukuman sesuai dengan qanun jinayat tersebut.

Universitas Sumatera Utara 144

Salah satu contoh, qanun jinayat melalui pasal 46 dan 47 ikut mengatur tentang tindakan pelecehan seksual, dan pasal 48, 49, 50 mengatur tentang tindakan pemerkosaan. Semua perbuatan yang melanggar syariat akan diberikan hukuman dalam bentuk uqubat baik cambuk, denda dan penjara, sesuai dengan tingkat pelanggaran. Aturan ini hanya belaku bagi yang beragama Islam, sedangkan yang non muslim, diberikan kebijaksanaan di antaranya diberi kesempatan memilih tunduk kepada hukum jinayat atau mengikuti hukum KUHP yang berlaku universal, hal ini diatur dalam pasal 5 hukum jinayat.

Selain qanun jinayat, terdapat qanun nomor 8 tahun 2013 tentang kepariwisataan pada pasal 69 dan 70, mengatur tentang keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata, dan kewajiban pemerintah untuk memberikan pendidikan berkaitan tentang pariwisata kepada masyarakat. Dengan aturan tersebut, diharapkan akan menciptakan keamanan kawasan wisata berabasis masyarakat lokal.

4.8.6. Comfort

Ketenangan dan kenyamanan wisatawan tidak dapat dipisahkan dari sektor keamanan dan keselamatan pengunjung pada tempat wisata, semakin tinggi jaminan keamanan, semakin nyaman pengunjung di suatu destinasi, hal ini juga ditekankan oleh (Barker dan Page, 2002) mengatakan keselamatan dan keamanan adalah aspek penting untuk pengembangan semua tujuan wisata. Walaupun demikian, dalam penerapan sektor keamanan, juga harus diikuti dengan strategi yang tepat, agar tidak menimbulkan persepsi wisatawan keamanan yang ketat di sebabkan keadaan tidak aman.

Universitas Sumatera Utara 145

Dalam penelitian Amir et al (2012). Masalah keamanan menonjol di kalangan wisatawan wanita. Dengan asumsi bahwa mayoritas wanita mungkin merasa rentan secara fisik dan karenanya menganggap bahwa mereka bisa menjadi sasaran utama penjahat. Berjalan di Kuala Lumpur pada siang hari dinilai sangat aman tetapi persepsi sedikit menurun pada waktu malam hari. Sehingga dapat dikatakan mayoritas wanita menganggap malam hari sebagai periode berisiko tinggi ketika kegiatan kejahatan diajarkan untuk aktif.

Dalam penelitian George (2003) menjelaskan jika seorang turis merasa tidak aman di suatu tujuan liburan, ia dapat mengembangkan kesan negatif terhadap destinasi tersebut. Ini dapat sangat merusak industri pariwisata dan dapat mengakibatkan penurunan pariwisata ke daerah tersebut, hal ini dapat terjadi dengan cara berikut:

1. Calon wisatawan dapat memutuskan untuk tidak mengunjungi tempat

tujuan karena memiliki reputasi memiliki tingkat kejahatan yang tinggi.

2. Jika wisatawan merasa tidak aman di suatu tempat tujuan, mereka tidak

akan ambil bagian dalam kegiatan di luar fasilitas akomodasi mereka.

3. Turis yang merasa terancam atau tidak aman kemungkinan tidak akan

kembali ke tujuan, dan mereka tidak akan merekomendasikan tujuan ke

orang lain (George, 2003).

Keputusan wisatawan berlibur tidak hanya termotivasi oleh kebutuhan untuk melarikan diri dari kehidupan sehari-hari atau mencari eksplorasi dan pengalaman baru, tetapi juga keadaan objek tujuan yang dapat memuaskan kebutuhan pikiran termasuk kenyamanan (Jensen & Blichfeldt, 2009). Dengan demikian, faktor- faktor pendorong dan daya tarik melebur bersama di pikiran wisatawan (Goosens,

Universitas Sumatera Utara 146

2000). dalam prakteknya, hampir semua studi baru dalam pengambilan keputusan pariwisata mencakup kedua jenis kekuatan tersebut (Hsu et al, 2009). Hal penting yang harus diperhatikan adalah risiko yang dirasakan (kenyamanan) wisatawan, bukan hanya risiko aktual di suatu destinasi (Yang et al, 2015).

Solusi memberikan keamanan dan kenyaman kepada wisatawan, melalui lembaga hukum formal seperti otoritas polisi dan militer belum tentu dapat menjadi solusi. Masalahnya keterlibatan polisi dan militer yang terlalu tinggi di ruang publik dapat memberikan kesan kepada wisatawan bahwa destinasi tersebut tidak aman dan nyaman untuk dikunjungi (Jensen dan Svendsen, 2016).

Sebaliknya, kepercayaan sosial melalui penegakan norma-norma sosial untuk perilaku mungkin lebih penting, karena lembaga-lembaga informal dan masyarakat lokal dapat ikut berpartisipasi memberikan keamanan bagi wisatawan tanpa memberi sinyal masalah keamanan secara berlebihan.

Membangun kepercayaan sosial selanjutnya dapat meningkatkan perasaan aman dan nyaman wisatawan sehingga dapat menarik lebih banyak wisatawan.

Pendekatan kepercayaan sosial dapat dianggap sebagai upaya untuk menggabungkan sosiologi dan ekonomi. Coleman adalah orang pertama yang mendefinisikan kepercayaan sosial sebagai perilaku yang dapat diprediksi dalam kaitannya dengan norma, dan, memfasilitasi kemampuan orang untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama (Coleman, 1988).

Denmark dan negara-negara Skandinavia lainnya menempati peringkat tertinggi di dunia, memiliki lebih dari 70 persen kepercayaan sosial, diikuti oleh

Belanda. Warga di Denmark dan Skandinavia, cenderung memberikan imbalan sosial kepada warga negara lain dengan melindungi wisatawan dan menghukum

Universitas Sumatera Utara 147

yang melakukan kekacauan, dibandingkan dengan Trinidad dan Afrika Selatan, yang berada di peringkat bawah dengan kepercayaan sosial hanya 4% (Svendsen

& Svendsen, 2010). Hal ini menjadikan negara-negara Skandinavia memiliki keunggulan kompetitif di pasar wisata karena penegakan sendiri norma-norma sosial yang tepat, dan memberikan perasaan aman dan nyaman yang lebih tinggi bagi wisatawan.

Kepercayaan sosial tidak hanya penting untuk menurunkan biaya pengendalian, tetapi juga berpengaruh kepada persepsi keselamatan bagi wisatawan. Visibilitas polisi dan militer di jalan dan tempat wisata, di satu sisi, menandakan negara yang fokus pada keamanan dan keselamatan; di sisi lain, kemungkinan menandakan banyak masalah dan memberi kesan destinasi tersebut tidak aman untuk dikunjungi. Akibatnya, memberikan citra negatif bagi Negara karena terlalu banyak kontrol formal oleh pihak keamanan.

Sebaliknya, lembaga informal dapat memainkan peran positif, karena kepercayaan sosial pada dasarnya dibangun di atas norma-norma dan perilaku yang dapat diprediksi, jika seseorang tidak mengikuti aturan-aturan informal ini, orang itu secara sosial di kenai sanksi, di asingkan oleh kelompok, menerima reputasi yang buruk dan, sebagai konsekuensinya, menanggung tambahan yang substansial. biaya dari tidak bekerja sama.

Gambaran keadaan kenyamanan wisatawan di berbagai negara di atas yang berhubungan langsung dengan tingkat kepercayaan sosial, tidak jauh berbeda dengan sistem yang berlaku di Aceh Jaya khususnya, selain kearifan lokal yang mengharuskan masyarakat saling menghargai termasuk dengan wisatawan, hal ini juga diatur dalam qanun nomor 8 tahun 2013 tentang kepariwisataan, yang

Universitas Sumatera Utara 148

menempatkan kenyamanan pengunjung sebagai suatu keharusan, dengan menjadikan kenyamanan sebagai salah satu asas pariwisata Aceh yang diatur pada pasal 2 qanun kepariwisataan.

Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh melalui pasal 2 qanun nomor 8 tahun

2013 mengatur azas kepariwisataan dengan bunyi: a. iman dan Islam, b. kenyamanan, c. keadilan, d. kerakyatan, e. kebersamaan, f. kelestarian, g. keterbukaan, dan h. adat, budaya dan kearifan lokal. Dengan azas tersebut memperlihatkan sistem pengelolaan wisata di Aceh, lebih mengedepankan kepercayaan sosial khususnya masyarakat lokal.

Hal ini terlihat pada pasal 51 qanun kepariwisataan yang mengatur mekanisme memperoleh izin bagi pengusaha pariwisata salah satunya harus memiliki surat keterangan dukungan masyarakat adat setempat. Selain pasal 51, keterlibatan masyarakat lokal juga diatur dalam bab ix pasal 69 dan 70 tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata. Dengan adanya keterlibatan masyarakat, diharapkan akan menciptakan dan memberikan kenyamanan bagi wisatawan yang mengunjungi wisata di Pulau Reusam khususnya. Melalui tabel 4.11. di bawah ini, akan lebih jelas menggabarkan perbedaan wisata konvensional dengan ekowisata berbasis syariah di Pulau

Reusam.

Tabel. 4.11. Perbedaan kebijakan wisata konvensional dengan ekowisata syariah di Pulau Reusam. Ekowisata Syariah Sesuai dengan No Konsep Wisata Konvensional Qanun Aceh “4 A - SC” Qanun Nomor 8 Tahun 2013 dan Qanun Nomor 6 Tahun 2014. 1. Tidak terdapat aturan 1. Bagi wisatawan nusantara dan yang mengatur wisatawan manca negara tentang busana dan diwajibkan berbusana sopan, sejenisnya. Dengan menyediakan selendang.

Universitas Sumatera Utara 149

2. Kebebasan antara 2. Bagi wisatawan muslim laki-laki dan diwajibkan berbusana sesuai perempuan untuk dengan Syariat Islam. mengikuti semua 3. Pemandian di tempat umum 1 Attraction jenis atraksi secara dipisahkan antara laki-laki dan bersama-sama. perempuan. 3. Tersedia atraksi 4. Menyediakan burkini (Pakaian kasino, portitusi dan Renang muslimah). sejeninya. 5. Bagi masyarakat yang menonton pertunjukan/hiburan, dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. 6. Tidak tersedia atraksi kasino, portitusi dan sejenisnya. 7. Sebagian Hasil Atraksi digunakan untuk konservasi Lingkungan. 8. Mempromosikan Budaya dan kesenian daerah setempat 1. Tidak terdapat 1. Pemisahan fasilitas atau tempat pemisahan duduk dalam penyeberangan 2 Accessibility penyeberangan antara laki-laki, perempuan dan fasilitas maupun keluarga. tempat duduk antara 2. Sarana transfortasi bersifat aman laki-laki dan dan ramah lingkungan. perempuan. 1. Fasilitas peribadatan 1. Tersedianya fasilitas Peribadatan bukan merupakan yang layak, dan terpisah antara keharusan. laki-laki dan perempuan. 2. Usaha restoran dan 2. Usaha restoran dan usaha 3 Amenities usaha penyediaan penyediaan makan dan minum makan dan minum lainnya sesuai Syariat. lainnya bebas 3. Memberikan kesempatan kepada menyediakan menu, pihak yang berwenang (Termasuk termasuk minuman WH) untuk melakukan keras dan lain pemeriksaan apabila dibutuhkan. sebagainya. 4. Menjaga dan mencegah 3. Pemerikasaan hanya penggunaan hotel dari kegiatan dilakukan oleh yang dapat mengganggu Satpol PP dan keamanan dan ketertiban umum penegak hukum serta melanggar syariat Islam, lainya. 5. Tidak terdapat fasilitas hiburan 4. Kebebasan dalam termasuk diskotik, kasino dan pengunaan sejenisnya. penginapan / hotel 6. Setiap Fasilitas bersifat rahmah termasuk non lingkungan dan/atau melewati muhrim dalam satu Analisis Lingkungan. kamar. 7. Menjujung tinggi kearifan lokal 5. Tersedia fasilitas masyarakat lokal hiburan termasuk diskotik, kasino dan sejenisnya. 1. Tidak ada larangan 1. Pengusaha, kelompok masyarakat bagi pengusaha, atau aparatur pemerintah dan

Universitas Sumatera Utara 150

kelompok badan usaha dilarang masyarakat atau memberikan fasilitas kemudahan aparatur pemerintah dan/atau melindungi orang untuk dan badan usaha melakukan mesum, 4 Ancillary dalam memberikan khamar/mabuk-mabukan dan Services fasilitas kemudahan maisir/judi, dll. untuk melakukan 2. Setiap pelanggaran terhadap mesum, dan mabuk- Syariat Islam yang dilakukan oleh mabukan,. pengusaha maupun pengelolaan, 2. Tersedianya Tim diatur sanksi dalam qanun nomor pengelola yang 6 tahun 2016 tentang hukum professional khusus jinayat. dalam bidang 3. Tersedianya Tim pengelola ekowisata. ekowisata yang professional dalam bidang ekowisata dan memahami kaidah penerapan Syariat Islam berdasarkan Qanun Aceh. 4. Penglibatan Wilayatul Hisbah (WH) sebagai bagian dari tim pengelola, khususnya dalam tindakan preventif dan sosialisasi tentang Syariat Islam di Aceh Jaya. 5. Pemberdayaan masyarakat lokal dalam aktivitas ekowisata. 1. Mengedepankan 1. Pengelolaan keamanan berbasis lembaga formal masyarakat. keamanan dalam 2. Qanun Jinayat menjadi salah satu pengelolaan rujukan dalam pemberian sanksi. 5 Security keamanan. 3. Selain sanksi hukum, juga akan 2. Aturan sanksi mendapatkan sanksi sosial bagi berlaku hukum yang melakukan pelanggaran. universal yang berlaku di suatu Negara. 1. Faktor kenyamanan 1. Mengedepankan sistem hanya dilihat dari kepercayaan sosial dari pada satu sisi, yaitu penglibatan militer dalam hal kenyamanan bagi menciptakan keamanan dan 6 Comfort wisatawan saja. kenyamanan. 2. Kenyamanan dilihat dari dua sisi, kenyamanan bagi wisatawan dan kenyamanan bagi masyarakat lokal.

4.9. Model Konseptual Pengelolaan Pulau Reusam

Model Konseptual (conseptual model) merupakan suatu hipotesa yang digambarkan dalam diagram dari rangkaian hubungan antara faktor-faktor tertentu

Universitas Sumatera Utara 151

yang diyakini mempengaruhi atau memberi dampak kepada kondisi sasaran. model konseptual memiliki 3 fungsi utama, ketiga fungsi ini sesuai dengan pendapat Jonker et, al (2011), antara lain :

4. Model Konseptual sangat erat hubungannya dengan teori referensi/litelatur

yang digunakan, keberadaan bantuan model konseptual, akan menunjukkan

cara melihat fenomena yang di bahas dalam penelitian, sehingga konsep-

konsep teoritis yang digunakan untuk membangun model konseptual akan

menghasilkan perspektif atau cara pandang dalam melihat fenomena

empiris.

5. Dengan pembangunan model dapat membantu dalam penataan masalah,

mengidentifikasi faktor-faktor relevan, dan kemudian memberikan koneksi

yang membuatnya lebih mudah untuk memetakan bingkai permasalahan.

6. Model konseptual akan menghubungkannya ke dalam sistem teori.

Dengan menghubungkan dengan teori yang sudah ada, dan terpercaya, akan menghasilkan perbandingan antara penerapan model di suatu tempat dengan tempat lain, sehingga terlihat keunggulan dan kelebihan penerapan model di suatu tempat, termasuk model pengelolaan Pulau Reusam di Aceh Jaya dengan bentuk dan karakter model wisata halal di tempat lain.

Purnomo (2012) dalam bukunya menjelaskan tahapan model konseptual dimulai dari indentifikasi setiap komponen yang dimasukan kedalam permodelan, komponen tersebut dicarikan interrelasi satu dengan yang lain dengan berbagai metode, diagram kotak dan panah, dan lainnya. Penyusunan model konseptual tentang pengelolaan kawasan wisata dengan sistem ekowisata, mempuyai keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem wisata lainya, tidak hanya menikmati

Universitas Sumatera Utara 152

keindahan alam saja, namun ekowisata ikut mengakomodir perlindungan terhadap lingkungan, meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar serta mempromosikan sosial budaya setempat.

Teori ekosistem komplek yang di prakarsai oleh Ma & Wang dalam penelitiannya pada tahun 1984, menekankan pada keselarasan dan keseimbangan unsur sosial, ekonomi dan kemurnian lingkungan dalam pengembangan suatu kawasan ekowisata. Sistem ekosistem komplek dari Ma dan Wang tersebut, saat ini indentik dengan istilah pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) yang juga menekankan pada kesesuaian antara unsur sosial, ekonomi dan lingkungan. Sistem pengelolaan ekowisata bekelanjutan merupakan kawasan yang berorientasi pada sumber daya ekowisata di mana kegiatan pariwisata sedang berlangsung. Menurut Dwyer dan Edwards (2000), kerangka keberlanjutan

(paradigma ekowisata) mencakup tiga bagian utama: masyarakat lokal, lingkungan, dan pariwisata.

Proses menyusun model konseptual harus bersifat sistematis dan terukur,

Enemark, et, al (2018) berpendapat bahwa ada kebutuhan untuk pendekatan secara sistematis dalam membangun model konseptual di mana semua aspek konseptualisasi yang relevan dengan cakupan tujuan penelitian. Dengan pendekatan sistematis, akan menghidari penyusunan model dari kesalahan.

Menurut Wee & Ettema (2016) menyimpulkan bahwa penelitian dapat dengan mudah sampai pada kesimpulan yang 'salah jika hubungan kausal yang kompleks yang ada antara faktor-faktor yang relevan diabaikan.

Penyusunan model konseptual pengelolaan Pulau Reusam menjadi kawasan ekowisata berbasis syariah menjadi nilai lebih dan kebaruan dalam penelitian ini,

Universitas Sumatera Utara 153

dengan dasar pengelolaan berbasis syariah berpedoman pada qanun nomor tahun

2014 tentang hukum jinayah dan qanun nomor 8 tahun 2013 tentang keparawisatan Aceh, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.7 tentang model konseptual pengelolaan Pulau Reusam menjadi kawasan ekowisata berbasis syariah.

Gambar. 4.7. Model Konseptual Sistem Pengelolaan Pulau Reusam Menjadi Kawasan Ekowisata Berbasis Syariah.

Gambaran alur kerja dalam bagan konseptual di atas, menempatkan unsur syariah sebagai salah satu dasar dalam pengembangan dan pengelolaan Pulau

Reusam menjadi kawasan ekowisata berbasis Syariah di Aceh Jaya dan Propinsi

Aceh Umumnya. Dalam rangka membatasi istilah berbasis syariah, maka peneliti menjadikan Qanun no 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayah, qanun ini merupakan landasan penerapan Syariat Islam di Propinsi Aceh.

Universitas Sumatera Utara 154

Dengan mengaplikasikan secara bersamaan unsur sosial budaya, lingkungan dan ekonomi, dan Syariat Islam, diharapkan permasalahan dan kendala dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan wisata di Kabupaten Aceh Jaya umumnya dan Pulau Reusam khususnya dapat di atasi. Potensi wisata yang ada di

Aceh Jaya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat, tanpa perlu mengkhawatirkan berbagai potensi konflik di lapangan, antara lain pertentangan penerapan Syariah Islam dengan pengembangan kawasan wisata, konflik penduduk lokal dengan pendatang maupun terjadi degradasi lingkungan.

Model Konseptual Ekowisata Syariah ini di landasi keseimbangan tiga (3) pilar utama dalam pengelolaan lingkungan, yaitu memberikan perlindungan sumber daya alam (SDA, daya dukung, pemandangan, konservasi dll), memajukan ekonomi (makanan, transportasi, akomudasi, touring, hiburan dan shoping), dan memperbaiki atau memelihara unsur sosial budaya setempat

(partisipasi masyarakat, distribusi manfaat, kebijakan, adat istiadat dan budaya).

Selain itu ikut memperkuat penerapan Syariat Islam di Aceh Jaya sebagai salah satu unsur ke khususan yang di miliki Propinsi Aceh setelah penanda tanganan MoU Helsinki pada tanggal 15 agustus 2005 antara Pemerintah RI dan

GAM, dengan menjadikan qanun nomor tahun 2014 tentang hukum jinayah dan

Qanun nomor 8 tahun 2013 tentang keparawisatan Aceh sebagai landasan pengembangan ekowisata.

Ketiga (3) pilar (Lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya) mempuyai siklus saling melengkapi dalam menghindari degradasi lingkungan. Sistem pengelolaan lingkungan dan SDA yang terintegrasi melibatkan masyarakat sekitar, sehingga

Universitas Sumatera Utara 155

menghasilkan pendapatan.Pendapatan yang didapat dari berbagai kegiatan di lapangan tersebut, digunakan sebagian untuk dampak geografi dan keruskaan alam.

Hubungan antara unsur ekonomi dan unsur sosial budaya dalam sistem ini, ikut mendorong terciptanya kenyamaman dan ketentraman kawasan ekowisata, di karenakan unsur ekonomi membantu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, di sisi yang lain, unsur sosial budaya ikut mendukung dan menjamin dalam manajemen pengelolaan kawasan ekowisata. Ketersediaan SDA dalam kawasan ekowisata, dapat mendukung program pendidikan lingkungan bagi masyarakat sehingga tercipta sistem pemanfaatan SDA yang terintegrasi, sehingga unsur sosial dan budaya, dapat membantu dalam kegiatan advokasi lingkungan.Menurut Hasan (2015) pariwisata bukan hanya sebagai fenomena ekonomi, akan tetapi juga sebagai fenomena sosial, budaya, lingkungan dan sumber daya alam lainya

Keberadaan Syariat Islam sebagai Pedoman Hidup sehari-hari masyarakat

Aceh Jaya, akan menjadi nilai tambah dalam pengembangan kawasan ekowisata dengan minat khusus, dalam hal ini Syariat Islam. Hal yang lebih penting ialah terciptanya kerukunan dan toleransi antara penduduk lokal dengan wisatawan, sehingga menambah nilai pengembangan ekowisata Pulau Reusam.

Pemda Aceh Jaya melalui Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Jaya menjelaskan bahwa dalam pengembangan Pariwisata, perlu wisata yang Islami, karena Aceh Jaya hidup dalam suasana Islam, jadi semua aktivitas baik pendidikan, pendidikan bersyariat, kesehatan bersyariah, kemudian wisata yang bersyariah. Dengan akses menuju ke Pulau Reusam harus menutup aurat, tersedia sarana ibadah, dan mengikuti

Universitas Sumatera Utara 156

rambu-rabu Agama Islam, tidak boleh berduaan di tempat yang sepi dan berkhalwat di tempat umum, untuk memfasilitasi ini diperlukan tenaga pengawas Satpol PP, WH dan kepolisian.

Berdasarkan deskripsi dari Dinas Syariat Islam Aceh Jaya tersebut, menjelaskan bahwa keberadaan kawasan wisata tidak akan bertentang dengan Syariah Islam khusus qanun No 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat yang berlaku di Aceh, namun dalam menyatukan konsep Ekowisata dan Syariat Islam di Aceh.Pengembangan kawasan ekowisata di Kabupaten Aceh Jaya, dengan mengakomodir dan mensinergikan kebijakan dengan Penerapan Syaraiat Islam di Propinsi Aceh, sebagaimana alur yang ada pada model konseptual di atas, maka akan tercipta hubungan mutualisme semua sektor yang ada di Aceh Jaya. Kawasan ekowsiata Pulau Reusam akan menjadi pembuka jalan terhadap sinergisitas tersebut.

Penerapan sistem ekowisata dengan model konseptual ekowisata berbasis syariah di Aceh Jaya, tepatnya Pulau Reusam, diharapkan akan lebih mendukung profesionalitas pengelolaan kawasan wisata, sehingga terjadi sinergisitas antara keempat aspek dalam kehidupan manusia (lingkungan, ekonomi, sosial budaya dan Syariat Islam) dapat tercapai. Dilihat dari keadaan sosial masyarakat Aceh

Jaya, yang menerapkan Syariat Islam sebagai pedoman dalam pergaulan sehari- hari, tentu akan menambah peluang keberhasilan penerapan teori ekosistem komplek ini di Aceh Jaya.

4.10. Kebaruan / Novelty

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengelolaan pulau kecil sebagai kawasan ekowisata, dan dari penulusuran literatur tentang pengembangan kawasan wisata halal yang menjadi bagian dari wisata syariah, maka diperoleh kebaruan dalam

Universitas Sumatera Utara 157

pengembangan kawasan ekowisata yang mengintegrasikan nilai-nilai dan norma

Syariat Islam sebagai landasan dasar dalam pengelolaan kawasan ekowisata di

Pulau Reusam.

Penerapan nilai-nilai syariah tidak hanya dalam hal makanan halal, namun juga mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam hal akomodasi, konsumsi dan aktivitas wisata yang sesuai dengan kaidah penerapan Syariah Islam di Aceh berdasarkan Qanun Aceh nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, dan

Qanun nomor 8 tahun 2013 tentang kepariwisataan, selain itu melalui penelitian ini akan menghasilkan sebuah model pengelolaan kawasan ekowisata berbasis syariah di Pulau Reusam- Aceh Jaya.

Kebaruan penelitian ini, selain menyusun model pengelolaan kawasan ekowisata berbasis syariah, juga diikuti oleh analisis daya dukung, baik daya dukung fisik, riil dan efektif dan analisis kesesuaian SDA dengan ketetapan ahli.

Selain ketiga analisis ini, peneliti juga melakukan pengumpulan data melalui peyebaran kuesioner, wawancara dan focus group discussion (FGD) dengan berbagai stakeholder, dengan melaksanakan berbagai analisis di atas, diharapkan akan memperkuat kebaruan hasil penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara 158

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian ini, maka kesimpulan dari penelitian tentang pengelolaan Pulau Reusam-Aceh Jaya menjadi kawasan ekowisata berbasis syariah ialah:

4. Daya dukung kawasan Pulau Reusam sebanyak 3.410 orang per hari, nilai

daya dukung ini disesuaikan dengan luas wilayah Pulau Reusam 22 hektar,

hal ini menunjukkan kapasistas daya dukung belum terlampaui oleh rata-

rata jumlah pengujung pada hari minggu.

5. Kapasitas Sumber daya Alam Pulau Reusam berdasarkan kesesuaian

Maanema yang terdiri dari parameter geomorfologi perairan,

keanekaragaman, fisika oseanografi perairan, kualitas perairan dan faktor

penunjang aksebilitas memiliki kesesuaian menjadi kawasan ekowisata,

dengan demikian Pulau Reusam dapat dikembangkan menjadi kawasan

ekowisata.

6. Pengelolaan Pulau Reusam dengan menerapkan model konseptual dalam

pengelolaan kawasan ekowisata berbasis syariah di Pulau Reusam – Aceh

Jaya, terdiri dari 3 (tiga) sub sistem ekowisata yaitu, sub sistem

lingkungan, sosial budaya dan ekonomi, yang disinergikan dengan

penerapan Syariah Islam di Aceh, berpedoman pada Qanun no 6 tahun

2014 tentang Hukum Jinayat dan Qanun no 8 tahun 2013 tentang

kepariwisataan. Sehingga terbentuk satu sistem pengelolaan ekowisata

berbasis syariah di Pulau Reusam Aceh Jaya.

165

Universitas Sumatera Utara 159

5.2. Saran-Saran.

1. Disarankan kepada Pemerintah Aceh dan Pemda Aceh Jaya supaya dapat

memanfaatkan Pulau Reusam menjadi kawasan ekowisata berbasis syariah

secara berkelanjutan, di karenakan kapasistas daya dukung belum

terlampaui oleh rata-rata jumlah pengujung pada hari minggu. Salah

satunya dengan meningkatkan perhatian dan pengawasan dari Pemerintah,

sehingga tercipta sinergisitas setiap komponen yang terlibat dalam

ekowisata berbasis syariah tersebut.

2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya, supaya terus melakukan penelitian

lanjutan tentang manajemen pengelolaan Pulau Reusam, dengan

memasukan lebih banyak variable, yang berkaitan langsung maupun tidak

dengan fungsi manajemen Pulau Reusam termasuk keanekaragaman laut

di sekitar Pulau Reusam dan analisis ekonomi lebih dalam.

3. Disarankan kepada Pemerintah Daerah dan pengelola agar

mengorganisasikan kembali model pengelolaan Pulau Reusam untuk

ekowsiata berbasis syariah, dengan melibatkan lebih banyak unsur dan

variable, yang berkaitan langsung maupun tidak dengan fungsi manajemen

Pulau Reusam termasuk keanekaragaman laut di sekitar Pulau Reusam.

Universitas Sumatera Utara 160

Daftar Pustaka

Aabadi, ANM,. Reza, M,. and Vazirizadeh, H. 2016. Investigation Of The Role of Tourism Areas In Kerman Province On The Tourism Development (Case Study: Khaber National Park's Tourist Area). International Journal of Advanced Biotechnology and Research (IJBR) ISSN 0976- 2612.

Abang, A,B,. Khedif, A,. Bohari, Z,. Ali,J,K,. Ahmad, J,A,. Bujang, L,Y,. Kibat, S,A. 2016. Ecotourism Product Attributes And Tourist Attractions: Uitm Undergraduate Studies. Procedia - Social and Behavioral Sciences 224 360 – 367.

Ablain, M., Cazenave, G. Valladeao, and S. Guinehut. 2009. A New Assessment Of The Error Budget Of Global Mean Sea Level Rate Estimated By Satellite Altimetry Over 1993-2008. Ocean Sci. 5 (2): 193 -201.

Adrianto,L. 2004. Pembangunan Dan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil yang Berkelanjutan. PKSPLIPB.

Ainina,S,. Feizollaha, A,. Anuarb, NB,. Abdullahb, NA. 2020. Sentiment analyses of multilingual tweets on halal tourism. Touris Management Perspectives (34) 100658.

Asshiddiqie, J. 2009. Green Constitutuion, Nuansa Hijau UUD 45. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

AJNN.2019. Proyek Dermaga Apung di Pulau Reusam, Habiskan Anggaran Rp 700 Juta. Di kutip dari https://www.ajnn.net/news/proyek-dermaga- apung-di-pulau-reusam-habiskan-anggaran-rp-700-juta/index.html.pada tanggal 10 januari 2020

Al-Hamarneh, A., & Steiner, C. 2004. Islamic Tourism: Rethinking The Strategies Of Tourism Development In The Arab World After September 11, 2001. Comparative Studies of South Asia, Africa and the Middle East, 24 (1), 175-186.

Amir, A,F,. Ismail, M,N,I,. Hanafiah, M,H,M,. Baba, N. 2012. Foreign tourists’ perception on the safety and security measures in Kuala Lumpur. Current Issues in Hospitality and Tourism Research and Innovations - Zainal et al (eds)Taylor & Francis Group, London, ISBN 978-0-415-62133-5

Aref, F and Gill, S.S, 2009, Rural Tourism Development Through Rural Cooperatives, Nature and Science Vol. 7 No. 10, Marsland Press, New York.

Universitas Sumatera Utara 161

Arkema, K.K,.Guannel, G,.Verutes, H,. Wood, S.A,.Guerry,. Ruckelshaus, M,.Kareiva, P,.Lacayo, M,.Silver, J.M. 2013. Coastal Habitats Shield People And Property From Sea Level Rise And Storms. Nat. Clim Change 3 (10), 913 - 918.

Arsic,S,. Nikolic, D,. Zivkovic, Z. 2017. Hybrid Swot – Anp - Fanp Model For Prioritization Strategies Of Sustainable Development Of Ecotourism In National Park Djerdap, Serbia. Forest Policyand Economics. 80. 11-26.

Aryanty, Y,. and Othman, NA. (2010). Awareness and Attitudes Towards Hotel Operation According to Syariah Compliance In Malaysia. In Prosiding Seminar Pengurusan Perhotelan & Pelancongan Islam 2010, CITU, UiTM, 268-275.

Auesriwong, A,. Nilnoppakun, A and Parawech,W. 2015. Integrative Participatory Community-Based Ecotourism At Sangkhom District, Nong Khai Province, Thailand. Procedia Economics and Finance 23. 778 – 782.

Aulia. B. 2017. Potensi Pariwisata Syariah di Aceh. Harian Serambi Indonesia. Di Kutip dari http://aceh.tribunnews.com/2017/03/11/potensi-pariwisata- syariah-di-Aceh. Pada tanggal 24 oktober 2017.

Badaruddin & Ermansyah. 2017. Proposing a Model for Law Number 6 of 2014: Evidence from North . International Journal of Economic Perspectives 11 (4) 188-198.

Badaruddin,. Revida, E,. Ermansyah,. Muda, I. 2017. Village Governance with Implementation of Law Number 6 of 2014 on the Village and Village Administration. International Journal of Economic Research.14 (17).

Bansal, H. & Eiselt, H.A. 2004. Exploratory Research Of Tourist Motivations And Planning. Tourism Management, 2 (3 )387-396.

Baksir, B. 2010. Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan Di Kecamatan Morotai Selatan Dan Morotai Selatan Barat Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Baloglu, S. 2001. Image variations of Turkey by familiarity index: informational and experiential dimensions. Tourism Management 22(2): 127–133.

Barker, M. and Page S.J. 2002. Visitor Safety in Urban Tourism Environments: the case of Auckland, New Zealand. Cities 19(4): 273–282.

Universitas Sumatera Utara 162

Battour, M., Battor, MM, dan Ismail M, N. 2012. The Mediating Role of Tourist Statisfaction: A Study of Muslim Tourists in Malaysia. Journal of Travel and Tourism Marketing. 29(3): 279-297.

Battour, M., & Ismail, M. N. 2014. The Role Of Destination Attributes In Islamic Tourism. SHS Web of Conferences, 12, 01077. http://dx.doi.org/10.1051/ shsconf/20141201077.

Battour, M,. Nazari, M, and Ismail. 2016. Halal Tourism: Concepts, Practises, Challenges And Future. Tourism Management Perspectives 19 150-154.

Bawazir, T. 2013, Panduan Praktis Wisata Syariah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Briguglio, L. 2008. Sustainable Tourism On Small Island Jurisdictions With Special Reference To Malta. ARA Journal of Tourism Research 1: 29–39.

Brondoni, S. M. (2016). Global Tourism and Terrorism. Safety and Security Management, Symphonya. Emerging Issues in Management (symphonya.unimib.it), 2, 7-16.

Blankenhorn, S.U. 2007. Seaweed Farming And Artisanal Fisheries In An Indonesian Seagrass Bed-Complementary Or Competitive Usages? PhD Thesis. Universität Bremen, Bremen, Germany.

[BPS] Kab Aceh Jaya. 2013. Luas Wilayah Kabupaten Aceh Jaya.

[BPS] Kota Banda Aceh, 2015. Banyaknya Wisatawan Nusantara dan Mancanegara di Kota Banda Aceh, 2014.

[BPS]. 2015. Penduduk Indonesia. Hasil Survei Penduduk Antas Sensus 2015. Katalog BPS. 2101014.

[BPS] Kota Banda Aceh, 2017. Banyaknya Wisatawan Nusantara dan Mancanegara di Kota Banda Aceh.

[BPS] Republik Indonesia. 2017. Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional.

Brewer, J.E,. Cinner, R. Fisher, A,. Green, S.K,. Wilson. 2012. Market Access, Population Density, And Socio Economic Development Explain Diversity And Functional Group Biomass Of Coral Reef Fish Assemblages, Global. Eviromental change 22. 399-406.

Buchsbaum, B,D. 2004. Ecotourism and Sustainable Development in Costa Rica. Virginia Polytechnic and State University.USA.

Universitas Sumatera Utara 163

Buhalis, D. 2000. Marketing The Competitive Destination In The Future. Tourism Management. 21 (1).97-116.

Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta (ID): Kencana.

Burke L, Kathleen R, Mark S dan Allison P. 2017. Reef at Risk in Sout heast Asia. World Resources Institute. Washington DC. [Internet]. [Retrievedon Oct 30\rd,2017]. Available at: http://www.wri.org/sites/default/ files/pdf/ rrseasia_ full. pdf;

Burke L, Kathleen R, Mark, S dan Allison, P . 2002. Reef at Risk Revisitedin The Coral Triangle. Washington DC: World Resources Institute.

Butar and Soemarno. 2013. Environmental Effects Of Ecotourism In Indonesia. Journalof Indonesian Tourism and Development Studies E-ISSN: 2338- 1647.

Carboni, M,. Perelli, C. and Sistu, G. 2014. Is Islamic Tourism Viable Option For Tunisian Tourism? Insights From Djerba. Taurism Management Perspective 1.1-9.

Carboni, M and Janati, M.I. 2016. Halal Tourism De Facto: A Case From Fez Tourism Management Perspectives 19.155–15.

Chan, N.W. 2000. Penang Island: Hill Development and Impacts Onthe Environment. Teh, T.S. (Ed.). Islands in Malaysia: Issues and Challenges: 139 - 150. Kuala Lumpur: University of Malaya.

Chan, N.W. 2009. Ecotourism and Environmental Conservation in Small Islands in The East Coast of Peninsular Malaysia. Malaysian Journal of Environmental Management 10 (2) 53-69.

Chapman, E,J, and Byron, C,J. 2018. The Flexible Application of Carrying Capacity in Ecology. J.Global Ecology And Conservation. (13)

Chiappa, G.D,. Atzeni, M,. Ghasemi, V Community-Based Collaborative Tourism Planning In Islands: A Cluster Analysis In The Context Of Costa Smeralda. Journal of Destination Marketing and Management, 20, 2212- 571X.

Chiutsi, S,. Mukoroverwa, M,. Karigambe, P,. and Mudzengi, BM. 2011. The Teory And Practice of Ecotourism in Southern Afrika. Journal of Hospitality Management and Tourism . 2 (2) 14-21

Universitas Sumatera Utara 164

Chookaew, S. 2015. Increasing Halal Tourism Potential at Andaman Gulf in Thailand for Muslim Country. J. of Economics, Business and Management, 739-741.

Choi, H.C. And Sirakaya. 2006. Sustainability Indicators for Managing Community Tourism. Tourism Management. 27.1274–1289.

Chon, K. S. 1990. The role of destination image in tourism: A review and discussion. Tourist Review, 45, 12–19.

Coleman, J. S. 1988. Social capital in the creation of human capital. American Journal of Sociology, 94, 95-121. http://dx.doi.org/10.1086/228943

Cooper, C., Fletcher, J., Gilbert, D., and Wanhill, S. 1993. Tourism: Principle and Practice. Longman Scientific & Technical, Harlow.

Creswell, JW. 2014. Research Design, Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. Universitay of Nebraska-Lincoln. SAGE Publications Ltd.

Damanik, J dan Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta : PUSPAR UGM.

Das, M,. Chatterjee, B,. 2015. Ecotourism: a Panacea or a Predicament ?. Tourism Management Perspect, 14, 3-16.

DeHaas, H.C. 2003. Abstract, Sustainability of Small-Scale Ecotourism: The Case of Niue, South Pacific. Journal Current Issues in Tourism. Volume 5, 2002-Issue 3-4, Dikutip dari. http://www.tandfonline.com/doi/abs/10. 1080/13683500 208 667927. pada 30 Mei 2017.

Demos, E. 1992. Concern for safety: A potential problem in the tourist industry. Journal of Tourism Marketing, 1 (1), 81–88.

Dwyer, L., & Edwards, D. 2000. Nature-Based Tourism On The Edge of Urban Development. Journal of Sustainable Tourism, 8 (4), 267-287.

Dwyer, L., Edwards, D., Mistilis, N., Scott, N., & Cooper, C. (2008). Megatrends Nderpinning Tourism to 2020: Analysis of Key Drivers for Change, CRC for Sustainable Tourism, Pty Ltd, Sydney.

Dydoldxvno, O. 2014. Sustainable Tourism Developmen tin Neringa Region. procedia- Social and Behavioral Sciences 156. 208 – 212

Eagles, PFJ., McCool, S.F., & Haynes, C.F. 2002. Sustainable Tourism In Protected Area: Guidelines Or Planning And Management Gland, Switzerland: International Union For The Conservation Of Nature.

Universitas Sumatera Utara 165

El-Gohary, H. 2016. Halal Tourism, is it Really Halal?. Tourism Management Perspective. 19: 124-130.

Enemark, T. Peeters, LJM. Mallants, D. Batelaan, O. (2018). Hydrogeological Conceptual Model Building And Testing: A review. Journal of Hydrology Vol 569, 310-329

Fandeli.C., & Muhammad. 2009. Prinsip-Prinsip Dasar Mengkonservasi Landskap. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Fandeli, C dan Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. UGM. Yogyakarta.

Fandeli, C. 2001. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty Offset, Yogyakarta.

Farahani, HZ,. EID, R. 2016. Muslim world: A Study of Taorism & Pilgrimage Among OIC Member States. Tourism Management Perspectives 19, 144- 149.

Farrell, T.A., & Marion,J. 2001. Identifying And Assessing Ecotourism VisitorImpacts At Eight Protected Areas in Costa Rica and Belize. Environmental Conservation, 28 (3),215–225.

Fennel DA. 2001. A Content Analysis of Ecotourism Definitions. Curr. Iss. Tourism, 4 (5): 403-421.

Ferreira, S. and Harmse,A. 2000. Crime andTourism in South Africa: International Tourists’ Perception and Risk. South African Geographical Journal, m.s. 80–85.

George, R. 2003. Tourist’s perceptions of safety and security while visiting Cape Town. Tourism Management (24) 575–585.

Ghorbani, A., Raufirad, V., Rafiani, P., Azadi, H., 2015. Ecotaurism Sistainable Develoipment Strategies Using SWOT and QSPM Model: a Case Study Of Kaji Namakzar Wetland, South Khorsan Province, Iran. Tour Management Perspect, 16, 290-297.

Goeldner, C.R,. Ritchie, J,R,B,. 2009. Tourism: Principles, Practices, Philosophies-Eleventh ed. John wiley& sons, inc.

Gong, B,. Liu, G.,Liao, R., Song, J., Zhang, H. 2017. Endophytic Funguspur pure ocilliumsp. A5 Protect Mangrove Plant Kandelia Can Del Under Copper Stress. Brazilian journal of microbiology 48 530-536530.

Universitas Sumatera Utara 166

Goossens, C. 2000. Tourist Information and Pleasure Information. Annals of Tourism Research, 27(2), 301-321. http://dx.doi.org/10.1016/S0160-7383 (99) 00067-5

Kompas. 2017. Potensi Wisata Halal Besar, Patut Dikembangkan. Dikutipdari http://travel.kompas.com/read/2017/04/21/170900127/potensi.wisata.halal. besar patut. dikembangkan. pada 27 Oktober 2017.

Hamdan, H., Issa, ZM., Abu, N, dan Jusoff, K. 2013. Purchasing Decisions among Muslim Consumers of Processed Halal Food Products. Journal of Food Products Marketing. 19(1): 54-61.

Harris, R,.Griffin,T,. Williams,P. 2002. Sustainable Tourism. A global Perspective. Butterworth - Heinemann, pp .1-252.

Hasan, A. 2015.Tourism Marketing. CAPS (Center for Publishing service). Jakarta

Henderson, JC. 2010. Sharia-compliant hotels. Tourism and Hospitality Research. 10 (3): 246-254.

Hsu, T.-Z., Tsai, Y.-F., & Wu, H. H. 2009. The Preference Analysis for Tourist Choice Of Destination: A Case Study. Tourism Management, 30, 288-297.

Hunter, C,. Green,H. 1995. Tourism And The Environment-a Sustainable Relationship ? Routledge. 24(4):850-857.

Hunt, CA. and Stronza, 2009. Bringing Ecotourism Into Focus: Applying a Hierarchical Perspective To Ecotourism Research. Journal of Ecotourism, 8(1):1-17.

Jafari, J and Scott, N, 2014. Muslim World And Its Tourisms. Annals of Tourism Research. 44-1-19.

Jalani, J.O. 2012. Local People’s Perception On the Impact sand Importance of Ecotourism In Sabang, Palawan, Philippines. Procedia-Social and Behavioral Sciences 57. 247- 254.

Jensen, S., & Blichfeldt, B. S. 2009. Measures of motivation in tourism. 18th Nordic Symposium in Tourism and Hospitality Research. University of Southern Denmark, Esbjerg.

Jensen, S,. Svendsen, G.T. 2016. Social Trust, Safety and the Choice of Tourist Destination. Business and Management Horizons ISSN 2326-0297 (4) - 1

Universitas Sumatera Utara 167

Jonker, J,.Bartjan J.W. Pennink, Wahyuni, S. 2011. Metodologi Penelitian. Panduan Untuk Master Ph.D di bidang Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. Kamarudin, L. M. 2013. Islamic Tourism: The Impacts to Malaysia's Tourism Industry. Proceedings of International Conference on Tourism Development, 397-405.

Kemenpar. 2015. Laporan Akhir Kajian Pengembangan Wisata Syariah.

Kesrul, M. 2000. Meeting, Incetives, Converence and Exebition. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Kilipiris and Zardava, S. 2012. Developing Sustainable Tourism In A Changing Environment: Issues For The Tourism Enterprises (Travel Agencies And Hospitality Enterprises). Procedia - Social and Behavioral Sciences 44- 52.

Kovari, I,. Zimanyi, K. 2015. Safety and Security in the age of global taourism (The changing role and conception of safety and security in tourism). APSTRACT. Agroinform Publishing House, Budapest.

Kroon, FJ.,Schaffelke, B., Bartley, R. 2014. Informing Policy To Protect Coastal Coral Reefs: Insight From A Global Review Of Reducing Agricultural Pollution To Coastal Ecosystems. Marine Pollution Bulletin 85.33-41.

Kumparan News. 2018. Terapkan Perda Syariat, Jumlah Wisatawan Aceh Terus Meningkat.

Kurniawan, A.,Hasan, J.,Ooi, S, K.,Kit, L, W., Leng, L., and Stephane. 2014. Understanding Hydrodynamic Flow Characteristics in a Model Mangrove Ecosystem in Singapore. APCBEE Procedia 10.286 – 291.

Lenao, M., Basupi, B. 2016. Ecotourism Development And Female Empowerment In Botswana: a review. Tour ManagPerspect. 18. 51-58.

Lubis, H. 2013. Pengelolaan Pulau Poncan Gandang Kota Sibolga Untuk Ekowisata. [Disertasi]. Medan: USU, Sekolah Pascasarjana.

Luke. 2012. New Development Direction on Worse Ecological System Resource of China Eco-tourism. Journal Energy Procedia 14.445-450.

Maanema, M. 2003. Model Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil. Disertasi. IPB.

Ma, S., and Wang, R. 1984. The Social-Economic Natural Complex Ecosystem. Acta Ecologica Sinica, 4 (01), 1-9.

Universitas Sumatera Utara 168

Marsiglio, S,. 2017. On the carrying capacity and the optimal number of visitors in tourism destinations. University of Wollongong, [email protected].

Marzouki, M,.Froger, G,.andBallet,J,. 2012. Ecotourism VersusMass Tourism. A Comparison of Environmental Impacts Based on Ecological Footprint Analysis. Journal Sustainability, 4, 123-140 / ISSN 2071-1050.

Masuku, S. 2001. South Africa: World crime capital? Institute for Security Studies, 5 (1), 16-21.

Mengko, S,. Wenas, P,. Kalele. 2018. Pal Beach Tourism Development in Marinsow Village, North Minahasa Regency.Journal of Indonesian Tourism and evelopment Studies.doi:10.21776/ub.jitode. 2018.006.02.01. E-ISSN:2338-647

Milman, A., & Bach, S. 1999. The impact of security devices on tourists’ perceived safety: The central Florida example. Journal of Hospitality and Tourism Research, 23(4), 371–386.

Mohsin, A,. Ramli, N. and Alkhulayfi, B.A. 2016. Halal Tourism: Emerging Opportunities. Tourism Management Perspective 19.137-143.

Muta’ali, Lutfi. 2012. Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah. Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Nadiarti,. Riani, E,. Djuwita, I,. Budiharsono,S,. Purbayanto, U,. Asmus, U. 2012. Challenging For Seagrass Management InIndonesia. Journal of Coastal Develpopment.Vol 15, (3) 2012 : 234-242. Nanlohy, H,.Bambang, AN,. Ambariyanto,. Hutabarat, S. 2015. Coastal Communities Knowledge Level on Climate Change As a Consideration In Mangrove Ecosystems Management In The Kotania Bay, West Seram Regency. Procedia Environmental Sciences 23. 157 – 163.

Navrátil, J., Pícha, K., Rajchard, J. & Navrátilová, J. 2011. Impact Of Visit On Visitors’ Perceptions Of The Environments Of Nature-Based Tourism Sites. TourismAn International Interdisciplinary Journal, 59 (1), pp.723.

Navrátil, J., Pícha, K., Rajchard, J,. Navrátilová, J & Rajchard. 2013. Comparison Of Attractiveness Of Tourist Sites For Ecotourism And Mass Tourism: The Case of Waters In Mountainous Protected Areas. Tourismos: an International Multidisciplinary Journal Of Tourism 8 (1), Spring, pp. 5-51.

Niell, R,E,. Kousky, C,. Thompson, A,.Walls, M. 2017. Threatened Protection: Sea Level Rise and Coastal Protected Lands of The Eastern United States.Ocean & Coastal Management 137. 118 – 130.

Universitas Sumatera Utara 169

Nizar, M dan Rakhmawati, A. 2020. Tinjauan Wisata Halal Prespektif Maqosidus Syariah Terkait Fatwa Dsn Mui Dsn-Mui No. 08 Tahun 2016. Jurnal Istiqro: Jurnal Hukum Islam, Ekonomi dan Bisnis 6 (1). 95-113.

Nordlund, L,M,. Jackson, E,M,. Nakaoka, M,. Villarreal, J,P,. Carretero, PB,. Creed, J. 2017. Seagrass Ecosystem Services – What's Next?. Marine Pollution Bulletin 8 50-536530.

Nurisjah, S. 2001. Pengembangan Kawasan Wisata Agro. Buletin Taman dan Lanskap Indonesia. Program Studi Arsitektur Lanskap. Jurusan Budidaya Tanaman. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Ozyurt, G and Ergin. A. 2009. Application Of Sea Level Rises Vulnerability Assessment Model To Selected Coastal Areas Of Turkey. Journal of coastal research ISSN 0749-0258.

Pendit S. N . 1999. Wisata Konvensi Potensi Gede Bisnis Besar. Jakarta : PT Pradnya Paramita

Peuru, G. 2012. Pengembangan Ekowisata Di Pulau Lingayan Sebagai Pulau terluar. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Priono, Y. 2012. Pengembangan Kawasan Ekowisata Bukit Tangkiling Berbasis Masyarakat. Jurnal Perspektif Arsitektur. 7 (1)

Purnomo, H. 2013. Kajian Potensi Dan Daya Dukung Ekowisata Dikawasan Cagar Alam Pulau Sempu Jawa Timur. [Tesis]. ITB, Sekolah Pascasarjana.

Purnomo, H. 2012. Permodelan dan Simulasi Untuk Pengelolaan Adaptif Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Bogor : IPB Press

Rao, P, S,. Ravi, A. 2015. A Study On Green Tourism - A Way For A Sustainable Development In Tourism Industry. International Journal of Research in Management & Technology. ISSN: 2249-9563. 5 (4).

Reiter, A. 2011. Eco-Leadership And Green Lifestyle: Successful Strategy For A Growing Market Segment? Trends and Issues in Global Tourism,93-98.

Republika. 2017. Wisata Halal, Tumpuan Pariwisata Indonesia. Dikutip dari http://www.republika.co.id/berita/kolom/fokus/17/05/15/oq0023374- wisata- halal-tumpuan-pariwisata-indonesia. pada 27 Oktober 2017.

Revisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong (RPJMG). 2018. Gampong Lhok Timon, Kecamatan Setia Bakti Kabupten Aceh Jaya – Propinsi Aceh.

Universitas Sumatera Utara 170

Saad, H., Ali, B, dan Abdel-Ati, A. 2014. Sharia-Compliant Hotels in Egypt: Concept and Challenges. Advances in Hospitality and Tourism Research. 2(1): 1-13

Riswandi. 2013. Strategi dan Program Pengembangan Pariwisata Bahari di Kabupaten Natuna.Tesis.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Samoria, Z,. Sabtu, N. 2012. Developing Halal Standard for Malaysian Hotel Industry: An Exploratory Study. Procedia - Social and Behavioral Sciences 121 -144

Santarem, F,. Silva, R,. Santos, P. 2015. Assessing Ecotourism Potential Of Hiking Trals: A Framework To Incorporate Ecological And Cultural Textures And Seasonality. Tourism Manage Perspect. 190-206.

Salm, R.V.,J.R. Clark & E. Siirila, 2000. Marine and coastal protected area: A Guide For Planners and Managers. Third Edition. International Union For Conservation of Natureand Natural Resources. Gland, Switzerland.

Satriana, E,D, dan Faridah, H,D. 2018. Halal Tourism: Development, Chance And Challenge. Journal of Halal Product and Research (JHPR). 01 (02)

Sebele, L.S. 2010. Community-Based Tourism Ventures, Benefits And Challenges: Khama Rhino Sanctuary Trust, Central District Botswana. Tourism Management, 31, 136.146.

Setiawan, IBD. 2015. Identifikasi Potensi Wisata Beserta 4A (Attraction, Amenity, Accessibility, Ancilliary) di Dusun Sumber Wangi, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali.Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Denpasar.

Short, F., Carruthers, T., Dennison, W., Waycott, M., 2007. Global Seagrass Istribution And Diversity: a Bioregional Model. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 350, 3–20. http://dx.doi. org/10.1016/j.jembe.2007.06.012.

Sidhu, A.S. 2006. Crime Levels and Trends in the Next Decade. Journal of Kuala Lumpur Royal Malaysia Police College 5.

Situmorang, D, B and Mirzanti, I, R. 2012. Social Entrepreneur shipto Develop Ecotourism. International Conference On Small and Medium Enterprises Development With a Theme “Innovation and Sustainability In Sme Development” (ICSMED 2012). Procedia Economics and Finance 4.398 – 405.

Sofyan, R. 2012. Prospek Bisnis Pariwisata Syariah. Jakarta: Republika.

Universitas Sumatera Utara 171

Spalding, M,.Burke, L,.Wood, S,.Ashpole, J,. Hutchison, J,.Ermgassen. 2017. Mapping The Global Value and Distribution of Coral Reef Tourism. Marine Policy82. 104–113.

Spalding, M,.Ruffo, S,.Lacambra, C,.Meliane, I,. Hale, L.Z,. Shepard, C.C,.Beck, M.W. 2014. The Role Of Ecosystems In Coastal Protection: Adapting To Climate Change and Coastal Hazards. Ocean coast Manag. 90, 50e57. Spenceley A. 2006. Touris min the Great Limpopo Transfrontier Park. Dev. Southern Afr. 23(5): 649-667.

Song, H. and Kuwahara, S. 2016. Ecotourism and World Natural Heritage: Its Influenceon Islands in Japan. Journal of Marine and Island Cultures 5,36-46.

Songjun, X,. Liang, M,.Naipeng, B,. Pan, S. 2017. Regulatory Frameworks for Ecotourism: an Application of Total Relationship Flow Management Theorems. Taourism Management. 61. 321-330.

Statistics South Africa (2002). Midyear estimates 2001. Cape Town: Statistics South Africa.

Sugiama,. AGima. 2011. Ecotourism :Pengembangan Pariwisata Berbasis Konservasi Alam. Bandung : Guardaya Intimarta. Sunaryo, B. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.Yogyakarta : Gava Media. Suwena, I Ketut & Widyatmaja, I Gst Ngr. 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Bali.Udayana University Press.

Svendsen, G. T., & Svendsen, G. L. H. 2010. Social capital and the welfare state. In M. Böss (Ed.), The Nation State in Transformation (pp. 315-39). Aarhus, Denmark: Aarhus University Press.

Terrados, J., Bodrum, J., 2004. Why are Seagrasses Important? - Goods and Services Provided by Seagrass. pp. 8–10.

The World Halal Travel Summit. 2015. Halal Tourism- An Overview, The World Halal Travel Summit and Exhibition 2015. Tondang, B. 2007. Nias Island Pusatwisata Minat Khusus.Jurnal Ilmiah Parawisata. 3 (1).

Tuwo, A,.2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisirdan Laut. Surabaya. Brilian International.

Tsung, H, L. 2013. Influence Analysis of Community Resident Support for Sustainable Tourism Development. Tourism Management, 34. 37 - 46.

Universitas Sumatera Utara 172

Umilia, E,.Asbar. 2016. Formulation of Mangrove Ecosystem Management Model Basedon Eco-Mina wisata in The Coastal Sinjai, South Sulawesi. Procedia – Social and Behavioral Sciences 227.704 – 711.

UNEP. 2004. Seagrass in the South China Sea.

Unsworth, R.K.F. and L.C. Cullen. 2010. Recognising the Necessity for Indo- Pacific Seagrass Conservation. Conserv. Letter.63-73.

Van Ameron M. 2006. African Foreign Relations as a Factor in Ecotourism Development: the Case of South Africa. J. Ecotourism. 5 (1&2): 112- 127.

Vitasurya, V.R. 2016. Local Wisdom for Sustainable Deve Lopmentof Rural Tourism, Case on Kalibiru and Lopati Village, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta. Procedia - Social and Behavioral Sciences 216. 97 – 108.

Waycott, M., Duarte, C.M., Carruthers, T.J.B., Orth, R.J., Dennison, W.C., Olyarnik, S., Calladine, A., Fourqurean, J.W., Heck, K.L., Hughes, A.R., Kendrick, G.A., Kenworthy, W.J., Short, F.T., Williams, S.L., 2009. Accelerating Loss ofSeagrassesAcross the Globe Threatens Coastal Ecosystems. Proc. Natl. Acad. Sci.106,12377–2381.Dikutip dari http://www.pnas.org/content/106/30/1277.full. pada 28 Oktober 2017.

Weaver, D. 2008.Ecotourism.2nded. John Wileyand Sons.

Wee, B and Ettema, D. 2016.Travel behaviour and health: A conceptual model and research agenda. Journal of Transport & Health.Vol 3 (3): 240-248.

Widagdyo, K.G. 2015. Analisis Pasar Pariwisata Halal Indonesia. The Journal of Tauhidinomics Vol. 1 (1): 73-80.

Wilkinson PF .1989. Strategies For Tourism In Island Microstates. Annals of tourism research 16: 153–177 WTN. 2007. The World Travel Market Global Trend Reports 2007. London: World Travel Market.

WunderS. 2000. Ecotourism and Economic An Empirical Approuch. Ecological Economics. 29:465-479.

WWF. 2001. Guideline for community-based ecotourism development. WWF International.

Universitas Sumatera Utara 173

Yang, ECL., Sharif, S. P., & Khoo-Lattimore, C. 2015. Tourists’ risk perception of risky destinations: The case of Sabah’s eastern coast. Tourism and Hospitality Research, 15 (3), 206-211. http://dx.doi.org/10.1177/1467358415576085

Yoeti, OA. 2010. Dasar-Dasar Pengertian Hopitaliti dan Pariwisata. Alumni. Bandung

Zambrano, A,A,. Broadbent, E,N,. and Duham, W,H. 2010. Socialand Environmental Effects of Ecotourism in the Osa Peninsula of Costa Rica: the Lapa Rios case. Journal of Ecotourism 9 (1),62–83.

Zamani-Farahani, H and Henderson, J,C. 2010. Islamic Tourism and Managing Tourism Development in Islamic Societies: The Cases of Iran and Saudi Arabia. International Journal of Tourism Research, 12 (1), 79-89.

Universitas Sumatera Utara 181

Lampiran1 KUESIONER

Assalamualikum, Wrwb Yth.Bapak/Ibu/Sdr/i

Saya Izwar Mahasiswa Program Doktor Prodi Pengelolaan SDA dan Lingkungan Universitas

Sumatera Utara (USU) yang sedang melakukan penelitian Tugas Akhir (Disertasi). Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan Objek Wisata Pulau Reusam menjadi kawasan

Ekowisata berbasis Syariah. Mohon sekiranya bapak/ ibu/sdr/I untuk dapat memberikan tanggapan terhadap pertanyaan kuesioner ini, dengan cara memilih dan memberikan tanda (√) pada salah satu pernyataan yang telah disediakan yang dianggap yang paling tepat.

Atas bantuan dan partisipasinya penulis ucapkan terimakasih.

A. Data dan karakteristik Responden:

1. Umur:

2. Jenis Kelamin:a. Laki-laki. b. Perempuan

3. Pekerjaan: a. PNS/TNI/POLRI d.Petani/Nelayan/Buruh

b.Wiraswasta.Pegawai

c.Pelajar/Mahasiswaf. Lainnya

4. Apa pendidikan formil terakhir yang anda peroleh : a. SD b. SMP

b. SMA d. PerguruanTinggi

5. Kegiatan yang dilakukan :

a. Berwisata c. Memancing

b. Penelitian d. lainnya (sebutkan)......

6. Berapa biaya yang anda habiskan untuk mengunjungi Pulau Reusam …

a. Rp1.000.000 c. Rp.3.000.000

b. Rp.2.000.000 d. Rp…………………

Universitas Sumatera Utara 182

7. Apakah ketika mengunjungi Pulau Reusam anda menginap……

a. Ya d. Tidak

8. Apabila menginap, di manakah anda menginap……..

a. Wisma c. Hotel

b. TempatF amili d. ………………………

9. Bagaimanakah pengalaman wisata yang anda rasakan dalam mengunjungi lokasi Wisata ini?

a. Positif b. Negatif 10. Berapa kali anda telah mengunjungi Objek Wisata Pulau Reusam? a. 1 kali b. 2 kali c.…….kali

11. Berapa lama anda mengunjungi Objek Wisata Pulau Reusam? a. <1 jam b. 1-2 jam c. >5 jam d. …..…jam

12. Dari manakah anda mengetahui objek wisata Pulau Reusam ini ? a. Dari media cetak, sebutkan nama media...... b. Dari media elektronik sebutkan nama media...... c. Dari informasi lisan, sebutkan nama informan...... d. Dari biro perjalanan wisata sebutkan nama biro...... e. Lainnya (sebutkan) ......

13. Sifat kunjungan anda ke objek wisata Pulau Reusam ini ? a. Sebagai tujuan utama b. Tujuan berikutnya setelah berkunjung ke objek wisata lainnya. c. Hanya untuk persinggahan (transit ) d. lainnya (sebutkan)......

14. Apakah bapak / ibu mengetahui tentang ekowisata:

a. Ya b.Tidak

15. Seandainya jawaban poin di atas ya, setujukah Anda bila ekowisata dikembangkan di Daerah ini :

a.Ya b.Tidak

Universitas Sumatera Utara 183

B. Tangaapan Terhadap Daya dukung, Kapasistas SDA, Potensi Ekowisata dan Penerapan Syariat Islam

No Sangat Tidak Sangat Isilah kolom, di pinggir kanan pernyataan sesuai dengan Tidak Netral Setuju Setuju Setuju persepsi/tanggapan anda dengan tanda (√) atau (X) Setuju

Daya dukung 16 Jumlah pengunjung yang mengunjungi Pulau Reusam tidak mengganggu kenyamanan saya selama berada di Pulau Reusam 17 Waktu yang paling nyaman saya berada di Pulau Reusam untuk berwisata +- 240 menit (4 Jam).Seandainya jawaban tidak setuju, sebutkan waktu lain…………..Jam 18 Keadaan tanah (resiko erosi) tidak membuat saya khawatir berada di Pulau Reusam. 19 Perubahan cuaca membuat saya khawatir terhadap perubahan tinggi gelombang laut 20 Jumlah petugas pengelolaan yang ada sudah mencukupi untuk mengelolaan kegiatan parawisata Pulau Reusam 21 Profesionalitas tim keamanan sudah memadai Kapasistas SDA 22 Tingkat kedalaman air laut sangat lanyak untuk kawasan ekowisata pantai. 23 Material dasar merupakan pasir sehingga meningkatkan kenyamanan pengunjung. 24 Kecepatan arus tidak membuat saya kawatir untuk berenang dan menyelam di laut 25 Kecerahan air laut sangat tepat untuk kawasan ekowsiata 26 Tipe Pantai Berpasir Menambah Keindahan Pulau Reusam 27 Luas penutup lahan tidak menjadikan saya khawatir untuk mengunjungi Pulau Reusam 28 Air tawar yang tersedia di Pulau sudah sangat memadai 29 Terdapat Terumbu Karang di Pulau Reusam, sehingga menambah keindahan destinasi diving dan snorkeling 30 Terdapat bermacam-macam jenis ikan untuk pemancingan PotensiEkowisata 31 Menjadikan Pulau Reusam, menjadi kawasan ekowisata, akan member perlindungan terhadap unsur Flora dan Fauna di Pulau Reusam 32 Ekowisata merupakan sarana dalam pengelolaan lingkungan 33 Penerapan konsep ekowisata di Pulau Reusam, akan mengurangi dampak degradasi lingkungan. 34 Dukungan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya terhadap pengembangan kawasan Ekowisata sudah sangat maksimal 35 Konsep ekowsiata sangat berperan dalam upaya promosi kekayaan budaya dan adat istiadat setempat 36 Ekowisata dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat sekitar Pulau Reusam 37 Keberadaan kawasan ekowisata di Pulau Reusam, akan member pendidikan lingkungan bagi masayarkat.

Universitas Sumatera Utara 184

Penerapan Syariat Islam 38 Fasilitas pemandian yang tersedia di Pulau Reusam, sudah sesuai dengan Kaidah penerapan Syariat Islam di Aceh. 39 Operasional sarana tranfortasi menuju PulauReusam, sudah sesuai dengan aturan Syariat Islam di Aceh 40 Penerapan Syariat Islam di Aceh ikut mendukung keberlangsungan aktivitas parawisata/ekowisata di Aceh Jaya. 41 Pengembangan Kawasan wisata Pulau Reusam sudah sesuai dengan konsep penerapan Syariat Islam di Aceh Pengelolaan kawasan ekowisata berbasis syariat di Pulau Reusam 42 dapat mencegah dari aktivitas terlarang seperti Alkohol dan Narkoba 43 Penginapan di sekitaran Pulau Reusam, sudah mengikuti kaidah kaidah Syariat Islam.

Universitas Sumatera Utara

Lampiran II PANDUAN WAWANCARA FGD

A. IdentitasNarasumber

Kategori: Penduduk Pengunjung Pejabat

Nama :

JenisKelamin : L P

Umur : tahun

Asal: Pekerjaan:

Pendidikan Terakhir : SD SMP SMA S1 ………

Daftar panduan pertanyaan wawancara berkaitan No dengan 4A- SC ( Atraction, Accessibility, Aminities, Ancillary and Safety, Comfort). DeskripsiJawaban Interpretasi Aktraksi ( Atraction ) Apakah terdapat festival dan lomba kreasi budaya Islam di 1 kawasan Wisata ? Apakah wisatawan dapat melakukan surfing dan 2 berenang di Pulau Reusam ? Bagaimana harapan anda terhadapbentuk atraksi wisata 3 yang akan dikembangkan di Pulau Reusam ? 4 Bagaimana Pemandangan alam pada Objek wisata Pulau Reusam ? Apakah terdapat sarana dan prasarana menarik untuk 5 berfoto bagi wisatawan ? Bagaimana pendapat anda tentang Souvenir / 6 merchandise yang berhubungan dengan obyek wisata banyak tersedia ?

185

Universitas Sumatera Utara

Apakah terdapat upacara budaya dan Agama setempat 7 yang menarik perhatian wisatawan? Apakah Keberadaan atraksi di Pulau Reusam ini telah 8 meningkatkan kesempatan kerja dan ekonomi masyarakat? Kemudahan (Accessibility) 1 Menurut pendapat Bapak/Ibu,sdr/sdri, bagaimana kondisi jalan dan transfortasi menuju objek wisata Pulau Reusam ? 2 Seberapa strategis lokasi objek wisata Pulau Reusam ? Menurut Bapak/ibu, sdr/sdri, kekurangan apa saja pada kondisi jalan dan transfortasi menuju Pulau 3 Reusam? (Sebutkan) Apakah anda terbantu oleh petunjuk jalan yang 4 tersedia sepanjang obyek wisata ? 5 ApakahTiket masuk ke Pulau Reusam terjangkau menurut anda ? Apakah ketersediaan perahu di dermaga sudah sangat 6 memudahkan anda menuju/dari Pulau Reusam ? Apakah pemandu wisata membantu anda selama di 7 Pulau Reusam? Fasilitas Pendukung(Aminities) Menurut bapak/ibu, di Pulau Reusam, apakah 1 ketersediaan sarana untuk Peribadatan sudah memadai? Menurut pendapat Bapak/ibu,sdr/sdri, Apakah sarana 2 dan prasarana untuk antraksi di Pulau Reusam sudah memadai dan sesuai dengan konsep penerapan Syariat Islam di Aceh Jaya? Apakah di Pulau Reusam Sudah tersedia Supermaket 3 yang memadai ? ApakahTersedia restoran/ Warung Nasi yang mudah 4 ditemui di sekitar objek wisata Pulau Reusam? Menurut Bapak/ibu, sdr/sdri, prasarana dan sarana apa

186

Universitas Sumatera Utara

saja yang perlu ditambah di Pulau Reusam agar 5 sesuai dengan kaidah Syariat Islam? Apakah tersedia area parkir yang cukup memadai 6 menuju Pulau Reusam Menurut pendapat Bapak/ibu, sdr/sdri, prasarana dan 7 sarana apa saja yang masih kurang di objek wisata Pulau Reusam? (sebutkan) Kelembagaan (Ancillary) 1 Apakah terdapat pusat informasi di Pulau Reusam? 2 Apakah di Pulau Reusam Sudah ada Lembaga Resmi Pengelola kawasan wisata tersebut ? Dari segi kualitas dan kuantitas, personalia yang ada pada lembaga pengelola, apakah telah memadai dan 3 memiliki kompetensi dalam mengupayakan pengembangan Pulau Reusam menjadi kawasan Ekowisata ? 4 Apakah dalam lembaga pengelola tersedia pemandu wisata yang berkualitas ? Menurut bapak/ibu, sdr/sdri, bagaimana hubungan 5 atau kerja sama penduduk setempat dengan pengelola objek wisata Pulau Reusam dalam mengelola objek wisata Pulau Reusam? Apakah Masyarakat sekitar memiliki kesadaran dalam 6 hal kelestarian lingkungan Apa saja yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dalam 7 hal kelembagaan? Apakah pengelolaan kawasan ekowisata selama ini 8 sudah sesuai dengan kaidah penerapan Syariat Islam? Keamanan (Safety) Bagaiman menurut Bapak/ibu, sdr/sdri jaminan 1 keamanan di sekitar objek wisata Pulau Reusam ini? 2 Apakah anda merasa khawatir ketika anda berada di Pulau Reusam ? Menurut pendapat suadara, apakah sistem tranfortasi

187

Universitas Sumatera Utara

3 menuju ke Pulau sudah cukup aman bagi semua kalangan? Apakah tim sekuriti yang ada di Pulau sudah dapat 4 menjadikan anda merasa aman ? Apakah anda merasa khawatir terhadap bahaya 5 binatang Buas selama berada di Pulau ? Bagaimana pendapat anda tentang kerawanan bencana alam seperti Lonsor dan badai selama berada di Pulau 6 Reusam ? Kenyamanan (Comfort) 1 Apakah selama berwisata di Pulau Reusam, anda terhindari dari kebisingan dan aroma / bau-bauan ? Bagaimana sambutan masyarakat sekitar terhadap 2 wisatawan ? Menurut Bapak/ibu,sdr/sdri bagaimana kondisi 3 kebersihan dan keindahan objek wisata Pulau Reusam ini? Bagaimana kepuasan Bapak/ibu, sdr/sdri selama 4 berwisata d i Pulau Reusam terhadap keindahan kawasan? Komponen apa saja yang harus diperbaiki dan 5 ditingkatkan agar meningkatkan rasa kenyamanan anda di Pulau Reusam ? Berapa lama Bapak/ibu, sdr/sdri habiskan waktu dalam 6 berkunjung keobjek wisata Pulau Reusam ini?………………….(menit, jam, hari) 7 Bagaimana kepuasan Bapak/ibu, sdr/sdri terhadap semua atraksi yang ada di Pulau Reusam ?

Catatan.

188

Universitas Sumatera Utara

………………………………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Aceh Jaya, , 2018. Peserta FGD

(______)

189

Universitas Sumatera Utara 190

BERITA ACARA FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) DENGAN TEMA PENGELOLAAN PULAU REUSAM MENJADI KAWASAN EKOWISATA BERBASIS SYARIAH. Calang, 05 Desember2019

Pada hari ini, kamis, tanggal lima bulan desember tahun dua ribu Sembilan belas (05-12- 2019) pukul 11.30 wib bertempat Café Pantai Pasie Luah Kota Calang – Aceh Jaya, telah dilaksanakan FGD dalam rangka diskusi Pengelolaan Pulau Reusam Menjadi Kawasan Ekowisata Berbasis Syariah, adapun beberapa hal, tanggung jawab dan komitmen yang dihasilkan dalam FGD ini antara lain :

1. PEMDA Aceh Jaya (Staf Khusus / Juru bicara Bupati Aceh Jaya) a. Mendukung dan menyiapkan kebutuhan sarana prasarana dalam pengembangan ekowisata Pulau Reusam Berbasis Syariah. b. Membangun sarana dan prasarana dasar dalam pengembangan Pulau Reusam, seperti pelabuhan dan fasilitas umum lainya. c. Mendukung dan memfasilitasi peningkatan SDM lokal pengelolaan kawasan wisata Pulau Reusam berbasis ekowisata dan Syariah. d. Membagun sarana yang berkaitan langsung dengan peningkatan pendapatan masyarakat Aceh Jaya, di Pulau Reusam dan sekitarnya.

2. Geuchik Gampong Lhok Timon, Kecamatan Setia Bakti Aceh Jaya. a. Menigkatkan aktivitas swadaya masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan Pulau Reusam. b. Memfasilitasi dan melayani pengunjung Pulau Reusam dengan baik. c. Meningkatkan kesadaran dan ketrampilan masyarakat gampong dalam menjaga kelestarian lingkungan. d. Memfasilitasi kelayakan sarana penyeberangan serta pemisahan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan.

3. Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata a. Memfasilitasi pengembangan Pulau Reusam menjadi kawansan ekowisata berbasis syariah. b. Memfasilitasi ketrampilan khas masyarakat Aceh Jaya, melalui cendramata, kesenian daerah dan kearifan local lainnya. c. Mengiatkan aktivitas promosi ekowisata Pulau Reusam dalam berbagai media.

4. Ketua Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama Aceh Jaya (ISNU-ACEH JAYA) a. Mendukung penuh pengembangan kawasan ekowisata Pulau Reusam, dalam rangka meningkatkan taraf ekonomi masyarakat lokal, selama sesuai dengan kaidah penerapan Syariah Islam di Aceh Jaya. b. Ikut mendukung dan melakukan kegiatan promosi Ekowisata Pulau Reusam Berbasis Syariah.

Universitas Sumatera Utara 191

5. Kadis Syariat Islam Aceh Jaya. a. Mendukung sepenuhnya pengembangan kawasan ekowisata selama sesuai dengan Syariat Islam di Aceh Jaya. b. Memfasilitasi Wilayatul Hisbah (PolisiSyariah Aceh Jaya) yang profesional di bidang kepariwisataan, dalam membantu pengelolaan kawasan wisata Pulau Reusam kearah yang lebih maju.

Yang mengikuti Focus Group Discussion

Dengan Tema Pengelolaan Pulau Reusam Menjadi Kawasan Ekowisata Berbasis Syariah.

Calang, 05 Desember 2019.

1). Staf Khusus Bupati Aceh Jaya / Jubir ______(Helmi Syahrizal, SE)

2). Kadis Syariat Islam Aceh Jaya., ______(Drs. H. Abdullah Sufi)

3). Geuchik Gampong Lhok Timon, ______Kecamatan Setia Bakti Aceh Jaya (Tgk. Muslem)

4). KABID Parawisata Aceh Jaya ______

5). Ketua Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama Aceh Jaya ______(Khairul Fuadi, S.Pd,.M.Pd)

6). Izwar (Moderator FGD) ______

Universitas Sumatera Utara 192

Lampiran IV

1. Daya Dukung Fisik/Physical Carrying Capacity (PCC)

Dalam mengetahui daya dukung fisik, terdapat beberapa asumsi dasar yang harus diketahui antara lain:

a. Luas pantai Pulau Reusam menjadi kawasan wisata 22 Ha atau 220.000 m²

b. Kebutuhan ruang pengunjung untuk berwisata sekitar 60 m² (Fandeli dan Muhammad,

2009)

a. Waktu yang digunakan untuk satu siklus kunjungan 3 jam

b. Kawasan di buka sekitar 9 jam per hari, mulai dari jam 8.30 wib s/d 17.30 wib

Dengan perhitungan nilai daya dukung seperti dibawah ini:

A = 220.000 m2 B = 60 m2 Rf = 3 PCC = A x 1/B x Rf = 220.000x 1/60 x 3 = 11.000

2. Daya Dukung Riil/ Real Carrying Capacity (RCC)

Faktor koreksi (Cf) diperoleh dengan mempertimbangkan variabel yang diperoleh berdasarkan data lapangan kelas kelerengan di Pulau Reusam, data kelas lereng diturunkan dari data DSM (Digital Surface Model) Terra SAR-X dengan resolusi spasial 7,5 meter, yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial (BIG).

Universitas Sumatera Utara 193

Tabel Indeks faktor koreksi kelas kemiringan lereng Pulau Reusam Kelas Kemiringan Klasifikasi Luas Nilai Indeks tingkat (%) Area (%) skor kelerengan I 0 – 8 Datar 78,09 % 20 15,61 II > 8 – 15 Landai 21,33 % 40 8,53 III > 15 – 25 Agak 0,58 % 60 0,34 curam IV > 25 – 45 Curam 0 % 80 0 V > 45 Sangat 0 % 100 0 curam Jumlah 24,48 Berdasarkan Sk. Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/11/1980. Sumber data: PR-PIDS Unsyiah.

Adapun untuk menghitung faktor koreksi (Cf) diperoleh dengan

mempertimbangkan variabel yang diperoleh berdasarkan data lapangan kelas kelerengan

di Pulau Reusam dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Cf = Mi/Mt x 100%

Dimana: Mi = Batas besaran variable Mt = Batas variable total sebesar 65 untuk Faktor Koreksi Kelerengan (Muta’ali, 2012)

= 24,48 / 65 x 100 % = 37,66

Sehingga didapatkan daya dukung riil dengan factor koreksi kelerengan adalah:

RCC = PCC x ((100-Cf)/100) = 11.000 x (100-37,66/100) = 11.000 x (62.34/100) = 11.000 x 0,62 = 6.820

3. Daya Dukung Efektif / Efective Carrying Capacity (ECC)

ECC = RCC x factor koreksi (MC)

MC (Management Capacity) adalah jumlah petugas pengelola kawasan. MC (dalam %) = Rn/Rt x 100%

Universitas Sumatera Utara 194

Dimana : RCC = Real Carrying Capacity Rn = sumber daya yang aktif di lokasi (15 orang) Rt = jumlah sumber daya tetap pengelola (30 Orang) Sehingga didapatkan MC = 15/30 x 100 % = 0,5 x 100 % = 50 % ECC = 6.820 x 0.5 = 3.410 orang / hari.

Universitas Sumatera Utara Lampiran V Daftar Hasil Penyebaran Kuesioner A. Data dan karakteristik Responden: Total 1. Umur 11 - 20 tahun 21 - 30 tahun 31 - 40 tahun 41 tahun keatas Jumlah orang 151 297 141 71 660.00 Persentase (%) 22.88 45.00 21.36 10.76 100.00 2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah orang 408 252 660.00 Persentase (%) 61.82 38.18 100.00 3. Pekerjaan Pegawai/TNI/Polri Petani/nelayan/buruh Pelajar Swasta & lainya Jumlah orang 63 251 198 148 660.00 Persentase (%) 9.55 38.03 30.00 22.42 100.00 4. Apa pendidikan formil terakhir SD sederajat SMP sederajat SMA sederajat Perguruan tinggi yang anda peroleh Jumlah orang 76 82 321 181 660.00 Persentase (%) 11.52 12.42 48.64 27.42 100.00 5. Kegiatan yang dilakukan Berwisata Penelitian Memancing Lainya Jumlah orang 369 23 196 72 660.00 Persentase (%) 55.91 3.48 29.70 10.91 100.00 6. Berapa biaya yang anda habiskan Rp1,000,000 Rp2,000,000 Rp3,000,000 lainya untuk mengunjungi Pulau Reusam Jumlah orang 382 151 79 48 660.00 Persentase (%) 57.88 22.88 11.97 7.27 100.00 7. Apakah ketika mengunjungi Pulau Ya Tidak Reusam anda menginap Jumlah orang 183 477 660.00 Persentase (%) 27.73 72.27 100.00 8. Apabila menginap, dimana kah Wisma Tempat famili hotel lainnya anda menginap

Universitas Sumatera Utara Jumlah orang 28 72 57 26 183.00 Persentase (%) 15.30 39.34 31.14 14.20 100.00 9. Bagaimanakah pengalaman wisata yang anda rasakan dalam Positif Negatif mengunjungi lokasi wisata ini?

Jumlah orang 587 73 660.00 Persentase (%) 88.94 11.06 100.00 10. Berapa kali anda telah mengunjungi Objek Wisata Pulau 1 kali 2 kali lainya..….. Kali Reusam ? Jumlah orang 437 163 60 660.00 Persentase (%) 66.21 24.70 9.09 100.00 11. Dengan siapakah anda berkunjung Sendiri Keluarga Teman lainya ke Pulau Reusam ? Jumlah orang 23 310 303 24 660.00 Persentase (%) 3.48 46.97 45.91 3.64 100.00 12. Darimanakah anda mengetahui Biro perjalanan & Media cetak Media elektronik Informasi lisan objek wisata Pulau Reusam ini ? lainya Jumlah orang 15 353 266 26 660.00 Persentase (%) 2.27 53.48 40.30 3.94 100.00 Tujuan berikutnya Hanya untuk 13. Sifat kunjungan anda ke objek Sebagai tujuan setelah berkunjung ke persinggahan lainya wisata Pulau Reusam ini ? utama objek wisata lainnya (transit) Jumlah orang 415 171 26 48 660.00 Persentase (%) 62.88 25.91 3.94 7.27 100.00 14. Apakah bapak / ibu mengetahui ya tidak tentang ekowisata : Jumlah orang 213 447 660.00 Persentase (%) 32.27 67.73 100.00

Universitas Sumatera Utara 15. Seandainya jawaban poin di atas ya, setujukah anda bila ekowisata ya Tidak dikembangkan di daerah ini :

Jumlah orang 213 0 213.00 Persentase (%) 100 0 100.00

Universitas Sumatera Utara B. Data tentang daya dukung, Kapasitas SDA , Potensi Ekowisata dan Penerapan Syariat Islam Isilah kolom, dipinggir kanan pernyataan sesuai dengan Sangat tidak No Tidak setuju Netral Setuju Sangat setuju Tidak Memilih Jumlah Total persepsi/tanggapan anda dengan tanda ( √) atau (X) setuju Daya dukung Jumlah pengunjung yang mengunjungi Pulau Reusam tidak 16 7 18 93 338 204 660.00 menggnggu kenyamanan saya selama berada di Pulau PersentaseReusam (%) 1.06 2.73 14.09 51.21 30.91 0.00 100.00 Waktu yang paling nyaman saya berada di Pulau Reusam 17 21 12 214 224 189 660.00 untuk berwisata +- 240 menit (4 Jam). Seandainya jawaban Persentasetidak (%) setuju, sebutkan waktu lain…………..Jam 3.18 1.82 32.42 33.94 28.64 0.00 100.00 Keadaan tanah (resiko erosi) tidak membuat saya khawatir 18 6 24 134 179 317 660.00 berada di Pulau Reusam. Persentase (%) 0.91 3.64 20.30 27.12 48.03 0.00 100.00

19 Perubahan cuaca membuat saya khawatir terhadap 115 98 121 196 130 660.00 perubahan tinggi gelombang laut Persentase (%) 17.42 14.85 18.33 29.70 19.70 0.00 100.00 Jumlah petugas pengelolaan yang ada sudah mencukupi 20 299 241 52 38 27 3 660.00 untuk mengelolaan kegiatan parawisata Pulau Reusam Persentase (%) 45.30 36.52 7.88 5.76 4.09 0.45 100.00

21 Profesionalitas tim keamanan sudah memadai 309 268 45 22 16 660.00

Persentase (%) 46.82 40.61 6.82 3.33 2.42 0.00 100.00 Kapasistas SDA Tingkat kedalaman air laut sangat lanyak untuk kawasan 22 30 32 347 124 118 9 660.00 ekowisata pantai. Persentase (%) 4.55 4.85 52.58 18.79 17.88 1.36 100.00 Material dasar merupakan pasir sehingga meningkatkan 23 16 23 81 268 272 660.00 kenyamanan pengunjung. Persentase (%) 2.42 3.48 12.27 40.61 41.21 0.00 100.00 Kecepatan arus tidak membuat saya khawatir untuk 24 24 33 230 217 156 660.00 berenang dan menyelam di laut Persentase (%) 3.64 5.00 34.85 32.88 23.64 0.00 100.00 Kecerahan air laut sangat tepat untu kawasan ekowsiata 25 54 38 82 249 237 660.00

Universitas Sumatera Utara Persentase (%) 8.18 5.76 12.42 37.73 35.91 0.00 100.00 26 Tipe Pantai Berpasir Menambah Keindahan Pulau Reusam 20 31 112 248 249 660.00 Persentase (%) 3.03 4.70 16.97 37.58 37.73 0.00 100.00 Luas penutup lahan tidak menjadikan saya khawatir untuk 27 59 44 88 205 257 7 660.00 mengunjungi Pulau Reusam Persentase (%) 8.94 6.67 13.33 31.06 38.94 1.06 100.00 Air tawar yang tersedia di Pulau sudah sangat memadai 28 261 237 118 28 16 660.00

Persentase (%) 39.55 35.91 17.88 4.24 2.42 0.00 100.00 Terdapat Terumbu Karang Di Pulau Reusam, sehingga menambah 29 329 189 78 37 24 3 660.00 keindahan destinasi diving dan snorkeling Persentase (%) 49.85 28.64 11.82 5.61 3.64 0.45 100.00

30 Terdapat bermacam-macam jenis ikan untuk pemancingan 46 47 234 188 126 19 660.00

Persentase (%) 6.97 7.12 35.45 28.48 19.09 2.88 100.00 Potensi Ekowisata Menjadikan Pulau Reusam, menjadi kawasan ekowisata, 31 akan memberi perlindungan terhadap unsur Flora dan Fauna 7 14 98 332 209 660.00 di Pulau Reusam Persentase (%) 1.06 2.12 14.85 50.30 31.67 0.00 100.00 32 Ekowisata merupakan sarana dalam pengelolaan lingkungan 8 9 59 291 285 8 660.00 Persentase (%) 1.21 1.36 8.94 44.09 43.18 1.21 100.00 Penerapan konsep ekowisata di Pulau Reusam, akan mengurangi 33 7 10 33 299 306 5 660.00 dampak degradasi lingkungan. Persentase (%) 1.06 1.52 5.00 45.30 46.36 0.76 100.00 Dukungan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya terhadap 34 55 80 127 219 179 660.00 pengembangan kawasan Ekowisata sudah sangan maksimal Persentase (%) 8.33 12.12 19.24 33.18 27.12 0.00 100.00 Konsep ekowsiata sangat berperan dalam upaya promosi kekayaan 35 11 21 25 344 259 660.00 budaya dan adat istiadat setempat Persentase (%) 1.67 3.18 3.79 52.12 39.24 0.00 100.00 Ekowisata dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat sekitar 36 9 14 27 343 259 7 659.00 Pulau Reusam Persentase (%) 1.36 2.12 4.09 51.97 39.24 1.06 99.85

Universitas Sumatera Utara Keberadaan kawasan ekowisata di Pulau Reusam, akan 37 4 6 10 284 356 660.00 memberi pendidikan lingkungan bagi masayarkat. Persentase (%) 0.61 0.91 1.52 43.03 53.94 0.00 100.00 Penerapan Syariat Islam Fasilitas pemandian yang tersedia di Pulau Reusam, sudah sesuai 38 dengan Kaidah penerapan Syariat Islam di Aceh. 206 194 84 92 73 11 660.00 Persentase (%) 31.21 29.39 12.73 13.94 11.06 1.67 100.00 Operasional sarana tranfortasi menuju Pulau Reusam, sudah sesuai 39 171 211 77 102 96 2 659.00 dengan aturan Syariat Islam di Aceh Persentase (%) 25.91 31.97 11.67 15.45 14.55 0.30 99.85 Penerapan Syariat Islam di Aceh ikut mendukung keberlangsungan 40 14 20 45 276 305 660.00 aktivitas parawisata/ekowisata di Aceh Jaya. Persentase (%) 2.12 3.03 6.82 41.82 46.21 0.00 100.00 Pengembangan Kawasan wisata Pulau Reusam sudah sesuai 41 dengan konsep penerapan Syariat Islam di Aceh 159 194 78 111 105 13 660.00 Persentase (%) 24.09 29.39 11.82 16.82 15.91 1.97 100.00 Pengelolaan kawasan ekowisata berbasis syariat di Pulau Reusam 42 dapat mencegah dari aktivitas terlarang seperti Alkohol dan 3 7 5 307 338 660.00 Narkoba Persentase (%) 0.45 1.06 0.76 46.52 51.21 0.00 100.00 Penginapan disekitaran Pulau Reusam, sudah mengikuti kaidah 8 12 167 258 213 2 660.00 43 kaidah Syariat Islam. Persentase (%) 1.21 1.82 25.30 39.09 32.27 0.30 100.00

Universitas Sumatera Utara

PETUNJUK JALAN MENUJU KE PULAU REUSAM

DERMAGA MENUJU KE PULAU REUSAM

201 Universitas Sumatera Utara

DERMAGA DI PULAU REUSAM SEBELUM RUSAK

PANTAI PULAU REUSAM

202 Universitas Sumatera Utara

PANTAI PULAU REUSAM SETELAH DERMAGA RUSAK

SALAH SATU LOKASI PEMANCINGAN

203 Universitas Sumatera Utara

KEADAAN FASILITAS DI PULAU REUSAM

204 Universitas Sumatera Utara

KEADAAN FASILITAS DI PULAU REUSAM

205 Universitas Sumatera Utara

BEBERAPA KEGIATAN PENGAMBILAN DATA

LAPANGAN

206 Universitas Sumatera Utara

BEBERAPA KEGIATAN PENGAMBILAN DATA LAPANGAN

207 Universitas Sumatera Utara

FGD DAN WAWANCARA

208 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Scanned by CamScanner Universitas Sumatera Utara Scanned by CamScanner Universitas Sumatera Utara Scanned by CamScanner