Translation Technique of Temple`S Texts in Indonesia Pjaee, 17 (8) (2020)
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Load more
Recommended publications
-
Journal Für Religionskultur
________________________________ Journal of Religious Culture Journal für Religionskultur Ed. by / Hrsg. von Edmund Weber in Association with / in Zusammenarbeit mit Matthias Benad, Mustafa Cimsit, Natalia Diefenbach, Alexandra Landmann, Martin Mittwede, Vladislav Serikov, Ajit S. Sikand , Ida Bagus Putu Suamba & Roger Töpelmann Goethe-Universität Frankfurt am Main in Cooperation with the Institute for Religious Peace Research / in Kooperation mit dem Institut für Wissenschaftliche Irenik ISSN 1434-5935 - © E.Weber – E-mail: [email protected]; [email protected] http://web.uni-frankfurt.de/irenik/religionskultur.htm; http://irenik.org/publikationen/jrc; http://publikationen.ub.uni-frankfurt.de/solrsearch/index/search/searchtype/series/id/16137; http://web.uni-frankfurt.de/irenik/ew.htm; http://irenik.org/ ________________________________ No. 215 (2016) Dang Hyang Astapaka and His Cultural Geography in Spreading Vajrayana Buddhism in Medieval Bali1 By Ida Bagus Putu Suamba2 Abstract The sway of Hinduism and Buddhism in Indonesia archipelago had imprinted deep cultural heritages in various modes. The role of holy persons and kings were obvious in the spread of these religious and philosophical traditions. Dang Hyang Asatapaka, a Buddhist priest from East Java had travelled to Bali in spreading Vajrayana sect of Mahayana Buddhist in 1430. He came to Bali as the ruler of Bali invited him to officiate Homa Yajna together with his uncle 1 The abstract of it is included in the Abstact of Papers presented in the 7th International Buddhist Research Seminar, organized by the Buddhist Research Institute of Mahachulalongkornrajavidyalaya University, Ayutthaya, Thailand held from the 18th to the 20th of January, 2016 (2559 BE) at Mahachulalongkornrajavidy- alaya University, Nan Sangha College, Nan province. -
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan Provinsi terkecil kedua setelah Provinsi DKI Jakarta dan terletak di tengah pulau Jawa, dikelilingi oleh Provinsi Jawa tengah dan termasuk zone tengah bagian selatan dari formasi geologi pulau Jawa. Di sebelah selatan terdapat garis pantai sepanjang 110 km berbatasan dengan samudra Indonesia, di sebelah utara menjulang tinggi gunung berapi paling aktif di dunia merapi (2.968 m). Luas keseluruhan Provinsi DIY adalah 3.185,8 km dan kurang dari 0,5 % luas daratan Indonesia. Di sebelah barat Yogyakarta mengalir Sungai Progo, yang berawal dari Jawa tengah, dan sungai opak di sebelah timur yang bersumber di puncak Gunung Merapi, yang bermuara di laut Jawa sebelah selatan. (Kementerian RI, 2015) Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang memiliki kebudayaan yang masih kuat di Indonesia, dan juga Yogyakarta memiliki banyak tempat-tempat yang bernilai sejarah salah satunya situs-situs arkeologi, salah satu dari situs arkeologi yang banyak diminati untuk dikunjungi para masyarakat dan wisatawan adalah peninggalan situs-situs candi yang begitu banyak tersebar di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2.2 Teori Dasar 2.2.1 Arkeologi Kata arkeologi berasal dari bahasa yunani yaitu archaeo yang berarti “kuna” dan logos “ilmu”. Definisi arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalau melalui kajian sistematis (penemuan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi data berupa artepak contohnya budaya bendawi, kapak dan bangunan candi) atas data bendawi yang ditinggalkan, yang meliputi arsitektur, seni. Secara umum arkeologi adalah ilmu yang mempelajari manusia beserta kebudayaan-kebudayaan yang terjadi dimasa lalu atau masa lampau melalui peninggalanya. Secara khusus arkeologi adalah ilmu yang mempelajari budaya masa silam yang sudah berusia tua baik pada masa prasejarah (sebelum dikenal tulisan) maupun pada masa sejarah (setelah adanya bukti-bukti tertulis). -
Mbasaaké in Family Circle: Linguistic Socialization of Politeness in Javanese
Linguistik Indonesia, Agustus 2020, 165-178 Volume ke-38, No.2 Copyright©2020, Masyarakat Linguistik Indonesia ISSN cetak 0215-4846; ISSN online 2580-2429 MBASAAKÉ IN FAMILY CIRCLE: LINGUISTIC SOCIALIZATION OF POLITENESS IN JAVANESE Arapa Efendi1 Katharina Endriati Sukamto2 Ph.D. Student in Applied English Linguistics, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya & Lecturer, Faculty of Education, Universitas Internasional Batam1, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya2 [email protected]; [email protected] Abstract This qualitative preliminary study highlights a common linguistic practice of politeness in the Javanese family circle called mbasaaké, which refers to addressing or referring to a family member with a kinship term that does not necessarily portray the actual family relationship. This study aims to demonstrate that this pragmatic practice of mbasaaké requires the role of adult speakers in the family circle to novice members of the family. The adult members in the family intentionally deployed this act as a strategy to socialize politeness in the Javanese culture. A small number of naturally occurring interactive turns which involves four family members are presented in this paper to illustrate this mbasaaké practice. The four persons who participated in the casual conversations originally come from East Java, but they have resided in Yogyakarta for many years. The data presented in this paper prove that this linguistic socialization is continuously practiced within the family circle with or without the presence of the novice members of the family. Another important finding is that a respectful kinship term is also given to a family member in absentia. Keywords: language socialization, politeness, Javanese, address terms, mbasaaké Abstrak Penelitian awal yang bersifat kualitatif ini membahas praktik berbahasa untuk menyatakan kesopanan yang umum digunakan di lingkungan keluarga Jawa yang disebut mbasaaké. -
Arsitektur Hindu Budha
1 ARSITEKTUR HINDU BUDHA A. PERKEMBANGAN HINDU DAN BUDHA DI INDONESIA 1. Sejarah dan Berkembangnya Agama Hindu-Buddha Agama Hindu di sebarkan oleh Bangsa Arya (Bangsa Pendatang) setelah masuk melalui celah Carber yang memisahkan daratan Eropa dan Asia. Bangsa Arya merasa nyaman tinggal karena India adalah daerah yang subur. Bangsa Arya mengalahkan Bangsa asli India (Dravida). Cara Bangsa Arya mengeksistensikan bangsanya di India dengan cara membuat Kasta, yaitu pelapisan masyarakat. Perbedaan Bangsa Arya dengan Bangsa Dravida itu sendiri terdapat pada bagian fisiknya, yaitu Bangsa Arya berkulit putih sedangkan Bangsa Dravida berkulit hitam. Pusat kebudayaan Hindu adalah di Mohenjo Daro (Lakarna) dan Harapa (Punjat) yang tumbuh sekitar 1.500 SM. Agama Hindu dalam pelaksanaan ritual ibadah (penyampaian doa kepada dewa) harus di lakukan oleh Kaum Brahmana saja. Sehingga kaum-kaum di bawahnya merasa kesulitan ketika kaum Brahmana meminta qurban (pembayaran yang berlebih) kepada kaum-kaum di bawahnya yang meminta tolong untuk disampaikan doanya kepada dewa-dewa mereka. Sehingga banyak masyarakat yang berpindah agama menjadi agama Budha. PERBEDAAN HINDU DAN BUDHA HINDU BUDHA Muncul sebagai perpaduan budaya bangsa Aria Muncul sebagai hasil pemikiran dan pencerahan dan bangsa Dravida yang diperoleh Sidharta dalam rangka mencari jalan lain menuju kesempurnaan(nirwana) Kitab sucinya, WEDA Kitab Sucinya, TRIPITAKA Mengakui 3 dewa tertinggi yang disebut Trimurti Mengakui Sidharta Gautama sebagai guru besar/ pemimpin agama Budha Kehidupan masyarakat -
35 Ayu Narwastu Ciptahening1 & Noppadol Phienwej2
Paper Number: 35 Geohazards risk assessment for disaster management of Mount Merapi and surrounding area, Yogyakarta Special Region, Indonesia. Ayu Narwastu Ciptahening1 & Noppadol Phienwej2 1 Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Yogyakarta, Indonesia, E-mail [email protected] 2 Asian Institute of Technology, Thailand ___________________________________________________________________________ It is well-known that there exists a very active volcano situated in Central Java and Yogyakarta Special Region, Indonesia, called Mount Merapi. It is classified into one of the most active volcanoes, even on the world. It mostly erupts in every 4 years. Deposits produced by its activity in Sleman Regency Yogyakarta Special Region of where the study located, can be divided into four rock units, namely Ancient Merapi, Middle Merapi, Recent Merapi, and Modern Merapi. In the 10th to 11th century Mount Merapi had been responsible to the decline of Hindu Mataram Kingdom, Central Java, by its eruptions. It was verified by the discovery of many ancient temples in Yogyakarta and surrounding areas, such as Temple Sambisari, Temple Kadisoka, and Temple Kedulan which were buried by volcanic deposits of Mount Merapi [1]. The eruption of Mount Merapi, in the year 2010 was recognized as the biggest eruption during recent decades and claimed about 300 lives and very large treasures, after the eruption. The type of eruption was changed from Merapi type in the activity period of 2006 and before to become the combination of Vulcanian type and Pelean type [2]. Due to the activities of the volcano that is very intensive, it can be underlined that the threats of geohazard faced by people living in the surrounding area of Yogyakarta is about the impact of volcanic eruptions [3]. -
In D O N E S Ia N
Marijke Klokke AN INDONESIAN SCULPTURE IN THE KRÖLLER-MÜLLER MUSEUM1 Introduction SCULPTURE In 1919 Helene Kröller-Müller acquired an Indonesian sculpture from Frederik Muller & Cie, a well-known auction house in Amsterdam at the time (PI. 1). The inventory of the auction - which took place on 25-28 November 1919 - listed the sculpture under lot numbers 1548-1567, together with 19 other sculptures from the Netherlands Indies: ‘Collection de vingt sculptures en gres, d’idoles, etc. des Indes néerlandaises. (Boroboudour, Java?). - Par pièce’.2 Helene Kröller-Müller was born in Essen in Germany in 1869. In 1888 she married Anton Kröller, a promising employee at the Rotterdam branch of her father’s firm Wm H. Müller & Co. A year later he was to become the director of this firm and one of the richest business men in the Netherlands. In 1907 INDONESIAN Helene began to collect art, mainly the contemporary art of which Van Gogh was her favourite, but also non-western art.3 When she bought the Indo nesian sculpture in 1919 she was making plans to build a museum for her AN growing art collection. Because of long discussions with architects and financial problems of the Müller firm in the 1930s it was not until 1938 that her dream came true and the Kröller-Müller Museum came into existence thanks to an initiative of the Dutch state.4 Helene Kröller-Müller was to be the first director, but not for long as she died in 1939. The sculpture she acquired in 1919 is the only Indonesian piece in the Kröller-Müller Museum collection.5 It is registered as KM 113.611 but the inventory file gives little Information about the identification of the depicted figure (‘Hindu-Buddhist dwarf figure’), the origin of the relief (‘Indonesia’), or its date (‘unknown’). -
Analisis Spasial Obyek Wisata Situs Sejarah Dan Budaya Unggulan Untuk Penyusunan Paket Wisata Kabupaten Sleman
ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Geografi Fakultas Geografi Oleh: MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 PROGRAM STUDI GEOGRAFI FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020 PERSETUJUAN ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN PUBLIKASI ILMIAH oleh: MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh : Dosen Pembimbing (Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si.) NIK. 554 i LEMBAR PENGESAHAN PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN Oleh : MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Senin, 16 Desember 2019 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Dewan Penguji : 1. Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si. (…………………….) Ketua Dewan Pembimbing 2. Drs. Priyono, M.Si. (…………………….) (Anggota I Dewan Penguji) 3. M. Iqbal Taufiqurrahman Sunariya, S.Si., M.Sc., M.URP. (……………………………….) (Anggota II Dewan Penguji) Dekan Fakultas Geografi, Drs. Yuli Priyana, M.Si. ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah -
Page 1 PROPOSAL SPONSHORSHIP A
PROPOSAL SPONSHORSHIP A. L A T A R B E L A K A N G Pendidikan adalah investasi peradaban bangsa yang sangat berharga karena peradaban akan dapat diwujudkan oleh masyarakat yang terdidik dalam arti yang sangat luas. Salah satu pilar pendidikan dalam konteks masyarakat terdidik adalah sekolah. Melalui sekolah internalisasi nilai-nilai dan pendidikan di bangun. Internalisasi dan pembentukan karakter tersebut melibatkan siswa dan guru. Kedua komponen inilah yang merupakan aktor utama pendidikan di sekolah. Sehingga untuk membentuk peradaban kedua pihak baik siswa dan guru harus sama-sama memiliki kualitas untuk dapat berinteraksi secara intensif dan saling memberdayakan. Apabila hanya siswa yang berkembang, sementara guru tidak maka akan terjadi ketimpangan. Demikian pula apabila gurunya yang maju siswanya tidak, maka akan terjadi peluang terjadinya dominasi ilmu pengetahuan oleh satu pihak. Oleh karena itu, baik siswa dan guru harus sama-sama diberdayakan. Guru berkualitas harus di dukung oleh siswa berkualitas. Sehingga interaksi dan dialektika ilmu dapat terjadi. Untuk meningkatkan kualitas, siswa dan guru memerlukan pemacu dan pemicu munculnya bakat (talent) yang dimiliki agar dapat dikembangkan secara optimal. Optimalisasi talent siswa dan guru sangat penting karena semua orang memiliki keunikan sendiri-sendiri yang tidak dimiliki oleh orang lain. Sehingga dengan kemampuan mengembangkan talent dirinya, diharapkan siswa dan guru akan dapat meningkatkan potensi diri dan prestasi baik individu, kelompok, maupun komunitas. Dalam kerangka pemikiran inilah Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia (FPSB UII) menghadirkan kegiatan yang bertujuan mengembangkan talent siswa dan guru dengan tajuk STUDENT AND TEACHER TALENT FESTIVAL. B. N A M A A C A R A STUDENT AND TEACHER TALENT FESTIVAL disingkat STUTAFEST FPSB UII 2012 C. -
Bab 3 Kepurbakalaan Padang Lawas: Tinjauan Gaya Seni Bangun, Seni Arca Dan Latar Keaagamaan
BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN Tinjauan seni bangun (arsitektur) kepurbakalaan di Padang Lawas dilakukan terhadap biaro yang masih berdiri dan sudah dipugar, yaitu Biaro Si Pamutung, Biaro Bahal 1, Biaro Bahal 2, dan Biaro Bahal 3. Sedangkan rekonstruksi bentuk dilakukan terhadap unsur-unsur bangunan biaro-biaro di Padang Lawas yang sudah tidak berada dalam konteksnya lagi, atau masih insitu dan berada dengan konteksnya tetapi dalam keadaan fragmentaris. Rekonstruksi tersebut dilakukan berdasarkan tulisan dan foto (gambar) para peneliti yang sudah melakukan penelitian di situs tersebut pada masa lalu. Tinjauan terhadap gaya seni arca dilakukan terhadap arca-arca logam untuk mengetahui bagaimana gaya seni arca tinggalan di Padang Lawas, apakah mempunyai kesamaan dengan gaya seni arca dari tempat lain baik di Indonesia maupun luar Indonesia. Gaya seni arca juga dapat memberikan gambaran periodisasinya secara relatif. Adapun periodisasi situs secara mutlak didapatkan berdasarkan temuan prasasti-prasasti yang menuliskan pertanggalan. Prasasti- prasasti yang ditemukan di Padang Lawas sebagian besar berisi tentang mantra- mantra dalam melakukan suatu upacara keagamaan, oleh karena itu latar keagamaan situs dapat diketahui berdasarkan isi prasasti. Di samping itu latar keagamaan diketahui juga dengan melalui studi ikonografi terhadap arca dan relief. 3.1 Gaya Seni Bangun (Arsitektur) Menurut Walter Grophius arsitektur adalah suatu ilmu bangunan yang juga mencakup masalah-masalah yang berhubungan dengan biologi, sosial, teknik, dan artistik, oleh karena itu arsitektur dapat didefinisikan sebagai: (1) Seni ilmu bangunan, termasuk perencanaan, perancangan, konstruksi dan penyelesaian ornament; (2) Sifat, karakter atau gaya bangunan; (3) Kegiatan atau proses membangun bangunan; (4) Bangunan-bangunan; (5) Sekelompok bangunan Universitas Indonesia 114 Kepurbakalaan Padang..., Sukawati Susetyo, FIB UI, 2010. -
Xv Pariwisata Merupakan Salah Satu Sektor Unggulan Perekonomian Di
ANALISIS ANGKUTAN WISATA DALAM UPAYA PENINGKATAN AKSESIBILITAS DAN KONEKTIVITAS, STUDI KASUS: ODTW HERITAGE SLEMAN TIMUR SASIKIRANA DIAN E.S., Prof. Ir. SIGIT PRIYANTO, M.Sc., Ph.D. ; Dr. Ir. DEWANTI, M.S. Universitas Gadjah Mada, 2020 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ INTISARI Pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan perekonomian di Kabupaten Sleman yang sejalan dengan Visi Pembangunan DIY Tahun 2025. Program Pengembangan Destinasi Pariwisata ditempuh untuk memenuhi visi tersebut, sehingga mutlak diperlukan sarana dan prasarana yang memadai untuk memfasilitasi wisatawan berupa kemudahan aksesibilitas dan konektivitas sarana angkutan wisata di Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Heritage Sleman Timur (Candi Prambanan, Keraton Boko, Candi Barong, Candi Candisari, Candi Kalasan, Candi Sambi Sari, Candi Banyunibo, Tebing Breksi, dan Candi Ijo). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan hasil analisis faktor-faktor aksesibilitas, konektivitas, dan fasilitas parkir yang mempengaruhi kepuasan wisatawan ODTW Heritage Sleman Timur, memberikan alternatif solusi kemudahan aksesibilitas, konektivitas transportasi, penyediaan ruang parkir komunal, dan pemberian alternatif rute layanan angkutan wisata. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor informasi, aksesibilitas, konektivitas, dan parkir yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan kepuasan dan jumlah wisatawan tersebut adalah metode Structural Equation Modeling (SEM)- (Linear Structural Relationship (LISREL). Responden yang terlibat dalam -
BAB II PROFIL OBJEK PENELITIAN A. Kabupaten Sleman Sleman
BAB II PROFIL OBJEK PENELITIAN A. Kabupaten Sleman Sleman merupakan salah satu kabupaten yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Sleman 47' 30'' Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Daerah DIY dan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Batul dan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah DIY. Luas dari Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau 574.82 Km² atau sekitar 18% dari luas Daerah DIY. Secara administratif terdiri 17 kecamatan, 86 desa, dan 1.212 dusun dengan jumlah penduduk 850.176 jiwa. (www.slemankab.go.id diakses pada 18/05/2017) Adapun visi dan misi Kabupaten Sleman meliputi : Visi Terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih Sejahtera, Mandiri, Berbudaya dan Terintegrasikannya sistme e-government menuju smart regency (kabupaten cerdas) pada tahun 2021. 30 Misi 1. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui peningkatan kualitas birokrasi yang responsif dan penerapan e-govt yang terintegrasi dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat. 2. Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan menjangkau bagi semua lapisan masyarakat. 3. Meningkatkan penguatan sistem ekonomi kerakyatan, aksesibilitas dan kemampuan ekonomi rakyat, serta penanggulangan kemiskinan. 4. Memantapkan dan meningkatkan kualitas pengelolaan sumberdaya alam, penataan ruang, lingkungan hidup dan kenyamanan. 5. Meningkatkan kualitas budaya masyarakat dan kesetaraan gender yang proporsional. Logo Kabupaten Sleman 31 Simbol: Sebagai lambang identitas, simbol Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman sarat dengan makna. Berikut ini dipaparkan makna yang dikandung simbol tersebut. Pada pandangan sekilas, lambang yang berbentuk segi empat melambangkan prasaja dan kekuasaan. -
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya, Seni, Kesenian, dan Pusat Kesenian (Tinjauan Obyek Perancangan) 2.1.1 Budaya 1. Definisi Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia (www.wikipedia.org). Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 12 budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari (http://indobudaya.blogspot.com/2007). Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. (www.wikipedia.org) Pengertian Budaya secara etimologi dan fonetis fungsional adalah: . Secara etimologis: Budaya buddhayah, budhi (Sans.) = akal budi / pikiran Budaya budi (akal/pikiran) & daya (tenaga, kemampuan) . Secara fonetis fungsional: Budaya badaya bada’a, yabda’u al-Mubdi’u : yang Mengawali, Menjadikan segala sesuatu dari tiada Kemampuan berakal-budi dengan nilai luhur berketuhanan, untuk mengawali hidup dengan proses yang baik (adil, harmoni, selaras dalam kedamaian tenteraman, dengan bukti satu selarasnya jalinan kehidupan antar makhluk (Gautama, 2009).